STRATEGI INTERPOL INDONESIA DALAM MENANGANI …
Transcript of STRATEGI INTERPOL INDONESIA DALAM MENANGANI …
STRATEGI INTERPOL INDONESIA DALAM MENANGANI
PERMASALAHAN TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME
(TOC) DI INDONESIA PERIODE 2014-2016 STUDI KASUS :
PERMINTAAN EKSTRADISI DARI AMERIKA SERIKAT
ATAS NAMA LIM YONG NAM
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh :
Saras Aprinita Nabillah
1112113000084
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018
ii
iii
iv
v
ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai strategi Interpol Indonesia dalam
melakukan proses ekstradisi Lim Yong Nam sebagai pelaku kejahatan
transnasional. Tujuan dalam penelitian ini adalah menganalisis dan
memberikan gambaran terhadap strategi apa yang diterapkan oleh Interpol
Indonesia dalam proses ekstradisi tersebut. Kemudian penelitian ini
menggunakan metode kualitatif, yakni studi pustaka.
Dalam penelitian ini membahas berbagai tindakan kejahatan yang sudah
dilakukan oleh Lim Yong Nam di Amerika. Dimana penangkapan terjadi
ketika Lim Yong Nam berada di Indonesia, khususnya Batam.
Penangkapan tersebut dilanjutkan dengan penahanan dan berakhir pada
proses ekstradisi atas permintaan Amerika. Adapaun Interpol Indonesia
sebagai organisasi yang berfokus pada ekstradisi menerapkan beberapa
strategi terkait proses ekstradisi tersebut.
Teori dalam skripsi ini menggunakan perspektif liberalisme dan beberapa
konsepnya, meliputi kerjasama internasional, organisasi internasional,
diplomasi, dan negosiasi. Berdasarkan hasil penelitian bahwa Interpol
Indonesia dalam strateginya terbagi dalam tiga tahapan, seperti pra
ekstradisi, proses ekstradisi dan pelaksanaan ekstradisi. Strategi pra
ekstradisi disebut sebagai kerjasama, strategi proses ekstradisi melalui
berbagai negosiasi dengan berbagai pihak, dan strategi pelaksanaan berupa
pengawalan terhadap pelaku kejahatan Lim Yong Nam.
Kata Kunci: Strategi, Lim Yong Nam, Kerjasama, Organisasi
Internasional, Diplomasi, Negosiasi, dan Kejahatan Transnasional
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur penulis
panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah Rahmat, Karunia, dan
Izin-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Strategi
INTERPOL Indonesia Dalam Menangani Permasalahan
Transnational Organized Crime (TOC) Di Indonesia Periode
2014-2016 (Studi Kasus: Permintaan Ekstradisi Dari Amerika
Serikat Atas Nama Lim Yong Nam)” ini. Shalawat serta salam juga
penulis panjatkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW.
Selama masa studi hingga penyusunan dan selesainya skripsi ini,
penulis menyadari bahwa banyak pihak yang mendukung dan
membantu penulis baik secara spiritual, moral dan materil. Oleh sebab
itu, dalam kesempatan kali ini dengan segenap hati penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak
yang saat ini telah mendukung penulisan skripsi ini, di antaranya:
1. Yang tercinta, kedua orang tua penulis Bapak Ir. H. Ahmad
Syarkowi Syaufie dan (Almh) Ibu Hj. Puspa Juita, SH, MM. Skripsi
ini penulis persembahkan untuk Papa dan (Almh) Mama yang
tercinta, terkasih dan tersayang. Untuk Papa terima kasih telah
memberikan dukungan semangat dan tiada henti mendoakan penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk (Almh) Mama terima kasih
telah menjadi orang tua yang terhebat dan maafkan anakmu ini
karena belum sempat membahagiakanmu semasa hidup.
2. Yang tersayang, dr. Sarizky Puspita, dr. Nurcholis Hendry
Nugraha, Santi Triyulita, S.Kom, Becky Jumantri, ST, Selvia
Febrinita, M.Psi, Ilmas Abdurofi, Msc, dr. Rama Mandela dan dr.
Sartika Nopradilova sebagai saudari-saudari beserta kakak ipar
vii
penulis. Serta adik penulis Farhan dan para keponakan Khansa,
Jauza, Kemil dan Ghanniyah yang selama ini telah mendukung dan
memberi semangat kepada penulis
3. Keluarga besar (Alm) H. Abu Bakar Hosen, (Alm) Prof. KH.
Ibrahim Hosen, LML, (Alm) H. Mustafa Hosen dan (Alm) Ir. H.
Syaufie Saleh yang mendoakan kelancaran penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini. Terutama keluarga besar Bapak Masan
Effendi dan Ibu Jamilah Hosen, Bapak Ikbal, Ibu Upi Hosen, Kak
Hilmi, Kak Izzat, Fiqar, dan Noval turut memberikan semangat
kepada penulis.
4. Yang terhormat dan terbaik yang penulis sayangi dan banggakan
yaitu, Bapak M. Adian Firnas, M.Si sebagai Dosen Pembimbing
Skripsi penulis. Terima kasih telah meluangkan waktu dan pikirannya
di tengah-tengah kesibukannya. Terima kasih juga atas bimbingan,
ilmu, nasihat, motivasi, dukungan, dan pengertiannya selama ini,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Yang terhormat Ketua Prodi Hubungan Internasional Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Ahmad Alfajri, MA
dan Sekretaris Prodi Hubungan Internasional, Ibu Eva Mushoffa,
MHSPS. Terima kasih atas apresiasi dan bimbingannya. Juga kepada
seluruh Dosen di Prodi Hubungan Internasional beserta jajaran Staff
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Sahabat-sahabat seperjuangan, Muslimah yang penulis sayangi,
Marniza Fitri, Dini Saraswati, Shavira Lisdiany, dan Dara Atika Suri
yang telah mendukung penulis dalam penyelesaian skripsi. Terima
kasih atas segala dukungan, canda tawa, dan pengalaman berharga
yang telah kalian berikan kepada penulis. Terima kasih sudah menjadi
tempat berkeluh kesah bagi penulis. Kalian terhebat.
viii
7. Sahabat penulis, Anggani Nurwulandari, Putih Noprianti, M. Serli
Putra, M. Rifki Ade Rahman dan Tedi Ari yang selalu menjadi sahabat
terbaik dan terkasih bagi penulis. Terima kasih selalu mengingatkan
penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih telah menjadi
tempat berkeluh kesah, membantu dan mendukung, serta menyayangi
penulis dalam keadaan apapun.
