Tugas Strategi Penyuluhan Penerapan Pola Makan Sehat Kedokteran Komunitas
Tentir Pleno - Modul Ilmu Kedokteran Komunitas 2012
-
Upload
jesse-estrada -
Category
Documents
-
view
114 -
download
15
description
Transcript of Tentir Pleno - Modul Ilmu Kedokteran Komunitas 2012
1
TENTIR PLENO MODUL ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS 2012
T-01 Studi Kasus
Tika Ayu Pratiwi
Venny Christina A.
T-02 Evaluasi Program
Anggi Puspita N. Pohan
Fitriana Nur Rahmawati
T-03 Plant Survey
Herliani Dwi Putri H.
Nila Purnama Sari
T-04 Diagnosis Komunitas
Karina Kalani Firdaus
Sheli Azalea
T-05 Sistem Kesehatan Nasional
Ade Ilyas Mukmin
Monika Besty Yolanda
T-06 Kompetensi Budaya
Dina Elita
T-07 Perancangan Klinik Strategis
Rido Prama Eled
T-08 Community Development
Kabisat Fabiachrulia
Ratoe Suraya
T-01 STUDI KASUS
Apa yang dimaksud dengan sehat ?
Sehat adalah kondisi di mana seseorang memiliki fisik, mental, dan sosial yang baik
sehingga mampu produktif secara sosial dan ekonomi (Menurut UU No. 23 tahun 1992).
Ketika kita ingin menilai status kesehatan seseorang, maka banyak sekali teori yang bisa
digunakan.
1. Triad Epidemiology (Host-Agent-Environment)
2. Konsep Blum (Kesehatan dipengaruhi oleh Lingkungan, Perilaku, Pelayanan
Kesehatan, dan Genetik)
3. Mandala of Health (Kesehatan seseorang dipengaruhi oleh Ekosistem)
Dalam pembahasan studi kasus ini, akan digunakan Mandala of Health untuk menilai
kondisi kesehatannya.
Nah, ini gambaran dari Mandala of Health...
- Pertama, kita lihat pasien sebagai individu secara utuh. Kita lihat tiga hal yang
menyusun dirinya, yaitu Body, Spirit, dan Mind.
2
- Kemudian kita lihat dari keluarga dan komunitas. Ternyata terdapat hubungan antara
kedua komponen ini, sehingga membentuk empat hal yaitu Perilaku personal,
Lingkungan Fisik, Lingkungan Sosio-Ekonomi, dan Human Biology.
- Nah, untuk hal yang terbentuk dalam komunitas sendiri terbentuk dari kombinasi hal
sebelumnya, yaitu :
o Sick Care System = Human Biology + Personal Behavior
o Life style = Lingkungan Sosio-Ekonomi + Personal Behavior
o Lingkungan Kerja = Lingkungan Sosio-Ekonomi + Lingkungan Fisik
o Human Made Environment = Jumlah semua komponen
Kemudian dilanjutkan dengan Diagnosis Holistik di mana kita melihat pasien dari Bio-
Phsyco-Social nya. Kenapa? Kan biasanya yang sakit adalah fisiknya. Karena penyakit
tidak hanya disebabkan oleh kelainan fisik. Kadangkala dimensi psikologi dan sosial pasien
turut berperan dalam menimbulkan manifestasi penyakit fisik. Sehingga jika kita menilai
seluruh dimensi tersebut dan berusaha menyelesaikan masalah dilihat dari hal-hal tadi,
maka penyelesaian masalahnya juga akan lebih efektif.
Nah, dalam memudahkan kita melakukan diagnosis secara holistik, kita bisa menilai pasien
melalui lima aspek.
1. Aspek Personal Apa sih yang membuat pasien datang ke dokter ?
2. Aspek Klinis Tentukan apa penyakit yang dialami oleh pasien !
3. Aspek Internal Kok bisa pasien menderita penyakit itu ? So, lihat dari pribadi
pasien dulu. Bagaimanakah perilaku pasien ? Apakah ia punya masalah psikologi ?
4. Aspek Eksternal Apakah pasien punya masalah dengan lingkungan sekitarnya
(keluarga, tetangga, atau teman) ?
5. Status Fungsional Dalam memberikan terapi ke pasien, kita harus tahu, pasien
dalam tahap/kondisi seperti apa. Sehingga tatalaksana yang diberikan bisa sesuai.
Ada 5 kategori status fungsional :
Skala Fungsional Rincian
Skala 1 Mampu melakukan pekerjaan seperti sebelum sakit; tidak ada kesulitan sama sekali dalam beraktivitas
Skala 2 Mampu melakukan pekerjaan ringan sehari-hari dan luar rumah (sedikit kesulitan)
Skala 3 Mampu melakukan perawatan diri dan mampu melakukan pekerjaan ringan (beberapa kesulitan)
Skala 4 Dalam keadaan tertentu masih mampu merawat diri. Namun sebagian besar pekerjaan hanya duduk dan berbaring (banyak kesulitan
Skala 5 Perawatan diri dilakukan orang lain, tak mampu berbuat apa-apa, berbaring pasif
Yuk, sekarang kita lihat contoh kasusnya :
PEMICU: KECACINGAN PADA ANAK USIA SEKOLAH
Ibu X datang ke Puskesmas bertemu dengan Anda yang sedang bekerja internship di
Puskesmas tersebut. Ibu X mengeluhkan anak laki-lakinya yang berusia 10 tahun, kelas 3
SD mengalami penurunan nilai pelajaran. Sebelumnya waktu di kelas 1 dan 2, anak ini
bintang pelajar dan masuk dalam 10 besar di kelasnya. Menurut walikelasnya, demikian
keterangan ibu, anak ini aktivitasnya baik di sekolah. Pada saat belajar, ia mencatat dengan
baik, meskipun harus seringkali maju ke depan untuk membaca tulisan di papan tulis. Pada
pemeriksaan fisik, status generalis anak ini normal. Berat badan 23,5 kg, tinggi badannya
124,4 cm. Pemeriksaan fisik lainnya dalam batas normal.
Data Tambahan
Visus OD:4/6, OS:4/6
Hb 11,5 gr/dl
Keluarga: tinggal dengan orangtua dan balita, imunisasi lengkap, jarang ke posyandu
setelah 2 tahun, tergolong ekonomi lemah, tergabung dalam JAMKESDA, mendapat
jaminan PKH
Rumah: desa, banyak tanah kosong, berlumpur saat hujan, tidak pakai sendal,
orangtua petani dan tamat SMP, tidak perhatian dengan pelajaran anak karena
dianggap dari sekolah sudah cukup
Sekolah: banyak tanah kosong, berlumpur saat hujan, dinding kelas rusak, jendela
terbuka membuat sinar matahari langsung masuk dan menyilaukan pandangan anak
yang duduk berlawanan, sedangkan anak yang lain harus menunduk karena gelap,
rotasi duduk tiap 6 bulan.
Diagnosis holistik
“Kegiatan untuk mengidentifikasi dan menentukan dasar dan penyebab penyakit, luka,
serta kegawatan yang diperoleh dari keluhan, riwayat penyakit pasien, pemeriksaan, hasil
pemeriksaan penunjang, dan penilaian risiko internal dan eksternal dalam kehidupan pasien
dan keluarganya.”
1. Aspek personal
Subjektif: penurunan prestasi belajar
Kekhawatiran : takut ada gangguan kesehatan mata, takut keluar dari 10 besar
Harapan : nilai membaik dan sehat
2. Aspek klinis:
Miopia
tidak pakai sandal faktor risiko cacingan
suspek cacingan suspek anemia kognitif menurun
3. Aspek faktor risiko intrinsik individu: kebiasaan tidak menggunakan alas kaki
3
4. Aspek faktor risiko eksternal: ekonomi lemah, pendidikan orang tua rendah,
kurang pengawasan orang tua terhadap proses belajar anaknya, rotasi duduk tiap 6
bulan, pencahayaan kelas kurang baik, dinding kelas rusak, lingkungan sekolah dan
rumah berlumpur jika hujan
5. Aspek skala penilaian fungsi sosial: aktivitas baik, main dengan teman-teman
(skor 1)
Diagnosis Keluarga
Keluarga
Suami istri dengan anak tertua usia > 6 tahun+balita keluarga inti
Interaksi dengan anggota keluarga kurang baik tidak perhatian terhadap
pendidikan
Analisis berdasarkan Mandala of health
1. Body, spirit, mind
keadaan tubuh pasien
status antropometri (TB 124,4/BB 23,5 kg), status generalis
2. Personal behavior (perilaku, kebiasaan)
Tidak menggunakan alas kaki berisiko terinfeksi cacing
Kebiasaan membaca di tempat yang redup atau terlalu terang; terlalu dekat, dalam
waktu yang lama akomodasi mata berlebihan; kelelahan otot mata gangguan
refraksi tidak jelas melihat tulisan di papan mengganggu kegiatan belajar di
kelas penurunan prestasi
3. Psycho-socio-economy environment
Pendidikan orang tua yang rendah
Ekonomi lemah
Orang tua memiliki anak yang masih bayi/balita perhatian lebih terfokus pada
bayi/balita
4. Lifestyle (gaya hidup)
Pola asuh orang tua yang kurang perhatian terhadap anak kurangnya
pengawasan terhadap aktivitas dan belajar anak di rumah
5. Human biology
Genetik → panjang bola mata
6. Sick-care system
pelayanan kesehatan (ketersediaan, letak, jarak dari rumah, transportasi, fasilitas),
pembiayaan kesehatan (asuransi, jamkesmas), ke RS hanya bila ada gejala
7.Physical environment
Rumah: berlumpur saat hujan
Sekolah: banyak tanah kosong, berlumpur saat hujan, dinding kelas rusak, jendela
terbuka sehingga pencahayaan ruang kelas tidak merata (ada yang silau ada yang
gelap)
Peran Dokter Keluarga
Dokter keluarga adalah dokter praktek umum yang menjalankan praktik dengan
menerapkan pendekatan keluarga.(IDI)
Dasar-dasar pelayanan dokter keluarga
o Pelayanan kesehatan lini pertama
o Pelayanan kesehatan/medis yang bersifat umum
o Bersifat holistik
o Bersifat komprehensif
o Pemeliharaan kesehatan yang berkesinambungan
o Pelayanan yang terpadu
o Peran Dokter Keluarga
Dalam kasus ini, peran dokter keluarga adalah:
Anamnesis (meninjau lingkungan dan keluarga), pemeriksaan fisik, diagnosis
membutuhkan pemeriksaan feses untuk memastikan anak tersebut kecacingan atau
tidak
Edukasi mengenai:
Nutrisi, kebiasaan penggunaan alas kaki, sekolah (fasilitas & rotasi), pola hidup bersih
dan sehat, anjuran supaya lebih sering ke posyandu, peningkatan pengawasan orang
tua terhadap belajar anak
Melakukan konseling keluarga
Menerapkan 5 Level Pencegahan
o Health promotion : penyuluhan kesehatan mata, penyuluhan mengenai nutrisi
dan kebersihan, serta pembuatan kartu sehat.
o Spesific protection: alas kaki pada seluruh aktivitas, minum obat cacing secara
teratur
o Early diagnosis and prompt treatment: pemeriksaan visus, skrining infeksi
cacing, pemberian obat cacing
o Disability limitation: kacamata bagi visus yang menurun, kunjungan ke rumah
bila banyak absen
o Rehabilitation: pada kasus ini tidak diperlukan
PEMICU : Penyakit Tidak Menular pada Usia Produktif
Seorang laki-laki 34 tahun, bekerja di sebuah perusahaan Garmen di bagian pemotongan
bahan sejak 15 tahun yang lalu, datang ke klinik dengan keluhan sakit kepala sejak 1
minggu yang lalu. Sejak 1 minggu yang lalu pasien merasa sakit bagian belakang kepala.
Sakit terasa seperti berat, tidak menjalar, dan tidak berdenyut-denyut. Pasien sudah minum
obat sakit kepala di warung (namanya lupa) tetapi sakit kepala hanya berkurang sedikit.
4
Selain itu dirasakan juga kedua tangan terasa baal, seperti tidak berasa saat memegang
sesuatu. Rasa baal mulai timbul sejak 3 bulan yang lalu. Rasa baal hilang timbul, timbul
saat banyak pekerjaan di tempat kerja, dan agak membaik setelah libur di akhir pekan.
Paisen tidak minum apa-apa untuk keluhan ini, tetapi hanya memijat tangannya saja.
Pasien tidak rutin control ke puskesmas karena harus bekerja. Pasien juga terkadang
lupa minum obat. Saat ini pasien masih mengeluh sering lemas dan kesemutan serta baal
pada kedua tapak tangannya. Pasien juga masih terbangun malam hari untuk BAK namun
frekuensinya sudah berkurang yaitu 1-2 kali.
Satu tahun yang lalu pasien megeluh selalu merasa cepat haus dan lapar. Pasien
terbangun pada malam hari untuk BAK 4-5 kali. Pasien juga mengeluh berat badannya
menurun. Tidak didapatkan adanya gangguan penglihatan, baal, kesemutan, maupun
riwayat pingsan. Pasien saat itu tidak berobat.
Enam bulan yang lalu karena pasien merasa lemas, pasien berobat ke RS dan diperiksa
gula darah, dikatakan gula darah pasien 400 mg/dl. Pasien diberi obat suntik dan langsung
dipulangkan. Pasien tidak tahu obat yang disuntikkan. Sejak saat itu pasien control ke
puskesmas dan mendapatkan glibenclamid 1x5 mg. pasien sudah diterangkan mengenai
diet DM, namun masih belum mengerti sepenuhnya. Pasien makan nasi 3x/hari @ 1 porsi,
selebihnya pasien mengemil biscuit.
Pemeriksaan fisik
a. Nadi : 80x/menit, isi cukup, irama teratur
b. Pernapasan : 24 x/menit
c. Tekanan darah : 150/80 mmHg
d. Suhu tubuh : 36,4 oc
e. Status gizi : TB 162,5 cm lingkar perut 81 perut, BB 70,2
f. Bentuk badan : atletikus
Data tambahan
Keluarga: 1 istri (ibu rumah tangga), 4 anak (Rini 8 tahun, Rani 6 tahun, Rino 4 tahun,
Radi 1 tahun)
Antar keluarga tidak akrab, ayah sering pulang malam, anak segan bicara dengan ayah
Riwayat DM dan hipertensi dari keluarga ayah
Tinggal di Cakung, jalan kecil, padat hunian, ukuran 4 x 5 m, 2 tingkat, dinding
semipermanen
Lingkungan kerja bising, suhu panas, getaran lokal saat memotong, debu kain, gerakan
berulang pada tangan, tangan mengenggam, angkat angkut beban, berdiri lama, posisi
tubuh membungkuk, pencahayaan kurang
Merokok 2 batang/hari sejak 10 tahun yang lalu, futsal 1 x/minggu, alkohol (-), takur
gula darah naik
Istri tidak berKB, uang gaji hanya cukup untuk makan, di rumah ada perabot, tivi 12
inch, ibu memasak
Pemeriksaan:
Gula darah sewaktu = 250 mg/dL, masih minum obat
Pendengaran: gangguan sensorik ringan nada tinggi 4000 Hz telinga kiri dan kanan
Parestesi pada kedua tangan
Pemeriksaan urin: glukosa (+)
Pemeriksaan darah: Hb=13 g/dL; LED = 65 mm/jam; leukosit = 8000/ul
Profil lipid: kolesterol=300mg/dl; trigliserida = 175 mg/dl; LDL = 200; HDL = 20
Diagnosis Okupasi
a. Menentukan diagnosis klinisnya
Diagnosis klinis dari pasien : Diabetes Melitus dan Hipertensi, tuli sensorineural,
parestesia
b. Menentukan pajanan yang dialami oleh tenaga kerja selama ini
Pajanan yang dialami pasien : Bising , getaran lokal di tangan , debu kain , gerakan
repetitif,
c. Menentukanapakah pajanan tersebut memang penyebab penyakit tersebut (EBM)
Bising dapat mengakibatkan tuli sensorineural. Bising adaptasi, peningkatan
ambang dengar sementara, dan peningkatan ambang dengar menetap.
