SUKU BUGIS berdasarkan garis keturunan nya.Menurut penelitian dan pencatatan kebudayaan daerah...
Transcript of SUKU BUGIS berdasarkan garis keturunan nya.Menurut penelitian dan pencatatan kebudayaan daerah...
SUKU BUGIS
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Wawasan Budaya Nusantara
Oleh:
BAYU SETYANINGRUMNIM. 14148127
DEINA SAFIRANIM. 14148131
FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN
INSTITUT SENI INDONESIA
SURAKARTA
2015/2016
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat, karunia dan hidayah-Nya kami dapat meyelesaikan makalah tentang Suku
Bugis dengan baik dan tepat waktu. Kami berterimakasih pada Bapak Ranang Agung
Sugihartono ,Spd, M.Sn. selaku dosen mata kuliah wawasan budaya nusantara yang
telah memberikan tugas ini dan membantu merevisi kesalahan makalah.
Kami berharap makalah ini dapat berguna dalam menambah wawasan dan
pengetahuan kita tentang kebudayaan Suku Bugis. Kami juga menyadari sepenuhnya
bahwa makalah ini terdapat kekurangan dan belum sempurna. Oleh sebab tu, kami
berharap adanya kritik dan saran demi perbaikan makalah yang telah kami buat di
masa yang akan datang.
Semoga makala ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Kami
mohon maaf apabila terdapat kata-kata yang kurang tepat di dalam makalah ini.
Surakarta, 27 September 2015
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Lokasi....................................................................................................................1
2.1 Kependudukan......................................................................................................2
3.1 Latar Belakang Sejarah.........................................................................................2
BAB II WUJUD BUDAYA SUKU BUGIS
2.1 Budaya Ide
2.1.1 Hukum Waris...................................................................................................5
2.1.2 Sistem Kemasyarakatan....................................................................................9
2.1.3 Sistem Kekerabatan.........................................................................................10
2.2Budaya Tindakan
2.2.1 Upacara Pernikahan.........................................................................................12
2.2.2 Tari Padupa Bosara..........................................................................................16
2.2.3 Tari Lolosu.......................................................................................................17
2.2.4 Kitab Barzanji..................................................................................................17
2.3 Budaya Artefak/Fisik
2.3.1 Arsitektur Rumah Berpanggung......................................................................18
2.3.2 Baju Bodo........................................................................................................20
2.3.3 Kapal Pinisi......................................................................................................22
2.3..4 Alat Musik Tradisional Suku Bugis................................................................24
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.........................................................................................................27
3.2 Saran...................................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Lokasi
Menurut sumber buku Adat dan Upacara Perkawinan 1979-1978, Suku
bugis berada di provinsi Sulawesi Selatan salah satunya berada di Kabupaten
Wajo.Luas daerah ini adalah 2.422.02 km2. Daerah tersebut terdiri dari tanah
datar,tanah bukit, gunung dan danau,jumlah penduduknya sekitar 368.975
orangDaerah ini terdiri dari 10 kecamatan, 51 desa dan 200 kampung.Dari
tahun ke tahu jumlah masyarakat Wajo bertambah seiring dengan
meningkatnya populasi suku Bugis yang sampai sekarang masih ada.
Gambar 1 Peta Kabupaten Wajo(Sumber :www. Rappang.com )
2
1.2 Kependudukan
Penduduk asli Kabupaten Wajo adalah Suku Bugis yang beragama
beragama Islam.Nenek moyang mereka dari dulu memang menganut ajaran
agama Islam.Sehingga kependudukan Suku Bugis lebih banyak menganut
agaa Islam.Menurut Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan DaerahSulewasi
Selatan tahun 1977-1978, jumlah penduduk Kabupaten Wajo menurut
keadaan tahun 1976, sebanyak 368.975, yang kawin 2.747 pasang, cerai 190
pasang rujuk 1 pasang. (kantor pemda tingkat II Wajo Bahagian Statistik).
1.3 Latar Belakang Sejarah
Masa Legendaris
Mitologi asal usul raja-raja penguasa dunia (menurut sure galigo)yang
menceritakan bertemunya keturunan dari langit dan daridunia bawah yang
bertemu di kerajaan Luwu. Salah seorang putra raja dari Luwu sangat
popular ialah Sawerigading Opunna Ware yang kelak kawin dengan putri
raja cina (Pammana dari Wajo). Inilah yang merupakan sejarah tertua di
daerah Wajo di lokasi kerajaan tersebut ialah Allang Kanangnge Kecamatan
Pammana.
Masa Lontara
Massa terbentuknya masyarakat lompulengeng boli dan cinna cinatabbi
(kira-kira abad 12) pada massa itu susunan masyarakat masih sangat
sederhana dan tata masyarakatnya masih diatur menurut situasi yang masih
sangat sederhana. Pada massa ini belum dikenal sistem pemerintahan yang
teratur tetapi masih bersifat kekeluargaan.Kekuasaan hanya dinilai dari sudut
pandangan kesaktian pimpinan mereka.
3
Masa Pemerintahan “Batara Wajo”
Pada masa ini lembaga (jabatan) raja sudah dikenal dengan gelar batara
(langit) tempat yang tertinggi dan tempat bernaung.Periode ini dimulai dari
kira-kira awal abad XIV. Pada masa mulanya sistem pemerintahan
kebataraan ini berjalan sampai pada masa batara wajo la pateddungi
tomasallangi (1466 - 1469) berbuat sewenang-wenang sehingga keadaan
yang sangat terpaksa dari keselamatan rakyat banyak arung saotanre totaba
dibantu oleh La Tadampare atas nama rakyat menjatuhkan putusan
pemecatan atau pengusiran kepada La Patedungi.Setelah itu terjadila
kekosongan dalam pengisian pimpinan kerajaan.Setelah melalui
musyawarah gelar batara ini berubah menjadi arung moatowa wajo.Arung
matowa 1, ialah la palewe –topalippu (1474 - 1482).
