TELAAH TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1...
Transcript of TELAAH TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1...
1
TELAAH TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1 Teori Agensi (Agency Theory)
Teori agensi (Jensen dan Meckling, 1976) dalam Arie dan
Hilda, memandang hubungan antara manajer dan pemilik dalam
kerangka hubungan keagenan. Dalam hubungan keagenan, terjadi
kontrak antara satu pihak, yaitu pemilik (prinsipal), dengan pihak lain,
yaitu agen. Dalam kontrak, agen terikat untuk memberikan jasa bagi
pemilik. Berdasarkan pendelegasian wewenang pemilik kepada agen,
manajemen diberi hak untuk mengambil keputusan bisnis bagi
kepentingan pemilik. Karena kepentingan kedua pihak tersebut tidak
selalu sejalan, maka sering terjadi benturan kepentingan antara
prinsipal dengan agen sebagai pihak yang diserahi wewenang untuk
mengelola perusahaan.
Dalam konteks keagenan tersebut, dibutuhkan pihak ketiga
yang independen sebagai mediator antara prinsipal dan agen. Pihak
ketiga ini berfungsi memonitor perilaku manajer sebagai agen dan
memastikan bahwa agen bertindak sesuai dengan kepentingan
prinsipal. Penggunaan auditor eksternal yang independen merupakan
mekanisme yang didorong oleh pasar, dengan tujuan untuk mengurangi
agency cost (Jensen dan Meckling (1976); Watts dan Zimmerman
(1986); dalam Arie dan Hilda).
Teori keagenan memandang bahwa pemerintah sebagai agent
bagi masyarakat principal akan bertindak dengan penuh kesadaran
bagi kepentingan mereka sendiri serta memandang bahwa pemerintah
tidak dapat dipercaya untuk bertindak dengan sebaik-baiknya bagi
kepentingan masyarakat. Agency theory beranggapan bahwa banyak
terjadi information asymmetry antara pihak agen (pemerintah) yang
2
mempunyai akses langsung terhadap informasi dengan pihak
principal (masyarakat). Adanya information asymmetry inilah yang
memungkinkan terjadinya penyelewengan atau korupsi oleh agen.
Sebagai konsekuensinya, pemerintah harus dapat meningkatkan
akuntabilitas atas kinerjanya sebagai mekanisme checks and balances
agar dapat mengurangi information asymmetry (Setiawan, 2012).
2.1.1 Kualitas Auditor
Secara umum audit adalah suatu proses sistematik untuk
memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai
pernyataan tentang kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan
tingkat kesesuaian antara pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah
ditetapkan (Mulyadi, 2002).
Menurut Decreto Lei (IGE) Auditor da Qualidade que tem uma
atitude de independência, competência requer conhecimentos e
competências adquiridas através da educação formal, experiência e
formação técnica. O conhecimento dos auditores sobre técnicas de
auditoria, em conformidade com as normas geralmente aceites.
Artinya bahwa Kualitas Auditor yang memiliki sikap independensi,
kompetensi memerlukan pengetahuan dan keahlian yang diperoleh
melalui pendidikan formal, pengalaman dan pelatihan teknis.
Pengetahuan yang dimiliki auditor tersebut mengenai teknik audit yang
sesuai dengan standar yang berlaku umum.
Kualitas auditor dapat dipengaruhi oleh rasa
kebertanggungjawaban (akuntabilitas) dan profesionalisme yang
dimiliki oleh seorang auditor dalam menyelesaikan proses audit
tersebut. Akuntabilitas merupakan dorongan psikologi sosial yang
3
dimiliki seseorang untuk menyelesaikan kewajibannya yang akan
dipertanggungjawabkan kepada lingkungannya (Diani dan Ria 2007).
Kualitas auditor yang dipilih oleh perusahaan untuk
melaksanakan audit akan menentukan kredibilitas laporan keuangan
auditan. Tiap-tiap KAP memiliki perbedaan kualitas dalam
memberikan jasa audit yang berkaitan dengan tingkat kompetensi dan
kredibilitas, dalam hal ini yang disebut diferensiasi kualitas audit yang
bisa diamatimelalui investasi KAP dalam reputasi brand-name (the Big
dan Non Big). Beberapa penelitian empiris membuktikan adanya
diferensiasi tersebut, seperti Becker et al. (1998) dan Francis et al.
