TESIS -...
Transcript of TESIS -...
16
PENGARUH KESADARAN LINGKUNGAN DAN CORPORATE SOCIAL
RESPONSBILITY DENGAN KOMITE AUDIT INDEPENDEN
SEBAGAI PEMODERASI DALAM MENINGKATKAN
KUALITAS LABA BUMN DI INDONESIA
Disusun Oleh
RONNY BAGUS WITJAKSONO
NIM. 5514220001
TESIS
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Proposal Tesis
PROGRAM STUDI PASCASARJANA MAGISTER AKUNTANSI
UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA 2016
17
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Laporan keuangan perusahaan merupakan kebutuhan mendasar bagi
pemilik, para investor, stakeholder dan calon investor untuk pengambilan
keputusan diantaranya investasi. Informasi dalam laporan keuangan sangat
bermanfaat bagi pengambilan keputusan adalah informasi yang relevan.
Informasi yang ada dalam laporan keuangan memungkinkan pemilik dan
stakeholder melakukan pengambilan keputusan secara rasional, karena
informasi yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan. Laporan keuangan
dapat memberikan informasi tentang pencapaian tujuan perusahaan.
Tujuan didirikan perusahaan adalah mencapai laba yang sebesar-
besarnya dan memakmurkan pemilik perusahaan atau para pemilik saham
(stockholders). Tujuan perusahaan sebenarnya secara substansial tidak
banyak berbeda, hanya saja penekanan yang ingin dicapai oleh masing-
masing perusahaan berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Dalam era
globalisasi seperti sekarang ini persaingan yang semakin ketat, setiap
perusahaan berlomba untuk meningkatkan daya saing di berbagai sektor
untuk dapat menarik minat investor untuk berinvestasi. Oleh karena itu, nilai
perusahaan menjadi sangat penting karena dapat mencerminkan kinerja
perusahaan yang dapat mempengaruhi persepsi investor terhadap perusahaan.
18
Peningkatan nilai perusahaan dapat memberikan sinyal positif kepada
investor untuk berinvestasi pada suatu perusahaan. Nilai perusahaan yang
tinggi akan membuat pasar (investor) percaya tidak hanya pada kinerja
perusahaan saat ini namun juga pada prospek perusahaan di masa depan.
Menurut penelitian Utami (2011) bahwa kinerja keuangan yang diproksikan
oleh return on assets berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Nilai Return Of
Assets (ROA) yang tinggi diikuti dengan peningkatan nilai perusahaan.
Laporan keuangan mempunyai ciri : (a) dapat dipahami; kualitas
informasi yang ditampung dalam laporan keuangan dapat mudah dipahami
oleh para pemakai; (b) relevan; informasi yang disampaikan harus relevan
kebutuhan pemakai dalam pengambilan keputusan. (c) keandalan; berkualitas
dan penyajian yang tulus atau jujur. (d) dapat dibandingkan; laporan
keuangan dapat dipersandingkan antar periode waktu. Oleh karena itu,
pengukuran dan penyajian laporan keuangan dari transaksi dan peristiwa
lain yang serupa harus dilakukan secara konsisten untuk perusahaan tersebut,
antara periode yang sama. Salah satu indikator relevansi suatu informasi
akuntansi adalah adanya reaksi investor pada saat diumumkannya informasi
tersebut, yang dapat diamati dari pergerakan harga saham. Salah satu
informasi akuntansi yang sampai saat ini masih merupakan perhatian utama
bagi investor adalah informasi laba akuntansi
Laporan keuangan selalu dikeluarkan secara periodic. Hasil laporan
keuangan yang mengumumkan laba perusahaan, maka akan diikuti perubahan
harga saham. Kecenderungan perubahan positif pada harga saham dan
19
sebaliknya jika laba mengalami penurunan maka akan terjadi perubahan
negatif pada harga saham. Earnings response coefficient (ERC) merupakan
salah satu ukuran atau proksi yang digunakan untuk mengukur kualitas laba.
ERC merupakan model penilaian yang dapat digunakan untuk
mengindikasikan kemungkinan naik turunnya harga saham atas reaksi pasar
terhadap informasi laba yang diumumkan oleh perusahaan. Kuatnya reaksi
pasar terhadap informasi laba akan tercermin dengan tingginya ERC (kualitas
laba perusahaan tinggi), demikian sebaliknya.
Salah satu indikator relevansi suatu informasi akuntansi adalah
adanya reaksi investor pada saat diumumkannya informasi tersebut, yang
dapat diamati dari pergerakan harga saham. Salah satu informasi akuntansi
yang sampai saat ini masih merupakan perhatian utama bagi investor adalah
informasi laba akuntansi. Kualitas laba merupakan indikator dari kualitas
informasi keuangan. Kualitas informasi keuangan yang tinggi berasal dari
tingginya kualitas pelaporan keuangan. Menurut Bellovary, kualitas laba
sebagai kemampuan laba dalam merefleksikan kebenaran laba perusahaan
dan membantu memprediksi laba mendatang, dengan mempertimbangkan
stabilitas dan persistensi laba. Laba mendatang merupakan indikator
kemampuan membayar deviden masa mendatang.
Kualitas laba mulai dari laba bersih (net earnings). Laba bersih dasar
dalam melakukan penilaian terhadap kualitas laba. Analisis kualitas laba yang
berbeda akan menyebabkan pertimbangan-pertimbangan yang berbeda
mengenai karakteristik suatu laba. Menurut Seigel dalam menyusun
20
karakteritik dalam menilai kualitas laba dengan sesuai dengan resiko yang
dimilki perusahaan, antara lain : Glamour, perubahan laba yang drastis,
menyolok (highly visible) dari mata publik dan pengaturan
pemerintah, perusahaan kesulitan memperoleh kredit, risk maximizer,
mempunyai kecenderungan resiko maksimum dalam industri, perusahaan
dalam jenis industri dengan karakteristik resiko tinggi, atau industri sedang
menurun (declining), kebijakan akuntansi yang liberal (bebas), sering
melakukan perubahan auditor, sering melakukan insider transactions,
mempunyai transaksi-transaksi dalam skala atau proporsi besar dengan
perusahaan (perusahaan dalam satu kelompok usaha (affiliates)), sering
melakukan aktivitas-aktivitas yang tidak jujur (unfair) atau tidak etik
(unethical), dipimpin oleh individu yang sangat berkuasa dan mempunyai
peranan yang sangat dominan, memasuki bisnis yang tidak berkaitan dengan
bisnisnya, atau tidak mempunyai kemampuan dalam bisnis tersebut.
Untuk mengukur kualitas laba dapat dilakukan melalui kriteria
Earnings Quality Assessment (EQA). Kriteria EQA menyediakan ukuran
independen untuk melakukan assessmen terhadap kualitas laba perusahaan,
sehingga dapat diketahui kualitas laba dan mengevaluasi beberapa periode
laporan keuangan. Selain itu untuk model EQA dapat juga digunakan untuk
menilai stabilitas laba yang dapat membawa pada pemahaman yang lengkap
terhadap potensi laba masa datang. Kriteria yang digunakan adalah isu-isu
pengakuan pendapatan, rasio Laba kotor/penjualan, laba operasi/penjualan,
variabilitas laba, arus kas dari operasi melebihi pendapatan bersih, isu-isu
21
pengakuan biaya, operating lease, penelitian dan pengembangan, biaya dan
manfaat pension. Laba di masa depan menjadi indikator kemampuan
membayar deviden masa mendatang. Untuk mengukur kualitas laba
menggunakan indicator antara lain kualitas laba didasarkan pada perbedaan
relatif persistensi akrual terhadap arus kas, estimasi kesalahan dalam proses
akrual, ketiadaan manajemen laba, dan konservatisme.
Hasil penelitian yang dilakukan Widayanti et al (2014) terhadap
perusahaan yang terdaftar BEI menunjukan bahwa peluang pertumbuhan
berpengaruh positif terhadap kualitas laba. Sedangkan risiko, ukuran, dan
kualitas tanggung jawab sosial yang dilakukan perusahaan berpengaruh
negatif terhadap kualitas laba. Sementara itu persistensi laba, kualitas auditor,
dan struktur modal tidak berpengaruh terhadap kualitas laba.
Dalam melakukan investasi terdapat berbagai pertimbangan
diantaranya faktor keuangan dan factor non keuangan. Faktor keuangan
merupakan faktor utama yang mempengaruhi nilai perusahaan (Mulianti,
2010). Namun, bagi investor faktor non keuangan juga sangat berpengaruh
terhadap kinerja perusahaan yang berdampak terhadap nilai perusahaan. Bagi
Investor corporate social responsibility (CSR) merupakan salah satu faktor
non keuangan yang sekarang ini perlu dipertimbangkan oleh perusahaan
dalam upaya meningkatkan nilai perusahaan. CSR yang dilakukan secara
konsisten dalam jangka panjang akan meningkatkan legitimasi masyarakat
terhadap kehadiran perusahaan. Semakin banyak bentuk pertanggungjawaban
22
yang dilakukan perusahaan terhadap lingkungannya, image perusahaan
menjadi meningkat.
Komisaris independen memiliki pengaruh signifikan terhadap nilai
perusahaan dengan arah positif. Dapat disimpulkan bahwa keberadaan
komisaris independen dalam perusahaan dapat memantau dan meningkatkan
perusahaan dalam melaksanakan good corporate governance. Proporsi dewan
komisaris independen dapat memberikan kontribusi yang efektif terhadap
hasil dari proses penyusunan laporan keuangan yang berkualitas. Komite
audit tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Investor
mencoba melakukan mekanisme pengawasan melalui komite audit. Tidak
adanya pengaruh komite audit terhadap nilai perusahaan menunjukkan pada
prakteknya komite audit belum dapat menjalankan fungsinya dengan optimal.
Banyaknya jumlah anggota dalam komite audit bukan merupakan jaminan
bahwa kinreja suatu perusahaan akan membaik, sehingga investor
menganggap keberadaan komite audit bukanlah faktor yang dapat dijadikan
sebagai bahan pertimbangan dalam mengapresiasi nilai perusahaan.
Sedangkan menurut Fauziah et.al (2014) komite audit tidak mampu secara
signifikan memoderasi pengaruh indeks CSR terhadap kualitas laba.
Peran CSR telah memberikan pengaruh terhadap perusahaan.
Berdasarkan hasil penelitian Susanto et al menunjukkan bahwa
pengungkapan Corporate Social Responsibility tidak memiliki pengaruh
signifikan terhadap nilai perusahaan. Hal ini dapat dikarenakan perusahaan
belum mengkomunikasikan Corporate Social Responsibility secara tepat dan
23
sebagian besar perusahaan publik hanya berfokus pada faktor keuangan. Hasil
ini juga menunjukkan bahwa pengungkapan Social Responsibility bukan
faktor penting yang dipertimbangkan investor dalam berinvestasi dalam suatu
perusahaan. Berdasarkan hasil penelitian Fauziah et.al (2014) pengaruh CSR
terhadap kualitas laba perusahaan Indeks CSR berpengaruh positif signifikan
terhadap kualitas laba. Semakin tinggi indeks CSR maka semakin tinggi pula
kualitas laba perusahaan dan sebaliknya.
Perekonomian nasional pemerintah menjadi kuat harus terus
menggiatkan pembangunan infrastruktur. Perusahaan nasional yang bergerak
di bidang infrastruktur jumlahnya masih sangat terbatas, karena
membutuhkan modal yang besar dan sumberdaya manusia yang terampil.
Perusahaan konstruksi mempunyai karakteristik antara lain: proyek
konstruksi yang dinamis memerlukan proses pengelolaan proyek yang baik
yaitu pengelolaan, pengalokasian dan penjadwalan sumber daya dalam
proyek untuk mencapai sasaran yang dituju yaitu tepat biaya, tepat waktu
dan tepat mutu hasil. Perencanaan dan pengendalian yang baik, belum
menjamin terwujudnya sasaran proyek, selalu terdapat ketidakpastian atas
keputusan apapun yang diambil. Proyek konstruksi sangat penuh risiko, baik
risiko finansial maupun risiko manajerial, risiko finansial berkaitan dengan
kegagalan perusahan dalam merealisasikan rencana finansial yang telah
ditetapkan dan risiko manajerial adalah kegagalan impinan dalam
mengelola perusahan, yang pada akhirnya diukur dengan kegagalan
finansial.
24
Hasil assessment implementasi Good Corporate Governance (GCG)
yang dilakukan oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan
(BPKP), PT PP (Persero) Tbk. memperoleh skor 91,16 dengan predikat
"sangat baik" dari maksimal skor 100 meningkat dari tahun
2014 dengan skor 87,71. Pencapaian ini merupakan pencapaian tertinggi
perseroan. Optimalisasi implementasi GCG di Perseroan terus dilakukan
untuk mencapai praktik terbaik melalui penguatan infrastruktur yang
dimiliki, penyesuaian sistem dan prosedur yang diperlukan dalam
mendukung pelaksanaan GCG yang semakin efektif.
Dewan Komisaris memberikan apresiasi atas komitmen seluruh
jajaran perseroan dalam menjalankan tata kelola perusahaan. Untuk
mengukur dan mengetahui tingkat implementasi GCG yang telah diterapkan,
perseroan melakukan assessment GCG secara berkala. Komitmen tersebut
telah ditunjukan dengan ikut berperan aktif dan terlibat langsung dalam
proses assesment tersebut. Assessment GCG dilaksanakan dengan mengikuti
parameter yang ditetapkan dalam Keputusan Sekretaris Menteri BUMN
Nomor SK-16/S. MBU/2012 tanggal 6 Juni 2012. Secara khusus, Dewan
Komisaris telah meningkatkan area implementasi yang menjadi bagian
tanggung jawab Dewan Komisaris maupun organ pendukung Dewan
Komisaris. Bentuk perbaikan implementasi antara lain : peningkatan kualitas
dalam penyusunan program kerja, pelaksanaan fungsi pengawasan dan
konsultasi yang dilaksanakan pada rapat koordinasi dalam internal
Dewan Komisaris maupun dengan Direksi, serta melaksanakan evaluasi,
25
rekomendasi dan memberikan persetujuan atas beberapa keputusan dan
investasi yang bersifat strategis. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab
selaku Dewan Komisaris berpedoman pada Pedoman GCG dan Board
Manual yang telah di tetapkan Dewan Komisaris.
Komite Audit yang menjadi penunjang kerja pengawasan Dewan
Komisaris telah bekerja secara optimal melakukan evaluasi dan analisis
terhadap kebijakan-kebijakan manajemen serta mengusulkan konsep
rekomendasi (arahan) Dewan Komisaris kepada Direksi sesuai tugas
pengawasan Dewan Komisaris. Dalam setiap rapat gabungan dan pada
kondisi-kondisi tertentu, Dewan Komisaris memberikan data analisis dan
rekomendasi berdasarkan masukan salah satunya dari Komite Audit.
Nilai perusahaan tidak hanya dipengaruhi oleh pengungkapan
Corporate social responsibility. Good Corporate Governance merupakan
faktor non keuangan lainnya yang saat ini banyak dipertimbangkan oleh
investor dalam menilai suatu perusahaan (Sari dan Riduan, 2011).
Pelaksanaan Good Corporate Governance yang baik dan sesuai dengan
peraturan yang berlaku akan membuat investor merespon secara positif
terhadap kinerja perusahaan dan meningkatkan nilai pasar perusahaan (Retno
dan Priantinah, 2012).
Ketika perusahaan mengumumkan laba yang mengalami kenaikan
maka akan terjadi kecenderungan perubahan positif pada harga saham dan
sebaliknya jika laba mengalami penurunan maka akan terjadi perubahan
negatif pada harga saham. Earnings response coefficient (ERC) merupakan
26
salah satu ukuran atau proksi yang digunakan untuk mengukur kualitas laba.
ERC merupakan model penilaian yang dapat digunakan untuk
mengindikasikan kemungkinan naik turunnya harga saham atas reaksi pasar
terhadap informasi laba yang diumumkan oleh perusahaan. Kuatnya reaksi
pasar terhadap informasi laba akan tercermin dengan tingginya ERC (kualitas
laba perusahaan tinggi), demikian sebaliknya (Sayekti dan Sensi, 2007).
Kenaikan laba perusahaan tidak selalu diikuti dengan kenaikan harga
sahamnya dan sebaliknya. Pada saat laba mengalami penurunan, harga saham
tidak selalu mengalami penurunan.
Kualitas laba merupakan sesuatu yang sentral dan penting dalam
dunia akuntansi karena berdasar kualitas laba tersebut profesi akuntansi
dipertaruhkan. Investor, kreditor dan para pemangku kepentingan lainnya
mengambil keputusan salah satunya berdasar pada laporan keuangan, apabila
kualitas laba yang disajikan tidak dapat di andalkan maka para pemangku
kepentingan tidak dapat percaya lagi pada profesi akuntansi. Oleh karena itu
berbagai upaya dan studi terus dilakukan agar dapat menyusun laporan
keuang-an dengan kualitas laba yang tinggi. Para akuntan publik mengaudit
dengan baik, untuk meyakinkan bahwa laporan keuangan disusun secara
wajar sehingga laba yang disajikan berkualitas.
