TexChem Student Science Fair 2004 - · PDF file111111 Penyempurnaan Tolak Air Untuk Kain...
Transcript of TexChem Student Science Fair 2004 - · PDF file111111 Penyempurnaan Tolak Air Untuk Kain...
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TEKSTIL
BANDUNG
KUMPULAN MAKALAH
Seminar Mahasiswa Kimia Tekstil – 9 Maret 2004
TexChem Student Science Fair 2004
TexChem
1
Laboratorium Kimia Fisika Tekstil & Laboratorium Pencapan Penyempurnaan
KUMPULAN MAKALAH SEMINAR
TexChem Student Science Fair 2004TexChem Student Science Fair 2004TexChem Student Science Fair 2004TexChem Student Science Fair 2004
Laboratorium Kimia Fisika Tekstil & Laboratorium Pencapan Penyempurnaan Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil Jl. Jakarta No. 31 • Bandung 40272
Phone 062 22 7272580 • Fax 062 22 7271694
The fabrication of textile products is ... one of the bases of civilization. ... it is an
expression of the artistry of the designer, the imagination of the scientist, the adventuring
spirit of the entrepreneur, and the dignity of the craftsman. ... [which] have created and
powered the slow upward climb of civilization which we call progress.
(Smith and Block, Textile in Perspective)
Untuk masa depan yang lebih baik
iii
Daftar Isi
1111 Penyempurnaan Anti Bakteri dan Tolak Darah Untuk Baju BedahPenyempurnaan Anti Bakteri dan Tolak Darah Untuk Baju BedahPenyempurnaan Anti Bakteri dan Tolak Darah Untuk Baju BedahPenyempurnaan Anti Bakteri dan Tolak Darah Untuk Baju Bedah 1111
2222 Kaos Kaki Anti Busuk dan Tahan Kotor dariKaos Kaki Anti Busuk dan Tahan Kotor dariKaos Kaki Anti Busuk dan Tahan Kotor dariKaos Kaki Anti Busuk dan Tahan Kotor dari Kapas 100 % Kapas 100 % Kapas 100 % Kapas 100 % 7777
3333 Penyempurnaan Tahan Api Untuk Pakaian Seragam Industri Baja Dengan Senyawa Penyempurnaan Tahan Api Untuk Pakaian Seragam Industri Baja Dengan Senyawa Penyempurnaan Tahan Api Untuk Pakaian Seragam Industri Baja Dengan Senyawa Penyempurnaan Tahan Api Untuk Pakaian Seragam Industri Baja Dengan Senyawa
Organik FosforOrganik FosforOrganik FosforOrganik Fosfor 11111111
4444 Pakaian Dalam Pria APakaian Dalam Pria APakaian Dalam Pria APakaian Dalam Pria Anti Bakteri dan Tahan Kotornti Bakteri dan Tahan Kotornti Bakteri dan Tahan Kotornti Bakteri dan Tahan Kotor 15151515
5555 Celemek Bayi Tahan KotorCelemek Bayi Tahan KotorCelemek Bayi Tahan KotorCelemek Bayi Tahan Kotor 19191919
6666 Peningkatan Mutu Kain Kantong Pos Dengan Penyempurnaan Tolak Air MengPeningkatan Mutu Kain Kantong Pos Dengan Penyempurnaan Tolak Air MengPeningkatan Mutu Kain Kantong Pos Dengan Penyempurnaan Tolak Air MengPeningkatan Mutu Kain Kantong Pos Dengan Penyempurnaan Tolak Air Menggunakan gunakan gunakan gunakan
Fluorokarbon dan Resin MelaminFluorokarbon dan Resin MelaminFluorokarbon dan Resin MelaminFluorokarbon dan Resin Melamin 23232323
7777 Penyempurnaan Tolak Air Dengan Fluorokarbon Untuk Kain Payung Dari PoliesterPenyempurnaan Tolak Air Dengan Fluorokarbon Untuk Kain Payung Dari PoliesterPenyempurnaan Tolak Air Dengan Fluorokarbon Untuk Kain Payung Dari PoliesterPenyempurnaan Tolak Air Dengan Fluorokarbon Untuk Kain Payung Dari Poliester 25252525
8888 SarungSarungSarungSarung Bantal Tahan Kotor dan Anti Kusut Bantal Tahan Kotor dan Anti Kusut Bantal Tahan Kotor dan Anti Kusut Bantal Tahan Kotor dan Anti Kusut 29292929
9999 Tirai Tahan Api dan Tahan Kotor Dari Kain Poliester 100%Tirai Tahan Api dan Tahan Kotor Dari Kain Poliester 100%Tirai Tahan Api dan Tahan Kotor Dari Kain Poliester 100%Tirai Tahan Api dan Tahan Kotor Dari Kain Poliester 100% 33333333
10101010 Penyempurnaan Tolak Air Pada Penyempurnaan Tolak Air Pada Penyempurnaan Tolak Air Pada Penyempurnaan Tolak Air Pada Kain Jaket Poliester Kapas Dengan FluorokarbonKain Jaket Poliester Kapas Dengan FluorokarbonKain Jaket Poliester Kapas Dengan FluorokarbonKain Jaket Poliester Kapas Dengan Fluorokarbon 37373737
11111111 Penyempurnaan Tolak Air Untuk Kain Payung Dari Nilon 66Penyempurnaan Tolak Air Untuk Kain Payung Dari Nilon 66Penyempurnaan Tolak Air Untuk Kain Payung Dari Nilon 66Penyempurnaan Tolak Air Untuk Kain Payung Dari Nilon 66 41414141
12121212 Mukena Katun TahaMukena Katun TahaMukena Katun TahaMukena Katun Tahan Kusut dan Bebas Jamur Dengan DMDHEU dan Asam Benzoatn Kusut dan Bebas Jamur Dengan DMDHEU dan Asam Benzoatn Kusut dan Bebas Jamur Dengan DMDHEU dan Asam Benzoatn Kusut dan Bebas Jamur Dengan DMDHEU dan Asam Benzoat 43434343
13131313 Kain Jok dari Poliester 100% dengan Penyempurnaan Tahan Api dan Tahan KotorKain Jok dari Poliester 100% dengan Penyempurnaan Tahan Api dan Tahan KotorKain Jok dari Poliester 100% dengan Penyempurnaan Tahan Api dan Tahan KotorKain Jok dari Poliester 100% dengan Penyempurnaan Tahan Api dan Tahan Kotor 47474747
14141414 Zat Warna Alam Untuk Bahan Tekstil Dari Ekstrak Kulit Buah ManggisZat Warna Alam Untuk Bahan Tekstil Dari Ekstrak Kulit Buah ManggisZat Warna Alam Untuk Bahan Tekstil Dari Ekstrak Kulit Buah ManggisZat Warna Alam Untuk Bahan Tekstil Dari Ekstrak Kulit Buah Manggis 49494949
15151515 Mirabilis Jalapa L , Pemanfaatan dan Pengembangannya Untuk Zat Warna AlamMirabilis Jalapa L , Pemanfaatan dan Pengembangannya Untuk Zat Warna AlamMirabilis Jalapa L , Pemanfaatan dan Pengembangannya Untuk Zat Warna AlamMirabilis Jalapa L , Pemanfaatan dan Pengembangannya Untuk Zat Warna Alam 53535353
16161616 Pembuatan Sabun Cair Dengan Bahan Dasar Alkil Benzena SulfonatPembuatan Sabun Cair Dengan Bahan Dasar Alkil Benzena SulfonatPembuatan Sabun Cair Dengan Bahan Dasar Alkil Benzena SulfonatPembuatan Sabun Cair Dengan Bahan Dasar Alkil Benzena Sulfonat 57575757
17171717 Aplikasi Nanoteknologi di Bidang TekstilAplikasi Nanoteknologi di Bidang TekstilAplikasi Nanoteknologi di Bidang TekstilAplikasi Nanoteknologi di Bidang Tekstil 61616161
v
Daftar Tabel
Hasil pengukuran reflektansi pada panjang gelombang 400 nm, contoh uji dengan Hasil pengukuran reflektansi pada panjang gelombang 400 nm, contoh uji dengan Hasil pengukuran reflektansi pada panjang gelombang 400 nm, contoh uji dengan Hasil pengukuran reflektansi pada panjang gelombang 400 nm, contoh uji dengan
Olephobol SL dan tanpa Oleophobol SL.Olephobol SL dan tanpa Oleophobol SL.Olephobol SL dan tanpa Oleophobol SL.Olephobol SL dan tanpa Oleophobol SL. 9999
Hasil pengujian kekuataHasil pengujian kekuataHasil pengujian kekuataHasil pengujian kekuatan tarik (Kg), contoh uji dengan CuSOn tarik (Kg), contoh uji dengan CuSOn tarik (Kg), contoh uji dengan CuSOn tarik (Kg), contoh uji dengan CuSO4444 2 % dan tanpa 2 % dan tanpa 2 % dan tanpa 2 % dan tanpa
CuSOCuSOCuSOCuSO4444 2 % 2 % 2 % 2 % 9999
Hasil uji nyala kain kapas 100% yang dikerjakan dengan Pyrovatex CP New 500 Hasil uji nyala kain kapas 100% yang dikerjakan dengan Pyrovatex CP New 500 Hasil uji nyala kain kapas 100% yang dikerjakan dengan Pyrovatex CP New 500 Hasil uji nyala kain kapas 100% yang dikerjakan dengan Pyrovatex CP New 500
g/l.g/l.g/l.g/l. 12121212
Hasil pengujian daya serap dan ketahanan kotor kain rajut kapas 100% yang Hasil pengujian daya serap dan ketahanan kotor kain rajut kapas 100% yang Hasil pengujian daya serap dan ketahanan kotor kain rajut kapas 100% yang Hasil pengujian daya serap dan ketahanan kotor kain rajut kapas 100% yang
dikerjakan dengan Sanitized T96dikerjakan dengan Sanitized T96dikerjakan dengan Sanitized T96dikerjakan dengan Sanitized T96----20 dan Oleophobol SL20 dan Oleophobol SL20 dan Oleophobol SL20 dan Oleophobol SL 16161616
Resep penyempurnaan tahan kotor menggunakan AverResep penyempurnaan tahan kotor menggunakan AverResep penyempurnaan tahan kotor menggunakan AverResep penyempurnaan tahan kotor menggunakan Aversin KFCsin KFCsin KFCsin KFC----I untuk celemek I untuk celemek I untuk celemek I untuk celemek
bayibayibayibayi 20202020
Pengaruh senyawa tolak air terhadap kekuatan tarik kainPengaruh senyawa tolak air terhadap kekuatan tarik kainPengaruh senyawa tolak air terhadap kekuatan tarik kainPengaruh senyawa tolak air terhadap kekuatan tarik kain 27272727
Nilai hasil uji siram kain poliester 100%Nilai hasil uji siram kain poliester 100%Nilai hasil uji siram kain poliester 100%Nilai hasil uji siram kain poliester 100% untuk kain payung yang dikerjakan untuk kain payung yang dikerjakan untuk kain payung yang dikerjakan untuk kain payung yang dikerjakan
dengan Aversin KFCdengan Aversin KFCdengan Aversin KFCdengan Aversin KFC----I.I.I.I. 27272727
Nilai hasil uji tahan hujan (bundesmann) kain poliester 100% untuk kain payung Nilai hasil uji tahan hujan (bundesmann) kain poliester 100% untuk kain payung Nilai hasil uji tahan hujan (bundesmann) kain poliester 100% untuk kain payung Nilai hasil uji tahan hujan (bundesmann) kain poliester 100% untuk kain payung
yang dikerjakan dengan Aversin KFCyang dikerjakan dengan Aversin KFCyang dikerjakan dengan Aversin KFCyang dikerjakan dengan Aversin KFC----I.I.I.I. 27272727
Hasil pengujian nyala api cara vertikal kain tirai poliester 100% yang dikerjakan Hasil pengujian nyala api cara vertikal kain tirai poliester 100% yang dikerjakan Hasil pengujian nyala api cara vertikal kain tirai poliester 100% yang dikerjakan Hasil pengujian nyala api cara vertikal kain tirai poliester 100% yang dikerjakan
dengan Dekaflamedengan Dekaflamedengan Dekaflamedengan Dekaflame 35353535
Pengaruh resin melamin terhadap kekakuan kaiPengaruh resin melamin terhadap kekakuan kaiPengaruh resin melamin terhadap kekakuan kaiPengaruh resin melamin terhadap kekakuan kain tirai poliester 100%n tirai poliester 100%n tirai poliester 100%n tirai poliester 100% 35353535
Ketahanan kusut (CRA) kain tirai poliester 100% pada berbagai konsentrasi resin Ketahanan kusut (CRA) kain tirai poliester 100% pada berbagai konsentrasi resin Ketahanan kusut (CRA) kain tirai poliester 100% pada berbagai konsentrasi resin Ketahanan kusut (CRA) kain tirai poliester 100% pada berbagai konsentrasi resin
melaminmelaminmelaminmelamin 35353535
Nilai K/S kainNilai K/S kainNilai K/S kainNilai K/S kain----yangyangyangyang----dikotorkan sebelum dan sesudah pencucian hasil pengerjaan dikotorkan sebelum dan sesudah pencucian hasil pengerjaan dikotorkan sebelum dan sesudah pencucian hasil pengerjaan dikotorkan sebelum dan sesudah pencucian hasil pengerjaan
dengan Oleophobol SLdengan Oleophobol SLdengan Oleophobol SLdengan Oleophobol SL 35353535
Daya tolak air (uji siram) dan kekakuan kain poliesterDaya tolak air (uji siram) dan kekakuan kain poliesterDaya tolak air (uji siram) dan kekakuan kain poliesterDaya tolak air (uji siram) dan kekakuan kain poliester----kapas pada berbagai kapas pada berbagai kapas pada berbagai kapas pada berbagai
konsentrasi Aversin KFCkonsentrasi Aversin KFCkonsentrasi Aversin KFCkonsentrasi Aversin KFC----I dan SiI dan SiI dan SiI dan Silicone Nlicone Nlicone Nlicone N----100100100100 38383838
Hasil pengujian tahan api, tahan kotor, dan kekuatan tarik kain poliester 100% Hasil pengujian tahan api, tahan kotor, dan kekuatan tarik kain poliester 100% Hasil pengujian tahan api, tahan kotor, dan kekuatan tarik kain poliester 100% Hasil pengujian tahan api, tahan kotor, dan kekuatan tarik kain poliester 100%
yang dikerjakan dengan Nicca Fiyang dikerjakan dengan Nicca Fiyang dikerjakan dengan Nicca Fiyang dikerjakan dengan Nicca Fi----None PNone PNone PNone P----100 dan 2% Aversin KFC100 dan 2% Aversin KFC100 dan 2% Aversin KFC100 dan 2% Aversin KFC----IIII 48484848
Penggolongan tanin tumbuhanPenggolongan tanin tumbuhanPenggolongan tanin tumbuhanPenggolongan tanin tumbuhan 50505050
Hasil identifikasi zat warna pada ekstrak kulit buah manggisHasil identifikasi zat warna pada ekstrak kulit buah manggisHasil identifikasi zat warna pada ekstrak kulit buah manggisHasil identifikasi zat warna pada ekstrak kulit buah manggis 51515151
KetahanKetahanKetahanKetahanan gosok dan cuci hasil celupan ekstrak kulit manggis dengan berbagai an gosok dan cuci hasil celupan ekstrak kulit manggis dengan berbagai an gosok dan cuci hasil celupan ekstrak kulit manggis dengan berbagai an gosok dan cuci hasil celupan ekstrak kulit manggis dengan berbagai
pengerjaan iringpengerjaan iringpengerjaan iringpengerjaan iring 52525252
Ketahanan gosok hasil celupan daun kembang pukul empat dengan berbagai Ketahanan gosok hasil celupan daun kembang pukul empat dengan berbagai Ketahanan gosok hasil celupan daun kembang pukul empat dengan berbagai Ketahanan gosok hasil celupan daun kembang pukul empat dengan berbagai
pengerjaan iring.pengerjaan iring.pengerjaan iring.pengerjaan iring. 55555555
Ketahanan luntur terhadap pencucian hasil celupan ekstrak daun kembang pukul Ketahanan luntur terhadap pencucian hasil celupan ekstrak daun kembang pukul Ketahanan luntur terhadap pencucian hasil celupan ekstrak daun kembang pukul Ketahanan luntur terhadap pencucian hasil celupan ekstrak daun kembang pukul
empat dengan berbagai pengerjaan iringempat dengan berbagai pengerjaan iringempat dengan berbagai pengerjaan iringempat dengan berbagai pengerjaan iring 56565656
Pengaruh pengerjaan iringPengaruh pengerjaan iringPengaruh pengerjaan iringPengaruh pengerjaan iring terhadap nilai ketuaan warna hasil celupan daun terhadap nilai ketuaan warna hasil celupan daun terhadap nilai ketuaan warna hasil celupan daun terhadap nilai ketuaan warna hasil celupan daun
kembang pukul empatkembang pukul empatkembang pukul empatkembang pukul empat 56565656
vi
Perbandingan komponen dan fungsi biomolekuler dengan skala makroPerbandingan komponen dan fungsi biomolekuler dengan skala makroPerbandingan komponen dan fungsi biomolekuler dengan skala makroPerbandingan komponen dan fungsi biomolekuler dengan skala makro 62626262
vii
Daftar Gambar
Hasil Uji Siram Berbagai Resep Penyempurnaan Tolak Air/Tahan KotorHasil Uji Siram Berbagai Resep Penyempurnaan Tolak Air/Tahan KotorHasil Uji Siram Berbagai Resep Penyempurnaan Tolak Air/Tahan KotorHasil Uji Siram Berbagai Resep Penyempurnaan Tolak Air/Tahan Kotor 20202020
Data Reflektansi Untuk Evaluasi Sifat Tahan KotorData Reflektansi Untuk Evaluasi Sifat Tahan KotorData Reflektansi Untuk Evaluasi Sifat Tahan KotorData Reflektansi Untuk Evaluasi Sifat Tahan Kotor 21212121
Asam benzoatAsam benzoatAsam benzoatAsam benzoat 44444444
DMDHEU (1) dan dimetilolDMDHEU (1) dan dimetilolDMDHEU (1) dan dimetilolDMDHEU (1) dan dimetilol----4444----metoksimetoksimetoksimetoksi----5,55,55,55,5----dimetilpropilena urea (2, Fixapret PCL)dimetilpropilena urea (2, Fixapret PCL)dimetilpropilena urea (2, Fixapret PCL)dimetilpropilena urea (2, Fixapret PCL) 44444444
Hubungan K/S dengan metoda celup pada berbagai bahanHubungan K/S dengan metoda celup pada berbagai bahanHubungan K/S dengan metoda celup pada berbagai bahanHubungan K/S dengan metoda celup pada berbagai bahan 51515151
Struktur dasar flavonoidaStruktur dasar flavonoidaStruktur dasar flavonoidaStruktur dasar flavonoida 54545454
Struktur dasar antosianin (ion flaviniumStruktur dasar antosianin (ion flaviniumStruktur dasar antosianin (ion flaviniumStruktur dasar antosianin (ion flavinium)))) 54545454
Flavon (a) dan flavonol (b)Flavon (a) dan flavonol (b)Flavon (a) dan flavonol (b)Flavon (a) dan flavonol (b) 54545454
Ester asam poliakrilat dan heksanol yang diEster asam poliakrilat dan heksanol yang diEster asam poliakrilat dan heksanol yang diEster asam poliakrilat dan heksanol yang di----perfluoronasi (Scotchgard, 3M Co.).perfluoronasi (Scotchgard, 3M Co.).perfluoronasi (Scotchgard, 3M Co.).perfluoronasi (Scotchgard, 3M Co.). 65656565
NanoNanoNanoNano----CareCareCareCare, bulu, bulu, bulu, bulu----bulu berukuran nano (bulu berukuran nano (bulu berukuran nano (bulu berukuran nano (nanonanonanonano----whiskerswhiskerswhiskerswhiskers) ditempelkan pada tiap helai ) ditempelkan pada tiap helai ) ditempelkan pada tiap helai ) ditempelkan pada tiap helai
benang kapas.benang kapas.benang kapas.benang kapas. 66666666
Vektor gayaVektor gayaVektor gayaVektor gaya----gaya yang bekerja pada antarmuka pagaya yang bekerja pada antarmuka pagaya yang bekerja pada antarmuka pagaya yang bekerja pada antarmuka padatan/udara/air.datan/udara/air.datan/udara/air.datan/udara/air. 67676767
ix
KATA PENGANTAR
TexChem Student Science Fair 2004 adalah program kerja sama Laboratorium
Pencapan dan Penyempurnaan Tekstil dengan Laboratorium Kimia Fisika Tekstil,
Jurusan Kimia Tekstil, Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil, berupa seminar dan pameran
hasil karya praktek mahasiswa. Kegiatan ini diharapkan menjadi bagian dari bentuk
partisipasi laboratorium dan mahasiswa dalam menciptakan iklim akademik di kampus
STTT, dengan membawa semangat perubahan paradigma belajar dalam menyikapi
aktivitas perkuliahan. Kegiatan ini juga diharapkan dapat menjadi semacam ‘jendela’
bagi hubungan simbiosis mutualistik yang egaliter antara industri dan kampus dalam
pengembangan ilmu dan teknologi.
Kuliah seringkali dipandang sebagai ‘hanya’ rutinitas yang bahkan tujuan akhirnya
pun memperoleh nilai baik saja (nilai-oriented). Hal ini tentu tidak salah, tapi mungkin esensinya akan berbeda jika dibandingkan dengan pandangan bahwa kuliah merupakan
bagian dari proses belajar, yang setiap tahapannya adalah ‘perubahan’, dengan
pencapaian-pencapaian tertentu yang layak diapresiasi sebagai karya intelektual yang tak
hanya berorientasi formalistik. Membangun sebuah budaya akademik adalah dan
seharusnya menjadi bagian tak terpisahkan dari kegiatan pendidikan dan merupakan
tanggung jawab semua unsur di dalam kampus. Mewujudkannya tidaklah harus dengan
kemewahan dan segala kompleksitas yang seringkali ditemui dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan semacam ini. TexChem Student Science Fair 2004 (untuk pertama
kalinya) telah dilaksanakan pada 9 Maret 2004 di kampus STTT dengan membawa
semangat kesederhanaan itu dan tetap bertumpu pada substansi misinya.
Sebagai kelanjutan dari apresiasi tadi dan bertolak dari substansi pelaksanaannya,
maka makalah-makalah yang telah disajikan dalam kegiatan ini ditampilkan kembali
dalam bentuk “Kumpulan Makalah Seminar TexChem Student Science Fair 2004” untuk
dapat diapresiasi lagi dalam lingkup yang lebih luas. Kumpulan makalah ini juga dimaksudkan sekaligus untuk memberi gambaran mengenai sisi lain dari wawasan
belajar yang diperoleh mahasiswa dalam aktivitas kuliahnya. Hal ini ditunjukkan dengan
ragam materi yang disajikan yang meliputi aplikasi tekstil dan teknologi tekstil di bidang
kedokteran, upholstery, dekorasi rumah tangga (home decoration), dan sandang non-
konvensional serta tekstil untuk keperluan lainnya. Satu hal yang menarik untuk diamati
dalam hal ini adalah minat penelitian mahasiswa yang mulai memasuki wilayah
technical textiles. Semangat eksplorasi, unsur terpenting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, juga nampak pada karya mahasiswa dalam pembuatan zat
warna dari bahan-bahan alam dan pembuatan sabun (textile auxiliaries). TexChem
Student Science Fair memang dimaksudkan untuk memberi ruang dan menghidupkan
semangat ini.
Dengan segala kerendahan hati kami menyadari kegiatan ini dan kumpulan makalah
yang dihasilkannya masih banyak kekurangannya dan jauh dari sempurna. Membangun
adalah sebuah proses panjang yang semestinya bertahap berkesinambungan. Tanggapan
berupa masukan maupun kritik dari semua pihak sangat diharapkan untuk pelaksanaan
kegiatan serupa di masa-masa mendatang. Disamping itu, masukan juga diharapkan
sebagai bahan bagi tambahan wawasan keilmuan dan peningkatan mutu penelitian dalam
pengertian berkaitan erat dengan kebutuhan dan situasi nyata di industri, mengikuti
perkembangan teknologi serta lebih berorientasi kepada kepentingan masyarakat.
Kegiatan ini tidak akan terlaksana tanpa bantuan dan dukungan dari semua pihak
yang dengan tulus telah memberikannya. Untuk itu kami haturkan rasa terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada:
x
1) Ketua Jurusan Kimia Tekstil atas ijin dan dukungan yang diberikan, beserta seluruh
jajaran pimpinan Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil,
2) Para donatur dan simpatisan yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam
bentuk materi maupun tenaga,
3) Perusahaan pembuat dan penyedia bahan-bahan kimia tekstil yang telah banyak
membantu pengadaan bahan-bahan praktek dan penelitian mahasiswa,
4) Adik-adik mahasiswa yang selalu penuh semangat mempersiapkan kegiatan ini tanpa
pamrih, dan mengerahkan seluruh sumber daya dan kemampuan yang dimiliki demi
suksesnya kegiatan ini, dan
5) Semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu di sini.
Akhirnya, kami berharap semoga karya kecil ini menjadi awal terciptanya budaya
dan tradisi ilmiah yang lebih baik di Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil dan pada akhirnya
dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu dan teknologi khususnya di
bidang tekstil.
Bandung, 29 Maret 2004
Penyelenggara,
Lab. Pencapan & Penyempurnaan
Lab. Kimia Fisika Tekstil
1
1 PENYEMPURNAAN ANTI BAKTERI DAN TOLAK DARAH
UNTUK BAJU BEDAH
Emsidelva Okasti, Firliani K, Linda, Liyana & Louise Mersenne
Mahasiswa Kimia Tekstil
Laboratorium Pencapan & Penyempurnaan Tekstil
Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil
Jl. Jakarta No. 31, Bandung 40272
Telp.: 022 7272580
Abstrak
Bahan tekstil atau produk tekstil dapat diolah dan dimanfaatkan dibidang kedokteran
dan kesehatan karena mempunyai sifat-sifat yang dapat memenuhi syarat untuk
penggunaan di bidang tersebut antara lain kekuatan tarik, lembut (softness), daya serap
dan tembus udara. Pemanfaatannya sangat luas dengan fungsi yang berbeda-beda mulai
dari penggunaaan benang tunggal sampai pada kain higienis untuk keperluan ruang
bedah, dan salah satunya adalah baju bedah. Hasil percobaan memperlihatkan bahwa
peggunaan resin meningkatkan kekuatan tarik dan daya tembus udara kain. Pada
pengujian spektrofotometer, kain dengan komposisi 1% zat anti bakteri dan 10 %
glioksal menunjukan adanya noda darah yang tidak dapat dihilangkan dengan
pencucian manual. Sedangkan kain dengan komposisi 0% anti bakteri – 5% glioksal dan
2% zat anti bakteri – 15% glioksal menunjukan tidak ada noda darah. Hal ini
disebabkan bekerjanya fluorokarbon, sama seperti glioksal dan anti bakteri. Tidak
adanya anti bakteri memberikan tempat yang cukup luas untuk fluorokarbon bekerja.
Abstract
Due to their special characteristics textile material has been known and used for long
time for medical purposes. Two of the most familiar examples are its use in the form of
monofilament fiber as surgical sewing thread and in the form of finished fabric for
surgical gown. In this study, we used an anti-bacterial agent (Sanitized T 96-20),
glyoxal, and fluorocarbon (Aversin KFC-I) to produce fabric for surgical gown with
anti-bacterial and blood-repellent properties. Glyoxal provides crosslinking for both
anti-bacterial agent and fluorocarbon and improve their washing fastness.It was found
that higher concentration of glyoxal and anti-bacterial agent gives result to higher
tensile strength and air permeability. This is most probably due to the crosslinking
formed by the presence of glyoxal. The efficiency of stain removal was evaluated by
spectrophotometry. It was shown that blood stain still remains after manual washing of
fabric treated by finishing liquor containing 1% anti-bacterial agent and 10% glyoxal.
However, stain was completely removed when 5% glyoxal was used alone with Aversin
KFC-I. It seems that anti-bacterial agent has an adverse effect to blood repellency, but
actually stain was also removed by the addition of 2% anti-bacterial agent and 15%
glyoxal. In all cases, we used 3% Aversin KFC-I to generate blood repellency effect onto
the fabric.
1 PENDAHULUAN
Baju bedah operasi digunakan oleh
paramedis untuk melakukan operasi
selama kurang lebih 2 jam (operasi bia-
sa) dalam kondisi ruangan tertentu. Se-
hingga paramedis membutuhkan per-
lengkapan yang memiliki kenyamanan
yang tinggi. Kapas merupakan salah
satu pilihan serat untuk memenuhi ke-
nyamanan tersebut, karena serat kapas
mudah didapat dan memiliki moisture
regain yang tinggi (7 – 8,5%) sehingga dapat menyerap keringat dengan baik.
2
Lamanya waktu operasi menyebab-
kan paramedis banyak mengeluarkan
energi dan keringat yang mengandung
bakteri. Percikan darah pasien dapat
mengenai baju bedah medis pada saat terjadi kontak antara paramedis dengan
pasien selama operasi berlangsung.
Oleh karena itu diperlukan baju bedah
yang anti bakteri dan dapat menahan
perembesan serta mudah dibersihkan
dari noda darah. Baju bedah yang
digunakan dalam ruang operasi juga
memerlukan perlindungan yang tinggi
terhadap HIV dan HBV.
Proses sterilisasi baju bedah biasa
dilakukan dengan perendaman air panas
atau dengan suhu dan tekanan tinggi di
dalam autoclave (130°C, 2 atm), se-
hingga baju bedah membutuhkan resin
yang memiliki ketahanan terhadap pe-
manasan dan kondisi autoclave.
