Studi Rehabilitasi Jaringan Sekunder Jatimlerek I Di Daerah Irigasi Jatimlerek Kabupaten Jombang.
-
Upload
ahmad-effendy -
Category
Documents
-
view
229 -
download
1
Transcript of Studi Rehabilitasi Jaringan Sekunder Jatimlerek I Di Daerah Irigasi Jatimlerek Kabupaten Jombang.
-
8/10/2019 Studi Rehabilitasi Jaringan Sekunder Jatimlerek I Di Daerah Irigasi Jatimlerek Kabupaten Jombang.
1/73
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Allah Subhanallah Wataala,
atas segala limpahan rahmad dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan
skripsi ini yang berjudul Studi Rehabilitasi Jaringan Sekunder Jatimlerek I Di
Daerah Irigasi Jatimlerek Kabupaten Jombang dengan baik.
Pada kesempatan ini, penyusun mengucpakan rasa hormat dan terima kasih kepada:
1.
Prof.Dr.Ir.Suhardjono,M.Pd. Dipl.HE. selaku dosen pembimbing dalam penyusunan
skripsi ini.
2.
Dr. Ir. Rispiningtati, M.Eng. selaku dosen pembimbing dalam penyusunan skripsii
ini.
3.
Dr. Ir. M. Bisri, MS yang telah memberikan kritik, saran, bantuan, serta selaku
dosen penguji skripsi ini.
4.
Ir. M. Janu Ismojo, MT. yang telah memberikan kritik, saran, bantuan, serta selaku
dosen penguji skripsi ini.
5.
Teman-teman Teknik Pengairan 2003, terima kasih banyak.
6. Semua pihak yang telah membantu sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan.
Penyusun sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
penyusun harapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca sekalian, sebagai
masukan dalam perbaikan skripsi ini. Harapan penyusun, semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi semua.
Malang, September 2008
Penyusun
-
8/10/2019 Studi Rehabilitasi Jaringan Sekunder Jatimlerek I Di Daerah Irigasi Jatimlerek Kabupaten Jombang.
2/73
i
DAFTAR ISI
Daftar Isi i
Daftar Tabel iii
Daftar Gambar iv
Daftar Lampiran v
Bab I Pendahuluan
1.1
Latar Belakang 1
1.2 Identifikasi Masalah 2
1.3 Batasan Masalah 4
1.4
Rumusan Masalah 4
1.5 Tujuan Dan Manfaat 5
Bab II Tinjauan Pustaka
2.1 Tinjauan Umum 6
2.2 Analisis Curah Hujan 7
2.2.1. Uji Konsistensi data Curah Hujan 72.2.2. Uji Konsistensi dengan Metode RAPS 7
2.2.3. Curah Hujan efektif 8
2.3
Kebutuhan Air Irigasi 10
2.4
Evapotranspirasi 11
2.4.1. Evaporasi 11
2.4.2. Transpirasi 12
2.4.3. Evapotranspirasi 12
2.5
Kebutuhan Air Tanaman 14
2.6
Kebutuhan Air di sawah 15
2.6.1. Kebutuhan air untuk penyiapan lahan 16
2.7 Perkolasi 17
2.8
Pengolahan tanah dan Persemaian 18
2.8.1. Pengolahan Tanah 18
2.8.2. Persemaian 19
2.9
Pergantian Lapisan Air (WLR) 19
2.10
Efisiensi Irigasi 19
2.11 Pola Tata Tanam 20
2.11.1. Tata Tanam 20
2.11.2. Jadwal Tata Tanam 21
2.12 Unsur dan Tingkatan Jaringan Irigasi 21
2.12.1. Unsur Fungsional Pokok 21
2.12.2. Tingkatan jaringan Irigasi 22
2.13
Perencanaan Jaringan Irigasi 232.13.1. Saluran Pembawa 23
2.14
Desain Bangunan 26
2.14.1. Layout petak tersier 26
-
8/10/2019 Studi Rehabilitasi Jaringan Sekunder Jatimlerek I Di Daerah Irigasi Jatimlerek Kabupaten Jombang.
3/73
ii
Bab III Metode Studi
3.1
Umum 27
3.1.1 Daerah Studi 27
3.2
Pengumpulan Data 28
3.3
Tahapan Studi 29
Bab IV Hasil dan Pembahasan4.1. Umum 36
4.2. Analisis Curah Hujan 37
4.2.1. Uji Konsistensi Data Curah Hujan 37
4.2.2. Curah Hujan Rancangan dan Curah Hujan Efektif 40
4.3. Kebutuhan Air Irigasi 43
4.4. Evapotranspirasi 43
4.5. Kebutuhan Air Tanaman 46
4.6. Kebutuhan Air di Sawah 46
4.6.1. Penyiapan Lahan 46
4.7. Perkolasi 49
4.8. Pengolahan Tanah dan Persemaian 49
4.8.1. Pengolahan Tanah 494.8.2. Persemaian 49
4.9. Pergantian Lapisan Air 49
4.10. Efisiensi Irigasi 50
4.11. Pola Tata Tanam 50
4.12. Unsur dan Tingkatan Jaringan Irigasi 52
4.12.1. Unsur Fungsional Pokok 52
4.12.2. Tingkatan Jaringan Irigasi 52
4.13. Perencanaan Jaringan Irigasi 53
4.13.1. Debit Rencana Saluran 53
4.13.2. Pembagian Petak 53
4.13.3. Nomenklatur 56
4.13.4. Dimensi Saluran 56
Bab V Kesimpulan
5.1. Kesimpulan 62
5.2. Saran 63
Daftar Pustaka
-
8/10/2019 Studi Rehabilitasi Jaringan Sekunder Jatimlerek I Di Daerah Irigasi Jatimlerek Kabupaten Jombang.
4/73
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Nilai Q/n0,5 dan R/n0,5 8
Tabel 2.2 Harga Perkolasi Untuk Berbagai Tekstur Tanah 18
Tabel 2.3 Harga-harga Efisiensi Untuk tanaman Ladang (upland crops) 20
Tabel 2.4 Harga Koefisien Kekasaran Bahan Untuk Saluran Tanah 24Tabel 2.5 Tinggi Jagaan Minimum 25
Tabel 2.6 Kemiringan talud Minimum Untuk saluran tanah 25
Tabel 2.7 Lebar Minimum Tanggul 25
Tebal 4.1. Data Curah Hujan 10 Harian Stasiun Ploso (mm) 38
Tabel 4.2. Data Curah Hujan Maksimum (mm) 39
Tabel 4.3. Stasiun Ploso 39
Tabel 4.4. Curah Hujan Tahunan Stasiun Ploso 41
Tabel 4.5. Perhitungan R80 41
Tabel 4.6. Perhitungan Curah Hujan Andalan dan Curah Hujan Efektif 42
Tabel 4.7. Analisa Evaporasi Potensial Metode Penmann Modifikasi 45
Tabel 4.8. Tabel Penyiapan Lahan 48
Tabel 4.9. Pola Tata Tanam 51Tabel 4.10. Pembagian Bangunan Bagi dan Luas Areal Irigasi 54
Table 4.11. Skema Jaringan Irigasi Saluran Sekunder Jatimlerek 55
Tabel 4.12. Profil Hidrolika Dimensi Saluran Sekunder Jatimlerek 58
Table 4.13. Tabel Pekerjaan Rehabilitasi Saluran Sekunder Jatimlerek 59
Tabel 5.1. Kebutuhan Air Irigasi per Luas 63
Tabel 5.2. Dimensi Saluran Sekunder Jatimlerek 63
-
8/10/2019 Studi Rehabilitasi Jaringan Sekunder Jatimlerek I Di Daerah Irigasi Jatimlerek Kabupaten Jombang.
5/73
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Diagram Alir Penentuan Kebutuhan Air Tanaman 31
Gambar 3.2 Diagram Alir Penyelesaian Studi 32
Gambar 3.3 Peta Lokasi Daerah Studi 35
-
8/10/2019 Studi Rehabilitasi Jaringan Sekunder Jatimlerek I Di Daerah Irigasi Jatimlerek Kabupaten Jombang.
6/73
v
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Tabel Daftar Pendukung Analisa Kebutuhan Air
Tabel 1. Tabel Data Klimatologi Stasiun Begadung 64
Tabel 2. Tabel Besaran nilai angot (Ra) 64
Tabel 3. Tabel Koef Bulanan Rumus Penmann 65Tabel 4. Tabel Hub suhu (t) dengan nilai ea 65
Lampiran 2. Inventarisasi Saluran dan Bangunan
Inventarisasi Saluran
Ruas 01 04 66
Ruas 05 08 67
Ruas 09 13 68
Inventarisasi Bangunan
Bangunan Bagi (Km 0,000) 69
Bangunan Sadap B.JM-1 (Km 0,188) 70
Jembatan PU (Km 0.216) 71
Pelimpah Samping (Km 0.329) 72Bangunan Sadap B.JM-2 (Km 0.382) 73
Jembatan Orang (Km 0.650) 74
Jembatan Orang (Km 1.111) 75
Bangunan Sadap B.JM-3 (Km 1.300) 76
Jembatan Desa (Km 1.477) 77
Jembatan Desa dan Bangunan Sadap B.JM-4 (Km 1.780) 78
Jembatan Desa (Km 2.332) 79
Bangunan Sadap B.JM-5 (Km 2.714,7) 80
Bangunan Sadap B.JM-6A (Km 3.016) 81
Talang (Km 2.523) 82
Bangunan Sadap B.JM-8 (Km 3.782) 83
Bangunan Sadap B.JM-9 (Km 4.400) 84
Bangunan Sadap B.JM-10 (Km 4.929) 85
Jembatan Desa (Km 5.026) 86
Bangunan Sadap B.JM-11 (Km 5.210) 87
Bangunan Sadap B.JM-11 (Km 5.395) 88
Bangunan Sadap B.JM-12 (Km 5.495) 89
Jembatan Orang (Km 5.905) 90
Bangunan Sadap B.JM-13 (Km 6.433) 91
Lampiran 3. Daftar Usulan Pekerjaan Saluran Irigasi Jatimlerek
Tabel 1. Daftar Pekerjaan 92
Lampiran 4. Potongan Memanjang dan Melintang Saluran
Potongan Memanjang
Patok S0 S23 100
Patok S23 S47 101
Patok S47 S71 102
Patok S71 S95 103
Patok S95 S119 104
Patok S119 S133 105
-
8/10/2019 Studi Rehabilitasi Jaringan Sekunder Jatimlerek I Di Daerah Irigasi Jatimlerek Kabupaten Jombang.
7/73
vi
Potongan Melintang
Patok S1 S5 106
Patok S6 S12 107
Patok S13 S19 108
Patok S20 S26A 109
Patok S26 S32 110
Patok S32 S38 111Patok S39 S46 112
Patok S47 S53 113
Patok S54 S60 114
Patok S61A S167 115
Patok S68 S71 116
Patok S72 S78 117
Patok S79 S85 118
Patok S86 S93 119
Patok S94 S100 120
Patok S101A S106 121
Patok S107 S112 122
Patok S113 S119 123Patok S120 S127 124
Patok S127 S133 125
-
8/10/2019 Studi Rehabilitasi Jaringan Sekunder Jatimlerek I Di Daerah Irigasi Jatimlerek Kabupaten Jombang.
