STRATEGI PENGELOLAAN MANDIRI TAMAN … MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK...
Transcript of STRATEGI PENGELOLAAN MANDIRI TAMAN … MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK...
STRATEGI PENGELOLAAN MANDIRI TAMAN NASIONAL
BROMO TENGGER SEMERU
PRISCILLIA CHRISTIANI
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Strategi Pengelolaan
Mandiri Taman Nasional Bromo Tengger Semeru adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2016
Priscillia Christiani
NIM E34110098
ABSTRAK
PRISCILLIA CHRISTIANI. Strategi Pengelolaan Mandiri Taman Nasional
Bromo Tengger Semeru. Dibimbing oleh HADI SUKADI ALIKODRA dan
RINEKSO SOEKMADI.
Kawasan konservasi memiliki permasalahan yang sama, yaitu mengenai
pendanaan. Pendanaan berperan penting untuk menentukan keberhasilan
pengelolaan taman nasional. Saat ini, Taman Naional Bromo Tengger Semeru
(TNBTS) dibiayai sepenuhnya oleh pemerintah. Di masa depan, dikhawatirkan
kapasitas pendanaan pemerintah akan menurun. Oleh karena itu, penelitian ini
berusaha untuk merancang kemungkinan strategi kemandirian bagi TNBTS.
Penelitian ini menganalisis perbedaan antara kondisi TNBTS saat ini dengan
kondisi ideal yang ingin dicapai TNBTS dalam rangka menuju kemandirian.
Strategi kemandirian akan dijabarkan ke dalam tiga hal, yaitu strategi kelola
usaha, strategi kelola kelembagaan, dan strategi kelola sosial. Data dalam
penelitian ini didapatkan dengan menggunakan metode wawancara dan studi
literatur. Hasil penelitian menunjukkan TNBTS sudah mampu menjadi TN
Mandiri. Akan tetapi, untuk mencapai kemandirian diperlukan kematangan
rencana bisnis dan kapasitas pengelola yang mampu menjalankan bisnis dengan
tetap memperhatikan prinsip konservasi.
Kata kunci: dana konservasi, pembiayaan mandiri, taman nasional Bromo
Tengger Semeru
ABSTRACT
PRISCILIA CHRISTIANI. Self-Financing Strategies for Bromo Tengger Semeru
National Park. Supervised by HADI SUKADI ALIKODRA and RINEKSO
SOEKMADI.
Funding is one of a key factor that can determine the success of national
park management. Currently, Bromo Tengger Semeru National Park (BTSNP) is
fully funded by the government. In the future, national parks in Indonesia are
expected to build a self-financing system because there will be a decrease in the
capacity of government funding. This research investigated possible sustainable
strategies for self-financing by BTSNP; the research used gap analysis of the
difference between real and „ideal‟ scenarios for BTSNP‟s self-financing and
sustainability criteria. This strategy is divided into: business strategy, institutional
strategy, and social strategy. Research data was collected by interview and
literature review. The results of this research have shown that BTSNP could attain
complete financial self-sufficiency. However, to achieve self-financing BTSNP
need to prepare the institution than can run the business well and need to build the
capacity of the managers.
Keywords: Bromo Tengger Semeru national park, conservation fund, self-
financing
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
STRATEGI PENGELOLAAN MANDIRI TAMAN NASIONAL
BROMO TENGGER SEMERU
PRISCILLIA CHRISTIANI
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYAHUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Tritunggal atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. sehingga penyusunan
skripsi berjudul “Strategi Pengelolaan Mandiri Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru” dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi
ini, terutama kepada Prof Dr Ir Hadi S Alikodra, Ms dan Dr Ir Rinekso Soekmadi,
MScF selaku Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran dan
nasihat yang bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan penulisan tugas akhir ini;
Bapak dan Ibu dosen di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata,
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor untuk ilmu yang diberikan; seluruh
pihak Taman Nasional Bromo Tengger Semeru yang telah bersedia bekerja sama
dalam pengambilan data; Bapak dan Ibu Staf Tata Usaha di Departemen Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor
untuk waktu dan bantuan yang diberikan; Papi, Mami, Papa, Ci Jessica, Nazir Foead,
dan Delima Saragih yang telah memberikan semangat, dukungan, dan doa; Adithya
Ananta Halim dan keluarga, yang selalu memperhatikan, membantu, dan mendoakan;
sahabat-sahabat terbaik Ken Dara Cita, Galuh Masyithoh, Ilham Ananda, Rizka
Hari Yulianti Pratami, dan Panji Prakoso atas semangat, dukungan, hiburan,
keceriaan yang diberikan; seluruh teman-teman, khususnya KSHE 48 atas bantuan,
dukungan, doa dan keceriaan yang senantiasa berlimpah; seluruh pemuda Gereja
Reformed Injili Indonesia BSD-Bintaro, Hamburg (Trio Flüchtlinge), Bogor (Abe),
dan Kelapa Gading (Ci Erni) atas penghiburan dan penguatan yang selalu diberikan;
Gannady Girsang, Made Ari, dan seluruh teman-teman di Goettingen yang selalu
memotivasi untuk segera menyelesaikan skirpsi ini; dan pihak terkait yang tidak bisa
disebutkan satu per satu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2016
Priscillia Christiani
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR vii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 3
METODE 3
Lokasi dan Waktu Penelitian 3
Alat dan Obyek Penelitian 3
Jenis Data 4
Teknk Pengumpulan Data 4
Analisis Data 6
HASIL DAN PEMBAHASAN 7
Kondisi Umum TNBTS 7
Sumberdaya Manusia Eksisting TNBTS 8
Fasilitas TNBTS 10
Elemen Pendanaan TNBTS 11
Perbandingan Pendanaan TNBTS dengan Negara Lain 14
Kondisi Eksisting Pendanaan dan Bisnis Kawasan TNBTS 15
Strategi Kemandirian TNBTS 18
Strategi Pencapaian Kemandirian TNBTS 22
SIMPULAN DAN SARAN 27
Simpulan 27
Saran 27
DAFTAR PUSTAKA 28
DAFTAR TABEL
1 Jenis, metode pengumpulan, dan sumber data 5 2 PNBP TNBTS 11 3 Jumlah Pengunjung TNBTS 12 4 Anggaran dan belanja TNBTS 13
5 Dana Konservasi Negara Lain 14 6 Rencana dan alokasi pendanaan serta penerimaan TNBTS 15 7 Presentase alokasi anggaran belanja TNBTS 16 8 Tarif masuk kawasan Bromo dan sekitarnya 17
9 Tarif masuk kawasan Semeru dan sekitarnya 17 10 Proyeksi PNBP skenario pesimis 19 11 Proyeksi PNBP skenario optimis 21 12 Total pemasukan PNBP TNBTS skenario optimis 21
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pikir penelitian 2
2 Denah objek wisata TNBTS 8
3 Struktur organisasi TNBTS 9
4 Laju perkembangan PNBP TNBTS 11
5 Laju perkembangan pengunjung TNBTS 12
6 PNBP TNBTS 2009-2015 20
7 Perbandingan proyeksi skenario pesimis, moderat, dan optimis 22
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kawasan konservasi berperan penting dalam pola keseluruhan penggunaan
lahan dan pembangunan ekonomi (McNeely 1995). Fungsi pokok kawasan
konservasi adalah sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, pemanfaatan
secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Potensi taman nasional
(TN) dari sisi bio-ekologis sudah banyak diteliti, sementara dari sisi ekonomi
belum banyak diungkap. Keseluruhan potensi kawasan konservasi sampai saat ini
belum dikembangkan dan dimanfaatkan secara optimal (Kemenhut 2011a).
Penunjukan dan penetapan kawasan konservasi di Indonesia saat ini telah
mencapai 521 unit dengan luas ± 27 206 juta hektar. Permasalahan pengelolaan
TN di Indonesia secara umum berkaitan erat dengan berbagai aspek seperti
masalah kelembagaan, masalah kawasan, konflik kawasan, serta rendahnya
komitmen para pihak dalam mendukung keberhasilan kegiatan konservasi
(Kemenhut 2011a). Hasil survey cepat mengenai efektivitas pengelolaan TN di
Indonesia, pada tahun 2010 sampai 2011 dengan metode Rapid Assesment on
Protected Area Management-Management Effectiveness Tracking Tool
(RAPPAM-METT) menunjukkan sebagian besar pengelolaan TN belum berjalan
efektif. Pengelolaan yang efektif hanya dicapai oleh lima Balai TN (BTN) dari 50
TN yang ada yaitu BTN Komodo, BTN Bali Barat, Balai Besar TN (BBTN)
Bromo Tengger Semeru, BBTN Gunung Gede Pangrango dan BTN Way Kambas,
sisanya sedang dan buruk. Faktor utama belum efektifnya pengelolaan TN terkait
erat dengan keterbatasan sumber daya manusia (SDM) dan anggaran pemerintah.
Pemerintah telah melakukan berbagai kebijakan dalam upaya
mengoptimalkan pengelolaan kawasan konservasi, termasuk dalam mengatasi
permasalahan pembiayaan keuangannya. Upaya tersebut diantaranya dengan
Penunjukan 20 Taman Nasional Model dengan target menjadi Taman Nasional
Mandiri melalui Surat Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan
Konservasi Alam (PHKA) Nomor : SK.69/IV-Set/HO/2006 tanggl 3 Mei 2006
sebagai tindak lanjut dari Rencana Strategis Departemen Kehutanan 2005-2009.
TN di Indonesia menyimpan nilai ekonomi yang tidak kurang dari 596
trilyun rupiah. Namun, pada tahun 2010 jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNBP) yang diperoleh seluruh TN di Indonesia hanya 16 milyar rupiah, hanya
setara dengan PNBP yang dihasilkan kebun raya di Indonesia yang luasnya
kurang dari 1 juta ha (Kemenhut 2011a). Bahkan, walaupun suatu kawasan
konservasi mampu memberikan kontribusi yang nyata bagi keuangan negara,
tetapi hanya sebagian kecil saja dari dana tersebut yang dikembalikan untuk
keperluan pengelolaan kawasan konservasi (McNeely 1995). Kecukupan
pendanaan, kestabilan pendanaan dan pengelolaan keuangan memiliki korelasi
cukup tinggi terhadap efektivitas pengelolaan (Leverington et al. 2010).
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) ditunjuk sebagai Taman
Nasional Model dengan tujuan untuk optimalisasi pengelolaan sesuai dengan
kekhasan, dalam rangka mewujudkan Taman Nasional Mandiri. Pada tahun 2014,
pagu anggaran pemerintah untuk TNBTS adalah sebesar Rp 16 177 872 000.00
2
dan realisasi anggaran kegiatan TNBTS adalah sebesar Rp 14 682 837 558.00.
Sementara penghasilan PNBP TNBTS pada tahun 2014 adalah Rp 15 171 196
500.00 (BBTNBTS 2014). Hal ini menunjukkan bahwa penerimaan yang
diperoleh TNBTS sudah mencukupi biaya pengelolaannya.
TNBTS saat ini masih bergantung kepada pembiayaan yang berasal dari
APBN pemerintah pusat. Kedepannya dikhawatirkan pemerintah akan lebih
memprioritaskan pendanaan untuk isu-isu mengenai kependudukan, masalah
sosial, dan infrasturktur, sehingga kemampuan pendanaan pemerintah di bidang
konservasi akan menurun. Oleh karena itu, diperlukan suatu strategi kemandirian
khususnya dalam hal pendanaan agar TNBTS dapat membiayai kebutuhannya
sendiri dan tidak bergantung sepenuhnya kepada pemerintah. Diharapkan, dengan
kemandirian pendanaan, maka TNBTS dapat memberikan kontribusi kepada
pemerintah sehingga kawasan konservasi di Indonesia dipandang penting dan
mendapat dukungan dari masyarakat.
