SUKU SIMALUNGUN_SIMALUNGUN TRIBE
-
Upload
eljuni-edin-girsang -
Category
Education
-
view
977 -
download
11
description
Transcript of SUKU SIMALUNGUN_SIMALUNGUN TRIBE
SUKU SIMALUNGUNSuku Simalungun atau juga disebut Batak Simalungun
adalah salah satu suku asli dari provinsi Sumatera
Utara, Indonesia, yang menetap di Kabupaten
Simalungun dan sekitarnya. Beberapa sumber
menyatakan bahwa leluhur suku ini berasal dari
daerah India Selatan. Sepanjang sejarah suku ini terbagi
ke dalam beberapa kerajaan. Marga asli penduduk
Simalungun adalah Damanik, dan 3 marga pendatang
yaitu, Saragih, Sinaga, dan Purba. Kemudian marga marga
(nama keluarga) tersebut menjadi 4 marga besar di Simalungun.
Orang Batak menyebut suku ini sebagai suku "Si Balungu" dari legenda hantu yang
menimbulkan wabah penyakit di daerah tersebut, sedangkan orang Karo menyebutnya
Timur karena bertempat di sebelah timur mereka.
Asal-usul
Terdapat berbagai sumber mengenai asal usul Suku
Simalungun, tetapi sebagian besar menceritakan
bahwa nenek moyang Suku Simalungun berasal dari
luar Indonesia.
Kedatangan ini terbagi dalam 2 gelombang [1]:
1. Gelombang pertama (Simalungun Proto ),
diperkirakan datang dari Nagore (India
Selatan) dan pegunungan Assam (India Timur)
di sekitar abad ke-5, menyusuri Myanmar,
ke Siam dan Malaka untuk selanjutnya menyeberang ke Sumatera Timur dan
mendirikan kerajaan Nagur dari Raja dinasti Damanik.
2. Gelombang kedua (Simalungun Deutero), datang dari suku-suku di
sekitar Simalungun yang bertetangga dengan suku asli Simalungun.
Pada gelombang Proto Simalungun di atas, Tuan Taralamsyah Saragih menceritakan
bahwa rombongan yang terdiri dari keturunan dari 4 Raja-raja besar dari Siam dan
India ini bergerak dari Sumatera Timur ke daerah Aceh, Langkat, daerah Bangun Purba,
hingga ke Bandar Kalifah sampai Batubara.
Kemudian mereka didesak oleh suku setempat hingga bergerak ke daerah
pinggiran danau Toba dan Samosir.
Pustaha Parpandanan Na Bolag (pustaka Simalungun kuno) mengisahkan
bahwa Parpandanan Na Bolag (cikal bakal daerah Simalungun) merupakan kerajaan
tertua di Sumatera Timur yang wilayahnya bermula dari Jayu (pesisir Selat Malaka)
hingga ke Toba. Sebagian sumber lain menyebutkan bahwa wilayahnya
meliputi Gayo dan Alas di Aceh hingga perbatasan sungai Rokan di Riau.
Kini, di Kabupaten Simalungun sendiri, Akibat derasnya imigrasi, suku Simalungun
hanya menjadi mayoritas di daerah Simalungun Atas.
Kehidupan masyarakat Simalungun
Sistem mata pencaharian orang Simalungun yaitu bercocok tanam dengan padi dan jagung, karena padi adalah makanan pokok sehari-hari dan jagung adalah makanan tambahan jika hasil padi tidak mencukupi. Jual-beli diadakan dengan barter, bahasa yang dipakai adalah bahasa dialek. "Marga" memegang peranan penting dalam soal adat Simalungun. Jika dibandingkan dengan keadaan Simalungun dengan suku Batak yang lainnya sudah jauh berbeda.
Sistem Politik
Pada masa sebelum Belanda masuk ke Simalungun, suku ini terbagi ke dalam 7 daerah
yang terdiri dari 4 Kerajaan dan 3 Partuanan.[4]
Kerajaan tersebut adalah:
1. Siantar (menandatangani surat tunduk pada belanda tanggal 23 Oktober 1889,
SK No.25)
2. Panei (Januari 1904, SK No.6)
3. Dolok Silou
4. Tanoh Djawa (8 Juni 1891, SK No.21)
Sedangkan Partuanan (dipimpin oleh seseorang yang bergelar "tuan") tersebut terdiri
atas:
1. Raya (Januari 1904, SK No.6)
2. Purba
3. Silimakuta
Kerajaan-kerajaan tersebut memerintah secara swaparaja. Setelah Belanda datang
maka ketiga Partuanan tersebut dijadikan sebagai Kerajaan yang berdiri sendiri secara
sah dan dipersatukan dalam Onderafdeeling Simalungun.
Dengan Beslit tanggal 24 April 1906 nomor 1 kemudian diperkuat lagi dengan Besluit
tanggal 22 Januari 1908 nomor 57, Raja Siantar Sang Nahualu dinyatakan dijatuhkan
dari tahtanya selaku Raja Siantar oleh pemerintah Hindia Belanda. Pemerintahan
kerajaan Siantar, menunggu akil baligh Tuan Kodim dipimpin oleh suatu Dewan
Kerajaan terdiri dari Tuan Marihat, Tuan Sidamanik dan diketuai oleh Kontelir
Simalungun.
Setelah dibuangnya Raja Siantar Sang Naualuh dan Perdana Menterinya Bah Bolak oleh
Belanda dalam tahun 1906 ke Bengkalis, maka sudah ratalah kini jalan untuk
memaksakan Dewan Kerajaan Siantar yang diketuai Kontelir Belanda itu dan
dibentuklah Besluit tanggal 29-7-1907 nomor 254 untuk membuat Pernyataan Pendek
(Korte Verklaring) takluknya Siantar kepada Pemerintah Hindia Belanda. Dari isi surat-
surat dokumen Belanda dapatlah direka yang tersirat bahwa dimakzulkannya dari tahta
Siantar Tuan Sang Nahualu dan dibuangnya ia bersama perdana menterinya Bah Bollak
ke Bengkalis 1906, adalah terutama karena background : Ia bersama hampir seluruh
Orang-orang Besar Kerajaan Siantar adalah anti penjajahan Belanda; bahwa
merembesnya propaganda Islam ke Simalungun khususnya dan Tanah Batak umumnya
tidaklah disenangi oleh penjajah Belanda.
Pada 16 Oktober 1907 oleh Tuan Torialam (Tuan Marihat) dan Tuan Riah Hata (Tuan
Sidamanik), melalui Verklaring (Surat Ikrar), dinyatakan tunduk kepada Belanda.
Dalam butir satu dari Verklaring yang memakai aksara Arab Melayu dengan Bahasa
Melayu dan aksara Latin dengan Bahasa Belanda itu, tertulis, “
Ten eerste: dat het landschap Siantar een gedeelte uitmaakt van Nederlandsch Indie en
derhalve staat onder de heerschappij van Nederland..” (Pertama: bahwa wilayah
Siantar merupakan bagian dari Hindia Belanda dan karena itu berada di bawah
kerajaan Belanda…). Masih ditambahkan bahwa akan setia kepada Ratu Belanda dan
Gubernur Jenderal.
Sejak Surat Ikrar Torialam dari Marihat dan Riah Hata dari Sidamanik itu, Kerajaan
Siantar akhirnya di bawah pengawasan Belanda. Belanda kemudian menobatkan putra
Sang Naualuh bukan dari permaisuri, yang masih teramat muda, Tuan Riah Kadim
menjadi raja pengganti. Tuhan Riah Kadim yang masih polos itu kemudian diserahkan
Belanda kepada Pendeta Zending Guillaume di Purba. Pada Tahun 1916, Tuhan Riah
Kadim diubah namanya menjadi Waldemar Tuan Naga Huta dan diakui Belanda sebagai
Raja.( Suntingan dari Muhar Omtatok , Erond Damanik dan Juandaha Raya Purba
Dasuha).
Selain 3 partuanan yang tersebut atas masih terdapat beberapa partuaan yang lain
antara lain:
1. Parbalogan (tuan parbalogan op.Dja Saip Saragih Napitu) yang wilayahnya dari
parmahanan hingga ke tigaras
2. Si Tahan Batoe Toean Van Si Polha , Si Ria Kadi Toean Van Manik Si Polha , Toean
Gurasa Dolok Sumurung / Bandar Sipolha , Toean Intan Pulo Bosar Sipolha , Tuan
Kalabosar ( Dolok Maraja Sipolha ), Tuan Paraloangin ( Jambur Na Bolag
Sipolha ), Tuan Parangsangbosi ( Paribuan Sipolha ) semua Keturunan Raja
Naposo Damanik.
