TEK_1111 V4-1
Transcript of TEK_1111 V4-1
-
8/3/2019 TEK_1111 V4-1
1/20
ISSN 2088-3153
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
MENSINERGIKAN PEMBANGUNAN EKONOMI
Volume 1 Nomor 11 - Nopember 2011 Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Inisiatif Transparansi Penerimaan Negara di
Sektor Industri Ekstraktif
Membangun Sinergi Menghadapi Tantangan
Gejolak Ekonomi Global
SINERGI PEMBANGUNAN SUMBER DAYA MINERAL
LIPUTAN:
PT. PERTAMINA
-
8/3/2019 TEK_1111 V4-1
2/20
-
8/3/2019 TEK_1111 V4-1
3/20
EDITORIAL
Professor Joseph E. Stiglitz mengungkapkan bahwa ia
tertarik pada masalah ekonomi informasi diawali oleh
kegundahan saat mengamati perkembangan kota Gary,
di negara bagian Indiana Amerika Serikat di awal tahun
1960-an. Dalam pengamatannya, kota yang dibangun
pada tahun 1906 oleh perusahaan US Steel, masih
dihadapkan pada masalah kemiskinan, pengangguran
berkala, dan rasilialisme yang masif di tengah kejayaan
industri baja di Amerika Serikat pada waktu itu.
Ketimpangan kemajuan ekonomi dengan kesejahteraan
masyarakat juga ditemui Stiglitz di Kenya pada akhir
tahun 1960-an. Cerita kedua pengamatan tersebut
disampaikan pada awal makalahnya yang berjudul
Information and the Change in the Paradigm of
Economics (2001). Makalah ini membedah pengaruhfaktor ketidaksempurnaan informasi di antara pelaku
ekonomi dalam ekonomi pasar (market economics) dan
ekonomi politik (political economy).
Mereduksi asimetri informasi semakin disadari penting
setelah melihat dampak krisis ekonomi dan keuangan
global yang begitu dahsyat terhadap kesejahteraan
masyarakat dalam dekade terakhir ini. Banyak negara
mulai memberikan perhatian khusus pada pendidikan
keuangan dan perlindungan konsumen agar masyarakat
semakin mengetahui produk dan layanan lembaga
keuangan yang terbaik bagi kebutuhannya. Gerakan
serupa juga digalakkan di sektor produksi yaitu berupa
inisiatif membangun transparansi penerimaan di sektor
pertambangan dan migas yang dikenal dengan Extractive
Industries Transparency Initiative (EITI).
Melalui inisiatif EITI ini diharapkan terbangun
kepercayaan antara masyarakat, pemerintah, dan industri
migas dan tambang mengenai penerimaan yang
diperoleh dari hasil pengolahan industri tersebut.
Langkah ini penting bagi negara yang sedang dalam
upaya meningkatkan penerimaan negara dari sektor
tersebut, seperti Indonesia. Dalam sepuluh tahun
terakhir kontribusi sektor pertambangan menurun tajam
dalam Produk Domestik Bruto dari 13,78% tahun 2000
menjadi 11,2% tahun 2010. Iklim usaha di sektor ini,
khususnya migas, kurang menarik akibat ketidakpastian
peraturan yang didorong oleh ketidakpercayaan
terhadap besaran penerimaan industri dan bagian dari
penerimaan tersebut yang diberikan kepada
pemerintah. Disamping itu juga menyangkut
ketidakpuasan pemanfaatan penerimaan tersebut
terhadap kesejahteraan masyarakat, khususnya yang
bermukim di sekitar wilayah eksplorasi.
Sebagai negara yang masuk dalam kategori kandidat
EITI sejak Oktober 2010, Indonesia memiliki waktu 2,5
tahun hingga April 2013 untuk menunjukkan
kepatuhannya membangun transparansi pelaporan
penerimaan oleh industri maupun pemerintah. Lembaga
masyarakat berperan memastikan bahwa publikasi
laporan kedua belah pihak sesuai ketentuan yang ada.
Saat ini sudah terdaftar 62 perusahaan yang terdiri 129
unit produksi migas dan tambang, serta 88 mitra
perusahaan migas yang wajib mengisi template
pelaporan untuk penerimaan tahun 2009. Sementara
itu, instansi Pemerintah yang akan melapor, yaitu
BPMIGAS, Ditjen Migas, Ditjen Anggaran, Ditjen
Minerba, dan Ditjen Pajak. Penerapan EITI diyakini
akan meningkatkan daya tarik investasi di sektor migas
dan tambang, sebagaimana telah dialami Nigeria.
Faktor luas wilayah dan keragaman sumber tambang
kiranya bukan halangan untuk menerapkan EITI jika
ada sinergi mengerjakannya. (Ayo) Indonesia bisa.
(BHR).
IndikatorOkt
2011Sept2011
IndikatorSept2011
Aug2011
Inflasi (% yoy) 4,42% 4,61% Utang Pemerintah* (USD milyar) 198,90 203,35
Indeks Harga Saham Gabungan 3.569,78 3.549,03 Ekspor (USD juta) $17,82 $18,81
Harga Minyak ICP (USD per barel) 109,25 111,00 Impor (USD juta) $15,10 $15,05
Indeks Harga Perdagangan Besar 184,64 184,27 Wisatawan Mancanegara (ribu orang) 650,1 621,08
Cadangan Devisa* (USD milyar) $113,96 $114,50 Suku Bunga Kredit Modal Kerja Bank (%) 12,39 12,50
Nilai Tukar Petani 105,51 105,17 Realisasi Belanja APBN s.d 30 Sept 2011 (Rp. Tr)* 773,6
Nilai Tukar (Rp/USD) 8835 8.823 Realisasi Pendapatan APBN s.d 30 Sept2011 (Rp. Tr)* 820,3
Pertumbuhan Ekonomi Tw.III-2011 (%) 6,50 PDB Nominal Tw III-2011 (Rp. Triliun) 1.923,6Tingkat Pengangguran (Aug. 2011) (%) 6,56 Defisit NPI Tw III-2011 (USD miliar) 3,96
*kumulatif, NPI : Neraca Pembayaran Indonesia,
Indikator Ekonomi
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | November 2011 1
-
8/3/2019 TEK_1111 V4-1
4/20
Menurut lapangan usaha (secara sektoral), sumber
pertumbuhan terbesar berasal dari sektor industri
pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran
sebesar 1,7%. Sektor lain yang mengikuti adalah sektor
pengangkutan dan komunikasi sebesar 0,9%. Dari ke-9
lapangan usaha yang dihitung dalam PDB, sumber
Perkembangan Ekonomi Makro
PERTUMBUHAN EKONOMI
TRIWULAN III-2011
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III-2011
sebesar 3,5% qtq atau sebesar 6,5% yoy dengan nilai
PDB nominal sebesar Rp 1.923,6 triliun. Pencapaian ini
mengindikasikan bahwa dampak gejolak ekonomi global
terhadap perekonomian domestik belum signifikan.
Pertumbuhan ekonomi masih mengandalkan
perekonomian domestik. Kontribusi PDB pada triwulan
III-2011 terbesar berasal dari konsumsi rumah tangga
sebesar 54,2%. Pertumbuhan ekonomi triwulan III-2011
juga dipengaruhi oleh faktor musiman, seperti tahun
ajaran baru, puasa dan lebaran.
Ekspor dan konsumsi yang cukup tinggi mendorong
pertumbuhan ekonomi triwulan III-2011. Net ekspor
menjadi sumber pertumbuhan tertinggi, yakni 3,3% dandiikuti oleh konsumsi masyarakat sebesar 2,7%.
Pertumbuhan ekspor mencapai 18,5% yoy lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar
17,4% yoy. Kontribusi net ekspor yang tinggi ini
dipengaruhi antara lain oleh kenaikan permintaan ekspor
dari Cina dan pemulihan ekonomi Jepang pasca
tsunami Maret lalu. Sedangkan konsumsi masyarakat
tetap tinggi akibat faktor musiman (tahun ajaran baru,
puasa dan lebaran) dan peningkatan pendapatan
masyarakat. Hal ini tercermin dari indeks tendensi
konsumen triwulan III-2011. Investasi PMTB juga
menjadi sumber pertumbuhan yang cukup besar, yakni
1,7%.
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Nopember 2011 2
pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih banyak berasal
dari sektor yang berbasis pasar dalam negeri (non-
tradable goods) sebesar 4,3% dari 6,5% atau sekitar
66% dari PDB. Secara tahunan (% yoy), pertumbuhan
tertinggi dicapai oleh sektor perdagangan, hotel dan
restoran sebesar 10,1% yoy lebih tinggi dibandingkan
dengan Q3-2011. Sementara secara quartal (% qtq),
pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor pertanian,
peternakan, kehutanan dan perikanan sebesar 5% qtq.
Pertumbuhan sektor ini cukup tinggi karena permintaan
komoditas terus meningkat karena pertumbuhan
ekonomi negara-negara mitra utama seperti Cina.
Tingkat optimisme para pelaku bisnis meningkat
sepanjang triwulan III-2011 terlihat dari indeks tendensi
bisnis yang naik di semua sektor. Kondisi bisnis pada
Triwulan III-2011 meningkat karena adanya peningkatan
pendapatan usaha, penggunaan kapasitas produksi,dan rata-rata jam kerja. Spasial pertumbuhan ekonomi
triwulan III-2011 masih didominasi oleh Pulau Jawa
dengan kontribusi sebesar 57,7% kemudian Pulau
Sumatera sebesar 23,6%. (MS)
1
PDB Menurut Lapangan Usaha
2
3
PDB Menurut Penggunaan
Perkembangan Net Ekspor
-
8/3/2019 TEK_1111 V4-1
5/20
Perkembangan Ekonomi Makro
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Nopember 2011 3
PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR
Meskipun kondisi global tengah dalam ketidakpastian,
neraca perdagangan Indonesia masih tumbuh positif
hingga September 2011. Dari Januari hingga September
2011 perdagangan Indonesia tercatat surplus sebesar
US$22,5 miliar disumbang oleh non-migas sebesarUS$21,1 miliar dan migas sebesar US$1,5 miliar.
Kinerja ekspor Indonesia hingga September 2011 juga
masih terlihat penguatan. Hal ini menguatkan optimisme
bakal tercapai target total ekspor 2011 sebesar US$200
miliar. Dalam kurun waktu Januari-September 2011,
ekspor sudah mencapai US$153 miliar atau tumbuh
37,5% (yoy) di mana ekspor non-migas tumbuh sebesar
31,7% (yoy) dan ekspor migas tumbuh lebih besar lagi,
yaitu 65,5% (yoy). Sayangnya, dibandingkan dengan
bulan sebelumnya, total ekspor mengalami penurunan
sebesar 4,5% (mtm), dari US$18,6 miliar pada Agustusmenjadi US$17,8 miliar pada September. Penurunan
ekspor terjadi pada komoditas non-migas sebesar 6,2%
(mtm).
