Pengaruh Iklim Komunikasi Organisasi Terhadap Efektivitas ...
strategi peningkatan efektivitas komunikasi
-
Upload
caniscarajenar -
Category
Documents
-
view
113 -
download
0
description
Transcript of strategi peningkatan efektivitas komunikasi
STRATEGI
PENINGKATAN EFEKTIFITAS KOMUNIKASI
MAHASISWA DAN DOSEN PEMBIMBING
DALAM PENULISAN SKRIPSI
(Studi Kasus Mahasiswa Jurusan Manajemen SI Fakultas Ekonomi Universitas
Jember)
SKRIPSI
Oleh
Yusuf Aldhillah
NIM 080810201106
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS JEMBER
2012
1. Judul : Strategi Peningkatan Efektifitas Komunikasi Mahasiswa Dan Dosen
Pembimbing Dalam Penulisan Skripsi (Studi Kasus Mahasiswa Jurusan
Manajemen SI Fakultas Ekonomi Universitas Jember)
2. Latar Belakang Masalah
Komunikasi antara mahasiswa dengan dosen seharusnya menjadi suatu
bentuk komunikasi yang berjalan dua arah, dan bukan menjadi komunikasi yang
searah. Komunikasi yang efektif adalah bentuk komunikasi yang saling
mendukung antara dosen pembimbing dengan mahasiswa bimbingan skripsi.
Sesuai dengan fungsi dan tugasnya, dosen pembimbing skripsi harus menyediakan
waktu bagi mahasiswa bimbinganya untuk berkonsultasi tentang masalah dalam
penelitianya. Disini peran aktif mahasiswa juga dituntut agar proses penulisan
skripsi mampu berjalan secara optimal. Selain itu faktor dari diri dalam dosen
pembimbing skripsi yang kurang memberikan waktu luang dalam melakukan
konsultasi baik yang berkaitan dengan masalah akademik ataupun masalah pribadi
mahasiswa bimbinganya yang berkaitan dengan penelitian.
Salah satu faktor penentu positif negatifnya suatu hubungan adalah
komunikasi, karena komunikasi merupakan salah satu komponen pembentuk
hubungan interpersonal. Komunikasi adalah suatu proses penyampaian dan
penerimaan lambang yang mengandung arti, baik berupa informasi, pemikiran,
pengetahuan dan lainnya, dari komunikator ke komunikan. Komunikasi
merupakan faktor yang penting dalam hubungan interpersonal. Kebutuhan
seseorang akan rasa ingin tahu, aktualisasi diri, dan kebutuhan untuk
menyampaikan ide, pemikiran, pengetahuan dan informasi secara timbal balik
kepada orang lain dapat terpenuhi melalui komunikasi. Komunikasi juga
membantu individu dalam proses perkembangan intelektual dan sosial,
pembentukan identitas diri dan jati diri, sumber pembanding sosial dan penentu
kesehatan mental.
Di lingkungan FE-UNEJ khususnya pada program studi manajemen tidak
sedikit permasalahan antara dosen pembimbing dengan mahasiswa saat
penyusunan skripsi, dimana mahasiswa mau tidak mau harus menuruti kemauan
dari dosen pembimbing tanpa mampu untuk memberikan argumen tentang skripsi
1
yang disusun. Kalaupun mahasiswa beradu argumen dengan dosen pembimbing,
tidak jarang dosen menjadi acuh terhadap mahasiswa bimbinganya. Sehingga
memberikan efek yang cukup terlihat dalam keseharian mahasiswa yang
bersangkutan, mulai dari cara berkomunikasi yang berubah, cenderung sensitif,
menjadi kurang memliki rasa hormat terhadap dosen, atau mungkin mahasiswa
cenderung menjadi pribadi yang tidak ingin mengingat bahwa dia sedang
menyusun skripsi. Disinilah tugas seorang pembimbing menjadi orang tua bagi
mahasiswa, sehingga mampu untuk memberikan kenyamanan baik dari segi
komunikasi, motivasi, serta sebagai “tempat sampah” bila diperlukan.
Permasalahan yang terjadi sebagai akibat dari proses komunikasi yang
salah. Cara berkomunikasi yang salah bisa disebabkan oleh stress, baik dari
pengrim pesan atau sebaliknya. Stress sendiri tidak selalu berdampak negatif pada
diri individu, tetapi dapat berdampak positif. Stress yang berdampak negatif
disebut distress dan stress yang berdampak positif disebut eustress. Adanya
perbedaan dampak stress pada tiap individu akan berbeda walaupun stimulus yang
menjadi sumber stress adalah sama. Stress tersebut dapat di atasi dengan pola
komunikasi yang efektif antara kedua belah pihak, dengan cara menghilangkan
persepsi yang buruk dari objek yang bisa menjadi pemicu stress yang di alami
oleh mahasiswa ataupun dosen pada saat melakukan penyusunan skripsi. Dengan
adanya pola komunikasi yang efektif antara mahasiswa dengan dosen
pembimbing dapat menjadi motivasi pada diri mahasiswa yang bersangkutan,
sehingga mampu menghasilkan penelitian yang memiliki hasil yang memuaskan
baik untuk mahasiswa dan dosen pembimbing.
Penyebab permasalahan bergatung pada karekteristik tiap individu dimana
setiap individu mempunyai karakter yang berbeda. Setiap individu memiliki ciri
dan sifat atau karakteristik bawaan (heredity) dan karakteristik yang diperoleh dari
pengaruh lingkungan. Karakteristik bawaan merupakan karakteristik keturunan
yang dimiliki sejak lahir, baik yang menyangkut faktor biologis maupun faktor
sosial psikologis. Pada masa lalu ada keyakinan bahwa kepribadian terbentuk dari
pembawaan (heredity) dan lingkungan, keduanya merapakan dua faktor yang
tebentuk karena faktor tepisah, masing-masing mempengaruhi kepribadian dan
2
kemampuan individu bawaan dan lingkungan dengan caranya sendiri-sendiri.
Namun kemudian makin disadari bahwa apa yang dipikirkan dan dikerjakan
seseorang, atau apa yang dirasakan oleh seorang anak, remaja atau dewasa,
merupakan hasil dari perpaduan antara apa yang ada di antara faktor-faktor
biologis yang diturunkan dan pengaruh lingkungan.
Proses komunikasi itu sendiri juga bergantung pada kecerdasan seorang
individu. Karena tidak mungkin bahasa yang digunakan untuk berkomuikasi
dengan mahasiswa sama dengan tata bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi
dengan siswa SMP. Kecepatan dalam penerimaan serta pengiriman informasi juga
tergantung pada hal ini, dimana kecerdasan indivdu diibaratkan sebagai prosessor
pada komputer. Mahasiswa yang ber”IQ” tinggi akan berbeda dengan yang
ber”IQ” biasa - biasa dalam penerimaan informasi dari dosen. Kecerdasan
Individu sangat berbeda, yaitu memiliki potensi yang berbeda. Perbedaan individu
penting dibahas dan dipahami oleh pendidik agar para pendidik bisa memahami
perbedaan dari masing-masing peserta didik. Setiap individu mempunyai
karakteristik yang berbeda-beda, sehingga sering timbulnya permasalahan akibat
perbedaan itu. Permasalahan ini kita akan mengetahui berbagai macam perbedaan
individu, diantaranya perbedaan kognitif, perbedaan kecakapan bahasa, perbedaan
kecakapan motorik, perbedaan latar belakang, perbedaan bakat, perbedaan
kesiapan belajar, perbedaan tingkat pencapaian, perbedaaan lingkungan keluarga,
latar belakang budaya dan etnis, dan faktor pendidikan.
Seorang dosen setiap tahun ajaran baru selalu menghadapi mahasiswa
yang berbeda satu sama lain. Mahasiswa yang berada dalam sebuah kelas, tidak
terdapat seorang pun sama. Mungkin sekali dua orang dilihatnya hampir sama
atau mirip, tetapi pada kenyataannya jika diamati benar-benar antara keduanya
tentu terdapat perbedaan. Perbedaan yang segera dapat dikenal oleh seorang,
dosen tentang siswanya adalah perbedaan fisiknya, seperti tinggi badan, bentuk
badan, warna kulit, warna muka, bentuk muka dan semacamnya. Dari fisiknya
seorang dosen cepat mengenal mahasiswa satu per satu. Ciri lain yang segera
dapat dikenal adalah tingkah lau masing-masing mahasiswa, begitu pula suara
mereka. Ada mahasiswa yang lincah, banyak gerak, pendiam, dan sebagainya.
3
Ada mahasiswa yang nada suaranya kecil dan ada yang besar atau rendah, ada
yang berbicara cepat dan ada pula yang pelan-pelan. Apabila ditelusuri secara
cermat mahasiswa yang satu dengan yang lain memiliki sifat psikis yang berbeda-
beda.
Dosen dalam melakukan interaksi dengan mahasiswa baik secara formal
maupun non formal menggunakan pendekatan pedagody (anak-anak) dan bukan
andragogy (orang dewasa). Padahal seperti yang diketahui bahwa mahasiswa
adalah orang dewasa yang memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak-anak.
Selain kurangnya pendekatan andragogy yang dilakukan dosen dalam berinteraksi
dengan mahasiswa, faktor lain yang menyebabkan konflik antara dosen dengan
mahasiswa adalah terabaikannya pertimbangan moral dan etika oleh masing-
masing pihak baik dosen dan mahasiswa. Dosen kadang melaksanakan tugas dan
fungsinya sesuai dengan keinginan sendiri (ego) atau keinginan institusinya yang
diterjemahkan secara kaku, sementara mahasiswa cenderung berlaku sesuai
dengan ideologi (kebebasan) yang dianutnya serta memandang prinsip kesetaraan
yang kadang mengabaikan etiket. Komunikasi merupakan sumber utama dari
disharmonisasi interaksi dosen dengan mahasiwa yang sering menjadi “lingkaran
setan” dalam kehidupan di perguruan tinggi.
3. Rumusan Masalah
Ternyata tidak sedikit masalah dalam proses komunikasi antara dosen dan
mahasiswa terutama dalam proses penulisan skripsi, banyak mengalami hambatan
yang selalu mewarnai interaksi dosen dengan mahasiswa. Untuk itu perlu dibahas
tentang bagaimana proses efektifitas komunikasi antara mahasiswa dan dosen
pembimbing skripsi.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat dibuat ramusan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah proses komunikasi antara mahasiswa dengan dosen
pembimbing skripsi?
