TESIS PENENTUAN INTERVAL WAKTU PERAWATAN PENCEGAHAN …
Transcript of TESIS PENENTUAN INTERVAL WAKTU PERAWATAN PENCEGAHAN …
i
TESIS – PM 147501
PENENTUAN INTERVAL WAKTU PERAWATAN
PENCEGAHAN PADA PERALATAN GAS
COMPRESSION SYSTEM DI PT PERTAMINA HULU
ENERGI
EKWAN HARDIYANTO
NRP. 9115201703
DOSEN PEMBIMBING
Ir. Bobby Oedy P. Soepangkat, M.Sc., Ph.D.
DEPARTEMEN MANAJEMEN TEKNOLOGI
BIDANG KEAHLIAN MANAJEMEN INDUSTRI
FAKULTAS BISNIS DAN MANAJEMEN TEKNOLOGI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2017
iii
PENENTUAN INTERVAL WAKTU PERAWATAN
PENCEGAHAN PADA PERALATAN GAS COMPRESSION
SYSTEM DI PT PERTAMINA HULU ENERGI
Nama : Ekwan Hardiyanto
NRP : 9115201703
Pembimbing : Ir. Bobby Oedy P. Soepangkat, M.Sc., Ph.D.
ABSTRAK
PT Pertamina Hulu Energi (PHE) saat ini mengelola lapangan Offshore
North West Java (ONWJ). Lapangan tersebut telah beroperasi sejak tahun 1971
sampai sekarang, sehingga peralatan yang digunakan sudah relatif tua. Salah satu
metode pengangkatan minyak di lapangan tersebut adalah dengan menggunakan
metode gas lift. Metode ini memanfaatkan tekanan gas yang dihasilkan oleh Gas
Compression System (GCS). Gas bertekanan tersebut diinjeksikan ke dalam annulus
(ruang antara tubing dan casing) dan kemudian ke dalam tubing produksi. Unit GCS
memiliki 5 sistem utama, yaitu suction and discharge scrubber, turbin gas,
kompresor, interstage cooler dan support and others. Data kegagalan yang diperoleh
menunjukkan bahwa kelima bagian tersebut memiliki komponen-komponen dengan
tingkat kegagalan yang tinggi. Oleh karena itu, sebagai langkah awal akan ditentukan
interval waktu perawatan pencegahan (Tp) dari kelima bagian unit GCS dengan laju
biaya perawatan pencegahan yang minimum, dan juga mampu menghasilkan
keandalan (R) dan ketersediaan (A) yang memenuhi persyaratan perusahaan.
Ada tiga langkah yang ditempuh untuk menentukan Tp yang optimum.
Langkah pertama adalah melakukan pengumpulan, pengolahan, penentuan distribusi
dan parameter dari data waktu antar kegagalan (TBF) dan waktu perbaikan (TTR).
Langkah berikutnya adalah melakukan iterasi waktu operasi (Ti) dan Tp untuk
menentukan laju biaya perawatan minimum, keandalan dan ketersediaan. Iterasi ini
diterapkan untuk setiap bagian utama dari GCS yang tersusun secara seri. Tp dengan
laju biaya pemeliharaan terendah ditetapkan Tp optimum.
Dari penelitian ini diperoleh nilai Tp, R dan A yang bervariasi pada masing-
masing sistem dengan laju biaya sebesar USD 612.339/day. Nilai optimum Tp pada
sistem suction & discharge scrubber adalah 400 jam, dengan R dan A sebesar 0.972
dan 0.99. Nilai optmum Tp pada sistem kompresor sebesar 1200 jam, dengan R dan A
sebesar 0.974 dan 0.994. Nilai optimum Tp untuk sistem turbin gas (engine) sebesar
1600 jam, dan nilai R dan A sebesar 0.975 dan 0.987. Nilai optimum Tp pada sistem
fin fan cooler sebesar 220 jam dengan nilai R dan A sebesar 0.997 dan 0.97, dan pada
sistem support and others diperoleh nilai Tp sebesar 2000 jam dengan nilai R dan A
sebesar 0.994 dan 0.96.
Kata kunci: interval waktu perawatan pencegahan, keandalan, ketersediaan, laju
biaya perawatan pencegahan.
iv
Halaman ini sengaja dikosongkan
v
DETERMINATION OF PREVENTIVE MAINTENANCE TIME
INTERVAL OF GAS COMPRESSION SYSTEM EQUIPMENT AT
PERTAMINA HULU ENERGI
By : Ekwan Hardiyanto
Student Identity Number : 9115201703
Supervisor : Ir. Bobby Oedy P. Soepangkat, M.Sc., Ph.D.
ABSTRACT
PT. Pertamina Hulu Energi (PHE) is working on Offshore North West Java
(ONWJ) block. It has been operating since 1971 until now, so it can be said that the
equipments are relatively old. One of the methods to lift the crude oil from this field
is by using gas lift. This method exploits the gas pressure which produced by Gas
Compression System (GCS). This compressed gas is injected into annulus (space
between tubing and casing) then inserted to tubing production. This high compressed
gas causing the aeration process which impacted to the decreasing of fluid weight in
tubing column production. This process causing pressure at reservoir that can push
the fluid from well to production facility on the surface. GCS has 5 main parts, they
are suction & discharge scrubber, gas turbine, compressor, interstage cooler and
support & others. From the downtime data taken, those five parts have components
with high failing rate. By those explained reason, this research is aimed to determine
the time interval for preventive maintenance (Tp) for those five parts with minimum
maintenance cost, reliability and availability value set by the company.
There were three steps to determine the optimum Tp. The first step was
collected data and obtain the best distributuion of time between failures (TBF) and
time to repair (TTR). The second step was to iterate the operating time (Ti) and Tp to
determine the minimum preventive maintenance cost rate, reliability and availability.
This iteration was applied to parts of GCS that prosseses a series system. Tp at the
lowest rate of preventive maintenance costs was an optimum Tp.
The optimum Tp for suction & discharge scrubber is 400 hours with
reliability and availability is 0.972 and 0.99. The optimum Tp for compressor is 1200
hours with reliability and availability is 0.974 and 0.994. The optimum Tp for gas
turbine is 1600 hours with reliability and availability is 0.975 and 0.987. The optimum
Tp for fin fan cooler is 220 hours with reliability and availability is 0.997 and 0.97.
The optimum Tp for support and others is 2000 hours with reliability and availability
is 0.994 and 0.96.
Keywords: reliability, avaibility, preventive maintainance cost rate, and preventive
maintenance time interval.
vi
Halaman ini sengaja dikosongkan
vii
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT, atas segala limpahan
rahmat dan hidayahnya, penulis dapat menyelesaikan tesis ini sesuai dengan harapan.
Tesis ini disusun guna memenuhi persyaratan kelulusan akademis bagi Mahasiswa
Strata-2 (S2) pada Program Studi Magister Manajemen Teknologi bidang keahlian
Manajemen Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.
Tentunya juga tesis ini tidak akan pernah terwujud tanpa adanya bantuan
dari berbagai pihak yang meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk
terselesaikannya proses penyelesaian tesis ini. Saya ucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Ir. Bobby Oedy P. Soepangkat, M.Sc., Ph.D, selaku dosen pembimbing atas
waktu, ide, pengarahan, kesabaran, serta bimbingan selama pengerjaan tesis.
2. Dr. Ir. Mokh. Suef, MSc(Eng), selaku ketua program studi MMT-ITS.
3. PT. Pertamina Hulu Energi yang telah membantu dalam pengumpulan data
kerusakan komponen pada Gas Compression System.
4. Bapak, ibu dan istri atas doa, perhatian, nasehat, dorongan yang selalu diberikan
selama ini, serta pengertiannya dalam memberikan dukungan moril tak terhingga,
terutama di masa-masa sulit.
5. Terima kasih secara khusus kepada teman-teman seperjuangan di Program Studi
MMT-ITS kelas kerja sama Pertamina Hulu Energi angkatan 2015.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kata sempurna. Penulis
berharap bahwa penelitian ini dapat menjadi acuan untuk melakukan penelitian lebih
lanjut. Segala kritik dan saran sangat diharapkan oleh penulis demi kesempurnaan
tesis ini dikemudian hari.
Surabaya, Juli 2017
Penulis
viii
Halaman ini sengaja dikosongkan
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... i
ABSTRAK ....................................................................................................... iii
ABSTRACT ...................................................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xv
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Perumusan Masalah ................................................................................ 8
1.2.1 Batasan Penelitian ....................................................................... 8
1.2.2 Asumsi-asumsi ............................................................................ 9
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................... 9
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................. 9
1.5 Sistematika Penulisan Laporan ............................................................. 10
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 11
2.1 Konsep Dasar Perawatan ...................................................................... 11
2.2 Jenis Perawatan..................................................................................... 11
2.2.1 Perawatan Pencegahan (Preventive Maintenance) ............................... 12
2.2.2 Perawatan Perbaikan (Corrective Maintenance) .................................. 13
2.3 Konsep-Konsep Perawatan ................................................................... 13
2.3.1 Konsep Breakdown dan Downtime ........................................... 13
2.3.2 Konsep Keandalan (Reliabliity) ................................................ 15
2.3.3 Konsep Keterawatan (Maintainability) ........................................ 17
2.4 Pemodelan Keandalan Sistem .............................................................. 17
2.4.1 Sistem Seri ................................................................................ 17
2.4.2 Sistem Paralel ........................................................................... 18
2.4.3 Sistem Paralel dengan m Sukses dari n Unit ............................ 19
x
2.4.4 Kombinasi Seri dan Paralel ....................................................... 19
2.5 Laju Kegagalan ..................................................................................... 19
2.6 Mean Time Between Failure (MTBF) .................................................. 20
2.7 Mean Time to Failure (MTTF) ............................................................. 20
2.8 Mean Time to Repair (MTTR) .............................................................. 20
2.9 Konsep Kesiapan (Availability) ............................................................ 20
2.10 Analisis Variansi ................................................................................... 20
2.11 Uji F ...................................................................................................... 22
2.12 Uji Asumsi Residual ............................................................................. 23
2.13 Distribusi Data Kegagalan dan Maintainability .................................... 23
2.13.1Distribusi Data Kegagalan .......................................................... 24
2.13.2Distribusi Data Maintainability .................................................. 26
2.14 Pengujian Distribusi .............................................................................. 28
2.15 Laju Biaya Perawatan Pencegahan ....................................................... 30
2.16 Optimasi Interval Waktu Perawatan Pencegahan ................................. 31
2.17 Posisi Penelitian .................................................................................... 34
BAB 3 METODE PENELITIAN ................................................................... 37
3.1 Studi Lapangan dan Identifikasi Masalah ............................................. 37
3.2 Studi Pustaka ......................................................................................... 37
3.3 Perumusan Masalah dan Tujuan Penelitian .......................................... 39
3.4 Pengumpulan Data ................................................................................ 39
3.5 Pengolahan Data ................................................................................... 39
3.6 Penarikan Kesimpulan dan Saran ......................................................... 40
BAB 4 PENGOLAHAN DATA .................................................................... 43
4.1 Pengolahan Data Antar Waktu Kegagalan dan Waktu Perbaikan ........ 43
4.2 Pengolahan Data Antar Waktu Kegagalan dan Waktu Perbaikan ........ 47
4.3 Penentuan Parameter Keandalan Setiap Sistem .................................... 48
4.4 Penentuan Parameter Maintainability Setiap Sistem ............................ 50
BAB 5 PENENTUAN INTERVAL WAKTU PERAWATAN
PENCEGAHAN YANG OPTIMUM............................................................. 53
5.1 Penentuan Interval Waktu Perawatan Pencegahan yang Optimum,
Keandalan dan Ketersedian pada Setiap Sistem Unit GCS ............................ 53
xi
BAB 6 ANALISIS KERUSAKAN PERALATAN ....................................... 67
6.1 Analisis Kerusakan Komponen ............................................................ 67
6.1.1 Level Transmitter ...................................................................... 67
6.1.2 Bearing...................................................................................... 68
6.1.3 Back Up Seal Oil....................................................................... 69
6.1.4 Back Up Over Speed ................................................................. 70
6.1.5 Modul Analog ........................................................................... 71
6.1.6 Tubing ....................................................................................... 72
6.1.7 Shell & Tube ............................................................................. 73
6.1.8 Valve ......................................................................................... 73
6.1.9 Pipe ................................................................................................... 74
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 77
6.1 Kesimpulan ........................................................................................... 77
6.2 Saran ..................................................................................................... 78
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 79
xii
Halaman ini sengaja dikosongkan
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Diagram alir Gas Compression System ............................................ 2
Gambar 1.2 Diagram Alir Stage GCS ................................................................. 2
Gambar 1.3 Diagram Alir Proses Kerja Turbin Gas ............................................ 3
Gambar 1.4 Blok Diagram Kegagalan Komponen dengan Frekuensi Tinggi ....... 7
Gambar 2.1 Laju kerusakan mesin/bathtub curve. ............................................. 14
Gambar 2.2. Tipikal Fungsi Densitas Kegagalan ................................................ 17
Gambar 2.3. Blok Diagram Sistem Seri ............................................................. 18
Gambar 2.4 Blok Diagram Sistem Paralel. ........................................................ 18
Gambar 2.5. Blok Diagram Kombinasi Sistem dan Paralel ................................ 19
Gambar 2.6 Alur Iterasi Ti dan Tp Secara Berurutan Sesuai dengan Pola
Perawatan Pencegahan Multi Komponen ....................................... 32
Gambar 2.7 Pengaruh Tp Terhadap Laju Biaya Perawatan Pencegahan ............. 33
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian ................................................................. 38
Gambar 3.2 Diagram Alir Pengolahan Data dengan Perangkat Lunak
Weibul++6 .................................................................................... 41
Gambar 3.3 Diagram Alir Iterasi Ti dan Tp untuk komponen ............................. 42
Gambar 4.1 Plot ACF untuk Data Back Up Seal Oil. ............................................. 44
Gambar 4.2 Plot Residual Versus Observation Order. .......................................... 45
Gambar 4.3 Plot Uji Distribusi Normal. .................................................................. 45
Gambar 5.1 Pengaruh Tp terhadap Laju Biaya Perawatan pada Sistem Suction &
Discharge Scrubber ....................................................................... 58
Gambar 5.2 Pengaruh Tp terhadap Keandalan pada Sistem Suction & Discharge
Scrubber ........................................................................................ 58
Gambar 5.3 Pengaruh Tp terhadap Ketersediaan pada Sistem Suction &
Discharge Scrubber ....................................................................... 59
Gambar 5.4 Pengaruh Tp terhadap Laju Biaya Perawatan pada Sistem
Kompresor .................................................................................... 60
Gambar 5.5 Pengaruh Tp terhadap Keandalan pada Sistem Kompresor ............. 60
Gambar 5.6 Pengaruh Tp terhadap Ketersediaan pada Sistem Kompresor .......... 60
xiv
Gambar 5.7 Pengaruh Tp terhadap Laju Biaya Perawatan pada Sistem Turbin Gas
(Engine) ........................................................................................ 61
Gambar 5.8 Pengaruh Tp terhadap Keandalan pada Sistem Turbin Gas
(Engine) ........................................................................................ 61
Gambar 5.9 Pengaruh Tp terhadap Ketersediaan pada Sistem Turbin Gas
(Engine) ........................................................................................ 62
Gambar 5.10 Pengaruh Tp terhadap Laju Biaya Perawatan pada Sistem Fin Fan
Cooler ........................................................................................... 63
Gambar 5.11 Pengaruh Tp terhadap Keandalan pada Sistem Fin Fan Cooler ...... 63
Gambar 5.12 Pengaruh Tp terhadap Ketersediaan pada Sistem Fin Fan Cooler .. 63
Gambar 5.13 Pengaruh Tp terhadap Laju Biaya Perawatan pada Sistem Support
and Others ..................................................................................... 64
Gambar 5.14 Pengaruh Tp terhadap Keandalan pada Sistem Support and
Others ........................................................................................... 64
Gambar 5.15 Pengaruh Tp terhadap Ketersediaan pada Sistem Support and
Others ........................................................................................... 65
Gambar 6.1 Level Transmitter. ......................................................................... 67
Gambar 6.2 Bearing. ........................................................................................ 68
Gambar 6.3 Back Up Seal Oil. .......................................................................... 69
Gambar 6.4 Back Up Over Speed. ..................................................................... 70
Gambar 6.5 Module Analog. ............................................................................. 71
Gambar 6.6 Tubing. .......................................................................................... 72
Gambar 6.7 Shell & Tube. ................................................................................. 73
Gambar 6.8 Valve. ............................................................................................ 74
Gambar 6.9 Pipe. .............................................................................................. 75
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Frekuensi Kegagalan, Jumlah Downtime dan Biaya Perawatan GCS
dari tahun 2012-2016 ........................................................................... 4
Tabel 1.2 Kegagalan Komponen Unit GCS ......................................................... 5
Tabel 2.1 Tabel Analisis Variansi ...................................................................... 21
Tabel 4.1 TBF dan TTR Komponen Back Up Seal Oil ..................................... 43
Tabel 4.2 Hasil ANAVA Unit GCS dari Data Waktu antar Kegagalan dan
Waktu Perbaikan Komponen di Setiap Sistem dengan Tingkat
Signifikansi 5% .................................................................................. 46
Tabel 4.3 Pemilihan Distribusi Data Antar Waktu Kegagalan pada Sistem
Suction and Discharge Scrubber. ....................................................... 48
Tabel 4.4 Parameter Keandalan Waktu antar Kegagalan. .................................. 48
Tabel 4.5 Fungsi Padat Peluang Waktu antar Kegagalan. ................................. 49
Tabel 4.6 Fungsi Keandalan Waktu antar Kegagalan Sub-Sub Unit. ................ 50
Tabel 4.7 Parameter Maintainability Setiap Sistem. .......................................... 50
Tabel 4.8 Fungsi Padat Peluang Waktu Perbaikan Setiap Sistem. ..................... 51
Tabel 4.9 Fungsi Maintainability Waktu Perbaikan Setiap Sistem. ................... 52
Tabel 5.1 Komponen Biaya Perbaikan dan Perawatan Pencegahan
(dalam USD) ...................................................................................... 55
Tabel 5.2 Perhitungan Ti untuk Setiap Sistem unit GCS. .................................. 55
Tabel 5.3 Perhitungan Ti untuk setiap sistem unit GCS. .................................... 56
Tabel 5.4 Waktu gagal (Tf ) untuk setiap sistem unit GCS pada N = 2 dengan
bilangan acak 0.002. ........................................................................... 57
Tabel 5.5 Hasil Penentuan Tp Optimum pada Sistem Suction & Discharge
Scrubber ............................................................................................. 58
Tabel 5.6 Hasil Penentuan Tp Optimum pada Sistem Kompresor ..................... 59
Tabel 5.7 Hasil Penentuan Tp Optimum pada Sistem Turbin Gas (Engine) ...... 61
Tabel 5.8 Hasil Penentuan Tp Optimum pada Sistem Fin Fan Cooler .............. 62
Tabel 5.9 Hasil Penentuan Tp Optimum pada Sistem Support and Others ........ 64
xvi
Tabel 5.10 Interval waktu perawatan pencegahan (Tp) optimum dan laju biaya
perawatan pada setiap sistem unit GCS. ............................................. 66
Tabel 5.11 Keandalan dan Ketersediaan pada Setiap Sistem saat Tp Optimum. .. 66
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebutuhan minyak di Indonesia mencapai 1.6 juta barel oil/hari,
sedangkan produksi nasional saat ini hanya 830 ribu barel oil/hari (BP, 2016). Hal
tersebut menuntut semua perusahaan yang bergerak di hulu migas untuk bekerja
lebih efektif dan efisien. Keandalan peralatan merupakan salah satu kunci dalam
mencapai target tersebut. PT Pertamina Hulu Energi (PHE) saat ini mengelola
lapangan Offshore North West Java (ONWJ) yang terbentang dari Kepulauan
Seribu sampai dengan pantai utara Cirebon. Target produksi lapangan tersebut
pada tahun 2015 sebesar 40 ribu BOPD. Lapangan ONWJ telah beroperasi sejak
tahun 1971 sampai sekarang, sehingga peralatan yang digunakan sudah relatif tua.
