Suara KPU Jawa Timur Jurnal IDe · Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 1 P uji Syukur senantiasa...

40
Jurnal IDe Jurnal IDe Inspirasi Demokrasi Suara KPU Jawa Timur Mengawal Demokrasi Membangun Negeri KPU JAWA TIMUR 12 edisi Oktober 2016 PERAN STRATEGIS STAKEHOLDERS DALAM PEMILU

Transcript of Suara KPU Jawa Timur Jurnal IDe · Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 1 P uji Syukur senantiasa...

Page 1: Suara KPU Jawa Timur Jurnal IDe · Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 1 P uji Syukur senantiasa terus kita panjatkan kepada Allah SWT atas rah-mat dan karunia-Nya, sehingga Komisi

Jurnal IDeJurnal IDeInspirasi Demokrasi

Suara KPU Jawa Timur

Mengawal Demokrasi Membangun Negeri

KPU JAWA TIMUR

12

ed

isi

Okto

ber

2016

PERAN STRATEGIS

STAKEHOLDERSDALAM PEMILU

Page 2: Suara KPU Jawa Timur Jurnal IDe · Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 1 P uji Syukur senantiasa terus kita panjatkan kepada Allah SWT atas rah-mat dan karunia-Nya, sehingga Komisi
Page 3: Suara KPU Jawa Timur Jurnal IDe · Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 1 P uji Syukur senantiasa terus kita panjatkan kepada Allah SWT atas rah-mat dan karunia-Nya, sehingga Komisi
Page 4: Suara KPU Jawa Timur Jurnal IDe · Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 1 P uji Syukur senantiasa terus kita panjatkan kepada Allah SWT atas rah-mat dan karunia-Nya, sehingga Komisi
Page 5: Suara KPU Jawa Timur Jurnal IDe · Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 1 P uji Syukur senantiasa terus kita panjatkan kepada Allah SWT atas rah-mat dan karunia-Nya, sehingga Komisi

Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 1

Puji Syukur senantiasa terus kita panjatkan kepada Allah SWT atas rah-mat dan karunia-Nya, sehingga Komisi Pemilihan Umum Jawa Timur (KPU Jatim) setiap bulan secara rutin dapat menerbitkan Jurnal Inspirasi

Demokrasi (Ide). Terbitnya Jurnal Ide edisi bulan Oktober (edisi ke-12) tentu tak dapat dipungkiri karena peran serta dan kerja keras dari seluruh keluarga besar KPU di Jawa Timur. Untuk itu, ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Komisioner KPU Jatim, Sekretaris dan semua staf KPU Jatim yang terlibat di dalam penyusunan Jurnal Ide. Ucapan terima kasih dan apresiasi kami sampaikan pula kepada KPU kabupaten/kota di Jawa Timur yang secara “istiqomah” menyumbangkan ide dan gagasan tertulisnya, setiap bulannya.

Kali ini, jurnal Ide mengangkat tema “Peran Strategis Stakeholders dalam Pemilu”. Pemilu/pemilihan umum adalah wujud dari kedaulatan rakyat dalam negara demokrasi termasuk Indonesia. Di dalam proses penyelenggaraan pemilu melibatkan para pemangku kepentingan yang disebut dengan stake-holders. International IDEA membagi stakeholders penyelenggara pemilu menjadi dua (2) kelompok, yakni kelompok primer dan sekunder. Kelompok Stakeholders Primer terdiri dari, 1) partai politik dan kandidat; 2) staf ba-dan penyelenggara pemilu; 3) lembaga pemerintah; 4) lembaga legislatif; 5) pengamat pemilu internasional; 6) media massa; 7) pemilih dan calon pemi-lih; 8) organisasi masyarakat sipil; 9) komunitas donor dan lembaga bantuan pemilu. Kemudian yang termasuk di dalam Stakeholders Sekunder ialah 1) penyedia/rekanan; 2) masyarakat umum; dan jaringan internasional. Stake-holders Sekunder merupakan pemangku kepentingan yang memiliki hubun-gan yang tidak cukup dalam dengan sistem pemilu, namun diperlukan dalam prosesnya.

Stakeholders ini tidak dapat berjalan sendiri-sendiri dalam penyelenggaraan pemilu. Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai lembaga yang menyeleng-garakan pemilu di Indonesia, tidak akan dapat menyelenggarakan pemilu tanpa dukungan peran dan fungsi stakeholders yang lain. Dibutuhkan suatu kerja sama dari seluruh stakeholders untuk mendapatkan hasil yang mak-simal dengan peran dan fungsi yang berbeda-beda dari stakeholder, yang kemudian ini disebut dengan sinergitas.

Didalam pembahasan Jurnal Ide edisi ke-12, akan dikaji peran dan fungsi dari beberapa stakeholders dan sinergitasnya di dalam penyelenggaraan pemilu. Para penulis dalam jurnal, berupaya menyampaikan pengalamannya di lapangan, dan menuangkannya ke dalam tulisan ini. Harapannya, dengan ini akan dapat memberikan tambahan literasi kepada pembaca serta menjadi bahan masukan kepada pembuat kebijakan ke depannya.

Sebagai penutup, kami menyadari bahwa Jurnal Ide ini masih memiliki banyak kelemahan. Maka dari itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca selalu kami harapkan. Akhirnya, semoga dengan adanya Jurnal Ide ini dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak dan perkembangan demokrasi di Indonesia. Salam. r

Dari Redaksi

Page 6: Suara KPU Jawa Timur Jurnal IDe · Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 1 P uji Syukur senantiasa terus kita panjatkan kepada Allah SWT atas rah-mat dan karunia-Nya, sehingga Komisi

2

Hal

Sinergisitas Stakeholder,Menciptakan Pemilu Berkualitas

Peran Strategis Stakeholder DalamPemilu dan Pilkada

Kapital Sosial Tokoh MasyarakatDalam Pusaran Pemilu

Staf Penyelenggara Pemilu;Stakeholder Yang Tak Terlihat

Peran Strategis Pemangku KebijakanDalam Kesuksesan Pemilu di Daerah

Media Massa dan PeningkatanPartisipasi Pemilu

Kyai, Klebun, Blater;Konfigurasi Pemilu Berintegritasdi Sampang

Akurasi DPT BergantungPada Stakeholder

Peran Strategis Pemantau PemiluSebagai Stakeholder

Gunanya Ada Partai Politik“Refleksi Atas Stakeholder Utama Pemilu”

Pengarah: Eko Sasmito, Gogot Cahyo Baskoro, Choirul Anam, Dewita Hayu Shin-ta, Muhammad Arbayanto. Penanggung-jawab: HM. E. Kawima. Pemimpin Redaksi: Slamet Setijoadji. Redaktur: Azis Basuki. Sekretaris Redaksi: Dina Lestari. Kontributor: Keluarga Besar KPU se-Jawa Timur. Alamat Redaksi: Badan Hukum, Teknis, Hupmas Sekretariat KPU Provinsi Jawa Timur Jl. Raya Tenggilis No. 1-3 Surabaya.

Daftar Isi

3

Hal 9

Hal 15

Hal 24

Hal 31

Hal 6

Hal 12

Hal 20

Hal 28

Hal 34

Page 7: Suara KPU Jawa Timur Jurnal IDe · Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 1 P uji Syukur senantiasa terus kita panjatkan kepada Allah SWT atas rah-mat dan karunia-Nya, sehingga Komisi

Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 3

Sinergitas Stakeholder, Menciptakan Pemilu Berkuallitas

SOFI RAHMA DEWI, SH. MH.Divisi Perencanaan dan Data

KPU Kabupaten Malang

Pemilu sebagai pilar demokrasi merupakan sarana perwuju-dan kedaulatan rakyat dalam menghasilkan pemerintahan

yang sah. Upaya menciptakan pemilu berkualitas bukan hanya agenda KPU sebagai penyelenggara, tetapi harus menjadi

agenda bersama seluruh komponen bangsa, karena itu diper-lukan sinergitas yang kuat dan berkesinambungan dari seluruh

stakeholder pemilu.

Pemilu sebagai satu-satunya meka-nisme pergantian kekuasaan yang sah bagi negara hukum yang menganut pa-

ham demokrasi maka landasan konstitusio­nal pemilu tercantum dalam Pasal 22E Ayat (1) Undang­Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebagaimana dalam pasal 22E ayat (1) UUD 1945 tersebut, pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Pemilu memiliki dua makna bagi masyarakat Indonesia. Pertama, sebuah aktivitas politik lima tahunan yang ru-tin, yang telah berlangsung sejak pemilu per-tama tahun 1955 hingga 2014. Pengalaman regularitas pemilu di Indonesia menyebab-kan interaksi masyarakat dengan prosedural pemilu relatif intens. Kedua, melihat perkem-bangan pemilu era reformasi (sejak 1999), selain makna regularitas, pemilu juga dipa-hami sebagai arena persaingan terbuka antar peserta untuk memobilisasi dukungan suara pemillih dalam meraih kemenangan. Pada tataran ini, terjadilah interaksi yang relatif in-tens antara warga/pemilih dengan berbagai pihak yaitu peserta pemilu (partai politik be-

serta kandidatnya), pemerintah (pusat­dae­rah), penyelenggara pemilu, lembaga penga-was pemilu, dan juga para pemantau. Maka menjadi tugas dan tanggungjawab bersama semua stakeholder dalam membangun in-teraksi tersebut agar tercipta iklim kompetisi yang bebas dan sehat, termasuk pelaksa­naannya yang bisa menjamin ketertiban dan keamanan dalam menciptakan pemilu yang berkualitas. Seluruh komponen tersebut harus saling bahu­membahu membangun sinergitas dalam melaksanakan peran ma­sing­masing guna mendukung pelaksanaan pemilu dengan didasarkan pada peraturan perundang­undangan yang berlaku.

Peran Penyelenggara PemiluPemilu diselenggarakan oleh suatu komi-

si pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri sebagaimana ketentuan Pasal 22 E Ayat (5) UUD Negara Republik In-donesia Tahun 1945. Dalam hal ini maka KPU dan Bawaslu merupakan satu kesatuan fung-si penyelenggara yang harus professional, mempunyai integritas, kapabilitas dan akun­

Page 8: Suara KPU Jawa Timur Jurnal IDe · Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 1 P uji Syukur senantiasa terus kita panjatkan kepada Allah SWT atas rah-mat dan karunia-Nya, sehingga Komisi

4

tabilitas. Dalam mewujudkan pemilu yang berkualitas dan berintegritas peran KPU sangat penting dalam hal tata kelola Pemi-lu, setidaknya harus mampu menyasar tiga aspek utama, yakni: (1) menata akses infor-masi publik; (2) menjamin hak konstitusional warga negara; (3) menjaga otentisitas suara rakyat. Momentum pemilu memberikan ru-ang artikulasi kepentingan masyarakat yang sangat luas. Pemilu menjadi ruang dialektika antara masyarakat dengan calon pemimpin-nya. Bagaimana proses dialektika tersebut dibangun menjadi tugas dan tanggung jawab KPU untuk memfasilitasinya. Menyederhana-kan proses dialektika ini menjadi hal penting. Tidak hanya sekedar menjamin akses infor-masi masyarakat akan kebutuhan informasi pemilu, tetapi juga pada aspek penguatan kapasitas masyarakat untuk mampu “mengu-nyah” visi dan misi para calon pemimpinnya sehingga masyarakat tergerak berpartisipasi untuk menyampaikan harapan dan keluhan kepada para calon pemimpinnya pada proses pemilu. Tugas, wewenang dan kewajiban KPU dan Bawaslu di atur secara khusus dalam UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyeleng-gara Pemilu. KPU dan jajarannya dituntut mampu melaksanakan semua tahapan secara tepat waktu, dan bawaslu beserta jajarannya dituntut mampu mengawasi semua pelaksa-

naan tahapan penyelenggaraan berjalan se-suai peraturan­perundang­undangan. Untuk menjaga agar penyelenggara pemilu tidak me-langgar kode etik maka dalam UU Nomor 15 Tahun 2015 dibentuk Dewan Kehormatan Pe-nyelenggara Pemilu (DKPP) yang merupakan satu kesatuan fungsi penyelenggara pemilu.

Peran Pemerintah Pada prinsipnya pemilu terselenggara jika

ada anggaran, maka pemerintah dan peme­rintah berkewajiban menyediakan anggaran sesuai yang diajukan oleh KPU dalam jumlah dan waktu yang tepat sebagaimana diatur dalam UU Pemilu. Pemerintah bersama ja-jarannya harus mampu menjaga netralitas birokrasi, agar pemilu terlaksana secara jujur dan fair. Penugasan pada aparatur sipil neg-ara (ASN) sebagai kesekretariatan di tingkat PPK, PPS, panwas kabupaten/kota dan PPL untuk memfasilitasi tugas badan ad hoc di tingkat kecamatan dan desa. Penyediaan sa-rana dan prasarana bagi penyelenggara dan jajarannya, serta dukungan dalam kelan-caran pendistribusian logistik hingga tingkat TPS. Bersama­sama dengan aparat TNI/Polri, kejaksaan dan Pengadilan Negeri sebagai jajaran forum pimpinan daerah (Forpimda) memantapkan koordinasi dalam mewujud-kan kondisi keamanan dan ketertiban, serta

Page 9: Suara KPU Jawa Timur Jurnal IDe · Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 1 P uji Syukur senantiasa terus kita panjatkan kepada Allah SWT atas rah-mat dan karunia-Nya, sehingga Komisi

Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 5

suasana yang kondusif di masyarakat di se-mua proses tahapan pemilu. Penyediaan daf-tar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) yang berkualitas dalam proses pemutakhiran data pemilih juga menjadi kewajiban pe-merintah yang sangat urgen dalam pemilu. Tak kalah pentingnya tugas pemerintah dan jajarannya dalam melakukan sosialisasi dan pendidikan politik kepada semua elemen masyarakat guna mendorong dan mening-katkan partisipasi masyarakat secara aktif.

Peran MasyarakatPenyelenggaraan pemilu tidak bisa

dilepaskan dari peran publik, yaitu pemilih dan warga negara (masyarakat). Masyarakat sebagai pemilih adalah subyek pemilu yang merupakan bagian terpenting dari proses pe-nyelenggaraan pemilu untuk memastikan pe-nyelenggaraan pemilu dilakukan secara jujur, adil dan dermokratis yang diwujudkan dalam bentuk partisipasi, tidak hanya sekedar meng-gunakan hak pilihnya pada hari pemungutan suara, tetapi peran serta aktif masyarakat dalam seluruh proses tahapan pemilu sa­ngat dibutuhkan. Masyarakat harus mampu mengambil bagian dalam proses pemilu, antara lain aktif mencermati data pemilih dalam proses pemutakhiran sehingga data pemilih benar­benar mutakhir dan berkuali-tas, ikut mengawasi seluruh proses pemilu termasuk memantau kinerja penyelenggara, melaporkan kecurangan­kecurangan dan pelanggaran yang terjadi kepada panwaslu, menjadi agen­agen sosialisasi di lingkungan-nya agar terwujud pemilih yang cerdas dan cermat dalam rangka memilih pemimpin yang berkualitas. Dalam bertisipasi harus disertai dengan kewajiban menghormati hak orang lain, bertanggung jawab atas pendapat dan tindakannya, menjaga etika serta sopan santun berdasarkan budaya masyarakat, se-hingga mendorong terciptanya situasi yang kondusif bagi penyelenggaraan pemilu yang aman, damai, tertib dan lancar.

Peran Partai PolitikPartai politik sebagai peserta pemilu

merupakan pilar demokrasi yang harus mampu memberikan kontribusi yang signifi-kan bagi sistem perpolitikan nasional. Partai politik harus memainkan peran dan fungsi

positif konstruktif dalam mengembangkan kualitas demokrasi sehingga mampu ber-peran aktif dalam upaya menciptakan pemilu berkualitas. Untuk itu maka parpol harus benar­benar melaksanakan fungsinya seba-gaimana diatur dalam Pasal 11 Ayat (1) UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang partai politik, yaitu: (a) Pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga negara yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; (b) penciptaan iklim yang kon-dusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa In-donesia untuk kesejahteraan masyarakat; (c) penyerap, penghimpun dan penyalur aspirasi masyarakat dalam merumuskan dan mene-tapkan kebijakan negara; (d) partisipasi poli-tik warga negara; (e) rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui me-kanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.