8. Teman-teman seperjuangan, Rikh Reza, Ash-Shiddiq, Djordi, Rere,
dan teman-teman HI UIN Jakarta 2012 yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu. Terima kasih telah memberikan pengalaman
berharga selama masa perkuliahan.
9. Keluarga Besar Divisi Hubungan Internasional Markas Besar Polisi
Republik Indonesia, terutama Bapak AKBP Jajang Ruhyat dan Bapak
AKBP Dadang Sutrasno yang telah bersedia meluangkan waktunya
untuk wawancara dan memberikan data-data guna menyelesaikan
skripsi ini. Terima kasih juga kepada Ibu AKBP Sri Diana selaku
mother of anak magang dan bang Ramos Situmorang yang juga telah
membantu penulis selama magang dan penulisan skripsi. Terima kasih
telah memberikan bimbingan kepada penulis selama melakukan
program magang di INTERPOL.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna dan masih
banyak kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan masukan serta
kritikan yang membangnun untuk menjadikan skripsi ini bermanfaat bagi
pembacanya.
Wa’alaikumsalam Wr. Wb.
Jakarta, 10 April 2018
Saras Aprinita Nabillah
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ....................................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ............................ ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI .......................... iii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ........................ iv
ABSTRAK ................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................. vi
DAFTAR ISI ................................................................................................ ix
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
I.A Pernyataan Masalah ................................................................................ 1
I.B Pertanyaan Penelitian .............................................................................. 9
I.C Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................... 9
I.D Tinjauan Pustaka ..................................................................................... 10
I.E Kerangka Teoritis .................................................................................... 12
I.E.1 Perspektif Liberal Institusionalis .............................................. 13
I.E.2 Konsep Organisasi Internasional .............................................. 14
I.E.3 Konsep Diplomasi .................................................................... 17
I.E.4 Konsep Human Security ........................................................... 20
I.E.5 Konsep Kejahatan Transnasional ............................................. 21
I.F Metode Penelitian ................................................................................ 23
I.G Sistematika Penulisan .......................................................................... 24
x
BAB II KERJASAMA BILATERAL INTERPOL INDONESIA
DENGAN INTERPOL AMERIKA SERIKAT
II.A Kemunculan Interpol sebagai Aktor Internasional ................................ 26
II.B Kerjasama Indonesia dengan Amerika dalam Bidang Interpol ............. 36
BAB III KEJAHATAN TRANSNASIONAL DAN EKSTRADISI
III.A Kejahatan Transnasional sebagai Ancaman Human Security .............. 39
III.B Tindak Kejahatan Lim Yong Nam ....................................................... 42
III.C Ekstradisi sebagai Penanggulangan Kejahatan Transnasional ............. 46
BAB IV STRATEGI INTERPOL INDONESIA DALAM MENANGANI
KEJAHATAN TRANSNASIONAL TERKAIT PERMINTAAN
EKSTRADISI AMERIKA SERIKAT ATAS NAMA LIM YONG
NAM
IV.A Strategi Kerjasama Interpol Indonesia-Interpol Amerika sebagai Pra
Ekstradisi ....................................................................................................... 49
IV.B Strategi Negosiasi Interpol Indonesia terhadap Pemerintah Indonesia
sebagai Proses Ekstradisi .............................................................................. 54
IV.C Strategi Pengawalan Lim Yong Nam sebagai Pelaksanaan Ekstradisi 58
BAB V PENUTUP
V.A Kesimpulan ............................................................................................ 60
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................xv
Lampiran-lampiran
xi
DAFTAR TABEL
Tabel I.A.1 Illegal Fishing in Indonesia................................................................ 4
Tabel I.A.2 Drug Trafficking in Indonesia.............................................................4
Tabel I.A.3 Terrorism in Indonesia........................................................................5
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.I. Struktur Organisasi NCB-INTERPOL Indonesia...........................35
Gambar III.B.1 Lim Yong Nam...........................................................................43
xiii
DAFTAR SINGKATAN
APCfSS : Asia Pacific Center for Security Studies
Bagjatinter : Bagian Kejahatan Internasional
Bagkominter : Bagian Komunikasi Internasional
Bagkonvinter : Bagian Konvensi Internasional
BCM : Border Control Management
CCC : Command and Coordination Centre
Divhubinter : Divisi Hubungan Internasional
DNA :Deoxyribo Nucleic Acid
DPO : Daftar Pencarian Orang
DVI : Disaster Victiö Identification
FBI : Federal Bureau of Investigation
HAM : Hak Asasi Manusia
HSI : Homeland Security Investigation
ICPC : Internatıonal Criminal Police Commision
ICPO : International Criminal Police Organization
IED : Improvised Explosive Devices
xiv
IGO : International Government Organization
IMEST : Interpol Major Evants Support Team
Interpol : International Police
IRT : Incident Response Team
KTP : Kartu Tanda Penduduk
LO : Liaison Officer
MLA : Mutual Legal Assistance
NCB : National Central Bureau
PBB : Perserikatan Bangsa Bangsa
SLO : Senior Liaison Officer
STP : Staff Teknis Polri
TOC : Transnatıonal Organized Crime
UNDP : United Nation Development Program
UNTOC : United Nations Convention on Transnational Organized Crime
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Indonesia adalah negara kepulauan atau negara maritim karena memiliki
lebih dari 17.000 pulau. Di negara kepulauan inilah terjadi lalu lintas
perdagangan dunia. Dengan letak geografis, Indonesia memiliki empat selat
sebagai jalur utama perlintasannya yaitu, Selat Malaka, Selat Sunda, Selat
Lombok dan Selat Makasar yang telah menjadikan Indonesia akan rawan atas
kejahatan ini.1
Perkembangan di dunia saat ini juga ditandai dengan pesatnya kemajuan
ilmu pengetahuan dan kecanggihan teknologi yang telah meningkatkan
intesitas hubungan dan interdependensi antar negara dan juga mengakibatkan
satu negara dengan negara lain yang seakan-akan tanpa batas sehingga
perpindahan orang atau barang dari satu negara ke negara lain dilakukan
dengan mudah dan cepat.1
Permasalahan seperti ini disebut dengan kejahatan transnasional.
