STUDI STABILITAS KADAR PARASETAMOL DROPS YANG DICAMPUR …
Transcript of STUDI STABILITAS KADAR PARASETAMOL DROPS YANG DICAMPUR …
STUDI STABILITAS KADAR PARASETAMOL DROPS YANG
DICAMPUR TEH MANIS
SKRIPSI
diajukan sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Sarjana (S1) pada Jurusan Farmasi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Al-Ghifari
Oleh:
LA ODE ZAHID AL HAJRI NUR SALAM
DIA171518
UNIVERSITAS AL-GHIFARI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN FARMASI
BANDUNG
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas ridho dan
karuniaNya, penulis diberikan kekuatan dan kemampuan untuk menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Studi Stabilitas Kadar Parasetamol Drops yang Dicampur
Teh Manis”. Tujuan penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu
syarat mendapatkan gelar Sarjana Sains pada Jurusan Farmasi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Al-Ghifari.
Penulis menyadari sepenuhnya akan segala keterbatasan pengetahuan dan
kemampuan yang penulis miliki, sehingga dalam penulisan ini masih banyak
kekurangan dan hasilnya masih jauh dari kesempurnaan. Penyusunan skispsi ini
tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa bantuan berbagai pihak, baik secara
moril maupun materil. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih
kepada :
1. Bapak Dr. H. Didin Muhafidin, S.I.P., M.Si, selaku Rektor Al-Ghifari
Bandung.
2. Bapak Ardian Baitariza, selaku Dekan Fakultas MIPA Universitas Al-Ghifari,
Bandung.
3. Bapak Patihul Husni, M.Si.,Apt, selaku pembimbing I yang telah memberikan
petunjuk dan bimbingan dalam penyelesain skripsi ini.
4. Ibu Ginayanti Hadisoebroto M.Si.,Apt, selaku Ketua Jurusan Farmasi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Al-Ghifari, Bandung
sekaligus menjadi pembimbing II yang telah memberikan petunjuk dan
bimbingan dalam penyelesain skripsi ini.
5. Seluruh dosen yang telah memberikan ilmunya selama masa perkuliahan, dan
seluruh staf dan karyawan Universitas Al-Ghifari Bandung.
6. Kepada ibu, almarhum bapak dan keluarga tercinta yang telah memberikan
dukungannya selama masa perkuliahan.
7. Kepada teman-teman konversi, non regular maupun regular yang telah
bersama- sama menyelesaikan skripsi ini.
8. Sahabat bermain Playstation 3 Liga 1 Sumbersari yaitu Tri Purnomo, Sastra,
Rizki Holis, Karbinianus, Heribertus, Cristian Fernando, Toni Permadi dan
seluruh sahabat seperjuangan angkatan tahun 2017 yang telah bersama-sama
dalam menimba ilmu.
Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari kesalahan
dan kekurangan, karenanya kritik dan saran dangat diharapkan. Akhir kata, penulis
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan
penulis pada khususnya amin.
Bandung, Agustus 2019
Penulis
ABSTRAK
Parasetamol merupakan obat analgetik non narkotik dengan cara kerja
menghambat sintesis prostaglandin terutama di Sistem Syaraf Pusat (SSP).
Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara baik dalam bentuk sediaan
tunggal sebagai analgetik-antipiretik maupun kombinasi dengan obat lain melalui
resep dokter atau yang dijual bebas. Pasien anak biasanya mendapatkan obat drops
atau sirup dan meminumnya bersama teh manis untuk menutupi rasa obat tersebut
karena sulitnya anak kecil meminum obat dalam bentuk tablet atau kaplet.
Konsumsi obat parasetamol drops berpotensi menimbulkan interaksi antara obat
dengan teh. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan profil studi
stabilitas kimia parasetamol drops yang dicampur dengan teh dan disimpan pada
suhu ruang (≤30 ◦C) dan suhu dingin (2-8 C) menggunakan metode pengenceran
dan kemudian diukur menggunakan Spektrofotometri UV-Vis. Pengujian
dilakukan selama 3 jam disimpan pada suhu ruang dan 24 jam pada suhu dingin.
Dari hasil pengujian diperoleh pada suhu ruang terjadi penurunan konsentrasi
sebesar 39,64% dan pada suhu dingin terjadi penurunan sebesar 66,72%. Hasil uji
T tidak berpasangan diperoleh p 0,975> 0,05 yang berarti tidak ada perbedaan
konsentrasi yang signifikan pada suhu ruang dan suhu dingin.
Kata Kunci : Parasetamol, Teh manis, Spektrofotometri UV-Vis
i
ABSTRACT
Paracetamol is a non-narcotic analgesic drugs by inhibiting prostaglandin
synthesis work primarily in Central Nerve System (CNS). Paracetamol is widely
used in various countries both in a single dosage form as an analgesic-antipyretic
or in combination with other drugs by prescription or OTC. Pediatric patients
usually get drops or syrup and drink it with sweet tea to cover the taste of the drug
because of the difficulty of young children to take drugs with tablet or caplet
preparations. Consumption of paracetamol drops has the potential to cause drug
and tea interactions. The purpose of this study was to determine the profile of the
chemical stability study of paracetamol drops mixed with tea and stored at room
temperature (≤30 ◦C) and cold temperature (2-8 C), using a dilution method and then
measured using UV-Vis spectrophotometry. The tests carried out for 3 hours stored at
room temperature and 24 hours at cold temperature. The study results showed that
at room temperature a decrease in concentration was 39,64% and in cold
temperatures a decreased in concentration was of 66,72%. The Independent T test
result obtained p 0.975>0.05, which means there were no significant differences
in concentration at room temperature and cold temperature.
Keywords : Paracetamol, Sweet tea, Spektrofotometri UV-Vis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK……………………………………………………………….. i
ABSTRACT…………………………………………..…………………... ii
DAFTAR ISI………………………………………….………………….. iii
DAFTAR GAMBAR………………………………….…………………. v
DAFTAR TABEL…………………………………….………………….. vi
DAFTAR LAMPIRAN……………………………….………………….. vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang……………………………………………… 1
1.2 Identifikasi Masalah………...……………………………… 3
1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………… 3
1.4 Manfaat Penelitian………………………………………….. 4
1.5 Waktu dan Tempat Penelitian…………………...…………. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Teh……...………………………………………... 5 2.1.1 Taksonomi………………………….………………. 5 2.1.2 Kandungan Kimia dan Khasiat…….……………….. 6 2.1.3 Jenis-jenis Pengolahan Teh………….……………... 7 2.1.4 Teh Hitam (Black Tea)……………….…………….. 8 2.1.5 Teh Celup…………………………….…………….. 11
2.2 Parasetamol…………………………………………………. 11
2.3 Spektrofotometri UV-Vis………………...………………… 14 2.3.1 Teori Spektrofotometri Ultraviolet…….…………… 14 2.3.2 Hukum Lambert Beer……………………………… 17 2.3.3 Penggunaan Spektrofotometri Ultraviolet.…………. 18
2.3.4 Peralatan untuk Spektrofotometri Ultraviolet….….. 20
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Alat Penelitian……………………………………………… 23
3.2 Bahan Penelitian……………………………………………. 23
3.3 Pengumpulan Sampel………………………………………. 23
3.4 Penyiapan Sampel………………………………………….. 23
3.5 Uji Stabilitas………………………………………………... 24 3.5.1 Penyiapan Sampel………………………………….. 24 3.5.2 Kondisi Studi Stabilitas…………………………….. 24 3.5.3 Metode Pengenceran……………………………….. 25 3.5.4 Metode Penetapan Kadar………………………….... 25 3.5.5 Pembuatan Larutan Standar ………………………... 25
iii
3.5.6 Pembuatan Larutan
Parasetamol Drops (Sanmol Drops®)………………
25 3.5.7 Data dan Pengolahan Data…………………………. 26
3.6 Validasi Metode…………………………………………….. 26 3.6.1 Presisi………………………………………….…… 26
3.6.2 Akurasi………………………………………….….. 27
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pencampuran……………………..………………………… 28
4.2 Pengamatan Organoleptik……………..…………………… 28
4.3 Sentrifugasi………………...……………………………….. 29
4.4 Penetapan Panjang Gelombang Maksimum………………... 30
4.5 Penentuan Linearitas atau Kurva Baku Parasetamol……..… 31
4.6 Uji Presisi…………………..………………………………. 33
4.7 Uji Akurasi…………………..……………………………... 34
4.8 Larutan Parasetamol Drops (Sanmol Drops®) dan Uji Stabilitas………………………..
35
4.9 Sampel (Campuran Parasetamol Drops dan Teh Manis)…... 38
4.10 Uji Statistik…………………………………………………. 41
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan……………………………………………………. 43
5.2 Saran………………………………………………………... 43
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………….………. 44 LAMPIRAN……………………………………………………….……... 48
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Teh Hitam………………………………………………… 5
Gambar 2.2 Struktur Parasetamol……………………………………… 12
Gambar 2.3 Reaksi Hidrolisis Parasetamol……………………………. 14
Gambar 4.1 Hasil Pencampuran
Parasetamol Drops dan Teh Manis………………………..
