TERAPI PENDERITA SKIZOFRENIA MELALUI PENDEKATAN...
Transcript of TERAPI PENDERITA SKIZOFRENIA MELALUI PENDEKATAN...
TERAPI PENDERITA SKIZOFRENIA MELALUI
PENDEKATAN KEAGAMAAN DAN PSIKOSOSIAL
DI YAYASAN MADANI MENTAL HEALTH CARE
CIPINANG BESAR- JAKARTA TIMUR
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial(S.Sos)
Oleh
Indah Nurmalasari
NIM: 1113052000026
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/2018
i
ABSTRAK
Indah Nurmalasari. NIM : 1113052000026, Terapi Penderita Skizofrenia
Melalui Pendekatan Keagamaan dan Psikososial Di Yayasan Madani Mental
Health Care Cipinang Besar Jakarta Timur, Dibawah bimbingan Drs. H.
Mahmud Jalal, MA.
Skizofrenia adalah suatu gangguan psikosis fungsional dengan gangguan
dasar pada kepribadian, ditandai dengan terdapatnya gangguan pada daya nilai realita,
yang dapat dibuktikan dengan adanya tingkah laku yang kacau, persepsi yang salah,
dan proses berpikir yang terganggu. Penampilan umum dari penderita skizofrenia
bermacam-macam, dengan penampilan yang acak-acakkan, berteriak-teriak, atau
adakalanya berdandan secara obsesif, sangat tenang dan tidak bergerak. Penderita
juga senang bicara dan menunjukkan postur tubuh yang aneh.
Penderita skizofrenia sangat membutuhkan bantuan baik itu dalam bentuk
dukungan dari keluarga, lingkungan maupun tempat yang dapat memberikan
kesembuhan dari penyakitnya. Salah satu tempat yang dapat memberikan bantuan
bagi pasien skizofrenia adalah Madani Mental Health Care yaitu saran rehabilitasi
yang menggunakan pembinaan berbasis masyarakat dengan pendekatan Biologi,
Psikologi, Sosial dan Spritual (BPSS).
Metode penelitian yang digunakan pada skripsi ini adalah dengan
menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis deskriptif analisis. Adapun
pengumpulan data yang dilakukan dengan tiga metode yaitu: observasi, wawancara
dan dokumentasi. Serta subjek pada penelitian ini ialah 4 orang terapis, sedangkan
objek dalam penelitian ini adalah mengenai pelaksanaan terapi melalui pendekatan
keagamaan dan psikososial pada penderita skizofrenia.
Hasil penelitian dari skripsi di Madani Mental Health Care mengambil 2
pendekatan terapi bagi pasien skizofrenia, dengan menggunakan terapi keagamaan
dan psikososial. Hasil terapi keagamaan adalah mempolakan hidup yang agamis
meliputi mengaji dan mengkaji Al-Qur’an, relaksasi, simulasi, pengamalan nilai-nilai
agama seperti sholat, berdzikir, puasa, sedekah, dan peringatan hari-hari besar
lainnya. Hasil terapi psikososial dengan memberikan dorongan atau motivasi,
membangun rasa percaya diri, komunikasi dengan keluarga, teman dan masyarakat.
Kata Kunci : Terapi, Skizofrenia, Keagamaan, Psikososial
ii
KATA PENGANTAR
حيم حمن الر بسم هللا الر
Puji dan syukur penulis sampaikan ke hadirat Allah SWT, Tuhan semesta
alam, yang telah melimpahkan nikmat dan rahmat-Nya kepada penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga
senantiasa melimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, para
sahabat, dan pengikutnya yang setia.
Alhamdulillah wa syukurillah berkat rahmat dan anugerah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul “TERAPI
PENDERITA SKIZOFRENIA MELALUI PENDEKATAN KEAGAMAAN DAN
PSIKOSOSIAL DI YAYASAN MADANI MENTAL HEALTH CARE CIPINANG
BESAR JAKARTA TIMUR”.
Pada penyusunan skripsi ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Hal ini dikarenakan keterbatasan ilmu pengetahuan dan
kemampuan penulis. Oleh sebab itu dengan hati terbuka penulis mengarapkan saran
dan kritik yang membangun sehingga penulis dapat mengembangkan pengetahuan
dan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada dikemudian hari.
iii
Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
membantu dan menyelesaikan penyusunan skripsi ini, baik moril maupun materil,
untuk itu penulis berterima kasih kepada:
1. Dr. Arief Subhan, M. Ag. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, Suparto, M.Ed, Ph, D. Selaku Wakil Dekan Bidang Akademik,
Dr. Roudhonah, M. Ag selaku Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum, dan
Dr. Suhaimi, M.Si selaku wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan.
2. Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si dan Ir. Noor Bekti Negoro, SE, M.Si selaku
Ketua dan Sekretaris Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam.
3. Drs. H. Mahmud Jalal, M.A selaku Dosen Pembimbing yang senantiasa
meluangkan tenaga, waktu dan pikiran untuk memberikan bimbingan dalam
penyusunan skripsi ini.
4. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mendidik dan
memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis selama menempuh
pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Keluarga besar Madani Mental Health Care Jakarta Timur, khususnya kepada
Ustadz Darmawan, S.Ag selaku pimpinan Yayasan, Ustadz Harid Isnaeni,
S.Sos.I, Ustadz Mohammad Ufihori, Ustadz R. Indra Wirasetya P. SST, dan
Ustadz Ali Yahya Rambe, SE.SG selaku Terapis, dan seluruh klien Madani
Mental Health Care yang telah membantu memberikan data-data terkait pada
penyusunan skripsi ini.
iv
6. Teruntuk Ayah penulis Rahman Gultom, terima kasih untuk dukungan nya
baik secara moril maupun materil dan Ibu penulis Kokom Komala yang
selalu mendoakan, selalu memberi semangat dan mencurahkan kasih
sayangnya kepada penulis. Semoga mereka senantiasa dalam lindungan
Allah SWT.
7. Adik penulis: Anggie Febriani yang selalu mendukung dan mendoakan
penulis
8. Sahabat seperjuangan penulis Dina Malik yang telah meluangkan waktunya
untuk menemani penulis wawancara ke Madani Mental Health Care Jakarta
Timur. Ratna yuningsih, Tiara Nur Hidayati, Meiga Latifah, laila tussadiyah,
Syifa Fauziah, dan juga semua teman BPI A 2013 mohon maaf penulis tidak
bisa disebutkan satu persatu, yang telah memberikan dukungan kepada
penulis. Terima kasih untuk kenangan yang sangat banyak, dan selalu
berkesan di hati penulis selama 4 tahun lebih,. Semoga pertemanan kita
semua tidak sampai disini saja, dan semoga Allah melindungi kalian dimana
pun kalian berada.
9. Seluruh Keluarga Besar mahasiswa Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan
Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terutama angkatan 2013 yang tidak
bisa disebutkan satu persatu. Terimakasih telah memberi banyak arti
kehidupan dan menemani penulis baik suka maupun duka.
10. Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian skripsi ini yang tidak
bisa disebutkan satu persatu, tanpa mengurangi rasa hormat, penulis
mengucapkan terima kasih.
v
Semoga bantuan dan perhatian yang tercurah mendapat balasan pahala berlipat
ganda dari Allah SWT. Selain itu semoga apa yang menjadi cita-cita dan impian kita
semua terwujud di masa depan serta mendapat ridha dan keberkahan dari Allah SWT,
Amin.
Jakarta, 20 November 2017
Indah Nurmalasari
NIM: 113052000026
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ………………………………………………………………….. i
KATA PENGAN …...………………………………………………………. ii
DAFTAR ISI ………..……………………………………………………… vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah …………………………………..1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ………….…………6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian …………………………....6
D. Metodologi Penelitian …………………………………….7
E. Tinjauan Pustaka ……………………………………….....12
F. Sistematika Penulisan …………………………………….15
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Terapi …………………………………………17
B. Skizofrenia ………………………………………….........20
1. Pengertian Skizofrenia ………………...……………..20
2. Gejala-gejala Skizofrenia.………………………..…...23
3. Ciri-ciri klinis utama skizofrenia .………...…………..25
4. Subtipe Skizofrenia ……………….………..………...26
5. Bentuk-bentuk Terapi bagi Penderita Skizofrenia…….28
vii
C. Keagamaan ……………………………………………………..33
1. Pengertian agama …………………………..………………33
2. Agama dan Pengaruhnya terhadap Kesehatan Jiwa………..35
3. Bentuk Pembinaan Keagamaan ……………………………35
D. Psikososial ……………………………………………….........43
1. Pengertian Psikososial …………………………………….43
2. Objek Psikologi sosial …………………………………….45
3. Problem Psikososial ……………………………………….46
4. Bentuk Pembinaan Psikososial …………………………….46
BAB III PROFIL MADANI MENTAL HEALTH CARE JAKARTA
TIMUR
A. Sejarah Yayasan Madani Mental Health Care ………………….53
B. Visi & Misi Lembaga …………………………………………..54
C. Sumber Daya Manusia Madani ………………………………...55
D. Struktural Madani Mental Health Care ......................................57
E. Metode Penanganan BPSS …………………………………….59
F. Sarana dan Prasarana…………………………………………..62
G. Proses Tahapan Pembinaan Penderita Skizofrenia ..…………..63
viii
BAB IV TEMUAN DATA DAN ANALISIS PENELITIAN
A. Deskripsi Informan ……………………………………………...65
B. Terapi Penderita Skizofrenia melalui Pendekatan Keagamaan….72
C. Terapi Penderita Skizofrenia melalui Pendekatan Psikososial…..81
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ……………………………………………………...89
B. Saran …………………………………………………………….91
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Skizofrenia merupakan gangguan mental parah yang secara tipikal muncul
pada usia remaja akhir atau dewasa awal. Gangguan ini ditandai dengan distorsi
persepsi dan pikir, serta emosi yang tidak sesuai. Gangguan juga meliputi fungsi
dasar yang pada orang normal memberikan perasaan individualitas, keunikan dan
pengarahan diri. Perilakunya mungkin benar-benar terganggu pada konsekuensi
sosial yang tidak menyenangkan. Kepercayaan salah yang sangat kuat dan tanpa
dasar realitas (delusi) merupakan gejala lain yang juga muncul pada gangguan ini.
Penyebab utama skizofrenia, menurut ketua umum ikatan dokter ahli jiwa
Indonesia, Prof. Dr. Sasanto Wibosono, pengaruh faktor genetik sangat
menentukan tetapi bukan satu-satunya faktor. Tanpa faktor genetik, resiko untuk
mengembangkan skizofrenia tetap ada. Dalam DSM-IV-TR (2003) dituliskan
bahwa keturunan pertama penderita skizofrenia mempunyai resiko 10 kali lipat
dibandingkan populasi umum, tetapi lingkungan juga mempunyai peran dalam
insiden skizofrenia.1
Gangguan mental dan perilaku, termasuk skizofrenia, mempunyai dampak
yang luas, baik terhadap penderita, keluarganya, maupun masyarakat. Penderita
skizofrenia, menderita akibat gejala-gejala gangguan yang dialaminya. Mereka
juga kurang atau tidak bisa menikmati kegiatan sosial maupun bekerja, karena
mendapat perlakuan diskriminatif.
1 Juliarti Dewi, Aku Menderita Skizofrenia (Yogyakarta: Penerbit PT. Kanisius, 2011), h.
89-95.
2
Menurut survei yang ada, yaitu dari Kementerian Sosial pada tahun 2008, dari
sekitar 650.000 penderita gangguan jiwa berat di Indonesia, sedikitnya 30.000
dipasung. Alasan pemasungan umumnya agar si penderita tak membahayakan
orang lain dan menimpakan aib kepada keluarga. Bagus Utomo, ketua Komunitas
Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI) menyatakan bahwa pemasungan jelas
memperparah kondisi penderita skizofrenia. Penderita mengalami trauma, dendam
kepada keluarga, merasa dibuang, rendah diri, dan putus asa. Lama-kelamaan
muncul depresi dan gejala niat bunuh diri.2
Skizofrenia adalah penyakit jiwa yang paling banyak terjadi dibandingkan
penyakit jiwa lainnya. Penyakit ini menyebabkan kemunduran kepribadian pada
umumnya, yang biasanya mulai tampak pada masa puber, dan yang paling banyak
menderita adalah orang berumur antara 15-30 tahun.3 Gangguan ini ditandai
dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi,
gangguan kognitif dan persepsi; gejala-gejala negatif seperti avolition
(menurunnya minat dan dorongan), berkurangnya keinginan bicara dan miskinnya
isi pembicaraan, afek yang datar; serta terganggunya relasi personal (Strauss et al,
dalam Gabbard, 1994). Tampak bahwa gejala-gejala Skizofrenia menimbulkan
hendaya berat dalam kemampuan berpikir dan memecahkan masalah, kehidupan
afek dan mengganggu relasi sosial.
Studi epidemiologi menyebutkan bahwa perkiraan angka prevalensi
Skizofrenia secara umum berkisar antara 0,2% hingga 2,0% tergantung di Daerah
atau Negara mana studi itu dilakukan. Selanjutnya dikemukakan bahwa lifetime
prevalensi Skizofrenia diperkirakan antara 0,5% dan 1%. Karena Skizofrenia
2 Juliarti Dewi, Aku Menderita Skizofrenia (Yogyakarta: Penerbit PT. Kanisius, 2011), h.
99. 3 Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental (Jakarta: Gunung Agung, 2001), h. 49.
3
cenderung menjadi penyakit yang kronis. Maka angka insidensi penyakit ini
(incidence rates) dianggap lebih rendah dari angka prevalensi (prevalence rates)
dan diperkirakan mendekati 1 per 10.000 per tahun (DSM-IV, APA 1994). Di
Indonesia sendiri angka penderita Skizofrenia 23 tahun yang lalu (PJPT I)
diperkirakan 1/1000 penduduk, dan proyeksi 25 tahun mendatang mencapai
3/1000 penduduk (Hawari, 1993)4
Agama masuk menjadi unsur-unsur yang menentukan dalam konstruksi
pribadi sejak kecil. Akan tetapi, apabila seseorang menjadi remaja atau dewasa
tanpa mengenal agama, maka kegoncangan jiwa remaja akan mendorongnya ke
arah kelakuan-kelakuan kurang baik. Jika ilmu jiwa banyak berbicara tentang
perasaan dan ketentraman jiwa, maka agama memberikan berbagai pedoman dan
petunjuk agar ketenraman jiwa tercapai, dalam Al Qur‟an banyak sekali ayat-ayat
tentang itu misalnya Surah Ar Ra‟du Ayat 28 – 29 :
أل تطمئه ٱلقلىة ﴿ٱلذيه ءامنىا وتطمئه قلىبهم بذكر ٱلل ﴾٨٢بذكر ٱلل
ت طىبى لهم وحسه مـ بة ﴿ لح ﴾٨٢ٱلذيه ءامنىا وعملىا ٱلص
Artinya: “ (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram
dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati
menjadi tenteram. Orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka
kebahagiaan dan tempat kembali yang baik.
Agama memberikan penyelesaian terhadap kesukaran-kesukaran dan
memberikan pedoman dan bimbingan hidup di segala bidang, baik terhadap orang
kecil, buruh atau pekerja kasar, maupun bagi orang-orang besar, pemimpin dan
4Dadang Hawari, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia (Jakarta: Balai
Penerbit FKUI), h. xiii.
4
majikan, bahkan bagi kehidupan keluarga, bertetangga dan sebagai pengendali
moral bagi tiap diri pribadi, sehingga selalu selamat dari godaan-godaan luar,
rumah tangganya akan tetap aman tentram, pekerjaan menyenangkan dan orang
akan hidup penuh gairah dan semangat. Agama berfungsi sebagai terapi bagi jiwa
yang gelisah dan terganggu, berperanan sebagai alat pencegah (preventif) terhadap
kemungkinan gangguan kejiwaan dan merupakan faktor pembinaan (konstruktif)
bagi kesehatan mental pada umumnya. Dengan keyakinan beragama, hidup yang
dekat dengan Tuhan serta tekun menjalankan agama, kesehatan mental dapat
terbina, dengan mental yang sehat, efisiensi dan produksi dapat dipercepat
perusahaan akan semakin maju dalam segala bidang apabila setiap anggotanya
tekun beragama.5
Sebenarnya dari dahulu agama dengan ketentuan dan hukum-hukumnya
telah dapat membendung terjadinya gangguan kejiwaan, yaitu dengan
dihindarkannya segala kemungkinan-kemungkinan sikap, perasaan dan kelakuan
yang membawa kepada kegelisahan. Jika terjadi kesalahan yang akhirnya
membawa kepada penyesalan pada orang yang bersangkutan, maka agama
memberi jalan untuk mengembalikan ketenangan batin dengan minta ampun
kepada Tuhan. Dengan cara bimbingan khusus dalam kehidupan manusia para
pemimpin agama pada masa lalu telah berhasil memperbaiki moral dan
menghubungkan silaturrahmi sesama manusia, sehingga kehidupan sayang-
5 Zakiyah Daradjat, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental (Jakarta: Bulan
Bintang, 1982), cet.ke-3, h. 80.
5
menyayangi jelas tampak dalam kalangan orang-orang yang hidup menjalankan
agamanya.6
Maka itulah penderita Skizofrenia membutuhkan pembinaan agama dan
psikososial supaya mereka bisa lebih terarah, bisa menjadi lebih baik dari
sebelumnya dan menjalani kehidupan yang normal kembali. Dan sekarang ini pun
banyak panti-panti atau tempat rehabilitasi yang memakai metode-metode
pembinaan agama dan pembinaan psikososial untuk menyembuhkan pasien-
pasien Skizofrenia. Salah satu nya seperti Yayasan Madani Mental Health Care
yaitu sarana rehabilitasi yang menggunakan pembinaan berbasis masyarakat
(community) dengan pendekatan Biologi, Psikologi, Sosial, dan Spiritual (BPSS).
Pencegahannya melalui penyuluhan, bimbingan, pembinaan dan konsultasi
mengenai bahaya yang ditimbulkan dari penyalahgunaan NAPZA, maupun
mengobati serta meningkatkan kualitas hidup korban NAPZA dan penderita
SKIZOFRENIA sehingga dapat kembali ke masyarakat dan lingkungannya secara
baik dan benar.
Berdasarkan pemaparan tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
di Yayasan Madani Mental Health Care Cipinang Besar Jakarta Timur yang
berkaitan dengan pembinaan beragama bagi penderita Skizofrenia. Maka penulis
mengambil judul skripsi sebagai berikut “TERAPI PENDERITA
SKIZOFRENIA MELALUI PENDEKATAN KEAGAMAAN DAN
PSIKOSOSIAL DI YAYASAN MADANI MENTAL HEALTH CARE
CIPINANG BESAR JAKARTA TIMUR”
6 Zakiah Daradjat, Peranan Agama dalam Kesehatan Mental (Jakarta: Toko Gunung
Agung, 1996), h. 74.
6
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Peneliti akan membatasi masalah hanya pada Terapi Penderita
Skizofrenia Melalui Pendekatan Keagamaan dan Psikososial di Yayasan
Madani Mental Health Care Cipinang Besar Jakarta Timur.
2. Perumusan Masalah
a. Bagaimana Terapi penderita Skizofrenia melalui pendekatan
Keagamaan di Yayasan Madani Mental Health Care Cipinang Besar
Jakarta Timur ?
b. Bagaimana Terapi penderita Skizofrenia melalui pendekatan
Psikososial di Yayasan Madani Mental Health Care Cipinang Besar
Jakarta Timur ?
C. Tujuan dan Manfaat penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan
penelitian ini, sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui bagaimana terapi penderita Skizofrenia melalui
pendekatan keagamaan di Yayasan Madani Mental Health Care
Cipinang Besar Jakarta Timur
b. Untuk mengetahui bagaimana terapi penderita Skizofrenia melalui
pendekatan psikososial di Yayasan Madani Mental Health Care
Cipinang Besar Jakarta Timur
7
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang penulis harapkan dari hasil penelitian ini adalah:
a) Manfaat secara akademis
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan
keilmuan dan pengetahuan yang meliputi Bimbingan dan
Penyuluhan Islam, dan khususnya pada yang berkaitan dengan
Terapi Penderita Skizofrenia Melalui Pendekatan Keagamaan dan
Psikososial di Yayasan Madani Mental Health Care Cipinang Besar
Jakarta Timur.
b) Manfaat secara praktis
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai tambahan pengetahuan
tentang proses Terapi pada pasien skizofrenia melalui pendekatan
keagamaan dan pendekatan psikososial. Serta dapat diterapkan pada
lembaga rehabilitasi lainnya.
D. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah
adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang
bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang
masalah-masalah manusia dan sosial, bukan mendeskripsikan bagian
permukaan dari suatu realitas sebagaimana dilakukan penelitian
kuantitatif dengan positivismenya. Peneliti menginterprestasikan
bagaimana subjek memperoleh makna dari lingkungan sekeliling, dan
bagaimana makna tersebut memengaruhi perilaku mereka. Penelitian
8
dilakukan dalam latar (setting) yang alamiah (naturalistic) bukan hasil
perlakuan (treatment) atau manupulasi variabel yang dilibatkan.7
Adapun data yang dikumpulkan metode deskriptif adalah berupa
kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Hal itu disebabkan oleh
adanya penerapan metode kualitatif. Selain itu, semua yang dikumpulkan
berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti.8
2. Subjek dan Objek Penelitian
a. Subjek Penelitian
Adapun subjek pada penelitian adalah 4 orang terapis yang
memberikan terapi kepada para penderita skizofrenia melalui pendekatan
keagamaan dan psikososial.
b. Objek Penelitian
Objek dari penelitian ini adalah mengenai pelaksanaan terapi bagi
penderita skizofrenia melalui pendekatan keagamaan dan psikososial di
Yayasan Madani Mental Health Care Cipinang Jakarta Timur.
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Observasi berasal dari bahasa latin yang berarti memperhatikan
dan mengikuti. Memperhatikan dan mengikuti dalam arti mengamati
dengan teliti dan sistematis sasaran perilaku yang dituju (Banister, et
al, 1994). Inti dari observasi adalah adanya perilaku yang tampak dan
adanya tujuan yang ingin dicapai. Perilaku yang tampak dapat berupa
7 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik (Jakarta: PT Bumi
Aksara,2013), h. 85. 8 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2007). Cet,Ke-23, h. 11.
9
perilaku yang dapat dilihat langsung oleh mata, dapat didengar, dapat
dihitung dan dapat diukur.9
Dalam hal ini penulis mengadakan penelitian langsung selama 3
bulan, observasi penulis memfokuskan terhadap proses kegiatan terapi
penderita skizofrenia melalui pendekatan keagamaan dan psikososial
di Yayasan Madani Mental Health Care Cipinang Besar Selatan
Jakarta Timur. Dalam observasi ini, apa saja yang dialami peneliti
yang berhubungan dengan proses terapi penderita skizofrenia melalui
pendekatan keagamaan dan psikososial dicatat dan dituangkan ke
dalam skripsi sesuai dengan apa yang dibutuhkan.
b. Wawancara
Wawancara adalah salah satu alat yang paling banyak digunakan
untuk mengumpulkan data penelitian kualitatif. Wawancara
memungkinkan peneliti mengumpulkan data yang beragam dari
responden dalam berbagai situasi dan konteks. Meskipun demikian,
wawancara perlu digunakan dengan berhati-hati karena perlu di
triangulasi dengan data lain.10
Teknik pengumpulan data ini dengan cara mengajukan pertanyaan
secara langsung kepada Terapis Ustadz Harid Isnaeni, Ustadz
Mohammad Ufihori, Ustadz Indra Wirasetya, dan Ustadz Ali Yahya
Rambe. Untuk memperoleh kelengkapan data penulis menyusun
terlebih dahulu pertanyaan wawancara yang akan diajukan kepada
9Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif untuk ilmu-ilmu sosial (Jakarta:
Salemba Humanika, 2012).cet.3, h. 131-132. 10
Samiaji Sarosa, Penelitian Kualitatif: Dasar-Dasar ( Jakarta: Indeks, 2012), h. 45
10
para terapi mengenai permasalahan yang berkaitan dengan objek
peneliti.
c. Dokumentasi
Selain wawancara dan observasi, data dapat juga diperoleh dengan
cara menelaah dokumen. Dokumen adalah segala sesuatu materi
dalam bentuk tertulis yang dibuat oleh manusia (Esterberg 2002).
Dokumen yang dimaksud adalah segala catatan baik dalam berbentuk
catatan dalam kerta (hardcopy) maupun elektronik (softcopy).
Dokumen dapat berupa buku, artikel media massa, catatan harian,
manifesto, undang-undang, notulen, blog, halaman web, foto, dan
lainnya.11
4. Sumber Data
Adapun sumber data pada penelitian ini terbagi menjadi dua
bagian, yaitu data primer dan data sekunder.
a. Data primer
Data primer yaitu data penelitian yang langsung diperoleh dari para
informan yang ada di Yayasan Madani Mental Health Care. Data
primer ini diperoleh melalui pengamatan dan wawancara.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari catatan-catatan atau
dokumen yang terkait dengan penelitian dari lembaga yang diteliti
ataupun referensi dan buku-buku dari perpustakaan.
11
Samiaji Sarosa, Penelitian Kualitatif: Dasar-Dasar ( Jakarta: Indeks, 2012), h. 61.
11
5. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Yayasan Madani Mental Health
Care Cipinang Besar Selatan Jakarta Timur, observasi awal dilakukan
pada tanggal 18 Juli 2017 dan penelitian mendalam pada bulan Agustus
sampai 9 Oktober 2017.
6. Analisis Data
Analisis data adalah pencarian atau pelacakan pola-pola. Analisis
data kualitatif adalah penguji sistematik dari sesuatu untuk menetapkan
bagian-bagiannya, hubungan antar kajian, dan hubungannya terhadap
keseluruhannya (Spradley, 1980). Artinya, semua analisis data kualitatif
akan mencakup penelusuran data, melalui catatan-catatan (pengamatan
lapangan) untuk menemukan pola-pola budaya yang dikaji oleh peneliti
(Mantja, 2007).
Sementara itu, Bogdan & Biklen (2007) menyatakan bahwa
analisis data adalah proses pencarian dan pengaturan secara sistematik
hasil wawancara, catatan-catatan, dan bahan-bahan yang dikumpulkan
untuk meningkatkan pemahaman terhadap semua hal yang dikumpulkan
dan memungkinkan menyajikan apa yang ditemukan.12
Proses Analisis data dimulai dengan:
a. Menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu
dari wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan
12
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik (Jakarta: PT Bumi
Aksara,2013), h. 210.
12
lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto, dan
sebagainya.
b. Setelah dibaca, dipelajari, dan ditelaah, langkah berikutnya
melakukan abstraksi. Abstraksi merupakan usaha membuat
rangkuman yang inti, proses, dan pernyataan-pernyataan yang
perlu dijaga sehingga tetap berada didalamnya.
c. Menyusunnya dalam satuan-satuan. Satuan-satuan itu kemudian
dikategorisasikan pada langkah berikutnya. Kategori-kategori itu
dibuat sambil melakukan koding.
d. Tahap akhir dari analisis data ini ialah mengadakan pemeriksaan
keabsahan data. Setelah selesai tahap ini, mulailah kini tahap
penafsiran data dalam mengolah hasil sementara menjadi teori
substantif dengan menggunakan beberapa metode tertentu.13
7. Teknik Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini penulis mengacu pada Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang diterbitkan
oleh CeQDA Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
tahun akademik 2013.
E. Tinjauan Pustaka
Peneliti menemukan beberapa literatur dan tema yang menunjang
dengan penelitian yang ditulis oleh Peneliti sendiri, diantaranya sebagai
berikut :
13
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2007). Edisi revisi, cet ke- 23, h. 247.
13
1. Nama Peneliti : Millaty Hanifa (NIM:1111052000033)
Judul Penelitian : Dampak Terapi Ruqyah Syar‟iyyah Dalam Pemulihan
Kesehatan Kesehatan Mental Pasien Di Rumah Ruqyah Indonesia Cililitan
Jakarta Timur.
Penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswi Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam 2015,UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta ini bertujuan untuk mengetahui dampak yang
terjadi pada mental pasien setelah melakukan terapi Ruqyah Syar‟iyyah di
Rumah Ruqyah Indonesia Cililitan Jakarta Timur. Kesimpulan dari skripsi
ini ialah pelaksanaan terapi sesuai dengan syariat islam yaitu pelaksanaan
terapi menggunakan ayat-ayat al-Qur‟an atau hadis dengan tidak
mengubah susunan kalimatnya, dengan menggunakan bahasa arab yang
fasih, dibaca dengan jelas, sehingga tidak mengubah makna aslinya.
2. Nama Peneliti : Renita Latifa (NIM: 1050520001764)
Judul Penelitian :Proses Bimbingan Islam Pada Penderita Skizofrenia
dipanti Rehabilitasi Cacat Mental Yayasan Galuh Bekasi.
Penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswi Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam 2010, UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta ini bertujuan untuk mengetahui Bimbingan
Islam Pada penderita Skizofrenia. Dalam penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa upaya yang dilakukan pembimbing dalam proses Bimbingan Islam
Pada Penderita Skizofrenia di Yayasan Galuh, bermanfaat dalam
pemberian bantuan, membimbing, dan mengobati agar dapat
mengembalikannya menjadi warga masyarakat yang berguna dan dapat
14
hidup berdampingan secara wajar sebagai makhluk sosial lainnya. Selain
itu, metode yang digunakan ialah membimbing pasien dengan bimbingan
berkelompok (group guidance) dalam kesehariannya.
3. Nama Peneliti : Maria Ulfah (NIM: 107052000463)
Judul Penelitian :Metode Therapeutic Community Bagi Residen Narkotika
di Unit Terapi dan Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Lido Bogor.
Penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswi Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam 2011,UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta ini bertujuan untuk mengetahui dan
menganalisis penerapan merode Therapeutic Community, keunggulan dan
kelemahan dari metode Therapeutic Community, dan respon para residen
terhadap metode Therapeutic Community. Kesimpulan dari skripsi ini
ialah Penerapan Metode Therapeutic Community antara lain: morning
meeting, morning briefing, open house, encounter group, seminar, general
meeting, community group (vocational/workshop, probe, extended, dan
marathon.
4. Nama Peneliti : Eka Fitriyana (NIM: 1110052000031)
Judul Penelitian : Dampak Psikoterapi Islam Pada Pasien Penyalahgunaan
Narkoba di Yayasan Madani Mental Health Care Cipinang Besar-Jakarta
Timur.
Penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswi Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam 2014, UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta ini bertujuan untuk mengetahui dan
menganalisis pelaksanaan dan dampak psikoterapi islam yang dilakukan di
15
Madani Mental Health Care bagi Pasien Penyalahgunaan Narkoba.
Kesimpulan dari skripsi ini yaitu dari sudut pandang psikoterapi islam ini
berbagai macam terapi keislaman yang diberikan kepada pasien NAPZA
maka dalam aspek psikoterapi islam ini dikelompokkan kedalam 3 aspek
yaitu: aspek keimanan, ibadah dan akhlak tujuannya untuk mengembalikan
pasien kepada fitrahnya serta menjadikan mereka sadar dan mandiri secara
mental.
5. Nama Peneliti : Yusuf Arifin (NIM : 1111054100019)
Judul Penelitian : Pengaruh Terapi Kelompok Berbasis Outbound
Terhadap Perilaku Remaja Putus Sekolah Di Panti Sosial Bina Remaja
(PSBR) Bambu Apus Jakarta Timur.
Penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswi Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi Jurusan Kesejahteraan Sosial 2015,UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisa
pengaruh Terapi Kelompok Berbasis Outbound Terhadap Perilaku Remaja
Putus Sekolah di PSBR Bambu Apus Jakarta Timur.
F. Sistematika Penulisan
Dalam rangka mencapai pembahasan skripsi yang sistematis, maka peneliti
membuat sistematika penulisan ke dalam lima (5) BAB yang terdiri dari sub-sub
BAB. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut.
BAB I PENDAHULUAN. Terdiri dari Latar Belakang Masalah,
Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat
Penelitian, Tinjauan Teori, Metodologi Penelitian, Tinjauan
Pustaka, dan Sistematika Penulisan.
16
BAB II LANDASAN TEORI. Dalam BAB ini akan dipaparkan mengenai
teori-teori ataupun pembahasan yang berkaitan dengan Terapi
Penderita Skizofrenia melalui Pendekatan Keagamaan dan
Psikososial di Yayasan Madani Mental Health Care.
BAB III GAMBARAN UMUM YAYASAN MADANI MENTAL
HEALTH CARE CIPINANG BESAR JAKARTA TIMUR.
Pada BAB ini akan dibahas mengenai gambaran secara umum
tempat dilakukannya penelitian, yakni Yayasan Madani Mental
Health Care Cipinang Besar Jakarta Timur.
BAB IV TEMUAN DATA DAN ANALISIS PENELITIAN.BAB ini akan
menjelaskan hasil penelitian tentang Terapi Penderita Skizofrenia
melalui Pendekatan Keagamaan dan Psikososial di Yayasan
Madani Mental Health Care Jakarta Timur.
BAB V PENUTUP. Merupakan bab terakhir yang menguraikan tentang
kesimpulan penelitian ini dan saran-saran yang diajukan pihak-
pihak terkait dalam masalah ini.
17
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Terapi
1. Pengertian Terapi
Kata Therapy (dalam bahasa inggris) bermakna pengobatan dan
penyembuhan, sedangkan dalam bahasa arab kata therapy sepadan dengan
سفبء-يشفي-شفي yang berasal dari الستشفبء , yang artinya menyembuhkan.
Seperti yang telah di gunakan oleh Muhammad Abdul Aziz al Khalidiy
dalam kitabnya “Al Istisyfa „bil Qur‟an” (السشفبء ببالقران) 1. Firman Allah
Ta‟ala yang memuat kata Syifa:
دوز وهدي يا أيها انىاس قد جاءحكم مىعظت مه زبكم وشفاء نما في انص
وزحمت نهمؤمىيه
Artinya : “Wahai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu
pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuhan untuk penyakit yang ada di
dalam dada, dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman”
(QS. Yunus: 57)
Menurut Watson & Morse (1997), Psikoterapi dirumuskan sebagai:
bentuk khusus dari interaksi antara dua orang, pasien dan terapis, pada
mana pasien memulai interaksi karena ia mencari bantuan psikologik dan
terapis menyusun interaksi dengan mempergunakan dasar psikologik
1Hamdani Bakran Adz-Dzaky, KONSELING & PSIKOTERAPI ISLAM (Yogyakarta:
Fajar Pustaka Baru: 2002), h. 227.
18
untuk membantu pasien meningkatkan kemampuan mengendalikan diri
dalam kehidupannya dengan mengubah pikiran, perasaan dan
tindakannya.2
Menurut Wolberg (1954), Mereka yang menilai bahwa
membebaskan pasien dari masalah yang menimbulkan gejala, kecemasan
dan konflik sebagai tujuan utama dari psikoterapi, merumuskan:
Psikoterapi adalah suatu bentuk perawatan (treatment) terhadap masalah-
masalah yang dasarnya emosi, dimana seseorang membentuk hubungan
professional dengan pasien dengan tujuan memindahkan, mengubah atau
mencegah munculnya gejala dan menjadi perantara untuk menghilangkan
pola-pola perilaku yang terhambat serta meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan positif dari kepribadiannya.
Menurut Whitaker & Malone (1953), adalah mereka yang
menganggap bahwa tujuan terapi adalah membentuk perasaan adekuat
pada diri sendiri, ada keterpaduan dalam diri sendiri dan kematangan
pribadi, merumuskan: psikoterapi dalam arti luas meliputi semua upaya
untuk mempercepat pertumbuhan manusia sebagai pribadi.3
Psikoterapi (perawatan jiwa) tidak ditujukan kepada orang-orang
yang menderita penyakit jiwa saja, akan tetapi lebih banyak diperlukan
oleh orang-orang yang sebenarnya tidak sakit, akan tetapi tidak mampu
meghadapi kesukaran-kesukaran hidup sehari-hari dan tidak pandai
2 Singgih Gunarsa, Konseling dan Psikoterapi (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1992), cet
ke-1, h. 155. 3Ibid., h. 156.
19
menyelesaikan persoalan-persoalan yang disangkanya rumit. Karena
kesukaran-kesukaran dan persoalan-persoalan yang tidak selesai itulah
yang banyak menghilangkan rasa bahagia.4
2. Tanggung Jawab Terapis
Terapis memiliki tanggung jawab terutama kepada klien. Akan
tetapi, karena klien tidak hidup dalam ruang hampa dan dipengaruhi oleh
hubungan-hubungan yang lainnya, terapis memiliki tanggung jawab juga
kepada keluarga klien, kepada biro tempat terapis bekerja, kepada biro
yang dirujuk, kepada masyarakat, dan kepada profesinya.
Karena minat-minat klien mendapat tempat utama dalam hubungan
konseling atau terapi, maka kebutuhan-kebutuhan dan kesejahteraan
klienlah yang diutamakan, bukan kebutuhan-kebutuhan terapis. Prinsip
umum mengenai pengutamaan kesejahteraan klien tampaknya sudah jelas.
Akan tetapi, masalah ini bisa dengan mudah menjadi samar apabila kita
mengingat bahwa terapis juga memiliki tanggung jawab-tanggung jawab
kepada yang lain disamping klien.5
3. Kompetensi Terapis
Sebagai prinsip etika dasar, para terapis diharapkan menyadari
batas-batas kompetensinya serta pembatasan-pembatasan pribadi dan
profesinya. Para terapis yang etis tidak menggunakan diagnostika atau
4 Zakiah Daradjat, Peranan Agama dalam Kesehatan Mental (Jakarta: PT. Gunung
Agung: 1982),h. 80. 5Gerald Corey, Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy Penerjemah oleh
E. Koeswara dalam Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi (Bandung: PT Refika
Aditama,2005), Edisi Ke-2, h. 355.
20
prosedur-prosedur treatment yang berada diluar lingkup latihan mereka,
juga tidak menerima klien yang fungsi personalnya terganggu secara serius
kecuali apabila mereka memiliki keahlian dalam menangani klien
semacam itu. Seorang terapis yang menyadari bahwa dirinya kurang
kompeten dalam menangani suatu kasus, bertanggung jawab untuk
berkonsultasi dengan rekan-rekannya atau dengan pembimbing atau
membuat rujukan.6
B. Skizofrenia
1. Pengertian Skizofrenia
Istilah skizofrenia pertama kali diperkenalkan oleh Emil Kraepelin
psikiater dari jerman pada tahun 1896 dengan menggunakan istilah
demensia precox, dan pada tahun 1911 oleh Eugen Bleuler psikiater dari
swiss memperkenalkan istilah skizofrenia dan diartikan sebagai psikosis
yang perjalanannya menahun. Serangan hilang timbul, dapat berhenti atau
kembali pada taraf perkembangan tertentu.7
Skizofrenia berasal dari kata “skizo” yang berarti retak atau pecah
(Split), dan “frenia” yang berarti jiwa. Dengan demikian seseorang yang
menderita gangguan jiwa skizofrenia adalah orang yang mengalami
keretakan jiwa atau keretakan kepribadian (Spilitting of Personality).8
Skizofrenia merupakan gangguan psikologis yang paling berhubungan
dengan pandangan popular tentang gila atau sakit mental. Hal ini sering
6Gerald Corey, Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy Penerjemah oleh
E. Koeswara dalam Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi (Bandung: PT Refika Aditama,
2005), Edisi Ke-2, h.. 366. 7 Ayub Sani Ibrahim, Skizofrenia Spiliting Personality (Ciputat, Jelajah Nusa, 2011), h. 2.
8 Dadang Hawari, Al-Qur‟an Ilmu Kedokeran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta:
PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 2004), h. 561.
21
kali menimbulkan rasa takut, kesalahpahaman, dan penghukuman,
bukannya simpati dan perhatian. Skizofrenia menyerang jati diri
seseorang, memutus hubungan yang erat antara pemikiran dan perasaan
serta mengisinya dengan persepsi yang terganggu, ide yang salah, dan
konsepsi yang tidak logis.
Skizofrenia menyentuh setiap aspek kehidupan dari orang yang
terkena. Episode akut dari skizofrenia ditandai dengan waham, halusinasi,
pikiran yang tidak logis, pembicaraan yang tidak koheren, dan perilaku
aneh. Di antara episode-episode akut, orang yang mengalami skizofrenia
mungkin tetap tidak dapat berpikir jernih dan mungkin kehilangan respons
emosional yang sesuai terhadap orang-orang dan peristiwa-peristiwa
dalam hidupnya.
Mereka mungkin berbicara dengan nada yang mendatar dan
menunjukkan sedikit jika ada ekspresi (Mandal, Pandey, & Prasad, 1998).
Meskipun para peneliti tetap berfokus pada penggalian dasar-dasar
psikologis dan biologis dari skizofrenia, gangguan ini dalam banyak hal
tetap menjadi suatu misteri. Skizofrenia bukanlah satu-satunya jenis
gangguan psikotik dimana orang mengalami putus dari realitas. Dalam hal
ini kami juga membahas gangguan psikotik lainnya, termasuk gangguan
psikotik singkat, gangguan skizofrenifrom, gangguan skizoafektif, dan
gangguan delusi.9
Skizofrenia merupakan kelompok gangguan psikosis atau psikotik
yang ditandai terutama oleh distorsi-distorsi mengenai realitas, juga sering
9 Jeffrey S. Nevid, dkk., Psikologi Abnormal (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2003), edisi
ke-5, jilid2, Alih Bahasa: Tim Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, h. 103.