2. Sejauh mana stress, karakteristik individu, kecerdasan individu, konflik
mempengaruhi komunikasi?
4
3. Bagaimanakah cara mengurangi faktor yang menjadi penghambat
terbentuknya komunikasi yang efektif?
4. Bagaimanakah cara membentuk proses komunikasi yang efektif antara
mahasiswa dengan dosen sehingga mampu untuk membentuk suatu
sinergitas antara kedua belah pihak?
a. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mendiskripsikan proses komunikasi antara dosen pembimbing skripsi
dengan mahasiswa.
2. Mengidentifikasi sejauh mana pengaruh variabel stress, karakteristik
individu, kecerdasan individu, dan konflik terhadap proses efektifitas
komunikasi yang dialami mahasiswa dengan dosen dalam penulisan
skripsi.
3. Mengkaji faktor yang menjadi penghambat dalam proses efektifitas
komunikasi.
4. Menyamakan persepsi tentang bagaimana cara berkomunikasi yang efektif
antara mahasiswa dengan dosen dalam penulisan skripsi.
b. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan dari penelitian ini, penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat sebagai sumbangan pemikiran yang bermanfaat dan dapat
dijadikan sumber informasi yang berkaitan dengan pentingnya proses komunikasi
dalam pengelolaan sumber daya manusia, khususnya dalam strategi membangun
komunikasi yang efektif antara dosen dengan mahasiswa,
baik dalam proses bimbingan skripsi atau mungkin pada metode komunikasi saat
perkuliahan.
5
4. Kajian Teoritis
4.1 Komunikasi
Kata atau istilah komunikasi secara etimologis atau menurut asal katanya
adalah dari bahasa Latincommunicatus, dan perkataan ini bersumber pada kata
communis Dalam kata communis ini memiliki makna ‘berbagi’ atau ‘menjadi
milik bersama’ yaitu suatu usaha yang memiliki tujuan untuk kebersamaan atau
kesamaan makna.
Komunikasi secara terminologis merujuk pada adanya proses
penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Jadi dalam
pengertian ini yang terlibat dalam komunikasi adalah manusia. Karena itu
merujuk pada pengertian Ruben dan Steward (1998:16) mengenai komunikasi
manusia yaitu “Human communication is the process through which individuals-
in relationships, group, organizations and societies-respond to and create
messages to adapt to the environment and one another”. Bahwa komunikasi
manusia adalah proses yang melibatkan individu-individu dalam suatu hubungan,
kelompok, organisasi dan masyarakat yang merespon dan menciptakan pesan
untuk beradaptasi dengan lingkungan satu sama lain.
Untuk memahami pengertian komunikasi tersebut sehingga dapat
dilancarkan secara efektif dalam Effendy (1994:10) bahwa para peminat
komunikasi sering kali mengutip paradigma yang dikemukakan oleh Harold
Lasswell dalam karyanya, The Structure and Function of Communication in
Society. Lasswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk untuk menjelaskan
komunikasi ialah dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut: Who Says What
In Which Channel To Whom With What Effect? Paradigma Lasswell di atas
menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari
pertanyaan yang diajukan itu, yaitu:
1. Komunikator (siapa yang mengatakan?)
2. Pesan (mengatakan apa?)
3. Media (melalui saluran/ channel/media apa?)
4. Komunikan (kepada siapa?)
5. Efek (dengan dampak/efek apa?).
6
Jadi berdasarkan paradigma Lasswell tersebut, secara sederhana proses
komunikasi adalah pihak komunikator membentuk (encode) pesan dan
menyampaikannya melalui suatu saluran tertentu kepada pihak penerima yang
menimbulkan efek tertentu.
4.1.1 Fungsi Komunikasi
William I. Gorden (dalam Deddy Mulyana, 2005:5-30) mengkategorikan
fungsi komunikasi menjadi empat, yaitu:
1. Sebagai komunikasi sosial.
Implicit dalam fungsi komunikasi sosial ini adalah fungsi komunikasi
kultural. Pada ilmuwan sosial mengakui bahwa budaya dan komunikasi itu
mempunyai hubungan timbal balik, seperti dua sisi dari satu mata uang. Budaya
menjadi bagian dari perilaku komunikasi, dan pada gilirannya komunikasi pun
turut menentukan, memelihara, mengembangkan atau mewariskan budaya.
2. Sebagai komunikasi ekspresif.
Komunikasi tersebut menjadi instrument untuk menyampaikan perasaan-
perasaan (emosi) kita. Perasaan-perasaan tersebut dikomunikasikan terutama
melalui pesan-pesan nonverbal. Perasaan sayang, peduli, rindu, simpati, gembira,
sedih, takut, prihatin, marah dan benci dapat disampaikan lewat kata-kata, namun
terutama lewat perilaku nonverbal.
3. Sebagai komunikasi ritual.
Komunikasi ritual merupakan sebuah fungsi Komunikasi yang digunakan
untuk pemenuhan jati did manusia sebagai individu, sebagai anggota comunitas
sosial, dan sebagai salah satu unsur dari alam semesta. Individu yang melakukan
Komunikasi ritual berarti menegaskan komitmen kepada tradisi keluarga, suku,
bangsa, ideologi, atau agamanya.
4. Sebagai komunikasi instrumental
Komunikasi yang berfungsi memberitahukan atau menerangkan (to
inform) mengandung muatan persuasif dalam arti bahwa pembicara menginginkan
pendengarnya mempercayai bahwa fakta atau informasi yang disampaikannya
7
akurat dan layak diketahui.
4.1.2 Hambatan Komunikasi
Menurut Purwanto (2003), faktor-faktor penghambat komunikasi dapat
dikelompokkan ke dalam empat masalah utama, diantaranya adalah:
1. Masalah dalam mengembangkan pesan.
2. Masalah dalam menyampaikan pesan.
3. Masalah dalam menerima pesan.
4. Masalah dalam menafsirkan pesan.
Menurut Cangara (2006), hambatan komunikasi pada dasarnya dapat
dibedakan atas tujuh macam, yaitu:
1. Gangguan teknis.
2. Gangguan semantik.
3. Gangguan psikologis.
4. Hambatan fisik atau organik.
5. Hambatan status.
6. Hambatan kerangka berpikir.
7. Hambatan budaya.
4.1.3 Efektivitas Komunikasi
Menurut Tubbs (2001), salah satu ukuran bagi efektivitas komunikasi
adalah terciptanya komunikasi efektif. Secara sederhana, komunikasi dikatakan
efektif apabila orang berhasil menyampaikan apa yang dimaksudkannya. Secara
umum, komunikasi dinilai efektif bila rangsangan yang disampaikan dan yang
dimaksudkan oleh pengirim atau sumber, berkaitan erat dengan rangsangan yang
ditangkap dan dipahami oleh penerima. Ada lima hal yang dapat dijadikan ukuran
bagi komunikasi efektif, yaitu:
1. Pemahaman.
2. Kesenangan.
3. Mempengaruhi sikap.
4. Hubungan yang makin baik.
8
5. Tindakan.
Banyak ahli komunikasi yang memiliki kesamaan pandangan mengenai
hubungan antara proses komunikasi. Komunikasi yang berfungsi baik, ditandai
oleh adanya kerja sama secara sinergis dan harmonis dari berbagai komponen.
Komunikasi antara mahasiswa dengan dosen seharusnya menjadi suatu bentuk
komunikasi yang berjalan dua arah, dan bukan menjadi komunikasi yang searah.
Komunikasi yang efektif adalah bentuk komunikasi yang saling mendukung
antara dosen pembimbing dengan mahasiswa bimbingan skripsi. Sesuai dengan
fungsi dan tugasnya, dosen pembimbing skripsi haras menyediakan waktu bagi
mahasiswa bimbinganya untuk berkonsultasi tentang masalah dalam penelitianya.
Berdasarkan uraian di atas beberapa variabel yang dibahas tentang strategi
meningkatkan komunikasi efektif dalam interaksi dosen dan mahasiswa yaitu
stress, karakteristik indvidu, kecerdasan individu, serta konflik.
4.2 Stress
4.2.1 Pengertian Stress
Ada beberapa definisi tentang stress yang dikemukakan oleh para ahli di
bidang sumber daya manusia dan pada dasarnya tidak ada perbedaan makna yang
tidak terlalu besar. Menurut Dadang Hawari “Stress adalah reaksi atau respons
tubuh terhadap stressor psikososial (tekanan mental atau beban kehidupan)”.
Menurut Heerdjan Suharto “Stress adalah suatu kekuatan yang mendesak atau
mencekam, yang menimbulkan suatu ketegangan dalam diri seseorang”. Secara
umum yang dimaksud stress adalah reaksi tubuh terhadap situasi yang dapat
menimbulkan tekanan, perubahan, ketegangan emosi dan Iain-lain. Menurut
Vincent Cornelli, sebagaimana dikutip oleh Grant Brect (2000) bahwa yang
dimaksud stress adalah gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh
perubahan dan tuntutan kehidupan, yang dipengaruhi baik oleh lingkungan
maupun penampilan individu didalam lingkungan tersebut.
9
4.2.2 Penyebab Stress
Timbulnya stress pada seseorang diawali dengan adanya stimuli yang
mengawali atau mencetuskan perubahan yang disebut dengan stressor. Stressor
menunjukan suatu kebutuhan yang tidak terpenuhi dan kebutuhan tersebut bisa
saja kebutuhan fisiologis psikologis sosial, lingkungan, perkembangan spiritual
atau kebutuhan kulturan (Potter & Perry, 1997). Faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya stress diantaranya:
a. Faktor biologis, herediter, konstitusi tubuh, kondisi fisik, neurofsiologik dan
neurohormonal.
b. Faktor sosio kultural, perkembangan kepribadian, pengalaman dan kondisi
lain yang mempengaruhi.