Barang-barang industri masih mendominasi ekspor non-
migas (grafik 4). Walaupun semua sektor menyumbang
peningkatan ekspor non-migas periode Januari-
September 2011, pertumbuhan ekspor tertinggi terjadi di
sektor industri sebesar 33,4% (yoy), diikuti oleh sektor
pertambangan 30,3% (yoy) dan sektor pertanian 5,6%
(yoy). Akan tetapi, pertumbuhan ekspor masing-masing
sektor non-migas hingga September tahun ini ternyatamasih lebih rendah jika dibandingkan dengan
pertumbuhan ekspor masing-masing sektor non-migas
pada periode yang sama tahun 2010. Terutama untuk
sektor pertanian dan pertambangan.
Berdasarkan jenis komoditas, nilai ekspor dari 10
komoditas utama non-migas mengalami peningkatan.
Komoditas yang mengalami pertumbuhan nilai ekspor
terbesar adalah berbagai produk kimia, yaitu 125,2%
(yoy). Sementara komoditas non-migas dengan nilai
ekspor terbesar antara lain bahan bakar mineral, lemak
dan minyak hewan/nabati, serta karet dan barang dari
karet.
Pada sisi impor, bahan baku/penolong masih
mendominasi impor (grafik 2). Selama Januari-September
2011, impor bahan baku/penolong mencapai US$97 miliar
atau naik 37,1% (yoy). Impor barang modal dan konsumsi
juga mengalami peningkatan masing-masing 18,4% dan
38,5% (yoy). Namun demikian, bila dibandingkan dengan
periode yang sama tahun 2010, kenaikan impor ketiga
barang tersebut di tahun 2011 ternyata lebih rendah.
Berdasarkan transaksi perdagangan dengan negara mitradagang, pertumbuhan ekspor Indonesia ke Amerika dan
Eropa lebih rendah bila dibandingkan dengan
pertumbuhan ekspor ke Cina. Perlambatan perekonomian
Amerika akibat krisis berpengaruh pada kinerja ekspor
non-migas Indonesia ke Amerika. Hingga September
2011, ekspor ke Amerika masih tumbuh positif 22,3%
(yoy) atau mencapai US$11,8 miliar. Begitu pun ekspor
ke negara zona Eropa yang juga mengalami krisis seperti
Jerman, Perancis dan Inggris,masing-masing hanya naik
16,9%, 17,9%, dan 1,5% (yoy). Ekspor non-migasIndonesia ke Jepang tercatat masih tumbuh positif 15,8%
(yoy). Kenaikan signifikan terjadi pada ekspor Indonesia
ke Cina hingga 60% (yoy) dan mencapai US$14,9 miliar.
Dengan demikian pangsa ekspor ke Cina hingga
September 2011 menjadi sebesar 12,3%. Lain halnya
dengan pangsa ekspor ke Jepang dan Amerika justru
menurun, masing-masing menjadi 11,3% dan 9,8%.
Peningkatan ekspor ke Cina yang signifikan inidapat
memperkecil defisit neraca perdagangan Indonesia
dengan Cina. Jika defisit perdagangan Indonesia dengan
Cina selama Januari-September 2010 sebesar US$ 4,9
miliar, defisit tersebut mengecil menjadi US$ 3,7 miliar
pada periode yang sama tahun 2011.
Saat ini perlu tetap waspada tidak hanya pada dampak
langsung krisis Amerika dan negara kawasan Eropa pada
perlambatan perdagangan ekspor tetapi juga pada risiko
dampak tidak langsung krisis terhadap kinerja ekspor.
Cina adalah salah satu negara mitra dagang utama
Amerika. Krisis yang terjadi di Amerika tentu akan
mempengaruhi kegiatan perdagangan dan produksi Cina.
Indonesia yang lebih banyak mengekspor bahan baku
kegiatan produksi ke Cina berpotensi menghadapi risikobila ekspor Cina ke Amerika terganggu. (TKA)
4
5
-
8/3/2019 TEK_1111 V4-1
6/20
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Nopember 2011 4
PERKEMBANGAN INFLASI
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) triwulan III 2011
mengalami defisit sebesar US$ -3,96 miliar. Defisit NPI
ini terutama disebabkan oleh defisit neraca modal dan
finansial sebesar US$ -3,39 miliar yang bersumber dari
defisit investasi portofolio sebesar US$ -4,7 miliar.
Sedangkan transaksi berjalan masih surplus sebesar
US$ 0,2 miliar. Akibatnya, cadangan devisa turun
menjadi US$ 114,5 miliar pada akhir September 2011.
Jumlah cadangan devisa tersebut setara dengan
pembiayaan kebutuhan impor dan pembayaran utang
luar negeri pemerintah selama 6,6 bulan.
Transaksi modal dan finansial mengalami defisit akibat
arus keluar modal sebagian investor asing dari pasar
surat utang negara dan pasar saham domestik juga
karena jumlah SBI milik investor asing yang jatuh tempo.
Pembalikan arus modal asing (capital reversal)
mencapai US$ -4,8 miliar dipicu oleh sentimen negatif
atas kondisi zona Eropa. Yunani belum memenuhi target
disiplin anggaran sebagaimana yang ditetapkan dalam
kewajiban untuk mendapat dana talangan. Pada saat
yang bersamaan, salah satu bank milik Perancis diBelgia yaitu Bank Dexia mengalami kebangkrutan dan
harus dibail-out. Meskipun terjadi outflow secara
Perkembangan Ekonomi Makro
Pada Oktober 2011 mengalami deflasi sebesar -0,12%
mtm, terutama disebabkan oleh deflasi pada komponen
inti (core inflation) dan komponen barang bergejolak
(volatile food). Sepanjang tahun 2011 ini telah terjadi
deflasi dua kali, yakni Maret dan Oktober 2011. Oleh
karena itu, secara tahunan, inflasi pada Oktober 2011sebesar 4,42% yoy, lebih rendah bila dibandingkan
dengan bulan sebelumnya (4,61% yoy). Selama Januari
Oktober, inflasi relatif rendah, yakni 2,85%. Dari angka
tersebut berarti hanya tersisa 2,45% terhadap target
inflasi APBN-P tahun 2011 sebesar 5,3%. Inflasi tahun
2011 diperkirakan akan menuju batas bawah sasaran
inflasi yang ditetapkan sebesar 5% 1% setelah
mempertimbangkan berbagai resiko ke depan.
Deflasi komponen inti pada Oktober 2011 tercatat
sebesar -0,12% mtm lebih dipengaruhi oleh penurunan
harga emas internasional dan ekspektasi inflasi yang
terus membaik. Deflasi komponen inti ini merupakan yang
kedua kalinya sejak April 2009 setelah dampak lanjutan
dari penurunan harga BBM bersubsidi. Namun, deflasi
komponen inti cenderung bersifat temporer karena faktor
penyebab berasal dari penurunan harga emas dan
koreksi tarif angkutan yang masih tersisa pasca hari raya.
Secara tahunan, core inflation pada Oktober 2011
tercatat sebesar 4,43% yoy lebih rendah dibandingkan
bulan sebelumnya (4,93% yoy).
Komponen volatile foodjuga mengalami deflasi sebesar -0,37% mtm pada Oktober 2011. Koreksi harga masih
berlanjut pada sebagian besar komoditas pangan kecuali
beras dan cabe merah. Secara tahunan, inflasi volatile
food tercatat sebesar 5,78% yoy. Setelah sempat
mencapai level yang cukup tinggi pada awal tahun 2011
yaitu 18,25% yoy, inflasi volatile food dalam 10 bulan
terakhir terus menurun. Tingkat inflasi volatile foods yang
rendah tersebut terjadi karena kondisi pasokan yang
memadai (produksi bahan pangan dan impor) serta
distribusi yang semakin lancar. Dari sisi spasial,
koreksi tajam harga bahan makanan terutama terjadi di
Kawasan Timur Indonesia dan DKI Jakarta menyebabkan
deflasi volatile foodsecara nasional.
PERKEMBANGAN NERACA PEMBAYARAN
INDONESIA TRIWULAN III-2011
Untuk inflasi komponen yang harganya diatur
pemerintah (administered prices) masih cukup terjaga
sebesar 0.16% mtm atau 2.91% yoy pada Oktober 2011.
Kebijakan Pemerintah berupa kenaikan tarif tol hanyak
berdampak minimal terhadap inflasi administered prices,
yaitu kurang dari 0,01%. Sumbangan inflasi terutama
berasal dari komoditas rokok kretek (0,03%) dan bensin
(0,01%)
Menurut data per kota secara bulanan (% mtm) , dari 66
kota terjadi deflasi di 34 kota sementara 32 kota
mengalami inflasi. Deflasi tertinggi terjadi di Kendari
sebesar -2,98% sedangkan inflasi tertinggi terjadi di
Bima sebesar 0,96% yoy. (MS)
6
7
Perkembangan Inflasi
Inflasi Menurut Komponen
-
8/3/2019 TEK_1111 V4-1
7/20
Perkembangan Ekonomi Makro
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Nopember 2011 5
kumulatif dari triwulan I sampai dengan triwulan III-2011,
aliran modal asing netto masih positif sebesar US$ 4,39
miliar. Investasi langsung juga mengalami surplus
sebesar US$2,39 miliar. Minat investor asing untuk
menanamkan modal di Indonesia masih tetap tinggi
karena iklim investasi yang kian kondusif dan stabilitas
perekonomian domestik terjaga baik. Aliran masuk PMAmencapai US$3,7 miliar pada triwulan III-2011.
Namun, surplus transaksi berjalan pada triwulan III-2011
semakin kecil menjadi US$ 0,2 miliar. Hal tersebut terjadi
karena defisit pada neraca pendapatan sebesar US$ -
7,59 miliar. Neraca pendapatan ini adalah keuntungan
investasi di Indonesia. Kenaikan defisit neraca
pendapatan bersumber dari kenaikan pembayaran
pendapatan investasi portofolio berupa deviden dan
bunga atas kepemilikan surat-surat berharga oleh non
residen.Selain neraca pendapatan, juga terdapat defisit
neraca jasa-jasa sebesar US$ -2,8 miliar.
Selain kedua komponen tersebut, neraca transaksi
berjalan juga dibentuk dari neraca perdagangan
(kegiatan ekspor-impor) yang tercatat surplus sebesar
US$ 9,56 miliar. Ekspor yang menguat terlihat dari
kinerja ekspor non-migas dan migas triwulan III yang
lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi triwulan
sebelumnya. Defisit neraca perdagangan minyak
berkurang karena kenaikan produksi minyak, sementara
impor minyak turun sejalan dengan perkembangan harga
minyak yang cenderung menurun. (MS)
TINGKAT PENGANGGURAN MENURUN
0,24% SELAMA FEBRUARI - AGUSTUS 2011
Begitu pula dengan jumlah angkatan kerja yang menurun
sebesar 2,03 juta orang. Penurunan angkatan kerja ini
disebabkan oleh pekerja di sektor pertanian yang
mempensiunkan diri akibat musim kemarau panjang
tahun ini. Penurunan jumlah angkatan kerja telah
menurunkan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
pada Agustus 2011 sebesar 1,62% dari Februari 2011.