28
Gambar 4.2 Hasil Sentrifugasi…………………………………………. 30
Gambar 4.3 Penetapan Panjang Gelombang Maksimum (λ maks)……. 30
Gambar 4.4 Kurva Baku Parasetamol Murni………………………….. 32
Gambar 4.5 Kurva Kalibrasi Parasetamol Drops Suhu Ruang………… 36
Gambar 4.6 Kurva Kalibrasi Parasetamol Drops Suhu Dingin………... 37
Gambar 4.7 Kurva Hasil Penelitian Parasetamol
Drops Dicampur Teh Manis Suhu Ruang…………………
38
Gambar 4.8 Kurva Hasil Penelitian Parasetamol
Drops Dicampur Teh Manis Suhu Ruang…………………
39
v
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Perbedaan Teh Hitam Ortodoks dan CTC..………………….. 11
Tabel 4.1 Pengamatan Sampel yang Disimpan pada Suhu Ruang……... 28
Tabel 4.2 Pengamatan Sampel yang Disimpan pada Suhu Dingin…….. 29
Tabel 4.3 Hasil Absorbansi Uji Linearitas……………………………... 32
Tabel 4.4 Hasil Uji Presisi……………………………………………… 34
Tabel 4.5 Hasil Uji Akurasi…………………………………………….. 35
Tabel 4.6 Hasil Penelitian Parasetamol Drops Suhu Ruang…………… 36
Tabel 4.7 Hasil Penelitian Parasetamol Drops Suhu Dingin…………… 37
Tabel 4.8 Hasil Penelitian Parasetamol Drops
Dicampur Teh Manis Suhu Ruang…………………………...
38
Tabel 4.9 Hasil Penelitian Parasetamol Drops
Dicampur Teh Manis Suhu Dingin…………………………..
39
Tabel 4.10 Group Statistic……………………………………………….. 41
Tabel 4.11 Independent Sample Test…………………………………….. 42
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Perhitungan Bahan………………………………………… 48
Lampiran 2. Dokumentasi Penelitian……………………………………. 50
Lampiran 3. Sertifikat Analisis Kadar Baku Kerja ……………...……… 52
vii
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demam merupakan gejala bukan suatu penyakit. Demam adalah respon
normal tubuh terhadap adanya infeksi. Infeksi adalah keadaan masuknya
mikroorganisme ke dalam tubuh. Mikroorganisme tersebut dapat berupa virus,
bakteri, parasit, maupun jamur. Kebanyakan demam disebabkan oleh infeksi
virus. Demam bisa juga disebabkan oleh paparan panas yang berlebihan
(overheating), dehidrasi atau kekurangan cairan, alergi maupun dikarenakan
gangguan sistem imun (Lubis, 2009).
Mekanisme demam dapat juga terjadi melalui jalur non prostaglandin
melalui sinyal aferen nervus vagus yang dimediasi oleh produk lokal MIP-1
(machrophage inflammatory protein-1) ini tidak dapat dihambat oleh antipiretik
(Nelwan, 2006).
Demam pada anak dapat diukur dengan menempatkan termometer ke
dalam rektal, mulut, telinga, serta dapat juga di ketiak segera setelah air raksa
diturunkan, selama satu menit dan dikeluarkan untuk segera dibaca
(Soedjatmiko, 2005).
Adapun kisaran nilai normal suhu tubuh adalah suhu oral antara 35,5 °C
sampai 37,5 °C (Berman, 2009). Tindakan umum penurunan demam adalah
diusahakan agar anak tidur atau istirahat agar metabolismenya menurun.
Cukupi cairan agar kadar elektrolit tidak meningkat saat evaporasi terjadi.
1
2
Aliran udara yang baik misalnya dengan kipas, memaksa tubuh berkeringat,
mengalirkan hawa panas ke tempat lain sehingga demam turun. Jangan
menggunakan aliran yang terlalu kuat, karena suhu kulit dapat turun mendadak.
Ventilasi/regulasi aliran udara penting di daerah tropik. Buka pakaian/selimut
yang tebal agar terjadi radiasi dan evaporasi. Lebarkan pembuluh darah perifer
dengan cara menyeka kulit dengan air hangat (tepid-sponging). Mendinginkan
dengan air es atau alkohol kurang bermanfaat (justru terjadi vasokonstriksi
pembuluh darah), sehingga panas sulit disalurkan baik lewat mekanisme
evaporasi maupun radiasi. Lagi pula, pengompresan dengan alkohol akan
diserap oleh kulit dan dihirup pernapasan, dapat menyebabkan koma
(Soedjatmiko, 2005).
Parasetamol (asetaminofen) merupakan metabolit fenasetin dengan efek
antipiretik yang sama dan telah digunakan sejak tahun 1893. Efek anti inflamasi
parasetamol hampir tidak ada. Asetaminofen di Indonesia lebih dikenal dengan
nama parasetamol dan tersedia sebagai obat bebas. (Wilmana dan Gan, 2007).
Parasetamol berasa pahit, sehingga untuk membuat sediaan obat yang
ditujukan kepada anak, sering ditambahkan pemanis. Sediaan obat untuk anak
umumnya bentuk sirup dan drops (Wiedyaningsih, 2014).
Teh hitam merupakan teh yang dibuat dari daun muda tanaman teh yang
telah mengalami pelayuan, penggulungan, fermentasi dan pengeringan.
Minuman yang dibuat dari teh hitam disebut teh seduhan. Teh hitam juga dijual
dalam berbagai bentuk, yaitu rajangan, teh celup atau teh instan. Masing-
masing jenis teh memberikan warna, rasa dan aroma yang berbeda-beda. Teh
3
hitam merupakan salah satu jenis teh yang paling banyak dikonsumsi dan
digemari oleh sebagian masyarakat Indonesia, hal ini disebabkan oleh rasa dan
aroma yang dimilikinya (Setiani, 2014).
Dalam penelitian ini akan dilakukan pengujian mengenai studi
stabilitas kadar parasetamol drops yang dicampur teh manis pada suhu ruang
(≤30 oC) dan suhu dingin (2-8 oC) dengan metode spektrofotometri UV-Vis
pada panjang gelombang 200-400 nm.
1.2 Identifikasi Masalah
a. Bagaimana pengaruh stabilitas kadar parasetamol drops yang dicampur
dengan teh manis pada suhu ruang (≤30 oC) dan suhu dingin (2-8 oC)
dengan metode spektrofotometri UV-Vis.
b. Apakah obat parasetamol drops terjadi penurunan kadar atau tidak setelah
dicampur dengan teh manis.
1.3 Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui stabilitas kadar parasetamol drops yang dicampur
dengan teh manis pada suhu ruang (≤30 oC) dan suhu dingin (2-8 oC)
dengan metode spektrofotometri UV-Vis.
b. Untuk mengetahui obat parasetamol drops terjadi penurunan kadar atau
tidak setelah dicampur dengan teh manis.
4
1.4 Manfaat Penelitian
a. Mengetahui profil stabilitas kadar sediaan parasetamol drops yang
dicampur dengan teh manis.
b. Memberikan informasi kepada masyarakat apakah parasetamol drops yang
dicampur dengan teh manis kadarnya akan menurun atau tidak.
1.5 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Juli 2019 di
Laboratorium Instrumen, Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam (FMIPA), Universitas Al-Ghifari, Bandung, Jawa Barat.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Teh
2.1.1 Taksonomi
Tanaman teh (Camellia sinensis) berasal dari daratan Asia Selatan
dan Tenggara, namun sekarang telah dibudidayakan di seluruh dunia, baik
daerah tropis maupun subtropis. Dari hasil identifikasi diketahui bahwa
teh diklasifikasikan sebagai berikut:
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Ericales
Famili : Theaceae
Genus : Camellia
Spesies : Camellia sinensis
Gambar 2.1 Teh Hitam (Anggraeni, 2018)
5
6
2.1.2 Kandungan Kimia dan Khasiat
Komposisi kimia daun teh tergantung pada beberapa faktor
termasuk iklim, umur, jenis tumbuhan dan proses pasca panan. Teh
mengandung polifenol termasuk di dalamnya flavanoid. Subkelas dari
flavonoid meliputi flavones, flavanones, katekin, antosianin, dan iso-
flavones (Pambudi, 2000).
Sebagian besar polifenol yang terdapat pada teh hijau adalah
katekin, epi-katekin (EC), epigallo-catehin (EGC), epigallo-cathecin
gallate (EGCg), sedangkan pada teh hitam polifenol utamanya adalah
teaflavin dan tearubigin (Muktah dan Ahmad, 2000). Daun teh juga
mengandung kafein (2 – 3 %), teobromin, teofilin, tanin, xanthin, adenine,
minyak atsiri, kuersetin dan naringenin (Dalimartha, 2007).
Flavanoid merupakan suatu kelompok antioksidan yang secara
alamiah ada pada tumbuhan dimana flavanoid memberikan perlindungan
terhadap adanya stress lingkungan, sinar ultra violet, serangga, jamur,
virus dan bakteri, disamping itu juga flavanoid berfungsi sebagai
pengendali hormon dan enzim inhibisi (Pambudi, 2000).
Beberapa komponen aktif yang terkandung dalam teh memiliki
aktivitas sebagai antioksidan, menurunkan kolesterol, antivirus,
menghambat pertumbuhan tumor, kanker dan stimulan (Herawati, 2004).
Karena kandungan senyawa tersebut minuman teh disebut minuman
fungsional. Beberapa penelitian membuktikan diantaranya
sebagai berikut :
7
1. Teh meningkatkan sistem pertahanan biologis tubuh terhadap kanker.
2. Teh mencegah timbulnya penyakit, seperti mengendalikan diabetes
dan hipertensi.
3. Teh membantu penyembuhan penyakit, misalnya mencegah
peningkatan kolesterol darah.
4. Teh dapat mengatur gerak fisik tubuh dengan mengaktifkan sistem
saraf karena kandungan kafeinnya.
5. Katekin teh merupakan antioksidan yang dapat menghambat proses
penuaan (Oguni, 1996).
2.1.3 Jenis –jenis Pengolahan Teh
Berdasarkan proses pengolahannya, teh diklasifikasikan menjadi
tiga jenis yaitu teh hitam (fermentasi), teh Oolong dan teh pouching (semi
fermentasi) serta teh hijau (tanpa fermentasi) (Rohdiana, 2007).
Teh hitam disebut juga sebagai teh merah oleh bangsa Cina,
Jepang dan Korea. Jenis teh ini merupakan teh yang paling populer dan
sering dikonsumsi di dunia termasuk Indonesia.