(1999).
De Angelo (1981) menyatakan bahwa audit quality sebagai
probabilitas dimana seorang auditor akan menemukan dan melaporkan
tentang adanya suatu pelanggaran dalam sistem akuntansi kliennya.
Kemungkinan untuk menemukan pelanggaran bergantung kepada
pengetahuan dan keahlian auditor sedangkan kemungkinan untuk
melaporkan temuan tersebut bergantung kepada independensi auditor
terhadap kliennya.
Menurut Rahmat (2009) dalam pernyataan itu jelas bahwa,
kualitas auditor ditentukan oleh kompetensi dan independensi. Auditor
akan dikatakan kompeten atau ahli jika dapat menemukan pelanggaran
dan auditor yang independen jika dapat melaporkan pelanggaran
tersebut dengan baik. Rahmat (2009) menyebutkan frase “market-
assessed” menunjukkan bahwa kualitas audit ditentukan oleh penilaian
pasar. Maka, kualitas auditor diukur dari persepsi pengguna laporan
keuangan tentang kualitas auditor atau disebut reputasi auditor.
4
Menurut Rahmat 2009, Bertahun-tahun peneliti akuntansi,
terutama pengauditan, secara tidak sadar terkecoh dengan proksi
kualitas audit atau kualitas auditor. Mereka biasanya mengacu kepada
De Angelo (1981) sebagai dasar untuk menggunakan ukuran kantor
akuntan publik (KAP) sebagai proksi kualitas audit. Padahal, De
Angelo menyatakan bahwa yang ia maksud dengan kualitas audit
adalah "the market-assessed joint probability that a given auditor will
both (a) discover a breach in the client's accounting system and (b)
report the breach".
2.1.2 Keahlian
Keahlian yang dimiliki auditor akan ikut menentukan
penerimaan perilaku audit disfungsional. Menurut teori Harapan,
auditor yang memiliki keahlian untuk melaksanakan audit sesuai
dengan program audit akan memilih untuk bertindak fungsional.
Auditor yang tidak memiliki keahlian untuk melaksanakan audit sesuai
dengan program audit akan termotivasi untuk menerima perilaku audit
disfungsional. Keahlian ini akan memperkecil kemungkinan terjadinya
konflik yang berkaitan dengan pekerjaan sehingga auditor yang
memiliki berbagai keahlian akan lebih berperilaku fungsional
(Lightner, Adam, dan Lightner, 1982). Menurut teori psikologi
kognitif, auditor yang memiliki banyak keahlian bisa memproses
informasi secara lebih baik dan akhirnya akan menunjukkan kinerja
yang lebih baik apabila dibandingkan dengan auditor yang tidak ahli
(Koonce dan Mercer, 2005).
Auditor harus memiliki keahlian yang diperlukan dalam
tugasnya, keahlian ini meliputi keahlian mengenai audit yang
mencakup antara lain: merencanakan program kerja pemeriksaan,
5
menyusun program kerja pemeriksaan, melaksanakan program kerja
pemeriksaan, menyusun kertas kerja pemeriksaan, menyusun berita
pemeriksaan, dan laporan hasil pemeriksaan (Praptomo, 2002).
Bedard (1986) dalam Lastanti (2005:88) mengartikan keahlian
atau kompetensi sebagai seseorang yang memiliki pengetahuan dan
ketrampilan prosedural yang luas yang ditunjukkan dalam pengalaman
audit. Sementara itu dalam artikel yang sama, Shanteau (1987)
mendefinisikan keahlian sebagai orang yang memiliki ketrampilan dan
kemampuan pada derajad yang tinggi. Berdasarkan uraian di atas dapat
ditarik kesimpulan bahwa kompetensi auditor adalah auditor yang
dengan pengetahuan dan pengalaman yang cukup daneksplisit dapat
melakukan audit secara objektif, cermat dan seksama.