Tingkat penyerapan tenaga kerja terbesar selama
Februari-Agustus 2011 terjadi pada sektor industri dan
sektor konstruksi, masing-masing sebesar 840 ribu orang
(6,13%) dan 750 ribu orang (13,42%). Sementara tingkat
penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian turun akibat
musim kemarau panjang. Begitu pula dengan sektor
pergudangan (karena kuli gudang tidak bekerja saat libur
puasa) dan sektor komunikasi (karena pensiun dini di PT
Telkom).
Penyerapan tenaga kerja dalam enam bulan (Februari-Agustus 2011) masih didominasi oleh pekerja yang
berpendidikan rendah. Hal tersebut memberi indikasi
bahwa kualitas pekerja Indonesia masih tergolong rendah.
Hampir 50% pekerja Indonesia berpendidikan SD ke
bawah menurut laporan Agustus 2011. Menurut kegiatan
formal-non formal, sekitar 41,5 juta orang (37,83%)
bekerja pada kegiatan formal dan 68,2 juta orang
(62,17%) bekerja pada kegiatan informal pada Agustus
2011. Adapun menurut jumlah kerja, sekitar 1,4 juta orang
yang bekerja kurang dari 8 jam per minggu (sekitar 1,31%
dari total penduduk yang bekerja).
Tingkat pengangguran terbuka menurut pendidikan
didominasi oleh lulusan SMA dan SMK, masing-masing
sebesar 10,66% dan 10,43%. Selama Februari-Agustus
2011 tingkat pengangguran terbuka lulusan SMA, diploma
dan universitas mengalami penurunan, masing-masing
sebesar 10,66%, 7,16% dan 8,02% pada Agustus 2011.
(MS)
Dari bulan Februari sampai Agustus 2011, tingkat
pengangguran terbuka turun sebesar 0,24% atau
berkurang sebanyak 420.000 orang. Pada Agustus2011, tingkat pengangguran terbuka tercatat sebesar
6,56% lebih rendah sedikit dibandingkan kondisi Februari
2011 sebesar 6,80%.
Perkembangan Pengangguran
Perkembangan Neraca Pembayaran8
9
-
8/3/2019 TEK_1111 V4-1
8/20
Perkembangan Ekonomi Internasional
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Nopember 2011 6
LAPORAN DARI OECD SEMINAR:
FINANCIAL EDUCATION FOR ALLaktiva dan pasiva. Ketimpangan pemahaman akan
berbagai aspek tersebut merupakan penyebab asimetri
informasi antara penyelenggara dana pensiun dengan
calon nasabahnya.
Indonesia akan memasuki periode pelaksanaan jaminan
sosial yang universal dengan ditetapkannya UU BadanPenyelenggara Jaminan Sosial pada akhir Oktober 2011
yang lalu. Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pensiun akan
diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial II. Transformasi perusahaan yang
menyelenggarakan jaminan tersebut, yaitu Jamsostek dan
Taspen direncanakan berakhir 1 Januari 2014. Sedangkan
operasionalisasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial II
ditetapkan Juli 2015.
Dalam UU nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional, diwajibkan kepada pekerja dan pemberi
kerja menjadi peserta jaminan sosial secara bertahap.
Dengan arahan UU 40/2004 tersebut dan sudah adanya
kejelasan jadwal operasionalisasi BPJS , maka pendidikan
keuangan tentang dana pensiun kepada masyarakat perlu
segera dilakukan. Pemerintah bersama penyelenggara
dana pensiun seyogyanya mulai menyusun materi
pendidikan keuangan untuk beberapa skema dana
pensiun, seperti manfaat pasti (define benefit) dan
kontribusi pasti (define contribution). (BHR)
Krisis ekonomi 2011 saat ini memberikan pelajaran
mengenai pentingnya perilaku masyarakat yang sedang
bekerja untuk mulai mempersiapkan tabungan untuk hari
tua. Jika kultur ini diabaikan maka akan ada resiko yangbesar yaitu berlebihnya ketergantungan kepada negara
pada masa usia lanjut mereka. Ketergantungan tersebut
mendorong berlebihnya utang pemerintah untuk
membiayai program jaminan sosial dan selanjutnya
kegagalan membayar kewajiban utang. Demikian butir
akhir dari sambutan Wakil Menteri Keuangan Afrika
Selatan pada OECD /IOPS Global Forum on Private
Pensions di Cape Town pada tanggal 25 Oktober 2011.
Sebagai kelanjutan forum tersebut, maka pada salah satu
acara Workshop Financial Education for ALLtanggal 26-
27 Oktober 2011 dibahas mengenai pendidikankeuangan yang terkait dengan produk dana pensiun.
Survey mendalam (in-depth survey) di beberapa negara
OECD pada tahun 2004-2005 menunjukkan masyarakat
negara maju pun masih rendah pengetahuan
keuangannya (financial literate) khususnya terhadap
produk dana pensiun. Hal ini antara lain tercermin dari
rendahnya minat menabung untuk mendapatkan dana
pensiun yang memadai. Hanya empat dari sepuluh
pekerja di Amerika Serikat yang menyisihkan tabungan
untuk pensiun. Sementara di Selandia Baru masih sekitar
30% masyarakat yang tidak mau menabung untuk danapensiun dan cenderung belanja yang berlebih. Di Irlandia
sekitar 52% pekerjanya melakukan investasi untuk
pensiun.
Survey juga menunjukkan diantara masyarakat yang
sudah menabung, sebagian besar belum bijak dalam
memilih piranti investasi untuk dana pensiun dengan
skema kontribusi pasti (define contribution). Dalam
skema ini dana pensiun yang akan dinikmati seseorang
nantinya tergantung pada besaran tabungan dan hasil
akumulasi pendapatan dari investasi portofolio
pilihannya, seperti obligasi dan saham. Hasil survey diInggeris, Jepang, dan Australia menunjukkan masih
banyak masyarakat yang belum mengetahui perhitungan
dana pensiun dengan benar sehingga kurang cermat
dalam memilih piranti investasi.
Hasil survey tersebut menyarankan diperlukannya
pendidikan keuangan agar dana pensiun bermanfaat
optimal. Dana pensiun memiliki karakteristik yang
berbeda dengan produk keuangan lain karena
merupakan tabungan berjangka panjang dan mencakup
masyarakat luas termasuk yang kurang berpendidikan
dan berpendapatan rendah. Selain itu hasil produk ini
elatif sulit dipahami karena menyangkut aspek
perpajakan, penghasilan jangka panjang, serta valuasi
Sambungan Halaman 7:
Menuju APBN yang Mensejahterakan Rakyat
Kedua, banyak pekerjaan yang dibatalkan karena waktu
yang terlalu sempit untuk melakukan lelang. Inilah yang
menyebabkan inefisiensi anggaran yang semestinya dapat
disalurkan secara timely. Ketua Kaukus Ekonomi
Konstitusi DPR RI, Arif Budimanta, sebagai pembicara
berpendapat bahwa optimalisasi penyerapan anggaran
perlu dilakukan sejak triwulan I. Ia pun menyoroti program
kemiskinan yang sebaiknya dibuat lebih banyak pada
program produktif agar rakyat miskin dapat dientaskan
dari kemiskinan secara permanen. (TKA)
OECD/IOPS Global Forum on Private Pensions di Cape Town
-
8/3/2019 TEK_1111 V4-1
9/20
Perkembangan APBN
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Nopember 2011 7
Pertama, struktur APBN perlu dirubah secara mendasar
dengan mengurangi subsidi BBM pada sasaran yang
tepat. Ia lalu menjelaskan bahwa dari hasil paparan
Kementerian ESDM (2011), 25% kelompok rumah tangga
(RT) dengan penghasilan per bulan tertinggi menerima
alokasi subsidi sebesar 77%. Sementara 25% kelompok
RT dengan penghasilan per bulan terendah hanya
menerima subsidi sebesar 15%. Soal subsidi, Bambang
menjelaskan bahwa porsi belanja subsidi memang masih
cukup besar. Namun, porsi subsidi ini sudah menurun dari
33,4% pada 2005 menjadi 21,3% pada 2012. Hal ini
sejalan dengan upaya mengalokasikan subsidi lebih tepat
sasaran.
Perubahan mendasar kedua adalah pembatasan jumlah
pegawai yang terukur dengan kinerja. Hal ini dilakukan
karena ruang gerak fiskal masih terbatas dimana belanja
pusat lebih banyak digunakan untuk belanja rutin,terutama belanja pegawai. Pada RAPBN 2012, alokasi
anggaran untuk belanja pegawai memiliki porsi paling
besar yaitu 22,6%. Untuk itu, perbaikan mekanisme
rekruitmen pegawai dan fungsi-fungsi pelayanan
masyarakat harus ditingkatkan.
Peningkatan belanja modal menjadi perubahan dasar
lainnya yang perlu diperhatikan Pemerintah. Tidak hanya
pada daerah-daerah yang selama ini tertinggal dalam
pembangunan infrastruktur fisik, namun juga pada sektor-
sektor yang selama ini menjadi tumpuan masyarakat,
khususnya sektor pertanian dan industri pengolahan.Secara khusus anggaran harus menciptakan pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi baru pada daerah-daerah yang
selama ini miskin maupun tertinggal. Soal belanja modal
ini, Bambang memberi fakta bahwa belanja modal terus
mengalami peningkatan, misalnya 9,1% pada 2005
menjadi 17,6% pada 2012. Peningkatan ini bukti bahwa
pemerintah terus mendukung percepatan pembangunan
infrastruktur.
Persoalan lama APBN adalah penyerapan anggaran
Kementerian/Lembaga (K/L) yang selalu menumpuk di
akhir tahun anggaran dan menjadi penyebab laininefisiensi. Dalam enam tahun terakhir, penyerapan
anggaran rata-rata triwulan I sebesar 11,13%, triwulan II
sebesar 21,40%, triwulan III sebesar 24,46% dan pada
triwulan IV sebesar 43,01%. Secara keseluruhan, rata-
rata penyerapan belanja K/L berkisar 87,7%, indikasi
bahwa penyerapan belum optimal. Menurut Bambang,
penyebab utama adalah mekanisme pengadaan, masalah
internal K/L, mekanisme revisi, dan masalah lain (iklim,
geografis dan faktor kehati-hatian serta keterbatasan
kapasitas pihak ketiga di daerah). Sebagai konsekuensi,
antara lain: pertama, kualitas output tidak terjaga karenawaktu pekerjaan, khususnya proyek fisik menjadi terlalu
singkat. (Bersambung ke halaman 6 TKA)
APBN menjadi panduan keberlangsungan negara selama
periode satu tahun anggaran. APBN juga menjadi
cerminan sebesar apa tanggung jawab negaramensejahterakan rakyat. Oleh karena itu, pengelolaan
Keuangan Negara harus dilaksanakan secara profesional,
terbuka dan bertanggung jawab demi sebesar-besarnya
kesejahteraan rakyat yang diwujudkan secara kuantitatif
dalam postur APBN. Pada bulan Oktober 2011 lalu, Badan
Kebijakan Fiskal (BKF) dalam rangka memperingati Hari
Keuangan menggelar seminar nasional mengambil tajuk
Menuju APBN yang Mensejahterakan Rakyat.