Teh hijau merupakan jenis teh yang paling populer di Cina dan
Jepang. Juga dianggap sebagai teh yang paling bermanfaat bagi kesehatan,
terutama karena khasiatnya melawan kanker. Teh hijau diperoleh dari 2-3
pucuk daun teh segar yang dikeringkan menggunakan oven selama 20
menit dengan tujuan menghentikan proses enzimatik yang dalam bahasa
china disebut ‘shaqing’ yang artinya ‘membunuh’. Daun yang telah
kering kemudian di steaming atau mengalami pemanasan dengan uap air
8
pada suhu tinggi (Odom, 2007).
Teh oolong merupakan teh tradisional Cina yang mengalami
proses oksidasi atau fermentasi sebagian. Karena hanya setengah
fermentasi, bagian tepi daunnya berwarna kemerahan sedang bagian
tengah daunnya tetap hijau. Rasa seduhan teh oolong lebih mirip dengan
teh hijau, namun warna dan aromanya kurang kuat dibandingkan teh
hitam.
Konsekuensi logis dari perbedaan proses tersebut menyebabkan
lahirnya perbedaan produk teh baik secara fisik maupun kimia. Secara
kimia, perbedaan yang paling menonjol adalah perbedaan kandungan
komposisi senyawa polifenol (Rohdiana, 2007).
2.1.4 Teh Hitam (Black Tea)
Teh hitam merupakan hasil pengolahan melalui proses fermentasi.
Teh hitam banyak digunakan untuk keperluan ekspor. Berdasarkan
pengolahaan, teh hitam dibedakaan menjadi dua yaitu teh ortodoks dan
teh Crushing, Tearing, Curling (CTC). Pengolahan teh CTC adalah suatu
cara penggulungan yang memerlukan tingkat layu sangat ringan, dengan
sifat penggulungan yang sangat ringan. Ciri fisik yang terdapat pada teh
CTC antara lain ditandai dengan potongan-potongan yang keriting. Teh
CTC memiliki sifat cepat larut, air seduhan berwarna lebih tua dengan
rasa lebih kuat, sedangkan teh ortodoks mempunyai kelebihan dibagian
quality dan flavour (Soedradjat, 2003).
Pengolahan teh hitam dimulai dari proses pelayuan dan kedua
9
penggulungan pucuk layu dan fermentasi, ketiga tahap pengeringan hasil
penggulungan dan keempat tahap sortasi kering, penyimpanan dan
pengepakan (Soedradjat, 2003).
Mutu teh hitam yang ditujukan untuk ekspor dibedakan menjadi 3
jenis yaitu: mutu khusus, mutu I, dan mutu II. Berdasarkan pada
kenampakan teh, warna, aroma dan rasa dari seduhan teh terdapat pula
perbedaan mutu dalam beberapa jenis. Rumusan untuk mutu teh dan jenis
mutu berikut:
1. Mutu Khusus
Teh mutu khusus mempunyai kenampakan dengan bentuk
besar, kurang besar atau kecil menurut jenisnya dan mengandung tip
(pucuk daun), warna daun kehitam-hitaman. Air seduhan berwarna
merah kekuning-kuningan, aroma harum dan rasanya kuat. Ampas
seduhan tehnya berwarna merah tembaga kehijauan dengan aroma
(Soedradjat, 2003).
2. Mutu I
Teh mutu I mempunyai kenampakan bentuk besar, kurang
besar, kecil menurut jenisnya dengan persentase daun lebih banyak,
warna merah kekuning-kuningan, aroma harum dan rasa kuat
(Soedradjat, 2003).
3. Mutu II
Teh mutu II mempunyai kenampakan bentuk besar, kurang
besar, kecil tergantung dari jenisnya dengan persentase daun lebih
10
sedikit, warna kemerah-merahan dan kurang rata. Air seduhan teh
berwarna kuning merah, aroma kurang harum dan rasa kurang kuat.
Ampas kehitam-hitaman dan aromanya kurang harum (Soedradjat,
2003).
Menurut Herawati 1994, teh hitam hasil pengolahan secara CTC
(Crushing, Tearing, Curling) digolongkan pada 28 jenis mutu. Hasil
pengolahan teh hitam secara CTC lebih dari 75% cuplikan lolos ayakan
mesh 16 dan tertahan pada ayakan mesh 24 dan memiliki partikel yang
berbentuk butiran agak bulat. Sedangkan teh hitam hasil pengolahan
secara ortodoks termasuk jenis teh bubuk yang dalam proses sortasinya
lolos dari ayakan mesh 7 dan tertahan oleh ayakan mesh 20 serta memiliki
bentuk agak kecil, bagian-bagiannya pendek, hitam terpilin, terutama
berasal dari daun muda, mengandung sedikit pucuk atau tanpa pucuk tapi
lebih banyak mengandung serat.
Menurut Suryatmo 1994, teh hitam hasil pengolahan secara
ortodoks mempunyai cita rasa yang kuat dibandingkan dengan teh hasil
pengolahan secara CTC tetapi kecepatan melarutnya lambat, sedangkan
teh hitam hasil pengolahan CTC sebaliknya. Perbedaan hasil pengolahan
secara ortodoks dan CTC dapat dilihat pada tabel 1.
11
Tabel 2.1 Perbedaan Teh Hitam Ortodoks dengan CTC
No. Uraian Ortodoks CTC
1. Bentuk Agak pipih Bulat
2. Cita rasa Kuat Kurang
3. Penyajian Lambat Cepat
4. Kebutuhan penyeduhan 400-500 cangkir/Kg 800-1000 cangkir/Kg
Sumber : Suryatmo, 1994.
2.1.5 Teh Celup
Teh celup adalah teh yang dikemas dalam kantong kecil yang
biasanya dibuat dari kertas dengan tali. Teh celup sangat popular karena
praktis untuk membuat teh, tetapi pecinta teh kelas berat biasanya tidak
menyukai rasa teh celup (Depkes RI, 2008).
Teh celup adalah produk teh kering (Camelia sinensis L) tunggal
atau campuran dari: teh hitam, teh hijau, teh oolong, teh putih, teh
beraroma lain, dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan
bahan tambahan pangan yang diijinkan sesuai ketentuan yang berlaku dan
dikemas serta siap diseduh (SNI, 2013).
2.2 Parasetamol
Parasetamol atau 4’-hidroksiasetanilida dengan bobot molekul
151,16 mengandung tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 101,0 %
C8H9NO2, dihitung terhadap zat anhidrat. Parasetamol merupakan serbuk
hablur putih, tidak berbau, dengan rasa sedikit pahit (Ditjen POM, 1995).
Rumus molekul dapat dilihat pada gambar 2.
12
Gambar 2.2 Struktur Parasetamol (Ditjen POM, 1995)
Satu bagian parasetamol larut dalam 70 bagian air, 7-10 bagian etanol
dan 13 bagian aseton, agak sukar larut dalam kloroform, praktis tidak larut
dalam eter (Clarke, 1986). Larut dalam natrium hidroksida 1 N (Ditjen
POM, 1995).
Parasetamol memiliki jarak lebur 169 oC-172 oC. Kelarutannya
adalah 1 gram dapat larut kira-kira 70 ml air pada suhu 25 oC, 1 g larut
dalam 20 ml air mendidih, dalam 70 ml alkohol, dalam 13 ml aseton, dalam
50 ml kloroform, dalam 40 ml gliserin dan dalam 9 ml propilenglikol. Tidak
larut dalam benzen dan eter dan larut dalam alkali hidroksida. Larutan jenuh
mempunyai pH kira-kira 6 dan pKa 9,51 (Connors dkk, 1986).
Serapan maksimum parasetamol pada daerah ultraviolet di larutan
asam adalah 254 nm (A 1%, 1cm = 668) dan dalam larutan basa adalah 257
nm (A 1%, 1cm = 715) (Clarke, 1986). A 1%, 1cm atau serapan jenis adalah
serapan dari larutan 1 % zat terlarut dalam sel dengan ketebalan 1 cm (Ditjen
POM, 1995).
Parasetamol merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik
yang telah digunakan sejak tahun 1893. Efek antipiretik ditimbulkan oleh
gugus aminobenzen. Parasetamol juga digunakan sebagai analgesik. Namun
13
penggunaan parasetamol untuk meredakan demam (antipiretik) tidak seluas
penggunaannya sebagai analgesik. Efek analgesik dari parasetamol yaitu
meredakan rasa nyeri ringan hingga sedang (Wilmana, 1995).
Dosis untuk nyeri dan demam oral 2-3 dd 0,5-1 g, maksimal 4 g/hari,
pada penggunaan kronis maksimal 2,5 g/hari. Anak-anak: 4-6 dd 10 mg/kg,
yakni rata- rata usia 3-12 bulan 60 mg, 1-4 tahun 120-180 mg, 4-6 tahun 180
mg, 7-12 tahun 240-360 mg, 4-6 kali sehari. Dosis rektal 20mg/kg setiap
kali, dewasa 4 dd 0,5-1 g, anak-anak usia 3-12 bulan 2-3 dd 120 mg, 1-4
tahun 2-3 dd 240 mg, 4-6 tahun 4 dd 240 mg dan 7-12 tahun 2-3 dd 0,5 g
(Rahardja, 2007).
Stabilitas suatu obat perlu diuji untuk mengetahui apakah suatu obat
masih layak untuk dikonsumsi atau tidak. Stabilitas obat tergantung dari
beberapa faktor, antara lain temperatur. Semua obat pada dasarnya akan
rusak apabila disimpan dalam temperatur tinggi. Semakin tinggi suhu
penyimpanan maka waktu kadaluwarsa (t90) dan waktu paruh (t1/2) semakin
kecil. Dengan demikian menyatakan bahwa dengan semakin naiknya suhu
penyimpanan, parasetamol akan mengalami degradasi sehingga kadarnya
berkurang (Novianti, 2004).