Kejahatan transnasioanal adalah kejahatan yang tidak mengenal batas teritorial
suatu negara. Sebelumnya istilah kejahatan transnasional ini merupakan
pengembangan karakteristik dari bentuk kejahatan kontemporer yang disebut
sebagai organized crime atau kejahatan terorganisir pada masa 1970-an.2
Ancaman kejahatan transnasional sesungguhnya merupakan lokus yang
menghubungkan konsepsi lama keamanan yang berorientasi pada state survival
1
Artikel di akses pada 01 Mei 2016 dari https://www.lpsk.go.id/index.php?
LPSK_Buletin%20Kesaksian%20(single)_rev07_13092012.pdf
2 Philips Jusario Vermonte, Transnational Organized Crime: Isu dan Permasalahannya, dalam Analisis
CSIS Isu-isu Non Tradisional: Bentuk Baru Ancaman Keamanan, Jakarta: CSIS, 2002, Hal. 44
2
dan pemahaman baru keamanan manusia yang menaruh perhatian sampai pada
kesejahteraan individu.3
Kejahatan internasional adalah kejahatan yang telah disepakati dalam
konvensi-konvensi internasional serta kejahatan yang beraspek
internasional.4
Beberapa kejahatan yang telah diatur dalam konvensi
internasional antara lain: kejahatan narkotika, kejahatan terorisme, kejahatan
uang palsu, kejahatan terhadap penerbangan sipil, dan lain-lain.5
Indonesia termasuk negara yang meratifikasi konvensi PBB mengenai
kejahatan transnasional. Konvensi PBB mengenai Kejahatan Lintas Negara
Terorganisir (United Nations Convention on Transnational Organized
Crime-UNTOC) yang telah diratifikasi Indonesia dengan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2009 Tentang Pengesahan United Nations Convention Against
Transnational Organized Crime (Konvensi Perserikatan Bangsa - Bangsa
Menentang Tindak Pidana Transnasional Yang Terorganisasi).6
Dalam menyelesaikan permasalahan kejahatan transnasional, terlebih
dahulu harus melakukan kerjasama internasional, melakukan perjanjian
internasional dan melibatkan dari beberapa organisasi yang terkait. Kerjasama
internsional, kerjasamayang dilakukan secara bilateral maupun multilateral
dalam kesepakatan yang akan dibuat dan memiliki hubungan timbal balik.
3 Philips Jusario Vermonte, Transnational Organized Crime: Isu dan Permasalahannya, dalam Analisis
CSIS Isu-isu Non Tradisional: Bentuk Baru Ancaman Keamanan, Hal. 44 4 Sardjono, Kerjasama Internasional di Bidang Kepolisian, NCB Indonesia, Jakarta, 1996, Hal.132
5 R. Makbul Padmanagara,Kejahatan Internasional, Tantangan dan Upaya Pemecahan,Majalah
InterpolIndonesia,2007.Hal. 58 6 Kementerian Luar Negeri, Kejahatan Lalu Lintas Negara, “menyebutkan sejumlah kejahatan yang
termasuk dalam kategori kejahatan lintas negara terorganisir, yaitu pencucian uang, korupsi,
perdagangan gelap tanaman dan satwa liar yang dilindungi, kejahatan terhadap benda seni budaya
(cultural property), perdagangan manusia, penyelundupanmigran serta produksi dan perdagangan gelap
senjata api”.sumber: http//www.kemlu.go.id/Pages/IssueDisplay.aspx?IDP-20&I=id.(diakses pada 01
April 2016).
3
Organisasi internasional termasuk bagian yang tidak terpisahkan (integral)
dari jaringan hubungan internasional dan bahwa kebanyakan negara
berpartisipasi dalam berbagai jenis organisasi tidak hanya memperluas
kemungkinan untuk kebijakan nasional tetapi menambah ikatan di tempat
negara beroperasi. Organisasi internasional yang menangani permasalahan
kejahatan transnasional ini berkaitan dengan organisasi interpol atau ICPO (
International Criminal Police Organization ).
ICPO-Interpol merupakan organisasi yang dibentuk karena kesepakatan
bersama untuk menanggulangi berbagai kejahatan transnasional dan
internasional yang marak terjadi di dunia. Selain itu, Interpol juga menjadi
wadah kerjasama internasional kepolisian untuk meningkatkan pendidikan
serta pengetahuan untuk negara anggota. Sampai tahun 2015, Interpol telah
memiliki 190 negara anggota.7 Bersamaan dengan masuknya Sudan Selatan,
Curacao dan St Marteen.8
NCB-Interpol Indonesia merupakan anggota dari organisasi internasional
ICPO-INTERPOL yang fokus dalam menanggulangi kejahatan transnasional
dan internasional di negaranya seperti kejahatan perdagangan ilegal narkotika
dan obat-obatan berbahaya, penyelundupan manusia, kejahatan internet (cyber
crime), pencucian uang, dan lain-lain. Selain upaya menanggulangi kejahatan
transnasional dan internasional, NCB-Interpol juga merupakan lembaga
kerjasama internasional kepolisian guna meningkatkan kredibilitas
masing-masing negara anggotanya.
Pada saat ini banyak sekali kejahatan transnasional yang ada di Indonesia,
misalkan kasus illegal fishing, human trafficking, drug trafficking, cyber crime,
7 Artikel diakses pada 1 Mei 2016 dari http://www.interpol.int/Member-countries/World
8 Irjen Pol. Boy Salamuddin, dkk.”Vademinkum Divisi Hubungan Internasional Polri”. 2012.
4
penyelundupan senjata, terorisme dan lain-lain. Dibawah ini adalah data
statistik dari beberapa kasus kejahatan transnasional di Indonesia.
