TBC, Campak Dan Hepatitis B

37
Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi TBC, Campak dan Hepatitis B Disusun oleh: Kelompok 8 1. Ade Irma Lubis 131121073 2. Laila Rahmadani 131121074 3. Armi mawaddah 131121075 4. Enita Lumban Batu 131121076 5. Nciho Arbei C Capah 131121077 6. Winda Anglina M 131121078 7. Eriska C Mahulae 131121079 8. Eka Juliani 131121080 9. Yurina Bayu 131121081 10. Setia Budi 131121182 i

description

tbc

Transcript of TBC, Campak Dan Hepatitis B

Page 1: TBC, Campak Dan Hepatitis B

Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi TBC, Campak dan Hepatitis B

Disusun oleh:

Kelompok 8

1. Ade Irma Lubis 131121073

2. Laila Rahmadani 131121074

3. Armi mawaddah 131121075

4. Enita Lumban Batu 131121076

5. Nciho Arbei C Capah 131121077

6. Winda Anglina M 131121078

7. Eriska C Mahulae 131121079

8. Eka Juliani 131121080

9. Yurina Bayu 131121081

10. Setia Budi 131121182

Program Studi S1 Keperawatan (Ekstensi)

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

2013

i

Page 2: TBC, Campak Dan Hepatitis B

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-

Nya yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Ilmu Kesehatan

Anak yang berjudul “Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi TBC, Campak dan

Hepatitis B.”

Makalah ini disusun untuk melengkapi dan memenuhi salah satu syarat penilaian

Mata Ajar Ilmu Kesehatan Anak di Fakultas Keperawatan USU. Penulis menyadari

sepenuhnya bahwa penulisan makalah ini tidak lepas dari bimbingan dosen pembimbing

mata kuliah manajemen kesehata. Pada kesempatan ini kami ucapkan terimakasih kepada

ibu Nur Asnah S.Kep, Ns, M.Kep.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan baik dari segi isi

maupun bahasanya. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya

membangun demi menyempurnakan makalah ini dimasa yang akan datang.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga Makalah ini dapat membawa manfaat

bagi penulis sendiri dan para pembaca sekalian.

          

Medan, Maret 2014

   Penulis

i

Page 3: TBC, Campak Dan Hepatitis B

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR...........................................................................................i

DAFTAR ISI .........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................1

1.1 Latar Belakang ...............................................................................1

1.2 Tujuan ............................................................................................2

1. Tujuan Umum 2

2. Tujuan Khusus 2

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN .............................................................3

2.1 Konsep Dasar Imunisasi ................................................................3

2.2 Vaksinasi Program pengembangan Imunisasi...............................8

2.2.1 Imunisasi BCG.......................................................................8

2.2.2 Imunisasi Hepatitis B.............................................................9

2.3.3 Imunisasi Morbili...................................................................11

2.3 Penyakit Yang Dapat Dicegah.......................................................13

2.2.1 Tuberculosis...........................................................................13

2.3.2 Hepatitis B..............................................................................15

2.3.3 Morbili....................................................................................15

BAB III KESIMPULAN .....................................................................................19

3.1 Kesimpulan....................................................................................19

3.2 Saran .............................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA

ii

Page 4: TBC, Campak Dan Hepatitis B

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan

memasukkan vaksin kedalam tubuh membuta zat anti untuk mencegah terhadap penyakit

tertentu.

Di Negara Indonesia terdapat jenis imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah dan

ada juga yang dianjurkan, imunisasi wajib di Indonesia sebagaimana telah di wajibkan

oleh WHO di tambah dengan hepatitis B. Imunisasi yang hanya dianjurkan oleh

pemerintah dapat digunakan untuk mencegah suatu kejadian yang luar biasa atau penyakit

endemic, atau untuk kepentingan tertentu (berpergian) seperti jamaah haji seperti imunisasi

meningitis.

Pada 114 mahasiswa USU yang baru masuk tahun 1983 didapat prevalensi 16,6%

dari data pasien hemodialysis regular di 12 kota besar di Indonesia dari 2458 pasien

didapati prevalensi infeksi infeksi HBV sebanyak 4,5%, sedangkan di kota medan sendiri

didapat 6,05% dari 314 pasien (Survei Nasional per nefri untuk prevalensi hepatitis B/C

pada pasien hemodialiasis). Diperkirakan saat ini 11,6 juta penduduk Indonesia terinfeksi

oleh VHB. Pada tahun 1991 WHO telah merekomendasikan vaksinasi hepatitis B untuk

seluruh Negara. Tahun 2002, 154 negara telah melakukan vaksinasi hepatitis B pada

seluruh bayi baru lahir.

Menurut data SKRT 1996 insiden campak pada balita sebesar 528 per 10000.

Angka tersebut jauh lebih rendah dibandingkan tahun 1982 sebelum program imunisasi

campak dimulai, yaitu sebesar 8000 per 10000 pada anak umur 1-15 tahun.

Sepanjang tahun 2003, secara nasional, frekuensi campak menempati urutan

keempat, setelah DBD, diare dan cikunguya. KLB campak 2003 terjadi sebayak 89 kali

dengan jumlah kasus sebanyak 2914 dan sepuluh kematian (CFR=0,34%). Pada tahun

2006 KLB camapak terjadi 35 kali dengan jumlah penderita sebayak 547 orang dan untuk

tahun 2007 jumlah penderita campak meningkat senayak 1261.

Pada survei 1992, TBC adalah penyebab kematian no 2 di Indonesia setelah

penyakit kardovaskuler. WHO memperkirakan di Indonesia setiap tahunnya 175.000

angka kematian akibat TBC dan 450.000 kasus baru per tahun.

1

Page 5: TBC, Campak Dan Hepatitis B

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Agar mahasiswa dan pembaca mengetahui pentingnya imunisasi yang harus

diberikan sejak usia lahir untuk menjaga kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui pengertian imunisasi

2. Mengetahui tujuan imunisasi

3. Mengetahui macam-macam imunisasi

4. Mengetahui imunisasi yang dilakukan pada berbagai usia

2

Page 6: TBC, Campak Dan Hepatitis B

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Imunisasi

2.1.1 Defenisi

Imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan terhadap suatu

penyakit dengan cara memasukkan kuman atau produk kuman yang sudah dilemahkan

atau dimatikan ke dalam tubuh dan diharapkan tubuh dapat menghasilkan zat anti yang

pada saatnya akan digunakan tubuh untuk melawan kuman atau bibit penyakit yang

menyerang tubuh (Sudarmanto Y. Agus, 1997).

