Sugar daddy

4
Briefing Paper Desember 2011 SAATNYA MENGUBAH CARA PANDANG ‘KEKUASAAN ATAS TUBUH PEREMPUAN’ SUGAR DADDY Dikutip dari buku “ Switch – Mengubah Situasi Ketika Perubahan Sulit Terjadi”, yang menceritakan tentang masalah HIV dan AIDS di Tanzania. Di Tanzania, hubungan “sugardaddy” adalah suatu yang lazim. Seorang lakilaki kaya yang sudah berumur mencari seorang perempuan muda; mereka mulai menjalin hubungan seks; dan sebagai bagian dari ‘kesepakatan’, perempuan muda itu menerima imbalan – telepon gengam, uang untuk biaya sekolah, pakaian dan sebagainya. Hubungan sugar daddy di Tanzania merepotkan. Pertama, perempuan di sana seringkali gadisgadis yang masih di bawah umur 15, 16, 17 tahun. Kedua, dinamika kekuasaan dalam hubungan sugar daddy Tanzania sering memaksa perempuan melakukan seks yang tidak aman ( tidak mudah meminta pasangan Anda memakai kondom apabila ia lebih tua dan menyantuni segala kebutuhan Anda). Tentu saja dinamika kekuasaan ini universal. Realitas yang dihadapi adalah ketika lakilaki lebih dewasa menginginkan seks tidak aman, mereka cenderung mendapatkan yang mereka inginkan. Di Tanzania, ini berarti mereka berpeluang menderita AIDS lalu mati. Dan itu sebabnya hubungan sugar daddy di Tanzania menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius. Pakarpakar kesehatan menyebut hubungan sugar daddy ini ‘lintas generasi.” Dalam kelompok ysia 15 hingga 24 tahun, perempuan di Afrika sub Sahara tiga kali lebih mungkin menderita HIV positif ketimbang lakilaki dalam rentang usia yang sama. Hubungan gadisgadis muda dengan lakilaki yang jauh lebih dewasa inilah yang menjelaskan ketimpang tersebut. Hubungan lintas generasi membuka jembatan bagi HIV untuk berpindahpindah antara populasi yang seharusnya tidak bersilangan. Hal lain berkaitan dengan hubungan sugar daddy di Tanzania adalah kendati menghadapi resikoresiko kesehatan, tidak ada tabu sosial yang kuat melawan perilaku ini. Masyarakat menerima bahwa lakilaki yang memiliki kedudukan berhak memamerkan kedudukan dengan cara seperti ini. Kendati pun demikian, sebagian besar penduduk Tanzania – 89 % dalam jajak pendapat percaya bahwa hubungan lintas generasi ini keliru. Sayangnya, penentangan mereka cenderung dilakukan secara diamdiam dan tidak dilakukan di depan umum, ini bukan masalah yang nyaman untuk dibahas. Pada bulan Agustus 2007, Pamela White dan Mike Gehron dari USAID, mengundang sejumlah pakar dengan keahlian berbedabeda. Penugasan yang diberikan adalah mengembangkan kampanye untuk memerangi hubungan seks lintas generasi. Tim

Transcript of Sugar daddy

Page 1: Sugar daddy

Briefing Paper Desember 2011 

  

SAATNYA MENGUBAH CARA PANDANG ‘KEKUASAAN ATAS TUBUH PEREMPUAN’ 

 

SUGAR DADDY 

Dikutip dari buku “ Switch – Mengubah Situasi Ketika Perubahan Sulit Terjadi”, yang menceritakan tentang masalah HIV dan AIDS di Tanzania.   

Di Tanzania, hubungan “sugar‐daddy” adalah suatu yang lazim. Seorang laki‐laki kaya yang  sudah  berumur mencari  seorang  perempuan muda; mereka mulai menjalin hubungan  seks;  dan  sebagai  bagian  dari  ‘kesepakatan’,  perempuan  muda  itu menerima  imbalan  –  telepon  gengam,  uang  untuk  biaya  sekolah,  pakaian  dan sebagainya. 

Hubungan  sugar  daddy  di  Tanzania  merepotkan.  Pertama,  perempuan  di  sana seringkali gadis‐gadis yang masih di bawah umur 15, 16, 17 tahun. Kedua, dinamika kekuasaan  dalam  hubungan  sugar  daddy  Tanzania  sering  memaksa  perempuan melakukan seks yang  tidak aman  (  tidak mudah meminta pasangan Anda memakai kondom  apabila  ia  lebih  tua  dan menyantuni  segala  kebutuhan Anda).  Tentu  saja dinamika kekuasaan ini universal. 