Resin anti kusut merupakan senya-
wa pengikat silang yang dapat diguna-
kan bersamaan dengan zat anti bakteri
yang menyebabkan anti bakteri lebih
kuat berikatan dengan serat yang mem-
punyai efek bawaan mengurangi derajat
kekusutan dalam pemakaiannya. Peng-
gunaan resin anti kusut dan zat anti
bakteri secara bersamaan dikarenakan zat anti bakteri tidak bersifat permanen.
Standar baju bedah yang digunakan
pada umumnya berwarna hijau. Ini di-
maksudkan untuk mengatasi efek
shadow, yaitu efek yang timbul akibat
mata lelah. Operasi biasanya berlang-
sung minimal 2 jam, dan dalam jangka
waktu tersebut mata paramedis yang melakukan operasi mengalami kontak
terus-menerus dengan warna merah
yang berasal dari darah. Mata yang
kelelahan akibat situasi demikian akan
melihat warna putih atau lainnya dalam
beberapa detik sebagai hijau, dan ini
dapat mengganggu konsentrasi.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Darah adalah suspensi dari partikel
dalam larutan koloid cairan elektrolit.
Komponen cair darah yang disebut
plasma terdiri dari 91 – 92 % air yang
berperan sebagai medium transpor, dan
7 – 9 % zat padat yang terdiri dari pro-
tein-protein seperti albumin, globulin,
dan fibrinogen. Komponen utama sel
darah merah adalah protein hemoglobin (Hb).
Fluoropolimer merupakan senyawa
tolak air yang baik yang juga memiliki
kemampuan menolak minyak dan noda
dengan cara mengurangi energi permu-
kaan kritis pada permukaan serat tekstil.
Sedangkan komposisi darah menyerupai
kombinasi air (plasma darah), minyak
dan noda (protein), sehingga dengan
demikian, fluoropolimer dapat pula
digunakan sebagai zat penyempurnaan
tahan darah.
Kombinasi penggunaan zat anti
bakteri dan fluoropolimer dipandang
sesuai untuk bahan yang harus ter-lindungi dari mikroorganisme (MRSA,
Methicillin Resistance Staphilococcus
Aureus, yaitu bakteri yang tahan terha-
dap antibiotik dan dapat menular me-
lalui pernafasan) dan darah, tetapi se-
jauh ini tidak ditemukan informasi
mengenai penggunaan kombinasinya
padahal hal tersebut sangat baik untuk
identifikasi konsentrasi optimum.
Zat anti bakteri yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Sanitized®
T
96-20, yaitu senyawa fenoksi terhalo-
genasi. Larutannya memiliki pH 6,2 –
8,2 (20°C, 50 g/L), bersifat nonionik,
dan berwarna kekuning-kuningan. Pe-
makaiannya dapat dikombinasikan de-
ngan zat-zat lainnya seperti resin,
binder, fluorokarbon dan zat penyem-purnaan lainnya.
3 BAHAN DAN METODE
3.1 Persiapan Penyempurnaan
Kain grey kapas dihilangkan kan-
jinya dan dimasak serta dikelantang se-cara simultan dengan sistem kontinyu
menggunakan Pitchrun L-30.
3
3.2 Pencelupan dan Penyempurnaan
Kain dicelup menggunakan zat
warna reaktif dingin warna hijau sesuai
standar hijau yang ditetapkan untuk baju
bedah (berdasarkan hasil pengukuran warna pada baju bedah standar).
Selanjutnya kain disempurnakan
dengan larutan penyempurnaan yang
mengandung Sanitized
T 96-20 (1% dan 2% owf), glioksal sebagai zat pe-
ngikat silang (5, 10, 15% owf), 3% owf
Aversin KFC-I sebagai senyawa tahan
darah, dan katalis MgCl2 10 g/l. Ke
dalam larutan tersebut juga ditam-
bahkan pembasah sebanyak 2 ml/l. Kain
dibenamperas dengan WPU 80%, lalu
dikeringkan, dan dipanasawetkan pada
suhu 130°C selama 2 menit.
3.3 Analisa dan Pengujian
Hasil percobaan dievaluasi dengan
Uji Siram ( SII.0124-75), Tahan Luntur
Warna Terhadap Keringat (SII 0117-
75), Daya Tembus Udara Pada Kain
(SII 1230-85), Kekuatan Tarik dan
Mulur Kain Tenun (SII 0106 – 75). Pengukuran warna menggunakan spek-
trofotometri dilakukan untuk menge-
valuasi daya tolak darah dan noda kain
hasil penyempurnaan.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengujian terhadap
kain kapas 100% dengan penyempur-
naan anti bakteri dan tahan darah dalam
pembuatan baju bedah opersi maka da-
pat diuraikan beberapa hal sebagai
berikut:
4.1 Daya Tembus Udara
DTU (daya tembus udara) kain yang telah dicuci berulang memiliki
nilai rata-rata 4,39 cm2/detik/cm3, jauh
lebih rendah daripada kain yang belum
dicuci berulang, yaitu 11 cm2/detik/cm
3.
Pada saat dilakukan proses pengeringan
dan termofiksasi digunakan suhu tinggi
sehingga kain menjadi statik dan lebih
keras. Pada kain hasil pengujian tanpa
pencucian berulang struktur molekul
dari serat kapas menjadi lebih kompak
karena proses penyempurnaan yang
mengakibatkan penambahan struktur
molekul dari polimerisasi glioksal dan
penambahan zat anti bakteri serta fluorokarbon yang diproses pada suhu
tinggi kain. Hal ini mengakibatkan kain
menjadi sukar ditembus udara.
Pada kain yang telah mengalami
proses cuci berulang stabilitas kekom-
pakan serat terganggu yang mengaki-
batkan bergesernya molekul satu de-
ngan yang lain. Struktur molekul serat
yang telah bergeser akan memberikan
ruang-ruang di dalam serat sehingga
udara lebih mudah masuk.
4.2 Kekuatan Tarik
Pengujian kekuatan tarik pada
kain yang telah diberi zat anti bakteri
tidak dapat dilakukan secara maksimal
karena tidak dilakukan uji tumbuh bak-
teri pada kain tersebut sehingga tidak
diketahui efek dari zat anti bakterinya
terhadap penambahan kekuatan tarik pada kain tersebut.
Penambahan kekuatan tarik dise-
babkan oleh struktur molekul serat yang
bertambah padat karena penambahan
resin, yang berikatan dengan serat dan
mengisi ruang-ruang kosong dalam
serat, struktur molekul dalam kapas menjadi lebih rapat sehingga gaya yang
mengenai kain akan terdistribusi lebih
merata akibatnya pada gaya yang sama
untuk kain yang telah dilakukan proses
penympurnaan diperlukan waktu yang
lebih lama untuk memutus kain.
4.3 Tahan Darah dan Penodaan
Nilai uji siram untuk semua con-
toh uji menunjukkan angka 0, artinya
kain tidak dapat menahan pembasahan.
Pengujian juga memperlihatkan bahwa
noda darah sangat sulit untuk dihilang-
kan dengan pencucian biasa (pencucian
tanpa mesin dengan 5 kali pengucekan)
dari kain yang belum disempurnakan,
dan harus menggunakan sabun khusus.
Sebaliknya, kain yang sudah disempur-
nakan mudah dibersihkan dari noda da-
4
rah, bahkan dengan pencucian biasa dan
tanpa penggunaan sabun khusus. Ini
dapat dilihat dengan mudah melalui
pengukuran warna dengan spektro-
fotometri.
Dengan adanya resin yang diberi-kan pada kain maka resin akan menem-
pati ruang-ruang kosong pada polimer
kapas, sehingga darah yang terserap
menjadi lebih sedikit jumlahnya di-
bandingkan dengan kain yang tidak
mengalami proses penyempurnaan.
Oleh sebab itu kain yang telah meng-
alami penyempurnan noda darahnya
mudah dihilangkan.
4.4 Analisa Spektofotometri
Kain yang diberi zat anti bakteri 1%
tanpa pencucian masih terdapat noda
darah yang menempel dan memiliki
rata-rata yang cukup tinggi dibanding
penggunaan zat anti bakteri 2%. Hal ini
disebabkan penggunaan zat anti bakteri
sebesar 2% disertai dengan penggunaan
konsentrasi glioksal yang tinggi pula sehingga semakin banyak ikatan silang.
Sebagai senyawa pengikat silang gliok-
sal berfungsi agar zat anti bakteri dan
fluorokarbon dapat terjebak masuk
dalam struktur serat sehingga diharap-
kan dapat permanen pada serat, peng-
gunaan glioksal yang semakin tinggi akan menyebabkan semakin besar pula
peluang fluorokarbon sebagai zat tahan
darah untuk dapat masuk ke dalam
serat.
4.5 Tahan Luntur Warna Terhadap Keringat
Nilai gray scale 4 dan staining
scale 4. Dari hasil tersebut dapat dilihat
bahwa hasil pencelupan dengan zat
warna reaktif memiliki ketahanan luntur
yang baik walaupun kain telah meng-
alami proses pencucian berulang (5x
dan 7x). Tahan luntur yang baik ini
disebabkan karena ikatan kovalen yang
terbentuk antara serat dan zat warna
reaktif. Ikatan kovalen yang terjadi
meyebabkan zat zat warna reaktif men-
jadi bagian dari serat kapas. Peng-gunaan glioksal, fluorokarbon, dan zat
anti bakteri akan menambah kepadatan
struktur molekul dalam serat. Glioksal
yang mampu berikatan dengan serat ka-
pas dan menjebak zat anti bakteri
(phenoksi terhalogenasi). Fluorokarbon akan berikatan dengan salah satu gugus
OH primer dari kapas. Glioksal ke-
mungkinan besar hanya dapat mengisi
satu gugus OH primer karena gugus OH
primer yang lain sudah berikatan de-
ngan zat warna reaktif. Namun tidak
tertutup kemungkinan pula zat warna
reaktif yang telah berikatan dengan serat
bereaksi pula dengan glioksal sehingga
menambah ketahanan luntur warna dari
kain.
5 KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil pengujian dan
pembahasan yang dilakukan maka dapat
disimpulkan :
1) Kain yang telah mengalami proses
pencucian memiliki tingkat kenya-
manan yang lebih tinggi
2) Dengan adanya penyempurnaan
tahan darah, penodaan pada kain
dapat dengan mudah dihilangkan.
3) .Zat warna reaktif yang digunakan
memiliki tahan luntur warna yang
baik.
4) Pada kain yang telah disempurna-
kan dengan fluorokarbon, zat anti
bakteri (phenoksi terhalogenasi) dan
glioksal sebagai senyawa pengikat
silang terjadi penambahan kekuatan
tarik
5) Penggunaan glioksal sebagai senya-wa pengikat silang berpengaruh be-
sar pada konsentrasi zat anti bak-
teri dan zat tahan darah yang dapat
masuk ke dalam serat.
Dari kesimpulan dan hasil-hasil pengu-
jian yang telah dilakukan kombinasi
yang tepat zat anti bakteri-fluorokarbon-
glioksal tidak dapat ditentukan secara
optimal karena belum dilakukan pengu-
jian anti bakteri (terhadap MRSA )
5
Ucapan Terima Kasih
Dalam penyusunan makalah ini, kami
ingin mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah memberikan
bantuannya :
1. PT. Clariant yang telah memberikan
bantuan zat anti bakteri.
2. Ibu Susyami, Bpk. Widodo, Ibu Ida
selaku pembimbing dan dosen kami
yang telah memberikan pengarahan.
3. Suster Sumihar Sinaga, dari RS
Boromeus yang telah memberikan
bantuannya.
4. Teman-teman kami, mahasiswa
kedokteran yang telah memberikan
informasinya.
DAFTAR PUSTAKA
S. Hendrodyantopo, Susyami Hitariat, Pur-
wanti, Mohamad Widodo (1998). Teknologi
Penyempurnaan. Bandung: Sekolah Tinggi
Teknologi Tekstil.
Technical Information: Sanitized T.: Clari-
ant.
Ayi Gumilar (1998). Pengamatan Perbedaan
Warna Secara Kuantitatif Antara Hasil Ce-
lupan Proses Laboratorium dan Produksi
Pada Kain Campuran Poliester-Rayon
Viskosa Yang Dicelup dengan Zat Warna
Dispersi dan Zat Warna Reaktif. Bandung:
Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil.
Lorraine M. Wilson, Sylvia A. Price (1998).
Patofisiologi. Jakarta: ECG.
Whitaker, Fernandez, Tsokos Concept of
General Organic and Biological Chemistry.
7
2 KAOS KAKI ANTI BUSUK DAN TAHAN KOTOR DARI
KAPAS 100 %
Nia Khairun Nisa, Nur Fitri Yanti, Rina Prastiwi, Sari Nengsih
Mahasiswa Kimia Tekstil
Laboratorium Pencapan & Penyempurnaan Tekstil
Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil
Jl. Jakarta No. 31, Bandung 40272
Telp.: 022 7272580
Abstrak
Kaos kaki yang terbuat dari serat kapas memiliki kelebihan yaitu daya serap terhadap
keringat cukup baik. Selain itu juga memiliki kekurangan, yaitu mudah kotor. Kedua hal
tersebut disebabkan adanya gugus OH pada serat kapas. Tanah, kotoran, air, minyak
yang bersifat polar dapat membentuk ikatan hidrogen dengan gugus OH dari kapas.
Kekurangan yang lain dari serat kapas yang disebabkan oleh adanya gugus OH adalah
mudah mengalami pembusukan oleh mikroorganisme seperti bakteri yang diakibatkan
pemaparan terhadap udara, cahaya dan kelembaban. Kondisi pemakaian kaos kaki
membuatnya mudah terserang mikroorganisme dan kotor. Penelitian ini dimaksudkan
untuk mendapatkan kaos kaki bebas-bau dan tahan kotor menggunakan senyawa kimia
berbasis fluorokarbon sebagai zat tahan kotor dan tembaga sulfat untuk mencegah
pertumbuhan mikroorganisme. Hasil percobaan dan pengujian memperlihatkan bahwa
pengerjaan dengan senyawa tahan kotor jenis fluorokarbon pada konsentrasi 50 ml/l
dan zat anti busuk, CuSO4 sebanyak 3,95 gram dapat memberikan sifat anti busuk dan
tahan kotor pada kain kapas. Data kekuatan tarik memperlihatkan bahwa dengan
pemberian zat anti busuk, kain kapas tahan terhadap serangan mikroorganisme
penyebab bau busuk. Dan data pengukuran reflektansi memperlihatkan bahwa kain
kapas mudah melepaskan kotoran.
Abstract
Socks made from cotton offers more comfort in the sense that it readily absorbs sweat
produced during its use. This is primarily due to the presence of hydroxy groups in the
molecular structure of cotton fiber. This group may also form hydrogen bond with other
polar molecules or particles such as fats, soil and dirt. Another consequence of the
presence of hydroxy groups is that it is susceptible to microbial attacks under suitable
condition like warm temperature and moist. The purpose of this study is to investigate
ways of producing rot-proof (odor-free) and soil-resistant socks by chemical treatment.
Fluorocarbon-based chemical (Oleophobol SL) and copper sulphate were used in this
study as soil-resistant finish and rot-proofing agent respectively. It was found that 50
ml/l Oleophobol SL and 3,95 g/l CuSO4 was adequate to impart the above mentioned
properties to cotton fabric as shown by reflectance data and tensile strength after soil
burial.
1 PENDAHULUAN
Kaos kaki yang terbuat dari serat
kapas memiliki kekurangan, diantaranya
mudah kotor dan terjadi pembusukan.
Kedua hal tersebut dapat diperbaiki de-
ngan proses penyempurnaan tahan kotor
dan anti busuk. Dengan proses penyem-
purnaan pada kaos kaki tersebut
diharapkan kamampuan serat kapas me-
lepaskan kotoran dan tahan terhadap se-
rangan mikroorganisme yang
menyebabkan bau busuk pada serat ka-
pas menjadi meningkat.
Senyawa fluoro akan berpolimeri-sasi membentuk lapisan film yang sa-
8
ngat rapat sehingga kotoran dan minyak
tidak dapat masuk ke dalam serat dan
hanya menempel pada permukaan serat,
kemudian akan hilang dengan pen-
cucian. Sedangkan zat anti busuk yang digunakan adalah CuSO4, dimana tem-
baga akan membentuk senyawa kom-
pleks dengan serat dan gugus hidroksil
serat diikat oleh senyawa sulfat se-
hingga mikroorganisme tak lagi bisa
menyerang gugus hidroksil tersebut.
Penyempurnaan tahan kotor dan anti
busuk pada benang kapas ini diharapkan
dapat menghasilkan kaos kaki yang
memiliki kemudahan dalam perawat-
annya.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyempurnaan Tahan Kotor
Senyawa fluorokarbon dapat pula
digunakan untuk mendapatkan sifat
tahan kotor. Senyawa ini akan ber-polimerisasi pada saat pemanasawetan
dan membentuk lapisan film yang me-
lapisi permukaan serat tekstil dan terdiri
dari gugus-gugus CF3-, CF2H
-, atau CF2
yang sangat rapat. Lapisan tersebut akan
menurunkan nilai tegangan permukaan
kritis (Critical Surface Tension) substrat sehingga memberikan perlindungan se-
cara kimia terhadap kemungkinan ter-
jadinya pengotoran, baik kotoran dalam
bentuk air maupun kotoran dalam ben-
tuk minyak.
Molekul senyawa tahan kotor
berorientasi sedemikian rupa sehingga rantai fluorokarbonnya paralel dan
gugus metil di ujungnya yang lain
mengarah ke luar permukaan bahan,
sedangkan gugus polarnya dapat meng-
adakan ikatan dengan serat di bawah
permukaan luar.
2.2 Penyempurnaan Anti Busuk
Pada penyempurnaan ini diguna-
kan senyawa tembaga sulfat, dengan
suhu pemanasawetan yang tinggi tem-
baga akan membentuk senyawa kom-
pleks dengan serat. Gugus hidroksil
serat kapas diikat oleh senyawa sulfat
sehingga mikroorganisme tak lagi bisa
menyerang gugus hidroksil tersebut, dan
bahan menjadi anti busuk.
3 PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
Alat utama yang digunakan adalah
stenter dan mesin benamperas skala la-
boratorium. Untuk penyempurnaan
tahan kotor digunakan Oleophobol SL,
dan CuSO4 sebagai zat anti busuk.
Disamping itu juga digunakan zat-zat
kimia lain untuk membantu penetrasi.
3.2 Prosedur Percobaan
3.2.1 Penyempurnaan Tahan Kotor
Bahan berupa benang kapas diren-
damperas dengan larutan 50 ml/l Oleo-
phobol SL, 1 ml/l CH3COOH glasial, 5
g/l Silicone AMZ-3 (pelemas), 2,5 g/l
Nicepole PR-86, 2 g/l NK Katalis SL,
lalu dikeringkan selama 2 menit pada
suhu 140°C. Setelah itu bahan dipanas-
awetkan pada suhu 170°C selama 45
detik diikuti dengan pencucian dan
pembilasan.
3.2.2 Penyempurnaan Anti Busuk
Na2CO3 sebanyak 10,74 gram dilarutkan
dalam 0,5 l air lalu dicampurkan secara
pelahan dengan 0,5 l larutan yang me-
ngandung 3,95 gram CuSO4 2 %. La-
rutan tersebut selanjutnya digunakan
untuk merendamperas bahan.
Pengeringan dilakukan pada suhu
140°C selama 2 menit dan dilanjutkan
dengan pemanasawetan pada suhu
120°C selama 20 menit.
3.3 Diagram Alir
Benang kapas grey
Penghilangan kanji dan pemasakan dengan NaOH dan Na2CO3
Penyempurnaan anti busuk
9
Pencelupan dengan zat warna reaktif dingin
Penyempurnaan tahan kotor
Perajutan kaos kaki
4 HASIL DAN DISKUSI
4.1 Uji Ketahanan Kotor
Dari percobaan penyempurnaan
tahan kotor dengan menggunakan
OLeophobol SL, terbukti kemampuan
serat melepaskan kotoran semakin baik.
Hal ini disebabkan karena zat tahan
kotor yang membentuk ikatan silang
dengan serat sehingga kotoran tidak
terikat pada serat.
Penilaian kemampuan bahan tahan
kotor dilakukan dengan pengukuran
reflektansi pada panjang gelombang 400
nm pada contoh uji yang telah dicuci
setelah mengalami pengotoran, baik
contoh uji yang diberi zat tahan kotor
maupun contoh uji tanpa zat tahan ko-
tor.. Semakin besar reflektansi berarti
bahan semakin bersih (lihat Tabel 2-1).
Reflektansi besar artinya perbandingan kemampuan bahan untuk memantulkan
cahaya lebih besar daripada kemampuan
bahan untuk menyerap cahaya.
Tabel 2-1. Hasil pengukuran reflektansi pada
panjang gelombang 400 nm, contoh uji dengan
Olephobol SL dan tanpa Oleophobol SL.
Contoh Uji % Reflektansi
Dengan Oleopho-
bol SL 50 ml
17,30
Tanpa Olephobol
SL
16,08
4.2 Uji Anti Busuk
Dari percobaan anti busuk dilaku-
kan pengujian pendam bahan dalam
tanah kemudian diukur kekuatan tarik-
nya dan dibandingkan dengan kekuatan
tariknya sebelum pemendaman.
Tabel 2-2. Hasil pengujian kekuatan tarik (Kg),
contoh uji dengan CuSO4 2 % dan tanpa CuSO4
2 %
Rata-rata kekuatan tarik (Kg)
Contoh Uji Sebelum
dipendam
Setelah
dipendam
Dengan
CuSO4 2 % 530 546
Tanpa
CuSO4 2 % 493 480
Contoh uji yang telah disempurna-
kan dengan zat anti busuk, yaitu CuSO4, setelah dipendam dalam tanah tidak
mengalami penurunan kekuatan tarik.,
sedangkan contoh uji yang tidak diberi
zat anti busuk kekuatan tariknya lebih
rendah (lihat Tabel 2-2). Ini berarti pada
saat contoh uji yang diberi zat anti
busuk tidak mengalami pembusukan
karena serangan mikroorganisme se-
lama pemendaman. Hal ini disebabkan oleh pembentukan senyawa kompleks
antara serat dengan CuSO4 pada suhu
pemanasawetan yang tinggi sehingga
tidak ada ruang lagi untuk mikroorga-
nisme membusukkan serat kapas.
5 KESIMPULAN DAN SARAN
Dari percobaan dan analisa data
yang telah dikerjakan, diperoleh kesim-
pulan sebagai berikut :
1. Proses penyempurnaan tahan
kotor dengan menggunakan
Oleophobol SL dapat memper-
baiki ketahanan kotor kain ka-
pas.
2. Proses penyempurnaan anti
busuk dengan menggunakan CuSO4 dapat memperbaiki
ketahanan busuk kain kapas.
Ucapan Terima Kasih
Dengan penyusunan makalah ini, kami
tidak lupa menyampaikan rasa penghar-
gaan dan terima kasih kepada semua pi-
hak yang telah memberikan bantuan
baik moril maupun materil, terutama
kepada :
10
1. Bapak Mohamad Widodo .AT.
M.Tech., selaku Dosen Prakti-
kum Teknologi Penyempurnaan
2 beserta staf.
2. Rekan-rekan Mahasiswa Kimia
Tekstil angkatan 2000.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin Lubis, et. al. "Teknologi Pencap-an." Bandung: Sekolah Tinggi
Teknologi Tekstil, 1994.
P. Soeprijono, et al. "Serat-serat Tekstil."
Bandung: Institut Teknologi Tekstil, 1975.
Rasyid Jufri, et. al. "Teknologi Penge-
lantangan, Pencelupan, dan Pencapan."
Bandung: Institut Teknologi Tekstil, 1976.
Ratnasari Nur Hijrinah. "Suatu Studi
tentang Penyempurnaan Resin Senyawa
Fluorokarbon dengan Penambahan Iso-
propyl Alcohol Terhadap Sifat Tahan
Kotor Kain Celana Polyester/CDP (50 %/50 %)." Bandung: Sekolah Tinggi
Teknologi Tekstil, 2002.
11
3 PENYEMPURNAAN TAHAN API UNTUK PAKAIAN SERAGAM
INDUSTRI BAJA DENGAN SENYAWA ORGANIK FOSFOR
Shinta Citra N, Taufiq F, Wawan G, Yanti R
Mahasiswa Kimia Tekstil
Laboratorium Pencapan & Penyempurnaan Tekstil
Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil
Jl. Jakarta No. 31, Bandung 40272
Telp.: 022 7272580
Abstrak
Bahan yang digunakan pada pakaian industri/bengkel ini menggunakan kain kapas 100 %.
Kapas mempunyai daya serap yang tinggi sehingga akan memberikan kenyamanan dalam
pemakaiannya. Salah satu syarat utama yang harus dipenuhi pakaian kerja di lingkungan seperti
industri baja adalah tahan api, yaitu tidak mudah terbakar dan tidak meneruskan nyala.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan resep optimum penyempurnaan tahan api bagi
kain kapas 100% untuk pakaian kerja tanpa mengurangi kenyamanan pakainya. Proses
penyempurnaan tahan api biasanya menyebabkan pegangan kain menjadi keras dan kaku.
Penambahan atau pengerjaan dengan pelemas seringkali justeru menyebabkan ketahanan api
berkurang. Prose penyempurnaan tahan api pada penelitian ini dikerjakan dalam dua tahap.
Tahap pertama adalah pengerjaan dengan senyawa tahan api dari jenis fosfor (Pyrovatex CP
New). Pada tahap kedua kain dikerjakan dengan pelemas dari jenis silikon (Silicone N-100).
Standar tahan api yang digunakan adalah nyala api kurang dari 2 detik dan panjang arang
kurang dari 6 inchi, dan tahan pencucian sekurangnya 25 kali pencucian. Pada pemakaian 500
g/l Pyrovatex CP New dan 30 g/l Silicone N-100, sebelum pencucian berulang, kain
memperlihatkan daya tahan api sangat baik, yaitu tidak meneruskan pembakaran dengan
panjang arang kurang dari 6 inchi. Namun setelah dilakukan 5 kali pencucian kain terbakar.
Artinya, daya tahan api hasil proses ternyata masih belum permanen.
Abstract
The material used in this study is 100% cotton, and is intended for use as working uniform in
steel industry or metal workshop. The selection was made based on the absorption property of
cotton which is normally attributed to higher comfort. One of the most important requirements
for any outfit used in such an environment like steel industry or metal workshop is adequate flame
retardancy, that is material should not easily be consumed by fire and not propagate flame. This
study was aimed at finding an optimum formula and condition for flame retardant finishing of
100% cotton without giving any adverse effect to its handle as well as its absorption. The fabric
was first treated with nitrogen-containing phosphor compound (Pyrovatex CP New) to give the
desired flame reatrdant property, and then with softening agent (Silicone N-100) to improve its
handle. Cotton fabric treated with 500 g/l Pyrovatex CP New and 30 g/l Silicone N-100 showed
good flame retardancy before repeated laundering, with ignition time and char length less than 2
seconds and 6 inch respectively, but then it failed to reach the same level of performance after 5
times repeated laundering. This shows that the treatment can only give a non-durable flame
retardancy.
12
1 PENDAHULUAN
Kenyamanan pakaian kerja untuk
lingkungan seperti industri baja
merupakan hal yang sangat penting
untuk diperhatikan mengingat kondisi
lingkungan kerjanya yang panas. Pakaian
industri/bengkel ini biasanya terbuat dari
kain campuran kapas/poliester yang
menyebabkan pemakai menjadi tidak
nyaman karena panas dan mempunyai
daya serap yang rendah. Dengan
demikian penggunaan kain kapas untuk
pembuatan pakaian bengkel ini
merupakan alternatif yang baik, karena
sifat yang dimilikinya yaitu mempunyai
daya serap yang tinggi yang dapat
menyerap keringat lebih banyak. Namun
kapas memiliki sifat mudah terbakar
sehingga proses penyempurnaan tahan api perlu dilakukan untuk keamanan para
pekerja.
2 PERCOBAAN DAN DIAGRAM
ALIR
Proses-proses yang dilakukan pada
bahan :
1) Penghilangan kanji dan pemasakan.
2) Pencelupan dengan zat warna reaktif
dingin
3) Penyempurnaan
4) Pengujian
Penyempurnaan Tahan Api
Pyrovatex CP New : 500 g/l
Lyofix CHN : 50-60 g/l
Ultratex FSA : 30-60 g/l
Invadine : 5 ml
Phosporic acid : 20-25 g/l
WPU : 70 %
Pengeringan : 100°C 1 menit
Pemanasawetan : 170°C 1 menit
Pelembutan
Silicone N- 150 : 30 g/l
Teepol : 2 g/l
WPU : 70%
Pengeringan : 100°C 1 menit
Pemanasawetan : 170°C 1 menit
3 HASIL DAN DISKUSI
Data ketahanan kain terhadap api
yang diperoleh dari percobaan yang
dilakukan adalah sebagai berikut:
Proses pembakaran pada dasarnya
terdiri dari pemanasan, dekomposisi, penyalaan dan perambatan. Panas akan
menaikkan temperatur serat sampai
terjadi degradasi dan dekomposisi
struktur polimer, dimana dari polimer
selilosa biasanya akan dihasilkan
padatan yang terbentuk dari sisa karbon.
Selanjutnya padatan terurai
menghasilkan gas, baik gas yang
mempunyai sifat mudah terbakar
maupun tidak.
Tabel 3-1. Hasil uji nyala kain kapas 100% yang
dikerjakan dengan Pyrovatex CP New 500 g/l.
Sebelum pencucian
Setelah Pencucian
KET
Lusi Pakan Lusi Pakan
Waktu nyala api 1 detik - Ter
bakar 16
detik
Waktu nyala arang - - -
20 detik
Panjang Arang 6
inchi 5.4 inchi - 8
inchi
Pada percobaan yang dilakukan
terlihat adanya pengaruh penambahan
zat tahan api (pyrovatex) terhadap nilai
ketahanan api yang diperoleh, dimana
dengan penambahan tersebut semakin
tinggi konsentrasi zat, semakin baik hasil
sifat tahan api yang diperoleh sampai
mencapai titik maksimum kemudian
turun lagi, selain itu jenis konstruksi kain
berpengaruh terhadap sifat tahan api, semakin berat kain yang digunakan
maka ketahanan api semakin baik.
