Studi Kasus Lendutan Plat Berbasis Metode Elemen Hingga ...
Transcript of Studi Kasus Lendutan Plat Berbasis Metode Elemen Hingga ...
Studi Kasus Lendutan Plat Berbasis Metode Elemen Hingga Dengan Program SAP2000
Devin, Sjahril A. Rahim, Yuskar Lase
Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia
E-mail:[email protected]
Abstrak
Laporan skripsi ini akan membahas mengenai analisa terhadap plat lantai delapan dari suatu gedung X dengan menggunakan pendekatan metode elemen hingga. Analisa yang dilakukan mencakup analisa linear untuk mengecek lendutan jangka pendek dan jangka panjang yang terjadi serta membandingkan luas tulangan desain terhadap luas tulangan existing. Analisa non-linear dilakukan dengan menggunakan layer element yang dimiliki program SAP2000, untuk mengetahui kekuatan dari struktur lantai eksisting. Hasil analisa dari pemodelan dan juga survey di lapangan menunjukkan bahwa pada plat lantai terjadi lendutan yang melebihi syarat dan ketentuan. Selain itu, hasil analisa linear juga menunjukkan bahwa luas tulangan eksisting tidak cukup untuk menahan beban rencana. Meskipun demikian, hasil analisa non-linear membuktikan bahwa kondisi struktur eksisting masih kuat untuk menahan beban rencana. Untuk memulihkan lendutan plat yang telah terjadi, maka dicari solusi yang sesuai yaitu dengan melakukan external post-tension pre-stressing. Kata Kunci: Metode elemen hingga, plat, luas tulangan, lendutan, external post-tension pre-stressing.
Study Case: Slab Deflection with Finite Element Method by Using SAP2000
Abstract
The main discussion of this paper is about the analysis of a slab in an “X” building by using finite element method approach. The analysis includes linear analysis, which is done not only to check the immediate and long term deflection of the slab, but also to compare the steel cross section area between the model results and actual structure. By using SAP2000’s layer element, non-linear analysis is conducted to find the strength of existing structure. Both site observation and linear analysis show that the deflection of the slab is large and the current steel cross section area of the structure is insufficient. Even so, the existing slab is still capable to withstand the ultimate design load, as proven by the non-linear analysis. Since the main problem of the slab, which is its deflection, have been discovered, then it is mandatory to find the solution for the problem. In this paper, external post-tension pre-stressing will be utilized to restore the slab deflection. Keywords: Finite element method, slab, steel cross section area, deflection, external post-tension pre-stressing. 1. Pendahuluan
Tingkat persaingan dunia konstruksi yang sangat ketat membuat hampir semua
perencana sipil hanya mempertimbangkan kekuatan struktur untuk menahan beban yang
bekerja kepadanya dalam proses perancangan tanpa memperhatikan faktor kenyamanan
kepada para pengguna struktur. Faktor kenyamanan pada plat terutama muncul dari segi
visualnya, seperti besarnya lendutan yang terjadi dan lebar retakan yang terbentuk pada
Studi kasus lendutan..., Devin, FT UI, 2014
struktur beton. Lendutan yang ekstrim dan retak yang relatif lebar dapat mengintimidasi para
pengguna struktur serta merusak komponen-komponen non-struktural yang berada di atas
struktur tersebut. Meskipun pada dasarnya struktur tersebut aman dan kuat terhadap berbagai
beban yang bekerja, namun para pengguna tetap akan meragukan keamanan struktur. Oleh
karena itu, besarnya besarnya lendutan yang terjadi hendaknya dapat dikontrol dan
disesuaikan dengan peraturan yang telah ditentukan. Begitu juga halnya yang terjadi pada plat
lantai pada suatu gedung, katakanlah gedung X, yang terdiri atas 18 lantai dan telah berumur
sekitar 15 tahun. Dari hasil observasi di lapangan, diketahui bahwa lendutan yang terjadi pada
plat dari gedung X tersebut adalah sekitar 8 – 11 cm, yang tentunya nilai lendutan ini telah
melebihi persyaratan yang diizinkan. Oleh karena itu, maka dilakukan studi pada plat lantai
delapan tersebut dengan menggunakan pendekatan metode elemen hingga, yakni dengan
bantuan program SAP2000.
Penelitian cukup dibatasi hanya pada satu lantai gedung, yaitu pada lantai delapan
yang memiliki bentuk plat dan fungsi lantai yang cukup mirip dengan plat lantai lainnya.
Pemodelan plat pada lantai delapan diharapkan telah dapat mewakili analisa plat untuk plat
lantai gedung tersebut secara keseluruhan. Analisa yang akan dilakukan adalah melingkupi
pengecekan terhadap jumlah tulangan yang diperlukan, perbandingan antara jumlah tulangan
eksisting dengan jumlah tulangan yang dibutuhkan, analisa kekuatan lentur plat lantai dengan
kondisi tulangan eksisting secara non-linear, analisa lendutan jangka pendek serta lendutan
jangka panjang akibat beban rencana, dan menentukan alternatif yang efektif dalam
memulihkan lendutan yang terjadi pada kondisi eksisting plat. Dalam hal ini, metode yang
akan digunakan adalah berupa external post-tension pre-stressing.
