terapi

12
2.7.Tatalaksana Asma Tatalaksana asma dibagi menjadi dua, yaitu tatalaksana saat serangan dan jangka panjang (lihat alur tatalaksana di lampiran 2 dan 3) (11,12) . Tujuan tatalaksana asma anak secara umum adalah untuk menjamin tercapainya tumbuh kembang anak secara optimal sesuai dengan potensi genetiknya. Secara lebih khusus tujuan yang ingin dicapai adalah (10) : 1. Pasien dapat menjalani aktivitas normal sebagai seorang anak, termasuk bermain dan berolah raga. 2. Sedikit mungkin angka absensi sekolah. 3. Gejala tidak timbul siang ataupun malam hari (tidur tidak terganggu) 4. Uji fungsi paru senormal mungkin, tidak ada variasi diurnal yang mencolok pada PEF. 5. Kebutuhan obat seminimal mungkin, kurang dari sekali dalam dua tiga hari, dan tidak ada serangan. 6. Efek samping obat dapat dicegah agar tidak atau sedikit mungkin timbul, terutama yang mempengaruhi tumbuh kembang anak. Tujuan tatalaksana saat serangan (5) : - Meredakan penyempitan saluran respiratorik secepat mungkin - Mengurangi hipoksemia - Mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya - Rencana re-evaluasi tatalaksana jangka panjang untuk mencegah kekambuhan.

description

asma

Transcript of terapi

Page 1: terapi

2.7.Tatalaksana Asma

Tatalaksana asma dibagi menjadi dua, yaitu tatalaksana saat serangan dan jangka

panjang (lihat alur tatalaksana di lampiran 2 dan 3)(11,12). Tujuan tatalaksana asma anak secara

umum adalah untuk menjamin tercapainya tumbuh kembang anak secara optimal sesuai

dengan potensi genetiknya. Secara lebih khusus tujuan yang ingin dicapai adalah(10) :

1. Pasien dapat menjalani aktivitas normal sebagai seorang anak, termasuk bermain

dan berolah raga.

2. Sedikit mungkin angka absensi sekolah.

3. Gejala tidak timbul siang ataupun malam hari (tidur tidak terganggu)

4. Uji fungsi paru senormal mungkin, tidak ada variasi diurnal yang mencolok pada

PEF.

5. Kebutuhan obat seminimal mungkin, kurang dari sekali dalam dua tiga hari, dan

tidak ada serangan.

6. Efek samping obat dapat dicegah agar tidak atau sedikit mungkin timbul, terutama

yang mempengaruhi tumbuh kembang anak.

Tujuan tatalaksana saat serangan (5):

- Meredakan penyempitan saluran respiratorik secepat mungkin

- Mengurangi hipoksemia

- Mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya

- Rencana re-evaluasi tatalaksana jangka panjang untuk mencegah kekambuhan.

Apabila tujuan ini tercapai maka perlu reevaluasi tatalaksananya apakah perlu tingkat

pengobatan dinaikkan (step up) atau bahkan perubahan pengobatan atau bila tujuan telah

tercapai dan stabil 1 – 3 bulan apakah sudah perlu dilakukan penurunan pelan – pelan (step

down)(10).

Syarat step up (13):

1. Pengendalian lingkungan dan hal-hal yang memberatkan asma sudah dilakukan.

2. Pemberian obat sudah tepat susunan dan caranya.

3. Tindakan 1 dan 2 sudah dicoba selama 4 -6 minggu.

4. Efek samping ICS (inhaled cortikosteroid) tidak ada.

ICS baru boleh dinaikkan.

Syarat step down (13):

1. Pengendalian lingkungan harus tetap baik.

Page 2: terapi

2. Asma sudah terkendali selama 3 bulan berturut-turut.

3. ICS hanya boleh diturunkan 25% setiap 3 bulannya sampai dengan dosis terkecil yang

masih dapat mengendalikan asmanya.