Begitu juga berbagai pihak atau pemakai laporan keuangan
mengharapkan laporan keuangan mem-punyai kualitas laba yang tinggi
karena digunakan sebagai salah satu dasar untuk pengambilan keputusan
kontrak, in- vestasi maupun lainnya. Berbagai teknik akuntansi dan auditing
27
dikembangkan juga dengan tujuan yang bermuara pada penyajian laporan
keuangan atau penyajian laba yang berkualitas. Berbicara tentang kualitas
laba akan berhubungan dengan bagaimana laba itu “dihasilkan”. “dihasilkan”
berarti laba tersebut meruapkan suatu bentuk hasil pertanggungjawaban
penyusun laporan keuangan, dalam hal ini manajemen perusahaan. Hal ini
berarti laba yang dilaporkan perusahaan adalah hasil dari penggunaan teknik-
teknik pelaporan tertentu yang dipilih oleh manajemen perusahaan. Teknik-
teknik itulah yang umumnya disebut manajemen laba (earning management).
Penelitian Mulyani dkk. (2007) menunjukkan rata-rata nilai ERC 0,03
dengan deviasi standar 0,007. Nilai ratarata ERC yang rendah tersebut
menunjukkan bahwa terdapat factor-faktor lain di luar laba yang direspon
oleh investor. Dengan demikian ada berbagai faktor yang dapat
mempengaruhi kualitas laba yang dilihat dari sudut pandang relevansi nilai.
Dalam penelitian sebelumnya faktor-faktor tersebut meliputi persistensi laba,
peluang pertumbuhan, risiko, ukuran perusahaan, kualitas CSR, kualitas
auditor, dan struktur modal perusahaan. Berbagai penelitian yang telah
dilakukan masih menunjukkan ketidakkonsistenan hasil. Penelitian ini
mengacu pada Imroatus Solihah (2013) dengan menggunakan variabel
independen persistensi laba, peluang pertumbuhan, risiko, kualitas CSR, dan
struktur modal. Ukuran perusahaan dan kualitas auditor pada penelitian
sebelumnya telah digunakan sebagai variabel independen sebagai faktor yang
dapat mempengaruhi kualitas laba, dan hasil penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa ukuran perusahaan dan kualitas auditor memberikan
28
pengaruh yang signifikan terhadap kualitas laba yang diproksikan dengan
ERC
Dalam beberapa dekade terakhir masyarakat semakin sadar akan
pentingnya menjaga lingkungan. Salah satu upaya untuk menjaga lingkungan
adalah dengan melibatkan dunia usha swasta. Melalui program PKBL dari
perusahaan BUMN dapat membantu program perbaikan lingkungan melalui
program CSR. Program penanaman pohon dan konservasi mangrove yang
dilaksanakan melalui aksi langsung penanaman, pembagian bibit pohon
kepada warga dalam sejumlah kegiatan masyarakat dan kampanye
lingkungan. Dalam program CSR dilakukan kegiatan antara lini:
pendistribusian bibit di Jakarta dan di wilayah-wilayah lainnya. Penanaman
pohon-pohon tersebut di berbagai area, termasuk lahan kritis dan perkotaan.
Jenis tanaman bervariasi, dari pohon produktif seperti mangga, rambutan,
belimbing, juga mangroove dan pohon pelindung seperti
Padapenelitian Imroatus Solihah (2013), variabel peluang
pertumbuhan tidak mempengaruhi kualitas laba yang diproksikan dengan
ERC karena sampel perusahaan yang digunakan memiliki karakteristik yang
berbeda-beda. Agar peluang pertumbuhan dapat mempengaruhi ERC,
Imroatus Solihah (2013) menganjurkan untuk mengelompokkan perusahaan
sampel berdasarkan subsektornya pada penelitian selanjutnya agar hasil yang
diperoleh dapat signifikan. Tetapi apabila perusahaan tersebut dikelompokkan
lagi kedalam subsektornya, sampel perusahaan menjadi semakin sempit.
29
Perusahaan yang termasuk dalam tipe industri high profile menurut
Dirgantari (2002) adalah perusahaan yang termasuk dalam sektor industri
primer dan sekunder yaitu perusahaan yang memproduksi barang. Pemilihan
perusahaan high profile berdasarkan karakteristiknya lebih banyak mendapat
perhatian dari masyarakat akibat kegiatan operasional perusahaan yang
mengolah bahan baku.
Berdasarkan permasalahan diatas, maka penulis memilih judul
penelitian Pengaruh Kesadaran Lingkungan dan Corporate Social
Responsbility dengan Komite Audit sebagai Pemoderasi dalam
Meningkatkan Kualitas Laba BUMN.
1.2 Identifikasi Masalah dan Pembatasan Masalah
1.2.1 Identifikasi Masalah
a. Apakah kesadaran lingkungan berpengaruh terhadap kualitas laba
BUMN ?
b. Apakah pengaruh lingkungan dalam kegiatan Corporate Social
Responsibility (CSR) berpengaruh terhadap kualitas laba BUMN ?
c. Apakah kegiatan Corporate Social Responsibility berpengaruh terhadap
kualitas laba BUMN ?
d. Apakah Dewan Komisaris berpengaruh terhadap kualitas laba BUMN ?
e. Apakah Komite Audit berpengaruh terhadap kualitas laba BUMN ?
30
1.2.2 Pembatasan Masalah
a. Penelitian dilakukan pada kegiatan Corporate Social Responsibility
lingkungan.
b. Penelitian dilakukan pada BUMN yang bergerak di bidang konstruksi.
c. Penelitian dilakukan pada kegiatan Corporate Social Responsibility
BUMN konstruksi Tahun 2013 - 2015.
1.3 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka permasalahan yang dapat
dirumuskan dalam penelitian ini adalah :
1) Apakah kesadaran lingkungan berpengaruh terhadap kualitas laba
BUMN ?
2) Apakah Corporate Social Responsibility berpengaruh terhadap
kualitas laba BUMN ?
3) Apakah Corporate Social Responsibility berpengaruh terhadap
Kualitas Laba ketika dimoderasi oleh Komite Audit Independen ??
1.4 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan dari
penelitian ini untuk menganalisis
1) Kesadaran lingkungan berpengaruh terhadap kualitas laba BUMN.
2) Corporate Social Responsibility berpengaruh terhadap kualitas laba
BUMN.
31
3) Corporate Social Responsibility berpengaruh terhadap Kualitas Laba
ketika dimoderasi oleh Komite Audit Independen.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1. Kegunaan Teoritis
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi untuk meningkatkan
wawasan dan pengetahuan tentang kualiats laba BUMN di Indonesia . Hal
lainnya adalah memberikan kontribusi sebagai bahan referensi untuk
penelitian sejenis.
1.5.2. Kegunaan Praktis
a. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan nilai tambah berupa
pengetahuan dan wawasan mengenai pengaruh pemguatan lingkungan
hidup dan Corporate Social Responsibility terhadap kualitas laba BUMN
dengan komite audit sebagai variabel pemoderasi.
b. Bagi Perusahaan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat
untuk pertimbangan dalam rangka meningkatkan kualitas BUMN.
c. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan bagi
kemajuan akademis dan dapat dijadikan acuan atau referensi untuk
penelitian berikutnya.
32
BAB II
KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1. Stakeholders
Menurut Freeman (1984), stakeholder sebagai “any group or
individual who can affect or be affected by the achievement of an
organization’s objective.” bahwa stakeholder merupakan kelompok maupun
individu yang dapat memengaruhi atau dipengaruhi oleh proses pencapaian
tujuan suatu organisasi.Perusahaan beroperasi tidak hanya untuk menaikan
nilai perusahaan dan kesejahteraan pemilik perusahaan. Stakeholder
perusahaan tidak terbatas pada manajemen perusahaan dan pemilik saham
perusahaan saja, tetapi harus memperhatikan pihak-pihak yang terpengaruh
langsung maupun tidak langsung oelh keberadaan perusahaan. Menurut
teori stakeholder (Ghazali dan Chariri, 2007) bahwa perusahaan bukanlah
entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingannya sendiri namun harus
memberikan manfaat bagi stakeholder.
Stakeholder pada dasarnya dapat mengendalikan atau memiliki
kemampuan untuk mempengaruhi pemakaian sumber-sumber ekonomi yang
digunakan perusahaan. Stakeholder perusahaan terdiri dari pemegang
saham, kreditor, konsumen, pemasok, karyawan, dan komunitas lain seperti
masyarakat yang merupakan bagian dari lingkungan sosial. Bila
stakeholder mengendalikan sumber-sumber ekonomi yang penting bagi
33
perusahaan, maka perusahaan akan bereaksi dengan cara-cara yang dapat
memuaskan keinginan stakeholder (Ullman,1985:552). Kelangsungan hidup
perusahaan tergantung pada dukungan stakeholder dan dukungan tersebut
harus dicari sehingga aktivitas perusahaan adalah untuk mencari dukungan
tersebut. Makin berkuasa stakeholder, maka makin besar usaha yang harus
dilakukan perusahaan untuk beradaptasi.
Berbagai upaya yang harus dilakukan perusahan untuk memenuhi
kebutuhan stakeholder. Salah satu upaya adalahmelakukan investasi
lingkungan. Investasi lingkungan yang dilakukan dianggap sebagai bagian
dari tanggung jawab perusahaan terhadap stakeholder. Perusahaan harus
memberikan manfaat kepada seluruh stakeholder-nya (pemegang saham,
kreditor, konsumen, supplier, pemerintah, masyarakat, analis, dan pihak
lain). Teori stakeholder mempunyai hubungan dengan tanggungjawab
sosial perusahaan terhadap lingkungan perusahaan berada. Tanggung jawab
perusahaan tidak hanya terbatas untuk memaksimumkan laba dan
kepentingan pemegang saham, namun juga harus memperhatikan
masyarakat, pelanggan, dan pemasok sebagai bagian dari operasi
perusahaan itu sendiri. Pemegang saham yang mempunyai hak terhadap
tindakan-tindakan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan, maka
stakeholder juga mempunyai hak yang sama terhadap perusahaan. Oleh
karena itu
Perusahaan melaksanakan secara sukarela investasi terhadap lingkungan
perusahaan untuk membuktikan kepada masyarakat akan kepedulian
34
perusahaan tersebut dalam menjaga lingkungan dan memberikan nilai
tambah serta manfaat bagi masyarakat. . Perkembangan bisnis di era modern
menuntut perusahaan untuk lebih memerhatikan seluruh pemangku
kepentingan yang ada dan tidak terbatas hanya kepada pemegang saham.
Hal ini selain merupakan tuntutan etis, juga diharapkan akan mendatangkan
manfaat ekonomis dan menjaga keberlangsungan bisnis perusahaan. Dari
perspektif hubungan antara perusahaan dengan seluruh pemangku
kepentingan inilah teori stakeholder kemudian dikembangkan.
Pengelolaan perusahaan berdasarkan perspektif teori stakeholder
mempunyai beberapa pertimbangan , yakni : (1) argumen deskriptif ;
perusahaan dalam beroperasi harus memberikan perhatian penuh tidak saja
pada Kualitas Laba keuangan perusahaan, akan tetapi tugas manajemen
lebih luas dari itu. Untuk dapat memperoleh hasil yang konsisten, manajer
harus memberikan perhatian pada produksi produk-produk berkualitas
tinggi dan inovatif bagi para pelanggan mereka, menarik dan
mempertahankan karyawan-karyawan yang berkualitas tinggi, serta
mentaati semua regulasi pemerintah yang cukup kompleks. Secara praktis,
manajer juga mengarahkan energi mereka terhadap seluruh pemangku
kepentingan perusahaan berada, (2) argumen instrumental; bahwa
manajemen perusahaan harus mempertimbangkan hak dan memberi
perhatian stakeholder sehingga akan menghasilkan Kualitas Laba yang
lebih baik; (3) argumen normatif ; manajemen perusahaan harus
memperhatikan stakeholder merupakan merupakan hal yang benar.
35
Perusahaan menguaasi dan mengendalikan banyak sumber daya.
Perusahaan mempunyai istimewa ini sehingga ada kewajiban bagi
perusahaan yang harus dipenuhi terhadap seluruh stakeholder.
Berdasarkan kepentingan stakeholder terhadap perusahaan, maka
dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a. Stakeholders Internal dan stakeholders eksternal.
Stakeholders internal adalah stakeholders yang berada di dalam
lingkungan organisasi. Seperti karyawan, manajer dan pemegang
saham (shareholder). Sedangkan stakeholders eksternal adalah
stakeholders yang berada di luar lingkungan organisasi, seperti penyalur
atau pemasok, konsumen atau pelanggan, masyarakat, pemerintah, pers,
kelompok social responsible investor, licensing partner dan lain-lain.
b. Stakeholders primer, sekunder dan marjinal.
Keterbatasan yang dimiliki perusahaan, maka perusahaan harus
menyusun skala prioritas. Stakeholders yang paling penting disebut
stakeholder primer, stakeholders yang kurang penting disebut
stakeholders sekunder dan yang bisa diabaikan disebut stakeholders
marjinal. Urutan prioritas ini berbeda bagi setiap perusahaan meskipun
produk atau jasanya sama. Urutan ini juga bisa berubah dari waktu ke
waktu.
c. Stakeholders tradisional dan stakeholders masa depan.
Karyawan dan konsumen dapat disebut sebagai stakeholders tradisional,
karena saat ini sudah berhubungan dengan organisasi. Sedangkan
36
stakeholders masa depan adalah stakeholders pada masa yang akan
datang diperkirakan akan memberikan pengaruhnya pada organisasi
seperti mahasiswa, peneliti dan konsumen potensial.
d. Proponents, opponents, dan uncommitted.
Dalam stakeholders yang ada terdapat kelompok yang memihak
organisasi (proponents), menentang organisasi (opponents) dan ada
yang tidak peduli atau abai (uncommitted). Organisasi perlu mengenal
stakeholders yang berbeda-beda ini agar dapat melihat permasalahan,
menyusun rencana dan strategi untuk melakukan tindakan yang
proposional.
e. Silent majority dan vokal minority.
Berdasarkan aktivitas stakeholders dalam melakukan komplain atau
mendukung perusahaan, tentu ada yang menyatakan pertentangan atau
dukungannya secara vocal (aktif) namun ada pula yang menyatakan
secara silent (pasif).
2.2. Akuntansi Lingkungan
2.2.1 Definisi Akuntansi Lingkungan
Dari teori legitimasi dan stakeholder yang telah diuraikan di atas, dapat
ditarik benang merah bahwa organisasi atau perusahaan membutuhkan akuntansi
lingkungan di dalam penyajian laporan keuangan untuk menunjukkan legitimasi
mereka terhadap para stakeholders. Menurut Umami (2010) pengertian
akuntansi lingkungan dijabarkan sebagai berikut:
37
Akuntansi lingkungan merupakan bagian dari bidang akuntansi yang
menyediakan laporan baik untuk pengguna internal maupun eksternal.
Untuk pihak internal, akuntansi lingkungan dapat membantu membuat
keputusan manajemen dalam hal harga, pengendalian overhead, dan
penganggaran modal. Sedangkan untuk pengguna eksternal untuk
pengungkapan informasi lingkungan kepada masyarakat dan komunitas
keuangan.
Sedangkan menurut Pratiwi (2013) mengatakan bahwa akuntansi
lingkungan adalah:
Suatu istilah yang berupaya untuk mengelompokkan pembiayaan
yang dilakukan perusahaan dan pemerintah dalam melakukan konservasi
lingkungan ke dalam pos lingkungan dan praktik bisnis perusahaan.
Akuntansi lingkungan juga dapat dianalogikan sebagai suatu kerangka
kerja pengukuran yang kuantitatif terhadap kegiatan konservasi
lingkungan yang dilakukan perusahaan.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa akuntansi lingkungan
merupakan alat komunikasi organisasi baik kepada pengguna internal maupun
eksternal dari kegiatan konservasi yang dilakukan oleh perusahaan.
2.2.2. Tujuan, Fungsi, dan Peran Akuntansi Lingkungan
Tujuan dari akuntansi lingkungan adalah untuk meningkatkan jumlah
informasi relevan yang dibuat bagi mereka yang memerlukan atau dapat
menggunakannya. Selain itu, tujuan lainnya berkaitan dengan kegiatan-kegiatan
konservasi lingkungan oleh perusahaan maupun organisasi lainnya, yaitu
mencakup kepentingan organisasi publik dan perusahaan-perusahaan publik yang
bersifat lokal. Akuntansi lingkungan selanjutnya menjadi bagian dari suatu sistem
sosial perusahaan. Di samping itu, maksud dan tujuan dikembangkannya
akuntansi lingkungan antara lain meliputi: 1) Akuntansi lingkungan merupakan
38
sebuah alat manajemen lingkungan; dan 2) Akuntansi lingkungan sebagai alat
komunikasi dengan masyarakat (Ikhsan, 2008).
