Studi spektrum frek utk maritim 2011
Transcript of Studi spektrum frek utk maritim 2011
i
PENG G U NAA N S PEK TRU M
FREK UE NSI UN T UK
K EPERL UAN
DINAS MARITI M
ii
P E N G G U N A A N S P E K T R U M F R E K U E N S I
U N T U K K E P E R L U A N
D I N A S M A R I T I M
iii
PENGGUNAAN SPEKT RU M FREKU ENSI
UNT UK KEPERLU AN
D I NAS MARI T I M
PENGGUNAAN
iv
PENGGUNAAN SPEKTRUM FREKUENSI
UNTUK KEPERLUAN
DINAS MARITIM
@ Hak Cipta Dilindungi Undang – Undang. Dilarang memperbanyak sebagian
atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun, baik secara elektronik maupun
mekanik, termasuk memfotokopi, merekam, atau dengan sistem penyimpanan
lainnya, tanpa izin tertulis dari penerbit.
Diterbitkan oleh Puslitbang SDPPI, Badan Penelitian dan Pengembangan
Sumber Daya Manusia – Kementerian Komunikasi dan Informatika
Cetakan Pertama
Desember 2011
i
SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
SUMBER DAYA MANUSIA
KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga buku “Penggunaan Spektrum
Frekuensi untuk Keperluan Dinas Maritim” dapat diterbitkan.
Penerbitan buku ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai
penggunaan spektrum frekuensi khususnya untuk keperluan dinas maritim.
Sebagaimana kita ketahui, spektrum frekuensi merupakan salah satu sumber daya
terbatas, sangat vital dan merupakan aset nasional yang memerlukan kehati-hatian
dalam mengaturnya. Untuk itu diperlukan suatu kegiatan manajemen spektrum
frekuensi dari suatu tahapan perencanaan hingga pendistribusian ketersediaan untuk
keperluan penyelenggaraan komunikasi maritim yang dalam implementasinya
diperlukan koordinasi dengan instansi terkat lainnya serta perlu dicermati
harmonisasi terkait peraturan yang dikeluarkan instansi terkait.
Alokasi spektrum frekuensi untuk keperluan dinas maritim dapat dimanfaatkan
secara maksimal oleh pengguna frekuensi maritim terutama perusahaan-perusahaan
pelayaran, nelayan kecil atau pelayaran rakyat sehingga dapat mendukung sarana
keselamatan dan komunikasi serta kegiatan ekonomi di maritim.
Besar harapan kami buku ini dapat dimanfaatkan untuk menambah wawasan dan
pengetahuan masyarakat, kalangan akademisi, dunia usaha dan para pembaca
tentang penggunaan spektrum frekuensi khususnya untuk keperluan dinas maritim.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada Menteri Komunikasi dan
Informatika yang telah memberikan kepercayaan dan arahan kepada kami dalam
penerbitan buku ini dan kepada Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya
Perangkat Pos dan Informatika yang telah menerbitkan buku ini dan seluruh pihak
yang telah mendukung serta membantu penyelesaian buku “Penggunaan Spektrum
Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim”.
Jakarta, Desember 2011
KEPALA BADAN LITBANG SDM
AIZIRMAN DJUSAN
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya
Perangkat Pos dan Informatika – Badan Litbang SDM dapat menyusun dan
menerbitkan buku “Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas
Maritim”.
Buku ini merupakan naskah publikasi dari Studi Penggunaan Spektrum Frekuensi
Untuk Keperluan Dinas Maritim yang telah dilaksanakan oleh Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sumber Daya Perangkat Pos dan Informatika – Badan Litbang SDM
bekerjasama dengan PT IMT Mitra Solusi.
Buku ini terdiri dari 4 (empat) bagian yaitu gambaran umum, pengumpulan data,
pembahasan, kesimpulan dan saran.
Besar harapan kami buku ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan
masyarakat pada umumnya dan para pembaca khususnya. Kami menyadari bahwa
buku ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan masukan
yang konstruktif dari berbagai pihak.
Pada kesempatan ini, tak lupa kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada Menteri Komunikasi dan Informatika, Kepala Badan Penelitian dan
Pengembangan SDM Kementerian Komunikasi dan Informatika, Para Direktur
Jenderal, Para Staf Ahli dan Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informatika yang
telah memberikan kepercayaan dan arahan kepada kami dalam penerbitan buku ini.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
mendukung serta membantu penyelesaian buku Penggunaan Spektrum Frekuensi
Untuk Keperluan Dinas Maritim”.
Jakarta, Desember 2011
KEPALA PUSAT PENELITIAN DAN
PENGEMBANGAN PERANGKAT POS
DAN INFORMATIKA
BARINGIN BATUBARA
iii
DAFTAR ISI
SAMBUTAN .................................................................................................................i
KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ........................................................................................................vi
DAFTAR ISTILAH ................................................................................................... vii
BAB I GAMBARAN UMUM ...................................................................................... 1
1.1 Transportasi Maritim di Indonesia .................................................. 1
1.2 Pelayaran Rakyat ............................................................................ 3
1.3 Telekomunikasi Pelayaran .............................................................. 7
1.4 Global Maritime Distress Safety System (GMDSS) .................... 10
1.5 Global Maritime Distress and Safety System (GMDSS) untuk
Stasiun Radio Pantai (SROP) ....................................................... 28
1.6 Spektrum Frekuensi Radio ............................................................ 31
1.7 Sistem Pengelolaan Spektrum Frekuensi Radio. .......................... 31
1.8 Pengaturan Penggunaan Spektrum Frekuensi Maritim Berdasarkan
Radio Regulation ITU ................................................................... 33
1.9 Spektrum Frekuensi di Indonesia ................................................. 33
1.10 Kebijakan-Kebijakan Pemerintah dalam Penggunaan Spektrum
Frekuensi untuk Keperluan Maritim ............................................. 37
1.11 PNBP untuk Pengguan Spektrum Frekuensi Radio pada Dinas
Maritim ......................................................................................... 40
BAB II HASIL PENGUMPULAN DATA ................................................................ 45
2.1 Hasil In depth Interview ............................................................... 45
2.2 Hasil FGD ..................................................................................... 57
2.2.1 Hasil FGD di Jakarta ..................................................................... 57
2.2.2 Hasil FGD di Medan ..................................................................... 59
2.2.3 Hasil FGD di Surabaya ................................................................. 60
2.3 Hasil Quesioner Kualitas Pelayanan Maritim ............................... 62
BAB III ANALISIS .................................................................................................... 65
3.1 Pembahasan Hasil FGD ................................................................ 65
3.2 Pembahasan Hasil In Depth Interview .......................................... 67
3.3 Pembahasan Permasalahan ........................................................... 72
iv
3.3.1 Evaluasi Terhadap Implementasi Kebijakan-kebijakan Pemerintah
Terkait Penggunaan Frekuensi untuk Keperluan Dinas Maritim . 73
3.3.1.1 Kebijakan dari Kementrian Perhubungan ..................................... 74
3.3.1.2 Kebijakan dari Kementrian Komunikasi dan Informasi ............... 75
3.3.2 Persepsi Pengguna Frekuensi Maritim terhadap Layanan yang
Diberikan oleh Pemerintah ........................................................... 80
3.3.2.1 Persepsi Pengguna frekuensi Maritim dilihat dari tiap Dimensi
untuk (Importance Performance Anlysis) ..................................... 89
3.3.2.2 Persepsi Pengguna Frekuensi Maritim dilihat dari Indikator per
Dimensi ......................................................................................... 93
3.3.2.3 Analisa Importance Performance Analysis Perindikator dalam
dimensi .......................................................................................... 97
3.3.3 Koordinasi antara Pemerintah dan Pemangku Kepentingan
Penggunaan Frekuensi Radio ...................................................... 102
3.3.4 Harmonisasi Peraturan Terkait dengan Telekomunikasi Maritim104
3.3.5 Penerapan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Penggunaan
Spektrum Frekuensi Radio untuk Dinas Maritim ....................... 105
3.3.6 Pengawasan dan Pengendalian Frekuensi untuk Dinas Maritim
(Ditjen SDPPI Kementerian Komunikasi dan Informatika maupun
Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan serta
Kementerian Kelautan dan Perikanan)Error! Bookmark not defined.
3.3.7 Optimalisasi Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit
Satelit .......................................................................................... 110
3.3.8 Pemanfaatan Frekuensi Lain untuk Mendukung Kegiatan Dinas
Maritim ....................................................................................... 111
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 113
4.1 Kesimpulan ................................................................................. 113
4.2 Saran/ Rekomendasi ................................................................... 116
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 120
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1-1. Sistem Komunikasi Maritim .......................................................... 8
Gambar 1-2. Masterplan VTS dan INDOSREP ................................................. 9
Gambar 1-3. Konfigurasi Ship Reporting System di Indonesia ........................ 10
Gambar 1-4. Lokasi Stasiun Radio Pantai GMDSS di Indonesia ..................... 29
Gambar 1-5. GMDSS Coverage Area A1 ........................................................ 30
Gambar 1-6. GMDSS Coverage Area A2 ........................................................ 30
Gambar 1-7. Spektrum frekuensi Radio ........................................................... 31
Gambar 1-8. Sistem Pengelolaan Spektrum Frekuensi Radio .......................... 32
Gambar 1-9. Komposisi Penggunaan Frekuensi menurut Service dan
Subservice-nya tahun 2010. ......................................................... 37
Gambar 1-10. Peraturan-peraturan terkait dengan Spektrum Frekuensi Radio .. 39
Gambar 1-11. Data Historis Realisasi PNBP bidang Postel 2005-2010. ............ 41
Gambar 1-12. Proses Perijinan Maritim ............................................................. 44
Gambar 2-1. Scatter Diagram FGD Jakarta ..................................................... 58
Gambar 2-2. Scatter Diagram FGD Medan ...................................................... 60
Gambar 2-3. Scatter Diagram FGD Surabaya .................................................. 62
Gambar 3-1. Gambaran umum Keterkaitan antara Pemerintah dan Pengguna
Spektrum Frekuensi Maritim ....................................................... 72
Gambar 3-2. Gambaran Evaluasi Implementasi Kebijakan Pemerintah terkait
dengan Penggunaan Frekuensi untuk Keperluan Dinas Maritim 73
Gambar 3-3. Triangulasi dengan tiga teknik pengumpulan data ...................... 76
Gambar 3-4. Proses Permohonan Izin Frekuensi Radio Maritim. ...................... 77
Gambar 3-5. Penyebaran Anggota INSA berdasarkan Provinsi ....................... 81
Gambar 3-6. Populasi INSA Daerah Penelitian ................................................ 81
Gambar 3-7. Jumlah Sampel Daerah penelitian ................................................ 82
Gambar 3-8. Dimensi Assurance ...................................................................... 83
Gambar 3-9. Dimensi Emphaty ......................................................................... 84
Gambar 3-10. Dimensi Reliability ...................................................................... 85
Gambar 3-11. Dimensi Responsiveness .............................................................. 87
Gambar 3-12. Dimensi Tangible ......................................................................... 88
Gambar 3-13. Diagram Kartesius Dimensi Kualitas Layanan Frekuensi untuk
Keperluan Dinas Maritim ............................................................ 92
Gambar 3-14. Diagram Kartesius ....................................................................... 93
Gambar 3-15. Analisa Kuadran pada Dimensi Assurance .................................. 97
Gambar 3-16. Analisa Kuadran pada Dimensi Empahty .................................... 98
Gambar 3-17. Analisa Kuadran pada Dimensi Reliability .................................. 99
Gambar 3-18. Analisa Kuadran pada Dimensi Responsiveness ....................... 100
Gambar 3-19. Analisa Kuadran pada Dimensi Tangible .................................. 101
Gambar 3-20. Hubungan antara Pemerintah dan Pemangku Kepentingan
Penggunaan Frekuensi Radio ..................................................... 102
Gambar 3-21. Koordinasi yang terkait dengan Pengawasan Penggunaan
Spektrum frekuensi radio Maritim ............................................. 103
Gambar 3-22. Koordinasi antara Hubla dan SDPPI ......................................... 104
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1-1. Jumlah Kapal Berdasarkan Jenis Pelayarannya ............................. 2
Tabel 1-2. Jumlah Armada Angkutan Laut Menurut Jenis Pelayaran ............ 5
Tabel 1-3. Jumlah Perusahaan Angkutan Laut menurut Jenis Pelayaran ....... 5
Tabel 1-4. Jumlah Perusahaan Pelayaran menurut Provinsi ........................... 6
Tabel 1-5. Produksi Angkutan Laut di Indonesia ........................................... 6
Tabel 1-6. Kanal Maritim di Pita MF ............................................................ 13
Tabel 1-7. Kanal Maritim di Pita HF ............................................................ 14
Tabel 1-8. Kanal Maritim di Pita VHF ......................................................... 23
Tabel 1-9. Jumlah Penggunaan Frekuensi (ISR) berdasarkan pita Frekuensi33
Tabel 1-10. Penggunaan Pita Frekuensi per Provinsi pada tahun 2010 .......... 34
Tabel 1-11. Jumlah penggunaan kanal frekuensi menurut service 2008–2010
..................................................................................................... 35
Tabel 1-12. Pengguna Pita Frekuensi per Propinsi Tahun 2010 ..................... 36
Tabel 1-13. Realisasi PNBP Bidang Pos dan Telekomunikasi 2005- 2010 .... 41
Tabel 2-1. Hasil In depth Interview di Jakarta ............................................. 46
Tabel 2-2. Hasil In depth Interview di Medan .............................................. 48
Tabel 2-3. Hasil In depth Interview di Surabaya ........................................... 50
Tabel 2-4. Hasil In depth Interview di Makassar .......................................... 52
Tabel 2-5. Hasil In depth Interview di Manado ............................................ 53
Tabel 2-6. Hasil In depth intervew dengan Ir. Tulus Rahardjo (Direktur
Pengendalian SDPPI, Ditjen Sumberdaya Perangkat Pos dan
Informatika, Kementerian Kominfo) ........................................... 55
Tabel 2-7. Matrik Penilaian Pengaruh dan Ketergantungan FGD Jakarta .... 57
Tabel 2-8. Matrik Klasifikasi Faktor FGD Jakarta ....................................... 58
Tabel 2-9. Matrik Penilaian Pengaruh dan Ketergantungan FGD Medan .... 59
Tabel 2-10. Matrik Klasifikasi Faktor FGD Medan ........................................ 59
Tabel 2-11. Matrik Penilaian Pengaruh dan Ketergantungan FGD Surabaya 61
Tabel 2-12. Matrik Klasifikasi Faktor FGD Surabaya .................................... 61
Tabel 2-13. Rata-rata Kepentingan dan Kinerja Pelayanan ............................ 63
Tabel 3-1. Resume Faktor-faktor yang berpengaruh pada pemanfaatan
Spektrum Frekuensi Radio Maritim dari Hasil FGD ................... 65
Tabel 3-2. Daftar Peraturan-peraturan pemerintah dari Kemenhub dan
Kemenkominfo terkait dengan Spektrum Frekuensi Maritim ..... 74
Tabel 3-3. Nilai Rata-rata Persepsi, Harapan, dan Kesenjangan Kualitas
Pelayanan ..................................................................................... 90
Tabel 3-4. Tingkat Kesesuaian Antara Persepsi dan Harapan Dimensi ........ 91
Tabel 3-5. Rata-rata Kepentingan dan Kinerja Pelayanan Untuk Kuadran I 94
Tabel 3-6. Rata-rata Kepentingan dan Kinerja Pelayanan Untuk Kuadran II 94
Tabel 3-7. Rata-rata Kepentingan dan Kinerja Pelayanan Untuk Kuadran III
..................................................................................................... 95
Tabel 3-8. Rata-rata Kepentingan dan Kinerja Pelayanan Untuk Kuadran IV
..................................................................................................... 96
Tabel 3-9. Penggunaan Kanal Frekuensi radio Maritim untuk Komersial . 106
vii
DAFTAR ISTILAH
ADSL : Asynchronuos Digital Subscriber Line
adalah sebuah teknologi interkoneksi data yang hanya menggunakan
kabel telepon biasa dengan kecepatan maximum Dowstream Up To 8
Mbps dengan jarak maksimal sekitar 1.820 Meter, dan kecepatan
maximum Upstream Up To 640 Kbps.
AOC : Aeronautical Operational Control
adalah komunikasiyang mendukungkeselamatan
danketeraturanpenerbanganyang biasanyaterjadi antarapesawat
danoperator
APC : Aeronautical Passenger Communication (a class of communication
which supports passenger communication)
AAC :Aeronautical Administrative Communication (a class of
communication which supports administrative communication)
ARE : Approved Radio Engineer
ARC : Approved Radio Certifier
BHP : Biaya Hak Penggunaan Frekuensi
adalah bentuk kewajiban bagi pengguna spektrum frekuensi radio
BSS : Broadcast Satellite Services
Broadcasting Satellite Services (BSS) or Direct-broadcast Satellite
Service (DBS) networks transmit broadcast and television signals
from a large central Earth station, via a satellite to relatively simple
receive-only Earth stations.
BTS : Base Transceiver System
adalah perangkat dalam suatu jaringan telekomunikasi seluler yang
berbentuk sebuah tower dengan ketinggian tertentu lengkap dengan
antena pemancar dan penerima serta perangkat telekomunikasi di
dalam suatu shelternya.
BWA : Broadband Wireless Access
refers to technology that provides high-speed wirelessInternet access
or computer networking access over a wide area.
CAGR : Compound Average Growth Rate
is a business and investing specific term for the smoothed annualized
gain of an investment over a given time period
CDMA : Code Division Multiple Access
adalah sebuah bentuk pemultipleksan dan sebuah metode akses
secara bersama yang membagi kanal tidak berdasarkan waktu atau
frekuensi, namun dengan cara mengkodekan data dengan sebuah
kode khusus yang diasosiasikan dengan tiap kanal yang ada dan
viii
menggunakan sifat-sifat interferensi konstruktif dari kode-kode
khusus itu untuk melakukan pemultipleksan.
DIMRS : Digital Integrated Mobile Radio System
Ditjen Hubla : Direktorat Jenderal Perhubungan Laut
Ditjen Hubud : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara
DSC : Digital Selective Calling
is a standard for sending pre-defined digital messages via the
medium frequency (MF), high frequency (HF) and very high
frequency (VHF) maritime radio systems. It is a core part of the
Global Maritime Distress Safety System (GMDSS).
EDACS : Enhance Digital Access Communication System
is a radio communications protocol that held significant market
share.
EHF : Extremely High Frequency
is the highest radio frequencyband with a range of 30,000 to 300,000
megahertz.
ELT : Emergency Locator Transmitter
adalah sebuah alat pemancar kecil yang dilengkapi antena dan akan
memancar secara terus menerus jika alat tersebut basah terkena air
laut atau hempasan dan benturan yang cukup kuat (G Switch) dan
merupakan perlengkapan emergency pada setiap pesawat udara
dengan berbagai tipe pesawat dengan ukuran badan pesawat seperti
Boeing 737- 400.
FSS : Fixed Satellite Services
is the official classification (used chiefly in North America) for
geostationarycommunications satellites used for broadcast feeds for
television stations and radio stations and broadcast networks, as
well as for telephony, telecommunications and data communications.
FWA : Fixed Wireless Access
adalah jaringan telepon tetap, yang tidak menggunakan kabel yang
juga dikenal dengan Radio in the Local Loop (RLL) atau Wireless
Local Loop (WLL)digunakan sebagi pengganti kawat tembaga atau
sebagian bagian local loop pada jaringan telepon.
GMDSS : Global Maritime Distress and Safety Services
adalah sistem telekomunikasi marabahaya dan keselamatan secara
menyeluruh dalam dunia pelayaran yang berlaku di dunia dengan
menggunakan jaringan radio terestrial maupun satelit.
ix
GSM : Global System for Mobile
is a standard set developed by the European Telecommunications
Standards Institute (ETSI) to describe technologies for second
generation (or "2G") digital cellular networks.
HF : High Frequency
is radio frequencies band with a range of 3 and 30 MHz.
ICAO : International Civil Aviation Organization
adalah sebuah lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa yang
mengembangkan teknik dan prinsip-prinsip navigasi udara
internasional serta membantu perkembangan perencanaan dan
pengembangan angkutan udara internasional untuk memastikan
pertumbuhannya terencana dan aman.
IDRA : Integrated Digital Radio
IEEE : Institute of Electrical Engineering
is the world’s largest professional association dedicated to
advancing technological innovation and excellence for the benefit of
humanity.
ILS : Instrument Landing System
is a ground-based instrument approach system that provides
precision guidance to an aircraft approaching and landing on a
runway, using a combination of radio signals and, in many cases,
high-intensity lighting arrays to enable a safe landing during
instrument meteorological conditions (IMC), such as low ceilings or
reduced visibility due to fog, rain, or blowing snow.
IMO : International Maritime Organization
adalah merupakan salah satu Badan Khusus Perserikatan Bangsa
Bangsa (PBB) yang menangani masalah-masalah kemaritiman.
IMSIP : Internet Protocol Multimedia Subsystems
adalah arsitektur jaringan telekomunikasi yang berbasis pada
multimedia IP (internet protocol).
INMARSAT : International Maritime Satellite
IPSFR :Izin Pita Spektrum Frekuensi Radio
IPP : Izin Penyelenggaraan Penyiaran
ISR : Ijin Stasiun Radio
ITU : International Telecommunication Union
dalah sebuah organisasi internasional yang didirikan untuk
membakukan dan meregulasi radio internasional dan telekomunikasi.
KRAP : Komunikasi Radio Antar Penduduk
x
LF : Low Frequency
refers to radio frequencies (RF) in the range of 30 kHz–300 kHz.
LTE : Long Term Evolution
is a 4G wireless broadband technology developed by the Third
Generation Partnership Project (3GPP), an industry trade group.
MF : Medium Frequency
refers to radio frequencies (RF) in the range of 300 kHz to 3 MHz.
MSI : Maritime Safety Information
is information that is broadcast to mariners by official agencies for
their safety.
MSS : Mobile Satellite Services
refers to networks of communications satellites intended for use with
mobile and portable wireless telephones.
NAVTEX : Navigational Telex
is an international automated medium frequency direct-printing
service for delivery of navigational and meteorological warnings and
forecasts, as well as urgent marine safety information to ships.
NBDP : Narrow Band Direct Printing
is an automated direct printing service similar to NAVTEX, but does
not offer all of the same functionality such as avoiding repeated
messages.
NGN : Next Generation Network
is a broad term used to describe key architectural evolutions in
telecommunicationcore and access networks.
NKRI : Negara Kesatuan Republik Indonesia
Permen :Peraturan Menteri
PM :Peraturan Menteri
PK : Penyedia Konten
PS : Penyedia Program Siaran
PDCA : Plan Do Check Act
is an iterative four-step management process typically used in
business, also known as the Deming circle/cycle/wheel, Shewhart
cycle, control circle/cycle, or plan–do–study–act (PDSA).
PMx : Penyedia Multiplexing
PM : Penyedia Menara
PNBP : Pendapatan Nasional Bukan Pajak
xi
RR : Radio Regulation
is an intergovernmental treaty text of the International
Telecommunication Union (ITU), the Geneva-based specialised
agency of the United Nations which coordinates and standardises the
operation of telecommunication networks and services and advances
the development of communications technology.
SOLAS : Safety of Life at Sea
is an international maritime safety treaty.
SAR : Search and Rescue
is the search for and provision of aid to people who are in distress or
imminent danger.
SART : Search And Rescue Transponder
is a self contained, waterproof radartransponder intended for
emergency use at sea.
SHF : Super High Frequency
merupakan gelombang elektromagnetik dengan frekuensi antara 300
MHz sampai dengan 3 GHz (3.000 MHz).
STM : Syncronuous Transmission Mode
Proses pengirim dan penerima diatur sedemikian rupa agar memiliki
pengaturan yang sama, sehingga dapat dikirimkan dan diterima
dengan baik antar alat tersebut.
TASFRI : Tabel Alokasi Spektrum Frekuensi Radio Indonesia
TEDS : TETRA Enhance Data Services
TETRA :Terresterial Trunked Radio
is a digital trunked mobile radio standard developed to meet the
needs of traditional Professional Mobile Radio (PMR) user
organisations for their Mission Critical Communications.
TIK : Teknologi Informasi dan Komunikasi
TKDN : Tingkat Kandungan Dalam Negeri
UHF : Ultra High Frequency
is the band extending from 300 MHz to 3 GHz.
UMTS : Universal Mobile Telephone Services
is a third-generation (3G) broadband, packet-based transmission of
text, digitized voice, video, and multimedia at data rates up to 2
megabits per second (Mbps).
UPT : Unit Pelaksana Teknis
xii
VLF : Very Low Frequency
refers to radio frequencies (RF) in the range of 3 kHz to 30 kHz.
VHF : Very High Frequency
is the radio frequency range from 30 MHz to 300 MHz.
WiMAX : Worldwide Interoperability for Microwaves Access
merupakan teknologi akses nirkabel pita lebar (broadband wireless
access atau disingkat BWA) yang memiliki kecepatan akses yang
tinggi dengan jangkauan yang luas.
WLAN : Wireless Local Area Network
is one in which a mobile user can connect to a local area network
(LAN) through a wireless (radio) connection.
1
BAB I GAMBARAN UMUM
1.1 Transportasi Maritim di Indonesia
Pelayaran adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan angkutan di perairan,
kepelabuhanan, serta keamanan dan keselamatannya. Secara garis besar pelayaran
dibagimenjadi dua, yaitu Pelayaran Niaga (yang terkait dengan kegiatan komersial)
dan Pelayaran Non-Niaga (yang terkait dengan kegiatan non-komersial, seperti
pemerintahandan bela-negara).
Angkutan di Perairan (disepadankan dengan Transportasi Maritim) adalah
kegiatan pengangkutan penumpang, dan atau barang, dan atau hewan, melalui suatu
wilayah perairan (laut, sungai dan danau, penyeberangan) dan teritori tertentu (dalam
negeri atau luar negeri), dengan menggunakan kapal, untuk layanan khusus dan
umum.
Wilayah Perairan terbagi menjadi:
1) Perairan Laut: wilayah perairan laut
2) Perairan Sungai dan Danau: wilayah perairan pedalaman, yaitu: sungai,
danau,waduk, rawa, banjir, kanal dan terusan.
3) Perairan Penyeberangan: wilayah perairan yang memutuskan jaringan jalan
ataujalur kereta api. Angkutan penyeberangan berfungsi sebagai jembatan
bergerak,penghubung jalur.
Indonesia sebagai Negara kepulauan menciptakan berbagai usaha pelayaran.
Berdasarkan luas wilayah operasinya, pelayaran dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Pelayaran Lokal
Pelayaran yang bergerak dalam propinsi atau beberapa propinsi yang
berbatasan. Biasanya luas wilayah operasi perusahaan pelayaran lokal
Indonesia tidak melebihi radius 200 mil dan kapal berkapasitass lebih kurang
200 DWT.
2. Pelayaran Nusantara (Antar Pulau atau Interinsular)
Wilayah operasi perusahaan pelayaran meliputi seluruh wilayah perairan
Republik Indonesia. Usaha pelayaran Nusantara ini pada umumnya
menggunakan kapal berukuran 1000 s/d 3000 DWT. Dalam pengertian
pelayaran nusantara ini tercakup di dalamnya jenis pelayaran rakyat yaitu
pelayaran dalam bentuk yanglebih sederhana dari pelayaran samudera dengan
wilayah operasi seluruh territorial Indonesia. Ukuran kapal yang dipakai
dalam pelayaran rakyat relatif lebih kecil daripada kapal pelayaran nusantara,
jumlahnya lebih banyak sehingga disebut armada semut.
3. Pelayaran Samudera
Jenis pelayaran yang beroperasi di perairan internasional dan bergerak antar
satu negara ke negara lain dan harus memperhatikan hukum serta konvensi
internasional yang berlaku.
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
2
Pada tabel berikut tertera data perkembangan jumlah kapal di Indonesia dari tahun
2005-2009 menurut jenis – jenis pelayarannya.
Tabel 1-1. Jumlah Kapal Berdasarkan Jenis Pelayarannya
No Uraian (Description) Satuan
(Unit)
2005 2006 2007 2008 2009
1 Pelayaran Nasional
(Domestic Shipping)
Perusahaan
(company)
1269 1380 1432 1620 1754
2 Pelayaran Rakyat
(Prahus)
Perusahaan
(company)
485 507 560 583 595
3 Non Pelayaran
(Special Shipping)
Perusahaan
(company)
317 326 334 367 382
Jumlah/Total 2071 2213 2326 2570 2731
Sumber : Direktorat Lalu Lintas Angkutan Laut, Ditjen Hubla
Adapun untuk jenis angkutan laut berdasarkan UU no 17 tahun 2008 tentang
pelayaran, terdiri atas :
a. angkutan laut dalam negeri;
b. angkutan laut luar negeri;
c. angkutan laut khusus, yang diselenggarakan hanya untuk melayani
kepentingan sendiri sebagai penunjang usaha pokok dan tidak melayani
kepentingan umum, di wilayahperairan laut, dan sungai dan danau, oleh
perusahaan yang memperoleh ijin operasi untuk hal tersebut.
d. angkutan laut pelayaran-rakyat
angkutan laut pelayaran-rakyat dapat melayari angkutan sungai dan danau
sepanjang memenuhi persyaratan alur dan kedalamansungai dan danau.
Berikut ini jenis-jenis kapal sebagai angkutan di perairan Indonesia diklasifikasikan
berdasarkan:
a. Berdasarkan tenaga penggerak : Kapal bertenaga manusia (Pendayung),
Kapal layar, Kapal uap, Kapal diesel atau Kapal motor, dan Kapal nuklir.
b. Berdasarkan jenis pelayarannya : Kapal permukaan, Kapal selam, Kapal
mengambang, dan Kapal bantalan udara.
c. Berdasarkan fungsinya :Kapal Perang, Kapal penumpang, Kapal barang,
Kapal tanker, Kapal feri, Kapal pemecah es, Kapal tunda, Kapal pandu,
Tongkang, Kapal tender, Kapal Ro-Ro, Kapal dingin beku, Kapal keruk,
Kapal peti kemas / Kapal kontainer, dan Kapal pukat harimau.
Sesuai dengan peraturan SOLAS 1974 seluruh kapal harus dilengkapi dengan
perlengkapan Radio, yaitu radio telephony (untuk kapal dibawah 300 GRT)
sedangkan untuk kapal GRT 300 keatas harus dilengkapi dengan sistim radio
GMDSS (Global Marine Distress Signal Systim). Sesuai dengan peraturan
Internasional SOLAS 1974 dan Colreg (collison regulation 1972) seluruh kapal
harus dilengkapi dengan peralatan Navigasi sebagai berikut :
1. Lampu Navigasi
2. Kompas magnet
3. Peralatan Navigasi lainnya
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
3
4. Perlengkapan Radio/ GMDSS
5. Echo sounder
6. GPS, fax dan Navtex
7. Radar kapal dan Inmarsat
8. Engine Telegraph, telepon internal dan sistim pengeras suara
1.2 Pelayaran Rakyat
Pelayaran-Rakyat atau disebut juga sebagai Pelra adalah usaha rakyat yang
bersifat tradisional dan mempunyai karakteristik tersendiri untuk melaksanakan
angkutan di perairan dengan menggunakan kapal layar termasuk Pinisi, kapal layar
bermotor, dan/atau kapal motor sederhana berbendera Indonesia dengan ukuran
tertentu. Pelayaran rakyat mengandung nilai-nilai budaya bangsa yang tidak hanya
terdapat pada cara pengelolaan usaha serta pengelolanya misalnya mengenai
hubungan kerja antara pemilik kapal dengan awak kapal, tetapi juga pada jenis dan
bentuk kapal yang digunakan.
Peran pelayaran rakyat semakin surut dan memprihatinkan sejalan dengan
perkembangan tehnologi kapal yang mengarah kepada kapal yang lebih cepat dan
lebih besar yang pada gilirannya lebih ekonomis. Pelayaran rakyat hanya sesuai
untuk angkutan dengan demand yang kecil, menghubungkan pulau-pulau yang
jumlah penduduknya masih rendah, ataupun pada angkutan pedalaman guna
memenuhi kebutuhan masyarakat didaerah aliran sungai-sungai khususnya di
Kalimantan, Sumatera dan Papua. Permasalahan yang ditemukan pada angkutan
sungai adalah pendangkalan terutama pada musim kemarau. Untuk mengatasi
pendangkalan perlu dilakukan pengelolaan daerah aliran sungai, pengerukan,
termasuk pemasangan lock.
Pengembangan pelayaran rakyat tetap didorong oleh pemerintah untuk:
1. meningkatkan pelayanan ke daerah pedalaman dan/atau perairan yang
memiliki alur dengan kedalaman terbatas termasuk sungai dan danau;
2. meningkatkan kemampuannya sebagai lapangan usaha angkutan laut nasional
dan lapangan kerja; dan
3. meningkatkan kompetensi sumber daya manusia dan kewiraswastaan dalam
bidang usaha angkutan laut dan angkutan pedalaman nasional.
Pelayaran rakyat yang juga dikenal sebagai armada semut sebagai penyedia
angkutan di laut dalam menghubungkan antar pulau di Nusantara dan usaha yang
dilakukan oleh masyarakat ekonomi kecil - menengah yang sudah sejak lama
berkembang ini telah dilakukan secara turun temurun serta kesan tradisionalnya
masih dominan.
Kapal-kapal pelayaran rakyat mempunyai kemampuan berlayar ke tempat
yang tidak dapat dilayari kapal-kapal pelayaran konvesional. Adapun tipe kapal
unggulan yang berukuran besar dengan fungsi angkut barang, penumpang dan
hewan yang digunakan di pelayaran rakyat antara lain:
1. PINISI
Tipe ini berasal dari Sulawesi Selatan, dan pada umumnya berukuran sekitar 750
sampai dengan 450 ton. Tipe ini di eropa dikenal dengan istilah "SCHOONER",
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
4
dan mempunyai dua tiang serta tujuh lembar layar. Di tiang belakang terdapat
dua lembar layar; bagian atasnya disebut TAPSERE atau JIB, tiang depan terdiri
atas dua lembar layar sama dengan tiang belakang, ditambah tiga lembar layar
didepan, yang disebut "COCORO" atau corong-corong.
2. LAMBO
Tipe ini berasal dari Sulawesi Tenggara (BUTON), tapi ada juga yang berasal
dari Sulawesi Selatan, berukuran sekitar 50 sampai dengan 150 ton. Di Eropa dan
USA jenis kapal ini dikenal dengan istilah "SLOOP". jenis ini memiliki satu tiang
dengan dua lembar layar yaitu satu corong-corong dan satu layar utama (main
sail).
3. LETE
Tipe ini berasal dari Madura dengan ukuran mulai 5 sampai dengan 150 ton. tipe
ini terdiri dari satu tiang pendek dan hanya memiliki satu layar utama, tetapi
kadang- kadang juga ditambahkan layar kecil di depannya.
4. NADE
Tipe ini berasal dari Sumatera, terutama dari daerah Sumatera bagian Timur,
Riau dan Sumatera Selatan; ukurannya sekitar 5 sampai dengan 100 ton. Pada
umumnya tipe ini bertiang satu dan layar tengahnya berbentuk segitiga.
Data Satatistik Kementerian Perhubungan yang terkait dengan Pelayaran
dapat dilihat pada tabel-tabel di bawah ini. Dari tabel-tabel tersebut dapat kita lihat
pekembangan atau pertumbuhan jumlah kapal baik pelayaran nasional, non
pelayaran maupun pelayaran rakyat mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal
ini berarti menambah pengguna frekuensi di dinas maritim. Untuk itu perlu
pengaturan yang efektif agar penggunaan frekuensi radio untuk dinas maritim ini
dapat optimal.
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
5
Tabel 1-2. Jumlah Armada Angkutan Laut Menurut Jenis Pelayaran
Tabel 1-3. Jumlah Perusahaan Angkutan Laut menurut Jenis Pelayaran
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
6
Tabel 1-4. Jumlah Perusahaan Pelayaran menurut Provinsi
Tabel 1-5. Produksi Angkutan Laut di Indonesia
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
7
Kondisi pelayaran rakyat
Kondisi pelayaran rakyat (Pelra) kian memprihatinkan. Kapal-kapal kayu
yang saat ini beroperasi sudah usang. Di sisi lain, kapal baru tidak dapat dibuat
karena sulit mendapatkan bahan baku. Jika tidak segera mendapat perhatian senus
pemerintah, lima tahun mendatang kapal tradisional yang mampu menembus daerah
terisolasi ini akan mati.
Permasalahan-permasalahan yang timbul di pelayaran rakyat disebabkan oleh
berbagai hal. Salah satu permasalahan yang ada di pelayaran rakyat yakni pelaku
pelayaran rakyat kesulitan karena ketidaktahuan mereka akan Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Keterbatasan kualitas sumber daya
manusia membuat mereka tidak dapat berkutik ketika dianggap melanggar peraturan.
Pengamat Transportasi dari Universitas Katolik Soegijapranata Djoko
Setijowarno mengatakan, perlindungan pemerintah pada pelaku Pelra selama ini
masih sangat kurang. Hal itu tampak dari minimnya sosialisasi mengenai UU Nomor
17 Tahun 2008 kepada para pelaku pelayaran, terutama Pelra.
Keterbatasan SDM menjadi kendala utama. Dalam hal ini, pemerintah
seharusnya melakukan pembinaan, termasuk bagaimana meningkatkan kualitas
kapal, atau bagaimana seharusnya kapal-kapal itu melengkapi dokumen-dokumen
mereka.
Program Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)
untuk mendukung pengadaan pelayaran rakyat periode 2012-2015dari pemerintah
diharapkan dapat membantu pelayaran rakyat untuk bangkit dari keadaan yang
sekarang ini memprihatinkan.
Tidak hanya regulasi terkait pelayaran rakyat, pemerintah juga diminta
melindungi pelayaran rakyat sehingga keberlangsungannya tetap terjaga.
1.3 Telekomunikasi Pelayaran
Menurut PM 26 tahun 2011 tentang Telekomunikasi pelayaran, saranan
telekomunikasi pelayaran terdiri atas :
a. Stasiun Radio Pantai; dan
b. Vessel Traffic Services (VTS).
Gambaran sistem komunikasi maritim terlihat pada gambar berikut ini.
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
8
Gambar 1-1. Sistem Komunikasi Maritim
Sedangkan Jenis Telekomunikasi-Pelayaran terdiri atas:
a. Global Maritime Distress and Safety System (GMDSS);
b. Vessel Traffic Services (VTS);
c. Ship Reporting System (SRS); dan
d. Long Range Identification and Tracking of Ships (LRIT).
Fungsi Telekomunikasi-Pelayaran adalah sebagai berikut :
I. Global Maritime Distress and Safety System (GMDSS),berfungsi untuk:
a. pemberitahuan tentang adanya musibah marabahaya (alerting);
b. komunikasi untuk koordinasi SAR;
c. komunikasi di lokasi musibah;
d. tanda untuk memudahkan penentuan lokasi;
e. pemberitahuan informasi mengenai keselamatan pelayaran;
f. komunikasi radio umum; dan
g. komunikasi antar anjungan kapal.
II. Vessel Traffic Services (VTS), berfungsi untuk:
a. memonitor lalu lintas pelayaran dan alur lalu lintas pelayaran;
b. meningkatkan keamanan lalu lintas pelayaran;
c. meningkatkan efisiensi bernavigasi;
d. perlindungan lingkungan;
e. pengamatan, pendeteksian, dan penjejakan kapal di wilayah cakupan VTS;
f. pengaturan informasi umum;
g. pengaturan informasi khusus; dan
h. membantu kapal-kapal yang memerlukan bantuan khusus.