4.2.3 Tahapan Stress
Menurut Dr.Robert J.Van Amberg (1979) sebagaimana dikemukakan oleh
Prof. Dadang Hawaii (2001), bahwa tahapan stress adalah sebagai berikut:
a. Stress tahap pertama (paling ringan)
Stress yang disertai dengan perasaan nafsu bekerja yang besar dan
berlebihan, mampu menyelesaikan pekerjaan tanpa memperhitungkan tenaga
yang dimiliki dan penglihatan menjadi tajam.
b. Stress tahap kedua
Stress yang disertai keluhan, seperti bangun pagi badan tidak terasa segar
dan merasa letih, otot tengkuk dan punggung menjadi tegang. Hal ini
disebabkan karena cadangan tenaga yang tidak memadai.
c. Stress tahap ketiga
Tahapan stress dengan keluhan, seperti defekasi yang tidak teratur, otot
semakin tegang, emosional, imsomnia, koordinasi tubuh terganggu dan mau
jatuh pingsan.
d. Stress tahap keempat
Tahapan stress dengan keluhan, seperti tidak mampu bekerja
sepanjanghari (loyo).
10
e. Stress tahap kelima
Tahapan stress yang disertai dengan kelelahan secara fisik dan mental.
f. Stress tahap keenam
Tahapan stress dengan tanda-tanda seperti jantung berdebar keras, sesak
nafas, badan gemetar, dingin dan keluar banyak keringat.
4.3 Karakteristik Individu
4.3.1 Pengertian karakteristik Individu
Adapun karakteristik individu menurut Garry 1963 (Oxendine, 1984: 317)
mengatagorikan perbedaan individual ke dalam bidang-bidang berikut:
1. Perbedaan fisik : usia, tingkat dan berat badan, jenis kelamin,
pendengaran, penglihatan, dan kemampuan bertindak.
2. Perbedaan sosial termasuk status ekonomi, agama, hubungan keluarga,
dan suku.
3. Perbedaan kepribadian termasuk watak, motif, minat, dan sikap.
4. Perbedaan intelegensi dan perbedaan dasar.
5. Perbedaan kecakapan atau kepandaian di sekolah.
Berkaitan dengan penjelasan diatas karakteristik individu adalah sebuah
karakteristik personal yang dapat dilihat dari umur, jenis kelamin, masa kerja,
tingkat pendidikan, suku bangsa, kecakapan dan kepribadian.
4.4 Kecerdasan Individu
4.4.1 Pengertian Kecerdasan Individu
Kecerdasan biasanya merujuk pada kemampuan atau kapasitas mental
dalam berpikir, namun belum terdapat defmisi yang memuaskan mengenai
kecerdasan. Jaman dulu untuk mengukur kecerdasan individu, cuma dikenal
kecerdasan Intelligence Quotient (IQ). Pada pertengahan 1990 mulai dikenal
istilah Emotional Intelligence Quotient (EQ) setelah Daniel Goleman menerbitkan
bukunya Emotional Intelligence. Demikian pula dengan Spiritual Quotient (SQ)
yang diperkenalkan oleh Danah Zohar.
11
4.4.2 Kecerdasan Emosional
Menurut Goleman (2007:75) kecerdasan emosional didefinisikan sebagai
suatu kesadaran diri, rasa percaya diri penguasaan diri. Komitmen dan integritas
seseorang, dan kemampuan seseorang dalam mengkomunikasikan,
mempengaruhi, melakukan inisiatif perubahan dan menerimanya. Kecerdasan
emosional dibagi menjadi dua kerangka dasar (Goleman, 2007:51) yaitu:
1. Kompetensi pribadi (personal competence), yaitu kemampuan mengatur
dirisendiri. Indikatornya adalah (Richard, 2006:277) :
a) Kesadaran diri (self awareness).
b) Pengaturan diri (self regulation/self management).
c) Motivasi (motivating).
2. Kompetensi sosial (social competence), yaitu kemampuan dalam
mengatur hubungan dengan orang lain. Indikatornya adalah :
a) Empati, yaitu kesadaran untuk memberikan perasaan/perhatian, kebutuhan
atau kepedulian kepada orang lain.
b) Keterampilan sosial: yaitu mengatur emosi dengan orang lain,
keterampilan sosial seperti kepemimpinan, kerjasama tim, kerjasama dan
negosiasi.
Berkaitan dengan penjelasan dan penjabaran tersebut kemampuan
emosional merupakan kemampuan seorang individu untuk mengelola lingkungan
emosionalnya yang meliputi penguasaan diri, komunikasi, pengaruh kepada orang
lain, dan kemampuan untuk berinisiatif.
4.4.2.1 Ciri-Ciri Kemampuan Emosional
Sebagai bahan rujukan dan pegangan gambaran kecerdasan emosional
yang dimiliki oleh seseorang. Hein (2009) mengemukakan tentang tanda-tanda
atau ciri-ciri kecerdasan emosional secara spesifik. Ciri-ciri tersebut meliputi:
a) Ciri-ciri Kemampuan Emosional Yang Tinggi Meliputi:
1) Dapat mengekspresikan emosi dengan jelas
2) Tidak merasa takut untuk mengekspresikan perasaannya
3) Tidak didominasi oleh perasaan-perasaaan negatif
12
4) Dapat memahami (membaca) komunikasi non Verbal
5) Membiarkan perasaan yang dirasakan untuk membingbingnya
6) Berprilaku sesuai dengan keinginan, bukan karena keharusan, dorongan
dan tanggung jawab
7) Menyeimbangkan perasaan dengan rasional, logika, dan kenyataan
8) Termotivasi secara intrinsik
9) Tidak termotivasi karena kekuasaan, kenyataan, status, kebaikan dan
persetujuan
10) Memiliki emosi yang fleksibel
11) Optimis, tidak menginternalisasikan kegagalan
12) Peduli dengan perasaan orang lain
13) Seseorang untuk menyatakan perasaan
14) Tidak digerakkan oleh ketakutan atau kekhawatiran
15) Dapat mengidentifikasikan bebagai perasaan secara bersamaan
b) Ciri-ciri Kemampuan Emosional yang rendah meliputi ;
1) Tidak mempunyai rasa tanggung jawab terhadap perasaan diri sendiri,
tetapi menyalahkan orang lain
2) Tidak mengetahui perasaannya sendiri sehingga sering menyalahkan orang
lain, sering meyalahkan, suka memerintah, suka mengkritik, sering
menggangu, sering menggurui, sering memberi nasehat, sering curang, dan
senang menilai orang lain,
3) Suka meyalahkan orang lain
4) Berbohong tetang apa yang ia rasakan
5) Membiarkan segala hal terjadi atau bereaksi berlebihan terhadap kejadian
yang sederhana (kecil) sekalipun.
6) Tidak memiliki perasaan dan integritas
7) Tidak sesnsitif terhadap perasaan orang lain
8) Tidak mempunyai rasa empati dan rasa kasihan
9) Kaku, tidak fleksibel, membutuhkan aturan-aturan dan struktural
untuk merasa bersalah.
10) Merasa tidak aman, defmisif dan sulit menerima kesalahan dan sering
13
merasa bersalah.
11) Tidak bertanggung jawab
12) Pesimistik dan sering menganggap dunia tidak adil
13) Sering merasa tidak adequate, kecewa, pemarah, sering
menyalahkan .menggunakan
4.4.3 Kemampuan Intelektual
4.4.3.1 Pengertian Kemampuan Intelektual
Intelek menurut chaplin (1981; dalam Soeparwoto, 2005:81) berasal dari
kata intellect (bahasa inggris) yang berarti: “proses kognitif berfikir daya
menghubungkan serta kemampuan menilai dan mempertimbangkan, dan
kemampuan mental atau intelegensi.”.
Menurut william stern, intelektual adalah kesanggupan untuk
menyesuaikan diri kepada kebutuhan baru, dengan menggunakan alat-alat berfikir
yang sesuai dengan tujuan (Purwanto, 2003:52). Wechler (1958: dalam Sunarto
dan hartono, 1998:100) merumuskan intelektual sebagai keseluruan kemampuan
individu untuk berfikir dan bertindak secara terarah serta kemampuan mengelola
dan menguasai secara efektif.
Menurut Robbins (2001:46), kemampuan intelektual adalah kemampuan
mental yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan mental. Dapat disimpulkan
bahwa sebuah kemampuan intelektual merupakan kemampuan yang didasari dari
kesadaran diri untuk mengelola dan melakukan tindakan sesuai dengan kapasitas
menilai, dan mengelola kemampan mental secara efektif.
4.4.3.2 Dimensi Kemampuan Intelektual
Robbins (2001:46), menyebutkan dimensi yang membentuk kemampuan
intelektual ini terdiri dari tujuh dimensi, yaitu :
1) Kemahiran berhitung.
2) Pemahaman verbal.
3) Kecepatan konseptual.
4) Penalaran induktif.
14
5) Penalaran deduktif.
6) Visualisasi ruang.
7) Ingatan (memori).
4.4.4 Kecerdasan Spiritual
4.4.4.1 Pengertian Kecerdasan Spiritual
Zohar dan Marshall (2001) mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai
rasa moral, kemampuan menyesuaikan aturan yang kaku dibarengi dengan
pemahaman dan cinta serta kemampuan untuk melihat kapan cinta dan
pemahaman sampai pada batasannya, juga memungkinkan bergulat dengan ihwal
baik dan jahat, membayangkan yang belum terjadi serta mengangkat dari
kerendahan.
Eckersley (2000; dalam Trihandini, 2005:65) mendefinisikan kecerdasan
spiritual sebagai perasaan instuisi yang dalam terhadap keterhubungan dengan
dunia luas di dalam hidup manusia. Berman (dalam Trihandini, 2005:65)
menjelaskan bahwa kecerdasan spiritual dapat memfasilitasi dialog antara pikiran
dan emosi, antara jiwa dan tubuh.
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kecerdasan
spiritual adalah kecerdasan untuk memberi makna yang lebih bernilai, luas dan
kaya terhadap perilaku atau jalan kehidupan seseorang.
4.4.4.2 Dimensi Kecerdasan Spiritual
Zohar dan Marsyal (2000) memberikan delapan dimensi untuk menguji
sejauh mana kualitas kecerdasan spiritual seseorang. Barometer kepribadian yang
dipakai meliputi:
1) Kapasitas diri untuk bersikap fleksibel
2) Memiliki tingkat kesadaran (self-awareness) yang tinggi.
3) Kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan
(suffering).
4) Kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai.
5) Keengganan untuk menyebabkan kerugian yang tidak perlu (unnecessary
15
harm).
6) Memiliki cara pandang yang holistik.
7) Memiliki kecenderungan nyata untuk bertanya: “Mengapa” (“why”) atau
“Bagaimana jika” (“what if?”) dan cenderung untuk mencari jawaban-
jawaban yang fundamental (prinsip dan mendasar).
