SULAIMAN_Hermeneutika

download SULAIMAN_Hermeneutika

of 13

description

pro kontra hermeneutika

Transcript of SULAIMAN_Hermeneutika

MAKALAHPRO-KONTRA HERMENEUTIKA DALAM STUDI KEISLAMAN (AL-QURAN DAN HADITS)

Disusun Guna Memenuhi Tugas :

Mata Kuliah : Hermeneutika

Dosen Pengampu : Kurdi Fadal, MSI

Disusun Oleh :

1. Sulaiman

: 2031112021

2. Haikal Faza

: 2031111021JURUSAN USHULUDDIN ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

PEKALONGAN

2014DAFTAR ISI2DAFTAR ISI

3PENDAHULUAN

BAB II 4PEMBAHASAN

4A.Posisi Hermeneutika Dalam Kajian Keislaman

5B.Peran Dan Urgensi Metode Hermeneutika Dalam Teks Al-Quran Dan Hadis

7C.Pandangan Para Tokoh Muslim Terhadap Metode Hermeneutika Dalam Studi Keislaman

BAB III 12PENUTUP

13DAFTAR PUSTAKA

PENDAHULUAN

Perdebatan tentang penerapan hermeneutika dalam penafsiran al-Quran hingga saat ini sulit sekali untuk surut di kalangan ulama dan para sarjana Islam. Pro dan kontra pun terjadi dan tidak dapat dihindari. Sebagian dari mereka menolak secara totalitas, sebagian yang lain menerimanya secara keseluruhan dan sebagian yang lain lagi berusaha menengah-nengahi perbedaan pendapat tersebut dengan mengatakan bahwa sebagian teori hermeneutika dipandang acceptable dalam kajian keislaman.

Di bawah ini akan dijelaskan apa itu hermeneutika? Bagaimana sejarah kemunculan hermenutika? Dan apa kata mereka tentang hermeneutika?. Sehingga dengan ini diharapkan adanya penjelasan yang komprehensif tentang hermeneutika, dan bagaimana seharusnya sebagai seorang sarjana- kita memposisikan diri terhadap ilmu ini, dengan tidak menafikan adanya pandangan pribadi dari penulis.BAB II

PEMBAHASAN

A. Posisi Hermeneutika Dalam Kajian KeislamanKehadiran hermeneutika dalam jagad ulumul quran pada hakikatnya adalah sebuah tawaran baru yang berasal dari para ilmuwan metodologi kontemporer dari berbagai disiplin ilmiyah. Sebagai sebuah tawaran baru, tidak serta merta hermeneutika ini harus diadopsi atau di tolak mentah-mentah. Pemahaman yang serius, upaya trial and error, dan evaluasi yang berkesinambungan kiranya perlu dialakukan sebelum kemudian diputuskan apakah hermeneutika akan menggantikan ulumul quran ataukah ditolak seratus persen, atau sekedar menambah variabel metodologi dalam ulumul quran yang selama ini telah established.Baik mereka yang pro-hermeneutika maupun yang kontra terhadap hermeneutika memiliki hak untuk memperjuangkan kebenaran yang mereka yakini, meskipun tentunya ketika perjuangan tersebut memasuki ruang publik, ada aturan-aturan tertentu yang harus dipatuhi, agar tidak terjadi hegemoni, diskriminasi maupun perilaku-perilaku tidak adil lainnya yang dilakukan oleh salah satu pihak. Karena diskusi hermeneutika pada hakikatnya merupakan wacana ilmiah-filosofis, penerimaan dan penolakan terhadap hermeneutika seharusnya didasarkan kepada argumen-argumen yang ilmiah, dan bukannya kepada apologi-apologi serta asumsi-asumsi yang tidak perlu, seperti kecurigaan dan ketakutan tanpa dasar terhadap yang lain, maupun sentimen talisme emosional untuk memihak atau menjatuhkan pandangan tertentu. Adian Husaini menyatakan bahwa perbedaan worldview (pandangan) antara Islam-Barat juga melatar belakangi kompleksitas hermeneutika bila diaplikasikan dalam studi Islam; (1) keyakinan bahwa alam jagad raya adalah satuan wujud yang satu, dan tidak ada suatu alam yang lain di luar alam jagad raya ini; (2) nilai tidak dipandang memiliki obyektivitas dalam dirinya sendiri, sehingga nilai hanyalah bagian dari persepsi manusia; (3) dalam masalah politik, kebijakan atau ketetapannya ditujukan pada kepentingan pragmaatis belaka; (4) untuk menentukan nilai ataupun tujuan akhir, hanya ditentukan oleh prinsip rasionalitas semata. Lain halnya dengan Islam, ia hanya tunduk pada doktrin agama, sebagai sebuah hasil dari memahami wahyu yang diturunkan kepada Muhammad saw., serta mengekspresikannya dalam kehidupan sehari-hari, dengan tujuan terciptanya ummatan wasathan litakunu syuhada.

