Studi Kualitas sanad dan matan hadis dalam kitab...
Transcript of Studi Kualitas sanad dan matan hadis dalam kitab...
i
STUDI KUALITAS SANAD DAN MATAN HADIS DALAM
KITAB NASAIH AL-‘IBAD PADA BAB AL-SUBA’IY TENTANG
LARANGAN TERTAWA
Disusun Oleh :
DAMANHURI 201034000797
JURUSAN TAFSIR HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
2007
ii
STUDI KUALITAS SANAD DAN MATAN HADIS DALAM
KITAB NASAIH AL-‘IBÂD PADA BAB AL-SUBA’IY TENTANG
LARANGAN TERTAWA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin & Filsafat Untuk memenuhi
Syarat-syarat mencapai gelar sarjana. S 1
Oleh :
DAMANHURI NIM : 201034000797
Di bawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. HM. Isa HA. Salam, MA Drs. Bustamin NIP. NIP.
JURUSAN TAFSIR HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
2007
iii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim. Al-hamdulillah, puji syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah S.W.T. yang telah memberikan kekuatan dan kemampuan bagi
penulis untuk menyelesaikan tugas akhir akademis di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, hanya kepada Allah-lah penulis meminta taufik, hidayah dan pertolongan.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad
S.A.W. beserta keluarga dan sahabatnya sekalian, semoga kita mendapatkan
syafa’atnya kelak.
Dalam proses penulisan skripsi ini tentunya melibatkan banyak kalangan,
untuk itulah penulis merasa perlu menghaturkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, terutama penulis sampaikan
kepada :
1. Bapak Dr. Amsal Bakhtiar, MA selaku Dekan Fakultas Ushuluddin Dan
Filsafat.
2. Bapak Drs. HM. Isa HA. Salam, MA dan Bapak Drs. Bustamin, MBA
selaku pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan
kepada penulis.
3. Bapak Drs. Harun Rasyid, MA selaku Direktur dan Bapak Drs. M.
Suryadinata selaku Sekretaris Jurusan Program Ekstensi Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat beserta stafnya.
4. Bapak, Ibu dan staf dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat yang telah
mengajarkan ilmunya kepada penulis sampai dapat menyelesaikan studi.
iv
5. Pimpinan dan segenap staf Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah,
Perpustakaan Ushuluddin dan Perpustakaan Iman Jama’.
6. Kedua orang tua, Abi dan Ummi yang mulia dan sangat saya hormati yang
telah memberikan dukungan dan mendo’akan saya dengan segala sesuatu
yang tak terhingga nilainya, selama penulis menjalani studi sampai kepada
penyelesaian penyusunan skripsi ini.
7. Teman-teman di Majlis Ta’lim al-Ridho Pimpinan Ustadz H. Jamaluddin,
Gamal Abdul Nasser, Anca Harngepeti, Bramasta, Markumi, Amat Yahye,
Andi Jobet dan kepada sahabat saya al-Marhum Nurfadilah Hasan yang
telah membantu saya dalam pelaksanaan KKN, semoga Allah S.W.T.
jadikan kuburnya Raudhah min Riyadhil Jannah.
8. Teman-teman di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Program Ekstensi 2001,
khususnya “Team Hojel” (Agus, Halim, Fahrul, Iunk, gufron dan adik
kelas Rukhiat).
9. My soulmate “Ummu ‘Afifah” dan Habib Husein yang selalu mendo’akan
dan membantu saya dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
Dengan selesainya karya tulis ini, penulis tentu mengharapkan saran dan
kritik konstruktif demi peningkatan mutu penulisan berikutnya, seraya memohon
taufik dan hidayah-Nya. Amin.
Wallahu a’lam bi al-sawab.
Jakarta, 7 februari 2007
penulis
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bagi orang Islam hadis adalah sumber ajaran Islam disamping al-Qur’an,
antara satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Al-Qur’an sebagai
sumber pertama yang memuat pokok-pokok ajaran Islam, sedangkan hadis
merupakan tabyin, yaitu penjelasan terhadap kandungan al-Qur’an. Tanpa
menggunakan hadis syari’at Islam tidak dapat dimengerti secara utuh dan tidak
dapat dilaksanakan. Untuk memahami ayat al-Qur’an sering kali diperlukan
peninjauan tentang bagaimana kondisi masyarakat ketika ayat itu turun,
bagaimana hubungan antara rentetan peristiwa dengan turunnya ayat tertentu,
serta menjelaskan makna mujmal al-Qur’an yang dalam hal ini hadis sangat
berperan sebagai mubayyin (penjelas al-Qur’an).
Para ulama sepakat kedudukan tertinggi al-Qur’an atas semua orang
muslim. Kedudukan Nabi berada pada posisi setelah al-Qur’an. kedudukan beliau
tidak bersumber dari penerimaan komunitas akan keberadaan Nabi sebagai
seseorang yang mempunyai kekuasaan, tetapi kedudukan beliau diekspresikan
melalui kehendak wahyu yang diturunkan Tuhan. Allah telah menguraikan posisi
Nabinya dalam struktur berikut ini.1
1. Kedudukan Nabi Muhammad S.A.W. terhadap al-Qur’an.
a. Pen-syarh Al-Qur’an.
1 M. M. Azami, Studies in Hadith Methodology and Literature, Penerjemah A. Yamin,
(Bandung: Pustaka Hidayah, 1992), Cet. ke-I, h. 21-22
vi
Nabi adalah pen-syarh al-Qur’an seperti yang diungkapkan oleh Allah
dalam firmannya:
.@M_w@y-l)_A -L#_Z^nA-m _SA-#nl_l
-N#_y-b^t_l -R@K#_VlA -k@y-l)_A A-n@l-
Z@n(-A-W
“Dan kami turunkan kepadamu al-Qur’an agar kamu menerangi
kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka”.2
b. Pembuat Hukum.
Allah S.W.T. memberikan kekuasaan kepada Nabi dalam membuat
hukum, sebagaimana firmannya;
@M^w@n-x ^v-[-yW -C_*A-b-o@lA
^M_w@y-l-x ^M#_R-e^y-W _T\`b#_y -#PlA
^M^w-l ^L#_l-e^y-W .@M_w@y-l-x @T-
nA-K ]_t-#lA -L-;@g-(;@A-W @M^h-R@u_)A
“Ia akan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan
mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang bagi
mereka beban dan belenggu yang ada pada mereka”.3
2 Al-Nahl: 44 3 Al-A’raf: 157
vii
c. Tauladan untuk Masyarakat Muslimin.
Allah menunjuk Nabi Muhammad SA.W. sebagai figur yang harus
diteladani, sebagaiman firmannya;
A@W^j@R-y -NA-K @N-m_#l %p-n-s-e
%"-W@s(^A _p#\llA _L@W^s-R ]_f @M^K-l -
NA-K @D-q-l
.A=R@y_c-K -p#\llA -R-K-V-W -R_o(`;@A -
M@W-y@lA-W -p!llA
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap rahmat
Allah dan kedatangan hari kiamat dan ia banyak mengingat Allah”.4
d. Wajib dipatuhi oleh Masyarakat.
Allah berfirman dalam al-Qur’an;
. _p#\llA _N@V)__A_b -
XA-P^y_l -#;)_A +L@W^s-#R @Nm_ A-n@l-s@R-(A `A-m-
W
“Dan kami tidak mengutus seorang Rasul melainkan untuk ditaati
dengan seizin Allah”.5
4 Al-Ahzab: 21 5 Al-Nisa: 64
viii
Ini adalah sebagian dari ayat-ayat al-Qur’an yang menetapkan kedudukan
Nabi dan menguatkan fakta bahwa seluruh kehidupan beliau, ketetapan, keputusan
dan perintahnya adalah mengikat dan mesti diteladani dalam segala kondisi
kehidupan orang muslim, baik secara individual atau kolektif sebagai masyarakat
muslim.6
Ta’rif al-hadis yang terbatas, sebagaimana yang dikemukakan oleh jumhur
al-muhadditsin ialah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad S.A.W.
baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan (taqrir) dan yang sebagainya. Ta’rif
ini mengandung empat macam unsur, yakni perkataan, perbuatan, pernyataan dan
sifat-sifat atau keadaan-keadaan Nabi Muhammad S.A.W. yang lain, yang
semuanya hanya disandarkan kepada beliau saja, tidak termasuk hal-hal yang
disandarkan kepada sahabat dan tidak pula kepada tabi’iy. 7
Dari segi periwayatannya hadis Nabi berbeda dengan al-Qur’an. Al-
Qur’an ayat-ayatnya diriwayatkan secara mutawatir,8 Sedangkan hadis Nabi
periwayatannya berlangsung secara mutawatir dan ahad. Karena itu orisinilitas al-
Qur’an tidak perlu diragukan lagi sehingga tidak perlu dilakukan penelitian. akan
halnya dengan hadis Nabi yang berkategori ahad,9 masih butuh bahkan harus
dilakukan penelitian. Peran penelitian memang sangat penting dalam sebuah
hadis, karena dengan ilmu ini kita dapat mengetahui apakah hadis tersebut dapat
dipertanggung jawabkan ke-sahihan-nya ataukah tidak. Dengan demikian, penulis
6 M. M. Azami, Studies in Hadith Methodology and Literature, h. 24 7 Fathur Rahman, Ikhtisar Musthalah al-Hadis, (Bandung: Al-Ma’arif, 1987), Cet ke-5, h.
6 8 Mutawatir adalah hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah bilangan rawi dalam tiap-tiap
tingkatan sanad-nya, dimana secara akal mustahil mereka bersepakat dusta. Lihat Mahmud al-Tahhan, Ulumul Hadis: Studi Komplesitas Hadis Nabi, penerjemah Zainul Muttaqin, (Yogyakarta: Titian Ilahi Press & LP2KI, 1997), Cet. I, h. 30
9 Hadis ahad adalah hadis yang periwayatnya tidak mencapai tingkat mutawatir.
ix
mencoba mengkaji dan meneliti hadis-hadis yang terdapat dalam salah satu kitab
karya Syekh Nawawi yang cukup masyhur dikalangan pesantren-pesantren
salafiyah di negeri kita ini yaitu kitab Nasâih al-‘ibâd, kitab yang berisikan
tentang nasihat-nasihat agama untuk hamba-hamba Allah yang mendambakan
kehidupan hakiki di dunia dan kehidupan abadi di akhirat sesuai dengan nama
kitabnya. Didalamnya kadang-kadang menyentuh persoalan hukum agama tentang
sholat, zakat dan lain-lain meskipun hanya sepintas. Kitab tersebut dapat
dikategorikan sebagai kitab yang bercorak tasawuf. Kitab ini merupakan komentar
atas kitab al-Munabbihât ‘ala al-Isti’dâd li Yaum al-Ma’âd karya Ibnu Hajar al-
Asqalani.
Di dalam kitab Nasâih al-Ibâd terdapat banyak riwayat ma’tsur, apakah
itu hadis-hadis Nabi, atsar al-shahabah atau tabi’in. penulis telah melakukan
penelitian yang terfokus kepada hadis-hadis Nabi yang berjumlah 250 hadis,
semuanya tidak memakai sanad hadis secara lengkap. Untuk memudahkan
pembahasannya beliau melakukan klasifikasi kepada sepuluh bab. Dalam tiap-
tiap bab beliau mengomentari karya Ibnu Hajar dengan menyebutkan beberapa
hadis Rasul. Syekh Nawawi, dalam mengutip hadis-hadis Nabi sama sekali tidak
menyertakan sanad-sanad hadis secara lengkap dan juga tidak mencantumkan
kualitas hadisnya. Beliau hanya menyertakan mukharij terakhir, tetapi banyak
pula hadis-hadis yang dicantumkannya tanpa mukharij terakhir. Dalam fenomena
masyarakat, kitab ini sering disajikan oleh para ustadz kepada santri salafiyah,
Apalah jadinya jika sebuah hadis itu da’if atau bahkan maudu’. Dengan demikian,
melalui penelitian hadis ini diharapkan dapat diketahui kualitas hadisnya. Apabila
x
hadis ini sahih dan hasan maka hadis ini dapat dijadikan hujjah, namun bila hadis
ini daif atau bahkan maudu’ maka tidak dapat dijadikan hujjah.