8/73
ABSTRAKSI
Agung Wirawan Pradana. 0310640004. (2008). Studi Rehabilitasi Jaringan Sekunder
Jatimlerek I Di Daerah Irigasi Jatimlerek Kabupaten Jombang . Jurusan Teknik
Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya, Malang.
Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Suhardjono, M.Pd. Dipl.HE dan
Dr. Ir. Rispiningtati, M.Eng.
Secara administratif lokasi pekerjaan SID jaringan irigasi Jatimlerek terletak di
Kabupaten Jombang propinsi Jawa Timur. Areal potensial dan fungsional yang berada
pada Daerah Irigasi Sekunder Jatimlerek seluas 587 Ha. Secara umum saluran yang ada
saat ini kapasitasnya masih mampu mengalirkan air ke petak - petak tersier. Namun ada
beberapa ruas saluran sekunder Jatimlerek yang mengalami pendangkalan dan tinggi
tanggul pada penampang saluran irigasi tidak sama, sehingga apabila debit naik pada
saat musim hujan akan terjadi banjir pada ruas tertentu sehingga pada musim hujan
terjadi luber. Agar dapat mengalirkan debit irigasi dan mampu menampung air buangan,
direncanakan dimensi saluran yang sudah cukup lebar tetap dipertahankan, sedangkan
kemiringan dasar dan tanggul perlu dinormalisasi dan pembuatan talud pasangan batu
pada beberapa ruas yang rawan longsor.Dalam studi kali ini menitikberatkan pada masalah irigasi, karena salah satu
kendala dalam mewujudkan peningkatan hasil pertanian ialah tentang irigasi. Yakni
usaha peningkatan produksi pangan (intensifikasi) dengan mengoptimalkan sistem
jaringan irigasi di tingkat tersier sampai sekunder pada saluran primer Jatimlerek . Hal
ini disebabkan jumlah air yang terbatas sedangkan penggunaannya yang tidak terbatas.Penyelesaian studi meliputi penentuan kebutuhan air tanaman kemudian analisa
data topografi dalam penentuan petak tersier, sehingga diperoleh lay out petak tersier.Membandingkan kebutuhan air irigasi eksisting dengan kebutuhan air irigasi rencana
kemudian kebutuhan air irigasi yang digunakan adalah sesuai dengan kondisi eksisting,
menghitung debit kebutuhan di intake bangunan, desain jaringan serta analisa dimensisaluran.
Hasil dari studi ini adalah sistem jaringan irigasi teknis sampai dengan tingkattersier. Dari pola tata tanam tersebut didapat kebutuhan air irigasi sebesar 1,31 lt/dt/ha..Beberapa bagian dari saluran juga mengalami rehabilitasi diantaranya dengan menambah
pasanagan batu. Oleh karena itu diadakan studi perencanaan rehabilitasi yang
membahas mengenai berbagai masalah yang berkaitan dengan usulan perbaikan
bangunan dan saluran di daerah Irigasi Jatimlerek. Adapun kondisi eksisting yang ada
di saluran Sekunder Jatimlerek dapat dilihat di lampiran II ( Inventarisasi saluran dan
bangunan kondisi eksisting ).
-
8/10/2019 Studi Rehabilitasi Jaringan Sekunder Jatimlerek I Di Daerah Irigasi Jatimlerek Kabupaten Jombang.
9/73
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jawa Timur merupakan salah satu penyumbang stok pangan nasional 30 % maka
pembangunan di bidang irigasi untuk menunjang sektor pertanian perlu digalakkan.
Sistim jaringan irigasi sejak otonomi daerah kurang terawat sehingga bangunan dan
saluran sebagian besar sudah mengalami penurunan fungsi. Untuk itu diperlukan
Survey, Investigasi dan Desain (SID) dalam rangka perbaikan dan rehabilitasi secara
partisipatif dengan melibatkan stake holder dan HIPPA/Gabungan HIPPA sehingga
jaringan irigasi tersebut dapat berfungsi kembali secara teknis.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 77 tahun 2001 tentang irigasi, dengan
terbitnya UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air serta diikuti dengan PeraturanPemerintah No. 20 tahun 2006 tentang irigasi (pengganti PP No. 77 tahun 2001), maka
untuk melaksanakan kebijakan tersebut, lembaga HIPPA dan Gabungan HIPPA perlu
ditumbuhkembangkan. Di antaranya dengan melibatkan mereka pada kegiatan -
kegiatan dalam perencanaan dan perbaikan irigasi atas dasar prinsip pemberdayaan agar
hasil pembangunan/perbaikan irigasi berhasil baik dan berfungsi serta dapat dilestarikan
pengelolaannya oleh HIPPA dan Gabungan HIPPA.
Dalam rangka mempertahankan swasembada pangan, maka perlu dilakukan
usaha-usaha untuk terus meningkatkan intensitas tanaman pangan khususnya tanaman
padi. Pada program Ketahanan Pangan Nasional tersebut, pembangunan di bidang
irigasi untuk menunjang sektor pertanian juga harus terus digalakkan melalui berbagai
program dan sumber dananya. Hal itu bertujuan untuk menunjang peningkatan produksi
pertanian khususnya padi, memantapkan swasembada pangan, meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan petani, dan optimasi pemanfaatan
sumber daya air.
Guna mencapai tujuan tersebut di atas, diperlukan desain partisipatif dan
konstruksi rehabilitasi jaringan irigasi atas prinsip pemberdayaan HIPPA/Gabungan
HIPPA. Pada waktu yang lalu di daerah irigasi tersebut belum dilaksanakan Survey,
Investigasi dan Desain (SID) secara partisipatif sehingga hasilnya tidak sesuai dengan
kebutuhan pengguna air irigasi dan fungsi pemberdayaan bagi pengguna atau pengelola
irigsi yang sesuai dengan aturan yang ada tidak dijalankan (topdown).
-
8/10/2019 Studi Rehabilitasi Jaringan Sekunder Jatimlerek I Di Daerah Irigasi Jatimlerek Kabupaten Jombang.
10/73
2
Untuk rehabilitasi nantinya dilakukan pemberdayaan sesuai dengan peraturan
Pemerintah No. 20 Tahun 2006, sehingga pendekatan ini paling mungkin untuk
diaplikasikan khususnya pada Daerah Irigasi tersebut.
Upaya yang dilakukan sebagai suatu usaha peningkatan produksi tanaman pangan
adalah ekstensifikasi dan intensifikasi. Di mana ekstensifikasi adalah suatu upaya
pembukaan lahan baru, dan intensifikasi adalah suatu usaha peningkatan produksi
tanaman pangan dimana pengembangannya berpegang pada Panca Usaha Tani dalam
hal penyiapan lahan, penggunaan bibit unggul, pemupukan, pemberantasan hama dan
tidak kalah pentingnya adalah irigasi.
Dalam studi kali ini menitikberatkan pada masalah irigasi, karena salah satu
kendala dalam mewujudkan peningkatan hasil pertanian ialah tentang irigasi. Yakni
usaha peningkatan produksi pangan (intensifikasi) dengan mengoptimalkan sistem
jaringan irigasi di tingkat tersier sampai sekunder pada saluran primer Jatimlerek . Hal
ini disebabkan jumlah air yang terbatas sedangkan penggunaannya yang tidak terbatas.
Pengelolaan irigasi yang baik harus dapat memberikan air secara tepat agar
tanaman dapat menerima air sesuai kebutuhannya, dan sebelum merencanakan jaringan
irigasi harus diketahui kebutuhan air tanaman pada suatu areal pertanian yang mengacu
pada pola tata tanam yang direncanakan.
Pengelolaan saluran Irigasi yang baik erat kaitannya dengan peningkatan produksi
daerah irigasi. Karena itu dalam pengoperasian suatu jaringan hendaknya selalu
diperhatikan mengenai ketersediaan air, kebutuhan air dan bagaimana cara membagi air
yang ada tersebut sejauh mungkin adil dan merata agar semua tanaman dapat tumbuh
dengan baik.
.
1.2. Identifikasi Masalah
Secara topografis, kabupaten Jombang dibagi menjadi 3 (tiga) sub area, yaitu :
a.
Kawasan Utara, bagian pegunungan kapur muda Kendeng yang sebagian besar
mempunyai fisiologi mendatar dan sebagian berbukit, meliputi kecamatan Plandaan,
Kabuh, Ploso, Kudu dan Ngusikan.
b. Kawasan Tengah, sebelah selatan sungai Brantas, sebagian besar merupakan tanah
pertanian yang cocok bagi tanaman padi dan palawija, karena irigsinya cukup bagus
meliputi kecamatan Bandar, Kedungmulyo, Perak, Gudo, Diwek, Mojoagung,
sumobito, Jogoroto, Peterongan, Jombang, Megaluh, Tembelang dan Kesamben.
-
8/10/2019 Studi Rehabilitasi Jaringan Sekunder Jatimlerek I Di Daerah Irigasi Jatimlerek Kabupaten Jombang.
11/73
3
c.
Kawasan Selatan, merupakan tanah pegunungan, cocok untuk tanaman perkebunan,
meliputi kecamatan Ngoro, bareng, Mojowarno dan Wonosalam.
Secara administratif lokasi pekerjaan SID jaringan irigasi Jatimlerek terletak di
Kabupaten Jombang propinsi Jawa Timur.
Areal potensial dan fungsional yang berada pada Daerah Irigasi Sekunder
Jatimlerek yang masuk seluas 587 Ha.
Kondisi bangunan pada jaringan irigasi Sekunder Jatimlerek pada umumnya
masih cukup baik, hanya pada beberapa bangunan sadap yang pintunya tidak dapat
dioperasikan dengan sempurna karena berkarat dan daun pintu kayu lapuk, namun hal
ini tidak sampai menimbulkan masalah yang berarti. Kondisi saluran pembawa ini pada
umumnya masih baik, tetapi dibeberapa tempat terdapat kerusakan - kerusakan pada
saluran Sekunder Jatimlerek. Kerusakan kerusakan di saluran Sekunder Jatimlerek
diantaranya adalah talud yang terkikis, lining plat rusak, masalah sedimentasi pada
saluran dan lain-lain. Secara umum saluran yang ada saat ini kapasitasnya masih
mampu mengalirkan air ke petak - petak tersier. Namun ada beberapa ruas saluran
sekunder Jatimlerek yang mengalami pendangkalan dan tinggi tanggul pada penampang
saluran irigasi tidak sama, sehingga apabila debit naik pada saat musim hujan akan
terjadi banjir pada ruas tertentu sehingga pada musim hujan terjadi luber. Agar dapat
mengalirkan debit irigasi dan mampu menampung air buangan, direncanakan dimensi
saluran yang sudah cukup lebar tetap dipertahankan, sedangkan kemiringan dasar dan
tanggul perlu dinormalisasi dan pembuatan talud pasangan batu pada beberapa ruas
yang rawan longsor.