Senyawa yang mengandung gugus amida dapat mengalami
hidrolisis dengan cara yang serupa dengan senyawa jenis ester. Pengganti
asam dan alkohol yang terbentuk pada hidrolisis ester, pemecahan hidrolisis
amida menghasilkan asam dan amida. Langkah penentu laju reaksi pada
reaksi yang terkatalisis ion hidroksida adalah serangan nukleofilik oleh ion
14
hidroksida. Mekanisme hidrolisis asam pada amida memerlukan substituen
yang efek polarnya lemah, tetapi efek steriknya kuat jika letaknya sesuai
(Lachman dkk, 1986).
Jalur utama degradasi yang menyebabkan asetaminofen tidak stabil
adalah peristiwa hidrolisis yang memecah parasetamol menjadi p-
aminofenol dan asam asetat (Connors dkk,1986).
Gambar 2.3 Reaksi hidrolisis parasetamol (Connors dkk, 1986)
2.3 Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur
energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan, dan
diemisikan sebagai fungsi dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu.
Sedangkan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang
ditransmisikan atau yang diabsorbsi (Khopkar, 2008).
2.3.1 Teori Spektrofotometri Ultraviolet
Spektrofotometri serapan merupakan pengukuran suatu interaksi
antara radiasi elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia.
Teknik yang sering digunakan dalam analisis farmasi meliputi
spektrofotometri ultraviolet, cahaya tampak, inframerah dan serapan
atom. Jangkauan panjang gelombang untuk daerah ultraviolet adalah 190-
15
380 nm, daerah cahaya tampak 380-780 nm, daerah infra merah dekat
780-3000 nm, dan daerah infra merah 2,5-40 µm atau 4000-250 cm-1
(Ditjen POM, 1995).
Radiasi ultraviolet dan sinar tampak diabsorpsi oleh molekul
organik aromatik, molekul yang mengandung elektron-π terkonjugasi dan
atau atom yang mengandung elektron-n, menyebabkan transisi elektron di
orbital terluarnya dari tingkat energi elektron dasar ke tingkat energi
elektron tereksitasi lebih tinggi. Besarnya serapan radiasi tersebut
sebanding dengan banyaknya molekul analit yang mengabsorpsi sehingga
dapat digunakan untuk analisis kuantitatif (Satiadarma, 2004).
Gugus fungsi yang menyerap radiasi di daerah ultraviolet dekat
dan daerah tampak disebut khromofor dan hampir semua khromofor
mempunyai ikatan tak jenuh. Pada khromofor jenis ini transisi terjadi dari
π→π*, yang menyerap pada λ max kecil dari 200 nm (tidak terkonjugasi),
misalnya pada >C=C< dan -C≡C-. Khromofor ini merupakan tipe transisi
dari sistem yang mengandung elektron π pada orbital molekulnya. Untuk
senyawa yang mempunyai sistem konjugasi, perbedaan energi antara
keadaan dasar dan keadaan tereksitasi menjadi lebih kecil sehingga
penyerapan terjadi pada panjang gelombang yang lebih besar.
Gugus fungsi seperti –OH, -NH2 dan –Cl yang mempunyai
elektron-elektron valensi bukan ikatan disebut auksokhrom yang tidak
menyerap radiasi pada panjang gelombang lebih besar dari 200 nm, tetapi
menyerap kuat pada daerah ultraviolet jauh. Bila suatu auksokhrom terikat
16
pada suatu khromofor, maka pita serapan khromofor bergeser ke panjang
gelombang yang lebih panjang (efek batokhrom) dengan intensitas yang
lebih kuat. Efek hipsokhrom adalah suatu pergeseran pita serapan ke
panjang gelombang lebih pendek, yang sering kali terjadi bila muatan
positif dimasukkan ke dalam molekul dan bila pelarut berubah dari non
polar ke pelarut polar (Dachriyanus, 2004).
Secara eksperimental, sangat mudah untuk mengukur banyaknya
radiasi yang diserap oleh suatu molekul sebagai fungsi frekuensi radiasi.
Suatu grafik yang menghubungkan antara banyaknya sinar yang diserap
dengan frekuensi (panjang gelombang) sinar merupakan spektrum
absorpsi. Transisi yang dibolehkan (allowed transition) untuk suatu
molekul dengan struktur kimia yang berbeda adalah tidak sama sehingga
spectra absorpsinya juga berbeda. Dengan demikian, spectra dapat
digunkan sebagai bahan informasi yang bermanfaat untuk analisis
kualitatif. Banyaknya sinar yang diabsorpsi pada panjang gelombang
tertentu sebanding dengan banyaknya molekul yang menyerap radiasi,
sehingga spectra absorpsi juga dapat digunakan untuk analisis kuantitatif
(Gandjar dan Rohman, 2007).
Hal–hal yang harus diperhatikan dalam analisis spektofotometri
ultraviolet adalah:
1. Pemilihan Panjang Gelombang Maksimum
Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif
adalah panjang gelombang dimana terjadi serapan maksimum. Untuk
memperoleh panjang gelombang serapan maksimum, dilakukan
dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang
17
gelombang dari suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu.
2. Pembuatan Kurva Kalibrasi
Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan
berbagai konsentrasi. Masing–masing absorbansi larutan dengan
berbagai konsentrasi diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan
hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi. Bila hukum
Lambert-Beer terpenuhi maka kurva kalibrasi berupa garis lurus.
3. Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan
Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya
antara 0,2 sampai 0,6. Anjuran ini berdasarkan anggapan bahwa pada
kisaran nilai absorbansi tersebut kesalahan fotometrik yang terjadi
adalah paling minimal (Gandjar dan Rohman, 2007).
2.3.2 Hukum Lambert Beer
Menurut Hukum Lambert, serapan berbanding lurus terhadap
ketebalan sel yang disinari. Menurut Hukum Beer, yang hanya berlaku
untuk cahaya monokromatik dan larutan yang sangat encer, serapan
berbanding lurus dengan konsentrasi (banyak molekul zat). Kedua
pernyataan ini dapat dijadikan satu dalam Hukum Lambert-Beer,
sehingga diperoleh bahwa serapan berbanding lurus terhadap konsentrasi
dan ketebalan sel, yang dapat ditulis dalam persamaan:
A = a.b.c g/liter atau A = ε . b. C mol/liter
18
Keterangan:
A = serapan (tanpa dimensi)
a = absorptivitas (g-1 cm-1) b = ketebalan sel (cm)
C = konsentrasi (g. l-1)
ε = absorptivitas molar (M-1cm-1)
Jadi dengan Hukum Lambert-Beer konsentrasi dapat dihitung dari
ketebalan sel dan serapan. Absorptivitas merupakan suatu tetapan dan
spesifik untuk setiap molekul pada panjang gelombang dan pelarut
tertentu.
Menurut Roth dan Blaschke 1981, absorptivitas spesifik juga
sering digunakan sebagai ganti absorptivitas. Harga ini memberikan
serapan larutan 1% (b/v) dengan ketebalan sel 1 cm sehingga dapat
diperoleh persamaan:
A = . b . C
Keterangan :
= absorptivitas spesifik (ml g-1 cm-1)
b = ketebalan sel (cm)
C = konsentrasi senyawa terlarut (g/100 ml larutan)
2.3.3 Penggunaan Spektrofotometri Ultraviolet
Pada umumnya spektrofotometri ultraviolet dalam analisis
senyawa organik digunakan untuk:
1. Menentukan jenis khromofor, ikatan rangkap yang terkonjugasi dan
auksokhrom dari suatu senyawa organik.
2. Menjelaskan informasi dari struktur berdasarkan panjang gelombang
19
serapan maksimum suatu senyawa.
3. Mampu menganalisis senyawa organik secara kuantitatif dengan
menggunakan hukum Lambert-Beer (Dachriyanus, 2004).
Analisis Kualitatif
Kegunaan spektrofotometri ultraviolet dalam analisis kualitatif sangat
terbatas, karena rentang daerah radiasi yang relatif sempit hanya dapat
mengakomodasi sedikit sekali puncak absorpsi maksimum dan minimum,
karena itu identifikasi senyawa yang tidak diketahui tidak memungkinkan.
Penggunaannya terbatas pada konfirmasi identitas dengan
menggunakan parameter panjang gelombang puncak absorpsi maksimum, λmax,
nilai absorptivitas, a, nilai absorptivitas molar, ε, atau nilai ekstingsi, A1%, 1cm,
yang spesifik untuk suatu senyawa yang dilarutkan dalam suatu pelarut dan pH
tertentu (Satiadarma, 2002).
Analisis Kuantitatif
Penggunaan utama spektrofotometri ultraviolet adalah dalam analisis
kuantitatif. Apabila dalam alur spektrofotometer terdapat senyawa yang
mengabsorpsi radiasi, akan terjadi pengurangan kekuatan radiasi yang
mencapai detektor. Parameter kekuatan energi radiasi khas yang diabsorpsi oleh
molekul adalah absorban (A) yang dalam batas konsentrasi rendah nilainya
sebanding dengan banyaknya molekul yang mengabsorpsi radiasi dan
merupakan dasar analisis kuantitatif. Penentuan kadar senyawa organik yang
mempunyai gugus khromofor dan mengabsorpsi radiasi ultraviolet-sinar
tampak, penggunaannya cukup luas. Konsentrasi kerja larutan analit umumnya
10 sampai 20 µg/ml, tetapi untuk senyawa yang nilai absorptivitasnya besar
20
dapat diukur pada konsentrasi yang lebih rendah. Senyawa yang tidak
mengabsorpsi radiasi ultraviolet-sinar tampak dapat juga ditentukan dengan
spektrofotometri ultraviolet-sinar tampak, apabila ada reaksi kimia yang dapat
mengubahnya menjadi khromofor atau dapat disambungkan dengan suatu
pereaksi khromofor (Satiadarma, 2004).
2.3.4 Peralatan Untuk Spektrofotometri
Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitans atau
serapan suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Alat ini terdiri
dari spektrometer yang menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang
gelombang tertentu dan fotometer sebagai alat pengukur intensitas cahaya
yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi (Khopkar, 1990; Day and
Underwood, 1981).