3. Si Tahan Batoe Toean Van Si Polha / Toean Laen / Nai Tukkup , salah satu
keturunannya adalah Tuan Jahutar Damanik dan Tuan Humala Sahkuda Damanik
( Hutabolon Sipolha ) orang tua dari: Tuan Djapurba Damanik, Tuan Djabagus
Damanik, Tuan Djabanten Damanik, mantan Bupati Kabupaten Simalungun,
Tuan Djahormat Damanik, Mora br.Damanik, Mayun br. Damanik.
4. Si Ria Kadi Toean Van Manik Si Polha / Toean Markadim / Nai Simin ,
keturunannya sebagai berikut pada no 5 , 6 , 7 :
5. Tuan Paraloangin Damanik ( Tuan Jambur Na Bolag Sipolha ) dengan laweinya
Radja Israel Sinaga Prapat dari Parapat salah satu keturunannya adalah Tuan
Labuhan Asmin Damanik ( Tuan Jambur Na Bolag berikutnya ) keturunannya
adalah Prof.DR SC Reynold Kamrol Damanik ( USU ) , Prof DR David Tumpal
Damanik ( USA ) , Cand.DR.Ec Daulat Damanik MA. ( Jerman ).
6. Tuan Parangsangbosi Damanik ( Tuan Paribuan Sipolha ) salah satu
keturunannya adalah Brigjen Pol (Purn) Muller Damanik , SH ( Mantan Rektor USI
P.Siantar).
7. Tuan Kalabosar Damanik ( Tuan Dolok Maraja Sipolha ) salah satu keturunannya
adalah Ir. Syamsirun Damanik ( mantan salah satu Direktur Kem. Pertanian RI ) ,
Drs Pangsa Damanik.
8. Toean Gurasa Dolok Sumurung / Bandar Sipolha , salah satu keturunannya
Mayjen TNI (Purn) Pieter Damanik ( Mantan Dubes RI di Philipina ) , Ir Djagunung
Damanik , Revol Damanik.
9. Sipintu angin (tuan op.S.Saragih Turnip) merupakan orang tua dari Saragih Ras.
Yang hingga kini tugunya (tugu hoda bottar)masih terlihat di Perbatasan
Panatapan Ds.Tigaras
DENGAN KORT VERKLARING, 16 OKTOBER 1907, BELANDA MEMBAGI KERAJAAN
SIANTAR MENJADI 37 PERBAPAAN dan tuan SAUADIM, DAMANIK KE XV, PERBAPAAN
DARI BANDAR diangkat BELANDA MENJADI RAJA SIANTAR yang berakhir sampai tahun
Revolusi Simalungun 1946.
3. SURAT IKRAR
Bahwa ini ikrar kami :
Si Tori Alam , Tuan Marihat dan Si Ria Hata Tuan Sidamanik.
Yaitu : bersama masuk komisi pemerintahan jajahan negeri Siantar mengaku tiga
perkara yang tersebut di bawah ini , yaitu :
Pasal yang pertama.
Bermula ikrar kami bahwa sesungguhnya negeri Siantar jadi suatu bahagian daripada
Hindia Nederland , maka takluklah negeri Siantar itu kepada kerajaan Belanda , maka
wajiblah atas kami selama-lamanya bersetia kepada Baginda Sri Maharaja Belanda dan
kepada wakil baginda yaitu Sri Paduka yang dipertuan besar Gubernur Jenderal Hindia
Nederland , maka oleh Sri Paduka yang dipertuan besar Gubernur dikurniakan kepada
kami jabatan pemerintahan di dalam Negeri Siantar.
Pasal yang kedua.
Maka mengakulah dan berjanjilah kami , bahwa kami tiada akan membicarakan suatu
apa dari pada ikwal kami dengan Raja - raja yang asing , melainkan musuh Baginda Sri
Maharaja itu musuh kami , begitu juga sahabat Sri Maharaja Belanda itu Sahabat kami
adanya.
Pasal yang ketiga.
Bahwa mengakulah dan berjanjilah kami , bahwa sesungguhnya segala peraturan hal
ikwal Siantar , baik yang telah diaturkan , baik yang akan diikrarkan oleh atau dengan
nama Baginda Sri Paduka yang dipertuan besar Gubernur Jenderal Hindia Nederland
atau wakilnya semua pengaturan itu kami hendak menjalankan akan segala perintah
yang diperintahkan kepada kami , baik oleh Sri paduka yang dipertuan besar Gubernur
Jenderal baik oleh wakilnya , semua perintah itu kami hendak menurutkan juga adanya.
Demikianlah Ikrar yang telah kami mengaku dengan bersumpah di Pematang Siantar
pada enam belas Oktober 1907, dan tersurat tiga helai yang sama bunyinya.
Si Tori Alam
Si Ria Hata
( Anggota dari komisi Kerajaan Siantar )
Disaksikan oleh Si Jure Lucan O'Brien , Controleur Simalungun. Ikrar ini disyahkan dan
dikuatkan pada tanggal 22 Januari , 1908.
Gubernur Jenderal Hindia Belanda
d.t.o
( V.Heutz )
4. Proces - Verbal / Berita Acara.
Pada hari ini tanggal 16 Oktober 1907 hadir di hadapan saya Jure Lucan O'Brien .
Controleur Simalungun.
Op heden , den Zestienden october negentien honderd en zevend , voor mij , J.L.O'Brien
, Controleur van Simeloengoen.
1. Si Saoeadim , Toean Van Bandar
2. Si Badjandin , Toean Van Bandar Poelau (salah 1 keturunannya adalah Drs. Tuan
Zulkarnain Damanik, MM, Bupati Simalungun periode 2005-2010)
3. Si Kani , Toean Van Bandar Bajoe
4. Si Djamin , pemangkoe Van Toean Negeri Bandar
5. Si Mia , Toean Van Si Malangoe
6. Si Kama , Roumah Suah
7. Si Bisara , Nagodang
8. Si Djommaihat , Toean Kahaha
9. Si Djarainta , Toean Boentoe
10.Si Djandioeroeng , Toean Dolok Siantar
11.Si Silim , Toean Van Bandar Sakoeda
12.Si Djontahali , Toean Van Mariah Bandar
13.Si Rimmahala , Toean Van Naga Bandar
14.Si Kadim , Toean Van Bandar Tonga
15.Si Tongma , Bah Bolak Van Pematang Siantar
16.Si Naman , Toean Van Lingga
17.Si Djaha , Toean Van Bangoen
18.Si Djibang , Toean Van Dolok Malela
19.Si Djandiain , Toean Van Silo Bajoe
20.Si Lampot , Toean Van Djorlang Hataran
21.Si Djanji-arim , Toean Van Maligas Bandar
22.Si Djadi , Toean Van Sakuda
23.Si Radjawan , Toean Van Gunung Maligas
24.Si Djaoelak , Toean Van Tamboen
25.Si Tahan Batoe , Toean Van Si Polha
26.Si Ria Kadi , Toean Van Manik Si Polha
27.Si Ganjang , Toean Van Repa
28.Si Djoinghata , Toean Van Pagar Batoe
29.Si Djaingot , Toean Van Si Lampoeyang
30.Si Djaoeroeng , Toean Van Gadjing
31.Si Mahata , Toean anggi Van Sidamanik
32.Si Bandar , Toean Manik Hataran
33.Si Takkang , Toean Van Tamboen Rea
34.Si Rian , Toean Van Manik Maradja
35.Si Marihat , Toean Van Perbalogan
36.Si Pinggan , Toean Van Hoeta Bajoe
37.Si Djoegmahita , Toean Van Manggoetoer
Dimana mereka sebagai para kepala kerajaan / perbapaan , dihadapan saya telah
menerangkan dan bersetuju dengan keterangan yang dibuat ini hari oleh komisi
kerajaan Siantar dengan kehadirannya atas sumpah dan dikuatkan dalam ikrar ini.
Demikian diperbuat ikrar ini berdasarkan berita acara dengan tiga rangkap.
Pematang Siantar , 16 Oktober 1907.-
Controleur Simalungun.
d.t.o
( Jure Lucan O'Brien )
( dalam Tulisan , Jahutar Damanik , NPV : 2.029.293, Raja Sang Naualuh , Sejarah
Perjuangan Kebangkitan Bangsa Indonesia , Medan medio 1981 cetak ulang tahun 1987
)
Partuanan-partuanan ini tidak pernah tunduk kepada pemerintahan Belanda saat itu, di
daerah dilakukan perlawanan perlawanan kecil secara bergerilya.
Bahasa & Aksara
Suku Simalungun menggunakan Bahasa Simalungun
(bahasa simalungun: hata/sahap Simalungun) sebagai
bahasa Ibu. Derasnya pengaruh dari suku-suku di sekitarnya
mengakibatkan beberapa bagian Suku Simalungun
menggunakan bahasa Melayu, Karo, Batak, dan sebagainya.
Penggunaan Bahasa Batak sebagian besar disebabkan
penggunaan bahasa ini sebagai bahasa pengantar oleh
penginjil RMG yang menyebarkan agama Kristen pada Suku
Ini.