Pada saluran sekunder Jatimlerek pada musim kemarau air tidak pernah mengalir
sampai ke B.Jml 10 s/d B.Jml 13.hal ini dikarenakan banyaknya bocoran sepanjang
saluran sekunder Jatimlerek sehingga debit yang sudah diperhitungkan tidak dapat
mencukupi daerah yang di layani saluran tersebut. Dengan adanya fungsi saluran yang
mulai berkurang karena adanya bangunan yang rusak. Maka perlu didakan sebuah
redesain bangunan dan saluran yang fungsinya sudah berubah. Dengan demikian
diharapkan saluran akan berfungsi sebagaimana mestinya.
Sistim jaringan irigasi sejak otonomi daerah kurang terawat dan bahan bangunan
dan saluran sebagian besar sudah mengalami penurunan fungsi sehingga diperlukan
Survey, Investigasi dan Desain (SID) dalam rangka perbaikan dan rehabilitasi secara
partisipatif dengan melibatkan stake holder dan HIPPA/Gabungan HIPPA sehingga
jaringan irigasi tersebut dapat berfungsi kembali secara teknis.
-
8/10/2019 Studi Rehabilitasi Jaringan Sekunder Jatimlerek I Di Daerah Irigasi Jatimlerek Kabupaten Jombang.
12/73
4
Dalam studi kali ini akan dibahas mengenai perencanaan sistem jaringan irigasi di
saluran sekunder Jatimlerek.
1.3. Batasan Masalah
Untuk lebih memfokuskan pada studi yang dilakukan dan untuk menghindari
terjadinya pembahasan yang keluar dari pokok perencanaan, maka dilakukan
pembatasan masalah sebagai berikut :
1. Studi dilakukan di daerah irigasi Jatimlerek pada saluran sekunder Jatimlerek
di Kabupaten Jombang seluas 587 Ha.
2. Data curah hujan merupakan data sekunder dan dalam hal ini merupakan
wewenang dari Proyek Irigasi Andalan Jawa Timur (IRJAT) di Surabaya,
Dinas Pengairan Kabupaten Jombang, Dinas Pengairan Kabupaten
Mojokerto, Cabang Dinas Pengairan Kesamben, serta Balai P.S.A.W.S Puncu
selodono Kediri. Data curah hujan yang digunakan adalah data curah hujan
selama 10 tahun terakhir yang dimulai dari tahun 1997 2006 diambil dari
Stasiun Begadung.
3. Menghitung kebutuhan air irigasi berdasarkan pola tata tanam.
4. Penggunaan air hanya untuk irigasi.
5. Tidak membahas mengenai penjadwalan distribusi air dan konstruksi pintu
karena pada studi ini lebih mengarah pada perencanaan dimensi saluran.
6. Tidak membahas mengenai analisa ekonomi dengan alasan untuk
mempersempit permasalahan yang ada.
7. Analisa perencanaan dilakukan pada Saluran Sekunder Jatimlerek meliputi :
- Saluran irigasi sekunder dan tersier.
1.4. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas, maka
permasalahan yang akan dibahas dalam studi ini adalah :
1. Bagaimana sistem perencanaan jaringan irigasi utama di saluran sekunder
Jatimlerek ?
2. Bagaimana analisa kondisi eksisting yang ada di Saluran sekunder Jatimlerek
sekarang ?
3. Berapakah kebutuhan air irigasi di lahan pertanian wilayah Sekunder
Jatimlerek dengan kondisi eksisting dan rencana ?
-
8/10/2019 Studi Rehabilitasi Jaringan Sekunder Jatimlerek I Di Daerah Irigasi Jatimlerek Kabupaten Jombang.
13/73
5
4. Bagaimana bentuk dimensi saluran irigasi yang akan direncanakan ?
1.5. Tujuan Dan Manfaat
Adapun tujuan dari studi ini adalah untuk menghasilkan produk-produk dari
perencanaan saluran irigasi di daerah irigasi Sekunder Jatimlerek, Kabupaten Jombang
yang meliputi :
1.
Sistem jaringan irigasi.
2. Usulan Pola Tata Tanam.
3.
Dimensi saluran irigasi.
4.
Potongan memanjang dan melintang saluran irigasi.
Manfaat kajian ini adalah sebagai bahan masukan bagi semua pihak dalam
merencanakan saluran irigasi teknis yang baik, sehingga penggunaan Sumber Daya Air
dapat dilakukan seoptimal mungkin, terutama pada daerah irigasi Jatimlerek. Dan juga
diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman bagi penyelenggaraan Tata Laksana
Pembangunan Prasarana Pengairan serta pelaku Operasi dan Pemeliharaan Daerah
Irigasi Jatimlerek dalam upaya peningkatan potensi dan pemanfaatan lahan Irigasi.
-
8/10/2019 Studi Rehabilitasi Jaringan Sekunder Jatimlerek I Di Daerah Irigasi Jatimlerek Kabupaten Jombang.
14/73
.6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan dijelaskan tentang berbagai teori dasar yang digunakan sebagai
acuan dalam pengolahan data. Landasan teori pada bab II ini yang pertama mengenaitentang tinjauan secara umum peningkatan efisiensi penggunaan air irigasi. Pembahasan
kedua terdiri dari analisis curah hujan yang berisi tentang uji konsistensi data curah
hujan, uji konsistensi dengan metode RAPS, curah hujan rancangan, curah hujan efektif.
Pembahasan ketiga mengenai kebutuhan air irigasi dan evapotranspirasi yang
terdiri dari penjelasan tentang evaporasi, transpirasi, evapotranspirasi, evapotranspirasi
cara Penmann. Pembahasan keempat mengenai pengertian pola tata tanam yang terdiri
dari koefisien tanaman, kebutuhan air tanaman, perkolasi, pengolahan tanah dan
persemaian, pergantian lapisan air, efisiensi irigasi.
Terakhir, pembahasan kelima yang menjelaskan mengenai tingkatan jaringan
irigasi dan perencanaan jaringan irigasi irigasi yang terdiri dari saluran pembawa,
dimensi saluran, desain bangunan bagi dan layout petak tersier.
2.1. Tinjauan Umum
Pengembangan sumber daya air dalam peningkatan produksi pangan merupakan
hal yang penting dalam usaha pertanian, dimana irigasi merupakan salah satu bagian
dari program intensifikasi pertanian. Peningkatan efisiensi penggunaan air irigasi
merupakan salah satu bentuk pengembangan sumber daya air bagi pertanian.
Untuk memperoleh hasil produksi yang optimal pemberian air harus sesuai
dengan jumlah dan waktu yang diperlukan tanaman. Dalam pembangunan proyek
irigasi banyaknya air yang diperlukan untuk pertanian harus sesuai dengan tepat,
sehingga pemberian air irigasi dapat seefisien mungkin. Besar kebutuhan air irigasi
ditentukan oleh banyak faktor, terutama tergantung pada macam tanaman dan masa
pertumbuhan tanaman sampai produksi.
Faktor yang mempengaruhi banyaknya pemakaian air irigasi adalah (Anonim,
1986 (b) : 5) :
- Jenis tanaman.
- Cara pemberian air.
- Jenis tanah yang digunakan.
-
8/10/2019 Studi Rehabilitasi Jaringan Sekunder Jatimlerek I Di Daerah Irigasi Jatimlerek Kabupaten Jombang.
15/73
7
- Cara pengelolaan dan pemeliharaan saluran serta bangunan.
- Waktu tanam berturutan, sehingga memudahkan pengaliran air.
- Pengolahan tanah.
- Iklim dan keadaan cuaca, meliputi curah hujan, angin, letak lintang, kelembaban
serta suhu udara.
2.2. Analisis Curah Hujan
2.2.1. Uji Konsistensi Data Curah Hujan
Uji konsistensi diperlukan untuk menguji kebenaran data lapangan yang tidak
dipengaruhi kesalahan pada saat pengiriman atau pengukuran (Harto, 1993: 59).
2.2.2. Uji Konsistensi dengan Metode RAPS
Metode RAPS (Rescaled Adjusted Partial Sums), merupakan pengujian
konsistensi dengan menggunakan data dari stasiun itu sendiri, yaitu pengujian dengan
kumulatif penyimpangan terhadap nilai rata-rata dibagi dengan akar kumulatif rerata
penyimpangan kuadrat terhadap nilai reratanya (Buishand, 1982 dalam Harto, 1993:
59).
Adapun rumus yang digunakan (Harto, 1993: 59) :
S*0 = 0 (2-1)
S*k = =
k
1i
)YYi( (2-2)
dengan :
k = 1, 2, 3, , n
S** =Dy
*S k (2-3)
Dy2 =
n
)YY(k
1i
2i
=
(2-4)
Nilai Statistik Q dan R
Q = maks | S** k | untuk 0 < k < n (2-5)
R = maks S** k min S** k (2-6)
Dengan :
S*0 = simpanan awal
S* k = simpanan mutlak
S** k= nilai konsistensi data
n = jumlah data
-
8/10/2019 Studi Rehabilitasi Jaringan Sekunder Jatimlerek I Di Daerah Irigasi Jatimlerek Kabupaten Jombang.
16/73
8
Dy = simpangan rata-rata
Q = nilai statistik Q untuk 0 < k < n
R = nilai statistik (range)
Tabel 2.1. Nilai Q/n0.5
dan R/n0.5
Q/n0.5
R/n0.5
N
90% 95% 99% 90% 95% 99%
10203040
100
1,051,101,121,141,171,22
1,141,221,241,271,291,36
1,291,421,481,521,551,63
1,211,341,401,441,501,62
1,281,431,501,551,621,75
1,381,601,701,781,852,00
Sumber : Harto, 1993: 60
2.2.3. Curah Hujan Efektif
Tanah yang berada dalam kondisi alamiah mengandung air. Yang terpenting bagi
tanaman adalah bahwa air dalam tanah harus senantiasa berada dalam keadaan yang
mudah untuk diserap (Sosrodarsono, 1976 : 215). Untuk menjaga agar ketersediaan air
di dalam tanah selalu berada dalam keadaan yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman
maka diperlukan adanya penberian air irigasi atau yang berasal dari alam yaitu air
hujan.
Hujan yang turun jumlahnya tidak selalu tepat untuk membuat kondisi tanah
sedemikian rupa hingga memudahkan tanaman untuk menyerap air. Di dalam
memperhitungkan kebutuhan air irigasi, curah hujan diperhitungkan sebagai penambah
untuk memenuhi kebutuhan air tanaman (Sosrodarsono, 1976 : 215). Jika curah hujan
yang jatuh intensitasnya rendah, maka air akan habis menguap dan tidak bisa
dipergunakan untuk pertumbuhan tanaman. Air hujan yang jatuh dan dimanfaatkan oleh
tanaman untuk memenuhi kebutuhan air konsumtifnya disebut curah hujan efektif. Jadi
curah hujan efektif ini merupakan sebagian dari curah hujan yang jatuh pada suatu
daerah pada kurun waktu tertentu.