Peran PemantauProses pemilu yang transparan merupa-

kan standar internasional yang diperlukan untuk memastikan pemilu yang demokratis. Kehadiran pemantau pemilu dari dalam dan luar negeri di negara­negara yang demokras-inya sedang berkembang cenderung me-nambah kredibilitas dan legitimasi terhadap proses pemilu yang dipantau. Untuk menjaga agar pemilu dilaksanakan secara jujur dan fair maka peranan pemantau sangat penting da-lam meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap proses pemilu, mendukung upaya penyelesaian konflik secara damai dan mem-berikan keabsahan terhadap proses pemilu. Oleh karena itu lembaga pemantau harus benar­benar memenuhi ketentuan dalam UU Pemilu dan mendaftar untuk memperoleh akreditasi dari KPU.

Akhirnya penyelenggaraan Pemilu yang demokratis, langsung, umum, bebas, ra-hasia, jujur dan adil harus menjadi agenda bersama yang menuntut peran serta aktif seluruh stakeholder, penyelenggara, peme­rintah, masyarakat, partai politik serta pe-mantau yang terbangun secara sinergis dan berkesinambungan. Sebagai sebuah pesta demokrasi pemilu menjadi tanggung jawab bersama semua komponen untuk menyuk-seskannya. r

Page 10: Suara KPU Jawa Timur Jurnal IDe · Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 1 P uji Syukur senantiasa terus kita panjatkan kepada Allah SWT atas rah-mat dan karunia-Nya, sehingga Komisi

6

Demokratisasi substansial bisa ter-wujud dalam pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, mensyaratkan

pemilihan kepala daerah dilaksanakan secara demokratis sebagaimana diamanatkan da-lam Pasal 18 ayat (4) Undang­Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Mak-na kedaulatan rakyat serta demokrasi dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat wajib dihormati sebagai syarat utama pelaksanaan pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

Kedaulatan rakyat perlu ditegaskan de­ngan pelaksanaan pemilihan Gubernur, Bupa-ti, dan Walikota secara langsung oleh rakyat, dengan tetap melakukan beberapa perbai-kan mendasar atas berbagai permasalahan, kekurangan dan kelemahan dalam pemilihan langsung yang selama ini telah dijalankan. Demokrasi substansial, proses dan meka­nismenya mensyaratkan; Partispasi, pemilih yang kritis, tidak ada diskriminasi bagi pemilih, tidak ada partisipasi semu karena mobilisasi dan vote buying. Kompetisi, kualitas kompetisi jurdil, peluang yang sama bagi semua warga yang dipilih. Civil liberties, tidak ada pembaja-kan hak­hak politik warga oleh elit.

ABDUL HADIDivisi SDM dan ParmasKPU Kabupaten Sumenep

Demokrasi substansial, adanya pelem-bagaan demokrasi. Proses politik dimaknai sebagai proses pendidikan politik bagi masyarakat secara utuh. Memiliki relevansi nyata sebagai media artikulasi kepenti ngan masyarakat untuk mewujudkan harapan, ke-inginan dan kebutuhan­kebutuhan masyarakat. Demokrasi substansial ditandai oleh proses­proses politik yang riil dan tdk semu, hakiki dan mampu mewujudkan aspirasi rakyat.

Hasil akhir pemilu dan pilkada, pening-katan kualitas responsiveness dan pertang-gungjawaban (accountability) kepala negara/kepala daerah kepada warga, mendekatkan pemerintah ke rakyat, meningkatkan pe-layanan publik dan kesejahteraan rakyat. Pemilu dan pilkada diperlukan bukan hanya sekadar pembeda antara rezim otorita rian dan demokrasi, tapi pemilu dan pilkada se-bagai sarana bagi suksesi kepemimpinan yang memiliki integritas, kapasitas, kredibili-tas, akuntabilitas dan mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi bangsa saat ini dan menjanjikan perubahan. (R. Siti Zuhro, PhD)

Perubahan politik sejak 1998 hanya ber-dampak pada pergeseran konteksnya saja.

Peran Strategis Stakeholder DalamPemilu dan PilkadaPenyelenggaraan pemilu menjadi prasyarat sistem politik yang demokratis, karena pemilu merupakan salah satu sarana kedaulatan rakyat dimana rakyat dapat memilih pemimpin mereka, untuk menjalankan pemerintah-an. Dalam negara demokratis, rakyat merupakan aktor utama.

Page 11: Suara KPU Jawa Timur Jurnal IDe · Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 1 P uji Syukur senantiasa terus kita panjatkan kepada Allah SWT atas rah-mat dan karunia-Nya, sehingga Komisi

Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 7

Proses dominasi elit orde baru dan kelom-pok oligarki tak hanya mencakup politik dan ekonomi , tapi juga merambah ke civil soci-ety. Untuk menjaga pola tersebut digunakan intrumen partai politik, pemilu dan parle-men. Terjadi metamorfosa, dari penggunaan intrumen otoritas sentral negara ke parpol, pemilu dan parlemen. Proses transisi ditan-dai oleh minimnya perilaku demokratis, baik di tataran penyelenggara negara maupun masyararkat. Kamuflase yang mengatasna-makan demokrasi dan good governance.

Kamuflase tersebut dapat ditemui dalam fenomena oligarki yang tak terkendali dan pemerintahan yang konspiratif. Oligarki yang tak terkendali tersebut merujuk pada elit­elit yang makin liar dalam menapakkan jejak kekuasaannya. Kombinasi antara demokrasi populer dan desentralisasi yang masih terba-ca sebagai sebuah proses admi nistrasi yang menyebabkan terjadinya kompetisi yang bebas antarpara elit lokal dalam mengenda-likan negara. Pluralitas kepenti ngan dalam masyarakat (ideologis, kultural, ekonomi­politik) teraktualisasi secara bersamaan dalam ranah publik. Karena itu kualitas demokrasi harus dibangun melalui meka nisme konsen-sus kolektif di mana rakyat harus dilibatkan dalam setiap proses politik tanpa diskriminasi. Masalahnya, bagaimana menata demokrasi massa menuju tertib politik?

Pemilu/pilkada dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (luber dan jurdil). Untuk menjamin pilkada dapat terlaksana dengan luber dan jurdil, maka semua stakeholder tidak boleh tidak harus menjalankan tugas wewenang dan kewa-jibannya sesuai dengan bidang tugas masing­masing dengan mengacu pada peraturan dan perundangan yang berlaku.

Pilkada sebagai sarana perwujudan kedaulatan rakyat serta demokrasi dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat sebagai syarat utama pelaksanaan pemilu dan pilkada, rakyat akan dapat mengartikulasikan kedaula-tannya, jika semua stakeholder dapat men-jalankan tugas wewenang dan kewajibannya sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

Menurut R. Siti Zuhro, PhD, sebagai pe-nyelenggara pemilu/pilkada, KPU Daerah harus independen, netral dan tidak boleh

partisan. Independensi KPU Daerah sangat diperlukan untuk menyukseskan dan men-ciptakan pemilu/pilkada yang berkualitas. Karena sukses tidaknya pemilu/pilkada akan sangat tergantung pada profesional tidaknya KPU/KPU Daerah. Mempertimbangkan pe-liknya peraturan dalam pemilu dan partai politik serta minimnya tanggungjawab ber-sama yang seharusnya dipikul partai, men-syaratkan penguatan peran dan profesionali-tas KPU/KPU Daerah. KPU Daerah tak hanya dituntut memahami materi paket UU Politik (Pemilu, Peraturan pilkada, Parpol) tapi juga memahami secara komprehensif masalah yang berkaitan dengan teknis pelaksanaan dan administrasi kepemiluan.

Sebagai penyelenggara pemilu dan pilka-da, KPU Daerah menjadi garda depan yang karena tupoksinya harus berhadapan lang-sung dengan pemerintah, partai politik dan masyarakat. Tupoksi tersebut merupakan tu-gas dan kewajiban yang mesti dilaksanakan secara profesional dan sangat memadai su-paya hasilnya memuaskan. Dengan tugas dan fungsi KPU Daerah sebagaimana tersebut di atas, mensyaratkan SDM dan institusi KPU Daerah siap melaksanakan pemilu. Kesiapan tersebut sangat dibutuhkan agar Indonesia tidak senantiasa melakukan kesalahan yang sama setiap pemilu dan pilkada.

Sedangkan tugas, wewenang, dan kewa-jiban Pengawas Pemilu berdasarkan amanat Undang­Undang Nomor 15/2011; Menga-wasi penyelenggaraan pemilu dalam rangka pencegahan dan penindakan pelanggaran untuk terwujudnya pemilu yang demokra-tis. Tugas tersebut diuraikan sebagai beri-kut; Mengawasi persiapan penyelenggaraan Pemilu, mengawasi tahapan penyelengga-raan Pemilu, mengawasi pelaksanaan Putu-san Pengadilan, mengelola, memelihara, dan marawat arsip/dokumen. Memantau atas pelaksa naan tindak lanjut penanganan pelanggaran pidana Pemilu. Mengawasi atas pelaksa naan putusan pelanggaran Pemilu. Evaluasi pengawasan Pemilu. Menyusun lapo-ran hasil pengawasan penyelenggaraan Pemi-lu. Melaksanakan tugas lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang­undangan.

Selanjutnya wewenang pengawas pemilu sebagai berikut; Menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan keten-

Page 12: Suara KPU Jawa Timur Jurnal IDe · Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 1 P uji Syukur senantiasa terus kita panjatkan kepada Allah SWT atas rah-mat dan karunia-Nya, sehingga Komisi

8

tuan peraturan perundang­undangan me­ngenai pemilu. Menerima laporan adanya dugaan pelanggaran administrasi pemilu dan mengkaji laporan dan temuan, serta me­rekomendasikannya kepada yang berwenang. Menyelesaikan sengketa pemilu. Memben-tuk, mengangkat dan memberhentikan Pen-gawas Pemilu di tingkat bawah. Melaksanakan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang­undangan.

Kewajiban pengawas pemilu sebagai ber-ikut; Bersikap tidak diskriminatif dalam men-jalankan tugas dan wewenangnya. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelak-sanaan tugas pengawas pemilu pada semua tingkatan. Menerima dan menindaklanjuti laporan yang berkaitan dengan dugaan ada­nya pelanggaran terhadap pelaksanaan pera-turan perundang­undangan mengenai pemi-lu. Menyampaikan laporan hasil pengawasan sesuai dengan tahapan pemilu secara peri-odik dan/atau berdasarkan kebutuhan. Dan melaksanakan kewajiban lain yang diberikan oleh peraturan perundang­undangan.

Selain KPU dan Bawaslu penyelenggara pemilu sebagai aktor utama penyelengga-raan pemilu dan pilkada, tugas, wewenang dan kewajiban stakeholder yang lain, dalam hal ini pemerintah daerah ­Kesbangpol, Dis-dukcapil, Satuan Polisi Pamong Praja, DPRD­, mereka harus profesional dan berintegritas juga, Kejaksaan dan TNI/Polri sebagai pihak yang terkait langsung dalam pelaksanaan pemilu dan pilkada.

Netralitas aparatur sipil negara (ASN) dalam momentum pemilu dan pilkada selalu mewarnai. Isu kemungkinan keberpihakan ASN kepada calon dalam pilkada, hal itu di-picu karena keterkaitan antara kepala daerah yang akan terpilih dengan jabatan di birokrasi sangat berpengaruh. Apabila ini terjadi, maka Bawaslu/Panwaskab akan disibukkan dengan laporan dugaan pelanggaran.

Pengamanan persiapan dan pelaksanaan pemilu/pilkada sangat diperlukan. Tindakan tegas dari TNI/Polri sangat diperlukan un-tuk mengamankan persiapan dan pelaksan-aan pemilu/pilkada, menetralisir kampanye hitam. Serta meredam isu yang dimainkan oleh calon/tim kampanye untuk mempe­roleh simpati publik. Isu agama, etnis, mi-noritas­mayoritas, penguasaan ekonomi,

banjir, kemacetan, kesenjangan keadilan dan penggusuran, isu politik uang dan korupsi bisa menjadi penyulut kerusuhan antar pen-dukung. Di sinilah peranan TNI/Polri sangat dibutuhkan, agar tercipta suasana yang da-mai, tertib dan aman.

Tidak kalah penting peranan DKPP yang dibentuk sesuai dengan Undang­undang No-mor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum berwenang untuk meme­riksa, mengadili, dan memutuskan penga­duan atau laporan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan anggota KPU, anggota Ba-waslu, dan jajaran dibawahnya. Dalam cata-tan DKPP telah memecat 360 penyelenggara pemilu dan memberikan lebih dari 1.000 su-rat peringatan kepada penyelenggara pemilu yang melakukan pelanggaran.

Menurut Jimly, penyelenggara Pemilu te-lah terikat dengan rule of law dan rule of eth-ic “Sehingga secara hukum dan etika, Mereka terikat dan harus lurus” terang Guru Besar Hukum Tata Negara FHUI. Peserta pemilu-pun memerlukan kode etik. Sehingga tidak perlu melakukan kampanye negatif terhadap pasangan calon yang lain melainkan harus merebut simpati pemilih.

Jadi, pelibatan bersama antar stakeholder untuk mengawal, memantau proses­proses politik dan pembangunan daerah demi pe­ningkatan kualitas demokrasi. Tergalinya pola gerakan peningkatan peran serta masyarakat yang bermutu di semua tingkatan di lihat dari sudut pandang masing­masing stake-holder. Maka, peran strategis stakeholder dalam menyukseskan pemilu dan pilkada, ketika semua stakeholder dapat menjalan tugas, wewenang dan kewajibannya secara profesional dan berintegritas. Peningkatkan pelayanan penyelenggaraan, kepada partai politik, pemilih, paslon. Netralitas KPU, Ba-waslu, ASN, TNI/Polri, DKPP dan MK dapat ditunjukkan dengan peningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

Dengan demikian, perwujudan kedaula-tan rakyat melalui demokrasi dapat direal-isasikan melalui terselenggaranya pemilu dan pilkada yang berkualitas. Yang dalam jangka panjang dapat menciptakan pening-katan partisipasi masyarakat yang bermutu dan bertanggung jawab dalam kehidupan politik. r

Page 13: Suara KPU Jawa Timur Jurnal IDe · Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 1 P uji Syukur senantiasa terus kita panjatkan kepada Allah SWT atas rah-mat dan karunia-Nya, sehingga Komisi

Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 9

Sosial kapital adalah sumber daya yang dapat dipandang sebagai investasi un-tuk mendapatkan sumber daya baru.

Laurence Prusak dan Don Cohen (2001) dalam buku How To Invest In Social Capi-tal memberikan pengertian bahwa “Modal sosial adalah stok dan hubungan yang aktif antar masyarakat. Setiap pola hubungan yang terjadi diikat oleh kepercayaan, sal-ing pengertian, dan nilai­nilai bersama yang mengikat anggota kelompok masyarakat untuk membuat kemungkinan aksi bersama yang dapat dilakukan secara efesien dan efektif”. Se dangkan menurut Francis Fuku­yama (1995), “Modal sosial menunjuk pada kapabilitas yang muncul dari kepercayaan umum di dalam sebuah masyarakat atau bagian­bagian tertentu darinya...”

