Terapi Cairan
Transcript of Terapi Cairan
BAB I
PENDAHULUAN
Tubuh sebagian besar terdiri dari air. Air dan zat-zat yang terkandung
didalamnya yang terdapat didalam tubuh disebut juga cairan tubuh berfungsi
menjadi pengangkut zat makanan ke seluruh sel tubuh dan mengeluarkan bahan
sisa dari hasil metabolisme sel untuk menunjang berlangsungnya kehidupan.
Jumlah cairan tubuh berbeda-beda tergantung dari usia, jenis kelamin, dan banyak
atau sedikitnya lemak tubuh.1
Tubuh kita terdiri atas 60 % air, sementara 40 % sisanya merupakan zat
padat seperti protein, lemak, dan mineral. Proporsi cairan tubuh menurun dengan
pertambahan usia, dan pada wanita lebih rendah dibandingkan pria karena wanita
memiliki lebih banyak lemak jika dibandingkan dengan pria, dan lemak
mengandung sedikit air. Sementara neonatus atau bayi sangat rentan terhadap
kehilangan air karena memiliki kandungan air yang paling tinggi dibandingkan
dengan dewasa. Kandungan air pada bayi lahir sekitar 75 % berat badan, usia 1
bulan 65 %, dewasa pria 60 %, dan wanita 50 %.1,2,3
Zat-zat yang terkandung dalam cairan tubuh antara lain adalah air,
elektrolit, vitamin, dan nutrien-nutrien lain seperti protein, karbohidrat, dan
lemak. Dengan makan dan minum maka tubuh kita akan tercukupi akan
kebutuhan nutrient-nutrien tersebut.
Air dan elektrolit yang masuk ke dalam tubuh akan dikeluarkan dalam
waktu 24 jam dengan jumlah yang kira-kira sama melalui urin, feses, keringat,
dan pernafasan. Tubuh kita memiliki kemampuan untuk mempertahankan atau
memelihara keseimbangan ini yang dikenal dengan homeostasis.4
Namum demikian, terapi cairan parenteral dibutuhkan jika asupan melalui
oral tidak memadai atau tidak dapat mencukupi. Sebagai contoh pada pasien
koma, anoreksia berat, perdarahan banyak, syok hipovolemik, mual muntah yang
hebat, atau pada keadaan dimana pasien harus puasa lama karena akan dilakukan
1
pembedahan. Selain itu dalam keadaan tertentu, terapi cairan dapat digunakan
sebagai tambahan untuk memasukkan obat dan zat makanan secara rutin atau
untuk menjaga keseimbangan asam-basa.
Gangguan cairan dan elektrolit adalah hal yang sangat sering terjadi dalam
masa perioperatif maupun intraoperatif. Sejumlah besar cairan intravena sering
dibutuhkan untuk mengkoreksi kekurangan cairan dan elektrolit serta
mengkompensasi hilangnya darah selama operasi. Oleh karena itu, ahli anestesi
harus mempunyai pengetahuan yang baik tentang fisiologi normal cairan dan
elektrolit serta gangguannya. Gangguan yang besar terhadap keseimbangan cairan
dan elektrolit dapat secara cepat menimbulkan perubahan terhadap fungsi
kardiovaskular, neurologis, dan neuromuskular. 1,4
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi terapi cairan
Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara ataupun mengganti cairan
tubuh dengan pemberian cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma
ekspander) secara intravena untuk mengatasi berbagai masalah gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit, meliputi mengantikan volume cairan yang
hilang akibat perdarahan, dehidrasi atau syok.1
Terapi cairan perioperative meliputi tindakan terapi yang dilakukan pada masa
pra-bedah, selama pembedahan, dan pasca bedah. Dalam pembedahan dengan
anestesia yang memerlukan puasa sebelum dan sesudah pembedahan, maka terapi
cairan berfungsi untuk mengganti cairan saat puasa sebelum dan sesudah
pembedahan, mengganti kebutuhan rutin saat pembedahan, mengganti perdarahan
yang terjadi, dan mengganti cairan yang pindah ke rongga ketiga.1
2.2 Tujuan terapi cairan 1
Terapi cairan berfungsi untuk tujuan:
1. Mengganti kekurangan air dan elektrolit.
2. Untuk mengatasi syok.
3. Untuk mengatasi kelainan yang ditimbulkan karena terapi yang diberikan.
Terapi cairan preoperatif meliputi tindakan terapi yang dilakukan pada
masa pra-bedah, selama pembedahan dan pasca bedah. Pada penderita
yang menjalani operasi, baik karena penyakitnya itu sendiri atau karena
adanya trauma pembedahan, terjadi perubahan-perubahan fisiologi.
3
2.3 Komposisi cairan tubuh
Sebagian besar tubuh manusia terdiri dari cairan, pada bayi prematur
jumlahnya sebesar 80% dari berat badan, bayi normal sebesar 70-75% dari berat
badan, sebelum pubertas 65-70% dari berat badan, orang dewasa normal sekitar
50-60% dari berat badan. Kandungan air di dalam sel lemak lebih rendah dari
pada kandungan air di dalam sel otot, sehingga cairan total pada orang gemuk
lebih rendah dari pada mereka yang tidak gemuk.3,4
Cairan dalam tubuh dibagi dalam dua kompartemen utama yaitu cairan
ekstrasel dan intrasel. Volume cairan intrasel sebesar 60% dari cairan tubuh total
atau sebesar 36% dari berat badan pada orang dewasa. Volume cairan ektrasel
sebesar 40% dari cairan tubuh total atau sebesar 24% dari berat badan pada orang
dewasa. Cairan ekstrasel dibagi dalam dua subkompartemen yaitu cairan
interstisium sebesar 30% dari cairan tubuh total atau 18% dari berat badan pada
orang dewasa dan cairan intravascular (plasma) sebesar 10% dari cairan tubuh
total atau sebesar 6% dari berat badan pada orang dewasa.4
Bagan 1 : Komposisi cairan tubuh
4
Kandungan air dalam tiap organ tidak seragam seperti terlihat pada tabel 1
dibawah ini:
Tabel 1 : Kandungan air tiap anggota tubuh
Jaringan Persentase Air
Otak 84
Ginjal 83
Otot lurik 76
Kulit 72
Hati 68
Tulang 22
Lemak 10
Komponen Intraselular
Komponen intraseluler merupakan cadangan cairan tubuh yang terbesar,
dan berhubungan dengan cairan dalam sel. Komposisi ionnya berbeda dengan
komponen ekstraseluler karena mengandung ion kalium dalam konsentrasi tinggi
(140-150 mmol/liter) dan ion natrium dalam konsentrasi rendah (8-10 mmol/liter)
dan ion klorida (3mmol/liter). Jadi jika air diberikan bersama natrium dan klorida,
maka cenderung mengisi komponen ekstraseluler. Air yang diperlukan dalam
bentuk larutan glukosa akan didistribusikan kesemua bagian tubuh dan glukosa
akan dimetabolisme. Air murni tidak pernah diberikan secara intravena karena
dapat menyebabkan hemolisis masif.5
Komponen Ekstraselular
5
Komponen ekstraseluler dapat dibagi menjadi intravaskuler dan intertitial:
a. Komponen Intravaskuler
Volume darah normal kira-kira 70 ml/kgbb pada dewasa dan 85-90
ml/kgbb pada neonatus. Selain darah, komponen intravskuler juga terdiri dari
protein plasma dan ion, terutama natrium (138-145 mmol/liter), klorida (97-105
mmol/liter) dan ion bikarbonat. Hanya sebagian kecil kalium tubuh berada di
dalam plasma (3,5-4,5 mmol/liter), tetapi konsentrasi kalium ini mempunyai
pengaruh besar terhadap fungsi jantung dan neuromuskuler.5