Realitas yang dihadapi adalah ketika  laki‐laki  lebih dewasa menginginkan seks tidak aman,  mereka  cenderung  mendapatkan  yang  mereka  inginkan.  Di  Tanzania,  ini berarti mereka berpeluang menderita AIDS  lalu mati. Dan  itu  sebabnya hubungan sugar daddy di Tanzania menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius. 

Pakar‐pakar kesehatan menyebut hubungan sugar daddy ini ‘lintas generasi.” Dalam kelompok  ysia 15 hingga 24  tahun, perempuan di Afrika  sub Sahara  tiga kali  lebih mungkin menderita HIV  positif  ketimbang  laki‐laki dalam  rentang usia  yang  sama. Hubungan  gadis‐gadis muda  dengan  laki‐laki  yang  jauh  lebih  dewasa  inilah  yang menjelaskan ketimpang tersebut. Hubungan lintas generasi membuka jembatan bagi HIV untuk berpindah‐pindah antara populasi yang seharusnya tidak bersilangan. 

Hal  lain  berkaitan  dengan  hubungan  sugar  daddy  di  Tanzania  adalah  kendati menghadapi  resiko‐resiko  kesehatan,  tidak  ada  tabu  sosial  yang  kuat  melawan perilaku ini. Masyarakat menerima bahwa laki‐laki yang memiliki kedudukan berhak memamerkan kedudukan dengan cara seperti ini. 

Kendati  pun  demikian,  sebagian  besar  penduduk  Tanzania  –  89  %  dalam  jajak pendapat  –  percaya  bahwa  hubungan  lintas  generasi  ini  keliru.  Sayangnya, penentangan mereka cenderung dilakukan secara diam‐diam dan tidak dilakukan di depan umum, ini bukan masalah yang nyaman untuk dibahas. 

Pada bulan Agustus 2007, Pamela White dan Mike Gehron dari USAID, mengundang sejumlah  pakar  dengan  keahlian  berbeda‐beda.  Penugasan  yang  diberikan  adalah mengembangkan  kampanye  untuk memerangi  hubungan  seks  lintas  generasi.  Tim 

Page 2: Sugar daddy

Page 2 of 4 

yang paling berperan adalah kelompok dari Bloomberg School of Public Health dari John Hopkins University.  

Diskusi berjalan dengan  alot. Masalah  yang dihadapi  sangat  rumit, dan  tidak  jelas darimana  harus  memulai.  Sebagai  contoh,  tidak  seorang  pun  percaya  menegur hidung  belang  yang  memiliki  kedudukan  dalam  masyarakat  akan  efektif  dalam menghentikan perilaku mereka. Dan pakar kesehatan masyarakat berpendapat kita tidak mungki membujuk perempuan‐perempuan muda untuk menolak  rayuan  laki‐laki macam  itu, sebab tekanan sosial dan financial yang mereka alami terlalu dasyat untuk diatasi melalui sebuah kampanye. Maka, kami mulai berpikir: Kalau kita tidak dapat mengubah pemain‐pemain utama dalam  kisah  ini, dapatkah  kita mengubah lingkungan mereka ? 

Mungkinkah orang mengubah atmosfer sosial di sebuah Negara secara keseluruhan ? Tim  tahu  orang  Tanzania menolah  hubungan‐hubungan  lintas  generasi  ini,  tetapi dengan  alasan  apa  pun,  tetap  bungkam  soal  itu.  Dapatkah  tim membuat mereka mampu berbicara tentang ketidaksukaan mereka ? 

Kami perlu menemukan cara untuk membuat masyarakat Tanzania merasa nyaman membahas  sesuatu  yang  tidak  nyaman,  cara  untuk  menghilangkan  ketegangan dalam  pembahasannya.  Tiba‐tiba  seseorang  memunculkan  gagasan  :  “  yang  kita perlukan  adalah membuat  orang‐orang  ini  bisa menertawakan  perkara  ini  !  Kita memerlukan humor !” 

Terinspirasi  dengan  gagasan  itu,  tim  segera  menanggapinya  dengan  memikirkan siapa  yang  akan  dijadikan  tokoh  penjahat.  Ia  harus menjadi  penjahat  yang  tanpa banyak pikir mudah dibenci oleh orang banyak. 