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
9
Masterplan VTS dan IndoSREP di indonesia dapat dilihat pada gambar berikut
ini.
Gambar 1-2. Masterplan VTS dan INDOSREP
III. Ship Reporting System (SRS) berfungsi untuk:
a. menyediakan informasi yang up to date atas gerakan kapal;
b. mengurangi interval waktu kontak dengan kapal;
c. menentukan lokasi dengan cepat, saat kapal dalam bahaya yang tidak
diketahui posisinya; dan
d. meningkatkan keamanan dan keselamatan jiwa dan harta benda di laut.
Pada gambar berikut ini terlihat konfigurasi Ship Reporting System (SRS) di
Indonesia.
MASTERPLAN VTS DAN INDOSREP
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
10
Gambar 1-3. Konfigurasi Ship Reporting System di Indonesia
IV. Long Range Identification and Tracking of Ships (LRIT) berfungsi untuk:
a. mendeteksi kapal secara dini;
b. memonitor pergerakan kapal, sehingga apabila terjadi sesuatu musibah
dapat diambil tindakan atau diantisipasi; dan
c. membantu dalam operasi SAR.
Ketentuan LRIT ini diterapkan bagi Kapal-Kapal yang akan melakukan
pelayaran Internasional antara lain:
1) passenger ships, including high-speed passenger craft;
2) cargo ships, including high-speed craft, of 300 gross tonnage and
upwards;
3) mobile offshore drilling units.
1.4 Global Maritime Distress Safety System (GMDSS)
Global Maritime Distress Safety System (GMDSS) merupakan konvensi
internasional mengenai prosedur keselamatan, ragam perangkat, dan protokol
komunikasi dalam meningkatkan keselamatan navigasi dan kemudahan
penyelematan (Search and Rescue) armada laut dan udara. Perangkat minimum
GMDSS antara lain:
I N T E R N E T
iMac iMaciMac iMac
iMac
Monitor Room at DGSC Hqs
iMac iMac iMac
Belawan (1)
iMac iMac iMac
Jakarta (1)
iMac iMac iMac
Bitung (1) for
Example )
Cilacap (2)
Tual
TernateLembar
Tapaktuan
Balikpapan (2)
Surabaya (1)
Banjarmasin (2)
Semarang (2)
Makassar (1)
Tarakan
Ambon (1)
Pontianak
Benoa (3)
Ketapang
Dumai (1)
Kendari
Bau-bau
Sampit
Batu Ampar
Pangkal Balam
Natuna
Samarinda
Sei Kolak Kijang
Teluk Bayur (2)
Palembang (1)
Sabang (2)
BimaSanana
Saumlaki
Com3
Com3
iMac
SD
SD
ESC
DLT
PROLIANT 8000
Ambon (1)
Kupang (2)
Sorong (2)
Jayapura (1)
Ambon (1)
Ambon (1)
AIS
Reporting by DSC/NBDP
Ende
Manokwari
Fak-fak
Merauke
Agats
Biak
Com3Com3
iMac
Pantoloan
3rd Class Coastal Station
Relay of Report
Reporting by DSC/NBDP
Manokwari
Fak-fak
Merauke
Com3
iMac
SD
SD
ES C
DLT
PR OLIA NT 8000
iMac
Screen-type
Display
Work-Station
Type PC
PC & Server
AIS
Transponder
DSC / NBDP
Tx/Rx
Existing
SHIP REPORTING CENTER
JAKARTA
KONFIGURASI SHIP REPORTING SYSTEM
DI INDONESIA
Satelli
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
11
1. EPIRB (Emergency Position Indicating Radio Beacon)
406 MHz atau 1.6 GHz
2. NAVTEX (Navigational Telex)
3. Inmarsat Receiver (jika beroperasi di cakupan Inmarsat dan penggunaan
NAVTEX maupun HF NBDP tidak dimungkinkan)
4. SART (Search And Rescue Transponder)
1 untuk <300 GRT,
2 untuk 300 < GRT<500,
3 untuk > 500 GRT
5. DSC (Digital Selective Calling) Transceiver
mampu mengakomodasi DSC channel 6,13,16,70
2 portable VHF transceiver (<500 GRT), 3 VHF transceiver (>500
GRT) di perahu darurat
Kanal maritim di pita MF banyak ditujukan untuk daftar stasiun pantai dan keperluan
Distress, Safety, & Calling.
GMDSS area terbagi menjadi :
1. Area A1
radius 20-30 nautical mile dari stasiun pantai (Coast Station)
berada dalam jangkauan VHF stasiun pantai
2. Area A2
di luar area A1, dan tidak melebihi jarak 100-150 nautical mile
berada dalam jangkauan MF stasiun pantai
3. Area A3
di luar area A1 dan A2, dan berada dalam cakupan satelit GEO Inmarsat.
cakupan satelit GEO Inmarsat = 70⁰ LU hingga 70 ⁰ LS
4. Area A4
di luar area A1,A2,dan A3
daerah kutub utara/selatan dengan latitude >70 ⁰
Adapun perangkat GMDSS per area terdiri dari :
a. Perangkat untuk area A1 antara lain:
Armada yang beroperasi di daerah A1 diperbolehkan untuk mengganti 406
MHz EPIRB menjadi VHF DSC EPIRB
b. Perangkat untuk area A2, Armada yang beroperasi di daerah A2 diharuskan
untuk melengkapi diri dengan perangkat minimum dan tambahan:
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
12
1 set Radio MF yang mampu TX/RX di frekuensi 2187.5 KHz
menggunakan DSC dan 2182 KHz menggunakan radio teleponi
1 Receiverpemantauan DSC di 2187.5 KHz
1 406 MHz EPIRB
1 set Radio HF yang beroperasi di pita frekuensi maritim antara 1605-
27500 KHz untuk keperluan TX/RX komunikasi radio pada umumnya
atau kebutuhan telegraf
c. Perangkat untuk area A3 antara lain:
Armada yang beroperasi di daerah A3 diharuskan untuk melengkapi diri
dengan perangkat minimum dan tambahan set pilihan:
1 set perangkat stasiun kapal Inmarsat C
1 set Radio MF
1 Receiver pemantauan DSC di 2187.5 KHz
1 406 MHz EPIRB
1 set Radio HF yang beroperasi di pita frekuensi maritim antara 1605-
27500 KHz untuk keperluan TX/RX komunikasi radio pada umumnya
atau kebutuhan telegraf
Atau:
1 set radio MF/HF yang mampu TX/RX di frekuensi distress & safety
pita maritim 1605-27500 KHz menggunakan DSC, radio teleponi,
NBDP (Narrowband Direct Printing)
1 Receiver MF/HF DSC yang mampu memantau terus di 2187.5 KHz,
8414.5 KHz, dan setidaknya 1 dari frekuensi distress DSC 4,207.5
kHz, 6,312 kHz, 12,577 kHz or 16,804.5 kHz kapan pun.
1 406 MHz EPIRB
1 set perangkat stasiun kapal Inmarsat C
d. Perangkat untuk area A4 antara lain:
Armada yang beroperasi di daerah A4 diharuskan untuk melengkapi diri
dengan perangkat minimum dan tambahan:
1 set radio MF/HF yang mampu TX/RX di frekuensi distress & safety
pita maritim 1605-27500 KHz menggunakan DSC, radio teleponi,
NBDP (Narrowband Direct Printing)
1 Receiver MF/HF DSC yang mampu memantau terus di 2187.5 KHz,
8414.5 KHz, dan setidaknya 1 dari frekuensi distress DSC 4,207.5
kHz, 6,312 kHz, 12,577 kHz or 16,804.5 kHz kapan pun.
1 406 MHz EPIRB
1 set Radio HF yang beroperasi di pita frekuensi maritim antara 1605-
27500 KHz untuk keperluan TX/RX komunikasi radio pada umumnya
atau kebutuhan telegraf
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
13
Adapun detail alokasi kanal frekuensi untuk Maritim terdapat pada tabel-tabel
berikut.
Tabel 1-6. Kanal Maritim di Pita MF
Frekuensi
MF
Kode Keterangan
490.0 KHz MSI Digunakan eksklusif untuk Tx MSI (Maritime Safety
Information) yang mencakup informasi meteorologi, dan
informasi darurat dari stasiun penjaga pantai ke kapal
menggunakan media telegraph NBDP.
518.0 KHz MSI Digunakan eksklusif untuk sistem NAVTEX internasional
2174.5 KHz NBDP-
COM
Digunakan untuk keperluan trafik komunikasi marabahaya
menggunakan media telegraph NBDP
2182.0 KHz RTP-COM Digunakan untuk keperluan trafik komunikasi marabahaya
menggunakan media radio telepon. Kelas emisi J3E.
Frekuensi MF
GMDSS
Alokasi
TASFRI
Keterangan TASFRI
490.0 KHz 415-495
KHz
Bergerak Maritim. Radionavigasi Penerbangan
5.79: Penggunaan pita frekuensi 415-495 kHz dan 505-526.5
kHz oleh maritim terbatas hanya untuk telegrafi radio.
5.79A: Pada saat mendirikan stasiun pantai dalam layanan
NAVTEX pada frekuensi 490 kHz, 518 kHz dan 4209.5 kHz,
sangat dianjurkan untuk mengkoordinasikan operasionalnya
lihat Resolusi 339.
518.0 KHz 505-526.5
KHz
Beergerak Maritim. Radionavigasi Penerbangan. Bergerak
Penerbangan. Bergerak darat
5.79, 5.79A (lihat 490.0 KHz)
5.84: Syarat-syarat penggunaan frekuensi 518 kHz oleh dinas
bergerak maritim diuraikan dalam Artikel 31 dan 52.
2174.5 KHz
2182.0 KHz
2187.5 KHz
2173.5-
2190.5
KHz
Bergerak (marabahaya dan panggilan)
5.108: Frekuensi pembawa gelombang 2182 kHz digunakan
untuk teleponi radio secara internasional guna keperluan
marabahaya dan frekuensi panggilan.
5.109: Frekuensi 2187.5 kHz, 4207.5 kHz, 6312 kHz, 8414.5
kHz, 12577 kHz, dan 16804.5 kHz merupakan frekuensi
marabahaya internasional bagi panggilan selektif digital.
5.110: Frekuensi 2174.5 kHz, 4117.5 kHz, 6268 kHz, 8376.5
kHz, 12520 kHz, dan 16695 kHz adalah frekuensi marabahaya
internasional bagi telegrafi cetak langsung berpita sempit.
5.111: Frekuensi pembawa 2182 kHz, 3023 kHz, 5680 kHz,
8364 kHz, dan frekuensi 121.5 MHz, 156.525 MHz, 156.8
MHz, dan 243 MHz dapat juga digunakan, berdasarkan
prosedur yang berlaku bagi dinas komunikasiradio terestrial,
untuk operasi SAR yang terkait dengan kendaraan angkasa
berawak.
Sumber : Kajian Regulasi Komunikasi Radio Maritim Indonesia. Ditjen Postel Kominfo 2010
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
14
Tabel 1-7. Kanal Maritim di Pita HF
Sumber : Kajian Regulasi Komunikasi Radio Maritim Indonesia. Ditjen Postel Kominfo 2010
Channel
NoF (KHz)
ShipF (KHz)
CoastRemarks
1-21 4000-406021 Channels, 3 KHz spacing
# Sub-Section C-1 #
Simplex ship to ship HF frequencies, shared with fixed services C-1.for supplementing ship-to-shore channels for duplex operation in Sub-Section A;for intership simplex (single-frequency) and cross-band operation;for cross-band working with coast stations Sub-Section C-2
for duplex operation with coast stations working in the band 4438-4650 kHz;for duplex operation with Channel Nos. 428 and 429
4063-4065(4063.3-4064.8)
6 Channles, 0.3 KHz spacing
Frequencies assignable to ship stations for oceanographic data transmission
401-427 4065-4146(4066.4-4144.4)
4357-4438(4358.4-4436.4)
Duplex. Frequencies assignable to stations for telephonyChannel 421: 4125/4417 is for Calling, Distress, and Safety
27 Channel, 3 KHz spacing
428
4294146-4152 (4146 & 4149) Simplex. Frequencies assignable to ship stations and coast stations for telephony, simplex operation
4146, 4149# Sub-Section B #
4351, 4354 Coast station frequencies may be paired with a ship station frequency from the Table of simplexfrequencies for ship and coast stations (see Sub-Section B) or with a frequency from the band 4 000-4063 kHz (see Sub-Section C-1) to be selected by the administration concerned.
4152-4172 (4154-4170)5 Channel, 4 KHz spacing.
Frequencies assignable to ship stations for wide-band telegraphy, facsimile and special transmissionsystems
4172-4181.75 (4172.5-4181.5)
18 Channel, 0.5 KHz spacing
4209.25-4219.25 (4210.5-4219)
18 Channel, 0.5 KHz spacing
Frequencies (paired) assignable to stations for NBDP and data transmission systems, at speeds not
exceeding 100 Bd for FSK and 200 Bd for PSK. 4209.5 exclusive NAVTEX type information transmission
4181.75-4186.75 (4182-4186.5)
5 Group, 10 Channels, 0.5 KHz spacingCalling frequencies assignable to ship stations for A1A or A1B Morse telegraphy
Common Channel : 4184 & 4184.5 KHz
4186.75-4202.25 (4187-4202)
31 Channel, 0.5 KHz spacingWorking frequencies assignable to ship stations for A1A or A1B Morse telegraphy
4202.25-4207.25 (4202.5-4207)10 Channel, 0.5 KHz spacing
Frequencies (non paired) assignable to ship stations for NBDP telegraphy and data transmissionsystems at speeds not exceeding 100 Bd for FSK and 200 Bd for PSK and for A1A or A1B Morsetelegraphy (working)
4207.25-4209.25 (4207.5-4209)
4 Channel, 0.5 KHz spacing
4219.25-4221 (4219.5-4220.5)
3 Channel, 0.5 KHz spacing
Frequencies assignable to stations for digital selective calling
4221-4351 Frequencies assignable to coast stations for wide-band and A1A or A1B Morse telegraphy, facsimile,
special and data transmission systems and direct-printing telegraphy systems
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
15
Sumber : Kajian Regulasi Komunikasi Radio Maritim Indonesia. Ditjen Postel Kominfo 2010
Channel
number
F (KHz)
Ship
F (KHz)
Coast
Remarks
601-608 6200-6224(6201.4-6222.4)
6501-6525(6502.4-6523.4)
Duplex. Frequencies assignable to stations for telephonyChannel 606: 6215/6516 is for Calling, Distress, and Safety
8 Channel, 3 KHz spacing6224-6233
(6225.4, 6228.4, 6231.4)3 Channel, 3 KHz spacing
Simplex. Frequencies assignable to ship stations and coast stations for telephony
6233-6261(6235-6259)
7 Channel, 4 KHz spacing.
Frequencies assignable to ship stations for wide-band telegraphy, facsimile and special transmissionsystems
6261-6262.75
(6261.3-6262.5)5 Channels, 0.3 KHz spacing
Frequencies assignable to ship stations for oceanographic data transmission
6262.75-6275.75(6263-6275.5)
6280.75-6284.75(6281-6284.5)
34 Channel0.5 KHz spacing
6313.75-6330.75(6314-6330.5)
34 Channel0.5 KHz spacing
Frequencies (paired) assignable to stations for NBDP and data transmission systems, at speeds notexceeding 100 Bd for FSK and 200 Bd for PSK
6275.75-6280.75(6276-6280.5)
5 Group, 10 Channels, 0.5 KHz spacing
Calling frequencies assignable to ship stations for A1A or A1B Morse telegraphyCommon Channel : 6276 & 6276.5 KHz
6284.75-6300.25
(6285-6300)31 Channel, 0.5 KHz spacing
Working frequencies assignable to ship stations for A1A or A1B Morse telegraphy
6300.25-6311.75(6300.5-6311.5)
23 Channel, 0.5 KHz spacing
Frequencies (non paired) assignable to ship stations for NBDP telegraphy and data transmissionsystems at speeds not exceeding 100 Bd for FSK and 200 Bd for PSK and for A1A or A1B Morsetelegraphy (working)
6311.75-6313.75(6312.5-6313.5)
4 Channel0.5 KHz spacing
6330.75-6332.5(6331-6332)
3 Channel0.5 KHz spacing
Frequencies assignable to stations for digital selective calling
6332.5-6501 Frequencies assignable to coast stations for wide-band and A1A or A1B Morse telegraphy, facsimile,
special and data transmission systems and direct-printing telegraphy systems
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
16
Sumber : Kajian Regulasi Komunikasi Radio Maritim Indonesia. Ditjen Postel Kominfo 2010
Channel
numberF (KHz)
ShipF (KHz)
CoastRemarks
1-31 8101-819131 Channels, 3 KHz spacing
# Sub-Section C-2 #
Simplex ship to ship HF frequencies, shared with fixed services C-1.for supplementing ship-to-shore channels for duplex operation in Sub-Section A;for intership simplex (single-frequency) and cross-band operation;for cross-band working with coast stations Sub-Section C-2
For ship-to-shore or shore-to-ship simplex operations.for duplex operation with Channel Nos. 834,835, 836 and 837
801-832 8195-8290(8196.4-8289.4)
8719-8815(8720.4-8813.4)
Duplex. Frequencies assignable to stations for telephonyChannel 821: 8255/8779 is for Calling
32 Channel, 3 KHz spacing833 8291 Simplex. Channel 833: 8255/8779 is for Calling
834-837 8294, 8297# Sub-Section B #
8707, 8710, 8713, 87164 Channels
Coast station frequencies may be paired with a ship station frequency from the Table of simplexfrequencies for ship and coast stations (see Sub-Section B) or with a frequency from the band 8100-8195 kHz (see Sub-Section C-2) to be selected by the administration concerned.
8294-8300, (8295.4, 8298.4)
2 Channel, 3 KHz spacingSimplex. Frequencies assignable to ship stations and coast stations for telephony
8300-8340, (8302-8338)10 Channel, 4 KHz spacing.
Frequencies assignable to ship stations for wide-band telegraphy, facsimile and special transmissionsystems
8340-8341.75, (8340.3-8341.5)
5 Channels, 0.3 KHz spacing
Frequencies assignable to ship stations for oceanographic data transmission
8341.75-8365.75, (8342-8365.5)8370.75-8376.25, (8371-8376)
59 Channel, 0.5 KHz spacing
Working frequencies assignable to ship stations for A1A or A1B Morse telegraphy
8365.75-8370.75, (8366-8370.5)
5 Group, 10 Channels, 0.5 KHz spacing
Calling frequencies assignable to ship stations for A1A or A1B Morse telegraphy
Common Channel : 8368 & 8369 KHz8376.25-8396.25
(8376.5-8396)40 Channel, 0.5 KHz spacing
8376.5,8416.25-8436.25(8417-8436)
40 Channel, 0.5 KHz spacing
Frequencies (paired) assignable to stations for NBDP and data transmission systems, at speeds notexceeding 100 Bd for FSK and 200 Bd for PSK
8396.25-8414.25, (8396.5-8414)
36 Channel, 0.5 KHz spacing
Frequencies (non paired) assignable to ship stations for NBDP telegraphy and data transmission
systems at speeds not exceeding 100 Bd for FSK and 200 Bd for PSK and for A1A or A1B Morsetelegraphy (working)
8414.25-8416.25, (8414.5-8416)4 Channel, 0.5 KHz spacing
8436.25-8438, (8436.5-8437.5)3 Channel, 0.5 KHz spacing
Frequencies assignable to stations for digital selective calling
8438-8707 Frequencies assignable to coast stations for wide-band and A1A or A1B Morse telegraphy, facsimile,
special and data transmission systems and direct-printing telegraphy systems
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
17
Sumber : Kajian Regulasi Komunikasi Radio Maritim Indonesia. Ditjen Postel Kominfo 2010
Channel
number
F (KHz)
Ship
F (KHz)
Coast
Remarks
1201-1241
12230-12353(12231.4-12351.4)
13077-13200(13078.4-13198.4)
Duplex. Frequencies assignable to stations for telephonyChannel 1221: 12290/13137 is for Calling, Distress, and Safety
41 Channel, 3 KHz spacing12353-12368
(12354.4 - 12366.4)5 Channel, 3 KHz spacing
Simplex. Frequencies assignable to ship stations and coast stations for telephony
12368-12420(12370-12418)
13 Channel, 4 KHz spacing.
Frequencies assignable to ship stations for wide-band telegraphy, facsimile and special transmissionsystems
12420-12421.75
(12420.3-12421.5)5 Channels, 0.3 KHz spacing
Frequencies assignable to ship stations for oceanographic data transmission
12421.75-12476.75(12422-12476.5)
110 Channel, 0.5 KHz spacing
Working frequencies assignable to ship stations for A1A or A1B Morse telegraphy
12476.75-12549.75
(12477-12549.5)12554.75-12559.75
(12555-12559.5)156 Channel
0.5 KHz spacing
12578.75-12656,75
(12579-12656.5)156 Channel
0.5 KHz spacing
Frequencies (paired) assignable to stations for NBDP and data transmission systems, at speeds not
exceeding 100 Bd for FSK and 200 Bd for PSK
12549.75-12554.75
(12550-12554.5)5 Group, 10 Channels, 0.5 KHz spacing
Calling frequencies assignable to ship stations for A1A or A1B Morse telegraphy
Common Channel : 12552 & 12553.5 KHz
12559.75-12576.75(12560-12576.5)
34 Channel, 0.5 KHz spacing
Frequencies (non paired) assignable to ship stations for NBDP telegraphy and data transmissionsystems at speeds not exceeding 100 Bd for FSK and 200 Bd for PSK and for A1A or A1B Morsetelegraphy (working)
12576.75-12578.75(12577-12578.5)
4 Channel0.5 KHz spacing
12656.75-12658.5(12657-12658)
3 Channel0.5 KHz spacing
Frequencies assignable to stations for digital selective calling
12658.5-13077 Frequencies assignable to coast stations for wide-band and A1A or A1B Morse telegraphy, facsimile,
special and data transmission systems and direct-printing telegraphy systems
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
18
Sumber : Kajian Regulasi Komunikasi Radio Maritim Indonesia. Ditjen Postel Kominfo 2010
Channel
number
F (KHz)
Ship
F (KHz)
Coast
Remarks
1601-1656
16360-16528(16361.4-16526.4)
17242-17410(17243.4-17408.4)
Duplex. Frequencies assignable to stations for telephonyChannel 1621: 16420/17302 is for Calling, Distress, and Safety
56 Channel, 3 KHz spacing16528-16549
(16529.4 – 16547.4)7 Channel, 3 KHz spacing
Simplex. Frequencies assignable to ship stations and coast stations for telephony
16549-16617(16551-16615)
17 Channel, 4 KHz spacing.
Frequencies assignable to ship stations for wide-band telegraphy, facsimile and special transmissionsystems
16617-16618.75
(16617.3-16618.5)5 Channels, 0.3 KHz spacing
Frequencies assignable to ship stations for oceanographic data transmission
16618.75-16683.25(16619-16683)
129 Channel, 0.5 KHz spacing
Working frequencies assignable to ship stations for A1A or A1B Morse telegraphy
16683.25-16733.75
(16683.5-16733.5)16738.75-16784.75
(16739-16784.5)193 Channel
0.5 KHz spacing
16806.25-16902,75
(16806.5-16902.5)193 Channel
0.5 KHz spacing
Frequencies (paired) assignable to stations for NBDP and data transmission systems, at speeds not
exceeding 100 Bd for FSK and 200 Bd for PSK
16733.75-16738.75
(16734-16738.5)5 Group, 10 Channels, 0.5 KHz spacing
Calling frequencies assignable to ship stations for A1A or A1B Morse telegraphy
Common Channel : 16736 & 16738 KHz
16784.75-16804.25(16785-16804)
39 Channel, 0.5 KHz spacing
Frequencies (non paired) assignable to ship stations for NBDP telegraphy and data transmissionsystems at speeds not exceeding 100 Bd for FSK and 200 Bd for PSK and for A1A or A1B Morsetelegraphy (working)
16804.25-16806.25(16804.5-16806)
4 Channel0.5 KHz spacing
16902.75-16904.5(16903-16904)
3 Channel0.5 KHz spacing
Frequencies assignable to stations for digital selective calling
16904.5-17242 Frequencies assignable to coast stations for wide-band and A1A or A1B Morse telegraphy, facsimile,
special and data transmission systems and direct-printing telegraphy systems
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
19
Sumber : Kajian Regulasi Komunikasi Radio Maritim Indonesia. Ditjen Postel Kominfo 2010
Channelnumber
F (KHz) Ship
F (KHz)Coast
Remarks
1801-1815
18870-18825(18781.4-18823.4)
19755-19800(19756.4-19798.4)
Duplex. Frequencies assignable to stations for telephonyChannel 1806: 18795/19770 is for Calling
15 Channel, 3 KHz spacing18825-18846
(18826.4 – 18844.4)7 Channel, 3 KHz spacing
Simplex. Frequencies assignable to ship stations and coast stations for telephony
18846-18870(18848-18868)
6 Channel, 4 KHz spacing.
Frequencies assignable to ship stations for wide-band telegraphy, facsimile andspecial transmission systems
18870-18892.75(18870.5-18892.5)
45 Channel0.5 KHz spacing
19680.25-19703,25(19681-19703.5)
45 Channel0.5 KHz spacing
Frequencies (paired) assignable to stations for NBDP and data transmission systems,at speeds not exceeding 100Bd for FSK and 200 Bd for PSK
18892.75-18898.25(18893-18898)
11 Channel, 0.5 KHz spacing
Frequencies (non paired) assignable to ship stations for NBDP telegraphy and datatransmission systems at speeds not exceeding 100 Bd for FSK and 200 Bd for PSK andfor A1A or A1B Morse telegraphy (working)
18898.25-18899.75(18898.5-18899.5)
3 Channel0.5 KHz spacing
19703.25-19705(19703.5-19704.5)
3 Channel0.5 KHz spacing
Frequencies assignable to stations for digitalselective calling
19705-19755 Frequencies assignable to coast stations for wide-band and A1A or A1B Morse telegraphy, facsimile, special and data transmission systems and direct-printing telegraphy systems
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
20
Sumber : Kajian Regulasi Komunikasi Radio Maritim Indonesia. Ditjen Postel Kominfo 2010
Channel
number
F (KHz)
Ship
F (KHz)
Coast
Remarks
2201-2253
22000-22159(22001.4-22157.4)
22696-22855(22697.4-22853.4)
Duplex. Frequencies assignable to stations for telephonyChannel 2221: 22060/22756 is for Calling
53 Channel, 3 KHz spacing22159-22180
(22160.4 – 22178.4)7 Channel, 3 KHz spacing
Simplex. Frequencies assignable to ship stations and coast stations for telephony
22180-22240
(22182-22238)15 Channel, 4 KHz spacing.
Frequencies assignable to ship stations for wide-band telegraphy, facsimile and special transmission
systems
22240-22241.75(22240.3-22241.5)
5 Channels, 0.3 KHz spacing
Frequencies assignable to ship stations for oceanographic data transmission
22241.75-22279.25(22242-22279)
75 Channel, 0.5 KHz spacing
Working frequencies assignable to ship stations for A1A or A1B Morse telegraphy
22279.25-22284.25
(22279.5-22284)5 Group, 10 Channels, 0.5 KHz spacing
Calling frequencies assignable to ship stations for A1A or A1B Morse telegraphy
Common Channel :22280.5 & 22281 KHz
22284.25-22351.75(22284.5-22351.5)
135 Channel0.5 KHz spacing
22375.75-22443,75(22376-22443.5)
135 Channel0.5 KHz spacing
Frequencies (paired) assignable to stations for NBDP and data transmission systems, at speeds notexceeding 100 Bd for FSK and 200 Bd for PSK
22351.75-22374.25
(22352-22374)45 Channel, 0.5 KHz spacing
Frequencies (non paired) assignable to ship stations for NBDP telegraphy and data transmission
systems at speeds not exceeding 100 Bd for FSK and 200 Bd for PSK and for A1A or A1B Morsetelegraphy (working)
22374.25-22375.75(22374.5-22375.5)
3 Channel0.5 KHz spacing
22443.75-22445.5(22444-22445)
3 Channel0.5 KHz spacing
Frequencies assignable to stations for digital selective calling
22445.5-22696 Frequencies assignable to coast stations for wide-band and A1A or A1B Morse telegraphy, facsimile,
special and data transmission systems and direct-printing telegraphy systems
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
21
Sumber : Kajian Regulasi Komunikasi Radio Maritim Indonesia. Ditjen Postel Kominfo 2010
Channelnumber
F (KHz) Ship
F (KHz)Coast
Remarks
2501-2510
25070-25100(25071.4-25098.4)
26145-26175(26146.4-26173.4)
Duplex. Frequencies assignable to stations for telephonyChannel 2510: 25097/26172 is for Calling
10 Channel, 3 KHz spacing25100-25121
(25101.4 – 25119.4)7 Channel, 3 KHz spacing
Simplex. Frequencies assignable to ship stations and coast stations for telephony
25121-25161.25(25123-25159)
10 Channel, 4 KHz spacing.
Frequencies assignable to ship stations for wide-band telegraphy, facsimile and specialtransmission systems
26161.25-25171.25(26161.5-25171)
20 Channel, 0.5 KHz spacing
Working frequencies assignable to ship stations for A1A or A1B Morse telegraphy
25171.25-25172.75Section IV – Morse telegraphy (calling) 0.5 KHz spacing
Calling frequencies assignable to ship stations for A1A or A1B Morse telegraphy
25172.75-25192.75(25173.5-25192.5)
40 Channel0.5 KHz spacing
26100.25-26120,75(26100.5-26120.5)
40 Channel0.5 KHz spacing
Frequencies (paired) assignable to stations for NBDP and data transmission systems, atspeeds not exceeding 100 Bd for FSK and 200 Bd for PSK
25192.75-25208.25(25193-25208)
31 Channel, 0.5 KHz spacing
Frequencies (non paired) assignable to ship stations for NBDP telegraphy and datatransmission systems at speeds not exceeding 100 Bd for FSK and 200 Bd for PSK and for A1Aor A1B Morse telegraphy (working)
25208.25-25210(25208.5-25209.5)
3 Channel0.5 KHz spacing
26120.75-26122.5(26121-26122)
3 Channel0.5 KHz spacing
Frequencies assignable to stations for digital selective calling
26122.5-26145 Frequencies assignable to coast stations for wide-band and A1A or A1B Morse telegraphy, facsimile, special and data transmission systems and direct-printing telegraphy systems
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
22
Pita HFITU-RR TASFRI
Lower Offset Upper Offset Lower Offset Upper Offset
4 MHz 4000.00 KHz 4438.00 KHz 4000.00 KHz 4438.00 KHz
6 MHz 6200.00 KHz 6525.00 KHz 6200.00 KHz 6525.00 KHz
8 MHz 8101.00 KHz 8815.00 KHz 8100.00 KHz 8815.00 KHz
12 MHz 12230.00 KHz 13200.00 KHz 12230.00 KHz 13200.00 KHz
16 MHz 16360.00 KHz 17410.00 KHz 16360.00 KHz 17410.00 KHz
18/19 MHz 18780.00 KHz 19800.00 KHz 18780.00 KHz 19800.00 KHz
22 MHz 22000.00 KHz 22855.00 KHz 22000.00 KHz 22855.00 KHz
25/26 MHz 25070.00 KHz
26100.25 KHz
25210.00 KHz
26175.00 KHz
25070.00 KHz
26100.00 KHz
25210.00 KHz
26175.00 KHz
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
23
Tabel 1-8. Kanal Maritim di Pita VHF
Sumber : Kajian Regulasi Komunikasi Radio Maritim Indonesia. Ditjen Postel Kominfo 2010
Channel
number
F (MHz) Ship F (MHz)
Coast
United Kingdom United States Australia
0UK, 156.000 160.600 Private, coast guard Ⓐ
1US, 156.050 156.050 Port Operations and Commercial, VTS. Available only in New Orleans/Lower Mississippi area.
1UK,AU,ITU 156.050 160.650 Duplex Seaphone-based
2UK,AU,ITU 156.100 160.700 Duplex Seaphone-based
3UK,AU,ITU 156.150 160.750 Duplex Seaphone-based
4UK,AU,ITU 156.200 160.800 Duplex Seaphone-based
5US 156.250 156.250 Port Operations or VTS in the Houston, New Orleans and Seattle areas.
5UK,AU,ITU 156.250 160.850 Duplex Seaphone-based
6US,UK,AU,ITU 156.300 156.300 Simplex, Ship-to-ship + Ship-to-Air Intership Safety Messages, SAR messages to Coast Guard ship/aircraft.
Simplex, Rescue. International Co-Ordinated Air to Sea Rescue Frequency. Ship & Aircraft SAR
7US,AU 156.350 156.350 Commercial Seaphone-based
7UK,ITU 156.350 160.950 Duplex
8US,UK,AU,ITU 156.400 156.400 Simplex, Ship-to-ship Ⓐ Commercial (Intership only) Port Ops. Tug & Pilot Boat Services, Commerical Ship To Ship
9US,UK,AU,ITU 156.450 156.450 Simplex, Ship-to-ship Ⓐ Boater Calling. Commercial and Non-Commercial.
Port Ops. First Preffered Aircraft To Ship Or Coast Station Channel
10US,UK,AU,ITU 156.500 156.500 Simplex, Ship-to-ship Ⓐ Commercial Port Ops between Ship & Shore
11US,UK,AU,ITU 156.550 156.550 Simplex Commercial. VTS in selected areas. Port Ops between Ship & Shore
12US,UK,AU,ITU 156.600 156.600 Simplex Port Operations. VTS in selected areas. Harbor Control. Port Ops between Ship &
Shore
13US,UK,AU,ITU 156.650 156.650 Simplex, Ship-to-ship Ⓐ Intership Navigation Safety (Bridge-to-bridge). Ships >20m length maintain a listening watch on this channel in US waters.
International Shipping Navigation Channel
14US,UK,AU,ITU 156.700 156.700 Simplex Port Operations. VTS in selected areas. Ship To Shore/Shore To Ship
15US,UK,AU,ITU 156.750 156.750 Simplex, Ship-to-ship Ⓐ Environmental (Receive only). Used by Class C
EPIRBs.
Spills, Shipping Accidents-Ocean Environment
Protection. Onboard communication power no more than 1W
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
24
Sumber : Kajian Regulasi Komunikasi Radio Maritim Indonesia. Ditjen Postel Kominfo 2010
Channel
number
F (MHz) Ship F (MHz)
Coast
United Kingdom United States Australia
16US,UK,AU,ITU 156.800 156.800 Simplex. International distress, safety and calling. Used for initial contact - then select a Working Channel.
International Distress, Safety and Calling. Ships required to carry radio, USCG, and most coast stations maintain a listening watch on this channel.International Marine VHF Calling Channel
17US,UK,AU,ITU 156.850 156.850 Simplex, Ship-to-ship Ⓐ State Control Inland Waterways Control-State Govt Based. Onboard communication power no more than 1W
18US,AU 156.900 156.900 Commercial Communication being navigation related and the output transmission power limited to 1 watt or less to avoid harmful interference to
Channel 16.
18UK,AU,ITU 156.900 161.500 Duplex Public Use. Non-Commercial Boaters
19US 156.950 156.950 Commercial
19UK,AU,ITU 156.950 161.550 Duplex Public Use. Non-Commercial Boaters
20US 157.000 157.000 Port Operations
20UK, AU,ITU 157.000 161.600 Duplex Port Operations (duplex) Port Ops
21US 157.050 157.050 U.S. Coast Guard only
21UK,AU,ITU 157.050 161.650 Duplex Australian Volunteer Coast Guard [AVCG]
22US 157.100 157.100 Coast Guard Liaison and Maritime Safety Information Broadcasts. Broadcasts announced on channel 16.
22UK,AU,ITU 157.100 161.700 Duplex Australian Volunteer Coast Guard [AVCG]
23US 157.150 157.150 U.S. Coast Guard only
23UK,AU,ITU 157.150 161.750 Duplex Seaphone-based
24US,UK,AU,ITU 157.200 161.800 Duplex Public Correspondence (Marine Operator) Seaphone-based
25US,UK,AU,ITU 157.250 161.850 Duplex Public Correspondence (Marine Operator) Seaphone-based
26US,UK,AU,ITU 157.300 161.900 Duplex Public Correspondence (Marine Operator) Seaphone-based
27US,UK,AU,ITU 157.350 161.950 Duplex Public Correspondence (Marine Operator) Seaphone-based
28US,UK,AU,ITU 157.400 162.000 Duplex Public Correspondence (Marine Operator) Seaphone-based
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
25
Sumber : Kajian Regulasi Komunikasi Radio Maritim Indonesia. Ditjen Postel Kominfo 2010
Channel
number
F (MHz) Ship F (MHz)
Coast
United Kingdom United States Australia
29-36 Private37UK 157.850 157,850 Private. Used By UK Marinas & Yacht Clubs38-59 Private
60UK,AU,ITU 156.025 160.625 Duplex Seaphone-based61UK,AU,ITU 156.075 160.675 Duplex Seaphone-based62UK,AU,ITU 156.125 160.725 Duplex Seaphone-based
63US 156.175 156.175 Port Operations and Commercial, VTS. Available only in New Orleans/Lower Mississippi area.
63UK,AU,ITU 156.175 160.775 Duplex Seaphone-based64UK,AU,ITU 156.225 160.825 Duplex Seaphone-based
65US 156.275 156.275 Port Operations65UK,AU,ITU 156.275 160.875 Duplex Port Ops
66US 156.325 156.325 Port Operations66UK,AU,ITU 156.325 160.925 Duplex Seaphone
67US,UK,AU,ITU 156.375 156.375 Simplex, Intership. HM Coastguard Search & Rescue
Commercial. Used for Bridge-to-bridge communications in lower Mississippi River. Intership only.
Marine Weather Broadcast 4 times daily from VMF555. Distress (supplementary)
68US,UK,AU,ITU 156.425 156.425 Simplex Non-Commercial Simplex, Port Ops69US,UK,AU,ITU 156.475 156.475 Simplex, Ship-to-Ship Non-Commercial Australian Navy Operations70US,UK,AU,ITU 156.525 156.525 Simplex. Digital Selective Calling (voice communications not allowed)71US,UK,AU,ITU 156.575 156.575 Simplex Non-Commercial Professional Fishing Trawlers etc & Regd Boat
Clubs72US,UK,AU,ITU 156.625 156.625 Simplex. Ship-to-ship Ⓐ Non-Commercial (Intership only) Simplex, Port Ops. Second Preffered Aircraft To
Ship Or Coast Station Channel73US,UK,AU,ITU 156.675 156.675 Simplex. Ship-to-ship Ⓐ Port Operations Simplex, Intership. Third Preffered Aircraft To
Ship Or Coast Station Channel74US,UK,AU,ITU 156.725 156.725 Simplex Port Operations Simplex, Port Ops75US,UK,AU,ITU 156.775 156.775 Simplex Simplex, Intership. Ship To Ship
Communcations Only (1 watt)76UK,AU,ITU 156.825 156.825 Simplex Simplex, Intership. Ship To Ship
Communcations Only (1 watt)
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
26
Sumber : Kajian Regulasi Komunikasi Radio Maritim Indonesia. Ditjen Postel Kominfo 2010
Channel
number
F (MHz) Ship F (MHz)
Coast
United Kingdom United States Australia
77US,UK,AU,ITU 156.875 156.875 Simplex. Ship-to-ship Ⓐ Port Operations (Intership only) Australian Volunteer Coast Guard [AVCG]78US 156.925 156.925 Non-Commercial
78UK,AU,ITU 156.925 161.525 Duplex Non-commercial Ⓐ Non-commercial Calling & Working79US 156.975 156.975 Commercial. Non-Commercial in Great Lakes
only79UK,AU,ITU 156.975 161.575 Duplex Port Ops
80US 157.025 157.025 Commercial. Non-Commercial in Great Lakes only
80UK,AU,ITU 157.025 161.625 Duplex. UK Marinas Only Safety & Shipping Movements81US 157.075 157.075 U.S. Government only - Environmental
protection operations.81UK,AU,ITU 157.075 161.675 Duplex Safety & Shipping Movements
82US,AU 157.125 157.125 U.S. Government only Communication being navigation related and the output transmission power limited to 1 watt or less to avoid harmful interference to
Channel 16.82UK,AU,ITU 157.125 161.725 Duplex Govt Safety Bodys Only-Police, Fire, Marine
Auth etc.83US 157.175 157.175 U.S. Coast Guard only
83UK,AU,ITU 157.175 161.775 Duplex Seaphone-based84US,UK,AU,ITU 157.225 161.825 Duplex Public Correspondence (Marine Operator) Seaphone-based85US,UK,AU,ITU 157.275 161.875 Duplex Public Correspondence (Marine Operator) Seaphone-based
86AU 157.325 157.325 Communication being navigation related and the output transmission power limited to 1 watt or less to avoid harmful interference to Channel 16.
