teori dasar proteksi
-
Upload
reg-go-shely -
Category
Documents
-
view
35 -
download
2
description
Transcript of teori dasar proteksi
7
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Sistem Distribusi
Sistem Distribusi merupakan bagian dari sistem tenaga listrik. Sistem
distribusi ini berguna untuk menyalurkan tenaga listrik dari sumber daya listrik
besar (Bulk Power Source) sampai ke konsumen.
Jadi fungsi distribusi tenaga listrik adalah:
1) pembagian atau penyaluran tenaga listrik ke beberapa tempat (pelanggan),
dan
2) merupakan sub sistem tenaga listrik yang langsung berhubungan dengan
pelanggan, karena catu daya pada pusat-pusat beban (pelanggan) dilayani
langsung melalui jaringan distribusi.
Dilihat dari tegangannya sistim distribusi pada saat ini dapat dibedakan
dalam 2 macam yaitu :
a. Distribusi Primer, sering disebut Sistem Jaringan Tegangan Menengah
(JTM) dengan tegangan operasi nominal 20 kV/ 11,6 kV
b. Distribusi Sekunder, sering disebut Sistem Jaringan Tegangan Rendah
(JTR) dengan tegangan operasi nominal 380 / 220 volt
Berdasarkan sistem penyalurannya, jaringan distribusi dapat dibedakan
menjadi dua macam yaitu dengan:
8
a. Saluran udara (overhead line) merupakan sistem penyaluran tenaga listrik
melalui kawat penghantar yang ditompang pada tiang listrik
b. Saluran bawah tanah (underground cable) merupakan sistem
penyaluran tenaga listrik melalui kabel-kabel yang ditanamkan di
dalam tanah.
A. Gangguan Pada Sistem Distribusi
Pada dasarnya gangguan yang sering terjadi pada sistem distribusi
saluran 20 kV dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu gangguan dari
dalam sistem dan gangguan dari luar sistem. Gangguan yang berasal dari
luar sistem disebabkan oleh sentuhan daun/pohon pada penghantar,
sambaran petir, manusia, binatang, cuaca dan lain-lain. Sedangkan
gangguan yang datang dari dalam sistem dapat berupa kegagalan dari
fungsi peralatan jaringan, kerusakan dari peralatan jaringan, kerusakan
dari peralatan pemutus beban dan kesalahan pada alat pendeteksi.
Klasifikasi gangguan yang terjadi pada jaringan distribusi adalah :
a. Dari jenis gangguannya :.
1) Gangguan dua fasa atau tiga fasa melalui hubungan tanah
2) Gangguan fasa ke fasa
3) Gangguan dua fasa ke tanah
4) Gangguan satu fasa ke tanah atau gangguan tanah
b. Dari lamanya gangguan
1) Gangguan permanen
2) Gangguan temporer
9
a. Gangguan yang bersifat temporer
Gangguan yang bersifat temporer ini apabila terjadi
gangguan, maka gangguan tersebut tidak akan lama dan dapat
normal kembali. Gangguan ini dapat hilang dengan sendirinya
atau dengan memutus sesaat bagian yang terganggu dari
sumber tegangannya. Kemudian disusul dengan penutupan
kembali peralatan hubungnya. Apabila ganggguan temporer
sering terjadi dapat menimbulkan kerusakan pada peralatan dan
akhirnya menimbulkan gangguan yang bersifat permanen. Salah
satu contoh gangguan yang bersifat temporer adalah gangguan
akibat sentuhan pohon yang tumbuh disekitar jaringan, akibat
binatang seperti burung kelelawar, ular dan layangan. Gangguan
ini dapat hilang dengan sendirinya yang disusul dengan
penutupan kembali peralatan hubungnya. Apabila ganggguan
temporer sering terjadi maka hal tersebut akan menimbulkan
kerusakan pada peralatan dan akhirnya menimbulkan gangguan
yang bersifat permanen.
b. Gangguan yang bersifat permanen
Gangguan permanen tidak akan dapat hilang sebelum
penyebab gangguan dihilangkan terlebih dahulu. Gangguan yang
bersifat permanen dapat disebabkan oleh kerusakan peralatan,
sehinggga gangguan ini baru hilang setelah kerusakan ini
diperbaiki atau Karen ada sesuatu yang mengganggu secara
10
permanen. Untuk membebaskannya diperlukan tindakan
perbaikan atau menyingkirkan penyebab gangguan tersebut.