Sistem perawatan yang lebih baik sangat diperlukan untuk mengantisipasi
terjadinya kehilangan volume minyak yang diangkat akibat kegagalan fungsi
peralatan. Proses pengangkatan minyak dari perut bumi dilakukan oleh PT PHE
ONWJ melalui dua metode, yaitu:
1. Electrical Submersible Pump (ESP)
ESP adalah pompa sentrifugal yang daya angkatnya (lifting head) dapat
diatur melalui variable speed drive (VSD). Pompa ESP dirancang untuk
tenggelam dalam fluida di dalam lubang sumur dan berpenggerak motor
induksi listrik.
2. Gas Compression System (GCS)
Sistem GCS bekerja dengan menginjeksikan gas bertekanan tinggi ke dalam
annulus (ruang antara tubing dan casing) dan kemudian ke dalam tubing
produksi. Gas bertekanan tinggi tersebut menyebabkan terjadinya proses
aerasi (aeration) yang mengakibatkan berkurangnya berat jenis fluida dalam
kolom tubing produksi. Proses tersebut menyebabkan tekanan reservoir
mampu mengalirkan fluida dari lubang sumur menuju fasilitas produksi di
permukaan.
2
Gambar 1.1 menunjukkan unit GCS yang berfungsi merubah gas
bertekanan rendah (±40 psi) menjadi gas bertekanan tinggi (±600 psi). Unit GCS
terdiri dari 2 tahapan utama, yaitu 1st
stage dan 2nd
stage yang bekerja secara seri.
Gambar 1.1 Diagram alir Gas Compression System (Data Internal Perusahaan,
2016)
Pada masing-masing stage, unit GCS dapat dibagi menjadi 5 bagian
utama seperti ditunjukkan pada Gambar 1.2, yaitu:
Gambar 1.2 Diagram Alir Stage unit GCS (Data Internal Perusahaan, 2016)
Fungsi dari setiap bagian utama adalah sebagai berikut:
1. Suction and Discharge Scrubber
Bagian ini berfungsi sebagai pemisah antara gas dan fluida berdasarkan
prinsip gravitasi. Pada suction scrubber gas hasil pemisahan akan dikompresi oleh
kompresor hingga mencapai tekanan yang diinginkan, sedangkan pada discharge
scrubber gas hasil pemisahan akan disalurkan ke sumur minyak.
2. Turbin Gas (Engine)
Bagian ini berfungsi sebagai penggerak utama kompresor. Turbin gas
mengubah energi kimia hidrokarbon dalam bahan bakar gas (methana CH4, ethana
C2H8, prophana C3H8, dan seterusnya) yang direaksikan dengan oksigen bebas.
Gas Compression System
1st Stage
Gas Compression System
2nd Stage
Low Pressure
Gas
High Pressure
Gas
Suction &
Discharge
Scrubber
Interstage Cooler
Kompresor
Support and
Others
Turbin Gas
(Engine)
3
Gas hasil reaksi ini sangat potensial untuk diubah menjadi energi mekanik. Turbin
gas bekerja berdasarkan siklus Brayton yang terdiri dari:
a. Proses kompresi
b. Proses pembakaran
c. Proses ekspansi
d. Exhaust
Gambar 1.3 Diagram Alir Proses Kerja Turbin Gas (Solar, 1970)
Pada Gambar 1.3 disajikan diagram alir proses turbin gas dan perubahan
nilai tekanan, temperatur, dan kecepatan udara. Udara bebas masuk melalui
bagian air intake, menuju bagian kompresor untuk dilakukan pemampatan udara.
Bagian kompresor ini memliki 11 tingkat dengan kemampuan kompresi mencapai
140.000 lbs/hr atau 70 ton/hr. Udara yang keluar dari kompresor memiliki tekanan
80-120 psi. Besarnya nilai tekanan tersebut tergantung pada beban yang
ditanggung turbin gas. Selanjutnya, 70-80% udara bertekanan tersebut akan
digunakan sebagai media pendingin ruang bakar dan sisanya akan dicambur
4
dengan bahan bakar gas pada ruang bakar. Perpaduan udara dan bahan bakar
tersebut akan bertemu dengan nyala api dari pemantik. Temperatur gas yang
keluar dari ruang bakar tersebut dikendalikan dengan suhu maksimal sebesar
1190˚F. Energi panas inilah yang ditransformasikan ke dalam bentuk energi
kinetik, dimana gas akan mengalir dengan kecepatan yang lebih tinggi, sedangkan
tekanan secara transient akan cenderung menurun.
3. Kompresor
Bagian ini berfungsi untuk meningkatkan tekanan gas dari sumur gas
berdasarkan prinsip kecepatan.
4. Interstage Cooler (Pendingin)
Bagian ini berfungsi menurunkan temperatur gas akibat kenaikan tekanan
pada kompresor.
5. Support and Others
Bagian ini berupa peralatan pendukung seperti jaringan pipa, valve, filter,
dan peralatan lainnya.
Berdasarkan data internal perusahaan nilai kegagalan dari unit GCS
masih sangat tinggi. Hal tersebut mengakibatkan downtime yang menyebabkan
menurunya volume minyak yang diangkat. Tabel 1.1 menunjukkan frekuensi
kegagalan, jumlah downtime, dan biaya perawatan dari tahun 2012-2016.
Tabel 1.1 Frekuensi Kegagalan, Jumlah Downtime dan Biaya Perawatan GCS dari
tahun 2012-2016.
No Tahun Frekuensi
Kegagagalan
Downtime
(Jam)
Biaya Perawatan Kerugian akibat penurunan
volume minyak
1 2012 230 3312 Rp38.998.543.247 Rp12.886.475.160
2 2013 76 14565 Rp12.886.475.160 Rp56.670.142.121
3 2014 213 8159 Rp36.116.042.225 Rp31.745.395.782
4 2015 204 12513 Rp34.590.012.272 Rp48.686.130.337
5 2016 193 9542 Rp32.724.864.551 Rp37.126.432.964
Sumber: PHE ONWJ (2016)
Perusahaan menganggarkan biaya perawatan pencegahan tahunan
sebesar lebih kurang Rp. 11.500.000.000. Biaya perawatan yang ditunjukkan pada
5
Tabel 1.1 berfluktuasi dan jauh lebih besar dari pada anggaran biaya perawatan
pencegahan yang telah ditetapkan.
Unit GCS merupakan peralatan pengangkatan minyak yang digunakan
secara terus menerus, sehingga keandalan peralatan tersebut semakin menurun.
Menurunnya keandalan dari unit GCS tersebut ditandai dengan banyaknya
komponen-komponen gagal pada setiap bagian dari unit GCS. Tabel 1.2
menunjukkan data kegagalan komponen-komponen dari unit GCS. Data tersebut
disajikan berdasarkan urutan bagian, sistem dan komponen yang gagal.
Tabel 1.2 Kegagalan Komponen unit GCS
Bagian Frekuensi Kegagalan Komponen
2016 2015 2014 2013 2012 TOTAL
A SUCTION AND DISCHARGE SCRUBBER
A.1 SEPARATION
A.1.1 Level Transmitter 27 14 9 0 10 60
A.1.2 Pressure Transmitter 0 2 0 0 4 6
B TURBIN GAS (ENGINE)
B.1 START SYSTEMS
B.1.1 Pressure Transmitter 1 1 0 0 0 2
B.2 FUEL SYSTEMS
B.2.1 FGCV 3 2 4 0 4 13
B.3 LUBRICATIONS
B.3.1 Main Seal Oil Pump 1 4 1 0 1 7
B.3.2 Back Up Seal Oil 9 8 4 1 22
B.3.3 Demister 0 3 0 0 1 4
B.3.4 Pressure Transmitter 0 1 0 1 0 2
B.3.5 Level Transmitter 0 0 2 0 0 2
B.4 ELECTRICALS
B.4.1 Battery 0 4 6 0 2 12
B.4.2 Back Up Over Speed 0 3 23 0 26
B.4.3 Fuse 2 0 0 0 2 4
B.4.4 Magnetic Pick Up 2 2 5 0 2 11
B.4.5 Module Analog 7 7 6 0 5 25
B.4.6 Motor Enclosure 4 1 0 1 2 8
B.4.7 PLC 4 1 0 0 0 5
B.4.8 Relay 2 2 1 0 0 5
B.4.9 RTD 4 4 2 0 1 11
6
Tabel 1.2 Kegagalan Komponen unit GCS (lanjutan)
B.5 ACCESSORIES
B.5.1 Tubing 3 17 5 1 1 27
B.5.2 Gasket 2 2 0 0 0 4
B.5.3 Coupling 1 2 0 0 0 3
B.5.4 Accessories Drive 3 3 0 0 0 6
B.5.5 PT Hub 1 0 0 0 0 1
B.5.6 Exhaust Bellows 0 0 0 0 5 5
B.5.7 Flexible Hose 2 0 0 0 1 3
B.6 VIBRATION MONITORING
B.6.1 Transducer 0 0 1 2 2 5
C KOMPRESOR
C.1 VIBRATION MONITORING
C.1.1 Bearing 17 11 9 7 18 62
C.1.2 Transducer 0 0 0 1 7 8
C.2 SURGE
C.2.1 Position Transmitter 3 12 4 0 7 26
C.2.2 Pressure Transmitter 1 2 0 0 4 7
C.2.3 Flow Transmitter 0 0 0 0 2 2
C.3 LUBRICATIONS
C.3.1 Pressure Regulator 3 1 1 0 1 6
C.4 DIRT CONTROL
C.4.1 Strainer 0 3 0 0 5 8
D FIN FAN COOLER
D.1 ELECTRICALS
D.1.1 Breaker 2 2 2 0 0 6
D.1.2 Motor 3 1 5 0 1 10
D.2 MECHANICALS
D.2.1 Bearing 1 0 1 0 1 3
D.2.2 V Belt 0 3 1 0 2 6
D.3 INTEGRITY
D.3.1 Shell and Tube 4 2 2 0 24 32
E SUPPORT/OTHERS
E.1 INTEGRITY
B.1.1 Valve 17 9 12 4 13 55
B.1.2 Piping 7 15 6 1 6 35
Sumber: PHE ONWJ (2016)
Data kegagalan komponen tersebut menunjukkan bahwa frekuensi
kegagalan pada unit GCS masih sangat tinggi, sehingga volume minyak yang
tidak terangkat juga besar. Berdasarkan data kegagalan komponen pada yang
7
ditunjukkan pada Tabel 1.2 dapat diketahui komponen-komponen kritis dari unit
GCS, yakni komponen dengan frekuensi kegagalan tinggi (>20). Gambar 1.4
menunjukkan blok diagram dari komponen-komponen dengan frekuensi
kegagalan yang tinggi pada setiap bagian unit GCS.
Keterangan :
= Bagian utama GCS
= Komponen gagal
Gambar 1.4 Blok Diagram Kegagalan Komponen Komponen dengan Frekuensi
Tinggi (PHE ONWJ, 2016)
Selama ini penentuan interval waktu kegiatan perawatan pencegahan
dilakukan berdasarkan rekomendasi yang dibuat oleh manufaktur dari unit GCS.
Kondisi peralatan yang sudah tua memerlukan penjadwalan perawatan
pencegahan yang lebih efektif untuk mencegah kegagalan komponen tersebut.
1. Level Transmitter
7. Shell & Tube
Suction & Discharge Scrubber
2. Back Up Seal Oil
3. Back Up Over Speed
4. Module Analog
5. Tubing
Turbin Gas (Engine)
Interstage Cooler
Kompresor
6. Bearing
Support and Others
8. Valve
9. Pipe
7. Shell & Tube
Suction & Discharge Scrubber
2. Back Up Seal Oil
3. Back Up Over Speed
4. Module Analog
5. Tubing
Turbin Gas (Engine)
Interstage Cooler
Kompresor
6. Bearing
Support and Others
8. Valve
9. Pipe
8
Keuntungan dari perawatan pencegahan adalah dapat meminimalkan downtime
dan menurunkan tingkat kegiatan pekerjaan yang bersifat darurat (Campbell dan
Jardine, 1973).
Sejauh ini, ada beberapa metode penentuan interval waktu perawatan
pencegahan yang sudah diketahui dan diimplementasikan. Salah satunya adalah
dengan melakukan optimasi interval waktu pemeliharaan pencegahan (Jardine,
1970). Rakhmad (2011) melakukan iterasi Ti dan Tp untuk meningkatkan
keandalan sistem minimum hingga 74%, dan penghematan biaya pemeliharaan
juga dapat ditingkatkan menjadi 139,9 USD/hari dari 145,7 USD/hari. Sutanto
(2011) melakukan optimasi laju biaya pemeliharaan pencegahan sehingga
didapatkan penghematan laju biaya pemeliharaan pencegahan pada packer PT
ISM Bogasari sebesar 14,6%. Dengan mengacu pada penelitian sebelumnya
penelitian mengenai penentuan interval waktu perawatan pencegahan pada unit
Gas Compression System berdasarkan pada komponen-komponen yang gagal
belum pernah dilakukan.
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka akan dilakukan
penentuan interval waktu perawatan pencegahan dari unit GCS dengan laju biaya
perawatan pencegahan yang minimum, serta keandalan dan ketersediaan yang
memenuhi persyaratan perusahaan.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan, maka
rumusan masalah pada tesis ini adalah bagaimana menentukan interval waktu
perawatan pecegahan dari unit GCS pada anjungan lepas pantai Mike-Mike, yang
dapat meminimalkan laju biaya perawatan pencegahan, serta memenuhi keandalan
dan ketersediaan yang dipersyaratkan oleh perusahaan.
1.2.1 Batasan Penelitian
Agar penelitian ini terarah dan fokus, maka diberlakukan batasan-batasan
masalah sebagai berikut:
1. Tidak membahas kerusakan peralatan secara rinci.
9
2. Data kegagalan komponen yang digunakan hanya data dari unit GCS
dalam kurun waktu 1 Januari 2012-31 Desember 2016.
3. Biaya yang digunakan untuk perhitungan hanya biaya perawatan dan
penggantian suku cadang.
4. Tidak membahas kegagalan akibat proses di luar sistem.
1.2.2 Asumsi-asumsi
Adapun asumsi-asumsi yang diberlakukan pada tesis ini adalah sebagai
berikut:
1. Suku cadang yang diganti memiliki spesifikasi sama.
2. Kegagalan akibat kesalahan desain awal diabaikan.
3. Kemampuan teknisi dianggap sama dan sesuai dengan standar yang
ditetapkan.
4. Kesalahan pengoperasian oleh operator diabaikan.
5. Usaha perbaikan dianggap mampu mengembalikan kondisi peralatan
sama seperti kondisi sebelumnya.
6. Peralatan tanpa catatan kerusakan dianggap memiliki keandalan
sebesar satu.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah disebutkan, maka tujuan dari tesis
ini adalah menentukan interval waktu perawatan pencegahan dari unit GCS
anjungan lepas pantai Mike-Mike, yang dapat meminimalkan laju biaya
perawatan pencegahan, serta memenuhi keandalan dan ketersediaan yang
dipersyaratkan oleh perusahaan.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun hasil dalam penelitian tesis ini diharapkan dapat berguna dan
menjadi:
1. Dasar kebijakan Departemen Perawatan PT PHE ONWJ dalam
menentukan pola perawatan dari unit GCS.
2. Dasar untuk menentukan kebijakan dalam perencanaaan penyediaan
komponen, suku cadang, critical equipment, dan biaya perawatan.
10
3. Dasar pengembangan metode penentuan inteval waktu perawatan
pencegahan pada penelitian mendatang.
1.5 Sistematika Penulisan Laporan
BAB 1 PENDAHULUAN
Berisi latar belakang penelitian, perumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian serta batasan masalah
dan asumsi-asumsi yang diguanakan dalam penelitian.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Berisi referensi pustaka dan teori dasar yang digunakan
untuk penelitian yang akan dilakukan.
BAB 3 METODE PENELITIAN
Berisi metode penelitian atau langkah-langkah dalam
memecahkan masalah.
BAB 4 PENGOLAHAN DATA DAN PENILAIAN
KEANDALAN
Berisi pemodelan sistem, analisis variansi untuk data
waktu antar kegagalan dan waktu perbaikan dan
penentuan distribusi waktu antar kegagalan dan
maintanability serta penentuan parameter keandalan.
BAB 5 PENENTUAN INTERVAL WAKTU PERAWATAN
PENCEGAHAN
Berisi hasil optimasi interval waktu perawatan
pencegahan dan jumlah tenaga kerja yang dapat
meminimalkan laju biaya pemeliharaan pencegahan, serta
keandalan dan ketersediaan pada interval waktu
pemeliharaan pencegahan yang optimum.
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
Berisi tentang kesimpulan akhir dari penelitian ini, serta
saran-saran untuk perusahaan dan penelitian mendatang.
11
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Perawatan pencegahan merupakan hal yang sangat penting dalam
manajemen perawatan. Tepatnya pelaksanaan perawatan pencegahan dapat
mengurangi angka kerusakan dan downtime peralatan. Berkurangnya angka
tersebut dapat meningkatkan keandalan (reliability) dan tingkat kesiapan peralatan
(availability).
2.1 Konsep Dasar Perawatan
Ada beberapa pengertian perawatan yang diungkapkan oleh para ahli,
diantaranya:
a. Perawatan berarti suatu kombinasi dari setiap tindakan yang dilakukan
untuk menjaga atau mempertahankan kualitas peralatan agar tetap dapat
berfungsi dengan baik seperti dalam kondisi sebelumnya (Stephens,
2004).
b. Perawatan merupakan suatu kegiatan yang diarahkan pada tujuan untuk
menjamin kelangsungan fungsional suatu sistem produksi sehingga dari
sistem itu diharapkan menghasilkan output sesuai yang dikehendaki
(Gasperz, 1992).
c. Peralatan merupakan suatu konsepsi dari semua aktivitas yang
diperlukan untuk menjaga atau mempertahankan kualitas peralatan agar
tetap berfungsi dengan baik seperti dalam kondisi sebelumnya (Supandi,
1990).
2.2 Jenis Perawatan
Kegiatan perawatan dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu perawatan
pencegahan (preventive maintenance) dan perawatan perbaikan (corrective
maintenance).
