TEMPLATE UNTUK MENULIS DI JURNAL APLIKA FAKULTAS...
-
Upload
hoangkhanh -
Category
Documents
-
view
241 -
download
0
Transcript of TEMPLATE UNTUK MENULIS DI JURNAL APLIKA FAKULTAS...
Seminar Nasional Teknik Sipil (SNTS) 2018 Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
Dewan Redaksi :
Penanggung Jawab
Dr. Hj. Mardewi Jamal, S.T., M.T. (Ketua Program Studi S1 Teknik Sipil)
Pemimpin Redaksi
Rusfina Widayati, S.T., M.Sc.
Sekretaris
Triana Sharly P. Arifin, ST, M.Sc.
Mitra Bestari / Reviewer
Prof. Dr- ing. Ir. Herman Parung, M.Eng (Universitas Hasanuddin)
Dr. Erniati, ST, MT (Universitas Fajar)
Dr. Tamrin, ST, MT (Universitas Mulawarman)
Dr. Abdul Haris, ST, MT (Universitas Mulawarman)
Dr. Ery Budiman, ST, MT (Universitas Mulawarman)
Penyunting
Donni Damara
Bima Sentosa
Administrator
Aspiah, SE
Alamat Redaksi
Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Mulawarman
Kampus Gunung Kelua, Jalan Sambaliung No. 9 Samarinda 75119
Laman : http://sipil.ft.unmul.ac.id, Email : [email protected]
Telp. (0541) 736834, Fax (0541) 749315
TEKNOLOGI SIPIL Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
ISSN : 2252-7613
Seminar Nasional
Teknik Sipil
3 September 2018
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Editorial
Redaksi Jurnal Teknologi Sipil dalam edisi Seminar Nasional Teknik Sipil 2018 ini secara khusus
mengucapkan terima kasih kepada Prodi Teknik Sipil dan Fakultas Teknik Universitas Mulawarman yang
telah memberikan dukungannya
Diharapkan seluruh penulis makalah akan tetap setia dan konsisten dalam mempublikasikan hasil-hasil
penelitian terbaru. Selain itu kami berusaha agar lingkup edar Jurnal Teknologi Sipil dapat semakin
meluas yang pada akhirnya juga akan memacu peningkatan kualitas dari Jurnal Teknologi Sipil.
Akhir kata, redaksi mengucapkan terima kasih atas segala bentuk kontribusi serta kritik dan saran yang
telah diberikan oleh seluruh pendukung setia jurnal ini.
Wassalam
Redaksi
Daftar Isi
Nenny, Hamzah Al Imran Model Penahan Sedimen Sekat Bercincin pada Saluran Irigasi. 1
Sulardi Perbaikan Penurunan Pondasi Pompa dengan Metode Leveling. 6
Ashadi Putrawirawan, Vickers Dwi Marthawati Identifikasi Karakteristik Jalan Raya Penyebaba Kecelakan Lalu Lintas pada Ruas Jalan Ciptomangunkusumo dan Slamet Riyadi Kota Samarinda. 13
Ahmad Hariyanto, Tumingan, Budi Nugroho, Riza Setiabudi Pengaruh Limbah Abu BatuBara dan Abu Sekam Padi sebagai Subtitusi Semen Terhadap Kuat Tekan Beton. 18
Nindya Fitrisari, Yudi Pranoto, Sujiati Jepriani Desain Jembatan Pelengkung Lamaru-Tritip Menggunakan Tipe Trough Arch. 22
Habir, Frengky Fajar Mukti Analisis Risiko Pelaksanaan Konstruksi Pembangunan Jembatan Mahakam IV Samarinda. 29
Agus Sugianto, Andi Marini Indriani Analisis Pengurangan Tie-Beam sebagai Optimalisasi Waktu Pelaksanaan Pekerjaan Struktur Proyek Terminal Bandara Sepingan Balikpapan. 39
Erwinsyah, Waryati, Ika Meicahayanti Pemanfaatan Filter dengan Media Arang Kulit Pisang Kepok untuk Penurunan Kadar Besi (Fe) dan Mangan (Mn) Air Danau Perumahan Kayu Manis. 49
Dewi Setyawati, Sulardi Keselamatan Konstruksi Bangunan Gedung Fasilitas Layanan Umum dengan Readiness Fasilitas Tanggap Darurat. 54
Muhammad Busyairi, Brama Kusuma Hartoko, Yunianto Setiawan
Potensi Metode Microbial Fuel Cell Dual Chamber Terhadap Penurunan Kandungan Bahan Organik dan Produksi Listrik pada Limbah Cair Tahu. 59
Muhammad Busyairi, Rezkie Zulfikri, Edhi Sarwono
Teknologi Roughing Filter Dalam Peningkatan Kualitas Air Permukaan dengan Parameter Total Suspended Solids (TSS) Turbiditas dan Total Coliform. 65
Tamrin, Masayu Widiastuti Studi Perbandingan Penggunaan Soil cement dan Penggunaan Agregat untuk Lapisan Pondasi Bawah di Kalimantan Timur. 73
Rusfina Widayati Peningkatan Kerjasama Lintas Sektoral yang Terintegrasi Terhadap Keberhasilan Implementasi Kebijakan Tata Ruang dalam Rangka Pengembangan Wilayah dan Mitigasi Bencana di Daerah. 81
Isnaini Zulkarnain, Fitriyati Agustina, Ilham Wijaya, Maulana Rizki Azis Model Penetapan Proyek Konstruksi Sistem Kontraktual atau Berbasis Pemberdayaan Masyarakat 86
Fachriza Noor Abdi Analisa Kuat Tekan Mortar dengan Menggunakan Abu Terbang Batubara sebagai Bahan Tambah dan sebagai Bahan Pengganti Sebagian Semen dengan Agregat Halus Pasir Anggana. 99
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Nenny1, Hamzah Al Imran2
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil
Tantangan Pengembangan Infrastruktu di Kalimantan Timur
1
MODEL PENAHAN SEDIMEN SEKAT BERCINCIN
PADA SALURAN IRIGASI
Nenny
1), Hamzah Al Imran
2)
1,2) Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Makassar
Jl. Sultan Alauddin No, 259 Makassar, Indonesia [email protected] 1), [email protected] 2)
ABSTRAK
Peranan irigasi sangat penting untuk meningkatkan produksi pertanian. Pendayagunaan air melalui system
pengolahan yang baik untuk pemanfaatan air dilaksanakan secara efektif dan efisien. Angkutan sedimen
pada saluran irigasi dapat mempersingkat umur pelayanan jaringan irigasi, karena terjadinya pendangkalan dan
penurunan kapasitas, sehingga mempersulit air untuk mencapai permukaan sawah dan mengairi sawah. Berbagai
upaya telah dilakukan untuk mengurangi angkutan sedimen di saluran irigasi, salah satunya yang umum dilakukan
adalah pembuatan model penahan sedimen (MPS). Meski demikian, sedimen masih saja tetap masuk ke dalam
saluran irigasi dalam jumlah yang cukup besar. Sehingga dalam pengoperasian dan pemeliharaannya membutuhkan
biaya yang cukup tinggi untuk pengerukan sedimen tersebut. Mengingat pentingnya suatu bangunan penangkap
sedimen, maka perlu perhatian khusus terhadap masalah ini, antara lain dengan membuat suatu model penahan
sedimen yang mempunyai kemampuan untuk menangkap sedimen dengan baik. Dengan harapan dapat membantu
mengendapkan sedimen agar tidak mengganggu fungsi dari saluran. Penelitian akan dilakukan di Laboratorium
Teknik Sipil Universitas Muhammadiyan Makassar. Adapun tujuan penelitian adalah mengetahui sifat aliran yang
terjadi pada bangunan penangkap sedimen, mengetahui volume angkutan sedimen dasar dengan perhitungan secara
langsung dan membandingkan dengan rumus pendekatan. Hasil penelitian menunjukkan semakin besar volume
sedimen kecepatan aliran cenderung mengecil, dari 0.57 m/dt ; Vs : 0.0039 m3/dt. ke v : 0.16 m/dt. ; Vs :0.0047
m3/dt. Begitu pula sebaliknya semakin kecil volume sedimen kecepatan aliran cenderung membesar mulai dari 1.4
m/dt ; 0.0006 m3/dt ke v : 1.0 m/dt ; Vs : 0.0005 m3/dt
Kata kunci : Model Penahan Sedimen (MPS), Sedimen Dasar, Model Saluran
1. PENDAHULUAN
Untuk meningkatkan produksi pertanian
selain perbaikan mutu benih, perlu juga
diperhatikan peranan irigasi, untuk pendayagunaan
air melalui sistem pengolahan yang baik, sehingga
pemanfaatan air dapat dilakasanakan secara efektif
dan efisien. Penumpukan sedimen pada saluran
irigasi dapat mempersingkat umur pelayanan jaringan
irigasi karena terjadi pendangkalan dan penurunan
kapasitas kecepatan aliran.
Partikel sedimen yang halus bahkan bisa
menyumbat pori-pori tanah dan menghambat
penyerapan air oleh tanaman (Kuiper, 1989).
Meskipun demikian tidak semua fraksi sedimen
berpotensi merusak jaringan irigasi.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk
mengurangi angkutan sedimen yang dapat mengurangi
efektifitas saluran irigasi. Salah satunya yang umum
dilakukan adalah pembuatan bangunan penangka
sedimen. Namun demikian, sedimen masih saja tetap
masuk ke dalam saluran irigasi dalam jumlah yang
cukup besar. Sehingga dalam pengoperasian dan
pemeliharaannya membutuhkan biaya yang cukup
banyak untuk pengerukkan sedimen tersebut.
Salah satu parameter mengetahui efektifitas suatu
bangunan penangkap sedimen dalam mengendapkan
sedimen adalah mengetahui nilai efesien pengendapan
sedimen pada bangunan tersebut. Mengingat
pentingnya suatu bangunan penangkap sedimen,
terutama jika di kaitkan dangan fungsi dan kelayakan
suatu bangunan penangkap sedimen yang
menghabiskan biaya yang cukup mahal serta adanya
manfaat yang sangat penting untuk kegiatan operasi
dan pemeliharaan pada jaringan irigasi, maka perlu
perhatian khusus terhadap masalah ini, antara lain
dangan membuat suatu bentuk model penahan
sedimen yang mempunyai kemampuan untuk
menangkap sedimen dengan baik.
Pengendapan sedimen pada bangunan penahan
sedimen sangat di pengaruhi oleh panjang bangunan
tersebut. Semakin panjang bangunan tersebut semakin
besar juga tingkat efektivitasnya, tetapi jika terlalu
panjang dapat mengurangi efektivitasnya. Selain
panjang bangunan, bentuk bangunan juga sangat
berpengaruh terhadap efektivitas suatu bangunan
penangkap sedimen.
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Nenny1, Hamzah Al Imran2
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil
Tantangan Pengembangan Infrastruktu di Kalimantan Timur
2
Namun kontruksi bangunan penangkap
sedimen yang terlalu panjang, selain memerlukan
biaya yang mahal untuk perkuatan (lining) dinding
dan dasarnya, yang biasanya terbuat dari pasangan
batu, sehingga diperlukan usaha-usaha lain untuk
mengendapkan sedimen dengan areal yang lebih
kecil dan biaya yang lebih rendah.
Dengan adanya permasalahan diatas maka
kami mencoba membuat model penahan sedimen
(MPS). Dengan harapan dapat membantu
mengendapkan sedimen agar tidak mengganggu
fungsi dari saluran, dengan harapan semua sawah
mendapatkan air yang cukup.
Penelitian ini akan di lanjutkan dengan
pemakaian Model Penahan Sedimen Sekat Bercincin
dengan harapan hasil yang didapatkan jauh lebih baik
dari penelitian sebelumnya, dengan pertimbangan
Model Penahan Sedimen Sekat Bercincin yang di
gunakan efektif untuk mengurangi proses
sedimentasi pada saluran irigasi.
2. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini,
adalah :
a . Menganalisis pengaruh sifat aliran terhadap
Model Penahan Sedimen.
b . Menganalisis volume angkutan sedimen dasar
(Bed Load) pada Model Penahan Sedimen.
3. METODE PENELITIAN
Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian dilaksanakan di labotatorium
Fakulaas Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah
Makassar
Model Saluran
Saluran yang digunakan adalah saluran tanah
yang dihamparkan material pasir dengan penampang
bentuk trapezium. Bentuk geometris dari saluran
adalah saluran lurus dengan dinding permanen, lebar
dasar saluran (B) : 0,50 m, tinggi saluran (h) : 0,20 m
dan panjang saluran (L) : 7.70 m.
770.0 140.0
265.0
166.8
165.0 190.0
140.4
150.0
240.0
217.5
3 0.0 000
6 2.5 000
1 0.0 000
1 5.0 000
1 5.0 000
A
BF
G
H
K
J
I
C
419.9L
D
1 5.0 000
M
NO
Gambar 1. Model Saluran
Model penangkap sedimen sekat bercincin
terbuat dari bahan acrelik dengan lebar dasar (b)
:40 cm, Tinggi bangunan (H) : 40 cm, kemiringan
dasar (i) : 0.0229, dan panjang bangunan penangkap
sedimen (l): 181 cm.
Gambar 2. Model Penahan Sedimen Sekat Bercincin
Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah
eksperimental, di mana kondisi tersebut dibuat dan
diatur oleh peneliti dengan mengacu pada literatur-
literatur yang berkaitan dengan penelitian tersebut.
Penelitian dimulai dengan pengambilan material
pasir di bendung Kampili sekitar jaringan daerah
irigasi Kampili. Pengambilan Material pasir tersebut
untuk pengujian karakteristik material pasir yang
berkaitan dengan rapat massa sedimen (ρs) dan
diameter butiran pasir (dn). Kemudian pasir tersebut
dihamparkan pada saluran sebelum dan sesudah
bangunan penangkap sedimen.
Prosedur Penelitian
Langkah-langkah Penelitian:
a. Kalibrasi semua alat yang akan digunakan
terutama alat pengukur kecepatan.
b. Menimbang sedimen yang akan digunakan.
c. Sedimen dipadatkan sebelum dilakukan
pengaliran
d. Kecepatan aliran diukur dengan flow watch.
e. Air dikeluarkan dengan membuka pintu pembilas
secara hati-hati. Supaya sedimen tidak terbawa
oleh aliran.
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Nenny1, Hamzah Al Imran2
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil
Tantangan Pengembangan Infrastruktu di Kalimantan Timur
3
f. Sedimen yang masuk di bangunan penangkap
sedimen diukur elevasinya.
g. Sedimen dari bangunan penangkap sedimen
dikumpulkan kemudian dikeringkan, lalu
ditimbang.
h. Percobaan dilakukan dengan debit dan waktu
yang bervariasi.
4. ANALISIS HASIL PERHITUNGAN
Angka Froude dan Angka Reynold (Re)
Untuk mengetahui dan menetapkan jenis aliran
yang terjadi dalam saluran pada saat proses
pengaliran maka dapat di jelaskan berdasarkan
bilangan Froude (Fr), pada tabel 1
Tabel 1. Rekapitulasi Bilangan Froude dan Bilangan
Reynold (Re)
Pengaruh Jarak terhadap Tinggi Endapan
Berdasarkan hasil pengamatan pengaruh jarak
sangat mempengaruhi tingginya endapan di sekitar
bangunan pengendali sedimen, seperti pada gambar 3
dibawah ini.
Gambar 3. Pengaruh Jarak Memanjang Saluran Terhadap
Tinggi Endapan
Berdasarkan gambar 3 dapat dilihat bahwa
volume endapan yang paling besar terjadi pada
sekat 3 yaitu 7,03 cm sedangkan untuk volume
endapan yang paling rendah terjadi pada hulu BPS
(Bangunan Penangkap Sedimen) yaitu 0,11 cm.
Sedangkan untuk nilai rata – rata volume endapan
yang paling tinggi terjadi pada sekat 3 yaitu 5,48 cm
dan nilai volume endapan yang paling rendah terjadi
pada hulu BPS yaitu 0,24 cm.
Pengaruh Kecepatan Aliran terhadap Volume
Sedimen
Besarnya volume sedimen sangat dipengaruhi
oleh fluktuasi debit aliran. Kondisi aliran dalam hal
ini kecepatan aliran juga mempengaruhi dari
besarnya volume sedimen seperti gambar dibawah ini
dengan variasi debit yang berbeda, maka dapat
ditunjukkan pada Gambar 4, 5 dan 6
Gambar 4. Pengaruh kecepatan aliran terhadap volume
sedimen untuk Q1
Berdasarkan Gambar 4 untuk debit (Q1)
dengan variasi waktu, maka dapat dilihat volume
sedimen yang paling besar terdapat pada hilir MPS yaitu 0,0047 kg/mᶾ dengan kecepatan (v) : 0.16 m/dt.
Sedangkan volume sedimen yang paling kecil
terdapat pada hulu MPS dengan nilai 0,0005 kg/mᶾ
dengan nilai kecepatan aliran (v) : 1,0 m/dtk.
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Nenny1, Hamzah Al Imran2
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil
Tantangan Pengembangan Infrastruktu di Kalimantan Timur
4
Gambar 5. Pengaruh kecepatan aliran terhadap volume
sedimen untuk Q2
Berdasarkan Gambar 5 untuk debit (Q2) dengan
variasi waktu dapat dilihat volume sedimen yang
paling besar terdapat pada Sekat 4 yaitu (Vs) :
0,0038 kg/mᶾ dengan kecepatan aliran (v) : 0,55
m/dtk . Sedangkan volume sedimen yang paling
kecil terdapat pada hulu MPS, yaitu (Vs) : 0,0005
kg/mᶾ dengan kecepatan aliran (v) : 1,2 m/dt
1.
Gambar 6. Pengaruh kecepatan aliran terhadap volume
sedimen untuk Q3
Berdasarkan Gambar 6 untuk debit (Q3) dengan
variasi waktu dapat dilihat pada grafik untuk volume
sedimen (Vs.3) yang terbesar terdapat pada sekat 4
yaitu 0,0039 kg/mᶾ dengan kecepatan aliran (v3) :
0.57 m/dt. Sedangkan volume sedimen terkecil
terdapat pada hulu BPS yaitu Vs.3 : 0,0006 kg/mᶾ
dengan kecepatan aliran (v3) : 1.40 m/dt..
Dari ketiga gambar tersebut dapat disimpulkan
semakin besar volume sedimen kecepatan aliran
cenderung mengecil, begitu pula sebaliknya semakin
kecil volume sedimen kecepatan aliran cenderung
membesar.
Analisis Volume Sedimen Dasar dengan
Pendekatan Empiris.
Untuk lebih menguatkan hasil penelitian ini,
maka penelitian model penahan sedimen ini perlu
dilakukan mengujian analisis volume sedimen (Vs)
dengan beberapa pendekatan empiris, seperti pada
tabel 2 berikut ini.
Tabel 2. Rakapitulasi analisis volume angkutan
sedimen dasar dan Pengendapan dengan Pendekatan
Empiris
Gambar 7. Grafik hubungan perhitungan langsung dengan
perhitungan dengan pendekatan empiris.
Berdasarkan Tabel 2 dan Gambar 7, hasil
perhitungan dengan menggunakan pendekatan
empiris paling mendekati dengan hasil perhitungan
adalah pendekatan Meyer Peter dan Muller.
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Nenny1, Hamzah Al Imran2
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil
Tantangan Pengembangan Infrastruktu di Kalimantan Timur
5
5. KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan karakteristik aliran pada
model penahan sedimen dibagian hulu MPS aliran
super kritis dan lambat laun cenderung sub kritis
pada sekat 5. Semakin besar volume sedimen
kecepatan aliran cenderung mengecil, dari 0.57 m/dt ;
Vs : 0.0039 m3/dt. ke v : 0.16 m/dt. ; Vs :0.0047
m3/dt. Begitu pula sebaliknya semakin kecil volume
sedimen kecepatan aliran cenderung membesar mulai
dari 1.4 m/dt ; 0.0006 m3/dt ke v : 1.0 m/dt ; Vs :
0.0005 m3/dt
6. UCAPAN TERIMA KASIH
Penelitian ini terlaksana atas bantuan Universitas
Muhammadiyah Makassar yakni bantuan dana
penelitian melalui Penelitian Internal.
DAFTAR PUSTAKA
[1]. Alwi, afii achmad, 2004. Efektivitas Bangunan
Penangkap Sedimen Pada Jaringan Irigasi.
Universitas Diponegoro. Semarang
[2]. Hardiyatmo, christady hady. Mekanika Tanah.
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta
[3]. Hanwar, Suhendrik dkk. 2007. Desain
Bangunan Penangkap Sedimen dengan
Teknologi Baffle (sekat).
[4]. Herdianto, Revalin dkk. 2010. Kombinasi Sekat
dan Tanaman Air Untuk Optimasi Bangunan
Penangkap Sedimen.
[5]. Nenny.2010. Bahan Ajar Angkutan Sedimen,
Fakultas Teknik Sipil Unismuh Makassar
[6]. Sudirman Andi, 2004. Pengaruh Konsentrasi
Pada Efesiensi Pengendapan Bangunan
Penangkap Sedimen.
[7]. Triatmodjo, Bambang (2008) Hidrolika II. Beta
Offset. Yogyakarta.
[8]. Yang Chih Ted. (1996). Sediment Transport
(theory and practice). Mc. Graw Hill International
Edition Civil Engineering series.
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Sulardi1
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil
Tantangan Pengembangan Infrastruktu di Kalimantan Timur
6
PERBAIKAN PENURUNAN PONDASI POMPA DENGAN
METODE LEVELING
Sulardi
1)
1) Prodi Teknik Sipil Universitas Tridharma, Balikpapan
2) Himpunan Ahli Teknik Tanah Indonesia (HATTI)
3) Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia Komda Kalimantan Timur
4) Stationary Inspection Engineer PT.Pertamina RU V, Balikpapan
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran masalah settlement pondasi pompa yang mengakibatkan
instalasi perpipaan terdeformasi, bengkok, sub standard, unsafe condition dan metode perbaikan yang
dilakukan.Metode penelitian yang digunakan penelitian aplikasi dengan studi kasus penanganan masalah pondasi
pompa minyak yang mengalami penurunan hingga melebihi batas aman dan perbaikannya dengan cara peninggian
toping pondasi (leveling). Hasil perbaikan menunjukan struktur beton pondasi eksisting dengan struktur beton baru
dapat bonding dengan baik. Hasil monitoring setelah pompa dioperasikan indikasi vibrasi pada pondasi dan pada
pompa maupun prime movernya sangat rendah dan dalam batas aman. Success story hasil penelitian aplikasi metode
leveling terhadap 22 Unit pondasi pompa proses kilang ini dapat direplikasi untuk mengatasi permasalahan sejenis
di unit kerja Pertamina yang lain maupun diluar Pertamina.
Kata kunci : Settlement pondasi, metode leveling.
1. PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Kawasan kilang Balikpapan I PT. Pertamina RU
V Balikpapan pada awalnya adalah kawasan rawa
dan kawasan dataran rendah dan merupakan kawasan
yang selalu tergenang air. Pada masa pembangunan
kilang Balikpapan I kawasan ini dilakukan
pengurugan (reklamasi) untuk mendapatkan elevasi
tanah dasar yang aman terhadap limpasan banjir dan
genangan air permukaan. Proses reklamasi lahan
diawali dengan site preparation yaitu dengan
membersihkan pepohonan, tanaman dan semak
belukar. Dilanjutkan dengan grubbing yaitu dengan
pembersihan terhadap rerumputan, kerikil, kerakal
dan material mudah lapuk lainya dipermukaan tanah.
Dilanjutkan dengan proses eksavasi yaitu dengan
penggalian dan penimbunan kembali tanah, pasir dan
bahan-bahan perbaikan tanah lainnya hingga elevasi
permukaan tanah dasar yang ditentukan yaitu + 1.500
diatas permukaan air laut (sea water level).
Kilang Balikpapan I dibangun pada awal tahun
1994 dan selesai pad akhir tahun 1997 dan memiliki
dua unit proses yaitu Heavy Vaccum Unit dan Crude
Distilation Unit dengan kapasitas olah 60.000
Barells/ Day. Produk kilang Balikpapan I adalah
LPG, Light Naptha, Heavy Naptha, Diesel, HVGO
dan Bottom product Long Residu. Hal yang spesifik
dari kilang Balikpapan I adalah dikhususkan untuk
mengolah crude oil lokal dari Tanjung, Sangata dan
crude oil dari kawasan pulau Kalimantan lainnya
dengan jenis pharafinic crude oil yang dikhususkan
untuk menyediakan bahan baku Wax Plant (pabrik
lilin). Kilang Balikpapan I didukung dengan
peralatan proses utama yang meliputi colum
fraksinator, vessel separator, furnace, heat
exchanger, pompa, kompressor, blower, perpipaan,
flare stack, peralatan kontrol operasi, peralatan
pengaman proses dan peralatan keselamatan dan
ptoteksi kebakaran.
Masalah Penelitian
Permasalahan yang dihadapi adalah setelah
kilang dioperasikan selama tiga tahun terlihat adanya
inidikasi penurunan (settlement) pondasi pompa dan
peralatan kilang, terutama pada peralatan yang
ditumpu dengan pondasi dangkal, naum tidak
demikian dengan peralatan kilang yang ditumpu oleh
pondasi dalam (pondasi pancang). Dari waktu ke
waktu penurunan terus bertambah dan pada tahun ke
lima penurunan pada 22 Unit pondasi pompa telah
sampai pada kondisi yang membahaya peralatan dan
mengancam keselamatan operasi lingkungan (alert).
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Sulardi1
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil
Tantangan Pengembangan Infrastruktu di Kalimantan Timur
7
Tabel 1. Data penurunan pondasi pompa
Hasil assessment diketahui bahwa pondasi pompa
pada kondisi sub standard dan unsafe condition dengan
dampak ditimbulkan adalah secara Quality : Alignment
pompa, nozzle pipa inlet, pipa outlet offset, perpipaan
mengala mi overstress. Secara Cost : Biaya
pemeliharaan dan perbaikan sebesar Rp 300 Juta.
Secara Delivery: Kesulitan spesifikasi material dan
metode pelaksanaan perbaikan pondasi pompa dengan
waktu yang terbatas. Secara Safety : Pondasi pompa
pada kondisi unsafe condition dan sub standard. Dan
secara Moral : Beban moral pekerja terkait
pemeliharaan dan kehandalan peralatan kilang.
Terhadap permasalahan telah dilakukan upaya
perbaikan dengan cara penyambungan, reposisi dan
relokasi perpipaan inlet (suction) dan outlet (discharge)
pompa. Tetapi upaya perbaikan ini juga tidak
menyelesaikan permasalahan karena upaya metode
perbaikan tidak menyelesaikan faktor dan penyebab
masalah. Faktor penyebab adalah material, yakni belum
adanya spesifikasi material perbaikan dan sesuai dan
cocok digunakan. Sedangkan penyebab permasalahan
adalah kesulitan metode pelaksanaan perbaikan. Untuk
itu penelitian ini penting untuk dilakukan dalam rangka
menemukan jawaban atas faktor penyebab dan
penyebab masalah. Jika tidak ditemukan jawaban atas
faktor penyebab dan penyebab permasalahan
dikawatirkan suatu saat pompa akan mengalami
kegagalan (failure).
Rumusan dan Asumsi Masalah Penelitian
Dari faktor dan penyebab permasalahan diatas
diketahui bahwa faktor penyebab masalah dominan
adalah faktor material dan faktor metode kerja. Faktor
penyebab material yakni spesifikasi material apa yang
cocok dan sesuai serta dapat bonding dengan baik
terhadap material beton pondasi eksisting. Sedangkan
faktor penyebab metode yakni bagaimana metode kerja
yang paling cocok dan sesuai digunakan untuk
melaksanakan perbaikan terkait dengan ketersediaan
waktu yang terbatas dan dilakukan pada kesempatan
stop operasi untuk inspeksi dan perbaikan kilang (turn
around) Kilang Balikpapan 1. Untuk itu dipilih
spesifikasi material flowable microconcrete yang
memiliki sifat tidak susut, tidak retak dan memiliki kuat
tekan tinggi. Adapun metode perbaikan yang digunakan
adalah metode leveling yakni dengan memotong bagian
toping beton pondasi, menyambung tulangan,
menyambung baut-baut angker dan meninggikan
permukaan pondasi pompa dengan metode grouting.
Diyakini dengan menggunakan spesifikasi material
flowable microconcrete dan metode perbaikan leveling
dapat mengatasi permasalaha dengan baik dan aman.
Target perbaikan adalah 22 (dua puluh dua) unit
pondasi pompa yang menggunakan jenis pondasi
dangkal dan mengalami settlement.
Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan yang dikembangkan dan diharapkan
akan ditemukan jawabannya melalui penelitian ini
dalam rangka menjawab faktor dan penyebab
permasalahan adalah :
1. Bagaimana gambaran spesifikasi material flowable
microconcrete yang digunakan ?
2. Bagaimana perbaikan pondasi pompa dengan
metode leveling ?
3. Bagaimana tolok ukur hasil perbaikan pondasi yang
digunakan ?
Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini
adalah :
1. Memberikan gambaran spesifikasi material flowable
microconcrete
2. Memberikan gambaran perbaikan pondasi pompa
dengan metode leveling
3. Memberikan gambaran tolok ukur hasil perbaikan
pondasi.
2. TINJAUAN PUSTAKA
Pondasi Pompa
Pondasi adalah bagian dari konstruksi yang
berfungsi untuk menempatkan bangunan dan
meneruskan beban dari struktur atas ke tanah dasar
pondasi yang cukup kuat menahannya tanpa terjadinya
differential settlement pada sistem strukturnya. Pondasi
peralatan di kilang berfungsi untuk menyedikan
kedudukan bagi pompa, mesin-mesin dan peralatan
operasi kilang lainnya dengan baik dan aman tanpa
terjadi penurunan dan keruntuhan (failure). Untuk itu
pondasi mesin direncanakan dan dibuat dengan kriteria
tertentu agar dapat mengakomodir beban statis mesin,
beban dinamis mesin pada saat mesin dioperasikan dan
beban tambahan akibat seismik, unbalance dan
perubahan pada sistim konfigurasi mesin. Jenis-jenis
mesin di kilang meliputi mesin rotating, mesin
reciprocating dan mesin impact. Mesin rotating adalah
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Sulardi1
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil
Tantangan Pengembangan Infrastruktu di Kalimantan Timur
8
mesin putaran tinggi yang terdiri dari turbo generator,
steam turbines, rotary compressors, motor listrik dan
turbine gas yang memliki kecepatan putara 3000 –
10.000 putara per menit (RPM). Mesin reciprocating
adalah mesin yang cara kerjanya merubah gaya rotasi
menjadi gaya lurus dan termasuk diantaranya internal
combustion engines, steam engines, piston type pump
and compressor dan mesin-mesin lain yang sejenis
yang cara bekerjanya menggunakan ctank shat
mechanism. Mesin impact adalah mesin-mesin yang
menghasilkan beban impact seperti diantaranya mesin
forging hammers, mesin kempa, drop hammer,
stamping machines dengan kecepatan operasi impact
60-150 blows per menit (BPM). Mesin-mesin ini
beroperasi menghasilkan tekanan operasi, getaran dan
impact yang harus diredam oleh sistim pondasi mesin
yang jika sistim redaman (damping system) pondasi
tidak mampu mengendalikan getaran operasi mesin
maka pondasi akan mengalami rotasi, resonansi, un-
balance dan penurunan (vertical amplitude).
Untuk menjamin bahwa pondasi mesin (pondasi
dinamis) stabil maka pondasi mesin harus memenuhi
kriteria daya dukung pondasi dalam batas aman,
settlement pondasi dalam batas aman, tidak boleh
terjadi resonansi yaitu frekuensi mesin sama dengan
frekuensi alami dari sistem mesin pondasi tanah dan
amplitudo pondasi mesin dalam batas aman (amplitudo
dalam batas ijin). Agar pondasi mesin yang digunakan
sesuai kriteria diatas dan aman digunakan maka
historikal data mesin harus diketahui secara lengkap,
yang meliputi data layout mesin, frekuensi operasi
untuk menghindari resonansi, dan kekakuan tanah
dipengaruhi oleh frekuensi, besarnya gaya-gaya
unbalanced, titik bekerjanya gaya-gaya unbalanced dan
amplitudo vibrasi yang di ijinkan. Demikian pula
historikal data parameter dinamis tanah yang terdiri
dari modulus geser (shear modulus) yang didapat dari E
(modulus young atau Vs (kecepatan rambatan
gelombang geser), damping rasio dan poisson ratio.
Informasi data historikal mesin dapat diperoleh dari
manufaktur, sedangkan data informasi mengenai data
dinamis tanah harus dicari dari hasil pengujian.
Jenis-jenis pondasi mesin yang digunakan di
kilang antara lain pondasi mesin massive tipe blok, tipe
box, pondasi tipe dinding (cantilever), dan tipe rangka
(frame). Pada penelitian ini jenis pondasi yang
digunakan sebagai bahan penelitian adalah pondasi
jenis block massive dengan spesifikasi material beton
bertulang mutu beton K-300 dan diletakan diatas diatas
tanah dasar yang dipadatkan. Pondasi-pondasi ini
digunakan untuk mendukung pompa minyak, pompa
utilitas, perpipaan, pompa penunjang operasi dan
peralatan operasi kilang lainnya.
Perbaikan Beton Pondasi Pompa
Perbaikan dan perawatan beton pondasi pompa
peralatan operasi kilang di Pertamina RU V Balikpapan
yang mengalami penurunan adalah inovasi penanganan
pondasi yang mengalami penurunan (settlement)
mengikuti tanah dasar dibawahnya. Settlement pondasi
pompa ini diikuti dengan tertariknya intalasi perpipaan,
fasilitas utilitas dan sistim pengkabelan listrik
penggerak motor pompa. Perbaikan penting untuk
segera dilakukan karena peralatan pada kondisi sub
standard dan unsafe condition. Hal ini sejalan dengan
temuan asuransi yang mendapatkan temuan tersebut
sejak 2009 dan hingga penelitian ini dilakukan belum
dilakukan karena belum ditemukannya metode
perbaikan yang cocok dan sesuai. Dengan telah adanya
metode perbaikan pondasi pompa yang mengalami
penurrunan setempat dengan metode Leveling
diharapkan permasalahan dapat diselesaikan dengan
baik dan aman.
Inovasi perbaikan settlement dengan metode
Leveling adalah metode perbaikan dan perawatan
dengan maksud :
1. Mengembalikan atau memperbaiki integritas
struktural sistim pondasi pompa
2. Perbaiki performance pondasi pompa
3. Meningkatkan daya dukung pondasi
4. Meningkatkan kinerja dan kehandalan peralatan
5. Memperbaikan stabilitas dan stiffeness pondasi.
Hal yang spesifik dari pekerjaan perbaikan beton
pondasi pompa ini adalah digunakannya spesifikasi
material mortar beton khusus yaitu microconrete yang
dapat mengalir adalah non shrink, grout agregat alami
dengan kekuatan awal dan tinggi yang sangat baik. Ini
khusus diformulasikan untuk lingkungan marin dan
lingkungan air laut, dapat segera setting dengan baik
dilingkungan ambeint maupun didalam air dan
memiliki konsistensi campuran mortar yang tetap
meskipun berada dilingkungan air laut.
Spesifikasi material flowable microconcrete ini
cocok digunakan untuk :
a. Pemeliharaan struktur beton pondasi mesin dan
bangunan marin
b. Perbaikan menyeluruh untuk berms, slab dan elemen
struktur beton lainnya
c. Perbaikan struktur beton yang mengalami
permasalahan honey comb (porus seperti sarang
lebah)
d. Struktur beton dengan nilai slump yang rendah
namun bersifat mudah dipompakan (pumpability)
dan dapat menjangkau jarak yang cukup jauh dan
detail.
Kelebihan spesifikasi material ini adalah :
a. Dapat mencapai early streng yang tinggi untuk
memastikan cepat commsioning struktur baru dan
downtime minimum pada pekerjaan perbaikan
beton
b. Bersifat flowable grout, kemudahan grouting, dapat
mencapai detail-detail yang tidak dicapai oleh
mortar beton normal dan mortar beton konvensional
c. Sifat flowable lebih panjang hingga 1,50 jam pada
suhu ambeint tinggi dibandingkan mortar beton
konvensional, fasilitas mesin sagola grouting
dengan kapasitas besar dalam satu tuang dan pada
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Sulardi1
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil
Tantangan Pengembangan Infrastruktu di Kalimantan Timur
9
kondisi tertentu tidak memerlukan pompa untuk
grouting
d. Non metalic, tidak mengandung agregat logam dan
serupa dengan beton biasa, cocok untuk finishing
architechtural
e. Berharap untuk menggunakan, tidak memerlukan
peralatan pencampuran khusus. Hal ini dapat
dicampur dalam mixer beton stsndard atau ini
ember dengan menggunakan grout stimer
f. Dual sistem ekspansi untuk ekspansi terkontrol,
padat dan tidak ada psikiater dalam keadaan
mengeras
g. Pengunaan mudah, tidak memerlukan peralatan
pencampuran khusus, pencampuran (mixing) dapat
dilakukan dengan alat mixer beton stsndard atau
menggunakan ember dengan pengadukan
menggunakan mesin pengaduk (manual mixer)
h. Bersifat dual sistem ekspansi untuk ekspansi
terkontrol, padat dan tidak mengalami retak-retak
dalam akibat pengerasan mortar beton.
Tabel 2. Spesifikasi Flowable microconcrete
Spesifikasi properties flowable microconcerete adalah :
Bentuk (supply form) : Powder
Colour : Cement grey
Density (wet) flowable : 2.25
Plastic : 2.28
Flow trough/ flowable : 30 – 50 Cm
Water : 3.2 – 3.4 Liter
Yield : 12.5 – 12.6 Liter
Penentuan spesifikasi material, metode perbaikan
dan proses perbaikan struktur beton pondasi pompa
dengan mempertimbangkan faktor dan penyebab
permasalahan, bad actor penyebab masalah dan
evaluasi konkret kondisi material beton eksisting, hasil
diagnosa dan strategi perbaikan sesuai dengan
ketersediaan waktu dan ruang lingkup pekerjaan
perbaikan.
Tahapan dan langkah-langkah pelaksanaan
perbaikan pondasi beton dengan metode leveling
dengan langkah sebagai berikut.
1. Memperhatikan dampak yang ditimbulkan oleh
permasalahan
2. Menentukan faktor, penyebab dan bad actor
penyebab permasalahan
3. Menentukan condition grade kerusakan dan strategi
perbaikan yang akan dilakukan
4. Melakukan beberapa bentuk survei kondisi untuk
mengukur masalah
5. berurusan dengan perbaikan analisis dan rekayasa
masalah dalam perbaikan
6. Menentukan strategi perbaikan yang meliputi
penentuan spesifikasi material, metode perbaikan,
peralatan kerja diperlukan, tenaga kerja diperlukan
dan skedul pelaksanaan perbaikan
7. Monitoring dan inspeksi teknik setelah pekerjaan
perbaikan selesai dikerjakan.
3. METODE PENELITIAN
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT. Pertamina RU V
Balikpapan tepatnya di Kilang Balikpapan I dan
dilakukan pada kesempatan stop kilang dalam rangka
pemeriksaan peralatan dan perbaikan peralatan kilang
yang mengalami kerusakan (turn around). Untuk
kepentingan operasinal dan dalam rangka pemenuhan
kapasitas produksi kilang secara kontinyu beroperasi
terus sepanjang hari dan secara skedul stop operasi
kilang hanya dilakukan sekali dalam tiga tahun.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian
aplikasi yakni aplikasi yakni aplikasi metode perbaikan
pondasi pompa dengan metode leveling. Metode
penelitian ini adalah succes story (technical note)
aplikasi metode leveling (surficing) yang pertama
dilakukan pada pekerjaan perbaikan pondasi pompa di
Pertamina RU V. Perbaikan pondasi dengan metode
leveling adalah jawaban atas kesulitan metode
perbaikan pondasi yang selama ini dialami oleh PT.
Pertamina RU V. Prinsip metode perbaikan leveling
dilakukan sesuai standard code ACI 351.1R-99/ ASTM
C 882 (Grouting between foundations and bases for
support of equipment and machinery).
Metode Pendekatan
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan
studi kasus penanganan masalah penurunan berlebihan
pondasi pompa (over tolerance maximum vertical
amplitude setlement foundation) terhadap dua puluh
dua unit pondasi pompa di kilang Balikpapan I. Metode
pendekatan ini dalam rangka menemukan solusi terbaik
atas permasalahan unbalance, overstress pipe line,
maximum vertical amplitude dan offset algnment
nozzle flange pipe suction and discharge pompa.
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Sulardi1
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil
Tantangan Pengembangan Infrastruktu di Kalimantan Timur
10
Metode Perbaikan Pondasi
Bahan
Bahan-bahan yang diperlukan pada pelaksanaan
pekerjaan perbaikan pondasi tangki meliputi :
a. Microconcrete Emaco Crete S 322M (BASF), CCS
min. 300 Kg/Cm2 (3 hari)
b. Tulangan beton, ulir. Dia. 17 mm, Polos dia.10mm
c. Bolt anchor dia. 7/8 Inch ANSI B-16
d. Antro corrosion coating for reinforcing steel, anti
korosi Barrafer A (BASF)
e. Bonding agent (SIKA Bond)
f. Materil coating dengan spesifikasi Mastic
toleranace, Masterseal SP120 PF (BASF)
g. Form work (bekisting) dan shoring
h. Bahan-bahan lain sesuai kebutuhan disite.
Peralatan
Peralatan kerja digunakan terdiri dari :
a. Kompressor angin, tekanan min. 6 Kg/Cm2
b. Tabung sagola set, kapasitas min. 0.5 M3
c. Microconcrete mixer
d. Demolition jack hammer, kapasitas tekan. 5
Kg/cm2
e. Alat Theodolite dan Waterpass
f. Alat kerja bantu lainnya
g. Alat-alat keselamatan kerja dan Alat pelindung diri
(APD)
Metode kerja
Perbaikan beton pondasi pompa dengan metode
leveling dilakukan langkah-langkah pelaksanaan
sebagai berikut.
a. Lakukan topografi posisi base plate pondasi pompa
dan catat hasilnya sebagai data kondisi base plate
pondasi sebelum perbaikan
b. Tentukan posisi standar elevasi base plate dan beri
tanda pada struktur permanent didekatnya yang
permanent sebagai pedoman elevasi reposisi base
plate pondasi pompa
c. Lakukan pengujian kuat tekan beton eksisting
dengan hammer test dan catat hasilnya sebagai
pedoman pemilihan kualitas beton penyambungnya
d. Beri tanda arah vertikal (atas) dan horisontal
(samping) pada flange nozzle suction dan flange
nozzle discharge pompa dengan tanda yang tidak
mudah hilang sebagai kontrol jika terjadi deformasi
posisi perpipaan suction dan discharge
e. Lepas kabel power, kabel instrumentasi, motor
driver dan turbine driver beserta asesorisnya (diberi
tanda agar tidak tertukar)
f. Lepas baut-baut angker pondasi pompa, laburi ulir
dengan grease agar tidak korosif
g. Lepas base plate pondasi pompa dan beri tanda agar
tidak tertukar
h. Bersihkan epoxy grout pada base plate pondasi
hingga bersih dan lakukan coating base plate
dengan coating anti korosi
i. Lakukan pembobokan beton pondasi eksisting
sampai 5 Cm dibawah tulangan pondasi, bersihkan
karat, dan bersihkan sisa-sisa pecahan beton
j. Coating tulangan dengan Barafer A (baru dan
eksisting) dan sambung dengan baik dengan ikatan
kawat tulangan
k. Pasang bekisting dengan baik dan kokoh sesuai
dimensi, bentuk dan elevasi pondasi standar
(+1.535)
l. Pasang mur dan angker baut sambungan, pastikan
baut pondasi terpasang dengan baik, kokoh dan
coating dengan anti korosi
m. Laburi permukaan beton eksisting dengan bonding
agent secara merata dan biarkan mengendap
beberapa saat sampai terindikasi lecak (tacky)
n. Lakukan grouting floawable microconcrete dan
pastikan material telah mencapai tempat terjauh
pada formwork dan agar dipastikan selama proses
grouting tidak terhenti
o. Tutup pondasi dengan terpal atau plastik agar tidak
terkena percikan minyak atau air hujan
p. Setelah beton berumur 2 x 24 jam, bekisting dibuka,
disiram dengan air bersih, ditutup dengan karung
goni basah atau disiram dengan air bersih (beton
dikondisikan tetap tembab)
q. Setelah beton berumur 4 x 24 jam atau kuat tekan
beton telah mencapai > 240 kg/cm2, pasang base
plate, topografi, ikat base plate dengan baik dan
kokoh, laburi permukaan beton dengan bonding
agent, lakukan pengecoran epoxy grout dan
pastikan seluruh sisi dalam base blate terisi oleh
microconcrete.
r. Setelah epoxy grout bermur 2 x 24 jam buka
bekistingnya, siram dengan air bersih kan tutup
dengan karung goni basah (dikondisikan selalu
lembab)
s. Setelah epoxy grout berumur 7 x 24 jam atau kuat
tekan sampel epoxy grout mencapai > 275 kg/cm2,
motor driver & pompa dipasang, dan dilakukan
pengukuran topografi base plate pondasi sebagai
kontrol
t. Setelah beton layer bawah berumur 10 hari atau
menpai kuat tekan > 285 kg/cm2, nozzle pipa
suction & pipa discharge dipasang, sambung kabel
power dan asoseris lainnya, dilakukan pengukuran
topografi
u. Lakukan test run motor driver uncouple selama min.
2 x 24 jam dan lakukan pengukuran vibrasinya
v. Dilakukan alignment motor driver dan pompa,
pasang coupling pompa
w. Lakukan finishing pekerjaan pondasi dengan
coating anti korosi, greasing baut-baut angker
pondasi, perbaikan ajustable pipe support ,
perbaikan pipa buangan air dan pemasangan
kembali nomor tag pondasi pompa dengan warna
sesuai standar
x. Perbaikan selesai, lakukan final inspection dengan
melibatkan bagian terkait, commisioning test, test
run peralatan untuk siap dioperasikan kembali
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Sulardi1
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil
Tantangan Pengembangan Infrastruktu di Kalimantan Timur
11
Pekerjaan lain yang juga dikerjakan dan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
pekerjaan perbaikan leveling dua puluh dua pondasi
pompa Kilang Balikpapan I, adalah :
a. Perbaikan adjustable support suction pipe dan
discharge pipe nozzle pipe
b. Resposisi dan reseting perpipaan
c. Perbaikan base floor, bundwall, conduit dan cable
ducting
d. Perbaikan sewer system.
Indikator dan ukuran keberhasilan metode
perbaikan :
a. Spesifikasi material, peralatan dan metode kerja
yang digunakan cocok dan sesuai
b. Beton lama (beton konvensional) dan beton baru
(flowable microconcrete) dapat menyatu (bonding)
dengan baik, tidak ada indikasi retakan (crack) atau
mengelupas (lamination)
c. Alignment shaft pompa, prime mover dan nozzle
pipe dalam batas aman
d. Indikasi vibrasi vertical dan horizontal shaft dalam
batas aman
e. Mematuhi prosedur keselamatan kerja dan tidak
terjadi kecelakaan kerja (zero incident).
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada kesempatan turn around (stop operasi)
Kilang Balikpapan I PT. Pertamina RU V telah
dilakukan perbaikan 22 (dua puluh dua) beton pondasi
pompa di Kilang Balikpapan I menggunakan
spesifikasi material flowable micro concrete Emaco
Crete S 322M (BASF) dan dapat diselesaikan dalam
waktu 17 hari kerja dengan baik dan aman. Penggunaan
spesifikasi material flowable micro concrete ini dipilih
karena material ini bersifat tidak susut, kuat tekannya
tinggi, dapat bonding dengan baik terhadap permukaan
beton eksisting, mudah dilaksanakan dan adanya
tuntutan waktu pelaksanaan pekerjaan perbaikan yang
harus diselesaikan dalam waktu yang sangat singkat.
Penggunaan material ini juga didasarkan atas
keberhasilan penggunaan material yang sama pada
perbaikan struktur beton steel chimney reinforced
concrete (F-2-02) yang rusak akibat terpapar panas
pada saat terjadi kebakaran di furnace F-3-04A Kilang
Balikpapan II.
Pekerjaan perbaikan beton pondasi pompa dengan
metode leveling diawali dengan membuang lapisan
beton eksisting yang rusak dan terkarbonasi,
membersihkan kotoran debu dan impurities lain yang
dapat menghalangi bonding permukaan beton baru dan
lama, perbaiki/ ganti dan tambahkan tulangan beton
jika secara analisis dianggap perlu, laburi permukaan
beton eksisting dengan bonding agent, pasang form
work, siapkan adukan mortar flowable micro concrete
dan lakukan grouting dengan mesin sagola chamber.
Form work beton yang digunakan adalah multiflex
yang telah dilapisi film anti lengket. Kontrol elevasi
permukaan pondasi pompa dengan alat ukur theodolite
ketelitian benang ukur 0.5 mm.
Tabel 3. Elevasi pondasi sebelum dan setelah
perbaikan
Hasil perbaikan berdasarkan indikator dan ukuran
keberhasilan perbaikan beton pondasi pompa dengan
metode leveling metode perbaikan yang telah
ditetapkan adalah sebagai berikut.
a. Pemilihan spesifikasi material flowable
microconcrete, peralatan sagola chamber, mixing
grouting, metode mixing dan metode kerja yang
digunakan dapat diaplikasikan dengan mudah, tanpa
kesulitan dan aman
b. Secara visual beton lama (beton konvensional) dan
beton baru (flowable microconcrete) dapat menyatu
(bonding) dengan baik, tidak ada indikasi retakan
(crack) atau mengelupas (lamination)
c. Posisi alignment shaft pompa, prime mover dan
nozzle pipe telah dikembalikan kepada posisi
standar, hasil uji alignment dalam batas aman
d. Data ukur indikasi vibrasi vertical dan horizontal
shaft dalam batas aman
e. Telah dipatuhinya prosedur keselamatan kerja dan
tidak terjadi kecelakaan kerja (zero incident).
Hasil perbaikan lain yang juga telah diselesaikan
pada kesempatan perbaikan pondasi pompa dan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
pekerjaan perbaikan leveling dua puluh dua pondasi
pompa Kilang Balikpapan I, adalah :
a. Telah dilakukan perbaikan adjustable support
suction pipe dan discharge pipe nozzle pipe
b. Telah dilakukan resposisi dan reseting perpipaan
c. Telah dilakukan perbaikan base floor, bundwall,
conduit dan cable ducting
d. Telah dilakukan perbaikan sewer system
e. Telah dapat diselesaikan dan terpenuhinya (comply)
rekomendasi temuan asuransi.
Hasil perbaikan beton pondasi pompa Kilang
Balikpapan I dari aspek Panca mutu adalah, Secara
quality : Alignment pompa, nozzle pipa inlet dan pipa
outlet pompa pada posisi lurus, perpipaan tidak
mengalami overstress. Secara Cost : Penghematan
biaya pemeliharaan dan perbaikan sebesar Rp 300 Juta.
Secara Delivery: Spesifikasi material, peralatan kerja
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Sulardi1
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil
Tantangan Pengembangan Infrastruktu di Kalimantan Timur
12
dan metode perbaikan cocok dan sesuai digunakan
dengan waktu yang terbatas. Secara Safety : Pondasi
pompa pada kondisi safe condition dan sesuai standard.
Dan secara Moral : Pekerja konfiden, inovasi yang
dilakukan dapat mengatasi permasalahan dilingkungan
kerjanya dengan baik dan aman.