Atas dasar permasalahan di atas penulis merasa tertarik untuk meneliti dan
mengkaji hadis tersebut dan mengangkatnya sebagai judul skripsi yaitu : Studi
Kualitas Sanad dan Matan Hadis Dalam Kitab Nasâih al-Ibâd Pada Bab Al-
Subâ’iy Tentang Larangan Tertawa
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Untuk keperluan pengkajian dan penelitian dari judul skripsi ini penulis
memberikan batasan sebagai berikut :
a. Dalam kitab Nasâih al-‘Ibâd terdapat hadis-hadis dan atsar. Dalam
penelitian ini Penulis hanya meneliti hadis-hadis yang terdapat
pada bab al-Subâ’iy dan meninggalkan atsar.
b. Hadis yang ada pada bab al-Subâ’iy sebanyak sembilan belas
hadis. Penulis hanya akan meneliti hadis tentang larangan tertawa.
2. Perumusan Masalah
Dari pembatasan masalah di atas, penulis membuat suatu rumusan masalah
dalam penelitian ini, yaitu : Bagaimana kualitas hadis yang terdapat dalam kitab
Nasâih al-‘Ibâd pada bab al-Subâ’iy tentang larangan tertawa ?
C. Tujuan Penelitian
Ada beberapa hal yang menjadi tujuan penulis berkaitan dengan penelitian
ini. Pertama, penulis ingin memberikan sumbangan bagi kajian Islam terutama
xi
dalam bidang hadis. Kedua, meneliti dan mengkaji bagaimana kualitas hadis yang
terdapat dalam kitab Nasâih a-Ibâd pada bab al-Subâ’iy sesuai dengan judul yang
penulis ajukan. Ketiga, memenuhi syarat untuk memperoleh gelar sarjana
Theologi Islam ( SI ) dari jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuludin dan filsafat
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
D. Metode Penelitian
Dalam penulisan ini, penulis menggunakan penelitian kepustakaan (library
research) sepenuhnya dengan merujuk kepada sumber-sumber primer seperti
kitab-kitab hadis, buku-buku tentang theologi dan bacaan-bacaan lainnya yang
mengandung dan berkaitan dengan masalah yang dibahas sebagai bahan
pelengkap.
Adapun metode dalam kegiatan penelitian hadis ini yaitu :
1. Melakukan takhrij hadis melalui salah satu lafadz hadis dengan
menggunakan kitab kamus hadis yaitu : Al-Mu’jam al-Mafahras li Alfâz
al-Hadis al-nabawî karya A.J. Wensick, melalui topik hadis dengan
menggunakan kitab Miftâh al-Kunûz al-Sunnah, kitab al-Jâmi’ al-Shaghîr
min Ahâdis al-Basyîr al-Nadzir karya ‘Abd al-Rahman Ibn Abû Bakar al-
Suyûtî.
2. Mencari data yang telah diperoleh dari kitab kamus dengan merujuk
kepada kitab asli yang ditunjukan oleh kitab kamus atau yang hampir
mirip.
xii
3. Melakukan penelitian sanad (kritik sanad) hadits dari data yang diambil
dari kitab asli, kemudian melakukan penelusuran pada periwayat hadis
sehingga diketahui kepribadian setiap periwayat, menilai keadaannya,
hubungan antara guru-guru dan muridnya guna mendapatkan kesimpulan
tentang kredibilitas periwayat hadis tersebut.
4. Melakukan penelitian matan dari hasil penelitian diatas.
5. Memberikan kesimpulan dari hasil penelitian diatas.
Sedangkan dalam pembahasan skripsi ini penulis menggunakan metode
deskriptif analitis, yakni melalui pengumpulan data kemudian diteliti dan
dianalisa sehingga menjadi sebuah kesimpulan.
Adapun teknik penulisan skripsi ini berpedoman kepada buku penuntun
pembuatan skripsi yang berjudul : “Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan
Disertasi” UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, press 2002 dan Buku Pedoman FUF
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, press 2006/2007.
E. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penyusunan skripsi ini penulis membagi pembahasan
ini menjadi beberapa bab:
BAB I : Berisi pendahuluan yang akan diuraikan mengenai latar belakang
masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, metodologi penelitian dan
sistematika penyusunan.
BAB II : Menjelaskan metode penelitian sanad hadis meliputi pembahasan
sekilas tentang takhrij hadis, yang terdiri dari dua sub judul yaitu pengertian
takhrij hadis dan metode takhrij hadis dilanjutkan dengan pembahasan I’tibar
xiii
meliputi pengertian dan skema hadis dan diakhiri dengan pembahasan sekilas
tentang metode penelitian sanad dan matan hadis.
BAB III : Membahas studi kualitas sanad hadis meliputi kegiatan takhrij
hadis, I’tibar hadis dan kegiatan penelitian sanad hadis.
BAB IV : Membahas studi kualitas matan hadis yang terdiri atas: Pertama,
kegiatan penelitian matan dengan menggunakan tiga langkah, yakni: Melihat
matan dengan melihat kualitas sanadnya, meneliti susunan matan yang semakna,
meneliti kandungan matan, kedua : Syarah-an hadis meliputi arti beberapa kosa
kata dan analisa terhadap pokok kandungan hadis.
BAB V : Penutup yang berisi kesimpulan.
Terakhir adalah daftar pustaka yang menjadi rujukan penulis dalam
membuat skripsi ini.
xiv
BAB III
STUDI KUALITAS SANAD HADIS
A. Kegiatan Tahkrij Hadis
Berdasarkan data-data dari kitab Mu’jam al-Mafahras Li al-Fadz al-Hadis al-
Nabawi dan kitab Miftah al-Kunuz al-Sunnah10 terdapat 17 perawi dalam
beberapa kitab hadis:
1. Sunan al-Turmudzi : 5 perawi
2. Sunan Ibnu Majah : 5 perawi
3. Musnad Ahmad bin Hanbal : 7 Perawi
Berikut ini penulis menggunakan riwayat-riwayat hadis tersebut dari
setiap mukharrij berdasarkan naskah aslinya:
Susunan riwayat yang mukharrij-nya al-Turmudzi
@N-x @NA-m@y-l^s @N_b ^R-f@d-j A-n-c#-D-e
#^Y_R@u-b@l(-A ^FA-W#-ul(-A @L-;_h @N_b
^R@ib_ A-n-c#-D-e.1 ]#_n-x
^V^o(@A-y @N-m _p!llA ^L@W^s-R -LA-q -LA-q
-"-R@y-R^h ]_b(-A @N-x @N-s-e@lA _N-x
+Q_RA-P ]_b(-A
10 A. J. Wensick, al-Mu’jam al-Mafahras Li al-Fadz al-Hadis al-Nabawi, (Beirut: Dar al-Fikr, tth), Juz 5, h. 458
xv
-"-R@y-R^h A@W^b(-A -LA-q-f ? #-N_h_b ^L-
m@d-y @N-m^M#_l-d^y @W(-A #-N_h_b ^L-
m@d-y-f _T A-m_l-K@lA _*-:(^W`h
@N^K-t -M_RA-e-m@lA _Q#-t)_A -LA-q-W
A=s@m-o #-D-d-f @Y_D-y_b -V-o(-A-f,_p!llA -
L@W^s-RA-y A-n(-A ^T@l^q-f----------k_RA-j -
a)_A @N_s@e(-A-W SA#-nlA ]-n@g(-A @N^K-t -
k-l ^p!llA -M-s-q A-m_b -{@RA-W SA#-nlA -D-
b@x(A------k_e#-[lA _R_c-K^t -:-W,A=m_l@s^m
@N^K-t -k_s@f-n_l #^B_e^t A-m _SA#-nl_l #-
Be(-A-W,A=n_m(@W^m @N^K-t
11. -B@l-q@lA ^T@y_m^t k_e#-[lA -"-R@c-K #-
N)_A-f
Susunan riwayat yang mukharrij-nya Sunan Ibnu Majah
11 Isa Muhammad bin Isa bin Saurah, al-Jami’ al-Shahih Sunan al-Turmudzi,
(Beirut: Dar al-Fikr, 1994), Juz IV, Bab II, h. 478. Lihat skema sanad pada lampiran I 3 Abdullah Muhammad bin Yazid al-Qazwini, Sunan Ibnu Majah, (Beirut: Dar al-
Fikr, 1954), Juz II, No. 4193, h. 1403. Lihat skema sanad pada lampiran I
xvi
@N_b D@y_m-e@l(A ^D@b-x A-n-c ]_f-n-e@l(-A
@R-K-b @W^b(-A A-n-c @F-l-o @N_b @R-K-b
@W^b(-A A-n-c-#D-e .1
-LA-q -LA-q -"-R@y-R^h ]_b(-A @N-x @N@y-n^e
@N_b _p!llA ^D@b-x @N_b M@y_hA-R@b)_A
@N-x @R-f@d-j
12.-B@l-q@lA ^T@y_m^t k_e#-[lA -"-R@c-K #-
N)_A-f k_e#-[lA A@W^R_c-K^t -: _p!llA
^L@W^sR-
Susunan riwayatnya yang mukharrij-nya Ahmad bin Hanbal
^N@b)_A ]_n@d-y @R-f@d-j A-n-c @QA#-Z#-
Rl(A ^D@b-x A-n-c ]_b(-A ]_n-c#-D-e
_p!llA^D@b-x A-n-c#-D-e .1
^L@W^s-R -LA-q -LA-q -"-R@y-R^h ]_b(-A @N-x
@N-s-e@l(A _N-x +Q_RA-P ]_b(-A @N-x @NA-
m@y-l^s
xvii
@N-m #-N^h^m#_l-d^y @W(-A #-N_h_b ^L-
m@d-y-f +LA-u_o ^S@m-o ]_t#-m(^A @N-m
^V^o(@A-y @N-m _p!llA
A-w@y_f #-N^h#-D-d-f Y_D-y_b -V-o(-A-f -LA-
q,_p!llA -L@W^s-RA-y A-n(-A ^T@l^q -LA-q #-
N_h_b ^L-m@d-y
@N^K-t -k-l p!llA -M-s-q A-m_b -{@RA-W _SA#-
nlA -D-b@x(-A @N^K-t -M_RA-e-m@l(A _Q#-
t)_A -LA-q #-M^c
-k_s@f-n_l #^B_e^t A-m _SA-#nl_l #-B-e(-A-W
A=n_m(@W^m @N^K-t -k_RA-j -a)_A @N_s@e(-
A-W SA#-nlA ]-n@g(-A
13.-B@l-q@lA ^T@y_m^t k_e#-[lA -"-R@c-K #-
N)_A-f k_e#-[lA _R_c-K^t -:-W A=m_l@s^m
@N^K-t
13 Musnad Ahmad bin Hanbal, Kanz al-Ummal fi Sunan al-Aqwal wa al-Af’al,
(Beirut: Dar al-Fikr, tth), Juz II, h. 310. Lihat skema sanad pada lampiran I
xviii
Setelah melakukan penelusuran melalui kitab Mausu’ah al-Athraf al-
Hadis al-Nabawi,14 penulis menemukan adanya perbedaan lafadz pada hadis
yang diteliti. Adapun bunyi hadisnya sebagai berikut:
A-n-c#-D-e-W ]_bA-y@R_f@l(-A @R-f@d-j A-n-c
@N-s-e@l(-A @N_b @D-m@e(-A @N_b @D#-m-
e^m A-n-c#-D-e .1
@N_b @M@y_hA-R@b)_A A-n-c -:A-q @k_lA-m
@N_b @S-n(-A @N-b @D-m@e(-A A-n-c @D-
m@e(-A @N_b @NA-m@y-l^s
]_b(-A @@N-x ]#_D-j @N-x ]_b(-A ]_n-c#-D-e
]_nA#-s-r@l(-A ]-y@e-y @N_b ]-y@e-y @N_b
@MA-ih_
_p!llA -L@W^s-RA-y ^T@l^q......^p@n-x ^p!llA
-]_[-R #+R-V ]_b(-A @N-x ]_n-:@W^o@l(-A
@S@y_R@D)_A
14 Dalam hal ini penulis hanya akan meneliti hadis yang diriwayatkan oleh Abu
Nu’aim, karena banyaknya periwayat-periwayat lain yang juga meriwayatkan hadis diatas, seperti: Ibnu Asakir, Ibnu Hibban, Ibnu Katsir dan juga terdapat dalam kitab Kanz al-Ummal, Misykat al-Mashabih dan kitab al-Dur al-Mantsur fi Tafsir al-Ma’tsur. Lihat keterangan lebih lanjut, Muhammad al-Sa’id bin al-Basyuni Zaghlul, Mausu’ah al-Athraf al-Hadis al-Nabawi, (Beirut: Dar al-Fikr, tth), Juz 4, h. 138
xix
-B@l-q@lA ^T@y_m-y ^p#-n)_A-f k_e#-[lA
-"-R@c-K-W -kA#-y)_A _p!llA ^L@W^s-R -LA-
q , ]_n@D_Z
15._p@j-W@lA _R@W^n_b ^B-h@V-y-W
Dari beberapa riwayat hadis yang dikutip di atas, terlihat adanya
perbedaan susunan redaksi (tekstual) dari hadis yang bersangkutan dengan
redaksi yang berbeda-beda, namun masih dalam satu makna. Hal itu bisa
terjadi karena; 1) Sahabat yang menerima hadis tersebut ternyata tidak hanya
terdiri dari satu orang, tetapi ada juga sahabat lain yang pernah menerima
hadis tersebut, 2) Hadis tersebut telah diriwayatkan secara makna (riwayat bil-
ma’na). Jadi perbedaan itu tidak dapat ditoleransi.16
B. Kegiatan I’tibar
Sebagaimana dikemukakan di muka bahwa kegiatan al-i’tibar perlu dilakukan
untuk memperlihatkan dengan jelas seluruh sanad hadis yang diteliti,
termasuk nama-nama periwayatnya. Dan metode periwayatan yang digunakan
oleh masing-masing periwayat. Untuk kepentingan tersebut maka penulis akan
membuatkan skema untuk seluruh sanad bagi hadis yang diteliti.