Tabel 1.1 Illegal Fishing in Indonesia
Sumber: “Kelautan dan Perikanan dalam Angka Tahun 2012-2016” Artikel
diakses pada 29 Mei 2016 dari http://statistik.kkp.go.id/newsidatik/
Tabel 1.2 Drug Trafficking in Indonesia
KETERANGAN 2010 2011 2012 2013
Marine capture 947,220 1,001,667 1,060,449 1,177,583
Fisheries
Inland openwater 538,855 546,673 599,843 605,315
capture fisheries
KASUS JUMLAH %
NO TAHUN NARKOTIKA PSIKOT BAHAN
PENINGKATA
N
-RAPIK ADIKTIF
/PENURUNA
N
A
1 2007 17.955 14.206 4.008 36.169
2 2008 13.420 13.113 18.178 44.711 23,62%
3 2009 15.081 11.687 11.635 38.403 -14,11%
4 2010 23.900 1.502 8.020 33.422 -12,97%
5
Dengan contoh kasus yang difokuskan dalam masalah ini adalah kasus
kejahatan yang merugikan Pemerintah Amerika Serikat (conspiracy to defraud
theUnited States by dishonest means), penyelundupan (smuggling), ekspor
barang-barangilegal (illegal exports), percobaan ekspor (attempted exports)
dan keterangan palsu (false statements) yang diduga dilakukan oleh Lim Yong
Nam. Begitupun denganaktivitas terorisme yang pernah terjadi di Indonesia
sebagai bagian dari kejahatan transnasional. Berikut adalah grafik
perkembangan terorisme di Indonesia, sebagai berikut :
Tabel 1.3 Terrorism in Indonesia
Sumber: Diakses pada 10 April 2018 dari Special Detachment 88 – Anti
Terror Indonesian National Police, Jakarta
Tabel di atas menjelaskan bahwa aktivitas terorisme berupa peledakkan
bom dari tahun 1999-2012. Dimana angka yang tersaji pada tabel tersebut
5 2012 25.154 1.997 9.438 36.589 9,48%
JU 95.510 42.505 51.279 189.294
ML
AH
Sumber: Diakses pada 29 Mei 2016 dari Direktorat Tindak Pidana Narkoba
6
bersifat fluktuatif atau dinamis. Selain itu bisa menunjukkan juga bahwa di
Indonesia sering terjadi aksi terorisme khususnya pada 2012 menunjukkan
angka peningkatan kembali. Tidak menutup kemungkinan aktivitas tersebut
memiliki jaringan di luar Indonesia dalam melakukan aksinya. Tentunya
terorisme merupakan kejahatan transnasional.
Pada 23 Oktober 2014 pihak Divhubinter Polri melalui AKBP Jajang
Ruhayat, SH pernah dihubungi oleh pihak Kantor Imigrasi Klas I Khusus
Batam yang pada saat itu menjelaskan bahwa pada hari itu pukul 09.30 WIB,
petugas di Tempat Pemeriksaan Imigrasi pada Pelabuhan Ferry International
Batam Centre telah mengamankan satu orang laik-laki berwarganegara
Singapura a.n Lim Yong Nam datang dari Singapura menggunakan kapal
ferry.9
Ketika Lim Yong Nam memasuki tempat pemeriksaan imigrasi untuk
mendapatkan izin masuk dari petugas imigrasi dan menyerahkan satu buah
paspor yang pada saat di-input data melalui Scand System Border Control
Management (BCM) yang saat itu Lim Yong Nam masuk dalam daftar
pencarian orang dari Polri.
Selanjutnya Kepala Bidang Pendaratan dan Izin Masuk Keimigrasian
mengkoordinasikan kepada Divhubinter Polri di Jakarta untuk penanganan
yang lebih lanjut. Akhirnya, Kepolisian Negara Republik Indonesia telah
menangkap buronan Amerika Serikat Lim Yong Nam di Batam pada 23
Oktober 2014 dalam rangka menindaklanjuti berdasarkan arrest warrant dari
United States District Court for theDistrict of Columbia.
9 Wawancara dengan anggota PolriJajang Ruhayat pada Divhubinter Polri pada 13 Juni2016
7
Selanjutnya Lim Yong Nam diadili di Pengadilan Negeri Batam
Kepulauan Riau, sambil menunggu keputusan Presiden Republik Indonesia
dalam mengabulkan permintaan ekstradisi dari Pemerintah Amerika Serikat
dan menetapkan bahwa termohon ekstradisi yang bernama Lim Yong Nam
alias Steven Lim dapat diekstradisi ke Amerika Serikat.
Lim Yong Nam bisa diketahui oleh Interpol Indonesia sebagai buronan
internasional dari Sistem Komunikasi Kepolisian Global I-24/7 yang
memberikan informasi apabila ada kejahatan internasional atau transnasional
yang memang sedang dicari oleh negara peminta. Dimana pada 2013 Amerika
Serikat menerbitkan RedNotice mengenai buronan Lim Yong Nam ini. Setelah
diterbitkan, maka secara otomatisRed Noticeini akan masuk ke daftar DPO
dalam sistem di negara-negara anggotaICPO-Interpol.10
Lim bersama lainnya (tiga orang Singapura dan seorang warga negara Iran)
didakwa dengan melakukan tindak kesalahan melalui keputusan Distrik
Columbia pada Juni 2010. Lim dan temannya membeli barang tersebut pada
Agustus 2007 dan 2008. Dalam transaksinya dengan perusahaan di Minnesota
dirinya berkata barang pembeliannya akan diekspor ke Singapura. Hal tersebut
terbukti laporan palsu yang dibuat Lim Yong Nam kepada perusahaan tersebut
10 Wawancara dengan anggota Polri Dadang Sutrasno pada Divhubinter Polri “ Red Notice adalah
salah satu Notice yang diterbitkan oleh ICPO-INTERPOL yang berfungsi untuk melakukan pencarian
dan penangkapan buronan dengan tujuan untuk ekstradisi guna menjalani penuntutan di negara peminta
dan Red Notice juga diperlukan sebagai permintaan resmi untuk penahanan sementara sesuai dengan
hukum nasional atau perjanjian multilateral dan bilateral yang berlaku. Subjek Red Notice hanya
ditujukan terhadap seseorang yang melakukan tindak pidanan”pada 10 April 2016 pukul 13.05
melakukan pencarian dan penangkapan buronan dengan tujuan untuk ekstradisi guna menjalani
penuntutan di negara peminta dan Red Notice juga diperlukan sebagai permintaan resmi untuk
penahanan sementara sesuai dengan hukum nasional atau perjanjian multilateral dan bilateral yang
berlaku. Subjek Red Notice hanya ditujukan terhadap seseorang yang melakukan tindak pidanan”pada 10
April 2016 pukul 13.05
8
bahwa Singapura adalah tujuan terakhir dari modul tersebut. Ketika barang
tersebut tiba di Singapura, barang tersebut disimpan di perusahaan
penyimpanan barang yang nantinya akan dikirim ke Iran.