Terjadinya gangguan ditandai dengan jatuhnya pemutus tenaga,
untuk mengatasinya operator memasukkan tenaga secara
manual. Contoh gangguan ini yaitu adanya kawat yang putus,
terjadinya gangguan hubung Pendek, dahan yang menimpa
kawat phasa dari saluran udara, adanya kawat yang putus, dan
terjadinya gangguan hubung Pendek.
2.1.1.1. Gangguan Arus Hubung Pendek
Gangguan hubungan pendek yang mungkin terjadi dalam
jaringan (Sistem kelistrikan) yaitu :
1. Gangguan hubungan pendek tiga fasa
2. Gangguan hubungan pendek dua fasa
3. Gangguan hubungan pendek satu fasa ke tanah
Semua gangguan hubungan pendek diatas, arus
gangguannya dihitung dengan menggunakan rumus dasar
yaitu :
………………………………………………………….2.1
Dimana
I = Arus yang mengalir pada hambatan Z (A)
V = Tegangan sumber (V)
Z = Impedansi gangguan, nilai ekivalen dari seluruh
impedansi di dalam jaringan dari sumber tegangan sampai
11
titik gangguan (ohm)
2.2. Sistem Proteksi
Jaringan distribusi berfungsi untuk menyalurkan tenaga listrik ke
pihak pelanggan. Karena fungsinya tersebut maka keandalan menjadi
sangat penting dan untuk itu jaringan distribusi perlu dilengkapi dengan
alat pengaman. Ada tiga fungsi sistem pengaman dalam jaringan
distribusi:
1. Mencegah atau membatasi kerusakan pada jaringan beserta
peralatannya dari akibat adanya gangguan listrik.
2. Menjaga keselamatan umum dari akibat gangguan listrik.
3. Meningkatkan kelangsungan pelayanan tenaga listrik kepada
konsumen.
Sistem pengaman yang baik harus mampu :
1) Melakukan koordinasi dengan sistim pengaman yang lain GI .
2) Mengamankan peralatan dari kerusakan yang lebih luas akibat
gangguan.
3) Membatasi kemungkinan terjadinya kecelakaan .
4) Secepatnya membebaskan pemadaman karena gangguan .
5) Membatasi daerah pemadaman akibat gangguan.
6) Mengurangi frekuensi pemutusan permanen karena gangguan .
Persyaratan yang harus dimiliki oleh alat pengaman atau sistem
pengaman:
12
A. Sensitifitas (kepekaan) .
Suatu pengaman bertugas mengamankan suatu alat atau bagian
tertentu dari sistem tenaga listrik termasuk dalam jangkauan
pengamanannnya merupakan daerah pengaman, tugas suatu pengaman
mendeteksi adanya gangguan yang terjadi didaerah pengamanannya
harus cukup sensitif untuk mendeteksi dengan nilai minimum dan bila
perlu mentripkan PMT atau Pelebur untuk memisahkan bagian yang
terganggu dengan bagian yang sehat.
B. Selektifitas (ketelitian) .
Selektifitas dari pengaman adalah kwalitas kecermatan dalam
mengadakan pengamanan bagian yang terbuka dari suatu sistem oleh
karena terjadinya gangguan diusahakan seminimal mungkin jika dapat
tercapai maka pengamanan demikian disebut pengamanan selektif.
C. Keandalan ( Realibilitas).
Dalam keadaan normal pengaman tidak boleh bekerja, tetapi harus
pasti dapat bekerja bila diperlukan. Pengaman tidak boleh salah bekerja,
jadi susunan alat-alat pengaman harus dapat diandalkan. Keandalan
keamanan tergantung kepada desain, pengerjaan dan perawatannya.