Aksara yang digunakan suku Simalungun disebut
aksara Surat Sisapuluhsiah.
Kepercayaan
Bila diselidiki lebih dalam suku Simalungun memiliki berbagai kepercayaan yang berhubungan
dengan pemakaian mantera-mantera dari "Datu" (dukun) disertai persembahan kepada roh-roh
nenek moyang yang selalu didahului panggilan kepada Tiga Dewa yang disebut Naibata,
yaitu Naibata di atas (dilambangkan dengan warna Putih), Naibata di tengah (dilambangkan dengan
warna Merah), dan Naibata di bawah (dilambangkan dengan warna Hitam). 3 warna yang mewakili
Dewa-Dewa tersebut (Putih, Merah dan Hitam) mendominasi berbagai ornamen suku Simalungun
dari pakaian sampai hiasan rumahnya.
Orang Simalungun percaya bahwa manusia dikirim ke dunia
oleh naibata dan dilengkapi dengan Sinumbah yang dapat
juga menetap di dalam berbagai benda, seperti alat-alat dapur
dan sebagainya, sehingga benda-benda tersebut harus
disembah. Orang Simalungun menyebut roh orang mati
sebagai Simagot. Baik Sinumbah maupun Simagot harus
diberikan korban-korban pujaan sehingga mereka akan
memperoleh berbagai keuntungan dari kedua sesembahan
tersebut.[8]
Patung Sang Budha menunggang Gajah koleksi Museum
Simalungun, yang menunjukkan pengaruh ajaran Budha pada Masyarakat Simalungun.
Ajaran Hindu dan Budha juga pernah mempengaruhi kehidupan di Simalungun, hal ini terbukti
dengan peninggalan berbagai patung dan arca yang ditemukan di beberapa tempat di Simalungun
yang menggambarkan makna Trimurti (Hindu) dan Sang Buddhayang menunggangi Gajah (Budha).
Marga
Harungguan Bolon
Terdapat empat marga asli suku Simalungun yang populer dengan akronimSISADAPUR, yaitu:
Si naga
Sa ragih
Da manik
Pur ba
Keempat marga ini merupakan hasil dari
“Harungguan Bolon” (permusyawaratan
besar) antara 4 raja besar untuk tidak saling
menyerang dan tidak saling bermusuhan
(marsiurupan bani hasunsahan na legan, rup
mangimbang munssuh). Rumah Bolon Raja Purba di Pematang Purba, Simalungun
Keempat raja itu adalah[10]:
Raja Nagur bermarga Damanik Damanik berarti Simada Manik (pemilik manik), dalam bahasa Simalungun, Manik
berarti Tonduy, Sumangat, Tunggung, Halanigan (bersemangat, berkharisma, agung/terhormat,
paling cerdas).
Damanik adalah marga atau morga dari suku Simalungun yang aslinya berasal dari daerah yang
bernama Simalungundi provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Damanik berarti Simada
Manik (pemilik manik), yang mana dalam bahasa Simalungun Manik berarti Tonduy, Sumangat,
Tunggung, Halanigan (bersemangat, berkharisma, agung/terhormat, paling cerdas). TM. Muhar
Omtatok menguraikan bahwa Damanik merupakan marga tertua dari suku Simalungun dan
Batak. TM Muhar Omtatok juga mengungkapkan bahwa Damanik telah ada sejak kepercayaan
lokal ada di Sumatera.
Asal-usul
Beberapa versi sumber sejarah menyatakan bahwa leluhur marga Damanik dan marga-marga lain
dalam Suku Simalungun berasal dari Nagore (India Selatan) dan Pegunungan Assam (India Timur)
di sekitar abad ke-5 , menyusuriBirma, ke Siam dan Malaka untuk selanjutnya menyeberang ke
Sumatera Timur dan mendirikan Kerajaan Nagur dari raja dinasti Damanik.[1]
Tuan Taralamsyah Saragih menceritakan bahwa rombongan yang terdiri dari keturunan dari 4 Raja-
raja besar dari Siam dan India ini bergerak dari Sumatera Timur ke Aceh, Langkat, Bangun Purba,
hingga ke Bandar Khalipah sampaiBatubara.
Pada abad ke-12, keturunan Raja Nagur mendapat serangan dari Raja Rajendra Chola I dari India,
yang mengakibatkan terusirnya mereka dari Pamatang Nagur di daerah Pulau Pandan hingga
terbagi menjadi 3 bagian sesuai dengan jumlah puteranya:[2]
Marah Silau (yang menurunkan Raja Manik Hasian, Raja Jumorlang, Raja Sipolha, Raja
Siantar, Tuan Raja Sidamanik dan Tuan Raja Bandar)
Soro Tilu (yang menurunkan marga raja Nagur di sekitar gunung Simbolon: Damanik Nagur,
Bayu, Hajangan, Rih, Malayu, Rappogos, Usang, Rih, Simaringga, Sarasan, Sola)
Timo Raya (yang menurunkan raja Bornou, Raja Ula dan keturunannya Damanik Tomok)
Selain itu datang marga keturunan Silau Raja, Ambarita Raja, Gurning Raja, Malau Raja, Limbong,
Manik Raja yang berasal dari Pulau Samosir dan mengaku Damanik di Simalungun.
Jika dirunut dari Dinasti Nagur, Damanik merupakan turunan dari Raja Nagur, yaitu Marah Silau –
yang menurunkan Raja Manik Hasian, Raja Jumorlang, Raja Sipolha, Raja Siantar, Tuan Raja
Sidamanik dan Tuan Raja Bandar, Soro Tilu – yang menurunkan marga raja Nagur di sekitar
gunung Simbolon: Damanik Nagur, Bayu, Hajangan, Rih, Malayu, Rappogos, Usang, Rih,
Simaringga, Sarasan, Sola, serta Timo Raya – yang menurunkan raja Bornou, Raja Ula dan
keturunannya Damanik Tomok)
Selain itu datang marga keturunan Silau Raja, Ambarita Raja, Gurning Raja, Malau Raja, Limbong,
Manik Raja yang mengaku sub-clan Damanik di Simalungun.
Damanik merupakan morga (marga) asli dan tertua di Simalungun. Jika Damanik diberi arti Simada
Manik (pemilik manik), maka Damanik berarti Pemilik Tonduy, Sumangat, Tunggung, Halanigan
(bersemangat, berkharisma, agung/terhormat, paling cerdas).
Sejak zaman Nagur, Damanik telah menjadi leader bagi tamadun marga lainnya. Sebagai marga
bangsawan awal, Damanik mengatur tatanan kesimalungunan.
Jika direnungkan bahwa tiap-tiap raja goraha non Damanik adalah menantu Damanik sebagai Raja
kala itu. Bukan sebuah ungkapan berlebihan jika Damanik mempengaruhi dan mewarnai etnografi,
linguistik, sosiokultur maupun genetika marga lain.
Jika sebagian saudara kita, mengaitkan Damanik dengan Manik. Tentu Damanik boleh berbangga
atas tawaran persaudaraan tersebut. Namun jika dilihat dari perjalanan panjang morga Damanik
dalam tinjauan habonaron, maka sebuah kebenaran tidaklah boleh ditiadakan.
Justru kata ‘Damanik’ dan ‘Manik’ yang hanya dibedakan suku kata ‘Da’ menjadi menarik untuk
dikaji.
Jika didengar bunyi-bunyi lingual condong berubah karena lingkungannya. Dengan demikian,
perubahan bunyi tersebut bisa berdampak pada dua kemungkinan. Apabila perubahan itu tidak
sampai membedakan makna atau mengubah identitas fonem, maka bunyi-bunyi tersebut masih
merupakan alofon atau varian bunyi dari fonem yang sama. Dengan kata lain. perubahan itu masih
dalam lingkup perubahan fonetis. Tetapi, apabila perubahan bunyi itu sudah sampai berdampak
pada pembedaan makna atau mengubah identitas fonem, maka bunyi-bunyi tersebut merupakan
alofon dari fonem yang berbeda. Dengan kata lain, perubahan itu disebut sebagai perubahan
fonemis.
Penghilangan bunyi fonemis sebagai akibat upaya penghematan atau ekonomisasi pengucapan
disebut Zeroisasi dalam ilmu bahasa. Peristiwa ini biasa terjadi pada penuturan bahasa-bahasa di
dunia, termasuk bahasa-bahasa di Indonesia.
Dalam bahasa Indonesia yang berakar dari bahasa Melayu, kita menemukan banyak kata yang
berubah dari aslinya. Misalnya, kata Sahaya menjadi Saya, Dahulu menjadi Dulu, Tetapi menjadi
Tapi, dan lainnya.
Jika di Simalungun, kata Danau disebut Laut, sebutan yang diperuntukkan untuk sumber kumparan
air yang besar, yang juga diperuntukkan untuk menyebut kata laut seperti dalam Bahasa Indonesia.
