STUDI KOMPARASI PEMBELAJARAN KIMIA MENGGUNAKAN/Studi...kristya widyaning m. studi komparasi...
Transcript of STUDI KOMPARASI PEMBELAJARAN KIMIA MENGGUNAKAN/Studi...kristya widyaning m. studi komparasi...
93
STUDI KOMPARASI PEMBELAJARAN KIMIA MENGGUNAKAN
METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL TAI (TEAM
ASSISTED INDIVIDUALIZATION) DAN MODEL LT (LEARNING
TOGETHER) TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA
SUBPOKOK
BAHASAN IKATAN KIMIA KELAS X SEMESTER 1
SMA NEGERI 2 SUKOHARJO
TAHUN PELAJARAN
2005/2006
Oleh :
KRISTYA WIDYANING M
K3301034
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
93
STUDI KOMPARASI PEMBELAJARAN KIMIA MENGGUNAKAN
METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL TAI (TEAM
ASSISTED INDIVIDUALIZATION) DAN MODEL LT (LEARNING
TOGETHER) TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA
SUBPOKOK
BAHASAN IKATAN KIMIA KELAS X SEMESTER 1
SMA NEGERI 2 SUKOHARJO
TAHUN PELAJARAN
2005/2006
Oleh :
KRISTYA WIDYANING M
K3301034
SKRIPSI
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar
Sarjana Pendidikan Program Kimia Jurusan P MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
93
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Haryono, M.Pd Dr. rer. nat. Hj. Sri
Mulyani, M.Si
NIP. 130 529 712 NIP. 131 943 799
93
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.dan diterima
untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Hari :
Tanggal :
Tim Penguji Skripsi :
Nama Terang Tanda Tangan
Ketua : Dra. Hj. Bakti Mulyani, M.Si ......................
Sekretaris : Sri Retno Dwi Ariani, S.Si, M.Si
......................
Anggota I : Drs. Haryono, M.Pd ......................
Anggota II : Dr. rer. nat. Hj. Sri Mulyani, M.Si
......................
Disahkan oleh
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Dekan,
Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd
NIP 131 658 563
93
ABSTRAK
Kristya Widyaning M. STUDI KOMPARASI PEMBELAJARAN KIMIAMENGGUNAKAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODELTAI (TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION) DAN MODEL LT(LEARNING TOGETHER) TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWAPADA SUBPOKOK BAHASAN IKATAN KIMIA KELAS X SEMESTER 1SMA NEGERI 2 SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN 2005/2006. Skripsi. Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, April 2009.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bahwa pembelajaran
dengan metode Team Assisted Individualization dapat memberikan prestasi
belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode Learning Together pada
subpokok bahasan Ikatan Kimia bagi siswa kelas X semester 1 SMA Negeri 2
Sukoharjo tahun pelajaran 2005/2006.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan desain penelitian
Randomized Control Group Pretest and Posttest Design. Pengambilan sampel
menggunakan teknik random sampling. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas
X SMA Negeri 2 Sukoharjo tahun pelajaran 2005/2006. Sampel terdiri dari dua
kelas yaitu kelas X-4 dan X-5 yang diambil secara random sampling. Teknik
pengumpulan data dilakukan dengan metode tes bentuk objektif untuk aspek
kognitif, metode angket untuk aspek afektif, dan tes dalam bentuk uraian untuk
aspek psikomotor. Adapun analisis data yang digunakan adalah uji-t pihak kanan
dengan taraf signifikansi 5 %.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
dengan metode Team Assisted Individualization dapat memberikan prestasi
belajar yang lebih tinggi dibandingkan metode Learning Together pada subpokok
bahasan Ikatan Kimia. Hal ini ditunjukkan oleh ketiga harga t hitung kelas
ekperimen Team Assisted Individualization dan Learning Together berdasarkan
uji-t pihak kanan untuk nilai kognitif (2,4473), afektif (1,7110), dan psikomotor
(2,0625) lebih besar daripada t tabel = 1,66 sehingga hipotesis nol-nya ditolak.
93
MOTTO
“Dalam permasalahan dan tekanan sekalipun, rencana TUHAN tetaplah
rencana yang terbaik bagi kita.”
(Alberti)
”Karena masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang”
(Amsal 23 : 18)
93
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya sederhana ini untuk :
Ayah dan Ibu tercinta yang senantiasa memberikan dukungan dan doa
Adikku Andri
Mas Hary untuk dukungan dan doanya
Beti, Sari, Siska, Reni, Ninik, Siti, dan Ima yang membuat
persahabatan terasa indah
Almamater
93
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
kasih dan karunia-Nya, sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi
ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mendapatkan gelar
Sarjana Pendidikan.
Banyak hambatan, , tantangan, dan kesulitan dalam penulisan skripsi ini,
namun berkat bantuan, bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak akhirnya
kesulitan yang timbul dapat teratasi. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih
kepada yang terhormat :
1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M Pd selaku Dekan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang
telah memberi ijin penyusunan skripsi.
2. Dra. Hj. Kus Sri Martini, M Si selaku Ketua Jurusan P MIPA Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang
telah memberi ijin penyusunan skripsi ini.
3. Dra. Hj. Tri Redjeki, M Si selaku Ketua Program Kimia yang telah
memberi ijin penyusunan skripsi ini.
4. Drs. Haryono, M M selaku Pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan, petunjuk dan pengarahan dengan penuh kesabaran sehingga
skripsi ini dapat diselesaikan.
5. Dr. rer. nat. Hj. Sri Mulyani, M Si selaku Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan, petunjuk dan pengarahan dengan penuh
kesabaran sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
6. Drs. Djohar Arifin selaku Kepala SMA Negeri 2 Sukoharjo yang telah
memberikan ijin dan atas kerjasama yang baik sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan.
7. Dra. Subodro selaku guru kimia SMA Negeri 2 Sukoharjo yang telah
membantu dan memberi kemudahan dalam proses penelitian.
93
8. Siswa-siswi SMA Negeri 2 Sukoharjo yang telah membantu dalam
pelaksanaan penelitian ini
9. Teman-teman kimia’01 yang telah menjadi pendorong unuk
menyelesaikan skripsi ini.
10. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu telah
membantu dalam penulisan skripsi ini.
Semoga Tuhan membalas kebaikan dengan melimpahkan anugerah-Nya kepada
semua pihak tersebut.
Penulis menyadari bahwa hasil skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
maka dari itu diperlukan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca.
Akhirnya, penulis berharap semoga karya ini bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan.
Surakarta, April 2009
.
Penulis
93
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL………………………………………......................………………………
………i
PERSETUJUAN………………………………………......................…………...
………iii
PENGESAHAN…………………………………………….....................…………
…….iv
ABSTAK....................................................................................................................
.........v
MOTTO......................................................................................................................
........vi
PERSEMBAHAN......................................................................................................
.......vii
KATA
PENGANTAR......................................................................................................viii
DAFTAR
ISI………………………………………………………………...…………....x
DAFTAR
TABEL............................................................................................................xiii
DAFTAR
GAMBAR.........................................................................................................xv
DAFTAR
LAMPIRAN....................................................................................................xvi
BAB I
PENDAHULUAN.......................................................................................
.........1
93
A. Latar Belakang
Masalah…………………………………………………….1
B. Identifikasi
Masalah…………………………………………………………4
C. Pembatasan
Masalah………………………………………………………...5
D. Perumusan
Masalah…………………………………………………………5
E. Tujuan
Penelitian……………………………………………………………5
F. Manfaat
Penelitian…………………………………......................................6
BAB II LANDASAN
TEORI…………………………………........................................7
A. Tinjauan
Pustaka…………………………………………………………….7
1. Studi
Komparasi………………………………………………………
…7
2. Teori-teori Belajar
……..…...…………………………………………...7
a.Teori Belajar
………………………………………………………....10
b.Teori Belajar
Konsep.......................………………………………....13
c. Teori Belajar
Konstruktivisme............................................................
3. Pembelajaran
Kooperatif………………………………………………14
4. Metode TAI (Team Assisted
Individualization)……...…………….…..18
93
5. Metode LT (Learning
Together)……………………………………….21
6. Prestasi
Belajar…………………………………………………………23
7. Ikatan
Kimia……………………………………………………………2
5
B. Penelitian yang
Relevan……………………………………………………31
C. Kerangka
Pemikiran………………………………………………………..31
D. Perumusan
Hipotesis……………………………………………………….33
BAB III METODOLOGI
PENELITIAN…………………………………......................34
A. Tempat dan Waktu
Penelitian……………………………………………...34
1. Tempat
Penelitian……………………………………………………...34
2. Waktu
Penelitian……………………………………………………
….34
B. Metodologi
Penelitian……………………………………………………...34
1. Variabel
Penelitian……………………………………………………..
34
2. Desain
Penelitian………………………………………………………34
C. Populasi dan
Sampel……………………………………………………….35
93
1. Populasi…………………………………………………………
……...35
2. Sampel……………………………………………………….……
……35
D. Teknik Pengumpulan
Data…………………………………………………35
1. Sumber
Data……………………………………………………………35
2. Uji Coba
Instrumen…………………………………………………….3
5
E. Teknik Analisis
Data……………………………………………………….42
1. Uji
Prasyarat………………………………………………………
……42
2. Uji
Hipotesis………………………………………………………
…...44
BAB IV HASIL
PENELITIAN…………………………………...................................
..46
A. Deskripsi
Data………………………………………………………...……45
B. Hasil Pengujian Prasyarat
Analisis……………………………………...…50
1. Uji
Nomalitas……………………………………………………
……..50
93
2. Uji
Homogeitas…………………………………………………..
…….51
C. Pengujian
Hipotesis………………………………………………………..51
D. Pembahasan…………………………………………………………
…..….52
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN
SARAN…………………………………..57
A. Kesimpulan…………………………………………………………
……...57
B. Implikasi…………………………………………………………...…
……57
C. Saran-
saran…………………………………………………………………5
7
DAFTAR
PUSTAKA……………………………………………………………………59
LAMPIRAN………………………………………………………………………
…...…61
93
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Rata-rata NEM SMA Negeri Skala Nasional dan Propinsi Jawa
Tengah
Bidang Studi
Kimia............................................................................................1
Tabel 2. Konfigurasi Elektron Gas-gas
Mulia...............................................................26
Tabel 3. Daftar
Keelektronegatifan................................................................................29
Tabel 4. Contoh Molekul, Rumus Struktur, dan Bentuk
Molekul.................................30
93
Tabel 5. Desain Penelitian Randomized Control Group
Pretest Posttest
Design……………………………………………………....34
Tabel 6. Rangkuman Hasil Uji Taraf Kesukaran
Soal……………………………......36
Tabel 7. Rangkuman Hasil Uji Taraf Pembeda
Soal…………………………………37
Tabel 8. Rangkuman Hasil Uji Validitas
Soal…………………………………...…....38
Tabel 9. Rangkuman Hasil Uji Reliabilitas
Soal……………………………………...39
Tabel 10. Kriteria Penilaian Aspek
Afektif…………………………….........………....39
Tabel 11. Rangkuman Hasil Uji Validitas Soal
Angket……………………………......40
Tabel 12. Rangkuman Hasil Uji Reliabilitas
Soal………………………………….......41
Tabel 13. Rangkuman Deskripsi Data
Penelitian……………………………………....46
Tabel 14. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif Siswa Kelas Eksperimen
TAI.....47
Tabel 15. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif Siswa Kelas Eksperimen
LT.......47
Tabel 16. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Afektif Siswa Kelas Eksperimen
TAI......48
Tabel 17. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Afektif Siswa Kelas Eksperimen
LT........48
Tabel 18. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Selisih Nilai
Kognitif……….……………..49
Tabel 19. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Selisih Nilai
Afektif.....................................49
93
Tabel 20. Ringkasan Hasil Uji Homogenitas Selisih Nilai Kognitif
………..................50
Tabel 21. Ringkasan Hasil Uji Homogenitas Selisih Nilai Afektif
….......………….....50
Tabel 22. Ringkasan Hasil Uji-t Pihak Kanan Selisih Nilai Kognitif
Kelas Eksperimen TAI dan Kelas Eksperimen LT
………...........…………..50
Tabel 23. Ringkasan Hasil Uji-t Pihak Kanan Selisih Nilai Afektif
Kelas Eksperimen TAI dan Kelas Eksperimen LT
…………..........………...51
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Pembentukan Ikatan Kovalen pada
HCl…………...………………………28
Gambar 2. Pembentukan Ikatan Kovalen pada O-
2…………...…………..……………28
Gambar 3. Pembentukan Ikatan Kovalen pada
N2…………........…………..……...…28
Gambar 4. Pembentukan Ikatan Kovalen Koordinat pada
NH3BCl3….……..……...…29
Gambar 5. Polarisasi pada Ikatan Kovalen Polar dan Ikatan Kovalen
Non
Polar......................................................................................................29
Gambar 6. Histogram Selisih Nilai Kognitif Kelas Eksperimen Model
TAI dan Model
LT........................................................................................47
Gambar 7. Histogram Selisih Nilai Afektif Kelas Eksperimen Model
TAI dan Model
LT........................................................................................48
93
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Format Pengembangan Silabus
KBK.........................................................61
Lampiran 2. Skenario
Pembelajaran...............................................................................63
Lampiran 3. Lembar kerja
Siswa....................................................................................69
Lampiran 4. Lembar Soal Try Out Instrumen
Kognitif..................................................77
Lampiran 5. Lembar Jawab Soal Try Out Instrumen Kognitif
……………….……….82
93
Lampiran 6. Kunci Jawaban Soal Try Out Instrumen
Kognitif......................................83
Lampiran 7. Hubungan Indikator, Kisi-kisi, dan Jenjang Kemampuan
Soal
Kognitif..............................................................................................8
4
Lampiran 8. Instrumen Penilaian
Kognitif……………..................................................86
Lampiran 9. Indikator Instrumen Penilaian
Afektif.........................................................91
Lampiran 10. Instrumen Penilaian
Afektif........................................................................92
Lampiran 11. Instrumen Penilaian
Psikomotor.................................................................94
Lampiran 12. Uji Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran, dan Daya
Pembeda Soal Try Out Instrumen Penilaian
Kognitif...............................95
Lampiran13. Uji Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran, dan Daya
Pembeda Soal Instrumen Penilaian
Kognitif.............................................97
Lampiran 14. Uji Validitas dan Reliabilitas Angket
Afektif.............................................98
Lampiran 15. Data Induk
Penelitian................................................................................100
Lampiran 16. Uji t-
matching............................................................................................10
1
Lampiran 17. Uji
Normalitas...........................................................................................1
02
93
Lampiran 18. Uji
Homogenitas......................................................................................
..116
Lampiran 19. Uji-t Pihak
Kanan......................................................................................123
Lampiran 20.
Perijinan.............................................................................................
........126
93
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Telah lama upaya peningkatan mutu pendidikan dilakukan oleh bangsa
Indonesia, namun sampai saat ini hasilnya belum memuaskan (Depdiknas, 2003).