Apabila senyawa tahan api yang
digunakan semakin banyak, maka
senyawa tersebut meresap kedalam
konstruksi kain serta melapisi kain pada
13
permukaan lebih banyak, sehingga
menghasilkan sifat tahan api yang lebih
baik.
Semakin tinggi konsentrasi, panjang
arang semakin kecil untuk berbagai
konstruksi sampai batas tertentu, yang selanjutnya panjang arang akan naik lagi.
Adanya pengaruh variasi
konsentrasi zat terhadap nilai kekuatan
tarik yang diperoleh, dimana semakin
besar konsentrasi zat, kekuatan tarik kain
semakin bertambah, hal ini disebabkan
karena adanya pelapisan dan penyerapan zat tahan api terhadap serat yang
membentuk ikatan silang dengan serat
sehingga kekuatan tarik serat bertambah.
4 KESIMPULAN
Dari hasil percobaan, dapat diambil
beberapa kesimpulan, yaitu :
1) Besarnya kekuatan tarik kain
dipengaruhi oleh konsentrasi resin,
dimana semakin besar konsentrasi
resinnya, maka kekuatan tarik kain
semakin meningkat hal ini
disebabkan karena adanya pelapisan
dari zat tahan api yang membentuk
ikatan silang dengan serat.
6) Bahan yang telah disempurnakan
dengan zat pyrovatex memiliki sifat tahan api yang baik untuk serat
kapas.
7) Sifat tahan api pada kain yang telah
disempurnakan akan menurun
apabila kain tersebut telah
mengalami pencucian berulang .
8) Besarnya kekakuan kain dipengaruhi
oleh pelemas, dimana semakin
banyak penggunaan pelemas maka
kekakuan kain semakin menurun.
DAFTAR PUSTAKA
S. Hendrodyantopo, Susyami Hitariat,
Purwanti, Mohamad Widodo. "Teknologi
Penyempurnaan." Bandung: Sekolah Tinggi
Teknologi Tekstil, 1998.
http://WWW.nap.edu/openbook/03090704/ht
ml/499-512.html,copyright,2000 The
National Academy of Science,
L. P. Russo, B. W. Bequette. "Impact of
Process Design on The Multiplicity Be-
haviour of A Jacketed Exothermic CSTR.."
AlChe Journal 41.1 (1995): 135-147.
http://WWW.etsu.com
Suparman, et al. "Teknologi Penyempurnaan
Tekstil." Bandung: Institut Teknologi
Tekstil, 1973.
A. J. Hall. "Textile Finishing." London:
Heywood Books, 1966.
P. Soeprijono, et al. "Serat-serat Tekstil."
Bandung: Institut Teknologi Tekstil, 1975.
J. T. Marsh. "An Introduction to Textile
Finishing." London: Chapman & Hall, Ltd.,
1957.
15
4 PAKAIAN DALAM PRIA ANTI BAKTERI DAN TAHAN
KOTOR
Mariati Sihotang, Megie Yunita, Midian Pasaoran Napitupulu, Mulyono
Mahasiswa Kimia Tekstil
Laboratorium Pencapan & Penyempurnaan Tekstil
Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil
Jl. Jakarta No. 31, Bandung 40272
Telp.: 022 7272580
Abstrak
Banyaknya aktivitas yang dilakukan manusia khususnya kaum pria menyebabkan
permintaan akan pakaian yang nyaman dan dapat mencegah timbulnya penyakit-penyakit
yang disebabkan oleh bakteri-bakteri yang terdapat dalam zat sisa metabolisme yang
dikeluarkan oleh tubuh. Hal ini tidak terkecuali untuk celana dalam. Celana dalam
sebaiknya terbuat dari kain yang mudah menyerap cairan, lembut, mudah dibersihkan dan
tahan terhadap bakteri. Pada percobaan ini digunakan kain rajut kapas yang telah
dihilangkan kanjinya, telah dimasak, dikelantang dan dicelup dengan zat warna reaktif,
kemudian dilakukan penyempurnaan anti bakteri dengan menggunakan Sanitized® T96-
20, penyempurnaan tahan kotor dengan Oleophobol dan penyempurnaan pelemas dengan
Silicon N-100.
Abstract
Underwear in general must be able to offer comfort. It must also provide an adequate
protection from bacterial growth which may arise from favourable conditions created by
warm temperature, perspiration and other metabolismic residue. This is especially true for
active persons. Such an underwear must therefore conform these requirements; it must
have good absorption, soft, does not retain dirt and prevent bacterial growth. In this
experiment we used cotton knitted fabric, which has been desized, scoured, bleached and
subsequently dyed with reactive dye. The finishing was performed with Sanitized® T96-20
as anti-bacterial agent, Oleophobol SL as soil-resistant agent and Silicon N-100 softener.
1 PENDAHULUAN
Maksud dan tujuan dari percobaan
ini adalah untuk meningkatkan mutu
celana dalam pria dewasa yang dibuat
sesuai dengan standar mutu yang ada.
Dewasa ini para konsumen
cenderung menggunakan produk yang
tidak hanya berdaya pakai, tapi juga
bermutu bagus. Celana dalam merupakan
salah satu produk tekstil yang
permintaan pasarnya tidak pernah surut.
Berdasarkan survei yang dilakukan ter-
hadap mahasiswa tentang frekuensi
penggantian celana dalam selama
seminggu, ternyata mereka rata-rata
mengganti celana dalam sebanyak 2-4
kali per minggu, meskipun ada yang
mengganti tiap hari. Kebiasaan ini
dengan dibarengi oleh aktivitas kaum
pria yang tinggi memungkinkan per-
tumbuhan bakteri lebih besar akibat sisa
metabolisme dari tubuh dan noda-noda yang sulit dihilangkan. Hal ini dapat
menyebabkan penyakit berbahaya jika
tidak diatasi.
Pada pembuatan produk ini dipilih
kain rajut kapas 100% yang memiliki
MR tinggi sehingga mudah menyerap air
dan memberi rasa nyaman. Namun ini
dapat menyebabkan noda yang menempel sulit dihilangkan, jadi
diperlukan penyempurnaan tahan kotor.
Penyempurnaan anti bakteri untuk
mencegah pertumbuhan bakteri dari zat-
zat sisa metabolisme tubuh. Agar celana
dalam yang dihasilkan nyaman dipakai, dilakukan penyempurnaan pelemas. Pada
16
proses-proses penyempurnaan di atas
digunakan kain rajut kapas yang telah
dihilangkan kanjinya, dimasak,
dikelantang dan dicelup dengan zat
warna reaktif untuk menambah keindahan.
2 PERCOBAAN DAN DIAGRAM
ALIR
2.1 Persiapan Penyempurnaan
Penghilangan kanji, pemasakan dan
pengelantangan dilakukan secara
simultan dengan 10 cc/l NaOH 38oBe, 20
cc/l H2O2, 2 cc/l teepol, 2 g/l Na2CO3
dan 5 cc/l Stabilisator pada suhu mendidih selama 45 menit dalam vlot
1:7.
2.2 Merserisasi
Merserisasi dilakukan dengan NaOH 38o
Be dan 10 cc/l teepol pada suhu kamar
selama 60 detik dengan metode
perendaman. Kemudian dinetralkan
menggunakan asam asetat 5%.
2.3 Pencelupan
Pencelupannya menggunakan zat warna
reaktif dingin sebanyak 2%, 50 g/l NaCl,
1 cc/l pembasah dan 5 g/l Na2CO3 pada
suhu kamar selama 45 menit dengan vlot
1:10.
2.4 Penyempurnaan
Penyempurnaan anti bakteri dan
tahan kotor dilakukan secara simultan
menggunakan Sanitized® T96-20 0,5%
dan 1% dari berat bahan, 10 g/l
Oleophobol, 15 % katalis, asam asetat (pH 4-5) dengan WPU 70%.
Pelemasan menggunakan 10 g/l dan
15 g/l Silicon N-100, asam asetat (pH 4-
5) pada suhu 150oC dengan WPU 80%.
Diagram alir Proses Penyempurnaan
persiapan larutan
rendam-peras bahan dalam larutan zat
anti bakteri dan tahan kotor WPU 70%
pengeringan 100oC; 10 menit
rendam peras bahan dalam larutan zat
pelemas WPU 80%
pengeringan 100oC; 10 menit
pemanas awetan 150oC; 3 menit
pencucian dan pembilasan
pengeringan
Tabel 4-1. Hasil pengujian daya serap dan ketahanan kotor kain rajut kapas 100% yang dikerjakan
dengan Sanitized T96-20 dan Oleophobol SL
Resep Kontrol I II III IV
Sanitized T96-20 (% owf) - 0,5 0,5 1,0 1,0
Oleophobol SL (g/l) - 10 10 10 10
CH3COOH (pH) - 4-5 4-5 4-5 4-5
Silicone N-100 (g/l) - 10 15 10 15
Hasil Pengujian
Daya serap (detik) 76,2 ± 23,2 136,2 ± 4,5 204,8 ± 4,3 31,8 ± 4,0 114,4 ± 25,8
Sebelum pencucian
0,9048 1,0818 1,2581 0,7769 K/S
Sesudah pencucian
0,8610 1,1696 0,7269
Sebelum pencucian
65,10 62,93 69,14 Kecerahan (%) Sesudah
pencucian 63,06 66,96 68,68
17
3 HASIL DAN DISKUSI
3.1 Persiapan penyempurnaan
Proses persiapan penyempurnaan
yang simultan dapat menghemat
pemakaian zat kimia dan biaya,
mengefektifkan waktu. Karena kain grey
diperoleh dari luar, kita tidak mengetahui
jenis kanji yang dipakai, sehingga sulit
diketahui jenis penghilang kanji yang
efektif. Dengan penggunaan stabilisator
diharapkan pelepasan On terjadi
perlahan dan merata agar On tidak
terbuang ke udara sebelum bereaksi
dengan serat atau menyerang serat
dengan tidak terkendali.
Semakin banyak penggunaan
stabilisator dan semakin lama waktu
proses, maka semakin banyak H2O2 yang
terurai untuk meningkatkan derajat putih
kain.
3.2 Merserisasi
Konsentrasi NaOH dan
kemurniannya harus terkontrol untuk
mendapatkan daya serap dan kilau yang
baik. Kondisi perendaman harus terbebas dari lipatan dan mendapat tegangan yang
sama agar penetrasi kostik ke dalam kain
merata.
Pada percobaan terjadi lipatan kain
karena media perendamannya kurang
luas, sehingga hasil merserisasi tidak
optimal dan daya serap kain tidak rata.
3.3 Pencelupan
Faktor yang menyebabkan warna
hasil pencelupan belang yaitu, proses
merserisasi tidak optimal sehingga daya
serap kain terhadap zat warna dan zat-zat
kimia tidak merata, penggunaan zat
warna reaktif dingin yang sangat reaktif
sehingga resiko belangnya tinggi, adanya
lipatan kain pada proses pencelupan
karena media celup tidak memadai,
migrasi zat warna yang tidak rata karena
pengadukan tidak kontinu.
3.4 Penyempurnaan
Penyempurnaan anti bakteri dan
tahan kotor dilakukan simultan bertujuan
untuk meningkatkan kekuatan ikatan
silang antara zat anti bakteri dengan
serat. Penggunaan resin tahan kotor dan
pelemas dapat mengurangi daya serap
kain terhadap air, sehingga diusahakan penggunaannya tidak terlalu banyak agar
celana dalam tersebut tetap nyaman
digunakan.
4 KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang telah diuji, dapat diambil kesimpulan
bahwa resep yang optimum
penyempurnaan yaitu penggunaan anti
bakteri Sanitized®T96-20 sebanyak 1%
dari berat bahan, zat tahan kotor
Oleophobol sebanyak 10 g/l, dan zat
pelemas Silicon N-100 sebanyak 15 g/l.
4.2 Saran
Untuk mendapatkan kain yang
bersih, putih dan berdaya serap baik
perlu diperhatikan pemilihan zat yang
sesuai dan efektif terutama untuk proses
yang simultan, konsentrasi dan
kemurnian zat kimia, kain bebas dari
lipatan pada proses merserisasi.
Untuk mendapatkan hasil
pencelupan yang optimal perlu
diperhatikan tahapan proses, pengadukan
yang kontinu, penambahan alkali
diakhir, kain bebas dari lipatan dan
terendam seluruhnya.
Pemilihan jenis resin yang
digunakan dalam penyempurnaan harus
diperhatikan agar tidak mengganggu
sifat fisik kain yang diharapkan dan daya
kerja resin lain.
Ucapan Terima Kasih
Puji syukur kami haturkan pada Allah
SWT yang telah memberi perlindungan
selama pembuatan produk
penyempurnaan ini. Rasa terima kasih
kami tujukan pada semua pihak yang
telah mendukung kelancaran proses
praktikum penyempurnaan. Terutama
pada Bapak Widodo, AT selaku dosen
Penyempurnaan yang telah membimbing
18
dan mengarahkan selama praktikum
Penyempurnaan berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA
"SII 0607-81. Ukuran Celana dalam Pria
Dewasa Kain Rajut Rib."
Astini Salihima. "Pedoman Praktikum
Pengelantangan dan pencelupan."
Bandung: Institut Teknologi Tekstil,
1978.
Ratnasari Nur Hijrinah. "Suatu Studi
tentang Penyempurnaan Resin Senyawa
Fluorokarbon dengan Penambahan
Isopropyl Alcohol Terhadap Sifat Tahan
Kotor Kain Celana Polyester/CDP (50 %/50 %)." Bandung: Sekolah Tinggi
Teknologi Tekstil, 2002.
S. Hendrodyantopo, Susyami Hitariat,
Purwanti, Mohamad Widodo.
"Teknologi Penyempurnaan." Bandung:
Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil, 1998.
Surdia N. M., et. al. "Simposium
Nasional Polimer III : Prosiding."
Himpunan Polimer Indonesia, 2001.
19
5 CELEMEK BAYI TAHAN KOTOR
Achmad Fadjry, Anita Puspita, Depi Natalia P, Emma Sukmawati
Mahasiswa Kimia Tekstil
Laboratorium Pencapan & Penyempurnaan Tekstil
Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil
Jl. Jakarta No. 31, Bandung 40272
Telp.: 022 7272580
Abstrak
Spesifikasi khusus yang penting bagi produk bayi adalah aman dari zat-zat berbahaya dan
nyaman. Pembuatan celemek atau pakaian bayi yang tahan terhadap kotoran dari
makanan bayi diperoleh dengan memanfaatkan sifat oil-repellent dan water-repellent
melalui proses penyempurnaan. Aversin KFC-I adalah senyawa kopolimer perfluoro alkil
akrilat yang dapat memberikan sifat tolak air dan tolak minyak pada bahan tekstil dan
aman. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi optimum bagi proses
penyempurnaan tahan kotor pada kain campuran poliester rayon menggunakan Aversin
KFC-I. Hasil percobaan memperlihatkan bahwa penambahan pelemas jenis silikon
menurunkan kemampuan tahan kotor kain. Penggunaan zat pengikat silang dari jenis
dimetilol dihidroksi etilena urea (DMDHEU) terbukti meningkatkan daya tahan cuci hasil
penyempurnaan tahan kotor. Pengujian tahan kotor dan pencucian berulang
memperlihatkan hasil terbaik diperoleh pada penggunaan Aversin KFC-I sebanyak 60 g/l,
Decaresin (DMDHEU) 30 g/l dan katalis MgCl2.H2O 15 g/l.
Abstract
Some of the most important features required for babies products are safety and comfort.
In addition to that, textile products for babies require good stain release mechanism due
to risks of food spill on the material on wear. Aversin KFC-I is a perfluoro alkyl acrylic
copolymer that gives water- and oil-repellent effect and is safe for human, even for babies.
The purpose of this study is to investigate optimum condition for stain-release finishing of
polyester-rayon fabric intended for baby apron. The addition of silicon as a softener
decreases stain repellency of finished product. The permanent effect of finished product is
strongly influenced by the addition of dimethylol dihydroxy ethylene urea (Decaresin) as
cross-linking agent. It was shown that the best result in this circumstances is obtained by
the use of Aversin KFC-I at 60 g/l, DMDHEU (Decaresin) 30 g/l, and magnesium chloride
15 g/l.
1 PENDAHULUAN
Celemek biasanya dibuat dari bahan sintetik seperti plastik. Alternatif lain
celemek dapat dibuat dari kain yang
telah melalui proses penyempurnaan oil-
repellent dan water-repellent. Jenis kain
yang dipilih berupa kain campuran
polyester/rayon. Sifat-sifat ini
dibutuhkan agar kotoran yang menempel yang biasanya berasal dari makanan bayi
tidak melekat dengan kuat dan mudah
dihilangkan. Makanan bayi umumnya
mengandung susu, lemak, protein, air
dan bahan lainnya yang berupa bubur
halus, sehingga sifat oil-repellent dapat
menahan melekatnya kotoran yang mengandung lemak dan sifat water-
repellent dapat menahan meresapnya air
sehingga tidak langsung membasahi
pakaian bayi
Salah satu faktor yang
mempengaruhi hasil penyempurnaan ini
adalah konsentrasi dari resin dan
penambahan zat pembantu lainnya.
Resin dan zat pembantu lainnya
mempengaruhi sifat-sifat kain seperti
sifat tahan kotor (water and oil repellent)
dan tahan terhadap pencucian.
20
2 PERCOBAAN DAN EVALUASI
2.1 Percobaan
Kain grey T/R dilakukan proses
pre-treatment yaitu penghilangan kanji
menggunakan enzim, stabilisator dengan
suhu < 60 o
C dan waktu 60 menit dan
pemasakan-pengelantangan secara
simultan menggunakan H2O2, NaOH,
Teepol dengan suhu 70-90 oC dan waktu
60-90 menit
Pencelupan kain T/R hanya
dilakukan untuk serat rayon
menggunakan zat warna reaktif dengan
cara perendaman
Lalu dilakukan proses finishing
dengan resep sebagai berikut :
Aversin KFC-I : 20 - 40 - 50 -
60 g/L
MgCl2 . H2O : 0-15 ml/L
Silicone N-100 : 0 - 3 ml/L
WPU : 65 %
Pengeringan awal: 1000C – 2 menit
Curing : 1500C – 4 menit
Tabel 5-1. Resep penyempurnaan tahan kotor
menggunakan Aversin KFC-I untuk celemek bayi
Zat
Variasi 1 2 3 4 5
Aversin KFC-I (g/L)
20 40 50 60 60
MgCl2.6H2O (ml/L)
15 15 15 0 15
Silicone N-100 (ml/L)
3 3 3 0 0
Decaresin (g/L)
0 0 0 0 30
SKEMA PROSES
Pers. larutan Padding Drying
Curing
(WPU 65%)
(1000C – 2 mnt)
(1500C – 4 mnt)
2.2 Evaluasi
Untuk mengetahui efek
penyempurnaan yang dihasilkan,
dilakukan uji spray test dengan air suling
sebanyak 250 ml dituangkan kedalam
corong alat penguji kemudian didiamkan selama 25-30 detik kemudian diketuk
dan dibandingkan peta spray test. Untuk
pengujian Tahan kotor pengujian di-
dasarkan pada ASTM D 3050-75.
3 HASIL DAN DISKUSI
Grafik Uji Spray Test
-100
0
100
200
1 2 3 4 5
Percobaan
Nila
i U
ji
Ssdh Penc
Sblm Pencn
Gambar 5-1. Hasil Uji Siram Berbagai Resep
Penyempurnaan Tolak Air/Tahan Kotor
Dari grafik terlihat pada resep 1, 2,
3 menunjukan hasil uji spray test yang
meningkat efek tolak airnya dengan
bertambahnya konsentrasi Aversin KFC-
I yang ditambahkan. Hasil yang
maksimal ditunjukan pada kain yang
diproses dengan penambahan Aversin
KFC-I 60 g/l tanpa MgCl2 maupun
silicon, dimana hasil uji menunjukan nilai 100 dengan tidak ada pembasahan
sama sekali pada kain.
Dari hasil uji terlihat bahwa
penambahan Silicone sebagai zat
pelemas/pelembut tidak kompatibel
untuk digunakan bersama Aversin KFC-
I, sehingga menurunkan efek
penyempurnaan tolak air dan tahan
kotor yang dihasilkan, walaupun
digunakan dalam jumlah kecil.
Penambahan MgCl2 sebagai
katalisator tidak diperlukan dalam proses
penyempurnaan dengan Aversin KFC-I.
Hal ini dihubungkan dengan kereaktifan
jenis resin ini yang sudah dapat bereaksi dengan baik tanpa penambahan katalis.
Namun ketiga resep diatas menunjukan
21
hasil yang tidak permanen setelah
dilakukan pencucian berulang.
Sifat permanen yang memuaskan
terlihat pada kain yang diproses dengan
resep Aversin KFC-I 60 g/l, Decaresin
30 g/l dan MgCl2.H2O 15 g/l. Penambahan Decaresin pada larutan
padding dimaksudkan untuk memperkuat
ikatan silang yang terjadi antara resin
dan serat, sehingga diharapkan efek
finishing yang diperoleh lebih maksimal.
MgCl2 yang ditambahkan berfungsi
sebagai katalis yang mempercepat proses
Decaresin tersebut membentuk ikatan
silang bersamaan dengan Aversin KFC-I
terhadap serat.
Efek tahan kotor yang baik terlihat
dari kecilnya selisih persen reflektansi
sebelum dan sesudah pencucian. Dimana
dari data yang diperoleh pada resep 1, 2, 3 menunjukan efek tahan kotor yang
cukup baik, namun efek yang paling baik
terlihat pada hasil penyempurnaan
dengan konsentrasi Aversin KFC-I 60 g/l
tanpa penambahan zat pembantu lainnya.
Grafik Uji Reflektansi
17
18
19
20
21
22
23
1 2 3 4
Percobaan
Nil
ai %
R P
ada
44
0 n
m
Sblm Penc
Ssdh Penc
Gambar 5-2. Data Reflektansi Untuk Evaluasi
Sifat Tahan Kotor
4 KESIMPULAN
Penyempurnaan tahan kotor dan
tolak minyak dengan Aversin KFC-I dan
decaresin pada kain T/R memberikan
kemampuan untuk menolak air dan
minyak pada konsentrasi resin yang
optimal. Semakin tinggi penggunaan konsentrasi Aversin KFC-I ditambah zat
pembantu menghasilkan kemampuan
menolak kotoran yang semakin baik.
Penggunaan konsentrasi Aversin KFC-I
60 g/l tanpa zat pembantu menghasilkan
kemampuan menolak kotoran yang lebih
baik lagi dibandingkan dengan
penggunaan konsentrasi Aversin KFC-I
dengan penambahan zat pembantu pada
konsentrasi 50 g/l
Hasil kemampuan menolak kotoran
dengan penambahan decaresin sebagai
penambah ikatan silang menghasilkan efek yang lebih permanen setelah
dilakukan pencucian berulang
dibandingkan daya ikat Aversin KFC-I.
Dengan mempertimbangkan
pengaruh konsentrasi Aversin KFC-I dan
penambahan zat-zat pembantu untuk
menghasilkan produk yang optimal dan ekonomis diperlukan Aversin KFC-I
dengan konsentrasi yang cukup tinggi
dan penambahan Decaresin dan katalis
yang menjamin sifat permanen dari efek
water and oil repellent tersebut.
Ucapan Terimakasih
Suatu hal yang tidak mungkin apabila
kami melakukan penelitian ini tanpa
adanya bimbingan dari pihak lain. Oleh
karena itu kami mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada
Dosen Prak. Penyempurnaan 2, Bpk.
Mohamad Widodo. A.T. M.Tech, Bpk. Darso selaku asisten, Ibu Ida, Ibu Maya
K.S,Ibu Juju Bpk. M. Ichwan,Bpk
Solihin dan semua pihak yang turut
membantu atas saran, bimbingan,
kritikan, petunjuk, dan kerja sama
selama penelitian ini berlangsung
DAFTAR PUSTAKA
"Textile Finishing Manual." BASF,
Iwa Kartiwa. "Suatu Studi
Penyempurnaan Oil Dan Water-repellent
Dengan Fc-804 Pada Kain Katun."
Bandung: Sekolah Tinggi Teknologi
Tekstil, 1985.
Muhammad Dicky. "Studi Tentang
Peran pH Dan Konsentrasi Zat Tolak Air
Jenis Fluorokarbon Pada Penyempurnaan
Tolak Air Dan Tolak Minyak Kain
Poliester." Bandung: Sekolah Tinggi
Teknologi Tekstil, 2000.
22
S. Hendrodyantopo, Susyami Hitariat,
Purwanti, Mohamad Widodo.
"Teknologi Penyempurnaan." Bandung:
Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil, 1998.
23
6 PENINGKATAN MUTU KAIN KANTONG POS DENGAN
PENYEMPURNAAN TOLAK AIR MENGGUNAKAN
FLUOROKARBON DAN RESIN MELAMIN
Aris Hudayana, Aryaji, Berlian zain, Eka Diasy Mahasiswa Kimia Tekstil
Laboratorium Pencapan & Penyempurnaan Tekstil
Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil
Jl. Jakarta No. 31, Bandung 40272
Telp.: 022 7272580
Abstrak
Penyempurnaan tolak air pada kain kantong pos di Indonesia selama ini menggunakan
senyawa lilin. Penyempurnaan ini dirasa kurang memuaskan karena dirasa kurang baik
hasilnya tidak permanen, mudah kotor, warnanya mudah suram. Penyempurnaan dengan
floro karbon adalah salah satu usaha untuk meningkatkan mutu penyempurnaan tersebut
sehingga diperoleh penyempurnaan yang sesuai dengan kantong pos. Dalam proses ini
digunakan dua macam zat utama yaitu senyawa fluorokarbon sebagai zat penolak air dan
resin melamin sebagai pembantu meningkatkan keawetan daya tolak air sehingga lebih
permanen. Pemilihan 2 senyawa tersebut atas dasar struktur molekulnya yang
memungkinkan dapat menghasilkan hasil yang lebih permanen dan dapat digunakan
untuk semua jenis serat. Hasil percobaan dan pengujian menunjukan bahwa kedua zat
tersebut dapat bekerja sama sehingga dapat meningkatkan nilai tolak air dan sangat
tahan terhadap pencucian berulang.
Abstract
Mail bag requires certain qualities to serve its purpose, one of which most important is
that it must provide sufficient protection for postal material contained in it. Water-proof,
in this case, is extremely important especially in region like Indonesia. Such a property is
normally provided by treating mail bag, which is usually made of canvas, with wax
emulsion. This type of coating is not permanent, in the sense that it may be removed either
by rubbing and/or other severe condition during its use. Chemical treatment with
fluorokarbon and melamine resin was proposed to improve its water-proof effect. The
experiment shows that fluorokarbon and melamine resin can work together in improving
the quality of mail bag.
1 PENDAHULUAN
Dalam rangka memenuhi spesifikasi penyempurnaan tolak air pada kantong
pos, perlu digunakan zat tolak air yang
baik. Untuk itu senyawa fluorokarbon
merupakan zat yang dapat berikatan
dengan serat, sangat baik untuk
penyempurnaan tolak air serat sintetik,
tahan pencucian berulang dan tidak mempengaruhi hasil pencelupan. Selain
zat diatas perlu ditambahkan resin
pengisi untuk membantu memperkecil
celah – celah diantara serat. Untuk itu
resin melamin yang dapat membentuk
makromolekul tiga dimensi dapat
digunakan untuk maksud tersebut, selain itu harganya relatif murah.
Dengan pertimbangan aspek itu
diharapkan dapat meningkatkan mutu
penyempurnaan tolak air kantong pos.
2 PERCOBAAN
Kain campuran poliester/kapas
mentah (grey) mula-mula dikerjakan
dengan larutan alkali pada suhu 70°C
selama 30 menit dengan cara
perendaman untuk menghilangkan kanji
dan kotorannya. Selanjutnya kain dicelup
24
dengan zat warna reaktif dingin dengan
cara perendaman.
Penyempurnaan tolak air dilakukan
dengan cara kontinyu dimana kain mula-
mula dibenamperas dalam larutan yang
mengandung senyawa tolak air dari jenis fluorokarbon (Aversin KFC-I), resin
melamin (BT-336), dan senyawa
polivinil akrilat sebagai pengisi, dengan
WPU 70%. Selanjutnya kain dikeringkan
pada suhu 100°C dan dipanasawetkan
pada suhu 150°C selama 3 menit.
Untuk mengetahui daya tolak air
dan perubahan sifat-sifat fisikanya dilakukan pengujian tolak air cara
Bundesmann dan kekuatan tarik cara pita
tiras. Disamping itu, dilakukan juga
pengujian ketahanan gosok terhadap
warna hasil pencelupan.
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam percobaan yang telah
dilakukan digunakan senyawa fluorokarbon dan zat pembantunya resin
melamin.Dari hasil pengujian didapat
bahwa pengerjaan tanpa kedua zat
tersebut menunjukan daya tolak air yang
jelek, yaitu kapasitas penyerapan air
sebesar 8-14,6 %.
Pengerjaan dengan senyawa
fluorokarbon dengan penambahan resin
melamin ternyata dapat diperoleh nilai
tolak air yang lebih memuaskan.
Pengerjaan dengan penambahan resin
melamin tersebut dapat diperoleh
kapasitas penyerapan sebesar 14.6 %.
Peningkatan tersebut kemungkinan besar
disebabkan karena terjadinya efek
coating pada serat/benang yang terlalu
besar oleh adanya resin melamin
tersebut, meskipun tujuan penambahan
resin tersebut bukan untuk coating.
Pengerjaan dengan penambahan
resin melamin lebih menguntungkan
karena disamping diperoleh mutu yang
lebih baik, harga resin melamin lebih
rendah, sehingga faktor ekonomis lebih
untung.