Peningkatan ambang dengar sementara terjadi akibat intensitas yang cukup tinggi.
Pemulihannya biasanya dalam menit atau jam. Peningkatan ambang dengar
menetap diakibatkan oleh bising dengan intensitas sangat tinggi yang berlangsung
singkat atau lama sehingga menyebabkan kerusakan struktur koklea.
Gerakan repetitif dapat menimbulkan peradangan pada sendi, otot, dan tendon.
Khusus pada gerakan tangan berulang, dapat terjadi di ganglion, radang sendi dan
pangkal tendon, dan Carpal tunnel syndrome sehingga terjadi penekanan nervus
Medianus terus menerus. Gejala carpal tunnel syndrome berupa nyeri dan
parestesia (kesemutan) pada tangan.
Getaran lokal dengan frekuensi 30-40 Hz dapat menyebabkan kelainan
neurovaskular sampai degenerasi otot dan jaringan ikat, pembentukan gelembung
nitrogen dalam jaringan atau terjadi koagulasi darah, obstruksi sirkulasi darah dan
hipoksia sendi yang juga berpengaruh terhadap parestesia.
d. Menentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat
mengakibatkan penyakit tersebut
Dilakukan pengukuran bising dengan nilai ambang batas 85 dB
e. Menentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi
Faktor lain yang dapat mempengaruhi adalah kebiasaan pasien yang jarang
menggunakan sarung tangan baja dan earplug sebagai APD pada perusahaan
tersebut.
f. Cari adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab penyakit
Faktor lain yang dapat menjadi penyebab penyakit adalah kebiasaan merokok,
stres, kurang olahraga dan kebiasaan mengemil
5
g. Buat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannya
Tuli dan parestesia yang dialami oleh pasien merupakan occupational disease,
sedangkan hipertensi, DM, dan dislipidemia merupakan non-occupational disease
Diagnosis Holistik
1. Aspek personal : keluhan utama yang dirasakan pasien, rasa takut dan harapan
yang merupakan informasi subjektif.
Keluhan Utama: Sakit Kepala
Rasa Takut: Penyakit DM meningkat
Harapan: Pasien ingin sembuh
2. Aspek klinis : mencakup temuan klinis lengkap dengan diagnosis klinisnya.
Diabetes Mellitus , hipertensi Stadium 1, parestesia
3. Aspek faktor risiko intrinsik individu : terkait dengan penyakitnya, misalnya gaya
hidup atau perilaku sehat.
Riwayat hipertensi dan diabetes mellitus pada keluarga, merokok, aktivitas fisik yang
rendah, diet tinggi kalori,
4. Aspek faktor risiko eksternal : Risiko kejadian penyakit, terutama berasal dari
pasien dalam keluarganya juga lingkungan kehidupannya
Perhatian keluarga yang belum maksimal terhadap pengawasan minum obat
Perilaku anggota keluarga dalam kebersihan lingkungan, kamar mandi, serta
perilaku keluarga pada lingkungan pemukimannya
Perencenaan keluarga dan pembagian tugas pada keluarga pasien yang masih
kurang optimal.
5. Aspek skala penilaian fungsi social : Aspek terakhir menilai fungsi sosial
seseorang terhadap kemampuannya untuk beraktivitas dan berproduksi
Skala Penilaian Fungsi Sosial: Skala 1, karena pasien masih memliki value yang tinggi
dan dapat beraktivitas normal dan tidak bergantung pada orang lain.
Diagnosis Keluarga
Fungsi Keluarga
1. Fungsi biologi
Pasien memiliki empat orang anak dengan Rini 8 tahun, Rani 6 tahun, Rino 4 tahun,
Radi 1 tahun. Pasien memiliki riwayat hipertensi dari keluarga ayahnya.
2. Fungsi psikologi
Antar keluarga kurang harmonis karena tidak akrab satu sama lain. Pasien sering
pulang malam sehingga jarang berinteraksi dengan keluarga. Anak juga segan
bicara dengan ayah
3. Fungsi social
Kurang dijelaskan pada pemicu namun mungkin karena pasien sering pulang malam
jadi kurang berinteraksi dengan tetangga sekitar.
4. Fungsi ekonomi
Pasien bekerja sebagai buruh dan gajinya hanya cukup untuk makan.
5. Penguasaan masalah dan kemampuan beradaptasi
Pasien kurang mengetahui tentang penyakitnya dan tidak rutin kontrol ke dokter
karena harus bekerja.
Siklus kehidupan keluarga
Siklus kehidupan keluarga termasuk families with school children
Analisis berdasarkan Mandala of health
1. Body, spirit, mind
Body : Overweight, hipertensi, DM, FN meningkat, sakit kepala
Mind : pengetahuan DM minim
Spirit : kurangnya motivasi
2. Personal behavior (perilaku, kebiasaan)
Mengemil, membeli obat warung, kurang memperhatikan kesehatan, kebiasaan
merokok, olahraga futsal seminggu sekali
3. Human biology
Genetik → adanya riwayat DM dan hipertensi dari keluarga ayah
4. Psycho-socio-economy environment
Stress bekerja, ekonomi menengah ke bawah (buruh), uang gaji hanya cukup untuk
makan, jumlah keluarga yang banyak dengan 4 orang anak.
5. Physical environment
Gerakan repetisi
Panas mesin
Getaran mesin
Berdiri jangka waktu lama
Membungkuk
Bising
6. Lifestyle (gaya hidup)
Sibuk bekerja.
7. Sick-care system
Pelayanan kesehatan (ketersediaan, letak, jarak dari rumah, transportasi, fasilitas),
pembiayaan kesehatan (asuransi, jamkesmas)
Tidak rutin kontrol ke dokter
Pengaruh global yang berdampak pada pasien
Berada dalam lingkungan perokok
Anggapan banyak anak banyak rejeki
Kebiasaan minum obat warung/bebas
Stres sosial akibat tuntutan ekonomi dan tekanan pekerjaan
6
Tata Laksana
1. Pasien
Non-medikamentosa : Diminta untuk berolahraga secara teratur jenis apapun,
hindari merokok dan minuman beralkohol, Cek gula darah teratur dengan target
KGD puasa 70-130 mg/dL dan post prandial 160-180 mg/dL serta HbA1c <7%.
Diingatkan untuk selalu menggunakan APD saat bekerja.
Medikamentosa : Diabetes Melitus (metformin, glibenklamid), Hipertensi (captopril)
Pada pasien ini tanyakan apakah pasien punya Jamkesmas jika ada maka biaya
pengobatan DM, hipertensi, dll bisa ditanggung Jamkesmas
2. Keluarga
Dilakukan konseling keluarga bertahap dengan:
Meningkatkan interaksi keluarga olahraga bersama
Ibu diminta memasak makanan yang sehat.
Keluarga mengingatkan masalah obat, diet, gaya hidup
Konseling penggunaan KB pada istri pasien
Yak sekian dari kami, smg tentir ini bermanfaat.. maaf jika ada kekurangan,.
Sukses sumatif IKK.. smg lulus smua.. bentar lgi kita klinik..hehe
#special thnx to: kel. 2, 7, 15
Salam sayang dari [DUO tika dan venny..] :D
[Tika Ayu Pratiwi & Venny Christina Anggraeni]
T-02 EVALUASI PROGRAM
Assalamu’alaikum Wr.Wb. Yak, kembali lagi ke tentir modul terakhir di preklinik!!! Semoga
teman2 masih bersemangat untuk membacanya. Yaaa walopun, semua merasakan bahwa
di modul ini rasanya bener bener sesuatu banget.. tapi, TETAP SEMANGAT YAA!! Karena
walo bagaimanapun modul ini jumlah SKSnya setara dengan modul lainnya yang sulit. Jadi
sayang banget kan yaa, kalo nilainya sampe jelek. Hehehee... Nah, ini tentirnya
berdasarkan slide dan pleno evapro. Jadi kalo yang digaris miringin itu berarti contoh
evapronyaa. yukk, daripada lama2 mendingan langsung capcus baca ajaaaa.... :D
Evaluasi bermakna penilaian atau pembandingan pencapaian (hasil kerja) dengan target
(standar) dari keluaran suatu program. Program kesehatan sendiri didefinisikan sebagai
rangkaian kegiatan yang disusun secara logis dan sistematis untuk mencapai tujuan yang
telah ditentukan di bidang kesehatan. Sementara itu, sistem adalah tatanan yang akan
mengubah masukan menjadi keluaran melalui suatu proses. Dengan demikian, evaluasi
program berdasarkan pendekatan sistem dapat diartikan sebagai penilaian pencapaian
program dibandingkan target program pada unsur keluaran dari suatu sistem program
kesehatan. Jika ada kesenjangan, akan dicari penyebabnya sehingga masalah dapat diatasi.
Sesuai dengan definisi tersebut, unsur-unsur yang perlu diteliti meliputi target dan
pencapaian keluaran, masukan dan proses sistem, manajemen sumber daya, peran
lingkungan, serta umpan balik keluaran terhadap masukan. Tujuan dari adanya evaluasi
program adalah untuk menemukan masalah/prioritas masalah dari program tersebut,
menemukan penyebab dari masalah yang tadi ditemukan, menentukan penyelesaian
penyebab masalah (ingat ya kita menangani penyebab masalah, bukan masalahnya!!)
serta membuat rencana program penyelesaian penyebab masalah.
Bagaimana langkah-langkah untuk melakukan evapro?
1. Tentukan Judul/Topik Evapro
Judul dari evapro harus memiliki komponen berikut ini : nama program kesehatan,
pelaksana program, tempat, waktu. Contohnya:
“Evaluasi Program Pembentukan Kelompok Lansia Oleh Puskesmas Kecamatan Cakung
tahun 2011”
2. Cari Indikator Keluaran dan Nilai Keluaran
Kalau kita ingin mengevaluasi sesuatu tentunya kita harus punya dasar dong apakah
sesuatu yang kita evaluasi itu sudah bagus atau masih perlu ditingkatkan. Dasar
tersebutlah yang bernama indikator & nilai keluaran. Indikator & nilai keluaran ini bisa
kita temukan di:
a. Target/tujuan dari rencana program kesehatan (kalau ada rencana tertulis)
7
b. Kalau ga ada rencana tertulis, cari di rencana institusi atasannya (misalnya di suku
dinas kesehatan)
c. Kalau ga ada lagi, kita cari di level yang lebih tinggi lagi yaitu dari buku Stratifikasi
Puskesmas yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan.
3. Temukan Pencapaian/Hasil dari masing-masing Indikator Keluaran
Setelah kita dapatkan indikatornya kita cari sesuatu yang mau dibandingkan dari
program ini. Kita bisa dapatkan dari laporan bulanan kegiaan program tersebut
atau laporan tahunan Puskesmas.
Kalau kita ga dapat data laporan bulanan atau tahunan gimana?? Tenang aja, kita
masih bisa menemukan daftar masalah dengan metode lain, yaitu kuisoner!
Contoh kuisionernya bisa dilihat di bawah ini :
Output Masalah Penyebab M Solusi Penyebab M
1. A
2. B
3. C
4. D
5. E
V
V
V
V
V
……..
………….
…………
……………….
………………
…………
…………………..
………………………
………………
………….
Kuisoner ini bisa kita berikan kepada orang yang terlibat dalam program tersebut
ataupun orang-orang di bagian lain yang terkait. Dari tabel tersebut kita pasti akan
mendapatkan banyak masalah. Yang terbanyak disebut sebagai masalah kita tetapkan
sebagai prioritas masalah. Begitu pula dengan penyebab masalahnya dan solusi
penyebab masalah.
4. Bandingkan Pencapaian Masing-masing Indikator & Nilai keluarannya
dengan Indikator & Nilai Targetnya
5. Kalau kita dapatkan kesenjangan antara pencapaian dengan tolak ukurnya
maka kita sebut itu sebagai suatu MASALAH
Ingat masalah itu cuma ada di hasil/output bukan di bagian input ataupun proses!
Nih ada contohnya : Evaluasi Program Pembentukan Kelompok Lansia Oleh Puskesmas
Kecamatan Cakung tahun 2011.
Dalam contoh ini, tolak ukur yang digunakan bukan didaptkan langsung dari
puskesmas, karena puskesmas tidak mempunyai tolak ukur tentang pembentukan
kelompok lansia. Hal ini dikarenakan, puskesmas tidak berfokus pada program
pembentukan lansia, sehingga mereka tidak membuat tolak ukurnya. Oleh karena itu,
pada evaluasi ini digunakan tolak ukur/indkator yang berasal dari buku “Pedoman
Pembinaan Kesehatan Di Kelompok Usia Lanjut” (sesuai dengan cara menemukan nilai
indikator yang ketiga di atas). Sesuai dengan laporan tahun 2011 puskesmas cakung,
maka didapatlah data mengenai berapa jumlah kelompok lansia, berapa jumlah lansia
yang dibina, dan berapa jumlah kader yang tersedia. Sebagai mana terdapat didalam
tabel
Tabel Daftar Masalah
No. Indikator
(Keluaran) Tolok Ukur
(Target/Standar) Pencapaian Kesenjangan
1
Jumlah kelompok lansia
Jumlah penduduk lansia / jumlah lansia ideal dalam satu kelompok = 32458 / 50-100 = 324-648 kelompok
31 kelompok
V
2 Jumlah lansia binaan
100% penduduk lansia kecamatan Cakung (32458 orang)
4.1% penduduk lansia kecamatan Cakung (1343 orang)
V
3 Jumlah lansia dalam satu kelompok
50-100 orang/kelompok 18-120 orang/kelompok V
Sumber: Laporan Akhir Tahun Program Lansia Puskesmas Kecamatan Cakung Tahun 2011
6. Kalau masalah yang kita temukan lebih dari satu, kita harus menetapkan
prioritas masalah.
Prioritas masalah bisa kita tentukan melalui dua cara yaitu Teknik Skoring dan
Teknik Non Skoring.
a. Teknik Skoring
Teknik skoring ini dilakukan dengan mengisi tabel di bawah ini.
P = Prevalence = besarnya masalah
S = Severity = akibat yang ditimbulkan masalah tersebut
RI = Rate of Increase = kenaikan besarnya masalah
DU = Degree of unmet need = derajat keinginan masyarakat yang tidak terpenuhi
SB= Social benefit = keuntungan social karena selesainya masalah
PB = Public concern = rasa prihatin masyarakat terhadap masalah
PC = Political Climate = suasana politik
8
Sebenarnya point-point diatas kita tidak perlu isi semuanya, jadi kita isi aja yang
memang bener-bener ada datanya. Semua point di atas itu kita ringkas sebagai
Importancy. Setelah kita dapatkan nilai dari importancy, kita kalikan nilai tersebut
dengan T dan R.
