STUDI STRUKTUR SEKRETORI GETAH KUNING DAN … · Bagian kedua dari penelitian ini menunjukkan bahwa...
Transcript of STUDI STRUKTUR SEKRETORI GETAH KUNING DAN … · Bagian kedua dari penelitian ini menunjukkan bahwa...
STUDI STRUKTUR SEKRETORI GETAH KUNING DAN PENGARUH KALSIUM TERHADAP CEMARAN
GETAH KUNING PADA BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L.)
DORLY
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2009
115
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul ‘Studi Struktur Sekretori Getah Kuning dan Pengaruh Kalsium terhadap Cemaran Getah Kuning pada Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)’ adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi di manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dalam disertasi ini.
Bogor, Agustus 2009 Dorly G 361040011
115
ABSTRACT
DORLY. Study of Yellow Latex Secretory Structure and the Effect of Calcium on Yellow Latex Contamination on Mangosteen Fruits (Garcinia mangostana L.). Supervised by: SOEKISMAN TJITROSEMITO as the chairman, ROEDHY POERWANTO and DARDA EFENDI as the member of advisory commitee. Yellow latex is the main problem in mangosteen agribusiness, because it becomes a factor that reduce the fruit quality. The research was carried out to study : 1) study on morphological and anatomical fruit growth of mangosteen, 2) structure of yellow latex secretory ducts in mangosteen fruit and qualitative yellow latex phytochemistry compounds, 3) the effect of calcium application through dolomite fertilizing in soil on mangosteen fruit, 4) the effect of calcium spraying on mangosteen fruit quality.
The first part of the research showed that the mangosteen fruit growth curve based on transversal and longitudinal diameters was double sigmoid curve. The fruits grew rapidly in the first six weeks along with the fruit anatomical development on all parameters. The number of exocarp layers during of young fruit development until mature increased in parallel with the fruit growth. The second part of the research showed that the ducts were branched, canal-like type. They were found in the exocarp, mesocarp, endocarp, aril of the fruit, flower, stem and leaf. There were continuous secretory ducts from fruit stalk to the fruit. Ultrastructural observation showed that the ducts were surrounded by specific epithelial cells, which were living cells containing dense cytoplasm with plastid, mitochondria and golgi apparatus organelles. The qualitative test indicated that the yellow latex collected from stem bark, outer part of fruit, young fruit pericarp, mature aril and young aril contained terpenoid, flavonoid and tannin, but not alkaloid, saponin and steroid, except in the young aril containing which is also contained steroid. The thirth part of the reserch showed that calcium application improve soil pH and calcium content of the soil, exocarp and mangosteen leaves. Dolomite fertilizing using 18 and 24 ton/ha in the first year and 17,5 ton/ha in the second year effectively to reduced yellow latex spots on the outer part of fruit, however they were not able to reduce yellow latex in the aril of fruit. Dolomite applications did not affect the physical and chemical properties of the fruit.
The fourth part of the research described the various calcium applications including CaCl2, Ca(OH)2, and Ca(NO3)24H2O. In the first year the application were ineffective to reduce yellow latex in the aril of the fruit. CaCl2 applications on various dosages in the second year were effective to reduce yellow latex spot either on the outer part of fruit or in the aril of the fruit, but they were insignificant among CaCl2 dosage levels. The effect of fruit spraying treatment in the first and second year were significantly different on the physical and chemical properties of mangosteen fruit except on the vitamin C content and total soluble solid and total titrated acid ratio. Kew words: fruit growth, epithelial cells, ultrastructural, dolomite.
115
RINGKASAN
DORLY. Studi Struktur Sekretori Getah Kuning dan Pengaruh Kalsium terhadap Cemaran Getah Kuning pada Buah Manggis (Garcinia mangostana L.). Komisi Pembimbing: SOEKISMAN TJITROSEMITO (Ketua), ROEDHY POERWANTO dan DARDA EFENDI (Anggota) Masalah utama dalam agribisnis manggis saat ini adalah cemaran getah kuning, karena merupakan salah satu kriteria yang menurunkan kualitas buah. Studi tentang getah kuning pada buah manggis belum banyak dilaporkan. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mempelajari morfologi dan anatomi perkembangan buah manggis, 2) mengamati struktur sekretori getah kuning pada buah manggis dan uji kualitatif senyawa fitokimia getah kuning, 3) mempelajari dampak pemberian kalsium dengan pengapuran dolomit melalui tanah pada buah manggis, 4) melakukan studi penyemprotan kalsium pada buah manggis. Bagian pertama dari penelitian ini mempelajari pola pertumbuhan dan perkembangan buah manggis serta morfologi dan anatomi perkembangan buah manggis. Sampel buah manggis diambil di Kebun Sentra manggis di Leuwiliang sedangkan pengamatan morfologi dan anatomi dilakukan di Lab. Anatomi dan Morfologi Tumbuhan Depatemen Biologi-IPB. Studi morfologi dilakukan dengan mengamati 5 buah manggis per pohon yang diambil secara acak dari 3 ulangan pohon untuk masing-masing umur mulai dari 1 hingga 16 minggu setelah antesis (MSA). Pengamatan anatomi dilakukan terhadap 3 ulangan buah yang diiris secara melintang dengan metode parafin. Kurva pertumbuhan buah manggis berdasarkan diameter transversal dan longitudinal adalah hiperbola. Kurva pertumbuhan manggis yang pesat berdasarkan diameter buah saat umur 1 hingga 6 MSA, seiring dengan perkembangan anatomi buah pada semua peubah. Jumlah lapisan eksokarp selama perkembangan buah muda hingga dewasa bertambah seiring dengan perkembangan buah. Pengukuran terhadap densitas dan ukuran stomata pada berbagai stadia umur buah manggis berbeda nyata. Bagian kedua dari penelitian ini menunjukkan bahwa tipe saluran getah kuning pada manggis adalah saluran/kanal yang bercabang. Saluran getah tersebut dijumpai pada eksokarp, mesokarp, endokarp, aril buah, bunga, batang dan daun. Pada perikarp, diameter saluran sekretori getah kuning terbesar dijumpai di bagian endokarp. Struktur saluran getah kuning pada tangkai buah menyatu dengan saluran getah kuning yang ada pada buah. Pengamatan ultrastruktur menunjukkan bahwa saluran sekretori getah kuning dikelilingi oleh sel epitelium yang khas, merupakan sel hidup yang sitoplasmanya dipadati oleh organel plastida, mitokondria, dan badan golgi. Getah kuning yang dikoleksi dari kulit batang, kulit luar buah, perikarp buah muda, aril buah dewasa dan aril buah muda menunjukkan hasil uji positif terhadap senyawa triterpenoid, flavonoid dan tanin, akan tetapi menunjukkan uji negatif terhadap senyawa alkaloid, saponin, dan steroid, kecuali getah kuning pada aril buah muda menunjukkan uji positif terhadap senyawa steroid.
Bagian ketiga dari penelitian ini menunjukkan aplikasi kalsium dapat meningkatkan pH tanah dan kandungan kalsium dalam tanah, eksokarp dan daun manggis. Aplikasi pengapuran dolomit dosis 18 dan 24 ton/ha di tahun I dan dosis 17.5 ton/ha di tahun ke II efektif mengurangi cemaran getah kuning pada kulit
116
116
luar buah, namun tidak efektif mengurangi cemaran getah kuning pada aril buah. Aplikasi pengapuran dolomit tidak meningkatkan kualitas fisik dan kimia buah seperti diameter transversal dan longitudinal, bobot buah, bobot biji, edible portion, tebal kulit, kekerasan kulit buah, padatan total terlarut (PTT), total asam tertitrasi (TAT), rasio PTT/TAT, dan kandungan vitamin C buah manggis.
Pada bagian keempat dari penelitian ini dipelajari pengaruh penyemprotan berbagai kalsium yaitu CaCl2, Ca(OH)2, dan Ca(NO3)24H2O dengan konsentrasi berturut-turut 22.5, 12.33, dan 35.757 g/l dan berbagai dosis CaCl2 yaitu 0, 5, 15, 22.5 dan 30 g/l terhadap cemaran getah kuning, sifat fisik dan kimia pada buah manggis. Aplikasi kalsium untuk setiap perlakuan di tahun I dan ke II dilakukan masing-masing terhadap 20 buah/pohon secara acak pada tanaman manggis berumur sekitar 30 tahun. Penyemprotan kalsium di tahun I dilakukan pada 2, 4, 6, 8, dan 10 minggu setelah antesis (MSA), sedangkan di tahun ke II penyemprotan dilakukan pada 2, 4, 6, 8, 10, 12, dan 14 MSA. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 3 ulangan. Penyemprotan kalsium dilakukan sampai buah basah sekitar 10 ml per buah. Aplikasi berbagai kalsium yaitu CaCl2, Ca(OH)2, dan Ca(NO3)24H2O di tahun I tidak efektif mengurangi insiden getah kuning di kulit luar buah, namun efektif mengurangi insiden getah kuning di aril buah. Aplikasi CaCl2 pada berbagai dosis di tahun ke II efektif mengurangi insiden getah kuning baik di kulit luar maupun di aril buah, namun tidak berbeda nyata di antara taraf dosis CaCl2. Kandungan kalsium pada eksokarp, mesokarp dan endokarp buah di tahun I berbeda nyata secara statistik. Kandungan kalsium pada eksokarp, mesokarp dan endokarp buah di tahun I pada beberapa perlakuan penyemprotan kalsium meningkat dibanding kontrol. Di tahun ke II, kandungan kalsium kulit buah (perikarp) pada perlakuan 22.5 g/l CaCl2 lebih tinggi dibanding kontrol tetapi tidak berbeda nyata dengan penyempotan CaCl2 lainnya. Perlakuan penyemprotan buah di tahun I dan ke II berpengaruh nyata terhadap sifat fisik dan kimia buah manggis, kecuali pada kandungan vitamin C dan rasio padatan total terlarut dan total asam tertitrasi (PTT/TAT) Kata kunci: pola pertumbuhan, sel epitelium, ultrastruktur, dolomit
115
©Hak cipta milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencamtumkan
atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan
masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
STUDI STRUKTUR SEKRETORI GETAH KUNING DAN PENGARUH KALSIUM TERHADAP CEMARAN
GETAH KUNING PADA BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L.)
DORLY
Disertasi Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Doktor pada Program Studi Biologi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2009
115
Penguji Luar Komisi
Ujian Tertutup: 1. Dr. Ir. Hamim, M.Si Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pegetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
2. Dr. Ir. M. Rahmad Suhartanto, M.Si Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Ujian Terbuka : 1. Dr. Rugayah, M.Sc Herbarium Bogoriense, Puslitbang Biologi LIPI 2. Dr. Ir. Miftahudin, M.Si
Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pegetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
Judul Disertasi : Studi Struktur Sekretori Getah Kuning dan Pengaruh Kalsium
terhadap Cemaran Getah Kuning pada Buah Manggis
(Garcinia mangostana L.)
Nama : Dorly
NIM : G361040011
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Soekisman Tjitrosemito, M.Sc. Ketua
Prof. Dr. Ir. Roedhy Poerwanto, M.Sc. Dr. Ir. Darda Efendi, M.Si. Anggota Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Biologi Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dedy Duryadi, DEA. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
Tanggal Ujian: 04 Agustus 2009 Tanggal Lulus:
115
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih-Nya sehingga penelitian dan penulisan disertasi ini berhasil diselesaikan. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih banyak dan penghargaan kepada seluruh komisi pembimbing, yaitu ketua komisi Dr. Soekisman Tjitrosemito, M.Sc, para anggota komisi Prof.Dr.Ir.Roedhy Poerwanto M.Sc dan Dr.Ir. Darda Efendi M.Si, yang telah banyak memberi masukan, bimbingan, arahan, saran, kesabaran, pengkayaan wawasan, kritik, saran, dan motivasi dari awal penelitian hingga penulisan disertasi. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr.Dedy Duryadi, DEA, selaku Ketua Program Studi Biologi dan rekan-rekan di Departemen Biologi yang selalu memberikan dukungan dan perhatian. Penghargaan dan ucapan terima kasih yang tulus juga disampaikan kepada Dr. Ir. Hamim M.Si dan Dr. Ir. M. Rahmad Suhartanto, M.Si yang telah berkenan menjadi penguji luar komisi pada saat ujian tertutup. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Rugayah, MSc dan Dr.Ir. Miftahudin M.Si untuk kesediaannya menjadi penguji luar komisi pada saat ujian terbuka. Ucapan terima kasih yang mendalam penulis sampaikan kepada Dr.Ir. Juliarni, M.Agr dan Dr.Ir. Theresia Prawitasari, M.Si (alm.) yang telah banyak memberi masukan, arahan dan dukungan dan motivasi sejak dimulainya penyusunan proposal dan pelaksanaan penelitian. Penelitian ini dikerjakan selama dua tahun. Penelitian pada tahun ke II dikerjakan bersama dengan dua orang mahasiswa S1 Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Insitut Pertanian Bogor yaitu Indah Wulandari dan Febriyanti Barasa. Atas kerjasamanya diucapkan terima kasih. Ucapan terima kasih yang mendalam juga disampaikan kepada Kepala Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT) Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor atas dukungan dana penelitian dan fasilitas laboratorium melalui proyek RUSNAS. Demikian juga terima kasih disampaikan kepada Dirjen Pendidikan Tinggi yang telah memberikan bantuan beasiswa BPPS selama penulis mengikuti pendidikan di Program Studi Biologi IPB. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dra. Yohana C. Sulistyaningsih, M.Si, Berry Juliandi, S.Si, M.Si, Kanthi S.Si, M.Si dan Kak Ance atas penyediaan bahan jurnal yang diperlukan dalam penulisan disertasi ini. Ucapan terima kasih yang mendalam juga penulis sampaikan kepada keluarga besar Bapak H. Sayuti di Leuwiliang atas izin dan bantuan fasilitas pemakaian kebun dan tanaman manggisnya. Demikian juga dengan keluarga Bapak Atin yang membantu selama penelitian di lapang. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Drs Eko, MSi. Ir. Ani Kurniawati M.Si, Dr Lizawati, Dr Arief Nasoetion, Sulassih SP, Sapitri Rusdi S.Si, Ina S.Si, Nunuk, Nio, Novita dan Supiah atas bantuan dan kerjasamanya selama penelitian dan penulisan berlangsung. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dra. Esther, M. Adhi, Dr. Aam MSi, Dr. Budi Nugroho, dan Dr. Budi Susetyo untuk masukannya dan kesediaannya meluangkan waktu untuk berdiskusi dengan penulis.
116
116
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua (alm.) dan seluruh keluarga atas doa, kasih sayang yang tulus dan dorongan morilnya serta motivasi yang telah diberikan kepada penulis selama menyelesaikan studi di Program Pascasarjana. Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang turut membantu penyelesaian disertasi ini, penulis mengucapkan terima kasih. Sebagian dari penelitian ini telah ditulis dalam artikel yang berjudul “ Secretory Duct Structure and Phytochemistry Compounds of Yellow Latex in Mangosteen Fruit” pada Hayati-Journal of Bioscience tahun 2008, Volume 15, No 3 dan “Studi Pemberian Kalsium dengan Pengapuran Dolomit untuk Mengatasi Getah Kuning pada Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)” pada Jurnal Agronomi Indonesia inpress. Akhir kata, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang memerlukannya. Bogor, Agustus 2009 Dorly
115
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Minas, Riau pada tanggal 16 April 1964 dari pasangan H. Situmeang dan T. Siahaan, sebagai anak keempat dari tujuh bersaudara. Pendidikan dasar penulis diselesaikan di SDN 1 Minas pada tahun 1976, pendidikan menengah pertama di SMP Cendana Rumbai diselesaikan pada tahun 1979, dan menengah atas di SMA Cendana Rumbai pada tahun 1983. Pada tahun 1983 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Proyek Perintis II. Pendidikan sarjana diselesaikan pada tahun 1989 di Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Tahun 1997 penulis menyelesaikan Program S2 di Program Studi Biologi, Sekolah Pascasarjana IPB. Pada tahun 2004 penulis mendapat kesempatan menempuh program doktor pada Program Studi Biologi dengan mendapatkan beasiswa dari Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (BPPS), Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Penulis bekerja sebagai staf pengajar Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB sejak tahun 1990. Penulis bergabung di dalam Bagian Ekologi dan Sumberdaya Tumbuhan, dengan minat bidang Anatomi dan Morfologi Tumbuhan.
115
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ..................................................................................... xiv DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xvi DAFTAR LAMPIRAN............................................................................. xviii I. PENDAHULUAN ................................................................................ 1
Latar Belakang................................................................................ 1 Tujuan ............................................................................................. 2 Manfaat ........................................................................................... 3 Hipotesis ......................................................................................... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 6 Asal dan Distribusi Manggis............................................................. 6 Botani ............................................................................................... 6 Syarat Tumbuh ................................................................................. 7 Pertumbuhan dan Perkembangan Buah ............................................ 8 Studi Histologi Perkembangan Buah ............................................... 10 Getah Kuning (Gamboge) .................................................................10 Kandungan Kimia Manggis dan Kerabatnya ................................... 12 Struktur Sekretori Pada Tanaman...................................................... 13 Pengaruh Aplikasi Kalsium Melalui Penyemprotan Pada Buah ...... 14 Peran Kalsium Terhadap Struktur Dinding Sel ................................ 15 Aplikasi Kalsium Melalui Pengapuran Pada Tanah ......................... 15 III. STUDI MORFOLOGI DAN ANATOMI PERKEMBANGAN BUAH
MANGGIS............................................................................................. 17 Abstrak .............................................................................................. 18 Abstract.............................................................................................. 19 Pendahuluan ...................................................................................... 19 Latar Belakang ...................................................................... 20 Tujuan Penelitian .................................................................. 20 Manfaat Penelitian ................................................................ 20 Hipotesis ............................................................................... 21 Bahan dan Metode............................................................................. 21 Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................... 21 Bahan dan Alat Penelitian .................................................... 21 Metode Penelitin ................................................................... 21 Hasil dan Pembahasan ...................................................................... 24 Kurva Pertumbuhan Buah Manggis ...................................... 24 Morfologi Buah .................................................................... 26 Anatomi Buah ....................................................................... 30
116
116
Halaman Analisis Densitas dan Ukuran Stomata pada Berbagai Tahapan Umur Buah Manggis ............................................. 32 Simpulan .......................................................................................... 35 IV. STRUKTUR SEKRETORI GETAH KUNING PADA BUAH
MANGGIS DAN UJI KALITATIF SENYAWA FITOKIMIA GETAH KUNING .............................................................................. 36
Abstrak ............................................................................................. 36 Abstract............................................................................................. 37 Pendahuluan...................................................................................... 38
Latar Belakang .......................................................................... 38 Tujuan Penelitian ...................................................................... 39 Manfaat Penelitian ..................................................................... 39 Hipotesis .................................................................................... 39
Bahan dan Metode ............................................................................ 39 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................... 39 Bahan dan Alat Penelitian ......................................................... 40 Metode Penelitian ...................................................................... 40
Hasil dan Pembahasan ..................................................................... 44
Distribusi dan Perkembangan Saluran Getah Kunig Pada Buah Manggis ...................................................................................... 44 Saluran Getah Kuning Pada Tangkai Buah ............................... 48 Saluran Getah Kuning Pada Bibit Manggis ............................... 48 Ultrastruktur Saluran Getah Kuning padaBuah Manggis .......... 51 Struktur Sekretori Pada Embrio Biji Dewasa ............................ 53 Analisis Terpenoid Pada Buah Manggis dengan Uji Histokimia.53 Uji Kualitatif Kandungan Senyawa Kimia Getah Kuning ......... 54
Simpulan ......................................................................................... 55
V. STUDI PEMBERIAN KALSIUM DENGAN PENGAPURAN DOLOMIT MELALUI TANAH PADA BUAH MANGGIS .................................. 56
Abstrak.............................................................................................. 56 Abstract ............................................................................................ 57 Pendahuluan ..................................................................................... 58
Latar Belakang ...................................................................... 58 Tujuan Penelitian .................................................................. 59 Manfaat Penelitian ................................................................ 59 Hipotesis ............................................................................... 59
Bahan dan Motode ........................................................................... 60 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................... 60 Bahan dan Alat Penelitaian ................................................... 60 Metode Penelitian ................................................................. 60
Hasil dan Pembahasan .................................................................... 65 Sifat Kimia Tanah ................................................................. 65 Getah Kuning Pada Buah ...................................................... 68
117
117
Halaman Kandungan Kalsium Kulit Buah dan Daun Manggis ........... 74 Faktor yang Mempengaruhi Getah Kuning pada Kulit dan Aril Buah............................................................................. 76 Sifat Fisik Buah Manggis ................................................... 78 Sifat Kimia Buah Manggis .................................................. 80 Simpulan .......................................................................................... 81 VI. STUDI PENYEMPROTAN KALSIUM PADA BUAH MANGGIS .. 83 Abstrak ............................................................................................ 83 Abstract ........................................................................................... 84 Pendahuluan .................................................................................... 85 Latar Belakang .................................................................... 85 Tujuan Penelitian ................................................................ 86 Manfaat Penelitian .............................................................. 87 Hipotesis .............................................................................. 87 Bahan dan Metode .......................................................................... 87 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................. 88 Bahan dan Alat Penelitian .................................................. 88 Metode Penelitian ................................................................ 88 Hasil dan Pembahasan ...................................................................... 90 Getah Kuning Pada Buah Manggis ...................................... 90 Kandungan Kalsium Kulit Buah .......................................... 98 Sifat Fisik Buah Manggis ..................................................... 99 Sifat Kimia Buah Manggis .................................................. 102 Korelasi ................................................................................ 106 Simpulan ........................................................................................... 108 VII. PEMBAHASAN UMUM .................................................................... 109 VIII. SIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 119 Simpulan .......................................................................................... 119 Saran ................................................................................................ 120 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 121 LAMPIRAN ................................................................................................ 130
115
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Indeks kemasakan buah manggis ........................................................... 8 2. Koefisien regresi (slope) dari persamaan linier antara umur dan diameter buah, tebal aril dan biji, tebal biji dan tebal kulit .................... 26 3. Densitas dan ukuran stomata pada berbagai tingkatan umur buah manggis pada tahun I ............................................................................. 34 4. Diameter (μm) dan densitas (jumlah/mm2) saluran getah kuning pada berbagai perkembangan buah mangis pada ovari bunga dan perikarp buah............................................................................................ 45 5. Uji kualitatif senyawa fitokimia getah kuning manggis ......................... 54 6. Pengaruh pemberian berbagai dosis dolomit terhadap kandungan pH tanah pada tahun I dan tahun ke II ................................. 66 7. Pengaruh pemberian berbagai dosis dolomit terhadap kandungan Ca tanah pada tahun I dan tahun ke II ................................ 67 8. Pengaruh pemberian dolomit dengan dosis yang berbeda terhadap nilai KTK, kandungan C-organik, N-total, fosfor dan magnesium pada tahun I ....................................................................... 68 9. Pengaruh pemberian berbagai dosis dolomit terhadap skor getah kuning pada buah manggis saat panen pada tahun I dan tahun ke II ...... 69 10. Pengaruh pemberian berbagai dosis dolomit terhadap Kandungan kalsium pada perikarp buah dan daun manggis pada saat panen ............................................................................................ 75 11. Hubungan regresi skor getah kuning di kulit luar dan aril buah dengan beberapa peubah yang diamati berdasarkan model regresi linier, kuadratik dan kubik ...................................................................... 77 12.Pengaruh pemberian berbagai dosis dolomit terhadap diameter Dan bobot buah mangis .......................................................................... 79 13.Pengaruh pemberian berbagai dosis dolomit terhadap
edible portion bobot biji dan bobot aril dan biji pada buah manggi ...... 79
116
116
Halaman 14.Pengaruh pemberian berbagai dosis dolomit terhadap kekerasan dan ketebalan kulit buah mangnggis ....................................... 80 15.Pengaruh pemberian berbagai dosis dolomit terhadap Padatan Total Terlarut (PTT), Total Asam Tertitrasi (TAT) dan rasio PTT/TAT.. 81 16.Pengaruh pemberian berbagai dosis dolomit terhadap pH aril dan kandungan vitamin C pada buah manggis .............................................. 81 17.Pengaruh penyemproton berbagai kalsium terhadap skor getah kuning Tahun I ...................................................................................................... 91 18.Pengaruh penyemprotan berbagai dosis kalsium terhadap skor getah Kuning tahun ke II...................................................................................... 92 19.Pengaruh penyemprotan berbagai kalsium pada buah terhadap kandungan kalsium pada perikarp buah manggis tahun I ............................................ 98 20.Pengaruh penyemprotan berbagai dosis kalsium pada buah terhadap kan- dungan kalsium pada perikarp buah manggis tahun II................................. 99 21.Pengaruh penyemprotan berbagai kalsium terhadap diameter, bobot buah dan Biji manggis pada tahun I ..................................................................... 100 22.Pengaruh penyemprotan berbagai dosis kalsium terhadap diameter, bobot buah dan kekerasan kulit buag manggis pada tahun II ................................ 101 23.Pengaruh penyemprotan berbagai kalsium terhadap ketebalan dan Kekerasan kulit buah serta edible portion pada tahun I ............................... 103 24.Pengaruh penyemprotan berbagai kalsium terhadap nilai Padatan Total Terlarut (PTT), Total Asam Tertitrasi (TAT) dan rasio PTT/TAT pada tahun I........................................................................................................... 104 25.Pengaruh penyemprotan berbagai dosis kalsium terhadap nilai Padatan Total Terlarut (PTT), Total Asam Tertitrasi (TAT) dan rasio PTT/TAT pada tahun II ..................................................................... 104 26.Pengaruh penyemprotan berbagai kalsium terhadap pH aril dan Kandungan vitamin C pada buah manggis pada tahun I .............................. 105 27.Korelasi setiap peubah yag diamati di tahun ke I ........................................ 107 28.Korelasi setiap peubah yang diamati di tahun ke II ..................................... 107
115
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Komposisi larutan seri Johansen ............................................................ 131 2. Data curah hujan tahun 2006-2007 di Kecamatan Leuwiliang ................ 132 3. Kriteria penilaian sifat-sifat kimia tanah (Pusat Penelitian Tanah, 1982).. 133 4. Pengaruh pemberian kapur dolomit dengan dosis yang berbeda
terhadap nilai kejenuhan basa (KB), kandungan Al, K, Na, Fe, Mn, Zn dan Cu pada tahun I ........................................................................... 133
5. Tabel rekapitulasi sidik ragam untuk peubah getah kuning pada kulit luar buah (1), getah kuning pada aril buah (2), pH tanah setelah 5 bln
perlakuan pengapuran dolomit pada tahun I dan ke II (3), pengaruh penyemprotan buah terhadap getah kuning pada kulit buah dengan
berbagai kalsium dibanding kontrol (4), dan pengaruh penyemprotan buah terhadap getah kuning pada aril buah dengan berbagai kalsium dibanding kontrol (5) ................................................................................ 134
1
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Manggis (Garcinia mangostana L.) anggota suku Guttiferae, dengan buah
merupakan salah satu komoditas buah primadona ekspor Indonesia, yang dijuluki
sebagai Queen of tropical fruits. Ekspor manggis Indonesia meningkat tajam dari
tahun 1992 hingga sekarang. Pada tahun 2006 volume ekspor manggis 5.697 ribu
ton dengan nilai devisa US$ 3.61 juta, sedangkan pada tahun 2007 (Januari
hingga Mei) volume ekspor mencapai 7.411 ribu ton dengan nilai devisa US$ 3.81
juta (Deptan 2008). Tujuan ekspor manggis Indonesia adalah ke negara-negara
Eropa, dan beberapa negara Asia seperti China, Taiwan, Jepang, Singapura,
Hongkong, dan lain-lain (Deptan, 2008). Meskipun buah manggis sudah diekspor,
ketersediaan buah dengan kualitas yang baik masih kurang.
Kualitas buah manggis yang dihasilkan di berbagai sentra produksi
beragam karena pengelolaan kebun manggis masih bersifat tradisional. Salah satu
faktor yang berperan menurunkan kualitas buah adalah cemaran getah kuning.
Menurut Yaacob dan Tindall (1995) getah kuning merupakan penyakit fisiologis
dengan gejala daging buah tercemar getah berwarna kuning. Getah kuning
merupakan masalah utama dalam agribisnis manggis saat ini. Getah kuning bukan
hanya merusak penampakan dan kebersihan kulit buah, tetapi juga menyebabkan
daging buah (aril) menjadi pahit. Menurut beberapa eksportir, salah satu
persyaratan buah manggis untuk diekspor ke negara Asia Timur (Taiwan, Jepang
dan Korea) serta negara Timur Tengah (Uni Emirat, Arab Saudi dan Kuwait)
adalah tidak bergetah kuning.
Penyebab terjadinya getah kuning belum diketahui secara pasti. Getah
kuning diduga merupakan getah alami yang terdapat pada buah manggis, seperti
yang dijumpai pada ranting, tangkai daun, daun, dan kulit batang. Seluruh bagian
tanaman akan mengeluarkan eksudat getah kuning apabila dilukai. Getah kuning
diduga disekresi oleh jaringan sekretori yang tipenya belum diketahui. Penelitian
untuk mempelajari jaringan atau struktur penghasil getah kuning perlu dilakukan.
Selain itu perlu juga dipelajari kesinambungan jaringan sekretori pada bagian
2
2
buah dengan bagian tangkai buah. Getah kuning yang dijumpai pada aril diduga
keluar dari endokarp oleh karena itu perlu diketahui bagaimana dan kapan getah
kuning tersebut keluar. Untuk menjawab ini perlu dilakukan studi morfologi dan
anatomi perkembangan buah. Isolasi senyawa pada bagian daun dan kulit buah
(Parveen et al., 1991 dan Ketsa & Atantee, 1998) telah dilaporkan. Sedangkan
penelitian yang mengungkap tentang kandungan senyawa getah kuning yang
mencemari aril buah tua dan muda, perikarp buah muda, permukaan luar kulit
buah dan kulit batang belum pernah dilaporkan. Penelitian dirancang untuk
mengetahui kandungan senyawa pada getah kuning untuk membuktikan getah
yang mencemari aril sama dengan di pohon.
Manggis biasanya ditanam pada lahan dengan pH rendah, sehingga
ketersediaan kandungan kalsium (Ca) dalam tanah rendah. Pecahnya dinding sel
penyusun buah diduga berkaitan dengan defisiensi kalsium pada dinding sel
bagian dalam (endokarp) buah. Penelitian ini juga mempelajari cara untuk
memperkuat dinding sel buah agar tidak mudah pecah sehingga dapat mengurangi
insiden getah kuning pada buah manggis. Penelitian dilakukan dengan dua cara
yaitu pemberian kalsium melalui tanah dengan pemberian dolomit (CaMg(CO3)2)
dan penyemprotan buah dengan berbagai kalsium CaCl2, Ca(OH)2 dan
Ca(NO3)24H2O. Alur pikir penelitian disajikan pada Gambar 1.
Tujuan
1. Mempelajari pola pertumbuhan dan perkembangan buah manggis yang
dikaitkan dengan munculnya getah kuning di aril buah.
2. Mengetahui struktur sekretori getah kuning pada buah manggis. Sebagai
pembanding diamati juga struktur sekretori pada akar, batang dan daun bibit
muda manggis.
3. Mengidentifikasi kandungan senyawa kimia pada getah kuning yang terdapat
di kulit luar buah, aril buah tua dan muda, perikarp buah muda, dan kulit
batang untuk mengetahui apakah getah kuning yang mencemari aril sama
dengan getah yang diproduksi tanaman manggis.
4. Mempelajari pengaruh aplikasi kalsium dengan pemberian dolomit
{CaMg(CO3)2} dan penyemprotan pada buah dengan berbagai kalsium
3
3
CaCl2, Ca(OH)2, Ca(NO3)24H2O terhadap getah kuning yang mencemari
kulit luar dan aril buah.
5. Mengembangkan teknologi untuk mengatasi cemaran getah kuning pada
kulit luar dan aril buah.
Manfaat
1. Diketahui pola pertumbuhan dan perkembangan buah manggis sehingga dapat
menjelaskan munculnya getah kuning di aril buah.
2. Diketahui tipe struktur jaringan sekretori yang mensekresi getah kuning pada
buah manggis dan bagaimana getah kuning keluar dari saluran tersebut.
3. Diketahui jenis senyawa kimia yang terkandung pada getah kuning yang
dijumpai pada kulit luar buah, aril buah tua dan muda, perikarp buah muda,
dan kulit batang. Dapat diketahui apakah getah kuning yang mencemari aril
sama dengan getah kuning yang diproduksi pada seluruh bagian tanaman.
4. Diperoleh teknologi mengatasi pecah dinding sel saluran getah kuning dengan
pemberian dolomit (CaMg(CO3)2 dan penyemprotan berbagai kalsium yaitu
CaCl2, Ca(OH)2, dan Ca(NO3)24H2O pada buah manggis.
Hipotesis
1. Pada perkembangan buah diduga terjadi desakan akibat pertambahan dan
pembesaran sel-sel penyusun aril dan biji dari arah dalam menuju ke luar
sehingga menyebabkan pecahnya saluran getah kuning pada perikarp buah
yang berkaitan dengan rendahnya kandungan Ca pada dinding sel penyususn
saluran getah kuning.
2. Getah kuning yang mencemari aril sama dengan yang dihasilkan bagian
tanaman lainnya dan merupakan getah alami yang diproduksi oleh tanaman
manggis.
3. Pemberian dolomit akan mengurangi cemaran getah kuning pada kulit luar
dan aril buah
4. Aplikasi kalsium melalui penyemprotan CaCl2, Ca(OH)2, atau Ca(NO3)24H2O
pada buah akan mengurangi cemaran getah kuning pada kulit luar dan aril
buah.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Asal dan Distribusi Manggis
Garcinia merupakan marga yang besar dan terutama dijumpai di daerah
tropik. Manggis (G. mangostana L.) satu-satunya marga Garcinia yang dikenal
sebagai tanaman budidaya. Tanaman ini terutama dibudidayakan di Asia tenggara
dan juga dipercaya tempat manggis berasal. Telah dilaporkan bahwa spesies liar di
Malaysia, yaitu G. hombroniana Piere (2n = 48) dan G. malaccensis T. Anderson
(2n = 42), merupakan tanaman asli di Malaysia. Tanaman manggis kemungkinan
tanaman allotetraploid (2n = 90) yang merupakan hibrida dari kedua spesies di atas
(Richards, 1990; Verheij, 1992).
Di Indonesia manggis tersebar hampir di semua pulau dengan luas panen
lebih kurang 9.354 ha. Daerah dengan luas panen tertinggi adalah Jawa Barat (2.678
ha), diikuti oleh Sumatera Barat (1.049 ha), Jawa Timur (671 ha), Sumatera Utara
(657 ha), dan Banten (625 ha) (Deptan, 2005). Umumnya tanaman manggis yang
telah berproduksi saat ini berupa tanaman tua yang sudah berumur puluhan tahun.
Sebagian besar tanaman tersebut merupakan tanaman pekarangan atau tumbuh di
kebun bersama dengan tanaman buah-buahan lain, seperti duku dan durian dengan
jarak tanam yang tidak teratur dan tanpa tindakan pemeliharaan.
Botani
Manggis merupakan tumbuhan dioecius, dengan tinggi tanaman mencapai
6-25 m. Pohon tegak lurus dengan percabangan simetri membentuk kerucut. Semua
bagian tanaman mengeluarkan eksudat getah kuning apabila dilukai (Verheij, 1992).
Daun manggis tunggal dan duduk berpasangan di sisi ranting. Panjang
tangkai daun 1.5-2 cm dengan helaian daun berbentuk bulat telur, bulat panjang atau
elips dengan panjang 15-25 cm x lebar 7-13 cm; mengkilap, tebal dan kaku, ujung
daun meruncing dan licin. Permukaan atas daun berwarna hijau tua sedangkan
bagian bawahnya berwarna hijau kekuningan dengan tulang daun hijau pucat dan
menonjol pada kedua sisinya (Verheij, 1992).