15 Abu Nu’aim Ahmad bin Abdillah al-Ashbahani, Hilyah al-Auliya’, (Beirut: Dar
al-Fikr, 1932), Juz I, h. 168. Lihat skema sanad pada lampiran II 16 Para sahabat Nabi dan pakar hadis yang lahir kemudian mempersoalkan
tentang boleh tidaknya periwayatan hadis secara makna. Tetapi kebanyakan dari mereka membolehkannya dengan menekankan pentingnya pemenuhan beberapa syarat yang cukup ketat. Lihat lebih lanjut M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), h. 70-71
xx
Namun sebelum dibuat skema sanad-nya, ada beberapa hal yang perlu
dijelaskan terlebih dahulu, agar skema mudah disusun dan dipahami. Hal
tersebut adalah:
1. Pada jalur periwayatan al-Turmudzi
- Bisyr yang dimaksud adalah Bisyr bin Hilal al-Shawwaf al-Bashri.
Dalam skema disebutkan dengan nama lengkapnya.
- Yang dimaksud dengan Ja’far bin Sulaiman adalah Ja’far bin
Sulaiman Al-Dhuba’iy. Nama yang digunakan dalam skema adalah
nama yang disebutkan pertama. Nama ini juga terdapat dalam riwayat
Ahmad bin Hanbal.
- Nama Abi Thariq yang tidak ditulis secara lengkap. Setelah penulis
melakukan penelitian, nama Abi Thariq yang dimaksud adalah Abu
Thariq al-Sa’dy al-Bashry. Nama ini juga terdapat dalam riwayat
Ahmad bin Hanbal. Nama yang digunakan dalam skema adalah nama
yang disebutkan pertama yaitu Abi Thariq.
- Hasan yang dimaksud adalah Hasan bin Abi al-Hasan, yasar al-Bashry.
Nama yang digunakan dalam skema adalah nama yang disebutkan
pertama yaitu Hasan. Nama ini juga terdapat dalam riwayat Ahmad bin
Hanbal.
2. Pada jalur periwayatan Ibnu Majah
- Abu Bakar bin Khalaf yang dimaksud adalah Bakar bin Khalaf al-
Bashry. Dalam skema nama yang digunakan adalah yang disebutkan
pertama.
xxi
- Abu Bakar al-Hanafi nama lengkapnya adalah ‘Abdul Kabir bin
‘Abdul Majid. Nama yang digunakan dalam skema adalah nama yang
disebutkan pertama.
- ‘Abdul Hamid bin Ja’far nama lengkapnya adalah ‘Abdul Hamid bin
Ja’far bin Abdilllah bin al-Hakam bin Rafi’ bin Sinan al-Anshary al-
Ausiy. Dalam skema ditulis ‘Abdul Hamid bin Ja’far.
- Ibrahim bin ‘Abdillah bin Hunain yang dimaksud adalah Ibrahim bin
Abdillah bin Hunain al-Hasyimi. Nama yang digunakan dalam skema
adalah nama yang disebutkan pertama.
3. Pada jalur periwayatan Ahmad bin Hanbal
- Kata Abi yang dimaksud setelah Abdullah adalah Ahmad bin Hanbal.
- Abd al-Razzaq nama lengkapnya adalah Abd al-Razzaq bin Hammam
bin Nafi’ al-Himairi. Nama yang digunakan dalam skema adalah nama
yang disebutkan pertama yaitu ‘Abdu al-Razzaq.
4. Pada Jalur Periwayatan Abu Nu’aim
- Muhammad bin Ahmad bin al-Hasan nama lengkapnya adalah Abu Ali
Muhammad bin Ahmad bin al-Hasan bin Ishaq al-Baghdadi bin
Shawaf. Nama yang digunakan dalam skema adalah nama yang
disebutkan pertama.
- Ja’far al-Firyabi nama lengkapnya adalah Ja’far bin Muhammad bin al-
Hasan bin al-Mustafadh Abu Bakar al-Firyabi nama yang digunakan
dalam skema adalah nama yang digunakan pertama yaitu Ja’far al-
Firyabi.
xxii
- Sulaiman bin Ahmad yang dimaksud adalah Abu al-Qasim Sulaiman
bin Ahmad bin Ayyub bin Mutir al-Lakhmi al-Syami al-Thabrani.
Dalam skema nama yang digunakan adalah nama yang disebutkan
pertama yaitu Sulaiman bin Ahmad.
- Ahmad bin Anas bin Malik. Nama yang digunakan dalam skema
adalah nama yang disebutkan pertama yaitu Ahmad bin Anas bin
Malik.
- Kata Abi yang dimaksud setelah Ibrahim bin Hisyam adalah ayahnya
sendiri, yakni Hisyam bin Yahya bin Yahya al-Ghassani.
- Kata Jaddi yang dimaksud setelah Abi yang tidak ditulis secara
lengkap. Setelah penulis melakukan penelitian, nama lengkapnya
adalah Yahya bin Yahya bin Qais bin Harisah bin Amr bin Zaid bin
Abd al-Manat bin al-Khasykhasi al-Ghassani Abu Usman al-Syami.
Beliau adalah kakeknya Ibrahim bin Hisyam.
- Abi Idris al-Khulani nama lengkapnya adalah Aidzullah bin Abdullah
bin Amr Abu Idris al-Khulani. Dalam skema nama yang digunakan
adalah nama yang disebutkan pertama.
Selanjutnya perhatikan kedua skema sanad berikut: (Lihat Lampiran)
Pada skema tampak jelas bahwa mulai dari periwayat pertama sampai
periwayat terakhir, terdapat periwayat yang berstatus pendukung, baik berupa
syahid maupun muttabi’. Dengan demikian, hadis ini memiliki pendukung
dalam setiap tingkatan periwayatnya dan karenanya pula hadis di atas
berstatus masyhur.17 Karena sanad yang masyhur juga merupakan bagian dari
17 Hadis masyhur ialah hadis yang diriwayatkan oleh tiga periwayat atau lebih
pada setiap thabaqah atau bisa dikatakan hadis yang tidak mencapai derajat
xxiii
hadis yang berkategori ahad maka perlu diteliti, apakah hadis yang
bersangkutan dapat dipertanggung jawabkan keorisinilannya berasal dari Nabi
ataukah tidak.
C. Kegiatan Penelitian Sanad
Dari seluruh sanad yang ada, sanad yang dipilih untuk diteliti dalam kegiatan
ini adalah salah satu sanad Ibnu Majah, yakni yang melalui jalur Abu Bakar
bin Khalaf. Penulis sengaja hanya memilih sanad Ibnu Majah karena sanad
Ibnu Majah dipandang oleh jumhur ulama hadis sebagai kitab yang berada di
bawah standar kitab-kitab hadis lainnya, terutama enam kitab hadis yang
berstatus standar (kutub al-sittah).18
Urutan nama periwayat hadis riwayat Ibnu Majah di atas adalah; (1) Periwayat
I Abu Hurairah; (2) Periwayat II Ibrahim bin Abdillah bin Hunain; (3)
Periwayat III Abdul Hamid bin Ja’far; (4) Periwayat IV Abu Bakar al-Hanafi;
(5) Periwayat V Abu Bakar bin Khalaf; (6) Periwayat VI Ibnu Majah.19
Dalam kegiatan ini, kritik sanad (naqd al-sanad) dimulai pada
periwayat terakhir, yakni Ibnu Majah lalu diikuti pada periwayat sebelum Ibnu
Majah dan seterusnya sampai periwayat pertama.
1. Ibnu Majah
mutawatir, Mahmud Thahhan, Taisir Musthalahah al-Hadis, (Beirut: Dar al-Qur’an al-Karim, 1979), h.22
18 Muhammad bin Muhammad Abu Syuhbah, Kutub al- Sittah: Mengenal Enam
Pokok Hadis dan Biografi para Penulisnya, (Semarang: Pustaka Progresif, 1999), Cet. 2, h. 97
19 Abdullah Muhammad bin Yazid al-Qazwini, Sunan Ibnu Majah, ( Beirut: Dar al-Fikr, 1954), Juz II, No. 4193, h. 1403
xxiv
a. Nama lengkapnya: Abu Abdullah Muhammad bin Yazid bin Majah al-
Qazwiniy (209-273 H).20
b. Guru dan muridnya dibidang periwayatan hadis: Guru Ibnu Majah
cukup banyak, antara lain: Ali bin Muhammad al-Thanafisi, Jubarah bin
al-Mughallis, Mush’ab bin Abdullah al-Zubairi, Suwaid bin Sa’id,
Abdullah Mu’awiyah al-Jumahi, Muhammad bin Rumh, Ibrahim bin al-
Mundzir al-Hizami, Abu Bakar bin Abi Syaibah, Hisyam bin Ammar.
Murid-muridnya antara lain: Muhammad bin Isa al-Abhari, Abu al-
Thayyib Ahmad bin Rauhin al-Baghdadi, Abu Amru Ahmad bin
Muhammad bin Hakim al-Madini, Abu al-Hasan Ali Ibrahim al-
Qaththan, sulaiman bin Yazid al-Fami.21
c. Pernyataan para kritikus hadis Tentang Dirinya:
1) Al-Zahabi: Ibnu Majah adalah seorang yang hafidz, saduq.