2. Tinjauan Teoritis
Dalam teori klasik, terdapat dua teori utama mengenai plat, yaitu teori Kirchoff-Love
dan teori Reissner-Mindlin. Teori Kirchoff-Love menyatakan bahwa perubahan bentuk pada
plat terjadi sedemikian rupa sehingga garis lurus, yang semula tegak lurus bidang pusat plat,
tetap berupa garis lurus dan tetap tegak lurus bidang. Dengan demikian, teori Kirchoff-Love
hanya berlaku untuk plat tipis, yaitu plat dengan rasio !!> 20, di mana deformasi akibat gaya
geser transversal dapat diabaikan. Di lain hal, teori Reissner-Mindlin berlaku untuk plat tebal
dengan rasio 4 < !!< 20, di mana pengaruh gaya geser transversal tidak lagi dapat diabaikan.
Studi kasus lendutan..., Devin, FT UI, 2014
Pada program SAP2000, dua elemen plat yang digunakan adalah elemen DSE dan juga
elemen DKE. Elemen DSE adalah elemen untuk plat tebal, di mana penurunannya berawal
dari teori Reissner-Mindlin, dengan definisi displacement function sebagai berikut:
! = !!!!!!!! (2.1)
!! = !!!!!!!!! + !!!!(∆!!)!!
!!!!! (2.2)
!! = !!!!!!!!! + !!!!(∆!!)!!
!!!!! (2.3)
Besarnya gaya geser transversal yang terjadi pada sisi tengah elemen plat (!!")adalah:
!!" =!!!!" − !!" − !"#!!"
!!!! + !!! + !"#!!"
!!!! + !!! − !
!∆! (2.4)
Prinsip teorema Castigliano yang menyatakan bahwa total energi potensial dari suatu elemen
adalah:
Π = Π!"# − Π!"# (2.5)
Selanjutnya, persamaan teorema castigliano dapat diturunkan lebih lanjut sehingga didapatkan
persamaan:
Π!"# =!!!! ∆! !!!! + !!!! !!!" + !!!"
!!!" + !!!" !!!! + !!!!!!∆! (2.6)
Oleh karena DOF ∆! merupakan derajat kebebasan yang diasumsikan pada elemen, maka ∆!
harus dihilangkan dengan melakukan proses static condensation:
!!!! + !!!! !!!" + !!!"!!!" + !!!" !!!! + !!!!
!∆! = !
0 (2.7)
Di lain hal, untuk elemen DKE, yaitu elemen untuk plat tipis, maka gaya geser transversal
diasumsikan bernilai 0, sehingga ∆! dapat dinyatakan menjadi:
∆! = !!!
!!" − !!" −! !"#!!"
!!!! + !!! + !"#$!!"
!!!! + !!! (2.8)
Untuk elemen membran pada SAP2000, definisi displacement function yang digunakan
adalah:
!! = !!!!!!!!! + !!"(∆!!)!!
!!!!! (2.9)
!! = !!!!!!!!! + !!"(∆!!)!!
!!!!! (2.10)
Untuk menghilangkan faktor ∆!!, maka dilakukan penambahan suatu matriks dengan rank
sebesar 1 kepada matriks kekakuan membrane, yakni:
! = !!!!!!! !" (2.11)
di mana variabel !! diperoleh dengan menggunakan selisih antara absolute rotation dan juga
average relative rotation, yaitu:
! = !! − !! = !!! (2.12)
Studi kasus lendutan..., Devin, FT UI, 2014
Untuk elemen shell, maka cukup dilakukan superposisi dari teori elemen plat dan juga teori
elemen membran.
Dari hasil analisa linear tersebut, maka didapatkan lendutan jangka pendek (immediate
deflection) yang terjadi pada plat. Untuk mendapatkan lendutan jangka panjang, maka
digunakan ACI Multiplier. Detail mengenai ACI Multiplier yang digunakan dan pengecekan
terhadap batasan lendutan pada struktur, disesuaikan dengan peraturan ACI 318-11.
Pada perhitungan prategang, tegangan yang hilang (prestress loss) merupakan hal
penting yang harus diperhitungkan. Pada kasus external post-tension pre-stressing, besarnya
elastic shortening dan frictional loss adalah 0. Sementara itu, pada kasus ini umur bangunan
telah mencapai sekitar 15 tahun, maka efek creep dan shrinkage sangatlah kecil sehingga juga
dapat diabaikan. Dengan demikian, prestress loss yang harus diperhitungkan cukup dua, yaitu
anchorage slip untuk masa initial condition (sesaat setelah pengangkuran dilaksanakan) dan
steel relaxation untuk final condition (untuk jangka panjang). Detail perhitungan anchorage
slip disesuaian dengan peraturan ACI 318-11, sementara perhitungan prestress loss untuk
steel relaxation disesuaikan dengan peraturan ASTM A416-12a, ASTM A421-10, dan ASTM
A722-12.