G. mangostana L. merupakan tanaman dioecious dengan bunga betina
berdiameter 5-6 cm dan memiliki 4 sepal dan 4 petal dengan tangkai bunga pendek
6
6
dan tebal. Ke empat sepal tersebut berukuran besar, kuat dan menyirip ganda
(biseriate). Pada kuncup bunga, dua sepal bagian dalam secara keseluruhan tertutup
oleh pasangan luarnya dengan panjang 2 cm, berukuran lebih kecil dengan pinggiran
kemerah-merahan. Dua sepal bagian luar panjangnya juga 2 cm berwarna hijau
kekuningan, cekung dan tumpul, dua sepal bagian dalam lebih pendek dan berwarna
merah muda. Empat petal pada umumnya lebih besar, bulat telur, tumpul, tebal dan
berdaging, berwarna hijau kekuningan dan juga dengan pinggiran kemerah-merahan,
berukuran lebar 2.5 cm dan panjang 3.0 cm. Benangsari yang jumlahnya banyak
tersusun dalam 1-3 kelompok dalam 1-2 baris, membentuk cincin di sekitar dasar
ovari. Benangsari ini bebas dan pendek muncul bersamaan pada dasar bunga,
panjangnya 0.5 cm, kecil dan memiliki serbuk sari yang steril. Ovari melekat pada
dasar bunga , hampir bulat dengan 4-8 ruang (Yaacob dan Tindall, 1995).
Tipe buah manggis termasuk tipe berri, pipih pada bagian dasarnya dan di
bagian pangkalnya terdapat kelopak dan rongga-rongga stigma yang tetap tinggal
pada ujung buahnya. Buah berbentuk bulat atau agak pipih dan relatif kecil dengan
diameter 3.5-8 cm. Berat buah bervariasi dari 75- 150 g (Yaacob dan Tindall, 1995).
Perikarp atau kulit buah manggis memiliki permukaan luar yang halus
dengan tebal 4-8 mm, keras, berwarna ungu kecoklatan pada bagian luarnya dan
ungu pada bagian dalamnya pada buah tua, dan mengandung getah kuning yang pahit
(Yaacob dan Tindall, 1995).
Buah manggis mempunyai 4-8 segmen dan setiap segmen mengandung satu
bakal biji diselimuti oleh aril (salut biji) berwarna putih, empuk dan mengandung sari
buah. Tidak semua bakal biji dalam segmen dapat berkembang menjadi biji.
Umumnya hanya 1-3 bakal biji yang dapat berkembang menjadi biji. Biji-biji
berwarna coklat dengan panjang 2-2.5 cm, lebar 1.5-2.0 cm dan tebalnya antara 0.7-
1.2 cm, terbentuk dari jaringan nuselar dalam buah partenokarpi dan dihasilkan
secara klonal karena bersifat apomiksis (Yaacob dan Tindall, 1995).
Syarat Tumbuh
Tanaman manggis dapat tumbuh baik pada daratan rendah sampai ketinggian
1000 m di atas permukaan laut. Di daerah tropis, dengan bertambah tingginya
tempat tumbuh pertumbuhan akan semakin lambat dan awal pembungaannya akan
semakin lama (Verheij, 1992). Ketinggian 460 – 610 m di atas permukaan laut
7
7
merupakan tempat tumbuh manggis yang optimum. Iklim yang paling cocok untuk
tanaman manggis adalah daerah lembab dengan curah hujan merata sepanjang tahun
1.500–2.500 mm/tahun dan kelembaban udara sekitar 80% dengan iklim kering
pendek (Yaacob dan Tindall, 1995). Untuk pertumbuhan yang baik tanaman manggis
membutuhkan curah hujan lebih dari 100 mm/bulan dengan musim kering yang
pendek untuk merangsang pembungaan. Suhu yang dibutuhkan oleh tanaman
manggis berkisar antara 250C – 300C dengan naungan 40-70% (Verheij, 1992;
Yaacob dan Tindall, 1995).
Tanaman manggis tumbuh baik pada tanah lempung berpasir, gembur
banyak mengandung bahan organik dengan drainase yang baik. Permeabilitas tanah
yang baik dengan kelembaban tinggi dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan dan
perkembangan tanaman manggis terkait dengan lemahnya sistim perakaran, baik
pada saat seedling maupun setelah tanaman dewasa (Yaacob dan Tindall, 1995). Di
samping itu Yaacob dan Tindall (1995) menyatakan bahwa derajat keasaman tanah
optimum untuk pertumbuhan tanaman manggis berkisar antara 5.5-7.0.
Pertumbuhan dan Perkembangan Buah
Pertumbuhan merupakan perubahan kuantitatif dalam jumlah sel, ukuran dan
massa sel yang tercermin dalam kenaikan bobot bagian tanaman (Salisbury dan Ross,
1995).
Pola pertumbuhan pada buah persik menurut Blake dalam Tukey dan Young
(1939), terdiri atas tiga periode pertumbuhan dengan kurva sigmoid ganda. Periode
pertama adalah pada saat pertumbuhan buah cepat setelah antesis ditandai dengan
meningkatnya volume endokarp paling pesat. Periode kedua dijumpai
perkembangan buah yang lambat. Pada periode ketiga, pertumbuhan kembali pesat
sampai masa panen.
Perkembangan buah dan biji pada Chinese gooseberry (Actinidia chinensis
Planch, cv.’Monty’) pada interval setelah bunga mekar dilaporkan oleh Hopping
(1976). Pembelahan sel di dalam jaringan buah tersebut yaitu perikarp luar, perikarp
dalam dan bagian pusat diawali yaitu berturut-turut pada hari ke 23, 33 dan 111 hari
setelah bunga mekar. Perkembangan buah merupakan kurva sigmoid ganda yang
ditandai dengan periode awal perbesaran sel pada semua jaringan (tahap I, 0-58 hari)
diikuti periode perlambatan pembesaran sel (tahap II, 58-76 hari) dan akhirnya
8
8
diikuti dengan periode pembesaran sel-sel di bagian perikarp dalam (tahap III, 76-
160 hari setelah bunga mekar).
Buah manggis dapat di panen apabila kulitnya berubah dari hijau kekuningan
berubah menjadi merah keunguan. Umur panen buah manggis berkisar antara 104 –
110 hari setelah bunga mekar (Dirjen Hortikultura, 2007). Indeks panen didasarkan
pada perkembangan intensitas warna pada kulit buah (perikarp). Jumlah getah akan
berkurang seiring dengan kematangan buah, padatan total terlarut meningkat dan
keasaman konstan (Nakasone dan Paull, 1977). Indeks panen warna kulit buah
manggis ditetapkan berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP) manggis dapat
dilihat pada Tabel 1 (PKBT, 2007).
Tabel 1 Indeks kemasakan buah manggis
Indeks warna Deskripsi
0 Warna buah kuning kehijauan, kulit buah masih banyak mengandung getah dan buah belum siap dipetik.
1 Warna kulit buah hijau kekuningan, buah belum tua dan getah masih banyak. Isi buah masih sulit dipisahkan dari daging kulit. Buah belum siap dipanen.
2 Warna kulit buah hijau kemerahan dengan bercak merah hampir merata. Buah hampir tua dan getah mulai berkurang. Isi buah masih sulit dipisahkan dari daging kulit. Buah dapat dipetik untuk tujuan ekspor.
3 Warna kulit buah merah kecoklatan. Kulit buah masih bergetah. Isi buah sudah dapat dipisahkan dari daging kulit. Buah tepat dipetik untuk tujuan ekspor.
4 Warna kulit buah merah keunguan. Kulit buah masih sedikit bergetah. Isi buah sudah dapat dipisahkan dari daging kulit dan buah dapat dikonsumsi. Buah tepat dipetik untuk tujuan ekspor.
5 Warna kulit buah ungu kemerahan. Buah mulai masak dan siap dikonsumi. Getah telah hilang dan isi buah mudah dilepaskan. Buah lebih sesuai untuk pasar domestik.
6 Warna kulit buah ungu kehitaman. Buah sudah masak. Buah sesuai untuk pasar domestik dan siap saji.
9
9
Studi Anatomi Perkembangan Buah
Studi anatomi perkembangan buah cherry (Prunus ceracus L.) dilakukan oleh
Tukey dan Young (1939). Dari hasil studi tersebut dijumpai tiga karakteristik
periode perkembangan buah yaitu, tahap I diawali saat bunga mulai mekar selama 20
hingga 22 hari; tahap II periode pertengahan yang perkembangannya lambat selama
12 hingga 16 hari; dan tahap III periode perkembangan cepat hingga pematangan
buah yang memerlukan 21 hingga 23 hari. Perubahan ukuran pada buah selama tiga
tahapan perkembangan terlihat pada studi ini oleh akibat pembelahan sel dan
perbesaran sel dalam proporsi yang bervariasi pada jaringan berbeda pada waktu
yang berbeda (Tukey dan Young, 1939). Perkembangan perikarp pada buah peach
(Prunus persica) tidak berjalan dalam satu tahapan yang seragam. Pada awal
perkembangan buah hingga umur delapan minggu, tebal perikarp meningkat dari 1,7
menjadi 37 mm, diikuti dengan periode ke dua selama empat minggu perkembangan
perikarp yang melambat, dan akhirnya pada periode ke tiga yaitu setelah tiga minggu
ditandai dengan laju perkembangan perikarp yang tinggi dan berakhir dengan
kematangan buah (Harrold, 1935). Studi embriologi pada buah manggis sudah
pernah dilakukan oleh Lan (1984). Hasil studi tersebut dilaporkan bahwa anter
manggis bersifat tetrasporangiate dengan tipe ovul anatropus bitegmig dan mikrofil
dibentuk oleh integumen luar. Perkembangan kantong embrio tipe poligonum dan
endosperma merupakan tipe nuklear. Perkembangan embrio adventif integumentary
tidak teratur dan kadang-kadang di dalam kantong embrio yang sama mungkin dapat
dijumpai beberapa embrio yang dewasa berbentuk lurus. Selaput biji berkembang
dari integumen luar. Biji tidak endospermous dan menunjukkan perkecambahan
hipogeal dan 10% dari biji yang berkecambah menghasilkan semaian yang banyak
(poliembrio).
Getah Kuning (Gamboge)
Salah satu masalah utama yang terdapat pada buah manggis adalah gamboge
yang ditunjukkan oleh adanya getah kuning yang mencemari kulit dipermukaan luar
dan daging buah (Morton, 1987; Yaacob dan Tindall, 1995). Buah yang telah
tercemari getah kuning akan menurun kualitasnya sehingga tidak layak untuk
diekspor. Gamboge (getah kuning) yang mengucur dari saluran getah seringkali
10
10
mengotori buah manggis. Jika getah ini menembus ke dalam segmen daging buah
yang berwarna puttih, daging buah akan menjadi kuning dan rasanya pahit.
Gamboge juga sering dijumpai berbentuk bintik kuning pada kulit buah (Verheij,
1992). Gamboge yang merupakan eksudat resin yang dijumpai pada berbagai
tanaman dari suku Guttiferae berasal dari saluran resin yang rusak (Asano et al.,
1996; Pankasemsuk et al., 1996).
Getah kuning dapat dijumpai pada buah muda maupun yang sudah masak.
Penyakit gamboge merupakan penyakit fisiologis dengan gejala mengerasnya daging
buah dan kemudian menjadi coklat kemerahan, sementara kulit buah dan daging
buah kehilangan warna karena resin yang berwarna kuning dan rasa daging buahnya
menjadi pahit. Penyakit getah kuning merupakan gejala fisiologis yang berkaitan
dengan turgoritas sel yang menyusun kulit buah, yaitu pecahnya dinding sel
penyusun jaringan endokarp akibat terjadi perubahan air tanah yang cukup fluktuatif
dan ekstrim selama manggis sedang dalam fase perkembangan buah sehingga terjadi
perubahan tekanan turgor. Pada saat itulah dinding sel yang tidak terlalu kuat pecah
dan mengeluarkan getah kuning (Syah, 2007; Verheij, 1992). Sedangkan spot getah
kuning pada kulit luar buah tidak hanya disebabkan oleh faktor endogen tetapi juga
karena adanya gangguan luar (mekanis) misalnya curah hujan berlebihan, angin,
benturan, penanganan panen yang tidak hati-hati sehingga menyebabkan rusaknya
kulit buah dan tusukan/gigitan serangga misalnya Capsids (Yaacob dan Tindall,
1995; Syah, 2007; Verheij, 2002).
Buah yang terserang getah kuning pada bagian arilnya, sulit dibedakan
dengan buah yang benar-benar sehat, sebelum buah manggisnya sendiri dibuka.
Oleh karena itu menyulitkan dalam proses seleksi buah yang terbebas dari serangan
getah kuning (PKBT, 2007). Namun, seiring dengan perkembangan teknologi,
adanya getah kuning diaril buah dapat dideteksi dengan gelombang ultrasonik
(Nasution, 2006; Sandra, 2007).
Sunarjono (1998) menyatakan bahwa getah kuning timbul akibat tusukan
Helopeltis antonii yang mengeluarkaan toksin sehingga daging buah atau bekas
tusukan menjadi kuning. Di sisi lain, ada pendapat yang melaporkan bahwa penyakit
getah kuning bukanlah disebabkan oleh faktor fisiologis ataupun hama, melainkan
disebabkan oleh patogen. Berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan di
11
11
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, serangan getah kuning pada buah manggis
berkaitan dengan serangan cendawan Fusarium oxysforum. Apabila cendawan
tersebut menginfeksi buah manggis muda dengan bantuan kutu buah, maka
cendawan tersebut akan terinkubasi pada buah dalam jangka waktu yang cukup lama,
dan gejala getah kuning akan muncul setelah buah matang (Kurniadhi, 2008)
Kandungan Kimia Manggis dan Kerabatnya
Getah kuning yang merupakan eksudat resin dari berbagai tanaman suku
Guttiferae umumnya digunakan sebagai pewarna dan obat tradisional. Sebagai
contoh adalah getah kuning pada tanaman G. hanburyii yang dimanfaatkan sebagai
obat leukimia. Untuk tanaman manggis, penelitian yang telah dilakukan adalah
mengisolasi senyawa pada bagian daun dan kulit buah (perikarp) manggis,
sedangkan penelitian yang mengungkap tentang kandungan senyawa pada getah
kuning baik yang ada di kulit permukaan luar maupun yang dijumpai di aril belum
pernah dilaporkan
Menurut Asano et al, (1995) dari getah kuning G. hanburyii telah diisolasi 11
senyawa xanton sitotoksik yaitu gambogin, morellin, dimethyl acetal, isomoreollin
B, moreollic acid, gambogenic acid, gambogenin, isogambogenin,
desoxygambogenin, gambogenin dimethyl acetal, gambogellic acid dan hanburin.
Parveen et al. (1991) telah mengisolasi dan mengkarakterisasi senyawa triterpen
dari daun G. mangostana. Parveen dan Khan (1988) melaporkan 2 senyawa xanton
yaitu 1,5,8–Trihydroxy–3-methoxy-2 [methyl-2-butenyl] xanton dan 1,6-hydroxy-3-
methoxy-2[3-methyl-2-butenyl] xanton yang di isolasi dari daun G. mangostana
melalui studi 1H NMR, IR dan mass spektra. Gapalakrishnan dan Balagonesan
(2000) melaporkan 2 senyawa xanton yaitu 2,7-di-(3-methylbut-2-enyl)-1,3,8-
trihydroxy-4-methyl-xanton dan 2,8,-di-3-methylbut -2-enyl)-7-carboxy-1,3-
dihydroxy xantone yang di isolasi dari kulit buah G. mangostana. Selanjutnya
Ketsa dan Atantee (1998) melaporkan bahwa kulit buah manggis (G. mangostana L.)
mengandung senyawa fenol dan lignin.
12
12
Struktur Sekretori pada Tanaman
Produk sekretori yang disekresi oleh tanaman dijumpai dalam bentuk
bervariasi yang merupakan senyawa organik kompleks, seperti minyak volatil
(minyak esensial), cairan atau deposit yang tidak berbentuk yang disebut gum, resin,
lateks, lendir, garam mineral, dan berbagai senyawa kimia seperti alkaloid, tanin,
terpen, dan glikosida. Pada umumnya, senyawa kimia tersebut dihasilkan bersamaan
dan disekresi pada struktur khusus atau sel yang disebut struktur sekretori dan sel
sekretori (Dickison, 2000; Esau 1974; Esau, 1977; Fahn 1990). Senyawa yang
disekresikan oleh tanaman dapat berperan sebagai pertahanan tanaman terhadap
serangga, herbivora dan patogen yang membahayakan dan sebagai daya tarik
terhadap hewan polinator. Kadangkala peran senyawa yang disekresikan sering
tidak diketahui (Dickison, 2000; Harborne, 1988; Esau, 1977; McGarvey dan
Croteau, 1995).
Pada banyak tanaman yang berbeda memiliki saluran sekretori yang
memanjang, duktus, atau rongga yang dikelilingi oleh sel pensekresi yang disebut sel
epitelial. Struktur sekretori pada tanaman bisa dijumpai di bagian eksternal atau
internal tubuh tanaman. Struktur sekretori internal dapat berupa sel-sel sekretori itu
sendiri (sel minyak, sel mirosin dan sel idioblas), rongga sekretori (kelenjar minyak),
duktus sekretori/kanal (saluran resin dan saluran gum), dan latisifer (saluran getah).
Rongga sekretori dan duktus sekretori/kanal berbeda dengan sel sekretori, karena
adanya ruangan interselular pada rongga dan duktus sekretori akibat dari luruhnya
sekelompok sel (ruang lisigen), membesarnya ruang antar sel (ruang skizogen), atau
kombinasi keduanya (ruang skizolisigen) (Dickison, 2000; Esau, 1974; Esau, 1977;
Fahn, 1990).
Getah kuning yang dihasilkan oleh manggis diduga merupakan getah (lateks).
Diduga struktur sekretori penghasil getah kuning pada manggis adalah latisifer.
Latisifer merupakan struktur sekresi pada tanaman yang terdiri dari deretan sel yang
terjadi secara lisigen dan berisi cairan lateks. Berdasarkan strukturnya latisifer
dikelompokkan menjadi 2 kelompok utama yaitu latisifer beruas (articulated
laticifer) dan latisifer tak beruas (non-articulated laticifer). Pada beberapa tanaman
latisifer tak beruas berkembang menjadi latisifer tak bersekat dan tak bercabang (non
- articulated unbranched laticifers), atau latisifer tak bersekat dan bercabang yang
13
13
disebut non articulated branched laticifers. Latisifer bersekat di bedakan menjadi
latisifer bersekat yang tidak bercabang (articulated non-anastomosing (unbranched)
laticifers dan latisifer bersekat yang bercabang yang articulated anatomising
(branched) laticifers (Dickison, 2000; Fahn, 1990; Esau 1974).
Lateks yang merupakan suatu suspensi atau emulsi berbeda-beda pada
berbagai spesies, misalnya suspensi partikel karet tersusun atas partikel karet
{(C5H9)n}, lilin, resin, protein, minyak-minyak esensial, alkaloid, getah. Lateks
berperan dalam proses penutupan luka, sebagai pertahanan terhadap insekta predator,
dan pertahanan terhadap mikroorganisme (Fahn, 1990; Dickison, 2000).
Dinding sel latisifer seluruhnya bersifat primer yang mengandung selulosa
dan sebagian besar merupakan substansi pektat dan hemiselulosa. Dinding-dinding
ini sangat terhidrasi, baik dinding tebal maupun dinding tipis yang tidak berbeda dari
dinding-dinding sel parenkima disekitarnya, bersifat sangat elastis. (Fahn, 1990;
Esau, 1974).
Peran Kalsium Terhadap Struktur Dinding Sel
Kalsium merupakan komponen yang penting di dalam dinding sel dan
membran sel. Unsur kalsium berperan penting dalam penyusunan struktur dinding
sel sebagai Ca-pektat dalam lamela tengah (Marschner, 1995). Ikatan kalsium
dengan pektin sangat bergantung terhadap ketersediaan muatan negatif grup
karboksilat (grup uronic), yang kemungkinan akan diblokir oleh esterifikasi metil.
Oleh karena itu, sintesis dan metabolisme pektin pada dinding sel mempengaruhi
pembentukan kalsium struktural (Huang et al., 2005). Defisiensi kalsium pada leci
cenderung menyebabkan pecah buah (Huang et al., 2005). Waktu aplikasi kalsium
terhadap pecahnya buah berkaitan dengan pola penyerapan kalsium oleh buah selama
perkembangannya. Aplikasi kalsium dipengaruhi oleh anion yang menyertainya
sehingga perlu dipilih kombinasi formulasi kalsium yang tepat (Huang et al., 2005).
Kalsium yang telah masuk ke bagian perikarp ditranslokasi ke bagian dinding sel.
Kalsium merupakan unsur yang sifatnya kurang mobil, oleh karena itu perlu
dilakukan penambahan agen pengkelat seperti asam organik (asam sitrat) dan NAA
(Huang et al., 2005).
14
14
Aplikasi Kalsium Melalui Pengapuran
Tanah di desa Karacak Kecamatan Leuwiliang pada umumnya memiliki
keasaman yang tinggi yaitu dengan pH sekitar 4. Selain itu kandungan kalsium pada
tanah menurut hasil penelitian Gunawan (2007) sebesar 0.98 me/100g dan Liferdi
(2007) sebesar 0.87 me/100g termasuk kategori sangat rendah. Oleh karena itu
tindakan pengapuran perlu dilakukan. Pengapuran pada tanah masam memberikan
manfaat menaikkan pH tanah, menambah unsur-unsur Ca dan Mg, menambah
ketersediaan unsur-unsur P, Mo, persentase kejenuhan basa, mengurangi keracunan
Fe, Mn dan Al, serta memperbaiki kehidupan mikroorganisme tanah. (Hardjowigeno,
1989; Soepardi, 1983; Buckman & Brady, 1969.). Pada umumnya bahan kapur
untuk pertanian adalah berupa kalsium karbonat (CaCO3), dolomit (CaMg(CO3)2),
kapur bakar (CaO), dan kapur hidrat (Ca(OH)2 (Hardjowigeno, 1989; Collings, 1955;
Pearson & Adams, 1967). Dolomit mengandung 21.6% Ca dan 13.1% Mg (Pearson
& Adams 1967). Unsur Ca berperan dalam mempertahankan integritas sel dan
permeabilitas membran, sedangkan unsur magnesium berperan pertumbuhan
tanaman (pembentukan klorofil dan berperan dalam sistem enzim sebagai aktivator)
(Marschner, 1995; Sanchez, 1976; Hardjowigeno, 1989).
Pengaruh Aplikasi Kalsium Melalui Penyemprotan pada Buah
Kalsium merupakan unsur yang penting bagi pertumbuhan tanaman. Unsur
kalsium di organ tubuh tanaman diperlukan untuk membentuk lamela tengah baru.
Kalsium diserap tanaman dalam bentuk ion-ion Ca2+. Kalsium merupakan bagian
integral dari dinding sel. Kalsium mempengaruhi ketegaran dinding sel dengan
membentuk ikatan silang dengan rantai pektik (Marschner, 1995). Beberapa
penelitian menunjukkan aplikasi kalsium efektif dalam mengurangi pecah buah pada
sweet cherries (Brown et al., 1995; Glenn dan Poovaiah, 1989). Huang et al. (2005)
melaporkan aplikasi kalsium umumnya mengurangi pecah buah, tetapi efeknya
bervariasi dengan waktu aplikasi dan formulasi kalsium. Callan (1986) melaporkan
bahwa pemberian Ca(OH)2 lebih efektif dibandingkan dengan CaCl2 dalam
mengurangi pecah buah pada sweet cherry. Menurut Huang et al. (2005)
penyemprotan garam Ca(NO3)2 pada buah leci jauh lebih efektif dibandingkan
dengan perlakuan CaCl2.
15
15
Kalsium masuk ke buah dapat melewati lapisan kutikula dan stomata. Huang
et al. (2005) melaporkan stomata terdapat dalam jumlah sedikit pada epidermis buah
leci, oleh karena itu hanya sebagian kecil kalsium yang menempel pada permukaan
buah yang dapat diserap. Kondisi iklim seperti kelembaban dan temperatur
mempengaruhi tingkah laku stomata yang berpengaruh terhadap penyerapan kalsium.
Aplikasi kalsium dengan cara disemprotkan pada buah merupakan salah satu cara
untuk meningkatkan kandungan kalsium pada jaringan buah sehingga diharapkan
dapat mengurangi rusak/pecahnya sel-sel penyusun jaringan buah. Setelah kalsium
memasuki perikarp, kalsium harus ditranslokasikan pada dinding sel. Huang et al.
(2005) melaporkan penyemprotan tunggal kalsium dengan formulasi berbeda pada
tiga stadia perkembangan buah menunjukkan, pemberian kalsium paling efektif
terjadi pada stadia awal (2 minggu setelah antesis), diikuti dengan pemberian
kalsium sebelum perkembangan aril.
16
BAB III
STUDI MORFOLOGI DAN ANATOMI PERKEMBANGAN
BUAH MANGGIS
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pola pertumbuhan dan perkembangan buah manggis melalui pengamatan morfologi dan anatomi perkembangan buah. Sampel buah manggis diambil di Kebun Sentra manggis di Leuwiliang, Bogor sedangkan pengamatan morfologi dan anatomi dilakukan di Lab. Anatomi dan Morfologi Tumbuhan Depatemen Biologi-IPB. Studi morfologi dilakukan dengan mengamati 5 buah manggis per pohon yang diambil secara acak dari 3 ulangan pohon untuk masing-masing umur mulai dari 1 hingga 16 minggu setelah antesis (MSA). Pengamatan anatomi dilakukan terhadap 3 ulangan buah yang diiris secara melintang dengan metode parafin.
Pola pertumbuhan buah manggis berdasarkan diameter transversal dan longitudinal adalah berupa kurva hiperbola. Kurva pertumbuhan manggis yang pesat berdasarkan diameter buah saat umur 1 hingga 6 MSA, seiring dengan perkembangan anatomi buah pada semua peubah. Warna kulit buah, kelopak dan tangkai buah bervariasi seiring dengan perkembangan buah. Spot getah kuning di kulit luar buah sudah dijumpai pada saat buah muda, sedangkan spot getah kuning di aril baru dapat dideteksi pada saat buah berumur 14 -16 MSA. Jumlah lapisan eksokarp selama perkembangan buah muda hingga dewasa bertambah seiring dengan perkembangan buah. Densitas dan ukuran stomata pada buah pada berbagai stadia umur buah berbeda nyata.
Kata kunci: minggu setelah antesis (MSA), kurva hiperbolada, getah kuning,
densitas stomata
17
STUDY ON MORPHOLOGICAL AND ANATOMICAL FRUIT GROWTH
OF MANGOSTEEN
Abstract
The objectives of this research were to study growth and development pattern of mangosteen fruit based on the morphology and anatomy of mangosteen fruit development. Fruit samples were taken from the mangosteen plantation in Leuwiliang, Bogor while morphological and anatomical observations were caried out in Plant Anatomy and Morphologi Laboratory, Department of Biology, Bogor Agriculture University. Morphological study was conducted by observing five fruits/tree collected randomly from three replications at various stages started from one until sixteen weeks after anthesis (WAA). Anatomical observation was carried out on three transversally sectioned fruits using paraffin method.
Mangosteen fruit growth curve based on transversal and longitudinal diameters was hyperbolic curve. The fruits grew rapidly in the first six weeks along with the fruit anatomical development on all parameters. Fruit skin, sepal and fruit stalk color was varied along with the fruit development. Yellow latex spots on the outer part of the fruit were found in the younger fruit, while yellow latex spot in the aril could be found in older fruit from 14 until 16 WAA. The number of exocarp layers increased during the young fruit development until mature in parallel with the fruit development. Stomatal density and sizes on various age stages of fruit were significantly different.
Keywords: week after anthesis (WAA), hiperbolic curve, yellow latex, stomatal density
18
Pendahuluan
Latar Belakang
Penelitian perkembangan morfologi buah manggis sudah pernah dilakukan
oleh Kartika (2004). Pada penelitian tersebut dilaporkan bahwa diameter buah
manggis di Leuwiliang memiliki pola pertumbuhan sigmoid ganda, sedangkan
buah manggis yang berada di Taman Buah Mekar Sari menunjukkan pola
pertumbuhan sigmoid tunggal. Pertumbuhan buah di Leuwiliang cukup
bervariasi, pertumbuhan buah cukup pesat sejak minggu ke dua sampai minggu
ketiga setelah antesis, kemudian pertumbuhannya melambat sampai melewati
umur 50 HSA, setelah itu pertumbuhan menjadi pesat kembali sampai tiba masa
panen. Pertumbuhan buah di Mekar Sari menunjukkan pertumbuhan yang cepat
pada umur 0-70 HSA, dan selama masa ini buah mengalami perbesaran dan
peningkatan jumlah selnya. Kemudian pertumbuhannya menjadi lambat kembali
sekitar tiga minggu menjelang panen, karena buah sedang dalam proses
pematangan, sedangkan pertumbuhan dan perbesaran sel sudah tidak terjadi lagi
pada masa tersebut.
Pola pertumbuhan buah, diferensiasi jaringan dan perubahan fisiologi
antara satu spesies dengan spesies yang lain sangat bervariasi. Studi
perkembangan buah cherry (Prunus ceracus L.) yang dilakukan oleh Tukey dan
Young (1939) menunjukkan pola pertumbuhan berupa kurva sigmoid ganda. Dari
hasil studi tersebut dilaporkan bahwa dijumpai tiga karakteristik periode
perkembangan buah yaitu, tahap I diawali saat bunga mulai mekar selama 20
hingga 22 hari; tahap II periode pertengahan yang perkembangannya lambat
selama 12 hingga 16 hari; dan tahap III periode perkembangan cepat hingga
pematangan buah yang memerlukan 21 hingga 23 hari. Perubahan ukuran pada
buah selama tiga tahapan perkembangan terlihat pada studi ini oleh akibat
pembelahan sel dan perbesaran sel dalam proporsi yang bervariasi pada jaringan
berbeda pada waktu yang berbeda. Pola pertumbuhan pada buah persik menurut
Blake dalam Tukey dan Young (1939), terdiri atas tiga periode pertumbuhan
dengan kurva sigmoid ganda. Periode pertama adalah pada saat pertumbuhan
buah cepat setelah antesis ditandai dengan meningkatnya volume endokarp paling
19
pesat. Periode kedua dijumpai perkembangan buah yang lambat. Pada periode
ketiga, pertumbuhan kembali pesat sampai masa panen.
Kuncup bunga manggis muncul di ujung ranting. Kuncup bunga
memerlukan waktu kurang lebih 40 hari sampai bunga mekar (antesis) dan buah
akan matang sekitar 100-120 hari setelah antesis (Rai et al., 2006; Verheij, 1992).
Penelitian tentang getah kuning pada buah manggis telah dilakukan dan
dilaporkan oleh penulis pada Bab IV. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh
hasil bahwa getah kuning pada aril dijumpai karena pecahnya saluran getah
kuning yang dijumpai pada bagian dalam kulit buah (endokarp). Getah kuning
mulai mengotori aril sejak buah berumur sekitar 14 minggu setelah bunga mekar
(antesis). Hal ini diduga berkaitan dengan fase pembesaran ukuran sel-sel
penyusun jaringan di dalam perkembangan buah. Diduga pada saat pembesaran
sel-sel penyusun jaringan buah terjadi desakan semasa perkembangan buah
sehingga menyebabkan pecahnya saluran getah kuning pada bagian endokarp
buah. Oleh karena itu untuk membuktikan dugaan tersebut perlu dilakukan studi
morfologi dan anatomi perkembangan buah terkait dengan munculnya getah
kuning di aril buah.
Tujuan Penelitian
1. Mempelajari pola pertumbuhan dan perkembangan buah manggis yang
dikaitkan dengan munculnya getah kuning di aril buah.
2. Mempelajari morfologi dan anatomi perkembangan buah manggis sehingga
dapat diketahui perubahan jumlah lapisan dan ukuran sel penyusun jaringan
perikarp dan aril buah.
Manfaat Penelitian
1. Diketahui pola pertumbuhan dan perkembangan buah manggis sehingga dapat
menjelaskan insiden getah kuning di aril buah.
2. Diketahui morfologi dan histologi perkembangan buah manggis sehingga
dapat menjelaskan perubahan susunan dan ukuran sel penyusun jaringan buah.
20
Hipotesis
1. Diduga pola pertumbuhan buah manggis adalah kurva sigmoid seperti pada
pola pertumbuhan buah lainnya.
2. Dijumpai perbedaan morfologi dan anatomi antara buah muda dan buah tua
sehingga dapat menjelaskan perubahan jumlah lapisan dan ukuran sel.
3. Pada saat perkembangan buah diduga terjadi desakan akibat perkembangan
pembesaran aril dan biji dari arah dalam menuju ke luar jaringan buah
sehingga menyebabkan pecahnya saluran getah kuning pada endokarp buah.
Bahan dan Metode
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian berlangsung dari bulan Agustus 2006 hingga Maret 2007.
Pengambilan sampel buah di lapang dilakukan di sentra produksi manggis di
kampung Cengal, Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor.
Pengamatan morfologi buah dilakukan di Lab. Anatomi dan Morfologi
Tumbuhan, Departemen Biologi - IPB.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian anatomi buah adalah
pohon manggis yang sudah berproduksi. Buah diambil dari pohon yang telah
berumur 30 tahun. Bahan penunjang yang digunakan adalah bahan kimia untuk
pembuatan sediaan mikroskopis antara lain parafin, tertier butil alkohol, safranin
dan fast green. Peralatan yang digunakan adalah jangka sorong, penggaris, cutter,
oven, mikrotom dan mikroskop.
Metode Penelitian
1. Pengamatan Morfologi Buah manggis
Pengambilan Sampel. Studi pertumbuhan buah dan anatomi buah
dilakukan pada buah muda hingga buah dewasa. Sebanyak 5 buah/pohon diambil
secara acak dengan ulangan 3 pohon untuk pengamatan rutin setiap minggu
sehingga total terdiri dari 15 buah yang dipanen, dimulai 1 minggu setelah antesis
sampai 16 minggu setelah antesis (MSA). Selama pertumbuhan buah terdapat
21
enam belas kali pengambilan sampel yaitu 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13,
14, 15, dan 16 MSA.
Untuk memperoleh buah dengan kriteria umur tersebut, dilakukan
pelabelan pada bunga yang telah mekar yang digunakan sebagai ciri dari saat
antesis terjadi. Buah manggis yang telah dilabel kemudian dipanen sesuai dengan
umur pengambilan sampel sehingga pengamatan perkembangan buah tidak
dilakukan pada buah yang sama.
2. Studi Anatomi Sediaan Mikroskopis Buah
Sampel buah sebanyak 3 buah yang diambil secara acak juga diamati
struktur anatomi buah. Pengamatan anatomi dilakukan terhadap sediaan
mikroskopis yang dibuat dengan metode parafin (Johansen, 1940).
Sediaan irisan transversal buah manggis 7 hingga 112 HSA dibuat dengan
metode parafin. Buah difiksasi di dalam larutan FAA (5 ml formalin, 5 ml asam
asetat glasial, 90 ml alkohol 50%). Selanjutnya dilakukan dehidrasi dan
embedding mengikuti metode Johansen (1940). Sampel yang telah difiksasi
selama 48 jam di dalam larutan FAA dicuci dengan alkohol 50% sebanyak 4 kali
masing-masing selama 1 jam. Proses dehidrasi dilakukan dengan merendam
sampel di dalam larutan seri Johansen (Lampiran 1). Infiltrasi parafin ke dalam
jaringan dilakukan secara bertahap dengan menambahkan parafin beku ke dalam
wadah yang berisi sampel, tertier butil alkohol dan minyak parafin, kemudian
dibiarkan terbuka pada suhu ruang selama 1 – 4 jam dan dilanjutkan di dalam
oven suhu 60 oC. Setelah melalui infiltrasi jaringan ditanam di dalam blok
parafin. Selanjutnya sampel yang ada di dalam blok dilunakkan dengan
merendam di dalam larutan Gifford (80 bagian alkohol 60 %, 20 bagian asam
asetat glasial dan 5 bagian gliserin) selama 1 bulan. Kemudian sampel diiris
dengan ketebalan 10 μm dengan menggunakan mikrotom putar. Pita parafin yang
diperoleh direkatkan pada gelas objek yang telah diolesi dengan perekat albumin-
gliserin dan dikeringkan di atas hotplate dengan suhu 40 oC selama 3 – 5 jam.
Selanjutnya dilakukan pewarnaan rangkap dua safranin 1% dan fastgreen 0.5%.
Preparat yang telah diwarnai ditetesi entelan kemudian ditutup dengan gelas
penutup dan diamati di bawah mikroskop.