2) Ibn al-Jauzi: Ibnu Majah adalah seorang yang ‘arif.
3) Abu Ya’la al-Khalili: Dia tsiqah, saduq, Muttafaq ‘alaih.22
Tidak ada seorang kritikus pun yang mencela Ibnu Majah. Pujian yang
diberikan orang kepadanya adalah pujian yang berperingkat tinggi dan
tertinggi. Dengan demikian, pernyataan Ibnu Majah yang mengatakan bahwa
dia menerima hadis di atas dari Abu Bakar bin Khalaf dengan metode al-
sama’ (dengan lambang haddatsana) dapat dipercaya kebenarannya. Itu
20 Abdullah Muhammad bin Yazid al-Qazwini, Sunan Ibnu Majah, h. 1523 21 Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin Usman al-Zahabi, Siyar A’lam al-
Nubala, (Beirut: Muassasah Risalah, 1992), Juz 13, h. 277-278 22 Al-Zahabi, Siyar A’lam al-Nubala’, h. 278-279
xxv
berarti, sanad antara Ibnu Majah dan Abu Bakar bin Khalaf dalam keadaan
Muttashil (bersambung).
2. Abu Bakar bin Khalaf
a. Nama lengkapnya: Bakar bin Khalaf al-Bashri, Abu Bisyri Khatan Abi
Abd al-Rahman al-Muqri’ (w. 240 H).23
b. Guru dan Muridnya dibidang periwayatan hadis: gurunya terhitung
banyak sekali, antara lain; Ibrahim bin Khalid al-Shan’ani, Azhar bin
al-Qasim, Isma’il bin Dawud al-Mikhraqiy, Basyar bin Mufadhal,
Bakar bin Shadaqah al-Madini, Abi Bakar Abd al-Kabir bin Abd al-
Majid al-Hanafi, Abd al-Wahab bin Abd al-Majid al-Tsaqafi. Murid-
muridnya juga banyak sekali, antara lain: Bukhari, Abu Dawud, Ibnu
Majah, Ibrahim bin Sa’id bin Ma’dan al-Hamadzaniy, Ahmad bin
Muhammad al-Maushiliy, Abdullah bin Ahmad bin Hanbal.24
c. Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya:
1) Hasyim bin Murtsad al-Thabrani dari Yahya bin Mu’in: Dia
saduq.25
23 Jamaluddin Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi, Tahzib al-Kamal Fi Asma al-Rijal,
(Beirut: Dar al-Fikr, tth), Juz III, h. 133 24 Al-Mizzi, Tahzib al-Kamal Fi Asma al-Rijal, h. 133-134 25 untuk predikat-predikat yang diberikan oleh para kritikus hadis jika terdapat
dalam padanannya dalam bahasa indonesia maka akan diterjemahkan. Tetapi jika penerjemahannya akan menimblkan reduksi maka penulis akan tetap menggunakan istilah-istilahnya dalam bahasa arab, seperti tsiqah, shaduq dan sebagainya.
xxvi
2) Abu Hatim: Dia tsiqah.
Komentar-komentar para kritikus hadis tersebut menunjukkan
bahwa Abu Bakar bin Khalaf adalah periwayat yang tidak diragukan lagi
kepribadiaannya. Tidak seorang pun dari mereka melontarkan celaan terhadap
pribadi Abu Bakar bin Khalaf. Dengan demikian, pernyataannya yang
mengatakan bahwa dia menerima hadis di atas dari Abu Bakar al-Hanafi dapat
dipercaya kebenarannya. Itu berarti, sanad antara Abu Bakar bin Khalaf dan
Abu Bakar al-Hanafi dalam keadaan bersambung.
3. Abu Bakar al-Hanafi
a. Nama lengkapnya: Abdul Kabir bin Abdul Majid, Abu Bakar al-
Hanafi al-Bashriy. Dan dia wafat di Bashrah pada tahun 204 Hijriah.26
b. Guru dan muridnya di bidang periwayatan hadis: Gurunya terhitung
banyak sekali, antara lain: Usamah bin Zaid al-Laitsiy, Aflah bin
Humaid, Khutsaim bin ‘Iraq bin Malik, Sufyan al-Tsauriy, Abdul
Hamid bin Ja’far al-Anshariy, Malik bin Anas. Muridnya juga banyak
sekali, antara lain: Ahmad bin Hanbal, Ishaq bin Manshur al-Kausaj,
Abu Basyar Bakar bin Khalaf, Abu Khaitsamah Zuhair bin Harb,
Abdul Jabbar bin al-‘Ala’ al-Athar, Muhammad bin Basysyar bin
bundar.
c. Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya:
1) Abu Bakar al-Atsram dari Ahmad bin Hanbal: tsiqah.
2) Abdullah bin Ahmad bin Hanbal: aku bertanya kepada ayahku
tentang dirinya, ia berkata: Aku belajar hadis kepadanya.
26 Al-Mizzi, Tahzib al-Kamal Fi Asma al-Rijal, Juz 12, h. 3
xxvii
3) Usman bin Sa’id al-Darimiy dari Yahya bin Mu’in: saduq.
4) Abu Hatim: salih al-hadits.
5) Abu Zur’ah: mereka adalah tiga bersaudara, ketiganya tsiqah.27
Pujian yang diberikan para kritikus hadis adalah pujian yang
menunjukkan bahwa Abu Bakar al-Hanafi adalah seorang periwayat yang
memiliki kualitas pribadi dan kemampuan intelektual yang tidak diragukan.
Dengan demikian, pernyataannya yang mengatakan bahwa dia menerima
riwayat hadis di atas dari Abdul Hamid bin Ja’far dapat dipercaya. Itu berarti,
sanad antara abu Bakar al-Hanafi dengan Abdul Hamid bin Ja’far dalam
keadaan bersambung.
4. Abdul Hamid bin Ja’far
a. Nama lengkapnya: ‘Abdul Hamid bin Ja’far bin ‘Abdillah bin al-
Hakam bin Rafi’ bin Sinan al-Anshariy al-Ausiy. Ia wafat dikota
madinah pada tahun 153 Hijriah.28
b. Guru dan muridnya dibidang periwayatan hadis: Gurunya cukup
banyak sekali, diantaranya: ayahnya; Ja’far bin Abdillah bin al-Hakam
bin Rafi’ bin Sinan al-Anshariy, paman dari ayahnya; ‘Umar bin al-
Hakam, Wahab bin Kaisan, Yahya bin Sa’id al-Anshariy, al-Aswad bin
al’Alaa’ bin Jariyah, Ibrahim bin Abdillah bin Hunain, Sa’id al-
Maqbariy, al-Zuhriy. Murid-muridnya antara lain: Ibnu al-Mubarak,
Khalid bin al-Harits, Abu Khalid al-Ahmar, Abdullah bin Hamran,
27 Abu Bakar al-Hanafi mempunyai tiga saudara, diantaranya: Abu ‘Ali, Syarik
dan ‘Umair, Lihat Al-Mizzi, Tahzib al-Kamal Fi Asma al-Rijal, Juz 12, h. 3-4 19 Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalani, Tahzib al-tahzib, (Beirut: Dar al-Fikr,
tth), Juz 5, h. 22
xxviii
Yahya al-Qaththan, Abu Bakar al-Hanafi, Muhammad bin Bakar al-
Bursaniy, al-Fadhlu bin Musa Abu Ashim.
b. Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya:
1) Ibnu Abi Khutsaimah dari Ibnu Mu’in: tsiqah.
2) Utsman al-Darimiy dari Ibnu Mu’in: tsiqah.
3) Abu Hatim: mahallahu al-sidqu.
4) Ibnu Sa’ad: tsiqah, katsir al-hadits.
5) Al-Saajiy: tsiqah, saduq.29
Secara umum komentar para kritikus hadis adalah positif. Maka Abdul
Hamid bin Ja’far termasuk periwayat yang tidak diragukan lagi
kredibilitasnya. Dengan demikian, pernyataannya yang mengatakan bahwa dia
menerima riwayat hadits di atas dari Ibrahim bin Abdillah bin Hunain dapat
dipercaya. Itu berarti bahwa sanad antara Abdul Hamid bin Ja’far dan Ibrahim
bin Abdillah bin Hunain dalam keadaan bersambung.
5. Ibrahim bin Abdillah bin Hunain
a. Nama lengkapnya: Ibrahim bin Abdillah bin Hunain al-Hasyimi,
Maulahum al-Madani. Ia wafat pada awal tahun keseratus Hijriah. 30
b. Guru dan muridnya dibidang periwayatan hadis: Guru-gurunya cukup
banyak, diantaranya: ayahnya, Abdillah bin Hunain, Ali bin Abi
Thalib, Abi Murrah Maula ‘Aqil bin Abi Thalib, Abi Hurairah.
Muridnya antara lain: Usamah bin Zaid al-Laitsy, Ishaq bin Abi Bakar
al-Madaniy, Ishaq bin Abdullah bin Abi Farwah, Harits bin Abd al-
29 Al-Asqalani, Tahzib al-Tahzib, h. 23 21 Al-Asqalani, Tahzib al-Tahzib, Juz I, h. 155
xxix
Rahman bin Abi Dzubab, Abdul Hamid bin Ja’far al-Anshariy,
Muhammad bin Ishaq bin Yasar, Muhammad bin ‘Ajlan.
c. Pernyataan kritikus hadis tentang dirinya:
1) Muhammad bin Said: tsiqah, katsir al-hadits.
2) Al-Nasai: tsiqah.31
Komentar-komentar para kritikus hadis menunjukkan bahwa Ibrahim
bin Abdillah bin Hunain adalah tsiqah. Dengan demikian pernyataannya yang
mengatakan bahwa dia menerima hadis di atas dari Abu Hurairah dapat
dipercaya. Itu berarti sanad antara Ibrahim bin Abdillah bin Hunain dan Abu
Hurairah dalam keadaan bersambung.
6. Abu Hurairah
a. Nama lengkapnya: Para sahabat banyak berbeda-beda pendapat
tentang nama dan ayahnya, dikatakan namanya: Abd al-Rahman bin
Shakhkhar, dikatakan: Abd al-Rahman bin Ghanam, dikatakan:
Abdullah bin ‘Aiz, dikatakan: Abdullah bin ‘Amir, dikatakan:
Abdullah bin ‘Amru, dikatakan: Sukain bin Wadzamah, dikatakan:
namanya pada masa jahiliyah adalah Abd al-Syams, kunyahnya: Abu
al-Aswad, maka Rasulullah S.A.W. memberikan nama kepadanya
Abdullah, dan memberikan Kunyah kepadanya Abu Hurairah, berkata
Abu al-Qasim al-Thabrani bahwa nama ibunya Maimunah binti
Shabih. Abu Hurairah wafat pada tahun 57 Hijriah.
b. Guru dan muridnya dibidang periwayatan hadis: Guru-gurunya cukup
banyak, antara lain: Nabi Muhammad S.A.W., al-Katsir al-Thayyib,
31 Al-Mizzi, Tahzib al-Kamal fi Asma al-Rijal, Juz I, h. 374
xxx
Ubbi bin Ka’ab, Usamah bin Zaid bin Haritsah, Bashrah bin Abi
Bashrah al-Ghiffariy, ‘Umar bin Khattab, Fadhl bin alAbbas, Ka’ab al-
Ahbar, Abu Bakar al-Shiddiq, ‘Aisyah istri Rasul. Murid-muridnya
cukup banyak, antara lain: Ibrahim bin Ismail, Ibrahim bin Abdillah
bin Hunain, Ibrahim bin Abdullah bin Qaridz, Abdullah bin Ibrahim
bin Qaridz al-Zuhriy, Ishaq bin Abdullah Maula Zaidah, Aswad bin
Hilal al-Muharibiy, Anas bin Hakim al-Dhabiy, Anas bin Malik, Hasan
al-Bashriy. 32
c. Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya:
1) Al-Bukhari: Telah banyak yang meriwayatkan hadis dari Abu
Hurairah yaitu sekitar 800 laki-laki atau lebih dari ahli ilmu dari
para sahabat Nabi dan para tabi’in dan seterusnya.