5. PENUTUP
Kesimpulan:
1. Spesifikasi material flowable microconcrete
terbukti cocok digunakan untuk perbaikan beton
pondasi pompa dengan metode leveling
2. Metode perbaikan pondasi pompa dengan metode
leveling terbukti cocok digunakan dan sesuai
dengan ketersediaan waktu perbaikan yang
terbatas dan hanya bisa dilakukan pada
kesempatan turn around (stop kilang)
3. Metode leveling dilakukan dengan tahapan
chipping surface pondasi pondasi eksisting,
pasang tulangan beton perkuatan, pasang bolt
anchor, laburi dengan bonding agent dan grouting
dengan flowable micro concrete
4. Tolok ukur keberhasilan perbaikan beton pondasi
adalah beton baru dan beton lama bonding dengan
baik, tidak ada crack dan tidak ada indikasi
terlaminasi.
Saran-saran:
1. Spesifikasi material flowable microconcrete yang
telah terbukti berhasil dengan baik diaplikasikan
dapat digunakan untuk perbaikan pondasi beton
peralatan kilang dan perbaikan struktur bangunan
gedung maupun struktur bangunan marin yang
mengalami spalling, laminasi dan honeycomb
2. Metode leveling efektif digunakan jika tebal
kerusakan beton tidak lebih dari 15 Cm,
perbaikan dengan waktu terbatas dan
dipersyaratkan diselesaikan tanpa kecelakaan
(zero incident)
3. Spesifikasi material dan metode kerja yang telah
berhasil diaplikasikan dengan baik dapat
direplikasi di unit kerja lain yang mengalami
permasalahan sejenis.
6. UCAPAN TERIMA KASIH
Dengan selesainya penelitian ini peneliti
mengucapkan terimakasih kepada Bapak Puji Wasono
dari PT. Punjas, Bapak Suwondo dari Project
Engineering PT. Pertamina RU V, Bapak Agung
Wahyono dari PT. BASF Construction Chemical dan
Bapak Bonifacius Azis selaku Kepala Pengendalian
Reliability PT. Pertamina RU V Balikpapan yang telah
banyak memberikan bantuan dan dukungannya hingga
penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
[1] ACI 351.1R-99, 2013, Grouting Between
Foundations and Bases for Support of Equipment
and Machinery, American Concrete Institute,
Farmington Hills, Detroit, Michigan, USA
[2] ACI 301.1R-99, 20011, Specifications for
Stuctural Concrete for Building, American
Concrete Institute, Farmington Hills, Detroit,
Michigan, USA
[3] ACI 224.1R-93, 2011, Causes Evaluation and
Repair of Cracks in Concrete Structures,
American Concrete Institute, Farmington Hills,
Detroit, Michigan, USA
[4] BASF The Chemical Company, 2011, Non Shrink
Natural Aggregate Fibre Reinforced for Machine
Environment Structure and Concrete Repair
EMACO S322M, BASF Construction Chemical,
Jakarta;
www.ap.cc.basf.com
[5] M.S. Shetty, 2005, Concrete Technology Theory
and Practice, S. Chand & Company LTD, Ram
Nagar New Delhi-110055
[6] Shamsher Prakash, Vijay K. Puri, 1991,
Foundation for Machines Analysis And Design,
John Wiley and Son Publication Inc, Taronto,
Canada
[7] Sulardi, 2016, Mengatasi Kesulitan Pemasangan
Angker Base Plate Pondasi Dengan Metode
Unhead Cotinuous Thread Adhessive Bonded di
RU V Balikpapan, Portal Komet PT. Pertamina
Corporate, Jakarta;
http://ptmkppwab81.pertamina.com/komet/
searchResult.aspx?ptm;Kodefikasi,
No. 160929004
[8]. Sulardi, 2014, Mengatasi Kesulitan Aplikasi
Mortar Beton Mutu Tinggi Dengan Spesifikasi
Material Rappid Setting High Strength Micro
Concrete Repair Mortar di RU V Balikpapan,
Portal Komet PT. Pertamina Corporate, Jakarta;
http://ptmkppwab81.pertamina.com/komet/
searchResult.aspx?ptm;Kodefikasi AC.6208.
[9]. Sulardi, 2011, Laporan Perbaikan Pondasi
Equipment Kilang Balikpapan I Dengan Metode
Surficing, Laporan Kegiatan Turn Around PT.
Partamina RU V, Balikpapan; Non Publikasi
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Ashadi Putrawirawan1, Vickers Dwi Marthawati2 Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil
Tantangan Pengembangan Infrastruktu di Kalimantan Timur
13
IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK JALAN RAYA
PENYEBAB KECELAKAAN LALU LINTAS PADA
RUAS JALAN CIPTOMANGUNKUSUMO DAN SLAMET
RIYADI KOTA SAMARINDA
Ashadi Putrawirawan
1), Vickers Dwi Marthawati
2)
1,2) Program Studi Rekayasa Jalan dan Jembatan/Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Samarinda
Jl. Ciptomangungkusumo Kampus Gunung Lipan Samarinda
, [email protected] 2)
ABSTRAK
Kecelakaan lalu lintas merupakan kejadian yang sering sekali terjadi. Faktor penyebab terjadinya kecelakaan lalu
lintas, diantaranya adalah faktor cuaca, kendaraan, kondisi jalan maupun perilaku pengendara kendaraan. Jumlah
korban yang cukup besar akan memberikan dampak ekonomi (kerugian material) dan sosial yang tidak sedikit.
Penelitian ini untuk mengetahui kecepatan dan faktor-faktor penyebab kecelakaan lalu lintas serta dapat mengetahui
pula daerah yang rawan kecelakaan (black spot) pada ruas jalan Ciptomangunkusumo dan ruas jalan Slamet Riyadi
Kota Samarinda. Berdasarkan hasil analisis didapatkan kecepatan untuk ruas jalan Ciptomangunkusumo adalah 50
km/jam. Pada ruas ini merupakan daerah dengan angka kecelakaan dalam kategori tinggi. Sedangkan kecepatan
untuk ruas jalan Slamet Riyadi adalah 46 km/jam, termasuk dalam katagori daerah rawan kecelakaan (black spot)
yang berada pada tahun 2017. Aktifitas yang menentukan penyebab kecelakaan lalu lintas tahun 2015-2017 adalah
dari data penyebab kecelakaan. Data jumlah korban dan kerugian material. Data jumlah korban berdasarkan kriteria
umur. Data tipe tabrakan. Data jenis kelamin tersangka. Data kendaraan yang terlibat dalam kecelakaan. Data jam
kejadian kecelakaan.
Kata kunci : Kecelakaan, Kecepatan, daerah rawan kecelakaan (black spot)
1. PENDAHULUAN
Kecelakaan lalu lintas merupakan suatu kejadian
yang sering sekali terjadi. Meskipun telah banyak
sistem keamanan pada kendaraan yang sengaja
dirancang oleh pihak industri kendaraan untuk
mengurangi tingkat terjadinya kecelakaan, namun
kecelakaan tetap saja tidak dapat dihindari. Kecelakaan
lalu lintas merupakan salah satu penyebab kematian
terbesar di Indonesia. Jumlah korban yang cukup besar
akan memberikan dampak ekonomi (kerugian material)
dan sosial yang tidak sedikit, berbagai usaha telah
dilakukan hingga perbaikan lalu lintas dengan
melibatkan berbagai pihak yang terkait hasilnya belum
sesuai yang diharapkan.
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya
kecelakaan lalu lintas, diantaranya adalah faktor cuaca,
kendaraan, kondisi jalan maupun perilaku pengendara
kendaraan. Pembangunan fasilitas dan kelengkapan
jalan yang tidak tepat dapat memberikan tambahan
kecelakaan lalu lintas yang semestinya tidak terjadi.
Kondisi jalan sebagai penyebab kecelakaan lalu lintas
dapat ditinjau dari dua penyebab yaitu geometrik ruas
jalan dan karakteristik fisik jalan. Menurut Peraturan
Pemerintah No. 43 Tahun 1993 Pasal 93 Ayat 1,
Kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan
yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan
kendaraan yang sedang bergerak dengan atau tanpa
pemakai jalan lainnya, mengakibatkan korban manusia
atau kerugian harta benda.
Tujuan Penelitian
1. Menentukan lokasi daerah yang rawan kecelakaan
(black spot) dari perilaku aktifitas penyebab
terjadinya kecelakaaan lalu lintas dari data-data
sekunder.
2. Menentukan solusi penanggulangan kecelakaan
yang berkaitan dengan kondisi geometrik dari data
primer
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Ashadi Putrawirawan1, Vickers Dwi Marthawati2 Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil
Tantangan Pengembangan Infrastruktu di Kalimantan Timur
14
Manfaat Penelitian
1. Sebagai informasi mengenai faktor penyebab
kecelakaan pada jalan Ciptomangunkusumo dan
jalan Slamet Riyadi, sehingga dapat diminimalisir
dengan upaya-upaya pencegahan atau perlindungan
dalam meningkatkan keselamatan lalu lintas.
2. Sebagai bahan pertimbangan bagi instansi
kepolisian Kota Samarinda terkait dengan penetapan
kebijakan lalu lintas dan pengontrolan sistem jalan
raya agar lebih baik.
3. Untuk menambah ilmu pengetahuan pada bidang
transportasi khususnya tentang keselamatan lalu
lintas di Kota Samarinda.
2. METODE PENELITIAN
Dalam perencanaan penelitian akan dilakukan
tahapan sebagai berikut :
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian
Terdapat 2 data yang digunakan pada penelitian
ini yaitu data primer yang berisikan survei LHR (lalu
lintas harian rata-rata) untuk memperoleh kecepatan
pada ruas jalan Ciptomangunkusumo dan Slamet
Riyadi Kota Samarinda. Data sekunder yang diperoleh
dari Satlantas Polres Kota Samarinda pada tahun 2015-
2017.
Metode pengolahan data dalam identifikasi
karakteristik kecelakaan lalu lintas pada ruas jalan
Ciptomangunkusumo dan Slamet Riyadi Kota
Samarinda adalah sebagai berikut:
Pengolahan data primer yang diperoleh dari survei
lokasi pada ruas jalan Ciptomangunkusumo dan Slamet
Riyadi Kota Samarinda. Perhitungan LHR (lalu lintas
harian rata-rata) untuk memperoleh kecepatan yang
didapatkan dari perhitungan manual kapasitas jalan
Indonesia (MKJI) 1997 pada jalan perkotaan.
Perhitungan untuk daerah rawan kecelakaan
(black spot). Hasil analisis data dari pengolahan data
primer maka akan diketahui masing-masing kecepatan
pada ruas jalan yang ditinjau. Dan dari hasil kecepatan
didapatkan juga derajat kejenuhan untuk menentukan
tingkat pelayanan yang dapat mempengaruhi kondisi
geometrik pada ruas jalan yang ditinjau. Serta dari
perhitungan daerah rawan kecelakaan akan diketahui
dimana saja titik-titik daerah yang sering terjadinya
kecelakaan dan juga sebagai perbandingan hitungan
dari Satlantas Polresta Samarinda.
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian identifikasi karakteristik
kecelakaan lalu lintas yang akan ditinjau ialah pada
ruas jalan Ciptomangunkusumo dan Slamet Riyadi
Kota Samarinda, dimana ruas jalan tersebut merupakan
area yang banyak terjadi kecelakaan lalu lintas. Untuk
ruas jalan Ciptomangungkusumo ditinjau dari simpang
tiga jembatan Mahakam sampai simpang tiga Gunung
Lipan dengan panjang Ruas 3,10 Km. Sedangkan untuk
ruas jalan Slamet Riyadi ditinjau mulai dari depan
SMPN 10 Samarinda sampai Simpang Tiga Meranti
dengan panjang Ruas 2,40 Km.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Kecelakaan Lalu Lintas
Berdasarkan klasifikasi jalan pada ruas jalan
Ciptomangunkusumo dan Slamet Riyadi adalah jalan
nasional. Karena jalan Ciptomangunkusumo dan
Slamet Riyadi menghubungkan kota Samarinda, kota
Balikapapan dan kota Tenggarong. Data kecelakaan
lalu lintas diambil pada periode 3 tahun terakhir (2015,
2016, 2017) dan merupakan data sekunder dari
Satlantas Polres Samarinda. Dari data yang diperoleh
bahwa penyebab utama dari kecelakaan lalu lintas pada
ruas jalan Ciptomangunkusumo dan Slamet Riyadi
adalah karena faktor manusia.
Tabel 1. Jumlah Korban Kecelakaan Berdasarkan
Kriteria Umur Tahun 2015-2017 Pada Ruas Jalan
Ciptomangunkusumo dan Slamet Riyadi
Sumber : Satlantas Polres Samarinda
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Ashadi Putrawirawan1, Vickers Dwi Marthawati2 Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil
Tantangan Pengembangan Infrastruktu di Kalimantan Timur
15
Dari data tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah
korban kecelakaan berdasarkan kriteria umur terbanyak
adalah antara umur 26-35 tahun dengan total korban 11
orang pada ruas jalan Ciptomangunkusumo. Dan
antara umur 46-55 tahun dengan total korban 6 orang
pada ruas jalan Slamet Riyadi
Tabel 2. Tipe Tabrakan Tahun 2015-2017 Pada Ruas
Jalan Ciptomangunkusumo dan Slamet Riyadi
Sumber : Satlantas Polres Samarinda
Dari data tabel 2 dapat dijelaskan bahwa tipe
tabrakan yang dominan terjadi adalah tabrak pejalan
kaki (TPJK) baik itu di ruas jalan Ciptomangunkusumo
maupun Slamet Riyadi. Hal ini dapat terjadi karena
kelalainan pengendara ataupun pejalan kaki yang tidak
mematuhi rambu serta tidak mengunakan fasilitas
publik seperti jembatan penyebrang orang (JPO)
Tabel 3. Jenis Kelamin Tersangka Kecelakaan Lalu
Lintas Tahun 2015-2017 Pada Ruas Jalan
Ciptomangunkusumo dan Slamet Riyadi
Sumber : Satlantas Polres Samarinda
Dari data tabel 3 jenis kelamin yang paling banyak
menjadi tersangka kecelakaan lalu lintas pada ruas jalan
Ciptomangunkusumo dan Slamet Riyadi adalah laki-
laki.
Tabel 4. Kendaraan yang Terlibat Kecelakaan Tahun
2015-2017 Pada Ruas Jalan Ciptomangunkusumo dan
Slamet Riyadi
Sumber : Satlantas Polres Samarinda
Dari data tabel 4 dapat dijelaskan bahwa
kendaraan yang dominan terlibat dalam kecelakaan
pada ruas jalan Ciptomangunkusumo dan Slamet
Riyadi adalah dominan sepeda motor.
Tabel 5. Jam Kejadian Kecelakaan Tahun 2015-2017
Pada Ruas Jalan Ciptomangunkusumo Dan Slamet
Riyadi
Sumber : Satlantas Polres Samarinda
Dari data tabel 5 dijelaskan bahwa jam kejadian
kecelakaan terbanyak pada ruas jalan
Ciptomangunkusumo pukul 20.00-21.00 dengan jumlah
kecelakaan sebanyak 4 kejadian sedangkan pada ruas
jalan Slamet Riyadi pukul 07.00-08.00 dengan jumlah
kecelakaan sebanyak 3 kejadian.
Perhitungan Kecepatan Lalu Lintas
Perhitungan kecepatan lalu lintas menggunakan
prosedur perhitungan Lalu lintas harian Rata-rata
(LHR) untuk jalan perkotaan pada MKJI 1997. Dengan
mengacu pada beberapa formulir di MKJI 1997 serta
parameter – parameter umum pendukung perhitugan
yang meliputi kondisi geometrik jalan, lingkungan, lalu
lintas dan volume lalulintas.
Perhitungan kecepatan dan analisis tingkat
pelayanan pada ruas jalan Ciptomangunkusumo:
kondisi geometrik dengan lebar jalur lalu lintas efektif
= 13 m dan lebar bahu efektif pada kedua sisi = 1 m
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Ashadi Putrawirawan1, Vickers Dwi Marthawati2 Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil
Tantangan Pengembangan Infrastruktu di Kalimantan Timur
16
(rata dengan tanah), kondisi lingkungan pada ruas jalan
Ciptomangunkusumo dengan kondisi lingkungan
banyak angkutan kota, banyak pejalan kaki serta
beberapa kendaraan menggunakan akses sisi jalan
memiliki ukuran kota sebesar 812.597 km2 (tahun
2015), Kondisi Lalu lintas pemisah arah adalah 50 – 50
(4 lajur yang sama tidak terbagi oleh median jalan).
Total volume lalu lintas 2 arah = 52226 SMP.
Berdasarkan tipe jalan Ciptomangungkusumo adalah
empat lajut tak terbagi (4/2 UD) maka dapat ditentukan
kecepatan arus bebas dasar (FVO) = 53 (km/jam),
penyesuaian untuk pengaruh lebar jalur lalu lintas
(FVW) = -2 (km/jam), faktor penyesuaian untuk
hambatan samping dan lebar bahu (FFVSF) = 1.00 m,
faktor penyesuaian untuk ukuran kota (FFVCS) = 0.95,
kapasitas dasar (CO) = 1500 (smp/jam), penyesuaian
kapasitas untuk lebar jalur lalu lintas (FCW) = 0.95,
penyesuaian kapasitas untuk pemisalan arah (FCSP) =
1.00, faktor penyesuaian kapasitas untuk hambatan
samping (FCSF) = 0.97, faktor penyesuaian kapasitas
untuk ukuran kota (FCCS) = 0.94, dari perhitungan
didapat nilai kapasitas (C) = 5197.26 (smp/jam).
Berdasarkan grafik didapat kecepatan rata-rata
kendaraan pada ruas jalan Ciptomangunkusumo = 50
km/jam, derajad kejenuhan (Q/C) = 0.35 sehingga
tingkat pelayanan pada ruas jalan
Ciptomangunkusumo masuk pada level B dengan
karakteristik arus lalu lintas stabil, tetapi kecepatan
operasi mulai dibatasi oleh kondisi lalu lintas,
pengemudi memiliki kebebasan yang cukup untuk
memilih kecepatan.
Perhitungan kecepatan dan analisis tingkat
pelayanan pada ruas jalan Slamet Riyadi: kondisi
geometrik dengan lebar jalur lalu lintas efektif = 16 m
dan lebar bahu efektif pada kedua sisi = 2 m, kondisi
lingkungan pada ruas jalan Ciptomangunkusumo
dengan kondisi lingkungan banyak angkutan kota,
banyak pejalan kaki serta beberapa kendaraan
menggunakan akses sisi jalan memiliki ukuran kota
sebesar 812.597 km2 (tahun 2015), Kondisi Lalu lintas
pemisah arah adalah 50 – 50 (4 lajur yang sama terbagi
oleh median jalan). Total volume lalu lintas 2 arah =
164211 SMP. Berdasarkan tipe jalan
Ciptomangungkusumo adalah empat lajut tak terbagi
(4/2 UD) maka dapat ditentukan kecepatan arus bebas
dasar (FVO) = 53 (km/jam), penyesuaian untuk
pengaruh lebar jalur lalu lintas (FVW) = 4 (km/jam),
faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan lebar
bahu (FFVSF) = 0.99 m, faktor penyesuaian untuk
ukuran kota (FFVCS) = 0.95, kapasitas dasar (CO) =
1650 (smp/jam), penyesuaian kapasitas untuk lebar
jalur lalu lintas (FCW) = 1.08, penyesuaian kapasitas
untuk pemisalan arah (FCSP) = 1.00, faktor penyesuaian
kapasitas untuk hambatan samping (FCSF) = 0.99,
faktor penyesuaian kapasitas untuk ukuran kota (FCCS)
= 0.94, dari perhitungan didapat nilai kapasitas (C) =
6566.31 (smp/jam). Berdasarkan grafik didapat
kecepatan rata-rata kendaraan pada ruas jalan
Ciptomangunkusumo = 46 km/jam, derajad kejenuhan
(Q/C) = 0.77 sehingga tingkat pelayanan pada ruas
jalan Ciptomangunkusumo masuk pada level D dengan
karakteristik arus lalu lintas mendekati tidak stabil,
kecepatan masih dapat dikendalikan, V/C masih dapat
ditolerir.
Perhitungan Daerah Rawan Kecelakaan Lalu
Lintas
Adapun hasil perhitungan kecelakaan ruas jalan
Ciptomangunkusumo dan ruas ralan Slamet Riyadi
tahun 2015-2017dapat dilihat pada tabel 6 dan 7
berikut:
Tabel 6. Rekapitulasi Perhitungan Kecelakaan Ruas
Jalan Ciptomangunkusumo Tahun 2015-2017
Su
Sumber : Satlantas Polres Samarinda dan Hasil Pengolahan
Data
Tabel 7. Rekapitulasi Perhitungan Kecelakaan Ruas
Jalan Slamet Riyadi Tahun 2015-2017
Sumber : Satlantas Polres Samarinda dan Hasil Pengolahan
Data
Berdasarkan rekapitulasi hasil perhitungan tabel
diatas, dapat disimpulkan bahwa ruas jalan
Ciptomangunkusumo merupakan daerah dengan angka
kecelakaan dalam katagori tinggi. Namun ruas jalan
Ciptomangunkusumo tidak termasuk dalam katagori
daerah rawan kecelakaan (black spot), karena jarak
kecelakaan yang terjadi pada ruas ini lebih dari 500 m
melebihi panjang ruas jalan yang sudah ditentukan dari
perhitungan Satlantas. Sedangkan untuk ruas jalan
Slamet Riyadi termasuk dalam katagori daerah rawan
kecelakaan (black spot) yang berada pada tahun 2017,
karena pada ruas jalan Slamet Riyadi jarak kecelakaan
pada tahun 2017 kurang lebih berjarak 78 m dan nilai
bobot kerawanan kecelakaan melebihi 30 dalam jangka
waktu 1 tahun. Selain itu untuk penyebab terjadinya
kecelakaan lalu lintas dapat dilihat melalui data tabel
4.1 bahwa penyebab utama dari kecelakaan lalu lintas
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Ashadi Putrawirawan1, Vickers Dwi Marthawati2 Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil
Tantangan Pengembangan Infrastruktu di Kalimantan Timur
17
pada ruas jalan Ciptomangunkusumo dan Slamet
Riyadi adalah karena faktor manusia. Kemudian dari
data tabel 4.2 dan 4.3 dapat diketahui bahwa jumlah
korban kecelakaan terbanyak adalah di jalan
Ciptomangunkusumo dengan total korban sebanyak 13
korban pada tahun 2016
Dari perhitungan kecepatan lalu lintas, dapat
diketahui kecepatan untuk ruas jalan
Ciptomangukusumo adalah 50 km/jam. Sedangkan
untuk ruas jalan Slamet Riyadi adalah 46 km/jam. Jalan
Ciptomangunkusumo berada pada batas kecepatan
paling tinggu untuk kawasan perkotaan sedangkan
untuk jalan Slamet Riyadi tidak.
4. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan:
1. Ruas jalan Ciptomangunkusumo termasuk lokasi
rawan kecelakaan dengan angka kecelakaan
tinggi, karena nilai Equivalent Accident Numbe
(EAN) lebih dari 30 dengan jarak kecelakaan lebih
dari 500 m. Ruas jalan Slamet Riyadi termasuk
daerah rawan kecelakaan (black spot), karena nilai
equivalent accident number lebih dari 30 dengan
jarak kecelakaan 78 m.
2. Dari perhitungan kecepatan lalu lintas, dapat
diketahui kecepatan untuk ruas jalan
Ciptomangukusumo adalah 50 km/jam.
Sedangkan untuk ruas jalan Slamet Riyadi adalah
46 km/jam. Solusi penanggulangan dari tingkat
kecelakaan untuk kedua ruas jalan tersebut adalah
pemasangan dan penambahan bangunan
pelengkap jalan, seperti rambu lalu lintas batas
kecepatan maksimum, median jalan, pagar
pembatas diatas median, serta lampu penerangan
jalan.
Saran:
1. Adapun penyebab utama terjadinya kecelakaan
adalah manusia, maka perlu adanya kerjasama
Satlantas Polresta Samarinda dengan melakukan
sosialisasi dan pengarahan dalam berlalu lintas
bagi pengguna jalan.
2. Sepeda motor merupakan kendaraan yang paling
banyak terlibat dalam kecelakaan lalu lintas, maka
direkomendasikan membuat jalur khusus sepeda
motor.
3. Perlu dilakukan perbaikan dan penambahan
infrastruktur jalan berupa median, serta untuk
daerah tikungan sebaiknya ditambahkan pagar
pengaman (guardrill) dan untuk jalan yang
memasuki kawasan padat penduduk sebaiknya
dipasang lampu lalu lintas hati-hati.
4. Untuk pengendara bermotor, diperlukan kesadaran
apabila menggunakan kendaraan bermotor seperti
mobil, truk, bus, dan lainnya perlu menggunakan
safety belt. Kemudian untuk sepeda motor perlu
menggunakan helm. Sedangkan untuk pejalan kaki
perlu menggunakan jembatan penyeberangan
orang (JPO), zebra cross serta fasilitas publik
lainnya agar dapat mengurangi tingkat kecelakaan
lalu lintas.
5. Perlu dilakukan koordinasi antara instansi-instansi
terkait seperti Dinas Pekerjaan Umum, Kepolisian,
Dinas Perhubungan, Jasa Marga, Jasa Raharja serta
instansi lain untuk membicarakan perihal
kecelakaan lalu lintas dan tindakan yang harus
dilakukan untuk mencegah terjadinya kecelakaan
lalu lintas di Kota Samarinda.
5. UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada
Politeknik Negeri Samarinda yang telah mendukung
dalam penelitian ilmiah yang dilakukan, Ucapan terima
kasih juga penulis sampaikan kepada pihak Satlantas
Polresta Samarinda yang memeberikan informasi data
dalam mendukung perhitungan dan pengolahan data
penelitian serta terima kasih pula kepada Dosen-dosen
senior yang telah memberikan masukan dan diskusi
yang sangat bermanfaat
DAFTAR PUSTAKA
[1]. Diskusi Internal Korlantas Polri. 2011. Kepolisian
Republik Indonesia.
[2]. Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI). 1997.
Direktorat Jendral Bina Marga.
[3]. Pedoman Konstruksi Dan Bangunan. 2004. Pd T-
09-2004-B. Departemen Pemukiman Dan
Prasarana Wilayah.
[4]. Pignataro, L.J. 1973. Traffic Engineering Theory
and Practice. New York: Printice Hall.
[5]. Pujiastutie, Elly Tri. 2006. Pengaruh Geometrik
Jalan Terhadap Kecelakaan Lalu Lintas Di Jalan
Tol. Universitas Diponegoro: Semarang.
[6]. Ramadhana, Zahrul. 2012. Identifikasi Penyebab
Kecelakaan Dan Solusi Penanggulangannya Pada
Jalan Arteri (Studi Kasus Jalan Urip Sumoharjo).
Universitas Hasanuddin: Makassar.
[7]. Republik Indonesia. 1993. Peraturan Pemerintah
No. 43 Tahun 1993 tentang Kecelakaan Lalu
Lintas. Sekretariat Negara. Jakarta.
[8]. Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang No.
38 Tahun 2004 tentang Undang-Undang Jalan.
Sekretariat Negara. Jakarta.
[9]. Samarinda Dalam Angka. 2016. Badan Pusat
Statistik (BPS).
https://samarindakota.bps.go.id/statictable/2016/1
0/19/13/jumlah-penduduk-dan-laju-pertumbuhan-
penduduk-menurut-kecamatan-di-kota-samarinda-
2010-2014-dan-2015.html. Diakses 8 April 2018.
[10]. Syahrian, Muhammad. 2012. Studi Karakteristik
Kecelakaan Lalu Lintas Pada Ruas Jalan
Ciptomangunkusumo Kota Samarinda.
Universitas Mulawarman: Samarinda.
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Ahmad Hariyanto1, Tumingan2, Budi Nugroho3, Riza
Setiabudi4 Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil
Tantangan Pengembangan Infrastruktu di Kalimantan Timur
18
PENGARUH LIMBAH ABU BATUBARA DAN ABU
SEKAM PADI SEBAGAI SUBTITUSI SEMEN
TERHADAP KUAT TEKAN BETON
Ahmad Hariyanto
1), Tumingan
2), Budi Nugroho
3) dan Riza Setiabudi
4)
1, 2, 3, 4) Rekayasa Jalan Dan Jembaatan/Teknik Sipil, Politeknik Negeri Samarinda
Jln Dr Ciptomangunkusumo Kampus Gunung Lipan Samarinda Seberang, Samarinda, Indonesia
[email protected] 1), [email protected] 2)
ABSTRAK
Beton merupakan material konstruksi yang terbuat dari campuran antara agregat, semen, dan air. Dalam
perkembangannya, penelitian mengenai material penyusun beton sering dilakukan untuk mencari solusi
memanfaatkan sumber daya yang ada disekitar sebagai pengganti campuran, diantaranya menggantikan semen
dengan abu batubara dan abu sekam padi. Tujuan utama dari penelitian ini ialah untuk mengetahui pengaruh yang
ditimbulkan dari abu batubara dan abu sekam padi yang digunakan sebagai subtitusi semen terhdap komposisi
optimum. Variasi yang digunakan pada penelitian ini yaitu 0%, 5%-10%, 10%-7.5%, 15%-5%, dan 20%-2,5%, nilai
factor air semen ditetapkan 0,51, menggunakan benda uji silinder diameter 10 cm dan tinggi 20 cm. Dari hasil
pengujian, dapat diketahui bahwa penggunaan abu batubara dan abu sekam padi sebagai subtitusi semen
berpengaruh pada kenaikan nilai kuat tekan pada awal umur rencana, kuat tekan tertinggi terjadi di variasi IV pada
umur beton 56 hari yaitu sebesar 22,31 MPa dari kuat tekan rencana yaitu 25 MPa . Untuk pesentase optimum
terjadi diantara variasi II dan Variasi III. Pengaruh komposisi bahan ini dapat digunakan untuk keperluan beton non
struktur.
Kata-kata kunci: Abu Batubara, Abu Sekam Padi, Kuat Tekan Beton, Kuat Tekan Optimum
1. PENDAHULUAN
Dalam perkembangannya penelitian mengenai
material penyusun beton sering dilakukan hal itu demi
mencari solusi untuk memanfaatkan sumber daya yang
ada disekitar sebagai pengganti campuran, diantaranya
ialah dengan menggantikan semen dengan abu batubara
dan abu sekam padi.
Abu batubara merupakan zat sisa-sisa dari hasil proses
pembakaran batubara yang dilakukan sebagai bahan
bakar untuk menghasilkan energi listrik, dimana abu
batubara yang digunakan berasal dari PLTD di Tanjung
Batu, Tenggarong Seberang.
Gambar 1. Bahan abu batubara
Abu sekam merupakan hasil dari sisa pembakaran
sekam padi. Selama proses perubahan sekam padi
menjadi abu, pembakaran menghilangkan zat-zat
organik dan meninggalkan sisa pembakaran yang kaya
akan silika (SiO2). Abu sekam yang digunakan berasal
dari penggilingan padi yang ada di Tenggarong
Seberang.
Gambar 2. Bahan abu sekam padi
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Ahmad Hariyanto1, Tumingan2, Budi Nugroho3, Riza
Setiabudi4 Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil
Tantangan Pengembangan Infrastruktu di Kalimantan Timur
19
Dalam penelitian ini mencoba untuk
memanfaatkan material yang ada disekitar berupa abu
batubara dan abu sekam padi untuk dijadikan pengganti
sebagian dari semen.
Permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian
ini adalah berapa besar persentase abu batubara dan abu
sekam padi yang optimum dapat digunakan untuk
campuran beton,
Material Penyusun Beton
Pada dasarnya beton merupakan susunan
campuran material-material seperti pasir, batu pecah
/kerikil, semen dan air dengan komposisi masing-
masing bergantung dari mutunya. Dalam penelitian ini
digunakan abu batubara dan abu sekam padi sebagai
subtitusi semen.
Agregat halus (pasir) adalah butiran-butiran
mineral keras yang bentuknya mendekati bulat dan
ukuran butirnya sebagian besar terletak antara 0,075-5
mm, dan kadar bagian yang ukurannya lebih kecil dari
0,063 mm tidak lebih dari 5%.
Agregat kasar adalah butiran mineral keras yang
sebagian besar butirannya berukuran antara 5-80 mm.
Besar butir maksimum yang diizinkan tergantung pada
maksud pemakaiannya.
Semen portland komposit adalah bahan peningkat
hidrolis hasil penggilingan bersama terak semen
Portland dan gipsum dengan satu atau lebih bahan
anorganik, atau hasil pencampuran bubuk semen
Portland dengan bubuk bahan anorganik lain.
Air merupakan salah satu bahan penting dalam
pembuatan beton. Air dapat menentukan mutu
campuran beton tujuan utama dari penggunaan air
adalah agar terjadi hidrasi yaitu reaksi kimia antara
semen dan air yang menyebabkan campuran beton
menjadi keras. Selain itu nilai air juga sangat
berpengaruh terhadap kemudahan pengerjaan
(workability) semakin tinggi nilai air semakin mudah
untuk pengerjaannya.
2. PEMBAHASAN
Tahap awal dari penelitian ini adalah pengujian
terhadap abu batubara dan abu sekam padi, meliputi
pengujian berat jenis dan penyerapan, kadar air dan
bobot isi material. Berdasarkan dari hasil pengujian
laboratorium terhadap abu batubara dan abu sekam padi
diperoleh hasil yang ditampilkan dalam Tabel 1.
berikut :
Tabel 1. Pengujian abu batubara dan abu sekam padi
Tahap selanjutnya adalah penentuan kombinasi
agregat gabungan yang digunakan seperti yang
ditampilkan pada Gambar 3. berikut :
Gambar 3. Grafik analisis agregat gabungan material
Setelah didapatkan kombinasi agregat gabungan
selanjutnya ialah menentukan komposisi campuran
beton, dimana komposisi beton normal yang
direncanakan f’c 25 MPa dijadikan parameter untuk
komposisi beton dengan variasi campuran abu batubara
dan abu sekam padi yang ditampilkan pada Tabel 2.
berikut :
Tabel 2. Hasil perhitungan untuk komposisi campuran
beton
Kuat Tekan Beton
Pengujian kuat tekan pada benda uji dilakukan pada
umur beton 3, 7, 14, 28, dan 56 hari yang dilakukan di
Laboratorium Teknik Sipil Politeknik Negeri
Samarinda, dengan jumlah sampel setiap umur
pengujian 4 buah. Dalam penelitian ini dibuat 5 variasi
campuran beton dimana variasi 0 adalah beton normal
dan variasi 1-4 merupakan beton campuran abu
batubara dan abu sekam padi. Hasil yang ditampilkan
pada Tabel 3. merupakan nilai rata-rata dari nilai kuat
tekan setiap umur pengujian
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Ahmad Hariyanto1, Tumingan2, Budi Nugroho3, Riza
Setiabudi4 Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil
Tantangan Pengembangan Infrastruktu di Kalimantan Timur
20
Tabel 3. Hasil pengujian kuat tekan beton
Dari hasil pengujian peningkatan nilai kuat tekan beton
normal dan beton dengan variasi campuran abu
batubara dan abu sekam padi berdasarkan umur
pengujian ditampilkan pada Gambar 4.
Gambar 4. Grafik hubungan kuat tekan dengan umur beton
Pengaruh penambahan abu batubara dan abu
sekam padi
Berdasarkan dari hasil pengujian terhadap sampel
beton normal dan beton dengan variasi campuran abu
batubara dan abu sekam padi didapatkan pengaruh
terhadap kuat tekan yang ditampilkan dalam Tabel 4.
berikut :
Tabel 4. Pengaruh penggunaan abu batubara dan abu
sekam padi
Analisis Kuat Tekan Beton Optimum
Setelah melakukan perhitungan kuat tekan pada
masing-masing variasi campuran beton dan telah
mendapatkan hasilnya selanjutnya ialah menentukan
kuat tekan optimum berikut adalah nilai optimum
variasi campuran beton abu batubara dan abu sekam
padi dengan estimasi 28 hari yang ditampilkan dalam
Gambar 5. berikut :
Gambar 5. Grafik nilai variasi optimum campuran beton
Berdasarkan Gambar 5. dapat diketahui bahwa
persentase optimum yang terjadi berada diantara variasi
2 (abu batubara 10%-abu sekam 7,5%) dan variasi 3
(abu batubara 15%-abu sekam 5%) dengan nilai kuat
tekan estimasi rata-rata 16,68 MPa.
3. KESIMPULAN
Berdasarkan dari penelitian Pengaruh Limbah Abu
Batubara dan Abu Sekam Padi Sebagai Subtitusi
Semen Terhadap kuat Tekan Beton yang dilakukan
dilaboratorium didapatkan kesimpulan sebagai berikut :
1. Dari hasil pengujian kuat tekan penggunaan abu
batubara dan abu sekam padi persentase optimum
yang dapat digunakan dalam campuran beton
berada diantara variasi II (abu batubara 10%-abu
sekam 7,5%) dan variasi III (abu batubara 15%-
abu sekam padi 5%) dengan nilai kuat tekan
estimasi 28 hari rata-rata 16,68 MPa.
2. Berdasarkan nilai kuat tekan penggunaan abu
batubara dan abu sekam padi yang dijadikan
pengganti semen mempengaruhi peningkatan kuat
tekan beton dimana terjadi penurunan rata-rata
diatas 10% dari beton normal, oleh sebab itu
beton dengan campuran abu batubara dan abu
sekam padi belum bisa digunakan untuk beton
struktur karena tidak dapat mencapai kuat tekan
yang direncanakan.
DAFTAR PUSTAKA
[1]. Armeyn, 2006. Hubungan Faktor Air Semen Dan
Lama Waktu Pengadukan Dengan Kuat Tekan
Beton Mutu Tinggi, Jurnal Ilmiah Poli Rekayasa
Volume 1, Institut Teknologi Padang, Padang.
[2]. A.I. Hadi, Refrizon, dan E. Susanti, 2012. Analisis
Kualitas Batubara Berdasarkan Nilai HGI Dengan
Standar ASTM. Jurnal Ilmu Fisika Indonesia,
Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Bengkulu,
Bengkulu, Indonesia.
[3]. A.H. Umboh, 2014. Pengaruh Pemanfaatan
Limbah Abu Terbang (Fly Ash) Dari PLTU II
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Ahmad Hariyanto1, Tumingan2, Budi Nugroho3, Riza
Setiabudi4 Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil
Tantangan Pengembangan Infrastruktu di Kalimantan Timur
21
Sulewesi Utara Sebagai Subtitusi Parsial Semen
Terhadap Kuat Tekan Beton. Jurnal Teknik Sipil,
Universitas Sam Ratulangi, Manado.
[4]. A.I. Hadi, Refrizon, dan E. Susanti, 2012. Analisis
Kualitas Batubara Berdasarkan Nilai HGI Dengan
Standar ASTM. Jurnal Ilmu Fisika Indonesia,
Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Bengkulu,
Bengkulu, Indonesia.
[5]. A.P. Marthinus, M.D.J. Sumajouw dan R. S.
Windah, 2015. Pengaruh Penambahan Abu
Terbang (Fly Ash) Terhadap Kuat Tarik Belah
Beton. Jurnal Teknik Sipil, Universitas Sam
Ratulangi, Manado.
[6]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Kutai
Kartanegara, 2017. Katalog Kecamatan
Tenggarong Seberang Dalam Angka 2017.
http://kukarkab.bps.go.id/.
[7]. Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Timur,
2016. Produksi Batubara 2009-2015, November
07 2016. https://kaltim.bps.go.id/.
[8]. D. Suhirkam dan A. Latif, 2013. Pengaruh
Penggantian Sebagian Semen Dengan Abu Sekam
Padi Terhadap Kekuatan Beton k-400. Jurnal,
Teknik Sipil, Politeknik Negeri Sriwijaya,
Palembang.
[9]. E. Prabowo, 2011. Pengujian Kuat Tekan Beton
Dengan Memanfaatkan Limbah Batubara (Bottom
Ash) Sebagai Bahan Tambahan Semen Pada
Campuran Beton, Tugas Akhir, Program Studi
Strata 1 Teknik Sipil Fakultas Teknik, Universitas
Jember.
[10]. M.D. Koraia, 2013. Pengaruh Penambahan Fly
Ash Dalam Campuran Beton Sebagai Subtitusi
Semen Ditinjau Dari Umur Dan Kuat Tekan,
Jurnal Teknik Sipil.
[11]. PUBI, 1982. Persyaratan Umum Bahan Bangunan
di Indonesia. Departemen Pekerjaan Umum dan
Direktorat Jendral Cipta Karya.
[12]. SNI 03-1968-1990, 1990. Metode Pengujian
Tentang Analisis SaringanAgregat Halus Dan
Agregat Kasar, Departemen Pekerjaan Umum.
[13]. SNI 03-1970-1990, 1990. Metode Pengujian Berat
Jenis Dan Penyerapan Air Agregat Kasar,
Departemen Pekerjaan Umum.
[14]. SNI 03-1971-1990, 1990. Metode Pengujian Berat
Jenis Dan Penyerapan Air Agregat Halus.
Departemen Pekerjaan Umum
[15]. SNI 03-1972-2008, 2008. Metode Pengujian
Slump Beton, Departemen Pekerjaan Umum
[16]. SNI 03-1974-1990, 1990. Metode Pengujian Kuat
Tekan Beton, Departemen Pekerjaan Umum.
[17]. SNI 03-2493-1991, 1991. Metode Pengujian
Keausan Agregat Dengan Mesin Los Angeles,
Departemen Pekerjaan Umum.
[18]. E. SNI 03-4810-1998, 1998. Metode Pembuatan
dan Perawatan Benda Uji Beton di Laboratorium,
Departemen Pekerjaan Umum.
[19]. SNI 03-2847-2002, 2002. Tata Cara Perhitungan
Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung, ,
Departemen Pekerjaan Umum.
[20]. SNI 2416:2014, 2014. Spesifikasi Abu Terbang
Batubara dan Pozzolan Alam Mentah Atau Yang
Telah Dikalsinasi Untuk Digunakan Dalam Beton,
Departemen Pekerjaan Umum.
[21]. SNI 15-7064-2004, 2004. Semen Portland
Komposit, Departemen Pekerjaan Umum.
[22]. Spesfikasi Umum Edisi 2010 revisi 3. Prasarana
Transportasi Divisi 7 (Struktur), Direktorat
Jendral Binamarga.
[23]. S. Raharja, S. As’ad, dan Sunarmasto,
2013.Pengaruh Penggunaan Abu Sekam Padi
Sebagai Bahan Pengganti Sebagian Semen
Terhadap Kuat Tekan Beton dan Modulus
Elastisitas Beton Kinerja Tinggi, e-Jurnal Matriks
Teknik Sipil, Vol. 1 No. 4/Desember 2013/503.
[24]. Tumingan, 2017. Compression Strength Concrete
With Pond Ash Lati Berau. IPTEK Journal Of
Procendings Series.
[25]. Y. Setyanto, 2011. Studi Banding Metode
Rancang Campur Beton Sk. SNI-1990-03 dan
ACI 318. Tugas Akhir, Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret,
Surakarta.
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Nindya Fitrisari1, Yudi Pranoto2, Sujiati Jepriani3
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil
Tantangan Pengembangan Infrastruktu di Kalimantan Timur
22
DESAIN JEMBATAN PELENGKUNG LAMARU-TRITIP
MENGGUNAKAN TIPE TROUGH ARCH
Nindya Fitrisari
1), Yudi Pranoto
2), Sujiati Jepriani
3) 1,2,3) Program Studi Rekayasa Jalan dan Jembatan, Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Samarinda.
Jl. Ciptomangunkusumo, Kampus Gunung lipan, Samarinda, Indonesia
[email protected] 2), [email protected] 3)
ABSTRAK
Di Kelurahan Teritip, Kecamatan Balikpapan Timur terdapat obyek pariwisata Pantai Teritip yang memiliki potensi
di bidang pariwisata. Namun hingga saat ini daerah tersebut masih belum bisa diakses dikarenakan tidak adanya
sarana untuk menuju daerah tersebut. Dalam rangka meningkatkan pembangunan daerah tersebut maka Yayasan
Senyiur mengadakan pembangunan jembatan untuk menunjang sarana dan prasarana transportasi warga dan
wisatawan yang berkunjung ke daerah Teritip. Mengingat pentingnya peran jembatan Lamaru-Teritip, maka
pembangunannya harus ditinjau secara teknis, agar aman, nyaman dan juga menarik dari segi estetika agar menarik
minat para wisatawan yang akan berkunjung ke Teritip. Dasar dasar perencanaan mengacu pada peraturan RSNI T
2005, sedangkan perencanaan struktur menggunakan peraturan AISC – LRFD. Pada tahap awal adalah perhitungan
lantai kendaraan dan trotoar. Kemudian dilakukan perencanaan dimensi gelagar memanjang dan melintang, serta
perhitungan shear connector. Analisis konstruksi pemikul utama dan konstruksi sekunder dilakukan dengan
menggunakan program SAP 2000. Setelah didapatkan gaya-gaya dalam yang bekerja dilakukan perhitungan kontrol
tegangan dan perhitungan sambungan. Kemudian memasuki tahap akhir dari perencanaan struktur atas dilakukan
perhitungan dimensi struktur. Dari hasil perencanaan didapatkan profil dan dimensi yang dipakai pada jembatan
Dimensi gelagar memanjang I WF 700 300, gelagar melintang I WF 700 300, rangka busur B WF 550 x 550,
kontruksi penggantung 355,6 X 19, ikatan angin atas Ø 267,4 x 15,1 , ikatan angin bawah IWF 250 x 125.
Kata-kata kunci: jembatan pelengkung, RSNI T 2005, AISC - LRFD
1. PENDAHULUAN
Balikpapan merupakan salah satu kota di
Kalimantan Timur yang sedang berkembang terutama
dari segi pembangunan infrastruktur. Di Kecamatan
Balikpapan Timur terdapat beberapa obyek pariwisata
yang banyak diminati dan sampai sekarang selalu
mengalami peningkatan. Salah satunya pada daerah
Kelurahan Teritip yang dapat dikembangkan potensi
bidang wisatanya. Namun hingga saat ini daerah
tersebut masih belum bisa diakses dikarenakan tidak
adanya sarana yang menghubungkan Kelurahan
Lamaru ke Teritip.
Dalam rangka meningkatkan pembangunan
daerah tersebut maka Yayasan Seniur mengadakan
pembangunan jembatan untuk menunjang sarana dan
prasarana transportasi warga dan wisatawan yang
berkunjung ke daerah Teritip. Jembatan merupakan
salah satu bagian yang sangat penting untuk
menghubungkan suatu daerah yang terhalang oleh
suatu rintangan seperti sungai, danau, lembah, saluran
irigasi, rawa dan lain-lain. Jembatan ini nantinya akan
menghubungkan kawasan wisata Lamaru dan Teritip.
Jembatan ini direncanakan menggunakan jembatan
pelengkung dengan bentang 35 meter dan ditopang oleh
dua abutment.
Mengingat pentingnya peran jembatan Lamaru-
Teritip, maka pembangunannya harus ditinjau secara
teknis, baik dari segi kualitas, kuantitas yang memenuhi
syarat-syarat perancangan dan sesuai standar yang ada.
Selain itu jembatan ini juga harus menunjang dari segi
estetika agar menarik minat para wisatawan yang akan
berkunjung ke Teritip.
2. TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Jembatan
Jembatan secara umum adalah bangunan
pelengkap jalan yang berfungsi sebagai penghubung
dua bagian jalan yang terputus oleh adanya rintangan-
rintangan seperti lembah yang dalam, alur sungai,
danau, saluran irigasi, kali, jalan kereta api, jalan raya
yang melintang tidak sebidang dan lain-lain.
Jembatan pelengkung (arch bridge) adalah
struktur setengah lingkaran dengan abutmen di kedua
sisinya. Desain pelengkung (setengah lingkaran) secara
alami akan mengalihkan beban yang diterima lantai
kendaraan jembatan menuju abutmen yang menjaga
kedua sisi jembatan agar tidak bergerak ke samping.
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Nindya Fitrisari1, Yudi Pranoto2, Sujiati Jepriani3
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil
Tantangan Pengembangan Infrastruktu di Kalimantan Timur
23
Pembebanan
Standar acuan yang dipakai pada perencanaan
jembatan ini adalah RSNI T-02-2005, yaitu aksi dan
beban tetap, beban lalu lintas, aksi lingkungan dan aksi-
aksi lain. Aksi dan beban tetap terdiri dari berat sendiri
struktur jembatan dan beban mati tambahan. Beban lalu
lintas terdiri dari beban “D”, beban “T”, gaya rem, dan
beban untuk pejalan kaki. Aksi lingkungan terdiri dari
pengaruh temperatur, beban angin, dan pengaruh
gempa. Aksi aksi lain terdiri dari gesekan pada
perletakan dan pengaruh getaran.
Metode Perencanaan
Metode perencanaan yang dipergunakan sesuai
dengan langkah langkah seperti pada gambar di bawah
ini.
3. HASIL PERENCANAAN
Perhitungan Gelagar Memanjang
Dicoba profil IWF 700 x 300 x 13 x 24
Kontrol terhadap lendutan
Lendutan ijin : L/800 = 0,875 cm
Tabel 1. Kombinasi beban akibat lendutan pada
gelagar memanjang
No Jenis
beban
Kom-1 Kom-2 Kom-3 Kom-4
Lendutan
(cm)
Lendutan
(cm)
Lendutan
(cm)
Lendutan
(cm)
1 Berat
sendiri
(MS)
0,3702 0,3702 0,3702 -
2 Beban mati
tambahan (MA)
0,0290 0,0290 0,0290 -
3 Beban
lajur "D"
(TD)
0,0749 0,0749 0,0749 -
4 Gaya rem
(TB)
0,0015 0,0015 0,0015 -
5 Gesekan
perletakan
- 0,0003 0,0003 -
6 Pengaruh
temperatur
(ET)
- 0,0074 0,0074 -
7 Beban angin
(EW)
- - 0,0052 -
8 Beban gempa
(EQ)
- - - 0,0106
Total 0,4756 0,4833 0,4886 0,0106
Dari tabel di atas terlihat bahwa lendutan yang terjadi
lebih kecil dari lendutan ijin
Perhitungan Gelagar Melintang
Dicoba profil IWF 700 x 300 x 13 x 24 Kontrol terhadap lendutan
Lendutan ijin : L/800 = 0,625 cm
Tidak
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Nindya Fitrisari1, Yudi Pranoto2, Sujiati Jepriani3
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil
Tantangan Pengembangan Infrastruktu di Kalimantan Timur
24
Tabel 2. Kombinasi beban akibat lendutan pada
gelagar melintang
No Jenis
beban
Kom-1 Kom-2 Kom-3 Kom-4
Lendutan (cm)
Lendutan (cm)
Lendutan (cm)
Lendutan (cm)
1 Berat
sendiri
(MS)
0,124 0,124 0,124 -
2 Beban
mati
tambahan (MA)
0,013 0,013 0,013 -
3 Beban
lajur "D"
(TD)
0,301 0,301 0,301 -
4 Gaya rem
(TB)
0,011 0,011 0,011 -
5 Gesekan perletakan
- 0,00012 0,00012 -
6 Pengaruh
temperatur
(ET)
- 0,001 0,001 -
7 Beban
angin
(EW)
- - 0,014 -
8 Beban gempa
(EQ)
- - - 0,004
Total 0,448 0,449 0,462 0,004
Dari tabel di atas terlihat bahwa lendutan yang terjadi
lebih kecil dari lendutan ijin.