22
3. Analisis Densitas dan Ukuran Stomata pada Buah
Pengukuran densitas (jumlah stomata/mm2) dan ukuran stomata dilakukan
pada 2, 4, 6, 8, dan 10 MSA. Pengukuran dilakukan pada lima buah
manggis/pohon masing-masing pada stadia umur di atas dengan menggunakan 3
ulangan pohon. Kulit luar buah manggis di sayat dengan silet, kemudian
direndam sekitar 30 menit di dalam larutan bayclin (mengandung bahan aktif
5.25% NaHClO3 untuk melarutkan klorofil. Setelah itu sampel dicuci dengan
aquades lalu diwarna dengan safranin 1 %. Sampel diletakkan di gelas obyek
yang diberi medium gliserin 30% lalu ditutup dengan gelas penutup, kemudian
diamati di bawah mikroskop cahaya. Densitas dan ukuran stomata dihitung pada
5 ulangan bidang pandang.
4. Peubah Pengamatan
Pengamatan perkembangan morfologi dan anatomi buah dilakukan setelah
buah dipanen. Peubah yang diamati adalah:
- Perkembangan diameter transversal dan longitudinal buah diukur dengan
jangka sorong mulai dari umur 1 hingga 16 MSA
- Ketebalan perikarp buah diukur dengan penggaris mulai dari umur 1
hingga 16 MSA.
- Tebal aril dan biji pada sektor yang paling berkembang pada sayatan
melintang buah diukur dengan penggaris mulai dari umur 1 hingga 16
MSA.
- Tebal biji yang paling berkembang pada sayatan melintang buah diukur
dengan penggaris mulai dari umur 1 hingga 16 MSA.
- Warna kulit luar buah, kelopak dan tangkai buah manggis diamati mulai
umur 1 hingga 16 MSA dengan menggunakan Munsell Color Chart yang
kemudian di sesesuaikan dengan Banana Color Charth.
- Jumlah lapisan dan ukuran sel-sel penyusun jaringan eksokarp, mesokarp,
endokarp dan aril buah diamati mulai dari umur 1 hingga 16 MSA.
23
Pengukuran dilakukan secara acak terhadap 5 sel pada 5 ulangan bidang
pandang dengan 3 ulangan buah.
- Pengukuran densitas (jumlah stomata/mm2) dan ukuran stomata pada buah
umur 2, 4, 6, 8, dan 10 MSA dengan menggunakan mikroskop pada 5
ulangan bidang pandang.
Hasil dan Pembahasan
Kurva Pertumbuhan Buah Manggis.
Dari data yang diperoleh, dijumpai bahwa kurva hiperbola dapat dipakai
untuk menggambarkan pertumbuhan buah berdasarkan diameter transversal dan
longitudinal (Gambar 2A dan 2B). Hal ini berbeda dengan penelitian
perkembangan morfologi buah manggis yang dilakukan oleh Kartika (2004).
Pada penelitian tersebut dilaporkan bahwa diameter buah manggis di Leuwiliang
memiliki pola pertumbuhan sigmoid ganda, sedangkan buah manggis yang berada
di Taman Buah Mekar Sari menunjukkan pola pertumbuhan sigmoid tunggal.
Demikian juga berbeda dengan yang dilaporkan oleh Ognjanov et al., (1995);
Tukey dan Young, (1939); Ryugo (1988) yaitu kurva pertumbuhan sigmoid ganda
dijumpai pada buah peach, cherry dan fig (Esau, 1974).
Diameter transversal makin lama makin besar, kemudian kecepatan
tumbuh makin lama makin turun, membentuk grafik hiperbola. Demikian juga
halnya dengan diameter longitudinal (Gambar 2A dan 2B). Sedangkan
pertumbuhan aril dan tebal biji meningkat terus dengan kecepatan yang sama
(Gambar 2C dan 2D). Pada minggu ke- 10, kecepatan pertumbuhan buah baik
diameter transversal dan longitudinal turun, sedangkan tebal biji dan aril naik.
Pada waktu itu terjadi seolah-olah adanya tekanan dari dalam terhadap jaringan
diantara kulit dan aril. Hal ini kemungkinan bisa menyebabkan pecahnya sel-sel
epitel saluran getah kuning.
Diameter rata-rata transversal dan longitudinal pada buah umur panen
(16 MSA) berturut-turut berkisar antara 5,5-6,4 cm dan 5,4-6,2 cm Hal ini selaras
dengan penelitian yang dilakukan Sidik (2004) yang melaporkan bahwa diameter
transversal dan longitudinal manggis di Leuwiliang, Bogor berturut-turut 5,2 dan
5,7 cm pada saat buah umur panen. Pada awal pengamatan waktu antesis terjadi
24
sekitar bulan September 2006 dengan intesitas hujan yang masih rendah, yaitu
40 mm/bulan (Lampiran 2). Intensitas hujan mulai meningkat sejak bulan
November (404 mm/bulan).
A B
C D
E Gambar 2 Pola perkembangan buah manggis pada 1-16 MSA. A. pertumbuhan
kumulatif diameter transversal buah; B. Pertumbuhan kumulatif diameter longitudinal buah; C. Pertumbuhan kumulatif tebal biji; D. Pertumbuhan kumulatif tebal aril dan biji; E. Pertumbuhan kumulatif tebal kulit.
25
Tebal aril dan biji yang paling berkembang pada sayatan transversal buah
tampak meningkat tajam mulai dari 1 MSA hinggga 7 MSA. Kemudian
meningkat perlahan hingga umur 12 MSA dan meningkat kembali tajam pada
umur 13 MSA, lalu meningkat perlahan hingga umur 15 MSA dan akhirnya
meningkat tajam pada umur 16 MSA (Gambar 2C). Menipisnya ketebalan
perikarp pada buah manggis umur 13 hingga 16 MSA seiring dengan
meningkatnya ketebalan aril dan biji serta tebal biji. Kurva linier menggambarkan
perkembangan aril dan biji pada buah manggis (Gambar 2C dan 2D).
Tebal biji pada sayatan transversal buah tampak meningkat tajam mulai
dari 1 MSA hinggga 10 MSA. Setelah minggu kesepuluh biji tumbuh terus,
sedangkan aril tumbuh melambat. Tebal biji kemudian meningkat perlahan
hingga umur 11 MSA dan meningkat kembali tajam hingga umur 16 MSA
(Gambar 2D). Tipe kurva yang sama dengan perkembangan tebal aril dan biji,
yaitu linier untuk menggambarkan pertumbuhan tebal biji.
Berdasarkan data ketebalan kulit, kurva kuadratik menggambarkan
pertambahan ketebalan kulit pada buah manggis. Rata-rata ketebalan kulit buah
(perikarp) meningkat tajam mulai dari umur 1 MSA hingga 5 MSA. Pada minggu
ke lima, ketebalan kulit buah mulai menurun, kemudian ketebalan kulit meningkat
perlahan dan mencapai ukuran maksimum pada umur 9 MSA, lalu menurun
perlahan hingga umur 15 MSA dan menurun tajam pada umur 16 MSA (Gambar
2E). Pada buah yang tua, kadar air lebih rendah dibandingkan dengan buah muda,
sehingga sel-sel penyusun jaringan perikarp mengkerut dan akibatnya kulit buah
menjadi tipis.
Pada Tabel 2 terlihat bahwa koefisien regresi (slope) untuk diameter
transversal dan longitudinal pada 10 minggu pertama kurang lebih sama sekitar
0.3 dan pada minggu 11-16 minggu setelah antesis menurun drastis menjadi
sekitar 0.1. Hal ini menunjukkan bahwa pertambahan diameter buah tumbuh
melambat pada 11-16 MSA. Untuk tebal aril dan biji serta tebal biji koefisien
regresi cenderung tetap sekitar 0.1. Hal ini berarti bahwa tebal aril dan biji
meningkat terus dari 1 hingga 16 MSA. Nilai koefisien regresi tebal biji pada 1-5
MSA sekitar 0.1, kemudian tumbuh melambat pada 6-10 MSA dan akhirnya
tumbuh cepat pada 11-16 MSA. Koefisien regresi tebal kulit pada 1-5 MSA
26
sebesar 0.0693 kemudian pada 6-10 MSA menurun dan akhirnya pada 11-16
MSA menurun menjadi negatif. Hal ini mnunjukkan pertumbuhan tebal kulit
melambat dan akhirnya menurun pada 11-16 MSA.
Morfologi Buah
Buah manggis pada umur 1 hingga 7 MSA berwarna hijau muda (light
green). Makin tua umur buah pada umur 8 hingga 12 MSA buah berwarna hijau
sedang (medium green) (Gambar 3A), selanjutnya buah pada umur 13 MSA
berwarna hijau muda dengan sedikit bercak garis merah muda di sekitar kelopak.
Pada umur 14 MSA kulit buah manggis berwarna hijau muda dengan guratan
garis berwarna merah jambu. Pada umur 15 MSA kulit buah berwarna merah
jambu, sedangkan buah akan berwarna ungu ketika sudah tua pada16 MSA
(Gambar 3B).
Tabel 2 Laju pertumbuhan (cm/minggu) dari diameter buah, tebal aril dan biji,
tebal biji dan tebal kulit, diturunkan dari persamaan linier dengan waktu
Umur (MSA)
Diameter transversal
Diameter longitudinal
Tebal aril dan biji
Tebal biji Tebal kulit
1-5 0.3831 0.3136 0.1728 0.1039 0.0693
6-10 0.3789 0.3303 0.1677 0.0783 0.0002
11-16 0.1090 0.1068 0.1650 0.1175 -0.0161
Warna kelopak buah manggis pada umur 1 hingga 11 MSA berwarna
hijau sedang (medium green), sedangkan pada umur 12 hingga 15 MSA
kelopak buah manggis berwarna hijau (green) dan warna kelopak akhirnya
berwarna hijau tua (dark green) ketika buah matang pada umur 16 MSA
(Gambar 3B).
Tangkai buah manggis sejak umur 1 hingga 5 MSA berwarna hijau
sedang, sedangkan pada umur 6 hingga 15 MSA berwarna hijau, dan warna
tangkai buah berubah menjadi hijau tua ketika sudah tua (Gambar 3).
Spot getah kuning di luar kulit buah dapat dijumpai pada buah muda
hingga buah tua (Gambar 4). Spot getah kuning tersebut dapat dibersihkan
dengan cara di lap dengan kain halus. Apabila getah kuning masih menempel
27
pada kulit buah, pembersihan selanjutnya dapat menggunakan tangan dengan cara
mencongkel (PKBT, 2007).
Gambar 3. Perkembangan morfologi buah manggis A. umur 1 hingga 12 MSA
dan B. morfologi buah umur 13 hingga 16 MSA (Sumber: Tesis, Siti Ropiah, 2009)
1 MSA 2 MSA 3 MSA 4 MSA
5 MSA 6 MSA
7 MSA 8 MSA
9 MSA 10 MSA 11 MSA 12 MSA
A
B 1 3 MSA 1 4 MSA 1 5 MSA 1 6 MSA
28
Gambar 4 Spot getah kuning di kulit luar buah manggis berumur 13 MSA.
Gambar 5 Getah kuning pada perikarp dan aril buah manggis umur 7 MSA.
Gambar 6 Getah kuning pada aril buah manggis berumur 16 MSA.
Getah kuning pada mesokarp
Biji
Aril
Aril
perikarp
29
Spot getah kuning pada aril buah muda sulit dideteksi, karena aril masih
melekat dengan kulit buah dan kulit buah muda masih banyak mengandung getah
yang encer, sehingga pada waktu kulit buah disayat getah akan keluar mengotori
aril. Pada buah muda, jika dibelah secara melintang akan tampak getah kuning
keluar dari kulit buah (perikarp) maupun aril buah. Getah yang ada di aril, pada
awalnya berwarna kuning, setelah dibiarkan beberapa saat akan berubah menjadi
merah (Gambar 5). Keluarnya getah kuning dari perikarp dan aril buah muda
sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilaporkan pada bab IV, yaitu bahwa
saluran getah dijumpai tidak hanya di perikarp melainkan juga di jaringan aril.
Getah kuning di aril hanya dapat diketahui jika buah dibuka (Gambar 6).
Pengalaman penyortir menunjukkan bahwa buah manggis yang terkena getah
kuning memiliki bobot relatif lebih berat dari pada uah yang sehat (PKBT, 2007).
Insiden getah kuning di aril dapat dijumpai pada buah manggis umur 14 hingga 16
MSA. Hal ini bisa terjadi, karena kemungkinan pada aril buah yang bergetah
proses respirasi terganggu, sehingga laju respirasi lebih rendah dari buah
normal akibatnya bobot buah menjadi lebih berat. Terganggunya laju respirasi
tersebut, belum diketahui penyebabnya. Adanya getah kuning mengotori aril
kemungkinan karena getah kuning tersebut masih berupa gluko terpen dengan
kandungan air yang lebih banyak (encer).
Pada saat perkembangan buah, biji bertambah besar terus, tetapi
pertambahan volume sedikit, dan terjadi desakan dari dalam (Tabel 2), sehingga
sel epitel yang mengelilingi saluran getah kuning yang ada di endokarp pecah dan
getah kuning yang masih encer tersebut keluar dari saluran getah mengotori aril.
Getah kuning pada aril buah disertai dengan buah berwarna bening (transparan)
dan daging buah melekat ke kulit dengan rasa buah yang pahit.
Anatomi Buah Pengamatan anatomi buah manggis dapat dilihat pada Gambar 7, 8 dan 9.
Lapisan terluar buah manggis adalah kutikula yang ditandai dengan warna merah.
Bagian eksokarp buah tersusun atas jaringan sklereid tipe brakisklereid yang
penebalan dinding selnya mengandung lignin ditandai dengan warna merah
terhadap pewarna safranin (Gambar 7). Jumlah lapisan eksokarp dari buah
30
muda hingga dewasa bertambah seiring dengan perkembangan buah. Jumlah
lapisan terbanyak dijumpai pada buah umur 11 MSA. Namun pada buah umur 12
MSA jumlah lapisan sel eksokarp menurun perlahan dan cenderung stabil hingga
umur 16 MSA (Gambar 8). Lapisan endokarp sulit dibedakan dengan lapisan
mesokarp buah. Oleh karena itu pengamatan jumlah lapisan mesokarp dan
Gambar 7 Sayatan melintang buah manggis umur 12 MSA.
Gambar 8 Perubahan jumlah lapisan sel eksokarp dan total sel mesokarp dan
endokarp pada buah manggis umur 1-16 MSA.
500µm
eksokarp
mesokarp
endokarp
arilus
Saluran getah kuning
Saluran getah kuning
Saluran getah kuning
Saluran getah kuning
31
endokarp digabung menjadi satu data. Pada saat umur 1 MSA, sel eksokarp
terdiri hanya 1 lapis dan aril serta biji sudah terbentuk. Hal ini sesuai
dengan penelitian Rai (2006) yang melaporkan bahwa segmen aril telah
mulai berkembang pada stadium delapan yaitu pada saat enam hari sebelum
bunga mekar, sedangkan pada stadium sembilan yaitu saat bunga mekar primordia
bakal biji sudah terbentuk.
Pada kurva pertumbuhan manggis saat umur 1 hingga 7 MSA, tampak
bahwa perkembangan histologi buah manggis minggu 1 hingga 6 MSA
meningkat pesat untuk semua peubah histologi yaitu jumlah lapisan eksokarp,
jumlah total lapisan mesokarp dan endokarp, ukuran sel jaringan eksokarp,
mesokarp, endokarp, dan aril. Pada minggu ke 6 hingga 8 MSA jumlah lapisan
eksokarp, ukuran eksokarp, mesokarp, endokarp dan aril, serta jumlah lapisan
mesokarp dan endokarp meningkat perlahan. Pada saat manggis berumur 14
MSA terlihat bahwa jumlah lapisan mesokarp dan endokarp paling tinggi yaitu
sebanyak 258 lapis, sedangkan pada manggis umur 15 hingga 16 MSA dijumpai
jumlah lapisan sel mesokarp dan endokarp menurun perlahan (Gambar 8).
Ukuran sel eksokarp, mesokarp, endokarp dan aril pada minggu pertama
dijumpai berukuran paling kecil dan ukuran sel terbesar dijumpai pada jaringan
aril pada umur 13 MSA yaitu dengan panjang 57.5 hingga 400 µm (Gambar 9).
Diameter buah di minggu ke tujuh dan delapan keadaannya yang merata,
juga diikuti oleh data anatomi untuk peubah jumlah lapisan sel eksokarp dan total
lapisan sel mesokarp dan endokarp, namun tidak demikian halnya pada peubah
ukuran sel eksokarp, sel mesokarp, sel endokarp, dan sel aril. Ukuran sel pada
peubah tersebut dijumpai menurun pada minggu ke delapan. Pada Gambar 9 C
terlihat bahwa pertumbuhan ukuran sel endokarp meningkat tajam pada buah
umur 14 hingga 15 MSA. Selain itu, pertumbuhan kumulatif tebal aril dan biji
serta tebal biji meningkat tajam pada buah umur 14 hingga 16 MSA (Gambar 2D
dan E). Hal ini menyebabkan pertumbuhan yang mendesak dari bagian dalam ke
arah luar buah, sehingga diduga berkaitan dengan pecahnya saluran getah kuning
dijumpai pada endokarp buah. Spot getah kuning di aril baru dapat dideteksi pada
umur 14-16 MSA. Ukuran tebal kulit yang menurun pada buah umur 16 MSA
juga diikuti dengan penurunan ukuran pada peubah sel eksokarp, endokarp dan
32
aril buah. Hal ini sesuai dengan penelitian pada buah peach dan almond berturut-
turut yang dilaporkan oleh Ognjanov, et al. (1995) dan Hawker dan Buttrose
(1980) yaitu, bahwa perubahan morfologi buah seiring dengan perkembangan
anatomi buah.
Pada buah manggis, ketika ovari berkembang menjadi buah, dinding ovari
berkembang menjadi perikarp. Pematangan perikarp seiring dengan
meningkatnya jumlah sel. Perikarp berdiferensiasi menjadi tiga bagian yaitu
eksokarp, mesokarp dan endokarp.
Pola perkembangan morfologi buah seiring dengan perkembangan
histologi buah. Pembelahan sel pada putik sudah terjadi sejak muncul primordia
seiring dengn peningkatan ukuran buah, setelah pembelahan sel dilanjutkan
dengan pembesaran sel (Esau (1974; Ryugo, 1988). Kurva pertumbuhan manggis
yang pesat berdasarkan diameter buah saat umur 1 hingga 6 MSA, seiring dengan
perkembangan histologi buah pada peubah jumlah lapisan sel eksokarp, jumlah
lapisan sel mesokarp dan endokarp, ukuran sel eksokarp, mesokarp, endokarp.
Pada minggu ke lima setelah antesis, kulit buah mulai menipis, diikuti
dengan pertumbuhan biji yang pesat. Pada minggu ke sepuluh setelah antesis, biji
tumbuh pesat, tetapi aril mulai tumbuh melambat. Pertambahan volume buah
sedikit, tetapi pertambahan biji pesat, sehingga terjadi desakan dari dalam.
Desakan ini berupa stres mekanik sehingga kemungkinan saluran getah kuning
banyak pecah pada buah setelah buah berumur 10 minggu setelah antesis (MSA).
Pada hasil pengamatan diperoleh bahwa getah kuning mulai mengotori aril pada
saat buah berumur 14 minggu setelah antessis (MSA). Pada buah yang arilnya
terkena getah kuning, tampak rusaknya sel epitel saluran getah kuning.
Analisis Densitas dan Ukuran Stomata pada Berbagai Tahapan Umur Buah Manggis Pengamatan stomata pada kulit luar buah dilakukan pada berbagai tahapan
umur buah manggis dilakukan untuk melihat apakah ada perbedaaan dalam
densitas dan ukuran pada stadia umur 2, 4, 6, 8, dan 10 MSA. Pada Bab VI
dilakukan studi penyemprotan kalsium pada buah manggis pada 2, 4, 6, 8, dan 10
minggu setelah antesis (MSA). Kalsium masuk ke buah salah satunya melewati
33
A
B
C
D Gambar 9 Perubahan ukuran sel eksokarp (A), sel mesokarp (B), sel endokarp (C),
dan sel aril (D) pada buah manggis umur 1-16 MSA.
34
stomata yang dijumpai pada buah selain melalui lentisel dan trikoma (Saure,
2005). Oleh karena itu, dilakukan pengukuran densitas (jumlah stomata/mm2) dan
ukuran stomata pada buah manggis pada umur 2, 4, 6, 8 dan 10 MSA untuk
melihat kemungkinan masuknya kalsium melalui stomata pada berbagai stadia
umur buah manggis. Pada Tabel 3 tampak bahwa densitas stomata pada berbagai
stadia umur buah berbeda nyata. Densitas terendah (27.29/mm2) dijumpai pada
stadia buah umur 10 MSA dengan lebar stomata terendah (19.17/mm2).
Panjang stomata terkecil (30.00 µm) dijumpai pada stadia umur 2 MSA, namun
tidak berbeda nyata dengan buah manggis berumur 6 dan 10 MSA. Hal ini
berarti, waktu penyemprotan garam kalsium pada stadia umur buah mulai dari 2
MSA sudah tepat, karena kalsium dapat masuk ke dalam buah lewat stomata
secara optimal. Agar aplikasi kalsium efektif, kation kalsium harus masuk ke
dalam jaringan perikarp. Kalsium masuk ke dalam buah dapat melalui kutikula,
lentisel, pangkal trikoma dan stomata (Gambar 10) apabila tekanan permukaan
cairan kurang dari 30 dyne/cm (Saure, 2005; Huang 2007; Bangerth, 1979;
Schonherr dan Bukovac, 1972), namun masuknya kalsium tersebut ke dalam
buah sangat sulit (Shear, 1975).
Pada kulit buah leci stomata dijumpai sangat sedikit. Aplikasi
penyemprotan kalsium pada buah umur 2 minggu setelah antesis lebih efektif
dibanding 5 dan 8 minggu setelah antesis (Huang et al., 2005).
Tabel 3 Densitas dan ukuran stomata pada berbagai tingkatan umur buah manggis
pada tahun I
Umur buah (MSA)
Densitas (jumlah/mm2) Panjang stomata (µm) Lebar stomata (µm)
2 33.71a 30.00c 21.67a
4 32.11a 31.67b 21.39a
6 34.52a 30.28bc 21.11a
8 33.31a 33.33a 21.48a
10 27.29b 31.11bc 19.17b Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama
menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%
35
Gambar 10 Distribusi stomata di permukaan kulit luar buah manggis pada umur 4
minggu setelah antesis.
Simpulan
1. Kurva pertumbuhan buah manggis berdasarkan diameter transversal dan
longitudinal buah adalah kurva hiperbola.
2. Warna kulit buah, kelopak dan tangkai buah bervariasi seiring dengan
perkembangan buah.
3. Jumlah lapisan eksokarp selama perkembangan buah muda hingga dewasa
bertambah seiring dengan perkembangan buah.
4. Kurva pertumbuhan manggis yang pesat berdasarkan diameter buah saat umur
1 hingga 6 MSA, seiring dengan perkembangan anatomi buah pada semua
peubah.
5. Pada saat perkembangan buah pada minggu ke-10 terjadi desakan akibat
perkembangan pembesaran aril dan biji dari arah dalam menuju ke luar
jaringan buah sehingga menyebabkan pecahnya saluran getah kuning pada
endokarp buah.
50μm
36
BAB IV
STRUKTUR SEKRETORI GETAH KUNING PADA BUAH MANGGIS
DAN UJI KUALITATIF SENYAWA FITOKIMIA GETAH KUNING
ABSTRAK
Masalah utama dalam agribisnis manggis saat ini adalah insiden getah kuning, karena merupakan salah satu faktor yang menurunkan kualitas buah. Struktur saluran getah kuning pada bunga, buah, akar, batang dan daun bibit muda manggis (Garcinia mangostana L.) dan uji kualitatif fitokimia getah kuning dipelajari. Tipe saluran getah kuning pada manggis adalah saluran kanal yang bercabang. Saluran getah tersebut dijumpai pada eksokarp, mesokarp, endokarp, aril buah, bunga, batang dan daun. Pada perikarp, diameter saluran sekretori getah kuning terbesar dijumpai di bagian endokarp. Struktur saluran getah kuning pada tangkai buah menyatu dengan saluran getah kuning yang ada pada buah. Pengamatan ultrastruktur menunjukkan bahwa saluran sekretori getah kuning dikelilingi oleh sel epitelium yang khas, merupakan sel hidup yang sitoplasmanya dipadati oleh organel plastida, mitokondria, dan badan golgi. Getah kuning yang dikoleksi dari kulit batang, kulit luar buah, perikarp buah muda, aril buah dewasa dan aril buah muda menunjukkan hasil uji positif terhadap senyawa triterpenoid, flavonoid dan tanin, akan tetapi menunjukkan uji negatif terhadap senyawa alkaloid, saponin, dan steroid, kecuali getah kuning pada aril buah muda yang menunjukkan uji positif terhadap senyawa steroid. Kata kunci: saluran sekretori, getah kuning, perikarp, aril, sel epitelium.
37
37
STRUCTURE OF YELLOW LATEX SECRETORY DUCTS IN
MANGOSTEEN FRUIT AND QUALITATIVE TEST OF YELLOW
LATEX PHYTOCHEMISTRY COMPOUNDS
ABSTRACT
Yellow latex is the main problem in mangosteen agribusiness, because it becomes a factor that reduce fruit quality. The structure of yellow latex secretory ducts in the flower and fruit as well as in the root, stem and leaf of mangosteen (Garcinia mangostana L.) seedling and the qualitative phytochemistry of yellow latex were studied. The ducts were branched, canal-like type. They were found in the exocarp, mesocarp, endocarp, aril of the fruit, flower, stem and leaf. In the fruit, the biggest diameter of the secretory ducts was found in the endocarp. There were continuous secretory ducts from fruit stalk to the fruit. Ultrastructural observation showed that the ducts surrounded by specific epithelial cells, which were living cells containing dense cytoplasm with plastid, mitochondria and golgi apparatus organelles. The qualitative test indicated that the yellow latex collected from stem bark, outer part of fruit, young fruit pericarp, mature aril and young aril contained terpenoid, flavonoid and tannin, but not alkaloid, saponin and steroid, except in the young aril that contained steroid. Keywords: fruit quality, cytoplasm, endocarp, aril, epithelial cells
38
38
Pendahuluan
Latar Belakang
Getah kuning pada manggis akan keluar dari saluran getah yang rusak jika
bagian tanaman terlukai. Getah kuning merupakan eksudat yang dapat mengotori
bagian kulit luar buah maupun daging buah (aril) manggis. Adanya getah tersebut
akan mengurangi kualitas buah manggis, sehingga tidak layak ekspor. Struktur
dan tipe saluran getah kuning pada manggis belum diketahui, oleh karena itu perlu
diteliti. Penelitian mengenai struktur saluran getah/lateks pada tanaman lain
sudah banyak dilakukan seperti pada Gnetum gnemon (Behnke & Herman, 1978);
Jatropha dioica (Cass, 1985); Hypericum perforatum (Ciccarelli et al., 2001);
Camphotheca acuminata (Monacelli et al, 2005); Prunus dulcis (Morrison &
Polito, 1985); dan Ficus carica (Rachmilevitz & Fahn, 1982).
Menurut Syah et al. (2007), saluran getah kuning pada manggis dijumpai
pada perikarp buah. Saluran getah kuning yang ada pada buah diamati
penyebarannya di perikarp buah yaitu di bagian eksokarp, mesokarp dan endokarp
buah. Namun perlu ditelusuri lebih jauh apakah saluran getah kuning pada buah
tersebut menyatu dengan saluran getah kuning yang dijumpai pada tangkai buah.
Getah kuning yang diproduksi tanaman manggis dilaporkan mengandung
senyawa resin (Yaacob & Tindall, 1995) dan hal ini diduga berkaitan dengan
pertahanan diri tanaman manggis akibat luka terhadap serangan serangga, bakteri
dan patogen (Harborne, 1988; McGarvey & Croteau, 1995). Beberapa tanaman
diketahui menghasilkan getah yang mengandung senyawa fenol seperti flavonoid
dan tanin serta terpenoid yang berkaitan dengan pertahanan diri (Monacelli et al.,
2005; Nagy et al., 2000; Martin et al., 2002; Topcu et al., 1995; Behnke &
Herrmann, 1978). Pada tanaman manggis, isolasi senyawa pada bagian daun dan
kulit buah (Parveen et al., 1991 dan Ketsa & Atantee, 1998) telah dilakukan.
Sedangkan penelitian yang mengungkap tentang kandungan senyawa pada getah
kuning yang berasal dari permukaan luar kulit buah, aril buah tua dan muda,
perikarp buah muda, dan kulit batang belum pernah dilakukan. Oleh karena itu
penelitian untuk mengetahui kandungan senyawa pada getah kuning masih perlu
dilakukan untuk meyakinkan apakah kandungan getah ini sama dengan yang ada
pada bagian yang lain dari tanaman.
39
39
Tujuan Penelitian
1. Mengetahui struktur sekretori getah kuning pada buah manggis. Sebagai
pembanding diamati juga struktur sekretori pada akar, batang dan daun bibit
muda manggis.
2. Mempelajari perkembangan awal struktur sekretori yang diamati pada biji
manggis.
3. Mengidentifikasi kandungan senyawa kimia pada getah kuning yang terdapat
di kulit luar buah, aril buah tua dan muda, perikarp buah muda, dan kulit
batang untuk mengetahui apakah getah kuning yang mencemari aril sama
dengan getah yang diproduksi.
Manfaat Penelitian
1. Diketahui tipe struktur jaringan sekretori yang mensekresi getah kuning pada
buah manggis dan bagaimana getah kuning keluar dari saluran tersebut.
2. Diketahui jenis senyawa kimia yang terkandung pada getah kuning yang
dijumpai pada kulit luar buah, aril buah tua dan muda, perikarp buah muda,
dan kulit batang. Dapat diketahui apakah getah kuning yang mencemari aril
sama dengan getah kuning yang diproduksi pada seluruh bagian tanaman.
Hipotesis
1. Tipe struktur sekretori getah kuning pada buah manggis diduga sama dengan
tipe getah pada akar, batang dan daun bibit muda manggis.
2. Getah kuning yang mencemari aril sama dengan yang dihasilkan bagian
tanaman lainnya dan merupakan getah alami yang diproduksi oleh tanaman
manggis.
Bahan dan Metode
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian berlangsung dari bulan Maret 2006 hingga Juli 2008.
Pengambilan sampel buah di lapang dilakukan di sentra produksi manggis di
40
40
kampung Cengal, Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor.
Pengamatan struktur sekretori dilakukan di Laboratorium Anatomi dan Morfologi
Tumbuhan, Departemen Biologi IPB. Penelitian fitokimia dilakukan di
Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka IPB.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian anatomi buah adalah tanaman
manggis yang sudah berproduksi dan berumur kurang lebih 20 tahun. Selain itu
digunakan juga tanaman bibit muda umur 1 bulan setelah semai dan biji yang
dikecambahkan berturut-turut mulai dari 0 hingga 6 hari. Sedangkan bahan getah
yang digunakan untuk analisis fitokimia berasal dari tanaman manggis berumur
20 tahun dan buah manggis yang dijual di pasar.
Bahan penunjang yang digunakan adalah bahan kimia untuk pembuatan
sediaan mikroskopis dan bahan kimia untuk analisis biokimia getah kuning.
Peralatan yang digunakan adalah mikrotom, mikroskop binokuler, dan TEM
(Transmission Electron Microscope).
Metode Penelitian
1. Studi Struktur Sekretori Getah Kuning pada Buah dan Tangkai Buah
Manggis
Pengambilan Sampel. Studi anatomi buah dilakukan pada kuncup bunga
hingga buah dewasa beserta tangkai bunga dan buah. Sebanyak 10 buah diambil
secara acak pada pohon untuk pengamatan rutin setiap minggu, dimulai 1 minggu
sebelum antesis sampai 15 minggu setelah antesis (MSA). Terdapat tujuh belas
kali pengambilan sampel yaitu -1, 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15
MSA.
Sampel buah yang telah diambil, diamati struktur sekretori getah kuning
pada perikarp buah. Pengamatan struktur sekretori getah kuning dilakukan
terhadap sediaan mikroskopis yang dibuat dengan berbagai metode yaitu metode
parafin (Johansen, 1940), metode beku (Martin et al., 2002), dan pengamatan
dengan TEM (Transmision Electron Microscope). Untuk pembanding diamati
juga struktur sekretori getah kuning pada akar, batang dan daun bibit muda
41
41
tanaman manggis yang berumur 1 bulan setelah semai. Sampel diambil dari 3
ulangan tanaman. Selain itu studi perkembangan awal struktur sekretori diamati
pada biji dewasa yang dikecambahkan pada umur 0 hingga 6 hari. Sampel organ
akar, batang dan daun serta embrio dibuat sediaan mikroskopis dengan metode
parafin (Johansen, 1940).
1.1. Pembuatan Sediaan Mikroskopis Buah, Tangkai Buah, Organ Tanaman
Bibit Muda dan Biji Dewasa Manggis dengan Metode Parafin
Sediaan irisan transversal dan longitudinal buah manggis dan tangkai
manggis -1 hingga 15 MSA, organ akar batang dan daun bibit muda serta embrio
dewasa dibuat dengan metode parafin. Buah, tangkai buah, organ tanaman dan
embrio dewasa difiksasi di dalam larutan FAA (5 ml formalin, 5 ml asam asetat
glasial, 90 ml alkohol 50%). Selanjutnya dilakukan dehidrasi dan embedding
mengikuti metode Johansen (1940). Infiltrasi parafin ke dalam jaringan dilakukan
secara bertahap kemudian ditanam di dalam blok parafin. Selanjutnya sampel
dilunakkan dengan merendam di dalam larutan Gifford (80 bagian alkohol 60 %,
20 bagian asam asetat glasial dan 5 bagian gliserin) selama 1 bulan. Kemudian
sampel diiris dengan ketebalan 10 μm dengan menggunakan mikrotom putar. Pita
parafin selanjutnya diwarnai dengan safranin 1% dan fastgreen 0.5%. Preparat
yang telah diwarnai ditetesi entelan kemudian ditutup dengan gelas penutup dan
diamati di bawah mikroskop.
1.2. Analisis Terpenoid pada Buah Manggis dengan Uji Histokimia
Menggunakan Metode Beku
Sampel buah manggis pada stadia 1 hingga 15 MSA disiapkan untuk
cryosectioning dengan cara merendam 1 x 0.5 x 1 cm kulit buah ke dalam larutan
formaldehid 4% (w/v) dan 100 mM K2HPO4 (pH 7.5) selama 4 jam. Kemudian
sampel dicuci dengan akuades. Sampel selanjutnya dibekukan pada suhu -18o C
sebelum disayat dengan mikrotom beku (Yamato RV-240). Sampel disayat secara
melintang setebal 20 μm kemudian irisan diletakkan di gelas obyek. Untuk
pengamatan senyawa terpenoid, sayatan ditetesi dengan larutan tembaga asetat
50%, dan supaya preparat tidak cepat mengering, diberi media gliserin 30% dan
42
42
ditutup dengan gelas penutup. Selanjutnya preparat diamati di bawah mikroskop
cahaya.
1.3. Pembuatan Sediaan Mikroskopis Buah Manggis dengan Metode TEM
Blok transversal Jaringan aril dan mesokarp dari buah manggis yang
berumur 28 hari berukuran 2 x 1 x 2 mm difiksasi di dalam larutan glutaraldehid
5% dalam 0.1 M buffer sodium cacodilat pH 7.4 pada suhu 4oC selama 24 jam.