Berbeda dengan analisa linear yang melakukan pembebanan secara penuh (full load)
dan menggunakan kekakuan yang langsung direduksi, maka analisa non-linear melakukan
pembebanan secara bertahap, seperti yang dinyatakan dalam persamaan (2.13) berikut:
!" = ! . !" (2.13)
Oleh karena pembebanan dilakukan dari awal, maka kekakuan struktur untuk analisa non-
linear dimulai dari 1, yakni sebelum beton mengalami retak. Reduksi kekakuan dilakukan
secara otomatis oleh program SAP2000 dengan menggunakan layer element. Prinsip utama
dalam layer element adalah untuk membagi penampang struktur menjadi beberapa lapisan
dan kemudian dicari besarnya tegangan-tegangan yang dihasilkan pada setiap lapisan
penampang akibat pembebanan bertahap yang dilakukan. Apabila tegangan pada salah satu
lapisan telah melebihi batas tegangan material yang ditentukan, maka secara otomatis lapisan
tersebut akan mengalami keretakan. Program SAP2000 kemudian akan menghitung kekakuan
dan luas penampang setelah mengalami retak.
Pada program SAP2000, kurva tegangan-regangan material yang digunakan adalah
berdasarkan teori Mander (1984) untuk material beton dan teori Park (1984) untuk material
baja. Definisi kurva tegangan-regangan yang digunakan dapat terlihat pada gambar 1 berikut:
Studi kasus lendutan..., Devin, FT UI, 2014
Gambar 1. Kurva Stress-Strain Baja menurut Park (kiri) dan Beton menurut Mander (kanan)
Khusus untuk material beton, kurva yang digunakan dalam penelitian ini adalah kurva
untuk beton unconfined karena fokus penelitian adalah lebih kepada plat lantai.
3. Metode Penelitian
Dari hasil percobaan di laboratorium, didapatkan bahwa mutu beton yang digunakan
pada plat adalah sebagai berikut: 25.55 MPa untuk balok dan plat, 24.085 MPa untuk dinding
dan 27.91 MPa untuk kolom. Sementara itu mutu tulangan baja yang digunakan adalah baja
dengan tegangan leleh sebesar 400 MPa. Data lainnya yang digunakan dalam sistem
pemodelan ini adalah: Ebaja= 200000 MPa dengan ! baja = 0.3; Ebeton= 4700 !"′ dengan !
beton = 0.2. Kombinasi pembebanan yang digunakan adalah 1.4(DL+SDL) dan
1.2(DL+SDL) + 1.6LL dengan detail pembebanan yang digunakan adalah:
Tabel 1. Detail Pembebanan Struktur
Jenis Beban Berat DL Beton Bertulang 2400 kg/m3
SDL Lantai Kantor 274 kg/m2 Lantai Lobby Lift 168 kg/m2
LL Lantai Kantor 250 kg/m2 Lantai Lobby Lift 300 kg/m2
Menurut peraturan pembebanan SKBI-1.3.53.1987, besarnya beban Live Load untuk
perencanaan balok induk (dalam kasus ini adalah perimeter beam) pada lantai office dapat
direduksi menjadi 0.6 Live Load.
Studi kasus lendutan..., Devin, FT UI, 2014
Oleh karena struktur lantai yang simetris, maka hanya perlu dilakukan pemodelan
setengah dari struktur dengan memberikan boundary condition pada nodal yang berada di titik
simetris tersebut, yaitu hanya boleh mengalami deformasi pada arah sumbu Z, namun
besarnya rotasi yang terjadi pada arah sumbu Y adalah 0.
Gambar 2. Pemodelan Beam Sebagai Thick Shell Gambar 3. Pemodelan Beam Sebagai Frame Detail pemodelan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Tabel 2. Detail Pemodelan yang Digunakan
Jenis Struktur Jenis Pemodelan Model Beam Sebagai Thick Shell Model Beam Sebagai Frame
Perimeter Beam Thick Shell Thick Shell dengan kekakuan ≈0 Frame
Plat Thin Shell Thin Shell Dinding Thick Shell Thick Shell Constraint Diaphragma Diaphragma, Beam, Body
Pada pemodelan beam sebagai frame, diberikan beam constraint untuk menjaga agar
lebar perimeter beam tetap sebesar 1.5 meter. Selain itu, juga diberikan body constraint
karena terdapat eksentrisitas antara as balok dan as kolom. Untuk menghindari terjadinya
kekakuan ganda pada balok, maka kekakuan thick shell di sepanjang balok direduksi
kekakuanya hingga mendekati 0, sementara kekakuan balok pada model frame tetaplah
dipertahankan seperti pada kondisi ultimate.