Masa Arung Matowa dalam Suku Bugis
Arung matowa yang terkenal ialah :
a. La taddampare puang ri maggalatung (1491 - 1521)
Terkenal sebagai negarawan dan ahli hukum yang sangat pintar serta
panglima yang ahli.
b. La mungkace toudamang (1567 - 1602)
Negarawan dan panglima perang yang berani
c. La singkarupatan sultan abdu rachman (1607 - 1610)
Berjasa dalam penerimaan agama islam di wajo tahun 1610.
d. Latenrilaitosengngeng (1658 - 1670)
Ikut dalam perang goa bersama Sultan Hasanuddin.Beliau gugur dalam
perang melawan belanda di Tosarak.
e. La maddukelleng (1736 - 1756)
Seorang pelaut yang berani, pejuang yang menentang belanda.
4
Pada masa revolusi kemerdekaan di wilayah ini banyak pejuang gigih
yang gugur dan makam mereka tersebar di daerah kabupaten Wajo seperti di
Gilirang, Tempe, Belawa, Majuleng dan lain-lain.Dalam tahun 1952 saat
pemerintahan gubernur Sulawesi RSudiro daerah Sulawesi selatan yang otonom
itu dibubarkan oleh pemerintahan pusat dan selaku penggantinya dibentuk tujuh
buah daerah otonom.Dalam permulaan tahun 1954 baik di Wajo maupun di
Soppeng banyak tuntutan supaya wilayah masing-masing dijadikan daerah
otonom setingkat kabupaten. Keinginan tersebut baru tercapai pada tahun
1957.Dengan terbentuknya daerah Wajo otonom itu maka berakhirlah bentuk-
bentuk pemerintahan swapraja wajo defacto dan dejure.
5
BAB II
BENTUK BUDAYA
2.1 Wujud budaya Ide
2.1.1 Hukum waris
Hukum waris biasanya di berlakukan ketika orang tua telah
meninggal dunia dan meninggalkan sejumlah harta nya yang akan di bagikan
kepada anak atau cucu nya. Masyarakat suku bugis juga memberlakukan
hukum waris ini. Dimana dalam masyarakat suku bugis yang berlaku adalah
hukum waris menurut islam, namun ada pula hukum waris berdasarkan adat.
Berikut hukum waris dalam agama Islam menurut pengajar pondok
pesantren Al Khoirot di Malang Jawa Timur.
Definisi dan pengertian warisan(FARAID)
Warisan berasal dari bahasa Arab al-irts (ثرإلا) atau al-mirats (ثاريملا)
secara umum bermakna peninggalan (tirkah) harta orang yang sudah
meninggal (mayit). Secara etimologis (lughawi) waris mengandung 2 arti
yaitu (a) tetap dan (b) berpindahnya sesuatu dari suatu kaum kepada kaum
yang lain baik itu berupa materi atau non-materi. Sedang menurut
terminologi fiqih/syariah Islam adalah berpindahnya harta seorang (yang
mati) kepada orang lain (ahli waris) karena ada hubungan kekerabatan atau
perkawinan dengan tata cara dan aturan yang sudah ditentukan oleh Islam
berdasar QS An-Nisa' 4:11-12.
6
Syarat waris Islam menurut pengajar pondok pesantren Al Khoirot di
Malang Jawa Timur.
ada 3 (tiga) yaitu:
1. Meninggalnya seseorang (pewaris) baik secara hakiki maupun
secarahukum (misalnya dianggap telah meninggal).
2. Adanya ahli waris yang hidup secara hakiki pada waktu pewaris
meninggal dunia
3. Seluruh ahli waris diketahui secara pasti, termasuk jumlah bagian
masing-masing.
Rukun warismenurut pengajar pondok pesantren Al Khoirot di Malang Jawa
Timur.di Suku Bugis ada 3 (tiga) yaitu:
1. Pewaris, yakni orang yang meninggal dunia.
2. Ahli waris, yaitu mereka yang berhak untuk menguasai atau menerima
Harta peninggalan waris
3. Harta warisan.
Nama Ahli Waris dan Bagiannya
Dari seluruh ahli waris yang tersebut di bawah ini yang paling penting
dan selalu mendapat bagian warisan ada 5 yaitu anak kandung (laki-laki dan
perempuan), ayah, ibu, istri, suami.Artinya apabila semua ahli waris di
bawah berkumpul, maka yang mendapat warisan hanya kelima ahli waris di
atas.Sedangkan ahli waris yang lain dapat terhalang haknya (hijab/mahjub)
karena bertemu dengan ahli waris yang lebih tinggi seperti cucu bertemu
dengan anak. Daftar nama ahli waris dan rincian bagian harta warisan yang
diperoleh dalam berbagai kondisi yang berbeda.
Ahli Waris Ada Tiga Macam
Ahli warismenurut pengajar pondok pesantren Al Khoirot di Malang
Jawa Timur.
7
ada 3 macam yaitu ashabul furudh yang memiliki bagian yang sudah
ditentukan seperti 1/2, 1/3, 2/3, dst, ahli waris ashabh yang tidak memiliki
bagian yang ditentukan dan ahli waris gabungan keduanya sesuai dengan
kondisi dan situasi ada atau tidak adanya ahli waris yang lain.