22
terlihat adanya perilaku menarik diri dari interaksi sosial, serta
disorganisasi dan fragmentasi dalam hal persepsi, pikiran, dan kognisi
(Carson dan Butcher,1992). Ada juga ahli yang berpendapat bahwa
terdapat perbedaan esensial antara skizofrenia dengan neurotik, yaitu
bahwa penderita neurotik mengalami gangguan terutama bersifat
emosional, sedangkan skizofrenia terutama mengalami gangguan dalam
pikiran. Pendapat ini bisa jadi benar, tetapi tidak menyeluruh.10
Pada penderita skizofrenia ada desintegrasi pribadi dan kesehatan
pribadi. Tingkah laku emosional dan intelektualnya jadi ambigious
(majemuk), serta mengalami gangguan serius; dan mengalami regresi atau
dementia total. Dia melarikan dari kenyataan hidup dan berdiam dalam
dunia fantasinya. Tampaknya dia tidak bisa memahami lingkungannya dan
responnya selalu maniacal atau kegila-gilaan. Perasaanya selalu tidak
cocok, mengalami gangguan intelektual berat, sehingga pikirannya
melompat-lompat tanpa arah.11
Gambaran gangguan jiwa Skizofrenia beraneka ragam dari mulai
gangguan pada alam pikir, perasaan dan perilaku yang mencolok sampai
pada yang tersamar. Gambaran yang mencolok misalnya penderita
bicaranya kacau dengan isi pikiran yang tidak dapat diikuti dan tidak
rasional; perasaannya tidak menentu sebentar marah dan mengamuk
(agresif), sebentar tertawa gembira atau sebaliknya sedih; perilakunya
sering aneh misalnya lari-lari tanpa busana dan lain sebagainya. Gejala
10
Sutardjo A. Wiramihardja, Pengantar Psikologi Abnormal (Bandung: Refika Aditama,
2005), h. 134. 11
Kartini Kartono, Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual (Bandung: Mandar
Maju. 2009), h. 167.
23
mencolok tersebut diatas mudah dikenali dan mengganggu keluarga dan
masyarakat. Sedangkan gejala yang tersamar dan tidak menggangu
keluarga ataupun masyarakat, misalnya menarik (mengurung) diri dalam
kamar, tidak mau bicara, bicara dan tertawa sendiri dan sebagainya.12
Gangguan jiwa Skizofrenia biasanya mulai muncul dalam masa
remaja atau dewasa muda (sebelum usia 45 tahun). Seorang dikatakan
menderita Skizofrenia (diagnosis skizofrenia) apabila perjalanan
penyakitnya sudah berlangsung lewat 6 bulan. Sebelumnya didahului oleh
gejala-gejala awal disebut sebagai fase prodromal yang ditandai dengan
mulai munculnya gejala-gejala yang tidak lazim misalnya pikiran tidak
rasional, perasaan yang tidak wajar, perilaku yang aneh, penarikan diri dan
sebagainya. Gejala-gejala prodromal ini sering kali tersamar dan tidak
disadari oleh anggota keluarga lainnya, dan baru 6 bulan kemudian
gangguan jiwa Skizofrenia ini mucul secara klinis nyata, yaitu kekacauan
dalam alam pikir, alam perasaan dan perilaku.
2. Gejala-gejala Skizofrenia
Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang penderitanya tidak mampu
menilai realitas (Reality Testing Ability/RTA) dengan baik dan
pemahaman diri (self insight) buruk. Gejala-gejala Skizofrenia dapat
dibagi dalam 2 kelompok yaitu Gejala Positif dan Gejala Negatif.
a. Gejala Positif Skizofrenia
Gejala-gejala positif yang diperlihatkan pada penderita
Skizofrenia adalah sebagai berikut:
12
Dadang Hawari, Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Skizofrenia(Jakarta: Balai
Penerbit FKUI, 2001), h. 41.
24
Sebelum seseorang sakit, pada umumnya penderita sudah
mempunyai ciri-ciri kepribadian tertentu. Kepribadian penderita
sebelum sakit disebut sebagai Kepribadian Pramorbid seringkali
digambarkan sebagai orang yang mudah curiga, pendiam, sukar
bergaul, lebih senang menarik diri dan menyendiri serta ekstrentik
(aneh). Pada mereka sering dijumpai kepribadian (personality traits):
Kepribadian Paranoid, Skizoid, Skizotipal atau Ambang (borderline).
Ciri atau tipe kepribadian tersebut dapat menjadi Gangguan
Kepribadian (Personality Disorder) apabila seseorang tidak fleksibel
dan sulit umtuk menyesuaikan diri dengan lingkungan hidupnya
sehingga mengakibatkan hendaya (kendala/hambatan) di dalam fungsi
kehidupannya sehari-hari dirumah, disekolah/ kampus, ditempat kerja
dan lingkungan pergaulan sosialnya; kesemuanya itu merupakan
penderitaan subyektif bagi dirinya.
Gejala-gejala positif Skizofrenia sebagaimana yang diuraikan
dimuka amat mengganggu lingkungan (keluarga) dan merupakan
salah satu motivasi keluarga untuk membawa penderita berobat.13
b. Gejala Negatif Skizofrenia
Gejala-gejala negative yang diperlihatkan pada penderita
Skizofrenia adalah sebagai berikut:
1) Alam perasaan (affect) “tumpul” dan “mendatar”. Gambaran alam
perasaan ini dapat terlihat dari wajahnya yang tidak menunjukkan
ekspresi.
13
Dadang Hawari, Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Skizofrenia (Jakarta: Balai
Penerbit FKUI, 2001), h. 43.
25
2) Menarik diri atau mengasingkan diri (with drawn) tidak mau
bergaul atau kontak dengan orang lain, suka melamun (day
dreaming).
3) Kontak emosional amat “miskin”, sukar diajak bicara, pendiam.
4) Pasif dan apatis, menarik diri dari pergaulan sosial.
5) Sulit dalam berpikir abstrak
6) Pola pikir streotip.14
3. Ciri-ciri klinis utama skizofrenia
a. Dua atau lebih dari hal-hal berikut harus muncul dalam porsi yang
signifikan selama munculnya penyakit dalam waktu 1 bulan:
1) Waham/ delusi
2) Halusinasi
3) Pembicaraan yang sulit difahami (inkoheren) atau ditandai
oleh asosiasi longgar
4) Perilaku tidak terorganisasi atau katatonik
5) Ciri-ciri negatif (misalnya afek datar)
b. Fungsi pada bidang-bidang seperti hubungan sosial, pekerjaan,
atau perawatan diri selama perjalanan penyakit secara nyata
berada dibawah tingkatan yang dapat dicapai sebelum munculnya
gangguan. Apabila gangguan muncul pada masa kanak-kanak
atau remaja, terdapat suatu kegagalan untuk mencapai tingkat
perkembangan sosial yang diharapkan.
14
Dadang Hawari, Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Skizofrenia (Jakarta: Balai
Penerbit FKUI, 2001), h. 45.
26
c. Tanda-tanda gangguan terjadi secara terus-menrus selama masa
setidaknya 6 bulan. Masa 6 bulan ini harus mencakup fase aktif
yang berlangsung setidaknya satu bulan dimana terjadi simtom
psikotik (terdaftar pada no.1 ), yang merupakan karakteristik
skizofrenia.
d. Gangguan tidak dapat diatribusikan sebagai dampak zat-zat
tertentu (misalnya, penyalahgunaan zat atau pengobatan yang
diresepkan) atau pada kondisi medis umum.15
4. Subtipe Skizofrenia
Keyakinan bahwa terdapat perbedaan bentuk atau jenis-jenis
skizofrenia berawal dari Kraeplin yang mendata tiga tipe skizofrenia:
Paranoid, katatonik, dan hebefrenik (sekarang disebut tipe tidak
terorganisir). DSM-IV mencatat tiga tipe khusus dari skizofrenia:
disorganisasi, katatonik, dan paranoid.
a. Tipe Tidak Terorganisasi
Skizofrenia tipe tidak terorganisasi (disorganized type)
dihubungkan dengan ciri-ciri seperti perilaku yang kacau,
pembicaraan yang tidak koheren, halusinasi yang jelas dan sering,
afek yang datar atau tidak sesuai, dan waham yang tidak terorganisasi
yang sering melibatkan tema-tema seksual atau religius. Hendaya
sosial sering ditemui pada orang dengan skizofrenia tidak
terorganisasi. Mereka juga menunjukkan kedunguan dan mood yang
gamang, cekikikan dan berbicara yang tidak-tidak. Mereka sering
15
Jeffrey S. Nevid, dkk., Psikologi Abnormal (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2003), edisi
ke-5, jilid2, Alih Bahasa: Tim Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, h. 105.
27
mengabaikan penampilan dan kebersihan mereka dan kehilangan
control terhadap kandung kemih dan saluran pembuangan makanan.16
b. Tipe katatonik
Tipe katatonik (catatonic type) adalah salah satu jenis skizofrenia
yang ditandai dengan hendaya yang jelas dalam perilaku motorik dan
perlambatan aktivitas yang berkembang menjadi stupor namun
mungkin berubah secara tiba-tiba menjadi fase agitasi. Orang-orang
dengan skizofrenia katatonik mungkin dapat menunjukkan bentuk
perangai atau seringai yang tidak biasa, atau mempertahankan postur
yang aneh, tampak kuat selama berjam-jam meskipun tungkai mereka
menjadi kaku atau bengkak. Ciri yang mengejutkan namun kurang
umum adalah waxy flexibility, yang menampilkan posisi tubuh yang
tetap, sebagaimana posisi yang yang telah dipaparkan oleh orang lain
terhadap mereka. Mereka tidak akan merespons pertanyaan atau
komentar selama masa tersebut, yang dapat berlangsung selama
berjam-jam. Bagaimanapun sesudahnya mereka mungkin mengatakan
mendengar apa yang dikatakan oleh orang lain selama masa itu.17
c. Tipe Paranoid
Skizofrenia Tipe Paranoid (paranoid type) bercirikan focus
terhadap satu atau lebih waham atau adanya halusinasi auditoris yang
sering (APA,2000). Perilaku dan pembicaraan dari seseorang yang
mengalami skizofrenia paranoid tidak menunjukkan disorganisasi
yang jelas sebagaimana ciri dari tipe tidak terorganisai, tidak juga
16
Jeffrey S. Nevid, dkk., Psikologi Abnormal (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2003), edisi
ke-5, jilid2, Alih Bahasa: Tim Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, h. 117. 17
Ibid., h. 118.
28
dengan jelas menunjukkan afek datar atau yang tidak sesuai, atau
perilaku katatonik. Waham mereka sering kali mencakup tema-tema
kebesaran, persekusi, atau kecemburuan. Mereka meyakini,
contohnya, bahwa pasangan atau kekasih mereka tidak setia, tanpa
peduli akan tiadanya bukti. Mereka juga sangat gelisah, bingung atau
ketakutan.18
Tingkah laku abnormal dan menyimpang dari pola umum itu
selalu bersumber pada pola yang keliru dari proses belajar yang
direfleksikan dengan ketidakmampuan memenuhi tuntutan hidup
menurut pola umum (pola yang wajar). Disebabkan oleh kebiasaan-
kebiasaan yang keliru, kemanjaan dan salah didik/asuh sejak usia
sangat muda, si pasien tidak pernah mampu melakukan relasi sosial
yang efektif dengan orang lain. Maka, sebagai akibat dari salah satu
ulah dalam proses belajar itu, terbenturlah ia pada banyak kesulitan,
lalu tenggelam dalam dunia fantasi, atau melarikan diri dalam alam
imajiner. Lama-kelamaan ia mengambangkan pola respons yang salah
dan menjadi neuritis atau mengalami kekalutan mental hebat.
5. Bentuk-bentuk Terapi bagi Penderita Skizofrenia
Menurut Dadang Hawari (2001), ada beberapa pendekatan terapi bagi
penderita gangguan jiwa skizofrenia. Terapi yang dimaksud meliputi terapi
18
Jeffrey S. Nevid, dkk., PSIKOLOGI ABNORMAL (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2003),
edisi ke-5, jilid2, Alih Bahasa: Tim Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, h. 119.
29
dengan obat-obatan anti skizofrenia (psikofarmaka), psikoterapi, terapi
psikososial dan terapi psikoreligius.19
1. Psikofarmaka
Gangguan jiwa skizofrenia cenderung berlanjut menahun dan kronis,
oleh karenanya terapi obat psikofarmaka diberikan dalam jangka waktu
relative lama, berbulan bahkan bertahun, seolah-olah obat psikofarmaka
yang diberikannya itu dapat diumpamakan sebagai “vitamin” atau “makan
tambahan” rutin sehari-hari bagi penderita skizofrenia. Atau dengan kata
lain dengan terapi psikofarmaka ini sesungguhnya gangguan jiwa
skizofrenia itu dapat diobati dan disembuhkan dalam arti manageable dan
controllable. Sebagai catatan dapat dikemukakan bahwa terapi
psikofarmaka tidak berarti penderita harus meminum obat seumur hidup,
sebab kadang kala perjalanan gangguan jiwa skizofrenia ini sewaktu-
waktu dapat mengalami remisi (sembuh dengan sendirinya tanpa gejala)
karena pada hakekatnya penyakit ini merupakan self limiting process.
2. Psikoterapi
Psikoterapi ini banyak macam ragamnya tergantung dari kebutuhan
dan latar belakang penderita sebelumnya (Pramorbid), sebagai contoh
misalnya:
a. Psikoterapi Suportif
Jenis terapi ini dimaksudkan untuk memberikan dorongan,
semangat dan motivasi agar penderita tidak merasa putus asa dan
19
Dadang Hawari, PENDEKATAN HOLISTIK PADA GANGGUAN JIWA SKIZOFRENIA
(Jakarta: Balai penerbit FKUI, 2001), h. 97.
30
semangat juangnya dalam menghadapi hidup ini tidak kendur dan
menurun.
b. Psikoterapi Re-edukatif
Jenis terapi ini untuk memberikan pendidikan ulang yang
dimaksudnya memperbaiki kesalahan pendidikan di waktu lalu dan
juga dengan pendidikan ini dimaksudkan mengubah pola
pendidikan lama dengan yang baru sehingga penderita lebih adaptif
terhadap dunia luar.
c. Psikoterapi Re-konstruktif
Jenis terapi ini dimaksudkan untuk memperbaiki kembali (re-
konstruksi) kepribadian yang telah mengalami keretakan menjadi
kepribadian utuh seperti semula sebelum sakit.
d. Psikoterapi Kognitif
Jenis terapi ini untuk memulihkan kembali fungsi kognitif (daya
pikir dan daya ingat) rasional sehingga penderita mampu
membedakan nilai-nilai moral etika, mana yang baik dan buruk,
mana yang boleh dan tidak, mana yang halal dan haram dan lain
sebagainya.
e. Psikoterapi Psiko-dinamik
Jenis terapi ini untuk menganalisa dan menguraikan proses
dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan seseorang jatuh sakit
dan upaya untuk mencari jalan keluarnya. Dengan psikoterapi ini
diharapkan penderita dapat memahami kelebihan dan kelemahan
31
dirinya dan mampu menggunakan mekanisme pertahanan diri
dengan baik.
f. Psikoterapi perilaku
Jenis terapi ini dimaksudkan untuk memulihkan gangguan perilaku
yang adaptif (menyesuaikan diri).
g. Psikoterapi Keluarga
Dengan psikoterapi ini diharapkan keluarga dapat memahami
mengenai gangguan skizofrenia dan dapat membantu mempercepat
proses penyembuhan penderita.
3. Terapi Psikososial
Dengan terapi psikososial dimaksudkan penderita agar mampu
kembali beradaptasi dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu
merawat diri, mampu mandiri tidak tergantung pada orang lain sehingga
tidak menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat. Penderita selama
menjalani terapi psikososial ini hendaknya masih tetap mengkonsumsi
obat psikofarmaka sebagaimana juga halnya menjalani psikoterapi.
Kepada penderita diupayakan tidak melamun, banyak kegiatan dan
kesibukan dan banyak bergaul (silaturrahmi/sosialisasi).20
4. Terapi Psikoreligius
Terapi keagamaan (psikoreligius) terhadap penderita skizofrenia
ternyata mempunyai manfaat. Dari penelitian yang dilakukan, secara
umum memang menunjukkan bahwa komitmen agama berhubungan
dengan manfaatnya di bidang klinik (religious commitment is associated
20
Dadang Hawari, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia (Jakarta:
Balai penerbit FKUI, 2001), h. 108.
32
with clinical benefit). Larson, dkk (1982) dalam penelitiannya
membandingkan keberhasilan terapi terhadap dua kelompok penderita
skizofrenia. Kelompok pertama mendapat terapi yang konversional
(psikofarmaka) dan lain-lainnya tetapi tidak mendapat terapi keagamaan.
Kelompok kedua mendapat terapi yang konvensional (psikofarmaka) dan
lain-lainnya serta mendapat terapi keagamaan. Kedua kelompok tersebut
di rawat Rumah Sakit Jiwa yang sama. Hasil perbandingannya ternyata
cukup bermakna yaitu:
a. Gejala-gejala klinis gangguan jiwa skizofrenia lebih cepat hilang
pada kelompok kedua (plus terapi keagamaan) dibandingkan
dengan kelompok pertama (minus terapi keagamaan).
b. Pada kelompok kedua lamanya perawatan (long stay
hospitalization) lebih pendek dari pada kelompok pertama.
c. Pada kelompok kedua hendaya (impairment) lebih cepat teratasi
dari pada kelompok pertama.
d. Pada kelompok kedua kemampuan adaptasi lebih cepat dari pada
kelompok pertama.
Terapi keagamaan yang dimaksudkan dalam penelitian diatas
adalah berupa kegiatan ritual keagamaan seperti sembahyang, berdoa,
memanjatkan pujian-pujian kepada Tuhan, ceramah keagamaan dan kajian
kitab suci dan lain sebagainya.21
21
Dadang Hawari, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia (Jakarta: Balai
penerbit FKUI, 2001), h. 110.
33
Sebagaimana telah diuraikan di muka bahwa pemahaman dan
penafsiran yang salah terhadap agama dapat mencetuskan terjadinya
gangguan jiwa skizofrenia, yang dapat diamati dengan gejala-gejala
waham (delusi) keagamaan atau jalan pikiran yang patologis dengan pola
sentral keagamaan. Dengan terapi psikoreligius ini gejala patologis dengan
pola sentral keagamaan tadi dapat diluruskan, dengan demikian keyakinan
atau keimanan penderita dapat dipulihkan kembali di jalan yang benar.22
C. Keagamaan
1. Pengertian Agama
Definisi agama menurut Harun Nasution berasal dari kata “ad-din”,
religi (relegere, religare) dan agama dalam bahasa arab berarti
menguasai, menundukkan, patah, balasan dan kebiasaan. Sedangkan
dari religi (latin) atau relegere berarti megumpulkan dan membaca,
kemudian religere berarti mengikat. Adapun agama terdiri dari dua suku
kata “a” berarti “tidak” dan “gam” berarti “pergi” artinya “tidak pergi”,
tetap ditempat, diwarisi turun menurun.23
Berdasarkan pengertian kata-kata tersebut, menurut Harun
Nasution ini inti dari agama adalah ikatan yang harus dipatuhi atau
harus dipegang manusia, yang merupakan kekuatan ghaib yang tidak
dapat ditangkap dengan panca indera. Namun mempunyai pengaruh
yang sangat besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari.24
22
Dadang Hawari, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia (Jakarta: Balai
penerbit FKUI, 2001), h. 111-112. 23
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya (Jakarta: Universitas
Indonesia Press, 1985), cet. Ke-5, h. 9. 24
Ibid., h.10.
34
Dapat disaksikan betapa besar perbedaan antara orang beriman
yang hidup menjalankan agamanya, dengan orang yang tidak beragama
atau acuh tak acuh kepada agamanya. Pada wajah orang yang hidup
beragama terlihat ketenraman batin, sikapnya selalu tenang. Mereka
tidak merasa gelisah atau cemas, kelakuan dan perbuatannya tidak ada
yang akan menyengsarakan atau menyusahkan orang. Lain halnya
dengan orang yang hidupnya terlepas dari ikatan agama.Mereka
biasanya mudah terganggu oleh kegoncangan suasana, perhatiannya
tertuju kepada diri dan golongannya, tingkah laku dan sopan santun
dalam hidup, biasanya diukur atau dikendalikan oleh kesenangan-
kesenangan lahiriyah.25
Firman Allah SWT :
ل مه انقسآن ما هى شفاء وزحمت نهمؤمىيه ول يزيد ووىز
اانميه إل خساز انظ
Artinya :Dan kami turunkan dari Al-Qur‟an sesuatu (yang dapat
menjadi) penyembuhan dan rahmat bagi orang-orang yang beriman
(percaya dan yakin), dan Al-Qur‟an itu tidak akan menambah kepada
orang yang berbuat aniaya melainkan kerugian” (QS. Al-Isra‟ : 82)
2. Agama dan Pengaruhnya terhadap Kesehatan Jiwa
Hubungan antara kejiwaan dan agama dalam kaitannya dengan
hubungan antara agama sebagai keyakinan dan kesehatan jiwa, terletak
pada sikap penyerahan diri seseorang terhadap suatu kekuasaan Yang
25
Zakiah Daradjat, Peranan Agama dalam Kesehatan Mental (Jakarta: Toko Gunung
Agung, 1996), h. 56.