Perumusan Masalah
Sumber pendanaan taman nasional saat ini berasal dari APBN, PNBP, dan
sumber lainnya. Ketika kemampuan sumber pendanaan tersebut menurun,
diperlukan suatu pendapatan tambahan bagi pengelolaan taman nasional (Gambar
1). Pendanaan tambahan tersebut dapat dimanfaatkan dengan mengoptimalkan
sumber daya alam yang dimiliki TNBTS. Sumber daya alam (SDA) ini
diharapkan mampu memberikan kontribusi berkelanjutan bagi penyelengaraan
kegiatan pengelolaan TNBTS sehingga dapat mencapai kondisi ideal taman
nasional mandiri. Dalam mengoptimalkan SDA kawasan TNBTS diperlukan
beberapa strategi, yakni strategi kelola usaha, strategi kelola kelembagaan, dan
strategi kelola sosial. Ketiga strategi ini akan disusun dengan mempertimbangkan
kebijakan dan aturan yang berlaku saat ini.
Gambar 1 Kerangka pikir penelitian
3
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah menyusun strategi self-financing (kemandirian)
pengelolaan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Untuk merumuskan
strategi ini, terdapat tiga focus utama, yakni strategi kelola usaha, strategi kelola
kelembagaan, dan strategi kelola sosial.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari dilaksanakannya penelitian ini bagi pihak internal adalah
memberikan masukan untuk pengembangan pengelolaan TNBTS sehingga
tercapai kemandirian pengelolaan kawasan TNBTS. Sedangkan bagi pihak
ekternal, penelitian ini dapat memberikan data yang dibutuhkan. Hasil penelitian
diharapkan dapat menjadi bukti bahwa kawasan konservasi merupakan aset
penting dan dapat memberikan keuntungan bagi masyarakat. Taman nasional
diharapkan tidak lagi dipandang sebelah mata oleh masyarakat, namun mampu
meberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan negara. Strategi
kemandirian yang disusun diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan
pengelola untuk mendorong kesiapan kemandirian taman nasional di Indonesia.
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Tempat yang menjadi lokasi penelitian adalah Balai Besar Taman Nasional
Bromo Tengger Semeru. Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
dipilih karena merupakan TN Efektif sesuai dengan Road Map Pembangunan
Kehutanan Berbasis Taman Nasional yang menjadi target untuk dijadikan TN
Mandiri pada Milestone I (Kemenhut 2011a). Selain itu, Taman Nasional Bromo
Tengger Semeru juga merupakan salah satu taman nasional di Indonesia yang
memberikan PNBP dalam jumlah yang besar. Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan Mei sampai Juni 2015.
Alat dan Obyek Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, kuesioner, dan
kamera. Selain itu, penelitian dilakukan dengan mengacu kepada beberapa
dokumen, yaitu Sustainable Financing for Protected Areas oleh IUCN (Emerton
et al. 2006), dan dokumen Road Map Pembangunan Kehutanan Berbasis Taman
Nasional oleh Kementerian Kehutanan Republik Indonesia (Kementerian
Kehutanan 2011). Obyek penelitian adalah pihak yang terlibat dalam proses
penyelenggaraan anggaran serta pengelolaan TNBTS.
4
Jenis Data
Data yang dikumpulkan adalah data mengenai pendapatan TNBTS, jenis
kegiatan dan biaya pengelolaan TNBTS, dan kapasitas pengelola kawasan
mendukung keberlanjutan pendanaan. Data ini digunakan untuk menggambarkan
kondisi eksisting atau tingkat kemandirian pengelolaan kawasan TNBTS saat ini
serta mengumpulkan peluang-peluang pelaksanaan strategi pencapaian kondisi
ideal pengelolaan dengan pertimbangan peraturan dan kebijakan yang terkait.
Data ini juga menjadi informasi pendukung pemilihan strategi.
Teknik Pengumpulan Data
Metode penelitian secara umum terbagi menjadi dua, yakni studi literatur
dan wawancara.
Studi literatur
Studi literatur dilakukan terhadap penelitian terdahulu, dokumen
pengelolaan, peraturan perundang-undangan serta kebijakan terkait dan pustaka
lain yang terkait dengan bahasan. Studi literatur tidak hanya dilakukan di Balai
Besar TNBTS tetapi juga terhadap publikasi ilmiah terkait yang dapat ditemukan.
Dokumen pendanaan TNBTS, PNBP saat ini, pengeluaran TN, skema
pendistribusian pendanaan dibutuhkan untuk mengetahui persentase PNBP
terhadap pengeluaran TN serta jumlah, jenis dan alokasi anggaran TNBTS.
Penelusuran dokumen ini dilakukan untuk mengetahui kondisi eksisting saat ini
dan kondisi ideal TNBTS Mandiri
Untuk mengkaji strategi pembiayaan TNBTS, jenis data yang diperlukan
adalah pendapatan TNBTS dan jenis kegiatan serta biaya pengelolaan TNBTS.
Parameter yang diukur adalah pagu anggaran dari pemerintah, PNBP TNBTS, dan
alokasi penggunaan anggaran dari pemerintah berdasarkan kegiatan belanja
pegawai, belanja modal, dan belanja barang.
Jenis data yang diperlukan untuk mengembangkan strategi Balai Besar
TNBTS mandiri adalah dokumen rencana bisnis TNBTS, struktur organisasi
TNBTS saat ini, dan kondisi sosial pihak pengelola TNBTS. Variabel yang diukur
adalah kondisi TNBTS saat ini menuju kemandirian.
Wawancara
Wawancara dilakukan kepada pihak pengelola Balai Besar TNBTS.
Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data strategi pendanaan kawasan dan
skema alokasi anggaran guna membantu mengerti dokumen tertulis (Tabel 1).
Berikut disajikan sebagai ringkasan atas jenis data dan metode pengumpulan data
di atas.
Tabel 1 Jenis, metode pengumpulan, dan sumber data
Tujuan Jenis data Variabel/Parameter Metode Sumber data
1. Mengkaji strategi
pembiayaan TNBTS
2. Mengembangkan
strategi Balai Besar
TNBTS yang mandiri
1. Pendapatan TNBTS
2. Jenis-jenis kegiatan
dan biaya pengelolaan
1.1 Bisnis
1.2 Kelembagaan
1.3 Sosial
1.1 Pagu anggaran dari
pemerintah
1.2 PNBP TNBTS saat ini
2.1 Alokasi penggunaan
anggaran dari pemerintah
berdasarkan kegiatan
belanja pegawai, belanja
barang, dan belanja
modal
Kondisi pengelolaan TNBTS
menuju kemandiran
Review dokumen
keuangan
Wawancara Kepala
Subbagian Umum
Balai Besar TNBTS
dan review dokumen
keuangan
Wawancara pengelola
Balai Besar TNBTS
dan review dokumen
Laporan
Akuntabilitas
Kinerja Instansi
Pemerintah
(LAKIP) TNBTS
Rencana Strategis
Balai Besar TNBTS,
Laporan
Akuntabilitas
Kinerja Instansi
Pemerintah
(LAKIP) TNBTS,
Statistik Balai Besar
TNBTS
Dokumen Rencana
Strategis Bisnis
Balai Besar TNBTS,
Dokumen struktur
organisasi Balai
Besar TNBTS
5
Analisis dan Sintesis Data
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data yang diperoleh
diolah dengan metode tabulasi silang dan deskriptif. Metode tabulasi silang
digunakan untuk menghitung laju pertumbuhan pengunjung, laju peningkatan dan
penurunan PNBP, serta jumlah anggaran dan biaya pengelolaan TNBTS. Hasil
sintesis ini digunakan untuk menggambarkan kondisi TNBTS saat ini.
Kemandirian TNBTS akan dirancang dari tiga analisis, yaitu analisis kelola
usaha, analisis kelola kelembagaan, dan analisis kelola social. Pada dasarnya,
penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kondisi TNBTS saat ini dengan
kondisi kemandirian idela yang ingin dicapai. Gap yang terdapat antara kondisi
saat ini dengan kondisi ideal akan diatasi dengan beberapa pilihan strategi
mencakup strategi kelola usaha, strategi kelola kelembagaan, dan strategi kelola
sosial. Berikut penjabaran strategi tersebut:
1. Strategi kelola usaha
Data yang dianalisis adalah data pendapatan dan pengeluaran TNBTS.
Sintesis yang dilakukan untuk menghasilkan strategi ini adalah menghubungkan
kondisi pendanaan TNBTS saat ini dengan data pendanaan ideal TNBTS Mandiri.
Diharapkan dengan hal ini kendala yang berhubungan dengan pendanaan demi
kemandirian finansial taman nasional dapat diketahui. Strategi kelola usaha akan
menghasilkan sumber-sumber pendapatan tambahan bagi TNBTS melalui
penggunaan sumber daya alam kawasan. Strategi kelola usaha akan dijabarkan
menjadi 3 skenario, yaitu skenario pesimis, moderat dan optimis.
Skenario pesimis adalah skenario yang menggambarkan penurunan
penerimaan TNBTS, sehingga kemandirian tidak dapat dicapai TNBTS. Hal yang
menyebabkan TNBTS masuk ke dalam skenario pesimis adalah akibat penurunan
pengunjung yang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Skenario moderat
menggambarkan TNBTS tetap menjalankan bisnis seperti saat ini, tidak ada
penambahan pendapatan yang berarti. Skenario optimis menggambarkan TNBTS
menggunakan sumber daya alam kawasan yang dimiliki sehingga mampu
memperoleh pendapatan tambahan. TNBTS akan masuk ke dalam skenario
optimis apabila menjalankan unit bisnis yang mampu mendongkrak
pendapatannya, seperti membuka bisnis wisata baru.
2. Strategi kelola kelembagaan
Strategi ini berusaha untuk merancang bentuk kelembagaan yang sesuai
untuk mengelola TNBTS mandiri. Data yang dianalisis adalah kondisi pengelola
saat ini dan dihubungkan dengan tipe institusi pengelola taman nasional menurut
Barborak (1995). Pemilihan bentuk institusi yang paling ideal dilakukan dengan
mempertimbangkan kondisi TNBTS saat ini serta kendala yang dihadapi.
3. Strategi kelola sosial
Strategi ini didapatkan dengan menghubungkan kondisi pengelola saat ini
dengan kriteria ideal pengelola dan masyarakat sekitar TNBTS untuk mengelola
TNBTS yang mandiri. Strategi kelola sosial akan menentukan langkah agar
pengelola serta masyarakat sekitar kawasan mampu menerima dan beradaptasi
dengan strategi kelola usaha dan kelembagaan yang telah dibuat.
Ketiga strategi di atas akan menjadi bagian dari strategi pencapaian TNBTS
mandiri. Strategi pencapaian akan dibuat senyata mungkin sehingga realistis
untuk diimplementasikan oleh pihak TNBTS.
6
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
TN Mandiri adalah TN efektif yang mampu memenuhi 80% dari biaya
pengelolaannya melalui PNBP sendiri (Kemenhut 2011). Secara internasional,
kemandirian diartikan sebagai kemampuan suatu lembaga konservasi untuk
mencukupi keseluruhan biaya pengeluarannya sendiri (Emerton et al. 2006).
Kemampuan ini dilihat dari pendanaan saat ini, SDM, dan institusi yang
menopang manajemen dari TN itu sendiri. Kemandirian ini dapat digambarkan
dalam derajat yang berbeda-beda. Kelestarian merupakan suatu kondisi yang
dituju seiiring dan setelah kemandirian tersebut tercapai. Kelestarian ini memiliki
arti bahwa kemandirian tersebut bertahan dan bahwa tujuan dari pengelolaan
terjamin (Muthiah 2015). Strategi pencapaian kemandirian dan kelestarian
TNBTS dibagi ke dalam tiga strategi besar yakni strategi kelola usaha, strategi
kelola kelembagaan, dan strategi kelola sosial.