De Angelo (1981) dalam Frianty (2005) membagi keahlian
menjadi 2 bagian yaitu pengetahuan dan pengalaman. Pengetahuan
dapat diukur dari tingkat pendidikan seseorang, baik yang formal
maupun non formal. Pendidikan formal merupakan pendidikan yang
ditempuh sesuai jenjang pendidikan yang diwajibkan. Pendidikan
formal yang dimaksud seperti pendidikan mulai dari sekolah dasar
hingga perguruan tinggi. Sedangkan pendidikan non formal adalah
pendidikan yang biasanya memiliki jangka pendek, seperti kursus atau
pelatihan.
Berdasarkan Murtanto dan Gudono (1999:20) terdapat dua
pandangan mengenai keahlian. Pertama, pandangan perilaku terhadap
keahlian yang didasarkan pada paradigma einhorn. Pandangan ini
bertujuan untuk menggunakan lebih banyak kriteria objektif dalam
mendefinisikan seorang ahli. Kedua, pandangan kognitif yang
menjelaskan keahlian dari sudut pandang pengetahuan. Pengetahuan
6
diperoleh melalui pengalaman langsung (pertimbangan yang dibuat di
masa lalu dan umpan balik terhadap kinerja) dan pengalaman tidak
langsung (pendidikan).
Pengalaman Audit menuntut keahlian dan profesionalisme yang
tinggi. Keahlian tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh pendidikan
formal tetapi banyak faktor lain yang mempengaruhi antara lain adalah
pengalaman. Mayangsari (2003:16) menyatakan bahwa “auditor yang
berpengalaman memiliki keunggulan dalam hal, yaitu mendeteksi
kesalahan, memahami kesalahan secara akurat, dan mencari penyebab
kesalahan”.
Auditor yang berpengalaman mempunyai pemahaman yang
lebih baik. Mereka juga lebih mampu memberi penjelasan yang masuk
akal atas kesalahan-kesalahan dalam laporan keuangan dan dapat
mengelompokkan kesalahan berdasarkan pada tujuan audit dan struktur
dari sistem akuntansi.
2.1.3 Independensi
Independensi adalah suatu sikap mental yang bebas dari
pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada
orang lain (Mulyadi, 2002). Independensi juga berarti bahwa auditor
harus jujur dalam mempertimbangkan fakta sesuai dengan
kenyataannya. Artinya bahwa apabila auditor menemukan adanya
kecurangan dalam laporan keuangan klien maka auditor harus berani
mengungkapkannya bebas dari tekanan klien atau pihak lain yang
berkepentingan terhadap laporan keuangan.
Menurut Arens, Alvin et al (2004:124), Independensi dalam
audit berarti mengambil sudut pandang yang tidak bias dalam
melakukan ujian audit, mengevaluasi hasilnya, dan membuat laporan
7
audit. Bila auditor adalah penasehat untuk klien, seorang bankir, atau
orang lainnya, maka auditor tidak bisa dianggap sebagai independen.
Dalam mempertahankan perilaku yang independen bagi auditor dalam
memenuhi tanggungjawab mereka merupakan hal penting, bahwa
pemakai laporan keuangan memiliki kepercayaan atas independensi
tersebut. Ada dua aspek independensi adalah independensi dalam fakta
dan independensi dalam penampilan. Independensi dalam fakta adalah
kemampuan auditor untuk mengambil sudut pandang tidak bias dalam
penampilan dari jasa profesional. Sedangkan Independensi dalam
penampilan adalah kemampuan auditor untuk mempertahankan sudut
pandang tidak bias dalam penampilan dari jasa profesional.
Agoes S, (2004:1) mengklasifikasikan aspek independensi
seorang auditor menjadi 3 aspek: (1) Independensi senyatanya
(independent in fact), yaitu suatu keadaan di mana auditor memiliki
kejujuran yang tinggi dan melakukan audit secara obyektif. (2)
Independensi dalam penampilan (independent in appeareance), yaitu
pandangan pihak luar terhadap diri auditor sehubungan denngan
pelaksanaan audit. (3) Independensi dari sudut keahlian atau
kompetensi (independent in competence), hal ini berhubungan erat
dengan kompetensi atau kemampuam auditor dalam melaksanakan dan
menyelesaikan tugasnya.