b. Komponen Interstitial
Komponen interstitial lebih besar dari pada komponen intravaskuler. Jumlah
total cairan ekstraseluler (intravaskuler ditambah interstitial) bervariasi antara 20-
35% dari berat badan dewasa dan 40-45% pada neonatus. Air dan elektolit dapat
bergerak bebas di antara darah dan ruang interstitial, yang mempunyai komposisi
ion yang sama, tetapi protein plasma tidak dapat bergerak bebas keluar dari ruang
intravaskuler kecuali bila terdapat cedera kapiler misalnya pada luka bakar atau
syok septik.5
Jika terdapat kekurangan cairan dalam darah atau volume darah yang menurun
dengan cepat, maka air dan elektrolit akan ditarik dari komponen interstitial ke
dalam darah untuk mengatasi kekurangan volume intravaskuler, yang
diprioritaskan secara fisiologis. Pemberian cairan intravena yang terutama
mengandung ion natrium dan klorida, seperti NaCl fisiologis (9 g/liter atau 0,9%)
atau larutan Hartman (larutan ringer laktat), dapat bergerak bebas kedalam ruang
intertitial sehingga efektif untuk meningkatkan volume intervaskuler dalam waktu
singkat.5
Larutan yang mengandung molekur yang lebih besar, misalnya plasma, darah
lengkap, dekstran, poligelin, hidroksietil, gelatin, lebih efektif untuk
mempertahankan sirkulasi jika diberikan secara intravena karena komponen ini
lebih lama berada dalam komponen intravaskuler. Cairan ini biasanya disebut
sebagai plasma ex-pander
c. Cairan transseluler 6
6
Merupakan cairan yang terkandung di dalam rongga khusus dari tubuh.
Contoh (CTS) meliputi cairan serebrospinal, perikardial, pleural, sinovial, dan
cairan intraokular serta sekresi lambung dengan jumlah hamper mendekati angka
1 L, namun sejumlah besar cairan bergerak kedalam dan keluar ruang transelular
setiap harinya. Sebagai contoh, saluran gastro-intestinal (GI) secara normal
mensekresi dan mereabsorbsi sampai 6-8 L per-hari.
Dalam dua kompartemen cairan tubuh ini terdapat solute berupa kation dan
anion (elektrolit) yang penting dalam mengatur keseimbangan cairan dan fungsi
sel. Ada dua kation yang penting yaitu natrium dan kalium. Keduanya
mempengaruhi tekanan osmotik cairan ektrasel dan intrasel serta langsung
berhubungan dengan fungsi sel. Kation dalam cairan ekstrasel adalah natrium
(kation utama) dan kalium, kalsium, magnesium. Untuk menjaga netralitas
(elektronetral) didalam cairan ekstrasel terdapat anion-anion seperti klorida,
bikarbonat dan albumin. Kation utama dalam cairan intrasel adalah kalium dan
anion utama adalah fosfat.
Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non
elektrolit.
Elektrolit
Merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan arus
listrik. Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif
(anion). Jumlah kation dan anion dalam larutan adalah selalu sama (diukur
dalam miliekuivalen).3
Kation
Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah Natrium (Na+),
sedangkan kation utama dalam cairan intraselular adalah Kalium (K+). Suatu
sistem pompa terdapat di dinding sel tubuh yang memompa keluar Natrium
dan Kalium ini.
Natrium
7
Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan
paling berperan di dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar
natrium plasma: 138-145mEq/liter. Kadar natrium dalam tubuh 58,5
mEq/kgBB dimana 70% atau 40,5 mEq/kgBB dapat berubah-ubah.
Ekresi natrium dalam urine 100-180 mEq/liter, faeces 35 mEq/liter dan
keringat 58 mEq/liter. Kebutuhan setiap hari = 100 mEq (6-15 gram
NaCl).
Natrium dapat bergerak cepat antara ruang intravaskuler dan
interstitial maupun ke dalam dan keluar sel. Apabila tubuh banyak
mengeluarkan natrium (muntah,diare) sedangkan pemasukkan terbatas
maka akan terjadi keadaan dehidrasi disertai kekurangan natrium.
Kekurangan air dan natrium dalam plasma akan diganti dengan air dan
natrium dari cairan interstitial. Apabila kehilangan cairan terus
berlangsung, air akan ditarik dari dalam sel dan apabila volume plasma
tetap tidak dapat dipertahankan terjadilah kegagalan sirkulasi.3
Kalium
Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan
ekstraseluler berperan penting di dalam terapi gangguan
keseimbangan air dan elektrolit. Jumlah kalium dalam tubuh sekitar
53 mEq/kgBB dimana 99% dapat berubah-ubah sedangkan yang tidak
dapat berpindah adalah kalium yang terikat dengan protein didalam
sel.
Kadar kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari
1-3 mEq/kgBB. Keseimbangan kalium sangat berhubungan dengan
konsentrasi H+ ekstraseluler. Ekskresi kalium lewat urine 60-90
mEq/liter, faeces 72 mEq/liter dan keringat 10 mEq/liter. 3
Kalsium
8
Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu,
80-90% dikeluarkan lewat faeces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah
pengeluaran ini tergantung pada intake, besarnya tulang, keadaan
endokrin. Metabolisme kalsium sangat dipengaruhi oleh kelenjar-
kelenjar paratiroid, tiroid, testis, ovarium, dan hipofisis. Sebagian
besar (99%) ditemukan didalam gigi dan 1% dalam cairan
ekstraseluler dan tidak terdapat dalam sel.3
Magnesium
Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan
untuk pertumbuhan + 10 mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan faeces.
Anion
Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan
bikarbonat (HCO3-), sedangkan anion utama dalam cairan intraselular
adalah ion fosfat (PO43-).
Tabel 2. Menunjukkan jumlah dan jenis kation dan anion dalam tiap
kompartemen:4
(mEq/L) Plasma Interstitial InterselulerKation Na 142 114 15
K 4 4 150Ca 5 2,5 2Mg 3 1,5 27
Total 154 152 194Anion Cl 103 114 8
HCO3 27 30 10HPO4 2 2 100SO4 1 1 20
As Organik 5 5 0Protein 16 0 63Total 154 152 194
Non elektrolit
9
Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam
cairan. Zat lainya termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.
Perbedaan cairan ekstrasel dan intrasel
Cairan ekstrasel mengandung banyak ion natrium, klorida dan bikarbonat
dan berbagai nutrien untuk sel, seperti oksigen, glukosa, asam lemak dan asam
amino. Cairan ekstrasel juga mengandung karbondioksida yang diangkut dari sel
ke paru untuk diekskresi, ditambah berbagai produk sampah sel lainnya yang
diangkut ke ginjal untuk di ekskresi.3
Cairan intrasel sangat berbeda dari cairan ekstrasel, cairan intrasel
mengandung banyak ion kalium, magnesium dan fosfat dari pada di dalam cairan
ekstrasel.3
2.4 Proses Pergerakan Cairan Tubuh
Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan
mekanisme transpor pasif dan aktif. Mekanisme transpor pasif tidak
membutuhkan energy sedangkan mekanisme transpor aktif membutuhkan energi.