Perhitungan Shear Conector
Digunakan shear conector dengan data sebagai berikut :
Digunakan stud 19 127, L = 127 mm
D = 19 mm
Modulus elastisitas beton, Ec = 2533,21 kN/cm2
Kuat tekan beton, fc’ = 2,91 kN/cm2
Mutu baja stud, BJ – 50 fu = 50 kN/cm2
Kuat geser nominal stud,
Qn = 0,5 As
= 121,61 kN
As fu = 141,76 kN
Kontrol :
Qn ≤ As fu .....Aman
Jumlah shear connector
n = qmax
= 13,63 buah
≈ 14 buah
Jarak shear connector,
s = = 125,00 m
Diambil jarak = 100 mm
Perhitungan Konstruksi Pemikul Utama
Gambar 1. Pemodelan jembatan
Konstruksi pemikul utama merupakan bagian
terakhir dari konstruksi bagian atas jembatan yang
menrima seluruh beban yang ada pada lantai kendaraan
kemudian diteruskan ke abutment.
Perencanaan Dimensi Konstruksi Pemikul Utama
Tinggi Fokus
Syarat tinggi fokus jembatan pelengkung berdasarkan
rumus Hool & Kinne :
≤ ≤
= = 0,20 m
Maka, ≤ ≤
0,17 m ≤ 0,20 m ≤ 0,20 m
........ OK
Gambar 2. Rencana konstruksi pemikul utama
Data perencanaan jembatan :
L = 35 m
F = 7 m (tinggi fokus penggantung terpanjang)
λ = 5 m
Batang penggantung = produk PT.GRP (JIS G
3454) pipe steel Ø355,6 19
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Nindya Fitrisari1, Yudi Pranoto2, Sujiati Jepriani3
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil
Tantangan Pengembangan Infrastruktu di Kalimantan Timur
25
Rangka busur
Digunakan profil produk PT GRP WF 550 550 25
Kontrol kekuatan desain
Kondisi leleh :
Tn = Ag fy
= 49600 290
= 14384000 N
ϕTn = 0,9 14384000
= 12945600 N
Kondisi fraktur:
Tn = Ae fu
= 44122,50 500
= 22061250 N
ϕTn = 0,9 22061250
= 16545937,5 N
Digunakan nilai ϕTn = 12945600 N = 12945,6
kN
Cek kekuatan profil
Tu ≤ ϕTn
3909,546 kN ≤ 12945,6 kN
(terpenuhi)
Jadi profil yang digunakan pada rangka busur vertikal
WFB 550 550 25
Ikatan angin atas = profil produk PT.GRP (JIS
G 3454) pipe steel Ø267,4 15,1
Batang diagonal = PT.GRP (JIS G 3454) pipe
steel Ø267,4 15,1
Ikatan angin bawah = profil produk PT.GRP (JIS
G 3192) IWF 250 125
Batang Diagonal
Menghitung faktor kelangsingan
Untuk batang bulat syarat kelangsingan :
≤
Lebar penampang profil, b = 550 mm
Tebal profil, t = 25 mm
= = 22
= = 36,70
Kontrol kelangsingan, 22 ≤ 36,70
..... Terpenuhi
Menghitung arah sumbu kuat (sumbu X)
Panjang batang, Lx = 6100 mm
Kondisi tumpuan, jepit-jepit k = 0,5
=
= 40,67
= 0,49
Untuk 0,2 5 < λc < 1,2,
=
= 1,13
Tegangan kritis,
fcr =
=
= 257,50 N/mm2
Kuat tekan nominal, ϕ = 0,85
Nn = Ag fcr
= 49600 257,5 = 12772051 N
ϕNn = 0,85 12772051
= 10856243 N = 10856,24 kN
Cek kekuatan profil
Nu ≤ ϕNn
6587,67kN ≤ 10856,24 kN (terpenuhi)
Menghitung arah sumbu lemah (sumbu Y)
Panjang batang, Ly = 6100
mm
Kondisi tumpuan, jepit-jepit k = 0,5
=
= 40,67
= 0,49
Untuk 0,2 5 < λc < 1,2,
=
= 1,13
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Nindya Fitrisari1, Yudi Pranoto2, Sujiati Jepriani3
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil
Tantangan Pengembangan Infrastruktu di Kalimantan Timur
26
Tegangan kritis,
fcr =
=
= 257,50 N/mm2
Kuat tekan nominal, ϕ = 0,85
Nn = Ag fcr
= 49600 257,50
= 12772051 N
ϕNn = 0,85 12772051
= 10856243 N = 10856,24 kN
Cek kekuatan profil
Nu ≤ ϕNn
6587,67kN ≤ 10856,24 kN
(terpenuhi)
Jadi profil yang digunakan pada rangka busur
pelengkung WFB 550 550 25
Perencanaan Sambungan Konstruksi Pemikul
Utama
Rencana baut
Digunakan baut tipe = A325
Diameter baut, d = 21 mm
Diameter lubang baut, d1 = 23 mm
Kuat tarik minimum baut, fu = 825 Mpa
Tahanan nominal baut diambil berdasarkan daya tahan
baut yang ditinjau dalam kondisi geser baut, tarik baut,
dan tumpu, didapat tahanan nominal baut ϕRn =
1929806,66 N = 192,81 kN.
282 284 285 286 287 288
28272625241110
213
224
234
246
255
266
277
Simpul A Simpul B
Simpul C
Simpul D
Simpul E Simpul F
Gambar 3. Penomoran sambungan pada konstruksi pemikul
Gaya reaksi pada frame 284, Ru = 1227,60
kN
Gaya reaksi pada frame 25, Ru = 1313,49
kN
Tahanan nominal baut, ϕRn = 192,81
kN
Jumlah baut frame 284,
n284 =
= 6,37 buah ≈ 10 buah
Jumlah baut frame 25,
n25 =
= 6,81 buah ≈ 10 buah
Kontrol kekuatan desain
Baut (frame 284)
Tahanan nominal baut, ϕRn = 192,81 kN
Jumlah baut, n = 10 buah
Rubaut =
= 1928,07 kN
≥ 1127,60 kN ....Aman
Baut (frame 25)
Tahanan nominal baut, ϕRn = 192,81 kN
Jumlah baut, n = 10 buah
Rubaut =
= 1928,07 kN
≥ 1227,60 kN ....Aman
Pelat (frame 284)
Luas pelat, Ag = 20080 mm2
Jumlah baut, n = 10 buah
Tebal pelat, tp = 19 mm
Luas netto pelat,
An = Ag – (n d t)
= 16090 mm2
Luas nominal pelat, Ae = An = 16090 mm2
Kuat tarik pelat, fu = 290 Mpa
Kuat leleh pelat, fy = 500 Mpa
Kondisi leleh : ϕ = 0,9
ϕTn = ϕ Ag fy
=0,9 20080 290
= 9036000 N
Kondisi fraktur: ϕ = 0,75
ϕTn = ϕ Ae fu
=0,9 16090 500
= 3499575 N
Digunakan nilai ϕTn = 3499575 N = 3499,58
kN
1227,60 kN ≤ 3499,58 kN
(terpenuhi)
Pelat (frame 25)
Luas pelat, Ag = 49600 mm2
Jumlah baut, n = 10 buah
Tebal pelat, tp = 25mm
Luas netto pelat,
An = Ag – (n d t)
= 44350 mm2
Luas nominal pelat, Ae = An = 44350 mm2
Kuat tarik pelat, fu = 290 Mpa
Kuat leleh pelat, fy = 500 Mpa
Kondisi leleh : ϕ = 0,9
ϕTn = ϕ Ag fy
=0,9 49600 290
= 22320000 N
Kondisi fraktur: ϕ = 0,75
ϕTn = ϕ Ae fu
=0,9 44350 500
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Nindya Fitrisari1, Yudi Pranoto2, Sujiati Jepriani3
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil
Tantangan Pengembangan Infrastruktu di Kalimantan Timur
27
= 9646125 N
Digunakan nilai ϕTn = 9646125 N = 9646,13
kN
1313,49 kN ≤ 9646,13 kN
(terpenuhi)
Ketebalan plat penyambung yang digunakan
t ≥
=
= 12,08 mm ≈ 15 mm
100 100
100
100
100
100
150
50
60
60
60
60
50
100100100100
100
100
100
100
150
100 100 100 100
50601306050
Rangka utama WF 550x550
Penggantung Ø355,6 x 19mm
Pelat t=15 mm
Gambar 4. Sambungan simpul B
4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil kompilasi analisis data
perancangan dan perhitungan struktur dapat
disimpulkan bahwa :
Dimensi gelagar memanjang I WF 700 300, gelagar
melintang I WF 700 300, rangka busur B WF 550 x
550, kontruksi penggantung 355,6 X 19, ikatan angin
atas 267,4 15,1 , ikatan angin bawah IWF 250 x
125.
5. UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terimakasih kepada yayasan senyiur utomo
yang telah memberikan ijin dan suport baik moril
maupun material.
REFERENSI
[1]. Anonimus, Pengertian jembatan. Diambil dari :
https://id.wikipedia.org/wiki/Jembatan diakses
tanggal 7 Februari 2017.
[2]. Badan Pusat Statistik Kota Balikpapan. (2017).
Balikpapan Dalam Angka 2015. Februari 20,
2017. https://balikpapankota.bps.go.id/
[3]. Badan Standarisasi Nasional. (1989). SK SNI M
18-1989-F Standar Metode Perhitungan Debit
Banjir. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.
[4]. Badan Standarisasi Nasional. (2002). SNI 07-
2025-2002 Baja Tulangan. Jakarta : Badan
Standarisasi Nasional.
[5]. Badan Standarisasi Nasional. (2002). SNI 03-
2847-2002 Tata Cara Perencanaan Struktur
Beton Untuk Bangunan Gedung. Jakarta : Badan
Standarisasi Nasional.
[6]. Badan Standarisasi Nasional. (2004). RSNI T-12-
2004 Perencanaan Struktur Baja Untuk
Jembatan. Jakarta : Badan Standarisasi Nasional.
[7]. Badan Standarisasi Nasional. (2005). RSNI T-02-
2005 Pedoman Pembebanan Untuk Jembatan.
Jakarta : Badan Standarisasi Nasional.
[8]. Badan Standarisasi Nasional. (2005). RSNI T-03-
2005 Perencanaan Struktur Baja Untuk
Jembatan. Jakarta : Badan Standarisasi Nasional.
[9]. Badan Standarisasi Nasional. (2008). SNI 2833-
2008 Standar Perencanaan Ketahanan Gempa
Untuk Jembatan. Jakarta : Badan Standarisasi
Nasional.
[10]. Badan Standarisasi Nasional. (2008). SNI 3967-
2008 Spesifikasi Bantalan Elastoomer Tipe Polos
dan Tipe Berlapis Untuk Perletakan Jembatan.
Jakarta : Badan Standarisasi Nasional.
[11]. Badan Standarisasi Nasional. (2012). SNI 1726-
2012 Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa
Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non
Gedung. Jakarta : Badan Standarisasi Nasional.
[12]. Bowles, J.E (1996) : Foundation Analysis and
Design. McGraw Hill Kogakusha, Ltd., Tokyo,
Japan.
[13]. Broms, B. B (1964) : The Lateral Resistance of
Piles in cohesionless Soils. Journal of the Soil
Mechanics, ASCE, Vol.90, No.SM2, pp.123-156
[14]. Departemen Pekerjaan Umum. (1992). Bridge
Management System volume 1. Jakarta.
[15]. Departemen Pekerjaan Umum. (1992). Bridge
Management System volume 2.
Jakarta.Departemen Permukiman dan Prasarana
Wilayah. (2004). Pd T-04-2004-B Perencanaan
Beban Gempa Untuk Jembatan. Jakarta
[16]. Hardiyatmo, H.C. (2010) : Analisis dan
Perancangan I (3rd
ed). Yogyakarta : Gadjah
Mada University Press.
[17]. Hardiyatmo, H.C. (2015) : Analisis dan
Perancangan II (3rd
ed). Yogyakarta : Gadjah
Mada University Press.
[18]. Hool, G.A., & Kinne, W.S. (1943) : Moveable
and Long-Span Steel Bridges (2nd
ed). New York
& London : McGraw-Hill Book Company, Inc.
[19]. Karyoto, A. (2017) : Analisis Perencanaan
Struktur Atas Jembatan Pelengkung Baja : Jurnal
Fakultas Teknik Sipil, Universitas Negeri
Surabaya.
[20]. Lacey, G. (1930) : Bearing Capacity and
Settlement of Pile Foundations. ASCE Journal of
Geotechnical Eng. Div. Vol. 102, No. GT3, pp.
197-228.
[21]. Mayerhoff, G.G. (1956) : Penetration Tests and
Bearing Capacity of Cohesionless Soils. JSMFD,
ASCE, Vol.82 SM 1. Pp. 1-19.
[22]. Poulus, H.G. & Davis, E.H. (1980) : Pile
Foundation Analysis and Design. New York :
John Wiley and Sons.
[23]. Septiawan, H.G. & Irawan, D. (2013) : Desain
Jembatan Baru Pengganti Jembatan Kutai
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Nindya Fitrisari1, Yudi Pranoto2, Sujiati Jepriani3
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil
Tantangan Pengembangan Infrastruktu di Kalimantan Timur
28
Kartanegara Dengan Sistem Busur : Jurnal
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut
Teknologi Sepuluh November, Surabaya.
[24]. Setiawan, A. (2008) : Perencanaan Struktur Baja
dengan Metode LRFD sesuai SNI 03-1729-2002.
Jakarta
[25]. Terzaghi, K. (1943) : Theoritical Soil Mechanics.
New York : John Wiley and Sons.
[26]. U.S. Army Corp of Engineers (1992) :
Engineering and Design Bearing Capacity of
Soils. Engineers Manual No. 1110-1-1905,
Washington DC., 20314-1000
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Habir1, Frengky Fajar Mukti2
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil
Tantangan Pengembangan Infrastruktu di Kalimantan Timur
29
ANALISIS RISIKO PELAKSANAAN KONSTRUKSI
PEMBANGUNAN JEMBATAN MAHAKAM IV
SAMARINDA
Habir
1), Frengky Fajar Mukti
2) 1) Dosen Fakultas Teknik Sipil Untag 1945 Saamrinda, Indonesia
2) Mahasiswa Fakultas Teknik Sipil Untag 1945 Saamrinda, Indonesia
ABSTRAK
Proyek konstruksi pembangunan jembatan Mahakam IV Samarinda memiliki risiko yang tinggi dari segi geografis
dan aplikasi teknologi.. Teknologi pun menjadi salah satu permasalahan tersendiri, sehingga risiko yang mungkin
terjadi akan berbeda untuk setiap jenis teknologi yang ada. Risiko dapat memberikan pengaruh terhadap
produktivitas, kinerja, kualitas dan batasan biaya dari proyek. Risiko dapat dikatakan merupakan akibat yang
mungkin terjadi secara tak terduga. Walaupun suatu kegiatan telah direncanakan sebaik mungkin, namun tetap
mengandung ketidakpastian bahwa akan berjalan sesuai rencana. Risiko bagaimanapun tidak dapat dihilangkan
tetapi dapat dikurangi atau ditransfer dari suatu pihak ke pihak lainnya (Kangari, 1995). Dalam melakukan
penelitian ini, dikumpulkan data-data yang digunakan untuk melakukan analisis penelitian ini, adapun sumber-
sumber data Primer dengan cara Observasi atau pengamatan langsung dilapangan yaitu mengamati
pekerjaan/kegiatan yang dilakukan selama kegiatan konstruksi berlangsung, wawancara langsung dengan pihak
terkait, Kuesioner kepada responden yang berkaitan dengan kegiatan konstruksi yaitu pihak staf management dan
pekerja konstruksi. Kriteria yang digunakan dalam kuesioner ini adalah jenis kegiatan yang memiliki risiko terhadap
keselamatan dan kesehatan kerja. Penelitian ini menghasilka identifikasi variabel risiko dan terdapat 40 variabel
risiko sedangkan risiko yang paling besar pengaruhnya adalah faktor Dari indikator faktor variable risiko yang
paling berpengaruh pada proyek pembangunan konstruksi jembatan Mahakam IV Samarinda adalah faktor
Keterlambatan pengiriman alat, Keterlambatan pengiriman Barang, dan Curah hujan.
Kata kunci: Pembangunan jembatan, indikator risiko, dan risiko paling berpengaruh
1. PENDAHULUAN
Samarinda sebagai salah satu ibukota propinsi,
seperti juga kota-kota besar lainnya di Indonesia,
persoalan infrastruktur menjadi masalah di semua
bidang infrastruktur dasar, seperti jalan dan jembatan
beserta dengan drainasenya sangat penting untuk
dibenahi. Sebagai ibukota propinsi, kota Samarinda
menjadi pusat pertumbuhan ekonomi suatu wilayah
yang cukup besar, sehingga perlu menyediakan sarana
tidak hanya bagi masyarakat kota tersebut, tetapi juga
masyarakat propinsi secara keseluruhan. Dengan
meningkatnya infrastruktur jalan, jembatan, berarti
akan memudahkan masyarakat dalam melakukan
kegiatan. Jembatan Mahakam yang lama sendiri
dibangun dan diresmikan oleh Presiden Soeharto tahun
1982. Jembatan Mahakam dibangun oleh kontraktor
PT. Hutama Karya (Persero) dengan Panjang 400
meter, lebar 10 meter dan tinggi sekitar 5 meter di atas
permukaan aspal. Pertambahan jumlah penduduk dan
prasarana transportai tiap tahunnya kian bertambah
yang menyebabkan kapasitas kendaran yang melalui
jembatan Mahakam semakin bertambah hingga
menyebabkan kemacetan di ruas jalan tidak dapat di
hindari.
Penerapan kontrak (framework agreement) pada
pekerjaan konstruksi akan menjadi penting diketahui
terhadap resiko yang akan ditumbulkan mulai dari fase
pelelangan, fase kontrak dan fase konstruksi, sehingga
resiko resiko tersebut dapat diidentifikasi sedini
mungkin sehingga pekerjaan pelaksanaan kontrak yang
akan dikerjaan dapat berjalan sukses waktu, mutu dan
biaya. Risiko dapat menyebabkan kegagalan terhadap
suksesnya pelaksanaan konstruksi, untuk itu risiko-
risiko yang mungkin timbul perlu dikaji agar proyek
dapat berjalan sesuai dengan yang direncanakan, proses
menganalisis kemungkinan risiko dapat menggunakan
sebuah pendekatan yang disebut “Manajemen Risiko”.
Yaitu dengan pelaksanaan identifikasi risiko mulai fase
pelelangan-kontrak-konstruksi, menyebar questioner
dan wawancara, menganalisis dampak yang mungkin
timbul terhadap kekagagalan konstruksi.
Ketidakpastian resiko yang akan ditimbulkan akan
menyebabkan tidak dapat diprediksinya resiko yang
akan diterima dampaknya, sehingga diperlukan
identifikasi dan analisis suatu resiko sehingga resiko
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Habir1, Frengky Fajar Mukti2
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil
Tantangan Pengembangan Infrastruktu di Kalimantan Timur
30
proyek yang akan terjadi dapat dihindari dan diprediksi
sedini mungkin.
Walaupun demikian para pelaksana proyek harus
berusaha agar ketidakpastian itu dapat diperkecil dan
diantisipasi dengan menyediakan beberapa tindakan
alternatif untuk menghadapi ketidakpastian itu, dengan
kata lain risiko harus dikelola dengan sebaik mungkin
agar tujuan dan sasaran proyek dapat tepat mutu, tepat
waktu dan tepat biaya
2. METODOLOGI
Metode penelitian yang diterapkan berbentuk
penelitian survei. Penelitian survei pada umumnya
dilakukan untuk mengambil suatu generalisasi dari
pengamatan yang tidak mendalam. Teknik penelitian
survey dilakukan dengan cara menjaring pendapat atau
persepsi, pengalaman, dan sikap responden mengenai
faktor – faktor risiko yang berpotensi muncul dan
berpengaruh dalam siklus proyek dan bentuk-bentuk
penanganan yang diambil untuk mengantisipasi risiko
tersebut.
Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini
menggunakan metode angket atau kuesioner dengan
pengukuran skala Likert. Dimana kuesioner ini
merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau
pernyataan tertulis kepada responden untuk
menjawabnya. Ini merupakan teknik pengumpulan data
yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel
yang diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari
responden.
Sampel dalam penelitian ini adalah pihak-pihak
yang pernah atau sedang terlibat dalam Proyek
konstruksi yang terdiri owner dan kontraktor dan
konsultan berjumlah 30 orang, dengan 23 Responden
menjawab secara relevan dan 7 responden menjawab
tidak relevan.
Analisis Probabilitas dan Dampak Resiko
Dilakukan analisis untuk mengetahui tingkat atau
besarnya risiko dan dampak terhadap kelangsungan
proyek yaitu proses pelelangan – kontrak – konstruksi
serta respon resiko yang dilakukan. Langkah awal
adalah melakukan analisis menggunakan Severity Index
digunakan untuk menentukan nilai probabilitas dan
dampak. lalu mengkategorikannya berdasarkan besar
probabilitas dampaknya. Severity index dihitung
berdasarkan hasil jawaban dari responden. Severity
index dapat menggabungkan persepsi dari responden
penelitian. Adel Azar et al., (2006) menambahkan
bahwa Severity Index lebih baik digunakan
dibandingkan dengan menggunakan Nilai Mean dan
Metode Variance. Hal ini disebabkan karena hasil yang
dikeluarkan oleh Severity Index lebih akurat dan
konsisten terhadap jawaban dari responden. Hasil yang
dikeluarkan oleh severity index berupa persentase.
Semakin tinggi persentase suatu variabel maka semakin
berpengaruh variabel tersebut. Untuk menghitung
severity index dapat dilihat pada Rumus :
Severity Indeks dihitung menggunakan rumus sebagai
berikut (Al-Hammad et al., 1996):
4
0
4
0
.
(100%)
4
i
i
ai xi
SI
xi
(1)
Dimana :
ai = Konstanta penilai
xi = Frekuensi responden
I = 0,1,2,3,4,……..n
x0, x1, x2, x3, x4, = respon frekuensi responden
a0=0, a1=1, a2=2, a3=3, a4=4
x0 = frekuensi responden “sangat rendah/kecil” dari
survey, maka a0=0
x1 = frekuensi responden “sangat rendah/kecil” dari
survey, maka a1=1
x2 = frekuensi responden “rendah/kecil” dari survey,
maka a2=2
x3 = frekuensi responden “tinggi/besar” dari survey,
maka a3=3
x4 = frekuensi responden “sangat tinggi/besar” dari
survey, maka a4=4
Klasifikasi dari skala penilaian pada frekuensi dan
dampak adalah sebagai berikut:
Sangat Rendah (SR) 0,00≤SI≤ 12,5
Rendah (R) 12,5 ≤ SI ≤ 37,5
Sedang (C) 37,5 ≤ SI ≤ 62,5
Tinggi (T) 62,5 ≤ SI ≤ 87,5
Sangat Tinggi (ST) 87,5 ≤ SI ≤ 100
Sebelum melakukan analisis risiko, katagori risiko
yang didapat sebelumnya dikonversikan dalam bentuk
angka seperti pada penjelasan berikut :
Probabilitas
Sangat Rendah (SR) = 1, Rendah (R) = 2,
Sedang (S) = 3, Tinggi (T) = 4 dan Sangat
Tinggi (ST) = 5
Dampak
Sangat Kecil (SK) = 1, Kecil (K) = 2, Cukup
(C) = 3, Besar (B) = 4 dan Sangat Besar (SB) =
5
Penilaian Resiko
1. Resiko Tinggi, 2. Resiko Sedang dan 3.
Resiko Tinggi
Setelah didapat kategori dari frekuensi dan
dampak maka dilakukan analisis nilai risiko. Nilai
risiko didapatkan dengan melakukan mengeplotkan
nilai kedalam Matriks Probabilitas dan Dampak.
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Habir1, Frengky Fajar Mukti2
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil
Tantangan Pengembangan Infrastruktu di Kalimantan Timur
31
Analisis Risiko
Setelah diketahui risiko-risiko mana saja yang
telah terjadi pada proyek, lalu dilanjutkan dengan
analisis risiko yang menggunakan matriks probabilitas
dan dampak. Menurut Williams (1993), Probability
Impact Matrix adalah sebuah pendekatan yang
dikembangkan menggunakan dua kriteria yang penting
untuk mengukur risiko, yaitu :
1. Kemungkinan (Probability), adalah kemungkinan
(Probability) dari suatu kejadian yang tidak
diinginkan.
2. Dampak (Impact), adalah tingkat pengaruh atau
ukuran dampak (Impact) pada aktivitas lain, jika
peristiwa yang tidak diinginkan terjadi.
Tingkat risiko merupakan perkalian dari skor
probabilitas dan skor dampak yang didapat dari
responden (Well-Stam, et.al., 2004). Nilai risiko
merupakan perkalian dari skor probabilitas dan skor
dampak, skor risiko didapat dari responden (Hillson,
2002). Untuk mengukur risiko dapat menggunakan
rumus :
R P I (2)
Dimana :
R = Tingkat risiko
P = Kemungkinan (Probability) risiko yang
terjadi
I = Dampak (Impact) risiko yang terjadi
Pro
ba
bil
ita
s SS 5 5 10 15 20 25
S 4 4 8 12 16 20
N 3 3 6 9 12 15
J 2 2 4 6 8 10
SJ 1 1 2 3 4 5
1 2 3 4 5
SR R N T ST
Severity
Gambar 1. Matriks Probabilitas dan Dampak
Keterangan :
Risiko Tinggi
Risiko Sedang
Risiko Rendah
Dimana untuk mengukur probabiliti dan dampak
kejadian item-item risiko digunakan skala yaitu:
Sangat Rendah / Kecil (SR/SK)
Rendah / Kecil (R/K)
Cukup Tinggi / Besar (CT/CB)
Tinggi / Besar (T/B)
Sangat Tinggi / Besar (ST/SB) Proses pengerjaan matriks probabilitas dan
dampak adalah dengan cara memplotkan nilai risiko
yang telah di dapat ke dalam matriks. Setelah itu di
dapat nilai yang dijadikan acuan untuk mengetahui
risiko-risiko mana saja yang kemungkinan terjadinya
besar dan menimbulkan dampak yang signifikan.
Respon Risiko
Untuk mengetahui bagaimana respon yang
ditentukan pada suatu risiko dilakukan wawancara atau
interview terhadap beberapa responden yang telah
dipilih sebelumnya, mengenai respon risiko terhadap
risiko-risiko yang telah didapat dari analisis risiko
sebelumnya. Variabel risiko yang direspon hanya pada
risiko pada kategori tinggi, yang merupakan risiko yang
kemungkinan terjadinya paling tinggi dan berdampak
paling besar. Cara-cara penanganan risiko terdiri dari 4
cara, yaitu :
1. Menghindari Risiko (Risk Avoidance)
2. Memindahkan Risiko (Risk Transfer)
3. Mengurangi Risiko (Risk Reduction)
4. Menanggung Sendiri Risiko (RiskRetention)
Metode analisisnya adalah dengan cara analisis
statistika deskriptif. Mendeskripsikan terlebih dahulu
persepsi masing-masing responden, lalu setelah
mengambil kesimpulan dan persepsi masing-masing
responden didapat penanganan yang sesuai dengan
risiko tersebut.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Profile Responden
Sampel dalam penelitian ini adalah pihak-pihak
yang pernah atau sedang terlibat dalam Proyek
konstruksi yang terdiri owner dan kontraktor dan
konsultan berjumlah 30 orang, dengan 23 Responden
menjawab secara relevan dan 7 responden menjawab
tidak relevan dengan hasil seperti table sebagai berikut:
Tabel 1. Jabatan responden
Jabatan Frekuensi Persentasi (%)
Enginer 26 87
Pengawas 4 13
Jumlah 30 100
Sumber : Penulis, 2018
Tabel 2. Pengalaman kerja responden
Pengalaman
Kerja Frekuensi Persentasi (%)
0-2 tahun 7 23
3-4 tahun 15 50
5-7 tahun 3 10
>7 tahun 5 17
Jumlah 30 100
Sumber : Penulis, 2018
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Habir1, Frengky Fajar Mukti2
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil
Tantangan Pengembangan Infrastruktu di Kalimantan Timur
32
Tabel 3. Pendidikan Terakhir
Pendidikan
Terakhir
Frekuensi Persentasi (%)
SMA/Sederajat 1 3
Diploma 2 7
S1 22 73
S2/S3 5 17
Jumlah 30 100
Sumber : Penulis, 2018
Identifikasi Variabel Risiko
Pengolahan data menggunakan skala Guttman
dimana data yang akan diperoleh berupa variabel risiko
yang relevan maupun yang tidak relevan yang terjadi
pada proyek. Data tersebut didapat dari beberapa
responden dimana untuk mendapatkan hasil yang
mewakili jawaban dari beberapa responden.
Tabel 4. Pernyataan Relevan Maupun Yang Tidak
Relevan (Skala Guffman)
Pernyataan Keterangan
5. Sangat setuju
Ya 4. Setuju
3. Agak setuju
2. Tidak setuju
Tidak
1. Sangat tidak setuju
Sumber : penulis, 2018
Jadi berdasarkan data yang didapat dari 30
responden maka di dapat nilai tertinggi 46 yang
menyatakan relevan. Dari analisis seluruh faktor risiko
yang telah diidentifikasi dalam penelitian ini
dinyatakan 37 relevan dan 3 tidak relevan.
Tabel 5. Identifikasi Risiko Mengunakan Skala Guttman
No. Kategori
Faktor-faktor risiko pada proyek
pembangunan jembatan Mahakam IV
Samarinda
Tidak Ya
TR R
Ket x 1 x 2
1 Biaya (Money)
1 Kurangnya alokasi dana 7 23 7 46 Relevan
2 Biaya tidak terduga 10 20 10 40 Relevan
3 Kenaikan harga material/bahan 17 13 17 26 Relevan
2 Peralatan
(Equipment)
1 Kekurangan jumlah peralatan 8 22 8 44 Relevan
2 Kerusakan alat 8 22 8 44 Relevan
3 Ketidaklayakan peralatan 14 16 14 32 Relevan
4 Keterlambatan pengiriman alat 0 30 0 60 Relevan
5 Kesulitan mendatangkan peralatan 3 27 3 54 Relevan
6 Ketidaksediaan alat yang modern 4 26 4 52 Relevan
3 Manusia (Man)
1 Kurangnya tenaga ahli 15 15 15 30 Relevan
2 Rendahnya produktivitas tenaga kerja 14 16 14 32 Relevan
3 Kurangnya jumlah tenaga kerja 10 20 10 40 Relevan
4 Kurangnya kemampuan dan
pengalaman 6 24 6 48 Relevan
4 Bahan (Material)
1 Kurangnya jumlah material 18 12 18 24 Relevan
2 Rendahnya kualitas material 20 10 20 20 Tidak
Relevan
3 Ketidaktersediaan material 9 21 9 42 Relevan
4 Keterlambatan pengiriman material 1 29 1 58 Relevan
5 Perubahan penambahan spesifikasi
material yang digunakan 7 23 7 46 Relevan
5 Metode (Method)
1 Kurangnya implementasi manajemen
proyek 14 16 14 32 Relevan
2 Ketidaksesuaian metode kerja 14 16 14 32 Relevan
3 Perubahan/penambahan desain konstruksi
2 28 2 56 Relevan
4 Investigasi / survey awal yang tidak
akurat 13 17 13 34 Relevan
5 Respon yang lambat 19 11 19 22 Relevan
6 Kurangnya kemampuan manajerial di
lapangan 17 13 17 26 Relevan
7 Lambat dalam mengambil keputusan 11 19 11 38 Relevan
6 Waktu (Time)
1 reschedule time 15 15 15 30 Relevan
7 Teknis
(Technical) 1 Terjadi penurunan permukaan 20 10 20 20
Tidak
Relevan
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Habir1, Frengky Fajar Mukti2
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil
Tantangan Pengembangan Infrastruktu di Kalimantan Timur
33
No. Kategori
Faktor-faktor risiko pada proyek
pembangunan jembatan Mahakam IV
Samarinda
Tidak Ya
TR R
Ket x 1 x 2
2 Perubahan akibat penyesuaian
dengan kondisi di lapangan 7 23 7 46 Relevan
3 Kendala saat pengerjaan 4 26 4 52 Relevan
8 Lingkungan
(encironment)
1 Kemacetan pada lalu lintas 7 23 7 46 Relevan
2 Kerusakan lingkungan sekitar 11 19 11 38 Relevan
3 kebisingan yang mengganggu saat
pekerjaan berlangsung 17 13 17 26 Relevan
9 Kondisi Fisik di
Lapangan
1 Kondisi lapangan yang tidak terduga 15 15 15 30 Relevan
2 Kondisi pembebasan lahan yang masih digunakan
15 15 15 30 Relevan
3 Kondisi tanah yang kurang baik 4 26 4 52 Relevan
10 Faktor Eksternal
1 Pengaruh cuaca 0 30 0 60 Relevan
2 Pasang surut air sungai 16 14 16 28 Relevan
3 Pengaruh gelombang 24 6 24 12 Tidak
Relevan
4 Pengaruh angin 7 23 7 46 Relevan
5 Terjadi genangan air di sekitar lokasi
proyek 7 23 7 46 Relevan
Sumber : Hasil analisis , 2018
Didapatkan nilai severity index bernilai 60 % dan 49 %, maka kategori probabilitas dari variabel risiko
kurangnya alokasi dana adalah tinggi. Perhitungan untuk penilaian probabilitas terhadap waktu dan biaya juga
menggunakan cara yang sama
seperti diatas. Berikut adalah hasil analisis dari penilaian probabilitas dengan menggunakan metode severity index
pada tabel berikut :
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Habir1, Frengky Fajar Mukti2
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil
Tantangan Pengembangan Infrastruktu di Kalimantan Timur
34
Tabel 6. Penilaian Probabilitas dari Responden
No. Kategori Faktor-faktor risiko pada proyek pembangunan
jembatan Mahakam IV Samarinda
1 2 3 4 5 Total SI (%) Ket
SR R C T ST
1 Biaya
(Money)
1 Kurangnya alokasi dana 1 6 9 8 6 30 60 T
2 Biaya tidak terduga 2 8 11 7 2 30 49 C
3 Kenaikan harga material/bahan 12 5 3 5 5 30 38 R
2 Peralatan
(Equipment)
1 Kekurangan jumlah peralatan 4 4 6 13 3 30 56 C
2 Kerusakan alat 1 7 12 8 2 30 53 C
3 Ketidaklayakan peralatan 4 10 9 6 1 30 42 C
4 Keterlambatan pengiriman alat 0 0 4 10 16 30 85 ST
5 Kesulitan mendatangkan peralatan 0 3 1 16 10 30 78 T
6 Ketidaksediaan alat yang modern 1 3 13 9 4 30 60 T
3 Manusia
(Man)
1 Kurangnya tenaga ahli 6 9 8 6 1 30 39 R
2 Rendahnya produktivitas tenaga kerja 3 11 7 6 3 30 46 C
3 Kurangnya jumlah tenaga kerja 2 8 12 7 1 30 48 C
4 Kurangnya kemampuan dan pengalaman 0 6 17 5 2 30 53 C
4 Bahan
(Material)
1 Kurangnya jumlah material 11 7 5 5 2 30 33 R
2 Ketidaktersediaan material 4 5 10 8 3 30 51 C
3 Keterlambatan pengiriman material 0 1 6 11 12 30 78 T
4 Perubahan penambahan spesifikasi material yang digunakan
3 4 15 8 0 30 48 C
5 Metode
(Method)
1 Kurangnya implementasi manajemen
proyek
7 7 7 9 0 30 40 C
2 Ketidaksesuaian metode kerja 7 7 10 2 4 30 41 C
3 Perubahan/penambahan desain
konstruksi
0 2 12 10 6 30 67 T
4 Investigasi / survey awal yang tidak
akurat
6 7 5 7 5 30 48 C
5 Respon yang lambat 11 8 5 4 2 30 32 R
6 Kurangnya kemampuan manajerial di
lapangan
8 9 3 10 0 30 38 R
7 Lambat dalam mengambil keputusan 2 9 12 4 3 30 48 C
6 Waktu (Time)
1 reschedule time 2 13 5 7 3 30 47 C
7 Teknis
(Technical)
1 Perubahan akibat penyesuaian dengan
kondisi di lapangan
2 5 13 8 2 30 53 C
2 Kendala saat pengerjaan 1 3 10 12 4 30 63 T
8 Lingkungan
(encironmen
t)
1 Kemacetan pada lalu lintas 5 2 12 8 3 30 52 C
2 Kerusakan lingkungan sekitar 2 9 16 3 0 30 42 C
3 kebisingan yang mengganggu saat
pekerjaan berlangsung
7 10 9 3 1 30 34 R
9 Kondisi
Fisik di
Lapangan
1 Kondisi lapangan yang tidak terduga 8 7 8 5 2 30 38 R
2 Kondisi pembebasan lahan yang masih digunakan
6 9 9 3 3 30 40 C
3 Kondisi tanah yang kurang baik 0 4 14 12 0 30 57 C
10 Faktor
Eksternal
1 Curah hujan 0 0 6 5 19 30 86 ST
2 Pasang surut air sungai 15 1 4 7 3 30 35 R
3 Pengaruh angin 0 7 14 7 2 30 53 C
4 Terjadi genangan air di sekitar lokasi
proyek
1 6 16 6 1 30 50 C
Sumber : Hasil analisis, 2018
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Habir1, Frengky Fajar Mukti2
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil
Tantangan Pengembangan Infrastruktu di Kalimantan Timur
35
Hasil analisis dari penilaian dampak dengan menggunakan metode severity index pada tabel berikut :
Tabel 7. Penilaian Dampak / Severity Index dari Responden
No. Kategori
Faktor-faktor risiko pada proyek
pembangunan jembatan Mahakam IV
Samarinda
1 2 3 4 5 Total SI (%) Ket
SR R C T ST
1 Biaya (Money) 1 Kurangnya alokasi dana 0 0 9 7 14 30 79 T
2 Biaya tidak terduga 0 6 12 7 5 30 59 C
3 Kenaikan harga material/bahan 4 9 5 7 5 30 50 C
2 Peralatan
(Equipment)
1 Kekurangan jumlah peralatan 0 0 11 10 9 30 73 T
2 Kerusakan alat 0 0 4 6 20 30 88 ST
3 Ketidaklayakan peralatan 0 2 9 11 8 30 71 T
4 Keterlambatan pengiriman alat 0 0 1 7 22 30 93 ST
5 Kesulitan mendatangkan peralatan 0 0 7 10 13 30 80 T
6 Ketidaksediaan alat yang modern 0 3 12 12 3 30 63 T
3 Manusia (Man) 1 Kurangnya tenaga ahli 1 3 5 6 15 30 76 T
2 Rendahnya produktivitas tenaga kerja 0 5 8 13 4 30 63 T
3 Kurangnya jumlah tenaga kerja 0 3 11 10 6 30 66 T
4 Kurangnya kemampuan dan pengalaman
1 0 2 9 18 30 86 T
4 Bahan (Material) 1 Kurangnya jumlah material 0 3 9 11 7 30 68 T
2 Ketidaktersediaan material 0 0 9 7 14 30 79 T
3 Keterlambatan pengiriman material 0 0 6 0 24 30 90 ST
4 Perubahan penambahan spesifikasi material yang digunakan
0 6 9 13 2 30 59 C
5 Metode (Method) 1 Kurangnya implementasi manajemen
proyek
2 9 9 7 3 30 50 C
2 Ketidaksesuaian metode kerja 0 1 13 5 11 30 72 T
3 Perubahan/penambahan desain
konstruksi
0 3 4 8 15 30 79 T
4 Investigasi / survey awal yang tidak
akurat
1 6 6 6 11 30 67 T
5 Respon yang lambat 1 3 5 11 10 30 72 T
6 Kurangnya kemampuan manajerial di
lapangan
3 5 8 12 2 30 54 C
7 Lambat dalam mengambil keputusan 0 1 12 4 13 30 74 T
6 Waktu
(Time)
1 reschedule time 2 4 10 10 4 30 58 C
7 Teknis
(Technical)
1 Perubahan akibat penyesuaian dengan
kondisi di lapangan
2 1 8 11 8 30 68 T
2 Kendala saat pengerjaan 0 2 6 6 16 30 80 T
8 Lingkungan
(encironment)
1 Kemacetan pada lalu lintas 3 1 12 6 8 30 63 T
2 Kerusakan lingkungan sekitar 0 7 13 9 1 30 53 C
3 kebisingan yang mengganggu saat
pekerjaan berlangsung
7 12 7 3 1 30 33 R
9 Kondisi Fisik di
Lapangan
1 Kondisi lapangan yang tidak terduga 2 7 13 7 1 30 48 C
2 Kondisi pembebasan lahan yang
masih digunakan
0 5 9 9 7 30 65 T
3 Kondisi tanah yang kurang baik 0 1 15 10 4 30 64 T
10 Faktor Eksternal 1 Curah hujan 0 1 1 4 24 30 93 ST
2 Pasang surut air sungai 15 0 6 5 4 30 36 R
3 Pengaruh angin 0 4 12 10 4 30 62 C
4 Terjadi genangan air di sekitar lokasi
proyek
0 2 13 9 6 30 66 T
Sumber : Hasil analisis, 2018
Tingkat risiko merupakan perkalian dari skor probabilitas dan skor dampak yang didapat dari responden.
Perhitungan dampak risiko dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Habir1, Frengky Fajar Mukti2
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil
Tantangan Pengembangan Infrastruktu di Kalimantan Timur
36
Tabel 8. Risiko = Probabilitas x Dampak
No. Kategori
Faktor-faktor risiko pada proyek
pembangunan jembatan Mahakam IV Samarinda
Probabilitas Dampak Risiko
Kategori
Risiko P D
R
(P x D)
1 Biaya (Money)
1 Kurangnya alokasi dana 4 4 16 S
2 Biaya tidak terduga 3 3 9 S
3 Kenaikan harga material/bahan 2 3 6 R
2 Peralatan
(Equipment)
4 Kekurangan jumlah peralatan 3 4 12 S
5 Kerusakan alat 3 5 15 S
6 Ketidaklayakan peralatan 3 4 12 S
7 Keterlambatan pengiriman alat 5 5 25 T
8 Kesulitan mendatangkan peralatan 4 4 16 S
9 Ketidaksediaan alat yang modern 4 4 16 S
3 Manusia (Man)
10 Kurangnya tenaga ahli 2 4 8 R
11 Rendahnya produktivitas tenaga kerja 3 4 12 S
12 Kurangnya jumlah tenaga kerja 3 4 12 S
13 Kurangnya kemampuan dan
pengalaman 3 4 12 S
4 Bahan (Material)
14 Kurangnya jumlah material 2 4 8 R
15 Ketidaktersediaan material 3 4 12 S
16 Keterlambatan pengiriman material 4 5 20 T
17 Perubahan penambahan spesifikasi
material yang digunakan 3 3 9 S
5 Metode (Method)
18 Kurangnya implementasi manajemen proyek
3 3 9 S
19 Ketidaksesuaian metode kerja 3 4 12 S
20 Perubahan/penambahan desain
konstruksi 4 4 16 S
21 Investigasi / survey awal yang tidak akurat
3 4 12 S
22 Respon yang lambat 2 4 8 R
23 Kurangnya kemampuan manajerial di lapangan
2 3 6 R
24 Lambat dalam mengambil keputusan 3 4 12 S
6 Waktu
(Time) 25 reschedule time 3 3 9 S
7 Teknis
(Technical)
26 Perubahan akibat penyesuaian dengan kondisi di lapangan
3 4 12 S
27 Kendala saat pengerjaan 4 4 16 S
8 Lingkungan
(encironment)
28 Kemacetan pada lalu lintas 3 4 12 S
29 Kerusakan lingkungan sekitar 3 3 9 S
30 kebisingan yang mengganggu saat pekerjaan berlangsung
2 2 4 R
9 Kondisi Fisik di
Lapangan
31 Kondisi lapangan yang tidak terduga 2 3 6 R
32 Kondisi pembebasan lahan yang
masih digunakan 3 4 12 S
33 Kondisi tanah yang kurang baik 3 4 12 S
10 Faktor Eksternal
34 Curah hujan 5 5 25 T
35 Pasang surut air sungai 2 2 4 R
36 Pengaruh angin 3 3 9 S
37 Terjadi genangan air di sekitar lokasi proyek
3 4 12 S
Sumber : Hasil analisis 2018
Perhitungan ini dilakukan dengan cara penilaian
tingkat risiko. Dari hasil analisis 40 faktor risiko dalam
10 kategori risiko didapat 3 variabel risiko tinggi, 26
variable risiko sedang dan 8 variable risiko rendah.
Presentase tingkat risiko seperti tergambar variabel
risiko dalam matriks :
Tinggi = 8.11% x 25 = 2.0 ≈ 2
Variabel
Sedang = 70.27% x 25 = 17.6 ≈ 18
Variabel
Rendah = 21.62% x 25 = 5.4 ≈ 5
Variabel
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Habir1, Frengky Fajar Mukti2
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil
Tantangan Pengembangan Infrastruktu di Kalimantan Timur
37
1 2 3 4 5
SR R C T ST
SR
DAMPAK
Pro
bab
ilit
as
5
4
3
2
1
SR
T
C
R
Gambar 1: Hasil Analisis Matriks Probabilitas Dan Dampak
Dari gambar 1, bahwa pemetaan level resiko
Tinggi 8,11% adalah ( Keterlambatan Pengiriman
barang dan Curah Hujan), sedangkan variabel risiko
yang lain termasuk dalam katagori Rendah 21,6% dan
Sedang 70,27%.
1. Risiko tinggi, Cara mengatasi terhadap risiko
dengan level tinggi yang artinya risiko tersebut
tidak dapat diterima, maka harus dilakukan respon
yang dapat memperkecil level risiko hingga risiko
tersebut dapat diterima dengan cara dibagi (Risk
Sharing).
2. Risiko sedang , Cara mengatasi terhadap risiko ini
yang berada dalam level sedang atau signifikan
yang artinya risiko masih dapat diterima tapi perlu
dilakukan respon atau mengurangi risiko hingga
dapat menurunkan level risiko menjadi rendah,
dengan cara dikurangi (Risk Reducing).
3. Risiko rendah, Cara mengatasi terhadap risiko ini
dimana variable risiko tersebut dapat diterima tanpa
dilakukan langkah untuk mengurangi risiko jadi
bisa diabaikan (Risk Ignoring).
4. PENUTUP
Kesimpulan:
1. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan
dapat disimpulkan, dari hasil identifikasi variabel
risiko dan pengolahan data terdapat 40 variabel
risiko
2. Dari indikator faktor variable risiko yang paling
berpengaruh pada proyek pembangunan konstruksi
jembatan Mahakam IV Samarinda adalah faktor
Keterlambatan pengiriman alat, Keterlambatan
pengiriman Barang, dan Curah hujan.
3. Dari peta tingkat resiko diketahui bahwa semua
responden baik dari kontraktor, Konsultan dan
owner mayoritas berada pada daerah tingkat resiko
sedang dan Resiko Tinggi (pada warna kuning dan
merah), meskipun pada responden owner tidak
diperoleh tingkat resiko tinggi ( warna merah).
Saran:
1. Dalam penelitian ini sebaiknya dilakukan hipotesis
kepada responden yang lebih banyak dan lebih
menguasai atau memiliki pengalaman dibidang
proses konstruksi.
2. Untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan
analisis kajian lanjutan yang lebih mendalam
termasuk responden alokasi resiko.
5. UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan
Frengky Fajar Mukti sehingga penelitian dapat
dilaksanakan dengan baik meskipun selama melakukan
surevey banyak tantangan yang harus dihadapi
dikarenakan para responden mempunyai karakter
masing masing sehingga diperlukan kesabaran dalam
mengatasinya agar data data dapat terkolekting secara
baik sesuai dengan tahapan proses yang harus di jalani.
DAFTAR PUSTAKA
[1]. Abdul-Rashid, K. (2004). Guarantee Against
Non-Performance of Construction Contract by the
Contractor Vol. 2, No. 3 Journal of Politics and
Law 32
[2]. Andrian Sutedi, SH, MH Aspek Hukum
Pengadaan Barang dan Jasa dan Berbagai
Permasalahannya,
[3]. Antonius, Alijaya, 2007, Enterprise Risk
Management. Ray Indonesia, Jakarta
[4]. Azar, A., Zangoueinezhad, A., Elahi, S and
Moghbel. A (2013), Assessing and understanding
the key risks in a PPP power station projects,
Advances in Management & Applied
Economics,3(1): 11-33.
[5]. Constructing Excellence (2005). Achieving
Business Excellence Frameworking Toolkit.
Available at
http://www.constructingexcellence.org.uk/tools/fr
ameworkingtoolkit Diakses pada 1 April 2014
[6]. Fong, C.K. (2004a). Law and Practice of
Construction Contracts, 3rd Edition, Sweet &
Maxwell Asia, Singapore.
[7]. Fong, L.C. (2004b). The Malaysian PWD Form
of Construction Contract, Sweet & Maxwell Asia,
Petaling Jaya.
[8]. Muslich, Muhammad, 2007, Manajemen Risiko
Operasional. PT. Bumi Aksara, Jakarta
[9]. Huala Adole, SH.LL.M, Ph.D Prof. Dasar – dasar
hokum kontrak Internasional,
[10]. Isnaini, Rizalatul, 2011, Jurnal Analisis Dan
Respon Risiko Pada Proyek Pembangunan
Galangan Kapal KabupatenLamongan.
http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-
17654-Paper-4650929.pdf
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Habir1, Frengky Fajar Mukti2
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
38
[11]. Kitab Undang – Undang Hukum Perdata
Republik Indonesia
[12]. Performance Guarantee Sum versus Performance
Bond, Seminar, 1st International Conference,
Toronto Canada, May 27 2004 – May 28 2004,
World of Construction Project Management.
[13]. PMI (Project Management Institute, Inc), 2004, A
Guide To The Project Management Body Of
Knowledge (PMBOK) 3rd edition, Newtown
Square, Pennsylvania, USA.
[14]. Ismail, N. (2007). Performance Bond and An
Injunction, Master's Project Report (Dissertation),
Universiti Teknologi Malaysia. Jabatan Kerja
Raya (1988). A Guide on the Administration of
Public Works Contracts, Ibu Pejabat JKR
Malaysia.
[15]. Martin, E.A. (2003). A Dictionary of Law, 5th
Edition reissued with new covers, Oxford
University Press, Oxford.
[16]. Murdoch, J. and Hughes, W. (2000). Construction
Contracts – Law and Management, 3rd Edition,
Spon Press, London.
[17]. P.W.D. Form 203A (Rev. 10/83) Standard Form
of Contract to be Used Where Bills of Quantities
Form Part of the Contract.
[18]. Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor :
70 Tahun 2012 tentang perubahan kedua atas
PERPRES RI No. 54 Tahun 2010 tentang
Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah.
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Agus Sugianto1, Andi Marini Indriani2
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
39
ANALISIS PENGURANGAN TIE-BEAM SEBAGAI
OPTIMALISASI WAKTU PELAKSANAAN PEKERJAAN
STRUKTUR PROYEK
TERMINAL BANDARA SEPINGGAN BALIKPAPAN
Agus Sugianto
1), Andi Marini Indriani
2)
1,2) Dosen Program Studi Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Balikpapan
[email protected] 1), [email protected] 2)
ABSTRAK
Proyek Pengembangan Bandara Internasional Sepinggan Balikpapan dikerjakan dengan waktu pelaksanaan yang
sangat ketat, luas area sebesar 110.000 m², waktu pelaksanaan dengan segmen lahan yang bertahap selama 24 bulan
memerlukan metode pelaksanaan struktur yang cepat dan tepat tanpa mengurangi kualitas dari pelaksanaan struktur.