Ahli Waris Ashabul Furudh
Ashabul Furudh/Dzawil Furudh saja yaitu Ahli waris dengan bagian
tertentu yaitu ibu, saudara laki seibu, saudara perempuan seibu, nenek dari
ibu atau bapak, suami, istri.
Ahli waris Asabah
Ahli waris asabah saja artinya ahli waris yang menerima bagian sisa
yaitu anak laki, cucu ke bawah, saudara laki kandung, saudara sebapak, anak
saudara laki kandung, anak saudara laki sebapak ke bawah, paman kandung
dari ayah (قيقشلا معلا), paman kandung dari ayah sebapak ( بأل معلا) dan
ke atas, anak laki paman kandung dari ayah (قيقشلا معلا نبإ), anak laki
paman dari ayah sebapak ( بأل معلا نبإ) dan ke bawah.
Ahli Waris Gabungan Ashabul Furudh Dan Asabah
Ahli waris dengan bagian tertentu dan ashabah sekaligus atau
salahsatunya yaitu bapak, kakek, (b) ahli waris ashabul furudh atau ashabah
yaitu anak perepuan satu atau lebih, cucu perempuan dari anak laki (تنب
araduas ,hibel uata utas naupmerep araduas ,hibel uata utas (ن اإلب
perempuan sebapak satu atau lebih.
Ahli Waris Shabul Dzawil Furudh dan Bagiannya
Ahli waris dzawil furudh/ashabul furudh dan bagian-bagian yang telah
ditentukan untuk merekamenurut pengajar pondok pesantren Al Khoirot di
Malang Jawa Timur adalah sbb:
A. Bagian 1/2 (setengah)
- Ahli waris yang mendapat bagian 1/2 dengan syarat tertentu adalah sbb:
8
Suami apabila istri tidak punya anak.
- Anak perempuan apabila sendirian (anak tunggal) dan tidak ada anak
laki-laki (alias saudara kandung).
- Cucu perempuan dari anak laki ( نبإ تنب) apabila sendirian serta tidak
adanya anak perempuan atau ahli waris anak laki-laki.
- Saudara perempuan kandung dalam situasi kalalah[1] dan sendirian serta
tidak ada anak perempuan dan cucu perempuan dari anak laki (تنب
ن). اإلب
- Saudara perempaun sebapak dalam situasi kalalah dan sendirian serta
tidak adanya anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki (تنب
.gnudnak naupmerep araduas nad ,(ن اإلب
B. Bagian 1/4 (seperempat)
Ahli waris yang mendapat bagian 1/4 dengan syarat tertentu adalah sbb:
- Suami apabila ada ahli waris anak laki-laki dari istri.
- Istri apabila tidak ada anak laki-laki.
C. Bagian 1/8 (Seperdelapan)
Yaitu istri apabila ada ahli waris anak laki-laki.
D. Bagian 2/3 (Dua Pertiga)
Yang mendapat bagian 2/3 adalah ahli waris yang mendapat bagian 1/2
(setengah) apabila berkumpul lebih dari satu yaitu :
- Dua anak perempuan atau lebih.
- Dua cucu perempuan dari anak laki-laki atau lebih.
- Dua saudara perempuan kandung atau lebih
- Dua saudara perempaun sebapak atau lebih.
E. Bagian 1/3 (Sepertiga)
Ahli waris yang mendapat bagian 1/3 dengan syarat tertentu adalah sbb:
- Ibu apabila tidak ada anak laki-laki dan saudara laki tidak lebih dari satu.
9
- Dua atau lebih dari saudara laki-laki atau saudara perempuan yang seibu
apabla tidak ada anak laki dan tidak ada bapak/kakek dari pihak laki-laki.
F. Bagian 1/6 (Seperenam)
Ahli waris yang mendapat bagian 1/6 dengan syarat tertentu adalah sbb:
- Bapak apabila ada anak laki-laki.
- Kakek apabila ada anak laki-laki dan tidak ada ayah.
- Ibu apabila ada anak laki-laki atau saudara laki yang lebih dari satu.
- Nenek sebapak atau seibu apabila tidak ada ibu.
- Saudara laki atau saudara perempuan seibu apabila tidak ada salah
satunya serta tidak adanya anak atau bapak/kakek dari pihak laki-laki.
- Cucu perempuan dari anak laki ( nagned naamasreb alibapa (ن نت اإلب ب
anak perempuan yang mendapatkan bagian 1/2 serta tidak adanya cucu
laki-laki dari anak laki (نبإلا نبا).
- Saudara perempuan sebapak apabila bersamaan dengan saudara
perempuan kandung yang mendapat bagian 1/2 serta tidak adanya
saudara laki sebapak.
Hukum waris menurut hukum adat
Hukum waris menurut hukum adat pada masyarakat bugis di bedakan
pula berdasarkan garis keturunan nya.Menurut penelitian dan pencatatan
kebudayaan daerah kementrian pendidikan dan kebudayaan 1979-1978 Yaitu
sebagai berikut,Pada golongan bangsawan warisan jatuh pada anak
perempuan sama dengan pada anaklaki -laki,yaitu satu banding satu,karena
anak wanita juga dapat duduk dalam pemerintahan,sedang anak yang ibunya
bukan bangsawan,tidak berhak mendapat warisanmereka hanya dapat hadiah
dari saudara-saudaranya dan ayahnya yang dalam bahasa bugis disebut
pammase.
2.1.2 Sistem kemasyarakatan
Pengertian sistem kemasyarakatan
Sistem kemasyarakatan adalah sistem yang berlaku dalam suatu
kumpulan masyarakat, tentang bagaimana mereka berinteraksi dan saling
10
berhubungan.Sistem masyarakat di berbagai daerah pun berbeda-beda.Hal
ini disebabkan perbedaan sistem pranata sosial yang berlaku didalam nya.