13
D. Kecepatan. (Speed).
Makin cepat pengaman bekerja tidak hanya dapat memperkecil
kerusakan tetapi juga dapat memperkecil kemungkinan meluasnya akibat-
akibat yang ditimbulkan oleh gangguan.
Gangguan yang paling banyak dan membahayakan pada sistem
tenaga listrik adalah gangguan hubung-pendek. Akibat adanya hubung-
pendek ialah terjadinya arus lebih yang pada umumnya jauh lebih besar
dari arus pengenal peralatan dan terjadi penurunan tegangan yang dratis
pada sistem tenaga listrik, sehingga bila gangguan tersebut tidak
dihilangkan dapat merusak peralatan tersebut. Besar arus lebih akibat
gangguan dipengaruhi oleh besarnya pembangkit dan letak gangguan
serta jenis gangguannya. Dengan demikian mulai dari sistem tenaga listrik
yang terkecilpun memerlukan proteksi hubung-pendek. Proteksi untuk
gangguan hubung hendek ini adalah proteksi arus lebih. Ada dua
pengaman utama proteksi terhadap arus lebih yaitu pengaman lebur dan
relay arus lebih.
2.2.1. Macam-macam Peralatan Proteksi JTM
1. Pemutus Tenaga (PMT)
PMT berada di Gardu Induk (GI) dan terpasang di tiap feeder,
PMT berfungsi untuk memutuskan tenaga secara keseluruhan pada
tiap feedernya. PMT akan trip otomatis jika mendeteksi adanya arus
gangguan yang melebihi setting relaynya. PMT juga bisa berfungsi
14
sebagai switch ketika ada pemeliharaan jaringan. Relay yang
digunakan pada PMT antara lain Over Current Relay (OCR) dan
Ground Fault Relay (GFR) dan Under Frequency Relay (UFR).
Gambar 2.1 Diagram Satu Garis Pemutus Tenaga (PMT)
2. Penutup Balik Otomatis/Automatic-Recloser
Berfungsi untuk mendeteksi arus gangguan dan akan menutup
kembali pada selang waktu tertentu, apabila recloser masih merasakan
gangguan maka recloser akan trip kembali. Biasanya recloser disetting
untuk auto reclose sebanyak tiga kali, apabila sebanyak tiga kali
recloser masih merasakan gangguan maka reloser akan trip yang
menandakan terjadi gangguan permanen. Relay yang digunakan pada
15
recloser adalah Over Current Relay (OCR) dan Ground Fault Relay
(GFR).
Gambar 2.2 PMT pada Recloser
3. Fuse Cut Out (FCO)
Fuse Cut Out / Pengaman Lebur adalah peralatan switch
yang digunakan sebagai proteksi jaring 1 fasa dari gangguan arus
hubung pendek 1 fasa. FCO juga bisa dilepas secara manual seperti
ABSW ketika hendak melakukan pemeliharaan, hanya saja harus
dilepas dalam keadaan tidak berbeban atau hanya berbeban sedikit.
Pengoperasiannya dilaksanakan secara manual menggunakan
telescopic stick.
16
Gambar 2.3 Fuse Cut Out
2.3. Relai Arus Lebih
Relai arus lebih yang berfungsi merasakan adanya arus lebih dan
kemudian memberi perintah kepada pemutus beban untuk membuka. Relai
arus lebih ini umumnya digunakan pada sistem tegangan menengah sampai
tinggi. Pengamanan dengan menggunakan relai arus lebih mempunyai
beberapa keuntungan yaitu :
1. Pengamanannya sederhana.
2. Dapat mengamankan arus lebih, yang terjadi karena hubung pendek atau
beban lebih
3. Dapat sebagai pengaman utama dan berfungsi juga sebagai pengaman
cadangan.
4. Harganya relatif murah.
17
Relai arus lebih pada umumnya digunakan sebagai pengaman :
1. Jaringan sub-transmisi radial.
2. Pengamanan motor-motor tegangan menengah yang kecil.
3. Pengamanan cadangan untuk generator, motor yang besar, transformator
daya , jaringan transmisi tegangan tinggi.