Banyak variasi metode yang dapat diterapkan dalam rangka mempercepat proses pelaksanaan pekerjaan struktur,
tetapi semua metoda itu tentu berlandaskan kepada peraturan perencanaan gedung Indonesia dan peraturan lain yang
berlaku secara internasional. Variasi metoda tersebut meliputi asumsi dalam melakukan model perhitungan dan
metoda pelaksanaan. Penelitian dilakukan dengan cara analisis model 3D program komputasi ETABS 2013. Hasil
analisis berupa Output dari Program ETABS sebagai dasar pemilihan metode pengurangan Tie- Beam.Model
struktur terminal bandara Sepinggan adalah rangka terbuka (open frame) gaya lateral dipikul oleh kolom dan balok
dimana plat lantai sebagai rigid diapraghma yang menyalurkan gaya lateral ke kolom. Plat lantai hanya menahan
gaya gravitasi dari beban mati dan hidup. Tie-beam diperlukan untuk menahan perbedaan penurunan (differensial
settlement) dan pengaku pada kolom.Setelah dilakukan analisis tidak ada potensi perbedaan penurunan disebabkan
Pondasi berada ditanah keras (hard layer) dengan pre-boring, kondisi tanah didominasi oleh tanah lempung
kepasiran sampai tanah keras yang memiliki potensi penurunaan sesaat (immediately settlement). Pemancangan
dilakukan dengan metoda in-jack pile dengan gaya tekan 2x daya dukung pile. Struktur memiliki modul yang
seragam 15 m x 15 m, sehingga tidak ada perbedaan gaya aksial pada kolom yang mengakibatkan adanya perbedaan
penurunan. Loading test menunjukkan daya dukung tiang pancang spun pile diameter 600 mm. sebesar 110 ton
dengan safety factor 3 dan nilai penurunan sesaat (immediately settlement) sebesar 1 mm. Optimalisasi dilakukan
dengan menghilangkan tie-beam pada kolom tengah yang relative memiliki beban seragam. Tie-Beam tetap ada
pada perimeter bangunan dan kolom yang memikul beban terpusat yang besar seperti rangka atap dan avio bridge.
Kata kunci : open frame, Tie-Beam, immediately settlement. differensial settlement.
1. PENDAHULUAN
Tinjauan Umum
Proyek pengembangan Bandar Udara
Internasional Sepinggan, Balikpapan merupakan salah
satu dari sekian banyak proyek pengembangan bandara
terbesar. Bandar Udara Internasional Sepinggan dapat
dikatakan sebagai salah satu bandara tersibuk yang
memiliki frekuensi penerbangan yang padat dan terus
meningkat.
Bandara Sepinggan pada tahun 2010 melayani 5,1
juta penumpang dengan tingkat pertumbuhan rata-rata
per tahun sebesar 16,6% dalam 5 tahun terakhir.
Jumlah penumpang telah melampaui kapasitas terminal
sehingga dapat mengganggu kenyamanan para
pengguna jasa serta tidak kondusif bagi keselamatan
dalam bidang penerbangan. Tabel 1. menunjukan
fasilitas yang tersedia untuk saat ini dan rencana
pengembangan akan datang.
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Agus Sugianto1, Andi Marini Indriani2
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
40
Tabel 1. Fasilitas dan Rencana Pengembangan Bandara Sepinggan
Fasilitas Saat Ini Yang Akan Datang
Terminal 14.547 m2 110.000 m2
Kapasitas 1.700.000 pax/th 10.000.000 pax/th
Area Komersil 3.908 m2 33.000 m2
Apron 100.372 m2 131.372 m2
Konsep Terminal 1 level 2 level
Aviobridge - 11 unit
Check in Counter 25 72
Immigration Counter 2 8
Baggage Handling System Manual Shorter Conveyor with Barcode Reader
Baggage Claim Conveyor 3 unit 8 unit
Fasilitas Saat Ini Yang Akan Datang
Terminal 14.547 m2 110.000 m2
Kapasitas 1.700.000 pax/th 10.000.000 pax/th
Area Komersil 3.908 m2 33.000 m2
Apron 100.372 m2 131.372 m2
Konsep Terminal 1 level 2 level
Aviobridge - 11 unit
Check in Counter 25 72
Immigration Counter 2 8
Baggage Handling System Manual Shorter Conveyor with Barcode Reader
Baggage Claim Conveyor 3 unit 8 unit
Sistem Oprasional Terminal Manual AIMS (Airport Integrated Master
System)
Parkir Saat Ini Yang Akan Datang
Mobil 473 srp 2310 srp
Bis 14 srp 22 srp
Taksi 40 srp 120 srp
Motor 220 srp 300 p
(Sumber; Data Proyek Pengembangan Bandara Sepinggan /PPBIS Balikpapan)
Konsep Perencanaan Proyek
Konsep perencanaan secara umum
pengembangan Bandar Udara Sepinggan mengacu
pada dua hal dasar, pertama bandara ini direncanakan
dapat menampung hingga 10 juta penumpang per
tahun. Kedua mengacu kepada pengelolahan area dan
alur penumpang yang efektif, efisien, dan memberikan
kenyamanan bagi para pengguna jasa bandara.
Gambar 1. memberikan gambaran landside
perencanaan pengembangan Bandara Sepinggan.
Gambar 1. Landside Perencanaan Pengembangan Bandara
Sepinggan
(Sumber; Dokumentasi Proyek Pengembangan Bandara
Sepinggan /PPBIS Balikpapan)
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Agus Sugianto1, Andi Marini Indriani2
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
41
Ruang Lingkup Pekerjaan Proyek
Bandara ini dibangun dalam 3 paket
pembangunan. Paket pertama meliputi design and
build gedung penunjang dan fasilitas-fasilitas bandara
lainnya. Paket kedua meliputi pembangunan gedung
terminal dan fasilitas penunjang lainnya. Paket ketiga
meliputi pekerjaan infrastruktur dan fasilitas
penunjang. Paket ketiga meliputi pekerjaan
infrastruktur dan fasilitas penunjang.
Tahapan Pelaksanaan Proyek
Pelaksanaan proyek pembangunan bandara ini
dibagi menjadi 3 tahap. Tahap pertama merupakan
tahap pengerjaan paket I yang dimulai dengan blocking
area antara area bandara existing dengan area proyek
agar operasi bandara eksisting tidak terganggu. Tahap
ini dilengkapi dengan pembangunan gedung penunjang
baru yakni gedung kargo, EMPU (Ekspedisi Muatan
Pesawat Udara), dan hanggar. Tahap pertama ini juga
melakukan renovasi lantai 2 terminal lama, membuat
jalan akses baru, membuat apron kargo. Pekerjaan
paket I juga melakukan pembongkaran gedung
penunjang eksisting yang ada di tapak bangunan
terminal dan gedung parkir, membongkar gedung
VVIP, dan pemindahan area parkir inap.
Tahap kedua merupakan pelaksanaan atau
gabungan dari paket II dan paket III. Pembangunan
gedung terminal baru (paket II), gedung parkir,
pekerjaan jalan, landscape, dan fly over (paket III)
terjadi pada tahap kedua ini.
Pelaksanaan Struktur Bangunan Terminal
Pada Gambar 2 menunjukan Struktur Bangunan
Proyek Pengembangan Bandara Internasional
Sepinggan Balikpapan dikerjakan dengan struktur open
frame beton bertulang konvensional, jarak antar kolom
arah sumbu X (Timur-Barat) adalah 15,00 m. arah Y
(Utara-Selatan) juga 15,00 m. bentang Atap Utama
60,00 m. Keseluruhan proses pelaksanaan dikerjakan
sesuai dengan posedur baik dalam pengujian material
maupun pengujian dalam pelaksanaan sebagai upaya
kontrol kualitas.
Gambar 2. Pelaksanaan Gedung Terminal Bandara
Balikpapan
(Sumber; Dokumentasi Proyek Pengembangan Bandara
Sepinggan /PPBIS Balikpapan)
Gambar 3. Pelaksanaan Gedung Terminal Bandara
Balikpapan zone 1
(Sumber; Dokumentasi Proyek Pengembangan Bandara
Sepinggan /PPBIS Balikpapan)
Gambar 4. Pelaksanaan Gedung Terminal Bandara
Balikpapan zone 3
(Sumber; Dokumentasi Proyek Pengembangan Bandara
Sepinggan /PPBIS Balikpapan)
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Agus Sugianto1, Andi Marini Indriani2
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
42
Gambar 5. Pelaksanaan Gedung Terminal Bandara
Balikpapan zone 5
(Sumber; Dokumentasi Proyek Pengembangan Bandara
Sepinggan /PPBIS Balikpapan)
Gambar 3 menunjukkan pelaksanaan
pembangunan Terminal Bandara pada zone 1, Gambar
4 menunjukkan pelaksanaan pembangunan Terminal
Bandara pada zone 3, Gambar 5 menunjukkan
pelaksanaan pembangunan Terminal Bandara pada
zone 5,
Proses Pelaksanaan pekerjaan struktur banyak metoda
yang dapat diterapkan dalam rangka mempercepat
proses pelaksanaan pembangunan, tetapi semua
metoda itu tentunya berlandaskan kepada semua
peraturan perencanaan gedung Indonesia atau referensi
lain yang berlaku secara internasional. Variasi metoda
tersebut meliputi asumsi dalam melakukan modeling
perhitungan dan metoda pelaksanaan dimungkinkan
karena perkembangan teknologi material dan
equipment yang sangat pesat.
Permasalahan
Permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan
pembangunan Terminal Bandara ini adalah:
Bagaimana metoda pelaksanaan pekerjaan struktur
yang dapat diterapkan untuk mempercepat proses
pelaksanaan pembangunan dalam kondisi kesiapan
lahan persegmen serta banyaknya jalur M/E yang tidak
dapat diputus dan dipindahkan, tetapi semua metoda
itu tentunya berlandaskan kepada semua peraturan
perencanaan gedung Indonesia atau referensi lain yang
berlaku secara internasional.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mengoptimalkan
sistem struktur karena kondisi tanah yang baik dengan
tujuan mempercepat waktu pelaksanaan
Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini
secara khusus adalah sebagai bahan masukan bagi
perencana dan pelaksana konstruksi mengenai perilaku
Tie Beam , secara umum sebagai bahan referensi bagi
dunia kerja dan pendidikan mengenai metode
percepatan pelaksanaan dengan pengurangan struktur
Tie-Beam yang dapat dilakukan dan diterapkan.
2. METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan dengan analisis kondisi
tanah berdasarkan hasil uji dan permodelan
menggunakan analisis program komputasi permodelan
ETABS 2013 - 3D. Hasil analisis yang diperoleh
berupa Output dari Program ETABS sebagai dasar
pemilihan metode pengurangan Tie- Beam.
3. PEMBAHASAN PENELITIAN
Kondisi Tanah
Kondisi tanah secara umum :
lapisan permukaan (0 sampai 3 m.) merupakan tanah
pasir kelempungan dengan warna coklat muda keputih-
putihan. Plastisitas rendah dan kepadatan sedang.
Lapisan kedua (3 sampai 6 m.) merupakan tanah
lempung kepasiran dengan sisipan batu bara. Bersifat
lepas dengan kepadatan sedang sampai sangat padat.
Lapisan ketiga yang merupakan lapisan tanah keras
(hard layer).
Modeling Struktur
Model struktur terminal Bandara Sepinggan
adalah Rangka terbuka (open frame) dengan asumsi
gaya lateral dipikul oleh kolom dan balok dimana plat
lantai sebagai rigid diapraghma yang menyalurkan
gaya lateral ke kolom. Plat lantai hanya menahan gaya
gravitasi dari beban mati dan hidup. Tie-Beam
diperlukan untuk menahan perbedaan penurunan
(differensial settlement) dan pengaku kolom.
Permodelan struktur dilakukan dengan bantuan
software 3D ETABS 2013 dengan data pembebanan
sesuai beban rencana. Perhitungan terhadap beban
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Agus Sugianto1, Andi Marini Indriani2
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
43
Gempa juga dilakukan untuk gempa wilayah 2 sesuai
SNI Gempa 1726. Hasil permodelan ditampilkan
dalam Gambar permodelan ditampilkan dalam Gambar
4. berupa review desain struktur terhadap pembebanan
dan Gambar 5. Pembeban akibat Gempa pada zona 2.
Gambar 4. Review desain struktur terhadap pembebanan.
Gambar 5. Pembebanan Gempa
Hasil Permodelan Struktur
Permodelan struktur dilakukan dengan bantuan
software 3D ETABS 2013 dengan data pembebanan
sesuai beban rencana. Perhitungan terhadap beban
Gempa juga dilakukan untuk gempa wilayah 2 sesuai
SNI Gempa 1726. Hasil permodelan ditampilkan
dalam Gambar 4. berupa review desain struktur
terhadap pembebanan dan Gambar 5. Pembebanan
Gempa.
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Agus Sugianto1, Andi Marini Indriani2
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
44
Gambar 6. Resume Gaya pada Kolom Beton Block-1
Tabel 2. Resume Gaya pada Kolom Beton Block-1
Gambar 6 menunjukkan permodelan struktur 3D berdasarkan review desain dengan meghilangkan Tie-Beam pada
area tengah bangunan Block-1 dan Tabel 2 menunjukan nilai dari gaya yang bekerja pada kolom Block-1. Momen
yang terjadi pada K.1-3 dan K.1-4 as C lantai Ground sebesar -12102 kN.m. sehingga menyebabkan kolom
diperbesar dimensinya dari diameter 100 cm menjadi diameter 130 cm.
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Agus Sugianto1, Andi Marini Indriani2
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
45
Gambar 7. Resume Gaya pada Kolom Beton Block-4
Tabel 3. Resume Gaya pada Kolom Beton Block-4
Gambar 7 menunjukkan permodelan struktur 3D berdasarkan review desain dengan meghilangkan Tie-Beam pada
area tengah bangunan Block-4 dan Tabel 3 menunjukan nilai dari gaya yang bekerja pada kolom Block-4. Momen
yang terjadi pada K.4-4 as C lantai Ground sebesar -12897 kN.m. sehingga menyebabkan kolom diperbesar
dimensinya dari diameter 100 cm menjadi diameter 110 cm.
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Agus Sugianto1, Andi Marini Indriani2
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
46
Gambar 8. Resume Gaya pada Kolom Beton Block-6
Gambar 8 menunjukkan permodelan struktur 3D berdasarkan review desain dengan meghilangkan Tie-Beam pada
area tengah bangunan Block-6 dan Tabel 4 menunjukan nilai dari gaya yang bekerja pada kolom Block-6.
Momen yang terjadi pada K.6-1 as H,H’,H” lantai Upper sebesar 4403 kN.m. dan pada K.6-1 as H,H’,H” lantai
Upper Mezzanine sebesar 2173 kN.m. sehingga menyebabkan kolom diperbesar dimensinya dari diameter 80 cm
menjadi diameter 130 cm.
Tabel 4. Resume Gaya pada Kolom Beton Block-6
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Agus Sugianto1, Andi Marini Indriani2
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
47
Tabel 5. Ultimate Bearing Capasity Prediction by
Chin Method
Setelah dilakukan analisis tidak ada potensi
perbedaan penurunan disebabkan karena :
Pondasi aman dari penurunan karena berada
ditanah keras (adanya pre-boring), dengan kata
lain tiang pancang masuk dalam lapisan tanah
keras (hard layer).
Kondisi tanah didominasi oleh tanah lempung
kepasiran yang hanya memiliki potensi
penurunaan sesaat (immediately settlement),
berarti setelah proses pemancangan tidak ada lagi
penurunan. Pemancangan dilakukan dengan
metoda in-jack pile dengan gaya tekan 2x daya
dukung pile.
Struktur memiliki modul yang seragam yaitu 15 x 15
m, sehingga
tidak ada perbedaan gaya aksial (gaya tekan) pada
kolom yang mengakibatkan adanya perbedaan
penurunan.
Hasil loading test yang dilakukan menunjukan
hasil yang sangat memuaskan dimana daya
dukung tiang pancang spun pile diameter 600 mm
adalah sebesar 110 ton dengan safety factor 3 dan
menunjukan nilai penurunan sesaat (immediately
settlement) sebesar 1 mm.
Optimalisasi dapat dilakukan dengan:
Menghilangkan tie-beam pada kolom tengah yang
relative memiliki beban yang seragam, dan
meningkatkan kekakuan kolom.
Tie beam tetap ada pada perimeter bangunan dan
kolom yang memikul beban terpusat yang besar
seperti rangka atap dan avio bridge.
Percepatan Waktu Konstruksi
Akibat dari kondisi tersebut di atas maka akan
terjadi percepatan waktu konstruksi selama kurang
lebih 30 hari. Disamping itu ada pengurangan resiko
akan terganggunya jaringan existing di bawah tanah
saat pelaksanaan pekerjaan sub structure.
4. KESIMPULAN
Hasil analisis dapat disimpulkan bahwa langkah
percepatan waktu konstruksi dengan jalan
menghilangkan Tie-Beam pada kolom tengah dapat
dilakukan karena tidak ada potensi perbedaan
penurunan disebabkan oleh :
Pondasi aman dari bahaya penurunan karena
berada di dalam lapisan tanah keras (hard layer).
Kondisi tanah didominasi oleh tanah kepasiran
yang memiliki potensi penurunaan sesaat
(immediately settlement).
Struktur memiliki modul yang seragam yaitu 15 x
15 m, sehingga tidak ada perbedaan gaya aksial
(gaya tekan) pada kolom yang mengakibatkan
adanya perbedaan penurunan.
Hasil loading test yang dilakukan menunjukan
daya dukung tiang pancang spun pile diameter 600
mm sebesar 110 ton dengan safety factor 3 dan
menunjukan nilai penurunan sesaat (immediately
settlement) sebesar 1 mm.
DAFTAR PUSTAKA
[1] American Concrete Institute (1997) ACI DESIGN
HANDBOOK, Designed of Structural Reinforced
Concrete Elements in Accordance with the
Strenght Design Methode of ACI 318-95
[2] Dipohusodo,I (1999) Struktur Beton Bertulang
Berdasarkan SK-SNI-T-15-1991-03. Departemen
Pekerjaan Umum RI, PT. Gramedia Pustaka,
Jakarta.
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Agus Sugianto1, Andi Marini Indriani2
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
48
[3] Nawy, Edward G. (1998). Beton Bertulang Suatu
Pendekatan Dasar. PT. Refika Aditama. Bandung
[4] Park, R. and T. Paulay (1975). Reinforced
Concrete Structures. John wiley & sons, New
York, US.
[5] Wang, Chu-Kia., Charles G. Salmon. (1985).
Reinforced Concrete Design (Fourth edition).
Harper & Row Publishers. New York.
[6] Watanabe, Ken., Mitsuyasu Iwanami, Hiroshi
Yokota, and Junichiro Niwa, (2002). Estimation
of The Localized Compressive Failure Zone of
Concrete by AE Method. Proceeding of the 1st fib
Congress, Osaka, Session 13, October 2002,
pp.117-124.
[7] Wight, James K., James G. MacGregor. (2009).
Reinforced Concrete Mechanics & Desain (Fifth
Edition). Pearson Prentice Hall. New Jersey.
[8] Zararis, Prodomoros D., Ioannis P. Zararis. (2008).
Shear Strength of Reinforced Concrete Beams
under Uniformly Distributed Loads. ACI
Structural Journal, November - Desember 2008.
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Erwinsyah1, Waryati2, Ika Meicahayanti3
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil (SNTS) 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
49
PEMANFAATAN FILTER DENGAN MEDIA ARANG
KULIT PISANG KEPOK UNTUK PENURUNAN KADAR
BESI (Fe) DAN MANGAN (Mn)
AIR DANAU PERUMAHAN KAYU MANIS
Erwinsyah
1), Waryati
2), Ika Meicahayanti
3)
1,2.3) Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Mulawarman
Jalan Sambaliung No. 09, Kampus Gunung Kelua, Samarinda, Kalimantan Timur
ABSTRAK
Dari hasil uji sampel air di laboratorium, air danau Perumahan Kayu Manis mengandung kadar logam besi (Fe) dan
mangan (Mn) yang melebihi ambang batas. Kulit pisang merupakan salah satu limbah dari industri pengolahan
pisang, namun belum dimanfaatkan secara nyata. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pemanfaatan
arang kulit pisang dengan variasi ukuran arang dan efektifitasnya sebagai media adsorben terhadap kadar besi dan
mangan dalam air Danau Perumahan Kayu Manis. Tahapan pada penelitian ini meliputi proses pembuatan arang,
pembuatan unit filtrasi, proses filtrasi, serta uji kadar besi dan mangan dalam air di laboratorium. Kulit pisang kepok
diolah menjadi arang aktif melalui proses pirolisis. Variasi ukuran arang yang akan digunakan adalah 4,76 mm, 2,38
mm dan 2 mm. Pengolahan dilakukan dengan metode filtrasi sederhana menggunakan filter tipe saringan cepat
dengan debit 1,78 x 10-2
liter/detik selama 7,6 menit. Dari hasil penelitian, setelah dilakukan uji laboratorium yang
telah dilakukan pada sampel inlet dan outlet filter dengan media arang ukuran 4,76 mm didapatkan penurunan kadar
besi dengan tingkat efisiensi 59,75% yaitu dari 0,569 mg/liter menjadi 0,229 mg/liter, dan penurunan kadar mangan
dengan tingkat efisiensi 42,18% yaitu dari 0,486 mg/liter menjadi 0,281 mg/liter. Kandungan kadar besi dan
mangan setelah pengolahan di bawah standar baku mutu. Untuk filter dengan media arang ukuran 2,38 mm dan 2
mm tidak dapat diuji karena terjadi penyumbatan atau clogging pada media filter.
Kata Kunci: Kulit Pisang Kepok, Pirolisis, Fe, Mn, Filtrasi
ABSTRACT
From the test results of water samples in the lab, it turns out that Kayu Manis Village Lake water contains high
levels of iron (Fe) and mangan (Mn), which exceeds the quality standar. Banana peel is a waste of banana
processing industry, but has not been used for real. The purpose of this research was to examine the utilization of
banana peel char with various sizes and its effectiveness as an adsorbent media to the levels of iron and mangan in
the water of Kayu Manis Village Lake. Steps in this research include the char making, manufacture of filtration unit,
filtration processes, and levels of iron and mangan in the water test in the laboratory. Kepok banana peel is
processed into activated char through the pyrolysis process. Variations in the size of charcoal to be used is 4.76
mm, 2.38 mm and 2 mm. Processing is done by simple filtration method using a fast-type filter with a debit of 1.78 x
10-2
liters / second for 7.6 minutes. From the research, after laboratory tests that have been conducted on the
sample inlet and outlet filter with char media size of 4.76 mm obtained iron levels decrease with the level of
efficiency 59.75% from 0.569 mg/liter to 0.229 mg/liter, and the decrease of mangan with the efficiency of 42.18%
from 0.486 mg/liter to 0.281 mg/liter. The level of iron and mangan after processing is under quality standard. For
filter with media char size of 2.38 mm and 2 mm can not be tested due to clogging of the filter media.
Keywords: Kepok Banana Peel, Pyrolysis, Fe, Mn, Filtration
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Erwinsyah1, Waryati2, Ika Meicahayanti3
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil (SNTS) 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
50
1. PENDAHULUAN
Danau Perumahan Kayu Manis Kelurahan
Sempaja Selatan Kota Samarinda merupakan salah
satu sumber air yang dapat dimanfaatkan
keberadaannya, ditambah dengan permasalahan
distribusi air PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum)
yang kurang baik di daerah Perumahan Kayu Manis
tersebut. Dari hasil uji sampel air laboratorium di
UPTD Laboratorium Kesehatan Provinsi Kalimantan
Timur, ternyata air danau Perumahan Kayu Manis
mengandung kadar logam Fe dan Mn yang melebihi
ambang batas yaitu kadar Fe sebesar 0,672 mg/liter
dan Mn sebesar 0,538 mg/liter, sedangkan
berdasarkan standar dari Permenkes No.
492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan
Kualitas Air Minum disebutkan bahwa kadar
maksimal Besi dalam air adalah 0,3 mg/liter dan
kadar maksimal Mangan adalah 0,4 mg/liter.
Penyerapan karbon aktif adalah metode yang
paling menguntungkan filtrasi logam berat. Dimana
karbon aktif dapat digunakan untuk menyerap
anorganik serta organik yang tercemar. Kulit pisang
juga menjadi salah satu limbah dari industri
pengolahan pisang, namun bisa dijadikan teknologi
dalam penjernihan air. Dengan demikian kulit pisang
dapat dijadikan salah satu alternatif untuk pengolahan
air bersih dan sangat menarik untuk dikembangkan
dalam penelitian. Oleh Karena itu, akan dilakukan
penelitian dengan menggunakan kulit pisang kepok
sebagai media filter untuk mengetahui efektivitas
penurunan kadar besi dan mangan yang terkandung
dalam air.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor: 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang
persyaratan kualitas air minum, air bersih adalah air
yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang
kualitasnya memenuhi syarat-syarat kesehatan dan
dapat diminum apabila telah dimasak, dan air minum
adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa
proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan
dan dapat langsung diminum.
Air permukaan adalah air yang berada di
sungai, danau, waduk, rawa, dan badan air lain, yang
tidak mengalami infiltrasi ke bawah tanah. Areal
tanah yang mengalirkan air ke suatu badan air disebut
watersheds atau drainage basins. Air yang mengalir
dari daratan menuju suatu badan air disebut limpasan
permukaan (surface run off); dan air yang mengalir di
sungai menuju laut disebut aliran air sungai (river run
off). Sekitar 69% air yang masuk ke sungai berasal
dari hujan, pencairan es/salju (terutama untuk
wilayah ugahari), dan sisanya berasal dari air tanah.
Wilayah di sekitar daerah aliran sungai yang menjadi
tangkapan air disebut catchment basin (Effendi,
2003).
Pirolisis dapat didefinisikan sebagai
dekomposisi thermal material organik pada suasana
inert (tanpa kehadiran oksigen) yang akan
menyebabkan terbentuknya senyawa volatil. Pirolisis
pada umumnya diawali pada suhu 200oC dan
bertahan pada suhu sekitar 450-500oC. Pirolisis suatu
biomassa akan menghasilkan tiga macam produk,
yaitu produk gas, cair, dan padat (char) (Danarto
dkk., 2010).
Menurut Lismawan (2013) suhu pirolisis 250-
300oC merupakan suhu optimal untuk mengahasilkan
arang (char) dari kulit pisang dengan kualitas yang
baik, pirolisis selama 2 jam dapat dikategorikan ke
dalam slow pyrolisis atau pirolisis primer. Arang
yang dihasilkan pada pirolisis ini berwarna hitam dan
tidak terdapat abu pada bagian bawah loyang.
Adsorpsi adalah proses dimana molekul cair
atau gas yang terkonsentrasi pada permukaan yang
solid, dalam hal ini karbon aktif. Ini berbeda dengan
penyerapan, dimana molekul diambil oleh cairan atau
gas. Karbon aktif dapat dibuat dari berbagai zat yang
mengandung karbon tinggi konten seperti batu bara,
kayu dan batok kelapa. Bahan baku memiliki
pengaruh sangat besar terhadap karakteristik dan
kinerja karbon aktif (Cheremisinoff, 2002).
Pisang kepok (Musa acuminate balbisiana C.)
merupakan produk yang cukup perspektif dalam
pengembangan sumber pangan lokal karena pisang
dapat tumbuh di sembarang tempat sehingga
produksi buahnya selalu tersedia, Kulit buah kuning
kemerahan dengan bintik - bintik coklat (Munadjim,
1988). Berikut adalah klasifikasi dari buah pisang
kepok (Musa acuminate balbisiana C.):
Kingdom : Plantae
Filum : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberraceae
Genus : Musa
Spesies : Musa acuminate
balbisiana C.
Kulit pisang kepok (Musa acuminate balbisiana
C.) didalamnya mengandung beberapa komponen
biokimia, antara lain selulosa, hemiselulosa, pigmen
klorofil dan zat pektin yang mengandung asam
galacturonic, arabinosa, galaktosa dan rhamnosa.
Asam galacturonic menyebabkan kuat untuk
mengikat ion logam yang merupakan gugus fungsi
gula karboksil. Didasarkan hasil penelitian, selulosa
juga memungkinkan pengikatan logam berat. Limbah
kulit daun pisang yang dicincang dapat
dipertimbangkan untuk penurunan kadar kekeruhan
dan ion logam berat pada air yang terkontaminasi.
Hanya butuh sekitar 20 menit untuk mencapai
keseimbangan (Hewett et al., 2011).
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Erwinsyah1, Waryati2, Ika Meicahayanti3
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil (SNTS) 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
51
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui pemanfaatan arang kulit pisang kepok
dengan variasi ukuran sebagai media adsorbsi dalam
penurunan kadar besi dan mangan air danau
menggunakan metode filtrasi dan untuk mengetahui
efektifitas arang kulit pisang terhadap penurunan
kadar besi dan mangan.
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen
dengan menggunakan arang kulit pisang kepok
sebagai media filtrasi dan untuk sampling
menggunakan metode grab sampling. Setelah
dilakukan sampling maka diperlukan metode analisis
sampel yaitu berdasarkan SNI yang berlaku untuk
masing-masing parameter (besi dan mangan). Uji
kadar besi dan mangan yaitu dengan
Spektrofotometri Serapan Atom-nyala.
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah
kadar nilai parameter besi (Fe) dan mangan (Mn).
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah ukuran
arang kulit pisang kepok yang digunakan sebagai
media filter air.
Prosedur penelitian dimulai dari pembuatan
reaktor pirolisis dari drum bekas, pembuatan arang
kulit pisang kepok melalui proses pirolisis pada suhu
250˚-300˚C selama 2 jam, pembuatan filter air
dengan ukuran tinggi 1 meter dan diameter 10,16 cm
dengan media arang kulit pisang kepok setinggi 70
cm dengan ukuran 4,76 mm, 2,38 mm, serta 2 mm
yang berfungsi sebagai media adsorben dan kerikil
batu alam setinggi 30 cm yang berfungsi sebagai
media penyangga, melakukan uji pendahuluan pada
filter air untuk menghindari kendala yang timbul
pada saat proses filtrasi. Selanjutnya dilakukan
proses filtrasi air sampel melalui filter yang telah
dibuat sesuai rancangan dengan debit 1,76 x 10-2
liter/detik dengan waktu kontak 7,6 menit sebanyak 3
kali pengulangan dengan interval pengulangan 10
menit.
Analisis data yang dilakukan terhadap nilai-nilai
parameter sampel air yaitu Logam besi (Fe) dan
mangan (Mn) dilakukan dengan menggunakan nilai
pada masing-masing parameter yang diuji dan
dibandingkan dengan Standar Baku Mutu. Rumus
berikut digunakan untuk mengetahui kemampuan
kulit pisang kepok terhadap parameter yang di uji :
Keterangan :
Ep = Efisiensi kemampuan penurunan
N0 = Nilai Parameter Sebelum Pengolahan (inlet)
N1 = Nilai Parameter Setelah Pengolahan (outlet)
3. PEMBAHASAN DAN ANALISIS
Pada penelitian ini pada saat proses uji
pendahuluan didapatkan bahwa pada filter dengan
ukuran media arang 2,38 mm dan 2 mm debit yang
dihasilkan pada outlet sangat kecil menurun drastis
dari debit pada inlet sehingga tidak masuk dalam
kategori saringan cepat dan tidak memungkinkan
untuk diambil sampel pada outlet, oleh karena itu
filter yang dipakai pada penelitian ini hanya filter
dengan ukuran media arang 4,76 mm.
Dari hasil analisis uji laboratorium untuk kadar
besi dan mangan sebelum perlakuan menggunakan
filter dengan media arang ukuran 4,76 mm diperoleh
hasil pada tabel berikut.
Tabel 1. Hasil Analisis Laboratorium Air Danau
Perumahan Kayu Manis
Pengulangan Ke-
Kadar Besi di
Inlet
(mg/l)
Kadar Mangan di Inlet (mg/l)
I 0,585 0,489
II 0,590 0,494
III 0,532 0,474
Nilai Kadar besi pada inlet dan outlet beserta
efisiensi penurunan kadar besi dapat dilihat pada
Tabel 4.2.
Tabel 2. Efisiensi Penurunan Kadar Besi dengan
Media Arang Ukuran 4,76 mm
Pengulangan
Ke-
Kadar Besi di Inlet
(mg/l)
Kadar Besi di Outlet
(mg/l)
Efisiensi
(%)
I 0,585 0,215 63,25
II 0,590 0,224 62,03
III 0,532 0,247 53,57
Rata - rata 0,569 0,229 59,75
Dari tabel 2 dapat diketahui bahwa kadar besi pada
air mengalami penurunan setelah melalui filtrasi.
Gambar 4.1 menunjukkan kadar besi setelah melalui
proses filtrasi.
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Erwinsyah1, Waryati2, Ika Meicahayanti3
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil (SNTS) 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
52
Gambar 1. Grafik Hubungan Penurunan Kadar Besi pada
Inlet dan Outlet Filter dengan Media Arang Ukuran 4,76
mm
Nilai kadar mangan pada inlet dan outlet beserta
efisiensi penurunan kadar mangan dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Efisiensi Penurunan Kadar Mangan dengan
Media Arang Ukuran 4,76 mm
Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa kadar mangan
pada air mengalami penurunan setelah melalui
filtrasi. Gambar 2 menunjukkan kadar mangan
setelah melalui proses filtrasi.
Gambar 2. Grafik Hubungan Penurunan Kadar Mangan
pada Inlet dan Outlet Filter dengan Media Arang Ukuran
4,76 mm
Pengaruh Arang Kulit Pisang Terhadap
Penurunan Kadar Besi
Pada Tabel 2 menunjukkan penurunan kadar
besi dalam sampel air sebelum dan setelah
pengolahan. Pada sampel awal di inlet sebelum
pengolahan, kadar besi yang terkandung dengan nilai
rata-rata sebesar 0,569 mg/liter dan setelah
pengolahan mengalami penurunan kadar besi dengan
nilai rata-rata sebesar 0,229 mg/liter dengan nilai
rata-rata efisiensi penurunan sebesar 59,75%. Dari
penelitian ini dapat dilihat penurunan kadar besi pada
air danau setelah dilakukan pengolahan dengan
proses adsorbsi menggunakan adsorben arang kulit
pisang kepok melalui metode filtrasi sederhana.
Pada perairan alami, besi berikatan dengan
anion membentuk senyawa FeCl2, Fe(HCO3), dan
Fe(SO4). Pada perairan yang diperuntukkan bagi
keperluan domestik, pengendapan ion ferri dapat
mengakibatkan warna kemerahan pada porselin, bak
mandi, pipa air, dan pakaian. Kelarutan besi
meningkat dengan menurunnya pH. Sumber besi di
alam adalah pyrite (FeS2), hematite (Fe2O3),
magnetite (Fe3O4), limonite [FeO(OH)], goethite
(HFeO2), dan ochre [Fe(OH)3]. Senyawa besi pada
umumnya bersifat sukar larut dan cukup banyak
terdapat di dalam tanah. Kadang-kadang besi juga
terdapat sebagai senyawa siderite (FeCO3) yang
bersifat mudah larut dalam air (Effendi, 2003).
Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat kadar besi
dalam air setelah pengolahan menggunakan adsorben
arang kulit pisang kepok mengalami penurunan kadar
besi dengan nilai rata-rata 0,229 mg/liter, sehingga
telah memenuhi persyaratan kualitas air bersih dan
air minum yaitu yaitu 0,3 mg/liter berdasarkan
Permenkes No. 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang
Persyaratan Kualitas Air Minum.
Pengaruh Arang Kulit Pisang Terhadap
Penurunan Kadar Mangan
Pada Tabel 3 terlihat penurunan kadar mangan
dalam sampel air sebelum dan setelah pengolahan.
Pada sampel awal di inlet sebelum pengolahan kadar
mangan yang terkandung dengan nilai rata-rata
adalah sebesar 0,486 mg/liter dan setelah pengolahan
mengalami penurunan kadar mangan dengan nilai
rata-rata sebesar 0,281 mg/liter dengan nilai rata-rata
efisiensi penurunan sebesar 42,18%. Dari penelitian
ini dapat dilihat penurunan kadar mangan pada air
danau setelah dilakukan pengolahan dengan proses
adsorbsi menggunakan adsorben arang kulit pisang
kepok melalui metode filtrasi sederhana. Proses
filtrasi dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan
untuk mendapatkan rata-rata dari hasil yang didapat
agar lebih akurat.
Pengulangan
Ke-
Kadar Mangan di
Inlet
(mg/l)
Kadar Mangan di
Outlet
(mg/l)
Efisiensi
(%)
I 0,489 0,274 43,97
II 0,494 0,278 43,73
III 0,474 0,290 38,82
Rata - rata 0,486 0,281 42,18
Ka
da
r F
e (
mg
/l)
0.585 0.59
0.532
0.215 0.2240.247
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
I II III
Inlet
Outlet
Pengulangan Ke-
Ka
da
r M
n (
mg
/l)
0.489 0.4940.474
0.274 0.278 0.29
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
I II III
Inlet
Outlet
Pengulangan Ke-
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Erwinsyah1, Waryati2, Ika Meicahayanti3
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil (SNTS) 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
53
Mangan (Mn) adalah kation logam yang
memiliki karakteristik kimia serupa dengan besi.
Mangan berada dalam bentuk manganous (Mn2+
) dan
manganik (Mn4+
). Kadar mangan pada kerak bumi
sekitar 950 mg/kg. Sumber alami mangan adalah
pyrolusite (MnO2), rhodocrosite (MnCO3), manganite
(Mn2O3.H2O), hausmannite (Mn3O4), biotite mica
[K(Mg,Fe)3(AlSi3O10)(OH)2], dan amphibole
[(Mg,Fe)7Si8O22(OH)2]. Kadar mangan pada perairan
air tawar sangat bervariasi, antara 0,002 mg/liter
hingga lebih dari 4,0 mg/liter. Pada air minum kadar
mangan maksimum adalah 0,4 mg/liter. Perairan
yang diperuntukkan bagi irigasi pertanian untuk
tanah yang bersifat asam sebaiknya memiliki kadar
mangan sekitar 0,2 mg/liter, sedangkan untuk tanah
yang bersifat netral dan alkalis sekitar 10 mg/liter.
Meskipun tidak bersifat toksik, mangan dapat
mengendalikan kadar unsure toksik di perairan,
misalnya logam berat. Jika dibiarkan di udara terbuka
dan mendapat cukup oksigen, air dengan kadar
mangan (Mn2+
) tinggi (lebih dari 0,01 mg/liter) akan
membentuk koloid karena terjadinya proses oksidasi
Mn2+
menjadi Mn4+
. Koloid ini mengalami presipitasi
membentuk warna cokelat gelap sehingga air menjadi
keruh.
Berdasarkan Tabel 3, dapat dilihat kadar
mangan dalam air setelah pengolahan menggunakan
adsorben arang kulit pisang kepok mengalami
penurunan kadar mangan dengan nilai rata-rata 0,281
mg/liter, sehingga telah memenuhi persyaratan
kualitas air bersih dan air minum yaitu yaitu 0,4
mg/liter berdasarkan Permenkes No.
492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan
Kualitas Air Minum.
4. KESIMPULAN
Dari hasil uji laboratorium yang telah dilakukan
terhadap sampel outlet filter dengan media arang
ukuran 4,76 mm dihasilkan kadar besi dalam air yang
sudah dibawah baku mutu dengan nilai rata-rata
0,229 mg/liter, dan kadar mangan dalam air yang
sudah dibawah baku mutu dengan nilai rata-rata
0,281 mg/liter, sedangkan untuk filter dengan ukuran
media arang 2,38 mm dan 2 mm tidak dapat diuji
karena terjadi penyumbatan atau clogging pada
media filter. Adsorben arang kulit pisang kepok dapat
menurunkan kadar besi dalam air danau Perumahan
Kayu Manis dengan tingkat efisiensi sebesar 59,75%
yaitu dari 0,569 mg/liter menjadi 0,229 mg/liter, dan
kadar mangan dengan tingkat efisiensi sebesar
42,18% yaitu dari 0,486 mg/liter menjadi 0,281
mg/liter.
DAFTAR PUSTAKA
[1]. Chereminisoff, N. P., 2002, Handbook of Water
and Wastewater Treatment Technologies,
Butterworth-Heinemann, United States of
America
[2]. Danarto, Y. C., Utomo P. B., & Sasmita, F.,
2010, Pirolisis Limbah Serbuk Kayu dengan
Katalisator Zeolit, Prosiding Seminar Nasional
Teknik Kimia Kejuangan Pengembangan
Teknologi Kimia Pengolahan Sumber Daya
Alam Indonesia, Yogyakarta
[3]. Effendi, H., 2003, Telaah Kualitas Air, Bagi
Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan
Perairan, Kanisius, Yogyakarta
[4]. Harja, E. J., 2013, Efektifitas Kulit Pisang
Kepok (Musa Acumminate) sebagai Teknologi
Filter Penjernihan Sederhana Terhadap Air
Yang Tercemar Tembaga (Cu) dan Timah (Pb),
http/:endrajuniharja.blogspot.com (diakses pada
tanggal 20 November 2015)
[5]. Hewett, Emma, Stem A. and Mrs. Wildfong,
2011, Banana Peel Heavy Metal Water Filter.
http://users.wpi.edu
[6]. Lismawan, F., 2013, Pemanfaatan Sampah Kulit
Pisang Menjadi Char dengan Proses Pirolisis,
Universitas Mulawarman, Samarinda
[7]. Munadjim, 1988, Teknologi Pengolahan Pisang,
PT. Gramedia, Jakarta
[8]. Noorhandoyo, D.A., 2011, Penurunan Kadar
Besi dan Penetralan pH Air Sumur Bor dengan
Adsorben Arang Aktif, Universitas
Mulawarman, Samarinda
[9]. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor:
492/Menkes/Per/IV/2010 tentang
Persyaratan Kualitas Air Minum
[10]. Rahayu, T. 2004, Karakteristik Air Sumur
Dangkal di Wilayah Kartasura dan Upaya
Penjernihannya, Universitas Muhammadiyah,
Surakarta
[11]. Sembiring, M.T., Sinaga T.S., 2003, Arang
Aktif (Pengenalan dan Proses Pembuatannya),
Universitas Sumatera Utara, Medan
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Dewi Setyawati1, Sulardi2
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil (SNTS) 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
54
KESELAMATAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG
FASILITAS LAYANAN UMUM DENGAN READINESS
FASILITAS TANGGAP DARURAT
Dewi Setyawati
1),, Sulardi
2)
1 Mahasiswa Prodi D4-K3 Universitas Balikpapan 2 Dosen Prodi D4-K3 Universitas Balikpapan
[email protected] 1), [email protected] 2)
ABSTRAK
Tujuan penelitian adalah untuk memberikan gambaran keselamatan konstruksi dengan kondisi aktual ketersediaan
dan kesiapan (readiness) fasilitas layanan tanggap darurat di lingkungan bangunan gedung PT. PLN (Persero) Area
Balikpapan. Metode penelitan yang digunakan untuk mencapai tujuan adalah metode penelitian deskriptif dengan
pendekatan studi kasus berdasarkan regulasi standar Permen PU No. 26 Tahun 2008. Hasil penelitian menunjukan
bahwa ketersediaan dan kesiapan fasilitas layanan gawat darurat secara aktual pada kondisi cukup, namun
memerlukan masih perbaikan. Hasil penelitian juga merekomendasikan agar PT. PLN (Persero) Area Balikpapan
dapat mereplikasi prosedur dan aplikasi fasilitas gawat darurat dari industri BUMN sejenis dengan role model
perusahaan industry Migas PT.Pertamina RU V Balikpapan.
Kata kunci : Keselamatan konstruksi, fasilitas layanan gawat darurat, readine
1. PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Konstruksi gedung fasilitas layanan umum
didesain secara khusus dengan dilengkapi fasilitas
pelengkap terhadap latanan potensi-potensi bahaya
agar bila terjadi kondisi darurat semua pekerja, personil
dan orang-orang yang ada didalam bangunan gedung
dapat dievakuasi dengan baik dan aman. Kondisi
darurat adalah kondisi genting saat terjadi bencana
kebakaran atau gempa bumi sehingga bangunan
gedung dalam bahaya dan ada kemungkinan terjadi
kegagalan bangunan yang membahayakan manusia,
peralatan dan bahan-bahan yang ada didalam bangunan
gedung. Untuk itu pada konstruksi bangunan gedung
yang digunakan untuk layanan fasilitas umum seperti
PT.PLN (Persero) yang mempunyai jumlah karyawan
cukup banyak dan jumlah relasi yang cukup banyak
pula memerlukan fasilitas tanggap darurat yang
memadai. Oleh karena itu pentingnya bagi pekerja dan
relasi didalam bangunan gedung untuk mendapatkan
informasi jika terjadi kondisi darurat demi mencegah
dan meminimalisir terjatuhnya korban jiwa akibat
keadaan darurat tersebut.
Permasalahannya adalah, dari hasil pengamatan
visual terhadap fasilitas layanan darurat di lokasi
diketahui adanya beberapa fasilitas layanan darurat
yang tidak tersedia dan tidak sesuai ketentuan sehingga
dikategorikan sebagai kondisi sub standard dan unsafe
condition. Dampak permasalahan tersebut adalah
secara kualitas fasilitas layanan kondisi darurat pada
kondisi sub standard, secara cost berpotensi
menimbulkan losses akibat terjadi kecelakaan yang
memerlukan biaya cukup besar, secara delivery tidak
terpemuhinya fasilitas kelengkapan bangunan gedung,
secara safety ada potensi kecelakaan saat terjadi
keadaan darurat dan secara moral adanya beban moral
pada pekerja yang bertanggung jawab terhadap
keselamatan dan keamanan gedung.
Dengan hal tersebut maka penelitian ini penting
dilakukan untuk memberikan gambaran mengenai
pentingnya fasilitas tanggap darurat didalam gedung
layanan umum seperti di lokasi penelitian. Target yang
ingin dicapai dari penelitian ini adalah diperolehnya
data-data penting terkait fasilitas keselamatan dan
kondisi darurat dilingkungan kantor operasi PLN
sehingga dapat memberikan gambaran obyektif
terhadap readiness fasilitas tanggap darurat yang dapat
digunakan dengan baik sewaktu-waktu terjadi kondisi
darurat di kantor operasi PLN.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan
masalah tersebut diatas , maka dapat dirumuskan
permasalahan, Apakah Sistem Penanggulangan
Tanggap darurat, operasional bangunan gedung dan
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Dewi Setyawati1, Sulardi2
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil (SNTS) 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
55
terutama Fasilitas Tanggap Darurat kebakaran sudah
sesuai dengan standard keselamatan.
Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukan penetian ini adalah untuk
mendeskripsikan dan menggambarkan tentang
prosedur dan readiness layanan tanggap darurat
kebakaran dilingkungan PT. PLN (Persero) area
Balikpapan. Diharapkan pula dari penelitian ini adalah
diperolehnya pengetahuan baru dan manfaat praktis
yang merupakan jawaban atas rumusan masalah
penelitian yang kelak akan menjadi bahan
pertimbangan aplikasi dari berbagai pihak. Dari hasil
penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberikan
kontribusi positif yang dapat dipergunakan dalam
implementasi tanggap darurat di lingkungan PT. PLN
(Persero) area Balikpapan. Lebih lanjut dari hasil
penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi
para pengambil keputusan di lingkungan PT. PLN
(Persero) Area Balikpapan di dalam implementasi
tanggap darurat yang lebih baik dimasa mendatang.
2. TINJAUAN PUSTAKA
Keadaan Darurat
Menurut departemen tenaga kerja (2003) keadaan
darurat merupakan situasi atau kejadian yang sudah
normal yang terjadi tiba-tiba dan dapat mengganggu
kegiatan komunitas dan perlu segera ditanggulangi.
Adapun penyebab keadaan darurat antara lain karena
bencana alam (natural disaster) seperti banjir,
kekeringan, angin topan, gempa bumi dan petir, karena
terjadi kegagalan teknis, seperti pemadaman listrik,
kebocoran nuklir, peristiwa kebarakan atau ledakan dan
kecelakaan lalu lintas, dank arena huru hara seperti
perang, kerusuhan.
Keadaan darurat dapat dibagi menjadi tiga
kategori, yaitu keadaan Darurat Tingkat 1 (Tier 1),
adalah keadaan darurat yang berpotensi mengancam
jiwa manusia dan harta benda (asser) yang secara
normal dapat diatasi oleh personel jaga dari suatu
instansi atau pabrik dengan menggunakan prosedur
yang telah dipersiapkan tanpa perlu adanya perlu
bantuan yang di konsinyalir. Keadaan darurat tipe ini
termasuk dalam sumber saja), kerusakan asset dan luka
korban terbatas, dan penanganannya cukup dilakukan
oleh petugas yang ada diperusahaan. Akan tetapi, pada
tipe ini kemungkinan timbulnya bahaya yang lebih
besar dapat terjadi. Untuk itu, program pelatihan yang
bermutu, konsisten, dan teratur sangat diperlukan untuk
mencegah bahaya yang lebih besar. Keadaan Darurat
Tingkat II (Tier II) adalah suatu kecelakaan besar
dimana semua karyawan yang bertugas dibantu dengan
peralatan dan material yang tersedia diinstansi
perusahaan tersebut tidak lagi mampu mengendalikan
keadaan darurat seperti kebakaran besar, ledakan
dahsyat, bocoran bahan B3 yang kuat, semburan liar
sumur minyak/fas dan lain-lain, yang mengancam
nyawa manusia/ lingkungannya dan atau assets dan
instalasi/ pabrik tersebut dengan dampak bahaya atas
karyawan/ daerah/ masyarakat sekitarnya. Batuan
tambahan yang diperlukan masih berasal dari industri
sekitar, pemerintah setempat dan masyarakat
sekitarnya.
Keadaan darurat yang dimaksudkan dalam hal ini
adalah suatu kecelakaan atau bencana besar yang
mempunyai konsekuensi (a) terjadi beberapa korban
manusia (b) dapat merusak dan melumpuhkan kerugian
instalasi/pabrik (c) dapat merusak harta benda pihak
lain didaerah setempat dan diluar daerah instalasi (d)
tidak dapat dikendalikan oleh tim tangap darurat dan
dalam pabrik itu sendiri, bahkan harus minta bantuan
pihak luar. Keadaan darurat tingkat III adalah keadaan
darurat berupa malapetaka/ atau bencana dahsyat
dengan akibat lebih besar dibandingkan dengan Tier II
dan memerlukan bantuan, koordinasi kepada tingakat
nasional.
Darurat Kebarakaran
Kebakaran ialah suatu rekasi oksdasi eksotemis
yang berlangsung dari suatu bahan yang disertai
dengan timbulnya nyala api atau penyalaan, Menurut
NFPA kebakaran sebagai peristiwa oksidasi dimana
bertemunya tiga buah unsur yaitu bahann yang
terbakar, oksigen yang terapat diudara dan panas yang
dapat berakibat menimbulkan kerugian harta benda
atau cedera bahkan kematian kematian manusia.
Kebakaran secara umum juga dapat diartikan sebagai
peristiwa atau kejadian timbulnya api yang tidak
terkendali yang dapat membahayakan keselamatan jiwa
maupun harta benda.
