Teknik Isolasi Gen Apoptin Dan Green Fluorescent

download Teknik Isolasi Gen Apoptin Dan Green Fluorescent

of 5

description

Teknik Isolasi Gen apoptin dari CAV dan GFP

Transcript of Teknik Isolasi Gen Apoptin Dan Green Fluorescent

Naufal Giffari Rachmat/ 1306447833/ T.Bioproses/ Rekayasa GenetikaJudul LTM : Teknik Isolasi Gen Apoptin dari CAV dan Penjelasa GFP

Chicken Anemia Virus (CAV)Apoptin adalah protein yang mampu menginduksi kematian sel spesifik pada sel tumor. Karena itu banyak usaha untuk mengkulturkan apoptin agar mampu menjadi alternatif untuk obat sel tumor. Salah satu metode untuk mengkultur protein apoptin adalah dengan kultur sel yang sudah di transformasi. Untuk melakukan transformasi sel yang akan di kultur perlu dilakukan isolasi dari gen yang mengkodekan apoptin untuk disisipkan di sel. Gen apoptin dikodekan oleh Chicken Anemia Virus (CAV) yang termasuk Famili Gyrovirus. CAV adalah virus DNA yang menyebabkan anemia dan atropi organ pada ayam. CAV mampu mengkodekan 3 macam protein virus yaitu : VP1, VP2, dan VP3. Protein VP1 berperan dalam menyusun kapsid (Lampiran 1). Protein VP1 memiliki massa 51 Kda. Protein VP2 adalah protein yang memiliki spesifitas terhadap fosfatase dan memiliki masa 30 Kda. Sementara protein VP3 adalah protein apoptin, yang mampu menginduksis apoptosis pada sel limosit pada ayam dan beberapa jalur sel pada sel tumor. Tetapi tidak menginduksi lisis pada sel normal. Protein apoptin memiliki massa 13 KDa. Mekanisme spesifitas dari apoptin hingga saat ini belum diketahui.Untuk mendapatkan gen apoptin bisa didapatkan dari isolasi dari virus CAV yang menginfeksi ayam atau embrio atau sel yang dikulturkan.

VP3 (Apoptin)VP3 atau selanjutnya akan disebut dengan nama apoptin adalah protein yang terdiri dari 121 asam amino terdiri terutama dari prolin, serin, threonin dan asam amino dasar lainnya. Apoptin mengandung sinyal Bipartite-type nuclear (atau NLS1 dan NLS2) pada posisi 82-88 dan 111-121 atau pada ujung c-terminalnya. Dan nuclear export signal (NES) yang menunjukkan adanya potensi perpindahan dari nukleus ke sitoplasma dan sebaliknya. Apoptin memiliki kemampuan untuk menginduksi terjadinya apoptosis pada sel kanker manusia namun tidak pada sel normal. Sel memicu apoptosis dengan cara intrinsik mitokondrial yang memerlukan caspase-3 dan caspase-9. Belum ada mekanisme yang jelas mengapa apoptin dapat spesifik membunuh lini sel dari sel kanker. Tetapi salah satu sebabnya adalah karena pada sel kanker apoptin berlokalisasi di nukleus sementara pada sel normal umumnya diekspresikan di sitoplasma. Bentuk apoptin sangat stabil, multimerik aktif biologis terdiri dari 30-40 monomer dan nukleoprotein kompleks tingkat tinggi.