12
2.2.1 Perawatan Pencegahan (Preventive Maintenance)
Perawatan pencegahan adalah perawatan yang dilakukan secara
terjadwal, umumnya secara periodik dimana sejumlah kegiatan seperti inspeksi,
perbaikan, penggantian, pembersihan, pelumasan, penyesuaian dan penyamaan
(Ebeling, 1997). Pengertian lain perawatan pencegahan adalah kegiatan perawatan
yang dilakukan untuk mencegah timbulmya kerusakan dan menemukan kondisi
yang menyebabkan fasilitas atau mesin produksi mengalami kerusakan pada
waktu melakukan produksi (Assauri, 1999).
Pelaksanaan perawatan pencegahan sangat penting terutama untuk
peralatan atau mesin yang dianggap sebagai unit yang kritikal. Terdapat beberapa
kategori unit yang kritikal (Tampubolon, 2004), diantaranya:
a. Fasilitas atau peralatan yang berhubungan dengan keselamatan dan
kesehatan kerja.
b. Fasilitas yang akan mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan.
c. Fasilitas yang akan menyebabkan terhentinya seluruh proses produksi.
d. Fasilitas dengan nilai investasi yang tinggi.
Dalam pelaksanaan perawatan pencegahan dapat dibedakan menjadi dua
macam (Assauri, 2008), yaitu:
a. Perawatan Rutin
Perawatan rutin adalah kegiatan perawatan dan perawatan yang
dilakukan secara rutin. Sebagai contoh kegiatan pengecekan visual, pembersihan,
pelumasan dan pengujian mesin.
b. Perawatan Periodik
Perawatan periodik adalah kegiatan perawatan yang dilakukan secara
periodik atau dalam jangka waktu tertentu, misalnya setiap satu bulan.
Pelaksanaan perawatan periodik juga dapat dilakukan berdasarkan jumlah jam
kerja mesin (running hours).
Beberapa manfaat dari perawatan pencegahan antara lain (Assauri,
2008):
a. Memperkecil overhaul (turun mesin).
b. Mengurangi kemungkinan reparasi berskala besar.
13
c. Mengurangi biaya kerusakan atau penggantian mesin.
d. Memperkecil kemungkinan terjadinya produk-produk yang rusak.
e. Meminimalkan persediaan suku cadang.
f. Memperkecil munculnya gaji tambahan yang diakibatkan adanya
kerusakan.
g. Menurunkan biaya satuan dari produk pabrik.
2.2.2 Perawatan Perbaikan (Corrective Maintenance)
Perawatan perbaikan adalah kegiatan perawatan yang dilakukan setelah
mesin atau fasilitas produksi mengalami kerusakan atau gangguan sehingga tidak
dapat berfungsi dengan baik (Patrick, 2001). Perawatan perbaikan dapat dihitung
dengan mean time to tepair (MTTR) dimana time to repair terdiri dari 3
kelompok (Patrick, 2001), yaitu:
a. Waktu persiapan
Merupakan waktu yang dibutuhkan untuk menemukan orang untuk
mengerjakan perbaikan, waktu tempuh menuju lokasi dan membawa
peralatan uji.
b. Waktu perawatan aktual
Merupakan waktu sebenarnya yang digunakan untuk melakukan
perbaikan meliputi waktu yang dibutuhkan untuk mempelajari dan
memetakan kerusakan, serta waktu yang dibutuhkan untuk melakukan
dokumentasi terhadap perbaikan yang telah dilakukan.
c. Waktu tunggu
Merupakan waktu yang dibutuhkan untuk menunggu datangnya
komponen dari mesin yang diperbaiki.
2.3 Konsep-Konsep Perawatan
2.3.1 Konsep Breakdown dan Downtime
Breakdown dapat diartikan sebagai kerusakan atau berhentinya mesin
sehingga tidak dapat melakukan fungsinya dengan baik. Downtime adalah lama
waktu dimana mesin tidak dapat lagi dijalankan untuk beroperasi sesuai dengan
yang diharapkan.
14
Karakteristik kegagalan atau kerusakan pada mesin sehubungan dengan
waktu dapat dilihat Gambar 2.1 sebagai berikut:
Gambar 2.1 Laju kerusakan mesin/bathtub curve (Wilkins, 2002)
Grafik tersebut sering disebut sebagai bathtub curve, terbagi menjadi
tiga daerah kerusakan, yaitu:
a. Burn in Zone (Early Life)
Daerah ini adalah periode permulaan beroperasinya suatu komponen
atau sistem yang masih baru (sehingga keandalanya masih 100%), dengan periode
waktu yang pendek. Pada kurva ditunjukkan bahwa laju kerusakan yang awalnya
tinggi kemudian menurun dengan bertambahnya waktu, atau diistilahkan
sebagai decreasing failure rate (DFR). Kerusakan yang terjadi umumnya
disebabkan karena proses manufacturing atau fabrikasi yang kurang sempurna.
b. Useful Life Time Zone
Periode ini mempunyai laju kerusakan yang paling rendah dan hampir
konstan yang disebut constant failure rate (CFR). Kerusakan yang terjadi bersifat
random dan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Ini adalah periode dimana
sebagian besar umur pakai komponen atau sistem berada. Dalam analisis, tingkat
keandalan sistem diasumsikan berada pada periode useful life time, dimana failure
rate-nya konstan terhadap waktu. Asumsi ini digunakan karena pada periode early
life time tidak dapat ditentukan apakah sistem tersebut sudah bekerja sesuai
dengan standar yang ditentukan atau belum. Pada periode wear out time, tidak
dapat diprediksi kapan akan terjadi failure. Pada periode useful life time, dimana
15
failure rate-nya adalah konstan, persamaan keandalan yang digunakan adalah
sebagai berikut:
(2.1)
Jika persamaan tersebut diterapkan pada sistem atau komponen yang
masih baru, maka tingkat keandalannya diasumsikan pada pada keadaan 100%
atau R0 = 100%. Untuk komponen atau sistem yang sudah tidak baru lagi, atau
sudah pernah mengalami maintenance, persamaannya dapat ditulis sebagai
berikut:
(2.2)
Dengan:
R = nilai keandalan/reliability (%)
M = nilai keandalan setelah dilakukan perawatan/maintainability (%)
λ = laju kerusakan/failure rate
c. Wear Out Zone
Periode ini adalah periode akhir masa pakai komponen atau sistem. Pada
periode ini, laju kerusakan naik dengan cepat dengan bertambahnya waktu, yang
disebut dengan istilah increasing failure rate (IFR). Periode ini berakhir saat
keandalan komponen atau sistem ini mendekati nol, dimana kerusakan yang
terjadi sudah sangat parah dan tidak dapat diperbaiki kembali.
2.3.2 Konsep Keandalan (Reliabliity)
Keandalan adalah peluang dari sebuah unit yang dapat bekerja secara
normal ketika digunakan untuk kondisi tertentu dan setidaknya bekerja dalam
suatu kondisi yang telah ditetapkan (Dhillon dan Reiche, 1995). Dalam
mengevaluasi keandalan suatu sistem, variabel random yang dipakai umumnya
adalah waktu. Pada saat t = 0, komponen atau sistem berada dalam kondisi akan
beroperasi, sehingga probabilitas komponen atau sistem itu untuk mengalami
kegagalan pada saat t = 0 adalah 0. Pada saat probabilitas untuk mengalami
kegagalan dari suatu komponen atau sistem yang dioperasikan akan cenderung
mendekati 1. Karakteristik ini sama dengan fungsi distribusi kumulatif. Fungsi
distribusi kumulatif ini akan mengukur probabilitas kegagalan dari suatu sistem
atau komponen sebagai fungsi dari waktu. Dalam terminologi keandalan fungsi
16
distribusi kumulatif ini dikenal sebagai fungsi distribusi kegagalan kumulatif
(cumulative failure distribution function) atau disingkat distribusi kegagalan
kumulatif (cumulative failure distribution). Distribusi kegagalan kumulatif ini
biasanya dilambangkan dengan F(t).
Jika R(t) menyatakan fungsi keandalan dari suatu komponen atau suatu
sistem sebagai fungsi waktu maka hubungan antara fungsi keandalan R(t) dan
distribusi kegagalan kumulatif atau fungsi ketidakandalan F(t) dihubungkan oleh
sebuah formula di bawah ini (Ebeling, 1997).
R(t) = 1 - F(t) (2.3)
Fungsi distribusi probabilitas merupakan turunan dari distribusi
probabilitas kumulatif. Dalam terminologi keandalan fungsi distribusi probabilitas
ini disebut dengan fungsi densitas kegagalan (failure density function). Fungsi
densitas kegagalan ini, yang dinotasikan dengan f(t), dapat diturunkan baik dari
fungsi ketidakandalan maupun fungsi keandalan seperti pada formula di bawah ini
(Ebeling, 1997).
f(t) =
=
(2.4)
Sebaliknya fungsi ketidakandalan maupun fungsi keandalan dapat
diperoleh dari fungsi densitas kegagalan seperti yang dituliskan dalam
formulasi di bawah ini (Ebeling, 1997).
F(t) =
(2.5)
dan
R(t) = 1 - F(t)
= 1 -
=
(2.6)
Gambar 2.2 menunjukkan sebuah tipikal kurva fungsi densitas
kegagalan. Sesuai dengan persamaan (2.5) dan (2.6) maka luasan daearah di
bawah kurva untuk interval mulai dari 0 sampai t mewakili fungsi ketidakandalan
17
sedang keandalan diwakili daerah di bawah kurva dengan interval dari t sampai
tak hingga.
Gambar 2.2. Tipikal Fungsi Densitas Kegagalan (Shankar, 2013)
Penilaian terhadap keandalan suatu sistem dapat didekati dengan dua
metode, antara lain:
a. Analisis kuantitatif
Secara kuantitatif dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Component level (physics of failure, statistics)
2. System level (fault tree analysis, markov analysis)
b. Analisis Kualitatif
Secara kulitatif dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. Intangible decision matrix
2. Critical Analysis
3. failure mode effect analysis (FMEA)
2.3.3 Konsep Keterawatan (Maintainability)
Keterawatan adalah probabilitas suatu komponen atau sistem yang rusak
untuk dapat diperbaiki dan kembali beroperasi dalam jangka waktu tertentu yang
dalam pelaksanaannya sesuai dengan prosedur yang berlaku (Ebeling, 1997).
2.4 Pemodelan Keandalan Sistem
Terdapat beberapa pemodelan keandalan sistem, diantaranya:
2.4.1 Sistem Seri
Suatu sistem dikatakan memiliki pemodelan seri jika semua komponen
saling terikat untuk membuat sistem berhasil beroperasi dan hanya satu kegagalan
F(t) R(t)
18
komponen yang diperlukan untuk membuat sistem gagal. Blok diagram sistem
seri dapat ditunjukkan pada Gambar 2.3 berikut:
Gambar 2.3. Blok Diagram Sistem Seri (Ebeling, 1997)
Dengan menganggap bahwa semua komponen bersifat independent,
maka dapat diperoleh persamaan (Ebeling, 1997):
= Probabilitas semua sistem berfungsi
= R1 . R2….Rn
= (2.7)
2.4.2 Sistem Paralel
Dalam sistem paralel semua komponen membuat sistem sukses yang
berbeda, atau dengan kata lain diperlukan lebih dari komponen gagal untuk
membuat sistem gagal. Blok diagram seperti pada Gambar 2.3 berikut:
Gambar 2.4 Blok Diagram Sistem Paralel (Ebeling, 1997)
Dengan menganggap semua komponen bekerja independent, maka dapat
diperoleh persamaan (Ebeling, 1997):
= Probabilitas semua komponen gagal
= P(A1 gagal) P(A2 gagal)… P(An gagal)
= (1-R1) . (1-R2)….(1-Rn)
= 1- (2.8)
19
2.4.3 Sistem Paralel dengan m Sukses dari n Unit
Dalam sistem ini terdapat sejumlah n komponen yang akan sukses hanya
jika terdapat sejumlah m komponen suskses, persamaan untuk sistem ini sebagai
berikut:
Rm/n =
(2.9)
(2.10)
2.4.4 Kombinasi Seri dan Paralel
Salah satu contoh sistem kombinasi adalah sebagai berikut:
Gambar 2.5. Blok Diagram Kombinasi Sistem dan Paralel (Ebeling, 1997)
Nilai keandalan system yang tersusun seri dan paralel dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan berikut (Ebeling, 1997):
Rx = [1-(1-R1)(1-R2)], Ry = Rx(R3), Rz = R4(R5)
Rs = [1-(1-Ry)(1-Rz)](R6) (2.11)
2.5 Laju Kegagalan
Adalah rasio jumlah kegagalan dalam selang watu tertentu dengan total
waktu operasi komponen atau sistem. Laju kegagalan dapat dirumuskan sebagai
berikut (Ebeling, 1997):
λ =
(2.12)
Keterangan:
f = Banyaknya kegagalan selama jangka waktu operasi
20
T = Total waktu kegagalan
2.6 Mean Time Between Failure (MTBF)
MTTBF adalah waktu rata-rata antar kegagalan berlaku untuk
komponen/sistem yang dapat diperbaiki (Ebeling, 1997).
MTBF =
, atau (2.13)
MTBF =
=
(2.14)
2.7 Mean Time to Failure (MTTF)
MTTF dalah rata-rata antar kegagalan yang berlaku untuk
komponen/sistem yang tidak dapat diperbaiki (Ebeling, 1997).
MTTF =
(2.15)
2.8 Mean Time to Repair (MTTR)
MTTR adalah waktu yang diperlukan untuk memulihkan suatu sistem
dari sebuah kegagalan (Ebeling, 1997).
MTTR =
,atau (2.16)
MTTR =
(2.17)
2.9 Konsep Kesiapan (Availability)
Kesiapan (availability) adalah keadaan siap suatu mesin/peralatan baik
dalam jumlah (kuantitas) maupun kualitas sesuai dengan kebutuhan yang
digunakan untuk melaksanakan proses operasi. Kesiapan (availability) tersebut
dapat digunakan untuk menilai keberhasilan atau efektifitas dari kegiatan
perawatan yang telah dilakukan (Ebeling, 1997).
(2.18)
=
(2.19)
2.10 Analisis Variansi
Analisis variansi (ANAVA) dipergunakan untuk menguji perbedaan rata-
rata hitung jika kelompok sampel yang diuji lebih dari dua buah yang berasal dari
populasi yang berbeda. ANAVA dapat juga dipergunakan walau kelompok itu
21
hanya dua buah. Dengan demikian, ANAVA dapat dipandang sebagai teknik t-tes
yang diperluas. Analisis ini dilakukan dengan menguraikan seluruh variansi atas
bagian-bagian yang diteliti. Pada tahap ini, akan dilakukan pengklasifikasian hasil
eksperimen secara statistik sesuai dengan sumber variasi sehingga dapat
mengidentifikasi kontribusi faktor. Dengan demikian akurasi perkiraan model
dapat ditentukan. Analisis variansi pada matriks ortogonal dilakukan berdasarkan
perhitungan jumlah kuadrat untuk masing-masing kolom. Analisis variansi
digunakan untuk menganalisis data percobaan yang terdiri dari satu faktor atau
lebih dengan satu level atau lebih (Montgomery, 2009). Perhitungan ANAVA
untuk satu faktor yang dipilih secara tetap (fixed) ditunjukkan pada Tabel 2.1 dan
meliputi derajat bebas (db), jumlah kuadrat (sum of square, SS), kuadrat tengah
(mean of square, MS) dan fhitung.
Tabel 2.1 Analisis Variansi
Sumber Variasi Db SS MS Fhitung
Faktor A νA SSA MSA FA
Error νerror SSerror MSerror
Total νT SST
Sumber: Barringer (1997)
Dengan,
νT = derajat bebas total.
= N – 1 (2.20)
νA = derajat bebas faktor A.
= kA – 1 (2.21)
νerror = derajat bebas error.
= T - A (2.22)
T = jumlah keseluruhan
= (2.23)
CF = Faktor koreksi
=
(2.24)
SST = Jumlah kuadrat total
=
= (2.25)
22
SSA = Jumlah kuadrat faktor A
= [
(2.26)
SSE = Jumlah kuadrat error
= SST - SSA (2.27)
MSA = Kuadrat tengah faktor A
=
(2.28)
MSE = Kuadrat error tengah faktor A
=
(2.29)
kA = Jumlah level faktor A
N = Jumlah total percobaan
nAi = Jumlah total pengamatan faktor A
2.11 Uji F
Uji F digunakan dengan tujuan untuk menunjukkan bukti adanya
perbedaan pengaruh masing-masing faktor dalam percobaan (Soejanto, 2009). Uji
F dilakukan dengan membandingkan variansi yang disebabkan oleh masing-
masing faktor dengan variansi error. Variansi error adalah variansi setiap
individu dalam pengamatannya timbul karena faktor-faktor yang tidak dapat
dikendalikan. Hipotesis yang digunakan dalam pengujian ini adalah :
H0 : μ1 = μ2 = μ3 = ..... = μk
H1 : Sedikitnya ada satu pasangan μ yang tidak sama
Kegagalan menolak H0 mengindikasikan tidak adanya pengaruh faktor A
terhadap respon, sedangkan penolakan H0 mengindikasikan adanya pengaruh
faktor A terhadap respon. Kegagalan menolak H0 didasarkan pada nilai Fhitung
yang dirumuskan (Soejanto, 2009):
faktor A → Fhitung =
(2.30)
Kegagalan menolak H0 pada masing-masing kasus dilakukan jika
mengalami kondisi sebagai berikut:
Untuk taraf faktor A→Fhitung < Fa, , (2.31)
23
Bila menggunakan perangkat komputasi statistik, kegagalan menolak H0
dilakukan jika P-value lebih besar daripada α (tingkat signifikansi). Kegagalan
menolak H0 juga dilakukan apabila nilai Fhitung lebih besar dari dua (Park, 1996).
2.12 Uji Asumsi Residual
Pada analisis variansi terdapat asumsi bahwa residual bersifat bebas satu
sama lain (independen), mempunyai mean nol dan variansi konstan (identik),
serta berdistribusi normal. Pemeriksaan asumsi IIDN~(0, ) digunakan untuk
mengetahui residual yang dihasilkan setelah melakukan percobaan sudah
memenuhi ketiga asumsi tersebut. Residual didefinisikan sebagai (Montgomery,
2009):
e i = Y i – Ŷ i (2.32)
dengan,
ei = residual
Yi = nilai pengamatan
Ŷ i = nilai dugaannya
A. Uji Asumsi Residual Independen
Uji independen digunakan untuk menjamin bahwa pengamatan telah
dilakukan secara acak, yang berarti antar pengamatan tidak ada korelasi
(independen). Pemeriksaan asumsi ini dilakukan dengan menggunakan plot auto
correlation function (ACF). Residual bersifat independen jika nilai korelasi
berada dalam interval ±
.
B. Uji Asumsi Residual Identik
Pemeriksaan residual identik dilakukan untuk melihat apakah residual
memenuhi asumsi identik. Suatu data dikatakan identik apabila plot residualnya
menyebar secara acak dan tidak membentuk suatu pola tertentu. Nilai variansnya
rata-rata sama antara varians satu dengan yang lainnya. Hal ini dilakukan dengan
memeriksa plot terhadap Ῡl(secara visual).