Jika ada antigen (kuma, bacteria, virus, parasit, racun) memasuki tubuh, tubuh akan

berusaha untuk menolaknya. Tubuh membuat zat anti berupa anti bodi atau antitoksin.

Reaksi tubuh pertama kalil terhadap antigen berlangsung lambat dan lemah sehingga tidak

cukup banyak antibodi terbentuk. Pada reaksi atau respons yang kedua, ketiga, dan

seterusnya tubuh sudah lebih mengenal jenis antigen tersebut. Tubuh sudah lebih pandai

membuat zat anti, sehingga dalam waktu yang lebih singkat akan dibentuk zat anti yang

cukup banyak. Setelah beberapa waktu, jumlah zat anti dalam tubuh akan berkurang.

Untuk mempertahankan agar tubuh tetap kebal, perlu diberikan antigen/suntikan/imunisasi

ulang. Ini merupakan rangsangan bagi tubuh untuk membuat zat anti kembali (Markum,

2002).

2.1.2 Tujuan

Program imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian dari

penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Pada saat ini penyakit-penyakit tersebut

adalah disentri, tetanus, batuk rejan (pertusis), campak (measles), polio dan tuberculosis

(Notoadmodjo, 1997:39).

Tujuan dari pemberian imunisasi: untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu;

apabila terjadi penyakit tidak akan terlalu parah dan dapat mencegah gejala yang dapat

menimbulkan cacat dan kematian (Dick. George, 1992:26).

Imunisasi pada bayi dan balita bertujuan untuk mencegah penyakit pada bayi dan

balita yang pada akhirnya akan menghilangkan penyakit tersebut. Tujuan akhir imuniasasi

dalam komitmen internasional (Ultimate goal ) adalah eradikasi polio (erapo), eliminasi

tetanus neonatorum (ETN), serta reduksi campak, yang akan dicapai pada tahun 2000.

Sedangkan target UCI 80-80 merupakan tujuan antara (intermediate goal), berarti cakupan

3

Page 7: TBC, Campak Dan Hepatitis B

imunisasi untuk BCG, DPT, polio, campak dan hepatitis B harus mencapai 80%, baik di

tingkat nasional, provinsi, kabupaten, bahkan setiap desa (IDAI, 2001).

2.1.3 Manfaat

Manfaat imunisasi bagi anak dappat mencegah penyakit, cacat dan kematian.

Sedangkan manfaat bagi keluarga adalah dapat menghilangkan kecemasan dan mencegah

biaya pengobatan yang tinggi bila anak sakit. Bayi dan anak yang mendapat imunisasi

dasar lengkap akan terllindung dari beberapa penyakit berbahaya dan akan mencegah

penularan kepada orang yang berada di sekitarmya. Imunisasi akan meningkatkan

kekebalan tubuh bayi dan anak sehingga mampu melawan penyakit yang dapat dicegah

dengan vaksin tersebut. Anak yang telah di imunisasi bila terinfeksi oleh kuman tersebut

maka tidak akan menularkan kepada orang yang berda di sekitarnya. Di dunia selama tiga

dekade United Nations Childrens Funds (UNICEF) telah menggalakkan program vaksinasi

untuk anak-anak di negara berkembang dengan pemberian bantuan vaksinasi difteria,

campak, pertusis, polio, tetanus, dan TBC bila dibandingkan, risiko kematian anak yang

menerima vaksin dengan anak yang tidak menerima vaksin kira-kira 1:9 sampai 1:4

(Nyarko et al., 2001).

Di Amerika imunisasi pada masa anak-anak merupakan salah satu sukses terbesar

dari sejarah kesehatan masyarakat Amerika pada abad 20. Sejarah mencatat di Amerika

Serikat terdapat 4 jenis imunisasi yang berhasil, seperti: difteri, pertusi, polio, dan campak

(Baker, 2000 Program Imunisasi).

2.1.4 Prinsip Dasar Pemberian Imunisasi

Prinsip dasar pemberian imunisasi adalah:

1. Bila ada antigen (kuman, bakteri, virus, parasit, racun) memasuki tubuh maka

tubuh akan berusaha menolaknya, tubuh membuat zat anti berupa antibodi atau

antitoksin.

2. Rea ksi tubuh pertama kali terhadap antigen berlangsung secara lambat dan lemah,

sehingga tak cukup banyak antibodi yang terbentuk.

3. Pada reaksi atau respon yang kedua, ketiga, dan seterusnya tubuh sudah mulai

lebih mengenal jenis antigen tersebut.

4. Setelah beberapa waktu, jumlah zat anti dalam tubuh akan berkurang. Untuk

mempertahannkan agar tetap kebal, perlu diberikan antigen/suntikan/imunisasi

ulang.

4

Page 8: TBC, Campak Dan Hepatitis B

5. Kadar antibodi yang tinggi dalam tubuh menjamin anak akan sulit untuk terserang

penyakit (Sujono, 2009).

2.1.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Imunisasi

a. Status imun pejamu

Terjadinya antibodi spesifik pejamu terhadap vaksin yang diberikan akan

mempengaruhi keberhasilan imunisasi. Pada bayi semas fetus mendapat antibodi

maternal spesifik terhadap virus campak. Apabila vaksinasi campak diberikan pada

saat kadar antibodi spesifik campak masih tinggi, maka akan memberikan efek

yang kurang memuaskan. Demikian pula ASI yang mengandung IgA sekretori

(sIgA) terhadap virus polio dapat mempengaruhi keberhasilan vaksinasi polio yang

diberikan secara oral. Meskipun demikian, umumnya kadar sIgA terhadap virus

polio pada ASI sudah rendah pada waktu bayi berumur beberapa bulan.

berdasarkan penelitian Sub Bagian Alergi-Imunologi Bagian IKA FKUI/RSCM

Jakarta, kadar sIgA polio sudah tidak ditemukan lagi pada ASI setelah anak

berumur 5 tahun. Kadar sIgA yang tinggi terdapat pada kolostrum. Oleh karena itu

bila vaksinasi polio oral diberikan pada masa pemberian kolostrum (usia 0-3 hari),

hendaknya ASI (kolostrum) jangan diberikan dahulu 2 jam sebelum dan sesudah

vaksinasi.