Sebenarnya pada 2011 pemerintah Amerika sudah meminta kepada
Singapura untuk mengekstradisi Lim Yong Nam. Namun permintaan tersebut
ditolak dengan alasan tindakan Lim Yong Nam dinilai Pengadilan Tinggi
Singapura bukanlah suatu pelanggaran. Barulah pada 2014 Lim Yong Nam
berhasil ditangkap oleh pemerintah Indonesia ketika dirinya datang ke Batam
untuk menghadiri acara pameran elektronik.11
Proses penangkapan yang kemudian ekstradisi Lim Yong Nam oleh
Interpol Indonesia ke pihak Amerika secara tidak langsung sebagai bentuk
perlawanan Indonesia terhadap pemberantasan transnational organize crime.
Terbukti dengan Interpol Indonesia lebih memilih mengkestradisi Lim Yong
Nam ke Amerika dibandingkan ke Singapura. Secara bersamaan pemerintahan
Singapura meminta Lim Yong Nam dikembalikan ke negaranya sebab tidak
melakukan kesalahan menurut hukum di Singapura.
Sedangkan Interpol Indonesia dan Amerika menganggap Lim Yong Nam
sebagai buronan internasional yang harus mendapatkan hukuman. Tentunya
ekstradisi harus dilakukan melalui beberapa tahapan tertentu karena melibatkan
dua negara. Tidak menutup kemungkinan hambatan dalam ekstradisi akan
terjadi. Oleh karena itu, untuk memberantas TOC Interpol Indonesia
11
Singaporean Lim Yong Nam Held in Batam Now in USA Custody, Artikel diakses pada 27 Mei 2018
dari
https://www.straitstimes.com/asia/se-asia/singaporean-lim-yong-nam-held-in-batam-now-in-us-custody
9
menerapkan berbagai strategi dalam melancarkan ekstradisi Lim Yong Nam
sebagai pelaku kejahatan kepada Interpol Amerika.
B. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan pernyataan masalah di atas maka dapat diambil suatu
pertanyaan penelitian yakni :
1. “Bagaimana strategi NCB-INTERPOL Indonesia dalam menangani
permasalahan kejahatan lintas negara yang ada di Indonesia dengan
studi kasus ekstradisi buronan Amerika Serikat Lim Yong Nam
periode 2014-2016 ? “
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memberi gambaran dan kajian analistis dari
beberapa strategi NCB-INTERPOL Indonesia dalam menanggulangi kejahatan
transnasional dan internasional. Dimana kejahatan transnasional dalam
penelitian ini merupakan isu penting selain peperangan dalam kajian hubungan
internasional.
1. Manfaat Teoritis
a. Mengetahui strategi apa saja yang diterapkan olehInterpol
Indonesia dalam proses ekstradisi Lim Yong Nam kepada
Interpol Amerika.
b. Memberikan gambaran khusus terkait bentuk kejahatan
transnasional dalam hubungan internasional
2. Manfaat Praktis
10
Memperkaya ilmu pengetahuan atau literatur terkait strategi Interpol
Indonesia dalam mengekstradisi pelaku kejahatan transnasional ke negara lain,
terkhusus Amerika Serikat.
D. Tinjauan Pustaka
Berikut adalah beberapa karya tulis sebelumnya atau tinjauan pustaka
yang pernah membahas topik yang sama namun berbeda dalam sudut
pandang dan aspek lainnya.
Pertama, skripsi yang ditulis oleh Dea Sonya Septiani, jurusan Hubungan
Internasioanal, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayahtullah Jakarta tahun
2010, dengan judul “ Peran Interpol Indonesia dalam membantu Interpol Italia
terkaitEkstradisi Mafia Antonino Messicati Vitale ( 2012-2013 )”. Dalam
skripsi ini terdapatbeberapa kesamaan dalam menganalisis suatu masalah yang
akan dibahas, yakni permasalahan ekstradisi dengan Indonesia sebagai pihak
diminta.
Dimana skripsi ini melihat Interpol Indonesia membantu Interpol Italia
dalam pengekstradisian Antonino Messicati Vitale atas kasus penganiayaan
berat di Italia. Sedangkan masalah yang sedang diteliti tentang Interpol
Indonesia dalam membantu Interpol Amerika atas permintaan Amerika untuk
mengekstradisi Lim Yong Nam sebagai pelaku kejahatan transnasional.
Akan tetapi terdapat beberapa perbedaan dari penelitian sebelumnya.
Pertama, terletak pada perbedaan negara yang meminta ekstradisi kepada
Indonesia. Skripsi saudari Dea ini melakukan kerjasama dengan Italia dalam
menangkap mafia Antonino Messicati Vitale. Sedangkan masalah yang akan
diteliti membahas Indonesia melakukan kerjasama dengan Amerika Serikat.
Beda negara, beda juga peraturan Undang-Undangnya.
11
Kemudian, skripsi saudari Dea dalam kerangka teorinya tidak
menggunakan tiga teori besar melainkan hanya turunan teori besar tersebut
meliputi konsep organisasiinternasional, kerjasama, dan keamanan secara
umum. Tidak membahas keamanan secara spesifik misal human security dan
tidak melihat kerjasama dan negosiasi sebagai bagian dari teori diplomasi serta
konsep kejahatan transnasional. Selain itu skripsi saudari Dea tidak membahas
ekstradisi itu sendiri dalam sub babnya.
Sedangkan penelitian ini menggunakan perspektif liberal institusionalis
dengan turunannya seperti kerjasama dan negosiasi sebagai bagian dari
diplomasi dan konsep keamanan secara spesifik, yakni human security. Selain
itu juga membahas „strategi Interpol‟ yang cenderung teknis dan spesifik.
Berbeda dengan Dea yang menggunakan „upaya Interpol‟ sehingga lebih
bersifat normatif. Penelitian ini juga membahas ekstradisi dalam sub babnya
yang dikaitkan dengan kejahatan transnasional.