Difusi dan osmosis adalah mekanisme transpor pasif. Sedangkan mekanisme
transpor aktif berhubungan dengan pompa Na-K yang memerlukan ATP. 1,4
Proses pergerakan cairan tubuh antar kompertemen dapat berlangsung
secara:
a. Tekanan Osmotik
Tekanan osmotik adalah tekanan yang dibutuhkan untuk mencegah
perembesan (difusi) cairan melalui membran semipermiabel kedalam cairan lain
yang konsentrasinya lebih tinggi. Membran semipermeabel adalah membran yang
dapat dilalui air (pelarut), namun tidak dapat dilalui zat terlarut misalnya protein.
Tekanan osmotik plasma darah adalah 285 ± 5 mOsm/L. Larutan dengan
tekanan osmotik kira-kira sama disebut isotonk (NaCl 0,96%, Dekstrosa 5%,
Ringer-Laktat) lebih rendah disebut hipotonik (akuades) dan lebih tinggi disebut
hipertonik. Cairan lain yang konsentrasinya lebih tinggi. Membran semipermeabel
adalah membran yang dapat dilalui air (pelarut), namun tidak dapat dilalui zat
terlarut misalnya protein.
10
Konsentrasi molar (mol) adalah jumlah zat yang setara dengan berat atom
atau berat molekul zat dalam gram (1 mol zat mengandung jumlah partikel sama
6,02 x 10 23). 1 mol Na setara dengan berat atom Na yaitu 23 g. 1 mol Na Cl = Na
(23 g) + Cl (35,5 g) = NaCl (58,5 g). NaCl 0,9% 100 ml mengandung 0,9
gram atau 1 liter 9000 mg.
mMol = massa (mg) solute dalam 11 larutan berat molekul solute.
mMol = Massa NaCl (mg) dalam 1 liter larutan = 9000 = 154 mMol
Berat molekul NaCl 58,5
Miliosmol (mOsm/kg H2O), unit untuk menyatakan tekanan osmotik bila
solute dilarutkn dalam 1 liter larutan.
Miliosmol (mOsm/kg H2O) miliosmol (mmol/kg H2O x jumlah partikel)
Zat-zat tak terionisasi (dekstrosa, dekstran, urea)
1 mM urea = 1 mOsm/L
Zat-zat terionisasi (NaCl, CaCl2)
1 mMol NaCl = 2 mOsm/L 1 mM CaCl2 = 3 mOsm/L
Miliekivalen (mEq/L) menyatakan konsentrasi elektrolit mEq/L = mmol
x jumlah muatan listrik. 1,4
b. Difusi
Difusi ialah gerakan molekul yang terus menerus diantara molekul yang
satu dengan yang lainnya dalam cairan, maupun dalam gas. Ion-ion berdifusi
dengan cara yang sama seperti semua molekul, bahkan partikel koloid tersuspensi
berdifusi dengan cara yang sama juga kecuali bahwa proses difusinya berlangsung
sangat lambat dibandingkan dengan zat-zat molekular akibat ukurannya yang
sangat besar.
Difusi melalui membran sel terbagi atas difusi sederhana dan difusi yang
dipermudah. Difusi sederhana dapat terjadi melalui membran sel dengan dua cara
yaitu:
11
1. Melalui celah pada lapisan lipid ganda, khususnya jika bahan yang
berdifusi terlarut-lipid
2. Melalui saluran licin pada beberapa protein transfor. 1,4
c. Transpor Aktif Primer
Pompa Natrium Kalium
Zat-zat yang ditranspor oleh transpor aktif primer antara lain adalah
natrium, kalium, kalsium, hidrogen, klorida dan beberapa ion lainya.
Pompa natrium-kalium adalah suatu proses transpor yang memompa
ion natrium keluar melalui membran sel dan pada saat yang bersamaan
memompa ion kalium dari luar kedalam. 1
Peran natrium
Ekskresi air hampir selalu disertai oleh ekskresi natrium air lewat
urin, feces, atau keringat, karena itu kekurangan air (dehidrasi) selalu diberi
cairan infus yang mengandung natrium. Natrium berperan memelihara
tekanan osmotik dan volume cairan ekstraseluler dan natrium sebagian
besar (84%) berada dicairan ekstraseluler. Kebutuhan natrium perhari
sekitar 50-100 mEq atau 3-6 gram NaCl. Keseimbangan Na diatur terutama
oleh ginjal. Berat atom Na = 23 dengan muatan listrik 1.
1 gram NaCl = 17 mEq. Kekurangan Na biasanya disebabkan oleh
pemberian infus berlebihan tanpa Na, pada sindroma reseksi prostat atau
pada menurunnya sekresi ADH (hormon anti diuretik). 1
Peran kalium
Sebagian besar K terdapat dalam sel (150 mEq/L). Pembedahan
menyebabkan katabolisme jaringan dan moilisasi kalium pada hari-hari
pertama dan kedua. Kebutuhan akan kalium cukup diatasi dengan
kebutuhan rutin saja sekitar 0,5 mEq/kgBB/hari. Kemampuan ginjal
menahan kalium sangat rendah. Kadar kalium dalam plasma hanya 2% dari
total K tubuh, sehingga kekurangan K jarang terdeteksi. Fungsi K adalah
12
merangsang saraf otot, menghantarkan impuls listrik, membantu utilisasi
O2, asam-amino, glikogen dan pembentukan sel.
Kadar K serum normalnya 3-5 mEq/L. Hipokalemia (<3 mEq/L),
memyebabkan keletihan otot, lemas, kembung, ileus paralitik, gangguan
irama jantung. Konsentrasi K dalam infus sebaiknya < 40 mEq/L atau
kecepatan pemberian < 20 mEq/jam. 1
2.5 Etiologi kehilangan cairan 1,2,3
Pengaturan kebutuhan cairan dan elektrolit dalam tubuh diatur oleh ginjal,
kulit, paru-paru dan gastrointestinal.
1. Ginjal
Ginjal merupakan organ yang memiliki peran cukup besar dalam
pengaturan kebutuhan cairan dan elektrolit.Hal ini pada fungsi ginjal yakni
sebagai pengatur air, pengatur konsentrasi garam dalam darah, pengatur
keseimbangan asam basa darah, dan pengaturan eksresi bahan buangan
atau kelebihan garam.
Proses pengaturan kebutuhun keseimbangan air ini diawali oleh
kemampuan bagian ginjal seperti glomerulus sebagai penyaring cairan.
Rata-rata setiap satu liter darah mengandung 500 cc plasma yang mengalir
melalui glomerulus, 10 persennya disaring keluar. Cairan yang tersaring
(filtrate glomerulus), kemudian mengalir melalui tubuli renalis yang sel-
selnya menyerap semua bahan yang dibutuhkan.Jumlah urine yang
diproduksi ginjal dapat dipengaruhi oleh ADH dan aldosteron dengan rata-
rata 1 ml/kg/bb/jam.