T= Technical feasibility = kelayakan teknologi
R = Resources avaibility = ketersediaan sumber daya
Jadi rumus untuk menetapkan prioritas masalah adalah = I x T x R. Masalah
yang mendapatan nilai yang paling besar merupakan prioritas masalah.
b. Teknik Non Skoring
Sebenernya dari slide ga disebutkan bagaimana cara melakukan teknik non
scoring. Tapi dari kenyataan yang kemarin kita lakukan adalah menanyakan langsung
kepada pengurus programnya mana yang paling menjadi masalah dari program
tersebut.
Nah, sekarang kita kembali ke contoh yang di atas yaaaa:
Setelah tiga kesenjangan dirumuskan dan dikonfirmasi kepada petugas puskesmas,
ketiga kesenjangan tersebut dianggap sebagai masalah dalam program pembentukan
kelompok lansia di Puskesmas Kecamatan Cakung pada 2011. Berikutnya, penentuan
prioritas masalah dilakukan dengan skoring sebagai berikut.
Tabel. Skoring Prioritas Masalah
No. Daftar
Masalah
I (P x S x RI x DU x SB x PB x PC)
T R I x T x
R P S RI DU SB PB PC
1
Jumlah
kelompok
lansia
3 3 3 3 5 1 3 3 3 10935
2
Jumlah
lansia
binaan
5 5 5 5 5 3 3 3 3 253125
3
Jumlah
lansia
dalam satu
kelompok
1 1 1 3 3 3 3 5 3 1215
Berdasarkan observasi, wawancara dengan petugas puskesmas kecamatan, diskusi
internal kelompok, dan skoring di atas, masalah yang diprioritaskan adalah
kurangnya jumlah lansia binaan.
7. Setelah prioritas masalah ditetapkan, cari penyebab masalahnya.
Penyebab masalah bisa berasal dari dua bagian yaitu input dan proses. Untuk lebih
jelasnya terlebih dahulu kita gambarkan “proses terjadinya masalah” melalui bagan
tulang ikan (bisa diliat di slide).
Untuk itu, marilah kita kembali ke contoh:
Sebelum beranjak ke daftar penyebab masalah, terlebih dahulu perlu diketahui
hubungan antara sistem dan manajemen.
Berdasarkan diagram di atas, terlihat bahwa keluaran (output) yang bermasalah merupakan
muara dari penyebab masalah. Adapun penyebab masalah dapat berakar dari dua
aspek, yaitu aspek sistem (input dan proses) maupun aspek manajemen sumber
daya. Berdasarkan pengetahuan tersebut, daftar penyebab masalah kurangnya jumlah
lansia binaan di Puskesmas Kecamatan Cakung tahun 2011 dijabarkan sebagai berikut.
Tabel Daftar Penyebab Masalah dari Aspek Sistem
Input
Antusiasme penduduk lansia untuk mengikuti kegiatan
masih kurang karena kurangnya tingkat pendidikan,
ekonomi, dan jauhnya lokasi kegiatan
Proses Tidak ada masalah
9
Selanjutnya, berikut daftar penyebab masalah dari aspek manajemen.
Daftar Penyebab Masalah dari Aspek Manajemen (seperti bagan tulang ikan)
Man - Hampir seluruh petugas puskesmas kecamatan Cakung mengurusi
lebih dari satu tanggung jawab sehingga sulit untuk berfokus pada
program lansia
- Kurangnya jumlah kader (jumlah ideal: 972 orang; jumlah kader
saat ini: 112 orang)
- Koordinator program lansia sedang sakit dan tidak ada wakil atau
stafnya, sedangkan pelaksana pengganti belum sepenuhnya
memahami program-program lansia
Minute Tidak ada masalah
Method Tidak ada masalah
Money Tidak ada masalah
Perencanaan - Tidak ada target jumlah kelompok lansia yang terbentuk dalam satu
kecamatan karena pembentukan kelompok lansia seyogyanya
dilaksanakan dari tingkat kelurahan yang memiliki wilayah kerja
- Tidak ada target jumlah lansia yang mengikuti masing-masing
kegiatan
- Pencatatan target masing-masing kegiatan dalam rencana awal
tahun kurang terperinci
Pengorganisasian Tidak ada sekelompok petugas puskesmas yang khusus menangani
program lansia
Pelaksanaan
Berbagai kegiatan lansia yang diadakan puskesmas kecamatan
terbuka untuk semua penduduk lansia kecamatan tanpa target jumlah
atau kelompok tertentu
Pengawasan Tidak ada masalah
Berdasarkan observasi, wawancara dengan petugas puskesmas kecamatan, Pedoman
Pembinaan Kesehatan di Kelompok Usia Lanjut, dan diskusi internal kelompok, penyebab
masalah utama yang diprioritaskan adalah kurangnya jumlah kader.
8. Kalau penyebab masalahnya lebih dari satu, kita tentukan prioritas
penyebab masalah dengan menggunakan Diagram Pareto
Analisis pareto adalah proses dalam membuat peringkat kesempatan untuk menentuan
yang mana dari kesempatan potensial yang harus dikejar terlebih dahulu. Caranya
adalah mengurut peringkat dari penyebab masalah yang terbesar sampai terkecil, dan
kita lihat masalah mana yang harus diatasi duluan. Namun, pada contoh ini tidak
menggunakan diagram pareto, dan ini diperbolehkan oleh fasil. Cukup dengan
menanyakan kepada petugas puskesmas, kira2 penyebab masalah utamanya apa.
9. Setelah kita dapatkan prioritas penyebab masalah, kita buat alternatif jalan
keluarnya
Alternatif jalan keluar kita buat dengan melihat bagan tulang ikan tadi. Jadi dari setiap
unsur kita tentukan jalan keluarnya. Setiap alternative jalan keluar sebenarnya harus
dibuat programnya (kita ga disuruh bikin program sih kemarin). Di dalam program
tersebut harus tercantum :
a. Tujuan yang mencakup seberapa besar masalah bisa diselesaikan
b. Berapa cepat penyelesaian masalah
c. Berapa lama manfaat program
d. Berapa biaya untuk menjalankan program
Yuk, kembali ke contoh lagi :
Tabel Solusi Penyebab Masalah
Man - Advokasi ke pemerintah untuk memberikan pengobatan
gratis ke puskesmas dan rumah sakit bagi kader yang telah
mengabdi minimal selama 2 tahun (bukan 5 tahun)
- Setiap kelurahan mencari minimal 50 orang warga untuk
diikutkan dalam pelatihan dan dimotivasi menjadi kader
secara bertahap. Kemudian dari 50 orang yang dilatih,
ditargetkan minimal 25 orang per kelurahan per tahun yang
menjadi kader
- Menggalakkan promosi kegiatan-kegiatan program lansia kepada
penduduk lansia lewat puskesmas kelurahan
Perencanaan - Menargetkan jumlah kelompok lansia yang terbentuk per kelurahan
per satuan waktu sesuai potensi masing-masing kelurahan agar lebih
mudah dipantau
- Dibuat perencanaan yang matang dari awal tahun tentang semua
kegiatan yang akan dilaksanakan (baik dapat dana dari APBD,
10
maupun dana tambahan dari swadaya). Perencanaan yang matang
bukan hanya terkait dana, melainkan juga tolok ukur jumlah peserta,
frekuensi, dan waktu pelaksanaannya
Pengorganisasian Membentuk kelompok petugas puskesmas kecamatan yang benar-benar
berfokus di kegiatan lansia
Pelaksanaan - Memantau jumlah kelompok lansia yang terbentuk di setiap kelurahan
secara berkala
- Membuat target jumlah anggota atau kelompok lansia yang harus
mengikuti kegiatan lansia
Di antara berbagai solusi yang diajukan terkait masalah di atas, dipilih dua solusi utama
yang langsung mengarah ke penyebab masalah utama. Kedua solusi tersebut dirumuskan
dari aspek “man”, menimbang penyebab masalah utama pun berasal dari kurangnya minat
sumber daya kader. Solusi pertama yang diajukan adalah mengadvokasi pemerintah untuk
memberikan pengobatan gratis di puskesmas dan rumah sakit bagi kader yang telah dua
tahun mengabdi. Solusi kedua yang diajukan adalah diberikannya pelatihan kader kepada
penduduk masing-masing kelurahan di Kecamatan Cakung, minimal lima puluh penduduk
setiap kelurahan per tahun.
10. Pilih alternatif jalan keluar yang paling mungkin dilakukan
Syarat jalan keluar terpilih adalah penyebab masalah kalau diselesaikan akan
menyelesaikan sebagian besar masalah, visible untuk dilakukan, dan orang yang
terlibat setuju dengan pilihan tersebut.
Dalam menentuka prioritas jalan keluar (lagi-lagi) kita isi tabel di bawah ini :
a. Efektivitas
1) M = Magnitude = besarnya masalah yang dapat diselesaikan
2) I = Improtancy = pentingnya masalah = kelanggengan selesainya masalah
3) V = Vulnerability = sensitivitas jalan keluar = kecepatan jalan keluar
mengatasi masalah
b. Efisiensi
C = Cost= besarnya biaya yang diperlukan, makin besar makin tidak efisien
c. Prioritas jalan keluar
P = (M x I x V) / C
Dan segera kembali ke contoh :
Setelah menetukan dua alternatif solusi, prioritas jalan keluar dipilih berdasarkan skoring
sebagai berikut.
Tabel Jalan Keluar Terpilih
No Daftar alternatif jalan keluar
Efektivitas Efisiensi Prioritas
M I V C
1 Advokasi ke pemerintah untuk memberikan pengobatan
pada kader yang sesudah mengabdi selama 2 tahun 3 3 3 5 5.4
2 Setiap kelurahan mencari minimal 50 orang
warga untuk diikutkan dalam pelatihan dan
dimotivasi menjadi kader secara bertahap.
Kemudian dari 50 orang yang dilatih, ditargetkan
minimal 25 orang per kelurahan per tahun yang
menjadi kader
5 3 3 3 15
Berdasarkan perhitungan di atas, solusi yang dipilih untuk mengatasi penyebab masalah
utama adalah pelatihan berkala bagi penduduk kelurahan yang dilanjutkan perekrutan
kader secara konsisten setiap tahun sampai kebutuhan kader di Kecamatan Cakung
terpenuhi.
11. Penyelesaian Jalan Keluar Terpilih
Nilai P yang paling besar merupakan jalan keluar terpilih
12. Kesimpulan
Tinggal isi format di bawah ini, hehehe..
1. Masalah dalam pelaksanaan program ………… di Puskesmas ………… tahun
………, adalah …………………………
2. Penyebab masalah nya adalah …………………………………………………
3. Alternatif pemecahan masalah bagi pelaksanaan program tsb adalah ………
……………………………………
4. Pemecahan masalah yang terpilih adalah ……………………………………………
11
Ini contoh kesimpulannya :
Masalah utama dalam pelaksanaan program pembentukan kelompok lansia di Puskesmas
Kecamatan Cakung tahun 2011 adalah kurangnya jumlah lansia binaan, yaitu 1343 orang
atau 4.1% total penduduk lansia di Kecamatan Cakung. Penyebab masalah utamanya
adalah kurangnya jumlah kader (112 orang) dibandingkan jumlah ideal (972 orang).
Alternatif pemecahan masalah tersebut ada dua, yakni 1) advokasi ke pemerintah
untuk memberikan pengobatan gratis di puskesmas dan rumah sakit bagi kader yang telah
mengabdi selama dua tahun, dan 2) perekrutan kader secara konsisten setiap tahun sampai
kebutuhan kader di Kecamatan Cakung terpenuhi. Pemecahan masalah yang dipilih
adalah perekrutan kader secara konsisten setiap tahun (minimal 25 kader baru per
kelurahan per tahun) sampai kebutuhan kader di Kecamatan Cakung terpenuhi.
13. Saran
Saran bisa kita berikan dari hal-hal penting yang ditemukan pada analisa system dan
supaya saran tidak hanya berakhir sebagai ‘saran’ namun bisa diterapkan, saran
tersebut haruslah konkrit dan disusun dalam bentuk rencana intervensi dari jalan
keluar terpilih yang sudah ditetapkan. Bisa dibilang saran adalah suatu Rencana
Program Pemecahan Masalah Terpilih
14. Rencana Intervensi
Rencana intervensi harus memuat : Latar belakang, Tujuan Umum, Tujuan Khusus,
Pelaksanaan Intervensi, Cara Evaluasi
Alhamdulillahirabil’alamin. Akhirnya beres juga tentirnyaa. Terimakasih ke kelompok 1 atas
contoh evapronya. Semoga tentir ini bermanfaat, aaamin :””). Oh ya, walopun sibuk belajr
buat ujian sumatif dan OSCE, jangan lupa yaa amalan ibadah puasanya. Jangan sampe
bulan Ramadhan ini berlalu dengan sia-sia, tanpa amalan yang bisa mengampuni dosa-dosa
kita. Belum tentu kan kita bisa bertemu dengan ramdhan tahun depan. Jadi tetap semangat
puasa dan belajarnyaa !!! :D
Wassalamu’alaikum wr.wb
[Anggi Puspita NP & Fitriana Nur Rahmawati]
T-03 PLANT SURVEY
Seorang pekerja menghabiskan paling sedikit sepertiga dari kehidupan masa dewasanya di
tempat kerja. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui resiko dan bahaya potensial apa
saja yang terdapat pada lingkungan kerja agar seorang dokter dapat mengelola kesehatan
seorang pasien secara holistik.
Upaya pengenalan mengenai resiko dan potensi bahaya yang dihadapi komunitas
pekerja sehari-hari, sehingga diharapkan aspek lingkungan dan pekerjaan ini dapat
diperhatikan dalam masalah kesehatan disebut dengan Plant survey. Apa saja gambaran
yang bisa kita dapatkan dari plant survey ini??, diantaranya seperti : cara kerja pekerja,
bahaya potensial yang dihadapi, perlindungan yang telah diberikan perusahaan. Plant
survey ini dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti observasi, wawancara serta
pengukuran. Apabila dilakukan hanya pada satukali kunjungan dan tidak melakukan
pengukuran, juga sering disebut sebagai walk through survey.
Jadi, teman-teman udah tahu kan apa yang dimaksud plant survey? Yap
betul…plant survey merupakan kunjungan ke perusahaan baik formal maupun informal
untuk mendapatkan gambaran mengenai cara kerja pekerja identifikasi faktor risiko
dihubungkan dengan penyakit yang mungkin timbul akibat faktor risiko tersebut
merencanakan penggunaan APD atau pembuatan peraturan untuk menurunkan bahaya
potensial (hazard) yang mungkin terjadi.
Secara garis besar bahaya potensial dapat dibagi menjadi :
1. Fisika
2. Kimia
3. Biologi
4. Ergonomis
5. Psikososial
BAHAYA POTENSIAL FISIKA
a. Getaran (Vibration)
b. Kebisingan (Noise)
c. Tekanan Panas dan Dingin (Heat and Cold Stress)
d. Gelombang elektromagnetik dan Sinar (Non-ionization radiation)
e. Radiasi (Ionization radiation)
f. Tekanan udara (Hiepr atau hipobarik)
g. Pencahayaan
Contoh :
Di perusahaan mebel di bawah ini, apa saja hazard yang dapat kita temukan? Lalu, APD
apa yang seharusnya digunakan?