Menurut Ikhsan (2008), terdapat dua fungsi akuntansi lingkungan, yaitu
fungsi internal dan eksternal. Fungsi internal memungkinkan untuk mengatur
biaya konservasi lingkungan dan menganalisis biaya dari kegiatan-kegiatan
konservasi lingkungan yang efektif dan efisien serta sesuai dengan pengambilan
keputusan. Dalam fungsi internal ini diharapkan akuntansi lingkungan berfungsi
sebagai alat manajemen bisnis yang dapat digunakan oleh manajer ketika
berhubungan dengan unit-unit bisnis.
Sedangkan fungsi eksternal memberi kewenangan bagi perusahaan untuk
mempengaruhi pengambilan keputusan stakeholders, seperti pelanggan, rekan
bisnis, investor, penduduk lokal maupun bagian administrasi. Oleh karena itu,
perusahaan harus memberikan informasi tentang bagaimana manajemen
perusahaan mempertanggungjawabkan pengelolaan kepada pemilik atas
pemakaian sumber ekonomi yang dipercayakan kepadanya. Diharapkan dengan
publikasi hasil akuntansi lingkungan akan berfungsi dan berarti bagi perusahaan-
perusahaan dalam memenuhi pertanggungjawaban serta transparansi mereka bagi
para stakeholders yang secara simultan sangat berarti untuk kepastian evaluasi
dari kegiatan konservasi lingkungan.
Peran akuntansi lingkungan menurut Pratiwi (2013) adalah memberikan
tambahan informasi melalui pengungkapan (disclosure) wajar atau dalam data
kuantitatif pada komponen laporan keuangan yang diterbitkan secara berkala serta
39
menunjukkan kegiatan dan hasil operasional perusahaan yang mencakup dimensi
ekonomi, sosial, dan lingkungan.
2.2.3. Unsur-unsur Akuntansi Lingkungan
Ikhsan (2008) membagi akuntansi lingkungan menjadi tiga unsur:
1. Biaya Lingkungan
Biaya lingkungan pada dasarnya berhubungan dengan biaya produk,
proses, sistem, atau fasilitas penting untuk pengambilan keputusan
manajemen yang lebih baik. Tujuan perolehan biaya adalah bagaimana cara
mengurangi biaya-biaya lingkungan, meningkatkan pendapatan, dan
memperbaiki Kualitas Laba lingkungan dengan memberi perhatian pada
situasi sekarang, masa yang akan datang, dan biaya-biaya manajemen yang
potensial. Oleh karena itu, bagaimana suatu perusahaan menggambarkan
biaya lingkungan tergantung bagaimana niat untuk menggunakan informasi
dan skala atau lingkup dari pelatihan. Apalagi, mungkin tidak selalu jelas
apakah suatu biaya dikelompokkan pada biaya “lingkungan” atau tidak.
Beberapa biaya dimasukkan ke dalam zona kelabu atau mungkin
diklasifikasikan pada sebagian lingkungan dan sebagian bukan.
Jenis biaya lingkungan yang secara potensial tersembunyi dari manajer.
Pertama, biaya lingkungan yang berasal dari awal, terdiri dari kedudukan,
desain dari produk lingkungan yang lebih baik atau proses kualifikasi dari
supplier, evaluasi alternatif peralatan pengendalian polusi, dan seterusnya.
Apakah diklasifikasikan sebagai overhead atau riset dan pengembangan,
40
biaya-biaya ini dapat dengan mudah dilupakan ketika para manajer dan analis
terfokus pada biaya operasional, sistem, dan fasilitas.
Kedua, regulasi dan pengungkapan biaya-biaya lingkungan yang terjadi
dalam operasional suatu proses, sistem atau fasilitas. Pentingnya biaya ini
juga barangkali sulit ditentukan karena hasil tentang penyatuannya dalam
penghitungan overhead.
Ketiga, ketika biaya awal dan operasional sekarang barangkali
digelapkan oleh praktik akuntan manajemen, biaya lingkungan diakhir tidak
dapat dimasuki oleh sistem akuntansi manajemen secara keseluruhan.
2. Keuntungan Konservasi Lingkungan
Keuntungan yang diperoleh perusahaan ketika melakukan konservasi
lingkungan berasal dari pencegahan, pengurangan dan/atau penggagalan
dampak lingkungan, memperbaiki beberapa dampak, perbaikan dilakukan
setelah bencana terjadi serta kegiatan-kegiatan lainnya yang diukur dalam
unit fisik.
3. Keuntungan Ekonomi dari Kegiatan Konservasi Lingkungan
Keuntungan ekonomi dari kegiatan konservasi lingkungan menjelaskan
bahwa keuntungan yang diperoleh atas laba perusahaan sebagai suatu hasil
dari kemajuan.
2.2.4 Pengungkapan Akuntansi Lingkungan
Pengungkapan dapat diartikan sebagai pengeluaran informasi yang
disajikan dalam pelaporan keuangan (Nuswandari, 2009). Sedangkan
41
pengungkapan akuntansi lingkungan didefinisikan untuk mengidentifikasi ukuran,
nilai, dan laporan akuntansi biaya lingkungan dalam laporan keuangan perusahaan
(Umami, 2010).
Informasi yang diungkapkan di dalam laporan tahunan perusahaan dibagi
menjadi dua kelompok utama, yaitu pengungkapan wajib (mandatory disclosure)
dan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure). Pengungkapan wajib adalah
informasi yang harus diungkapkan oleh emiten yang diatur oleh peraturan pasar
modal suatu negara. Sedangkan pengungkapan sukarela, yaitu penyampaian
informasi yang diberikan secara sukarela oleh perusahaan di luar pengungkapan
wajib (Nuswandari, 2009).
Beberapa perusahaan besar, terutama yang sudah tercatat di pasar modal
serta mempunyai dampak langsung terhadap lingkungan, telah mengungkapkan
Kualitas Laba pengelolaannya secara sukarela (Pratiwi, 2013). Menurut Ikhsan
(2008) mengatakan bahwa pengungkapan akuntansi lingkungan adalah jenis
pengungkapan sukarela informasi akuntansi lingkungan dari sudut pandang fungsi
eksternal akuntansi lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan pengungkapan data
akuntansi lingkungan eksternal untuk memperjelas prasyarat dari data yang
diungkapkan sehingga stakeholders mendapatkan pemahaman yang konsisten dari
data akuntansi lingkungan. Pengungkapan ini seperti dijelaskan PSAK 1 (Revisi
2013) yang menyatakan bahwa,
Entitas dapat pula menyajikan, terpisah dari laporan keuangan, laporan
mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement),
khususnya bagi industri di mana faktor lingkungan hidup memegang peranan
penting dan bagi industri yang menganggap karyawan sebagai kelompok
42
pengguna laporan yang memegang peranan penting. Laporan tambahan tersebut di
luar ruang lingkup Standar Akuntansi Keuangan.
Menurut Pratiwi (2013) ada beberapa cara untuk mengungkapkan
informasi pertanggungjawaban lingkungan:
1. Penyajian informasi lingkungan melalui “pengungkapan” dapat dilakukan
dengan membuat ikhtisar kegiatan perusahaan terkait dengan upaya-upaya
untuk melestarikan lingkungan, hasil penilaian pihak independen terkait
dengan kepatuhan entitas terhadap kelestarian lingkungan.
2. Pelaporan tanggung jawab atas lingkungan juga dapat disajikan dalam
laporan keuangan inti, misalnya peralatan yang disediakan dalam rangka
untuk mengurangi pencemaran lingkungan dapat disajikan sebagai aset
tetap.
3. Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka untuk mencegah lingkungan
dari pencemaran dapat diakui sebagai beban dalam laporan laba rugi.
43
Gambar 2.1.
Alur Biaya Konservasi Lingkungan
Sumber: Ikhsan (2008)
2.3. Kualitas Laba
2.3.1 Pengertian Kualitas Laba
Kualitas laba dapat didefinisikan sebagai kemampuan laba dalam
menjelaskan informasi yang terkandung di dalamnya yang dapat membantu
pembuatan keputusan oleh pembuat keputusan (Dechow et al., 2010). Laba
merupakan produk akuntansi akrual dan digunakan sebagai alat ukur terhadap
Kualitas Laba manajemen perusahaan (Bissessur, 2008). Semakin baik laba
dalam menerangkan Kualitas Laba manajemen maka semakin berkualitas laba
tersebut.
Kualitas laba memiliki banyak dimensi dan dapat diukur dengan banyak
ukuran, salah satunya menggunakan akrual. Akrual adalah perbedaan antara laba
bersih dengan arus kas dari aktivitas operasi (Sloan, 1996 dalam Richardson et
al, 2001). Kegunaan utama akrual adalah mengurangi masalah waktu dan
ketidakpadanan dari arus kas (Dechow, 2001 dalam Schoemaker, 2013).
Dechow dan Schrand (2004) dalam Sirait (2012) mendefinisikan laba yang
berkualitas setidaknya mengandung karakteristik dasar, yakni merefleksikan
Kualitas Laba operasi perusahaan saat ini dan menjadi indikator yang baik atas
persistensi Kualitas Laba operasi perusahaan dimasa yang akan datang. Givoly
et al. (2010) mendefinisikan kualitas laba sebagai kemampuan laba dalam
merefleksikan kebenaran laba perusahaan dan membantu memprediksi laba
44
dimasa mendatang, dimana terdapat 4 ukuran untuk memproksikan kualitas laba,
yaitu accrual persistence, estimation error in the accruals process, absence of
earnings management, dan conservatism.
Menurut Schipper dan Vincent (2003) dalam Sutopo (2001), Kualitas laba
menunjukkan tingkat kedekatan laba yang dilaporkan dengan hicksian income,
yang merupakan laba ekonomik yaitu jumlah yang dapat dikonsumsi dalam satu
periode dengan menjaga kemampuan perusahaan pada awal dan akhir periode
tetap sama.
Schipper dan Vincent (2003) dalam Sutopo (2001) mengelompokkan
konstruk kualitas laba dan pengukurannya berdasarkan cara menentukan kualitas
laba, yaitu berdasarkan: sifat runtun-waktu dari laba, karakteristik kualitatif
dalam rerangka konseptual, hubungan laba-kas-akrual, dan keputusan
implementasi.
Kelompok penentuan kualitas laba ini dapat diikhtisarkan sebagai berikut:
1. Berdasarkan sifat runtun-waktu laba, kualitas laba meliputi: persistensi,
prediktabilitas (kemampuan prediksi), dan variabilitas.
2. Kualitas laba didasarkan pada hubungan laba-kas-akrual yang dapat diukur
dengan berbagai ukuran, yaitu: rasio kas operasi dengan laba, perubahan
akrual total, estimasi abnormal/discretionary accruals (akrual abnormal/
DA), dan estimasi hubungan akrual-kas.
3. Kualitas laba dapat didasarkan pada Konsep Kualitatif Rerangka Konseptual
(Financial Accounting Standards Board, FASB, 1978).
4. Kualitas laba berdasarkan keputusan implementasi.
45
Contoh laba berkualitas rendah, antara lain: cadangan yang kurang cukup
untuk akun ragu-ragu (doubtful); provisi yang tak memadai untuk persediaan
kedaluwarsa; praktik pengakuan pendapatan progresif, yang memasukkan
pendapatan mendatang ke dalam periode sekarang. Kualitas laba rendah karena
dalam menyajikan laba tidak sesuai dengan laba sebenarnnya sehingga informasi
yang di dapat dari laporan laba menjadi bias sehingga dampaknya menyesatkan
kreditor dan investor dalam mengambil keputusan.
2.3.2 Manfaat Laba yang Berkualitas
Laba merupakan indikator penting yang digunakan untuk mengukur
Kualitas Laba operasional perusahaan, dan dapat digunakan oleh penggunanya
sebagai alat untuk memprediksi earning power perusahaan di masa yang akan
datang. Oleh karena itu, perusahaan akan melakukan berbagai tindakan untuk
mengusahakan peningkatan laba. Hal ini mendorong adanya perilaku manajamen
perusahaan untuk melaporkan laba yang tidak menggambarkan kondisi
perusahaan yang sebenarnya (manajemen laba), yang akan mengakibatkan
rendahnya kualitas laba.
Rendahnya kualitas laba akan membuat kesalahan dalam pengambilan
keputusan oleh para pengguna laporan keuangan, seperti investor dan kreditor.
Dengan demikian, laba dapat dikatakan berkualitas tinggi jika laba yang
dilaporkan tersebut dapat digunakan oleh pengguna laporan keuangan untuk
membuat keputusan yang terbaik.
46
2.3.3 Kualitas Laba dan Pengukurannya
Pengertian laba dalam akuntansi dapat diartikan sebagai selisih antara
pendapatan yang direalisasi dari transaksi perusahaan yang terjadi selama
satu periode, dengan biaya yang berkaitan dengan pendapatan tersebut
(Chariri,2005). Belkaoui (1993) menyebutkan bahwa laba akuntansi
memiliki beberapa karakteristik berikut :
1) Laba akuntansi didasarkan pada transaksi aktual terutama yang berasal
dari
penjualan barang/jasa.
2) Laba akuntansi didasarkan pada postulat periodisasi dan mengacu
padaKualitas Laba perusahaan selama satu periode tertentu.
3) Laba akuntansi didasarkan pada prinsip pendapatan yang memerlukan
pemahaman khusus tentang definisi, pengukuran dan pengakuan
pendapatan.
4) Laba akuntansi memerlukan pengukuran tentang biaya (expenses)
dalam bentuk cost historis.
5) Laba akuntansi menghendaki adanya penandingan (matching) antara
pendapatan dengan biaya yang relevan dan berkaitan dengan
pendapatan tersebut. empengaruhi kualitas laba yang dilaporkan.
Kualitas laba dilakukan dengan mengamati mulai dari laba bersih
(net earnings). Laba bersih menjadi dalam melakukan penilaian terhadap
kualitas laba. Analisis kualitas laba yang berbeda akan menyebabkan
pertimbangan-pertimbangan yang berbeda mengenai karakteristik dari suatu
47
laba. Menurut Seigel dalam menyusun karakteritik dalam menilai kualitas
laba dengan sesuai dengan resiko yang dimilki perusahaan, antara lain :
Glamour, pertumbuhan laba meningkat drastis, dan resiko untuk mengalami
penurunan, menyolok (highly visible) dari mata publik dan pengaturan
pemerintah, perusahaan kesulitan memperoleh kredit, risk maximizer,
mempunyai kecenderungan sebagai pemilik resiko maksimum dalam
industri, perusahaan dalam jenis industri dengan karakteristik resiko tinggi,
atau industri sedang berada dalam harapan menurun (declining), kebijakan
akuntansi yang liberal (bebas), sering melakukan perubahan auditor, sering
melakukan insider transactions, mempunyai transaksi-transaksi dalam skala
atau proporsi besar dengan perusahaan (perusahaan dalam satu kelompok
usaha (affiliates), sering melakukan aktivitas-aktivitas yang tidak jujur
(unfair) atau tidak etik (unethical), dipimpin oleh individu yang sangat
berkuasa dan mempunyai peranan yang sangat dominan, memasuki bisnis
yang tidak berkaitan dengan bisnisnya, atau tidak mempunyai kemampuan
dalam bisnis tersebut.
Dalam mengukur kualitas laba dapat menggunakan kriteria Earnings
Quality Assessment (EQA). Kriteria EQA menyediakan ukuran independen
untuk melakukan assessmen terhadap kualitas laba perusahaan, sehingga
dapat diketahui kualitas laba dan mengevaluasi beberapa periode laporan
keuangan. Selain itu untuk model EQA dapat juga digunakan untuk menilai
stabilitas laba yang dapat membawa pada pemahaman yang lengkap
terhadap potensi laba masa datang. Kriteria yang digunakan antara lain : Isu-
48
isu pengakuan pendapatan, rasio Laba kotor / penjualan, laba operasi /
penjualan, variabilitas laba, arus kas dari operasi melebihi pendapatan
bersih, Isu-isu pengakuan biaya, operating lease, penelitian dan
pengembangan, biaya dan manfaat pension. Laba di masa depan menjadi
indikator kemampuan membayar deviden masa mendatang. Untuk
mengukur kualitas laba menggunakan indicator antara lain kualitas laba
didasarkan pada perbedaan relatif persistensi akrual terhadap arus kas,
estimasi kesalahan Dalam melakukan investasi terdapat berbagai
pertimbangan diantaranya faktor keuangan dan factor non keuangan.