2. Kulit
Kulit merupakan bagian penting dalam pengaturan cairan yang
terkait dengan proses pengaturan panas. Proses ini diatur oleh pusat
pengatur panas yang disarafi oleh vasomotorik dengan kemampuan
mengendalikan arteriolakutan dengan cara vasodilatasi dan vasokontriksi.
Banyak darah yang mengalir melalui pembuluh darah dalam kulit
13
mempengaruhi jumlah keringat yang dikleluarkan. Proses pelepasan panas
kemudian dapat dilakukan dengan cara penguapan.
Keringat merupakan sekresi aktif dari kelenjar keringat di bawah
pengendalian saraf simpatis.Melalui kelenjar keringat ini suhu dapat
diturunkan dengan melepaskan air yang jumlahnya kurang lebih setengah
liter sehari.Perangsangan kelenjar keringat dapat diperoleh dari aktivitas
otot, suhu lingkungan dan melalui kondisi tubuh yang panas.
Proses pelepasan panas lainnya dilakukan melalui cara pemancaran
yaitu dengan melepaskan panas ke udara sekitarnya. Cara tersebut berupa
cara konduksi dan konveksi, cara konduksi yaitu pengalihan panas ke
benda yang disentuh, sedangkan cara konveksi yaitu mengalirkan udara
yang panas ke permukaan yang lebih dingin.
Jumlah rata-rata kehilangan air dengan cara difusi melalui kulit
kira-kira 300-400 ml/hari. Kehilangan ini diminimalkan oleh lapisan
korneum kulit yang mengandung kolestrol, yang memberikan
perlindungan terhadap kehilangan yang berlebihan melalui difusi. Bila
lapisan korneum ini hilang, seperti yang terjadi pada luka bakar yang luas,
kecepatan evaporasi dapat meningkat 10 kali lipat, mencapai 3 sampai 5
liter per hari. Oleh sebab itu, korban luka bakar harus diberi cairan dalam
jumlah yang besar, biasanya secara intravena, untuk mengimbangi
kehilangan cairan.
3. Paru-paru
Organ paru-paru berperan dalam pengeluaran cairan dengan
menghasilkan insible water loss ± 400 ml/hari. Proses pengeluaran cairan
terkait dengan respons akibat perubahan frekuensi dan kedalaman
pernapasan (kemampuan bernapas), misalnya orang yang melakukan olah
raga berat. Namun dapat juga disebabkan jika terjadi demam yang di ikuti
pernapasan yang cepat.
4. Gastrointestinal
14
Gastrointestinal merupakan organ saluran pencernaan yang berperan
dalam mengeluarkan cairan melalui proses penyerapan dan pengeluaran
air. Dalam kondisi normal, cairan yang hilang dalam sistem ini sekitar
100- ml/ hari. Jumlah ini dapat meningkat sampai beberapa liter per hari
pada pasien diare berat. Oleh karena itu, diare yang berat dapat
membahayakan jiwa jika tidak ditangani dalam beberapa hari.
2.6 Kebutuhan Cairan Tubuh
Pada orang sehat asupan dan pengeluaran air seimbang. Bila terjadi
gangguan keseimbangan maka mungkin diperlukan koreksi dengan nutrisi
parenteral. Asupan air dan makanan rata-rata adalah sekitar 2000 ml dan kira-kira
200 ml air metabolik berasal dari metabolisme nutrien di dalam tubuh. Air
dieksresikan dalam urin dan melalui penguapan yang tidak disadari. Jumlah
eksresi urin sekitar 1300 ml/air, sedangkan melalui penguapan yang tidak disadari
(insensible evaporation) sekitar 900 ml/hari.
Maka pasien yang tidak memperoleh makanan melalui oral memerlukan
volume infus perhari yang setara dengan kehilangan air dari tubuh perhari, cara
untuk menghitung kehilangan air dalam tubuh perhari yaitu:
Volume urine normal : 0,5 – 1 cc/kg/jam
Air metabolisme
o Dewasa : 5 cc/kg/hari
o Anak 12-14 tahun : 5-6 cc/kg/hari
o Anak 7-11 tahun : 6 -7 cc/kg/hari
o Balita : 8 cc/kg/hari
Insensible water loss (IWL)
o Dewasa : 15 cc/kg/hari
o Anak : 30 – usia(tahun) cc/kg/hari
Jika ada kenaikan suhu IWL + 200
Kebutuhan air dan elektrolit perhari :
15
Pada orang dewasa
o Kebutuhan homeostatis kalium : 20-30 mEq/kg/hr2
o Air : 25-40 ml/kg/hr
o Na : 2 mEq/kg/hr3
o K : 1 mEq/kg/hr3
Pada anak dan bayi
o Air
10 kg : 100 ml/kg/hari
10-20 kg : 1000 ml/kg + 50 ml/kg diatas 10 kg/hr
> 20 kg : 1500 ml/kg + 20 ml/kg diatas 20 kg/hr
o Na : 2 mEq/kg/hr2
o K : 2,5 2 mEq/kg/hr2
Tabel 3. Kebutuhan Cairan1
Kebutuhan cairan meningkat Kebutuhan cairan menurun
Demam ( 12% tiap kenaikan suhu
1C )
Hiperventilasi
Suhu lingkungan tinggi
Aktivitas ekstrim
Setiap kehilangan abnormal (ex: diare,
poliuri, dll )
Hipotermi ( 12% tiap penurunan suhu 1C )
Kelembaban sangat tinggi
Oligouri atau anuria
Aktivitas menurun
Retensi cairan ( ex: gagal jantung, gagal
ginjal, dll )
Dehidrasi
Dehidrasi merupakan keadaan dimana kurangnya cairan tubuh dari jumlah
normal akibat kehilangan cairan, asupan yang tidak mencukupi atau kombinasi
keduanya. Dengan manifestasi klinis seperti pada tabel 4 : 1
Tabel 4. Klasifikasi Dehidrasi8
16
Klinis Dehidrasi
Ringan (5%)
Dehidrasi
Sedang (5-10%)
Dehidrasi
Berat (> 10%)
Keadaan Umum Baik, Compos
Mentis
Gelisah,
rewel ,lesu
Letargik, tak sadar
Mata cekung,
keing
Normal Cekung Sangat cekung
Air mata Ada Kering Kering sekali
Mulut atau lidah
kering
Lembab Kering Sangat kering,
pecah-pecah
Haus Minum normal Haus Tak bisa minum
Turgor Baik Jelek Sangat jelek
Nadi Normal Cepat Cepat sekali
Tekanan darah Normal Turun Turun sekali
Air kemih Normal Kurang, oliguri Kurang sekali
Dehidrasi dibedakan atas:
a. Dehidrasi hipotonik
Kadar Na < 130 mmol/L
Osmolaritas < 275 mOsm/L
Letargi, kadang-kadang kejang
Dehidrasi isotonik
Na dan osmolaritas serum normal
b. Dehidrasi hipertonik
Na > 150 mmol/L
Osmolaritas > 295 mOsm/L
Harus, iritabel, bila Na > 165 mmol/L dapat terjadi kejang.