Dengan demikian, apabila hermeneutika diaplikasikan sebagai metode tafsir yang lain untuk menafsiri al-Quran tidaklah tepat, melihat beberapa pandangan yang dikemukakan Adian Husaini di atas. Juga dengan mempertimbangkan pudarnya sakralitas teks al-Quran, karena hermeneutika itu sendiri memposisikan teks sebagai produk budaya yang memiliki keniscayaan untuk merekonstruksi makna teks sedemikian rupa secara relatif sesuai kebutuhan penafsir dan tidak terlepas dari subyektifitas penafsir tersebut. Akan tetapi, Lain halnya bagi mereka yang menerima hermeneutika sebagai salah satu metode tafsir. Mereka berupaya mengintegrasikan hermeneutika dalam kajian tafsir ataupun ulumul tafsir.B. Peran Dan Urgensi Metode Hermeneutika Dalam Teks Al-Quran Dan HadisHermeneutika meniscayakan adanya beberapa teori yang sejalan, untuk kemudian diaplikasikan ke dalam penafsiran al-Quran. Pertama, teori kesadaran sejarah dan teori pra-pemahaman dan kehati-hatian (dalam menafsirkan teks al-Quran); kedua, teorifusion of horizon; ketiga, teori aplikasi (Anwendung) dan interpretasi mana cum-maghza, di mana ketiganya memiliki fokus yang berbeda satu sama lain.

1. Teori kesadaran sejarah dan teori pra-pemahaman dan kehati-hatian (dalam menafsirkan teks al-Quran) terfokus kepada, bahwa seorang penafsir harus berhati-hati dalam menafsirkan teks dan tidak menafsirkannya sesuai dengan kehendaknya yang semata-mata berasal dari pra-pemahaman yang telah terpengaruh oleh sejarah (pengetahuan awal, pengalama, dll.). Sejatinya, hal ini meniscayakan adanya keharusan bagi penafsir untuk berhati-hati dalam penafsiran teks, rambu-rambu yang diberikan nabi Muhammad saw. Adalah barangsiapa yang menafsirkan al-Quran dengan ray-nya, maka bersiap-siaplah untuk menempati neraka. Terlebih al-Ahwadzi mengemukakan bahwa larangan atas dua hal sebagaimana dikemukakan oleh Sahiron.Pertama, penafsir al-Quran tidak boleh menafsirkan al-Quran sesuai dengan tabiat dan keinginannya atau hawa nafsutnya (min thabihi wa hawahu). Kedua, seorang penafsir tidak boleh tergesa-gesa dalam menafsirkan suatu teks al-Quran secara literal (bi-zhahir al-arabiyyah), tanpa mencari tahu keterangan-keterangan dari riwayat yang terkait dengan teks yang hendak ia tafsiri. Sehingga, dalam menafsirkan al-Quran dibutuhkan adanya pengetahuan yang menyeluruh tentang teks tersebut dan yang melingkupinya, serta tidak tergesa-tergesa dalam menafsirkannya, untuk menghindari pra-pemahaman (vorverstaendnis) yang dipengaruhi subyektivitas negatif penafsir.

2. Teori fusion of horizons, adalah asimilasi horizon-horison. Gadamer menegaskan bahwa dalam proses penafsiran terdapat dua gorison utama yang harus diperhatikan dan diasimilasi, yakni horizon teks dan horizon penafsir. Horizon teks, atau bisa saja disebut dengan Weltanschauung (pandangan dunia) teks hanya bisa diketahui dengan melakukan apa yang disebut oleh al-Khulli dengan dirasat ma fi an-nashsh (studi atas sesuatu yang ada di dalam teks) dan dirasat ma hawl al-nashsh (studi atas sesuatu yang melingkupi teks). Sedangkan horizon penafsir adalah reaktualisasi dari nilai yang terkandung setelah dilakukannya analisis teks sebagaimana dikemukakan di atas.