Keberhasilan vaksinasi memerlukan maturitas imunologik. Fungsi

makrofag pada neonatus masih kurang, terutama fungsi mempresentasikan antigen.

Pembentukan antibodi spesifik terhadap antigen tertentu masih kurang, sehingga

imunisasi yang diberikan sebelum bayi berumur 2 tahun jangan lupa memberikan

imunisasi ulangan.

Individu yang mendapat obat imunosupresan, menderita defisiensi imun

kongenital atau penyakit yang menimbulkan defisiensi imun sekunder seperti

keganasan akan mempengaruhi keberhasilan vaksinasi. Defisiensi imun merupakan

indikasi kontra pemberian vaksin hidup karean justru dapat menimbulkan penyakit

pada individu tersebut. Vaksinasi yang diberikan pada individu yang menderita

penyakit sistemik, seperti campak dan tuberculosis milier akan mempengaruhi

keberhasilan vaksinasi juga.

Keadaan gizi buruk menurunkan fungsi sel sistem imun. Fungsi sel sistem

imun seperti makrofag dan limfosit. Imunitas selulas menurun dan imunitas

humoral spesifitasnya rendah. Kadar immunoglobulin yang terbentuk tidak dapat

5

Page 9: TBC, Campak Dan Hepatitis B

mengikat antigen dengan baik karena kekurangan asam amino untuk mensintesis

antibodi. Kadar komplemen juga berkurang dan mobilisasi makrofag berkurang,

sehingga respon terhadap vaksin atau toksoid berkurang.

b. Faktor Genetik Pejamu

Interaksi sel-sel sistem imun dipengaruhi oleh variabilitas genetik. Secara

genetik, respon imun manusia terbagi menjadi respon baik, cukup dan rendah

terhadap antigen tertentu. Seorang individu dapat memberikan respon rendah

terhadap antigen tertentu, tetapi terhadap antigen lain dapat sangat tinggi respon

imunnya. Oleh karena itu sering ditemukan keberhasilan vaksinasi tidak sampai

100%.

c. Kualitas dan Kuantitas Vaksin

Cara pemberian vaksin akan mempengaruhi respon imun, misalnya vaksin

polio oral akan menimbulkan imunitas lokasl dan sistemik, sedangkan vaksin polio

parinteral hanya memberikan imunitas sistemik saja. Dosis vaksin yang tidak tepat

juga mempengaruhi respon imun. Dosis terlalu tinggi menghambat respon imun

yang diharapkan , sedangkan dosis terlalu rendah tidak dapat merangsang sel-sel

imunokompeten. Dosis yang tepat dapat diketahui dari hasil uji klinis, karena itu

dosis vaksin harus sesuai dengan dosis yang direkomendasikan.

Frekuensi dan jarak pemeberian juga mempengaruhi respon imun. Bila

pemberian vaksin berikutnya diberikan pada saat kadar antibodi spesifik masih

tinggi, maka antigen yang masuk akan segera dinetralkan, sehingga tidak sempat

merangsang sel imunokompeten, bahkan dapat terjadi reaksi arthus yaitu bengkak

kemerahan di daerah suntikan antigen akibat pembentukan kompleks antigen

antibodi lokal. Pemeberian vaksin ulang (booster) sebaiknya mengikuti anjuran

sesuai hasil uji klinis.

Pemberian ajuvan atau zat yang secara nonspesifik dapat meningkatkan

respon imun terhadap antigen, pada atau dekat dengan tempat suntikan. Jenis

vaksin juga mempengaruhi respon imun. Vaksin hidup akan menimbulkan respon

imun lebih baik disbanding vaksin mati atau yang diinaktifasi (killed atau

inactivated), atau bagian (komponen) dari mikroorganisme (Wafi Nur, 2010).

6

Page 10: TBC, Campak Dan Hepatitis B

2.1.6 Jenis Imunisasi

Ada dua jenis imunisasi pada bayi dan balita, yaitu imunisasi aktif dan

imunisasi pasif.

1. Imunisasi aktif

Tubuh akan membuat sendiri setelah adanya rangsangan antigen dari luar

tubuh, ransangan virus yang telah dilemahkan seperti pada imunisasi polio atau

imunisasi campak. Antigen adalah kuman bakteri, virus, parasit, maupun racun

yang memasuki tubuh. Tubuh yang terpapar antigen akan membentuk zat anti

terhadap antigen tersebut. Keberhasilan pemusnahan antigen tersebut tergantung

pada jumlah antigen yang berhasil dibentuk atau dimiliki oleh tubuh kita. Jumlah

zat anti yang cukup tinggi biasanya diperoleh setelah tubuh mangalami reaksi

kedua, ketiga, dan seterusnya akibat rangsangan antigen. Pembentukan zat anti

akibat paparan kembali antigen yang sama pada tubuh akan berlangsung lebih

cepat. Titer antibody yang terbentuk akibat rangsangan antigen pada tubuh untuk

pertama kalinya tidak tinggi dan kadarnya cepat meurun. Oleh sebab itu, pemberian

imunisasi ulang (booster) perlu dilakukan untuk mempertahankan jumlah zat anti

yang tetap tinggi di dalam tubuh.

2. Imunisasi Pasif

Tubuh anak tidak membuat zat antibodi sendiri tetapi kekebalan tesebbut

diperoleh dari luar dengan cara penyuntikan bahan/serum yang telah mengandung

zat anti, atau anak tersebut mendapat zat anti dari ibunya semasa dalam kandungan,

setelah memperoleh zat penolak prosesnya cepat, tetapi tidak bertahan lama

(Markum, 2002). Kekebalan pasif dapat terjadi dengan dua cara:

a. Kekebalan pasif alamiah, yaitu kekebalan yang diperoleh bayi sejak lahir

dari ibunya dan tidak berlangsung lama (kira-kira hanya sekitar 5 bulan

setelah bayi lahir). Misalnya, difteri, tetanus, morbili.

b. Kekebalan pasif buatan, yaitu kekebalan yang diperoleh setelah mendapat

suntikan zat penolak. Misalnya vaksinasi ATS (Pusdiknakes RI, 1993).