4 KESIMPULAN DAN PENUTUP
Kain yang tidak mengalami proses
penyempurnaan tolak air mempunyai
nilai tahan air yang jelek.
Penambahan resin melamin pada penyempurnaan tersebut dapat lebih
meningkatkan nilai tolak air dan daya
tahan pencucian berulang .
Makin tinggi konsentrasi resin
melamin makin baik nilai tolak airnya
sampai batas tertentu.
Titik optimal dicapai pada variasi
konsentrasi melamin dan fluorokarbon 50-40 g/l.
Akibat proses penyempurnaan tolak
air tersebut dapat sedikit menurunkan
kekuatan tarik dan ketahanangosok.
DAFTAR PUSTAKA
"SII 006-75. Cara Pengujian Kekuatan
Tarik dan Mulur Kain Tenun."
P. Soeprijono, et al. "Serat-serat Tekstil."
Bandung: Institut Teknologi Tekstil,
1975.
Perum Pos dan Giro - Balai Besar
Tekstil. "Evaluasi dan Saran Standar
Persyaratan Mutu Kantong Pos II."
Bandung: Balai Besar Tekstil, 1981.
S. Hendrodyantopo, Susyami Hitariat,
Purwanti, Mohamad Widodo.
"Teknologi Penyempurnaan." Bandung:
Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil, 1998.
Soeparman, et. al. "Teknologi Penyempurnaan." Bandung: Institut
Teknologi Tekstil, 1973.
25
7 PENYEMPURNAAN TOLAK AIR DENGAN FLUOROKARBON
UNTUK KAIN PAYUNG DARI POLIESTER
Ami Sebastian, Ari Rahmasari, Dini Nursari, Dreta Wulandari Mahasiswa Kimia Tekstil
Laboratorium Pencapan & Penyempurnaan Tekstil
Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil
Jl. Jakarta No. 31, Bandung 40272
Telp.: 022 7272580
Abstrak
Payung adalah alat atau sarana untuk melindungi diri dari air hujan, sinar matahari dan terkadang
sebagai aksesoris. Kain bahan payung biasanya terbuat dari serat kapas atau serat nylon. Ditinjau
dari penggunaannya sebagai payung hujan, serat kapas mempunyai sifat hidrofil, berat dan
harganya pun cukup mahal. Sedangkan serat nylon mempunyai moisture regain yang lebih tinggi
dibandingkan dengan serat poliester. Dengan mengacu pada hal-hal yang dikemukakan tersebut,
kain poliester yang mempunyai sifat hidrofob, ringan, kuat dan mudah didapat, sehingga diharapkan
dapat lebih menguntungkan untuk dijadikan payung, baik dari segi teknis maupun ekonomis.
Penyempurnaan tolak air yang dilakukan untuk proses penyempurnaan kain payung pada percobaan
ono menggunakan senyawa perfluoro alkil akrilik kopolimer (Aversin KFC-I). Senyawa ini akan
memberikan efek tolak air dengan jalan melapisi permukaan serat-serat penyusun kain dengan suatu
film atau lapisan yang terdiri dari gugus-gugus –CF3, -CF2H atau -CF2 yang sangat rapat dan
memberikan semacam pelindung kimiawi terhadap kemungkinan terjadinya penetrasi air. Hasil
percobaan memperlihatkan jumlah pemakaian optimum untuk penyempurnaan tolak air kain payung
dari poliester 100% adalah sebesar 50 g/l dengan nilai peta pada uji siram 100 dan nilai uji tahan
hujan 8,4%.
Abstract
In this work, we studied the application of perfluoro alkyl acrylic copolymer (Aversin KFC-I), a
water-repellent agent, on 100% polyester fabric. The purpose of the study is to find an optimum
recipe of water-repellent finishing that gives the fabric qualities required by an umbrella. The
material for an umbrella is normally made of nylon or cotton. The latter is in general more expensive
than the former. In addition to cost factor, cotton is normally much heavier than nylon, especially
when gets wet. Polyester may offer some advantages over nylon both technically and economically.
Technically, it has a lower moisture regain, which means that it retains less water than nylon does. It
was found from the experiments that the best result was obtained by the use of 50 g/l Aversin KFC-I.
Spray test showed a value of 100, which means wetting does not take place on the surface of 100%
polyester fabric of concerned.
1 PENDAHULUAN
Kebutuhan payung di Indonesia sangat
besar untuk melindungi tubuh dari sinar
matahari dan hujan. Hal ini menjadi penting
untuk membuat standar mutu bahan dasar
payung, menyangkut jenis dan konstruksi kain, maupun pemilihan zat tolak air yang
dapat menolak air dan tahan terhadap
semburan air yang terus-menerus.
Kain poliester mempunyai sifat hidrofob,
kuat, mudah didapat dan mempunyai
kandungan moisture regain yang lebih kecil
dibandingkan serat kapas dan nylon
diharapkan dapat menjadi bahan dasar yang
lebih baik untuk dijadikan payung. Resin tolak
air yang digunakan adalah Aversin KFC-I
yang merupakan senyawa fluorokarbon.
Senyawa ini bersifat kompatibel dengan
semua jenis serat dan zat-zat kimia lain.
Pengerjaan dengan fluorokarbon memberikan
efek tolak air dengan jalan melapisi
permukaan serat-serat penyusun kain dengan
suatu film atau lapisan yang terdiri dari gugus-
gugus -CF3,-CF2H atau -CF2 yang sangat
rapat. Lapisan ini akan memberikan semacam pelindung kimiawi terhadap kemungkinan
terjadinya penetrasi air.
26
Percobaan yang dilakukan mempunyai
tujuan untuk mengetahui pemakaian resin
Aversin KFC-I dalam penyempurnaan tolak
air pada kain poliester 100% ditinjau dari segi
teknis maupun ekonomis.
2 PERCOBAAN
Untuk mendapatkan payung dari kain
poliester yang bersifat tolak air perlu
dilakukan proses penyempurnaan dengan
menggunakan senyawa fluorokarbon Aversin
KFC-I .
2.1 Prosedur
Adapun tahap penyempurnaannya
sebagai berikut:
1) Perendam perasan
2) Bahan direndam dalam larutan yang
mengandung Aversin KFC-I , Silikon N-180, MgCl2.6H2O dan asam asetat dengan
WPU 70 %.
3) Pengeringan awal
4) Pengeringan awal pada suhu 100o C
selama 2 menit.
5) Pemanas awetan lembab
6) Dilakukan pemanasawetan lembab pada
suhu 180oC selama 15 detik.
7) Pencucian
8) Bahan yang telah dipanas awetkan dicuci
menggunakan sabun kemudian dibilas.
9) Pengeringan
2.2 Kondisi Percobaan 1
30 g/l Aversin KFC-I dilarutkan dengan
Silikon N-180, MgCl2.6H2O dan asam asetat
dan dilakukan perendaman perasan dengan
WPU 70 % . Dilakukan pemanasawetan pada
suhu 180oC selama 15 detik.
2.3 Kondisi Percobaan 2
50 g/l Aversin KFC-I dilarutkan dengan
Silikon N-180, MgCl2.6H2O dan asam asetat dan dilakukan perendaman perasan dengan
WPU 70 % . Dilakukan pemanasawetan pada
suhu 180oC selama 15 detik.
2.4 Kondisi Percobaan 3
70 g/l Aversin KFC-I dilarutkan dengan
Silikon N-180, MgCl2.6H2O dan asam asetat
dan dilakukan perendaman perasan dengan
WPU 70 %. Dilakukan pemanasawetan pada
suhu 180oC selama 15 detik.
2.5 Alat dan bahan
Alat utama yang digunakan adalah
padder untuk mengimpregnasi larutan dan
steamer untuk proses pemanasawetan lembab.
Bahan baku utama yang digunakan
adalah Aversin KFC-I dengan bahan-bahan
pembantu lain, berupa katalis (MgCl2.6H2O),
silikon N-180 dan asam asetat yang
mendukung hasil proses penyempurnaan ini.
3 PENGUJIAN DAN ANALISA
3.1 Uji Kekuatan Tarik
Uji kekuatan tarik dan mulur kain dilakukan
pada kain arah lusi dan pakan. Pengujian ini
dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh
penambahan konsentrasi resin tolak air
terhadap perubahan kekuatan tariknya.
3.2 Uji Tahan Air (Spray Test)
Uji tahan air dilakukan untuk mengetahui
pengaruh perubahan konsentrasi resin tolak air
terhadap daya tolak air. Semakin besar daya
tolak airnya semakin baik pula hasil
penyempurnaan tolak airnya.
3.3 Uji Tahan Hujan
Uji tahan hujan dimaksudkan untuk
mengetahui pengaruh penambahan resin tolak
air terhadap % penyerapan air hujan. Semakin
kecil % penyerapannya maka semakin baik
hasil penyempurnaan tolak airnya.
4 HASIL DAN DISKUSI
Dari percobaan pembuatan payung dari
kain poliester dengan penyempurnaan tolak air
menggunakan senyawa fluorokarbon Aversin
KFC-I yang telah dilakukan diperoleh hasil-
hasil beserta pembahasan sebagai berikut:
4.1 Kekuatan Tarik dan Mulur
Dari data yang diperoleh dapat diketahui
bahwa perubahan konsentrasi resin tolak air
tidak begitu mempengaruhi kekuatan tarik dan
mulur kain. Hal ini disebabkan karena serat
poliester pada umumnya tahan pada suhu
tinggi. Faktor lainnya, karena serat poliester tahan terhadap asam yang terjadi pada saat
27
proses pemanasawetan, sehingga kekuatan
tarik poliester tidak terpengaruh walaupun
proses pemanasawetan menghasilkan asam.
Tabel 7-1. Pengaruh senyawa tolak air terhadap
kekuatan tarik kain
Lusi Pakan Kons. Aversin KFC-I (g/l)
Kekuatan Tarik (kg)
Mulur (cm)
Kekuatan Tarik (kg)
Mulur (cm)
0 28 5,1 35 7,1
30 25,5 4,3 33 7,1
50 26 5,1 35 7,2
70 25 5,4 34 7,1
4.2 Daya Tolak Air
Dari data yang diperoleh dapat diketahui
bahwa semakin tinggi konsentrasi resin maka
semakin tinggi nilai pengujian daya tolak air.
Hal ini disebabkan karena dengan
bertambahnya resin yang digunakan maka
semakin banyak lapisan film yang terbentuk
dengan sangat rapat, sehingga air lebih sulit
berpenetrasi kedalam kain. Selain itu, karena
terjadinya perbesaran sudut kontak dengan air,
dimana pada bahan yang belum mengalami
proses tolak air nilainya 0, artinya sudut
kontak θ lebih kecil dari 900, sedangkan pada
bahan yang mengalami tolak air sudut kontak
θnya lebih besar dari 900.
Tabel 7-2. Nilai hasil uji siram kain poliester 100%
untuk kain payung yang dikerjakan dengan Aversin
KFC-I.
Konsentrasi
Aversin KFC-I (g/l)
Nilai Uji
0 0
30 90
50 100
70 100
4.3 Daya Tahan Hujan
Tabel 7-3. Nilai hasil uji tahan hujan (bundesmann) kain
poliester 100% untuk kain payung yang dikerjakan
dengan Aversin KFC-I.
Konsentrasi
Aversin KFC-I (g/l)
Nilai Uji
0 58
30 11
50 8,4
70 8,1
Pada uji tahan hujan, kain yang tidak
dikerjakan dengan resin tolak air mempunyai
penyerapan sebesar 58%. Hal ini
menunjukkan bahwa kain tersebut tidak dapat
menahan air hujan. Tetapi setelah kain
mengalami proses penyempurnaan tolak air
dengan senyawa fluorokarbon Aversin KFC-I
diperoleh nilai penyerapan yang jauh lebih
kecil.
Berdasarkan data tersebut dapat diketahui
bahwa semakin tinggi konsentrasi resin yang
dipakai maka semakin kecil % penyerapan
yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena
gugus fluorokarbon bersifat sebagai gugus
hidrofob yang baik dan berpengaruh sangat
besar terhadap jumlah volume air yang
berpenetrasi pada sela-sela antara benang. Hal.
Adanya tekanan-tekanan yang disebabkan
oleh tetesan air yang kontinyu pada bahan
poliester dalam waktu yang singkat masih
dapat ditahan, tetapi setelah beberapa lama
bahan akan menjadi bocor karena adanya
tekanan dari air.
5 KESIMPULAN DAN SARAN
Dari percobaan yang telah dikerjakan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1) Penyempurnaan tolak air dengan senyawa
fluorokarbon Aversin KFC-I memberikan
kemampuan pada kain poliester untuk
menolak air.
2) Semakin tinggi penggunaan senyawa
fluorokarbon Aversin KFC-I pada kain
poliester tidak mempengaruhi nilai kekuatan tariknya.
3) Semakin tinggi penggunaan senyawa
fluorokarbon Aversin KFC-I pada kain
poliester maka semakin tinggi daya tolak
airnya.
4) Kondisi optimum dari percobaan
penyempurnaan resin tolak air jenis
fluorokarbon pada kain poliester 100% ini
adalah pada konsentrasi 50 g/l, dengan
nilai peta pada uji siram 100 dan nilai uji
tahan hujan 8,4%.
______________________
Ucapan Terimakasih
Dalam penyusunan makalah ini penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak
sehingga pada kesempatan ini penulis
28
mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1) Bapak M.Widodo, AT selaku pembimbing
yang telah menyumbangkan pikiran dan mengarahkan penulis dalam penyusunan
makalah ini.
2) Ibu Ida Nuramdhani, S.SiT selaku
pembimbing yang telah menyumbangkan
pikiran dan mengarahkan penulis dalam
penyusunan makalah ini.
3) Bapak Sukirman yang telah memberikan bantuan selama praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
"Teknologi Penyempurnaan Tekstil."
Bandung: BPPIT, 1998.
Astini Salihima. "Pedoman Praktikum
Pengelantangan dan pencelupan." Bandung:
Institut Teknologi Tekstil, 1978.
M. W. Ikaney. "Waterproofing Textiles."
1970.
Pramastahu. "Pengaruh Konsentrasi Dan Suhu
Pemanasawetan Pada Penyempurnaan Tolak
Air Kain Payung Kapas Dengan Senyawa
Fluorokarbon Dan Peranan Proses Pelapisan
Terhadap Hasil Akhir." Bandung: Institut
Teknologi Tekstil, 1984.
Ria Harmini. "Study Perbandingan Beberapa
Jenis Zat Tolak Air Pada Penyempurnaan
Kain Payung Nylon." Bandung: Institut
Teknologi Tekstil, 1983.
Soeparman, et. al. "Teknologi
Penyempurnaan." Bandung: Institut Teknologi
Tekstil, 1973.
29
8 SARUNG BANTAL TAHAN KOTOR DAN ANTI KUSUT
Selly, Sigit, Sri W, Ujang GP
Mahasiswa Kimia Tekstil
Laboratorium Pencapan & Penyempurnaan Tekstil
Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil
Jl. Jakarta No. 31, Bandung 40272
Telp.: 022 7272580
Abstrak
Sarung bantal merupakan alat pembungkus bantal atau istirahat menghilangkan kelelahan
fisik. Biasanya sarung bantal mudah kotor oleh debu., keringat, kadang minyak dan kotoran
lainnya. Maka dilakukan penyempurnaan dengan menggunakan resin tahan kotor dan anti
kusut jenis senyawa flourokarbon (Oleophobol SL). Bahan yang digunakan yaitu kapas
100%. Biasanya dengan penggunaan resin tersebut pegangan kain kurang baik maka
ditambahkan silikon pada konsentrasi optimum sehingga dapat bekerja untuk memperbaiki
pegangan bahan. Hasil terbaik diperoleh pada pemakaian 30 g/l Olerophobol SL. Kain mula-
mula dibenamperas dengan WPU 60%, lalu dikeringkan pada suhu 1000C selama 2 menit
dan dipanasawetkan pada 1700C selama 45 detik.
Abstract
A pillowslip is a cover for a pillow, made of cotton or other fabric, that can be removed and
washed. It adds an aesthetic value as well as provides protection to the pillow which
otherwise looks dull and may cause some difficulties when gets dirty. The purpose of this
work is to develop a process by which 100% cotton fabric, which is intended for use as a
material for pillowslip, has the ability to resist creasing during its use and to release soil
easily when washed. The type of dirt or soil that develops on a pillowslip normally comes
from the perspiration and dust. In this experiment, we used water- and oil-repellent agent
(Oleophobol SL) to impart soil-release property to the fabric. Silicone-based softener was
added to improve the handle, which normally becomes somewhat stiff if fluorocarbon was
used alone. The treated fabric was subsequently evaluated by its absorptivity, crease-
resistance, stiffness, tensile strength and its fastness to crocking. It was found that the best
result was obtained by treating the fabric with 30 g/l solution of Olephobol SL. The fabric
was first impregnated with the finishing liquor at WPU of 60% and cured at 170°C for 45
seconds.
1 PENDAHULUAN
Karena kebanyakan sarung bantal
yang dibuat mudah kotor oleh debu,
keringat, minyak dan lainnya, maka
dilakukan penyempurnaan terhadap bahan
agar tahan kotor dan anti kusut dengan
resin jenis flourokarbon (oleophobol) dan
pelemas silikon untuk memperbaiki
pegangan.
Untuk pembuatan sarung bantal
dibutuhkan suatu bahan yang memiliki ketahanan terhadap kotoran dan daya serap
yang baik terhadap air.
Untuk membuat kain sarung bantal
yang memiliki ketahanan kotor, pegangan
yang lebih baik. Dibutuhkan suatu bahan yang memiliki kekuatan tarik, daya serap,
tahan luntur terhadap keringat, pencucian,
gosokan serta memiliki perubahan dimensi
lusi dan pakan yang bak maka bahan yang
cocok digunakan sebagai bahan pembuat
sarung bantal tersebut adalah kain kapas.
Pada kain kapas perlu dilakukan penambahan suatu zat yang menjadikan
kain bersifat menolak kotoran dan
memudahkan pelepasan kotoran juga
memiliki pegangan yang lebih baik
misalnya dngan penambahan resin.
30
Proses yang dilakukan yaitu benam
peras dengan kecepatan putaran rol
tertentu.
Ketika kain diberi resin maka resin
tersebut akan berpolimerisasi membentuk
lapisan film.
2 PERCOBAAN DAN DIAGRAM ALIR
Proses desizing dan scouring simultan
Desizing/scouring → bleaching → dyeing
dan printing → finish → test →
pembuatan produk.
Diagram pencapan
Larutan pasta cap → pencapan → dry →
steaming → washing out.
Penyempurnaan tahan kotor
Larutan benam peras → padding → drying
→ cure.
3 HASIL DAN DISKUSI
• Pengujian kekuatan tarik
Lusi = 15,5 kg Pakan = 18,5 kg
• Pengujian mulur
Lusi = 1,9 cm Pakan =
2,1 cm
• Pengujian kekakuan
Lusi = 1,7375 cm Pakan =
2,25 cm
• Pengujian kemampuan dari lipatan
Lusi = 700 Pakan = 70
0
• Pengujian ketahanan gosok
Tebal awal = 0,30 cm
Tebal akhir = 0,31 cm
Berat awal = 0,146950 g
Berat akhir = 0,147491 g
• Pengujian ketahanan kotor
Cuci = 7,0313 Tanpa = 7,0313
Pengaruh penyempurnaan tahan kotor
terhadap kemamuan pelepasan kotoran
yaitu dengan peningkatan pemakaian
konsentrasi resin senyawa flourokarbon
maka kemampuan ketahanan penodaan
kotoran dan kemampuan pelepasan
kotoran pada kain menjadi meningkat
karenan rantai flourokabon yang
terbentuk semakin rapat sehingga tidak ada area yang terbuka yang
memungkinkan kotoran berpenetrasi
langsung ke dalam serat.
Kekakuan kain semakin meningkat
karena semakin banyak resin yang
melapisinya.
Kemampuan kembali dari lipatan
dimana semakin besar konsentrasi resin semakin besar pula kemampuan kembali
dari kekusutan.
4 KESIMPULAN
1) Semakin tinggi konsentrasi resin maka
semakin anti kotor dan anti kusut.
2) Konsentrasi resin yang digunakan 30
ml/l.
3) Untuk pencucian berulang tidak
dillakukan.
Ucapan Terimakasih
Kami sebagai praktikan sangat
mengharapkan sumbangsih kritikan demi
kebaikan produk kami.
Dan kami tak lupa mengucapkan
terima kasih sebesar-besarnya pada :
• Allah SWT, Tuhan kami.
• Bapak, Ibu dosen praktikum yang
telah membantu kelancaran kami.
• Rekan-rekan praktikan kelompok lain
atas saran dan diskusi hasil praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
P. Soeprijono, et al. "Serat-serat Tekstil."
Bandung: Institut Teknologi Tekstil, 1975.
Ratnasari Nur Hijrinah. "Suatu Studi
tentang Penyempurnaan Resin Senyawa
Fluorokarbon dengan Penambahan
Isopropyl Alcohol Terhadap Sifat Tahan
Kotor Kain Celana Polyester/CDP (50
31
%/50 %)." Bandung: Sekolah Tinggi
Teknologi Tekstil, 2002.
Soeparman, et. al. "Teknologi
Penyempurnaan." Bandung: Institut Teknologi Tekstil, 1973.
E. R. Trotman. "Technology of Textile
Bleaching, Dyeing, and Finishing." New
York: Chapman & Hall, 1984.
33
9 TIRAI TAHAN API DAN TAHAN KOTOR DARI KAIN
POLIESTER 100%
Maskur, Muhamad Sofkhal Jamil, Mujib Islani, Risky Rinaldy Mahasiswa Kimia Tekstil
Laboratorium Pencapan & Penyempurnaan Tekstil
Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil
Jl. Jakarta No. 31, Bandung 40272
Telp.: 022 7272580
Abstrak
Salah satu perlengkapan rumah tangga yang sangat mengutamakan keindahan dan
kualitasnya adalah kain tirai. Dilihat dari segi manfaatnya tirai adalah sebuah perabotan
rumah tangga yang digunakan sebagai kain penutup jendela dengan fungsi utama
menghindari terpaan sinar matahari atau terpaan angin. Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan tirai rumah tangga dengan keunggulan sifat/karakteristik seperti tahan
terhadap api, tahan kotor, serta lipatan permanen yang tetap. Sehingga dari fungsi tirai
tersebut diperoleh tirai yang mempunyai kualitas yang lebih baik sehingga lebih awet dalam
pemakaiannya dan lebih mudah dalam perawatannya. Pada percobaan dilakukan variasi
resin. Dari hasil percobaan dan pengujian diperoleh kesimpulan bahwa semakin tinggi
konsentrasi resin yang digunakan maka semakin tinggi pula efek dari peresinan tersebut yang
meliputi tahan api, kekakuan, sudut kembali dan tahan kotor.
Abstract
Curtain is one of the most familiar examples of textile application in interior design and home
decoration. It serves the purpose based on aesthetic as well as functional performance.
Basically it provides a cover for a window to keep the light out or prevent people in the house
from being seen by others outside. In addition to these, curtain must also meet some minimum
requirements in relation to fire hazard; it must not propagate flame in case of fire. This study
was directed toward the application of organic/inorganic salt of phosphor and perfluoro alkyl
acrylic copolymer to obtain flame-retardant and durable-press as well as soil-release fabric
made out of 100% polyester. The higher the concentration of chemicals used in te finishing
the more pronounced the results: flame-retardancy, stiffness, and crease recovery angle
(crease resistance) as well as soil-release ability.
1 PENDAHULUAN
Tirai adalah sebuah
perabot/pelengkap rumah tangga yang
digunakan sebagai kain penutup jendela
atau pintu yang tidak permanen (fleksibel)
dengan fungsi utama menghalangi pandangan langsung dari orang yang
berada di luar ramah ke dalam rumah dan
melindungi dari terpaan langsung sinar
matahari yang masuk ke rumah serta
hembusan angin dari luar.
Karakteristik yang diinginkan
biasanya adalah ketahanan terhadap nyala
api, ketahanan terhadap kotoran/minyak,
kemampuan mudah lepasnya kotoran
/minyak dari tirai, ketahanan luntur warna
terhadap sinar matahari, dan sifat
keindahan yang pemanen (seperti sifat
lipatan permanen, sifat drape (jatuh), dan
ketahanan kusut yang baik).
Hal yang dipermasalahkan adalah
dilihat segi fungsinya, misalnya tirai yang
dipasang pada ruang tamu. Banyak tamu
kita yang datang baik dari orang tua,
dewasa atau anak-anak. Pembuangan
puntung rokok yang sembarangan
sehingga mengenai tirai, maka kemungkinan dapat memicu
kebakaran.Kotoran pada tangan dari sisa-
sisa makannya yang mengandung minyak
atau kotoran tanah maka tirai tersebut
34
harus mempunyai sifat tahan kotor dan
kemampuan mudah melepas kotoran/
minyak. Jika dilihat dari segi keindahan
pada lipatan permanent tirai sebagai
hiasan.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan tirai rumah tangga dengan
keunggulan sifat / karakteristik seperti
tahan terhadap api, tahan kotor, serta
mempunyai lipatan permanen yang tetap.
Sehingga dari fungsi tirai tersebut
diperoleh tirai yang mempunyai kualitas
yang lebih baik sehingga akan lebih awet
dalam pemakaiannya dan lebih mudah
dalam perawatannya.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Poliester terbentuk secara kondensasi
menghasilkan polietilen tereftalat yang
merupakan suatu ester dari komponen
dasar asam dan alcohol yaitu asam tereftalat dan etilena glikol.
nHOOC COOH + nHOCH2CH2OH
Asam Tereftalat Etilena Glikol
[-OC COO(CH2)2 ]n + (2n – 1) H2O
Polyester
2.1 Penyempurnaan Tahan Api
Kain mudah terbakar (flammable)
adalah kain yang akan terus terbakar,
meski tanpa dibantu bila terkena api. Pada
peristiwa pembakaran kain terjadi
dekomposisi kimia serat menghasilakan
suatu bahan tertentu yang mudah menguap
dan dapat terbakar. Penyempurnaan tahan
api diharapkan dapat mencegah tekstil
terbakar bila terkena api dan mencegah
bara api terus menyala pada sisa pembakaran.
Zat anti api bertujuan untuk
menangkap udara dari serat dengan
membentuk lapisan film dipermukaan dari
zat – zat yang mempunyai titik leleh yang
rendah, dengan menghasilkan zat anti api
seperti amonia, klorin dan lain – lain
terhadap dekomposisi panas, dan juga oleh
kelarutan gas pembakaran.
2.2 Penyempurnaan Lipatan Permanen.
Prinsipnya adalah proses
penyempurnaan untuk mendapatkan sifat
lipatan permanen pada serat poliester,
dengan membentuk lapisan polimer resin pada permukaan kain.
Sifat hidrofob dari serat poliester dan
tidak adanya gugus reaktif serat dan sifat
kristalinitasnya yang cukup tinggi
menjadikan resin yang dikerjakan pada
bahan poliester tidak masuk ke dalam serat
melainkan hanya melapisi permukaan serat dan berpolimerisasi pada permukaan
serat saja.
2.3 Penyempurnaan Tahan Kotor Senyawa Fluoro
Fluorokarbon adalah senyawa organik yang sebagian besar atom H pada
C –nya disubstitusi oleh atom F. Struktur
kimia senyawa fluorokarbon yang pasti
belum diketahui. Senyawa Fluorokarbon
menurut Goldstein merupakan polimer
atau kopolimer dari Asam vinil perfluoro
dan atau perfluoro ester dari asam akrilat.
Pada pemakaiannya, senyawa fluoro
karbon akan berpolimerisasi pada saat
dilakukan proses pemanan awetan dan
membentuk lapisan film. Lapisan atau film
yang melapisi kain terdiri dari gugus-
gugus CF3- , CF2H, atau –CF2 yang sangat
rapat. Lapisan tersebut akan menurunkan
nilai tegangan permukaan kritis (critical
surface tention) substrat sehingga
memberikan perlindungnan secara kimia
terhadap kemungkinan terjadinya
pengotoran, baik dalam bentuk kotoran
dalam air, maupun kotoran dalam minyak.
Hal ini dapat diilustrasikan seperti pada
gambar dibawah ini.
Molekul-molekul senyawa zat tahan
kotor berorientasi sedemikian rupa
sehingga rantai fluoro karbonnya paralel
dan gugus metilnya diujung yang lain
mengarah ke luar permukaan bahan,
sedangkan gugus polarnya dapat mengadakan ikatan dengan serat di bawah
permukaan luar.
35
3 HASIL DAN DISKUSI
Tabel 9-1. Hasil pengujian nyala api cara vertikal
kain tirai poliester 100% yang dikerjakan dengan
Dekaflame
PENGGUNAAN DEKAFLAME
200 g/l 300 g/l 400 g/l Waktu nyala
api (detik)
Pakan
1
Pakan
2
Pakan
1
Pakan
2
Pakan
1
Pakan
2
Sebelum cuci
< 12“ 22 “ 15 “ < 12 “ 1 ‘ 1 “ 18 “
Sesudah cuci < 12“ < 12 “ < 12“ < 12 “ < 12“ < 12“
Kontrol < 12 “
Tabel 9-2. Pengaruh resin melamin terhadap
kekakuan kain tirai poliester 100%
KONSENTRASI
RESIN BT 336 (g/l) Kontrol Panjang Lengkung (cm)
40 60 80
1 2,9 4,3 3,8
2 3,4 3,8 4,4 Lusi
3,5
Sebelum
cuci
Sam
pel
3 4,4 3,0 3,8
1 2,1 3,3 3,3
2 2,4 3,1 4,4 Pakan
2,4
Sesudah
cuci
Sam
pel
3 2,3 2,9 3,1
Tabel 9-3. Ketahanan kusut (CRA) kain tirai
poliester 100% pada berbagai konsentrasi resin
melamin
Nilai Sudut Kembali (o) KONSENTRASI
RESIN BT 336 (g/l)
Kontrol Bahan Hasil Pengujian 40 60 80
138 Muka 1 147 164 159
141
lusi
Muka 2 147 151 157
142 Muka 1 155 168 154
138
Seb
elu
m c
uci
pak
an
Muka 2 165 154 170
145 Muka 1 159 155 147
139
lusi
Muka 2 168 157 164
141 Muka 1 132 137 127
140
Ses
ud
ah
cu
ci
pak
an
Muka 2 147 150 125
3.1 Uji Tahan Api
Standar perhitungan waktu nyala api
adalah 12“, artinya waktu a2” adalah
waktu waktu nyala api kontak dengan
bahan. Sedangkan untuk waktu >12”
adalah waktu penerusan pembakaran. Jika waktu <12” maka besarnya waktu
diabaikan, artinya nilainya sama dengan
nol atau Kontrol.