Pada prosedur desain (analisa linear), beban yang digunakan adalah beban dalam
kondisi ultimate, di mana material beton telah mengalami retak. Oleh karena itu, maka
seluruh struktur beton harus dikurangi kekakuannya yang disesuaikan dengan peraturan SNI
2847-2013. Untuk prosedur analisa non-linear, kekakuan struktur tetap dipertahankan bernilai
1, dan kemudian dilakukan pembebanan bertahap dengan memberikan displacement load
y, 2
x, 1
y, 2
x, 1
Studi kasus lendutan..., Devin, FT UI, 2014
pada nodal yang ingin ditinjau. Dalam penelitian ini, displacement load diberikan pada nodal
yang memiliki nilai lendutan tertinggi dengan dua jenis pembebanan, yaitu:
a. Beban Dead Load dan Superimposed Dead Load secara bertahap hingga struktur
mengalami failure.
b. Beban Dead Load dan Superimposed Dead Load secara penuh, kemudian dilanjutkan
dengan pembebanan Live Load secara bertahap hingga struktur mengalami failure.
Selain itu, struktur balok dan plat pada analisa non-linear dimodelkan dengan menggunakan
layered model dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Lapisan teratas adalah lapisan selimut beton.
b. Lapisan kedua adalah lapisan tulangan dengan ketebalan sesuai dengan perbandingan
antara luas tulangan dan jarak antar tulangan yang digunakan pada setiap tulangan pada
arah yang bersesuaian.
c. Lapisan ketiga adalah lapisan beton, dengan jumlah lapisan minimum sebanyak 6 bagian.
d. Lapisan keempat adalah lapisan tulangan, seperti pada lapisan kedua namun tetap
disesuaikan dengan luasan tulangan dan jarak antar tulangan yang digunakan.
e. Lapisan terakhir adalah lapisan selimut beton.
Untuk kasus prategang, dua pendekatan dapat digunakan dalam proses analisa, yaitu
dengan memodelakan gaya prategang langsung sebagai gaya-gaya yang bekerja pada plat,
atau memodelkan gaya prategang dalam bentuk tendon element yang diberikan force pada
titik pengangkuran. Pada dasarnya kedua pendekatan tersebut tidak berbeda jauh, akan tetapi
pemodelan gaya prategang dalam bentuk tendon element tentunya akan memperhitungkan
faktor kekakuan, sehingga tentunya akan memberikan hasil yang lebih baik. Detail pemodelan
prategang yang digunakan dalam penelitian ini adalah: balok-balok yang berfungsi untuk
memikul gaya prategang akan dimodelkan sebagai elemen beam, sementara itu untuk tendon
akan dimodelkan sebagai tendon element. Material balok yang akan digunakan adalah
material baja, sehingga kekakuannya dipertahankan tetap bernilai 1. Sebagai tambahan pada
elemen beam, akan diberikan moment release pada kedua ujung balok.
Gambar 4. Detail Moment Release yang Digunakan
Moment Release
Studi kasus lendutan..., Devin, FT UI, 2014
Perlu diingat bahwa diaphragma constraint yang sebelumnya diberikan pada struktur lantai
harus dilepas, sehingga gaya-gaya prestress yang diberikan pada daerah pengangkuran dapat
disalurkan menuju plat lantai. Data lain yang digunakan dalam pemodelan prategang ini
adalah: diameter tulangan strand = 15 mm, mutu tulangan strandadalah low relaxation strand
dengan fu = 1860 MPa, gaya prestress yang diberikan adalah 0.75!! = 1395 !"#, dan alat
prategang yang digunakan adalah: VSL Multistrand Type E Stressing Anchorage.
4. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Hasil dari analisa linear adalah sebagai berikut:
a. Perbandingan lendutan untuk plat sudut:
Tabel 3. Perbandingan Lendutan Plat Sudut
Untuk Plat Sudut Balok Sebagai Frame Balok Sebagai Thick Shell
Jangka Pendek (m)
Jangka Panjang (m)
Jangka Pendek (m)
Jangka Panjang (m)
Defleksi Maksimum: -‐0.034 -‐0.113 -‐0.027 -‐0.089 Rata-‐Rata: -‐0.020 -‐0.066 -‐0.014 -‐0.048
b. Perbandingan lendutan untuk plat atas dan plat bawah:
Tabel 4. Perbandingan Lendutan Plat Atas dan Plat Bawah
Untuk Plat Atas dan Plat Bawah
Balok Sebagai Frame Balok Sebagai Thick Shell Jangka
Pendek (m) Jangka
Panjang (m) Jangka
Pendek (m) Jangka
Panjang (m) Defleksi Maksimum: -‐0.025 -‐0.084 -‐0.023 -‐0.075 Rata-‐Rata: -‐0.017 -‐0.055 -‐0.012 -‐0.039
c. Perbandingan lendutan untuk plat samping:
Tabel 5. Perbandingan Lendutan Plat Samping
Untuk Plat Sudut Balok Sebagai Frame Balok Sebagai Thick Shell
Jangka Pendek (m)
Jangka Panjang (m)
Jangka Pendek (m)
Jangka Panjang (m)
Defleksi Maksimum: -‐0.024 -‐0.08 -‐0.023 -‐0.075 Rata-‐Rata: -‐0.015 -‐0.051 -‐0.013 -‐0.043
Untuk plat tengah, lendutan yang terjadi sangat kecil, sehingga dapat diabaikan.