Pada seminar ini, Kepala BKF, Bambang P.S.
Brodjonegoro menjelaskan arah kebijakan fiskal dalam
upaya menjaga kesinambungan fiskal dan mencapaisasaran pembangunan jangka pendek dan jangka panjang
bersandar pada 4 pilar, yaitupro-growth, pro-job, pro-poor,
pro-environment. Dalam mengendalikan kesinambungan
fiskal, sejumlah strategi telah disiapkan oleh Pemerintah,
antara lain: (1) optimalisasi pendapatan negara dengan
mempertimbangkan iklim dunia usaha, (2) meningkatkan
efisiensi dan efektifitas belanja negara melalui peningkatan
quality spending. Dalam hal ini, peningkatan belanja
infrastruktur harus diikuti dengan peningkatan
pertumbuhan ekonomi, penurunan pengangguran dan
pengentasan kemiskinan. (3) mengendalikan defisit dalambatas aman, yaitu di bawah 3%, dan (4) mengurangi utang
secara bertahap dan mencari sumber pembiayaan yang
rendah risiko.
Terkait peningkatan dan perluasan program pro rakyat,
Pemerintah telah mengalokasikan sejumlah anggaran
program yang termasuk dalam klaster Master Plan
Ekonomi di antaranya untuk program Jamkesmas, PKH,
BOS, Raskin, BLT, PNPM, dan KUR. Bambang juga
menjelaskan adanya dukungan penguatan program pro
rakyat (klaster 4) dalam kebijakan belanja pemerintah
pusat tahun 2012. Sejumlah program yang termasukdalam klaster 4 ini, antara lain: program rumah sangat
murah, kendaraan angkutan umum murah, air bersih untuk
rakyat, listrik murah dan hemat, peningkatan taraf hidup
nelayan, dan peningkatan kehidupan masyarakat pinggir.
Sejumlah pembicara yang hadir dalam seminar ini
memandang penting bagi Pemerintah untuk melakukan
pengelolaan APBN secara lebih efisien dan efektif dengan
mempertimbangkan berbagai persoalan pengelolaan yang
terjadi selama ini. Menurut Ketua Badan Anggaran DPR
RI, Melchias Markus Mekeng, dibutuhkan beberapa
perubahan mendasar pada APBN untuk mencapai tujuan
kesejahteraan rakyat.
MENUJU APBN
YANG MENSEJAHTERAKAN RAKYAT
-
8/3/2019 TEK_1111 V4-1
10/20
Perkembangan Kebijakan dan Regulasi Ekonomi
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Nopember 2011 8
tidak sebanding dengan 30% ekspor timah atau dengan
30% - 40% ekspor batubara ke pasar dunia. Kondisi ini
mengundang pertanyaan seberapa cukup memadai
penerimaan negara dari sektor industri ekstraktif.
Permasalahan di Industri Ekstraktif
Rantai permasalahan pada industri ekstraktif bermulasejak disepakatinya kontrak eksplorasi, eksploitasi,
produksi, hingga penerimaan negara. Penerimaan
negara adalah kontribusi yang diberikan dari perusahaan
migas dan tambang kepada pemerintah. Secara ideal
berdasarkan pada pasal 33 UUD 1945, penerimaan
negara dari perusahaan migas dan tambang digunakan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, termasuk
di dalamnya adalah mengatasi kerusakan lingkungan
untuk pembangunan berkelanjutan bagi bangsa
Indonesia.
Di Indonesia, terdapat lebih dari 6000 ijin eksploitasi
tambang mineral dan batubara. Bukan rahasia,
pengelolaan tambang di Indonesia rentan diikuti
kerusakan lingkungan. Jumlah ijin yang sangat besar
mendorong kerusakan lingkungan yang semakin massif.
Hal ini kontras dengan tingkat penerimaan negara yang
tidak memadai seperti dijelaskan di atas. Di sisi lain,
tingkat kemiskinan di daerah penghasil tambang masih
cukup kentara. Menyebut contoh, di Kutai Kartanegara,
kabupaten penghasil migas dan batubara yang cukup
besar, masih terdapat lebih dari 10% penduduk miskin.
Demikian pula misalnya di Bangka yang memiliki lebihdari 250 Ijin Usaha Pertambangan timah, masih tercatat
tak kurang dari 10% penduduk di bawah garis
kemiskinan.
Nilai kapitalisasi industri batubara yang sangat besar,
kontras dengan kondisi kemiskinan yang dialami
masyarakat sekitar tambang, serta kondisi kemiskinan
yang masih disandang Indonesia. Tak pelak kondisi ini
mendorong munculnya kebutuhan akan transparansi
tentang seberapa besar penerimaan negara yang
seharusnya dapat diperoleh dari sektor industri
ekstraktif. Upaya ini kemudian disuarakan dengan cukup
lantang oleh kelompok masyarakat sipil yang dimotori
oleh koalisi PWYP (Publish What You Pay) Indonesia.
Gelombang Kebutuhan Transparansi Sektor Industri
Ekstraktif
Di dunia internasional, gelombang untuk menuntut
transparansi di sektor industri ekstraktif dimulai pada
Desember 1999. Saat itu Global Witness mempublikasi
laporan berjudulA Crude Awakening, yang mengangkat
tentang konflik yang terjadi di Angola dalam masa 40
tahun perang sipil. Laporan itu menjelaskan bagaimanaperusahaan minyak dan bank multinasional menolak
memberikan informasi keuangan terkait pendapatan
minyak dari negara tersebut. Di sisi lain, mis-manajemen
Penerimaan negara dari sektor industri ekstraktif migas
dan tambang berfluktuasi pada persentase 21%-30%
sejak tahun 2008 dan cenderung menurun. Item
penerimaan industri ekstraktif yang dimaksud ini meliputipajak penghasilan migas dan penerimaan negara bukan
pajak (PNBP) dari migas dan tambang (lihat tabel 1).
Kontribusi industri tambang pada PNBP sendiri hanya
berkisar pada 1%-1,3%.
Pada tabel yang sama, pajak penerimaan non-migas
berkontribusi antara 25%-31,6%, di mana di dalamnya
termasuk pajak dari industri tambang mineral dan
batubara. Item pajak penghasilan tambang ini tergabung
dalam pajak penerimaan non-migas, sehingga
kontribusinya terhadap penerimaan negara kurang dapat
tergambar dengan jelas.
INISIATIF TRANSPARANSI PENERIMAAN
NEGARA DI SEKTOR INDUSTRI EKSTRAKTIF
Tabel 1. Penerimaan Negara dari Industri Ekstraktif
Sumber: dimodifikasi dan diolah dari Budget Statistics 2006-2012, Ministry ofFinance.
Potensi industri ekstraktif di Indonesia tersebar dalam
komoditas yang sangat bervariasi, mulai dari minyak, gas,
batubara, dan mineral seperti timah, nikel, emas, tembaga,
perak, pasir besi, mangan, dll. Sebagai contoh, untuk
mineral timah Indonesia adalah produsen terbesar di
dunia, setelah Cina, menyumbang sekitar 30% - 40% dari
produksi dunia. Tahun 2010, Indonesia memproduksi
92.500 ton timah, dengan angka ekspor dari Provinsi
Bangka Belitung mencapai 27% dari suplai dunia.
Untuk batubara, Indonesia adalah eksportir batubara
termal terbesar di dunia, mengekspor 50% lebih dari
Australia dan dua kali lipat Rusia, eksportir batubara
termal kedua dan ketiga terbesar di dunia, secara
berurutan. Tiga puluh persen dari 40 orang pria dan wanita
terkaya di Indonesia telah menghasilkan sebagian besar
uang mereka dari sektor batubara. Delapan belas persen
dari kapitalisasi pasar saham nasional adalah berasal dari
perusahaan batubara.
Membandingkan kontribusi ekspor mineral dan batubara
Indonesia di pasar dunia dengan penerimaan dari sektortambang, agaknya angka ini tidak cukup memadai. Satu
hingga 1,3 persen kontribusi PNBP sektor pertambangan
-
8/3/2019 TEK_1111 V4-1
11/20
Perkembangan Kebijakan dan Regulasi Ekonomi
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Nopember 2011 9
menjalani proses validasi. Lolos validasi, negara tersebut
berubah status menjadi negara patuh (compliant).
Dengan berlanjutnya program EITI, validasi dilakukan
setiap dua tahun.
Negara-negara pendukung EITI
Hingga saat ini terdapat 35 negara yang telah tergabungdalam EITI, 23 berstatus negara kandidat dan 12 negara
telah berstatus negara patuh (compliant) di antaranya
Norwegia.
Di negara maju Amerika Serikat, Presiden Barack
Obama sendiri telah menyatakan dukungannya untuk
EITI. Pada Juli 2010 di Amerika Serikat telah disahkan
undang-undang baru mengenai ini, yaitu Security
Exchange Commission and Consumer Protection Act
atau dikenalsebagai legislasi Dodd-Frank. Ketentuan ini
mengatur bahwa perusahaan industri ekstraktif yang
berada di bawah yurisdiksi SEC untuk mengungkapkansemua pembayaran yang mereka buat di setiap negara
dari operasi mereka.
Baru-baru ini (Oktober 2011) Komisi Eropa, Australia,
dan pemimpin negara-negara persemakmuran telah
menyatakan keinginannya untuk memperkuat dan
mendorong EITI. Bahkan Australia akan segera memulai
untuk mengimplementasi EITI.
Dalam deklarasi G20 Summit di Cannes, Prancis yang
baru saja berlangsung menyatakan dukungan kuat untuk
penerapan EITI. Pemimpin G20 menyatakan bahwakorupsi adalah rintangan utama dari pertumbuhan
ekonomi dan pembangunan, dan bahwa dengan
membuka informasi pembayaran dan penerimaan
tersebut adalah salah satu cara untuk memberdayakan
masyarakat dan akan memberikan kontribusi pada
mengurangi kemiskinan.