James Colemen, memberikan catatan bahwa modal sosial akan menimbulkan dampak yang memungkinan sebuah tinda-kan bersama berlangsung efektif­efesien

Kapital Sosial Tokoh MasyarakatDalam Pusaran Pemilu

NUR SYAMSI, S.Pd.Divisi SDM dan Parmas

KPU Kota Surabaya

apabila di dalam kelompok tersebut terdapat pola. Pertama partisipasi: salah satu kunci keberhasilan membangun modal sosial ter-letak pada kemampuan sekelompok orang dalam melibatkan diri yang dilakukan atas prinsip kesukarelaan. Kedua, Resiprocity: adanya kecenderungan saling tukar kebaikan antar anggota kelompok atau masyarakat. Ketiga Trust: adanya untuk mengambil resiko dalam hubungan sosialnya yang didasari oleh perasaan bahwa yang lain akan senantiasa bertindak dalam pola hubungan yang saling mendukung. Keempat norma sosial, norma sosial berperan untuk mengotrol bentuk perilaku yang tumbuh dimasyarakat. Kelima nilai­nilai: adanya suatu ide atau gagasan yang telah turun temurun dan dianggap be-nar di tengah masyarakat. Keenam tindakan proaktif: adanya keinginan untuk mencari jalan atas keterlibatan mereka dalam suatu kegiatan masyarakat.

Sehingga modal sosial bisa dimaknai se-

Kesamaan kebutuhan akan pelayanan publik dari para pimpinan yang lahir dari proses pemilu inilah yang didorong bersama-sama oleh KPU bersama tokoh masyarakat dengan sosial capital yang dimiliki, untuk mampu memunculkan partisipasi, Resiprocity, Trust, norma sosial, dan nilai-nilai, akan memunculkan tindakan proaktif masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya.

Page 14: Suara KPU Jawa Timur Jurnal IDe · Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 1 P uji Syukur senantiasa terus kita panjatkan kepada Allah SWT atas rah-mat dan karunia-Nya, sehingga Komisi

10

bagai interaksi sosial seseorang yang bersifat parsipatif mutualisme, saling melibatkan diri dan memiliki terhadap suatu kegiatan diten-gah masyarakat, yang berakibat pada mun-culnya kepercayaan masyarakat ter hadap kapabilitas seseorang tentang nilai­nilai yang disandarkan pada norma­norma yang ber-laku. Sebagian besar orang menganggap bahwa modal sosial tidak bisa muncul de­ngan tiba­tiba apalagi ditukar dengan kapital ekonomi, tetapi harus dengan proses yang panjang dan dijaga dari waktu ke waktu. San-daran berbagai gagasan dan nilai ter hadap norma­norma menjadi sangat penting, ka­rena masyarakat akan melihat nilai­nilai yang kita tawarkan, perilaku yang kita kerjakan berdasarkan norma yang disepakati dan berkembang di tengah masyarakat. Kapita­lisasi nilai­nilai dari waktu ke waktu ini di kemudian hari akan mampu menggerakkan kesukarelaan masyarakat untuk mendukung gagasan yang ditawarkan.

Sementara itu, tokoh masyarakat Menu-rut UU Nomor 8 Tahun 1987 pasal 1 ayat 6 Tentang Protokol bahwa tokoh masyarakat adalah seseorang yang karena kedudu-kan sosialnya menerima kehormatan dari masyarakat dan/atau Pemerintah. Sedang pengertian tokoh masyarakat menurut UU Nomor 2 Tahun 2002 pasal 39 ayat 2 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia) bah-wa bahwa tokoh masyarakat ialah pimpinan informal masyarakat yang telah terbukti me-naruh perhatian terhadap kepolisian.

Menurut Musni Umar dalam artikel Tang-gungjawab Pemimpin dan Tokoh Masyarakat terhadap Rakyat dan Pembangunan, mem-berikan ciri­ciri seseorang disebut biasanya ditokohkan di masyarakat. Pertama, Kiprah-nya di masyarakat sehingga yang bersangku-tan ditokohkan oleh masyarakat yang berada dilingkungannya secara non formal. Tokoh seperti ini biasanya lahir dari kegiatan ke-masyarakatan baik yang bergerak sosial­kea-gamaan maupun sosial­kemasyarakat. Kedua, memiliki kedudukan formal di pemerintahan seperti Lurah/Wakil Lurah, Camat/Wakil Ca-mat, Walikota/Wakil Walikota, Gubernur/Wakil Gubernur dan lain­lain. Karena memili-ki kedudukan, maka sering blusukan dan ber-sama masyarakat yang dipimpinnya. Ketiga, mempunyai ilmu yang tinggi dalam bidang

tertentu atau dalam berbagai bidang, Ka­rena kepakarannya, maka yang bersangkutan diberi kedudukan dan penghormatan yang tinggi. Keempat, ketua partai politik yang dekat masyarakat dan menyediakan waktu untuk berinteraksi dengan masyarakat, suka menolong masyarakat diminta atau tidak. Kelima, usahawan/pengusaha yang rendah hati, dan peduli kepada masyarakat.

Pola Hubungan Modal Sosial, Tokoh Masyarakat, dan Pemilu

Pemilu merupakan panggung perta-rungan politik peserta pemilu untuk meraih kekuasaan. Sebagai sebuah arena pertaru­ngan, tentu segala sumber daya politik yang dimiliki oleh peserta pemilu akan dikerahkan untuk mengkapitalisasi suara masyarakat. Dalam konsepsi politik, optimalisasi sumber daya politik untuk memenangkan, menda­patkan, mempertahankan, atau memperluas kekuasaan menjadi kunci sebuah keberhasi-lan kerja­kerja politik. Kerja­kerja politik yang memakan waktu dan energi tidak sedikit, akhirnya menjadi tidak bermakna, ketika mereka mengetahui hasil pemilu yang tidak sesuai dengan kalkulasi politiknya.

Teori modal Piere Felix Bourdieu , mem-bagi modal/sumber daya politik menjadi em-pat yaitu modal ekonomi, modal sosial/modal sosial, modal kultural, dan modal simbolik.

Berawal dari teori ini, penulis hendak mencari pola hubungan modal sosial, tokoh masyarakat dan kesuksesan penyelengga-raan pemilu dilihat dari perspektif partisipasi masyarakat. Sekalipun senyatanya modal so-sial bukan satu­satunya modal yang mampu mengerakkan pemilih untuk berpartisipasi da-lam memilih calon yang diinginkan. Tetapi di tengah masyarakat transisional antara paterna-lis­rasionalis, modal sosial memegang peranan yang tidak kecil dalam memobilisasi massa.

Modal sosial merupakan jaringan hubun-gan sebagai sumber daya untuk penen-tuan kedudukan sosial. Modal sosial ini bi-asanya dimiliki oleh para tokoh masyarakat masyarakat. Dengan rekam jejak yang sela-ma ini mereka jalani, masyarakat akan dengan mudah menaruh kepercayaan terhadap ajakan para tokoh untuk mengikuti secara suka rela atas pilihan politik para tokoh tersebut. Ter-bangunnya unsur­unsur modal sosial berupa

Page 15: Suara KPU Jawa Timur Jurnal IDe · Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 1 P uji Syukur senantiasa terus kita panjatkan kepada Allah SWT atas rah-mat dan karunia-Nya, sehingga Komisi

Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 11

1111

partisipasi, resiprocity, trust, norma sosial, dan nilai­nilai, akan memunculkan tindakan proak-tif dalam lingkaran sosial kelompok masyarakat tertentu untuk mencari jalan atas keterlibatan mereka dalam suatu kegiatan kelompok.

Keberadaan partai politik dengan basis ideologis baik yang ideologis religius mau-pun idelogis kebangsaan adalah sebuah re-alita bahwa modal sosial para tokoh adalah magnet yang tidak bisa dipisahkan dalam proses mobilisasi massa untuk mengikuti ide dan gagasan para tokoh. Keberadaan tokoh masyarakat dengan berbagai kategorinya di hampir setiap kampanye partai atau kampa-nye calon menunjukkan bahwa modal sosial yang mereka miliki dirasa mampu menjadi pintu masuk untuk menyampaikan gagasan dan ajakan menyamakan visi­misi dan pilihan politik masyarakat.

Kesadaran akan pentingnya modal so-sial dalam perspektif kekuasaan yang se-makin tinggi, tidak jarang modal sosial tokoh masyarakat kemudian dimanfaatkan secara instan. Partai politik sebagai tempat lahirnya calon­calon penguasa, banyak menjadikan tokoh masyarakat sebagai calon yang di-usung dengan menegasikan kerja­kerja poli-tik para kader. Karena berdasarkan kalkulasi politik, modal sosial yang dimiliki kader tidak akan mampu meraih tujuan politik partai.

Dinamika politik kekinian baik lokal mau-pun nasional menunjukkan, semakin tinggi modal sosial para tokoh yang diusung oleh partai politik akan memudahkan partai poli-tik dalam mengkonstruksi ber­kelindan­nya berbagai sumber daya politik yang telah dimi-liki sebelumnya. Dengan demikian kekuatan

mobilisasi massa untuk menggunakan hak politiknya akan semakin kuat yang akan ber-dampak pada raihan suara yang diharapkan.

Kekinian, kesadaran akan pentingnya op-timalisasi modal sosial para tokoh masyarakat juga berkembang dalam konteks penyeleng-garaan pemilu. Sekalipun dalam perspektif yang berbeda, lembaga penyelenggara pemi-lu dalam hal ini KPU dengan azas netralitas-nya telah memandang bahwa dengan modal sosial yang para tokoh masyarakat di semua lini dan tingkatan juga bisa dioptimalisasi da-lam rangka mengajak dan mendorong pemi-lih untuk menggunakan hak pilihnya. Para to-koh terlibat memberikan kesadaran kepada masyarakat bahwa segala tatanan kehidupan (mulai dari pembangunan fisik, kehidupan beragama, peningkatan sumber SDM sampai dengan harga dasar kebutuhan pokok rumah tangga), akan bersinggungan dengan kebi-jakan­kebijakan yang akan dihasilkan dari para pimpinan yang lahir dari proses pemilu. Kesamaan kebutuhan akan pelayanan pub-lik dari para pimpinan yang lahir dari proses pemilu inilah yang didorong bersama­sama oleh KPU bersama tokoh masyarakat den-gan modal sosial yang dimiliki, untuk mampu memunculkan partisipasi, resiprocity, trust, norma sosial, dan nilai­nilai, akan memun-culkan tindakan proaktif masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya.

Betapa kemudian optimalisasi modal so-sial yang dimiliki oleh para tokoh masyarakat manyumbang peran yang sangat besar dalam menggerakkan partisipasi masyarakat baik untuk suksesnya pemilu baik dalam perspek-tif kekuasaan maupun penyelenggaraan. r

Page 16: Suara KPU Jawa Timur Jurnal IDe · Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 1 P uji Syukur senantiasa terus kita panjatkan kepada Allah SWT atas rah-mat dan karunia-Nya, sehingga Komisi

12

Kehendak dan kedaulatan individu tersebut diekspresikan dalam suatu pemilihan umum secara periodik (Free

and Fair) menjadi dasar dari sebuah peme­rintahan yang demokratis. Tentu saja tidak akan ada pemilihan umum apabila tidak ada pemilihnya, orang­orang yang memiliki hak suara. Bagi badan penyelenggara pemili-han umum, pemilih adalah stakeholder (pe-mangku kepentingan) utama. Banyak penye-lenggara pemilihan umum di seluruh dunia termasuk komisi pemilihan umum (KPU) di Indonesia yang menggunakan slogan tidak jauh dari kata­kata “melayani pemilih meng-gunakan hak pilihnya”. KPU sebagai penye-lenggara pemilihan umum terbesar di dunia yang dilaksanakan dalam satu hari, melayani 190.123.794 pemilih di seluruh wilayah In-donesia termasuk didalamnya pemilih di kedutaan RI di negara­negara asing.

Dalam suatu pemilihan tentu saja selain ada pemilih, tentu ada pula sesuatu untuk dipilih. Bagi KPU, stakeholder penting lain-nya adalah peserta pemilu, baik partai politik peserta pemilu (P4) ataupun para calon ang-gota legistlatif dan pasangan calon penye-

WEDARINI KARTIKASARI, S.KomStaf Subbag Program dan DataKPU Kabupaten Lumajang

lenggara eksekutif. Pelayanan kepada peser-ta pemilu sama pentingnya dengan melayani pemilih menggunakan hak pilihnya, karena peserta pemilu nantinya akan terpilih untuk menjalankan pemerintahan dengan mem-bawa kedaulatan yang dipercayakan oleh konstituennya.

Secara garis besar, pemilih dan peserta pemilu adalah stakeholder utama KPU. Na-mun dalam sistem demokrasi yang kompleks, dapat dikatakan bahwa stakeholder KPU sebenarnya adalah seluruh entitas yang be-rada dalam sebuah pemerintahan demokra-tis. International IDEA membagi stakeholder penyelenggara pemilu dalam dua kelompok besar, yakni primer dan sekunder. Adapun kelompok stakeholder primer yakni antara lain: a) partai politik dan kandidat; b) staf badan penyelenggara pemilu; c) lembaga pemerintah; d) lembaga legislatif; e) badan penyelesaian sengketa pemilu; f) badan peradilan; g) pemantau pemilu, warga dan pengamat pemilu internasional; h) media massa; i) pemilih: pemilih dan calon pemilih; j) organisasi masyarakat sipil; dan k) komu-nitas donor dan lembaga bantuan pemilu.

Staf Penyelenggara Pemilu;Stakeholder Yang Tak TerlihatPemilihan umum sesuai yang diamanatkan dalam Universal Dec-laration of Human Right, adalah salah satu cara Individu yang berdaulat untuk turut serta dalam pemerintahannya, baik secara langsung (Direct Democracy) atau melalui perwakilan (Represen-tative Democracy).

Page 17: Suara KPU Jawa Timur Jurnal IDe · Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 1 P uji Syukur senantiasa terus kita panjatkan kepada Allah SWT atas rah-mat dan karunia-Nya, sehingga Komisi

Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 13

Sedangkan stakeholder sekunder adalah pe-mangku kepentingan yang memiliki hubungan yang tidak cukup dalam dengan sistem pemilu namun diperlukan dalam prosesnya. Stake-holder tersebut antara lain: penyedia/rekanan, masyarakat umum, dan jaringan internasional.

Pelayan dari PelayanStakeholder KPU bekerja seperti kom-

ponen­komponen kecil dalam sebuah alat elektronik. Masing­masing memiliki peran dan fungsi masing­masing. Ada kalanya, satu komponen bermasalah akan membawa dampak yang luas bagi komponen­komponen lainnya dalam sistem tersebut. Se perti yang dialami KPU pada masa verifikasi peserta pemilu tahun 2014 dimana terdapat konflik internal yang melibatkan komisioner dengan sekretariat jenderal. Kasus tersebut mulai terkuak ketika salah satu komisioner KPU RI mengeluhkan “pembangkangan” dari staf sekretariat jenderal, bahwa mereka yang se-harusnya melayani dan membantu pekerjaan komisioner, berlaku tidak profesional sehingga pekerjaan penetapan hasil verifikasi P4 menja-di tertunda. Tidak perlu menuding siapa yang benar siapa yang salah dalam kasus ini, peker-jaan dalam pemilihan umum penuh dengan tekanan sehingga mudah bagi siapapun yang berada di dalamnya untuk bertindak irasional ketika dihadapkan dalam sebuah konflik.

Terlepas dari benar­salahnya, satu hal yang patut diperhatikan adalah bahwa kon­flik tersebut apabila dibiarkan, dapat meng-ganggu jalannya pelaksanaan pemilihan umum anggota DPR, DPD dan DPRD tahun 2014. Seperti yang disebutkan dalam Interna-tional IDEA, Staf Penyelenggara Pemilu juga merupakan salah satu stakeholder pri mer. Staf penyelenggara pemilu dituntut untuk melaksanakan pekerjaan secara profesional, berintegritas dan penuh loyalitas, dengan kata lain, SDM yang kuat. Pada dasarnya staf adalah roda yang menggerakkan semua pekerjaan penyelenggara pemilu. Di Indo-nesia, KPU dibantu oleh sekretariat jenderal yang merupakan aparatur sipil negara, baik yang diperbantukan dari instansi asal, atau-pun hasil perekrutan sendiri (organik). Tugas sekretariat (jenderal) tertulis secara gamb-lang dalam Undang­Undang no 15 tahun 2011 Tentang Penyelenggara Pemilu yakni untuk

melayani KPU dan struktur dibawahnya dalam menyelenggarakan pemilu . Jadi dapat dika-takan, apabila KPU adalah pelayan pemilih untuk menggunakan hak pilihnya, maka staf sekretariat adalah “pelayan dari pelayan”.