4. Pengaman gangguan tanah untuk sistem saluran udara ataupun sistem
distribusi.
5. Untuk sistem tenaga listrik yang kecil dan radial.
6. Untuk sistem tenaga listrik yang besar pengamanan arus lebih hanya
digunakan sebagai pengaman cadangan, karena untuk mengkoordinasi
sulit untuk mendapatkan selektifitas yang baik.
7. Penyetelannya mudah untuk jaringan radial.
Gambar 2.4 Dasar kerja Relai Arus Lebih
2.3.1. Tipe Relai Arus Lebih
18
Ada tiga jenis tipe relai arus lebih yaitu :
1. Tipe Mekanik
Kumparan (belitan) 1 dan 2 dapat dibuat seri atau parallel , ini
agar mendapatkan rentang arus penyetelan yang luas. Pegas
digunakan untuk menimbulkan gaya lawan dan melawan gaya
elektromekanik yang ditimbulkan oleh arus pada kumparan. Lengan
setting untuk penyetelan arus dengan jalan mengencangkan dan
mengendorkan pegas.
Gambar 2.5 Relai Tipe Mekanik
2. Tipe Statik
Terdiri dari :
- rangkaian pengubah arus AC menjadi DC dan diukur oleh R
setting
19
- Level detector yang membandingakan tegangan inputnya
dengan set levelnya (tegangan refrensinya) ; Bila
maka akan muncul dan akan mengerjakan output relay RL.
Gambar 2.6 Relai tipe Statik
2.3.2. Karakteristik Relai Arus Lebih
Koordinasi pada relai arus lebih untuk mendapatkan selektifitas
terutama dilakukan dengan setting waktu kerja relai, disamping juga
karena ada perbedaan arus pada sisi hilir dan sisi hulunya. Pada relai
arus lebih terdapat beberapa karakteristik waktu, yang dapat
dikelompokan menjadi 4 jenis yaitu :
a) Relai arus lebih waktu seketika,
b) Relai arus lebih waktu waktu terbalik,
c) Relai arus lebih waktu IMDT (Inverse Definite Minimum Time).
20
d) Relai arus lebih waktu kombinasi antara waktu seketika dengan
karakteristik lainnya.
2.3.2.1. Relai Arus Lebih Waktu Seketika
Relai ini akan memberikan perintah pada PMT pada saat
terjadi gangguan bila besar arus gangguannya melampaui
penyetelannya (Im), dan jangka waktu kerja relai mulai pick up
sampai kerja relai sangat pendek tanpa penundaan waktu (20 –
60 mdet). Relai ini jarang berdiri sendiri tetapi umumnya
dikombinasikan dengan relai lain. Pada setelan koordinasi
proteksi di sistem tenaga listrik radial sederhana dipergunakan /
disebut setelan moment / instant.
Gambar 2.7 Kurva Kerja Relai Arus Lebih Waktu Seketika
21
2.3.2.2. Relai arus lebih waktu waktu terbalik
Gambar 2.8 Kurva Kerja Relai Arus Lebih Waktu terbalik
Relai ini akan memberi perintah pada PMT pada saat
terjadi gangguan bila besar arus gangguannya melampaui
penyetelannya (Is), dan jangka waktu kerja relai mulai pick up
sampai kerja relai waktunya diperpanjang berbanding terbalik
dengan besarnya arus Pada jenis ini karakteristik kecuraman
waktu arus dapat beragam dan berdasarkan Standard IEC
60255-3 dikelompokan menjadi :
22
2.3.2.3. Relai Arus Lebih IMDT (Inverse Minimum Definite Time)
SETt
SETI
t
I
Gambar 2.9 Kurva Kerja Relai Arus Lebih IMDT
Relai ini mempunyai beberapa bagian setelan waktu
terbalik (inverse time) dan waktu tertentu (definite time),
sebagai berikut :
ƒ Daerah waktu terbalik, yaitu pada daerah rasio IF/ISET kecil.