Faktor keuangan merupakan faktor utama yang mempengaruhi nilai
perusahaan (Mulianti, 2010). Namun, bagi investor faktor non keuangan
juga sangat berpengaruh terhadap Kualitas Laba perusahaan yang
berdampak terhadap nilai perusahaan. Bagi Investor corporate social
responsibility (CSR) merupakan salah satu faktor non keuangan yang
sekarang ini perlu dipertimbangkan oleh perusahaan dalam upaya
meningkatkan nilai perusahaan. CSR yang dilakukan secara konsisten dalam
jangka panjang akan meningkatkan legitimasi masyarakat terhadap
kehadiran perusahaan. Semakin banyak bentuk pertanggungjawaban yang
dilakukan perusahaan terhadap lingkungannya, image perusahaan menjadi
meningkat. dalam proses akrual, ketiadaan manajemen laba, dan
konservatisme.
2.4. Kesadaran Lingkungan
49
Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat pentingnya menjaga
lingkungan dan memelihara lingkungan seperti dampak yang akan dirasakan
manusia karena global warming atau pemanasan global, yang disebabkan
oleh kerusakan lingkungan maka kebutuhan masyarakat akan informasi
mengenai bentuk tanggung jawab perusahaan akan Kualitas Laba lingkungan
semakin meningkat.
Pengertian lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia
yang memengaruhi perkembangan kehidupan manusia baik langsung maupun
tidak langsung. Menurut Undang-Undang Lingkungan Hidup No. 23 Tahun
1997 yang disempurnakan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009, keduanya
mendefinisikan pengertian lingkungan hidup : "Lingkungan hidup adalah
kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup
termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi perikehidupan dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain."
Lingkungan dapat dikelompokkan menjadi lingkungan biotik dan abiotik.
Lingkungan biotic antara lain lingkungan yang terdiri dari sesama manusia,
dan berbagai jenis tumbuhan yang serta hewan-hewan. Sedangkan
lingkungan abiotik berupa udara, gedung, dan berbagai macam benda mati
yang ada di sekitar.
Tidak dapat dipungkiri bahwa para stakeholders memberikan apresiasi
yang lebih bagi perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam kegiatan
lingkungan. Meskipun tujuan utama dari kegiatan-kegiatan ini bukan untuk
50
meningkatkan laba perusahaan namun kegiatan-kegiatan ini diharapkan dapat
memberikan dampak positif bagi nilai perusahaan.
Kotler (2005) dalam Lenny (2006) memaparkan manfaat melakukan
tanggung jawab lingkungan dan sosial perusahaan dalam strategi dan operasi
bisnis, yaitu: meningkatkan penjualan dan saham di pasaran, menguatkan
posisi merk, meningkatkan citra dan pengaruh perusahaan, meningkatkan
kemampuan untuk menarik, meCSR dan mempertahankan karyawan,
mengurangi biaya operasi, meningkatkan kemampuan untuk menarik investor
dan analis keuangan.
Environmental awareness adalah Kualitas Laba perusahaan dalam
menciptakan lingkungan yang baik. Environmental awareness menurut Ali
(2004) adalah mekanisme bagi perusahaan untuk secara sukarela
mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan ke dalam operasinya dan
interaksinya dengan stakeholders, yang melebihi tanggung jawab organisasi
di bidang hukum.
Peningkatan environmental awareness adalah sumber informasi penting
agar perusahaan dapat mencapai tingkatan produksi yang efisien, perbaikan
produktivitas sesuai dengan standar keamanan, penekanan biaya yang
disebabkan karena kerusakan lingkungan dan kesempatan memperoleh pasar
baru (Porter & Van der Linde, 1995).
Menurut sudaryanto (2011), kesadaran lingkungan diukur dari prestasi
perusahaan mengikuti program PROPER (Program Penilaian Peringkat
Kualitas Laba Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup). Program
51
ini merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh Kementrian Lingkungan
Hidup untuk mendorong penaatan perusahaan dalam pengelolaan lingkungan
hidup. PROPER diumumkan secara rutin kepada masyarakat sehingga
perusahaan yang dinilai akan memperoleh insentif maupun disinsentif
reputasi tergantung pada tingkat ketaatannya.
Penilaian Peringkat Kualitas Laba Perusahaan dalam Pengelolaan
Lingkungan mulai dikembangkan Kementrian Lingkungan Hidup, sebagai
alternatif instrument sejak 1995. Pada awalnya, program ini dikenal dengan
nama PROPER PROKASIH. Dengan adanya program ini diharapkan dapat
menyikapi dengan aktif informasi tingkat penaatan itu dan mendorong
perusahaan untuk meningkatkan Kualitas Laba pengelolaan lingkungannya.
PROPER bukan merupakan pengganti instrumen konvensional yang
ada, seperti penegak hukum lingkungan perdata maupun pidana. Program ini
bersinergi dengan instrumen lainnya agar kualitas lingkungan dapat
dilaksanakan lebih efisien dan efektif. PROPER merupakan bentuk kebijakan
pemerintah meningkatkan Kualitas Laba pengelolaan lingkungan perusahaan
sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
Peringkat Kualitas Laba lingkungan perusahaan dikelompokkan pada lima (5)
peringkat warna guna memudahkan komunikasi dengan stakeholder dalam
menyikapi hasil Kualitas Laba penaatan masing-masing perusahaan.
Hendriksen (2000) dalam Emillia Nurdin (2006), menyatakan bahwa
dalam pengertian luasnya, pengungkapan berarti penyampaian informasi
(release of information). Para akuntan cenderung menggunakan kata ini
52
dalam pengertian yang agak terbatas, yaitu penyampaian informasi
lingkungan tentang suatu perusahaan di dalam laporan keuangan, biasanya
laporan tahunan.
Terkait dengan laporan keuangan, Chariri dan Ghozali (2007)
menyatakan bahwa disclosure berarti pemberian informasi mengenai aktivitas
suatu perusahaan. Informasi yang diungkapkan dalam laporan keuangan harus
bermanfaat bagi pengguna laporan keuangan dalam membantu pengambilan
keputusan ekonomi. Oleh karena itu, informasi tersebut harus relevan, dapat
diandalkan dan menggambarkan secara tepat peristiwa ekonomi yang
mempengaruhi hasil aktivitas perusahaan.
Ada 2 jenis pengungkapan dalam pelaporan keuangan yang telah
ditetapkan oleh badan yang memiliki otoritas di pasar modal. Yang pertama
adalah pengungkapan wajib (mandatory disclosure), yaitu informasi yang
harus diungkapkan oleh emiten yang diatur oleh peraturan pasar modal di
suatu Negara. Sedangkan yang kedua adalah pengungkapan sukarela
(voluntary disclosure), yaitupengungkapan yang dilakukan secara sukarela
oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh standar yang ada.
Perusahaan, yang merupakan organisasi yang mempunyai tujuan
menghasilkan laba adalah bagian dari masyarakat dalam lingkungan yang
lebih besar. Keberadaan keduanya sangat ditentukan oleh masyarakat karena
saling pengaruh-mempengaruhi. Untuk itu, agar terjadi keseimbangan
(equality), maka perlu kontrak sosial (social contract) baik secara eksplisit
maupun implisit sehingga terjadi kesepakatan-kesepakatan yang saling
53
melindungi kepentingannya. Perusahaan disamping berupaya menjaga
eksistensi dan survival dengan jalan pencapaian dan peningkatan Kualitas
Laba secara ekonomi (profit), juga harus memperhatikan tata aturan.
Pencapaian tujuan secara ekonomi tidak diperkenankan dengan jalan
menggunakan berbagai cara, melainkan harus taat dan patuh kepada
perundang-undangan, guna melindungi masyarakat dan lingkungan yang
merasakan akibat secara langsung maupun tidak langsung dari keberadaan
perusahaan (Hadi, 2011).
Unsur-unsur lingkungan dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga)
kelompok, , yaitu:
1. Unsur Hayati (Biotik)
Unsur hayati (biotik), yaitu unsur lingkungan hidup yang terdiri dari
makhluk hidup, seperti antara lain : manusia, hewan dan tumbuh-
tumbuhan.
2. Unsur Sosial Budaya
Unsur sosial budaya, yaitu lingkungan sosial dan budaya yang dibuat
manusia yang merupakan sistem nilai, gagasan, dan keyakinan dalam
perilaku sebagai makhluk sosial. Kehidupan masyarakat dapat mencapai
keteraturan berkat adanya sistem nilai dan norma yang diakui dan ditaati
oleh segenap anggota masyarakat.
3. Unsur Fisik (Abiotik)
Unsur fisik (abiotik), yaitu unsur lingkungan fisik yang terdiri dari
benda-benda mati (tidak hidup), seperti tanah, air, udara, iklim, dan lain-
54
lain. Keberadaan lingkungan fisik berperan sangat besar terhadap
kelangsungan hidup segenap kehidupan di bumi. Tak terbayangkan, apa
yang terjadi jika air tak ada lagi di muka bumi atau udara yang dipenuhi
asap? Kehidupan di muka bumi tidak akan berlangsung secara wajar.
Bencana kekeringan, banyak hewan dan tumbuhan mati, perubahan
musim yang tidak teratur, munculnya berbagai penyakit, dan lain-lain.
Unsur pokok dalam prinsip etika lingkungan hidup ada dua, yang
pertama komunitas moral tidak hanya dibatasi pada komunitas sosial,
melainkan mencakup seluruh komunitas ekologis. Kedua, pada dasarnya
manusia bukan hanya sebagai makhluk sosial, melainkan juga makhluk
ekologis. Prinsip-prinsip ini dimaksudkan sebagai pedoman untuk melakukan
perubahan kebijakan sosial, politik, dan ekonomi untuk lebih berpihak pada
lingkungan hidup dan dapat mengatasi permasalahan yang ada pada
lingkungan.
Teori etika lingkungan hidup mengakui bahwa alam semesta perlu
dihormati. Pada teori antroposentrisme menghormati alam karena
kepentingan manusia bergantung pada kelestarian dan integritas alam.
Sedangkan pada teori biosentrisme dan ekosentrisme beranggapan bahwa
manusia mempunyai kewajiban moral untuk menghargai alam semesta
dengan seluruh isinya karena manusia adalah bagian dari alam dan alam
mempunyai nilai sendiri yang harus dihormati. Secara khusus, sebagai pelaku
moral, manusia mempunyai kewajiban moral untuk menghormati kehidupan,
55
baik pada manusia maupun pada makhluk lain dalam seluruh komunitas
ekologisnya.
Menurut teori DE bahwa manusia dituntut untuk menghargai dan
menghormati benda-benda non-hayati karena semua benda di alam semesta
mempunyai hak yang sama untuk keberadaannya, hidup, dan berkembang.
Alam mempunyai hak untuk dihormati, bukan hanya karena kehidupan
manusia bergantung pada alam, tetapi karena kenyataan ontologis bahwa
manusia adalah bagian integral alam dan sebagai anggota komunitas
ekologis.Sikap hormat terhadap alam lahir dari relasi kontekstual manusia
dengan alam dalam komunitas ekologis.
Manusia berkewajiban menghargai hak semua makhluk hidup untuk
berada, hidup, tumbuh, dan berkembang secara alamiah. Sebagai perwujudan
nyata, manusia perlu memelihara, merawat, menjaga, melindungi, dan
melestarikan alam beserta seluruh isinya. Manusia tidak boleh merusak dan
menghancurkan alam beserta seluruh isinya tanpa alasan yang benar. Alam
dan seluruh isinya juga berhak untuk dicintai, disayangi, dan mendapat
kepedulian dari manusia.Kasih sayang dan kepedulian muncul dari kenyataan
bahwa semua makhluk hidup mempunyai hak untuk dilindungi, dipelihara,
tidak disakiti, dan dirawat. Terkait dengan prinsip hormat kepada alam
merupakan tanggung jawab moral terhadap alam.
Setiap bagian dan benda di alam semesta ini diciptakan oleh Tuhan
dengan tujuannya masing-masing terlepas dari untuk kepentingan manusia
atau tidak. Manusia sebagai bagian dari alam semesta harus bertanggung
56
jawab pula untuk menjaga alam. Tanggung jawab ini bukan saja bersifat
individual melainkan kolektif. Tanggung jawab moral menuntut manusia
untuk mengambil prakarsa, usaha, kebijakan, dan tindakan bersama secara
nyata untuk menjaga alam semesta dengan segala isinya. Kelestarian dan
kerusakan alam merupakan tanggung jawab bersama seluruh umat manusia.
Bentuk tanggung jawab dapat dalam bentuk mengingatkan, melarang dan
menghukum yang merusak dan membahayakan alam.
2.5 Corporate Social Responsibility (CSR).
CSR adalah suatu konsep atau tindakan yang dilakukan oleh
perusahaan sebagai rasa tanggung jawab perusahaan terhadap social maupun
lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berada. Kegiatan CSR diharapkan
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar dan menjaga
lingkungan, memberikan beasiswa untuk anak tidak mampu, dana untuk
pemeliharaan fasilitas umum, sumbangan untuk membangun desa/fasilitas
masyarakat yang bersifat sosial dan berguna untuk masyarakat banyak,
khususnya masyarakat yang berada di sekitar perusahaan tersebut berada.
CSR merupakan suatu fenomena dan strategi yang digunakan perusahaan
untuk mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan stakeholder-nya. CSR
dimulai sejak era dimana kesadaran akan sustainability perusahaan jangka
panjang adalah lebih penting daripada sekedar profitability perusahaan.
Kegiatan CSR akan menjamin keberlanjutan bisnis yang dilakukan. Hal ini
disebabkan karena :
57
1. Menurunnya gangguan social yang sering terjadi akibat pencemaran
lingkungan, bahkan dapat menumbuh kembangkan dukungan atau
pembelaan masyarakat setempat.
2. Terjaminnya pasokan bahan baku secara berkelanjutan untuk jangka
panjang.
3. Tambahan keuntungan dari unit bisnis baru, yang semula merupakan
kegiatan CSR yang dirancang oleh korporat.
Keputusan manajemen perusahaan untuk melaksanakan program-
program CSR secara berkelanjutan, pada dasarnya merupakan keputusan
yang rasional. Implementasi program-program CSR dapat menimbulkan
efek lingkaran emas yang dapat dinikmati oleh perusahaan dan seluruh
stakeholder-nya. Kesejahteraan dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat
lokal maupun masyarakat luas akan lebih baik. Kondisi ini dapat dicapai 5
(lima) CSR, yaitu Pengembangan kapasitas SDM di lingkungan internal
perusahaan maupun lingkungan masyarakat sekitarnya.
1. Penguatan ekonomi masyarakat sekitar kawasan wilayah kerja
perusahaan.
2. Pemeliharaan hubungan relasional antara korporasi dan lingkungan
sosialnya yang tidak dikelola dengan baik sering mengundang kerentanan
konflik.
3. Perbaikan tata kelola perusahaan yang baik
4. Pelestarian lingkungan, baik lingkungan fisik, social serta budaya.
58
Kegiatan CSR dapat memberikan manfaat bagi masyarakat, antara
lain :
1. Meningkatknya kesejahteraan masyarakat sekitar dan kelestarian
lingkungan.
2. Adanya beasiswa untuk anak tidak mampu di daerah tersebut.
3. Meningkatnya pemeliharaan fasilitas umum.
4. Adanya pembangunan desa/fasilitas masyarakat yang bersifat sosial dan
berguna untuk masyarakat banyak khususnya masyarakat yang berada di
sekitar perusahaan tersebut berada.
Sedangkan bagi perusahaan kegiatan CSR dapat memberikan manfaat
antara alian :
1. Meningkatkan citra perusahaan.
2. Mengembangkan kerja sama dengan perusahaan lain.
3. Memperkuat brand merk perusahaan dimata masyarakat.
4. Membedakan perusahan tersebut dengan para pesaingnya.
5. Memberikan inovasi bagi perusahaan
Menurut Carrol (1979) menunjukkan komponen CSR ke dalam
empat kategori, yaitu :
(1) Economic responsibilities yang merupakan tanggung jawab sosial
utama perusahaan.Perusahaan harus dapat mengelola tanggung jawab
ekonominya kepada stakeholder
59
(2) Ethical responsibilities yang menunjukkan bahwa stakeholder berharap
perusahaan menjalankan bisnis secara etis
(3) Legal responsibilities yang menunjukkan bahwa stakeholder berharap
perusahaan yang menjalankan usahanya mampu memenuhi
tanggungjawab hukum dengan mematuhi peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
(4) Discretionary responsibilities yang menunjukkan bahwa stakeholder
mengharapkan keberadaan perusahaan dapat memberikan manfaat bagi
mereka. Dengan demikian perusahaan yang melakukan CSR harus
melaksanakan keempat komponen tersebut.
Dari keempat komponen ini, praktik CSR dapat mendorong pihak
manajemen untuk bertanggung jawab kepada pihak stakeholder terhadap
transparansi laporan keuangan perusahaan. Transparansi laporan keuangan
mampu mencerminkan Kualitas Laba perusahaan yang sesungguhnya dan
kualitas laba yang tinggi. Transparansi laporan keuangan suatu perusahaan
menunjukkan bahwa pihak manajemen tidak melakukan tindak
kecurangan, salah satunya adalah tindakan manajemen laba. Dengan
demikian perusahaan yang terlibat dalam praktik CSR cenderung
membatasi adanya manajemen laba dibandingkan dengan perusahaan yang
tidak berada dalam kriteria sosial yang sama.