Berdasarkan pengertian diatas maka perlu dibedakan antara curah hujan efektifdan curah hujan efektif nyata sebagai berikut :
Curah hujan nyata adalah sejumlah curah hujan yang jatuh pada suatu daerah pada
kurun waktu tertentu.
Curah hujan efektif adalah sejumlah curah hujan yang jatuh pada suatu daerah dan
dapat digunakan oleh tanaman untuk pertumbuhannya.
-
8/10/2019 Studi Rehabilitasi Jaringan Sekunder Jatimlerek I Di Daerah Irigasi Jatimlerek Kabupaten Jombang.
17/73
9
Dasar perhitungan kebutuhan tanaman, perkolasi, dan apa yang lainnya dihitung
berdasarkan curah hujan efektif. Sedangkan jumlah hujan yang dapat dimanfaatkan oleh
tanaman tergantung dari jenis tanaman tersebut dan jenis tanahnya. (Anonim dalam
Sriwidjajanto, 2002 : 8).
Untuk mendapatkan curah hujan efektif digunakan metode Basic Year, dimanamenentukan suatu tahun tertentu sebagai tahun dasar perencanaan. Untuk irigasi dipakai
R80, artinya curah hujan yang lebih kecil dari R80mempunyai kemungkinan 20% dan
yang lebih besar atau sama dengan R80 sebesar 80%. Dihitung dengan persamaan
sebagai berikut :
R80 = n/5 + 1 (2-7)
Dengan
R80= Curah hujan yang terjadi dengan tingkat kepercayaan 80% (mm).
n = Periode lamanya pengamatan curah hujan (tahun).
Adapun langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut :
1.
Curah hujan tahunan selama n tahun diurutkan dari kecil ke besar.
2. Dengan persamaan (2-7) di atas didapatkan urutan curah hujan yang diambil sebagai
curah hujan efektif.
3. R80yang diperoleh merupakan tahun dasar perencanaan.Dalam studi ini perhitungan
hujan rancangan dilakukan dengan metode tahun dasar (Basic Year).
Curah hujan efektif merupakan bagian dari keseluruhan curah hujan yang secara
efektif tersedia untuk kebutuhan air tanaman dalam pertumbuhannya (Anonim, 1986 (a)
: 75).
Nilai curah hujan efektif untuk masing-masing tanaman adalah sebagai berikut
(Anonim, 1986 (f) : 10) :
1. Untuk tanaman padi, curah hujan efektif ditentukan 70% dari curah hujan 10 harian
yang terlampaui 80% dari waktu periode tersebut.
Re = 0.7 x R80 (2-8)
2. Untuk tanaman palawija, curah hujan efektif adalah 50% dari curah hujan bulanan.
Re = R50 (2-9)
dengan :
R80 = Curah hujan rancangan dengan probabilitas 80% (mm).
R50 = Curah hujan rancangan dengan probabilitas 50% (mm).
Re = Curah hujan efektif.
-
8/10/2019 Studi Rehabilitasi Jaringan Sekunder Jatimlerek I Di Daerah Irigasi Jatimlerek Kabupaten Jombang.
18/73
10
2.3. Kebutuhan Air Irigasi
Besarnya kebutuhan air di air sawah tergantung dari jenis tanaman, diperoleh
dengan persamaan sebagai berikut (Anonim, 1986 (f) : 5) :
a. Untuk tanaman padi
NFR = ET + IR + WLR + P Reff (2-10)b. Untuk tanaman palawija
NFR = ET + P Reff (2-11)
dengan :
NFR = Kebutuhan air di sawah {1 mm/hari x (10.000/24) x 60 x 60 = 1 1/dt/ha}.
ET = Kebutuhan air tanaman (mm/hari).
IR = Kebutuhan air untuk pengolahan tanah (mm/hari).
WLR = Kebutuhan air untuk pembibitan (mm/hari).
P = Perkolasi (mm/hari).
Reff = Curah hujan efektif (mm).
Sedang kebutuhan air irigasi total yang diukur dalam pintu pengambilan atau
intake dinyatakan dengan rumus (Anonim, 1986 (a) : 159) :
DR =RE
)A.NFR( (2-12)
dengan :
DR = Kebutuhan air irigasi pada pintu pengambilan atau intake (m3/dt).
ER = Efisiensi irigasi.
A = Luas sawah yang diairi (m2).
NFR = Kebutuhan air di sawah (mm).
Air irigasi adalah sejumlah air yang umumnya diambil dari sungai atau waduk dan
dialirkan melalui sistem jaringan irigasi guna menjaga keseimbangan jumlah air di
lahan pertanian. Jumlah kebutuhan air guna memenuhi kebutuhan air irigasi dapat dicari
dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Menghitung evapotranspirasi potensial.
2. Menghitung penggunaan konsumtif tanaman.
3. Memperkirakan laju perkolasi lahan yang dipakai.
4. Memperkirakan kebutuhan air untuk penyiapan lahan (pengolahan lahan dan
persemaian).
5. Menghitung kebutuhan air di sawah.
6. Menentukan Efisiensi Irigasi.
7. Menghitung kebutuhan air di intake.
-
8/10/2019 Studi Rehabilitasi Jaringan Sekunder Jatimlerek I Di Daerah Irigasi Jatimlerek Kabupaten Jombang.
19/73
11
2.4. Evapotranspirasi
2.4.1. Evaporasi
Evaporasi adalah berubahnya air menjadi uap dan bergerak dari permukaan tanah
dan permukaan air ke udara (Sosrodarsono, 1976 : 57). Evaporasi merupakan faktor
penting dalam studi tentang pengembangan sumber-sumber daya air. Evaporasi sangatmempengaruhi debit sungai, besarnya kapasitas waduk, besarnya kapasitas pompa
untuk irigasi, penggunaan konsumtif (consumptive use) untuk tanaman dan lain-lain.
Air akan menguap dari tanah, baik tanah gundul atau yang tertutup oleh tanaman
dan pepohonan, pada permukaan yang tidak tembus air seperti atap dan jalan raya, air
bebas mengalir. Laju evaporasi atau penguapan akan berubah-ubah menurut warna dan
sifat pemantulan permukaan (albedo) dan hal lain juga akan berbeda untuk permukaan
yang langsung tersinari oleh matahari dan yang terlindungi dari sinar matahari.
Besarnya faktor meteorologi yang mempengaruhi besarnya evaporasi adalah
sebagai berikut (Soemarto, 1986: 43) :
1. Radiasi matahari
Evaporasi berjalan terus hampir tanpa berhenti di siang hari dan kerap kali juga di
malam hari. Perubahan dari keadaan cair menjadi gas ini memerlukan energi berupa
panas latent untuk evaporasi. Proses evaporasi akan sangat aktif jika ada penyinaran
langsung dari matahari.
2. Angin
Jika air menguap ke atmosfir maka lapisan batas antara permukaan tanah dan udara
menjadi jenuh oleh uap air sehingga proses evaporasi berhenti. Agar proses tersebut
berjalan terus, lapisan jenuh harus diganti dengan udara kering. Pergantian itu hanya
dimungkinkan jika ada angin. Jadi, kecepatan angin memegang peranan penting
dalam proses evaporasi.
3. Kelembaban (humiditas) relatif
Faktor lain yang mempengaruhi evaporasi adalah kelembaban relatif udara. Jika
kelembaban relatif naik, maka kemampuan udara untuk menyerap air akan
berkurang sehingga laju evaporasi menurun. Penggantian lapisan udara pada batas
tanah dan udara dengan udara yang sama kelembaban relatifnya tidak akan
menolong untuk memperbesar laju evaporasi.
4. Suhu (temperatur)
Energi sangat diperlukan agar evaporasi berjalan terus. Jika suhu udara dan tanah
cukup tinggi, proses evaporasi akan berjalan lebih cepat dibandingkan jika suhu
udara dan tanah rendah karena adanya energi panas yang tersedia.
-
8/10/2019 Studi Rehabilitasi Jaringan Sekunder Jatimlerek I Di Daerah Irigasi Jatimlerek Kabupaten Jombang.
20/73
12
2.4.2. Transpirasi
Semua jenis tanaman memerlukan air untuk kelangsungan hidupnya, dan masing-
masing jenis tanaman berbeda-beda kebutuhannya. Hanya sebagian kecil air yang
tinggal di dalam tumbuh-tumbuhan, sebagian besar daripadanya setelah diserap lewat
akar-akar dan dahan-dahan akan ditranspirasikan lewat bagian tumbuh-tumbuhan yangberdaun (Soemarto, 1986: 44).
Transpirasi adalah suatu proses air yang ada di dalam tumbuhan dilimpahkan ke
dalam atmosfir sebagai uap air (Subarkah, 1980 : 39).
Dalam kondisi lapangan tidaklah mungkin untuk membedakan antara evaporasi
dan transpirasi jika tanahnya tertutup oleh tumbuh-tumbuhan. Kedua proses tersebut
(evaporasi dan transpirasi) saling berkaitan sehingga dinamakan evapotranspirasi.
Proses transpirasi berjalan terus hampir sepanjang hari dibawah pengaruh sinar matahari
(Soemarto, 1986 : 44).
2.4.3. Evapotranspirasi
Evapotranspirasi merupakan gabungan dari proses penguapan air bebas
(evaporasi) dan penguapan melalui tanaman (transpirasi) (Suhardjono, 1994 : 11).
Transpirasi dan evaporasi dari permukaan tanah bersama-sama disebut
evapotranspirasi atau kebutuhan air (consumtive use). Jika air yang tersedia di dalam
tanah cukup banyak, maka evapotranspirasi disebut evapotranspirasi potensial.
Evapotranspirasi adalah faktor dasar untuk menentukan kebutuhan air dalam rencana
irigasi dan merupakan proses yang penting dalam siklus hidrologi (Sosrodarsono, 1976:
60).
Data-data yang diperoleh dari stasiun klimatologi adalah letak lintang,
temperatur rata-rata bulanan (t), kelembaban relatif rata-rata bulanan (Rh), kecepatan
angin rata-rata bulanan (u), kecerahan matahari rata-rata bulanan (n/N). Yang dapat
dijelaskan sebagai berikut (Suhardjono, 1994 : 30) :
Suhu udara rata-rata bulanan (T)
Suhu udara merupakan data yang harus tersedia bila akan menggunakan rumus
Blaney-Criddle, radiasi maupun Pennman. Rata-rata suhu bulanan di Indonesia
berkisar antara 24-29oC dan tidak terlalu berbeda dari bulan yang lain.
Kelembaban relatif rata-rata bulanan (RH)
Kelembaban relatif atau relative humidity (dalam prosentase), merupakan
perbandingan tekanan uap air dengan tekanan uap air jenuh. Data pengukuran di
Indonesia menunjukkan besar kelembaban relatif berkisar antara 65-84 %. Hal ini
berarti Indonesia adalah daerah dengan kelembaban udara yang tinggi. Pada musim
-
8/10/2019 Studi Rehabilitasi Jaringan Sekunder Jatimlerek I Di Daerah Irigasi Jatimlerek Kabupaten Jombang.