Kondisi Umum TNBTS
Secara geografis kawasan TNBTS terletak antara 70
51" 39' - 80 19" 35'
Lintang Selatan dan 1120 47" 44' - 113
0 7" 45' Bujur Timur. Berdasarkan wilayah
administrasi pemerintahan, TNBTS termasuk dalam 4 wilayah kabupaten yakni
Kabupaten Malang, Pasuruan, Probolinggo, dan Lumajang - Propinsi Jawa Timur.
Batas kawasan taman nasional, sebelah barat: Kabupaten Malang meliputi lima
wilayah Kecamatan antara lain Tirtoyudo, Wajak, Poncokusumo, Tumpang dan
Jabung, sebelah timur: Kabupaten Probolinggo meliputi Kecamatan Sumber dan
Kabupaten Lumajang wilayah Kecamatan Gucialit dan Senduro, sebelah utara:
Kabupaten Pasuruan wilayah Kecamatan Tutur, Tosari, Puspo dan Lumbang.
Kabupaten Probolinggo wilayah Kecamatan Lumbang dan Sukapura, sebelah
selatan: Kabupaten Malang antara lain wilayah Kecamatan Ampelgading dan
Tirtoyudo, serta Kabupaten Lumajang wilayah Kecamatan Pronojiwo dan
Candipuro. Luas kawasan TNBTS adalah 50 276,20 Ha, terdiri dari 50 265,95 Ha
daratan dan 10,25 Ha perairan yang berupa danau atau ranu (BBTNBTS 2014a).
TNBTS memiliki obyek wisata yang saat ini sudah dibuka dan dapat
dikunjungi oleh umum. Obyek wisata tersebut diantaranya Gunung Semeru
(dengan beberapa obyek di sepanjang rute menuju Gunung Semeru yang biasa
dilalui pendaki adalah Ranu Kumbolo, Kalimati, Arcopodo, Padang Rumput
Jambangan, Oro – Oro Ombo, Cemoro Kandang, dan Pangonan Cilik), komplek
Pegunungan Tengger (dengan beberapa objek yaitu Kaldera Tengger, Gunung
Bromo, Gua/Gunung Widodaren, Gunung Batok, Gunung Batok dan Gunung
Penanjakan), Danau Ranu Pani, Ranu Regulo, dan Ranu Darungan, Hutan
Penanjakan-Dingklik, Pura Agung Poten, Gua Widodaren, Sumur Pitu/Gua Lava,
Pura/Padanyangan Rondo Kuning, Prasasti Arcopodo, Prasasti Ranu Kumbolo,
Pure Ngadas, Vihara Ngadas (Gambar 2).
8
Gambar 2 Denah obyek wisata TNBTS
Sumberdaya Manusia Eksisting TNBTS
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru ditetapkan sebagai Unit Pelaksana
Teknis Direktorat Jenderal Perlindungan dan Konservasi Alam (PKA)
berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 1049/Kpts-II/1992 tanggal 12
November 1992. Kemudian berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor
185/Kpts-II/1997 tanggal 31 Maret 1997 Organisasi Taman Nasional mengalami
perubahan menjadi Balai Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Tahun 2006
berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.29/Menhut-II/2006
diterbitkan peraturan tentang Perubahan Pertama Atas Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor 6186/Kpts-II/2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai
Taman Nasional. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
P.03/Menhut-II/2007 tanggal 1 Februari 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional, Balai Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru ditingkatkan menjadi Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru (klasifikasi UPT TN Kelas I-eselon IIb) dan struktur organisasi Balai
Besar Taman Nasional Tipe B.
Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan
Konservasi Alam (PHKA) Nomor SK. 69/IV-Set/HO/2006 tanggal 3 Mei 2006
tentang Penunjukkan 20 Taman Nasional sebagai Taman Nasional Model, Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru termasuk dalam penunjukkan ini. Keputusan
ini disusul dengan SK.128/IV-Set/HO/2006 tanggal 25 Juli 2006 tentang
Perubahan Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi
9
Alam Nomor SK. 69/IV-Set/HO/ 2006 tanggal 3 Mei 2006 tentang
Penunjukkan 21 Taman Nasional sebagai Taman Nasional Model. Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru ditunjuk sebagai Taman Nasional Model
dengan tujuan penunjukan adalah untuk optimalisasi pengelolaan sesuai dengan
kekhasan, dalam rangka mewujudkan taman nasional mandiri.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.03/Menhut-II/2007,
struktur organisasi Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru terdiri
dari (Gambar 3):
Gambar 3 Struktur organisasi TNBTS
1. Jabatan Struktural, yang terdiri dari :
Kepala Balai Besar, mempunyai tugas melaksanakan kebijakan, koordinasi,
bimbingan teknis dan pelaksanaan administrasi dalam rangka penyelenggaraan
konservasi SDAH dan ekosistemnya dan pengelolaan kawasan TN berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jabatan di bawahnya adalah Kepala
Bagian Tata Usaha, Kepala Bidang Teknis Konservasi Taman Nasional serta
Kepala Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I dan II.
Kepala Bagian Tata Usaha, mempunyai tugas melaksanakan pengurusan
administrasi persuratan, ketatalaksanaan, kepegawaian, keuangan, perlengkapan,
kearsipan dan rumah tangga, penyusunan perencanaan dan kerja sama,
pengumpulan dan analisis data, pemantauan dan evaluasi, pelaporan serta
kehumasan. Jabatan di bawahnya adalah Kepala Subbagian Umum, Kepala
Subbagian Perencanaan dan Kerjasama, serta Kepala Subbagian Data, Evaluasi,
Pelaporan dan Humas.
Kepala Bidang Teknis Konservasi Taman Nasional, mempunyai tugas
penyiapan rencana kerja di bidang perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan
kawasan TN, pelayanan dan promosi di bidang konservasi sumber daya alam
hayati dan ekosistemnya. Jabatan di bawahnya adalah Kepala Seksi Pemanfaatan
dan Pelayanan, dan Kepala Seksi Perlindungan, Pengawetan dan Perpetaan.
BBTNBTS
Jabatan Fungsional
Bagian Tata Usaha
Subbagian Umum
Subbagian Perencanaan
dan Kerjasama
Subbagian Evaluasi dan
Pelaporan serta Humas
Bidang Teknis
Seksi Pemanfaatan
Seksi Perlindungan
Bidang Wilayah PTN
I
SPTN I
SPTN II
Bidang Wilayah PTN
II
SPTN III
SPTN IV
10
Kepala Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I dan II, mempunyai
tugas mengkoordinasikan pelaksanaan konservasi sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya, serta pengelolaan kawasan Taman Nasional di wilayah kerjanya.
Nama jabatan di bawahnya adalah Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional.
Kepala SPTN Wilayah I dan II berada di bawah Kepala BPTN Wilayah I dan
Kepala SPTN Wilayah III dan IV berada di bawah Kepala BPTN Wilayah II.
2. Jabatan Fungsional Umum (Non Struktural)
Jabatan fungsional umum (non struktural) ditempati pegawai di bawah
Kepala Seksi/Sub Bagian, memiliki tugas pokok dan fungsi masing-masing.
3. Jabatan Fungsional
Jabatan ini terdiri dari jabatan fungsional Pengendali Ekosistem Hutan
(PEH), Polisi Kehutanan (Polhut), dan Penyuluh Kehutanan dimana masing-
masing jabatan fungsional dikoordinasikan oleh seorang Ketua Kelompok/
Koordinator yang ditetapkan oleh Kepala BBTNBTS. Tenaga Fungsional,
mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masing-
masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam menunjang pelaksanaan tugas pokok dan fungsi BBTNBTS, struktur
organisasi ditambah dengan masing-masing 3 kepala resort untuk Kepala Seksi
Pengelolaan TN, dan masing-masing koordinator teknis serta koordinator
administrasi umum untuk Kepala Bidang Pengelolaan Taman Nasional.
Dalam tahun 2014 terdapat 12 calon pegawai negeri sipil (CPNS) yang
ditempatkan di Balai Besar TNBTS terdiri dari 4 fungsional umum, 8 fungsional
khusus (PEH = 4; Penyuluh= 2; Polhut=2) sehingga jumlah keseluruhan pegawai
baik pegawai negeri sipil dan CPNS sebanyak 116 orang (BBTNBTS 2014a).
Fasilitas TNBTS
Fasilitas yang dimiliki TNBTS adalah perlengkapan kantor, peralatan olah
data, peralatan perpetaan, sarana prasarana wisata alam, kendaraan operasional
roda dua dan empat, sarana prasarana komunikasi, perpustakaan, gedung dan
bangunan kantor, peralatan pengamanan hutan, perlengkapan SAR (Search and
Rescue), perlengkapan pengendalian kebakaran hutan, peralatan penelitian, serta
sarana prasarana penyebaran informasi dan promosi. Sarana perkantoran yang ada
di TNBTS sudah memenuhi standar di Rencana Pengelolaan Taman Nasional
(RPTN), bahkan lebih dari target yang telah ditetapkan. Namun sarana prasarana
yang dimiliki oleh TNBTS seperti kamera dan sepeda motor, beberapa kondisinya
rusak, dan yang menjadi permasalahan adalah barang-barang yang rusak belum
diperbaiki karena biaya untuk perbaikan hampir mendekati dengan barang baru.
Elemen Pendanaan TNBTS
Pendanaan TNBTS dibahas kedalam tiga elemen, yaitu penerimaan,
anggaran, dan alokasinya.
1. Penerimaan TNBTS
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) TNBTS dihasilkan dari pungutan
ijin masuk kawasan dari adanya kegiatan wisata alam. PNBP ini memiliki
kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan terjadinya
11
peningkatan trend kunjungan wisatawan (Tabel 2). Sejak tahun 2006 PNBP
seluruhnya langsung masuk ke pemerintah pusat.
Tabel 2 PNBP TNBTS
No Tahun Jumlah Setoran PNBP (Rp) Peningkatan (%)
1 2009 910 518 760
2 2010 1 061 918 760 16.63
3 2011 880 519 840 -17.08
4 2012 1 534 762 050 74.30
5 2013 5 863 733 900 282.06
6 2014 15 171 196 500 158.73
Total 25 422 649 810
Sumber: BBTNBTS (2014a) data diolah
Pada tahun 2011, terjadi penurunan PNBP sebanyak 17.08% dikarenakan
terjadi penurunan pengunjung sebanyak 37 733 orang (Tabel 3). Tahun 2013,
terjadi kenaikan PNPB tertinggi selama 6 tahun terakhir dikarenakan
meningkatnya jumlah pengunjung sebanyak 275 770 orang (Tabel 3).
PNBP tertinggi terjadi pada tahun 2014 yaitu sebesar Rp 15 171 196 500.00
dikarenakan diberlakukannya tarif baru masuk kawasan TNBTS sesuai dengan PP
No. 12 tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan
Pajak yang Berlaku Pada Kementrian Kehutanan. Fluktuasi PNBP dapat dilihat
pada Gambar 4.
Gambar 4 Laju perkembangan PNBP TNBTS
Secara umum, kenaikan pengunjung terbesar terjadi pada tahun 2012, yaitu
sebesar 119.87% (Tabel 3). Setelah tahun 2012, jumlah pengunjung juga terus
meningkat. Hal ini dikarenakan adanya kegiatan promosi yang dilakukan TNBTS.
Banyak kegiatan syuting dan pengambilan gambar yang dilakukan di daerah
0
2
4
6
8
10
12
14
16
2009 2010 2011 2012 2013 2014
PN
BP
(m
ilyar
rupia
h)
Tahun
Jumlah Setoran
PNBP (Rp)
12
Gunung Bromo dan Gunung Semeru. Sementara itu, penurunan pengunjung pada
tahun 2006 dan 2011disebabkan oleh adanya aktivitas vulkanik Gunung Semeru,
sehingga kawasan pendakian ditutup.