Fenomena terjadinya kebakaran yang dapat
diamati, antara lain (a) terjadi tidak diduga sebelumnya
(b) bermula dari api relatif kecil (c) ada faktor/unsur
yang memicunya (d) api kebakaran akan meluas dan
besar ke semua arah secara radiasi, konveksi dan
konduksi (e) kegagalan penanggulangan kebakaran
akibat reaksi lambat dalam operasi pemadaman (f) api
yang terkendali mengakibatkan kerugian harta benda,
kecelakaan yang membawa manusia, hilangnya
lapangan kerja, penderitaan dan lain-lain. Timbulnya
kerugian dan segala akibat yang ditimbulinkan,
sebabkan adanya ketimpangan antara lain (a) tidak ada
deteksi atau alarm (b) sistem deteksi/alarm tidak
berfungsi (c) alat pemadam api tidak sesuai/tidak
memadai (d) alat pemadam api tidak berfungsi, dan (e)
sarana evakuasi tidak tersedia dan lain-lain.
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Dewi Setyawati1, Sulardi2
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil (SNTS) 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
56
3. METODE PENELITIAN
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT. PLN (Persero)
Area Balikpapan, tepatnya PLN Area pemasaran
Balikpapan yang memiliki area layanan untuk wilayah
Kota Balikpapan yang terdiri dari wilayah Balikpapan
Kota, Balikpapan Timur, Balikpapan Barat, Balikpapan
Tengah, Balikpapan Selatan dan wilayah pemasaran
Balikpapan Utara. Kantor Layanan PLN ini melayani
penjualan listrik kepada masyarakat, industri, sosial,
pemerintah, instansi dan badan-badan usaha lain yang
memiliki mketergantungan dengan pasokan listrik dari
PLN.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian
deskripsi yakni deskripsi permasalahan, rumusan,
standard dan rujukan baku yang dijadikan referensi
adalah peraturan dan regulasi yang dikeluarkan oleh
pemerintah dan kementrian yang selanjutnya dijadikan
pedoman standar baku secara umum di Indonesia.
Untuk kepentingan penelitian ini maka perolahan data
dalam penelitian ini menggunakan metode
pengamatan, wawancara, observasi dan dokumentasi.
Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan keterangan
atau pengetahuan dari makhluk hidup maupun proses
dalam kehidupan tersebut. Pengamatan (observasi)
dapat dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif.
Metode wawancara dalam penelitian ini adalah proses
memperoleh keterangan untuk tujuan penelitan dengan
cara tanya jawab sambil bertahap muka antara si
penanya atau pewawancara dengan dengan si penjawab
atau responden. Metode lain untuk memperoleh data
penelitian adalah dengan dokumentasi. Dokumnetasi
yaitu catatan perintiwa yang sudah belalu. Domunta
bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya
monumental. Dokumentasi yang berbentuk tulisan
misalnya catatan harian, sejarah kehidupan (life
histories), kriteria, biografi, peraturan dan kebijakan.
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan untuk
menganalisis tingkat penerapan sistem tanggap darurat
kebakaran dan upaya penanggulangan kebakaran.
Analisis data dalam penelitian ini meliputi organisasi
tanggap darurat dibandingkan dengan NFPA 10 (Life
Safety Code) dan prosedur tanggap darurat
dibandingkan dengan NFPA 101 (Life Safety Code).
Sedangkan untuk mengetahui seberapa persen
pemenuhan sarana penyelamat jiwa kebakaran, yang
kemudian dibandingkan dengan standar acuan
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.26 Tahun
2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi
Kebakaran Pada Bangunan Gedung Dan Lingkungan,
diantaranya mencakup (a) Jalur evakuasi (b) pintu
darurat (c) tangga darurat (d) , dan (e) tempat
berhimpun dan berkumpul jika terjadi darurat.
Metode Pendekatan
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan
studi kasus yakni kasus fasilitas layanan darurat pada
gedung operasional PT. PLN Area Balikpapan yang
merupakan fasilitas gedung layanan terhadap relasi
kelistrikan di wilayah kota Balikpapan. Studi kasus ini
dipilih karena operasi layanan penjualan kelistrikan
adalah salah satu kebutuhan dasar masyarakat dan
dipastikan bahwa kegiatan operasional dilingkungan
gedung PT.PLN (Persero) Area Balikpapan selain
diperuntukan bagi karyawan PLN juga terdapat relasi-
relasi dan sub kontraktor yang terkait dengan
penyediaan dan ketersediaan kelistrikan di kota
Balikpapan. Dengan jumlah yang demikian banyak
orang didalm bangunan gedung tersebut jika sewaktu-
waktu terjadi bahaya dan darurat kebakaran maka
pekerja dan relasi yang ada didalam gedung harus
dievakuasi denga baik dan aman tanpa terjadi
kepanikan dan kecelakaan.
Demikian pula dengan teridentifikasinya fasilitas
layanan kondisi darurat di lingkungan gedung PT. PLN
(Persero) Area Balikpapan maka dapat diketahui
bagaimana readiness atau kesiapan PT. PLN (Persero)
Area Balikpapan jika sewaktu-waktu terjadi darurat
kebakaran atau darurat bencana alam yang
mengharuskan pekerja dan relasi dievakuasi dengan
fasilitas layanan darurat yang dapat berfungsi dengan
baik dan aman.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kesiapan Keadaan Darurat
Upaya yang di lakukan PLN area Balikpapan
dalam menangani potensi keadaan darurat adalah
masing-masing manajemen atau yang mewakili
mengidentifikasi keadaan darurat yang potensial di
dalam maupun luar tempat kerja serta menerbitkan
prosedur untuk menanggapi keadaan darurat, prosedure
yang telah dibuat telah diuji secara berkala serta tiap
pekerja wajib mendapatkan pelatihan mengenai
prosedur keadan darurat.
Setiap alat dan sistem tanda bahaya keadaan
darurat diperiksa, diuji dan dipelihara secara berkala.
Tamu dan relasi yang berada diwilayah kerja PLN area
Balikpapan wajib Melaporkan kedatangan dan
kepergiannya kepada petugas security dan melaporkan
barang bawaan dari ataupun keluar unit Serta
Mendapat izin tertulis dari pimpinan unit kerja jika
memasuki wilayah kerja yang berbahaya dan atau
melakukan pekerjaan di wilayah kerjanya.
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Dewi Setyawati1, Sulardi2
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil (SNTS) 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
57
Managemen Tanggap Darurat
Berdasarkan data sekunder, PT PLN (Persero)
Area Balikpapan telah memiliki organisasi tanggap
darurat. Pemenuhan Organisasi Tanggap Darurat PT
PLN area Balikpapan menurut standar National Fire
Protection Association (NFPA) 10 adalah sebagai
berikut :
1. Kondisi secara aktual, terdapat tim
penanggulangan kebakaran
2. Kondisi secara aktual, terdapat organisasi tanggap
darurat
3. Kondisi secara aktual, tetugas penanggung jawab
sudah dilakukan pelatihan penanganan kebakaran
Pelatihan Tanggap Darurat
Berdasarkan data sekunder dari hasil wawancara
PT PLN (Persero) Area Balikpapan memberikan
pelatihan tanggap darurat berupa penanganan darurat
kebakaran dan bencana alam adalah sebagai berikut.
1. Kondisi secara aktual, telah ada program
pelatihan penanggulangan kebakaran dilakukan
setiap enam bulan satu kali dalam setahun atau
dalam periode enam bulan sekali
2. Kondisi secara actual, telah tersedia program
evakuasi pekerja bila terjadi darurat kebakaran
atau darurat bencana alam
3. Kondisi secara aktual, telah terdapat pelatihan
yang diselenggarakan secara periodic dan
diharapka sewaktu-waktu terjadi keadaan darurat
yang tak terduga, pekerja dan relasi yang ada
didalam gedung PT. PLN (Persero) Area
Balikpapan telah siaga.
Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian yang dilakukan di PLN
(Persero) Area Balikpapan adalah untuk mengetahui
fasilitas tanggap darurat kebakaran yang ada digedung
PLN (Persero) Area Balikpapan yang mengacu pada
Permen PU No 26 Tahun 2008 dengan kriteria
efektifitas fasilitas layanan tanggap darurat
sebagaimana tersaji pada tabel 1.
Tabel 1. Tabel kriteria
Persentase Kriteria
100%
81-90%
71-80%
61-70%
<60%
Memenuhi dan Handal
Memenuhi
Cukup Memenuhi
Kurang Memenuhi
Tidak Memenuhi
Pembahasan
Berdasarkan observasi, bangunan kantor di area
PT PLN (Persero) Area Balikpapan memiliki pintu
keluar masuk yang lebih dari satu, kecuali ruangan
dibelakang bangunan utama gedung PLN Balikpapan
yang hanya mempunya satu pintu untuk arah keluar
masuk karyawan. Petunjuk jalan keluar sudah
terpasang diarea kantor, tetapi peletakannya masih
kurang terlihat dibeberapa ruangan ditambah lagi
petunjuk jalan keluar masih belum dilengkapi dengan
sumber daya listrik darurat dan petunjuk arah masih
belum terpasang diruangan belakang gedung utama PT
PLN area Balikpapan. Demikian pula berdasarkan
observasi bangunan gedung kantor di PT PLN
(Persero) Area Balikpapan memiliki beberapa pintu
darurat yang langsung terhubung kehalaman luar. Di
masing-masing lantai terdapat dua pintu darurat yang
menuju tangga darurat, namun kondisi pintu terlihat
kotor, kurang terawat dan kondisi catnya telah buram
mengalami pengelupasan.
Diketahui pula pada semua bangunan gedung PT
PLN (Persero) Area Balikpapan terdapat fasilitas
tangga darurat yang mana masing-masing tangga
terdapat di bagian sisi kanan dan kiri disetiap lantai
pada bangunan gedung. Hanya saja tangga darurat
masih sering dilalui oleh para karyawan dan tidak
adanya tulisan “EMERGENCY EXIT” disetiap bagian
tangga darurat. Hal yang dianggap kurang adalah pada
fasilitas lampu penerangan darurat karena tidak semua
bangunan yang terdapat di area gedung PT PLN
(Persero) Area Balikpapan dilengkapi dengan lampu
penerangan darurat. Untuk kodisi siang hari telah
terbantu dengan adanya pencahayaan dari lampu yang
pasang disetiap ruangan gedung PLN. Akan tetapi
tidak semua lampu penerangan darurat jika terjadi
kondisi darurat kebakaran dapat menyala dengan
sendirinya. Hal ini perlu menjadi perhatian karena
kurangnya cahaya dapat mengakibatkan terjadi
kesalahan identifikasi dan terjadi kecelakaan.
Pada fasilitas tempat berkumpul (muster point),
telah terdapat tempat berkumpul darurat di PT PLN
(Persero) Area Balikpapan ada area diluar bangunan
yaitu area terbuka, untuk untuk area perkantoran
terdapat diarea parkir didepan gedung utama
perusahaan dan area dibelakang gedung utama juga
terdapat diarea parkir didepan genung utama
berkumpul sudah diberikan tanda satu rambu tempat
rambu berkumpul dengan tulisan dan tanda yang jelas
dan mudah dikenal.
perusahaan dan area tempat
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Dewi Setyawati1, Sulardi2
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil (SNTS) 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
58
5. PENUTUP
Kesimpulan:
1. Fasilitas layanan tanggap darurat kebakaran,
darurat bencana alaman dan darurat lain di
lingkungan gedung kantor PT. PLN (Persero)
Area Balikpapan terdiri dari dari fasilitas petunjuk
arah (escape way), fasilitas pintu darurat
(emergency exit), fasilitas tangga darurat lengkap
dengan handrailnya, fasiltas lampu penerangan
dan fasilitas tempat berkumpul (muster point),
secara kondisinya dalam batas cukup, namun
masih memerlukan perbaikan
2. Dilingkungan gedung kantor operasi PT. PLN
(Persero) Area Balikpapan telah tersedia prosedur
tanggap darurat, telah ada pelatihan tanggap
darurat dengan periode dua kali dalam setahun
dan secara periodik dilakukan penyuluhan
terhadap relasi yang datang bertamu di
lingkungan PT. PLN (Persero) Area Balikpapan
lebih dari 2 jam dengan prosedur tanggap darurat
yang harus dipatuhi bila terjadi kondisi darurat,
namun memerlukan perbaikan terhadap prosedur
yang tidak memiliki batas waktu.
Saran-saran:
1. Terhadap fasilitas layanan tanggap darurat
kebakaran, darurat bencana alaman dan darurat
lain di lingkungan gedung kantor PT. PLN
(Persero) Area Balikpapan memerlukan perbaikan
berupa prosedur tanggap darurat harus direvisi
sesuai kondisi aktual, petunjuk escape way dibuat,
dipasang dan dapat dilihat dengan jelas serta
perlunya pemasangan fasilitas lampu penerangan
yang memadai untuk mencegah terjadinya
kecelakaan pada saat evakuasi gawat darurat
2. Prosedur tanggap darurat dilingkungan PT. PLN
(Persero) Area Balikpapan adalah bagian tidak
terpisahkan dari keselamatan konstruksi bangunan
gedung, diperlukan perbaikan dengan mereplikasi
prosedur gawat darurat sejenis dari perusahaan
BUMN seperti PT. Pertamina yang telah
berpengalaman mengatasi permasalahan sejenis.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Depnakertrans, 2003 : Majalah : Hiperkes dan
Keselamatan Kerja Vol. XXXXVI No.2, Periode
April-Juni, Indonesia.
[2] Kepmen Tenaga Kerja R.I, No.KEP/189/1999,
1999, Tentang Penanggulangan Kebakaran di
Tempat Kerja.
[3] Kepmen PU No. 11/KPTS/2000, 2000, Tentang
Managemen Penanggulangan Kebakaran.
[4] Kondarus Dangur, 2006, Kesehatan dan
Keselamatan Kerja Membangun SDM Pekerja
Sehatm, Produktif dan Kompetitif, Jakarta :
Litbang Dangur dan Partners.
[5] National Fire Protection Assosiation (NFPA) 101
1986, Health Care Code USA, 2002.
[6] Permen PU No. 26 Tahun 2008, 2008,
Persyaratan Tekhnis Sistem Proteksi
Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan
Lingkungan.
[7] Suardi, Rudi, 2005, Sistem Managemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Panduan
Penerapan Berdasarakan OHSAS 18001 dan
Permenaker 05/1996. Penerbit PPM,
Jakarta.
[8] Sulardi, 2015, Keselamatan Konstruksi Main
Office Building Dengan Readiness Fasilitas
Layanan Tanggap Darurat,
http://ptmkppwab81.pertamina.com/komet/search
Result.aspx? ptm;Kodefikasi, AC 96272
[9] Puslitbang Departemen Pekerjaan Umum, Pd-T-
11-2005-C, 2005, Pemeriksaan Keselamatan
Kebakaran Bangunan Gedung.
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Muhammad Busyairi1, Brama Kusuma Hartoko2,
Yunianto Setiawan3 Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil (SNTS) 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
59
. POTENSI METODE MICROBIAL FUEL CELL DUAL
CHAMBER TERHADAP PENURUNAN KANDUNGAN
BAHAN ORGANIK DAN PRODUKSI LISTRIK PADA
LIMBAH CAIR TAHU
Muhammad Busyairi
1), Brama Kusuma Hartoko
2), dan Yunianto Setiawan
3)
1,2.3) Prodi Teknik Sipil, Universitas Tridharma Balikpapan
Jln. A.W Syahrani No.7, Balikpapan, 76126
ABSTRACT
Tofu industry has become one of the most widespread home industries. In the production process, the tofu industry
produces liquid and solid waste can cause environmental pollution, especially the aquatic environment. Microbial
Fuel Cell method (MFC) is a waste treatment method by utilizing microbial activity to minimize waste while
producing electricity The purpose of this research is to know the effectiveness of MFC in reducing organic matter in
tofu wastewater, and the amount of electric energy generated. The reactor used is a type of MFC dual chamber.
KMnO4 was used at the cathode space and tofu wastewater in the anode chamber. The electrodes used are graphite
type carbon. Performed COD measurements every 12 hours, while for the current strength and voltage is measured
every 6 hours during the operating time of 48 hours. The results showed that dual chamber MFC method can
decrease dissolved organic matter and produce electricity. The optimum efficiency of COD was decreased 42,86%
and efficiency of BOD decrease 86,83% at 48 hours. As for the maximum electricity production of 28.61 mW / cm2
at the residence of 24 hours.
Keywords: bod, cod, electrical energy, liquid waste tofu, microbial fuel cell dual chamber.
ABSTRAK
Saat ini industri tahu telah menjadi salah satu industri rumah tangga yang tersebar luas. Dalam proses produksinya,
industri tahu menghasilkan limbah cair dan padat yang dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan, khususnya
lingkungan perairan. Microbial Fuel Cell (MFC) merupakan suatu metode pengolahan limbah dengan
memanfaatkan aktifitas mikroba untuk meminimasi limbah sekaligus memproduksi listrik. Tujuan dari penelitian ini
adalah mengetahui efektivitas dari MFC dalam menurunkan bahan organik pada limbah tahu, serta besarnya energi
listrik yang dihasilkan. Reaktor yang digunakan adalah jenis MFC dual chamber. Digunakan cairan elektrolit
KMnO4 pada ruang katoda dan limbah cair tahu pada ruang anoda. Elektroda yang digunakan adalah karbon jenis
grafit. Dilakukan pengukuran COD setiap 12 jam, sedangkan untuk kuat arus dan tegangan listrik diukur setiap 6
jam selama waktu pengoperasian 48 jam. Hasil penelitian menunjukkan metode MFC dual chamber mampu
menurunkan bahan organik terlarut limbah dan memproduksi listrik. Diperoleh hasil efisiensi penurunan COD
optimum sebesar 42,86% dan efisiensi penurunan BOD sebesar 86,83% pada waktu tinggal 48 jam. Sedangkan
untuk produksi listrik maksimum yaitu sebesar 28,61 mW/cm2 pada waktu tinggal 24 jam.
Kata kunci : bod, cod, energi listrik, limbah cair tahu, microbial fuel cell dual chamber.
1. PENDAHULUAN
Limbah cair industri tahu memiliki keasaman
dengan pH 4-5, COD berkisar 10.000 mg/liter dan
BOD berkisar 5.000 mg/liter (Prihantoro, 2010 dalam
Handayani dan Sari, 2015). Limbah cair tahu
mengandung bahan organik tinggi dan kadar BOD yang
cukup tinggi pula, apabila langsung dibuang pada
badan air berakibat menurunnya kualitas lingkungan
tersebut (Sato et al, 2015).
Microbial Fuel Cell (MFC). MFC suatu metode
pengolahan limbah dengan memanfaatkan aktifitas
mikroba untuk meminimasi limbah sekaligus
memproduksi listrik (Hermawan, 2014). Penggunaan
air limbah dalam sistem MFC mempunyai keuntungan
tersendiri yaitu polutan dalam limbah cair dapat
menjadi sumber karbon untuk menghasilkan energi
listrik (Li et al, 2011 dalam Purwono, 2015).
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Muhammad Busyairi1, Rezkie Zulfikri2, Edhi
Sarwono3 Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil (SNTS) 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
60
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
efektivitas dari Dual chamber Microbial Fuel Cell
dalam menurunkan kandungan bahan organik, COD
dan BOD yang terdapat pada air limbah tahu, serta
besarnya energi listrik yang dihasilkan berdasarkan
variasi waktu tinggal yang telah ditentukan.
2. METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah
reaktor MFC, multimeter, kabel, capit buaya, neraca
analitik, gelas beaker, gelas ukur, erlenmeyer, spatula,
pipet ukur dan pipa diameter ½ inch. Bahan yang
digunakan pada penelitian ini adalah limbah cair
industri tahu di Jl. Wiraswasta, nutrien agar, elektroda
(grafit), aquadest, NaCl, KMnO4, HCl, NaOH, batu
kerikil ukuran diameter 8-12 mm.
Variabel Penelitian
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi
waktu tinggal dalam reaktor yaitu 12 jam dan 4 jam.
Variabel terikat pada penelitian ini adalah COD, BOD,
kuat arus, tegangan dan pH.
Persiapan
Jembatan garam dibuat dari campuran komposisi
konsentrasi NA 10% dan konsentrasi larutan garam
NaCl sebesar 10%. Preparasi elektroda dilakukan
dengan merendam elektroda pada larutan HCl 1 M
selama 24 jam dan larutan NaOH 1 M selama 24 jam.
Reaktor MFC dibuat dari toples yang memiliki volume
2 liter dengan panjang diameter 12,6 cm dan tinggi 16
cm. Ruang katoda dan anoda dipisahkan oleh jembatan
garam sepanjang 10 cm berdiameter ½ in. Elektroda
yang digunakan memiliki diameter 0,8 cm dan tinggi
4,7 cm.
Pengoperasian
Tahap pertama yang dilakukan adalah seeding dan
aklimatisasi. Tahap seeding dan aklimatisasi ini
dikondisikan batch selama beberapa hari hingga reaktor
siap dilanjutkan pada tahap running. Tahap seeding dan
aklimatisasi dilanjutkan ke tahap berikutnya saat
penurunan konsentrasi COD diperoleh efisiensi
penyisihan yang relatif fluktuatif dengan toleransi
fluktuasi 10%. Pada penelitian ini, aklimatisasi
dilakukan dengan 2 tahapan yaitu tahap I (75% glukosa
: 25% limbah) dan tahap II (25% glukosa : 75%
limbah).
Pada tahap running dilakukan pengoperasian
selama 48 jam. Pengukuran COD dilakukan setiap 12
jam sekali dan pengukuran BOD dilakukan pada awal
dan akhir pengoperasian, sedangkan untuk besar kuat
arus listrik dan tegangan listrik diukur setiap 6 jam
sekali.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Awal Limbah Cair Tahu
Karakterisasi limbah dilakukan untuk mengetahui sifat
fisik dan kimia pada limbah.
Tabel 1. Hasil uji awal limbah cair tahu
Parameter Satuan Hasil Uji *Baku Mutu
pH - 4,3 6,0 – 9,0
COD mg/L 7920 300
BOD mg/L 603,9 150
*Perda Gubernur Prov. Kaltim No. 02 Tahun 2011
Sumber : Data Primer, 2017
Seeding dan Aklimatisasi
Parameter yang diukur saat proses seeding yaitu
konsentrasi Chemical Oxygen Demand (COD).
Konsentrasi Chemical Oxygen Demand (COD) selama
proses seeding dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Konsentrasi COD selama proses seeding
Menurut Januarita (2015), konsentrasi COD
semakin menurun dikarenakan substrat yang semakin
habis. Hal ini dikarenakan substrat merupakan karbon
sehingga penting dalam sumber energi bagi
mikroorganisme untuk melakukan metabolisme dan
mendegradasi kandungan COD terlarut dalam limbah
cair tersebut. Nilai konsentrasi COD yang berangsur
mengalami penurunan dari waktu ke waktu,
menunjukkan perkembangan yang baik pada masa
seeding terhadap mikroorganisme yang berusaha untuk
dibiakkan didalam bioreaktor anaerobik. Hasil yang
didapat dari 3 kali pengulangan pada reaktor tersebut,
tahap seeding tercapai dalam waktu 14 hari dengan
persentasi penurunan COD terlarut sebesar 88,23%.
Aklimatisasi merupakan tahap penyesuaian atau
adaptasi bakteri yang dimanfaatkan untuk
mendegradasi limbah cair tahu. Penurunan konsentrasi
COD pada tahap aklimatisasi tahap I dapat dilihat pada
gambar 2.
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Muhammad Busyairi1, Rezkie Zulfikri2, Edhi
Sarwono3 Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil (SNTS) 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
61
Gambar 2. Konsentrasi COD selama proses aklimatisasi I
Dalam 3 kali pengulangan pada hari pertama
hingga hari ke-4 konsentrasi COD mengalami
penurunan yang signifikan dari waktu ke waktu.
Konsentrasi COD untuk semua reaktor mencapai
efisiensi penurunan hingga 34,62% - 46,15% yaitu
konsentrasi turun hingga sebesar 5040 mg/l sampai
6120 mg/l dari konsentrasi awal sebesar 9360 mg/l.
Akan tetapi, pada hari ke-5 ke-7 mulai terjadi
peningkatan konsentrasi COD sehingga efisiensi
penyisihan COD mengalami penurunan hingga sebesar
11,54% saja. Peningkatan konsentrasi terjadi karena
adanya gradien konsentrasi akibat dari pengadukan
yang tidak sempurna pada reaktor tersebut. Selain itu
menurut Hermayanti (2014), tidak adanya penurunan
COD diduga karena peningkatan biomassa
mikroorganisme. Pada hari ke-8, konsentrasi COD
kembali mengalami penurunan secara signifikan
dengan jumlah konsentrasi terkecil mencapai 3240 mg/l
pada hari ke-11 dari konsentrasi awal sebesar 9360
mg/l. Tahap aklimatisasi I tercapai selama 12 hari
dengan penurunan COD sebesar 65,38%.
Tahap aklimatisasi II dilakukan dengan variasi
25:75 dalam total volume 1500 liter yaitu 25% untuk
glukosa dan 75% untuk limbah cair tahu. Tahapan
aklimatisasi 50:50 tidak dilakukan dikarenakan proses
aklimatisasi tahap I menunjukkan hasil degradasi COD
yang memuaskan, sehingga dapat dilakukan asumsi
bahwa bakteri dapat mendegradasi substrat berupa
limbah cair tahu yang memiliki kandungan bahan
organik tinggi.
Gambar 3. Konsentrasi COD selama proses aklimatisasi II
Berdasarkan gambar 3 di atas dapat terlihat dari 3
kali pengulangan, penurunan COD pada tahap
aklimatisasi II terbesar terjadi pada hari ke-10 pada
reaktor 2 dengan efisiensi penyisihan sebesar 84,62%.
tetapi pada hari ke-8 hingga hari setelahnya terutama
pada reaktor 1 dan 2 pada grafik mulai terlihat kondisi
yang fluktuatif. Hal ini terjadi karena adanya gradien
konsentrasi akibat dari pengadukan yang tidak
sempurna pada reaktor tersebut sehingga terjadi
kenaikan konsentrasi. Dari 3 kali pengulangan tersebut,
pada tahap aklimatisasi II tercapai dalam waktu 16 hari
dengan penurunan COD sebesar 57,69%.
Running MFC
Proses running dilakukan dengan sistem batch dan
konsentrasi limbah tahu 100%. Proses running
dilakukan selama 48 jam dan dilakukan pengukuran
terhadap parameter COD, BOD, kuat arus, dan
tegangan. Berikut ini adalah grafik tren perubahan
konsentrasi COD limbah cair tahu selama waktu
pengoperasian yang dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Perubahan konsentrasi COD tahap running
Berdasarkan gambar 4 dapat terlihat bahwa
konsentrasi nilai COD mengalami penurunan dari
waktu ke waktu. Dari 3 kali pengulangan, konsentrasi
COD seluruh reaktor mengalami penurunan tertinggi
pada jam ke-48 dengan efisiensi mencapai 32,14%
sampai 42,86% yaitu konsentrasi turun hingga 5760
mg/l sampai 6840 mg/l dari kosentrasi awal sebesar
10080 mg/l. Penurunan nilai konsentrasi COD terbesar
terdapat pada reaktor 2 yaitu pada jam ke-48 dengan
nilai COD sebesar 5760 mg/l dari konsentrasi awal
sebesar 10080 mg/l dengan efisiensi sebesar 42,86%.
Hal ini membuktikan bahwa reaktor Microbial Fuel
Cell tersebut mampu menurunkan nilai COD limbah
tahu.
Kemampuan reaktor MFC untuk menurunkan
nilai COD limbah secara umum masih belum begitu
baik Akan tetapi, efisiensi penurunan konsentrasi COD
yang didapatkan dalam penelitian ini lebih besar
daripada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Hermawan (2014) yang hanya mampu menurunkan
sebesar 28,9%. Hal ini dikarenakan adanya
penambahan media batu kerikil yang dapat memperluas
tempat tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme.
Pengaruh variasi waktu tinggal dapat terlihat dari awal
pengoperasian hingga waktu tinggal ke 48 jam,
efisiensi penurunan COD cenderung meningkat dari
28,57% menjadi 42,68%. Sehingga dapat disimpulkan
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Muhammad Busyairi1, Rezkie Zulfikri2, Edhi
Sarwono3 Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil (SNTS) 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
62
bahwa semakin lama waktu pengoperasian semakin
besar bahan organik yang terdegradasi oleh
metabolisme yang dilakukan mikroorganisme sehingga
semakin besar efisiensi penurunan konsentrasi COD
dalam limbah cair tahu tersebut.
Pada penelitian ini, dilakukan juga pengujian
parameter limbah cair BOD. Hasil uji laboratorium
konsentrasi BOD dan efisiensi penurunan BOD pada
limbah cair tahu pada awal dan akhir pengoperasian
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Pengujian Konsentrasi BOD
Konsentrasi BOD [mg/L]
Jam
ke- Pengulangan 1 Pengulangan 2 Pengulangan 3
0 603,90 603,9 603,9
48 106,70 79,54 85,36
Efisiensi [%]
0 - - -
48 82,30 86,83 85,87
Berdasarkan tabel 2 dapat terlihat dari 3 kali
pengulangan, penurunan konsentrasi BOD terbesar
terjadi pada reaktor 2 yaitu dengan jumlah konsentrasi
BOD mencapai 79,54 mg/l dari konsentrasi BOD awal
603,9 mg/l dengan efisiensi tercapai sebesar 86,83%.
Apabila dibandingkan dengan standar baku mutu
menurut Peraturan Daerah Gubernur Kaltim No. 02
Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air yang dapat dilihat pada
tabel 1, nilai BOD telah memenuhi standar baku mutu
dengan nilai dibawah 300 mg/l yaitu sebesar 79,54
mg/l.
Dalam penelitian ini, pengukuran pH dilakukan
setiap 12 jam menggunakan pH meter HANNA HI
98107. Baerikut adalah tren perubahan nilai pH limbah
cair tahu selama waktu pengoperasian dapat dilihat
pada Gambar 5.
Gambar 5. Perubahan nilai pH pada tahap running
Awal pengoperasian hingga jam ke 32 nilai pH
mengalami kenaikan hingga sebesar 5,4 tertinggi dari
nilai awal yaitu 4,3, lalu selanjutnya pada jam ke 48
nilai pH mengalami penurunan dengan nilai pH yaitu
5,2 pada pengulangan 1. Kenaikan pH pada air limbah
disebabkan adanya H+ yang mengalir secara kontinyu
ke katoda sehingga anoda semakin lama kekurangan
ion H+ akibatnya pH menjadi naik. Oleh karena itu,
kenaikan nilai pH air limbah tahu meningkat dari awal
pengoperasian hingga pada jam ke 32. Hal ini sesuai
dengan teori Foster (1957) dalam Hermawan (2014)
yang mendefinisikan pH sebagai nilai logaritma
aktivitas ion hidrogen (H+) yang terlarut. Makin besar
konsentrasi ion H+ maka makin kecil nilai pH-nya
(makin asam larutan), dan begitu juga sebaliknya.
Pada sistem anaerobik, biodegradasi bahan
organik melalui beberapa tahap yaitu hidrolisis,
asidogenesis, asetogenesis, dan metanogensis. Gula
sederhana sebagai molekul biodegradable terdegradasi
seperti pada persamaan 1 berikut.
Mikroorganisme
Cn H2nOn → CO2 + H+ + e
- (1)
Pada tahap diatas tampak bahwa elektron sudah
bisa dihasilkan dari dekomposisi senyawa sederhana.
Menurut Lovely (2008) dalam Purwono (2015), asam
asetat akan terdegradasi seperti yang ditunjukkan dalam
persamaan 2 sebagai berikut.
CH3COOH + 2H2O → CO2 + 8H+ + 8e (2)
Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa pada
tahap asidogenesis sudah mulai menghasilkan elektron,
akan tetapi masih sangat kecil sehingga arus
perpindahan elektron baru dapat terjadi pada tahap
selanjutnya yaitu tahap asetogenesis. Pada tahap
asetogenesis terjadi pembentukan senyawa asetat yang
merupakan sumber elektron untuk menghasilkan arus.
Oleh karena itu, produksi listrik terjadi pada reaksi
biokimia anaerobik tahap asetogenesis.
Metode pengukuran produksi listrik pada reaktor
MFC adalah menggunakan multimeter digital. Produksi
listrik pada reaktor MFC dapat ditunjukkan dengan
besarnya nilai power density yang didapatkan dari hasil
pengukuran kuat arus dan tegangan pada reaktor
tersebut.
Gambar 6. Produksi listrik pada reaktor MFC
Pada Gambar 6 dapat terlihat bahwa produksi
pada setiap variasi waktu tinggal secara umum
melonjak naik yaitu pada jam ke-0 sampai jam ke-12
dengan perolehan produksi listrik tertinggi sebesar
25,60 mW/cm2 pada waktu tinggal 12 jam. Sementara
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Muhammad Busyairi1, Rezkie Zulfikri2, Edhi
Sarwono3 Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil (SNTS) 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
63
itu, perolehan produksi listrik yang dihasilkan pada jam
ke-18 hingga jam ke-48 terlihat fluktuatif akan tetapi
cenderung stabil. Selama pengoperasian berlangsung
produksi listrik tertinggi dari 3 kali pengulangan adalah
sebesar 28,61 mW/cm2 pada jam ke-24 sedangkan pada
akhir pengoperasian produksi listrik yang dihasilkan
lebih kecil dengan nilai 26,76 mW/cm2 pada waktu
tinggal 48 jam. Hasil tersebut menunjukkan adanya
perolehan yang sedikit fluktuatif pada kuat arus dan
tegangan yang diperoleh dari reaktor MFC tersebut. Hal
ini diduga disebabkan karena adanya interaksi atau
persaingan bakteri.
Penurunan COD di reaktor MFC terjadi akibat
adanya proses metabolisme mikroorganisme. Proses
metabolisme ini membutuhkan akseptor elektron untuk
menghasilkan energi yang kemudian dalam sistem
MFC dimanfaatkan untuk membangkitkan listrik.
Hubungan antara penurunan COD dan produksi listrik
dapat dilihat pada gambar 7.
Gambar 7. Hubungan efisiensi penurunan COD dan produksi
listrik
Dari gambar 7 diatas, dapat terlihat secara umum
efisiensi penurunan COD mengalami peningkatan dari
waktu ke waktu sebanding dengan produksi listrik yang
diperoleh pada reaktor MFC. Produksi listrik yang
dihasilkan diperoleh dari aktivitas metabolisme
mokroorganisme yang mendegradasi bahan organik
sehingga konsentrasi COD pun mengalami penyisihan.
Hal ini sesuai dengan beberapa penelitian yang
dilakukan sebelumnya, menurut Utami (2013),
Septyana (2014), dan Ardhianto (2014), terdapat
hubungan antara penurunan COD dan produksi listrik
dimana semakin besar penurunan COD, semakin besar
pula produksi listrik yang dihasilkan.
4. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Kesimpulan :
Berdasarkan uraian permasalahan, metode penelitian
dan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Metode MFC dual chamber mampu menurunkan
kotaminan bahan organik terlarut di dalam limbah
dengan nilai efisiensi penurunan konsentrasi BOD
sebesar 86,83%.
2. Pengaruh variasi waktu tinggal terhadap penurunan
konsentrasi bahan organik terlarut dapat terlihat dari
efisiensi penurunan COD yang didapatkan selama
pengoperasian berlangsung, efisiensi penurunan
COD cenderung meningkat dari 28,57% menjadi
42,68%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
semakin panjang waktu tinggal semakin besar
bahan organik yang terdegradasi oleh metabolisme
yang dilakukan mikroorganisme sehingga semakin
besar efisiensi penurunan konsentrasi COD dalam
limbah cair tahu tersebut.
3. Penurunan kadar COD dalam limbah berhubungan
dengan produksi listrik yang dihasilkan. Semakin
tinggi produksi listrik yang dihasilkan, semakin
tinggi pula persentase penurunan kadar COD yang
dihasilkan.
Saran-saran :
1. Diharapkan pada penelitian selanjutnya dilakukan
dengan waktu pengoperasian yang lebih panjang hingga
beberapa hari pada tahap running, sehingga pengukuran
parameter limbah cair dan produksi listrik dapat diukur
per hari selama pengoperasian berlangsung agar
diketahui perubahan pada tiap parameter yang terjadi
setiap hari.
2. Diharapkan pada penelitian selanjutnya dilakukan
pengoperasian reaktor MFC dengan menggunakan
sistem kontinyu pada tahap running, agar dapat
meningkatkan potensi reaktor MFC tersebut dan dapat
diketahui pegaruh waktu tinggal hidrolik atau waktu
retensi terhadap potensi metode MFC tersebut.
REFERENSI
[1]. Handayani, N., I., Sari, I., R., J., 2015, Teknologi
Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu sebagai
Sumber Energi dan mengurangi Pencemaran Air,
Seminar Nasional Pangan Lokal, Bismis dan Eko-
Industri.
[2]. Hermawan, K., V., 2014, Pengolahan Air Limbah
Industri Tahu menggunakan Sistem Dual
Chamber Microbial Fuel Cell, Jurnal Online
Institut Teknologi Nasional Itenas No. 1 Vol. 2
[3]. Hermayanti, A., Nugraha, I., 2014, Potensi
Perolehan Energi Listrik dari Limbah Cair
Industri Tahu dengan Metode Salt Bridge
Microbial Fuel Cells, Jurnal Sains Dasar 3 (2) 162
– 168.
[4]. Januarita, R., Azizah A., Ulfa, A., W., A.,
Syahidah, H., Samudro, G., 2015, MFC 2 in 1 :
Microbial Fuel Cells Pengolah Air Limbah dan
Penghasil Listrik (Alternatif : Limbah Isi Rumen
Sapi dengan Pengaruh Variasi COD dan pH),
Artikel Ilmiah – Universitas Diponegoro,
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php.
[5]. Purwono, 2015, Penggunaan Teknologi Reaktor
Microbial Fuel Cells (MFC) dalam Pengolahan
Limbah Cair Industri Tahu untuk Menghasilkan
Energi Listrik, Jurnal Presipitasi Vol. 12 No. 2,
ISSN 1907-187X.
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Muhammad Busyairi1, Rezkie Zulfikri2, Edhi
Sarwono3 Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil (SNTS) 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
64
[6]. Sato, A., Utomo, Priyo., Abineri H.S.B., 2015,
Pengolahan Limbah Tahu Secara Anaerobik-
Aerobik Kontinyu, Seminar Nasional Sains dan
Teknologi Terapan III Institut Teknologi Adhi
Tama Surabaya, ISBN 978-602-98569-1-0.
[7]. Septiyana, I., 2013, Pengaruh Variasi Debit dan
Jumlah Elektroda terhadap Penurunan COD dan
Produksi Listrik dalam Reaktor Microbial Fuel
Cells (MFC) Studi Kasus : Air Limbah Rumah
Potong Hewan (RPH) Kota Salatiga, DIPA
IPTEKS I (1) 45.
[8]. Utami, T., S., Arbianti, R., Hardiyani, S., P., 2013,
Potensi Microbial Fuel Cell sebagai Pengolah
Limbah Cair Industri Tempe, Prosiding SNTK
TOPI, ISSN 1907 – 0500.
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Muhammad Busyairi1, Rezkie Zulfikri2, Edhi
Sarwono3 Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil (SNTS) 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
65
TEKNOLOGI ROUGHING FILTER DALAM
PENINGKATAN KUALITAS AIR PERMUKAAN
DENGAN PARAMETER TOTAL SUSPENDED SOLIDS
(TSS) TURBIDITAS DAN TOTAL COLIFORM (STUDI KASUS: AIR PERMUKAAN SUNGAI KARANG MUMUS)
Muhammad Busyairi
1), Rezkie Zulfikri
2) dan Edhi Sarwono
3)
1,2,3 ) Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Mulawarman
Jln. Sambaliung No.9 Kampus Gunung Kelua, Samarinda
ABSTRACT
The high increase of population and economic activity of society. Community needs for clean water continue to
increase. And with the limited capacity of clean water production by PDAM, it causes people to use other water
sources. People who live on the banks of the river Karang Mumus use the river water without a treatment
processing first. River polluted by suspended solids and also the presence of microbiological pollution requires
natural processing, one of which is roughing filters. In this study we studied the decrease of total suspended solids,
turbidity, and total coliform in raw water of Karang Mumus River by using roughing filter. And to know the
effectiveness of gravel and brick media used as a medium of roughing filter. The medium used both pebbles and
bricks, has three different sizes with the size of 12 – 18 mm, 12 – 8 mm, 4 – 8 mm. Roughing filter processing
method used is upflow roughing filter in series with the addition of sedimentation basin at the beginning and slow
sand filter at the end of processing. The results showed that roughing filter could decrease the total suspended solid
parameter from 1450 mg/L to 200 mg/L on gravel media, and 1700 mg/L to 150 mg/L on brick media. In the
turbidity parameter, gravel media can reduce turbidity from 729,33 NTU to 1,21 NTU, and on brick media turbidity
value is lowered from 923,33 NTU to 2,19 NTU. And on total coliform from 35000 MPN/100 ml to 1600 MPN/100
ml on gravel media and from 17000 MPN/100 ml to 110 MPN/100 ml on brick media. There is no significant
difference in the efficiency by using gravel and brick media. But the brick medium is superior in decreasing the total
suspended solids and total coliform parameters.
Keywords : Roughing Filter, Total Suspended Solids (TSS), Turbidity, Total Coliform.
ABSTRAK
Tingginya peningkatan penduduk dan aktivitas ekonomi masyarakat. Kebutuhan masyarakat akan air bersih terus
mengalami peningkatan. Dan dengan terbatasnya produksi air bersih oleh PDAM, menyebabkan masyarakat
menggunakan sumber air lain. Masyarakat Kota Samarinda yang tinggal di tepi sungai Karang Mumus banyak
menggunakan air sungai tanpa dilakukan proses pengolahan terlebih dahulu. Air sungai yang tercemar oleh padatan
tersuspensi dan juga pencemaran mikrobiologis membutuhkan pengolahan secara alamiah, salah satunya roughing
filter. Dalam penelitian ini dikaji penurunan TSS, turbiditas, dan total coliform dalam air baku Sungai Karang
Mumus dengan menggunakan roughing filter. Serta untuk mengetahui efektivitas dari media kerikil dan batu bata
yang digunakan sebagai media dari roughing filter. Media yang digunakan baik kerikil dan juga batu bata, memiliki
ukuran yang berbeda yakni dengan ukuran 12 – 18 mm, 12 – 8 mm, 4 – 8 mm. Roughing filter yang digunakan
adalah upflow roughing filter in series dengan penambahan bak sedimentasi di awal dan slow sand filter pada akhir
pengolahan. Hasil menunjukkan bahwa roughing filter mampu menurunkan parameter TSS dari 1450 mg/L menjadi
200 mg/L pada media kerikil, dan 1700 mg/L menjadi 150 mg/L pada media batu bata. Pada parameter turbiditas,
media kerikil mampu menurunkan kekeruhan dari 729,33 NTU menjadi 1,21 NTU, dan pada media batu bata nilai
turbiditas diturunkan dari 923,33 NTU menjadi 2,19 NTU. Dan pada parameter total coliform dari nilai 35000
MPN/100 ml menjadi 1600 MPN/100 ml pada media kerikil serta dari 17000 MPN/100 ml menjadi 110 MPN/100
ml pada media batu bata. Tidak adanya perbedaan yang signifikan dalam efisiensi penurunan dengan menggunakan
media kerikil dan batu bata. Namun batu bata unggul menurunkan parameter TSS dan total coliform.
Kata Kunci : Roughing Filter, Total Suspended Solids (TSS), Turbiditas, Total Coliform
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Muhammad Busyairi1, Rezkie Zulfikri2, Edhi
Sarwono3 Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil (SNTS) 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
66
1. PENDAHULUAN
Pengolahan air secara alami sudah diadopsi
sejak dulu sebelum munculnya metode-metode
pengolahan air secara kimia, seperti koagulasi,
flokulasi, serta klorinasi ditemukan dan digunakan.
Kerikil dan pasir digunakan sebagai media penyaring
yang menjadi komponen kunci dalam proses
pengolahan air secara alami. Walaupun pasir mampu
menjaga peran pentingnya dalam teknologi
pengolahan air sejak pengembangan slow sand filter
yang pertama di awal-awal abad terakhir,
penggunaan roughing filter berhasil digantikan oleh
proses pengolahan air secara kimia (Wegelin, 1986).
Namun pada akhirnya, beberapa dokumen
mencontohkan bahwa teknologi roughing filter
merupakan proses pengolahan air model lama yang
digunakan di masa lalu dan kembali ditemukan yang
kemudian dikembangkan beberapa tahun terakhir.
Roughing filter umumnya digunakan untuk
memisahkan padatan halus dari air yang digunakan
atau disandingkan dengan bak atau tangki
sedimentasi. Roughing filter merupakan filter fisik,
dimana material atau zat diserap oleh bahan berpori
(Wegelin, 1996). Media filter yang biasa digunakan
adalah kerikil, arang, dan pecahan keramik.
Roughing filter biasanya menggunakan media dengan
diameter berbeda-beda, pada bagian awal dengan
diameter besar dan diameter yang semakin kecil pada
bagian-bagian selanjutnya. Sehingga tiap bagian
tersebut menyaring padatan dengan diameter yang
berbeda-beda pula (Wegelin, 1996). Menurut
Nkwonta dan Ochieng (2009), mengingat efisiensi
penurunan untuk padatan tersuspensi total, mangan,
kekeruhan, warna, alga dan besi, sistem ini telah
menunjukkan hasil yang memuaskan. Hasil yang
tercapai di penelitian sebelumnya menunjukkan
bahwa roughing filter dapat dikatakan sebagai pre-
treament yang efisien apabila air permukaan
digunakan sebagai air baku untuk pengolahan.
Penggunaan teknologi Roughing filter
merupakan teknologi sederhana yang dapat
digunakan untuk pengolahan air permukaan. Dalam
aplikasinya teknologi atau unit Roughing filter dapat
digunakan sebagai unit pra-sedimentasi, flokulasi,
dan filtrasi. Sehingga berdasarkan latar belakang
tersebut, masalah yang diangkat oleh peneliti adalah
penggunaan teknologi sederhana roughing filter
sebagai unit pre-treatment¬ dalam menurunkan
tingginya tingkat padatan tersuspensi, kekeruhan, dan
total coliform yang terdapat pada air permukaan
dalam hal ini adalah air sungai Karang Mumus di
Kota Samarinda. Serta dalam penggunaan varian
media yang efektif dalam penurunan padatan
tersuspensi, kekeruhan, dan total coliform yang baik
pada roughing filter. Dan penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui manfaat roughing filter sebagai
pengolahan alternatif dalam upaya-upaya pengolahan
air khususnya air bersih, serta sebagai bahan acuan
bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan
masyarakat luas.
2. KAJIAN PUSTAKA
2.2. Roughing filter
Roughing filter merupakan salah satu
pengendap multi lase bottom berupa kerikil yang
dapat memisahkan partikel tersuspensi secara efektif.
Media roughing filter biasanya tersusun atas kerikil
dengan diameter yang besar pada bagian awalnya,
kemudian menggunakan kerikil dengan diameter
yang lebih kecil pada bagian berikutnya, begitu
seterusnya. Adanya partikel dengan ukuran yang
kecil pada air baku, terjadi pengendapan dan
pelekatan pada media, tanpa menggunakan
penyaringan secara mekanikal. (Okun & Schultz,
1984)
Proses utama yang terjadi pada roughing filter
adalah proses sedimentasi. Rongga pori pada media
roughing filter relatif lebih besar dari pada rongga
pori pada slow sand filter. Jika terjadi clogging pada
roughing filter, maka dapat dilakukan pembilasan
atau penggantian media. Kecepatan filtrasi roughing
filter tergantung pada besarnya filter, karakteristik air
baku, dan kemampuan menurunkan kekeruhan.
Variasi media filter (porositas), perbandingan tiap
media filter, fraksi media filter, panjang dan lebarnya
bak filter dan optimalisasi untuk menghilangkan zat
tersuspensi. Faktor yang paling berpengaruh dalam
efisiensi penurunan kekeruhan adalah ukuran partikel
yang terkandung dalam air baku dan distribusinya.
(Levine, 1990)
Gambar 1. Mekanisme Kerja Roughing Filter
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Muhammad Busyairi1, Rezkie Zulfikri2, Edhi
Sarwono3 Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil (SNTS) 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
67
Air mengalami pengolahan tahap demi tahap,
terutama jika ukuran pengotor di dalamnya berbeda-
beda. Tahap pertama dan termudah dalam skema
pengolahan air ialah pemisahan padatan kasar
(coarse solids separation). Partikel yang lebih halus
dipisahkan di tahap pra-pengolahan kedua, dan pada
akhirnya, pengolahan air berakhir dengan
penghilangan atau penghancuran padatan kecil dan
mikroorganisme. Tahap-tahap pra-pengolahan yang
berbeda ini akan berkontribusi terhadap pengurangan
mikroorganisme patogenik. Patogen yang menempel
pada permukaan padatan terlarut akan tertahan ketika
padatan dipisahkan. Beberapa mikroorganisme yang
mengapung di air juga mungkin terdorong menuju
permukaan dan melekat di lapisan biologis. Dengan
demikian, zat padat dan mikroorganisme menghadapi
berbagai rintangan/penghalang dalam proses
pengolahan. Karena efisiensi pengolahan dari tiap
penghalang (barrier) meningkat searah dengan arah
aliran, maka pengotor menjadi semakin sulit untuk
melalui barrier dalam pengolahan. Penghilangan
padatan terlarut dalam roughing filter membutuhkan
laminar flow (Galvis et al., 2006).
2.2. Sedimentasi
Sedimentasi adalah pemisahan partikel-partikel
padatan tersuspensi dalam air dengan pengendapan
secara gravitasi. Bak sedimentasi sering disebut juga
sebagai clarifier maupun thickener. Jika tujuan utama
operasi sedimentasi adalah untuk menghasilkan aliran
keluaran yang rendah padatan tersuspensi, maka bak
sedimentasi biasanya disebut sebagai clarifier. Jika
tujuan utamanya adalah untuk menghasilkan suspensi
pekat, maka bak sedimentasi disebut sebagai
thickener. Namun demikian, istilah clarifier dan
thickener sering digunakan sebagai istilah yang tidak
dapat dibedakan. (Budiyono dan Sumardiono, 2013)
Prinsip utama dari sedimentasi adalah
memberikan kesempatan air untuk tinggal atau
mengalir dengan laju sangat lambat sehingga
partikel-partikel yang lebih berat akan mengendap ke
bawah karena gaya gravitasi. Partikel-partikel dalam
air mempunyai berat jenis (spesific gravity)
bervariasi dari 1,04 hingga 2,65. Partikel-partikel
yang memiliki spesific gravity yang lebih besar dari
1,20 akan dengan mudah mengendap ke dasar bak
sedimentasi. Sebaliknya, partikel-partikel yang lebih
ringan akan sukar mengendap. Laju pengendapan
berbagai ukuran partikel tersaji pada Tabel 2.2.
(Budiyono dan Sumardiono, 2013)
2.2. Sumber Air Baku dan Pengolahannya
Air murni memiliki rumus kimia H2O. Istilah
air umumnya dimaksudkan bukan untuk H2O murni,
tetapi air dengan berbagai macam kandungannya. Air
merupakan bahan pelarut yang baik, sehingga air
banyak mengandung berbagai jenis bahan, baik
dalam bentuk terlarut, tersuspensi, atau koloid.