21/73
13
penghujan (Oktober-Maret) kelembaban relatif lebih tinggi daripada musim
kemarau (April-September).
Kecepatan angin rata-rata bulanan (u)
Data kecepatan angin diukur berdasarkan tiupan angin pada ketinggian 200 meter di
atas permukaan tanah. Bila kecepatan angin diukur tidak pada ketinggian tersebutdiperlukan penyesuaian. Data kecepatan angin dari delapan daerah di Indonesia
menunjukkan kecepatan angin rata-rata bulanan berkisar antara 0,5 m/dt sampai 4.5
m/dt atau sekitar 2 sampai 15 km/jam (1 km/hari = 0,0116 m/dt sedangkan 1 km/jam
= 0,2778 m/dt).
Kecerahan Matahari Rata-Rata Bulanan (n/N)
Data pengukuran kecerahan matahari (%) dibutuhkan pada penggunaan rumus
Radiasi danPennman. Kecerahan matahari adalah perbandingan antara n dengan N,
atau disebut rasio keawanan. Nilai N merupakan jumlah jam potensial matahari
yang bersinar dalam sehari, sedangkan nilai n adalah jumlah jam nyata matahari
bersinar dalam sehari. Untuk daerah khatulistiwa besar N adalah sekitar 12 jam
setiap harinya, dan tidak jauh berbeda antara bulan yang satu dengan yang lainnya.
Besar n berhubungan erat dengan keadaaan awan, makin banyak awan makin kecil
nilai n. Harga rata-rata bulanan kecerahan matahari (n/N) di beberapa daerah
Indonesia, berkisar antara 30-88%. Di musim kemarau harga (n/N) lebih tinggi
dibanding musim hujan. Akibat banyaknya awan di musim hujan yang memperkecil
harga n dan prosentase n/N.
Dalam menghitung besarnya evapotranspirasi kita bisa menggunakan beberapa
rumus empiris seperti Penmann, Tornhwite, Blaney-Criddle, Turc-Langbein-Wundt
(Soemarto, 1986 : 54).
Besarnya evapotranpirasi potensial dapat dihitung dengan menggunakan metode
Penmann Modifikasi yang telah disesuaikan dengan keadaan daerah Indonesia
(Suhardjono, 1994 : 54) dengan rumus sebagai berikut :
ETo = c . Eto* (2-13)
ET0* = W. (0,7. Rs- .Rn1) + (I W) . f(u). (ea ed) (2-14)
dengan :
ET0* = Evapotranspirasi potensial sebelum dikoreksi/evaporasi mula air bebas
(mm/hari).
W = Faktor yang berhubungan dengan suhu (t) dan elevasi daerah.
Rs = Radiasi gelombang pendek, dalam setahun evaporasi ekivalen (mm/hari).
= (0,25 + 0,54 n/N). Ra (2-15)
-
8/10/2019 Studi Rehabilitasi Jaringan Sekunder Jatimlerek I Di Daerah Irigasi Jatimlerek Kabupaten Jombang.
22/73
14
Ra = Radiasi gelombang pendek yang memenuhi batas luar atmosfer atau
angkat angot (mm/hari).
Rn1 = Radiasi bersih gelombang panjang (mm/hari).
= f(t) . f(ed) . f(n/N) (2-16)
f(t) = Fungsi suhu = . Ta4
(2-17)
f(ed) = Fungsi tekanan uap = 0,344 0,44 . ed0.5 (2-18)
f(n/N) = 0,1 + (1 + u/100) (2-19)
f(u) = Fungsi kecepatan angin pada ketinggian 2,00 m (m/dt).
= 0,27 (1 + u /100) (2-20)
ea = Perbedaan tekanan uap jenuh dengan tekanan uap sebenarnya.
ed = ea* RH. (2-21)
Rh = Kelembaban udara relatif (%).
Setelah harga ET0didapat, maka besar harga evapotranspirasi potensial (ET0)
dapat dihitung dengan rumus:
ET0 = ET0* . c (2-22)
dengan :
c = Angka koreksi Penanam yang besarnya mempertimbangkan perbedaan
cuaca.
2.5. Kebutuhan Air Tanaman
Kebutuhan air tanaman adalah sejumlah air yang dibutuhkan untuk mengganti air
yang hilang akibat penguapan. Air dapat menguap melalui permukan air (evaporasi)
yang dipengaruhi oleh faktor iklim, yaitu (Suhardjono, 1994 : 11) :
- Suhu udara.
-
Kecepatan angin.
- Kelembaban udara.
- Kecerahan matahari.
Air juga dapat menguap melalui daun-daun tanaman (transpirasi) yang
dipengaruhi oleh faktor iklim dan faktor tanaman, yaitu :
-
Jenis Tanaman.
- Varietas Tanaman.
-
Umur Tanaman.
Kegiatan mengatur jenis, varietas dan umur pertumbuhan tanaman disebut sebagai
pengaturan pola tata tanam. Dengan demikian usaha mengatur pola tata tanam
-
8/10/2019 Studi Rehabilitasi Jaringan Sekunder Jatimlerek I Di Daerah Irigasi Jatimlerek Kabupaten Jombang.
23/73
15
dimaksudkan untuk mengatur besar koefisien tanaman agar mendapatkan besar ET,
sehingga sesuai dengan ketersediaan air irigasi.
KEBUTUHAN AIR TANAMAN (ET)
EVAPOTRANSPIRASI
(ET0)
Terjadi pada
saat yang sama
EVAPORASI TRANSPIRASI
(E) (T)
Besar penguapan air melalui permukaan tanah (evaporasi) berhubungan dengan
faktor iklim (suhu udara, kecepatan angin, kelembaban udara dan kecerahan sinar
matahari). Besar air yang menguap melalui tanaman (transpirasi) disamping dipengaruhi
oleh keadaan iklim juga dipengaruhi oleh faktor tanaman (jenis, macam dan umur).
Dengan demikian, besar kebutuhan air tanaman adalah sebesar jumlah air yang
hilang akibat proses evapotranspirasi. Kebutuhan air tanaman dapat dirumuskan sebagai
berikut (Suhardjono, 1994 : 12) :
ET = k . ETo (2-23)
Dengan :
ET = Kebutuhan air untuk tanaman (mm/hr)
K = Koefisien tanaman, yang besarnya tergantung pada jenis, macam, dan umur
tanaman
ETo = Evapotranspirasi potensial (mm/hr)
2.6. Kebutuhan Air Di Sawah
Tanaman membutuhkan air agar dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik. Air
tersebut dapat berasal dari air hujan maupun aair irigasi. Air irigasi adalah sejumlah air
yang pada umumnya diambil dari sungai atau waduk dan dialirkan melalui sistem
-
8/10/2019 Studi Rehabilitasi Jaringan Sekunder Jatimlerek I Di Daerah Irigasi Jatimlerek Kabupaten Jombang.
24/73
16
jaringan irigasi, guna menjaga keseimbangan jumlah air di lahan pertanian (Suhardjono,
1994 : 6) :
Besarnya kebutuhan air di sawah dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :
(Anonim/KP-01, 1986 : 157) :
-
Penyiapan lahan.-
Penggunaan konsumtif.
-
Perkolasi.
- Pergantian lapisan air.
-
Curah hujan efektif.
Pendugaan kebutuhan air di sawah dilakukan berdasarkan jenis tanaman,
persamaan netto kebutuhan air (Netto Farm Requirement) dengan Metode Standar
Perencanaan Jaringan Irigasi, yaitu dengan persamaan sebagai berikut (Anonim dalam
Sriwidjajanto, 2002 : 10) :
NFR Padi = LP + ET + WLR + P Re Padi (2-24)
NFR plw = ET Re plw (2-25)
NFR tebu = ET Re tebu (2-26)
Dengan :
NFR padi = Netto kebutuhan air padi di sawah (mm/hr).
NFR plw = Netto kebutuhan air palawija (mm/hr).
NFR tebu = Netto kebutuhan air tebu (mm/hr).
LP = Kebutuhan air untuk penyiapan lahan (mm/hr).
ET = Kebutuhan air untuk tanaman.
WLR = (Water Lever Requirement) kebutuhan air untuk penggantian lapisan air
(mm/hr).
P = Perkolasi (mm/hr)
Re padi = Curah hujan efektif untuk padi sawah (mm/hr).
Re plw = Curah hujan efektif untuk palawija (mm/hr).
Re tebu = Curah hujan efektif untuk tebu (mm/hr)
2.6.1 Kebutuhan Air Untuk Penyiapan Lahan
Penyiapan lahan diperlukan untuk menciptakan kondisi lembab yang memadai
untuk persemaian. Kebutuhan air untuk penyiapan lahan tanaman padi biasa diambil
200 mm yang meliputi penjenuhan dan penggenangan. Pada awal transplantasi akan
ditambahkan air 50 mm. Apabila lahan dibiarkan bero selama jangka waktu yang lama
(2,5 bulan atau lebih), maka diambil 250 mm sebagai kebutuhan air untuk penyiapan
lahan (Anonim/KP-01, 1986 ; 159). Pekerjaan penyiapan lahan untuk daerah irigasi
-
8/10/2019 Studi Rehabilitasi Jaringan Sekunder Jatimlerek I Di Daerah Irigasi Jatimlerek Kabupaten Jombang.
25/73
-
8/10/2019 Studi Rehabilitasi Jaringan Sekunder Jatimlerek I Di Daerah Irigasi Jatimlerek Kabupaten Jombang.
26/73
18
Tabel 2.2. Harga Perkolasi untuk Berbagai Tekstur Tanah
Jenis Tanah Perkolasi (mm/hari)
Tanah porous (Sandy Loam)
Lempung Sedang (Loam)
Liat berat (Clay)
3 6
2 9
1 2
Sumber : Soemarto, 1986: 80
2.8. Pengolahan Tanah dan Persemaian
2.8.1. Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah untuk tanaman padi di sawah membutuhkan lebih banyak
daripada untuk tanaman palawija. Banyaknya air yang diperlukan untuk tanaman padi,
berkisar antara 250-300 mm, dengan masa pengolahan yang lamanya berkisar antara
1-1,5 bulan (Anonim, 1986 (a) : 158).
Besar air yang diperlukan untuk pengolahan tanah ditentukan dari rumus :
WP = A x S + A x d (n + 2) (2-30)
Dimana :
Wp = Banyaknya air yang diperlukan pada saat pengolahan tanah (m3)
A = Luas daerah yang akan diolah (ha)
S = Tinggi air untuk pengolahan tanah (pudding water depth)
D = unit water requirement(mm), adalah jumlah evapotranspirasi dan perkolasi
N = Lama waktu yang dibutuhkan untuk pengolahan tanah
Besar air yang diperlukan untuk pengolahan tanah pada suatu hari dapat dihitung
dengan persamaan :
Wpx = A x S + (x 1) d x 10 m3 (2-31)
Dimana n-hari ke (yang akan dihitung)
Pekerjaan pengolahan tanah ini dilakukan dengan dua tahap, yaitu membajak
dan menggaru.