35
Maha Tinggi. Sikap pasrah yang serupa itu diduga akan memberi sikap
optimis pada diri seseorang sehingga muncul perasaan positif seperti
rasa bahagia, rasa senang, puas, sukses, merasa dicintai atau rasa aman.
Sikap emosi yang demikian merupakan bagian dari kebutuhan asasi
manusia sebagai makhluk yang ber-Tuhan. Maka, dalam kondisi yang
demikian menjadi manusia pada kondisi kodratinya, sesuai dengan
fitrah kejadiannya, sehat jasmani, dan rohani.
Agaknya cukup logis kalau setiap ajaran agama mewajibkan
penganutnya untuk melaksanakan ajarannya secara rutin. Bentuk dan
pelaksanaan ibadah agama, paling tidak akan ikut berpengaruh dalam
menanamkan keluhuran budi yang pada puncaknya akan menimbulkan
rasa sukses sebagai pengabdi Tuhan yang setia. Tindak ibadah setidak-
tidaknya akan memberi rasa bahwa hidup menjadi lebih bermakna, dan
manusia sebagai makhluk yang memiliki kesatuan jasmani dan rohani
secara terpisah memerlukan perlakuan yang dapat memuaskan
keduanya.26
3. Bentuk Pembinaan Keagamaan
Lindenthal (1970) dan Star (1971) melakukan studi epidemiologik
yang hasilnya menunjukkan bahwa penduduk yang religius resiko
untuk mengalami stress jauh lebih kecil dari pada mereka yang tidak
religius dalam kehidupan sehari-harinya. Sebagaimana diketahui salah
26
Jalaluddin, Psikologi Agama: Memahami Perilaku dengan Mengaplikasikan Prinsip-
prinsip Psikologi (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), Ed. Revisi, Cet Ke-18, h. 147.
36
satu akibat stress adalah seseorang dapat jatuh dalam keadaan depresi
dan seringkali melakukan tindak bunuh diri. 27
House, Robbins dan Metzner (1984) melakukan studi terhadap
2.700 orang selama 8-10 tahun. Hasilnya menunjukkan bahwa mereka
yang rajin menjalankan ibadah, berdoa dan berdzikir, angka kematian
(mortality rates) jauh lebih rendah di bandingkan dengan mereka yang
tidak menjalankan ibadah, berdoa dan berdzikir.
Larson (1992) dalam penelitiannya sebagaimana termuat dalam
“Religious Commitment and Health” (APA, 1992) menyatakan antara
lain bahwa komitmen agama amat penting dalam pencegahan agar
seseorang tidak mudah jatuh sakit, meningkatkan kemampuan
seseorang dalam mengatasi penderitaan bila ia sedang sakit serta
mempercepat penyembuhan selain terapi medis yang diberikan.28
Menurut Syaikh Sulaiman Ahmad Al-Faifi (2013), beberapa
pendekatan melalui keagamaan sebagai berikut:
1. Ibadah Shalat
Shalat ialah ibadah yang mencakup ucapan-ucapan dan perbuatan
khusus, diawali dengan takbiratul ihram (ucapan Allahu Akbar) dan
27
Dadang Hawari, Manajemen Stres, Cemas dan Depresi (Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2006), Edisi Ke-2 ,Cet Ke-1, h. 139-140.
28 Ibid., Edisi Ke-2 ,Cet Ke-1, h. 143-144.
37
ditutup dengan salam. Didalam islam, shalat memiliki kedudukan yang
tidak bisa disamai oleh ibadah lain.29
Firman Allah SWT:
عه انفحشاء لة حىه لة إن انص احم ما أوحي إنيك مه انكخاب وأقم انص
أكبس ىن وانمىكس ونركس للا هم ما حصى ي وللا
Artinya : “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al
Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu
mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan
sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar
(keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui
apa yang kamu kerjakan”. ( Al-Ankabut:45).30
a. Hukum orang yang meninggalkan shalat
Hukum meninggalkan shalat lima waktu, karena ingkar adalah kafir
atau murtad dari agama islam, berdasarkan kesepakatan umat islam.
Barang siapa meninggalkan shalat dengan tetap mengimani dan
meyakini kewajibannya, atau ia meninggalkan shalat karena malas, atau
karena disibukkan oleh urusan lain; maka menurut Syariat Islam alasan-
alasan itu bukan termasuk perkara yang diberi toleransi.
29
Syaikh Sulaiman Ahmad Al-Faifi, Ringkasan Fikih Sunnah Sayyid Sabiq, Penerjemah:
Tirmidzi, Lc. Futuhal Arifin, Lc. Farhan Kurniawan (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2013), h.58. 30
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya: AL-JUMANATUL ALI
(Bandung: CV Penerbit J-ART, 2009), h. 401.
38
Diantara hadits riwayat Mualim dan lainnya dari Jabir, dia berkata:
“Rasulullah SAW Bersabda, “Batas pembeda antara seorang muslim
dengan kekafiran adalah meninggalkan shalat”
b. Syarat Shalat
Syarat Shalat adalah sesuatu yang mendahului shalat yang wajib
dilakukan oleh setiap orang yang shalat. Jika dia meninggalkan salah
satu dari syarat-syarat itu, maka shalatnya menjadi batal. Syarat-syarat
shalat sebagai berikut:31
1) Mengetahui waktu shalat sudah masuk
2) Suci dari hadats kecil dan besar
3) Menutup aurat
4) Batasan aurat laki-laki
5) Batasan aurat wanita
6) Menghadap kiblat
c. Sikap dalam shalat
Ada beberapa hadits dari Rasulullah SAW yang menjelaskan sifat
shalat yang benar. Antara lain, dari Abu Hurairah, dia berkata:
“Seorang laki-laki masuk ke masjid, lalu dia shalat. Kemudian
datanglah dia kepada Nabi SAW dan menyampaikan salam. Beliau
manjawab salamnya dan berkata, „Kembalilah dan shalatlah,
karena kamu belum shalat!‟ Maka dia kembali dan melakukan hal
itu (shalat lagi) sampai tiga kali. Kemudian dia berkata setelah itu:
31
Syaikh Sulaiman Ahmad Al-Faifi, Ringkasan Fikih Sunnah Sayyid Sabiq, Penerjemah:
Tirmidzi, Lc. Futuhal Arifin, Lc. Farhan Kurniawan (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2013), h. 74.
39
„Demi Dzat yang mengutusmu dengan benar, aku tidak bisa shalat
selain ini, maka ajarkan kepadaku!‟ Beliau Rasulullah SAW
bersabda, „Jika engkau berdiri untuk shalat maka takbirlah,
kemudian bacalah apa yang mudah dari Al-Qur‟an, kemudian
rukuklah sehingga kamu tuma‟ninah (tenang) dalam kedaan rukuk,
kemudian bangkitlah dari rukuk sehingga kamu I‟tidal dalam
keadaan berdiri, kemudian sujudlah sehingga kamu tuma‟ninah
dalam keadaan sujud, kemudian duduklah sehingga kamu
tuma‟ninah dalam keadaan duduk, kemudian sujudlah sehingga
kamu tuma‟ninah dalam keadaan sujud. Kemudian lakukanlah itu
dalam shalatmu semuanya” (HR. Ahmad, Al-Bukhari, dan
Muslim). Hadits ini disebut hadits “Al-Musi‟u fi Shalatihi” (bab
orang yang shalatnya jelek).32
2. Berdzikir
Dzikir adalah sesuatu yang diucapkan oleh lisan dan hati berupa
tasbih kepada Allah, penyucian, pujian, dan sanjungan kepada-Nya, dan
juga menyifati-Nya dengan sifat-sifat yang sempurna, Agung, dan
Indah. Allah SWT telah memerintahkan untuk memperbanyak
berdzikir, sebagaimana tersebut dalam firman-Nya:
ذكسا كثيسا ) ( وسبحىي بكسة ١٤يا أيها انريه آمىىا اذكسوا للا
(١٤وأصيل )
32
Syaikh Sulaiman Ahmad Al-Faifi, Ringkasan Fikih Sunnah Sayyid Sabiq, Penerjemah:
Tirmidzi, Lc. Futuhal Arifin, Lc. Farhan Kurniawan (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2013), h.78.
40
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, Ingatlah kepada Allah
dengan menyebut (nama-Nya) sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah
kepada-Nya pada waktu pagi dan petang. (QS. Al-Ahzab: 41-42)
a. Makna dzikir sebanyak-banyaknya
Firman Allah SWT berfirman:
Allah SWT telah memerintahkan untuk berdzikir dengan dzikir
yang sebanyak-banyaknya, dan menyebut sebagai manusia berakal bagi
siapa yang senantiasa memperhatikan ayat-ayat Allah:
جىىبهم ويخفكسون ما وقىدا وعه قي ث ٱنريه يركسون ٱلل ى م ف خهق ٱنس
ىك فقىا عراب ٱنىاز ﴿ طل سبح را ب ﴾٤٩٤وٱلزض زبىا ما خهقج ه
Artinya : “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil
berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan
tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami,
tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau,
maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (Q.S. Ali Imran:191)
Mujahid berkata: “Tidaklah dianggap sebagai golongan laki-laki
dan perempuan yang banyak berdzikir kapada Allah, sehingga ia
berdzikir kepada Allah dalam keadaan berdiri, duduk, dan berbaring”
Said bin Jubair berkata, “Setiap orang beramal karena Allah dengan
melakukan ketaatan kepada Allah, maka ia adalah orang yang berdzikir
kepada Allah.”
41
b. Adab dalam berdzikir
Allah SWT telah memberikan petunjuk tentang apa yang
sepatutnya dilakukan oleh seseorang ketika berdzikir. Allah SWT
berfirman:
ه عاوخيفت ودون انجهس مه انقىل بانغدو واآلصال ول حكىم بك في وفسك حضس انغافهيه واذكس ز
Artinya: “Dan sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu dengan
merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan
suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-
orang yang lalai.”(QS. Al-A‟raf: 205)
Ayat ini mengisyaratkan bahwa dzikir itu sunnah dilakukan dengan
suara pelan (lirih) atau tidak mengeraskan suara; seperti diisyaratkan
dalam keadaan harap dan takut, demikian yang mesti dilakukan oleh
seseorang ketika sedang berdzikir. Diantara adab berdzikir adalah;
orang yang berdzikir dalam keadaan bersih pakaian, suci badan dan
wangi aromanya, karena hal itu dapat menambah giat dan semangat
bagi jiwa dalam melakukan amal dzikir. Dan hendaknya dzikir itu
dilakukan sebisa mungkin dengan menghadap kea rah kiblat, karena
sebaik-baik majelis adalah yang menghadap ke arah kiblat.33
33
Syaikh Sulaiman Ahmad Al-Faifi, Ringkasan Fikih Sunnah Sayyid Sabiq, Penerjemah:
Tirmidzi, Lc. Futuhal Arifin, Lc. Farhan Kurniawan (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2013), h. 318-
319.
42
3. Pembelajaran membaca dan menulis Al-Qur’an
Didalam istilah ulama, Al-Qur‟an adalah wahyu yang diturunkan
kepada Muhammad dalam bahasa Arab yang kita membacanya sebagai
ibadah, yang sampai kepada kita dengan jalan mutawatir, serta
ditantang untuk menciptakan ayat tandingan yang sangat pendek
sekalipun.34
Firman Allah SWT:
ل مه انقسآن ما هى شفاء وزحمت نهمؤمىيه ول يزيد انظانميه إل ووىز
اخساز
Artinya: “Dan kami turunkan dari Al-Qur‟an itu, apa yang menjadi
obat dan rahmat bagi segala mereka yang beriman.” (QS. Al-isra‟: 82)35
Mendengar dan memperhatikan (menyimak) bacaan Al-Qur‟an,
ketika dibaca orang, adalah wajib. Termasuk juga mendengar dan
memperhatikan bacaan Al-Qur‟an dari media elektronik (radio atau
televisi).
Guna menggerakkan hati kita untuk mengerjakan amalan tilawah
(membaca Al-Qur‟an), serta memantapkan pikiran dan keinginan kita
kepadanya, maka kita akan uraikan faredah membaca (tilawah) Al-
Qur‟an:
a. Ditempatkan didalam shaf (barisan) orang-orang yang utama
34
Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Pedoman Dzikir dan Doa (Semarang, PT. Pustaka
Rizki Putra, 2010), h. 98. 35
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya: AL-JUMANATUL ALI
(Bandung: CV Penerbit J-ART, 2009), h. 290.
43
b. Memperoleh beberapa kebaikan dari tiap-tiap huruf yang
dibacanya dan bertambah derajatnya disisi Tuhan sebanyak
kebajikan yang diperolehnya itu.
c. Dinaungi dengan payung rahmat, dikelilingi oleh para
malaikat dan diturunkan Allah SWT. Kepadanya ketenangan
dan kewaspadaan.
d. Dicermelangkan hatinya oleh Allah dan dipelihara dari
kegelapan.
e. Diharumkan baunya, disegani dan dicintai oleh orang-orang
shaleh. Apabila pen-tilawah itu memperbagus bacaan dan
hafalannya, maka ia dapat mencapai derajat malaikat.36
D. Psikososial
1. Pengertian
Psikososial berasal dari kata Psikologi dan Sosial. Menurut asal
katanya, psikologi berasal dari kata-kata Yunani psyche yang berarti
jiwa, dan logos yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah psikologi berarti
ilmu jiwa.
a. Menurut Clifford T.Morgan: “Psikologi adalah ilmu yang
mempelajari tingkah laku manusia dan hewan.”
b. Menurut Edwin G. Boring dan Herbert S. Langfeld:
“Psikologi adalah studi tentang hakikat manusia.”
36
Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Pedoman Dzikir dan Doa (Semarang, PT. Pustaka
Rizki Putra, 2010), h. 100-101.
44
c. Garden Murphy: “Psikologi adalah ilmu yang mempelajari
respons yang diberikan oleh makhluk hidup terhadap
lingkungannya.”37
Selanjutnya istilah sosial (social) mempunyai arti yang berbeda
dengan istilah Sosialisme atau istilah sosial pada Departemen
Sosial.Apabila istilah “sosial” pada ilmu-ilmu sosial menunjuk pada
objeknya, yaitu masyarakat, sosialisme merupakan suatu ideology
yang berpokok pada prinsip pemilikan umum (atas alat-alat produksi
dan jasa-jasa dalam bidang ekonomi). Sementara itu, istilah sosial
pada Depertemen Sosial menunjukkan pada kegiatan-kegiatan
dilapangan sosial. Artinya kegiatan-kegiatan yang ditujukan untuk
mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi oleh masyarakat dalam
bidang kesejahteraan, seperti misalnya tuna karya, tuna susial, orang
jompo, yatim piatu dan lain sebagainya, yang ruang lingkupnya adalah
pekerjaan ataupun kesejahtaeraan sosial.38
Psikologi Sosial merupakan perkembangan ilmu pengetahuan
yang baru, dan merupakan cabang dari ilmu pengetahuan psikologi
pada umumnya. Ilmu tersebut menguraikan tentang kegiatan-kegiatan
manusia dalam hubungannya dengan situasi-situasi sosial, seperti
situasi kelompok, situasi massa dan sebagainya; termasuk didalamnya
interaksi antar orang dan hasil kebudayaannya.39
37
Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar umum psikologi (Jakarta: Bulan Bintang, 2003),
h. 3. 38
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h. 13. 39
Abu Hamadi, Psikologi Sosial (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 1.
45
Psikologi sosial adalah disiplin ilmu tentang cara orang-orang
berpikir, memengaruhi, dan berhubungan satu sama lain. Tema-tema
sentralnya meliputi sebagai berikut :
1) Bagaimana kita mengontruksi realitas sosial kita.
2) Bagaimana intuisi sosial kita memandu kita dan kadang
menjatuhkan kita.
3) Bagaimana perilaku sosial kita dipertajam oleh orang lain, oleh
sikap dan kepribadian kita, dan oleh faktor biologi kita.
4) Bagaimana prinsip-prinsip psiokologi sosial diterapkan ke
dalam berbagai kajian.40
2. Objek Psikologi sosial
Berbicara tentang objek psikologi sosial, tidaklah terlepas dari
objek psikologi pada umumnya, sebab sebagaimana telah diterangkan
dimuka psikologi sosial adalah salah satu cabang dari psikologi pada
umumnya.
Kita mengetahui bahwa objek psikologi adalah manusia dan
kegiatan-kegiatannya, sedang objek psikologi sosial adalah kegiatan-
kegiatan sosial atau gejala-gejala sosial. Manusia adalah makhluk
yang tertinggi ciptaan Tuhan, dan hanya manusialah yang mempunyai
ratio kecerdasan dan kemauan.41
Baik psikologi maupun ilmu-ilmu sosial lainnya berpendapat
bahwa manusia itu dapat dipandang sebagai:
40
David G. Myers, Psikologi Sosial (Jakarta: Salemba Humanika, 2014), Penerjemah:
Aliya Tusyani, dkk, h. 11. 41
Ibid, h. 17.
46
a) Makhluk individu
b) Makhluk sosial
c) Makhluk berketuhanan
Manusia tidak mungkin dapat hidup dengan baik tanpa
mengadakan hubungan dengan manusia lain, baik hubungan maupun
pergaulan dengan orang tuanya, kawan-kawan sebaya atau kelompok-
kelompok sosial yang lain. Bahkan S. Freud menegaskan bahwa
pribadi manusia yang sering disebut ego tidak mungkin terbentuk dan
berkembang tanpa pergaulan dengan manusia lain dan dengan
demikian tidak dapat berkembang sebagai manusia dalam arti
selengkap-lengkapnya.42
3. Problem Psikososial
Salah satu faktor yang menyebabkan seseorang mengalami
gangguan jiwa adalah adanya stresor psikososial. Stresor psikososial
adalah setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan perubahan
dalam kehidupan seorang (anak, remaja atau dewasa) sehingga orang
itu terpaksa mengadakan adaptasi (penyesuaian diri) untuk
menangulangi stressor (tekanan) yang timbul. Namun, tidak semua
orang mampu mengadakan adaptasi dan mampu menanggulanginya,
sehingga timbullah keluhan-keluhan di bidang kejiwaan berupa
gangguan jiwa dari ringan hingga yang berat.43
42
Abu Hamadi, Psikologi Sosial (Jakarta: Rineka Cipta, 2007). h. 18. 43
Dadang Hawari, Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa: SKIZOFRENIA (Jakarta:
Balai Penerbit FKUI, 2001), h. 30.
47
4. Bentuk Pembinaan Psikososial
Individu membentuk tingkah laku sosial dengan individu lain
secara tidak langsung. Pembentukan tingkah laku sosial tersebut,
disebut tidak langsung karena dalam belajar sosial individu terbentuk
kepribadiannya terlebih dahulu dan terbentuknya kepribadian individu
dapat disimpulkan dari tingkah laku sosial individu bersama individu
lain dalam kehidupan sehari-hari.
Di samping itu, individu tersebut juga melakukan pembinaan
terhadap tingkah laku sosialnya sehingga tingkah laku sosial yang
makin lama makin matang dan meningkat, akan selalu tertanam dalam
dirinya dan setiap saat dapat digunakan sesuai dengan situasi sosial
yang dihadapinya.44
Menurut Kamanto Sunarto (2004), ada beberapa bentuk-bentuk
pendekatan psikososial diantaranya:
a. Sosialisasi
Perter Berger (1978) mencatat adanya perbedaan penting antara
manusia dengan makhluk lain. Berger mendefinisikan sosialisasi
sebagai “a process by which a child learns to be a participant member
of society” yaitu proses melalui mana seorang anak belajar menjadi
seorang anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat (Berger, 1978:
116). Definisi ini disajikannya dalam suatu pokok bahasan berjudul
44
Slamet Santoso, Teori-Teori Psikologi Sosial (Bandung: PT. Refika Aditama, 2010), h.
140.
48
society in man; dari sini tergambar pandangannya bahwa melalui
sosialisasi mayarakat dimasukkan ke dalam manusia.45
Beberapa orang ahli sosiologi berpendapat bahwa yang diajarkan
melalui sosialisasi ialah peran-peran. Oleh sebab itu teori sosialisasi
sejumlah tokoh sosiologi merupakan teori mengenai peran.
Sosialiasi merupakan suatu proses yang berlangsung sepanjang
hidup manusia. Dalam kaitan inilah para ahli berbicara mengenai
bentuk-bentuk proses sosialisasi seperti sosialisasi setelah masa kanak-
kanak, pendidikan sepanjang hidup, atau pendidikan
berkesinambungan.