Kemudian sampel di post-fiksasi di dalam osmium tetraoksida 2% pada bufer
yang sama, suhu 4oC selama 2 jam. Sampel didehidrasi di dalam seri etanol
bertingkat mulai dari etanol 80%, 90%, 100% dan dalam campuran
etanol:propilen oxide 3:1, 1:1, dan 3:1 masing-masing selama 30 menit. Sampel
diembedding di dalam Spurr’resin. Sebelumnya disiapkan resep resin standar
yaitu campuran formula resep standar yang terdiri atas: Vinylcyclophene Dioxide
Resin (VCD Resin): Diglycidyl Ether of Polypropylene Glycol (DER 736):
Nonenyl Succinic Anhydride (NSA): Dimethylaminoethanol (DMAE) = 10 g : 4 g
: 26 g : 0.4 g. Sampel dimasukkan ke dalam medium campuran resin:propylene
oxide yaitu 1:1 digoyang selama 30 menit pada suhu kamar, lalu disentrifus
dengan 3000 rpm dan supernatan dibuang. Kemudian dituang separuh bagian dari
campuran dan ditambahkan resin murni sesuai dengan volume campuran
digoyang selama 30 menit pada suhu kamar. Kemudian dituang semua larutan
dan diganti dengan resin murni, disimpan selama 2-3 jam pada wadah vakum dan
dipompa dengan vakum pada suhu kamar. Selanjutnya dituang semua resin, dan
sampel ditanam di dalam tube cetakan dengan resin murni dalam oven vakum
pada suhu 70oC selama 8-16 jam (overnight) sehingga resin menjadi kenyal dan
mengeras. Selanjutnya sampel di trimming kasar dengan menggunakan ampelas
diusahakan bidang irisan berbentuk trapesium dan ujung resin dibuat piramida.
Kemudian dilanjutkan dengan trimming halus di bawah mikroskop binokuler yaitu
dengan memasang spesimen pada holder dan dihaluskan dengan pisau silet yang
tajam. Sampel disayat dengan ultra mikrotom setebal 70 nm dengan
menggunakan pisau intan. Pita ditempel pada grid ukuran 200 mesh yang terbuat
dari tembaga berbentuk lingkaran dengan diameter berkisar antara 2.3 – 3 mm.
Pita selanjutnya diwarnai dengan uranil asetat 2% dan triple lead (lead nitrat, lead
43
43
asetat, dan lead sitrat) 4%. Pita yang telah diwarnai diamati dengan mikroskop
elektron tipe JEM 1010 pada 80 kV.
1.4. Peubah Pengamatan
- Mengamati tipe struktur sekretori pada buah, tangkai buah, organ tanaman
bibit nuda dan biji dewasa.
- Menghitung densitas (jumlah saluran sekretori/mm2) dan mengukur
diameter saluran sekretori.
- Mempelajari kesinambungan saluran sekretori pada buah dan tangkai
buah.
- Melihat perkembangan struktur saluran sekretori pada embrio dewasa.
- Mengamati ultrastruktur struktur saluran sekretori pada buah manggis.
2. Penentuan Jenis Senyawa Fitokimia pada Getah Kuning
Sampel getah kuning dari aril buah tua dan muda, perikarp buah muda,
permukaan luar kulit buah dan kulit batang dilakukan uji kualitatif untuk
mendeteksi keberadaan senyawa triterpenoid, flavonoid, tannin, saponin, alkaloid,
dan steroid mengikuti metode Harborne (1987).
Uji Keberadaan Senyawa Terpenoid (Triterpen) dan Steroid : sampel
getah sekitar 1 g diberi 5 ml etanol pekat sambil dipanaskan kemudian filtrat
disaring. Filtrat yang diperoleh dipanaskan hingga kering lalu ditambahkan 1 ml
dietil eter, diaduk rata, kemudian diberi masing-masing 1 tetes asam sulfat pekat
dan anhidrous asetat. Uji keberadaan triterpenoid dan steroid menggunakan
pereaksi Lieberman-Burchard (anhidrous asetat +H2SO4 pekat + etanol). Jika
diperoleh warna merah atau ungu menandakan positif senyawa triterpenoid, tetapi
jika yang muncul warna hijau atau biru menandakan positif senyawa steroid.
Uji Keberadaan Senyawa Fenol (Flavonoid, Tanin dan Saponin):
sampel getah sekitar 5 g diberi sedikit akuades lalu dipanaskan selama 5 menit,
disaring dan filtrat yang diperoleh masing-masing diuji untuk senyawa flavonoid,
tanin, dan saponin. Untuk uji flavonoid ditambahkan sedikit serbuk Mg, beberapa
tetes HCl pekat dan 2 ml amil alkohol. Jika diperoleh lapisan amil alkohol
berwarna jingga menandakan positif senyawa flavonoid. Untuk uji tanin,
44
44
terhadap filtrat dilakukan penambahan beberapa tetes larutan besi (III) klorida
10% apabila muncul warna hitam kehijauan menunjukkan positif senyawa tanin.
Untuk uji saponin, apabila filtrat dikocok kuat dan muncul buih yang stabil, maka
uji positif terhadap senyawa saponin.
Uji Keberadaan Senyawa Alkaloid: sampel sekitar 1 g diberi beberapa
tetes NH3 kemudian dihaluskan lalu ditambahkan 5 ml CHCl3 lalu disaring.
Filtrat yang diperoleh diberi 5 ml H2SO4, lapisan asam yang diperoleh dibagi
menjadi 3 bagian. Terhadap masing-masing lapisan asam tesebut diberikan
pereaksi Dragendrof, Mayer, dan Warner. Jika diperoleh endapan jingga, putih
dan coklat berturut-turut terhadap ketiga pereaksi di atas menandakan uji positif
terhadap senyawa alkaloid.
Hasil dan Pembahasan
Distribusi dan Perkembangan Saluran Getah Kuning pada Buah Manggis.
Saluran getah kuning sudah dijumpai pada kuncup bunga (-1 MSA) dan
bunga mekar/antesis (0 MSA), pada bagian ovari buah. Saluran getah kuning juga
dijumpai pada buah muda (1-5 MSA), buah sedang (6-10 MSA) dan buah tua (11-
15 MSA) (Tabel 4). Pada ketiga umur buah tersebut, saluran getah dijumpai di
ketiga lapisan kulit buah yaitu eksokarp, mesokarp, dan endokarp. Di samping
itu, saluran getah juga dijumpai pada daging buah (aril) (Gambar 7). Kerapatan
saluran getah pada mesokarp buah menurun seiring dengan perkembangan ukuran
buah. Berkurangnya nilai kerapatan saluran getah diikuti dengan meningkatnya
ukuran diameter saluran getah (Tabel 4). Berdasarkan irisan melintang perikarp
buah manggis dan struktur tiga dimensi tampak struktur saluran sekretori getah
kuning memiliki lumen besar yang dikelilingi oleh sel-sel epitelium yang khas
(Gambar 11). Hal tersebut hampir sama dengan saluran lateks pada Mammillaria
heyderi (Cactaceae) (Wittler & J.D. Mauseth, 1984). Sedangkan pada pengamatan
irisan membujur perikarp buah manggis, struktur sekretori getah kuning berbentuk
saluran memanjang dan bercabang (Gambar 12 dan 13) dan tipe saluran getah
kuning pada manggis bukan merupakan tipe latisifer. Tipe saluran getah kuning
pada tanaman manggis adalah saluran (kanal) yang bercabang dan kemungkinan
45
45
ruang sekretorinya terbentuk secara skizogen (Esau, 1974; Dickison, 2000; Fahn,
1990).
Tabel 4 Diameter (µm) dan densitas (jumlah/mm2) saluran getah kuning pada
berbagai perkembangan buah manggis pada ovari bunga dan perikarp buah.
Diameter saluran getah (µm)
Tahapan Ovari luar/
Eksokarp
Ovari tengah/
Mesokarp
Ovari dalam/
Endokarp
Aril
Densitas * (jumlah/mm2)
Bunga
- kuncup 10.0-17.5 25.0-43.5 30.0-67.5 -
- mekar 12.5-27.5 31.25-68.75 35.0-75.0 -
-
57.7-96.3
Buah
- muda 22.5-50.0 56.3-112.5 50.0-145.0 25.0-100.0 8.3-20.5
- sedang 27.5-67.5 62.5-168.8 62.5-190.0 45.0-112.5 6.5-7.6
- tua 30.0-82.5 67.5-175.0 112.5-262.5 45.0-137.5 5.1-6.3
* Saluran getah kuning di ovari tengah atau mesokarp.
Saluran sekretori getah kuning sudah dijumpai pada stadia kuncup bunga
(-1 MSA) dan antesis (0 MSA). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Rai et al. (2006) yang melaporkan bahwa pada tahapan 6 hari sebelum
antesis, segmen aril sudah mulai berkembang ketika bunga belum mekar.
Getah kuning mulai mengotori aril pada saat buah berumur 14 MSA
(Dorly et al., 2008). Keadaan ini dapat terlihat dengan kerusakan pada
Gambar 11 Struktur saluran getah kuning pada irisan melintang mesokarp buah
manggis. L: lumen, E: sel epitelium
50 µm 300 µm
E L
46
46
sel-sel epitel penyusun saluran sekretori getah kuning (Gambar 14). Menurut
Dorly et al. (2008), getah kuning yang mengotori aril adalah merupakan getah
yang keluar karena rusaknya dinding sel epitel penyusun saluran sekretori getah
kuning pada endokarp buah dan bukan merupakan eksudat bakteri. Hal ini
berbeda dengan penelitian yang dilaporkan Nurcahyani (2005) yaitu bahwa
bakteri Corynebacterium spp. berasosiasi dengan getah kuning pada buah
manggis. Menurut Syah et al. (2007) dinding saluran getah kuning di endokarp
pecah terjadi karena gangguan fisiologis tanaman, yaitu akibat terjadi perubahan
air tanah yang cukup fluktuatif dan ekstrim selama manggis sedang dalam fase
berbuah, sehingga terjadi perubahan tekanan turgor. Pada saat itulah dinding sel
epitel yang tidak terlalu kuat pecah dan membuka lubang pada saluran getah
kuning, dan mengeluarkannya.
Diduga bahwa rusaknya saluran sekretori getah kuning berkait
dengan rendahnya konsentrasi kalsium pada dinding sel penyusun sel-sel
epitelial. Huang et al. (2005) melaporkan bahwa kekurangan kalsium pada
buah leci menyebabkan pecah buah. Spot getah kuning pada kulit luar buah
diduga karena rusaknya saluran getah kuning pada bagian eksokarp buah manggis.
Syah et al. (2007) dan Verheij (1992) menyatakan spot getah kuning pada kulit
bagian luar disebabkan oleh gangguan mekanis seperti tusukan, gigitan serangga,
benturan dan cara panen yang ceroboh. Getah kuning yang merupakan eksudat
resin (terpenoid) yang dijumpai pada berbagai tanaman dari suku Guttiferae
50 μM
Gambar 12 Struktur sekretori sayatan melintang pada tulang daun manggis (A) dan model saluran getah kuning secara membujur (B). L: lumen,
E: sel epitelium, P: sel parenkima
A 50 μm
L
P
L
E
47
47
berasal dari saluran resin yang rusak (Asano et al., 1996; Pankasemsuk et al.,
1996).
Gambar 13 Mikrograf stereo kumpulan saluran getah kuning pada bagian endokarp buah manggis.
Saluran Getah Kuning pada Tangkai Buah.
Hasil sayatan membujur, menunjukkan struktur saluran getah kuning pada
tangkai buah menyatu dengan saluran getah kuning yang ada pada buah (Gambar
15). Hal yang sama juga dijumpai untuk saluran getah pada Ficus carica
(Rachmilevitz & Fahn, 1982). Saluran sekretori getah kuning pada tangkai buah
dijumpai pada bagian korteks dan di antara jaringan penyusun berkas pembuluh.
Ukuran diameter saluran getah kuning pada tangkai buah pada buah muda hingga
buah tua di antara berkas pembuluh lebih besar dibanding pada bagian korteks,
yaitu berturut-turut berkisar 30 – 162.5 µm dan 30 – 100 µm.
2 mm 1 mm
100 µm
Gambar 14 Sel epitelium yang rusak pada struktur saluran getah kuning pada sayatan membujur endokarp buah manggis ( ).
48
48
Saluran Getah Kuning pada Bibit Muda Manggis.
Pengamatan saluran getah kuning pada bibit muda manggis umur 1 bulan
bertujuan mempelajari kesinambungan struktur saluran getah tersebut. Pada akar
tidak dijumpai saluran getah kuning.
Pada batang bibit muda manggis ditemukan saluran getah kuning pada
berbagai posisi mulai dari bagian bawah yaitu posisi A tepat 1 cm di atas
permukaan tanah (Gambar 16) hingga posisi batang tempat munculnya daun
pertama. Pada batang di posisi A, saluran getah kuning dijumpai hanya pada
bagian korteks dan tidak dijumpai pada empulur batang. Sedangkan pada batang
di posisi B dan C (Gambar 16), saluran getah kuning dijumpai baik pada korteks
maupun empulur (Gambar 17). Behnke & Hermann (1978) melaporkan bahwa
latisifer artikulat pada Gnetum gnemon dijumpai pada korteks dan empulur
batang. Diameter saluran getah kuning pada batang di daerah korteks berkisar
17.5 – 50.0 µm, sedangkan pada bagian empulur berkisar antara 17.5 – 30.0 µm.
Pada bagian korteks batang dijumpai sel-sel inisial pembentuk saluran getah
kuning yang berjumlah 16-26 sel. Sel-sel inisial ini mudah dibedakan dari sel-sel
parenkima penyusun korteks batang, karena selnya berukuran relatif lebih kecil
(Gambar 18). Sel-sel inisial pada Mammea americana dijumpai pada ovari
bagian mesofil (Mourao & Beltrati, 2000). Pada Nerium oleander dan Euphorbia
500µm
Buah
Tangkai buah
Saluran sekretori getah kuning
Gambar 15 Sayatan membujur tangkai dan dasar buah manggis.
49
49
marginata berturut-turut dijumpai 28 dan 12 sel inisial (Mahlberg, 1961;
Mahlberg & Sabharwal, 1967), sedangkan pada Jatropha dioca dijumpai 5-7 sel
inisial (Cass, 1985).
Saluran getah kuning sudah dijumpai pada daun pertama pada bibit muda
manggis yang berumur 1 bulan setelah semai. Pada daun, saluran getah kuning
dijumpai pada jaringan parenkima tulang utama daun dengan diameter berkisar
30.0 – 37.5 µm. Pada helaian daun, saluran getah kuning terdapat di ruang antara
sel-sel penyusun jaringan palisade dan sel-sel penyusun jaringan bunga karang
berturut turut berdiameter 17.5 – 37.5 µm dan 25.0 – 37.5 µm (Gambar 19).
Distribusi latisifer bercabang tidak bersekat pada Euphorbia supina dijumpai di
seludang pembuluh tulang daun utama (Monacelli et al., 2005; Rosowski, 1968),
ruang antar sel jaringan palisade dan ruang di antara sel-sel penyusun jaringan
bunga karang (Rosowski, 1968). Hal ini mirip dengan distribusi saluran
sekretori getah kuning yang dijumpai pada daun pertama bibit muda manggis.
Studi sistematik untuk tipe dan ontogeni struktur saluran sekretori getah kuning
pada manggis belum pernah dilakukan. Tipe saluran lateks pada beberapa
tanaman dari famili yang sama tidak selalu sama. Sebagai contoh, pada
Euphorbia marginata tipe saluran getahnya adalah latisifer tak bersekat
(Mahlberg, 1959 ; Mahlberg & Sabharwal, 1967) sedangkan pada Hevea yang
termasuk pada famili yang sama yaitu, Euphorbiaceae, saluran getahnya adalah
tipe bersekat (Hao & Wu, 2000). Oleh karena itu, tipe latisifer tidak selalu
menunjukkan hubungan secara taksonomi.
Ultrastruktur Saluran Getah Kuning pada Buah Manggis.
Sel-sel inisial saluran sekretori memiliki vakuola berukuran besar, dengan
kerapatan sitoplama mengandung banyak mitokondria, dan memiliki dinding sel
yang tebal (Gambar 20A). Saluran sekretori getah kuning dikelilingi oleh sel-sel
epitelium yang khas. Sel-sel epitelium tersebut merupakan sel hidup yang
sitoplasma nya dipadati oleh organel plastida, mitokondria, dan badan golgi
(Gambar 20B dan 20C). Monacelli et al. (2005) melaporkan bahwa sel-sel yang
mengelilingi saluran latisifer memiliki plastida dengan butir pati yang berlimpah
50
50
50 µm
50 µm
Gambar 18 Sel-sel inisial pembentuk saluran getah kuning pada korteks batang
tanaman bibit muda ( ).
Gambar 16 Bibit muda manggis. A:1 cm, B: 5 cm, C: 9 cm dari permukaan tanah.
200µm
pith
sgk
korteks
Gambar 17 Sayatan melintang batang bibit muda manggis. sgk: saluran getah kuning
51
51
distribusi saluran sekretori getah kuning yang dijumpai pada daun pertama
dengan vakuola yang kosong. Indikasi awal pada inisiasi saluran getah adalah
diferensiasi sitoplasmik yang padat dari sel-sel sekretori pada bagian mesokarp
parenkima vaskular (Morrison & Polito, 1985; Rachmilevitz & Fahn, 1982).
Nesller dan Mahlberg (1978) melaporkan retikulum endoplasma, pada awalnya
dominan membentuk ribosom kasar yang terbentuk pada bagian permukaannya,
dan tampak menyebar di sepanjang sitoplasma yang padat dari sel-sel inisial
saluran getah kuning. Menurut Wittler & Mauseth (1984) mitokondria dan badan
lipid sangat umum pada sel-sel saluran sekretori yang baru terbentuk. Sel-sel
inisial saluran gum pada buah almond ditandai dengan sitoplasma yang dipadati
oleh organel diktiosom, vesikel diktiosom, mitokondria dan retikulum
endoplasmik kasar (Morrison & Polito, 1985).
Struktur Sekretori pada Embrio Biji Dewasa.
Saluran sekretori getah kuning tidak dijumpai pada biji dewasa. Pada biji
dewasa manggis yang telah dikecambahkan dari 0 hingga 6 hari tidak dijumpai
struktur embrio. Struktur biji dewasa manggis dapat dilihat pada Gambar 21. Hal
ini tidak sama seperti pada Nerium oleander dan Euphorbia marginata yaitu
bahwa sel-sel inisial saluran getah latisifer dijumpai pada embrio (Mahlberg,
1961; Mahlberg dan Sabharwal, 1967).
200µm
sgk par
bk
pal
Gambar 19 Sayatan melintang daun bibit muda manggis. par: parenkima, pal:palisade, bk: bunga karang, sgk: saluran getah kuning.
52
52
Gambar 20 Mikrograf TEM sayatan melintang saluran sekretori getah kuning A-D. A.
Sel-sel inisial saluran sekretori pada aril. B. Sel-sel epitel saluran sekretori pada aril. C. Sel-sel epitel saluran sekretori mesokarp buah. mt: mitokondria, ds:dinding sel, V: vakuola, TW: penebalan dinding sel, SE: sel epitel Sg: saluran getah kuning, P: plastida, G: aparatus golgi ,
Analisis Terpenoid pada Buah Manggis dengan Uji Histokimia.
Senyawa terpenoid yang terkandung pada getah kuning diwarnai dengan
pewarna tembaga asetat pada uji histokimia ditandai dengan getah
berwarna kuning kecokelatan yang dijumpai pada perikarp dan aril buah manggis
(Gambar 22A dan 22B). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilaporkan oleh
Martin et al. (2002) untuk senyawa terpenoid yang terkandung dalam resin pada
tanaman norway spruce.
1 µm
B
C
1 µm
2 µm
A
53
53
Gambar 21 Struktur biji dewasa (A) dan sayatan membujur biji dewasa (B).
kecokelatan pada perikarp dan aril buah manggis (Gambar 23A dan 23B). Hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilaporkan oleh Martin et al. (2002) untuk senyawa
Uji Kualitatif Kandungan Senyawa Kimia Getah Kuning.
Hasil uji kualitatif senyawa fitokimia sampel getah kuning yang dikoleksi
dari kulit batang, bagian luar kulit buah, perikarp buah muda, aril dewasa, dan aril
buah muda menunjukkan hasil reaksi positif terhadap senyawa terpen
(triterpenoid), senyawa fenolik (flavonoid dan tanin). Akan tetapi semua sampel
menunjukkan hasil uji negatif terhadap alkaloid, saponin (fenolik), dan senyawa
steroid, kecuali pada aril muda menunjukkan hasil uji positif terhadap senyawa
steroid (Tabel 5). Konsentrasi tertinggi untuk senyawa triterpenoid dijumpai pada
sampel getah kuning yang dikoleksi dari bagian luar kulit buah sedangkan
senyawa flavonoid dan tanin paling tinggi konsentrasinya dijumpai pada getah
kuning yang dikoleksi dari perikarp buah muda. Latisifer pada tumbuhan tinggi
50 µm 50 µmBA
Gambar 22 Senyawa terpenoid (kuning kecoklatan) yang terwarnai pada jaringan endokarp (A) dan aril buah (B).
50 µm A B
54
54
Tabel 5 Uji kualitatif senyawa fitokimia getah kuning manggis Kandungan Getah
kuning kulit batang
Getah kuning kulit luar buah
Getah kuning perikarp buah muda
Getah kuning aril dewasa
Getah kuning aril muda
Terpenoid - Triterpenoid
+
+ + +
+ +
+ +
*
Steroid - - - - + Fenol - Flavonoid - Tanin - Saponin
+
+ + -
+ + -
++
+ + + -
+ + -
+ + -
Alkaloid - - - - - Catatan: +++ : konsentrasi tinggi, ++: sedang, +: rendah, - : tidak terdeteksi * Uji triterpenoid : -, uji histokimia terpenoid: +
diketahui mengakumulasi berbagai macam metabolit sekunder yang bermanfaat.
Getah kuning pada manggis mengandung senyawa triterpenoid yang diduga
berguna untuk mempertahankan diri terhadap herbivora dan parasit (Harborne,
1988; McGarvey & Croteau, 1995). Monacelly et al. (2005) melaporkan hasil uji
fitokimia getah pada Cantotheca acuminata Decne (Nyssaceae) bahwa komponen
utama yang terakumulasi pada getahnya adalah senyawa flavonoid dan tanin.
Sedangkan pada resin norway spruce (Pinnaceae) selain senyawa polifenolik juga
dijumpai komponen terpenoid (Nagy et al., 2000; Martin et al., 2002). Senyawa
terpenoid dan flavonoid dijumpai pada Salvia candidissima (Topcu et al., 1995).
Pada getah Gnetum gnemon sebagaimana dilaporkan oleh Behnke dan
Herman (1978) juga dijumpai senyawa triterpenoid, tanin dan flavonoid yang juga
dijumpai pada getah manggis. Uji senyawa fitokimia getah kuning pada manggis
menunjukkan hasil negatif terhadap alkaloid. Hal ini berbeda dengan tanaman
Papaver somniferum yang mengakumulasi alkaloid benzylisoquinoline pada
sitoplasma multinukleat dari sel-sel latisifer di daerah jaringan vaskular hampir di
semua bagian tanaman (Samanani et al., 2006). Uji terhadap resin, minyak
esensial dan tanin menunjukkan respon yang berbeda pada bagian tanaman yang
berbeda dari tanaman Hypericum perforatum (Ciccarelli et al., 2001; Soelberg et
al., 2007). Parveen et al. (1991) telah mengisolasi dan mengkarakterisasi
55
55
senyawa triterpen dari daun G. mangostana. Selanjutnya Ketsa dan Atantee
(1998) melaporkan bahwa kulit buah manggis (G. mangostana L.) mengandung
senyawa fenol dan lignin. Studi senyawa kimia lain pada manggis telah
dilakukan, seperti senyawa xanthon dan benzophenons, yang lebih ditekankan
pada aspek farmakologi (Gopalakrishnan & Balaganesan, 2000; Nilar et al., 2005;
Parveen & Khan, 1988; Chairungsrilerd et al., 1996; Moongkarndi et al., 2004).
Simpulan
1. Tipe saluran getah kuning pada bunga, buah, tangkai buah, batang dan daun
manggis adalah saluran kanal yang bercabang. Saluran getah kuning pada
buah dijumpai pada perikarp (eksokarp, mesokarp, endokarp) dan aril buah.
2. Pengamatan ultrastruktur menunjukkan bahwa saluran sekretori getah kuning
dikelilingi oleh sel epitelium yang khas, merupakan sel hidup yang
sitoplasmanya dipadati oleh organel plastida, mitokondria, dan badan golgi.
3. Getah kuning mengotori aril adalah getah yang keluar pada endokarp buah dan
bukan merupakan eksudat bakteri.
4. Getah kuning yang dikoleksi dari kulit batang, kulit luar buah, perikarp buah
muda, aril buah dewasa dan aril buah muda menunjukkan hasil uji positif
terhadap senyawa triterpenoid, flavonoid dan tanin, akan tetapi menunjukkan
uji negatif terhadap senyawa alkaloid, saponin, dan steroid, kecuali getah
kuning pada aril buah muda menunjukkan uji positif terhadap senyawa steroid.
56
BAB V
STUDI APLIKASI DOLOMIT UNTUK MENGURANGI GETAH
KUNING PADA BUAH MANGGIS
Abstrak
Kalsium merupakan salah satu unsur penting komponen membran dan penguat dinding sel yang berikatan dengan pektin sebagai komponen penyusun lamela tengah. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian kalsium terhadap cemaran getah kuning, sifat fisik dan kimia pada buah manggis. Aplikasi kalsium dengan pemberian dolomit (CaMg(CO3)2) melalui tanah dilakukan dengan 4 taraf dosis yang berbeda masing-masing diulang tiga kali untuk penelitian di tahun I dan ke II. Hasil penelitian menunjukkan aplikasi kalsium dapat meningkatkan pH tanah dan kandungan kalsium dalam tanah, eksokarp dan daun manggis. Aplikasi pengapuran dolomit dosis 18 dan 24 ton/ha di tahun I dan dosis 17.5 ton/ha di tahun ke II efektif mengurangi cemaran getah kuning pada kulit luar buah, namun tidak efektif mengurangi cemaran getah kuning pada aril buah. Aplikasi pengapuran dolomit tidak mempengaruhi kualitas fisik dan kimia buah seperti diameter transversal dan longitudinal, bobot buah, bobot biji, edible portion, tebal kulit, kekerasan kulit buah, padatan total terlarut (PTT), total asam tertitrasi (TAT), rasio PTT/TAT, dan kandungan vitamin C buah manggis.
Kata kunci: pH tanah, kalsium, lamela tengah, sifat fisik dan kimia
57
57
STUDY OF DOLOMITE APPLICATION TO REDUCE YELLOW LATEX
ON MANGOSTEEN FRUITS
Abstract
Calcium is one of the important elements that membrane component and strengthen cell wall which is normally bound to pectin compound as a middle lamella component. The objectives of the research were to study the effect of calcium application on yellow latex spots, physical and chemical properties of mangosteen fruit. The calcium application through dolomite fertilizing in the soil was carried out by 4 different levels of dosage, with three replications for two years. The results showed that calcium application improved soil pH and calcium content of the soil, exocarp and mangosteen leaves. Dolomite fertilizing using 18 and 24 ton/ha in the first year and 17,5 ton/ha in the second year effectively reduced yellow latex spots on the outer part of fruit, however they were not effective to reduce yellow latex in the aril of fruit. Dolomite fertilizing applications did not influence the physical and chemical properties of the fruit such as transversal and longitudinal diameters, fruit weight, seed weight, edible portion, fruit skin thickness, ftuit skin hardness, total soluble solid, total titrated acid, total soluble solid and total titrated acid ratio, and vitamin C content.
Keywords: soil pH, calcium, middle lamella, physical and chemical properties.
58
58
Pendahuluan
Latar Belakang
Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu komoditas buah
yang banyak digemari di pasar internasional namun ketersediaan produk bermutu
yang memenuhi standar ekspor hanya 30% dari total produksi nasional. Hal ini
wajar karena pengelolaannya masih bersifat tradional dan tergantung pada alam
(PKBT, 2007). Getah kuning yang biasa disebut gamboge merupakan salah satu
masalah utama yang menurunkan kualitas buah manggis (Morton, 1987; Yaacob
dan Tindall, 1995). Salah satu persyaratan mutu buah untuk tujuan ekspor adalah
tidak tercemar getah kuning baik di luar kulit maupun di aril buah (Dirjen
Hortikultura, 2007).
Gamboge yang merupakan eksudat resin yang dijumpai pada berbagai
tanaman dari famili Guttiferae berasal dari saluran resin yang rusak (Asano et al.,
1996; Pankasemsuk et al., 1996). Keluarnya getah kuning dapat terjadi pada buah
muda maupun yang sudah masak. Insiden getah kuning merupakan gejala
fisiologis yang berkaitan dengan turgoritas sel yang menyusun kulit buah, yaitu
pecahnya dinding sel penyusun jaringan perikarp buah akibat terjadi perubahan air
tanah yang fluktuatif dan ekstrim selama fase pertumbuhan buah sehingga terjadi
perubahan tekanan turgor pada sel-sel penyusun jaringan perikarp buah. Pada saat
itulah dinding sel saluran getah kuning yang tidak terlalu kuat pecah dan
mengeluarkan getah kuning (Syah, 2007; Verheij, 1992).
Kalsium merupakan salah satu unsur penting komponen membran dan
penguat dinding sel yang berikatan dengan pektin sebagai komponen penyusun
lamela tengah. Defisiensi kalsium banyak berkaitan dengan kelainan fisiologi
(physiological disorder) pada berbagai buah-buahan dan sayur-sayuran (Shear,
1975; Harker & Venis, 1991; Ryugo, 1988; Jones & Lunt, 1967; Sharma &
Singh, 2009; Chiu, 1980). Rendahnya kandungan kalsium pada sel-sel penyusun
kulit buah berkaitan dengan pecah buah (cracking) yang sudah diteliti pada
berbagai macam tanaman seperti leci (Huang et al., 2005; Kanwar et al., 1972),
sweet cherry (Brown et al., 1995; Fernandez dan Flore, 1998; Sekse et al., 2005),
dan tomat (Astuti, 2002).
59
59
Pecah buah diindentikkan dengan pecahnya dinding sel epitel saluran getah
kuning pada manggis. Pecahnya dinding saluran getah kuning diduga berkaitan
dengan defisiensi kalsium.
Aplikasi kalsium dengan pemberian kapur dolomit (CaMg(CO3)2) melalui
tanah dilakukan untuk mengurangi insiden getah kuning. Diharapkan bahwa
kalsium akan diserap oleh akar dan ditranslokasikan sampai ke buah. Kalsium
bisa sampai ke buah karena adanya aliran transpirasi oleh buah (Huang et al.,
2005; Chiu,1980; Limami dan Lamaze, 1991; Bradfield, 1976; Shear dan Faust,
1970; Ferguson dan Bollard, 1976; White, 2001; Epstein, 1961; Guttridge et al.,
1981).
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengaruh kalsium dengan pengapuran dolomit
{CaMg(CO3)2} berbagai dosis melalui tanah terhadap insiden getah kuning.
2. Untuk mengetahui pengaruh kalsium dengan pengapuran dolomit
{CaMg(CO3)2} berbagai dosis melalui tanah terhadap sifat fisik dan kimia
buah manggis.
Manfaat Penelitian
Diperoleh teknologi mengatasi pecah dinding sel saluran getah kuning
dengan pemberian dolomit (CaMg(CO3)2 berbagai dosis melalui tanah sehingga
insiden getah kuning pada kulit luar dan aril buah berkurang.
Hipotesis
1. Keluarnya getah kuning pada buah diduga terjadi karena rusaknya dinding sel
epitel saluran getah kuning yang dijumpai pada kulit buah. Keluarnya getah
kuning berkaitan dengan rendahnya kandungan Ca pada dinding sel epitel.
2. Pemberian dolomit melalui tanah akan mengurangi cemaran getah kuning
pada kulit luar dan aril buah.
3. Pemberian dolomit akan meningkatkan sifat fisik dan kimia buah manggis.
60
60
Bahan dan Metode
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian berlangsung dari bulan Agustus 2006 hingga Maret 2007 pada
tahun I dan bulan Oktober 2007 hingga April 2008 pada tahun ke II. Penelitian
pemberian kalsium dengan pemberian dolomit {CaMg(CO3)2} pada tanah di
lapang dilakukan di sentra produksi manggis yaitu di kampung Cengal, Desa
Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Pengamatan sifat fisik dan
kimia buah dilakukan di Laboratorium Pusat Kajian Buah-buahan Tropika IPB.
Sedangkan analisis kimia tanah dan analisis kandungan Ca pada perikarp buah
dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah IPB.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman manggis yang
sudah berproduksi. Perlakuan pengapuran dolomit {CaMg(CO3)2} pada tanah
dilakukan pada pohon manggis yang berumur kurang lebih 20 tahun.
Bahan penunjang yang digunakan adalah bahan kimia untuk analisis
kualitas buah dan bahan kimia untuk analisis kimia tanah. Peralatan yang
digunakan adalah refraktometer, perangkat titrasi, dan alat pengukur kandungan
Ca pada tanah dan perikarp buah yaitu AAS (Atomic Absorption Spectrometer)
merk Perkin Elmer model 1100 B dan peralatan laboratorium lainnya untuk
analisis kimia tanah, sifat fisik dan kimia buah.
Metode Penelitian
1. Pemberian Kapur Dolomit pada Pohon Manggis
Tanah latosol di Leuwiliang memiliki pH sekitar 4 disertai dengan
kandungan kalsium pada tanah yang cukup rendah sekitar 0.9 me/100g
(Liferdi, 2007; Gunawan, 2007). Oleh karena itu pengapuran tanah dengan
dolomit (CaMg(CO3)2) perlu dilakukan. Penelitian ini menggunakan
rancangan acak kelompok faktor tunggal, terdiri atas 4 taraf perlakuan
pengapuran dengan 3 ulangan, tiap ulangan masing-masing terdiri atas 3
pohon yang kurang lebih seragam, sehingga diperoleh 36 unit percobaan. Di
tahun pertama perlakuan dolomit pada terdiri dari 0, 18, 24 dan 34 ton/ha.
61
61
Sedangkan di tahun ke II pemberian dolomit diulang kembali pada pohon
yang sama dengan dosis 0, 12.5, 15, dan 17.5 ton/ha. Dosis perlakuan yang
diaplikasikan ke tanaman manggis pada penelitian ini menggunakan metode
diperoleh dari hasil pengukuran pH tanah pada awal penelitian dengan
menggunakan metode SMP (Shoemaker, McLean, and Pratt). Dari data pH
yang diperoleh dapat dihitung kebutuhan kapur dolomit untuk meningkatkan
pH tanah menjadi 5, 5.5 dan 6. Pemberian kapur pada tahun I dilakukan pada
bulan Agustus, 2006 sedangkan pada tahun ke II pada bulan Oktober, 2007
pada awal pembungaan manggis. Dolomit diaplikasikan di seluruh
permukaan tanah dibawah proyeksi tajuk tanaman manggis pada daerah
perakaran tanaman manggis. Dolomit yang diaplikasikan sebagai sumber
kalsium tersebut kemudian dibalik posisinya menggunakan cangkul sehingga
dolomit tertutup tanah. Hal ini dimaksudkan agar tanaman lebih mudah
menyerap unsur kalsium dari tanah dan menghindari pencucian dolomit oleh
air hujan.
2. Pelabelan Buah
Pelabelan buah dilakukan terhadap 25 bunga/pohon yang baru muncul
setelah aplikasi dolomit pada setiap pohon sampel. Pelabelan ini bertujuan
untuk menentukan buah yang akan digunakan untuk pengamatan.
3. Pemanenan Buah
Buah dipanen pada umur sekitar 112 hari setelah antesis (bunga mekar).
4. Pengamatan
Pengamatan sifat fisik dan kimia buah dilakukan setelah buah dipanen.
Disamping itu dilakukan juga analisis sifat kimia tanah. Peubah yang diamati
adalah:
A. Pengukuran tingkat pencemaran getah kuning pada kulit buah manggis.
Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan skoring, seperti yang
telah dilakukan pada penelitian-penelitian sebelumnya. Skor getah kuning
pada kulit luar buah mengacu pada Kartika (2004), yaitu:
Skor 1: baik sekali, kulit mulus tanpa tetesan getah kuning.
Skor 2: baik, kulit mulus dengan 1-5 tetes getah kuning yang mengering tanpa
mempengaruhi warna buah.
62
62
Skor 3: cukup baik, kulit mulus dengan 6-10 tetes getah kuning yang
mengering tanpa mempengaruhi warna buah.
Skor 4: buruk, kulit kotor karena tetesan getah kuning dan bekas aliran yang
menguning dan membentuk jalur-jalur berwarna kuning di permukaan
buah.
Skor 5: buruk sekali, kulit kotor karena tetesan getah kuning dan membentuk
jalur-jalur berwarna kuning di permukaan buah, warna buah menjadi
kusam.