Sistem kemasyarakatan suku Bugis
Suku Bugis merupakan suku yang menganut sistem patron klien atau
sistem kelompok kesetia kawanan antara pemimpin dan pengikutnya yang
bersifat menyeluruh.Dalam makalah suku Bugis dari Universitas Pendidikan
Indonesia 2012, salah satu sistem hierarki yang sangat kaku dan rumit.
Namun, mereka mempunyai mobilitas yang sangat tinggi, buktinya dimana
kita berada tak sulit berjumpa dengan manusia Bugis. Mereka terkenal
berkarakter keras dansangat menjunjung tinggi kehormatan, pekerja keras
demi kehormatan nama keluarga.
2.1.3 Sistem kekerabatan
Masyarakat bugis menganut sistem kekerabatan bilateral, dimana sistem
ini mengambil garis keturunan dari kedua orang tua.Hal ini sudah menjadi
tradisi dari nenek moyang mereka. Dalam penelitian dan pencatatan
kebudayaan daerah kementrian pendidikan dan kebudayaan 1979-1978,
sistem kekerabatan Suku Bugis :
a. Sistem kekerabatan bilateral
Sistem kekerabatan pada orang bugis disebut asseajingeng. Perhubungan
anak terhadap sanak kandung dari bapak adalah sama dengan perhubungan
terhadap ibunya, garis keturunan berdasarkan ke dua orang tua.
11
Gambar 2 Urutan Sistem Kekerabatan Bilateral
(Sumber :www.slidesahre.net)
b. Istilah-istilah kekerabatan
Semua orang yang diwakili oleh istilah-istilah kekerabatan menurut
pepenilitan dan pencatatan kebudayaan daerah Sulawesi Selatan oleh
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan disebut seajing. Petali-temali
antara satu dengan lainnya disebut Asseajingeng terdiri dari:
a. Reppek mareppek ialah :
1. Lakkai,suami
2. Inang-riale, ibu kandung ego
3. Amang-riale, ayah kandung ego
4. Kajao-riale, ibu kandung ayah/ ibu ego
Toak-riale, ayah kandung ayah/ibu ego
5. Anak dara,saudara-saudara perempuan sekandung ego
6. Padaorane, saudara-saudara laki-laki sekandung ego
7. Anak riale, anak kandung ego
8. Anaure riale, anak-anak kandung dari saudara-saudara laki-
laki/perempuan ego
9. Eppo riale, anak-anak kandung dari anak kandung ego
10. Amaure riale, saudara –saudara kandung laki-laki dari ayah/ibu ego
11. Inaure riale, saudara-saudara kangdung perempuan ayah/ibu ego
12
Mereka ini sanak yang dianggap Reppek mareppek(sanak inti) ego tidak
boleh menjadikan salah satunya sebagai istri.
b. Siteppang mareppe ialah:
1. Baine atau indo’na, istri ego
2. Matua riale, ibu/ayah kandung istri ego
3. Ipak anak urane, saudara kandung laki-laki istri ego
4. Ipak padakkunrai, saudara kandung perempuan istri ego
5. Baiseng, ibu/ayah kandung dari istri/suami anak-anak kandung ego
6. Menettu riale, istri/suami anak-anak kandung ego
Mereka adalah keluarga (affinity) yang dianggap keluarga inti dari
ego.Siteppang/sompung bersama-sama dengan reppek mareppek disebut
siajingriale (kerabat inti) mereka itulah menjadi tomasirik. Apabila
terjadi seorang keluarga perempuan dibawa kawin lari oleh orang.Dalam
musyawarah keluarga ini untuk urusan perkawinan,pusaka-
memusakai,solidaritas keluarga, yang disebut siasirikki-siappessei,
siajing mareppek inilah yang palig tersangkut.
2.2 Budaya Tindakan
2.2.1 Upacara pernikahan
Dalam upacara pernikahan, suku bugis menerapkan 3 acara yaitu acara
sebelum pernikahan untuk meminang seorang wanita, upacara pernikahan itu
sendiri, dan upacara stelah pernikahan yaitu sepasang pengantin
mengunjungi rumah kerabat terdekat dan berziarah ke makam leluhur.
Berikut proses pernikahan dalam Suku Bugis menurut buku penelitian dan
pencatatan daerah kementrian pendidikan dan kebudayaan.
13
a. Upacara sebelum pernikahan
Sebagaimana hal nya pada orang makasar dalam pemilihan jodoh lebih
diutamakan lingkungan kerabat baik dari pihak ibu maupun ayah demikian
pula hal nya pada orang Bugis. Akan tetapi apabila tidak ada pasangan yang
cocok maka dipilihkan dari lingkungaan luar yang bukan kerabat bahkan
keluar kampung atau daerah.
Pada Buku Penelitian dan pencatatan kebudayaan daerah kementrian
pendidikan dan kebudayaan 1979-1978 menjelaskan bahwa hubungan yang
dianggap wajar pada orang bugis disebut sekapuk(sepadan).Hubungan yang
dianggap tidak wajar disebut tessikapuk.Hubungan perkawinan yang
sekapuk ini dapat dilihat dari segi hubungan darah dan hubungan struktur
sosial.Apabila calon telah disepakati maka masuk pada acara mappesek-
pesek atau mammanuk-manuk yang disebut juga mabbaja laleng ayau
mattiro ini adaah acara untuk mengetahui apakah sigadis yang dipilih belum
ada yang mengikatnya dan apakah mau menerima pinangan
tersebut.madduta artinya mengirim seseorang untuk mengajukan lamaran
dari pria tersebut kepada pihak wanita. Jika sudah disetujui kemudian
mengantar pessiok(pengikat) pun ditentukan waktunya.