(Suprihatin dan Suparno, 2013)
Berbagai kegiatan dapat berkontribusi pada
pencemaran air permukaan. Bergantung lokasi badan
air, sumber kontaminan air permukaan umumnya
berasal dari limbah industri, limbah domestik,
limpasan air hujan dari pemukiman, limbah pertanian
dan peternakan, erosi tanah, atau limbah rumah sakit.
Jenis kontaminan air permukaan mencakup
organisme patogen, bahan organik dan minyak,
nutrien (N dan P), bahan organik sintetik/toksik,
bahan anorganik, sedimen, bahan radio aktif atau
panas. (Suprihatin dan Suparno, 2013)
2.2. Jenis dan Sumber Kontaminan Air
Kekeruhan (turbidity) merupakan karakteristik
air yang terlihat pertama kali tentang kondisi air.
Kekeruhan dapat dijadikan indikator mutu air. Air
tampak keruh jika di dalam air tersebut terdapat
partikel-partikel tersuspensi atau koloid seperti tanah,
bahan organik terdispersi, plankton, dan bahan
anorganik lainnya. Air dengan tingkat kekeruhan
tinggi sering terkait dengan tingginya kandungan
mikroorganisme penyebab penyakit seperti virus,
parasit, dan beberapa jenis bakteri. (Suprihatin dan
Suparno, 2013)
Semua kontaminan air selain gas-gas terlarut,
berkontribusi terhadap beban padatan dalam air
tersebut, baik padatan terendapkan, tersuspensi,
koloid, maupun terlarut. Padatan di dalam air dapat
diklasifikasikan berdasarkan ukuran dan keadaannya,
sifat-sifat kimia, dan distribusi ukurannya. Bahan
padatan dalam air dapat diklasifikasikan berdasarkan
ukuran dan keadaannya seperti padatan terendapkan
(>10-2 mm), tersuspensi (>10-3 mm), koloid (10-6-
10-3 mm) atau terlarut (<10-6 mm).
Gambar 2. Ukuran Partikel Dalam Air
Bakteri, virus, dan hewan kecil lainnya pada
dasarnya selalu ada di dalam air permukaan.
Organisme tersebut kadang-kadang juga terdapat di
dalam air tanah. Meskipun kebanyakan
mikroorganisme di dalam lingkungan air sebenarnya
tidak berbahaya, tetapi sebagian kecil
mikroorganisme yang ada di lingkungan tergolong
mikroorganisme patogen dan dapat menyebabkan
penyakit pada manusia. Jika jenis organisme ini
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Muhammad Busyairi1, Rezkie Zulfikri2, Edhi
Sarwono3 Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil (SNTS) 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
68
terdapat dalam sistem distribusi air bersih komunal,
bahaya epidemi dapat terjadi. Oleh karena itu, sistem
penyediaan air minum tidak boleh mengandung
organisme patogen. (Suprihatin dan Suparno, 2013)
3. METODE PENELITIAN
Objek penelitian ini adalah Roughing Filter
dengan media kerikil dan juga media pecahan bata
tanah liat bakar, yang digunakan sebagai alat
pengolahan pra-sedimentasi dalam menurunkan
parameter Turbiditas (kekeruhan), TSS (Padatan
Tersuspensi Total), dan Total Coliform pada air
permukaan sungai Karang Mumus, Kota Samarinda,
Kalimantan Timur.
Metode analisis penelitian ini adalah metode
analisis kuantitatif, yakni metode eksperimental pada
tes pengujian dari pengolahan air baku sungai Karang
Mumus yang diolah melalui unit roughing filter,
untuk membuktikan kebenaran hipotesis dalam
efektifitas media sesuai dengan parameter yang telah
ditentukan. Selain itu metode yang digunakan dalam
uji yang dilakukan berdasarkan SNI-06-6989-25-
2005 tentang cara uji kekeruhan dengan
menggunakan Nefelometer; SNI-06-6989-3-2005
tentang cara uji padatan tersuspensi total (Total
Suspended Solids, TSS) secara gravimetri; Standard
Methods 9221 B. Standard Total Coliform
Fermentation Technique dalam pengujian Total
Coliform dengan metode MPN.
Dalam penelitian ini ditentukan dua variabel,
yakni variabel terikat dan variabel bebas. Variabel
bebas (independen) adalah variabel yang
mempengaruhi atau menjadi sebab perubahan atau
timbulnya variabel terikat. Variabel terikat
(dependen) adalah variabel yang dipengaruhi atau
yang menjadi akibat dari adanya variabel bebas.
Variabel bebas yang digunakan pada penelitian
ini adalah:
1. Roughing Filter dengan media kerikil.
2. Roughing Filter dengan media pecahan bata tanah
liat.
Variabel terikat yang ditentukan pada penelitian ini
adalah:
1. Parameter Turbiditas (Kekeruhan)
2. Parameter TSS (Padatan Tersuspensi Total)
3. Parameter Coliform (Bakteri Koliform)
Penelitian dimulai dari pengambilan dan
pengujian awal (uji pendahuluan) air permukaan dari
Sungai Karang Mumus. Dan kemudian dilakukan
penentuan metode pengolahan yang tepat dalam
memilih jenis roughing filter.
Rancangan roughing filter yang diteliti adalah
dalam bentuk skala laboratorium atau dalam skala
kecil. Oleh karena itu setidaknya disesuaikan dengan
beberapa variabel yang ada. Sehingga roughing filter:
a. Umumnya terdiri dari 3 unit disusun secara
berangkai (seri).
b. Ukuran media antara 20 – 4 mm, dimana ukuran
coarse 12 – 18 mm; medium sebesar 8 – 12 mm;
fine sebesar 4 – 8 mm.
c. Dioperasikan secara up-flow atau down-flow.
d. Laju filtrasi antara 0,3 – 1,0 m/h.
e. Tinggi filter relatif kecil sekitar 1 m dengan
total 3 meter untuk 3 unit.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Hasil Uji Pendahuluan
No. Parameter Hasil Uji
1. Turbiditas 49 FTU
2. Total Suspended Solids 79 mg/L
3. Coliform 4,1 x 102 MPN/100 ml
4.1 Pemilihan Skema Pengolahan Roughing
Filter
Karakteristik air baku sungai Karang Mumus
secara garis besar menentukan bagaimana tipe-tipe
proses pengolahan yang akan digunakan.
Berdasarkan hasil pengamatan dan uji pendahuluan
yang dilakukan, didapatkan bahwa sungai Karang
Mumus memiliki karakteristik padatan mampu
mengendap halus yang berupa lumpur dan pasir yang
terbawa oleh arus air sungai Karang Mumus baik
pada permukaan maupun pada bagian dasar sungai
tersebut.
Pada bagian kedua skema dilakukan
pengamatan pada saat pengambilan sampel air baku
sungai Karang Mumus. Didapat bahwa sungai
Karang Mumus memiliki karakteristik periode
puncak yang dapat terhitung mingguan hingga
bulanan. Namun dikarenakan pada penelitian ini
tidak dilakukan pengambilan air baku secara
kontinyu sehingga asumsi yang digunakan adalah
sungai Karang Mumus tidak memiliki periode
puncak yang pendek. Oleh karena itu pada skema
bagian kedua tidak ada pengolahan yang perlu
digunakan pada proses pengolahan yang dilakukan
oleh unit roughing filter.
Kemudian bagian ketiga yang ditentukan dalam
penentuan desain roughing filter adalah informasi
tingkat rata-rata dan tingkat jumlah tertinggi
konsentrasi turbiditas dan padatan tersuspensi dari air
baku sungai Karang Mumus. Berdasarkan data yang
didapat dari uji pendahuluan nilai konsentrasi
turbiditas berada pada nilai 49 FTU yang memiliki
nilai yang sama sebesar 49 NTU. Dan nilai turbiditas
dari padatan total tersuspensi berada pada nilai 79
mg/l. Namun pada penentuan skema pengolahan
rounging filter nilai yang akan diambil sebagai acuan
hanyalah nilai konsentrasi turbiditas yakni sebesar 49
FTU/NTU. Dan berdasarkan hasil uji dan
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Muhammad Busyairi1, Rezkie Zulfikri2, Edhi
Sarwono3 Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil (SNTS) 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
69
pengamatan yang dilakukan maka didapat bahwa
nilai tersebut berada diantara 30 – 200 NTU sehingga
unit pengolahan yang akan digunakan adalah Upflow
Roughing Filter In Series (URFS). Pada skema
bagian keempat dan kelima ditentukan tingkat faecal
coli, namun pada uji pendahuluan yang digunakan
adalah nilai coliform. Dan hasil coliform yang
didapat adalah sebesar 4,1 x 102 MPN/100 ml.
Sehingga pada penelitian ini tetap digunakan unit
Slow Sand Filter untuk pengolahan air sungai Karang
Mumus.
Gambar 3. Flowchart Skema Pengolahan Roughing Filter
4.2 Hasil Uji Pengolahan Air Baku Sungai
Karang Mumus
Grafik 1. Perbandingan Hasil Uji Total Solids, Total
Suspended Solids, dan Total Dissolved Solids Pengolahan
dengan Media Kerikil
Pada grafik 1 ditunjukkan perbandingan hasil
uji total solids, total suspended solids, dan total
dissolved solids pada pengolahan roughing filter
dengan menggunakan media kerikil. Pada garis
berwarna biru yang merupakan total solids pada
sampel A dimana sampel A merupakan sampel yang
diambil pada bak sedimentasi, yang memiliki nilai
hasil uji total solids sebesar 4000 mg/L. Kemudian
nilai tersebut turun pada sampel B yang merupakan
sampel yang diambil setelah pengolahan roughing
filter memiliki nilai sebesar 400 mg/L dimana
efisiensi dari unit roughing filter adalah sebesar 90%
dan kembali turun pada posisi 200 mg/L pada sampel
C, sampel yang diambil setelah proses slow sand
filter dengan efisiensi sebesar 50%. Pada garis merah
merupakan hasil uji total suspended solid, memiliki
nilai sebesar 1450 mg/L pada bak sedimentasi
kemudian turun mencapai 200 mg/L setelah proses
roughing filter dimana efisiensi penurunan sebesar
86,2%. Setelah proses pengolahan unit slow sand
filter nilai total suspended solids sama sekali tidak
mengalami perubahan pada nilai 200 mg/L. Garis
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Muhammad Busyairi1, Rezkie Zulfikri2, Edhi
Sarwono3 Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil (SNTS) 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
70
hijau seperti yang ditunjukkan pada grafik diatas,
merupakan hasil uji total dissolved solids. Pada
pengolahan bak sedimentasi nilai total dissolved
solids adalah sebesar 2550 mg/L dimana setelah
dilakukan pengolahan menggunakan roughing filter
nilai tersebut turun menjadi 200 mg/L dengan
efisiensi penurunan sebesar 92,15%. Kemudian
setelah pengolahan pada unit slow sand filter nilai
tersebut turun menjadi 0 mg/L, dimana efisiensi
penurunan pada unit slow sand filter adalah sebesar
100%.
Grafik 2. Hasil Uji Turbiditas Pengolahan dengan Media
Kerikil
Berdasarkan pada grafik 2 diatas, dapat dilihat
bahwa pada unit pengolahan bak sedimentasi nilai
turbiditas berada pada nilai 729,33 NTU, kemudian
nilai tersebut turun pada pengolahan unit roughing
filter menjadi sebesar 6,82 NTU dimana efisiensi
penurunan pada unit roughing filter adalah sebesar
99,06%. Kemudian pada pengolahan dengan slow
sand filter penyisihan kekeruhan pada air Sungai
Karang Mumus nilai turbiditas menjadi 1,21 NTU
dengan efisiensi penurunan sebesar 82,25%. Dan
berdasarkan data turbiditas diatas berkesesuaian
dengan data penurunan total solids, total suspended
solids, dan total dissolved solids yang merupakan
parameter fisik dari kualitas air Sungai Karang
Mumus yang diolah menggunakan unit-unit
pengolahan roughing filter.
Grafik 3. Hasil Uji Total Coliform Pengolahan dengan
Media Kerikil
Penurunan total coliform air olahan Sungai
Karang Mumus dengan menggunakan pengolahan
roughing filter dapat dilihat pada grafik 3 diatas.
Pada unit pengolahan bak sedimentasi tinggi total
coliform mencapai 35000 MPN/100 ml. Kemudian
setelah melalui proses pengolahan pada unit roughing
filter konsentrasi total coliform turun hingga
mencapai 1600 MPN/100 ml, dimana efisiensi
penurunannya adalah sebesar 95,42%. Kemudian
pada unit pengolahan slow sand filter konsentrasi
total coliform tidak mengalami perubahan dan berada
pada nilai 1600 MPN/100 ml.
Grafik 4. Hasil Uji Total Solids, Total Suspended Solids,
dan Total Dissolved Solids Pengolahan dengan Media
Variasi Batu Bata
Pada grafik 4.4 yang disajikan diatas, terdapat 3
parameter pengujian fisik yang dilakukan pada air
baku Sungai Karang Mumus. Dimana masing-masing
melalui pengolahan pada bak sedimentasi, unit
roughing filter, dan unit slow sand filter secara
berturut-turut ditunjukkan pada kolom A, B, dan C.
Dan dimana garis berwarna biru merupakan
parameter total solids, garis berwarna merah
merupakan parameter total suspended solids, dan
garis terakhir berwarna hijau merupakan parameter
total dissolved solids. Hasil uji total solids pada bak
sedimentasi memiliki nilai sebesar 3000 mg/L,
kemudian turun hingga mencapai nilai 800 mg/L
pada pengolahan roughing filter. Efisiensi penurunan
pada unit roughing filter mencapai 73,3%. Namun
pada unit slow sand filter nilai total solids sama
sekali tidak mengalami perubahan pada besaran 800
mg/L. Pada parameter total suspended solids, hasil
uji air baku yang diambil dari bak sedimentasi
memiliki nilai sebesar 1700 mg/L yang turun hingga
mencapai 150 mg/L pada unit roughing filter dimana
efisiensi penurunannya sebesar 91,17%. Dan tidak
mengalami perubahan sama sekali pada pengolahan
slow sand filter dimana nilai total suspended solids
sebesar 150 mg/L. Dan konsentrasi total dissolved
solids pada bak sedimentasi sebesar 1300 mg/L yang
turun mencapai 650 mg/L pada unit roughing filter,
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Muhammad Busyairi1, Rezkie Zulfikri2, Edhi
Sarwono3 Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil (SNTS) 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
71
dimana efisiensi penurunan sebesar 50%. Sama
halnya dengan parameter total solids dan total
suspended solids, hasil uji total dissolved solids sama
sekali tidak mengalami perubahan dan tetap pada
posisi 650 mg/L.
Berdasarkan data tersebut kemudian dilakukan
pemilihan data terbaik yang akan digunakan sebagai
data pembanding, untuk membandingkan penurunan
dan efisiensi dari media varian batu bata pada
parameter turbiditas. Pada sampel A, hasil uji yang
diambil dari sampel pada bak sedimentasi adalah
sampel A-2 dimana nilai rata-ratanya sebesar 927,33
NTU. Kemudian pada sampel B yang merupakan
sampel air baku yang diambil dari pengolahan unit
roughing filter dipilih data hasil uji dari sampel B-3
yang memiliki rata-rata nilai turbiditas sebesar 3,02
NTU. Dimana efisiensi penurunannya adalah sebesar
99,67%. Pada sampel C hasil uji turbiditas yang
digunakan adalah nilai turbiditas dari sampel C-2
yang memiliki nilai sebesar 2,19 NTU, dimana nilai
efisiensi penurunan turbiditas pada slow sand filter
adalah sebesar 27,48% seperti yang ditunjukkan pada
grafik 4.5 dibawah ini.
Grafik 5. Hasil Uji Turbiditas Pengolahan dengan Media
Variasi Batu Bata
Grafik 6. Hasil Uji Total Coliform Pengolahan dengan
Media Variasi Batu Bata
Sampel A, yang memiliki hasil uji total
coliform sebesar 17000 MPN/100 ml. Kemudian
pada sampel B, hasil uji yang digunakan adalah hasil
uji pada sampel B-3 yang memiliki nilai total
coliform sebesar 920 MPN/100 ml. Efisiensi
penurunan dari pengolahan pada bak sedimentasi
hingga unit roughing filter mencapai 94,58%. Pada
sampel C, data yang akan digunakan adalah hasil uji
pada sampel C-2 yang memiliki nilai total coliform
sebesar 110 MPN/100 ml, dimana efisiensi
penurunannya adalah sebesar 88,04%. Grafik
penurunan total coliform pada pengolahan dengan
media varian batu bata dapat dilihat pada grafik 6.
5. KESIMPULAN
1. Pengelolaan RF media kerikil dan RF media batu
bata dapat menurunkan parameter turbiditas, TSS,
dan Total Coliform pada air permukaan
2. Efektifitas penurunan parameter TSS pada RF-
media kerikil adalah 82,21% dan RF-media batu
bara 91,18%, parameter turbiditas pada RF-media
kerikil adalah 99,83% dan RF-media batu bara
99,76%, parameter coliform RF-media kerikil
adalah 95,43% dan RF-media batu bara 99,35%
3. Efektifitas antara media kerikil dan media
pecahan batu bata tidak terlalu berbeda, namun
media batu bata sedikit lebih efektif dalam
menurunkan total suspended solids dan total
coliform
DAFTAR PUSTAKA
[1]. Boller M. 1993. Filter Mechanism in Roughing
Filters. Technol: J. Water Supply Res.
[2]. Budiyono., & Sumardiono, Siswo. 2013. Teknik
Pengolahan Air. Yogyakarta: Graha Ilmu.
[3]. Graham N Ed. 1988. Slow Sand Filtration,
Recent Development in Water Treatment
Technology. Cheicester: Elis Horwood ltd.
[4]. Henry, JG, & Heinke, GW. 1996.
Environmental Science and Engineering 2nd
Ed. New Jersey : Prentice Hall.
[5]. Levine et al. 2008. Pilot Study of Horizontal
Roughing Filter in Northern Ghana as
Pretreatment or Highly Turbid Dugout Water.
Massuchessets : Rice University.
[6]. Masduqi, Ali., & Assomadi, A.F. 2012. Operasi
dan Proses Pengolahan Air. Surabaya : ITS
Press.
[7]. Nkwonta and Ochieng. 2009. Roughing Filter
for Water Pre-Treatment Technology in
Developing Countries: A Review. Pretoria :
Tshwane University of Technology.
[8]. Schulz, C.R. and Okun, D.A. 1984. Surface
Water Treatment for Communities in
Developing Countries. Wiley: ITDG
Publishing.
[9]. Suprihatin, & Suparno, Ono. 2013. Teknologi
Proses Pengolahan Air untuk Mahasiswa dan
Praktisi Industri. Bogor : IPB Press.
[10]. Wegellin, M. 1996. Surface Water Treatment by
Roughing Filters. A Design, Construction and
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Muhammad Busyairi1, Rezkie Zulfikri2, Edhi
Sarwono3 Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil (SNTS) 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
72
Operation Manual. Swiss Federal Institute for
Environmental Science and Technology
(EAWAG) and Department Water and
Sanitation in Developing Countries (SANDEC).
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Tamrin1, Masayu Widiastuti2
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil (SNTS) 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
73
STUDI PERBANDINGAN PENGGUNAAN SOIL CEMENT
DAN PENGGUNAAN AGREGAT UNTUK LAPIS
PONDASI BAWAH DI KALIMANTAN TIMUR
Tamrin
1), Masayu Widiastuti
2)
1,2) Dosen Fakultas Teknik Universitas Mulawarman Samarinda
Jl. Sambaliung No.9 Kampus Gunung Kelua, Samarinda
ABSTRAK
Pada umumnya jalan yang ada di Samarinda menggunakan agregat sebagai material untuk lapis pondasi
bawah. Namun dengan seiring perkembangan teknologi, ditemukanlah beberapa material yang bisa menggantikan
penggunaan agregat sebagai lapis pondasi bawah jalan. Soil cement menjadi salah satu alternatif pengganti
penggunaan agregat untuk lapis pondasi bawah jalan tetapi tetap mempunyai daya dukung yang memenuhi
persyaratan teknis. Metode analisis harga satuan (AHS) digunakan untuk memperkirakan harga satuan pekerjaan
perkerasan berbutir. Dalam membuat analisis harga satuan setiap satuan pengukuran memerlukan asumsi metoda
pelaksanaan pekerjaan atau cara kerja yang digunakan sehingga rumusan analisis harga satuan yang diperoleh
mencerminkan harga aktual di lapangan. Harga satuan pekerjaan terdiri atas biaya langsung dan biaya tidak
langsung. Komponen biaya langsung terdiri atas upah, bahan dan alat. Komponen biaya tidak langsung terdiri atas
biaya umum atau over head dan keuntungan. Biaya langsung dan tidak langsung akan ditambahkan dengan pajak
pertambahan nilai. Dari hasil perhitungan didapatkan hasil bahwa untuk lokasi ini soil cement lebih murah dari pada
agregat dengan perkiraan biaya untuk soil cement sebesar Rp. 405,682.86/m3 dan agregat sebesar Rp.
906,909.32/m3. Melalui analisis yang telah dilakukan, diharapkan dapat memberikan suatu masukan dan bahan
pertimbangan untuk penggunaan material lapis pondasi bawah kepada pihak terkait yang ingin membangun sebuah
jalan.
Abstract
In general road exist in Samarinda use aggregate as materials for foundation layer under. But with along
technology development, be found several materials that can replace aggregate uses as foundation layer under
road. Soil cement be one of the alternative aggregate use successor for foundation layer under road but permanent
has power supports that fulfil technical rules. unit price analysis method (AHS) is used to estimate job unit price
pavement granulous. In make unit price analysis every measurement unit needs job execution method assumption or
procedure that used so that unit price analysis formulation that got to reflect recent price at field. Job unit price
consists of direct cost and indirect expenses. Direct cost component consists of wage, ingredient and tool. Indirect
expenses component consists of general expense or over head and profit. Direct cost and not direct be added with
value added tax. From calculation result is got result that for this location is soil cement cheaper than in aggregate
with cost estimate to soil cement as big as Rp. 405,682.86/m3 and aggregate as big as Rp. 906,909.32/m3. Pass
analysis that done, supposed can give a input and consideration for foundation layer materials use under to related
parties that want to build a road.
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Tamrin1, Masayu Widiastuti2
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil (SNTS) 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
74
1. PENDAHULUAN
Dengan meningkatnya pembangunan di seluruh
bidang di Indonesia saat ini, transportasi merupakan
sektor yang memegang peranan yang sangat penting
guna menunjang pembangunan di sektor lain.
Pemilihan sarana yang menguntungkan salah satunya
adalah jalan raya.
Jalan raya di di Samarinda pada umumnya
menggunakan agregat sebagai lapis pondasi bawah.
Agregat yang biasa digunakan kebanyakan berasal dari
luar Samarinda. Agregat yang sering digunakan
biasanya didatangkan dari kota Palu, Sulawesi Tengah.
Tetapi pada saat ini ketersediaan agregat mulai menipis
akibat permintaan terus menerus. Oleh karena itu
beberapa pihak mulai mencari bahan alternatif yang
bisa menggantikan penggunaan agregar sebagai lapis
pondasi bawah jalan. Dengan perkembangan teknologi,
ditemukanlah beberapa material yang bisa
menggantikan penggunaan agregat sebagai lapis
pondasi bawah jalan. Soil cement menjadi salah satu
alternatif pengganti penggunaan agregat untuk lapis
pondasi bawah jalan tetapi tetap mempunyai daya
dukung yang memenuhi persyaratan teknis.
Di dalam tugas akhir ini penulis memilih jalan
yang digunakan adalah jalan akses stadion utama
Samarinda, Kalimantan Timur. Dimana pada salah satu
jalan aksesnya yaitu Jalan A.Rifaddin (1600 m)
menggunakan agregat untuk lapis pondasi bawah jalan
dan Jalan Gotong Royong (2876 m) menggunakan soil
cement sebagai lapis pondasi bawah. Dalam kasus ini
panjang jalan yang di tinjau sepanjang 1000 m.
Perumusan Masalah
Perumusan masalah yang di angkat dalam
penelitian ini ialah mengenai Studi Perbandingan
Penggunaan Soil Cement Dan Penggunaan Agregat
Untuk Lapis Pondasi Bawah Pada Pembangunan Jalan
Akses Stadion
Utama Samarinda, Kalimantan Timur adalah :
a. Membandingkan penggunaan jumlah alat, waktu
dan jumlah pekerja saat pelaksanaan pekerjaan lapis
pondasi menggunakan agregat dan soil cement.
b. Membandingkan anggaran biaya untuk lapis
pondasi bawah yang menggunakan agregat dan soil
cement.
Tujuan Penelitian
Tujuan yang akan dicapai dari hasil penelitian
tersebut sesuai dengan judul tugas akhir ini adalah:
a. Mengetahui jumlah alat, lama pekerjaan dan jumlah
pekerja yang dibutuhkan untuk melaksanakan
pekerjaan lapis pondasi dengan agregat dan soil
cement.
b. Mengetahui perbandingan biaya antara penggunaan
lapis pondasi dengan material agregat dan soil
cement.
Manfaat Penelitian
Dari apa yang dibahas di atas dapat dipetik
beberapa manfaat yaitu sebagai berikut :
a. Sebagai acuan dalam merencanakan lapis pondasi
bawah yang efektif dan ekonomis.
b. Untuk menambah wawasan tentang penggunaan
agregat dan soil cement untuk konstruksi lapis
pondasi bawah.
2. LANDASAN TEORI
a. Fungsi Jalan
Sesuai dengan undang-undang tentang jalan,
No.38 tahun 2004 dan sistem jaringan jalan di
Indonesia dapat dibedakan mwnjadi berikut ini :
a. Sistem jaringan jalan primer, adalah sistem jaringan
jalan dengan peranan pelayanan jasa distribusi
untuk pengembangan semua wilayah di tingkat
nasional dengan semua simpul jasa distribusi yang
kemudian berwujud kota.
b. Sistem jaringan jalan sekunder, adalah sistem
jaringan jalan dengan peranan pelayanan jasa
distribusi untuk masyarakat dalam kota.
Berdasarkan fungsi jalan, jalan dapat dibedakan
sebagai berikut:
a. Jalan arteri, adalah jalan yang melayani angkutan
umum dengan ciri-ciri pelayanan jarak jauh,
kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan masuk
dibatasi secara efisien.
b. Jalan kolektor, adalah jalan yang melayani angkutan
pengumpulan/pembagian dengan ciri-ciri perjalanan
jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah
jalan masuk dibatasi.
c. Jalan lokal, adalah jalan yang melayani angkutan
setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat,
kecepatan rata-rata rendah dan jumlah jalan masuk
tidak dibatasi.
b. Perkerasan Lentur
Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari 4 lapisan
struktur perkerasan jalan yang diletakkan di atas tanah
dasar yang telah dipadatkan. Lapisan tersebut berfungsi
untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkan ke
lapisan di bawahnya. Ke-empat (4) struktur perkerasan
jalan adalah :
1. Lapisan Permukaan
Lapisan yang terletak paling atas disebut lapis
permukaan dan berfungsi sebagai :
a. Lapis perkerasan penahan beban roda.
b. Lapis kedap air.
c. Lapis aus (wearing course).
d. Lapis yang menyebarkan beban ke lapisan lain
yang mempunyai daya dukung yang lebih jelek.
2. Lapisan Pondasi Atas
Fungsi lapisan pondasi atas ini antara lain sebagai :
a. Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang
dari beban roda dan menyebarkan beban ke
lapisan di bawahnya.
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Tamrin1, Masayu Widiastuti2
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil (SNTS) 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
75
b. Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah.
c. Bantalan terhadap lapisan permukaan.
3. Lapisan Pondasi Bawah
Fungsi pondasi bawah adalah :
a. Bagian dari konstruksi perkerasan untuk
menyebarkan beban roda ke tanah dasar.
b. Effisiensi penggunaan material. Mengurangi
tebal lapisan di atasnya yang lebih mahal.
c. Lapis peresap, agar air tanah tidak berkumpul di
pondasi.
d. Lapisan pertama, agar pekerjaan dapat berjalan
lancar. Lapisan untuk mencegah partikel-
partikel halus dari tanah dasar naik ke lapis
pondasi atas.
4. Lapisan tanah Dasar
Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli yang
dipadatkan jika tanah aslinya baik, tanah yang
didatangkan dari tempat lain dan dipadatkan atau tanah
yang distabilisai dengan semen atau bahan lainnya.
c. Tanah Dasar
Tanah adalah himpunan mineral, bahan organik
dan endapan-endapan yang relatif lepas yang terletak di
atas batuan dasar. Tanah terbagi ke dalam dua
klasifikasi yaitu klasifikasi unified dan klasifikasi
AASHTO. Sistem Unified dikembangkan oleh
Casagrande yang pada garis besarnya membedakan
tanah atas 3 kelompok besar yaitu :
a. Tanah berbutir kasar < 50% lolos saringan No.200.
b. Tanah berbutir halus > 50% lolos saringan No.200.
c. Tanah organik dapat dikenal dari warna, bau dan
sisa tumbuh-tumbuhan yang terkandung
didalamnya.
Pada garis besarnya tanah dikelompokkan menjadi
2 kelompok besar yaitu :
a. Kelompok tanah berbutir kasar(< 35% lolos no.
200), terdiri dari kelompok A-1, A-2, A-3.
b. Kelompok tanah berbutir halus (> 35% lolos no.
200), terdiri dari kelompok A-4, A-5, A-6, A-7.
c. Agregat
Agregat didefinisikan secara umum sebagai
formasi kulit bumi yang keras dan padat. ASTM
mendefinisikan agregat sebagai suatu bahan yang
terdiri dari mineral padat, berupa massa berukuran
besar ataupun berupa fragmen-fragmen. Sifat dan
kualitas agregat menetukan kemampuannya dalam
memikul beban lalu-lintas. Sifat agregat yang
menentukan kualitasnya sebagai bahan konstruksi
perkerasan jalan dapat dikelompokkan menjadi 3
kelompok yaitu :
1. Kekuatan dan keawetan (strength and durability)
lapisan perkerasan.
2. Kemampuan dilapisi aspal dengan baik.
3. Kemudahan dalam pelaksanaan dan menghasilkan
lapisan yang nyaman dan aman.
d. Soil Cement
Dalam perbaikan tanah dengan metode modifikasi
fisik dan kimia, yang umumnya digunakan adalah
dengan menambahkan bahan additive atau admixture.
Salah satu additive yang sering digunakan adalah
semen. Stabilisasi semen ± 2% mampu merubah sifat-
sifat tanah. Penambahan semen yang lebih banyak
mengakibatkan perubahan yang lebih nyata bahkan
cenderung radikal. Secara prinsip, soil cement terdiri
atas tiga komponen, yaitu:
a. Semen
Jenis semen yang digunakan adalah semen tipe I
dan harus sesuai dengan spesifikasi AASHTO M-
85, M-134 atau ASTM C-595 atau SII-13-1997
b. Air
Air harus relatif bersih dan bebas alkali, asam-asam
organis, dan bahan-bahan organis.
c. Tanah (Soil)
Pada dasarnya soil cement dapat digunakan untuk
setiap macam tanah selama semen dapat dicampur
secara merata dan selama kandungan semen bisa
cukup banyak. Tanah yang akan digunakan harus
dalam kondisi yang kering udara dan lolos saringan
ASTM No.4. Tanah akan ekonomis bila mempunyai
IP < 15 %.
Berdasarkan kandungan semennya, maka campuran
soil cement dapat dibagi ke dalam tiga tipe yaitu :
a. Compacted Soil Cement (sampai 15% berat tanah)
Tipe ini mengandung semen yang cukup untuk
memenuhi kekuatan dan durabilitas untuk tahan
cuaca seperti freeze-thaw dan wet-dry cycles.
b. Cement Modified Soil (sampai 3% berat tanah)
Tipe ini hanya cukup semen untuk merubah
perilaku fisik. Misalnya untuk mengontrol stabilitas
volume tanah dan menambah ketahanan terhadap
erosi.
c. Plastic Soil Cement (flowable mix)
Tipe ini menggunakan campuran yang cukup untuk
mendapatkan sloppy (flowable) consistency. Dalam
pelaksanaannya biasanya tidak dipadatkan.
Umumnya dipakai pada trench backfill atau
structural backfill.
e. Manajemen Konstruksi
Manajemen konstruksi adalah bagaimana agar
sumber daya yang terlibat dalam proyek konstruksi
dapat diaplikasikan oleh manajer proyek secara tepat.
Sumber daya dalam proyek konstruksi dapat
dikelompokkan menjadi manpower, material,
machines, money dan method.
Dalam membuat analisis harga satuan setiap
satuan pengukuran memerlukan asumsi metoda
pelaksanaan pekerjaan atau cara kerja yang digunakan
sehingga rumusan analisis harga satuan yang diperoleh
mencerminkan harga aktual di lapangan. Harga satuan
dasar yang digunakan harus sesuai dengan asumsi
pelaksanaan/penyediaan yang aktual (sesuai dengan
kondisi lapangan) dan mempertimbangkan harga pasar
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Tamrin1, Masayu Widiastuti2
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil (SNTS) 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
76
setempat pada waktu penyusunan HPS. Komponen
utama harga satuan pekerjaan terdiri dari 3 (tiga)
komponen, yaitu: bahan, alat dan tenaga kerja.
f. Alat Berat
Alat-alat berat yang dikenal di dalam ilmu teknik
sipil adalah alat yang digunakan untuk membantu
manusia dalam melakukan pekerjaan pembangunan
suatu struktur. Alat berat merupakan faktor penting di
dalam proyek terutama proyek-proyek konstruksi
dengan skala yang besar. Tujuan pengunaan alat-alat
berat tersebut untuk memudahkan manusia dalam
mengerjakan pekerjaannya sehingga hasil yang
diharapkan dapat tercapai dengan lebih mudah pada
waktu yang relatif lebih singkat. Alat berat yang
umumnya digunakan dalam proyek konstruksi antara
lain adalah dozer, alat gali (excavator), alat pengangkut
seperti wheel loader dan dump truck, alat pemadat
tanah seperti vibrator roller dan pneumatic tire roller.
3. METODOLOGI PENELITIAN
a. Studi Literatur
Suatu proses mengumpulkan, membaca dan
menganalisis sumber-sumber pustaka yang berkaitan
dengan tema skripsi ini.
b. Pengumpulan Data Sekunder
Data sekunder merupakan data-data yang
diperoleh dari sumber yang terkait. Adapun data
tersebut adalah :
- Data job mix lapis pondasi agregat kelas A dan
kelas B serta lapis pondasi tanah semen.
- Gambar kerja Jalan Akses Stadion Utama
Samarinda.
- Harga satuan pokok kegiatan.
- Spesifikasi teknis.
c. Metode Perhitungan
Metode perhitungan biaya lapis pondasi bawah
menggunakan Metode Analisis Harga Satuan dengan:
1. Menghitung pemakaian bahan lapis pondasi bawah.
2. Menentukan berapa banyak alat berat yang akan
digunakan serta waktu alat berat yang diperlukan
untuk tiap m3.
3. Menghitung berapa banyak pekerja yang
dibutuhkan untuk tiap m3.
4. Menghitung berapa lama waktu pelaksanaan
pekerjaan lapis pondasi bawah.
d. Teknis Pelaksanaan
1. Lapis Pondasi Agregat
Untuk urutan pelaksanaan pekerjaan lapis pondasi
dengan menggunakan agregat adalah sebagai berikut :
1. Penyiapan tanah dasar
Untuk badan jalan, permukaan tanah dasar
diratakan dengan motor grader dan dipadatkan
dengan mesin pemadat sehingga didapat kepadatan
lapangan sesuai dengan standar teknis tanah dasar.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyiapan
tanah dasar adalah :
- Nilai kepadatan lapangan didapat setelah
melakukan pengujian lapangan dengan
menggunakan alat DCP untuk mengetahui nilai
CBR-nya
- Ketinggian permukaan tanah dasar harus sesuai
dengan potongan melintang rencana jalan
tersebut.
- Permukaan tanah dasar harus bersih dari semua
kotoran.
2. Setelah tanah dasar siap, kemudian agregat kelas B
dihampar pada badan jalan,dan kemudian diratakan
dengan motor grader sehingga didapatkan ketebalan
yang sesuai dengan rencana. Setelah selesai
penghamparan kemudian dengan pemadatan
menggunakan alat vibrator roller. Setelah
pemadatan agregat kelas B selesai dilakukan maka
dilanjutkan dengan penghamparan agregat kelas A.
Penghamparan agregat kelas A juga tidak berbeda
dengan penghamparan agregat kelas B yaitu agregat
dihamparkan kemudian dibentuk dengan motor
grader sesuai dengan ketebalan yang diingankan
kemudian dipadatkan dengan vibrator roller. Segera
setelah pencampuran dan pembentukan akhir, setiap
lapis harus dipadatkan menyeluruh dengan alat
pemadat yang cocok dan memadai, hingga
kepadatan paling sedikit 100 % dari kepadatan
kering maksimum modifikasi (modified). Untuk
teknis pemadatan dimulai dari sepanjang tepi dan
bergerak sedikit demi sedikit ke arah sumbu jalan,
dalam arah memanjang. Operasi penggilasan harus
dilanjutkan sampai seluruh bekas roda mesin gilas
hilang dan lapis tersebut terpadatkan secara merata.
Adapun hal yang perlu diperhatikan saat akan
memulai pekerjan yaitu cuaca. Jika cuaca mulai
mendung disarankan pelaksanaan pekerjaan
penghamparan dihentikan sampai cuaca cerah
kembali.
2. Lapis Pondasi Soil Cement
Dalam pelaksanaan lapis pondasi semen tanah ini
menggunakan metode campuran di tempat (mix in
place). Adapun urutan-urutan kerja dari pelaksanaan
pekerjaan lapis pondasi semen tanah dengan cara mix in
place adalah sebagai berikut :
Tebal Agregat Kelas A = 15 cm
Tebal Agregat Kelas B = 20 cm
Tanah Dasar
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Tamrin1, Masayu Widiastuti2
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil (SNTS) 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
77
1. Penyiapan tanah dasar dan bahan timbunan tanah
Untuk badan jalan, permukaan tanah dasar
diratakan dengan motor grader dan dipadatkan
dengan mesin pemadat sehingga didapat kepadatan
lapangan sesuai dengan standar teknis tanah dasar.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyiapan
tanah dasar adalah :
- Nilai kepadatan lapangan didapat setelah
melakukan pengujian lapangan dengan
menggunakan alat DCP untuk mengetahui nilai
CBR-nya.
- Kemudian tanah dasar yang sudah memenuhi
syarat pengujian lapangan maka diatas tanah
dasar tersebut dapat dihampar material dengan
material timbunan tanah untuk lapis pondasi soil
cement setebal 30 cm.
- Tanah yang sudah dihampar terutama yang
masih berupa gumpalan-gumpalan harus
dipecah atau dihaluskan terlebih dahulu.
- Setelah penghamparan material tanah dan
dibentuk badan jalan sesuai dengan perencanaan
maka dilakukan pemadatan dengan alat vibrator
roller. Setelah pemadatan lapangan selesai maka
dilakukan pengujian kepadatan dengan
menggunakan alat sand cone agar diketahui
kepadatan lapangannya (kepadatan lapangan
harus lebih besar dari 97% kepadatan kering
maksimum laboratorium).
2. Pengadukan semen, tanah dan air
Setelah semen disebar merata di atas permukaan
tanah, serangkaian lintasan mesin pencampur harus
dilaksanakan sampai seluruh tanah dan semen
tercampur merata, yang ditunjukkan dari meratanya
warna adukan.
3. Pemadatan dan pembentukan
Setelah pengadukan semen, tanah dan air selesai,
maka pekerjaan pemadatan harus segera dilakukan
karena reaksi hidrasi semen juga sudah mulai
terjadi. Pemadatan untuk campuran semen tanah
harus dimulai sesegera mungkin setelah
pencampuran dan seluruh operasi, termasuk
pembentukan dan penyelesaian akhir, dan harus
diselesaikan dalam waktu 60 menit sejak semen
yang pertama tercampur tanah. Semua operasi
penghamparan, pencampuran, dan pemadatan dari
Lapis Pondasi Semen Tanah harus dilaksanakan
dalam ruas-ruas yang pendek dan bahan setiap ruas
harus dipadatkan dan dibentuk sampai selesai
sebelum pencampuran pada ruas berikutnya dapat
dimulai.
Pemadatan awal harus dilaksanakan dengan
penggilas sheepsfoot, penggilas roda karet atau
penggilas beroda halus, dimana penggilas ini tidak
boleh membebani secara langsung pada bahan
semen tanah yang sudah dihampar, baik dalam
kondisi sudah mengeras maupun sebagian sudah
mengeras. Setelah penggilasan awal, pembentukan
dengan motor grader mungkin diperlukan sebelum
penggilasan akhir. Pemadatan harus diselesaikan
dengan penggilas roda karet atau penggilas beroda
halus bersamaan dengan motor grader untuk
membentuk Lapis Pondasi Semen Tanah. Pada
umumnya, penggilasan akhir perlu disertai
penyemprotan sedikit air untuk membasahi
permukaan yang kering selama operasi pemadatan.
Derajat kepadatan yang dicapai di seluruh lapisan
Lapis Pondasi Semen Tanah harus lebih besar dari
97 % kepadatan kering maksimum laboratorium
atau lebih tinggi dari batas kepadatan lainnya.
4. Masa pengerasan
Segera setelah pemadatan dan pembentukan Lapis
Pondasi Semen Tanah dan penanaman butiran batu,
selaput tipis untuk perawatan (curing membrane)
harus dipasang di atas hamparan dan dipertahankan
sampai paling sedikit 24 jam.
4. ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Waktu Pelaksanaan
1. Lapis Pondasi Agregat
Untuk peralatan yang dipergunakan selama
pelaksanaan pekerjaan di lapangan beserta kapasitas
masing-masing alat per-jam untuk pekerjaan galian
tanah dan lapis pondasi agregat A adalah :
Tabel 1. Waktu yang digunakan untuk pelaksanaan
pekerjaan galian tanah
No Nama Alat Kapasitas Alat(1) (M3/Jam)
Waktu yang diperlukan untuk per- M3
1 Dump
Truck
10.94 ( 1/10.94)
= 0.0914 Jam
2 Excavator
19.71 ( 1/19.71) = 0.0507 Jam
Total waktu yang diperlukan
untuk 1M3 pekerjaan galian tanah untuk lapis pondasi
agregat
0.1421 Jam
Tabel 2. Waktu yang digunakan untuk pelaksanaan
pekerjaan agregat kelas A
No Nama Alat Kapasitas Alat(2)
(M3/Jam)
Waktu yang diperlukan untuk per-M3
1 Wheel Loader 23,655
( 1/23,655) = 0,0423 Jam
2 Dump Truck 6,60
( 1/6,60)
= 0,1515 Jam
3 Motor Grader 58,85
( 1/58,85) = 0,0170 Jam
4 Vibrator
Roller
93,38
( 1/93,38)
= 0,0107 Jam
Tebal Soil Cement = 30 cm
Tanah Dasar
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Tamrin1, Masayu Widiastuti2
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil (SNTS) 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
78
No Nama Alat Kapasitas
Alat(2)
(M3/Jam)
Waktu yang diperlukan
untuk per-M3
5 Pneumatic
Tire Roller
103,75
( 1/103,75)
= 0,0096 Jam
6 Water Tank
Truck
47,43
( 1/47,43)
= 0,0211 Jam
Total waktu yang diperlukan
untuk 1M3 agregat kelas A
0,2522 Jam
Untuk peralatan yang dipergunakan selama
pelaksanaan pekerjaan di lapangan beserta kapasitas
masing-masing alat per-jam untuk pekerjaan lapis
pondasi agregat B adalah :
Tabel 3. Waktu yang digunakan untuk pelaksanaan
pekerjaan agregat kelas B
No Nama Alat Kapasitas
Alat(3)
(M3/Jam)
Waktu yang
diperlukan untuk per-
M3
1 Wheel Loader 28,386
( 1/28,386)
= 0,0352 Jam
2 Dump Truck 7,39
( 1/7,39)
= 0,1353 Jam
3 Motor Grader 53,95
( 1/49,8)
= 0,0185 Jam
4 Vibrator Roller 124,5
( 1/124,5)
= 0,0080 Jam
5 Pneumatic Tire
Roller
138,33
( 1/138,33)
= 0,0072 Jam
6 Water Tank
Truck
47,43
( 1/47,43)
= 0,0211 Jam
Total waktu yang diperlukan untuk 1M3 agregat kelas B
0,2253 Jam
Dari hasil perhitungan di atas, maka waktu yang
diperlukan untuk pelaksanaan pekerjaan lapis pondasi
agregat kelas A dan kelas B adalah 0,6196 Jam/M3.
2. Lapis Pondasi Soil Cement
Untuk peralatan yang dipergunakan selama
pelaksanaan pekerjaan di lapangan beserta kapasitas
masing-masing alat per-jam untuk pekerjaan lapis
pondasi soil cement adalah :
Tabel 4 Waktu yang digunakan untuk pelaksanaan
pekerjaan galian tanah
No Nama Alat Kapasitas Alat(4)
(M3/Jam)
Waktu yang diperlukan
untuk per-M3
1 Dump Truck 10.94 ( 1/10,94)
= 0,0914 Jam
2 Excavator
19,71 ( 1/19,71) = 0,0507 Jam
Total waktu yang diperlukan
untuk 1M3 pekerjaan galian tanah
untuk lapis pondasi soil cement
0,1421 Jam
Tabel 5. Waktu yang digunakan untuk pelaksanaan
pekerjaan tanah timbunan
No Nama Alat Kapasitas
Alat(5)
(M3/Jam)
Waktu yang
diperlukan untuk per-
M3
1 Wheel Loader 70,97 ( 1/70,97)
= 0,0141 Jam
2 Dump Truck 8,62 ( 1/8,62)
= 0,1160 Jam
3 Motor Grader 92,49 ( 1/92,49)
= 0,0108 Jam
4 Vibrator Roller 124.5 ( 1/124.5)
= 0,0080 Jam
5 Water Tank Truck
47,43 ( 1/47,43) = 0,0211 Jam
Total waktu yang diperlukan untuk
1M3 agregat kelas A
0,17 Jam
Tabel 6. Waktu yang digunakan untuk pelaksanaan
penghamparan semen pada lapis pondasi semen tanah
No Nama Alat Kapasitas Alat(6) (M3/Jam)
Waktu yang diperlukan untuk per-
M3
1 Dump Truck 5,98 ( 1/5,98)
= 0,1674 Jam
2 Excavator 22,53
( 1/22,53)
= 0,0444 Jam
Total waktu yang diperlukan untuk
1 ton semen untuk pondasi semen
tanah
0,2118 Jam
Tabel 7. Waktu yang digunakan untuk pelaksanaan
pekerjaan pada lapis pondasi semen tanah
No Nama Alat Kapasitas
Alat(7) (M3/Jam)
Waktu yang
diperlukan untuk per-M3
1 Wheel Loader 28,386
( 1/28,386)
= 0,0352 Jam
2 Dump Truck 5,68
( 1/5,68) = 0,1759 Jam
3 Motor Grader 117,71
( 1/17,71)
= 0,0085 Jam
4 Vibrator Roller 186,75
( 1/186,75) = 0,0054 Jam
5 Water Tank Truck 142,29
( 1/47,43)
= 0,0070Jam
6 Soil Stabilizer 99,60
( 1/99,60) = 0,0100 Jam
7 Pneumatic Tire
Roller
207,5
( 1/207,5)
= 0,0048 Jam
Total waktu yang diperlukan untuk 1M3 pekerjaan lapis pondasi semen
tanah
0,2468 Jam
Dari hasil perhitungan di atas, maka waktu yang
diperlukan untuk pelaksanaan pekerjaan lapis pondasi
semen tanah adalah 0,7707 Jam/M3.
B. Biaya Pelaksanaan
Perhitungan biaya untuk pekerjaan konstruksi
lapis pondasi bawah yang akan dilakukan dengan
memperhatikan hal seperti, satuan untuk lapis pondasi
bawah yang menggunakan material agregat dan soil
cement menggunakan satuan m3. Perhitungan anggaran
biaya untuk pelaksanaan konstruksi lapis pondasi
bawah berdasarkan analisis harga satuan antara lain :
tenaga, bahan dan peralatan.
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Tamrin1, Masayu Widiastuti2
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil (SNTS) 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
79
Tabel 8. Analisis perhitungan biaya lapis pondasi
bawah
Untuk keseluruhan volume lapis pondasi bawah
menghasilkan biaya sebagai berikut :
- Untuk lapis pondasi agregat dengan volume 2450
m3 menghabiskan biaya sebesar
Rp.1,159,776,374.46.
- Untuk lapis pondasi soil cement dengan volume
2100 m3 menghabiskan biaya sebesar Rp.
683,851,282.66.
b. Perhitungan Soil Cement Per-M2
Tabel 9. Analisis perhitungan biaya lapis pondasi soil
cement per-m2
5. KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan
mengenai pekerjaan lapis pondasi agregat dengan
lapis pondasi semen tanah maka dapat disimpulkan
bahwa :
Kesimpulan :
1. Meskipun teknis pelaksanaan pekerjaan lapis
pondasi semen tanah lebih rumit dibandingkan
dengan lapis pondasi agregat biasa, namun
perencana bisa membuat tebal lapis pondasi
semen tanah menjadi lebih tipis dari lapis pondasi
agregat sehingga bisa menekan biaya.
2. Dari Aspek penggunaan alat berat pada ruas yang
diteliti dapat dijelaskan sbb: pelaksanaan
pekerjaan lapis pondasi agregat diperlukan 7 unit
alat berat dengan pemakaian waktu sebanyak
0,6196 jam/M3. Sedangkan untuk pelaksanaan
pekerjaan lapis pondasi semen tanah diperlukan 8
unit alat berat dengan alokasi waktu sebesar
0,7707 jam/M3.
3. Waktu yang dibutuhkan untuk pelaksanaan
pekerjaan lapis pondasi bawah dengan panjang
1000 meter dan volume sebesar 2450 m3 untuk
lapis pondasi agregat adalah ,038 bulan setara
31,142 hari atau 217,995 jam. Untuk lapis pondasi
semen tanah waktu yang dibutuhkan untuk panjang
jalan 1000 meter dengan volume 2100 m3 adalah
1,053 bulan yang berarti sama dengan 31,591 hari
atau membutuhkan waktu selama 221,137 jam.
4. Biaya untuk lapis pondasi agregat dengan tebal
lapisan 0,35 m adalah sebesar Rp. 906,909.32 /m3
sedangkan untuk lapis pondasi semen tanah dengan
tebal lapisan 0,30 m adalah Rp. 405,682.86 /m3.
Sedangkan untuk tiap m2 lapis pondasi semen tanah
memerlukan biaya sebesar Rp. 277,529.79. 5. Pada rencana anggaran biaya studi perbandingan
penggunaan soil cement dan penggunaan agregat
untuk lapis pondasi bawah pada pembangunan
jalan akses stadion utama samarinda, lapis pondasi
soil cement lebih murah dibandingkan dengan lapis
pondasi agregat.