Perbedaaan penting antara imunisasi aktif dan imunisasi pasif, ialah untuk

memperoleh kekebalan yang cukup dan jumlah zat anti dalam tubuh harus

meningkat. Pada imunisasi aktif diperlukan waktu yang lebih lama untuk membuat

zat anti dibandingkan dengan imunisasi pasif. Kekebalan yang didapat pada

7

Page 11: TBC, Campak Dan Hepatitis B

imunisasi aktif bertahan lama (beberapa tahun), sedangkan pada imunisasi pasif

hanya berlangsung beberapa bulan (Rohmah dkk, 2012)

Secara umum ada tujuh jenis penyakit utama pada bayi dan balita yang dapat

dicegah dengan imunisasi. Pengembangan program imunisasi (PPI) merupakan

program pemerintah guna mencapai komitmen internasional Universal Child

Immunization (UCI) pada akhir tahun 1990. Cakupan imunisasi (data: Subdin

Imunisasi Ditjen PPM & Depkes RI, 1998) adalah sebagai berikut:

Cakupan per Antigen 1996/1997 (%)

1 dosis BCG

3 dosis DPT

4 dosis Polio

3 dosis Hepatitis B

1 dosis Campak

2 dosis TT ibu hamil

99,6

90,9

85,0

62,0

91,7

73,3

2.2 Vaksinasi Program Pengembangan Imunisasi (Vaksin Ppi)

2.2.1 Imunisasi BCG

Bacillus Calmette Guerin (BCG) adalah kuman tuberkulosis yang sejak tahun 1920

selama 13 tahun dibiakkan sampai 230 kali oleh Calmette dan Guerin, sehingga

menghasilkan basik yang attenuated. Imunisasi dilakukan dengan menyuntikkan vaksin

BCG secara intrakutan di insertio deltoideus lengan kanan dengan dosis 0,1 ml untuk anak

usia 1 tahun atau lebih tetapi dianjurkan untuk memberikan pada usia bayi 2 bulan.

Imunisasi ulangan dilakukan pada usia 5-7 tahun (usia masuk sekolah dasar) dan usia 12-

15 tahun (usia tamat sekolah dasar) dengan dosis masing-masing 0,1 ml, bila uji tuberkulin

yang dilakukan sebelumnya memberikan hasil negatif.

Vaksinasi BCG yang berhasil akan menunjukkan konversi uji tuberkulin, yaitu

dari negatif sebelum BCG menjadi positif sesudah BCG. BCG diberikan kepada mereka

yang mempunyai resiko tinggi kontak dengan penderita tuberkulosis dan uji tuberkulinnya

masih negatif.

8

Page 12: TBC, Campak Dan Hepatitis B

Efek samping

1. Pada tempat penyuntikan terjadi ulkus yang lama sembuh. Hal ini terutama terjadi bila

suntikan tidak tepat intrakutan , melainkan subkutan.

2. Pembengkakan kelenjar regional, yang lambat laun dapat pecah dan kemudian

terbentuk fistel dan ulkus

3. Infeksi sekunder dari ulkus.

Imunisasi BCG sebaiknya diberikan pada usia <2 bulan, namun pada jadwal

imunisasi PPI, BCG dapat diberikan pada usia 0-12 bulan untuk mendapatkan cakupan

imunisasi yang lebih luas. Dosis untuk bayi dan anak <1 tahun adalah 0,05 ml. Cara

pemberian adalah melalui injeksi intrakutan di daerah insersio M.deltoideus kanan.

Jika BCG diberikan pada usia >3 bulan, sebaiknya diberikan uji tuberkulin terlebih

dahulu. Imunisasi BCG ulangan tidak dianjurkan karena manfaatnya diragukan, mengingat

efektivitas perlindungan hanya 40%. Selain itu, sebanyak 70% kasus TB berat (mis,

meningitis) ternyata meninggalkan parut BCG, dan kasus dewasa yang positif mengidap

BTA (bakteri tahan asam) di Indonesia terbilang cukup tinggi (25%-36%), walaupun

mereka telah mendapat BCG pada masa kanak-kanak.

BCG tidak diberikan pada pasien dengan gangguan imun (leukemia, dalam

pengobatan steroid jangka panjang, infeksi HIV). Pada Negara dengan prevalensi TBC

tinggi, seperti Indonesia imunisasi BCG diberikan sesegera mungkin setelah lahir. Akan

tetapi, jika bayi sakit imunisasi diberikan setelah bayi sembuh dan tepat sebelum

dipulangkan dari rumah sakit.

Jika ibu menderita TBC paru aktif dan telah diobati selama 2 bulan sebelum

kelahiran bayi atau didiagnosis TBC setelah persalinan, berikan dosis tunggal 0,05 ml

intradermal pada bagian atas lengan kiri dengan menggunakan spuit khusus. Suntikan

harus menimbulkan “bleb” kecil di bawah kulit yang menyebabkan kulit mengerut seperti

kulit jeruk (peait d’orange).

2.2.2 Imunisasi Hepatitis B

Imunisasi hepatitis B diberikan sedini mungkin setelah lahir, mengingat sedikitnya

3,9% ibu hamil merupakan pengidap hepatitis dengan resiko penularan maternal kurang

lebih 45%. Pemberian imunisasi hepatitis B harus berdasarkan status HbsAg ibu pada saat

melahirkan. Bayi yang lahir dari ibu dengan status HbsAg yang tidak diketahui akan

diberikan vaksin rekombinan (HB Vax-II 5 μg atau engerix B 10 μg) atau vaksin plasma

serivat 10 μg, intramuscular, dalam 12 jam setelah lahir. Dosis kedua diberikan pada usia

9

Page 13: TBC, Campak Dan Hepatitis B

1-2 bulan dan dosis ketiga pada usia 6 bulan. Jika pada pemeriksaan selanjutnya diketahui

HbsAg ibu positif, segera berikan 0,5 ml HBIG (sebelum 1 minggu).

Untuk bayi yang lahir dari ibu dengan HbsAG positif, dalam jangka waktu 12 jam

setelah lahir, secara bersamaan, diberikan 0,5 ml HBIG dan vaksin rekombinan per

intramuscular di sisi tubuh yang berlainan. Dosisi kedua diberikan 1-2 bulan sesudahnya

dan dosis ketiga diberikan pada usia 6 bulan. Bayi yang lahir dari ibu dengan HbsAg

negatif akan diberikan vaksin rkombinan atau vaksin plasma derivate per intamuskular

pada usia 2-6 bulan. Dosis kedua diberikan 1-2 bulan kemudian dan dosis ketiga diberikan

6 bulan setelah imunisasi pertama.