86US,UK,AU,ITU 157.325 161.925 Duplex Public Correspondence (Marine Operator) Seaphone-based87US,UK,AU,ITU 157.375 157.375 Simplex Public Correspondence (Marine Operator) Automatic Ship Identification & Surviellance
System87AU 157.375 161.975 Automatic Ship Identification & Surviellance
System88US,UK,ITU 157.425 157.425 Simplex Commercial, Intership only.
88AU 157.425 162.025 Seaphone-based
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
27
GMDSS – Kelas Perangkat DSC terbagi menjadi :
Kelas A
Mencakup semua kemampuan di Annex 1, sesuai dengan standar persyaratan
instalasi MF/HF dan/atau VHF IMO GMDSS. Perangkat juga disarankan
mendukung fitur tambahan semi-otomatis/otomatis sesuai rekomendasi ITU-
R M.689, ITU-R M.1082 dan Tables 4.10.1 & 4.10.2
Kelas B (MF dan/atau VHF)
Menyediakan kemampuan minimum bagi kapal yang tidak diharuskan
menggunakan Kelas A, sesuai dengan standar persyaratan instalasi MF/VHF
IMO GMDSS. Perangkat juga disarankan mendukung fitur tambahan semi-
otomatis/otomatis sesuai rekomendasi ITU-R M.689, ITU-R M.1082 dan
Tabel 4.10.1 & 4.10.2
Kelas D (VHF)
Menyediakan kemampuan minimum untuk keperluan distress, urgency,
safety via VHF DSC termasuk pula panggilan/penerimaan rutin, tidak
diharuskan sesuai dengan standar instalasi VHF IMO GMDSS. Dapat
mendukung layanan tambahan semi-otomatis/otomatis.
Kelas E (MF dan/atau HF)
Serupa dengan Kelas D, untuk MF/HF DSC
GMDSS – Kategori EPIRB
Kelas A. Analog 121.5/243 MHZ, Float-free, aktif otomatis, terdeteksi oleh
pesawat, jangkauan terbatas. Tidak diperkenankan lagi untuk digunakan.
Kelas B. Analog 121.5/243 MHZ. Versi aktif manual dari Kelas A. Tidak
diperkenankan lagi untuk digunakan.
Kelas C. Analog VHF ch15/16. Aktif manual, beroperasi hanya pada kanal
maritim sehingga tidak terdeteksi oleh satelit maupun pesawat pada
umumnya. Tidak diperkenankan lagi untuk digunakan.
Kelas S. Analog 121.5/243 MHZ. Serupa dengan Kelas B tetapi mengapung
atau menjadi bagian dari perahu darurat. Tidak diperkenankan lagi untuk
digunakan.
Kategori I. Digital 406/121.5 MHZ. Float-free, aktif otomatis, terdeteksi
oleh satelit di dunia. Dikenal dan digunakan oleh GMDSS saat ini.
Kategori II. Serupa dengan Kategori I, kecuali aktif manual. Beberapa model
water-activated.
Inmarsat-E. 1646 MHz, Float-free, aktif otomatis, terdeteksi oleh satelit
GEO Inmarsat. Tidak lagi digunakan terhitung sejak 1 Desember 2006.
GMDSS – Analog & Digital EPIRB
Analog EPIRB (121.5 MHz) tidak dapat dideteksi oleh satelit GEO (GEO
mencakup hingga 85% belahan bumi).
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
28
Digital EPIRB (406 MHz) dan Analog EPIRB dapat bekerja dengan satelit
LEO, namun Digital EPIRB bekerja lebih baik.
Analog EPIRB hanya memancarkan sinyal di 121.5 MHz. Digital EPIRB
selain memancarkan sinyal 121.5 MHz berdaya rendah, juga mengirimkan
kode identifikasi digital di 406 MHz.
Mayoritas kesalahan alert dari EPIRB 406 MHz dapat diselesaikan dengan
mudah via panggilan telepon. Lain hal dengan EPIRB 121.5 MHz dimana
setiap kesalahan alert harus dicek ke sumber menggunakan perangkat
direction finding. Dengan demikian, EPIRB 406 MHz akan menghemat
waktu SAR.
Penerimaan alert oleh satelit Cospas-Sarsat dari EPIRB 121.5 MHz hanya
dilakukan hingga 1 Februari 2009. Lewat tanggal tersebut, satelit hanya
menerima dari EPIRB 406 MHz, seiring dengan perubahan transmisi analog
menjadi digital.
Informasi lokasi yang diterima dari EPIRB 406 MHz jauh lebih akurat, dan
sinyal yang dikirim pun membawa informasi registrasi. Dari informasi
registrasi tersebut, jika registrasi dilakukan dengan tepat, dapat diketahui
informasi kontak pemilik, informasi kontak darurat, dan karakteristik
pengenal dari armada bersangkutan.
GMDSS – MMSI
Maritime Mobile Service Identity (MMSI) merupakan 9 digit nomor yang
mengidentifikasikan perangkat VHF. Bagian kiri dari MMSI menandakan negara
dan jenis stasiun.
Kapal (MIDXXXXXX)
232,233,234,235 : Inggris -> contoh: 232003556
525 : Indonesia
Stasiun Pantai (00MIDXXXX)
Contoh : 002320011 ->Solent Coastguard, Inggris
Grup Stasiun (0MIDXXXXX)
Contoh : 023207823
Perangkat DSC Portable
Contoh Inggris : 2359 -> 235900498
1.5 Global Maritime Distress and Safety System (GMDSS) untuk Stasiun
Radio Pantai (SROP)
Persyaratan dan standar peralatan Global Maritime Distress and Safety
System (GMDSS) yang digunakan oleh Stasiun Radio Pantai (SROP), wajib memiliki
peralatan telekomunikasi-pelayaran:
a. Radio VHF DSC menggunakan perangkat radio VHF yang mampu
melakukan komunikasi pada frekuensi bahaya channel 16 (156,800 MHz)
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
29
dan VHF DSC pada channel 70 (156,525 MHz) di pita frekuensi (band) 156
– 174 MHz. (sesuai artikel 52 dan appendix 18);
b. Radio MF DSC menggunakan perangkat radio MF DSC yang mampu
melakukan komunikasi pada frekuensi bahaya 2182 KHz dan DSC pada
frekuensi 2187,5 KHz di pita frekuensi (band) 1605 – 4000 KHz.(sesuai
artikel 52 dan Appendix 25);
c. Radio HF DSC menggunakan perangkat radio HF DSC yang mampu
melakukan komunikasi pada frekuensi bahaya 4125 KHz dan/atau 6215KHz
dan/atau 8291 KHz dan/atau 12290 KHz dan/atau 16240 KHz dan DSC pada
frekuensi 4207,5 KHz dan/atau 6312 KHz dan/atau 8414,5 KHz dan/atau
12577 KHz dan/atau 16804,5 KHz di pita frekuensi (band) 4000 – 27500
KHz (sesuai artikel 52 dan Appendix 25);
d. Media komunikasi meliputi radio link, dan/atau kabel, dan/atau serat optik
dan/atau nirkabel; dan
e. komunikasi data, internet dan saluran telepon melalui jaringan
komunikasiumum.
Jumlah Stasiun Radio Pantai GMDSS di Indonesia sesuai lampiran KM 30 sampai
dengan tahun 2011, telah terpasang Stasiun Radio Pantai GMDSS sebagai berikut :
66 SROP dengan Area A1
54 SROP dengan Area A2
12 SROP dengan Area A3
4 SROP transmit Maritime Savety Information (MSI-NAVTEX)
Adapun penyebaran lokasi Stasiun Radio Pantai GMDSS dan coverage area A1 dan
A2 di Indonesia dapat dilihat pada gambar-gambar berikut ini.
Gambar 1-4. Lokasi Stasiun Radio Pantai GMDSS di Indonesia
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
30
Gambar 1-5. GMDSS Coverage Area A1
Gambar 1-6. GMDSS Coverage Area A2
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
31
1.6 Spektrum Frekuensi Radio
Alokasi spektrum frekuensi radio mengacu pada alokasi tabel alokasi
spektrum frekuensi yang dikeluarkan secara resmi oleh Himpunan Telekomunikasi
Internasional (International Telecommunication Union (ITU)) pada Peraturan Radio
Edisi 2008 (Radio Regulations, edition 0f 2008) yang juga menjadi acuan bagi
negara-negara lain di dunia. Alokasi spektrum frekuensi radio tersebut dapat dilihat
pada gambar berikut.
Gambar 1-7. Spektrum frekuensi Radio
Sumber : ITU Handbook of National Spectrum Mangement,1995
Dengan banyaknya kebutuhan akan spektrum frekuensi sedangkan sumber daya alam
ini terbatas maka harus dikelola dengan cara bijaksana dan tepat.
1.7 Sistem Pengelolaan Spektrum Frekuensi Radio.
Pengelolaan Spektrum Frekuensi Radio terdiri dari sejumlah fungsi-fungsi
yang bekerja secara sinergis untuk menghasilkan suatu kinerja dimana proses
perizinan spektrum frekuensi dapat dilayani dengan cepat dan selanjutnya
penggunaan spektrum frekuensi akan efektif dan efisien dan pada saat bersamaan
kondisi gangguan frekuensi (interferensi) adalah minimal.
Pengertian dari Gelombang Radio atau Gelombang Hertzian adalah
gelombang elektromagnetik dengan frekuensi yang lebih rendah dari 3000 GHz,
yang merambat dalam ruang angkasa tanpa sarana penghantar buatan. Spektrum
frekuensi merupakan salah satu sumber daya terbatas,sangat vital dan merupakan
aset nasional yang memerlukan kehati-hatian dalam mengaturnya. Adapun sistem
pengelolaan spektrum frekuensi radio dapat dilihat pada gambar berikut.
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
32
Gambar 1-8. Sistem Pengelolaan Spektrum Frekuensi Radio Sumber : ITU Handbook of National Spectrum Mangement,1995
Fungsi-fungsi tersebut adalah:
(1) Fungsi penataan dan perencanaan spektrum (spectrum planning and
allocation).
(2) Fungsi penetapan frekuensi dalam proses perizinan (licensing, assignment and
billing).
(3) Fungsi koordinasi agar penggunaan spektrum frekuensi di suatu wilayah
menjadi harmonis (frequency coordination and notification).
(4) Fungsi rekayasa frekuensi yang menghasilkan perencanaan dan alokasi
frekuensi secara efisien (spectrum engineering).
(5) Fungsi inspeksi stasiun radio yang beroperasi untuk menjaga ketaatan terhadap
aturan pengoperasian perangkat radio (inspectrion of radio installation).
(6) Fungsi penegakan hukum (law enforcement) adalah untuk memastikan
penggunaan perangkat radio mengikuti standar yang ditetapkan, serta untuk
menindak pelanggaran-pelanggaran penggunaan spektrum yang tidak sesuai
dengan perizinannya.
(7) Fungsi aturan, regulasi dan standar (rules, regulation and associated standards)
yang memberi penguatan terhadap pengaturan-pengaturan yang diperlukan.
(8) Fungsi monitor spektrum (spectrum monitoring) akan melakukan pengawasan
terhadap pancaran-pancaran frekuensi radio melalui infrastruktur Sistem
Monitor Spektrum Frekuensi Radio
Untuk melaksanakan semua fungsi pengelolaan spektrum frekuensi radio
tersebut di atas, maka dalam mencapai tujuannya yaitu maximize spectrum efficiency
and minimize interference, maka pengelolaan sumber daya spektrum frekuensi radio
ini berada di Kementrian Komunikasi dan Informatika, Ditjen SDPPI.
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
33
1.8 Pengaturan Penggunaan Spektrum Frekuensi Maritim Berdasarkan
Radio Regulation ITU
Pengaturan penggunaan spektrum frekuensi khusus untuk maritim secara
internasional terdapat pada Radio Regulation ITU, dengan artikel-artikel yang
berhubungan dengan frekuensi maritim sebagai berikut :
Article 5 -Frequency allocations
Article 51 -Conditions to be observed in the maritime services
Article 52 -Special rules relating to the use of frequencies in Maritime
Services
Appendix 13 -Distress and safety communication Non-GMDSS
Appendix 15 -Frequencies for distress and safety communications for the
Global Maritime Distress and Safety System (GMDSS)
Appendix 17 -Frequencies and channel arrangement in the high frequency
bands for maritime mobile services
Appendix 18 - Table of transmitting frequencies in the VHF maritimemobile
band
Appendix 25 -Provisions and associated frequency allotment Plan coast
radiotelephone stations operating in the maritime mobile bands
between 4 000 kHz and 27 500 kHz
1.9 Spektrum Frekuensi di Indonesia
Pada saat ini permintaan ijin ISR radio microwave mengalami kenaikan yang
sangat tinggi dalam beberapa tahun terakhir. Sebagai gambaran jumlah penggunaan
Frekuensi (ISR) berdasarkan pita frekuensi dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1-9. Jumlah Penggunaan Frekuensi (ISR) berdasarkan pita Frekuensi
Sumber : Data Statistik Ditjen Postel 2010
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
34
Peningkatan ijin ISR yang paling besar terjadi pada spektrum SHF yang
diakibatkan oleh peningkatan kebutuhan radio Microwave. Untuk mengetahui
penggunaan pita frekuensi per provinsi pada posisi tahun 2010, dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 1-10. Penggunaan Pita Frekuensi per Provinsi pada tahun 2010
Sumber: Statistik Ditjen POSTEl 2010
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
35
Penggunaan Spektrum frekuensi berdasarkan servisnya yang terdiri dari :
Aeronautical/Penerbangan
Broadcasting (TV & Radio)
Fixed Services
Land Mobile (Private)
Land Mobile (Public)
Maritim
Satellite
Tabel 1-11. Jumlah penggunaan kanal frekuensi menurut service 2008–2010
Sumber: Statistik Ditjen POSTEl 2010
Berdasarkan pada tabel di atas, penggunaan frekuensi urutan ke 3 terbesar
sejak tahun 2008 adalah untuk Fixed Services, Land Mobile (Public) dan Land
Mobile (Provate) sejak dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2010.
Gambaran secara detil penggunaan frekuensi per provinsi dapat dilihat pada tabel
berikut.
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
36
Tabel 1-12. Pengguna Pita Frekuensi per Propinsi Tahun 2010
Sumber: Statistik Ditjen POSTEl 2010
Penggunaan menurut subservice yang cukup tinggi terjadi pada kelompok
service land mobile (public) : sub service GSM/DCS dan pada kelompok service land
mobile (private) : sub service standard. Penggunaan sub service GSM/DCS yang
tinggi ini sejalan dengan semakin berkembangnya industri telekomunikasi seluler
dengan semakin banyaknya oeprator dan jangkauan oleh masing-masing operator
sehingga semakin banyak BTS yang dibangun. Namun proporsi untuk penggunaan
sub service GSM/DCS sampai semester I tahun 2010 masih lebih rendah dari
proporsi penggunaanya selama tahun 2009.
Proporsi penggunaan frekuensi untuk subservice lainya tergolong kecil dan
penggunaan yang paling rendah untuk satelit. Untuk lebih jelasnya mengenai
penggunaan spektrum frekuensi tersebut, dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
37
Gambar 1-9. Komposisi Penggunaan Frekuensi menurut Service dan Subservice-
nya tahun 2010.
Sumber: Statistik Ditjen POSTEl 2010
1.10 Kebijakan-Kebijakan Pemerintah dalam Penggunaan Spektrum
Frekuensi untuk Keperluan Maritim
Dasar Hukum yang digunakan
1. UU No. 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi
2. UU No 17 tahun 2008 Tentang Pelayaran
3. PP No. 53 tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio ...
4. PP No. 05tahun 2010 tentang Kenavigasian
5. Permen No. 40/2009 tentang TASRI
6. Permen No. 26 / 2011 tentang Telekomunikasi Pelayaran
7. PP No. 06 tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang
Berlaku pada Departemen Perhubungan
8. PP No. 07 tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang
Berlaku pada Departemen Komunikasi dan Informatika
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
38
Regulasi pada saat ini
Ketentuan regulasi yang terkait dengan frekuensi disebutkan dalam Undang-undang
No 36 tahun 1999 pada pasal 33 dan pasal 34 yaitu :
Pasal 33
(1) Penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit wajib mendapatkan
izin pemerintah
(2) Penggunaan spektrum frekuensi dan orbit satelit harus sesuai dengan
peruntukannya dan tidak saling mengganggu
(3) Pemerintah melakukan pengawasan dan pengendalian penggunaan spektrum
frekuensi radio dan orbit satelit
(4) Ketentuan penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit yang
digunakan dalam penyelenggaraan telekomunikasi diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 34
(1) Pengguna spektrum frekuensi radio wajib membayar biaya penggunaan
frekuensi, yang besaranya didasarkan atas penggunaan jenis dan lebar pita
frekuensi
(2) Pengguna orbit satelit wajib membayar biaya hak penggunaan orbit satelit
(3) Ketentuan mengenai biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah No 53 tahun 2000 tentang Penggunaan
Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit, menjelaskan secara lebih detil yang
terdiri dari :
Pembinaan (pada pasal 2)
Spektrum Frekuensi radio yang menjelaskan mengenai perencanaan,
Penggunaan, Perizinan, Realokasi Frekuensi radio, Biaya Hak Penggunaan
(BHP) Spektrum Frekuensi Radio, dan Biaya Hak Penggunaan (BHP) Orbit
Satelit (Pasal 3 ayat (1))
Pengawasan dan Pengendalian (pasal 3 Ayat (2))
Dalam ketentuan terkait dengan perencanaan spektrum frekuensi radio, dijelaskan
dalam Pasal 4 beberapa hal yang harus diperhatikan adalah :
Dalam perencanaan penggunaan spektrum frekuensi radio harus diperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
a. mencegah terjadinya saling mengganggu;
b. efisien dan ekonomis;
c. perkembangan teknologi;
d. kebutuhan spektrum frekuensi radio di masa depan; dan/atau
e. mendahulukan kepentingan pertahanan keamanan negara, keselamatan dan
penanggulangan keadaan marabahaya (Safety and Distress), pencarian dan
pertolongan(Search and Rescue/SAR), kesejahteraan masyarakat dan
kepentingan umum.
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
39
Dalam hal perencanaan spektrum frekuensi, pemerintah telah merencanakannya dan
dituangkan dalam tabel alokasi frekuensi radio.
Ketentuan dalam regulasi yang ada pada saat ini secara keseluruhan dapat
digambarkan seperti pada gambar di bawah ini.
Gambar 1-10. Peraturan-peraturan terkait dengan Spektrum Frekuensi Radio
Peraturan-peraturan ini sudah berjalan dalam beberapa tahun sehingga sudah
banyak manfaat yang sudah diperoleh oleh para stakeholder, meskipun ada beberapa
permasalahan-permasalahan yang ada. Oleh sebab itu di masa mendatang diharapkan
segala permasalahan yang muncul pada saat ini bisa dieliminasi dan bisa
mengantisipasi permasalahan-permasalahan di masa mendatang, agar di masa
mendatang kebutuhan dari para stakeholder spektrum frekuensi radio bisa dilayani
UU no. 36/1999 ttg
Telekomunikasi
PP No. 52/2000 ttg
Penyelenggaraan
Telekomunikasi
PP No. 7/2009 ttg
Jenis dan Tarif Atas
Jenis PNBP ...
DEPKOMINFO
PP No. 38/2007 ttg
Pembagian Urusan
Pemerintahan ...
Kabupaten/Kota
PP No. 53/2000 ttg
Penggunaan
Spektrum
Frekuensi Radio
dan Orbit Satelit
Permen No.
43/2009 ttg
Penyelenggaraan
Penyiaran ...
Penyiaran Televisi Permen No.
3/2006 ttg Peluang
Usaha u/
Penyelenggaraan
Jar. Bergerak ...
Nasional
Perdirjen Postel
No. 96/2008 ttg
Ppersyaratan
Teknis Alat
Perangkat ...
Frek.2.3 GHz
Kepdirjen Postel
No. 223/2002 ttg
Pengelompokan
Alat dan Perangkat
Telekomunikasi
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
40
dengan baik dengan sudah mempertimbangkan segala aspek yang terkait secara
komprehensif.
Beberapa kebijakan spektrum frekuensi radio di Indonesia yang melatar
belakangi regulasi yang terkait dengan penggunaan spektrum frekuensi radio,
diantaranya adalah :
Lisensi Frekuensi Radio diberikan melalui metode first come first served dan
beauty contest.
Lisensi Frekuensi Radio dipertimbangkan hanya sebagai media untuk
operator telekomunikasi (dan broadcasting).
Seringkali, Lisensi diberikan tanpa perencanaan spektrum frekuensi yang
mencukupi.
Hanya ada satu jenis dari Lisensi Radio Spektrum Frekuensi Radio yaitu
berbasiskan Izin Stasiun Radio (ISR)
Kurang Fleksibel, terlalu banyak pekerjaan administrasi, sulit verifikasi
Besaran nilai Biaya Hak Pengguna (BHP) frekuensi tahunan ditentukan
berdasarkan kepada jenis layanan dan teknologi untuk tiap pemancar (Tx)
yang dibangun.
Sulit pemeriksaan dan verifikasi.
Sulit menghitung besaran indeks pentarifan spektrum untuk teknologi baru.
Efek dari adanya kebijakan tersebut diantaranya adalah :
Penumpukan Spektrum (Spectrum hoarding)
Pengembangan serta roll out dari jaringan menjadi lambat kecuali beberapa
operator saja.
Konflik dari standar yang berkompetisi serta perencanaan frekuensi (GSM
dan AMPS/ CDMA di 890 MHz, UMTS dan PCS-1900 di 1900 MHz)
Kebijakan tersebut di atas sudah mewarnai penggunaan spektrum frekuensi
radio di Indonesia pada saat ini, dimana masih ada beberapa kebijakan pengaturan
spektrum frekuensi yang harus ditingkatkan agar pemanfaatan sumber daya yang
terbatas ini akan dapat bermanfaat secara maksimal bagi masyarakat, pemerintah dan
para pengguna sepektrum frekuensi.
1.11 PNBP untuk Pengguan Spektrum Frekuensi Radio pada Dinas Maritim
Sebagai akibat pemanfaatan spektrum frekuensi oleh para stakeholder
telekomunikasi, diperoleh pendapatan dari penggunaan spektrum frekuensi dengan
mengacu pada ketentuan dalam tarif Biaya Hak Penggunaan (BHP) Spektrum
Frekuensi Radio, yang merupakan salah satu komponen dari pendapatan PNBP
Kemenkominfo.
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
41
Tabel 1-13. Realisasi PNBP Bidang Pos dan Telekomunikasi 2005- 2010
Sumber: Statistik Ditjen POSTEl 2010
Gambar 1-11. Data Historis Realisasi PNBP bidang Postel 2005-2010.
Sumber: Statistik Ditjen POSTEl 2010
CAGR dari Standarisasi dari tahun 2006 – 2010 paling tinggi dibandingkan dengan
unsur PNBP lainya, meskipun kontribusinya masih dibawah frekuensi, USO dan
Telekomunikasi.
Dengan melihat proporsi pendapatan di atas, kontribusi pendapatan dari
PNBP – Frekuensi adalah paling besar dan hal tersebut menunjukkan bahwa
penggunaan spektrum frekuensi oleh para stakeholder mengalami peningkatan yang
cukup besar dalam rangka untuk menghasilkan jenis jasa layanan telekomunikasi
yang diperlukan oleh masyarakat. Di masa mendatang pengelolaan manajemen
spektrum frekuensi harus selalu ditingkatkan kinerjanya sehingga kebutuhan akan
spektrum frekuensi akan dapat dilayani dengan baik dalam jangka waktu yang lebih
cepat, dalam proses yang lebih sederhana.
Pada saat ini kategori non komersial untuk penggunaan frekuensi untuk
kepentingan seperti Maritim pada kenyataanya menggunakan spektrum frekuensi
radio untuk kegiatanya, padahal dalam kenyataanya pemerintah yang dalam hal ini
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
42
Ditfrek – Ditjen SDPPI menjalankan perannya dalam menjadi Lembaga Pengelola
Spektrum Frekuensi Radio yang merupakan sumber daya alam yang terbatas harus
dilakukan secara efektif dan efisien, melalui :
Perencanaan penggunaan spektrum frekuensi radio yang bersifat dinamis
dan adaptif terhadap kebutuhan masyarakat dan perkembangan teknologi.
Pengelolaan spektrum frekuensi radio secara sistematis dan didukung
sistem informasi spektrum frekuensi radio yang akurat dan terkini.
Pengawasan dan pengendalian pengunaan spektrum frekuensi radio yang
konsisten dan efektif.
Regulasi yang bersifat antisipatif dan memperikan kepastian hukum.
Kelembagaan pengelolaan spektrum frekuensi radio yang kuat, didukung
oleh sumber daya manusia yang profesional serta prosedur dan sarana
pengelolaan spektrum frekuensi radio yang memadai.
Mengingat kondisi negara Indonesia yang sangat luas dan merupakan negara
kepulauan, dimana kebutuhan spektrum frekuensi akan mutlak diperlukan dalam
rangka untuk membangun penyebaran jasa layanan telekomunikasi yang mengarah
ke broadband, oleh sebab itu semua pengguna frekuensi seharusnya tidak
dimasukkan dalam kategori non komersial akan tetapi di masa mendatang, semua
pengguna frekuensi harus dikenakan biaya agar dari masing-masing pengguna akan
dapat meningkatkanefisiensipenggunaanya dan dari pemerintah selaku Lembaga
Pengelola Spektrum Frekuensi Radio akan mendapatkan pendapatan dari
penggunaan resource ini. Dalam prakteknya, bisa saja instansi-instansi pengguna
frekuensi tertentu tidak harus membayar dengan menggunakan pola subsidi atau pola
yang cocok. Dengan pola ini maka akan dapat diketahui besarnya pendapatan yang
diperoleh oleh Ditfrek selama 1 tahun dalam mengelola spektrum frekuensi dan
berapa besar dari para instansi yang mendapatkan subsidi dari pemerintah sebagai
akibat penggunaan spektrum frekuensi dan selanjutnya akan bisa mengoptimalkan
penggunaanya dalam rangka untuk memenuhi kebutuhannya unuku memberikan
pelayanan kepada masyarakat.
Komunikasi radio untuk kepentingan maritim dan penerbangan merupakan
komunikasi radio yang berhubungann dengan keselamatan transportasi laut dan
udara. Dalam Radio Regulation ITU-R alokasi frekuensi untuk kepentingan ini
meliputi Aerotautical Mobile Services, Maritime Mobile Services, Radio Navigation
services, Redio Determination Services, Radio Location Service baik untuk Services
Terresterial dan satelit. Pengaturan dan penentuan kanal frekuensi untuk kepentingan
komunikasi ini dilakukan secara bersama-sama antara Ditjen Postel dengan Ditjen
Hubla dan Ditjen Hubud.Hubungan komunikasi radio maritim internasional
dikoordinasikan melalui ITU, IMO dan INMARSAT, sedangkan untuk hubungan
komunikasi radio penerbangan internasional dikoordinasikan melalui ITU dan ICAO.
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
43
Dalam Radio Regulation (RR) ITU-R, alokasi frekuensi untuk komunikasi
maritim dan penerbangan meliputi :
Aeronautical Mobile Services
Maritime Mobile Services
Radio Navigation Services
Radio Determination Services
Radio Location Services
Dalam pengaturan dan penetuan kanal frekuensi Ditjen Postel melakukan
koordinasi dengan Ditjen Hubla, Ditjen Hubud dan Departemen Perhubungan.
Penggunaan komunikasi radio maritim dan penerbangan untuk kepentingan
pertahanan dan keamanaan negara dikoordinasikan bersama antara Ditjen Postel,
Ditjen Hubla, Ditjen Hubud, Departemen Perhubungan dan TNI.
Untuk hubungan komunikasi radio maritim internasional dikoordinasikan
melalui ITU, IMO, dan Inmarsat. Sedangkan untuk hubungan komunikasi radio
penerbangan internasional dikoordinasikan melalui ITU dan ICAO.
Untuk frekuensi radio stasiun pantai, komunikasi GMDSS maupun frekuensi
komunikasi radio penerbangan, terutama yang bekerja di HF yang dapat menembus
batas negara.
Proses perijinan Maritim, dari kondisi awal dampai dengan tahap akhir dapat
dijelaskan seperti pada gambar berikut.
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
44
Gambar 1-12. Proses Perijinan Maritim
Sumber : www.Postel.go.id
45
BAB II HASIL PENGUMPULAN
DATA
Hasil pengumpulan data yang telah dilakukan menggunakan metode FGD, In
depth interview, Kuesioner dan Studi Literatur. Hasil pengumpulan data ini
selanjutnya dianalisa lebih detil dalam bab pembahasan.
2.1 Hasil In depth Interview
In depth Interview telah dilaksanakan pada lima tempat yaitu Jakarta, Medan,
Surabaya, Makassar dan Manado dengan membuat janji terlebih dahulu, baik pada
regulator maupun pada pengguna frekuensi maritim.Untuk in depth interview di
Jakarta dilaksanakan di Hotel Akmani, in depth interview di Medan dilaksanakan di
Hotel Grand Angkasa Medan, in depth interview di Surabaya dilaksanakan di Hotel
Santika, in depth interview di Makassar dilaksanakan di Hotel Horizzon, in depth
interview di Manado dilaksanakan di Hotel Swiss Bell.
Hasil in depth interview dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
46
Tabel 2-1. Hasil In depth Interview di Jakarta
HUBLA SYAHBANDAR STASIUN RADIO PANTAI DKP PEMILIK KAPAL
1 Bagaimana evaluasi
implementasi
kebijakan-kebijakan
pemerintah dalam hal
penggunaan frekuensi
untuk keperluan dinas
maritim ?
Berdasarkan evaluasi yang dilakukan menunjukkan bahwa
berbagai aturan (regulasi) yang telah diterbitkan pada
dasarnya tidak tumpang tindih. Implementasi dari regulasi
pemerintah telah berjalan sesuai dengan SOP yang ada.
Meskipun demikian pelaksanaan regulasi tersebut kurang
efektif dan efisien. ketidak efektifan dan ketidakefisienan dari
regulasi tersebut dapat terlihat pada proses penerbitan surat
izin penggunaan frekuensi radio untuk dinas maritim relatif
lama (jangka waktu lebih dari 2 bulan, SOP penerbitan izin
kurang lebih 44 hari kerja).
Kebijakan penggunaan
frekuensi maritim
sudah sesuai
peruntukannya baik
menurut regulasi ITU
dan Perarturan yang
berlaku.
Kebijakan penggunaan frekensi radio
maritim sudah sesuai peruntukannya.
Hanya saat ini dipergunakan untuk
kebutuhan marabahaya saja,
diakarenakan teknologi komunikasi
yang berkembang sehingga banyak
teknologi komunikasi yang digunakan
dalam aktifitas kemaritiman
implementasi kebijakan
penggunaan frekuensi maritim pada
pelayaran nelayan kecil sulit
dilaksanakan. Namun, untuk
pelayaran yang besar dan
internasional sudah sesuai
Pengurusan perijinan sering
kali terjadi keterlambatan
sementara pada saat yang
bersamaan kapal harus
berlayar. Solusi hal ini
Syahbandar mengeluarkan
surat izin berlayar sementara,
yang masa waktu
operasionalnya maksimal 3
bulan.
2 Bagaimana persepsi
pengguna frekuensi
maritim terhadap
layanan yang
diberikan oleh
pemerintah ?
Persepsi pengguna frekuensi
(Perusahaan perikanan besar
dengan kapasitas di atas 60 GT)
bahwa pada dasarnya pelayanan
yang diberikan oleh pemerintah
terkait dengan izin penggunaan izin
maritim dinilai baik (tidak ada
masalah)
Para pengguna menilai bahwa
pelayanan yang diperoleh dari
pihak Hubla relatif baik dan
cepat, sementara di kominfo-
SDPPI di nilai relatif lambat
3 Bagaimana koordinasi
antara Pemerintah dan
pemangku
kepentingan dalam hal
penggunaan frekuensi
radio ?
Pengorganisasian kebijakan spektrum frekuensi radio untuk
dinas maritim ditangani oleh dua kementrian yaitu kemeterian
perhubungan-dirjen hubla dan kememntrian kominfo-dirjen
SDPPI, dengan koordinasi sbb: kementrian perhubungan -dirjen
hubla memiliki otoritas terhadap pemberian rekomendasi atas
permohonan pihak pengguna (perusahaan pelayaran) ; dan
kemetrian kominfo-dijen SDPPI memiliki otoritas menindak
lanjuti rekomendasi dirjen hubla tsb dengan menerbitkan surat
izin penggunaan frekuensi radio (mensyahkan rekomendasi
dirjen hubla).
4 Bagaimana
harmonisasi peraturan
terkait dengan
telekomunikasi
maritim yang
dikeluarkan oleh
berbagai instansi ?
Pada dasarnya tidak terjadi disharmonisasi terkait dengan
peraturan yang dibuat oleh masing-masing kementrian.
Meskipun demikian ada bagian tugas yang seharusnya
dilakukan oleh dirjen hubla tetapi dikerjakan oleh kominfo
yaitu dalam memberikan sertifikasi terkait dengan kompetensi
operator radio kapal.
No. PermasalahanJAKARTA
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
47
HUBLA SYAHBANDAR STASIUN RADIO PANTAI DKP PEMILIK KAPAL
5 Bagaimana penerapan
Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP) untuk
pengguna spektrum
frekuensi radio pada
dinas maritim?
Pada dasarnya terkait dengan penggunaan
frekuensi radio untuk dinas maritim tidak
dikenakan biaya karena frekuensi tersebut
diperuntukkannya untuk marabahaya dan
keselamatan. Namun, untuk pengurusan
administrasi dalam hal penggunaan frekuensi
radio dikenakan biaya, sebagaimana yang
diatur dalam PP No. 6 Tahun 2009 tentang
PNBP. Demikian pula, peruntukkan penerimaan
tersebut merujuk pada peraturan tersebut.
PNBP untuk penggunaan spektrum frekuensi radio pada dinas
maritim lebih tepatnya merupakan wewenang Dirjen
Kenavigasian-Hubla dan Dirjen SDPPI-Kominfo, tapi di
syahbandar pun ada penerimaan yang merupakan PNBP, yaitu
pengurusan surat keselamatan berlayar, yang mana besaran
biaya untuk hal tersebut berdasarkan PP No. 6 Tahun 2009. dan
peruntukkannya juga merujuk pada aturan tersebut.
Sebelum berkembangnya teknologi
informasi, keberadaan srop ini sangat
penting,karena informasi yang masuk pada
kapal dan keluar dari kapal ini, hanya melalui
Srop. Saat ini ketika teknologi informasi
berkembang pesat, maka, para pemilik kapal
mempunyai statsion sendiri sehingga tidak
menggunakan jasa srop, selain itu juga
mereka menggunakan komunikasi satelit dan
seluler di kapal.
6 Bagaimana pengawasan
dan pengendalian
frekuensi untuk dinas
maritim (Ditjen SDPPI
Kementerian Komunikasi
dan Informatika maupun
Ditjen Perhubungan Laut
Kementerian Perhubungan
serta Kementerian
Kelautan dan Perikanan) ?
Selama ini pihak HUBLA belum pernah
mendapat laporan secara tertulis dari BalMon
mengenai pelanggaran yang terjadi, sehingga
pihak HUBLA juga tidak dapat menindak badan
usaha pelayaran yang melakukan
penyimpangan.
Pada dasarnya pengawasan dan koordinasi sudah jelas
aturannya yang telah diterbitkan pemerintah, yang mana dalam
hal ini syahbandar bertindak sebagai marine inspektor.
Syahbandar hanya mengawasi hal - hal yang berkaitan dengan
kelaikan kapal,seperti: standarisasi operatornya, dan perangkat
telekomunikasinya, yang kesemuanya ini ditujukan untuk
menerbitkan surat keselamatan kapal berlayar. Untuk
pengendalian tentunya merupakan otoritas dari kominfo, untuk
mengatur kanal frekuensi yang diperuntukkan untuk dinas
maritim berdasarkan ITU. Namun dalam operasionalisasinya
pengawasan dan pengendalian dilakukan oleh balai monitoring,
yang mana pelanggaran yang ditemukan akan dilaporkan pada
HUBLA.
7 Bagaimana Dinas
Maritim memanfaatkan
secara optimal
Penggunaan Spektrum
Frekuensi Radio dan Orbit
Satelit ?
Cara memanfaatkan secara optimal
penggunaan ferekuensi statsiun radio yang
orbit satelit yaitu dengan mengunakan
ferekuensi tersebut sesuai dengan
peruntukannya, untuk marabahaya dan
keselamatan.
Frekuensi untuk dinas maritim digunakan sesuai peraturan yang
ada, misalnya untuk kapal pandu dan laporan dari kapal saat
masuk ke pelabuhan.
Pemanfaatan spektrum frekuensi maritim
digunakan untuk komunikasi marabahaya
dan kapal pandu telah disesuaikan dengan
ketetapan ITU.
Frekuensi untuk dinas
aritim digunakan untuk
komunikasi dengan
pelabuhan dan antar
kapal.
8 Apakah ada frekuensi
lain yang bisa
dimanfaatkan untuk
mendukung kegiatan
dinas maritim (selain
frekuensi international) ?
Ada, yaitu radio link dari statsiun radio pantai
ke repeater dan fix to fix service dari antar
stasion radio pantai dan mercusuar.
Tidak ada, frekuensi yang digunakan sesuai dengan ketetapan
ITU .
Banyak penyalahan penggunaan frekuensi
maritim selain untuk penggunaan marine
seperti surat ijin ORARI/Amatir banyak
digunakan komunikasi dengan kapal-kapal.
No. PermasalahanJAKARTA
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
48
Tabel 2-2. Hasil In depth Interview di Medan
BALAI MONITORING SYAHBANDAR STASIUN RADIO PANTAI DKP PELINDO
1 Bagaimana evaluasi
implementasi kebijakan-
kebijakan pemerintah
dalam hal penggunaan
frekuensi untuk
keperluan dinas maritim
?
implementasi peraturan
penggunaan frekuensi maritim
oleh pengguna banyak
penyimpangan artinya orator
radio belum tersersetifikati,
peralatan radio tidak sesuai
dengan spesifikasi yang
ditetapkan, inferensi. Namun hal
ini sulit dibuktikan karena alat
bukti misalnya rekaman tidak
ada.