2) Amru bin Ali: Dia tinggal di Madinah, permulaan dan islamnya
pada tahun khaibar pada bulan muharram tahun ketujuh.
3) Pada suatu hari Marwan bin Hakam bermaksud menguji
kemampuan menghafal dari Abu Hurairah maka dipanggilnya ia
dan dibawanya duduk bersamanya, lalu dimintanya untuk
mengabarkan hadis-hadis Rasullullah. Sementara itu disuruhnya
penulisnya menuliskan apa yang diceritakan Abu Hurairah dari
balik dinding. Sesudah berlalu satu tahun, dipanggilnya Abu
Hurairah kembali dan dimintanya membacakan lagi hadis-hadis
yang dulu itu yang telah ditulis sekretarisnya. Ternyata tak ada
yang terlupa oleh Abu Hurairah sepatah katapun.
32 Al-Mizzi, Tahzib al-Kamal Fi Asma al-Rijal, Juz 21, h. 90-98
xxxi
4) Imam Syafi’i: Ia seorang yang paling banyak hafal hadis diantara
seluruh perawi hadis sesamanya. 33
Abu Hurairah telah banyak meriwayatkan hadis disebabkan beliau
senantiasa berdampingan dengan Rasulullah selama tiga tahun selepas
memeluk Islam. Ini sebagaimana terjemahannya: Sesungguhnya saudara kami
dari pada golongan Muhajirin sibuk dengan urusan mereka dipasar dan orang-
orang Anshar pula sibuk bekerja diladang mereka sementara aku seorang yang
miskin senantiasa bersama Rasulullah S.A.W. ‘Ala Mil’i Bathni. Aku hadir
dimajlis yang mereka tidak hadir dan aku hafadz pada masa mereka lupa. Abu
Hurairah termasuk orang ahli ibadat yang mendekatkan diri kepada Allah
S.W.T., selalu melakukan ibadah bersama istri dan anak-anaknya semalaman
secara bergiliran, mula-mula ia berjaga sambil shalat, sepertiga malam
kemudian dilanjutkan oleh istrinya, sepertiga malam dan sepertiganya lagi
dimanfaatkan oleh putrinya. Dengan demikian, tidak ada satu saatpun yang
berlalu pada setiap malamnya dirumah Abu Hurairah melainkan berlangsung
disana ibadah, zikir dan shalat.34
Tidak ada seorang kritikus pun yang mencela Abu Hurairah tentang
kepribadiaannya, pujian yang diberikan kepadanya adalah pujian yang
berperingkat tinggi. Dengan melihat hubungan pribadinya yang begitu dekat
dengan Rasulullah S.A.W. dan banyaknya hadis yang dihafal olehnya, maka
Abu Hurairah termasuk salah seorang sahabat Nabi yang tidak diragukan lagi
33 Subhi al-Salih, Membahas Ilmu-Ilmu Hadis, penerjemah Tim Pustaka Firdaus
(Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995), Cet. ke-2, h. 315-317 25 Subhi al-Salih, Membahas Ilmu-Ilmu Hadis, h. 316
xxxii
kejujuran dan ke-sahihan-nya dalam menyampaikan hadis Nabi. Itu artinya
sanad antara Abu Hurairah dan Rasul Allah dalam keadaan bersambung.
Dari seluruh periwayatan yang terdapat dalam sanad yang diteliti
masing-masing dari mereka itu bersifat tsiqah, ‘adil dan dhabit. Sanad-nya
dalam keadaan bersambung mulai dari mukharrij-nya sampai kepada sumber
utama berita yaitu Nabi Muhammad S.A.W. Dengan demikian sanad hadis
tersebut menurut hasil penelitian dari salah satu sanad Ibnu Majah adalah
berkualitas sahih li dzatih.
Berikut ini adalah urutan nama periwayat hadis riwayat Abu Nu’aim
diantaranya: (1) Abu Dzar al-Ghiffari; (2) Abi Idris al-Khulani; (3) Yahya al-
Ghassani; (4) Hisyam bin Yahya; (5) Ibrahim bin Hisyam; (6) Ahmad bin
Anas bin Malik; (7) Sulaiman bin Ahmad; (8) Ja’far al-Firyabi; (9)
Muhammad bin Ahmad bin al-Hasan; (10) Abu Nu’aim.35
Dalam kegiatan ini, kritik sanad (naqd sanad) dimulai pada periwayat
terakhir, yakni Abu Nu’aim lalu diikuti para periwayat sebelum Abu Nu’aim
dan seterusnya sampai periwayat pertama.
1. Abu Nu’aim
a. Nama lengkapnya: Ahmad bin Abdullah bin Ahmad bin Ishaq bin
Musa bin Mihran Abu Nu’aim al-Mihrani al-Ashbahani al-Sufi (336-
430 H).
b. Guru dan muridnya dibidang periwayatan hadis: Guru-gurunya antara
lain: Ahmad bin Bundar al-Sya’aari, Ahmad bin Ma’bad al-Samsari,
Ahmad bin Muhammad al-Qashshari, Abdullah bin Muhammad bin
35 Abu Nu’aim Ahmad bin Abdillah al-Ashbahani, Hilyah al-Auliya’, (Beirut: Dar
al-Fikr, 1932), Juz I, h. 168
xxxiii
Ibrahim al-Uqaili, Abdurrahman bin Abbas, Abi al-Qasim al-Tabrani,
Abu Ali al-Sawaf. Muridnya antara lain: Abu Bakar bin Abi Ali al-
Hamdani, Abu Bakar al-Khatib, Abu Ali al-Wakhsyi, Abu Shaleh al-
Muadzin, Yusuf bin Hasan al-Tafakkkuri dan masih banyak lagi.
c. Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya:
1) Abu Muhammad Al-Samarqandi: Saya mendengar Abu Bakar al-
Khatib berkata: saya tidak pernah melihat seseorang yang
mendapat gelar al-hafidz melainkan dua orang, yaitu Abu Nu’aim
al-Ashbahani dan Abu Hazim al-Abduyi.
2) Ahmad bin Muhammad Al-Mardawiyyah: Dia adalah hafidz
besar di Dunia.
3) Hamzah bin Abbas Al-Alawi: Para ahli hadis mengatakan bahwa
Abu Nu’aim tidak ada bandingannya selama 14 tahun.36
Tidak ada seorang kritikus pun yang mencela Abu Nu’aim, pujian
yang diberikan kepadanya adalah pujian yang berperingkat tinggi yang
menunjukkan bahwa beliau adalah seorang periwayat yang mempunyai
kredibilitas dan ke-dhabit-an yang tidak diragukan. Dengan demikian,
pernyataan Abu Nu’aim yang mengatakan bahwa dirinya menerima hadis dari
Muhammad bin Ahmad bin al-Hasan dan Sulaiman bin Ahmad dengan
metode al-sama’ dapat dipercaya kebenarannya. Itu berarti, sanad antara Abu
Nu’aim dan kedua gurunya (Muhammad bin Ahmad bin al-Hasan dan
Sulaiman bin Ahmad) dalam keadaan bersambung.
2. Muhammad bin Ahmad bin Al-Hasan
36 Muhammad bin Ahmad bin Usman al-Zahabi, Siyar a’lam al-Nubala’, (Beirut:
Muassasah al-Risalah, 1995), Juz 17, 453-461
xxxiv
a. Nama lengkapnya: Abu Ali Muhammad bin Ahmad bin al-Hasan bin
Ishaq al-Baghdadi bin Shawaf (270-359 H).37
b. Guru dan muridnya dibidang periwayata hadis: Guru-gurunya antara
lain: Muhammad bin Ismail al-Turmuzi, Ishaq bin al-Hasan al-Harbi,
Bisyr bin Musa, Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, Muhammad bin
Ahmad bin al-Nadhar al-Azdi, Muhammad bin Usman bin Abi Syaibah,
Ibrahim bin Hisyam al-Baghawi, Ja’far al-Firyabi dan lain-lain.
Muridnya cukup banyak, antara lain: Abu al-Hasan bin al-
Razqawiyyah, Abu al-Fath bin al-Fawaris, Abu Husein bin Bisyran,
Abu Bakar al-Barqani, Abu Nu’aim al-Ashbahani dan Iddah.
c. Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya:
1) Al-Dar Al-Quthni: Saya belum pernah melihat orang sebaik Abu
Ali bin al-Shawwaf.
2) Ibn Abi Al-Fawaris: Dia tsiqah ma’mun.38
Dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa Muhammad bin Ahmad
bin al-Hasan adalah seorang periwayat yang cukup diakui kepribadiaannya dan
tidak ada seorang kritikus pun yang mencelanya. Dengan demikian,
pernyataannya yang mengatakan bahwa dirinya mendapatkan hadis dari Ja’far
al-Firyabi dapat diterima dengan baik. Itu berarti, sanad antara Abu Ali
Muhammad bin Ahmad bin al-Hasan dan Ja’far al-Firyabi dalam keadaan
bersambung.
3. Sulaiman bin Ahmad
37 Al-Zahabi, Siyar A’lam al-Nubala’, Juz 16, h. 184 38 Al-Zahabi, Siyar A’lam al-Nubala’, h. 184-185
xxxv
a. Nama lengkapnya: Abu al-Qasim Sulaiman bin Ahmad bin Ayyub bin
Mutir al-Lakhmi al-Syami al-Tabrani (w. 360 H).39
b. Guru dan muridnya dibidang periwayatan hadis: Gurunya cukup
banyak, antara lain: Idris bin Ja’far al-Aththar, Basyar bin Musa, Ishaq
bin Ibrahim al-Mishri al-Qaththan, Idris bin Abdulkarim al-Haddad,
Ja’far bin Muhammad al-Ramli, Ibrahim bin Muhammad bin Barrah
al-Shan’ani, Ahmad bin Ishaq al-Khasyab, Ali bin Abd al-Samad,
Usman bin Umar al-Dabiy, Muhammad bin Muhammad al-Tamar,
Muhammad bin Asad bin Yazid al-Ashbahani. Muridnya antara lain:
Abu Sa’ad al-Naqqasi, Abu Bakar bin Abi Ali al-Zakwani, Ahmad bin
Muhammad bin Ibrahim al-Ashbahani, Abu Nu’aim al-Ashbahani,
Abu Khalifah al-Jumhi dan lain-lain.40
c. Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya:
1) Abu Bakar bin Mardawiyah: Aku masuk ke Baghdad dan mencari
hadis Idris bin Ja’far al-Athar dari Yazid bin Harun, maka tidak
aku dapati kecuali diriwayatkan oleh al-Tabrani.41
2) Ahmad bin Mansur al-Syairazi al-Hafiz: Dia tsiqah, saya menulis
hadis darinya sebanyak 30.000 hadis.42
3) Abu Nu’aim: Ia menjadi guru hadis selama 60 tahun.