12
APD : masker
Penyakit yang mungkin timbul : kekambuhan asma, PPOK
APD : sepatu boots sehingga dapat melindungi kaki dari benda tajam seperti paku, sarung
tangan kain untuk melindungi tangan dari serbuk kayu yang tajam. Sedangkan untuk
melindungi tangan agar tidak terluka oleh gergaji, tidak ada APD-nya. Oleh karena itu,
pekerja harus diedukasi untuk bekerja secara aman.
Penyakit yang mungkin timbul: trauma akibat benda tajam bisa cacat sementara
atau cacat seumur hidup.
BAHAYA POTENSIAL PSIKOLOGIS
Seperti stres di tempat kerja termasuk kekerasan atau pelecehan. Tapi tidak hanya itu, gaji
yang minim juga dapat menimbulkan hazard psikologis loohh… Misalnya di perusahaan
mebel di atas, gaji per hari hanya Rp 24.000-48.500,00. Klo hazard psikologis,
manifestasinya bisa ke biologis. Misalnya seseorang yang stress bisa mengeluhkan nyeri ulu
hati akibat gastritis, migrain, dan lain-lain.
BAHAYA POTENSIAL KIMIA
Penggunaan bahan kimia di hampir semua industry tidak dapat dihindari. Pemakaian bahan
kimia saat ini sudah mencapai >100.000 jenis, dan baru <10.000 yang telah diteliti efeknya
terhadap kesehatan. Bahan kimia terdapat dalam berbagai bentuk seperti gas, debu, uap,
asap, kabut, dsb. Absorpsi bahan kimia ke dalam tubuh tersering melalui : inhalasi (via
paru), kontak langsung dengan kulit/mata, dan kadang-kadang melalui saluran pencernaan
(ingesti). Sumber pajanan kimia ini dapat berasal dari kecalakaan saat kerja, kebocoran,
kerusakan pada alat ventilasi dan proses kerja yang tidak sesuai standar.
Sebelumnya, penting bagi kita untuk mengetahui istilah dibawah ini :
Toksistas : kemampuan suatu zat untuk menghasilkan efek yang tidak diinginkan
ketika zat tersebut mencapai konsentrasi yang tidak sesuai di dalam tubuh.
Hazard : kemungkinan (probabilias) konsentrasi zat tadi dapat masuk kedalam tubuh.
Nilai Ambang Batas : Rata-rata besarnya konsentrasi/kadar suatu substansi yang
diperbolehkan berada di lingkungan kerja tanpa menyebabkan gangguan kesehatan
pada sebagian besar pekerja.
Biologic Exposure Indeks : batas kadar suatu bahan kimia di dalam tubuh, dimana
harus dilakukan intervensi.
Bagaimana Asesmen terhadap pajanan?? Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara
seperti : memonitor lingkungan untuk mengukur kadar bahan kimia di udara lingkungan,
atau dengan monitoring biologis yaitu dengan mengukur kosentrasi bahan kimia atau
metabolitnya dalam tubuh. Cara lain dapat dengan monitoring medis yaitu dengan
mengukur perubahaan faali/biokimiawi akibat bahan kimia.
Pajanan bahan kimia ini dapat terjadi secara akut maupaun kronik.
Pajanan akut : pajama terhadap bahan kimia dalam jumlah yang besar dalam waktu
yang singkat, misalnya akibat kecelakaan atau terperangkap dalam ruang tertutup.
Contoh kasus yaitu ledakan gas Bhopal yang pernah terjadi di India. Walaupun dapat
mengakibatkan bencana yang cukup besar, umumnya pajanan akut jarang terjadi.
Pajanan kronik : pajanan bahan kimia dengan dosis yang lebih kecil namun berlangsung
untuk waktu lama, biasanya akibat lingkungan kerja dan/prosedur kerja yang tidak
memenuhi syarat. Efek sangat beraneka ragam, tergantung bahan kimia. Biasanya
mengakibatkan kerusakan jaringan tubuh yang ireversibel.
Pajanan akut dan kronik dapa menyebabkan dampak yang berbeda, contohnya :
Pajanan terhadap Benzene : kalau terjadi akut dapat menyebabkan necrosis SSP,
sedangkan kalao kronik dapat menyebabkan kerusakan sum-sum tulang dan leukemia
Pajanan terhadap pestisida anticoagulant : walaupun secara akut dikatakan tidak
ada efeknya, tapi secara kronik dapat menyebabkan hilangnya kemampuan darah untuk
menggumpal.
13
Pejanan terhadap asap rokok : yang satu ini pasti dah pada tau banged apa efeknya.
Kalau secara akut, kandungan nikotin yang ada di dalamnya dapat menyebabkan
stimulasi ssp, sedangkan kalau kronik dapat menyebabkan berbagai gangguan seperti
kanker mulut, faring, laring, paru, esophagus, pancreas dan kantung kemih, serta
emfisema.
Apa saja bahan kimia berbahaya tersebut?? Didalam slide kuliah ada 5 , yaitu : pestisida,
pelarut organic, pupuk, debu, dan logam berat. Yuk bahas satu-satu
1. Pestisida
Pestisida ialah semua bahan baku atau bahan campuran yang digunakan untuk :
membunuh, mencegah atau mengusir hama serta merangsang. Mengatur,
mengawetkan dan mengendalikan tumbuhan. Ada 2 jenis pestisida, yaitu organofosfat
(ex:malation, parathion) dan carbamat (ex: aldicarb, propoxur/baygon). Sumber
pajanan: pekerja yang menggunakan pestisida(pertanian, dll), manusia yang
mengkonsumsi sayuran/buah yang menggunakan pestisida, penggunaan pestisida di
rumah tangga, atau rembesan melalui air. Jalur masuk pestisida kedalam tubuh
manusia dapat melalui inhalasi, kontak kulit, maupun ingesti/oral.
2. Pelarut organik dan zat korosif
Saat ini ada 30 ribuan jenis pelarut digunakan di industry. Pemakaian di industri
terbanyak sebagai : pembersih, penghilang minyak, tinner dan ekstrasi serta seabagai
bahan kimia intermedia dalam produksi suatu bahan kimia tertentu. Sedangkan dalam
rumah tangga biasanya digunakan sebagai pembersih.
Berikut ini dipaparkan berbagai golongan pelarut organik dan efeknya terhadap kesehatan :
Golongan pelarut
organik Efek terhadap kesehatan
Gol. Alifatik n-hexane, efek anesteti> iritan, neuropati perifer
Gol. Aromatik
Efek Anestes> iritan.
benzene Anemia aplastik, leukemia, toluene asidosis tubulus
renal, disfungsi otak kecil
Gol. Alkohol
Efek iritan>anestesi.
Metal alcohol asidosis, neuropatik optik, etil alcohol fetal
alcohol syndrome, n-butil alcoholinjury N vestibuler, auditory
Gol. Glikol Ekstrim : low volatyl
Atilin glikol asidosis, gagal ginjal.
Gol. Fenol Efek iritasi>anestesi
Bersifat sitotoksik, korosif, fenol absorpsi dari uap
Gol. Keton
Bersifat iritan, strong odor> anestesi
Metil format neuropati optic (dari as.format)
Metil asetat neuropati optic (dari methanol)
Gol. Glikol eter
Absorpsi kulit tanpa iritasi
2-metoksi etanol gangguan sistem reproduksi
2-butoksietanol anemia
Gol. Asam Efek iritan> anestesi
as.Formic, as.Asetat, as. Propionic
Gol. Amine Efek iritan.anestesi
Dapat menyebebkan edema kornea dan visual halo
Gol. Chlorinated
hydrocarbon
Efek hepar, renal, jantung
Trikloro etilen alcohol intolerance, dereasing flush
Carbon tetraklorida sirosis hepar, ca hepar
Chloroform kanker pada manusia
Terpentin Efek iritan>anestesi, dermatitis kontak alergi
Dimetilsulfoksida Efek Hepatoksik>anestesi, absorpsi lewat kulit
Tetra hidrofuran Anestesi, iritan.
3. Pupuk sumber pajanan : pekerjaan pertanian dan perkebunan, dapat juga akibat
rembesan melalui air tanah.
4. Debu jenis-jenis debu antara lain : Silica (bahan bangunan, keramik, besi baja,
tambang), Asbes ( bahan bangunan, campuran berbagai silikat) serta Debu kapas .
sumber pajanan dapat dari lingkungan (penggunaan bahan bangunan ex.silika & asbes)
atau dari temapt kerja (pabrik bahan bangunan ex.silika & asbes, pabrik tekstil,
perkebunan dan pengolahan kapas)
5. Logam berat sumber pajanan : dari industri , pencemaran melalui air(klorinasi,
fluorinasi, merkuri, dll), pencemaran melalui udara (bensin,dll). Dibawah ini disajikan
tabel berbagai logam berat dan bahaya potensialnya:
Chromium
Kromium dapat melekat secara kuat pada tanah dan hanya sejumlah
kecil yang dapat diserap air sehingga kromium tadi mengendap di tanah
dibawah permukaan air.
Sebagian besar kromium yang mencemari udara, air dan tanah adalah
kromium tipe III dan VI. Kromium tipe IV diketahui dapat menjadi
karsinogenik bagi manusia.
Arsenic
pada umumnya senyawa arsenic dapat diserap oleh air, oleh karena itu
arsenic dapat terbaru arus dan menuju ke danau, sungai dan air bawah
tanah akibat terlarut dalam hujan atau salju .Di lingkungan arsen tidak
dapat dirusak, ia hanya dapat diubah menjadi bentuk lain. Walaupun
sejumlah ikan dan kerang-kerangan dapat memakan arsenik yang
terlarut di air tadi dan tertumpuk di jaringannya, dikatakan bahwa hal
tersebut tidak membahayakan.
Mercury Merkuri mempunyai efek toksisitas yang tinggi yang menyebabkan
banyak efek. Dapat mensubstitusikan peran calcium dan masuk kedalam
14
tulang. Selain itu dapat menyebabkan nefrotoksisitas, neurotoksisitas dan
hipertensi. Unggas air yang teracuni oleh merkuri ini menunjukan adanya
perubahan perilaku dan fisik seperti kehilangan keseimbangan, gasping ,
tremor dan gangguan kemampuan untuk terbang.
Pb (timbal)
Pajanan terhadap Pb telah terbukti dapat menurunkan kualitas sperma
pada polisis lalu lintas di Jakarta. Selain itu pajanan Pb dihubungkan juga
dengan peningkatan kekerasan remaja dan hiperaktivitas pada anak.
BAHAYA POTENSIAL BIOLOGI
Bahaya potensial biologi terdapat pada semua tempat kerja yang menggunakan bahan-
bahan biologi (ex: laboratorium) serta di tempat yang ada jasad renik/makhluk hidup (ex:
RS, kehutanan, pertanian, dapur, dan laundry,dll). Semua makhluk hidup mulai dari yang
bersel satu sampai bersel banyak, mulai dari mikroorganisme sampai dengan
makroorganisme dapat menjadi bahaya potensial biologi.
Adapun berbagai organism patogen : Bakteri (E.coli, Tuberkulosis, Strep. Grup A), jamur,
parasit(malaria), virus (HIV, HBV, HCV, Rotavirus, Ebola, dan papilomavirus). Berbagai
cairan dalam tubuh kita juga dapat menjadi bahaya potensial biologis bagi orang. Dibawah
ini ada tabel yang menunjukan cairan tubuh dan resiko terpercik.
Resiko infeksi akibat percikan darah (tak disengaja) yang mengandung HBV, setidaknya 10-
8 ml darah yang mengandung HBV dapat menularkan virus berbahaya ini ke tubuh manusia
yang rentan. Setiap tahun terjadi 800.000 kasus luka tusuk jarum bekas pada petugas
kesehatan di Amerika.
Berbagai tempat pelayanan kesehatan menjadi salah satu tempat yang paling sering
disoroti untuk masalah bahaya potensial biologi ini, seperti mulai dari pelayanan
primer(klinik, puskesmas), rujukan(RS), sampai penunjang(lab). Satu rumah sakit, dapat
memiliki karyawan sampai ribuan. Pekerja RS ternyata menghadapi potensi bahaya bagi
kesehatan dan keselamatannya yang lebih besar dari pekera sector lain. Berdasarkan data
WHO dari 35 juta pekerja kesehatan, 3 juta terpajan patogen darah ( 2 juta terpajan HBV,
0,9 juta terpajan HB, 170.000 terpajan HIV/AIDS). Lebih dari 90% terjadi di Negara
berkembang.
Potensi bahaya menurut area kerja di RS :
1. Pelayanan pasien
2. Penunjang pelayanan pasien
15
3. Patogen penyebab infeksi saluran napas pada pekerja di fasilitas
kesehatan
UPAYA PERLINDUNGAN DENGAN BARIER PROTEKTIF (APD)
Universal precaution (CDC, 1985):
Mencuci tangan sesudah kontak dengan pasien
Tidak menutup jarum suntik dengan 2 tangan
Pembuangan benda tajam dalam tempat khusus
Sarung tangan bila akan kontak dengan darah, cairan tubuh, kulit luka &
mukosa
Memakai APD bila kemungkinan terciprat
Menutup semua luka sendiri
Langsung membersihkan darah dll
Sistem pembuangan sampah/limbah yang aman
Standar Precaution (CDC 1996):
Kewaspadaan baku:
- Diterapkan bagi semua klien/pasien
Kewaspadaan berdasarkan penularan:
- Hanya diterapkan bagi pasien rawat inap
Menggantikan Universal Precaution & Body substance Isolation
Berkembang terus sampai tahun 2001
Setiap orang berpotensi menularkan penyakit, oleh karena itu suci tangan dengan air
mengalir dan sabun setelah kontak dan segera setelah melepas sarung tangan. Jangan lupa
usap tangan dengan larutan alcohol gliserin (2 ml dalam 100 cc alcohol 60-90%)
Berbagai APD : gunakan Sarung tangan pada waktu melakukan prosedur, saat akan
menangani benda terkontaminasi dan sampah biologis. Gunakan Masker/pelindung
mata/muka, Apron/celemek, Alas/penutup kaki pada situasi apapun dimana
percikan dan tumpahan dari setiap cairan tubuh yang mungkin.
Bagi petugas kesehatan harus mampu mengelola jarum dan benda tajam dengan baik,
yaitu dengan:
Mencari tempat yang aman pada saat menggunakan benda tajam, tidak memegang jarum
langsung dengan tangan tapi menggunakan driver jarum/alat khusus untuk memegang
jarum (needle holder), membuang jarum suntik dan benda tajam pada tempat khusus yang
telah disediakan(container) atau dekontaminasi dengan 3x pembilasan dengan disinfektan
kemudian menyimpannya di dalam container. Tutup jarum menggunakan teknik satu
tangan.
Begitu juga pada saat pemrosesan peralatan medis. Setelah digunakan , instrument dan
item lainnya harus didekontaminasi dengan merendamnya ke dalam larutan pemutih 0,5%
selama 10 menit. Dekontaminasi yang dilakukan ini akan sangat membantu melindungi
orang yang akan membersihkan instrument itu nantinya (proses pencucian instrument
secara fisik sampai tampak bersih). Selanjutnya dilakukan sterilisasi (seperti dengan uang
tekanan tinggi, kimiawi dan panas kering) maupun disinfeksi tingkat tinggi (seperti
merebus, mengukus, dan dengan bahan kimia).