B. Pengukuran tingkat pencemaran getah kuning pada aril buah manggis.
Pengukuran ini dilakukan juga dengan menggunakan skoring yang
mengacu pada Kartika (2004), yaitu:
Skor 1: baik sekali, aril putih bersih, tidak terdapat getah kuning baik diantara
aril dengan kulit maupun di pembuluh buah.
Skor 2: baik, aril putih dengan sedikit noda (hanya bercak kecil) karena getah
kuning yang masih segar hanya pada satu ujung.
Skor 3: cukup baik, terdapat sedikit noda (bercak) getah kuning di salah satu
juring atau diantara juring yang menyebabkan rasa buah menjadi
pahit.
Skor 4: buruk, terdapat noda (gumpalan) getah kuning baik di juring, diantara
juring atau di pembuluh buah yang menyebabkan rasa buah menjadi
pahit.
Skor 5: buruk sekali, terdapat noda (gumpalan) baik di juring, diantara juring
atau di pembuluh buah yang menyebabkan rasa buah menjadi pahit,
warna aril menjadi bening.
C. Penentuan kandungan Ca perikarp buah dengan AAS (Atomic Absorption
Spectrophotometer, Perkin-Elmer model 1100B).
Lima buah manggis secara komposit dari perlakuan dolomit yang
sama dianalisis kandungan kalsiumnya masing-masing diulang tiga kali untuk
kulit buah bagian luar (eksokarp), kulit buah bagian tengah (mesokarp), dan
kulit buah bagian dalam (endokarp) untuk tahun I. Untuk tahun II
kandungan Ca pada buah diukur hanya pada kulit buah (perikarp). Analisis
Ca pada kulit buah manggis menggunakan Metode Pengabuan Basah.
63
63
Pertama-tama sampel kulit buah ditimbang sebanyak 0.2 g dan dimasukkan
ke dalam labu takar berukuran 25 ml, lalu ditambahkan 5 ml campuran HNO3
+ HClO4 (2:1) dan didiamkan semalam. Setelah itu dipanaskan pada suhu
150 oC selama 1½ jam , setelah itu didinginkan ± 30 menit, lalu ditambahkan
HCl pekat 12 N sebanyak 1 ml. Kemudian dipanaskan kembali pada suhu
230 oC selama ½ jam, didinginkan lalu di tambahkan akuades sampai volume
25 ml. Dari larutan tersebut diambil 1 ml dan ditambahkan 9 ml akuades siap
untuk diukur dengan alat AAS. Disiapkan larutan standar Ca (0, 50, 100, 200,
300, 400, 500 ppm Ca). Kemudian sampel dan larutan standar diinjeksikan
ke dalam alat AAS.
D. Bobot utuh, bobot kulit, bobot aril, dan bobot biji.
Pengamatan bobot utuh (g), bobot kulit (g), bobot aril (g) bobot biji (g)
buah manggis dengan menggunakan neraca analitik.
E. Ketebalan kulit buah.
Pengamatan ketebalan kulit buah (mm) dilakukan
dengan cara membelah kulit manggis secara transversal kemudian kulit buah
diukur dengan jangka sorong.
F. Diameter transversal.
Diameter transversal (mm) diukur menggunakan jangka sorong secara
melintang pada bagian tengah buah.
G. Diameter longitudinal.
Diameter longitudinal (mm) diukur menggunakan jangka sorong secara
membujur dari ujung sampai pangkal buah.
H. Edibel portion.
Edibel portion merupakan bobot dari daging buah manggis yang
dinyatakan dalam satuan (%). Edibel portion dirumuskan sebagai berikut:
Edibel portion = Bobot daging buah (g) X 100% Bobot buah utuh (g)
I. Padatan total terlarut (PTT).
Padatan total terlarut (obrix) diukur dengan menggunakan refraktometer,
dilakukan dengan meletakkan air perasan daging buah pada refraktometer dan
angka dibaca melalui lensa refraktometer.
64
64
J. pH aril.
pH aril diukur dengan menggunakan pH meter, dilakukan dengan
meletakkan hancuran daging buah pada alat pH meter lalu angka
menunjukkan nila pH dibaca pada alat.
K. Total asam tertitrasi (TAT).
Pengukuran total asam tertitrasi (%) dihitung melalui asam tertitrasi.
Sejumlah 10 g hancuran buah ditambahkan akuades hingga 100 ml lalu
disaring. Sejumlah 25 ml filtrat ditambahkan 2-3 tetes indikator phenolftalin
(pp) dititrasi dengan NAOH 0.1N hingga terbentuk perubahan warna merah
jambu yang stabil. Titrasi dilakukan duplo. Total asam tertitrasi dihitung
dalam bentuk persentase asam organik yaitu asam sitrat, dengan rumus:
Total asam (%) = ml titran x N NaOH x fp x BE X100% Bobot contoh (mg) N : Normalitas larutan NaOH Fp : Faktor pengenceran (100/25) BE : Bobot ekivalen = 64
L. Rasio PTT/TAT.
Rasio PTT/TAT diperoleh dari perbandingan antara padatan total
terlarut dengan total asam tertitrasi.
M. Kadar vitamin C.
Pengukuran kadar vitamin C (mg/100g sampel) dengan cara
menimbang sampel yaitu perasan buah kurang lebih 10 g. Hancuran buah
ditambahkan akuades hingga 100 ml lalu disaring. Sejumlah 25 ml filtrat
ditambahkan 2-3 tetes indikator iodium dititrasi dengan NAOH 0.1N hingga
terbentuk perubahan warna biru yang stabil. Titrasi dilakukan duplo. Kadar
vit C (mg/100g sampel) dihitung dengan rumus:
Kadar vitamin C(mg/100g sampel) = 0.88 x ml titran NaOH X100 10 g berat sampel
N. Analisis sifat kimia tanah.
Sampel tanah diambil secara komposit dari daerah perakaran tanaman
manggis pada kedalaman 30 cm. Tanah dikering udarakan, dan diayak
dengan ukuran 2 mm agar mempunyai ukuran yang relatif sama. Kemudian
65
65
tanah tersebut dianalisis sifat kimianya. Sifat kimia tanah yang diamati
adalah pH, KTK, C-organik, kejenuhan basa, unsur hara makro N, P, K, Mg,
Al, Na dan Ca serta unsur hara mikro Fe, Cu, Zn dan Mn. Pengukuran pH
tanah dilakukan secara periodik yaitu saat awal penelitian, 2 dan 5 bulan
setelah perlakuan kapur. Sedangkan pengukuran kandungan Ca tanah
dilakukan pada 2 dan 5 bulan setelah perlakuan kapur. Pada tahun ke II
dilakukan pengukuran kandungan Ca daun pada ssat 5 bulan setelah
perlakuan kapur. Sampel daun yang tua diambil pada ranting ke-5 dari
bawah, untuk setiap pohon diambil 3 daun. Penentuan kandungan Ca pada
tanah dan daun dilakukan dengan menggunakan alat AAS. Pengukuran
kandungan kimia tanah selain pH dan Ca dilakukan pada 5 bulan setelah
perlakuan kapur.
Hasil dan Pembahasan
Sifat Kimia Tanah
Penelitian ini dilakukan selama 2 tahun. Pemberian dolomit
{CaMg(CO3)2} melalui tanah pada tahun I dilakukan dengan berbagai dosis yaitu
0, 18, 24, dan 34 ton/ha. Pemberian dolomit diulang di tahun ke II pada tanaman
yang sama dengan dosis yang lebih rendah yaitu 0, 12.5, 15, dan 17.5 ton/ha.
Perlakuan dolomit pada tanaman manggis melalui tanah pada Tabel 6 terlihat
bahwa pH tanah sebelum perlakuan kapur tidak berbeda nyata di tahun I dengan
nilai pH sekitar 4. Rendahnya pH pada lokasi penelitian disebabkan adanya
proses pencucian kapur karena curah hujan yang tinggi (Lampiran 2). Selain itu
rendahnya pH juga mungkin disebabkan berkurangnya basa-basa seperti K, Ca,
Na dan Mg yang tergolong sangat rendah hingga rendah (Tabel 7, 8) dan
Lampiran 4). Di tahun I nilai pH tanah 2 bulan setelah pemberian dolomit tidak
meningkat, hal ini disebabkan rendahnya curah hujan pada 2 bulan pertama
(Agustus-September) yaitu 38 dan 18 mm/bln (Lampiran 2) sehingga kapur belum
terlarut di dalam tanah. Tetapi 5 bulan setelah pemberian dolomit pH tanah
meningkat. Pemberian dolomit pada tanah dengan dosis 34 ton/ha meningkatkan
pH tanah menjadi 6.3 (Tabel 6). Di awal tahun ke II sebelum pemberian dolomit,
pH tanah diukur kembali, ternyata pH tanah menurun mendekati sekitar 4.5.
66
66
Penurunan pH tanah di awal tahun ke II dapat terjadi karena dolomit
kemungkinan tercuci oleh air hujan. Pemberian dolomit diulangi kembali pada
pohon yang sama dengan dosis yang berbeda dengan tahun I yaitu 0, 12.5, 15, dan
17.5 ton/ha. Pemberian dolomit menyebabkan peningkatan pH tanah dengan
dosis 17.5 ton/ha menghasilkan pH tanah tertinggi meskipun tidak berbeda nyata
dengan perlakuan pemberian dolomit dosis 12.5 dan 15 ton/ha. Peningkatan pH
tanah diharapkan dapat meningkatkan kesuburan tanah serta dapat memperbaiki
sifat fisik dan kimia tanah. Selain itu, peningkatan pH tanah juga dapat
meningkatkan ketersediaan unsur P, Mo, persentase kejenuhan basa, mengurangi
keracunan Fe, Mn, dan Al serta memperbaiki kehidupan mikroorganisme tanah
(Hardjowigeno, 1989; Soepardi, 1983; Buckman & Brady, 1969).
Tabel 6 Pengaruh pemberian berbagai dosis dolomit terhadap kandungan pH
tanah pada tahun I dan tahun ke II
pH tanah (H2O)
Tahun I Tahun II
Dosis dolomit
(ton/ha)
Sebelum
dikapur
Setelah
dikapur
(2 bulan)
Setelah
dikapur
(5 bulan)
Dosis dolomit
(ton/ha)
Sebelum
dikapur
Setelah
dikapur
(5 bulan)
0 4.3 4.6 4.7 b 0.0 4.4 4.8 b
18 4.0 4.6 4.7 b 12.5 4.7 5.9 a
24 4.0 4.6 5.4 b 15.0 4.6 6.2 a
34 3.9 4.6 6.3 a 17.5 4.5 6.5 a Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama
menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%
Hasil analisis kalsium tanah pada Tabel 7 menunjukkan bahwa di tahun I
setelah 2 bulan pemberian dolomit belum meningkatkan kalsium tanah.
Kandungan kalsium di tanah meningkat setelah 5 bulan pemberian dolomit baik
di tahun I maupun tahun ke II. Kandungan kalsium tanah pada perlakuan
pemberian dolomit dijumpai berbeda nyata di tahun I dan berbeda sangat nyata di
tahun ke II dengan perlakuan kontrol. Kandungan kalsium tanah setelah 5 bulan
pemberian dolomit di tahun I tertinggi dijumpai pada perlakuan dosis dolomit 34
67
67
ton/ha yaitu 10.6 me/100g. Hasil penelitian di tahun ke II menunjukkan
kandungan kalsium tanah tertinggi dijumpai pada perlakuan dosis dolomit 17.5
ton/ha yaitu 32.4 me/100g, walaupun tidak berbeda dengan perlakuan dolomit
dosis 15 ton/ha (Tabel 7). Menurut Pusat Penelitian Tanah, 1982 (Lampiran 3)
kriteria penilaian sifat-sifat kimia tanah kandungan Ca < 2 me/100g dikategorikan
sangat rendah, pada kisaran 2-5 me/100g rendah, kisaran 6-10 me/100g sedang,
kisaran 11-20 me/100g tinggi sedangkan kandungan Ca > 20 me/100g sangat
tinggi. Dari kisaran nilai tersebut terlihat kandungan Ca tanah pada perlakuan
pemberian dolomit setelah 5 bulan di tahun I untuk semua dosis dikategorikan
sedang, sedangkan kandungan Ca tanah di tahun ke II untuk perlakuan dolomit
dosis 12.5 ton/ha termasuk kategori tinggi dan dosis 15 dan 17.5 ton/ha sangat
tinggi. Menurut Pearson & Adams (1967), dolomit dapat meningkatkan
kandungan kalsium tanah dan dolomit mengandung 21.6% Ca. Unsur Ca
berperan dalam mempertahankan integritas sel dan permeabilitas membran serta
aktivator beberapa enzim, diantaranya α–amilase (Marschner, 1995; Jones dan
Carbonell, 1984).
Tabel 7 Pengaruh pemberian berbagai dosis dolomit terhadap kandungan Ca
tanah pada tahun I dan tahun ke II
Kandungan Ca tanah (me/100g)
Tahun I Tahun II Dosis dolomit
(ton/ha)
Setelah
di kapur
(2 bulan)
Setelah
di kapur
(5 bulan)
Dosis dolomit
(ton/ha)
Setelah
di kapur
(5 bulan)
0 0.63 0.8 c 0.0 2.5 c
18 0.97 2.1 c 12.5 13.1 b
24 0.68 6.5 b 15.0 29.2 a
34 1.24 10.6 a 17.5 32.4 a Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama
menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%
Nilai KTK, kandungan C-organik, N-total, fosfor dan magnesium akibat
pengaruh pemberian dolomit dengan dosis yang berbeda hanya diamati pada
tahun I sedangkan untuk tahun ke II tidak diamati. Pada Tabel 8 terlihat bahwa
68
68
pemberian dolomit pada tanah dengan dosis 0-34 ton/ha tidak berpengaruh pada
nilai KTK tanah, kandungan C-organik, N-total, fosfor dan magnesium. Tanah
yang menunjang pertumbuhan manggis ini baik, walaupun dikapur dengan dosis
0-34 ton/ha nilai KTK, C, N, P dan Mg tidak berubah. Berdasarkan kriteria
penilaian sifat-sifat kimia tanah (Lampiran 3) nilai KTK, kandungan N dan Mg
tanah adalah rendah, kandungan C tanah sedang, sedangkan kandungan P tanah
tinggi. Kandungan kimia tanah yang lainnya dapat dilihat pada Lampiran 4. Dari
data tersebut terlihat pemberian kapur menyebabkan menurunnya kandungan Fe
dan Al dibanding kontrol. Sedangkan nilai kejenuhan basa dan kandungan Mn,
Zn dan Cu tidak berbeda nyata (Lampiran 4).
Tabel 8 Pengaruh pemberian dolomit dengan dosis yang berbeda terhadap nilai KTK, kandungan C-organik, N-total, fosfor dan magnesium pada tahun I setelah 5 bulan dikapur
KTK
(me/100g) C-organik
(%) N-total
(%) P_Bray l
(ppm) Mg
(me/100g) Dosis dolomit
(ton/ha)
0 15.60 2.75 0.22 11.97 0.43
18 14.82 2.12 0.17 12.27 0.30
24 11.83 1.65 0.13 9.53 0.45
34 12.66 1.78 0.17 11.70 0.46
Getah Kuning pada Buah
Pemberian dolomit dosis 18 dan 24 ton/ha menurunkan (p = 0.49) nilai
skor getah kuning pada kulit luar buah dari 1.87 pada kontrol berturut-turut
menjadi 1.71 dan 1.67, tetapi nilai skor tersebut naik lagi menjadi 1.86 pada dosis
dolomit 34 ton/ha. Perlakuan dolomit memberikan pengaruh nyata terhadap skor
getah kuning di kulit luar buah dengan pola respon kuadratik. Pada tahun ke II
nilai skor getah kuning pada kulit luar buah menunjukkan hasil yang berbeda
nyata antara perlakuan kontrol dengan pemberian kalsium dosis 17.5 ton/ha.
Tanaman manggis yang tidak diberi perlakuan dolomit menunjukkan cemaran
getah kuning pada kulit luar buah yang tinggi meskipun hasilnya tidak berbeda
nyata dengan pemberian dolomit dosis 12.5 dan 15 ton/ha. Perlakuan dolomit
69
69
pada tahun ke II sangat nyata menurunkan skor getah kuning di kulit luar buah
dengan pola respon linier dan nyata dengan pola respon kuadratik.
Nilai skor getah kuning pada aril buah tidak terpengaruh oleh aplikasi
dolomit baik di tahun I maupun ke II dan berkisar dari 1.22 hingga 1.38 di tahun I
dan 1.30 hingga 1.53 di tahun ke II (Tabel 9).
Kondisi tanaman manggis di tahun I sedang mengalami musim raya
sedangkan di tahun ke II sedang tidak musim raya atau musim kecil (off year).
Kondisi tanaman pada musim raya lebih prima mendukung untuk mampu
berproduksi dengan kualitas buah yang lebih bagus, oleh karena itu kualitas buah
manggis di tahun I jauh lebih baik dibanding dengan tahun ke II yang ditunjukkan
dengan skor getah kuning yang lebih rendah baik di kulit luar maupun di aril
buah.
Tabel 9 Pengaruh pemberian berbagai dosis dolomit terhadap skor getah kuning
pada buah manggis saat panen pada tahun I dan tahun ke II
Skor getah kuning (1-5) Tahun I Tahun II Dosis dolomit
(ton/ha)
Kulit buah Aril buah Dosis dolomit
(ton/ha)
Kulit buah Aril buah
0 1.87 a 1.38 0.0 3.72 a 1.54
18 1.71 b 1.22 12.5 2.83 ab 1.43
24 1.67 b 1.38 15.0 2.81 ab 1.42
34 1.86 a 1.26 17.5 1.87 b 1.30
Kurva respon - Linier - - ** - - Kuadratik * - * - Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama
menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%. Kurva respon diuji dengan mencari nilai optimumnya; * = nyata pada taraf uji 5%; ** = nyata pada taraf uji 1%; - = tidak berbeda nyata.
Kriteria buah layak ekspor dan tidak layak ekspor dikelompokkan
berdasarkan skoring getah kuning pada kulit luar dan aril buah manggis (Dirjen
Hortikultura, 2007). Getah kuning pada kulit luar buah, skor 1 hingga skor 3
digolongkan sebagai buah yang layak ekspor sedangkan skor 4 dan 5 buah tidak
layak ekspor. Pengelompokkan berdasarkan skoring getah kuning pada aril buah
70
70
untuk layak tidaknya buah manggis untuk tujuan ekspor, skor 1 dan 2 sebagai
buah layak ekspor, sedangkan skor 3 hingga 5 dikategorikan sebagai buah yang
tidak layak ekspor. Pada Gambar 23A terlihat bahwa jumlah buah yang layak
ekspor berdasarkan skor getah kuning di kulit luar buah pada tahun I perlakuan
kapur dolomit pada dosis 18 ton/ha persentase buah yang layak ekspor sebesar
100%. Sedangkan pada dosis dolomit lainnya ada yang tidak layak ekspor,
namun persentasenya sangat rendah. Buah yang layak ekspor berdasarkan skor
getah kuning di aril buah pada tahun I menunjukkan persentase yang jauh lebih
banyak jika dibandingkan dengan buah yang tidak layak ekspor (Gambar 23B).
Pada Gambar 24A tampak bahwa pada perlakuan kontrol, persentase buah yang
layak ekspor berdasarkan skor getah kuning di kulit luar buah sebesar 33.33%.
Hal ini jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan persentase buah yang tidak
layak ekspor, yaitu sebesar 66.67%. Namun pada perlakuan dolomit dengan dosis
12.5 hingga 17.5 ton/ha persentase buah yang layak ekspor lebih banyak
dibandingkan dengan buah yang tidak layak ekspor. Pada perlakuan 17.5 ton/ha,
pesentase buah layak ekspor (93.33%) jauh jauh lebih banyak dibandingkan
dengan buah tidak layak ekspor (6.67%). Pada tahun ke II, buah yang layak
ekspor berdasarkan skor getah kuning di aril menunjukkan persentase yang jauh
lebih banyak jika dibandingkan dengan buah yang tidak layak ekspor (Gambar
24B).
Pengelompokkan distribusi skoring getah kuning pada kulit luar dan aril
buah manggis juga dapat dilihat berdasarkan persentase untuk masing-masing
skoring dari 1 hingga 5 (Gambar 25). Distribusi skoring getah kuning di kulit luar
buah pada tahun I terlihat bahwa persentase skor 2 paling banyak, yaitu sekitar
60% dijumpai pada semua perlakuan, disusul dengan skor 1, 3, dan 4 (Gambar
25A). Distribusi skoring getah kuning di aril buah di tahun I terlihat bahwa
persentase skor 1 dijumpai paling banyak (sekitar 80%) pada semua perlakuan,
disusul skor 2 dan 3 (Gambar 25B). Pada tahun ke II perlakuan dolomit dosis
17.5 ton/ha dijumpai persentase skor 1 (kulit luar buah mulus, tanpa getah kuning)
paling banyak dibanding perlakuan dolomit lainnya. Pada kontrol dijumpai
persentase skor 4 dan 5 terbanyak dibanding perlakuan dolomit lainnya (Gambar
26A). Pada tahun ke II persentase skor 1 dijumpai paling banyak (sekitar 66.67-
71
71
76.67%) pada semua perlakuan, disusul dengan skor 2 pada perlakuan 12.5, 15
dan 17.5 ton/ha. Sedangkan persentase skor 3 terbanyak (14%) dijumpai pada
perlakuan kontrol (Gambar 26B).
Gambar 23 Persentase kelayakan ekspor buah manggis berdasarkan: skor getah kuning di kulit luar (A) dan di aril buah (B) pada tahun I.
B
A
72
72
Gambar 24 Persentase kelayakan ekspor buah manggis berdasarkan: skor getah
kuning di kulit luar (A) dan di aril buah (B) pada tahun II.
B
A
73
73
Gambar 25 Persentase distribusi: skor getah kuning di kulit luar (A) dan aril buah
buah (B) pada tahun I.
A
B
74
74
Gambar 26 Persentase distribusi: skor getah kuning di kulit luar (A) dan di aril
buah (B) pada tahun II.
Kandungan Kalsium Kulit Buah dan Daun Manggis
Pengaruh pemberian dolomit melalui tanah terhadap kandungan kalsium di
kulit buah di tahun I diamati masing-masing baik pada bagian eksokarp, mesokarp
dan endokarp. Sedangkan di tahun ke II kandungan kalsium di kulit buah diamati
pada bagian perikarp (keseluruhan kulit buah) dan daun. Hasil penelitian di
tahun I menunjukkan bahwa aplikasi kalsium berpengaruh nyata terhadap
peningkatan kandungan kalsium pada bagian eksokarp buah jika dibandingkan
B
A
75
75
kontrol. Kandungan kalsium pada eksokarp buah akan semakin meningkat seiring
dengan peningkatan dosis dolomit yang diaplikasikan. Meskipun demikian,
pemberian dolomit tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan kalsium
di bagian mesokarp buah (Tabel 10). Hal yang menarik dijumpai adalah bahwa
pola meningkatnya kandungan kalsium pada eksokarp buah tidak seiring dengan
kandungan kalsium pada endokarp buah. Pada perlakuan kontrol kandungan
kalsium di endokarp dijumpai lebih tinggi dibanding perlakuan aplikasi kalsium.
Pada Tabel 10 tampak bahwa kandungan kalsium pada kulit buah
(perikarp) di tahun ke II tidak berbeda nyata untuk setiap perlakuan. Meskipun
demikian, pemberian kalsium berpengaruh nyata terhadap kandungan kalsium
pada daun. Kandungan kalsium pada daun akan semakin meningkat seiring
dengan peningkatan dosis dolomit yang diaplikasikan. Kandungan kalsium pada
daun dijumpai lebih tinggi dibandingan dengan perikarp buah. Kalsium
merupakan unsur yang dapat larut dalam air. Unsur ini diambil dari dalam tanah
dan ditranslokasikan bersama air ke bagian tumbuhan lain. Pada suhu
lingkungan yang tinggi, air yang mengandung kalsium dan mineral lain
Tabel 10 Pengaruh pemberian berbagai dosis dolomit terhadap kandungan
kalsium pada perikarp buah dan daun manggis pada saat panen
Kandungan kalsium (%) pada kulit buah dan daun
Tahun I Tahun II Dosis
dolomit
(ton/ha) Eksokarp Mesokarp Endokarp
Dosis
dolomit
(ton/ha) Perikarp Daun
0 0.18 b 0.29 0.44 a 0 0.18 1.23 b
18 0.20 b 0.29 0.38 ab 12.5 0.13 1.58 ab
24 0.28 a 0.29 0.31 bc 15.0 0.15 1.79 a
34 0.23 ab 0.26 0.23 c 17.5 0.17 1.80 a Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama
menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%
bergerak cepat ke daun. Kebanyakan air ditranspirasikan melalui daun, sehingga
banyak kalsium ditemukan dalam daun setelah proses transpirasi. Bagian buah
tidak melakukan transpirasi sebanyak daun, sehingga hanya sedikit kalsium
terakumulasi dalam buah (Marschner, 1995; Bangerth, 1979).
76
76
Faktor yang Mempengaruhi Getah Kuning pada Kulit dan Aril Buah
Hasil uji regresi skor getah kuning di kulit luar dan aril buah manggis
terhadap sifat kimia tanah dan kandungan kalsium pada kulit buah dan daun
menunjukkan bahwa sebagian besar peubah yang diamati dalam penelitian ini
tidak berbeda nyata satu sama lain. Hubungan regresi beberapa peubah yang
berbeda nyata dapat dilihat pada Tabel 11.
Skor getah kuning di kulit luar buah terhadap kandungan kalsium di tanah
setelah dikapur yang berbeda nyata hanya di tahun II. Berdasarkan nilai koefisien
korelasi (r) pada Tabel 11 terlihat bahwa hubungan regresi antara kandungan
kalsium di tanah dengan nilai skor getah kuning di kulit luar buah adalah linier
dan kubik (masing-masing dengan nilai r = - 0.76 dan 0,78), yang bermakna
bahwa skor getah kuning menurun ketika kandungan kalsium tanah tinggi. Hal
ini dapat terlihat pada Tabel 9, yaitu perlakuan dolomit dosis 17.5 ton/ha
dijumpai skor getah kuning di kulit luar buah terendah yaitu 1.87.
Hubungan regresi antara skor getah kuning di kulit luar buah dengan
kandungan kalsium di kulit (tahun II) adalah linier dengan r = - 0.65. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi kandungan kalsium di kulit buah maka skor
getah kuning di kulit luar buah akan semakin rendah. Sedangkan hubungan
regresi antara skor getah kuning di aril buah dengan kandungan kalsium di kulit
adalah sangat nyata untuk model regresi linier dan nyata untuk model regresi
kuadratik dan kubik (Tabel 11).
Pada Tabel 11 terlihat bahwa skor getah kuning di kulit luar buah
(eksokarp) dengan kekerasan kulit buah (tahun I) berkorelasi positif nyata (r =
0.66) untuk model regresi linier. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi skor
getah kuning di kulit luar buah maka buah semakin keras. Keadaan ini bisa
77
77
Tabel 11 Hubungan regresi skor getah kuning di kulit luar dan aril buah dengan beberapa peubah yang diamati berdasarkan model regresi linier, kuadratik dan kubik
Nilai r, untuk model regresi Tahun I Tahun II
Peubah yang diregresikan
Linier
Kuadratik Kubik Linier Kuadratik Kubik
Skor getah kuning di kulit luar buah dengan kandungan Ca di tanah
- 0.02 ns 0.51 ns 0.70 ns - 0.76 * 0.78 ns 0.78 *
Persamaan regresi Y=3.729-0.048x Y=3.941 -0.09x+0.001 x2+3.13E.006x3
Skor getah kuning di kulit luar buah dengan kandungan Ca di kulit
- 0.65 * 0.65 ns 0.65 ns
Persamaan regresi Y=5.352-16.1418x
Skor getah kuning di aril buah dengan kandungan Ca di kulit
- 0.71 ** 0.72 * 0.72 *
Persamaan regresi Y=2.067-3.960x Y=1.694+0.736x – 14.201x2
Y=1.790 -0.09x+0.00 x2+16.677x3
Kekerasan kulit buah (kg) dengan skor getah kuning di kulit luar buah
0.66 * 0.67 ns 0.67 ns 0.05 ns 0.12 ns 0.12 ns
Persamaan regresi Y= -0.183+1.184x
Keterangan: model regresi diuji dengan mencari nilai optimumnya; * = nyata pada taraf uji 5%; ** = nyata pada taraf uji 1%; ns = tidak nyata.
78
dijumpai karena saluran getah yang pecah menyebabkan cairan getah kuning
keluar mengotori kulit luar buah sehingga sel-sel eksokarp mengkerut dan
menjadi keras. Kulit buah yang keras belum tentu menunjukkan komponen
dinding sel yang tegar. Kekerasan kulit buah berkait dengan tipe sel penyusun
perikarp buah. Pada eksokarp buah dijumpai lapisan sel-sel sklereid yang banyak
mengandung lignin (zat kayu) sehingga menyebabkan kulit buah menjadi keras.
Menurut Qanytah (2004), kekerasan buah tidak terkait dengan dinding sel tetapi
terkait dengan ikatan sel-sel penyusun antar sel.
Sifat Fisik Buah Manggis.
Hasil pengukuran pada Tabel 12 menunjukkan bahwa setiap perlakuan
aplikasi dolomit tidak berpengaruh nyata terhadap diameter buah dan bobot buah
baik di tahun I maupun tahun ke II. Tabel 12 menunjukkan bahwa semakin besar
diameter buah baik transversal maupun longitudinal maka bobot buah akan
semakin besar pula. Hal ini terjadi karena adanya penambahan luas dan volume
buah.
Kondisi tanaman manggis di tahun I sedang mengalami musim raya
sedangkan di tahun ke II sedang tidak musim raya atau musim kecil (off year).
Pada kondisi musim raya buah yang diproduksi lebih banyak, sehingga terjadi
persaingan nutrisi antar buah, oleh karena itu diameter dan bobot buah di tahun I
lebih kecil dibanding dengan buah di tahun ke II pada semua perlakuan.
Diameter transversal buah pada tahun I yang berkisar 5.04 hingga 5.15 cm
menurut kriteria Dirjen Hortikultura (2007) termasuk ke dalam kode ukuran 4,
Sedangkan diameter transversal buah di tahun ke II berkisar 5.46 hingga 5.90 cm
tergolong ke dalam kode ukuran 3. Hal yang sama dijumpai untuk bobot buah.
Bobot buah manggis pada tahun I yang berkisar 67.29 hingga 71.94 g (kode
ukuran 4) dan di tahun ke II berkisar 83.44 hingga 98.66 g (kode ukuran 3). Oleh
karena itu buah tahun ke II lebih baik ukuran dan bobotnya dibanding buah tahun
I.
Pengaruh pemberian dolomit pada berbagai dosis tidak berbeda nyata
terhadap edible portion (bagian buah yang dapat dimakan), bobot biji, dan bobot
aril dan biji di tahun I maupun bobot aril dan biji di tahun ke II (Tabel 13).
79
79
Tabel 12 Pengaruh pemberian berbagai dosis dolomit terhadap diameter dan bobot buah manggis
Tahun I Tahun II Dosis
dolomit
(ton/ha
Diameter transversal
(cm)
Diameter longitudinal
(cm)
Bobot buah (g)
Dosis
dolomit
(ton/ha
Diameter transversal
(cm)
Bobot buah (g)
0 5.06 4.95 67.75 0.0 5.61 84.87
18 5.04 4.91 67.29 12.5 5.79 94.85
24 5.15 5.02 71.94 15.0 5.90 98.66
34 5.05 4.84 67.66 17.5 5.46 83.44
Pada Tabel 14 terlihat bahwa perlakuan dolomit tidak berpengaruh nyata
terhadap ketebalan kulit (tahun I) dan kekerasan kulit buah (di tahun ke II).
Tingkat kekerasan kulit buah antar perlakuan dolomit menunjukkan perbedaan
yang nyata di tahun I (Tabel 14). Tingkat kekerasan kulit buah tertinggi terdapat
pada manggis perlakuan kontrol meskipun tidak berbeda nyata terhadap manggis
perlakuan dolomit dosis 24 ton/ha dan 34 ton/ha. Tingkat kekerasan kulit buah
terendah dijumpai pada manggis perlakuan dolomit dosis 18 ton/ha (Tabel 14).
Tabel 13 Pengaruh pemberian berbagai dosis dolomit terhadap edible portion,
bobot biji dan bobot aril dan biji pada buah manggis
Tahun I Tahun II Dosis
dolomit
(ton/ha
Edible portion (%) Bobot biji (g) Bobot aril+biji (g) Dosis
dolomit
(ton/ha
Bobot aril+biji (g)
0 31.32 1.30 21.76 0.0 26.64
18 30.62 1.21 21.95 12.5 29.30
24 29.08 1.14 22.35 15.0 28.52
34 29.88 1.07 21.76 17.5 26.20
80
80
Tabel 14 Pengaruh pemberian berbagai dosis dolomit terhadap kekerasan dan ketebalan kulit buah manggis
Tahun I Tahun II Dosis
dolomit
(ton/ha
Kekerasan kulit (kg) Tebal kulit (cm) Dosis
dolomit
(ton/ha
Kekerasan kulit (kg)
0 1.71 a 0.64 0.0 0.84
18 1.59 b 0.62 12.5 0.85
24 1.64 ab 0.67 15.0 0.86
34 1.70 ab 0.64 17.5 0.82 Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama
menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%
Sifat Kimia Buah Manggis.
Pengaruh pemberian dolomit pada berbagai dosis tidak berbeda nyata
terhadap padatan terlarut total (PTT), total asam tertitrasi (TAT) maupun rasio
padatan total terlarut dan total asam tertitrasi baik pada tahun I maupun tahun ke
II (Tabel 15). Hal ini berarti bahwa pemberian unsur kalsium pada buah melalui
aplikasi dolomit tidak mengurangi kualitas buah. Pada Tabel 15, nilai padatan
terlarut total dan total asam tertitrasi pada tahun I masing-masing sekitar 18 obrix
dan 0.2%. Sedangkan nilai kedua peubah tersebut di tahun ke II jauh lebih tinggi
yaitu masing-masing sekitar 20 obrix dan 0.5%. Akibatnya, nilai rasio PTT/TAT
di tahun I jauh lebih tinggi dibanding tahun ke II. Menurut Satuhu (2004) pada
buah manggis yang dipanen pada umur 120 hari memiliki kisaran nilai PTT
sebesar 15 hingga 20 obrix.
Pengaruh pemberian dolomit melalui tanah terhadap pH aril dan kandungan
vitamin C pada buah diamati hanya pada tahun I. Pada Tabel 16 tampak bahwa
pemberian kalsium berpengaruh nyata terhadap pH aril buah. Nilai pH aril
terendah yaitu 3.65 dijumpai pada perlakuan dolomit dosis 24 ton/ha. pH aril
perlakuan dosis dolomit 18 ton/ha, tidak berbeda dengan perlakuan dosis kapur
34 ton/ha dan kontrol. Nilai pH aril yang rendah menunjukkan tingkat keasaman
buah yang tinggi. Meskipun demikian, pemberian kalsium tidak berpengaruh
nyata terhadap kandungan vitamin C pada buah. Kandungan vitamin C yang
81
81
diukur adalah menggunakan metode titrasi dengan pendekatan pengukuran
kandungan asam organik yang dominan yaitu asam sitrat.
Tabel 15 Pengaruh pemberian berbagai dosis dolomit terhadap Padatan Total
terlarut (PTT), Total Asam Tertitrasi (TAT) dan rasio PTT/TAT
Tahun I Tahun II Dosis
dolomit
(ton/ha PTT
(obrix)
TAT (%) PTT/TAT
Dosis
dolomit
(ton/ha PTT
(obrix)
TAT (%) PTT/TAT
0 18.75 0.23 81.52 0.0 20.46 0.54 38.62
18 18.64 0.23 81.04 12.5 20.44 0.58 36.27
24 18.22 0.23 79.22 15.0 20.33 0.59 34.41
34 18.37 0.21 87.48 17.5 20.30 0.60 33.88
Tabel 16 Pengaruh pemberian berbagai dosis dolomit terhadap pH aril dan
kandungan vitamin C pada buah manggis
Tahun I Dosis dolomit
(ton/ha) pH aril Vitamin C (mg/100g) 0 3.77 ab 3.53 18 3.85 a 3.66 24 3.65 b 3.79 34 3.82 a 3.58
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.