Pemeriksaan laboratorium pada keadaan dehidrasi yang menunjukakan
kelainan antara lain:
17
a. Hematokrit biasanya meningkat akibat hemokonsentrasi
b. Peningkatan berat jenis plasma
c. Peningkatan protein total
d. Kelainan pada analisis gas darah (asidosis metabolik)
e. Sel darah putih meningkat (karena hemokonsentrasi)
f. Fosfatase alkali meningkat
g. Natrium dan kalium masih normal, setelah reidrasi kalium ion dalam serum
rendah.
Kehilangan cairan melalui diare:
a. Kehilangan Na menyebabkan hipovolemia
b. Kehilangan H20 menyebabkan dehidrasi
c. Kehilangan HCO3 menyebabkan asidosis metabolik
d. Kehilangan K menyebabkan hipokalemia
Kehilangan cairan melalui muntah:
a. Hipokloremi
b. Hipokalemi
c. Alkalosis metabolic
d. Gangguan keseimbangan air dan Na
Penatalaksanaan Pada Dehidrasi3
1. BJ plasma dengan rumus
kebutuhan cairan=BJ plasma−1,0250,001
x BB x 4 ml
2. Metode pierce berdasarkan klinis
Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan = 5 % x BB (kg)
Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan = 8% x BB (kg)
Dehidrasi berat, kebutuhan cairan = 10% x BB (kg)
3. Metode daldiyono berdasarkan skor klinis
18
kebutuhan cairan= skor15
x10 % x BB X 1liter
bila skor < 3, dan tidak ada syok, maka hanya diberikan cairan peroral
(sebanyak mungkin sedikit demi sedikit). Bila skor >= 3 disertai syok,
maka diberikan cairan IV.
PEMBERIAN CAIRAN DEHIDRASI TERBAGI ATAS
1. Dua jam pertama : jumlah total kebutuhan cairan menurut rumus
BJ plasma atau skor Daldiyono diberikan langsung dalam 2 jam ini
agar tercapai rehidrasi optimal secepat mungkin
2. Satu jam berikutnya / jam ke – 3 (tahap kedua) pemberian
diberikan berdasarkan kehilangan cairan selama 2 jam pemberian
cairan rehidrasi inisial sebelumnya. Bila tidak ada syok atau skor
Daldiyono kurang dari 3 dapat diganti cairan oral.
3. Jam berikutnya cairan diberikan berdasarkan kehilangan cairan
melalui tinja dan IWL
Luka Bakar
19
Gambar 2.1 luka bakar
Resusitasi cairan di indikasikan bila luka bakar > 10% pada anak-anak
atau > 50% pada dewasa. Resusitasi cairan diberikan dengan tujuan preservasi
perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh darah vaskular regional,
sehingga iskemik jaringan tidak terjadi pada setiap organ sistemik. Dengan adanya
resusitasi cairan yang tepat, kita dapat mengupayakan stabilisasi pasien secepat
mungkin kembali kekondisi fisiologik dalam Persiapan menghadapi intervensi
bedah seawal mungkin.9
Baxter menemukan pasien dengan trauma inhalasi memerlukan tambahan
cairan jika dibandingkan dengan yang lain. Pruitt melaporkan pasien dengan
trauma elektrik dan yang resusitasinya rendah memerlukan cairan tambahan.
Bagaimanapun juga, muncul bukti bahwa pasien dengan luka bakar mayor
memerlukan cairan lebih banyak dari pada yang direkomendasikan Parkland
Formula. Volume resusitasi cairan yang besar berhubungan dengan peningkatan
resiko infeksi, ARDS, dan kematian.9
Formula yang sering digunakan untuk manajemen cairan pada luka bakar
mayor yaitu : Parkland, modified Parkland, Brooke,modified brooke, Evans
danMonafo’s Formula.9
A. Parkland Formula.
1. 24 jam pertama : Cairan RL 4 mL/kgBB untuk setiap 1 % permukaan
tubuh yang terbakar pada dewasa dan 3 mL/kgBB untuk setiap 1 %
permukaan tubuh yang terbakar pada anak. Cairan RL ditambah untuk
maintenance pada anak :
4 ml/kgBB/jam untuk anak dengan berat 0-10 kg
20
40 ml/kgBB/jam untuk anak dengan berat 10-20 kg
60 ml/kgBB/jam untuk anak dengan berat 20 kg atau lebih
Formula ini direkomendasikan tanpa koloid di 24 jam pertama.
2. 24 jam selanjutnya : koloid diberikan diberikan sebesar 20-60 % dari
kalkulasi volume plasma. Tanpa kristaloid. Glukosa pada air
ditambahkan untuk memperhatikan output urin 0,5 – 1 mL/jam pada
dewasa dan 1 mL/jam pada anak.
B. Modified Parkland Formula.
1) 24 jam pertama : RL 4 mL/kgBB untuk setiap 1 % permukaan tubuh
yang terbakar (dewasa)
2) 24 jam selanjutnya : mulai infuse koloid dengan koloid albumin 5%
0,3-1 mL/kgBB untuk setiap 1 % permukaan untuk setiap 1%
permukaan tubuh yang terbakar 16 jam.
C. Brooke Formula.
1) 24 jam pertama : Cairan RL 1,5 mL/kgBB untuk setiap 1 %
permukaan tubuh yang terbakar ditambah koloid 0,5 mL/kgBB untuk
setiap 1% permukaan tubuh yang terbakar ditambah 2000 mL
glukosa dalam air.
2) 24 jam pertama : Cairan RL 1,5 mL/kgBB untuk setiap 1 %
permukaan tubuh yang terbakar dan jumlah yang sama dari glukosa
dalam air pada 24 jam pertama.
D. Modified Brooke
1) 24 jam pertama : tanpa koloid Cairan RL 2 mL/kgBB untuk setiap
1 % permukaan tubuh yang terbakar (dewasa) dan 3 mL/kgBB
untuk setiap 1% permukaan tubuh yang terbakar (anak)
2) 24 jam selanjutnya : koloid 0,3-0,5 mL/kgBB untuk setiap 1 %
permukaan tubuh yang terbakar dan tanpa kristaloid. glukosa air
ditambah untuk mepertahankan output urin yang cukup.
E. Evans Formula.
21
1. 24 jam pertama : kristaloid. 1 mL/kgBB untuk setiap 1 %
permukaan tubuh yang terbakar koloid 1 mL/kgBB untuk setiap 1
% permukaan tubuh yang terbakar ditambah 2000 mL glukosa di
air.
2. 24 jam selanjutnya : kristaloid 0,5 mL/kgBB untuk setiap 1 %
permukaan tubuh yang terbakar ditambah glukosa di air dengan
jumlah yang sama pada 24 jam pertama.
F. Monafo’s Formula
Monafo merekomendasikan menggunakan cairan yang mengandung Na
250 mEq, dan Cl 100 mEq. Jumlah ditambah sesuai dengan output urin.