Memperkuat SDMTidak ada salahnya menjadi pelayan, yang

salah adalah ketika pelayan tersebut tidak menjalankan tugas dengan semestinya. Staf sekretariat harus memiliki mindset pelayanan prima, bahwa “tuan” yang sebenarnya adalah rakyat yang berdaulat, dan dengan peran ser-tanya, kedaulatan itu dapat diwujudkan men-jadi sebuah pemerintahan yang stabil dan demokratis. Sayangnya, berbagai permasala-han terkait staf sekretariat KPU umumnya mengenai profesionalitas dan loyalitas. SDM yang kurang mumpuni dan memiliki produk-tivitas rendah, masih menjadi hambatan bagi KPU dan jajaran dibawahnya (KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota) untuk melaksana-kan suatu pekerjaan dalam pemilu.

Beberapa hal yang dapat dilakukan un-tuk mencapai Staf Penyelenggara Pemilu yang profesional, independen, berintegritas dan loyal adalah antara lain: memperlakukan semua staf dengan jujur dan adil; memberi-kan tunjangan dan gaji berdasarkan kinerja; membuka peluang kesempatan berkarir bagi staf; mengakui pencapaian/prestasi staf; menyediakan lingkungan kerja yang kon-dusif; memastikan kesempatan yang setara; membangun budaya kerja kerjasama tim dan saling percaya; memberikan pelatihan dan pendidikan untuk memperkuat skill; dan melibatkan staf dalam organisasi dan meren-canakan pekerjaan mereka.

Beberapa tahun terakhir ini, KPU telah memberikan perhatian yang luar biasa ke-pada jajaran stafnya di tingkat pusat hingga ke kabupaten/kota. KPU telah dapat mem-berikan tunjangan tambahan berbasis kinerja untuk me ningkatkan ke sejahteraan stafnya, memberikan pendidikan pelatihan dan bah-kan beasiswa kepemiluan. Proses ini tentunya tidak instan dan hasilnya tidak langsung ter-lihat mata, namun dapat dipastikan dampak-nya pada pemilu­pemilu yang akan datang.

LoyalitasSeperti yang disebutkan dalam UU nomor

Page 18: Suara KPU Jawa Timur Jurnal IDe · Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 1 P uji Syukur senantiasa terus kita panjatkan kepada Allah SWT atas rah-mat dan karunia-Nya, sehingga Komisi

14

15 tahun 2011, organisasi KPU adalah orga­nisasi dua kamar, yang terdiri dari komisio­ner dan sekretariat. Pada awal pembentukan KPU, kebutuhan staf pegawai KPU dipenuhi dari kementerian dalam negeri dan PNS pe-merintah Daerah hingga saat ini. Adanya dua unsur pimpinan (instansi asal dan KPU) membuat loyalitas staf tersebut diragukan, terlebih Indonesia masih mengalami masa transisi yang dibayangi oleh ingatan keber-pihakan aparatur sipil negara kepada rezim penguasa sehingga belum ada kepercayaan dari masyarakat.

Di tingkat kabupaten/kota, terdapat suatu kelaziman bahwa pegawai yang diperbantu-kan untuk KPU adalah pegawai yang kurang berkontribusi kepada pemerintah daerah, sehingga kepindahannya bukan merupa-kan suatu kehilangan aset SDM yang besar. Dari hal tersebut, KPU menghadapi masalah dalam penguatan SDM. Misalnya, setelah memberikan pendidikan dan pelatihan kepa-da staf, tiba­tiba staf tersebut ditarik kembali oleh instansi asal. Hal ini merupakan suatu kegiatan sia-sia yang menggunakan uang negara untuk sesuatu yang tujuannya tidak tercapai. Oleh karena itu, KPU memutuskan merekrut sendiri stafnya dengan standar dan spesifikasi yang menjamin profesionalitas staf yang kelak bekerja di KPU.

Mengenai kasus konflik internal yang terjadi pada tahun 2014, apakah hal terse-but terjadi karena kurangnya loyalitas staf sekretariat kepada komisioner KPU? Tidak ada yang mampu memastikan loyalitas se­seorang, namun dapat dipastikan bahwa staf­staf sekretariat jenderal adalah staf­staf senior yang memiliki pengalaman menjalan­kan pemilu bertahun­tahun. Beberapa kala­ngan berpendapat, konflik tersebut muncul karena kurangnya komunikasi antara komi-sioner dengan sekretariat jenderal. Seha­rusnya sebelum masalah “pembangkangan” itu dikeluhkan ke publik, komisioner dapat melakukan dialog kepada stafnya.

Agen Profesional Berorientasi Pelayanan PrimaApa dampaknya ketika KPU melakukan

penguatan SDM kepada stafnya? Apabila telah dibentuk jajaran staf yang profesional, berintegritas dan loyal, KPU akan memiliki seperangkat agen yang dapat berjalan secara

otomatis karena telah memiliki kesatuan visi dan misi pada KPU. Staf yang telah diperkuat tersebut dapat melakukan inovasi­inovasi dan inisiatif dalam melaksanakan peker-jaannya, bukan staf yang “menunggu pe­rintah” atau yang bekerja asal­asalan untuk “menggugurkan kewajiban”. Dengan adanya staf yang berintegritas, atau dalam bahasa awamnya bekerja sesuai dengan peraturan baik dilihat maupun tidak, komisioner tidak perlu harus menangani semua lini pekerjaan pemilu secara langsung, dan dapat fokus pada pembuatan kebijakan­kebijakan karena stafnya telah mengerti pada apa yang diker-jakannya.

Mindset pelayanan prima dan pengeta-huan mengenai pemilu berintegritas men-jadikan staf mengetahui dengan pasti apa yang menjadi tujuan dalam sebuah kegiatan, atau tahapan pemilu. Staf yang diperkuat tersebut, diharapkan mampu mengatasi masalah­masalah pada pelayanan prima se-bagaimana hasil kajian Lembaga Administrasi Negara yakni, antara lain: kurang responsif, kurang informatif, tidak mudah dijangkau, kurang koordinasi, birokratis (tidak mampu mengambil inisiatif­inovatif memangkas jalur birokrasi), tidak mau mendengar keluhan masyarakat yang dilayani, dan tidak efisien.

Meskipun demikian, usaha­usaha KPU untuk memperkuat SDM demi mewujudkan staf profesional, berintegritas dan loyal tidak lepas dari berbagai permasalahan. Misalnya, perbedaan usia yang terlalu mencolok antara komisioner dan staf, bahkan antar staf send-iri, membuat komunikasi terhambat pada rasa yang orang jawa sebut “ewuh-pakewuh”. Selain itu, banyak juga staf yang masih muda dan memiliki banyak hal yang menyita per-hatian daripada untuk meningkatkan kualitas dan profesionalismenya.

Staf KPU merupakan salah satu kom-ponen stakeholder yang tidak terlihat oleh publik, namun keberadaannya merupakan sesuatu yang vital. Kepercayaan masyarakat terhadap hasil pemilu tergantung dari kinerja KPU dan jajaran staf sekretariat jenderalnya, sehingga penguatan SDM menjadi salah satu fokus KPU dalam untuk mencapai pemilu yang berlandaskan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil serta berinteg-ritas. r

Page 19: Suara KPU Jawa Timur Jurnal IDe · Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 1 P uji Syukur senantiasa terus kita panjatkan kepada Allah SWT atas rah-mat dan karunia-Nya, sehingga Komisi

Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 15

Pemilu merupakan jalan panjang da-lam catatan sejarah yang tentunya menuai ceritanya tersendiri. Pemilu

dianggap sebagai pesta demokrasi, pemilu juga sebagai media transformasi pendidikan politik bagi masyarakat. Pemilu juga sebagai pola strategi untuk memenangkan salah satu calon atau pasangan calon dalam bingkai tahapan pemilu.

Pemilu dirancang sedemikian rupa da-lam proses jadwal, program dan tahapan penyelenggaraan pemilu agar seluruh kegia-tan pemilu berjalan sesuai dengan Undang­undang dan Peraturan KPU guna optimalisasi penyelenggaraan pemilu berjalan secara Luber dan Jurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil). Pemilu juga menjadi serangkaian tahapan, proses, jadual untuk menjadikan momentum kedaerahan sebagai sarana menentukan hak pilihnya.

Pesta demokrasi kedaerahan merupakan kepentingan daerah yang menjadi sangat penting karena untuk memajukan daerahnya dalam kurun waktu lima tahun yang akan

MH. FATHUR ROHMAN, SH.IDivisi SDM dan Parmas

KPU Kabupaten Lamongan

datang. Tentunya, pemilu ini menjadi ke-pentingan bersama­sama antara pemerintah daerah yang termaktub dalam garis koordi-nasi antar pemangku kebijakan di daerah, penyelenggara pemilu serta khalayak publik yaitu masyarakat.

Pada UU nomor 10 tahun 2016 pasal 133A berbunyi, Pemerintah daerah bertang-gung jawab mengembangkan kehidupan demokrasi di daerah khususnya meningkat-kan partisispasi masyarakat dalam menggu-nakan hak pilihnya. Pada poin ini jelas bahwa tanggungjawab tentang sosialisasi peningka-tan partisipasi masyarakat, penyelenggara pemilu dan pemerintah memiliki peran yang sama untuk peningkatan pemilih. Stake-holder di daerah tentunya memiliki peranan sama untuk melakukan sosialisasi, transfor-masi kepada masyarakat dalam hal peningka-tan partisipasi pemilihan. Stakeholder disini tentunya adalah pemangku kebijakan yang memiliki peran dan fungsi dalam menyukses-kan penyelanggaraan pemilu di daerah ten-tunya sesuai wewenangnya masing-masing

Ajang pemilihan umum adalah merupakan momentum yang ditung-gu-tunggu oleh banyak pihak yang berkepentingan. Pemilu adalah

bagian terpenting untuk membangun proses demokrasi didaerah untuk memilih kepala daerah, Anggota DPR, DPRD dan DPD.

Peran Strategis Pemangku KebijakanDalam Kesuksesan Pemilu di Daerah

Page 20: Suara KPU Jawa Timur Jurnal IDe · Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 1 P uji Syukur senantiasa terus kita panjatkan kepada Allah SWT atas rah-mat dan karunia-Nya, sehingga Komisi

16

dan bukan untuk kepentingan politik praktis.

Stakeholders di Daerah dalam Proses Suk-sesnya Penyelenggaraan Pemilu

Pemerintah daerah, penyelenggara pemi-lu adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan dalam suksesnya penyelenggaraan pemilu di daerah, namun pemaknaannya tentunya sesuai peran dan fungsinya masing­masing. Pemangku kebijakan di daerah merupakan elemen pemangku kebijakan di daerah yaitu; Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif.

Penyelenggaraan pemilu di daerah tentu-nya akan berbeda nuansanya dengan pemilu di tingkat nasional, pemilihan kepala daerah di tingkat kabupaten dan kota juga tentunya akan berbeda dengan pemilihan kepala dae­rah di tingkat provinsi. Pun dengan pemilu anggota legislatif dan pilpres tentunya juga nuansanya akan berbeda. Nuansa itu ada-lah tentang proses regulasi serta dinamika politik lokal kedaerahan, walaupun politik kedaerahan bukan tolak ukur dari suksesnya penyelenggaraan pemilu di daerah.

Pemangku kebijakan di daerah yang sangat bersinggungan dengan proses pelak-sanaan pemilu adalah: a) Disdukcapil Yang Kaitannya Tentang Data Kependudukan Daer-ah. KPU Kabupaten dan Kota memiliki kewa-jiban untuk melakukan proses pemutakhiran data pemilih yang tentunya harus melakukan

koordinasi dengan instansi ini karena kaitan-nya dengan data kependudukan daerah agar data pemilih benar­benar valid untuk nanti-nya dilakukan proses validasi pemutakhiran data pemilih; b) Kesbangpol Kaitannya Ten-tang Pembinaan Kepada Masyarakat, Ormas Dan Partai Politik. Lembaga ini juga menjadi mitra kerja KPU dalam proses pembinaan kepada masyarakat tentang pendidikan pemilih, pendidikan politik dan demokrasi. Pembinaan kepada masyarakat, organisasi masyarakat dan partai politik; c) Badan Ling-kungan Hidup. Proses kampanye tentunya memperhatikan kaidah­kaidah lingkungan, keindahan, keasrian lingkungan serta tetap memegang aturan undang­undang dan pera-turan pemerintah serta peraturan daerah (Perbup atau Perwali); d) Satpol PP. Kaitannya tentang penegakan perda, kaitannya tentang penyelenggaraan pemilu berupa pemasangan alat peraga kampanye harus sesuai aturan main; e) Dinas Perijinan. Sosialisasi trans-formasi kepada publik tentunya bagian yang sangat penting, pada masa kampanye juga tentunya harus memperhatikan zona­zona yang diperbolehkan untuk tempat iklan atau reklame informasi; f) Dinas Perhubungan kaitannya tentang pengaturan lalu lintas un-tuk kepentingan masa kampanye agar tidak menggangu ketertiban umum; g) Pemerintah daerah bidang hukum, keuangan yang tentu-

Page 21: Suara KPU Jawa Timur Jurnal IDe · Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 1 P uji Syukur senantiasa terus kita panjatkan kepada Allah SWT atas rah-mat dan karunia-Nya, sehingga Komisi

Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 17

nya ini juga tentang kepentingan kesuksesan pemilu kaitannya tentang dana hibah dari pemerintah daerah kepada KPU; h) TNI dan POLRI merupakan elemen penting dalam pros-es pengamanan dalam penyenggaraan pemilu; i) DPRD merupakan lembaga legislatif yang melakukan pengawasan ter hadap pelaksanaan penyelenggaraan pemilu agar berjalan dengan baik serta sesuai aturan perundang­undangan. Lembaga ini juga memiliki garis koordinasi da-lam pengawasan penggunaan dana keuangan daerah yang digunakan oleh KPU.

Jalan Panjang Pelaksanaan PemiluPenyelenggaraan pemilu adalah tahapan

yang menjadi tolak ukur sukses atau tidaknya proses penyelenggaraan pemilu di daerah. Lembaga pengawas pemilu juga bagian ter-penting dalam proses pengawasan untuk proses demokrasi di daerah bisa berjalan dan dapat diterima oleh semua pihak yang berke-pentingan. Pemerintah daerah adalah media pemangku kebijakan yang bisa membantu KPU dalam melakukan transformasi infor-nasi kepada masayarakat tentang informasi kepemiluan dan pelaksanaan.

Jalan panjang pelaksanaan pemilu ten-tunya harus tetap memegang teguh asas pemilu yaitu; langsung, umum, bebas, raha-sia, jujur dan adil. Pemaknaan asas pemilu ini harus dijadikan media standarisasi dalam se-tiap momentum pemilu agar pesta demokra-si daerah tidak terciderai oleh kepentingan politik keterpihakan. Berpihak adalah sikap manusiawi yang dimiliki oleh setiap pemilih atau individu seseorang apapaun jabatannya, apapun peran dan fungsinya sebagai pemilih atau pelaku politik.

Publik akan menyalurkan hak politiknya untuk memilih pemimpin yang sesuai de­ngan keinginnnya, pendidikan politik bagi masyarakat tentunya tidak hanya cukup pada formalitas transformasi informasi semata saja namun lebih daripada itu yaitu bahwa penyelenggara pemilu mampu memuncul-kan trust (kepercayaan) kepada seluruh ele-men dan menunjukkan sikap demokrasi yang tidak berpihak kepada kepentingan apapun. Sikap penyelenggara pemilu tersebut harus disadari dan dijalankan pada aktifitas kepemi-luan dan setiap proses pelaksanaan pemilu.