4. Bila step down gagal, perlu dicari sebabnya dan kalau sudah dikoreksi, ICS dapat

diturunkan bersama dengan penambahan LABA dan atau LTRA

2.7.1. Tatalaksana Medikamentosa

Obat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda (reliever) dan

obat pengendali (controller). Obat pereda digunakan untuk meredakan serangan atau gejala

asma jika sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan sudah tidak ada lagi gejala maka

obat ini tidak lagi digunakan atau diberikan bila perlu. Kelompok kedua adalah obat

pengendali yang disebut juga obat pencegah, atau obat profilaksis. Obat ini digunakan untuk

mengatasi masalah dasar asma, yaitu inflamasi kronik saluran nafas. Dengan demikian

pemakaian obat ini terus menerus diberikan walaupun sudah tidak ada lagi gejalanya

kemudian pemberiannya diturunkan pelan – pelan yaitu 25 % setip penurunan setelah tujuan

pengobatan asma tercapai 6 – 8 minggu(10).

Obat – obat Pereda (Reliever)(12)

1. Bronkodilator

a. Short-acting β2 agonist

Merupakan bronkodilator terbaik dan terpilih untuk terapi asma akut pada anak.

Reseptor β2 agonist berada di epitel jalan napas, otot pernapasan, alveolus, sel-sel inflamasi,

jantung, pembuluh darah, otot lurik, hepar, dan pankreas(12).

Obat ini menstimulasi reseptor β2 adrenergik menyebabkan perubahan ATP menjadi

cyclic-AMP sehingga timbul relaksasi otot polos jalan napas yang menyebabkan terjadinya

bronkodilatasi. Efek lain seperti peningkatan klirens mukosilier, penurunan permeabilitas

vaskuler, dan berkurangnya pelepasan mediator sel mast(12).

Epinefrin/adrenalin

Tidak direkomendasikan lagi untuk serangan asma kecuali tidak ada β2 agonis

selektif. Epinefrin menimbulkan stimulasi pada reseptor β1, β2, dan α sehingga

menimbulkan efek samping berupa sakit kepala, gelisah, palpitasi, takiaritmia, tremor, dan

hipertensi(12).

Page 3: terapi

Pemberian epinefrin aerosol kurang menguntungkan karena durasi efek

bronkodilatasinya hanya 1-1,5 jam dan menimbulkan efek samping, terutama pada jantung

dan CNS(12).

β2 agonis selektif(12)

Obat yang sering dipakai : salbutamol, terbutalin, fenoterol.

Dosis salbutamol oral : 0,1 - 0,15 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.

Dosis tebutalin oral : 0,05 – 0,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.

Dosis fenoterol : 0,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.

Dosis salbutamol nebulisasi : 0,1 - 0,15 mg/kgBB (dosis maksimum 5mg/kgBB), interval

20 menit, atau nebulisasi kontinu dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/kgBB/jam (dosis maksimum 15

mg/jam).

Dosis terbutalin nebulisasi : 2,5 mg atau 1 respul/nebulisasi.

Pemberian oral menimbulkan efek bronkodilatasi setelah 30 menit, efek puncak

dicapai dalam 2 – 4 jam, lama kerjanya sampai 5 jam.

Pemberian inhalasi (inhaler/nebulisasi) memiliki onset kerja 1 menit, efek puncak dicapai

dalam 10 menit, lama kerjanya 4 – 6 jam.

Serangan ringan : MDI 2 – 4 semprotan tiap 3 – 4 jam.

Serangan sedang : MDI 6 – 10 semprotan tiap 1 – 2 jam.

Serangan berat: MDI 10 semprotan.

Pemberian intravena dilakukan saat serangan asma berat ksrena pada keadaan ini obat

inhalasi sulit mencapai bagian distal obstruksi jalan napas. Efek samping takikardi lebih

sering terjadi.

Dosis salbutamol IV : mulai 0,2 mcg/kgBB/menit, dinaikkan 0,1 mcg/kgBB setiap 15 menit,

dosis maksimal 4 mcg/kgBB/menit.

Dosis terbutalin IV : 10 mcg/kgBB melalui infuse selama 10 menit, dilanjutkan dengan 0,1 –

0,4 ug/kgBB/jam dengan infuse kontinu.