2.6 Komite Audit
60
Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance menerangkan
mengenai Komite Audit adalah: “Suatu komite yang beranggotakan satu
atau lebih anggota Dewan Komisaris dan dapat meminta kalangan luar
dengan berbagai keahlian, pengalaman, dan kualitas lain yang dibutuhkan
untuk mencapai tujuan Komite Audit.” Sedangkan menurut Tugiman
Komite audit “Komite Audit adalah sekelompok orang yang dipilih oleh
kelompok yang lebih besar untuk mengerjakan pekerjaan tertentu atau
untuk melakukan tugas-tugas khusus atau sejumlah anggota Dewan
Komisaris perusahaan klien yang bertanggungjawab untuk membantu
auditor dalam mempertahankan independensinya dari manajemen.”
Dalam Keputusan Menteri BUMN Nomor: Kep-103/MBU/2002,
pengertian Komite Audit tidak diterangkan secara jelas, tetapi dinyatakan
bahwa Komte Audit adalah suatu badan yang berada dibawah Komisaris
yang sekurang-kurangnya minimal satu orang anggota Komisaris, dan dua
orang ahli yang bukan merupakan pegawai BUMN yang bersangkutan
yang bersifat mandiri baik dalam pelaksanaan tugasnya maupun
pelaporannya dan bertanggungjawab langsung kepada Komisaris atau
Dewan Pengawas. Hal tersebut senada dengan Keputusan Ketua Bapepam
Nomor: Kep-41/PM/2003 yang menyatakan bahwa Komite Audit adalah
komite yang dibentuk oleh Dewan Komisaris dalam rangka membantu
melaksanakan tugas dan fungsinya.
a. Sifat dan Pembentukkan Komite Audit
61
Komite Audit dibentuk oleh Dewan Komisaris/Dewan Pengawas,
yang bekerja secara kolektif dan berfungsi membantu Komisaris
dalam melaksanakan tugasnya. Komite Audit bersifat mandiri baik
dalam pelaksanaan tugasnya maupun dalam pelaporan, dan
bertanggungjawab langsung kepada Komisaris. Lebih jelas Undang-
Undang Republik Indonesia No.19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha
Milik Negara (BUMN), dan Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-
41/PM/2003 menyatakan:
1. BUMN maupun Emiten atau Perusahaan Publik wajib membentuk
Komite Audit yang bekerja secara kolektif dan berfungsi
membantu Komisaris dan Dewan Pengawas.
2. Komite Audit dipimpin oleh seorang ketua yang bertanggungjawab
kepada Komisaris dan Dewan Pengawas.
3. Komite Audit terdiri dari sekurang-kurangnya satu orang
Komisaris Independen dan sekurang-kurangnya dua orang lainnya
berasal dari luar perusahaan.
Komite Audit dituntut untuk dapat bertindak secara independen,
independensi Komite Audit tidak dapat dipisahkan moralitas yang
melandasi integeritasnya. Hal ini perlu disadari karena Komite Audit
merupakan pihak yang menjembatani antara eksternal auditor dan
perusahaan yang juga sekaligus menjembatani antara fungsi
pengawasan Dewan Komisaris dengan Internal Auditor.
b. Tujuan dan Manfaat Pembentukan Komite Audit
Dalam pengertian Komite Audit itu sendiri. Forum for Corporate
Governance in Indonesia (FCGI) mengemukakan bahwa Komite Audit
62
mempunyai tujuan membantu Dewan Komisaris untuk memenuhi
tanggungjawab dalam memberikan pengawasan secara menyeluruh.
Sedangkan menurut Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara
Nomor: Kep-117/M-MBU/2002 menjelaskan bahwa tujuan Komite
Audit adalah membantu Dewan Komisaris atau dewan Pengawas
dalam memastikan efektivitas sistem pengendalian intern dan
efektivitas pelaksanaan tugas auditor eksternal dan internal.
Sedangkan menurut Hiro Tugiman manfaat komite audit adalah:
1. Dewan Komisaris dan Direksi akan banyak terbantu dalam
pengelolaan perusahaan.
2. Bagi external auditor adalah keberadaan Komite Audit sangat
diperlukan sebagai forum atau media komunikasi dengan
perusahaan, sehingga diharapkan semua aktivitas dan kegiatan
eksternal auditor dalam hal ini akan mengadakan pemeriksaan,
disamping secara langsung kepada objek pemeriksaan juga dibantu
dengan mengadakan konsultasi dengan Komite Audit.
c. Wewenang, Tugas dan Tanggungjawab Komite Audit
Komite Audit mempunyai wewenang untuk menjalankan tugas-
tugasnya seperti yang diutarakan oleh Barol (2004) yang dikutip oleh
Siswanto dan Aldridge (2005, 237), yaitu: “Mengaudit kegiatan
manajemen perusahaan dan auditor (intern dan ekstern). Mereka yang
berwenang meminta informasi tambahan dan memperoleh penjelasan
dari manajemen dan karyawan yang bersangkutan. Komite Audit juga
mengevaluasi seberapa jauh peraturan telah mematuhi standar
akunting dan prinsip akuntansi yang diterima di Australia.”
63
Sedangkan menurut Hasnati (2003) yang dikutip oleh Indra dan Ivan
(2006, 149), Komite audit memiliki wewenang, yaitu:
1. Menyelidiki semua aktivitas dalam batas ruang lingkup tugasnya;
2. Menyelidiki semua aktivitas dalam batas ruang lingkup tugasnya;
3. Mencari Informasi yang relevan dari setiap karyawan;
4. Mengusahakan saran hukum dan profesional lainnya yang
independen apabila dipandang perlu.
2.7 Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1
Kerangka Pemikirian
.
Kualitas Laba
(Y)
Kesadaran
Lingkungan
(X1)
Corporate
Social
Responsbility
(X2)
KAI
(M)
H1 (+)
H2 (+)
H2a
64
Pengembangan Hubungan Antara Variabel Independen Dengan Variabel
Dependen yang di Moderasi oleh Variabel Moderating
Keterangan :
Variabel Independen (X1) = Lingkungan Kesadaran
Variabel Independen (X2) = Corporate Social Responsbility
Variabel Moderating (M) = Komite Audit
Variabel Dependen (Y) = Kualitas Laba
2.8 Pengembangan Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah dalam Bab I, hipotesa yang diajukan dalam
penelitian ini adalah:
1. Kesadaran Lingkungan dan Kualitas Laba
Isu lingkungan sekarang sudah merupakan isu penting dan ditandai dengan
maraknya pembicaraan dalam agenda politik, ekonomi dan sosial, khususnya
masalah pencemaran lingkungan dan penurunan kualitas hidup. Kesadaran
akan luasnya dampakke bidang yang lainnya. Kesadaran masyarakat akan
pentingnya lingkungan dapat dilihat dari dibentuknya lembaga-lembaga atau
gerakan peduli lingkungan. Sedangkan usaha dari pemerintah adalah
ditetapkannya berbagai undang-undang dan peraturan yang mengatur
kelestarian alam, pencegahan efek limbah beracun dari operasi industri,
pelarangan perusahan elemen lingkungan. Dunia industri telah merespon
secara proaktif terhadap gerakan kesadaran dan peraturan mengenai
lingkungan agar dapat bertahan dalam jangka panjang. Salah satu wujud dari
65
respon dari dunia adalah dengan melakukan kegiatan CSR. Dalam penelitian
Sun et.al (2010) bahwa hubungan antara pengungkapan lingkungan
perusahaan dengan kualitas laba berpengaruh signifikan dan positif, namun
dari hasil penelitian tersebut perlu ditambahkan variabel corporate
governance untuk meningkatkan kedua variabel tersebut.
Pemerintah dan masyarakat semakin menyadari semakin pentingnya
lingkungan. Usaha pemerintah adalah ditetapkannya berbagai undang-
undang dan peraturan yang mengatur kelestarian alam, pencegahan dampak
dari operasi industri,. Perusahaan telah melakukan respon secara proaktif
terhadap gerakan kesadaran dan peraturan mengenai lingkungan agar dapat
bertahan dalam jangka panjang.
H1 : Terdapat pengaruh positif antara kesadaran lingkungan terhadap kualitas
laba
2. Corporate Social Responsbility dan Kualitas Laba
CSR adalah satu bentuk tanggungjawab sosial atas usaha yang meliputi
ekonomi, legal, etika, dan discretionary yang diharapkan masyarakat atas
suatu organisasi pada saat itu. SCR merupakan salah satu upaya yang
dilakukan oleh manajemen untuk meningkatkan reputasi perusahaan dan
memberikan pandangan (image) yang positif terhadap perusahaan
stakeholder yaitu dengan implementasi CSR. CSR dapat menurunkan
kemungkinan adanya tekanan dari stakeholders yang tidak puas atau yang
kepercayaannya menurun karena manajemen laba. Efek jangka panjang
implementasi CSR, perusahaan dapat memiliki hubungan yang baik dengan
stakeholders. Dalam penelitian yang dilakukan Fauziah dkk (2014) dan
66
Isyanto dkk (2014) terhadap pengaruh Corporate Social Responsibility
terhadap kualitas laba perusahan menunjukkan adanya hubungan positif
antara kegiatan CSR dan kualitas laba. Kegiatan CSR memberikan pengaruh
positif terhadap kualitas laba.
Perkembangan kesadaran masyarakat tentang tanggung social manajemen
terhadap stakeholder. Sehingga masyarakat memiliki ekspektasi yang besar
terhadap perusahaan untuk dapat memberikan informasi yang transparan
terkait bisnis yang dilakukan perusahaan. Pengungkapan CSR yang dilakukan
oleh manajemen memiliki dampak yang positif dan negatif. Dampak negatif
dari pengungkapan CSR adalah manajemen dapat menggunakan
pengungkapan CSR untuk menutupi perilaku manajemen laba yang dapat
menurunkan kualitas laba. Di lain pihak, dengan pengungkapan CSR maka
manajemen dapat menjalin hubungan jangka panjang dengan stakeholders
untuk memberikan image yang positif terkait dengan kondisi perusahaan.
H2 : Terdapat pengaruh positif antara Corporate Social Responsbility
terhadap kualitas laba
H2a : Terdapat pengaruh positif antara Corporate Social Responsbility
terhadap kualitas laba ketika di moderasi oleh Komite Audit
67
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
1. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan suatu cara ilmiah dalam rangka mendapatkan
data dengan tujuan tertentu dan merupakan bagian yang sangat menentukan bagi
suatu keberhasilan penelitian. Suatu penelitian diharapkan mempunyai bobot
ilmiah serta dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, karena didasarkan pada
penelitian dan juga didasarkan pada teori-teori yang mendukung. Oleh karena itu,
dalam melakukan suatu penelitian atau penulisan laporan penelitian harus
memakai suatu metode yang disebut metode penelitian.
Penelitian untuk menjelaskan tingkat eksplanasi menurut Sugiyono
(2007:11) adalah penelitian yang bermaksud untuk menjelaskan kedudukan
variable-variabel yang diteliti serta hubungan antara satu variabel dengan variabel
lain. Adapun eksplanatif menurut Irawan (2004:61) dimaksud tidak sekedar
menjawab apakah variabel berkorelasi dengan variabel dependen tetap, juga
berusaha menjawab apakah variabel independen mempengaruhi variabel
dependen dan lebih lanjut, apakah variabel independen tersebut menyebabkan
terjadinya variabel dependen. Berdasarkan hal diatas, penelitian eksplanatif
menurut Sugiyono (2007:11) dikelompokkan menjadi deskriptif komparatif dan
asosiatif dan dalam penelitian ini yang menjadi fokusnya adalah studi paradigma
asosiatif.
68
Studi paradigma asosiatif atau kausalitas sendiri menurut Sugiyono
(2007:12) adalah penelitian yang bertujuan untuk mencari hubungan antara dua
variabel atau lebih yang berfungsi untuk menjelaskan, meramaikan, dan
mengontrol suatu gejala. Oleh karena itu, peneliti menganggap bahwa pendekatan
ini sesuai dengan bidang yang akan diteliti dengan variabel Lingkungan
Kesadaran (X1), Corporate Social Responsbility (X2) sebagai variabel independen,
dan Komite Audit (X3) sebagai variabel moderating yang mempengaruhi Kualitas
laba BUMN (Y) sebagai variabel dependen (yang mempengaruhi). Penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen mempengaruhi variabel
dependen dan lebih lanjut lagi apakah variabel independen menyebabkan
terjadinya varibel dependen.
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian survei, yakni penelitian yang
dilakukan dengan mengamati secara sistematik para responden dengan maksud
untuk memahami dan atau meramalkan beberapa aspek perilaku dari populasi
yang diamati (Sigit, 2000). Bentuk hubungan dari permasalahan yang akan
dilakukan penelitian adalah hubungan kasualitas atau bersifat sebab akibat, yaitu
untuk mengetahui pengaruh penguatan kesadaran lingkungan dan corporate social
responsbility dengan komite audit sebagai variable moderator dalam
meningkatkan kualitas laba BUMN.
Dalam penelitian ini digunakan metode survey untuk memperoleh data
penelitian dari responden yang dipilih sebagai sampel penelitian. Dalam metode
survey, peneliti akan menggunakan instrument penelitian berupa daftar pertanyaan
atau kusioner yang akan diberikan kepada responden. Kuesioner dimaksud berisi
pernyataan dengan pilihan jawaban yang diharapkan mampu menangkap hal atau
69
kondisi di lapangan yang dirasakan oleh para responden. Jenis data yang diperoleh
dari metode survey adalah data kualitatif yang dikuantitatifkan dengan
menggunakan skala likert. Dalam skala likert, jawaban responden akan
dikelompokkan dalam pernyataan-pernyataan jawaban pilihan yang masing-
masing akan diberikan skor tertentu. Skoring yang diberikan dalam skala likert
menunjukkan tingkat atas persepsi yang diberikan oleh para responden.
Peneliti akan menggunakan statistik untuk mengolah data yang akan
diperoleh dari hasil survey yang dikumpulkan melalui kuesioner yang telah
disebar kepada responden terpilih.
2. Populasi dan Sampel
Populasi merupakan sekelompok elemen yang lengkap seperti manusia
atau orang, obyek dan transaksi atau peristiwa yang membuat kita merasa tertarik
untuk mempelajarinya untuk dijadikan obyek penelitian. Jadi populasi atau
universe adalah jumlah keseluruhan dari unit analisa yang ciri-cirinya akan
diduga.
Dalam penelitian ini yang menjadi populasi penelitian ini adalah seluruh
data terkait dengan laba BUMN. Sedangkan tahun sampel yang digunakan adalah
periode tahun 2013-2015, dengan asumsi bahwa data yang tersedia lengkap serta
memungkinkan untuk menjadi penelitian adalah ditahun tersebut. Jumlah Populasi
BUMN di Indonesia adalah sebanyak 135 BUMN. Sedangkan populasi sasaran
BUMN kontruksi dan kawasan industri ada sebanyak 96 BUMN.
Dalam penelitian ini sampel ditentukan dengan menggunakan teknik
purposive sampling. Purposive sampling adalah pengambilan sampel secara
sengaja sesuai dengan persyaratan sampel yang diperlukan seperti sifat,
70
karakteristik, ciri, kriteria sampel. Maksud, peneliti menentukan sendiri sampel
yang diambil karena ada pertimbangan sesuai dengan tujuan penelitian, oleh
karena itu sampel tidak diambil secara acak. Jumlah ini diambil berdasarkan
ketentuan rumus Slovin, jika jumlah objeknya kecil atau kurang dari 10.000
responden, maka rumus slovin yang digunakan adalah sebagai berikut :
2)(1 dN
Nn
Keterangan :
N : Besar Populasi
n : Besar Sampel
d (10%) : Tingkat kepercayaan yang diinginkan
)(49
)1,0(961
962
BUMNrespondenn
n
Tabel 3.1 Populasi dan Sampel Proportional
JENIS BUMN Populasi % Sampel
Perbankan 5 12.8%
Asuransi 14 35.9%
Perjan Rumah sakit dan Jasa
lainnya20
51.3%
Jumlah 39 100.0%
Jasa Kontruksi 16 16.7% 8
Kawasan Industri 80 83.3% 41
Jumlah 96 100.0% 49
Populasi 2 (Populasi Sasaran)
Populasi 1
Data Per April 2016
71
Berdasarkan hasil ketentuan perhitungan rumus sampel di atas, maka
diketahui jumlah sampel adalah 49 BUMN kontruksi dan kawasan industri yang
menerapkan CSR. Purposive sampling juga disebut juga judgement sampling
yaitu pengambilan sampel berdasarkan penilaian (judgment) peneliti mengenai
siapa-siapa saja yang pantas (memenuhi persyaratan) untuk dijadikan sampel.