39 Al-Zahabi, Siyar A’lam al-Nubala’, Juz 16, h. 119; Al-Asqalani, Lisan al-
Mizan, (Beirut: Dar al-Fikr, 1988), Cet ke-1, Juz 3, h. 88 40 Al-Qasim Sulaiman bin Ahmad al-Tabrani, al-Mu’jam al-Ausat, (Beirut: Dar al-
Hadis, 1996), Juz 1, h. 9-10 41 Al-Tabrani, al-Mu’jam al-Ausat, h. 13-14 42 Al-Asqalani, Lisan al-Mizan, Juz 3, h. 89
xxxvi
4) Sulaiman bin Ibrahim: Telah berkata Abu Ahmad al-Assali al-
Qadi: jika belajar hadis dari al-Tabrani sebanyak 20.000 hadis,
Ishaq bin Hamzah 30.000 hadis dan Abu al-Syeikh 40.000 hadis,
maka sempurnalah kita.43
Tidak ada seorang kritikus pun yang mencela Sulaiman bin Ahmad al-
Tabrani. Pujian yang diberikan kepadanya adalah pujian yang berperingkat
tinggi. Dengan demikian, pernyataannya yang mengatakan bahwa dirinya
telah menerima hadis dari Ja’far al-Firyabi dapat dipercaya kebenarannya. Itu
berarti, sanad antara al-Tabrani dan Ja’far al-Firyabi dalam keadaan
bersambung.
4. Ahmad bin Anas bin Malik.44
5. Ja’far Al-Firyabi
a. Nama lengkapnya: Ja’far bin Muhammad bin al-Hasan bin al-
Mustafadh Abu Bakar al-Firyabi.
b. Guru dan muridnya dibidang periwayatan hadis: Gurunya cukup
banyak, antara lain: Syaiban bin Farrukh, Muhammad bin Abu Bakar
al-Muqaddami Hudbah bin Khalid, Qutaibah bin Said, Abu Mus’ab
al-Zuhri, Ishaq bin Rahawiyah, Abi Ja’far al-Nufaili, Muhammad bin
Aidz dan lain-lain. Gurunya yang terdapat dalam Mu’jam al-Firyabi
antara lain: Ibrahim bin Hajjaj al-Syami, Ibrahim bin Sa’id al-Jauhari,
Ibrahim bin Abdullah al-Harawi, Ibrahim bin Yahya al-Ghassani dan
43 Al-Zahabi, Siyar A’lam al-Nubala’, Juz 16, h. 122 44 Mengenai periwayat ini tidak diberikan keterangannya secara jelas. Lihat Al-
Zahabi, Siyar A’lam al-Nubala’, Juz 25, h. 28
xxxvii
lain-lain. Muridnya antara lain: Abu Bakar al-Najad, Abu Bakar al-
Syafi’i, Abu Ali al-Shawwaf, Abu al-Qasim al-Tabrani, Abu Bakar al-
Qati’i, Abu Bakar al-Ja’abi, Abdul Baqi’ bin Qani’, Abu Ali bin
Harun dan lain-lain.45
c. Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya:
1) Al-Khatib al-Baghdadi: Dia tsiqah al-hujjah.
2) Abu Ahmad bin Adi: Kami menghadiri hadis Ja’far ketika itu ada
10.000 orang yang hadir.
3) Ahmad bin Kamil: Dia tsiqah ma’mun.
4) Al-Qadi Abu al-Walid al-Baji: Dia tsiqah mutqin.
5) Al-Dar al-Qutni dan Ibnu Syahin mengatakan bahwa al-Firyabi
wafat tahun 301 Hijriah pada malam rabu bulan Muharram.46
Komentar-komentar kritikus hadis di atas menunjukkan, bahwa Ja’far
al-Firyabi adalah seorang yang memiliki kualitas dan kemampuan intelektual
yang tidak diragukan. Dengan demikian, pernyataan al-Firyabi yang
mengatakan bahwa dia menerima hadis di atas dari Ibrahim bin Hisyam dapat
dipercaya kebenarannya. Itu berarti, sanad antara Ja’far al-Firyabi dan Ibrahim
bin Hisyam dalam keadaan muttashil (bersambung).
6. Ibrahim bin Hisyam
45 Al-Zahabi, Siyar A’lam al-Nubala’, Juz 14, h. 96-101 46 Al-Zahabi, Siyar A’lam al-Nubala’, h. 100-101
xxxviii
a. Nama lengkapnya: Ibrahim bin Hisyam bin Yahya bin Yahya al-
Ghassani.
b. Guru dan muridnya dibidang periwayatan hadis: Gurunya antara lain:
ayahnya (Hisyam bin Yahya) dan Ma’ruf al-Khiyat. Muridnya antara
lain: Ya’kub al-Fasawi, Ja’far al-Firyabi, Ibnu Qutaibah, al-Hasan bin
Sufyan.
c. Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya:
1) Ibnu al-Jauzi: Dia seorang pembohong.
2) Abu Zur’ah: Dia seorang pembohong.
3) Abdurrahman: Saya bertanya tentang Ibrahim bin Hisyam kepada
bapak saya, beliau menjawab: “…saya yakin bahwa dia seorang
pembohong”.
4) Abu Al-‘Arab dari Abi al-Thahir al-Maqdisi: Ibrahim bin Hisyam
al-Ghassani seorang yang da’if.
5) Al-Zahabi: Dia matruk. 47
Secara umum, para kritikus hadis menyatakan bahwa Ibrahim bin
Hisyam adalah seorang pendusta. Namun, dalam periwayatannya Ibrahim bin
Hisyam memiliki ketersambungan sanad dengan ayahnya yaitu Hisyam bin
Yahya al-Ghassani. Itu berarti, sanad antara Ibrahim bin Hisyam dan ayahnya
dalam keadaan bersambung.
7. Hisyam bin Yahya
47 Al-Asqalani, Lisan al-Mizan, Juz 1, h. 124-125; Al-Zahabi, Mizan al-I’tidal,
(Beirut: Dar al-Fikr, tth), Juz 1, h. 72-73; Abdurrahman bin Abi Hatim, al-Jarh wa al-Ta’dil, (Beirut: Dar al-Fikr, 1953), Juz 2, h. 142-143
xxxix
a. Nama lengkapnya: Hisyam bin Yahya bin Yahya al-GhassaniGuru
dan muridnya dibidang periwayatan hadis: Gurunya antara lain:
Ayahnya (Yahya bin Yahya al-Ghassani). Muridnya antara lain: Al-
Walid bin Muslim, Hisyam bin Ammar al-Dimasyqi, Yahya bin
Shalih al-Wahazhi dan Ibrahim bin Hisyam.
b. Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya: Menurut Ibnu Abi
Hatim, bahwa Hisyam salih al-hadits.48
Dari kesimpulan di atas dapat diketahui bahwa Hisyam bin Yahya
adalah periwayat yang baik. Oleh karena itu, Ibnu Abi Hatim memasukkan
Hisyam bin Yahya ke dalam kitabnya “al-Jarh wa al-Ta’dil” sebagai orang
yang adil. Dengan demikian, pernyataan Hisyam bin Yahya yang mengatakan
bahwa dia menerima hadis di atas dari ayahnya yaitu Yahya bin Yahya al-
Ghassani dapat dipercaya. Itu berarti, sanad antara Hisyam bin Yahya dan
Yahya bin Yahya al-Ghassani dalam keadaan muttashil (bersambung).
8. Yahya bin Yahya al-Ghassani
a. Nama lengkapnya: Yahya bin Yahya bin Qais bin Harisah bin Amr bin
Zaid bin Abd al-Manat bin al-Khasykhasy al-Ghassani Abu Usman al-
Syami.
b Guru dan muridnya dibidang periwayatan hadis: Gurunya cukup
banyak, antara lain: Mahmud bin Labid, Sa’id bin Musayyab, Abi Idris
al-Khulani, Abi Bakar bin Muhammad bin Amr bin Hazm, ‘Umrah
binti Abdurrahman, ‘Urwah bin al-Zubair, Qais bin al-Haris al-Kindi.
Muridnya antara lain: Anaknya (Hisyam bin Yahya), Khalid bin
39 Abdurrahman bin Abi Hatim, al-Jarh wa al-Ta’dil, Juz 9, h. 197
xl
Dahqan, Abu Bakar bin Abi Maryam, Abdullah bin ‘Aun, Ibnu Ishaq,
Abdurrahman bin Yazid bin Jabir.49
c. Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya:
1) Al-Mufdhil bin Gassan: tsiqah.
2) Ibnu Ma’in: tsiqah.
3) Al-Tabrani: tsiqah.50
Tidak ada seorang kritikus pun yang mencela Yahya bin Yahya al-Ghassani.
Pujian yang diberikan kepadanya membuktikan bahwa dia adalah seorang
yang tsiqah. Dengan demikian, pernyataan Yahya al-Ghassani yang
menyatakan bahwa dia menerima hadis di atas dari Abi Idris al-Khulani dapat
dipercaya kebenarannya. Itu berarti, sanad antara Yahya al-Ghassani dan Abi
Idris al-Khulani dalam keadaan bersambung.
9. Abi Idris al-Khulani
a. Nama lengkapnya: ‘Aidzullah bin Abdullah bin Amr bin Abu Idris al-
Khulani.
b. Guru dan muridnya dibidang periwayatan hadis: Gurunya cukup
banyak, antara lain: Ubay bin Ka’ab, Bilal bin Rabah, Huzaifah bin al-
Yaman, Syaddad bin Aus, ‘Ubadah bin Shamit, Abdullah bin Abbas,
Abu Musa al-Asy’ari, Umar bin Khattab, Mu’awiyah bin Abi Sufyan,
Abi Dzar al-Ghiffari dan lain-lain.51 Muridnya antara lain: Bisyr bin
Abdillah al-Hadhrami, Rabi’ah bin Yazid, Abu Hazim Salamah bin
49 Al-Asqalani, Tahzib al-Tahzib, Juz 9, h. 314-315 50 Al-Asqalani, Tahzib al-Tahzib, h. 315 51 Al-Asqalani, Tahzib al-Tahzib, Juz 10, h. 25-26
xli
Dinar al-Madani, Syahr bin Syab, Abdullah bin Rabi’ah bin Yazid,
Yahya bin Yahya al-Ghassani.
c. Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya:
1) Makhul: Saya tidak pernah melihat orang yang lebih ‘alim dari Abi
Idris al-Khulani.
2) Al-Zuhri: Dia Qadhi ahl al-syam.
3) Abu Zur’ah al-Dimasyqi: Orang terbaik di Syam itu adalah Zubair
bin Nufair, Abu Idris dan Katsir bin Murrah, saya bertanya kepada
Duhaim; Siapa yang terdepan dintara mereka? Beliau menjawab:
“Abu Idris”.
4) Mushir: Dia ‘alim ahl al-syam.52
Komentar para kritikus hadis di atas membuktikan bahwa Abi Idris al-Khulani
adalah seorang periwayat yang adil yang memiliki kredibilitas dan intelektual
yang cukup tinggi. Dengan demikian, pernyataan Abi Idris yang mengatakan
bahwa dia mendapat hadis di atas dari Abi Dzar al-Ghiffari dapat dipercaya
kebenarannya. Itu berarti, sanad antara Abi Idris al-Khulani dan Abi Dzar al-
Ghiffari dalam keadaan bersambung.
10. Abu Dzar al-Ghiffari
a. Nama lengkapnya: Jundub bin Janadah bin Qais bin Amr bin Mulail bin
Sha’ir bin Harram bin Affan. Ada satu pendapat yang mengatakan
bahwa namanya adalah Barir bin Janadah.