Menurut Taylor 1997 dalam Susiana & Arleen (2007) ada dua
aspek independensi yaitu independensi sikap mental dan independensi
penampilan, penelitian ini menguji pengaruh dari independensi
terhadap integritas laporan keuangan yang dinyatakan melalui berapa
besar fee audit yang dibayarkan klien kepada auditor, jika KAP
8
menerima fee audit yang tinggi maka KAP akan menghadapi tekanan
ekonomis untuk memberikan opini bersih.
Berdasarkan pembahasan mengenai pentingnya independensi
akuntan publik tersebut, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1)
Independensi merupakan syarat penting bagi auditor dalam
melaksanakan prosedur audit yang bertujuan untuk menilai kewajaran
laporan keuangan. 2) Akuntan publik dipercaya oleh pemakai laporan
keuangan sebagai pihak independen untuk memberikan jaminan
memadai mengenai asersi manajemen. 3) Independensi merupakan
faktor yang mempengaruhi kualitas audit.
2.1.4 Kecermatan Profesional
Auditor harus menggunakan keahlian profesionalnya dengan
cermat dan seksama (due professional care) dan secara hati-hati
(prudent) dalam setiap penugasan. Due professional care dapat
diterapkan dalam pertimbangan profesional (professional judgement),
meskipun dapat saja terjadi penarikan kesimpulan yang tidak tepat
ketika audit sudah dilakukan dengan seksama (Lubis H, 2009).
Auditor mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa
profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya,
demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab
profesi kepada publik (Mulyadi, 2002). Sikap kehati-hatian dalam
profesi auditor diharuskan untuk merencanakan dan mengawasi secara
seksama. Penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan
seksama menuntut auditor untuk melaksanakan skeptisme profesional.
Sikap skeptisme profesional merupakan sikap yang mencakup pikiran
yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis
bukti audit.
9
2.1.5 Kepatuhan pada kode Etik Auditor
Kode etik, auditor wajib mematuhi kode etik yang merupakan
bagian yang tidak terpisah dari standar audit. Sementara kode etik yang
diimplementasi adalah kode etik komisi kepegawaian negeri Lei
No.8/200416Junho (CFP) dan mengadopsi standar dan kode etik dari
Negara lain.
Auditor harus mematuhi Kode Etik yang ditetapkan.
Pelaksanaan audit harus mengacu kepada Standar Audit ini, dan auditor
wajib mematuhi kode etik yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari standar audit. Kode etik ini dibuat bertujuan untuk
mengatur hubungan antara : Auditor dengan rekan sekerjanya, Auditor
dengan atasannya, Auditor dengan objek pemeriksanya, dan Auditor
dengan masyarakat.
Pengertian Etika menurut Firdaus (2005) adalah perangkat
prinsip moral atau nilai. Masing-masing orang memiliki perangkat
nilai, sekalipun tidak dapat diungkapkan secara eksplisit. Prinsip-
prinsip yang berhubungan dengan karakteristik nilai-nilai sebagian
besar dihubungkan dengan perilaku etis yaitu kejujuran, integritas,
mematuhi janji, loyalitas, keadilan, kepedulian kepada orang lain,
menghargai orang lain, menjadi warga yang bertanggungjawab,
mencapai yang terbaik, dan ketang-gunggugatan (Firdaus, 2005).
Maryani dan Ludigdo (2001) mendefinisikan etika sebagai
seperangkat aturan atau Norma atau pedoman yang mengatur perilaku
manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan
yang dianut oleh sekelompok atau segolongan manusia atau masyarakat
atau profesi.
10
2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Ashari (2011), penelitiannya berjudul Pengaruh Keahlian,
Independensi dan etika Terhadap Kualitas Auditor. Penelitian ini bukti
empiris guna diketahui dan dianalisis tentang pengaruh keahlian,
independensi dan etika terhadap kualitas auditor pada Inspektorat
Provinsi Maluku Utara. Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintah
daerah dilakukan secara berjenjang mulai dari tingkat Kabupaten/Kota,
Provinsi sampai dengan tingkat Pusat.