C. Uji Asumsi Distribusi normal
Pemeriksaan residual berdistribusi normal dilakukan untuk melihat
apakah residual memenuhi asumsi berdistribusi normal, apabila plot residualnya
2
2
24
cenderung mendekati garis lurus (linier). Kolmogorov-Smirnov normality test
digunakan pada pengujian kenormalan residual. Hipotesis yang digunakan adalah:
H0 : Residual berdistribusi normal.
H1 : Residual tidak berdistribusi normal.
Gagal menolak H0 apabila P-value > α.
2.13 Distribusi Data Kegagalan dan Maintainability
Pengolahan data keandalan dan maintainability dapat dilakukan dengan
beberapa jenis distribusi kontinyu, diantaranya adalah distribusi eksponensial,
Weibull, normal, dan lognormal. Parameter-parameter distribusi yang diperoleh
dapat digunakan untuk menentukan: fungsi padat peluang/probability density
function (pdf), keandalan R(t), laju kegagalan f(t), MTBF dan MTTR.
2.13.1 Distribusi Data Kegagalan
A. Distribusi Weibull 2 Parameter
Fungsi padat peluang (pdf) dari distribusi Weibull 2 parameter adalah
(Ebeling, 1997):
(2.33)
Dengan:
f(T) > 0, t > 0, > 0, β > 0
= parameter skala (scale parameter)
= parameter bentuk (shape parameter)
Jika distribusi kerusakan suatu komponen mengikuti distribusi Weibull 2
parameter, maka fungsi keandalannya adalah:
R(t) = 1 – F(t) = exp
(2.34)
Laju kegagalan pada distribusi Weibull 2 parameter dihitung dengan
persamaan:
(2.35)
Persamaan rata-rata waktu antar kegagalan pada distribusi Weibull 2
parameter adalah:
25
MTBF = Г ( (2.36)
Nilai Γ menunjukkan nilai fungsi gamma yang dapat diperoleh dari Tabel
fungsi gamma atau dihitung dengan bantuan perangkat lunak Microsoft Excel.
B. Distribusi Weibull 3 Parameter
Fungsi padat peluang (pdf) dari distribusi Weibull 3 parameter adalah
(Ebeling, 1997):
(2.37)
Dengan:
η = parameter skala (scale parameter), η > 0
β = parameter bentuk (shape parameter)
γ = parameter lokasi (location parameter)
Jika γ = 0 maka diperoleh distribusi Weibull dengan 2 parameter. Jika
distribusi kegagalan suatu komponen mengikuti distribusi Weibull 3 parameter,
maka fungsi keandalannya adalah:
R(t) = 1 – F(t) = exp –
(2.38)
Laju kegagalan pada distribusi Weibull 3 parameter dihitung dengan
persamaan:
(2.39)
Persamaan rata-rata waktu antar kegagalan pada distribusi Weibull 3
parameter adalah:
MTBF = Г ( (2.40)
Nilai Γ menunjukkan nilai fungsi gamma yang dapat diperoleh dari Tabel
fungsi gamma atau dihitung dengan bantuan perangkat lunak Microsoft Excel.
C. Distribusi Lognormal
Fungsi padat peluang (pdf) dari distribusi lognormal adalah (Ebeling,
1997):
(2.41)
26
Jika distribusi kegagalan suatu komponen mengikuti distribusi
lognormal, maka fungsi keandalannya adalah:
(2.42)
Laju kegagalan pada distribusi lognormal dihitung dengan persamaan:
(2.43)
Persamaan rata-rata waktu antar kegagalan pada distribusi lognormal
parameter adalah:
(2.44)
2.13.2 Distribusi Data Maintainability
A. Distribusi Weibull 2 Parameter
Fungsi padat peluang (pdf) dari distribusi Weibull 2 parameter adalah
(Ebeling, 1997):
(2.45)
dengan
f(T) ≥ 0, t ≥ 0, η > 0, β > 0,
η = parameter skala (scale parameter)
β = parameter bentuk (shape parameter)
Jika data waktu perbaikan berdistribusi Weibull 2 parameter, maka fungsi
maintainability dari data tersebut adalah:
M(t) = 1- exp
(2.46)
Persamaan rata-rata waktu perbaikan pada distribusi Weibull 2 parameter
adalah:
MTTR = Г ( (2.47)
Nilai Γ menunjukkan nilai fungsi gamma yang dapat diperoleh dari Tabel fungsi
gamma atau dihitung dengan bantuan perangkat lunak Microsoft Excel.
B. Distribusi Weibull 3 Parameter
Fungsi padat peluang (pdf) dari distribusi Weibull 3 parameter adalah
(Ebeling, 1997):
27
(2.48)
dengan
η = parameter skala (scale parameter), η > 0
β = Parameter bentuk (shape parameter)
γ = parameter lokasi (location parameter)
Jika data waktu perbaikan berdistribusi Weibull 3 parameter, maka fungsi
maintainability dari data tersebut adalah:
M(t) = 1 –exp –
(2.49)
Persamaan rata-rata waktu perbaikan pada distribusi Weibull 3 parameter
adalah:
MTTR = Г ( (2.50)
Nilai Γ menunjukkan nilai fungsi gamma yang dapat diperoleh dari Tabel
fungsi gamma atau dihitung dengan bantuan perangkat lunak Microsoft Excel.
C. Distribusi Lognormal
Waktu perbaikan dari suatu komponen (t) diasumsikan memiliki
distribusi lognormal, bila nilai ln(t) mengikuti distribusi normal dengan nilai rata-
rata μ dan variansinya adalah . Fungsi padat peluang (pdf) dari distribusi
lognormal adalah (Ebeling, 1997):
(2.51)
Jika data waktu perbaikan berdistribusi lognormal, maka fungsi
maintainability dari data tersebut adalah:
(2.52)
Rata-rata waktu perbaikan pada distribusi lognormal adalah:
(2.53)
2.14 Pengujian Distribusi
Dengan bantuan perangkat lunak Weibull++6 dilakukan penentuan
distribusi waktu antar kegagalan dan lama waktu perbaikan yang paling sesuai
dengan menggunakan tiga macam pengujian distribusi, yaitu:
28
1. Average Goodness of Fit (AvGOF)
Untuk menganalisis kesesuaian data dapat dimanfaatkan uji goodness of
fit (kesesuaian) antara distribusi frekuensi hasil pengamatan dengan distribusi
frekuensi yang diharapkan. Uji goodness of fit berdasarkan pada uji Kolmogorov–
Smirnov, yang beranggapan bahwa distribusi variabel yang sedang diuji bersifat
kontinu dan sampel diambil dari populasi sederhana.
Nilai AvGOF didapatkan dari uji Kolmogorov-Smirnov (KS) dengan
membandingkan distribusi empiris data dengan distribusi teoritis tertentu yang
dihipotesiskan. Pada prinsipnya jika nilai KS lebih kecil maka akan lebih baik.
Persamaan untuk menghitung parameter KS adalah (Reliasoft, 2005):
(2.54)
dengan
= fraksi kumulatif jumlah data kegagalan hasil observasi pada (t) terhadap
total (t) pengamatan.
= fraksi kumulatif jumlah kegagalan hasil dari perhitungan jenis distribusi
yang diharapkan pada (t) terhadap total (t) perhitungan.
Hipotesa yang digunakan adalah:
H0: data mengikuti suatu distribusi kontinu tertentu
H1: data mengikuti suatu distribusi kontinu yang lain
Jika Dn < Dkritis, maka H0 gagal ditolak, dengan Dkritis bisa didapatkan dari
Tabel uji KS yang tersedia di buku statistik. Pada perangkat lunak Weibull++6,
nilai AvGOF adalah selisih dari nilai data aktual dan data yang dihasilkan dari
referensi distribusi yang dimiliki perangkat lunak Weibull++6 (Reliasoft, 2005).
Sehingga semakin kecil AvGOF maka semakin baik distribusi yang diuji
dibandingkan dengan yang lain.
2. Average of Plot (AvPlot)
AvPlot didasarkan pada normalized index dari uji plot fit. Hasil uji
ditunjukkan dalam AvPlot index yang merupakan normalisasi dari koefisien
korelasi (ρ’). Persamaan koefisiensi korelasi adalah:
29
’
(2.55)
Dimana:
= time to faillure
= median rank
N = Jumlah data
Nilai koefisien korelasi adalah -1 ≤ ρ’ ≤ 1. Jika nilai mutlaknya
mendekati 1, maka akan semakin baik. Pada perangkat lunak Weibull++6, nilai
AvPlot index didapatkan dengan melakukan normalisasi dari koefisien korelasi di
atas. Ketentuan yang dipakai adalah jika semakin kecil nilai AvPlot, maka
distribusi yang diuji akan lebih baik daripada yang lain.
3. Nilai dari Likelihood Function Ratio (LKV)
LKV adalah suatu metode untuk menentukan jenis distribusi dari suatu
data dengan cara membandingkan kemiripan dari dua model. Uji ini berdasarkan
pada likelihood ratio, yang menggambarkan berapa kali terdapat kecocokan suatu
kelompok data terhadap karakteristik suatu model. Likelihood ratio diukur
berdasarkan nilai logaritmanya sehingga sering disebut log-likelihood ratio.
Persamaan log-likelihood adalah (Reliasoft, 2005):
(2.56)
Nilai maksimum dari persamaan 2.54 didapatkan dengan menurunkan
persamaan tersebut secara parsial dan kemudian disamakan dengan nol.
(2.57)
dengan:
n = jumlah data kegagalan L = likelihood
xi = waktu kegagalan = log-likelihood
= parameter yang diestimasi = parameter LKV
Ketentuan dari nilai LKV adalah bahwa semakin besar nilainya akan
semakin baik untuk distribusi yang diuji. Ketiga pengujian distribusi tersebut
menjadi pertimbangan pada pengambilan keputusan untuk menentukan distribusi
yang akan dipilih. Pada pengolahan data dengan menggunakan perangkat lunak
30
Weibull++6 dilakukan pemeringkatan yang didasari oleh pembobotan dari
masing-masing ketiga pengujian distribusi. Hasil pembobotan yang mempunyai
nilai terendah dari distribusi tersebut menunjukkan distribusi yang terbaik untuk
data waktu antar kegagalan dan lama waktu perbaikan yang dimaksud. Distribusi
terbaik inilah yang akan digunakan untuk menghitung nilai keandalan dan
maintainability secara kuantitatif.
2.15 Laju Biaya Perawatan Pencegahan
Biaya-biaya yang muncul untuk perawatan sangat berkaitan dengan
usaha optimasi interval waktu perawatan. David (2011) menyatakan bahwa ada
tiga kegiatan perawatan, yaitu:
1. Inspeksi
2. Perawatan pencegahan
3. Perawatan prediktif
Perawatan pencegahan dapat dilakukan jika laju kegagalan semakin
tinggi, dimana pada kurva bathtub ditunjukkan dengan distribusi Weibull yang
mempunyai nilai β > 1. Daerah ini juga disebut dengan nama wear out area
(daerah keusangan). Kegagalan peralatan atau sistem yang terjadi di daerah ini
dapat dicegah dengan perawatan pencegahan (Jardine, 1970). Persamaan untuk
laju biaya perawatan pencegahan adalah:
(2.58)
(2.59)
Dengan,
= total biaya per unit waktu
= biaya perawatan terencana/pencegahan
= biaya perbaikan kerusakan
= interval waktu antar perawatan pencegahan
= ekspektasi dari waktu gagal sebelum dilakukan
31
2.16 Optimasi Interval Waktu Perawatan Pencegahan
Keandalan dan maintainability alat atau sistem dapat diiterasi dengan
menggunakan random number yang dihasilkan dari fungsi RAND () di perangkat
lunak Microsoft Excel. Fitur ini dapat digunakan untuk menghasilkan bilangan
acak antara 0 dan 1. Sebagai contoh, suatu keandalan dari sub sub sistem (i) yang
data waktu antar kegagalannya (ti) mengikuti distribusi Weibull 3 parameter
(persamaan 2.32), dapat disusun ulang dengan membuat keandalan atau R(ti)
menjadi variabel bebas dan ti sebagai variabel tidak bebas:
R(t) = 1 – F(t) = exp –
(2.60)
(2.61)
Dalam hubungannya dengan waktu perawatan, maka selanjutnya notasi
diganti dengan notasi .Kriteria yang digunakan untuk menyatakan bahwa
sub-sub sistem akan sukses atau gagal adalah:
1. Sistem sukses bila > atau
2. Sistem gagal bila < .
Dengan menentukan interval waktu perawatan pencegahan ( ) dan
jumlah iterasi sebanyak n bilangan acak yang diinginkan, maka keandalan sub-sub
sistem dihitung dengan persamaan berikut (Barringer, 1997):
(2.62)
dengan
= 1, jika ti,r >
= 0, jika ti,r <
i = Subskrip (i) untuk simbol sub sub sistem.
r = Subskrip (r) untuk simbol run.
s = Superskrip (s) untuk simbol sukses
n = Jumlah percobaan keseluruhan
Iterasi untuk maintainability dilakukan dengan mensubsitusi variabel
maintainability dengan random number antara 0 dan 1. Contoh model
maintainability dengan distribusi eksponensial adalah (Giani, 2006):
32
(2.63)
adalah lama waktu perbaikan atau perawatan yang dianggap sudah
termasuk waktu-waktu untuk logistik, administrasi dan perbaikannya sendiri. Jika
kegiatan yang dilakukan adalah perbaikan dari kerusakan, maka waktu yang
digunakan adalah . Waktu yang digunakan untuk perawatan pencegahan
adalah . Iterasi dan dilakukan dengan cara berurutan seperti yang
diilustrasikan pada Gambar 2.6 dan dengan menggunakan langkah-langkah
sebagai berikut (Giani, 2006):
1. Penetapan parameter-parameter keandalan yang akan digunakan.
2. Penetapan nilai pertama dari .
3. Penentuan dua kelompok random number, Rand1() untuk iterasi dan
Rand2() untuk iterasi .
4. Jika > , maka sub sub sistem tidak mengalami kerusakan atau
= , namun tetap dilakukan perawatan pencegahan selama .
5. Jika < , maka sub sub sistem mengalami kerusakan atau = ,
sehingga harus dilakukan perbaikan selama .
6. Pengulangan langkah 3 sampai 5 sesuai dengan jumlah total run yang
digunakan.
7. Pengulangan langkah 2 sampai 6 dengan nilai yang berbeda-beda.
8. Pembuatan kurva laju biaya perawatan dan seperti yang diilustrasikan
pada Gambar 2.7.
Gambar 2.6 Alur Iterasi dan Secara Berurutan Sesuai dengan Pola Perawatan
Pencegahan Multi Komponen (Giani,2006)
33
Gambar 2.7 Pengaruh Terhadap Laju Biaya Perawatan Pencegahan (Jardine,
1970)
Dengan melakukan iterasi angka acak untuk mendapatkan
, maka diperoleh ketersediaan dari sub sub sistem tersebut dan
laju biaya perawatan pencegahan, sesuai dengan persamaan berikut (Laggoune,
2009):
(2.64)
(2.65)
(2.66)
(2.67)
dengan
i = Subskrip (i) untuk sub sub sistem
= Interval waktu perawatan pencegahan sub sistem
r = Subskrip (r) untuk run
= Lama perbaikan sub sub sistem (i) run (i)
N = Total percobaan
= Lama operasi sub sistem
= + +
g = Superskrip (g), indikator gagal
34
s = Superskrip (s), indikator sukses
= Keandalan sub sistem
= Biaya perawatan pencegahan sub sub sistem (i)
= Ketersediaan sub sistem
= Biaya perbaikan sub sub sistem (i)
= Laju biaya perawatan pencegahan sub sistem
= Waktu hidup sub sub sistem (i) pada run ke (r)
= Biaya loss opportunity
= Biaya tenaga kerja perjam
2.17 Posisi Penelitian
Rakhmad (2011) melakukan penelitian yang berjudul “Optimasi Interval
Waktu Perawatan Pencegahan pada Sistem Pemasok Bahan Bakar Turbin Gas.”
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan keandalan sistem. Hasil dari
optimasi ini adalah keandalan sistem meningkat hingga 74% dan penghematan
biaya perawatan juga dapat ditingkatkan menjadi 139,9 USD/hari dari 145,7
USD/hari.
Sutanto (2011) melakukan penelitian yang berjudul “Optimalisasi
Interval Waktu Penggantian Komponen Mesin Packer Tepung Terigu Kemasan
25 kg di PT. X.” Penelitian ini bertujuan untuk menentukan interval waktu
optimal untuk preventive maintenance pada sub unit mesin packer. Hasil dari
penelitian ini adalah didapatkannya waktu optimal untuk melakukan preventive
maintenance dengan laju biaya terendah dan dapat menghemat biaya perawatan
hingga 14,6%.
Fesa (2017) melakukan penelitian yang berjudul “Penentuan Interval
Waktu Perawatan dan Jumlah Tenaga Kerja Pada Peralatan Sub Unit RKC 3 di
PT. X Pabrik Tuban. Hasil dari penelitian ini adalah interval waktu perawatan
adalah 155,97 hari dengan laju biaya perawatan sebesar Rp. 33.100/jam.
Penelitian ini menggunakan metode yang berbeda dengan penelitian
sebelumnya dimana perhitungan interval waktu perawatan pencegahan dan laju
biaya perawatan dilakukan pada setiap sistem. Penelitian sebelumya
menggabungkan data komponen pada setiap sistem untuk menghitung interval
35
waktu perawatan dan laju biaya perawatan pada unit yang menjadi obyek
penelitian.
Interval waktu perawatan dipilih sebagai obyek penelitian dengan
mempertimbangkan data yang dimiliki oleh perusahaan, yakni data antar waktu
kegagalan dan waktu perbaikan.
36
Halaman ini sengaja dikosongkan
37
BAB 3
METODE PENELITIAN
Metode penelitian mengandung suatu proses yang terstruktur dan
memerlukan aturan serta langkah-langkah tertentu dalam pelaksaannya. Langkah-
langkah dasar yang dilakukan untuk mencapai tujuan ini adalah sebagai berikut:
1. Studi lapangan dan identifikasi masalah
2. Studi pustaka
3. Perumusan masalah dan tujuan penelitian
4. Pengambilan data
5. Pengolahan data
6. Penarikan kesimpulan dan saran
Langkah-langkah tersebut dapat dilihat pada diagram alur penelitian yang
ditunjukkan pada Gambar 3.1.
3.1 Studi Lapangan dan Identifikasi Masalah
Sistem yang menjadi obyek penelitian adalah unit GCS. Data kegagalan
komponen diperoleh dari data failure and down time unit GCS. Selain itu, untuk
memperkaya data dilakukan pengambilan data work order (WO) atau list
pekerjaan yang dilakukan oleh pihak luar. Kedua data tersebut diperoleh dari
Departemen Perawatan.
3.2 Studi Pustaka
Landasan teori dalam penelitian ini didasarkan pada text book, jurnal-
jurnal dan penelitian-penelitan yang berhubungan dengan analisa keandalan dan
penentuan interval perawatan.