Simpulan
1. Aplikasi kalsium dengan pemberian dolomit (CaMg(CO3)2) melalui tanah
nyata meningkatkan kandungan kalsium dalam tanah, eksokarp dan daun
serta meningkatkan pH tanah.
2. Aplikasi pengapuran dolomit dosis 18 dan 24 ton/ha di tahun I dan dosis
17.5 ton/ha di tahun ke II efektif mengurangi cemaran getah kuning pada
82
82
kulit luar buah, namun tidak efektif mengurangi cemaran getah kuning
pada aril buah.
3. Aplikasi pengapuran dolomit tidak mempengaruhi kualitas fisik dan kimia
buah seperti diameter transversal dan longitudinal, bobot buah, bobot biji,
edible portion, tebal kulit, kekerasan kulit buah, padatan total terlarut
(PTT), total asam tertitrasi (TAT), rasio PTT/TAT, dan kandungan vitamin
C buah manggis.
83
BAB VI
STUDI PENYEMPROTAN KALSIUM PADA BUAH MANGGIS
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh penyemprotan berbagai kalsium yaitu CaCl2, Ca(OH)2, dan Ca(NO3)24H2O dengan konsentrasi berturut-turut 22.5, 12.33, dan 35.757 g/l dan berbagai dosis CaCl2 yaitu 0, 5, 15, 22.5 dan 30 g/l terhadap insiden getah kuning, sifat fisik dan kimia pada buah manggis.
Aplikasi kalsium untuk setiap perlakuan di tahun I dan ke II dilakukan masing-masing terhadap 20 buah/pohon secara acak pada tanaman manggis berumur sekitar 30 tahun. Penyemprotan kalsium di tahun I dilakukan pada 2, 4, 6, 8, dan 10 minggu setelah antesis (MSA), sedangkan di tahun ke II penyemprotan dilakukan pada 2, 4, 6, 8, 10, 12, dan 14 MSA. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 3 ulangan. Penyemprotan kalsium dilakukan sampai buah basah sekitar 10 ml per buah.
Aplikasi berbagai kalsium yaitu CaCl2, Ca(OH)2, dan Ca(NO3)24H2O di tahun I tidak efektif mengurangi insiden getah kuning di kulit luar buah, namun efektif mengurangi insiden getah kuning di aril buah. Aplikasi CaCl2 pada berbagai dosis di tahun ke II efektif mengurangi insiden getah kuning baik di kulit luar maupun di aril buah, namun tidak berbeda nyata di antara taraf dosis CaCl2. Kandungan kalsium pada eksokarp, mesokarp dan endokarp buah di tahun I berbeda nyata secara statistik. Kandungan kalsium pada eksokarp, mesokarp dan endokarp buah di tahun I pada beberapa perlakuan penyemprotan kalsium meningkat dibanding kontrol. Di tahun ke II, kandungan kalsium kulit buah (perikarp) pada perlakuan 22.5 g/l CaCl2 lebih tinggi dibanding kontrol tetapi tidak berbeda nyata dengan penyempotan CaCl2 lainnya. Perlakuan penyemprotan buah di tahun I dan ke II berpengaruh nyata terhadap sifat fisik dan kimia buah manggis, kecuali pada kandungan vitamin C dan rasio padatan total terlarut dan total asam tertitrasi (PTT/TAT) Kata kunci: insiden getah kuning, dosis, efektif, minggu setelah antesis (MSA).
84
84
STUDY OF CALCIUM SPRAYING ON MANGOSTEEN FRUIT
Abstract
The objectives of this research were to study the effect of fruit spraying using various kinds of calcium namely CaCl2, Ca(OH)2, dan Ca(NO3)24H2O with the concentration of 22.5, 12.33, and 35.757 g/l subsequently and various dosages of CaCl2 namely 0, 5, 15, 22.5 and 30 g/l on the incidence of yellow latex spots, physical and chemical properties on the mangosteen fruit.
Calcium application of each treatmeant in the first and second year were conducted to 20 fruits/tree randomly from 30 year old trees. Calcium spraying in the first year was carried out 5 times at 2, 4, 6, 8, and 10 week after anthesis (WAA), while in the second year the spraying was conducted 7 times at 2, 4, 6, 8, 10, 12, and 14 WAA. Randomized block design was applied with three replications. The treatment was carried out, by spraying the fruit until the fruit wet thoroughly using approximately 10 ml solution per fruit.
Various calcium applications namely CaCl2, Ca(OH)2, dan Ca(NO3)24H2O in the first year were ineffective to reduce yellow latex spot on the outer part of the fruit, but effectively reduced yellow latex spot in aril. CaCl2 applications on various dosages in the second year were effective to reduce yellow latex spot either on the outer part of fruit or in the aril of the fruit, but insignificant among CaCl2 dosage levels. Statistically, calcium content in the exocarp, mesocarp and endocarp of the fruit in the first year was significantly different. Calcium content in the exocarp, mesocarp and endocarp of the fruit in the first year on several calcium spraying treatments was higher than control treatment. In the second year, the calcium content of the pericarp on the 22.5g/l CaCl2 was higher than control treatment but insignifanctly different with other CaCl2 spraying treatments. Fruit spraying treatment in the first and second year were significantly different on the physical and chemical properties of mangosteen fruit except on the vitamin C content and total soluble solid and total titrated acid ratio.
Keywords: yellow latex spot, dosage, effective,, week after anthesis (WAA)
85
85
Pendahuluan
Latar Belakang
Getah kuning merupakan masalah penting pada buah manggis, karena
dapat menurunkan kualitas buah. Insiden getah kuning yang dijumpai pada kulit
luar dan aril buah dapat menekan jumlah buah manggis yang layak ekspor ke
berbagai negara. Pada bab IV dari rangkaian penelitian getah kuning pada buah
manggis, dilaporkan bahwa getah kuning di hasilkan di dalam saluran getah yang
berbentuk kanal bercabang. Pecahnya saluran getah kuning yang dijumpai pada
kulit buah (perikarp) mengakibatkan getah kuning keluar sehingga mengotori kulit
luar dan aril buah. Penyebab pecahnya saluran getah kuning tersebut belum dapat
dibuktikan dan diduga berkaitan dengan rendahnya kandungan kalsium pada buah
manggis. Kalsium berbeda dengan nutrisi lainnya, karena diangkut ke buah hanya
dalam jumlah kecil, dibanding ke daun. Walaupun kalsium tersedia di dalam
tanah, defisiensi kalsium menjadi masalah pada beberapa tanaman buah-buahan
dan sayuran (Saure, 2005). Agar pemberian kalsium efektif ke dalam buah maka
dilakukan penyemprotan langsung larutan kalsium ke buah, sehingga dapat
mensuplai penambahan kalsium. Penyemprotan buah dengan kalsium diharapkan
dapat memperkuat dinding sel agar saluran getah kuning pada perikarp tidak
mudah pecah sehingga dapat mengurangi insiden getah kuning pada buah
manggis.
Kalsium merupakan elemen yang berkaitan dengan kelainan fisiologi
(physiological disorder) pada berbagai buah-buahan dan sayur-sayuran (Shear,
1975; Harker & Venis, 1991; Ryugo, 1988; Jones & Lunt, 1967; Sharma &
Singh, 2009; Chiu, 1980). Pada beberapa penelitian yang telah dilakukan,
rendahnya kandungan kalsium pada sel-sel penyusun kulit buah berkaitan dengan
pecah buah (cracking) pada berbagai macam tanaman seperti leci, sweet cherry,
apel dan tomat (Huang et al., 2005; Brown et al., 1995; Callan, 1986; Kanwar et
al., 1972; Sekse, 1995; Sekse, 1998; Fernandez dan Flore, 1998; Sekse et al.,
2005; Verner, 1938; Astuti, 2002).
Kalsium masuk ke dalam buah dapat melalui kutikula, lentisel, pangkal
trikoma dan stomata apabila tekanan permukaan cairan kurang dari 30 dyne/cm
86
86
(Saure, 2005; Huang 2007; Bangerth, 1979; Schonherr dan Bukovac, 1972),
namun masuknya kalsium tersebut ke dalam buah sangat sulit (Shear, 1975). Oleh
karena itu pada penelitian ini dicoba untuk mengaplikasikan berbagai macam
kalsium yaitu CaCl2, Ca(OH)2, dan Ca(NO3)24H2O dengan frekuensi pengulangan
penyemprotan yaitu pada minggu ke 2, 4, 6, 8, dan 10 minggu setelah antesis pada
tahun I dan dan aplikasi berbagai dosis CaCl2 pada minggu ke 2, 4, 6, 8, 10, 12
dan 14 minggu setelah antesis. Huang et al., (2005) melaporkan bahwa aplikasi
garam kalsium CaCl2 pada minggu ke 4, 6 dan 8 setelah antesis pada leci lebih
efektif mengurangi pecah buah dibanding kontrol. Pada tanaman tomat,
frekuensi 2 dan 3 kali penyemprotan CaCl2 prapanen dapat meningkatkan
kandungan kalsium pada buah tomat dari 0.843 mg/g pada kontrol menjadi 0.907
mg/g pada 2 kali aplikasi dan 0.977 mg/g pada 3 kali aplikasi (Astuti, 2002).
Penyemprotan senyawa kalsium dengan senyawa pengkelat seperti asam
sitrat (CA) pada buah lebih baik dibanding dengan aplikasi kalsium tunggal. Hal
ini sesuai dengan penelitian dilaporkan oleh Combrink et al. (1995) dan Brown et
al, (1995) dalam Huang et al., (2005), bahwa pemberian kalsium dengan senyawa
pengkelat dapat mengurangi pecah buah pada melon dan sweet cherry. Huang
(2005) melaporkan bahwa penambahan senyawa pengkelat CA terhadap CaCl2
dapat mengurangi pecah buah pada leci dibandingkan dengan CaCl2 tunggal.
Pemberian zat pengatur tumbuh auksin seperti NAA mampu
meningkatkan transpor dan akumulasi kalsium ke dalam buah. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilaporkan Marcelle dan Clijster (1978).
Pada penelitian ini dilakukan penyemprotan buah dengan berbagai macam
kalsium yaitu CaCl2, Ca(OH)2 dan Ca(NO3)24H2O di tahun I dan penyemprotan
berbagai dosis CaCl2 di tahun ke II.
Tujuan Penelitian 1. Mempelajari pengaruh aplikasi kalsium melalui penyemprotan buah dengan
berbagai senyawa kalsium yaitu CaCl2, Ca(OH)2 dan Ca(NO3)24H2O tanpa dan
dengan senyawa pengkelat terhadap insiden getah kuning, sifat fisik dan kimia
pada buah manggis.
87
87
2. Mempelajari pengaruh pemberian senyawa pengkelat yang berperan agar
kalsium mudah masuk ke dalam dinding sel perikarp buah.
3. Mempelajari pengaruh aplikasi kalsium melalui penyemprotan buah dengan
berbagai dosis CaCl2 terhadap getah kuning, sifat fisik dan kimia pada buah
manggis.
4. Mengembangkan teknologi untuk mengatasi insiden getah kuning pada kulit
luar dan aril buah.
Manfaat Penelitian 1. Diperoleh teknologi mengatasi insiden getah kuning dengan penyemprotan
berbagai kalsium CaCl2, Ca(OH)2, dan Ca(NO3)24H2O pada buah manggis.
2. Diperoleh dosis CaCl2 yang paling tepat untuk mengatasi insiden getah kuning
pada buah manggis.
Hipotesis
1. Pecahnya saluran getah kuning diduga berkaitan dengan rendahnya kandungan
kalsium pada membran dan dinding sel.
2. Aplikasi kalsium melalui penyemprotan CaCl2, Ca(OH)2, dan Ca(NO3)24H2O
tanpa dan dengan senyawa pengkelat pada buah akan mengurangi insiden
getah kuning di kulit luar dan aril buah.
3. Diperoleh dosis CaCl2 yang tepat untuk mengurangi insiden getah kuning
pada kulit luar dan aril buah.
4. Aplikasi kalsium melalui penyemprotan CaCl2, Ca(OH)2, dan Ca(NO3)24H2O
serta berbagai dosis CaCl2 pada buah akan meningkatkan sifat fisik dan kimia
buah.
Bahan dan Metode
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian berlangsung dari bulan September 2006 hingga Maret 2007
pada tahun I dan bulan Oktober 2007 hingga April 2008 pada tahun ke II.
Penelitian pada tahun I yaitu perlakuan penyemprotan buah dengan berbagai
88
88
kalsium yaitu CaCl2, Ca(OH)2 dan Ca(NO3)24H2O. Sedangkan penelitian pada
tahun ke II adalah penyemprotan buah dengan berbagai dosis CaCl2. Penelitian di
lapang dilakukan di sentra produksi manggis yaitu di kampung Cengal, Desa
Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Pengamatan sifat fisik dan
kimia buah dilakukan di Laboratorium Pusat Kajian Buah-buahan Tropika IPB.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman manggis yang
sudah berproduksi. Perlakuan penyemprotan kalsium CaCl2, Ca(OH)2,
Ca(NO3)24H2O dan berbagai dosis CaCl2 pada buah dilakukan pada pohon
manggis yang berumur kurang lebih 30 tahun.
Bahan penunjang yang digunakan adalah bahan kimia untuk analisis
kualitas buah dan bahan kimia untuk analisis kimia tanah. Peralatan yang
digunakan adalah refraktometer, perangkat titrasi, dan alat pengukur kandungan
Ca perikarp buah yaitu AAS (Atomic Absorption Spectrometer) merk Perkin
Elmer-model 1100B, mikroskop, dan peralatan laboratorium lainnya untuk
analisis sifat fisik dan kimia buah.
Metode Penelitian
1. Penyemprotan Buah Manggis dengan berbagai kalsium CaCl2, Ca(OH)2,
dan Ca(NO3)24H2O.
Penyemprotan berbagai kalsium yaitu kalsium klorida (CaCl2), kalsium
hidroksida {Ca(OH)2}, dan kalsium nitrat {Ca(NO3)24H2O} dilakukan masing-
masing terhadap 20 buah secara acak pada tanaman manggis berumur kurang
lebih seragam yaitu 30 tahun. Tiap perlakuan dilakukan masing-masing terhadap 3
ulangan pohon.
Perlakuan penyemprotan buah dengan berbagai kalsium yang diberikan
secara tunggal maupun dikombinasi dengan senyawa pengkelat yaitu asam sitrat
dan senyawa auksin yaitu NAA terdiri dari:
1. kontrol
2. CaCl2 22.5 g/l
3. CaCl2 22.5 g/l + NAA 40 mg/l
4. CaCl2 22.5 g/l + asam sitrat 27 mmol/l
89
89
5. CaCl2 22.5 g/l + NAA 40 mg/l + asam sitrat 27 mmol/l
6. Ca(OH)2 12.33 g/l
7. Ca(OH)2 12.33 g/l + NAA 40 mg/l
8. Ca(OH)2 12.33 g/l + asam sitrat 27 mmol/l
9. Ca(OH)2 12.33 g/L + NAA 40 mg/l + asam sitrat 27 mmol/l
10. Ca(NO3)24H2O 35.757 g/l
11. Ca(NO3)2 4H2O 35.757 g/L + NAA 40 mg/l
12. Ca(NO3)24H2O 35.757 g/l + asam sitrat 27 mmol/l
13. Ca(NO3)24H2O 35.757 g/l + NAA 40 mg/l + asam sitrat 27 mmol/l.
Kalsium dilarutkan dengan 1 l air kemudian ditambahkan surfactant pro
stiker dengan konsentrasi 0.5 ml/l larutan. Penyemprotan larutan kalsium
dilakukan dengan menggunakan hand sprayer secara langsung ke buah dengan
beberapa kali semprotan sampai seluruh permukaan buah basah dengan volume
semprot sekitar 10 ml per buah pada 2, 4, 6, 8, dan 10 minggu setelah antesis
(MSA). Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 3 ulangan.
2. Penyemprotan Buah Manggis dengan berbagai dosis CaCl2
Penyemprotan berbagai dosis (CaCl2) dilakukan masing-masing terhadap
20 buah secara acak pada tanaman manggis berumur kurang lebih seragam yaitu
30 tahun. Tiap perlakuan dilakukan masing-masing terhadap 3 ulangan pohon.
Perlakuan penyemprotan buah dengan berbagai kalsium yang diberikan
dikombinasi dengan senyawa pengkelat yaitu asam sitrat terdiri dari:
1. kontrol
2. CaCl2 5 g/l+ asam sitrat 5 g/l
3. CaCl2 15 g/l + asam sitrat 5 g/l
4. CaCl2 22.5 g/l + asam sitrat 5 g/l
5. CaCl2 30 g/l + asam sitrat 5 g/l
Kalsium dilarutkan dengan 1 l air kemudian ditambahkan surfactant pro
stiker dengan konsentrasi 0.5 ml/L larutan. Penyemprotan larutan kalsium
dilakukan dengan menggunakan hand sprayer secara langsung ke buah dengan
beberapa kali semprotan sampai seluruh permukaan buah basah dengan volume
semprot sekitar 10 ml per buah pada 2, 4, 6, 8, 10, 12 dan 14 minggu setelah
90
90
antesis (MSA). Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 3
ulangan.
3. Pelabelan Buah
Pelabelan buah saat bunga mekar (antesis) dilakukan terhadap 20
bunga/pohon pada setiap pohon sampel. Pelabelan ini bertujuan untuk
menentukan buah yang akan diberikan perlakuan penyemprotan kalsium.
4. Pemanenan Buah
Buah dipanen pada umur sekitar 112 hari setelah antesis.
5. Pengamatan
Pengamatan sifat fisik dan kimia buah manggis dilakukan setelah buah
dipanen. Peubah yang diamati sama dengan peubah pengamatan pada bab V.
Hasil dan Pembahasan
Getah Kuning Pada Buah Manggis
Pada Tabel 17 terlihat bahwa penyemprotan berbagai kalsium CaCl2,
Ca(OH)2, dan Ca(NO3)24H2O pada buah manggis terhadap skor getah kuning di
kulit luar buah (tahun I) tidak berbeda nyata untuk setiap perlakuan. Meskipun
demikian, penyemprotan berbagai kalsium berpengaruh nyata terhadap skor getah
kuning di aril buah. Skor getah kuning di aril buah pada perlakuan penyemprotan
Ca(NO3)24H2O + CA tidak berbeda nyata dengan perlakuan yang lain tetapi lebih
kecil dari perlakuan CaCl2 + NAA dan perlakuan Ca(OH)2 + NAA (Tabel 17).
Skor getah kuning di kulit luar dan di aril buah tidak menunjukkan pola respon
linier, kuadratik maupun kubik.
Penelitian di tahun ke II, penyemprotan buah manggis dilakukan hanya
dengan satu macam kalsium (CaCl2) dengan berbagai dosis yaitu 0, 5, 15, 22.5
dan 30 g/l. Pada Tabel 18 terlihat bahwa aplikasi penyemprotan CaCl2
menurunkan skor getah kuning pada kulit luar dan aril buah manggis jika
dibandingkan dengan kontrol. Skor getah kuning di kulit luar buah tidak berbeda
nyata di antara perlakuan CaCl2 kecuali dengan perlakuan kontrol. (Tabel 18).
Demikian juga skor getah kuning di aril pada perlakuan penyemprotan dengan
berbagai dosis CaCl2 tidak berbeda nyata tetapi lebih rendah dari perlakuan
kontrol.
91
91
Tabel 17 Pengaruh penyemprotan berbagai kalsium terhadap skor getah kuning tahun I
Skor getah kuning (1-5)
Perlakuan Kulit luar buah Aril buah
Kontrol (1) 1.81 1.21 ab CaCl2 (2) 1.57 1.16 ab CaCl2+CA (3) 1.58 1.46 a CaCl2+NAA (4) 1.42 1.02 b CaCl2+CA+NAA (5) 1.42 1.17 ab Ca(OH)2 (6) 1.55 1.23 ab Ca(OH) 2+CA (7) 1.77 1.15 ab Ca(OH) 2+NAA (8) 1.51 1.09 b Ca(OH) 2+CA+NAA (9) 1.52 1.16 ab Ca(NO3)24H2O (10) 1.70 1.15 ab Ca(NO3)24H2O +CA (11) 1.69 1.44 a Ca(NO3)24H2O +NAA (12) 1.62 1.35 ab Ca(NO3)24H2O +CA+NAA (13) 1.43 1.19 ab Kurva respon - Linier - - - Kuadratik - - Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama
menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%. Kurva respon diuji dengan mencari nilai optimumnya; * = nyata pada taraf uji 5%; ** = nyata pada taraf uji 1%; - = tidak berbeda nyata.
Pada saat penelitian berlangsung, kondisi tanaman manggis pada
tahun I sedang mengalami musim raya sedangkan di tahun ke II sedang tidak
musim raya atau musim kecil (off year). Kondisi tanaman pada musim raya lebih
prima mendukung untuk mampu berproduksi dengan kualitas buah yang lebih
bagus, oleh karena itu kualitas buah manggis pada tahun I jauh lebih baik
dibanding dengan tahun ke II yang ditunjukkan dengan skor getah kuning yang
lebih rendah baik di kulit luar maupun di aril buah.
Gambar 27 merupakan gambaran mengenai kelayakan ekspor buah yang
dikelompokkan berdasarkan skoring getah kuning pada kulit luar dan aril buah
buah manggis. Getah kuning di kulit luar buah, skor 1 hingga skor 3 digolongkan
sebagai buah yang layak ekspor sedangkan skor 4 dan 5 buah tidak layak ekspor.
Pada Gambar 27A terlihat bahwa jumlah buah yang layak ekspor berdasarkan
skor getah kuning di kulit luar buah pada tahun I perlakuan 1, 2, 3, 4, 6, 7, 8, 9,
10, 11, 12 dan 13 persentase buah yang layak ekspor sebesar 100%. Sedangkan
92
92
Tabel 18 Pengaruh penyemprotan berbagai dosis kalsium terhadap skor getah kuning tahun ke II
Skor getah kuning (1-5) Perlakuan
Kulit luar buah Aril buah
Kontrol 4.25 a 2.52 a CaCl2 (5g/l) + CA (5g/l) 3.07 b 1.60 b CaCl2 (15g/l) + CA (5g/l) 2.97 b 1.27 b CaCl2 (22.5g/l) + CA (5g/l)) 2.79 b 1.19 b CaCl2 (30g/l) + CA (5g/l) 2.34 b 1.35 b Kurva respon - Linier ** * - Kuadratik ** ** - Kubik ** ** Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama
menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%. Kurva respon diuji dengan mencari nilai optimumnya; * = nyata pada taraf uji 5%; ** = nyata pada taraf uji 1%; - = tidak berbeda nyata.
pada perlakuan 5 ada yang tidak layak ekspor, namun persentasenya sangat rendah
yaitu 2.63%.
Pengelompokkan berdasarkan skoring getah kuning pada aril buah untuk
layak tidaknya buah manggis untuk tujuan ekspor, skor 1 dan 2 sebagai buah
layak ekspor, sedangkan skor 3 hingga 5 dikategorikan sebagai buah yang tidak
layak ekspor. Pada Gambar 27B terlihat bahwa buah yang layak ekspor
berdasarkan skor getah kuning di aril buah pada tahun I menunjukkan
persentase yang jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan buah yang tidak
layak ekspor. Di tahun I terlihat bahwa buah yang tidak layak ekspor berdasarkan
getah kuning di aril dijumpai pada perlakuan 1, 5 dan 11.
Pada Gambar 28 merupakan gambaran mengenai kelayakan ekspor buah
yang dikelompokkan berdasarkan skoring getah kuning pada kulit luar dan aril
buah buah manggis di tahun ke II. Pada Gambar 28A tampak bahwa pada
perlakuan kontrol, persentase buah yang layak ekspor berdasarkan skor getah
kuning di kulit luar buah di tahun ke II hanya sebesar 14%. Hal ini jauh lebih
sedikit jika dibandingkan dengan persentase buah yang tidak layak ekspor, yaitu
sebesar 86%. Namun pada perlakuan 5 hingga 30 g/l CaCl2 persentase buah yang
layak ekspor lebih banyak dibandingkan dengan buah yang tidak layak ekspor.
Pada perlakuan 15 dan 30 g/l CaCl2, pesentase buah layak ekspor (83%) jauh
93
93
lebih banyak dibandingkan dengan buah tidak layak ekspor (17%). Pada Gambar
28B menunjukkan bahwa buah yang layak ekspor berdasarkan skor getah kuning
di aril buah pada tahun ke II menunjukkan persentase yang jauh lebih banyak jika
dibandingkan dengan buah yang tidak layak ekspor. Buah yang tidak layak
ekspor dijumpai pada perlakuan kontrol dan perlakuan 5 dan 15 g/l CaCl2. Pada
perlakuan kontrol persentase buah tidak layak ekspor berdasarkan skor getah
kuning di aril dijumpai paling tinggi yaitu sebesar 32%.
Pengelompokkan distribusi skoring getah kuning pada kulit luar dan aril buah
manggis dapat dilihat berdasarkan persentase untuk masing-masing skoring dari 1
hingga 5. Distribusi skoring getah kuning di kulit luar buah pada tahun I terlihat
bahwa persentase skor 2 paling banyak dijumpai pada semua perlakuan,
disusul dengan skor 1, 3, dan 4 (Gambar 29A). Pada Gambar 29B terlihat bahwa
persentase skor 1 berdasarkan distribusi skoring getah kuning di aril buah di tahun
I dijumpai paling banyak pada semua perlakuan, disusul skor 2 dan 3. Persentase
skor 1 tertinggi yaitu 96.88% dijumpai pada perlakuan 3 yaitu penyemprotan buah
dengan kalsium CaCl2+CA. Distribusi skoring getah kuning di kulit luar dan aril
buah pada tahun II dapat dilihat pada Gambar 30. Pada tahun ke II dijumpai
persentase skor 1 (kulit luar buah mulus, tanpa getah kuning) hanya pada
perlakuan penyemprotan CaCl2, dan tidak dijumpai pada perlakuan kontrol.
Distribusi skor 3, 4 dan 5 dijumpai pada semua perlakuan. Pada kontrol dijumpai
persentase skor 4 dan 5 terbanyak dibanding perlakuan penyemprotan CaCl2
lainnya (Gambar 30A). Persentase skor 1 berdasarkan distribusi skoring getah
kuning di aril buah pada tahun ke II dijumpai paling banyak pada semua
perlakuan, disusul dengan skor 2 pada perlakuan penyemprotan 5 hingga 15 g/l
CaCl2 (Gambar 30B).
94
94
Gambar 27 Persentase kelayakan ekspor buah manggis berdasarkan: skor getah kuning di kulit luar (A) dan aril buah (B) pada tahun I.
A
B
95
95
Gambar 28 Persentase kelayakan ekspor buah manggis berdasarkan: skor getah kuning di kulit luar (A) dan aril buah (B) pada tahun II.
A
B
96
96
Gambar 29 Persentase distribusi: skor getah kuning di kulit luar (A) dan aril buah
(B) pada tahun I.
B
A
97
97
Gambar 30 Persentase distribusi: skor getah kuning di kulit luar (A) dan aril buah
(B) pada tahun II.
A
B
98
98
Kandungan Kalsium Kulit Buah
Pengaruh penyemprotan buah dengan berbagai kalsium terhadap
kandungan kalsium di kulit buah di tahun I diamati masing-masing baik pada
bagian eksokarp, mesokarp dan endokarp. Sedangkan di tahun ke II kandungan
kalsium di kulit buah diamati pada bagian perikarp (keseluruhan kulit buah).
Hasil penelitian di tahun I menunjukkan bahwa penyemprotan buah dengan
berbagai kalsium berpengaruh nyata terhadap kandungan kalsium pada bagian
eksokarp, mesokarp dan endokarp buah. Pada Tabel 19 terlihat bahwa kandungan
kalsium di eksokarp pada perlakuan Ca(OH)2+NAA, Ca(OH)2+CA+NAA dan
CaCl2+CA+NAA adalah sama dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.
Sedangkan kandungan kalsium di mesokarp pada perlakuan Ca(OH)2+CA+NAA
dan Ca(NO3)24H2O+CA adalah sama dan berbeda nyata dengan perlakuan
lainnya. Kandungan kalsium di endokarp tertinggi dijumpai pada
Ca(NO3)24H2O+CA+NAA dan Ca(OH)2+CA+NAA dan berbeda nyata dengan
perlakuan peyemprotan lainnya. Dari data tersebut terlihat bahwa tidak semua
penyemprotan dengan berbagai kalsium dapat meningkatkan kandungan kalsium
di eksokarp, mesokarp dan endokarp buah jika dibandingkan dengan perlakuan
kontrol.
Tabel 19 Pengaruh penyemprotan berbagai kalsium pada buah terhadap kandungan kalsium pada perikarp buah manggis tahun I
Kandungan kalsium pada perikarp buah (%) Perlakuan
Eksokarp Mesokarp Endokarp
Kontrol (1) 0.42 b 0.36 bc 0.39 bc CaCl2 (2) 0.36 c 0.33 cde 0.30 ef CaCl2+CA (3) 0.29 e 0.24 f 0.26 f CaCl2+NAA (4) 0.35 cd 0.34 bcd 0.39 bc CaCl2+CA+NAA (5) 0.44 ab 0.32 cde 0.37 cd Ca(OH)2 (6) 0.33 cde 0.31 cde 0.30 ef Ca(OH) 2+CA (7) 0.35 cde 0.30 cdef 0.34 cde Ca(OH) 2+NAA (8) 0.49 a 0.44 a 0.42 ab Ca(OH) 2+CA+NAA (9) 0.48 a 0.32 cde 0.32 de Ca(NO3)24H2O (10) 0.35 cd 0.28 def 0.32 e Ca(NO3)24H2O +CA (11) 0.31 cde 0.40 ab 0.39 bc Ca(NO3)24H2O +NAA (12) 0.29 e 0.29 cdef 0.30 ef Ca(NO3)24H2O +CA+NAA (13) 0.30 de 0.27 ef 0.46 a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%
99
99
Hasil penelitian di tahun II menunjukkan bahwa penyemprotan buah
dengan berbagai dosis CaCl2 berpengaruh nyata terhadap peningkatan kandungan
kalsium pada kulit buah (perikarp) jika dibandingkan kontrol. Pada Tabel 20
terlihat bahwa penyemprotan dengan 22.5g/l CaCl2 menghasilkan kandungan
kalsium di perikarp buah yang berbeda nyata dengan kontrol, namun tidak
berbeda nyata dengan perlakuan penyemprotan buah dosis CaCl2 lainnya.
Tabel 20 Pengaruh penyemprotan berbagai dosis kalsium pada buah terhadap kandungan kalsium pada perikarp buah manggis tahun II
Perlakuan Kandungan kalsium pada perikarp buah (%) Kontrol 0.16 b CaCl2 (5g/l) + CA (5g/l) 0.24 ab CaCl2 (15g/l) + CA (5g/l) 0.17 ab CaCl2 (22.5g/l) + CA (5g/l) 0.25 a CaCl2 (30g/l) + CA (5g/l) 0.23 ab
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%
Sifat Fisik Buah Manggis.
Hasil pengukuran di tahun I pada Tabel 21 menunjukkan bahwa setiap
perlakuan penyemprotan berbagai kalsium berpengaruh nyata terhadap diameter
transversal dan longitudinal, bobot buah dan bobot biji. Pada Tabel 19 terlihat
bahwa diameter transversal pada perlakuan penyemprotan buah dengan
CaCl2+CA tidak berbeda nyata dengan kontrol dan perlakuan 2, 4, 5, 6, 9, 10, 11,
dan 13. Diameter longitudinal pada perlakuan CaCl2+CA tidak berbeda nyata
terhadap kontrol dan perlakuan 2, 4, 5, 6, 7, 10, dan 11. Sedangkan bobot buah
pada perlakuan CaCl2+CA tidak berbeda nyata dengan perlakuan kontrol, dan
perlakuan 2, 4, 6, 7, 9, 11 dan 13. Pada perlakuan CaCl2+CA terlihat bahwa
semakin besar diameter buah baik transversal maupun longitudinal maka bobot
buah akan semakin besar pula. Hal ini terjadi karena adanya penambahan luas
dan volume buah.
Jika dibandingkan dengan kontrol, perlakuan penyemprotan berbagai
kalsium tidak meningkatkan diameter transversal maupun diameter longitudinal
buah, bobot buah dan bobot biji. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
100
100
Callan (1986) yang melaporkan bahwa aplikasi berbagai kalsium pada tanaman
sweet cherry tidak berpengaruh terhadap ukuran buah.
Perlakuan penyemprotan buah dengan Ca(OH)2+NAA pada tahun I
menghasilkan diameter transversal dan longitudinal serta bobot buah cenderung
terendah walaupun tidak berbeda dengan beberapa perlakuan kalsium lainnya
(Tabel 21).
Pada Tabel 21 terlihat bobot biji cenderung terendah (1.03 g) dijumpai
pada perlakuan penyemprotan buah dengan Ca(OH)2+CA. Sedangkan bobot biji
tertinggi (2.22 g) dijumpai pada perlakuan penyemprotan buah dengan
Ca(NO3)24H2O, walaupun tidak berbeda nyata dengan perlakuan kalsium lainnya.
Tabel 21 Pengaruh penyemprotan berbagai kalsium terhadap diameter, bobot buah dan biji manggis pada tahun I
Perlakuan Diameter
transversal (cm) Diameter
longitudinal
(cm)
Bobot buah (g)
Bobot biji
(g)
Kontrol (1) 5.64 ab 5.23 ab 87.04 ab 1.50 abc
CaCl2 (2) 5.51 abc 5.11 abc 83.17 abc 1.54 abc
CaCl2+CA (3) 5.74 a 5.41 a 93.82 a 1.19 bc
CaCl2+NAA (4) 5.51 abc 5.20 ab 83.24 abc 1.71 abc
CaCl2+CA+NAA (5) 5.36 bcd 5.10 abc 72.71 bc 1.29 bc
Ca(OH)2 (6) 5.55 abc 5.27 ab 87.31 ab 1.88 ab
Ca(OH) 2+CA (7) 5.44 abc 5.10 abc 78.46 abc 1.03 c
Ca(OH) 2+NAA (8) 5.12 d 4.76 c 66.50 c 1.31 bc
Ca(OH) 2+CA+NAA (9) 5.36 bcd 4.99 bc 79.91 abc 1.91 ab
Ca(NO3)24H2O (10) 5.45 abc 5.14 abc 73.89 bc 2.22 a
Ca(NO3)24H2O +CA (11) 5.54 abc 5.24 ab 87.64 ab 1.73 abc
Ca(NO3)24H2O +NAA (12) 5.31 cd 4.94 bc 73.42 bc 1.52 abc
Ca(NO3)24H2O +CA+NAA (13) 5.44 abc 4.97 bc 79.20 abc 1.64 abc
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%
Hasil pengukuran di tahun II pada Tabel 22 menunjukkan bahwa setiap
perlakuan penyemprotan berbagai kalsium berpengaruh nyata terhadap diameter
101
101
transversal dan bobot serta tingkat kekerasan kulit buah. Tabel 20 terlihat bahwa
diameter transversal dan bobot buah tertinggi dijumpai pada perlakuan
penyemprotan buah dengan 15 g/l CaCl2 yang berbeda nyata dengan perlakuan
penyemprotan buah dengan 5 dan 30 g/l CaCl2 tetapi tidak berbeda nyata dengan
kontrol. Tabel 22 menunjukkan bahwa semakin besar diameter transversal buah
maka bobot buah akan semakin besar pula. Hal ini terjadi karena adanya
penambahan luas dan volume buah.
Tingkat kekerasan kulit buah terendah terdapat pada manggis perlakuan
penyemprotan buah dengan 15 dan 22.5 g/l CaCl2 yang berbeda nyata dengan
kontrol namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan penyemprotan dengan 5 dan
30 g/l CaCl2. Kekerasan kulit buah belum tentu menunjukkan ketegaran dinding
sel. Kekerasan kulit buah berkait dengan tipe sel penyusun perikarp buah. Pada
eksokarp buah dijumpai lapisan sel-sel sklereid yang banyak mengandung lignin
(zat kayu) sehingga menyebabkan kulit buah menjadi keras. Kekerasan kulit juga
dipengaruhi oleh aktivitas enzim poligalakturonase yang berperan dalam
pemutusan ikatan polimer penyusun komponen dinding sel seperti selulosa,
hemiselulosa, pektin dan lignin (Srivastata, 2002). Menurut Qanytah (2004),
kekerasan buah tidak terkait dengan dinding sel tetapi terkait dengan ikatan sel-sel
penyusun antar sel.