Tabel 3 Jumlah pengunjung TNBTS
Tahun
Pengun-
jung
Nusantar
a (orang)
Perkemba
-ngan
Jumlah
Pengun-
jung (%)
Pengun-
jung
Mancane-
gara
(orang)
Perkem-
bangan
Jumlah
Pengun-
jung (%)
Total
(orang)
Perkem-
bangan
Jumlah
Pengunjung
(%)
2005 81 475 9 447 90 922
2006 56 951 -30.10 9 960 5.43 66 911 -26.41
2007 49 980 -12.24 14 900 49.60 64 880 -3.04
2008 76 836 53.73 18 720 25.64 95 556 47.28
2009 128 854 67.70 22 686 21.19 151 540 58.59
2010 137 335 6.58 25 869 14.03 163 204 7.70
2011 103 091 -24.93 22 380 -13.49 125 471 -23.12
2012 249 577 142.09 26 297 17.50 275 874 119.87
2013 518 746 107.85 32 898 25.10 551 644 99.96
2014 546 433 5.34 23 712 -27.92 570 145 3.35
Sumber: BBTNBTS (2014a) data diolah
Pengunjung TNBTS umumnya didominasi oleh wisatawan nusantara
(Gambar 5). Fluktuasi pengunjung nusantara mengikuti fluktuasi secara umum.
Penurunan pengunjung diakibatkan aktivitas vulkanik Gunung Semeru dan
kenaikan pengunjung diakibatkan adanya kegiatan promosi. Hal yang menarik
adalah fluktuasi pengunjung mancanegara. Trend pengunjung mancanegara tidak
mengikuti trend pengunjung secara umum. Pada tahun 2014 terjadi penurunan
pengunjung mancanegara sebesar 27.92%. Hal ini masih tidak diketahui
penyebabnya. Diperkirakan krisis politik dan ekonomi internasional dapat
mempengaruhi minat wisatawan mancanegara untuk datang ke Indonesia.
Gambar 5 Laju perkembangan pengunjung TNBTS
0
100 000
200 000
300 000
400 000
500 000
600 000
Jum
lah p
engunju
ng (
ora
ng)
Tahun
Pengunjung
Nusantara
(orang)
Pengunjung
Mancanegara
(orang)
13
2. Anggaran dan belanja TNBTS
Pagu anggaran TNBTS cenderung fluktuatif sedangkan belanja dari TNBTS
cenderung untuk mengalami kenaikan setiap tahunnya. Belanja dari anggaran ini
dapat dibedakan menjadi tiga alokasi yakni belanja pegawai, belanja barang dan
belanja modal, kenaikan anggaran setiap tahunnya tidak semata-mata karena
peningkatan belanja pegawai (Tabel 4).
Tabel 4 Anggaran dan belanja TNBTS
Tahun Uraian Belanja Pagu Anggaran Realisasi Serapan
(%) (Rp) (Rp)
2009 Belanja Modal 1 729 678 000 1 671 816 000 96.65
Belanja Barang 2 320 294 000 2 220 698 115 95.71
Belanja Pegawai 4 011 612 000 4 094 064 455 102.06
Jumlah 8 061 584 000 7 986 578 570 99.07
2010 Belanja Modal 3 418 967 000 2 688 891 000 78.65
Belanja Barang 3 498 088 000 2 660 185 063 76.05
Belanja Pegawai 4 433 161 000 4 591 536 778 103.57
Jumlah 11 350 216 000 9 940 612 841 87.58
2011 Belanja Modal 2 620 858 000 2 410 563 678 91.98
Belanja Barang 4 180 292 000 3 284 626 000 78.57
Belanja Pegawai 5 038 846 000 4 988 649 546 99.00
Jumlah 11 839 996 000 10 683 839 224 90.24
2012 Belanja Modal 2 126 765 000 2 060 722 227 96.89
Belanja Barang 6 316 267 000 5 223 114 595 82.69
Belanja Pegawai 5 492 523 000 5 678 603 287 103.39
Jumlah 13 935 555 000 12 962 440 109 93.02
2013 Belanja Modal 6 380 372 000 6 012 897 500 94.24
Belanja Barang 7 197 622 000 6 484 966 284 90.10
Belanja Pegawai 6 061 870 000 5 600 218 730 92.38
Jumlah 19 639 864 000 18 098 082 514 92.15
2014 Belanja Modal 2 693 158 000 2 567 124 667 95.32
Belanja Barang 7 020 786 000 6 161 785 728 87.76
Belanja Pegawai 6 463 928 000 5 953 927 163 92.11
Jumlah 16 177 872 000 14 682 837 558 90.76
Sumber: BBTNBTS (2014a) data diolah
Tabel 2 dan Tabel 4 menunjukkan perbedaan antara penerimaan dan
pengeluaran dari TNBTS. Taman nasional mandiri dituntut untuk dapat
mencukupi minimal 80% biaya pengelolaannya sendiri (Kementerian Kehutanan
2011). Jika mengacu kriteria ini, maka pada tahun 2014 TNBTS dapat dikatakan
telah mampu menjadi TN Mandiri. Pada tahun 2014, PNBP TNBTS sebesar Rp
15 171 196 500. 00 dan realisasi belanja TNBTS sebesar Rp 14 682 837.00.
PNBP TNBTS telah mampu menutupi biaya belanja TNBTS, bahkan melebihi
biaya belanja TNBTS. Hal ini dikarenakan pada tahun 2014 telah diberlakukan PP
No. 12 tahun 2014 yang membuat PNBP TNBTS meningkat. Sebelum
14
diberlakukannya PP No. 12 tahun 2014, PNBP TNBTS tidak dapat mencukupi
biaya belanja TNBTS. PNBP hanya mampu mencukupi 8.24% sampai 32.40%
dari biaya belanja TNBTS.
Perbandingan Pendanaan TNBTS dengan Dana Konservasi di Negara Lain
Dana konservasi ideal untuk kawasan Asia Tenggara menurut Paine et al.
(1997) adalah USD 509/km2. Tahun 2014, TNBTS dikelola dengan pagu
anggaran sebesar Rp 7 020 786 000.00 atau ± USD 527 661 21 dengan realisasi
sebesar Rp 6 161 785 728.00 atau ± USD 463 101.33 [diakses pada
http://www.ozforex.com.au/forex-tools/historical-rate-tools/yearly-average-
rates]). Dengan luas TNBTS sebesar 50 276.20 ha atau 502.762 km2, maka rata-
rata pendanaan TNBTS pada tahun 2014 adalah USD 1 049/ km2, lebih tinggi
daripada rata-rata pendanaan untuk kawasan Asia Tenggara pada tahun 1997.
Dana ini juga lebih tinggi dari rata-rata dana pengelolaan taman nasional di
Indonesia menurut Soekmadi (2002) sebesar USD 33.95/ km2 ataupun menurut
Panda (2012) yang mengatakan anggaran pengelolaan kawasan konservasi oleh
pemerintah Indonesia rata-rata sebesar USD 400/ km2. Tabel 5 menunjukkan dana
konservasi yang dimiliki oleh negara lain. Dana yang dimiliki TNBTS sudah lebih
tinggi jika dibandingkan dengan Filipina, Peru, dan Karibia.
Tabel 5 Dana konservasi negara lain
Negara Dana Konservasi (USD/ km2)
Peru 109
Filipina 643
Karibia 1 012
Thailand 2 065
Amerika Serikat 7 612
Eropa 2 211 Sumber: Paine et al. (1997)
Hasil evaluasi kinerja tahunan menunjukkan bahwa TNBTS telah mampu
melaksanakan hampir seluruh kegiatan yang tercantum dalam rencana strategis
maupun rencana kerja tahunan. Sejauh ini pagu anggaran dari pemerintah
cenderung cukup untuk memenuhi seluruh biaya pengelolaan TNBTS (Tabel 6).
PNBP TNBTS juga cenderung meningkat setiap tahunnya.
Pendanaan kawasan konservasi yang berkelanjutan dapat didefinisikan
sebagai kemampuan untuk menjamin kecukupan, kestabilan, dan pembiayaan
jangka panjang, serta mengalokasikannya pada waktu dan bentuk yang tepat,
untuk mencukupi seluruh kebutuhan kawasan konservasi dan untuk memastikan
kawasan konservasi dikelola dengan efektif dan efisien dengan tetap
mengutamakan konservasi dan kepentingannya (Emerton et al. 2006).
Keberlanjutan pendanaan lebih memiliki peran penting daripada jumlah
pendanaan yang tinggi dalam suatu kawasan konservasi. Pendanaan yang besar
tidak menjamin akan membawa kawasan kepada upaya konservasi yang lebih
baik.
15
Tabel 6 Rencana dan alokasi pendanaan serta penerimaan TNBTS
Tahun Renstra (Rp) Pendanaan Pemerintah
PNBP (Rp) Pagu (Rp) Realisasi (Rp)
2009 7 534 723 771 8 061 584 000 7 986 578 570 910 518 760
2010 8 664 932 337 11 350 216 000 9 940 612 841 1 061 918 760
2011 9 964 672 187 11 839 996 000 10 683 839 224 880 519 840
2012 11 459 373 015 13 935 555 000 12 962 440 109 1 534 762 050
2013 13 178 278 968 19 639 864 000 18 098 082 514 5 863 733 900
2014 15 155 020 813 16 177 872 000 14 682 837 558 15 171 196 500
2015
25 383 092 000
Sumber: BBTNBTS (2014a) data diolah
Tabel 6 menunjukkan pemerintah sanggup membiayai seluruh kebutuhan
TNBTS. Yang menjadi sorotan adalah PNBP TNBTS tahun 2009-2013 tidak
mampu menutupi biaya pengelolaan TNBTS. Setelah ada perubahan tarif sesuai
dengan PP No. 12 Tahun 2014, maka PNBP tahun 2014 mampu menutupi biaya
pengelolaan TNBTS. Jika diasumsikan PNBP 2015 mencapai target yang
diberikan pemerintah pusat yaitu sebesar 16 milyar, maka PNBP tahun 2015 akan
kembali tidak mencukupi biaya pengelolaan TNBTS tahun 2015. Pagu anggaran
TNBTS tahun 2015 sebesar Rp 25 383 092 000.00 dan diasumsikan serapan
100% sehingga seluruh pagu terealisasikan untuk biaya pengelolaan. Proyeksi
PNBP 2015 hanya mampu memenuhi 63% biaya pengelolaan TNBTS. Angka
pendanaan ini belum memenuhi syarat untuk menjadi TN Mandiri. Sesuai dengan
organisasi pengelola dalam kemandiriannya, ada tiga kemungkinan yakni tetap
seperti saat ini yaitu secara keseluruhan dipenuhi oleh pemerintah pusat, parastatal
atau otonom dimana hanya belanja rutin yang dipenuhi oleh pemerintah dan
model swasta dimana keseluruhan pendanaan dipenuhi sendiri dari
pendapatannya.
Diasumsikan pada tahun 2015 anggaran belanja TNBTS di renstra sesuai
dengan pagu anggaran pemerintah 2015 yaitu sebesar 25 M dengan alokasi
belanja pegawai sebesar 10 M; belanja kegiatan sebesar 9 M; dan belanja modal
sebesar Rp 6 M serta PNBP 2015 adalah 16 milyar. TNBTS dapat mencapai
kemandirian secara parastatal, karena PNBP TNBTS dapat memenuhi belanja
kegiatan dan belanja modal. Namun, untuk mencapai kemandirian sepenuhnya
masih tidak dapat dipenuhi karena membutuhkan dana tambahan sebesar 9.5 M
(dibulatkan).