Hal ini terlihat dari nilai rata-rata NEM SMA pada bidang studi kimia dari tahun
ke tahun skala nasional pada umumnya dan propinsi Jawa Tengah pada khususnya
selalu berada di bawah angka 6. Hal ini dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Rata-rata NEM SMA Bidang Studi Kimia se-Jawa Tengah
No. Tahun Pelajaran Rata-rata NEM
1. 2000/2001 4,90
2. 2001/2002 5,51
3. 2002/2003 5,13
4. 2003/2004 4,89
5. 2004/2005 5,01
Sumber : Depdiknas, 2003, http://www.ebtanas.org
Masalah lain dalam bidang pendidikan di Indonesia juga banyak
diperbincangkan adalah bahwa pendekatan dalam pembelajaran masih terlalu
didominasi peran guru (teacher centered). Guru lebih banyak menempatkan siswa
sebagai objek dan bukan sebagai subjek didik. Pendidikan kita kurang
memberikan kesempatan kepada siswa dalam berbagai mata pelajaran untuk
mengembangkan kemampuan berpikir menyeluruh (holistic), kreatif, objektif, dan
logis. (Depdikbud, 2003 : 1)
Demikian juga proses pendidikan dalam sistem persekolahan kita,
umumnya belum menerapkan pembelajaran sampai anak menguasai materi
pembelajaran. Akibatnya, tidak aneh bila banyak siswa yang tidak menguasai
materi pembelajaran meskipun sudah tamat dari sekolah. Pada tahun 2004 yang
lalu, pemerintah telah menetapkan kurikulum pendidikan yang baru yaitu
Kurikulum Berbasis Kompentensi (KBK). Kurikulum Berbasis Kompentensi
93
adalah kurikulum yang dikembangkan Departemen Pendidikan Nasional RI untuk
menggantikan Kurikulum 1994. (Nurhadi, 2004 ; 15 )
Ada beberapa alasan mengapa Kurikulum Berbasis Kompentensi (KBK)
menjadi pilihan dalam upaya perbaikan kondisi pendidikan di tanah air ini, di
antaranya :
1. Potensi siswa berbeda-beda,dan potensi tersebut akan berkembang jika
stimulusnya tepat.
2. Mutu hasil pendidikan yang masih rendah serta mengabaikan aspek moral,
akhlak, budi pekerti, seni dan olah raga, serta life skill.
3. Persaingan global sehingga menyebabkan siswa/anak yang mampu akan
berhasil dan anak yang kurang mampu akan gagal.
4. Persaingan pada kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) produk lembaga
pendidikan, serta
5. Persaingan terjadi pada lembaga pendidikan, sehingga perlu rumusan yang
jelas mengenai standar kompentensi lulusan, yang selanjutnya standar
kompentensi mata pelajaran perlu dijabarkan menjadi sejumlah kompentensi
dasar. (Depdiknas, 2003 : 1)
Upaya-upaya dalam rangka perbaikan dan pengembangan kurikulum
menuju Kurikulum Berbasis Kompentensi (KBK) meliputi : kewenangan
pengembangan, pendekatan pembelajaran, penataan isi/konten, serta model
sosialisasi, yang lebih disesuaikan dengan perkembangan situasi dan kondisi serta
era yang terjadi saat ini. Upaya perbaikan dan pengembangan kurikulum tersebut
berlangsung secara bertahap dan terus menerus yang mengarah pada terwujudnya
azas keluwesan dalam isi kurikulum dan pengelolaan proses belajar mengajar
dalam rangka pengembangan kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan
ekstrakurikuler. (Depdiknas, 2003 : 1)
Kurikulum Berbasis Kompetensi (Competency Based Curriculum)
dimaksudkan sebagai kurikulum untuk mengembangkan kompetensi siswa, yang
meliputi pengetahuan, ketrampilan, dan sikap serta minat siswa, pada setiap mata
pelajaran yang tercantum di dalam kurikulum itu. Sehingga pendekatan
pembelajaran dalam KBK diarahkan pada upaya mengembangkan kemampuan
93
siswa dalam mengelola perolehan belajar (kompetensi) yang paling sesuai dengan
kondisi masing-masing. Dengan demikian, proses belajar lebih mengacu kepada
bagaimana siswa belajar dan bukan lagi pada apa yang dipelajari. (Depdiknas,
2003 : 1)
Sesuai dengan cita-cita dan harapan dari tujuan pendidikan nasional, guru
perlu memiliki beberapa prinsip mengajar yang mengacu pada peningkatan
kemampuan internal siswa dalam merangsang strategi pembelajaran ataupun
melaksanakan pembelajaran. Peningkatan potensi internal itu misalnya dengan
menerapkan jenis-jenis strategi pembelajaran yang memungkinkan siswa mampu
mencapai kompetensi secara penuh, utuh, dan kontekstual. (Depdiknas, 2003 : 1)
Salah satu paham yang mendasari pengembangan KBK adalah paham
konstruktivisme. Teori konstruktivisme menuntut siswa berperan aktif dalam
pembelajaran mereka sendiri. Karena penekanannya pada siswa yang aktif maka
strategi pembelajarannya sering disebut pengajaran yang terpusat pada siswa
(student centered instruction). (Nurhadi, 2004: 46)
Salah satu metode pendekatan pembelajaran yang dianjurkan dalam KBK
dan berdasar pada paham konstruktivisme adalah metode pembelajaran
kooperatif. Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah pendekatan
pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk
bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar (Nurhadi, 2004:112). Sifat
belajar dalam pembelajaran kooperatif tidak sama dengan belajar kelompok atau
bekerja sama biasa. Pembelajaran kooperatif menuntut semua siswa aktif dalam
belajar dan harus selalu memperhatikan temannya untuk dapat berkompetisi
dengan kelompok lain.
Metode TAI (Team Assisted Individualization) dan metode LT (Learning
Together) merupakan metode pembelajaran kooperatif yang cukup dikenal.
Metode pengajaran TAI (Team Assisted Individualization) mengelompokkan
siswa ke dalam kelompok kecil yang dipimpin oleh seorang ketua kelompok/tutor
sebaya yang mempunyai pengetahuan yang lebih dibandingkan anggotanya.
Kesulitan pemahaman materi yang dialami oleh siswa dapat dipecahkan bersama
karena keberhasilan dari tiap individu ditentukan oleh keberhasilan kelompok.
93
Untuk itu pengetahuan TAI menitikberatkan pada keaktifan siswa dan
memerlukan kemampuan interaksi sosial yang baik antara semua komponen
pengajaran. (Slavin, 2008 : 98)
Metode LT (Learning Together) mengelompokkan siswa dalam kelompok
kecil, siswa akan mengerjakan tugas dalam suatu kelompok, dimana setiap
individu akan memberi sumbangan pemikiran pada pemecahan tugas tersebut,
sehingga tujuan yang dikehendaki tercapai. Sebagai contoh, seorang guru baru
saja menyelesaikan sajian pendek atau para siswa telah selesai membaca.
Selanjutnya, guru meminta para siswa untuk menyadari secara lebih serius
mengenai yang telah dijelaskan oleh guru atau yang telah dibaca. (Slavin, 2008:
129)
Berdasarkan uraian di atas maka dilakukan penelitian dengan judul:
STUDI KOMPARASI PEMBELAJARAN KIMIA MENGGUNAKAN
METODE TAI (TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION) DAN METODE LT
(LEARNING TOGETHER) TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA
SUBPOKOK BAHASAN IKATAN KIMIA KELAS X SEMESTER I SMA
NEGERI 2 SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN 2005/2006.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka timbul berbagai
masalah yang dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Apakah pengajaran dengan metode TAI (Team Assisted Individualization)
sesuai untuk pokok bahasan Ikatan Kimia?
2. Apakah pengajaran dengan metode LT (Learning Together) sesuai untuk
pokok bahasan Ikatan Kimia?
3. Apakah pengajaran dengan metode TAI (Team Assisted Individualization)
dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada pokok bahasan Ikatan Kimia?
4. Apakah pengajaran dengan metode LT (Learning Together) dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa pada pokok bahasan Ikatan Kimia?
93
5. Adakah perbedaan prestasi belajar yang menggunakan metode TAI (Team
Assisted Individualization) dan LT (Learning Together) pada pokok bahasan
Ikatan Kimia?
6. Apakah metode pengajaran dengan metode TAI (Team Assisted
Individualization) dapat memberikan prestasi belajar yanag lebih tinggi
dibandingkan metode LT (Learning Together)?
C. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini mempunyai arah yang jelas dan pasti, maka perlu adanya
pembatasan masalah. Penelitian ini hanya membatasi permasalahan sebagai
berikut:
1. Materi yang diajarkan khusus pada subpokok bahasan Ikatan Kimia.
2. Pembelajaran dilakukan dengan metode TAI (Team Assisted
Individualization) dan metode LT (Learning Together)
3. Perbedaan prestasi belajar siswa dengan menggunakan metode TAI (Team
Assisted Individualization) dan LT (Learning Together) pada pokok bahasan
Ikatan Kimia.
4. Subjek penelitian hanya dibatasi pada siswa kelas X semester I SMA Negeri 2
Sukoharjo.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah maka permasalahan
penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
“Apakah pengajaran dengan metode TAI (Team Assisted Individualization) dapat
memberikan prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan metode LT (Learning
Together) pada pokok bahasan Ikatan Kimia bagi siswa kelas X semester I SMA
Negeri 2 Sukoharjo?
E. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan perumusan masalah di atas maka penelitian ini bertujuan untuk
“Mengetahui apakah pengajaran dengan metode TAI (Team Assisted
93
Individualization) dapat memberikan prestasi belajar yang lebih baik
dibandingkan metode LT (Learning Together) pada pokok bahasan Ikatan Kimia
bagi siswa kelas X semester I SMA Negeri 2 Sukoharjo”
F. Manfaat Penelitian
Dengan penelitian ini diharapkan dapat diambil manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini dapat memberikan sumbangan informasi
bahwa metode pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar
siswa.
2. Manfaat Praktis
Metode pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI) dan Learning
Together dapat digunakan sebagai referensi dan acuan dalam proses
pembelajaran ikatan kimia yang menjadikan siswa sebagai subjek
pembelajaran.
93
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Studi Komparasi
Studi dalam kamus besar bahasa Indonesia artinya kajian; mempelajari
(Depdikbud, 1990: 860). Dalam skripsi ini studi berarti mempelajari.
Komparasi berasal dari bahasa Inggris “comparation” yang artinya
perbandingan (Depdikbud, 1990: 450), Nana S. Sukmadinata mengemukakan
bahwa “Penelitian komparatif diarahkan untuk mengetahui apakah antara dua atau
lebih dari dua kelompok ada perbedaan dalam aspek atau variabel yang diteliti” .
(Sukmadinata, 2005:56)
Berdasarkan pengertian di atas dapat diambil pengertian bahwa yang
dimaksud studi komparasi adalah suatu kegiatan untuk mempelajari atau
menyelidiki dengan membandingkan dua kelompok sehingga dapat diketahui
perbedaannya.
2. Teori-teori Belajar
Dalam pembelajaran menggunakan kurikulum berbasis kompetensi, terutama
dalam pembelajaran kooperatif didasarkan pada beberapa teori. Diantara teori-
teori tersebut diantaranya : teori belajar sosial, teori belajar konsep, dan teori
belajar konstruktivisme
a. Teori Belajar Sosial
Teori belajar sosial merupakan perluasan dari teori belajar perilaku yang
tradisional. Teori belajar sosial dikembangkan oleh Albert Bandura (Ratna Wilis
Dahar, 1989: 27). Teori belajar sosial menerima sebagian besar prinsip-prinsip
teori-teori perilaku, tetapi memberikan lebih banyak penekanan pada efek-efek
dari isyarat-isyarat dari perilaku dan pada proses-proses mental internal. Jadi
eksternal dan penjelasan-penjelasan kognitif internal untuk memahami bagaimana
belajar dari orang lain.
Menurut Albert Bandura dalam Gredler (1994:369) pandangan faham
belajar sosial, orang tidak didorong oleh tenaga dari dalam, demikian pun tidak
93
“dipukul” oleh stimulus-stimulus yang berasal dari lingkungan. Alih-alih fungsi
psikologi orang itu dijelaskan sebagai interaksi timbal balik yang terus menerus
yang terjadi antara faktor-faktor penentu pribadi dan lingkungan. Asumsi yang
menjadi dasar teori belajar sosial yaitu yang pertama, proses belajar menuntut dari
si belajar proses kognitif dan ketrampilan pengambilan keputusan. Kedua, belajar
ialah hubungan segi tiga yang saing berkaitan antar lingkungan, faktor pribadi dan
tingkah laku. Ketiga, belajar menghasilkan pemerolehan kode tingkah laku verbal
dan visual yang mungkin diunjukkerjakan, mungkin juga tidak.. (Gredler, 1994:
380)
Konsep-konsep utama dari teori belajar sosial antara lain:
1) Pemodelan (modelling)
Bandura memperhatikan bahwa penganut-penganut Skinner memberi
penekanan pada efek-efek dari konsekuensi- konsekuensi pada perilaku dan
tidak mengindahkan fenomena pemodelan, yaitu meniru perilaku orang lain
dan pengalaman vicarious, yaitu belajar dari keberhasilan dan kegagalan
orang lain. Ia merasa bahwa sebagian besar belajar yang dialami manusia
tidak dibentuk dari konsekuensi-konsekuensi, melainkan manusia itu belajar
dari suatu model.
2) Fase Belajar
Menurut Bandura, ada empat fase belajar dari model, yaitu fase perhatian
(attetional phase), fase retensi (retention phase), fase produksi (reproduction
phase) dan fase motivasi (motivational phase).
1). Fase perhatian
Fase pertama dalam belajar observasional ialah memberikan
perhatian pada suatu model dalam kelas, guru akan memperoleh perhatian
dengan menyajikan isyarat-isyarat yang jelas dan menarik. Perhatian siswa
juga akan diperoleh dengan menggunakan hal-hal yang baru, aneh atau tak
terduga dan dengan motivasi para siswa agar menaruh perhatian.
2). Fase Retensi
Belajar observasional terjadi berdasarkan kontinuitas. Dan kejadian
kontinuitas yang diperlukan ialah perhatian pada penampilan model dan
93
penyajian simbolik dari penampilan itu dalam memori jangka panjang.
Menurut Bandura:
“Observers who code medeled activities into either words, encise labels, or vivid imagery learn and retain behavior better than those who simply observe or are mentally preoccupied with other matters while watching”Dari apa yang dikemukakan oleh Bandura di atas, terlihat betapa
pentingnya peranan kata-kata, nama-nama atau bayangan yang kuat yang
dikaitkan dengan kegiatan-kegiatan yang dimodelkan dalam mempelajari
dan mengingat perilaku.
3). Fase Reproduksi
Dalam fase ini, bayangan (imagery) atau kode-kode simbolik verbal
dalam memori membimbing penampilan yang sebenarnya dari perilaku
yang baru diperoleh. Fase reproduksi mengizinkan model atau intruktur
untuk melihat apakah komponen-komponen suatu urutan perilaku telah
dikuasai oleh yang belajar. Perlu disebut pentingnya arti umpan balik yang
bersifat untuk memperbaiki dan membentuk perilaku yang diinginkan.
Umpan balik ini dapat ditujukan pada aspek-aspek yang benar dari
penampilan, tetapi yang lebih penting adalah ditujukan pada aspek-aspek
yang salah dari penampilan. Secara cepat memberitahu siswa tentang
respon-respon yang tidak tepat sebelum berkembang kebiasaan-kebiasaan
yang tidak diinginkan, merupakan pelaksanaan pengajaran yang baik.
Umpan balik dalam fase reproduksi merupakan suatu variabel penting
dalam perkembangan penampilan ketrampilan yang diajarkan.
4). Fase Motivasi
Fase terakhir dalam proses belajar observasional ialah fase motivasi.
Para siswa akan meniru suatu model, sebab mereka merasa bahwa dengan
berbuat demikian mereka akan meningkatkan kemungkinan untuk
memperoleh reinforsemen. Dalam kelas, fase motivasi dari observasional
kerap kali terdiri atas pujian atau angka untuk penyesuaian dengan model
guru.
93
3) Belajar Vicarious
Sebagian besar dari belajar observasional termotivasi oleh harapan
bahwa meniru model dengan baik akan menuju pada reinforsemen. Tetapi, ada
orang yang belajar dengan melihat orang diberi reinforsemen atau dihukum
ketika terlibat dalam perilaku-perilaku tertentu. Inilah yang disebut belajar
“vicarious”.
4) Pengaturan Sendiri
Konsep penting dalam belajar observasional ialah pengaturan sendiri
atau “self regulation”. Dalam teori belajar sosial mengemukakan, bahwa
sebagian besar dari kriteria yang kita miliki untuk penampilan kita, kita
pelajari, seperti banyak hal-hal yang lain, dari model-model dari dunia sosial
kita (Ratna Wilis Dahar, 1989:28-31).