ƒ Bagian daerah datar (definite), yaitu pada daerah rasio
IF/ISET besar.
Bagaimana kita memilih daerah kerja dari IMDT, yaitu
bila mungkin pilih daerah curam dari waktu terbalik, bila ada
kesulitan karena pembangkitan berubah-ubah dapat dipilih
daerah landai.
Kaidah penyetelan IMDT :
a) Relai harus mampu bekerja untuk gangguan 2 fasa
diujung akhir seksi berikutnya pada kondisi pembangkitan
minimum.
b) ISET nya harus > dari IBEBAN maksimum.
c) Penyetelan arus harus memperhatikan kesalahan pick up
(error pick up) sesuai British Standard IPICK UP = 1,05 s/d.
23
1,3 ISET.Bila pembangkitan berubah-ubah, dapat dipilih ISET
rendah dan bila pembangkitan hampir tetap, dapat dipilih
ISET tinggi.
d) Setelah td (Tms), dipilih waktu kerja tercepat untuk relai
paling hilir, sedangkan disisi hulunya naik satu tingkat, td
(Tms) dipilih untuk memperoleh ∆t = 0,3 – 0,4 detik pada
kondisi pembangkitan minimum.
2.3.2.4. Kombinasi Waktu Terbalik dan IMDT dengan Waktu
Seketika.
Relai arus lebih Waktu Seketika umumnya tidak berdiri
sendiri tetapi digabung dengan relai arus lebih Waktu Tertentu
atau waktu Terbalik atau IMDT. Dalam hal ini bila arus yang
melewati relai lebih besar dari arus setting Is, tetapi lebih kecil
dari arus setting seketika Im, waktu kerjanya mengikuti
karaktristik waktu tertentu, waktu terbalik atau IMDT.
Sedangkan bila arus yang melewati relai lebih besar dari arus
setting seketika, relai akan bekerja seketika.
24
Gambar 2.10 Karakteristik kombinasi invers dengan definite
Gambar 2.11 Karakteristik kombinasi waktu instant
dengan tunda waktu terbalik
2.3.3. Sambungan Relai Arus Lebih
Ada 2 tipe sambungan relai arus lebih yaitu :
a) sambungan 3 OCR dan 1 GFR
b) sambungan 2 OCR dan 1 GFR
IBA DOC
Sambungan tipe 2 OCR + 1 GFR
R
T
CT
P1
P2
S1
S2
OCR
OCRGFR
E
PMT
R
S
T
E
CT
P1
P2
S1
S2
OCR
OCR
GFROCR
PMT
Sambungan tipe 3 OCR + 1 GFR
25
Gambar 2.12 sambungan relai arus lebih
2.3.4. Prinsip Kerja Relai Arus Lebih
Prinsip kerja relai arus lebih adalah bedasarkan adanya arus
lebih yang dirasakan relay, baik disebabkan adanya gangguan hubung
pendek atau overload (beban lebih) untuk kemudian memberikan
perintah trip ke PMT sesuai dengan karakteristik waktunya.
26
Gambar 2.13 Rangkaian pengawatan relai arus lebih
Cara kerjanya dapat diuraikan sebagai berikut :
a) Pada kondisi normal arus beban (Ib) mengalir pada SUTM / SKTM dan
oleh trafo arus besaran arus ini di transformasikan ke besaran sekunder
(Ir). Arus (Ir) mengalir pada kumparan relai tetapi karena arus ini masih
lebih kecil dari pada suatu harga yang ditetapkan (setting), maka relai tidak
bekerja.
b) Bila terjadi gangguan hubung pendek, arus (Ib) akan naik dan
menyebabkan arus (Ir) naik pula, apabila arus (Ir) naik melebihi suatu
harga yang telah ditetapkan (diatas setting), maka relai akan bekerja dan
memberikan perintah trip pada tripping coil untuk bekerja dan membuka
PMT, sehingga SUTM / SKTM yang terganggu dipisahkan dari jaringan.