Efek samping β2 agonist antara lain tremor otot skeletal, sakit kepala, agitasi, palpitasi, dan

takikardi.

b. Methyl xanthine

Efek bronkodilatasi methyl xantine setara dengan β2 agonist inhalasi, tapi karena

efek sampingnya lebih banyak dan batas keamanannya sempit, obat ini diberikan pada

serangan asma berat dengan kombinasi β2 agonist dan anticholinergick(12).

Efek bronkodilatasi teofilin disebabkan oleh antagonisme terhadap reseptor

adenosine dan inhibisi PDE 4 dan PDE 5. Methilxanthine cepat diabsorbsi setelah pemberian

Page 4: terapi

oral, rectal, atau parenteral. Pemberian teofilin IM harus dihindarkan karena menimbulkan

nyeri setempat yang lama. Umumnya adanya makanan dalam lambung akan memperlambat

kecepatan absorbsi teofilin tapi tidak mempengaruhi derajat besarnya absorpsi. Metilxanthine

didistribusikan keseluruh tubuh, melewati plasenta dan masuk ke air susu ibu. Eliminasinya

terutama melalui metabolism hati, sebagian besar dieksresi bersama urin. (14)

Dosis aminofilin IV inisial bergantung kepada usia :

1 – 6 bulan : 0,5mg/kgBB/Jam

6 – 11 bulan : 1 mg/kgBB/Jam

1 – 9 tahun : 1,2 – 1,5 mg/kgBB/Jam

> 10 tahun : 0,9 mg/kgBB/Jam

Efek samping obat ini adalah mual, muntah, sakit kepala. Pada konsentrasi yang lebih

tinggi dapat timbul kejang, takikardi dan aritmia(12).

2. Anticholinergics

Obat yang digunakan adalah Ipratropium Bromida. Kombinasi dengan nebulisasi β2

agonist menghasilkan efek bronkodilatasi yang lebih baik. Dosis anjuran 0, 1 cc/kgBB,

nebulisasi tiap 4 jam(12).

Obat ini dapat juga diberikan dalam larutan 0,025 % dengan dosis : untuk usia diatas 6

tahun 8 – 20 tetes; usia kecil 6 tahun 4 – 10 tetes. Efek sampingnya adalah kekeringan atau

rasa tidak enak dimulut. Antikolinergik inhalasi tidak direkomendasikan pada terapi asma

jangka panjang pada anak(12).

3. Kortikosteroid

Kortikosteroid sistemik terutama diberikan pada keadaan(12) :

Terapi inisial inhalasi β2 agonist kerja cepat gagal mencapai perbaikan yang cukup

lama.

Serangan asma tetap terjadi meski pasien telah menggunakan kortikosteroid hirupan

sebagai kontroler.

Serangan ringan yang mempunyai riwayat serangan berat sebelumnya.

Kortikosteroid sistemik memerlukan waktu paling sedikit 4 jam untuk mencapai

perbaikan klinis, efek maksimum dicapai dalan waktu 12 – 24 jam. Preparat oral yang di

pakai adalah prednisone, prednisolon, atau triamsinolon dengan dosis 1 – 2 mg/kgBB/hari

diberikan 2 – 3 kali sehari selama 3 – 5 kali sehari(12).

Page 5: terapi

Kortikosteroid tidak secara langsung berefek sebagai bronkodilator. Obat ini bekerja

sekaligus menghambat produksi sitokin dan kemokin, menghambat sintesis eikosainoid,

menghambat peningkatan basofil, eosinofil dan leukosit lain di jaringan paru dan

menurunkan permeabilitas vascular.(14)

Metilprednisolon merupakan pilihan utama karena kemampuan penetrasi kejaringan paru

lebih baik, efek anti inflamasi lebih besar, dan efek mineralokortikoid minimal. Dosis

metilprednisolon IV yang dianjurkan adalah 1 mg/kgBB setiap 4 sampai 6 jam. Dosis

Hidrokortison IV 4 mg/kgBB tiap 4 – 6 jam. Dosis dexamethasone bolus IV 0,5 – 1 mg/kgBB

dilanjtkan 1 mg/kgBB/hari setiap 6 – 8 jam(12).