Maksud membajak adalah :
1. Memperbaiki sirkulasi udara dalam tanah.
2. Membuat tanah menjadi gembur sehingga tanaman berkembang dengan baik.
Maksud menggaru adalah :
1. Menyempurnakan tanah dari bajakan sehingga tanaman berkembang dengan baik.
3. Meratakan tanah yang akan diolah.
4. Membuat tanah menjadi lebih kedap air, sehingga peresapan dapat lebih diperkecil.
-
8/10/2019 Studi Rehabilitasi Jaringan Sekunder Jatimlerek I Di Daerah Irigasi Jatimlerek Kabupaten Jombang.
27/73
19
2.8.2. Persemaian
Air untuk persemaian diberikan bersamaan dengan pemberian air untuk
pengolahan tanah. Persemaian harus sudah disiapkan antara 20-30 hari sebelum masa
tanam padi di sawah. Luas lahan untuk persemaian berkisar antara 3-5% dari luas lahan
seluruhnya yang akan ditanami.Tanah untuk persemaian dibajak, digaru, dan kemudian dicangkul sampai
menjadi lumpur. Pada umur 25 hari atau 3 sampai 4 minggu setelah pengolahan lahan
bibit siap untuk dipindah ke petak-petak sawah yang telah disediakan (Anonim, 1986
(a) : 158).
2.9. Pergantian Lapisan Air (WLR)
Pergantian lapisan erat air hubungannya dengan kesuburan tanah. Beberapa saat
setelah penanaman, air yang digenangkan di permukaan sawah akan kotor dan
mengandung zat tidak lagi diperlukan tanaman, bahkan akan merusak. Air genangan ini
perlu dibuang agar tidak merusak tanaman di lahan. Saat pembuangan lapisan
genangan, sampah-sampah yang ada di permukaan air akan tertinggal, demikian pula
lumpur yang terbawa dari saluran pengairan. Air genangan yang dibuang perlu diganti
dengan air baru yang bersih.
Adapun ketentuan-ketentuan dalam WLR adalah sebagai berikut (Anonim, 1986
(f): 10) :
1. WLR diperlukan saat terjadi pemupukan maupun penyiangan, yaitu 1-2 bulan dari
transplating.
2. WLR = 50 mm (diperlukan penggantian lapisan air, diasumsikan = 50 mm).
3. Jangka waktu WLR = 1,5 bulan (selama 1,5 bulan air digunakan untuk WLR sebesar
50 mm).
2.10. Efisiensi Irigasi
Sebelum sampai di petak sawah, air harus dialirkan melalui saluran-saluran
induk, sekunder, dan tersier. Kehilangan air irigasi dinamakan efisiensi irigasi yang
besarnya adalah perbandingan antara jumlah air yang nyata bermanfaat bagi
pertumbuhan tanaman di tambah perkolasi lahan dengan jumlah air yang dikeluarkan
dari pintu pengambilan. Efisiensi dinyatakan dalam prosentase (Anonim, 1986 (b) : 6).
-
8/10/2019 Studi Rehabilitasi Jaringan Sekunder Jatimlerek I Di Daerah Irigasi Jatimlerek Kabupaten Jombang.
28/73
20
Tabel 2.3. Harga-harga Efisiensi Untuk Tanaman Ladang (upland crops)
AwalPeningkatan yang
dapat dicapai
Jaringan irigasi utama
Petak tersier
Keseluruhan
0,75
0,65
0,50
0,80
0,75
0,60
Sumber : Anonim, 1986 (a) : 176
Efisiensi berkisar antara 35% pada musim hujan sampai 60% pada musim
kemarau, penyebab rendahnya effisiensi pada musim hujan karena ketidakmampuan
memberikan air secara pasti sesuai yang dibutuhkan, akibat pertimbangan curah hujan
effektif.
Dalam studi ini besarnya efisiensi irigasi pada saluran adalah sebagai berikut
(Anonim, 1986 (f) : 10) :
Efisiensi saluran primer sebesar 95%
Efisiensi saluran sekunder sebesar 90%
Efisiensi jaringan tersier sebesar 80%
Jadi besarnya efiesiensi secara keseluruhan adalah sebesar 65% atau 0,65.
2.11. Pola Tata Tanam
2.11.1 Tata Tanam
Pada tata tanam adalah susunan rencana penanaman berbagai jenis tanamanselama satu tahun yang umumnya di Indonesia dikelompokkan dalam 3 jenis tanaman
yaitu padi, tebu, dan palawija. Umumnya pola tanam mengikuti debit andalan yang
tersedia untuk mendapatkan luas tanam yang seluas-luasnya. Perencanaan dan persiapan
pola tanam serta jadwal tanam suatu jaringan irigasi bervariasi sesuai dengan kebiasaan
petani terhadap jenis tanaman yang akan dibudidayakan dan jadwal tanamnya. Dalam
penerapan pola tata tanam dan jadwal tanam kadang-kadang petani mempertimbangkan
banyak faktor antara lain seperti keterbatasan modal, buruh, cuaca, hama, ketersediaan
benih dan pangsa pasar (Anonim, 1997 : IV-23).Dalam pengembangan pola dan jadwal tanam pada suatu daerah irigasi dengan
skala besar yang mencakup beberapa kabupaten, perlu dipertimbangkan antara lain
bulan terjadinya banjir, hama, ketersediaan benih, ketersediaan tenaga kerja, dan jadwal
pengeringan saluran untuk pemeliharaan (Anonim, 1997 : IV-12).
-
8/10/2019 Studi Rehabilitasi Jaringan Sekunder Jatimlerek I Di Daerah Irigasi Jatimlerek Kabupaten Jombang.
29/73
21
Perencanaan terpadu yang mencakup jadwal tanam umum dan jadwal pemberian
air irigasi untuk beberapa kabupaten disiapkan oleh instansi Pengairan dan instansi
Pertanian sebelum masa tanam dimulai ( Anonim, 1997 : IV-12).
Tata tanam merupakan upaya pengaturan air, yang disesuaikan dengan kebutuhan
tanaman menurut jenis dan luas tanaman pada suatu lahan sawah atau daerah irigasi(Anonim/Bagian Jaringan Irigasi desa, 1997 : III-1). Dalam menyusun Rencana Tata
tanam suatu Daerah Irigasi perlu diperhatikan kondisi setempat, untuk hal-hal sebagai
berikut (Anonim, 2000 : II-2).
1. Keinginan dan kebiasaan petani.
2. Kebijaksanaan pemerintah.
3. Kesesuaian lahan terhadap jenis tanaman.
4. Ketersediaan air.
5. Iklim dan Hama.
6. Ketersediaan tenaga Kerja.
7. Hasil dan biaya usaha tani
2.11.2 Jadwal Tata Tanam
Sekurang-kurangnya 3 bulan sebelum masa tanam dimulai, instansi pengairan
meminta/mengumpulkan laporan dari daerah irigasi dan instansi terkait dari berbagai
kabupaten sebagai dasar perencanaan kebutuhan air tiap masa tanam.
Yang terdiri dari laporan (Anonim, 1997 : IN-12) :
1.
Jenis tanaman yang akan ditanami.
2.
Luas areal yang diusulkan.
Berdasarkan laporan tersebut di atas, data ketersediaan debit, perkiraan curah
hujan efektif, dan sumber air lainnya, ditambah pemanfaatan air buangan, maka instansi
pengairan akan menyiapkan rencana alokasi air sementara untuk setiap Daerah Irigasi
(Anonim, 1997 : IV-14). Rencana alokasi air sementara disampaikan kepada instansi
Pengairan untuk diperiksa, disesuaikan dan ditanggapi sebelum Panitia Irigasi
mengadakan rapat untuk penetapan rencana pemberian air yang final.
2.12. Unsur dan Tingkatan Jaringan Irigasi
2.12.1. Unsur Fungsional Pokok
Dalam suatu jaringan irigasi dapat dibedakan menjadi empat unsur fungsional
pokok (Anonim/KP-01, 1986 : 8), yaitu :
1. Bangunan-bangunan utama dimana air diambil dari sumbernya, umumnya sungai
atau waduk.
-
8/10/2019 Studi Rehabilitasi Jaringan Sekunder Jatimlerek I Di Daerah Irigasi Jatimlerek Kabupaten Jombang.
30/73
22
2. Jaringan pembawa berupa saluran yang mengalirkan air irigasi ke petak-petak
tersier.
3. Petak-petak tersier dengan sistem pembagian air dan sistem pembuangan kolektif.
Air irigasi dibagi-bagi dan dialirkan ke sawah-sawah dan kelebihan air ditampung di
dalam suatu sistem pembuangan di dalam petak tersier.4. Sistem pembuangan yang ada di luar daerah irigsi untuk membuang kelebihan air
lebih ke sungai atau saluran-saluran alamiah.
2.12.2. Tingkatan Jaringan Irigasi
Berdasarkan cara pengaturan, pengukuran air dan kelengkapan fasilitas, jaringan
irigasi dapat dibedakan ke dalam tiga tingkatan (Anonim/KP-01, 1986 : 7), yaitu :
1. Jaringan Irigasi Sederhana
Biasanya jaringan irigasi sederhana mempunyai luasan yang tidak lebih dari 500
ha. Pada jaringan irigasi sederhana tidak ada pengukuran maupun pengaturan
dalam pembagian debit airnya, air lebih akan mengalir ke saluran pembuang
alami. Persediaan air biasanya berlimpah dan kemiringan berkisar antara sedang
sampai curam. Oleh karena itu hampir-hampir tidak diperlukan teknik yang sulit
untuk pembagian air. Walaupun mudah diorganisasi, jaringan irigasi sederhana
memiliki kelemahan-kelemahan yang serius seperti adanya pemborosan air yang
terbuang tidak selalu dapat mencapai daerah rendah yang lebih subur.
2. Jaringan Irigasi Skematis
Untuk jaringan irigasi skematis biasanya memiliki luasan wilayah mencapai 2000
ha. Jaringan irigasi ini hampir sama dengan jaringan irigsi sederhana akan tetapi
sudah dipergunakan bendung lengkap dengan pengambilan dan bangunan
pengukur di bagian hilirnya. Sistem pembagian air biasanya serupa dengan
jaringan irigasi sederhana, hanya saja pengambilan dipakai untuk mengairi daerah
yang lebih luas daripada daerah layanan jaringan sederhana. Memiliki organisasi
yang lebih rumit dan apabila bangunan tetapnya berupa bangunan pengambilan
dari sungai, maka diperlukan keterlibatan dari pemerintah.
3. Jaringan Irigasi Teknis
Pada jaringan teknis tidak memiliki batasan dalam luasan wilayahnya. Salah satu
prinsip dalam perencanaan jaringan irigasi teknis adalah pemisahan antara
jaringan irigasi dan jaringan pembuang. Dalam hal ini saluran irigasi maupun
pembuang tetap bekerja sesuai dengan fungsinya. Saluran irigasi mengalirkan air
irigasi ke sawah-sawah dan saluran pembuang mengalirkan air lebih dari sawah-
sawah ke saluran pembuang alamiah yang kemudian akan membuangnya ke laut.