Implementasi kebijakan peraturan
dalam penggunaan frekuensi maritim
sudah sesuai dengan regulasi. Namun
dalam kenyataan dilapangan masih
ada kelemahan dan kekurangannya
seperti keterlambatan penerbitan ijin
dari pusat, dan ini diberikan kebijakan
untuk berlayar dengan catatan bulan
berikutnya sudah memiliki surat ijin.
Tumpang tindih peraturan antara
instansi pemerintah, adanya stasiun
radio yang tidak mempunyai izin
sehingga perlu keseragaman aturan
antar instansi, sosialisasi peraturan,
tindakan tegas apabila terjadi
pelanggaran.
Implementasi kebijakan
penggunaan radio maritim
sudah sesuai dengan
regulasinya. Namun untuk
nelayan kecil sulit
diimplentasikan karena
keterbatasan SDM, dan
peralatan. Sementara itu untuk
nelayan besar dan internasional
sudah dilaksanakan sesuai
dengan peraturan.
Implementasi kebijakan peraturan
sudah sesuai dengan regulasi yang
ditetapkan. Perizinan kapal yang akan
berlayar sudah diantisifasi sesuai
dengan kemungkinan habisnya masa
berlaku izin penggunaan frekuensi
maritim yang memerlukan waktu lama
+- 2 bulan sehingga kapal tidak
terganggu dalam pelayaranya serta
bongkar muat yang memerlukan waktu
lama.
2 Bagaimana persepsi
pengguna frekuensi
maritim terhadap layanan
yang diberikan oleh
pemerintah ?
Para pengguna sering mengeluhkan
atas lamanya mereka memperoleh
surat izin penggunaan frekuensi radio
untuk keperluan maritim, sementara
urusan hal tersebut di Dinas
Perhubungan Laut dirasakan cepat
dan pelayanannya baik.
3 Bagaimana koordinasi
antara Pemerintah dan
pemangku kepentingan
dalam hal penggunaan
frekuensi radio ?
Koordinasi dilakukan sesuai dengan
regulasi dari ITU
4 Bagaimana harmonisasi
peraturan terkait dengan
telekomunikasi maritim
yang dikeluarkan oleh
berbagai instansi ?
Masih adanya peraturan yang
tumpang tindih antar instansi di
dalam pemerintah itu sendiri.
No. PermasalahanMEDAN
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
49
PEMILIK KAPAL BALAI MONITORING SYAHBANDAR STASIUN RADIO PANTAI DKP PELINDO
5 Bagaimana penerapan Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP) untuk pengguna
spektrum frekuensi radio pada dinas
maritim?
Mengenai detail PNBP tidak tahu pasti
karena PNBP spektrum frekuensi di
stasiun pantai pembayarannya dilakukan
di Jakarta (AAIC untuk kapal)
6 Bagaimana pengawasan dan pengendalian
frekuensi untuk dinas maritim (Ditjen SDPPI
Kementerian Komunikasi dan Informatika
maupun Ditjen Perhubungan Laut
Kementerian Perhubungan serta Kementerian
Kelautan dan Perikanan) ?
Proses pengawasan masih kurang dan
tidak ada sanksi yang tegas terhadap
pelanggaran yang terjadi
7 Bagaimana Dinas Maritim memanfaatkan
secara optimal Penggunaan Spektrum
Frekuensi Radio dan Orbit Satelit ?
F
r
e
k
u
Pengoptimalan penggunaan alokasi
frekuensi untuk dinas maritim dilakukan
sesuai dengan peraturan di ITU.
8 Apakah ada frekuensi lain yang bisa
dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan
dinas maritim (selain frekuensi international)
?
Alokasi yang diberikan ITU dianggap
sudah cukup.
No. PermasalahanJAKARTA MEDAN
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
50
Tabel 2-3. Hasil In depth Interview di Surabaya
PELINDO DISTRIK NAVIGASI SYAHBANDAR PEMILIK KAPAL
1 Bagaimana evaluasi
implementasi
kebijakan-kebijakan
pemerintah dalam hal
penggunaan frekuensi
untuk keperluan dinas
maritim ?
Perijinan disini tertib dan sesuai dengan yang telah ditetapkan jadi
jarang ada gangguan (Untuk masalah gangguan frekuensi tidak ada
hanya saja paling gangguan karena cuaca yang buruk) tidak seperti
di Banjar yang masih sangat semrawut karena truk juga memiliki HT
dan radio Rig sendiri. Terkait dengan kebijakan diharapkan tidak ada
regulasi atau perijinan yang mengharuskan menggunakan pesawat
merek tertentu sehingga user dapat memilih alat yang dirasa lebih
baik dan efektif kinerjanya untuk user sendiri (Icom dirasa lebih
daripada Motorola). Untuk SIKR diharapkan ijinnya tidak per
peralatan yang dimilki karena pengurusan ijinnya menjadi ribet jika
alat yang sudah memiliki surat ijin rusak dan tidak dapat digunakan.
Ada info jika perusahaan asing yang diberi satu lisensi untuk semua
alat komunikasi seperti HT yang ada di perusahaan tersebut (satu
ijin untuk beberapa perangkat).
Pada dasarnya implementasi kebijakan-kebijakan pemerintah dalam
hal penggunaan frekuensi untuk keperluan dinas maritim telah
mengikuti SOP yang ada. Namun, hal tersebut dianggap menjadi
penyebab dari ketidakefisienan dan ketidakefektifannya pelayanan
yang diberikan kepada para pengguna. Sebagai contoh: untuk
mendapatkan izin penggunaan frekuensi radio harus ke pusat, yang
mana hal ini tentunya akan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit.
Kondisi ini tidak terlalu memberatkan para perusahaan pelayaran
yang berkapasitas besar, karena pada umumnya mereka memiliki
agen pelayaran yang berkedudukan di Jakarta. Namun, untuk para
perusahaan pelayaran yang berkapasitas kecil dan menengah,
tentunya hal ini sangat memberatkan mereka. Untuk itu, hasil
evaluasi atas implementasi kebijakan pemerintah tersebut
menunjukkan bahwa para pengguna menginginkan pelayanan 1 pintu.
kapal yang akan berlayar
karena perizinan
penggunaan frekuensi radio
belum selesai atau habis
masa berlakunya diberikan
izin berlayar dengan
catatan pada bulan
berikutnya izin sudah
terpenuhi.
Masih Kurang efektif dan efisien
sehingga menimbulkan masalah
baru, contohnya keterlambatan
terbit SIKR
2 Bagaimana persepsi
pengguna frekuensi
maritim terhadap
layanan yang
diberikan oleh
pemerintah ?
Pihak Pelindo merasakan bahwa pelayanan yang diberikan cukup
memuaskan dan diharapkan ke depannya lebih ditingkatkan lagi
sehingga hasilnya memuaskan.
Para pengguna hanya dapat menilai
layanan dari Hubla di daerah, yaitu
pelayanannya baik. Hal ini
dikarenakan pengurusan izin
penggunaan frekuensi radio
dilakukan di Jakarta, yang mana hal
ini dilakukan oleh perwakilan dari
tiap-tiap perusahaan pelayaran
tersebut. Meskipun demikian, para
perusahaan pelayaran mengeluhkan
lamanya terbitnya surat izin
tersebut.
3 Bagaimana koordinasi
antara Pemerintah
dan pemangku
kepentingan dalam
hal penggunaan
frekuensi radio ?
Koordinasi dirasa masih kurang sehingga kedepannya diharapkan
Prosedur perijinan dilakukan dalam satu atap (manajemen satu Atap)
untuk mempermudah proses pembuatan perijinan mengefektifkan
waktu pengurusan dan proses sosialisasi dapat dilakukan dengan
mudah.
kementrian perhubungan -ditjen hubla memiliki otoritas terhadap
pemberian rekomendasi atas permohonan pihak pengguna
(perusahaan pelayaran) ; dan kemetrian kominfo-dijen SDPPI memiliki
otoritas menindak lanjuti rekomendasi dirjen hubla tsb dengan
menerbitkan surat izin penggunaan frekuensi radio (mensyahkan
rekomendasi dirjen hubla.
Syahbandar sudah
membekali Diklat Khusus
MIR agara para MIR
manjadi kepanjangan
tangan pemerintah untuk
penertiban penggunaan
alat-alat komunikasi dan
frekuensi yang dipakai oleh
kapal-kapal.
Belum adanya sosialisasi dari
pemerintah ke pengguna
4 Bagaimana
harmonisasi peraturan
terkait dengan
telekomunikasi
maritim yang
dikeluarkan oleh
berbagai instansi ?
Koordinasi dirasa masih kurang sehingga kedepannya diharapkan
Prosedur perijinan dilakukan dalam satu atap (manajemen satu Atap)
untuk mempermudah proses pembuatan perijinan mengefektifkan
waktu pengurusan dan proses sosialisasi dapat dilakukan dengan
mudah.
Berdasarkan aturan bahwa segala produk-produk hukum yang
diterbitkan harus merujuk pada peraturan yang lebih tinggi.
Demikian halnya pada peraturan yang terkait dengan penggunaan
spektrum frekuensi radio. Peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh
berbagai instansi, khususnya di daerah, telah merujuk kepada produk
peraturan yang lebih tinggi. Dengan demikian, disharmonisasi
peraturan kecil kemungkinan untuk terjadi.
Syahbandar sudah
membekali Diklat Khusus
MIR agara para MIR
manjadi kepanjangan
tangan pemerintah untuk
penertiban penggunaan
alat-alat komunikasi dan
frekuensi yang dipakai oleh
kapal-kapal.
Belum adanya sosialisasi dari
pemerintah ke pengguna
SURABAYANo. Permasalahan
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
51
PELINDO DISTRIK NAVIGASI SYAHBANDAR PEMILIK KAPAL
5 Bagaimana penerapan
Penerimaan Negara Bukan
Pajak (PNBP) untuk
pengguna spektrum
frekuensi radio pada dinas
maritim?
PNBP di Pelindo diatur besaranyan 1,75 % dari pendapatan
pandu tunda sebelum ada pajak, tetapi untuk kelanjutannya
penggunaan PNBP itu sendiri secara detailnya saya tidak
banyak mengetahuinya.
PNBP : Direktorat Hubungan Laut mempunyai Statsiun Radio
Pantai yang melayani kapal-kapal, jika stakeholder menghubungi
dengan menggunakan frekensi maritim untuk korespondensi atau
pelayanan public dikenakan biaya jasa PNBP sedangkan untuk
keamanan dan keselamatan tidak di kenakan jasa PNBP
PNBP tidak ditangani oleh kami PNBP Yqang dikenakan hanya
biaya adminstrasi dalam
pemngurusan SIKR, untuk
biaya BHP frekuensi tidak
dikenakan.
6 Bagaimana pengawasan
dan pengendalian frekuensi
untuk dinas maritim (Ditjen
SDPPI Kementerian
Komunikasi dan Informatika
maupun Ditjen Perhubungan
Laut Kementerian
Perhubungan serta
Kementerian Kelautan dan
Perikanan) ?
untuk wilayah Surabaya Pengawasan yang dilakukan oleh
Balmon sehingga bila ada laporan gangguan frekuensi yang
diterima balmon akan segera ditindaklanjuti.
Pengawasan dan pengendalian frekuensi untuk dinas maritim
belum berjalan sebagaimana mestinya, pihak hubla tidak pernah
mendapatkan laporan secara tertulis dari balmon terkait dengan
pelanggaran yang terjadi yang mana pada kenyataanya
pelanggaran itu ada. sebagai kasus adanya statsiun radio pantai
non GDPL yang tidak mendapatkan rekomendasi dari hubla
Pengawasan yang dilakukan
syahbandar pada saat MIR
sedang melakukan survey di
kapal.
Pengawasan yang dilakukan
berkaitan dengan kelengkapan
peralatan keselamatan dan
komunikasi radio
7 Bagaimana Dinas Maritim
memanfaatkan secara
optimal Penggunaan
Spektrum Frekuensi Radio
dan Orbit Satelit ?
Pelindo 3 Surabaya menggunakan frekuensi yang sudah
ditetapkan oleh Ditjen Hhubla yaitu VHF channel 12 (untuk
kapal pandu), 14 dan 16 (seringnya digunakan untuk
keperluan marabahaya). Channel frekuensi yang
dialokasikan itu sebenarnya tidak cukup karena kepadatan
kapal yang masuk sehingga pada prakteknya terkadang
menggunakan channel 6 atau channel 8 yang kosong.
Alokasi frekuensi radio untuk dinas maritim ditentukan
berdasarkan ketentuan ITU. Oleh karena itu, alokasi frekuensi
yang telah ditetapkan tersebut bersifat terbatas, maka harus
dimanfaatkan seoptimal mungkin. Pengoptimalan pemanfaatan
frekuensi radio tersebut dapat dilakukan dengan cara
memanfaatkannya sesuai dengan peruntukkannya. Namun, dalam
kondisi nyata sering terjadi pelanggaran dari para pengguna.
Para pengguna menggunakan frekuensi tersebut untuk
kepentingan darat atau sebaliknya, terlebih lagi penggunaan
frekuensi ini tidak dikenakan biaya. Pada umumnya pelanggaran
ini terjadi karena ketidaktahuan dari para pengguna atas
frekuensi tersebut. Pihak Hubla-Distrik Navigasi melakukan
kegiatan sosialisasi tentang penggunaan frekuensi tersebut
melalui kegiatan yang terprogram dan penjelasan face to face
pada saat para pengguna melakukan pendaftaran untuk
kepentingan tersebut.
Alokasi spektrum frekuensi
maritim digunakan untuk
komunikasi keselamatan dan
komunikasi pandu.
8 Apakah ada frekuensi lain
yang bisa dimanfaatkan
untuk mendukung kegiatan
dinas maritim (selain
frekuensi international) ?
Tidak ada Ada, menggunakan frekuensi yang telah ditentukan oleh pihak
pusat untuk komando antar stasiun radio pantai, yaitu radio link
dan fix to fix service .
Mengenai frekuensi lain yang bisa
dimanfaatkan untuk mendukung
kegiatan dinas maritim selain
frekuensi yang ditetapkan adalah
kewenangan Menkominfo bukan
syahbandar.
Tidak ada
SURABAYANo. Permasalahan
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
52
Tabel 2-4. Hasil In depth Interview di Makassar
No. Permasalahan MAKASSAR
DISTRIK NAVIGASI BALAI MONITORING PELINDO PT PELNI
1 Bagaimana evaluasi implementasi kebijakan-kebijakan pemerintah dalam hal penggunaan frekuensi untuk keperluan dinas maritim ?
Implementasi kebijakan pemerintah terkait dengan penggunaan frekuensi radio untuk keperluan Dinas Maritim dinilai kurang lancar, tidak efektif dan efisien. Penyebab kondisi tersebut diduga karena terlalu banyak instansi yang menangani komunikasi pelayaran dan proses untuk mendapatkan izin penggunaan frekuensi tersebut berbelit -belit.
Implementasi kebijakan-kebijakan penggunaan frekuensi utnuk keperluan dinas maritim sering terjadi pelanggaran penggunaan frekuensi misalnya ijin RAPI digunakan untuk komunikasi maritim. Perlu koordinasi antara instasi dan implementasi para pengguna frekuensi maritim tentang regulasi yang ada sehingga tidak ada kejadian Pengguna frekuensi yang menggunakan frekuensi yang salah dan tidak tetap. Perlu adanya sosialisasi mengenai penggunaan dan sanksi, perlu diperhatikan masukan dari pengguna di lapangan. Nantinya akan dibentuk tim khusus yang terdiri dari SDPPI, Distrik Navigasi, Syahbandar, KKP dll agar prosedur pengurusan SIKR lebih mudah dan koordinasi dapat lebih mudah dilakukan.
2 Bagaimana persepsi pengguna frekuensi maritime terhadap layanan yang diberikan oleh pemerintah ?
Banyak keluhan dari para pengguna terkait dengan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah, khususnya para pengguna dengan skala usaha kategori kecil dan menengah. Oleh karena itu, mereka mengharapkan adanya revitalisasi dalam hal pengurusan perizinan penggunaan frekuensi radio untuk keperluan maritim. Setidaknya untuk pengurusan izin baru boleh saja ditangani pihak pusat (Jakarta), sedangkan untuk perpanjangan dilakukan di daerah masing masing melalui UPT yang ada.
3 Bagaimana koordinasi antara Pemerintah dan pemangku kepentingan dalam hal penggunaan frekuensi radio ?
Terkait dengan hal ini diharapkan semua pihak regulator dan operator harus sama-sama mengerti hak dan kewajiban masing -masing
Untuk pengawasan dan pengendalian spektrum frekuensi maritim dilakukan dialog dengan pihak syahbandar dan distrik navigasi Makassar serta pihak RAPI dan ORARI yang terkadang digunakan sebagai alternatif oleh pengguna
4 Bagaimana harmonisasi peraturan terkait dengan telekomunikasi maritim yang dikeluarkan oleh berbagai instansi ?
Harmonisasi peraturan yang terkait sudah cukup bagus Untuk pengawasan & pengendalian spektrum frekuensi maritim dilakukan dialog dg pihak syahbandar dan distrik navigasi Makassar serta pihak RAPI dan ORARI yg terkadang digunakan sbg alternatif oleh pengguna
5 Bagaimana penerapan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk pengguna spektrum frekuensi radio pada dinas maritim?
Penerimaan Negara Bukan Pajak untuk kegiatan maritim berupa biaya pengurusan sertifikasi dan jasa penggunaan navigasi pelayaran. Pemasukan ini diperuntukkan untuk peningkatan kualitas SDM, dan peralatan komunikasi pada regulator
6 Bagaimana pengawasan dan pengendalian frekuensi untuk dinas maritim (Ditjen SDPPI Kementerian Komunikasi dan Informatika maupun Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan serta Kementerian Kelautan dan Perikanan) ?
Pengawasan yang dilakukan dengan mengecek kelengkapan peralaan dan SIKR serta dengan berkoordinasi dengan instansi
Pengawasan yang dilakukan dengan memberikan teguran & peringatan-peringatan jika penggunaan frekuensi salah peruntukan nya dan terjadinya pelanggaran teknis.
7 Bagaimana Dinas Maritim memanfaatkan secara optimal Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit ?
Penggunaan spektrum frekuensi radio untuk dinas maritim sudah optimal dan sesuai dengan kebutuhan di dinas maritim
Pengoptiumalan penggunaan spektrum frekuensi untuk dinas maritim dengan cara melakukan Pengawasan secara kontinue dengan bersama-sama instansi terkait dalam penggunaan frekuensi.
8 Apakah ada frekuensi lain yang bisa dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan dinas maritim (selain frekuensi international) ?
Ada Tidak, frekuensi yang dapat digunakan sesuai dengan ketentuan Radio Regulation dari ITU saja.
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
53
Tabel 2-5. Hasil In depth Interview di Manado
No.
Permasalahan
MANADO
INSA
PT AGRA MARINE
SETIA LINES
DISTRIK NAVIGASI BALAI MONITORING STASIUN RADIO
PANTAI
PT KARYA BAHARI LINES
PT LINTAS UTARA LINES
1 Bagaimana evaluasi implementasi kebijakan-kebijakan pemerintah dalam hal penggunaan frekuensi untuk keperluan dinas maritim ?
implementasi di lapangan dalam hal pengaturan frekuensi untuk penggunaan dinas maritim dianggap kurang lancar, karena masih maraknya penggunaan frekuensi untu pelayaran tidak sesuai peruntukannya. Disamping itu masih ada kecenderungan dipesisir pantai masuk sebagai stasion pantai dengan menggunkan ban Rapi (KRAP) dan ORARI.
Implementasi kebijakan-kebijakan penggunaan frekuensi utnuk keperluan dinas maritim sering terjadi pelanggaran penggunaan frekuensi misalnya ijin RAPI digunakan untuk komunikasi maritim. Perlu koordinasi antara instasi dan implementasi para pengguna frekuensi maritim tentang regulasi yang ada sehingga tidak ada kejadian Pengguna frekuensi yang menggunakan frekuensi yang salah dan tidak tetap. Perlu adanya sosialisasi mengenai penggunaan dan sanksi, perlu diperhatikan masukan dari pengguna di lapangan. Nantinya akan dibentuk tim khusus yang terdiri dari SDPPI, Distrik Navigasi, Syahbandar, KKP dll agar prosedur pengurusan SIKR lebih mudah dan koordinasi dapat lebih mudah dilakukan.
2 Bagaimana persepsi pengguna frekuensi maritime terhadap layanan yang diberikan oleh pemerintah ?
Pelayanan sebaiknya dilaksanakan secara terpadu antara Hubla dan Kominfo-SDPPI dalam memberikan pelayanan perizinan, pengawasan dan pengendalian penggunaan frekuensi dinas maritim.
3 Bagaimana koordinasi antara Pemerintah dan pemangku kepentingan dalam hal penggunaan frekuensi radio ?
Di daerah pada prinsipnya sama dengan di pusat koordinasi antara dinas hubungan laut dan kominfo. Sebagai contoh: Dalam rangka pengawasan dan pengendalian spektrum frekuensi radio maritim dilakukan dialog dengan pihak syahbandar dan distrik navigasi.
Untuk kedepannya tim penegakan peraturan untuk dinas maritim yang akan dibentuk terdiri dari Balmon, ADPEL, SROP berfungsi melakukan opname lapangan dari sisi
Postel dan Adpel sebagai pemegang kuasa melakukan pengawasan secara intensive.
4 Bagaimana harmonisasi peraturan terkait dengan telekomunikasi maritim yang dikeluarkan oleh berbagai instansi ?
Tidak harmonis
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
54
No.
Permasalahan INSA
PT AGRA MARINE
SETIA LINES
DISTRIK NAVIGASI BALAI MONITORING STASIUN RADIO
PANTAI
PT KARYA BAHARI LINES
PT LINTAS UTARA LINES
5 Bagaimana penerapan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk pengguna spektrum frekuensi radio pada dinas maritim?
Komunikasi marabahaya dan pelaporan posisi kapal tidak berbayar. PNBP yang diambil yaitu pengiriman telegram resmi yang menggunakan master cable. PNBP yang ditarik ini dimanfaatkan dimanfaatkan untuk meningkatan SDM, dan peningkatan peralatan komunikasi pada regulator.
PNBP digunakan untuk Pengawasan & pengendalian penggunaan spektrum frekuensi
6 Bagaimana pengawasan dan pengendalian frekuensi untuk dinas maritim (Ditjen SDPPI Kementerian Komunikasi dan Informatika maupun Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan serta Kementerian Kelautan dan Perikanan) ?
Koordinasi antar instansi terkait dalam pelaksanaan pengawasan di lapangan sangat didperlukan.
Perlu adanya deskripsi yang jelas masalah cakupan tupoksi dari regulator terkait sehingga tidak ada tumpang tindih dalam pelaksanaan tugas msing-masing
Proses pengawasan yang dilakukan belum optimal. Dalam proses pengawasan perlu dilakukan pendekatan edukatif, teguran, dan penegakan peraturan yang tegas.
7 Bagaimana Dinas Maritim memanfaatkan secara optimal Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit ?
Penggunaan spektrum frekuensi radio untuk dinas maritim sudah dimanfaatkan secara optimal sesuai dengan fungsinya.
Regulator sudah mengoptimalkan penggunaan spektrum frekuensi radio untuk keperluan dinas maritim
Belum
8 Apakah ada frekuensi lain yang bisa dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan dinas maritim (selain frekuensi international) ?
Tidak ada Tidak ada karena sudah disegel
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
55
Tabel 2-6. Hasil In depth intervew dengan Ir. Tulus Rahardjo (Direktur Pengendalian SDPPI, Ditjen Sumberdaya Perangkat Pos dan Informatika,
Kementerian Kominfo)
No Permasalahan Pandangan SDPPI
1 Bagaimana evaluasi implementasi kebijakan-kebijakan
pemerintah dalam hal penggunaan frekuensi untuk
keperluan dinas maritim ?
Mengenai regulasi yang ada, baik pada regulasi di Kominfo maupun di Hubla tinggal
disempurnakan saja jika ada yang kurang,tapi penyempurnaan disini dalam pengertian
memperkuat fungsi kedua-duanya, jangan sampai kewenangan dari masing-masing itu
ada yang mengambil alih.
Pendefinisian pelayaran rakyat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan
yang banyak muncul di UKM dan kapal-kapal kecil seperti penyalahgunaan ORARI,
amatir, dan KRAP di maritim. Penyalahgunaan alat-alat tersebut karena mereka
membutuhkan alat komunikasi namun alat komunikasi yang murah bagi komunikasi di
maritim tidak tersedia di pasar.
Alat komunikasi serta keselamatan di pelayaran rakyat tidak masuk dalam
ketentuan SOLAS, sehingga perlu dikoordinasikan penggunaan alat-alat komunikasi
dan keselamatan sesuai dengan kepentingan dan kemampuan pelayaran rakyat. Untuk
itu kita bisa bekerja sama dengan manufaktur dalam negeri untuk membuat peralatan
yang simple yang sesuai dengan kepentingan dan kemampuan pelayaran rakyat. Perlu
diperhatikan juga siapa yang akan mengatur permasalahan ini nantinya.
2 Bagaimana persepsi pengguna frekuensi maritim
terhadap layanan yang diberikan oleh pemerintah ?
-
3 Bagaimana koordinasi antara Pemerintah dan pemangku
kepentingan dalam hal penggunaan frekuensi radio ?
Terkait dengan regulasi yang ada, baik pada regulasi di Kominfo maupun di Hubla,
tinggal disempurnakan saja jika ada yang kurang, penyempurnaan disini dalam
pengertian memperkuat fungsi kedua-duanya,jangan sampai kewenangan dari masing-
masing itu ada yang mengambil alih. Untuk regulasi yang sudah berjalan biar berjalan
tapi diperkuat saja mungkin mengenai koordinasinya.
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
56
No Permasalahan Pandangan SDPPI
4 Bagaimana harmonisasi peraturan terkait dengan
telekomunikasi maritim yang dikeluarkan oleh berbagai
instansi ?
Kominfo mengacu pada ITU sedangkan Hubla mengacu pada IMO, dimana masing-
masing memiliki kewenangan sendiri-sendiri.
Untuk ITU dijabarkan ke Undang-undang 36, sedangkan IMO dijabarkan ke Undang-
undang no 17.
5 Bagaimana penerapan Penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNBP) untuk pengguna spektrum frekuensi radio pada
dinas maritim?
Frekuensi untuk dinas keselamatan maritim sudah tertentu atau khusus dan tidak boleh
digunakan untuk keperluan selain keselamatan, misalnya operasibongkar muat di
pelabuhan. Frekuensi yang digunakan di maritim ini termasuk yang tidak berbayar
kecuali untuk komunikasi diluar keselamatan seperti bongkar muat di pelabuhan
berbayar yang biayanya masuk pada PNBP
6 Bagaimana pengawasan dan pengendalian frekuensi
untuk dinas maritim (Ditjen SDPPI Kementerian
Komunikasi dan Informatika maupun Ditjen
Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan serta
Kementerian Kelautan dan Perikanan) ?
Untuk urusan frekuensi diberikan ke Hubla, hal itu tidak bisa karena di ITU ada istilah
administrasi frekuensi. Administrasi frekuensi ini diketahui oleh dunia internasional
atau ITU (International Telecomunication Union) dan itu menjadi kewenangan
Kominfo. Namun berkaitan dengan pemanfaatannya bisa di Hubla, dan tentunya di
dalam pemanfaatannya ada prosedurnya, untuk keselamatan dan GMDSS (Global
Maritime Distress Safety System).
7 Bagaimana Dinas Maritim memanfaatkan secara
optimal Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan
Orbit Satelit ?
Mengenai frekuensi terdapat rujukan lain seperti FCC (Federal Communication
Commision).Dalam kontek organisasi internasional, Kominfo mengacu pada ITU
sedangkan Hubla mengacu pada IMO, dimana masing-masing memiliki kewenangan
sendiri-sendiri.
8 Apakah ada frekuensi lain yang bisa dimanfaatkan
untuk mendukung kegiatan dinas maritim (selain
frekuensi internasional) ?
Frekuensi untuk dinas maritim ini sudah dialokasikan tertentu dan dimungkinkan
disetiap daerah ada asosiasi yang mengatur masalah ini. Dimungkinkan juga ada stasiun
radio pantai khusus untuk pelayaran rakyat.
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
57
2.2 Hasil FGD
Hasil FGD ini menunjukkan beberapa faktor – faktor yang mempengaruhi
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim, yang mana faktor
– faktor tersebut dikelompokkan ke dalam empat faktor, yaitu faktor penentu, faktor
penghubung, faktor terikat dan faktor bebas. Penetuan faktor – faktor tersebut
didasari atas hasil analisis perspektif dengan menggunakan aspirasi dari para peserta
FGD. Adapun hasil analisis perspektif dari hasil FGD yang dilakukan adalah sebagai
berikut.
2.2.1 Hasil FGD di Jakarta
FGD (Focus Group Discussion) dilaksanakan di Hotel Akmani, pada Rabu
27 Juli 2011. Berdasarkan hasil FGD dengan pihak regulator dan pengguna frekuensi
maritim, maka hasil FGD adalah sebagai berikut.
Faktor - faktor yang berpengaruh
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam upaya menyelesaikan beberapa permasalahan
di atas, setelah dilakukan diskusi intensif, diperoleh 9 faktor yaitu:
1. SOP antara Kominfo dengan Hubla
2. Public Sharing
3. Regulasi
4. Harmonisasi UPT/Pemerintah
5. Service (Pelayanan)
6. Media Pelayanan (Teknologi Band Maritim)
7. Good Will Pemerintah (Nasionalisme)
Dengan menggunakan skala Likert dari nilai 0 sd 3, dimana 0 berarti tidak ada
pengaruh sama sekali dan 3 memiliki pengaruh sangat kuat. Hasil diskusi yang
diperoleh adalah sebagai berikut :
Tabel 2-7. Matrik Penilaian Pengaruh dan Ketergantungan FGD Jakarta
Setelah melalui proses dalam kegiatan Perpektif analysis akan diperoleh hasil
sebagai berikut :
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
58
Tabel 2-8. Matrik Klasifikasi Faktor FGD Jakarta
Jika dipetakan seperti gambar berikut.
Gambar 2-1. Scatter Diagram FGD Jakarta
Berdasarkan diagram di atas:
1. Regulasi, Public Sharing, dan Good Will Pemerintah sebagai faktor
penentu, artinya keberadaannya sangat berpengaruh terhadap penggunaan
spekt rum frekuensi untuk keperluan Dinas Maritim dan ketergantungannya
terhadap faktor-faktor lainnya sangat kecil.
2. Tidak terdapat faktor penghubung artinya tidak ada faktor dominan untuk
mempengaruhi dan juga dominan dipengaruhi faktor penentu, faktor bebas,
dan faktor terikat pada penggunaan spekt rum frekuensi untuk keperluan
Dinas Maritim.
3. Harmonisasi UPT dan Service sebagai faktor terikat artinya, keberadaan
faktor tersebut sangat tergantung pada faktor penentu, faktor bebas, dan
faktor penghubung dalam penggunaan spekt rum frekuensi untuk keperluan
Dinas Maritim.
4. SOP dan Teknologi Band Maritim sebagai faktor bebas artinya, keberadaan
faktor tersebut dapat diabaikan dalam penggunaan spektrum frekuensi
untuk keperluan Dinas Maritim.
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
59
2.2.2 Hasil FGD di Medan
FGD Medan dilaksanakan di Hotel Grand Angkasa pada hari Kamis 28 Juli
2011 pada pukul09.00 - 13.00 WIB.
Faktor-faktor yang berpengaruh Pada FGD Medan
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam upaya menyelesaikan beberapa permasalahan
di atas, setelah dilakukan diskusi intensif, diperoleh 8 faktor yaitu:
1. Regulasi
2. SOP
3. Harmonisasi/Sinkronisasi
4. Sosialisasi
5. Sanksi/Law Enforcement
6. Teknologi
7. Band Frekuensi Khusus Nelayan
8. Desentralisasi
Dengan menggunakan skala Likert dari nilai 0 sd 3, dimana 0 berarti tidak
ada pengaruh sama sekali dan 3 memiliki pengaruh sangat kuat. Hasil diskusi yang
diperoleh adalah sebagai berikut :
Tabel 2-9. Matrik Penilaian Pengaruh dan Ketergantungan FGD Medan
Setelah melalui proses dalam kegiatan Perpektif analysis akan diperoleh hasil
sebagai berikut :
Tabel 2-10. Matrik Klasifikasi Faktor FGD Medan
Jika dipetakan seperti gambar berikut.
Influences
(Pengaruh)
Dependences
(Ketergantungan)
Regulasi 2 2 3 3 3 3 2 18
SOP 0 3 3 3 2 2 2 15
Harmonisasi/Sinkronisasi 1 1 2 0 0 2 0 6
Sosialisasi 0 1 3 3 2 2 2 13
Sanksi/Law Enforcement 0 0 1 1 0 0 0 2
Teknologi 2 2 1 3 0 1 3 12
Band Frekuensi khusus Nelayan 2 1 1 3 1 1 3 12
Desentralisasi 3 1 2 2 0 0 0 8
TOTAL SCORE 8 8 13 17 10 8 10 12 86
Ba
nd
Fre
ku
en
si
kh
usu
s
Ne
lay
an
De
sen
tra
lisa
s
i
TOTAL SCORE
Sa
nk
si/L
aw
En
forc
em
en
t
Te
kn
olo
gi
Re
gu
lasi
SO
P
Ha
rmo
nis
asi
/
Sin
kro
nis
asi
So
sia
lisa
si
Faktor Influence (I) Koordinat (I ; D) klasifikasi faktor
Regulasi 1,5 ( 1,5 ; 0,66 ) Faktor Penentu
SOP 1,25 ( 1,25 ; 0,66 ) Faktor Penentu
Harmonisasi/Sinkronisasi 0,5 ( 0,5 ; 1,08 ) Faktor Terikat
Sosialisasi 1,08 ( 1,08 ; 1,41 ) Faktor Penghubung
Sanksi/Law Enforcement 0,16 ( 0,16 ; 0,83 ) Faktor Bebas
Teknologi 1 ( 1 ; 0,66 ) Faktor Bebas
Band Frekuensi khusus Nelayan 1 ( 1 ; 0,83 ) Faktor Bebas
Desentralisasi 0,66 ( 0,66 ; 1 ) Faktor Terikat18 12
Dependences
(D)
0,66
0,66
1,08
1,41
0,83
0,66
0,83
2 10
12 8
12 10
15 8
6 13
13 17
PengaruhKetergantun
gan
18 8
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
60
Gambar 2-2. Scatter Diagram FGD Medan
Berdasarkan diagram di atas:
1. Regulasi dan SOP sebagai faktor penentu, artinya keberadaannya sangat
berpengaruh terhadap penggunaan spektrum frekuensi untuk keperluan
Dinas Maritim dan ketergantungannya terhadap faktor-faktor lainnya sangat
kecil.
2. Sosialisasi sebagai faktor penghubung artinya keberadaan sosialisasi
dominan untuk mempengaruhi dan juga dominan dipengaruhi faktor penentu,
faktor bebas, dan faktor terikat pada penggunaan spekt rum frekuensi untuk
keperluan Dinas Maritim.
3. Harmonisasi/Sinkronisasi, dan Desentralisasi sebagai faktor terikat
artinya, keberadaan faktor tersebut sangat tergantung pada faktor penentu,
faktor bebas, dan faktor penghubung dalam penggunaan spektrum
frekuensi untuk keperluan Dinas Maritim.
4. Sanksi/Law Enforcement, Teknologi, dan Band Frekuensi Khusus
Nelayan sebagai faktor bebas artinya, keberadaan faktor tersebut dapat
diabaikan dalam penggunaan spekt rum frekuensi untuk keperluan Dinas
Maritim.
2.2.3 Hasil FGD di Surabaya
Pelaksanaan FGD di Surabaya telah dilaksanakan di Surabaya pada hari
Senin 15 Agustus 2011 di Hotel Santika pada jam 14-00 – 18.00 WIB
Faktor-faktor yang berpengaruh
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam upaya menyelesaikan beberapa permasalahan
di atas, setelah dilakukan diskusi intensif, diperoleh 9 faktor yaitu:
1. SOP antara Kominfo – Hubla
2. Sosialisasi kebijakan
3. Regulasi
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
61
4. Service (Pelayanan)
5. Teknologi Band Maritim
6. Good Will Pemerintah
7. Penyamaan persepsi persyaratan perijinan
8. Manajemen Sistem pengurusan (satu atap)
9. Fleksibilitas aturan
Dengan menggunakan skala Likert dari nilai 0 sd 3, dimana 0 berarti tidak
ada pengaruh sama sekali dan 3 memiliki pengaruh sangat kuat. Hasil diskusi yang
diperoleh adalah sebagai berikut :
Tabel 2-11. Matrik Penilaian Pengaruh dan Ketergantungan FGD Surabaya
Setelah melalui proses dalam kegiatan Perpektif analysis akan diperoleh hasil
sebagai berikut :
Tabel 2-12. Matrik Klasifikasi Faktor FGD Surabaya
FaktorInfluence
(I)Koordinat (I ; D)
klasifikasi
faktor
SOP antara Kominfo - Hubla 0,45 ( 0,45 ; 0,96 ) Faktor Bebas
Sosialisasi kebijakan 0,51 ( 0.51 ; 0.66 ) Faktor Bebas
Regulasi 0,83 ( 0.83 ; 0.44 ) Faktor Bebas
Service (Pelayanan) 0,45 ( 0.45 ; 1.11 ) Faktor Terikat
Teknologi Band Maritim 0,38 ( 0.38 ; 0.14 ) Faktor Bebas
Good Will Pemerintah 0,83 ( 0.83 ; 0.66 ) Faktor Bebas
Penyamaan persepsi persyaratan
perijinan 0,7 ( 0.7 ; 0.66 ) Faktor Bebas
Manajemen Sistem pengurusan
(satu atap) 0,9 ( 0.9 ; 0.96 ) Faktor Bebas
Fleksibilitas aturan 0,12 ( 0.12 ; 0.37 ) Faktor Bebas
Dependences (D)
7 13 0,96
Pengaruh Ketergantungan
11 9 0,66
7 15 1,11
6 2 0,14
13 9 0,66
8 9 0,66
13 6 0,44
2 5 0,37
14 13 0,96
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
62
Jika dipetakan seperti gambar berikut.
Gambar 2-3. Scatter Diagram FGD Surabaya
Berdasarkan diagram di atas:
1. Tidak terdapat faktor penentu.
2. Tidak terdapat faktor penghubung.
3. Service sebagai faktor terikat artinya, keberadaan faktor tersebut sangat
tergantung pada faktor penentu, faktor bebas, dan faktor penghubung dalam
penggunaan spekt rum frekuensi untuk keperluan Dinas Maritim.
4. Regulasi, Good Will Pemerintah, Persyaratan Perijinan, Sosialisasi
Kebijakan, Teknologi Band Maritim, san Fleksibilitas Aturan sebagai faktor
bebas artinya, keberadaan faktor tersebut dapat diabaikan dalam penggunaan
spektrum frekuensi untuk keperluan Dinas Maritim.
2.3 Hasil Quesioner Kualitas Pelayanan Maritim
Hasil Analisis Kuesioner Kinerja Pelayanan Frekuensi dinas maritim. Sesuai
dengan rumusan masalah ketiga yaitu bagaimana persepsi pengguna frekuensi
maritim terhadap layanan yang diberikan oleh pemerintah di analisis menggunakan
diagram kartesius hasil analisis di jelaskan di bawah ini:
Analisis kesesuaian kepentingan dan kinerja pelayanan
Hasil skor jawaban masing-masing indikator pertanyaan digunakan untuk
mencari rata-rata nilai harapan dan kenyataan sebagaimana tertera pada tabel di
bawah ini.