Standarisasi asas pemilu dalam kepenti­

ngan transformasi kepada publik dapat di­ukur dengan: Pertama, nilai profesionalitas penyelenggara pemilu dengan tanpa ber-pihak kepada kepentingan apapun. Kedua, Sikap integritas penyelenggara pemilu ditun-jukkan dalam optimalisasinya sebagai penye-lenggara pemilu dengan sikap keterbukaan informasi kepada publik dan masyarakat. Ketiga, Independen adalah sikap yang sa ngat harus dijunjung tinggi guna kepercayaan masyarakat yang menggantungkan sikap pilihannya pada momentum pelaksanaan pemilu. Keempat, jujur adalah sikap penye-lenggara pemilu sebagai media kontrol se-cara individu dan kelembagaan. Kelima, adil adalah sikap untuk memunculkan kesetaraan dan kesamaan hak antar peserta pemilu.

Inilah bagian terpenting dalam proses pelaksanaan pemilu agar berjalan secara opti-mal dan dapat diterima oleh semua pihak. KPU dan penyelenggara pemilu lainnya tentunya bu-kan lembaga pemuas demokrasi, namun tentu-nya kepercayaan publik pada lembaga ini akan selalu dijaga untuk kepentingan kelembagaan KPU, untuk menjaga institusi serta menjunjung tinggi marwah organisasi sebagai wakil rakyat dalam menyalurkan hak pilihnya.

Kepercayaan masyarakat kepada KPU adalah media jalinan yang harus tetap dijaga utuh guna proses pelaksanaan pemilu sesuai dengan jadual dan tahapannya. Kepercayaan masyarakat kepada penyelenggara pemilu ada-lah keharusan yang harus dijaga, karena tentu-nya sebagai pejuang demokrasi akan menunjuk-kan sikap integritasnya sebagai penyelenggara pemilu. Nilai kepercayaan masyarakat itu akan menjadi support bahwa perjalanan panjang proses demokrasi berjalan dengan baik dan dapat diterima oleh semua pihak.

Penyelenggara pemilu, stakeholder, pe-serta pemilu daan pemilih adalah garis ke-sinambungan untuk menjadikan demokrasi sebagai media kepentingan bersama untuk sama­sama memajukan daerahnya agar le­bih baik lagi. Semoga masyarakat akan tetap percaya bahwa penyelenggara pemilu adalah lembaga satu­satunya yang menjadi penyalur untuk menyalurkan hak pilihnya. Penyeleng-gara pemilu akan tetap menjunjung tinggi asas pemilu sebagai ruh individu dan kelem-bagaan, agar proses demokrasi berjalan se­suai untuk kepentingan masyarakat. r

Page 22: Suara KPU Jawa Timur Jurnal IDe · Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 1 P uji Syukur senantiasa terus kita panjatkan kepada Allah SWT atas rah-mat dan karunia-Nya, sehingga Komisi

18

1818

KPU Jawa Timur Dalam Bingkai

Press Release Hasil Riset Parmas Pilkada Serentak Tahun 2015 dengan Calon Tunggal di Kabupaten Blitar, Media Centre KPU Jatim, 2 September 2016.

Pelantikan Pejabat Struktural Eselon III dan IV, KPU Jatim, 19 September 2016.

Rakor Anggaran Pilkada Serentak 2018, KPU Jatim, 26 September 2016.

Page 23: Suara KPU Jawa Timur Jurnal IDe · Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 1 P uji Syukur senantiasa terus kita panjatkan kepada Allah SWT atas rah-mat dan karunia-Nya, sehingga Komisi

Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 19

Seminar Hasil Riset Parmas Pilkada Serentak 2015 dengan Calon Tunggal di Kabupaten Blitar, KPU Jatim, 2 September 2016.

Kursus Kepemiluan dan Fasilitasi Pendidikan Pemilih, KPU Jatim, 28­29 September 2016.

Rakornas Pengelolaan Logistik Pemilu 2017, Hotel Santika Premiere Surabaya, 14­16 September 2016.

19

KPU Jawa Timur Dalam Bingkai

Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016

Page 24: Suara KPU Jawa Timur Jurnal IDe · Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 1 P uji Syukur senantiasa terus kita panjatkan kepada Allah SWT atas rah-mat dan karunia-Nya, sehingga Komisi

20

AYYUHANNAFIQKetua KPU Kabupaten Mojokerto

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan sarana bagi warga negara untuk menyalurkan aspirasinya. Kedaulatan rakyat yang menjadi sendi uta-ma sistem demokrasi dikonversikan menjadi sebuah dukungan pada salah satu kekuatan politik atau person yang akan bertindak sebagai penentu kebijakan publik. Oleh karena itu massifitas warga negara da-lam menyalurkan aspirasinya selalu menjadi ukuran sukses atau tidak nya sebuah kegiatan Pemilu dari waktu ke waktu.

Partisipasi pemilih adalah tingkat ke-hadiran warga yang memiliki hak pilih untuk datang ke tempat pemungutan

suara (TPS). Jumlah kehadiran itu kemudian diperbandingkan dengan jumlah orang yang tercatat dalam daftar pemilih tetap (DPT) pemilu yang dikeluarkan oleh komisi pemi-lihan umum (KPU). Angka perbandingan itu-lah yang diasumsiikan sebagai ukuran keber-hasilan pelaksanaan pemilu. Karena asumsi tersebut maka KPU selalu memasang target angka partisipasi sebagai ukuran keberhasi-lan kinerja.

Kehadiran pemilih untuk menggunakan hak suaranya tentu tidak berdiri sendiri. Ke-mauan mereka kegiatan tersebut. Banyak pihak yang berperan menggiring konstituen menuju bilik suara. Para pemangku kepen­tingan atau stakeholder itu bekerja susuai dengan proporsinya masing­masing. Selain penyelenggara, KPU dan Bawsalu beserta jajarannya, terdapat pula pemerintah, par-tai politik, organisasi sosial kemasyarakatan, media massa dan sebagainya. Pemangku ke-

Media Massa dan PeningkatanPartisipasi Pemilu

pentingan tersebut memberikan opini yang bisa mempengaruhi pemilih dalam menen-tukan pilihannya.

Dalam paradigma politik modern, me-dia massa semakin kuat peranannya dalam kegiatan pemilu. Sebuah media memiiliki kemampuan untuk menyebarkan opini se-cara serempak pada khalayak pemilih. Opini sebagai pesan informasi dengan menggu-nakan saluran media massa akan sampai pada penerima. Pada gilirannya penerima (receiver) akan mencerna informasi tersebut dan menjadikan acuan dalam memilih partai atau orang yang dianggap mampu mewjud-kan aspirasinya. Maka tidak berlebihan jika mereka yang berkontestasi dalam pemilu selalu berusaha mendekati media massa. Tujuan akhirnya jelas mewujudkan keinginan untuk memenangkan kontestasi yang sedang berlangsung.Kekuatan Media Massa

Kekuatan media massa sebaga media penyebar opini dalam kegiatan politik se­perti yang terjadi dalam pemilihan presiden

Page 25: Suara KPU Jawa Timur Jurnal IDe · Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 1 P uji Syukur senantiasa terus kita panjatkan kepada Allah SWT atas rah-mat dan karunia-Nya, sehingga Komisi

Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 21

reaksi atas peristiwa tersebut. Kedua, media dianggap sebagai a mirror of events in society and the world, implying a faithful reflection. Media massa adalah cermin dari realitas faktual yang dapat ditangkap oleh indera. Realitas tersebut dipantulkan media massa untuk mendapat perhatian dari masyarakat. Seseorang juga dapat melihat kondisi suatu masyarakat dari media. Dari pantulan in-formasi itu mereka belajar tentang kondisi sosial di luar lingkungannya. Ketiga, media massa adalah filter atau gatekeeper tentang berbagai hal yang butuh perhatian intensif atau tidak. Media senantiasa memilih isu, informasi, atau konten yang dianggap pa­ling menarik dan representatif. Setiap media massa tentu tidak lepas dari misi yang diem-bannya. Mereka memiliki mekanisme sendiri dalam menentukan peristiwa memiliki bobot berita atau tidaknya. Di sini, khalayak “dipi-lihkan” oleh media tentang apa­apa yang layak diketahui dan mendapat atensi. Dalam titik ini, subjektifitas pengelola media dalam menentukan news value yang disajikannya.

Amerika Serikat pada tahun 1968. Richard Nixon yang diusung Partai Republik berhasil-mengalahkan Rubert Humprey dari partai Demokrat. Para ahli komunikasi massa me-nilai kemenang Nixon itu disebabkan ke-mampuanya tampil elegan di media massa. Keramahan dan senyumannya dalam me-nyapa awak media membuat Nixon menda-patkan simpati dan tampil di halaman depan koran­koran di Amerika. Media televisi tidak luput ikut menayangkan sosoknya. Dan sejak saat itu peran media sangat diperhitungkan dalam pelaksanaan even politik.

Pakar ilmu komunikasi, Dennis McQuail dalam buku Teori Komunikasi Massa menye-butkan, setidaknya ada lima hubungan yang terjadi antara media massa dan masyarakat. Pertama, media massa sebagai window on events and experience. Masyarakat selalu membutuhkan jendela untuk melihat ke ling-kungannya. Melalui media massa khalayak bisa melihat dan menilai apa yang terjadi pada lingkungannya. Berdasarkan informasi yang dikonsumsi lantas terjadilah proses

Page 26: Suara KPU Jawa Timur Jurnal IDe · Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 1 P uji Syukur senantiasa terus kita panjatkan kepada Allah SWT atas rah-mat dan karunia-Nya, sehingga Komisi

22

Kempat, media massa adalah guide atau pe-tunjuk jalan. Melalui media massa, wawasan masyarakat bertambah sehingga lebih ber-hati­hati dalam mengambil keputusan. Bisa juga menjadi panduan apa yang mesti dilaku-kan. Kelima, media massa adalah forum un-tuk menyampaikan pendapat atau gagasan. Melalui media masaa terjadi perang ide dan gagasan. Perang ide dan gagasan dalam me-dia massa itu dikenal sebagai polemik media, dimana dua atau lebih poros opini saling me-lemparkan pernyataan.

Ada banyak teori komunikasi yang berkembang, salah satunya adalah teori jarum suntik atau Hypodermic Nedle Theo-ri. Dalam teori ini asumsikan bahwa dapat membuat manusia atau khalayak terpenga­ruh perilakunya dengan beritanya maupun iklan, sehingga dapat terpengaruh secara langsung. Berita atau iklan merupakan obat yang diinjeksikan pada tubuh seseorang dan berpengaruh terhadap kondisinya tanpa dia berbuat apa­apa. Teori inilah yang paling banyak dianut dalam komunikasi politik.

Relasi Penyelenggara Pemilu dengan Media MassaBerangkat dari asumsi di atas, maka se-

bagai penyelenggara tentu juga berpendapat sama tentang kekuatan media massa dalam memberikan opini positif terhadap pemilu yang diselenggarakannya. Sebagai lembaga yang melayani kepentingan publik maka KPU tidak boleh menutup diri dari masyakarakat pemilih yang dilayannya. Media massa bisa mengakses setiap kegiatan dan tahapan yang sedang berlangsung dan menebarkan infor-masi pada khayak. Pada titik inilah terjadi sebuah relasi saling membutuhkan diantara KPU dengan media massa.

Kemampuan KPU tentu terbatas untuk bisa menjangkau semua kalangan. Sebesar apapun kegiatan sosialisasi yang dilakukan tentu masih lebih banyak orang yang belum bisa disentuh sosialisai tesebut. Pada sisi lain, media massa juka membutuhkan pasokan informasi terkini yang sedang berlangsung. Mereka berlomba mendapatkan informasi terkini agar tidak menjadi informasi basi. Keterkaitan kepintangan itu yang harus dise-laraskan agar tidak berubah menjadi sebuah persoalan di kemudian hari.

Secara kelembagaan KPU sudah me-merintahkan agar semua jajarannya mem-bina hubungan baik dengan media massa di daerahnya masing­masing. Masing­masing penyelenggara di daerah sudah memiliki ruang media centre. Pada ruangan itulah komunikasi kepentingan diantara keduanya dapat dilakukan. Media centre merupakan ruang publik yang difasilitasi oleh peneleng-gara pemilu. Pada ruang itu para awak me-dia dapat bekerja dengan sarana yang telah disiapkan, termasuk juga data publik yang dibutuhkannya.

Para awak media lokal Mojokerto su-dah terbiasa menjadikan media centre KPU kabupaten Mojokerto sebagai tempat me­ngirim berita. Media Centre itu bukan hanya berfungsi saat ada kegiatan kepemiluan saja. Hampir setiap hari awak media hadir ditem-pat tersebut. Bahkan tidak jarang rapat inter-nal para awak media juga dilakukan di media centre tersebut. Ka rena aktifitas kewartawa-nan yang dilakukan pada tempat itu banyak orang yang mengira media centre KPU sama dengan kantor Persatuan Wartawan Indone-sia (PWI) Mojokerto.

Partisipasi Pemilu di Kabupaten MojokertoKehadiran pemilih dalam pemilu di ka-

bupaten Mojokerto masih dalam kategori tinggi. Perjalanan pemilu dari waktu ke wak-tu tidak pernah turun dari kisaran angka 65 persen. Angka partasipasi tersebut tentu bu-kan semata­mata hasil kerja KPU sebagai pe-nyelenggara dan penanggung awab pemilu di daerah. Banyak pihak yang berkelindan da-lam mencapai angka partisipasi yang lumayan tinggi tersebut dan tidak ada satu stakehold-er­pun yang bisa mengklaim bekerja lebih dari yang lainnya, termasuk KPU sendiri.

Pera media massa juga harus diapresiasi. Sebagai daerah yang keberadaannya tidak jauh dari wilayah metropolitan Surabaya, tentu akses terhadap media bukan hal yang susah. Pada setiap rumah dapat dipastikan ada media komunikasi televisi yang me­nyiarkan berita lokal kegiatan pemilu. Belum lagi media massa online yang sekarang men-jadi trend yang dapat diakses langgsung dari genggaman. Selain itu tiras media cetak juga lumayan tinggi di wilayah Mojokerto. Menu-

Page 27: Suara KPU Jawa Timur Jurnal IDe · Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 1 P uji Syukur senantiasa terus kita panjatkan kepada Allah SWT atas rah-mat dan karunia-Nya, sehingga Komisi

Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 23

rut informasi awak media, nilai berita Mo-jokerto juga relatif tinggi. Penilaian itu yang menyebabkan peritiwa yang terjadi di Mo-jokerto mudah masuk dalam halaman media cetak, laman media online dan tayang pada media elektronik.

Besarnya pemberitaan itu pada giliran-nya dapat mendorong pemiih dalam me­nyalurkan aspirasinya pada pemilu di dae­rahnya. Mereka yang terbiasa mengkonsumsi berita di media massa dapat dikategorikan sebagai pemilih cerdas, pemilih yang memi-liki kesadaran dalam menggunakan hak poli-tiknya. Pada posisi inilah media massa melalu opini yang dibentuk mampu memberikan pembelajaran politik yang baik pada pemilih. Masyarakat yang cerdas akan mencerna in-formasi dan menjadikannya sebagai referensi untuk hadir atau tidak hadir ke TPS.

Walaupun dalam beberapa kegiatan pemilu di Mojokerto terjadi dinamika yang berskala tinggi, khususnya dalam dua kali Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah terakhir, secara empiris menunjuk-kan bahwa angka partisipasi tidak banyak bergeser. Pemilihan Bupati tahun 2010 yang diwarnai dengan kericuhan menghasilakn angka partisipasi 76,72 persen. Angka terse-but mengalami penurunan sekitar 5,5 persen menjadi 69,11 persen. Dalam pemilu 2015 kemarin terjadi opini boikot pemilu dari pen-dukung pasangan calon yang dicoret keikut sertaannya berdasarkan keputusan Mah-kamah Agung (MA). Gerakan boikot pemilu itu sempat menjadi kekawatiran angka par-tisipasi pemilih akan menurun drastis. Diper-

kirakan oleh banyak pihak bahwa partisipasi akan ada dibawah angka 50 persen. Angka itu kemudian akan dijadikan ukuran bahwa calon yang terpilih tidak ligitimate karena dipilih kurang dari separuh dari pemilih ter-daftar.