Studi kasus lendutan..., Devin, FT UI, 2014
d. Perbandingan luas tulangan plat sudut:
Tabel 6. Perbandingan Luas Tulangan Plat Sudut Daerah Tumpuan
Luas Tulangan Beam Sebagai Thick Shell Beam Sebagai Frame
Daerah Tumpuan (mm2)
Daerah Lapangan (mm2)
Daerah Tumpuan (mm2)
Daerah Lapangan (mm2)
Ast1 (top) 3170.11 1515.74 7409.05 1704.54 Ast1 (bot) 3175.3 1483.95 7043.57 1553 Ast2 (top) 2655.42 1285.71 5575.62 1773.14 Ast2 (bot) 2644.04 1293.36 5215.97 2007.12
e. Perbandingan luas tulangan plat atas dan plat bawah:
Tabel 7. Perbandingan Luas Tulangan Seluruh Plat Atas dan Plat Bawah
Luas Tulangan Beam Sebagai Thick Shell Beam Sebagai Frame
Daerah Tumpuan (mm2)
Daerah Lapangan (mm2)
Daerah Tumpuan (mm2)
Daerah Lapangan (mm2)
Ast1 (top) 1632.09 1006.65 4250.53 1326.16 Ast1 (bot) 1536.19 816.45 4432.52 1617.31 Ast2 (top) 2729.95 2665.52 4600.12 1402.81 Ast2 (bot) 2798.6 2457.57 4782.65 1439.9
f. Perbandingan luas tulangan plat samping dan plat tengah:
Tabel 8. Perbandingan Luas Tulangan Plat Samping dan Plat Tengah
Luas Tulangan Beam Sebagai Thick Shell Beam Sebagai Frame
Daerah Tumpuan (mm2)
Daerah Lapangan (mm2)
Daerah Tumpuan (mm2)
Daerah Lapangan (mm2)
Ast1 (top) 2977.06 1546.4 6230.35 1637.16 Ast1 (bot) 3080.82 1506.94 6447.08 11626.2 Ast2 (top) 1912.19 785.3 3451.57 1180.74 Ast2 (bot) 2213.69 772.21 3662.89 2020.87
g. Perbandingan luas tulangan Perimeter Beam arah X:
Tabel 9. Perbandingan Luas Tulangan Perimeter Beam Arah X
Luas Tulangan Beam Sebagai Thick Shell Beam Sebagai Frame
Daerah Tumpuan (mm2)
Daerah Lapangan (mm2)
Daerah Tumpuan (mm2)
Daerah Lapangan (mm2)
Ast1 (top) 6896.85 4237.695 2483.38 1900.66 Ast1 (bot) 4732.56 4657.08 1900.66 4227 Ast2 (top) 5384.83 2464.66 625 625 Ast2 (bot) 3645.64 1793.77 625 625
Studi kasus lendutan..., Devin, FT UI, 2014
h. Perbandingan luas tulangan Perimeter Beam arah Y:
Tabel 10. Perbandingan Luas Tulangan Perimeter Beam Arah Y
Luas Tulangan Beam Sebagai Thick Shell Beam Sebagai Frame
Daerah Tumpuan (mm2)
Daerah Lapangan (mm2)
Daerah Tumpuan (mm2)
Daerah Lapangan (mm2)
Ast1 (top) 4025.16 2806.06 625 625 Ast1 (bot) 3332.4 1580.75 625 625 Ast2 (top) 7669.45 1645.78 2621.55 1900.66 Ast2 (bot) 5338.11 1653.96 1900.66 4227
i. Perbandingan luas tulangan Canopy Beam arah X:
Tabel 11. Perbandingan Luas Tulangan Canopy Beam Arah X
Luas Tulangan Beam Sebagai Thick Shell Beam Sebagai Frame
Daerah Tumpuan (mm2)
Daerah Lapangan (mm2)
Daerah Tumpuan (mm2)
Daerah Lapangan (mm2)
Ast1 (top) 6724.26 4968.795 2687.46 1900.66 Ast1 (bot) 4457.895 3516.41 1900.66 4227 Ast2 (top) 5079.55 2180.93 625 625 Ast2 (bot) 2826.23 1618.58 625 625
j. Perbandingan luas tulangan Canopy Beam arah Y:
Tabel 12. Perbandingan Luas Tulangan Canopy Beam Arah Y
Luas Tulangan Beam Sebagai Thick Shell Beam Sebagai Frame
Daerah Tumpuan (mm2)
Daerah Lapangan (mm2)
Daerah Tumpuan (mm2)
Daerah Lapangan (mm2)
Ast1 (top) 4025.16 1830.05 625 625 Ast1 (bot) 3074.84 1340.25 625 625 Ast2 (top) 7669.46 3322.85 2621.55 1900.66 Ast2 (bot) 5308.11 3204.05 1900.66 4227
k. Perbandingan luas tulangan balok potongan:
Tabel 13. Perbandingan Luas Tulangan Balok Potongan 2 dan Balok Potongan 1
Luas Tulangan Beam Sebagai Thick Shell Beam Sebagai Frame
Balok Potongan 2 (mm2)
Balok Potongan 1 (mm2)
Balok Potongan 2 (mm2)
Balok Potongan 1 (mm2)