Kondisi Eksisting Pendanaan dan Bisnis Kawasan TNBTS
Pendanaan TNBTS saat ini masih bergantung sepenuhnya kepada
pemerintah. Setiap tahunnya, TNBTS membuat Rencana Kerja Tahunan (RKT)
yang termasuk perencanaan anggaran di dalamnya. Anggaran yang turun dari
pemerintah umumnya tidak jauh berbeda dengan yang telah ditetapkan dalam
RKT. Anggaran ini digunakan untuk belanja pegawai, belanja modal, dan belanja
barang.
16
Belanja pegawai adalah kompensasi dalam bentuk uang maupun barang
yang diberikan kepada pegawai negeri, pejabat negara, dan pensiunan serta
pegawai honorer yang akan diangkat sebagai pegawai lingkup pemerintahan baik
yang bertugas di dalam maupun di luar negeri sebagai imbalan atas pekerjaan
yang telah dilaksanakan dalam rangka mendukung tugas dan fungsi unit
organisasi pemerintah.
Belanja barang adalah pengeluaran untuk pembelian barang dan/atau jasa
yang habis pakai untuk memproduksi barang dan/atau jasa yang dipasarkan
maupun yang tidak dipasarkan serta pengadaan barang yang dimaksudkan untuk
diserahkan atau dijual kepada masyarakat di luar kriteria belanja bantuan sosial
serta belanja perjalanan.
Belanja modal adalah pengeluaran untuk pembayaran perolehan asset
dan/atau menambah nilai asset tetap/asset lainnya yang memberi manfaat lebih
dari satu periode akuntansi dan melebihi batas minimal kapitalisasi asset
tetap/asset lainnya yang ditetapkan pemerintah. Presentase alokasi anggaran yang
digunakan dapat dilihat dalam Tabel 7.
Tabel 7 Presentase alokasi anggaran belanja TNBTS
Tahun
Realisasi Anggaran Total
(%) Belanja Pegawai
(%)
Belanja Barang
(%)
Belanja Modal
(%)
2009 51,26% 27,81% 20,93% 100%
2010 46,19% 26,76% 27,05% 100%
2011 46,69% 30,74% 22,56% 100%
2012 43,81% 40,29% 15,90% 100%
2013 30,94% 35,83% 33,22% 100%
2014 40,55% 41,97% 17,48% 100%
Rata-
Rata 43,24% 33,90% 22,86% 100%
Sumber: BBTNBTS (2014a) data diolah
Anggaran dari pemerintah sebanyak 43.24% digunakan untuk belanja
pegawai, 33.9% digunakan untuk belanja barang, dan 22.86% digunakan untuk
belanja modal (Tabel 7). Hal ini menunjukkan bahwa pengeluaran TNBTS yang
paling besar ditujukan untuk belanja pegawai.
Anggaran yang sudah ditetapkan oleh pemerintah tidak langsung cair
seluruhnya di awal tahun untuk memulai kegiatan operasional TN. Anggaran
pemerintah umumnya cair secara bertahap. Anggaran yang sudah ditetapkan pun
dalam perjalanannya selama satu tahun dapat berubah, umumnya mengalami
pemotongan. Anggaran dari pemerintah dapat berupa Rupiah Murni (RM) dan
Penerimaan Non Pajak (PNP). PNP memiliki tingkat ketidakpastian yang cukup
tinggi. Akibatnya cukup dirasakan pihak TNBTS, yaitu beberapa kegiatan yang
dananya bersumber dari PNP tidak dapat dilaksanakan atau ditunda untuk tahun
berikutnya.
Selama satu tahun periode kerja, anggaran dari pemerintah harus
dikeluarkan untuk hal yang sudah ditetapkan di RKT. Namun, dalam
perjalanannya banyak hal tidak terduga yang dapat muncul dan memerlukan
17
biaya, seperti SAR, kebakaran hutan, dan penanganan kasus. Sistem yang kaku
dalam pendanaan ini mengganggu keefektifan pengelolaan kawasan.
Satu-satunya penerimaan TNBTS hanya berasal dari PNBP dengan
memanfaatkan jasa kegiatan wisata alam. TNBTS termasuk 5 TN yang
memberikan kontribusi PNBP terbesar. PNBP TNBTS diperoleh dengan
penjualan tiket masuk kawasan dengan tarif berdasarkan PP No. 12 Tahun 2014
(Tabel 8 dan 9). Namun, PNBP ini sejak tahun 2006 disetorkan langsung ke pusat
dan dikelola dengan sistem APBN. Sebagian dana dapat digunakan untuk
kegiatan yang berkaitan dengan PNBP dari instansi pemerintah melalui suatu
mekanisme pengajuan yang diatur dalam UU No. 20 tahun 1997 dan PP No. 73
tahun 1999.
Tabel 8 Tarif masuk kawasan Bromo dan sekitarnya
Bromo dan
sekitarnya
Sebelum
PP No. 12/2014 (Rp)
Setelah
PP No. 12/2014 (Rp)
Hari kerja Hari libur Hari kerja Hari libur
Wisatawan
nusantara
2 500 2 500 27 500 32 500
Wisatawan
mancanegara
22 500 22 500 217 500 317 500
Sumber: BBTNBTS (2014a) data diolah
Tabel 9 Tarif masuk kawasan Semeru dan sekitarnya
Semeru dan
sekitarnya
Sebelum
PP No. 12/2014 (Rp)
Setelah
PP No. 12/2014 (Rp)
Hari kerja Hari Libur Hari kerja Hari Libur
Wisatawan
nusantara
2 500 2 500 17 500 22 500
Wisatawan
mancanegara
22 500 22 500 207 500 307 500
Sumber: BBTNBTS (2014a) data diolah
TNBTS berupaya mengajukan perubahan untuk menjadi Badan Layanan
Umum (BLU). TNBTS sudah mengajukan Rencana Strategis Bisnis Badan
Layanan Umum (Renstra BLU). Namun, hingga saat ini masih belum mendapat
respon dari pemerintah pusat.
Pendanaan TNBTS hanya berasal dari pemerintah dan tidak ada sumber
lain. Berbagai peluang pendanaan dari luar negeri juga belum menarik perhatian
untuk dijadikan salah satu sumber pendanaan. Karena hubungan dengan
internasional akan membutuhkan kewenangan yang lebih tinggi, ada
kemungkinan rencana ini disusun pada level yang berbeda yang informasinya
tidak diketahui oleh peneliti.
Sebagai bagian dari institusi pemerintah, maka TNBTS memiliki
keterbatasan. Pemerintah memberikan pendanaan untuk TNBTS setiap tahun
dengan fleksibilitas yang sangat rendah. Walaupun saat pengajuan pendanaan
memperhatikan kondisi riil di lapangan, namun banyak hal selama pengelolaan
yang tidak terduga dan membutuhkan dana yang bisa jadi tidak dianggarkan pada
RKT. Dengan sistem yang rigid, maka akan membatasi ruang gerak pengelolaan.
18
Athanas et al. (2001) menyatakan bahwa sumber anggaran dari pemerintah
terkadang memiliki ketidaksesuaian pada tata waktu atau pada saat dibutuhkan.
Ketidakpastian ini akan mempengaruhi efektivitas pengelolaan kawasan
(Hardansyah 2013).
Strategi Kemandirian TNBTS
Strategi kelola usaha dilakukan dengan menganalisis kemungkinan
pencapaian kemandirian TNBTS. Strategi ini mencoba untuk menutupi jarak
antara pendanaan saat ini dengan pendanaan ideal. Usaha yang diproyeksikan
merupakan usaha yang sesuai dengan sumberdaya yang dimiliki TNBTS.
TNBTS telah menyusun strategi kelola usaha dalam bentuk Rencana Srategi
Bisnis Badan Layanan Umum TNBTS tahun 2010-2014. Namun, rencana ini
belum dijalankan karena masih belum mendapat persetujuan pemerintah pusat.
Hal yang perlu diperhatikan adalah saat ini pemasukan TNBTS hanya berasal dari
tiket masuk pengunjung, sementara bisnis wisata dan bisnis konservasi belum
dilaksanakan. Strategi kelola usaha ini dibedakan dalam tiga skenario, yaitu
skenario pesimis, moderat, dan optimis. Strategi kelola usaha ini dirancang
dengan tetap memperhatikan kelestarian kawasan. Strategi kelola usaha disusun
untuk mencapai visi pengelolaan TNBTS. Strategi ini diharapkan dapat membantu
TNBTS mencapai tujuan dan sasaran pengelolaan TNBTS.
Skenario optimis diterapkan apabila kondisi tertentu yang berkaitan dengan
pengelolaan TNBTS yang mempunyai kecenderungan mendukung tercapainya
hasil yang diharapkan. Maksud dari hasil yang diharapkan adalah TNBTS mampu
mendapatkan sumber pendapatan tambahan untuk kegiatan pengelolaannya.
Sedangkan skenario moderat diterapkan apabila kondisi tertentu yang berkaitan
dengan pengelolaan TNBTS diasumsikan berjalan normal. Pada skenario moderat,
TNBTS diasumsikan tetap menjalankan bisnis seperti saat ini dan tidak ada
penambahan aktivitas bisnis lain di kawasan TNBTS. Skenario pesimis diterapkan
apabila kondisi tertentu yang berkaitan dengan pengelolaan TNBTS yang
mempunyai kecenderungan untuk menghambat tercapainya hasil yang
diharapkan. Skenario pesimis menggambarkan kondisi dimana terjadi penurunan
penerimaan TNBTS sehingga kemandirian tidak tercapai.
Ketiga skenario tersebut merupakan asumsi yang dapat terjadi dalam
pengelolaan TNBTS beberapa tahun ke depan. Ketiga skenario ini memiliki
kriteria sendiri, seperti hal yang diperlukan untuk mecapai dan kemungkinan
penyebab terjadinya skenario tersebut. Keberhasilan suatu strategi yang telah
ditetapkan sangat ditentukan oleh seberapa besar tingkat kesesuaian strategi
tersebut dengan perubahan lingkungan, persaingan, serta situasi organisasi.
Strategi pengembangan selanjutnya dijadikan sebagai pedoman untuk penyusunan
program dan rencana operasional.
a. Skenario Pesimis
Skenario pesimis menggambarkan terjadinya penurunan PNBP (Tabel 10).
Skenario ini menggunakaan asumsi PNBP TNBTS mengalami penurunan setiap
tahunnya sebanyak 17.08%. Jumlah penurunan ini dipakai berdasarkan jumlah
penurunan pengunjung yang terjadi pada tahun 2011 akibat erupsi Gunung
Bromo.
19
Tabel 10 Proyeksi PNBP skenario pesimis
Tahun PNBP tahun
sebelumnya (Rp)
Pengurangan 17.08%
(Rp) PNBP (Rp)
2014
15 171 196 500
2015 15 171 196 500 2 591 240 362 12 579 956 138
2016 12 579 956 138 2 148 656 508 10 431 299 629
2017 10 431 299 629 1 781 665 977 8 649 633 653
2018 8 649 633 653 1 477 357 428 7 172 276 225
2019 7 172 276 225 1 225 024 779 5 947 251 446
Jika TNBTS masuk ke dalam skenario pesimis, maka PNBP akan semakin
menurun dan kemandirian tidak tercapai. Hal yang dapat menurunkan PNBP
adalah penurunan jumlah pengunjung, mengingat saat ini penerimaan TNBTS
hanya berasal dari pungutan tiket masuk pengunjung. Menurut Faizah (2007)
penurunan pengunjung dapat disebabkan oleh adanya bahaya di sekitar kawasan
TNBTS seperti berikut :
1. Bencana alam, seperti meningkatnya aktivitas Gunung Bromo atau Semeru,
gempa bumi, dan longsor;
2. Ketidakpastian harga, seperti sewa jeep dan kuda yang dipakai untuk memasuki
kawasan
3. Perilaku penyedia jasa, termasuk dalam penyewaan jeep dan kuda yang
menawarkan jasanya kepada pengunjung secara “paksa” sehingga mengurangi
kenyamanan pengunjung dan enggan untuk datang kembali;
4. Gangguan kebersihan, seperti banyak sampah dan kotoran kuda di kawasan
TNBTS, vandalisme, pengambilan tumbuh-tumbuhan seperti bunga anggrek
dan edelweis, membakar ranting atau serasah sehingga potensial menimbulkan
kebakaran;
5. Buruknya fasilitas umum di kawasan wisata, seperti WC yang kotor,
ketersediaan tempat sampah yang memadai.