Dengan pencucian, penggunaan resin
tahan api tidak memperbaiki sifat
ketahanan terhadap api. Sebab rsin
Dekaflame sifat ketahanan terhadap pencucian sangat buruk. Contoh uji
mempunyai ketahanan api yang baik (rata-
rata <1 menit)
3.2 Uji Kekakuan Kain dan Uji Sudut kembali dari kekusutan
Efek kaku merupakan efek yang
diperoleh dari proses penyempurnaan oleh
rsin. Semakin besar konsentrasi resin
maka efek kaku juga semakin besar. Dan
pencucian yang dilakukan setelah
peresinan menyebabkan efek kekakuan
pada kain menjadi berkurang sebagai
akibat lepasnya sebagian resin yang telah
menempel pada kain setelah pencucian.
3.3 Uji Tahan Kotor Kain
Nilai K/S yang kecil menunjukan bahwa cahaya yang dipantulkan akan
semakin banyak (% reflektansi besar)
sehingga warna kain akan lebih muda, hal
ini menyebabkan kandungan kotoran yang
menempel pada bahan akan semakin
sedikit yang artinya bahan akan semakin
mudah melepaskan kotoran.
Tabel 9-4. Nilai K/S kain-yang-dikotorkan sebelum
dan sesudah pencucian hasil pengerjaan dengan
Oleophobol SL
KONSENTRASI OLEOPHOBOL
SL (g/l) Proses
Lanjutan λ
K/S
standar 30 50 70
Tanpa
pencucian 580 5,5404 7,4051 6,5520 6,7130
Dengan
Pencucian 580 4,6313 7,9566 8,4075 7,5763
4 KESIMPULAN
Dari hasil diskusi yang telah diuraikan
di atas maka dengan demikian dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :
1) Semakin tinggi konsentrasi resin yang digunakan maka semakin tinggi pula
efek dari hasil peresinan tersebut
36
(tahan api, kekakuan, sudut kembali
dan tahan kotor)
9) Proses pencucian yang dilakukan
setelah proses penyempurnaan resin
sangat berpengaruh pada penurunan
efek dari hasil peresinan tersebut.
10) Nilai k/s yang kecil pada pengujian
tahan kotor menunjukan bahwa
kandungan kotoran pada bahan
semakin sedikit artinya bahan semakin
mudah melepaskan kotoran.
11) Konsentrasi resin yang optimal yang
digunakan pada pecobaan ini adalah :
- Resin tahan api : 300 g/l
- Resin tahan kotor : 50 cc/l
- Resin lipatan permanen : 80 g/l
DAFTAR PUSTAKA
A. J. Hall. "Textile Finishing." London:
Heywood Books, 1966.
J. T. Marsh. "An Introduction to Textile
Finishing." London: Chapman & Hall,
Ltd., 1957.
P. Soeprijono, et al. "Serat-serat Tekstil."
Bandung: Institut Teknologi Tekstil, 1975.
S. Hendrodyantopo, Susyami Hitariat,
Purwanti, Mohamad Widodo. "Teknologi
Penyempurnaan." Bandung: Sekolah
Tinggi Teknologi Tekstil, 1998.
Bernd Jacob, et al. "Pretreatment and
Finishing of Lyocell Woven Fabrics."
International Textile.3 (1998):
37
10 PENYEMPURNAAN TOLAK AIR PADA KAIN JAKET POLIESTER
KAPAS DENGAN FLUOROKARBON
Esti Yuliani, Fernando S, Fina Dwi N, Ica Yuniarti Mahasiswa Kimia Tekstil
Laboratorium Pencapan & Penyempurnaan Tekstil
Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil
Jl. Jakarta No. 31, Bandung 40272
Telp.: 022 7272580
Abstrak
Proses penyempurnaan tolak air adalah proses pembuatan kain agar dapat menahan penetrasi
air, sehingga apabila kain tersebut ditetesi air, air tersebut tidak mudah meresap sehingga kain
tidak mengalami pembasahan. Umumnya kain tolak air dibuat dari serat-serat sintetik 100% yang
diberi zat tolak air, sehingga dapat menahan pembasahan pada kain, tetapi biasanya kurang
nyaman bila dipakai. Sekarang mulai berkembang kain tolak air yang dibuat dari campuran serat
sintetik dan serat alam, sehingga dapat menahan pembasahan, juga terasa nyaman bila dipakai.
Dalam percobaan ini dipakai senyawa berbasis fluorokarbon (Aversin KFC-I) sebagai zat tolak
air, karena senyawa ini mempunyai sifat-sifat yang baik seperti: dapat dipakai pada serat
campuran polyester kapas, memberikan sifat tolak air yang baik, dan tidak berpengaruh terhadap
ketahanan warna. Zat tolak air ini akan berikatan hidrogen dengan gugus OH dari serat selulosa,
sehingga gugus OH tersebut kehilangan kemampuannya untuk berikatan dengan molekul air bila
bahan dibasahi. Penambahan aditif seperti pelemas seringkali dapat mempengaruhi daya serap
bahan sehingga pada penelitian ini juga dilakukan percobaan yang melibatkan pemakaian
pelemas dari jenis silikon (Silicone N-100) pada berbagai konsentrasi. Percobaan
memperlihatkan hasil terbaik diperoleh pada pemakaian fluorokarbon sebanyak 90 g/l tanpa
pelemas.
Abstract
Water-repellent finishing is a chemical process by which a certain kind of textile material is made
resistant to water penetration but at the same time still allows transportation of air. Fabric made
of polyester-cotton is in general considered more comfortable than that of polyester alone. In this
study, fluorokarbon-based chemical (Aversin KFC-I) was used to generate water-repellent
properties on polyester-cotton fabric. This particular chemical has good properties as water-
repellent finish: can be used for polyester-cotton fabric, good water-repellent properties, and does
not change the color of the treated fabric. The addition of additives such as softener to the
finishing liquor often produce an adverse effect to water-repellency, so experiment was also
performed to investigate the effect of silicon type softener (Silicone N-100) to water-repellency.
The data shows that the best result was obtained by the use of 90 g/l Aversin KFC-I without the
addition of softener. Silicone N-100 only slightly improves the handle but it decreases the water-
repellency of the treated fabric, which is obviously observed at higher concentration of Aversin
KFC-I (90 g/l).
1 PENDAHULUAN
Kain tolak air adalah kain yang dapat
menahan pembasahan atau penetrasi air yang
jatuh di atas permukaannya, namun demikian
masih dapat melewatkan udara. Untuk
mendapatkan kain yang tolak air, maka kain
harus mengalami penyempurnaan khusus.
Teknik pemyempurnaannya bergantung pada
jenis serat dan kain yang akan diproses serta
senyawa kimia yang akan digunakan sebagai
zat tolak air.
Pengerjaan dengan senyawa fluoro-
karbon memberikan efek tolak air dengan
jalan melapisi permukaan serat-serat dengan suatu lapisan (film) yang teridiri dari gugus-
38
gugus CF atau CF−H yang sangat rapat.
Lapisan ini akan menurunkan nilai tegangan
permukaan kritis zat padat, sehingga
memberi semacam perlindungan kimia
terhadap kemungkinan terjadinya
pembasahan (penetrasi air).
Senyawa ini memberikan daya tolak air
jauh lebih baik daripada senyawa
hidrokarbon karena dapat menurunkan energi
permukaan zat padat jauh lebih rendah. Dalam pemakaiannya senyawa fluorokarbon
dapat dicampurkan dengan zat penyem-
purnaan lainnya seperti zat anti kusut, zat
anti mengkeret, dan sebagainya.
2 PERCOBAAN
Kain grey polyester kapas
Pemasakan dan penghilangan kanji
Pemantapan panas
Pencelupan
Percobaan Aversi 30 – 60 – 90 g/l
Silikon N – 100 0 – 2 – 4 ml/l Pemanas awetan 180°C, 3 menit
Uji siram Uji tetes
Uji kekuatan tarik Uji kekakuan
Uji daya tembus udara Tahan luntur zw terhadap gosokan, pencucian, keringat
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil pengujian dapat diketahui
bahwa semakin besar jumlah pemakaian zat
tolak air maka semakin tinggi pula daya
tolak air yang didapatkan, diikuti dengan penurunan daya serap, dan kekuatan tarik.
Kain pun terasa semakin kaku. Di sisi lain,
daya tembus udaranya justeru bertambah
baik.
Hingga pemakaian 4 g/l pelemas
Silicone N-100 tidak banyak mempengaruhi
daya tolak air. Silicone N-100 adalah
pelemas jenis silikon anionik dan Aversin
KFC-I ternyata tidak kompatibel dengan
senyawa anionik karena dapat menurunkan
daya tolak air yang dihasilkannya. Silicone
N-100 masih dapat memperbaiki sifat pegangan kain pada pemakaian Aversin
KFC-I konsentrasi rendah (30 dan 60 g/l)
dan tidak memberikan perbaikan pada
konsentrasi lebih tinggi (90 g/l).
Tabel 10-1. Daya tolak air (uji siram) dan kekakuan
kain poliester-kapas pada berbagai konsentrasi Aversin
KFC-I dan Silicone N-100
Aversin KFC-I (g/l) Konsentrasi
30 60 90
US 70 80 90 0
K 1,50 1,60 1,60
US 70 80 80 2
K 1,30 1,45 1,60
US 70 80 80 S
ilicone N
-100 (
ml/l)
4 K 1,25 1,30 1,55
Data percobaan memperlihatkan bahwa
hasil tebaik diperoleh pada pemakaian Aversin KFC-I sebanyak 90 g/l tanpa pe-
lemas.
4 KESIMPULAN DAN PENUTUP
Kain jaket poliester kapas dengan daya
tolak air yang baik dapat diperoleh dengan
pemakaian zat tolak air Aversin KFC-I
sebanyak 90 g/l dengan suhu pemanas
awetan 180 oC selama 30 detik tanpa
penggunaan zat pembantu yang bersifat
anionik karena zat pembantu yang bersifat
anionik dapat mengurangi daya tolak air dari
Aversin KFC-I . Untuk memperbaiki
pegangan kain sebaiknya digunakan pelemas
nonionik.
DAFTAR PUSTAKA
P. Soeprijono, et al. "Serat-serat Tekstil."
Bandung: Institut Teknologi Tekstil, 1975.
Rasyid Jufri, et. al. "Teknologi
Pengelantangan, Pencelupan, dan Pencapan."
Bandung: Institut Teknologi Tekstil, 1976.
39
S. Hendrodyantopo, Susyami Hitariat,
Purwanti, Mohamad Widodo. "Teknologi
Penyempurnaan." Bandung: Sekolah Tinggi
Teknologi Tekstil, 1998.
Joko Handoyo. "Penyempurnaan Tolak Air
Pada Kain Poliester Rayon Menggunakan
Senyawa Fluorokarbon (Light Guard FR
448)." Bandung: Sekolah Tinggi Teknologi
Tekstil, 1999.
"Aversin KFC-I For Permanent Stain
Repellent Finishing." Dusseldorf: Henkel,
"Silicon N - 100 A Softening Agent
Consisting Of Silicon Oil, Technical
Information." Jakarta: PT. Inkali,
41
11 PENYEMPURNAAN TOLAK AIR UNTUK KAIN PAYUNG DARI
NILON 66
Yanti W, Yayu R, Yullia P
Mahasiswa Kimia Tekstil
Laboratorium Pencapan & Penyempurnaan Tekstil
Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil
Jl. Jakarta No. 31, Bandung 40272
Telp.: 022 7272580
Abstrak
Senyawa tolak air berbasis fluorokarbon pada pemanasawetan akan membentuk suatu lapisan
tipis atau film berenergi permukaan rendah yang dapat menurunkan tegangan permukaan kritis
zat padat sehingga bersifat tolak air dan tolak minyak. Percobaan ini dimaksudkan untuk
mendapatkan kondisi optimum untuk proses penyempurnaan tolak air pada kain nilon 66
menggunakan senyawa fluorokarbon (Scotchguard). Untuk mendapatkan hasil yang terbaik maka
dilakukan variasi penggunaan zat tolak airnya, yaitu 10 g/l, 20 g/l, dan 40 g/l. Percobaan dan
pengujian memperlihatkan hasil terbaik diperoleh pada pemakaian flurokarbon sebesar 40 g/l .
Abstract
Fluorokarbon-based compound was used in this experiment to obtain water-repellent finish on
nylon (Nylon 66) fabric intended for use as material for umbrella. This compound polymerizes
when cured under suitable condition to form a film of low surface energy which subsequently
lowers the critical surface tension of solid and hence renders it water-repellent and oil-repellent.
The material was treated with finishing liquor containing: 10, 20, and 40 g/l, and then was
subjected to various tests to evaluate the result. It was found that the best result was obtained by
the use of fluorokarbon as much as 40 g/l.
1 PENDAHULUAN
Kebutuhan manusia tidak hanya untuk sandang saja tapi untuk perlindungan tubuh
dari panas dan hujan pun diperlukan
sehingga diciptakan payung yang tahan
terhadap rembesan air. Untuk menambah
kesempurnaan payung maka dilakukan
proses penyempurnaan tolak air dengan
senyawa berbasis fluorokarbon (Scothguard)
yang dapat memberikan sifat tolak air
permanen pada bahan.
Pada kondisi yang sesuai senyawa
fluorokarbon akan berpolimerisasi
membentuk lapisan tipis (film) pada
permukaan serat dan menurunkan tegangan
kritis permukaannya, dan sebagai akibatnya
serat bersifat tolak-air dan tolak-minyak.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Serat nilon memiliki kemungkinan
pemakaian yang sangat luas dalam bidang
kehidupan manusia terutama karena sifatnya
yang liat, ringan dan memiliki kekuatan
tinggi. Nylon 66 sebagai bahan baku payung
pada percobaan ini diperoleh dari asam
adipat dan heksametilen diamina yang dapat
dibuat dengan berbagai cara.
Fluorokarbon adalah senyawa yang
mengandung gugus fluor dan karbon.
Senyawa fluorokarbon pada dasarnya
berfungsi menurunkan energi permukaan
bahan tekstil.
3 PERCOBAAN
Diagram Alir
Pemasakan
↓
Pencelupan
↓
Persiapan larutan padding
42
↓
Impregnasi bahan dalam larutan
↓
Drying 1 menit
↓
Pemanas awetan
↓
Pengujian
4 HASIL DAN DISKUSI
Peningkatan daya tolak air ini dapat
disebabkan karena pembesaran sudut kontak
(θ) antara kain dengan air.
Dari ketiga macam variasi proses yang
dilakukan, hasil yang terbaik diperoleh dari
proses penyempurnaan dengan konsentrasi
zat tolak air yang paling tinggi yaitu pada
konsentrasi 40 g/l. Proses ini rata-rata
menghasilkan daya tembus air yang lebih
baik di antara kedua proses yang lainnya,
namun dilihat dari segi ekonomis hal ini
cukup memakan biaya sehingga kurang
efektif dan efisien. Sehingga untuk lebih
memperkecil biaya produksi diambil kain
dengan proses penyempurnaan tolak air
menggunakan zat tolak air konsentrasi 20 g/l
Karena pada konsentrasi tersebut film
polimer telah terbentuk dan telah melapisi permukaan bahan melalui proses
pemanasawetan.
5 KESIMPULAN DAN SARAN
1) Penyempurnaan tolak air terbukti dapat
menahan terjadinya perembesan dan
penetrasi air namun masih dapat
ditembus udara. Semakin besar
konsentrasi zat tolak air yang digunakan
maka hasil yang didapatkan akan
semakin baik.
2) Hasil terbaik diperoleh dari kain payung
dengan penyempurnaan menggunakan
konsentrasi zat tolak air sebesar 40 g/l
Ucapan Terima Kasih
Kepada ALLAH SWT, dosen dan
asisten penyempurnaan, rekan-rekan kuliah,
perpustakaan dan seluruh pihak yang terkait
terima kasih atas bantuan, dorongan, dan
dukungannya,
DAFTAR PUSTAKA
"SII 0122-75."
"SII 0168-77."
"SII 0106-75."
P. Soeprijono, et al. "Serat-serat Tekstil."
Bandung: Institut Teknologi Tekstil, 1975.
S. Hendrodyantopo, Susyami Hitariat, Purwanti,
Mohamad Widodo. "Teknologi Penyempurnaan."
Bandung: Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil,
1998.
Soeparman, et. al. "Teknologi Penyempurnaan."
Bandung: Institut Teknologi Tekstil, 1973.
"Standard Performance Specification For Woven
Umbrella." ASTM 1985, Designation D 4112 -
82. ASTM, 1985.
"SII 0124-75 Uji Siram."
"SII 0248-79 Kekuatan sobek."
"SII 0108-75 uji bundesman."
43
12 MUKENA KATUN TAHAN KUSUT DAN BEBAS JAMUR DENGAN
DMDHEU DAN ASAM BENZOAT
Anita Anathasia, Anita Ris Herliana, Dian Rosdiana, Elsa Dewi Sulastri
Mahasiswa Kimia Tekstil
Laboratorium Pencapan & Penyempurnaan Tekstil
Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil
Jl. Jakarta No. 31, Bandung 40272
Telp.: 022 7272580
Abstrak
Mukena adalah peralatan ibadah untuk muslim perempuan. Mengingat kegunaannya itu maka
mukena diharapkan selalu bersih, rapi dan nyaman dipakai. Pada pemakaiannya ada bagian-
bagian tertentu dari mukena yang sering terkena air, terutama bagian yang bersinggungan
dengan bagian tepi wajah pemakai, sehingga seringkali mengundang tumbuhnya jamur yang
menyebabkan timbulnya noda dan mengurangi nilai estetika maupun nilai ibadah pemakai.
Pertumbuhan jamur pada kain kapas juga dapat berakibat berkurangnya kekuatan tarik akibat
enzim yang berasal dari kegiatan metabolisma jamur. Disamping itu, kain kapas juga diketahui
memiliki ketahanan kusut yang rendah. Untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan tersebut
perlu dilakukan sutu proses yang dapat menghambat pertumbuhan jamur dan meningkatkan
ketahan kusut kain kapas. Pada penelitian ini digunakan zat pengikat silang dari jenis dimetilol
dihidroksi etilena urea (DMDHEU) dan asam benzoat sebagai zat anti jamur. Percobaan
memperlihatkan hasil terbaik diperoleh dengan penggunaan DMDHEU pada konsentrasi 60 g/l
dengan sudut kembali dari kekusutan (CRA) 141,5° dan asam benzoat sebanyak 0,05%..
Pemendaman di dalam tanah selama dua minggu tidak menurunkan kekuatan tarik kain kapas
yang telah dikerjakan dengan asam benzoat 0,05%, sementara kain yang tidak diberi zat anti
jamur mengalami penurunan sebesar 90%..
Abstract
“Mukena” is a praying set for muslimah (muslim women) which covers all but the face and palms
and is worn especially for praying (shalah). As a praying set it must always be clean and
comfortable too. In relation to the latter, cotton fabric is usually the first choice of material for this
particular clothing. There are certain parts that frequently get wet by traces of water left on the
face and hands of the wearer after she takes ablution, especially those that are in contact with the
face. This condition favors the growth of mildew or fungus on the fabric which creates an
unpleasant look and may reduce the strength of the material if left for longer time (people does not
normally wash this particular clothing every day). In this study, we used benzoic acid in
combination with a crosslinking agent, dimethylol dihydroxy ethylene urea (DMDHEU), to inhibit
fungal growth on the fabric and to improve its crease-resistance respectively. The best result was
obtained when using 60 g/l DMDHEU and 0.05% benzoic acid. The crease recovery angle (CRA)
of such treated fabric is 141.5° and it does not lose its strength significantly on two-weeks burial
test. For comparison, untreated fabric loses 90% of its strength after the burial.
1 PENDAHULUAN
Pada kondisi panas dan lembab jamur akan
udah sekali tumbuh dan berkembang biak
pada kain kapas. Kegiatan metabolismenya
akan menghasilkan enzim yang dalam waktu
lama dapat merusak serat kapas. Dalam
percobaan ini digunakan asam benzoat
sebagai zat anti septik atau anti jamur bersama dengan dimetilol dihidroksi etilena
urea (Fixapret CL). Penggunaan zat pengikat
silang pada proses penyempurnaan pada
umumnya diketahui juga dapat memberi sifat
anti jamur pada bahan tekstil.
44
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jamur
Jamur merupakan mikroorganisme yang
tersebar di seluruh bagian bumi. Dalam daur
hidupnya yang pendek ia dapat bersifat
positif maupun negatif terhadap kehidupan
organisme lainnya, termasuk manusia.
Pertumbuhan jamur sangat dipengaruhi
oleh pH, suhu dan kelembaban udara di
sekelilingnya. Meski belum diketahui pasti
kondisi optimum pertumbuhan jamur, secara
umum dapat diperkirakan sebagai berikut:
Makanan: protein, karbohidrat, senyawa
karbon, garam-garam anorganik,
Air: −
Kondisi pH: 6 – 8
Suhu: biasanya 20 - 40°C
Hampir semua mikroorganisme yang menyerang sera selulosa tidak memakan
serat secara langsung, akan tetapi mereka
mengeluarkan enzim tertentu yang akan
mengubah selulosa menjadi glukosa yang
larut yang kemudian menjadi sumber
makanan mereka.
2.2 Asam Benzoat
Asam benzoat sebenarnya tergolong zat
yang berbahaya, terutama bila terhirup
masuk ke paru-paru atau terkena mata. Nama
lain asam benzoat adalah Asam benzena
karboksilat:
Rumus molekul: C6H5COOH
Bentuk fisik: kristal putih/bubuk
Titik didih: 249°C
Titik leleh: 122°C
CH2
R1COOH
KMnO4.OH-, T tinggi
H+/H2O
Gambar 12-1. Asam benzoat
2.3 Dimetilol Dihidroksi Etilena Urea Yang Dimodifikasi (Fixapret CL)
Senyawa ini merupakan zat pengikat
silang dari jenis siklik, hasil modifikasi
dimetilol dihidroksi etilena urea, yang biasa
digunakan pada penyempurnaan kain kapas untuk meningkatkan ketahanan kusut dan
kestabilan dimensinya. Modifikasi
dimaksudkan untuk menekan jumlah
formaldehida bebas pada batas minimum.
Penggunaan senyawa dari jenis ini
(Fixapret CL) dipandang sangat efektif
karena senyawa mampu dan lebih banyak mengadakan ikatan dengan selulosa daripada
dengan sesama monomernya sehingga
kepermanennya juga sangat baik. Senyawa
ini juga dapat memberikan efek pegangan
lembut dan tahan terhadap pencucian
maupun pengeringan.
N
CH CH
NC
O
CH2OHHOH
2C
OH OH
(1)
N
CH2
CCH
NC
CH2OHCH
2OH
O
OCH
CH3 CH3
(2)
Gambar 12-2. DMDHEU (1) dan dimetilol-4-metoksi-
5,5-dimetilpropilena urea (2, Fixapret PCL)
3 PERCOBAAN
Percobaan dilakukan dengan
mengerjakan kain kapas 100% yang sudah
dimasak dan dicelup dengan larutan yang
mengandung 60 g/l Fixapret CL, dan asam
benzoat pada konsentrasi yang divariasikan
mulai dari 0,025%, 0,05%, dan 0,1%. Ke
dalam larutan tersebut juga ditambahkan pelemas dari jenis silikon (Silicone N-100)
untuk memperbaiki pegangan kain hasil
penyempurnaan.
Kain mula-mula dibenamperas dalam
larutan penyempurnaan dengan WPU 80%,
kemudian dikeringkan pada suhu 100°C
selama 2 menit, dan dilanjutkan dengan
pemanasawetan pada suhu 150°C selama 3
menit.
Kain hasil proses selanjutnya dievaluasi
kekuatannya (kekuatan tarik cara pita tiras)
sebelum dan sesudah pemendaman di dalam
tanah selama 7 – 14 hari. Ketahanan kusut
dievaluasi berdasarkan sudut kembali dari
45
lipatan (CRA) menurut cara yang ditetapkan
dalam SNI (Standar Nasional Indonesia).
4 HASIL DAN DISKUSI
Dari hasil percobaan dan pengujian
dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut.
4.1 Anti Jamur
Kain yang dikerjakan dengan asam
benzoat 0,025% ternyata masih mengalami
penurunan kekuatan tarik hingga sebesar
90% setelah dipendam selama 14 hari.
Dengan kata lain, penggunaan asam benzoat pada konsentrasi tersebut masih belum dapat
mencegah pertumbuhan jamur dan
melindungi serat dari kerusakan.
Pada pemakaian asam benzoat sebanyak
0,05% dan 0,10% hampir tidak terjadi
penurunan kekuatan tarik. Demi
pertimbangan ekonomis maka pemakaian
asam benzoat optimum adalah pada
konsentrasi 0,05% karena perbedaan
hasilonya tidak terlalu jauh berbeda.
4.2 Ketahanan Kusut
Penggunaan Fixapret CL sebanyak 60 g/l menghasilkan sudut kembali dari lipatan
sebesar 141,5°, lebih besar dari persyaratan
yang ditetapkan untuk kain tahan kusut, yaitu
135°.
5 KESIMPULAN
Dari diskusi di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa pengerjaan kain kapas
dengan asam benzoat sebesar 0,05% dan zat
pengikat silang Fixapret CL sebanyak 60 g/l
telah dapat menghasilkan kain anti jamur sekaligus tahan kusut sesuai dengan maksud
dan tujuan dari penelitian ini.
Ucapan Terimakasih
Dalam penyusunan makalah ini penulis
mendapat bantuan dari berbagai pihak
sehingga pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1) Bapak Mohamad Widodo, AT. selaku
pembimbing yang telah menyumbangkan
pikiran dan mengarahkan penulis dalam
penyusunan makalah ini.
2) Ibu Ida Nuramdhani, S.SiT selaku
pembimbing yang telah menyumbangkan
pikiran dan mengarahkan penulis dalam
penyusunan makalah ini.
3) Bapak Sukirman yang telah memberikan
bantuan dalam pengadaan bahan
penyempurnaan.
DAFTAR PUSTAKA
Textile Finishing Manual.: BASF.
Ine Hermin (1988). Studi Penyempurnaan Anti
Jamur dan Pengujiannya pada Kain Kapas.
Bandung: Institut Teknologi Tekstil.
S. Hendrodyantopo, Susyami Hitariat, Purwanti,
Mohamad Widodo (1998). Teknologi
Penyempurnaan. Bandung: Sekolah Tinggi
Teknologi Tekstil.
SII 0106-75.
SII 0168-77.
SII 0122-75.
Technical Information.: PT. Inkali
47
13 KAIN JOK DARI POLIESTER 100% DENGAN
PENYEMPURNAAN TAHAN API DAN TAHAN KOTOR
Tutty Sussy Nelly, Wendi Kartiwan, Yuliyana, Yulia Ratna Wulan
Mahasiswa Kimia Tekstil
Laboratorium Pencapan & Penyempurnaan Tekstil
Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil
Jl. Jakarta No. 31, Bandung 40272
Telp.: 022 7272580
Abstrak
Salah satu bahan yang sering digunakan untuk kain jok adalah poliester karena kekuatannya.
Namun demikian, sifatnya yang hidrofobik membuat poliester sukar melepaskan kotoran, baik
yang dibawa oleh air maupun minyak. Disamping itu, sebagaimana umumnya serat-serat sintetik,
poliester memiliki sifat listrik yang kurang baik, yaitu daya hantarnya lemah sehingga mudah
menimbulkan efek listrik statik dan akibatnya sangat mengganggu kenyamanan pakainya.
Disamping kemudahan dalam perawatan dan kenyamanan pakai, keselamatan merupakan salah
satu faktor yang mendapatkan perhatian semakin besar dari konsumen, dan dalam hal ini kain jok
dituntut untuk memiliki kemampuan menahan dan tidak meneruskan pembakaran saat terjadi
kebakaran. Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan kain poliester yang tahan api dan
sekaligus tahan kotor sebagai bahan kain jok. Penyempurnaan tahan kotor dilakukan dengan
menggunakan senyawa tolak air dan tolak air dari jenis kopolimer perfluoro alkil akrilat (Aversin
KFC-I). Kain poliester 100% dikerjakan dengan larutan yang mengandung 10, 20, dan 30%
senyawa fosfor yang mengandung nitrogen (Nicca Fi-None P-100) sebagai zat tahan api dan 2%
kopolimer perfluoro alkil akrilat. Hasil percobaan menunjukkan hasil terbaik diperoleh pada
pemakaian zat tahan api sebanyak 20% dan 2% kopolimer perfluoro alkil akrilat.
1 PENDAHULUAN
Jok kursi merupakan perabot rumah
tangga yang dimiliki oleh hampir setiap
keluarga. Dalam pemakaiannya jok kursi jarang sekali mengalami proses pencucian
sehingga dapat terjadi penurunan penampilan
karena adanya debu, minyak dan kotoran
lain. Selain itu sering juga terjadi kecelakaan
kebakaran karena rokok yang mengenai kursi
yang ternyata menjadi media untuk
meneruskan pembakaran.