3. Teori aplikasi (Anwendung) dan interpretasi mana cum-maghza, adalah mereaktualisasi/reinterpretasi atau melakukan pengembangan penafsiran setelah penafsir menemukan makna dari sebuah teks pada saat teks tersebut muncul, dengan tetap memperhatikan kesinambungan makna baru ini dengan makna asal sebuah teks. Dengan kata lain, teori ini menginterpretasi ulang teks yang ada, dengan memperhatikan aspek historis dan tersurat, serta mempertimbangkan makna terdalam dari teks tersebut (maghza/maqashid al-syariah).

Beberapa teori di atas menjadikan fungsi hermeneutika semakin jelas bahwa sebagai sebuah metode penafsiran yang lain, ia tidak serta merta dapat diaplikasikan dalam penafsiran al-Quran. Akan tetapi, kebutuhan akan alur historis teks, pengalaman pembaca, pertimbangan terhadap makna luar (mana al-zhahir) dan makna dasar/inti (mana al-bathin) juga diberikan porsi yang proporsional sehingga maksud yang dituju oleh teks tersebut dapat dipahami secara komprehensif dan aktual sesuai dengan perkembangan zaman.

C. Pandangan Para Tokoh Muslim Terhadap Metode Hermeneutika Dalam Studi Keislaman Perdebatan tentang penerapan hermeneutika dalam penafsiran al-Quran hingga saat ini sulit sekali untuk surut di kalangan ulama dan para sarjana Islam. Pro dan kontra pun terjadi dan tidak dapat dihindari. Sebagian dari mereka menolak secara totalitas, sebagian yang lain menerimanya secara keseluruhan dan sebagian yang lain lagi berusaha menengah-nengahi perbedaan pendapat tersebut dengan mengatakan bahwa sebagian teori hermeneutika dipandang acceptable dalam kajian keislaman.Bagi yang menolak, mereka secara umum berpandangan bahwa hermeneutika tidak layak untuk diaplikasikan ke dalam (tafsir) al-Quran. Mereka berpijak kepada sejarah di mana hermeneutika dilahirkan pertama untuk menafsirkan Bible. Selain itu, sakralitas al-Quran tidak bisa disamakan atau bahkan dibandingkan dengan Bible.

Dalam hal ini, Adian Husaini mengemukakan, sebagaimana terdapat dalam bukunyaHegemoni Kristen-Barat dalam studi Islam di Perguruan Tinggi, bahwa terdapat tiga persoalan besar apabila hermeneutika diterapkan dalam tafsir al-Quran: pertama,Hermeneutika menghendaki sikap yang kritis dan bahkan cenderung curiga. Sebuah teks bagi seorang hermeneut tidak bisa lepas dari kepentingan-kepentingan tertentu, baik dari si pembuat teks maupun budaya masyarakat pada saat teks itu dilahirkan; kedua,hermeneutika cenderung memandang teks sebagai produk budaya (manusia), dan abai terhadap hal-hal yang sifatnya transenden (ilahiyyah); ketiga, aliran hermneutika sangat plural, karenanya kebenaran tafsir ini menjadi sangat relatif, yang pada gilirannya menjadi repot untuk diterapkan.

Para pendukung metode hermeneutika juga tidak segan-segan memberikan tuduhan yang membabi buta terhadap para ulama Islam yang terkemuka, seperti Imam Syafii yang merumuskan metodologi keilmuwan Islam, yang tidak dikehendaki oleh para pendukung hermeneutika. Para Mufasir, Muhaditsin, dan para ulama Ushul Fiqih yang brilian juga dikenal sebagai Mufasir. Beliau dijadikan panutan para ulama dan umat Islam sedunia. Kekokohan dan ilmunya tidak diragukan. Namun dikalangan pendukung hermeneutika, Imam Syafii dijadikan bahan kritikan bahkan bahan pelecehan.

Dalam buku Fiqih lintas Agama yang diterbitkan oleh Paramadina dan The Asia Foundation, disebutkan: kaum muslim lebih suka terbuai dengan kerangkeng dan belenggu pemikiran fiqih yang dibuat Imam Syafii. Kita lupa, Imam Syafii memang arsitek Ushul Fiqih Yang paling brilian, tapi juga karena Syafiilah pemikiran-pemikiran Fiqih tidak berkembang selama kurang lebih dua belas abad. Sejak Syafii meletakkan kerangka Ushul Fiqihnya, para pemikir Fiqih Muslim tidak mampu keluar dari jjeratan metodologinya. Hingga kini, rumusan Syafii itu diposisikan begitu agung, sehingga bukan saja tak tersentuh kritik, tapa juga lebuh tinggi ketimbang nas-nas Syari (Al-Quran dan Hadits). Buktinya setiap bentuk penafsiran teks-teks selalu tunduk di bawah kerangka Syafii.

