Terapi Oma

11
Terapi Antibiotik merupakan terapi inisial bagi otitis media akut. Terapi farmakologis lainnya telah digunakan untuk mengobati OMA. Analgetik dan antipiretik memiliki pernanan dalam tatalaksana simtomatik. Dekongestan dan antihistamin tidak memiliki efikasi baik dalam pemberian di awal maupun saat proses lanjut, meskipun kedua obat tersebut mengobati gejala nasal yang ada. Terapi Antimikroba Antibiotik masih merupakan terapi inisial pada OMA karena adanya 3 alasan : 1. Setelah pemberian antibiotik, angka kejadian komplikasi OMA (supuratif), berkurang 2. Praktisi klinis tidak dapat memprediksi secara pasti tentang pasien mana yang akan mengalami komplikasi 3. Penelitian telah menunjukkan bahwa penggunaan antibiotik meningkatkan outcomes pasien baik pada OMA fase awal maupun fase lanjut The Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menyatakan bahwa terdapat 6 kondisi sebagai indikasi pemberian antibiotik secara tepat, yaitu : 1. Episode OMA atau otitis media efusi 2. Indikasi antimikroba sebagai pengobatan OMA (diagnosis memerlukan efusi telinga tengah dan tanda serta geka;a penyakit sistemik atau lokal

Transcript of Terapi Oma

Terapi

Antibiotik merupakan terapi inisial bagi otitis media akut. Terapi farmakologis lainnya telah digunakan untuk mengobati OMA. Analgetik dan antipiretik memiliki pernanan dalam tatalaksana simtomatik. Dekongestan dan antihistamin tidak memiliki efikasi baik dalam pemberian di awal maupun saat proses lanjut, meskipun kedua obat tersebut mengobati gejala nasal yang ada.

Terapi AntimikrobaAntibiotik masih merupakan terapi inisial pada OMA karena adanya 3 alasan :

1. Setelah pemberian antibiotik, angka kejadian komplikasi OMA (supuratif), berkurang2. Praktisi klinis tidak dapat memprediksi secara pasti tentang pasien mana yang akan mengalami komplikasi

3. Penelitian telah menunjukkan bahwa penggunaan antibiotik meningkatkan outcomes pasien baik pada OMA fase awal maupun fase lanjut

The Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menyatakan bahwa terdapat 6 kondisi sebagai indikasi pemberian antibiotik secara tepat, yaitu :1. Episode OMA atau otitis media efusi

2. Indikasi antimikroba sebagai pengobatan OMA (diagnosis memerlukan efusi telinga tengah dan tanda serta geka;a penyakit sistemik atau lokal

3. OMA tanpa komplikasi yang harus diobati selama 5-7 hari dengan menggunakan antimikroba pada anak usia > 2 tahun

4. Antimikroba tidak diindikasikan bagi pengobatan inisial otitis media eksterna, pengobatan dapat diindikasikan jika efusi menetap selama 3 bulan

5. OME yang persisten setalah terapi OMA

6. Profilaksis antimikroba harus diberikan untuk mengontrol OMA rekuren, yang didefinisikan sebagai 3 atau lebih serangan dan tercatat dalam waktu 6 bulan atau 4 bulan atau lebih episode dalam 1 tahun.

Terapi jangka pendek tidak tepat bagi anak-anak usa < 2 tahun, berdasarkan penelitian menyatakan bahwa pemberian antbiotik selama 20 hari memiliki outcomes yang lebih baik dibandingkan dengan terapi 10 hari atau menggunakan placebo. Antibiotik beta laktam lebih baik dalam melawan patogen Gram positif. Amoxicillin (atau eritromisin-sulfisoxazole, pada pasien yang alergi penisilin) merupakan terapi inisial pada OMA anak. Dengan adanya resistensi, praktisi klinis dapat memilih regimen antmikroba alternatif yang termasuk beta laktamase spektrum luas (sefalosporin) atau formulasi kombinasi seperti amoxicillin-asam klavulanat atau trimethoprim-sulfamethoxazole. Terapi kombinasi dapat mencegah resistensi mutasi. Jika anak tidak merespon antibiotik dalam 48 jam dan gejala toksisitas sistemik dan lokal, bakteri patgen dapat menjadi resisten pada obat-obatan tertentu. Pilihan terapi termasuk perubahan empiris agen antimikroba atau prosedur drainase dengan kultur. Pada anak yang memiliki gejala akut yang memanjang, kegagalan terapi antibiotik bisa mengindikasi adanya infeksi penyerta (virus). Pengobatan OMA juga bisa dibedakan berdasarkan pada stadiumnya.