Berger dan Luckmann (1967) mendefinisikan sosialisasi primer
sebagai sosialisasi pertama yang jalani individu semasa kecil, melalui
mana ia menjadi anggota masyarakat, sedangkan sosialisasi sekunder
mereka mendefinisikan sebagai proses berikutnya yang
memperkenalkan individu yang telah disosialisasi ke dalam sector baru
dari dunia objektif masyarakatnya (Berger dan Luckmann, 1967: 130).46
b. Kelompok Sosial
Kelompok sosial merupakan suatu gejala yang sangat penting
dalam kehidupan manusia, karena sebagian besar kegiatan manusia
berlangsung di dalamnya. Mungkin anda tidak menyadarinya, namun
suatu kenyataan yang dihadapi ialah bahwa sejak lahir hingga kini anda
45
Kamanto Sunarto, Pengantar Sosisologi (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, 2004), h.21. 46
Kamanto Sunarto, Pengantar Sosisologi (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, 2004), h. 29.
49
telah menjadi anggota bermacam-macam kelompok. Disamping
menjadi anggota keluarga, sebagai seorang bayi yang lahir disuatu desa
atau kota anda menjadi salah satu umat agama, warga suatu suku
bangsa atau kelompok etnik, warga rukun tetangga, warga rukun
kampong desa, dan warga desa atau warga kota, warga Negara RI.
Kalau pada awal hidup pergaulan Anda cenderung terbatas pada
interaksi dengan anggota keluarga, maka dalam tahap berikut anda
mulai menjadi anggota kelompok lain, kelompok teman bermain (peer
group).
Dari hal itu tersebut jelaslah bahwa tanpa kita sadari sejak lahir
hingga ajal kita sebenarnya menjadi anggota berbagai jenis kelompok.
Oleh sebab itu tidaklah mengapa para tokoh sosiologi senantiasa
mempunyai perhatian besar terhadap gejala pengelompokan manusia.47
Robert K. Merton merupakan salah seorang ahli sosiologi yang
banyak menulis mengenai konep kelompok. Dalam salah satu
tulisannya Merton mendefinisikan konsep kelompok secara sosiologi
sebagai “a number of people who interact with one in accord with
established pattens” (1965: 285), sekelompok orang yang saling
berinteraksi sesuai dengan pola yang telah mapan.
Merton (1965: 285-286) menyebutkan tiga kriteria objektif bagi
suatu kelompok. Pertama, kelompok ditandai oleh sering terjadinya
interaksi. Kedua, pihak yang berinteraksi mendefinisikan diri mereka
47
Kamanto Sunarto, Pengantar Sosisologi (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, 2004), Edisi Ketiga, h. 125
50
sebagai anggota. Ketiga,pihak yang berinteraksi didefinisikan oleh
orang lain sebagai anggota kelompok.48
c. Komunikasi
Istilah komunikasi berpangkal pada perkataan latin Communis yang
artinya membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara
dua orang atau lebih. Komunikasi juga berasal dari akar kata dalam
bahasa latin Communico yang artinya membagi (Cherry dalam stuart,
1983).49
Dari pengertian komunikasi yang telah dikemukakan, maka jelas
bahwa komunikasi antarmanusia hanya bisa terjadi, jika ada seseorang
yang menyampaikan pesan kepada orang lain dengan tujuan tertentu,
artinya komunikasi hanya bisa terjadi kalau didukung oleh adanya
sumber, pesan, media, penerima, dan efek.
Jika kita melihat hakikat komunikasi sebagai suatu system, maka
gangguan komunikasi bisa terjadi pada semua elemen atau unsur-unsur
yang mendukungnya, termasuk faktor lingkungan di mana komunikasi
itu terjadi. Menurut Shannon dan Weaver (1949) gangguan komunikasi
terjadi jika terdapat intervensi yang menggangu salah satu elemen
komunikasi, sehingga proses komunikasi tidak dapat berlangsung
secara efektif. Sedangkan rintangan komunikasi dimaksudkan ialah
adanya hambatan yang membuat proses komunikasi tidak dapat
berlangsung sebagaimana harapan komunikator dan penerima.50
48
Ibid., Edisi Ketiga, h. 127. 49
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2006), h. 18 50
Ibid., h. 131.
51
Dalam kehidupan sehari-hari, individu menghadapi situasi sosial
bersama individu lain dan hal ini telah terbukti bahwa dalam situasi
sosial masing-masing individu mengadakan komunikasi dengan
individu lain.51
1) Strategi komunikasi
a) Berpikir secara deduktif yakni berpikir yang bersifat umum
terhadap sasaran
b) Berpikir memecahkan masalah yakni berpikir dalam mengatur
masalah yang timbul dalam proses komunikasi.
c) Berpikir konseptif yakni berpikir yang dapat menggambarkan
situasi dan langkah-langkah yang diambil sehingga proses
komunikasi terhindar dari hambatan.
d) Berpikir kreatif artinya berpikir yang dapat menemukan hal-hal
yang bermanfaat bagi proses komunikasi.
2) Distorsi komunikasi
Distorsi ialah sebuah kegagalan dalam berkomunikasi
1) Distorsi dari komunikator
a) Tidak menunjukkan kepribadian yang baik
b) Komunikator kirang persiapan
c) Komunikator kurang dapat berpikir secara baik
51 Slamet Santoso, Teori-Teori Psikologi Sosial (Bandung: PT. Refika Aditama, 2010), h.
151.
52
2) Distorsi dari pesan
a) Pesan kurang dipersiapkan
b) Pesan kurang sistematis disampaikan
c) Pesan kurang dapat membangkitkan komunikan
3) Distorsi dari komunikan
a) Komunikan tidak siap
b) Komunikan tidak tertarik komunikasi52
52
Slamet Santoso, Teori-Teori Psikologi Sosial (Bandung: PT. Refika Aditama, 2010), h.
154.
53
BAB III
PROFIL MADANI MENTAL HEALTH CARE
JAKARTA TIMUR
A. Sejarah Yayasan Madani Mental Health Care
Madani Mental Health Care adalah sebuah lembaga yang fokus
terhadap penaggulangan permasalahan yang ditimbulakan akibat
penyalahgunaan NAPZA dan sebagai tempat pemulihan bagi para
penderita skizofrenia. MMHC berafiliasi dgn Prof. Dadang Hawari,
psikiater. dengan menggunakan metode Bio-Psiko-Sosio-Spiritual.
Berdirinya Madani didirikan di tahun 1999 dari kepedulian para
aktivis muda untuk membina para pecandu NAPZA yang enggan untuk
kembali kerumah karena merasa belum kuat menghadapi realita yang ada.
Dari kepedulian untuk menyediakan sebuah tempat rehabilitasi yang lebih
manusiawi bagi para pecandu maka di buatlah sebuah rumah kesadaran.
Satu September 2003 di rumah sakit Thamrin jam 13:00 di proklamirkan
berdirinya Madani Home Care Metode Prof. Dr. dr. H. Dadang Hawari,
Psikiater. Tepat pada tanggal 11 November 2007 Yayasan Madani disahkan
oleh Negara melalui Departemen Hukum dan HAM sebagai berikut:
Nama : Yayasan Pusat Rehabilitasi Madani Mental
Health Care Metode Prof. Dr. Dr. H. Dadang
Hawari.
54
Legalitas : Kementerian Hukum & HAM RI No: C-
4011.HT.01.02.TH.2007
Alamat : Jalan Pancawarga III Rt.003/04 No.34 Cipinang
Selatan, Jakarta Timur 13410
Telepon/Fax : (021) 8578228/ 0816-1342-931
Website : www.madanionline.org
E-mail : [email protected]
Yayasan Pusat Rehabilitasi Madani Mental Health Care adalah
sebuah lembaga swadaya masyarakat yang memfokuskan diri pada
penanganan korban penyalahgunaan Narkoba dan Skizofrenia.
B. Visi & Misi Lembaga
1. Visi
Menyelamatkan dan mengembalikan masa depan bagi citra diri,
keluarga, masyarakat dan bangsa, untuk meningkatkan kualitas
kehidupan menjadi lebih baik
2. Misi
Adalah melaksanakan usaha pencegahan melalui penyuluhan,
bimbingan, pembinaan dan konsultasi mengenai bahaya yang
ditimbulkan dari penyalahgunaan NAPZA, maupun mengobati serta
meningkatkan kualitas hidup korban NAPZA dan Penderita
SKIZOFRENIA sehingga dapat kembali ke masyarakat dan
lingkungannya secara baik dan benar
55
C. Sumber Daya Manusia dan Santri Madani
1. Sumber Daya Manusia Madani
Jumlah pegawai Madani Mental Health Care dijelaskan pada tabel 3.1
No Pengurus Jumlah
(Orang)
1 Pengurus kantor 10
2 Psikiater 1
3 Dokter 2
4 Psikolog 1
5 Konselor 12
6 Perawat 2
7 Instruktur 4
8 Staf pemeliharaan 2
9 Dapur 4
Jumlah 38
Sumber : Yayasan Rehabilitasi Madani Mental Health Care, November 2017
Dari tabel diatas dapat dijelaskan jumlah pegawai di madani mental health
care ada 38 orang, terdiri dari 10 pengurus kantor, 1 psikiater yaitu Prof. Dr. dr. H.
Dadang Hawari, 2 dokter, 1 psikolog, 12 konselor, 2 perawat, 4, instrukrur, 2 staf
pemeliharaan, dan 4 karyawan didapur.
56
2. Santri Madani
Jumlah Santri Madani Mental Health Care dijelaskan pada tabel 3.2
No Nama
Santri
(Inisial)
Diagnosa Bulan ke Rehabilitasi
yang ke
1 DF Narkoba 1 1
2 FA Narkoba 3 1
3 DD Narkoba 2 1
4 AP Narkoba 2 1
5 SF Narkoba 2 1
6 HL Narkoba 1 1
7 KU Narkoba 3 1
8 IQ Narkoba 2 1
9 AN Narkoba + 2 2
10 DN Skizofrenia 2 1
11 RS Skizofrenia 1 1
12 BR Skizofrenia 14 1
13 RY Skizofrenia 3 2
14 HR Skizofrenia 3 1
15 ED Skizofrenia 2 1
16 GL Skizofrenia 3 1
17 AL LGBT 1 1
18 FR LGBT 1 1
19 IM Game Online 1 1
Jumlah
Santri
20 santri
Sumber : Yayasan Rehabilitasi Madani Mental Health Care, Oktober 2017
Dari data diatas dapat dijelaskan jumlah santri di madani mental health care
ada 20 santri yaitu terdiri dari 9 santri penderita narkoba, 7 santri penderita
skizofrenia, 2 santri penderita LGBT dan 1 santri penderita pecandu Game online.
57
D. STRUKTURAL REHABILITASI MADANI MENTAL HEALTH CARE
Pembina : Agus Tri Darpito dan Suryanto
Pengawas : Prof. Dr. dr. H. Dadang Hawari, Psikiater
Prof. Dr. Suharyadi Sumhudi, SE. MA
Ketua Yayasan : Darmawan, S.Ag
Wakil Ketua Yayasan : Ginanjar Maulana, LC
Sekretaris : Taufik Permadi
Bendahara : Santi Rachmawati, SPd
Deputi Kesejahteraan Sosial : Samsuludin, MA.Si
Deputi Ekonomi Yayasan : Ahmad Jami Hw, S.Sos.I
Deputi Pendidikan Yayasan : Ade Cecep Hidayat, S.Pd.I
Deputi Dakwah Yayasan : Yanto Abdul Latif, S.Th.I
Deputi Bidang Kesehatan : Harid Isnaeni, S.Sos.I
Manajer Program Rehabilitasi : Yuki Andi Arpan, SSI
Dokter/Psikiater : Prof . Dr. dr. Dadang Hawari, Psikiater
Psikolog : Sri Nurliana, M.Psi
Terapi Spiritual : Fuad Salim, LC
Konselor Pendamping : Ahmad Jami Hw, S.Sos.I
58
Ginanjar Maulana, S.S.I
Samsuludin, MA.Si
Yanto Abdullatif, S.Th.I
Ade C. Hidayat, S.Pd.I
Indra Wira Setya, SST
Nurhasanudin, S.Sos.I
Yuki Andi Arpan, SSI
Harid Isnaeni, S.Sos.I
Ali Rambe, S.Sy
Ar Rizal, S.Sy
Prayudho Utomo, SH
Instruktur Terapi Lukis : Faisal, S.Pd
Instruktur Olahraga : Sabam Dindin
Instruktur Komputer : Sondi Hs, S.Kom
Instruktur Bhs. Inggris : Hendro, MM & Mr Ado
Website & Media Sosial : Muhammad Istihori, S.Sos.I
Staff Pemeliharaan : Iwan dan Asep Awaludin
59
E. Metode Penanganan BPSS
1. Sosial
Pembinaan sosial diberikan untuk mengembangkan sikap positif
terhadap kondisi lingkungan sosial santri. Program dibuat untuk
memulihkan kembali adaptasi secara wajar (normal) baik sat di rumah,
di sekolah/ di tempat kerja dan masyarakat serta meningkatkan kualitas
hidup menjadi lebih baik.
a. Program dibuat guna mengambalikan kembali kodrat manusia
sebagai makhluk sosial dengan dapat beradaptasi secara wajar
(normal) di rumah, sekolah, tempat kerja dan masyarakat serta
meningkatkan kualitas hidup menjadi lebih baik.
b. Program-program pembinaan yang bersifat terapi aktifitas
kelompok seperti: futsal, renang, outbond, dll.
2. Spiritual
Terapi Spiritual diberikan untuk menambah pemahaman agama.
Sehingga agama dapat dijadikan dasar dalam melangkah menuju masa
depan, terapi dilakukan agar santri/klien dapat mengetahui, menghayati
dan mengamalkan rukun iman dan rukun islam yang lebih baik.
Terapi spiritual yang diberikan antara lain: Psikoterapi agama
islam, teori & praktek ibadah, mengenal diri, mengenal Tuhan, hafalan
do‟a, baca tulis Al-qur‟an, dan Asmaul Husna, bagi Non muslim terapi
spiritual disesuaikam dengan keyakinannya masing-masing.
60
a. Umumnya penderita ketergantungan Miras & Nakoba maupun
penderita Skizofrenia lupa pada Tuhannya. Maka di Graha
Madani setiap program juga dimasukkan unsur agama.
b. Untuk yang beragama islam mereka diajarkan kembali untuk
mengetahui, menghayati dan mengamalkan rukun iman dan rukun
islam, Dzikir dan Doa serta dasar-dasar hukum tentang
pengharaman Miras dan Narkoba (Psikoterapi Agama).
c. Bagi non muslim, program spiritual dilakukan sesuai dengan
keyakinannya masing-masing.1
3. Biologik
Pembinaan biologik diberikan untuk memulihkan kembali fungsi
sistem sinyal penghantar syaraf sel-sel otak (Neurotransmitter) yang
terganggu akibat penyalahgunaan miras dan noarkoba maupun tekanan
mental.
Program terapi biologi yang diberikan antara lain:
stabilisasi/detoksifikasi, konsultasi kesehatan rutin oleh Prof Dr. dr. H.
Dadang Hawari, Psikiater, Pemberian obat (medicine) bukan sintesa
narkotik maupun turunan narkotik (non narkotik- non adiktif) .
a. Memakai obat-obatan (medicine) yang tidak menimbulkan
ketergantungan (non narkotik, non adiktif) dan bukan miras.
b. Obat yang digunakan adalah obat-obatan (medicine) anti psikotik,
anti depresan dan anti nyeri golongan NSID (non adiktif).
1Profil Yayasan Madani Mental Health Care
61
c. Tidak menggunakan obat-obatan sintesa narkotik seperti
methadhone, subutex, maupun turunan narkotik seperti tradosix,
tramal, tramadol, kodein.
4. Psikologi
Pembinaan Psikologi diberikan sebagai upaya bagi santri Graha
Madani untuk mengenal dirinya, mampu mengenali permasalahan
yang dihadapi dan mampu memecahkan masalah tersebut.
Program psikologi yang diberikan antara lain: konseling individu,
konseling keluarga, dan konseling kelompok, serta pengenalan diri,
terapi lukis/ekspresi, dan tes psikologi lainnya.
a. Konseling dilaksanakan baik bersifat pribadi (individual) maupun
konseling keluarga/pasangan suami istri serta konseling
kelompok.
b. Konseling bersifat re-edukatif, re-konstruktif, suportif, dan
psikodinamik, psikoterapi kognitif, dan psikoterapi keluarga.
c. Dilakukan berbagai test psikologi untuk mengatahui lebih dalam
sisi psikologi santri/klien.
62
F. SARANA & PRASARANA
Sarana dan prasarana di Madani Mental Health Care dijelaskan pada tabel 3.3
Sumber : Yayasan Rehabilitasi Madani Mental Health Care, Oktober 2017
Dari tabel diatas dapat dijelaskan sarana dan prasarana yang ada di madani
mental health care terdiri dari 1 kantor dengan ruang konsultasi, 6 kamar tidur
santri dengan ruangan ber AC dan 20 kapasitas tempat tidur, 1 ruang belajar/lab
skill terdiri dari 4 unit computer dan alat-alat cetak sablon, 1 ruang santai terdiri
dari TV, Tape, DVD, dan PlayStasion, 2 Pendopo terbuka dengan tempat olah
raga, TPA, dan taman bacaan untuk masyarakat, 3 Perpustakaan yang berada di
ruang atas, mushollah, dan ruang kantor, 1 ruang stabilisasi terdiri dari 4 tempat
tidur ruang stabilisasi dan detoksofikasi, dan 1 ruangan klien day care.
No Fasilitas Jml Keterangan
1 Kantor 1 ruang konsultasi
2 Kamar tidur 6 ber AC Kapasitas 20 tempat tidur
3 Ruang belajar/lab skill 1 4 unit komputer, alat2 cetak sablon
4 Ruang santai 1 TV, Tape, DVD, PlayStation
5 Pendopo 2 Terbuka, tempat olah raga, TPA ,
taman Bacaan Masyarakat.
6 Perpustakaan 3 Ruang atas, mushollah, kantor.
7 Ruang Stabilisasi 1 Ruang stabilisasi dan detoksifikasi
4 tempat tidur
8 Ruang Klien Day Care
(program lanjutan)
1 6 tempat tidur
63
G. Proses tahapan Pembinaan Penderita Skizofrenia
Proses tahapan Pembinaan Penderita Skizofrenia dijelaskan pada tabel 3.4
Skema Pembinaan Madani Mental Health Care, November 2017
Pasien Korban NAZA
Penderita Skizofrenia
Klinik Prof. Dr.dr. H.
Dadang Hawari,
Psikiater
Rumah Stabilisasi
Transit HouseMADANI
Mental Health Care
Day Care Madani
Home Care
Keluhan pemakai NAZA dan penderita
Skizofrenia.
Perlunya tindakan Penyembuhan yang terbaik.
Perlunya lingkungan tempat rehabilitasi
Konsultasi
Saran atau rekomendasi + resep obat
Stabilisasi 7 hari
Pengobatan komplikasi Medik
Saran dan Rekomendasi
Pusat Rehabilitasi berbasis lingkungan
masyarakat .
Lama 3 bulan terapi Medik, Psikososial,
Psikiatri dan Relegius.
Tempat pembinaan 24 jam – terpadu dg
pendampingan.
Setelah selesai melakukan program transit,
santri menjalani program Day Care dimana
santri datang ke Madani secara harian untuk
mengikuti program
Santri yang Mandiri, sesudah menjalani fase
Transit dan masa Day Care (Santri sudah
bekerja atau melanjutkan pendidikan) Konsellor
melakukan kunjungan ke Rumah Santri dan
Program dilakukan di rumah Santri tersebut.
64
Dari tabel diatas ada 6 tahapan yang dilakukan pada penderita skizofrenia
diantaranya yaitu pertama proses identifikasi terdiri dari keluhan pemakai NAPZA dan
penderita Skizofrenia, perlu adanya tindakan penyembuhan yang terbaik, dan perlunya
lingkungan tempat rehabilitasi, tahap kedua yaitu konsultasi ke klinik Prof. Dr. dr. H.
Dadang Hawari dan diberikan saran serta resep obat, tahap ketiga yaitu tahap stabilisasi,
dilakukan selama 7 hari, melakukan pengobatan komplikasi medik, tahap keempat transit
house yaitu selama 3 bulan dengan terapi medic, psikososial, psikiatri, dan religious, serta
tempat pembinaan 24 jam dengan pendampingan, tahap kelima day care yaitu setelah
melakukan program transit, santri menjalani program dat care dimana santri datang ke
madani secara harian untuk mengikuti program, yang terakhir ialah tahap home care yaitu
santri sudah mandiri dan sudah bisa melanjutkan pendidikan dan sudah bisa bekerja,
konselor melakukan kunjungan ke rumah santri dan program dilakukan dirumah santri
tersebut.