Saran :
Berdasarkan hasil kesimpulan diatas agar dilakukan
penelitian lebih lanjut untuk daerah pada daerah yang
memiliki agregat untuk mengetahui seberapa jauh
perbedaan harga produksi antara soil semen dan
pondasi agregat biasa
Item Pekerjaan Tebal
Lapisan
Lama
pekerjaan
(jam)
Koefisien
tenaga
kerja (jam)
Jumlah
alat
(unit)
Biaya
(Rp)
- Galian Tanah
- Lapis
Pondasi Agregat
Kelas A
- Lapis Pondasi
Agregat
Kelas B
0,35 m
0,15m
0,20 m
0,1421
0,2522
0,2253
0.2536
0.3805
0.317
2
7
7
41,274.44
437,813.81
427,821.07
Total biaya lapis pondasi agregat per-M3 906,909.32
- Galian Tanah
- Timbunan
Biasa - Semen
Untuk Lapis
Pondasi Soil Cement
- Lapis
Pondasi Soil Cement
0,30
m
0,1421
0,17
0,2118
0,2609
0.2536
0.0986
0.7233
0.0536
2
5
2
8
41,274.44
68,778.66
213,311.4
82,318.3
7
Total biaya lapis pondasi semen tanah per-M3 405,682.86
Item Pekerjaan
Tebal Lapisan
Lama pekerjaa
n
(jam)
Koefisien tenaga
kerja
(jam)
Jumlah alat
(unit)
Biaya (Rp)
- Galian Tanah
- Timbuna
n Biasa - Semen
Untuk
Lapis Pondasi
Soil Cement
- Lapis
Pondasi Soil
Cement
0,30 m
0,1421
0,17
0,2118
0,2609
0.2536
0.0986
0.7233
0.0536
2
5
2
8
41,274.44
50,298.66
103,638.32
82,318.3
7
Total biaya lapis pondasi soil cement per-M2 277,529.79
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Tamrin1, Masayu Widiastuti2
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil (SNTS) 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
80
DAFTAR PUSTAKA
[1]. Dinas Departemen Pekerjaan Umum dan
Kimpraswil. 2004. Dokumen Kontrak Spesifikasi
Umum. Kalimantan Timur.
[2]. Dinas Departemen Pekerjaan Umum dan
Kimpraswil. 2005. Dokumen Kontrak Spesifikasi
Umum. Kalimantan Timur.
[3]. Dinas Departemen Pekerjaan Umum dan
Kimpraswil. 2005. Dokumen Kontrak Spesifikasi
Umum. Kalimantan Timur.
[4]. Hardiyatmo, Hari Christady. 2002. Teknik
Fondasi 1. Beta Offset. Yogyakarta.
[5]. Munawar, Ahmad. 2005. Dasar-Dasar Teknik
Transportasi. Beta Offset. Yogyakarta.
[6]. Oglesby, Clarkson H. 1993. Teknik Jalan Raya
Jilid II. Erlangga. Jakarta.
[7]. Sukirman, Silvia. 1999. Perkerasan Lentur Jalan
Raya. Nova. Jakarta.
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Rusfina Widayati1
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil (SNTS) 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
81
PeningkatanKerjasama Lintas Sektoral yang Terintegrasi
Terhadap Keberhasilan Implementasi Kebijakan Tata
Ruang dalam Kerangka Pengembangan Wilayah dan
Mitigasi Bencana di Daerah
Rusfina Widayati
1)
Program Studi Teknik Sipil Universitas Mulawarman
Jl. Sambaliung No. 9 Kampus Gunung Kelua – Samarinda 75123
ABSTRAK
Provinsi Kalimantan Timur umumnya dan kota Samarinda tentunya sangat berkepentingan terhadap kebijakan satu
peta ini. Seringnya terjadi bencana kebakaran di Samarinda lebih disebabkan zonasi ruang yang tidak
memperhitungkan evakuasi dan sistem penggulangan bahaya kebakaran. Pengembangan kawasan/wilayah dan
infrastruktur seringkali terbentur dengan sejumlah masalah terkait pemanfaatan ruang dan penggunaan lahan. Untuk
mengatasi hal ini dibutuhkan satu peta yang mengacu pada referensi geospasial, satu standar, satu basis data yang
dapat menjadi rujukan untuk pemanfaatan ruang dan penggunaan lahan. Kebijakan yang telah direncana dan
dirancang sedemikian baiknya jika pada level teknis, para pelaksana di lapangan dalam hal ini masyarakat pengguna
dan aparatur negara bertindak semaunya. Kebijakan satu peta merupakan upaya mewujudkan satu referensi dan
standar yang menjaadi acuan bersama dalam menyusun berbagai kebijakan perencanaan dan pemanfaatan ruang.
Kebijakan satu peta ini sangat krusial dan penting bagi negara seluas dan sebesar Indonesia yang terdiri dari pulau-
pulau. Dalam kebijakan satu peta ini, setiap kementerian /lembaga baik pusat maupun daerah perlu melakukan
sinkronisasi dalam hal pertukaran informasi dari setiap peta kebijakan dari masing-masing institusi. Rencana tata
ruang tidak akan terlaksana dengan baik jika perangkat penegakan hukum tidak tegas dalam menindak
penyalahgunaan wewenang oleh oknum pemerintah di satu sisi dan masyarakat pelanggardi pihak lain,yang merasa
tidak ada tindakan untuk perbuatan mereka yang melangar hukum. Oleh karena itu perlu penegakan hukum yang
substansinya untuk mengatur dan memberikan kesejahteraan sebesar-besarnya kepada rakyat.
Kata kunci: kebijakan, satu peta, bencana, tata ruang, pengembangan wilayah
ABSTRACT
East Kalimantan Province in general and the city of Samarinda are certainly very interested in this one map policy.
The frequent occurrence of fire disasters in Samarinda is caused more by space zoning which does not take into
account evacuation and fire hazard recovery systems. The development of areas / regions and infrastructure is often
confronted with a number of problems related to space use and land use. To overcome this, one map that refers to
geospatial references, one standard, one database can be used as a reference for spatial use and land use. Policies
that have been planned and designed so well if at the technical level, the implementers in the field in this case the
user community and state apparatus act as they wish. One map policy is an effort to realize a reference and a
standard that is a common reference in formulating various spatial planning and utilization policies. This one map
policy is very crucial and important for a country as large and as large as Indonesia which consists of islands. In
this one map policy, every ministry / institution both central and regional needs to synchronize in terms of
information exchange from each policy map of each institution. The spatial plan will not be implemented well if the
law enforcement tool is not firm in taking action against abuse of authority by government officials on the one hand
and the public is committed to the other, who feels there is no action for their actions that violate the law. Therefore,
it is necessary to enforce the substance of the law to regulate and provide the maximum welfare to the people.
Keywords: policy, one map, disaster, spatial planning, regional development
1. PENDAHULUAN
Tidak lama ini Pansus tengah menyusun Rencana
Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil (RZWP3K)
untuk provinsi Kalimantan Timur. RZWP3K
menegaskan pentingnya penatakelolaan mengenai
pemanfaatan sumber daya alam terutama di kawasan
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Rusfina Widayati1
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil (SNTS) 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
82
laut termasuk penetapan batas wilayah perencanaanya.
Dalam hal ini batas wilayah perencanaan 12 mil dari
dan ke arah laut.Penataan Zonasi laut ini berdasarkan
pada Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah.Oleh karena Dinas Perikanan dan
Kelautan khusus meminta agar setiap kabupaten/kota
bisa menyusun RZWP3K. Khusus untuk provinsi
Kalimantan Timur meliputi Paser, PPU, Kutai
Kartanegara, Kutai Timur, Bontang, Balikpapan dan
Berau. [1] Hal ini tentu saja sangat menggembirakan
karena selama ini Kalimantan Timur baru menyusun
Rencana Rata Ruang Wilayah (RTRW). Namun, untuk
implementasi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
sendiri untuk provinsi Kalimantan Timur, masih kurang
optimal.
Sejak tahun 2015 The Nature Conservancy
bekerjasama dengan Badan Perencanaan Daerah
Kalimantan Timur mendukung program Kebijakan Satu
Peta. Peta ini terdiri dari pembangunan kapasitas
sumber daya manusia, Geograpic Information System
dan Teknologi Remote Sensing atau Penginderaan
Jarak jauh. [2] Kebijakan satu peta ini merupakan
bagian dari paket kebijakan Ekonomi VII dan
diharapkan menjadi solusi menjawab permasalahan di
bidang pertanahan terutama tumpang tindih dan konflik
dalam penggunan lahan. Kebijakan ini juga merujuk
Peraturan Presiden Nomor 9/2016 tentang Percepatan
Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta dengan tingkat
ketelitian peta skala 1:50.000, untuk daerah perkotaan
akurasi peta akan dibuat jadi skala 1:5000 sampai saat
ini skala itu baru meliputi pemetaan sawah dan irigasi.
Namun tahapan selanjutnya penyelarasan peta seperti
soal hukum dan perijinan wilayah, untuk Kalimantan
Timur telah disinkronisasi tahun ini. [3]
Akan tetapi Kebijakan Satu Peta seolah masih
terjebak ego sektoral. Pelaksanaan di lapangan
transparansi di daerah minim sekali, dan tidak
sinkronnya data lintas dinas dengan alasan pengelolaan
data pada dinas masing-masing. Terlebih lagi dari sisi
teknologi beberapa data di laman masih belum
sempurna dan tidak lengkap, kualitas data jelek dan
masih banyak data kosong bahkan data tidak
dimutakhirkan. [2]
Provinsi Kalimantan Timur umumnya dan kota
Samarinda tentunya sangat berkepentingan terhadap
kebijakan satu peta ini. Seringnya terjadi bencana
kebakaran di Samarinda lebih disebabkan zonasi ruang
yang tidak memperhitungkan evakuasi dan sistem
penggulangan bahaya kebakaran. Seperti yang baru
terjadi pada tanggal 29 Juli 2018, di jalan Cermai di
dua kelurahan di kota Samarinda. [5] Begitu juga
bencana tanah longsor juga kerap terjadi di kota
Samarinda. Bahkan pernah terjadi dalam satu hari
terjadi bencana tanah longsor dalam satu hari di lima
tempat berbeda. [6] Kawasan yang memiliki
kemiringan lereng tertentu,selain tidak layak untuk
menjadi area permukiman juga mempengaruhi luasan
genangan banjir di dataran rendah di kota Samarinda.
[7] Selain itu, Banjir yang sering melanda akibat
sedimentasi anak sungai dan buruknya drainase serta
pembangunan yang tidak sesuai peruntukan lahan
mengakibatkan jumlah daerah resapan air (catchment
area) semakin berkurang berakibat meluasnya daerah
dataran banjir. [8]
2. PERMASALAHAN
1. Bagaimana meningkatkan kerjasama lintas sektoral
untuk mewujudkan kebijakan Satu Peta, baik
aspek tatakelola dan teknologi dalam kerangka
pengembangan Wilayah?
2. Bagaimana aspek bencana dalam proses
penyusunan tata ruang sebagai salah satu perangkat
pencegahan bencana dan atau penanggulangan
kebencanaan?
3. Bagaimana menerjemahkan dan
mengimplementasikan kebijakan tata ruang yang
pro- rakyat di satu sisi namun juga tetap tegas
dalam pengaturan dan tata kelolanya terutama level
teknis, dalam kaitannya dengan penindakan
terhadap oknum yang menyalahgunakan
wewenang?
3. METODE PEMBAHASAN
Tulisan mengunakan metode Rasionalistik,
analisis dilakukan secara deskripsi kualitatif. Dalam
penelitian rasionalistik, informasi lapangan yang
dikumpulkan bias melingkupi hasil dari pengamatan
fisik (emperik sensual), pertimbangan logika/rasio
(empiric logik), kebenaran empiric etik. Pendekatan
yang dilakukan merupakan pendekatan diskriptif secara
umum, dengan menganalisis aspek Tata Ruang dan
Tata Guna Lahan serta Mitigasi dan Proteksi
Bencana.Pembahasan dijabarkan mengenai bagaimana
koordinasi dan kerjasama lintas sektoral menjadi
penting dalam mewujudkan penatakelolaan Tata Ruang
yang berkeadilan dan pro-rakyat.
4. PEMBAHASAN
a. Kebijakan Satu Peta dan Pengembangan
Wilayah
Sinergi berbagai pemangku kepentingan
geospasial sangat penting agar tujuan besar percepatan
Kebijakan Satu Peta (KSP) tercapai kebijakan satu peta
ini dapat mendukung adanya kepastian lahan dan
tersedianya informasi spasial yang mudah diakses oleh
semua sehingga diharapkan dapat meningkatkan daya
tarik investasi. Dalam hal ini pendekatan yang
partisipatiif dimana masyarakat dan pemerintah daerah
benar-benar terlibatsangat penting untuk memastikan
keakuratan informasi Tata Ruang. Ini merupakan dasar
perencanaan untuk mengembangkan potensi wilayah
secara berkelanjutan dan meminimalisir terjadinya
tumpang tindih lahan dalam jangka panjang.
Pengembangan kawasan/wilayah dan infrastruktur
seringkali terbentur dengan sejumlah masalah terkait
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Rusfina Widayati1
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil (SNTS) 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
83
pemanfaatan ruangdan penggunaan lahan. Untuk
mengatasi hal ini dibutuhkan satu peta yang mengacu
pada referensi geospasial, satu standar, satu basis data
yang dapat menjadi rujukan untuk pemanfaatan ruang
dan penggunaan lahan.
Kebijakan satu peta merupakan upaya
mewujudkan satu referensi dan standar yang menjaadi
acuan bersama dalam menyusun berbagai kebijakan
perencanaan dan pemanfaatan ruang. Kebijakan satu
peta ini sangat krusial dan penting bagi negara seluas
dan sebesar Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau.
Dalam kebijakan satu peta ini, setiap kementerian
/lembaga baik pusat maupun daerah perlu melakukan
sinkronisasi dalam hal pertukaran informasi dari setiap
peta kebijakan dari masing-masing institusi.
Tentunya dalam mewujudkan sinkronisasi data
dengan cepat dan terkini maka dibutuhkan tidak saja
kemauan yang kuat dari instansi yang terkait namun
juga dukungan teknologi yang memadai. Untuk
mengadakan tersinkronisasinya data membutuhkan
hardware dan software yang high-technology juga
sumberdaya manusia baik kualifikasi dari berbagai
level juga jumlah yang tidak sedikit. Dengan adanya
teknolgi maka hambatan jarak maupun waktu dapat
diminimalisir dalam mmewujudkan kebijakan satu
peta.
b. Aspek Bencana Dalam Proses Penyusunan
Tata Ruang
Provinsi Kalimantan Timur terletak antara 113044
Bujur Timur dan 119000 Bujur Barat serta diantara 4
024
Lintang Utara dan 2025 Lintang Selatan, memiliki luas
wilayah daratan sekitar 198.441 km2 dan luas
pengelolaan laut sekitar 10.216.57 km2 yang dibagi ke
dalam 10 kabupaten dan empat kota. Dataran Provinsi
Kalimantan Timur umumnya terdiri dari pegunungan
dan bukit yang terdapat hampir di seluruh kabupaten.
Disamping itu provinsi ini juga mempunyai ratusan
sungai yang juga tersebar hampir di semua
kabupaten/kota dan merupakan sarana angkutan utama
disamping angkutan darat. Selama kurun waktu 1994-2004, wilayah provinsi
Kalimantan Timur mengalami perubahan fungsi lahan
sebagai berikut:
a. Berkurangnya kawasan hutan seluas 1, 85 juta Ha
(11,52%)
b. Bertambahnya kawasan pemukiman menjadi 52,53
ribu Ha (165,22%)
c. Bertambahnya kawasan perkebunan seluas 233, 55
Ha (6.926,31%)
d. Berkurangnya kawasan pertanian lahan basah
(sawah) seluas 357,25 Ha (-79,16%)
e. Berkurangnya hutan mangrove menjadi tambak
seluas 235,03 ribu Ha (42.347,64%)
f. Bertambahnya kawasan tanah terbuka dan areal
bekas tambang seluas 31,43 ribu Ha (416%)
Akibat perubahan yang sangat besar
mengakibatkan terganggunya keseimbangan tata air
dan berkurangnya sumber daya air serta intrusi air laut
di sejumlah kabupaten/kota. Dengan kondisi alam
seperti ini yang diiringi dengan tingkat eksploitasi dan
eksplorasi lahan, maka provinsi Kalimantan Timur
pada dasarnya sangat rawan terhadap bencana alam
maupun non alam.
Potensi Bencana Alam di Provinsi Kalimantan
Timur
Menilik kondisi alam Provinsi Kalimantan Timur
dan degradasi alam yang ditemukan di wilayah ini,
tidak mengherankan jika provinsi ini menyimpan
potensi bencana yang cukup besar. Dari hasil
identifikasi yang dilakukan terhadap wilayah ini maka
terdapat beberapa potensi bencana yang ada di wilayah
ini:
a. Banjir
Bencana banjir selama sepuluh tahun terakhir
sering melanda seluruh wilayah kabupaten/kota setiap
tahunnya. Bencana ini bersifat temporer dan terjadi di
setiap awal musim penghujan dan umumnya terjadi
antara 2 hingga 6 hari. Daerah-daerah yang
diidentifikasi sering mengalami banjir dan paling rawan
banjir adalah kawasan perkotaan di sepanjang hilir
sungai dan pesisir laut.
Berdasarkan data yang ada untuk tahun 2007,
provinsi Kalimantan Timur mengalami banjir sebanyak
20 kali dengan jumlah korban sekitar 80.170 (KK) atau
375.833 jiwa. Sementara untuk tahun 2008, sudah
terjadi 4 kali banjir dengan jumlah korban sebanyak
2.232 KK atau 7.799 jiwa. Untuk lebih lengkapnya
dapat dilihat pada tabel berikut ini:
b. Tanah Longsor
Di provinsi Kalimantan Timur, wilayah yang
rentan terhadap tanah longsor adalah Balikpapan,
Samarinda, Bontang, Sengatta dan Sendawar.
Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan, untuk
tahun 2007telah terjadi musibah tanah longsor
sebanyak 6 kali dengan jumlah korban sebanyak 2.195
KK atau 7.647 jiwa dengan jumlah korban meninggal
sebanyak 5 orang. Untuk tahun 2008, frekuensi
kejadian tanah longsor terjadi sebanyak 8 kali dengan
jumlah korban sebanyak 30 KK atau 111 jiwa. Potensi
kejadian ini di masa yang akan datang kemungkinan
akan bertambah mengingat terjadinya perubahan fungsi
lahan yang cukup besar di wilayah Provinsi Kalimantan
Timur.
c. Kebakaran
Kebakaran hutan dan lahan merupakan kejadian
yang berulang di Kalimantan Timur pada musim
kemarau. Jika ditinjau dari sisi penyebab kebakaran
hutan dan lahan di Kalimantan Timur tidak semata-
mata disebabkan oleh ulah manusia, tetapi juga oleh
kondisi alam. Pada musim kemarau, suhu udara di
beberapa wilayah di Kalimantan Timur bahkan
mencapai 34.50C hingga 39.5
0C. Dari data yang
dikeluarkan oleh UPTD PKLH Samarinda, sepanjang
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Rusfina Widayati1
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil (SNTS) 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
84
tahun 2006 ditemukan hot spot (lokasi kebakaran
vegetasi) sebanyak 6.191 sementara tahun 2007
ditemukan 1.461 titik. Untuk tahun 2008, hingga bulan
Juli telah ditemukan 139 hot spot. Kebakaran hutan
selama ini telah banyak menimbulkan kerugian di
bidang ekonomi, lingkungan, ekologi maupun
kesehatan masyarakat.
Dari sebaran kejadian dan potensi bencana yang
sudah diuraikan, maka dapat disimpulkan bahwa
Provinsi Kalimantan Timur memiliki jenis bencana
alam yang relatif lebih sedikit jenisnya dibanding
wilayah lainnya di Indonesia. Namun mengingat alih
fungsi lahan yang cukup tinggi, maka potensi bencana
diperkirakan akan semainn semakin tinggi sehingga
pemerintah perlu menyusun berbagai kebijakan dan
strategi untuk mencegah dan mengatasi bencana yang
sudah sering terjadi.
Kejadian bencana alam dari lingkungan seperti
Banjir, Longsor, Erosi dan kekeringan tidak bias
terlepas dari tata ruang di wilayah daratan, selain itu
juga terdapat factor manusia, iklim dan pola
pembangunan. Wilayah daratan dibagi habis oleh
daerah aliran sungai (DAS) yang merupakan daerah
tangkapan air (wafer catchment area) yang menangkap
air hujan, menyimpan dan mengalirkannya. DAS
termasuk ke dalam satu kesatuan perencanaan dan
manajemen, sehingga perencanaan Tata Ruang
termasuk di dalamnya.
Tata Ruang memiliki peran dalam menjaga
daratan dari bencana lingkungan akibat adanya
aktivitas manusia. Sehingga pembangunan tata ruang
perlu mengutamakan penetapan wilayah yang harus di
jadikan sebagai kawasan lindung, konservasi untuk
penyelamatan pembangunan bagi kesejahteraan
kehidupan. Di daerah tersebut hamper tidak boleh ada
aktivitas manusia, atau sangat dibatasi. Umumnya yang
sering terjadi adalah bencana banjir dan longsor akibat
ulah manusia, seperti hulu sungai yang seharusny
amemiliki pohon atau hutan untuk menjaga kesetabilan
air namun nyatanya banyak masyarakat yang
melakukan penebangan pohon di hulu sungai, sehingga
hal ini menyebabkan terjadinya banjir bandang dan
juga tanah longsor.
Tata ruang juga sangat berperan dalam penetapan
hutan lindung. Hutan lindung berfungsi meresapkan air
hujan (water infiltration), mengendalikan air banjir
(water surface run-off), mengendalikan erosi tanah dan
tanah longsor, serta menghindarkan daerahh ilir dari
kekeringan. Langkah berikutnya menetapkan daerah-
daerah konservasi yang antara lain akan melindungi
berbagai aneka ragam biodiversitas hayati, plasma
nutfah, ciri-ciri bumi, monument alam, mata air, situs
sejarah, monument budaya, dan lainnya. Tahap sisanya
barulah menetapkan wilayah untuk kepentingan
produksi, pemukiman dan areal-areal penggunaan
lainnya. Dengan begini, Tata Ruang memiliki peranan
dalam pencegahan bencana alam terutama bencana
alam yang terjadi akibat factor manusia. Sehingga
kejadian bencana alam mampu di minimalisir.
Pencegahan bencana alam dapat dilakukan dengan
mempertimbangkan aspek pencegahan dan
penanggulangan bencana dalam penyusunan Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) provinsi maupun
Rencana Tata Ruang Kota (RTRK) yang kemudian
didetailkan di dalam Rencana Detail Tata Ruang
Kawasan (RDTRK) bahkan sampai pada level teknis
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).
c. Implementasikan Kebijakan Tata Ruang yang
Pro-Rakyat di satu sisi namun juga Tetap
Tegas dalam Pengaturan dan Tata Kelolanya
Terutama Level Teknis.
Dari dua poin uraian di atas, perencanaan tata
ruang sangat erat kaitannya dengan pengembangan
wilayah yang tentu saja titik berat tujuan
pengembangan wilayah adalah peningkatan kemajuan
daerah dan kesejahteraan rakyat di kawasan itu. Aspek
kesejahteraan ini kemudian menjadi kriteria utama
substansi penyusunan peraturan dan perundang-
undangan. Pada gilirannya luaran dari penyusunan
Rencana Tata Ruang ini adalah tahap pelaksanaan yang
mengatur tiap hak dan kewajiban masyarakat dalam
bidang pertanahan. Artinya negara mengatur zonasi
mana saja yang merupakan hak pemerintah untuk
mengatur dan mengelola. Dalam hal ini jika ada oknum
tertentu yang bertindak dapat membahayakan
kepentingan publik maka pemerintah berhak mengatur
dalam koridor kesejahteraan masyarakat yang lebih
luas.
Kebijakan yang telah direncana dan dirancang
sedemikian baiknya jika pada level teknis, para
pelaksana di lapangan dalam hal ini masyarakat
pengguna dan aparatur negara bertindak semaunya.
Rencana tata ruang tidak akan terlaksana dengan baik
jika perangkat penegakan hukum tidak tegas dalam
menindak penyalahgunaan wewenang oleh oknum
pemerintah di satu sisi dan masyakat pelanggardi pihak
lain, yang merasa tidak ada tindakan untuk perbuatan
mereka yang melangar hukum. Oleh karena itu perlu
penegakan hukum yang substansinya untuk mengatur
dan memberikan kesejahteraan sebesarbesarnya kepada
rakyat.
5. PENUTUP
Sinkronisasi data dengan cepat dan terkini maka
dibutuhkan tidak saja kemauan yang kuat dari instansi
yang terkait namun juga dukungan teknologi yang
memadai. Untuk mengadakan tersinkronisasinya data
membutuhkan hardware dan software yang high-
technology juga sumberdaya manusia baik kualifikasi
dari berbagai level juga jumlah yang tidak sedikit.
Dengan tercukupinya kebutuhan ini maka kebijakan
satu peta bukanlah hal yang mustahil.
Pencegahan bencana alam dapat dilakukan dengan
mempertimbangkan aspek pencegahan dan
penanggulangan bencana dalam penyusunan Rencana
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Rusfina Widayati1
Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil (SNTS) 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
85
Tata Ruang Wilayah (RTRW) provinsi maupun
Rencana Tata Ruang Kota (RTRK) yang kemudian
didetailkan di dalam Rencana Detail Tata Ruang
Kawasan (RDTRK) bahkan sampai pada level teknis
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).
Kebijakan yang telah direncana dan dirancang
sedemikian baiknya jika pada level teknis, para
pelaksana di lapangan dalam hal ini masyarakat
pengguna dan aparatur negara bertindak semaunya.
Rencana tata ruang tidak akan terlaksana dengan baik
jika perangkat penegakan hukum tidak tegas dalam
menindak penyalahgunaan wewenang oleh oknum
pemerintah di satu sisi dan masyarakat pelanggardi
pihak lain,yang merasa tidak ada tindakan untuk
perbuatan mereka yang melangar hukum. Oleh karena
itu perlu penegakan hukum yang substansinya untuk
mengatur dan memberikan kesejahteraan
sebesarbesarnya kepada rakyat.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.mediatataruang.com/Pansus-
RZWP3K-Kaltim-tegaskan-perlu-Tata-kelola-
Pemanfaatan-SDA
2. http://mediatataruang.com/kebijakan-satu-peta-
masih-terjebak-ego-sektoral-dan-lintas-dinas-tak-
sinkron-soal-tata-ruang/
3. http://mediatataruang.com/maraknya-konflik-
tumpang--tindih-lahan-pemerintah-targetkan-
kebijakan-satu-peta
4. https://www.bappenas.go.id/index.php/download_
file/view/14064/3930/
5. http://pusatkrisis.kemkes.go.id/Kebakaran-di-
KOTA%20SAMARINDA-
KALIMANTAN%20TIMUR-29-07-2018-34
6. http://samarinda.prokal.co/read/news/9529-lima-
longsor-dalam-sehari.html
7. Sundari. Y, Pengaruh Kemiringan lereng dan luas
genangan banjir terhadap penelusuran Banjir,
Jurnal LLdikti, Vol. 9 No. 2 Oktober 2016
8. https://kaltim.antaranews.com/berita/3299/samari
nda-banjir-hujan
9. http://www.big.go.id/berita-surta/show/kebijakan-
satu-peta-untuk-mendukung-pembangunan-
nasional-2
10. https://www.bappenas.go.id/index.php/download_
file/view/14064/3930/
11. https://media.neliti.com/media/publications/52374
-ID-banjir-sebagai-dampak-deforestasi-di-kal.pdf
12. http://www.bpn.go.id/Berita/Berita-
Pertanahan/tata-ruang-dan-bencana-alam-61881
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Isnaini Zulkarnain1, Fitriyati Agustina2, Ilham
Wijaya3, Maulana Rizki Azis4 Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil (SNTS) 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
86
MODEL PENETAPAN PROYEK KONSTRUKSI
SISTEM KONTRAKTUAL ATAU
BERBASIS PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Isnaini Zulkarnain
1), Fitriyati Agustina
2), Ilham Wijaya
3), Maulana Rizki Azis
4)
1,2) Pengajar Program Studi Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur 3,4) Mahasiswa Program S1 Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur
ABSTRAK
Pemilihan pelaksanaan proyek konstruksi dengan cara kontraktual maupun pemberdayaan masyarakat
diharapkan mempertimbangkan berbagai kriteria, sub kriteria dan dapat dilaksanakan secara efektif dan
efisien. Sedangkan kriteria yang dipertimbangkan dalam pelaksanaan proyek konstruksi antara lain adalah
waktu, biaya, mutu, partisipasi masyarakat, dan administrasi. Permasalahan penelitian ini adalah
pemilihan pelaksanaan proyek konstruksi yang tepat dengan harapan tidak menimbulkan permasalahan di
kemudian hari. Maksud penelitian ini adalah untuk mengevaluasi proyek konstruksi kontraktual dan proyek
konstruksi berbasis pemberdayaan masyarakat. Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah untuk 1)
untuk menentukan faktor – faktor penting dalam memilih pelaksanaan proyek konstruksi, 2) menentukan
bobot kriteria dan sub kriteria diantara sejumlah alternatif dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP),
3) memilih pelaksanaan proyek konstruksi dengan cara kontraktual atau cara pemberdayaan masyarakat
dengan metode AHP. Data primer yang digunakan diambil dengan metode wawancara dan kuisioner yang
kemudian diolah dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Analisis dengan metode AHP
dilakukan untuk seluruh responden dari tiap kriteria, sub kriteria dan alternatif yang menjadi pilihan pelaksanaan
proyek konstruksi. Dari hasil analisis yang diperoleh kemudian dilakukan validasi hasil analisis AHP dengan
metode wawancara dari perwakilan responden. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan adanya berbagai
kriteria yang dipertimbangkan antara lain adalah waktu, biaya, mutu, partisipasi masyarakat, dan adminstrasi. Dari
hasil analisis kriteria yang ada, maka diketahui bobot kriteria yang menjadi pertimbangan pemilihan
pelaksanaan konstruksi. Validasi hasil analisis menunjukkan rekomendasi model pelaksanaan proyek
konstruksi lebih baik dilakukan dengan cara kontraktual atau dengan pemberdayaan masyarakat. Walaupun antara
kontraktual dan pemberdayaan masyarakat sama – sama melakukan kontrak.
Kata Kunci: kontraktual, pemberdayaan masyarakat, Analytical Hierarchy Process (AHP), validasi.
ABSTRACT
Selection of project implementation and construction by way of contractual empowerment is expected to
consider a variety of criteria, sub-criteria, and can be carried out effectictively and efficiently. While the
criteria considered in the implementation of construction project include the time, cost, quality, community,
participation, and administration. The problem of the study is the selection of the proper implementation of
the construction project with the hopes of not cause problems later on. The purpose of this study was to evaluate
the contractual construction project and construction project based on community. While the purpose of
this study was to 1) determine the factor an important factor in choosing the implementation of
construction projects, 2) determine the weights of criteria and sub-criteria among a number of
alternatives to the method of Analytical Hierarchy Process (AHP), 3) selecting the implementation of
construction projects by way of contractual or how to empower people with AHP. Primary data used are taken
by interview and questionnaire were then processed by the method of Analytical Hierarchy Process (AHP).
Analysis by the method of AHP done for all respondents of each criteria, sub-criteria and alternatives is
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Isnaini Zulkarnain1, Fitriyati Agustina2, Ilham
Wijaya3, Maulana Rizki Azis4 Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil (SNTS) 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
87
the choice of the implantation of construction projects. From the analysis results obtained and validated
results of the AHP analysis by interview of representative respondents. The conclusion from this study showed a
range of criteria considered include time, cost, quality, community participation, and administration. With
some sub-criteria that have been presented between these criteria and the alternatives that exist between
contractual and empowerment. Validation of the results of the analysis indicate that the implementation of
the construction project is done by contractual. Although the contractual and community alike- the same
contract, but over the contractual responsibilities are clear and to legal entities.
Keywords : Contractual, community, stakeholders, Analytical Hierarchy Process (AHP), Validation.
1. LATAR BELAKANG
Perkembangan pembangunan di berbagai bidang
di kota Samarinda. Pelaksanaan pembangunan
konstruksi yang selalu melibatkan penyedia jasa,
dalam hal ini kontraktor. Pemahaman mengenai
konstruksi dapat dibagi dua kelompok yaitu
teknologi konstruksi (construction technologi) dan
manajemen konstruksi (construction management).
Pada umumnya dari berbagai jenis pembangunan
konstruksi yang berada di kota Samarinda,
dilaksanakan secara kontraktual. Dengan kontraktual
pelaksanaan pembangunan dapat dilaksanakan secara
efektif dan dapat dipertanggung jawabkan, baik segi
kualitas dan administrasi. Yang bersumber dari
Implementasi Kebijakan Pemerintah Kota Samarinda
Dalam Penataan Kota (Studi Perda No.12 Tahun 2002
Tentang Revisi RT-RW).
Dalam kegiatan proyek konstruksi, perencanaan
dipergunakan sebagai bahan acuan bagi pelaksana
pekerjaan dan menjadi standar pelaksanaan.
Sehingga proses tersebut melibatkan, pihak – pihak
terkait baik itu secara langsung maupun tak langsung.
Kegiatan proyek pembangunan dapat diartikan sebagai
satu kegiatan sementara yang berlangsung dalam
jangka waktu terbatas, dengan alokasi sumber daya
tertentu dan dimaksudkan untuk menghasilkan produk
yang kriteria mutunya telah digariskan dengan jelas.
Prasyarat keberhasilan proyek pembangunan adalah
tercapainya sasaran proyek, yaitu tepat biaya, tepat
mutu dan tepat waktu. Sedangkan seluruh rencana
proyek baik dari tahapan demi tahapan konstruksi
dapat berjalan dengan baik.
Dengan adanya perkembangan pembangunan
yang bersifat top-down mengakibatkan sikap apatis
dari masyarakat. Sehingga pemerintah menumbuhkan
gagasan bahwa pembangunan yang ada tersebut
melibatkan partisipasi masyarakat atau yang biasa di
sebut pemberdayaan masyarakat. Pada dasarnya
perkembangan pembangunan di masyarakat yang
melalui suatu program pemberdayaan masyarakat
dan adanya standart pedoman yang menjadi acuan
bagi para pelaksana program dari tingkat pusat,
provinsi, kabupaten bahkan sampai desa-desa sasaran
dalam menyelenggarakan program. Salah satu program
pemberdayaan yang ada sampai saat ini, adalah
PPIP (Program Pembangunan Infrastruktur
Perdesaan) yang diselenggarakan secara berjenjang
dan berurutan mulai dari tahap persiapan,
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan
pengendalian serta sampai tahap pemanfaatan dan
pemeliharaannya.
Dapat diketahui masih terdapat desa – desa
yang membutuhkan perhatian dari pemerintah,
untuk penanggulangan kemiskinan. Hal ini
meliputi penanggulangan kemiskinan yang terdiri
dari beberapa bidang yang harus ditangani,
diantaranya adalah : penanggulangan kemiskinan
bidang ekonomi, penanggulangan kemiskinan
bidang sosial, serta penanggulangan kemiskinan
bidang infrastrukturnya. Sehingga program –
program pemberdayaan yang ada, dalam hal
pengentasan kemiskinan di setiap kabupaten di
kota Samarinda antara lain adalah : PNPM Mandiri
Perkotaan, PPK dan program lainnya. Hal ini
dilakukan pemerintah dalam rangka pengentasan
kemiskinan di wilayah perdesaan dan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta
memberikan peluang kesempatan kerja bagi
masyarakat miskin.
Dimana Kementerian Pekerjaan Umum
melalui Direktorat Jenderal Cipta Karya telah
melaksanakan berbagai program pemberdayaan.
Sedangkan dalam pembiayaan BLM tersebut
berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara
yang pelaksanaannya disesuaikan dengan prinsip –
prinsip, maksud dan tujuan dari program tersebut.
Sedangkan dalam program pemberdayaan
dilakukan adanya pendekatan – pendekatan antara
lain : pemberdayaan masyarakat, keberpihakan
kepada yang miskin, otonomi dan desentralisasi,
partisipatif, keswadayaan, keterpaduan program
pembangunan, penguatan kapasitas kelembagaan,
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Isnaini Zulkarnain1, Fitriyati Agustina2, Ilham
Wijaya3, Maulana Rizki Azis4 Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil (SNTS) 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
88
kesetaraan dan keadilan gender. Sedangkan maksud
dari program PNPM ini adalah untuk
mengurangi kemiskinan dan memperkuat
implementasi tata kelola pemerintahan yang baik
(good governance) di tingkat pemerintah daerah.
Selanjutnya tujuan dari program pemberdayaan
khususnya PNPM antara lain adalah : untuk
mewujudkan peningkatan akses masyarakat miskin,
hampir miskin, dan kaum perempuan, termasuk kaum
minoritas terhadap pelayanan infrastruktur dasar
perdesaan berbasis pemberdayaan masyarakat dalam
tata kelola pemerintahan yang baik (Pedoman
Pelaksanaan 2011). Infrastruktur dasar perdesaan
antara lain adalah : transportasi jalan dan sarana
pendukungnya, sarana penyediaan irigasi
pengairan, serta sarana penyediaan air bersih.
2. LANDASAN TEORI
Konstruksi
Menurut (Gould, 2002) proyek konstruksi
dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang
bertujuan untuk mendirikan adanya suatu
bangunan, yang mencakup kebutuhan sumber daya
biaya, tenaga kerja, material dan peralatan yang
digunakan untuk konstruksi secara detail dan jelas.
Dalam konstruksi ada 3 tahapan pengelompokan
konstruksi meliputi :
1. Perencanaan konstruksi
Merupakan penyedia jasa orang/perorangan
ataupun badan usaha yang dinyatakan ahli
professional dalam hal perencanaan jasa
konstruksi yang mampu mewujudkan
pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan
bangunan maupun bentuk fisik lainnya.
2. Pelaksanaan konstruksi
Merupakan penyedia jasa orang/perorangan
ataupun badan usaha yang dinyatakan ahli
profesional di bidang pelaksana jasa
konstruksi yang mampu menyelenggarakan
kegiatan untuk mewujudkan suatau hasil dari
perencanaan bangunan menjadi suatu bentuk
bangunan atau bentuk fisik lainnya.
3. Pengawasan konstruksi
Merupakan penyedia jasa orang/perorangan
ataupun badan usaha yang dinyatakan ahli
professional di bidang pengawasan jasa
konstruksi yang mampu melaksanakan suatu
pekerjaan pengawasan jasa konstruksi sejak
awal pelaksanaan pekerjaan konstruksi sampai
dengan terselesainya pekerjaan konstruksi dan
diserah terimakan.
Pengertian Pemberdayaan Masyarakat
Pada dasarnya pengertian pemberdayaan
masyarakat yang sebenarnya, mengacu pada kata
“Empowerment”, yaitu sebagai upaya untuk
mengaktualisasikan potensi yang ada maupun yang
sudah dimiliki oleh masyarakat. Hal ini merupakan
pendekatan terhadap pemberdayaan masyarakat
dalam upaya pengembangan masyarakat yang
berkenaan pada penekanan akan pentingnya
masyarakat lokal yang mandiri sebagai suatu sistem
dalam mengorganisir diri mereka sendiri. Pendekatan
pemberdayaan masyarakat yang demikian akan
memberikan peranan kepada individu yang bukan
sebagai obyek, tetapi sebagai pelaku atau aktor
masyarakat dalam menentukan hidup mereka sendiri.
Lebih lanjut payne (1997 : 266), mengatakan
bahwa “ Pemberdayaan dipandang untuk menolong
klien dengan membangkitkan tenaga dalam
mengambil keputusan dan menentukan tindakan
yang akan ia lakukan sepanjang hidup,
termasuk mengurangi efek atau akibat dari gejala-
gejala pada masyarakat atau individu untuk melatih
agar kekuatan itu tumbuh dengan meningkatkan
kapasitas percaya diri, antara lain melalui transfer
daya dari lingkungannya. (Sumber : http///F:
Pemberdayaan.Pemberdayaan.htm).
Pemberdayaan masyarakat menurut Bartle
(2003) menyatakan bahwa community development
sebagai alat ataupun prasarana yang digunakan
masyarakat secara komplek dan kuat, hal ini upaya
yang dilakukan untuk perubahan sosial dimana
masyarakat menjadi lebih komplek, institusi lokal
tumbuh, collective power-nya meningkat serta
diharapkan terjadi adanya perubahan secara
kualitatif pada organisasinya.
Tahapan – Tahapan Pelaksanaan Pemberdayaan
Pada dasarnya pelaksanaan pemberdayaan
masyarakat untuk sekarang akan mengacu pada tiga
klaster program penanggulangan kemiskinan di
perdesaan yang merupakan amanat Keputusan
Presiden Nomor 13 Tahun 2009 tentang
Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan, yang antara
lain :
1. Bantuan dan perlindungan sosial
2. Pemberdayaan masyarakat
3. Pemberdayaan usaha mikro dan kecil.
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Isnaini Zulkarnain1, Fitriyati Agustina2, Ilham
Wijaya3, Maulana Rizki Azis4 Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil (SNTS) 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
89
Sedangkan bantuan dan perlindungan sosial ini
ditujukan akan pemenuhan kebutuhan dasar
masyarakat miskin berupa infrastruktur,
pendidikan, kesehatan, pangan, sanitasi dan air
bersih yang disesuaikan dengan program yang
ada. Untuk pemberdayaan masyarakat pada
kesempatan ini diarahkan untuk pembangunan
partisipasi masyarakat secara mandiri dalam
upaya meningkatkan kesadaran, kapasitas, dan
keberdayaan individu maupun komunal, yang dalam
penelitian ini dititik beratkan pada bidang
infrastrukturnya. Untuk itu masyarakat sangat
diharapkan partisipasi dan semangat serta
keikutsertaan masyarakat dalam setiap tahapan
kegiatan yang ada.
Metode AHP (Analytical Hierarchy Process)
Metode ini merupakan merupakan model
pendukung yang dikembangkan oleh Thomas L.
Saaty yang merupakan model pendukung
keputusan untuk menguraikan permasalahan yang
multi faktor atau multi kriteria yang komplek
menjadi satu hierarki, sedangkan menurut Saaty
(1994) hierarki didefinisikan sebagai suatu
presentasi dari sebuah permasalahan yang
kompleks dari suatu struktur yang multi level, yang
di mulai dari level tujuan, level faktor, kriteria, sub
kriteria, dan seterusnya hingga level palng bawah atau
level alternatif. Sehingga dari suatu permasalahan
yang sangat komplek akan terurai berdasarkan
kelompok – kelompoknya yang diatur dalam bentuk
hierarki, agar permasalahan tersebut akan menjadi
bentuk permasalahan yang terstruktur dan sistematis.
Metode AHP sering digunakan dalam suatu
penyelesaian permasalahan dibandingkan dengan
metode lain, hal ini dikarenakan :
1. Struktur hierarki merupakan konsekuensi dari
kriteria yang dipilih hingga sub kriteria yang
paling dalam.
2. Metode AHP memperhitungkan validalitas
sampai pada batas toleransi berbagai kriteria
dan alternatif yang dipilih sebagai pengambilan
keputusan.
3. Metode AHP dapat memperhitungkan daya
tahan output analisis sensivitas pengambilan
keputusan.
Penelitian sebelummya
Analisis Perbandingan Kontrak Tradisional dan
Kontrak Berbasis Kinerja (KBK) Berdasarkan Risiko
Persepsi Kontraktor dengan Metode Analytical
Hierarchy Process (AHP). Kontrak yang paling
beresiko berdasarkan persepsi kontraktor adalah
kontrak berbasis kinerja dengan prosentase bobot
56%, sedangkan kontrak tradisional sebesar 44%.
Meskipun demikian, penerapan kontrak berbasis
kinerja memiliki prospek yang cukup baik bagi
peningkatan kualitas infrastruktur jalan di Indonesia.
Salah satu penentu keberhasilan dari penerapan
kontrak berbasis kinerja adalah kesiapan kontraktor
dan kemampuan kontraktor dalam mengidentifikasi
dan mengelola risiko. Oleh karena itu, Pemerintah.
harus aktif melakukan pembinaan jasa konstruksi
terhadap kontraktor terutama berkaitan dengan
risiko dan sosialisasi terhadap dokumen kontrak
berdasarkan kinerja serta diperlukan adanya
regulasi yang jelas untuk menunjang keberhasilan
implementasi kontrak berbasis kinerja.
3. METODE PENELITIAN
Subjek Penelitian
Pada obyek penelitian ini adalah dengan
mengkaji proyek – proyek konstruksi yang berbasis
kontraktual dan pemberdayaan masyarakat yang
berada di Kota Samarinda.
Metode Penelitian
Penelitian ini dengan menggunakan metode
kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif digunakan
untuk mengetahui hal – hal yang mempengaruhi
evaluasi kinerja pada pelasksanakan konstruksi secara
pemberdayaan masyarakat dan secara kontraktual.
Sedangkan metode kuantitatif digunakan untuk
melaksanakan ranking hierarki dan menghitung
pembobotan setiap kriteria. Kombinasi antara
metode kualitatif dan kuantitatif digunakan
pada saat validasi hasil penelitian dengan cara
memperbandingkan hasil analisis AHP dan hasil
interview terhadap para pemangku kepentingan di
lokasi penelitian.
Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian ini meliputi perumusan masalah,
merumuskan maksud dan tujuan, menentukan batasan
penelitian, pengumpulan data, analisa data dan
pembahasan, dan kesimpulan. Penelitian ini meliputi
beberapa tahapan, yaitu :
Tahap I : Tahap ini merupakan tahap awal untuk
menentukan kriteria, sub kriteria, dan alternatif dari
faktor – faktor penting yang menjadi
pertimbangan pelaksanaan proyek konstruksi.
Metode yang digunakan dengan menggunakan
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Isnaini Zulkarnain1, Fitriyati Agustina2, Ilham
Wijaya3, Maulana Rizki Azis4 Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil (SNTS) 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
90
Analythical Hierarchy Process (AHP) yang diperoleh
dari hasil kuisioner yang telah disebar oleh
mahasiswa.
Tahap II : Tahap ini merupakan tahap lanjutan
untuk menentukan faktor penting yang paling
dominan yang menjadi pertimbangan pelaksanaan
proyek konstruksi. Metode yang digunakan dengan
menggunakan Analythical Hierarchy Process
(AHP) yang diperoleh dari hasil kuisioner yang telah
disebar oleh mahasiswa.
Tahap III : Tahap validasi dari hasil analisis
AHP yaitu dengan interview untuk menguji
kembali apakah kriteria dan sub kriteria yang
dominan dalam pelaksanaan proyek konstruksi yang
di teliti konsisten dengan model AHP). Stakeholder
(pemangku kepentingan) yang dilibatkan adalah
orang-orang yang pernah dan atau sedang terlibat
pada pelaksanaan proyek konstruksi. Ketiga tahapan
diatas digambarkan dalam skema (gambar 1) tahapan
sebagai berikut:
4. DATA DAN ANALISIS
Deskripsi Responden Penelitian
Responden dalam penelitian ini meliputi
penyedia jasa, pengguna anggaran, pejabat
pembuat komitmen, tim pelaksana pekerjaan
umum, dan fasilitator. Responden penelitian ini
diambil dengan menggunakan purposive sampling.
Pada penelitian ini telah diambil responden sebanyak
sembilan orang dengan perbedaan tingkat pendidikan
dan pengalaman kerja. Responden dari pengguna
anggaran dan pejabat pembuat komitmen ini sudah
terbiasa menangani program pemberdayaan
masyarakat dan proyek kontraktual.
Pendidikan Responden
Dari grafik 1 dibawah terdapat 2 (dua)
responden berijasah SLTA atau sederajat. Meskipun
latar belakang pendidikan responden SLTA atau
sederajat tapi sudah cukup berpengalaman di bidang
proyek kontraktual. Jadi pengisian kuisioner
dengan responden direktur utama CV. 1 dan
direktur utama CV. 2 disajikan dalam kuisioner,
hal ini karena pertanyaan dalam kuisioner sudah
merupakan hal yang sering ditemui bagi responden
(gambar 2).
Pengalaman Responden
Pengalaman kerja responden minimal 5 (lima) tahun
dan paling lama 15 (lima belas) tahun dengan rata-rata
pengalaman 5 tahun. Tabel pengalaman menampilkan
pengelompokan responden berdasarkan lama
pengalaman kerjanya.
Tabel 1 Pengalaman Responden
Dalam penelitian ini, peneliti hanya mengambil
responden dari penyedia jasa, pengguna anggaran,
pejabat pembuat komitmen, tim pelaksana
pekerjaan umum, dan fasilitator.
1. Penyedia jasa 4, dalam hal ini penyedia jasa
sebagai kontraktor yang digunakan untuk
responden. Responden ini sudah terbiasa
menangani proyek seperti perkerasan jalan
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Isnaini Zulkarnain1, Fitriyati Agustina2, Ilham
Wijaya3, Maulana Rizki Azis4 Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil (SNTS) 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
91
aspal, saluran drainase, bahkan dinding
penahan tanah.
Seperti yang terlihat dalam tabel yang
merupakan daftar responden penyedia
barang/jasa. (tabel 2 responden)
2. Pengguna Anggaran
Pengguna Anggaran yang digunakan sebagai
responden dalam penelitian ini berjumlah 1 (satu)
orang yaitu Kepala Satuan Kerja DPU Kota
Samarinda.
3. Pejabat Pembuat Komitmen
Pejabat Pembuat Komitmen yang merupakan
responden dalam penelitian ini berjumlah 1 (satu)
orang yaitu Kepala Sub Bagian Dinas Pekerjaan
Umum Kota Samarinda.
4. Tim Pelaksana Pekerjaan Umum
Tim pelaksana yang merupakan responden dalam
penelitian ini berjumlah 1 (satu) orang yaitu tim
pelaksana dari Pekerjaan Umum Kota Samarinda
yang ikut terlibat dalam program tersebut.
5. Fasilitator
Fasilitator yang merupakan responden dalam
penelitian ini ada 2 (dua) orang yaitu fasilitator
teknik yang sudah cukup lama berkecimbung
dalam program pemberdayaan khususnya program
pemberdayaan di Kota Samarinda. Responden
tersebut cukup mengerti, memahami mengenai
program pemberdayaan yang dicanangkan
pemerintah guna pengestasan kemiskinan di
wilayah sekitarnya. Sehingga maksud, tujuan dan
sasaran dalam program pemberdayaan dapat tercapai
dan tepat sasaran.
Gambar 3. Siklus Kehidupan Proyek Konstruksi
Tabel 3. Faktor-Faktor Kriteria dan Sub Kriteria Model
AHP Pada Proyek Konstruksi
Sumber: Observasi dan Wawancara
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Isnaini Zulkarnain1, Fitriyati Agustina2, Ilham
Wijaya3, Maulana Rizki Azis4 Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil (SNTS) 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
92
Gambar 4. Hierarki Model AHP
Dari Model AHP Metode Pelaksanaan Proyek Konstruksi, maka alur analisis pelaksanaan proyek konstruksi
dapat dilihat pada (gambar 5) bagan alir berikut:
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Isnaini Zulkarnain1, Fitriyati Agustina2, Ilham
Wijaya3, Maulana Rizki Azis4 Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil (SNTS) 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
93
Tabel 4 Hasil interview responden
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Isnaini Zulkarnain1, Fitriyati Agustina2, Ilham
Wijaya3, Maulana Rizki Azis4 Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil (SNTS) 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
94
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Isnaini Zulkarnain1, Fitriyati Agustina2, Ilham
Wijaya3, Maulana Rizki Azis4 Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil (SNTS) 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
95
6. PEMBAHASAN
Tahapan – tahapan pelaksanaan proyek konstruksi (Tabel 5)
Tahap-tahap
pelaksanaan Kontraktual Pemberdayaan Masyarakat
Feasibility Study Pada tahap ini merupakan awal dari suatu
proyek konstruksi yang akan dilaksanakan.