Situasi tersebut kemudian direspon oleh stakeholder untuk lebih gencar turun ke lapangan. Demikian pula dengan media mas-sa yang telah melakukan kerja sama dengan KPU dalam penyebaran sosialisi. Penyeleng-gara lebih aktif lagi untuk melakukan press release yang dimuat pada media massa. Dan pada akhirnya, patut disyukuri ternyata se­telah dilakukan rekapitulasi suara didapatkan angka yang turun tetapi tidak seperti yang dikawatirkan.

Akhirnya, Sebagai sebuah ukuran formal, angka partisipasi selalu dijaga oleh penye-lenggara agar tidak terjadi penurunan, bah-kan jika mungkin terus ditingkatkan. Secara teknis, angka partisipasi dijadikan sebagai parameter keberhasilan kegiatan pemilu. Seccara politis, angka partisipasi menjadi ukuran legitimasi bagi calon yang terpilih. Kerja sama semua pemangku kepentingan sangat berperan dalam menjaga angka par-tisipasi tersebut.

Media massa merupakan salah satu pilar demokrasi. Keberadaannya semakin hari se-makin dihitung karena mampu membentuk opini publik. Opini itu juga turut serta mem-pengaruhi pemilih untuk ikut menggunakan hak politknya. Karenanya penting untuk menjalin relasi antara penyelenggara dengan media massa. r

Page 28: Suara KPU Jawa Timur Jurnal IDe · Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 1 P uji Syukur senantiasa terus kita panjatkan kepada Allah SWT atas rah-mat dan karunia-Nya, sehingga Komisi

24

Pileg tahun 2009 misalnya, calon ang-gota DPD menggugat hasil pemilu ke MK karena dugaan jual beli suara. Lalu

pileg 2014, sebanyak 19 TPS harus dipungut ulang karena terbukti fiktif. Selain itu, 136 TPS yang tersebar di 9 Desa juga harus dihi-tung ulang oleh KPU. Belum selesai hiruk pi-kuk pileg, pilpres 2014 Bawaslu merekomen-dasikan hitung ulang di 8 TPS karena salah satu perolehan suara paslon 0%.

Praktek-praktek manipulasi suara--yang disinyalir melibatkan oknum klebun dan blater­­ tersebut anomali jika mengacu pada perbaikan regulasi dan sistem pemilu. Bahkan pada pemilu 2014 silam untuk per-tama kalinya KPU sudah menggunakan kata “Pemilu Berintegritas” menggantikan pemilu damai. Salah satu aspek dalam terma pemilu berintegritas itu adalah menjamin hak kon-stitusional warga negara dan menjaga auten-tisitas suara rakyat.

Elit Lokal: Kyai, Klebun, Blater Dalam kehidupan orang Madura, khusus-

Kyai, Klebun, Blater;Konfigurasi Pemilu Berintegritas di Sampang

ADDY IMANSYAHKomisioner KPU Kabupaten Sampang

nya di Sampang, figur kyai menempati posisi sentral, bukan saja dalam aspek keagamaan, melainkan hampir seluruh aspek kehidupan. Ungkapan orang Madura yang berbunyi buppa’-babu’- guruh-ratoh bisa menjelaskan peran sentral kyai tersebut. Ungkapan terse-but mencerminkan hirarki penghormatan di kalangan masyarakat Madura. Ayah­ibu (buppa’-babu’) merupakan elemen utama dalam keluarga yang harus dihormati sebagai orang yang telah melahirkan dan mengasuh hingga dewasa. Sedangkan elemen utama dalam masyarakat yang harus dihormati ada-lah guruh (lebih terfokus pada kyai), baru ke-mudian ratoh (pemerintah).1

Ratoh (pemerintah) dalam konteks ta-tanan geografis yang lebih kecil yaitu desa disebut dengan klebun atau kepala desa. Kle-bun merupakan orang yang sangat kuat dan

1 Mohammad Kosim, “Kyai dan Blater (Elite Lokal dalam Masyarakat Madura)” Jurnal Karsa, Volume XII Nomor 2 Oktober 2007, h.162

Persoalan klasik yang selalu menjadi sandungan dalam penye-lenggaraan pemilu berintegritas di Sampang, Madura adalah maraknya praktek manipulasi suara.

Page 29: Suara KPU Jawa Timur Jurnal IDe · Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 1 P uji Syukur senantiasa terus kita panjatkan kepada Allah SWT atas rah-mat dan karunia-Nya, sehingga Komisi

Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 25

berpengaruh bagi masyarakat di Madura.2 Ia terlibat dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat desa. Selain klebun, terdapat satu kelompok elite lain yang pengaruhnya tidak bisa diremehkan dalam kehidupan so-sial politik masyarakat Madura, yakni blater.

Istilah blater3 terutama lebih dikenal di kalangan masyarakat Madura Barat (Sam-pang dan Bangkalan) merujuk pada sosok orang kuat di desa yang bisa memberikan “perlindungan” keselamatan secara fisik terhadap masyarakat. Istilah lain dari blater

2 Mahrus Ali, “Menggugat Dominasi Hukum Negara: Penyelesaian Perkara Carok Berdasarkan Nilai-Nilai Masyarakat Madura”, Yogyakarta: Rangkang Indo-nesia, 2009, h. 443 Sosok orèng blater yang sampai saat ini menjadi legenda di kalangan masyarakat Madura adalah Pak Sakèra yang telah dengan gagah berani mem-bela orèng kènè’ dari kekezaman penjajah. Kata-kata Pak Sakèra yang masih terkenal, ketika ia akan dihukum gantung oleh Belanda adalah: “Gupermen keparat, je’ angabunga, bender sengko’ matè, tapè ènga’, sittung Sakèra matè, saèbu Sakèra tombu polè”.

adalah bajingan. Namun, menurut komuni-tas blater, status sosial bajingan dipandang lebih rendah. Bajingan dikenal sebagi sosok yang angkuh, kasar, sombong dan suka mem-buat keonaran. Dalam realitas, karakter dan aktivitas di atas bisa saja melekat pada kaum blater, sehingga sulit membedakan keduan-ya. Media sosial blater yang paling terkenal adalah rèmoh. Melalui forum hiburan tradi­sional ini, mereka membangun relasi dengan sesama dan saling menunjukkan kelebihan masing­masing. Selain rèmoh, terdapat me-dia lain seperti keraben sapèh, sabung ajem, ando’an dereh, dan sejenis arena perjudian lainnya.4

Elit lokal dan Pemilu Dari kajian fenomena pemilu di Sam-

pang yang diteliti oleh Sufyanto dikemuka-

4 Abdur Rozaki, Menabur Kharisma Menuai Kuasa; Kiprah Kyai dan Blater Sebagai Rezim Kembar di Madura”. Yogyakarta; Pustaka Marwa, 2004, h. 9. Dalam Mohammad Kosim, “Kyai dan Blater (Elite Lokal dalam Masyarakat Madura)” Jurnal Karsa, Volume XII Nomor 2 Oktober 2007, h.164-165

Page 30: Suara KPU Jawa Timur Jurnal IDe · Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 1 P uji Syukur senantiasa terus kita panjatkan kepada Allah SWT atas rah-mat dan karunia-Nya, sehingga Komisi

26

kan bahwa sangat jelas pemilu sebagai hajat suci, kehormatan dan martabat rakyat, da-pat ternodai oleh aktor­aktor lokal dengan kepentingannya, suara rakyat menjadi tidak bernilai, pemilu tidak dilaksanakan bukan hanya membohongi rakyat, namun dengan menghilangkan hak rakyat hal ini menjadi dosa besar dalam demokrasi bila pemilu di-mengerti sebagai rohnya.5

Keterlibatan aktor atau elit lokal seperti klebun misalnya ternyata cenderung pada agitasi yang mengarah pada pelanggaran pemilu. Hegemoni klebun dalam berbagai aspek membuat relasi antara masyarakat dan klebun terbangun kuat, sehingga penga-rahan untuk memilih pada salah satu paslon atau parpol tidak dimaknai sebagai bentuk intervensi hak politik warga melainkan ba-las budi. Dalam konteks demikian, pemilih­­meminjam istilah Scott­­ diistilahkan sebagai locked in electorates, yang tidak mempunyai pilihan politik selain mengikuti pengarahan patronnya .6

Demikian halnya dengan blater. Ia adalah aktor yang dalam menyelesaikan perkara so-sial selalu dengan kekerasan dan kekejaman.

5 Sufyanto, “Kekuatan Kapital, Elit Lokal, dan Kultur Yang Menghambat Pemilu Berintegritas (Kajian Fenomenologi Pemilu di Jawa Timur)” Jurnal Etika dan Pemilu Volume 2, Nomor 1, Maret 2016 h.956 Dalam Luky Djani. “Peranan Uang dalam Demokrasi elektoral Indonesia” : Merancang arah baru demokrasi indonesia pasca demokrasi, Jakarta, (KPG)Kepustakaan Populer Gramedia, 2014 h.191

Maraknya intimidasi dan perlakuan diskrimi-natif dan mengarah pada kekerasan melekat pada seorang blater. Kebanyakan blater memiliki afiliasi langsung dengan klebun. Relasi ini terbangun sejak –bahkan sebelum terpilih menjadi klebun­­ menjadi tim sukses dan sampai terpilih menjadi klebun.

Intimidasi kultural yang dilakukan oleh blater dan klebun pada masyarakat lokal da-lam proses pemilu tentu tidak sehat. Seka-lipun PPL dan Panwascam7 menemukan pelanggaran, tapi ia kesulitan jika langsung berhadap­hadapan dengan klebun dan bla-ter. Sebab tidak menutup kemungkinan me­reka akan menjadi korban intimidasi. Sampai disini kita bisa memahami mengapa PPL dan Panwascam tidak tegas menindak para ok-num pelanggar pemilu.

Konfigurasi elit lokal: belajar dari Sierra LeonePeran strategis kyai, klebun dan blater

dalam sosial politik masyarakat sejatinya menjadi potensi strategis pula bagi KPU un-tuk mengampanyekan pemilu yang berinteg-ritas. Kendati secara historis, klebun dan

7 PPL merupakan petugas yang dibentuk oleh Panwaslu Kecamatan yang bertugas mengawa-sipenyelenggaraan Pemilu di desa atau nama lain/kelurahan. Panwaslu Kecamatan adalah panitia yang dibentuk olehPanwaslu Kabupaten/Kota yang bertugas mengawasipenyelenggaraan Pemilu di wilayah kecamatan atau nama lain. Lihat pasal 19 dan 20 UU No 15 Tahun 2011 Tentang Penyeleng-gara Pemilihan Umum

Page 31: Suara KPU Jawa Timur Jurnal IDe · Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 1 P uji Syukur senantiasa terus kita panjatkan kepada Allah SWT atas rah-mat dan karunia-Nya, sehingga Komisi

Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 27

blater cenderung berprilaku agitatif yang mengarah pada pelanggaran pemilu. Akan tetapi menjadikannya sebagai mitra KPU bersama kyai bukanlah tanpa pertimbangan yang matang.

Konfigurasi ketiganya bisa menjadi kekua-tan massif dalam mendistribusikan nilai­nilai integritas pemilu kepada masyarakat. Selain itu ia menjadi kekuatan sosial untuk berne-gosiasi dengan sub­kultur atau pilihan politik yang berbeda dalam ruang publik. Pengala-man di Sierra Leone bisa menjadi gambaran, pemuka agama dan ketua­ketua distrik se­tempat terlibat aktif dalam pemilu parlemen dan presiden sejak tahun 1999. Hasilnya cu-kup mencengankan, negara miskin di negara Afrika Barat tersebut menjadi salah satu ne­gara di Afrika yang demokratis.

Mengacu pada riset Turay, keterlibatan aktif pemuka agama dan ketua­ketua distrik di Sierra Leone terdiri dari 3 tahap. Perta-ma, mempromosikan pemilu damai, bebas dan adil di seluruh negara serta mendorong rakyat untuk menggunakan hak pilihnya. Bahkan mereka juga meminta agar doa dan puasa didedikasikan untuk pemilu damai, be-bas dan adil. Kedua, melakukan pemantauan dan mengamati proses pemilu pada hari pemungutan suara di seluruh TPS secara su-karela. Ketiga, merekonsiliasi perselisihan di tingkat horizontal akibat perbedaan pilihan politik serta mengajak semua masyarakat dan stakeholders (termasuk anggota kongres setempat) untuk berdoa bersama dan men-erima hasil pemilu.

Di Sampang, KPU bisa memulainya de­ngan membangun silaturahmi terhadap sim-pul­simpul kyai, klebun dan blater. Simpul kyai bisa melalui organisasi keagamaan yang memiliki basis anggota sampai ke desa­desa seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadi-yah atau organ keagamaan lainnya. Simpul klebun melalui Asosiasi Kepala Desa (AKD). Sedangkan simpul blater melalui blater yang paling berpengaruh di Desa. Adapun media untuk menjaga intensitas silaturahmi bisa melalui forum rembug desa atau kegiatan yang berdimensi religius seperti Istighosah Demokrasi.

Pada tahapan sosialisasi, KPU bisa me-libatkan mereka untuk mensosialisasikan ke giatan kepemiluan. Bahkan bila perlu spanduk atau alat peraga sosialisasi lainnya bisa dipasang foto mereka. Tentunya konten dalam spanduk tersebut sesuai dengan pors-inya sebagai agen pemilu berintegritas. Se-lain itu juga mempertimbangan status yang bersangkutan, tidak sedang menjalani proses hukum atau menjadi peserta pemilu.

Dengan dukungan penuh stakeholders pemilu lainnya seperti pemda, panwaslu, parpol, media, pemantau pemilu, organisasi sipil dan citizen independen lambat laun ke-sadaran masyarakat tentang aspek­aspek pemilu berintegritas akan tercapai. Manipu-lasi suara sebagai sandungan pemilu ber-integritas di Sampang yang bersifat klasikal sejak pemilu tahun 2004­2014­pun berang-sur­angsur hilang. Tidak mudah memang, tapi bukan berarti tidak mungkin. r

Page 32: Suara KPU Jawa Timur Jurnal IDe · Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 1 P uji Syukur senantiasa terus kita panjatkan kepada Allah SWT atas rah-mat dan karunia-Nya, sehingga Komisi

28

Seringkali kita temui dalam penyelengg-araan pemilu/pemilihan, banyak protes ataupun gugatan yang disampaikan oleh

panwas, masyarakat, partai politik peserta pemilu maupun tim kampanye pasangan calon yang berpendapat bahwa DPT kurang akurat, menyeluruh, dan mutakhir. Untuk mewujud-kan DPT yang akurat, menyeluruh, dan mu-takhir tidak bisa hanya diupayakan sepihak oleh penyelenggara pemilu/ pemilihan saja, melainkan juga dibutuhkan keterlibatan aktif dari semua stakeholder pemilu/ pemilihan mulai awal tahapan pemutakhiran data dan daftar pemilih sampai dengan ditetapkannya DPT oleh KPU/KIP Kabupaten/Kota.

Mendasar pada Peraturan KPU nomor 4 tahun 2015 tentang pemutakhiran data dan daftar pemilih dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan atau walikota dan wakil walikota, proses pemutakhiran data pemilih diawali dengan penyediaan data pemilih yang d iterangkan pada pasal 6 ayat (1): Pemerintah menyam-paikan DP4 yang telah dikonsolidasi, div-

Akurasi DPT BergantungPada Stakeholder

SASTHAPUTRA PRAMUDYADivisi Perencanaan dan DataKPU Kabupaten Ngawi

erifikasi, dan divalidasi kepada KPU paling lambat 6 (enam) bulan sebelum hari pemun-gutan suara. Kemudian pada ayat (2) dijelas-kan bahwa: DP4 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi data potensial pemilih yang pada hari pemungutan suara genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih, atau su-dah/pernah kawin secara terinci untuk setiap desa/kelurahan atau sebutan lain.