Idealnya dilakukan pemeriksaan anti-HbsAg (paling cepat) 1 bulan pasca-imunisasi

Hepatitis B-3. Penelitian Kohort multisenter di Thailand dan Taiwan terhadap bayi yang

lahir dari ibu pengidap hepatitis B, yang telah memperoleh imunisasi dasar 3 kali pada

masa bayi, didapatkan bahwa pada usia 5 tahun 90,7% diantaranya masih memiliki titer

antibodi anti-Hbs yang protektif (titer anti-HbsAg <10 mIU/ml). mengingat pola

epidemiologis hepatitis B di Indonesia mirip dengan Negara tersebut., dapat disimpulkan

bahwa penelitian ulang pada usia 5 tahun tidak diperlukan, kecuali jika titer anti-HbsAg

<10 mIU/ml.

Jika sampai pada usia 5 tahun anak belum pernah memperoleh imunisasi hepatitis

B, secepatnya harus diberikan (catch-up vaccination). Imunisasi hepatitis B ulangan

(hepatitis B-4) dapat dipertimbangkan pada usia 10-12 tahun.

Jika bayi sakit, berikan dosis pertama segera setelah bayi sembuh. Ibu yang

menderita hepatitis akut atau hasil tes serologisnya menunjukkan HbsAg positif, dapat

menularkan hepatitis B pada bayinya.

1. Berikan dosis awal vaksin hepatitis B (VHB) 0,5 mL IM segera setelah bayi lahir,

seharusnya dalam 12 jam sesudah lahir, dilanjutkan dengan dosis ke-2 dan ke-3

sesuai dengan jadwal imunisasi hepatitis.

2. Pada saat yang sama, berikan immunoglobulin Hepatitis B 200 IU IM (0,5 mL)

yang disuntikkan pada paha yang lainnya., dalam waktu 48 jam sesudah lahir

(sebaiknya 24 jam sesudah lahir), jika obat tersedia.

3. Yakinkan ibu untuk tetap menyusui ASI jika bayi sudah diberi vaksin di atas, tetapi

jika ada luka pada putting susu dan ibu mengalami hepatitis akut, sebaiknya ASI

tidak diberikan.

10

Page 14: TBC, Campak Dan Hepatitis B

Jika ibu diketahui HbsAg negatif dan bayi masih tetap di rumah sakit pada usia 60 hari,

berikan HBV pada hari bayi dipulangkan.

Ada tiga antigen dalam virus hepatitis B (HBV), yaitu :

1. Antigen permukaan, antigen australia (HbsAg) yang akan membentuk antigen

permukaan (surface antigen)

2. Antigen partikel Dane, yang merupakan nukleoplasmid virus hepatitis yan

berukuran 42 nm (HbcAg).

3. Antigen e (HbeAg) yang berhubungan erat dengan jumlah partikel virus.

Nampaknya merupakan antigen yang spesifik untuk hepatitis B, namun tempat dan

hubungan yang tepat belum diketahui secara pasti.

Respon imunologis hepatitis B

Respon imunologis hepatitis B mempunyai hubungan yang erat dengan kerusakan

sel hati. Timbulnya respon ini akibat adanya antigen yang terdapat di dalam virus yang

memasuki sel hati. Namun pandangan bahwa hepatitis B dapat merusak sel hati tidak

selamanya benar, karena sering didapatkan HbsAg dalam sel hati karier sehat.

Ada 4 tahap respon imunologi :

1. HbsAg muncul hampir pada semua penderita yang mengalami masa inkubasi (2-6

bulan)dan 2-8 minggu sebelim terjadi perubahan biokimiawi dan ikterus. Antigen

akan tetap ada di dalam darah selama masa akut dan menghilang pada masa

konvalesensi.

2. Segera atau sebelum peningkatan serum transaminase akan terjadi peningkatan

aktivitas DNA polimerase dan akan menetap pada masa akut untuk beberapa hari

atau minggu, sedangkan pada karier dapat berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.

3. Antibodi terhadap HbcAg baru timbul 2-10 minggu setelah muncul HbsAg dan

dapat diketahui pada masa akut dan beberapa tahun setelah masa rekonvalesensi.

Titer antibodi HbcAg berhubungan dengan jumlah dan lamanya pembelahan virus.

4. Antibodi terhadap HbsAg akan muncul terakhir.

2.2.3 Imunisasi Morbili (Campak, Measles, Rubeola)

Vaksin campak diberikan pada usia 9 bulan dalam satu dosis 0,5 ml yang

diinjeksikan di area subkutan dalam. Penelitian titer antibodi campak pada anak usia 6-11

tahun oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Depkes dan Kesos tahun 1999

mendapatkan bahwa hanya 71,9 % anak masih mempunyai antibodi campak di atas

ambang pencegahan. Sebanyak 28,3% anak usia kelompok usia 5-7 tahun pernah

11

Page 15: TBC, Campak Dan Hepatitis B

menderita campak, walaupun sudah diimunisasi campak saat lahir. Berdasarkan penelitian

tersebut, dianjurkan untuk melakukan imunisasi campak ulangan pada saat anak masuk

sekolah dasar (5-6 tahun), guna mempertinggi serokonversi.

Pencegahan

a. Imunisasi aktif

Ini dilakukan dengan pemberian live attenuated measles vaccine, mula-mula

dugunakan stain edmonston B, tetapi karena strin ini menebabkan panas tinggi dan

eksanten pada hari ke 7-10 setelah vaksinasi, maka strain edmonston B diberikan bersama-

sma dengan globulin- gamma pada lengan yang lain. Sekarang digunakan strain Schwarz

dan moranten dan tidak diberikan globulin-gamma. Vaksin tersebut diberikan secara

subkutan dan menyebabkan imunitas yang berlangsung lama. Pada penyelidikan serologis

ternyata bahwa imunitas tersebut mulai mengurang 8-10 tahun setelah vaksinasi.

Dianjurkan diberikan vaksin morbili pada anak berumur 15 bulan yaitu karena sebelum

umur 15 bulan diperkirakan anak tidak dapat membentuk antibodi secara baik karena

masih ada antibodi dari ibu. Tetapi dianjurkan pula agar anak yang tinggal didaerah

endemis morbili yang terdapat banyak tuberkulosis diberikan vaksinasi pada umur 6 bulan

dan re vaksinasi pada umur 15 bulan. Di Indonesia saat ini masih dianjurkan memberikan

vaksinasi morbili pada anak berumur 9 bulan ke atas. Vaksin morbili tersebut dapat juga

diberikan pada orang yang alergi terhadap telur, karena vaksin morbili ini dikumpulkan

dalam jaringan-jaringan ayam yang secara antigen berbeda dengan protein telur. Hanya

bila terdapat suatu penyakit alergi sebaiknya vaksinasi ditunda sampai 2 minggu sembuh.