Sehingga saat melakukan survey lokasi,
perencanaan dan perancangan sampai dengan
dampak yang mungkin terjadi dapat dilakukan
secara lancar.
Tahap ini merupakan awal, sehingga perlu adanya
pengenalan kepada masyarakat. Selanjutnya dilakukan
survey lokasi, identifikasi, dan skala prioritas untuk
mengetahui kebutuhan bangunan yang diprioritaskan.
Tahap ini dapat berjalan lancar, namun memerlukan
waktu yang cukup lama.
Detailed Estimated
Design (DED)
Pada tahap ini merupakan perencanaan gambar
kerja, RAB, dan RKS secara rinci yang
selanjutnya digunakan untuk melakukan tender.
Sehingga tahap ini penyedia jasa dapat
mengajukan dan mengikuti tender. Tahap ini
dapat dilakukan secara lancar.
Tahap ini dilakukan perencanaan mengenai gambar
kerja dan RAB sederhana oleh masyarakat yang
tersusun dalam dokumen kontrak. Selanjutnya dapat
dilakukan penandatangan kontrak antara pihak desa
dengan PPK setempat. Tahap ini dapat berjalan secara
lancar.
Construction Pada tahap ini merupakan realisasi dari tender
yang dilaksanakan. Sehingga tahap ini perlu
adanya pengawasan yang continue mengenai
mutu dan waktu yang dipersyaratkan. Sehingga
perlu adanya koordinasi dan komunikasi yang
lancar. Karena tahap ini memerlukan waktu
paling panjang dari realisasi biaya, maka sering
terjadi timbulnya problem ataupun
permasalahan.
Tahap ini merupakan realisasi pelaksanakan pekerjaan.
Sehingga perlu pengawasan dan partisipasi masyarakat
mengenai mutu dan waktu tersedia. Karena tahap ini
memerlukan waktu paling panjang dari realisasi
biaya, serta kebutuhan dan keinginan masyarakat
banyak maka sering terjadi adanya permasalahan.
Operasi dan
Maintenance
Pada tahap ini merupakan serahterima pekerjaan
dan setelah itu adanya masa pemeliharaan.
Apabila selama masa pemeliharaan terjadi
adanya kerusakan, maka penyedia jasa
(kontraktor) harus memperbaiki. Biasanya tahap
dapat berjalan lancar.
Pada tahap ini merupakan serahterima pekerjaan
antara pihak desa dengan PPK setempat. Sedangkan
rencana dana pemeliharan diambil berdasarkan
musyawarah masyarakat desa. Tahap ini dapat
dilaksanakan secara lancar.
Dari uraian di atas, maka penelitian ini
dititikberatkan pada pada tahap pelaksanaan
konstruksi (Construction).
Skala prioritas dari responden.
Dengan menganalisis dari kriteria pelaksanaan
proyek konstruksi yang menggunakan metode
Analythical Hierarchy Process (AHP), maka
terdapat bobot yang menunjukkan urutan ranking
kriteria 9 responden yang dilakukan. Berikut ini
merupakan urutan bobot kriteria yang dapat dilihat
pada tabel berikut :
Tabel kriteria dari 9 responden dengan
menggunakan metode Analythical Hierarchy
Process (AHP)
Tabel 6 di atas menunjukkan bahwa kriteria yang
menjadi pertimbangan untuk pelaksanaan proyek
konstruksi berdasarkan 9 responden. Responden
tersebut merupakan responden yang berkecimpung
dan telah menangani proyek konstruksi dan program
pemberdayaan.
Dari hasil analisis dengan menggunakan
Analythical Hierarchy Process (AHP), diketahui
bahwa urutan yang menjadi pertimbangan dalam
pemilihan pelaksanaan proyek konstruksi adalah
urutan 1 adalah biaya dengan bobot 0,262, kemudian
urutan ke-2 adalah mutu dengan bobot 0,253,
selanjutnya urutan ke-3 waktu dengan bobot 0,231, dan
urutan ke-4 partisipasi masyarakat dengan bobot
0,142 serta urutan ke-5 administrasi dengan bobot
0,112.
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Isnaini Zulkarnain1, Fitriyati Agustina2, Ilham
Wijaya3, Maulana Rizki Azis4 Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil (SNTS) 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
96
Hasil analisis dengan menggunakan metode
Analythical Hierarchy Process (AHP), yang
merupakan salah satu sistem pengambilan keputusan
Decision Support System (DSS) akan menghasilkan
output yang sama atau serupa apabila dari
responden yang disajikan tersebut konsisten dalam
memberikan pendapatnya. Selanjutnya dari hasil
analisis alternatif dengan metode Analythical
Hierarchy Process (AHP) dalam memilih
pelaksanaan proyek konstruksi antara pemberdayaan
masyarakat dengan kontraktual seperti yang terlihat
dalam tabel berikut :
Tabel Urutan bobot alternatif dari 9 respoden dengan
menggunakan metode Analythical Hierarchy Process
(AHP).
Dari tabel 7 Urutan bobot alternatif di atas, dapat
terlihat jelas dalam bentuk grafik sebagai berikut ;
Gambar 6. Alternatif Pelaksanaan Proyek Konstruksi
Berdasarkan hasil analisis tersebut diatas
dengan menggunakan metode Analythical
Hierarchy Process (AHP) menunjukkan dari 9
responden yang disajikan berpendapat bahwa
pelaksanaan proyek konstruksi lebih baik dijalankan
secara kontraktual daripada secara pemberdayaan
masyarakat. Dengan cara kontraktual dan adanya
pengawasan ketat, hasil yang dicapai akan lebih
maksimal. Hal ini dikarenakan bobot pilihan
responden yang memilih pelaksanaan proyek secara
konstruksi dengan bobot 0,649 dan yang memilih
pelaksanaan konstruksi secara pemberdayaan
masyarakat dengan bobot 0,351.
Tabel Urutan bobot dari 9 responden secara detail
dari kriteria dengan menggunakan metode
Analythical Hierarchy Process (AHP).
Dari tabel 8 kriteriaAHP di atas akan terlihat jelas
dalam bentuk gambar sebagai berikut :
Gambar 7. Urutan Bobot Secara Detail
5. KESIMPULAN
Berdasarkan analisa data dan pembahasan yang
telah dilakukan, maka dapat dikesimpulan sebagai
berikut :
1. Kriteria atau model yang digunakan pada
pelaksanaan proyek konstruksi
pemberdayaan masyarakat dan kontraktual
yang didasarkan pada survey, interview dan
dikombinasikan dengan Project Management
KPIs (Key Performance Indicators) adalah
kriteria waktu, kriteria biaya, kriteria mutu,
kriteria partisipasi masyarakat, dan kriteria
administrasi.
2. Hasil analisis responden dengan menggunakan
Metode Analythical Hierarchy Process (AHP),
menyebutkan bahwa hal yang dipertimbangkan
dalam pemilihan pelaksanaan proyek
konstruksi dengan urutan ke-1 adalah biaya
dengan bobot 0,262 kemudian urutan ke-2
adalah mutu dengan bobot 0,253 selanjutnya
urutan ke-3 adalah waktu dengan bobot 0,231
dan urutan ke-4 adalah partisipasi masyarakat
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Isnaini Zulkarnain1, Fitriyati Agustina2, Ilham
Wijaya3, Maulana Rizki Azis4 Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil (SNTS) 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
97
dengan bobot 0,142 serta urutan ke-5 adalah
administrasi dengan bobot 0,112.
3. Hasil analisis pelaksanaan proyek
konstruksi pemberdayaan masyarakat dan
kontraktual dari responden berpendapat bahwa
pelaksanaan proyek konstruksi lebih baik
dilaksanakan secara kontraktual. Sehingga model
penentuan jenis kontrak konstruksi dapat
ditentukan jika sudah memenuhi kriteria pada
poin 1.
4. Berdasarkan hasil dari validasi, analisis kriteria
dengan metode AHP dalam memilih
pelaksanaan proyek konstruksi yang lebih
optimal adalah kontraktual. Hal ini
dikarenakan bahwa secara pemberdayaan
masyarakat schedule yang direncanakan
cenderung tidak bisa direalisasikan karena
adanya kultur budaya atau kebiasaan
masyarakat setempat, seperti kepercayaan
masyarakat tentang adanya hari baik dan
adanya doa bersama sebelum dimulainya
pekerjaan. Walaupun antara kontraktual dan
pemberdayaan masyarakat sama – sama
melakukan kontrak, namun kontraktual lebih
adanya tanggung jawab yang jelas dan berbadan
hukum.
SARAN
1. Metode yang digunakan dalam analisis
kriteria pada pelaksanaan proyek konstruksi
yang disarankan dengan metode AHP. Metode
ini dianggap lebih mudah di pahami dan lebih
mudah dalam perhitungan pembobotan serta
pengolahan datanya. Sedangkan hasil analisis
dengan metode AHP dapat mendekati dengan
kondisinya sebenarnya, sehingga dapat dipakai
dalam model penentuan jenis proyek konstruksi
jenis kontraktual atau berbasis pemberdayaan
masyarakat.
2. Telaah faktor pemilihan pelaksanaan
konstruksi dengan mempertimbangkan
berbagai kriteria yang ada dan pengalaman
yang dimiliki, alangkah baiknya jika
pelaksanaan konstruksi dilakukan dengan cara
kontraktual dan dengan pengawasan yang ketat.
DAFTAR PUSTAKA
Boothroyd (1982 ; 15), http:///pengertian
pemberdayaan.com
Cook (1994), Giarci (2001), Bartle (2003), Subejo dan
Supriyanto (2004), Deliveri (2004),
Chambers(2001),Nasikun(2000:27),http:///F:/Pe
mberdayaan/Pemberdayaan201.htm
Cleland, Wr. King (1987), Pengertian Proyek,
http:///:www.pengertian proyek.com
Dipohusodo, (1996), Manajemen Proyek dan
Konstruksi jilid 1 dan 2, Kannisius,
Yogyakarta
Dipohusodo,(1996),:///F:/pengertianproyek
/-pengertian-ciri-ciri-dan-jenis-
proyek- konstruksi.htm
Elizabeth F. Lotus, John C. Palmer, Reconstruction
of automobile Destruction An Example f the
Interaction Between Language and Memory,
Journal Of Verbal Learning and Verbal
Behavior 13,585-589 (1974)
Ervianto, (2005), Manajemen Proyek Konstruksi,
Edisi 2, Andi, Yogyakarta
Friedmen (1992), Konsepsi Pemberdayaan
Masyarakat-Bahan Kuliah PPS SP ITB
Fauziyah Shifa, Wibowo M. Agung, Suliantoro, Hery
Analisis Perbandingan Kontrak Tradisional dan
Kontrak Berbasis Kinerja (KBK) Berdasarkan
Risiko Persepsi Kontraktor dengan Metode
Analytical Hierarchy Process (AHP), Jurnal Ilmu
dan Terapan Bidang Teknik Sipil Volume 22,
No.1, Juli 2016
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/mkts/article/
viewFile/12402/10240(14/12/2017)
Herve Abdi, Lynne J. Williams, (2010) Tukey’s
Honestly Significant Difference (HSD) Test, E-
mail: [email protected]
http://www.utd.edu/~herve
Herve Abdi, Lynne J. Williams, (2010), Newman-
Keuls Test and Tukey Test, E-mail:
[email protected] http://www.utd.edu/~herve
https://www.researchgate.net/publication/50993841_I
MPLEMENTASI_KEBIJAKAN_PEMERINTAH
_KOTA_SAMARINDA_DALAM_PENATAAN
_KOTA_STUDI_PERDA_NO12_TAHUN_2002
_TENTANG_REVISI_RT-RW- /19/01/2018
Ismiyati, (2003), Statistika dan aplikasinya, Program
Pasca Sarjana UNDIP
Keputusan Presiden No. 13 tahun 2009, tentang
Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan
KPIs (Key Performance Indicators), Sumber :
Software Acquisition Gold Practice
TrackEarned Value,2009).
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan
Nasional/Kepala Bappenas,
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Isnaini Zulkarnain1, Fitriyati Agustina2, Ilham
Wijaya3, Maulana Rizki Azis4 Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil (SNTS) 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
98
PembiayaanInfrastruktur dan Pemukiman,
stadium General Institut Teknologi Bandung
Moelyarto (1999: 37-38), http///F:
Pemberdayaan.Pemberdayaan.htm
Nazar, (2006) Analisis Pengendalian Biaya dan
Waktu Dengan Metode Earned Value
Concept, Penelitian, Magister Teknik Sipil Universitas
Islam Indonesia, Yogyakarta
Nurdiana, (2011), Aplikasi Manajemen Resiko dari
Persepsi Para Stakeholder (Studi Kasus Proyek
Pembangunan jalan Tol Semarang – Solo
Seksi satu Ruas Tembalang – Gedawang,
2009, Pedoman Pelaksanaan Program
Pembangunan Infrastruktur Perdesaan,
Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal
Cipta Karya 2010, Pedoman Pelaksanaan
Program Pembangunan Infrastruktur
Perdesaan,
Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal
Cipta Karya 2011, Pedoman Pelaksanaan
Program Pembangunan Infrastruktur
Perdesaan, Kementerian Pekerjaan Umum
Direktorat Jenderal Cipta Karya
Pujawan, Mahendrawathi, (2010) Suppy Chain
Management, Institut Teknologi
SepuluhNopember Surabaya, Edisi Kedua, ISBN
979-545-053-0
Payne, (1996:266), http///F:
Pemberdayaan.Pemberdayaan.htm
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Fachriza Noor Abdi1), Budi Haryanto 2), Musa Firmanto3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
99
ANALISA KUAT TEKAN MORTAR DENGAN
MENGGUNAKAN ABU TERBANG BATUBARA
SEBAGAI BAHAN TAMBAH DAN SEBAGAI BAHAN
PENGGANTI SEBAGIAN SEMEN DENGAN AGREGAT
HALUS PASIR ANGGANA
Fachriza Noor Abdi
1), Budi Haryanto
2), Musa Firmanto
3)
1,2,3) Prodi Teknik Sipil Universitas Mulawarman Samarinda
Jl.Sambaliung No.9 Kampus Gunung Kelua, Samarinda 75119
ABSTRAK
Abu batubara (fly ash) adalah sisa pembakaran batubara yang sangat halus. Kedepan pemakaian batubara sebagai
sumber energy akan terus meningkat sehingga dapat menimbulkan permasalahan terhadap lingkungan. Abu
batubara mengandung SiO2, Al2O3, P2O5, dan Fe2O3 yang cukup tinggi sehingga abu batubara memenuhi kriteria
sebagai bahan yang memiliki sifat semen/pozzolan. Salah satu upaya pemanfaatan abu batubara ini adalah untuk
bahan campuran pembuatan paving block. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
penambahan abu terbang batubara pada campuran mortar dengan menggunakan agregat halus Pasir Anggana
terhadap kuat tekannya. Kuat tekan maksimal yang dihasilkan dari penambahan abu terbang batubara pada
campuran mortar dengan menggunakan agregat halus pasir Anggana didapat pada umur 56 hari. Kuat tekan
masing-masing persentase penambahan abu terbang batubara adalah 10% (12 Mpa), 20% (14,86 Mpa), 30% (13,5
Mpa), 40% (13,66 Mpa), dan 50% (9,83 Mpa). Kuat tekan maksimal didapat pada penambahan abu terbang
batubara terjadi pada persentase 20% sebesar 14,86 Mpa. Kuat tekan maksimal yang didapat dari pengganti abu
terbang batubara adalah pada persentase 20% dengan kuat tekan sebesar 10,16 Mpa pada umur 56 hari.
Kata kunci : Mortar, Abu Terbang Batubara, Pasir Anggana.
ABSTRACT (bold)
Fly Ash is coal combustion residue. Need of coal as energy source in industries will increase in the future and it
may caused severe effect to environment. Fly ash contains hight consentration of SiO2, Al2O3, P2O5 and Fe2O3.
This characteristic is almous similar to that of cement, and that it is possible to add fly ash in production of paving
block. The purpose of this study was to determine the effect of the addition of palm ash on mortar mixture using
sand fine aggregate Anggana of Sand to strong compressive. Maximal strength pressure which produced from
increament fly ash in mortar’s mixture by using soft aggregate Anggana sand obtained at 56 days old. Precentage
of each strength pressure from increament fly ash are 10% (12 Mpa), 20% (14,86 Mpa), 30% (13,5 Mpa), 40%
(13,66 Mpa), and 50% (9,83 Mpa). Maximal strength pressure which obtained from replacement fly ash on 20%
percentage with strength pressure as big as 10,16 Mpa at 56 days old.
Keywords: Mortar, Fly Ash, Anggana of Sand.
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peningkatan akan kebutuhan bahan bangunan
harus disikapi dengan pemanfaatan dan penemuan
bahan bangunan baru yang mampu memberikan
alternative kemudahan pengerjaan serta penghematan
dalam biaya. Fly ash sebagai obyek pemanfaatan
dengan beberapa pertimbangan, antara lain jumlah fly
ash lebih banyak ( + 80 % dari total sisa abu
pembakaran batubara ), butiran fly ash jauh lebih kecil (
200 ) lebih berpotensi menimbulkan pencemaran udara.
Oleh karena itu diperlukan bahan pengikat tambahan
yang memiliki harga lebih murah untuk mengurangi
penggunaan semen portland dan diprediksikan dapat
meningkatkan kekuatan dan ketahanan mortar. Bahan
pengikat tambahan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah abu batubara (fly ash). Abu batubara
mengandung SiO2, AI2O3, P2O5 dan Fe2O3 namun
kandungan SiO2 cukup tinggi mencapai + 70%. Dengan
kandungan silica yang cukup tinggi ini memungkinkan
abu batubara memenuhi kriteria sebagai bahan yang
memiliki sifat semen/pozzolan.
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Fachriza Noor Abdi1), Budi Haryanto 2), Musa Firmanto3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
100
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah yang
dikaji dalam tulisan ini adalah :
1. Seberapa besar pengaruh yang diberikan fly ash
sebagai bahan tambah pada campuran mortar
dengan menggunakan agregat halus pasir anggana
terhadap kuat tekannya.
2. Seberapa besar pengaruh yang diberikan fly ash
sebagai bahan pengganti sebagian semen pada
campuran mortar dengan menggunakan agregat
halus pasir anggana terhadap kuat tekannya.
3. Perbandingan komposisi fly ash dengan
kombinasi semen dan agregat halus untuk
mendapatkan hasil yang maksimum pada adukan
campuran mortar agar menghasilkan kuat tekan
mortar yang maksimum.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui pengaruh penambahan fly ash pada
campuran mortar dengan menggunakan agregat
halus anggana terhadap kuat tekannya.
2. Mengetahui pengaruh penambahan fly ash sebagai
bahan pengganti sebagian semen pada campuran
mortar dengan menggunakan agregat halus
anggana terhadap kuat tekannya.
3. Mengetahui persentase penambahan fly ash yang
optimum dalam adukan campuran mortar agar
menghasilkan kuat tekan mortar yang maksimum.
1.4 Batasan Masalah
Ruang lingkup pada penelitian ini dibatasi pada:
1. Metode uji menggunakan metode SNI
2. Benda uji berupa kubus dengan ukuran 5cm x
5cm x 5cm
3. Pengujian kuat tekannya dilakukan pada umur
mortar 28 dan 56 hari.
4. Persentase penambahan abu terbang batubara
sebanyak 0%, 10%, 20%, 30%, 40% dan 50%
masing-masing persentase terdiri dari 3 buah
benda uji.
5. Material yang di gunakan :
a. Semen : Semen Portland type I
b. Agregat Halus : Pasir Ex. Pasir anggana
c. Bahan Tambah : Fly Ash (abu terbang
batubara ).
2. LANDASAN TEORI
2.1 Mortar
Mortar adalah campuran yang terdiri dari pasir,
bahan perekat serta air, dan diaduk sampai homogen.
Pasir sebagai bahan bangunan dasar harus direkatkan
dengan bahan perekat. Bahan perekat yang digunakan
dapat bermacam-macam, yaitu dapat berupa tanah liat,
kapur, semen merah (bata merah yang dihaluskan),
maupun semen potland.
2.2 Agregat Halus
Agregat sebagai suatu bahan yang terdiri dari
mineral padat, berupa massa berukuran besar ataupun
berupa fragmen-fragmen. Kandungan agregat dalam
campuran beton biasanya sangat tinggi. Berdasarkan
pengalaman, komposisi agregat tersebut berkisar 60% -
70% dari berat campuran beton. Agregat halus
berukuran yaitu 4.80 mm (British Standard) atau 4.75
mm (standar ASTM).
2.3 Air
Air untuk campuran beton harus tidak
mengandung minyak, larutan asam, garam alkali,
material organik, maupun bahan-bahan lain yang dapat
mengurangi kekuatan beton. Air pada campuran mortar
berfungsi sebagai media untuk mengaktifkan pada
reaksi semen, pasir, dan kapur agar saling menyatu. Air
juga berfungsi sebagai pelumas antara butir-butir pasir
yang berpengaruh pada sifat mudah dikerjakan
(workability) adukan mortar.
2.4 Semen
Semen Portland adalah semen hidraulis yang
dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker yang
terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat
hidraulis bersama bahan –bahan yang biasa digunakan
yaitu gipsum.
2.5 Faktor Air Semen
Semakin tinggi nilai FAS, semakin rendah mutu
kekuatan beton ataupun mortar. Namun demikian,nilai
FAS yang semakin rendah tidak selalu berarti bahwa
kekuatan beton ataupun mortar semakin tinggi. Rata-
rata ketebalan lapisan yang memisahkan antara partikel
dalam beton ataupun mortar sangat bergantung pada
FAS yang digunakan dan kehalusan butir semennya.
2.6 Bahan Tambah Mineral ( admixture )
Admixture adalah bahan-bahan yang ditambahkan
ke Psi dari bahan ini adalah untuk mengubah sifat-sifat
dari mortar agar menjadi lebih cocok untuk pekerjaan
tertentu atau untuk menghemat biaya.
2.7 Fly Ash ( abu terbang batubara )
Fly ash batubara adalah limbah industri yang di
hasilkan dari pembakaran batubara dan terdiri dari
partikel yang halus. Gradasi dan kehalusan fly ash
batubara dapat memenuhi persyaratan gradasi
AASHTO M17 untuk mineral filler.
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Fachriza Noor Abdi1), Budi Haryanto 2), Musa Firmanto3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
101
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian :
- Pelaksanaan penelitian dilakukan dari bulan Juni
sampai bulan Oktober 2011.
Pelaksanaan penelitian:
- Laboratorium Rekaya Sipil Fakultas Teknik
Universitas Mulawarman Kalimantan Timur,
Samarinda.
3.2 Studi Literatur
Pada tahap ini langkah-langkah yang dilakukan
adalah mencari referensi dari buku, jurnal dan sumber
lainnya yang berhubungan dengan tema yang yang
diambil dalam penelitian sebagai acuan atau dasar teori
dalam penulisan skripsi.
3.3 Pengumpulan Data
Data-data yang dikumpulkan,meliputi :
1. Data primer adalah data utama yang diperoleh dari
hasil pemeriksaan material di laboratorium. Hasil
pemeriksaan laboratorium ini kemudian akan
digunakan untuk perancangan mix design mortar.
2. Data sekunder adalah data-data pendukung dalam
penelitian ini, dimana data-data tersebut dapat
berupa gambar grafik, tabel, dan data pendukung
lainnya.
3. Hasil tanya jawab yaitu konsultasi kepada dosen
pembimbing maupun pihak lain yang berkompeten
dalam penelitian ini.
3.4 Persiapan Bahan
Semua material yang akan digunakan sebagai
bahan uji harus dipersiapkan terlebih dahulu sebelum
masuk ke dalam laboratorium.
Bahan-bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah:
1. Agregat halus pasir Anggana
2. Semen Portland Tipe I (Semen Tonasa)
3. Air yang berasal dari PDAM
4. Bahan tambah berupa Abu Terbang batubara
3.5 Pengujian Di Laboratorium
3.5.1 Tahap Pengujian Bahan- bahan Penyusun
Mortar
3.5.1.1 Pengujian Kadar Air Agregat Halus (pasir)
Pemeriksaan kadar air pasir dilakukan dengan
cara, pasir ditimbang dan dicatat beratnya (w1),
kemudian dimasukkan ke dalam oven. Pasir yang sudah
kering didinginkan, ditimbang dan dicatat beratnya
(w2). kadar air pasir dihitung dengan rumus :
3.5.1.2 Pengujian Kadar Lumpur Agregat Halus
(pasir)
Penentuan kadar lumpur pasir dilakukan dengan
cara, memasukkan benda uji ke dalam gelas ukur lalu,
ditambahkan dengan air guna melarutkan lumpur,
kemudian gelas dikocok untuk mencuci pasir dari
lumpur, setelah itu simpan gelas pada tempat yang
datar dan biarkan lumpur mengendap setelah 24 jam,
dan pada akhirnya ukur tinggi pasir (H1) dan tinggi
lumpur (H2). Kadar lumpur pasir dapat dihitung
dengan rumus:
3.5.1.3 Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan
Agregat Halus (pasir)
Contoh pasir uji (SSD) dikeringkan dalam oven
dengan suhu 105° C sampai beratnya tetap. Kemudian
pasir direndam di dalam air selama 24 jam. Air bekas
rendaman dibuang dengan hati-hati sehingga butiran
pasir tidak terbuang. Pasir dibiarkan di atas nampan dan
dikeringkan sampai tercapai keadaan jenuh kering
muka. Untuk pemeriksaan kondisi jenuh kering muka
dilakukan dengan memasukkan pasir pada kerucut
terpancung dan dipadatkan dengan penumbukan
sebanyak 25 kali. Pada saat kerucut diangkat pasir akan
runtuh tetapi masih berbentuk kerucut. Pasir dalam
keadaan kering muka ditimbang sebanyak 500 gram
dimasukkan ke dalam piknometer dan kemudian
diisikan air hingga penuh. Gelembung udara yang
tertinggal dihilangkan dengan cara menggulingkan
piknometer secara berulang-ulang. Piknometer berisi
air dan pasir ditimbang dan dicatat beratnya.
Piknometer kosong dan berisi air ditimbang dan dicatat
beratnya berturut-turut dan .Setelah mengendap pasir
dikeluarkan dari piknometer tanpa ada yang tercecer,
kemudian dikeringkan dalam oven selama 24 jam. Pasir
yang sudah kering didinginkan, ditimbang dan dicatat
beratnya. Penyerapan Berat jenis pasir dihitung dengan
rumus :
Penyerapan :
Berat jenis (SSD) :
Dimana:
Berat contoh SSD = (A)
Berat contoh kering = (B)
Berat pikno + air + sempel = (C)
Berat pikno + air = (D)
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Fachriza Noor Abdi1), Budi Haryanto 2), Musa Firmanto3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
102
3.5.1.4 Analisa Saringan (Gradasi) Agregat Halus
Pemeriksaan gradasi pasir dilakukan dengan cara,
pasir yang akan diperiksa dikeringkan dalam oven
dengan suhu 105° sampai beratnya tetap dan ditimbang
beratnya. Ayakan disusun sesuai dengan urutannya,
ukuran terbesar diletakkan pada bagian paling atas,
yaitu : 4,8 mm, diikuti dengan ukuran ayakan yang
lebih kecil yaitu berturut-turut 2,4 mm , 1,2 mm , 0,6
mm , 0,3 mm , 0,15 mm , 0 mm (sisa), kemudian
digetarkan selama kurang lebih 10 menit. Pasir yang
tertinggal pada masing-masing saringan ditimbang dan
dicatat beratnya. Dari hasil ini dapat dihitung jumlah
komulatif persentase butir-butir yang lolos pada
masing-masing ayakan. Nilai modulus halus butir
dihitung dengan menjumlahkan persentase komulatif
butir tertinggal, kemudian dibagi seratus sehingga dapat
di gambar grafik distribusi ukuran butir agregat.
3.6 Perancangan Campuran Mortar (Mix Design)
Perancangan campuran menggunakan metode
Departemen Pekerjaan Umum yang terdapat dalam SK
SNI M-111-1990-03 "Metode Pengujian Kekuatan
Tekan Mortar Semen Portland Untuk Pekerjaan Sipil
3.7 Pembuatan Benda Uji
Pembuatan mortar dilakukan segera setelah
perancangan campuran mortar selesai dilaksanakan.
Tahapan pembuatan mortar, meliputi:
(1) Persiapan
(2) Penakaran
(3) Pengadukan
(4) Uji Kelecakan (nilai sebar)
(5) Penuangan
3.8 Perawatan Benda Uji Mortar
Perawatan (curring) ini dilakukan setelah mortar
mengeras dan dibuka dari cetakan. Perawatan
dilakukan agar proses hidrasi yang terjadi rendah.
Proses hidrasi yang terlalu tinggi menyebabkan
terjadinya retak pada mortar yang mengeras karena
kehilangan air yang begitu cepat. Curring ini bertujuan
untuk pengendalian mutu mortar sehingga nilai kuat
tekan yang dihasilkan dapat sesuai dengan yang
diinginkan
3.9 Pengujian Kuat Tekan Mortar
Adapun langkah-langkah pengujian kuat tekan
mortar adalah sebagai berikut :
a. Mengangkat benda uji dari tempat perawatan
b. Meletakkan benda uji pada mesin penekan,
kemudian menekan benda uji tersebut dengan
penambahan besarnya gaya tetap sampai benda uji
tersebut pecah.
c. Mencatat dan menghitung besarnya gaya tekan
maksimum yang terjadi, selanjutnya dihitung kuat
tekan rata – rata benda uji.
3.10 Analisa data
Setelah uji kuat tekan selesai dilakukan maka data
yang dihasilkan dicatat dan dibandingkan dengan data
dari mortar normal. Masing-masing dari data yang
dihasilkan dibuat grafik kuat tekan mortarnya.
4. ANALISA DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengujian Labolatorium Pada Pasir
Tabel 4.1 Hasil Pengujian Pada Pasir anggana
NO PENGUJIAN NILAI HASIL PENGUJIAN
1 Kadar air 3.14 %
2 Berat jenis SSD 2.57 gram
3 Penyerapan SSD 0.89 gram
4 Kadar Lumpur 0.64%
4.2 Pemeriksaan Gradasi Agregat
Berdasarkan pengujian gradasi agregat halus, diperoleh
data sebagai berikut :
Tabel 4.2 Nilai Lolos Gradasi Agregat Halus Pasir
Anggana
Gambar 4.1 Grafik Daerah Gradasi Pasir Anggana
Pasir Anggana
Ukuran ayakan (mm) 0,15 0,25 0,6 1,18 2,36 4,75 9,52
% Lolos 5,12 77,27 95,22 99,06 99,84 99,99 100
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Fachriza Noor Abdi1), Budi Haryanto 2), Musa Firmanto3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
103
4.3 Perancangan Campuran (Mix Design)
Tabel 4.3 Perhitungan Mix Design Mortar Normal
Campuran Pasir Grogot
No Uraian Keterangan Symbol Nilai Satuan
1. Kuat tekan yang
diisyartkan.
Ditetapkan fb 9 MPa
2. Jenis semen. Tipe I
3. Jenis agregat Agregat halus :
Alami
4. Faktor air semen.
0,72 FAS
5.
Gradasi
agregat halus.
Zona 4
6.
Uji
kelecakan
(meja sebar)
Ditetapkan 70-115 %
7. Berat jenis
semen 3,1
8. Berat jenis
mortar 2,19
9. Berat jenis
pasir Hasil uji lab
10 Berar air 42,9 Gram
11 Berat semen 59,4 Gram
12 Berat pasir 202,435 Gram
Tabel 4.4 Kebutuhan Mortar Normal Campuran Pasir
Anggana
Uraian Air
(gram)
Semen
(gram)
Pasir
(gram) Kebutuhan Aktual 1
benda uji 42,9 59,4 202,435
Perbandingan berat
Aktual 0,72 1 3,32
Tabel 4.5 Kebutuhan Fly ash 10%, 20%, 30%, 40%,
50% (1 benda uji)
4.4 Uji Kelecakan (Nilai Sebar)
Tabel 4.6 Hasil Pemeriksaan Nilai Sebar
4.5 Pengujian Kuat Tekan Mortar
4.5.1 Kuat Tekan Mortar Normal
Tabel 4.7 Hasil Kuat Tekan Mortar Normal Benda Uji
Kubus
No. Umur
(Hari)
Luas
bidang
(mm2)
Beban
Tekan
(KN)
Kuat Tekan
fb (MPa)
1 28 2500 22,00 8,8
2 28 2500 25,00 10
3 28 2500 21,00 8,4
Rata-rata 22,66 9,06
No.
Con
toh
Umur
(Hari)
Luas
bidang
(mm2)
Beban
Tekan
(KN)
Kuat Tekan
fb (MPa)
1 56 2500 32,5 13
2 56 2500 27,5 11
3 56 2500 25 10
Rata-rata 28,33 11,33
Hasil pengujian kuat tekan dengan benda uji
kubus pada umur 28 hari didapat kuat tekan rata-rata
9,06 Mpa dan hasil pengujian kuat tekan pada umur 56
hari didapat kuat tekan rata-rata 11,33 MPa, ini
menunjukan bahwa kuat tekan mortar dengan umur 56
hari mengalami kenaikan dibandingkan mortar dengan
umur 28 hari
Dari hasil pengujian kuat tekan mortar
menunjukkan kekuatan tekan mortar akan bertambah
dengan naiknya umur mortar. Kekuatan mortar akan
naik secara cepat (linear) sampai umur 56 hari.
Persentase
Fly ash
Kebutuhan fly ash
(% x berat aktual semen)
10% 10% × 59,4 = 59,4 gram
20% 20% × 59,4 = 11,88 gram
30% 30% × 59,4 = 17,82 gram
40% 40% × 59,4 = 23,76 gram
50% 50% × 59,4 = 29,7 gram
NO FAS
Persentase
Abu Sawit
(%)
d0 d1 d1 d1 d1
(cm) (cm) (cm) (cm) (cm)
1 0.72 0 9 11 11,10 11,10 11,30
2 0,72 10 9 13 13,20 13,40 14,00
3 0.72 20 9 13,80 13,70 13,60 14,20
4 0,72 30 9 13,80 13,80 14 14,80
5 0.72 40 9 14,20 14 14,20 15,10
6 0,72 50 9 14,80 14,70 15 15,20
Nilai Sebar Total
(%)
Rata-
rata(%) sebar
1
sebar
2
sebar
3
sebar
4
22,2 23,3 23,3 25,5 94,3 23,5
44,4 46,6 48,8 55,5 195,3 48,82
53,3 52,2 51,1 57,7 214,3 53,57
53,3 53,3 55,5 64,4 226,5 56,62
57,7 55,5 57,7 67,7 238,6 59,65
64,4 63,3 66,6 68,8 263,1 65,77
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Fachriza Noor Abdi1), Budi Haryanto 2), Musa Firmanto3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
104
4.5.2 Kuat Tekan Mortar Normal dengan
Penambahan Fly ash
4.5.2.1 Kuat Tekan Mortar Normal dengan
Penambahan fly ash umur 28 hari
Tabel 4.7 Hasil Kuat Tekan Mortar Penambahan fly
ash Benda Uji Kubus
Gambar 4.3 Grafik Pengaruh Penambahan fly ash umur 28
hari
Dari hasil pengujian kuat tekan mortar diatas
didapatkan kuat tekan mortar dengan penambahan fly
ash 30% mengalami kuat tekan yang lebih tinggi
diantara persentase penambahan fly ash lainnya. Hasil
pengujian kuat tekan didapat sebesar 10 MPa pada
umur 28 hari. Hasil pengujian kuat tekan mortar
menunjukan penambahan fly ash pada umur 28 hari,
kuat tekannya mengalami peningkatan atau lebih tinggi
dibanding dengan kuat tekan mortar normal. Kuat tekan
yang dihasilkan dari setiap penambahan yaitu
penambahan 10% (9 Mpa), 20% (8,33 Mpa), 30%
(10,00 Mpa), hal ini menunjukkan bahwa kuat tekan
mengalami peningkatan hingga penambahan 30%.
4.5.2.2 Kuat Tekan Mortar penambahan fly ash
Umur 56hari
Tabel 4.19 Hasil Kuat Tekan Mortar Penambahan fly
ash Benda uji Kubus
Kuat Tekan Mortar Hasil Uji Tekan
Variasi fly ash Kuat Tekan
Rencana
11.33 0 9
12 10 9
14.86 20 9
13.5 30 9
13.66 40 9
9.83 50 9
Gambar 4.4 Grafik Pengaruh Penambahan fly ash Umur 56
hari
Dari hasil pengujian kuat tekan mortar diatas
didapatkan kuat tekan mortar dengan penambahan fly
ash 20% mengalami kuat tekan yang lebih tinggi
diantara persentase penambahan fly ash lainnya. Hasil
pengujian kuat tekan didapat sebesar 14.86 MPa pada
umur 56 hari. Hasil pengujian kuat tekan mortar
menunjukan penambahan fly ash pada umur 56 hari,
kuat tekannya mengalami peningkatan dibanding
dengan kuat tekan mortar normal. Kuat tekan yang
dihasilkan dari setiap penambahan yaitu 10% (12 Mpa),
20% (14,86 mpa), 30% (13,5 Mpa), 40% (13,66 Mpa),
dan 50% (9,83 Mpa). Hal ini menunjukkan kuat tekan
mortar terus mengalami kenaikan hingga penambahan
20%.
4.5.2.3 Kuat Tekan Mortar Dengan Pengganti fly
ash Umur 28Hari
Tabel 4.20 Hasil Kuat Tekan Mortar Dengan Pengganti
fly ash Benda Uji Kubus
Kuat Tekan mortar Hasil Uji Tekan
Variasi fly ash
Kuat Tekan Rencana
9.06 0 9
8.66 10 9
9.5 20 9
7.33 30 9
5.33 40 9
4.33 50 9
Kuat Tekan mortar Hasil Uji Tekan
Variasi fly ash Kuat Tekan
Rencana
9.06 0 9
9 10 9
8.33 20 9
10 30 9
10 40 9
8.66 50 9
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Fachriza Noor Abdi1), Budi Haryanto 2), Musa Firmanto3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
105
Gambar 4.5 Grafik Pengaruh Penggantia Dengan fly ash
Umur 28 hari
Dari hasil pengujian kuat tekan mortar diatas
didapatkan kuat tekan mortar dengan pengganti semen
menggunakan fly ash 20% mengalami kuat tekan yang
lebih tinggi diantara persentase pengganti lainnya.
Hasil pengujian kuat tekan didapat sebesar 9,5 MPa
pada umur 28 hari.
Berdasarkan hasil pengujian kuat tekan mortar
menunjukkan bahwa pengganti semen dengan
menggunakan fly ash mengalami kenaikan kuat tekan
pada persentase penambahan 20 % yaitu 9,5 Mpa dan
cenderung mengalami penurunan kuat tekan seiring
dengan penambahan jumlah persentase pengganti
semen yaitu pada persentase penggantian 30% (7,33
Mpa), 40% (5,33 Mpa) dan 50% (4,33 Mpa)
4.5.2.4 Kuat Tekan Mortar Normal dengan
Pengganti fly ash pada Umur 56 hari
Kuat Tekan Mortar Hasil Uji Tekan
Variasi fly ash
Kuat Tekan Rencana
11.33 0 9
9.33 10 9
10.16 20 9
5 30 9
4.16 40 9
5 50 9
Gambar 4.6 Grafik Pengaruh Pengganti Dengan fly ash
Umur 56 hari
Dari hasil penelitian di atas didapat bahwa
pengganti semen dengan menggunakan fly ash sebesar
10% - 50% mengalami penurunan kuat tekan
dibandingkan dengan mortar normal. Hal ini
dikarenakan terjadi kelebihan fraksi halus dan sifat fly
ash yang menyerap air sehingga jumlah air dalam
campuran beton berkurang hal ini membuat mortar
tidak mampu mengikat maksimal material dalam
campuran mortar sehingga kekuatan mortar yang
diperoleh berkurang.
4.5.2.5 Kuat Tekan Mortar Normal dengan
Penambahan fly ash Umur 28 & 56hari
Gambar 4.7 Grafik Pengaruh Penembahan Dengan fly ash
Umur 28 & 56 hari
4.5.2.6 Kuat Tekan Mortar Normal dengan
Pengganti fly ash Pada Umur 28 Hari dan
56 Hari
Gambar 4.8 Grafik Pengaruh Pengganti Dengan fly ash
Umur 28 & 56 hari
5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan
yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat ditarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Kuat tekan maksimal yang didapat dari penambahan
abu terbang batubara pada campuran mortar dengan
menggunakan pasir anggana terjadi pada
penambahan abu terbang batubara dengan kadar
20% pada umur 56 hari yakni 14,86 Mpa.
2. Kuat tekan maksimal yang didapat pada pembuatan
mortar dengan mengganti sebagian semen
menggunakan abu terbang batubara terjadi pada
penggantian sebesar 20%, pada umur 56 hari yaitu
10,16 Mpa
3. Persentasi yang direkomendasikan untuk digunakan
sebagai bahan tambah yaitu pada penambahan 20%
( 14,86 Mpa ) dengan umur 56 hari, karena pada
penambahan ini mortar mengalami kenaikan kuat
JURNAL TEKNOLOGI SIPIL Fachriza Noor Abdi1), Budi Haryanto 2), Musa Firmanto3) Jurnal Ilmu Pengetahuan dan teknologi sipil
Seminar Nasional Teknik Sipil 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
106
tekan yang cukup tinggi dan melebihi kuat tekan
rencana yaitu minimal 9 Mpa.
Sedangkan pada penggantian sebagian semen
dengan menggunakan abu terbang batubara yaitu
pada persentase 20% ( 10,16 ) dengan umur 56 hari.
Karena kuat tekan yang dihasilkan cukup baik dan
melebihi kuat tekan rencana yaitu 9 Mpa dan
mampu mengurangi penggunaan semen sebanyak
20%, namun tidak melebihi dari kuat tekan mortar
normal yaitu 11,33 Mpa.
4. Pemanfaatan abu terbang batubara dengan
persentase tertentu, dapat mengahasilkan mortar
yang lebih baik dan penggunaan semen lebih
ekonomis.
5.2 Saran
1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut dalam
pemanfaatan abu terbang batubara pada campuran
mortar, misalnya penelitian dengan agregat yang
berbeda, jumlah persentase penambahannya yang
berbeda, atau dengan mengkombinasikan abu
terbang batubara dengan bahan tambah atau bahan
ganti lainnya.
2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut dalam
pembuatan mortar dengan menggunakan abu
terbang batubara sebagai bahan tambah dengan
perbandingan persentase 10% - 30% ataupun
bahan pengganti semen yang menggunakan
perbandingan persentase 10% - 30%.
DAFTAR PUSTAKA
1. Fakultas Teknik Universitas Mulawarman. 2009,
Buku Panduan Skripsi, Tugas Akhir, Seminar dan
Praktek Kerja Lapangan. Samarinda.
2. Fakultas Teknik Sipil & Perancangan Institut
Teknologi Bandung, Pedoman Pelaksanaan
Praktikum Di Laboratorium Struktur & Bahan
Jurusan Teknik Sipil, ITB, Bandung
3. Herry, P dan Sumarnadi, E.T., 1996, Mengubah
Limbah Menjadi Rupiah Pemenfaatan Abu
Batubara PLTU, Puslitbang Geoteknologi LIPI,
Bandug.
4. Hidayat, Syarif., 2009, Semen dan Jenis
Aplikasinya, Jakarta
5. Munir, Misbachul., 2008, Pemanfaatan Abu
Batubara ( Fly Ash ) Untuk Hollow Block Yang
Bermutu dan Aman Bagi Lingkungan, Tesis,
Jurusan Ilmu Lingkungan Program Pasca Sarjana
Universitas Diponegoro, Semarang.
6. Mulyono, Tri. 2004. Teknologi Beton. Andi,
Yogyakarta
7. Murdock, L.J., dan Brook, K.M., 1991, Bahan
dan Praktek Beton, Erlangga, Jakarta.
8. Nugraha, P dan Antoni., 2007 , Teknologi Beton
(dari Material, Pembuatan, ke Beton Kinerja
Tinggi), Andi, Yogyakarta.
9. Prakoso, Joko., 2006, Pengaruh Penggnaan Abu
Terbang Terhadap Kuat Tekan dan Serapan Air
Pada Bata Beton Berlubang, Skripsi, Jurusan
Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri
Semarang (UNNES), Semarang.
10. Sitorus, Tantri Kartika., 2009, Pengaruh
Penambahan Silika Amorf Dari Sekam Padi
Terhadap Silika Mekanis dan Sifat Fisis Mortar,
Skripsi, Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera
Utara (USU), Medan.
11. Susilowati, Anni., 2010, Abu Batubara Sebagai
Bahan Pengganti Semen Sebagian Dalam Mortar,
Seminar Nasional Teknik Sipil, Politeknik Negeri,
Jakarta.
12. Supriyanti., 2004, Analisa Waktu Penerapan
Beban Pemadat Terhadap Kuat Tekan Paving
Block, Skripsi, Jurusan Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Negeri Semarang (UNNES),
Semarang.
13. Sutaji, T., 1994, Penelitian Penggunaan Limbah
Abu Terbang Pabrik Gula Untuk Bahan Tambah
Dalam Pembuatan Batu Cetak, Departemen
Pekerjaan umum, Bandung.
14. Tjokrodimuljo, K., Teknologi Beton, Teknik Sipil
Universitas Gadjah Mada , Yogyakarta
15. Tjokrodimuljo, K., 1996, Teknologi Beton, Naviri,
Yogyakarta.
16. Wahyudi, B., 1999, Pengaruh Perbandingan
Agregat-Semen Terhadap Sifat-Sifat Beton Non-
Pasir Dengan Agregat Buatan Tanah Liat Bakar
Asal Purwodadi, Jurusan Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM),
Yogyakarta.
Seminar Nasional Teknik Sipil (SNTS) 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
iv
DAFTAR PENULIS JURNAL TEKNOLOGI SIPIL
SEMINAR NASIONAL TEKNIK SIPIL (SNTS) 2018
Ahmad Hariyanto, Politeknik Negeri Samarinda
Agus Sugianto, Universitas Balikpapan
Andi Marini Indriani, Universitas Balikpapan
Ashadi Putrawirawan, Politeknik Negeri Samarinda
Brama Kusumo Hartoko, Universitas Mulawarman Samarinda
Budi Nugroho, Politeknik Negeri Samarinda
Dewi Setyawati, Universitas Balikpapan
Edhi Sarwono, Universitas Mulawarman Samarinda
Erwinsyah, Universitas Mulawarman Samarinda
Fachriza Noor Abdi, Universitas Mulawarman Samarinda
Frengky Fajar Mukti, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda
Habir, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda
Hamzah Al Ilham, Universitas Muhammadiyah Makasar
Ika Meicahayanti, Universitas Mulawarman Samarinda
Masayu Widiastuti, Universitas Mulawarman Samarinda
Muhammad Busyairi, Universitas Mulawarman Samarinda
Nenny, Universitas Muhammadiyah Makasar
Nindya Fitrisari, Politeknik Negeri Samarinda
Rezkie Zulfikri, Universitas Mulawarman Samarinda
Riza Setiabudi, Politeknik Negeri Samarinda
Rusfina Widayati, Universitas Mulawarman Samarinda
Sujiati Jepriani, Politeknik Negeri Samarinda
Sulardi, Universitas Tridharma Balikpapan
Tamrin, Universitas Mulawarman Samarinda
Tumingin, Politeknik Negeri Samarinda
Vickers Dwi Marthawati, Politeknik Negeri Samarinda
Yudi Pranoto, Politeknik Negeri Samarinda
Yunianto Setiawan, Universitas Mulawarman Samarinda
Waryati, Universitas Mulawarman Samarinda
Seminar Nasional Teknik Sipil (SNTS) 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
v
UCAPAN TERIMA KASIH KEPADA MITRA BESTARI/REVIEWER JURNAL TEKNOLOGI SIPIL
Edisi SEMINAR NASIONAL TEKNIK SIPIL (SNTS) 2018
Herman Parung, Universitas Hasanuddin
Erniati, Universitas Fajar
Tamrin, Universitas Mulawarman
Abdul Haris, Universitas Mulawarman
Ery Budiman, Universitas Mulawarman
Seminar Nasional Teknik Sipil (SNTS) 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
vi
UCAPAN TERIMA KASIH KEPADA SELURUH PANITIA
Seminar Nasional Teknik Sipil (SNTS) 2018 Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
Steering Commite :
Penanggung Jawab
Dr. Hj. Mardewi Jamal, S.T., M.T. (Ketua Program Studi S1 Teknik Sipil)
Ketua
Dr. Tamrin, S.T., M.T.
Sekretaris
Triana Sharly P. Arifin, ST, M.Sc.
Anggota
Dr. Ery Budiman, S.T., M.T.
Ir. Hj. Masayu Widiastuti, M.Sc.
Rusfina Widayati, S.T., M.Sc.
Budi Haryanto, S.T., M.T.
Fachriza Noor Abdi, S.T., M.T.
Heri Sutanto, S.T., M.T.
M. Jazir Alkas, S.T., M.T.
Dr. Ir. Abdul Haris, M.T.
Aspiah, SE
Seminar Nasional Teknik Sipil (SNTS) 2018
Tantangan Pengembangan Infrastruktur di Kalimantan Timur
vii
Informasi Berlangganan
Apabila Saudara berkeinginan mendapatkan Jurnal Teknologi Sipil secara berkala setiap tahun, yaitu 2
(dua) kali penerbitan, maka :
Jurnal Teknologi Sipil – Unmul terbit 2 (dua) kali dalam setahun (Mei dan November)
Biaya sebesar Rp. 150.000,00 per eksemplar (sudah termasuk biaya pengiriman) dibayar sekaligus per
tahun
Edisi back issue (terbitan lama) tersedia dengan harga Rp. 75.000,00 per eksemplar atau Rp. 300.000,00
per bundle berisi 4 edisi (harga tidak termasuk biaya pengiriman, persediaan terbatas).
Biaya pengiriman per bundel :
Rp. 35.000,00 untuk Kalimantan Timur
Rp. 55.000,00 untuk luar Kalimantan Timur
Mengisi Formulir Berlangganan di bawah ini dengan jelas.
Kirimkan Formulir dan Biaya Berlangganan ke alamat :
Redaksi JURNAL TEKNOLOGI SIPIL – UNMUL
Program Studi Teknik Sipil, Gedung IV Lantai 1 Fakultas Teknik
Jalan Sambaliung No. 9 Kampus Gn. Kelua, Samarinda – 75119, Kalimantan Timur
Telp./Fax : (0541) 736834 / 749315, Website : sipil.ft.unmul.ac.id, email : [email protected]
Pembayaran dapat dilakukan melalui Pos/Biro Pengiriman/Cek dan dianggap sah bila telah diuangkan.
Pembayaran melalui Bank dapat dialamatkan ke :
BNI 46 Cabang Unmul
a.n. Rusfina Widayati
No. Rekening : 0172086662
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Mohon dikirimkan Jurnal Teknologi Sipil sebanyak 2 (dua) kali dalam setahun, untuk selama
……… (………………….) tahun, Sejak Vol………….. No……………. Tahun……..……. Kepada :
Nama : ………………………………………………………………………………………………..
Alamat : ………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………...… Kode Pos : ……………………
Telp/Faks : …………………………………………………………………………………...
Kiriman sebesar :
Rp. …………………………………………… untuk sejumlah ………………. Eksemplar
Rp. …………………………………………… untuk biaya pengiriman
Melalui : Pos/Biro Pengiriman/Bank/Langsung
Form ini dapat di fotokopi