Apa yang harus dilakukan jika tertusuk jarum bekas pakai ?? pertama jangan panic, lalu
segera keluarkan darah dengan memijat bagian tubuh yang tertusuk dan cuci dengan air
mengalir menggunakan sabun atau cairan antiseptic. Terakhir lapor ke tim K3. Selain itu
perlu juga dilakukan tindakan lanjut seperti : 1) menentukan status pasien sebagai sumber
jarum/alat tajam bekas pakai terhadap status HIV, HBV, atau HCV, 2)Petugas yang
terpapar diperiksa status HIV, HBV HCV jika tidak diketahui sumber paparannya, 3) bila
status pasien bebas HIV, HBV, HCV dan bukan dalam masa inkubasi maka tidak perlu
tindakan khusus untuk petugas, tetapi bila petugas khawatir dapat dilakukan konseling, 4)
bila status pasien HIV, HBV, HCV positif maka tentukan status HIV, HBV, HCV petugas
kesehatan tersebut, 5) konseling pre tes dan post tes, pre test untuk mengetahui apakah
petugas sudah terinfeksi sebelumnya, jika hasil pretest negative sementara sumber pasien
positif HBV maka diberikan immunisasi HBV, bila pasien positif HIV rujuk ke tim AIDS.
Sebagai kesimpulan pencegahan infeksi adalah tanggung jawab setiap orang. Kita dapat
mengurangi resiko tertular infeksi saat bekerja dalam perawatan kesehatan dengan
menggunakan APD.
Contoh Plant Survey di Industri Meubel:
Bahaya potensial kimia: pada proses plitur/pengecatan digunakan bahan dasar :
melamin mengandung formaldehid dampak bagi kesehatan : menyebabkan terikatnya
DNA dengan protein sehingga mengganggu ekspresi genetik yang normal pajanan Akut:
16
iritasi, alergi, kemerahan, mata berair, mual, muntah, rasa terbakar , sakit perut dan
pusing. Pajanan Kronik: karsinogen
Sayangnya pada industi tersebut pekerja tidak dilengkapi dengan APD yang memadai dan
ventilasi ruangan yang digunakan juga masih kurang. APD seperti apa yang harusnya
digunakan?? Tentunya yang harus memenuhi standard an benar-benar dapat melindungi
pekerjaanya dari bahaya potensial dari zat melamin ini baik paparan secara inhalasi, kontak
langsung, maupun ingesti.
Contoh APD untuk kasus ini :
o Proteksi mata: Gunakan kacamata pengaman dan/atau pelindung wajah penuh
dengan kombinasi pelindung pernapasan. Sediakan kran pencuci mata untuk keadaan
darurat serta semprotan air deras dekat dengan area kerja kran pencuci mata darurat
serta semprotan air deras dekat dengan tempat kerja.
o Pakaian: Gunakan pakaian pelindung yang tahan bahan kimia. Jenis pakaian
pelindung terdiri dari rompi (Vests), celemek (Apron/Coveralls), Jacket, dan pakaian
pelindung yang menutupi sebagian atau seluruh bagian badan.
o Sarung tangan: Gunakan sarung tangan pelindung yang tahan bahan kimia seperti
sarung tangan vinil dan neoprene.
o Masker: berguna untuk melindungi masuknya debu atau partikel-partikel yang lebih
besar ke dalam saluran pernafasan, dapat terbuat dari kain dengan ukuran pori-pori
tertentu.
Masker penyaring debu, Masker ini berguna untuk melindungi pernafasan dari asap
pembakaran,abu hasil pembakaran dan debu.
Masker berhidung, Masker ini dapat menyaring debu atau benda sampai ukuran 0,5
mikron.
Masker bertabung, Masker ini punya filter yang lebih baik daripada masker
berhidung. Masker ini tepat digunakan untuk melindungi pernafasan dari gas
tertentu.
o Respirator: Gunakan respirator yang direkomendasikan NIOSH/MSHA atau disetujui
European Standard EN149 .Jika konsentrasi bahan melebihi batas paparan atau jika
timbul iritasi atau gejala keracunan lain.
BAHAYA POTENSIAL ERGONOMIS
UMPAN BALIK PLENO
Jenis usaha baik formal maupun informal akan memiliki faktor risiko atau bahaya potensial
yang berbeda. Dalam mengidentifikasi faktor risiko, kita harus mengetahui proses produksi
apa saja yang berisiko dan jumlah pekerja yang terpajan. Untuk selanjutnya, kita akan
memberikan APD sesuai proses produksi.
Sebagai contoh, masker diberikan kepada pekerja di bagian pemotongan fiber glass
yang memiliki pajanan debu yang tinggi. Dalam mengukur pajanan debu, kita dapat
mengukur secara obyektif yaitu dengan mengukur ukuran partikel debu atau secara
subyektif dengan menanyakan apakah ada batuk-batuk atau tidak. Batuk yang timbul
menandakan bahwa ukuran partikel debu >5 mikron sehingga tidak dapat memasuki alveoli
dan tersangkut pada trakea sehingga menimbulkan rangsang batuk untuk mengeluarkan
debu. Selanjutnya, jika ukuran partikel <5 mikron, tidak akan timbul rangsang batuk karena
debu langsung masuk ke alveoli sehingga lebih berisiko.
Selain peraturan penggunaan APD, perbedaan mendasar antara usaha formal dan
informal adalah housekeeping di usaha informal masih kurang baik. Di samping itu, belum
ada program kesehatan yang baik untuk pekerja. Dalam hal ini, pelayanan primer seperti
petugas puskesmas dapat memberikan penyuluhan dan melakukan pendekatan dengan
pemilik perusahaan sebagai pembuat kebijakan. Beralih ke RSKO, identifikasi faktor risiko
berbeda dengan yang dilakukan di usaha formal dan informal. Hal ini karena dalam
identifikasi faktor risiko di rumah sakit, kita harus meninjau dari tiga aspek yaitu petugas
kesehatan, pasien, dan pengunjung. Tiap aspek tersebut akan terpajan bahaya
potensial atau risiko yang berbeda sehingga APD yang direkomendasikan akan berbeda
pula.
[Herliani Dwi Putri Halim & Nila Purnama Sari]
- Posisi membungkuk untuk mengamplas bagian dalam furniture yang
cukup besar, seperti lemari
- Gerakan tangan yang mengamplas terus menerus(gerakan berulang-
ulang) dari pagi sampai sore
Keluhan: pegal-pegal pada lengan, bahu dan pungggung
17
T-04 DIAGNOSIS KOMUNITAS
Definisi Komunitas
Sekelompok orang yang memiliki paling tidak satu kesamaan sifat (misal wilayah,
pekerjaan, suku, kondisi perumahan, dll) & dapat berfungsi baik karena adanya
keterkaitan di antara bagian atau subsistemnya. Contoh : Komunitas FKUI tercinta.
Inti Komunitas:
Sejarah komunitas tersebut
Karakteristik sosio-demografik
Kondisi kesehatan (statistik kesehatan)
Adat kebiasaan / agama
Subsistem Komunitas ada 8, antara lain:
o Lingkungan fisik
o Tingkat pendidikan
o Sarana transportasi
o Situasi politik
o Pelayanan kesehatan dan sosial
o Sarana komunikasi
o Sosial ekonomi
o Rekreasi
Definisi Diagnosis Komunitas
Berdasarkan slide “Diagnosis Komunitas”, diagnosis komunitas adalah “Langkah identifikasi
dan pengukuran masalah kesehatan di suatu masyarakat tertentu secara menyeluruh dalam
upaya mengidentifikasi kelompok yang rentan dan membutuhkan pelayanan kesehatan.”
Intinya: Diagnosis komunitas adalah suatu cara untuk mengidentifikasi dan mengukur
masalah kesehatan di masyarakat yang dalam prosesnya melakukan pengkajian data
statistik untuk melihat kebutuhan pelayanan kesehatan di masyarakat tersebut.
Tujuan dari Diagnosis Komunitas
1. Menganalisis status kesehatan masyarakat
2. Mengevaluasi sumber daya pelayanan kesehatan dan sistemnya yang tersedia
3. Menilai sikap masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang ada
4. Mengidentifikasi masalah prioritas, tujuan umum, menetapkan langkah upaya
peningkatan status kesehatan masyarakat
5. Menyusun data dasar epidemiologi untuk menilai perkembangan selanjutnya
Pelaksanaan Diagnosis Komunitas
1. Analisis Komunitas
Suatu proses pengkajian data untuk menetapkan kebutuhan, kekuatan, hambatan,
kesempatan, kesiapan, dan tersedianya sarana. HASIL DARI ANALISIS
KOMUNITAS: PROFIL KOMUNITAS.
Data yang didapatkan untuk Analisis komunitas :
o Demografik
o Lingkungan
o Sosio-ekonomi
o Sumber daya dan pelayanan kesehatan
o Kebijakan kesehatan
o Sifat khusus dari komunitas target
2. Indikator Kesehatan
Salah satu hal yang diperlukan dalam analisis komunitas adalah… INDIKATOR
KESEHATAN. Pernah liat profil kesehatan suatu provinsi/wilayah? Nah ada kan tuh
angka2 kematian, presentase pemanfaatkan puskesmas, penyakit tersering… nah
itu didapatkan dari analisa indicator kesehatan.
Definisi Indikator Kesehatan: variabel yang dipergunakan untuk menilai tingkat
kesehatan masyarakat
Klasifikasi Indikator Kesehatan:
o Indikator kematian
o Indikator kesakitan
o Indikator kecacatan
o Indikator nutrisi
o Indikator pelayanan kesehatan
o Angka pemanfaatan layanan kesehatan
BAHASA NORMAL:
Lo mau ngukur ada masalah kesehatan nih di suatu komunitas, nah lo kl mau tau masalahnya lo
mesti paham dulu dong ttg komunitasnya itu gimana sosialnya, gimana sifatnya, dan yg paling
utama kondisi kesehatannya. Nah kondisi kesehatan dilihat dari data statistic kesehatan komunitas
tersebut jadi itu harus dianalisis biar bisa nemu poin dimana masalah kesehatan timbul penyebab
masalah kesehatan yang akhirnya terlihat poin di mana bisa dilakukan intervensi untuk penyelesaian
masalah-masalah kesehatan tersebut
18
Question of the day: Bedanya apa sih Diagnosis komunitas dan Evaluasi
Program?
Dalam melakukan evaluasi suatu program, kita akan berusaha mengidentifikasi masalah-
masalah yang ada. Dari masalah yang ada, kita kerucutkan ke satu masalah yang akan
menjadi masalah utama. Setelah mendapatkan masalah utamanya, kita tentukan penyebab-
penyebab dari masalah itu apakah dari Input, output, atau proses. Dengan menggunakan
rumus prioritas, kita tentuin kan penyebab masalah yang paling utama. Setelah itu kita
tentukan alternatif-alternatif penyelesaian dari masalah tersebut. Nah penyebabnya belum
tentu berasal dari internal programnya, bisa saja berasal dari sasaran program tersebut
(eksternal). Diagnosis komunitas adalah cara untuk mendiagnosis komunitas/sasaran dari
program tersebut untuk melihat apakah terdapat masalah dari komunitas tersebut yang
bisa dikaitkan dengan masalah pada evaluasi program tersebut.
Intinya: Diagnosis komunitas DAN evaluasi program adalah suatu proses yang
berkelanjutan. Namun, Evaluasi program dapat dilakukan tanpa diagnosis komunitas
maupun sebaliknya.
Pleno Diagnosis Komunitas
Assalamu’alaikum,,teman-teman. Kita mulai bahas pleno diagnosis komunitas ini.
Sebelumnya, kita berdoa dulu supaya ditunjukkan ke ilmu yang benar. Sejujurnya, penulis
masih agak bingung, mohon maaf lahir batin ya T_T.
Untuk membahas pleno diagnosis komunitas, kita mulai dari konsep dasar, setelah itu
masuk ke checklist ya. Berikut disajikan juga contoh kasus diagnosis komunitas.
Pembahasan Pleno
Awalnya, dalam diagnosis komunitas kita perlu menentukan komunitasnya dong.
Contoh: Kelurahan Kramat ada 8 RW, dengan objek pengamatan utama RW 07
Setelah itu, kita lihat situasi di komunitas tersebut. Kita harus tentukan cara
pengumpulan datanya, menggunakan data apa (primer atau sekunder?). Nah, setelah
kita dapatkan datanya, hasilnya adalah profil komunitas. Profil komunitas dapat
disajikan mencakup:
1. Geografi
2. Demografi
3. Sumber daya kesehatan
4. Pelayanan kesehatan
5. Prevalensi masalah kesehatan
6. Perilaku kesehatan masyarakat
Fungsinya untuk apa? Dari sini kita bisa mengenal komunitas ini seperti apa sih. Untuk
selanjutnya bisa kita tentukan masalah apa yang mau kita analisa. Selain itu, kita bisa
tentukan sumber masalah dan solusinya dengan menentukan profil komunitas ini.
Langkah selanjutnya, adalah identifikasi masalah di komunitas tersebut. Misalnya,
pada komunitas ini masalah kesehatannya adalah DBD. Untuk menentukan masalahnya
di mana, ingat bukan hanya prevalensi, tapi juga keparahan dsb (pasti sudah jago
kan..hhe).
Selanjutnya, jangan lupa konsep BLUMnya.
Kenapa sih konsep BLUM harus ada di checklist? Karena melalui konsep inilah, kita bisa
mengatasi masalah yang ada di komunitas. Nah, balik lagi ke contoh kasus tadi ya,
19
masalahnya kan DBD. Tadi kan kita sudah buat profil komunitasnya, sekarang kita gunakan
untuk analisis dengan konsep BLUM.
1. Biologis: ini bukan penyakit turunan, tapi menyakit menular. Jadi secara genetik
tidak terlalu berpengaruh.
2. Lingkungan: Daerah ini tidak terlalu padat. Tidak dekat dengan sungai.
Daerahnya tidak rawan banjir. Kebersihan lingkungannya cukup.
3. Perilaku: Kebiasaan menguras kolam ata bak mandi baik. Bak diganti dengan
ember. TIdak mau menggunakan abate (diganti dengan jeruk purut). Beberapa
warga kurang kooperatif. Kurang perhatian pada kontainer lain yang menampung
air.
4. Pelayanan kesehatan: Ada puskesmas kelurahan, mencanangkan program
jumantik.
Setelah analisa melalui BLUM ini, dan setelah men-list apa saja kegiatannya. Kita liat
yang belum efektif yaitu kegiatan Jumantik. Di checklist kita diminta untuk tahu
kadernya, frekuensi kegiatannya, fasilitasnya, monitoring dan evaluasinya juga masalah
di kegiatan itu.
Disini, kita tentukan masalah di kegiatan jumantik tersebut. Untuk contoh kasus
tersebut, masalahnya adalah:
Banyaknya tanaman di pot pekarangan warga.
Kurangnya awareness warga ttg pentingnya Jumantik.
Para kader Jumantik tidak memeriksa seluruh kontainer penampungan air.
Kinerja ibu jumantik yang belum optimal dalam memeriksa semua kontainer
penampungan air di rumah-rumah warga.
Kita tentukan prioritas masalahnya misal kita pilih yang ke 4(pilih prioritas se-
objektif mungkin, harus ada dasarnya. Misalnya, dipilih yang ke 4 karena ini yang
paling membahayakan dan tidak dapat ditolerir (pembaca diharapkan dapat membuat
alasan lebih bagus.hehehe)
Tentukan solusi yang mungkin dilakukan. Misalnya, untuk contoh kasus tersebut,
solusinya:
1. meningkatkan motivasi para kader jumantik melalui kompetisi antar kader
jumantik RW di kelurahan Kramat butuh biaya tinggi & tdk efektif u/ jangka
panjang.