1. Stadium oklusi ( bertujuan membuka kembali tuba Eustachius, sehingga bisa menghilangkan tekanan negatif pada telinga tengah. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologis (anak < 12 tahun) atau HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologis (> 12 tahun dan dewasa) ditambah dengan antibiotik bila penyebab bakteri.2. Stadium presupurasi ( antibiotik, obat tetes hidung dan analgetik. Terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar didapatkan konsentrasi yang adekuat di dalam darah, sehingga bisa mencegah terjadinya mastoiditis, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Antibiotik diberikan selama 7 hari. Bila pasien alergi bisa diganti dengan eritromisin. Pada anak, ampisilin diberikan dengan dosis 50-100mg/kgBB/hari, dibagi dalam 4 dosis atau amoksisilin 40 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis atau eritromisin 40 mg/kgBB/hari.

3. Stadium supurasi ( diberikan antibiotik dan ditambah dengan miringotomi, bila membran timpani masih utuh. 4. Stadium perforasi ( obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari dengan antibiotik yang adekuat. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi dapat menutup kembali dalam waktu 7-10 hari.

5. Stadium resolusi ( bila terjadi sekret yang mengalir terus menerus dari liang telinga luar disebabkan oleh edema mukosa telinga tengah sehingga antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu, bila sekret masih tetap banyak, kemungkinan telah terjadi mastoiditis ( otitis media sipuratif sub akut ( bila lebih dari 1 atau 2 bulan ( otitis media supuratif kronik.

Terapi bedah

Walaupun observasi yang hati-hati dan pemberian obat merupakan pendekatan pertama dalam terapi OMA, terapi pembedahan perlu dipertimbangkan pada anak dengan OMA rekuren, otitis media efusi (OME), atau komplikasi supuratif seperti mastoiditis dengan osteitis. Beberapa terapi bedah yang digunakan untuk penatalaksanaan OMA termasuk timpanosintesis, miringotomi, dan adenoidektomi.

Timpanosintesis adalah pengambilan cairan dari telinga tengah dengan menggunakan jarum untuk pemeriksaan mikrobiologi. Risiko dari prosedur ini adalah perforasi kronik membran timpani, dislokasi tulang-tulang pendengaran, dan tuli sensorineural traumatik, laserasi nervus fasialis atau korda timpani. Oleh karena itu, timpanosintesis harus dibatasi pada: anak yang menderita toksik atau demam tinggi, neonatus risiko tinggi dengan kemungkinan OMA, anak di unit perawatan intensif, membran timpani yang menggembung (bulging) dengan antisipasi ruptur spontan (indikasi relatif), kemungkinan OMA dengan komplikasi supuratif akut, OMA refrakter yang tidak respon terhadap paket kedua antibiotik. Timpanosintesis dapat mengidentifikasi patogen pada 70-80% kasus. Walaupun timpanosintesis dapat memperbaiki kepastian diagnostik untuk OMA, tapi tidak memberikan keuntungan terapi dibanding antibiotik sendiri. Timpanosintesis merupakan prosedur yang invasif, dapat menimbulkan nyeri, dan berpotensi menimbulkan bahaya sebagai penatalaksanaan rutin.

Pertimbangan untuk dilakukan timpanosintesis :

1. Anak dengan imunosupresi atau immunocompromised2. Neonatus dengan OMA (patogennya lebih invasif)

3. Pasien dengan gagal terapi antibiotik dan mengalami gejala sistemik atau lokal dari sepsis.Secara umum, timpanosentesis dilakukan tanpa anestesi setelah sterilisasi kanal telingan dengan isopropil alkohol atau solusi povidone-iodine. Masukkan jarum melalui bagian anterior membran timpani dan aspirasi isi telinga tengah.

Miringotomi adalah tindakan insisi pada membran timpani untuk drainase cairan dari telinga tengah. Pada miringotomi dilakukan pembedahan kecil di kuadran posterior-inferior membran timpani. Untuk tindakan ini diperlukan lampu kepala yang terang, corong telinga yang sesuai, dan pisau khusus (miringotom) dengan ukuran kecil dan steril. Miringotomi hanya dilakukan pada kasus-kasus terpilih dan dilakukan oleh ahlinya. Indikasi untuk miringotomi adalah terdapatnya komplikasi supuratif, otalgia berat, gagal dengan terapi antibiotik, pasien imunokompromis, neonatus, dan pasien yang dirawat di unit perawatan intensif.

Komplikasi Miringotomi

Perdarahan akibat trauma pada liang telinga luar, dislokasi tulang pendengaran, trauma pada fenestra rotundum, trauma pada nervus fasialis, trauma pada bulbus jugulare adalah komplikasi yang mungkin terjadi. Bila terapi sudah adekuat, miringotomi tidak perlu dilakukan.