Menjadi apa yang disebut oleh para psikolog sebagai “field-independent” (“bidang
mandiri”), yaitu memiliki kemudahan untuk bekerja melawan konvensi.
4.5 Konflik
4.5.1 Pengertian Konflik
Konflik terjadi karena adanya interaksi yang disebut komunikasi. Hal ini
dimaksudkan apabila kita ingin mengetahui konflik berarti kita harus mengetahui
kemampuan dan perilaku komunikasi. Semua konflik mengandung komunikasi,
tapi tidak semua konflik berakar pada komunikasi yang buruk. Menurut Myers,
Jika komunikasi adalah suatu proses transaksi yang berupaya mempertemukan
perbedaan individu secara bersama-sama untuk mencari kesamaan makna, maka
dalam proses itu, pasti ada konflik (1982: 234). Konflik pun tidak hanya
diungkapkan secara verbal tapi juga diungkapkan secara nonverbal seperti dalam
bentuk raut muka, gerak badan, yang mengekspresikan pertentangan (Stewart &
Logan, 1993:341). Konflik tidak selalu diidentifikasikan sebagai terjadinya saling
baku hantam antara dua pihak yang berseteru, tetapi juga diidentifikasikan sebagai
‘perang dingin’ antara dua pihak karena tidak diekspresikan langsung melalui kata
-kata yang mengandung amarah.
4.5.2 Penyebab Konflik
1. Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki
pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan
pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat
menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial,
seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya.
16
2. Perbedaan latar belakang kebudayaan.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran
dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada
akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
3. Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan
yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing
orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang
orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda.
4. Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam
masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika
perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat
memicu terjadinya konflik sosial.
4.5.3 Jenis-Jenis Konflik
Menurut Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi :
1. Konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara
peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role))
2. Konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar
gank).
3. Konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan
massa).
4. Konflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara)
4.5.4 Akibat konflik
Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang
mengalami konflik dengan kelompok lain.
2. Keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.
3. Perubahan kepribadian pada individu
17
4. Kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.
5. Dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam
konflik.
5 Pengaruh Stress Terhadap Komunikasi
Spielberger (Handoyo, 2001:63) menyatakan bahwa stres adalah tuntutan-
tuntutan eksternal yang mengenai seseorang, misalnya obyek-obyek dalam
lingkungan atau suatu stimulus yang secara obyektif adalah berbahaya. Prosess
komunikasi bisa berjalan baik apabila pegirim dan penerima pesan ada dalam
kondisi tenang.
6 Pengaruh Kecerdasan Individu Terhadap Komunikasi
Kecerdasan atau intelligence memiliki pengertian yang sangat luas. Para
ahli psikologi mengartikan kecerdasan sebagai keseluruhan kemampuan individu
untuk memperoleh pengetahuan, menguasainya dan mempraktekannya dalam
pemecahan suatu masalah. Kemampuan yang baik dari seorang individu
mengolah suatu pesan akan berdampak pada proses komunikasi. Kecakapan
mengolah pesan sesuai dengan kebutuhan, apabila kemampuan ini digunakan
untuk mengolah maka akan tercapai sebuah bentuk komunikasi yang efektif.
7 Pengaruh Karakteristik Individu Terhadap Komunikasi
Menurut Gibson (1996:55), kinerja individu dipengaruhi oleh variabel
individu, variabel psikologik dan variabel organisasi. Pencapaian kinerja
merupakan suatu sebab dari baiknya sutau karakteristik individu dalam kinerja.
komunikasi yang baik dari seorang individu merupakan cerminan dari sebuah
karakter yang mampu menyampaikan hal sesuai target sehingga target mampu
menerima pesan dengan baik tanpa ada noise.
8 Pengaruh Konflik Terhadap Komunikasi
Menurut Myers, Jika komunikasi adalah suatu proses transaksi yang
berupaya mempertemukan perbedaan individu secara bersama-sama untuk
18
mencari kesamaan makna, maka dalam proses itu, pasti ada konflik (1982: 234).
Sebuah komunikasi yang efektif antara pengirim atau sumber, berkaitan erat
dengan rangsangan yang ditangkap dan dipahami oleh penerima, jika ada konflik
entah konflik eksternal atau internal maka proses komunikasi akan terganggu atau
mungkin akan lebih baik.
9 Kajian Pustaka
9.1 Kajian Empiris
Salah satu peran penting yang akan menentukan kualitas suatu penelitian
dimiliki oleh kajian hasil-hasil penelitian sebelumnya. Hasil-hasil penelitian
tersebut dapat dijadikan dasar dan perbandingan dengan penelitian yang akan
dilakukan.
a) Endang Danyaty (2006) melakukan penelitian yang berjudul “Faktor -faktor
penghambat komunikasi Mahasiswa dengan dosen pembimbing skripsi”.
dalam penelitian ini menggunakan populasi ini adalah seluruh mahasiswa
yang menempuh skripsi dan sudah melakukan bimbingan dengan jumlah 80
orang. Alat analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda dan
hasilnya tidak terdapat hubungan nyata antara karaktenstik individu dengan
proses komunikasi. Hanya terdapat hubungan nyata antara departemen dengan
media komunikasi, pembimbing Skripsi dengan media komunikasi serta IPK
dengan materi komunikasi. Tidak terdapat hubungan nyata antara karakteristik
individu dengan hambatan komunikasi. Hanya terdapat hubungan nyata antara
umur dengan hambatan komunikasi internal, jenis kelamin dengan hambatan
komunikasi internal dan SKS Kumulatif dengan hambatan komunikasi
internal. Proses komuniliasi antara mahasiswa SI Faperta IPB dengan dosen
Pembimbing Skripsi umumnya berhubungan nyata dengan hambatan
komunikasi.
b) Rindang Gunawati, Sri Hartati dan Anita Listiara (2006) melakukan penelitian
yang berjudul “Hubungan antara efektivitas komunikasi mahasiswa-dosen
pembimbing utama skripsi dengan stres dalam Menyusun skripsi pada
mahasiswa program Studi psikologi fakultas kedokteran Universitas
19
diponegoro”. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa SI Subjek
penelitian ini adalah 73 mahasiswa Program Studi Psikologi, Fakultas
Kedokteran, Universitas Diponegoro, yang sedang menyusun skripsi minimal
tiga bulan dihitung dari tanggal pendaftaran di biro skripsi, telah melakukan
bimbingan dengan dosen pembimbing utama. Alat analisis yang digunakan
adalah Analisis regresi linier berganda. Hasil pengujian tersebut menyatakan
bahwa terdapat hubungan negatif antara efektivitas komunikasi mahasiswa-
dosen pembimbing utama skripsi dengan stres dalam menyusun skripsi pada
mahasiswa Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas
Diponegoro.
c) Melly Silviani (2009) melakukan penelitian yang berjudul “Analisis
Efektivitas Komunikasi Atasan dan Bawahan Pada Kantor Pos Bogor”.
Penelitian ini dilakukan di Kantor Pos Bogor. Alat analisis data dalam
penelitian ini adalah analisis regresi berganda dan Terdapat 121 responden
yang telah terpilih sebagai sampel dengan menggunakan metode Quota
sampling yaitu sampel diambil dengan menetapkan kuota atau jumlah tertentu
terhadap sampel yang memiliki karakteristik yang diinginkan (Istijianto,
2006). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola komunikasi yang terjadi
antara atasan dengan bawahan di Kantor Pos Bogor menggunakan dua pola
komunikasi yaitu pola komunikasi ke atas dan pola komunikasi ke bawah
secara lisan dan tulisan. Hambatan komunikasi yang terjadi antara atasan
dengan bawahan pada Kantor Pos Bogor diantaranya adalah adanya gangguan
teknis, gangguan semantik, gangguan psikologis, gangguan fisik atau organik,
hambatan status, hambatan kerangka berpikir dan hambatan budaya.
Hambatan terbesar yang dialami atasan dan bawahan di Kantor Pos Bogor
adalah hambatan kerangka berpikir, yaitu adanya perbedaan persepsi ketika
proses komunikasi terjadi antara atasan dengan bawahan.
20
Tabel 2.1: Tabel Penelitian Sebelumnnya,
Peneliti Endang DanyatyRindang Gunawan, Sri
Hartati dan Anita ListiaraMelly Silviani
Judul Faktor-faktor
penghambat
komunikasi
mahasiswa
dengan dosen
pembimbing
skripsi
Hubungan antara efektivitas
komunikasi mahasiswa-
dosen pembimbing utama
skripsi dengan stres dalam
menyusun skripsi pada
mahsiswa program studi
psikologi Fakultas
Kedokteran Universitas
Diponegoro
Analisis
Efektifitas
Komunikasi
Atasan dan
Bawahan pada
Kantor Pos
Bogor
Tahun 2006 2006 2009
Jumlah
Responden
80 73 121
Obyek Faperta Institut
Pertanian Bogor
Program Studi Psikologis
Universitas Diponegoro
Kantor Pos
Bogor
Alat
Analisis
Analisis Regresi
linier Berganda
Analisis Regresi Sederhana Analisis Regresi
Linier Berganda
Sumber : Data diolah dari berbagai referensi
21
9.2 Kerangka Konseptual
Penelitian ini untuk menganalisis variabel-variabel yang dapat
berpengaruh terhadap komunikas mahasiswa dengan dosen pembimbing di
Fakultas Ekonomi Univrsitas Jember. Penelitian ini menggunakan analisis regresi
yang menggambarkan pengaruh langsung antara stress, karakteristik individu,
kecerdasan individu, dan konflikterhadap komunikasi. Berikut ini gambar
kerangka konseptual yang menjadi dasar pemikiran penelitian ini:
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
9.3 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru berdasarkan
pada teori yang relevan. Belum berdasarkan fakta-fakta empiris yang diperoleh
melalui pengumpulan data (Sugiyono, 2002:51). Berdasarkan rumusan masalah,
tujuan penelitian, kajian empiris, kajian teori, dan kerangka konseptual penelitian
maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:
a) Diduga stress berpengaruh terhadap komunikasi.
b) Diduga karakteristik individu berpengaruh terhadap komunikasi.
c) Diduga kecerdasan individu berpengaruh terhadap komunikasi.
d) Diduga konflik berpengaruh terhadap komunikasi.
22
10 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian memuat suatu rencana tentang informasi yang relevan
sesuai dengan kebutuhan penelitian, sumber khusus dari mana informasi diperoleh, dan
strategi untuk mengumpulkan dan bagaimana menganalisanya (Murti dan Salamah,
2005: 47).
Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah yang ada,
karakteristik masalah yang diteliti dalam penelitian ini dapat diklasifikasikan sebagai
Action research atau penelitian tindakan, merupakan salah satu bentuk rancangan
penelitian, dalam penelitian tindakan peneliti mendeskripsikan, menginterpretasi dan
menjelaskan suatu situasi sosial pada waktu yang bersamaan dengan melakukan
perubahan atau intervensi dengan tujuan perbaikan atau partisipasi. Menurut Gunawan
(2004), action research adalah kegiatan dan atau tindakan perbaikan sesuatu yang
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasinya digarap secara sistematik dan sistematik
sehingga validitas dan reliabilitasnya mencapai tingkatan riset.
Hubungan antara peneliti dan hasil penelitian tindakan dapat dikatakan hasil
penelitian tindakan dipakai sendiri oleh peneliti dan tentu saja oleh orang lain yang
menginginkannya, dan penelitiannya terjadi di dalam situasi nyata yang pemecahan
masalahnya segera diperlukan, dan hasil-hasilnya langsung diterapkan/dipraktikkan
dalam situasi terkait. Selain itu, tampak bahwa dalam penelitian tindakan peneliti
melakukan pengelolaan, penelitian, dan sekaligus pengembangan. Penelitian ini
dilaksanakan di Fakultas Ekonomi Univesitas Jember
10.1 Jenis Data
Berdasarkan cara memperolehnya data terbagi atas :
a. Data primer dalam penelitian ini adalah berupa jawaban responden dari
kuesioner atas pertanyaan dan pernyataan yang telah diajukan.
b. Data skunder dalam penelitian ini adalah informasi mengenai profil Fakultas
Ekonomi, visi serta misi, laporan, dokumen, literatur, dan bacaan yang
berhubungan dengan penelitian ini.
23
10.2 Metode Pengumpulan Data
a) Kuesioner
Data dikumpulkan dengan menyebarkan kuesioner yang berisi pertanyaan atau
pernyataan kepada responden yaitu mahasiswa yang sedang menyusun skripsi
dan dosen di Fakultas Ekonomi Universitas Jember yang sudah melakukan
kontak dengan mahasiswa bimbinganya.
b) Studi Pustaka
Data yang diperoleh dari metode studi adalah data sekunder berupa informasi
mengenai gambaran umum objek penelitian yaitu Fakultas Ekonomi Universitas
Jember, jumlah mahasiswa yang sedang menyusun skripsi, dan jumlah dosen
yang ada di Program Studi Manajemen serta jurnal dan literature yang terkait
dengan penelitian ini.
c) Observasi
Observasi merupakan tahap dimana peneliti melakukan pengamatan visual
kepada objek yang akan diteliti, hal ini untuk melihat keadaan lingkungan
penelian sebelum dilakukan penelitian yang sebenarnya.
d) Wawancara
Wawancara merupakan kegiatan dimana peneliti mengajukan pertanyaan
kepada narasumber, atau informan, untuk mendapatkan data dan informasi.
10.3 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa yang sedang menyusun
skripsi dan dosen yang ada di jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas
Jember. Sampel dalam penelitian ini diambil dengan teknik purposif random sampel,
jumlah total sampel 90 orang dengan rincian 60 dari pihak mahasiswa dan 30 orang
dari pihak dosen. Menurut Hadi (2005), pemilihan sekelompok subjek didasarkan atas
ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat
dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya.
Kriteria sampel:
1. Mahasiswa :
a. Mahasiswa S1 Fakultas Ekonomi Universitas Jember yang sedang
24
menyusun skripsi dan sudah berlangsung minimal satu bulan.
b. Telah melakukan proses bimbingan dengan dosen pembimbing.
2. Dosen :
a. Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Jember yang sedang menjadi
dosen pembimbing skripsi.
b. Telah melakukan interaksi dengan mahasiswa bimbinganya
minimal satu bulan.
10.4 Identifikasi Variabel
Variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Variabel Independen atau Variabel Bebas (X), yaitu variabel yang tidak
tergantung pada variabel lain. Variabel independen dalam penelitian ini
diberi notasi X, yaitu stress (X1), karakteristik individu (X2), kecerdasan
individu (X3), serta konflik (X4).
b. Variabel Dependen atau Variabel Terikat (Y), yaitu variabel yang
bergantung pada variabel lain. Variabel dependen dalam penelitian ini diberi
notasi Y, yaitu efektifitas komunikasi.
10.5 Definisi Operasional Variabel
10.5.1 Variabel independen stress (X1)
Menurut Vincent Cornelli, sebagaimana dikutip oleh Grant Brect (2000) bahwa
yang dimaksud stress adalah gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh
perubahan dan tuntutan kehidupan, yang dipengaruhi baik oleh lingkungan maupun
penampilan individu didalam lingkungan tersebut. Variabel ini dapat di ukur dengan
indikator:
1) X1.1 : Intimidasi dan tekanan
2) X1.2 : Ketidakcocokan dengan pekerjaan
3) X1.3 : Ketakutan
4) X1.4 : Bebanlebih
5) X1.5 : Target dan harapan yang tidak realistis
25
10.5.2 Variabel Independen Karakteristik Individu (X2)
Karakteristik bawaan merupakan karakter keturunan yang dibawa sejak lahir,
baik berkaitan dengan faktor biologis maupun sosial psikologis. Kepribadian, prilaku
apa yang diperkuat, dipikirkan, dan dirasakan oleh seseorang (individu) merupakan
hasil diri perpduan antara faktor biologis sebagaimana unsur bawaan dan pengaruh
lingkungan. Variabel ini dapat di ukur dengan indikator:
1) X2.1 : masakerja
2) X2.2 : jenis kelamin
3) X2.3 : pola pikir
4) X2.4 : pengalaman
5) X2.7 : jumlah tanggungan
10.5.3 Variabel Independen Kecerdasan Individu (X3)
Kecerdasan atau intelligence memiliki pengertian yang sangat luas. Para ahli
psikologi mengartikan kecerdasan sebagai keseluruhan kemampuan individu untuk
memperoleh pengetahuan, menguasainya dan mempraktekannya dalam pemecahan
suatu masalah. Dari satu variabel ini terdapat indikator yang masing-masing memiliki
indikator yaitu:
1. Variabel independen kemampuan emosional (X3.1). Kemampuan emosional
merupakan kemampuan yang dimiliki seorang manusia untuk mengatur,
memotivasi diri, memotivasi orang lain, dan mengelola hubungan dengan manusia
lainnya. Indikator variabel sebagai berikut:
1) X3.1.1 : Kompentensi Pribadi
2) X3.12 : Kompetensi Sosial
2. Variabel independen kemampuan intelektual (X3.2). Kecerdasan
intelektual merupakan kecerdasan yang mencerminkan adanya
kematangan berfikir, pengalaman intelektual, dan ilmu pengetahuan.
Indikator yang digunakan yaitu:
1) X3.2.1 : Kemahiran berhitung.
2) X3.2.2 : Pemahaman verbal.
3) X3.2.3 : Kecepatan konseptual.
26
4) X3.2.4 : Penalaran induktif.
5) X3.2.5 : Penalaran deduktif.
6) X3.2.6 : Visualisasi ruang.
7) X3.2.7 : Ingatan (memori).
3. Variabel independen kecerdasan spiritual (X3.3). Kemampuan spiritual
merupakan kemampuan yang dimiliki seorang individu untuk
melaksanakan sebuah perintah-perintah spiritual sesuai dengan
kepercayaan hal tersebut merupakan cerminan dari hubungan seorang-
individu dengan tuhan, yang setiap kegiatannya dapat dilihat,
dirasakan, dan dimengerti oleh individu yang lainnya. Indikator yang
digunakan yaitu:
X3.3.1 : Kapasitas diri untuk bersikap fleksibel.
X3.3.2 : Memiliki tingkat kesadaran (self-awareness) yang tinggi.
X3.3.3 : Kemampuan menghadapi dan memanfaatkan penderitaan.
X3.3.4 : Kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai.
X3.3.5 : unnecessary harm.
X3.3.6 : Memiliki cara pandang yang holistik.
X3.3.7 : Memiliki kecenderungan nyata untuk bertanya.
10.5.4 Variabel independen konflik (X4)
Semua konflik berimbas pada proses komunikasi, tapi tidak semua konflik
berakar pada komunikasi yang buruk. Konflik bisa membuat seseorang atau kelompok
menjadi lebih dekat. Indicator yang digunakan yaitu:
X4.1: Perbedaan kepribadian
X4.2 : Perbedaan cara pandang
X4.3: Perbedaan tujuan dan kepentingan
X4.4 : Perbedaan pemahaman
10.5.5 Variabel dependen efektifitas komunikasi (Y)
Komunikasi dinilai efektif bila rangsangan yang disampaikan dan yang
dimaksudkan oleh pengirim atau sumber, berkaitan erat dengan rangsangan yang
27
ditangkap dan dipahami oleh penerima. Indikator yang digunakan yaitu:
Y1 : Tingkat pemahaman
Y2 : Keseangan
Y3 : Mempengaruhi sikap
Y4 : Hubungan yang membaik
Y5 : tindakan
11 Skala Pengukuran
Teknik pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala likert.
Skala likert adalah skala yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan presepsi
seseorang tentang fenomena sosial. Jawaban yang dihasilkan dengan menggunakan
skala likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai dengan sangat negatif.
Apabila item positif, maka angka terbesar diletakkan pada sangat setuju, sedangkan jika
item negatif, maka angka terbesar diletakkan pada sangat tidak setuju. Tingkat
pengukuran data yang berskala likert yaitu menggunakan skala ordinal. Pengukuran
variabel X (stress, karakteristik individu, kecerdasan individu, konflik), Y (komunikasi)
dilakukan menggunakan skala likert yang telah dimodifikasi dari 5 kategori jawaban
menjadi 4 kategori jawaban. Hasil jawaban diberi skor sebagai berikut:
Skor 4 : sangat setuju (SS)
Skor 3 : setuju (S)
Skor 2 : tidak setuju (TS)
Skor 1 : sangat tidak setuju (STS)
Modifikasi skala likert dari 5 kategori menjadi 4 kategori jawaban dengan
meniadakan kategori jawaban di tengah berdasarkan alasan sebagai berikut (Hadi,
1991:20):
Kategori di tengah mempunyai arti ganda, biasa diartikan belum dapat memutuskan
sesuatu atau memberi jawaban, atau bahkan ragu-ragu.