Ast1 (top) 1605.33 1274 2818 3998.7 Ast1 (bot) 1935.87 1247.37 716.62 1915.33 Ast2 (top) 2298.87 1570.16 2575.81 3984.96 Ast2 (bot) 2093.18 1699.73 1801.93 1796.57
Studi kasus lendutan..., Devin, FT UI, 2014
l. Daktilitas balok:
Tabel 14. Pengecekan Daktilitas Balok
Jenis Balok !min !top !bot !max Syarat Daktilitas:
!min<!<!max !bot≥½!top Balok Potongan 1 0.0035 0.00852 0.00852 0.02073 Terpenuhi Terpenuhi Balok Potongan 2 0.0035 0.00852 0.00852 0.02073 Terpenuhi Terpenuhi Perimeter Beam 0.0035 0.011364 0.005682 0.02073 Terpenuhi Terpenuhi Canopy Beam 0.0035 0.01477 0.0074 0.02073 Terpenuhi Terpenuhi
Dari hasil analisa linear, terlihat bahwa lendutan yang terjadi pada plat sudut, plat atas,
plat bawah dan plat samping telah melebihi lendutan yang ditentukan oleh ACI, yaitu sebesar
17.5 mm. Selain itu, analisa linear juga menunjukkan bahwa sebagian besar luas tulangan
eksisting pada struktur adalah lebih sedikit dari luas tulangan desain, sehingga tentunya plat
eksisting tidak kuat untuk menahan beban rencana.
Hasil analisa non-linear:
a. Untuk kasus pembebanan DL+SDL secara bertahap hingga struktur mencapai failure.
Gambar 5. Kurva Step Terhadap Vertical Displacement Untuk DL+SDL
Gambar 6. Kurva Step Terhadap Total Vertical Support Reaction Untuk DL+SDL
Studi kasus lendutan..., Devin, FT UI, 2014
Gambar 7. Kurva Total Vertical Support Reaction terhadap Displacement Untuk DL+SDL
Dari kurva load terhadap step terlihat bahwa mutu plat mengalami perubahan
kemiringan bahkan mulai dari tahap pembebanan pertama. Hal tersebut terjadi karena
tegangan tarik pada plat samping, plat atas dan plat bawah telah mencapai batas tegangan
tarik pada material beton, yaitu sebesar 3 MPa. Apabila beban terus ditambahkan, maka suatu
saat kekuatan struktur lantai akan mulai mengalami penurunan kekuatan, dimulai dari sekitar
tahap pembebanan ketiga dan akan terus menurun hingga mencapai kondisi plastis, yaitu pada
sekitar tahap pembebanan kelima. Penurunan kekuatan struktur lantai terjadi karena tegangan
tekan pada struktur beton telah mencapai nilai 19 MPa, di mana kurva tegangan-regangan
material beton mulai mengalami perubahan kelandaian, sehingga tentunya apabila beban terus
ditambahkan, maka suatu saat akan struktur lantai akan mencapai suatu kondisi ultimate, yaitu
pada sekitar tahap pembebanan kelima yang ditandai dengan besarnya tegangan ultimate
selimut bawah pada beton telah mencapai tegangan 25.5 MPa.
Luas plat adalah sebesar 641.35 m2. Bedasarkan kurva step-load, maka didapatkan
besarnya beban maksimum yang dapat diteahan oleh plat adalah sebesar 34.4 MN. Dengan
demikian, kapasitas plat adalah sebesar 53.64 kN/m2. Dibandingkan dengan kombinasi beban
sebesar 1.4(DL+SDL), yaitu sebesar 22.5 kN/m2, maka kapasitas plat masih kuat untuk
menahan beban rencana.
b. Untuk kasus pembebanan 1.2(DL+SDL) secara penuh dan pembebanan LL secara
bertahap hingga struktur mencapai failure.
Studi kasus lendutan..., Devin, FT UI, 2014
Gambar 8. Kurva Step Terhadap Displacement Untuk DL+SDL+LL
Gambar 9. Kurva Step Terhadap Total Vertical Support Reaction untuk DL+SDL+LL
Gambar 10. Kurva Total Vertical Support Reaction Terhadap Displacement Untuk DL+SDL+LL
Studi kasus lendutan..., Devin, FT UI, 2014
Pada kondisi awal pembebanan Live Load secara bertahap, tegangan beton pada
selimut terbawah untuk plat sudut telah mengalami crack, yang ditandai dengan nilai
tegangan beton bernilai 0.