38
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian
Selesai
Tahap 3: Pengolahan Data
Tahap 4: Penarikan
Kesimpulan
dan Saran
Pengolahan Data:
1. Penentuan komponen yang kritis
2. Penggabungan data waktu antar kegagalan dan data waktu perbaikan
dengan menggunakan ANAVA
3. Penilaian keandalan
Penentuan distribusi waktu antar kegagalan
Penentuan parameter distribusi waktu antar kegagalan
Penentuan distribusi waktu perbaikan
Penentuan parameter distribusi waktu perbaikan
4. Iterasi Ti dan Tp untuk menentukan:
Interval waktu pemeliharaan pencegahan pada setiap sistem (Tp)
Penarikan Kesimpulan dan
Pemberian Saran
Tahap 1: Identifikasi
Masalah
Tahap 2: Pengumpulan Data
Identifikasi Masalah
Pelaksanaan studi lapangan:
1. Pengamatan kondisi aktual di
lapangan
2. Wawancara dengan
departemen perawatan.
Pelaksanaan studi pustaka:
1. Konsep pengolahan data statistika.
2. Konsep distribusi waktu antar
kegagalan dan waktu perbaikan.
3. Konsep Keandalan.
Penetapan perumusan masalah dan tujuan penelitian
Pengumpulan data:
1. Diagram proses dari unit GCS
2. Data waktu antar kegagalan dan waktu perbaikan
3. Biaya perawatan dan potensi kerugian akibat penurunan dari volume minyak
yang diangkat.
Mulai
39
3.3 Perumusan Masalah dan Tujuan Penelitian
Setelah melakukan studi lapangan, identifikasi masalah dan studi
pustaka, maka tahap selanjutnya adalah merumuskan pokok permasalahan yang
dihadapi dan tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini.
3.4 Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan pada 6 anjungan minyak lepas pantai yang
memiliki GCS dengan karakteristik dan usia yang sama. Keenam anjungan
tersebut adalah Mike-Mike, Echo, Bravo, Lima, Foxtrot, dan KLA. Sumber data
yang digunakan adalah data failure and down time dari unit GCS dan work order
untuk periode 1 Januari 2012–31 Desember 2016. Data yang diperlukan pada
penentuan interval waktu perawatan pencegahan meliputi:
1. Data waktu antar kegagalan komponen, waktu perbaikan, dan potensi
kerugian perusahaan yang diperoleh dari Departemen Perawatan.
2. Biaya perawatan yang dibutuhkan.
3.5 Pengolahan Data
Pada tahap ini, dilakukan konversi data downtime dan work order dari
shutdown investigation report menjadi data watu antar kegagalan (TBF) dan
waktu perbaikan (TTR). Selanjutnya, dilakukan penggabungan data TBF dan TTR
pada 6 anjungan minyak lepas pantai dengan menggunakan ANAVA. Tujuan dari
dilakukannya ANAVA adalah untuk mendapatkan jumlah data kegagalan masing-
masing komponen sebanyak lebih atau sama dengan 20 data. Langkah berikutnya
adalah menentukan jenis distribusi data, fungsi padat peluang untuk kegagalan,
laju kegagalan, keandalan peralatan, dan fungsi padat peluang untuk pemeliharaan
dengan bantuan perangkat lunak Weibull++6. Alur pengolahan data dengan
perangkat lunak Weibull++6 ditunjukkan pada Gambar 3.2. Iterasi Ti dan Tp
digunakan untuk menentukan interval waktu pemeliharaan pencegahan dan
jumlah tenaga kerja yang mempunyai laju biaya minimum. Pada iterasi tersebut
digunakan random number generator yang terdapat pada perangkat lunak
Microsoft Excel sebagai input pada persamaan distribusi waktu antar kegagalan
dan waktu perbaikan yang telah dihasilkan oleh perangkat lunak Weibull++6.
Iterasi Ti dan Tp dilakukan untuk sub unit yang memiliki sistem seri. Keandalan
40
sub unit dihitung dari fungsi keandalan sub-sub unit yang memiliki mean time
between failure (MTBF) terendah.
3.6 Penarikan Kesimpulan dan Saran
Pada tahapan ini diberikan kesimpulan dari hasil penelitian yang telah
dicapai dan pemberian saran-saran terhadap perusahaan maupun penelitian yang
akan datang.
41
Gambar 3.2 Diagram Alir Pengolahan Data dengan Perangkat Lunak Weibul++6
Data:
1. Waktu kegagalan komponen sub-sub
unit (jam, tanggal, tahun)
2. Lama waktu perbaikan (jam)/TTR
(Time to Repair)
PERANGKAT LUNAK WEIBULL++6
A. Penentuan Distribusi dan Parameter untuk Data TBF dan
TTR
1. Pemasukan data: TTF
Pemasukan data: TTR
2. Lakukan pemilihan distribusi terbaik untuk data
3. Pemilihan distribusi terbaik dengan kriteria:
Average Goodness Fit (AVGOF), semakin kecil semakin
baik
Average of Plot (AFPLOT), semakin kecil semakin baik
Likelihood Function (LKV), semakin besar semakin baik
Pilih distribusi sesuai dengan yang dihasilkan oleh
perangkat lunak Weibull++6
4. Penetapan parameter dari distribusi yang terpilih
5. Penyimpanan parameter keandalan dan maintainability
Selesai
Mulai
A. Pengolahan Data TBF dan TTR
1. Penyusunan data kegagalan dan perbaikan
sesuai dengan tanggal kejadian
2. Penyusunan data kegagalan dan perbaikan: tipe
kegagalan, jam ke-berapa dari jam 00:00 tahun
pertama dan durasi perbaikan
3. Penghitungan data TBF dan TTR dari jam 00:00
tahun pertama
B. Pengujian ANAVA untuk data TBF dan TTF
C. Pemindahan data ke perangkat lunak
Weibull++6
42
Selesai
1) Plot C(Tp) dan Tp, Plot R dan Tp dan Plot A dan Tp
2) Tentukan Tp yang mendapatkan C(Tp) minimal
Tp lain
Generate bilangan acak (random number)
1) F(t) = Randi()
2) TBF(i) = fTBF(Randi())
3) Tops(F) = If (TBF < Tp, Tf, Tp); → gagal
4) Tops(S) = If (TBF > Tp, Ts, f(Randj()); → sukses
5) Tcm = fTTR(Randj())
6) Tpm = MTTR x 0,25
7) TS = If (TBF = Tops(S))
8) Tf = If (TBF = Tops(F))
9) TOpr = Tf+Ts
10) Tjam = Topr+Tpm+Tcm
11) R (Tp) = R(Ti min) MTBF terkecil dari sub-sub unit
12) Ketersediaan = TOpr/Tjam Kerjakan sebanyak N setiap siklus di atas
Catatan:
Tops = lama waktu beroperasi, F = gagal, S = sukses
Tcm = lama waktu pemeliharaan perbaikan
Tpm = lama waktu pemeliharaan pencegahan
Biaya pemeliharaan pada setiap Tp
C(Tpi) = (Ccm x jumlah gagal + Cpm x jumlah sukses + (Tpm + Tcm x biaya
tenaga kerja/jam) + (Tcm +Tpm x loss opportunity/jam)) Tjam
Pilih Min dari semua Tp yang dilakukan
Untuk Tpi
berikut
1) Jumlah N=1000
2) Tentukan interval pemeliharaan pencegahan (Tp)
3) Cpm dan Ccm (komponen)
Mulai
Parameter-parameter keandalan dan
maintainability komponen.
Didapat dari diagram alir
pada Gambar 3.2.
Y
N
Gambar 3.3 Diagram Alir Iterasi Ti dan Tp untuk komponen
43
BAB 4
PENGOLAHAN DATA
4.1 Pengolahan Data Antar Waktu Kegagalan dan Waktu Perbaikan
Komponen penyebab kegagalan pada masing-masing bagian telah
ditunjukkan pada Gambar 1.4, sehingga dapat dihitung waktu antar kegagalan
atau time between failure (TBF) dan waktu perbaikan atau time to repair (TTR)
dari masing-masing komponen. Dalam pengolahan data telah ditetapkan frekuensi
minimum kegagalan adalah 20 data kegagalan, akan tetapi data yang dimiliki
belum memenuhi kriteria tersebut. Oleh karena itu, dilakukan analisis variansi
(ANAVA) untuk menggabungkan data TBF dan TTR dari anjungan lain yakni
Mike-Mike, Echo, Bravo, Lima, Foxtrot, dan KLA. Asumsi-asumsi yang
digunakan untuk menggabungkan data tersebut adalah:
1. Memiliki konfigurasi rangkaian yang sama.
2. Memiliki tipe dan jenis komponen yang sama.
3. Memiliki parameter operasi dan waktu operasi yang sama.
4. Memiliki perlakuan pemeliharaan yang sama.
Penggabungan data TBF dan TTR dilakukan berdasarkan hasil ANAVA.
Apabila data TBF dan TTR dari keenam anjungan tersebut dapat dianggap berasal
dari populasi yang sama, maka dapat dilakukan penggabungan data. Tabel 4.1
menunjukkan data TBF dan TTR pada komponen back up seal oil pada anjungan
Mike-Mike, Echo, Bravo, Lima, Foxtrot, dan KLA.
Tabel 4.1 TBF dan TTR Komponen Back Up Seal Oil.
MIKE-MIKE (1) ECHO (2) BRAVO (3)
TBF TTR TBF TTR TBF TTR
14326 3.1 5232 3.2 13268 3.0
16202 3.2 192 3.4 17308 3.4
768 3.5 19704 3.3 7488 3.5
552 3.1 24 3.9
3048 2.5 6672 2.5
96 2.0
5784 2.6
44
Tabel 4.1 TBF dan TTR Komponen Back Up Seal Oil (lanjutan).
Sumber: PHE ONWJ (2016).
Setelah melakukan uji ANAVA, langkah selanjutnya adalah uji asumsi
residual. Berikut merupakan hasil pengujian terhadap residual dari data TBF dan
TTR dari komponen back up seal oil.
A. Uji Independen
Pengujian independen pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
auto correlation function (ACF). Berdasarkan plot ACF yang ditunjukkan pada
Gambar 4.1 tidak ada nilai ACF pada setiap lag yang berada di luar dari batas
interval. Hal ini membuktikan bahwa tidak ada korelasi antar residual sehingga
residual bersifat independen.
(a) TBF (b) TTR
Gambar 4.1 Plot ACF untuk Data Back Up Seal Oil.
B. Uji Identik
Uji residual identik pada penelitian ini dilakukan secara visual, yaitu
dengan menggambarkan plot antara residual dan observation order seperti
ditunjukkan pada Gambar 4.2. Plot tersebut menunjukkan bahwa data tersebar
secara acak dan tidak membentuk pola tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa
asumsi residual bersifat identik terpenuhi.
LIMA (4) FOXTROT (5) KLA (6)
TBF TTR TBF TTR TBF TTR
12397.0 3.8 9651.0 3.4 15617.0 3.2
13211.0 2.9 10487.0 3.0 12471.0 3.3
552.0 3.4 12142.0 3.4 14128.0 3.1
48.0 3.4
45
(a) TBF (b) TTR
Gambar 4.2 Plot Residual Versus Observation Order.
C. Uji Kenormalan
Pengujian asumsi residual normal (0, σ2) dilakukan melalui uji
Kolmogorov-Smirnov. Hipotesis yang digunakan adalah:
H0: Residual berdistribusi normal
H1: Residual tidak berdistribusi normal
H0 ditolak jika P-Value lebih kecil dari pada α = 0,05. Gambar 4.3 menunjukkan
pengujian pada komponen back up seal oil dengan uji Kolmogorov-Smirnov.
(a) TBF (b) TTR
Gambar 4.3 Plot Uji Distribusi Normal.
P-Value > 0,150 yang berarti lebih besar dari α= 0,05. Oleh karena itu
dapat disimpulkan bahwa H0 gagal ditolak atau residual berdistribusi
normal untuk TBF dan TTR.
Mean bernilai sebesar 7,27 x 10-14
untuk TBF dan 8,88 x 10-17
untuk TTR
yang berarti mendekati nol.
Variansi residual adalah sebesar 0,0133 untuk TBF dan 0,014 untuk TTR.
Dengan demikian asumsi residual berdistribusi normal dengan nilai mean
mendekati nol dan memiliki variasi tertentu telah terpenuhi.
46
Karena semua pengujian asumsi residual sudah terpenuhi maka hasilnya
sudah valid. Hasil pengujian asumsi residual dari data waktu antar kegagalan dan
waktu perbaikan komponen-komponen lainnya ditunjukkan pada Lampiran A.
D. Uji Kesamaan Variansi
Uji kesamaan variansi menggunakan uji levene untuk data TBF dan TTR.
Hipotesisnya adalah sebagai berikut:
H0: σ2
mike-mike = σ2
echo = σ2
bravo = σ2
lima = σ2
Foxtrot = σ2
kla
H1: Paling sedikit ada satu variansi yang berbeda.
P-Value dari uji Levene untuk komponen level transmitter pada sistem
suction & discharge scrubber data TBF dan TTR adalah 0,11 dan 0,568. Dengan
tingkat signifikansi (α) sebesar 5% maka H0 gagal ditolak, hal ini menyatakan
bahwa tidak ada perbedaan variansi dari 6 lokasi anjungan yang dijadikan sample.
Pada Tabel 4.2 ditampilkan hasil ANAVA unit GCS dari data waktu antar
kegagalan dan waktu perbaikan komponen setiap sistem dengan tingkat
signifikansi 5%.
Tabel 4.2 Hasil ANAVA Unit GCS dari Data Waktu antar Kegagalan dan Waktu
Perbaikan Komponen di Setiap Sistem dengan Tingkat Signifikansi 5%.
No Sistem Komponen P-Value
Kesimpulan TBF TTR
1
Suction &
Discharge
Scrubber
Level Transmitter 0.354 0.929 Gagal menolak Ho
2 Kompresor Bearing 0.948 0.167 Gagal menolak Ho
3 Turbin Gas
(Engine)
Back Up Seal Oil 0.859 0.587 Gagal menolak Ho
Back Up Over
Speed 0.860 0.227
Gagal menolak Ho
Module Analog 0.882 0.191 Gagal menolak Ho
Tubing 0.755 0.586 Gagal menolak Ho
4 Interstage Cooler Shell & Tube 0.147 0.533 Gagal menolak Ho
5 Support and
Others
Valve 0.544 0.119 Gagal menolak Ho
Pipe 0.928 0.661 Gagal menolak Ho
Sumber: Hasil pengolahan menggunakan perangkat lunak Minitab.
Berdasarkan hasil ANAVA yang ditunjukkan pada Tabel 4.2 dapat
disimpulkan bahwa dengan tingkat signifikansi 5% data TBF dan TTR yang
47
diperoleh dari 6 lokasi berasal dari populasi yang sama. Dari hasil ANAVA
tersebut didapatkan lebih 20 data pada masing-masing komponen gagal.
4.2 Pengolahan Data Antar Waktu Kegagalan dan Waktu Perbaikan
Penentuan parameter keandalan pada setiap sistem dari unit GCS
dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Weibull++6. Penilaian
keandalan pada sistem turbin gas (engine) didasarkan pada 4 komponen
penyusun, yakni back up seal oil, back up over speed, module analog, dan tubing.
Penilaian keandalan pada sistem support and others didasarkan pada 2 komponen
penyusun, yakni valve dan pipe. Sedangkan, penilaian keandalan pada sistem
suction & discharge scrubber, kompresor, interstage cooler didasarkan penilaian
keandalan dari komponen level transmitter, bearing, shell & tube. Penentuan
distribusi yang terbaik didasarkan atas ketiga parameter uji, yaitu average
goodness of fit (AvGOF), average of plot (AvPlot), dan likelihood function ratio
(LKV). Langkah-langkah dalam penentuan parameter keandalan dengan perangkat
lunak Weibull++6 adalah sebagai berikut:
1. Pengujian kecocokan data dengan jenis-jenis distribusi data kegagalan
berdasarkan perhitungan tiga parameter uji.
2. Pemeringkatan hasil perhitungan masing-masing parameter uji.
3. Pengalian hasil pemeringkatan dengan bobot yang telah ditentukan
besarannya dari perangkat lunak Weibull++6, sehingga dapat dipilih jenis
distribusi waktu antar kegagalan yang sesuai.
4.3 Penentuan Parameter Keandalan Setiap Sistem
Terdapat 5 sistem yang dilakukan penentuan parameter keandalan, yakni
suction and discharge Scrubber, turbin gas (engine), kompresor, interstage
cooler, dan support and others. Hasil penentuan distribusi pada sistem suction
and discharge scrubber dapat dilihat pada Tabel 4.3.
48
Tabel 4.3 Pemilihan Distribusi Data Antar Waktu Kegagalan pada Sistem Suction
and Discharge Scrubber.
Distribution AvGOF AvPlot LKV Ranking
Exponential 1 27.3304544 5.75135736 -242.70234 5
Exponential 2 3.03619611 4.21135151 -245.24101 4
Weibull 2 2.45734065 3.42663734 -242.47232 3
Weibull 3 0.018287 2.75817044 -241.94382 1
Normal 79.657982 9.84361678 -253.96763 6
Lognormal 0.001688 3.04687542 -243.12515 2
Sumber: Hasil Pengolahan data dengan perangkat lunak Weibull ++6.
Berdasarkan Tabel 4.3 maka distribusi antar waktu kegagalan pada sistem
suction and discharge scrubber adalah Weibull 3 parameter dengan parameter
keandalan sebagai berikut:
Parameter bentuk (β) : 0.7917
Parameter skala (η) : 5656.2475
Parameter lokasi (ϒ) : 104.2
Dengan langkah yang sama, diperoleh parameter keandalan pada setiap
sistem lainnya. Hasil pemilihan distribusi data antar waktu kegagalan terdapat
pada lampiran B.
Tabel 4.4 Parameter Keandalan Waktu antar Kegagalan.
Sistem Komponen MTBF Distribusi Beta (β) Eta (η) Gamma
(ϒ)
Suction &
Discharge
Scrubber
Level
Transmitter 5575.762 Weibull 3 1.0917 5656.248 104.200
Kompresor Bearing 5215.830 Weibull 3 1.329 4755.832 842.020
Turbin Gas
(Engine)
Back Up
Seal Oil 8812.464 Weibull 3 1.108 9138.098 15.82
Back Up
Over Speed 8049.031 Weibull 3 1.0851 8215.566 85.36
Module
Analog 9334.326 Weibull 3 1.0738 10259 646.28
Tubing 4095.674 Weibull 3 1.006 4102.765 3.195
Interstage
Cooler
Shell &
Tube 597.812 Weibull 3 1.099 409.075 202.960
Support
and Others
Valve 7685.991 Weibull 3 1.0008 6104.852 1583.2
Pipe 9295.96 Weibull 2 1.0386 9438.943 -
Sumber: Hasil pengolahan data dengan perangkat lunak Weibull++6.
49
Berdasarkan nilai-nilai parameter keandalan pada Tabel 4.4, maka dapat
diperoleh fungsi padat peluang dan fungsi keandalan untuk setiap sistem. Fungsi
padat peluang dan fungsi keandalan waktu antar kegagalan untuk setiap sistem
ditunjukkan pada Tabel 4.5 dan Tabel 4.6.
Tabel 4.5 Fungsi Padat Peluang Waktu antar Kegagalan.
Sistem Komponen Fungsi Padat Peluang
Suction &
Discharge
Scrubber
Level Transmitter
Kompresor Bearing
Turbin Gas
(Engine)
Back Up
Seal Oil
Back Up
Over Speed
Module
Analog
Tubing
Interstage
Cooler
Shell &
Tube
Support
and Others
Valve
Pipe
Sumber: Hasil pengolahan data dengan perangkat lunak Weibull++6.