Inisiatif Transparansi Industri Ekstraktif di Indonesia
Inisiatif transparansi penerimaan dari industri ekstraktif di
Indonesia telah dimulai sejak tahun 2007. Pada saat itu,
Menteri Keuangan Sri Mulyani telah menyampaikan
dukungan untuk melaksanaan inisiatif ini kepada
perwakilan dari Transparency International Indonesia,
Todung Mulya Lubis. Di tahun berikutnya Rapat
Koordinasi pertama kali membahas inisiatif ini, dipimpin
oleh Menko Bidang Perekonomian Boediono. Rakor
menghasilkan kesepakatan akan dibentuk Tim Pengarah
atas persetujuan Presiden. Hingga awal tahun 2010
proses konsultasi antar-departemen dilakukan dengan
sangat intensif, di mana Tim Koordinasi melakukan revisi
dan perbaikan Rancangan Peraturan Presiden. Pada
akhirnya, pada bulan April 2010, Presiden Republik
Indonesia menandatangani Peraturan Presiden No 26Tahun 2010 tentang Transparansi Pendapatan Negara
dan Pendapatan Daerah yang diperoleh dari Industri
Ekstraktif.
dan penggelapan penerimaan dari minyak dilakukan oleh
elit di negara tersebut. Human Right Watch juga
mempublikasikan laporan mengenai CSR dan
pelanggaran HAM di Nigeria berjudul The Price of Oil.
Kemudian, atas tekanan dari masyarakat sipil dunia,
Presiden Bank Dunia Wolfensohn menyetujui untuk
meninjau kembali praktek-praktek Bank Dunia terhadapindustri ekstraktif.
Tak adanya transparansi sektor industri ekstraktif terutama
yang menimpa negara miskin pemilik sumber daya alam,
mendorong beberapa lembaga internasional pada bulan
Juni 2002 membentuk kampanye bersama yang
dinamakan Publish What You Pay(PWYP). Kampanye ini
mengajak semua perusahaan di industri ekstraktif untuk
membuka pembayaran mereka kepada pemerintah di
mana mereka beroperasi.
Desakan ini pada akhirnya mendorong Perdana Menteri
Inggris Tony Blair mengumumkan dibentuknya prakarsa
transparansi sektor industri ekstraktif (Extractive Industry
Transparency Initiative - EITI) pada September 2002 pada
World Summit for Sustainable Development di
Johannesburg. Berurutan dari itu, pada bulan Juni 2003,
G-8 menerbitkan Fighting Corruption and Improving
Transparency, suatu deklarasi yang memprioritaskan
transparansi pada industri ekstraktif.
EITI Standar Global Inisiatif Transparansi Industri
Ekstraktif
EITI, Extractive Industry Transparency Initiative atauInisiatif Transparansi Industri Ekstraktif adalah sebuah
standar global bagi transparansi di sektor ekstraktif.
Standar ini berpusat pada rekonsiliasi antara pembayaran
yang dilakukan oleh perusahaan industri ekstraktif dengan
pendapatan yang diterima oleh Pemerintah. Pelaksanaan
EITI dilakukan oleh kelompok multi-pihak (Multi
Stakeholder Group - MSG). Proses rekonsiliasidilakukan
oleh rekonsiliator independen dan diawasi oleh MSG.
Hasil rekonsiliasi ini kemudian menjadi laporan yang wajib
untuk dipublikasi.
EITI bertujuan untuk mengidentifikasi kemungkinan
kesenjangan antara pembayaran dan penerimaan di
sektor ekstraktif. Laporan EITI dapat digunakan untuk
menginvestigasi dan mengatasi masalah pada aliran
penerimaan negara. Mekanisme pelaksanaan EITI diatur
dalam Aturan EITI (terbaru ditetapkan pada April 2011).
Setiap program EITI harus mengikuti Prinsip-Prinsip dan
Kriteria EITI, dan harus memenuhi 21 langkah
persyaratan. Namun demikian, penerapan EITI ini bersifat
fleksibel di setiap negara.
Dalam kesertaan EITI, untuk menjadi negara kandidat
(candidate country), pertama kali Pemerintah harus
memberikan komitmen dan memenuhi empat langkah
awal. Begitu sebuah negara menjadi kandidat dan
menerapkan EITI secara penuh, negara kandidat akan
-
8/3/2019 TEK_1111 V4-1
12/20
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Nopember 2011 10
Perkembangan Kebijakan dan Regulasi Ekonomi
Secara ringkas, untuk dapat mencapai standar EITI
dilalui dengan mekanisme seperti pada gambar berikut,
yakni: 1) perusahaan melaporkan pembayaran yang
telah dibayarkan ke pemerintah; 2) pemerintah
mempersiapkan laporan penerimaan negara dari bagi
hasil pajak perusahaan ekstraktif; 3) kedua laporan
tersebut direkonsiliasi oleh rekonsiliator independen, dan
proses pelaporan dan rekonsiliasi diawasi oleh
pemerintah, industri dan masyarakat sipil.
Dengan mekanisme yang transparan tersebut
diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan antara
pemerintah pusat, pemerintah daerah, industri, dan
masyarakat serta memperbaiki tata kelola pemerintahan
khususnya di bidang industri ekstraktif. Hal ini
didasarkan pada temuan dari 2 studi, yakni: 1) Studi
tahunan PWC ditemukan bahwa iklim peraturan di
Indonesia merupakan satu dari lima besar kritikperusahaan migas yang terus berulang yang
menyebabkan swasta tidak memahami sistem
pendapatan minyak dan gas. 2) Studi Prof. Emil Salim
ditemukan fenomena dimana negara-negara yang kaya
akan sumber daya alam pada umumnya lebih lemah
dalam hal akuntabilitas, tata kelola pemerintahan, dan
dalam hal peraturan. Pengelolaan pemerintah untuk
bidang industri ekstraktif yang lebih baik dapat menjadi
stimulan bagi investor untuk meningkatkan investasi di
sektor migas dan pertambangan. Seiring dengan
bertambah besarnya investasi di industri ekstraktif
diharapkan dapat meningkatkan eksplorasi dan produksi
nasional, yang pada akhirnya akan menambah
pendapatan pemerintah.
Namun demikian, masih banyak hal yang menjadi
tantangan dan pekerjaan rumah bagi tim transparansi
EITI. Hal ini terungkap pada sesi tanya jawab, antara
lain: 1) bagaimana selanjutnya mengembangkan sektor
lain (non-SDA) setelah transparansi sudah tercapai; 2)
bagaimana mendapatkan nama/pemilik perusahaan
ekstraktif yang illegal, karena cukup besar potensi
(terutama perusahaan batubara) yang belum diketahuipemiliknya;
EITI Indonesia: Tantangan dan Manfaat
Penerapannya Bagi Keuangan Negara
Rabu 16 November 2011, bertempat di Ruang Serayu
Gedung A.A Maramis, berlangsung acara Economist Talk
dengan topik pembahasan tentang Tantangan dan
Manfaat Penerapan EITI Bagi Keuangan Negara.
Chandra Kirana dari Revenue Watch Institute yang
sekaligus merupakan anggota tim formatur EITI
Indonesia, hadir sebagai narasumber dalam acara ini.EITI (Extractive Industries Transparency Initiative)
merupakan standar yang dikembangkan secara global
untuk mendorong upaya transparansi pendapatan negara
dari minyak, gas, dan pertambangan. Indonesia menjadi
negara kandidat EITI sejak Oktober 2010. Agar menjadi
negara pelaksana EITI, Indonesia harus menjalankan 21
langkah penyusunan laporan pendapatan minyak, gas,
dan tambang oleh pemerintah dan perusahaan di sektor
tersebut. Untuk itu Indonesia diberi waktu 2,5 tahun
hingga April 2013. Berhubung penyusunan laporan
tersebut menyangkut berbagai pihak maka diterbitkanPeraturan Presiden No.26/2010 tentang Transparansi
Pendapatan Negara dan Pendapatan Daerah dari Industri
Ekstraktif.
Amanat Perpes No 26 Tahun 2010, menyebutkan bahwa
Tim Transparansi Indonesia tersusun atas Tim Pengarah
dan Tim Pelaksana. Tim Pengarah diketuai oleh Menko
Bidang Perekonomian dengan anggota terdiri dari
Menteri ESDM, Menteri Keuangan, Menteri Dalam
Negeri, Kepala BPKP, dan Prof. Dr. Emil Salim sebagai
wakil masyarakat sipil. Tim Pengarah berkewajiban
menyampaikan laporan kepada Presiden minimal satu
kali dalam satu tahun.
Untuk memenuhi persyaratan 21 langkah EITI, maka
selanjutnya pelaksanaan EITI Indonesia berfokus pada
proses mempersiapkan pelaporan pertama, Hingga Juli
2011 telah dilakukan kegiatan-kegiatan untuk menyusun
ruang lingkup dan template (format) pelaporan pertama
EITI Indonesia.Terdapat 62 perusahaan yang terdiri 103
unit produksi migas dan tambang, serta 81 mitra
perusahaan migas yang wajib mengisi templatepelaporan.
Terdapat 62 perusahaan yang terdiri 103 unit produksi
migas dan tambang, serta 81 mitra perusahaan migas
yang wajib mengisi template pelaporan. Instansi
Pemerintah yang akan melapor, yaitu BPMIGAS, Ditjen
Migas, Ditjen Anggaran, Ditjen Minerba, dan Ditjen
Pajak. Pelaksanaan kegiatan EITI Indonesia saat ini
dikoordinasikan di bawah kantor Deputi ESDM dan
Kehutanan, Kementerian Koordinator Perekonomian.
(ADC)
-
8/3/2019 TEK_1111 V4-1
13/20
Perkembangan Kebijakan dan Regulasi Ekonomi
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Nopember 2011 11
EITI telah menjadi komitmen nasional Pemerintah
Indonesia berdasarkan Perpres No. 26 Tahun 2010. Dan
sejak dinyatakan sebagai negara kandidat, Indonesia
berusaha untuk mencapai status compliantdengan target
April 2013. Untuk itu Indonesia harus memenuhi 21
langkah persyaratan. Menurut Husen, bukanlah hal yang
mudah untuk memenuhi keseluruhan persyaratan hingga
target waktu yang ditetapkan. Hingga saat ini Indonesia
telah melalui 10 langkah pertama. Menurutnya Indonesia
memiliki kesulitan yang berbeda jika dibandingkan
dengan Norwegia yang telah menjadi negara compliant
EITI. Perusahaan tambang di Indonesia yang banyak
dan tersebar membuat pelaksanaan EITI ini menjadi
lebih kompleks.
Bagi PT. Pertamina, tantangan yang saat ini dihadapi
terkait pelaksanaan EITI adalah sosialisasi dan
komunikasi internal tentang EITI kepada unit-unit
perusahaan PT. Pertamina yang tersebar di seluruh
Indonesia. Namun demikian, Husen menyatakan bahwa
PT. Pertamina telah berkomitmen dalam mendukung
pelaksanaan EITI. Transparansi akan dibentuk melalui
sejumlah mekanisme yang disinergikan dengan
mekanisme yang telah ditetapkan oleh Sekretariat EITI,
yaitu melalui BP MIGAS. Mekanisme internal yang
dilakukan adalah dengan meminta dan melakukan
endorsement pada anak perusahaan untuk mendukung
kegiatan transparansi ini, dengan mengisi template
pelaporan yang dibagikan oleh Sekretariat EITI melalui
BP MIGAS. Selanjutnya template pelaporan tersebut
dikembalikan ke Sekretariat EITI untuk dicocokkan
dengan laporan dari Kementerian Keuangan. Komitmen
dan peran PT. Pertamina sebagai perusahaan leader
dalam mendukung pelaksanaan EITI di Indonesia akan
memberikan dampak signifikan pada perusahaan-
perusahaan migas dan perusahaan industri ekstraktif
lainnya.