2. meminta partisipasi warga untuk aktif memberikan umpan-balik kepada
puskesmas dan kelurahan mengenai kinerja para kader jumantik dalam
mengobservasi rumah-rumah warga warga masih pasif.
3. kelurahan serta puskesmas dapat mengupayakan pengawasan untuk semua RW
dalam pelaksanaan jumantik tiap minggu SDM puskesmas sangat terbatas.
4. memberikan penyuluhan dan workshop kepada para kader Jumantik mengenai
pentingnya memeriksa jentik di semua kontainer penampungan air mudah
dilakukan & efek jangka panjang cukup baik.
Berdasarkan pertimbangan kemudahan dan efek diberikan kita pilih solusi ke-4 (solusi
terpilih).
Kita tentukan langkah yang harus Puskesmas lakukan.
Akhirnya, kita simpulkan.
Kesimpulan
o Prioritas masalah kesehatan masyarakat
o Perilaku kesehatan masyarakat
o Kaitan di antara keduanya
o Langkah perbaikan masalah kesehatan
Dan Saran apa yang harus dilakukan Puskesmas
Sekian tentirnya. Kritik, pertanyaan dan saran langsung disampaikan ke pembuat tentir atau
ke milis. Terima kasih telah membaca.
Sumber : Kuliah Diagnosis komunitas, fasiltator, pengalaman menyenangkan di IKK
Special thanks to : Kelompok 12 untuk Slide plenonya
[Karina Kalani Firdaus dan Sheli Azalea]
20
T-05 SISTEM KESEHATAN NASIONAL
A. Perbandingan Sistem Kesehatan Nasional Indonesia dengan Negara Lain
Pendahuluan
(Sy ambil dari slide kuliah ttg SKN, jadi yang udh baca gk usah baca lg… Tp berhubung fasil
kami bahas ini dulu sblum diskusi, jd sy masukin aja..)
Sistem kesehatan nasional negara Indonesia merupakan bentuk dan cara
penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang memadukan berbagai upaya bangsa
Indonesia dalam satu derap langkah guna menjamin tercapainya tujuan
pembangunan kesehatan dalam kerangka mewujudkan kesejahteraan rakyat
sebagaimana dimaksud dalam pembukaan UUD 1945. (SKN, 2009)
Terdapat empat fungsi sistem kesehatan, yaitu:
1. Stewardship/peraturan/regulasi Perundang-undangan, visi, misi dan strategi
yang jelas.
2. Resource creation Pengadaan sumber daya, investasi, dokter, dll.
3. Pembiayaan Pengumpulan, pooling, dan pembelanjaan.
4. Pelayanan kesehatan Jumlah dokter, bidan, rumah sakit, puskesmas per 1000
penduduk, dll.
Sistem kesehatan tersebut dirancang sedemikian rupa dengan tujuan:
1. Meningkatkan derajat kesehatan menurunkan IMR (infant mortality rate),
menurunkan MMR (maternal mortality ratio), dan meningkatkan angka harapan
hidup (life-expectancy).
2. Menanggapi berbagai kebutuhan non-medis yang ada di masyarakat
(responsiveness), seperti permasalahan gender, kenyamanan dalam memperoleh
pelayanan, dll.
3. Menciptakan keadilan (fairness), terutama dalam hal finansial.
Setiap negara memiliki sistem kesehatan yang berbeda-beda. Meskipun demikian, secara
umum sistem kesehatan dapat dikelompokkan berdasarkan pembiayaannya, penyelenggara
pelayanan kesehatannya, dan cara pembayarannya. Berdasarkan pembiayaan dan
penyediaan pelayanan, jenis-jenis sistem kesehatan dapat dikelompokkan menjadi:
1. Asuransi swasta /komersial
Keterlibatan pemerintah dalam pembiayaan dan penyediaan layanan kesehatan
sangat minimal.
Premi asuransi kesehatan komersial dibeli oleh pemberi kerja (majikan) dan atau
kontribusi individual.
Sistem ini umumnya berlandaskan pada kepemilikan swasta atas penyelenggara
pelayanan kesehatan (PPK), walaupun sistem ini dapat meliputi jaminan pelayanan
kesehatan bagi kelompok-kelompok masyarakat yang paling rentan (vulnerable)
seperti kelompok miskin, manula, dll.
Individu melakukan pre-payment kepada pihak asuransi, tetapi pihak asuransi
tetap melakukan fee-for-service kepada rumah sakit.
2. Asuransi sosial
Jenis ini didasarkan pada konsep solidaritas sosial dan dicirikan dengan jaminan
kesehatan semesta (universal coverage health insurance) yang tercakup dalam
kerangka sistem jaminan sosial nasional.
Asuransi Kesehatan yang sifatnya wajib ini dibayarkan oleh pemberi kerja
(employer) bersama-sama dengan karyawan (employee) melalui suatu badan yang
sifatnya non-profit, diatur menurut peraturan perundang-undangan dan seringkali
mendapat subsidi dari pemerintah untuk kalangan tidak atau kurang mampu.
Pelayanan kesehatan dapat diberikan baik oleh PPK swasta maupun
pemerintah/publik.
Pembayaran dilakukan secara pre-payment/kapitasi.
3. National Health Service (Jaminan Kesehatan Nasional)
Model ini dicirikan dengan jaminan kesehatan semesta (universal coverage) yang
didanai dari hasil pajak.
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) model ini memberikan pelayanan kesehatan
yang komprehensif secara cuma-cuma pada seluruh penduduk.
Penyediaan layanan kesehatan model ini sepenuhnya diatur oleh negara, baik
melalui PPK milik atau yang dikontrol oleh pemerintah.
4. Monopoli pemerintah
Sistem kesehatan model ini sepenuhnya dijalankan dan dibiayai oleh pemerintah
seperti halnya di negara-negara komunis.
Saat ini sangat sedikit dari negara-negara komunis yang masih menjalankan
sistem kesehatan model ini, misalnya seperti Kuba dan Korea Utara.
Negara-negara lain yang resminya masih disebut sebagai negara komunis seperti
China dan Vietnam telah mengambil ‘jalan kapitalis’.
21
Nah, berhubung tahun 2014 Indonesia akan menggunakan sistem jaminan sosial nasional
(SJSN) yang termasuk ke dalam “Jaminan Kesehatan Nasional” seperti yang digunakan
Inggris, maka saya menggunakan sistem kesehatan negara Inggris untuk dibandingkan
dengan Indonesia.
A. Sistem Kesehatan
Indonesia Inggris
Ideologi
Keterangan:
Ideologi negara Indonesia memang Pancasila,
tetapi menurut dr. Setyawati ideologi yg
dimaksud pada tabel ini adalah ideologi pada
sistem kesehatannya saja, yaitu bisa kapitalis,
sosialis, atau komunis.
Nah, Indonesia masih didominasi pasar bebas
(banyak klinik swasta dan asuransi komersial),
jadi Indonesia termasuk kapitalis dalam hal
sistem kesehatan.
- Pancasila
- Kapitalis
- Monarki
konstitusional
- Kapitalis
Intervensi pemerintah - 66% privat
- Kontribusi
pemerintah masih
kecil 38% dari
total pengeluaran
kesehatan
- 93% dana bersama
(pajak dan asuransi
nasional)
- 6% swasta
- Kontribusi
pemerintah 86%
dari total
pengeluaran
kesehatan
B. Sistem Pembiayaan
Indonesia Inggris
Tax-based Melalui pajak umum, pajak khusus,
bantuan, atau pinjaman yang tidak
mengikat, dan sumber lainnya.
Melalui pajak umum (sebesar 76%
dari total pengeluaran kesehatan) yang
wajib dibayarkan oleh semua orang.
Asuransi
sosial
- Askes asuransi kesehatan untuk
pegawai negeri
- Jamsostek asuransi kesehatan dan
ketenagakerjaan untuk tenaga kerja
formal
- Taspen asuransi pensiun untuk
pegawai negeri
Terdapat National Health Insurance
yang menutupi 19% dari total
pengeluaran kesehatan
- ASABRI asuransi untuk ABRI
- Jasa Raharja asuransi kecelakaan
lalu lintas
- Peran kelima asuransi sosial tersebut
masih terbatas
- Tahun 2014, kelima asuransi sosial
tersebut akan bergabung membentuk
Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN)
Asuransi
komersial
Masih terbatas Berkontribusi atas 1% dari total
pengeluaran kesehatan
C. Indikator Kesehatan
Indonesia Inggris
Maternal mortality rate (MMR) 240/100.000 kelahiran
hidup (2008)
12/100.000 kelahiran
hidup (2008)
Child 38,9/1000 5,5/1000
Infectious disease Kasus HIV: 4,58% Kasus HIV dewasa:
0,2% (2009)
Hospital coverage
(dihitung berdasarkan jumlah kasur/bed rumah
sakit yang tersedia per 1000 penduduk)
0,6/1000 3,38/1000
D. Health Economy
Indonesia Inggris
Health expenditure per capita (total anggaran
kesehatan yang dikeluarkan oleh suatu negara dibagi
jumlah penduduk)
55,44 US Dollar
(2009)
3.399 US Dollar
(2009)
Porsi anggaran kesehatan 2,5% dari PDB
(produk domestik
bruto)
9,3% dari PDB
(produk domestik
bruto)
E. Mekanisme sistem rujukan
Indonesia Inggris
Peran dokter keluarga Pasien dapat menentukan dengan
bebas apakah akan dirujuk atau tidak
Menentukan apakah pasien
perlu dirujuk atau tidak
Boleh tidaknya rujukan
langsung ke tersier
Boleh Tidak boleh
22
F. Kapasitas tenaga kesehatan
Indonesia Inggris
Rasio dokter per penduduk 1/5000 1,6/1000
Pemerataan dokter - 1,39/puskesmas
- 20% dokter spesialis terdapat di
Jakarta
- 20% puskesmas belum memiliki dokter
- 3/puskesmas
Berdasarkan data tersebut, sistem kesehatan negara Indonesia memiliki beberapa kelebihan
dan kekurangan jika dibandingkan dengan Inggris, di antaranya:
Kelebihan:
- Dengan anggaran kesehatan yang kecil, Indonesia termasuk negara yang dapat
meningkatkan status kesehatan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya (MDGs)
- Memberikan lebih banyak pilihan pelayanan kesehatan sesuai dengan kemampuan
finansial
Kekurangan:
- Anggaran untuk sektor kesehatan masih rendah tidak semua penduduk dapat
terjangkau oleh asuransi sosial
- Sistem pembiayaan kesehatan yang belum baik
- Distribusi dokter tidak merata
Untuk mengatasi beberapa kekurangan dalam sistem kesehatan tersebut, maka dokter
pelayanan primer dapat turut berperan melalui:
- Peningkatan upaya promotif dan preventif
- Penerapan sistem kedokteran keluarga
- Siap ditempatkan di daerah perifer
Berdasarkan data perbandingan antara Indonesia dengan Inggris, terlihat bahwa dengan
Health Expenditure (HE) Inggris yang lebih tinggi daripada Indonesia, status kesehatan pun
menjadi lebih baik daripada Indonesia (MMR lebih rendah). Artinya, HE memang dapat
mempengaruhi status kesehatan. Meskipun demikian, jika melihat perbandingan HE
Amerika yang lebih tinggi daripada Inggris, ternyata status kesehatan Amerika tidak lebih
baik daripada Inggris. Artinya, HE bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi status
kesehatan, sehingga HE yang lebih tinggi tidak selalu menghasilkan status kesehatan yang
lebih baik. Beberapa faktor lain yang juga mempengaruhi status kesehatan, di antaranya
sistem kesehatan nasional, jumlah dokter keluarga sebagai lini pertama, pemerataan
distribusi dokter, serta mekanisme pembiayaan pelayanan kesehatan.
B. Perbandingan Pencapaian di Bidang Kesehetan Antara Provinsi
Nah, materi di tentir bagian ini berpedoman pada borang yang ada di BPKM yaa..
1. Standar Pelayanan Minimum Kesehatan
Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah ketentuan tentang jenis dan mutu
pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap
warga negara secara minimal. Landasan hukumnya adalah UU Nomor 32 tahun 1992
tentang Kesehatan, dan banyak UU lainnya yang ga usah dihapalin.
a. Pelayanan Kesehatan Dasar
Pasti sudah baca kan kertas yang dikasih waktu diskusi mengenai cakupan
pelayanan kesehatan dasar. Nah, apa saja komponennya dan berapa target
keberhasilannya?
1. Cakupan kunjungan ibu hamil K-4, 95% pada tahun 2015. Ibu hamil k-4
adalah ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar paling
sedikit empat kali.
2. Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani, 80% pada tahun 2015.
Komplikasi yang dimaksud adalah kesakitan pada ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas
yang dapat mengancam jiwa ibu dan/atau bayi.
3. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki
kompetensi kebidanan, 90% pada tahun 2015. Pertolongan persalinan adalah
proses pelayanan persalinan dimulai pada kala I sampai kala IV persalinan. Tenaga
kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan adalah tenaga kesehatan yang
memiliki kemampuan klinis kebidanan sesuai standar.
4. Cakupan pelayanan nifas, 90% pada tahun 2015.
5. Cakupan neonatus dengan komplikasi yang ditangani, 80% pada tahun
2010, merupakan neonatus komplikasi yang mendapat pelayanan oleh tenaga
kesehatan yang terlatih, dokter dan bidan di sarana pelayanan kesehatan.
6. Cakupan kunjungan bayi, 90% pada tahun 2010, merupakan cakupan
kunjungan bayi umur 29 hari – 11 bulan di sarana pelayanan kesehatan (polindes,
pustu, puskesmas, rumah bersalin dan rumah sakit) maupun di rumah dan tempat
penitipan anak minimal 4 kali.
7. Cakupan Desa/Kelurahan Universal Child Immunization (UCI) 100% pada
tahun 2010. UCI adalah tercapainya imunisasi dasar secara lengkap pada bayi (0-
11 bulan), ibu hamil, WUS (Wanita usia subur), dan anak sekolah tingkat dasar.
8. Cakupan pelayanan anak balita 90% pada tahun 2010. Setiap anak umur 12 –
59 bulan memperoleh pelayanan pemantauan pertumbuhan setiap bulan berupa
pengukuran BB dan TB.
9. Cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada anak usia 6 – 24
bulan keluarga miskin, 100% pada tahun 2010.
23
10. Cakupan balita gizi buruk mendapat perawatan, 100% pada tahun 2010.
Merupakan balita gizi buruk yang ditangani di sarana pelayanan kesehatan sesuai
tatalaksanan gizi buruk di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
11. Cakupan penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat, 100% pada tahun
2010. Mencakup pemeriksaan kesehatan umum, kesehatan gigi dan mulut siswa
SD dan setingkat, dilaksanakan oleh tenaga kesehatan bersama guru dan dokter
kecil.
12. Cakupan peserta KB aktif, 70% pada tahun 2010. Merupakan jumlah peserta
KB aktif dibandingkan dengan jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) di suatu wilayah
kerja pada kurun waktu tertentu.
13. Cakupan penemuan dan penanganan penderita penyakit, 100% pada
tahun 2010. Jadi, kalau di sini yang diukur adalah penemuan dan penanganan
penyakit seperti diare, TB Paru, DBD, Pneumonia balita, dan Acute Flaccid
Paralysis.