Vaksin morbili dapat diberikan pada penderita tuberkulosis aktif yang sedang mendapat

tuberkulospatika. Vaksin morbili tidak boleh diberikan pada wanita hamil, anak dengan

tuberkulosis yang tidak diobati, penderita leukimia, dan anak yang sedang mendapat

pengobatan immunosupresif.

Vaksin morbili dapat diberikan sebagai vaksin morbili saja atau sebagai vaksin

measles- mumps-rubella (MMR).

Di Indonesia digunakan pula vaksin morbili buatan perum bioparma yang terdiri

dari virus morbili yang hidup dan sangat dilemahkan, stain schwarz dan ditumbuhkan

dalam jaringan janin ayam dan kemudian dibeku-dikeringkan. Tiap dosis dari vaksin yang

sudah dilarutkan mengandung virus morbili tidak kurang dari 1000 TCID50 dan neomisin

B sulfat tidak lebih dari 50 mikrogram.

12

Page 16: TBC, Campak Dan Hepatitis B

Vaksin ini diberikan secara subkutan sebanyak 0,5 ml pada umur 9 bulan. Terjadi

anergi terhadap tuberkulin selama 2 bulan setelah vaksinasi. Bila seseorang telah mendapat

immunoglobulin atau tranfusi darah maka vaksinasi dengan vaksin morbili harus

ditangguhkan sekurang-kurangnya 3 bulan. Vaksin ini tidak boleh diberikan pada anak

dengan infeksi pernapasan akut atau infeksi akut lainnya yang disertai demam, anak

dengan defesiensi immunologik, anak yang sedang diberi pengobatan intensif dengan obat

immunosupresif.

b. Imunisasi pasif

Baik diketahui bahwa morbili yang perjalanan penyakitnya diperingan dengan

pemberian globulin-gamma dapat mengakibatkan ensefalitis dan penyebaran proses

tuberkulosis.

2.3 Penyakit Yang Dapat Dicegah

2.3.1 Tuberkulosis Pada Anak

Aspek umum tuberkulosis

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium

tuberculosis dan Mycobacterium bovis ( sangat jarang disebabkan oleh mycobacterium

avium). Basil Tuberculosis dapat hidup dan tetap purulen beberapa minggu dalam keadaan

kering, tetapi dalam cairan mati pada suhu 60oC dalam 15-20 menit. Fraksi protein basil

tuberkulosis menyebabkan nekrosis pada jaringan, sedangkan lemaknya menyebabkan

sifat tahan asam dan merupakan faktor penyebab terjadinya fibrosis dan terbentuknya sel

epitaloid dan tuberkel.

Penularan Mycobacterium tuberculosis biasanya melalui udara, hingga sebagian

besar fokus primer tuberkulosis terdapat dalam paru, selain melalui udara penularan dapat

peroral misalnya minum susu yang mengandung basil tuberkulosis, biasanya

Mycobacterium bovis. Dapat juga terjadi dengan kontak langsung misalnya melalui luka

atau lecet kulit. Tuberkulosis kongenital sangat jarang dijumpai.

Patogenesis dan Patologi

Masuknya basil tuberkulosis dalam tubuh tidak selalu menimbulkan penyakit.

Terjadinya infeksi dipengaruhi oleh virulensi dan banyaknya basil teberkulosis serta daya

tahan tubuh manusia. Infeksi primer biasanya di dalam paru. Basil tuberkulosis masuk

kedalam paru melalui udara dan dengan masuknya basil tuberkulosis maka terjadi eksudasi

dan konsolidasi yang terbatas dan disebut fokus primer. Basil tuberkulosis akan menyebar

13

Page 17: TBC, Campak Dan Hepatitis B

dengan cepat melalui saluran getah bening menuju kelenjar regional yang kemudian akan

mengadakan reaksi eksudasi. Fokus primer, limfangitis dan kelenjar getah bening regional

yang membesar membentuk kompleks primer. Komplek primer terjadi 2-10 minggu ( 6-8

minggu) setelah infeksi. Bersamaan dengan terbentuknya kompleks primer terjadi

hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein yang dapat diketahu dari uji tuberkulin. Waktu

antara terjadinya infeksi sampai terbentuknya komplek primer disebut masa inkubasi.

Pada anak lesi dalam paru dapat terjadi dimanapun, terutam di periferi dekat

pleura. Lebih banyak terjadi di lapangan bawah paru dibanding dengan lapangan atas,

sedangkan pada orang dewasa lapangan atas paru merupakan predileksi. Pembesaran

kelenjar regional lebih banyak terjadi pada anak dibanding orang dewasa. Penyebaran

hematogen lebih banyak terjadi pada bayi dan anak kecil.

Tuberkulosis dapat meluas dalam jaringan paru sendiri, selain itu basil tuberkulosis

dapat masuk kedalam aliran darah secara langsung atau melalui kelenjar getah bening,

basil tuberkulosis dalam darah dapat mati, tetapi dapat pula berkembang terus hal ini

bergantung pada keadaan penderita dan virulensi kuman. Melalu aliran darah basil

tuberkulosis dapat mencapai alat tubuh lain seperti bagian paru lain, selaput otak, otak,

tulang, hati, ginjal dan lain-lain. Dalam alat tubuh tersebut basil tuberkulosis dapat segera

menimbulkan penyakit, tetapi dapat pula menjadi tenang dulu dan setelah beberapa waktu

menimbulkan penyakit atau dapat pula tidak menimbulkan penyakit sama sekali.

Sebagian besar komplikasi tuberkulosis primer terjadi dalam 12 bulan setelah

terjadinya penyakit, penyebaran hematogen atau milier dan meningitis biasanya terjadi

dalam 4 bulan, tetapi jarang sekali sebelum 6-12 bulan setelah terbentuknya kompleks

primer, kalau efusi pleura disebabkan oleh penyebaran hematogen maka dapat terjadi lebih

cepat. Komplikasi pada tulang dan kelenjar getah bening permukaan dapat terjadi akibat

penyebaran hematogen, hingga dapat terjadi dalam 6 bulan setelah terbentuknya kompleks

primer, tetapi komplikasi ini dapat juga terjadi setelah 6-18 bulan. Komplikasi pada traktus

urogenitalis dapat terjadi setelah bertahun-tahun. Sedangkan tuberkulosis tulang dalam 1-5

tahun setelah terbentuknya kompleks primer.