Tersedianya jawaban di tengah akan menimbulkan kecenderungan menjawab ke
tengah, bagi mereka yang ragu atas arah kecenderungan jawabannya.
Untuk melihat kecenderungan jawaban responden ke arah setuju atau tidak setuju,
sehingga tidak mengurangi banyaknya informasi yang dapat dijaring dari para
28
responden.
12 Uji Instrumen Penelitian
12.1 Uji Validitias
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau tidaknya suatu kuisioner. Oleh
sebab itu, uji validitas dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana validitas
data yang diperoleh dari penyebaran kuisioner. Uji validitas dapat dilakukan dengan
menghitung korelasi antar masing-masing pertanyaan atau variabel dengan rumus :
r=n∑ xy (∑ x ) (∑ y )
√ (n (∑ x2−(∑ x )2) (n∑ y2−(∑ y2−∑ y )2))dimana:
r = koefisien korelasi
x = nilai indikator variable
y = nilai total variable
n = jumlah data (responden sampel)
Uji validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan metode Pearson Product
Moment. Dalam pengujian ini digunakan asumsi bahwa nilai korelasi dengan metode
Pearson Product Moment tinggi maka dikatakan valid. Menurut Tika (2006:65),
kriteria validitas untuk setiap item adalah jika r > 0,30 berarti item tersebut valid.
12.2 Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas merupakan suatu nilai yang menunjukkan konsistensi suatu alat
pengukur didalam mengukur gejala yang sama, karena setiap alat pengukur harus
memiliki kemampuan untuk memberikan hasil pengukuran yang konsisten (Umar,
2002: 86).
Uji reliabilitas digunakan juga untuk menguji keajegan hasil pengukuran
kuisioner yang erat hubungannya dengan masalah kepercayaan. Pada penelitian ini,
untuk mengukur reliabilitas menggunakan software SPSS 16 for windows dengan
metode Cronbach Alpha yaitu dengan rumus perhitungan. (Umar, 2002:96)
Yakni Cronbach Alpha :
29
α= Kr1+(k−1 )r
dimana :
α : Koefisien keandalan alat ukur
r : Koefisien rata-rata korelasi antar variable
K : Jumlah variabel independen dalam persamaan
Suatu variabel dikatakan reliabel bila memberikan nilai Cronbach Alpha (α )
lebih besar dari 0,60. Sebaliknya, jika nilai Cronbach Alpha (α ) nya kurang dari 0,60
maka variabel tersebut tidak reliabel untuk digunakan dalam penelitian.
13 Metode Analisis Data
13.1 Analisis Diskriptif
Penelitian ini menggunakan metode Grounded Research untuk mendiskripsikan
proses komunikasi antara mahasiswa dengan dosen dalam penulisan skripsi. Dalam
Grounded Research semua adalah data mendasar, bahwa segala sesuatu yang
didapatkan oleh peneliti saat mempelajari daerah tersebut adalah data. Penelitian ini
didukung dengan penjabaran data secara metodologi logika atau biasa disebut analisis
situasi. Dalam analisis situasi data yang sudah terkumpul dalam tabulasi mencoba
untuk dideskripsikan dan dijabarkan secara rinci sampai pada hal-hal yang mendalam
termasuk menemukan berbagai kemungkinan-kemungkinan variabel yang tak terduga
sebelumnya. Analisis situasi atau metodologi logika diutarakan oleh Karl Popper,
identifikasi metodologi yang digunakan untuk menjabarkan kebijakan-kebijakan ilmu
sosial. Dalam penelitian ini, peneliti langsung terjun ke lapangan tanpa membawa
rancangan konseptual, proposisi dan teori tertentu. Secara provokatif, sering dikatakan
agar peneliti datang ke lapangan dengan “kepala kosong” maksudnya, tanpa membawa
apapun yang sifatnya apriori. Dalam keadaan kepala kosong tersebut diharapkan
peneliti dapat sepenuhnya terpancing kepada keadaan sesuai fakta dilapangan. Lalu
dikembangkan secara induktif (Salim, 2005).
30
13.2 Analisis Regresi Linear Berganda
Analisis regresi merupakan salah satu analisis yang bertujuan untuk mngetahui
pengaruh suatu variabel terhadap variabel lain. Dalam analisis regresi variabel yang
mempengaruhi disebut Independent Variable (variabel bebas) dan variabel yang
mempengaruhi disebut Dependent Variable (variabel terikat). Jika dalam persamaan
regresi hanya terdapat salah satu variabel bebas dan satu variabel terikat, maka disebut
sebagai regresi sederhana, sedangkan jika variabelnya bebasnya lebih dari satu, maka
disebut sebagai persamaan regresi berganda (Riduwan, 2007 : 174)
Y=α+b1 X1+b2 X 2+b3 X3+b4 X4+e
Dimana :
Y = komunikasi
a = konstanta pada Xt ,X2 ,X3 ,X4
b1 ... b4 = koefisien parameter regresi
X1 = variabel tentang stress
X2 = variabel tentang karakteristik individu
X3 = variabel tentang kecerdasan individu
X4 = variabel tentang konflik
13.3 Metode Pendekatan Bottom up
Untuk menyamakan persepsi cara berkomunikasi yang efektif diperlukan proses
komunikasi yang bersifat bottom up bukan proses komunikasi yang bersifat top down.
Pendekatan bottom up muncul sebagai kritik terhadap model pendekatan top down.
Parsons (2006) mengemukakan bahwa yang benar-benar penting dalam implementasi
adalah hubungan antara pembuat kebijakan dengan pelaksana kebijakan. Model bottom
up adalah model yang memandang proses sebagai sebuah negosiasi dan pembentukan
consensus. Masih menurut Parsons (2006) model pendekatan bottom up menekankan
pada fakta bahwa implementasi di lapangan memberikan keleluasaan dalam penerapan
kebijakan. Pendekatan ini merupakan upaya melibatkan semua pihak sejak awal,
sehingga setiap keputusan yang diambil adalah keputusan bersama, dan mendorong
31
keterlibatan dan komitmen sepenuhnya untuk melaksanakannya.
14 Uji Statistik
14.1 Uji Asumsi Klasik
14.1.1 Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas merupakan pengujian dari asumsi yang berkaitan bahwa
antara variabel-variabel bebas (independen) dalam suatu model tidak saling berkorelasi
satu model akan menyebabkan terjadinya korelasi yang sangat kuat antara suatu
variabel bebas (independen) dengan variabel bebas (independen) yang lain. (Nugroho,
2005 : 58).
Untuk mengetahui ada atau tidaknya multikolinearitas pada sebuah variabel
dapat diketahui dengan nilai Variance Inflaction Factor (VIF) dan nilai Tolerance
masing-masing dari variabel bebasnya. Apabila nilai VIF < 10 dan nilai Tolerance >
0,1 maka dapat dinyatakan tidak ada indikasi multikolinearitas antara variabel bebasnya
(Nugroho, 2005 : 58).
Apabila terjadi multikolinearitas maka ada beberapa cara untuk mengatasinya
yaitu sebagai berikut (Umar, 2004:205) :
1. Menghilangkan sebuah atau beberapa variabel X
2. Pemakaian informasi sebelumnya
3. Menambah data baru
14.1.2 Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi
linear berganda ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan
kesalahan pengganggu pada periode t-1. Panduan untuk mengetahui apakah terjadi
autokorelasi atau tidak adalah sebagai berikut (Santoso, 2002:215):
a) Jika koefisien DW (Durbin Watson) dibawah -2 berarti ada autokorelasi positif.
b) Jika koefisien DW (Durbin Watson) diantara -2 sampai +2 berarti tidak ada
autokorelasi.
c) Jika koefisien DW (Durbin Watson) diatas +2 berarti ada autokorelasi negatif.
32
14.1.3 Uji Heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas berati varians dalam model tidak sama, sehingga
estimator yang diperoleh tidak efisien. Hal tersebut disebabkan varians yang tidak
minimum. Untuk mengetahui ada tidaknya heterokedastisitas dapat dilakukan dengan
mengunakan uji Glasjer (Glasjer Test) atau uji park (park test). Dalam penelitian ini uji
yang digunakan untuk mendektesi adanya heterokedastisitas adalah uji glasjer. Menurut
Gujarati (1997:187) pengujian heterokedastisitas dengan mengunakan uji glasjer
dilakukan dengancara meregresikan nilai absolut residual terhadap seluruh variabel
bebas. Apabila hasil regresi absolut terdapat seluruh variabel bebas mempunyai nilai t
hitung yang tidak signifikan maka dapat dikatakan bahwa model penelitian lolos dari
adanya heterokedastisitas.
14.1.4 Uji Normalitas
Tujuan dari uji normalitas adalah untuk mengetahui apakah dalam regresi,
variabel dependent, variabel independent, dan atau keduanya mempunyai distribusi data
normal atau mendekati normal (Santoso, 2004:212).
Dasar pengambilan keputusan uji normalitas adalah:
1. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis
diagonal, maka model regresi yang ada memenuhi asumsi normalitas.
2. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan mengikuti arah arah
garis diagonal, maka model regresi yang ada tidak memenuhi asumsi
normalitas.
14.1.5 Uji t
Dalam rangka menguji taraf signifikansi dari hipotesis-hipotesis yang telah
ditetapkan, maka penelitian ini menggunakan uji t pada α = 0,05 atau p < 0,05 sebagai
taraf signifikansi dari pengaruh langsung variabel-variabel bebas terhadap variabel
tergantungnya. Keputusan untuk menolak atau menerima H0 dilakukan dengan
membandingkan nilai thitung dengan ttabel dengan formulasi sebagai berikut.
t= biSbi
33
Dimana:
t = thitung
bi = bobot regresi.
Sbi = standart deviasi dari variabel bebas.
Adapun tahap untuk menguji signifikansi adalah sebagai berikut:
a. Merumuskan hipotesis
Ho : β1, β2, β3, …, βn = 0 (Berarti variabel-variabel bebas secara parsial tidak
mempunyai pengaruh terhadap variabel independen)
Ha : β1, β2, β3, …, βn ¿ 0 (Berarti variabel-variabel bebas secara parsial mempunyai
pengaruh terhadap variabel independen)
b. Menentukan tingkat signifikan
Tingkat signifikansi yang diharapkan adalah α = 5% atau confidence interval
sebesar 95%
c. Membandingkan tingkat signifikan dengan α = 5%
Untuk menentukan apakah hipotesis nol diterima atau ditolak dibuat ketentuan
dibawah ini:
1) Apabila signifikansi < 0,95 berarti Ho ditolak dan Ha diterima, jadi variabel
bebas secara parsial memiliki pengaruh nyata terhadap variabel terikat.