Kedua, skripsi yang ditulis oleh Agil Fajar Sumarno, mahasiswa jurusan
Hubungan Internasional, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta tahun 2011,
dengan judul “ The Role of NCB-Interpol Indonesia in Overcoming Illicit Drug
Trafficking inIndonesia “. Dalam skripsi penulis menemukan perbedaan antara
skripsi saudara Agildengan penelitian yang dilakukan penulis. Dimana saudara
Agil menjelaskan peranan Interpol Indonesia dalam menangani kasus
penjualan ilegal narkoba di Indonesia.
Beda halnya dengan penenelitian yang ditulis oleh penulis, yaitu penulis
menjelaskan bagaimana Interpol menangani permasalahan kejahatan
transnasional di Indonesia dengan memfokuskan pada studi kasus permintaan
12
ekstradisi dari Amerika Serikat. Dimana Interpol Indonesia ini sangat berperan
dalam membantu pengekstradisian buronan mafia internasional.
Penulis juga menggunakan buku untuk menunjang penulisan skripsi ini,
diantaranya dari Philips Jusario Vermonte, Transnational Organized Crime:
Isu dan Permasalahannya,dalam Analisis CSIS Isu-isu Non Tradisional: Bentuk
Baru Ancaman Keamanan, dimana di dalam buku ini menjelaskan tentang
Kejahatan Transnasional yang telah ada dan membantu penulis dalam
penelitian yang sedang diteliti oleh penulis.
Buku lainnya dari Ivan Anthony Shearer dengan judul “ Extradition
inInternational Law “. Dalam buku ini dijelaskan dengan jelas permasalahan
mengenaiekstradisi dan bagaimana ekstradisi itu dalam pandangan hukum
internasional. Hal ini membuat penulis memahami bagaimana prosedur dalam
ekstradisi tersebut yang dimana sebelumnya penulis belum terlalu memahami
permasalahan mengenai ekstradisi ini. Penulis hanya memahami ekstradisi itu
permintaan pemulangan buronan internasional dari negara peminta, hal ini
penulis dapatkan dari hasil magang di NCB-INTERPOL Indonesia pada 2015
lalu. Jadi buku Shaerer ini membantu penulis untuk menjadi referensi penulis
dalam melakukan penelitian yang akan ditulis.
E. Kerangka Teoritis
Penelitian ini menggunakan perspektif liberal institusionalis sebagai
kerangka besar dalam melihat fenomena ini. Perspektif ini tentunya memiliki
konsep turunan, khususnya kerjasama sebagai bagian diplomasi dan human
security. Konsep dan perspektif yang dipilih bertujuan untuk menjawab
pertanyaan penelitian melalui beberapa strategi yang diterapkan oleh Interpol
Indonesia dalam mengekstradisi Lim Yong Nam ke Amerika.
13
a. Perspektif Liberal Institusionalis
Perspektif liberal institusionalis adalah salah satu jenis dari perspektif
liberalisme dalam hubungan internasional. Liberalisme institusional melihat
bahwa institusi internasional ini membantu memajukan kerjasama antar
negara-negara dan membantu mengurangi ketidakpercayaan antar negara yang
menjadi masalah klasikdikaitkan dengan anarki internasional.12
Ketidakpercayaan ini wajar jika terjadi antar negara karena adanya kecurigaan
antara negara yang satu dengan negara yang lain. Sehingga, digunakanlah
Organisasi Internasional, pada permasalahan kali ini Organisasi Internasional
yang digunakan adalah NCB-INTERPOL.
Liberal institusional merupakan jenis ketiga dalam pola liberalisme. Pada
tahun 1940, liberal institusional berpaling ke lembaga-lembaga internasional
untuk melaksanakan fungsi yang tidak bisa dilakukan oleh negara.13
Kaum
liberal institusional menyatakan bahwa institusi memfasilitasi kerjasama, hal
tersebut disebabkan institusi internasional bersifat transparan. Mereka
memberikan informasi pada semua negara anggota dan mereka dengan
demikian memajukan suatu lingkaran dimana menjadi mudah bagi negara
membuat komitmen yang dapat dipercaya.14
Dengan demikian, sebuah institusi
atau organisasi pada masa ini sudah diberi wewenang atau kepercayaan untuk
membantu menyelesaikan konflik internasional.
12
Georg Sorensen, Liberalism of Restraint and Liberalism Imposition: Liberal Values WorldOrder
in The New Millenium, International Relation, 2009. Hal. 154. 13
John Baylis dan Steve Smith, The Globalization of World Politics : An Introduction
toInternational Relations (New York:Oxford University Press, 2001). Hal. 170. 14
Robert Jackson dan George Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2009). Hal. 169.
14
b. Konsep Organisasi Internasional
Konsep ini merupakan turunan dari perspektif liberal institusionalis yang
melihat NCB-INTERPOL sebagai organisasi internasional. Pada awalnya
organisasi internasional didirikan dengan tujuan untuk mempertahankan
perarturan-peraturan agar dapat berjalan tertib dalam rangka mencapai tujuan
bersama dan sebagai suatu wadah hubungan antar bangsa dan negara agara
kepentingan masing-masing negara dapat terjamin dalam konteks hubungan
internasional.15
Organisasi internasional didefinisikan sebagai suatu struktur formal dan
berkelanjutan yang dibentuk atas suatu kesepakatan antara negara-negara
anggota (pemerintah dan non-pemerintah) dari dua atau lebih negara berdaulat
denga tujuan untuk mengejar kepentingan bersama para anggotanya.16
Organisasi internasional dalam pengertian Michael Hass memiliki dua
pengertian yaitu: pertama, sebagai suatu lembaga atau struktur yang
mempunyai serangkaian aturan, anggota, jadwal, tempat, dan waktu
pertemuan; kedua, organisasi internasional merupakan pengaturan
bagian-bagian menjadi satu kesatuan yang utuh dimana tidak ada aspek
non-lembaga dalam istilah organisasi internasional ini.17
Organisasi internasional mempunyai fungsi sebagai media untuk
berkomunikasi secara internasional yang berbeda-beda dengan demikian
adanya peran secara internasional dapat memberikan pedoman untuk bertindak
pada situasi tertentu dilingkungan internasional. Dapat dikatakan peran
15
Le Roy A. Bennet, International Organizations: Principles and Issues (New Jersey: Prentice Hall Inc, 1997), Hal. 2-4 16
Clive Archer, International Organizations., (London: Allen & Unwin Ltd, 1983). Hal 35
17 Hass dalam James N. Rosenau, International Politics and Foreign Policy: A Reader in
Research and Theory. (New York: The Free Press, 1969). Hal. 131
15
organisasi internasional merupakan reaksi dari situasi internasional yang
muncul.