Gambar 3 Upacara sebelum pernikahan Suku Bugis (Sumber :forum. Panritalopi.com)
14
b. Upacara pernikahan
Puncak acara perkawinan di pihak perempuan disebut mattagauk. Pihak
pengantin laki-laki mempersiapkan segenap perlengkapan yang akan
digunakan. ST.Muttia A.Husainmenjelaskan bahwa adapun iring-iringan
pengantin apabila pengantin adalah seorang bangsawan tinggi.upacara
sewaktu memperlai naik tangga, sebelum rombongan pengantin laki-laki tiba
iring-iringan penjemput dipihak wanita pun bersiap-siap. Mempelai laki-laki
akan naik tangga harus melalui kepala kerbau yang dibungkus dengan kaci,
tanah diatas baki dan piring dari emas selebar kaki harus diinjakperiuk tanah
berisi telur dan sirih pinangtelur harus dipecahkantangga dialas kain widong
disebut taluttuk tiba diatas rumah sudah disediakan baki dan piring yang
berisi beras,sirih pinang,dan telur yang sudah dipecahkan diatas baki yang
kemudian dicuci oleh orang tua yang telah menunggu dengan cerek emas.
Waktu naik tangga dihamburi dengan benok dan beras oleh seorang tua yang
berdiri. Disampingnya berdiri se(gelang)ujung yang satu dipegang oleh
penjemput. Pengantin dituntun menuju pelaminan.Dibelakang tempat
pengantin duduk disediakan pattojeng yaitu dua orang yang berpakaian
pengantin.
Upacara waktu pernikahan, pada upacara ini agama dan adat
disatukanSaksi kedua pihak pun harus hadir.Mempelai laki-laki dipangku
sementara lelluk dan payung tetap dikembangkan. Gendang berbunyi terus
dan taibani punterus dinyalakan,selesai akad nikah pengantin diantar
ketempat mempelai wanita untuk ipassikarawa. Ada yang
memegang/menyentuh salah satu anggota tubuh wanita sesuai dengan
kepercayaan.
Setelah upacara penikahan, pasangan pengantin duduk dipelaminan dan
tamu-tamu yang telah duduk ditempat yang sudah tersedia dihidangkan
perjamuan yang dimulai dengan kue-kueMapparola, pada hari yang telah
disepakati dan setelah penjemput dari pihak pengantin laki-laki datang
menjemput, berangkatlah pasangan pengantin baru kerumah
mertuanya.Acara ini disebut marola.
15
Gambar 3 Upacara Pernikahan Suku Bugis (Sumber :www.gocelebes.com)
c. Upacara setelah pernikahan
Pada pelaksanaan upacara pengantin adat secara resmi acara menjelang
mertua dilaksanakan tiga kali. Dalam rangkaian perkunjungan ini selain
mengunjungi keluarga terdekat, pengantin juga berziarah kubur kedua
leluhur, biasanya sebelum menjelang mertua kedua dirumah pengantin
perempuan akan dilakukan upacara mandi passili, pengantin berpakaian
putih dimandikan dengan mayang kelapa dari air bersih daun-daunan di
belanga yang terlebih dahulu dimanterai. Ketika pamit biasanya mertua
memberikan perhiasan,peralatan tempat tidur,dan sebagainya.
Gambar 4 Upacara Setelah Pernikahan(Sumber : www.eocommunity.com)
2.2.2 Tari padupa bosara
16
Bermacam –macam tarian pada suku bugis salah satunya tari padupa
bosara.Tarian ini sering digunakan sebagai tarian selamat datang kepada para
tamu di suku bugis. Menurut Ahmad Syauqi , pengertian tari Bosara adalah
sebagai berikut:
a. Pengertian kata bosara
Kata Bosara sendiri adalah piring khas suku bugis-Makassar di Sulawesi
Selatan.Bosara terbuat dari besi dan dilengkapi dengan penutup khas seperti
kobokan besar, yang dibalut kain berwarna terang, seperti warna merah,
biru, hijau atau kuning, yang diberi ornamen kembang keemasan di
sekelilingnya.Bosara ini diletakkan di meja dalam rangkaian acara tertentu
seperti acara yang bersifat tradisional dan sarat dengan nilai-nilai budaya.
b. Tujuan tari padupa bosara
Tari Bosara merupakan tarian yang biasa dipentaskan pada acara
penyambutan tamu, dengan menyediakan hidangan yang disebut bosara
yang berisikan kue-kue sebanyak dua kasera.Hidangan tersebut sebagai rasa
tanda syukur dan kehormatan.Awalnya tarian ini ditarikan untuk menjamu
Raja, tamu agung, pesta adat, dan pesta perkawinan.
Gambar 5 Tari padupa bosara(Sumber :Yalah Munur, 2009)
17
2.2.3 Tari Lolosu
Selain tari padupa bosara, adapun tarian lolosu.Tarian ini biasa di
tampilkan pada upaacara pernikahan di suku bugis.
a. Pertunjukan tari lolosu
Tari lolosu ini adalah tarian persembahan penjemputan tamu-tamu
agung,raja-raja kabupaten wajo.selain itu tarian ini juga dapat digunakan
dalam upacara pernikahan.
b. tari Lolosu pada pernikahan
Dalam buku proyek Penelitian dan pencatatan kebudayaan Daerah
kementrian pendidikan dan kebudayaan Pada upacara pernikahan penari
lolosu initerdiri dari kawe-kawe(banci) yang berpakaian bissu warna kuning
dan 18 orang berpakaian penari lolosu. Pemimpin bissu ini disebut
“angkuru” yang berpakaian khusus memegang alameng(pedang).Yang
memimpin passore lolosu ini ialah puang lolo berpakaian khusus memegang
pacondang sejenis pentungterbuat dari kayu yang panjangnya “sisikku” (satu
siku) sepanjang jalan mereka menari sampai di rumah pengantin perempuan.