Apabila kita memperhatikan perilaku model dan menciptakan kode-kode
verbal atau kode-kode imagery bagi apa yang kita amati, kita akan belajar dari
model itu. Umpan balik untuk memperbaiki, diberikan sebelum fase
reproduksi belajar dari model-model, mempunyai efek yang kuat terhadap
perilaku. Reinforsemen dan hukuman yang ditimbulkan sendiri secara
langsung dan dialami secara vicarious, menentukan sejauh mana perilaku
yang baru itu akan ditampilkan.
b. Teori Belajar Konsep
1) Pengertian Konsep
Menurut Rosser dalam Ratna Wilis Dahar (1989:80), konsep adalah
suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan
atau hubungan-hubungan yang mewakili atribut-atribut yang sama. Definisi
konsep menurut Mulyati Arifin (1995:38) yang menyatakan bahwa sekumpulan
pengamatan yang digeneralisasi akan membentuk konsep. Konsep adalah
sekumpulan stimuli yang mewakili karakteristik umum, konsep adalah abstraksi
fakta atau pengalaman manusia yang tidak mudah berubah karena keadaan.
Sedangkan menurut Flavell dalam Ratna Wilis Dahar (1989:79) menyarankan
bahwa konsep-konsep dapat berbeda dalam tujuh dimensi, yaitu :
93
a) Atribut
Setiap konsep harus mempunyai sejumlah atribut yang berbeda, contoh-contoh
konsep harus mempunyai sejumlah atribut-atribut yang relevan maupun tidak
relevan, atribut dapat berupa fisik maupun fungsional.
b)Struktur
Menyangkut cara terkaitnya atau gabungan atribut-atribut.
c) Keabstrakan
Konsep-konsep dapat dilihat dan konkrit, atau konsep itu terdiri dari konsep-
konsep yang lain.
d)Keinklusifan
Ditujukan pada jumlah contoh yang terlihat dalam konsep.
e) Generalisasi
Bila diklasifikasikan konsep-konsep dapat berbeda dalam posisi superordinat
dan subordinatnya.
f) Ketetapan
Dari suatu konsep menyangkut apakah ada sekumpulan dari aturan-aturan
untuk membedakan contoh-contoh dari yang non contoh dari suatu konsep.
g)Kekuatan
Ditentukan oleh sebuah persetujuan tentang pentingnya konsep tersebut. Jadi
konsep adalah abstraksi atau maksud yang tetap dari sebuah objek atau
kejadian yang digunakan untuk mempermudah komunikasi yang didapat dari
proses generalisasi dan berciri mempunyai atribut yang sama. Oleh karena itu
untuk memperoleh hasil belajar yang baik, siswa harus memahami konsep
yang dipelajari.
2) Pemahaman Konsep
Pemahaman suatu konsep akan menambah daya abstraksi yang diperlukan
dalam komunikasi dan sering digunakan untuk menjelaskan karateristik konsep
lain (Mulyati Arifin, 1995:38), dengan kata lain setiap konsep berhubungan
dengan konsep lain. Semua konsep bersama membentuk jaringan pengetahuan
didalam kepala manusia. Semakin lengkap, terbagi dan kuat hubungan antar
konsep-konsep didalam kepala manusia semakin pandai.
93
Menurut Ausabel dalam Ratna Wilis Dahar (1989:82) siswa dapat dikatakan
memahami konsep jika memenuhi kriteria sebagai berikut:
a) Nama
Siswa dikatakan paham jika mampu menyebutkan nama konsep itu.
b) Logic Core
Yaitu ciri khusus sifat-sifat atau faktor yang mendukung suatu konsep.
c) Assosiasi Frame Work
Yaitu menghubungkan konsep yang satu dengan yang lain.
Proses belajar kaitannya dengan proses belajar kimia dianggap sebagai
“input” yang berupa faktor-faktor dan konsep kimia, sedangkan “output” berupa
kesatuan konseptual dari fakta-fakta dan konsep kimia. Proses belajar pemahaman
konsep harus dapat memahami konsep-konsep secara benar, untuk itu diperlukan
kemampuan menstruktur konsep-konsep baru dan konsep-konsep yang telah ada
dalam struktur kognitif siswa. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa
belajar konsep bukanlah belajar menghafalkan definisi tetapi memperhatikan
hubungan konsep dengan lainnya kemudian menghubungkan konsep baru tersebut
ke dalam struktur pengetahuan mereka.
a) Mengetahui definisi konsep.
b) Memahami ciri khusus atau faktor-faktor yang mendukung atau dikenal
sebagai atribut yang melekat dan berpengaruh terhadap konsep.
c) Mampu menghubungkan dan menerapkan konsep tersebut dalam memecahkan
masalah.
Pemahaman konsep dalam penelitian ini, secara operasional didefinisikan
sebagai nilai siswa dalam mengerjakan tes pemahaman konsep ikatan kimia yang
disusun peneliti.
c. Teori Belajar Konstruktivisme
Menurut Driver dalam Purwoto (2004:38) konstuktivisme sosial
menekankan bahwa belajar menyangkut dimasukkannya seseorang dalam suatu
dunia simbolik. Pengetahuan dikonstruksi bila seseorang terlibat secara sosial
dalam dialog aktif dengan percobaan dan pengalaman. Dalam konteks ini
kegiatan-kegiatan yang dimungkinkan siswa berdialog dan berinteraksi dengan
93
para ahli akan sangat membantu merangsang untuk mengkonstruksi pengetahuan
mereka.
Konstruktivisme menitikberatkan pada persiapan siswa untuk
memecahkan permasalahan agar mengkonstruksi kesadaran mereka sendiri untuk
menginterprestasikan berdasarkan kemampuan awal yang dimiliki. Belajar adalah
lebih merupakan proses untuk menemukan sesuatu daripada suatu proses
mengumpulkan sesuatu. Belajar bukanlah suatu kegiatan mengumpulkan fakta-
fakta, tetapi suatu perkembangan pemikiran yang berkembang dengan membuat
kerangka pengertian yang baru. Siswa harus mempunyai pengalaman dengan
membuat hipotesa, prediksi, mengetes hipotesa, memecahkan persoalan, mencari
jawaban dan lain-lain untuk membentuk konstruksi baru. Setiap siswa mempunyai
cara untuk mengerti sendiri dan mempunyai kekhasan, keunggulan dan
kelemahannya dalam mengerti sesuatu, mereka akan menemukan cara belajar
yang tepat bagi mereka sendiri. Pengetahuan dapat dibentuk secara individual atau
sosial.
Dalam konstruktivisme belajar terjadi dalam keseluruhan pengalaman
dan pengetahuan tidak mempunyai bagian yang terpisah secara fisik dari sistem
syaraf. Secara umum guru yang menerapkan pendekatan konstruktivisme sebagai
fasilitator, pembimbing dan narasumber dari proses yang terjadi. Guru mengatur
lingkungan belajar yang dapat membantu siswa mencapai pemahaman sendiri.
Mengajar bukanlah sekedar memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa, tetapi
suatu rangkaian kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri
pengetahuannya. Mengajar berarti berpartisipasi dengan siswa dalam bentuk
pengetahuan, membuat makna, mempertanyakan kejelasan, bersifat kritis dan
mengadakan justifikasi. Menurut Bettencourt (1989) dalam Purwoto (2004:39),
mengajar adalah suatu bentuk belajar sendiri.
3. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang
didasarkan pada paham konstruktivisme. Konstruktivisme menyatakan bahwa
semua pengetahuan yang kita peroleh adalah konstuksi kita sendiri. Pada sistem
93
pengajaran ini memberikan kesempatan pada peserta didik untuk bekerjasama
dengan temannya dalam tugas-tugas terstruktur dan inilah yang disebut
pengajaran gotong royong atau cooperative learning (Slavin, 2008). Secara garis
besar prinsip-prinsip konstruktivisme adalah:
a. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri baik secara personal maupun sosial.
b. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya
dengan keaktifan murid itu sendiri untuk menalar.
c. Murid aktif mengkonstruksi terus menerus sehingga selalu terjadi perubahan
konsep menuju konsep yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai dengan konsep
ilmiah.
d. Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan prasarana agar proses
konstruksi siswa berjalan mulus. (Paul Suparno, 1997:49).
Konstruktivisme sosiologis berpandangan bahwa masyarakat sebagai
pembentuk pengetahuan disamping pentingnya peran dan keaktifan individu
dalam membentuk pengetahuannya juga tidak dapat dipungkiri peran masyarakat,
orang lain dan lingkungan dalam proses pembentukan pengetahuan tersebut.
Dalam kerangka inilah belajar kelompok menjadi penting. Hilangnya sistem
komando (hierarki) dan berlakunya pola kerja sama (network) dimana tiap-tiap
subsistem akan saling memperkuat, saling memberi dan menerima, memberi
manfaat kepada sesama karena sebaik-baik manusia adalah yang paling
bermanfaat bagi manusia yang lain. Konstruktivisme sosiologis menekankan
bahwa pengetahuan ilmiah merupakan konstruksi sosial bukan konstruksi
individual. Kelompok ini menekankan lingkungan, masyarakat dan dinamika
pengetahuan (Matthews dalam Paul Suparno, 1997:47). Pembelajaran kooperatif
merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang didasarkan pada teori belajar
konstruktivisme sosiologis.
Salah satu metode pembelajaran yang perlu dikembangkan saat ini adalah
metode pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah aktifitas belajar
kelompok yang teratur sehingga ketergantungan pembelajaran pada struktur
sosial pertukaran informasi antara anggota dalam kelompok dan tiap anggota
93
bertanggungjawab untuk kelompoknya dan dirinya sendiri dan dimotivasi untuk
meningkatkan pembelajaran lainnya (Kessler, 1992:8).
Menurut Salvin (2008) yang dikutip Dimyati (1990:243) dikatakan bahwa
cooperative learning mempunyai tiga karakteristik, yaitu:
a Siswa bekerja dalam tim-tim belajar kecil.
b Siswa didorong untuk saling membantu dalam mempelajari bahan yang
bersifat akademik atau dalam melakukan tugas kelompok.
c Siswa diberi imbalan atau hadiah atas dasar prestasi.
Pada pembelajaran ini diyakini bahwa keberhasilan peserta didik akan
tercapai jika setiap anggota kelompoknya berhasil. Karena tujuan dari
pembelajaran kooperatif adalah menciptakan suatu situasi sedemikian sehingga
keberhasilan anggota kelompok mengakibatkan keberhasilan kelompok itu
sendiri. Oleh sebab itu untuk mencapai tujuan dari salah satu anggota, maka salah
seorang anggota melakukan apa saja yang dapat membantu kelompok itu berhasil.
(Slavin, 2008:16-17)
Keberhasilan pembaharuan dalam pendidikan merupakan suatu upaya
sadar yang sengaja dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki praktek
pendidikan dengan sungguh-sungguh (Cece, Djaja dan Tabrani, 1987:33).
Pembelajaran konstruktivisme melalui pembelajaran kooperatif sengaja
diharapkan dapat menjadi pembaharu dalam dunia pendiidkan yaitu sebagai
alternatif jalan keluar dari rendahnya daya serap siswa.
Pembelajaran kooperatif menurut Slavin dibedakan menjadi beberapa tipe,
yaitu:
a Student Teams Achievement Division (STAD)
b Teams Games Tourmet (TGT)
c Team Assisted Individualization (TAI)
d Cooperative Integrated Reading and Competisoin (CIRC)
e Jigsaw
Masih ada lagi metode belajar lain yang masih dikembangkan antara lain:
a Group Investigation
b Learning Together
93
c Complex Instruction
d Structural Dyadic Methods (Slavin, 2008:9-11)
Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bentuk pengajaran atau
pembelajaran yang didasarkan pada paham konstruktivisme. Dalam teori
konstruktivisme peserta didik harus menemukan sendiri dan memecahkan
informasi baru dengan aturan dan merevisi apabila aturan-aturan ini tidak sesuai
lagi. Sesuai dengan disiplin Ilmu Kimia dimana dalam hal ini perkembangan
dalam dunia kimia sangat dinamis maka kondisi seperti ini mutlak diperlukan.
Pandangan konstruktivisme menyatakan bahwa peserta didik diberi kesempatan
agar menggunakan suatu strategi dalam belajar secara sadar dan pendidik dalam
hal ini membimbing peserta didik ke tingkat pengetahuan ke arah yang lebih
tinggi. Oleh karena itu, agar peserta didik benar-benar memahami mereka harus
bekerjasama untuk memecahkan masalah dan kesulitan yang ada dengan ide-ide
dan kemampuannya.
Pembelajaran dalam kelompok kecil ini akan benar-benar mencerminkan
belajar kooperatif apabila telah menunjukkan lima prinsip dari ciri inilah yang
membedakan dengan kelompok belajar tradisional. Menurut Slavin (2008:2),
karena ada 5 prinsip ini maka proses belajar kooperatif akan berhasil, yaitu:
a. Adanya Sumbangan dari Ketua Kelompok
Tugas dari seorang ketua kelompok adalah memberikan sumbangan
pengetahuannya untuk anggota kelompok, karena ketua kelompok adalah
seorang yang dinilai berkemampuan lebih dibandingkan dengan anggota yang
lainnya. Dalam hal ini anggota diharapkan dapat memperhatikan, mempelajari
informasi atau penjelasan yang diberikan oleh ketua kelompok jika ada
anggota kelompok yang merasa belum jelas, walaupun tugas ini juga bisa
dilakukan oleh anggota lain.
b. Keheterogenan Kelompok
Kelompok belajar yang efektif adalah yang mempunyai anggota kelompok
heterogen, baik dalam jenis kelamin, latar belakang sosial, ataupun tingkat
kecerdasannya.
93
c. Ketergantungan Pribadi yang Positif
Setiap anggota kelompok belajar untuk berkembang dan bekerjasama satu
sama lain. Ketergantungan pribadi ini bisa memberikan motivasi bagi setiap
individu karena pada awalnya mereka harus bisa membangun pengetahuannya
terlebih dahulu sebelum mereka bekerjasama dengan temannya.
d. Ketrampilan Bekerjasama
Dalam proses bekerjasama perlu adanya ketrampilan khusus sehingga
kelompok tersebut dapat berhasil membawa nama kelompoknya, proses yang
dibutuhkan disini adalah adanya komunikasi yang baik antar anggota
kelompok.
e. Otonomi
Setiap kelompok mempunyai tugas agar bisa membawa nama kelompoknya
untuk menjadi yang terbaik. Jika mereka mengalami kesulitan dalam proses
pemecahan masalah setelah melampui tahap kegiatan kelompok, maka
mereka akan bertanya kepada gurunya bukan kepada kelompoknya.
Metode kooperatif mempunyai kelebihan-kelebihan dibandingkan metode
lain, yaitu :
a Meningkatkan kemampuan siswa.
b Meningkatkan rasa percaya diri.
c Menumbuhkan keinginan untuk menggunakan pengetahuan dan
keahlian.
d Memperbaiki hubungan antar kelompok .(Slavin, 2008:2)
Tetapi disamping itu ada juga kelemahannya, yaitu:
a Memerlukan persiapan yang rumit untuk melaksanakan.
b Bila terjadi persaingan negatif maka hasilnya akan buruk.
Bila ada siswa yang malas atau ada yang ingin berkuasa maka dalam
kelompok akan terjadi kesenjangan sehingga usaha kelompok tidak berjalan
sebagaimana mestinya.
Dalam metode kooperatif, setiap siswa saling bekerjasama satu dengan
yang lain, berdiskusi dan berpendapat, menilai kemampuan, pengetahuan dan
saling mengisi kekurangan anggota lainnya. Apabila dapat diorganisasikan secara
93
tepat maka siswa akan lebih menguasai konsep yang diajarkan. Bagi siswa yang
kurang mampu mereka akan diberi masukan dari teman-teman satu kelompoknya
yang lebih mampu. Dan bagi siswa yang mampu, diharapkan dia bisa lebih
berkembang dengan menyalurkan pengetahuannya kepada siswa yang kurang
mampu.