24 jam selanjutnya, cairan di titrasi dengan 1/3 normal saline sesuai
dengang output urin.7
Formula yang sering digunakan untuk anak-anak
1. Shriner’s cincinati
a) Anak yang tua : cairan RL 4 mL/kgBB untuk setiap 1 % pemukaan
tubuh yang terbakar + 1500 mL/m2 total (1/2 volume total diberikan 8
jam pertama,dan sisa volume totalnya diberikan pada 16 jam
selanjutnya.
b) Anak yang lebih muda : 4 mL/kgBB untuk setiap 1 % permukaan
tubuh yang terbakar + 1500 mL/m2 total, pada 8 jam pertama cairan
RL+ 50 mEq NaHCo3. Cairan RL di 8 jam kedua. Albumin 5% pada
cairan RL pada 8 jam ketiga.
2. Galveston
24 jam pertama : RL 5000 mL/m2 + 2000 mL/m2 total (1/2 volume total
pada 8 jam pertama, dan sisanya pada 16 jam selanjutnya.
Resusitasi luka bakar yang ideal adalah mengebalikan volume plasma dengan
efektif tanpa efek samping . Kristaloid isotonic, cairan hipertonic ,dan koloid telah
digunakan untuk tujuan ini, namun setiap cairan memiliki kelebihan dan
kekurangan.
22
2.7 Gangguan keseimbangan cairan pada pembedahan1
Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang
umum terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif,
intraoperatif dan postoperatif, seperti pada tabel 5 :
Tabel 5 : gangguan keseimbangan cairan pada pembedahan
Faktor-faktor preoperatif Faktor-faktor intraoperatif Faktor-faktor postoperatif
Kondisi yang telah ada
Prosedur diagnostik
Pemberian obat
Preparasi bedah
Penanganan medis
terhadap kondisi yang
telah ada
Restriksi cairan
preoperatif
Defisit cairan yang telah
ada sebelumnya
Induksi anestesi
Kehilangan darah yang
abnormal.
Kehilangan abnormal
cairan ekstraselular ke third
space
Kehilangan cairan akibat
evaporasi dari luka operasi
Stres akibat operasi
dan nyeri pasca
operasi.
Peningkatan
katabolisme jaringan.
Penurunan volume
sirkulasi yang efektif.
Risiko atau adanya
ileus postoperatif.
2.8 Jenis-jenis cairan yang digunakan 1,6,7
Penggolongan jenis cairan berdasarkan sifat osmolaritasnya :
1. Cairan hipotonik
Cairan hipotonik osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum
(konsentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut
dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan “ditarik”
dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan
berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya
mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel “mengalami”
dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik,
23
juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan
ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah
perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel,
menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial
(dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan
Dekstrosa 2,5%.
2. Cairan Isotonik
Cairan Isotonik osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya
mendekati serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga terus
berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang
mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah
terus menurun). Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan),
khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi.
Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan
garam fisiologis (NaCl 0,9%).
3. Cairan hipertonik
Cairan hipertonik osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum,
sehingga “menarik” cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam
pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan
produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya
kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45%
hipertonik, Dextrose 5% + Ringer-Lactate, Dextrose 5% + NaCl 0,9%,
produk darah (darah), dan albumin.
Penggolongan jenis cairan berdasarkan kelompoknya :
a) Cairan Kristaloid
24
Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler. Cairan
kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid)
ternyata sama efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi
defisit volume intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di ruang
intravaskuler sekitar 20-30 menit.
Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling
banyak digunakan untuk resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan
susunan yang hampir menyerupai cairan intravaskuler. Laktat yang
terkandung dalam cairan tersebut akan mengalami metabolisme di hati
menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid lainnya yang sering digunakan
adalah NaCl 0,9%, tetapi bila diberikan berlebih dapat mengakibatkan
asidosis hiperkloremik (delutional hyperchloremic acidosis) dan
menurunnya kadar bikarbonat plasma akibat peningkatan klorida.
Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana
kristaloid akan lebih banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan
dengan koloid maka kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit
cairan di ruang interstitiel.
Pada suatu penelitian mengemukakan bahwa walaupun dalam
jumlah sedikit larutan kristaloid akan masuk ruang interstitial sehingga
timbul edema perifer dan paru serta berakibat terganggunya oksigenasi
jaringan dan edema jaringan luka, apabila seseorang mendapat infus 1 liter
NaCl 0,9. Selain itu, pemberian cairan kristaloid berlebihan juga dapat
menyebabkan edema otak dan meningkatnya tekanan intrakranial.
Tabel 6. Daftar Cairan Kristaloid8
Larutan Tonisitas Na+ Cl- K+ Ca2+ Glukosa Laktat
25
(mosml/L) (mEq/L) (mEq/L) (mEq/L) (mEq/L) (mEq/L) (mEq/L)
D5 Hipotonis
(253)
- - - - 50 -
Normal
Saline
Isotonis
(308)
154 154 - - - -
D5 ¼
NS
Isotonis
(330)
38,5 38,5 - - 50 -
D5 ½
NS
Hipertonis
(407)
77 77 - - 50 -
D5 NS Hipertonis
(561)
154 154 - - 50 -
Ringers
Laktat
Isotonis
(280)
130 111,7 5,4 3,7 - 27,5
D5 RL Hipertonis
(525)
130 109 4 3 50 28
b) Cairan Koloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut
“plasma substitute” atau “plasma expander”. Di dalam cairan koloid
terdapat zat/bahan yang mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas
osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama
(waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler.
Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk resusitasi cairan
secara cepat terutama pada syok hipovolemik/hermorhagik atau pada
penderita dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang
26
banyak (misal luka bakar). Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis
larutan koloid:
Koloid alami
Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60°C
selama 10 jam untuk membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi
protein plasma selain mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa
globulin dan beta globulin.
Koloid sintetis
1. Dextran
Dextran 40 dengan berat molekul 40.000 dan Dextran 70 dengan
berat molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh bakteri Leuconostoc
mesenteroides B yang tumbuh dalam media sukrosa. Walaupun Dextran
70 merupakan volume expander yang lebih baik dibandingkan dengan
Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu memperbaiki aliran darah lewat
sirkulasi mikro karena dapat menurunkan kekentalan (viskositas) darah.
Selain itu Dextran mempunyai efek anti trombotik yang dapat
mengurangi platelet adhesiveness, menekan aktivitas faktor VIII,
meningkatkan fibrinolisis dan melancarkan aliran darah. Pemberian
Dextran melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat mengganggu cross match,
waktu perdarahan memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal. Dextran
dapat menimbulkan reaksi anafilaktik yang dapat dicegah yaitu dengan
memberikan Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu.
2. Hydroxylethyl Starch (Heta starch)
Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 –
1.000.000, rata-rata 71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan
onkotik 30 mmHg. Pemberian 500 ml larutan ini pada orang normal akan
dikeluarkan 46% lewat urin dalam waktu 2 hari dan sisanya 64% dalam
waktu 8 hari. Low molecullar weight Hydroxylethyl starch (Penta-
Starch) mirip Heta starch, mampu mengembangkan volume plasma
27
hingga 1,5 kali volume yang diberikan dan berlangsung selama 12 jam.
Karena potensinya sebagai plasma volume expander yang besar dengan
toksisitas yang rendah dan tidak mengganggu koagulasi maka Penta
starch dipilih sebagai koloid untuk resusitasi cairan pada penderita gawat.
3. Gelatin
Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat
molekul rata-rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang.