Poliester merupakan jenis serat yang
banyak sekali digunakan dalam pembuatan
produk tekstil. Kelebihannya antara lain
terletak pada kekuatan dan kestabilan
dimensinya. Sedangkan kekurangannya
adalah hidrofobik dan karenanya mudah
menimbulkan efek listrik statik sehingga mudah menarik kotoran.
Untuk mengatasi kekurangan tersebut
(mudah kotor dan sulit dibersihkan) dan
untuk memenuhi persyaratan keselamatan
maka perlu dilakukan proses penyempurnaan
tahan kotora dan tahan api.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Pada peristiwa pembakaran serat
mengalami dekomposisi kimia yang
menghasilkan bahan yang mudah menguap
dan terbakar. Pada saat nyala api padam
tersisa sejumlah arang atau karbon.
Penyempurnaan tahan api dimaksudkan
untuk mencegah penerusan pembakaran dan
timbulnya nyala pada bara sisa pembakaran
bahan tekstil.
Penyempurnaan tahan kotor pada bahan
tekstil dapat dilakukan dengan memberi sifat
tolak air dan tolak minyak, dan senyawa
yang biasa digunakan adalah dari jenis
kopolimer perfluoro alkil akrilat. Senyawa
ini akan melapisi permukaan serat dengan
suatu lapisan film yang terdiri dari gugus CF3 dan CF2H yang sangat rapat. Lapisan ini
akan menurunkan tegangan permukaan kritis
dari serat sehingga memberi semacam
48
pelindung kimia terhadap kemungkinan
terjadinya penetrasi air atau minyak.
3 PERCOBAAN
Kain poliester yang digunakan telah
mengalami proses persiapan penyempurnaan,
dimantap-panaskan (heeat set), dan dicelup.
Penyempurnaan tahan api dan tahan kotor
dikerjakan secara simultan dengan resep
sebagai berikut:
Nicca Fi-None P-100 10-20-30% owf
Aversin KFC-I 2%
WPU 60%
Pengeringan 100°C, 2 menit
Pemanasawetan 170°C, 1 menit
Pengujian tahan api dan tahan kotor
masing-masing dilakukan menurut SII No.
0124-75 dan ASTM D 3050-75. Disamping
itu, dilakukan pula uji kekuatan tarik menurut SII No. 0106-75.
4 HASIL DAN DISKUSI
Tabel 13-1. Hasil pengujian tahan api, tahan kotor, dan
kekuatan tarik kain poliester 100% yang dikerjakan
dengan Nicca Fi-None P-100 dan 2% Aversin KFC-I
Zat Tahan Api (% owf) Kriteria Standar
10 20 30
Waktu nyala (s) 4 10 6 5
Nilai siram 0 90 100 100
Sesudah Cuci
- 4,53 1,45 6,12 Beda warna (∆E*ab)
Sebelum Cuci
- 6,52 3,05 6,52
Kekuatan tarik (kg) 24 35 33 32
Hasil percobaan dan pengujian
memperlihatkan pemakaian zat tahan api
pada konsentrasi 20% memberikan hasil
terbaik ditinjau dari waktu nyala dan panjang
arangnya. Nilai uji siram pada konsentrasi ini
mencapai 100. Artinya, kain dapat menahan
pembasahan dengan sangat baik. Pengujian
tahan kotor dilakukan dengan cara mengotori
bahan dengan kotoran buatan standar lalu
dicuci dan membandingkan hasilnya dengan
bahan standar yang tidak dikotori. Tingkat
perbedaan antara keduanya sebanding
dengan ketahanan kotor. Semakin kecil
perbedaannya berarti semakin baik pula sifat
tahan kotor bahan yang bersangkutan, dan ini
dinyatakan dengan nilai ∆E dari hasil
pengukuran spektrofotometer. Pengujian
memperlihatkan bahwa ketahanan kotor
terbaik, yaitu ∆E terkecil, diperoleh pada pemakaian Nicca-Fi-None P-100 20% dan
2% Aversin KFC-I.
Selain hal-hal tersebut di atas, perlu
pula dikemukakan bahwa penggunaan zat
tahan api Nicca Fi-None P-100 tidak
mempengaruhi kekuatan tarik kain. Ini dapat
dilihat dari perbedaan kekuatan tarik yang
tidak signifikan pada setiap konsentrasi.
Dengan mempertimbangkan aspek
teknis dan ekonomis maka hasil terbaik
penyempurnaan tahan api dan tahan kotor
pada kain poliester 100% dapat diperoleh
dengan konsentrasi Nicca Fi-None P-100
sebesar 20% dan Aversin KFC-I 2%
DAFTAR PUSTAKA
1. Heffner, Lawrence L., and et. al. 1963. A
Study of Oil and Water Repellent
Surface.
2. Hendrodyantopo, and et. al. 1998. Teknologi
Penyempurnaan. Bandung: STTT.
3. Lubis, Arifin, and et. al. 1975. Teknologi
Persiapan Penyempurnaan.
Bandung: Institut Teknologi Tekstil.
4. Moerdoko, Wibowo, and et. al. 1975.
Evaluasi Tekstil Bagian Kimia.
Bandung: ITT.
5. Prasetyo, Reddy. "Penyempurnaan tahan Api
Pada Kain Kapas dengan Campuran
Zat Tahan Api Boraks:DAP (1:1)
dan Boraks: Asam (7:3)." STTT.
6. Soeprijono, P., and et. al. 1975. Serat-serat
Tekstil. Bandung: ITT.
7. Y. R., Emma. 2002. "Suatu Pengamatan
terhadap Pengaruh Suhu dan Waktu
Proses Penghilangan Kanji,
Pemasakan, dan Relaksasi Simultan
Kain Poliester." Sekolah Tinggi
Teknologi Tekstil.
49
14 ZAT WARNA ALAM UNTUK BAHAN TEKSTIL DARI EKSTRAK
KULIT BUAH MANGGIS
Shinta Citra N, Taufiq F, Wawan G, Yanti W, Yayu R
Laboratorium Kimia Fisika Tekstil
Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil
Jl. Jakarta No. 31, Bandung 40272
Telp.: 022 7272580
E-mail: [email protected]
Abstrak
Pada percobaan ini akan digunakan kulit buah manggis untuk dijadikan bahan dasar dalam
pembuatan zat warna alam, dengan pertimbangan selain untuk memanfaatkan limbah makanan,
juga dilihat dari kandungan kimianya, yaitu memiliki tanin yang bisa digunakan sebagai dasar
pembuatan zat warna. Kulit buah manggis diekstraksi terlebih dahulu sehingga diperoleh larutan
ekstraksi zat warna. Dari ekstrak ini dilakukan pencelupan pada beberapa bahan yaitu kain
kapas, poliester, akrilat dan poliamida. Pencelupan dilakukan dengan menggunakan metode
perendaman biasa dan dengan perendaman iring. Hasil pencelupan yang didapat memiliki warna
variatif dari kuning sampai coklat. Terhadap ekstrak larutan zat warna dlakukan identifikasi,
sedangkan pada hasil pencelupannya dilakukan pengukuran %R dan K/S dan pengujian ketahan
luntur warna terhadap gosokan dan pencucian. Pencelupan dengan kulit buah manggis ternyata
memberikan hasil baik hampir pada semua jenis kain yang diuji. Hal ini disebabkan oleh
kandungan tanin yang memiliki gugus hidroksi dan bersifat polar. Gugus ini dapat berikatan
dengan logam membentuk senyawa mordan. Pada identifikasi zat warna teridentifikasi bahwa
ekstraksi mengadung zat warna asam. Penguatan dengan pengerjaan iring memperlihatkan
bahwa warna semakin kuat dan bervariasi. Ini menunjukkan bahwa zat warna yang terkandung di
dalam kulit buah manggis adalah zat warna mordan dengan ketahanan luntur warna yang baik.
Abstract
In this experiment we explored the possibility of using the extract from the skin of mangosteen,
which is usually regarded food waste, as textile dye. The skin of mangosteen has been known and
used for quite a long time in the leather industry, and is regarded potential for textile dye because
it contains tannin, which is widely known as one of chemical base for dyes. We used the extract to
dye cotton, polyester, acrylic and nylon by exhaust method which is subsequently followed by an
aftertreatment for each of the dyeing process. It gives good coloration to each type of fiber with
colors ranging from yellow to brown. Qualitative analysis shows that the extract from mangosteen
skin has the properties of acid mordant dyes. We suggest that the good coloration results from
polar hydroxy groups of tannin having the capability to form metal complex These groups form
mordant with metals during the aftertreatment, which also improves its washing fastness as well as
enriches its color depending upon the metal used in that particular process.
1 PENDAHULUAN
Kulit buah manggis merupakan
cangkang yang dibuang oleh orang. Sejauh
ini pemanfaatan kulit buah manggis hanya
untuk penyamakan kulit. Pada percobaan ini
akan dicoba pemanfaatan yang lebih jauh,
yaitu dengan menggunakannya sebagai zat
warna alam. Berdasarkan kandungan
kimianya, kulit buah manggis memiliki tanin
yang merupakan bahan dasar pembuatan zat
warna.
Percobaan yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui dan menganalisa kandungan kulit
buah manggis yang dapat diaplikasikan untuk
mewarnai bahan tekstil dan mengidentifikasinya
sebagai suatu jenis zat warna.
50
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karakteristik Manggis
Manggis (Garcinia Mangostana L)
diduga berasal dari asia Tenggara terutama di wilayah Indonesia dan dikenal dunia barat
sejak awal tahun 1631. Tanaman ini ditemu-
kan tumbuh liar pada lokasi dan tanah yang
berbeda-beda (Yacob dan Tindall, 1995).
Ukuran tebal kulit buah manggis
mencapai proporsi 1/3 bagian dari buahnya.
Kulit buah manggis sering digunakan
sebagai bahan pembuat cat anti karat dan cat
untuk melapisi kayu dinding. Selain itu kulit
buah manggis juga digunakan sebagai bahan
penyamak kulit.
2.2 Kandungan Kimia
Kulit buah manggis banyak
mengandung pektin, tanin katekin, rosin dan
mangostin. Secara kimia terdapat dua jenis
utama tanin yang tersebar tidak merata dalam
dunia tumbuhan. Tanin-terkondensasi dan
tanin-terhidrolisis. Penggolongan tanin ini
terdapat pada Tabel 14-1.
Tanin yang terdapat pada kulit buah
manggis adalah tanin yang terdiri dari
katekin (flavan-3,4-diol) yang tergolong
♣ Istilah leukoantosianidin (atau leukoantosianin) dahulu dipakai secara luas untuk tanin ini, tetapi sekarang
penggunaannya terbatas pada flavan –3,4-diol monomer yang
tidak mempunyai kerja tanin.
proantosianidin. Tanin ini dapat bereaksi dengan
ion logam menimbulkan warna.
3 PERCOBAAN
Kain yang digunakan dalam percobaan ini
adalah kain kapas, poliester, poliakrilat dan
poliamida. Urutan proses yang dilakukan pada
saat percobaan adalah sebagai berikut:
Menentukan kadar air kulit buah manggis
↓
ekstraksi kulit buah manggis
↓
pencelupan cara perendaman tanpa dan dengan iring (60 menit, suhu 70 – 800C)
↓
Pengujian
(identifikasi zat warna bubuk, pengukuran %R dan K/S, pengujian tahan luntur warna terhadap gosokan dan pen-
cucian)
4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Identifikasi Zat Warna Bubuk
Pada identifikasi zat warna bubuk terlihat
bahwa ekstrak kulit buah manggis ternyata
teridentifkasi untuk zat warna asam. Pada
pencelupan dengan ekstraksi kulit buah
manggis, semua bahan dapat dicelup dengan
baik oleh ekstraksi dan dengan penambahan
beberapa macam iring warna yang dihasilkan
Tabel 14-1. Penggolongan tanin tumbuhan
Tata nama Struktur Jangka bobot
molekul Endapan protein
Tanin-terkondensasi
Proantosianidin♣
(atau flavolan)
Oligomer katekin dan flavan-3,4-diol
1000 – 3000
++++
Tanin terhidrolisikan
Galotani
Elagitanin
Ester asam galat dan glukosa
Ester asam heksahidroksi di fenat
1000 – 1500
1000 – 3000
+++++
+++++
Prototanin
Prazat tanin
Katekin (dan galokatekin)
Flavan-3,4-diol
200 – 600
±
Sumber: J. B. Harborne, 1984, 103
51
cenderung berbeda-beda dengan variasi
warna dari kuning hingga coklat.
Hasil pencelupan yang berbeda-beda
dan identifikasi zat warna memperlihatkan
bahwa kandungan kulit buah manggis yaitu
salah satunya tanin yang dapat dijadikan dasar untuk dijadikan zat warna. Tanin
katekin dengan struktur kimia berupa flavan-
3,4-diol dapat bereaksi dengan serat untuk
mewarnainya. Tanin memiliki gugus
hidroksi sebagai gugus polar yang apabila
dalam medium air dapat mengion dan
menjadikan tanin bersifat sedikit reaktif.
Apabila logam ditambahkan ke dalam
larutan ekstraksi maka logam akan
membentuk ikatan ionik dengan gugus
hidroksi dari tanin membentuk senyawa
mordan.
Tabel 14-2. Hasil identifikasi zat warna pada ekstrak
kulit buah manggis
No Identifikasi zat warna
Hasil Bahan
1 Zat warna dispersi −−−− Rayon asetat
2 Zat warna belerang −−−−
3 Zat warna basa −−−− Akrilat
4 Zat warna asam + Wol
5 Zat warna direk −−−− Kapas
6 Zat warna naftol AS −−−− Kapas
Proses mordan tergantung pada kenyataan
bahwa sejumlah elemen logam dapat berfungsi
sebagai penerima (akseptor) terhadap pemberi
elektron (donor) untuk membentuk ikatan
karbonat (semi polar). Di dalam ikatan kovalen, setiap partisipan menghasilkan satu elektron,
tetapi ikatan koordinat bergantung pada satu
atom lebih pasangan elektron bebas kepada
akseptor yang mempunyai lintasan kosong
(Isminingsih et al., 1979, hal. 99).
Teridentifikasinya ekstrak dengan
pengujian zat warna asam menunjukkan bahwa
tanin yang dikandung memiliki gugus polar dan
pada pencelupan dengan serat protein tanin akan
bereaksi dengan gugus amina membentuk
ikatan-ikatan garam. Selain itu tanin akan
bereaksi dengan protein membentuk kopolimer
mantap yang tidak larut dalam air (reaksi
penyamakan) (J. B. Harborne, 1984, hal. 102).
Oleh sebab itu pada identifikasi zat warna
terlihat adanya zat warna asam.
4.2 Analisa Spektrofotometri Pada Bahan
Hasil analisa spektrofotometri
menunjukkan bahwa pengerjaan dengan iring
memberikan nilai K/S yang lebih besar
dibandingkan dengan tanpa iring. Dengan
adanya logam, terjadi penguatan atau
penambahan daya penetrasi dari tanin untuk
dapat masuk ke dalam serat dan mengadakan
ikatan ionik dengan serat. Sebagaimana
dijelaskan di atas bahwa tanin memiliki gugus
hidroksi sebagai gugus polar yang apabila dalam
medium air dapat mengion dan menjadikan
02468
10121416
K/S
putih tanpa
iring
tawas kromat garam
naftol
besi
Metode celup
kapas
polyester
akrilat
poliamida
Gambar 14-1. Hubungan K/S dengan metoda celup pada berbagai bahan
52
tanin bersifat sedikit reaktif. Apabila logam
ditambahkan ke dalam larutan ekstraksi
maka logam akan membentuk ikatan ionik
dengan gugus hidroksi dari tanin membentuk
senyawa mordan.
Hasil pengukuran %R dan K/S memperlihatkan bahwa hasil terbaik untuk
bahan kapas diperoleh pada pengerjaan iring
dengan besi (Gambar 14-1)
4.3 Ketahanan Luntur Warna
Tabel 14-3 Ketahanan gosok dan cuci hasil celupan
ekstrak kulit manggis dengan berbagai pengerjaan iring
Gosokan
Kering Basah Pencucian
Pengujian
Metode
Staining scale
Staining scale
Staining scale
Grey scale
Tanpa iring 4 4 4 4
Tawas 4 4 4 4-5
Kromat 4 4-5 4 4-5
Garam naftol
4 4 4-5
Besi 4 4-5 4 4-5
Dilihat dari data pengujian ketahanan luntur warna terlihat bahwa pencelupan
dengan menggunakan ekstrak kulit buah
manggis memiliki tahan luntur warna yang
baik. Ini membuktikan bahwa kandungan
yang terdapat pada kulit buah manggis dapat
digunakan sebagai zat warna alam.
Hal ini dapat disebabkan oleh tanin
yang berikatan dengan serat. Ikatan yang terjadi dapat berupa ikavalen kovalen, ikatan
ionik, ikatan hidrogen, atau ikatan van der
Walls. Ikatan-ikatan ini menyebabkan serat
terwarnai secara permanen.
5 KESIMPULAN
Setelah melakukan percobaan, pengujian dan analisa dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut :
Kulit buah manggis dapat mewarnai bahan
tekstil secara permanen sehingga dapat
digunakan sebagai zat warna alam.
Zat warna yang terkandung dalam kulit
buah manggis adalah zat warna mordan.
Hasil dari pewarnaan dengan kulit buah
manggis memiliki ketahanan luntur yang baik.
Ucapan Terima Kasih
Kepada dosen dan asisten kimia zat warna,
rekan-rekan kuliah, perpustakaan dan seluruh
pihak yang terkait terima kasih atas bantuan,
dorongan, dan dukungannya,
DAFTAR PUSTAKA
Rasyid Jufri, et. al. "Teknologi Pengelantangan,
Pencelupan, dan Pencapan." Bandung: Institut
Teknologi Tekstil, 1976.
Estiti B. Hidajat. "Morfologi Pertumbuhan Bunga
dan Buah Pada Mangostin (Garcinia Mangostana
L)."
Rahmat Rukmana. "Budidaya Manggis."
Yogyakarta: Kanisius, 1995.
Isminingsih G. et. al. "Pengantar Kimia Zat Warna."
Bandung: Institut Teknologi Tekstil, 1979.
J. B. Harborne. "Metode Fitokimia Penuntun Cara
Modern Menganalisis Tumbuhan." Bandung: ITB,
1984.
"www.dweckdata.com/published/Natural_ingredients
_forcoloring_and_styling.htm."
www.idionline.org / obat-obat tradisional / Garcinia
Mangostana L.
53
15 MIRABILIS JALAPA L , PEMANFAATAN DAN
PENGEMBANGANNYA UNTUK ZAT WARNA ALAM
Indri Eka Putri, Noerlina, Prihartini
Mahasiswa Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil
Laboratorium Kimia Fisika Tekstil
Jl. Jakarta No. 31, Bandung 40272, Telp.: 022 7272580
Abstrak
Kembang pukul empat (Mirabilis Jalapa L) merupakan tumbuhan semak semusim dengan tinggi
50-80 cm. Daunnya mengandung zat-zat kimia seperti saponin, flavonoida dan tannin yang dapat
menghasilkan warna alam. Flavonoida merupakan kelompok flavonol turunan senyawa benzena
yang dapat digunakan sebagai senyawa dasar zat warna alam. Pada percobaan ini ekstraksi dari
daun kembang pukul empat dibuat menjadi bubuk dan digunakan untuk mencelup kapas, nilon,
poliester dan akrilat. Proses pencelupan dilakukan dengan cara perendaman selama 1 jam pada
suhu mendidih diikuti dengan proses iring menggunakan FeSO4, garam kuning, tawas, dan kalium
bikromat selama 15 menit pada suhu 80 0C. Hasilnya terjadi penodaan pada kain kapas dan
poliester sedangkan kain nilon dan akrilat terwarnai dengan kuat. Pengujian terhadap hasil celup
memperlihatkan ketahanan luntur yang baik terhadap pencucian dan gosokan. Identifikasi zat
warna menunjukkan hasil ekstrak dari daun kembang pukul empat tergolong ke dalam zat warna
asam.
Abstract
“Kembang pukul empat” or Mirabilis Jalapa L is a seasonal small plant (bush), 50-80 cm high. Its
leaves contain saponin, flavonoida and tannin which is very useful as source for natural dyes.
Flavonoida, especially flavonol, is one of benzene derivatives that can be used to dye textile
material. We used the extract from the leaves of “kembang pukul empat” to dye cotton, nilon,
poliester, and acrylic to study its dyeing properties. Cloth of cotton, nilon, poliester and acrylic
were immersed in the extract solution at boiling temperature for 1 hour, and was subsequently
aftertreated with FeSO4, salt yellow, alum, and potassium bichromate at 80 0C for 15 minutes.
Cotton and poliester is slightly stained whereas nilon and acrylic is highly coloured. The dyeing
shows good washing as well as good rubbing fastness. The dye identification shows that the dye
obtained from the extract of Mirabilis Jalapa L belongs to the acid dyes group. We also obtained
some powder out of the extract.
1 PENDAHULUAN
Mirabilis Jalapa L atau yang biasa
dikenal dengan kembang pukul empat
merupakan tanaman yang tumbuh di habitat
semak sehingga tanaman ini tidak
berdayaguna seperti jenis bunga lainnya,
misalnya mawar atau melati yang dapat
dimanfaatkan untuk parfum ataupun tanaman hias yang memiliki nilai jual yang tinggi.
Tanaman ini memiliki daun tunggal segitiga
dengan panjang 5-8 cm, lebar 5-10 cm
dengan ujung yang meruncing, pangkal
tumpul, tepi rata, tulang daun menyirip dan
warna hijau keputihan. Daunnya
mengandung saponin, flavonoida dan tanin.
Dari kandungan kimianya maka kemungkinan daun Mirabilis Jalapa L dapat
mewarnai bahan tekstil, karena flavonoida
terutama kelompok flavonol merupakan turunan
dari senyawa benzena dan merupakan senyawa
aromatik yang dapat digunakan sebagai senyawa
dasar zat warna.
Pada percobaan ini kami akan menganalisa daun kembang pukul empat sebagi zat warna
alam atau hanya sebagai pigmen warna saja.
Maksud dan tujuan percobaan ini adalah
memanfaatkan dan mengembangkan daun
kembang pukul empat yang tadinya merupakan
tanaman yang tidak berdaya guna menjadi
berdaya guna karena mempunyai kemampuan
untuk mewarnai bahan sebagai zat warna asam,
54
sehingga dapat menambah dan memperkaya
jenis-jenis zat warna alam yang ada.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Struktur dasar flavonoid dapat diubah
sedemikian rupa sehingga terdapat lebih
banyak ikatan rangkap yang menyebabkan
senyawa tersebut menyerap cahaya tampak
dan ini membuatnya berwarna.1
O1
2
4
6
7
8
5
2' 3'
4'
5'6'
BA
Gambar 15-1. Struktur dasar flavonoida
Garis tebal yang mengelilingi cincin B
dan tiga karbon cincin tengah menunjukkan
bagian flavonoid yang berasal dari lintasan
asam siklamat. Cincin A dan oksigen bagian
tengah berasal seluruhnya dari unit asetat
yang disediakan oleh asetil Ko A. Gugus
hidroksil hampir seluruhnya terdapat di
flavonoid, khususnya pada cincin B di posisi
3’ dan 4’ atau di posisi 5 dan 7 pada cincin
A atau pada posisi 3 cincin tengah. Gugus
hidroksil ini merupakan tempat menem-
pelnya berbagai gula yang meningkatkan
kelarutan flavonoid dalam air. 2
O
OH
OH
OH
3
7
5
3'
4'
5'
BA
Gambar 15-2. Struktur dasar antosianin (ion flavinium)
Ada tiga kelompok flavonoid yang amat
menarik perhatian dalam fisiologi tumbuhan
yaitu antosianin, flavonol, dan flavon.
Antosianin adalah pigmen berwarna merah, ungu, dan biru. Warna antosianin pertama-
tama bergantung pada gugus pengganti yang
terdapat dicincin B. Kedua, antosianin sering
berhubungan dengan flavon atau flavonol
yang menyebabkan warnanya mejadi lebih
biru. Ketiga, antosianin berhubungan satu
sama lain, khususnya pada konsentrasi tinggi dan ini dapat menyebabkan efek kemerahan
1,2 Salisbury, B. Frank & Ross, W. Cleon. Fisiologi
Tumbuhan jilid 2. ITB. Bandung. 1995
atau kebiruan, bergantung pada antosianin dan
pH vakuola tempat mereka terhimpun.
Pada posisi 3 selalu terglikosilasi oleh
glukosa, galaktosa, ramnosa, xilosa-glukosa,
ramnosa-glukosa atau glukosa-glukosa. Pada
posisi 5 kadang terglikosilasi oleh glukosa sedangkan posisi 7 hampir tidak pernah
terglikosilasi.
Flavonol dan flavon berhubungan dekat
dengan antosianin, tapi berbeda dalam hal
struktur cincin tengah yang mengandung
oksigen. Sebagian besar flavon atau flavonol
merupakan pigmen berwarna kekuningan atau gading . Molekul flavon dan flavonol juga terse-
bar luas didaun.
Gambar 15-3. Flavon (a) dan flavonol (b)
Cahaya, khususnya pada panjang
gelombang biru dapat meningkatkan
pembentukan flavonoid yang juga dapat meningkatkan resistensi tanaman terhadap
radiasi UV.
3 PERCOBAAN
3.1 Pembuatan Zat Warna Bubuk
Daun Kembang pukul empat (Mirabilis Jalapa L ) ditimbang sebanyak 1,5 kg, lalu
dimasukkan ke dalam air sebanyak 15 liter, dan
dididihkan sampai terbentuk larutan ektraksi.
Larutan tersebut selanjutnya disusutkan hingga
sepertiga bagian, kemudian ditiriskan, disaring
dan dikeringkan filtratnya dalam oven hingga
terbentuk bubuk zat warna, kemudian
distabilkan dalam eksikator.
O
O
BA
(a)
O
OH
O
BA
55
3.2 Pencelupan
Bahan dicelup dengan larutan ekstrak
dengan perbandingan larutan (liquor ratio)
1:30 pada suhu mendidih selama 1 jam,
selanjutnya dilakukan pengerjaan iring
dengan FeSO4 , garam kuning, tawas dan kalium bikromat. Kain hasil pencelupan
selanjutnya dibilas, dicuci panas dan dicuci
dingin, lalu disabun sebelum akhirnya dibilas
dan dikeringkan.
3.3 Alat dan Bahan
Bahan baku utama yang digunakan
adalah daun kembang pukul empat dengan
FeSO4 , garam kuning, tawas dan kalium
bikromat untuk pengerjaan iring. Bahan
tekstil terdiri dari kain kapas, poliester, nilon,
dan akrilat. Disamping itu juga digunakan
kain rajut multifiber (rayon, nilon dan
poliakrilat).
3.4 Identifikasi Zat Warna dan Pengu-jian Ketahanan Luntur
Identifikasi zat warna dilakukan menurut standar AATCC untuk mengetahui
jenis dan golongan zat warna yang dihasilkan
dari ekstrak daun Kembang Pukul Empat.
Pengujian ketahanan luntur warna dilakukan
menurut SII 0115-75 (gosokan) dan SII 011-
75 (pencucian).
3.5 Analisa Spektrofotometri
Untuk mengetahui daya celup ekstrak
daun Kembang Pukul Empat maka dilakukan
analisa spektrofotometri yang melibatkan
pengukuran reflektansi dan nilai K/S hasil
pencelupan.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pencelupan
Identifikasi zat warna yang dilakukan
terhadap bubuk yang diperoleh dari ekstrak
daun kembang pukul empat memperlihatkan
kemungkinan zat warna tergolong sebagai
zat warna asam, karena pada pengujian
didapat hasil pencelupan wol tua dalam
larutan asam asetat. Pencelupan dengan
ekstraksi daun kembang pukul empat pada
kain nilon dan akrilat setelah iring dan tanpa
iring mewarnai kain dan warnanya mengarah
ke hijau, sedangkan untuk kain poliester dan
kapas dengan kerja iring dan tanpa iring hanya
menodai kain dan warnanya mengarah ke abu-
abu.
Mekanisme utama dalam pencelupan serat
nilon adalah pembentukan ikatan garam dengan gugusan amino dalam serat. Ikatan yang
mungkin terjadi antara zat warna dengan serat
adalah ikatan elektrovalen (ionik). Di dalam
larutan, gugus amina dan karboksilat pada nilon
akan terionisasi. Bila kedalamnya ditambahkan
suatu asam, maka ion hidrogen asam langsung
berikatan dengan ion karboksilat pada nilon
sehingga terjadi gugusan ion ammonium bebas
yang memungkinkan terbentuk ikatan ionik
dengan zat warna.
Zat warna daun kembang pukul empat
dapat dipandang sebagai senyawa asam lemah,
ionisasi zat warna dalam air cenderung
bermuatan negatif. Dengan penambahan asam pada uji zat warna bubuk terbukti bahwa
penyerapan zat warna terhadap serat lebih besar.
4.2 Hasil Uji Tahan Luntur Zat Warna terhadap Gosokan
Ketahanan luntur zat warna terhadap
gosokan basah mempunyai nilai yang lebih
rendah dibandingkan dengan gosokan kering.
Hal ini disebabkan karena dengan adanya
medium air maka molekul zat warna akan ikut
terbawa oleh air, atau dapat dikatakan di sini ter-
jadi proses imbibisi. Selain itu air juga menyebabkan penggembungan pada serat
sehingga molekul zat warna akan lebih mudah
keluar saat penggosokan.
Tabel 15-1. Ketahanan gosok hasil celupan daun kembang
pukul empat dengan berbagai pengerjaan iring.
Nilai penodaan Bahan Nilon
Kering Basah
Tanpa iring 4-5 3-4
Iring FeSO4 4 3-4
Iring garam kuning 4-5 4
Iring tawas 4 4
Iring K2Cr 2O4 4-5 3-4
Nilai penodaan yang diperoleh baik unuk
gosokan kering maupun basah dengan berbagai
macam iring menunjukkan hasil yang baik.