Terkait kemungkinan terjadi perbedaan laporan yang
signifikan antara Perusahaan dan Pemerintah, Husen
menjelaskan PT. Pertamina tidak akan melakukan
perubahan atau perbaikan atas data yang telah
dikirimkan. Esensi dari transparansi ini adalah apa yang
dilaporkan adalah angka pendapatan yang diserahkan
pada Pemerintah. Tugas PT. Pertamina hanya
melaporkan angka-angka yang dimintakan dalam
template pelaporan. Dan merupakan tugas rekonsiliator
untuk mencari tahu sebab perbedaan tersebut.
Rekonsiliator akan memeriksa dan menelusuri kembali
dari data Perusahaan dan juga data yang dilaporkan
Pemerintah.
Keberhasilan tujuan EITI ini dapat terwujud karenamekanisme yang dibentuk dalam pelaksanaannya
melibatkan beberapa pemangku kepentingan (multi-
Pada tanggal 22 Oktober 2010, Menteri Koordinator
Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa mengumumkan
bahwa Indonesia telah diterima secara resmi sebagai
kandidat Extractive Industries Transparency Initiative
(EITI). EITI adalah standar transparansi global tentang
pendapatan negara dari sektor minyak, gas danpertambangan.
Dengan pernyataan tersebut, maka pemerintah harus
mempublikasikan penerimaan dari perusahaan-
perusahaan terbesar di sektor minyak, gas dan
pertambangan. Sebaliknya, perusahaan-perusahaan
tersebut melaporkan jumlah pendapatan negara dari
pajak dan bukan pajak yang disampaikan kepada
Pemerintah. Termasuk PT. Pertamina yang merupakan
perusahaan nasional yang bergerak di sektor minyak, gas
dan pertambangan.
Dari hasil wawancara dengan Direktur Operasional PT.
Pertamina, Muhamad Husen, inisiatif EITI ini akan
membentuk transparansi yang menumbuhkan
kepercayaan publik terhadap satu perusahaan. Ia
mencontohkan salah satu perusahaan besar dan go
public bernama Enron yang ternyata runtuh setelah
diketahui ada ketidaktransparanan pada laporan
keuangan. Yang terjadi selanjutnya adalah seluruh
stakeholder menarik investasi hingga mengakibatkan
kepailitan. Dengan demikian, transparansi menjadi salah
satu komponen penting dalam mengurangi risiko
investasi. Ia juga menyatakan bahwa transparansi ini
penting untuk meningkatkan peringkat perusahaan,
termasuk PT. Pertamina yang sedang menuju go public.
LIPUTAN WAWANCARA: KOMITMEN
PT. PERTAMINA DALAM MENDUKUNG EITI
3) bagaimana menjembatani pemerintah agar bersedia
memberikan laporan penerimaan pendapatan bukan
pajak sektor SDA dengan persetujuan dari pembayar
pajak; 4) bentuk insentif apa yang disediakan EITI untuk
karyawan perusahaan di industri ekstraktif bila kemudian
ada opini bahwa EITI dapat menurunkan profit
perusahaan sehingga dapat menurunkan penghasilan
karyawan.
Perkembangan EITI hingga triwulan kedua tahun 2011
ini, Tim Formatur Kesekretariatan (TFK) EITI yang
diketuai Erry Riyana Hardjapamekas telah menyelesaikan
pembahasan template pelaporan dan mengadakan
workshop pengisian template pelaporan. Selanjutnya
laporan pertama EITI akan mencakup perusahaan-
perusahaan migas yang menyetor bagian migas
pemerintah lebih dari USD 10 juta dan perusahaan
perusahaan mineral yang menyetor royalti lebih dari USD
1 juta di tahun 2009. (APN)
-
8/3/2019 TEK_1111 V4-1
14/20
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Nopember 2011 12
Perkembangan Kebijakan dan Regulasi Ekonomi
Terdapat 5 hal pokok yang menjadi kekhawatiran global,
yaitu: i) potensi menjalarnya krisis Eropa dan AS; ii)
proses penanganan krisis yang menimbulkan sentimen-
sentimen negatif seperti pergerakan arus modal; iii)
permasalahan bencana dan cuaca yang mempengaruhi
jumlah pasokan komoditas dunia; iv) tingginya potensikrisis akibat gejolak politik di Timur Tengah; dan v)
peningkatan harga komoditas meskipun perekonomian
dunia melambat.
Saat ini ekonomi Indonesia belum merasakan dampak
yang signifikan dari krisis, sebaliknya justru menunjukkan
performa yang lebih baik dari perkiraan. Nilai tukar
Rupiah melemah akibat capital outflow, tetapi masih ada
gap positif antara ekspor dan impor akibat peningkatan
harga komoditas dunia. Neraca pembayaran Indonesia
masih aman meskipun terjadi penurunan cadangan
devisa USD 10 miliar.
Dari sisi penanaman modal, belum terlihat dampak krisis.
Dominasi asing di pasar modal mulai berkurang tampak
dari nilai PMA yang turun. Sebaliknya investor domestik
semakin percaya diri yang tampak dari nilai PMDN yang
meningkat tinggi. Dari sektor riil, kinerja industri
menunjukkan adanya indikasi bahwa industri telah
menemukan momentum pertumbuhannya. Pertumbuhan
industri non migas lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi
nasional.
Di sektor pertanian, mengacu pada data tahun 2011,harga beras dan kebutuhan pangan lain cenderung stabil.
Namun yang perlu diperhatikan adalah margin antara
harga produsen dan konsumen yang cukup tinggi. Di
sektor perdagangan sejauh ini masih menunjukkan
kinerja positif, walaupun masih terkendala perbedaan
kebijakan tarif. Negara-negara berkembang secara
berangsur telah menghapuskan tariff, sebaliknya negara-
negara maju seperti AS dan Eropa justru menciptakan
hambatan bagi negara-negara berkembang.
Pada sektor migas, target lifting minyak tahun ini
menghadapi kendala karena produktivitas sumur tua
yang rendah tetapi mengeluarkan biaya yang mahal.
Cara yang digunakan untuk meningkatkan liftingminyak
adalah intensifikasi dan ekstensifikasi. Untuk
pendistribusian energi, dibangun FSRU (terminal gas)
untuk menyalurkan gas ke daerah-daerah pengguna gas.
Untuk tahun 2012, pertumbuhan ekonomi dalam asumsi
makro APBN 2012 sebesar 6,7%. Sedangkan Bank
Indonesia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi tahun
2012 antara 6,3-6,7%. Pendapatan dan defisit negara
pada APBN tahun 2012 dianggarkan masing-masing Rp1,300 triliun dan Rp 124 triliun (1,53% PDB). Selain
proyeksi dari pihak pemerintah, optimisme atas
perekonomian Indonesia datang dari pelaku ekonomi
MEMBANGUN SINERGI MENGHADAPI
TANTANGAN GEJOLAK EKONOMI GLOBAL
Gejolak perekonomian global yang intensitasnya
meningkat akhir-akhir ini perlu diantisipasi dengan
memperkuat koordinasi dan sinergi pembangunan
nasional. Atas pertimbangan tersebut pada tanggal 17
November 2011, Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian bekerjasama dengan Bank Indonesia
menyelenggarakan Indonesia Economic Observation
2011-2012. Para pejabat yang bertugas dalam bidang
analisa kebijakan dari Kementerian Keuangan,
Bappenas, Kementerian Pertanian, Kementerian
Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian
ESDM berpartisipasi dalam acara tersebut sebagai
pembicara. Sedangkan pembahas merupakan kalangan
profesional seperti Dr. Lana Soelistianingsih, Dr. Iman
Sugema dan Dr. Ninasapti Triaswati. Selain pemaparan
mengenai proyeksi perekonomian global dan nasional,
juga disampaikan strategi pembangunan sektor masing-
masing untuk tahun 2012.
Krisis di Eropa dan AS berdampak pada perlambatanekonomi global. Berbagai negara termasuk negara
tetangga seperti Filipina dan Malaysia merevisi tingkat
pertumbuhan ekonomi menjadi lebih rendah.
17
stakeholder) yang memiliki kesetaraan dalam
wewenang, diantaranya Pemerintah, Perusahaan
industri ekstraktif dan Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM). LSM sebagai pihak netral akan mengawasi
proses pelaporan Perusahaan dan Pemerintah. Dalam
mekanisme multi-stakeholder ini, Pemerintah Daerah
dan sejumlah instansi lain turut dilibatkan. Saat ini
perwakilan dari Pemerintah Daerah yang telah
tergabung bersama tim pelaksana diantaranya Sekda
Jawa Timur, Sekda Kalimantan Timur dan Sekda Riau.
Sedangkan instansi terkait lainnya diwakili oleh Direktur
Jenderal ESDM dan Indonesia Petroleum Association
(IPA) dari sisi industri. Dan sebagai perusahaan
nasional, PT. Pertamina mengambil peran penting dalam
proses pelaksanaan transparansi bersama multi-
stakeholder lainnya, berkoordinasi dan saling
mendukung kelancaran pelaksanaan inisiatif ini. Selainitu, diperlukan komitmen berkelanjutan dari Pemerintah
dalam hal ini Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian sebagai pemegang mandat Perpres No.
26 Tahun 2010 tentang pelaksanaan kegiatan
transparansi pendapatan yang diperoleh dari industri
ekstraktif dan tentunya juga komitmen politis Pemerintah
Pusat untuk terus mendukung pelaksanaan EITI. (TKA)
-
8/3/2019 TEK_1111 V4-1
15/20
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Nopember 2011 13
Perkembangan Kebijakan dan Regulasi Ekonomi
dalam dan luar negeri. Berikut proyeksi pertumbuhan
ekonomi Indonesia tahun 2012 dari berbagai sumber.
Tabel 2. Perkiraan Perekonomian Indonesia 2012
Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi 2012
Asumsi Makro APBN 6.7
RPJM 2010-2014 6.4 - 6.9
Bank Indonesia 6.3 - 6.7
Oxford Economic Forecast 6.4
BPS 6.7
Sebagai upaya mengantisipasi menjalarnya dampak
krisis global, pemerintah telah mempersiapkan strategi
yang relevan. Bappenas menekankan perlunya
meningkatkan ekspor, menjaga daya beli masyarakat
melalui subsidi, serta memaksimalkan belanja fiskal.Kemenkeu menambahkan, strategi dalam menghadapi
krisis dengan meningkatkan belanja modal dan belanja
sosial (subsidi) untuk menjaga daya beli karena ekonomi
ditopang oleh konsumsi. Sementara itu, Pemerintah
sudah mempersiapkan cadangan fiskal di dalam APBN
untuk antisipasi jika kondisi Eropa semakin memburuk.