Tabel 7. Daftar Cairan Koloid
Jenis
Koloid
Produksi Tipe BM
rata-rata
Waktu
paruh
Indikasi
Plasma
protein
Human
plasma
Serum
consered
human
albumin
50.000 4-5 hari a. Pengganti
volume
b.Hiponatremia
c. Hemodilusi
Dextran Leuconostoc
mesenteroid
B 512
D 60/70 60.000 –
70.000
6 jam a. Hemodilusi
b. Gangguan
mikrosirkula
si (stroke)
Gelatin Hidrolisis
dari kolagen
binatang
- Modifien
gelatin
- Urea linked
- Oxylopigelat
in hydroxy
ethyl
35.000 2-3 jam Substitusi
volume
Starch Hidrolisis
asam dan
ethylen
oxyde
Hydroxy ethyl 450.000 6 jam 1. Substitusi
volume
2. Hemodilusi
28
treatment dari
kedelai dan
jagung
Polyvinyl
pyrrolidone
Sintetik
polimer vinyl
pyrrolidone
- Subtosan
- Periston
50.000
25.000
Substitusi
volume
Tabel 8. memperlihatkan keuntungan dan kerugian dari masing-masing
golongan cairan :
Nama Kristaloid Koloid
Keuntunga
n
Tidak mahal
Aliran urin lancar
(meningkatkan volume
intravaskular)
Pilihan cairan pertama untuk
resusitasi perdarahan dan
trauma
Mempertahankan cairan
intravaskular lebih baik (1/3
cairan bertahan selama 24 jam)
Meningkatkan tekanan onkotik
plasma
Membutuhkan volume yang
lebih sedikit
Mengurangi kejadian edema
perifer
Dapat menurunkan tekanan
intrakranial
Kerugian Mengencerkan tekanan
osmotik koloid
Menginduksi edema perifer
Insidensi terjadinya edema
pulmonal lebih tinggi
Membutuhkan volume yg
lebih besar
Efeknya sementara
Mahal
Menginduksi koagulopati
(dextran & helastarch)
Jika terdapat kerusakan kapiler,
dapat berpotensi terjadi
perpindahan cairan ke
interstitial
Mengencerkan faktor
pembekuan dan trombosit
29
Berpotensi menghambat
tubulus renalis dan sel
retikuloendotelial di hepar
Kemungkinan adanya reaksi
anafilaksis (dextran)
2.9 Tatalaksana terapi cairan 1,8
1) Terapi cairan resusitasi
Terapi cairan resusitasi ditujukan untuk menggantikan kehilangan
akut cairan tubuh atau ekspansi cepat dari cairan intravaskuler untuk
memperbaiki perfusi jaringan. Misalnya pada keadaan syok dan luka
bakar. Terapi cairan resusitasi dapat dilakukan dengan pemberian infus
Normal Saline (NS), Ringer Asetat (RA), atau Ringer laktat (RL) sebanyak
20 ml/kg selama 30-60 menit. Pada syok hemoragik bisa diberikan 2-3 L
dalam 10 menit.
Pada saat awal cairan hangat diberikan dengan tetesan cepat sebagai
bolus. Dosis awal adalah 1-2 liter pada dewasa dan 20 ml/kgbb pada anak.
Respon penderita terhadap pemberian cairan harus dipantau dan keputusan
pemeriksaan diagnostik atau terapi lebih lanjut akan tergantung respon ini.8
Jumlah cairan dan darah yang diperlukan untuk resusitasi dapat
ditentukan dengan perkiraan kehilangan cairan dan darah. Perhitungan kasar
untuk jumlah total volume kristaloid yang secara akut diperlukan adalah
mengganti setiap mililiter darah yang hilang dengan 3 ml cairan kristaloid,
sehingga memungkinkan resusitasi volume plasma yang hilang kedalam
ruang intestisial dan intrasel. Ini dikenal dengan “Hukum 3 untuk 1”.
Tabel 9. Perkiraan kehilangan cairan dan darah
Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV
30
Kehilangan darah (ml)
Kehilangan darah (%vol darah)
Denyut Nadi
Tekanan Darah (mmHg)
Frekuensi pernapasan
Produksi urine (ml/jam)
Status mental
Penggantian cairan
750
15%
<100
Normal
14-20
>30
Sedikit
cemas
Kristaloid
750-1500
15-30%
>100
Menurun
20-30
20-30
Agak
cemas
Kristaloid
1500-2000
30-40%
>120
Menurun
30-40
5-15
Cemas
Kristaloid
dan darah
>2000>40%
>140Menurun
>35Tidak berartiBingung, lesuKristaloid dan darah
2) Terapi rumatan
Terapi rumatan bertujuan memelihara keseimbangan cairan tubuh dan
nutrisi. Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari dan
elektrolit utama Na+ = 1-2 mmol/kgBB/hari dan K+ = 1 mmol/kgBB/hari.
Kebutuhan tersebut merupakan pengganti cairan yang hilang akibat
pembentukan urine, sekresi gastrointestinal, keringat (lewat kulit) dan
pengeluaran lewat paru atau dikenal dengan insensible water losses.
Digunakan rumus Holiday Segar 4:2:1
Tabel 10. Kebutuhan Cairan berdasarkan Rumus Holiday Segar
Terapi rumatan dapat diberikan infus cairan elektrolit dengan
kandungan karbohidrat atau infus yang hanya mengandung karbohidrat saja.
Larutan elektrolit yang juga mengandung karbohidrat adalah larutan KA-EN,
dextran + saline, DGAA, Ringer's dextrose, dll. Sedangkan larutan rumatan
31
Berat badan Rumus
10 kg pertama 4 ml/kgbb
10 kg kedua 2 ml/kgbb
Sisa berat badan 1 ml/kgbb
yang mengandung hanya karbohidrat adalah dextrose 5%. Tetapi cairan tanpa
elektrolit cepat keluar dari sirkulasi dan mengisi ruang antar sel sehingga
dextrose tidak berperan dalam hipovolemik.
Pada pembedahan akan menyebabkan cairan pindah ke ruang ketiga,
ke ruang peritoneum, ke luar tubuh. Untuk menggantinya tergantung besar
kecilnya pembedahan, yaitu :
a. 6-8 ml/kg untuk bedah besar.
b. 4-6 ml/kg untuk bedah sedang.
c. 2-4 ml/kg untuk bedah kecil.