Oleh karenanya agar tidak sangat subjektif, harus mempunyai latar belakang
pengetahuan tertentu mengenai sampel dimaksud (tentu juga populasinya) agar
benar-benar bisa mendapatkan sampel yang sesuai dengan persyaratan atau tujuan
penelitian (memperoleh data yang akurat). Adapun kriteria yang digunakan dalam
penelitian ini laba BUMN tahun 2015 dengan pertimbangan bahwa data kualitas
laba yang berhubungan dengan aktivitas BUMN tahun sebelumnya belum tersedia
dan tidak semua data yang dibutuhkan, ketersediaan data yang lengkap ada pada
tahun 2012-2014.
3. Metode Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data dari responden, peneliti akan menggunakan
instrumen penelitian berupa kuesioner. Menurut Sugiyono, kuesioner merupakan
teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat
pernyataan atau pernyataan tertulis kepada responden. Kuesioner merupakan
teknik pengumpulan data yang efisien bila peneliti memiliki pengetahuan tentang
variabel yang akan diukur dan mencari yang dapat diperoleh dari responden.
Instrumen penelitian akan dirancang untuk dapat menangkap kondisi yang
dirasakan atau dialami oleh BUMN sebagai responden. Untuk tujuan tersebut skor
72
penilaian jawaban masing-masing item pernyataan untuk variabel independen dan
dependen, akan dinyatakan dalam skala Likert dengan pilihan jawaban dan
skoring sebagai berikut:
Tabel 3.2 Skoring Skala Likert
No Pilihan Jawaban Keterangan Skor
1 STS Sangat Tidak Setuju 1
2 TS Tidak Setuju 2
3 N Netral 3
4 S Setuju 4
5 SS Sangat Setuju 5
Kuesioner yang digunakan menggunakan skala Likert. Skala Likert adalah
suatu metode untuk mengukur sikap pendapat dan persepsi sesorang atau
sekelompok orang/ responden tentang fenomena sosial. Skala Likert mempunyai
gradasi dari sangat positif sampai dengan sangat negatif yang berupa kata-kata.
Skala Likert ini memungkinkan responden untuk membedakan tanggapan/
jawaban yang akan diisi, karena didesai sedemikian rupa agar responden dapat
menjawab setiap bentuk pertanyaan dengan variasi derajat tertentu. Variasi
tersebut menggambarkan bahwa jawaban yang paling rendah akan menyatakan
jawaban (+). Skala Likert digunakan untuk mengurutkan objek dari yang paling
rendah sampai yang paling tinggi atau sebaliknya.
4. Metode Pemilihan Data
Teknik pemilihan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik
probability sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang
73
yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih sebagai anggota
sampel
5. Jenis dan Sumber Data
a. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian kuantitatif, karena
data yang diperoleh nantinya berupa angka. Dari angka yang diperoleh
akan dianalisis lebih lanjut dalam analisis data. Penelitian ini terdiri atas 4
variabel, yaitu kesadaran lingkungan dan Corporate Social Responbility
sebagai variabel bebas (independent), Komite Audit sebagai variabel
moderasi dan kualitas laba sebagai variabel terikat (dependent).
b. Sumber Data
Sumber data adalah segala sesuatu yang dapat memberikan informasi
mengenai data. Berdasarkan sumbernya, data dibedakan menjadi dua, yaitu
data primer dan data sekunder.
1) Data primer yaitu data yang dibuat oleh peneliti untuk maksud khusus
menyelesaikan permasalahan yang sedang ditanganinya. Data
dikumpulkan sendiri oleh peneliti langsung dari sumber pertama atau
tempat objek penelitian dilakukan.
2) Data sekunder yaitu data yang telah dikumpulkan untuk maksud selain
menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Data ini dapat
ditemukan dengan cepat. Dalam penelitian ini yang menjadi sumber
74
data sekunder adalah literatur, artikel dan jurnal yang terkait dengan
kualitas laba BUMN. Data sekunder juga diambil dari situs resmi
BUMN yang berkenaan dengan penelitian yang dilakukan. Alasan
mengunakan data sekunder karena situs resmi BUMN menyediakan
laporan laba tahunan dan kegiatan CSR secar rinci dan lengkap.
6. Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional pada penelitian adalah unsur penelitian yang
terkait dengan variabel yang terdapat dalam judul penelitian atau yang
tercakup dalam paradigma penelitian sesuai dengan hasil perumusan masalah.
Teori ini dipergunakan sebagai landasan atau alasan mengapa suatu yang
bersangkutan memang bisa mempengaruhi variabel tak bebas atau merupakan
salah satu penyebab. Adapun variabel penelitiannya sebagai berikut:
Tabel 3.3 Variabel, Definisi dan Pengukuran
No Variabel Definisi Operasional
Pengukuran Notasi
Variab
el Alat Ukur
Skala
Ukur
1. Variabel
Dependen
Kualitas Laba
Selisih antara
pendapatan yang
direalisasi dari transaksi
perusahaan yang terjadi
selama satu periode,
dengan biaya yang
berkaitan dengan
pendapatan tersebut
(Chariri, 2005).
Data Situs resmi BUMN
TrxalisasiIncomeCAR Re
Rasio
Y
2. Variabel
Independen
Kesadaran
Lingkungan
Kualitas Laba
perusahaan dalam
menciptakan
lingkungan yang baik
(Lenny, 2006)
Data Situs resmi BUMN
AnggaranTotal
CSRAnggaranEA Rasio
X1
75
3. Variabel
Independen
Corporate
Social
Responbility
Tindakan yang
dilakukan oleh
perusahaan sebagai rasa
tanggung jawab
perusahaan terhadap
social maupun
lingkungan sekitar
dimana perusahaan itu
berada (Carrol, 1979)
Data Situs resmi BUMN
ofitNettCSR Pr%
Rasio
X2
4. Variabel
Moderasi
Komite Audit
Sekelompok orang yang
dipilih oleh kelompok
yang lebih besar untuk
mengerjakan pekerjaan
tertentu atau untuk
melakukan tugas-tugas
khusus (Hiro, 2004)
Data Situs resmi BUMN
KAanggotaTotal
luardariKAAnggotaAC
Rasio
M
Keterangan :
CAR = Capital Adequacy Ratio AC : Audit Comitte
CSR = Corporate Social Responbility EA : Environmental
Awareness
TRX = Transaksi Income : Pendapatan
7. Instrumen Penelitian
Sebelum instrumen digunakan untuk memperoleh data dari responden untuk
meneliti pengaruh variabel independen (kesadaran lingkungan, Corporate Social
Responsbility dan Komite Audit) terhadap variabel dependen (kualitas laba pada
BUMN), maka atas instrumen dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas
terlebih dahulu. Untuk kepentingan tersebut dilakukan penyebaran kuesioner ke 5
BUMN yang dipilih secara acak. Pengujian dilakukan untuk mengetahui bahwa
instrumen yang digunakan adalah valid dan reliabel. Instrumen valid mengandung
pengertian bahwa data tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang
seharusnya diukur. Sedangkan instrumen reliabel adalah instrumen yang apabila
digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama akan menghasilkan
76
data yang sama. Instrumen yang valid dan reliabel adalah syarat mutlak dalam
menghasilkan penelitian yang valid dan reliabel (Sugiyono, 1999).
a. Uji Validitas
Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur itu dapat mengukur
variabel yang diukur. Ada beberapa macam jenis validitas instrumen, yang paling
terkenal yaitu: validitas isi (content validity), validitas yang dikaitkan dengan
kriteria (criterion-related validity), dan validitas konstruk (construct validity).
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mendapatkan validitas isi ini
adalah studi kepustakaan, penilaian kualitatif, dan pendapat ahli. Pengujian
validitas isi dapat dilakukan dengan melakukan penelaahan yang cermat dan kritis
terhadap butir-butir pertanyaan dan membandingkan dengan literature yang ada.
Sedangkan validitas yang dikaitkan dengan kriteria (criterion-related validity)
menunjuk pada hubungan antara skor suatu instrumen dengan suatu variabel
(kriteria) luar yang mandiri yang dapat mengukur tingkah laku/ ciri-ciri yang
diteliti.
Validitas konstruk (construct validity) menunjuk pada seberapa jauh suatu
tes mengukur sifat konstruk tersebut. Instrumen dikatakan mempunyai validitas
konstruk jika instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur gejala sesuai
dengan yang didefinisikan. Beberapa cara yang digunakan untuk mengukur
validitas konstruk adalah analisi faktor, analisis korelasi, atau multitrait-
multimethod matrix.
Validitas menunjukkan sejauh mana relevansi pertanyaan terhadap apa yang
ditanyakan atau apa yang ingin diukur dalam penelitian. Dengan kata lain
77
seberapa besar ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam menjalankan
fungsi ukurnya. Untuk melakukan uji validitas, digunakan uji korelasi antara antar
skor butir pertanyaan dengan total variabel. Uji validitas dilakukan dengan
menghitung korelasi antar skor total. Jika koefisien korelasinya positif dan >0,3;
maka indikator yang bersangkutan dianggap valid (validitas kriteria).
b. Uji Reliabilitas
Reliabilitas menunjukkan sejauh mana tingkat kekonsistenan
pengukuran dari suatu responden ke responden yang lain atau dengan kata
lain sejauh mana pertanyaan dapat dipahami sehingga tidak menyebabkan
beda interpetrasi dalam pemahaman pertanyaan tersebut. Hasil pengukuran
hanya dapat diterima apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran
terhadap kelompok subyek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama,
selama aspek yang diukur dalam diri subyek belum berubah. Dalam hal ini,
relatif sama berarti tetap ada toleransi terhadap perbedaan-perbedaan kecil
diantara hasil beberapa kali pengukuran. Bila perbedaan itu sangat besar dari
waktu ke waktu maka hasil pengukuran tidak dapat dipercaya dan dikatakan
sebagai tidak reliabel. Item pertanyaan dinyatakan reliabel jika nilai
Cronbach Alpha diatas 0,6. Semakin besar nilai α (alpha), maka semakin
besar pula reliabilitasnya.
8. Metode Analisis
Analisis data yaitu merupakan kegiatan yang bertujuan untuk
mengetahui hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat seperti dalam
konsep. Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi analisis
78
kuantitatif, yang dimaksud untuk mengolah dan mengorganisasikan data serta
menemukan hasil yang dapat dibaca dan dapat diinterpretasikan. Teknik
analisis yang digunakan adalah (Sugiyono,2007)
a. Analisis Moderated Regression Analysis (MRA)
Analisis Moderated Regression Analysis atau MRA digunakan untuk
melihat ketergantungan variabel dependen dengan satu atau lebih variabel
dependen, dengan tujuan untuk mengestimasi nilai rata-rata variabel
berdasarkan nilai variabel independen yang diketahui (Gujarati, 2003).
Model persamaan regresi yang digunakan dalam penelitian ini
diasumsikan linear dan diuji dengan tingkat signifikansi 5%. Hipotesis
pertama diuji dengan menggunakan teknik analisis regresi linear
sederhana. Hipotesis kedua diuji dengan menggunakan Moderated
Regression Analysis (MRA). Uji interaksi atau sering disebut MRA
merupakan aplikasi khusus regresi linear berganda dimana dalam
persamaan regresinya mengandung unsur interaksi (Ghozali, 2012). Model
persamaan Moderated Regression Analysis yang akan diuji adalah sebagai
berikut :
Y = α + β1.X1 + β2.X2+ β1.X1*M + β2.X2*M + e
Keterangan :
Y : Kualitas Laba
α : Konstanta
X1 : Kesadaran lingkungan
X2 : Corporate Social Responsbility
79
β 1 : Koefisien regresi untuk X1
β 2 : Koefisien regresi untuk X2
M : Variabel moderasi Komite Audit
e : Residual
b. Uji Kelayakan Model
Uji kelayakan model (model fit) dilakukan dengan uji F (F test). Uji ini
dilakukan untuk mengetahui apakah variabel bebas yaitu kesadaran
lingkungan dan Corporate Social Responsbility mempengaruhi kualitas
laba BUMN sebagai variabel terikat. Apabila hasil dari uji F adalah
signifikan atau P value ≤0,05 maka hubungan antar variabel bebas adalah
signifikan mempengaruhi variabel terikat dan model regresi yang
digunakan dianggap layak uji.
c. Uji Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi (R2) mengukur seberapa jauh kemampuan model
dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi
adalah diantara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan
variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen
amat terbatas, namun apabila nilai R2 mendekati satu berarti variabel-
variabel independen memberikan hampir semua informasi yang
dibutuhkan untuk memprediksi variabel independen. Kelemahan mendasar
penggunaan koefisien determinasi (R2) adalah bias terhadap jumlah
variabel independen yang dimasukkan kedalam model. Setiap tambahan
80
satu variabel independen, maka R2 pasti meningkat tidak peduli apakah
variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel
dependen (Ghozali, 2012).
d. Uji Statistik t (Uji Parsial)
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui signifikan tidaknya pengaruh
masing-masing variabel bebas secara individual pada variabel terikat.
Untuk menguji hipotesis yang diajukan apakah diterima atau ditolak
dengan cara membandingkan antara t hitung dengan t tabel pada taraf
signifikansi 0,05 (5%). Apabila signifikansinya dibawah atau sama dengan
0,05 maka hipotesis diterima. Untuk uji interaksi apabila koefisien
variabel interaksi dibawah atau sama dengan 0,05 (5%) maka hipotesis
diterima.
Pengidentifikasian koefisien regresi menandakan adanya hubungan antara
variabel bebas yaitu kesadaran lingkungan dan Corporate Social
Responsbility dan variabel terikat yaitu kualitas laba BUMN. Hubungan
variabel kesadaran lingkungan dan Corporate Social Responsbility dan
variabel kualitas laba BUMN searah apabila koefisien regresi bertanda
positif, namun jika terdapat hubungan berlawanan antara variabel
kesadaran lingkungan dan Corporate Social Responsbility dan variabel
kualitas laba BUMN maka ditunjukkan dengan nilai koefisien regresi yang
bertanda negatif.
Pada pengujian interaksi, apabila koefisien regresi kompetensi tidak
signifikan dan variabel komitmen organisasi juga tidak signifikan, namun
81
variabel moderasi signifikan, ini berarti bahwa variabel moderasi yang
dalam hal ini adalah Komite Audit merupakan variabel pure moderator.
Namun jika hasil menunjukkan bahwa variabel kesadaran lingkungan dan
Corporate Social Responsbility serta variabel moderasi sama-sama
signifikan yang berarti bahwa variabel komite audit dapat digunakan
sebagai variabel independen sekaligus sebagai variabel moderasi atau
biasa disebut quasi moderator.
e. Uji Statistik F
Uji F dikenal dengan Uji serentak atau uji Model/Uji Anova, yaitu uji
untuk melihat bagaimanakah pengaruh semua variabel bebasnya secara
bersama-sama terhadap variabel terikatnya. Atau untuk menguji apakah
model regresi yang kita buat baik/signifikan atau tidak baik/non signifikan.
Jika model signifikan maka model bisa digunakan untuk
prediksi/peramalan, sebaliknya jika non/tidak signifikan maka model
regresi tidak bisa digunakan untuk peramalan. Uji F dapat dilakukan
dengan membandingkan F hitung dengan F tabel, jika F hitung > dari F
tabel, (Ho di tolak Ha diterima) maka model signifikan atau bisa dilihat
dalam kolom signifikansi pada Anova (Olahan dengan SPSS, Gunakan Uji
Regresi dengan Metode Enter/Full Model). Model signifikan selama
kolom signifikansi (%) < Alpha (kesiapan berbuat salah tipe 1, yang
menentukan peneliti sendiri, ilmu sosial biasanya paling besar alpha 10%,
atau 5% atau 1%). Dan sebaliknya jika F hitung < F tabel, maka model
82
tidak signifikan, hal ini juga ditandai nilai kolom signifikansi (%) akan
lebih besar dari alpha.