Lubis (2009) penelitian ini berjudul Pengaruh keahlian,
independensi, kecermatan profesional dan kepatuhan pada kode etik
terhadap kualitas auditor. Penelitian ini bukti empiris tentang pengaruh
keahlian, independensi, kecermatan profesional dan kepatuhan pada
kode etik terhadap kualitas auditor pada Inspektorat Sumatera Utara.
Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintah daerah dilakukan secara
berjenjang mulai dari tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi sampai dengan
tingkat Pusat.
Alim (2007), penelitiannya berjudul pengaruh kompetensi dan
independensi terhadap kualitas auditor sebagai etika auditor sebagai
variabel moderasi. Penelitian ini membuktikan bahwa kompetensi
berpengaruh signifikan terhadap kualitas auditor. Sementara itu
interaksi kompetensi dan etika auditor tidak berpengaruh signifikan
terhadap kualitas auditor. Penelitian ini juga menemukan bukti empiris
bahwa independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas auditor.
11
Tabel 2.1
Tinjauan atas penelitian terdahulu
Peneliti
Terdahulu Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian
Ashari
(2011)
Pengaruh
Keahlian,
Independensi
dan etika
Terhadap
Kualitas Auditor
Variable Independen
Keahlian,
independensi dan
etika. Untuk variabel
dependen dalam
penelitian ini adalah
kualitas auditor.
Secara simultan
keahlian,
independensi dan
etika secara bersama
berpengaruh
signifikan terhadap
kualitas auditor
Lubis
(2009)
Pengaruh
keahlian,
independensi,
kecermatan
profesional dan
kepatuhan pada
kode etik
terhadap kualitas
auditor
Variabel independen
keahlian,
independensi,
kecermatan
profesional, dan
kepatuhan pada kode
etik, variabel
dependen kualitas
auditor
Keahlian,
independensi,
kecermatan
profesional dan
kepatuhan pada kode
etik secara simultan
berpengaruh
signifikan terhadap
kualitas auditor.
Secara parsial
keahlian,
independensi,
kecermatan
profesional dan
kepatuhan pada kode
etik masing-masing
berpengaruh
signifikan terhadap
kualitas auditor,
tetapi yang memiliki
12
pengaruh terbesar
terhadap kualitas
auditor adalah
independensi.
Alim
(2007)
Pengaruh
kompetensi dan
independensi
terhadap kualitas
auditor sebagai
etika auditor
sebagai variabel
moderasi
Kompetensi dan
independensi sebagai
variabel independen.
Kualitas auditor
sebagai variabel
dependen, dan etika
auditor sebagai
variabel moderasi
Kompetensi
berpengaruh
signifikan terhadap
kualitas auditor.
Sementara itu
interaksi kompetensi
dan etika auditor
tidak berpengaruh
signifikan terhadap
kualitas auditor
2.3 Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1
Model Penelitian
Variabel Dependen Variabel Independen
Keahlian
(X1)
Independensi
(X2)
Kecermatan
profesional (X3)
Kepatuhan pada
kode etik (X4)
Kualitas Auditor
(Y)
13
Kerangka pemikiran sebagaimana yang tergambar diatas, untuk
variabel Keahlian (X1), Independensi (X2), Kecermatan Profesional
(X3) dan Kepatuhan pada Kode Etik (X4) dari keempat variabel
independen ini akan berpengaruh pada variabel dependen kualitas
Auditor (Y).
Jika auditor memiliki keahlian akan melaksanakan tugas dengan
efektif, mempersiapkan KKP, melaksanakan perencanaan dan
koordinasi audit sehingga akan berpengaruh terhadap kualitas auditor.
Auditor yang memiliki independensi memiliki tingkat
pendidikan formal strata satu (S1), mengikuti pelatihan dibidang
auditing, akuntansi sektor publik, keuangan daerah, serta mempunyai
sertifikasi jabatan fungsional auditor (JFA) sehingga akan berpengaruh
terhadap kualitas auditor.