4. Metode TAI (Team Assisted Individualization)
Metode pengajaran TAI (Team Assisted Individualization) adalah suatu
metode pengajaran yang dikemukakan oleh Slavin. Team Assisted
Individualization dapat diterjemahkan sebagai kelompok yang dibantu secara
individual merupakan teori belajar konstruktivisme dan teori belajar kognitif. Jadi
metode pengajaran TAI (Team Assisted Individualization) merupakan metode
pengajaran secara kelompok dimana terdapat seorang siswa yang lebih mampu
berperan sebagai asisten yang bertugas membantu secara individual siswa lain
yang kurang mampu dalam satu kelompok. Dalam hal ini peran pendidik hanya
sebagai fasilitator dan mediator dalam proses belajar mengajar. Pendidik cukup
menciptakan kondisi lingkungan belajar yang kondusif bagi peserta didiknya.
Pada pengajaran TAI (Team Assisted Individualization) akan memotivasi
siswa untuk saling membantu anggota kelompok sehingga tercipta semangat
dalam sistem kompetisi dengan lebih mengutamakan peran individu tanpa
mengorbankan aspek kooperatif.
Secara umum TAI (Team Assisted Individualization) terdiri dari delapan
komponen utama, yaitu:
a. Kelompok / Tim
Peserta didik dalam pengajaran TAI (Team Assisted Individualization)
terdiri dari 4 sampai 5 siswa yang mewakili bagian dari kelasnya dalam
menjalankan aktivitas akademik, jenis kelamin, dan suku atau etnik. Fungsi
utama dari tim adalah membentuk semua tim agar mengingat materi yang
telah diberikan dan lebih memahami materi yang nantinya digunakan dalam
persiapan mengerjakan lembar kerja sehingga bisa mengerjakan dengan baik.
Dalam hal ini biasanya siswa menggunakan cara pembelajaran diskusi tentang
93
masalah-masalah yang ada, membandingkan soal yang ada, dan mengoreksi
beberapa miskonsepsi jika dalam tim mengalami kesalahan. Semuanya
tersebut dilakukan setelah presentasi awal dari guru dan pemberian lembar
kerja. Anggota kelompok yang mengalami kesulitan dapat bertanya kepada
anggota yang telah ditunjuk sebagai ketua atau anggota lain yang lebih tahu.
b. Tes Pengelompokan
Siswa-siswa diberi tes awal pada awal program pengajaran. Hasil dari tes
awal digunakan untuk membuat kelompok berdasarkan nilai yang mereka
peroleh.
c. Materi Kurikulum
Pada proses pengajaran harus disesuaikan dengan materi yang terdapat
pada kurikulum yang berlaku dengan menerapkan teknik dan strategi
pemecahan masalah untuk penguasaan materi.
d. Kelompok Belajar
Berdasarkan tes pengelompokan maka dibentuk kelompok belajar. Siswa
dalam kelompoknya mendengarkan presentasi dari guru dan mengerjakan
lembar kerja. Jika ada siswa yang belum paham tentang materi dapat bertanya
pada anggota lainnya atau ketua yang telah ditunjuk, kalau belum paham juga
baru meminta penjelasan dari guru.
e. Penilaian dan Pengakuan Tim
Setelah diberikan tes, kemudian tes tersebut dikoreksi dan dinilai
berdasarkan kriteria tertentu. Tim akan mendapatkan sertifikat atau
penghargaan atau sejenisnya jika dapat melampaui kriteria yang telah
ditentukan.
f. Mengajar Kelompok
Materi yang belum dipahami oleh suatu kelompok dapat ditanyakan
kepada guru dan guru menjelaskan materi pada kelompok tersebut. Pada saat
guru mengajar, siswa dapat sambil memahami materi baik secara individual
dan kelompok dengan kebebasan tetapi bertanggungjawab. Keaktifan siswa
sangat diutamakan pada pengajaran TAI (Team Assisted Individualization).
93
g. Lembar Kerja
Pada setiap subkonsep pokokbahasan diberikan lembar kerja secara
individual untuk mengetahui pemahaman individu. Bahan atau materi dapat
berupa ringkasan materi yang dipelajari di rumah kemudian pertemuan
selanjutnya dikerjakan.
h. Mengajar Seluruh Kelas
Setelah akhir dari pengajaran pokok bahasan suatu materi guru
menghentikan program pengelompokan dan menjelaskan konsep-konsep yang
belum dipahami dengan strategi pemecahan masalah yang relevan. Pada akhir
pengajaran diberikan kesimpulan dari materi. (Slavin, 2008:102-104)
Dalam model pembelajaran kooperatif tipe TAI, dalam pelaksanaannya
terbagi dalam :
a. Pengelompokan
Sebelum pengajaran TAI, dilaksanakan suatu tes awal (tes kemampuan
awal) yang menyangkut tentang konsep-konsep yang akan diajarkan. Tes awal ini
berguna untuk pembentukan kelompok agar penyebaran siswa berdasarkan nilai
yang didapat pada tes awal tersebut secara homogen. Selain itu dalam tes awal ini
dapat digunakan untuk menunjuk ketua atau asisten yang memimpin suatu
kelompok. Dalam proses pengelompokan juga didasarkan pada prestasi belajar
sebelumnya, dalam hal ini nilai ulangan harian pokok bahasan sebelumnya.
b. Tahap penyajian materi pelajaran
Pada tahap ini bahan-bahan atau materi pelajaran diperkenalkan melalui
penyajian kelas. Pada penyajian materi ini dilakukan melalui:
a Pengajaran kelompok
Jika terdapat materi pelajaran yang kurang dipahami dalam suatu
kelompok, maka ketua kelompok dapat memberikan penjelasan. Namun bila
dalam kelompok belum juga berhasil, dapat meminta penjelasan dari guru untuk
menjelaskan materi yang belum dipahami tersebut, sedangkan kelompok lain yang
sudah paham dapat melanjutkan pekerjaannya.
93
b Pengajaran seluruh kelas
Pengajaran ini dilakukan pada akhir proses pembelajasan. Guru
menyimpulkan penekanan materi yang dianggap penting. Dalam pembelajaran,
keaktifan siswa sangat diharapkan melalui latihan pengajaran.
c Kegiatan kelompok
Setelah terbagi dalam kelompok-kelompok, masing-masing individu
mengerjakan tugas yang diberikan guru melalui lembar kerja pada buku mereka.
Mereka bekerja sebagai satu tim, jika terdapat kesulitan dipecahkan secara
bersama-sama dengan kelompoknya. Setelah selesai mengerjakan secara mandiri
kemudian saling mencocokkan dengan teman sekelompoknya. Paket soal yang
terdapat di lembar kerja diberikan menurut tingkat kesukaran soal, diurutkan dari
soal yang mudah dilanjutkan soal yang sukar dan juga sesuai dengan urutan
materi, dari materi yang mudah dilanjutkan materi yang sulit. Setelah paket soal
selesai dikerjakan maka dicocokkan dengan kelompok lain untuk mengukur
keberhasilkan dari kelompok untuk kemduian diberikan nilai oleh guru.
5. Metode LT (Learning Together)
Learning Together merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif.
Metode Learning Together merupakan metode pembelajaran kooperatif yang
murni. Learning Together merupakan model pembelajaran kooperatif yang
dikembangkan oleh David Johnson dan Roger Jonhson yang melibatkan siswa
bekerja dalam kelompok-kelompok heterogen yang terdiri dari 4-5 orang dalam
melaksanakan tugasnya (Slavin, 2008:286).
Proses pembelajaran metode Learning Together terbagi menjadi dua tipe.
Tipe pertama, siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari
4-5 orang. Tiap kelompok akan menerima lembar kerja, kemudian semua anggota
kelompok bekerjasama menjawab soal dalam lembar kerja tersebut. Tapi cara ini
pertanggungjawaban individunya sangat rendah karena disini kemungkinan hanya
siswa tertentu saja yang mengerjakan. Sedang tipe yang kedua, siswa
dikelompokkan sama dengan tipe yang pertama tapi di sini masing-masing siswa
mendapatkan lembaran kerja dan mereka akan mengerjakan lembar kerja tersebut
93
pada awalnya secara mandiri, setelah masing-masing siswa selesai mengerjakan
mereka menyatukan jawaban dan memberikan pendapat-pendapat untuk mencapai
jawaban yang benar. Setelah tercapai kesepakatan jawaban maka kelompok
tersebut akan memilih salah satu anggota kelompok untuk menjelaskan hasil
jawaban kelompok mereka (Slavin, 2008:30).
Dalam pembelajaran metode Learning Together setiap kelompok yang
telah mampu menjawab pertanyaan akan menjadi kelompok terbaik, di sini
pertanggungjawaban individualnya kadang-kadang dilakukan, antar kelompok
tidak terjadi persaingan.
Pembelajaran metode Learning Together mengutamakan empat unsur
bagian, yaitu:
a. Interaksi antar seseorang atau individu
Untuk dapat berinteraksi maka individu-individu tersebut harus disatukan
menjadi suatu kelompok yang terdiri dari 4-5 orang.
b. Ketergantungan positif
Dalam pembelajaran berkelompok ini siswa akan saling membutuhkan
sehingga mereka akan bekerjasama untuk menyelesaikan tugas yang
dibebankan pada kelompok tersebut. Pertanggungjawaban individu tertentu
saja yang bertanggungjawab atas persoalan yang dihadapkan pada kelompok
tersebut, tapi setiap anggota kelompok harus memberikan sumbangan
kemampuannya untuk memecahkan persoalan yang dihadapkan pada
kelompok tersebut.
c. Ketrampilan antar kelompok
Kelompok saling berdiskusi dan bekerjasama memecahkan persoalan yang
diberikan pada kelompok tersebut, sehingga ketrampilan antar kelompok akan
terlihat.
Pendekatan kooperatif model Learning Together yang mengutamakan
ketergantungan positif antar kelompok tanpa meninggalkan pertanggungjawaban
individu akan sesuai untuk berdiskusi dalam materi subpokok bahasan Ikatan
Kimia, mereka akan mengambil kesimpulan bersama-sama untuk menyelesaikan
93
persoalan tersebut dimana masing-masing anggota kelompok akan
mengembangkan pemikiran mereka dalam penyelesaian persoalan tersebut.
6. Prestasi Belajar
Pendidikan dan pengajaran adalah suatu proses sadar akan tujuan.
Maksudnya bahwa kegiatan belajar dan pembelajaran itu suatu peristiwa yang
terikat, terarah pada tujuan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan. Sedangkan
untuk mengetahui sejauh mana kegiatan belajar yang dilaksanakan itu mencapai
tujuan dan memenuhi target atau tidak, maka diperlukan adanya kegiatan evaluasi.
Hasil dari kegiatan evaluasi itu antara lain akan memberikan gambaran mengenai
prestasi hasil belajar dari peserta didik.
Kata “prestasi” berasal dari bahasa Belanda yaitu ”prestatie”. Kemudian
dalam bahasa Indonesia menjadi “prestasi” yang berarti hasil usaha. Dengan
demikian, prestasi belajar berarti hasil dari kegiatan (Zainal Arifin, 1990:3).
. Menurut Syaifudin Azwar (2000: 90) prestasi belajar adalah hasil
maksimal seseorang dalam menguasai materi-materi yang telah diajarkan. Prestasi
belajar merupakan fungsi yang penting dalam suatu pembelajaran. Kemampuan
hasil belajar merupakan puncak dari proses belajar, pada proses ini siswa
menunjukkan keberhasilan atau kegagalan dalam belajarnya.. Menurut Zainal
Arifin (1990:5-6) prestasi belajar semakin terasa penting untuk dipermasalahkan,
karena mempunyai beberapa fungsi utama, antara lain:
a. Prestasi belajar merupakan suatu indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan
yang telah dikuasai anak didik.
b. Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu. Hal ini
didasarkan pada asumsi bahwa para ahli psikologi biasanya menyebutkan hal
ini sebagai tendensi keingintahuan dan merupakan kebutuhan umum pada
manusia, termasuk kebutuhan anak didik dalam suatu program pendidikan.
c. Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan.
d. Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi
pendidikan. Indikator intern dalam arti bahwa prestasi belajar dapat dijadikan
indikator tingkat produktivitas suatu institusi pendidikan. Indikator ekstern
93
dalam arti bahwa tinggi atau rendahnya prestasi belajar dapat dijadikan
indikator tingkat kesuksesan anak didik masyarakat.
e. Prestasi belajar dapat dijadikan indikator daya serap (kecerdasan) anak didik.
Dalam proses belajar dan pembelajaran yang telah diprogram dalam
kurikulum.
Pada pedoman Pengembangan Penilaian Kurikulum SMA 2004
dijelaskan bahwa untuk mengetahui seberapa jauh peserta didik telah memiliki
kompetensi dasar perlu dikembangkan suatu sistem penilaian. Sistem penilaian
yang dilakukan harus mencakup seluruh kompetensi dasar dengan menggunakan
indikator yang dikembangkan oleh guru. Sistem penilaian berbasis kompetensi
yang direncanakan adalah sistem penilaian berkelanjutan. Berkelanjutan dalam
arti semua indikator ditagih, kemudian hasil dianalisis untuk menentukan
kompetensi dasar yang telah dimiliki dan yang belum, serta untuk mengetahui
kesulitan peserta didik (Abdul Ghofur, 2003 :19).
Prestasi belajar siswa dalam hal ini meliputi dua aspek, yaitu aspek kognitif,
dan aspek afektif.
a. Aspek kognitif
Menurut Mulyani Arifin (1995:24), bahwa aspek kognitif dapat berupa
pengetahuan dan ketrampilan intelektual yang meliputi produk ilmiah dan
proses ilmiah. Produk ilmiah meliputi : fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-
prinsip, generalisasi, teori dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Sedangkan proses ilmiah meliputi : pengamatan, pemahaman, aplikasi,
analisis dan evaluasi. Untuk aspek pengetahuan, evaluasi dapat dilakukan
melalui tes lisan maupun tertulis yang relevan dengan pokok bahasan tersebut.
b. Aspek afektif
Evaluasi aspek afektif berkaitan dengan perasaan, emosi, sikap, derajat
penerimaan atau penolakan terhadap suatu obyek. Evaluasi aspek afektif
dalam hal ini meliputi kesadaran diri, kecakapan berpikir rasional, kecakapan
sosial, dan kecakapan akademik.
(Depdiknas, 2003:1)
93
7. Ikatan Kimia
Menurut kurikulum 2004 subpokok bahasan Ikatan Kimia diajarkan pada
siswa kelas X semester I. Standar kompetensi yang ingin dicapai dalam
pengajaran subpokok bahasan ini adalah mendeskripsikan struktur atom, sifat-sifat
periodik unsur dan ikatan kimia serta struktur molekul dan sifat-sifatnya.
Sedangkan kompetensi dasar yang ingin dicapai yaitu mendeskripsikan
kemungkinan terjadinya ikatan kimia dengan menggunakan tabel periodik.
Pokok bahasan Ikatan Kimia subpokok bahasan-sub pokok bahasan
sebagai berikut:
a. Ikatan Ion
b. Ikatan Kovalen
c. Ikatan Kovalen Koordinat
d. Polarisasi Ikatan Kovalen
e. Ikatan Logam
Dalam penelitian ini semua materi diajarkan.
Unsur gas mulia merupakan golongan unsur yang paling stabil. Semua
unsur gas mulia terdapat di alam sebagai gas monoatomik (atom-atomnya berdiri
sendiri) dan sangat sukar bereaksi dengan unsur lain. Menurut pendapat W.
Kossel dan Gilbert N Lewis, kestabilan sifat gas mulia disebabkan oleh elektron
valensinya yang berjumlah delapan (kecuali He dengan elektron valensi dua).