83
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Data
Penelitian ini dilakukan dengan populasi pada perusahaan-perusahaan
BUMB di IDX Indonesia. Perusahaan yang dijadikan sebagai sampel pada
penelitian ini adalah perusahaaan kontruksi sektoral property dan terdaftar di
Komapas100 periode 2013-2015 sesuai dengan kriteria metode purposive
sampling yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Berdasarkan kriteria
tersebut terpilih sebanyak 25 perusahaan dari 60 peruahaan kontruksi sebagai
berikut :
Tabel 4.1
Data Sampel Perusahaan Kontruksi Periode 2013-2015
No Nama Perusahaan BUMN Kode
1 PT. Adhi Karya (Persero) Tbk ADHI
2 PT. Acset Indonusa Tbk ACST
3 PT. Agung Podomoro Land Tbk APLN
4 PT. Alam Sutera Realty Tbk ASRI
5 PT. Bumi Citra Permai Tbk BCIP
6 PT.Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk BEST
7 PT. Sentul City Tbk BKSL
8 PT. Bumi Serpong DamaiTbk BSDE
9 PT. Ciputra Development Tbk CTRA
10 PT. Intiland Development Tbk DILD
11 PT. Kawasan Industri Jababeka Tbk KIJA
12 PT. Eureka Prima Jakarta Tbk LCGP
13 PT.Lippo Cikarang Tbk LPCK
14 PT. Lippo Karawaci Tbk LPKR
15 PT. Modernland Realty Ltd Tbk MDLN
16 PT. Nirvana Development Tbk NIRO
17 PT.Nusa Raya Cipta Tbk NRCA
18 PT. PP (Persero) Tbk PTPP
19 PT. Pakuwon Jati Tbk PWON
84
20 PT.Summarecon Agunng Tbk SMRA
21 PT.Surya Semesta Internusa Tbk SSIA
22 PT. Sitra PropertiondoTbk TARA
23 PT. Total Bangun Persada Tbk TOTL
24 PT. Wijaya Karya (Persero) Tbk WIKA
25 PT. Waskita Karya (Persero) Tbk WKST
Sumber : IDX, Data diolah 2016
4.1.1 Analisis Deskriptif Variabel
Guna memberikan gambaran variabel-variabel yang digunakan dalam
penelitian ini, yaitu Kualitas Laba (Y), Kesadaran Lingkungan (X1), CSR (X2)
dan Komite Audit sebagai moderasi.
Berdasarkan hasil perolehan deskriptif per variabel, maka dapat diperoleh
gambaran tentang tanggapan responden mengenai variabel-variabel penelitian
yang menunjukkan angka minimum, maksimum, rata-rata serta standar deviasi.
Data responden juga dapat dinyatakan dalam beberapa kategori disertai dengan
perhitungan nilai minimum, maksimum, range (kisaran), mean (rata-rata) dan
standar deviasi (penyimpangan) seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut :
Tabel 4.2
Statistik Deskriptif Peruasahaan Kontruksi (dalam Jutaan)
Variabel
Penelitian
Jumlah
Sampel
(n)
Min Max Range Mean Standar
Deviasi
Kesadaran
lingkungan (X1) 25 0.00075 0.04029 0.03954 0.01831 0.01179
CSR (X2) 25 1.238 57.998 56.760 21.285 13.347
Komite Audit (M) 25 0.25 0.52 0.27 0.376 0.082
Kualitas Laba (Y) 25 61.893 2.899.942 2.838.048 1.064.298 667.384
Sumber: Data SPSS diolah, 2016
85
Pada Variabel Corporate Social Responsbility memiliki kisaran nilai
antara Rp.1.238.000.000-Rp.57.998.000.000 dengan nilai rata-rata
Rp.21.285.000.000 dan standar deviasi Rp.13.347.000.000 Hal ini
mengindikasikan bahwa perusahaan kontruksi cenderung mengganggap penting
Corporate Social Responsbility (CSR).
Berdasarkan data pada tabel diatas, variabel kesadaran lingkungan
memiliki kisaran nilai antara 0.00075 – 0.04 dengan nilai rata-rata 0.018 dan
standar deviasi 0.0118. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan kontruksi
cenderung mengganggap penting kesadaran lingkungan.
Pada Variabel komite Audit memiliki kisaran nilai antara 0.25 – 0.52
komite dengan nilai rata-rata 0.376 komite dan standar deviasi 0.082 komite Hal
ini mengindikasikan bahwa perusahaan kontruksi cenderung setiap perusahaan
kontruksi memiliki komite independen 0.25 sampai dengan 0.5 dari jumlah
seluruh komite.
Pada variabel kualitas laba, penilaian terhadap kualitas laba memiliki
kisaran nilai Rp.61.893.000.000 - Rp.2.899.942.000.000 dengan nilai rata-rata
Rp.1.064.298.000.000 dan standar deviasi Rp.667.384.000.000. Hal ini
mengindikasikan bahwa pencapaian kualitas oleh perusahaan kontruksi laba
dianggap sudah baik. Perusahaan kontgruksi memiliki laba bersih terendah
Rp.61.893.000.000 dan tertinggi Rp.2.899.942.000.000 sedangkan rata-rata
perusahaan kontruksi mencapai laba bersih adalah sebesar Rp.1.064.298.000.000
86
4.2 Pengujian Hipotesis Penelitian
4.2.1 Pengujian Full Model
Penelitian ini menggunakan data sekunder. Variabel yang digunakan
merupakan variabel yang memiliki satu konstruk formatif. Tujuan
penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh kesadaran lingkungan
terhadap kualitas laba dan pengaruh Corporate Social Responsbility
terhadap kualitas laba ketika di moderasi oleh Komite Audit. Model
Analisis yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui hubungan
variabel eksogen (Kesadaran Lingkungan dan CSR) dengan variabel
endogen (Kualitas Laba). Terdapat hipotesis hubungan yang akan diuji
apakah ada pengaruh antara Kesadaran lingkungan (X1) dan CSR (X2)
dengan Kualitas Laba (Y). Untuk mengujinya digunakan program
WarpPLS 4.0. Hasil pengolahan dengan program tersebut dapat dilihat
pada gambar berikut.
Gambar 4.1 Model Analisis Jalur
87
Pedoman untuk dapat memberi interpretasi terhadap kuat atau
lemahnya hubungan dua variabel, maka digunakan ketetapan koefisien
jalur yang sudah berlaku umum. Nilai ketetapan tersebut dapat dilihat pada
bab sebelumnya. Dasar pengambilan keputusan berdasarkan signifikansi
hasil program statistik adalah sebagai berikut:
a) Tingkat ketelitian (alpha) yang digunakan dalam penelitian ini
adalah 5%.
b) Tingkat keyakinan yang digunakan 95% dan jumlah sampel (n = 25
BUMN).
c) Jika signifikansi > alpha (0.05), maka Ho diterima dan Ha ditolak
atau berarti tidak ada hubungan antara dua variabel penelitian.
d) Jika signifikansi < alpha (0.05), maka Ho ditolak dan Ha diterima
atau terdapat hubungan antara dua variabel penelitian.
Lebih jelas, hasil analisis ini dapat dilihat dalam beberapa tabel Model Fit
and Quality Indices sebagai berikut.
Tabel 4.3 Model Fit and Quality Indices
Model Fit and Quality Indices
Average path coefficient (APC)=0.333, P<0.001
Average R-squared (ARS)=1.000, P<0.001
Average adjusted R-squared (AARS)=1.000, P<0.001
Average block VIF (AVIF)=3.684, acceptable if <= 5, ideally <= 3.3
Average full collinearity VIF (AFVIF)=Inf, acceptable if <= 5, ideally <= 3.3
Tenenhaus GoF (GoF)=1.000, small >= 0.1, medium >= 0.25, large >= 0.36
Jalur Path Coeficient (β) P Value
EA CAR 0.000 0.500
CSR CAR 1.000 < 0.001
KA * CSR CAR -0.000 0.500
88
Tabel 4.3 menunjukan kofisien jalur dan nilai P pada setiap hubungan
langsung eksogen dengan endogen dalam model penelitian. Jalur kesadaran
lingkungan terhadap kualitas laba (EA CAR) menunjukan nilai koefisen 0.000
(0%) dan tidak signifikan dengan nilai P=0.500. Sedangkan jalur Corporate
Social Responsbility terhadap kualitas laba (CSR CAR) menunjukan nilai
koefisen 1.000 (100%) dan signifikan dengan nilai P=< 0.001. Jalur Komite Audit
yang memoderasi hubungan Corporate Social Responsbility terhadap kualitas laba
(KA * CSR CAR) menunjukan nilai koefisien -0.000 dan tidak signifikan
dengan nilai P=0.500.
Tabel 4.4 Latent Variable Coefficients
Latent Variable Coefficients
CAR Nilai Kontribusi
R-squared coefficients 1.000
Q-squared coefficients 1.000
Full collinearity VIFs 1.000
Tabel 4.4 menyajikan koefisien R-squared (R2), Q-squared (Q
2) dan Full
collinearity VIFs. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa Nilai Rsquare pada
variebel kualitas laba (CAR) sebesar 100% dan sisanya 0% dipengaruhi faktor
lain. Artinya variabel kualitas laba hanya dipengaruhi oleh CSR sebesar 100%,
sedangkan variabel kesadaran lingkungan tidak ada pengaruh nya terhadap
kualitas laba.
Nilai Q-squared digunakan untuk mengetahui apakah model mempunyai
predictive relevance atau tidak. Nilai Q2
> 0 menunjukan model mempunyai
predictive relevance sedangkan Nilai Q2
< 0 menunjukan model kurang memiliki
89
predictive relevance. Model penelitian ini mempunyai predictive relevance karena
nilai Q2
diatas 0.
Nilai Full collinearity VIFs merupakan hasil pengujian kolinearitas penuh
yang meliputi multikolenearitas vertical dan lateral. Kriteria untuk Full
collinearity VIFs tes adalah nilainya harus lebih rendah dari 3.3 (Kock, 2013).
Berdasarkan nilai Full collinearity VIFs yang berada dibawah 3.3 menunjukan
didalam model penelitian tidak terdapat mulitikolineritas.
4.3 Pengujian Hipotesis
4.3.1 Pengujian Secara Partial antara Kesadaran Lingkungan (X1)
Berkontribusi Terhadap Kualitas Laba (Y)
Uji secara individual (partial) diperoleh berdasarkan nilai Sig Kesadaran
Lingkungan terhadap Kualitas Laba. Hipotesis penelitian yang akan di uji
dirumuskan berbentuk hipotesisi statistik sebagai berikut.
a. Ha : ƿyx1 > 0
Kesadaran Lingkungan berkontribusi secara signifikan terhadap Kualitas
Laba
b. Ho : ƿyx1 = 0
Kesadaran Lingkungan tidak berkontribusi secara signifikan terhadap
Kualitas Laba
EA
(X1)
CAR
(Y)
β=0.00
R2= 1.000
90
Uji Signifikan analisis jalur dicari yaitu membandingkan antara nilai
probabilitas 0,05 dengan nilai probabilitas Sig. Dasar pengambilan keputusan
sebagai berikut :
a. Jika nilai probabilitas 0,05 lebih kecil atau sama dengan nilai probabilitas Sig
atau [0,05 ≤ Sig], maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya tidak signifikan
b. Jika nilai probabilitas 0,05 lebih besar dengan nilai probabilitas Sig atau [0,05
> Sig], maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya signifikan
Hasil uji individual Kesadaran Lingkungan berkontribusi tidak signifikan
terhadap Kualitas Laba diperoleh nilai Sig 0,500. Karena nilai probabilitas 0,05
lebih kecil dengan nilai probabilitas Sig atau 0,05 < 0,500, maka Ho diterima dan
Ha ditolak artinya koefisien analisis jalur adalah tidak Signifikan. Jadi pengaruh
Kesadaran Lingkungan tidak signifikan terhadap Kualitas Laba.
4.3.2 Pengujian Secara Partial antara Corporate Social Responsbility (X2)
Berkontribusi Terhadap Kualitas Laba (Y)
Uji secara individual (partial) diperoleh berdasarkan nilai Sig CSR
terhadap Kualitas Laba. Hipotesis penelitian yang akan di uji dirumuskan
berbentuk hipotesisi statistik sebagai berikut.
1. Ha : ƿyx2 > 0
Corporate Social Responsbility berkontribusi secara signifikan terhadap
Kualitas Laba
2. Ho : ƿyx2 = 0
P Value= 0.50
91
Corporate Social Responsbility tidak berkontribusi secara signifikan
terhadap Kualitas Laba
Uji Signifikan analisis jalur dicari yaitu membandingkan antara nilai
probabilitas 0,05 dengan nilai probabilitas Sig. Dasar pengambilan keputusan
sebagai berikut :
a. Jika nilai probabilitas 0,05 lebih kecil atau sama dengan nilai probabilitas
Sig atau [0,05 ≤ Sig], maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya tidak
signifikan
b. Jika nilai probabilitas 0,05 lebih besar dengan nilai probabilitas Sig atau
[0,05 > Sig], maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya signifikan
Hasil uji individual CSR berkontribusi secara signifikan terhadap Kualitas
Laba diperoleh nilai Sig 0,001. Karena nilai probabilitas 0,05 lebih besar dengan
nilai probabilitas Sig atau 0,05 > 0,001, maka Ho ditolak dan Ha diterima artinya
koefisien analisis jalur adalah Signifikan. Jadi CSR berkontribusi secara signifikan
terhadap Kualitas Laba.
4.3.3 Pengujian Model Moderasi
CSR
(X2)
CAR
(Y)
β=1.000
P Value < 0.001
R2= 1.000
92
Uji model moderasi diperoleh berdasarkan nilai Sig CSR terhadap
Kualitas Laba yang dimoderasi oleh komite audit. Hipotesis penelitian yang
akan di uji dirumuskan berbentuk hipotesisi statistik sebagai berikut.
a. Ha : ƿyx1 = ƿyx2 ≠ 0
CSR berkontribusi secara signifikan terhadap Kualitas Laba yang
dimoderasi oleh komite audit
b. Ho : ƿyx1 = ƿyx2 = 0
CSR tidak berkontribusi secara signifikan terhadap Kualitas Laba yang
dimoderasi oleh komite audit
Uji Signifikan analisis jalur dicari yaitu membandingkan antara nilai
probabilitas 0,05 dengan nilai probabilitas Sig. Dasar pengambilan keputusan
sebagai berikut :
c. Jika nilai probabilitas 0,05 lebih kecil atau sama dengan nilai probabilitas Sig
atau [0,05 ≤ Sig], maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya tidak signifikan
d. Jika nilai probabilitas 0,05 lebih besar dengan nilai probabilitas Sig atau [0,05
> Sig], maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya signifikan
CSR
(X2)
CAR
(Y)
β=1.000
P Value < 0.001
R2= 1.000
CSR
(M)
β= -0.000
P Value =0.500
93
Hasil uji imodel moderasi CSR berkontribusi tidak signifikan terhadap
Kualitas Laba diperoleh nilai Sig 0,500. Karena nilai probabilitas 0,05 lebih kecil
dengan nilai probabilitas Sig atau 0,05 < 0,500, maka Ho diterima dan Ha ditolak
artinya koefisien analisis jalur adalah tidak Signifikan. Jadi pengaruh komite audit
memoderasi negatife (memperlemah) pengaruh CSR terhadap Kualitas Laba.
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dan model moderasi maka dapat
disimpulkan sebagai berikut.
Tabel 4.5.
Ringkasan Hasil Pengujian Hipotesis dan Model Moderasi
Hubungan Antar
Variabel
Nilai
Koefisoen
(β)
Nilai P
(≤ 0.05) Ha Kesimpulan
Hipotesis 1 :
Kesadaran Lingkungan
terhadap Kualitas Laba
(EA CAR)
0.000 0.500 Ditolak
Tidak ada
pengaruh dan
tidak
signifikan
Hipotesis 2 :
CSR terhadap Kualitas
Laba
(CSR CAR)
1.000 0.001 Diterima
Berpengaruh
Positif dan
Signifikan
Hipotesis 3 :
CSR terhadap Kualitas
Laba yang dimoderasi
oleh komite audit
(KA*CSR CAR)
-0.000 0.500 Ditolak
Tidak ada
pengaruh dan
memperlemah
pengaruh
CSR terhadap
CAR
Sumber: Data Diolah, 2015
Hasil uji terhadap koefisien parameter antara Kesadaran Lingkungan
terhadap Kualitas Laba menunjukkan tidak ada pengaruh dengan nilai P Value
sebesar 0.500 dan signifikan pada α=5%. Nilai T-Statistic tersebut berada jauh
94
diatas nilai kritis (0.05). Hal yang berbedaga terjadi pada hubungan variabel CSR
dengan CAR, menunjukan Nilai Probabilitas (PValue) tersebut berada jauh
dibawah nilai kritis (0.05). Sehingga hanya CSR yang berpengaruh postif dan
signifikan terhadap Kualitas Laba.
4.4 Pembahasan Hasil Penelitan
4.4.1 Kesadaran Lingkungan Terhadap Kualitas Laba.
Pada lingkungan bisnis masa sekarang, CSR masih bersifat
normativ, karena belum ada hukum yang secara resmi memberlakukan
CSR sebagai sebuah kewajiban semua perusahaan. Selain itu, konsep yang
bervariasi membuat beberapa penginterpretasian akan definisi CSR yang
berbeda-beda. Corporate Social Responsibilty (CSR) yang juga dikenal
sebagai corporate responsibility, corporate citizenship,responsible
business, sustainable responsible business (SRB), ataupun corporate
social perfomance merupakan bentuk dari regulasi perusahaan yang
diintegrasikan dalam suatu model bisnis.