52 Al-Asqalani, Tahzib al-Tahzib, h. 26-27
xlii
b. Guru dan muridnya dibidang periwayatan hadis: Gurunya adalah Nabi
Muhammad S.A.W.. Muridnya cukup banyak, antara lain: Anas bin
Malik, Ibnu Abbas, Khalid bin Wahban, Kharsyah bin al-Hur, Zubair
bin Nufair, al-Ahnaf bin Qais, Abdullah bin Shamit, Abu Idris al-
Khulani dan lain-lain.53
Abu Dzar al-Ghiffari termasuk salah seorang sahabat Nabi, ia meninggal
di Rabdzah pada tahun 32 Hijriah. Tidak ada kepastian tentang nama aslinya, akan
tetapi Ibnu Hajar al-Asqalani mengatakan dalam kitabnya “Tahzib al-Tahzib”
bahwa namanya adalah Jundub.54 Terdapat didalam suatu riwayat oleh Ibnu Majah,
bahwasanya Nabi pernah memanggil Abu Dzar dengan panggilan Junaidib.55
Abu Dzar dikenal tekun beribadah, ia adalah sahabat kelima yang lebih
dulu masuk Islam. Ia baru bisa hijrah sesudah perang Khandaq. Abu Dzar termasuk
kelompok yang melakukan bai’at kepada Nabi Muhammad S.A.W. dan berikrar
tidak memperdulikan celaan orang dalam menegakkan kebenaran dan akan
menyatakan perkara yang hak meskipun dengan pahit.56
Dengan demikian, maka dapat dipastikan bahwa keadilan Abu Dzar al-
Ghiffari tidak diragukan lagi kejujuran dan ke-sahihan-nya dalam menyampaikan
hadis Nabi. Hal ini menegaskan bahwa sanad antara Abu Dzar al-Ghiffari dan Nabi
dalam keadaan bersambung.
53 Al-Asqalani, Tahzib al-Tahzib, Juz 10, h. 101-102
54 Al-Asqalani, Tahzib al-Tahzib, h. 102
55 Al-Asqalani, al-Ishabah Fi Tamyiz al-Shahabah, (Beirut: Dar al-Kutub, tth), Juz 7, h. 106
56 Subhi al-Salih, Membahas Ilmu-Ilmu Hadis, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995), Cet. ke-2, h. 328
xliii
Dari seluruh periwayatan yang terdapat dalam sanad yang diteliti ternyata
terdapat seorang perawi yang tidak diketahui identitasnya (mubham) yaitu Ahmad
bin Anas bin Malik dan seorang perawi yang dituduh dusta oleh para ahli hadis
yaitu Ibrahim bin Hisyam dan sanad-nya tidak bersambung. Dengan demikian,
sanad hadis riwayat Abu Nu’aim menurut hasil penelitian adalah berkualitas da’if.
xliv
xlv
BAB IV
STUDI KUALITAS MATAN HADIS
A. Kegiatan Penelitian Matan
Dalam hubungannya dengan status kehujahan hadis, maka penelitian
sanad dan matan memiliki kedudukan yang sama pentingnya. Karena menurut
ulama hadis, suatu hadis barulah dinyatakan sahih apabila sanad dan matan hadis
itu sama-sama berkualitas sahih.57
Adapun yang menjadi unsur-unsur acuan pertama yang harus dipenuhi
oleh suatu matan yang bersifat sahih adalah terhindar dari Syadz (kejanggalan)
dan terhidar dari ‘illat (cacat).58
Dalam kegiatan penelitian matan hadis penulis akan mencoba berusaha
menggunakan tiga langkah sebagai berikut:
1. Meneliti Matan dengan Melihat Kualitas Sanadnya
Hasil penelitian sanad (naqd al-sanad) hadis yang diteliti telah ditegaskan
bahwa sanad hadis Ibnu Majah (dalam hal ini adalah jalur Abu Bakar bin Khalaf)
adalah berkualitas sahih. Dari hasil penelitian sanad (naqd al-sanad) hadis yang
diteliti juga telah ditegaskan bahwa sanad hadis Abu Nu’aim (dalam hal ini
adalah jalur Muhammad bin Ahmad bin al-Hasan dan Sulaiman bin Ahmad)
adalah berkualitas da’if. Itu berarti, bahwa kualitas sanad Ibnu Majah dan Abu
57 Jadi, hadis yang sanad-nya sahih dan matan-nya tidak sahih, atau sebaliknya,
sanad-nya da’if dan matan-nya sahih tidak dinyatakan sebagai hadis sahih. Uraian lebih lanjut, lihat, M Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), h. 122-123
58 M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h. 122
xlvi
Nu’aim telah memenuhi langkah pertama penelitian matan untuk hadis yang
bersangkutan.
2. Meneliti Susunan Matan yang Semakna
Susunan matan hadis untuk ketiga belas sanad yang telah dikutip dari
ketiga mukharij (al-Turmudzi, Ibnu Majah, Ahmad bin Hanbal) tersebut, memiliki
kesamaan makna. Perbedaan lafadz memang terlihat jelas dan hampir memiliki
redaksi yang sama, akan tetapi tidak menjadikan perbedaan makna. Hal itu
menunjukkan bahwa hadis yang diteliti telah diriwayatkan secara makna (riwayat
bi al-ma’na).59
Untuk memperjelas adanya perbedaan lafadz yang dimaksud, berikut ini
dikemukakan kutipan dari ketiga matan tersebut:
60 -B@l-q@lA ^T@y_m^t k_e#-[lA -"-R@c-K
#-N)_A-f -k_e#-[lA _R_c-K^t -: .1
61 -B@l-q@lA ^T@y_m^t k_e#-[lA -"-R@c-K #-
N)_A-f -k_e#-[lA A@W^R_c-K^t -: .2
62 -B@l-q@lA ^T@y_m^t k_e#-[lA -"-R@c-K #-
N)_A-f -k_e#-[lA _R_c-K^t -: .3
59 Riwayat bi al-ma’na adalah periwayatan hadis yang isi atau matan-nya tidak
persis sama, namun maknanya sesuai dengan yang dimaksudkan oleh Rasul. Lihat, Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadis, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1996), Cet. ke-I, h. 106
60 Susunan menurut riwayat al-Turmudzi 61 Susunan menurut riwayat Ibnu Majah 62 Susunan menurut riwayat Ahmad bin Hanbal
xlvii
Pada ketiga matan di atas hampir terlihat adanya kemiripan lafadz. dari
dua hadis menyebutkan kata @R_c-K^t dan dari satu hadis menyebutkan kata
A@W^R_c-K^t diawal matan. Perbedaan lafadz tersebut tidak menjadikan
perbedaan makna.
Adapun susunan matan hadis untuk kesembilan sanad yang telah dikutip
dari satu orang mukharij (Abu Nu’aim) tersebut, hampir memiliki kesamaan
makna, akan tetapi memiliki perbedaan lafadz yang terlihat begitu jelas sekali dan
perbedaan lafadz itu dapat menyebabkan perbedaan makna.
Untuk memperjelas adanya perbedaan lafadz dimaksud, berikut ini
dikemukakan kutipan dari matan tersebut:
63._p@j-W@lA _R@W^n_b ^B-h@V-y-W
-B@l-q@lA ^T@y_m-y ^p#-n)_A-f k_e#-[lA -"-R@c-K-W -
kA#-y)_A
Pada matan di atas tampak adanya perbedaan lafadz yang begitu jelas.
Dari ketiga hadis riwayat Ibnu Majah, al-Turmudzi dan Ahmad bin Hanbal di atas
sama-sama menyebutkan kata-kata -B@l-q@lA ^T@y_m^t diakhir matan
dan dari satu hadis riwayat Abu Nu’aim, terdapat tambahan kalimat yang
menyebutkan dengan bunyi matan _p@j-W@lA _R@W^n_b ^B-
h@V-y-W -B@l-q@lA ^T@y_m-y
63 Susunan menurut riwayat Abu Nu’aim 8 Lihat kembali keterangan terdahulu, Bab III, h. 44
xlviii
Dengan demikian, apabila ditempuh metode muqaranat terhadap
perbedaan lafadz pada berbagai matan yang semakna, maka dapat dinyatakan
bahwa perbedaan lafadz tersebut tidak dapat ditoleransi. Pernyataan “tidak dapat
ditoleransi” didasarkan atas alasan bahwa sanad hadis riwayat Abu Nu’aim
adalah berkualitas da’if.64
3. Meneliti Kandungan Matan
Dalam melakukan kegiatan penelitian muqaranat (perbandingan) kandungan matan kedua hadis di atas, penulis mencoba menampilkan kandungan matan yang terdapat dalam hadis riwayat Abu Nu’aim yang berbunyi : “Berhati-hatilah kamu dengan banyak tertawa karena banyak tertawa dapat mematikan (membekukan) hati dan dapat menghilangkan cahaya wajah. Dari terjemahan hadis tersebut terdapat kalimat ”dan dapat menghilangkan cahaya wajah”, sedangkan dalam kandungan matan riwayat Ibnu Majah tidak terdapat kalimat tersebut. Hal itu menunjukkan bahwa kandungan matan hadis riwayat Abu Nu’aim memiliki lafadz dan makna yang berbeda dengan kandungan matan hadis riwayat Ibnu Majah yang juga diriwayatkan oleh al-Turmudzi dan Ahmad bin Hanbal yang telah teruji ke-sahihan-nya. Selain itu juga, setelah penulis melakukan penelitian matan melalui pendekatan rasio, kandungan matan hadis riwayat Abu Nu’aim memiliki makna yang terlalu berlebih-lebihan dan tidak rasional. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kandungan matan hadis riwayat Ibnu Majah adalah mahfudz dan kandungan matan hadis riwayat Abu Nu’aim adalah syadz.