65
BAB IV
TEMUAN DATA DAN ANALISIS PENELITIAN
A. Deskripsi Informan
1. Pimpinan Yayasan
Ustadz Darmawan S.Ag, lahir di Jakarta, Tanggal 9 januari 1972,
anak ke 7 dari 9 bersaudara dari orang tua yang bernama Bapak H. Radi
dan Ibu Noni. Pendidikan S1 Universitas Muhammadiyah Jakarta,
Fakultas Syari‟ah Jurusan Al-Ahwalus Syakhsiyah.
Sebelum mengawali karir menjabat sebagai seorang pemimpin
yayasan Madani Mental Health Care, beliau aktif dalam bidang dakwah di
mulai dari masjid ke masjid hingga berdakwah ke pesantren narkoba salah
satunya adalah Pesantren Modern Darul Ihsan di Wilayah Cariu, Jawa
Barat. Dari berbagai pengalaman dakwahnya, beliau memiliki ketertarikan
untuk dapat melanjutkan perjuangan dakwahnya dengan mewujudkan dan
mengabdikan diri terlibat dalam pembinaan santri-santri korban narkoba
dan gangguan skizofrenia. Selama 3 tahun lamanya beliau aktif berdakwah
di lingkungan pesantren narkoba dan dengan sahabat-sahabatnya beliau
bertekad mendirikan sebuah tempat rehabilitasi dengan nama Madani
Mental Health Care Home Care pada tahun 2003 dan hingga kini lembaga
tersebut berganti nama dengan Madani Mental Health Care dengan
menggunakan sistem terpadu Prof. Dadang yakni BPSS.
66
2. Terapis
a. Harid Isnaeni, S.Sos.I
Harid Isnaeni, lulusan dari Madrasah Ibtidaiyah daerah Bogor, lanjut
SLTP Islam masih daerah Bogor, lanjut ke Sukabumi mondok pesantren di
daerah Cikaroya Cisaat, kuliah di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan Islam dan sekarang mengambil S2 di
Universitas Negeri Jakarta Jurusan Bimbingan Konseling.
Bergabung di Madani tahun 2010 dan sudah 7 tahun bergabung dan
menjadi konselor pendamping, awal masuk madani atas ajakan alumni
Bimbingan dan Penyuluhan Islam Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
“Pertama, waktu ada kuliah kan sempat ada kunjungan, ada beberapa
tempat rehabilitasi yang kita kunjungi waktu itu, dari mulai RSKO, Inabah
dan salah satu nya Madani, jadi saya waktu kuliah sudah mengenal Madani
dan Prof. Dadang Hawari, terus juga ada ajakan dari kaka kelas ustadz
Samsul kebetulan alumni Bimbingan Penyuluhan Islam juga”.1
b. Mohammad Ufihori
Mohammad Ufihori, lulusan Universitas Islam Negeri syarif
Hidayatullah, Fakultas Dakwah dan Komunikasi Jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam, lulusan tahun 2007.
1 Wawancara dengan Ustadz Harid Isnaeni (Konselor/Terapis), Jakarta, 11 September
2017
67
Bergabung di Madani setelah lulus pada tahun 2007 dan menjadi
konselor serta menjadi admin medsos (Media Sosial) Madani Mental Health
Care.
“saya lulus di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu tahun 2007,
setelah dari UIN saya langsung bergabung dengan teman-teman saya di
Madani”.2
c. R. Indra Wirasetya P. SST.
Ustadz Indra lulusan sarjana perhotelan, bergabung di Madani sudah 7
tahun dari tahun 2011 sampai saat ini, beliau saat ini menjabat sebagai
program manajer di Madani Mental Health Care.
Pengalaman terapi ustadz Indra lebih memberikan edukasi kepada
penderita skizofrenia tentang penyakitnya.
“Kalau cenderung ke Skiofrenia itu saya lebih ke edukasi tentang
penyakitnya seperti kamu kenapa kesini, sebabnya apa, kalau mereka sudah
bisa bicara dan berkomunikasi 2 arah saya masuk terapi artinya bahwa itu
adalah penyakitnya seperti bisikan-bisikan atau waham itu adalah
penyakit.”3
d. Ali Yahya Rambe, SE.SG
Ustadz Ali lulusan Universitas Muhammadiyah Jakarta jurusan
Perbankan Syariah, bergabung di Madani sudah 1 tahun dari tahun 2016.
”Selama setahun di Madani banyak yang saya alami terutama
berkaitan dengan terapi harus lebih sabar untuk orang yang diberikan terapi
2 Wawancara dengan Ustadz Mohammad Ufihori (Konselor/Terapis), Jakarta, 15
September 2017 3Wawancara dengan Ustadz Indra Wirasetya, Jakarta, 09 Oktober 2017
68
karna banyak problematika-problematika yang dihadapi disini berkaitan
dengan tidak responnya seorang client/penderita yang pertama yaa harus
dengan obatnya dulu, terus tanggapannya harus didampingi terus.”4
3. Penderita Skizofrenia
a. Subjek 1
GH, berumur 17 tahun dan lulusan pondok di Pesantren Gontor.
Stressor mengalami skizofrenia itu yang pertama karena banyak
permasalahan-permasalahan yang dihadapi di pondok antara lain kegiatan
silat, khasaf, pramuka dan lain sebagainya, sering tidak ikut.
Pada akhirnya dia di nilai jelek dengan orang yang tidak mengikuti
program, karena dia tidak mengikuti beberapa program yang ada di
pesantren, di pesantren kalau tidak mengikuti kegiatan pasti dianggap orang
badung atau susah diatur.
Setelah kenaikan kelas ia dipindahkan, yang tadinya di gontor 3
bersama teman-temannya dia sendiri dipindahkan ke gontor 5, di gontor 5
itu emang tempatnya orang-orang susah diatur. Dan mulai timbul gejala-
gejalanya seperti mulai menyendiri, bicaranya kacau dan sebagainya.
Beberapa hari disana keluarganya dihubungi oleh ustad, setelah itu
dia mengalami yang tidak terkendali, pikirannya kacau, halusinasi. Lalu
sama keluarganya dibawa pulang kerumah dan tidak lama kemudian datang
ke Madani Mental Health Care..
4Wawancara dengan Ustadz Ali Yahya Rambe (Konselor/Terapis), Jakarta, 9 Oktober
2017
69
b. Subjek 2
AS, berumur 34 tahun, permasalahannya mulai dari paranoid,
curiga yang berlebihan dengan istrinya, rasa guna-guna dengan orang lain.
AS di diagnosa skizofrenia sudah 4 bulan, dan menimbulkan
waham curiga yaitu dia selalu berburuk sangka kepada orang-orang yang
ada disekitarnya, seperti curiga terhadap keluarganya, istrinya dan juga
orang-orang yang ada di dekatnya. Dia merasa orang-orang selalu ingin
berbuat tidak baik terhadapnya dan selalu emosi dengan orang lain.
Kemajuannya sedikit demi sedikit berproses dari masalah
keluarganya, saat ini sudah bercerai dengan istrinya dan dia ingin
mendapatkan wanita yang sholehah, yang berjilbab, dan saat ini dia sedang
memahami agama yang lebih baik.
c. Subjek 3
MI, tinggal di Jakarta, umurnya 26 tahun, dia seorang manajer.
Bagian dari penyakitnya yaitu waham, dia merasa pernah masuk ka‟bah,
dia merasa bertemu Donal Trump Presiden Amerika. Saat baru 1 bulan di
madani dia merasa ingin pulang seperti dia bawa-bawa koper, dia emosi
dengan pembina, lalu pembina memberikan pemahaman dan edukasi.
Masuk 2 bulan itu dia baru mengenal madani itu seperti apa, dari
awal adaptasi, bersosialisasinya tidak ada dan rasa kenyamanan tinggal di
madani tidak ada dan masuk 2 bulan baru bersosialisasi dan merasa
70
nyaman dan tidak tertekan dan pada bulan ke-3 dia baru menyadari
penyakitnya.
d. Subjek 4
IN, tinggal di Bekasi umur 20 tahun, diagnosa dia skizofrenia saat
ini di tangani di Madani Mental Health Care, perkembangannya sejauh ini
1 bulan pertama dia masih bersosialisasi, masih beradaptasi, kadang bagus,
kadang juga turun (ngedrop), setelah program pertama dia masuk program
ke-2, dia sudah mengenal bagian dari penyakitnya walaupun dia masih di
ingatkan oleh para terapis, dan mengikuti program sosial dan spiritual,
karena dia mondok jadi spiritualnya lebih memahami dari pada teman-
temannya, pada saat ini dia memasuki bulan ke-3.
Awalnya dia selalu marah-marah, emosi, kemudian tidak bisa
diatur dan saat ini hal-hal tersebut sudah hilang, halusinasinya sudah
tidak ada
e. Subjek 5
NA, berumur 24 tahun lahir di Pekanbaru. Awal masuk madani
karena NA memakai NAPZA, lalu tidak terkontrol emosinya dan
mulai muncul gejala-gejala skizofrenia.
Saat ini NA sudah hampir 3 bulan di madani, dia sudah mulai
terkontrol, sudah dekat dengan agama, rajin beribadah dan sering
bersosialisasi kepada masyarakat.
71
B. Pelaksanaan Terapi Penderita Skizofrenia melalui Pendekatan
Keagamaan
Sesuai dengan teori yang dikemukakan Syaikh Sulaiman Ahmad
Al-Faifi (2013) mengenai bentuk-bentuk pendekatan keagamaan sebagai
berikut yaitu pembinaan ibadah shalat, pembinaan melalui berdzikir, dan
pembelajaran mengenai Al-qur‟an untuk penderita skizofrenia.5
Kegiatan tersebut dilakukan di Madani Mental Health Care sebagai
berikut :
1) Pembinaan Ibadah Shalat
Pembinaan ibadah shalat di Madani Mental Health Care dilakukan
oleh para terapis. Sebelum melakukan ibadah shalat penderita diharuskan
bersuci atau berwudhu terlebuh dahulu karena berwudhu adalah salah satu
dari syarat sahnya shalat, dari niat berwudhu, disunnahkan dengan
mencuci kedua belah tangan, kemudian berkumur-kumur, membasuh
hidung, kemudian membasuh muka sampai merata, membasuh kedua
belah tangan sampai siku-siku, membasuh rambut, membasuh telinga dan
mencuci kaki sampai mata kaki. Dan penderita diwajibkan menutup aurat
dengan menggunakan sarung dan pakaian tertutup (baju koko).6
Bacaan shalat penderita skizofrenia di Madani Mental Health Care
berbeda-beda, beberapa dari mereka ada yang sudah lancar bacaan
shalatnya dan ada juga yang masih belum lancar. Sebagian dari mereka
5 Syaikh Sulaiman Ahmad Al-Faifi, Ringkasan Fikih Sunnah Sayyid Sabiq, Penerjemah:
Tirmidzi, Lc. Futuhal Arifin, Lc. Farhan Kurniawan (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2013), h. 318-
319.
6 Observasi pada saat penelitian dari Bulan Agustus sampai Oktober 2017
72
hanya sebatas hafalan bacaan shalat saja tetapi belum bisa memaknai
bacaan shalat tersebut. Berikut hasil wawancara dengan ustad Haris selaku
terapis di Madani Mental Health Care.
“Nah untuk bacaan shalat menarik biasanya, setiap individu
berbeda-beda. Ada yang sama sekali tidak bisa seperti baca Al-fatihah pun
tidak bisa hanya sekedar gerak saja, ada juga yang sudah lancar tapi hanya
sebatas hafalan saja, untuk memaknai dan mengetahuinya belum bisa, jadi
hanya sebatas hafalan saja. Tapi tidak semuanya yaa, karena pasiennya
pun berbeda-beda, usianya berbeda-beda, bidang pendidikannya juga
berbeda-beda ada yang dulu mondok, dan ada yang sekolah umum saja.”7
Dan untuk yang membimbing shalat sudah terjadwal seperti shalat
subuh yang bimbing ustad A, shalat dzuhur yang bimbing ustadz B dan
seterusnya. Sebagian dari penderita skizofrenia masih kurang memahami
tentang ibadah shalat, biasanya yang masih kurang pengetahuan tentang
ibadah shalat yaitu penderita skizofrenia yang baru masuk madani, atau
belum pada tahap terapi.
“Pertama, tingkatannya ya beda-beda, ada yang tahap awal dia
yang kepahaman untuk melaksanakan ibadah shalat masih minim,
biasanya kita tidak memaksakan. Biasanya pada tahap-tahap seperti proses
stabilisasi ketika awal datang, tapi ketika kondisinya sudah
memungkinkan, yaa kita mengajak pastinya yaa. Mengharuskan teman-
teman untuk bisa ikut, walaupun misalkan sebatas pemahaman shalatnya
masih minim, makanya sambil berjalan proses terapinya pelan-pelan kita
arahkan, penderita skizofrenia atau penyalahgunaan narkoba untuk shalat 5
waktu ya kita ajak, kita tekankan tapi dengan cara-cara tertentu, pelan-
pelan diajak, itu pada tahap awal yaa tapi dengan sendirinya dia akan
mengerti kenapa harus shalat”.8
7Wawancara dengan Ustadz Harid Isnaeni (Konselor/Terapis), Jakarta, 11 September
2017 8 Wawancara dengan Ustadz Harid Isnaeni (Konselor/Terapis), Jakarta, 11 September
2017
73
Selain shalat wajib para penderita juga diajarkan shalat sunnah
seperti shalat dhuha dan shalat tahajud, tetapi penderita yang diajarkan
shalat sunnah yang sudah pada tahap transit atau yang sudah 3 bulan pada
masa terapi, karena penderita yang masih pada tahap awal belum bisa
diajak untuk shalat sunnah. Shalat sunnah dhuha dilakukan pada pukul
09.00 sampai 09.30, dan untuk waktu shalat sunnah tahajud dilakukan
pada pukul 03.00 sampai 04.00.9
Shalat Wajib dan Sunnah dilakukan secara berjamaah, dan tepat
waktu, karena penderita sudah diagendakan untuk melaksanakan shalat
dengan tepat waktu.
“Kalau masalah tepat waktu kan kita program yaa seperti shalat
zhuhur, kita mengajak mereka untuk shalat, yaa pasti tepat waktu, dan juga
untuk shalat wajib sama shalat sunnah seperti shalat dhuha dan lain-lain
itu harus tepat waktu.”10
Untuk shalat jum‟at tidak dilakukan di Yayasan Madani Mental
Health Care melainkan semua penderita diajak ke masjid oleh para terapis
untuk shalat berjamaah bersama warga sekitar.
Ketika ada penderita yang tidak mau mengikuti shalat para terapis
tidak memaksakan penderita untuk shalat tetapi terapis hanya
mengarahkan sampai ketitik kenapa para penderita tidak mau mengikuti
shalat, karena program terapi pada penderita pun berbeda-beda, ada
9 Observasi pada saat penelitian dari Bulan Agustus sampai Oktober 2017
10
Wawancara dengan Ustadz Harid Isnaeni (Konselor/Terapis), Jakarta, 11 September
2017
74
program stabilisasi atau detokfikasi itu program tahap awal antara 7 hari
sampai 10 hari, ditahap itu yang biasanya tidak ditekankan oleh para
terapis karena pada tahap awal penderita sering susah diajak shalat dan ada
tahap transit atau pasca stabilisasi yang sudah diagendakan oleh para
terapi.
Seperti Penderita GH yang berasal dari pondok pesantren jadi dia
tidak susah untuk diajak shalat bahkan dia tidak perlu disuruh ketika
shalat, NA yang sejak awal masuk madani emosinya tidak terkontrol,
sering tidak mau diajak sholat oleh terapis, tetapi para terapis tidak
memaksakan karena menurut terapis dengan memaksakan pasti dia akan
marah, tetapi ketika kondisi sudah memungkinkan barulah terapis
mengajak dia untuk sholat dan juga AS yang cukup susah untuk diajak
shalat karena suasana hatinya yang sering berubah-ubah. MI kadang sulit
diajak shalat dan kadang juga dia mudah untuk diajak shalat walaupun
masih susah untuk bangun shalat tahajud, IN sudah rajin beribadah shalat
dan walaupun emosinya sering berubah-ubah.
Dari analisis penulis bahwa hampir semua penderita sudah bisa
melakukan ibadah shalat, dari mulai niat sampai salam. Seperti melakukan
wudhu sebelum ibadah shalat, semua penderita sudah bisa dan hafal
gerakan wudhu, mereka juga diwajibkan tepat waktu dalam melakukan
shalat dan juga menutup aurat seperti memakai sarung, koko dan peci.
Kemudian sebagian penderita juga memiliki kekurangan dalam
melakukan bacaan shalat dan cara pengucapannya, para terapis
75
membimbing bagi mereka yang belum bisa bacaan shalat yaitu diwaktu
kosong atau tidak mempunyai kegiatan, para terapis mengajari bacaan
shalat agar lebih baik dan bisa dalam pengucapannya. Ada beberapa
hambatan yang timbul ketika para penderita diajak shalat oleh para terapis,
dan untuk mengatasi hambatan tersebut para terapis mengajak penderita
untuk shalat harus lebih sabar dan tidak terbawa emosi.
2) Pembinaan Berdzikir
Waktu Pelaksanaan berzikir yaitu sehabis shalat, semua para
penderita di haruskan berdzikir secara berjamaah atau bersama-sama
sehabis shalat, setiap hari mereka di latih untuk memimpin berdzikir sesuai
yang dijadwalkan.
Masih banyak para penderita yang belum lancar untuk berdzikir,
diantara mereka masih melihat teks ketika berdzikir, dan ada yang belum
bisa bacaan dizikir tetapi para terapis selalu membimbing dan menemani
mereka ketika mereka masih belum lancar untuk berdzikir. Jadi buat
mereka yang belum hafal dan fasih lafadz berdzikir, mereka boleh untuk
melihat teks dan Pembina yang menuntunnya berdzikir.
“dzikir disini pertama kalau abis shalat kita ada semacam dzikir
bersama, abis sholat tidak langsung bubar kita dzikir bersama bareng-
bareng dan yang mimpin imam yang saat itu ustadznya misalnya abiz
dzuhur ada jadwalnya pak Indra, nah pak Indra yang bimbing dzikir, tapi
yang membacanya yang mimpin 1 orang dari mereka dijadwal, ada
namanya ADS (Aktualisasi Diri Santri) misalkan sehabis zuhur untuk
adzannya si A untuk qomatnya si B mimpin dzikirnya si C dan doa nya si
X misalkan kaya gitu, jadi tiap waktu itu berbeda, tapi di baca yaa masih
tekstual, jadi dalam satu hari itu yang mimpin beda-beda tapi dari mereka
ya yang mimpin untuk melatih dia bisa beraktualisasi, melatih dia untuk
76
memimpin walaupun bacaannya masih terbata-bata tapi kalau dia belum
bisa pun kita bareng-bareng bacanya.”11
Pembinaan Berdzikir di Madani yaitu menggunakan dzikir jahar
dengan lafadz istigfar (Astaghfirullah hal adzim), tasbih (Subhanallah),
takbir (Allahuakbar), tahlil (Laa ilaha Illallah), dan untuk hafalan bacaan
berdzikir para penderita skizofrenia maupun Napza masih melihat teks dan
belum lancar .
“kalau lancar secara membaca teks iya, kalau hafal masih kurang.
Tetapi ada juga sebagian dari mereka yang sudah hafal”12
Jadi sehabis shalat mereka tidak diperbolehkan bubar dahulu,
mereka di haruskan mengikuti dzikir bersama-sama, para penderita juga
dijadwalkan untuk memimpin berdzikir dan dalam satu hari yang mimpin
dzikir itu berbeda-beda misalnya subuh yang memimpin dzikir penderita
A, dzuhur yang memimpin dzikir penderita B dan seterusnya. Banyak dari
mereka yang masih melihat teks ketika disuruh memimpin dzikir, dan ada
juga yang tidak bisa, dan bagi yang tidak bisa memimpin berdzikir mereka
dituntun atau diajarkan perlahan-lahan oleh para terapis yang menjadi
imam sesuai yang dijadwalkan.13
Penderita GH Sedikit demi sedikit sudah hafal lafadz berdzikir dan
sudah tidak membaca teks dzikir walaiupun masih dibimbing oleh
Pembina, AS Masih melihat teks dan masih belum fasih dan belum hafal
lafdz berdzikir, MI Sudah fasih lafadz berdzikir tetapi masih melihat teks,
11
Wawancara dengan Ustadz Harid Isnaeni (Konselor/Terapis), Jakarta, 11 September
2017 12
Wawancara dengan Ustadz Ali Yahya Rambe (Konselor/Terapis), Jakarta, 9 Oktober
2017 13
Observasi pada saat penelitian dari Bulan Agustus sampai Oktober 2017
77
IN Masih melihat teks dan masih belum fasih dan belum hafal lafdz
berdzikir, dan NA juga Masih melihat teks dan masih belum fasih dan
belum hafal lafdz berdzikir.