Kelima faktor yang telah disebutkan merupakan beberapa hal yang dapat
menyebabkan TNBTS mengalami penurunan PNBP. Oleh karena itu, TNBTS
harus memperhatikan kondisi tempat wisata yang dimiliki agar pengunjung tetap
nyaman dan ingin berkunjung kembali ke TNBTS.
b. Skenario Moderat
Skenario moderat menggambarkan kegiatan bisnis TNBTS pada saat ini.
Penerimaan berasal dari tiket masuk pengunjung. Dalam 10 tahun terakhir, jumlah
pengunjung TNBTS cenderung meningkat. Hal ini cukup menjanjikan untuk
menjamin bahwa pendapatan TNBTS akan meningkat seiring bertambahnya
jumlah pengunjung. Namun hal yang perlu diingat adalah masalah daya dukung
kawasan untuk kegiatan wisata.
Menurut Cahyadi (2016), wisatawan nusantara masih nyaman berada di
kawasan Pananjakan I, namun wisatawan mancanegara menilai bahwa kawasan
tersebut sudah terlalu padat dan tidak nyaman lagi. Pernyataan ini sesuai dengan
kondisi di lapangan, di mana pengunjung berdesakan dan tidak nyaman saat
melihat sunrise di Penanjakan serta banyaknya jeep yang menyebabkan
kemacetan dan antrian panjang saat menuju Penanjakan.
20
Selain itu, Bromo sudah tidak nyaman karena banyak sampah yang
ditinggalkan pengunjung serta kotoran kuda yang memenuhi kawasan. Kotoran
kuda ini menimbulkan bau yang tidak sedap juga mengundang lalat yang
mengganggu rumah makan di kawasan sekitar Bromo.
Sewaktu-waktu ketika TNBTS sudah mencapai daya dukung maksimal
pengunjungnya, maka tidak akan terbentuk kurva kenaikan, melainkan akan
berada dalam keadaan stagnan. Fenomena ini sudah mulai terlihat pada tahun
2014 dan 2015. PNBP TNBTS pada 2 tahun terakhir berkisar di angka 15 milyar
rupiah (Gambar 6). Memang tidak dapat dipungkiri bahwa di akhir tahun 2015
Bromo berada dalam kondisi siaga, sehingga pendapatan TNBTS tidak mencapai
target sebesar 16 milyar. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa TNBTS
sudah mencapai pendapatan maksimalnya dari tiket masuk pengunjung. Jika
pendapatan TNBTS hanya berkisar di jumlah 15 milyar, maka kemandirian tidak
akan tercapai. Dan bukan tidak mungkin jika TNBTS tidak mengelola dengan
baik kondisi kawasannya, maka TNBTS akan tergelincir ke skenario pesimis.
Gambar 6 PNBP TNBTS 2009-2015
c. Skenario Optimis
Skenario optimis ini menggambarkan seluruh sumberdaya yang dimiliki
TNBTS digunakan secara maksimal untuk mencapai kemandirian. Pemanfaatan
sumberdaya yang dilakukan tentu tetap memperhatikan ketentuan-ketentuan yang
berlaku dan tidak mengabaikan keberlanjutan kelestarian kawasan. Mengingat
potensi sumberdaya alam kawasan yang dimiliki TNBTS, maka skenario ini
menggunakan asumsi bahwa penerimaan TNBTS tidak hanya berasal dari tiket
masuk saja, namun juga dari bisnis wisata dan bisnis konservasi (Tabel 11).
Tabel 11 menunjukkan proyeksi pendapatan TNBTS dari unit bisnis selama
5 tahun ke depan dengan kenaikan keuntungan 10% setiap tahunnya. Pemasukan
tambahan yang dapat diterima TNBTS berkisar antara 1-1.5 M rupiah. Jumlah ini
belum diakumulasikan dengan pendapatan dari tiket masuk pengunjung.
0
2
4
6
8
10
12
14
16
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
PN
BP
(m
ilyar
rupia
h)
Tahun
Jumlah Setoran
PNBP (Rp)
21
Tabel 11 Proyeksi PNBP skenario optimis
Unit Bisnis Pemasukan tahun ke (Rp) (dalam juta rupiah)
1 2 3 4 5
Paket agrowisata 30.00 33.00 36.30 39.93 43.92
Wisata pendakian 210.00 231.00 254.10 279.51 307.46
Jasa pemanduan 168.00 184.80 203.28 223.61 245.97
Outbond 171.00 188.10 206.91 227.60 250.36
Wisata religi 42.00 46.20 50.82 55.90 61.49
Wisata rehabilitasi 12.00 13.20 14.52 15.97 17.57
Animal watching 30.00 33.00 36.30 39.93 43.92
Minat khusus pendidikan
konservasi alam 102.00 112.20 123.42 135.76 149.34
Geovulkanologi 12.00 13.20 14.52 15.97 17.57
Guesthouse 64.80 71.28 78.41 86.25 94.87
Catering 36.00 39.60 43.56 47.92 52.71
Camping groung 42.00 46.20 50.82 55.90 61.49
Penjualan tanaman hias 10.80 11.88 13.07 14.37 15.81
Pemanfaatan tanaman
adas 3.00 3.30 3.63 3.99 4.39
Pemanfaatan rumut gajah 1.00 1.10 1.21 1.33 1.46
Hasil hutan non kayu 1.00 1.10 1.21 1.33 1.46
Pemanfaatan air 45.00 49.50 54.45 59.90 65.88
Total pemasukan 980.60 1 078.66 1 186.53 1 305.18 1 435.70
Tabel 12 menunjukkan perolehan PNBP TNBTS dengan akumulasi
pendapatan dari tiket masuk dengan asumsi kenaikan pengunjung sebesar 16.63%
setiap tahunnya dan pendapatan dari unit bisnis dengan asumsi kenaikan
keuntungan sebesar 10% setiap tahunnya.
Tabel 12 Total pemasukan PNBP TNBTS skenario optimis
Pemasukan Pemasukan tahun ke (Rp) (dalam juta rupiah)
1 2 3 4 5
Pungutan tiket
masuk 17 694.17 20 636.71 24 068.59 28 071.20 32 739.44
Unit bisnis 980.60 1 078.66 1 186.53 1 305.18 1 435.70
Total pemasukan 18 674.77 21 715.37 25 255.12 29 376.38 34 175.13
Pada 2015, biaya pengelolaan TNBTS yang dianggarkan oleh pemerintah
adalah 25 M rupiah. Dana ini diasumsikan adalah dana ideal yang dibutuhkan
untuk pengelolaan TNBTS. Apabila TNBTS menjalankan skenario optimis, maka
kemandirian sepenuhnya dapat dicapai dalam 3 tahun. Hal ini berarti TNBTS
tidak perlu menggunakan anggaran dari pemerintah untuk menjalankan kegiatan
pengelolaannya. Bisnis wisata dan bisnis konservasi mampu meberikan tambahan
22
penerimaan kepada TNBTS. Bisnis ini diharapkan dapat terus berjalan dan
memberikan profit bagi TNBTS. Dengan memiliki bisnis sendiri, maka TNBTS
mampu menjamin pembiayaan pengelolaan kawasan seluruhnya di masa depan.
Perbandingan proyeksi penerimaan TNBTS tertera pada Gambar 7. Pada
grafik, skenario pesimis menunjukkan penurunan pendapatan TNBTS, skenario
moderat menunjukkan pendapatan TNBTS dalam kondisi stagnan dengan asumsi
sudah maksimal di angka 15 milyar jika hanya mengandalkan pendapatan dari
tiket masuk pengunjung, dan skenario optimis menunjukkan kenaikan pendapatan
TNBTS karena mengoptimalkan kegiatan bisnis dengan sumberdaya alam
kawasan yang dimilikinya. Oleh karena itu, skenario optimis dipandang lebih
menjanjikan. Pendapatan dari unit bisnis yang diterima oleh TNBTS dapat
menjadi pendapatan tambahan yang jika dikelola dengan baik, akan menjadi
sumber dana yang lebih stabil dan berkelanjutan.
Gambar 7 Perbandingan proyeksi penerimaan TNBTS skenario pesismis,
moderat, dan optimis
Strategi Pencapaian Kemandirian TNBTS
1. Strategi Kelembagaan
Kemandirian tidak hanya masalah finansial saja, namun juga terkait
masalah kelembagaan yang mampu medukung kemandirian taman nasional.
Taman nasional memiliki ukuran, keragaman, tujuan, dan tipe pengelolaan yang
bervariasi. Berbagai faktor ini membuat taman nasional memiliki kerangka
institusi yang berbeda dalam pengelolaan taman nasional. Merancang insitutsi
pengelola taman nasional tidaklah mudah dan sederhana. Hal ini dikarenakan
banyaknya pihak baik publik maupun privat yang dilibatkan dalam pengelolaan
taman nasional.
Saat ini TNBTS sepenuhnya dimiliki dan dibiayai oleh pemerintah
Indonesia. Hal ini menyebabkan TNBTS sendiri tidak dapat mengatur masalah
kebijakan dan legalitas. Semua hal tersebut masih sangat tergantung dengan
pemerintah pusat, yaitu Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
0
5
10
15
20
25
30
35
40
1 2 3 4 5
PN
BP
(m
ilyar
rupia
h)
Tahun ke-
Skenario
Pesimis
Skenario
Moderat
Skenario
Oprimis
23
TNBTS cenderung terikat dengan kebijakan yang dibuat oleh KLHK. Namun nilai
positif yang dapat dinikmati ketika dimiliki sepenuhnya oleh negara adalah,
kepastian anggaran dari pemerintah. TNBTS tidak perlu kesulitan mencari
pendanaan karena setiap tahun pemerintah menjamin untuk memberikan biaya
pengelolaan.
Untuk mencapai kemandirian, TNBTS membutuhkan kelembagaan yang
lebih fleksibel dalam mengatur keuangannya. Oleh karena itu, salah satu hal yang
dapat dipertimbangkan adalah mengubah bentuk kelembagaan taman nasional.
Menurut Barborak (1995), ada beberapa pertanyaan yang mampu memudahkan
klasifikasi pengelolaan taman nasional, seperti:
a. Siapakah yang memiliki lahan kawasan?
b. Apakah kerangka legal lokal, regional, nasional, dan internasional untuk
manajemen kawasannya?
c. Siapa yang bertanggung jawab untuk keseluruhan manajemen kawasan?
d. Apakah tanggung jawab pihak lain ketika mengimplementasikan suatu program
atau aktivitas?
e. Siapa yang berpartisipasi dalam pengambilan keputusan?
f. Siapakah yang memiliki tanggung jawab untuk memastikan pihak pengelola
bekerja mengatur taman nasional sesuai dengan peraturan yang telah dibuat?
g. Siapa yang membayar biaya yang dibutuhkan?
Setelah dianalisis dengan pertanyaan di atas, maka taman nasional
setidaknya memenuhi kriteria dari beberapa tipe institusi pengelola taman
nasional berikut (Barborak 1995):
a. Dimiliki oleh dan dikelola sebagian atau seluruhnya oleh pemerintah.
b. Dimiliki dan dikelola oleh provinsi atau negara bagian.
c. Dimiliki dan atau dikelola oleh pemerintah lokal, seperti kabupaten atau kota.
d. Dimiliki dan atau dikelola oleh individu.
e. Dimiliki dan atau dikelola oleh swasta.
f. Dikelola oleh perguruan tinggi.
g. Dikelola oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM).
h. Dikelola oleh suku asli atau masyarakat setempat.