Sewaktu  tim menggali  gagasan  itu,  gambaran  tentang  tokoh penjahat muncul  :  Ia seorang  tokoh  tua  bangka  yang memiliki  segalanya  untuk menjadi  sugar  daddy  – seseorang yang gemar mencari daun‐daun muda, tanpa kenal waktu, tanpa pernah jera,  tanpa punya malu.  Ia akan mendekati mereka di mana pun mereka bertemu, dan  ia akan merayu mereka dengan bermacam‐macam cara – makan gratis, minum gratis,  pakaian  gratis,  bahkan  menyediakan  waktu  untuk  dihubungi  kapan  saja melalui telepon genggamnya. 

Salah  seorang  pembahas mengusulkan  tokoh  jahat  itu  diberi  nama  “Fataki”,  dan semua orang disitu senang mendengarnya. Fataki adalah sebuah kata dalam bahasa Swahili  diterjemahkan  secara  bebas menjadi  ledakan  atau  kembang  api  –sesuatu yang berbahaya dan agak tidak stabil. Dengan kata lain, Fataki adalah seseorang yang cenderung dijauhi oleh banyak orang. 

Kampanye  ini mempunyai  dua  sasaran.  Pertama  adalah  menciptakan  cap  buruk untuk  perilaku  sugar  daddy.  Tujuan  tim  kreatif  ini  adalah  ketika  pada  suatu  hari masuk  ke  sebuah  klab malam  Tanzania, mereka mendengar  orang‐orang  berbisik‐bisik diantara mereka, “Orang  ini pasti Fataki”. Dengan membuat orang  tidak  tabu lagi untik mencela  seorang Fataki,  tim membantu meruntuhkan  keunggulan  status seorang Fataki hanya karena mereka senior dan kaya raya. Sasaran kedua kampanye itu adalah mendorong “intervensi‐intervensi” orang  luar –  teman‐teman, kerabat, guru‐guru bahkan pelayan – berdasarkan model‐model yang mereka dengar di dialog 

Page 3: Sugar daddy

Page 3 of 4 

radio. Pesan dalam hal  ini adalah “Anda bertanggungjawab mengawasi gadis‐gadis belia ini. Lindungi anak yang Anda kasihi dari seorang Fataki.” 

Hasil  kampanye  uji  coba  itu  sungguh  di  luar  dugaan.  Pada  akhir  kampanye  yang berlangsung selama empat bulan, 44 persen orang yang ditanya “apa sebutan Anda untuk  laki‐laki usia 50  tahunan yang gemar merayu gadis belia ?” dengan  spontan mereka menjawab “Fataki.” Tujuh puluh  lima persen orang di Morogoro dilaporkan telah membahas Fataki diantara mereka. Dan persentase orang yang berkata “ Saya dapat  berbuat  sesuatu  untuk mengatasi  seks  lintas  generasi”  naik  dari  64  persen sebelum proyek uji coba menjadi 88 persen sesudahnya. 

Setelah  sukses di Morogoro, kampanye digulirkan  secara nasional di Tanzania, dan istilah  ini  mulai  menyebar  ke  seluruh  Negara.  Seorang  tenaga  kesehatan  yang mendirikan  klinik‐klinik  HIV  di  pelosok‐pelosok  Tanzania  melaporkan  bahwa  di sebuah desa  yang  terpencil Fataki berhasil menjadi bahan perbicangan di  ruangan terbuka.  Dalam  beberapa  pekan  kemudian  setelah  kampanye  diluncurkan  secara nasional, sebuah tabloid terkemuka di Tanzania menampilan judul besar di halaman depannya  yang  menuduh  Kanumba,  seorang  aktor  populer,  seorang  Fataki  (  Ia ketahuan  menginap  di  hotel  bersama  gadis  belia).  Masyarakat  umum  telah menganggap  Fataki  sebagai  nama  dan  watak  yang menyimbolkan  perilaku  buruk yang diam‐diam telah lama tidak mereka sukai. 

Studi kasus Fataki barangkali terasa asing. Akan tetapi,  jika Anda  ingin orang‐orang tertentu  bersikap  atau  bertindak  berbeda,  tetapi mereka menunjukkan  penolakan terhadap  perubahan. Maka  Anda menggalang  dukungan  banyak  orang  yang  pada gilirannya berpengaruh terhadap orang‐orang yang ingin Anda ubah. 