Pembesaran kelenjar getah bening yang kena infeksi dapat menyebabkan

atelektasis karena menekan bronkus hingga tampak sebagai perselubungan segmen atau

lobus, sering lobus tengah paru kanan, selain oleh tekanan kelenjar getah bening yang

membesar, atelektasis dapat terjadi karena konstriksi bronkus atau sumbatan oleh

gumpalan kiju didalam lumen bronkus.

14

Page 18: TBC, Campak Dan Hepatitis B

Klasifikasi dan gejala klinis

Ada beberapa klasifikasi tuberkulosis

Ranke membagi tuberkulosis dalam 3 stadium, yaitu:

Stadium pertama : kompleks primer dengan penyebaran limfogen

Stadium kedua : pada waktu terjadi penyebaran hematogen

Stadium ketiga : tuberkulosis paru menahun(Chronik Pulmonary Tuberculosis)

2.3.2 Hepatitis B

Hepatitis virus adalah infeksi hati yang dapat disebabkan oleh 2 macam virus

yaitu : virus hepatitis A penyebab dari hepaitis infesiosa atau epidemik dan virus hepatitis

B penyebab dari hepatitis serum atau ikterus serum homologi.

Hepatitis B menjadi makin penting karena dapat menyebabkan penyakit hati kronik

termasuk hepatitis aktif kronik, sirosis hepatis dan karsinoma primer hati. Paling tidak

hepatitis B akan menjadi karier dan menyebabkan kerusakan sel hati. Penularan hepatitis B

selain melalui parenteral dapat juga akibat hubungan yang erat seperti dari mulut ke mulut

atau melalui hubungan seks. Dapat juga ditularkan melalui gigitan serangga seperti

nyamuk dan kutu busuk. Pada ibu yang menderita hepatitis B kemunkinan untuk menulari

bayi yang dilahirkan sekitar 40%. Penelitian secara serologis di temukan bahwa HbsAg

ada 8 serotipe dan 2 merupakan serotipe campuran. Pengetahuan ini berguna dalam

epidemiologi untuk mencari sumber penyakit dan bukan atau tidak ada hubungan dengan

bentuk penyakit. Inti virus mengandung enzim yang disebut hepatitis BDNA polimerase.

2.3.3 Morbili ( Campak, Measles, Rubeola)

Patologi

Morbili ialah suatu penyakit virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium

yaitu

1. Stadium kataral (prodromal)

Biasanya stadium ini berlangsung selama 4 sampai 5 hari disertai panas, malaise,

batuk, fotofobia, konjungtifitas dan koriza. Menjelang akhir stadium katarak dan 24jam

sebelum timbul enantema, timbul bercak koplik yang patoknomik bagi morbili, tetapi

sangat jarang dijunpai. Bercak komplik berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum dan

dikelilingi iritema. Lokalisasinya di mukosa bucalis berhadapan dengan molar baah.

Jarang ditemukan dibibir tengah atau palatum. Kadang-kadang terdapat makula halus yang

kemudaian menghilang sebelum stadium erupsi. Gambaran darah tepi ialah limpositosis

dan leukopenia. Secara klinis, gambaran penyakit menyerupai penyakit influensa dan

15

Page 19: TBC, Campak Dan Hepatitis B

sering didiagnosis sebagai influensa. Diagnosis perkiraan yang besar dapat dibuat bila ada

bercak koplik dan penderita pernah kontak dengan penderita morbili dalam waktu 2

minggu terakhir.

2. Stadium erupsi

Koriza dan batuk-batuk bertambah. Timbul enantema atau titik merah di palatum

durum dan palatum more. Kadang-kadang terlihat pula bercak koplik. Terjadi eritema yang

berbentuk makula-papula disertai menaiknya suhu badan. Diantara makula terdapa kulit

yang normal. Muloa-mula eritema timbul dibelakang telinga, dibagian atas lateral tengkuk,

sepanjang rambut dan bagian belakang bawah. Kadang-kadang terdapat perdarahan ringan

pada kulit. Rasa gatal, muka bengkak. Ruam mencapai anggota bawah pada hari ketiga

dan akan menghilangdengan urutan seperti terjadinya.

Terdapat pembesaran kelenjar getah bening disudut mandibula dan di daerah leher

belakang. Pula terdapat sedikit splenomegali. Tidak jarang disertai diare dan muntah.

Variasi dari morbili yang biasa ini adalah balck measles, yaitu morbili yang disertai

perdarahan pada kulit, mulut, hidung dan traktus digestivus.

3. Stadium konvalensi

Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua (hiperpigmentasi)

yang lama-kelamaan akan hilang sendiri. Selain hiperpigmentasi pada anak indonesia

sering ditemukan pula kulit yang bersisik. Hiperpigmentasi ini merupakan gejala

patognomonik untuk morbili. Pada penyaki-penyakit lain dengan eritema atau eksantema

ruam kulit menghilang tanpa hiperpigmentasi. Suhu menurun sampai menjadi normal

kecuali bila ada komplikasi.

Etiologi

Penyebabnya ialah virus morbili yang terdapat dalam sekret nasoparing dan darah

selama masa prodromal selama 24 jam setelah timbul bercak-bercak. Cara penularan

dengan droplet dan kontak.

Epidemiologi

Biasanya penyakit ini timbul pada masa anak dan kemudian menyebabkan

kekebalan seumur hidup. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang oernah menderita morbili

akan mendapat kekebalan secara pasif (melalui plasenta) sampai umur 4-6 bulan dan

setelah umur tersebut kekbalan akan mengurang sehingga si bayi dapat menderita morbili.

Bila si ibu belum pernah menderita morbili maka bayi yang dilairkan tidak mempunyai

kekebalan terhadap morbili dan dapat menderita penyakit ini setelah ia dilahirkan. Bila

16

Page 20: TBC, Campak Dan Hepatitis B

seorang wanita menderita morbili ketika ia hamil satu atau dua bulan, maka 50%

kemungkinan akan mengalami abortus, bila ia menderita morbili pada trimester pertama,

kedua atau ketiga maka ia mungkin melahirkan seorang anak dengan kelainan bawaan atau

seorang anak dengan berat badan lahir rendah atau lahir mati atau anak yang kemudian

meninggal sebelum usia 1 tahun.