56
4.3 Hasil Uji Tahan Luntur Zat Warna terhadap Pencucian
Nilai ketahanan luntur zat warna terhadap
pencucian dengan sabun netral untuk kain
nilon mempunyai nilai rata-rata yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kain kapas. Hal ini disebabkan karena adanya ikatan
elektrovalen yang terjadi antara zat warna
dengan serat nilon, dimana ikatan tersebut
jauh lebih kuat bila dibandingkan dengan
ikatan hidrogen atau gaya-gaya Van der
Waals pada serat kapas.
Tabel 15-2. Ketahanan luntur terhadap pencucian hasil
celupan ekstrak daun kembang pukul empat dengan
berbagai pengerjaan iring
Nilai penodaan Bahan Nilon
Kapas Nilon
Tanpa iring 4-5 3-4
Iring FeSO4 4-5 4
Iring garam kuning 4-5 3
Iring tawas 4 3-4
Iring K2Cr 2O4 4 4
4.4 Analisa Spektrofotometri
Hasil uji spektrofotometri pada panjang
gelombang maksimum 400 nm
menunjukkan harga K/S kain nilon yang
tercelup dengan iring tawas yaitu 5,2724. Ini
berarti zat warna yng terserap kedalam kain nilon pada pencelupan dengan iring tawas
lebih banyak, hal itu mungkin terjadi karena
molekul zat warna yang berikatan dengan
logam Al dari tawas di dalam serat lebih
besar sehingga zat warna tidak keluar lagi
pada saat proses pencucian.
Tabel 15-3. Pengaruh pengerjaan iring terhadap nilai
ketuaan warna hasil celupan daun kembang pukul
empat
Bahan Nilon Nilai K/S
Tanpa Iring 2,9204
Iring FeSO4 2,9644
Iring garam kuning 3,4504
Iring tawas 5,2724
Iring kalium bikromat 3,0084
5 KESIMPULAN DAN PENUTUP
Dari hasil percobaan dan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Identifikasi zw bubuk menunjukkan zw
yang terkandung pada daun kembang
pukul empat adalah zat warna asam
dengan konsentrasi 0,0015 g/l.
2. Zat warna dari daun kembang pukul
empat dapat digunakan untuk mencelup
akrilat dan nilon, tapi nilon memiliki
K/S zat warna yang lebih tinggi
daripada akrilat. Warna yang dihasilkan
mengarah ke warna hijau.
3. Nilai penodaan pada uji tahan gosok
kain nilon yang tercelup pada keadaan
kering lebih besar daripada saat
basahnya dan penodaan pada uji tahan
cucinya memiliki nilai rata-rata yang
lebih besar dari kain kapas.
Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya
ditujukan kepada Ibu Ida Nuramdhani, S.Si.T. dan Bapak Mohamad Widodo, AT, M.Tech atas
bimbingan dan dukungannya serta kepada
teman-teman sekalian atas dukungan dan ker-
jasamanya.
DAFTAR PUSTAKA
J. B. Harborne. "Metode Fitokimia Penuntun Cara
Modern Menganalisis Tumbuhan." Bandung: ITB,
1984.
Widayat, et al. "Serat-serat Tekstil." Bandung:
Institut Teknologi Tekstil, 1973.
Handy Setiawan. "Suatu Studi Mengenai
Kemungkinan Pencelupan Kain Kapas Dan Nilon
Dengan Zat Warna Alam Hasil Ekstraksi Kulit
Bawang Merah." Bandung: STTT, 1986.
Nono Chariono Ch. "Pedoman Praktikum
Pencelupan IV Pengukuran Warna dan Percampuran
Warna." Bandung: STTT,
B. Frank Salisbury & W. Cleon Ross. "Fisiologi
Tumbuhan 2." Bandung: ITB, 1995.
57
16 PEMBUATAN SABUN CAIR DENGAN BAHAN DASAR ALKIL
BENZENA SULFONAT
Arif Wibisana dan Budiyono Mahasiswa Jurusan Kimia Tekstil
Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil
Jl. Jakarta No. 31 Bandung 40272
Telp. 022 7272580
Fax 022 7271694
1 PENDAHULUAN
Penggunaan sabun dalam kehidupan
sehari-hari sudah tidak asing lagi, terutama
sesuai dengan fungsi utamanya, yaitu sebagai
pencuci. Berbagai jenis sabun ditawarkan
oleh produsen untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat mulai dari sabun cuci (krim dan
bubuk), sabun mandi (padat dan cair), sabun
tangan (cair), serta sabun pembersih
peralatan rumah tangga (cair dan krim).
Membuat sabun sebetulnya bukanlah
suatu pekerjaan yang terlalu sulit untuk
dilakukan karena selain mudah
pengerjaannya, biaya pembuatannya pun
relatif murah dengan bahan-bahan yang
mudah pula didapat. Mengingat hal tersebut
dan perannya yang begitu penting dalam
kehidupan masyarakat sehari-hari membuat
sabun sendiri dapat dipandang sebagai suatu
kegiatan ekonomi yang bisa cukup
menguntungkan, baik untuk penghematan
maupun untuk menambah penghasilan bila
dikelola dengan baik dalam bentuk industri rumah tangga.
2 PENGGOLONGAN SABUN
Ditinjau dari bahan dasarnya sabun
dapat digolongkan ke dalam dua kelompok
besar, yaitu:
1) Sabun yang dibuat dari asam lemak dan
logam yang digaramkan. Logam yang
digunakan biasanya dari jenis logam
alkali, misalnya natrium dan kalium.
Jenis sabun yang dihasilkan di antaranya
adalah sabun mandi padat dan krim.
2) Sabun yang dibuat dari bahan dasar zat
aktif permukaan (ZAP). Jenis ZAP yang
digunakan biasnya dari jenis anionik dan
menghasilkan sabun dalam bentuk cair.
Makalah ini akan menjelaskan cara
pembuatan sabun dari golongan yang kedua,
yaitu dari zat aktif permukaan. Zat aktif
permukaan adalah suatu zat yang dapat
mengubah tegangan permukaan suatu
larutan. Sifat-sifat khusus ZAP adalah
pembasahan, daya busa, dan daya emulsi.
Zat aktif permukaan anionik adalah zat
aktif permukaan yang akan terionisai dan
membawa muatan negatif bila dilarutkan
dalam air. Salah satu contohnya adalah alkil
benzena sulfonat.
Senyawa ini memiliki rantai lurus
panjang yang bercabang dan dibuat dengan
mereaksikan parafin dengan benzena.
Beberapa sifatnya yang terpenting adalah :
− tahan sadah karena tidak mengandung
gugus karboksilat dan
− tahan asam maupun alkali.
Sebagai contoh misalnya alkil benzo natrium
sulfonat.
3 PENCUCIAN
Pencucian adalah proses membersihkan
suatu permukaan benda padat dengan
bantuan larutan pencuci melalui suatu proses
kimia-fisika yang disebut deterjensi. Sifat utama dari kerja deterjensi adalah
membasahi permukaan yang kotor kemudian
melepaskan kotoran. Pembasahan berarti
penurunan tegangan permukaan dan antar
muka padatan-cair. Pencucian atau
penglepasan kotoran berlangsung dengan
jalan mendispersikan dan mengemulsi kotoran, lalu dengan bantuan aksi mekanik
58
kotoran menjadi terlepas dari permukaan
benda padat. Kotoran padat dapat melekat
karena adanya pengaruh: ikatan minyak,
gaya listrik statik, dan ikatan hidrogen.
Penambahan sedikit alkali membantu
daya deterjensi dari sabun, tetapi dapat mendorong terjadinya hidrolisa. Alkali
digunakan untuk menjaga pH larutan.
Deterjen cair biasanya menggunakan bahan
pelarut organik sebagai pelengkap dan
penambah daya deterjensi dan diperlukan
untuk kotoran-kotoran yang sulit dihilangkan
atau berlemak.
4 ZAT PEMBANTU DAN PENGISI
Dalam pembuatan sabun peran zat pembantu
dan pengisi sangat besar karena akan sangat
menentukan mutu dan kenampakan sabun
yang akan dijual. Zat-zat yang biasa
digunakan adalah:
1) Garam, berfungsi sebagai pengental.
Semakin banyak jumlah garam yang
ditambahkan ke dalam larutan persiapan
sabun maka sabun yang dihasilkan akan
semakin kental.
2) Alkali, pengatur pH larutan sabun dan
penambah daya deterjensi.
3) Zat pemberi busa, untuk meningkatkan
daya busa. Adanya busa menjamin hasil
pencucian yang bersih, sebab tanpa busa kemungkinan besar sabun telah
mengendap sebagai sabun kalsium atau
sabun tidak larut lainnya.
4) EDTA, sebagai pengikat logam sadah
dan pengawet.
5) Pewangi, untuk memberikan aroma
tertentu sesuai selera dan meningkatkan
daya tarik serta daya jual sabun.
6) Zat warna, memberi warna pada sabun
agar mempunyai penampilan menarik.
5 PEMBUATAN SABUN
5.1 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah alat-
alat sederhana seperti: piala gelas atau wadah
apapun yang dapat digunakan untuk
mencampur larutan persiapan sabun asalkan
bersih, alat timbangan, pengaduk, dan wadah
untuk mengemas sabun yang dihasilkan
(botol-botol).
Bahan yang digunakan adalah:
1) Alkil benzena sulfonat (ABS)
2) Soda kostik (NaOH)
3) Zat pemberi busa (Texapon)
4) Garam dapur (NaCl)
5) Zat warna direk
6) EDTA
7) Pewangi: Jasmine, Blueberry, Lemon,
Rose
5.2 Cara Kerja
5.2.1 Sabun Pencuci Cair
Resep
Larutan induk : 67%
Zat pembusa : 7%
Garam dapur : 1%
Zat warna : secukupnya
Pewangi : 0,5%
Air : 24,5%
Total 100%
Larutan induk
ABS : 24%
Soda kostik : 6%
Air : 70%
Total 100%
Cara Kerja
1) Mula-mula larutan induk disiapkan
sebanyak 1000 ml. 240 ml larutan ABS
dimasukkan ke dalam 700 ml air sambil
diaduk-aduk, lalu ditambahkan ke
dalamnya larutan soda kostik sebanyak
60 ml. Pengadukan dilanjutkan hingga
diperoleh larutan homogen.
2) Untuk membuat sabun mula-mula zat
warna dimasukkan ke dalam air sesuai
dengan resep yang telah ditetapkan dan
diaduk hingga terlarut sempurna.
3) Selanjutnya ke dalam larutan zat warna
ditambahkan berturut-turut zat pembusa,
garam dapur, larutan induk, dan pewangi
59
sambil terus diaduk-aduk hingga
diperoleh larutan homogen.
5.2.2 Sabun Tangan Cair
Resep
ABS : 9%
Zat pembusa : 2%
Garam dapur : 20%
EDTA : 0,4% Zat warna : secukupnya
Pewangi : 0,5%
Air : 24,5%
Total 100%
Cara Kerja
1) Mula-mula zat warna dimasukkan ke
dalam air dan diaduk-aduk hingga
terlarut sempurna.
2) Berikutnya ke dalam larutan tadi
ditambahkan berturut-turut EDTA, ABS,
zat pembusa, garam dapur, dan pewangi
sesuai resep yang telah ditentukan sambil
selalu diaduk pelahan hingga diperoleh
larutan homogen.
6 HASIL DAN DISKUSI
Beberapa hal yang dapat dikemukakan
dari hasil pembuatan sabun sebagaimana
diterangkan di atas adalah bahwa
penggunaan ABS ternyata kurang
memberikan hasil yang memuaskan karena
ABS memiliki warna dasar (coklat) yang
mengganggu penampilan warna sabun yang dihasilkan. Disamping itu, penggunaan ABS
juga kurang baik ditinjau dari aspek
pelestarian lingkungan karena senyawa ini
sulit didegradasi oleh alam sehingga akan
tinggal dan menumpuk di badan-badan
sungai menimbulkan pencemaran
lingkungan. Sebagai gantinya bisa digunakan
lauril alkil sulfonat (LAS) yang lebih mudah
dibiodegradasi.
Pengujian pH memperlihatkan bahwa
sabun yang dihasilkan ternyata memiliki pH
asam, padahal sabun seharusnya bersifat
alkalis. Untuk memperbaikinya perlu
penambahan alkali atau larutan induk.
Terlepas dari kekurangan-kekurangan
tersebut hasil percobaan telah menunjukkan
bahwa membuat sabun tidak sesulit yang
dibayangkan. Bahan-bahannya pun relatif
mudah didapat dan murah. Dengan
menggunakan bahan dasar yang lebih ramah
lingkungan dan sedikit modifikasi resep untuk mendapatkan sifat dan kenampakan
yang diinginkan, membuat sabun cair baik
untuk cuci pakaian maupun cuci tangan
sangat mungkin untuk dilakukan pada skala
rumahtangga sebagai usaha penghematan
maupun industri rumahtangga untuk
menambah penghasilan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Surfactants: A Comprehensive Guide. 1983
1st ed. Japan: Kao Corp.
2. Fujimoto, T. 1981. New Introduction to
Surface Active Agents. Japan: Sanyo
Chemical Industries, Ltd.
3. Haerani, Dian. 2002. "Perbandingan Hasil
Pencucian Menggunakan Larutan
Sabun dan Natrium Hidrosulfit
dengan Larutan Sabun Tanpa
Natrium Hidrosulfit pada Hasil
Pencelupan Poliakrilat dengan Zat
Warna Kationik." Sekolah Tinggi
Teknologi Tekstil.
4. Tamzil, Panji Ahmad. 1975. "Pengaruh
Pencucian dengan Sabun dan
Deterjen Ditambah Pelemas
Kationik Terhadap Daya Serap Kain
Handuk Kain Kapas." Institut
Teknologi Tekstil.
61
17 APLIKASI NANOTEKNOLOGI DI BIDANG TEKSTIL
Mohamad Widodo
Dosen Teknologi Penyempurnaan
Kepala Laboratorium Pencapan & Penyempurnaan Tekstil
Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil
Jl. Jakarta No. 31 Bandung 40272
Telp. 022 7272580, 08156143538
Fax 022 7271694
email: [email protected]
1 PENDAHULUAN
“The fabrication of textile products is … in
fact, one of the bases of civilization. … textile
production is not just machines and facto-
ries; it is an expression of the artistry of the
designer, the imagination of the scientist, the
adventuring spirit of the entrepreneur, and
the dignity of the craftsman. All of these have
created and powered the slow upward climb
of civilization which we call progress.”
(Smith dan Block, hal. 3)
Menurut laporan yang dikeluarkan oleh
majalah Technical Textile Markets kita saat
ini sedang menghadapi suatu perubahan be-
sar yang mengawali lahirnya era baru setelah
Era Informasi. Perubahan tersebut meru-
pakan hasil konvergensi perkembangan
teknologi di empat bidang kunci: teknologi
informasi, bioteknologi, teknik manufaktur
berskala nano (molecular nanotechnology),
dan teknologi pembuatan bahan-bahan baru
dari sumber-sumber berkelanjutan (sustain-
able resources). Dari keempat bidang terse-
but nanoteknologi-lah yang membuat per-
ubahan tersebut bersifat revolusioner. Dam-
paknya diyakini sangat luas dan mempenga-
ruhi perkembangan teknologi selanjutnya,
termasuk teknologi dan industri tekstil.
Istilah nanoteknologi mungkin terde-
ngar agak asing atau barangkali lebih tepat-
nya terdengar baru dalam ranah perbincang-
an tekstil pada umumnya. Apalagi kebanyak-
an artikel mengenai teknologi baru ini lebih
banyak membicarakan aplikasinya pada
bidang teknologi informasi dan bioteknologi, meskipun kemungkinan mengenai bidang
aplikasinya sebetulnya telah dikenali sejak
awal hampir tanpa batas (virtually limitless).
Padahal, percaya atau tidak, produk tekstil
yang memanfaatkan teknologi nano sudah
hadir sejak beberapa waktu lalu, setidaknya
pada sekitar akhir tahun 90-an. Salah satunya
adalah Nano-Care
.
Sama halnya seperti Sanforized, Nano-
Care adalah sebuah nama yang dipatenkan
yang menyatakan suatu produk tekstil telah
dikerjakan dengan suatu bahan kimia yang
disiapkan melalui teknologi nano sehingga
memiliki sifat tolak air dan tolak minyak
(dan tahan kotor) permanen. Pemilik paten
teknologi ini adalah Nano-Tex, anak perusa-
haan Burlington Industries di Amerika Seri-
kat. Contoh lainnya adalah kain poliester
berdayaserap tinggi yang diproduksi perusa-
haan Jepang, Kanebo Ltd. Daya serap serat
poliester meningkat 30 kali lipat setelah
permukaannya diberi lapisan film khusus
yang disiapkan dengan teknologi nano de-
ngan ketebalan puluhan nanometer.
Satu nanometer kira-kira seukuran de-ngan tiga hingga empat buah atom, dan
nanoteknologi biasanya merujuk pada
wilayah 1 – 100 nm (1 nm = 10-9 m). Pada
wilayah ini elektron menunjukkan perilaku
spesifik yang berbeda dari perilakunya pada
wilayah makro (bulk material);
nanoteknologi diarahkan untuk mengatur dan mengendalikan perilalu tersebut.
Lalu apakah sebetulnya nanoteknologi
itu? Bagaimana wujud teknologinya dan ba-
gaimana pula kemungkinan ruang aplikasi-
nya di bidang tekstil ? Bagian selanjutnya
dari tulisan ini akan menjelaskan konsep
teknologi nano dan aplikasinya di bidang tekstil, baik yang sudah ada saat ini maupun
kemungkinan-kemungkinan perkembangan
aplikasinya di masa depan.
62
2 TERMINOLOGI, DEFINISI DAN
KONSEP
Nanoteknologi secara literal dan seder-
hana dapat dipahami sebagai teknologi yang
bekerja pada skala nano, yaitu skala atom dan molekul,
“…the ability to do things on the scale
of atoms and molecules.”
Secara konsep, nanoteknologi didefinisikan
sebagai teknologi yang memungkinkan ken-
dali struktural tiga-dimensi secara penuh atas
bahan, proses dan alat (devices) pada skala
atom. Artinya, teknologi ini memungkinkan orang untuk membuat suatu produk dengan
sifat apapun yang diinginkan melalui penga-
turan struktur bahan pada skala atom. Oleh
sebab itu, nanoteknologi sering juga dipa-
hami sebagai teknologi untuk proses “manu-
faktur molekuler” (molecular manufactur-
ing).
Perbedaan antara nanoteknologi mole-
kuler dengan kimia larutan terletak pada ba-
gaimana reaksi kimia berlangsung pada
masing-masing sistem. Pada kimia larutan
reaksi kimia berlangsung melalui suatu
proses statistik dimana molekul-molekul
bertumbukan satu sama lain dalam suatu gerakan perpindahan yang arah maupun ori-
entasinya bersifat acak. Dengan
nanoteknologi molekuler orientasi dan lin-
tasan masing-masing molekul dapat diran-
cang dan diatur sedemikian rupa hingga
reaksi dapat berlangsung di tiap tempat spe-
sifik yang diinginkan melalui suatu pengen-
dalian yang terprogram, dan dengan
demikian reaksi kimia dapat berlangsung
lebih cepat dan akurat.
Teknologi ini merupakan bidang teknologi baru yang masih berkembang dan
bersifat interdisiplin hasil kombinasi prinsip-
prinsip fisika dan kimia molekuler dengan
prinsip-prinsip rancangan mekanik, analisa
struktur, ilmu komputer, teknik listrik, dan
teknik sistem. Proses manufaktur semacam
ini akan memerlukan banyak sekali subsis-
tem elektro-mekanik berskala molekul yang
bekerja paralel dan menggunakan zat-zat
kimia seperti biasa ditemukan pada proses-
proses kimia umumnya.
Semua benda yang ada di sekeliling kita
terusun atas atom, dan sifat-sifatnya sangat
ditentukan oleh bagaimana atom-atom tersebut tersusun. Mengubah susunan atom
berarti mengubah sifat benda yang ber-
sangkutan, dan ini mirip dengan bermain
susun-bangun dengan LEGO. Bayangkan
betapa sulitnya bermain LEGO
dengan ta-
ngan terbungkus sarung tinju; kehadiran
teknologi nano ibaratnya memberi kita kebe-
basan untuk melepas sarung tinju tersebut sehingga dengan leluasa kita dapat melepas
dan menyusun kembali balok-balok LEGO
sekemauan kita untuk mendapatkan bentuk
bangun yang berbeda dan baru. Terkait erat
dengan ilustrasi barusan adalah apa yang
Tabel 17-1. Perbandingan komponen dan fungsi biomolekuler dengan skala makro
Device Function Molecular example(s)
Struts, beams, casings Transmit force, hold positions Microtubules, cellulose
Cables Transmit tension Collagen
Fasteners, glue Connect parts Intermolecular forces
Solenoids, actuators Move things Conformation-changing proteins, actin/myosin
Motors Turn shafts Flagellar motor
Drive shafts Transmit torque Bacterial flagella
Bearings Support moving parts Sigma bonds
Containers Hold fluids Vesicles
Pumps Move fluids Flagella, membrane proteins
Conveyor belts Move components RNA moved by fixed ribosome (partial analogue)
Clamps Hold workpieces Enzymatic binding sites
Tools Modify workpieces Metallic complexes, functional groups
Production lines Construct devices Enzyme systems, ribosomes
Numerical control systems Store and read programs Genetic system
Sumber: http://www.salsgiver.com/people/forrest/refs.html#ref2
63
lazim disebut positional assembly, yaitu
suatu konsep mengenai penyusunan atom
yang pada gilirannya memerlukan peralatan
robotik1 berukuran dan dengan ketelitian
molekuler. Peralatan tersebut memiliki tugas dan fungsi memanipulasi dan memindahkan
atom maupun molekul sesuai dengan sifat
yang diinginkan pada suatu produk. Tabel
17-1 memperlihatkan kemiripan bentuk dan
fungsi mekanik antara sistem biologi mole-
kuler dan sistem tradisional skala makro.
Nampak disini, dilihat dari fungsinya, be-
berapa bentuk kehidupan ternyata lebih
menyerupai robot daripada makhluk hidup
seperti yang kita pahami selama ini.
Konsep lain yang sama pentingnya pada
proses manufaktur molekuler adalah self-
replication, yaitu suatu konsep mengenai
sistem yang dapat memperbanyak dirinya
sendiri dan dapat pula membuat produk-pro-
duk lain selain dirinya. Tanpa konsep ini
biaya manufaktur molekuler akan menjadi
sangat mahal.
Selama ini kita mengenal tiga sistem
fase dimana reaksi kimia biasanya berlang-
sung: sistem fase-cair, -padat, dan –gas.
Nanoteknologi molekuler bekerja di dalam
suatu lingkungan yang disebut fase-mesin
(machine-phase), yaitu suatu sistem fase di-
mana semua atom yang terdapat di dalamnya
mengikuti suatu lintasan yang telah ditetap-
kan dalam keadaan terkendali penuh (dalam
batasan yang dimungkinkan oleh eksitasi termal). Dalam lingkungan seperti itu reaksi
kimia dapat berlangsung tanpa reaksi sam-
ping yang tidak diinginkan dan tidak ada
kontaminasi sehingga reaksi kimia dapat
berlangsung lebih akurat dan cepat.
Konsep nanoteknologi menjanjikan
keleluasaan hampir tanpa batas untuk
berkreasi menciptakan bahan-bahan maupun
produk-produk baru. Disamping itu,
nanoteknologi juga menawarkan pendekatan
baru yang lebih efisien dan efektif dalam
memperbaiki sifat bahan. Uraian pada bagian
selanjutnya akan menjelaskan beberapa ke-
mungkinan dan contoh mengenai hal tersebut khusus untuk bidang tekstil.
1 A robot is a machine which is programmed to automatically
perform a number of mechanical tasks (Collins Cobuild
English Language Dictionary, 1987).
3 NANOTEKNOLOGI DALAM INDUSTRI
TEKSTIL
3.1 Bahan Tekstil Berkekuatan Tinggi
Bila dikaji lebih dalam bahan yang kita
buat sebetulnya penuh dengan cacat pada
berbagai skala:
1) pada tingkat intramolekuler atau intra-
granular, cacat tersebut bisa berupa hi-
langnya satu atom dari suatu molekul
atau butir kristal, atom menempati posisi yang tidak diinginkan (salah tempat),
atau bisa juga tertukar (tersubstitusi) oleh
atom lain yang tidak diharapkan,
2) pada tingkat intermolekuler (atau inter-
granular), molekul-molekul yang ber-
dekatan tidak dapat saling bersejajaran;
kontaminasi oleh atom, molekul, atau
film yang tidak diinginkan pada wilayah
batas intermolekul,
3) pada skala mikro, klaster molekul beru-
kuran besar (seperti serat) tidak berseja-
jaran secara tepat, dan
4) pada skala makro, berupa sobekan mikro
(microtears), lubang, dan retakan yang
tampak mata.
Cacat-cacat tersebut mempengaruhi unjuk kerja dan sifat bahan secara keseluruhan.
Perhitungan atas sifat teoritik kristal
sempurna memperlihatkan bahwa bila bahan
logam dan keramik dapat dibuat dari kristal
murni dan sempurna kekuatannya akan ber-
lipat 10 hingga 50 kalinya, bahkan 100 ka-
linya. Jelas sangat banyak keuntungan yang bisa diperoleh bila kita dapat membuat bahan
semacam itu.
Kekuatan adalah syarat utama yang ha-
rus dipenuhi bahan tekstil untuk keperluan
industri. Salah satu pendekatan yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan kemampuan
bahan tekstil industri melalui pemanfaatan nanoteknologi adalah dengan memberi
struktur pendukung berupa deretan panjang
molekul karbin (carbyne) yang dicangkok-
kan pada serat konvensional sebagai penguat.
Karbin adalah senyawa karbon berantai lurus
panjang yang berikatan ganda dua dan tiga
secara bergantian, dan memiliki kekuatan sangat tinggi. Jajaran molekul-molekul kar-
64
bin yang tersusun dalam bentuk kristal kubus
memiliki kekuatan tarik sebesar 50 GPa
(giga Pascal). Bandingkan dengan rayon dan
nilon, yang selama ini dikenal sebagai pilih-
an terbaik untuk bahan tekstil industri; masing-masing memiliki kekuatan hanya
sebesar 0,45 dan 0,083 GPa. Molekul karbin
juga memiliki kelenturan yang memadai un-
tuk dipintal menjadi serat. Daya hantar
panasnya pada arah sumbu rantai molekul
sangat tinggi, sehingga panas di satu titik
dapat dengan cepat dibuang dengan cara
disebarkan ke bagian lain dari bahan.
Sebaliknya, daya hantar panasnya bisa sangat
rendah pada arah tegak lurus sumbu rantai
asalkan susunan molekul-molekulnya tidak
terlalu rapat dengan ikatan silang panjang
dan berjarak. Sifatnya yang demikian
memungkinkan karbin dijadikan sebagai
bahan dasar untuk kain anti panas (heat
resistant fabric). Pengaturan susunan
molekul seperti itu sangat dimungkinkan
dengan nanoteknologi molekuler.
Pendekatan lain yang juga sangat
menarik untuk meningkatkan kekuatan bahan
tekstil adalah dengan menghilangkan moda
kegagalan (failure mode) akibat pemisahan
serat dari kumpulan dan puntirannya akibat
tarikan. Caranya dengan menghubungkan
serat-serat pada ujung-ujungnya sehingga
diperoleh suatu kekontinyuan (meski serat-
serat tersebut masih terpuntir dan terkumpul
dengan cara yang sama) dan kekuatan tam-bahan disamping gaya friksi antar serat untuk
melawan gaya tarikan yang dialami bahan
dalam pemakaian. Pengaturan seperti ini
hanya dapat dilakukan melalui
nanoteknologi.
Ini hanya beberapa contoh mengenai
kemungkinan-kemungkinan dan peluang pemanfaatan teknologi nano pada proses
fabrikasi bahan tekstil berkekuatan tinggi.
Nanoteknologi juga dapat dimanfaatkan un-
tuk mendapatkan bahan tekstil dengan sifat
khusus lainnya. Toray Industries, Inc., telah
berhasil membuat bahan tekstil berdaya
serap lebih tinggi daripada kapas melalui
penggunaan serat nilon yang sangat halus
berukuran hanya puluhan nanometer, sekitar
1/100 diameter serat-serat tradisional yang
telah dikenal selama ini.
3.2 Penyempurnaan Tekstil
3.2.1 Pencelupan
Meski belum mencapai tahap komer-
sialisasi teknologi nano juga telah diman-
faatkan untuk memperbaiki daya celup poli-
propilena yang diketahui sangat sulit terwar-
nai dengan baik dengan teknologi yang ada saat ini. Serat polipropilena dipandang
menarik untuk dikembangkan lebih jauh se-
bagai bahan kain jok maupun pakaian karena
kekuatannya sebanding dengan nilon mau-
pun poliester sementara harganya relatif mu-
rah. Salah satu kekurangannya yang utama
adalah daya celupnya yang kurang baik.
Pendekatan tradisional yang selama ini dila-
kukan: kopolimerisasi, polyblending, pen-
cangkokan (grafting), pengerjaan plasma,
maupun penggunaan zat warna khusus, ter-
bukti belum bisa memberikan daya celup
yang memadai ditinjau dari segi teknis dan
aspek ekonomisnya.
Sekelompok peneliti dari University of
Massachussets dan University of Nebraska di
Amerika Serikat menggunakan partikel nano
yang dimodifikasi dengan garam amonium
kuaterner sebagai bahan campuran untuk
membuat bahan polipropilena nanokomposit
(nanoPP).2 Garam tersebut dimaksudkan
untuk memungkinkan reaksi pembentukan
ikatan ionik dengan zat warna asam. NanoPP
juga terbukti dapat tercelup dengan baik
dengan zat warna dispersi.