50
Tabel 4.6 Fungsi Keandalan Waktu antar Kegagalan Sub-Sub Unit.
Sistem Komponen Fungsi Keandalan
Suction & Discharge Scrubber
Level Transmitter
Kompresor Bearing
Turbin Gas (Engine)
Back Up Seal Oil
Back Up Over
Speed
Module Analog
Tubing
Interstage Cooler Shell & Tube
Support and Others
Valve
Pipe
Sumber: Hasil pengolahan data dengan perangkat lunak Weibull++6.
4.4 Penentuan Parameter Maintainability Setiap Sistem
Hasil penentuan parameter Maintainability untuk setiap sistem disajikan
pada Tabel 4.7 sebagai berikut:
Tabel 4.7 Parameter Maintainability Setiap Sistem.
Sistem Komponen MTTR Distribusi Beta (β) Eta (η) Gamma
(ϒ)
Suction &
Discharge
Scrubber
Level
Transmitter 2.594 Weibull 3 1.566 2.413 0.426
Kompresor Bearing 28.714 Weibull 2 1.371 31.396 -
51
Tabel 4.7 Parameter Maintainability Setiap Sistem (lanjutan).
Turbin Gas
(Engine)
Back Up
Seal Oil 3.158492 Weibull 2 8.4454 3.3452 -
Back Up
Over Speed 2.621741 Weibull 3 1.114 0.6574 1.99
Module
Analog 3.207918 Weibull 3 1.1496 2.9186 0.43
Tubing 39.80024 Weibull 2 19.9662 40.8852 -
Interstage
Cooler
Shell &
Tube 24.215 Weibull 3 5.974 15.908 9.460
Support
and Others
Valve 3.158492 Weibull 2 8.4454 3.3452 -
Pipe 53.12617 Weibull 3 1.0003 49.1624 3.97
Sumber: Hasil pengolahan data dengan perangkat lunak Weibull++6.
Berdasarkan parameter-parameter maintainability dari Tabel 4.7, maka
dapat diperoleh fungsi padat peluang dan fungsi maintainability lama waktu
perbaikan untuk setiap sistem yang ditunjukkan pada Tabel 4.8 dan Tabel 4.9.
Tabel 4.8 Fungsi Padat Peluang Waktu Perbaikan Setiap Sistem.
Sistem Komponen Fungsi Padat Peluang
Suction & Discharge
Scrubber
Level
Transmitter
Kompresor Bearing
Turbin
Gas (Engine)
Back Up
Seal Oil
Back Up
Over Speed
Module
Analog
Tubing
Interstage Cooler
Shell & Tube
52
Tabel 4.8 Fungsi Padat Peluang Waktu Perbaikan Setiap Sistem (lanjutan).
Support
and Others
Valve
Pipe
Sumber: Hasil pengolahan data dengan perangkat lunak Weibull++6.
Tabel 4.9 Fungsi Maintainability Waktu Perbaikan Setiap Sistem.
Sistem Komponen Fungsi Keandalan
Suction & Discharge
Scrubber Level Transmitter
Kompresor Bearing
Turbin Gas (Engine)
Back Up Seal Oil
Back Up Over Speed
Module Analog
Tubing
Interstage Cooler Shell & Tube
Support and Others
Valve
Pipe
Sumber: Hasil pengolahan data dengan perangkat lunak Weibull++6.
53
BAB 5
PENENTUAN INTERVAL WAKTU PERAWATAN
PENCEGAHAN YANG OPTIMUM
5.1 Penentuan Interval Waktu Perawatan Pencegahan yang Optimum,
Keandalan dan Ketersedian pada Setiap Sistem Unit GCS
Perangkat lunak Microsoft Excel digunakan untuk melakukan penentuan interval
waktu perawatan pencegahan yang optimum. Iterasi dilakukan terhadap Ti dan Tp.
Besaran biaya yang digunakan adalah biaya perawatan pencegahan dan perawatan
perbaikan, dimana didalamnya mencakup biaya penggantian spare part dan tenaga
kerja yang disajikan pada tabel 5.1.
Nilai keandalan yang telah ditetapkan oleh perusahaan adalah sebesar 0.97. Nilai
tersebut dapat dicapai dengan melakukan iterasi Ti dan Tp. Langkah penentuan
interval waktu perawatan pencegahan yang optimum (Tp) untuk setiap sistem unit
GCS adalah sebagai berikut (Laggoune, 2009):
1. Tentukan nilai dan N (banyaknya pengulangan simulasi)
Contoh: = 50 hari dan N = 1000 kali
2. Pada N = 1, dengan menggunakan persamaan 2.61 hitung waktu kegagalan
( ), dan nilai di dalam F( ) diganti dengan bilangan acak tertentu antara
0-1. Perhitungan ini dilakukan untuk semua sistem pada unit GCS yang
disajikan pada tabel 5.2. Sebagai contoh perhitungan pada sistem kompresor
dengan satu komponen dengan tingkat kegagalan yang tinggi, yakni bearing.
Bilangan acak yang digunakan adalah 0,519, sehingga diperoleh perhitungan:
Pada sistem Turbin Gas (Engine) tersusun atas 4 komponen dengan tingkat
kegagalan yang tinggi, yakni back up seal oil, back up over speed, module
54
analog, dan tubing. Perhitungan waktu kegagalan ( ) pada sistem Turbin Gas
(Engine) dengan bilangan acak yang sama dilakukan sebagai berikut:
a. Perhitungan waktu operasi sampai terjadi kegagalan ( ) pada komponen
back up seal oil.
jam.
b. Perhitungan waktu operasi sampai terjadi kegagalan ( ) pada komponen
back up over speed.
jam.
c. Perhitungan waktu operasi sampai terjadi kegagalan ( ) pada komponen
module analog.
jam.
d. Perhitungan waktu operasi sampai terjadi kegagalan ( ) pada komponen
tubing.
jam.
Dari perhitungan tersebut dipilih nilai waktu kegagalan ( ) terendah, yakni
. Perhitungan untuk 3 sistem lain ditunjukkan pada tabel 5.2.
55
Tabel 5.1 Komponen Biaya Perbaikan dan Perawatan Pencegahan (dalam USD)
No Sistem
Biaya
Perbaikan
(Spare part &
tenaga kerja)
Biaya Perawatan
Pencegahan
(Spare part &
tenaga kerja)
1 Suction & Discharge Scrubber 8074 3252
2 Kompresor 50847 8074
3 Turbin Gas (Engine) 859.868 8074
4 Fin Fan Cooler 38500 3252
5 Support and Others 8074 3252
Sumber: PHE ONWJ (2016).
Tabel 5.2 Perhitungan Ti untuk Setiap Sistem unit GCS.
No Sistem Ti (jam)
1 Suction & Discharge Scrubber 8315.374
2 Kompresor
3 Turbin Gas (Engine)
4 Fin Fan Cooler 633.83
5 Support and Others 1868.06
Sumber: Perhitungan dengan perangkat lunak Microsoft Excel
3. Penentuan nilai waktu interval perawatan pencegahan pada sistem Turbin Gas
(Engine) diperoleh nilai Tp = 1600 jam dengan nilai keandalan (Rt) = 0.97.
Sistem Turbin Gas (Engine) berhasil menyelesaikan misi karena Ti > Tp.
Setelah diperoleh nilai Tp, maka langkah berikutnya adalah menentukan
waktu perawatan pencegahan Tpm. Nilai Tpm diperoleh dari persamaan 2.50
sebagai berikut:
a. Perhitungan waktu perawatan pencegahan ( ) pada komponen back up
seal oil.
MTTR = Г (
= 3.158492 jam.
b. Perhitungan waktu perawatan pencegahan ( ) pada komponen back up
over speed.
MTTR = Г (
= 2.621741 jam.
56
c. Perhitungan waktu perawatan pencegahan ( ) pada komponen module
analog.
MTTR = Г (
= 3.207918 jam.
d. Perhitungan waktu perawatan pencegahan ( ) pada komponen tubing.
MTTR = Г (
= 39.8 jam.
Nilai Tpm diperoleh dari nilai MTTR terbesar dikalikan dengan 0.25,
sehingga untuk sistem Turbin Gas nilai waktu perawatan sebagai berikut:
Tpm = 0.25 x 39.8 = 9.95
Dengan cara yang sama dilakukan perhitungan untuk 4 sistem yang lain.
Hasil perhitungan pada iterasi N = 1 ditunjukkan pada tabel 5.3.
Tabel 5.3 Perhitungan Ti untuk setiap sistem unit GCS.
No Sistem Ti (jam) Tp (jam) Tpm (jam)
1 Suction & Discharge Scrubber 8315.37 400 0.648
2 Kompresor 1200 7.179
3 Turbin Gas (Engine) 1600 9.95
4 Fin Fan Cooler 633.83 220 6.054
5 Support and Others 1868.06 2000 13.2815
Sumber: Perhitungan dengan perangkat lunak Microsoft Excel.
4. Pada iterasi N = 2 dilakukan dengan bilangan acak yang berbeda, sebagai
contoh yaitu 0,002. Semua sistem unit GCS gagal menjalankan misi. Sebagai
contoh sistem Turbin Gas (Engine) gagal menyelesaikan misi selama Tp dan
hanya mampu beroperasi selama karena < . Hasil perhitungan
tersebut disajikan pada Tabel 5.4.
57
Tabel 5.4 Waktu gagal (Tf ) untuk setiap sistem unit GCS pada N = 2 dengan
bilangan acak 0.002.
No Sistem Tf (jam) Tp (jam)
1 Suction & Discharge Scrubber 123.284 400
2 Kompresor 886.291 1200
3 Turbin Gas (Engine) 1124.23 1600
4 Fin Fan Cooler 204.393 220
5 Support and Others 23.80566 2000
Sumber: Perhitungan dengan perangkat lunak Microsoft Excel.
Sistem Turbin Gas (Engine) gagal menjalankan misi dan mengalami
kerusakan sebelum dilakukan kegiatan perawatan pencegahan. Hal tersebut
mengakibatka perlu dilakukan perawatan perbaikan selama Lama waktu
didapatkan dari fungsi maintainability, dimana digantikan dengan
bilangan acak. Model maintainability untuk sistem Turbin Gas (Engine)
sebagai berikut:
a. Perhitungan waktu perbaikan ( ) pada komponen back up seal oil.
jam.
b. Perhitungan waktu perbaikan ( ) pada komponen back up over speed.
jam.
c. Perhitungan waktu perbaikan ( ) pada komponen module analog.
jam.
58
d. Perhitungan waktu perbaikan ( ) pada komponen tubing.
jam.
Maka waktu perbaikan dengan menggunakan bilangan acak senilai 0,59
adalah 2.75 jam. Tf (waktu gagal) adalah sebesar 1124.23 jam.
5. Pada iterasi N = 2, dapat dihitung:
5.1 Dengan menggunakan persamaan 2.64, dapat dihitung lama waktu sistem
turbin gas beroperasi ( ).
5.2 dihitung dengan menggunakan persamaan 2.65.
= Total waktu bergerak (Tclock) adalah:
6. Dengan persamaan 2.38 diperoleh nilai keandalan setiap sistem dari unit
GCS. Kemudian untuk mendapatkan nilai ketersediaan digunakan persamaan
2.18. Sebagai contoh untuk sistem Turbin Gas (Engine) dilakukan
perhitungan sebagai berikut:
6.1 Keandalan (R) sistem Turbin Gas (Engine)
RBack Up Seal Oil . RBack Up Over Speed . RModule Analog . RTubing
59
6.2 Ketersediaan (A) sistem Turbin Gas (Engine)
= 0.99
7. Komponen-komponen biaya yang digunakan untuk menghitung total biaya
perawatan pada sistem Turbin Gas (Engine) adalah sebagai berikut:
Biaya perbaikan kerusakan (Cf) = USD 859868.32
Biaya perawatan pencegahan (Cp) = USD 8074
Total biaya tersebut terdiri dari biaya penggantian spare part dan biaya
tenaga kerja. Dengan menggunakan persamaan 2.67, dapat dihitung total
biaya perawatan sebagai berikut:
8. Prosedur nomor 2 sampai dengan nomor 8 diulang hingga sebanyak 1000
kali.
9. Dengan lama Tp yag berbeda, maka prosedur pengulangan dilakukan lagi
mulai nomor 2 sampai nomor 9, hingga mendapatkan hasil Tp optimum dari
setiap sistem.
10. Tp yang menghasilkan laju biaya terendah menjadi Tp optimum.
11. Langkah yang sama dilakukan pada sistem lain, yakni suction & discharge
scrubber, kompresor, fin fan cooler dan support and others.
Tabel 5.5 sampai 5.9 menunjukkan hasil penentuan Tp optimum. Total laju biaya
perawatan pencegahan terkecil dan memenuhi nilai keandalan yang dipersyaratkan
perusahaan yakni 0.97 ditetapkan sebagai waktu perawatan pencegahan yang
optimum. Gambar 5.1 sampai dengan 5.15 menunjukkan pengaruh Tp terhadap laju
biaya perawatan, keandalan, dan ketersediaan.
58
Tabel 5.5 Hasil Penentuan Tp Optimum pada Sistem Suction & Discharge Scrubber
Tp (hr) 200 400 600 800 1000 1500
R(Tp) 0.986 0.972 0.940 0.894 0.878 0.806
Tops (day) 199,375.814 396,294.116 584,833.092 763,651.199 946,153.723 1,368,314.229
Tday (day) 200,044.617 396,994.863 585,600.169 764,504.453 947,061.152 1,369,359.420
A(t) 0.996657 0.998235 0.998690 0.998884 0.999042 0.999237
Cpm (US$/day) 16.029 7.962 5.220 3.803 3.015 1.914
Ccm (US$/day) 0.565 0.569 0.827 1.119 1.040 1.144
Total Cost (US$/day) 16.594 8.532 6.047 4.922 4.055 3.058
Sumber: Perhitungan dengan perangkat lunak Microsoft Excel.
Gambar 5.1 Pengaruh Tp terhadap Laju Biaya
Perawatan pada Sistem Suction & Discharge
Scrubber
Gambar 5.2 Pengaruh Tp terhadap Keandalan
pada Sistem Suction & Discharge Scrubber
59
Tabel 5.6 Hasil Penentuan Tp Optimum pada Sistem Kompresor
Tp (hr) 800 1000 1,200 1400 1600 1800
R(Tp) 1.000 0.988 0.974 0.949 0.911 0.860
Tops (day) 800,000.00 998,937.067 1,194,347.274 1,387,504.546 1,568,179.127 1,740,504.950
Tday (day) 807,178.558 1,006,483.864 1,202,101.746 1,395,573.783 1,577,091.428 1,750,981.329
A(t) 0.991107 0.992502 0.994 0.994218 0.994349 0.994017
Cpm (US$/day) 10.003 7.926 6.475 5.490 4.664 3.966
Ccm (US$/day) 0.000 0.606 1.523 1.858 2.869 4.065
Total Cost (US$/day) 10.003 8.532 7.998 7.349 7.533 8.031
Sumber: Perhitungan dengan perangkat lunak Microsoft Excel.
Gambar 5.3 Pengaruh Tp terhadap Ketersediaan
pada Sistem Suction & Discharge Scrubber
60
Gambar 5.4 Pengaruh Tp terhadap Laju Biaya
Perawatan pada Sistem Kompresor
Gambar 5.5 Pengaruh Tp terhadap Keandalan
pada Sistem Kompresor
Gambar 5.6 Pengaruh Tp terhadap Ketersediaan
pada Sistem Kompresor
61
Tabel 5.7 Hasil Penentuan Tp Optimum pada Sistem Turbin Gas (Engine)
Tp (hr) 1000 1,200 1400 1600 1800 2000
R(Tp) 0.985 0.977 0.975 0.975 0.970 0.959
Tops (day) 41,365.745 49,474.278 57,715.756 65,921.888 73,919.591 73,747.137
Tday (day) 42,181.338 50,322.114 58,549.481 66,763.778 74,735.400 74,620.048
A(t) 0.980665 0.983152 0.985760 0.987390 0.989084 0.988302
Cpm (US$/day) 188.540 156.756 134.453 117.910 104.793 103.765
Ccm (US$/day) 305.776 393.008 367.155 321.982 345.165 472.455
Total Cost (US$/day) 494.316 549.764 501.607 439.892 449.959 576.220
Sumber: Perhitungan dengan perangkat lunak Microsoft Excel.
Gambar 5.7 Pengaruh Tp terhadap Laju Biaya
Perawatan pada Sistem Turbin Gas (Engine)
Gambar 5.8 Pengaruh Tp terhadap Keandalan
pada Sistem Turbin Gas (Engine)
62
Tabel 5.8 Hasil Penentuan Tp Optimum pada Sistem Fin Fan Cooler
Tp (hr) 100 150 200 220 250 300
R(Tp) 1.000 1.000 1.000 0.977 0.908 0.819
Tops (day) 100,000.000 150,000.000 200,000.000 219,765.620 247,949.366 291,194.976
Tday (day) 106,053.732 156,053.732 206,053.732 226,452.641 255,671.100 300,510.280
A(t) 0.942918 0.961207 0.970621 0.970471 0.969798 0.969002
Cpm (US$/day) 30.664 20.839 15.782 13.887 11.549 8.863
Ccm (US$/day) 0.000 0.000 0.000 5.610 13.854 23.189
Total Cost (US$/day) 30.664 20.839 15.782 19.497 25.403 32.052
Sumber: Perhitungan dengan perangkat lunak Microsoft Excel.
Gambar 5.9 Pengaruh Tp terhadap Ketersediaan
pada Sistem Turbin Gas (Engine)
63
Gambar 5.10 Pengaruh Tp terhadap Laju Biaya
Perawatan pada Sistem Fin Fan Cooler
Gambar 5.11 Pengaruh Tp terhadap Keandalan
pada Sistem Fin Fan Cooler
Gambar 5.12 Pengaruh Tp terhadap Ketersediaan
pada Sistem Fin Fan Cooler
64
Tabel 5.9 Hasil Penentuan Tp Optimum pada Sistem Support and Others
Tp (hr) 1,400 1600 1800 2000 2200 2400
R(Tp) 0.994 0.993 0.994 0.994 0.991 0.987
Tops (day) 58,157.621 66,407.229 74,834.967 83,119.767 91,313.385 99,449.043
Tday (day) 71,807.215 80,381.544 88,394.885 96,648.185 104,811.256 113,360.384
A(t) 0.909913 0.926150 0.946598 0.960024 0.971217 0.977282
Cpm (US$/day) 111.765 99.743 90.792 83.039 76.340 70.298
Ccm (US$/day) 71.848 74.881 58.365 53.381 73.836 98.608
Total Cost (US$/day) 183.613 174.624 149.158 136.420 150.176 168.907
Sumber: Perhitungan dengan perangkat lunak Microsoft Excel.