Pengaruh dari berdirinya organisasi internasional dalam kehidupan suatu
negara baik pada saat krisis maupun saat membangun adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan bangsa, karena organisasi internasional bertujuan
untuk mengembangkan politik dan kerjasama keamanan nasional di satu pihak
serta pembangunan ekonomi dan kesejahteraan sosial dipihak lain.
Menurut Harold K. Jackobson fungsi organisasi internasional dapat
dikategorikan dalam lima hal pokok:18
1. Fungsi informasi termasuk didalamnya adalah pengumpulan, analisa,
pertukaran, dan desiminasi data dan informasi. Guna menjalankan fungsi ini,
organisasi internasional dapat menggunakan staffnya atau menyediakan suatu
forum dimana konstituennya dapat melakukan kegiatan-kegiatan tersebut.
2. Fungsi normatif meliputi pendefinisian dan pendeklarasian suatu
norma standar. Fungsi ini tidak memasukan instrument yang memiliki efek
mengikat secara hukum, tetapi sebatas pertanyaan-pertanyaan yang
8mempengaruhi lingkungan domestik dan internasional.
3. Fungsi pembuatan peraturan yang hampir sama dengan fungsi
normatif tetapi lebih menekankan pada efek mengikat secara hukum. Agar
produk yang dihasilkan mengikat secara hukum. Maka negara anggota harus
melakukan ratifikasiatas suatu peraturan dan peraturan itu berlaku bagi yang
meratifikasi saja.
18
Harold K. Jackobso, Network or Interdependence, Alfred A Knopf, ( New York, 1979) Hal. 89-90.
16
4. Fungsi pengawasan dan pelaksanaan peraturan dimana dalam hal
tersebut organisasi internasional menetapkan ukuran-ukuran pelanggaran dan
menetapkan langkah-langkah penanganan terhadap pelanggaran suatu
peraturan.
5. Fungsi operasional yang meliputi penggunaan sumber daya
organisasi.Peranan organisasi internaisonal dalam hubungan internasional saat
ini telah diakui karena keberhasilannya dalam memecahkan berbagai
permasalahan yang dihadapi suatu negara. Bahkan saat ini organisasi
internasional dinilai dapat mempengaruhi tingkah laku negara secara tidak
langsung. Adanya organiasasi internasional ini mencerminkan kebutuhan
manusia untuk bekerjasama, sekaligus sarana untuk menangani
masalah-masalah yang timbul melalui kerjasama tersebut.
Peranan organisasi internasioanal dapat dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu
:19
1. Sebagai instrumen. Organisasi internasional digunakan oleh
negara-negara anggotanya untuk mencapai tujuan tertentu berdasarkan tujuan
politik luar negerinya.
2. Sebagai arena. Organisasi internasional merupakan tempat bertemu
bagi anggota-anggotanya untuk membicarakan dan membahas
masalah-masalah yang dihadapi. Tidak jarang organisasi internasional
digunakan oleh beberapa negara untuk mengangkat masalah dalam negeri
negara lain dengan tujuan untuk mendapat perhatian internasional.
19
Clive Archer, International Organizations, (London: Allen & Unwin Ltd, 1983) Hal. 130-147.
17
3. Sebagai aktor independen. Organisasi internasional dapat membuat
keputusan-keputusan sendiri tanpa dipengaruhi oleh kekuasaan atau paksaan
dari luar organisasi.
Kemudian eksplorasi dan analisis aktivis organisasi internasional akan
menampilkan sejumlah peranannya, yaitu: inisiator, fasilitator, mediator,
rekonsiliator determinator. Dalam keanggotaan organisasi internasional ini
sangat terbuka bagi setiap negara yang dapat diklasifikasikan berdasarkan
cakupan geografis, persetujuan prinsip-prinsip dan kegiatan organisasi, serta
suatu standar politik tertentu.20
c. Konsep Diplomasi
Perspektif liberal melihat diplomasi sebagai bentuk kerjasama antar negara
atau aktor internasional lainnya. Kesepakatan bersama diantara pihak tertentu
tanpa menggunakan peperangan adalah tujuan utama diplomasi itu sendiri.
Diplomasi sebagai bentuk kerjasama sangatlah sulit tercapai dengan kenyataan
bahwa sistem internasional yang ada bersifat anarkis. Alternatif liberal
menghadapi ini adalah dengan membentuk institusi internasional untuk
menampung semua kepentingan negara.21
Tidak adanya kontak dan komunikasi antar negara akan menghilangkan
sistem internasional. Negosiasi dan kerjasama dalam konteks diplomasi sangat
dibutuhkan. Dimana diplomasi dapat dipandang sebagai saratan kontak dan
komunikasi antar negera. Dalam perkembangannya diplomasi tidak hanya bisa
20
John T. Rourke, International Politics on the World Stage, 1991. Hal. 442
21 Robert Keohane, After Hegemony: Discord and Collaboration in World Political Economy (New
Jersey: Princeton University Press, 1984). Hal. 45.
18
dilakukan negara melainkan aktor non negara juga, seperti organisasi
internasional.
Secara khusus dalam diplomasi dikenal dengan multitrack diplomacy
sebagai bentuk perkembangan ilmu hubungan internasional. Bentuk diplomasi
ini muncul dari sebuah kesadaran bahwa interaksi (kerjasama dan negosiasi)
tidak selamanya efektif dilakukan oleh aktor negara dalam menyelesaikan
masalah internasional atau hubungan bilateral. Tetapi ada jalur lainnya yang
dinilai cukup efektif dalam melakukan diplomasi, seperti individu, aktor non
negara, dan lainnnya.22
Multi-track diplomacy terbagi dalam sembilan track yang memiliki
beberapakarakteristik tertentu. Pertama, diplomasi dilakukan antar negara atau
pemerintah. Kedua, interaksi (kerjasama dan negosiasi) dapat dilakuakan oleh
aktor non negara. Ketiga, para pebisnis antar negara mampu melakukan
diplomasi. Keempat, secara spesifik individu di setiap negara mampu
melakukan diplomasi.23
Kelima, melalui pemberian pendidikan, penelitian, dan pelatihan. Keenam,
dilakukan oleh kelompok aktivis terkait isu internasional biasanya tentang
kemanusiaan, iklim, dan lainnya. Ketujuh, kelompok agama tertentu
melakukan aksi perdamaian. Kedelapan, institusi pendanaan mampu
melakukan diplomasi ini. Kesembilan, dilakukan melalui media, opini, dan
komunikasi.24
22
Louise Diamond and John Mc.Donald. Muti-track Diplomacy: A System Approach to Peace-3rd ed. (New York: Kumarian Press, 1996). Hal. 4.