2) Apabila signifikansi > 0,95 berarti Ho diterima dan Ha ditolak, jadi semua
variabel bebas secara parsial tidak memiliki pengaruh nyata terhadap variabel
terikat.
34
15 Kerangka Pemecahan Masalah
Gambar 3.2 Kerangka Pemecahan Masalah
35
Keterangan Kerangka Pemecahan Masalah :
a. Mulai, yaitu tahap awal atau persiapan terhadap masalah yang dihadapi.
b. Tahap pengumpulan data yaitu mengumpulkan data-data yang diperlukan untuk
penelitian.
c. Di pecah menjadi tiga bagan :
1) Uji Validitas dan Uji Reliabilitas untuk mengetahui layak tidaknya suatu
instrumen untuk digunakan, serta untuk mengetahui konsistensi dan stabilitas
nilai hasil skala pengukuran tertentu (untuk pengujian yang bersifat
statistik/regresi).
2) Analisis diskriptif untuk mendiskripsikan proses komunkasi yang terjadi antara
mahasiswa dengan dosen pembimbing.
d. Uji asumsi klasik untuk mengetahui adanya multikol, autokorelasi, dan hetero
skedasti sitas.
e. Uji hipotesis yang digunakan adalah uji T untuk menguji signifikansi
(nyata) atau tidaknya antara stress (X1), karakteristik individu (X2),
kecerdasan individu (X3), serta konflik (X4) terhadap komunikasi (Y).
f. Melakukan Analisis Regresi Linear Berganda untuk mengetahui
pengaruh langsung dan tidak langsung stress (XI), karakteristik
individu (X2), kecerdasan individu (X3), serta konflik (X4) terhadap
komunikasi (Y).
g. Metode Pendekatan komunikasi Bottom up sebagai strategi untuk
menyamakan persepsi komunikasi antara mahasiswa dengan dosen
pembimbing skripsi.
h. Pembahasan.
i. Kesimpulan dan saran.
j. Selesai, yaitu berakhirnya penelitian.
36
DAFTAR PUSTAKA
Agung, Nugroho. 2005. Strategi Jitu Memilih Metode Statistic Penelitian Dengan
SPSS. Yogyakarta: Andi.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Brecht, Grant, 2000. Mengenal dan Menanggulangi Stres. Jakarta : PT. Prenha llindo
Bukit, Endang danyaty BR. 2006 Faktor-Faktor Penghambat komunikasi Mahasiswa
deengan Dosen Pembimbing Skripsi(Kasus Mahasiswa S1 Fakultas Peternakan
INstitut Pertanian Bogor). Jurnal Skripsi : Institut Pertanian Bogor.
Caldwell, Bruce, 1991. History of Economic Thought, Economic Methodology.
University of Chicago Press.
Canggra, H. 2006. pengantar ilmu komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Daft, Richard L. 2006. Manajemen Edisi Keenam. Jakarta: Salemba Empat.
Dadang, Hawari, 2006. Manajemen Stres, Cemas dan Depresi. Jakarta: Gaya Baru.
Dahrendorf, Ralf 1959. Class and Class Conflict in Industrial Society, Calif.: Stanford
University Press, page. 142-189
Danah, Zohar .and Ian, Marshall. 2001: SQ - Spiritual Intelligence, The Ultimate
Intelligence, Bloomsbury, London 2001; UL copy.
Danah, Zohar. and Ian, Marshall. 2000: SQ - Spiritual Intelligence, The Ultimate
Intelligence, Bloomsbury, London 2000; UL copy.
Davison, R. M., Martinsons, M. G., Kock N., (2004), Journal : Information Systems
Journal : Principles of Canonical Action Research 14, 65-86
Effendi, O. U. 2000. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Ety, Rochaety Et Al. 2007. Metode Penelitian Bisnis. Jakarta: Mitra Wacana Media.
Fisal, Sanapiah. 2007. Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Goleman, Daniel. 2005. Kecerdasan Emosional. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Goleman, Daniel. 2007. Emotional Intelligence: Mengapa EI Lebih Penting Dari Pada
37
IQ. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Gujarati, 1997. Ekonometrika Dasar. Erlangga. Jakarta: LP3ES
Gunawati, Rindang Dkk. 2006. Hubungan Efektifitas Komunkasi Mahasiswa-Dosen
Pembimbing Utama Skripsi dengan Stres dalam Menyusun Skripsi Pada
Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Gunawan, (2007), Makalah untuk Pertemuan Dosen UKDW yang akan melaksanakan
penelitian pada tahun 2005, URL : http://uny.ac.id, accessed at 28 November
2012, 01:25 WIB.
Hadi, S. 2005. Statistik. Jilid Kedua. Yogyakarta : Andi.
Hein, Steve. 2009. Ten Habits Of Emotionally Intellegence People. New York: Eq
Institude. Inc.
Istijanto. 2006. Riset Sumber Daya Manusia. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama,
Kreitner, Robert, and Angelo, Kinicki. 2001. Organizational Behavior. New York: Me.
Graw Hill. Companies, Inc. 420-425.
Keliat, B.A. (2009). Penatalaksanaan Stres. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Mangkunegara, Anwar Prabu. 2005. Sumber Daya Manusia perusahaan. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Mulyana, D. 2004. Komunikasi Organisasi. Bandung: PT. Remaja Rodakarya Ofset
Murti Sumarni, Salamah Wahyuni. 2005. “Metodologi Penelitian Bisnis”.Yogyakarta:
Penerbit Andi.
Nawawi, dan Martini Hadari. (1992). Instrumen Penelitian Bidang Sosial. Gajah Mada
University Press.
Oxendine, Joseph. B 1984. Psychology Of Motor Learning. New Jersey : Prentice
Halllnc.
Parsons, Wayne, 2006, Public Policy: Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan,
Cet. ke-2, Jakarta : Kencana.
Poerwandari, E. Kristi. 1998. Metode Penelitian Sosial. Jakarta : Universitas Terbuka.
Prawirosentono. S. 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia, Kebijakan Kinerja
Karyawan. Yogyakarta: BPFE.
Prayitno. dan Erman, Amti. 2005. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta:
Rineka Cipta.
38
Purwanto, Ngalim. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Rachmi, Filia. 2010. Pengaruh Kecerdasan Emosional, Kecerdasan Spiritual, Dan
Perilaku Belajar Terhadap Tingkat Pemahaman Akuntansi. Jurnal Skripsi:
Universitas Diponegoro Semarang.
Riduwan. 2007. Rumus Dan Data Dalam Aplikasi Statistika. Bandung : Alfabeta.
Robbins, Stephen P. 2001. Perilaku Organisasi Jilid I. Yogyakarta: Aditya Media.
Ruben, Brent D dan Lea P Stewart. (2006). Communication and Human Behavior.
United States: Allyn and Bacon
Salim, Agus. 2005. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Semarang: Tiara Wacana
Santoso, S. 2004. SPSS Mengolah Data Statistik Secara Profesional. Jakarta: PT Elex
Media Komputindo.
Simamora, H. 2005. Manajemen Sumber daya Manusia. Jakarta: STIE YPKN.
Soeparwoto, dkk. 2005. Psikologi Perkembangan. Semarang: UPT MKK UNNES.
Silviani, Melly. 2009. Analisis Efektifitas Komunikasi Atasan dan Bawahan Pada
Kantor Pos Bogor. Jurnal Skripsi : Institut Pertanian Bogor.
Soeratno. dan Arsyad, Lincolin. 1995. Metodologi Penelitian: Untuk Ekonomi dan
Bisnis. Yogyakarta: UPP YKPN.
Sondang P. Siagian. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
Sugiyono. (2002). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sunarto. dan Hartono, Agung. 1998. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Trihandini, Fabiola Meirnayati. 2005. Analisis Pengaruh Kecerdasan Intelektual,
Kecerdasan Emosi dan Kecerdasan Spiritual terhadap Kinerja Karyawan
(Studi Kasus di Hotel Horison Semarang). Tesis. Program Studi Magister
Manajemen Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang.
Tubbs, S. L. 2001. Human Communocation Prinsip-prinsip Dasar (Terjemahan).
Bandung ; PT. Remaja Rosdakarya.
Umar, Husein. 2003. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis . Jakarta:
Gramedia.
Wahyudi, Bambang. 2009. Menyampaikan Persepsi?. http://www.google.com.[l5
Oktober2012]
39
Waryanti, Sesilia D R. 2011. Analisis Pengaruh Kecerdasan Emosional Dan
Kecerdasan Spiritual Terhadap Kinerja Karyawan. Jurnal Skripsi: Universitas
Diponegoro Semarang.
40
Strategi Peningkatan Komunikasi Antara Mahasiswa Dan
Dosen Pembimbing Dalam Penulisan Skripsi (Studi Kasus
Mahasiswa S1 Manajemen Fakultas Ekonomi Unej)
Responden yang terhormat,
Dalam kuesioner ini disajikan sejumlah pernyataan dan pertanyaan yang
dirancang secara khusus untuk keperluan pengumpulan data penelitian dalam rangka
penulisan tugas karya akhir (skripsi) peneliti di Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen
Universitas Jember. Agar hasil penelitian ini memiliki kredibilitas yang tinggi maka
peneliti sangat mengharapkan Saudara/i mengisi kuesioner ini dengan lengkap dan
benar. Semua informasi yang diterima sebagai hasil pengisian kuesioner ini bersifat
rahasia dan hanya dipergunakan untuk kepentingan akademis semata. Atas partisipasi
dan bantuan Saudara/i peneliti menghaturkan banyak terima kasih.
Hormat Peneliti,
Yusuf Aldhillah
(080810201106)
41
A. IDENTITAS RESPONDEN
Nama Responden : ……………………..
Semester : ……………………..
Umur : ……….. Tahun
Jenis kelamin : l. Laki-laki 2. wanita
Lama Bimbingan : a). 1-3 bulan
b). 3-6 bulan
c). Lebih dari 6 bulan
(lingkari salah satu)
Konsentrasi : Pemasaran / SDM / Keuangan / Operasional
(lingkari salah satu)
B. PETUNJUK PENGISIAN
1. Pernyataan-pernyataan berikut ini mohon diisi dengan jujur dan sesuai dengan
keadaan dan kenyataan yang ada.