-
8/10/2019 Studi Rehabilitasi Jaringan Sekunder Jatimlerek I Di Daerah Irigasi Jatimlerek Kabupaten Jombang.
31/73
23
Petak tersier menduduki fungsi sentral dari jaringan irigasi teknis. Jaringan irigasi
teknis memungkinkan dilakukannya pengukuran aliran, pembagian air irigasi dan
pembuangan air lebih efisien.
Jaringan irigasi adalah berbagai unsur dari sebuah jaringan irigasi teknis, termasuk
di dalamnya adalah bangunan air, petak primer, petak sekunder, dan petak tersier.
2.13. Perencanaan Jaringan Irigasi
2.13.1. Saluran Pembawa
Debit rencana saluran pembawa dihitung dengan rumus (Anonim, 1986 (b):57) :
Q =e
A.NFR.C (2-32)
dengan :
Q = Debit rencana (m3
/dt)c = Koefisien rotasi, c = 1 apabila daerah layanan < 10.000 ha sehingga tidak
dimungkinkan adanya sistem golongan.
NFR = Kebutuhan bersih (netto) air di sawah (ml/dt/ha)
A = Luas daerah yang diairi keseluruhan
e = Efisiensi irigasi keseluruhan
a. Dimensi Saluran
Perencanaan dimensi saluran dilakukan dengan menganggap bahwa aliran di
saluran adalah aliran seragam (Uniform flow) maka digunakan rumus Strickler
(Anonim, 1986 (b) : 15) :
V = K.R2/3S1/2 (2-33)
R = A/P (2-34)
A = (b + m.h).h (2-35)
P = b = 2.h 1m2 + (2-36)
Q = V.A (2-37)
B = n.h (2-38)
dengan :
Q = Debit saluran (m3/dt)
V = Kecepatan aliran (m/dt)
A = Luas potongan melintang aliran (m2)
R = Jari-jari hidrolis (m)
P = Keliling basah (m)
-
8/10/2019 Studi Rehabilitasi Jaringan Sekunder Jatimlerek I Di Daerah Irigasi Jatimlerek Kabupaten Jombang.
32/73
24
B = Lebar dasar (m)
H = Tinggi air (m)
K = Koefisien Kekasaran bahan
Tabel 2.4. Harga Koefisien Kekasaran
No. Bahan k (m2/3
/dt)1.
2.
3.
4.
Baja Beton
Beton, Bentuk Kayu, Tidak Selesai
Baja
Pasangan Batu
76
70
80
60
Sumber : Anonim, 1986 (c) : 59
Kecepatan maksimum yang diijinkan untuk saluran pembawa tanpa pasangan
ditinjau dengan menggunakan persamaan (Anonim, 1986) (b) : 21) :
Vmaks= Vbx A x B x C (2-39)
dengan :
Vmaks= Kecepatan maksimum yang diijinkan (m/dt)
Vb = Kecepatan dasar (m/dt)
A = Faktor koreksi angka pori
B = Faktor koreksi kedalaman air
C = Faktor koreksi pada belokan.
Sedangkan untuk saluran pembawa dengan pasangan, kecepatan maksimum yang
diijinkan adalah (Anonim, 1986 (b) : 39) :
- Untuk pasangan batu kali Vmaks = 2 m/dt
- Untuk beton Vmaks = 3 m/dt
- Untuk pasangan tanah = kecepatan maksimum yang dijinkan
b. Tinggi Jagaan
Batasan tinggi jagaan (w) minimum saluran tanah dan pasangan dalam kaitannya
debit rencana ditetapkan sebagaimana yang tercantum pada Tabel 2.5.
-
8/10/2019 Studi Rehabilitasi Jaringan Sekunder Jatimlerek I Di Daerah Irigasi Jatimlerek Kabupaten Jombang.
33/73
25
Tabel 2.5. Tinggi Jagaan Minimum
Tinggi Jagaan Minium (m)No. Debit Rencana (m3/dt)
Saluran Tanah Saluran Pasangan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
< 0,5
0,5 1,5
1,5 5
5 10
10 15
> 15
0,40
0,50
0,60
0,75
0,85
1,00
0,20
0,20
0,25
0,30
0,40
0,50
Sumber : Anonim, 1986 (b) : 43
c. Kemiringan Talud
Perencanaan kemiringan lereng saluran dipertimbangkan terhadap stabilitas lereng
dan tinjauan aspek ekonomis.
Tabel 2.6. Kemiringan Talud Minimum Untuk Saluran Tanah
No.
Kedalaman Air + Tinggi
Jagaan (D)
(m)
Kemiringan Minimum
Talud
1.
2.
3.
< 1,0
1,0 < D < 2,0
> 2,0
1 : 1,00
1 : 1.50
1 : 2,00
Sumber : Anonim, 1986 (b) : 24
d. Tanggul
Pada umumnya desain tanggul didesain sedemikian rupa tujuan eksploitasi
pemeliharaan dan inspeksi saluran agar dilalui orang (Anonim, 1986 (b) : 26)
Tabel 2.7. Lebar Minimum Tanggul
Debit Rencana
(m3/dt)
Tanpa Jalan Inspeksi
(m)
Dengan Jalan Inspeksi
(m)
Q < 1
1 < Q < 5
5 < Q < 10
10 < Q < 15
Q > 15
1
1,5
2
3,5
3,5
3
5
5
5
~ 5
Sumber : Anonim, 1986 (b) : 27
-
8/10/2019 Studi Rehabilitasi Jaringan Sekunder Jatimlerek I Di Daerah Irigasi Jatimlerek Kabupaten Jombang.
34/73
26
2.14. Desain Bangunan
2.14.1. Layout Petak Tersier
Perencanaan teknis petak tersier harus menghasilkan perbaikan kondisi pertanian.
Masalah-masalah yang diperkirakan akan menghalangi tujuan tersebut harus dikenali
dan dipertimbangkan dalam pembuatan layout perencanaan jaringan tersier.
-
8/10/2019 Studi Rehabilitasi Jaringan Sekunder Jatimlerek I Di Daerah Irigasi Jatimlerek Kabupaten Jombang.
35/73
27
BAB III
METODE
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai gambaran tentang daerah studi, data-data
yang akan digunakan untuk merencanakan rehabilitasi jaringan sekunder Jatimlerek di
Daerah Irigasi Jatimlerek Kabupaten Jombang yang terdiri dari peta lokasi, data curah
hujan, data klimatologi dan foto lokasi daerah studi. Sedangkan pada bagian berikutnya
akan dijelaskan mengenai tahapan-tahapan studi dalam mengolah data dengan maksud
agar pengolahan data dapat dilakukan secara berurutan berdasarkan diagram alir
pengerjaan skripsi. Data-data yang diperoleh tersebut berasal dari berbagai sumber.
Dalam merencanakan jaringan irigasi sekunder, perlu dikumpulkan data-data penunjang
agar hasil perencanaan tersebut dapat dipertanggungjawabkan.
3.1 Umum
Dalam menganalisa suatu permasalahan diperlukan adanya berbagai data. Data-
data yang diperlukan dapat digolongkan menjadi data primer dan data sekunder. Data
primer merupakan data yang diperoleh dari hasil pengukuran atau pengamatan
langsung. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari mengutip berbagai
sumber yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Dalam studi ini, data yang dipergunakan adalah data sekunder antara lain data
curah hujan, data klimatologi, peta skema jaringan irigasi. Data sekunder didapat dari
Dinas Pengairan PU Propinsi Jawa Timur.
3.1.1 Daerah studi
Lokasi Survey, Investigasi dan Desain (SID) DI. Jatimlerek, meliputi 4 kecamatan
yaitu Kecamatan Ploso, Ngusikan, Kudu, Plandaan, masing-masing kecamatan
mempunyai batas wilayah seperti dibawah ini :
1.
Kecamatan Ploso, dengan letak geografi Bujur Timur 050 20`11 s/d 050 30`01
dan Llintang Selatan 07020`11 s/d 07
0 45`01. yang mempunyai batas wilayah,
antara lain :
- Utara : Kec. Kabuh
- Selatan : Kec. Tembelang
- Timur : Kec. Kudu
- Barat : Kec. Plandaan
-
8/10/2019 Studi Rehabilitasi Jaringan Sekunder Jatimlerek I Di Daerah Irigasi Jatimlerek Kabupaten Jombang.
36/73
28
2. Kecamatan Ngusikan, dengan Letak Geografis Kecamatan Ngusikan terletak pada
Bujur Timur 05020`01 s/d 05030`01, Lintang Selatan 07020`01 s/d 07045`01
yang mempunyai batas wilayah, antara lain :
- Utara : Kec. Lamongan
- Selatan : Kec. Kesamben
- Timur : Kab. Mojokerto
- Barat : Kec. Kudu, Kec. Ploso, Kec. Kabuh
3. Kecamatan Kudu, Letak Geografis Kecamatan Kudu terletak pada Bujur Timur
05020`01 s/d 050 30`01, Lintang Selatan 070 20`01 s/d 070 45`01, yang
mempunyai batas wilayah, antara lain :
- Utara : Kab. Lamongan
- Selatan : Kec. Kesamben
- Timur : Kab. Mojokerto.
- Barat : Kec. Ploso dan Kec. Kabuh.
4.
Kecamatan Plandaan, Letak Geografis Kec. Plandaan terletak pada Bujur Timur
05020`011 s/d 050 30`01, Lintang Selatan 070 20`011 s/d 07 045` 01, yang
mempunyai batas wilayah :
- Utara : Kec. Kabuh.
- Selatan : Kec. Megaluh.
- Timur : Kec. Ploso.
- Barat : Kab. Nganjuk.
3.2. Pengumpulan Data
Dalam studi ini diperlukan data-data yang mendukung yaitu data primer dan data
sekunder. Data-data yang mendukung adalah sebagai berikut :
1. Data Curah Hujan
Data curah hujan yang diperlukan diperoleh dari stasiun pengukuran curah hujan
yang berada diantara lokasi studi. Data curah hujan ini merupakan data sekunder
dan dalam hal ini merupakan wewenang dari Dinas Pengairan PU Propinsi Jawa
Timur yaitu dari stasiun Begadung.
Data curah hujan yang digunakan adalah data curah hujan selama 10 tahun terakhir
yang dimulai dari tahun 1997 2006.
-
8/10/2019 Studi Rehabilitasi Jaringan Sekunder Jatimlerek I Di Daerah Irigasi Jatimlerek Kabupaten Jombang.
37/73
-
8/10/2019 Studi Rehabilitasi Jaringan Sekunder Jatimlerek I Di Daerah Irigasi Jatimlerek Kabupaten Jombang.