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
63
Tabel 2-13. Rata-rata Kepentingan dan Kinerja Pelayanan
No. Dimensi dan Indikator Kinerja Kepentingan Rata-rata
%
Kinerja Kepentingan Kesesuaian
Reliability
1 Kecepatan penerbitan
Perizinan 309 434 3.09 4.34 71
2 Kesesuaian Data
Spesifikasi Izin 336 421 3.36 4.21 80
3
Ketepatan waktu
penyelesaian proses
perizinan
310 422 3.10 4.22 73
4
Kesesuaian Surat
Perizinan dengan
permintaan
332 408 3.32 4.08 81
5 Biaya perizinan 322 394 3.22 3.94 81
6
Kecepatan terhadap
perubahan, baik teknis
atau administrasi
298 382 2.98 3.82 78
7
Kualitas gangguan
frekuensi antar pengguna
rendah
347 407 3.47 4.07 85
Rata - rata 3.22 28.68 78
Responsiveness
8 Respon dalam
penanganan gangguan 310 380 3.10 3.80 81
9 Kecepatan dalam
meresponse masalah 315 417 3.15 4.17 75
10 Kecermatan dalam
memberikan pelayanan 324 404 3.24 4.04 80
Rata - rata 3.16 4.00 79
Emphaty
11 Kecepatan dan sikap
proaktif dalam melayani 325 413 3.25 4.13 79
12 Empaty dalam pelayanan 326 400 3.26 4.00 81
Rata - rata 3.26 8.13 80
Tangibles
13 Kemudahan Prosedur
Perizinan 340 434 3.40 4.34 78
14 Katerjangkauan lokasi
perizinan 338 380 3.38 3.80 88
15 Kemudahan cara
pembayaran 334 389 3.34 3.89 85
16 Image terhadap pegawai 362 397 3.62 3.67 98
Rata - rata 3.44 4.00 87
Sumber: hasil pengolahan data kuesioner
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
64
No. Dimensi dan Indikator Kinerja Kepentingan Rata-rata
%
Kinerja Kepentingan Kesesuaian
Assurance
17 Kinerja sistem manajemen
yang handal 325 391 3.25 3.91 83
18
Image/Citra Layanan
layanan yang diberikan
Direktorat
334 414 3.34 4.14 81
Rata - rata 3.30 4.03 82
Rata – rata Semua Dimensi = = -
(X) (Y) (X)
3.27 4.04 81
Sumber: hasil pengolahan data kuesioner
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa untuk dimensi Reliabilitas persentase
kesesuaian terendah pada indikator kecepatan penerbitan perizinan (71%) dan
tertinggi pada indikator kualitas gangguan antar pengguna frekuensi rendah (85%)
dengan rata-rata kesesuaian variabel (78%) dalam kategori kesesuaian tinggi. Nilai
kesesuaian tertinggi adalah indikator Kesesuaian data spesifikasi izin, kesesuaian
Surat Perizinan dengan permintaan, biaya perizinan, dan kualitas antar gangguan
rendah. Kinerja untuk indikator diatas dianggap tidak memiliki masalah karena
memiliki kinerja diatas rata – rata. Sedangkan indikator kecepatan terhadap
perubahan baik teknis atau administrasi sama nilainya dengan nilai rata – rata.
Sedangkan nilai terendah diperoleh oleh indikator Kecepatan penerbitan perizinan
(71%) disusul nilai terendah berikutnya adalah Ketepatan waktu penyelesaian proses
perizinan (73%) ini menggambarkan bahwa pengguna frekuensi maritim
mempersepsikan bahwa pelayanan dalam masalah perizinan terutama dalam kaitan
kecepatan dan ketepatan keluarnya surat izin dipersepsikan memiliki kinerja yang
rendah.
Pada dimensi C, indikator kecepatan dalam merespon masalah memiliki
kesesuaiaan terendah (75%) dan tertinggi (81%) pada indikator respon dalam
penanganan gangguan dan kecermatan dalam memberikan pelayanan (80%), dengan
rata-rata kesesuaian variabel pada dimensi ini adalah (79 %) dalam kategori
kesesuaian tinggi. Pada indikator yang menyatakan rendah, hal ini menggambarkan
bahwa jika terjadi masalah yang dihadapi pengguna frekuensi maritim tidak direspon
secara cepat.
Pada dimensi Tangible, indikator image terhadap pegawai memiliki
kesesuaian tertinggi ( 98%) dan indikator kemudahan cara pembayaran memiliki
kesesuaian rendah yaitu (85%). Dengan rata – rata kesesuaian pada dimensi ini
sebesar 87% dalam kategori tinggi Nilai kesesuaian tertinggi lainnya adalah
keterjangkauan lokasi perizinan karena diatas nilai kesesuaiannya diatas nilai rata –
rata pada dimensi tersebut.
Sedangkan pada dimensi Assurance terendah image layanan yang
diberikan(81%) dan tertinggi (83%) dengan rata-rata kesesuaian variabel pada
dimensi ini adalah (82%) dalam kategori kesesuaian tinggi. Penilai tertinggi
diberikan kepada kinerja sistem manajemen yang handalyang diberikan Direktorat
masih dianggap memiliki citra yang baik juga masih dianggap memilki kinerja
sistem manajemen yang dapat diandalkan.
65
BAB III ANALISIS
3.1 Pembahasan Hasil FGD
Berdasarkan hasil FGD dari stakeholder yaitu regulator dan pengguna
frekuensi maritim, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
Tabel 3-1. Resume Faktor-faktor yang berpengaruh pada pemanfaatan Spektrum
Frekuensi Radio Maritim dari Hasil FGD
Penjelasan terkait dengan faktor penentu yang menjadi faktor yang dominan,
mempengaruhi Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
berdasarkan pendapat dari para regulator dan pengguna frekuensi adalah
1. Public Sharing
Faktor ini merupakan faktor yang sangat dominan mempengaruhi faktor lain dan
ketergantungan terhadap faktor lain sangat kecil, pada penggunaan spektrum
frekuensi untuk dinas maritim, artinya hak penggunaan secara bersama suatu
pita frekuensi ini, tidak boleh saling mengganggu dan para pengguna frekuensi
untuk keperluan dinas maritim ini tidak dapat mengklaim proteksi dari pengguna
pada frekuensi yang sama. Hal ini dikarenakan penggunaan bersama pita
frekuensi ini bersifat open dan digunakan secara bersama – sama dengan
Lokasi FGD Faktor - Faktor Faktor Penentu Faktor penghubung Faktor Terikat Faktor Bebas
Jakarta
SOP antara Kominfo dengan Hubla SOP antara Kominfo
dengan Hubla
Publik Sharing Publik Sharing
Regulasi Regulasi
Harmonisasi UPT/Pemerintah Harmonisasi
UPT/Pemerintah
Service ( Pelayanan) Service ( Pelayanan)
Media Pelayanan (Teknologi band
Maritim)
Media Pelayanan
(Teknologi band
Maritim)
Good Will Pemerintah Good Will
Pemerintah
Medan Regulasi Regulasi
SOP SOP
Harmonisasi/Sinkronisasi
Sosialisasi Sosialisasi
Sanksi/Low Enforcement Sanksi/Low Enforcement
Teknologi Teknologi
Band Frekuensi Khusus Nelayan Band Frekuensi Khusus
Nelayan
Desentralisasi Desentralisasi
Surabaya
SOP antara Kominfo dengan Hubla SOP antara Kominfo
dengan Hubla
Sosialisasi kebijakan Sosialisasi kebijakan
Regulasi Regulasi
Service (Pelayaran) Service (Pelayaran)
Teknologi Band maritim Teknologi Band maritim
Penyamaan persepsi persyaratan perijinan Penyamaan persepsi
persyaratan perijinan
Good Will Pemerintah Good Will Pemerintah
Penyamaan persepsi persyaratan perijinan Penyamaan persepsi
persyaratan perijinan
Manajemen Sistem pengurusan(satu atap Manajemen Sistem
pengurusan(satu atap
Fleksibilitas aturan Fleksibilitas aturan
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
66
pengguna lain yang jumlahnya sangat banyak di dalam suatu sistem, penggunaan
frekuensi ini juga harus dikoordinasikan oleh Administrasi Telekomunikasi
Indonesia dengan administrasi telekomunikasi negara tersebut. Penggunaan
spektrum frekuensi maritim bersifat open dan digunakan secara bersama-sama
dengan pengguna lain yang jumlahnya cukup banyak di dalam suatu sistem.
Oleh sebab itu para pengguna spektrum frekuensi maritim harus menyadari
mengenai hal ini agar pemanfaatannya untuk menyalurkan informasi-informasi
kepada pihak lain mengikuti aturan-aturan yang telah disepakati atau standard
operating procedure (SOP) agar kelancaran penyampaian informasi bisa
berjalan baik.
2. Regulasi
Faktor ini merupakan faktor yang sangat dominan mempengaruhi faktor lain dan
ketergantungan terhadap faktor lain sangat kecil. Regulasi akan mengatur
pemanfaatan spektrum frekuensi maritim di Indonesia, dimana dalam
pembuatannya sudah mempertimbangkan rekomendasi-rekomendasi
internasional yang terkait seperti dari ITU, IMO, dan lainya. Regulasi yang
terkait dengan maritim ternyata tidak hanya berada di Kemenkominfo saja akan
tetapi secara operasional banyak berada di Kemenhub – Ditjen Perhubungan
Laut. Kerjasama dan koordinasi dari Ditjen SDPPI – Kemenkominfo dan Ditjen
Hubla – Kemenhub baik dalam pembuatan regulasi, dan implementasi regulasi
di lapangan akan berdampak dan berpengaruh pada kinerja pemanfaatan
spektrum frekuensi radio maritim di Indonesia. Pada saat ini proses operasional
pengurusan ijin frekuensi Maritim dilakukan di Ditjen Hubla untuk selanjutnya
Ditjen Hubla memberikan rekomendasi kepada Ditjen SDPPI – Kemenkominfo,
untuk menerbitkan ijin penggunaan spektrum frekuensi maritim. Setelah Ditjen
SDPPI menerbitkan ijin penggunaan spektrum frekuensi maritim, selanjutnya
akan bisa dimanfaatkan oleh pengguna spektrum frekuensi maritim untuk
kepentingan dinas maritim. Cepat lambatnya proses perijinan dan tingkat
kerumitannya akan memberikan persepsi tertentu bagi pengguna spektrum
frekuensi radio maritim di Indonesia. Kegiatan ekonomi di Indonesia yang
melibatkan perpindahan barang yang menggunakan transportasi laut akan
cenderung meningkat oleh sebab itu, penggunaan spektrum frekuensi radio
maritim akan cenderung meningkat penggunaanya, meskipun alokasi spektrum
frekuensi tidak mengalami peningkatan. Oleh sebab itu dalam rangka untuk
meningkatkan peran regulasi dalam meberikan manfaat semaksimal mungkin
bagi pengguna spektrum frekuensi radio maritim, dengan meningkatkan
hubungan yang harmonis antara Ditjen SDPPI dan Ditjen Hubla, mempercepat
proses perijinan, kemudahan proses perijinan dan peningkatan pengawasan dan
monitoring spektrum frekuensi radio maritim di lapangan.
3. Goodwill Pemerintah
Faktor ini merupakan faktor yang sangat dominan mempengaruhi faktor lain dan
ketergantungan terhadap faktor lain sangat kecil. Goodwill pemerintah sangat
diperlukan dalam upaya untuk memperbaiki regulasi-regulasi yang sesuai
dengan kepentingan masyarakat, koordinasi antar Ditjen SDPPI – Ditjen Hubla
semakin baik, upaya sosialisasi mengenai SOP kepada para pengguna spektrum
frekuensi radio maritim secara menyeluruh terutama untuk pengguna pelayaran
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
67
rakyat dan upaya dari pemerintah untuk bisa menyediakan perangkat radio
komunikasi maritim yang khusus untuk maritim (frekuensi di set hanya untuk
frekuensi maritim atau tidak all band) dengan harga yang terjangkau/sesuai
dengan daya beli masyarakat dan ketersediaan perangkat yang mudah dicari di
pasaran. Jika hal ini bisa dilakukan maka akan ada kecenderungan di masa
mendatang penggunaan spektrum frekuensi radio maritim akan bisa ditingkatkan
penggunaanya dan memberikan manfaat yang maksimal baik dari pemerintah
maupun bagi pengguna spektrum frekuensi radio maritim.
4. SOP
Faktor ini merupakan faktor yang sangat dominan mempengaruhi faktor lain dan
ketergantungan terhadap faktor lain sangat kecil. Di masa mendatang faktor ini
harus diperhatikan dengan baik agar pemanfaatan spektrum frekuensi radio
maritim bisa memberikan manfaat maksimal bagi pengguna, karena :
Sifat alokasi spektrum frekuensi radio maritim adalah public sharing
Alokasi spektrum frekuensi radio yang tetap dan tidak bertambah serta
berlaku global
Adanya kecenderungan jumlah pengguna spektrum frekuensi radio
maritim yang cenderung meningkat.
Dengan mengingat hal tersebut di atas, maka agarpenggunaan spektrum
frekuensi radio maritim dalam rangka pengiriman/penyampaian informasi
kepada para pengguna bisa dilayani dengan baik dan memberikan manfaat
semaksimal mungkin bagi pemerintah dan para pengguna spektrum frekuensi
radio maka semua pengguna harus mematuhi SOP dalam penggunaan spektrum
frekuensi maritim. Kegiatan sosialisasi oleh para pihak terkait dalam rangka
untuk menyampaikan dan menjelaskan mengenai SOP harus dilakukan secara
menyeluruh bagi pengguna spektrum frekuensi maritim, terutama untuk
pengguna dari kalangan nelayan yang berada di bawah naungan KKP.
3.2 Pembahasan Hasil In Depth Interview
Dari data matrik in depth interview pada bab v secara keseluruhan maka
dapat diperoleh beberapa hal untuk setiap permasalahannya seperti pada uraian
berikut ini.
Mengenai evaluasi implementasi kebijakan-kebijakan pemerintah dalam hal
penggunaan frekuensi untuk keperluan dinas maritim dapat diambil beberapa point
penting dari hasil in depth interview antara lain :
Implementasi kebijakan pemerintah dalam hal penggunaan frekuensi untuk
keperluan dinas maritim telah berjalan sesuai dengan SOP yang ada. Meskipun
demikian pelaksanaan regulasi tersebut kurang efektif dan efisien. Hal ini ini
pertama dikarenakan proses penerbitan surat izin penggunaan frekuensi radio
untuk dinas maritim yang relatif lama (jangka waktu normal 2 bulan yaitu
maksimal 14 hari untuk pengurusan surat rekomendasi dari Hubla, dan 45 hari
untuk penerbitan surat ijin komunikasi radio dari Kominfo) dan untuk
mendapatkan izin penggunaan frekuensi tersebut prosesnya berbelit -belit. Dalam
pengurusan SIKR ini seringkali terjadi keterlambatan keluarnya namun pada saat
yang bersamaan kapal harus berlayar sehingga Syahbandar mengambil kebijakan
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
68
dengan mengeluarkan surat izin berlayar sementara, yang masa waktu
operasionalnya maksimal 3 bulan agar kapal dapat berlayar tepat waktu. Hal ini
dilakukan agar pergerakan atau perputaran ekonomi perusahaan pelayaran tidak
terganggu. Hal kedua yang menyebabkan implementasi kebijakan pemerintah
mengenai penggunaan frekuensi untuk keperluan dinas maritim dipandang
kurang efektif dan efisien yaitu : pengurusan surat ijin yang harus ke pusat yang
menyebabkan pengguna yang tidak memiliki kantor perwakilan di pusat
mengeluarkan biaya yang lebih besar dibanding dengan biaya SIKR-nya sendiri.
Untuk itu, para pengguna menginginkan kedepannya ada pelayanan 1 pintu dan
pengurusan SIKR dapat dilakukan di UPT-UPT di daerah.
Kebijakan penggunaan frekuensi maritim sudah sesuai peruntukannya baik
menurut regulasi ITU dan Peraturan yang berlaku. Namun untuk kapal nelayan
kecil sulit diimplementasikan karena keterbatasan SDM, dan peralatan.
Sementara itu untuk kapal nelayan yang besar dan internasional sudah
dilaksanakan sesuai dengan peraturan sehingga tidak ada pelanggaran yang
terjadi menyangkut penggunaan frekuensi maritim.
Pada penggunaan frekuensi maritim banyak terjadi pelanggaran dan
penyimpangan oleh pengguna, misalnya terdapat banyak operator radio yang
belum memiliki sertifikat, bermunculannya stasiun radio pantai yang tidak
berijin, penyalahgunaan frekuensi maritim dan peralatan radio tidak sesuai
dengan spesifikasi yang ditetapkan. Interferensi atau pelanggaran-pelanggaran
sulit dibuktikan karena alat bukti seperti rekaman tidak ada. Sehingga perlu
koordinasi antara instasi terkait dan para pengguna frekuensi maritim tentang
regulasi yang ada untuk menanggulangi pelanggaran yang terjadi. Serta perlu
adanya sosialisasi mengenai peraturan yang ada, dan tindakan tegas apabila
terjadi pelanggaran. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi terjadinya
pelanggaran.
Hal yang mempengaruhi kualitas komunikasi pada frekuensi maritime, salah satu
diantaranya adalah cuaca buruk.
Terkait dengan kebijakan diharapkan tidak ada regulasi atau perijinan yang
mengharuskan menggunakan pesawat merek tertentu sehingga user dapat
memilih alat mana yang dirasa lebih baik dan efektif kinerjanya untuk user
sendiri. Dan untuk SIKR diharapkan ijinnya tidak per peralatan yang dimiliki
karena pengurusan ijinnya menjadi ribet jika alat yang sudah memiliki surat ijin
rusak dan tidak dapat digunakan.
Mengenai regulasi yang ada, baik pada regulasi di Kominfo maupun di Hubla
perlu disempurnakan dalam pengertian memperkuat fungsi kedua-duanya, jangan
sampai kewenangan dari masing-masing itu ada yang mengambil alih.
Penyalahgunaan alat-alat ORARI, amatir, dan KRAP di maritim karena
pelayaran rakyat membutuhkan alat komunikasi namun alat komunikasi matitim
yang murah tidak tersedia di pasar.
Perlu dikoordinasikan penggunaan alat-alat komunikasi dan keselamatan sesuai
dengan kepentingan dan kemampuan pelayaran rakyat yang tidak masuk dalam
ketentuan SOLAS. Untuk itu dapat dilakukan kerja sama dengan manufaktur
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
69
dalam negeri untuk membuat peralatan yang simple yang sesuai dengan
kepentingan dan kemampuan pelayaran rakyat. Serta perlu diperhatikan juga
siapa yang akan mengatur permasalahan ini nantinya.
Untuk permasalahan point 2 mengenai persepsi pengguna frekuensi maritim
terhadap layanan yang diberikan oleh pemerintah dapat terlihat dari penjelasan pada
point-point berikut ini:
Persepsi pengguna frekuensi (Perusahaan perikanan besar dengan kapasitas di
atas 60 GT) bahwa pada dasarnya pelayanan yang diberikan oleh pemerintah
terkait dengan izin penggunaan izin maritim dinilai baik (tidak ada masalah).
Para pengguna menilai bahwa pelayanan yang diperoleh dari pihak Hubla relatif
baik dan cepat (maksimal 14 hari sesuai dengan PM no 26 tahun 2011, sementara
di Kominfo di nilai relatif lambat (minimal 45 hari). Namun demikian ada
pengguna yang merasakan bahwa pelayanan yang diberikan cukup memuaskan
dan diharapkan ke depannya lebih ditingkatkan lagi sehingga hasilnya
memuaskan.
Selain mengenai waktu pengurusan, pengguna juga mengeluhkan pengurusan
izin penggunaan frekuensi radio yang harus dilakukan di Jakarta. Hal ini menjadi
masalah khususnya bagi para pengguna dengan skala usaha kecil dan menengah.
Oleh karena itu, mereka mengharapkan adanya revitalisasi dalam hal pengurusan
perizinan penggunaan frekuensi radio untuk keperluan maritim.
Untuk permasalahan mengenai koordinasi antara Pemerintah dan pemangku
kepentingan dalam hal penggunaan frekuensi radio dari hasil in depth interview dapat
diambil beberapa point penting antara lain :
Kebijakan penggunaan spektrum frekuensi radio untuk dinas maritim melibatkan
dua kementerian yaitu Kementerian Perhubungan-Dirjen Hubla dan Kementerian
Kominfo-Dirjen SDPPI, dengan koordinasi sebagai berikut : Kementerian
Perhubungan - Dirjen Hubla memiliki otoritas terhadap pemberian rekomendasi
atas permohonan pihak pengguna (perusahaan pelayaran); dan Kementerian
Kominfo-Dirjen SDPPI memiliki otoritas menindak lanjuti rekomendasi Dirjen
Hubla tersebut dengan menerbitkan surat izin penggunaan frekuensi radio
(mensyahkan rekomendasi Dirjen Hubla).
Koordinasi yang terjadi dirasa masih kurang sehingga kedepannya diharapkan
Prosedur perijinan dilakukan dalam satu atap (manajemen satu Atap) untuk
mempermudah proses pembuatan perijinan, mengefektifkan waktu pengurusan
dan proses sosialisasi dapat dilakukan dengan mudah.
Di daerah pada prinsipnya sama dengan di pusat koordinasi antara dinas
perhubungan laut dan kominfo. Sebagai contoh: Dalam rangka pengawasan dan
pengendalian spektrum frekuensi radio maritim dilakukan dialog dengan pihak
syahbandar dan distrik navigasi.
Harmonisasi peraturan terkait dengan telekomunikasi maritim yang
dikeluarkan oleh berbagai instansi dari hasil in depth interview tidak terdapat
disharmonisasi. Berdasarkan aturan bahwa segala produk-produk hukum yang
diterbitkan harus merujuk pada peraturan yang lebih tinggi. Demikian halnya pada
peraturan yang terkait dengan penggunaan spektrum frekuensi radio. Peraturan-
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
70
peraturan yang dikeluarkan oleh berbagai instansi, khususnya di daerah, telah
merujuk kepada produk peraturan yang lebih tinggi. Kominfo mengacu pada ITU
sedangkan Hubla mengacu pada IMO, dimana masing-masing memiliki kewenangan
sendiri-sendiri. Untuk ITU dijabarkan ke Undang-undang 36, sedangkan IMO
dijabarkan ke Undang-undang no 17. Dengan demikian, disharmonisasi peraturan
kecil kemungkinan untuk terjadi. Peraturan untuk kapal-kapal kecil di bawah 300 GT
diserahkan kepada masing-masing negara dan saat ini masih belum ada aturannya.
Untuk penerapan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk pengguna
spektrum frekuensi radio pada dinas maritim dari data hasil in depth intervivew dapat
terlihat bahwa :
Frekuensi yang digunakan di maritim termasuk yang tidak berbayar kecuali
untuk komunikasi diluar keselamatan seperti bongkar muat di pelabuhan itu
berbayar dan biayanya masuk pada PNBP.
PNBP yang dikenakan hanya biaya administrasi dalam pengurusan SIKR, untuk
biaya BHP frekuensi tidak dikenakan. Pemasukan ini diperuntukkan untuk
peningkatan kualitas SDM, dan peralatan komunikasi pada regulator. PNBP juga
digunakan untuk Pengawasan & pengendalian penggunaan spektrum frekuensi
PNBP di Pelindo diatur besarannya 1,75 % dari pendapatan pandu tunda sebelum
ada pajak, tetapi untuk kelanjutannya penggunaan PNBP itu sendiri secara
detailnya tidak banyak yang mengetahuinya.
Korespondensi atau pelayanan publik yang melalui stasiun radio pantai DJPL
dikenakan biaya jasa telekomunikasi pelayaran dan hal ini termasuk ke dalam
PNBP di Direktorat Hubungan Laut sedangkan untuk keamanan dan keselamatan
tidak di kenakan jasa PNBP
Komunikasi marabahaya dan pelaporan posisi kapal tidak berbayar. PNBP yang
diambil yaitu pengiriman telegram resmi yang menggunakan master cable.
Dari hasil in depth interview diperoleh beberapa hal berikut ini yang
berhubungan dengan pengawasan dan pengendalian frekuensi untuk dinas maritim
(Ditjen SDPPI Kementerian Komunikasi dan Informatika maupun Ditjen
Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan serta Kementerian Kelautan dan
Perikanan :
Pada dasarnya pengawasan dan koordinasi sudah jelas aturannya yang telah
diterbitkan pemerintah, yang mana dalam hal ini syahbandar bertindak sebagai
marine inspector. Syahbandar hanya mengawasi hal - hal yang berkaitan dengan
kelaikan kapal, seperti: standarisasi operatornya, dan perangkat
telekomunikasinya, yang kesemuanya ini ditujukan untuk menerbitkan surat
keselamatan kapal berlayar. Untuk pengendalian tentunya merupakan otoritas
dari kominfo, untuk mengatur kanal frekuensi yang diperuntukkan untuk dinas
maritim berdasarkan ITU. Namun dalam operasionalisasinya pengawasan dan
pengendalian dilakukan oleh balai monitoring, yang mana pelanggaran yang
ditemukan akan dilaporkan pada HUBLA.
Proses pengawasan masih kurang atau belum optimal dan tidak ada sanksi yang
tegas terhadap pelanggaran yang terjadi. Walaupun sampai saat ini Hubla tidak
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
71
pernah mendapatkan laporan secara tertulis dari Balmon terkait dengan
pelanggaran yang terjadi.
Pengawasan yang dilakukan berkaitan dengan kelengkapan peralatan
keselamatan dan komunikasi radio.
Pengawasan yang dilakukan dengan memberikan teguran & peringatan-
peringatan jika penggunaan frekuensi salah peruntukannya dan terjadinya
pelanggaran teknis.
Koordinasi antar instansi terkait dalam pelaksanaan pengawasan di lapangan
sangat diperlukan.
Perlu adanya deskripsi yang jelas masalah cakupan tupoksi dari regulator terkait
sehingga tidak ada tumpang tindih dalam pelaksanaan tugas masing-masing.
Dari hasil in depth interview mengenai pemanfaatan secara optimal Spektrum
Frekuensi Radio dan Orbit Satelit diperoleh beberapa hal berikut ini :
Alokasi frekuensi radio untuk dinas maritim ditentukan berdasarkan ketentuan
ITU. Pengoptimalan pemanfaatan frekuensi radio tersebut dapat dilakukan
dengan cara memanfaatkannya sesuai dengan peruntukkannya. Namun, dalam
kondisi nyata sering terjadi pelanggaran dari para pengguna. Para pengguna
menggunakan frekuensi tersebut untuk kepentingan darat atau sebaliknya,
terlebih lagi penggunaan frekuensi ini tidak dikenakan biaya. Pada umumnya
pelanggaran ini terjadi karena ketidaktahuan dari para pengguna atas frekuensi
tersebut. Pihak Hubla-Distrik Navigasi melakukan kegiatan sosialisasi tentang
penggunaan frekuensi tersebut melalui kegiatan yang terprogram dan penjelasan
face to face pada saat para pengguna melakukan pendaftaran untuk kepentingan
tersebut. Sehinga penggunaan spektrum frekuensi radio untuk dinas maritim
dipandang sudah optimal dan sesuai dengan kebutuhan di dinas maritim.
Walaupun demikian pada realisasinya frekuensi VHF channel 12 digunakan
untuk kapal pandu, channel 14 dan 16 digunakan untuk keperluan marabahaya
tersebut dirasa masih kurang atau tidak cukup karena kepadatan kapal yang
masuk sehingga pada prakteknya terkadang menggunakan channel 6 atau
channel 8 yang kosong.
Pengoptimalan penggunaan spektrum frekuensi untuk dinas maritim inu juga
dapat dilakukan dengan cara melakukan Pengawasan secara kontinyu dengan
bersama-sama instansi terkait dalam penggunaan frekuensi.
Mengenai apakah ada frekuensi lain yang bisa dimanfaatkan untuk
mendukung kegiatan dinas maritim (selain frekuensi internasional) dari hasil in depth
interview dapat diketahui :
Ada penggunaan radio link dari stasiun radio pantai ke repeater dan fix to fix
service, antara stasiun radio pantai dan mercusuar.
Tidak ada frekuensi lain yang bisa dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan
dinas maritim karena frekuensi yang digunakan harus sesuai dengan ketetapan
ITU.
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
72
Banyak penyalahgunaan frekuensi maritim selain untuk penggunaan marine
seperti surat ijin ORARI/Amatir banyak digunakan komunikasi dengan kapal-
kapal.
Alokasi yang diberikan ITU dianggap sudah cukup.
Mengenai frekuensi lain yang bisa dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan
dinas maritim selain frekuensi yang ditetapkan adalah kewenangan Menkominfo
bukan syahbandar. Tidak, frekuensi yang dapat digunakan sesuai dengan
ketentuan Radio Regulation dari ITU saja.
Frekuensi untuk dinas maritim ini sudah dialokasikan tertentu dan dimungkinkan
disetiap daerah ada asosiasi yang mengatur masalah ini. Dimungkinkan juga ada
stasiun radio pantai khusus untuk pelayaran rakyat.
3.3 Pembahasan Permasalahan
Keterkaitan antara pemerintah dan pengguna dengan kewenangan masing-
masing, dapat dijelaskan pada gambar berikut.
Gambar 3-1. Gambaran umum Keterkaitan antara Pemerintah dan Pengguna
Spektrum Frekuensi Maritim
Pemerintah yang dalam hal ini diwakili oleh Kementerian Perhubungan –
Hubla dan Kementerian Komunikasi dan Informatika – SDPPI dalam menjalankan
peran masing-masing dengan membuat kebijakan-kebijakan yang dituangkan dalam
Undang-undang, Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri. Berdasarkan aturan-
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
73
aturan tersebut, para pengguna spektrum maritim yang terdiri dari kapal-kapal yang
beroperasi di seluruh wilayah Indonesia, seharusnya mematuhi segala ketentuan
tersebut agar dapat beroperasi dalam menjalankan kegiatanya untuk membawa
barang dari satu tempat ke tempat lainya. Pada saat ini, untuk kapal-kapal yang
memiliki kapasitas yang besar sudah dilengkapi dengan peralatan yang lengkap dan
sudah memenuhi ketentuan yang telah disyaratkan oleh pemerintah. Namun di
lapangan masih ditemu kenali adanya kapal-kapal yang berukuran kecil atau kurang
dari 60 Gross Ton, masih belum dilengkapi dengan peralatan maritim yang sesuai
dengan yang disyaratkan, sehingga di lapangan dijumpai adanya beberapa
permasalahan yang timbul, diantaranya adanya penggunaan kanal frekuensi yang
tidak sesuai dengan peruntukannya.
Pembahasan lebih detil dari permasalahan-permasalahan dalam kegiatan studi
ini dijelaskan dan dibahas secara detail dalam item-item pokok bahasan berikut.
3.3.1 Evaluasi Terhadap Implementasi Kebijakan-kebijakan Pemerintah
Terkait Penggunaan Frekuensi untuk Keperluan Dinas Maritim
Dalam melakukan analisa pembahasan terhadap implementasi kebijakan
pemerintah terkait, dilakukan analisa terhadap aturan-aturan yang telah dikeluarkan
oleh pemerintah, dan bagaimana implementasinya di lapangan. Secara umum
pembahasan dalam permasalahan ini, dapat dijelaskan pada gambar di bawah ini.
Gambar 3-2. Gambaran Evaluasi Implementasi Kebijakan Pemerintah terkait
dengan Penggunaan Frekuensi untuk Keperluan Dinas Maritim
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
74
Berdasarkan hasil pengumpulan data mengenai kebijakan-kebijakan atau berbagai
aturan (regulasi) pemerintah yang telah diterbitkan pada dasarnya tidak tumpang
tindih. Ini dapat kita lihat dari kebijakan – kebijakan yang telah dikeluarkan oleh
pemerintah seperti yang terlihat pada tabel berikut ini.
Tabel 3-2. Daftar Peraturan-peraturan pemerintah dari Kemenhub dan
Kemenkominfo terkait dengan Spektrum Frekuensi Maritim
No Kemenhub - Hubla Kemenkominfo - SDPPI
1 UU No. 17 tahun2008 tentang
Telekomunikasi Pelayaran
UU No. 36 tahun 1999 tentang
Telekomunikasi
2 1. PP no 5 tahun 2010 tentang
Kenavigasian
2. PP no 6 tahun 2009 tentang
PNBP
1. PP 53 tahun 2000 pengunaan
Spektrum frekuensi radio dan orbit
satelit
2. PP No. 7 tahun 2009 tentang Jenis
dan Tarif Atas Jenis Penerimaan
Negara Bukan Pajak yang berlaku
pada Departemen Kominfo
3 PM 26 tahun 2011 tentang
Telekomunikasi Pelayaran
1. PM 29 tahun 2009 tentang TASFRI
(Tabel Alokasi Spektrum Frekuensi
Radio Indonesia)
2. PM N0 25 tahun 2009 tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan
Menteri Komunikasi dan
Informatika No:
19/PER/M.KOMINFO/10/2005
tentang Petunjuk Pelaksanaan Tarif
Atas PNBP dari BHP Spektrum
Frekuensi Radio
Ketentuan-ketentuan yang terkait dengan penggunaan spektrum frekuensi Maritim
dijelaskan sebagai berikut :
3.3.1.1 Kebijakan dari Kementrian Perhubungan
Peraturan-peraturan yang telah dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan yang
terkait dengan Maritim dapat dijelaskan sebagai berikut :
UU17/2008 tentang Telekomunikasi Pelayaran
PP no 5/2010 tentang Kenavigasian terdapat pembahasan mengenai pendirian
SROP untuk dinas bergerak pelayaran pada MF, HF, dan VHF; kegiatan
penyelenggaraan telekomunikasi pelayaran; penyiaran berita marabahaya pada
MF, HF, dan VHF; Dinas bergerak pelayaran harus melaksanakan tugas jaga
dengar pada frekuensi marabahaya.
PP no 6/2009 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada
Departemen Perhubungan dijelaskan tentang tarif pemanduan.
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
75
PM 26/2011 tentang Telekomunikasi Pelayaran terdapat peraturan mengenai
persyaratan dan standar peralatan yang digunakan pada telekomunikasi
pelayaran dan frekuensi kerja peralatan tersebut, mengenai tata cara penyiaran
berita marabahaya dan frekuensi penyiaran yang dibedakan berdasarkan alat
yang digunakan.
.
3.3.1.2 Kebijakan dari Kementrian Komunikasi dan Informasi
Peraturan-peraturan yang telah dikeluarkan oleh Kementerian Komunikasi dan
Informatika yang terkait dengan Maritim dapat dijelaskan sebagai berikut :
UU 36/1999 tentang Telekomunikasi terdapat pasal-pasal yang membahas
tentang penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit wajib
mendapatkan izin pemerintah, sesuai dengan peruntukannya dan tidak saling
mengganggu. Penggunanya wajib membayar biaya penggunaan frekuensi yang
diatur di dalam Peraturan Pemerintah. Selain itu juga dibahas mengenai
pengawasan dan pengendalian penggunaan spektrum frekuensi radio dilakukan
oleh pemerintah dan ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah
PP 53/2000tentang Pengunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit
terdapat pasal-pasal yang membahas tentang pembinaan penggunaan spektrum
frekuensi radio dilakukan oleh Menteri dan dalam penggunaannya harus
memperhatikan hal-hal : mencegah terjadinya saling mengganggu, efisien dan
ekonomis, perkembangan teknologi, kebutuhan spektrum frekuensi radio dimas
depan, mendahulukan kepentingan pertahanan keamanan negara, keselamatan
dan penanggulangan keadaan marabahaya dan penanggulangan keadaan
marabahaya, pencarian dan pertolongan, kesejahteraan masyarakat dan
kepentingan umum.selai itu juga terdapat pembahasan mengenai : penggunaan
frekuensi radio oleh kapal berbendera asing dan pengaturan tata cara
penggunaannya diatur dengan Keputusan Menteri, Menteri dapat menetapkan
penggunaan bersama pita frekuensi radio dan atau kanal frekuensi radio dan
penggunaannya dikoordinasikan dengan pengguna yang sudah ada atau antar
pengguna dengan memenuhi prinsip efisiensi dan tidak saling mengganggu
mengikuti ketentuan internasional; Izin Stasiun Radio diberikan untuk jangka
waktu 5 (lima tahun) dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain kecuali ada
persetujuan Menteri; pengguna spektrum frekuensi radio yang tidak dikenakan
biaya antara lain telekomunikasi khusus keperluan pertahanan keamanan
negara, telekomunikasi khusus untuk keperluan dinas khusus, telekomunikasi
khusus untuk keperluan instansi pemerintah ang digunakan oleh perwakilan
negara asing di Indonesia ke dan atau dari negara asal berdasarkan asas timbal
balik, hal ini ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
PM 29/2009 tentang TASFRI (Tabel Alokasi Spektrum Frekuensi Radio
Indonesia)
Kalau dilihat dari aturan-aturan yang ada di atas yang dikeluarkan oleh ke dua
Kementerian bersifat saling melengkapi satu sama lainya sesuai dengan kewenangan
masing-masing, dan dalam aturan tersebut tidak terlihat adanya tumpang tindih atara
satu aturan dengan aturan lainya.
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
76
Berbagai regulasi tersebut dimaksudkan untuk menertibkan penggunaan
spektrum frekuensi radio yang merupakan sumber daya alam yang terbatas
sebagaimana yang telah diberikan dan ditentukan penjatahan (allotment) kanal
frekuensi oleh ITU; sementara para penggunanya akan terus mengalami peningkatan.
Kejelasan aturan dalam regulasi-regulasi ini yang tertuang dalam Standar
Operational Prosedure (SOP) akan memudahkan dalam implementasi di lapangan,
yang mana beberapa hal negatif yang akan timbul atas penggunaan spektrum
frekuensi radio untuk maritim dapat diminimalisir. Hal ini beralasan karena
penggunaan spektrum frekuensi radio untuk maritim melibatkan 2 (dua) kementerian
yang tentunya perlu koordinasi yang jelas. Sejalan dengan hal tersebut, hasil FGD
yang telah dilakukan menunjukkan bahwa regulasi dan SOP-nya merupakan faktor
penentu dalam hal penggunaan spektrum frekuensi radio. Artinya regulasi bersama-
sama dengan SOP yang ada merupakan landasan berpijak dari para pengguna dalam
memanfaatkan alokasi frekuensi yang telah diberikan, yang mana hal ini pada
akhirnya akan berdampak dan mempengaruhi kinerja pemanfaatan spektrum
frekuensi radio di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah sangat konsen terhadap
penggunaan frekuensi radio untuk maritim karena hal ini sangat sarat dengan
keselamatan para pengguna dalam melakukan pelayaran, apapun jenis pelayarannya.
Triangulasi dengan tiga teknik pengumpulan data untuk menjawab
permasalahan ini, yang dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 3-3. Triangulasi dengan tiga teknik pengumpulan data
Contoh implementasi dari kebijakan – kebijakan pemerintah :
Misalnya Proses Permohonan Izin Frekuensi Radio Maritim di Kominfo dimana dari
proses permohonan izin frekuensi radio sampai terbitnya SPP berlangsung 45 hari
kerja sesuai dengan Sistem Manajemen Mutu 9001:2000 dan alurnya dari sesuai
dengan nomor : 17 /per/m.kominfo/9/2005 Tentang tata cara perizinan dan
ketentuan operasional Penggunaan spektrum frekuensi radio dan di Kemenhub sesuai
dengan KM 26 tahun 2011 pasal 27 ayat 1, yang menyebutkan izin pengadaan
telekomunikasi pelayaran dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari
kerja sejak survei selesai dilakukan oleh pejabat pemeriksa Telekomunikasi-
Pelayaran.