Berikut ini adalah uraian bagian-bagian spektrofotometer:
1. Sumber-sumber Lampu
Lampu 20anjang20m digunakan untuk daerah UV pada
panjang gelombang dari 190-350 nm, sementara lampu halogen
kuarsa atau lampu tungsten digunakan untuk daerah visibel (pada
panjang gelombang antara 350-900 nm).
2. Monokromator
Digunakan untuk memperoleh sumber sinar yang
monokromatis. Alatnya dapat berupa prisma ataupun grating. Untuk
mengarahkan sinar monokromatis yang diinginkan dari hasil
21
penguraian.
a. Celah (Slit)
Celah monokromator adalah bagian yang pertama dan
terakhir dari suatu sistem optik monokromator pada
spektrofotometer. Celah monokromator berperan penting dalam
hal terbentuknya radiasi monokromator dan resolusi panjang
gelombang.
b. Filter Optik
Cahaya tampak yang merupakan radiasi elektromagnetik
dengan panjang gelombang 380-780 nm merupakan cahaya putih
yang merupakan campuran cahaya dengan berbagai macam
panjang gelombang. Filter optik berfungsi untuk menyerap warna
komplementer sehingga cahaya tampak yang diteruskan
merupakan cahaya yang berwarna sesuai dengan warna filter optik
yang dipakai.
c. Prisma dan kisi (grating)
Prisma dan kisi merupakan bagian monokromator yang
terpenting. Prisma dan kisi pada prinsipnya mendispersi radiasi
elektromagnetik sebesar mungkin supaya didapatkan revolusi
yang baik dari radiasi polikromatis.
3. Kuvet
Pada pengukuran di daerah tampak, kuvet kaca atau kuvet
kaca corex dapat digunakan, tetapi untuk pengukuran pada daerah UV
kita harus menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya
pada daerah ini. Umumnya tebal kuvet adalah 10 mm, tetapi yang
lebih kecil ataupun yang lebih besar dapat digunakan. Sel yang biasa
22
digunakan berbentuk persegi, tetapi bentuk silinder dapat juga
digunakan. Kuvet yang bertutup digunakan untuk pelarut organik. Sel
yang baik adalah kuarsa atau gelas hasil leburan yang homogen.
4. Detektor
Detektor merupakan salah satu bagian dari spektrofotometer
yang penting oleh sebab itu detektor akan menemukan kualitas dari
spektrofotometer adalah mengubah signal elektronik. Peranan
detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya pada
berbagai panjang gelombang.
5. Suatu amplifier (penguat) dan rangkaian yang berkaitan yang
membuat isyarat listrik dapat untuk diamati.
6. Sistem pembacaan yang memperlihatkan besarnya isyarat listrik
(Khopkar, 1990; Rohman, 2007; Day and Underwood, 1981).
23
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Alat Penelitian
Alat yang digunakan adalah labu ukur 100 mL (Iwaki pyrex), labu ukur
50 mL (Iwaki pyrex), labu ukur 25 mL (Iwaki pyrex), labu ukur 10 mL (Iwaki
pyrex), gelas kimia (Schott duran), corong, rotary vaporator (IKA), neraca
analitik (Shimadzu), spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu Corporation UV-
1800), Finn Tips, Finn Pipet (Corning) dan Vial.
3.2 Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan adalah teh manis, methanol, aquadest, larutan
standar, parasetamol drops dan baku pembanding parasetamol BPFI.
3.3 Pengumpulan Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah teh hitam dengan merek dagang
Sariwangi® dan Sanmol Drops®. Kedua sampel diperoleh dari salah satu
minimarket di kota Bandung, Jawa Barat.
3.4 Penyiapan Sampel
Dituangkan air hangat ±200 ml ke dalam gelas berisi kantong teh dan
ditambahkan gula pasir 1 sendok makan, biarkan hingga dingin.
23
24
3.5 Uji Stabilitas
3.5.1 Penyiapan Sampel
Parasetamol drops dan teh manis dengan perbandingan 1:1
dimasukkan ke vial/gelas beker dan dicampur homogen. Banyaknya
campuran disesuaikan dengan jumlah total sampel yang dibutuhkan untuk
satu kali penetapan kadar. Sampel disiapkan masing-masing dalam wadah
yang diberi label sesuai interval sampling dan suhu uji stabilita (interval
waktu 0 menit, 5 menit, 10 menit, 15 menit, 20 menit, 30 menit, 45 menit,
1 jam, 2 jam, 3 jam, dan 24 jam). Masing-masing pada suhu ruang (≤30
oC) dan suhu dingin (2-8 oC). Masing-masing sampel dibuat triplo.
3.5.2 Kondisi Studi Stabilitas
Campuran parasetamol drops dan teh manis disimpan pada suhu
ruang (≤30 oC) dan suhu dingin (2-8 oC). Pada interval waktu 0 menit, 5
menit, 10 menit, 15 menit, 20 menit, 30 menit, 45 menit, 1 jam, 2 jam, 3
jam, dan 24 jam diamati organoleptis dan ditetapkan kadar parasetamol
dalam sampel menggunakan spektrofotometri UV-Vis. Jika terjadi
perubahan/kerusakan fisik dari campuran seperti campuran membusuk,
basi dan lain sebagainya maka penetapan kadar parasetamol dalam
campuran tidak ditetapkan.
3.5.3 Metode Pengenceran
Ambil 1 ml pada campuran parasetamol Drops dan teh manis yang
telah disimpan sesuai interval waktu dan suhu berbeda lalu masukkan ke
tabung eppendrof, tambahkan 5 ml metanol dan kocok sampai homogen.
25
Kemudian sentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 70 rpm. Ambil
1 ml larutan bening dari hasil sentrifugasi dan masukkan ke labu ukur 10
ml tambahkan pelarut sampai tanda batas dan kocok sampai homogen.
Ambil 0,05 ml ke dalam labu ukur 10 ml dan tambahkan pelarut sampai
tanda batas dan larutkan sampai homogen. Lalu dibuat kurva kalibrasi
yang merupakan plot antara absorbansi dengan konsentrasi.
3.5.4 Metode Penetapan Kadar
Diukur serapan larutan sampel menggunakan Spektrofotometri
UV-Vis pada panjang gelombang 200-400 nm. Kadar Parasetamol
dihitung menggunakan kurva kalibrasi yang telah didapat.
3.5.5 Pembuatan Larutan Standar
Ke dalam labu ukur 100 ml larutkan 10 mg parasetamol murni dan
pelarut (campuran metanol dan aquadest) sampai tanda batas dan kocok
sampai larut. Ambil 1 ml dan masukkan ke dalam labu ukur 10 ml lalu
tambahkan pelarut sampai tanda batas dan kocok sampai larut. Dari
larutan tersebut dibuat berbagai konsentrasi yaitu 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm, 8
ppm, 10 ppm dan 12 ppm. Dibaca masing- masing insensitas serapan ke
dalam monitor, terlihat kurva yang menunjukan perbandingan antara nilai
ppm dan nilai absorbansinya sehingga didapat persamaan yb.x+a.
3.5.6 Pembuatan Larutan Parasetamol Drops (Sanmol Drops®)
Dipipet parasetamol drops sebanyak 2 mL dimasukkan ke dalam
vial dan diamkan berdasarkan interval waktu dari 0 menit sampai 24 jam
selanjutnya diambil sebanyak 1 mL ke dalam tabung eppendrof,
26
ditambahkan metanol sebanyak 5 mL dan di sentrifugasi selama 15 menit
dengan kecepatan 70 rpm. Hasil sentrifugasi dipipet sebanyak 1 mL
dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL, diencerkan dengan pelarut, kocok
sampai larut, tambahkan sampai tanda batas, dipipet sebanyak 0,02µL,
dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL dan diencerkan dengan pelarut,
kocok sampai larut. Ukur dengan spekrofotometri UV-Vis. Hasil panjang
gelombang harus sama dengan hasil dari larutan standar.
3.5.7 Data dan Pengolahan Data
Data disajikan dalam bentuk rata-rata ± standar deviasi. Data
kadar diolah secara statistik menggunakan T-test tidak berpasangan.
3.6 Validasi Metode
3.6.1 Presisi
Presisi adalah suatu pengukuran kedekatan nilai data satu dengan
data yang lainnya dalam suatu pengukuran dalam kondisi analisis yang
sama. Presisi sering diukur sebagai persen Relative Standard Deviation
(RSD) atau Coefficient of Standard untuk sejumlah sampel yang berbeda
bermakna secara statistik. Kriteria presisi diberikan jika metode
memberikan nilai (CV) 2% atau kurang. Persyaratan RSD ≤ 2% dengan
rumus %RSD = SD X
x 100% (Harmita, 2004).
Keseksamaan (presisi) merupakan ukuran yang menunjukkan
derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui sebaran hasil
individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang-ulang
27
pada sampel yang diambil dari campuran yang homogen (Harmita, 2004).
3.6.2 Akurasi
Akurasi ditentukan dengan membuat konsentrasi 6, 8 ppm dan 10
ppm masing-masing diukur dan dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali
dan diukur pada panjang gelombang maksimum 527 nm dan kemudian
menghitung % perolehan kembali = x 100%
28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pencampuran
Gambar 4.1 Hasil Pencampuran Parasetamol Drops dan Teh Manis
Hasil pencampuran parasetamol drops dan teh manis menunjukkan hasil
yang homogen. Homogenitas dapat tercapai disebabkan karena parasetamol
drops dan teh manis keduanya berbentuk larutan. Selain itu, menurut Clarke
1986, parasetamol dapat larut dalam 70 bagian air.
4.2 Pengamatan Organoleptik
Dilakukan pengamatan organoleptik terhadap hasil pencampuran
meliputi bentuk, aroma dan warna sesuai dengan interval waktu yang telah
ditentukan.