Gambar 5.13 Pengaruh Tp terhadap Laju Biaya
Perawatan pada Sistem Support and Others
Gambar 5.14 Pengaruh Tp terhadap Keandalan
pada Sistem Support and Others
65
Gambar 5.15 Pengaruh Tp terhadap Ketersediaan
pada Sistem Support and Others
66
Dari gambar pengaruh Tp terhadap keandalan pada setiap sistem pada unit
GCS menunjukkan bahwa semakin lama interval waktu perawatan pencegahan maka
semakin menurun keandalanya. Hasil penentuan interval waktu perawatan
pencegahan pada unit GCS adalah sebagai berikut:
1. Interval waktu perawatan pencegahan (Tp) optimum dan laju biaya perawatan
pada setiap sistem unit GCS ditunjukkan pada tabel 5.10.
Tabel 5.10 Interval waktu perawatan pencegahan (Tp) optimum dan laju biaya
perawatan pada setiap sistem unit GCS.
No Sistem Tp (jam) Laju Biaya
Perawatan )/Day
1 Suction & Discharge Scrubber 400 8.532
2 Kompresor 1200 7.998
3 Turbin Gas (Engine) 1600 439.892
4 Fin Fan Cooler 220 19.497
5 Support and Others 2000 136.42
Total laju biaya perawatan/day 612.339
Sumber: Perhitungan dengan perangkat lunak Microsoft Excel.
2. Laju biaya perawatan pencegahan pada Tp optimum adalah sebesar USD
612.339/day. Nilai ini lebih rendah 2.8% dari rata rata biaya perawatan
sebelumnya yakni USD 629.484/day.
3. Nilai keandalan dan ketersediaan pada Tp optimum di setiap sistem
ditunjukkan pada Tabel 5.11.
Tabel 5.11 Keandalan dan Ketersediaan pada Setiap Sistem saat Tp Optimum.
No Sistem Tp
(jam)
Keandalan
(R)
Ketersediaan
(A)
1 Suction & Discharge Scrubber 400 0.972 0.9982
2 Kompresor 1200 0.974 0.994
3 Turbin Gas (Engine) 1600 0.975 0.987
4 Fin Fan Cooler 220 0.977 0.970
5 Support and Others 2000 0.994 0.960
Sumber: Perhitungan dengan perangkat lunak Microsoft Excel.
Nilai keandalan yang dipersyaratkan perusahaan adalah 0.97 dan ketersediaan
adalah 0.95. Dari Tabel 5.10 persyaratan tersebut dapat dipenuhi.
67
BAB VI
ANALISIS KERUSAKAN PERALATAN
6.1 Analsis Kerusakan Komponen
Hal lain yang perlu diperhatikan pada penentuan interval waktu perawatan
pencegahan yaitu analisis mengenai kerusakan yang terjadi pada tiap-tiap
komponen penyusun sistem. Analisis tersebut meliputi mode kerusakan peralatan
(failure modes), penyebab kerusakan peralatan (failure causes), efek kegagalan
dan tindakan perawatan. Data hasil analisis kerusakan ini dapat digunakan sebagai
data pendukung untuk melengkapi penentuan interval waktu perawatan
pencegahan pada unit GCS.
6.1.1 Level Transmitter
Level transmitter adalah suatu alat ukur elektronik yang berfungsi untuk
mengukur ketinggian suatu media baik itu liquid, gas ataupun solid dimana alat
ini terdiri atas dua bagian yaitu blok sensor dan transmitter. Gambar 6.1
menunjukkan level transmitter yang digunakan pada unit GCS.
Gambar 6.1 Level Transmitter
1. Mode Kegagalan
Kegagalan yang dapat terjadi pada komponen level transmitter adalah
kesalahan pembacaan kondisi aktual dengan pembacaan pada level transmitter.
68
2. Penyebab Kegagalan
Penyebab kegagalan adalah internal fatigue component dan kotoran yang
dapat mengganggu pembacaan sensor.
3. Efek Kegagalan
Kesalahan pembacaan oleh level transmitter dapat mengakibatkan sebuah
proses tidak dapat bekerja secara sempurna. Efek kegagalan adalah proses
shutdown dan unit shutdown.
4. Tindakan Perawatan
Tindakan perawatan yang paling tepat adalah pembersihan dan kalibrasi
ulang untuk memastikan pembacaan pada sensor sama dengan kondisi aktual.
6.1.2 Bearing
Bearing sebuah elemen mesin yang berfungsi untuk membatasi gerak
relatif antara dua atau lebih komponen mesin agar selalu bergerak pada arah yang
diinginkan. Bearing menjaga poros (shaft) agar selalu berputar terhadap sumbu
porosnya, atau juga menjaga suatu komponen yang bergerak linier agar selalu
berada pada jalurnya. Gambar 6.2 menunjukkan bearing yang digunakan pada
unit GCS.
Gambar 6.2 Bold Bearing dan komponennya.
1. Mode Kegagalan
Kegagalan yang dapat terjadi pada komponen bearing menyebabkan
terjadinya getaran pada unit GCS. Jika nilai vibrasi telah melebihi ambang batas
yang diijinkan maka akan terjadi unit shutdown.
69
2. Penyebab Kegagalan
Penyebab kegagalan dapat diakibatkan antara lain:
a. Kualitas pemasangan bearing.
b. Pembebanan yang berlebihan.
c. Temperatur kerja yang melebihi spesifikasi.
3. Efek Kegagalan
Efek kegagalan adalah total unit shutdown pada unit GCS. Hal tersebut
diakibatkan kenaikan nilai vibrasi akibat kerusakan bearing.
4. Tindakan Perawatan
Tindakan perawatan yang paling tepat adalah pemeriksaan dan analisis
secara berkala tingkat vibras pada masing-masing bearing pada unit GCS.
6.1.3 Back Up Seal Oil
Back up seal oil komponen berbentuk cincin yang sangat lunak yang
terbuat dari bahan alami atau karet synthetic atau plastik. Gambar 6.3
menunjukkan back up seal oil yang digunakan pada unit GCS.
Gambar 6.3 Back Up Seal Oil
1. Mode Kegagalan
Kegagalan yang dapat terjadi pada komponen back up seal oil adalah
adanya rembesan lube oil.
2. Penyebab Kegagalan
Penyebab-penyebab kegagalan adalah antara lain:
a. Kualitas pemasangan bearing.
b. Pembebanan yang berlebihan.
70
c. Temperatur kerja yang melebihi spesifikasi.
d. Kualitas bahan bahan back up seal oil
3. Efek Kegagalan
Efek kegagalan adalah total unit shutdown pada unit GCS. Hal tersebut
diakibatkan oleh penurunan volume lube oil pada tangki penampung.
4. Tindakan Perawatan
Tindakan perawatan yang paling tepat adalah visual inspection secara rutin
pada titik-titik dimana potensi terjadinya kebocoran besar. Penggantian komponen
dilakukan secara berkala.
6.1.4 Back Up Over Speed
Kecepatan putar kompresor dari unit GCS dibatasi tidak melebihi 106%
agar kemampuan dari komponen-komponen di dalamnya tetap terjaga. Back up
over speed adalah komponen yang berfungsi sebagai pembatas kecepatan.
Gambar 6.4 menunjukkan back up over speed yang digunakan pada unit GCS.
Gambar 6.4 Back up over speed
1. Mode Kegagalan
Kegagalan yang dapat terjadi pada komponen Back up over speed adalah
total unit shutdown karena unit bekerja diluar batasan kecepatan kerja.
2. Penyebab Kegagalan
Penyebab kegagalan pada komponen ini adalah kerusakan pada internal
part dan adanya gangguan koneksi.
71
3. Efek Kegagalan
Efek kegagalan adalah total unit shutdown pada unit GCS. Hal tersebut
diakibatkan oleh sistem proteksi yang bekerja karena adanya kesalahan
pembacaan nilai kecepatan unit GCS.
4. Tindakan Perawatan
Tindakan perawatan yang paling tepat adalah visual inspection pada
koneksi back up over speed dengan sensor yang terpasang di unit GCS. Hal lain
yang perlu diperhatikan adalah kalibrasi sensor kecepatan untuk memastikan nilai
kecepaan yang diterima back up over speed merupakan nilai yang benar.
6.1.5 Module Analog
Module Analog adalah bagian dari kontrol Programable Logic Control
(PLC) sebagai pengendali utama kerja unit GCS. Module Analog berfungsi
sebagai penerima input/output yang berupa sinyal analog. Gambar 6.5
menunjukkan module analog yang digunakan pada unit GCS.
Gambar 6.5 Module Analog
1. Mode Kegagalan
Kegagalan yang dapat terjadi pada komponen Module Analog adalah
kesalahan pembacaan sinyal analog dari sensor yang terpasang pada unit GCS.
Mode kegagalan lain adalah kesalahan sinyal output yang dapat menyebabkan
kesalahan proses kerja unit GCS.
2. Penyebab Kegagalan
Penyebab kegagalan pada komponen ini adalah terjadinya kerusakan pada
internal part, gangguan koneksi dan sambungan kabel yang kurang baik.
72
3. Efek Kegagalan
Efek kegagalan adalah terjadinya kesalahan dalam pengendalian operasi
unit GCS. Efek terbesar yang mungkin terjadi adalah total unit shutdown pada
unit GCS.
4. Tindakan Perawatan
Tindakan perawatan yang paling tepat adalah visual inspection pada
koneksi module analog dengan sensor yang terpasang di unit GCS. Kegiatan
pembersihan pada setiap koneksi perlu dilakukan secara rutin.
6.1.6 Tubing
Tubing adalah silinder berongga panjang yang digunakan sebagai saluran
pengalir cairan, udara, gas serta sebagai pelindung kabel listrik maupun optik.
Gambar 6.6 menunjukkan tubing yang digunakan pada unit GCS.
.
Gambar 6.6 Tubing
1. Mode Kegagalan
Kebocoran biasanya terjadi pada sambungan antara 2 tubing. Kebocoran
tersebut mengakibatkan gas pneumatik dan oli keluar dari tubing.
2. Penyebab Kegagalan
Penyebab kebocoran pada komponen ini adalah kerusakan pada
sambungan akibat proses mekanik seperti benturan, getaran dan kesalahan akibat
pemasangan.
3. Efek Kegagalan
Efek kegagalan adalah terjadi kesalahan dalam pengendalian operasi unit
GCS, dan efek terbesar yang mungkin terjadi adalah total unit shutdown pada unit
GCS.
73
4. Tindakan Perawatan
Tindakan perawatan yang paling tepat adalah visual inspection secara rutin
pada titik-titik dimana potensi terjadinya kebocoran besar. Pengencangan secara
rutin pada setiap koneksi.
6.1.7 Shell & Tube
Shell & Tube adalah bagian dari heat exchanger yang berfugsi
mengalirkan gas dengan temperatur tinggi untuk didinginkan.
Gambar 6.7 Shell & Tube pada Heat Exchanger
1. Mode Kegagalan
Kegagalan yang dapat terjadi pada komponen Shell & Tube adalah
kebocoran gas hidrokarbon .
2. Penyebab Kegagalan
Penyebab kegagalan pada komponen ini adalah adanya korosi dan kualitas
bahan yang kurang baik.
3. Efek Kegagalan
Efek kegagalan adalah aktifnya sistem proteksi yang menyebabkan total
unit shutdown.
4. Tindakan Perawatan
Tindakan perawatan yang paling tepat adalah visual inspection secara rutin
pada titik-titik dimana potensi terjadinya kebocoran besar. Laju korosi dapat
dikurangi dengan melakukan pengecatan secara berkala.
74
6.1.8 Valve
Valve adalah sebuah komponen yang berfungsi sebagai pembatas laju
aliran gas. Gambar 6.8 menunjukkan valve yang digunakan pada unit GCS.
6.8 Valve
1. Mode Kegagalan
Kegagalan yang dapat terjadi pada komponen valve adalah gas tidak
mengalir sesuai dengan debit yang diinginkan.
2. Penyebab Kegagalan
Penyebab kegagalan pada komponen ini adalah membran yang sudah
fatigue dan kerusakan pada internal part.
3. Efek Kegagalan
Efek kegagalan adalah adalah proses yang berjalan dengan tidak normal
dan efek terbesar adalah total unit shutdown.
4. Tindakan Perawatan
Tindakan perawatan yang paling tepat adalah visual inspection pada valve
dengan mempertimbangkan parameter kerja unit GCS.
6.1.9 Pipe
Pipe merupakan komponen pendukung yang berfungsi menyalurkan gas,
lube oil dan udara. Gambar 6.9 menunjukkan pipe yang digunakan pada unit
GCS.
75
Gambar 6.9 Pipe unit GCS
1. Mode Kegagalan
Kegagalan yang dapat terjadi pada komponen pipe adalah timbunya
lubang-lubang kecil yang mengakibatkan kebocoran gas hidrokarbon, gas
pneumatik yang berfungsi sebagai pengendali kerja unit GCS, oli yang memiliki
fungsi sebagai pengendali mekanik.
2. Penyebab Kegagalan
Penyebab kegagalan pada komponen ini adalah penipisan pada dinding
pipa karena usia dari pipa tersebut.
3. Efek Kegagalan
Efek kegagalan adalah terjadinya kesalahan pada pengendalian operasi
unit GCS, dan efek terbesar yang mungkin terjadi adalah total unit shutdown pada
unit GCS.
76
Halaman ini sengaja dikosongkan
77
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari penentuan interval waktu perawatan pencegahan dengan laju biaya
perawatan yang minimum berdasarkan simulasi dan pembahasan yang telah dilakukan
pada bab-bab sebelumnya adalah sebagai berikut:
1. Interval waktu perawatan pencegahan ( ) optimum pada setiap sistem unit GCS
adalah sebagai berikut:
a. Pada sistem suction & discharge scrubber interval waktu perawatan
pencegahan ( ) optimum adalah 400 jam.
b. Pada sistem kompresor interval waktu perawatan pencegahan ( ) optimum
adalah 1200 jam.
c. Pada sistem turbin gas (engine) interval waktu perawatan pencegahan ( )
optimum adalah 1600 jam.
d. Pada sistem fin fan cooler interval waktu perawatan pencegahan ( )
optimum adalah 220 jam.
e. Pada sistem support and others interval waktu perawatan pencegahan ( )
optimum adalah 2000 jam.
2. Total laju biaya perawatan unit GCS pada optimum ( ) adalah sebesar
612.339/day. Nilai ini lebih rendah 2.8% dari rata rata biaya perawatan
sebelumnya yakni USD 629.484/day.
3. Nilai keandalan (R) setiap sistem unit GCS pada saat optimum adalah
sebesar:
- 0.972 untuk sistem suction & discharge scrubbe.
- 0.974 untuk sistem kompresor.
- 0.975 untuk sistem turbin gas (engine).
- 0.977 untuk sistem fin fan cooler.
- 0.994 untuk sistem support and others.
78
Nilai tersebut telah lebih besar dari yang dipersyaratkan perusahaan yakni
0.97.
4. Nilai ketersediaan (A) setiap sistem unit GCS pada saat optimum adalah
sebesar:
- 0.999 pada sistem suction & discharge scrubbe
- 0.994 pada sistem kompresor
- 0.987 pada sistem turbin gas (engine)
- 0.97 pada sistem fin fan cooler
- 0.96 pada sistem support and others.
Nilai tersebut telah lebih besar dari yang dipersyaratkan perusahaan yakni
0.95.
6.2 Saran
Saran yang dapat diberikan untuk pengembangan penelitian penentuan interval
waktu perawatan pencegahan berikutnya adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui penyebab pendeknya umur GCS terutama pada sistem fin
fan cooler, perlu digunakan FMECA (Failure Mode Evaluation and Critical
Analysis) agar dapat diketahui penyebabnya dan dilakukan perbaikan,
sehingga Tp pada komponen tersebut dapat ditingkatkan.
2. Pencatatan dan evaluasi harus dilakukan secara kontinyu terhadap setiap
kerusakan yang terjadi pada masing-masing komponen, sehingga analisis
keandalan untuk penentuan interval waktu perawatan pencegahan lebih
lengkap dan akurat.
79
DAFTAR PUSTAKA
Assauri, S., (1999), Manajemen Produksi dan Operasi, Edisi Revisi, LPFEUI,,
Jakarta.
Barringer, P., (1997), Monte Carlo Reliability Model of A Pressure Vessel,
http://www.barringer1.com/MC.htm, diunduh 1 Oktober 2016.
BP, (2016), BP Statistical Review of World Energy, BP plc, London.
Campbell, J. D., dan Jardine, A. K., (1973), Maintenance Excellence, Marcel
Dekker, Inc., New York.
David, J. S., (2011), Reliability, Maintainability, and Risk : Practical Methods for
Engineers, Butterworth-Heinemann, Boston.
Dhillon, B. S., (2006), Maintainability, Maintenance, and Reliability for
Engineers, CRC, Ottawa, Ontario.
Down time report PT. Pertamina Hulu Energi, Tahun 2016.
Ebeling, C. E., (1997), Reliability and Maintainability Engineering, International
Edition, McGraw-Hill, New York.
Gasperz, V., (1992), Analisis Sistem Terapan Berdasarkan Pendekatan Teknik
Industri, edisi pertama, Tarsito, Bandung.
Giani, M., (2006), A Cost-based Optimization of Fiberboard Pressing Plant Using
Monte Carlo Simulation (A reliability program), Queensland University of
Technology, Australia, diunduh 1 Oktober 2010.
Jardine, A. K. S., (1970), Operational Research in Maintenance, Manchester
University Press ND.
Kristianto, F. P., (2017), Penentuan Interval Waktu Pemeliharan Pencegahan dan
Jumlah Tenaga Kerja Pada Peralatan Sub Unit RKC 3 di PT. X Pabrik
Tuban, Tesis yang tidak dipublikasikan, Program Studi Magister
Manajemen Teknologi ITS, Surabaya.
Laggoune, R., Chateauneuf, A., and Aissani, D., (2009), “Opportunistic Policy for
Optimal Preventive Maintenance of Multi-Component System in Continues
Operating Units,” Computer and Chemical Engineering, Vol. 33, hal. 1499-
1510.
Montgomery, D. C., (2009), Design and Analysis of Experiment, John Wiley &
Sons, Inc., New York.
O’Connor, Patrick D.T., (2001), Practical Reliability Engineering Fourth Edition,
Jonh Wiley & Sons Ltd, England.
80
Park, S. H., (1996). Robust Design And Analysis for Quality Engineering, New
Delhi : PT. Palatino Thomson Press.
Rakhmad, M. B., (2011), Optimasi Interval Waktu Perawatan Pencegahan Pada
Sistem Pemasok Bahan Bakar Turbin Gas dengan Menggunakan Simulasi
Monte Carlo, Tesis yang tidak dipublikasikan, Program Studi Magister
Manajemen Teknologi ITS, Surabaya.
Reliasoft Corporation, (2005), How are the values in the AVGOF and AVPLOT
columns calculated in Weibull++'s Distribution Wizard?,
http://www.weibull.com/hotwire/issue51/tooltips51.htm, diunduh 30
Oktober 2016.
Shankar, M. P., (2013), “A statistical model for the ultrasonic backscattered echo
from tissue containing microcalcifications,” IEEE transactions on
ultrasonics, ferroelectrics, and frequency control, Vol 60, hal 932-942.
Soejanto, I., (2009), Desain Eksperimen dengan Metode Taguchi, Graha Ilmu,
Yogyakarta.
Solar, (1970), Operational and Maintenance Gas Turbine, Houston, USA.