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
77
Gambar 3-4. Proses Permohonan Izin Frekuensi Radio Maritim. Sumber : Kemkominfo
Berdasarkan gambar di atas Regulasi pemerintah, mengenai proses
permohonan izin frekuensi radio maritim telah berjalan sesuai dengan SOP
(Standard Operating Prosedur) yang ada. Berdasarkan data yang telah didapatkan di
lapangan, pelaksanaan regulasi tersebut kurang efektif dan efisien. Ketidak efektifan
dan ketidakefisienan dari regulasi tersebut dapat terlihat pada proses penerbitan surat
izin penggunaan frekuensi radio untuk dinas maritim relatif lama (jangka waktu lebih
dari 2 bulan, SOP penerbitan izin seharusnya maksimal 45 hari kerja). Berdasarkan
hasil in depth interview, menunjukkan bahwa proses perizinan frekuensi terkadang
melebihi dari waktu yang telah ditentukan dan hasil kuesioner menunjukkan,
pengguna frekuensi maritim memiliki persepsi yang rendah untuk indikator pada
dimensi reliability yaitu Indikator Kecepatan penerbitan perizinan,dengan masuknya
indikator ini pada kuadran I,hal ini perlu diperioritaskan untuk segera ditangani jika
Kemkominfo bisa mempersingkat waktu penerbitan perizinan, akan memberikan
kepuasan pada pengguna frekuensi maritim walaupun saat ini pengelolaan frekuensi
radio yang ditangani tidak hanya diperuntukkan untuk dinas maritim, tetapi meliputi
seluruh penggunaan frekuensi radio, seperti: penggunaan untuk penyiaran (radio dan
TV), aeronautikal, meteorologi, dinas-dinas bergerak publik, layanan tetap (fix
service), dinas bergerak privat. Namun hal ini jika terlaksana akan memberikan value
bagi pengguna frekuensi maritim, hal ini berkaitan dengan teori prilaku konsumen
yang menyatakan. Niat seseorang dapat timbul karena adanya perasaan senang yang
diperkuat oleh sikap positif, hal ini berarti bila seseorang senang dengan suatu
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
78
produk/jasa maka niat beli konsumen dapat meningkat dan juga menurut Kotler 2009
kepuasan Pelanggan terjadi apabila pelayanan yang diberikan sesuai atau melebihi
harapan pelanggan.
Misalnya dalam implementasi, penetapan penggunaan frekuensi radio untuk maritim
oleh pemerintah (baik dari pihak Ditjen SDPPI maupun pihak Ditjen Hubla) sesuai
dengan aturan yang ada. Penjatahan frekuensi radio untuk maritim mengikuti aturan
yang terdapat pada Apendiks 17 dan 18 dan peruntukkannya lebih diutamakan pada
keselamatan dan marabahaya dalam kegiatan pelayaran. Namun, hal tersebut hanya
lebih dititikberatkan pada pelayaran di luar pelayaran rakyat (perikanan). Hal ini
tentunya menjadi suatu persoalan, yang mana pelayaran rakyat juga menggantungkan
kehidupannnya di laut sementara keselamatan mereka menjadi terabaikan melalui
tidak terlayaninya dalam hal penggunaan frekuensi radio. Sebagaimana kita ketahui
bahwa alokasi frekuensi yang diperuntukkan untuk kepentingan maritim
sebagaimana ketentuan Radio Regulation (RR) ITU-R berupa maritime mobile
service dan radio navigation services baik teresterial maupun satelit memungkinkan
pelayaran rakyat (perikanan) mendapatkan pelayanan maritim.
Berdasarkan hasil penelitian Wicaksono (dalam Abi Meindra, 2009)
menunjukkan bahwa media gelombang radio High Frequency (HF) dapat digunakan
sebagai frekuensi operasional untuk keperluan komunikasi bagi pelayaran rakyat
(perikanan), yang mana frekuensi ini termasuk dalam regulasi alokasi frekuensi yang
berlaku. Atas kondisi tersebut, maka pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan
(yang selanjutnya disingkat KKP) melalui Stasiun Pengendalian Sumberdaya
Kelautan dan Perikanan menerapkan sistem transmitter VMS (Vesssel Monitoring
System) dengan menggunakan satelit INMARSAT sejak tahun 2008. Pihak KKP
mewajibkan kepada kapal-kapal perikanan untuk menggunakan VMS sebagai syarat
perizinan penangkapan ikan. Di samping untuk mengontrol penggunaan sumberdaya
laut (daerah under and over fishing), penggunaan VMS ini setidaknya dapat
memberikan informasi mengenai posisi, kondisi dan aktivitas kapal penangkap ikan.
Selain VMS tersebut, perangkat komunikasi yang digunakan oleh kapal-kapal
perikanan berupa perangkat komunikasi SSB.
Hasil in depth interview pada pihak Ditjen Hubla (Kenavigasian) sebagai
pihak yang lebih banyak terkait secara operasional dalam hal penggunaan frekuensi
radio untuk maritim menjelaskan bahwa pelayaran rakyat (perikanan) tidak termasuk
dalam pelayanan ini dikarenakan pelayaran rakyat (perikanan) tidak diatur dalam
Konsensus SOLAS 74 (Safety of Life at Sea). Berdasarkan konsensus tersebut
menyebutkan bahwa setiap kapal laut yang memiliki bobot melebihi ketentuan
tertentu (1600 GRT) harus dilengkapi pesawat komunikasi radio untuk distress and
safety (keselamatan dan marabahaya) dengan sistem komunikasi radio non GMDSS
yang digunakan adalah telegrafi kode Morse pada 500 kHz MF dan radio-telephony
pada frekuensi 2182 kHz atau 156.8 MHz (Channel 16) VHF. Dengan demikian,
pelayaran rakyat (perikanan) dengan kondisi yang serba terbatas, baik dari segi
sumberdaya manusia maupun kapasitas pelayaran, dengan sendiri tidak dapat ter-
cover dalam pelayanan maritim terkait dengan penggunaan frekuensi radio tersebut.
Terkait dengan ketentuan SOLAS tersebut, para pengguna dari pelayaran yang
diperuntukkan dalam pelayanan maritim mengalami kesulitan dalam pengoperasian
komunikasi maritim dengan menggunakan perangkat-perangkat sebagaimana
ketentuan yang ada. Perangkat komunikasi dengan menggunakan kode morse akan
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
79
menyulitkan pihak operator dengan pengetahuan komunikasi minimum, sehingga
seringkali terjadi kesalahan penyampaian informasi tanda bahaya.
Atas permasalahan-permasalahan tersebut, pihak Ditjen Hubla
(Kenavigasian) mengharapkan bahwa adanya frekuensi radio khusus untuk maritim
yang dapat meng-cover semua jenis pelayaran yang ada dengan perangkat
komunikasi yang relatif mudah pengoperasiannya dan harga terjangkau oleh pihak
para pengguna. Terkait permasalahan komunikasi berdasarkan ketentuan SOLAS,
sejak tahun 1999 diberlakukannya persyaratan GMDSS. Sistem GMDSS merupakan
suatu sistem komunikasi global dan jaringan penentu lokasi dengan perangkat yang
dapat dioperasikan oleh seseorang dengan pengetahuan komunikasi yang terbatas,
tetapi dapat memberikan informasi tanda bahaya (search and rescue, SAR) yang
pada akhirnya dapat dikoordinasikan untuk menjamin keselamatan pelayaran. Untuk
itu, pihak Ditjen Hubla mengeluarkan suatu kebijakan bahwa untuk kapal laut yang
melayani jalur domestik/dalam negeri diberi kesempatan sampai tahun 2009 sebagai
masa transisi untuk melengkapi perangkat GMDSS. Penggunaan standar perangkat
keselamatan GMDSS disesuaikan dengan wilayah pelayarannya (A1, A2, A3, dan
A4). Penilaian atas standar perangkat keselamatan pelayaran merupakan otoritas
wewenang dari Syahbandar. Syahbandar melakukan inspeksi dan mengeluarkan
Surat Izin Berlayar jika standar keselamatan telah terpenuhi.
Misalnya Implementasi dari kebijakan pemerintah mengenai penggunaan
frekuensi radio untuk maritim terlihat bahwa frekuensi yang dialokasikan untuk
kepentingan maritim sebagaimana aturan yang ada seringkali disalahgunakan oleh
para pengguna, yang mana hal ini dikategorikan sebagai suatu pelanggaran.
Berdasarkan hasil kuisioner menunjukkan bahwa para pengguna menilai bahwa
kebijakan-kebijakan pemerintah terkait penggunaan frekuensi untuk keperluan dinas
maritim seringkali tidak diketahui oleh para pengguna. Akibat hal tersebut banyak
ditemukan pelanggaran yang dilakukan oleh para pengguna, diantaranya:
penggunaan frekuensi maritim untuk kepentingan darat, terlebih lagi penggunaan
frekuensi ini tidak dikenakan biaya.
Evaluasi Implementasi
Secara teori, unsur manajemen fungsi evaluasi lebih menekankan pada aspek
penilaian proses pelaksanaan rencana, mengenal ada tidaknya penyimpangan, dan
tercapainya sasaran yang telah ditetapkan. Berlandaskan pada uraian di atas, evaluasi
terhadap implementasi kebijakan-kebijakan pemerintah terkait penggunaan frekuensi
untuk keperluan Dinas Maritim terlihat bahwa pada dasarnya implementasi atas
kebijakan yang telah disusun oleh pemerintah (Ditjen SDPPI dan Dijen Hubla)
kurang berjalan sesuai dengan perencanaan yang ada dan tidak tercapainya sasaran
yang telah ditetapkan. Hal ini dapat terlihat dari penggunaan spektrum frekuensi
radio untuk maritim yang telah mengalami penyimpangan dari perencanaan yang
telah ditetapkan sebelumnya, yaitu frekuensi tersebut diperuntukkan untuk
kepentingan keselamatan para pengguna malah digunakan pada kepentingan darat
untuk komunikasi korespondensi publik, dan sebaliknya frekuensi radio untuk
kepentingan darat digunakan pada kepentingan maritim; sementara jasa
telekomunikasi yang diperuntukkan untuk korespondensi publik yang telah
disediakan oleh pemerintah relatif kurang penggunaannya oleh para pengguna
sehingga menurunkan penerimaan pemerintah.
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
80
Di samping itu, sasaran dari implementasi atas kebijakan pemerintah ini
relatif menyimpang dari amanah UUD 1945 pasal 33 ayat (1), yang mana
penggunaan frekuensi radio ini lebih diutamakan untuk dinas maritim pada pelayaran
yang masuk pada Konsensus SOLAS. Oleh karena itu, diperlukan itikad baik
(goodwill) pemerintah dalam upaya memperbaiki regulasi-regulasi yang sesuai
dengan kepentingan masyarakat, koordinasi antar Ditjen SDPPI – Ditjen Hubla yang
semakin baik, dan sosialisasi mengenai SOP dari regulasi yang ada kepada para
pengguna. Sejalan dengan hal tersebut, berdasarkan hasil FGD menunjukkan bahwa
itikad baik (Goodwill) pemerintah merupakan faktor penentu dalam hal pembenahan
kebijakan-kebijakan yang ada pada kepentingan maritim. Jika hal ini dapat dilakukan
oleh pemerintah maka semuanya akan berjalan dengan lancar.
3.3.2 Persepsi Pengguna Frekuensi Maritim terhadap Layanan yang
Diberikan oleh Pemerintah
Pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh
penyelenggara pelayanan publik sebagal upaya pemenuhan kebutuhan penerima
pelayanan, maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan. SedangkanPenerima pelayanan publik adalah orang,
masyarakat, lembaga instansi pemerintah dan dunia usaha, yang menerima pelayanan
dari aparatur penyelenggara pelayanan publik.
Pelayanan publik oleh aparatur pemerintah dewasa ini masih banyak dijumpai
kelemahan sehingga belum dapat memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat.
Hal ini ditandai dengan masih adanya berbagai keluhan masyarakat yang
disampaikan melalui media massa, sehingga dapat menimbulkan citra yang kurang
baik terhadap aparatur pemerintah. Mengingat fungsi utama pemerintah adalah
melayani masyarakat maka pemerintah perlu terus berupaya meningkatkan kualitas
pelayanan. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik
berdasarkan keputusan menteri pendayagunaan aparatur negara
NOMOR:KEP/25/25/M.PAN/2/2004, tentang pedoman umum penyusunan indeks
kepuasan masyarakat unit pelayanan instansi pemerintah dimana Kebijakan
pendayagunaan aparatur negara dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan harus
dilaksanakan secara konsisten dengan memperhatikan kebutuhan dan harapan
masyarakat, sehingga pelayanan pemerintah kepada masyarakat dapat selalu
diberikan secara cepat, tepat, murah, terbuka, sederhana dan mudah dilaksanakan
serta tidak diskriminatif. Oleh karena itu, upaya peningkatan kualitas pelayanan
kepada masyarakat merupakan kegiatan yang dilaksanakan secara terus-menerus dan
berkelanjutan oleh semua jajaran aparatur negara pada semua tingkatan.
Salah satu pengguna frekuensi maritim yang menjadi subjek penelitian adalah
para pemilik kapal sebagai anggota INSA. Penyebaran anggota INSA di Indonesia
dapat terlihat pada gambar berikut.
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
81
Gambar 3-5. Penyebaran Anggota INSA berdasarkan Provinsi
Sumber : INSA Directory 2011
Mayoritas anggota INSA 1168 perusahaan, dimana tersebar di Jakarta
sebanyak Dari gambar di atas terlihat mayoritas anggota INSA 1168 perusahaan
tersebar di Jakarta sebanyak 59,07%, Jawa timur 6,25%, Kalimantan Timur 5,82%,
kepulauan Riau 4,45%, Riau dan Kalimantan Barat masing – masing 3,42%.
Penyebaran pelayaran yang belum merata terlihat dari jumlah penyebaran anggota
INSA pada gambar di atas membua peluang bertambahnya armada pelayaran di
Indonesia semakin besar untuk memenuhi kebutuhan akan pelayaran di masa datang.
Dari data tersebut di atas dipilih lima kota besar yang dianggap dapat
mewakili seluruh Indonesia yaitu Jakarta, Surabaya, Medan, Manado dan Makassar.
Berdasarkan ini merupakan uraian hasil survei serta pengolahan kuesioner dari para
pengguna frekuensi maritim yang berjumlah 100 responden. Adapun populasi di
daerah penelitian yang diambil digambarkan pada gambar berikut ini.
Gambar 3-6. Populasi INSA Daerah Penelitian
Sumber : Data Olahan Kuesioner
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
82
Populasi per wilayah Survei untuk wilayah Jakarta, Surabaya, Manado,
Makassar dan Medan sebagaimana yang terlihat pada gambar di atas, dimana
anggota Jakarta mendominasi sebanyak 84 %, dibandingkan daerah lain, hal ini
dikarenakan Jakarta merupakan ibukota negara, dimana sebagian besar kegiatan
perekonomian berpusat disana, termasuk juga kegiatan ekonomi yang berhubungan
dengan pelayaran nasional dimana memperngaruhi dalam pertumbuhan
perekonomian nasional.
Berdasarkan populasi di atas, maka, untuk sampel diambil sebanyak 100 hal
ini berdasarkan standar jumlah sampel Quality of Service (QOS) dari ITU
(International Telecomunication Union) dimana jumlah sampel minimal sebanyak
100 responden.
Gambar 3-7. Jumlah Sampel Daerah penelitian
Sumber : Data Olahan Kuesioner
Berdasarkan gambar diatas, pengambilan sampel untuk daerah penelitian
berdasarkan judgement dari peneliti, dimana pengambilan jumlah sampel tersebut
dianggap mewakili dari populasi yang ada pada daerah penelitian. Judgment itu
misalnya, di lihat dari proporsi jumlah populasi.
Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai service quality, dimensi –
dimensi yang diukur, meliputi, Assurance, Emphaty, Reliability, Responsiveness,
Tangible dan interpretasi tiap dimensi dijelaskan pada uraian di bawah ini
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
83
Dimensi Assurance
Dimensi Assurance terdiri dua indikator yaitu kinerja sistem manajemen yang
handal dan indikator citra/image layanan yang diberikan direktorat. Kinerja dari
kedua indikator ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 3-8. Dimensi Assurance Sumber : Data Olahan Kuesioner
Berdasarkan gambar di atas kinerja indikator dari sistem manajemen yang
handal, yang mendominasi adalah yang menjawab memuaskan, yaitu sekitar 40 %,
yang menjawab sangat memuaskan sebanyak 3% namun begitu cukup banyak juga
yang menjawab cukup memuaskan sebesar 36 %, yang menjawab kurang
memuaskan sebesar 21%, hal ini perlu mendapat perhatian bagi Kemkominfo, karena
walaupun jawaban memuaskan mendominasi tapi banyak juga yang menjawab cukup
memuaskan dan kurang memuaskan, perhatian yang dimaksud, misalnya melakukan
perbaikan pada pelayanan yang diberikan pada pengguna sehingga sistem
manajemen yang handal dapat dirasakan oleh pengguna frekuensi maritim terbentuk.
Untuk kinerja Image layanan yang diberikan direktorat yang menjawab cukup
memuaskan mendominasi yaitu sekitar 67 %, hal ini dikarenakan image yang
terbentuk pada pengguna frekuensi maritim baru sebesar cukup memuaskan , hal in
perlu untuk mendapat perhatian bagi kemkominfo agar memberikan nilai lebih pada
unsur – unsur pembentuk citra/image, sehingga persentasi image dominan yang
terbentuk saat ini dapat berkurang menjadi memuaskan dan sangat memuaskan yang
mendominasi. Menurut Simamora (2003) menyatakan bahwa citra adalah persepsi
yang relatif konsisten dalam jangka panjang (enduring perception). Jadi tidak mudah
untuk membentuk citra sehingga bila terbentuk akan sulit untuk mengubahnya. Citra
yang dibentuk harus jelas dan memiliki keunggulan bila dibandingkan dengan
pesaingnya. Sedangkan Citra menurut Randall (2001:7). Citra merek adalah segala
sesuatu yang ada di benak seseorang yang secara total, dimana meliputi keseluruhan
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
84
dari informasi yang mereka terima mengenai merek produk tersebut baik itu dari
pengalaman, percakapan orang-orang (word of mouth), periklanan (advertising),
kemasan (packaging), pelayanan (service) dan lain sebagainya. Informasi-informasi
tersebut kemudian diolah dan dimodifikasi berdasarkan pendapat atau persepsi
selektif, kepercayaan-kepercayaan yang dianut, norma-norma sosial dan lain-lain.
Dimensi Emphaty
Dimensi Emphaty terdiri dua indikator yaitu kecepatan dan sikap proaktif
dalam melayani dan emphaty dalam memberikan pelayanan. Kinerja dari kedua
indikator ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 3-9. Dimensi Emphaty Sumber : Data Olahan Kuesioner
Dari gambar di atas, secara umum persepsi yang telah terbentuk pada para pengguna
frekuensi maritim untuk indikator kecepatan dan sikap proaktif dalam melayani dan
emphaty dalam memberikan pelayanan sudah memuaskan, hal tersebut dapat dilihat
dari nilai prosentase yang besar yaitu 52 % sehingga perlu untuk dipertahankan
karena kedua indikator tersebut sudah memberikan interpretasi yang baik pada para
pengguna frekuensi maritim. Hal tersebut berkaitan dengan yang dikatakan Hawkins,
Best dan Coney (2004:291), Interpretation is the assigment of meaning to sensations.
It is a function of the gestalt or pattern, formed by the characteristics of the stimulus,
the individual, and the situations. Dari pengertian di atas dapat di kaji bahwa
Interpretasi adalah pola yang dibentuk oleh karakteristik dari stimulus, individu, dan
lingkungan.
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
85
Dimensi Reliability
Dimensi Reliability terdiri dari 7 indikator yaitu kecepatan penerbitan
perizinan, kesesuaian data spesifikasi izin, ketepatan waktu penyelesaian proses
perizinan, kesesuaian surat perizinan dengan permintaan, biaya perizinan, kecepatan
Kinerja dari kedua indikator ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 3-10. Dimensi Reliability Sumber : Data Olahan Kuesioner
Berdasarkan gambar di atas dapat dikaji beberapa hal sebagai berikut:
Untuk Indikator Kecepatan penerbitan perizinan, menurut persepsi pengguna
frekuensi maritim sudah memuaskan sebanyak 53 %, hal ini dikarenakan penerbitan
surat izin penggunaan frekuensi radio untuk dinas maritim sudah mengikuti SOP
yang ada, yaitu jangka waktu yang ditetapkan untuk itu ± 45 hari kerja.tapi walaupun
begitu nilai akumulasi antara sangat tidak memuaskan, kurang memuaskan dan
cukup memuaskan juga besar yaitu sekitar 44% akan tetapi persepsi tersebut bisa
diubah menjadi sangat memuaskan yang dominan jika Kemkominfo bisa
mempersingkat waktu penerbitan perizinan, sehingga persepsi yang terbentuk pada
para pengguna frekuensi menjadi dominan pada sangat memuaskan, walaupun saat
ini pengelolaan frekuensi radio yang ditangani tidak hanya diperuntukkan untuk
dinas maritim, tetapi meliputi seluruh penggunaan frekuensi radio, seperti:
penggunaan untuk penyiaran (radio dan TV), aeronautikal, meteorologi, dinas-dinas
bergerak publik, layanan tetap (fix service), dinas bergerak privat. Namun hal ini jika
terlaksana akan memberikan value bagi pengguna frekuensi maritim, hal ini
berkaitan dengan teori prilaku konsumen yang menyatakan.Niat seseorang dapat
timbul karena adanya perasaan senang yang diperkuat oleh sikap positif, hal ini
berarti bila seseorang senang dengan suatu produk/jasa maka niat beli konsumen
dapat meningkat.
Untuk Indikator kesesuaian data spesifikasi, dapat dikaji bahwa 50 %
pengguna frekuensi maritim merasakan kepuasan karena keberadaan frekuensi yang
dialokasikan pada pengguna frekuensi maritim sudah sesuai dengan yang
diperuntukkannya dan tidak mengalami interferensi. Hal ini mengindikasikan bahwa
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
86
pengguna frekuensi maritim sudah dapat menerima spesifikasi data yang ditawarkan
oleh Kemkominfo, yaitu Chanel 16 untuk marabahaya, Channel 12 dan 14 untuk
komunikasi pandu. Tapi perlu mendapat perhatian, walaupun nilai kinerja yang
terbentuk sudah 50% tapi masih banyak juga yang mengatakan sangat tidak
memuaskan, kurang memuaskan dan cukup memuaskan, sehingga perlu untuk
mendapat perhatian dari pihak Kemkominfo.
Untuk Indikator ketepatan waktu penyelesaian proses perizinan, pengguna
frekuensi maritim sebanyak 35% menjawab memuaskan, hal ini mengindikasikan
bahwa pelanggan belum dapat menerima waktu penyelesaian proses perizinan yang
ditawarkan oleh Kemkominfo, berdasarkan wawancara dengan para pengguna
frekuensi maritim, dimana pengguna frekuensi menganggap waktu yang ditawarkan
masih terlalu lama, terkadang waktu penyelesaian proses perizinaan tidak tepat
waktu. Hal ini tentunya berdampak negatif terhadap kegiatan pelayaran.
Sebagaimana kita ketahui bahwa kegiatan pelayaran tidak bisa ditunda karena
keperluan pengangkutan kebutuhan pokok ke berbagai tujuan dan bongkar muat
yang sering kali tidak dapat diprediksi waktunya. Dengan kondisi tersebut, high cost
tidak dapat terhindarkan oleh para pengguna. Para pengguna tetap melakukan
pelayaran dengan membawa surat izin sementara dari Syahbandar dengan jangka
waktu maksimum 3 (tiga) bulan. Khususnya untuk untuk jenis pelayaran rakyat, yang
mana didominasi oleh pelayaran perikanan, lamanya waktu penerbitan surat izin
penggunaan frekuensi radio sangat kontradiksi dengan kegiatan perikanan itu sendiri.
Kegiatan melaut di sektor perikanan sangat tergantung dengan kondisi alam, yang
mana acuan pelayaran berdasar pada letak ordinat bulan (arah mata angin), sehingga
perijinan sering diabaikan oleh para nelayan dikarenakan prosesnya yang cukup
lama. Jika hal ini tidak di tindaklanjuti, maka kekecewaan pengguna frekuensi
terhadap kinerja Kemkominfo akan membentuk image yang kurang baik dimana
berdampak pada kredibilitas suatu instansi. Fombrun (1996) menyatakan kredibilitas
perusahaan merupakan aspek penting dari reputasi perusahaan, yang
menggambarkan representasi perceptual dari apa yang telah dilakukan perusahaan
dan prospek masa depan yang merupakan penilaian agregat banyak pribadi tentang
perusahaan. Keller (2009) mendefinisikan kredibilitas perusahaan sebagai:"the extent
to which consumers believe that a firm can design and deliver products and services
that satisfy customer needs and wants”. Pengertian ini menjelaskan bahwa
kredibilitas perusahaan adalah sejauh mana konsumen yakin bahwa perusahaan
mendesain dan dapat memberikan produk dan jasa yang memenuhi kebutuhan dan
keinginan pelanggan. Seperti yang disampaikan Fombrun, Keller juga menyatakan
bahwa kredibilitas perusahaan bagian dari reputasi perusahaan. Keller secara
eksplisit menyebutkan bahwa "keahlian" dan "mempercayai" sebagai elemen penting
dari kredibilitas korporat. Pada intinya, kredibilitas perusahaan adalah dianggap
sebagai kepercayaan dan keahlian dari sebuah perusahaan.
Untuk indikator kesesuaian surat perizinan dengan permintaan, misalnya
permintaan untuk waktu perpanjangan izin berlayar, maka pengguna frekuensi
maritim 50 % menjawab memuaskan artinya, keinginan dari pengguna frekuensi
maritim telah sebagian besar telah dipenuhi oleh Hubla ataupun Kemkominfo, tapi
wakaupun demikian masih banyak juga yang menjawab cukup memuaskan sebanyak
21%, kurang memuaskan 21% dan tidak memuaskan 8 %, hal ini dikarenakan apa
yang menjadi harapan dari pengguna frekuensi ternyata masih jauh dari apa yang
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
87
dirasakannya. Hal ini berkaitan dengan dengan teori dai Mowen & Minor (2004)
yang mendefinisikan sikap (attitude) sebagai “afeksi atau perasaan untuk atau
terhadap rangsangan sebuah rangsangan”. Sikap sebagai suatu evaluasi yang
menyeluruh dan memungkinkan seseorang untuk merespon dengan cara yang
menguntungkan atau tidak terhadap obyek yang dinilai.
Untuk Indikator Biaya perizinan, khususnya biaya izin stasiun radio para
pengguna frekuensi 41 % menyatakan cukup memuaskan, hal ini dikarenakan masih
adanya biaya pengurusan yang dikeluarkan oleh pengguna frekuensi maritim sampai
dengan keluarnya surat izin.
Untuk Indikator kecepatan terhadap perubahan baik teknis ataupun
administrasi, 51 % menyatakan memuaskan, 8 % cukup memuaskan, 29 % kurang
memuaskan, 12 % sangat tidak memuaskan. Pengguna frekuensi ini memberikan
respon memuaskan, hal ini karena pihak Kemkominfo cepat melakukan perubahan
seiring dengan meningkatnya peran teknologi saat ini.
Untuk Indikator Kualitas gangguan frekuensi antar pengguna rendah, 6 %
menjawab sangat memuaskan, 41% menjawab memuaskan, 47 % menjawab cukup
memuaskan, 6 % menjawab kurang memuaskan hal ini dikarenakan para pengguna
frekuensi maritim masih mendapatkan adanya interferensi pada saat menggunakan
frekuensi yang diperuntukkannya. Hal ini perlu untuk mendapat perhatian bagi
Kemkominfo agar memperhatikan keluhan dari para pengguna frekuensi karena jika
hal ini dibiarkan berlarut–larut akan menimbulkan kredibilitas Kemkominfo
menurun di mata para pengguna frekuensi maritim karena tingkat kepuasan
pelanggan dipengaruhi positif oleh dimensi pelayanan yang diberikan oleh suatu
institusi.
Dimensi Responsiveness
Dimensi Responsiveness terdiri dari 3 indikator, yaitu respon penanganan
gangguan, kecepatan merespon masalah dan kecermatan dalam memberikan
pelayanan.
Gambar 3-11. Dimensi Responsiveness Sumber : Data Olahan Kuesioner
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
88
Penjelasan terkait gambar di atas adalah sebagai berikut:
Untuk indikator respon penanganan ganguan, 3 % menjawab dengan sangat
memuaskan, 44% pengguna frekuensi menjawab dengan cukup memuaskan, sebesar
32 % menjawab kurang memuaskan 24 %, Kalau dilihat dari persentase yang
menjawab ternyata masih banyak yang menjawab cukup memuaskan atau yang lebih
rendah dibawahnya, hal ini di karenakan berdasarkan hasil wawancara masih
terdapat pengguna frekuensi lain yang menggunakan frekuensi untuk keselamatan,
untuk keperluan di luar itu, sehingga mengganggu pengguna frekuensi lain ketika
dilaporkan kepada Kemkominfo, masih kurang cepat penanganannya sehingga,
gangguan tersebut terulang kembali.
Untuk indikator kecepatan merespon masalah, pengguna frekuensi maritim
menjawab memuaskan sebanyak 52%, hal ini dikarenakan pengguna kelompok ini
mendapat kepuasan karena mendapat respon yang cepat dari pihak Kemkominfo, tapi
walaupun begitu, masih banyak juga pengguna yang menjawab cukup, puas bahkan
yang kurang puaspun besar, hal ini perlu mendapat perhatian dari pihak
Kemkominfo, agar cepat merespon permasalahan yang ada pada pengguna frekuensi
khususnya maritim, sehingga kegitan dapat berjalan dengan lancar.
Untuk Indikator Kecermatan dalam memberikan pelayanan 45%, pengguna
frekuensi menjawab memuaskan, hal ini dikarenakan para petugas memberitahukan
jika pengguna frekuensi melakukan kekeliruan, misalnya pada form pengisian
persyaratan saat sertifikasi operator dan izin stasion radio, tapi walaupun begitu mash
banyak juga yang menjawab cukup memuaskan, kurang memuaskan dan tidak
memuaskan, hal ini dikarenakan, proses alur perizinan yang bukan satu pintu,
sehingga membuat kesal dari pengguna frekuensi.
Gambar 3-12. Dimensi Tangible Sumber : Data Olahan Kuesioner
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
89
Dimensi Tangible
Dimensi Tangible terdiri dari 3 indikator, yaitu kemudahan prosedur
perizinan, kemudahan cara pembayaran, Keterjangkauan lokasi perizinan dan
kemudahan cara pembayaran.
Untuk indikator Kemudahan prosedur pelayanan, para pengguna frekuensi
maritim 3 % menjawab sangat memuaskan, 63% menjawab dengan memuaskan, 11
% cukup memuaskan, 17 % menjawab kurang memuaskan dan 6% menjawab sangat
tidak memuaskan. Dari data diatas sebagian besar menjawab memuaskan hal ini
dikarenakan alur proses permohonan izin frekuensi radio maritim mudah.
Kemudahan prosedur pelayanan ini memberikan kepuasan kepada para pengguna
frekuensi. Hal ini berkaitan dengan teori dimana menurut Kotler (2009) satisfaction
is a person`s feelings of pleasure ordisappointment resulting from expectations.Dari
pengertian tersebut dapat dikaji bahwa kepuasan pelanggan adalah perasaan senang
atau kecewa seseorang sebagai hasil dari perbandingan antara prestasi atau produk
yang dirasakan dan diharapkan. Walupun begitu, namun masih banyak pengguna
frekuensi yang memberikan alternatif jawaban lain, hal ini perlu untuk mendapat
perhatian dari Kemkominfo karena menjaga kepuasan pelanggan adalah kunci untuk
dapat mempertahankan mereka dan meningkatkan profitabilitas.
Untuk Indikator keterjangkauan lokasi perizinan, para pengguna frekuensi
maritim 10 % menjawab sangat memuaskan, 24% menjawab memuaskan, 46 %
menjawab cukup memuasakan, 10 % kurang memuaskan. Dari data tersebut dapat
dijelaskan bahwa sebagian besar pengguna frekuensi menjawab cukup memuaskan
dibandingkan dengan dengan memuaskan ataupun sangat memuaskan , hal ini berarti
lokasi proses perijinan masih menjadi kendala di sebagian besar pengguna frekuensi
maritim hal ini dikarenakan semua proses perizinan frekuensi radio maritim
dilaksanakan di Jakarta, dan ini dinilai cukup memberatkan bagi pengguna frekuensi
yang berdomisili di luar Jakarta sehingga menyebabkan high cost.
Untuk Indikator kemudahan cara pembayaran, 68%, menjawab dengan memuaskan,
hal ini dikarenakan pembayaran sudah tidak manual atau pergi ke loket tapi melalui
pembayaran di bank, sehingga mempermudah pihak pengguna frekuensi maritim dan
lebih praktis.
3.3.2.1 Persepsi Pengguna frekuensi Maritim dilihat dari tiap Dimensi untuk
(Importance Performance Anlysis)
Persepsi pengguna akan dijelaskan dalam beberapa analisis sebagai berikut :
a. Analisis Nilai Rata-rata Persepsi, Harapan, dan Kesenjangan Kualitas
Pelayanan
Berikut dijelaskan hasil analisis nilai rata-rata kinerja & kepentingan kualitas
pelayanan pemerintah terhadap masyarakat pengguna frekuensi maritim.
Pada tabel adalah hasil rata-rata persepsi kinerja, kepentingan/harapan, dan
kesenjangan kualitas pelayanan tiap dimensi kualitas pelayanan pemerintah
terhadap masyarakat pengguna frekuensi maritim. Adapun hasil pengolahan
akan terlihat pada tabel di bawah ini :
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
90
Tabel 3-3. Nilai Rata-rata Persepsi, Harapan, dan Kesenjangan Kualitas
Pelayanan
Dimensi Kualitas
Pelayanan
Kinerja Kepentingan Kesenjangan
Assurance 3.30 4.03 -0.73
Emphaty 3.26 4.07 -0.81
Reliability 3.22 4.10 -0.88
Responsiveness 3.16 4.00 -0.84
Tangible 3.44 4.00 -0.57
Rata-Rata 3.27 4.04 -0.76
Berdasarkan Tabel di atas, nilai rata-rata persepsi kepuasan pelayanan akan
dimensi assurance sebesar 3,30, sedangkan nilai rata-rata kepentingan dimensi
assurance sebesar 4,03. Nilai kesenjangan rata-rata terhadap dimensi assurance
dengan demikian sebesar -0,73. Kesenjangan negatif ini menunjukkan bahwa
harapan pengguna jasa pelayanan dinas pemerintah akan dimensi assurance
lebih tinggi dibandingkan yang dipersepsikan selama ini.
Nilai rata-rata persepsi kepuasan pelayanan akan dimensi empahty sebesar
3,26, sedangkan nilai rata-rata kepentingan sebesar 4,07. Nilai kesenjagan rata-
rata terhadap dimensi empathy dengan demikian sebesar -0,81. Kesenjangan
negatif ini menunjukkan bahwa harapan pengguna jasa pelayanan dinas
pemerintah akan dimensi emphaty lebih tinggi dibandingkan yang
dipersepsikan.
Nilai rata-rata persepsi kepuasan layanan akan dimensi reliability sebesar
3,22, sedangkan nilai rata-rata kepentingan sebesar 4,10. Nilai kesenjagan rata-
rata terhadap dimensi reliability dengan demikian sebesar -0,88. Kesenjangan
negatif ini menunjukkan bahwa harapan pengguna jasa pelayanan dinas
pemerintah akan dimensi reliability atau keandalan lebih tinggi dibandingkan
yang dipersepsikan.
Nilai rata-rata persepsi kepuasan pelayanan akan dimensi Responsiveness
sebesar 3,16, sedangkan nilai rata-rata kepentingan sebesar 4,00. Nilai
kesenjagan rata-rata terhadap dimensi Responsiveness dengan demikian sebesar
-0,84. Kesenjangan negatif ini menunjukkan bahwa harapan pengguna jasa
pelayanan dinas pemerintah akan dimensi Responsiveness lebih tinggi
dibandingkan yang dipersepsikan.
Nilai rata-rata persepsi kepuasan pengguna layanan jasa pemerintah akan
dimensi Tangible sebesar 3,44 sedangkan nilai rata-rata kepentingan sebesar
4,00. Nilai kesenjangan rata-rata terhadap dimensi Tangible dengan demikian
sebesar -0,88. Kesenjangan negatif ini menunjukkan bahwa harapan pengguna
jasa pelayanan pemerintah akan dimensi Tangible lebih tinggi dibandingkan
yang dipersepsikan.
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
91
Nilai rata-rata persepsi kepuasan pengguna layanan frekuensi maritimakan
ke lima dimensi sebesar 3,27, sedangkan nilai rata-rata kepentingan pengguna
layanan frekuensi maritim ke lima dimensi sebesar 4,04. Nilai kesenjangan rata-
rata terhadap ke lima dengan demikian sebesar -0,76. Dalam hal ini terdapat
kesenjangan (gap) antara kualitas pelayanan yang diberikan pemerintah dalam
hal ini kementrian komunikasi dan informasi dengan yang diharapkan oleh
pengguna layanan jasa pemerintah. Kesenjangan ini menunjukkan bahwa
harapan pengguna akan ke lima dimensi lebih tinggi dibandingkan yang
dipersepsikan selama ini.
b. Analisis Tingkat Kesesuian dan Prioritas
Perhitungan tingkat kesesuaian dilakukan untuk mengetahui urutan prioritas
atribut-atribut dari dimensi kualitas yang menjadi prioritas perbaikan yang
dinilai berdasarkan presentase perbandingan nilai kinerja dengan tingkat
kepentingan dimensi menurut penilaian dari responden. Berdasarkan Martila &
James (1997), telah memecahkan penilaian tingkat kesesuaian antara persepsi
dan harapan dimana Jika persentase berada pada kisaran 0 – 49%, berarti tidak
sesuai. Kisaran 50 – 59%, berarti kurang sesuai. Kisaran 60 – 79%, berarti
cukup sesuai, dan bila berada pada kisaran 80 – 100%, berarti telah sesuai antara
persepsi dengan harapan.
Tabel 3-4. Tingkat Kesesuaian Antara Persepsi dan Harapan Dimensi
Dimensi Kualitas
Pelayanan
Kinerja Kepentingan Tingkat
Kesesuaian %
Assurance 659 805 81.86%
Emphaty 651 813 80.07%
Reliability 2254 2868 78.59%
Responsiveness 949 1201 79.02%
Tangible 1374 1600 85.88%
Rata-Rata 81.08%
Berdasarkan pada tabel diatas dapat dilihat bahwa persentase tingkat kesesuaian
antara persepsi dan harapan pada tiap dimensi berada pada kisaran 78.59% –
85,88%. Dari perhitungan menggunakan rumus tersebut diatas akan diperoleh
urutan persentase nilai masing-masing atribut. Prioritas perbaikan dilakukan
pada tiap-tiap atribut dari dimensi kualitas pelayanan, mulai dengan nilai
terkecil sampai dengan yang terbesar.