Tabel 22 Pengaruh penyemprotan berbagai dosis kalsium terhadap diameter, bobot buah dan kekerasan kulit buah manggis pada tahun II
Perlakuan Diameter
transversal (cm) Bobot buah (g) Kekerasan kulit buah
(kg)
Kontrol 5.95 a 114.51 a 0.75 a
CaCl2 (5g/l) + CA (5g/l) 5.54 bc 94.90 bc 0.71 ab
CaCl2 (15g/l) + CA (5g/l) 5.98 a 115.03 a 0.68 b
CaCl2 (22.5g/l) + CA (5g/l) 5.74 ab 105.34 ab 0.69 b
CaCl2 (30g/l) + CA (5g/l) 5.31 c 82.34 c 0.7 ab Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama
menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%
102
102
Pada Tabel 23 terlihat bahwa perlakuan penyemprotan buah dengan
berbagai kalsium di tahun I berpengaruh nyata terhadap ketebalan dan kekerasan
kulit buah serta edible portion (porsi buah yang dapat dimakan). Kulit buah yang
paling tebal dijumpai pada perlakuan kontrol dan penyemprotan buah dengan
Ca(OH)2 yaitu 0.71 cm, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan 2, 3, 4, 5, 7,
dan 11. Kulit yang tebal pada perlakuan penyemprotan buah dengan Ca(OH)2
juga menyebabkan nilai edible portion yang paling rendah, walaupun tidak
berbeda nyata dengan perlakuan kontrol, 2, 4, 5, 8, 9, 10, 11, 12, dan 13. Hal ini
menggambarkan bahwa porsi buah yang dapat dimakan akan berkurang dengan
semakin tebalnya kulit buah. Komponen ketebalan dinding sel seperti lignin,
selulose, pektin, hemiselulose, suberin, kutikula dan lilin berkait dengan tebalnya
kulit buah (Fahn, 1990; Esau, 1974; Srivastata, 2002). Kulit yang paling tipis
dijumpai pada perlakuan penyemprotan buah dengan Ca(NO3)24H2O, namun tidak
berbeda nyata dengan perlakuan lainnya selain kontrol, Ca(OH)2 dan Ca(OH)2+CA
(Tabel 23).
Pada Tabel 23 terlihat bahwa tingkat kekerasan kulit buah tertinggi (1.75
kg) dijumpai perlakuan penyemprotan buah dengan kalsium CaCl2+CA dan
Ca(OH)2+CA namun tidak berbeda nyata terhadap perlakuan kontrol, 2,4, 5, 8, 11,
12, dan 13. Satuhu (2004) menyatakan bahwa perendaman buah dalam larutan
CaCl2 dapat memperbaiki tekstur buah segar. Tekstur buah menjadi lebih keras
sehingga laju transpirasi maupun respirasi dapat ditekan.
Sifat Kimia Buah Manggis.
Pengaruh penyemprotan buah dengan berbagai kalsium pada tahun I
berbeda nyata terhadap padatan terlarut total (PTT) dan total asam tertitrasi
(TAT). Namun tidak berbeda nyata untuk nilai rasio padatan total terlarut dan
total asam tertitrasi (Tabel 24). Pada Tabel 24, nilai padatan terlarut total tertinggi
dijumpai pada perlakuan penyemprotan buah dengan kalsium CaCl2+CA+NAA
meskipun tidak berbeda nyata dengan perlakuan kontrol dan perlakuan
penyemprotan kalsium lainnya kecuali dengan Ca(OH) 2+CA. Nilai total asam
tertitrasi terendah dijumpai pada perlakuan penyemprotan buah dengan
103
103
Ca(NO3)24H2O+CA tetapi tidak berbeda nyata dengan kontrol dan perlakuan
penyemprotan kalsium lainnya kecuali dengan CaCl2+NAA.
Tabel 23 Pengaruh penyemprotan berbagai kalsium terhadap ketebalan dan
kekerasan kulit buah serta edible portion pada tahun I
Perlakuan Tebal kulit (cm) Kekerasan kulit buah (kg)
Edible portion (%)
Kontrol (1) 0.71 a 1.52 ab 31.81abcd CaCl2 (2) 0.65 abc 1.56 ab 31.62abcd CaCl2+CA (3) 0.67 abc 1.75 a 32.07abcd CaCl2+NAA (4) 0.67 abc 1.56 ab 29.97 cd CaCl2+CA+NAA (5) 0.65 abc 1.64 ab 31.08 bcd Ca(OH)2 (6) 0.71 a 1.41 b 29.73 d Ca(OH) 2+CA (7) 0.70 ab 1.75 a 33.19 ab Ca(OH) 2+NAA (8) 0.61 c 1.60 ab 29.99 cd Ca(OH) 2+CA+NAA (9) 0.61 c 1.43 b 31.94 abcd Ca(NO3)24H2O (10) 0.58 c 1.47 b 33.85 a Ca(NO3)24H2O +CA (11) 0.63 abc 1.57 ab 33.28 ab Ca(NO3)24H2O +NAA (12) 0.62 bc 1.62 ab 32.03 abcd Ca(NO3)24H2O +CA+NAA (13) 0.61 c 1.64 ab 32.45 abc
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%
Pada Tabel 24, walaupun nilai PTT dan TAT berbeda nyata antar perlakuan
namun nilai rasio PTT/TAT tidak berbeda nyata. Oleh karena itu, perlakuan
penyemprotan buah dengan berbagai kalsium tidak meningkatkan kualitas buah
manggis. Rasio PTT/TAT merupakan salah satu parameter yang dipakai sebagai
indikator kualitas buah manggis. Semakin tinggi nilai rasio PTT/TAT maka mutu
buah untuk dikonsumsi akan semakin baik pula (Singleton dan Gortner, 1965
dalam Lodh dan Pantastico, 1986).
Pada Tabel 25 terlihat bahwa perlakuan penyemprotan buah dengan berbagai
dosis kalsium di tahun II berbeda nyata untuk padatan terlarut total (PTT), total
asam tertitrasi (TAT) dan rasio PTT/TAT. Tabel 25 menunjukkan bahwa
perlakuan penyemprotan buah dengan CaCl2 meningkatkan nilai PTT jika
dibandingkan kontrol. Hal ini sesuai dengan penelitian Callan (1986) yang
melaporkan bahwa aplikasi penyemprotan Ca(OH)2 pada buah sweet cherry
meningkatkan padatan total terlarut dibanding kontrol. Pada Tabel 25 terlihat
bahwa nilai PTT tertinggi (19.82 obrix) dijumpai pada perlakuan penyemprotan
104
104
buah dengan 5 g/l CaCl2 walaupun tidak berbeda nyata dengan dosis 15, hingga
30 g/l CaCl2.
Tabel 24 Pengaruh penyemprotan berbagai kalsium terhadap nilai Padatan Terlarut Total (PTT), Total Asam Tertitrasi (TAT) dan rasio PTT/TAT pada tahun I
Perlakuan PTT (obrix) TAT (%) Rasio PTT/TAT
Kontrol (1) 19.64 ab 0.23 ab 85.32 CaCl2 (2) 19.90 ab 0.23 ab 86.63 CaCl2+CA (3) 20.15 ab 0.23 ab 84.45 CaCl2+NAA (4) 19.66 ab 0.24 a 81.87 CaCl2+CA+NAA (5) 20.49 a 0.22 ab 91.16 Ca(OH)2 (6) 19.68 ab 0.23 ab 85.08 Ca(OH) 2+CA (7) 18.25 b 0.23 ab 81.24 Ca(OH) 2+NAA (8) 20.26 a 0.23 ab 88.70 Ca(OH) 2+CA+NAA (9) 19.94 ab 0.23 ab 84.56 Ca(NO3)24H2O (10) 20.32 a 0.23 ab 89.42 Ca(NO3)24H2O +CA (11) 19.55 ab 0.21 b 94.36 Ca(NO3)24H2O +NAA (12) 20.49 a 0.23 ab 90.99 Ca(NO3)24H2O +CA+NAA (13) 19.58 ab 0.23 ab 87.16
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%
Pada Tabel 25 terlihat bahwa nilai TAT terendah (0.55%) dijumpai pada
perlakuan penyemprotan buah dengan 22.5 g/l CaCl2. Pada perlakuan yang sama
nilai rasio PTT/TAT dijumpai tertinggi dan berbeda nyata dengan kontrol dan
perlakuan CaCl2 lainnya.
Tabel 25 Pengaruh penyemprotan berbagai dosis kalsium terhadap nilai Padatan
Terlarut Total (PTT), Total Asam Tertitrasi (TAT) dan rasio PTT/TAT pada tahun II
Perlakuan PTT (obrix) TAT (%) Rasio PTT/TAT
Kontrol 18.57 b 0.61 b 30.60 b CaCl2 (5g/l) + CA (5g/l) 19.82 a 0.65 ab 30.35 b CaCl2 (15g/l) + CA ((5g/l) 19.41 ab 0.69 a 28.34 b CaCl2 (22.5g/l) + CA (5g/l) 19.06 ab 0.55 c 34.66 a CaCl2 (30g/l) + CA (5g/l)) 19.38 ab 0.63 b 30.78 b
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%
105
105
Pengaruh penyemprotan berbagai kalsium terhadap pH aril dan kandungan
vitamin C pada buah diamati hanya pada tahun I. Pada Tabel 26 tampak bahwa
penyemprotan berbagai kalsium berpengaruh nyata terhadap pH aril buah. Nilai
pH aril tertingi yaitu 3.8 dijumpai pada perlakuan penyemprotan Ca(NO3)24H2O
dan berbeda nyata dengan kontrol dan perlakuan penyemprotan kalsium Ca(OH)2,
Ca(OH) 2+CA+NAA dan Ca(NO3)24H2O +CA. Sedangkan nilai pH aril terendah
yaitu 3.52 dijumpai pada perlakuan penyemprotan buah dengan Ca(OH)2 dan tidak
berbeda nyata dengan kontrol dan perlakuan penyemprotan kalsium lainnya kecuali
CaCl2+CA+NAA, Ca(NO3)24H2O dan Ca(NO3)24H2O +NAA. Nilai pH aril yang
rendah menunjukkan tingkat keasaman buah yang tinggi. Meskipun demikian,
pemberian kalsium tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan vitamin C pada
buah. Kandungan vitamin C yang diukur adalah menggunakan metode titrasi
dengan pendekatan pengukuran kandungan asam organik yang dominan yaitu
asam sitrat.
Tabel 26 Pengaruh penyemprotan berbagai kalsium terhadap pH aril dan
kandungan vitamin C pada buah manggis pada tahun I
Perlakuan pH aril Vitamin C (mg/100g)
Kontrol (1) 3.58 bc 3.85 CaCl2 (2) 3.63 abc 3.97 CaCl2+CA (3) 3.64 abc 3.97 CaCl2+NAA (4) 3.63 abc 3.58 CaCl2+CA+NAA (5) 3.73 ab 4.15 Ca(OH)2 (6) 3.52 c 3.94 Ca(OH) 2+CA (7) 3.62 abc 3.37 Ca(OH) 2+NAA (8) 3.65 abc 3.44 Ca(OH) 2+CA+NAA (9) 3.59 bc 3.87 Ca(NO3)24H2O (10) 3.80 a 4.07 Ca(NO3)24H2O +CA (11) 3.61 bc 3.91 Ca(NO3)24H2O +NAA (12) 3.74 ab 4.57 Ca(NO3)24H2O +CA+NAA (13) 3.61 abc 3.67
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%
106
106
Korelasi
Hasil uji korelasi penelitian di tahun I (Tabel 27) dan tahun ke II (Tabel
28) menunjukkan bahwa sebagian besar peubah yang diamati tidak berkorelasi
satu sama lain.
Pada penelitian tahun I, diperoleh hasil bahwa skor getah kuning di kulit
luar tidak berkorelasi dengan getah kuning di aril buah. Hal ini bisa terjadi,
karena pecahnya saluran getah kuning yang dijumpai di eksokarp sehingga
mengotori kulit luar buah, tidak hanya disebabkan faktor endogen (rendahnya
kandungan kalsium di eksokarp), tetapi juga bisa disebabkan adanya gangguan
luar (mekanis) misalnya curah hujan berlebihan, angin, benturan, penanganan
panen yang tidak hati-hati sehingga menyebabkan rusaknya kulit buah dan
tusukan/gigitan serangga misalnya Capsids (Yaacob dan Tindall, 1995; Syah,
2007; Verheij, 2002).
Pada Tabel 27 terlihat bahwa bobot buah berkorelasi positif sangat nyata
terhadap diameter transversal maupun longitudinal. Demikian juga halnya nilai
pH aril terhadap nilai padatan terlarut total (PTT). Nilai PTT menunjukkan
tingkat kemanisan buah (Lodh dan Pantastico dalam Pantastico, 1986). Oleh
karena itu, nilai PTT yang tinggi menyebabkan pH aril semakin meningkat.
Hasil penelitian di tahun ke II (Tabel 28) skor getah kuning di kulit luar
berkorelasi positif nyata dengan dengan getah kuning di aril buah (r = 0.580). Hal
ini menunjukkan bahwa insiden getah kuning di kulit buah diikuti juga dengan
insiden getah kuning di aril. Keadaan ini dijumpai diduga keluarnya getah kuning
mengotori buah disebabkan oleh faktor yang sama yaitu rendahnya kandungan
kalsium di kulit buah (perikarp). Skor getah kuning di aril berkorelasi positif
sangat nyata dengan tingkat kekerasan buah (r = 0.870) yang menunjukkan bahwa
semakin tinggi skor getah kuning di aril maka kulit akan semakin keras. Hal ini
bisa terjadi, karena pecahnya saluran getah kuning menyebabkan cairan getah
kuning keluar mengotori aril sehingga sel-sel perikarp mengkerut dan menjadi
keras. Pada Tabel 28 peubah lain yang juga menunjukkan korelasi positif sangat
nyata (r = 0.980) adalah bobot buah terhadap diameter transversal buah. Adapun
nilai total asam tertitrasi (TAT) berkorelasi negatif sangat nyata (r = 0.900)
terhadap rasio PTT/TAT.
107
107
Tabel 27 Korelasi setiap peubah yang diamati di tahun ke I
Gk kulit Dt Dl Kk PTT rasio PTT/TAT
Gk kulit 0.16 ns -0.007 ns Gk aril 0.090 ns 0.320 ns 0.090 ns 0.173 ns Bb 0.922** 0.794** pH aril 0.570** 0.281 ns Keterangan: ns : tidak berbeda nyata * : berbeda nyata pada taraf 5% ** : berbeda nyata pada taraf 1% Gk kulit : skor getah kuning di kulit luar buah Gk aril : skor getah kuning di aril Dt : diameter transversal buah Dl : diameter longitudinal buah Kk : kekerasan kulit buah Bb : bobot buah PTT : padatan total tertitrasi
Rasio PTT/TAT : rasio padatan terlarut total /total asam tertitrasi Tabel 28 Korelasi setiap peubah yang diamati di tahun ke II
Gk kulit Diameter Bobot Kk PTT/TAT
Gk kulit 0.400ns 0.057 ns Gk aril 0.580** 0.870** -0.114 ns Ca kulit -0.370 ns -0.363 ns -0.310 ns -0.320 ns Bobot 0.980** TAT -0.900** Keterangan: ns : tidak berbeda nyata * : berbeda nyata pada taraf 5% ** : berbeda nyata pada taraf 1% Gk kulit : skor getah kuning di kulit luar buah Gk aril : skor getah kuning di aril Ca kulit : persentase kandungan kalsium pada kulit buah Kk : kekerasan kulit buah PTT : padatan total terlarut TAT : total asam tertitrasi
108
108
Simpulan
1. Aplikasi berbagai kalsium yaitu CaCl2, Ca(OH)2, dan Ca(NO3)24H2O tanpa
atau dikombinasikan dengan zat pengkelat yaitu asam sitrat (CA) dan zat
pengatur tumbuh asam 1-naphthalene-acetic (NAA) di tahun I tidak efektif
mengurangi insiden getah kuning di kulit luar buah, namun efektif mengurangi
insiden getah kuning di aril buah. Skor getah kuning di aril buah lebih rendah
pada perlakuan penyemprotan CaCl2+NAA dan Ca(OH)2+NAA dan tidak
berbeda nyata dengan perlakuan yang lain kecuali dengan perlakuan CaCl2 +
CA dan Ca(NO3)24H2O + CA
2. Aplikasi CaCl2 pada berbagai dosis yang dikombinasikan dengan zat pengkelat
CA di tahun ke II efektif mengurangi insiden getah kuning baik di kulit luar
maupun di aril buah, namun tidak berbeda nyata di antara taraf dosis CaCl2.
3. Aplikasi 22.5 g/l CaCl2 menghasilkan kualitas buah yang layak ekspor dengan
daging buah tanpa getah kuning sebesar 100%.
4. Kandungan kalsium pada eksokarp, mesokarp dan endokarp buah di tahun I
berbeda nyata secara statistik. Kandungan kalsium yang tinggi pada eksokarp
mesokarp dan endokarp buah pada perlakuan Ca(OH)2+NAA menghasilkan
skor getah kuning yang rendah di aril buah. Di tahun ke II, kandungan kalsium
kulit buah (perikarp) pada perlakuan 22.5 g/l CaCl2 lebih tinggi dibanding
kontrol tetapi tidak berbeda nyata dengan penyempotan CaCl2 lainnya.
5. Penyemprotan buah di tahun I berpengaruh nyata terhadap sifat fisik dan kimia
buah manggis. Perlakuan penyemprotan buah dengan berbagai kalsium tidak
meningkatkan sifat fisik dan kimia buah manggis dibanding kontrol.
6. Penyemprotan buah di tahun ke II berpengaruh nyata terhadap sifat fisik dan
kimia buah manggis. Diameter transversal dan bobot buah tertinggi dijumpai
pada perlakuan kontrol, 15 dan 22.5 g/l CaCl2, nilai PTT pada perlakuan 5 g/l
CaCl2 lebih tinggi dibanding kontrol, sedangkan rasio PTT/TAT tertinggi
dijumpai pada perlakuan 22.5 g CaCl2.
109
BAB VII
PEMBAHASAN UMUM
Terjadinya Cemaran Getah Kuning pada Aril
Getah kuning merupakan salah satu faktor yang berperan menurunkan
kualitas buah manggis. Menurut Yaacob dan Tindall (1995) getah kuning
merupakan kelainan fisiologis dengan gejala daging buah tercemar getah
berwarna kuning. Getah kuning merupakan masalah utama dalam agribisnis
manggis saat ini. Getah kuning bukan hanya merusak penampakan dan kebersihan
kulit buah, tetapi juga menyebabkan daging buah (aril) menjadi pahit.
Sebelum penelitian ini dilakukan penyebab terjadinya getah kuning belum
diketahui secara pasti. Dari penelitian ini diketahui bahwa getah kuning
merupakan getah alami yang terdapat pada buah manggis, seperti yang dijumpai
pada ranting, tangkai daun, daun, dan kulit batang. Seluruh bagian tanaman akan
mengeluarkan eksudat getah kuning apabila dilukai. Getah kuning disekresi oleh
jaringan sekretori yang berupa kanal bercabang.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa struktur saluran sekretori getah
kuning yang dijumpai pada bunga, buah, tangkai buah, batang, dan daun manggis
memiliki tipe yang sama yaitu saluran/ kanal yang bercabang. Struktur saluran
getah kuning terdiri atas lumen besar yang dikelilingi oleh sel-sel epitelium yang
khas. Sesuai dengan pendapat Verheij (1972) yang menyatakan bahwa pada
manggis anggota famili Guttiferae hampir seluruh bagian tanamannya
mengeluarkan getah apabila dilukai.
Teori yang dibangkitkan dari hasil penelitian ini tentang bagaimana terjadinya
cemaran getah kuning pada aril dibangun oleh empat hal. Hal yang pertama yaitu:
pembentukan saluran getah. Menurut Esau (1974) terjadinya saluran getah terjadi
oleh diferensiasi sel parenkima dengan cara skizogen membentuk ruang, dan
ruangan bersambung membentuk saluran. Lamela tengah larut saat pembentukan
saluran getah secara skizogen. Dari hasil penelitian ini diperoleh saluran getah
kuning pada manggis berbentuk saluran memanjang dan bercabang. Pada saat
perkembangan buah, pembelahan sel menyebabkan kandungan kalsium pada tiap
sel perikarp terutama epitel saluran getah kuning rendah. Oleh karena lamela larut
110
110
saat pembentukan saluran getah dan rendahnya kandungan kalsium menyebabkan
sel epitel lemah.
Hal ke dua tentang bagaimana terjadinya cemaran getah kuning pada aril
adalah teori perkembangan buah. Di sini terjadi perbedaan pertumbuhan antara
biji dan aril dengan bagian perikarp buah selama fase pembesaran buah sehingga
terjadi desakan mekanik. Akibat desakan tersebut, sel epitel saluran getah di yang
lemah di endokarp akan rusak sehingga getah keluar mengotori aril.
Teori ke tiga yang membangkitkan terjadinya cemaran getah kuning pada
aril adalah faktor iklim. Perubahan dari musim kering ke musim penghujan
dengan adanya air yang tiba-tiba, akar akan banyak menyerap air sehingga
menimbulkan perubahan tekanan osmotik pada cairan getah dan sitoplasma sel
epitel sehingga adanya tekanan osmotik ini bisa menyebabkan sel epitel pecah.
Saat aplikasi dolomit dan penyemprotan berbagai kalsium pada tahun I pada saat
awal perkembangan buah bulan September-Oktober kondisi iklim dengan curah
hujan kering (18-55mm) dan pada saat panen Januari- Februari kondisi iklim
dengan curah hujan basah (98-167 mm) (Lampiran 2). Pada tahun ke II kondisi
iklim pada awal perkembangan buah bulan Oktober-November kondisi iklim
dengan curah hujan basah (146-116 mm) pada saat panen Februari- Maret kondisi
iklim dengan curah hujan basah (377-673 mm) (Lampiran 2). Hal ini
menunjukkan adanya perubahan dari musim kering ke musim penghujan.
Teori ke empat tentang bagaimana terjadinya cemaran getah kuning pada
aril adalah penelitian pemberian kalsium. Perlakuan kalsium menyebabkan
cemaran getah kuning menjadi lebih sedikit. Hal ini berrkaitan dengan bagaimana
cara pemberian kalsium. Pemberian kalsium dapat melalui pengapuran dan
penyemprotan langsung pada buah. Kandungan kalsium yang rendah pada tanah
dan pembelahan sel pada saat perkembangan buah menyebabkan rendahnya
kalsium pada dinding sel sehingga sel epitel saluran getah menjadi lemah.
Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh bahwa getah kuning
mengotori aril diduga karena rusaknya sel-sel epitelium penyusun saluran getah
di endokarp buah akibat tekanan turgor dan tekanan mekanik yaitu desakan
pertumbuhan aril dan biji ke arah luar selama fase pembesaran buah dan
kemungkinan bukan karena tekanan turgor sel perikarp, serangan serangga,
111
111
cendawan, ataupun bakteri. Hasil penelitian ini berbeda dengan pendapat Syah
(2007), Sunarjono (1998), Kurniadhi (2008) dan Nurcahyani (2000).
Syah et al. (2007) melaporkan getah kuning merupakan gejala fisiologis yang
berkaitan dengan turgorits sel yang menyusun kulit buah, yaitu pecahnya dinding
sel akibat perubahan tekanan turgor yang disebabkan oleh perubahan lingkungan
secara ekstrim. Sunarjono (1998) menyatakan bahwa getah kuning timbul akibat
tusukan Helopeltis antonii yang mengeluarkaan toksin sehingga daging buah atau
bekas tusukan menjadi kuning. Hal ini kemungkinan menyebabkan munculnya
spot getah kuning pada permukaan luar buah. Kurniadhi (2008) melaporkan
bahwa penyakit getah kuning bukanlah disebabkan oleh faktor fisiologis ataupun
hama, melainkan disebabkan oleh patogen. Berdasarkan hasil penelitian yang
pernah dilakukan di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, serangan getah kuning
pada buah manggis berkaitan dengan serangan cendawan Fusarium oxysforum.
Apabila cendawan tersebut menginfeksi buah manggis muda dengan bantuan kutu
buah, maka cendawan tersebut akan terinkubasi pada buah dalam jangka waktu
yang cukup lama, dan gejala getah kuning akan muncul setelah buah matang.
Sedangkan penelitian Nurcahyani (2005) melaporkan bahwa bakteri
Corynebacterium spp. berasosiasi dengan getah kuning pada buah manggis.
Pada hasil pengamatan diperoleh bahwa getah kuning mulai mengotori aril
pada saat buah berumur 14 minggu setelah antessis (MSA). Pada buah yang
arilnya terkena getah kuning, tampak rusaknya sel epitel saluran getah kuning.
Perubahan tekanan turgor selama fase pertumbuhan buah terkait dengan turgor
sel, sedangkan getah kuning bukan berada di dalam sel melainkan di dalam
saluran. Berdasarkan hasil penelitian, getah kuning mengotori aril keluar dari
saluran getah akibat rusaknya dinding sel epitel penyusun saluran getah.
Rusaknya dinding sel epitel diduga karena tekanan mekanik dari dalam akibat
perkembangan sel-sel aril dan biji selama fase perkebangan buah mulai dari umur
10 minggu setelah antesis (MSA).
Verheij (2002) melaporkan bahwa benturan pada saat panen dapat
menyebabkan keluarnya getah kuning dan mengotori aril buah. Pada saat buah
matang, getah kuning sudah mengering, sehingga tidak benar kalau getah kuning
mengotori aril.
112
112
Peran Kalsium Dalam Mengurangi Cemaran Getah Kuning
Kalsium merupakan salah satu unsur penting penguat dinding sel yang
berikatan dengan pektin sebagai komponen penyusun lamela tengah. Kalsium
merupakan elemen yang berkaitan dengan kelainan fisiologi (physiological
disorder) pada berbagai buah-buahan dan sayur-sayuran. Rendahnya kandungan
kalsium pada sel-sel penyusun kulit buah berkaitan dengan pecah buah (cracking)
dan sudah diteliti pada berbagai macam buah seperti leci, sweet cherry, dan tomat
(Huang et al., 2005; Brown et al., 1995; Astuti 2002). Pada fase perbesaran buah
diperoleh jumlah sel dan volume sel penyusun buah membesar sehingga perlu
lebih banyak tambahan kalsium. Kurangnya kalsium dan lemahnya dinding sel
penyusun sel-sel epitelium serta adanya tekanan mekanik dari dalam akibat
perkembangan sel-sel aril dan biji selama fase perkembangan buah mulai dari 10
minggu setelah antesis (MSA) menyebabkan rusaknya sel-sel epitelium
penyusun saluran getah di endokarp buah sehingga getah kuning mengotori aril.
Aplikasi kalsium ke dalam sel-sel penyusun jaringan buah pada penelitian
ini dilakukan dengan pemberian dolomit (CaMg(CO3)2) dengan berbagai dosis
melalui tanah dan penyemprotan buah manggis dengan berbagai kalsium yaitu
CaCl2, Ca(OH)2 dan Ca(NO3)24H2O tanpa dan dengan senyawa pengkelat dan
beberapa taraf dosis CaCl2 dengan pemberiaan senyawa pengkelat CA.
Aplikasi kalsium dengan pemberian dolomit (CaMg(CO3)2) melalui tanah
berpengaruh nyata terhadap peningkatan pH tanah, kandungan kalsium tanah,
eksokarp dan daun jika dibandingkan dengan kontrol. Sebelum perlakuan
dolomit, kondisi tanah latosol di Leuwiliang bersifat asam dengan pH sekitar 4
disertai dengan kandungan kalsium pada tanah yang cukup rendah sekitar 0.9
me/100g (Liferdi, 2007; Gunawan, 2007). Defisiensi kalsium sangat jarang
dijumpai, tetapi bisa terjadi pada tanah yang tingkat keasamannya tinggi (White,
dan Broadley, 2003). Oleh karena itu pengapuran dengan dolomit (CaMg(CO3)2)
melalui tanah pada penelitian ini perlu dilakukan. Skor getah kuning di kulit luar
buah di tahun ke II berkorelasi negatif dengan kandungan Ca di tanah. Hal ini
berarti bahwa, kandungan kalsium yang cukup tinggi di tanah efektif mengurangi
cemaran getah kuning pada kulit luar buah.
113
113
Kandungan kalsium pada daun dijumpai lebih tinggi jika dibandingkan
dengan kulit buah. Pemberian kapur dolomit berpengaruh nyata terhadap
kandungan kalsium pada daun. Kandungan kalsium pada daun akan semakin
meningkat seiring dengan peningkatan dosis kalsium yang diaplikasikan.
Kandungan kalsium pada daun dijumpai lebih tinggi dibandingan dengan
perikarp buah. Pada mangga terutama pada lahan yang kurang kalsium, aplikasi
kalsium pada tahap awal, sebagian besar kalsium diserap oleh daun. Sedangkan
pada aplikasi kalsium berikutnya diserap oleh buah (Wiston, 2009 komunikasi
pribadi). Kalsium diserap oleh akar dari larutan tanah dan diangkut ke pucuk
melalui xilem, yang bisa diangkut secara simplas ataupun apoplas. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilaporkan Ferguson dan Bollar. (1976), perlakuan pada
pucuk tanaman apel dengan media yang mengandung isotop kalsium, ternyata
kalsium tersebut diangkut ke pucuk tanaman melalui xilem dan sebagian kecil
ada yang diangkut melalui floem. Kalsium diangkut dari akar ke bagian pucuk
tanaman melalui aliran transpirasi (Marschner, 1995; Bangerth, 1979; Saure,
2005). Kebanyakan air ditranspirasikan melalui daun, sehingga kandungan
kalsium tinggi dijumpai dalam daun. Bagian buah tidak melakukan transpirasi
sebanyak daun, sehingga hanya sedikit kalsium terakumulasi dalam buah
(Marschner, 1995; Bangerth, 1979; Shear dan Faust, 1970).
Aplikasi pengapuran dolomit dosis 18 dan 24 ton/ha di tahun I dan dosis
17.5 ton/ha di tahun ke II efektif mengurangi cemaran getah kuning pada kulit
luar buah, namun tidak efektif mengurangi cemaran getah kuning pada aril buah.
Cemaran getah kuning pada buah diduga ada hubungannya dengan kandungan
kalsium pada perikarp buah. Perlakuan kapur dolomit di tahun I meningkatkan
kandungan kalsium pada eksokarp buah. Kalsium yang tinggi pada eksokarp
buah menyebabkan tegarnya dinding sel penyusun kulit luar buah sehingga
insiden getah kuning pada kulit luar buah menjadi lebih rendah. Namun
kandungan kalsium pada endokarp buah pada perlakuan kontrol lebih tinggi
dibanding perlakuan kapur dolomit. Di sini terlihat bahwa pola meningkatnya
kandungan kalsium pada eksokarp buah tidak seiring dengan kandungan kalsium
pada endokarp buah.
114
114
Aplikasi pengapuran dolomit tidak mempengaruhi kualitas sifat fisik dan
kimia buah, seperti diameter transversal dan longitudinal, bobot buah, bobot biji,
edible portion, tebal kulit, kekerasan kulit buah, padatan terlarut total (PTT), total
asam tertitrasi (TAT), rasio PTT/TAT, dan kandungan vitamin C buah manggis.
Hal ini ditunjukkan pula oleh penelitian yang dilaporkan Alissa (2001) bahwa
aplikasi dolomit pada tanaman tomat tidak efektif meningkatkan padatan terlarut
total dan kekerasan kulit buah.
Aplikasi berbagai kalsium yaitu CaCl2, Ca(OH)2, dan Ca(NO3)24H2O
tanpa atau dikombinasikan dengan zat pengkelat yaitu asam sitrat (CA) dan zat
pengatur tumbuh yaitu, asam 1-naphthalene-acetic (NAA) dengan frekuensi
pengulangan penyemprotan melalui buah pada minggu ke 2, 4, 6, 8, dan 10
setelah antesis di tahun I tidak efektif mengurangi insiden getah kuning di kulit
luar buah, namun efektif mengurangi insiden getah kuning di aril buah. Skor
getah kuning di aril buah lebih rendah pada perlakuan penyemprotan
CaCl2+NAA dan Ca(OH)2+NAA dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan yang
lain kecuali dengan perlakuan CaCl2 + CA dan Ca(NO3)24H2O + CA. Di sini
terlihat bahwa tipe kalsium Ca(OH)2 lebih berperan menurunkan getah kuning di
aril dibanding Ca(NO3)24H2O. Respon tanaman terhadap tipe kalsium untuk
mengurangi pecah buah tidak sama. Callan (1986) melaporkan bahwa Ca(OH)2
lebih efektif dibandingkan CaCl2 menurunkan laju pecah buah pada sweet cherry,
sedangkan pada penelitian Huang (2005) dilaporkan bahwa larutan Ca(NO3)2
lebih efektif menurunkan pecah buah pada leci dibandingkan CaCl2.
Pemberian zat pengatur tumbuh NAA pada penelitian ini dijumpai lebih
nyata pengaruhnya menurunkan skor getah kuning di aril dibanding agen
pengkelat (CA). Zat pengatur tumbuh NAA mampu meningkatkan transpor dan
akumulasi kalsium ke dalam buah. Transpor kalsium ke buah melalui floem pada
fase ke-dua perkembangan buah, sedangkan fase pertama, kalsium diangkut ke
buah melalui xilem bersamaan dengan aliran transpirasi (Marcelle dan Clijster,
1978). Namun, pemberian kalsium dengan senyawa pengkelat lebih baik
dibanding dengan aplikasi kalsium tunggal tanpa pengkelat. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilaporkan oleh Combrink et al. (1995) dan Brown et al,
(1995) dalam Huang et al., (2005), bahwa pemberian kalsium dengan senyawa
115
115
pengkelat dapat mengurangi pecah buah pada melon dan sweet cherry. Huang
(2005) melaporkan bahwa penambahan senyawa pengkelat CA dan zat pengatur
tumbuh NAA terhadap CaCl2 dapat mengurangi pecah buah pada leci
dibandingkan dengan CaCl2 tunggal.
Pada penelitian ini, kalsium langsung diaplikasikan ke buah, karena jika
diaplikasikan melalui daun tidak menjamin akan meningkatkan kalsium di buah.
Hal ini berkaitan dengan sifat kalsium yang imobil dan sangat sedikit
kemungkinannya diangkut melalui floem (Bangerth, 1979). Larutan kalsium
berpenetrasi ke buah lewat kutikula, stomata, lenti sel, dan pangkal trikoma.
Kalsium diangkut masuk melalui difusi secara apoplas yaitu melalui sistim
dinding sel dan ruang antar sel ke dalam perikarp buah (Saure, 2005; Glenn et al,
1985). Dinamika dan faktor-faktor yang mempengaruhi lintasan atau penyerapan
kalsium ke dalam buah hingga saat ini masih belum seluruhnya difahami (Saure,
2005). Saure (2005) melaporkan bahwa konsentrasi kalsium pada buah apel dapat
berubah selama perkembangan buah dan tidak seragam di seluruh bagian buah.
Pada buah matang, konsentrasi kalsium tertinggi pada buah apel dijumpai pada
kulit, dan paling rendah pada daging buah.
Dinding sel buah bervariasi dalam hal ketebalan dan bekait terhadap umur
dan tipe sel. Umumnya, sel muda memiliki dinding sel lebih tipis dibanding sel
tua. Berdasarkan perkembangan dan strukturnya dinding sel dibedakan kedalam
tiga bagian yaitu lamela tengah, dinding primer, dan dinding sekunder. Lamela
tengah tersusun atas senyawa pektat yang berikatan dengan kalsium yang menjaga
ketegaran dinding sel. Senyawa pektat dapat dijumpai dalam tiga bentuk yaitu
protopektin, pektin, dan asam pektat yang berikatan dengan senyawa polimer
terutama asam uronat. Asam pektat tersebut bersifat sangat hidrofilik, sehingga
memungkinkan memelihara keadaan hidrasi tinggi pada dinding buah muda
(Esau, 1974). Masuk dan keluarnya ion dan air ke dalam protoplasma sel
tanaman harus melewati dinding sel. Dinding sel umumnya bermuatan negatif,
sehingga dapat berinteraksi berbeda dengan kation dan anion (Nobel, 1999).