14. Cakupan pelayanan kesehatan dasar pasien masyarakat miskin, 100%
pada tahun 2015. Merupakan jumlah kunjungan pasien masyarakat miskin di
sarana kesehatan strata pertama di suatu wilayah kerja tertentu pada kurun waktu
tertentu.
b. Pelayanan Kesehatan Rujukan
Cakupan rujukan pasien miskin adalah jumlah kunjungan pasien miskin di sarana
kesehatan strata dua dan strata tiga (Rumah sakit baik milik pemerintah maupun milik
swasta) pada kurun waktu tertentu. Pelayanan kesehatan rujukan ini termasuk di dalamnya
cakupan pelayanan gawat darurat level 1 yang harus diberikan sarana
kesehatan (RS) di kabupaten/kota. Gawat darurat level 1 adalah tempat pelayanan
gawat darurat yang memiliki dokter umum on site 24 jam dengan kualifikasi GELS (General
Emergency Life Support) dan/atau ATLS + ACLS, serta memiliki alat transportasi dan
komunikasi.
c. Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan KLB (Kejadian Luar Biasa)
KLB adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan/atau kematian yang
bermakna secara epidemiologis pada suatu tempat dalam waktu tertentu. Penyelidikan KLB
adalah rangkaian kegiatan berdasarkan cara-cara epidemiologi untuk memastikan adanya
suatu KLB, mengetahui gambaran penyebaran KLB dan mengetahui sumber dan cara
penanggulangannya. Penanggulangan KLB adalah upaya untuk menemukan penderita atau
tersangka penderita, penatalaksanaan penderita, pencegahan peningkatan, perluasan, dan
menghentikan suatu KLB.
Cakupan desa/kelurahan yang mengalami KLB dilakukan penyelidikan epidemiologi dan
penanganan KLB dalam waktu < 24 jam.
d. Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
Yang termasuk ke dalam kategori ini adalah Cakupan Desa Siaga Aktif. Desa siaga
adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan untuk
mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan, bencana, dan kegawatdaruratan
kesehatan secara mandiri. Desa Siaga Aktif adalah desa siaga yang memiliki Pos Kesehatan
Desa (Poskesdas) atau UKBM lainnya.
Contoh perbandingan Standar Pelayanan Minimum Kesehatan
antara Provinsi D.I Yogyakarta dan Jawa Barat
Tabel 1. Pelayanan Kesehatan Dasar
24
Tabel 2. Pelayanan Kesehatan Rujukan
Tabel 3. Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan KLB
Tabel 4. Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
2. Pelayanan Kesehatan Gratis
Salah satu bentuk pelayanan kesehatan yang dapat memberikan keringanan bagi
masyarakat khususnya bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS), militer dan pensiunannya yang
dilakukan Pemerintah adalah dengan memberikan peleyanan pengobatan gratis melalui
Asuransi Kesehatan (Askes). Asuransi Kesehatan (Askes) ini dapat di peroleh di Kantor
PT. Askes (Persero) Cabang / PT. Askes (Persero) Kabupaten / kota setempat sesuai
domisili dari peserta askes. Sehingga apabila pasien / peserta askes ingin berobat di
Puskesmas atau Rumah Sakit yang menggunakan pelayanan kesehatan dengan kartu
Askes, maka peseta / pasien askes dapat berobat secara gratis dengan menujukkan Kartu
Askes yang sudah dimiliki peserta. Contoh pelayanan kesehatan gratis lainnya yaitu dengan
menggunakan Jaminan Pelayanan Kesehatan Keluarga Miskin, Askeskin, Jamkesmas, dan
Askessos.
Sebagai contoh, di Provinsi Bangka Belitung, pelayanan kesehatan gratis yang
digunakan bernama Jaminan Kesehatan Sepintu Sedulang yang bekerja sama dengan
Jamkesmas dan telah mengcover 250ribu penduduk provinsi Babel. Jadi, kebijakan
pelayanan kesehatan gratis ini disesuaikan dengan kebijakan provinsi masing-masing.
3. Health Economy
Health Expenditure per capita adalah total anggaran kesehatan yang dikeluarkan
oleh suatu negara dibagi jumlah penduduk. Health Expenditure ini meliputi penyediaan
layanan kesehatan (preventif dan kuratif), perencanaan aktivitas keluarga, kebutuhan
nutrisi, dan pertolongan pertama. Tapi health expenditure ini tidak meliputi penyediaan air
dan sanitasi.
Nih contoh perbandingan health economy dua daerah:
D.I. Yogyakarta Jawa Barat
Health Expenditure
Percapita 70.443 (2007) 49.408 (2007)
Porsi Anggaran
Kesehatan 8,59 (2007) 5,22 (2007)
Referensi:
1. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 828/MENKES/SK/IX/2008 tentang Petunjuk
teknis standar pelayanan minimal bidang kesehatan di kabupaten/kota
2. Terima kasih untuk Slide pleno kelompok 5 dan kelompok 17
3. Slide kuliah SKN
Sekian saja tentir pleno tentang perbandingan sistem kesehatan antar negara dan antar
daerah.. Semoga bermanfaat.
[Ade Ilyas Mukmin dan Monika Besti Yolanda]
25
T-06 KOMPETENSI BUDAYA
Indonesia merupakan negara yang terdiri atas beragam budaya. Artinya, kita kelak akan
berhadapan dengan pasien yang berasal dari budaya yang berbeda-beda. Emangnya
penting ya kita ngebedain pasien berdasarkan budayanya ?? Kenapa gak kita sama ratakan
saja ?? Toh, semuanya pasti akan lebih senang kalau diperlakukan sama. Kan jadi adil...
Ternyata tidak...
Masing-masing orang akan senang jika diperlakukan sesuai dengan keinginannya.
Artinya “adil” dalam memperlakukan dan bersikap pada pasien adalah berlaku sesuai
dengan pengharapan dan budaya si pasien.
Ada beberapa teori mengenai budaya jika dikaitkan dengan kesehatan. Yakni (1) Teori
ekologi kedokteran; (2) Pendekatan kritis terhadap ekonomi politik; dan (3) Pendekatan
simbolis.
Yuk, liat satu per satu....
Teori ekologi kedokteran di mana budaya akan membantu pembentukan hubungan
antara fisik, biologi, benda-benda dengan lingkungan. Dengan kata lain budaya
membentuk ekologi. Kemudian lingkungan fisik, biologi, dan lainnya akan sangat
mempengaruhi kesehatan.
Pendekatan kritis terhadap ekonomi politik, di mana pola ekonomi dan politik
terbentuk dari budaya. Dan kondisi ekonomi, politik, dan kegiatan sosial akan sangat
mempengaruhi kondisi kesehatan.
Pendekatan simbolis, di mana budaya berhubungan dengan suatu kepercayaan
yang terkait dalam proses penyembuhan. Bersifat psikologis.
Menurut Denberg, dkk, seorang petugas kesehatan dikatakan memiliki kemampuan
kompetensi budaya jika memenuhi persyaratan berikut : memahami perspektif pasien
terhadap penyakit yang dialaminya, lalu membantu pasien untuk memahami penyakitnya
melalui perspektif biomedis. Sehingga penatalaksanaannya akan tepat, karena perspektif
pasien dan dokternya sudah dibuat sama.
Agar kompetensi budaya tersebut dapat terwujud, maka institut kesehatan dan
petugasnya wajib melaksanakan hal berikut ini : mengerti makna keberagaman dan
melakukan tatalaksana sesuai keberagaman tersebut; serta penilaian mawas diri yang
membuat kita mau mempelajari budaya lain di sekitar kita kemudian berusaha beradaptasi
terhadap perbedaan konteks budaya individu dan komunitas yang dilayani.
Berikut ini adalah tahapan Kompetensi Budaya.. Yukk kita lihat, kira-kira kita masuk
dalam kategori apa yaaa ??
Cultural destructiveness
Melihat adanya perbedaan tetapi menginjak-injak dan meremehkan perbedaan itu;
Sikap yang bertentangan dengan budaya pasien; Sikap yang berpengaruh terhadap
seluruh orang yang menjadi bagian dari suatu kebudayaan.
Contoh:
1. Pak Surya adalah orang Padang. Ia menderita obesitas. Kemudian sang dokter
melarang pasien makan makanan yang bersantan.
Hal ini bertentangan dengan kebiasaan orang padang yang pada umumnya
senang makanan bersantan. Seharusnya dokter bukan melarang tetapi
menyarankan agar pasien mengurangi makanan berlemak, misalnya makanan
bersantan.
2. Di papua, seks bebas merupakan hal yang biasa. Bahkan itu merupakan cara
mereka menunjukkan bahwa mereka lelaki. Karena perilaku ini, kejadian HIV/AIDS
meningkat. Akhirnya pemerintah membuat kebijakan larangan seks bebas.
Karena hal ini sudah menjadi budaya di Papua, maka akan sulit untuk membuat
kebijakan larangan seks bebas. Seharusnya pemerintah mencari pendekatan
yang lebih tepat, seperti gerakan penggunaan kondom.
Cultural incapacity
Melihat adanya perbedaan tetapi menganggap bahwa budaya si petugas kesehatan
lebih baik dibandingkan yang lainnya; Hal ini terjadi karena petugas kesehatan memiliki
kapasitas yang kurang tentang kebudayaan.
Contoh:
1. Seorang bidan yang mengumpat pasiennya dengan ucapan “dasar Jawa” karena
pasiennya lama dalam mengambil keputusan.
Si bidan menganggap bahwa budaya Jawa itu kurang baik, sehingga bisa
diambil kesimpulan bahwa mungkin menurutnya ia lebih mampu mengambil
keputusan dengan cepat (menganggap bahwa budayanya lebih baik)
2. Pasien berasal dari suku Batak tetapi dokter tidak mengetahui hal itu. Sehingga
saat pasien berbicara dengan suara yang keras, sang dokter langsung memukul
meja karena mengira pasien sedang marah-marah.
Dokter sebenarnya gak bermaksud memarahi pasien, tetapi karena
ketidaktahuannya kalau si pasien adalah orang Batak, maka ia malah salah
paham
Cultural blindness
Melihat adanya perbedaan tetapi bersikap seolah-olah perbedaan tersebut tidak ada;
intinya si petugas kesehatan memberikan perlakuan yang sama kepada seluruh
pasiennya.
Contoh:
Pasien berasal dari suku Batak. Ia berbicara dengan nada keras kepada dokter, tetapi
ia tidak bermaksud marah-marah. Sang dokter berpikir bahwa si pasien tidak sopan
karena berbicara sekeras itu. Akhirnya, sang dokter memukul meja dan meminta
pasien untuk bisa lebih sopan.
26
Seharusnya sang dokter tahu bahwa itu memang logat orang Batak, dan pasien
tidak bermaksud marah-marah. Jadi, dokter tidak boleh menyamaratakan setiap
orang karena ada keberagaman logat.
Cultural pre-competence
Melihat adanya perbedaan, kemudian ingin bersikap yang baik terhadap perbedaan
budaya tersebut. Tetapi ternyata yang dilakukan tidak sesuai karena pengetahuan
tentang budaya lainnya yang kurang; dalam hal ini petugas kesehatan menyadari
kelemahannya.
Contoh:
Seorang dokter yang tidak memiliki kemampuan berbahasa Sunda. Sehingga ia
mengalami kesulitan untuk berkomunikasi dengan pasiennya.
Cultural competence
Melihat adanya perbedaan, kemudian saat itu juga segera berusaha memahami kondisi
budaya lain tersebut, sehingga mampu bersikap yang sesuai dan berinteraksi dengan
budaya lain tersebut; Tiga hal utama jika seseorang memiliki kompetensi budaya
adalah menyadari, merefleksikan diri, dan berusaha mencari informasi tentang
keragaman kebudayaan.
Contoh:
Seorang dokter yang tidak mampu berbahasa Sunda. Sedangkan pasiennya
kebanyakan menggunakan bahasa Sunda dalam kesehariannya. Akhirnya sang dokter
mencari penerjemah agar memudahkannya dalam berkomunikasi dengan pasien.
Cultural proficiency
Kalau yang ini super banget deh pokoknya. Mampu bersikap dan berinteraksi yang
tepat terhadap berabagi keragaman budaya karena memang sudah mempelajari
berbagai budaya sejak dulu.
Contoh:
Orang di desa X lebih percaya melahirkan di dukun beranak daripada di bidan/dokter.
Petugas kesehatan menyadari hal tersebut. Sehingga ia membuat program pelatihan
membantu persalinan yang benar untuk para dukun beranak. Kemudian membantu
penyediaan alat bantu bersalin. Bahkan setiap kali ada proses persalinan, sang dukun
selalu didampingi oleh bidan/dokter.
Sekian tentirnya, mudah2an membantu,...
Kalau seandainya ada yang silap dan salah, tolong diberitahu di milis yaaa..
Terimakasih
[Dina Elita]
T-07 PERANCANGAN KLINIK STRATEGIS
Nah, sebenarnya gw bingung mau bikin apa, tp setelah di liat-liat lagi yah mungkin dapat
menuangkan sedikit ide untuk membantu memahami gimana cara bikin klinik yang baik,
taat hukum dan menguntungkan. Nah sebelumnya kita harus membahas sekilas tentang
standar pelayanan dokter keluarga.
STANDAR PELAYANAN KEDOKTERAN KELUARGA
1. Standar Pemeliharaan Kesehatan di Klinik (standards of clinical care)
Nah ini dibagi lagi nih:
a. Standar Pelayanan Paripurna (standards of comprehensive of care)
Jadi standar yang diperlukan dalam pemeliharaan kesehatan klinik adalah
pelayanan medis strata pertama yang bersifat paripurna (comprehensive). Nah
yang dimaksud comprehensive disini adalah termasuk pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit dan proteksi
kusus (preventif dan specific protection), pemulihan kesehatan
(curative). Pencegahan kecacatan (disability limitation) dan rehabilitasi
setelah sakit (rehabilitation) dengan memperhatikan kemampuan sosial serta
sesuai dengan medikolegal etika kedokteran.
b. Standar Pelayanan Medis (standard of medical care)
Kalo ini biasa lah ya, ada anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang,penegakan
diagnosis dan dd (kalo ini katanya dengan pendekatan diagnosis holistic),
prognosis (sesuai evidence based katanya), konseling, rujukan, tindakan,
pengobatan yang rasional dan pembinaan keluarga.
c. Standar Pelayanan Menyeluruh (standards of holistic of care)
Pelayanan yang disediakan dokter keluarga harus menyeluruh yaitu peduli dengan
pasienadalah seorang manusia seutuhnya, yang terdiri dari fisik mental, social dan
spiritual, serta khiduan ditengah lingkungan fisik dan sosialnya.
d. Standar Pelayanan Terpadu (standard of integration of care)
Terpadu maksudnya disinidalam menangani pasien, dokter keluarga tidak hanya
bermitra dengan pasien saja, bisa dengan mitra dokter-pasien-keluarga, dokter-
pasien-dengan dokter spesialis dan lintas sektoral lainnya
e. Standar Pelayanan Berkesinambungan
Ini terdiri dari pelayanan yang proaktif, rekam medic yang berksinambungan,
pelayanan yang efisien yaitu pelayanan rawat jalan yang efisien dan sadar
biaya,dan pendampingan yaitu jika ada rujukan, dokter keluarga harus
mendampingi.