Kata ‘Laut’ tersebut mengalami perubahan ketika disebutkan dalam bahasa Karo, menjadi ‘Lau’,
dan terus bergeser pada bahasa Batak Toba menjadi ‘ Tao”. Sehingga keasliannya bisa kita
urutkan menjadi: Laut (Simalungun) – Lau (Karo) – Tao (Batak Toba).
Jika diklasifikasikan zeroisasi, paling tidak ada tiga jenis, yaitu aferesis, apokop, dan sinkop. Kata
Damanik dan Manik masuk dalam Aferesis, yaitu proses penghilangan atau penanggalan satu atau
lebih fonem pada awal kata. Misalnya: tetapi menjadi tapi, peperment menjadi permen, upawasa
menjadi puasa. Pada kata-kata itu tampak jelas yang mana kata terdahulu dan kata berikutnya.
Kata Tetapi, Pepermint dan Upawasa adalah lebih tua ketimbang kata Tapi, Permen maupun
Puasa.
Begitu halnya dengan Damanik dan Manik,yang tampak terjawab kini. Yaitu Damanik adalah lebih
tua atau terdahulu ketimbang Manik.
Disini dikatakan bahwa Damanik bukanlah afiliasi atau sub-clan dari marga lain, baik yang ada di
Simalungun maupun di luar Simalungun.
“PERJALANAN SIMALUNGUN/DAMANIK DALAM TINJAUAN HABONARON”
Oleh Sauhur ( M. Muhar Omtatok )
DAMANIK DAN RANJI SERAT TUBUH
Ranji Serat Tubuh merupakan keilmuan kuno di masa animisme dan dinamisme. Ilmu ini
memuasalkan huruf dengan titik-titik maya di tubuh manusia. Huruf atau carakan Jawa yakni ha na
ca ra ka dan seterusnya diyakini penghayatnya sebagai sabda pangandikanipun dari Tuhan di
Tanah Jawa.
Ketika agama-agama berikutnya masuk ke Nusantara, Keilmuan kuno ini mengalami adaptasi.
Huruf Hijaiyah dalam Bahasa Arab yang masuk ke Nusantara bersama masuknya Islam. Dianggap
juga memiliki kharisma mistis, sehingga Ilmu Ranji Tubuh-pun menggunakan huruf-huruf import
tersebut.
Keilmuan warisan leluhur ini sering pula dikaitkan dengan elemen-elemen tertentu, misalnya Bumi,
Air, Api, Udara, dan Ether. Filsuf Yunani, Empedocles (492-432 SM) menyebutnya sebagai 4 ‘akar‘
atau 4 ‘dasar‘. Hippocrates (460~377 SM), Bapak Kedokteran, juga menggunakan konsep keempat
elemen ini untuk pengobatan, yaitu teori bahwa penyakit timbul akibat ketidakseimbangan 4 cairan
dalam tubuh (Humorism). Di India, kelima elemen ini sudah dikenal sejak dari munculnya
kebudayaan atau filsafat Hindu dan Buddha. Begitu juga di China dan Jepang.
Di India, Ilmu Ranji Tubuh hingga kini sangat popular. Diyakini bahwa pada tubuh memiliki titik-titik
maya yang mereka sebut dengan Chakra. Maka Aura sebagai manifestasi warna tubuh, dikatakan
muncul dari chakra tersebut.
Di Simalungun, Ranji Serat Tubuh sudah teramat lama ada, sebelum Islam, Kristen dan lainnya
masuk ke Tanoh Namadear ini. Keilmuan sejenis di Simalungun disebut Adjion Rahoet Mahoerei.
Keilmuan ini Dipergunakan sebagai ‘Bohal Manggoluh’ bagi Pandihar (Pesilat) serta penghayat
keilmuan Hadatuan (Pengobatan Tradisi). Di Simalungun klasik, keilmuan ini menggunakan huruf-
huruf dari Surat sappuluh Siah yang dikolaborasikan dengan titik-titik tubuh serta langkah tubuh.
Bagi pemuda-pemuda yang belajar Mandihar (bersilat) dan Hadatuan di Simalungun kala itu,
dianjurkan untuk menghormati pimpinan-pimpinan gaib dari abjad diatas, dengan ritual khusus yang
menyediakan sesaji berupa Ayam Merah yang disusun diatas daun dan diletakkan di tikar yang
masih baru, sira pege yaitu cocolan garam, lada dan jahe 7 iris, bunga kembang sepatu 7 tangkai.
Semua bahan ini dilingkari dengan benang putih.Dalam sebuah pustaha laklak diterangkan, bahan
diatas dilengkapi dengan nira, air, rudang, minyak saloh, beras sangrai yang dibuat tepung, 19
lembar sirih, kue nitak (tepung beras dicampur gula aren) serta huruf-huruf dari Aksara Simalungun
yang telah disediakan.
Seluruh murid mengelilingi tikar tempat sesaji dan huruf yang diletakkan, lalu sang Datu membacai
mantra. Berikut contoh mantra yang saya yakini sudah mendapat pengaruh unsur luar, yaitu:
“Borkat ma hamu RAJA I DABIYA, Borkat ma hamu TUAN DIBORAKU, Borkat ma hamu ASAL
NABU, Borkat ma hamu SITUNAGORI, Borkat ma hamu TUWAN NABI ALLI, Borkat ma hamu si
ALAM SADIYA, Borkat ma hamu si ALAM SADIA SAH, Borkat ma hamu si ALAM JAHARI, Borkat
ma hamu TUWAN MARJANDIHI, Borkat ma hamu RAJA SIPORAT NANGGAR, Borkat ma hamu
RAJA ENDAH DUNIYA, Borkat ma hamu RAJA DI PUSUK SUNGEI, Borkat ma hamu TUWAN
NABI ALI MUHAMMAD, Borkat ma hamu TUWAN SI NAHAR NANGKIR, Borkat ma hamu
OMPUNG ANGLAH TAALA, Borkat ma hamu PUWANG AJI BORAIL, harannya ham Puwang ni
Surat Sapuluh Siyah, na mannaikhon hosah, iya Tuwanku Jungjunganku” .
Lalu murid disuruh memilih huruf yang disukainya secara intuitif. huruf inilah yang bisa dijadikannya
sebagai pegangan berupa jimat dan sebagainya untuk menyatukan diri dengan alam gaib. huruf
yang dipilih bisa di jadikan mantra handalan. Dalam Pustaha Laklak, ada beberapa mantra yang
digunakan dengan membaca huruf yang dipilih tadi, membacanya dengan mandoding yaitu
bersenandung; misalnya untuk Pagar Pertahanan.
Kembali ke Adjion Rahoet Mahoerei atau Ilmu Ranji Serat Tubuh ala Simalungun. Dalam keilmuan
yang dalam tulisan ini sekadar sebagai bahan kajian saja, ada disebutkan 4 huruf inti sebagai pusat
Tonduy, Sumangat yang mampu melahirkan kekuatan tenagadalam. Empat huruf itu adalah ‘Da –
Ma – Na – K’.
‘Da – Ma – Na – K’ disebutkan mempunyai tempat khusus di tubuh. (Da) berfungsi sebagai ‘Daoh-
daoh’, yaitu memukul dari posisi tidak langsung namun bisa melumpuhkan lawan. Da ini terletak
pada titik di kening diantara dua alis dan beberapa tempat lain dengan jurus dihar tertentu pula.
(Ma) berfungsi sebagai ‘Magang’, yaitu membuat tubuh berkharisma dan disegani lawan maupun
kawan. Ma ini terletak pada titik di atas mata sebelah atas alis dan tempat lain pada tubuh.
(Na) berfungsi sebagai ‘Nae’, yaitu kaki yang mampu melangkah gesit dan melangkah ke sasaran
yang tepat. Na terletak pada titik di bawah kemaluan serta di beberapa titik lain pada tubuh.
Sedangkan (K) tidak berhuruf karena ia adalah ‘Kurusani’, yaitu elemen induk besi yang diyakini
sudah diberikan ‘Naibata’ sejak lahir di dalam tubuh. Jika dilatih dan dihidupkan, Kurusani atau
indung ni bosi ini mampu membuat kebal, kekuatan dan ketahanan tubuh.
Dari uraian ini, saya menarik hipotesa bahwa selain berasal dari Simada Manik yaitu yang memiliki
kharisma spiritual; Damanik adalah sebutan yang berasal dari urutan huruf ‘Da – Ma – Na – K’
tersebut, hingga selanjutnya disebut ‘Da – Ma – Ni – K’.