Seorang sarjana syariah dari IAIN Semarang, M. Kholidul Adib Ach, menulis sebuah artikel berjudul Al-Quran dan Hegemoni Arabisme, yang secara terbuka menyerang integritas kepribadian dan keilmuwan Imam Syafii. Ia menuduh bahwa pemikiran-pemikiran Imam Syafii dirumuskan untuk mengokohkan hegemoni Quraisy. Sebagaimana telah disebutkan pada bagian sebelumnya, ia menulis:

Syafii memang terlihat sangat serius melakukan pembelaan terhadap Al-Quran Mushaf Utsmani, untuk mempertahankan hegemoni Quraisy. Maka, dengan melihat realitas tersebut diatas, sikap moderat Syafii adalah moderat semu. Dan sebenarnya sikap Syafii yang demikian itu, tak lepas dari bias ideologis Syafii terhadap suku Quraisy.

Penulis artikel itu dengan berani menyerang Imam Syafii hanya berdasarkan kepada buku Nasr Hamid Abu Zayd berjudul Al-Imam asy-Syafii wa Tasis al Idulijiyyah al-Wasithiyyah. Melalui bukunya ini Abu Zayd menuduh bahwa pembelaan Imam Syafii terhadap kemurnian bahasa Al-Quran dari pengaruh bahasa asing sebenarnya hanyalah penekanan adanya kekuasaan serta hegemoninya Quraisy terhadap bahasa Arab dan tidak lepas dari bias ideologisnya

Jika Imam Syafii dikritik dan dicerca, maka upaya perumusan metedologi tafsir model baru yang dilakukan kaum pembaru Islam (hermeneutika) justru dipuji-puji. Ini bisa dilihat dari berbagai tulisan pendukung hermeneutika. Dalam memberikan pujiannyaterhadap gerakan pembaharu Islam tahun 1970-an (neo-modernisme), Rektor UIN Jakarta, Azyumardi Azra mencata: Bila didekati secara mendalam, dapat ditemui bahwa gerakan pembaharu yang terjadi sejak tahun tujuh puluhan memiliki komitmen yang cukup kuat untuk melestarikan tradisi (turats) dalam satu bingkai analisis yang kritik dan sistematis. Pemikiran para tokohnya didasari kepedulian yang sangat kuat untuk melakukan formulasi metedologis yang konsisten dan Universal terhadap penafsiran Al-Quran suatu penafsiran yang rasional yang peka terhadap konteks kultural dan historis dari teks Kitab suci dan konteks masyarakat modern yang memerlukan bimbingannya.

Jika dicermati berbagai tulisan para pendukung hermeneutika ini, biasanya mereka bersikap sangat kritis tehadap para ulama Islam, tetapi mereka menjiplak begitu saja berbagai teori Hermeneutika atau pemikiran dari para orientalis dan cendekiawan Barat, dengan tanpa sikap kritis sedikitpun. Para pendukung Hermeneutika dan pencerca ulama-ulama Islam ini, biasanya dengan sangat ringan mengutip pendapat-pendapat Imanuel Kant, Paul Richour, Habermas, Michel Foucoult, Antonio Gramsci, dan sebagainya, dengan tanpa sikap kritis, dengan mudahnya menjiplak gagasan mereka untuk diaplikasikan terhadapa Al-Quran.

Sebenarnya tidak terlalu sulit untuk membaca arah para pendukung hermeneutika untuk Al-Quran mereka sejatinya ingin mengubah Islam agar bisa disesuaikan dengan zaman Modern. Mereka ingin Islam yang baru bukan Islam yang dulu dipahami oleh para Sahabat, tabiin, tabiit tabiin.

BAB IIIPENUTUP

Pro-kontra yang tak kunjung usai tentang hermeneutika tidak akan memberikan dampak positif terhadap perkembangan keilmuwan keislaman, justru semakin menstagnasi keilmuwan itu sendiri. Menurut hemat penulis, penggunaan hermeneutika sebagai sebuah metode tafsir dapat diapresiasi, lantaran ini mampu menstimulasi perkembangan keilmuwan keislaman. Hermeneutika dalam hal ini tidak seharusnya dipandang sebelah mata, apalagi ketika banyak cendekiawan muslim mencercanya karena sejarah hermeneutika itu sendiri, yakni muncul pertama kali untuk menafsiri Bibel. Padahal hermeneutika itu sendiri berkembang dari zaman ke zaman, baik itu teori-teori yang digunakan hingga aplikasi terhadap teori tersebut.