Selain itu, terlihat bahwa degradasi kurva terjadi pada pembebanan tahap pertama
hingga kedua. Hal ini terjadi karena tegangan tarik pada selimut terbawah beton telah
melampaui 3 MPa, sehingga mutu tarik pada beton mulai mengalami penurunan secara
berangsur-angsur hingga mencapai 0 MPa yang ditandai dengan terjadinya fenomena
cracking.
Dari kurva total vertical support reaction terhadap step terlihat bahwa degradasi
kekuatan plat pada tahap pembebanan ketiga hingga kelima. Pada akhir tahap pembebanan
ketiga, tegangan tekan pada selimut terbawah balok yang bertumpu pada dinding telah
mencapai 19 MPa, di mana kurva tegangan-regangan pada material beton telah mengalami
degradasi kemiringan. Apabila pembebanan terus dilanjutkan, maka tegangan pada selimut
bawah akan mencapai batas tegangan ultimate pada beton yaitu sebesar 25.5 MPa dan pada
saat itulah kurva load terhadap step akan mencapai kondisi plastis yang ditandai dengan nilai
gradien kemiringan kurva load terhadap step sebesar 0.
Dari kurva displacement terhadap step juga terlihat bahwa terjadi perilaku yielding
pada struktur untuk tahap pembebanan kesembilan. Pada akhir tahap pembebanan kedelapan,
kontur tegangan baja baik untuk balok maupun plat tidak menunjukkan bahwa tulangan
memasuki tahap yielding, akan tetapi kontur tegangan beton pada balok menunjukkan bahwa
tegangan balok telah mencapai tahap failure, di mana tegangan selimut terbawah pada
struktur balok telah mencapai tegangan failure yaitu sekitar 21.5 MPa. Dengan demikian,
beton tidak lagi akan bersumbangsih dalam memberikan kekuatan kepada plat, dan seluruh
tegangan tarik akan ditahan oleh tulangan plat. Oleh karena seluruh beban dipikul oleh
tulangan secara tiba-tiba, maka terjadi fenomena yielding pada struktur yang ditandai dengan
regangan yang sangat besar pada struktur, sementara kekuatan struktur tidak mengalami
pertambahan secara signifikan.
Luas plat adalah sebesar 641.35 m2. Bedasarkan kurva step-load, maka didapatkan
besarnya beban maksimum yang dapat diteahan oleh plat adalah sebesar 32.4 MN. Dengan
demikian, kapasitas plat adalah sebesar 50.52 kN/m2. Dibandingkan dengan kombinasi beban
sebesar 1.2(DL+SDL) + 1.6LL, yaitu sebesar 24.08 kN/m2, maka kapasitas plat masih kuat
untuk menahan beban rencana.
Studi kasus lendutan..., Devin, FT UI, 2014
Hasil Pemodelan Prategang.
Besarnya perbedaan loss antara shor-term dan long-term tidaklah signifikan, yaitu
sebesar 35 MPa, sehingga dapat diabaikan. Oleh karena itu, hanya akan dilakukan pengecekan
dengan menggunakan gaya prategang dalam kondisi long term yang juga dapat mewakili pada
kondisi short-term. Besarnya lendutan yang terjadi pada final condition adalah:
Tabel 28. Lendutan Plat Setelah Prategang
Defleksi Plat Sudut Plat Samping Plat Atas + Plat Bawah Maksimum (mm) -‐12.946 -‐6.054 -‐12.878 Rata-‐Rata (mm) -‐5.836 -‐2.748 -‐6.636
Tabel 28 menunjukkan bahwa lendutan yang terjadi pada plat telah sesuai dengan batas
lendutan yang ditetapkan oleh ACI Limitation, yaitu sebesar 17.5 mm. Sementara itu, kontur
luas tulangan dari plat sebelum dan setelah dilakukan pre-stressing pada kondisi ultimate
adalah:
Gambar 11. Kontur Luas Tulangan Ast1(top) Sebelum (Kiri) dan Setelah (Kanan) Prategang
Gambar 12. Kontur Luas Tulangan Ast1(bot) Sebelum (Kiri) dan Setelah (Kanan) Prategang
Studi kasus lendutan..., Devin, FT UI, 2014
Gambar 13. Kontur Luas Tulangan Ast2(top) Sebelum (Kiri) dan Setelah (Kanan) Prategang
Gambar 14. Kontur Luas Tulangan Ast2(bot) Sebelum (Kiri) dan Setelah (Kanan) Prategang
Dari kontur luas tulangan, terlihat bahwa aplikasi prategang dapat mereduksi luas tulangan
desain. Namun, konsentrasi tegangan yang tinggi pada daerah pengangkuran mengakibatkan
kenaikan luas tulangan pada plat. Besarnya luas tulangan tambahan yang terkonsentrasi pada
daerah pengangkuran haruslah dibatasi agar tidak melebihi luas tulangan eksisting.
5. Kesimpulan
a. Dari segi lendutan, pemodelan beam sebagai frame menghasilkan nilai lendutan yang
lebih mendekati kondisi di lapangan dibandingkan dengan pemodelan beam sebagai thick
shell. Lendutan yang terjadi pada plat sudut, plat atas, plat bawah dan plat samping telah
melebihi ketentuan ACI, sehingga perlu dipulihkan dengan menggunakan external post-
tension pre-stressing.