Kesadaran perusahaan atas pengungkapan tanggung jawab sosial
dan lingkungan masih sangat rendah. Perusahaan akan mempertimbangkan
biaya dan manfaat dalam mengungkapkan informasi sosial perusahaan.
Jika manfaat yang diperoleh lebih besar dibandingkan dengan biaya yang
dikeluarkan maka perusahaan akan secara sukarela mengungkapkan
informasi tersebut. Di Indonesia, pemerintah telah mewajibkan perusahaan
untuk mengungkapkan informasi tanggung jawab sosial dan lingkungan
95
perusahaan dengan adanya UU No. 40 Tahun 2007 Pasal 66 ayat (2c).
Dalam undang-undang disebutkan bahwa, tanggung jawab sosial dan
lingkungan perusahaan bersifat wajib. Namun saat ini belum ada peraturan
khusus mengenai luas pengungkapan tanggung jawab sosial dan
lingkungan perusahaan. Secara idealnya, kebijakan CSR akan mempunyai
fungsi built-in, mekanisme self-regulating, pengendalian akan bisnis, dan
memastikan kepatuhan akan hukum yang berlaku, standar etik serta norma
internasional.
Triple bottom-line performance menunjukkan bahwa disamping
memperhatikan kinerja keuangan, perusahaan juga perlu memperhatikan
tanggung jawab sosial. Lingkungan dan masyarakat merupakan fondasi
dan pilar utama dalam bisnis harus mendapat perhatian serius perusahaan
dan menjadi fokus dalam pelaporan akuntansi. Isu ekonomi, kemanusiaan,
dan lingkungan menjadi bagian dari tanggung jawab perusahaan. Tekanan
berbagai pihak memaksa perusahaan menerima tanggung jawab atas
dampak aktivitas bisnis terhadap masyarakat. Tanggung jawab
perusahaan tidak hanya terbatas pada para pemegang saham atau kreditur
saja.
Kesadaran lingkungan merupakan jenis pengungkapan sukarela
(voluntary disclosure) informasi kesadaran lingkungan dari sudut pandang
fungsi eksternal akuntansi lingkungan. Rata-rata industri kontruksi
menyajikan pengungkapan akuntansi lingkungan tidak begitu terperinci,
baik dari aspek akuntansi dan faktor keuangan, litigasi lingkungan,
96
pencegahan polusi lingkungan, maupun aspek lainnya. Hal ini terlihat dari
rata-rata persentase pengungkapan yang masih di bawah lima persen (lihat
di Tabel 4.2.). Pengungkapan tersebut masih bersifat umum dan jarang
yang ditampilkan dalam bentuk moneter atau kuantitatif. Dari hal tersebut
menunjukkan bahwa rata-rata industri kontruksi dalam mengungkapkan
kesadaran lingkungan hanya sekadar menunjukkan bahwa perusahaan
telah melakukan kegiatan sosial yang berkaitan dengan lingkungan.
4.4.2 Corporate social responsibility Terhadap Kualitas Laba
Corporate social responsibility sebagai komitmen dunia bisnis
dalam berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan. Kerja
sama dengan para karyawan serta perwakilan mereka, keluarga mereka,
komunitas setempat maupun masyarakat umum untuk meningkatkan
kualitas kehidupan dengan cara yang bermanfaat baik bagi bisnis sendiri
maupun untuk pembangunan. Sekarang dunia bisnis dituntut untuk
mampu menyeimbangkan pencapaian kinerja ekonomi (profit), kinerja
sosial (people), dan kinerja lingkungan (planet) atau disebut triple bottom-
line performance. Orientasi praktik bisnis yang selama ini pada
maksimalisasi laba perlu dikaji ulang. Orientasi mengejar laba semaksimal
mungkin, secara jangka pendek akan menunjukkan keberhasilan, namun
untuk jangka panjang hal tersebut bisa menimbulkan masalah bagi
perusahaan karena adanya resistensi dari masyarakat dan stakeholder
lainnya.
97
Laporan keuangan sebagai sarana atau media informasi penting
bagi para stakeholders, karena dalam laporan keuangan dapat diperoleh
berbagai macam informasi tentang kinerja perusahaan maupun aktivitas
perusahaan. Informasi yang lengkap, akurat, dan tepat waktu
memungkinkan investor melakukan pengambilan keputusan secara
rasional. Informasi kegiatan corporate social responsibility dalam laporan
keuangan hendaknya merupakan kebutuhan bagi para investor dan calon
investor untuk pengambilan keputusan investasi.
4.4.3 Komite Audit Sebagai Pemoderasi Hubungan CSR Dengan Kualitas
Laba
Komite Audit merupakan pejabat yang mewakili dan membantu
Dewan Direksi untuk mengawasi proses pelaporan akuntansi dan
keuangan, audit laporan keuangan dan pengendalian internal, dan fungsi-
fungsi audit. Komite Audit sebagai perpanjangan tangan Dewan yang
bertugas untuk mengawasi hubungan dengan auditor independen, dapat
memberikan nasihat dan arahan umum kepada manajemen dan para
auditor atas dasar informasi yang diterimanya, hasil diskusi dengan
auditor, dan pengalaman dalam bisnis, keuangan, dan akuntansi.
Sedangkan manajemen bertanggung jawab, antara lain atas
persiapan, penyajian, dan integritas laporan keuangan; prinsip-prinsip
pelaporan akuntansi dan keuangan; pengendalian internal dan prosedur
organisasi yang sesuai dengan standar akuntansi keuangan serta hukum
98
dan peraturan yang berlaku. Kantor akuntan publik independen, yang
ditunjuk untuk memeriksa organisasi, bertanggung jawab untuk
melakukan audit secara independen atas laporan keuangan konsolidasi
berdasarkan standar auditing yang berlaku umum dan menyatakan
pendapat atas laporan keuangan konsolidasi berdasarkan audit mereka.
Latar belakang Anggota Komite Audit tidak harus akuntan
profesional atau auditor, dan fungsi para anggota tidaklah ditujukan untuk
menduplikasi atau untuk mengesahkan aktivitas manajemen dan auditor
independen, bahkan Komite tidak ditujukan untuk menyatakan
"independensi" auditor independen menurut peraturan yang berlaku. Tugas
Komite Audit antara lain : bertanggung jawab langsung atas penunjukan,
penggantian, kompensasi, dan pengawasan atas pekerjaan auditor
independen. Auditor independen akan melapor langsung kepada Komite
Audit; meninjau dan mendiskusikan pernyataan auditor independen
mengenai segala hubungan antara auditor dan perwakilan atau hubungan
lainnya yang mungkin dapat mempengaruhi independensi auditor;
menetapkan kebijakan dan prosedur pemeriksaan dan memberikan
persetujuan Komite atas semua jasa audit dan jasa non-audit yang
diperbolehkan yang dapat dilakukan oleh auditor independen; meninjau
dan mendiskusikan dengan auditor independen tentang rencana dan
prosedur audit; hasil pelaksanaan audit tahunan dan surat manajemen yang
berkaitan.
99
Komite Audit adalah perpanjangan tangan Dewan yang bertugas
untuk mengawasi hubungan dengan auditor independen, sebagaimana
diatur dalam piagam ini, dan memberikan nasihat dan arahan umum,
bilamana perlu, kepada manajemen dan para auditor atas dasar informasi
yang diterimanya, hasil diskusi dengan auditor, serta pengalaman anggota
Komite masing-masing dalam hal bisnis, keuangan, dan akuntansi.
Kewenangan Komite Audit dibatasi oleh fungsi mereka sebagai
alat bantu Dewan Komisaris sehingga tidak memiliki otoritas eksekusi
apapun (hanya sebatas rekomendasi kepada Dewan Komisaris) kecuali
untuk hal spesifik yang telah memperoleh hak kuasa eksplisit dari Dewan
Komisaris misalnya mengevaluasi dan menentukan komposisi auditor
eksternal dan memimpin satu investigasi khusus. Selain itu Keputusan
Ketua Bapepam Nomor: Kep-41/PM/2003 menyatakan bahwa Komite
Audit memiliki wewenang mengakses secara penuh, bebas dan tak terbatas
terhadap catatan, karyawan, dana, aset, serta sumber daya perusahaan
dalam rangka melaksanakan tugasnya.
Dalam Keputusan Menteri BUMN Nomor: Kep-103/MBU/2002,
pengertian Komite Audit tidak diterangkan secara gamblang, tetapi pada
intinya menyatakan bahwa Komite Audit adalah suatu badan yang berada
dibawah Komisaris yang sekurang-kurangnya minimal satu orang anggota
Komisaris, dan dua orang ahli yang bukan merupakan pegawai BUMN
bersangkutan, bersifat mandiri baik dalam melaksanakan tugas maupun
pelaporan dan bertanggungjawab langsung kepada Komisaris atau Dewan
100
Pengawas. Hal tersebut senada dengan Keputusan Ketua Bapepam Nomor:
Kep-41/PM/2003 yang menyatakan bahwa Komite Audit adalah komite
yang dibentuk oleh Dewan Komisaris dalam rangka membantu
melaksanakan tugas dan fungsinya.
Dalam jangka panjang implementasi CSR, perusahaan dapat
memiliki hubungan yang baik dengan stakeholders.. CSR saat ini sangat
terkait dengan isu etika dan moral yang meliputi mempertahankan
konservasi lingkungan, manajemen sumber daya manusia, kesehatan dan
keselamatan, hubungan dengan masyarakat lokal dan menjalin hubungan
baik dengan supplier dan pelanggan. Sekarang kesadaran mengenai CSR
semakin meningkat dan menjadi salah satu informasi yang dibutuhkan dan
menjadi pertimbangan oleh pelanggan, investor serta stakeholders dalam
berhubungan dan kerjasama dengan perusahaan. Perusahaan yang
melaksanakan CSR akan memberikan pengungkapan keuangan dalam
laporan yang luas.
Dalam proses memaksimalkan nilai perusahaan sering muncul
konflik kepentingan antara manajer dan pemegang saham (pemilik
perusahaan). Tidak jarang pula pihak manajemen yaitu manajer
perusahaan mempunyai tujuan dan kepentingan lain yang bertentangan
dengan tujuan utama perusahaan dan sering mengabaikan kepentingan
pemegang saham. Konflik terjadi karena manajer mengutamakan
kepentingan pribadi, sebaliknya pemegang saham tidak menyukai
kepentingan pribadi dari manajer karena apa yang dilakukan manajer
101
tersebut akan menambah biaya bagi perusahaan sehingga menyebabkan
penurunan keuntungan perusahaan dan berpengaruh terhadap harga saham
serta menurunkan nilai perusahaan. Oleh karena itu dibutuhkan Good
Corporate Governance (GCG). Latar belakang praktis dari pengalaman
Amerika Serikat telah terjadi market crash pada tahun 1929 yang
menyebabkan harus dilakukan restrukturisasi corporate governance. pada
tahun 1929. Sedangkan dari sisi akademis kebutuhan GCG timbul
berkaitan dengan principal-agency theory. Implementasi dari GCG
diharapkan bermanfaat untuk menambah dan memaksimalkan nilai
perusahaan. GCG diharapkan mampu mengusahakan keseimbangan antara
berbagai kepentingan yang dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan
secara menyeluruh.
102
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan pada hasil penelitian serta pengujian hipotesis dapat ditarik
kesimpulan penelitian sebagai berikut :
1. Tidak ada pengaruh yang signifikan antara kesadaran lingkungan
berpengaruh terhadap kualitas laba BUMN. Karena ada kecenderungan
rata-rata industri kontruksi menyajikan kesadaran lingkungan tidak
begitu terperinci baik dari aspek akuntansi dan faktor keuangan, litigasi
lingkungan, pencegahan polusi lingkungan, dan aspek lainnya, hanya
sekadar menunjukkan bahwa perusahaan telah melakukan kegiatan
sosial yang berkaitan dengan lingkungan.
2. Ada pengaruh yang signifikan antara Corporate Social Responsibility
berpengaruh terhadap kualitas laba BUMN. Semakin tinggi indeks
CSR maka semakin tinggi pula kualitas laba perusahaan kontruksi dan
sebaliknya
3. Tidak ada Pengaruh Komite Audit Independen dan dan memperlemah
pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap Kualitas Laba.
Rata-rata Komisaris independen secara signifikan pada level 30%
memoderasi pengaruh CSR terhadap kualitas laba. Namun demikian
Komite audit tidak mampu secara signifikan memoderasi pengaruh CSR
terhadap kualitas laba.
103
5.2. Saran
Penelitian ini memiliki keterbatasan, diantaranya adalah : bahwa
penggunaan variabel moderating memungkinkan menggunakan variabel
intervening. Selain itu, penelitian ini hanya menggunakan data perusahaan
selama tiga tahun. Saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya
adalah :
1. Penambahan variabel lain, misalnya dengan menambahkan proxy
variabel komite audit lain yang mungkin dapat mempengaruhi kualitas
laba.
2. Penambahan periode penelitian agar dapat memberikan hasil penelitian
dalam scope yang lebih luas.
3. Penggunaan variabel intervening dalam model penelitian.
104
DAFTAR PUSTAKA
Belkaoui, Bronson. N. Scott, Joseph V. Carcello, Carl W. Hollingsworth, Terry
L. Neal. 2009. “Are fully independent audit committees really
necessary?”. Journal of Accounting and Public Policy. Vol.28. No.4.
Hal. 265-280
Carrol, Chih, Lin Hsiang. Chuang Hua Shen, Feng Ching Kang. 2008.
“Corporate Social Responsibility, Investor Protection, and Earnings
Management: Some International Evidence”. Journal of Business Ethics.
79(1-2) : 179-198
Choi, Bo Bae. Doowon Lee. Youngkyu Park. 2013. “Corporate Social
Responsibility, Corporate Governance and Earnings Management :
Evidence from Korea”. Corporate Governance : An International
Review. 21(5) : 447-467
Ghozali, Imam dan A. Chariri, 2007, Teori Akuntansi, Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, Semarang.
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.
Badan Penerbit Undip
Ikhsan, Arfan. 2008. Akuntansi Lingkungan & Pengungkapannya. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Isyanto, Silviana, Ratnaningsih, Dewi, Pengaruh Corporate Social Responsibility
Terhdapa Kualitas Laba (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur
Yang Terdaftar Di BEITahun 2009 - 2012) Jurnal Ekonomi Akuntansi,
Komite Nasional Kebijakan Governance. 2006. “Pedoman Good Corporate
Governance Indonesia”
Mayangsari, Sekar. 2001. “Manajemen Laba dan CSR Manajemen”. Media Riset
Akuntansi, Auditing dan Informasi. 1 (2) : 49-70
Nuswandari, Cahaya. 2009. Pengaruh Corporate Governance Perception Index
terhadap Kualitas Laba Perusahaan pada Perusahaan yang Terdaftar di
Bursa Efek Jakarta. Jurnal Bisnis dan Ekonomi Vol. 16 No. 2. Tersedia di
105
http://www.unisbank.ac.id/ojs/index.php/fe3/article/view/316. Diakses
pada 21 Maret 2016.
Paulus. Christian, 2012, Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas
Laba, Fakultas Ekonomi Universitas, Diponegoro, Semarang, Skripsi.
Pratiwi, Wahyu Mega. 2013. Akuntansi Lingkungan Sebagai Strategi
Pengelolaan dan Pengungkapan Tanggung Jawab Lingkungan pada
Perusahaan Manufaktur. Jurnal Akuntansi Unesa Vol. 2 No. 1. Tersedia
di http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/jurnal-
akuntansi/article/view/6676. Diakses pada 21 Maret 2016.
Prior, Diego. Jordi Surroca. Josep A. Tribo. 2007. Earnings Management and
Corporate Social Responsibility. Working Paper. Universidad Carlos III
de Madrid
Rahman, R, 2009, Corporate Social Responsibility Antara Teori dan Kenyataan,
Yogyakarta : Media Pressindo.
Scott, R. William. 2009. Financial Accounting Theory. Fifth Edition. Canada :
Prentice Hall
Surifah, 2010, Kualitas Laba dan Pengukurannya, Jurnal Ekonomi, Manajemen
& Akuntansi , Vol. 8 No. 2 Mei - Agustus 2010
Susanto, Priyatna Bagus, Subekti. Imam, Pengaruh Corporate Social
Responibility dan Good Governance terhadapat Bilai Perusahaan ( Pada
Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia), Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis,
http://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article/view/410.
Umami, Elok Harmatil. 2010. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan
Akuntansi Lingkungan dalam Laporan Tahunan Perusahaan. Jurnal
Ilmiah Mahasiswa FEB Vol. 2 No. 1: Semester Ganjil 2013/2014.
Tersedia di
http://www.jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article/view/801/735.Diakse
s pada 9 Maret 2016.
Widayanti, A Chusnulia, Dkk, 2014, Faktor-faktor yang mempengaruhi
Kualitas Laba pada Perusahaan High Profile yang Terdaftar di BEI,
Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis,Vol. 11 No. 1 Maret 2014.