Konfigurasi elektron valensi gas mulia ini dikenal sebagai konfigursi oktet, karena
terdiri atas 8 elektron pada kulit luarnya. (Perhatikan Tabel. 2)
Tabel 2. Konfigurasi Elektron Unsur-unsur Gas Mulia
Periode Unsur Nomor AtomKulit
K L M N O P
1
2
3
4
5
6
He
Ne
Ar
Kr
Xe
Rn
2
10
18
36
54
86
2
2
2
2
2
2
8
8
8
8
8
8
18
18
18
8
18
32
8
18 8
93
a. Ikatan Ion
Ikatan ion merupakan ikatan yang terbentuk akibat gaya elektrostatis antara
ion yang berlawanan muatan sebagai akibat serah terima elektron dari satu atom
ke atom yang lain.
Unsur lain akan melepaskan atau menerima elektron agar elektron valensinya
serupa dengan elektron valensi unsur-unsur gas mulia sehingga mencapai
kestabilan. Unsur golongan Alkali dan Alkali Tanah cenderung melepaskan
elektron terluarnya untuk mencapai kestabilan dengan membentuk ion positif.
Unsur-unsur Halogen mempunyai 7 elektron valensi, sehingga untuk membentuk
konfigurasi elektron valensi seperti gas mulia (oktet) perlu menerima satu
elektron, dengan demikian Halogen lebih stabil dalam bentuk ion negatif.
Senyawa biner dari logam Alkali dengan golongan Halogen seperti NaCl, NaBr,
KI, LiS dan CsCI semunya bersifat ionik. Senyawa dari logam Alkali Tanah juga
bersifat ionik, kecuali beberapa senyawa dari Be.
Contoh:
Pada reaksi-reaksi berikut, masing-masing unsur dapat mencapai konfigurasi
oktet. Tulislah rumus elektron (rumus Lewis) dan rumus empiris senyawa
yang terbentuk
* Mg (Z = 12) + Cl (Z = 17)
Jawab :
Mg (Z = 12) dan Cl (Z = 17) mempunyai konfigurasi elektron sebagai berikut:
Mg : 2 8 2
Cl : 2 8 7
Untuk mencapai konfigurasi oktet, Mg harus melepas 2 elektron, sedangkan
Cl menyerap 1 elektron. Atom Mg berubah menjadi ion Mg2+, sedangkan
atom Cl menjadi ion Cl-
Mg (2 8 2) Mg2+ (2 8 ) + 2e
Cl (2 8 7) + e Cl- (2 8 8)
Ion Mg2+ dan ion Cl- kemudian bergabung membentuk senyawa denganr umus
MgCl2.
93
b. Ikatan Kovalen
1) Ikatan Kovalen Tunggal
Ikatan yang terbentuk karena penggunaan bersama pasangan elektron
disebut ikatan kovalen. Pada umumnya, ikatan kovalen terjadi antar unsur
non logam yaitu antar unsur yang mempunyai daya tarik elektron relatif
besar. Ikatan kovalen terbentuk karena serah terima elektron tidak
dimungkinkan.
Contoh: Gambarkan terjadinya ikatan kovalen pada HCl !
H = 1
Cl = 2, 8, 7
Sesuai dengan aturan Oktet, atom H kekurangan 1 elektron (sehingga
menyerupai Helium). Demikian juga, atom Klorin membutuhkan
tambahan 1 elektron (sehingga menyerupai Argon). Meskipun
kelektronegatifan Klorin lebih besar dari pada Hidrogen, atom Cl tidak
dapat merampas elektron dari atom H karena atom H juga mempunyai
daya tarik elektron yang relatif besar. Keadaan yang lebih stabil dapat
dicapai dengan pemasangan elektron (membentuk ikatan kovalen).
Masing-masing atom H dan Cl menyumbang 1 elektron untuk membentuk
pasangan elektron milik bersama. Perhatikan gambar 1 !
H + Cl H Cl
HCl
Gambar 1. Pembentukan Ikatan Kovalen pada HCl
2) Ikatan Kovalen Rangkap dan Ikatan Kovalen Rangkap Tiga
Dua atom dapat membentuk ikatan dengan sepasang, dua pasang atau tiga
pasang elektron bergantung pada jenis unsur yang berikatan. Ikatan
dengan sepasang elektron disebut ikatan tunggal (ikatan kovalen), yang
menggunakan dua pasang elektron disebut ikatan kovalen rangkap dua,
sedangkan yang menggunakan tiga pasang elektron disebut ikatan kovalen
rangkap tiga.
Ikatan kovalen rangkap dua misalnya pada pembentukan O2 di gambarkan
sebagai berikut:
93
O O O O O O
Gambar 2. Pembentukan Ikatan Kovalen pada O2
Ikatan kovalen rangkap tiga misalnya pada pembentukan N2, yaitu :
N N N N N N
Gambar 3. Pembentukan Ikatan Kovalen pada N2
c. Ikatan Kovalen Koordinat
Dalam beberapa senyawa, ikatan kovalen dapat pula terbentuk dengan
penggunaan bersama sepasang elektron yang berasal dari salah satu atom yang
berikatan, sedangkan atom lain hanya menerima saja pasangan elektron yang
digunakan bersama itu. Ikatan kovalen yang terbentuk disebut ikatan kovalen
koordinat. Pasangan elektron ikatan pembentuk ikatan koordinat digambarkan
dengan anak panah kecil yang arahnya menuju atom yang menerima pasangan
elektron.
N
H
H
H
Cl
Cl
ClB N
H
H
H
Cl
Cl
ClB N
H
H
H
Cl
Cl
ClB
Gambar 4. Pembentukan Ikatan Kovalen Koordinat pada NH3BCl3
d. Polarisasi Ikatan Kovalen
Keelektronegatifan yaitu sifat yang menyatakan kecederungan relatif
dari unsur-unsur dalam hal menarik elektron ikatan ke pihaknya. Tabel 2
merupakan daftar harga keelektronegatifan.
Tabel 3. Daftar Keelektronegatifan
Atom Harga kelektronegatifan (f+)
H
C
N
Cl
O
F
2,1
2,5
3,0
3,0
3,5
4,0
93
Salah satu akibat dari perbedaan keelektronegatifan ialah terjadinya polarisasi
pada ikatan kovalen. Perhatikan dua contoh berikut :
HH ClH
a. Non polar b. Polar
Gambar 5. Polarisasi pada Ikatan Kovalen Polar dan Ikatan Kovalen Non
Polar
Pada contoh (a), kedudukan pasangan elektron ikatan sudah pasti
simetris terhadap kedua atom H. Dalam molekul H2 tersebut muatan negatif
(elektron) tersebut secara homogen. Ikatan seperti itu disebut ikatan kovalen
non polar. Pada contoh (b), pasangan elektron ikatan tertarik lebih dekat ke
atom Cl, karena Cl mempunyai daya tarik elektron lebih besar dari pada H.
akibatnya, pada HCl terjadi polarisasi, dimana atom C lebih negatif dari pada
atom H. ikatan seperti itu disebut ikatan kovalen polar.
Molekul dengan ikatan kovalen non polar seperti H2, Cl dan N2 sudah
tentu bersifat non polar. Sebaliknya, molekul dengan ikatan polar bisa bersifat
polar, bisa pula bersifat non polar, bergantung pada geometri/bentuk
molekulnya. Walaupun ikatan bersifat polar jika molekul bersifat simetris
maka secara keseluruhan molekul bersifat non polar.
Perhatikan beberapa molekul berikut:
Molekul BeCl2 NH3 BF3
Rumus
Struktur Be ClCl N
H
HH
B
F
FF
Bentuk Molekul Linear Piramida Segitiga planar
Tabel 4. Contoh Molekul, Rumus Struktur, dan Bentuk Molekul
e. Ikatan Logam
Unsur logam mempunyai sedikit elektron valensi. Oleh karen aitu
kulit terluar unsur logam relatif longgar (terdapat banyak tempat kosong).
Sehingga elektron dapat berpindah di satu atom ke atom lain. Mobilitas
93
elektron dalam logam sedemikian bebas sehingga elektron valensi logam
mengalami delokalisasi, yaitu suatu keadaan dimana elektron valensi tersebut
tidak tetap posisinya pada satu atom, tetapi senantiasa berpindah-pindah dari
satu atom ke atom lain. Elektron-elektron valensi tersebut berbaur sehingga
menyerupai awan atau lautan yang membungkus ion-ion positif logam
didalamnya. Jadi, struktur logam dapat dibayangkan sebagai terdiri dari ion-
ion positif yang dibungkus oleh awan atau lautan elektron valensi.
Struktur logam seperti diatas dapat menjelaskan sifat-sifat khas logam,
seperti daya hantar listrik, sifat dapat ditempa dan dapat tarik. Logam
merupakan konduktor yang baik karena elektron valensinya yang mudah
mengalir. Logam dapat ditempa atau dapat tarik karena ketika logam dipukul
atau ditarik, atom-atom logam hanya bergeser sedangkan ikatan didalamnya
tidak terputus.
(Michael Purba, 2002: 142-173)
B. Penelitian yang Relevan
1. Penelitian menurut Siti Aisiyah (2004:55).
Metode Learning Together disertai latihan berstruktur lebih efektif
dalam meningkatkan pemahaman siswa.
2. Penelitian menurut Iwan Prihatin (2004:42).
Pengajaran matematika menggunakan metode TAI lebih berhasil
dibandingkan dengan pengajaran matematika menggunakan metode
konvensional.
3. Penelitian menurut Suko Pangestuti (2004:55).
Penggunaan metode TAI lebih efektif terhadap peningkatan prestasi
belajar siswa daripada penggunaan metode konvensional.
4. Penelitian menurut Roro Dhenok Indaryah (2002:40).
Metode pembelajaran diskusi kelompok kecil disertai Hand-out lebih
baik dibanding dengan metode diskusi kelompok besar disertai Modul.
93
5. Penelitian menurut Asmariza Deni (2003:46)
Penggunaan metode pengajaran beregu disertai resitasi dapat
menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan penggunaan
metode konvensional.
6. Penelitian menurut Ruliana Wahyu Widyastuti (2003:62).
Penggunaan metode pengajaran TAI menghasilkan prestasi yang lebih
tinggi dibandingkan metode konvensional.
C. Kerangka Berpikir
Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan
dalam kegiatan pengajaran. Belajar mengacu kepada yang dilakukan oleh siswa,
sedangkan mengajar mengacu kepada yang dilakukan oleh guru sebagai
pemimpin belajar. Proses belajar mengajar berkaitan dengan tujuan pembelajaran
yang akan dicapai dan materi yang akan diberikan serta metode belajar mengajar
yang dipakai guru dan siswa dalam memberikan atau menerima materi tersebut.
Pembelajaran kimia yang dilaksanakan oleh guru tidak selamanya
berhasil. Pada saat yang sama tidak semua siswa dapat memahami dan menguasai
materi pelajaran dan ada siswa yang lambat dalam menerima pelajaran.
Keberhasilan proses belajar mengajar dapat dilihat dari prestasi belajarnya.
Dengan mengetahui prestasi belajar dapat mengukur kemampuan siswa selama
mengikuti proses belajar mengajar. Penggunaan metode mengajar yang tepat
akan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Salah satu metode mengajar yang sampai sekarang digunakan di sekolah-
sekolah adalah metode ceramah yang memungkinkan siswa cenderung pasif
dalam proses belajar mengajar karena guru lebih banyak mendominasi. Metode
ceramah rasanya kurang cocok jika terus digunakan pada saat sekarang yang telah
menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Karena kurikulum ini menurut
siswa memiliki kompetensi yaitu pengetahuan, keterampilan dan nilai serta pola
berpikir dan bertindak sebagai refleksi atas pemahaman dan penghayatan yang
telah dipelajari siswa.
93
Untuk itu perlu adanya metode mengajar yang sesuai dengan Kurikulum
Berbasis Kompetensi. Metode pembelajaran kooperatif dipandang cocok untuk
memenuhi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Metode pembelajaran kooperatif
bermacam-macam, pada penelitian ini dipilih metode TAI (Team Assisted
Individualization) dan metoda LT (Learning Together) karena kedua metode ini
menawarkan suatu inovasi pembelajaran yang akan menghasilkan individu-
individu selain menguasai materi juga mempunyai bekal kemampuan bekerja
sama. Berbekal kemampuan bekerja sama ini para peserta didik siap menghadapi
tantangan jaman yang membutuhkan sikap saling bekerja sama dan mampu
bersaing secara sehat.
Pada dasarnya metode TAI dan metode Learning Together sama dalam
hal pembentukan kelompok. Pada metode TAI memerlukan sebuah kerjasama
antar anggota dalam kelompok dengan dipimpin oleh seorang siswa yang
memiliki kemampuan lebih dari teman-teman dalam satu kelompoknya
berdasarkan nilai pretes dan nilai ulangan harian materi sebelumnya yang
diperoleh. Ketua kelompok di sini memiliki tugas sebagai tutor sebaya bagi
anggota kelompoknya. Dengan metode TAI menuntut siswa lebih aktif dalam
proses belajar mengajar karena ada tahap-tahap yang diikuti siswa yang menuntut
siswa untuk aktif sehingga pemahaman siswa akan lebih terstruktur dalam
pikirannya. Tahap-tahap tersebut juga dilengkapi tugas-tugas sehingga
pemahaman siswa pada Ikatan Kimia lebih dalam.
Sedangkan pada metode Learning Together seluruh kelompok saling
bekerjasama dengan dipimpin oleh seorang ketua kelompok yang dipilih sendiri
oleh anggota kelompoknya. Ketua kelompok disini memiliki tugas sebagai
moderator dalam kelompoknya. Dalam metode Learning Together siswa tidak
hanya sekedar menerima materi secara pasif, tetapi lebih dari itu siswa dituntut
mampu menjelaskan materi tersebut dan berargumentasi dihadapan teman-
temannya, serta diharapkan antara siswa yang satu dengan yang lain dalam satu
kelompok dapat berinteraksi saling memberi masukan-masukan dan pendapat.
93
D. Perumusan Hipotesis
Dalam penelitian ini diajukan hipotesis sebagai berikut:
“Penggunaan metode pembelajaran kooperatif model TAI (Team Assisted
Individualization) dapat menghasilkan prestasi belajar yang lebih tinggi
dibandingkan penggunaan metode pembelajaran kooperatif model
Learning Together pada pokok bahasan Ikatan Kimia bagi siswa kelas X
semester I SMA Negeri 2 Sukoharjo”
93
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 2 Sukoharjo kelas X semester 1 tahun
pelajaran 2005/2006.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada semester 1 tahun pelajaran 2005/2006, yaitu pada
bulan Oktober-November tahun 2005.
B. Metodologi Penelitian
1. Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Variabel bebas : metode pembelajaran TAI (Team Assisted
Individualization) dan metode pembelajaran LT
(Learning Together)
b. Variabel terikat : prestasi siswa pada materi Ikatan Kimia
2. Desain Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan metode eksperimental dengan bentuk perluasan
“Randomized Control Group Pretest-Posttest Design”. Adapun bagan desain
perluasan “Randomized Control Group Pretest-Posttest Design” adalah sebagai
berikut :
Kelompok Pretes Perlakuan Postes
Kelas Eksperimen I T1 X1 T 2
Kelas Eksperimen II T1 X 2 T 2
Tabel 5. Desain Penelitian Perluasan Randomized Control Group
Pretest Posttest Design
Keterangan : X1 = Pengajaran dengan metode TAI T 1 = Pretes
X 2 = Pengajaran dengan metode LT T 2 = Postes
93
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi Penelitian
Populasi adalah semua siswa kelas X SMA Negeri 2 Sukoharjo tahun
pelajaran 2005/2006 yang berjumlah 7 kelas.
2. Sampel Penelitian
Pengambilan sampel dilakukan secara random sampling, yaitu :
a Menetapkan dua kelas secara acak sebagai kelas eksperimen I dan kelas
eksperimen II.
b Membagi siswa tiap kelas ke dalam kelompok-kelompok, tiap kelompok
terdiri dari 4-5 anggota.
c Menentukan kelompok berdasarkan perbedaan kepandaian, ras dan jenis
kelamin.