Hal pertama yang perlu mendapat penanganan segera adalah pada dimensi
reliability, dimana pihak pemerintah dalam hal ini kominfo perlu memberikan
arahan kepada pegawai seperti dalam hal Kecepatan penerbitan perizinan,
Ketepatan waktu penyelesaian proses perizinan, Kesesuaian Surat Perizinan
dengan permintaan, penanganan gangguan frekuensi antar pengguna, karena
memiliki tingkat kesesuaian yang paling rendah diantara ke lima dimensi yakni
sebesar 78,59%. Kemudian diikuti oleh dimensi Responsiveness dengan nilai
sebesar 79,02%, demikian seterusnya diikuti oleh dimensi Emphaty dan
Assurance nilai sebesar 80,07% dan 81,86%. Tetapi secara keseluruhan tingkat
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
92
kesesuaian yang terjadi antara persepsi dan harapan dianggap masih baik dengan
nilai rata-rata secara keseluruhan sebesar 81,08%.
c. Analisis Diagram Kartesius Seluruh Dimensi Kualitas Pelayanan
Nilai rata-rata total harapan/kepentingan kualitas pelayanan untuk seluruh
dimensi kualitas pelayanan adalah 4,04 dan nilai rata-rata total persepsi kinerja
pelayanan adalah sebesar 3,27. Ke empat kuadran untuk ke lima dimensi dengan
demikian terbentuk dengan menarik garis vertikal pada titik 3,27 sumbu
horisontal dan garis horisontal pada titik 4,04 sumbu vertikal.
Gambar 3-13. Diagram Kartesius Dimensi Kualitas Layanan Frekuensi untuk
Keperluan Dinas Maritim Sumber : Data Olahan Kuesioner
Dimensi yang terletak pada kuadran I ada dua (2) yaitu dimensi relibilitas dan
emphaty, dimensi ini dianggap penting oleh pengguna layanan frekuensi untuk
keperluan dinas maritim sehingga sangat penting untuk pihak manajemen dalam
hal ini pemerintah untuk segera diperbaiki. Pada kuadran III terdapat satu (1)
yaitu dimensi responsiveness, dimensi yang berada pada kuadran III ini tidak
terlalu masalah karena prioritasnya rendah. Terdapat dua (2) dimensi yang
terletak pada kuadran IV, yaitu Assurance dan Tangible. Secara teroritis dimensi
ini dianggap tingkat kepentingan rendah namun kinerjanya sudah sudah baik
sehingga peningkatan kinerja pada dimensi ini hanya akan menyebabkan
terjadinya pemborosan sumber daya.
Secara keseluruhan persepsi pengguna frekuensi maritim terhadap layanan
yang diberikan oleh pemerintah sudah baik, namun yang harus menjadi
perioritas ada pada dimensi reliability dan emphaty. Dimensi reliabilitas terkait
Kecepatan penerbitan perizinan, Kesesuaian Data Spesifikasi Izin, Ketepatan
waktu penyelesaian proses perizinan,Kesesuaian Surat Perizinan dengan
permintaan, Biaya perizinan, Kecepatan terhadap perubahan, baik teknis atau
administrasi, dan penanganan gangguan frekuensi. Sedangkan emphaty
Kecepatan dan sikap pro-aktif dalam melayani dan Empati dalam memberikan
pelayanan.
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
93
3.3.2.2 Persepsi Pengguna Frekuensi Maritim dilihat dari Indikator per
Dimensi
Untuk memetakan pada diagram kartesius dilakukan perhitungan dimana
Rata-rata dari nilai kepentingan pada sumbu y dan nilai kinerja pada sumbu x yang
telah diketahui. Berdasarkan hasil perhitungan ditunjukan pada gambar dibawah ini
Berikut adalah penempatan masing-masing indikator dalam diagram Kartesius
kinerja layanan yang diberikan terhadap penggunaan frekuensi maritim.
Gambar 3-14. Diagram Kartesius
Sumber : Data Olahan Kuesioner
Dalam gambar dari diagram Kartesius di atas terlihat bahwa letak dari indikator-
indikator pelayanan berdasar persepsi kepentingan dan kinerja terbagi menjadi empat
kuadran. Adapun interpretasi dari diagram Kartesius tersebut dijelaskan sebagai
berikut:
a. Kuadran I
Dalam kuadran ini ditunjukkan perihal yang perlu diprioritaskan untuk
ditangani segera oleh manajemen pelayanan, sebab perihal ini dinilai sangat
penting oleh penggunafrekuensi maritimsementara dalam kenyataannya
masih belum sesuai harapan. Adapun indikator-indikator termasuk dalam
kuadaran ini adalah adalah:
Kesesuaian (%)
kesesuaian (%)
Kecepatan penerbitan perizinan
Kesesuaian data spesifikasi izin
Ketepatan Waktu Penyelesaian Proses Perizinan
Kesesuaian surat perizinan dengan pelrmintaan
Biaya Perizinan
Kecepatan perubahan baik teknis maupun adnin
Kualitas gangguan rendah
Respon dalam penanganan gannguan
Kecepatan dalam merespon masalah
Kecermatan dalam memberikan pelayanan
Kecepatan dan sikap proaktif dalam melayani
Emphaty dlm pelayanan
Kemudahan prosedur perizinan
Keterjangkauan lokasi perizinan
Kemudahan cara pembayaran
Image terhadap pegawai
Kinerja sistem manajemen yang handal
Image layanan yang diberikan direktorat
3,70
3,80
3,90
4,00
4,10
4,20
4,30
4,40
2,80 2,90 3,00 3,10 3,20 3,30 3,40 3,50 3,60 3,70
Ke
pe
nti
nga
n
Kinerja
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
94
Tabel 3-5. Rata-rata Kepentingan dan Kinerja Pelayanan Untuk
Kuadran I
Dimensi Indikator Kinerja Kepentingan Rata-rata %
Kinerja Kepentingan Kesesuaian
Reliability
Kecepatan
penerbitan
perizinan
309 434
3.09 4.34 71%
Reliability
Ketepatan
waktu
penyelesaian
proses
perizinan
310 422
3.10 4.22 73%
Emphaty
Kecepatan
dan sikap
pro-aktif
dalam
melayani
325 413
3.25 4.13 79%
Responivness
Kecepatan
meresponse
masalah
315 417
3.15 4.17 75%
Hasil ini menggambarkan bahwa pada kuadran I terdapat 4 indikator untuk
mengukur pelayanan kinerja pemerintah terkait dengan pelayanan dinas
maritim yang harus segera diperioritaskan untuk segera ditangani karena
pengguna frekuensi maritim memiliki persepsi yang rendah untuk ke -4
indikator ini yaitu pada dimensi reliability yaitu Indikator Kecepatan
penerbitan perizinan, Indikator Ketepatan waktu penyelesaian proses
perizinan. Pada dimensi Emphaty, yaitu Kecepatan dan sikap pro-aktif dalam
melayani, dan pada dimensi indikator Kecepatan meresponse masalah.
b. Kuadran II
Dalam kuadran ini ditunjukkan perihal yang perlu dipertahankan, karena pada
umumnya tingkat pelaksanaan dari faktor pelayanan telah sesuai antara
harapan dan kenyataan yang dialami pengguna frekuensi maritim. Indikator-
indikator yang termasuk kuadran ini adalah:
Tabel 3-6. Rata-rata Kepentingan dan Kinerja Pelayanan Untuk
Kuadran II
Dimensi Indikator Kinerja Kepentingan
Rata- Rata
% Kinerja Kepentingan
Tangible Kemudahan prosedur
Perizinan 340 434 3.40 4.34 78%
Reliability Kesesuaian Data
Spesifikasi Izin 336 421 3.36 4.21 80%
Reliability Kesesuaian surat
perizinan dengan
permintaan
332 408 3.32 4.08 81%
Reliability Kualitas gangguan
frekuensi antar
pengguna rendah
347 407 3.47 4.07 85%
Assurance Image/Citra Layanan
layanan yang
diberikan Direktorat
334 414 3.34 4.14 81%
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
95
Sedangkan pada kuadran II terdapat lima indikator atau indikator yang
menunjukan nilai yang sesuai antara harapan dan kinerjanya, ini
menggambarkan bahwa kelima indikator ini perlu di pertahankan atau
dengan kata lain prestasinya sudah baik yaitu pada dimensi Reliability
yaitu: Indikator Kesesuaian Data Spesifikasi Izin, Indikator Kesesuaian
Surat Perizinan dengan permintaan, kualitas gangguan antar pengguna
rendah. Pada dimensi Assurance yaitu Indikator Image/Citra Layanan yang
diberikan Direktorat dan dimensi Tangible, yaitu indikator kemudahan
prosedur perizinan.
c. Kuadran III
Dalam kuadran ini ditunjukkan perihal pelayanan yang masih dianggap
kurang penting bagi pengguna frekuensi maritim, karena pada umumnya
kualitas pelaksanaannya biasa-biasa saja dari pihak pemerintah/Kominfo.
Adapun indikator-indikator yang termasuk dalam kuadran ini adalah:
Tabel 3-7. Rata-rata Kepentingan dan Kinerja Pelayanan Untuk
Kuadran III
Dimensi Indikator Kinerja Kepentingan Rata-rata %
Kinerja Kepentingan Kesesuaian
Responsiveness
Kecermatan
dalam
memberikan
pelayanan
324 404 3.24 3.04 82%
Responsiveness
Respon
dalam
penanganan
gangguan
310 380 3.10 3.80 81%
Reliability
Kecepatan
perubahan
baik teknis
maupun
administrasi
298 382 2.98 3.82 78%
Reliability Biaya
perijinan 322 394 3.22 3.94 81%
Emphaty
Emphaty
dalam
pelayanan
326 400 3.26 4.00 81%
Assurance
Kinerja
sistem
manajemen
yang handal
325 391 3.25 3.91 83%
Pada kuadran III menunjukkan perihal pelayanan yang masih dianggap
kurang penting bagi pengguna frekuensi maritim karena pada umumnya
kualitas pelaksanaannya biasa-biasa saja. Terdapat 6 indikator yang diaggap
biasa saja, yaitu dari dimensi Responsiveness yaituIndikator Kecermatan
dalam memberikan pelayanan, indikator Respon dalam penanganan
gangguan, pada dimensi Reliability, yaitu: indikator Kecepatan perubahan
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
96
baik teknis maupun administrasi, indikator Biaya perijinan, dimensi
Emphaty, yaitu indikator emphaty dalam pelayanan, dan dimensi
Assurance, yaitu indikator kinerja sistem manajemen yang handal.
d. Kuadran IV
Dalam kuadran ini ditunjukkan perihal yang dinilai berlebihan oleh
penggunafrekuensi maritim. Hal ini disebabkan karena pengguna frekuensi
maritim menganggap pelayanan tersebut tidak terlalu penting, akan tetapi
pelaksanaannya telah dilakukan dengan sangat baik. Indikator-indikator
yang termasuk dalam kuadran ini adalah:
Tabel 3-8. Rata-rata Kepentingan dan Kinerja Pelayanan Untuk
Kuadran IV
Dimensi Indikator Kinerja Kepentingan
Rata-rata %
Kinerja Kepentingan Kesesuaian
Tangible
Kemudahan
cara
pembayaran
335 377 3.35 3.77 89%
Tangible
Image
terhadap
pegawai
331 386 3.31 3.86 86%
Tangible Keterjangkauan
lokasi perijinan 358 393 3.58 3.93 91%
Terdapat 3 indikator atau indikator pelayanan yang masuk dalam kuadran
ini. Hasil ini menggambarkan pengguna frekuensi maritim menganggap
pelayanan tersebut tidak terlalu penting, akan tetapi pelaksanaannya telah
dilakukan dengan sangat baik yaitu pada dimensi tangible yaitu: indikator
Kemudahan cara pembayaran, Image terhadap pegawai, Keterjangkauan
lokasi perijinan
Penyebab kondisi tersebut diduga karena kominfo menangani tidak hanya
untuk kebutuhan maritim saja tetapi untuk perizinan frekuensi untuk
layanan laianya. Untuk menghindari ketidak efektifan dari hasil
pengumpulan data menujukan adanya permintaan sebaiknya pelayanan
perizinan di laksanakan melalui pelayanan 1 pintu dan untuk keprluan
perizinan di daerah dapat dilaksanakan di wilayah masing-masing, hal
tersebut dikarenakan untuk perusahaan yang tidak memiliki kantor pusat di
Jakarta akan menjadi beban.
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
97
3.3.2.3 Analisa Importance Performance Analysis Perindikator dalam dimensi
Dimensi Assurance
Dimensi Assurance dalam kajian ini untuk mengukur bagaimana persepsi
pengguna frekuensi maritim terhadap layanan yang diberikan oleh pemerintah
digunakan dua atribut atau dua pertanyaan yaitu mengenai kinerja sistem
manajemen secara keseluruhuan dan citra layanan yang dipersepsikan oleh
pengguna frekuensi maritim. Assurance pada dasarnya merupakan jaminan
kepercayaan pengguna frekuensi maritim terhadap layanan yang diberikan oleh
pemerintah dalam hal ini direktorat yang terkait dengan pelayanan frekuensi
untuk keperluan dinas maritim. Analisa kuadran pada dimensi Assurance dapat
dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 3-15. Analisa Kuadran pada Dimensi Assurance Sumber : Data Olahan Kuesioner
Berdasarkan gambar di atas pada dimensi ini hasil analisis pemetaan menujukan
bahwa dari kedua atribut ini ada pada dua kuadaran yang berbeda yang pertama
atribut yang mengukur citra layanan yang diberikan direktorat ada pada kuadaran
dua ini menujukan bahwa pada dasarnya pengguna frekuensi maritim merasa
yakin atau percaya sepenuhnya bahwa layanan yang diberikan terkait dengan
penggunaan frekuensi maritim merupakan jaminan bagi pengguna terkait
legalitas perizinan. Sedangkan indikator kinerja sistem manajemen ada pada
kuadaran tiga ini menunjukan atribut ini sudah dianggap given bahwa persepsi
pengguna frekuensi maritim terhadap standard operating prosedur terkait sistem
manajemen sudah selayaknya menjadi garapan, karena itu penggunan
menganggap meski kinerjanya rendah tapi pengguna merasa kurang penting
untuk menjadi prioritas perbaikan kinerja pelayanan. Dalam kontek ini tentu
strategi yang perlu dilakukan yaitu 1). Pemerintah perlu terus mempertahaankan
Kinerja sistem manajemen yang
handal
Image/Citar layanan yang
diberikan Direktorat
3,85
3,90
3,95
4,00
4,05
4,10
4,15
4,20
3,24 3,26 3,28 3,30 3,32 3,34 3,36
Tin
gkat
Kep
enti
nga
n
Kinerja Pelayanan
Atribut Dimensi Assurance
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
98
image masyarakat bahwa pelayanan yang diberikan oleh pemerintah terkait
dengan penggunaan frekuensi menjadi jaminan atau rasa aman dalam proses
operasi perusahaan. 2). Persepsi masayarakat yang telah memberikan
kepercayaan kepada pemerintah mengenai pengaturan penggunaan ferekuensi
maritim harus terus ditingkatkan dengan mempermudah SOP. 3). Membuat
sistem informasi manajemen yang baik sehingga masayarakat lebih mudah
mengakses informasi dan prosedur layanan.
Dimensi Emphaty
Dimensi Emphaty dalam kajian ini untuk mengukur bagaimana persepsi
pengguna frekuensi maritim terhadap layanan yang diberikan oleh pemerintah
digunakan dua atribut atau dua pertanyaan yaitu kecepatan dan sikap pro-aktif
personil yang melayani dan empati dalam memberikan pelayanan. Analisa
kuadran pada dimensi Empati dapat dilihat pada gambar di bawah ini
Gambar 3-16. Analisa Kuadran pada Dimensi Empahty Sumber : Data Olahan Kuesioner
Berdasarkan hasil pemetaan diagram menunjukan bahwa atribut kecepatan dan
sikap proaktif personil dalam memberikan pelayanan ada pada kuadran satu hal
ini menujukan bahwa masyarakat atau pengguna layanan frekuensi maritim
merasa kinerjanya rendah padahal mereka merasa atribut ini sangat penting
artinya kecepatan dan sikap proaktif menjadi harapan yang paling tinggi bahwa
dalam memberikan proses pelayanan, pengguna berharap bahwa para personil
yang memberikan pelayanan dapat memposisikan diri sama seperti para
mengguna sehingga akan tahu apabila pengguna memperoleh kesulitan jika tidak
Kecepatan dan sikap pro-aktif
dalam melayani
Empati dalam memberikan
pelayanan
3,98
4,00
4,02
4,04
4,06
4,08
4,10
4,12
4,14
3,25 3,25 3,25 3,25 3,26 3,26 3,26 3,26
Tin
gkat
Kep
enti
nga
n
Kinerja Pelayanan
Atribut Dimensi Emphaty
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
99
dilayani dengan sikap proaktif dan lambat akan merasa kecewa. Namun demikian
secara keseluruhan rasa empati telah dirasakan cukup baik. Untuk memperbaiki
atribut ini beberapa strategi yang perlu dilakukan 1). Memberikan pelatihan yang
relevan terkait dengan sikap dalam memberikan pelayanan, 2). Memberikan
keyakinan kepada para personil pelayan bahwa bekerja dengan empati terhadap
orang lain dan bekerja dengan baik adalah ladang ibadah.
Dimensi Reliability
Dimensi Reliability dalam kajian ini untuk mengukur bagaimana persepsi
pengguna frekuensi maritim terhadap layanan yang diberikan oleh pemerintah
digunakan tujuh atribut atau pertanyaan yaitu kecepatan penerbitan izin,
ketepatan waktu penyelesaian proses perizinan, kesesuaian data, kecepatan
terhadap perubahan teknis dan administrasi, kesesuaian, biaya dan ganguan
frekuensi.Analisa kuadran pada dimensi Reliability dapat dilihat pada gambar di
bawah ini.
Gambar 3-17. Analisa Kuadran pada Dimensi Reliability Sumber : Data Olahan Kuesioner
Berdasarkan pemetaan diagram menunjukan atribut dimensi reliability yang
terdapat pada kuadaran satu ada dua yaitu kecepatan penerbitan izin dan
ketepatan waktu penyelesaian proses perizinan, hasil ini menggambarkan bahwa
atribut ini harus menjadi prioritas perbaikan ternyata pengguna dalam hal ini
responden menganggap bahwa kinerjanya tidak baik padahal ini sangat penting.
Kecepatan penerbitan perizinan
Kesesuaian Data Spesifikasi Izin
Ketepatan waktu penyelesaian
proses perizinan
Kesesuaian Surat Perizinan
dengan permintaan
Biaya perizinan Kecepatan terhadap
perubahan, baik teknis atau
administrasi
Kualitas gangauan
frekuensi antar pengguna
3,70
3,80
3,90
4,00
4,10
4,20
4,30
4,40
2,92 3,02 3,12 3,22 3,32 3,42 3,52
Tin
gkat
Kep
enti
nga
n
Kinerja Pelayanan
Atribut Dimensi Reliability
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
100
Berdasarkan hasil FGD dan in depth interview menunjukan hasil yang
menguatkan bahwa ada permasalahan terkait dengan proses perizinan terutama
pada kecepatan penerbitan dan ketepatan waktu penyelesaian proses perizinan
yang dipersepsikan cukup lama. Sehingga strategi yang perlu dilakukan adalah
memotong jalur prosedur yang panjang, memberikan pelayanan satu pintu atau
satu atap, memberikan prioritas kepada dokumen yang lebih dahulu masuk
apakah ini dari perusahaan besar ataupun yang kecil. Bagi perusahaan yang ada
diluar Jakarta sebaiknya dilakukan desentralisasi layanan atau kalau tidak
memberikan pelayanan secara online.
Dimensi Responsiveness
Dimensi Responsivenes dalam kajian ini untuk mengukur bagaimana persepsi
pengguna frekuensi maritim terhadap layanan yang diberikan oleh pemerintah
digunakan tiga atribut atau pertanyaan yaitu kecepatan merespon masalah yang
dihadapi pengguna layanan, kecermatan dalam memberikan pelayanan,
penanganan ganggunan. Analisa kuadran pada dimensi Responsiveness dapat
dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 3-18. Analisa Kuadran pada Dimensi Responsiveness Sumber : Data Olahan Kuesioner
Berdasarkan pemetaan diagram kartesius menunjukan terdapat satu atribut yang
perlu mendapatkan prioritas perbaikan yaitu dimensi kecepatan dalam merespon
masalah. Atribut ini sangat penting dimata pengguna karena berhubungan dengan
waktu, dalam bisnis waktu adalah uang sehingga penggunan merasa respon
terhadap permasalahan yang dihadapinya perlu cepat ditangani sehingga tidak
Penanganan gangguan
Kecepatan meresponse
masalah
Kecermatan dalam
memberikan pelayanan
3,75
3,80
3,85
3,90
3,95
4,00
4,05
4,10
4,15
4,20
3,06 3,11 3,16 3,21 3,26
Tin
gkat
Kep
enti
nga
n
Kinerja Pelayanan
Atribut Dimensi Responsiveness
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
101
banyak membuang waktu. Strategi yang dapat dilakukan adalah dengan
memberikan layanan penggaduan yang dapat segera direspon oleh petugas atau
membuat hotline pengaduan yang khusus untuk merespon secara cepat terhadap
masalah yang dihadapi pengguna.
Dimensi Tangible
Dimensi Tangible dalam kajian ini untuk mengukur bagaimana persepsi
pengguna frekuensi maritim terhadap layanan yang diberikan oleh pemerintah
digunakan empat atribut atau pertanyaan yaitu kemudahan prosedur perizinan,
kemudahan cara pembayaran, keterjangkauan lokasi perizinan, image personil.
Analisa kuadran pada dimensi Tangible dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 3-19. Analisa Kuadran pada Dimensi Tangible Sumber : Data Olahan Kuesioner
Berdasarkan pemetaan menunjukan bahwa prosedur perizinan dipersepsikan
sangat penting namun berdasarkan hasil yang penggumpulan data dilapangan
dipersepsikan masih cukup merepotkan, ini artinya prosedur yang ada saat ini
masih dipersepsikan tidak mudah. Karena atribut ini ada pada kuadaran satu
maka perlu menjadi prioritas perbaikan, sehingga pemerintah perlu melakukan
dan pengkaji bagaimana sebaiknya prosedur yang dianggap tidak merepotkan
dalam memperoleh izin penggunaan frekuensi untuk keperluan dinas maritim.
Kemudahan prosedur Perizinan
Keterjangkauan lokasi perizinan
Kemudahan cara pembayaran
Image terhadap personil / pegawai
3,70
3,80
3,90
4,00
4,10
4,20
4,30
4,40
3,24 3,34 3,44 3,54 3,64
Tin
gkat
Kep
enti
nga
n
Kinerja Pelayanan
Atribut Dimensi Tangible
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
102
3.3.3 Koordinasi antara Pemerintah dan Pemangku Kepentingan Penggunaan
Frekuensi Radio
Koordinasi ini akan dijelaskan bagaimana hubungan antara pemerintah yang
diwakili oleh Kemenhub dan Kemenkominfo dengan pengguna spektrum frekuensi
radio maritim, yang dapat dijelaskan pada gambar di bawah ini.
Gambar 3-20. Hubungan antara Pemerintah dan Pemangku Kepentingan
Penggunaan Frekuensi Radio
Pada saat ini koordinasi antara pemangku kepentingan akan dijelaskan dalam 2 hal
yang terkait dengan perizinan dan pengawasan penggunaan spektrum frekuensi radio
maritim, yang akan dijelaskan sebagai berikut :
a. Koordinasi yang terkait dengan Perizinan
Pada saat ini dalam proses perijinan supaya kapal-kapal dapat berlayar harus
mendapatkan ijin dari pemerintah, dan terkait dengan penggunaan spektrum
frekuensi radio maritim, adalah sebagai berikut :
1. Pengguna spektrum frekuensi akan mengajukan perijinan berlayar yang
diantaranya adalah ijin penggunaan spektrum frekuensi maritim kepada
Hubla.
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
103
2. Hubla akan melakukan pengecekan terhadap pengajuan tersebut dan terkait
dengan penggunaan spektrum frekuensi akan memberikan rekomendasi
kepada Kemenkominfo – SDPPI.
3. Pengguna spektrum frekuensi setelah mendapatkan rekomendasi dari
Hubla, baru akan mengajukan perijinan penggunaan spektrum frekuensi
radio maritim kepada Kemenkominfo – SDPPI.
4. Setelah mendapatkan ijin dari Kemenkominfo – SDPPI, pengguna baru bisa
mendapatkan izin berlayar dari Kemenhub – Hubla.
b. Koordinasi yang terkait dengan Pengawasan Penggunaan Spektrum
frekuensi radio Maritim
Dalam hal pengawasan penggunan spektrum frekuensi radio maritim di
lapangan pemerintah yang dalam hal ini Hubla dan SDPPI akan menjamin
bahwa frekuensi yang telah dialokasikan dijaga dan dalam kondisi baik. Jika di
lapangan terjadi interferensi maka antara Hubla dan SDPPI akan melakukan
koordinasi sesuai dengan kewenangannya.
Alur pengawasan/inspeksi :
Gambar 3-21. Koordinasi yang terkait dengan Pengawasan Penggunaan
Spektrum frekuensi radio Maritim
Berdasarkan gambar di atas, koordinasi dalam pengawasan dan pembinaan
penggunaan frekuensi radio untuk dinas maritim dilakukan oleh Kementrian
Komunikasi dan Informatika dilakukan secara vertikal dari pusat ke daerah atau
UPT. Koordinasi horizontal antara Dirjen SDPPI Kementrian Komunikasi dan
Informatika dengan Dirjen Perhubungan Laut. Namun belum ada koordinasi
antara Dirjen SDPPI Kementrian Komunikasi dan Informatika dengan KKP
dalam pengawasan dan pembinaan penggunaan frekuensi radio untuk dinas
maritim di kapal perikanan. Hal ini yang dimungkinkan menyebabkan
banyaknya penyalahgunaan frekuensi di dinas maritim oleh kapal perikanan
seperti data yang diperoleh saat in depth interview dan survei di berbagai kota
yang telah dilakukan. Berikut ini gambaran koordinasi yang terjadi saat ini.
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
104
Dirjen
Perhubungan
Laut
Kementerian
Kominfo
Kementerian
Kelautan dan
Perikanan
UPT (Balai
Monitoring)Syahbandar
Kapal PerikananKapal Dan SROP
non DJPL
Pengguna
Frekuensi Maritim
Dinas Maritim
Gambar 3-22. Koordinasi antara Hubla dan SDPPI
Untuk perbaikan di masa mendatang perlu dilakukan perubahan dalam
koordinasi pengawasan dan pembinaan penggunaan frekuensi radio untuk dinas
maritim antara Dirjen SDPPI Kementrian Komunikasi dan Informatika dengan
instansi lain yang terkait dengan penggunaan dan pemanfaatan frekuensi radio di
dinas maritim. Dalam hal ini perlu adanya tambahan koordinasi horizontal
antara Dirjen SDPPI Kementrian Komunikasi dan Informatika dengan KKP,
sehingga terjalin pengawasan diantara kedua kementrian tersebut sehingga
penggunaan spektrum frekuensi radio maritim dalam rangka
pengiriman/penyampaian informasi kepada para pengguna bisa dilayani dengan
baik dan memberikan manfaat semaksimal mungkin bagi pemerintah dan para
pengguna spektrum frekuensi radio dalam hal ini KKP. Hal ini berkaitan dengan
hasil FGD, dimana Goodwill pemerintah sangat diperlukan dalam upaya untuk
memperbaiki regulasi-regulasi yang sesuai dengan kepentingan masyarakat, Jika
hal ini bisa dilakukan maka akan ada kecenderungan di masa mendatang
penggunaan spektrum frekuensi radio maritim akan bisa ditingkatkan
penggunaanya dan memberikan manfaat yang maksimal baik dari pemerintah
maupun bagi pengguna spektrum frekuensi radio maritim.
3.3.4 Harmonisasi Peraturan Terkait dengan Telekomunikasi Maritim
Terkait dengan dugaan disharmonisasi peraturan telekomunikasi maritim
yang dikeluarkan oleh berbagai instansi, berdasarkan hasil wawancara menunjukan
bahwa pada dasarnya tidak terjadi disharmonisasi peraturan yang dibuat oleh
masing-masing kementrian, namun demikian ada bagian tugas yang seharusnya
dilakukan oleh dirjen hubla tetapi dikerjakan oleh kominfo yaitu dalam memberikan
sertifikasi terkait dengan kompetensi operator radio kapal. Sebaiknya aturan-aturan
yang dikeluarkan harus merujuk pada aturan yang tertinggi.
Berdasarkan konsensus yang ada bahwa setiap aturan perundang-undangan
yang ada harus merujuk dan tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
105
Demikian halnya pada peraturan telekomunikasi maritim, pada dasarnya tidak terjadi
disharmonisasi peraturan yang berlaku pada kementerian masing-masing. Hal ini
dapat terlihat dari produk peraturan yang ada seperti pada Tabel 3.2. Kalau dilihat
dari isi aturan-aturan tersebut, satu dengan yang lainya saling mendukung dan
menguatkan.
Agar penggunaan spektrum frekuensi radio maritim dalam rangka
pengiriman/penyampaian informasi kepada para pengguna bisa dilayani dengan baik
dan memberikan manfaat semaksimal mungkin bagi pemerintah dan para pengguna
spektrum frekuensi radio maka semua pengguna harus mematuhi SOP dalam
penggunaan spektrum frekuensi maritim. Kegiatan sosialisasi oleh para pihak terkait
dalam rangka untuk menyampaikan dan menjelaskan mengenai SOP harus dilakukan
secara menyeluruh bagi pengguna spektrum frekuensi maritim, terutama untuk
pengguna dari kalangan Nelayan yang berada di bawah naungan KKP.
3.3.5 Penerapan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Penggunaan
Spektrum Frekuensi Radio untuk Dinas Maritim
Strategi pemerintah dalam mengoptimalkan PNBP sebagai masukan
penyempurnaan kebijakan penggunaan frekuensi rasio khususnya untuk keperluan
dinas maritim, kalau dilihat dari komponen PNBP dari BHP Frekuensi kelihatanya
sulit untuk bisa digali karena dalam peraturan yang ada, menyebutkan bahwa ada
komponen dalam formula perhitungan BHP frekuensi yang nilainya nol, jadi
penggunaan alokasi untuk band frekuensi maritim baik digunakan untuk kepentingan
bongkar muat dan kepentingan keselamatan akan menghasilkan nilai nol atau tidak
dikenakan biaya BHP frekuensi. Upaya pemerintah untuk meningkatkan PNBP dari
maritim bisa digali dari komponen PNBP lainya yaitu BHP Jastel dan BHP USO.
Dalam kegiatan operasional pelayaran di tanah air, banyak penggunaan spektrum
frekuensi maritim yang digunakan untuk menyalurkan informasi data dan suara
(menggunakan Inmarsat), yang mana penyelenggaranya dilakukan oleh perusahaan
yang berafiliasi dengan perusahaan luar negeri, seperti untuk Vessel Monitoring
System (VMS) yang digunakan untuk kegiatan di KKP. Perusahaan yang dimaksud
adalah :
a. PT. CSL Argos Indonesia yang menggunakan satelit Argos
b. PT. SOG Indonesia yang menggunakan satelit Inmarsat D+
c. PT Pasific Satelit Nusantara yang menggunakan satelit garuda
Perusahaan tersebut di atas, berpotensi untuk dikenakan BHP Telekomunikasi dan
BHP USO, akan tetapi untuk BHP Frekuensi tidak bisa dikenakan karena
menggunakan band maritim dan ketentuan dalam peraturan yang ada adalah tidak
dikenakan biaya.
Penggunaan frekuensi radio di dinas maritim untuk navigasi, keselamatan,
operasi pelabuhan dan komunikasi umum. Untuk meningkatkan PNBP dapat
dilakukan dengan beberapa cara antara lain:
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
106
Kemudahan prosedur pengurusan SIKR dengan demikian akan efektif dalam
waktu pengurusan sehingga dapat mengurangii pengguna yang tidak
memiliki SIKR karena kerumitan prosedur yang ada saat ini
Dengan adanya peraturaan yang mengaharuskan kapal-kapal perikanan dan
kapal-kapal pelayaran rakyat di bawah 300 GT menggunakan sarana
keselamatan navigasi dan alat komunikasi radio dapat menembah jumlah
pengguna frekuensi maritim yang harus memiliki SIKR.
pemberlakukan komersialisasi di beberapa kanal frekuensi untuk komunikasi
maritim seperti yang tertera pada tabel berikut:
Tabel 3-9. Penggunaan Kanal Frekuensi radio Maritim untuk Komersial
Cahnnel
Number
Ship Transmit
(MHz)
Ship Receive
(MHz)
Use
07A 156.350 156.350 Commercial
08 156.400 156.400 Commercial
09 156.450 156.450 Commercial
10 156.500 156.500 Commercial
11 156.550 156.550 Commercial
18A 156.900 156.900 Commercial
19A 156.950 156.950 Commercial
63A 156.175 156.175 Commercial
67 156.375 156.375 Commercial
79A 156.975 156.975 Commercial
80A 157.025 157.025 Commercial
88A 157.425 157.425 Commercial
Berdasarkan hasil wawancara menunjukan Penerimaan Negara Bukan Pajak
untuk kegiatan maritim ada namun penerapan Penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNBP) merujuk pada PP No. 6 Tahun 2009.
Mengenai PNBP yang berlaku, berikut ini inventarisasi pembebanan PNBP
pada dinas maritim. Dinas Maritim tidak ada pengenaan BHP frekuensi untuk
penggunaan atau pemanfaatan frekuensi. Hal ini berdasarkan dalam Peraturan
Pemerintah nomor: 53 Tahun 2000 tentang penggunaan spektrum frekuensi radio dan
orbit satelit, untuk keperluan dinas khusus seperti navigasi dan keselamatan
pelayaran. Adapun Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku di dinas
maritim bila dilihat dari PP no 5 /2010 dan PP no 6/ 2009 Departemen Perhubungan
antara lain :
1. Biaya Pemanfaatan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran, namun Biaya
pemanfaatan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran tidak dikenakan bagi:kapal
perang, kapal negara, kapal rumah sakit, kapal yang memasuki suatu
pelabuhan khusus untuk keperluan meminta pertolongan atau kapal yang
memberi pertolongan jiwa manusia, kapal yang melakukan percobaan
berlayar, dan kapal swasta yang melakukan tugas pemerintahan.
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
107
2. Biaya Pemanfaatan Telekomunikasi-Pelayaran
Pelayanan berita dalam dinas bergerak pelayaran dari kapal ke darat atau
sebaliknya dan pelayanan berita dari kapal ke kapal lain melalui stasiun radio
pantai atau stasiun bumi pantai, korespondensi umum dikenakan biaya
pelayanan Telekomunikasi-Pelayaran.Pelayanan Telekomunikasi-Pelayaran
mengenai berita marabahaya, berita segera, dan berita keselamatan berlayar
tidak dikenakan biaya.
Penyelenggaraan pemanduan yang dilakukan oleh Otoritas Pelabuhan dan
Unit Penyelenggara Pelabuhan dipungut biaya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Penyelenggaraan pemanduan yang dilakukan oleh badan usaha pelabuhan
dipungut biaya yang besarnya ditetapkan oleh badan usaha pelabuhan
berdasarkan jenis, struktur, dan golongan tarif yang ditetapkan oleh
Menteri.Badan usaha pelabuhan yang mengelola dan mengoperasikan
pemanduan wajib membayar persentase dari pendapatan yang berasal dari
jasa pemanduan kepada Kas Negara sebagai Penerimaan Negara Bukan
Pajak.
Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku di dinas maritim
dari sisi Kominfo dilihat dari PP no 7/2009 Departemen Kominfo yaitu Biaya Hak
Penggunaan (BHP) untuk Izin Stasiun Radio (ISR).
Pelaksanaan penerapan PNBP dilapangan sudah sesuai dengan PP no 5/2010
dan PP no 6/ 2009 Departemen Perhubungan serta PP no 7/2009 Departemen
Kominfo yang ada berdasarkan dari hasil survey dan in depth interview di 5 kota.
Di Indonesia, pengaturan serta penentuan kanal frekuensi radio untuk Dinas
Maritim dilakukan bersama antara Kemkominfo-Ditjen SDPPI dan Kemenhub-
Ditjen Hubla. Meskipun demikian, secara operasional penggunaan frekuensi radio
untuk kepentingan maritim ini lebih banyak ditangani oleh pihak Ditjen Hubla,
termasuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (yang selanjutnya disingkat PNBP) atas
kegiatan ini. Pihak Ditjen Hubla dalam penerapan PNBP pada penggunaan spektrum
frekuensi radio untuk dinas maritim merujuk pada PP No. 6 Tahun 2009. Dalam
pasal 3 ayat (1) dan (2), PP No. 6 Tahun 2009 disebutkan bahwa terhadap kegiatan
tertentu, jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian Perhubungan dapat dikenakan
tarif sebesar Rp0,00 (nol rupiah). Kegiatan tertentu sebagaimana yang dimaksud
pada ayat (1), diantaranya adalah kegiatan search dan rescue, bencana alam, dan
bantuan kemanusiaan. Bertitik tolak dari aturan tersebut, maka ditetapkan bahwa
penggunaan frekuensi radio untuk maritim tidak dikenakan biaya karena hal tersebut
diperuntukkan untuk kepentingan keselamatan para pengguna. Jika penggunaan jasa
telekomunikasi untuk pelayanan publik, maka dikenakan biaya sesuai dengan aturan
yang berlaku.
Secara operasional penerimaan pemerintah atas jasa telekomunikasi ini
ditangani oleh Stasiun Radio Pantai. Para pengguna (pemilik kapal) dapat
berkomunikasi dengan kru kapal melalui Stasiun Radio Pantai menggunakan jasa
telekomunikasi berupa telegram radio dan radio telepon. Namun, seiring
perkembangan teknologi penggunaan jasa telekomunikasi ini relatif menurun bahkan
hampir tidak ada di masa sekarang. Berdasarkan hasil in depth interview dengan
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
108
pihak Stasiun Radio Pantai Kelas I disebutkan bahwa fenomena penurunan
penggunaan jasa telekomunikasi pemerintah mulai terjadi di awal tahun 2000. Pada
tahun sebelumnya, pihak Stasiun Radio Pantai menerima telegram dalam sehari rata-
rata 120.000 telegram dari para pengguna. Kondisi ini disebabkan oleh adanya
Stasiun Radio Pantai dari para pengguna (Badan Usaha Pelayaran) sehingga
komunikasi dari mereka ke kapal dapat dilakukan secara langsung, tanpa melalui
Stasiun Radio Pantai pemerintah. Adapun jaringan yang dimanfaatkan oleh Stasiun
Radio Pantai Badan Usaha tersebut adalah jaringan satelit INMARSAT.
Penggunaan satelit INMARSAT juga dilakukan oleh pihak KKP melalui
penerapan Sistem Transmitter VMS. Kepada kapal-kapal penangkapan ikan.
Penggunaan sistem ini merupakan kerjasama pihak KKP dengan provider ARGOS di
Perancis. Adapun sistem komunikasi, yaitu: informasi dari kapal dikirim ke
INDOSAT, yang selanjutnya diteruskan ke Stasiun Bumi Pantai KKP. Dari aktivitas
sistem ini, KKP melalui perusahaan kapal perikanan telah memberikan masukan
dana yang relatif besar terhadap provider sistem VMS tersebut; sementara
penerimaan negara atas hal ini tidak ada. Di samping itu, penerimaan atas sistem ini
secara langsung meningkatkan performa INDOSAT yang pada akhirnya berdampak
pada pertumbuhan ekonomi negara yang memiliki satelit tersebut.