Obat – obat Pengontrol(3,13)

Obat – obat asma pengontrol pada anak – anak termasuk inhalasi dan sistemik

glukokortikoid, leukotrien modifiers, long acting inhaled β2-agonist, theofilin, cromones, dan

long acting oral β2-agonist.

1. Inhalasi glukokortikosteroid

Glukokortikosteroid inhalasi merupakan obat pengontrol yang paling efektif dan

direkomendasikan untuk penderita asma semua umur. Intervensi awal dengan penggunaan

inhalasi budesonide berhubungan dengan perbaikan dalam pengontrolan asma dan

mengurangi penggunaan obat-obat tambahan. Terapi pemeliharaan dengan inhalasi

glukokortikosteroid ini mampu mengontrol gejala-gejala asma, mengurangi frekuensi dari

eksaserbasi akut dan jumlah rawatan di rumah sakit, meningkatkan kualitas hidup, fungsi

paru dan hiperresponsif bronkial, dan mengurangi bronkokonstriksi yang diinduksi latihan.

Glukokortikosteroid dapat mencegah penebalan lamina retikularis, mencegah

terjadinya neoangiogenesis, dan mencegah atau mengurangi terjadinya down regulation

receptor β2 agonist. Dosis yang dapat digunakan sampai 400ug/hari (respire anak). Efek

samping berupa gangguan pertumbuhan, katarak, gangguan sistem saraf pusat, dan gangguan

pada gigi dan mulut.

2. Leukotriene Receptor Antagonist (LTRA)

Page 6: terapi

Secara hipotesis obat ini dikombinasikan dengan steroid hirupan dan mungkin hasilnya

lebih baik. Sayangnya, belum ada percobaan jangka panjang yang membandingkannya

dengan steroid hirupan + LABA. Keuntungan memakai LTRA adalah sebagai berikut :

LTRA dapat melengkapi kerja steroid hirupan dalam menekan cystenil leukotriane;

Mempunyai efek bronkodilator dan perlindungan terhadap bronkokonstriktor;

Mencegah early asma reaction dan late asthma reaction

Dapat diberikan per oral, bahkan montelukast hanya diberikan sekali per hari.,

penggunaannya aman, dan tidak mengganggu fungsi hati; sayangnya preparat

montelukast ini belum ada di Indonesia;

Mungkin juga mempunyai efek menjaga integritas epitel, yaitu dengan meningkatkan

kerja epithel growth factor (EGF) dan menekan transforming growth factor (TGF)

sehingga dapat mengendalikan terjadinya fibrosis, hyperplasia, dan hipertrofi otot

polos, serta diharapkan mencegah perubahan fungsi otot polos menjadi organ pro-

inflamator.

Ada 2 preparat LTRA :

a. Montelukast

Preparat ini belum ada di Indonesia dan harganya mahal. Dosis per oral 1 kali sehari.

(respiro anak) Dosis pada anak usia 2-5 tahun adalah 4 mg qhs. (gina)

b. Zafirlukast

Preparat ini terdapat di Indonesia, digunakan untuk anak usia > 7 tahun dengan dosis 10

mg 2 kali sehari.

Leukotrin memberikan manfaat klinis yang baik pada berbagai tingkat keparahan asma

dengan menekan produksi cystenil leukotrine. Efek samping obat dapat mengganggu fungsi

hati (meningkatkan transaminase) sehingga perlu pemantauan fungsi hati.

3. Long acting β2 Agonist (LABA)

Preparat inhalasi yang digunakan adalah salmeterol dan formoterol. Pemberian ICS

400ug dengan tambahan LABA lebih baik dilihat dari frekuensi serangan, FEV1 pagi dan

sore, penggunaan steroid oral,, menurunnya hiperreaktivitas dan airway remodeling.