 

 PERBUDAKAN GLOBAL PEREMPUAN (Dikutip dari tulisan Onnie Wilson  April 2000 )  Dunia dimana kita hidup saat  ini, dibingkai dalam dunia  laki‐laki, di mana ekonomi global dirancang dalam beton sistem pemenang dan pecundang. Iklim yang kondusif bagi  laki‐laki  untuk  eksploitasi  seksual  perempuan  tanpa  batas  dan  merupakan  penyalahgunaan  kekuasaan  yang  paling  buruk.  Perempuan  dibentuk  untuk  kalah dalam  sistem  ini,  dan  seperti  burung  elang  berputar‐putar  di  sekitar  kawanan, domba yang anggota  sakit, para  ‘pengusaha’ memangsa wanita dunia, penjebakan mereka  dalam  jaringan  perusahaan mereka  ‘perbudakan  seks  yang  hina’,  wanita diperdagangankan  secara  luas  sebagai  harta  benda  seks  .  Uang  laki‐laki  untuk sebuang ‘daging perempuan.’  

Saat ini, perdagangan dalam tubuh perempuan merupakan bisnis global terlaris dan cepat  tumbuh.lebih dari enam miliar dolar setiap  tahun untuk para pedagang, PBB memperkirakan  bahwa  sekitar  empat  juta  perempuan  diperdagangkan  sebagai budak  seks.  Sekitar  50.000  perempuan  dibawa  ke AS  setiap  tahun,  terutama  dari Ukraina, Albania, Filipina, Thailand, Meksiko dan Nigeria. Wanita dari Cina, Malaysia, Indonesia,  Korea  Selatan,  Kolombia  dan  Vietnam  digunakan  di  rumah  bordil Australia,  legal  dan  ilegal.  Pelaku  perdagangan  menjual  perempuan  ke  dalam jaringan prostitusi  sebesar $ 4000  ‐ 5000 untuk kerja  jangka pendek kontrak. Para 

Page 4: Sugar daddy

Page 4 of 4 

wanita  kemudian  dipaksa  untuk melunasi  biaya  kepada  "pemilik" mereka  dengan "melayani" hingga 500 orang, di shift jam 12‐ditambah, tujuh hari seminggu. 

Satu  yang berbahaya dari  "perdagangan daging,"  adalah menciptakan  situasi  yang  bisa mentoleransi  ‘kepentingan  laki‐laki”  dalam masyarakat  beradab.  Bisnis  kotor laki‐laki dalam perdagangan seks yang melacurkan perempuan (dan anak‐anak) acap kali disajikan sebagai bisnis ‘bersih’ dengan menyebutnya sebagai pilihan karier yang sah untuk  "pekerja  seks." Tetapi  jelas  siapa yang diuntungkan disini. Laki‐laki yang mengatur parameternya. Laki‐laki yang membangun hubungan kekuasaan. Laki‐laki yang  membuat  permintaan  dan  memperoleh  eksploitatif  seksual  "jasa"  dari perempuan. Laki‐laki hanya perlu menegosiasikan harga. 

Hukum  tidak  cukup  untuk  mengatasi  masalah  ini.  Pelaku  perdagangan  sangat canggih,  jaringan kriminal  terorganisir di seluruh dunia, yang melibatkan pejabat di pemerintahan. Anggota parlemen dan penegak hukum  sendiri didominasi  laki‐laki, praktek‐praktek  eksploitasi  seksual  tidak  dikenali  sebagai  pelanggaran  hak  asasi manusia.  

Untuk  jutaan  perempuan,  sebagian  besar  hidup  dalam  kemiskinan. Mereka  dijual oleh  anggota  keluarga,  mereka  bekerja  untuk  mengatasi  utang  keluarga,  atau mereka menjadi pencari nafkah keluarga. Wanita sering terpikat saat di negara asal mereka dengan  janji pekerjaan yang sah, namun kenyataanya dijual seperti  ternak, dipenjara,  atau mengalami  pelecehan  seksual. Mereka  kembali  ke  rumah  dengan rasa  malu  dan  miskin.  Bahkan  sebagian  menderita  AIDS  atau  penyakit  menular seksual lainnya. Banyak mereka yang kembali ke rumah untuk mati. 

Biarkan teriakan kemarahan ini ! Kapan laki‐laki mau cermin melihat diri sendiri dan bertindak  berdasarkan  apa  yang mereka  lihat?  Laki‐laku  harus menyadari  sebagai pelaku  dari  sistem  pelecehan  seksual.  Dan  laki‐laki  lah  yang  harus menghentikan praktik ini !!!  

 

 

Sumber Bacaan : 

Chip Heath & Dan Heath, Switch – Mengubah Situasi Ketika Perubahan Sulit Terjadi, 2010.  www.saidit.org