Gambar 1. Struktur sekuens asam amino dari apoptin(Sumber. Los M, S , Paniraghi 2009)

Tahapan purifikasi DNA Chicken anemia virus dari kulturDNA CAV memiliki ukuran sekitar 2,3 kb. Untuk mendapatkan DNA CAV dan memisahkannya dari komponen virus yang lain. Yang pertama harus dilakukan adalah mengambil virus CAV yang ingin di kultur. Virus CAV dapat ditemukan pada hati ayam broiler yang terinfeksi virus.Sampel dari jaringan hati kemudian dipanaskan pada suhu 650C selama 20 menit untuk mengurai jaringan-jaringan yang kompeks. Kemudian menggunakan buffer phenol jenuh dengan volume yang sama seperti sampel untuk ditambahkan pada sampel dan mengocok sampel selama 3 menit kemudian melakukan sentrifugasi pada 14000 RPM selama 5 menit. Fenol akan berada dibagian bawah tabung. Kemudian lapisan atas dari lisat dipisahkan dan dicampurkan dengan kloroform pada volume yang sama dengan sampel. Dan disentrifugasi pada 14000 RPM selama 5 menit. Bagian atas dari hasil sentrifugat dipisahkan.Metode tersebut dikenal dengan ekstraksi fenol-kloroform. Penambahan fenol berfungsi untuk memisahkan fasa-fasa pada virus. Fasa organik akan terikat pada fenol dan kloroform. Fasa organik akan lebih berat dan mengikat protein-protein berat seperti kapsid yang menyusun virus. Kemudian komponen DNA akan terikat pada fasa cair yang lebih ringan. Fenol dipilih karena memiliki kelarutan yang buruk sehingga protein yang larut dalam fenol akan terpisah dari cairan.Metode pemisahan ini lebih baik dibandingkan metode pemisahan dengan kolom adsorpsi karena meskipun memakan waktu lebih lama, dapat mendapatkan DNA yang lebih murni. Hal ini dikarenakan kemampuan fenol untuk memisahkan fasa lebih baik dibandingkan pengikatan kovalen pada proses adsorpsi.Kemudian menambahkan NaAc 3M pada sampel sebanyak 1/10 dari volume sampel. Dan kemudian menambahkan juga 100% EtOH sebanyak 2 kali volum sampel. Setelah mengocok sampel selama beberapa detik, sampel didinginkan pada suhu -200C selama 30 menit.Setelah waktu pendinginan selesai, melakukan sentrifugasi lagi pada 14000 RPM selama 5 menit. Setelah 5 menit jika tidak terbentuk pelet pada sampel lakukan ulang sentrifugasi selama 5 menit. Kemudian memisahkan pelet dari supernatan dengan pipet secara perlahan-lahan. Penambahan etanol ditujukan untuk mengendapkan DNA. Karena DNA memiliki sifat yang sangat polar akibat muatan yang dimiliki struktur fosfatnya. Untuk itu, etanol yang memiliki sifat tidak polar dapat menyebabkan adanya atraksi elektrik antara gugus fosfat dan ion positif yang ada dalam larutan sampel sehingga membentuk ikatan ion dan mengendapkan DNA. Ion yang nantinya berikatan dengan DNA untuk diendapkan adalah ion natrium yang berasal dari Natrium asetat. Setelah itu pelet dibiarkan kering sehingga tidak ada cairan lagi didalam sampel. Pelet kemudian disuspensikan didalam air. Sampel tersebut seharusnya mengandung DNA virus CAV yang murni untuk kemudian dilakukan tahapan berikutnya.

Menentukan posisi gen apoptinSetelah mendapatkan DNA dari CAV, langkah selanjutnya adalah mencari gen yang mengkodekan apoptin. Seperti telah dibahas pada bagian sebelumnya, apoptin atau VP3 adalah protein yang dikodekan oleh 121 basa nitrogen. Sementara pada CAV terdapat 3 macam protein yang dapat dikodekan dengan DNA CAV memiliki panjang 2,1 KB. Untuk menggandakan gen apoptin kita akan menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Metode PCR dapat mengamplifikasi atau menggandakan bagian tertentu dari suatu DNA. Agar dapat mengamplifikasi sampel, PCR menggunakan sebuah oligonukleotida yang dinamakan primer. Primer adalah rantai DNA yang bersifat komplementer dengan fragmen yang ingin digandakan. Sehingga untuk dapat mengamplifikasi rantai DNA di CAV yang mengkodekan VP3 perlu diketahui sekuens DNA.Mengetahui sekuens DNA dilakukan dengan metode sanger atau sekuensing dengan dideoksi. Metode sanger dipilih dibanding metode lainnya karena metode sanger mudah dilakukan dan tidak menggunakan bahan yang merusak sampel seperti metode maxam-gilbert (Lampiran 2).Kemudian setelah dipetakan sekuens dari DNA CAV, kita dapat membuat primer yang sesuai dengan kode gen yang mengkodekan VP3.