Sehingga penulis setuju apabila hermeneutika disejajarkan dengan teori tafsir yang ada. Dengan kata lain, hermeneutika sebagai mitra tafsir, dengan mempertimbangkan teori-teori yang telah dikemukakan di atas, yakni teori kesadaran sejarah dan pra-pemahaman, teori fusion of horizons, dan teori aplikasi (Anwendung). Sementara itu, teori tafsir yang telah ada, diposisikan sebagai tolak ukur yang lain untuk mempertahankan validitas penafsiran terhadap teks itu sendiri. Akhirnya, kehadiran hermeneutika merupakan stimulan demi perkembangan keilmuwan keislaman.DAFTAR PUSTAKAFaiz, Fahruddin. Hermeneutika Al-Quran Tema-Tema Kontroversial Cet V. Jogyakarta : Elsaq Press. 2011.

Hariyono, Pandangan Adian Husaini Terhadap Aplikasi Hermenutika Dalam Studi Islam.Yogyakarta: Skripsi Fakultas Ushuluddin Studi Agama dan Pemikiran Islam, 2010.

Husaini, Adian. Abdurrahman Al-Baghdadi. Hermeneutika & Tafsir Al-Quran. Jakarta: Gema Insani. 2008.

Husaini, Adian. Hegemoni Kristen-Barat dalam Studi Islam di Perguruan Tinggi.Yogyakarta: Gema Insani. 2006

Syamsuddin, Sahiron. Hermenutika dan Pengembangan Ulumul Quran. Yogyakarta: Pesantren Nawesea Press. 2009._______, Hermeneutika Hans-George Gadamaer dan Pengembangan Ulumul Quran dan Pembacaan Al-Quran Pada Masa Kontemporer dalam Syafaatun Almirzanah dan Sahiron Syamsuddin (Ed.), Upaya Integrasi Hermeneutika dalam Kajian Al-Quran dan Hadis (Teori dan Praktek).Yogyakarta: Lembaga Penelitian UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2011.

Fahruddin Faiz, Hermeneutika Al-Quran Tema-Tema Kontroversial Cet V (Elsaq Press:Jogyakarta, 2011) Hlm 43-44

Hariyono, Pandangan Adian Husaini Terhadap Aplikasi Hermenutika Dalam Studi Islam (Yogyakarta: Skripsi Fakultas Ushuluddin Studi Agama dan Pemikiran Islam, 2010), hlm. 62.

Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika Hans-George Gadamaer dan Pengembangan Ulumul Quran dan Pembacaan Al-Quran Pada Masa Kontemporer dalam Syafaatun Almirzanah dan Sahiron Syamsuddin (Ed.), Upaya Integrasi Hermeneutika dalam Kajian Al-Quran dan Hadis, hlm. 43

Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika Hans-George Gadamaer dan Pengembangan Ulumul Quran dan Pembacaan Al-Quran Pada Masa Kontemporer dalam Syafaatun Almirzanah dan Sahiron Syamsuddin (Ed.), Upaya Integrasi Hermeneutika dalam Kajian Al-Quran dan Hadis. 44

Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika Hans-George Gadamaer dan Pengembangan Ulumul Quran dan Pembacaan Al-Quran Pada Masa Kontemporer dalam Syafaatun Almirzanah dan Sahiron Syamsuddin (Ed.), Upaya Integrasi Hermeneutika dalam Kajian Al-Quran dan Hadis, hlm. 45.

Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika Hans-George Gadamaer dan Pengembangan Ulumul Quran dan Pembacaan Al-Quran Pada Masa Kontemporer dalam Syafaatun Almirzanah dan Sahiron Syamsuddin (Ed.), Upaya Integrasi Hermeneutika dalam Kajian Al-Quran dan Hadis. 44

Sahiron Syamsuddin, Hermenutika dan Pengembangan Ulumul Quran, hlm. 1; Yudian Wahyudi, Ushul Fikih versus Hermeneutika: Membaca Islam dari Kanada dan Amerika (Yogyakarta: Pesantren Nawesea Press, 2006), hlm. 36; Hasan Hanafi,Hermenutika Al-Quran?, terj. Yudian Wahyudi dan Hamdiah Latif, hlm. 36.

Adian Husaini, Hegemoni Kristen-Barat dalam Studi Islam di Perguruan Tinggi (Yogyakarta, Gema Insani, 2006), hlm. 153-155

Adian Husaini, Abdurrahman Al-Baghdadi, Hermeneutika & Tafsir Al-Quran (Gema Insani:Jakarta, 2008) Hlm, 27-31.

2