Kelebihan yang terkandung dari serat ranji tubuh ‘Da – Ma – Na – K’, yang mampu melumpuhkan
lawan, memiliki tubuh berkharisma dan disegani lawan maupun kawan, mampu melangkah gesit
dan melangkah ke sasaran yang tepat serta terlahir kebal, kuat dan memiliki ketahanan tubuh,
adalah ejawantah dari Marga Damanik, sejak masa awal, Nagur, Siantar dan kiranya sampai kini.
Inilah bukti “PERJALANAN SIMALUNGUN/DAMANIK DALAM TINJAUAN HABONARON”,
sebagai etnis/marga tua yang berbudaya dan memiliki peradaban yang tinggi.
Sistem Politik
Pada masa sebelum Belanda masuk ke Simalungun, suku ini terbagi ke dalam 7 daerah yang terdiri
dari 4 Kerajaan dan 3 Partuanan.[4]
Kerajaan tersebut adalah:
1. Siantar (menandatangani surat tunduk pada belanda tanggal 23 Oktober 1889, SK No.25) 2. Panei (Januari 1904, SK No.6) 3. Dolok Silou 4. Tanoh Djawa (8 Juni 1891, SK No.21)
Sedangkan Partuanan (dipimpin oleh seseorang yang bergelar "tuan") tersebut terdiri atas:
1. Raya (Januari 1904, SK No.6) 2. Purba 3. Silimakuta
Kerajaan-kerajaan tersebut memerintah secara swaparaja. Setelah Belanda datang maka ketiga
Partuanan tersebut dijadikan sebagai Kerajaan yang berdiri sendiri secara sah dan dipersatukan
dalam Onderafdeeling Simalungun.
Dengan Beslit tanggal 24 April 1906 nomor 1 kemudian diperkuat lagi dengan Besluit tanggal 22
Januari 1908 nomor 57, Raja Siantar Sang Nahualu dinyatakan dijatuhkan dari tahtanya selaku
Raja Siantar oleh pemerintah Hindia Belanda. Pemerintahan kerajaan Siantar, menunggu akil baligh
Tuan Kodim dipimpin oleh suatu Dewan Kerajaan terdiri dari Tuan Marihat, Tuan Sidamanik dan
diketuai oleh Kontelir Simalungun.
Setelah dibuangnya Raja Siantar Sang Naualuh dan Perdana Menterinya Bah Bolak oleh Belanda
dalam tahun 1906 ke Bengkalis, maka sudah ratalah kini jalan untuk memaksakan Dewan Kerajaan
Siantar yang diketuai Kontelir Belanda itu dan dibentuklah Besluit tanggal 29-7-1907 nomor 254
untuk membuat Pernyataan Pendek (Korte Verklaring) takluknya Siantar kepada Pemerintah Hindia
Belanda. Dari isi surat-surat dokumen Belanda dapatlah direka yang tersirat bahwa dimakzulkannya
dari tahta Siantar Tuan Sang Nahualu dan dibuangnya ia bersama perdana menterinya Bah Bollak
ke Bengkalis 1906, adalah terutama karena background : Ia bersama hampir seluruh Orang-orang
Besar Kerajaan Siantar adalah anti penjajahan Belanda; bahwa merembesnya propaganda Islam
ke Simalungun khususnya dan Tanah Batak umumnya tidaklah disenangi oleh penjajah Belanda.
Pada 16 Oktober 1907 oleh Tuan Torialam (Tuan Marihat) dan Tuan Riah Hata (Tuan Sidamanik),
melalui Verklaring (Surat Ikrar), dinyatakan tunduk kepada Belanda.
Dalam butir satu dari Verklaring yang memakai aksara Arab Melayu dengan Bahasa Melayu dan
aksara Latin dengan Bahasa Belanda itu, tertulis, “
Ten eerste: dat het landschap Siantar een gedeelte uitmaakt van Nederlandsch Indie en derhalve
staat onder de heerschappij van Nederland..” (Pertama: bahwa wilayah Siantar merupakan bagian
dari Hindia Belanda dan karena itu berada di bawah kerajaan Belanda…). Masih ditambahkan
bahwa akan setia kepada Ratu Belanda dan Gubernur Jenderal.
Sejak Surat Ikrar Torialam dari Marihat dan Riah Hata dari Sidamanik itu, Kerajaan Siantar akhirnya
di bawah pengawasan Belanda. Belanda kemudian menobatkan putra Sang Naualuh bukan dari
permaisuri, yang masih teramat muda, Tuan Riah Kadim menjadi raja pengganti. Tuhan Riah Kadim
yang masih polos itu kemudian diserahkan Belanda kepada Pendeta Zending Guillaume di Purba.
Pada Tahun 1916, Tuhan Riah Kadim diubah namanya menjadi Waldemar Tuan Naga Huta dan
diakui Belanda sebagai Raja.( Suntingan dari Muhar Omtatok , Erond Damanik dan Juandaha Raya
Purba Dasuha).
Selain 3 partuanan yang tersebut atas masih terdapat beberapa partuaan yang lain antara lain:
1. Parbalogan (tuan parbalogan op.Dja Saip Saragih Napitu) yang wilayahnya dari
parmahanan hingga ke tigaras
2. Si Tahan Batoe Toean Van Si Polha , Si Ria Kadi Toean Van Manik Si Polha , Toean
Gurasa Dolok Sumurung / Bandar Sipolha , Toean Intan Pulo Bosar Sipolha , Tuan
Kalabosar ( Dolok Maraja Sipolha ), Tuan Paraloangin ( Jambur Na Bolag Sipolha ), Tuan
Parangsangbosi ( Paribuan Sipolha ) semua Keturunan Raja Naposo Damanik.
3. Si Tahan Batoe Toean Van Si Polha / Toean Laen / Nai Tukkup , salah satu keturunannya
adalah Tuan Jahutar Damanik dan Tuan Humala Sahkuda Damanik ( Hutabolon Sipolha )
orang tua dari: Tuan Djapurba Damanik, Tuan Djabagus Damanik, Tuan Djabanten
Damanik, mantan Bupati Kabupaten Simalungun, Tuan Djahormat Damanik, Mora
br.Damanik, Mayun br. Damanik.
4. Si Ria Kadi Toean Van Manik Si Polha / Toean Markadim / Nai Simin , keturunannya
sebagai berikut pada no 5 , 6 , 7 :
5. Tuan Paraloangin Damanik ( Tuan Jambur Na Bolag Sipolha ) dengan laweinya Radja Israel
Sinaga Prapat dari Parapat salah satu keturunannya adalah Tuan Labuhan Asmin Damanik
( Tuan Jambur Na Bolag berikutnya ) keturunannya adalah Prof.DR SC Reynold Kamrol
Damanik ( USU ) , Prof DR David Tumpal Damanik ( USA ) , Cand.DR.Ec Daulat Damanik
MA. ( Jerman ).
6. Tuan Parangsangbosi Damanik ( Tuan Paribuan Sipolha ) salah satu keturunannya adalah
Brigjen Pol (Purn) Muller Damanik , SH ( Mantan Rektor USI P.Siantar).
7. Tuan Kalabosar Damanik ( Tuan Dolok Maraja Sipolha ) salah satu keturunannya adalah Ir.
Syamsirun Damanik ( mantan salah satu Direktur Kem. Pertanian RI ) , Drs Pangsa
Damanik.
8. Toean Gurasa Dolok Sumurung / Bandar Sipolha , salah satu keturunannya Mayjen TNI
(Purn) Pieter Damanik ( Mantan Dubes RI di Philipina ) , Ir Djagunung Damanik , Revol
Damanik.
9. Sipintu angin (tuan op.S.Saragih Turnip) merupakan orang tua dari Saragih Ras. Yang
hingga kini tugunya (tugu hoda bottar)masih terlihat di Perbatasan Panatapan Ds.Tigaras
DENGAN KORT VERKLARING, 16 OKTOBER 1907, BELANDA MEMBAGI KERAJAAN SIANTAR
MENJADI 37 PERBAPAAN dan tuan SAUADIM, DAMANIK KE XV, PERBAPAAN DARI BANDAR
diangkat BELANDA MENJADI RAJA SIANTAR yang berakhir sampai tahun Revolusi Simalungun
1946.
3. SURAT IKRAR
Bahwa ini ikrar kami :
Si Tori Alam , Tuan Marihat dan Si Ria Hata Tuan Sidamanik.
Yaitu : bersama masuk komisi pemerintahan jajahan negeri Siantar mengaku tiga perkara yang
tersebut di bawah ini , yaitu :
Pasal yang pertama.
Bermula ikrar kami bahwa sesungguhnya negeri Siantar jadi suatu bahagian daripada Hindia
Nederland , maka takluklah negeri Siantar itu kepada kerajaan Belanda , maka wajiblah atas kami
selama-lamanya bersetia kepada Baginda Sri Maharaja Belanda dan kepada wakil baginda yaitu Sri
Paduka yang dipertuan besar Gubernur Jenderal Hindia Nederland , maka oleh Sri Paduka yang
dipertuan besar Gubernur dikurniakan kepada kami jabatan pemerintahan di dalam Negeri Siantar.