Green Fluorescent Protein (GFP)GFP merupakan singkatan dari green fluorescent protein atau kalau dibahasa Indonesiakan menjadi protein ber-flouresensi hijau GFP adalah protein yang mengandung asam amino 238 (26,9 KDa) dari spesies ubur-ubur Aequorea Victoria yang bisa berflouresensi warna hijau dengan adanya penyinaran warna biru (sinar ultraviolet).GFP (Green Fluorescent Protein) pertama kali ditemukan di dalam spesies ubur-ubur, Aequorea Victoria pada tahun 1962. Sejak saat itu protein ini menjadi salah satu sarana yang sangat penting untuk dipergunakan dalam penelitian-penelitian biosains modern. Dengan menggunakan GFP ini maka peneliti bisa mengembangakan cara untuk melacak sintesis protein, menentukan lokasi protein tertentu, atau mengetahui pergerakan protein di dalam sel makhluk hidup.Di dalam sel tubuh kita terdapat puluhan hingga ratusan protein yang beraneka jenis fungsinya, protein-protein tersebut memegang peranan yang penting dalam mengontrol proses kimia yang berlangsung di dalam sel. Bayangkan apabila terjadi malfungsi dalam produksi protein itu maka yang terjadi adalah datanganya penyakit dalam tubuh. Oleh sebab itu maka sangat penting bagi para ilmuwan biosains untuk bisa memetakan berbagai macam protein tersebut yang terdapat di dalam tubuh.Dengan menggunakan teknologi DNA, para ilmuwan telah berhasil menggabungkan GFP dengan berbagai macam jenis protein lain sehingga pergerakan, posisi, dan interaksi protein ini bisa diamati. Para peneliti juga bisa mengikuti tujuan berbagai macam sel dengan bantuan GFP seperti sel-sel rusak penyebab penyakit Alzheimer atau bagaimana terciptanya sel beta- penghasil insulin dalam pankreas janin yang baru berkembang. Satu hal yang sangat spektakuler adalah keberhasilan para ilmuwan untuk memberi protein tag sel syaraf tikus dengan berbagai warna sehingga para ilmuwan bisa mempelajari berbagai macam protein berbeda yang bekerja dalam waktu bersamaan.

Melihat pentingnya peranan GFP itulah maka Panitia Nobel Kimia 2008 menganugerahkan hadiah Nobel kepada para ilmuwan berikut:1. Osamu ShimomuraOrang pertama yang mengisolasi GFP dari spesies ubur-ubur Aequorea victoria, dia menemukan bahwa protein ini bersinar dengan warna hijau cerah dibawah sinar ultraviolet.2. Martin ChalfieMenunjukan penggunaan GFP sebagai penanda genetic pada berbagai fenomena biologi. Pada salah satu penelitian pertamanya dia berhasil memberi warna 6 sel Caenorhabditis elegans dengan menggunakan GFP.3. Roger Y. Tsien,Berkontribusi pada pemahaman umum bagaimana GFP berflouresensi. Dia juga telah mengembangkan cara pemberian warna lain selain hijau sehingga hal ini bermanfaat bagi banyak ilmuwan yang ingin mempelajari berbagai macam proses biologis dalam waktu bersamaan.

Referensi: http://indonesianjpharm.farmasi.ugm.ac.id/index.php/3/article/view/720, diakses pada tanggal 22 November 2015, pukul 18.43.