Tabel 4.1 Pengamatan Sampel yang Disimpan pada Suhu Ruang
I.W Bentuk Aroma Warna
0 Menit Cair Khas Merah
5 Menit Cair Khas Merah
10 Menit Cair Khas Merah
15 Menit Cair Khas Merah
20 Menit Cair Khas Merah
28
29
30 Menit Cair Khas Merah
45 Menit Cair Khas Merah
1 Jam Cair Khas Merah
2 Jam Cair Khas Merah
3 Jam Cair Khas Merah
24 Jam Cair Apek Merah
Tabel 4.2 Pengamatan Sampel yang Disimpan pada Suhu Dingin
I.W Bentuk Aroma Warna
0 Menit Cair Khas Merah
5 Menit Cair Khas Merah
10 Menit Cair Khas Merah
15 Menit Cair Khas Merah
20 Menit Cair Khas Merah
30 Menit Cair Khas Merah
45 Menit Cair Khas Merah
1 Jam Cair Khas Merah
2 Jam Cair Khas Merah
3 Jam Cair Khas Merah
24 Jam Cair Khas Merah
Berdasarkan pengamatan organoleptik yang telah dilaksanakan,
seluruh sampel yang disimpan pada suhu ruang dan suhu dingin
menunjukkan bentuk cair, aroma khas parasetamol, sedikit aroma teh, dan
berwarna merah. Hal ini menunjukkan konsistensi yang stabil terkecuali
pada interval 24 jam suhu ruang yang beraroma apek yang kemungkinan
disebabkan oleh rusaknya sampel.
4.3 Sentrifugasi
Hasil sentrifugasi pada masing-masing interval menunjukkan hasil yang
sama yaitu larutan nampak keruh, ini terlihat pada gambar 4.2.
30
Panjang Gelombang
Gambar 4.2 Hasil Sentrifugasi
4.4 Penetapan Panjang Gelombang Maksimum
Larutan standar dibuat dengan berbagai konsentrasi tertentu yaitu
dengan cara melarutkan bahan parasetamol murni dengan metanol ditambah air
dengan perbandingan 1:99. Penggunaan metanol sebagai pelarut karena
parasetamol larut dalam metanol. Selain itu juga, diketahui metanol memiliki
serapan panjang gelombang di bawah 210 nm. Sehingga metanol akan
meneruskan atau tidak akan menyerap sinar dengan panjang gelombang di atas
210 nm. Akibatnya metanol tidak akan mengganggu spektrum serapan dari
parasetamol.
Gambar 4.3 Penetapan Panjang Gelombang Maksimum (λ maks)
Abso
rbansi
31
Panjang gelombang maksimum (λ maks) merupakan panjang
gelombang dimana terjadi eksitasi elektronik yang memberikan absorbansi
maksimum. Alasan dilakukan pengukuran pada panjang gelombang maksimum
adalah perubahan absorban untuk setiap satuan konsentrasi adalah paling besar
pada panjang gelombang maksimum, sehingga akan diperoleh kepekaan
analisis yang maksimum. Penentuan panjang gelombang pada penelitian ini
dilakukan dengan mengukur absorbansi dari parasetamol pada panjang
gelombang ultraviolet yaitu antara panjang gelombang 200 nm - 400 nm. Dari
hasil penelitian yang diperoleh panjang gelombang maksimum adalah 240,4
nm. Secara teoritis serapan maksimum untuk parasetamol adalah 244 nm.
4.5 Penentuan Linearitas atau Kurva Baku Parasetamol
Linearitas merupakan kemampuan metode untuk mendatangkan hasil
uji yang secara langsung sebanding dengan konsentrasi analit dalam suatu
rentang kerja yang diberikan (Harmita, 2004). Hal ini dapat dilakukan dengan
cara membuat kurva kalibrasi dari beberapa set larutan standar yang telah
diketahui konsentrasinya. Kurva kalibrasi merupakan metode standar yang
dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi suatu analit berdasarkan hukum
Lambert-Beer. Pengukuran absorbansi larutan standar parasetamol pada
panjang gelombang maksimum dikarenakan pada daerah tersebut akan
diperoleh titik serapan terbesar untuk setiap larutan standar parasetamolnya.
Hasil absorbansi pada uji linearitas atau kurva baku terdapat pada tabel 4.3
dan gambar 4.4.
32
Tabel 4.3 Hasil Absorbansi Uji Linearitas
No Konsentrasi (ppm) Abs
1 2 ppm 0,164
2 4 ppm 0,333
3 6 ppm 0,495
4 8 ppm 0,632
5 10 ppm 0,816
6 12 ppm 0,968
Gambar 4.4 Kurva Baku Parasetamol Murni
Setelah dilakukan kurva kalibrasi, maka diperoleh persamaan yang
digunakan untuk menghitung kadar parasetamol murni, aborbansi dari keenam
konsentrasi kurva kalibrasi berkisar antara 0,16 sampai 0,96 sehingga kurva
kalibrasi yang diperoleh hasilnya baik. Didapatkan persamaan garis y = 0,08012
x + 0,00705 dan koefisien kolerasi (R) dengan nilai 0,99910 . Nilai r yang baik
yang mendekati dan tidak lebih dari satu (Chan dkk, 2004). Dari hasil r yang
didapat yaitu 0,99910 menunjukan bahwa terjadi hubungan linear yang positif
dalam kurva baku linear yang sudah dibuat.
33
Hasil pengukuran menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi
larutan standar parasetamol yang diukur maka semakin besar pula absorbansi
yang diperoleh. Hal ini dikarenakan pada konsentrasi yang semakin tinggi
tingkat kepekatan senyawa parasetamol juga semakin tinggi. Selain itu, hukum
Lambert-Beer menunjukkan bahwa perubahan konsentrasi suatu sampel
tertentu akan mengubah absorbansi pada tiap panjang gelombang dengan suatu
faktor yang konstan. Pembuatan kurva kalibrasi standar dilakukan dengan
memplot larutan standar parasetamol (sumbu x) dan absorbansi (sumbu y),
kemudian titik tersebut dihubungkan dengan garis lurus.
4.6 Uji Presisi
Keseksamaan (presisi) merupakan ukuran yang menunjukkan derajat
kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui sebaran hasil individual
dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang-ulang pada sampel yang
diambil dari campuran yang homogen (Harmita, 2004). Keseksamaan dapat
dinyatakan sebagai repeatability (keterulangan) atau reproducibility
(ketertiruan). Repeatability adalah keseksamaan metode jika dilakukan
berulang kali oleh analis yang sama ada kondisi sama dan dalam interval waktu
yang singkat. Reproducibility adalah keseksamaan metode jika dikerjakan pada
kondisi yang berbeda. Nilai presisi dihitung menggunakan standar deviasi (SD)
untuk menghasilkan Relative Standard Deviasion (RSD) atau Coeficient
Variation (CV). Kriteria seksama diberikan jika metode memberikan nilai
34
%RSD ≤2%. Semakin kecil nilai standar deviasi yang diperoleh, maka makin
kecil pula nilai koefisien variasinya (Riyadi, 2009).
Tabel 4.4 Hasil Uji Presisi
Sampel Standar Konsentrasi (ppm)
8 ppm 7,775
8 ppm 7,712
8 ppm 7,86
8 ppm 7,762
8 ppm 7,725
8 ppm 7,837
8 ppm 7,823
SD 0,05699
Rata-rata 7,783
% RSD 0,732
Uji presisi dilakukan dengan menggunakan larutan standar parasetamol
8 ppm sebanyak tujuh kali pengulangan. Hasil pengujian presisi pada larutan
standar parasetamol menunjukkan nilai SD 0,05699 dan RSD 0,732 %. Dilihat
dari hasil (Tabel 5) bahwa hasil yang diperoleh 0,732 % dan tidak melebihi 2%
yang menunjukan hasil yang baik sesuai yang ditentukan dalam persyaratan.
4.7 Uji Akurasi
Akurasi merupakan kecermatan tingkat kedekatan hasil pengujian
metode dengan nilai yang sebenarnya atau nilai yang dinyatakan benar. Dari
hasil akurasi yang diperoleh nilai persen perolehan kembali dari konsentrasi
sebesar 4 ppm, 6 ppm dan 8 ppm yang diperoleh sebesar 95 – 105 %.
35
Tabel 4.5 Hasil Uji Akurasi
Sampel Standar Konsentrasi (ppm) % Perolehan Kembali
4 ppm 4 100
4 ppm 3,925 98,1
4 ppm 3,937 98,4
6 ppm 6,062 101
6 ppm 5,9 98,3
6 ppm 5,95 99,1
8 ppm 7,775 97,1
8 ppm 7,712 96,4
8 ppm 7,86 98,2
Ketangguhan metode adalah derajat ketertiruan hasil uji yang diperoleh
dari analisis sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji normal, seperti
laboratorium, analisis, instrumen, bahan pereaksi, suhu, hari yang berbeda, dan
lain-lain. Ketangguhan biasanya dinyatakan sebagai tidak adanya pengaruh
perbedaan operasi atau lingkungan kerja pada hasil uji (Rohman dan Gandjar,
2007). Penentuan ketangguhan metode dilakukan dengan mengukur serapan
larutan sampel pada panjang gelombang maksimum, panjang gelombang
maksimum +1. Range nilai persen (%) recovery analit yang dapat diterima
adalah 90-110%. Range tersebut bersifat fleksibel tergantung dari kondisi analit
yang diperiksa berdasarkan jumlah sampel dan kondisi laboratorium. Nilai
%recovery yang diperoleh masuk dalam range yang dapat diterima yaitu 90-
110%, sehingga dapat dikatakan metode ini memiliki akurasi yang baik.