38/73
30
3. Perhitungan besarnya kebutuhan air tanaman.
4. Perhitungan besarnya kebutuhan air di sawah.
5. Perhitungan besarnya kebutuhan air di intake.
6. Perencanaan Jaringan Irigasi
Dalam hal ini meliputi Saluran sekunder, Saluran tersier, bangunan bagi sadap dan
petak tersier.
7. Selesai
Selanjutnya berdasarkan rumusan masalah dan tujuan yang diinginkan dalam
penyelesaian skripsi ini akan disajikan pada diagram alir penyelesaian skripsi
(Gambar 3.2) sebagai berikut :
-
8/10/2019 Studi Rehabilitasi Jaringan Sekunder Jatimlerek I Di Daerah Irigasi Jatimlerek Kabupaten Jombang.
39/73
31
Pola Tata Tanam
Analisa
Curah Hujan
Andalan
Evaporasi Potensial
Curah Hujan Efektif
Kebutuhan Air Bersih Di Sawah
Efisiensi Irigasi
Kebutuhan Air Irigasi di Intake
Lay Out Daerah Irigasi
Selesai
Mulai
Data
Klimatologi
Data Curah
Hujan 10 Harian
Gambar 3.1 Diagram Alir Penentuan Kebutuhan Air Tanaman
-
8/10/2019 Studi Rehabilitasi Jaringan Sekunder Jatimlerek I Di Daerah Irigasi Jatimlerek Kabupaten Jombang.
40/73
32
Selesai
Mulai
Gambar 3.2 Diagram Alir Penyelesaian Studi
Data Kebutuhan
Air Tanaman
Rencana
Data Topografi
Penentuan Petak
Tersier
Lay Out
Petak Tersier
Debit Kebutuhan Di Intake
Desain Jaringan Irigasi
Dimensi Saluran dan Dimensi
Bangunan Pelengkap
-
8/10/2019 Studi Rehabilitasi Jaringan Sekunder Jatimlerek I Di Daerah Irigasi Jatimlerek Kabupaten Jombang.
41/73
36
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dijelaskan tentang pengolahan data dan hasil pembahasan yang
didasarkan pada landasan teori. Hasil dan pembahasan pada bab IV ini yang pertama
mengenai tentang tinjauan secara umum peningkatan efisiensi penggunaan air irigasi.
Pembahasan kedua terdiri dari perhitungan analisis curah hujan yang berisi tentang
perhitungan uji konsistensi data curah hujan, uji konsistensi dengan metode RAPS,
curah hujan rancangan, curah hujan efektif.
Pembahasan ketiga mengenai perhitungan kebutuhan air irigasi dan
evapotranspirasi yang terdiri dari penjelasan tentang evaporasi, transpirasi,
evapotranspirasi, evapotranspirasi cara Penmann. Pembahasan keempat mengenai hasil
pengolahan data dan perencanaan pola tata tanam yang terdiri dari koefisien tanaman,
kebutuhan air tanaman, perkolasi, pengolahan tanah dan persemaian, pergantian lapisan
air, efisiensi irigasi.
Terakhir, pembahasan kelima yang menjelaskan mengenai perhitungan jaringan
irigasi dan perencanaan jaringan irigasi irigasi yang terdiri dari saluran pembawa,
dimensi saluran sekunder.
4.1. Umum
Pengembangan sumber daya air dalam peningkatan produksi pangan merupakan
hal yang penting dalam usaha pertanian, dimana irigasi merupakan salah satu bagian
dari program intensifikasi pertanian. Peningkatan efisiensi penggunaan air irigasi
merupakan salah satu bentuk pengembangan sumber daya air bagi pertanian.
Untuk memperoleh hasil produksi yang optimal pemberian air harus sesuai
dengan jumlah dan waktu yang diperlukan tanaman. Dalam pembangunan proyek
irigasi banyaknya air yang diperlukan untuk pertanian harus sesuai dengan tepat,
sehingga pemberian air irigasi dapat seefisien mungkin. Besar kebutuhan air irigasi
ditentukan oleh banyak faktor, terutama tergantung pada macam tanaman dan masapertumbuhan tanaman sampai produksi.
Faktor yang mempengaruhi banyaknya pemakaian air irigasi adalah (Anonim,
1986 (b) : 5) :
- Jenis tanaman.
- Cara pemberian air.
-
8/10/2019 Studi Rehabilitasi Jaringan Sekunder Jatimlerek I Di Daerah Irigasi Jatimlerek Kabupaten Jombang.
42/73
37
- Jenis tanah yang digunakan.
- Cara pengelolaan dan pemeliharaan saluran serta bangunan.
- Waktu tanam berturutan, sehingga memudahkan pengaliran air.
- Pengolahan tanah.
- Iklim dan keadaan cuaca, meliputi curah hujan, angin, letak lintang, kelembaban
serta suhu udara.
4.2 Analisis Curah Hujan
4.2.1. Uji Konsistensi Data Curah Hujan
Data curah hujan yang digunakan dalam studi ini adalah merupakan data
sekunder. Data yang digunakan adalah mulai tahun 1997 sampai tahun 2006. Data curah
hujan tersebut dibutuhkan sebagai dasar untuk keperluan perhitungan kebutuhan air
irigasi daerah studi.
Dalam kajian ini terlebih dahulu akan mengadakan uji konsistensi data yaitu uji
kesesuaian data pada stasiun curah hujan yang akan dipergunakan dengan metode uji
RAPS ( Rescaled Adjusted Partial Sums) (Buishand, 1982 dalam Harto, 1993:59).
Dari data curah hujan yang ada, analisa pengujian konsistensi dengan
menggunakan data dari stasiun itu sendiri, yaitu pengujian dengan kumulatif
penyimpangan terhadap nilai rata-rata dibagi dengan akar kumulatif rerata
penyimpangan kuadrat terhadap nilai reratanya. Dimana penyimpangan yang ada untuk
kemudian dikoreksi dengan tabel nilai statistik Q dan R. dalam studi kali ini digunakan
koreksi nilai statistik dengan nilai mendekati 90%. Sehingga apabila penyimpangan
yang terjadi masih dalam batas statistik yang ada, maka data tersebut adalah konsisten.
Perhitungan uji konsistensi data dapat dilihat pada Tabel 4.1. sampai 4.3.
-
8/10/2019 Studi Rehabilitasi Jaringan Sekunder Jatimlerek I Di Daerah Irigasi Jatimlerek Kabupaten Jombang.
43/73
38
Tabel4.1DataCurahHujan10HarianStasiunPloso(mm)
Tahun
J
an
Feb
Maret
Apr
Mei
Juni
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1997
116
1
23
64
284
80
84
5
25
3
28
175
7
0
0
3
0
0
0
1998
52
45
133
136
212
24
68
161
22
12
94
53
0
27
25
10
107
8
1999
70
55
35
26
50
56
60
52
35
50
23
26
64
35
20
0
15
15
2000
180
66
145
150
0
20
77
50
145
60
65
0
0
25
0
0
0
0
2001
158
23
145
72
23
43
162
40
285
63
154
0
0
3
21
13
0
0
2002
99
1
23
173
72
35
59
70
44
120
109
17
0
0
0
0
0
0
0
2003
115
74
148
30
268
59
148
191
0
24
0
46
7
25
20
0
0
0
2004
95
1
95
130
105
57
255
195
169
145
31
0
31
14
0
0
0
0
0
2005
28
6
0
142
58
82
172
11
46
279
121
0
39
0
0
0
56
49
2006
95
98
85
33
137
35
61
48
184
64
82
32
132
27
0
0
0
0
Jumlah
1008
8
08
1058
1050
920
717
1018
791
985
720
731
195
256
142
89
23
178
72
Maks.10Harian
180
1
95
173
284
268
255
195
191
285
279
175
53
132
35
25
13
107
49
MaksBulanan
1
95
284
285
279
132
107
Min.1
0Harian
28
6
0
30
0
20
5
11
0
12
0
0
0
0
0
0
0
0
Rerata
100.8
80.8
105.8
105
92
71.7
101.8
79.1
98.5
72
73.1
19.5
25.6
14.2
8.9
2.3
17.8
7.2
Sumber:HasilPerhitungan
Tahun
Juli
Agst
Sept
Okt
Nov
Des
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1997
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
18
77
188
103
1998
19
15
20
0
0
0
19
0
65
14
22
171
37
80
90
53
116
261
1999
7
0
0
0
0
0
0
0
0
37
150
120
72
85
15
55
67
120
2000
0
0
20
0
0
0
0
9
0
15
0
55
78
106
112
81
100
18
2001
16
80
0
0
25
0
0
0
0
108
0
214
10
59
63
60
148
67
2002
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
7
83
155
32
121
2003
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
86
75
114
7
55
2004
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
139
65
22
156
2005
0
0
0
0
75
0
0
0
100
0
20
0
0
3
56
9
13
248
2006
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
20
54
58
340
Jumlah
42
95
40
0
100
0
19
9
165
174
192
560
197
426
671
723
751
1489
Maks.10Harian
19
80
20
0
75
0
19
9
100
108
150
214
78
106
139
155
188
340
MaksBulanan
80
75
100
214
139
340
Min.1
0Harian
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
15
9
7
18
Rerata
4.2
9
.5
4
0
10
0
1.9
0.9
16.5
17.4
19.2
56
19.7
42.6
67.1
72.3
75.1
148.9
Sumber:HasilPerhitungan
-
8/10/2019 Studi Rehabilitasi Jaringan Sekunder Jatimlerek I Di Daerah Irigasi Jatimlerek Kabupaten Jombang.
44/73
39
Tabel4.3Stasiu
nPloso
UjiKonsistensiDataCurahHujanMetodeRAPS
No
Ta
hun
CHMaksimum
Sk*
[Sk*]
Dy2
Sk**
[Sk**]
Keterangan
1
2
3
4
5
6
1:CurahHujanMaks.Tahunan
2:(1)-Rerata(1)
1
1997
284
36.5
36.5
133.2
25
0.6
397
0.6
397
3:[2]
2
1998
261
13.5
13.5
18.2
25
0.2
366
0.2
366
4:(3)^2/n
3
1999
150
-97.5
97.5
950.6
25
-1.7
087
1.7
087
5:(2)/Dy
4
2000
180
-67.5
67.5
455.6
25
-1.1
830
1.1
830
6:[5]
5
2001
285
37.5
37.5
140.6
25
0.6
572
0.6
572
6
2002
173
-74.5
74.5
555.0
25
-1.3
056
1.3
056
7
2003
268
20.5
20.5
42.0
25
0.3
593
0.3
593
8
2004
255
7.5
7.5
5.6
25
0.1
314
0.1
314
9
2005
279
31.5
31.5
99.2
25
0.5
521
0.5
521
10
2006
340
92.5
92.5
855.6
25
1.6
211
1.6
211
Rerata
247.5
Jumlah
3255.8
5
Sumber:HasilP
erhitungan
n
=
10
Dy
=
57.0
6
Sk**Maks
=
1.6
211
Sk**Min
=
-1.7
087
R=[Sk**Maks]-[Sk**Min]
=
3.3
298
Q=[Sk**Maks]
=
1.6
211
Q/n^0.5
=
0.4
0262
9