Bahwa auditor bila memiliki kecermatan profesional akan
mengunakan keahlian secara cermat dan seksama, hati-hati dan
menerapkan pertimbangan profesional dalam mengambil kesimpulan
sehingga akan berpengaruh terhadap kualitas auditor.
Apabila auditor memiliki kepatuhan pada kode etik akan
mentaati peraturan perundan-undangan yang berlaku secara
bertanggungjawab, berperilaku sesuai dengan kode etik pemerintah,
baik terhadap auditi maupun masyarakat sehingga akan berpengaruh
terhadap kualitas auditor.
2.4 Pengembangan Hipotesis Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah, perumusan masalah,
tujuan penelitian dan teori serta kerangka berpikir yang telah
dikemukakan, maka hipotesis penelitian ini adalah bahwa keahlian,
14
indenpendensi, kecermatan professional dan kepatuhan pada kode etik
akan berpengaruh terhadap kualitas auditor.
2.4.1 Pengaruh keahlian terhadap kualitas auditor
Dalam hasil penelitian Ashari, (2010) menunjukkan pengaruh
keahlian terhadap kualitas auditor adalah positif dan signifikan.
Pengaruh positif menunjukkan bahwa pengaruh keahlian adalah searah
dengan kualitas auditor atau dengan kata lain keahlian yang baik/tinggi
akan berpengaruh terhadap kualitas auditor yang baik/tinggi, demikian
sebaliknya bila keahlian rendah/buruk maka kualitas auditor akan
rendah/buruk. Pengaruh signifikan menunjukkan bahwa keahlian
mempunyai peranan yang penting dalam meningkatkan kualitas
auditor.
H1: Keahlian berpengaruh positif terhadap kualitas auditor Inspecção
Geral do Estado RDTL
2.4.2 Pengaruh Independensi terhadap kualitas auditor
Independensi dapat dikategorikan kedalam dua aspek, yaitu:
independensi dalam kenyataan (independence in fact) dan independensi
dalam penampilan (independence in appearance). Independensi dalam
kenyataan ada apabila akuntan publik berhasil mempertahankan sikap
yang tidak bias selama audit, sedangkan independensi dalam
penampilan adalah hasil persepsi pihak lain terhadap independensi
akuntan pubhk (Arens dan Loebbecke, 2003). Penelitian yang
dilakukan oleh Alim (2007), Lubis (2009), Ashari (2011), independensi
berpengaruh terhadap kualitas auditor.
H2: Independensi berpengaruh positif terhadap kualitas auditor
Inspecção Geral do Estado RDTL.
15
2.4.3 Pengaruh kecermatan profesional terhadap kualitas auditor
Pada standar umum ketiga (SPKN, 2007) yang mengatur
mengenai penggunaan kemahiran profesional secara cermat dan
seksama menyebutkan bahwa "Dalam pelaksanaan pemeriksaan serta
penyusunan laporan hasil pemeriksaan, pemeriksa wajib menggunakan
kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama". Lubis (2009)
pada hasil penelitiannya menyatakan bahwa kecermatan profesional
berpengaruh terhadap kualitas auditor.
H3: Kecermatan profesional berpengaruh positif terhadap kualitas
auditor Inspecção Geral do Estado RDTL.
2.4.4 Pengaruh kepatuhan pada kode etik terhadap kualitas
auditor
Dengan kepatuhan pada kode etik yang dimiliki, auditor akan
mampu mempertahankan sikap mental independen. Independen disini
berarti auditor tersebut memiliki sikap yang netral dan tidak bias serta
menghindari konflik kepentingan dalam merencanakan, melaksanakan
dan melaporkan pekerjaan yang dilakukannya (Alim, 2007). Alim
(2007) dalam penelitiannya mengenai Pengaruh kompetensi dan
independensi terhadap kualitas auditor sebagai etika editor sebagai
variabel moderasi. Hasil penelitiannya adalah interaksi independensi
dan etika auditor berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.
H4: Kepatuhan pada kode etik berpengaruh positif terhadap kualitas
auditor Inspecção Geral do Estado RDTL.