Dalam rangka mencapai kemandirian, TNBTS mengupayakan disahkannya
TNBTS sebagai Badan Layanan Umum (BLU). BLU merupakan perwujudan tipe
pengelolaan taman nasional yang dimiliki parsial oleh negara. Pemilik
kawasannya adalah negara, namun lembaga pengelolanya adalah BLU. Tidak ada
jaminan bahwa BLU akan membantu mencapai kemandirian atau memberikan
keleluasaan yang dibutuhkan oleh pengelola TNBTS, namun BLU merupakan
salah satu pilihan di antara berbagai aturan main ketat yang sangat membatasi
ruang gerak pengelola dalam mengatur pendanaannya (Muthiah 2015).
Salah satu kelemahan pengelolaan taman nasional oleh negara adalah tidak
adanya lembaga lain yang dapat mengontrol apabila terjadi kesalahan manajemen
(mismanagement). Namun, kelebihannya adalah adanya “kepastian” di dalam
pendanaan walaupun pada umumnya masih di bawah anggaran yang diperlukan
dalam manajemen taman nasional tersebut. Dengan demikian, pengelolaan
TNBTS dalam bentuk BLU menjadi salah satu pilihan terbaik menuju
kemandirian pengelolaan secara finansial.
Indriani (2012) menyampaikan bahwa permasalahan yang akan ditemui
TNBTS ketika akan menjalankan BLU adalah TN tidak memiliki tupoksi
24
melaksanakan dan mengembangkan bisnis sehingga struktur organisasi TN tidak
memiliki pejabat yang bertanggung jawab dalam mengelola bisnis dan tidak fokus
melaksanakan bisnis serta instansi pembina di pusat tidak memiliki tupoksi
pembinaan BLU, sehingga upaya pencapaian pembentukan BLU menjadi
terhambat. Langkah-langkah yang dapat ditempuh sebagai implikasi
dijalankannya lembaga BLU adalah:
a. Penambahan tupoksi pengembangan bisnis pada satuan kerja (UPT TN) BLU.
b. Untuk memenuhi kebutuhan organisasi yang baru maka perlu peningkatan
kapasitas SDM melalui pelatihan-pelatihan, penambahan jumlah maupun
perekrutan tenaga lepas. Menurut Osborne et al. (1996), pemerintahan dan
bisnis adalah lembaga yang berbeda secara mendasar. Pemerintah tidak bisa
meraih efisiensi pasar seperti bisnis. Kenyataan bahwa pemerintah tidak dapat
dijalankan seperti sebuah bisnis tentu saja tidak berarti bahwa pemerintah tidak
bisa mewirausaha. Pemerintah yang berwirausaha dapat menjadi pemerintahan
yang lebih baik namun membutuhkan keahlian yang lebih baik.
c. Untuk meningkatkan kinerja keuangan perlu dilakukan optimalisasi pendapatan
dan efisiensi biaya.
d. Kerjasama dengan pihak ketiga baik tenaga ahli dan konsultan dalam
Pemenuhan Persyaratan Administrasi seperti penyusunan Rencana Strategis
Bisnis, Rencana Bisnis dan Anggaran, pembuatan Standar Pelayanan Minimal
dan penyusunan Pola Tata Kelola.
e. Optimalisasi alokasi sumber daya pada instansi pembina pusat baik dalam hal
sumberdaya manusia, metode dan anggaran yang berkaitan dengan BLU guna
mendukung perwujudan satker BLU.
Taman nasional yang selama ini menjalankan fungsi perlindungan,
pengawetan, dan pemanfaatan, harus menambah tugas untuk menjalankan bisnis
yang akan menjadi sumber pendanaan taman nasional. Menurut Hartono (2008),
terdapat beberapa kendala ketika menjalankan sistem taman nasional mandiri,
salah satunya adalah terkait dengan peran taman nasional. Apabila taman nasional
berperan sebagai operator, maka dapat dipastikan tugas pokok mengelola taman
nasional akan semakin berat, karena banyak sumberdaya (khususnya SDM) harus
dimobilisasikan pada kegiatan yang menghasilkan sumber penerimaan.
Kemandirian taman nasional membutuhkan suatu kelembagaan untuk
mengatur bisnis tanpa melupakan kelestarian sumberdaya dan kawasannya. Hal
yang tidak kalah penting dalam mencapai kemandirian harus melibatkan
masyarakat sekitar kawasan dan tidak menutup pihak swasta dan lembaga
nonprofit untuk membantu taman nasional menuju kemandirian. Menurut Basuni
(2009), manajemen kawasan hutan konservasi menjadi lebih kompleks sejalan
dengan munculnya konsep biodiversitas yang mencakup level genetik, spesies,
ekosistem dan lanskap. Implikasi dari implementasi konsep ini tentu saja
membawa pada semakin banyaknya obyek dan aktivitas konservasi serta semakin
perlunya melibatkan profesional dari berbagai disiplin.
Pelibatan pihak lain akan membuka kesempatan yang lebih besar dalam
pemanfaatan sumberdaya alam dengan teknologi ramah lingkungan yang bisa jadi
belum dikuasai atau dikenal dalam manajemen kawasan konservasi selama ini
(Muthiah 2015). Sistem kelembagaan seperti ini harus ditopang oleh kebijakan
dan kemauan semua pihak termasuk pemerintah untuk mendukung tercapainya
kemandirian taman nasional.
25
2. Strategi Kelola Usaha
Taman nasional mandiri mendorong berjalannya bisnis di dalam kawasan
taman nasional. Namun, bisnis yang dijalankan harus tetap memperhatikan
kelestarian kawasan. BLU adalah instansi di lingkungan pemerintah/daerah yang
dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan
barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan.
Sementara Pola Pengelolaan Keuangan (PPK)-BLU adalah pola pengelolaan
keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan
praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa (PP. 23/2005 Pasal 1). BLU beroperasi sebagai unit kerja
kementerian negara/ lembaga/pemerintah daerah untuk tujuan pemberian layanan
umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang didelegasikan oleh
instansi induk yang bersangkutan (PP. 23/2005 Pasal 3).
Langkah awal yang perlu dipertimbangkan TNBTS dalam mengelola
usahanya adalah:
a. Usaha yang dibuat menjamin kecukupan dana pengelolaan TNBTS dan
memiliki prospek berkelanjutan di masa mendatang
Jika TNBTS menjalankan skenario optimis dalam kegiatan bisnisnya, maka
kemandirian akan dicapai dalam waktu 3 tahun. Setelah 3 tahun, TNBTS akan
mampu menjadi taman nasional mandiri yang tidak bergantung kepada
pemerintah dalam hal pendanaan. Untuk menjamin bahwa bisnis yang dijalankan
akan mendatangkan keuntungan, maka perlu dilakukan analisis kalayakan usaha.
Analisis yang dilakukan dalam studi kelayakan usaha mencakup banyak faktor
yang dikerjakan secara menyeluruh, meliputi aspek teknis, pasar dan pemasaran,
manajemen, hukum, lingkungan, dan keuangan (Umar 2005). Salah satu aspek
terpenting dalam studi kelayakan usaha ialah aspek finansial atau keuangan yang
dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan untuk menyatakan apakah
suatu rencana usaha atau kegiatan investasi layak untuk dijalankan (Rangkuti
2000). Kelayakan finansial suatu usaha dapat diukur dari berbagai kriteria
dengang menggunakan alat analisis, seperti: Break Even Point (BEP), benefit/cost
rasio, payback period, Net Present Value (NPV), Profitability Index (PI), dan
Internal Rate of Return (IRR). NPV, IRR, dan PI adalah kriteria untuk mengukur
suatu rencana investasi yang mempertimbangkan berapa nilai sekarang dari suatu
pendapatan yang diterima di masa mendatang (Rangkuti 2000).
b. Usaha yang dibuat memiliki payung hukum yang jelas
Hukum merupakan aspek legal yang penting dalam kegiatan bisnis dalam
kawasan konservasi. Jika tidak ada kepastian hukum yang jelas, maka bisnis di
kawasan tidak dapat berjalan. Beberapa peraturan perundangan yang mendukung
pengelolaan taman nasional secara mandiri adalah UU No. 5/1990 Pasal 34, UU
No. 41/1999 Pasal 30, PP No. 28/2011 Pasal 43, PP No. 36/2010 Pasal 7, 8, dan
26, PP No.6/2007 Pasal 9, PP No. 23/2005 Pasal 4, dan P.19/Menhut-II/2004
Pasal 1.
26
3. Strategi Kelola Sosial
Baig (2010) mengidentifikasi keberhasilan strategi pendanaan berkelanjutan
tergantung pada perumusan dan pelaksanaan rencana keuangan dan melalui
mekanisme manajemen yang stabil yang meliputi orang-orang dengan
kemampuan yang relevan untuk membuat rencana strategis dan keuangan,
implementasi dan manajemen. Wiratno (2009) menyatakan bahwa pengelolaan
taman nasional secara internal dipengaruhi oleh masalah keterbatasan
sumberdaya, yang antara lain sumberdaya manusia (kualitas maupun
kuantitasnya), sarana dan prasarana, serta dana pengelolaan.
SDM merupakan kunci keberhasilan kemandirian pengelolaan taman
nasional. Kemandirian memerlukan SDM yang mampu secara kreatif dan inovatif
mencari dan memanfaatkan sumberdaya yang dapat dijadikan sumber-sumber
pendanaan secara berkelanjutan. Selain itu, juga dibutuhkan SDM yang mampu
mengatur keuangan taman nasional agar efektif dan efisien. Keuangan harus ditata
agar tepat porsi dan tujuan penggunaan serta dalam waktu yang tepat.
Terdapat beberapa kualifikasi SDM yang harus dipenuhi oleh pengelola
kawasan konservasi untuk mampu mendorong pendanaan yang berkelanjutan.
Terdapat lima elemen penting untuk mencapai keberlanjutan pendanaan menurut
IUCN (2006):
1. Membangun portofolio finansial yang beraneka ragam, stabil dan aman:
meminimalkan resiko dan fluktuasi.
2. Meningkatkan efektivitas administrasi finansial, yaitu menjamin bahwa
pendanaan dialokasikan dan dibelanjakan guna mendukung tujuan konservasi.
3. Menganalisis biaya dan keuntungan secara komprehensif, yaitu memenuhi
seluruh biaya kawasan konservasi, memastikan bahwa pihak yang menunjang
biaya kawasan konservasi dikenali dan diberi kompensasi secara memadai, dan
pihak yang memperoleh keuntungan dari kawasan konservasi memberi
kontribusi yang adil untuk pemeliharaan kawasan.
4. Menciptakan kemungkinan kerangka kerja finansial dan ekonomi, yaitu
mengidentifikasi pasar potensial, kebijakan penentuan harga, dan merubah
kebijakan yang dapat mengurangi nilai kawasan konservasi atau menghalangi
pendanaan kawasan konservasi.
5. Penguatan dan peningkaan kapasitas untuk menggunakan peralatan dan
mekanisme finansial, yaitu memasukkan analisis dan mekanisme finansial
dalam proses perencanaan kawasan konservasi.
Selain kesiapan pengelola, TNBTS juga harus memperhatikan
keberterimaan (acceptance) dari masyarakat sekitar taman nasional yang
hidupnya sangat bergantung dari sumberdaya alam yang dimiliki taman nasional.