D.Teknik Pengumpulan Data
1. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tes dan data
angket. Data tes obyektif digunakan untuk mengukur aspek kognitif, metode
angket digunakan untuk mengukur aspek afektif, sedangkan metode tes uraian
untuk aspek psikomotor.
2. Uji Coba Instrumen
Instrumen dalam penelitian ini terdiri atas dua instrumen yaitu instrumen
penilaian kognitif dan instrumen penilaian afektif.
a. Instrumen Penilaian Kognitif
Untuk penilaian kognitif menggunakan bentuk tes objektif. Sebelum
digunakan untuk mengambil data penelitian, instrumen tersebut diujicobakan
terlebih dahulu untuk mengetahui kualitas soal. Uji coba soal ditujukan untuk
mengetahui taraf kesukaran soal, taraf pembeda soal, validitas, dan reliabilitas
soal.
93
(1) Taraf Kesukaran Item Soal
Tingkat kesukaran soal dapat ditunjukan dengan bilangan indeks yang
disebut Indeks Kesukaran (IK) yaitu bilangan menunjukkan sukar mudahnya
suatu soal yang harganya dapat dicari dengan rumus sebagai berikut:
IK = maksimalSkorxN
B
Keterangan :
IK = indeks kesukaran
B = jumlah jawaban benar yang diperoleh siswa dari
suatu item
Skor maksimal = besarnya skor yang dituntut oleh suatu jawaban
benar dari suatu item
N x skor maksimal = jumlah jawaban benar seharusnya diperoleh siswa
dari suatu item
Adapun kriterianya adalah sebagai berikut
0,81 – 1,00 = Mudah Sekali (MS)
0,61 – 0,80 = Mudah (Md)
0,41 – 0,60 = Sedang/cukup (Sd)
0,21 – 0,40 = Sukar (S)
0,00 – 0,20 = Sukar Sekali (SS) (Masidjo, 1995:189-192)
Rangkuman taraf kesukaran item soal setelah dlakukan try out dapat dilihat
pada tabel 6 dan hasil selengkapnya dapat dilihat di lampiran 13.
Tabel 6. Rangkuman Hasil Uji Taraf Kesukaran Soal
Variabel Jumlah soal MS M Sd S SS
Soal tes prestasi belajar
Ikatan Kimia
20 1 11 4 2 2
(2) Taraf Pembeda Item Soal
Rumus untuk menentukan daya pembeda item soal sebagai berikut:
ID = maksimalSkorxNKBatauNKA
KBKA
Keterangan :
93
ID = indeks diskriminasi.
KA = jumlah jawaban yang diperoleh siswa tergolong kelompok atas.
KB = jumlah jawaban yang diperoleh siswa tergolong kelompok atas
atau kelompok bawah.
NKA atau NKB x skor maksimal = perbedaan jawaban benar dari siswa-siswa
yang tergolong kelompok atas dan bawah
yang seharusnya diperoleh.
Adapun kriterianya adalah sebagai berikut:
0,80 – 1,00 = Sangat Membedakan (SM)
0,60 – 0,79 = Lebih Membedakan (LM)
0,40 – 0,59 = Cukup Membedakan (CM)
0,21 – 0,39 = Kurang Membedakan (KM)
Negatif – 0,19 = Sangat Kurang Membedakan (SKM)
(Masidjo, 1995 : 189 – 192)
Rangkuman taraf pembeda item soal setelah dilakukan try out dapat dilihat
pada tabel 7 dan hasil selengkapnya dapat dilihat di lampiran 12.
Variabel Jumlah soal SM LM CM KM SKM
Soal tes prestasi
belajar Ikatan Kimia
20 - - 7 7 6
Tabel 7. Rangkuman Hasil Uji Taraf Pembeda Soal
(3) Validitas Instrumen Penelitian
Teknik yang digunakan untuk menghitung validitas butir soal
digunakan rumus product momen dari Pearson dengan rumus angka kasar
sebagai berikut:
rxy =
})({)({
)()(2222 YYNXXN
YXXYN
Keterangan :
X = hasil pengukuran suatu tes yang ditentukan validitasnya
Y = kriteria yang dipakai
rxy = koefisien validitas
93
Setelah diperoleh harga rxy kemudian dikonsultasikan dengan harga kritik r
product momen. Apabila harga rxy > harga rkritik, maka item soal tersebutt
dikatakan valid.
Klasifikasi validitas soal adalah sebagai berikut:
0,91 – 1,00 = Sangat Tinggi (ST)
0,71 – 0,90 = Tinggi (T)
0,41 – 0,70 = Cukup (C)
0,21 – 0,40 = Rendah (R)
Negatif - 0,20 = Sangat Rendah (ST) (Masidjo, 1995:243-246)
Rangkuman hasil uji validitas item soal setelah dilakukan try out dapat
dilihat pada tabel 8 dan hasil selengkapnya dapat dilihat di lampiran 12.
Variabel Jumlah soal Valid Invalid
Soal tes prestasi belajar Ikatan Kimia 20 10 10
Tabel 8. Rangkuman Hasil Uji Validitas Soal
(4) Reliabilitas Soal
Untuk mengetahui reliabilitas soal digunakan rumus KR-20 sebagai berikut:
r11 =
2
1
1
1 S
PQS
n
n
Keterangan : r11 = koefisien reliabilitas
n = jumlah item
S = standar deviasi
P = indeks kesukaran
Q = 1-P
Klasifikasi reliabilitas adalah sebagai berikut:
0,91 – 1,00 = sangat tinggi
0,71 – 0,90 = tinggi
0,41 – 0,70 = cukup
0,21 – 0,40 = rendah
Negatif - 0,20 = sangat rendah (Masidjo, 1995:243-246)
Rangkuman hasil uji reliabilitas soal setelah dilakukan try out dapat dilihat
pada tabel 9 dan hasil selengkapnya dapat dilihat di lampiran 13.
93
Instrumen r11Kriteria Reliabilitas
Soal tes 0,807 Tinggi
Tabel 9. Rangkuman Hasil Uji Reliabilitas Soal
b. Instrumen Penilaian Afektif
Instrumen penilaian afektif disini adalah berupa angket. Jenis angket yang
digunakan adalah angket langsung dan sekaligus menyediakan alternatif jawaban.
Responden/siswa memberikan jawaban dengan memilih salah satu alternatif
jawaban yang telah disediakan. Sebelum menyusun angket terlebih dahulu dibuat
konsep alat ukur yang mencerminkan isi kajian teori. Konsep alat ukur ini berisi
kisi-kisi angket. Konsep selanjutnya dijabarkan dalam variabel dan indikator yang
disesuaikan dengan tujuan penelitian yang hendak dicapai, selanjutnya indikator
ini digunakan sebagai pedoman dalam menyusun item-item angket.
Tabel 10. Kriteria Penilaian Aspek Afektif
Skor untuk aspek yang dinilai Nilai
SS (Sangat Setuju)
S (Setuju)
N (Netral)
TS (Tidak Setuju)
STS (Sangat Tidak Setuju)
5
4
3
2
1
Keterangan :
80 N 100 = Sangat baik (A)
60 N 79 = Baik (B)
40 N 59 = Cukup (C)
N 39 = Kurang (D) (Depdiknas, 2003: 91)
Sebelum digunakan untuk mengambil data penilaian, instrumen tersebut
diujicobakan terlebih dahulu untuk mengetahui kualitas item angket.
93
1) Uji Validitas
Validitas instrumen dari angket ini adalah validitas konstruksi atau
konsep. Validitas konstruksi adalah validitas yang menunjukkan sampai
dimana isi suatu tes atau alat pengukur tersebut atau konstruksi teoritis yang
mendasari disusunnya tes atau alat pengukur tersebut. Validitas konstruksi
inipun akan mudah ditentukan pada tes hasil belajar yang sungguh-sungguh
direncanakan dengan baik oleh seorang guru, khususnya apabila ditaati
langkah merumuskan tujuan instruksional dan visualisasi kisi-kisi sebagai
langkah-langkah perencanaan yang dibuat guru. Apabila isi item-item yang
merupakan suatu kesatuan suatu tes benar-benar sesuai dengan suatu konsep
atau konstruksi yang seharusnya menjadi isinya, maka dikatakan tes tersebut
memiliki validitas konstruksi yang tinggi. (Masidjo, 1995:224)
Untuk menghitung validitas butir soal angket digunakan rumus
sebagai berikut:
rxy =
])()()([
)()(2222 YYNXXN
YXXYN
Keterangan :
X = hasil pengukuran suatu tes yang ditentukan validitasnya
Y = kriteria yang dipakai
rxy = koefisien validitas
Setelah diperoleh harga rxy kemudian dikonsultasikan dengan harga kritik r
product momen. Apabila harga rxy > harga rkritik, maka item soal tersebut
dikatakan valid. (Masidjo, 1995:243-246)
Rangkuman hasil uji validitas item soal angket setelah dilakukan try out
dapat dilihat pada tabel 11 dan hasil selengkapnya dapat dilihat di lampiran
14.
Variabel Jumlah soal Valid Invalid
Soal tes prestasi belajar Ikatan Kimia 20 20 -
Tabel 11. Rangkuman Hasil Uji Validitas Soal Angket
93
2) Uji Reliabilitas
Untuk mengetahui reliabilitas soal angket digunakan rumus Alpha. Untuk
memperoleh harga reliabilitas dengan menggunakan rumus Alpha perlu dicari
harga varians masing-masing item dan varians totalnya.
Adapun rumus varians masing-masing item:
I2 =
NN
XX i
i
22 )(
Sedangkan rumus varians totalnya:
I2 =
NN
XX i
i
22 )(
Rumus koefisien Alpha yaitu sebagai berikut:
r11 = =
2
11
2
i
i
n
n
Keterangan :
r11 = koefisien reliabilitas suatu soal
n = jumlah item
i2 = jumlah kuadrat dari masing-masing item
i2 = jumlah kuadrat dari total keseluruhan item
(Suharsimi Arikunto, 1996 : 106)
Rangkuman hasil uji reliabilitas soal angket setelah dilakukan try out dapat
dilihat pada tabel 12 dan hasil selengkapnya dapat dilihat di lampiran 14.
Instrumen r11Kriteria Reliabilitas
Soal angket 0,784 Tinggi
Tabel 12. Rangkuman Hasil Uji Reliabilitas Soal
E. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji-t pihak kanan. Oleh
karena itu perlu dipenuhi uji persyaratan analisisnya, yaitu uji normalitas dan uji
homogenitas.
93
1. Uji Prasyarat Analisis
a. Uji Normalitas
Untuk uji normalitas digunakan ”uji Liliefors”. Uji ini dilakukan untuk
mengetahui apakah sampel yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari
populasi yang terdistribusi normal atau tidak. Rumus yang digunakan adalah
sebagai berikut:
L0 = E (z i ) – S(z i ) ; i = 1, 2, 3, ….
F(z i ) = peluang zn yang lebih kecil atau sama dengan z i
S(z i ) = proposil cacah zn yang lebih kecil atau sama dengan z i
= skor standar
z i = s
xxi
L0 = koefisien Liliefors pengamatan (Sudjana, 1996:466)
Adapun langkah-langkah uji Liliefors adalah sebagai berikut :
1). Menghitung rata-rata simpangan bakunya
n
ix
)1(
)( 21
212
nn
xxnS
2). Menghitung nilai z i
z i =
S
xxi
3). Mencari nilai z i pada daftar F
4). Menghitung S iz yaitu banyaknya n
zzzz n 121 ..,.........,
5). Menghitung selisih F iz -S iz
6). Mencari nilai kritis yang dapat diperoleh pada kolom harga mutlak, kemudian
dibandingkan dengan tabel.
7). Kriteria pengujian adalah terima H0 jika L0 maks< Ltabel , berarti sampel
berasal dari populasi yang terdistribusi normal.
93
b. Uji Homogenitas
UJi homogenitas digunakan untuk menguji apakah sampel penelitian berasal
dari populasi yang homogen. Untuk mengetahui homogenitas variansi digunakan
”Uji Bartlett” dengan rumus :
2 = (1n 10) {B - (n1 – 1) log S12}
= 2,3026 {B - (n1 – 1) log S12}
B = (log S2) (n1 – 1)
S2 =
)1(
)1(
1
211
n
Sn
Keterangan :
2 = chi kuadrat
S = simpangan baku
S2 = variansi semua gabungan sampel (Sudjana, 1996 : 263)
Hipotesis yang akan diuji adalah :
H0 2
22
1 = kedua populasi mempunyai tanda varian sama
H0 2
22
1 = paling sedikit satu tanda sama tidak berlaku
Adapun langkah-langkah pengujian homogenitas dengan menggunakan
uji Bartlett sebagai berikut :
1). Menentukan hipotesis
H0 2
22
1
H1
22
21
2). Menghitung varians masing-masing sampel (S 21 ), dengan rumus :
1
2
n
xxS i
I
3). Menghitung varian gabungan dari semua sampel (S2 ), dengan rumus :
S2 =
)1(
)1(
1
211
n
Sn
93
4). Menghitung harga satuan
S2 =
)1(
)1(
1
211
n
Sn
5). Menghitung Chi-kuadrat (2), dengan rumus :
2 = (1n 10) {B - (n1 – 1) log S12}
6). Menghitung 2 dari tabel distribusi Chi-kuadrat pada taraf signifikan 5 % .
7). Kriteria pengujian : diterima
H0 diterima, apabila 2 hitung <2 tabel yang berarti sampel homogen.
(Sudjana, 1996 : 261-263)
2. Uji Hipotesis
Teknik analisis data yang digunakan ”Uji t” pihak kanan.
Dengan kriteria :
H0 : 1 2
H1 : 1 > 2
Dimana :
H0 : Prestasi belajar siswa pada pembelajaran kimia dengan metode
TAI lebih rendah atau sama dengan prestasi belajar siswa pada
pembelajaran kimia dengan metode LT.
H1 : Prestasi belajar siswa pada pembelajaran kimia dengan metode
TAI lebih tinggi daripada prestasi belajar siswa pada pembelajaran
kimia dengan metode LT.
Keterangan :
1 : rataan selisih nilai pretest dan postest kelas eksperimen I
2 : rataan selisih nilai pretest dan postest kelas eksperimen II
Kriteria : a). Terima H0, jika t hit < t tab
b). Tolak H0, jika t hit > t tab
Rumus yang digunakan adalah :
t = S
nn
XX
21
21
11
93
S gab = 2
)1()1(
21
222
21
21
nn
snsn
Keterangan :
X : nilai mean
S gab : simpangan baku
n : jumlah sampel (Sudjana, 1996 : 239)
93
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data
Pada penelitian ini data berupa nilai pretes dan posttes dari prestasi belajar
siswa pada subpokok bahasan Ikatan Kimia. Prestasi belajar siswa meliputi aspek
kognitif dan aspek afektif. Data-data tersebut diambil dari kelompok eksperimen I
dan kelompok eskperimen II. Jumlah siswa yang dilibatkan pada penelitian ini
adalah 84 siswa dari kelas X-4 dan X-5 SMA Negeri 2 Sukoharjo tahun pelajaran
2005/2006. Untuk lebih jelasnya di bawah ini disajikan deskripsi data penelitian
dari masing-masing variabel.
1. Prestasi Belajar Subpokok Bahasan Ikatan Kimia Kelas Eksperimen TAI dan
LT
Data penelitian mengenai prestasi belajar meliputi aspek kognitif, afektif,
dan psikomotor siswa pokok bahasan Ikatan Kimia kelas eksperimen TAI dan
LT pada siswa kelas X-4 dan X-5 SMA Negeri 2 Sukoharjo dengan sampel
sebanyak 84 siswa. Deskripsi data penelitian mengenai prestasi belajar secara
ringkas disajikan dalam Tabel 16.