2. Standar Perilaku dalam Praktek
a. Standar Perilaku Terhadap Pasien
Di sini dokter keluarga harus memenuhi hak-hak pasien. Apa saja poin yang
termasuk di sini?? Nah ini dia..pasien harus dapat informasi pelayanan, waktu
27
untuk berkonsultasi dengan dokter harus cukup. Pasien harus mendapatkan info
yang jelas mengenai tindakan, tujuan dan resikonya, kalo bahasa langitnya inform
consent. Dokter juga dituuntut untuk berkomunikasi dengan efektif dan
menghormati hak dan kewajiban pasien dan dokter.
b. Standar Perilaku Terhadap Mitra Kerja di Klinik
Pelayanan dokter keluarga mempunyai seorang dokter keluargasebagai pemimpi
managemen untuk mengelola klinik secara baik. Dokter keluarga akan dibantu
oleh mitra dari profesi lain seperti perawat, bidan dll. Nah hubungan dengan
profesi lain harus professional dalam suasan kekeluargaan. Ini memperlihatkan
kalau klinik pelayanan dokter keluarga harus bekerja dalam tim.
c. Standar Perilaku dengan Sejawat
ini maksudnya menjaga hubungan baik antar profesi, dengan sejawat sesame
profesi dan menjadi anggota perkumpulan profesi demi peningkatan kesehatan
masyarakat.
d. Standar Pelayanan Ilmu dan Keterampilan Praktek
Kalo yang satu ini intinya belajar sepanjnag hayat dengan mengikuti kegiatan
ilmiah, membuat program jaga mutu, berpartisipasi dalam pendidikan (kalo ada
anak ko-as mau belajar ke sana harus dilayani), penelitian demi meningkatkan
kesehatan masyarakat dan yang terakhir yaitu melakukan penulisan ilmiah.
e. Standar partisipasi dalam kegiatan masyarakat dibidang kesehatan
Dokter keluarga siap berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat yang akan
menunjang peningkatan kesehatan masyarakat di lingkungan sekitarnya. Kalau
bisa menjadi anggota perkumpulan social, tujuannya sih menmbah wawasan
pergaulan.kalau ada kegiatan, pelayanan dokter keluarga harus berpartisipasi dan
kalau ada bencana harus langsung turun ke lapangan
3. Standar Pengolahan Praktik
a. Standar SDM
Maksudnya dari SDM adalah Sumber daya manusia minimum yang diperlukan yaitu
Dokter Keluarga, Perawat, Bidan dan administrator Klinik
b. Standar Manajemen Keuangan
Pelayanan dokter Keluarga harus mengelola keuangan nya secara professional.
Harus ada pencatatan keuangan yang umum, jelas dan transparan. Yang harus
diperhitungkan lagi adalah system pembayaran, apakah mau kapitasi atau fee for
service
c. Standar Manajemen Klinik
Pelayanan dokter keluarga diadakan di tempat klinik dengan manajemen yang
profesional, sekurang-kurang memperhatikan hal hal seperti Pembagan Kerja
(semua anggota tau kerjanya apa), program pelatihan untuk pekerja baru,
program K3 dan pembahasan administrasi klinik
4. Standar Saran dan prasarana
a. Sarana Fasilitas Praktik
Pelayanan dokter keluaraga harus memiliki fasilitas praktik yang lengkap setingkat
dengan pelayanan strata pertama dan beberapa fasilitas tambahan yang sesuai
dengan kebutuhan masyarakat setempat. Fasilitas untuk praktiknya harus sesuai
untuk kesehatan dan keamanan pasien, pegawai dan dokter yang berpraktik.
Tempat konsultasi harus menjamin kerahasiaan dan privasi pasien. Bangunan
interior harus aman dan mudah dijangkau oleh pasien. Klinik juga harus dilengkapi
dengan alat komunikasi yang biasa dipakai oleh warga sekitarnya. Jangan lupa
papan nama sesuai aturan profesi.
b. Standar Peralatan Klinik
Peralatan medis, peralatan penunjang medis dan non medis harus memenuhi
kebutuhan untuk pelyanan strata pertama
c. Standar Proses-proses penunjang klinik
Ini yang terakhir, apa aja yang dibutuhkan oleh proses-proses penunjang klinik.
Nah ini dia:
Pengolahan rekam medis yang baik, pengolahan rantai dingin (intinya
pendingin untuk vaksin tertentu dan obat tertentu), pengelolaan pencegahan
infeksi (Universal precaution managemen), sistem pengolahan limbah (jangan
sampai menimbulkan masalah lingkungan), pengelolaan air bersih dan obat.
Nah tadi itu adalah acuan untuk membuat klinik sesuai aturan, jadi kira-kira UUDnya lah
buat bangun klinik. Kalo untuk pembangunan kliniknya sendiri harus punya kreativitas yang
tidak melanggar UUD tadi tanpa mengenyampingkan tujuan lain yaitu klinik ini mandiri dan
tidak kesulitan duit.
Untuk mendirikan sebuah klinik, sebelumnya dilakukan perencanaan dulu. Perencanaan nya
itu dimulai dengan Survey Pasar dan Penentuan Letak yang Strategis.
Survey Pasar dan Penentuan Letak
Maksudnya yang utama sekali kita bahas adalah menemukan letak strategis yang
terjangkau oleh masyarakat. sambil nyari tempat, juga dibahas survey pasar atau survey
kebutuhan dari masyarakat setempat. Contohnya di Provinsi Babel, di sana sebgian
masyarakatnya merupakan pekerja tambang, dan banyak perusahaan tambang. Penyakit
yang banyak di sana adalah ISPA, hipertensi dan alergi kulit. Kalau di lihat dari contoh,
Klinik Dokter Keluarga akan bisa bertahan, selain melayani masyarakat umum disekitar,
juga bisa bekerja sama dengan perusahaan2 disekitar dalam pelayanan kesehatan
karyawannya. Bisa dengan pembayaran kapitasi.
28
Penetuan Modal dan keuangan
Kita harus punya modal donk buat bikin klinik. Nah pikirin tuh modal awalnya dari mana,
yang duitnya banyak bisa patungan, kalo yang duit nya kurang bisa minjem ke bank. Untuk
perencanaan keuangan harus seefisien mungkin dan memperkirakan keperluan keuangan.
Penyusunan Manajemen dan Program
Yah sesuai dengan standar organisasi harus ada pengorganisasian lah. Harus ada pemimpin
umum dan untuk bawahannya sesaui dengan kebutuhan. Untuk penysunan program harus
mengambil referensi dari survey pasar tadi. Nah manajemen juga harus jeli dalam melihat
situasi baik waktu maupun tempat. Contohnya, bisa diadakan diskon untuk program
sirkumsisi pada waktu libur sekolah dan lain lain. satu lagi yang jangan lupa adalah visi dan
misi
Membuat Daftar Kebutuhan
Apa aja kebutuhan yang diperlukan?????? Yang pasti itu ada SDM dan Fasilitas. Sesuai
dengan UUD yang dijelaskan di atas tadi minimum SDM yang diperlukan adalah dokter,
bidan, perawat dan pegawai administrasi lain. Jumlah nya masing-masing sesuai kebutuhan
daerah tersebut. Untuk fasilitas yang harus di sediakan adalah gedung (sesuai standar
pelayanan dokter keluarag), peralatan yang lengkap untuk pelayanan strata pertama.
Jangan lupa fasilitas penunjang seperti pendingin, apotik, system pengolahan limbah dan
sistem rekam medis.
Setelah Perencanaan selesai langsung pelaksanaannya, sebelumnya harus diurus ijin
pendirian klinik dulu dan juga izin mendirikan bangunan (supaya g’ di gusur). Dalam
pelaksanaan harus ada kontroldari manajemen setiap saat. Dan harus ada evaluasi berkala.
Yang biasa terlupa adalah dokter keluarga harus mengikuti kegiatan masyarakat sekitar
untuk menunjang kesehatan masyarakat tersebut.
[Rido Prama Eled]
T-08 COMMUNITY DEVELOPMENT
Selamat datang di tentir pleno terakhir! Setelah sekian lama berjuang menghadapi abstraknya dunia
IKK, inilah pemberhentian kita yang terakhir (yang tidak kalah abstraknya). Intinya, pembuatan
proposal ini sama seperti ketika kita membuat proposal kegiatan (yang sering bikin pasti udah jago
banget).
Definisi: Suatu proses yang membangun manusia atau masyarakat melalui
pengembangan kemampuan masyarakat, perubahan perilaku masyarakat dan
pengorganisasian masyarakat. Dengan kata lain memberdayakan itu adalah
memampukan dan memandirikan masyarakat.1
Pemberdayaan masyarakat bukanlah:
Pelayanan (yang diberikan oleh pemerintah atau pihak swasta), tapi masyarakat
distimulus untuk membangun kemampuan dalam melakukan perubahan.
Kerja sosial.
Kegiatan yang ‘membuat senang’ semata, tetapi memiliki outcome yang signifikan
Prinsip program intervensi komunitas :
1. Tujannya adalah untuk menyelesaikan permasalahan kesehatan dalam komunitas
tersebut.
2. Permberdayaan komunitas.
3. Menekankan kebijakan setempat.
4. Menggunakan sumberdaya yang ada dalam komunitas tersebut
5. Memastikan keberlangsungan program tersebut.
6. Efek jangka panjang.
Beberapa fase-fase pemberdayaan masyarakat secara umum, adalah :
1. Kesiapan komunitas
2. Kepedulian komunitas terhadap suatu masalah
3. Stimulus
4. Organisasi awal dan keterlibatan.
5. Perekrutan masyarakat lokal dan identifikasi isu.
a. Initial consideration
b. Purpose and Goals
c. Self Examination
d. Exploration
e. Interpretation and prioritisation
f. Planning and action on priorities
g. Reinvesment
29
Macam-macam pemberdayaan :
a. Pendekatan medis. Petugas kesehatan mengarahkan komunitasnya untuk
mendukung program kesehatan.
b. Pendekatan pelayanan kesehatan. Komunitas berkontribusi dalam program
kesehatan, berupa SDM, material dan pendanaan akan tetapi keputusannya diambil
oleh petugas kesehatan.
c. Pengembangan komunitas (community development). Komunitas itu lah
yang mengidentifikasi masalah mereka, mencari solusi yang dapat dilakukan,
kemudian merencakan dan mengimplementasikan serta mempertahankan program
agar terus berlangsung.
Program pemberdayaan masyarakat yang direncanakan ini bertujuan untuk membantu
menyelesaikan masalah di lingkup kabupaten/kota. Untuk itu diperlukan sebuah program
dan agar terlaksanakannya sebuah program tersebut, diperlukan proposal. Adapun
komponen ringkasan proposal, antara lain:2
1. Latar belakang
Di dalam bab ini kita harus melampirkan data umum dari komunitas yang ingin kita
bantu. Kemudian, kita mengerucut ke masalah yang akan kita perbaiki untuk
perubahan. Kita elaborasi seberapa besar masalah ini dan seberapa penting perubahan
diperlukan.
2. Tujuan
Dalam tujuan, kita utarakan tujuan dari kegiatan yang akan kita lakukan. Seperti
proposal pada umumnya, tujuan kita bagi menjadi tujuan umum dan tujuan khusus.
Tujuan umum merupakan final goal yang ingin kita capai, sedangkan tujuan khusus itu
sifatnya lebih spesifik, hal-hal nyata apa yang ingin kita capai dari kegiatan kita, yang
tidak melenceng dari tujuan umum tentunya. (bedakan ini dengan indikator
keberhasilan ya).
3. Bentuk kegiatan
Di sini, kita jelaskan apa bentuk dari kegiatan yang akan kita lakukan. Singkat saja,
cukup sebutkan nama kegiatannya (kalau ada) dan mekanismenya secara singkat
(gambaran umum kegiatan).
4. Manajemen pelaksanaan
Di sini kita jabarkan man (SDM siapa saja yang terlibat, strukturnya seperti apa),
material (bahan dan fasilitas apa saja yang kita butuhkan), metode (cara kita
melakukan program tersebut secara lebih rinci), dan money (pendanaan program kita
seperti apa)
5. Monitoring dan evaluasi
Monitoring: membahas mengenai bagaimana kita akan memonitor keberlangsungan
kegiatan tersebut. Monitoring ini dilakukan supaya program berjalan sesuai dengan
rencana, sehingga ga melenceng atau terancam gagal karena tidak dapat mencapai
outcome yang diharapkan.
Evaluasi menilai outcome, sesuai sama yang kita harapkan atau tidak. Kalo ga, kita
analisis lagi kira-kira penyebabnya apa.
6. Cara agar program menarik
Nah, kalo isih pinter-pinter kitanya yang bikin program. (misal minta sponsorship yang
sesuai dengan program, atau kalau kelompok 4 ni heboh banget, bikin strategi yang
bisa menarik perhatian WHO sekaligus. Mantep gan). Berhubung yang bikin tentir
kurang kreatif, jadi ga bisa ngasih banyak contoh, maafkan .
Feedback Pleno
Dari sini kita dapat pencerahan yang berarti. Kata narasumber waktu itu, community
empowerment harus bisa dibedakan dari promosi kesehatan. Dalam community
empowerment, masyarakat itu berperan sebagai subjek sekaligus objek, mirip sama prinsip
demokrasi (dari, oleh, dan untuk rakyat). Untuk analisis masalah, kita ajak masyarakat
untuk menentukan apa masalahnya, kemudian kita bersama masyarakat juga lah yang
berdiskusi untuk menentukan intervensi yang diperlukan.
Jadi emang biarkan masyarakat sendiri yang memutuskan solusi untuk masalah yang
mereka temukan sendiri. Kita hanya berfungsi sebagai fasilitator, ketika mereka
membutuhkan sumber daya yang tidak bisa mereka temukan dalam komunitasnya, baru
kita member bantuan.
Contoh implementasi penjelasan ini dielaborasikan narasumber dalam cerita berikut:
Suatu waktu, di daerah Kalimantan tengah, ada satu lembaga yang berisiatif untuk
melakukan survey awal. Masyarakat tidak tahu menahu mengenai hal ini. Setelah
mendapatkan masalah dalam masyarakat tersebut, lembaga ini melakukan presentasi di
depan tokoh adat, sehingga para tokoh adat itu tau masalah yang ada di komunitas
mereka. Waktu itu masalahnya adalah mengenai berbagai infeksi pada anak sekolah. Pada
saat berdialog dengan tenaga pengajar, mereka mengungkapkan bahwa pengetahuan yang
mereka miliki untuk memberikan edukasi kesehatan kepada anak didiknya kurang. Akhirnya
lembaga tersebut sepakat dengan masyarakat untuk training of trainer bagi guru dan
kader. Dari training ini, kelak perjuangannya akan diteruskan dengan membentuk dokter
kecil dan program lainnya yang juga ditentukan oleh masyarakat.
Seperti itulah contoh nyatanya. Narasumber juga menambahkan, peran kita sebagai
tenaga medis adalah untuk menilai program (di dalam cerita) tersebut berjalan atau tidak.
Segini aja dari tentir terakhir ini. Maaf banget kalo ga bisa sesuai ekspektasi. Meskipun slide kuliah
udah cukup bagus, sayangnya relevansi dengan pembuatan proposal comdev sangat minim. Jadi tetep
slidenya dibaca ya. Semoga bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kartasasmita G. Pemberdayaan masyarakat: konsep pembangunan yang berakar pada
masyarakat. Diunduh dari
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_SEKOLAH/195207251978031-
ACE_SURYADI/09PemberdayaanMasyarakat.pdf. Tanggal 27 Juli 2012, 22.59 WIB.
2. BPKM
[Kabisat Febiachrulia dan Ratoe Suraya]