Pasal yang kedua.
Maka mengakulah dan berjanjilah kami , bahwa kami tiada akan membicarakan suatu apa dari pada
ikwal kami dengan Raja - raja yang asing , melainkan musuh Baginda Sri Maharaja itu musuh kami ,
begitu juga sahabat Sri Maharaja Belanda itu Sahabat kami adanya.
Pasal yang ketiga.
Bahwa mengakulah dan berjanjilah kami , bahwa sesungguhnya segala peraturan hal ikwal
Siantar , baik yang telah diaturkan , baik yang akan diikrarkan oleh atau dengan nama Baginda Sri
Paduka yang dipertuan besar Gubernur Jenderal Hindia Nederland atau wakilnya semua
pengaturan itu kami hendak menjalankan akan segala perintah yang diperintahkan kepada kami ,
baik oleh Sri paduka yang dipertuan besar Gubernur Jenderal baik oleh wakilnya , semua perintah
itu kami hendak menurutkan juga adanya. Demikianlah Ikrar yang telah kami mengaku dengan
bersumpah di Pematang Siantar pada enam belas Oktober 1907, dan tersurat tiga helai yang sama
bunyinya.
Si Tori Alam
Si Ria Hata
( Anggota dari komisi Kerajaan Siantar )
Disaksikan oleh Si Jure Lucan O'Brien , Controleur Simalungun. Ikrar ini disyahkan dan dikuatkan
pada tanggal 22 Januari , 1908.
Gubernur Jenderal Hindia Belanda
d.t.o
( V.Heutz )
4. Proces - Verbal / Berita Acara.
Pada hari ini tanggal 16 Oktober 1907 hadir di hadapan saya Jure Lucan O'Brien . Controleur
Simalungun.
Op heden , den Zestienden october negentien honderd en zevend , voor mij , J.L.O'Brien ,
Controleur van Simeloengoen.
1. Si Saoeadim , Toean Van Bandar 2. Si Badjandin , Toean Van Bandar Poelau 3. Si Kani , Toean Van Bandar Bajoe 4. Si Djamin , pemangkoe Van Toean Negeri Bandar 5. Si Mia , Toean Van Si Malangoe 6. Si Kama , Roumah Suah 7. Si Bisara , Nagodang 8. Si Djommaihat , Toean Kahaha 9. Si Djarainta , Toean Boentoe 10. Si Djandioeroeng , Toean Dolok Siantar 11. Si Silim , Toean Van Bandar Sakoeda 12. Si Djontahali , Toean Van Mariah Bandar 13. Si Rimmahala , Toean Van Naga Bandar 14. Si Kadim , Toean Van Bandar Tonga 15. Si Tongma , Bah Bolak Van Pematang Siantar 16. Si Naman , Toean Van Lingga 17. Si Djaha , Toean Van Bangoen 18. Si Djibang , Toean Van Dolok Malela 19. Si Djandiain , Toean Van Silo Bajoe 20. Si Lampot , Toean Van Djorlang Hataran 21. Si Djanji-arim , Toean Van Maligas Bandar
22. Si Djadi , Toean Van Sakuda 23. Si Radjawan , Toean Van Gunung Maligas 24. Si Djaoelak , Toean Van Tamboen 25. Si Tahan Batoe , Toean Van Si Polha 26. Si Ria Kadi , Toean Van Manik Si Polha 27. Si Ganjang , Toean Van Repa 28. Si Djoinghata , Toean Van Pagar Batoe 29. Si Djaingot , Toean Van Si Lampoeyang 30. Si Djaoeroeng , Toean Van Gadjing 31. Si Mahata , Toean anggi Van Sidapmanik 32. Si Bandar , Toean Manik Hataran 33. Si Takkang , Toean Van Tamboen Rea 34. Si Rian , Toean Van Manik Maradja 35. Si Marihat , Toean Van Perbalogan 36. Si Pinggan , Toean Van Hoeta Bajoe 37. Si Djoegmahita , Toean Van Manggoetoer
Dimana mereka sebagai para kepala kerajaan / perbapaan , dihadapan saya telah menerangkan
dan bersetuju dengan keterangan yang dibuat ini hari oleh komisi kerajaan Siantar dengan
kehadirannya atas sumpah dan dikuatkan dalam ikrar ini. Demikian diperbuat ikrar ini berdasarkan
berita acara dengan tiga rangkap.
Pematang Siantar , 16 Oktober 1907.-
Controleur Simalungun.
d.t.o
( Jure Lucan O'Brien )
( dalam Tulisan , Jahutar Damanik , NPV : 2.029.293, Raja Sang Naualuh , Sejarah Perjuangan
Kebangkitan Bangsa Indonesia , Medan medio 1981 cetak ulang tahun 1987 )
Partuanan-partuanan ini tidak pernah tunduk kepada pemerintahan Belanda saat itu, di daerah
dilakukan perlawanan perlawanan kecil secara bergerilya.
Raja Banua Sobou bermarga Saragih Saragih dalam bahasa Simalungun berarti Simada Ragih, yang mana Ragih berarti atur, susun,
tata, sehingga simada ragih berarti Pemilik aturan atau pengatur, penyusun atau pemegang
undang-undang.
Saragih adalah marga atau morga dari suku Simalungun yang aslinya berasal dari daerah yang
bernama Simalungun di provinsi Sumatera Utara, Indonesia.
Etimologi
Secara Etimologis, Saragih berasal dari "simada ragih" dalam bahasa Simalungun, yang mana
"ragih" berarti atur, susun, tata, sehingga simada ragih berarti pemilik aturan atau pengatur,
penyusun atau pemegang undang-undang.
Asal-usul
Beberapa versi sumber sejarah menyatakan bahwa leluhur marga saragih berasal dari
Selatan India, yang melakukan perjalanan ke Sumatera Timur ke daerah Aceh, Langkat,
daerah Bangun Purba, hingga ke Bandar Kalifah sampaiBatubara.
Akibat desakan suku setempat, mereka kemudian bergerak ke daerah
pinggiran Toba dan Samosir [1] .
Marga Saragih pertama (Hasusuran-1) itu sendiri muncul saat salah
seorang Puanglima (Panglima) dari kerajaan Nagur dijadikan menantu oleh Raja Nagur dan
selanjutnya mendirikan satu kerajaan baru di Raya (di sekitar daerah yang kini
disebut Pematang Raya, Simalungun).
Daftar Raja Kerajaan Raya:
1. Tuan Si Pinang Sori
2. Raja Raya, Tuan Lajang Raya
3. Raja Raya Simbolon (Namanya memakai nama wilayah kerajaannya, sebab tidak diketahui
lagi siapa nama aslinya)
4. Raja Gukguk
5. Raja Unduk
6. Raja Denggat
7. Raja Minggol
8. Raja Poso
9. Raja Nengel
10. Raja Bolon
11. Raja Martuah
12. Raja Raya Tuan Morahkalim
13. Raja Raya Tuan Jimmahadim, Tuan Huta Dolog
14. Raja Raya Tuan Rondahaim
15. Raja Raya Tuan Sumayan (Kapoltakan)
16. Raja Raya Tuan Gomok (Bajaraya)
17. Tuan Yan Kaduk Saragih Garingging
Sebagian suku Batak Toba mengklaim bahwa marga Saragih dari suku Simalungun berasal
dari Samosir (daerah yang dipercayai sebagai asal-usul suku Batak Toba) dan termasuk
kelompok marga-marga yang disebut Parna (PomparAn ni Raja Nai Ambaton). Paham ini
banyak ditentang oleh Marga Saragih karena belum adanya dokumen yang mendukung hal ini
dan terutama karena bertentangan dengan isi pustaha (dokumen tua Simalungun) dan
buku tarombo (silsilah dan sejarah marga) yang diteruskan secara turun temurun di kalangan
marga Saragih.
Submarga Saragih
Saragih terdiri dari banyak sub-marga, antara lain:
1. Garingging
1. Dasalak
2. Dajawak
3. Permata
2. Damuntei
3. Sumbayak
4. Siadari
5. Siallagan
6. Sidabalok
7. Sidabukke
8. Sidabutar
9. Sidauruk
10.Sigalingging
11.Sijabat
12.Simanihuruk
13.Simarmata
14.Sitanggang
15.Sitio
16.Napitu
17.Rumahorbo
18.Tamba
19.Tinambunan
20.Turnip
21.Nasionggang
22.Saing
Tokoh terkenal SARAGIH
Tokoh-tokoh terkenal yang bermarga Saragih adalah:
H. A. Yunus Saragih, Bupati Langkat Bill Amirsjah Rondahaim Saragih.
"Bill" Amirsjah Rondahaim Saragih Garingging , musisi jazz terkenal yang lama merantau ke luar
negri.