4.8 Larutan Parasetamol Drops (Sanmol Drops®) dan Uji Stabilitas
Penelitian ini dilakukan untuk untuk mengetahui stabilitas kimia obat
parasetamol drops yang disimpan pada suhu ruang dan suhu lemari pendingin
36
dengan tujuan untuk menentukan stabilitas kimia dan usia simpan. Studi ini
adalah penelitian eksperimental laboratorium yaitu evaluasi kestabilan
dipercepat untuk mengetahui stabilitas sediaan parasetamol drops dengan
menyimpannya pada suhu ruang (≤30 oC) dan suhu dingin (2-8 °C) selama 24
jam. Dari masing-masing sampel dilakukan secara triplo dan tiap sampel
ditentukan kadar parasetamol yang tersisa setiap 24 jam dengan mengukur
serapan menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
Tabel 4.6 Hasil Penelitian Parasetamol Drops Suhu Ruang
Waktu Absorbansi Konsentrasi (ppm)
0 Menit 0, 995 61,665
5 Menit 0,963 59,680
10 Menit 0,959 59,410
15 Menit 0,956 59,210
20 Menit 0,938 58,100
30 Menit 0,933 57,760
45 Menit 0,931 57,640
1 Jam 0,934 57,653
2 Jam 0,930 57,585
3 Jam 0,909 56,310
24 Jam 0,917 55,625
Gambar 4.5 Kurva Kalibrasi Parasetamol Drops Suhu Ruang
37
Tabel 4.7 Hasil Penelitian Parasetamol Drops Suhu Dingin
Waktu Absorbansi Konsentrasi (ppm)
0 Menit 0, 961 59,535
5 Menit 0,957 59,285
10 Menit 0,947 58,670
15 Menit 0,939 58,190
20 Menit 0,938 58,125
30 Menit 0,938 58,070
45 Menit 0,930 57,595
1 Jam 0,927 57,395
2 Jam 0,914 56,575
3 Jam 0,907 56,310
24 Jam 0,907 55,260
Gambar 4.6 Kurva Kalibrasi Parasetamol Drops Suhu Dingin
Berdasarkan hasil uji stabilitas dapat disimpulkan bahwa parasetamol
drops yang disimpan pada suhu ruang lebih stabil dibandingkan parasetamol
drops yang disimpan pada suhu dingin. Dimana konsentrasi parasetamol drops
pada suhu ruang lebih tinggi daripada konsentrasi parasetamol drops pada suhu
dingin. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Rosalina, 2018.
38
4.9 Sampel (Campuran Parasetamol Drops dan Teh Manis)
Data hasil penelitian sampel parasetamol drops dicampur dengan
teh manis pada suhu ruang (≤30 oC) dapat dilihat pada tabel 4.8 dan
gambar 4.7.
Tabel 4.8 Hasil Penelitian Parasetamol Drops dicampur Teh Manis Suhu
Ruang (n = 3)
Waktu Faktor
Pengenceran
Absorbansi Konsentrasi (ppm) Konsentrasi
Rata-rata ± SD (ppm) A1 A2 A3 C1 C2 C3
0 Menit
2000
0,652 0,653 0,669 8,055 8,067 8,264 8,128 ± 0,117
5 Menit 0,644 0,627 0,639 7,954 7,743 7,886 7,861 ± 0,107
10 Menit 0,645 0,627 0,610 7,962 7,732 7,525 7,739 ± 0,218
15 Menit 0,629 0,619 0,606 7,763 7,641 7,471 7,625 ± 0,146
20 Menit 0,620 0,604 0,603 7,654 7,450 7,435 7,513 ± 0,122
30 Menit 0,571 0,582 0,587 7,042 7,178 7,244 7,154 ± 0,103
45 Menit 0,567 0,562 0,542 6,989 6,921 6,682 6,864 ± 0,161
1 Jam 0,473 0,453 0,494 5,814 5,566 6,072 5,817 ± 0,253
2 Jam 0,424 0,412 0,432 5,207 5,059 5,299 5,188 ± 0,121
3 Jam 0,399 0,407 0,394 4,888 4,996 4,834 4,906 ± 0,082
Gambar 4.7 Kurva Hasil Penelitian Parasetamol Drops dicampur Teh Manis
Suhu Ruang
39
Data hasil penelitian sampel parasetamol drops dicampur dengan teh
manis pada suhu dingin (2-8 oC) dapat dilihat pada tabel 4.9 dan gambar 4.8.
Tabel 4.9 Hasil Penelitian Parasetamol Drops dicampur Teh Manis Suhu
Dingin (n = 3)
Waktu Faktor
Pengenceran
Absorbansi Konsentrasi (ppm) Konsentrasi
Rata-rata ± SD (ppm) A1 A2 A3 A1 A2 A3
0 Menit
2000
0,646 0,640 0,646 7,974 7,904 7,978 7.952 ± 0,042
5 Menit 0,617 0,634 0,648 7,606 7,819 8,000 7,808 ± 0,197
10 Menit 0,613 0,615 0,626 7,567 7,584 7,730 7,627 ± 0,090
15 Menit 0,603 0,623 0,613 7,435 7,692 7,568 7,565 ± 0,129
20 Menit 0,602 0,642 0,602 7,419 7,920 7,430 7,589 ± 0,286
30 Menit 0,617 0,630 0,589 7,612 7,770 7,258 7,546 ± 0,262
45 Menit 0,620 0,605 0,599 7,650 7,463 7,390 7,501 ± 0,134
1 Jam 0,574 0,569 0,576 7,077 7,011 7,107 7,065 ± 0,049
2 Jam 0,576 0,572 0,565 7,104 7,053 6,967 7,041 ± 0,069
3 Jam 0,409 0,401 0,465 5,017 4,914 5,720 5,217 ± 0,439
24 Jam 0,225 0,243 0,190 2,718 2,939 2,282 2,646 ± 0,334
Gambar 4.8 Kurva Hasil Penelitian Parasetamol Drops dicampur Teh Manis
Suhu Dingin
40
Berdasarkan hasil penelitian parasetamol drops yang dicampur teh
manis dan disimpan pada suhu ruang maupun dingin dapat terlihat penurunan
kadar yang cukup besar. Adapun yang mengalami penurunan kadar paling besar
terjadi pada suhu ruang. Hal ini berbanding terbalik dengan hasil uji stabilitas
parasetamol drops dimana penurunan yang paling besar adalah pada suhu
dingin. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantara interaksi obat
dan kandungan kimia teh, suhu, atau bisa juga disebabkan oleh kandungan air
dalam sampel.
Daun teh mengandung berbagai kandungan kimia diantaranya polifenol,
flavonoid, kafein, teobromin, teofilin, tannin, xanthine, adenin, minyak atsiri,
kuersetin dan naringenin (Dalimartha, 2007). Menurut Donovan dan Devane
2001, parasetamol tidak dianjurkan dikonsumsi bersamaan dengan kafein
dalam jumlah banyak seperti yang terdapat dalam minuman dan makanan
misalnya kopi, teh, minuman cola, suplemen dan obat-obatan. Para peneliti dari
Department of Medicinal Chemistry, terutama Dr. Sid Nelson di University of
Washington Seattle telah melakukan uji toksikologi yang menduga bahwa
kombinasi parasetamol dan kafein dalam dosis besar dapat menyebabkan risiko
kerusakan hati atau hepatotoksik. Namun sampai saat ini belum ada jurnal
penelitian ataupun referensi yang mengatakan bahwa kafein ataupun kandungan
kimia lain dalam teh dapat menurunkan kadar parasetamol ketika dicampur.
Menurut Novianti 2004, semua obat pada dasarnya akan rusak apabila
disimpan pada temperatur tinggi. Semakin tinggi suhu penyimpanan maka
waktu kadaluwarsa (t90) dan waktu paruh (t1/2) semakin kecil. Dengan
41
demikian, dengan semakin naiknya suhu penyimpanan, parasetamol akan
mengalami degradasi sehingga kadarnya berkurang. Inilah kemungkinan salah
satu faktor yang menyebabkan penurunan kadar parasetamol dicampur teh
manis pada suhu ruang lebih cepat terjadi penurunan kadar dibandingkan pada
suhu dingin.
Selain itu, kandungan air dalam sampel teh manis juga berperan dalam
penurunan kadar parasetamol secara signifikan. Menurut Connors dkk 1986,
jalur utama degradasi yang menyebabkan asetaminofen tidak stabil adalah
peristiwa hidrolisis yang memecah parasetamol menjadi p-aminofenol dan
asam asetat. Hal ini dapat terlihat melalui gambar berikut :
4.10 Uji Statistik
Tabel 4.10 Group Statistics
KELOMPOK N Mean Std.
Deviation
Std. Error Mean
SUHU
SUHU
RUANG 30 6.8798 1.12958 .20623
SUHU DINGIN
33 6.8690 1.54567 .26907
42
Tabel 4.11 Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
F
Sig.
t
Df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Equal
variances
assumed
.238
.627
.031
61
.975
.01074
.34403
-.67720
.69867
SUHU
Equal variances not
assumed
.032 58.401 .975 .01074 .33901 -.66777 .68924
Untuk melihat kebermaknaan perbedaan suhu dingin dan suhu ruang
pada kadar obat dari semua kelompok perlakuan, digunakan uji T tidak
berpasangan. Hipotesis perbandingan multi kelompok yang akan diuji adalah
sebagai berikut:
H0 = Tidak terdapat perbedaan konsentrasi yang berarti antara sampel yang
disimpan pada suhu ruang dan suhu dingin.
H1 = Ada perbedaan konsentrasi yang berarti antara sampel yang disimpan
pada suhu ruang dan suhu dingin.
Sebelum dilakukan uji T tidak berpasangan terlebih dahulu dilakukan
uji homogenitas. Uji ini dilakukan untuk melihat bahwa data sudah homogen
atau tidak. Dari uji didapatkan hasil bahwa data homogen, karena nilai
signifikansi 0,627 yang didapat lebih besar dari 0,05.