Sebagai bagian dari stakeholder pemilu/ pemilihan, pemerintah pada saat sekarang ini sedang giat­giatnya menggalakkan program perekaman KTP elektronik, dimana bagi se-mua penduduk yang sudah memenuhi syarat diwajibkan untuk memiliki KTP elektronik. Dengan program yang intensif dan menyelu-ruh dari pemerintah terkait perekaman KTP elektronik tersebut, diharapkan diperoloeh data kependudukan yang akurat, menyelu-ruh, dan mutakhir. Sehingga diharapkan ba-sis data hasil perekaman KTP elektronik ini bisa digunakan pemerintah dalam me nyusun DP4, dimana DP4 paling kurang memuat in-formasi yang meliputi: nomor urut, Nomor

Proses pemutakhiran daftar pemilih tetap (DPT) dalam setiap pemilu adalah salah satu tahapan penting dalam proses pe-nyelenggaraan pemilu/pemilihan.

Page 33: Suara KPU Jawa Timur Jurnal IDe · Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 1 P uji Syukur senantiasa terus kita panjatkan kepada Allah SWT atas rah-mat dan karunia-Nya, sehingga Komisi

Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 29

Induk Kependudukan, Nomor Kartu Keluar-ga, nama lengkap, tempat lahir, tanggal lahir, umur, jenis kelamin, status perka winan, ala-mat jalan/dukuh, Rukun Tetangga (RT), Ru-kun warga (RW), dan jenis disabilitas. Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilihan (DP4) yang akurat, menyeluruh, dan muta khir, mer-upakan bagian dari tahapan awal yang sangat penting untuk dijadikan pertimbangan dalam menyusun data pemilih. Disinilah peran pent-ing Pemerintah Kabupaten/Kota khususnya Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabu-paten/Kota sebagai bagian daristakeholder yang turut mempersiapkan DP4.

Di dalam Peraturan KPU nomor 8 tahun 2016 tentang perubahan atas peraturan Komisi Pemilihan Umum tentang pemutakhi-ran data dan daftar pemilih dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wak-il bupati, dan atau walikota dan wakil walikota diterangkan bahwa setelah menerima DP4 dari pemerintah KPU menganalisis DP4, kemu-dian KPU melakukan sinkronisasi data pemilih pada Pemilu atau Pemilihan terakhir dengan

DP4 hasil analisis. Selanjutnya KPU menyam-paikan hasil analisis DP4 dan hasil sinkronisasi DP4 kepada KPU Propinsi/KIP Aceh dan KPU/KIP Kabupaten/Kota sebagai pertimbangan da-lam melakukan pemutakhiran.

Setelah itu KPU/KIP Kabupaten /Kota menyusun data pemilih berdasarkan daftar pemilih Pemilu atau Pemilihan terakhir den-gan mempertimbangkan DP4. KPU/ KIP Kabu-paten/ Kota dalam melakukan pemutakhiran data pemilih dibantu oleh Petugas Pemuta­khiran Data Pemilih (PPDP). Data pemi-lih yang tersusun seperti proses tersebut di atas digunakan oleh PPDP untuk melakukan pro ses coklit (pencocokan dan penelitian) dengan cara mendatangi pemilih secara langsung dan dapat menindaklanjuti usulan Rukun Tetangga (RT) atau Rukun warga (RW) atau sebutan lain.

Dalam proses coklit ini PPDP dan masyarakat memegang peran yang sangat penting dalam proses pemutakhiran data pemilih tersebut. PPDP yang kompeten dan berkomitmen terhadap tugasnya serta

Page 34: Suara KPU Jawa Timur Jurnal IDe · Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 1 P uji Syukur senantiasa terus kita panjatkan kepada Allah SWT atas rah-mat dan karunia-Nya, sehingga Komisi

30

masyarakat yang turut aktif menyampaikan data kependudukannya ketika didatangi petu-gas, merupakan bagian penting dalam kesuk-sesan proses pemutakhiran data pemilih. Tidak kalah pentingnya dalam proses pemutakhiran data pemilih ini adalah adanya pengawasan, baik yang dilakukan oleh Panwaslu/Panwas-lih beserta jajarannya maupun pihak­pihak lain yang berkepentingan dalam mewujudkan proses pemutakhiran data pemilih yang aku-rat, menyeluruh dan mutakhir.

Setelah proses coklit selanjutnya di-lakukan rekapitulasi daftar pemilih hasil pe-mutakhiran di tingkat kecamatan oleh PPK melalui rapat pleno terbuka. Setelah itu di-lakukan rekapitulasi daftar pemilih hasil pe-mutakhiran di tingkat kabupaten/kota dan penetapan DPS oleh KPU/KIP Kabupaten/Kota melalui rapat pleno terbuka. Selanjut-nya seperti diterangkan dalam PKPU nomor 8 tahun 2016 pasal 13A ayat (1):KPU/KIP Kabupaten/Kota melakukan koordinasi den-gan dinas yang menyelenggarakan urusan kependudukan dan catatan sipil setempat berdasarkan penyusunan daftar pemilih sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (1a). Kemudian pada ayat (2): Dalam hal di-nas yang menyelenggarakan urusan kepen-dudukan dan catatan sipil setempat tidak memberikan keterangan bahwa Pemilih yang bersangkutan telah berdomisili di wilayah administratif yang sedang menyelenggara-kan Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPU/KIP Kabupaten/Kota menemui dinas yang menyelenggarakan urusan kepen-dudukan dan catatan sipil setempat untuk meminta menerbitkan keterangan tersebut.

Dilanjutkan pada ayat (3): Dalam hal sampai dengan masa perbaikan DPS bera-khir, dinas yang menyelenggarakan urusan kependudukan dan catatan sipil di kabu-paten/kota setempat tidak memberikan keterangan bahwa pemilih yang bersangku-tan telah berdomisili di wilayah administratif yang sedang menyelenggarakan pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), KPU/KIP Kabupaten/Kota mencoret pemilih yang bersangkutan, dan menuangkan ke dalam berita acara yang ditandatangani oleh KPU/KIP Kabupaten/Kota dan dinas yang me-nyelenggarakan urusan kependudukan dan catatan sipil di kabupaten/kota setempat

dan disaksikan oleh panwas. Selanjutnya pemilih atau anggota keluarga atau pihak yangberkepentingan dapat mengajukan usul perbaikan mengenai penulisan nama dan/atau identitaslainnya yang tercantum dalam DPS kepada PPS. PPS melakukan veri-fikasi terhadap usulan perbaikan tersebut, dan jika hasil verifikasi usulan perbaikan dapat diterima PPS mengisi formulir tang-gapan dan masukan masyarakat terhadap DPS serta memberikan tanda bukti telah diterima usulan perbaikan identitas dan/atau telah terdaftar sebagai Pemilih.

Tahapan berikutnya adalah PPS melaku-kan rekapitulasi DPS hasil perbaikan tingkat desa/kelurahan, kemudian dilanjutkan den-gan rekapitulasi DPS hasil perbaikan di ting-kat kecamatan oleh PPK melalui rapat pleno terbuka. Setelah itu KPU/KIP Kabupaten/Kota melakukan rekapitulasi DPS hasil perbaikan di tingkat kabupaten/kota dan menetapkan-nya menjadi Daftar Pemilih Tetap (DPT) mela-lui rapat pleno terbuka. Selanjutnya KPU/KIP Kabupaten/Kota menyampaikan salinan DPT kepada PPS untuk mengumumkan salinan DPT tersebut di kantor desa/kelurahan dan di sekretariat/balai Rukun Tetangga (RT)/Rukun Warga (RW) atau tempat strategis lainnya.Begitulah alur ringkas dari tahapan pemutakhiran data dan daftar pemilih sam-pai ditetapkan menjadi Daftar Pemilih Tetap (DPT) oleh KPU/KIP Kabupaten/Kota.

Dari uraian di atas tampak begitu panjang alur tahapan dan banyak pihak yang terlibat dalam proses pemutakhiran data dan daf-tar pemilih sampai dengan ditetapkannnya menjadi Daftar Pemilih Tetap (DPT). Mulai dari penyelenggara pemilu/pemilihan (KPU dan Bawaslu beserta seluruh jajarannya), pemerintah beserta jajarannya, partai politik peserta pemilu, tim kampanye, masyarakat, LSM, ormas, atau lembaga/organisasi lain-nya yang berkepentingan dengan jalannya proses pemutakhiran data dan daftar pemilih adalah stakeholder yang memegang peranan penting dalam terwujutnya Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang akurat, menyeluruh, dan mutakhir. Adanya Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang akurat, menyeluruh, dan mutakhir mer-upakan salah satu andil yang sangat penting dalam mewujudkan pemilu/pemilihan yang lancar, aman, kondusif, dan sukses. r

Page 35: Suara KPU Jawa Timur Jurnal IDe · Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 1 P uji Syukur senantiasa terus kita panjatkan kepada Allah SWT atas rah-mat dan karunia-Nya, sehingga Komisi

Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 31

Apa yang disampaikan Polanyi tersebut, mengingatkan kita, betapa besarnya makna peran partisipasi seluruh ele-

men masyarakat dalam proses demokrasi. Partisipasi tidak bisa dimaknai sempit “ikut memberikan suaranya dalam pemilu, tetapi lebih dari pada itu, partisipasi merupakan sebuah bentuk kepedulian masyarakat dalam setiap tahapan proses pemilu. Masyarakat sebagai elemen dari pemilu dan merupa-kan bagian dari stakeholder pemilu, sangat diperlukan perannya dalam ikut menyuk-seskan pemilu, baik pemilu legislatif, pemilu presiden dan wakil presiden maupun pemilu kepala daerah baik itu Gubernur dan Wakil Gubernur maupun Bupati danWakil Bupati ataupun Walikota dan Wakil Walikota.

Stakeholder pemilu atau semua pihak yang berkepentingan terhadap penyeleng-garaan pemilu yang terdiri dari penyeleng-gara pemilu, pengawas pemilu, pemantau pemilu, pemerintah, partai politik, peserta

Peran Strategis Pemantau PemiluSebagai Stakeholder

UMMU CHAIRU WARDANIDivisi SDM dan Parmas

KPU Kota Blitar

pemilu, organisasi masyarakat dan pemilih, memberikan wadah bagi masyarakat untuk menentukan perannya dalam pemilu sesuai kedudukan, kemampuan , kemauannya serta kesempatan yang dimilikinya.

Salah satu peran yang dapat diam-bil masyarakat adalah sebagai pemantau pemilu, dimana saat ini kehadiran peman-tau sangat dibutuhkan oleh seluruh lapisan masyarakat yang peduli terhadap pelaksa-naan pemilu, sebagai bagian dari proses pengawalan terciptanya pemilu yang jujur adil dan berintegritas. Pemantau pemilu di era reformasi sekarang ini, mendapat ruang dan tempat untuk berkiprah secara lebih luas dan keberadaannya dilindungi oleh Undang­undang, berbeda dengan era orde lama dan era orde baru, yang mana saat itu demokrasi hanyalah sebatas orasi, yang puncaknya ter-jadi pada era orde baru, dimana penguasa sangat berkepentingan “membendung” ke-bebasan berdemokrasi warganya, dengan

“Kebebasan publik merupakan jantung demokrasi. Pemerin-tahan berdasarkan hukum adalah kerangka ototnya. Sedang-kan suatu pemerintahan yang dipilih secara demokratis akan

membentuk suatu pusat dinamis untuk memajukan hukum yang dengannya manusia dapat hidup dalam alam yang bebas.”

(Michael Polanyi dalam Karim:1991)

Page 36: Suara KPU Jawa Timur Jurnal IDe · Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 1 P uji Syukur senantiasa terus kita panjatkan kepada Allah SWT atas rah-mat dan karunia-Nya, sehingga Komisi

32

dalih “menjaga stabilitas bangsa dan negara.

Sejarah singkat pemantauan pemiluPemantauan pemilu pertama di dunia

dilaksanakan pada plebisit atau referendum mengenai wilayah konflik di Moldavia dan Wallachia tahun 1857. Saat itu, sejumlah negara­negara kuat di Eropa seperti Austria, Inggris, Perancis, Prusia, Turki membentuk sebuah komisi Eropa untuk memantau jalan-nya plebisit tersebut. Moldavia dan Wallachia terletak di Eropa Timur dekat Ukraina seka-rang. Pemantauan pemilu kemudian tidak dijalankan kembali kecuali setelah Perang Dunia II dan semakin berkembang secara signifikan dengan berakhirnya Perang Dingin. Perkembangan tersebut juga diikuti dengan perkembangan dan perbaikan sandar in-ternasional dalam penyelenggaraan pemilu demokratis dan proses pemantauan pemilu, baik oleh organisasi pemantauan domestik (nasional) dan internasional.

Tahun 1990, pemantauan pemilu inter-nasional difokuskan kepada negara­negara yang tingkat demokrasinya masih lemah atau dalam keadaan transisi demokrasi. Namun, di tahun­tahun belakangan ini sejumlah misi pemantauan semakin meningkat bah-kan di negara­negara yang memiliki sejarah demokrasi yang sudah mapan seperi AS, Pe­rancis, Inggris dan Swiss.

Pemantauan pemilu di Asia, khususnya di ASEAN, dimulai oleh NAMFREL (National Citi-zens Movement for Free Elections) di Pilipi-na. NAMFREL didirikan tahun 1983 sebagai res pon atas manipulasi pemilu oleh presiden Marcos. Pemantauan pemilu oleh organisasi pemantau pemilu domestik di Asia kemudi-an diikuti oleh Indonesia dengan berdirinya KIPP Indonesia (Komite Independen Peman-tau Pemilu) tahun 1996. Beberapa pengurus KIPP Indonesia pergi ke Pilipina untuk mem-pelajari pemantauan pemilu dari NAMFREL. Indonesia berada di bawah kekuasaan presi-den Soeharto yang represif selama 32 tahun. Sejarah terus bergulir, banyak negara di Asia kemudian membuat dan mendirikan orga­nisasi pemantauan di negara masing­masing. Tahun 1997, ANFREL (Asian Network for Free and fair Elections) yang merupakan jari­ngan organisasi pemantauan pemilu se­Asia

didirikan. KIPP yang merupakan cikal bakal lembaga pemantauan di Indonesia, akhirnya menumbuhkan keberanian lahirnya orga­nisasi­organisasi pemantau pemilu khusus-nya yang lahir pasca era orde baru dan men-jelang pemilu pertama di era reformasi yaitu pemilu tahun 1999.

Kiprah Pemantau Pemilihan dalam Pemilu Era Reformasi di Indonesia

Mengutip tulisan Haramain (2004:135) dalam buku berjudul “Gus Dur, Politik dan Militer” menulis bahwa tahun 1999, dimana partai yang bertarung dalam pemilu legislatif sebanyak 48 partai dari sejumlah141 partai yang terdaftar dalam Departemen Kehaki-man dan HAM, jumlah lembaga pemantau dalam negeri sebanyak 66 lembaga, peman-tau asing yang berupa lembaga LSM asing sebanyak 37 lembaga, perorangan LSM a sing sebanyak 555 orang, perorangan asing se-banyak 523 orang, perwakilan diplomatik sebanyak 17 orang sementara staf lembaga diplomatik yang mendaftarkan diri sebagai pemantau sebanyak 45 orang. Keberadaan pemantau asing tersebut, karena adanya sokongan dana dari United Nation Develop-ment Program (UNDP).

Jumlah itu menurun drastis pada pemilu 2004. Mengutip Pelita online, jumlah pemilu yang terdaftar di KPU hanya sebanyak 43 lem-baga pemantau pemilu, dimana 35 merupakan lembaga pemantau local sementara 8 lainnya merupakan pemantau asing. Sementara untuk peninjau yang terdaftar sebanyak 15 kedutaan besar negara­negara asing di Jakarta.