Dari analisis penulis bahwa hampir semua penderita masih belum
hafal lafadz berdzikir dan masih melihat teks ketika berdzikir. Usaha para
terapis untuk penderita yang belum bisa berdzikir yaitu para terapis selalu
mengajak penderita untuk menghafal dan mempelajari lafadz-lafadz
berdzikir setelah selesai dzikir bersama-sama atau pada waktu luang agar
dzikir para penderita bisa lebih baik lagi.
3) Pembelajaran membaca dan menulis Al-Qur‟an
Program pembelajaran membaca dan menulis Al-Qur‟an dilakukan
seminggu sekali tetapi bagi para penderita yang masih belum bisa
membaca Al-Qur‟an bisa melancarkan dan dilatih dengan ustadz
penanggung jawabnya masing-masing setiap hari di waktu yang kosong
atau para penderita tidak mempunyai kegiatan.
Setiap shalat subuh para penderita diadakan hafalan surat-surat
pendek dan hafalan Asmaul Husna. Banyak dari penderita skizofrenia juga
masih belum bisa membaca Qur‟an, itu tergantung kemampuan para
penderita sendiri. Tetapi para terapis selalu mengajarkan dan membimbing
membaca Al-Qur‟an kepada penderita.
“Ada yang belum bisa sama sekali, huruf hijaiyah pun belum tau
terus ada yang masih tersendat-sendat misalkan udah lancar dari kecil tapi
jarang dibaca jadi lupa lagi. Jadi beda-beda setiap individu, usianya pun
beda-beda, beda-beda gitu kemampuannya. Biasanya kita ada semacam
78
klasifikasian atau kita kasih tanda misalnya si A baca Qur‟annya belum
lancar entar ditargetkan sampai sini”14
Dan ada program khusus baca tulis qur‟an yang dijadwalkan
seminggu sekali yang dibimbing oleh ustadz Harid, selain program yang
dijadwalkan penderita juga melatih membaca Al-qur‟an di sela-sela waktu
yang kosong atau ketika para penderita tidak mempunyai kegiatan dan di
bimbing oleh penanggung jawab santri masing-masing.
“kita ada program setiap hari berbeda, program harian, dimulai dari
hari senin misalkan yang bersifat religi malamnya ada SNI (Sirah
Nabawiyah), malam berikutnya ada TPI (Teori Praktek Ibadah), Nah untuk
baca Al-Qur‟an ada khusus program namanya BTQ (Baca Tulis Qur‟an)
dalam 1 minggu ada 1 program emang dikhususkan untuk penderita,
peningkatan baca qur‟an nya itu untuk program rutinnya tapi diluar
program kita jadwalkan, teman-teman disini difasilitasi oleh kita untuk
belajar yaitu di sela-sela waktu luang, di sela-sela waktu dia tidak ada
kegiatan, terus dia mau ngaji kita selalu terbuka untuk mengajari atau ada
masing-masing PJ (Ustadz Penanggung Jawab) itu bisa mengagendakan
santrinya. Misalnya saya punya santri “galang” misalkan, nah si galang ini
ngajinya belum lancar nanti ustadz penanggung jawabnya mengagendakan
baca Al-qur‟annya.”15
Penderita AS Sedikit demi sedikit sudah lancar membaca Al-
Qur‟an masih belum lancar untuk menulis Al-Qur‟an dan belum lancar
surat-surat pendek, MI Masih belum lancar membaca Al-Qur‟an, dan
belum lancar menulis Al-Qur‟an, GH Sudah lancar membaca Al-Qur‟an
dan lancar menulis Al-Qur‟an dan juga sudah hafal surat-surat pendek, IN
14
Wawancara dengan Ustadz Harid Isnaeni (Konselor/Terapis), Jakarta, 11 September
2017 15
Wawancara dengan Ustadz Harid Isnaeni (Konselor/Terapis), Jakarta, 11 September
2017
79
sudah lancar membaca Al-Qur‟an masih belum lancar untuk menulis Al-
Qur‟an dan belum lancar surat-surat pendek, dan NA Masih belum lancar
membaca Al-Qur‟an, dan belum lancar menulis Al-Qur‟an.
Dari analisis penulis bahwa sebagian penderita masih ada yang
belum lancar membaca Al-Qur‟an. Usaha yang dilakukan terapis yaitu
mengagendakan disela-sela waktu kosong bagi para penderita untuk
mempelajari lebih baik lagi bacaan Al-Qur‟an nya.
Hasil dari penelitian ini penulis mendapatkan hasil bahwasanya
dari pelaksanaan terapi melalui pendekatan keagamaan memberikan
pengaruh yang bagi para penderita, diantaranya:
a) Penderita lebih mengenal ajaran-ajaran Allah SWT dan
merasa takut dan dosa.
b) Penderita dari sikap, perilaku dan ucapannya lebih terjaga
yang mencerminkan nilai agama, memiliki akhlak dan
moral yang baik.
80
C. Pelaksanaan Terapi Penderita Skizofrenia melalui Pendekatan
Psikososial
Sesuai Teori yang dikemukakan oleh Kamanto Sunarto (2004),
mengenai pembinaan Psikososial yaitu pembinaan melalui komunikasi,
pembinaan melalui bersosialisasi, dan pembinaan melalui kelompok untuk
penderita skizofrenia.16
Langkah-langkah yang dilakukan Madani Mental Health Care
sebagai berikut:
1) Pembinaan melalui bersosialisasi
Penderita skizofrenia di Madani ini mereka tidak dikurung, tidak
dipasung, mereka dibebaskan bersosialisasi dengan masyarakat sekitar tetapi
tetap dalam pengawasan para ustad. Bersosialisasi bagi para penderita
dimasukan dalam program, misalnya di hari Jum‟at diharuskan shalat jum‟at
bersama-sama dengan warga sekitar, lari pagi seminggu 2 kali dengan bertemu
masyarakat-masyarakat sekitar madani, ketika ada tetangga yang meninggal
para penderita diharuskan bertaziah, ada juga program outbond yang rutin di
agendakan dengan tempat yang berbeda-beda, dan melibatkan mereka dalam
acara sosial seperti sunatan massal, HUT RI, kerja bakti dan lain sebagainya.
Penderita skizofrenia yang bersosialisasi dan berbaur pada masyarakat
yang sudah pada tahap 2 atau 3 bulan program terapi karena penderita pada
tahap 2-3 bulan kondisinya sudah stabil, penderita yang pada tahap awal
kondisinya masih kurang bagus untuk berbaur pada masyarakat, tetapi
16
Kamanto Sunarto, Pengantar Sosisologi (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, 2004), h.21.
81
penderita pada tahap awal juga di ikut sertakan pada kegiatan-kegiatan sosial
seperti kerja bakti atau bersih-bersih dengan masyarakat tetapi masih dengan
pendampingan konselor.
Selain bersosialisasi di lingkungan masyarakat sekitar madani, para
penderita juga di ajak bersosialisasi dengan penderita lain di madani yang ada
di Jasinga, sosialisasi tersebut dilakukan sebulan 2 kali, disana penderita
diajak bercocok tanam, menanam padi, menanam sayuran dengan penderita
lain di madani yang ada di Jasinga.
“Terapi psikososialnya kita punya terapi outbound misalnya ada 6 bulan
kemarin kita ke Kepandayan disana sangat kaya dengan psikososial,
mungkin ade bisa liat di medsos madani kebetulan saya adminnya, 6 bulan
kita punya program 1 tahun 2x yang wajib yaa, jadi 6 bulan kita kegunung 6
bulan kita kepantai, karena 6 bulan kita udah ke gunung 6 bulan ini kita ke
pantai misalnya pulau seribu, pulau pramuka, itu yang wajibnya. Tapi ada
yang sifatnya sebulan 2x nah madani ini selain di Jakarta kita juga punya di
Jasinga yaitu madani 2 jadi setiap dua minggu sekali santri yang sudah
masuk periode 2-3 bulan kita ajak kesana, pokoknya dia disana itu survive,
kita masak bareng‟‟ kalo sini kan ada dapur tinggal makan doang kalau
disana dia diajarin berkebun, berternak, perikanan, itu termasuk terapi
psikososial juga”17
Madani juga mempunyai badan usaha seperti koperasi, bengkel dan
yang mengurus adalah para penderita serta para staff madani. Badan usaha
milik Madani Mental Health Care ini berada disekitar masyarakat dan badan
usaha di madani juga sebagai sarana latihan menambah skill bagi para santri
dan juga para santri bisa langsung bersosialisasi dengan masyarakat melalui
kegiatan badan usaha di madani tersebut.
17
Wawancara Pribadi dengan Muhammad Ufihori (Konselor), Jakarta 15 September
2017.
82
Seperti penderita IN, saat masuk madani dia merasa selalu ingin pulang
bahkan IN selalu bawa-bawa koper saat ditanya oleh para terapis dia selalu
emosi, saat awal masuk madani adaptasi dan sosialisasi nya tidak ada
bahkan rasa kenyamanan tinggal di Madani pun tidak ada. Lalu para terapis
memberikan pemahaman dan edukasi tentang madani, ketika memasuki 2
bulan dia baru mengenal madani itu seperti apa, dan dia juga sudah
bersosialisasi dan merasa nyaman dan tidak merasa tertekan dan seperti
penderita MI dari awal adaptasi, MI sulit untuk bersosialisasi dan tidak ada
rasa kenyamanan tinggal di madani pun tidak ada. Setelah 2 bulan baru dia
sudah bisa bersosialisasi dengan baik, GH bersosialisasi dengan baik kepada
masyarakat. Awalnya sulit untuk AS bersosialisasi, tetapi setelah 2 bulan
berada di madani sudah bisa untuk bersosialisasi dengan masyarakat, dan
NA Emosinya masih belum terkontrol dengan baik jadi masih belum bisa
bersosialisasi dengan baik.
Dari analisis penulis bahwa Madani berbeda dengan tempat rehabilitas
yang lain, semua penderita tidak kurung melainkan semua para penderita
dimanusiawikan yaitu dengan cara bersosialisasi dengan masyarakat
disekitar madani, kerja bakti, bersosialisasi diluar madani supaya para
penderita bisa melihat alam-alam dan tidak merasa jenuh ataupun tertekan
dengan kondisinya. Jadi dengan bersosialisasi semua penderita merasa
nyaman untuk tinggal dan senang mengikuti semua kegiatan yang ada di
Madani Mental Health Care.
83
2) Pembinaan melalui kelompok
Intisari dari terapi kelompok di Madani yaitu pemulihan secara
bersama. Kegiatan terapi kelompok antara lain Futsal dilakukan seminggu
sekali oleh penderita dan para terapis, Games therapy, Bpss community.
Dan kegiatan spiritualnya seperti mengaji, Tartil qur‟an yaitu pembacaan
al-qur‟an secara perlahan dengan tajwid dan makhraj yang jelas dan benar
dilakukan seminggu sekali dan di bimbing oleh para terapis, Sirah
nabawiyah yaitu mempelajari sejarah kehidupan Rasulullah SAW sejak
tanda kenabian (sejak lahir) sampai wafatnya serta perjuangan-perjuangan
beliau dalam menegakkan islam hingga akhir hayatnya, sirah nabawiyah
dilakukan seminggu sekali sehabis shalat isya yang bimbing oleh terapis,
Muhasabah yaitu intropeksi diri, menghitung amal yang telah dilakukan
dari masa-masa yang telah lalu, muhasabah dilakukan seminggu dan
dibimbing oleh para terapis.18
Kalau untuk jenis terapi kelompok ada yang dijadwalkan seperti Bpss
Community yang dilakukan seminggu sekali yaitu dengan membahas
metode-metode Bpss (Biologis-Psikologis-Sosial-Spiritual), Games
Therapy yang dilakukan tiga minggu sekali dengan berbagai macam tema
dan materi contohnya seperti tema percaya diri dengan materinya yaitu
sikap rendah hati dan sederhana tujuannya yaitu fokus, konsentrasi dan
percaya diri, Evaluasi Asma‟ul Husna yang dilakukan seminggu sekali
tujuannya untuk para penderita yaitu untuk menginspirasi, ikhlas, dan
menebar kebaikan.
18
Observasi pada saat penelitian dari Bulan Agustus sampai Oktober 2017
84
Manfaat terapi kelompok bagi penderita yaitu membangun karakter,
membangun kemandirian, membangun prinsip, meningkatkan kecerdasan
emosional dan sosial.
“Terapi kelompok di madani ditujukan agar para penderita bisa saling
mensupport satu sama lain, seperti penderita Napza mensupport penderita
skiozfrenia dan skizofrenia membuat suasana lebih cair, karena tingkah
laku skizofrenia lucu-lucu jadi mereka bisa membuat suasana lebih cair.
Maka diadakannya kegiatan-kegiatan yang membuat mereka lebih dekat
dan mengenal satu sama lain agar mereka lebih cenderung bisa membaur,
nyaman dan melatih kekompakkan mereka.”19
Kegiatan yang dijadwalkan seperti olah raga futsal dilakukan
seminggu 2x setiap selasa dan jum‟at yang dimainkan oleh semua para
penderita dan para terapis, olah raga berenang yang dilakukan setiap hari
senin, jalan-jalan sore/outing yang dilakukan setiap sabtu dan minggu,
Games Theraphy dan lain sebagainya. Kegiatan-kegiatan seperti ini
diadakan agar menenangkan mental dan menghilangkan stress para
penderita, meningkatkan kecepatan berfikir, melatih kekompakkan
penderita dengan penderita yang lainnya.
Penderita skizofrenia juga dibekali motivasi-motivasi agar penderita
selalu semangat untuk merubah dirinya menjadi lebih baik. Seperti motivasi
yang ada di Madani yaitu Berobat, Bertaubat, Bersahabat. Pertama Berobat,
karena penderita membutuhkan medis atau psikofarmaka yaitu pengobatan
kepada penderita skizofrenia yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan
disusunan saraf pusat otak, setiap senin sampai jum‟at dari jam 08.00- 09.00
19
Wawancara Pribadi dengan Indra Wirasetya(Konselor), Jakarta 09 Oktober 2017
85
dilakukan cek kesehatan oleh perawat kepada para penderita. Kedua
Bertaubat ini sifatnya spiritual, setelah minum obat dan pulih penderita
diajak untuk selalu mengingat Allah, misalnya penyebab penderita karena
gangguan jiwa atau putus asa, terapis memotivasi bahwa mereka seperti ini
ialah sudah jalan Allah untuk menjadi yang lebih baik karena orang beriman
selalu diuji agar selalu menjadi yang lebih baik lagi. Ketiga yaitu
Bersahabat, karena kita tidak bisa selalu menjadi individu tetapi harus
bersosialisasi kepada lingkungan atau masyarakat yang ada di sekitar kita.
Penderita AS Kadang sulit dan kadang juga mudah untuk diajak terapi
kelompok oleh para terapis, GH tidak sulit untuk diajak terapi kelompok
oleh para terapis, MI Tidak sulit untuk diajak terapi kelompok oleh para
terapis, NA Terkadang sulit untuk mengajaknya untuk mengikuti terapi
kelompok dan IN Tidak sulit untuk diajak terapi kelompok oleh para terapis.
Dari analisis penulis bahwa terapi kelompok yaitu pemulihan atau
penyembuhan yang dilakukan bersama-sama, dan agar mereka lebih
kompak dan mensupport satu sama lain.
3) Pembinaan melalui komunikasi
Para penderita berkomunikasi dengan baik oleh para terapis, yang
dikomunikasikan oleh para terapis dengan penderita bermacam-macam
seperti berkomunikasi ketika melakukan konseling, seputar kegiatan-
kegiatan atau program yang ada di Madani Mental Health Care ataupun
berkomunikasi seperti komunikasi sehari-hari.
86
Penderita skizofrenia tentu bisa berkomunikasi dengan baik tetapi
tergantung tingkat keparahan dari penderita skizofrenia itu sendiri. Ada
penderita yang komunikasinya bagus dan ada juga penderita yang kurang
bagus komunikasinya.
“tentu saja mereka bisa berkomunikasi, tetapi kita liat juga keadaan
tingkat keparahan dia, ada yang kalau diajak bicara masih terbatas dan ada
juga yang lancar komunikasinya. Makanya butuh observasi 1 bulan, 2
bulan rata-rata sudah mulai ada perubahan dan bisa berkomunikasi 2 arah,
ada juga dari mereka yang cukup lama dan panjang berkomunikasinya itu
karena dia sudah cukup lama divonis skizofrenia”20
Kondisi awal para penderita untuk berkomunikasi dengan para terapis
bermacam-macam, sebagian dari mereka susah diajak berkomunikasi
seperti penderita tidak ingin berkomunikasi dengan para terapis dan
penderita lainnya, sebagian mereka ingin sendiri dan tidak ingin di ganggu
oleh terapis. Dan yang terapis lakukan untuk penderita yang sulit untuk
berkomunikasi yaitu para terapis mencoba mendekatkan para penderita
dengan hobby atau kegemaran mereka masing-masing.
Terkadang terdapat gangguan berkomunikasi penderita skizofrenia,
tetapi terapis selalu melakukan pendekatan kepada penderita agar
penderita bisa terbuka kepada para terapis. Ketika penderita masih belum
bisa diajak berkomunikasi terapis melakukan komunikasi dan pendekatan
kepada keluarga penderita dan bertanya seputar hobi penderita, dan setelah
itu para terapis melakukan pendekatan kepada penderita dengan hobi yang
disukainya.
20
Wawancara Pribadi dengan Muhammad Ufihori dan Ustadz Indra Wirasetya(Konselor),
Jakarta 15 September 2017.
87
“Untuk berkomunikasi di madani yaa memang kebanyakan klien
skizofrenia yang susah di ajak berkomunikasi, ya paling pertama kalau kita
belum mampu berkomunikasi dengan dia ya dengan keluarganya, ketika kita
sudah mendalami keluarganya otomatiskan kita akan tahu hobinya apa,
misalnya dia hobinya membaca buku atau komputer. Kasusnya misalnya
kaya klien sekarang namanya nabil, kalau diajak ngomong tuh dia selalu
menghindar atau gak mau, tapi kalau pintu masuknya dengan komputer nah
itu dia nyambung, lama-lama kita bisa melebar kemana-mana, kita bisa tau
kenapa dia, kapan ada bisikan-bisikannya, jam berapa ada bisikannya, kalau
kita nanya langsung kesitu dia ga akan tersinggung. Jadi jika ada gangguan
kita nanya dulu apa hobinya dulu untuk itu kita bisa masukin itu bisa
menjadi sebuah cara untuk mengatasi gangguan komunikasi tersebut, atau
kita liat moodnya kalau moodnya lagi kurang baik kita tidak ajak
komunikasi kita pantau dari jauh.”21
Seperti penderita GH Berkomunikasi dengan baik kepada para penderita
ataupun kepada para terapis, MI kadang sulit untuk diajak berkomunikasi karena
suasana hatinya, AS berkomunikasi dengan baik kepada para penderita ataupun
kepada para terapis, NA kadang emosi belum terkontrol jadi kadang susah untuk
diajak berkomunikasi, dan IN Berkomunikasi dengan baik kepada para penderita
ataupun kepada para terapis.
Dari analisis dari penulis bahwa penderita skizofrenia ada yang bisa
berkomunikasi dengan baik dan ada juga yang sulit untuk berkomunikasi,
tergantung tingkat keparahan penderita itu sendiri. Dan upaya yang dilakukan
para terapis untuk berkomunikasi kepada penderita yang sulit untuk
berkomunikasi yaitu para terapis berusaha mendekatinya terlebih dahulu dengan
apa yang penderita sukai seperti otomotif, komputer, bermain futsal dan lain
sebagainya. Ketika penderita sudah mulai menyukai kegemarannya barulah para
terapis mencoba berkomunikasi secara perlahan-lahan dengan penderita.
21
Wawancara Pribadi dengan Muhammad Ufihori dan Ustadz Indra Wirasetya(Konselor),
Jakarta 15 September 2017.
88
Hasil dari penelitian ini penulis mendapatkan hasil bahwasanya dari
pelaksanaan terapi melalui pendekatan psikososial memberikan pengaruh yang
bagi para penderita, diantaranya:
a) Penderita bisa mendekatkan diri dan bersosialisasi dengan baik
kepada masyarakat dan orang yang ada disekitarnya.
b) Penderita bisa lebih saling sayang menyayangi, tolong menolong
dan peduli terhadap sesama.