Perubahan sistem pengelolaan menjadi taman nasional mandiri harus mampu
menjamin kesejahteraan masyarakat sekitar. Moeliono et al. (2010) menyatakan
bahwa kebijakan kawasan konservasi tanpa perundingan dengan masyarakat
setempat bertentangan dengan pengakuan terhadap hak dan eksistensi masyarakat
setempat, karena hal ini berarti tidak mempertimbangkan ketergantungan
masyarakat pada sumberdaya alam (atau lahan) yang berada di kawasan
konservasi serta pola pemanfaatan sumberdaya alam secara berkelanjutan oleh
masyarakat setempat.
27
Untuk mengurangi potensi permasalahan dengan masyarakat setempat,
maka masyarakat perlu dilibatkan dalam pengelolaan taman nasional. Hal-hal
yang perlu dipertimbangkan adalah:
1. Kebijakan yang baru harus menguntungkan masyarakat secara sosial, ekonomi,
dan ekologi.
2. Memberikan kejelasan hak akses dan aturan yang berlaku, sehingga tidak
terjadi pemanfataan secara tidak terkendali.
3. Mengikutsertakan masyarakat dalam setiap proses pengambilan keputusan.
4. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya sumberdaya alam dalam
TNBTS.
5. Membangun kepercayaan sosial (social trust) antara masyarakat dan pengelola
TNBTS.
Menurut McKinnon et al. (1990), kebijakan pengelolaan kawasan
konservasi secara berkelanjutan harus mempertimbangkan dukungan masyarakat
setempat. Dengan demikian, strategi kelola sosial TNBTS harus memastikan
bahwa masyarakat memperoleh manfaat dari kemandirian pengelolaan TNBTS,
sehingga mereka mendukung pengelolaannya dan bersedia untuk berpartisipasi.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Anggaran pengelolaan TNBTS saat ini sepenuhnya bersumber dari
pemerintah. Apabila dilihat dari perolehan PNBP tahun anggaran 2014, TNBTS
sudah memenuhi kebutuhan anggaran pengelolaan pada tahun tersebut, yaitu
sebesar 15 milyar rupiah. Dengan demikian, pengelolaan TNBTS sudah mencapai
kemandirian.
Untuk memberikan kepastian kemandirian pengelolaan TNBTS, maka
skenario pengembangan yang dipilih adalah skenario optimis, melalui tiga strategi
pengelolaan, yaitu:
1. Strategi kelola kelembagaan: dengan mengembangkan sistem kelembagaan
semi independen, yang lebih leluasa dalam mengatur keuangan dan bisnis
konservasi tanpa melupakan kelestarian kawasan.
2. Strategi kelola usaha, meliputi kepastian usaha, kemapanan usaha dalam
menjamin pendanaan, dan payung hukum yang menjamin keberlangsungan
bisnis konservasi.
3. Strategi kelola sosial: meningkatkan kapasitas SDM pengelola dan
meningkatkan dukungan masyarakat sekitar dan pemerintah daerah dalam
pengelolaan TNBTS.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian, saran yang direkomendasikan adalah:
1. Perlu dorongan yang kuat agar pengelolaan TNBTS dilakukan oleh BLU,
termasuk kerangka payung hukumnya.
28
2. Perlu disiapkan kondisi pemungkin (enabling condition) guna
mengimplementasikan skenario optimis, termasuk kelayakan usaha yang akan
dikembangkan dan strategi pencapaiannya.
DAFTAR PUSTAKA
Athanas A, Vorhies F, Ghersi F, Shadie P, Shultis J. 2001. Guidelines for
Financing Protected Area in East Asia. Gland (CH) dan Cambridge (GB):
International Union for Conservation of Nature and Natural Resources.
Baig S. 2010. A Sustainable Financing Strategy for the Andaman. Colombo (LK):
International Union for Conservation of Nature and Natural Resources.
Barborak J. 1995. Institutional options for managing protected areas. Di dalam:
McNeely JA. 1995. Expanding Partnership in Conservation. IUCN-The
World Conservation Union. Washington DC (USA): Island Press.
Basuni S. 2009. Masa depan manajemen kawasan hutan konservasi: Buku II
Pemikiran Guru Besar IPB, disunting oleh Sumarjo et al. Bogor (ID): IPB.
[BBTNBTS] Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. 2009a.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Balai Besar Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru 2009. Malang (ID): Balai Besar Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan
dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan Republik Indonesia.
[BBTNBTS] Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. 2009b.
Rencana Strategis Bisnis Badan Layanan Umum 2010-2014 Balai Besar
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Malang (ID): Balai Besar Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan
dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan Republik Indonesia.
[BBTNBTS] Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. 2009c.
Rencana Strategis Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
2010-2014. Malang (ID): Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam
Kementerian Kehutanan Republik Indonesia.
[BBTNBTS] Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. 2010.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Balai Besar Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru 2010. Malang (ID): Balai Besar Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan
dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan Republik Indonesia.
[BBTNBTS] Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. 2011.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Balai Besar Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru 2011. Malang (ID): Balai Besar Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan
dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan Republik Indonesia.
[BBTNBTS] Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. 2012.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Balai Besar Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru 2012. Malang (ID): Balai Besar Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan
dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan Republik Indonesia.
29
[BBTNBTS] Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. 2013a.
Statistik Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru 2013. Malang
(ID): Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Direktorat
Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan
Republik Indonesia.
[BBTNBTS] Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. 2013b.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Balai Besar Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru 2013. Malang (ID): Balai Besar Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan
dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan Republik Indonesia.
[BBTNBTS] Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. 2014a.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Balai Besar Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru 2014. Malang (ID): Balai Besar Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan
dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan Republik Indonesia.
[BBTNBTS] Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. 2014b.
Rencana Strategis Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
2015-2019. Malang (ID): Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam
Kementerian Kehutanan Republik Indonesia.
Cahyadi HS. 2016. Kapasitas daya dukung psikologi wisatawan di Pananjakan I,
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Jawa Timur. Jurnal Manajemen
Resort and Leisure. XII (2016): 44-54.
Clark S. 2007. Conservation Finance. Washington DC (USA): Island Press.
Emerton L, Bishop J, Thomas L. 2006. Sustainable financing of protected areas:
a global review of challenges and options. Gland (CH) dan Cambridge (UK):
IUCN (The World Conservation Union).
Faizah NK. 2007. Potensi Bahaya di Kawasan Wisata Gunung Bromo, Resort
Tengger Laut Pasir, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Jawa Timur
[Skripsi]. Bogor (ID): Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan
Ekowisata. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Hardansyah R. 2013. Penataan kelembagaan menuju pengelolaan taman nasional
mandiri di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango [Tesis]. Bogor (ID):
Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan. Magister Kehutanan. Institut
Pertanian Bogor.
Hartono. 2008. Taman Nasional Mandiri: Telaah Singkat Kemungkinan
Pembentukannya. Yogyakarta (ID): Reuni Akbar dan Seminar Lustrum IX.
Fakultas Kehutanan UGM 6-8 November 2008.
Indriani D. 2012. Penerapan Badan Layanan Umum dan Implikasinya Bagi
Pengelolaan Taman Nasional Mandiri yang Berkelanjutan [Tesis]. Bogor
(ID): Program Studi Konservasi Keanekaragaman Hayati. Magister
Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
[Kemenhut] Kementerian Kehutanan. 2011a. Road Map Pembangunan
Kehutanan Berbasis Taman Nasional. Jakarta (ID) : Kemenhut.
[Kemenhut] Kementerian Kehutanan. 2011b. Statistik Kehutanan Indonesia 2010.
Jakarta (ID) : Kemenhut.
Leverington F, Costa KL, Courrau J, Pavese H, Nolte C, Marr M, Coad L,
Burgess N, Bomhard B, Hocking M. 2010. Management effectiveness
30
Evaluation in protected area – global study. Brisbane (AU): The University
of Queensland.
McKinnon JK, Child G, Torshell J. 1990. Managing of protected areas in the
tropics. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.
McNeely JA. 1995. Expanding Partnership in Conservation. IUCN-The World
Conservation Union. Washington DC (USA): Island Press.
McNeely JA. 1999. Mobilizing Broader Support for Asia’s Biodiversity: How
Civil Society Can Contribute to Protected Area Management. Manila
(PH):Asia Development Bank and IUCN.
Mcquistan CI, Fahmi Z, Leisher C, Halim A, Adi SW. 2006. Pendanaan Kawasan
Konservasi di Indonesia. Jakarta (ID): Kementrian Lingkungan Hidup
Republik Indonesia.
Muthiah J. 2015. Strategi pencapaian pengelolaan mandiri Taman Nasional
Komodo [Tesis]. Bogor (ID): Program Studi Manajemen Ekowisata dan Jasa
Lingkungan. Magister Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Moelyono M, Limberg G, Minnigh P, Mulyana A, Indriatmoko M, Utomo NA,
Saparuddin, Hamzah, Iwan R, Purwanto E. 2010. Meretas Kebuntuan:
Konsep dan panduan pengembangan zona khusus bagi Taman Nasional di
Indonesia. Bogor (ID): Center for International Forestry Research.
Osborne D, Geabler T. 1996. Mewirausahakan Birokrasi : Mentransformasi
Semangat Wirausaha ke Dalam Sektor Publik, penerjemah : Rosyid A.
Jakarta (ID): Pustaka Binaman Pressindo. Terjemahan dari Reinventing
government : how the entrepreneurial spirit is transforming the public sector. Paine JR, Byron N, Poffenberger M. 1997. Status, trend and future scenarios for
forest conservation including protected area in the Asia-Pacific region. Asia-
Pacific forestry sector outlook study working paper series No.4. Rome (IT):
Forestry Policy and Planning Division. Panda R. 2012. Anggaran konservasi hutan indonesia masih terendah di dunia.
Kontan [Internet]. [diunduh 17 Juni 2015]. Tersedia pada:
http://nasional.kontan.co.id/news/anggaran-konservasi-hutan-indonesia-masih-
terendah-di-dunia. Rangkuti F. 2000. Business Plan: Teknik Membuat Perencanaan Bisnis dan
Analisis Kasus. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama.
Soekmadi R. 2002. National park management in Indonesia: focused on the issues
of desentralization and local participation [Disertasi]. Gottingen (DE):
Gottingen University.
Umar H. 2005. Studi Kelayakan Bisnis Edisi 3. Jakarta (ID): PT Gramedia
Pustaka Utama.
Wiratno. 2009. Kawasan Konservasi di Tengah Pusaran Zaman. Konservsi Alam
VIII (1):6-19.
31
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Jakarta pada 5 Desember 1992. Penulis adalah putri kedua
dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Zulkifli dan Ibu Tiny Foead. Pendidikan
formal ditempuh di TK Tunas Karya pada tahun 1997-1998, Sekolah Dasar
Kristen Kalam Kudus tahun 1998-2004, Sekolah Menengah Pertama Kristen
Kalam Kudus tahun 2004-2007, dan Sekolah Menengah Atas Candle Tree tahun
2007-2011. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor sebagai mahasiswa
Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata pada tahun 2011 melalui jalur
Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif berorganisasi sebagai
pengurus Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
(Himakova) dan anggota Kelompok Pemerhati Mamalia (KPM) Tarsius. Penulis
pernah mengikuti kegiatan ekspedisi Rafflesia (Eksplorasi Flora Fauna dan
Ekowisata Indonesia) Himakova 2013 di Cagar Alam Bojonglarang Jayanti,
Cianjur Selatan, Jawa Barat. Penulis juga melaksanakan kegiatan Praktek
Pengenalan Ekosistem Hutan (2013) di Cagar Alam Pangandaran dan Gunung
Sawal serta Praktek Pengelolaan Hutan (2014) di Hutan Pendidikan Gunung
Walat. Selain itu penulis pernah mengikuti kegiatan magang bersama tim WWF
Nusa Tenggara dan melakukan student exchange di Georg-August Universitat,
Goettingen (2015-2016).
Penulis menyelesaikan skripsi yang berjudul “Strategi Pengelolaan Mandiri
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru” di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Hadi
S. Alikodra, MS dan Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, MScF sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan di Fakultas Kehutanan IPB.