Dari hasil uji T tidak berpasangan didapat nilai signifikansi sebesar
0,975. Dengan = 0,05, nilai signifikansi yang diperoleh 0,975 > 0,05 sehingga
dapat disimpulkan bahwa H0 diterima dan H1 ditolak, artinya tidak terdapat
43
perbedaan konsentrasi yang berarti antara sampel yang disimpan pada suhu
ruang dan suhu dingin.
43
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan yaitu studi penentuan
profil stabilitas kadar parasetamol drops yang dicampur teh manis pada suhu
ruang (≤30 oC) dan suhu dingin (2-8 oC) dengan metode spektrofotometri UV-
Vis pada panjang gelombang 200-400 nm dapat disimpulkan sebagai berikut :
a. Penambahan teh manis mempengaruhi kadar parasetamol drops dan tidak
ada perbedaan yang berarti antara penyimpanan pada suhu ruang dan suhu
dingin.
b. Penurunan kadar parasetamol drops ditambah teh manis yang disimpan
pada suhu ruang bertahan selama 3 jam adalah 39,64%, sedangkan yang
disimpan pada suhu dingin bertahan selama 24 jam adalah 66,72%. Dan
apabila diukur pada 3 jam maka penurunan suhu dingin adalah 34,39%.
5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian selanjutnya mengenai interaksi yang
menyebabkan penurunan kadar parasetamol.
43
43
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, Rina., 2018., 11 Khasiat Teh Hitam.,
https://lifestyle.sindonews.com/read/1273634/155/11-khasiat-teh-hitam-
1515981972 (diakses tanggal 10 Agustus 2019)
Berman, A., 2009., Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis Kozier & Erb.,
EGC., Jakarta
Chan, Chung Chown, Lam, Y.C, Lee, Xue Ming Zhang., 2004., Analitical Method
Validation and Instrument Performance Verification., John Willey &
Sons, Inc.Publication., New Jersey
Clarke, e.G.C., 1986., Isolation and Identification of Drugs, Second Edition.,
The Pharmaceutical Press, London., hal. 849- 850
Connors, K.A., Amidon, G.L. and Stella, V.J., 1986., Chemical Stability of
Pharmaceutical., John Willey and Sons., New York., hal. 3-26, 163-
168
Dachriyanus., 2004., Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi.,
Andalas University Press., Padang
Dalimartha, S., 2007., Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid IV., Puspa Swara.,
Jakarta
Day and Underwood., Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Kelima., Erlangga.,
Yogyakarta
Depkes RI., 2008., Artikel ”Minuman Teh Juga Memiliki Manfaat
Kesehatan”., http://www.depkes.go.id (diakses tanggal 7 Agustus 2019)
Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan., 2014., Farmakope Indonesia
Edisi V., Departemen kesehatan Republik Indonesia.., Jakarta
Donovan JL., Devane CL., 2001., A primer on caffeine pharmacology and its drug
interactions in Clinical Psychopharmacology. Psychopharmacology
Bulletin. 35 (3): 30-48
Gandjar, I.G., dan Rohman, A., 2007., Kimia Farmasi Analisis., Pustaka Pelajar.,
Yogyakarta
44
45
Harmita., 2004., Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara
Perhitungannya., Majalah Ilmu Kefarmasian Vol I (3)., hal 117-135
Herawati.H dan Nurbaeti.B., 2004., Nilai Fungsional beberapa Beberapa
Komponen Aktif yang terkandung dalam Teh., Seminar Nasional
Pangan Fungsional : Hal 90-97
Khopkar, S. M., 2008., Konsep Dasar Kimia Analitik., UI Press., Jakarta
Khopkar, S. M., 2009., Konsep Dasar Kimia Analitik., UI Press., Jakarta
Kumar, V., Cotran, R.S., dan Robbins, S.L., 2007., Buku Ajar Patologi Edisi VII.,
EGC., Jakarta
Lachman, L., Lieberman, H. A., Kanig, J. L., 1986., Teori dan Praktek
Farmasi Industri Edisi Ketiga., diterjemahkan oleh: Suyatmi, S.,
Penerbit Universitas Indonesia., Jakarta., hal 760-779, 1514 – 1587
Lubis, N.L., 2009., Depresi Tinjauan Psikologis., Kencana., Jakarta
Mukhtar.H dan Ahmad.N., 2000., Tea Polyphenols: Prevention of Cancer and
Optimizing Health ¹²³., The American Journal Of Clinical Nutrition., hal 71
: 1689- 1702
Nelwan, R.H.H., 2006., Demam: Tipe dan Pendekatan., Dalam: Sudoyo, A.W.,
Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata M., dan Setiati, S., Editor: Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Keempat. Jilid Ketiga., Pusat Penerbit
Departemen Ilmu Penyakit Dalam., Jakarta., hal 1697-1699
Novianti, P., 2004., Pengaruh Suhu Terhadap Stabilitas Sirup Parasetamol
Paten., [email protected] (diakses tanggal 7 Agustus 2019)
Odom Debie., 2007., Camellia sinensis - The Tea Plant., The Camellia Journal.,
hal 18-20
Oguni, I., 1996., Green Tea and Human Health., Japan Tea Exporter’s
Association Shizuoka Japan
Pambudi Joko., 2000., Potensi Teh Sebagai Sumber Zat Gizi dan Perannya
Dalam kesehatan., Seminar Hidup Sehat dengan Teh., hal 21-33
Rahardja, Drs. K., 2007., Obat-Obat Penting Edisi IV., PT Elex Media
Komputindo., Jakarta., hal 318
46
Riyadi, W., 2009., Validasi Metode Analisis., http://www.chem-is-
try.org/artikel_kimia/kimia_analisis/validasi-metode-analisis/ (diakses
tanggal 7 Agustus 2019)
Rohdiana.D., 2007., "Talk Show - Efek Teh Hitam dalam Mencegah dan
Mengatasi Risiko Penyakit Jantung Koroner".,
http://www.pjnhk.go.id/content/view/647/31/ (diakses tanggal 7 Agustus
2019)
Rohman, A .,Gandjar, G.H., 2007., Kimia Farmasi Analisis., Pustaka Pelajar.,
Yogyakarta
Rosalina, Vivi., Analisis Kadar Sedian Parasetamol Syrup Pada Anak
Terhadap Lama Penyimpanan Dan Suhu Penyimpanan., Jurnal Para
Pemikir., VOL. VII., NO. 2., Juni 2018., Stikes Bhakti Husada Mulia.,
Madiun
Roth dan Blaschke., 2004., Analisis Farmasi., UGM Press., Yogyakarta
Setiani, D., 2014., Studi Optimasi Pembuatan Kombucha dari Ekstrak Teh
Hitam Serta Uji Aktivitas Antioksidan., Skripsi Universitas Pendidikan
Indonesia., Bandung
Soedjatmiko., 2005., Penanganan Demam Pada Anak Secara Profesional.,
Dalam: Tumbelaka, et al., Editor., Pendidikan Kedokteran
Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XLVII., Cetakan pertama., FKUI-
RSCM., Jakarta., hal 32-41
Soedradjat, R. Rulan., 2003., Pengolahan Teh Hitam di Indonesia., Makalah
BPTK., Gambung
Standar Nasional Indonesia 3836-2013., 2013., Teh Kering Dalam Kemasan.,
Badan Standarisasi Nasional
Suryatmo, T., 1994., Budidaya dan Pengolahan Pascapanen Teh. Kanisius.,
Yogyakarta
Sutiadarma., 2004., Analisis Struktur Organik secara Spektroskopi., UGM
Press., Yogyakarta
Wiedyaningsih, Chairun., 2014., Mengenal Parasetamol., Dalam Tribun Yogya.,
17 Agustus 2014., Jakarta
47
Wilmana, P.F., 1995., Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti-Inflamasi
Nonsteroid dan Obat Pirai, dalam Ganiswara., E., (ed).,
Farmakologi dan Terapi., Edisi 4., 213-215., Bagian Farmakologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia., Jakarta
Wilmana, P.F., dan Gan, S., 2007., Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti
Inflamasi Nonsteroid dan Obat Gangguan Sendi Lainnya., Dalam: Gan,
S., Setiabudy, R., dan Elysabeth, eds. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5.
Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI., Jakarta., hal 237-23
48
LAMPIRAN 1. Perhitungan Bahan
Pembuatan Larutan Stok Parasetamol 100 ppm
ppm = Berat Parasetamol Murni yang Ditimbang (mg)
Volume Pelarut (L)
= 10 mg
100 mL
= 10 mg
0,1 L
= 100 ppm
Perhitungan Pengenceran :
2 ppm = V1 . N1
V1 . 100
V1
V1
= V2 . N2
= 10 . 2
= 20
100
= 0,2 mL
4 ppm = V1 . N1
V1 . 100
V1
V1
= V2 . N2
= 10 . 4
= 40
100
= 0,4 mL
6 ppm = V1 . N1
V1 . 100
V1
V1
= V2 . N2
= 10 . 6
= 60
100
= 0,6 mL
49
8 ppm = V1 . N1
V1 . 100
V1
V1
= V2 . N2
= 10 . 8
= 80
100
= 0,8 mL
10 ppm = V1 . N1
V1 . 100
V1
V1
= V2 . N2
= 10 . 10
= 100
100
= 1 mL
12 ppm = V1 . N1
V1 . 100
V1
V1
= V2 . N2
= 10 . 12
= 120
100
= 1,2 mL
50
LAMPIRAN 2. Dokumentasi Penelitian
Pembuatan larutan standar
Proses pengenceran larutan standar
Pencampuran parasetamol drops dan sampel teh
manis secara triplo untuk suhu ruang dan suhu
dingin
Penyimpanan pada suhu dingin
51
Pengenceran setelah penyimpanan pada suhu
ruang dan suhu dingin
Sentrifugasi
Pembacaan panjang gelombang
52
LAMPIRAN 3. Sertifikat Analisis Kadar Baku Kerja
53
54
55