Pencampuran partikel nano ke dalam
matriks polipropilena dapat dilakukan me-
lalui proses pelelehan atau pelarutan meng-gunakan panas, pelarut organik, dan/atau
pencampuran mekanik (termasuk sonikasi).
Sifat-sifat mekaniknya dilaporkan lebih baik
daripada polipropilena normal. Beberapa
kelebihan dari teknik modifikasi poli-
propilena dengan cara ini adalah biayanya
murah karena partikel nano mudah didapat dan dapat menggunakan peralatan ataupun
2 Dyeable Polypropylene via Nanotechnology; Qinguo Fan,
Samuel C. Ugbolue, Alton R. Wilson, Yassir S. Dar, Yiqi
Yang;
http://www.umassd.edu/engineering/textiles/dyeablePP/index.html
65
mesin-mesin polimerisasi dan ekstrusi yang
sudah ada.
3.2.2 Penyempurnaan Khusus
Penyempurnaan tekstil secara khusus
dapat didefinisikan sebagai pengerjaan bahan
tekstil dengan proses kimia untuk memper-
baiki sifat-sifatnya yang kurang mengun-tungkan dan/atau memberikan sifat-sifat
khusus yang diperlukan untuk tujuan pe-
makaian tertentu secara permanen. Beberapa
contoh klasik misalnya penyempurnaan
tahan-kusut untuk kain-kain selulosa seperti
kapas, penyempurnaan pelemasan dan anti-
statik untuk kain-kain sintetik seperti poli-
ester, penyempurnaan tolak-air untuk kain
jaket, penyempurnaan tahan-kotor dan tahan-
api pada kain-kain jok (upholstery).
Cara yang biasa ditempuh selama ini
adalah mereaksikan serat dengan zat-zat ki-
mia yang umum dikenal sebagai resin atau
zat pengikat-silang (crosslinking agent) yang
bekerja secara eksternal maupun internal.
Pada penyempurnaan tahan kusut misalnya,
prakondensat senyawa N-metilol bekerja
secara internal (dari dalam serat) memper-
baiki ketahanan kusut kapas dengan cara
memberi kestabilan dimensi melalui pem-
bentukan ikatan silang antar rantai molekul
selulosa dan/atau polimerisasi yang mengha-
silkan molekul-molekul berukuran besar
yang mengisi ruang-ruang intermolekuler.
Penyempurnaan pelemasan dan tolak air
pada umumnya bekerja secara eksternal de-
ngan membentuk suatu lapisan film pada
permukaan serat3. Lapisan film tipis yang
terbentuk pada proses pemanasawetan hanya
melapisi permukaan serat dan tidak berikatan
secara kimia, dan karenanya ketahanannya
terhadap pencucian dan gosokan umumnya
tidak sebaik penyempurnaan yang bekerja
secara internal.
3 Valko, Emery I. "Penetration of Fibres." Chemical Aftertreatment of Textiles. Editor H. Mark, Norman S.
Wooding, and Sheldon M. Atlas. New York: Wiley-
Interscience, 1971. 6.
CF3
CF3
CF3
C6F
12C
6F
12C
6F
12
CH
2
CH C
H2
CH C
H2
CH C
H2
CH C
H2
O O O O
O O O O
C6F
12
CF3 F
H
(Sumber: Hall, Michael E. "Finishing of Technical Textiles."
Handbook of Technical Textiles. Editor A. R. Horrocks and S.
C. Anand. Cambridge, England: Woodhead Publishing Ltd.,
2000. 169.)
Gambar 17-1. Ester asam poliakrilat dan heksanol yang
di-perfluoronasi (Scotchgard, 3M Co.).
Senyawa kimia yang biasa digunakan
untuk penyempurnaan tolak-air dan tolak-
minyak saat ini umumnya adalah senyawa
berbasis fluorokarbon, yaitu ester dari asam
poliakrilat dan heksanol yang di-perfluori-nasi (Gambar 17-1). Senyawa ini terbagi
atas dua segmen, yaitu segmen fluor (F) yang
memberi sifat tolak-air, tolak-minyak, dan
tahan-kotor, serta segmen hidrofilik (H), se-
hingga diperoleh fungsi ganda soil-resistant
dan soil-release tergantung pada orientasi
kedua segmen tersebut4. Dalam proses pen-
cucian, segmen hidrofilik akan berorientasi
menghadap air sementara segmen fluor
menghadap serat, sehingga daya serap me-
ningkat dan penglepasan-kotoran pun ber-
langsung lebih mudah (soil-release). Sebali-
knya, dalam keadaan kering di udara terbuka segmen fluor akan menghadap keluar dan
mencegah penempelan kotoran-minyak
maupun kotoran-air pada bahan tekstil (soil-
resistant).
Untuk memperbaiki ketahanan cuci ha-
sil penyempurnaan tolak-air dan tolak-mi-
nyak biasa digunakan resin-resin tahan-kusut
dari jenis pengikat-silang, seperti dimetilol dihidroksi etilena urea (DMHEU). Resin ini
akan bekerja menahan penggembungan serat
yang terjadi saat pencucian dan dengan
demikian mengurangi tekanan yang dapat
mengakibatkan sobeknya lapisan film senya-
wa fluorokarbon pada permukaan serat. Penggunaan resin biasanya menambah keka-
4 Smith, Betty.F. dan Ira Block. Textile in Perspective.
Prentice-Hall, Inc. N.J., 1982, hal.301.
66
kuan kain sehingga diperlukan penambahan
pelemas (non-silikon).
(Sumber: http://www.textileindustries.com/Default.htm)
Gambar 17-2. Nano-Care, bulu-bulu berukuran nano
(nano-whiskers) ditempelkan pada tiap helai benang
kapas.
3.2.2.1 Inovasi Teknologi NanoCare®
NanoCare
adalah nama dagang untuk
produk nanoteknologi keluaran Nano-Tex
yang dikembangkan khusus untuk memberi-
kan sifat tolak-air dan tolak-minyak serta
tahan-kotor (soil- atau stain-resistance) per-
manen pada bahan kapas. Pendekatan yang
digunakan untuk mendapatkan efek tersebut
pada prinsipnya sama dengan teknik pe-
nyempurnaan konvensional, yaitu mengubah
sifat permukaan bahan melalui aplikasi kimia
polimer. Teknik pengaplikasiannya pun
sama. Perbedaannya terletak pada bagaimana
perubahan tersebut terjadi dan pada efek
yang dihasilkannya.
Gambar 17-2 memperlihatkan bagai-
mana NanoCare bekerja. Partikel berukuran
nano (nanoparticle), yang tersusun atas
deretan atom dengan konfigurasi tertentu,
ditempelkan secara permanen dan langsung
pada permukaan serat. Partikel-partikel
tersebut berbentuk seperti bulu-bulu halus dan kemungkinan telah didisain sedemikian
rupa hingga ujung yang satu akan mengarah
ke permukaan serat kapas dan selanjutnya
membentuk ikatan kimia dengan rantai
molekul selulosa, sementara ujung lainnya
mengarah ke udara. Dengan cara demikian
bulu-bulu tersebut akan ‘mendarat’ dan me-
nempel permanen secara tegak lurus di atas
permukaan serat kapas. Disamping bentuk
dan orientasinya, partikel-partikel nano
tersebut juga harus didisain agar dapat disus-
pensikan di dalam air sehingga dapat dia-
plikasikan dengan mudah pada kain meng-
gunakan teknologi proses yang sudah ada
saat ini.
Bulu-bulu nanoparticle yang menempel
pada permukaan serat kapas menciptakan
bantalan udara di sekeliling serat yang ber-fungsi menahan air. Besar kemungkinan pula
ujung bulu yang menghadap ke atas tersusun
atas atom-atom yang bersifat menolak air,
sehingga air yang jatuh pada permukaan
serat akan membentuk butiran dan mengge-
linding jatuh. Tekanan hanya dapat mem-
bantu air menerobos celah-celah kain, yaitu
celah-celah yang terdapat di antara susunan
benang dan serat, tapi tidak menyebabkan
pembasahan serat. Artinya, kain yang diker-
jakan dengan teknologi ini masih sangat
memungkinkan terjadinya pertukaran (trans-
port) udara dan air, dan ini sangat penting
artinya bagi kenyamanan pakainya.
Penyempurnaan tolak air konvensional
dengan senyawa fluorokarbon menghasilkan
lapisan film tipis yang bersifat kontinyu di
atas permukaan serat. Lapisan tersebut me-
ngurangi kelenturan dan menghalangi serat
dari tekukan-tekukan sehingga pegangan
kain menjadi lebih kaku. Dalam hal ini, sa-
ngat beralasan untuk menduga kain Nano-
Care® memiliki pegangan lebih lembut
mengingat bahwa bulu-bulu halus yang
menutupi permukaan serat bukan merupakan
suatu kekontinyuan (continuum) sehingga
masih memberi fleksibilitas dan tidak menghalangi serat dari tekukan-tekukan.
Daya tembus udaranya diduga juga lebih
baik daripada hasil penyempurnaan dengan
senyawa fluorokarbon. Sayangnya data tek-
nis mengenai kedua hal ini tidak tersedia.
Ditinjau dari kepermanenan efeknya, maka
NanoCare® menghasilkan efek tolak-air dan
tolak-minyak lebih permanen mengingat
pembentukan ikatan kimia antara bulu-bulu
nanoparticle dan rantai molekul selulosa
pada permukaan serat. Salah satu sumber5
menyebutkan ketahanan cucinya mencapai
30 kali pencucian berulang, sementara hasil
penyempurnaan tolak-air dan tolak-minyak
5 Wawancara dengan perwakilan sebuah perusahaan pakaian
jadi di Indonesia yang sedang dalam tahap trial penggunaan teknologi NanoCare® untuk kain-kain yang akan digunakan
sebagai bahan pakaian jadi pesanan sebuah perusahaan retail
Inggris.
67
biasa pada umumnya hanya mencapai 15 kali
pencucian berulang (tanpa penambahan zat
pengikat-silang).
Kelebihan lain dari teknologi Nano-Tex
untuk penyempurnaan bahan tekstil adalah
bahwa pengerjaannya dapat dilakukan de-ngan teknik-teknik dan mesin-mesin maupun
peralatan penyempurnaan kimia yang ada
saat ini.6 Satu-satunya investasi yang perlu
dilakukan oleh industri tekstil untuk bekerja
dengan teknologi baru ini hanyalah peneli-
tian dan percobaan-percobaan menyangkut
penggunaan produk baru ditinjau dari aspek
teknis dan ekonomisnya. Belum diketahui
bagaimana kompatibilitasnya dengan zat-zat
penyempurnaan lain maupun zat-zat pem-
bantu tekstil pada umumnya.
Konsep dan pendekatan yang sama juga
dapat digunakan untuk mendapatkan efek-
efek penyempurnaan lain seperti peningkatan kenyamanan-pakai dan pegangan seperti ka-
pas pada serat-serat sintetik seperti poliester
dengan tetap mempertahankan keunggulan-
keunggulan yang pada umumnya dimiliki
serat sintetik (kekuatan dan kemudahan
dalam perawatan) (NanoTouch®). Efek
tersebut dapat diperoleh dengan cara men-
cangkokkan suatu struktur-jaring yang dapat
memberi sifat-sifat baik kapas pada permu-
kaan serat sintetik. Ini mirip dengan pe-
nyempurnaan hidrofilik atau anti-statik pada
penyempurnaan konvensional untuk serat-
serat sintetik. Belum jelas apakah perubahan sifat permukaan tersebut disebabkan oleh
perubahan struktur geometri permukaan serat
ataukah secara kimia, atau mungkin juga
kedua-duanya.
3.2.2.2 NanoSphere: Modifikasi Struktur Geometrik Permukaan Serat Pada Skala Nano
Mengubah struktur geometrik permu-
kaan suatu padatan telah sejak lama diketa-
hui dapat mengubah sifat permukaannya dan
interaksinya dengan benda-benda yang
bersinggungan dengannya (padatan, cair,
maupun gas), terutama pada skala molekuler.
Beberapa jenis tertentu dedaunan (misalnya daun talas), cangkang kepik, dan sayap se-
6 www.textileinfo.com
rangga memperlihatkan fenomena alam yang
menakjubkan: mereka selalu dalam keadaan
bersih dan kering meski terkena kotoran dan
tersiram air hujan. Rahasianya terletak pada
struktur geometrik permukaannya yang khas. Ketiganya ternyata memiliki permukaan
yang terstruktur dan sangat kasar, hanya saja
kekasarannya berada pada skala nanometer
sehingga tidak tertangkap mata dan tidak
pula terasa di tangan. Schoeller Textiles
AG7, sebuah perusahaan tekstil Swiss, meng-
gunakan pendekatan yang sama dengan me-
manfaatkan teknologi nano untuk mengha-
silkan efek tolak-air, tahan-kotor, anti-lekat
(anti-adhesive), dan bahkan self-cleaning
pada bahan tekstil. Mereka menyebut hasil
inovasi teknologinya “NanoSphere”.
θ
TLS TS
TL
udara
air
(Sumber: Trotman, hal. 160)
Gambar 17-3. Vektor gaya-gaya yang bekerja pada antarmuka
padatan/udara/air.
Sumber yang ada tidak secara jelas
menerangkan bagaimana teknologi tersebut
bekerja: apakah dengan cara mendeposisikan
suatu lapisan film berstruktur nano (nano-
structured thin film) di atas permukaan serat
ataukah dengan teknik semacam plasma8
untuk mengubah permukaan serat itu sendiri.
Namun demikian, kemungkinan pertama
kelihatannya lebih masuk akal mengingat teknologi plasma masih mengandung be-
berapa kerumitan dalam aplikasi industrinya.
Prinsipnya sederhana. Permukaan kasar
memiliki bidang kontak lebih kecil daripada
permukaan yang halus dan rata, sehingga
semakin kecil bidang kontak berarti semakin
7 Swiss Textile Company Wins Award for Self-Cleaning
'NanoSphere' Finish. Web Page. URL:
http://www.smalltimes.com/document_display.cfm?document
_id=3124. 19 February 2004. 8 Kain ditempatkan pada suatu medan listrik di dalam ruang hampa bertekanan tinggi berisi gas tertentu, misalnya argon
dan nitrogen, dan ditembak dengan ion-ion yang dihasilkan
oleh medan listrik, dalam hal ini Ar+.
68
kecil pula interaksi antara tetesan air dan
permukaan padatan. Ini berarti pula semakin
kecil gaya tegangan permukaan padatan yang
bekerja pada tetesan air sehingga tegangan
permukaan air menjadi lebih dominan dan hasilnya air akan lebih mudah membentuk
butiran (ini diikuti dengan naiknya tegangan
antar-muka padatan-cairan). Padatan dengan
sifat seperti itu akan sukar terbasahi sehingga
air yang jatuh di atas permukaannya akan
segera membentuk butiran dan menggelincir
lepas dengan membawa partikel kotoran
yang sempat menempel di sana. Gambar 5-1
memperlihatkan hubungan antara tegangan
permukaan padatan (TS), tegangan permu-
kaan cairan (TL), dan tegangan antarmuka
padatan-cairan (TLS). Hubungan tersebut se-
cara matematik dapat dijelaskan dengan per-
samaan Young sebagai berikut:
θcosLLSS TTT += Pers. 17.1
Kekasaran yang dimaksud harus
memiliki dimensi cukup kecil sehingga
molekul air dan partikel kotoran tidak terpe-rangkap di dalam strukur kekasaran dan
justeru mempermudah pembasahan dan
mempersulit penghilangan kotoran. Di
sinilah peran teknologi nano. Menarik pula
untuk dicatat bahwa pendekatan yang sama
juga dapat diaplikasikan untuk cat mobil atau
cat tembok. Permukaan badan mobil atau
tembok yang dilapisi cat dengan teknologi
baru ini akan bersih dengan sendirinya bila
tersiram air hujan.
4 SMART-FABRIC
Baik NanoCare® maupun NanoSphere
baru merupakan awal dari pemanfaatan
teknologi nano pada bidang tekstil. Beberapa
gagasan masa depan mengenai pemanfaatan teknologi akan membawa perubahan lebih
radikal dimana komputer, sensor, dan mesin-
mesin berskala mikro maupun nano diinte-
grasikan pada bahan tekstil:9
Pompa dan pipa-pipa fleksibel berukuran
mikro untuk transpor medium pendingin
maupun pemanas ke bagian-bagian pakaian yang memerlukannya.
9 Forrest, David R.
Bahan aktif dan terprogram (active and pro-
grammable material). Ide dasarnya adalah
membuat suatu bahan yang tersusun atas
unit-unit sel berukuran kecil yang dihubung-
kan satu sama lain dengan baut-baut mole-kuler. Dengan bantuan motor elektrostatic
berukuran kecil serangkaian komputer akan
mengarahkan kerja baut-baut tersebut dan
mengatur jarak antar sel, dan dengan
memilih baut mana yang akan mengencang-
kan dan mengendurkan maka bentuk bahan
akan dapat diatur mengikuti kebutuhan pe-
makainya. Bila perubahan bentuk tersebut
dapat diatur sedemikian rupa hingga berlang-
sung sangat cepat maka suatu bahan yang
dikenal bersifat kaku akan dapat dibuat ber-
perilaku seperti kain dan bahkan mengikuti
secara tepat bentuk tubuh dan gerakan pe-
makai bila dilengkapi dengan serangkaian
sensor yang dapat mendeteksi secara dini
arah gerakan; bila sambungan antar sel
dilepaskan sementara maka bahan tersebut
akan bersifat luwes seperti sehelai kain pada
umumnya. Sebaliknya, kain yang biasanya
dikenal sebagai bahan yang bersifat luwes dapat dibuat menjadi kaku mengikuti suatu
bentuk tertentu dengan cara mengencangkan
baut-baut antar sel pada bagian-bagian ter-
tentu dari kain. Dengan konsep ini hampir
tidak ada lagi batasan antara bahan tekstil
kain dan bahan lainnya.
Self-cleaning fabric: Peralatan robot
yang kerjanya mirip dengan rayap secara berkala akan mengikis kotoran yang menem-
pel pada permukaan serat dan suatu peralatan
yang mirip dengan ban-berjalan akan mem-
bawa kotoran tersebut ke suatu tempat
penampungan.
Self-repairing fabric: Sobekan pada ba-
han akan mengakibatkan terputusnya sinyal yang seharusnya diterima oleh sensor dan
menghasilkan respon untuk tindakan
perbaikan berupa pengiriman “kru” robot ke
bagian yang tersobek; diskontinyuitas pada
bahan juga dapat dideteksi oleh sensor ber-
dasarkan nilai input yang membandingkan
nilai tegangan yang dialami kain dengan ba-
tas maksimum kekuatannya.
Self-shaping fabric: Kain dengan ke-
mampuan seperti ini akan mengembalikan
bentuk kain di sekitar sobekan kepada
keadaannya semula sebelum terjadi kerusak-
69
an dan menutup lubang atau celah yang
ditinggalkannya hingga perbaikan memung-
kinkan untuk dilakukan.
Intelligent knee-sleeve:10
Intelligent
Polymer Research Institute dan Biomedical
Science di Universitas Wollongong beker-jasama dengan CSIRO Textiles and Fibre
Technology (masing-masing adalah lembaga
pendidikan tinggi dan lembaga penelitian
terkemuka di Australia) telah mengembang-
kan suatu pembungkus lutut yang biasa dike-
nakan para atlet dengan fungsi dan kemam-
puan khusus sebagai alat berlatih untuk me-
lakukan gerakan-gerakan yang aman, efisien
dan efektif. Pembungkus tersebut dilapisi
dengan bahan polimer konduktif dan dileng-
kapi serangkaian sensor yang dapat mende-
teksi perubahan bentuknya. Pembungkus
akan mengeluarkan bunyi bila tekukan lutut
ada pada posisi terbaik.
SOFTswitch11 adalah sebuah perusahaan
di Inggris yang mengkhusukan kegiatannya
pada pengembangan kain dengan teknologi
peka sentuhan dan interaktif. Dengan me-
manfaatkan nanoteknologi suatu bahan teks-
til dimungkinkan untuk berfungsi sebagai
antarmuka pengendali berbagai macam pe-
rangkat elektronik menggantikan tombol-
tombol atau saklar yang biasa kita kenal,
keypads, dan keyboards. Kemungkinan a-
plikasinya bisa berupa sebuah jaket yang
berhubungan dengan telepon seluler, remote
control televisi yang “dijahitkan” pada le-ngan kursi, atau bisa juga saklar lampu pe-
nerangan rumah yang ditanamkan pada kain
tirai atau karpet.
5 PERKEMBANGAN NANOTEKNOLOGI
Publikasi mengenai pengajuan paten
yang dikeluarkan oleh sebuah kantor pener-
bitan hak paten dapat dijadikan sebagai alat
untuk mengukur trend atau perkembangan teknologi di suatu bidang tertentu, termasuk
nanoteknologi. Mengamati perkembangan
suatu teknologi dapat memberi gambaran
mengenai peluang kegiatan-kegiatan peneli-
10 Disarikan dari: Macey, M. 2002, "Smart outfit has everything sewn up", The Sydney Morning
Herald, 20 Feb 2002. 11 http://www.softswitch.co.uk/SOFTswitchAbout.html
tian maupun eksplorasi berikutnya dan untuk
kepentingan perlindungan paten.
Jumlah paten di bidang nanoteknologi
yang dikeluarkan oleh U.S. Patent and
Trademark Office (USPTO) memperlihatkan
peningkatan sebesar 600% selama 5 tahun terakhir sejak 1997 hingga 2002, yaitu dari
370 menjadi 2.650.12 Angka tersebut masing-
masing mewakili 0.3% dan 2.0% dari jumlah
total paten.
Sekitar 90% pemohon berasal dari peru-
sahaan-perusahaan swasta, 7% dari univer-
sitas atau perguruan tinggi, sementara si-sanya sebesar 3% berasal badan-badan pe-
merintah dan lembaga-lembaga atau pusat-
pusat penelitian independen. Jumlah per-
mohonan paten untuk penemuan proses dan
produk yang memanfaatkan nanoteknologi
kurang lebih sama besar. Kebanyakan meru-
pakan penyempurnaan dari teknologi yang sudah ada. Namun demikian ada juga se-
jumlah cukup besar penemuan yang betul-
betul revolusioner, bersifat terobosan.
Sayangnya informasi yang ada tidak
menunjukkan berapa banyak dan meliputi
apa saja paten yang sudah diterbitkan untuk
aplikasi nanoteknologi di bidang tekstil. Salah satu contoh menarik yang dapat dike-
mukakan di sini adalah paten USPTO No.
2003/0013369 tentang pemanfaatan
nanoteknologi untuk membuat bahan tekstil
yang memiliki kemampuan untuk melepas-
kan wewangian, biosida, dan anti-jamur se-
cara terkendali melalui pembentukan ikatan
kovalen antara serat tekstil dengan partikel
nano yang bersifat “textile reactive” (sumber
tidak menjelaskan apa yang dimaksud de-
ngan “textile reactive” di sini).
6 PENUTUP
Nanoteknologi merupakan teknologi
baru yang masih berkembang dan membuka
peluang besar untuk eksplorasi mengenai pemanfaatannya di masa depan, termasuk di
bidang tekstil. Beberapa contoh yang diberi-
kan di muka mengenai aplikasi
nanoteknologi dan kemungkinan-
kemungkinan pengembangannya baru meru-
12 Patent Trends in Nanotechnology. 2003. Web Page. URL:
http://townsend.lawoffice.com. 19 February 2004.
70
pakan awal dari suatu perubahan besar yang
sedang terjadi dalam teknologi dan industri
tekstil. Penguasaan teknologi baru pada
umumnya, minimal dalam hal peman-
faatannya, merupakan modal sangat penting untuk meningkatkan daya saing global suatu
industri, dalam hal ini nanoteknologi dan
industri tekstil.
Sebagian orang menyebut industri teks-
til Indonesia sebagai “sunset industry”, yaitu
industri yang sedang tenggelam karena tidak
memiliki prospek masa depan. Tapi pada
dasarnya semua industri sebetulnya akan
menghadapi hal yang sama bila tidak ada
upaya sungguh-sungguh untuk revitalisasi
melalui inovasi-inovasi teknologi, penataan
manajemen, dan yang terpenting pengem-
bangan sumber daya manusia. Kutipan di
awal tulisan ini mengatakan bahwa industri
tekstil merupakan salah satu batu pondasi
peradaban manusia. Artinya, industri tekstil
ikut membentuk peradaban manusia dan
pada gilirannya juga sangat dipengaruhi oleh
kemajuan peradaban yang direpresentasikan
dalam bentuk perkembangan-perkembangan
teknologi. Jadi, sangat salah untuk meman-
dang industri tekstil sebagai industri yang
tidak memiliki prospek masa depan, terlebih
bila diingat bahwa kegiatannya berkaitan erat
dan langsung dengan kebutuhan dasar manu-
sia, yaitu sandang, baik untuk perlindungan
ataupun untuk memenuhi rasa estetik manu-
sia. Sunset atau rising tergantung pada ba-gaimana kita memandang dan memperlaku-
kannya, dan industri tekstil sangat se-
layaknya untuk dipandang sebagai highly
potential sustainable industry. Sejarah
perkembangan teknologi dan industri tekstil
seharusnya telah mengajarkan itu dengan
sangat jelas. Negara-negara industri besar
mengawali industrinya dengan industri teks-
til, dan bahkan hingga kini pun mereka ma-
sih menekuninya hanya saja pada “anak-
tangga” kegiatan industri yang jauh lebih
tinggi. Kisah di balik sukses NanoCare® dan
Nano-Tex memberi gambaran sangat jelas
bagaimana perkembangan teknologi di
bidang yang semula kelihatannya kurang
relevan dapat dimanfaatkan untuk mening-
katkan daya saing.
Aplikasi nanoteknologi telah mengubah
pandangan tradisional mengenai tekstil seba-
gai bahan sandang dan juga membuka ba-
nyak kemungkinan mengenai wilayah baru
penggunaan bahan tekstil. Peluang untuk
modifikasi struktur bahan tekstil (serat) un-
tuk memperbaiki mutu hasil suatu penger-jaan tertentu, baik secara fisika maupun ki-
mia, juga terbuka lebih lebar. Teknologi
nano juga akan sangat mempengaruhi
perkembangan teknologi proses yang ber-
kaitan dengan proses industri tekstil, misal-
nya penghilangan warna air limbah proses
pencelupan secara fotokimia dengan partikel
nano titanium dioksida. Jelas sudah
nanoteknologi telah membuka era baru bagi
teknologi dan industri tekstil.
Lalu bagaimana dengan industri tekstil
Indonesia ? Siapkah kita memasuki era baru
tersebut ? Tentu kita siap bila hanya menjadi
technology user. Akan tetapi dibutuhkan le-
bih dari sekedar mampu menggunakan atau
memanfaatkan untuk bisa bertahan, lalu
tumbuh dan berkembang. Revitalisasi indus-
tri tekstil seharusnya memberi perhatian le-
bih besar pada pengembangan sumber daya
manusia di bidang tekstil, yaitu sumber daya
manusia yang memiliki kemampuan meng-
imbangi perkembangan dan mengembangkan
teknologi untuk pembangunan yang berke-
lanjutan. Ini dibarengi dengan penataan
kembali industri tekstil dan produk tekstil
serta program-program penelitian terpadu
yang bersifat mendasar (basic) maupun
terapan (applied) yang diarahkan untuk mempertajam daya saing dan meningkatkan
kemampuan menghadapi perubahan yang
berlangsung semakin cepat.
Catatan: Penyebutan nama dagang dalam
makalah ini semata-mata untuk kemudahan
perujukan dalam memberikan contoh me-
ngenai perkembangan nanoteknologi di
bidang tekstil dan bukan merupakan bagian
dari promosi ataupun kecenderungan penulis
kepada suatu produk tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
1. "Japan Shows Increasing Interest in
Auxiliaries Utilizing Nanotech-
nology." Web page, [accessed 19
71
February 2004]. Available at
www.textileinfo.com.
2. 2003. "Patent Trends in Nanotechnology."
Web page, [accessed 19 February
2004]. Available at
http://townsend.lawoffice.com.
3. "Swiss Textile Company Wins Award for
Self-cleaning 'NanoSphere' Fi-
nish." Web page, [accessed 19
February 2004]. Available at
http://www.smalltimes.com/docu
ment_display.cfm?document_id=
3124.
4. Fan, Qinguo, Samuel C. Ugbolue, Alton R.
Wilson, Yassir S. Dar, and Yiqi
Yang . 2002. "Dyeable Polypro-
pylene via Nanotechnology."
Web page, [accessed 19 February
2004]. Available at
http://www.umassd.edu/engineeri
ng/textiles/dyeablePP/index.html.
5. Forrest, David R. 1995. "The Future Im-
pact of Molecular Nanotechnolo-
gy on Textile Technology and on
the Textile Industry." Web page,
[accessed 19 February 2004].
Available at
http://www.salsgiver.com/people/
forrest/refs.html#ref2.
6. Hall, Michael E. 2000. Finishing of
Technical Textiles. Handbook of
Technical Textiles. Editor A. R.
Horrocks, and S. C. Anand, 169.
Cambridge, England: Woodhead
Publishing Ltd.
7. Rodie, Janet Bealer, Assistant Editor.
2004. "Like Water Rolling Off a
Ducks Back." Web page, [ac-
cessed 19 February 2004]. Avail-
able at
http://www.textileindustries.com/
Default.htm.
8. Smith, Betty F., and Ira Block. 1982. Tex-
tiles in Perspective. Englewood
Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall,
Inc.
9. Trotman, E. R. 1990. Dyeing and Chemi-
cal Technology of Textile Fibres.
6th ed. London: Edward Arnold.
10. Valko, Emery I. 1971. Penetration of Fi-
bres. Chemical Aftertreatment of
Textiles. Editor H. Mark, Norman
S. Wooding, and Sheldon M.
Atlas, 6. New York: Wiley-Inter-
science.