Diagnosa banding

1. German measles. Pada penyakit ini tidak ada bercak koplik, tetapi ada pembesaran

kelenjar di daerah suboksipital, servikal bagian posterior, belakang telinga.

2. Eksamtema subitum. Ruam akan timbul bila suhu badan menjadi normal

Komplikasi

Pada penyakit morbili terdapat resistensi umum yang menurun sehingga dapat

terjadi anergi (uji tuberkulin yang semula positif berubah menjadi negatif). Keadaan ini

menyebabkan mudahnya terjadi komplikasi sekunder seperti otitis media akut, ensefalitis,

bronkopneumonia.

Bronkopneumonia dapat disebabkan oleh virus morbili atau pneumococus,

streptococus, stapilococus. Bronkopneumonia ini dapat menyebabkan kematian bayi yang

masih muda, anak degan malnutrisi energi protein, penderita penyakit menahun ( misalnya

tuberkulosis), leukimia dan lain-lain. Oleh karena itu pada keadaan tertentu perlu

dilakukan pencegahan.

Komplikasi neurologis pada morbili dapat berupa hemiplegia, paraplegia, afasia,

gangguan mental, neuritis optika dan ensefalitis. Ensefalitis morbili dapat terjadi sebagai

komplikasi pada anak yang sedang menderita morbili atau dalam satu bulan setelah

mendapat imunisasi dengan vaksin virus morbili hidup (ensefalitis morbili akut), pada

penderita yang sedang mendapat pengobatan imunosufresif (immunosufresive measles

encephalopathy) dan sebagai subacute sclerosing panencephalitis (SSPE).

Ensefalitis morbili akut ini timbul pada stadium eksanterm, angka kematian rendah

dan sisa defisit neurologis sedikit. Angka kejadian ensefalitis setelah infeksi morbili ialah

1:1000 kasus, sedangkan ensefalitis setelah vaksisnasi virus morbili hidup adalah 1,16 tiap

sejuta dosis. SSPE adalah suatu penyakit degenerasi yang jarang dari susunan syaraf pusat.

Penyakit ini progresif dan patal serta ditemukan pada anak dan orang dewasa. Ditandai

oleh gejala secara tiba-tiba seperti kekacauan mental, disfungsi motorik, kejang dan koma

3 tahun kemudian. Kemungkinan menderita SSPE setelah vaksinasi morbili adalah 0,5-1,1

tiap 10 juta, sedangkan setelah infeksi morbili 5,2-9,7 tiap 10 juta.

17

Page 21: TBC, Campak Dan Hepatitis B

Immunosuppresive measles encephalopathy didapatkan pada anak dengan morbili yang

sedang menderita devesiensi immunologi karena keganasan atau karena pemakaian obat-

obat imunosufresif. Perjalanan klinis lambat dan sebaian besar penderita meninggal dalam

6 bulan-3 tahun setelah terjadi gejala pertama. Meskipun demikian remisi spontan masih

bisa terjadi. Penyebab SSPE tidak jelas tapi ada bukti-bukti bahwa virus morbili

memegang peranan dalam patogenesisnya. Biasanya anak menderita morbili sebelum usia

2 tahun. Sedangkan SSPE bisa timbul sampai usia 7 tahun setelah morbili.

Prognosis

Baik pada anak dengan keadaan umum yang baik, tetapi prognosis buruk bila keadan

buruk, anak yang sedang menderita penyakit kronis atau bila ada komplikasi.

.

18

Page 22: TBC, Campak Dan Hepatitis B

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan

memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang

mewabah atau berbahaya bagi seseorang. Imunisasi adalah pemberian vaksin untuk

mencegah terjadinya penyakit tertentu. Vaksin adalah suatu obat yang diberikan untuk

membantu tubuh menghasilkan antibodi. Antibodi ini berfungsi melindungi tubuh terhadap

penyakit. Vaksin tidak hanya menjaga agar anak tetap sehat, tetapi juga membantu

membasmi penyakit yang serius yang timbul pada masa kanak-kanak.

Vaksin secara umum cukup aman. Keuntungan perlindungan yang diberikan vaksin

jauh lebih besar daripada efek samping yang mungkin timbul. Dengan adanya vaksin

maka banyak penyakit masa kanak-kanak yang serius, yang sekarang ini sudah jarang

ditemukan.

Jadi pada dasarnya reaksi pertama tubuh anak untuk membentuk

antibodi/antitoksin terhadap antigen, tidaklah terlalu kuat. Tubuh belum mempunyai

“pengalaman” untuk mengatasinya. Tatapi pada reaksi yang ke-2, ke-3 dan berikutnya,

tubuh anak sudah pandai membuat zat anti yang cukup tinggi. Dengan cara reaksi antigen-

antibodi, tubuh anak dengan kekuatan zat antinya dapat menghancurkan antigen atau

kuman; berarti bahwa anak telah menjadi kebal (imun) terhadap penyakit tersebut.

Dari uraian ini yang terpenting adalah bahwa dengan imunisasi, anak akan

terhindar dari ancaman penyakit yang ganas tanpa bantuan pengobatan.

3.2. Saran

1. Bagi pemerintah dan petugas kesehatan

Memberikan imunisasi bagi seluruh masyarakat Indonesia dalam semua

usia, baik yang berada di daerah perkotaan maupun di daerah pelosok. dan

meningkatkan mutu pelayanan terutama pelayanan masyarakat yang kurang

mampu.

2. Bagi masyarakat

Memperhatikan kesehatan keluarganya dengan memberikan imunisasi

lengkap sedini mungkin terutama saat bayi baru lahir di tempat pelayanan

kesehatan di daerah setempat.

19

Page 23: TBC, Campak Dan Hepatitis B

DAFTAR PUSTAKA

Muslihatun, Wafi Nur. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta: Citramaya.

Nanny Lia Dewi, Vivian. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba Medica.

Riyadi, Sujono dan sukarmin. 2009. Asuhan Keperawatan pada Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Rochmah, dkk. 2012. Panduan Belajar Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Jakarta: EGC.

Riyadi, Sujono dan sukarmin. 2009. Asuhan Keperawatan pada Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Staf pengajar ilmu kesehatan anak UI.1985. Ilmu Kesehatan Anak edisi 1. Jakarta :FKUI

Staf pengajar ilmu kesehatan anak UI.1985. Ilmu Kesehatan Anak edisi 2. Jakarta :FKUI

20