Prof. Dr. Bungaran Saragih , menteri Pertanian di kabinet Indonesia Bersatu danKabinet Gotong
Royong Pemerintahan Indonesia.
Edy Aman Saragih, Bupati pertama Kabupaten Nias Selatan.
Henry Saragih , koordinator Internasional La Via Campesina dan Ketua UmumSerikat Petani
Indonesia (SPI).
Guru Jason Saragih, Bapak / Pelopor Pendidikan Simalungun.
dr. Djasamen Saragih, warga Simalungun pertama yang
menjadi Dokter
Pdt. Djaulung Wismar Saragih Sumbayak
Orang Simalungun pertama yang menjadi
seorang pendeta.[2]
Penyusun Kamus Simalungun pertama.
Orang Indonesia pertama yang menterjemahkan Alkitab
ke dalam bahasa Nusantara (bahasa Simalungun).[3]
Kimar Saragih, ketua Pengadilan Tinggi Sumatera Utara.
Kristupa Saragih , fotografer terkenal Indonesia dan pengasuh dari fotografer.net.
Muhar Omtatok
Budayawan & Spritualis,
Ketua Forum Komunikasi Paranormal & Penyembuh Alternatif Ind - FKPPAI Sumut
Ketua Umum Majelis Kaji Metafisika
Sekretaris Umum Yayasan Simalungun Sauhur
Tuan Rondahaim Saragih Garingging, raja Raya, pejuang yang ditunjuk menjadiraja
goraha (panglima perang) kerajaan-kerajaan di Simalungun dalam melawanBelanda.
Tambah Tuah Saragih, (lebih dikenal dengan julukan Pangulu Damak) spiritualis
TS Mardjans Saragih, mantan Danrem Kalimantan Barat dan Kasdam Tanjung Pura
Raja Banua Purba bermarga Purba
Purba adalah salah satu marga atau morga dari empat marga asli dari suku Simalungun yang
aslinya berasal dari daerah yang bernama Simalungun di provinsi Sumatera Utara, Indonesia
Purba menurut bahasa berasal dari bahasa Sansekerta yaitu Purwa yang berarti timur, gelagat
masa datang, pegatur, pemegang Undang-undang, tenungan pengetahuan, cendekiawan/sarjana.
Kerajaan PurbaPurba adalah marga dari Raja di kerajaan Banua Purba, salah satu kerajaan yang pernah ada
di daerah Simalungun. Raja Purba memiliki keturunan: Tambak, Sigumonrong, Tua, Sidasuha
(Sidadolog, Sidagambir). Kemudian ada lagi Purba Siborom Tanjung, Pakpak, Girsang, Tondang, Sihala, Raya.
Pada abad ke-18 ada
beberapa
marga Simamora dariBakkara melalui Samosir untuk kemudian menetap diHaranggaol dan
mengaku dirinya Purba. Purba keturunan Simamora (kemungkinan Purba Sigulang Batu),Purba
Manorsa (Purba manorsa adalah purba parhorbo yang asalnya dari Toba yaitu huta simamora
nabolak terus merantau ke simanalungun) dan tinggal di Tangga Batu dan Purbasaribu.
Sebagian orang percaya bahwa keturunan Simamora inilah yang menjadi leluhur marga Purba
yang ada di daerah Simalungun. Keturunan Simamora ini menetap dan beranak cucu di daerah
tersebut dan keturunannya dianggap sebagai orang Simalungun dan bukan lagi keturunan
orang Toba (beda dengan Purba Sigulang Batu), yang menjadi leluhurnya. semakin lama
keturunan Purba ini semakin banyak hingga jumlahnya menjadi lebih besar dari Purba Sigulang
Batu yang tidak merantau ke tanah Simalungun.
Pada tahun 1996, salah satu putra dari Raja Siboro diculik dan dinyatakan menghilang berserta
ketiga saudaranya.
Raja-Raja Kerajaan Purba Pak-Pak di Pematang Purba
1. Tuan Pangultop Ultop (1624-1648)
2. Tuan Ranjiman (1648-1669)
3. Tuan Nanggaraja (1670-1692)
4. Tuan Batiran (1692-1717)
5. Tuan Bakkaraja (1718-1738)
6. Tuan Baringin (1738-1769)
7. Tuan Bona Batu (1769-1780)
8. Tuan Raja Ulan (1781-1769)
9. Tuan Atian (1800-1825)
10. Tuan Horma Bulan (1826-1856)
11. Tuan Raondop (1856-1886)
12. Tuan Rahalim (1886-1921)
13. Tuan Karel Tanjung (1921-1931)
14. Tuan Mogang (1933-1947)
15. Tuan Ricky Herianto Purba (1985- sekarang )
Submarga Purba
Purba terdiri dari banyak sub-marga, antara lain:
1. GIRSANG
1. Girsang Jabu Bolon2. Girsang Na Godang3. Girsang Parhara4. Girsang Rumah Parik5. Girsang Bona Gondang
2. Pakpak
3. Raya
4. Siboro
5. Siborom Tanjung
6. Sidasuha
1. Sidadolog
2. Sidagambir
7. Sigumonrong
Figure 1_YAN APUL GIRSANG
8. Sihala
9. Silangit
10.Tambak
11.Tambun Saribu
12.Tanjung
13.Tondang
14.Tua
Selain dari sub marga di atas, beberapa suku yang hidup di
sekitar daerah Simalungun juga berbaur dengan penduduk
bermarga Purba dan mengakibatkan timbulnya afiliasi marga-
marga lain dengan marga Purba, antara lain: Manorsa,
Simamora, Sigulang Batu, Parhorbo, Sitorus dan Pantomhobon.
Purba Tanjung
Purba Tanjung berasal dari Sipinggan, Simpang Haranggaol,
Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun. Beberapa sumber
menyatakan bahwa "Tanjung" pada marga ini berasal dari lokasi
kampung Sipinggan yang merupakan sebuah Tanjung di Danau
Toba, arah Haranggaol.
Keturunan Purba Tanjung berasal dari garis keturunan Ompung
Marsahan Omas (dalam bahasa Indonesia berarti Bercawan Emas, karena kebiasaannya minum
dari cawan Emas), yang adalah keturunan Purba Parhorbo. Marsahaan Omas memiliki keturunan
bernama Bongguran yang memiliki kebiasaan "maranggir" (mandi air jeruk purut) di sekitar
kampung Nagori, dengan menggunakan cawan emas.
Marsahan Omas memiliki 3 keturunan:
1. Tuan Siborna
2. Nahoda Raja
3. Namora Soaloon
Nahoda Raja memiliki anak bernama Raja Omo yang merupakan Purba Tanjung pertama yang
bermukim di Sipinggan.
Daftar silsilah Purba Tanjung adalah sebagai berikut:
1. Raja Omo
2. Raja Girahma
3. Raja Na Ijombai Gabur
4. Raja Napinajongjong
5. Raja Daniel Igor Jakarta (3 bersaudara), menghilang
Figure 2_JUNIVER GIRSANG
Figure 3_Drs. Persadaan Girsang, M.Si
Figure 4_Junimart Girsang
6. Raja Pusia
7. Paulus Purba Tanjung (6 bersaudara)
8. Markus Purba Tanjung (P Siantar)
9. James M. Purba Tanjung (Bandung)
10.Gabriel Radewa Purba Tanjung (Bandung)
Raja Saniang Naga bermarga Sinaga Sinaga berarti Simada Naga, dimana Naga dalam mitologi dewa dikenal sebagai penebab Gempa
dan Tanah Longsor.
Sinaga adalah salah satu marga pada suku Simalungun. Pada masyarakat
Simalungun marga Sinaga merupakan bagian dari perkumpulan empat marga
besar SISADAPUR. Pada versi lain, Sinaga juga dianggap sebagai salah
satumarga pada Suku bangsa Batak yang berasal dari Pulau Samosir.
Asal-usul
Versi BATAK Toba
Menurut versi Toba, Sinaga adalah satu diantara marga-marga tertua di dalam
kumpulan Marga Suku Batak. Dalam cerita masyarakat Batak, Raja Batak memiliki anak yang
bernama Guru Tetea Bulan yang menikahi Putri Khayangan dan melahirkan dua anak yaitu Nai
Lontungan dan Sumba. Nai Lontungan kemudian memiliki 5 putra yaitu Raja Uti, Saribu Raja,
Limbong Mulana, Sagala Raja, Silau Raja, dan 1 putri yaitu Boru Pareme. Saribu Raja menikahi
Boru Pareme dan memiliki keturunan yang diberi nama Si Raja Lontung. Si Raja Lontung
menikahi Ibu Kandungnya tadi dan memiliki 4 anak, yaitu:
Sinaga, Situmorang, Pandiangan dan Nainggolan. Si Raja Lontung kemudian merantau ke
TepianDanau Toba dan menikah dengan Boru Limbong dan memiliki anak 3 anak
(Simatupang, Aritonang dan Siregar) dan 2 orang putri yang masing-masing menikah dengan
marga Sihombing dan Simamora. Anak Si Raja Lontung yang pertama yaitu Sinaga memiliki
Tiga Putra yaitu:
1. Bonor
2. Ratus
3. Uruk.
Ketiga anaknya ini kemudian masing-masing memiliki Tiga Putra.