2. Berilah tanda () pada salah satu jawaban di setiap pertanyaan, sesuai apa
yang anda alami dan rasakan selama ini. Terdapat 4 (empat) pilihan jawaban,
yaitu:
a. SS : Sangat setuju, dengan skor 4
b. S : Setuju, dengan skor 3
c. TS : Tidak setuju, dengan skor 2
d. STS : Sangat tidak setuju, dengan skor 1
42
1) Stress (X1)
No Pernyataan SS S TS STS
1 Tekanan membuat proses penyusunan skripsi terganggu.
2 Kegiatan dosen di luar kuliah cukup mengganggu proses
bimbingan.
3 Ketakutan akan image dosen pembimbing.
4 Tidak siap melakukan penelitian.
5 Judul skripsi yang disetujui tidak sesuai harapan.
2) Karakteristik Individu (X2)
No Pernyataan SS S TS STS
1 Penjelasan dosen senior lebih mudah dipahami saat
memberikan bimbingan skripsi.
2 Jenis kelamin mahasiswa berpengaruh terhadap sikap dosen
dalam proses bimbingan skripsi.
3 Dosen pembimbing mampu memahami kemauan mahasiswa.
4 Pengalaman dosen berdampak pada proses komumnikasi.
5 Jumlah tanggungan mahasiswa bimbingan berdampak
terhadap sikap dosen saat bimbingan.
43
3) Kecedasan Individu (X3)
1.1 Kecerdasan Emosional (X3.1)
No Pernyataan SS S TS STS
1 Dosen tanggap atau peka terhadap kemampuan mahasiswa
bimbinganya.
2 Dosen pembimbing mampu mengendalikan dirinya.
3 Dosen mampu memotivasi mahasiswa bimbinganya untuk
lebih baik.
4 Dosen pembimbing memiliki kepedulian terhadap
permasalahan mahasiswa.
1.2 Kecerdasan Intelektual (X3.2)
No Pernyataan SS S TS STS
1 Dosen pembimbing mampu memberi penjelasan tentang
metode penelitian skripsi.
2 Dosen pembimbing mampu untuk menerima penjelasan
mahasiswa seputar skripsinya.
3 Dosen pembimbing mampu menanggapi konsep penelitian
mahasiswa.
4 Dosen pembimbing mampu mengenali masalah dalam skripsi
mahasiswa.
5 Dosen pembimbing mampu berfikir logis dan mampu
mempraktekan teori.
6 Dosen pembimbing mampu beradaptasi dengan metode
penelitian mahasiswa.
7 Dosen pembimbing mampu membagi pengalaman kepada
mahasiswa bimbingannya dengan baik.
44
1.3 Kecerdasan Spiritual (X3.3)
No Pernyataan SS S TS STS
1 Dosen pembimbing mampu menyesuaikan diri dengan
permasalahan yang terjadi.
2 Dosen pembimbing memiliki tingkat kesadaran yang tinggi.
3 Dosen mampu memotivasi mahasiswa bimbinganya untuk
menghadapi dan mengambil hikmah dari sebuah kejadian.
4 Dosen pembimbing mampu mengendalikan diri untuk
berbuat yang tidak perlu.
5 Dosen pembimbing mampu memandang mahasiswa secara
objektif.
6 Dosen pembimbing membantu mencari penyebab masalah
yang dialami mahasiswa bimbinganya dan menyelesaikan
masalah tersebut.
7 Dosen pembimbing mampu bekerja secara fleksibel.
1.4 Konflik(X4)
No Pernyataan SS S TS STS
1 Kepribadian mahasiswa berdampak pada proses bimbingan
skripsi
2 Perbedaan persepsi skripsi berujung pada sikap dosen
pembimbing menjadi kurang menyenangkan.
3 Perbedaan tujuan dan kepentingan dalam penulisan skripsi
berimbas pada proses komunikasi dalam penulisan skripsi.
4 perbedaan pemahaman antara dosen pembimbing satu dan
dua tentang isi skripsi membuat proses penulisan skripsi
menjadi terhambat
45
1.5 Komunikasi (Y)
No pernyataan SS S TS STS
1 Dosen pembimbing mampu menangkap apa yang diinginkan
dari penelitian mahasiswa bimbinganya.
2 Baik dosen pembimbing dan mahasiswa merasa senang saat
proses bimbingan skripsi.
3 Selama proses bimbingan skripsi dosen dan mahasiswa lebih
saling menghormati.
4 Hubungan antara mahasiswa dengan dosen pembimbing
semakin baik.
5 Mahasiswa dapat mengerjakan revisi dengan baik setelah
menerima penjelasan dari dosen pembimbing
.
46
A. IDENTITAS RESPONDEN
Nama Responden : ……………………..
Golongan : ……………………..
Umur : ……….. Tahun
Jenis kelamin : l. Laki-laki 2. wanita
Lama Mengajar : a). Kurang dari 5 tahun
b). 5-10 tahun
c). Lebih dari 10 tahun
(lingkari salah satu)
Konsentrasi : Pemasaran / SDM / Keuangan / Operasional
(lingkari salah satu)
B. PETUNJUK PENGISIAN
1. Pernyataan-pernyataan berikut ini mohon diisi dengan jujur dan sesuai dengan
keadaan dan kenyataan yang ada.
2. Berilah tanda () pada salah satu jawaban di setiap pertanyaan, sesuai apa
yang anda alami dan rasakan selama ini. Terdapat 4 (empat) pilihan jawaban,
yaitu:
a. SS : Sangat setuju, dengan skor 4
b. S : Setuju, dengan skor 3
c. TS : Tidak setuju, dengan skor 2
d. STS : Sangat tidak setuju, dengan skor 1
47
1) Stress (X1)
No Pernyataan SS S TS STS
1 Perasaan tertekan membuat proses bimbingan skripsi
terganggu.
2 Kegiatan dosen di luar mengajar cukup mengganggu proses
bimbingan.
3 Dalam pandangan dosen pembimbing, mahasiswa takut
kepada dosen pembimbing untuk melakukan proses
bimbingan skripsi.
4 Dalam pandangan dosen pembimbing, mahasiswa tidak siap
melakukan penelitian, sehingga skripsinya juga terkesan asal-
asalan.
5 Judul skripsi yang diajukan mahasiswa terlalu umum dan
kurang sesuai harapan dosen pembimbing.
2) Karakteristik Individu (X2)
No Pernyataan SS S TS STS
1 Mahasiswa senior mudah menerima penjelasan dosen
pembimbing saat proses bimbingan.
2 Jenis kelamin dosen berpengaruh terhadap sikap mahasiswa
dalam proses bimbingan skripsi.
3 Mahasiswa mampu memahami maksud dosen pembimbing
perihal skripsi.
4 Pengalaman mahasiswa berdampak pada proses komunikasi
terkait dengan penulisan skripsi.
5 Jumlah tanggungan mahasiswa bimbingan dosen
pembimbing, berdampak terhadap sikap mahasiswa terhadap
dosen pembimbing.
48
3) Kecedasan Individu (X3)
1.1 Kecerdasan Emosional (X3.1)
No Pernyataan SS S TS STS
1 Dalam pandangan dosen pembimbing mahasiswa peka
terhadap kemampuan diri.
2 Mahasiswa mampu mengendalikan dirinya di depan dosen
pembimbing.
3 Dalam pandangan dosen pembimbing, mahasiswa mampu
memotivasi diri untuk lebih baik.
4 Mahasiswa mampu untuk mengelola hubungan dengan baik
dengan dosen pembimbing.
1.2 Kecerdasan Intelektual (X3.2)
No Pernyataan SS S TS STS
1 Mahasiswa mampu memahami metode analisis yang
digunakan dalam skripsinya.
2 Mahasiswa mampu menangkap penjelasan dengan baik.
3 Mahasiswa cepat memahami langkah-langkah penulisan
skripsi.
4 Mahasiswa mampu berpikir secara induktif
5 Mahasiswa mampu berpikir secara deduktif.
6 Mahasiswa mampu berpikir imajinatif.
7 Mahasiswa mampu mengingat penjelasan dari dosen
pembimbing.
1.3 Kecerdasan Spiritual (X3.3)
No Pernyataan SS S TS STS
1 Mahasiswa mampu menyesuaikan diri dengan permasalahan
yang terjadibaik yang berkaitan dengan skripsi atau
permasalahan pribadinya.
2 Mahasiswa memiliki tingkat kesadaran yang tinggi.
49
3 Mahasiswa menghadapi dan mengambil hikmah dari sebuah
kejadian.
4 Mahasiswa mampu mengendalikan diri unruk berbuat yang
tidak perlu kepada dosen pembimbing.
5 Mahasiswa mampu memandang dosen pembimbing secara
objektif.
6 Mahasiswa mau bertanya kepada dosen pembimbing,
berkaitan dengan masalah penulisan skripsi
7 Mahasiswa mampu bekerja secara fieksibel.
4) Konflik (X4)
No Pernyataan SS S TS STS
1 Konflik pribadi mahasiswa dengan dosen pembimbing
berdampak pada memburuknya proses bimbingan skripsi
2 Perbedaan sudut pandang dosen pembimbing satu dan dua
perihal skripsi yang disusun berujung pada sikap mahasiswa
menjadi kurang menyenangkan.
3 Perbedaan tujuan dan kepentingan dosen pembimbing satu
dan dua dalam penulisan skripsi berimbas pada proses
komunikasi bimbingan penulisan skripsi.
4 perbedaan pemahaman dosen pembimbing tentang isi skripsi
membuat proses penulisan skripsi menjadi terhambat
50
5) Efektifitas Komunikasi (Y)
No pernyataan SS S TS STS
1 Mahasiswa mampu menangkap penjelasan yang berkaitan
dengan skripsinya.
2 Baik dosen pembimbing dan mahasiswa merasa nyaman saat
proses bimbingan skripsi.
3 Selama proses bimbingan skripsi dosen dan mahasiswa saling
menghormati.
4 Hubungan antara mahasiswa dengan dosen pembimbing
semakin baik dengan berlangsungnya proses bimbingan.
5 Mahasiswa dapat mengerjakan revisi dengan baik setelah
menerima penjelasan dari dosen pembimbing
51