Dari sisi moneter, BI akan memperkuat Protokol
Manajemen Krisis.
Kementerian Perdagangan mencanangkan 4 pilar arah
kebijakan perdagangan, yakni: i) penguatan pasar dalam
negeri dengan menjadikan pasar domestik sebagaiguaranteed marketbagi produk dalam negeri; ii) menjaga
pertumbuhan ekspor melalui strategi diversifikasi pasar
eskpor, optimalisasi peran perwakilan perdagangan di
luar dan kemampuan komunikasi aparat; iii) stabilisasi
pasokan dan harga barang pokok; dan iv) penguatan
organisasi. Kebijakan tersebut sebagai tindak lanjuti tren
ekspor yang terjadi. Saat ini, ekspor ke negara emerging
markets dan 10 negara di luar C5 tumbuh lebih cepat
dibandingkan ekspor ke negara C5 (China, AS, Jepang,
Singapura, dan Malaysia).
Kementerian ESDM mentargetkan adanya penurunan
beban subsidi BBM di tahun 2012. Subsidi BBM masih
didominasi oleh pengguna kendaraan pribadi di pulau
Jawa dan Bali. Subsidi BBM akan dikurangi melalui
program pembatasan volume BBM. Selain itu kenaikan
TDL yang direncanakan per 1 April 2012 juga akan
mengurangi beban subsidi energi.
Kementerian Perindustrian merencanakan mendorong
penyebaran industri ke daerah melalui pemberian insentif.
Hal ini dikarenakan saat ini PMA didominasi oleh industri
mineral dan non logam, sedangkan PMDN didominasioleh industri makanan. Pertumbuhan impor bahan baku
dan barang modal tinggi dan ini berkorelasi positif dengan
pertumbuhan ekonomi.
Sedangkan Kemenakertrans mencanangkan berbagai
program untuk mendukung kesiapan tenaga kerja
menghadapi tantangan gejolak perekonomian. Strategi
sektor tenaga kerja tahun 2012 mencakup program
peningkatan kompetensi dan produktivitas tenaga kerja;
program penempatan dan perluasan kesempatan kerja;dan program pengembangan hubungan industrial dan
peningkatan jaminan sosial tenaga kerja.
Ekonom dari Universitas Indonesia, Dr. Ninasapti
Triaswati menambahkan Indonesia dapat mengadopsi
sistem insentif di Inggris yang dikenal sebagai
unemployment benefit untuk memperbaiki database
pengangguran. Hal ini menurutnya karena gejolak
ekonomi global saat ini sebenarnya sangat berdampak
besar bagi tenaga kerja yang bekerja di sektor hilir.
Namun demikian dampak ini tidak terlihat jelas akibat
adanya kendala dalam ketersediaan data penganggurandi Indonesia.
Permasalahan lain dalam sektor ketenagakerjaan yang
memerlukan tindak lanjut antara lain angka
pengangguran yang persisten baik secara absolut
maupun relatif, permasalahan underemploymentdimana
sekitar 15% pekerja di Indonesia tidak mendapat upah
dan tingginya pengangguran di rentang usia muda.
Selain itu, Indonesia dapat mencontoh implementasi
labor market flexibility (outsourcing) di Eropa, tenaga
kerja memperoleh transfer ilmu dan pengetahuan dari
perusahaan untuk membangun usaha.
Gejolak ekonomi global merupakan tantangan atas
kekuatan perekonomian nasional. Melalui sinergi dengan
berbagai pihak, pemerintah Indonesia berharap dapat
menjawab tantangan ekonomi global untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat. (AFA/RN/APN)
Seminar Indonesia Economic Observation 2011-2012,
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
-
8/3/2019 TEK_1111 V4-1
16/20
Perkembangan Sektor Keuangan
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Nopember 2011 14
kesehatan yang tinggi maka produk asuransi yang paling
dibutuhkan adalah asuransi sektor pertanian dan asuransi
kesehatan. Namun produk asuransi yang paling
dibutuhkan tersebut justru yang paling jarang tersedia.
Peter Wrede (ILO) menyampaikan ironi dalam produk
asuransi mikro sebagai berikut.
Asuransi jiwa
Asuransi pemakaman
Asuransi jiwa berjangka
Asuransi kecelakaan
Asuransi pendidikan
Asuransi untuk aset
Asuransi sektor pertanian
Asuransi kesehatan
Berdasarkan diagram di atas tampak bahwa, produk
asuransi yang paling dibutuhkan seperti asuransipertanian dan asuransi kesehatan memiliki tingkat
kesulitan tinggi dan tingkat keberhasilan yang rendah.
Meskipun demikian, keberhasilan produk asuransi mikro
sektor pertanian dan kesehatan tidaklah mustahil.
Berbagai negara telah sukses menerapkan produk
asuransi mikro dengan berbagai model seperti:
Model berbasis masyarakat yaitu dimiliki dan dikelola
oleh masyarakat. Contoh: UPLIFT, India
Model penjaminan, Lembaga Keuangan Finansial
(LKM) atau LSM menjadi penjamin dan pemilik klinikkesehatan. Contoh: Grameen, Bangladesh
Model Mitra-Agen, LKM atau LSM menjual dan
melayani asuransi mikro. Contoh: AIG-FINCA, Uganda
Model penjaminan penuh, LKM atau LSM menjadi
penjamin. Contoh: Delta Life, Bangladesh
Model PPP. Contoh: Pemerintah Pakistan- perusahaan
asuransi komersial-LKM; Lembaga donor-perusahaan
asuransi komersial.
Dari berbagai pengalaman di atas, Moslehuddin Ahmed
(CEO Mincroinsurance Research Centre, UK)
menyampaikan beberapa pelajaran dalam menjalankan
asuransi mikro. Pertama, perhatian atas besarnya potensi
pasar dan jumlah penduduk miskin yang belum
memperoleh akses finansial namun bersedia membayar
untuk mendapatkan akses atas produk dan jasa yang
tepat. Kedua, pengelola asuransi mikro merupakan
lembaga yang berpengalaman dan terpercaya. Ketiga,
pemasaran produk asuransi mikro harus mampu
menyediakan informasi yang lengkap dan bersifat
mendidik. Keempat, asuransi mikro dirancang dengan
perspektif jangka panjang dan disesuaikan dengan
kebutuhan lokal. Dengan demikian, produk asuransi mikrodiharapkan dapat membantu peningkatan kesejahteraan
masyarakat. (RA)
The World Bank Jakarta bekerjasama dengan Dewan
Asuransi Indonesia menyelenggarakan seminar dua hari
dengan tema First Microinsurance Marketplace in
Indonesia pada tanggal 26-27 Oktober 2011 di GrandHyatt Hotel Jakarta. Pada hari pertama, para pembicara
menyampaikan pengertian dan karakteristik
microinsurance atau asuransi mikro, permasalahan dan
tantangan, serta pelajaran dari pengalaman internasional
untuk penerapan asuransi mikro di Indonesia.
Sedangkan pada hari kedua, para pembicara
menyampaikan pelajaran dari pengalaman pelaksanaan
asuransi mikro berbagai lembaga lokal dan internasional.
Asuransi mikro merupakan asuransi bagi masyarakat
berpendapatan menengah ke bawah yang bersifat
komersial untuk menjamin keberlangsungannya. Berikutperbandingan antara asuransi mikro dan asuransi
konvensional lainnya.
Asuransi Konvensional
Polis dokumen yang komplek dengan standar pengecualianPenjualan kepada individuPembayaran premi teratur seperti transaksi perbankanPeriode minimum sekitar 12 bulanPersyaratan mencakup dokumen kesehatanAsuransi skala kecil dan besarTingkat harga berdasarkan usia/risiko spesifikAgen dan broker bertanggungjawab atas penjualan
Pasar telah terbiasa dan memahami produk asuransiAsuransi Mikro
Polis dokumen mudah dipahami dengan pengecualianminimumPenjualan kepada kelompokPembayaran premi tidak teratur dan dibayar tunaiPeriode minimum sekitar 4 bulanPersyaratan cukup dengan surat pernyataan dalam keadaansehatAsuransi skala kecilTingkat harga disesuaikan dengan tingkat kemampuanPenjualan mengutamakan jalinan hubungan denganpelangganPasar belum terbiasa dan memahami produk asuransi
Berdasarkan karakteristik asuransi mikro di atas,
beberapa syarat utama produk asuransi mikro
diantaranya:
Terjangkau
Sederhana dan mudah dipahami
Meminimalkan atau menghapuskan pengecualian
Inklusif
Tidak ada syarat tambahan
Pembayaran premi yang fleksibel
Klaim yang mudah dan cepat
Produk dirancang berdasarkan penelitian pasar
Mengingat sebagian besar masyarakat menengah ke
bawah di Indonesia bekerja di sektor pertanian yang
meng menghadapi risiko anomali iklim dan risiko
LIPUTAN: FIRST MICROINSURANCE
MARKETPLACE IN INDONESIA
Permintaan
TingkatKesulitan
TingkatKeberhasilan
-
8/3/2019 TEK_1111 V4-1
17/20
Perkembangan Penyaluran KUR
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Nopember 2011 15
REALISASI PENYALURAN KUR PER 31
OKTOBER 2011
Kinerja penyaluran KUR tahun 2011 tergolong
memuaskan. Realisasi penyaluran KUR selama tahun
2011 sekitar Rp 24,4 triliun. Sehingga,realisasi
penyaluran KUR tahun 2011 telah mencapai 122% daritarget tahun 2011 yang ditetapkan Rp 20 triliun.
Sedangkan total realisasi penyaluran KUR sejak
diluncurkan tahun 2007 hingga 31 Oktober 2011 tercatat
Rp 58,8 triliun. Dana KUR tersebut disalurkan kepada
5.439.016 debitur dengan rata-rata kredit Rp 10,8
juta/debitur. Sedangkan tingkat NPL tercatat 2,43%.
Enam Bank Pelaksana yang terdiri atas BRI, BNI, Bank
Mandiri, BTN, BUKOPIN, dan Bank Syariah Mandiri
menyalurkan 90,8% KUR setara Rp 53,4 triliun. Dana
KUR tersebut disalurkan kepada 5.371.177 debitur. Rata-
rata kredit Rp 9,9 juta/debitur dengan dengan NPL2,35%.
Sedangkan 13 BPD menyalurkan 9,2% dana KUR setara
Rp 5,4 triliun. Sebanyak 67.839 debitur memperoleh
dana KUR melalui 13 BPD. Sehingga hanya 1,24% dari
total debitur KUR yang memperoleh dana KUR dari 13
BPD. Rata-rata kredit melalui 13 BPD Rp 79,4 juta
dengan tingkat NPL yang lebih tinggi yaitu 2,9%.
Sehingga tampak bahwa sebagian besar skema KUR
melalui BPD merupakan KUR ritel. Di sisi lain, sebagian
besar skema KUR melalui enam Bank Pelaksana
khususnya BRI merupakan KUR mikro.