Fenomena-fenomena tersebut memberikan suatu masukan ke pemerintah
dalam hal menginventarisir sumber-sumber pembebanan PNBP pada dinas maritim
sehingga pemanfaatan sumberdaya ini dapat memberikan kontribusi yang maksimal
melalui peningkatan PNBP-nya. Di samping jasa telekomunikasi, jenis pelayanan
yang dikategorikan sebagai PNBP dalam kegiatan maritim berupa: biaya pengurusan
sertifikasi dan jasa penggunaan navigasi pelayaran. Seluruh PNBP wajib disetor
langsung secepatnya ke kas Negara (Pasal 10, PP No. 6 Tahun 2009). Adapun
peruntukkan dari pemasukan PNBP ini sesuai dengan aturan Kementerian Keuangan,
yang mana umumnya untuk peningkatan kualitas SDM dan peralatan komunikasi
pada instansi yang bersangkutan.
Bertitik tolak dari hal tersebut, maka ditetapkan bahwa penggunaan frekuensi
radio maritim tidak dikenakan biaya karena hal tersebut diperuntukkan untuk
kepentingan keselamatan para pengguna. Adapun operasional dari penggunaan
frekuensi radio tersebut adalah sebagai berikut:
1) Ditjen Hubla mempunyai Stasiun Radio Pantai yang melayani kapal-kapal, jika
pengguna frekuensi maritim menghubungi dengan menggunakan frekuensi
maritim untuk korespondensi atau pelayanan publik dikenakan biaya jasa
PNBP; sedangkan untuk keamanan dan keselamatan tidak di kenakan jasa
PNBP. Namun, penerimaan dari kegiatan ini mulai menurun seiring dengan
kemajuan teknlogi telepon satelit dan selular yang dapat terlayani di atas kapal.
Mengenai besaran pembiayaan atas jasa ini tidak ada informasi yang pasti
karena pembayarannya dilakukan di Jakarta (AAIC untuk kapal)
2) Pelayanan yang dikategorikan sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak untuk
kegiatan maritim berupa: biaya pengurusan sertifikasi dan jasa penggunaan
navigasi pelayaran. Adapun peruntukkan dari pemasukan PNBP ini sesuai
dengan aturan yang ada, yang mana umumnya 20% ke kas negara dan 80%
untuk peningkatan kualitas SDM, dan peralatan komunikasi pada instansi yang
bersangkutan.
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
109
3.3.6 Pengawasan dan Pengendalian Frekuensi untuk Dinas Maritim (Ditjen
SDPPI Kementerian Komunikasi dan Informatika maupun Ditjen
Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan serta Kementerian
Kelautan dan Perikanan)
Untuk melakukan kegiatan pengawasan dan pengendalian frekuensi para
pihak terkait harus disediakan peralatan-peralatan yang mendukung kegiatan
operasionalnya, diantaranya adalah ketersediaan alat perekam/ monitoring terhadap
adanya gangguan frekuensi sehingga mudah ditindaklanjuti.
Hasil pengumpulan data menunjukan bahwa pengawasan dan pengendalian
frekuensi untuk dinas maritim belum berjalan sebagaimana mestinya, pihak hubla
tidak pernah mendapatkan laporan secara tertulis dari Balmon terkait dengan
pelanggaran yang terjadi yang mana pada kenyataanya pelanggaran itu ada. Sebagai
kasus adanya stasiun radio pantai non DJPL yang tidak mendapatkan rekomendasi
dari Hubla. Proses pengawasan masih kurang dan tidak ada sanksi yang tegas, tidak
ada sanksi terhadap pelanggaran, sesuai dengan peraturan di ITU, belum ada
sosialisasi, maka banyak terdapat stasiun radio tanpa ijin (gelap) di perusahaan
pelayaran. Pada dasarnya pengawasan dan pengendalian yang dilakukan oleh kedua
kementrian yang terlibat telah sesuai dengan SOP yang ditetapkan dan dilakukan
secara kontinyu secara bersama-sama dengan instansi terkait. Sebagai contoh bila
ada gangguan langkah awal dilakukan monitoring, selanjutnya penghentian aktifitas
emisi pengganggu dan ditindaklanjuti dengan penindakan sesuai aturan yang berlaku.
Namun demikian diperlukan kejelasan deskripsi dari cakupan TUPOKSI Regulator
yang terkait, sehingga tidak terjadi tumpang tindih.
Berdasarkan regulasi/kebijakan yang ada bahwa pengawasan dan
pengendalian terhadap penggunaan frekuensi radio untuk Dinas Maritim merupakan
otoritas Kemkominfo. Meskipun demikian, kegiatan pengawasan dan pengendalian
tetap dikordinasikan dengan pihak Kementerian Perhubungan Laut.
Pada pihak Kemkominfo, kegiatan pengawasan terhadap penggunaan
frekuensi radio dilakukan oleh pihak Balai Monitoring (yang selanjutnya disingkat
Balmon). Balmon bertindak mengawasi apakah alokasi frekuensi radio yang
diberikan kepada para pengguna telah digunakan sesuai dengan peruntukkannya atau
tidak, seperti: frekuensi radio untuk Dinas Maritim digunakan untuk kepentingan
darat dan sebaliknya; dan kegiatan pengendalian dilakukan oleh pihak Ditjen SDPPI.
Pengendalian terhadap frekuensi radio diwujudkan melalui pengaturan
alokasi frekuensi dengan diterbitkannya surat izin penggunaan frekuensi radio.
Laporan pengawasan dari Balmon atas pelanggaraan yang terjadi diberikan kepada
pihak Kemenhub – Ditjen Hubla: Ditjen Kenavigasian, yang mana pihak ini nantinya
akan memberikan Surat Peringatan (SP) dan pembekuan izin badan usaha (tindakan
lanjutan jika SP diindahkan) kepada pengguna (user) yang melakukan pelanggaran
tersebut.
Lebih lanjut, dalam rangka pengawasan dan pengendalian spektrum frekuensi
radio maritim dilakukan dialog dengan pihak syahbandar dan distrik navigasi.
Terkait dengan hal ini diharapkan semua pihak regulator dan operator harus sama-
sama mengerti hak dan kewajiban masing-masing. Hal ini berkaitan dengan hasil
FGD yaitu Public Sharing, artinya penggunaan bersama pita frekuensi ini bersifat
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
110
open dan digunakan secara bersama – sama dengan pengguna lain yang jumlahnya
sangat banyak di dalam suatu sistem, penggunaan frekuensi ini juga harus
dikoordinasikan oleh Administrasi Telekomunikasi Indonesia dengan administrasi
telekomunikasi negara tersebut. Oleh sebab itu para pengguna spektrum frekuensi
maritim harus menyadari mengenai hal ini agar pemanfaatannya untuk menyalurkan
informasi-informasi kepada pihak lain mengikuti aturan-aturan yang telah disepakati
atau standard operating procedure (SOP) agar kelancaran penyampaian informasi
bisa berjalan baik.
3.3.7 Optimalisasi Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit
Untuk melakukan optimalisasi penggunaan spektrum frekuensi radio dan
orbit satelit bisa dilakukan dengan beberapa cara diantaranya adalah :
Mengurangi terjadinya gangguan atau interferensi atau penggunaan yang
tidak sesuai dengan peruntukannya
Mempercepat proses perijinan pengurusan
Khususnya untuk pelayaran rakyat, untuk memenuhi kebutuhan operasional
selama dalam pelayaran, ada dua alternatif usulan yaitu :
a. Alternatif 1 : Menggunakan perangkat radio maritim yang didesain khusus
dengan penjelasan sebagai berikut :
Membuat perangkat radio komunikasi yang khusus menyediakan band
maritim tertentu disesuaikan dengan area kegiatan pelayaran rakyat,
misalkan pada band VHF
Harga dari perangkat tersebut terjangkau oleh masyarakat
Disosialisasikan SOP kepada para nelayan yang akan menggunakan
perangkat tersebut oleh pihak yang terkait, KKP dan Kominfo – SDPPI.
Diusulkan menggunakan dana USO sebagai salah satu alternatifnya untuk
pengadaan perangkat radio maritim.
Diberikan kemudahan proses perijinannya, misalkan class license.
Pemberdayaan industri dalam negeri
b. Alternatif 2 : Pemberdayaan penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi yang ada,
dengan penjelasan sebagai berikut :
Bekerja sama dengan penyelenggara seluler yang memiliki alokasi
frekuensi pada band rendah agar mau membangun jaringannya pada area
yang diperlukan oleh anggota pelayaran rakyat
Memberdayakan sejumlah tower yang dimiliki oleh stasiun pantai atau
fasilitas yang dimiliki oleh stakeholder dinas maritim
Pola bisnis yang saling menguntungkan
Para Nelayan bisa menggunakan jasa layanan yang dimaksud dengan tarif
yang disesuaikan dengan daya belinya.
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
111
Berdasarkan hasil pengumpulan data baik dari pengguna frekuensi maritim
maupun pakar terkait dengan pemanfaatan secara optimal penggunaan spektrum
frekuensi radio dan orbit satelit sering ditemukan penyimpangan atas penggunaan
frekuensi tersebut, yang mana hal ini dikategorikan sebagai pelanggaran aturan yang
berlaku. Selama ini Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit untuk
dinas maritim kurang optimal karena banyak menggunakan radio pantai non hubla,
sehingga frekuensi radio pantai hanya digunakan untuk marabahaya dan keselamatan
saja.
Secara teori, optimal berarti penggunaan masukan (input) seminimal mungkin
dengan keluaran (output) yang maksimal. Terkait dengan hal tersebut, spektrum
frekuensi radio untuk dinas maritim sebagai input yang keberadaannya terbatas
(minimal) harus dikelola dengan baik guna mendapatkan keluaran yang maksimal.
Alokasi frekuensi telah ditetapkan berdasarkan ketetapan dari pihak Kominfo –
Ditjen SDPPI dengan merujuk pada aturan ITU. Oleh karena itu, tentunya alokasi
frekuensi ini tidak ditingkatkan tetapi penggunaan dari alokasi yang diberikan yang
harus dapat dioptimalkan, yang mana pengoptimalan penggunaan frekuensi radio
untuk dinas maritim dapat dilakukan dengan cara, sebagai berikut:
1. Penggunaan spektrum frekuensi radio untuk dinas maritim sesuai dengan
peruntukkannya dan kepentingannya sebagaimana yang tertuang dalam
aturan Radio Regulation ITU, IMO, dan peraturan pada kementerian terkait
2. Pelayanan pengurusan surat izin penggunaan frekuensi radio untuk dinas
maritim yang cepat, tepat, transparan, dan non diskriminasi sesuai dengan
Kemenpan No. 26 Tahun 2004
3. Pengawasan dan penertiban penggunaan frekuensi radio untuk dinas maritim
perlu dilakukan secara rutin dan terjadwal dengan tujuan untuk
meminimalkan pelanggaran yang terjadi.
Spektrum frekuensi radio dan orbit satelit di dinas maritim digunakan untuk
navigasi, keselamatan dan komunikasi umum. Hal ini sesuai dengan peraturan telah
ditetapkan organisasi internasional ITU dalam radio Regulation-nya. Dari 88
channel alokasi frekuensi untuk maritim yang tercantum di appendix 18 Radio
Regulation, hampir semuanya sudah digunakan sesuai dengan peruntukannya dan
penggunaan spektrum frekuensi untuk maritim ini digunakan secara sharing.
Terkait penggunaan spektrum frekuensi radio di dinas maritim ini dapat
dikatakan sudah optimal bila dilihat dari ketepatan penggunaan alokasi frekuensi
tersebut sesuai dengan peruntukan. Dan jika dilihat dari jumlah kanal yang tersedia
dibandingkan dengan jumlah kapal anggota INSA sebagai pengguna frekuensi di
dinas maritim yaitu 5.081 maka di asumsikan alokasi frekuensi untuk maritim 88
channel tersebut sudah digunakan semua dan maksimal penggunaannya untuk
navigasi, keselamatan, pemanduan dan komunikasi umum.
3.3.8 Pemanfaatan Frekuensi Lain untuk Mendukung Kegiatan Dinas
Maritim
Alokasi frekuensi lainnya yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung
kegiatan dinas maritim selain yang telah ditetapkan oleh ITU sebenarnya tidak ada.
Hal ini karena spektrum frekuensi radio merupakan sumber daya alam terbatas, dan
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
112
penggunaannya harus sesuai dengan peruntukannya agar tidak saling menganggu
mengingat sifat spektrum frekuensi radio dapat merambat ke segala arah tanpa
mengenal batas wilayah negara. Namun pada kenyataannya dilihat dari hasil survei
dan in depth interview terdapat beberapa penyalahgunaan peruntukan frekuensi
seperti frekuensi RAPI, KRAP dan amatir digunakan untuk komunikasi maritim.
Serta terdapat pemanfaatan alat komunikasi GSM dikapal untuk komunikasi operator
kapal dengan perusahaan pelayaran tanpa memanfaatkan fasilitas stasiun radio pantai
milik Ditjen Hubla yang ada.
Berdasarkan hasil in depth interview dan survei yang dilakukan menyebutkan
bahwa dalam kegiatan dinas maritim terdapat pemanfaatan frekuensi lain selain dari
alokasi frekuensi maritim, antara lain: radio link dan fix service, yang mana
frekuensi ini dipergunakan untuk komando antar stasiun radio pantai. Serta terdapat
penggunaan alat komunikasi selular di atas kapal penumpang komersial dan ORARI
pada pelayaran rakyat yang tidak memiliki perangkat komunikasi maritim. Selain
pelanggaran-pelanggaran tersebut juga terjadi penyalahgunaan frekuensi keselamatan
yang digunakan bukan untuk komunikasi keselamatan oleh pelayaran rakyat.
Berbagai pelanggaran yang terjadi bisa disebabkan oleh operator kapal yang
tidak mengetahui pemanfaatan frekuensi dan alat komunikasi maritim secara benar
dan legal sebagaimana yang diharuskan pemerintah. Namun hal tersebut dapat
dimungkinkan karena kurangnya sosialisasi peraturan yang ada serta koordinasi antar
pengguna frekuensi dengan pemerintah.
Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan sosialisasi yang lebih intensif dan
berkelanjutan, dapat juga dialokasikan frekuensi khusus untuk pelayaran rakyat, serta
perlu dilakukan kerjasama dan koordinasi dalam pengawasan penggunaan frekuensi
antara Kominfo, Perhubungan Laut dan KKP.
. .
113
BAB IV KESIMPULAN DAN
SARAN
4.1 Kesimpulan
Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari paparan mengenai Penggunaan
Spektrum Frekuensi untuk Keperluan Dinas Maritim sebagai berikut:
1. Implementasi kebijakan : Regulasi pemerintah, khususnya mengenai proses
permohonan izin frekuensi radio maritim telah berjalan sesuai dengan SOP
(Standard Operating Prosedur) yang ada. Namun proses perizinan frekuensi
terkadang melebihi dari waktu yang telah ditentukan sehingga dianggap kurang
efektif dan efisien, dan indikator mengenai kecepatan proses perizinan,
kinerjanya pada saat ini masih belum optimal dan perlu diprioritaskan untuk
diperbaiki.
Hasil FGD menunjukkan variabel penentu dalam kebijakan frekuensi antara
lain: itikad baik (goodwill) pemerintah, regulasi, SOP dan public sharing.
Dalam upaya memperbaiki regulasi-regulasi yang sesuai dengan kepentingan
masyarakat, diharapkan koordinasi antara Ditjen SDPPI – Ditjen Hubla yang
semakin baik, dan sosialisasi mengenai SOP dari regulasi yang ada kepada para
pengguna lebih ditingkatkan.
2. Secara keseluruhan persepsi pengguna frekuensi maritim terhadap layanan
yang diberikan oleh pemerintah sudah baik, akan tetapi pada dimensi-dimensi
berikut harus ditingkatkan prioritasnya yaitu :
Reliability yaitu kehandalan terhadap pelayanan yang di berikan oleh
pemerintah terkait dengan penggunaan frekuensi untuk dinas maritime
Emphaty yaitu sikap ramah, sopan santun dan penghargaan para petugas
dalam memberikan pelayanan terhadap kepentingan pemohon/pelanggan
dalam hal ini penggunaan frekuensi untuk dinas maritim.
Indikator untuk mengukur kinerja pelayanan pemerintah terkait dengan
pelayanan dinas maritim yang harus segera diprioritaskan untuk segera
ditangani adalah pada dimensi-dimensi sebagai berikut :
Reliability yaitu Kecepatan penerbitan perizinan terkait dengan
permohonan izin penggunaan frekuensi untuk dinas maritim, ketepatan
waktu penyelesaian proses perizinan yang dipersepsikan masih lambat.
Responsiveness yang perlu mendapatkan prioritas adalah kecepatan dalam
merespon setiap masalah yang dihadapi pemohon/pelanggan dalam hal ini
penggunaan frekuensi untuk dinas maritim baik yang bersifat administratif
maupun yang bersifat teknis dilapangan.
Emphaty yang perlu mendapatkan prioritas yaitu kecepatan dan sikap pro-
aktif dalam melayani artinya bahwa setiap petugas pelayanan harus
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
114
berusaha lebih respek terhadap pemohon, karena pemohon sebenarnya
posisi tawarnya lebih rendah sehingga akan cepat kecewa jika petugas
tidak memiliki sikap pro-aktif.
3. Koordinasi antara pemerintah dan pemangku kepentingan dalam hal
penggunaan frekuensi maritim, terdiri dari koordinasi Perizinan dan koordinasi
pengawasan Penggunaan Spektrum frekuensi radio Maritim, dapat
diformulasikan sebagai berikut :
Koordinasi Perizinan : Kementerian Perhubungan - Dirjen Hubla
memiliki otoritas terhadap pemberian rekomendasi atas permohonan
pihak pengguna (perusahaan Pelayaran) dan Kementerian Kominfo -
Dirjen SDPPI memiliki otoritas menindak lanjuti rekomendasi Dirjen
Hubla dengan menerbitkan Surat Izin Penggunaan Frekuensi Radio
(mensyahkan rekomendasi Dirjen Hubla). Kedepan diharapkan prosedur
perijinan dilakukan dalam satu atap (manajemen satu Atap) untuk
mempermudah proses pembuatan perijinan, mengefektifkan waktu
pengurusan lebih mudah.
Koordinasi pengawasan alokasi frekuensi maritim di Kemkominfo –
SDPPI (Balmon) dan untuk pengawasan penggunaan radio maritim
dilaksanakan di Kemenhub – Hubla (Adpel/syahbandar dan direktorat
navigasi) diharapkan ditingkatkan agar supaya pelanggaran-pelanggaran
terhadap penggunaan spektrum frekuensi pada band maritim bisa
ditindaklanjuti dan diselesaikan dengan baik.
5. Pemerintah yang dalam hal ini diwakili oleh Kementerian Perhubungan –
Hubla dan Kementerian Komunikasi dan Informatika – SDPPI dalam
menjalankan peran masing-masing dengan membuat kebijakan-kebijakan yang
dituangkan dalam Undang-undang, Peraturan Pemerintah dan Peraturan
Menteri. Berdasarkan aturan-aturan tersebut, para pengguna spektrum maritim
yang terdiri dari kapal-kapal yang beroperasi di seluruh wilayah Indonesia,
seharusnya mematuhi segala ketentuan tersebut agar dapat beroperasi dalam
menjalankan kegiatanya untuk membawa barang dari satu tempat ke tempat
lainya. Pada saat ini, untuk kapal-kapal yang memiliki kapasitas yang besar
sudah dilengkapi dengan peralatan yang lengkap dan sudah memenuhi
ketentuan yang telah disyaratkan oleh pemerintah. Namun di lapangan masih
ditemu kenali adanya kapal-kapal yang berukuran kecil atau kurang dari 60
Gross Ton, masih belum dilengkapi dengan peralatan maritim yang sesuai
dengan yang disyaratkan, sehingga di lapangan dijumpai adanya beberapa
permasalahan yang timbul, diantaranya adanya penggunaan kanal frekuensi
yang tidak sesuai dengan peruntukannya.
6. Strategi pemerintah dalam mengoptimalkan PNBP dari BHP frekuensi
kelihatanya sulit untuk bisa digali karena ada komponen dalam formula
perhitungan BHP frekuensi yang nilainya nol, jadi tidak ada pengenaan BHP
Frekuensi untuk penggunaan alokasi frekuensi maritim berdasarkan PP nomor
53 tahun 2000 dan PP no 7 tahun 2009.
PNBP yang berlaku di dinas maritim bila dilihat dari PP no 5 tahun 2010 dan
PP no 6 tahun 2009 Kemenhub antara lain:
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
115
Biaya Pemanfaatan Sarana Bantu Navigasi – Pelayaran
Biaya Pemanfaatan Telekomunikasi – Pelayaran, dengan kemajuan
teknologi saat ini praktis tidak digunakan untuk komunikasi publik.
Korespondensi atau pelayanan publik yang melalui stasiun radio pantai DJPL
dikenakan biaya jasa telekomunikasi pelayaran dan dalama hal ini termasuk ke
dalam PNBP di Direktorat Perhubungan Laut sedangkan untuk keamanan dan
keselamatan tidak dikenakan jasa PNBP.
Komunikasi marabahaya dan pelaporan posisi kapal tidak berbayar.
7. Pengawasan dan pengendalian frekuensi untuk dinas maritim belum berjalan
sebagaimana mestinya, sehingga diperlukan koordinasi dan laporan gangguan
yang didukung dengan bukti akurat.
Pengawasan dan pengendalian terhadap penggunaan sumber daya frekuensi
radio untuk dinas maritim dan sertifikasi operator merupakan otoritas
Kemkominfo dilakukan oleh pihak Ditjen SDPPI.
Pengawasan pemanfaatan telekomunikasi dan navigasi pelayaran merupakan
otoritas dari Kemenhub yang dilakukan oleh Ditjen Hubla.
Pengendalian terhadap frekuensi radio diwujudkan melalui pengaturan alokasi
frekuensi dengan rekomendasi oleh Ditjen Hubla dan diterbitkannya surat izin
penggunaan frekuensi radio (ISR) oleh Ditjen SDPPI.
8. Cara optimalisasi penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit dapat
dilakukan dengan cara :
Mengurangi terjadinya gangguan atau interferensi dan penggunaan yang
tidak sesuai dengan peruntukannya.
Mempercepat proses pengurusan perijinan
Sertifikasi operator
Khusus untuk pelayaran rakyat :
Menyediakan perangkat radio komunikasi khusus band maritim dengan :
harga terjangkau, unlicence, dana pengadaan dari USO, dan
memberdayakan industri dalam negeri dalam pengadaannya.
Sosialisasi SOP penggunaan perangkat tersebut oleh pihak terkait
Pemanfaatan teknologi yang murah dan luas penggunaannya seperti
seluler.
Pengoptimalan penggunaan spektrum frekuensi untuk dinas maritim juga dapat
dilakukan dengan cara melakukan pengawasan secara kontinyu bersama-sama
instansi terkait.
9. Temuan yang didapat pada penelitian ini yaitu pada kegiatan dinas maritim
terdapat pemanfaatan frekuensi lain atau penyalahgunaan frekuensi, antara lain:
komunikasi menggunakan selular antara operator komunikasi kapal dengan
pemilik kapal dan penggunaan KRAP serta ORARI pada pelayaran rakyat yang
tidak memiliki perangkat komunikasi maritim sesuai standar.
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
116
4.2 Saran/ Rekomendasi
Beberapa hal yang dapat direkomendasikan untuk Penggunaan Spektrum
Frekuensi untuk Keperluan Dinas Maritim antara lain:
1. Dalam rangka untuk meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat pengguna
spektrum frekuensi maritim, disarankan untuk meningkatkan koordinasi antara
Kemenhub – Hubla dengan Kemenkominfo – SDPPI dengan membahas
permasalahan-permasalahan yang muncul di lapangan yang terkait dengan
aspek perizinan dan pengawasan penggunaan spektrum frekuensi radio
maritim.
2. Untuk kualitas pelayanan dimensi yang perlu diperbaiki karena mendapatkan
persepsi yang kurang baik dimata pengguna frekuensi maritim adalah pada
dimensi emphaty yaitu indikator kecepatan dan sikap proaktif dalam melayani,
dimensi reliabiliti, yaitu kecepatan penerbitan perizinan, ketepatan waktu
penyelesaian proses perizinan, pada dimensi responsiveness, kecepatan
merespon masalah dan pada dimensi tangible yaitu kemudahan proses
perijinan. Namun demikian beberapa yang akan diasarankan untuk setiap
dimensi adalah :
- Dimensi Assurance
Assurance pada dasarnya merupakan jaminan kepercayaan pengguna
frekuensi maritim terhadap layanan yang diberikan oleh pemerintah dalam
hal ini direktorat yang terkait dengan pelayanan frekuensi untuk keperluan
dinas maritim. Agar kinerja layanan lebih baik ada beberapa strategi yang
perlu dilakukan yaitu 1). Pemerintah perlu terus mempertahankan image
bahwa pelayanan yang diberikan oleh pemerintah terkait dengan
penggunaan frekuensi menjadi jaminan atau rasa aman dalam proses
operasi perusahaan. 2). Persepsi masayarakat yang telah memberikan
kepercayaan kepada pemerintah mengenai pengaturan penggunaan
ferekuensi maritim harus terus ditingkatkan dengan mempermudah SOP. 3).
Membuat sistem informasi manajemen yang baik sehingga masayarakat
lebih mudah mengakses informasi dan prosedur layanan.
- Dimensi Emphaty
Emphaty merupakan sikap pro-aktif setiap personil dalam memberikan
pelayanan serta berusaha memahami perasaan pengguna/pemohon terhadap
apa yang mereka rasakan dalam proses memperoleh layanan yang diberikan
dalam hal ini pelayanan frekuensi untuk keperluan dinas maritim.
Kecepatan dan sikap proaktif menjadi harapan yang paling tinggi bahwa
dalam memberikan proses pelayanan, pengguna berharap bahwa para
personil yang memberikan pelayanan dapat memposisikan diri sama seperti
para mengguna sehingga akan tahu apabila pengguna memperoleh kesulitan
jika tidak dilayani dengan sikap proaktif dan lambat akan merasa kecewa.
Untuk memperbaiki emphaty beberapa strategi yang di rekomendasikan
adalah sebaiknya setiap personil diberikan pelatihan yang relevan terkait
dengan sikap dalam memberikan pelayanan, diberikan keyakinan kepada
para personil pelayan bahwa bekerja dengan empati terhadap orang lain dan
bekerja dengan baik adalah ladang ibadah.
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
117
- Dimensi Reliability
Dimensi Reliability dalam kajian ini untuk mengukur bagaimana persepsi
pengguna frekuensi maritim terhadap layanan yang diberikan oleh
pemerintah digunakan tujuh atribut atau pertanyaan yaitu kecepatan
penerbitan izin, ketepatan waktu penyelesaian proses perizinana, kesesuaian
data, kecepatan terhadap perubahan teknis dan administrasi, kesesuaian,
biaya dan gangguan frekuensi. menunjukan hasil yang menguatkan bahwa
ada permasalahan terkait dengan proses perizinan terutama pada kecepatan
penerbitan dan ketepatan waktu penyelesaian proses perizinan yang
dipersepsikan cukup lama. Sehingga strategi yang perlu dilakukan adalah
memotong jalur prosedur yang panjang, memberikan pelayanan satu pintu
atau satu atap, memberikan prioritas kepada dokumen yang lebih dahulu
masuk (First In First Served) apakah ini dari perusahaan besar ataupun
yang kecil. Bagi perusahaan yang ada diluar Jakarta sebaiknya dilakukan
desentralisasi layanan atau kalau tidak memberikan pelayanan secara
online.
- Dimensi Responsiveness
Dimensi Responsivenes merupakan persepsi pengguna frekuensi maritim
terhadap layanan yang diberikan oleh pemerintah terkait kecepatan
merespon masalah yang dihadapi pengguna layanan, kecermatan dalam
memberikan pelayanan, penanganan ganggunan. Atribut yang perlu
mendapatkan prioritas perbaikan yaitu dimensi kecepatan dalam merespon
masalah. Atribut ini sangat penting dimata pengguna karena berhubungan
dengan waktu, dalam bisnis waktu adalah uang sehingga penggunan merasa
respon terhadap permasalahan yang dihadapinya perlu cepat ditangani
sehingga tidak banyak membuang waktu. Strategi yang dapat dilakukan
adalah dengan mengembangkan pelayanan one stop process, memberikan
layanan penggaduan yang dapat segera direspon oleh petugas atau membuat
hotline pengaduan yang khusus untuk merespon secara cepat terhadap
masalah yang dihadapi pengguna (tersedianya kotak saran) dan
standardisasi prosedur pelayanan yang lebih simple.
- Dimensi Tangible
Dimensi Tangible dalam kajian ini untuk mengukur bagaimana persepsi
pengguna frekuensi maritim terhadap layanan yang diberikan oleh
pemerintah digunakan empat atribut atau pertanyaan yaitu kemudahan
prosedur perizinan, kemudahan cara pembayaran, keterjangkauan lokasi
perizinan, image personil. Berdasarkan pemetaan menunjukan bahwa
prosedur perizinan dipersepsikan sangat penting namun berdasarkan hasil
yang penggumpulan data dilapangan dipersepsikan masih cukup
merepotkan, ini artinya prosedur yang ada saat ini masih dipersepsikan
tidak mudah. Karena atribut ini ada pada kuadaran satu maka perlu menjadi
prioritas perbaikan, sehingga pemerintah perlu melakukan dan mengkaji
bagaimana sebaiknya prosedur yang dianggap tidak merepotkan dalam
memperoleh izin penggunaan frekuensi untuk keperluan dinas maritim.
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
118
3. Untuk meningkatkan penggunaan spektrum frekuensi dan peningkatan BHP
Frekuensi disarankan penggunaan frekuensi di pelabuhan untuk kepentingan
bongkar muat/komersial tidak menggunakan band maritim, tapi alokasi band
bergerak darat supaya pemerintah akan mendapatkan BHP frekuensi.
4. Untuk meningkatkan pengawasan dan pengendalian frekuensi untuk dinas
maritim (Ditjen SDPPI Kementerian Komunikasi dan Informatika maupun
Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan serta Kementerian
Kelautan dan Perikanan) disarankan sebagai berikut :
Masing-masing pihak menjalankan pengawasan dan pengendalian sesuai
dengan kewenangan masing-masing.
Jika terjadi gangguan di lapangan, para pihak terkait bisa menunjukan
bukti otentik gangguan, misalnya rekaman
Pihak terkait menindaklanjuti bukti laporan gangguan tersebut melakukan
pengecekan di lapangan untuk selanjutnya melakukan tindakan.
Melakukan koordinasi secara intensif pada saat terjadi gangguan di
lapangan.
5. Untuk melakukan optimalisasi penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit
satelit bisa dilakukan dengan beberapa cara diantaranya adalah :
Mengurangi terjadinya gangguan atau interferensi atau penggunaan yang
tidak sesuai dengan peruntukannya
Mempercepat proses pengurusan perijinan terutama untuk perapanjangan
Sertifikasi operator penguna radio maritim
6. Khususnya untuk pelayaran rakyat, untuk memenuhi kebutuhan operasional
selama dalam pelayaran, ada dua alternatif usulan yaitu :
a. Alternatif 1 : Menggunakan perangkat radio maritim yang didesain
khusus dengan penjelasan sebagai berikut :
Membuat perangkat radio komunikasi yang khusus menyediakan band
maritim tertentu disesuaikan dengan area kegiatan pelayaran rakyat,
misalkan pada band VHF
Harga dari perangkat tersebut terjangkau oleh masyarakat
Disosialisasikan SOP kepada para nelayan yang akan menggunakan
perangkat tersebut oleh pihak yang terkait, KKP dan Kominfo –
SDPPI.
Diusulkan menggunakan dana USO sebagai salah satu alternatif untuk
pengadaan perangkat radio maritim.
Diberikan kemudahan proses perijinannya, misalkan class license.
Pemberdayaan industri dalam negeri
b. Alternatif 2 : Pemberdayaan penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi yang
ada, dengan penjelasan sebagai berikut :
Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
119
Bekerja sama dengan penyelenggara seluler yang memiliki alokasi
frekuensi pada band rendah (misal pada frekuensi 400 MHz), agar
mau membangun jaringannya pada area yang diperlukan oleh anggota
pelayaran rakyat
Memberdayakan sejumlah tower yang dimiliki oleh stasiun pantai atau
fasilitas yang dimiliki oleh stakeholder dinas maritim
Pola bisnis yang saling menguntungkan
Para Nelayan bisa menggunakan jasa layanan yang dimaksud dengan
tarif yang disesuaikan dengan daya belinya.
7. Upaya pemerintah, untuk meningkatkan PNBP dari maritim bisa digali dari
komponen PNBP lainnya yaitu BHP Jastel dan BHP USO. Dalam kegiatan
operasional pelayaran di tanah air, banyak penggunaan spektrum frekuensi
maritim yang digunakan untuk menyalurkan informasi data dan suara
(menggunakan Inmarsat), yang mana penyelenggaranya dilakukan oleh
perusahaan yang berafiliasi dengan perusahaan luar negeri, seperti untuk Vessel
Monitoring System (VMS) yang digunakan untuk kegiatan di KKP. Perusahaan
tersebut di atas, berpotensi untuk dikenakan BHP Telekomunikasi dan BHP
USO, akan tetapi untuk BHP Frekuensi tidak bisa dikenakan karena
menggunakan band maritim dan ketentuan dalam peraturan yang ada adalah
tidak dikenakan biaya.
8. Pelayanan sebaiknya dilaksanakan secara terpadu antara Hubla dan Kominfo-
SDPPI dalam memberikan pelayanan perizinan, pengawasan dan pengendalian
penggunaan frekuensi dinas maritim.
10. Frekuensi sharing khusus untuk pelayaran rakyat (kapal-kapal dibawah 300
GT) dapat memanfaatkan salah satu kanal frekuensi maritim di frekuensi VHF
yang tidak digunakan untuk navigasi keselamatan dan komunikasi pandu
seperti kanal 7A.
11. Pelanggaran penggunaan frekuensi diluar alokasi maritim oleh nelayan kecil
atau pelayaran rakyat dimungkin karena pendidikan mengenai frekuensi dan
alat komunikasi untuk maritim yang masih sangat minim. Menghadapai hal ini
direkomendasikan untuk mensosialisasikan regulasi frekuensi maritim dan alat
komunikasi maritim yang memenuhi standar, dan memberikan pelatihan-
pelatihan bagi operator kapal-kapal palayaran rakyat.
12. Regulator perlu mempertimbangkan kemajuan dan kemampuan teknologi
komunikasi maritim ke depan.
13. Seiring dengan pertumbuhan pengguna komunikasi maritim maka perlu
didorong penggunaan standar dan teknologi yang lebih efektif dan efisien
dalam penggunaan spektrum frekuensi (melalui type approval).
14. Peningkatan PNBP dari BHP frekuensi hanya bisa dilakukan pada kegiatan
komersial/publik di pelayaran seperti akses komunikasi seluler/ internet bagi
penumpang, telemetri kargo, dan lain-lain.
120
DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, Chaedar. (2008). PokoknyaKualitatif. Jakarta : Pustaka Jaya
2009. Bundesministerium fuer Wirtschaft und Technologie, breitbandstrategie der
Bundesregierung. www.bmwi.de.
Bachtiar S Bachri, 2010. Meyakinkan validitas Data Melalui Triangulasi Pada
Penelitian Kualitatif. Jurnal Teknologi Pendidikan Vol 10 No 1, April 2010
(46-62).
Buku Penyusunan Standar Pelayanan Publik Lembaga Administrasi Negara
Republik Indonesia (2003:24-27).
Churchill, Gilbert A and Iacobucci Dawn. 2005. Marketing Research:
Methodological Foundation. Ninth Edition, Thomson South-Western.
Colman, Andrew M. 2002. Dictionary of Psychology. Oxford: Oxford University
Press.
Clare Chua Chow and Peter Luk, 2005. A Strategic Service Quality Approach Using
Analytic Hierarchy Process. Managing Service Quality. Vol. 15 No. 3, 2005
pp. 278-289Emerald Group Publishing Limited
Data Statistik Ditjen Postel, 2010. Jakarta
Daviddow, William H. & Bro Uttal. 1989. Total Customer Service. New York:
Harper & Row Publisher.
Denny. 2010. Alokasi Frekuensi. Kebijakan dan Perencanaan Spektrum Indonesia.
Koppostel. Jakarta. Indonesia.
Denzin(1970), Cohen & Manion (1994) dalam Alwasilah (2008:150).
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi
Kedua Catatan IX, Balai Pustaka, Jakarta, 1997, Hlm.705
Fandy, Tjiptono, 1995. Manajemen Jasa. Yogyakarta: Andi.
Fitzsimmons, James A and Mona J. Fitzsimmons, 2001. Service Management:
Operations, Strategy, and Information Technology. Third Edition. Singapore:
McGraw-Hill Book Co.
Fombrun, Charles J. 1996. Reputation: Realizing Value from the Corporate Image.
Boston, MA: Harvard Business School Press.
Hawkins, Best, dan Coney. 2004. Consumer Behavior: Building Marketing Strategy.
9th
edition, Mc Graw Hill, USA, New York.
Herlina, Yosi, 2008. Pengukuran Karakteristik Propagasi Kanal VHF untuk
Komunikasi pada Band Maritim.
121
http://www.ri.go.id/id/index.php/content/view/index.php?option=com_
content&task view&id7021&Indikatorid=695(diunduhjam19.30,9juli2009).
http://id.wikipedia.org/wiki/Kapal diakses 16 September 2011.
http://www.igh.org/triangulation/diunduh pada tanggal29Mei2008,
Ibrahim, Amin, 2008. Teori dan Konsep Pelayanan Publik serta Implementasinya.
Bandung: Mandar Maju.
Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1995
Ismail, Suhono, Hendrawan, Basuki Y Iskandar, 2009. Perhitungan Pola Efisiensi
Penggunaan Spektrum Menggunakan Pendekatan Tekno Ekonomi Untuk Layanan
Seluler di Indonesia. Konferensi dan Temu Nasional Teknologi Informasi dan
Komunikasi untuk Indonesia.
Kandampully, Jay, 1998. Service Quality to Service Loyalty : A Relationship which goes
Beyond Customor Service, Total Quality Mangement, Vol.9, no 6 (431-443)
Khahzli, Wahyuni, 2009. Pengukuran Karakteristik Propagasi Kanal HF untuk Komunikasi
pada Band Maritim
Lembaga Administrasi Negara (LAN) (1998) dan Kepmenpan No. 81 Tahun 1995
Mowen, John C. dan Michael Minor. 2001. Consumer Behavior. 5th Ed. New Jersey:
Prentice-Hall.
Nazir. 2002. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Anggota IKAPI
Randall, Geoffrey. 2001. The Art of Marketing: Branding. London: Kogan Page.
Robbins, Stephen dan Mary coulter. 2007. Management, 8th Edition. NJ: Prentice Hall.
Robin Bourgeois & Franck Jésus. Participatory Prospective Analysis: Exploring and
Anticipating Challenges with Stakeholders. UNESCAP-CAPSA
Richard Barrett. Vocational Business: Training, Developing and Motivating People Business
& Economics - 2003. - Page 51
Sekaran, Uma, 2006. Research Methods For Business. Metodologi Penelitian untuk
Bisnis. Edisi Pertama. Salemba Empat
Suhartini, Sri, 2006. Komunikasi Radio HF untuk Dinas Bergerak. Penelitian Bidang
Ionosfer dan Telekomunikasi, LAPAN.
Sugiyono. (2007). Metodologi PenelitianPendidikan. Bandung : Alfabeta.
Wicaksono, Abi Meindra, 2009. Studi Pemilihan Frekuensi Operasional Untuk Sistem
Komunikasi HF pada Band Frekuensi Maritim
Yuwono Trisno, Abdulloh. Kamus Besar Bahasa Indonesia Praktis, Surabaya, 1994,
Zeithaml, Valarie A., A. Parasuraman & Leonard L. Berry. 2009. Delivering Quality
Service. New York: The Free Press.
122