Berdasarkan silsilah diataslah maka di Marga Sinaga terdapat sebuah Istilah yaitu Si Sia Ama,
Si Tolu Ompu yang berarti "memiliki Sembilan Bapak dan Tiga Ompu(kakek)."
Dalam perkembangannya Keturunan Sinaga merantau ke seluruh wilayah Tanah Batak, hal
tersebut mengakibatkan terciptanya marga-marga baru (sub Marga) Sinaga, namun marga-
marga baru tersebut tetap meyakini bahwa leluhur mereka adalah Sinaga. Adapun Marga-
Marga tersebut antara lain Parangin-angin (Karo).
Versi BATAK Simalungun
Menurut versi Simalungun, Sinaga menjadi salah satu dari 4 marga asli suku Simalungun saat
terjadi “Harungguan Bolon” (permusyawaratan besar) antara 4 raja besar (Raja Nagur, Raja
Banua Sobou, Raja Banua Purba, Raja Saniang Naga) untuk tidak saling menyerang dan tidak
saling bermusuhan (marsiurupan bani hasunsahan na legan, rup mangimbang munssuh).
Keturunan dari Raja Saniang Naga di atas adalah marga Sinaga di Kerajaan Tanah
Jawa, Batangiou di Asahan. Saat kerajaan Majapahit melakukan ekspansi di Sumatera pada
abad XIV, pasukan dari Jambi yang dipimpin Panglima Bungkuk melarikan diri ke kerajaan
Batangiou dan mengaku bahwa dirinya adalah Sinaga. Menurut Taralamsyah Saragih, nenek
moyang mereka ini kemudian menjadi raja Tanoh Djawa dengan marga Sinaga
Dadihoyong setelah ia mengalahkan Tuan Raya Si Tonggang marga Sinaga dari kerajaan
Batangiou dalam suatu ritual adu sumpah (Sibijaon).[1]
Beberapa sumber mengatakan bahwa Sinaga keturunan raja Tanoh Djawa berasal dari India,
salah satunya adalah menurut Tuan Gindo Sinaga keturunan dari Tuan Djorlang Hatara.
Beberapa keluarga besar Partongah Raja Tanoh Djawa menghubungkannya dengan daerah
Naga Land (Tanah Naga) di India Timur yang berbatasan dengan Myanmar yang memang
memiliki banyak persamaan dengan adat kebiasaan, postur wajah dan anatomi tubuh serta
bahasa dengan suku Simalungun dan Batak lainnya.[2]
Submarga Sinaga
Perbauran suku asli Simalungun dengan suku-suku di sekitarnya menimbulkan afiliasi marga-
marga lain dengan Sinaga. Marga-marga tersebut antara lain Sipayung, Sihaloho, Sinurat,
dan Sitopu.
Tokoh terkenal
Dolorosa Sinaga, pematung terkenal Indonesia
MSM Sinaga, mantan Bupati Kabupaten Tapanuli Utara
Restu Sinaga
Saktiawan Sinaga, atlet sepak bola anggota tim
nasional Indonesia
Cirus Sinaga, Jaksa
Indra Perdana Sinaga, Vokalis Band LYLA
Marga-marga perbauran SIMALUNGUN
Perbauran suku asli Simalungun dengan suku-suku di sekitarnya di Pulau Samosir, Silalahi, Karo,
dan Pakpakmenimbulkan marga-marga baru.
Selain itu ada juga marga-marga lain yang bukan marga Asli Simalungun tetapi kadang merasakan
dirinya sebagai bagian dari suku Simalungun, seperti Lingga, Manurung, Butar-butar dan
Sirait.
Perkerabatan Simalungun
Orang Simalungun tidak terlalu mementingkan soal silsilah karena
penentu partuturan (perkerabatan) di Simalungun adalah hasusuran (tempat asal nenek moyang)
dan tibalni parhundul (kedudukan/peran) dalam horja-horja adat (acara-acara adat). Hal ini bisa
dilihat saat orang Simalungun bertemu, bukan langsung bertanya “aha marga ni ham?” (apa marga
anda) tetapi “hunja do hasusuran ni ham (dari mana asal-usul anda)?"
Hal ini dipertegas oleh pepatah Simalungun “Sin Raya, sini Purba, sin Dolog, sini Panei. Na ija pe
lang na mubah, asal ma marholong ni atei” (dari Raya, Purba, Dolog, Panei. Yang manapun tak
berarti, asal penuh kasih).
Sebagian sumber menuliskan bahwa hal tersebut disebabkan karena seluruh marga raja-raja
Simalungun itu diikat oleh persekutuan adat yang erat oleh karena konsep perkawinan antara raja
dengan “puang bolon” (permaisuri) yang adalah puteri raja tetangganya. Seperti raja Tanoh Djawa
dengan puang bolon dari Kerajaan Siantar (Damanik), raja Siantar yang puang bolonnya dari
Partuanan Silappuyang, Raja Panei dari Putri Raja Siantar, Raja Silau dari Putri Raja Raya, Raja
Purba dari Putri Raja Siantar dan Silimakuta dari Putri Raja Raya atau Tongging.
Adapun Perkerabatan dalam masyarakat Simalungun disebut sebagai partuturan. Partuturan ini
menetukan dekat atau jauhnya hubungan kekeluargaan (pardihadihaon), dan dibagi kedalam
beberapa kategori sebagai berikut:[11]
Tutur Manorus / Langsung
Perkerabatan yang langsung terkait dengan diri sendiri.
Tutur Holmouan / Kelompok
Melalui tutur Holmouan ini bisa terlihat bagaimana berjalannya adat Simalungun
Tutur Natipak / Kehormatan
Tutur Natipak digunakan sebagai pengganti nama dari orang yang diajak berbicara sebagai
tanda hormat.
Pakaian Adat
Sama seperti suku-suku lain di sekitarnya,
pakaian adat suku Simalungun tidak terlepas dari
penggunaan kain Ulos (disebut Uis di suku Karo).
Kekhasan pada suku Simalungun adalah pada
kain khas serupa Ulos yang disebut Hiou dengan
berbagai ornamennya.
Ulos pada mulanya identik dengan ajimat,
dipercaya mengandung "kekuatan" yang bersifat
religius magis dan dianggap keramat serta
memiliki daya istimewa untuk memberikan
perlindungan. Menurut beberapa penelitian
penggunaan ulos oleh suku bangsa Batak,
memperlihatkan kemiripan dengan bangsa Karen
di perbatasan Myanmar, Muangthai dan Laos,
khususnya pada ikat kepala, kain dan ulosnya.[12]
Secara legenda ulos dianggap sebagai salah satu
dari 3 sumber kehangatan bagi manusia
(selain Api dan Matahari), namun dipandang
sebagai sumber kehangatan yang paling nyaman
karena bisa digunakan kapan saja (tidak seperti matahari, dan tidak dapat membakar (seperti api).
Seperti suku lain di rumpun Batak, Simalungun memiliki kebiasaan "mambere hiou" (memberikan
ulos) yang salah satunya melambangkan pemberian kehangatan dan kasih sayang kepada
penerima Hiou. Hiou dapat dikenakan dalam berbagai bentuk, sebagai kain penutup kepala,
penutup badan bagian bawah, penutup badan bagian atas, penutup punggung dan lain-lain.
Hiou dalam berbagai bentuk dan corak/motif memiliki nama dan jenis yang berbeda-beda, misalnya
Hiou penutup kepala wanita disebut suri-suri, Hiou penutup badan bagian bawah bagi wanita
misalnya ragipanei, atau yang digunakan sebagai pakaian sehari-hari yang disebut jabit. Hiou
dalam pakaian penganti Simalungun juga melambangkan kekerabatan Simalungun yang
disebut tolu sahundulan, yang terdiri dari tutup kepala (ikat kepala), tutup dada (pakaian) dan tutup
bagian bawah (abit).
Menurut Muhar Omtatok, Budayawan Simalungun, awalnya Gotong (Penutup Kepala Pria
Simalungun) berbentuk destar dari bahan kain gelap ( Berwarna putih untuk upacara kemalangan,
disebut Gotong Porsa), namun kemudian Tuan Bandaralam Purba Tambak dari Dolog Silou juga
menggemari trend penutup kepala ala melayu berbentuk tengkuluk dari bahan batik, dari
kegemaran pemegang Pustaha Bandar Hanopan inilah, kemudian Orang Simalungun dewasa ini
suka memakai Gotong berbentuk Tengkuluk Batik.