Kombinasi ICS dan LABA sudah ada dalam 1 paket, yaitu kombinasi fluticasone propionate

dan salmeterol (Seretide), budesonide dan formoterol (Symbicort). Seretide dalam MDI

sedangkan Symbicort dalam DPI. Kombinasi ini mempermudah penggunaan obat dan

meningkatkan kepatuhan memakai obat.

4. Teofilin lepas lambat

Page 7: terapi

Teofilin efektif sebagai monoterapi atau diberikan bersama kortikosteroid yang bertujuan

untuk mengontrol asma dan mengurangi dosis pemeliharaan glukokortikosteroid. Tapi efikasi

teofilin lebih rendah daripada glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah.

Efek samping berupa anoreksia, mual, muntah, dan sakit kepala, stimulasi ringan SSP,

palpitasi, takikardi, aritmia, sakit perut, diare, dan jarang, perdarahan lambung. Efek samping

muncul pada dosis lebih dari 10mg/kgBB/hari, oleh karena itu terapi dimulai pada dosis

inisial 5mg/kgBB/hari dan secara bertahap diingkatkan sampai 10mg/kgBB/hari.

2.7.2 Terapi Suportif(12)

a. Terapi oksigen

Oksigen diberikan pada serangan sedang dan berat melalui kanula hidung,

masker atau headbox. Perlu dilakukan pemantauan saturasi oksigen, sebaiknya diukur

dengan pulse oxymetry (nilai normal > 95%).

b. Campuran Helium dan oksigen

Inhalasi Helioks (80% helium dan 20% oksigen) selama 15 menit sebagai

tambahan pemberian oksigen (dengan kanula hidung), bersama dengan nebulisasi

salbutamol dan metilprednisolon IV, secara bermakna menurunkan pulsus paradoksus,

meningkatkan peakflow dan mengurangi sesak. Campuran helium dan oksigen dapat

memperbaiki oksigenasi karena helium bersifat ringan sehingga dapat mengubah aliran

turbulen menjadi laminar dan menyebabkan oksigen lebih mudah mencapai alveoli.

c. Terapi cairan

Dehidrasi dapat terjadi pada serangan asma berat karena kurang adekuatnya

asupan cairan, peningkatan insensible water loss, takipnea serta efek diuretic teofilin.

Pemberian cairan harus hati-hati kareana pada asma berat terjadi peningkatan sekresi

Antidiuretik Hormone (ADH) yan memudahkan terjadinya retensi cairan dan tekanan

pleura negatif tinggi pada puncak inspirasi yang memudahkan terjadinya edema paru.

Jumlah cairan yang diberikan adalah 1-1,5 kali kebutuhan rumatan.

4.7.2. Cara Pemberian Obat(10)

UMUR ALAT INHALASI< 2 tahun Nebuliser, Aerochamber, babyhaler2-4 tahun Nebuliser, Aerochamber, babyhaler

Alat Hirupan (MDI/ Metered Dose Inhaler) dengan alat perenggang (spacer)

5-8 tahun Nebuliser

Page 8: terapi

MDI dengan spacerAlat hirupan bubuk (Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler, Turbuhaler)

>8 tahun NebuliserMDI (metered dose inhaler)Alat Hirupan BubukAutohaler

Pemakaian alat perenggang (spacer) mengurangu deposisi obat dalam mulut (orofaring),

jadi mengurangi jumlah obat yang akan tertelan sehingga mengurangi efek sistemik.

Sebaliknya, deposisi dalamm paru lebih baik sehingga didapat efek terapeutik yang lebih

baik. Obat hirupan dalam bentuk bubuk kering (Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler, Turbuhaler)

memerlukan inspirasi yang kuat. Umumnya bentuk ini dianjurkan untuk anak usia sekolah.

Sebagian alat bantu yaitu Spacer (Volumatic, Nebuhaler, Aerochamber, Babyhaler,

Autohaler) dapat dimodifikasi dengan menggunakan bekas gelas atau botol minuman atau

menggunakan botol susu dengan dot susu yang telah dipotong untuk anak kecil dan bayi.