Pengeluaran tidak normal seperti stoma, aspirasi nasogastrik, diare
berkepanjangan, luka bakar, harus dianalisa dan diukur secara betul untuk
menghitung jumlah cairan yang diperlukan. Kekurangan cairan dan
elektrolit biasanya akibat kehilangan normal atau berlebihan atau
penurunan pemasukan normal. Salah satu contoh penyakit saluran cerna
adalah muntah dan diare. Anamnesis dan pemeriksaan fisik diperlukan
untuk memperkirakan apakah ada perkembangan kearah dehidrasi,
informasi ini untuk menentukan berapa persen dehidrasi yang terjadi 10%
berhubungan dengan defisit 100 ml/kgbb.10
Pengukuran elektrolit tidak dibutuhkan jika defisit hanya kurang
dari 5% berat badan tapi jika lebih dari 5% berat badan maka perlu
diperhitungkan kadar elektrolit dan hasil pemeriksaan laboratorium
lainnya seperti asam basa darah.10
Tabel 11. Kebutuhan Cairan dan elektrolit Rumatan (BB/hari)
Berat badan (kg)
Cairan dan elektrolit 0-10 10-20 >20
Total air 100 ml/kg 1000 ml + 50
ml/kg
1500 ml + 20
ml/kg
32
Untuk setiap kg
>10 kg
Untuk setiap kg
>20 kg
Natrium 3 Meq/kg 3 Meq/kg 3 Meq/kg
Kalium 2 Meq/kg 2 Meq/kg 2 Meq/kg
Khlorida 5 Meq/kg 5 Meq/kg 5 Meq/kg
c) Terapi Cairan Preoperatif 1
Defisit cairan dan elektrolit pra bedah dapat timbul akibat
dipuasakannya penderita terutama pada penderita bedah elektif (sekitar 6-12
jam), kehilangan cairan abnormal yang seringkali menyertai penyakit
bedahnya (perdarahan, muntah, diare, diuresis berlebihan, translokasi cairan
pada penderita dengan trauma), kemungkinan meningkatnya insensible water
loss akibat hiperventilasi, demam dan berkeringat banyak. Sebaiknya
kehilangan cairan pra bedah ini harus segera diganti dengan rumus cairan
rumatan sebelum dilakukan pembedahan.
d) Terapi Cairan Intraoperatif 1
Jumlah penggantian cairan selama pembedahan dihitung berdasarkan
kebutuhan dasar ditambah dengan kehilangan cairan akibat pembedahan
(perdarahan, translokasi cairan dan penguapan atau evaporasi). Jenis cairan
yang diberikan tergantung kepada prosedur pembedahannya dan jumlah darah
yang hilang:
1) Pembedahan yang tergolong kecil dan tidak terlalu traumatis misalnya
bedah mata (ekstrasi, katarak) cukup hanya diberikan cairan rumatan saja
selama pembedahan.
2) Pembedahan dengan trauma ringan misalnya: appendektomi dapat
diberikan cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar
ditambah 4 ml/kgBB/jam untuk pengganti akibat trauma pembedahan.
Total yang diberikan adalah 6 ml/kgBB/jam berupa cairan garam
seimbang seperti Ringer Laktat.
33
3) Pembedahan dengan trauma sedang diberikan cairan sebanyak 2
ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 8 ml/kgBB/jam untuk
pembedahannya. Total 10 ml/kgBB/jam.
e) Terapi Cairan Postoperatif 1
Terapi cairan pasca bedah ditujukan terutama pada hal-hal di bawah ini:
1. Pemenuhan kebutuhan dasar/harian air, elektrolit dan kalori/nutrisi.
Kebutuhan air untuk penderita di daerah tropis dalam keadaan basal
sekitar ± 50 ml/kgBB/24 jam. Penderita dengan keadaan umum baik
dan trauma pembedahan minimum, pemberian karbohidrat 100-150
mg/hari cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan kalori dan dapat
menekan pemecahan protein sampai 50% kadar albumin harus
dipertahankan melebihi 3,5 gr%. Penggantian cairan pasca bedah
cukup dengan cairan hipotonis dan bila perlu larutan garam isotonis.
Terapi cairan ini berlangsung sampai penderita dapat minum dan
makan.
2. Mengganti kehilangan cairan pada masa pasca bedah:
a) Akibat demam, kebutuhan cairan meningkat sekitar 12% setiap
kenaikan 1°C suhu tubuh.
b) Adanya pengeluaran cairan lambung melalui sonde lambung atau
muntah.
c) Penderita dengan hiperventilasi atau pernapasan melalui
trakeostomi dan humidifikasi.
3. Melanjutkan penggantian defisit cairan pembedahan dan selama
pembedahan yang belum selesai. Bila kadar hemoglobin kurang dari
10 gr%, sebaiknya diberikan transfusi darah untuk memperbaiki daya
angkut oksigen.
Koreksi terhadap gangguan keseimbangan yang disebabkan terapi cairan
tersebut. Monitoring organ-organ vital dilanjutkan secara seksama meliputi
34
tekanan darah, frekuensi nadi, diuresis, tingkat kesadaran, diameter pupil, jalan
nafas, frekuensi nafas, suhu tubuh dan warna kulit.
BAB III
KESIMPULAN
Tubuh mengandung 60 % air yang disebut juga cairan tubuh. Cairan tubuh
ini didalamnya terkandung nutrisi-nutrisi yang amat penting peranannya dalam
metabolisme sel, sehingga amat penting dalam menunjang kehidupan. Dalam
pembedahan, tubuh kekurangan cairan karena perdarahan selama pembedahan
ditambah lagi puasa sebelum dan sesudah operasi. Maka terapi cairan amat
diperlukan untuk pemeliharaan dan mencegah kehilangan cairan terlalu banyak
yang bisa membahayakan.
35
Cairan tubuh terdistribusi dalam ekstrasel dan intrasel yang dibatasi
membran sel. Adanya tekanan osmotik yang isotonik menjaga difusi cairan keluar
sel atau masuk ke dalam sel. Dalam terapi cairan harus diperhatikan
kebutuhannya sesuai usia dan keadaan pasien, serta cairan infus itu sendiri.
Pemberian infus yang tidak sesuai untuk keadaan tertentu akan sia-sia dan tidak
bisa menolong pasien.
Bentuk gangguan keseimbangan cairan yang paling sering adalah
kelebihan atau kekurangan cairan (air) berupa overhidrasi dan dehidrasi yang
memerlukan penatalaksanaan segera. Jenis cairan berdasarkan tujuan terapi yaitu
cairan resusitasi dan cairan pemeliharaan/ rumatan (maintenance).
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaswiyan U. Terapi cairan perioperatif. Bagian Anestesiologi dan
Reanimasi.Fakultas Kedokteran Universitas padjajaran.2010
2. Vanatta J.C, Fogelmen J.M. Buku Saku Keseimbangan cairan dan elektrolit.
Bina Putra Aksara.Jakarta.2010
3. Sudoyo W. A., Setiyohadi.B., dkk.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Ed.5. Jilid
1. Internal Publishing: Jakarta.2009
4. Guyton AC dan Hell JE.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed.11. Jakarta :
EGC.2008
5. Dobson, Michel B. Penuntun praktis Anestesi. Prinsip terapi cairan dan
elektrolit. Jakarta : EGC.2011
6. Sherwood L .Fisiologi manusia dari sel ke sistem edisi ke 6.
Jakarta:EGC.2009
7. Mulyono, I. Jenis-jenis Cairan, dalam Symposium of Fluid and Nutrition
Therapy in Traumatic Patients, Bagian Anestesiologi FK UI/RSCM,
Jakarta.2009
36
8. Latief AS, dkk. petunjuk praktis anestesiologi : terapi cairan pada
pembedahan, ed.2 bagian anestesiologi dan terapi intensif, FK UI. 200
9. Sjamsuhidajat, R, De Jong, Wim, Bab 3 : Luka, Luka Bakar dalam Buku Ajar
Ilmu Bedah, Jakarta : EGC, 2005.
10. Juffrie M. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada penyakit saluran
cerna. Diakses tanggal 22 April 2016. Diunduh dari
URL:http://www.saripediatri.idai.or.id.
37