2.2.4 Kitab Barzanji
masyarakat bugis mayoritas penduduk beragama silam. Pembacaan kitab
barzanji dalam masyarakat bugis selalu di adakan dalam berbagai acara.Menurut
Eka Kartini 2013, dalam sebuah skripsi Universitas Islam Sunan Kali Jaga
memaparkan tentang pembacaan kitab Barzanji sebagai berikut:
a. Pembacaan kitab barzanji
Tradisi pembacaan kitab barzanji sudah merupakan hal yang lazim di
indonesia. Tujuannya adalah agar memperoleh berkah kepada Allah agar
apa yang diharapkan terkabul. Bagi masyarakat bugis di desa tungke mereka
memahami barzanji sebagai sesuatu yang sakral dan wajib dilakukan ketika
melaksanakan suatu upacara adat.Tanpa barzanji suatu upacara adat
dilakukan belum sempurna.
18
b. Upacara-upacara yang di isi dengan pembacaan kitab barzanji
Upacara-upacara yang dilakukan pembacaan kitab barzanji tidak hanya
pada hari kelahiran nabi tetapi juga pda hari kelahiran anak
,khitanan,pernikahan,naik haji dan lain sebagainya. Letak kesakralan nya
bukan pada siapa yang membacanya tetepi pada upacara pembacaan kitab
barzanji itu sendiri.
Gambar 6 Kitab Barzanji(Sumber : Eka Kartini 2013)
2.2 Budaya Artefak/Fisik
2.3.1 Arsitektur Rumah berpanggung
a. Latar Belakang
Dalam falsafah dan pandangan hidup orang Bugis terdapat istilah
sulapa’ eppa yang berarti persegi empat yaitu sebuah pandangan dunia
empat sisi yang bertujuan untuk mencari kesempurnaan ideal dalm
megnali dan mengatasi kelemahan manusia (Elizabeth Morrell, 2005:
240).
Rumah panggung kayu adalah salah satu rumah tradisional Bugis
yang berbentuk persegi empat memanjang ke belakang.rumah bagi orang
Bugis tidak sekedar tempat tinggal atau objek materiil yang indah dan
menyenangkan.
Menurut Y.B. Mangunwijaya, pendirian rumah tradisional Bugis
lebih diarahkan kepada kelansungan hidup manusia secara kosmis.
19
Gambar 7Rumah Panggung Tradisional Suku Bugis
(Sumber :Atiza Nurhuzna, 2012)
b. Pemaknaan
Panrita Bola atau sanro bola selaku arsitektur tradisional Bugis
adalah profesi yang mirip seorang arsitek yang bekerja berasakan
pemaknaan dan filosofis dari persiapan pembangunan sampai
purnahuni.tujuan pemaknaan dalm bentuk arsitektural, struktural dan
elemen bangunan adalah untuk keselamatan penghuni rumah dunia dan
akhirat.Menurut keyakinan orang Bugis, kayu yang ditebang untuk tiang
dan tempat untuk mendirikan rumah kadang dihuni oleh makhlus halus
dan roh jahat.Oleh karena itu penghuni rumah harus meminta
bimbingankepada sanro bola. Jika tidak maka penghuni rumah kelak
akan ditimpa penyakit, malapetaka, atau meninggal (Nurhayati Djams,
1998:74)
20
c. Ragam hias dan ornamen
Bunga parenreng yang hidupnya menjalar adalah salah satu
ragam hias flora yang sering digunakan. Ragam hias ini ditempatka di
jendela dan tangga.Penempatan ragam hias ini pada tempat-tempat yang
mudah dilihat dimaksudkan sebagai penguat keyakinan bagi penghuni
rumah bahwa rezeki akan terus mengalir jika mereka senatiasa berusaha
(Mardansadkk.,(ed),1985:55-56).Ragamhias pada rumah panggung kayu
tidak hanya sebagai perhiasan, tetapi juga mempunyai simbol status
sosial bagi pemiliknya dan mengandung nili-nilai filosofis yang tinggi.
2.3.2 Baju Bodo
a. Pemaknaan Baju Bodo
Baju bodo adalah pakaian tradisional perempuan suku Bugis di
Sulawesi Selatan.Baju bodo berbentuk segi empat yang berlengan
pendek yaitu setengah atas bagian siku lengan.Baju bodo juga dikenali
sebagai salah satu busana tertua di Indonesia. Menurut adat Bugis, setiap
warna baju bodo yang dipakai oleh perempuan Bugis menunjukkan usia
ataupun martabat pemakainya.
Untuk berpenampilan seni dibutuhkan nilai-nilai estetik dalam
berbusana. Menurut Sachari, Budaya Rupa, 2005: 119 bahwa :
pendekatanestetik dapat dilakukan dua sisi, (1) pendekatran melalui
filsafat seni dan (2) pendekatan melalui kritik seni.Baju bodo (baju
pendek) adalah penamaan Makassar dalam bahasa Bugis disebut Waju
Ponco.