89
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan khususnya pada Terapi
Penderita Skizofrenia melalui Pendekatan Keagamaan dan Pendekatan
Psikososial yang diterapkan di Madani Mental Health Care kepada pasien
skizofrenia, penulis menyimpulkan sebagai berikut :
1. Terapi Penderita Skizofrenia melalui Pendekatan Keagamaan di Madani
Mental Health Care sebagai berikut:
a) Pembinaan ibadah shalat di Madani dilakukan oleh para terapis,
terapis selalu membina penderita untuk selalu shalat, penderita
diharuskan tepat waktu untuk shalat wajib, para penderita juga
diajak shalat dhuha dan shalat tahajud, untuk shalat sunnah dhuha
dilakukan pada pukul 09.00 sampai 09.30, dan untuk waktu shalat
sunnah tahajud dilakukan pada pukul 03.00 sampai 04.00.
b) Program khusus baca tulis qur‟an yang dijadwalkan seminggu
sekali yang dibimbing oleh ustadz harid, selain program yang
dijadwalkan penderita juga melatih membaca Al-qur‟an di sela-sela
waktu yang kosong atau ketika para penderita tidak mempunyai
kegiatan dan di bimbing oleh penanggung jawab santri masing-
masing.
c) Sehabis shalat para penderita di haruskan berdzikir, setiap hari
mereka di latih untuk memimpin berdzikir sesuai yang
dijadwalkan.Masih banyak para penderita yang belum lancar untuk
90
berdzikir, diantara mereka masih melihat teks ketika berdzikir, dan
ada yang belum bisa bacaan berdizikir tetapi para terapis selalu
membimbing dan menemani mereka ketika mereka masih belum
lancar untuk berdzikir.
2. Terapi Penderita Skizofrenia melalui Pendekatan Psikososial di Madani
Mental Health Care sebagai berikut:
a) Penderita skizofrenia yang bersosialisasi dan berbaur pada
masyarakat yang sudah pada tahap 2 atau 3 bulan program terapi
karena penderita pada tahap 2-3 bulan kondisinya sudah stabil,
penderita yang pada tahap awal kondisinya masih kurang bagus
untuk berbaur pada masyarakat, tetapi penderita pada tahap awal
juga di ikut sertakan pada kegiatan-kegiatan sosial seperti kerja
bakti atau bersih-bersih dengan masyarakat tetapi masih dengan
pendampingan konselor.
b) Pendekatan kelompok mempunyai Kegiatan yang dijadwalkan
seperti olah raga futsal yang dilakukan seminggu 2x setiap selasa
dan jum‟at, olah raga berenang yang dilakukan setiap hari senin,
jalan-jalan sore/outing yang dilakukan setiap sabtu dan minggu,
Games Theraphy dan lain sebagainya. Kegiatan-kegiatan seperti ini
diadakan agar menenangkan mental dan menghilangkan stress para
penderita, meningkatkan kecepatan berfikir, melatih kekompakkan
penderita dengan penderita yang lainnya, menjaga kebugaran
tubuh, dan agar penderita bisa bersosialisasi dengan masyarakat
sekitarnya.
91
c) Penderita skizofrenia bisa berkomunikasi dengan baik tetapi
tergantung tingkat keparahan dari penderita skizofrenia itu sendiri.
Ada penderita yang komunikasinya bagus dan ada juga penderita
yang kurang bagus komunikasinya. Terkadang terdapat gangguan
berkomunikasi penderita skizofrenia, tetapi terapis selalu
melakukan pendekatan kepada penderita agar penderita bisa
terbuka kepada para terapis.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka dapat beberapa saran oleh
penulis yang kiranya dapat memberikan beberapa manfaat bagi pihak
Madani Mental Health Care dan pihak-pihak yang terkait, baik itu para
terapisnya atau pun ustad dan pengurus:
1. Pembinaan ibadah shalat diharapkan lebih efektif lagi, pembacaan dan
pembelajaran Al-Qur‟an lebih di tekankan lagi agar penderita bisa lebih
lancar dalam membaca Al-qur‟an dan para terapis diharuskan membina
penderita agar bisa menghafal dzikir sehabis shalat, karena penderita
lebih sering melihat teks ketika disuruh berdzikir, jika sudah hafal
lafadz dzikir, penderita tidak perlu melihat teks lagi ketika disuruh
berdzikir sehabis shalat.
2. Dengan bertambahnya pasien masuk ke Madani, maka perlu
ditambahkannya tenaga-tenaga profesional dalam menangani penderita
skizofrenia, agar bisa mengondisikan dan menyesuaikan kegiatan-
kegiatan para penderita.
92
3. Khusus kegiatan-kegiatan yang sudah terjadwal diharapkan para ustadz
agar lebih intens dan bertanggung jawab dengan memaksimalkan
kegiatan pada penderita agar penderita bisa lebih disiplin dan tertib.
DAFTAR PUSTAKA
Adz-Dzaky, H.B. Konseling & Psikoterapi Islam. Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru:
2002.
Al-Faifi, Syaikh Sulaiman Ahmad. Ringkasan Fikih Sunnah Sayyid Sabiq,
Penerjemah: Tirmidzi, Lc. Futuhal Arifin, Lc. Farhan Kurniawan. Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2013.
Ash-Shiddieqy, Hasbi Muhammad. Pedoman Dzikir dan Doa. Semarang, PT. Pustaka
Rizki Putra, 2010.
Cangara, Hafied. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2006.
Corey, Gerald. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy Penerjemah
oleh E. Koeswara dalam Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi.
Bandung: PT Refika Aditama, 2005.
Daradjat, Zakiah . Kesehatan Mental. Jakarta: Gunung Agung, 2001.
______________. Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental. Jakarta: Bulan
Bintang, 1982.
______________. Peranan Agama dalam Kesehatan Mental. Jakarta: Toko Gunung
Agung, 1996.
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya: Al-Jumanatul Ali. Bandung:
CV Penerbit J-ART, 2009.
Dewi, Juliarti, Aku Menderita Skizofrenia. Yogyakarta: Penerbit PT. Kanisius, 2011.
Gunawan, Imam. Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik. Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2013.
Gunarsa, Singgih. Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1992.
Hawari, Dadang. Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa. Yogyakarta:
PT. Dana Bhakti Yasa, 2004.
_____________. Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI, 2001.
______________. Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI, 2001.
Hendropuspito. Sosiologi Agama. Jakarta: Kanisius, 1983.
Herdiansyah, Haris. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk ilmu-ilmu sosial. Jakarta:
Salemba Humanika, 2012.
Hamadi, Abu. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta, 2007.
Ibrahim, Ayub Sani. Skizofrenia Spilitting Personality. Ciputat: Jelajah Nusa, 2011.
Jalaluddin. Psikologi Agama: Memahami Perilaku dengan Mengaplikasikan Prinsip-
prinsip Psikologi. Jakarta: Rajawali Pers, 2016.
Kartono, Kartini. Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual. Bandung: Mandar
Maju. 2009.
Moleong, J Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya,
2007.
Myers G, David. Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika, 2014. Penerjemah:
Aliya Tusyani, dkk.
Nasution, Harun. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: Universitas
Indonesia Press, 1985.
Nevid S, Jeffrey Dkk., Psikologi Abnormal. (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2003), edisi
ke-5, jilid2, Alih Bahasa: Tim Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, h. 103.
Rasjid, Sulaiman. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2010.
Saleh, Hasan. Kajian Fiqh Nabawi & Fiqh Kontemporer. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2008.
Santoso, Slamet. Teori-Teori Psikologi Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama, 2010
Sarosa, Samiaji. Penelitian Kualitatif: Dasar-Dasar. Jakarta: Indeks, 2012.
Sarwono, S.W. Pengantar umum psikologi. Jakarta: Bulan Bintang, 2003.
Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers, 2012.
Sunarto, Kamanto. Pengantar Sosisologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, 2004.
Walgito, Bimo. Psikologi Sosial: Suatu Pengantar. Yogyakarta: Andi Offset, 1978.
Wiramihardja, S.A. Pengantar Psikologi Abnormal. Bandung: Refika Aditama, 2005.
HASIL WAWANCARA TERAPIS MADANI MENTAL HEALTH CARE
Nama : Harid Isnaeni, S.Sos.I
Jabatan: Konselor Pendamping
Lokasi : Ruangan konselor
Hari/Tanggal : Senin 11 September 2017
Pukul : 10: 25 WIB
1. Apakah penderita skizofrenia sudah bisa melaksanakan shalat ?
Pertama, tingkatannya berbeda-beda , pada tahap awal tingkat
kepemahaman penderita untuk melaksanakan ibadah masih minim, dan para
terapis tidak memaksakannya. Ada tahap proses stabilisasi ketika awal datang,
tetapi kondisinya sudah memungkinkan, dan para terapis mengajak penderita
untuk shalat, walaupun pengetahuan shalatnya masih minim, proses terapinya
pelan-pelan diarahkan.
2. Apakah penderita sudah bisa bacaan shalat ?
Untuk bacaan shalatnya bermacam-macam, ada yang sama sekali tidak
bisa baca Al-fatihah, ada juga yang sudah lancar tetapi hanya sebatas hafalan
saja, tapi tidak semuanya, karena penderitanya berbeda-beda, usianya juga
berbeda-beda.
3. Apakah sudah tepat waktu melaksanakan shalat ?
Karena memiliki program, yang pasti tepat waktu untuk shalat wajib,
sunnah seperti shalat dhuha dan tahajud.
4. Siapa yang mengajarkan membaca Al-Qur’an ?
Setiap hari program berbeda-beda, program harian dimulai dari senin
misalkan yang bersifat religi waktunya dimalam hari seperti Siriyah
Nabawiyah, malam berikutnya TPI (Teori Praktek Ibadah), dan untuk BTQ
(Baca Tulis Qur’an dalam satu minggu ada 1 program dikhususkan untuk
penderita peningkatan baca tulis Qur’an itu untuk program rutinnya. Tapi
diluar program yang dijadwalkan, penderita bisa belajar Al-quran disela-sela
waktu luang mereka, ketika mereka tidak mempunyai kegiatan dan dia mau
mengaji, para ustad yang bertanggung jawab atas masing-masing penderitanya
bisa mengagendakan belajar mengaji.
5. Apakah penderita sudah bisa baca Al-Qur’an ?
Berbeda-beda, ada yang belum bisa sama sekali huruf hijaiyah, ada
yang masih tersendat-sendat misalkan udah lancar dari kecil tapi jarang dibaca
dan akhirnya lupa lagi. Jadi berbeda-beda setiap individu, usianya berbeda-
beda dan beda-beda kemampuannya.
6. Apakah diajarkan menghafal Al-Qur’an ?
Menghafal ada, biasanya surat-surat pendek setiap subuh dan ada
hafalan asmaul husna.
7. Siapa yang membimbing berdzikir ?
Dzikir dilakukan sehabis shalat wajib maupun sunnah, dan yang
memimpin berdzikir adalah imam shalat, tetapi yang membacanya para
penderita yang memimpin 1 orang yang sudah terjadwal. Ada namanya ADS
(Aktualisasi Diri Santri) misalkan sehabis Dzuhur untuk adzannya si A,
qomatnya si B mimpin dzikrinya si C, jadi setiap waktu itu berbeda-beda.
Para penderita masih baca atau masih textual dzikirnya, dari mereka yang
memimpin supaya bisa melatih mereka untuk memimpin. Walaupun
bacaannya masih belum lancar dan pak ustad hanya menemani mereka.
Konselor Pendamping
Harid Isnaeni, S.Sos.I
HASIL WAWANCARA TERAPIS MADANI MENTAL HEALTH CARE
Nama : Mohammad Ufihori
Jabatan: Konselor pendamping
Lokasi : Ruangan konselor
Hari/Tanggal : Jum’at 15 September 2017
Pukul : 10:10 WIB
1. Apakah penderita berkomunikasi dengan baik dengan Pembina ?
Tentu saja, tapi kita lihat juga keadaan tingkat keparahan penderita,
apakah sudah bisa berkomunikasi oleh konselor apakah tidak. Ketika mereka
masih belum berkomunikasi, kita hanya bisa diamkan dulu dengan pantauan,
tapi jika dia sudah mulai stabil kejiwaannya barulah diajak berkomunikasi.
2. Apa yang terapis lakukan untuk mengatasi gangguan komunikasi penderita?
Pertama, kalau terapis belum mampu berkomunikasi dengan
penderita, terapis berkomunikasi terlebih dahulu dengan keluarganya. Ketika
terapis sudah mendalami keluarganya, lalu menanyakan hobi penderita. Jadi
dengan mudah bisa berkomunikasi dengan mendekatkan hobinya misalnya,
ada penderita yang hobinya komputer jadi terapis mendekatkan dia dengan
computer, lalu ketika penderita senang terapis mulai berkomunikasi dengan
penderita.
3. Apakah penderita bersosialisasi dengan masyarakat sekitar ?
Penderita yang sudah 2/ 3 bulan kita coba untuk berbaur dengan masyarakat.
4. Seperti apa terapi psikososial di Madani ?
Program nya 1 tahun dilakukan 2 kali, jadi setiap 6 bulan sekali seperti
kegunung, pantai dan lain-lain. Tetapi ada juga yang sebulan 2 kali yaitu pergi
ke madani yang berada di jasinga dan bertemu para penderita yang lainnya
disana.
Konselor Pendamping
Mohammad Ufihori
HASIL WAWANCARA TERAPIS MADANI MENTAL HEALTH CARE
Nama : Ali Yahya Rambe, SE.SG
Jabatan: Konselor Pendamping
Lokasi : Ruangan konselor
Hari/Tanggal : Senin, 9 Oktober 2017
Pukul : 11: 31 WIB
1. Apakah penderita skizofrenia bisa melakukan shalat ?
Bisa, karena disitulah tugas seorang pendamping, menuntun dan
mengarahkan mereka.
2. Apakah penderita susah untuk diajak shalat ?
Tergantung kondisi jiwa mereka, kalau mereka rajin tidak perlu
disuruh shalat pun mereka akan shalat dengan sendirinya tapai kadang
kalau tidak mau shalat kita tidak memaksakan karena mereka tidak mau
dipaksakan.
3. Apakah penderita melakukan shalat sunnah ?
Para terapis selalu membimbing mereka untuk melakukan shalat
sunnah seperti shalat sunnah dhuha, shalat sunnah hajat, sunnah tahajud,
sunnah taubat.
4. Apakah penderita sudah bisa baca al-qur’an ?
Ada program-program tertentu yang berkaitan dengan Al-Qur’an, ada
sebagian yang sudah bisa da nada juga yang masih belum bisa.
5. Apakah mereka diajarkan berdzikir ?
Setiap shalat ada buku dzikir lalu kita bagikan kepada penderita, dan
membimbing mereka untuk berdzikir.
6. Apa sudah hafal lafadz berdzikir ?
Kalau hafal masih kurang, tetapi ada juga yang sudah hafal
7. Waktu apa saja melakukan berdzikir ?
Setiap abis shalat dilakukan berdzikir.
Konselor Pendamping
Ali Yahya Rambe, SE.SG
HASIL WAWANCARA TERAPIS MADANI MENTAL HEALTH CARE
Nama : R. Indra Wirasetya P. SST.
Jabatan: Program Manajer
Lokasi : Ruangan konselor
Hari/Tanggal : Senin, 9 Oktober 2017
Pukul : 11:11 WIB
1. Riwayat terapis skizofrenia ?
Permasalahan skizofrenia adalah mereka merasakan sakit walaupun
secara fisik mereka sehat, makan bisa dan tidur juga bisa, tetapi dalam kondisi
kejiwaannya mereka terganggu, dalam aspek sosialnya adalah mereka tidak
dikurung, mereka tidak didalam ruang isolasi, mereka tetap bergaul dan hidup
selayaknya sebagai manusia biasa, namun dalam proses bimbingan dan
arahan.
2. Terapi psikososial apa yang diterapkan di Madani ?
Banyak terapi psikososial yang diterapkan disini, seperti olahraga,
jogging dilakukan setiap selasa dan kamis, berenang setiap hari senin, ada
terapi kelompok, terapi individu.
3. Apakah penderita berkomunikasi baik dengan para terapis ?
Mereka yang berkomunikasi baik dan sudah mulai bagus yang sudah
diatas 2 bulan. Tergantung tingkat keparahannya, ada yang diajak berbicara
masih terbatas, dan kita butuh observasi 1-2 bulan dan rata-rata sudah ada
perubahan dan sudah bisa berinteraksi, berkomunikasi 2 arah, dan 3 bulan
sudah mencapai target, tetapi ada juga yang cukup lama dan panjang karena
sudah dilihat skizofrenianya sudah terlalu lama divonisnya jadi butuh tahapan
dan waktu yang cukup panjang juga untuk berinteraksi.
4. Bagaimana mereka bersosialisasi dengan masyarakat ?
Karena mereka tidak dikurung disini jadi mereka bisa bersosialisasi
dan berbicara dengan masyarakat sekitar, intinya mereka dimanusiawikan
yaitu mereka tidak dikurung, mereka tidak diikat, mereka hidup seperti
manusia biasa.
Program Manajer
R. Indra Wirasetya P. SST.
Tabel Terapi Pendekatan Keagamaan dan Psikososial Pada Penderita Skizofrenia
Pendekatan
Keagamaan
Penderita Skizofrenia
GH AS MI IN NA
Ibadah Shalat GH berasal dari
pondok jadi dia
tidak susah untuk
diajak shalat
bahkan dia tidak
perlu disuruh ketika
shalat
AS cukup susah untuk
diajak shalat karena
suasana hatinya yang
sering berubah-ubah
MI kadang sulit
diajak shalat dan
kadang juga dia
mudah untuk diajak
shalat walaupun
masih susah untuk
bangun shalat
tahajud
IN sudah rajin
beribadah shalat dan
walaupun emosinya
sering berubah-ubah
Walaupun suasana
hatinya sering
berubah-ubah tapi dia
rajin untuk shalat,
untuk shalat sunnah
dia lebih susah
bangun tidur ketika
disuruh shalat tahajud
Berdzikir Sedikit demi sedikit
sudah hafal lafadz
berdzikir dan sudah
tidak membaca teks
dzikir walaiupun
masih dibimbing
oleh pembina
Masih melihat teks
dan masih belum fasih
dan belum hafal lafdz
berdzikir
Sudah fasih lafadz
berdzikir tetapi
masih melihat teks
Masih melihat teks
dan masih belum
fasih dan belum hafal
lafdz berdzikir
Masih melihat teks
dan masih belum
fasih dan belum hafal
lafdz berdzikir
Pembelajaran
membaca dan
menulis Al-
Qur’an
GH Sudah lancar
membaca Al-
Qur’an dan lancar
menulis Al-Qur’an
dan juga sudah
hafal surat-surat
pendek
AS Sedikit demi
sedikit sudah lancar
membaca Al-Qur’an
masih belum lancar
untuk menulis Al-
Qur’an dan belum
lancar surat-surat
pendek
MI Masih belum
lancar membaca Al-
Qur’an, dan belum
lancar menulis Al-
Qur’an
IN sudah lancar
membaca Al-Qur’an
masih belum lancar
untuk menulis Al-
Qur’an dan belum
lancar surat-surat
pendek
NA Masih belum
lancar membaca Al-
Qur’an, dan belum
lancar menulis Al-
Qur’an
Pendekatan
Psikososial
Penderita Skizofrenia
GH AS MI IN NA
Bersosialisasi GH bersosialisasi
dengan baik kepada
masyarakat.
Awalnya sulit untuk
bersosialisasi, setelah
2 bulan berada di
madani sudah bisa
untuk bersosialisasi
dengan masyarakat
Dari awal adaptasi,
MI sulit untuk
bersosialisasi dan
tidak ada rasa
kenyamanan tinggal
di madani pun tidak
ada. Setelah 2 bulan
baru dia sudah bisa
bersosialisasi
dengan baik.
Terkadang IN sulit
bersosialisasi karena
sering emosi dan
tidak bisa diatur
Emosinya masih
belum terkontrol
dengan baik jadi
masih belum bisa
bersosialisasi dengan
baik
Terapi
Kelompok
Tidak sulit untuk
diajak terapi
kelompok oleh para
terapis
Kadang sulit dan
kadang juga mudah
untuk diajak terapi
kelompok oleh para
terapis
Tidak sulit untuk
diajak terapi
kelompok oleh para
terapis
Tidak sulit untuk
diajak terapi
kelompok oleh para
terapis
Terkadang sulit untuk
mengajaknya untuk
mengikuti terapi
kelompok
Berkomunikasi Berkomunikasi
dengan baik kepada
para penderita
ataupun kepada
para terapis.
Berkomunikasi
dengan baik kepada
para penderita ataupun
kepada para terapis.
MI Kadang sulit
untuk diajak
berkomunikasi
karena suasana
hatinya
Berkomunikasi
dengan baik kepada
para penderita
ataupun kepada para
terapis.
Kadang emosi belum
terkontrol jadi kadang
susah untuk diajak
berkomunikasi
Dokumentasi
Ruang Kantor
Ruang Konsultasi Psikolog
Terapi Agama
Sholat Berjamaah
Membaca dan pempelajari Al-Qur’an
Berdzikir
Sosialisasi ke gunung pandayan
Olah raga
Terapi kelompok
Keterampilan-keterampilan
Wawancara penulis dengan terapis