Tabel 13. Rangkuman Deskripsi Data Penelitian
Uraian TAI LT
Rata-rata pretes kognitif
Rata-rata postes kognitif
Rata-rata selisih nilai kognitif
Rata-rata pretes afektif
Rata-rata postes afektif
Rata-rata selisih nilai afektif
40,48
78,10
37,62
60,31
79,05
18,74
44,29
73,33
29,05
59,10
74, 05
14,95
2. Prestasi Belajar Aspek Kognitif Subpokok Bahasan Ikatan Kimia
Data penelitian mengenai prestasi belajar aspek kognitif siswa pokok
bahasan Ikatan Kimia dipaparkan dalam set distribusi frekuensi. Hal ini
dilakukan untuk mempermudah dalam mengamati hasil penelitian.
Adapun distribusi frekuensi selisih nilai kognitif siswa kelas eksperimen
TAI pada subpokok bahasan Ikatan Kimia disajikan dalam tabel 14.
93
No Interval Nilai Tengah FrekuensiFrek. Relatif
(%)
1 10,0 18,5 14,25 6 14,292 18,6 27,1 22,85 5 11,903 27,2 35,7 31,45 8 19,054 35,8 44,3 40,05 9 21,435 44,4 52,9 48,65 5 11,906 53,0 61,5 57,25 6 14,297 61,6 70,1 65,85 3 7,14
Jumlah 42 100,00
Tabel 14. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif Siswa Kelas Eksperimen
TAI
Distribusi frekuensi selisih nilai kognitif siswa kelas eksperimen
Learning Together (LT) pada subpokok bahasan Ikatan Kimia disajikan
dalam tabel 15.
No Interval Nilai Tengah FrekuensiFrek. Relatif
(%)
1 10,0 15,7 12,9 9 21,432 15,8 21,5 18,65 7 16,673 21,6 27,3 24,45 0 0,004 27,4 33,1 30,25 11 26,195 33,2 38,9 36,05 0 0,006 39,0 44,7 41,85 9 21,437 44,8 50,5 47,65 6 14,29
Jumlah 42 100,00
Tabel 15. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif Siswa Kelas Eksperimen
LT
Berdasarkan perbandingan distribusi frekuensi data selisih nilai
pretes-postes kelas eksperimen model TAI dan kelas eksperimen model
LT maka dapat dibuat histogram gabungan yang dapat dilihat pada
histogram pada gambar 6.
0
2
4
6
8
10
12
10-17.5
17.6-25.0
25.1-32.5
32.6-40.0
40.1-47.5
47.6-55.0
55.1-62.5
62.6-70.0
Frekuensi TAI
Frekuensi LT
93
Gambar 6. Histogram Selisih Nilai Kognitif Kelas Eksperimen Model TAI
dan Model LT
3. Prestasi Belajar Aspek Afektif Subpokok Bahasan Ikatan Kimia
Distribusi frekuensi selisih nilai afektif siswa kelas eksperimen TAI
pada subpokok bahasan Ikatan Kimia disajikan dalam Tabel 16.
No Interval Nilai Tengah FrekuensiFrek. Relatif
(%)
1 7,0 11,8 9,4 10 23,812 11,9 16,7 14,3 8 19,053 16,8 21,6 19,2 9 21,434 21,7 26,5 24,1 5 11,905 26,6 31,4 29,0 5 11,906 31,5 36,3 33,9 3 7,147 36,4 41,2 38,8 2 4,76
Jumlah 42 100,00
Tabel 16 Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Afektif Siswa Kelas
Eksperimen TAI
Distribusi frekuensi selisih nilai afektif siswa kelas eksperimen Learning
Together (LT) pada subpokok bahasan Ikatan Kimia disajikan dalam Tabel 17.
No Interval Nilai Tengah FrekuensiFrek. Relatif
(%)
1 1,0 7,1 4,1 14 33,332 7,2 13,3 10,25 9 21,433 13,4 19,5 16,45 6 14,294 19,6 25,7 22,65 6 14,295 25,8 31,9 28,85 3 7,146 32,0 38,1 35,05 3 7,147 38,2 44,3 41,25 1 2,38
Jumlah 42 100,00
Tabel 17. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Afektif Siswa Kelas
Eksperimen LT
Berdasarkan perbandingan distribusi frekuensi data selisih nilai pretes-
postes aspek afektif kelas eksperimen model TAI dan model LT maka dapat
93
dibuat histogram gabungan yang dapat dilihat pada histogram pada gambar 7.
0
2
4
6
8
10
12
14
1-6.4 6.5-11.9
12.0-17.4
17.5-22.9
23.0-28.4
28.5-33.9
34.0-39.4
39.5-44.9
Frekuensi TAI
Frekuensi LT
Gambar 7. Histogram Selisih Nilai Afektif Kelas Eksperimen Model TAI
dan Model LT
B. Hasil Pengujian Prasyarat Analisis
Sebelum melaksanakan analisis uji t – pihak kanan untuk menguji
hipotesis penelitian perlu dilakukan uji persyaratan analisis yang meliputi uji
normalitas dan uji homogenitas.
1. Uji Normalitas
Dalam pengujian normalitas ini menggunakan uji Liliefors dengan rumus
yang telah disebutkan pada bab sebelumnya. Hasil uji normalitas untuk selisih
nilai kognitif dan selisih nilai afektif secara lengkap dapat dilihat pada tabel-tabel
berikut:
Tabel 18. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Selisih Nilai Kognitif
No Kelompok SiswaHarga L Kesimpulan
BerdistribusiHitung Tabel1. TAI 0,1045 0,1367 Normal2. LT 0,1217 0,1367 Normal
Tabel 19. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Selisih Nilai Afektif
No Kelompok SiswaHarga L Kesimpulan
BerdistribusiHitung Tabel1. TAI 0,1260 0,1367 Normal2. LT 0,1020 0,1367 Normal
Dari tabel-tabel diatas dapat diketahui bahwa harga statistik uji Lhitung
kurang dari harga Ltabel, sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel berasal dari
populasi yang berdistribusi normal.
93
2. Uji Homogenitas
Dalam penelitian ini, uji homogenitas yang digunakan adalah uji Barttlet
dengan taraf signifikan 5%. Hasil uji homogenitas ini secara lengkap dijabarkan
dalam tabel-tabel sebagai berikut:
Tabel 20. Ringkasan Hasil Uji Homogenitas Selisih Nilai Kognitif
S2 B X2 Hitung X2 Tabel Kesimpulan
57,0029 143,9836 0,0599 3,84 Homogen
Tabel 21. Ringkasan Hasil Uji Homogenitas Selisih Nilai Afektif
S2 B X2 Hitung X2 Tabel Kesimpulan
38,9341 130,4071 1,6675 3,84 Homogen
Dari tabel-tabel di atas dapat diketahui bahwa harga X2hitung kurang dari
X2tabel atau berada di luar daerah kritik, sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel
berasal dari populasi yang homogen.
C. Pengujian Hipotesis
1. Uji Hipotesis Untuk Selisih Nilai Kognitif
Ringkasan hasil uji-t pihak kanan untuk selisih nilai kognitif antara kelas
eksperiman TAI dan LT dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 22. Ringkasan Hasil Uji-t Pihak Kanan Selisih Nilai Kognitif Kelas
Eksperimen TAI dan Kelas Eksperimen LT
Kelompok Sampel ttabel thitung
Kelas Eksperiman TAI dan Kelas Eksperimen LT 1,66 1.8498
Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa thitung lebih besar dari ttabel,
sehingga dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar untuk aspek kognitif siswa
kelas eksperimen TAI lebih tinggi daripada LT.
2. Uji Hipotesis Untuk Selisih Nilai Afektif
Ringkasan hasil uji-t pihak kanan untuk selisih nilai afektif antara kelas
eksperimen TAI dan LT dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 23. Ringkasan Hasil Uji-t Pihak Kanan Selisih Nilai Afektif Kelas
Eksperimen TAI dan Kelas Eksperimen LT
93
Kelompok Sampel ttabel thitung
Kelas Eksperiman TAI dan Kelas Eksperimen LT 1.66 3.6196
Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa thitung lebih besar dari ttabel,
sehingga dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar untuk aspek afektif siswa kelas
eksperimen TAI lebih tinggi daripada LT.
D. Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pembelajaran kimia
dengan metode TAI dapat memberikan prestasi belajar yang lebih tinggi
dibandingkan dengan metode LT pada materi subpokok bahasan Ikatan Kimia.
Prestasi belajar yang dimaksud meliputi aspek kognitif dan aspek afektif. Setelah
dilakukan uji hipotesis dapat diketahui bahwa prestasi belajar siswa pada
pembelajaran kimia subpokok bahasan Ikatan Kimia dengan model pembelajaran
TAI lebih tinggi dibandingkan dengan model pembelajaran LT. Hal ini dapat
dibuktikan dengan menggunakan analisis uji-t pihak kanan, dimana harga thitung
lebih besar dari harga ttabel.
a. Penilaian Kognitif
Prestasi belajar kelompok TAI lebih baik dibandingkan kelompok LT. Hal
ini dikarenakan dalam pembelajaran siswa terlibat langsung dalam menemukan
permasalahannya sendiri. Dalam menemukan masalahnya sendiri dan
menyelesaikan sampai menemukan hasilnya dibantu oleh seorang asisten atau
dengan anggota lain. Guru dalam proses belajar ini bertindak jika dalam
kelompok tersebut salah mengidentifikasikan suatu masalah, sehingga guru akan
memberitahu bagaimana seharusnya menyelesaikan masalah. Penguasaan materi
dengan menemukan sendiri akan membuat siswa lebih mudah mengingat dan
memahaminya, sedangkan bagi siswa yang memberikan bantuan secara tidak
langsung dia sedang memperdalam penguasaan atas materi tersebut. Proses
menemukan jawaban dari permasalahan yang dihadapi akan merangsang siswa
untuk lebih kritis dan kreatif. Suasana belajar menjadi lebih menyenangkan, siswa
93
tidak mudah merasa jenuh, karena setiap kali siswa mengalami kesulitan maka
akan mendapatkan arahan dari asisten maupun guru dalam memecahkan masalah.
Pada pembelajaran kooperatif model TAI memiliki kelebihan utama, yaitu:
1. Pengakuan terhadap lingkungan yang kompetitif mengajak siswa untuk
berkompetisi satu dengan lainnya.
2. Terbukti bahwa ketika pembelajaran kooperatif diterapkan sangat
potensial untuk memberikan kontribusi positif terhadap peningkatan
prestasi akademik, ketrampilan sosial dan kepercayaan diri siswa.
3. Adanya ketua kelompok yang bertindak sebagai asisten.
Tingginya prestasi rata-rata siswa dengan metode kooperatif model TAI
karena pada metode ini selain siswa terlibat langsung dalam kegiatan belajar di
dalam kelas juga membuka kesempatan bagi siswa untuk belajar sesuai dengan
taraf kemampuan belajarnya. Selain itu, terjadinya kerjasama yang baik dalam
kelompok menyebabkan interaksi antar anggota kelompok menjadi efektif dan
maksimal, sehingga siswa yang memiliki kemampuan tinggi dapat membantu
siswa yang memiliki kemampuan rendah. Para siswa yang bekerja dalam TAI
saling mendorong satu sama lain untuk bekerja dngan cepat supaya dapat
menyelesaikan seluruh tugas.
Dengan metode pembelajaran kooperatif model TAI siswa lebih berani
dalam menyatakan pendapat, dan lebih termotivasi untuk bersaing dengan
kelompok lain. Kebebasan untuk menyatakan pendapat serta penghargaan yang
diterima siswa merupakan modal psikologis untuk berprestasi. Ketika siswa
menyatakan pendapat kemudian dinyatakan benar maka ia akan merasa puas dan
bangga, sebaliknya jika belum benar maka dia akan berusaha mencari jawaban
yang benar. Dari sini siswa dapat membangun kepercayaan dirinya.
Dalam kegiatan kelompok, kerja kelompok memacu siswa untuk meraih
prestasi yang tinggi. Di dalam proses kelompok atau kerjasama terdapat segi-segi
relasi, interaksi, partisipasi, kontribusi, afeksi dan dinamika. Setiap siswa
berhubungan satu sama lain, memberikan sumbangan pikiran saling
mempengaruhi secara positif, serta setiap siswa mendapat pembagian tugas yang
sama, sehingga suasana belajar menjadi dinamis.
93
Model pembelajaran Learning Together juga merupakan suatu metode
belajar kooperatif dimana siswa dapat bekerjasama, berdiskusi dan berdebat
dengan temannya, memiliki kemampuan pengetahuan dan mengisi kekurangan
anggota kelompoknya. Sehingga dalam model LT ini juga terjadi kerjasama yang
baik dalam kelompok menyebabkan interaksi antar anggota kelompok menjadi
efektif dan maksimal, sehingga siswa yang memiliki kemampuan tinggi dapat
membantu siswa yang memiliki kemampuan rendah. Sehingga untuk
meningkatkan pemahaman siswa tidak hanya sekedar menerima materi tetapi
lebih dari itu siswa dituntut untuk mampu menjelaskan materi tersebut kepada
temannya. Siswa lebih berani dalam menyatakan pendapat, dan belajar untuk
dapat menghargai temannya.
Kebebasan menyatakan pendapat serta penghargaan yang diterima siswa
merupakan modal psikologis untuk berprestasi. Tetapi dalam metode LT ini,
siswa lebih ditekankan pada kegiatan kelompoknya saja, sedangkan motivasi
untuk bersaing dengan kelompok lain kurang. Siswa hanya mengerjakan lembar
kerja semata-mata untuk memenuhi tugas dari guru, sehingga kurang memacu
motivasi siswa untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi dari temannya. Dan
motivasi siswa untuk saling mendorong siswa lain dalam kelompoknya kurang,
sehingga kecepatan belajarnya jauh ebih lambat.
Dan dari hasil analisis uji-t pihak kanan, prestasi belajar siswa untuk aspek
kognitif pada pembelajaran dengan model TAI dan LT diperoleh harga thitung =
2,4473 lebih besar daripada harga ttabel = 1,66; sehingga diperoleh kesimpulan
bahwa prestasi belajar siswa untuk aspek kognitif pada pembelajaran dengan
model TAI lebih tinggi daripada pembelajaran dengan model LT.
2. Penilaian Afektif
Aspek afektif dalam pembelajaran ini mencakup watak perilaku seperti
perasaan, minat, sikap, emosi dan nilai dari siswa. Seorang siswa akan
mengalami kesulitan untuk mencapai keberhasilan studi secara optimal apabila
siswa tersebut tidak memiliki minat pada pelajaran tertentu, dalam hal ini adalah
mata pelajaran kimia. Dari sini dapat diketahui bahwa kompetensi siswa pada
93
aspek afektif menjadi penunjang keberhasilan untuk mencapai hasil pembelajaran
pada aspek lainnya, yaitu aspek kognitif. Pengembangan aspek afektif dalam
pembelajaran ini lebih diarahkan pada pengembangan sikap ilmiah siswa yang
meliputi kesadaran diri, kecakapan berpikir rasional, kecakapan sosial dan
kecakapan akademik.
Pada pembelajaran metode TAI siswa memperoleh penghargaan seperti
halnya dalam pembelajaran metode LT, sehingga siswa yang kurang menyukai
mata pelajaran kimia menjadi lebih menyukai mata pelajaran kimia. Dengan
model pembelajaran TAI siswa lebih leluasa mempelajari materi subpokok
bahasan Ikatan Kimia sesuai dengan jenjang kemampuan masing-masing siswa.
Hal inilah yang membuat prestasi belajar aspek afektif model TAI lebih tinggi
dibandingkan dengan model pembelajaran LT.
Dari pembahasan diatas, dapat diketahui bahwa pembelajaran dengan
model TAI yang menciptakan lingkungan yang kompetitif mengajak siswa untuk
berkompetisi satu dengan yang lainnya sehingga dapat meningkatkan motivasi
untuk berprestasi lebih tinggi, ketrampilan sosial dan kepercayaan diri siswa. Oleh
karena itu, prestasi belajar siswa pada subpokok bahasan Ikatan Kimia dengan
model TAI lebih tinggi daripada model pembelajaran LT.