Aplikasi kalsium pada buah ditambahkan senyawa surfaktan yaitu pro stiker yang
bersifat non ionik (tidak bermuatan) yang berfungsi membasahi senyawa kalsium
sehingga mudah berpenetrasi ke dalam perikarp buah. Senyawa kimia penyusun
116
116
dinding sel terutama adalah selulosa, pektin, hemiselulosa dan lignin, sedangkan
senyawa kutikula, kutin, suberin dan lilin merupakan komponen dinding sel
epidermis buah atau eksokarp (Esau, 1974; Nobel, 1999; Taiz dan Zeiger, 1991).
Aplikasi CaCl2 pada berbagai dosis yang dikombinasikan dengan zat
pengkelat CA dengan frekuensi pengulangan penyemprotan melalui buah pada
minggu ke 2, 4, 6, 8, 10, 12, dan 14 setelah antesis di tahun II efektif mengurangi
insiden getah kuning baik di kulit luar maupun di aril buah, namun tidak berbeda
nyata di antara taraf dosis CaCl2. Perlakuan taraf dosis yang berbeda ini sesuai
dengan penelitian Schlegel dan Schonerr (2002) dalam Saure (2005) yang
melaporkan bahwa penetrasi kalsium melalui buah tidak semata bergantung pada
permeabilitas kutikula buah, tetapi juga terhadap konsentrasi dan jumlah larutan
yang disemprotkan. Pada penelitian ini, penyemprotan buah dengan hand-sprayer
dilakukan sampai buah basah dengan volume sekitar 10 ml/buah.
Pada penelitian ini pemberian kalsium dilakukan dengan penyemprotan
melalui buah pada minggu ke 2, 4, 6, 8, dan 10 setelah antesis untuk tahun I
sedangkan untuk tahun ke II dilakukan penyemprotan pada minggu ke ke 2, 4, 6,
8, 10, 12, dan 14 setelah antesis. Pengulangan penyemprotan ini bertujuan agar
konsentrasi kalsium meningkat di perikarp buah. Huang et al. (2005)
melaporkan aplikasi CaCl2 dengan frekuensi pengulangan yaitu pada saat minggu
ke 4, 6 dan 8 setelah bunga mekar pada leci lebih efektif mengurangi pecah buah
dibanding kontrol. Pada tomat, frekuensi 2 kali dan 3 kali penyemprotan garam
kalsium CaCl2 prapanen dapat meningkatkan kandungan kalsium pada buah
tomat dari 0.843 mg/g pada kontrol menjadi 0.907 mg/g pada 2 kali aplikasi dan
0.977 mg/g pada 3 kali aplikasi (Astuti, 2002). Selanjutnya Marschner (1995)
mengemukakan karena sifat imobilitas kalsium, maka aplikasi penyemprotan
berulang kali ke buah akan lebih efektif.
Kandungan kalsium pada eksokarp, mesokarp dan endokarp buah di tahun
I berbeda nyata secara statistik. Kandungan kalsium tertinggi pada eksokarp buah
dijumpai pada perlakuan Ca(OH)2+NAA dan Ca(OH)2 +CA+NAA. Kandungan
kalsium pada mesokarp buah tertinggi juga dijumpai pada perlakuan Ca(OH)2+
NAA, sedangkan kandungan kalsium pada endokarp tertinggi dijumpai pada
perlakuan Ca(NO3)24H2O+CA+NAA. Kandungan kalsium yang tinggi di
117
117
eksokarp dan mesokarp pada perlakuan Ca(OH)2+NAA, diduga berkaitan dengan
rendahnya skor getah kuning di aril. Di tahun ke II, kandungan kalsium kulit
buah (perikarp) pada perlakuan 22.5 g CaCl2 lebih tinggi dibanding kontrol tetapi
tidak berbeda nyata dengan penyempotan CaCl2 lainnya. Pada tomat,
penyemprotan CaCl2 prapanen dapat meningkatkan kandungan kalsium pada buah
tomat (Astuti, 2002), sedangkan pada buah leci, varietas yang resisten pecah buah
dijumpai kandungan kalsium di perikarp yang lebih tinggi dibandingkan dengan
varietas yang rentan.
Jika dibandingkan dengan kontrol, perlakuan penyemprotan berbagai
kalsium tidak meningkatkan diameter transversal maupun diameter longitudinal
buah, bobot buah dan bobot biji. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
Callan (1986) yang melaporkan bahwa aplikasi berbagai kalsium pada tanaman
sweet cherry tidak berpengaruh terhadap ukuran buah.
Penyemprotan buah di tahun ke II berpengaruh nyata terhadap sifat fisik
dan kimia buah manggis. Diameter transversal dan bobot buah tertinggi dijumpai
pada perlakuan kontrol, 15 dan 22.5 g/l CaCl2, nilai PTT pada perlakuan 5 hingga
30 g/l CaCl2 lebih tinggi dibanding kontrol, sedangkan rasio PTT/TAT tertinggi
dijumpai pada perlakuan 22.5 g CaCl2. Nilai padatan total terlarut (PTT) dapat
digunakan untuk menduga tingkat kemanisan buah. Sjaifullah (1986) menyatakan
bahwa padatan total terlarut mencerminkan rasa manis sekaligus menunjukkan
derajat kematangan buah. Ion kalsium berperan didalam regulasi dan sintesis α-
amilase pada barley dan padi (Jones & Carbonell, 1984; Mitsui et al., 1984). Oleh
karena itu semakin tinggi kadar enzim α- amilase maka hidrolisis zat pati menjadi
gula akan semakin meningkat sehingga tingkat kemanisan buah dipengaruhi oleh
kandungan kalsium di dalam buah. Rasio gula/asam merupakan salah satu
parameter untuk menilai mutu buah (Lodh & Pantastico, 1986).
Dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa aplikasi kalsium melalui
pengapuran dolomit dan penyemprotan berbagai kalsium terhadap buah dapat
mengurangi camaran getah kuning pada buah. Pada aplikasi dolomit lewat tanah
selain memerlukan waktu yang lama, dosis yang diberikan terlalu tinggi dan
kalsium juga lebih banyak di bawa ke daun, sehingga hanya sedikit yang
terakumulasi di buah. Penyemprotan berbagai kalsium langsung ke buah sangat
118
118
sulit diaplikasikan, jika diperlakukan di kebun manggis yang cukup luas, karena
memerlukan tenaga kerja yang trampil. Dari penelitian ini telah diketahui bahwa
pemberian kalsium dapat menurunkan insiden getah kuning pada manggis. Tetapi
cara aplikasi kalsium yang dilakukan kurang efektif dan ekonomis. Karena itu
perlu penelitian lebih lanjut untuk cara pemberian kalsium agar lebih efektif dan
ekonomis.
119
VIII
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Tipe saluran getah kuning pada bunga, buah, batang dan daun manggis adalah
saluran/kanal yang bercabang. Pengamatan ultrastruktur menunjukkan bahwa
saluran sekretori getah kuning dikelilingi oleh sel-sel epitelium yang khas,
merupakan sel hidup yang sitoplasmanya dipadati oleh organel plastida,
mitokondria, dan badan golgi.
2. Getah kuning mengotori aril diduga karena rusaknya sel-sel epitelium
penyusun saluran getah di endokarp buah yang terjadi secara skizogen
sehingga tidak memiliki lamela tengah dan diikuti dengan tekanan mekanik
yaitu desakan pertumbuhan aril dan biji ke arah luar selama fase pembesaran
buah dan tekanan osmotik serta rendahnya kandungan Ca dan pH tanah dan
kemungkinan bukan karena tekanan turgor sel, serangan serangga, cendawan,
ataupun bakteri.
3. Getah kuning yang dikoleksi dari kulit batang, kulit luar buah, perikarp buah
muda, aril buah dewasa dan aril buah muda menunjukkan hasil uji positif
terhadap senyawa triterpenoid, flavonoid dan tanin, akan tetapi menunjukkan
uji negatif terhadap senyawa alkaloid, saponin, dan steroid, kecuali getah
kuning pada aril buah muda menunjukkan uji positif terhadap senyawa
steroid.
4. Aplikasi pengapuran dolomit dosis 18 dan 24 ton/ha di tahun I dan dosis 17.5
ton/ha di tahun ke II efektif mengurangi cemaran getah kuning pada kulit
luar buah, namun tidak efektif mengurangi cemaran getah kuning pada aril
buah. Aplikasi pengapuran dolomit tidak berpengaruh terhadap kualitas fisik
dan kimia buah.
5. Aplikasi berbagai kalsium yaitu CaCl2, Ca(OH)2, dan Ca(NO3)24H2O dengan
cara penyemprotan pada buah di tahun I tidak efektif mengurangi insiden
getah kuning di kulit luar buah, namun efektif mengurangi insiden getah
kuning di aril buah. Aplikasi CaCl2 pada berbagai dosis di tahun ke II efektif
120
120
mengurangi insiden getah kuning baik di kulit luar maupun di aril buah,
namun tidak berbeda nyata di antara taraf dosis CaCl2.
Saran
1. Pada perikarp buah perlu dilakukan analisis kandungan ion kalsium bebas dan
kalsium terikat pada perlakuan pengapuran dolomit dan penyemprotan
berbagai kalsium pada berbagai fase umur buah sehingga dapat diperoleh
penafsiran yang lebih baik terhadap hasil penelitian.
2. Perlu diteliti lebih lanjut tekanan turgor buah pada fase perkembangan buah
sehingga dapat menjelaskan kapan pecahnya dinding sel epitel saluran getah
kuning.
3. Perlu diteliti uji kuantitatif kandungan senyawa kimia getah kuning.
Ucapan Terima Kasih
Penelitian ini merupakan bagian dari proyek penelitian Pusat Kajian Buah-
buahan Tropika (PKBT) Institut Pertanian Bogor melalui Riset Unggulan
Strategis Nasional (RUSNAS) yang didanai oleh Dewan Riset Nasional. Untuk
itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktur Pusat Kajian Buah-
buahhan Tropika IPB dan Kementrian Negara Riset dan Teknologi atas bantuan
dananya. Ucapan terima kasih disampaikan juga kepada BPPS Departemen
Pendidikan Nasional yang telah memberikan beasiswa program doktor.
121
DAFTAR PUSTAKA
Alissa. 2001. Pengaruh aplikasi kalsit dan dolomit terhadap kualitas dan daya
simpan buah tomat (Lycopersicon esculentum Mill.). [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Asano J, Chiba K, Tada M, Yoshii T. 1996. Cytotoxic xanthones from Garcinia
hanburyi. Phytochemistry 41(3):815-820. Astuti YA. 2002. Pengaruh frekuensi aplikasi CaCl2 prapanen terhadap kualitas dan
daya simpan buah tomat. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Bangerth F. 1979. Calcium-related physiological disorders of plants. Ann. Rev.
Phytopathol. 17:97-122. Barasa F. 2009. Pengaruh penyemprotan kalsium klorida (CaCl2) terhadap kondisi
getah kuning buah manggis (Garcinia mangostana L.). (Skripsi). Departemen Budi Daya Pertanian. Faperta. IPB. Bogor.
Baur P. 1999. Surfactant effects on cuticular penetration of neutral polar
compounds:dependence on humidity and temperature. J.Agric.Food Chem. 47:753-761.
Behnke HD, Herrmann S. 1978. Fine structure and development of laticifers in
Gnetum gnemon L. Protoplasma 95:371-384. Bradfield EG. 1976. Calcium complexes in the xylem sap of apple shoots. Plant
and Soil 44:495-499. Brown GS, Wilson S, Boucher W, Graham B, McGlasson B. 1995. Effects of
copper- calcium sprays on fruit cracking in sweet cherry (Prunus avium). Scientia Horticulturae 62:75 – 80.
Bush DS. 1993. Regulation of cytosolic calcium in plants. Plant Physiol. 103:7-13. Buckman HO, Brady NC. 1969. The Nature and Properties of Soils. New York:
Macmillan Co. Callan, NW. 1986. Calcium hydroxide reduces splitting of ‘Lambert’ sweet cherry.
J. Amer. Soc. Horti. Sci. 111:173-175. Cass DD. 1985. Origin and development of the non-articulated laticifers of
Jatropha dioica. Phytomorphology 35:133-140. Chairungsrilerd N, Takeuchi K, Ohizumi Y, Nozoe S, Ohta T. 1996. Mangostanol,
a prenyl xanthone from Garcinia mangostana. Phytochemistry 43:1099-1102.
122
122
Chiu TF. 1980. Calcium-45 mobility in young apple trees grown under different nutrient-calcium condition. Jour. Agric,Res. China 29:183-194.
Ciccarelli D, Andreucci AC, Pagni AM. 2001. Translucent glands and secretory
canal in Hypericum perforatum L. (Hypericaceae): morphological, anatomical and histochemical studies during the course of ontogenesis. Ann. Bot. 88:637-644.
Collings GH. 1955. Commercial Fertilizer. Fifth Edition. New York: MC. Graw-Hill
Book Company, Inc.
Cutting JGM, Bower JP. 1990. Relationship between auxin transport and calcium allocation in vegetative and reproductive flushes in avocado. Acta Horticulturae 275: 469-476.
Deptan. 2005. Luas Panen, produktivitas dan produksi manggis tahun 2003.
http//www.deptan.go.id/ditbuah/. [2 Nop 2005]. Deptan. 2008a. Ekspor hortikultura Indonesia: Nilai dan Volume Ekspor Buah-
buahan. http//www.deptan.go.id. [20 Sep 2008]. Dickison WC. 2000. Integrative Plant Anatomy. Tokyo: Academic Press. Dirjen Hortikultura. 2007. Vandemekum Manggis. Jakarta: Direktorat Budidaya
Tanaman Buah Direktorat Jenderal Hortikultura. Dorly, S. Tjitrosemito, R. Poerwanto, Juliarni. 2008. Secretory duct structure and
phytochemistry compounds of yellow latex in mangosteen fruit. HAYATI Journal of BioScience 15: 99-104.
Ehret DL, Ho LC. 1986. Translocation of calcium in relation to tomato fruit growth.
Ann. Bot. 58:679-688. Epstein E. 1961. The essential role of calcium in selective cation transport by plant
cells. Plant Physiol. 36:437-444. Esau K. 1974. Plant Anatomy. 2 nd ed. New Delhi: Wiley Eastern Private Ltd. Fahn A. 1990. Plant Anatomy. London: Butterworth-Heinemann Ltd. Fatmawati F. 2006. Pengaruh teras, pupuk kandang dan kapur terhadap
pertumbuhan vegetatif, produktivitas dan kualitas buah manggis (Garcinia mangostana L.). [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Felle. H. 1998. Ca
12+ - Selective Microelectrodes and Their Application to Plant Cells and Tissues. Plant Physiol 91:1239 – 1242.
123
123
Ferguson IB, Bollard EG. 1976. The movement of calcium in woody stems. Ann.Bot. 40:1057-1065.
Fernandez RT., Flore JA. 1998. Intermittent apllication of CaCl2 to control rain
cracking of sweet cherry. In: Ystaas J. (ed.). Proceedings of the 3 th
International Symposium on Cherry Plants. ISHS. Acta Hort. 468:683-689. Glenn GM, Poovaiah BW, Rasmussen HP. 1985. Pathways of calcium penetration
through isolated cuticles of golden delicious apple fruit. J. Amer. Soc. Hort. Sci. 110:166-171.
Glenn GM, Poovaiah BW. 1989. Cuticular properties and postharvest calcium
applications influence cracking of sweet cherries J. Amer. Soc. Hort. Sci. 144 (5): 781 – 788.
Gopalakrishnan G, Balaganesan B. 2000. Two novel xanthones from Garcinia
mangostana. Fitoterapia 71:607-609. Gunawan E. 2007. Hubungan agroklimat dengan fenofisiologi tanaman dan kualitas
buah manggis di lima sentra produksi di pulau Jawa. [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Guttridge CG, Bradfield EG, Holder R. 1981. Dependence of calcium transport into
strawberry leaves on positive pressure in the xylem. Ann. Bot. 48:473-480. Hadisutrisno B. 2002. Strategi pengendalian penyakit utama pada manggis:
Penyakit getah kuning selayang pandang. Makalah disampaikan dalam Seminar Agribisnis Manggis 24 Juni 2002. Hotel Salak, Bogor.
Hao BZ, Wu JL. 2000. Laticifer differentiation in Hevea brasiliensis: Induction by
exogenous jasmonic acid and linolenic acid. Ann. Bot. 85:37-43. Harborne JB. 1987. Phytochemical Methods. 2nd ed. London: Chapman and Hall
Ltd. Harborne JB. 1988. Introduction to Ecological Biochemistry. 3th ed. London:
Academic Press. Hardjowigeno S. 203. Ilmu Tanah. Jakarta: CV Akademi Pressindo. Harker FR, Venis MA. 1991. Measurement of intacellular and extracellular free
calcium in apple fruit cells using calcium-selective microelectrodes. Plant, Cell and Environment. 14:525-530.
Harrold JT. 1935. Comparative study of the developing and aborting fruits of
Prunus persica. Bot. Gaz. 96:505-520.
124
124
Hawker J.S, Buttrose MS. 1980. Development of the almond nut (Prunus dulcis (Mill.) D.A. Webb). Anatomy and chemical composition of fruit parts from anthesis to maturity. Ann. Bot. 46:313-321.
Hopping ME. 1976. Structure and development of fruit and seeds in Chinese gooseberry (Actinidia chinensis Planch.). New Zealand Journal of Botany. 14:63-68.
Huang X et al. 2005. An Overview of Calcium’s Role in Lychee Fruit Cracking.
In: Chomchalow N and Sukhvibul N (eds.). Proceedings of the II nd
International Symposium on lychee, Longan, Rambutan, and Other Sapindaceae Plants. Chiang Mai, Thailand, Agt. 25-28, 2003. Belgium: ISHS. pp:231-240.
Johansen D.A. 1940. Plant Microtechnique. New York: McGraw-Hill Book
Company, Inc. Jones RGW, Lunt OR, 1967 The function of calcium in plants. Bot Rev. 33:407-426. Jones RL, Carbonell J. 1984. Regulation of the synthesis of barley aleurone α-
amylase by gibberellic acid and calcium ions. Plant physiol. 76:213-218. Kanwar JS, Rajput MS, Bajwa MS. 1972. Sun-burning and skin-cracking in some
varieties of litchi (Litchi chinensis Sonn.) and the factors affecting them. Indian. J. Agric. Sci. 42:772-775.
Kartika JG. 2004. Studi pertumbuhan buah, gejala getah kuning dan burik pada
buah manggis (Garcinia mangostana L.). [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Ketsa S, Atantee S. 1998. Phenolics, lignin, peroxidase activity and increased
firmness of damaged pericarp of mangosteen fruit after impact. Postharvest Biology and Technology 14 (1998 ) : 117 – 124.
Konno H, Yamaya T, Yamasaki Y, Matsumoto H. 1984. Pectic polysaccaride
breakdown of cell walls in cucumber root grown with calcium starvation. Plant Physiol. 76:633-637.
Kraemer T, Hunsche M, Noga G. 2009. Cuticular calcium penetration is directly
related to the area covered by calcium within droplet spread area. Scientia Horticulturae 120:201-206.
Kurniadhi. 2008. Penyakit getah kuning kendala ekspor buah manggis.
http:/www.mitra-bisnis.biz/newsview.php/id=464 [6 Sep 2004] Lan L.A. 1984. The embryology of Garcinia mangostana L. (Clusiaceae). Gard.
Bull. Sing. 37 (1): 93-103.
125
125
Liferdi. 2007. Diagnosisstatus hara menggunakan analisis daun untuk menyusun rekomendasi pemupukan pada tanaman manggis (Garcinia mangostana L.). [Disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Limami A, Lamaze T. 1991. Calcium (45Ca) accumulation and transport in chicory
(Cichorium intybus L.) root during bud development (forcing). Plant and Soil 138:115-121.
Lodh SB, Pantastico Er B. 1986. Perubahan-perubahan Fisikokimiawi Selama
Pertumbuhan Organ-organ Penimbun. Hal. 64-87. Dalam Er B Pantastico (ed.). Fisiologi Pasca panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Subtropika. Yogyakarta: Gadjah Mada Univ. Press.
Mahlberg PG. 1959. Development of non-articulated laticifer in proliferated
embryos of Euphorbia marginata Pursh. Phytomorphology. 9:156-162. Mahlberg PG. 1961. Embryogeny and histogenesis in Nerium oleander. II. Origin
and development of non-articulated laticifer. Amer. J. Bot. 48:90-99. Mahlberg PG, Sabharwal PS. 1967. Mitosis in the non-articulated laticifer of
Euphorbia marginata. Amer. J. Bot. 54:465-472. Mahlberg PG, Sabharwal PS. 1968. Origin and early development of non-
articulated laticifer in embryos of Euphorbia marginata. Amer. J. Bot. 55:375-381.
Marcelle R, Clijsters H. 1978. Effects of growth regulators on the absorption and
distribution of calcium in fruits. Acta Horticulturae 80:353-360. Marschner H. 1995. Mineral Nutrition of Higher Plants. 2nd ed. New York:
Academic Press. Martin D, Tholl D, Gershenzon J, Bohlmann J. 2002. Methyl jasmonate induces
traumatic resin ducts, terpenoid resin biosynthesis, and terpenoid accumulation in developing xylem of norway spruce stems. Plant Physiol. 129:1003-1018.
McGarvey DJ, Croteau R. 1995. Terpenoid metabolism. The Plant Cell 7:1015-
1026. Mitsui T, Christeller JT, Nishimura IH, Akazawa T. 1984. Possible roles of calcium
and calmodulin in the biosynthesis and secretion of α-amylase in rice seed scutellar epithelium. Plant Physiol. 75:21-25.
Monacelli B, Valletta A, Rascio N, Moro I, Pasqua G. 2005. Laticifers in
Campthotheca acuminata Decne: distribution and structure. Protoplasma 226:155-161.
126
126
Moongkarndi P, Kosem N, Kaslungka S, Luanratana O, Pongpan N, Neungton N.
2004. Antiproliferation, antioxidation and induction of apoptosis by Garcinia mangostana (mangosteen) on SKBR3 human breast cancer cell line. Journal of Ethnopharmacology 90:161-166.
Morrison JC, Polito VS. 1985. Gum duct development in almond fruit, Prunus
dulcis (Mill.) D.A. Webb. Bot. Gaz. 146:15-25. Mourao KSM, Beltrati CM. 2000. Morphology and anatomy of developing fruits
and seeds of Mammea americana L. (Clusiaceae). Rev. Bras. Biol. 60:1-12. Nagy NE, Franceschi VR, Solheim H, Krekling T, Christiansen E. 2000. Wound-
induced traumatic resin duct development in stem of norway spruce (Pinaceae): anatomy and cytochemical traits. Amer. J. Bot. 87:302-313.
Nakasone HY, Paull RE. 1977. Tropical Fruit. New York: Cab International. Nasution DA. 2006. Pengembangan sistem evaluasi buah manggis secara non
destruktif dengan gelombang ultrasonik. [Disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Nessler CL, Mahlberg PG. 1978. Laticifer ultrastructure and differentiation in
seedlings of Papaver bracteatum Lindl., population arya II (Papaveraceae). Amer. J. Bot. 65:978-983.
Nilar, Nguyen LHD, Venkatraman G, Sim KY, Harrison LJ. 2005. Xanthones and
benzophenones from Garcinia griffithii and Garcinia mangostana. Phytochemistry 66:1718-1723.
Nobel PS. 1999. Plant Physiology. 2nd ed. New York: Academic Press Nurcahyani Y. 2005. Identifikasi bakteri yang berasosiasi dengan getah kuning
pada buah manggis. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Ognjanov V et al. 1995. Anatomical and biochemical studies of fruit development
in peach. Scientia Horticulturae 64:33-48. Palzkill DA, Tibbitts TW, Williams PH. 1976. Enhancement of calcium transport to
inner leaves of cabbage for prevention of tipburn. J. Amer. Soc. Hort. Sci. 101:645-648.
Pankasemsuk T, Garner Jr JO, Matta FB, Silva JL. 1996. Translucent flesh disorder
of mangosteen fruit (Garcinia mangostana L.). HortScience 31:112-113. Parveen M, Khan NUD. 1988. Two xanthones from Garcinia mangostana.
Phytochemistry 27:3694-3696.
127
127
Parveen M, Khan NUD, Achari B, Dutta PK. 1991. A triterpen from Garcinia mangostana. Phytochemistry 30:361-362.
Pearson RW, Adams F. 1967. Soil Acidity and Liming. Madison: American
Society of Agronomy, Publisher. PKBT. 2007. Standar Operasional Prosedur Manggis (Garcinia mangostana).
Bogor: Pusat Kajian Buah-buahan Tropika, LPPM-IPB. Pusat Penelitian Tanah. 1982. Kriteria Penilaian Data Analisis Sifat Kimia Tanah.
Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
Qanytah. 2004. Kajian perubahan mutu buah manggis (Garcinia mangostana L.)
dengan perlakuan precooling dan penggunaan giberelin selama penyimpanan. [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Rachmilevitz T, Fahn A. 1982. Ultrastructure and development of the laticifers of
Ficus carica L. Ann. Bot 49: 13-22. Rai IN, Poerwanto R, Darusman LK, Purwoko BS. 2006. Perubahan kandungan
giberelin dan gula total pada fase-fase perkembangan bunga manggis. Hayati 13:101-106.
Richards AJ. 1990. Studies in Garcinia, dioecious tropical forest trees:the origin of
the mangosteen (Garcinia mangostana L.). Botanical Journal of The Linnean Society 103: 301-308.
Rigney CJ, Wills RBH. 1981. Calcium movement, a regulating factor in the
initiation of tomato fruit ripening. HortScience 16:550-551. Rosowski JR. 1968. Laticifers morphology in mature stem and leaf of Euphorbia
supina. Bot. Gaz. 129:113-120. Ryugo K. 1988. Fruit Culture: Its Science and Art. New York: John Wiley & Son. Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan jilid III. Bandung: Penerbit
ITB. Samanani N, Alcantara J, Bourgault R, Zulak KG, Facchini PJ. 2006. The role of
phloem sieve elements and laticifers in the biosynthesis and accumulation of alkaloids in opium poppy. The Plant Journal 47:547-563.
Sanchez PA. 1976. Properties and Management of Soil in the Tropics. New York:
John Wiley & Sons, Inc.
128
128
Sandra. 2007. Pengembangan pemutuan buah manggis untuk ekspor secara non destruktif dengan jaringan syaraf tiruan. [Disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Satuhu S. 2004. Penanganan dan Pengelolaan Buah. Jakarta: Penebar Swadaya. Saure MC. 2005. Calcium translocation to fleshy fruit: its mechanism and
endogenous control. Scientia Horticulturae 105:65-89. Schonherr J, Bukovac MJ. 1972. Penetration of stomata by liquids. Plant Physiol.
49:813-819. Sekse L. 1995. Fruit cracking in sweet cherries (Prunus avium L.), some
physiological aspects – a mini review. Scientia Horticulturae 63:135-141. Sekse L. 1998. Fruit cracking mechanism in sweet cherries (Prunus avium L.) a
review. In: Ystaas J. (ed.). Proceedings of the 3 th International Symposium on Cherry Plants. ISHS. Acta Hort. 468:637-648.
Sekse L, Bjerke KL.,Vangdal E. 2005. Fruit cracking in sweet cherries – an
integrated approach. In: Lang GA. (ed.). Proceedings of the 4 th
International Symposium on Cherry Plants. ISHS. Acta Hort. 667:471-474. Setterfield G, Bayley ST. 1961. Structure and physiology of cell walls. Annu. Rev.
Plant.Physiol. 12:35-62. Sharma RR, Singh R. 2009. The fruit pitting disorder-a physiological anomaly in
manggo (Mangifera indica L.) due to deficiency of calcium and boron. Scientia Horticulturae 119 :388-391.
Shear CB, Faust M. 1970. Calcium transport in apple trees. Plant Physiol. 45:670-
674. Shear CB. 1975. Calcium-related disorders of fruits and vegetables. HortScience.
10:361-365. Sidik P. 2004. Kualitas buah manggis (Garcinia mangostana) dari lima lokasi
sentra produksi di pulau Jawa. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Soelberg J, Jorgensen LB, Jager AK. 2007. Hyperforin accumulates in the
translucent glands of Hypericum perforatum. Annals of Botany 99:1097-1100.
Soepardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Ilmu Tanah. Bogor: Fakultas
Pertanian-IPB. Song WY, Zhang ZB, Shao HB, Guo XL, Cao HX, Zhao HB, Fu ZY, Hu XJ. 2008.
Relationship between calcium decoding elements and plant abiotic-stress resistance. Int.J.Biol.Sci. 4:116-125.
129
129
Srivastata LM. 2002. Plant Growth and Development Hormones and Environment.
New York: Academic Press. Sunarjono H. 1998. Prospek Berkebun Buah. Jakarta: Penebar Swadaya. Syah MJA, Ellina M, Titin, Dewi, Firdaus U. 2007. Teknologi Pengendalian Getah
Kuning pada Buah Manggis. Search http//www.pustaka-deptan.go.id/inovasi/kl070102.pdf. [16 Juni 2008].
Taiz L, Zeiger E. 1991. Plant Physiology. New York: Cummings Publishing Co,
Inc. Topcu G, Tan N, Ulubelen A, Sun D, Watson WH. 1995. Terpenoids and
flavonoids from the aerial parts of Salvia candidissima. Phytochemistry 40:501-504.
Tukey HB. 1939. Histological study of the developing fruit of the sour cherry. The
Botanical Gazette 100: 723-749. Verheij EWM. 1992. Garcinia mangostana L. In: Verheij EWM, Coronel RE
(eds.) PROSEA, Edible Fruits and Nuts. Wageningen: Pudoc. pp. 177-181. Verner L. 1938. Histology of apple fruit tissue in relation to cracking. Journal of
Agricultural Research. 57:813-824. White PJ, Broadley MR. 2003. Calcium in plants. Ann. Bot. 92:487-511. White PJ. 2001. The pathways of calcium movement to the xylem. J. Exp. Bot.
52:891-899. Wittler GH, Mauseth JD. 1984. The ultrastructure of developing latex ducts in
Mammillaria hyderi (Cactaceae). Amer. J. Bot. 71:100-110. Yaacob O, Tindall HD. 1995. Mangosteen Cultivation. FAO Plant Production and
Protection Paper 129. 1st ed. Belgium: Food and Agriculture Organization of the United Nations.
130
L A M P I R A N
131
131
Lampiran 1 Komposisi larutan seri Johansen
Larutan Johansen Komposisi Larutan I II III IV V VI VII Air 50% 30% 15% - - - Etanol 95% 40% 50% 50% 45% - - Etanol 100% - - - - 25% - Tertier Butil Alkohol 10% 20% 35% 55% 75% 100% 50% Minyak Parafin - - - - - - 50%
132
132
Lampiran 2. Data cuaca di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang
Tahun Bulan Suhu (oC) Kelembaban (%)
Curah hujan (mm)
Hari hujan
2006 Januari 25.1 89 197 14 Februari 25.5 89 70 13 Maret 25.8 84 30 2 April 25.8 84 258 15 Mei 26.0 84 3 1 Juni 25.7 81 59 1 Juli 26.1 79 59 4 Agustus 25.2 76 38 4 September 25.9 72 18 4 Oktober 26.7 74 55 4 November 26.4 83 456 26 Desember 26.1 87 214 16
Jumlah 310.3 981.8 1457.0 104 Rata-rata 25.9 82 121.4 8.7
2007 Januari 26.1 81 98 7 Februari 25.1 90 167 12 Maret 25.7 86 164 14 April 25.8 85 247 20 Mei 26.0 86 175 14 Juni 25.6 83 149 13 Juli 25.6 81 30 3 Agustus 25.4 79 90 3 September 26.0 77 50 2 Oktober 26.0 81 146 11 November 25.9 81 116 12 Desember 25.3 89 211 19
Jumlah 308.3 1000.0 1643.0 130 Rata-rata 25.7 83 136.9 10.8
2008 Januari 25.7 84 251 20 Februari 24.4 90 377 29 Maret 25.1 87 673 28 April 25.6 86 527 25 Mei 25.8 82 277 18 Juni 25.6 83 172 16
Jumlah 152.1 513.1 2275.8 136 Rata-rata 25.3 86 379.3 22.7
Sumber: Dinas Pengairan Kecamatan Leuwiliang
133
133
Lampiran 3 Kriteria penilaian sifat-sifat kimia tanah (Pusat Penelitian Tanah,
1982)
Sifat kimia tanah Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat
tinggi KTK (me/100g) < 5 5-16 17-24 25-40 > 40 K (me/100g) < 0.1 0.1-0.3 0.4-0.5 0..6-1 > 1 Na (me/100g) < 0.1 0.1-0.3 0.4-0.7 0.8-1 > 1 Ca (me/100g) < 2 2-5 6-10 11-20 > 20 Mg (me/100g) < 0.3 0.4-1 1.1-2 2.1-8 > 8 C-organik (%) < 1 1-2 2.01-3.00 3.01-5.0 > 5.0 N-total (%) < 0.1 0.1-0.2 0.21-0.50 0.51-
0.75 > 0.75
P-tersedia Bray I < 4 5-7 8-10 11-15 > 15 P2O5 Olsen <10 10-15 16-46 46-60 > 60 Al-dd (me/100g) < 10 10-20 21-30 31-60 > 60 Kejenuhan basa (%) < 20 20-40 41-60 61-80 > 80 Kejenuhan Al (%) < 5 5-21 21-30 31-60 >60 C/N (%) < 5 5-10 11-15 16-25 >25 Cadangan mineral < 5 5-10 11-20 21-40 >40 Salinitas <1 1-2 2-3 3-4 >4 Kekurangan Cukup Keracunan Fe (ppm) < 50 50-250 ? Mn (ppm) < 20 20-500 >500
Sangat masam
Masam Agak masam Netral Agak
alkali Alkali
pH H2O < 4.5 4.5-5.5 5.6-6.5 6.6-7.5 7.6-8.5 > 8.5
Lampiran 4 Pengaruh pemberian kapur dolomit dengan dosis yang berbeda ter- hadap nilai kejenuhan basa (KB), kandungan Al, K, Na, Fe, Mn, Zn dan Cu pada tahun I
CaMg (CO3)2 (ton/ha)
KB (%)
Al (me/100g)
K (me/100g)
Na (me/100g)
Fe (ppm)
Mn (ppm)
Zn (ppm)
Cu (ppm)
0 10.43c 6.34a 0.26ab 0.14 9.01a 6.88 2.31 1.77a 18 18.19c 4.45a 0.13b 0.15 0.55b 5.84 1.04 0.60b 24 61.89b 1.42b 0.26ab 0.21 3.20b 5.97 6.55 1.24ab 34 90.29a 0.38a 0.24 2.71b 4.36 1.68 1.96a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%
134
134
Lampiran 5 Tabel rekapitulasi sidik ragam untuk peubah getah kuning pada kulit
luar buah (1), getah kuning pada aril buah (2), pH tanah setelah 5 bln perlakuan pengapuran dolomit pada tahun I dan ke II (3), pengaruh penyemprotan buah terhadap getah kuning pada kulit buah dengan berbagai kalsium dibanding kontrol (4), dan pengaruh penyemprotan buah terhadap getah kuning pada aril buah dengan berbagai kalsium dibanding kontrol (5).
_______________________________________________________________________________
No. Peubah Sumber JK KT F-hitung Pr > F Keragaman _______________________________________________________________________________ 1 Getah kuning pada Waktu 6.374 6.374 40.021 0.000 kulit luar buah Perlakuan 2.656 0.885 5.560 0.008 Waktu*perlakuan 2.618 0.873 5.560 0.008 2 Getah kuning pada Waktu 0.106 0.106 3.404 0.084 aril buah Perlakuan 0.109 0.036 1.168 0.353 Waktu*perlakuan 0.040 0.013 0.432 0.733 3. pH tanah Waktu 1.984 1.984 4.496 0.050 Perlakuan 5.655 1.885 4.272 0.021 Waktu*perlakuan 1.361 0.454 1.028 0.406 4. Getah kuning pada Perlakuan 0.133 0.044 0.724 0.574 kulit luar buah ulangan 0.208 0.104 1.705 0.259 (kalsium vs kontrol) 5. Getah kuning pada Perlakuan 0.013 0.004 0.866 0.508 aril luar buah ulangan 0.066 0.033 6.583 0.031 (kalsium vs kontrol)