Studi kasus lendutan..., Devin, FT UI, 2014
b. Dari segi luas tulangan desain plat, pemodelan beam sebagai thick shell dan juga
pemodelan beam sebagai frame umumnya menghasilkan pola yang sama, di mana luas
tulangan desain di daerah lapangan lebih sedikit dari eksisting, sementara luas tulangan
desain di daerah tumpuan adalah lebih besar dari eksisiting. Akan tetapi, pemodelan
beam sebagai frame menghasilkan nilai luas tulangan desain plat di daerah tumpuan yang
tidak logis, yaitu sekitar tiga hingga empat kali dari luas tulangan eksisting. Hal ini terjadi
karena kekakuan thick shell di sepanjang balok yang direduksi hingga mendekati 0.
c. Dari segi luas tulangan desain balok, pemodelan beam sebagai thick shell menghasilkan
nilai luas tulangan lentur yang lebih mendekati kondisi eksisting, tetapi gagal
memberikan luas tulangan torsi yang sesuai. Di lain hal, pemodelan beam sebagai frame
berhasil memberikan luas tulangan torsi dan sengkang yang mendekati kondisi eksisting,
tetapi luas tulangan lentur yang dihasilkan sangatlah sedikit, bahkan mendekati
persyaratan luas tulangan minimum. Tidak terdapat suatu jawaban yang konklusif apakah
kedua pemodelan ini memberikan luas tulangan desain yang sesuai, karena pembatasan
studi kasus yang hanya meninjau beban gravitasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan studi
lebih lanjut mengenai perilaku kedua pemodelan balok dengan beban gempa.
d. Hasil analisa non-linear berhasil menunjukkan bahwa pemodelan kondisi eksisiting plat
masih kuat untuk menahan beban rencana, meskipun analisa linear menunjukkan bahwa
luas tulangan lentur tidak mencukupi kebutuhan. Beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi hal ini adalah seperti faktor reduksi kekuatan, faktor keamanan yang
diberikan selama proses desain, dan juga timbulnya efek redistribusi momen pada
struktur.
e. Aplikasi external post-tension pre-stressing dapat menjadi solusi yang sesuai untuk
memulihkan lendutan plat, akan tetapi solusi ini juga dapat menjadi senjata bermata dua
yang merusak struktur. Apabila tidak direncanakan dengan baik, maka akan timbul
konsentrasi tegangan yang tinggi pada daerah pengangkuran, dan mengakibatkan plat
lantai menjadi terangkat serta memerlukan luas tulangan lentur tambahan. Beberapa
faktor yang harus diperhatikan dalam proses perencanaan aplikasi external post-tension
pre-stressing adalah posisi pengangkuran, eksentrisitas pengangkuran dan juga spacing
antar prategang.
Studi kasus lendutan..., Devin, FT UI, 2014
Daftar Pustaka
American Society for Testing and Materials (2012). ASTM A722-12: Standard Specification
for Uncoated High-Strength Steel Bars for Prestressing Concrete. USA.
American Society for Testing and Materials (2010). ASTM A421-10: Standard Specification
for Uncoated Stress-Relieved Steel Wire for Prestressed Concrete. USA.
American Society for Testing and Materials (2012). ASTM A416-12: Standard Specification
for Steel Strand, Uncoated Seven-Wire for Prestressed Concrete. USA.
American Concrete Institue (2011). ACI 318-11: Building Code Requirements for Structural
Concrete and Commentary. USA.
Buchanan, G.R. (1995). Theory and Problem of Finite Element Analysis. USA: Mc. Graw
Hill.
Computers and Structures, Inc. (2011). CSI Analysis Reference Manual. California: CSI.
Computers and Structures, Inc. (2008). SAP2000 v.15 Technical Notes: Material Stress-Strain
Curves. California: CSI.
Computers and Structures, Inc (2006). SAP2000 v.15 Technical Notes: Concrete Shell
Reinforcement Design. California: CSI.
Katili, Irwan (2000). Aplikasi Metode Elemen Hingga pada Plat Lentur. Depok: Construction
and Structural Engineering Studies Center.
Nilson, Arthur H. (1987). Design of Prestressed Concrete. US: John Wiley & Sons, Inc.
Szilard, R. (1989). Teori dan Analisis Plat Metode Klasik dan Numerik. Jakarta: Erlangga.
Timoshenko, S. Krieger, S. W. (1989). Teori Pelat dan Cangkang. Jakarta: Erlangga.
Ugural, A.C. (1981). Stresses in Plates and Sheels. USA: Mc. Graw Hill.
Wilson, Edward L. (2002). Three-Dimensional Static and Dynamic Analysis of Structures: A
Physical Approach With Emphasis on Earthquake Engineering, Third Edition.
Calfornia: CSI.
Studi kasus lendutan..., Devin, FT UI, 2014