B. Syarah-an Hadis (Syarh al-Hadits)
1. Arti Beberapa Kosa Kata
Lafadz ke[ berarti tertawa, gurau, gelak-gelak (terbahak-bahak).65 Lafadz
ke[ bermakna L@Z-hlA yakni senda gurau, kelakar, tertawa terbahak-bahak.66 Lafadz kAe@[m_lA bermakna ke#[lA RycKlA maksudnya banyak tertawa-tawa.67
65 Muhammad Idris Abd al-Rauf al-Marbawi, Kamus Arab-Melayu, (Kairo: Maktabah al-Mishriyyah, tth), Juz I, h. 348 66Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, (Yogyakarta: Ponpes al-Munawwir, 1984), h. 870
11 Louis Ma’luf, al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam, (Beirut: Dar al-Masyriq,
1986), h. 446
xlix
2. Analisis Terhadap Pokok kandungan Hadis
Dari kandungan hadis di atas dapat dipahami bahwa tertawa terbahak-bahak itu adalah perbuatan yang dilarang oleh Rasulullah S.A.W. karena tertawa terbahak-bahak sampai mengeluarkan suara yang keras dapat mematikan hati. Dalam riwayat Hannad bin Sirri dan Hasan al-Bishri, dia berkata: “Tertawa itu ada dua macam, pertama tertawa yang disukai oleh Allah dan kedua tertawa yang dibenci oleh Allah”. Adapun tertawa yang disukai oleh Allah S.W.T. ialah seseorang tersenyum kepada saudaranya setelah lama tidak bertemu dan merasa rindu kepadanya. Sedangkan tertawa yang dibenci oleh Allah ialah seseorang berkata dengan ucapan batil dan kasar kepada orang lain karena ingin menertawakan atau agar orang lain tertawa, maka ia akan jatuh ke Neraka Jahanam tujuh puluh musim.68
Maksud tertawa itu ada dua macam, pertama tertawa yang akan diberi pahala oleh Allah dan kedua tertawa yang akan disiksa oleh Allah jika dia menghendakinya. Adapun tertawa yang akan diberi pahala oleh Allah ialah seseorang tertawa kapada saudaranya karena lama tidak bertemu dan merasa rindu padanya. Adapun tertawa yang akan mendapat siksa ialah tertawanya seseorang karena seseorang mengucapkan kalimat yang fasid sambil tertawa atau ingin ditertawakan oleh yang lainnya. Dengan demikian dia akan dijerumuskan kebawah Neraka Jahanam selama tujuh puluh tahun.69
Dalam kitab al-Ihya’ disebutkan bahwa “Tersenyum itu ialah tampak gigi, tetapi tidak terdengar suara” dan menurut al-‘Azizi, tabassam (tersenyum) itu ialah permulaan tertawa dan tertawa itu berserinya wajah karena senang sehingga tampak giginya. Jika hal itu menimbulkan suara serta terdengar dari jauh, maka dikatakan tertawa terbahak-bahak, dan jika tidak menimbulkan suara disebut tersenyum. Demikian al-‘Azizi mengutip dari sebagian ulama.70
Menurut Hamka dalam tafsir-nya al-Azhar, Allah S.W.T. telah menyuruh manusia agar lebih banyak menangis dan sedikit tertawa supaya mereka (orang-orang munafik) mencoba untuk duduk bermenung dan berfikir, untuk memeriksa kembali cara berfikir mereka yang salah itu. Kalau sekiranya mereka merasa gembira karena ditinggalkan berperang oleh Rasul akibat keengganan mereka sambil tertawa-tawa karena bebas dari tanggung jawab, bilamana mereka berfikir dengan tenang, niscaya mereka tidak akan sanggup tertawa, melainkan mereka akan terus menangis dan menyesali diri: “Sebagai balasan dari apa yang mereka telah usahakan”. Mereka akan menangis menyesali diri akibat perbuatan dan jiwa mereka yang bobrok itu. Mereka akan menangis kelak dan tidak sempat tertawa lagi, sebagaimana Firmannya:
12 Syekh Nawawi, Tanqihul Qaul al-Hatsits: Penafsiran Hadis Rasulullah secara
Kontekstual, Alih bahasa Ibnu Zuhri, (Bandung: Trigenda Karya, 1995), Cet. Ke-I, h. 347
13 Syeikh Nawawi, Tanqihul Qaul al-Hatsits, h. 347
70 Syeikh Nawawi, Tanqihul Qaul al-Hatsits, h. 349-350
l
82.pbWtlA.-N@W^b_s@K-y A@W^nA-K A-m_b =*`A-Z-j A=R@y_c-K A@W^K@b-y@lA-#W =;@y_l-q A@W^K-e@[-y@l-f “ Maka biarlah mereka tertawa-tawa sedikit dan menagislah mereka yang banyak, sebagai balasan dari apa yang telah mereka usahakan”.71
Nasihat Rasulullah S.A.W. kepada manusia agar selalu banyak berfikir, merenung dan lebih banyak menangis daripada tertawa, terlukis pula dalam sabda beliau, demikian bunyinya:
^QA-f#_nlA ^R-w @}-y A=R@y_c-K @M^t@y-K-b-l--W =;@y_l-q @M^t@Ke_-[-l ^M-l@x(-AA-m -N@W^m-
l@d-t @W-l
_N@y_m(-;@A -R@y-g ^N-m-t(@W^y-W ^N@y_m(-;@A ^M-w#-t^y-W ^p-m@e#-RlA ^{b_@q^t-W ^p-nA-
m(-;@A ^v_f-t@R-t-W ._M_l @}^m@lA _L@y#-llA _LA-c@m(-A-K ^N-t_f@lA
^N@W^n^j@lA ^F-R#-ilA M^K_b -OA-n(-A “Kalau kamu mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kamu akan
sedikit tertawa dan akan banyak menangis. Sebab kemunafikan akan terlihat nyata, amanat akan hilang sirna, rahmat akan tercabut, orang yang dipercaya akan mendapat tuduhan dan orang yang tidak dapat dipercayai akan memikul kepercayaannya, unta tua hitam akan terpaut dihadapanmu dan fitnah-fitnah akan datang laksana malam gelap gulita”. (Dirawikan oleh Bukhari, Muslim dan para ahli hadis lainnya dari Abu Hurairah).72
Melihat beberapa pernyataan di atas, jelas sekali bahwa tertawa berlebih-lebihan itu adalah suatu perbuatan yang dilarang Rasulullah S.A.W. karena merupakan sifat yang tercela yang menunjukkan sifat orang-orang yang munafik. Namun apakah larangan Rasulullah itu benar-benar mutlak? melihat tertawa adalah sifat manusiawi yang menunjukkan kebahagiaan seseorang yang merupakan anugrah dari Allah S.W.T. kepada manusia. Sebagaimana dalam Firmannya:
71 Mereka (orang-orang munafik) telah bergembira karena tidak ikut pergi
berperang bersama Rasulullah dalam perang tabuk. Mereka gembira karena tidak ikut memikul kewajiban yang telah diperintahkan tuhan kepada mereka. Lihat, Hamka, Tafsir al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas,1984), Juz 10, h. 304-306
16 Hamka, Tafsir al-Azhar, h. 306-307 17 Al-Qur’an al-Karim, al-Qur’an dan terjemahannya, (Madinah: Kerajaan Saudi
Arabia, 1971), h. 875
li
.43 Mj#nl(A. ]-K@b(-A-W -k-e@[(-A -W^h $p#-n(-A-W “Dan bahwasanya Dialah yang menjadikan orang tertawa dan menangis”.73
Secara hukum, menurut Yusuf Qardhawi, “Sesungguhnya tertawa itu termasuk tabiat manusia, binatang tidak dapat tertawa, karena tertawa itu datang setelah memahami dan mengetahui ucapan yang didengar atau sikap dari gerakan yang dilihat, sehingga ia tertawa karenanya. Sesuai pendapat di atas, maka hukum tertawa adalah boleh. Secara ibadah tertawa merupakan sedekah, memberi kesan berseri dan optimis, penawar bagi rohani yaitu obat bagi jiwa dan ketenangan bagi sanubari yang lelah setelah bekerja dan berusaha, tanda kemurahan hati dan menunjukkan kebahagiaan.74
Berdasarkan pendapat-pendapat ulama di atas, maka dapat dipahami bahwa tertawa termasuk dalam hal Akhlak yang telah diatur dan dibahas dalam Islam yang menunjukkan keluhuran ajaran Islam. Pendapat-pendapat mereka merupakan adab dan pengagungan terhadap sunnah Rasulullah S.A.W.
18 Aries Taufik Kurniawan, Manajemen Tertawa, artikel diakses tanggal 25 April 2006 darihttp://www.percikaniman.com/modules.php?name=Artikelpilihan&op=detail_artikelpilihan&id=204
lii
Lampiran I
Skema sanad Ibnu Majah, Al-Turmudzi dan Ahmad bin Hanbal
"RyRh Wb(A
Nse Nyne Nb pllADbx Nb M hARb)A
Rfdj Nb DymelA Db
QRAP ]b(A
MlsW pylx pllA au pllA LWsR
NAmyls Nb Rfdj
]fnelA RKb Wb(A
liii
Lampiran II
Skema sanad Abu Nu’aim
FAW#ulA L;h Nb Rib
Flo Nb RKb Wb(A
]VmRtlA
pjAm Nb)A
QAZ#RlA Db
MlsW pylx pllA au pllA LWsR
]RAfrlA
]n;WolA SyRD)A
]nAsrlA
]yey Nb
Lbne Nb D (A
liv
MAih Nb
klAm Nb Sn(A ]bAyRflA
Dme(A Nb NselA Nb Dme(A
Mydn
lv
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an al-Karim
Abu Syuhbah, Muhammad bin Muhammad. Kutub al-Sittah: Mengenal enam Pokok Hadis dan Biografi. Semarang: Pustaka Progresif, 1999.
Al-Asqalani, Ahmad bin Ali bin Hajar. Tahzib al-Tahzib. Beirut: dar al-Fikr, tth. ---------------, al-Ishabah fi Tamyiz al-Shahabah. Beirut: Dar al-Fikr, tth. ---------------, Lisan al-Mizan. Beirut: Dar al-Fikr, tth. Al-Ashbahani, Abu Nu’aim Ahmad bin Abdillah. Hilyah al-Auliya’. Beirut: Dar
al-Fikr, 1932. Azami, Muhammad Mustafa. Studies in Hadith Methodology and Literature.
Bandung: Pustaka Hidayah, 1992. Al-Bantani, Muhammad Nawawi. Nasaih al-‘Ibad. Semarang: Toha Putra, tth. Bruinessan, Martin Van. Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat: Tradisi-tradisi
Islam di Indonesia. Bandung: Mizan, 1995. Chaidar. Sejarah Pujangga Islam: Syeikh Nawawi al-Bantani. Jakarta: Sarana
Utama, 1979. Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam 4, ed. Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ikhtiar Baru
Van Houve, 1997. Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai.
Jakarta LP3S,1994. Hasan, Ahmad Rifa’i. Warisan Intelektual Islam: Tela’ah atas Karya-karya
Klasik. Bandung: Mizan, 1987. Hanbal, Abu Abdullah Ahmad bin. Musnad Ahmad bin Hanbal. Beirut: Dar al-
Fikr, tth. Hatim, Abdurrahman bin Abi. al-Jarh wa al-Ta’dil. Beirut: Dar al-Fikr, 1953. Hamka. Tafsir al-Azhar. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984.
lvi
http//:www.percikaniman.com/search.php?=percikaniman.com&cachehey=03uhs
9yoakGVPTOCDxRDKv7pec9 Isma’il, Muhammad Syuhudi. Metodologi Penelitian Hadis Nabi. Jakarta: Bulan
Bintang, 1992. Al-Mizzi, Jamaluddin Abi al-Hajjaj Yusuf. Tahzib al-Kamal fi Asma al-Rijal.
Beirut: Dar al-Fikt, 1994. Al-Marbawi, Muhammad Idris Abd al-Rauf. Kamus Arab-Melayu. Kairo:
Maktabah al-Mishriyyah, tth. Mas’ud, Abdurrahman. Intelektual Pesantren; Perhelatan Agama dan Tradisi.
Yogyakarta: LkiS, 2004. Ma’luf, Louis. Al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam. Beirut: Dar al-Masyriq, 1986. Munawir, Ahmad Warson. Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia. Surabaya:
Pustaka Progressif, 1997. Muhammad bin Isa bin Saurah, Abi Isa. Al-Jami’ al-Shahih Sunan al-Turmudzi.
Beirut: Dar al-Fikr, 1994. Nawawi, Syeikh. Tanqihul Qaul al-Hatsits: Penafsiran Hadis Rasulullah secara
Kontekstual. Bandung: Trigenda Karya, 1995. Al-Qazwini, Abu Abdullah Muhammad bin Yazid. Sunan Ibnu Majah. Beirut:
Dar al-Fikr, 1954. Rahman, Fatchur. Ikhtisar Musthalah al-Hadis. Bandung: PT. al-Ma’arif, 1987. Ranuwijaya, Utang. Ilmu Hadis. Jakarta: Gaya Media Pratama, 1996. Al-Salih, Subhi. Membahas Ilmu-Ilmu Hadis. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995. Suminto, Aqib. Politik Hindia Belanda. Jakarta: LP3S, 1985. Steenbrink, Karel A. Beberapa Aspek tentang Islam di Indonesia Abad ke-19.
Jakarta: Bulan Bintang, 1984. Al-Tahhan, Mahmud. Ulumul Hadis: Studi Komplesitas Hadis Nabi. Yogyakarta:
Titian Ilahi Press, 1997. --------------, Taisir Musthalah al-Hadis. Beirut: Dar al-Qur’an al-Karim, 1979. Al-Tabrani, al-Qasim Sulaiman bin Ahmad. Al-Mu’jam al-Ausat. Beirut: Dar al-
Fikr, tth.
lvii
Wensick, A. J. al-Mu’jam al-Mafahras Li al-Fadz al-Hadis al-Nabawi. Terjemah
Muhammad Fuad Abdul Baqi’. Leiden: EJ. Brill, 1995. --------------, Miftah al-Kunuz. Terjemah Muhammad Abdul Baqi’. Kairo: Dar al-
Hadis, 1991. Al-Zahabi, Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin Usman, Siyar A’lam al-
Nubala’, Beirut Muassasah al-Risalah, 1992. --------------, Mizan al-I’tidal. Beirut: Dar al-Fikr, tth. Zaqlul, Muhammad al-Sa’id bin al-Basyuni. Mausu’ah al-Athraf al-Hadis al-
Nabawi. Beirut: Dar al-Fikr, tth.