Sementara untuk pemilu 2009 Lembaga pe-mantau yang lulus sertifikasi terdiri atas 24 pe-mantau dalam negeri, 7 pemantau luar negeri, dan 7 pemantau diplomatik. Selain lembaga pe-mantau, Komisi Pemilihan Umum juga meregis-trasi 16 lembaga survei di tanah air. Nantinya lembaga inilah yang berhak melakukan peman-tauan dan berkoordinasi dengan KPU.

Sedangkan pada pemilu tahun 2014, sesuai data yang di­launchig KPU, Lembaga Pemantau yang Terakreditasi serta Lembaga Survei dan Lembaga Hitung Cepat yang Ter-daftar untuk Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD sebanyak 19 lembaga, sedangkan Lem-baga Survei dan Hitung Cepat yang Terdaftar

Page 37: Suara KPU Jawa Timur Jurnal IDe · Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 1 P uji Syukur senantiasa terus kita panjatkan kepada Allah SWT atas rah-mat dan karunia-Nya, sehingga Komisi

Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 33

berjumlah 56 lembaga.Adanya trend penurunan minat

masyarakat untuk berkecimpung dalam pe-mantauan pemilu ini juga diakui Deputi Inter-nal Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat (JPPR), Masyukurudin Hafidz. Mengutip beri-tasatu.com Masyukurudin Hafidz menga-takan, dalam kurun waktu 15 tahun, jumlah organisasi dan relawan pemantau pemilu menurun. Menurut data internal JPPR, jum-lah pemantau pada 1999 mencapai 220.000, 140.000 pada 2004, 13.500 pada 2009 dan 600 di tahun 2013. Jadi memang pemantau pemilu secara jumlah lama­lama juga terus menurun, di JPPR sendiri tahun 1999 ratusan ribu, 2009 hanya puluhan ribu.

Peran Strategis Pemantau Pemilihan Seba-gai Salah Satu Stakeholder dalam Pemilu

Pemantauan pemilu yang dilakukan oleh lembaga yang dibentuk masyarakat meru-pakan salah satu cara membuktikan bahwa pemilu yang dilakukan benar­benar demokra-tis. Pemilu yang tidak demokratis atau hanya rekayasa rezim biasanya tidak mengizinkan adanya pemantauan pemilu dari lembaga in-dependen yang dibentuk masyarakat.

Gould dalam Karim (1991:65) menyatakan enam ciri kepribadian demokratis (1) inisiatif. Seseorang akan memiliki inisiatif, manakala dia dimungkinkan bertindak bebas dalam berorganisasi sebagai sarana inisiatif; (2) Dis-posisi Restoris yakni kemampuan memahami perpektif orang lain sebagai eqipalent dengan yang dimilikinya sendiri, kesiapan menghargai oranglain dengan cara­cara yang sama dan juga memiliki harapan bahwa orang lain akan memahami dan akan berbuat yang sama; (3) Toleransi sebagai bawaan ciri demokrasi yang tradisional; (4) Kelenturan dan Kecintaan akan keterbukaan; (5) Komitmen dan tanggung-jawab (6) Kesiapan mendukung, berbagi rasa (kerjasama) dan keterhubungan.

Namun demikian, keberadaan lembaga pemantau pemilu dari yang dibentuk oleh masyarakat seharusnya bukan hanya menja-di pelengkap. Keberadaan pemantau pemilu seharusnya dapat diperkuat dari sisi tindak lanjut laporan hasil pemantauan pemilu. Regulasi pemilu baik Pemilu Legislatif, Presi-den maupun Wakil Presiden serta Pemilihan

Kepala Daerah, telah memberikan ruang untuk pemantau pemilu. Namun demikian, dengan berbagai alasan, peran pemantau pemilu dalam kegiatan kepemiluan dirasa-kan sangat minim, khususnya untuk kegiatan kepemiluan di daerah.

Dalam pemilu kepala daerah dimana akreditasi pemantau pemilu dikeluarkan oleh KPU setempat dimana KPU Propinsi un-tuk Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dan KPU Kabupaten/Kota untuk pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota, jumlah pemantau di daerah relatif sedikit, kecuali di kota­kota besar se­perti Surabaya maupun beberapa daerah yang rawan konflik seperti beberapa daerah di Ibu Kota. Disamping sedikit, kualitas SDM yang ada di dalam lembaga tersebut, be-berapa diantaranya kurang maksimal terkait dengan minimnya pengalaman mereka da-lam pemantauan, meskipun secara admi­nistrasi mereka telah memenuhi syarat untuk mendapatkan akreditasi dari KPU Kabupaten Kota, sesuai yang tercantum dalam UU No 8/2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang kemudian diatur kembali dalam peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 5/2015 tentang Sosialisasi dan Parti-sipasi Masyarakat dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupa-ti, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota.

Adanya Peraturan Mahkamah Konsti-tusi (PMK) Nomor 4/2015 menyusul putusan MK yang memperbolehkan Pilkada dengan paslon tunggal, memberi ruang baru bagi pe-mantau pemilu di daerah yang melaksakan pemilihan dengan paslon Tunggal, yaitu lem-baga pemantau mempunyai legal standing mengajukan sengketa hasil Pilkada dengan satu pasangan calon ke MK.

Kran berpartisipasi sebagai pemantau pemilihan telah dibuka lebar. Sudah se-layaknya, masyarakat khususnya pemuda dan kaum intelektual di negeri ini, kembali me-manfaatkan peran ini, dan tetap menjaga ne-tralitasnya sehingga dapat ikut serta mengaw-al terciptanya pemerintahan yang mendapat legitimasi dari sebagian besar masyarakatnya, yang salah satunya tercermin dari tingginya peran masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya dengan tepat, baik dan benar. r

Page 38: Suara KPU Jawa Timur Jurnal IDe · Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 1 P uji Syukur senantiasa terus kita panjatkan kepada Allah SWT atas rah-mat dan karunia-Nya, sehingga Komisi

34

Dimana kedaulatan tertinggi berada ditangan rakyat. Untuk menjalankan kedaulatan rakyat tersebut dibu-

tuhkan perangkat operasional yang pada perkembanganya lahirlah bentuk­bentuk lemabga perwakilan sebagai lembaga yang akan menyalurkan dan memperjuangkan as-pirasi rakyat yang dipilih dari partai politik. Jadi secara ekplisit dapat diketahui bahwa partai politik adalah pilar demokrasi. Dan dalam pengimlementasian demokrasi maka dilaksanakanlah pemilu untuk memilih wakil rakyat, kepala daerah dan presiden.

Pemilu sebagai pelaksanaan kedaulatan rakyat tentu harus dilaksanakan secara Luber dan Jurdil (langsung; berarti pemilih harus memberikan suaranya secara langsung, umum; pemilihan umum dapat di ikuti selu-ruh warga negara yang sudah memiliki hak menggunakan suara, Bebas; pemilih meng-gunakan hak suaranya tanpa ada paksaan dari pihak manapun, Rahasia; pemilih bersi-fat rahasia dan hanya diketahui oleh pemilih itu sendiri, jujur; pemilihan dilaksanakan se-suai dengan aturan dan adil; perlakuan yang sama terhadap peserta pemilu dan pemilih).

SAIFUFIN ZUHRIDivisi SDM dan ParmasKPU Kota Batu

Dalam pelaksanaannya diharapkan selu-ruh stakeholder saling berperan sesuai de­ngan fungsinya, sebagaimana kita ketahui bahwa arti dari stakeholder adalah segenap pihak yang terkait dengan isu dan permasala-han yang sedang diangkat, jadi stakeholder pemilu adalah segenap pihak yang terkait dengan pelaksanaan pemilu bisa jadi Pelak-sana Pemilu, Partai Politik, Pemilih, Peman-tau dan lain sebagainya. Dari sini sangat jelas antara peserta pemilu (Partai Politik/persorangan) dan pemilih merupakan stake-holder utama dalam pemilu.

Partai Politik (Politik Aliran)Tiga bulan setelah kemerdekaan dipro­

klamasikan oleh Soekarno­Hatta pada 17 Agustus 1945, pemerintah waktu itu sudah menyatakan keinginan untuk bisa menye-lenggarakan pemilu Indonesia pada awal tahun 1946. Hal itu dicantumkan dalam Mak-lumat X, atau Maklumat Wakil Presiden Mo-hammad Hatta tanggal 3 Nopember 1945, yang berisi anjuran tentang pembentukan partai­partai politik. Maklumat tersebut me-nyebutkan, pemilu Indonesia untuk memilih

Indonesia adalah negara demokrasi yang berlandaskan pada idiologi Pancasila, secara normatif tekstual demokra-si sebagai system difahami sebagai pemerintahan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat.

Gunanya Ada Partai Politik“Refleksi Atas Stakeholder Utama Pemilu”

Page 39: Suara KPU Jawa Timur Jurnal IDe · Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 1 P uji Syukur senantiasa terus kita panjatkan kepada Allah SWT atas rah-mat dan karunia-Nya, sehingga Komisi

Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 35

anggota DPR & MPR akan diselenggarakan bulan Januari 1946. Kalau kemudian ternya-ta pemilu Indonesia pertama tersebut baru terselenggara hampir sepuluh tahun setelah kemudian tentu bukan tanpa sebab.

Ada kendala yang bersumber dari dalam negeri dan ada pula yang berasal dari faktor luar negeri. Sumber penyebabnya dari dalam negeri antara lain ketidaksiapan pemerin-tah menyelenggarakan pemilu, baik karena belum tersedia perangkat perundang­un-dangan untuk mengatur penyelenggaraan pemilu Indonesia maupun akibat rendahnya stabilitas keamanan negara. Dan yang tidak kalah penting, penyebab dari dalam negeri itu ialah sikap pemerintah yang enggan me-nyelenggarakan perkisaran (sirkulasi) kekua-saan secara teratur dan kompetitif. Penyebab dari luar negeri antara lain serbuan kekuatan asing yang mengharuskan negara ini terlibat peperangan.

Tak terlaksananya pemilu Indonesia per-tama pada bulan Januari 1946 seperti yang diamanatkan oleh Maklumat 3 Nopember 1945, paling tidak disebabkan oleh 2 (dua) hal: 1) Belum siapnya pemerintah baru, ter-

masuk dalam penyusunan perangkat UU Pemilu; 2) Belum stabilnya kondisi keamanan negara akibat konflik internal antar kekuatan politik yang ada pada waktu itu, apalagi pada saat yang sama gangguan dari luar negeri juga masih mengancam. Dengan kata lain para pemimpin lebih disibukkan oleh urusan konsolidasi.

Akhirnya pemilu era orde lama baru da-pat dilaksanakan pada tahun 1955 dengan di ikuti oleh 39 Partai Politik, dari sini sa­ngat jelas dengan banyaknya partai politik juga menunjukan banyaknya aliran politik, walau pada masa orde baru beberapa partai yang dianggap mempunyai aliran yang sama a khirnya digabungkan (fusi) dan pada era re-formasi 48 partai politik ikut dalam pemilu 1999, dari sini menunjukan bahwa pemilu 1999 jumlah partai politik lebih banyak dari pemilu 1955, dan politik aliran juga masih terasa hingga saat ini sehingga ego golongan masih sangat dominan dibanding dengan ke-pentingan rakyat.

Partai Politik dan Amanat PemilihDi wilayah partai politiki, penerjema-

Page 40: Suara KPU Jawa Timur Jurnal IDe · Suara KPU Jawa Timur Oktober 2016 1 P uji Syukur senantiasa terus kita panjatkan kepada Allah SWT atas rah-mat dan karunia-Nya, sehingga Komisi

36

han demokrasi hanya dimaknai dengan ri­tual pemilihan umum yang sarat huru­hara demokrasi. Hak demokrasi adalah bentuk penyerahan dukungan rakyat terhadap par-tai politik. Keberpihakan secara emosional masyarakat terhadap partai politik belum be-ranjak kepada keberpihakan yang rasional si-fatnya. Hasilnya adalah hiruk pikuk demokrasi tak pelak berujung pada huru hara demokrasi yang ditandai oleh banyaknya konflik internal partai yang muncul, dan konflik simpatisan partai. Kondisi demikian ini, merupakan suatu indikasi bahwa demokrasi belum mendapat-kan tempat dan pemahamanya secara benar di masyarakat. Disamping itu tingginya biaya politik membuat partai politik harus sering bersentuhan dengan pemodal, sehingga par-tai politik dekat dengan rakyat ketika pemilu mau dilaksanakan, begitu pemilu selesai, selesai pula hubungan partai politik dengan rakyatnya.

Gunanya Ada Partai PolitikPartai politik mempunyai tujuan yang

sangat mulia “Ingin Melepaskan Diri Dari Penjajahan Belanda.” Tujuan ini tersurat da-lam sejarah pertama kali beridirinya partai politik sebelum kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 25 desember 1912 Oleh Dou-wes Dekker, Kihajar Dewantara dan Tjipto Mangunkoesoemo. Pada zaman penjajahan Belanda, partai­partai politik tidak dapat hidup tenteram. Partai itu hanya berusia 8 bulan karena ketiga pemimpin masing­ mas-ing dibuang ke Kupang, Banda, dan Bangka, kemudian diasingkan ke Belanda.

Kehadiran partai politik pada masa per-mulaan merupakan menifestasi kesadaran nasional untuk mencapai kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Soekarno dalam buku Di Dawah Bendera Revolusi, juga memberikan kutipan tentang gunanya partai politik:

Kita bergerak karena kesengsaraan kita, kita bergerak karena ingin hidup yang Iebih layak dan sempurna. Kita bergerak tidak ka­rena “ideal” saja, kita bergerak karena ingin cukup makanan, ingin cukup pakaian, ingin cukup tanah, ingin cukup perumahan, ingin cukup tempo pendidikan, ingin cukup memi-num seni dan kultur, pendek kata kita berge­rak karena ingin perbaikan nasib di dalam se-gala bagian­bagian dan cabang­cabangnya.

Perbaikan nasib ini hanyalah bisa datang seratus persen, bilamana masyarakat sudah tidak ada kapitalisme dan imperialisme. Se-bab stelsel inilah yang sebagai kemladean tumbuh di atas tubuh kita, hidup dan subur daripada tenaga kita, rezeki kita, zat­zatnya masyarakat kita.

Welnu, bagaimanakah kita bisa menjel-makan pergerakan yang onbewust dan ragu­ragu dan raba­raba menjadi pergerakan yang bewust dan radikal? Dengan suatu partai! Dengan suatu partai yang mendidik rakyat je-lata itu ke dalam ke­bewust­an dan keradika-lan. Dangan suatu partai, yang menuntun rakyat jelata itu di dalam perjalanannya ke arah kemenangan, mengolah tenaga rakyat jelata itu di dalam perjuangannya sehari­hari, menjadi pelopor daripada rakyat jelata itu di dalam menujunya kepada maksud dan cita­cita.

Partailah yang memegang obor, partailah yang berjalan di muka, partailah yang me-nyuluhi jalan yang gelap dan penuh dengan ranjau­ranjau itu sehingga menjadi jalan yang terang. Partailah yang memimpin mas-sa itu di dalam perjuangannya merebahkan musuh, partailah yang memegang komando daripada barisan massa. Partailah yang ha­rus mengasih ke­bewust­an pada pergera-kan massa, mengasih kesadaran, mengasih keradikalan.”

Kutipan tulisan di atas sangat jelas, bahwa Keadilan dan kemakmuran menjadi sebuah harapan bagi masyarakat Indone-sia, masyarakat juga berharap partai politik mampu mengembalikan fungsi partai menja-di pilar demokrasi yang dapat memperjuang-kan dan membela kepentingan masyarakat, bangsa dan Negara.

Hal ini juga tertuang dalam Pasal 1 Un-dang­Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, sebagaimana berbunyi: “Partai Politik adalah organisasi yang bersifat na-sional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita­cita untuk memperjuangkan dan membela kepenti ngan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang­Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. r

36