Dari hasil analisis uji-t pihak kanan, prestasi belajar siswa untuk aspek
afektif pada pembelajaran dengan model TAI dan LT diperoleh harga thitung =
1,7110 lebih besar daripada harga ttabel = 1,66; sehingga diperoleh kesimpulan
bahwa prestasi belajar siswa untuk aspek afektif pada pembelajaran dengan
model TAI lebih tinggi daripada pembelajaran dengan model LT.
93
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa prestasi belajar siswa
pada pembelajaran kimia subpokok bahasan Ikatan Kimia dengan metode TAI
lebih tinggi dibandingkan dengan metode LT. Hal ini ditunjukkan oleh ketiga
harga thitung kelas eksperimen TAI dan LT berdasarkan uji t pihak kanan dengan
taraf signifikan 5% untuk nilai kognitif 2,4473 dan afektif 1,7110 lebih besar
daripada ttabel 1,66, sehingga hipotesis nol-nya ditolak.
B. Implikasi
Dari hasil penelitian menimbulkan suatu pemikiran agar dalam proses
belajar mengajar, guru memiliki suatu metode untuk mengembangkan potensi
yang dimiliki siswa dalam usaha untuk menemukan dan memahami konsep suatu
materi pembelajaran kimia khususnya subpokok bahasan Ikatan Kimia sehingga
kompetensi dan tujuan pembelajaran yang diharapkan tercapai. Untuk itu
diperlukan metode pembelajaran yang melibatkan keaktifan siswa yaitu antara
lain metode Team Assisted Individualization dan metode Learning Together.
Untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan metode kooperatif,
khususnya metode pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI), dalam
pelaksanaannya mengharuskan adanya:
1. Pembentukan tim-tim belajar kecil.
2. Dorongan dari guru untuk saling membantu dalam mempelajari bahan yang
bersifat akademik atau dalam melakukan tugas.
3. Pemberian imbalan atau hadiah atas dasar prestasi.
4. Adanya asisten yang bertindak sebagai tutor dalam masing-masing kelompok.
C. Saran-saran
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi dalam penelitian ini, maka penulis
mengajukan saran-saran sebagai berikut:
93
1. Guru hendaknya memilih metode yang paling tepat untuk siswanya, salah
satunya dengan menggunakan metode Team Assisted Individualization pada
pembelajaran kimia subpokok bahasan Ikatan Kimia
2. Proses pembelajaran kimia hendaknya dilakukan dengan melibatkan keaktifan
siswa sehingga kompetensi yang diharapkan tercapai.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang penggunaan metode Team
Assisted Individualization pada pembelajaran kimia pokok bahasan yang lain.
93
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Ghofur. 2003. Pedoman Umum Pengembangan Penilaian. Jakarta : Direktorat Pendidikan Menengah Umum.
Brady, James E. 1990. General Chemistry Principles and Structure. Canada : John Wiley and Sons.
Cece, Djaja dan Tabrani. 1987. Upaya Pembaharuan Dalam Pendidikan dan Pengajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Depdikbud. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Depdiknas. 2003. http:/www.ebtanas.org/nemkota.
Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004 SMA (Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian). Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Umum.
Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi Sekolah Menengah Atas. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Umum.
Gredler, Margaret E. Bell.1994 Belajar dan Membelajarkan. Terjemahan Munandir. Jakarta: Rajawali.
Ignatius Masidjo. 1995. Penilaian Pencapaian Hasil Belajar Siswa di Sekolah. Yogyakarta : Kanisius.
Johnson & Johnson. 2000. Cooperative Learning Method : A-Meta Analysis. Minnesota : University of Minnesota.
Kessler, C. 1985. Cooperative Language Learning. USA: Prentice Hall Regents
M. Dimyati Mahmud. 1990. Psikologi Suatu Pendekatan Terapan. Yogyakarta: BPFE.
Michael Purba. 2004. Kimia Untuk SMA Kelas X. Jakarta: Erlangga.
Mulyati Arifin. 1995. Pengembangan Program Pengajaran Bidang Studi Kimia. Surabaya: UNAIR Press.
Nana S. Sukmadinata. 2005. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
93
Nana Sudjana. 1995. Penilaian Hasil Belajar Mengajar, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nurhadi. 2004. Kurikulum 2004 (Pertanyaan dan Jawaban). Jakarta: Gramedia.
Paul Suparno, 1995. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.
Ratna Wilis Dahar. 1989. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Slavin, Robert E. 2008. Cooperative Learning, Theory, Research and Practice.Boston : Allyn and Bacon.
Sudjana. 1996. Metode Statistik. Bandung: Tarsito.
Suharsimi Arikunto. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
W.J.S. Poerwodarminto. 1984. Kamus Umum Bahas Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Zainal Arifin. 1990. Evaluasi Instruksional (Prinsip-Teknik-Prosedur). Bandung: Remaja Rosdakarya.
93
93
93
INSTRUMEN PENILAIAN PSIKOMOTOR
Indikator : menyelidiki kepolaran beberapa senyawa dan hubungannya dengan
kelektronegatifan melalui percobaan.
1. Gambar rangkaian alat serta aliran cairan yang keluar dari buret bila
didekatkan batang penggaris pada aliran tersebut. Serta berikan alasannya,
untuk cairan:
a. Air (H2O)
b. Karbon tetraklorida (CCl4)
c. Aseton (CH3COCH3)
d. Benzena (C6H6)
Pedoman penskoran
Skor 4 jika dikerjakan dengan benar tanpa kesalahan.
Skor 3 jika dikerjakan dengan benar sedikit kesalahan.
Skor 2 jika dikerjakan dengan beberapa kesalahan.
Skor 1 jika dikerjakan dengan banyak kesalahan.
Skor 0 jika tidak bisa dikerjakan.
93
Lampiran 12 Lampiran 14
Lampiran 13 Lampiran 15
Lampiran 17 Lampiran 18
Lampiran 19 Lampiran 20
Lampiran 9 Lampiran 14
Lampiran 12 Lampiran 14
93
93
93
93
MATA PELAJARAN : KIMIASUB POKOK BAHASAN : IKATAN KIMIASEKOLAH/KELAS : SMA NEGERI 2 SUKOHARJOSEMESTER : 1WAKTU : 30 MENIT
PETUNJUK UMUM
1. Tulislah identitas Anda di baris paling atas di lembar yang telah disediakan.
2. Periksa dan bacalah soal-soal sebelum anda menjawab.
3. Jumlah soal 20 butir.
4. Dahulukan menjawab soal-soal yang Anda anggap mudah.
5. Kerjakan pada lembar jawaban yang telah tersedia dengan ballpoint yang bertinta
hitam dan biru.
6. Berilah tanda silang (X) pada salah satu huruf di lembar jawaban yang Anda anggap
paling tepat.
93
7. Apabila ada jawaban yang Anda anggap salah dan Anda ingin memperbaiki, coretlah
dengan dua garis lurus mendatar pada jawaban yang Anda anggap salah, kemudian
berilah tanda silang (X) pada jawaban yang Anda anggap benar.
Contoh : A B C D E
A B C D E
SELAMAT MENGERJAKAN
1. Unsur X dengan konfigurasi elektron : 2. 8. 2.dapat mencapai aturan oktet dengan
cara… .
a. melepas 2 elektron
b. menyerap 2 elektron
c. memasang 2 elektron
d. menerima 2 elektron
e. menerima sepasang elektron
2. Gambar struktur Lewis pada atom berikut yang benar adalah … .
a. H b. N
c. O
d. Cl
e. S
3. Proses pembentukan ikatan antara H dan O dalam H2O adalah ….
a. atom O melepas 2 elektron, atom H mengikat 1 elektron
b. atom O mengikat 2 elektron, atom H melepas 1 elektron
c. atom O memasang 1 elektron, atom H melepas 1 elektron
d. atom O memasang 2 elektron, atom H memasang 1 elektron
e. atom O memasang 1 elektron, atom H memasang 1 elektron
4. Unsur X dengan nomor atom 19 dan unsur Y dengan nomor atom 16, jika berikatan
akan membentuk senyawa dengan rumus kimia … .
a. X2Y b. XY2 c. XY3 d. X2Y3 e. X3Y2
5. Ikatan rangkap dua terdapat dalam senyawa … .
a. H2, O2, CH4
b. H2, H2O, CH4
c. O2, C2H2, CO2
d. Cl2, C2H2, C2H4
93
e. O2, CO2, C2H4
6. Atom Na bersenyawa dengan atom Cl membentuk NaCl (No. atom: Na = 11; 1=17).
Transfer elektron yang terjadi dalam pembentukan senyawa tersebut adalah … .
a. Na memasangkan 1 elektron, Cl memasangkan 1 elektron
b. Na mengikat 1 elektron, Cl melepas 1 elektron
c. Na mengikat 1 elektron, Cl mengikat 1 elektron
d. Na melepas 1 elektron, Cl mengikat 1 elektron
e. Na melepas 1 elektron, Cl melepas 1 elektron
7. Gambar struktur Lewis pada senyawa berikatan kovalen di bawah ini yang tidak tepat
adalah … .
a.
C C
H H
HH b.O HH
c.Cl Cl
d.O O
e.N N
8. Unsur A yang memiliki elektron valensi sebanyak 5 dan unsur B yang memiliki
elektron valensi sebanyak 7 dalam mencapai susunan oktet membentuk ikatan dan
rumus .. .
a. ion, AB2
b. kovalen, AB2
c. ion, AB3
d. kovalen, AB3
e. kovalen, AB4
9. Beberapa sifat senyawa antara lain:
1. titik leleh relatif tinggi 4. mudah larut dalam air
2. keras dan kuat 5. larutannya bersifat konduktor
3. umumnya berupa gas
Yang termasuk sift-sifat senyawa ion adalah … .
a 1,3 dan 5 b. 1,4 dan 5 c. 2,3 dan 4 d. 2, 4 dan 5 e. 3, 4 dan 5
10. Suatu senyawa dalam bentuk murninya penghantar listrik yang buruk, tetapi
larutannya dalam air penghantar listrik yang baik. Senyawa tersebut adalah ….
a. NaCl b. CO2 c. MgO d. CS2 e. HCl11. Logam dapat ditempa maupun diulur menjadi kawat, karena pada logam … .
93
a. ion positif bertemu ion negatif
b. ion positif dikelilingi ion negatif
c. ion positif terikat awan netron
d. ion positif terikat lautan elektron
e ion positif menarik lautan proton
12. Ikatan yang terjadi antara satu atom C dan satum atom O pada CO2, (No, atom C : 12
& O:8) adalah dengan … .
a. atom C menarik 2 elektron, atom O memasang 2 elektron
b. atom C menarik 2 elektron, atom O menarik 2 elektron
c. atom C memasang 2 elektron, atom O melepas 2 elektron
d. atom C melepas 2 elektron, atom O memasang 2 elektron
e. atom C memasang 2 elektron, atom O memasang 2 elektron
13. Dari rumus titik elektron berikut yang menggambarkan ikatan kovalen koordinasi
adalah pasangan elektron nomor ….
1 2 3
N
H
H
H
F
F
FB
5 4
a. 1 b.2 c. 3 d. 4 e. 514. Logam merupakan konduktor yang baik karena … .
a. elektron valensi dekat dengan inti
b. elektron valensi dikelilingi ion positif
c. elektron valensi mudah berpindah
d. elektron valensi dikelilingi ion positif
e. elektron valensi membentuk ikatan
15. Berdasarkan percobaan diketahui data sebagai berikut:
Rumus Zat Momen Dipol
HF 1,91
93
HCl 1,03
HI 0,38
CCl4 0
CO2 0
Dari pasangan senyawa berikut ini manakah yang termasuk pasangan senyawa polar
….
a. HI dan CCl4
b. HF dan HCl
c. CO2 dan HF
d. CO2 dan HF
e. HCl dan CO2
16. Berdasarkan data tabel diatas, yang termasuk senyawa non polar adalah … .
a. HI dan CCl4
b. HI dan HF
c. CCl4 dan CO2
d. HF dan HCl
e. HCl dan CO2
17. Pembentukan ikatan koordinasi pada senyawa SO3 adalah dengan … .
a. atom S memasangkan 1 elektron
b. atom S memasangkan 2 elektron
c. atom O memasangkan 1 elektron
d. atom O memasangkan 2 elektron
e. atom O memasangkan 3 elektron
18. Ikatan antara atom N dan atom N pada senyawa N2 (No, atom N : 7) terbentuk
dengan … .
a. melepas dan menarik 3 elektron
b. memasang dan memasang 3 elektron
c. melepas dan memasang 3 elektron
d. memasang dan menarik 3 elektron
e. menarik dan memasang 3 elektron
93
19. Atom Al dengan nomor atom 13 akan berusaha memenuhi aturan oktet dengan ….
a. memasang 3 elektron
b. melepas 2 elektron
c. menarik 2 elektron
d. menarik 3 elektron
e. melepas 3 elektron
20. Ikatan rangkap tiga dimiliki oleh senyawa … .
a. N2 dan C2 H2
b. N2 dan C2 H6
c. SO3 dan C2 H4
d. NH3 dan SO3
e. C2 H6 dan
93
93
INSTRUMEN PENILAIAN AFEKTIF IKATAN KIMIA
Nama :
Kelas/No. Absen :
PETUNJUK :
Bacalah pertanyaan berikut baik-baik, kemudian beri tanda cek (V) pada kolom
yang sesuai dengan pendapat Anda.
SS = Sangat setujuS = SetujuN = NetralTS = Tidak setujuSTS = Sangat tidak setuju
No Aspek yang dinilai SS S N TS STS
A. Kesadaran diri :
1. Saya tertarik waktu membahas tentang
perkembangan ikatan kimia.
2. Saya bersukur atas karunia Tuhan menciptakan
segala keunikan sifatnya.
3. Saya dapat merasakan manfaat belajar ikatan
kimia
4. Saya yakin banyak ikatan-ikatan yang sangat
bermanfaat yang belum saya ketahui.
5. Belajar mengenal ikatan kimia menambah
keyakinan saya terhadap kebesaran Tuhan
Yang Maha Pencipta
B Kecapakan berfikir rasional:
6. Saya akan berusaha untuk mencari literatur
lebih banyak lagi tentang ikatan kimia.
7. Saya akan berusaha mencari literatur lebih
banyak lagi tentang sifat-sifat ikatan kimia.
8. Saya akan berusaha untuk mencari literatur
banyak lagi tentang pembentukan ikatan kimia.
93
9. Dari materi ikatan kimia banyak sekali masalah
yang dapat diungkap.
10. Belajar mengenal ikatan kimia sangat menarik,
karena saya dapat mengetahui pembentukan
suatu senyawa
C Kecakapan sosial
11. Saya dapat mengkomunikasikan dengan baik
tentang macam ikatan kimia.
12. Saya dapat mengkomunikasikan dengan baik
tentang ikatan yang sering ditemukan dalam
kehidupan sehari-hari.
13. Saya dapat mengkomunikasikan dengan baik
tentang sifat-sifat ikatan kimia yang banyak
ditemukan sehari-hari.
14. Saya dapat mengkomunikasikan dengan baik
tentang contoh-contoh senyawa dalam ikatan
kimia.
15. Saya dapat mengkomunikasikan dengan baik
pembentukan ikatan suatu senyawa
D Kecapakan akademik
16. Saya mampu menguraikan pembentukan
ikatan ion dalam senyawa tertentu.
17. Saya dapat menguraikan pembentukan ikatan
kovalen dalam senyawa tertentu.
18. Saya mampu menguraikan pembentukan
ikatan logam dalam senyawa tertentu.
19. Saya mampu membedakan ikatan kovalen
polar dan non polar.
20. Saya dapat membedakan ikatan kovalen dan
ikatan ion berdasarkan sifatnya.
93
93
93
93
93
93
93
93
93
93
93
93
93
93
93
93
93
93
93
93
93
93
93
93
93
93
93
93
93