21
b. Hiasan Baju Bodo
Soekanto, (1975:250) mengemukakan bahwa “…, orang-orang
Indonesia dewasa ini pada umunya memakai pakaian yang bercorak
barat, ….Karena lebih praktis.Jarang yang memakai pakaian tradisional,
kecuali pada kesempatan-kesempatan tertentu.Busana Tradisional dapat
menunjukkan tingkatan budaya masyarakat di wilayah tertentu.Baju
bodo merupakan pakaian adat suku Bugis yang terbuat dari bahan serat
nenas, warna dan panjangnya sesuai dengan status sosial pemakai.
Perhiasan terdiri dari anting-anting, kalung, pembalut tangan yang
lebarnya 13 cm, sepasang gelang, peniti serta sarung sutera lebar dan
berwarna terarang. Hiasan kepala yaitu sanggul dan tusuk sanggul, serta
memakai bando setengah lingkaran.
Gambar 8 Hiasan Baju Bodo(Sumber :Suciati, S.Pd.,M.Ds, 2008)
22
2.3.3 Kapal Pinisi Tradisional
a. Sejarah Kapal Pinisi
Dalam buku “Ekspedisi Phinisi Nusantara: Pelayaran 69 Hari
Mengarungi Samudera Pasifik” karya Pius Caro, tertulis, “… Pinisi
adalah perahu layar tradisional Bugis yang telah melakukan pelayaran
bersejarah …”.27 tahun silam, Phinisi Nusantara berhasil menorehkan
tinta emas dalam sejarah kejayaan Indonesia dimata Internasional.Pinisi
Nusantara berhasil mencapai Vancouver, Kanada setelah melewati
keganasan Samudera Pasifik. Dalam proses pembuatanya pinisi terlebih
dahulu dibuat dinding kemudian barulah rangkanya yag diselesaikan.
Berbeda dengan pembuatan perahu modern yang terlebih dahulu
menyelesaikan bagia rangkap. Pinisi telah membuktikan hebatnya teori
sederhana masyarakat desa Ara, terbuat dari kayu yang mampu
mengarungi lima benua.
Gambar 9 Kapal Pinisi (Sumber :Paita Yunus, 2012)
23
Gambar 10 Pembuat Kapal Pinisi(Sumber :Paita Yunus, 2012)
2.4 Ritual Pembuatan Kapal Pinisi
Kapal pinisi mempunyai keunikan yaitu dalam pembuatanya
terdapat segi ritual adatnya.Dalam tradisi pembuatan kapal pinisi harus
melakukan pemotongan ayam lebih dulu dan mengamil darahnya sebagai
bahan rital adat.Makna dari ritual tersebut adalah pengharapan agar
dalam penggunaan kapal ini tidak memakan korban manusia.“harapanya,
hanya ayam yang selalu dikeluarkan darahnya untuk disantap di atas
kapal. Ini juga pertanda kemakmuran dan keamanan serta perlindungan
bagi siapa saja yang memanfaatkanya,” tandas Abdullah.
Ujung lunas yang sudah terpotong juga tidak boleh menyentuh
tanah. Bila balok bagian depan sudah putus, potongan itu harus dilarikan
untuk dibuang ke laut. Potongan itu menjadi benda penolak bala dan
dijadikan lambang sebagai suami yang siap melaut untuk mencari
nafkah.Sedang potongan balok lunas bagian belakang disimpan di
rumah, diibaratkan sebagai istri pelaut yang dengan setia menunggu
suami pulang dan membawa rezeki.
2.2.3 Alat Musik Tradisional Bugis
24
a. Kacapi (kecapi)
Salah satu alat musik petik tradisional Sulawesi Selatan
khususnya suku Bugis.Menurut sejarahnya kecapi ditemukan atau
diciptakan oleh seorang pelaut, sehingga bentuknya menyerupai perahu,
yang memiliki dua dawai, diambil karena penemuannya dari tali layar
perahu.Biasanya ditampilkan pada acara penjemputan para tamu,
perkawinan, hajatan, bahkan hiburan pada hari ulang tahun.
Alat musik ini terbuat dari bahan kayu yang dipenuhi dengan
ornamen/ukiran yang indah.Alat musik petik lainnya yang bentuknya
menyerupai sampek adalah Hapetan dari daerah Tapanuli, Jungga dari
Sulawesi Selatan.
Gambar 11 Alat Musik Kacapi
(Sumber :ST.Muttia A.Husain, 2012)
25
b. Gendang / Ganrang / Genrang
Gambar 12 Gendang Suku Bugis
(Sumber :ST.Muttia A.Husain, 2012)
Bahannya dibuat dari kayu seperti kayu batang pohon cendana,
kayu batang pohon nangka, kayu batang pohon kelapa dan kayu
jati.Gendang tersebut, disekat oleh kulit hewan (kulit kambing) sebagai
sumber bunyi dan rautan rotan kecil yang dibelah empat sebagai penarik
sekat atau pembentang kulit kambing.
- Gendang Besar (Ganrang Pakballe)
Sebagai media spiritual ke transcendental pada setiap upacara-upacara
ritual seperti pada pencucian benda-benda pusaka kerajaan (Gowa),
upacara perkawinan pada prosesi akpassili (pembersihan) dan
akkorongtigi (malampacar), upacara assongkabala (tulakbala), khitanan.
- Gendang Tengah (Ganrang Pakarena)
Sebagai sarana hiburan, mengiringi tari-tarian, upacara perkawinan,
sunatan ataukah dihadirkan di depan tamu-tamu agung.
- Gendang Kecil (Ganrang Pamanca)
sebagai musik pengiring seni beladiri atau pencak silat dan
paraga(permainan akrobat bola takrow).