Plafon dan Debitur KUR Per 31 Oktober 2011
Sumber: Komite Kebijakan KUR
Dari keenam Bank Pelaksana, BRI merupakan Bank
penyalur KUR terbesar. BRI telah menyalurkan Rp 36,7
triliun dana KUR kepada sekitar 5.121.945 debitur.
Sebagian besar dana KUR tersebut merupakan KUR
Mikro senilai Rp 27,7 triliun. KUR Mikro BRI disalurkan
kepada 5.060.153 debitur. Sehingga rata-rata kredit KURMikro BRI Rp 5,48 juta dengan NPL 2,21%. Sedangkan
KUR Ritel BRI sekitar Rp 9 triliun. Dana KUR Ritel
tersebut disalurkan kepada 61.792 debitur. Sehingga
rata-rata kredit Rp 145,88 juta dengan NPL 3,4%.
0
1000000
2000000
3000000
4000000
5000000
6000000
0
5000000
10000000
15000000
20000000
25000000
30000000
Plafon (Rp Juta) Debitur
Secara sektoral, sebagian besar dana KUR diserap
sektor hilir seperti sektor perdagangan besar dan eceran.
Total plafon sektor tersebut hingga 31 Oktober 2011
mencapai Rp 35,6 triliun dengan jumlah debitur sebanyak
3.985.297. Sedangkan rata-rata kredit sektor tersebut
adalah sebesar Rp 9 juta/debitur. Dengan demikian
sebagian besar KUR pada sektor perdagangan
merupakan KUR mikro.
Sektor dengan penyaluran KUR terbesar kedua adalah
sektor pertanian, perburuan dan kehutanan. Namun,
selisih realisasi plafon KUR sektor perdagangan besar
dan eceran dengan sektor pertanian, perburuan dan
kehutanan sangat besar. Sehingga penyaluran KUR pada
sektor hulu yang merupakan prioritas KUR, masih dapat
dioptimalkan. Realisasi penyaluran KUR pada sektor
pertanian, perburuan dan kehutanan hingga 31 Oktober
2011 mencapai Rp 9,9 triliun yang disalurkan kepada
720.201 debitur.
Sumber: Komite Kebijakan KUR
Penyaluran KUR secara geografis masih terkonsentrasi
pada pulau Jawa. Realisasi penyaluran KUR pada lima
provinsi di Pulau Jawa mencapai Rp 30,5 triliun ( 51,8%
dari total plafon KUR) dengan jumlah debitur pada kelimaprovinsi tersebut sebanyak 3.316.188 (61% dari total
debitur). Dari 33 provinsi, Jawa Timur tetap merupakan
provinsi dengan plafon KUR terbesar senilai Rp 9,1 triliun
dengan jumlah debitur 946.240. Sedangkan jumlah
debitur terbanyak juga tetap berada di provinsi Jawa
Tengah yang mencapai 1.243.749 debitur.
Di sisi lain, realisasi plafon KUR pada provinsi-provinsi di
luar pula Jawa masih belum optimal. Provinsi dengan
penyaluran KUR terendah diantaranya Bangka Belitung
dan Maluku Utara masing-masing Rp 150 miliar dan Rp
257 miliar. Kedepan, partisipasi BPD dalam program KURdiharapkan dapat mendorong optimalisasi penyaluran
KUR secara lebih merata. (RA)
10
11
-
8/3/2019 TEK_1111 V4-1
18/20
Perkembangan Ekonomi & Keuangan Daerah
Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi
berbagai daerah selama Tw.III 2011 sejalan dengan
prakiraan tren pertumbuhan nasional yang tumbuh di atas
6%. Pencapaian ini terutama didukung oleh kinerjaekonomi Jawa dan Jakarta. Pertumbuhan sebesar 7%
diperkirakan terjadi di propinsi DKI Jakarta selama Tw.III
2011 dan Jawa diperkirakan akan tumbuh sebesar 6,7%.
Kawasan Timur Indonesia (KTI) juga diperkirakan
mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi dari triwulan
sebelumnya, yaitu 5,7%. Meningkatnya pertumbuhan KTI
ini disebabkan oleh kinerja Sulawesi-Maluku-Papua
(Sulampua) yang juga tetap tinggi. Satu satunya kawasan
yang mengalami perlambatan dibandingkan periode
sebelumnya adalah Sumatera yang tumbuh pada kisaran
5,8%, lebih lambat dari pertumbuhan triwulan II sebesar6,1%.
Tabel 3.Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Sumber: Bank Indonesia
Pertumbuhan ekonomi yang terjadi di seluruh kawasan
pada triwulan ini secara umum ditopang oleh konsumsi
rumah tangga. Angka pertumbuhan yang tinggi di Jakarta
didorong oleh adanya peningkatan penghasilan konsumen
dan diikuti pembelian barang tahan lama (mobil dan alat
rumah tangga) yang meningkat. Demikian juga untukkawasan Jawa dengan tingkat konsumsi masyarakat yang
tinggi karena didukung oleh realisasi Tunjangan Hari
Raya (THR) dan gaji pegawai ke-13 bagi PNS, masa libur
dalam rangka liburan sekolah , tahun ajaran baru dan
bulan puasa. Dari sektor penawaran, membaiknya kinerja
sektor industri manufaktur dengan pasokan bahan baku
yang terjaga meningkatkan kinerja perekonomian di kedua
kawasan ini. Khusus untuk Jakarta, peningkatan signifikan
juga terjadi di sektor konstruksi. Maraknya pembangunan
gedung perkantoran dan infrastruktur dalam rangka SEA
Games XXVI yang dilangsungkan November 2011membuat pemerintah provinsi DKI Jakarta selaku salah
satu tuan rumah penyelenggara terus mempercepat
penyelesaian pembangunan.
TINJAUAN EKONOMI REGIONAL
TRIWULAN III-2011
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Nopember 2011 16
Untuk KTI, peningkatan pertumbuhan ekonomi yang
terjadi, di sisi penggunaan didorong oleh konsumsi,
investasi dengan proyek berbagai pembangunan
infrastruktur jalan, bandara, properti, pembangkit listrik
dan perbaikan ekspor, serta di sisi sektoral didukung juga
oleh sektor perdagangan, PHR, pertanian, pengangkutan
dan komunikasi. Sedangkan untuk kawasan Sumatera,
perlambatan pertumbuhan kawasan ini terutama
dipengaruhi oleh penurunan kinerja sektor pertanian serta
sektor perdagangan, hotel dan restoran. Selain itu,
produksi perkebunan akibat kemarau yang cukup panjang
menyebabkan ekspor mengalami perlambatan. Namun,
konsumsi rumah tangga diperkirakan akan terus
meningkat seiring dengan daya beli yang membaik.
Pertumbuhan perekonomian daerah selama Tw. III 2011
juga disertai dengan laju inflasi daerah yang rendah,
kecuali di kawasan Sumatera yang mencatat angka inflasilebih tinggi dari triwulan sebelumnya yaitu sebesar 6,12%.
Di kawasan ini, inflasi tertinggi berasal dari kelompok
bahan sandang dan bahan makanan yang dipicu oleh
naiknya harga komoditas emas, bahan pangan, dan harga
beras. Sedangkan untuk kawasan lain, yaitu Jakarta,
Jawa dan KTI, ketiganya mengalami perlambatan tingkat
inflasi masing masing sebesar 4,61%, 4% dan 4,64%.
Perlambatan ini disebabkan oleh terjadinya koreksi harga
pada beberapa komoditas pangan, seperti aneka bumbu,
daging dan ikan ikanan dan harga beras yang
berpotensi meningkat.
Salah satu tantangan pada perekonomian daerah di akhir
tahun 2011 ini ialah dampak melemahnya prospek
ekonomi global terhadap kinerja ekspor daerah. Namun
hingga akhir triwulan ketiga, kinerja ekspor di seluruh
kawasan masih cukup baik. Baik kawasan Sumatera dan
KTI yang terkonsentrasi pada komoditas Sumber Daya
Alam (SDA) maupun kawasan Jawa dan Jakarta yang
didominasi oleh barang manufaktur, sama sama memiliki
tujuang utama ekspor pasar Asia. Hal ini yang
diperkirakan menjadi faktor pendorong kinerja yang tetap
terjaga.
Pada akhirnya, prospek kinerja pertumbuhan ekonomi di
triwulan IV-2011 diperkirakan akan tetap tinggi sehingga
dapat mengkonfirmasi pertumbuhan ekonomi nasional
yang tetap berada di atas 6%. Demikian juga dengan
tingkat inflasi di berbagai daerah yang diperkirakan akan
tetap terkendali hingga akhir tahun seiring dengan
ekspektasi inflasi masyarakat yang membaik dan
kenaikan harga komoditas di pasar global yang mereda.
(WP dan RN, disarikan dari Tinjauan Ekonomi Regional BI)
-
8/3/2019 TEK_1111 V4-1
19/20
DAFTAR ISTILAH
Barang Modal adalah barang yang digunakan untuk modal usaha seperti mesin, suku cadang,komputer, pesawat terbang, dan alat-alat berat
Devisa adalah merupakan masuknya uang asing ke negara kita dapat digunakan untuk
membayaran pembelian atas impor dan jasa luar negeri
Ekspor adalah kegiatan menjual barang dan jasa ke luar negeri
Impor adalah kegiatan membeli barang dan jasa dari luar negeri
Industri Ekstraktif adalah industri yang bahan baku diambil langsung dari alam sekitar
Neraca Pembayaran adalah catatan dari semua transaksi ekonomi internasional yang meliputi
perdagangan, keuangan dan moneter antara penduduk dalam negeri dengan penduduk luar
negeri selama periode waktu tertentu, biasanya satu tahun atau dikatakan sebagai laporan arus
pembayaran (keluar dan masuk) untuk suatu negara
Neraca perdagangan adalah Neraca pembayaran dapat dipecah ke dalam beberapa kategori
yaitu; transaksi berjalan (current account), neraca modal (capital account), dan cadangan devisa
negara (officialreserves account)
Neraca Modal merupakan bagian dari neraca pembayaran yang mencerminkan perubahan-
perubahan dalam kepemilikan aset jangka pendek dan jangka panjang (seperti saham, obligasi
dan realestate) suatu negara, Yang meliputi : a. Arus modal masuk tercatat sebagai kredit karena
suatu Negara menjual aset berharga kepada pihak asing untuk memperoleh uang tunai.
-
8/3/2019 TEK_1111 V4-1
20/20
Untuk Informasi Lebih Lanjut Hubungi :
Redaksi Tinjauan Ekonomi dan Keuangan
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Gedung Sjafruddin Prawiranegara (d.h. Gd. PAIK II) Lantai 4
Jalan Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta, 10710
Telepon. 021-3521843, Fax. 021-3521836
Email : [email protected]
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan dapat didownload pada website www.ekon.go.id
ISSN 2088-3153
mailto:[email protected]:[email protected]