Stephens, M. P. (2004). Productivity and reliability based maintenance
management, Pearson Education Inc, New Jersey.
Supandi. (1990). Manajemen Perawatan Industri.Ganeca Exact, Bandung.
Sutanto. E., (2011), Optimalisasi Interval Waktu Penggantian Komponen mesin
Packer Tepung Terigu Kemasan 25 kg di PT. X, Tesis tidak dipublikasikan,
Program Studi Magister Manajemen Teknologi ITS, Surabaya.
Tampubolon, M., (2004), Manajemen Operasional. Ghalia Indonesia, Jakarta.
Wilkins, L. W., (2002), Assement Made Incredible Easy, Wolters Kluwer
Business, Philadelphia.
LAMPIRAN
Tabel A.1 TBF dan TTR Komponen Level Transmitter.
MIKE-MIKE (1) ECHO (2) BRAVO (3)
TBF TTR TBF TTR TBF TTR
7347.9 1.8 200.0 2.0 23352.0 3.5
815.0 3.0 14800.0 3.1 6768.0 5.8
16272.0 3.0 15000.0 2.5
7248.0 6.7 11232.0 7.5
2160.0 0.5
3408.0 0.9
1680.0 1.0
2520.0 4.0
192.0 1.5
888.0 1.8
LIMA (4) FOXTROT (5)
TBF TTR TBF TTR
3216.8 1.0 4776.0 1.0
15839.3 1.5 816.0 1.0
3216.0 7.3 2088.0 1.0
4440.0 0.5 792.0 2.0
1704.0 4.0
Tabel A.2 TBF dan TTR Komponen Back Up Seal Oil.
MIKE-MIKE (1) ECHO (2) BRAVO (3)
TBF TTR TBF TTR TBF TTR
14326 3.1 5232 3.2 13268 3.0
16202 3.2 192 3.4 17308 3.4
768 3.5 19704 3.3 7488 3.5
552 3.1 24 3.9
3048 2.5 6672 2.5
96 2.0
5784 2.6
LIMA (4) FOXTROT (5) KLA (6)
TBF TTR TBF TTR TBF TTR
12397.0 3.8 9651.0 12397.0 3.8 9651.0
13211.0 2.9 10487.0 13211.0 2.9 10487.0
552.0 3.4 12142.0 552.0 3.4 12142.0
48.0 48.0
Tabel A.3 TBF dan TTR Komponen Back Up Over Speed.
MIKE-MIKE (1) ECHO (2) BRAVO (3)
TBF TTR TBF TTR TBF TTR
1920.0 4.10 9566.0 2.10 16236.0 2.10
16920.0 4.20 9298.0 2.05 2076.0 2.00
2064.0 2.50 456.0 2.20 9045.0 3.85
1200.0 2.00 12864.0 2.05 9125.0 3.80
9048.0 2.75 5321.0 2.10 1918.0 2.00
9576.0 2.70
LIMA (4)
TBF TTR
9065.0 3.32
2165.0 3.40
14378.0 3.20
5362.0 2.40
Tabel A.4 TBF dan TTR Komponen Back Up Over Speed.
MIKE-MIKE (1) ECHO (2) BRAVO (3)
TBF TTR TBF TTR TBF TTR
3840.0 7 14256.0 3 21288.0 1
23976.0 3 20256.0 2 432.0 2
2424.0 1 6096.0 7 4872.0 1
3840.0 6 11256.0 1
5160.0 4 24.0 2
48.0 1
5832.0 1
LIMA (4) FOXTROT (5)
TBF TTR TBF TTR
7608.0 3 31344.0 5
360.0 5 2064.0 3
20328.0 5 9240.0 1
Tabel A.5 TBF dan TTR Komponen Tubing.
MIKE-MIKE (1) BRAVO (3) LIMA (4)
TBF TTR TBF TTR TBF TTR
4680.0 39.5 16488.0 37.5 22759.0 43.0
16272.0 37.5 25478.0 41.5 2345.0 41.7
6336.0 42.0 658.0 37.5 120.0 36.9
216.0 33.7 216.0 40.7
168.0 42.1 8184.0 41.0
384.0 38.9 168.0 42.0
5688.0 41.5 2016.0 39.5
FOXTROT (5)
TBF TTR
25738.0 40.3
526.0 41.2
256.0 39.0
Tabel A.6 TBF dan TTR Komponen Bearing.
MIKE-MIKE (1) ECHO (2) BRAVO (3)
TBF TTR TBF TTR TBF TTR
5000.0 3 3360.0 24 5904.0 24
8331.0 10 3096.0 26 2496.0 12
2736.0 28 4392.0 4 8664.0 48
2376.0 27 9216.0 8 9528.0 5
9408.0 48 3000.0 23
5136.0 6 3024.0 24
3888.0 68 3744.0 5
5400.0 29
LIMA (4) FOXTROT (5)
TBF TTR TBF TTR
3185.0 12 1176.0 24
9192.0 68 4872.0 48
2088.0 48 9744.0 48
6240.0 10 5296.0 63
9696.0 56 8001.0 36
1896.0 24
1272.0 48
1440.0 12
Tabel A.7 TBF dan TTR Komponen Shell & Tube.
MIKE-MIKE (1) ECHO (2) BRAVO (3)
TBF TTR TBF TTR TBF TTR
1592.0 24 392.0 18 1416.0 23
322.0 22 1295.0 28 321.0 24
320.0 24 324.0 23
216.0 24
705.0 28
744.0 22
720.0 24
744.0 24
456.0 28
288.0 24
384.0 22
336.0 29
264.0 24
480.0 24
720.0 25
Tabel A.8 TBF dan TTR Komponen Valve.
MIKE-MIKE (1) ECHO (2) BRAVO (3)
TBF TTR TBF TTR TBF TTR
4883.2 1.1 10002.0 1.2 6936.0 1.5
22668.8 1.1 2880.0 1.2 15696.0 1.6
13008.0 1.1 3040.5 0.5 6216.0 1.0
2256.0 0.8 2904.0 1.0 9720.0 0.5
15216.0 1.2 1656.0 2.4
1896.0 1.0
LIMA (4) FOXTROT (5)
TBF TTR TBF TTR
2328.0 3.1 5040.0 2.5
20079.5 2.5 17424.0 1.0
1992.0 1.1 5448.0 2.5
12216.0 4.1 3432.0 3.5
3744.0 1.0
Tabel A.9 TBF dan TTR Komponen Piping.
MIKE-MIKE (1) ECHO (2) BRAVO (3)
TBF TTR TBF TTR TBF TTR
3312.0 7 27240.0 496 7680.0 4
4920.0 57 504.0 345 9672.0 4
14016.0 90 504.0 148 19176.0 344
10872.0 15 1392.0 11
6624.0 7 4368.0 74
1032.0 5
LIMA (4) FOXTROT (5)
TBF TTR TBF TTR
12528.0 4 20000.0 5
24720.0 7 2120.0 15
264.0 378 20000.0 334
Tabel A.10 Hasil Uji Independen dan Uji Identik dari Masing-Masing Komponen.
No Sistem Komponen
Residual Data
Uji Independen Uji Identik
TBF TBF TTR TTR
1
Suction &
Discharge
Scrubber
Level
Transmitter
Tidak
ada
korelasi
Tidak
ada
korelasi
Tersebar
Secara
Acak
Tersebar
Secara
Acak
2 Kompresor Bearing
Tidak
ada
korelasi
Tidak
ada
korelasi
Tersebar
Secara
Acak
Tersebar
Secara
Acak
3 Turbin Gas
(Engine)
Back Up Seal
Oil
Tidak
ada
korelasi
Tidak
ada
korelasi
Tersebar
Secara
Acak
Tersebar
Secara
Acak
Back Up Over
Speed
Tidak
ada
korelasi
Tidak
ada
korelasi
Tersebar
Secara
Acak
Tersebar
Secara
Acak
Module Analog
Tidak
ada
korelasi
Tidak
ada
korelasi
Tersebar
Secara
Acak
Tersebar
Secara
Acak
Tubing
Tidak
ada
korelasi
Tidak
ada
korelasi
Tersebar
Secara
Acak
Tersebar
Secara
Acak
4 Interstage
Cooler Shell & Tube
Tidak
ada
korelasi
Tidak
ada
korelasi
Tersebar
Secara
Acak
Tersebar
Secara
Acak
5 Support and
Others
Valve
Tidak
ada
korelasi
Tidak
ada
korelasi
Tersebar
Secara
Acak
Tersebar
Secara
Acak
Pipe
Tidak
ada
korelasi
Tidak
ada
korelasi
Tersebar
Secara
Acak
Tersebar
Secara
Acak
Tabel A.11 Hasil Uji Kenormalan dan Uji Kesamaan Variansi Komponen
No Sistem Komponen
Uji Kenormalan Uji Kesamaan
Variasi
P-Value P-Value
TBF TTR TBF TTR
1
Suction &
Discharge
Scrubber
Level
Transmitter > 150 > 150 0.354 0.929
2 Kompresor Bearing 0.091 > 150 0.948 0.167
3 Turbin Gas
(Engine)
Back Up Seal
Oil > 150 > 150 0.859 0.587
Back Up Over
Speed 0.134 > 150 0.86 0.227
Module Analog 0.056 > 150 0.882 0.191
Tubing 0.092 > 150 0.755 0.586
4 Interstage
Cooler Shell & Tube > 150 0.062 0.147 0.533
5 Support and
Others
Valve 0.112 0.099 0.544 0.119
Pipe > 150 0.051 0.928 0.661
Tabel B.1 Pemilihan Distribusi Data Antar Waktu Kegagalan pada Sistem Level
Transmitter.
Distribution AvGOF AvPlot LKV Ranking
Exponential 1 27.3304544 5.75135736 -242.70234 5
Exponential 2 3.03619611 4.21135151 -245.24101 4
Weibull 2 2.45734065 3.42663734 -242.47232 3
Weibull 3 0.018287 2.75817044 -241.94382 1
Normal 79.657982 9.84361678 -253.96763 6
Lognormal 0.001688 3.04687542 -243.12515 2
Tabel B.2 Pemilihan Distribusi Data Waktu Perbaikan pada Sistem Level
Transmitter.
Distribution AvGOF AvPlot LKV Ranking
Exponential 1 69.9694739 6.21332537 -50.013794 5
Exponential 2 7.72546056 3.2391409 -44.907985 2
Weibull 2 24.2646699 4.83505599 -48.41454 4
Weibull 3 0.84523085 2.96103037 -45.907066 1
Normal 61.8629674 8.35495476 -53.659184 5
Lognormal 11.0016547 3.0926221 -46.89804 3
Tabel B.3 Pemilihan Distribusi Data Antar Waktu Kegagalan pada Sistem Back
Up Oil Seal.
Distribution AvGOF AvPlot LKV Ranking
Exponential 1 82.6885077 11.051905 -251.17908 5
Exponential 2 82.637167 11.1122601 -251.10533 4
Weibull 2 70.292518 9.11110291 -251.52021 3
Weibull 3 76.0619003 8.86009674 -252.57127 1
Normal 37.1165491 5.5259552 -254.22353 2
Lognormal 92.9021016 11.2497765 -255.759 6
Tabel B.4 Pemilihan Distribusi Data Waktu Perbaikan pada Sistem Back Up Oil
Seal.
Distribution AvGOF AvPlot LKV Ranking
Exponential 1 99.9999999 31.8190461 -57.194524 5
Exponential 2 99.9988345 23.4418192 -30.399116 4
Weibull 2 26.4230127 5.27711401 -12.203015 1
Weibull 3 DISCARD DISCARD DISCARD 6
Normal 29.2640739 6.46902804 -13.294832 2
Lognormal 54.1781775 7.79763592 -15.255169 3
Tabel B.5 Pemilihan Distribusi Data Antar Waktu Kegagalan pada Sistem Back
Up Over Speed.
Distribution AvGOF AvPlot LKV Ranking
Exponential 1 90.0905756 8.4686994 -198.22844 5
Exponential 2 89.1296428 7.7627403 -196.9105 4
Weibull 2 67.9527355 5.94466711 -197.12487 2
Weibull 3 58.334313 6.01599691 -197.50252 1
Normal 41.5718544 6.16375179 -198.9643 3
Lognormal 82.6627611 7.52164837 -198.91029 4
Tabel B.6 Pemilihan Distribusi Data Waktu Perbaikan pada Sistem Back Up Over
Speed.
Distribution AvGOF AvPlot LKV Ranking
Exponential 1 99.9999687 24.9430199 -41.446272 6
Exponential 2 62.0386663 6.73571189 -15.765598 3
Weibull 2 73.3775222 10.9303512 -25.325015 5
Weibull 3 0.80929779 4.57550673 -12.931418 1
Normal 55.2246392 8.63149181 -22.941038 4
Lognormal 51.5557504 7.90381257 -21.243968 2
Tabel B.7 Pemilihan Distribusi Data Antar Waktu Kegagalan pada Sistem Modul
Analog.
Distribution AvGOF AvPlot LKV Ranking
Exponential 1 14.9870954 4.44945939 -212.84972 3
Exponential 2 0.77951552 3.14943366 -213.75238 2
Weibull 2 18.3810278 4.57195419 -212.87624 4
Weibull 3 0.23319584 2.73406922 -214.30474 1
Normal 57.052635 7.92912067 -220.78754 5
Lognormal 63.6498425 7.93168116 -215.97855 6
Tabel B.8 Pemilihan Distribusi Data Waktu Perbaikan pada Sistem Modul
Analog.
Distribution AvGOF AvPlot LKV Ranking
Exponential 1 92.7964719 9.35813679 -44.519534 6
Exponential 2 93.0775006 7.58779411 -36.937507 5
Weibull 2 64.7723652 7.27249241 -41.869593 4
Weibull 3 46.7337031 5.21280078 -40.526048 1
Normal 34.5595423 7.00329145 -44.475378 2
Lognormal 65.7714864 6.24520713 -41.069635 3
Tabel B.9 Pemilihan Distribusi Data Antar Waktu Kegagalan pada Sistem Tubing.
Distribution AvGOF AvPlot LKV Ranking
Exponential 1 98.9511618 15.2650154 -197.23313 6
Exponential 2 63.6501088 8.09624427 -203.06135 4
Weibull 2 39.7974895 7.51601339 -191.8738 3
Weibull 3 0.12526825 4.23845589 -186.50276 1
Normal 80.1227434 12.283982 -210.27519 5
Lognormal 9.16660038 6.68077484 -191.32547 2
Tabel B.10 Pemilihan Distribusi Data Waktu Perbaikan pada Sistem Tubing.
Distribution AvGOF AvPlot LKV Ranking
Exponential 1 99.9999999 33.6813602 -96.840374 5
Exponential 2 99.9487579 22.8485137 -57.449792 4
Weibull 2 0.16879761 3.88134172 -43.164086 1
Weibull 3 DISCARD DISCARD DISCARD 6
Normal 7.1390545 5.52232539 -44.701731 2
Lognormal 10.1896362 5.92297945 -45.276462 3
Tabel B.11 Pemilihan Distribusi Data Antar Waktu Kegagalan pada Sistem
Tubing.
Distribution AvGOF AvPlot LKV Ranking
Exponential 1 97.9235738 14.9604788 -305.81963 6
Exponential 2 45.8747909 7.99226636 -296.90115 5
Weibull 2 33.5419931 4.04442145 -297.09183 3
Weibull 3 4.86946449 2.73062408 -296.45458 1
Normal 27.955817 6.16175381 -299.60591 4
Lognormal 14.6652969 3.15107078 -297.73481 2
Tabel B.12 Pemilihan Distribusi Data Waktu Perbaikan pada Sistem Tubing.
Distribution AvGOF AvPlot LKV Ranking
Exponential 1 95.0379323 8.84196572 -139.69001 5
Exponential 2 89.1404989 5.97773279 -136.01431 4
Weibull 2 39.7646262 4.21145892 -136.71497 1
Weibull 3 54.4939039 3.94493107 -136.7522 2
Normal 41.282151 5.83909182 -140.6723 3
Lognormal 77.7959419 5.35435727 -138.74003 4
Tabel B.13 Pemilihan Distribusi Data Antar Waktu Kegagalan pada Sistem Shell
& Tube
Distribution AvGOF AvPlot LKV Ranking
Exponential 1 95.8599252 11.1981914 -148.10684 5
Exponential 2 1.27127521 5.63597294 -141.00413 1
Weibull 2 59.5322666 8.43773555 -146.7601 3
Weibull 3 2.74330416 5.34707357 -139.78636 1
Normal 63.9487929 9.92653009 -147.84032 4
Lognormal 20.5627726 6.45451586 -141.67771 2
Tabel B.14 Pemilihan Distribusi Data Waktu Perbaikan pada Sistem Shell &
Tube.
Distribution AvGOF AvPlot LKV Ranking
Exponential 1 99.9999995 31.7648611 -86.377306 6
Exponential 2 99.9928988 20.5073215 -57.329438 5
Weibull 2 94.7988541 9.5302168 -48.063436 1
Weibull 3 92.7019325 9.27031904 -47.214937 3
Normal 87.0013366 8.64973373 -46.559715 2
Lognormal 80.0358548 8.4800749 -46.79464 4
Tabel B.15 Pemilihan Distribusi Data Antar Waktu Kegagalan pada Sistem Valve.
Distribution AvGOF AvPlot LKV Ranking
Exponential 1 51.4091677 4.87908965 -239.5436 4
Exponential 2 2.27875429 4.33639478 -235.49914 2
Weibull 2 27.7255579 7.36456498 -238.68278 3
Weibull 3 0.061987 2.56797556 -234.10329 1
Normal 59.3341044 8.11358014 -243.78802 5
Lognormal 1.58597308 4.44853028 -237.01292 2
Tabel B.16 Pemilihan Distribusi Data Waktu Perbaikan pada SistemValve.
Distribution AvGOF AvPlot LKV Ranking
Exponential 1 99.7547989 13.0162853 -35.612561 6
Exponential 2 80.3729731 6.91108811 -26.3782 3
Weibull 2 93.0190242 9.72502653 -31.292993 4
Weibull 3 65.6089147 6.6383257 -27.142473 1
Normal 95.3467258 9.8953714 -32.767499 5
Lognormal 72.3134824 6.87372534 -27.30914 2
Tabel B.17 Pemilihan Distribusi Data Antar Waktu Kegagalan pada Sistem
Piping.
Distribution AvGOF AvPlot LKV Ranking
Exponential 1 1.1492327 4.38113703 -203.28467 3
Exponential 2 7.58512322 5.1802677 -202.73059 4
Weibull 2 0.0015863 3.57971766 -203.48743 1
Weibull 3 0.38393568 3.63989618 -203.27588 2
Normal 12.827966 6.55479719 -209.23543 6
Lognormal 2.99740686 5.82912938 -205.00456 5
Tabel B.18 Pemilihan Distribusi Data Waktu Perbaikan pada Sistem Piping.
Distribution AvGOF AvPlot LKV Ranking
Exponential 1 99.9146814 17.7008334 -115.75587 6
Exponential 2 78.6762353 9.86264514 -122.32592 3
Weibull 2 79.9600694 10.104969 -110.97209 4
Weibull 3 0.3325037 4.32070615 -97.250524 1
Normal 93.4794149 13.8262346 -129.81023 5
Lognormal 49.5073582 8.03002875 -108.50918 2