26
c. Suling
Gambar 13 suling(Sumber :ST.Muttia A.Husain, 2012)
- Suling Ponco’ (suling pendek), adalah suling yang memiliki 6 (enam)
lubang nada.
- Suling Lampe (suling panjang). Suling lampe agak lebih panjang dari
suling ponco’ memiliki 5 (lima) lubang nada. Pada ujung suling lampe
ditambahkan tanduk kerbau yang berfungsi sebagai corong pembesar
suara. - Suling Lontarak, adalah suling yang memiliki 4 (empat) lubang
nada, untuk menghibur masyarakat juga berfungsi seagai sarana ritual
meong palo (naskah kuno suku Bugis.
- Suling Bulatta pada masyarakat Sidenreng Rappang sebagai sarana
hiburan yakni sebagai alat pengiring tari, pengiring lagu-lagu.
- Suling Baliu, bagi masyarakat Soppeng menjadi musik pelipur lara di
kala suntuk. Menghilangkan kejenuhan di kala menjaga kebun, dan
memberikan efek ketenangan hati (terapi otot).
- Suling Lembang (suling panjang) pada masyarakat Toraja berfungsi
ritual karena hadir pada saat pelaksanaan upacara rambu solo (upacara
kedukaan) yang dimainkan bersamaan dengan gong dan nyanyian
(vocal).
27
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kebudayaan Suku Bugis yang berada di provinsi Sulawesi Selatan sangat
beragam. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kebudayaan Suku Bugis
sangat berpegang teguh pada ajaran agama Islam. Contohnya dalam hukum
pembagian harta waris, pembacaan kitab barzanji untuk pernikahan, khitanan, naik
haji dan lain-lain.Selain itu masyarakat Suku Bugis juga memiliki keahlian dalam
membuat kapal pinisi yang sudah terkenal dari zaman nenek moyang mereka. Sektor
pelayaran sudah mendarah daging dalam diri mereka karena usaha-usaha pembuatan
kapal sudah dijalankan berabad-abad lamanya. Suku Bugis juga kaya akan kesenian-
kesenian tradisional yang sampai sekarang masih dilestarikan.Seperti tarian lolosu
yang biasa ditampilkan saat upacara pernikahan masyarakat bugis, tari padupa
bosara sebagai tarian selamat datang bagi tamu yang datang berkunjung, yang
diiringi beberapa alat musik tradisional seperti suling, kecapi atau kacapi, gendang.
3.2 Saran
Penulis berharap agar makalah tentang Kebudayaan Suku Bugis ini dapat
bermanfaat bagi pembaca. Kebudayaan yang beragam dari Suku Bugis harus kita
jaga dan kita lestarikan agar tidak diklaim oleh negara lain.Makalah ini masih jauh
dari sempurna, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca.
28
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah.197-1978. Adat dan
Upacara Perkawinan.Sulawesi Selatan:Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Pelras, Christian. 2006. Manusia Bugis. Jakarta: nalar
Nyompa, Johan M. 1979. Sistem Kekerabatan dan Peranan Pranata
Keluarga Dalam Masyarakat Bugis di Sulawesi Selatan.Ujung
Pandang: Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah
Jurnal :
Atiza Nuhuza, ST. 2012. Transformasi Fungsi dan Bentuk Arsitektur Bugis-
Makassar di Pesisir Pantai Buti Merauke.Fakultas Teknik
Universitas Musamus Merauke 2012.
http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/752828f46cb4a4202002a2f570db
689b.pdf (kamis, 17 september19.30)
Syarif Beddu. 2009. Jurnal Penelitian Enjiniring Arsitek Arsitektur
Traditional Bugis.jurusan teknik arsitektur universitas hasanuddin
Makassar
www.scribd.com/doc/94533757-makalah-suku-bugis#scribd (kamis,
17 september 19.44)
Pangeran Paita Yunus. 2012. Bentuk, Gaya, Fungsi, dan Makna Simbolik
Seni Hias Istana-Istana Raja Bugis. Program Studi Pengkajian Seni
Pertunjukan dan Seni Rupa, Sekolah pascasarjana Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta
http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/enjiniring/article/downlo
ad/17852/17768 (kamis, 17 september 20.00)
29
Makalah :
Suciati, S.Pd.,M.Ds. 2008. Analisa Morfologi Baju Bodo Sebagai Busana
Daerah Sulawesi selatan.prodi pendidikan tata busana
http://repository-ung.ac.id/get/karyaimiah/40/tinjauan-pakaian-adat-
sulawesi-selatan-studi-komparatif-baju-bodo-suku-bugis-makassar-
mandar.pdf (kamis, 17 september 19.34)
ST.Muttia A.Husain. 2012. Proses Dalam Tradisi Perkawinan Masyarakat
Bugis di Desa Pakkasalo Kecamatan Sibule Kabupaten Bone.
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin
http://komunitasseniadab.co.id/2012/06/kesenian-makassar.html
(rabu, 23 september 21.03)
Eka Kartini. 2013. Tradisi Barzanji Masyarakat Bugis di Desa Tungke Kec.
Bengo Kab. Bone Sulawesi Selatan (Studi Kasus Upacara Menre Aji
/ Naik Haji). Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab
dan Ilmu Budaya Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta
http://digilib.uinsuka.ac.id.pdf (rabu, 23 september 21.07)
Ahmad Syauqi. 2012. Makalah Suku Bugis. Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial. Universitas Pendidikan Indonesia
http://www.scribd.com/doc/94533757/5-MAKALAH-SUKU-
BUGIS,diakses(minggu, 27 september 2015 13.09)