23 Jeffry Mapendere, et. al. t.t. Track One and a Half Diplomacy and the Complementary of
Tracks. Culture of Peace Online Journal. Vol. 2, 2012. Hal. 66.
24John W. McDonald. The Institute for Multi-Track Diplomacy, dalam Journal of Conflictology,
2012.
19
Dalam konteks ini diplomasi dari segi perspektif liberalis melihat negosiasi
dan kerjasama sebagai cara untuk menghadapi isu internasional. Secara definisi
negosiasi merupakan proses diskusi diantara beberapa pihak baik aktor negara,
non negara, maupun individu. Tujuannya untuk menyelesaikan masalah atau
resolusi konflik. Negosiasi juga pada dasarnya harus bersifat saling
mengungtungkan atau win-winsolution.25
Fisher, Uri, dan Patton menyebutkan negosiasi terbagi dalam tiga bentuk,
meliputi hard, soft, dan principled. Pada hard negotiation cenderung
menggunakan kekerasan dan bersifat konfrontatif. Soft negotiation berdasarkan
hubungan baik dan menekankan pengertian. Terakhir principled negotiation
sesuai dengan prinsip-prinsip yang jelas dalam mencapai tujuan negosiasi
tersebut.26
Kemudian negosiasi sebagai bagian diplomasi memiliki beberapa
klasifikasi. Pertama, negosiasi distributif yang cenderung memperebutkan satu
kepentingan. Kedua, negosiasi intergratif melalui penggabungan beberapa
kepentingan berbeda untuk mencapai kesepakatan bersama. Ketiga, negosiasi
destruktif mengacu pada kemenagan satu pihak.27
Selanjutnya kerjasama internasional terjadi sebagai bentuk tindakan
penyesuaian para aktor terhadap respon dari aktor lainnya. Pada prakteknya
kerjasama dilakukan melalui berbagai perundingan atau perjanjian. Bisa juga
dilihat sebagai komitmen individu terhadap kesejahteraan bersama. Bagian
25
G.R. Berridge, Diplomacy: Theory and Practice 2nd Edition, (Basingstoke: Palgrave, 2002). Hal. 23. 26
Principled Negotiation, diakses pada 1 Februari 2018 dari
http://www.colorado.edu/conflict/peace/prinneg.htm 27
Roy J Lewichi, et.al. Negotiation: Exercise, Reading, and Cases, (New York. Mac Graw-Hill,
2003), Hal. 12.
20
penting dalam kerjasama adalah terkait hasil yang saling menguntungkan
diantara dua pihak yang berkerja sama.28
Holsti menyebutkan kerjasama sebagai pandangan dari dua atau lebih
pihak yang memiliki kepentingan berbeda dimana nantinya akan menghasilkan
sesuatu dan dipenuhi oleh semia pihak. Kerjasama berawal adanya masalah yag
beragam baik bersifat nasional maupun internasional sehingga diperlukan
penyelesaian masalah tersebut secara bersama-sama.29
d. Konsep Human Security
Konsep human security berkaitan dengan masalah kejahatan transnasional.
Dimana konsep ini membahas tentang keamanan setiap manusia di dunia.
Dengan timbulnya masalah kejahatan transnasional ini sangat memberi
pengaruh pada keamanan manusia baik dalam hal domestik maupun
internasional. Dengan konsep ini dapat menunjukan pada kita bahwa isu
kejahatan transnasional sangat berpengaruh pada dunia.
Konsep keamanan melihat ancaman dapat berasal dari negara dan
non-negara, dalam hal ini dapat dikatakan bahwa ancaman dapat datang dari
domestik maupun transnasional. Sifat ancaman terdiri dari ancaman tradisional
dan non-tradisional. Ancaman tradisional berasal dari isu politik, ekonomi,
militer, persenjataan dan keamanan perbatasan. Sedangkan ancaman
non-tradisional dapat berupa politik domestik, lingkungan hidup, terorisme,
penyakit menular, narkoba dan penyelundupan manusia.
28
Doughertty dan Pfaltzgaff, Contending Theories, New York, 1997. Hal. 418.
29 Doughertty dan Pfaltzgaff, Contending Theories, hal. 418
21
Ancaman yang bersifat non tradisional ini biasanya akan mengancam
keamanan kemanusiaan atau human security. Aktor dari ancaman yang bersifat
non tradisional biasanya adalah individu atau sekelompok individu yang
memiliki kepentingan tertentu, sehingga tingkat analisisnya bukan fokus pada
negara tetapi pada individu (manusia) dan dampaknya pun dirasakan langsung
oleh individu.
Konsep ını berasumsı bahwa adanya penggeseran keamanan negara kepada
keamanan manusıa yang mencakup perlındungan HAM, kelompok mınorıtas,
dan kesejahteraan sosıal. Human securıty menghapus pemıkıran realıs dan neo
realıs bersamaan dengan hard power. Inı juga dapat dideskripsikan dari
pandangan sebagaimana dirumuskan oleh United Nation Development
Program.30
e. Konsep Kejahatan Transnasional
Terakhir menggunakan konsep Transnational Organized Crime atau
Kejahatan Transnasional. Dimana transnational crime pada umumnya
didefinisikan sebagai bentuk kejahatan yang menyediakan barang atau jasa
secara ilegal untuk mendapatkan keuntungan. Terdapat beberapa ciri-ciri dari
kejahatan lintas batas diantaranya31
:
1. Merupakan kejahatan global karena tidak mengenal batas-batas
wilayah kedaulatan atau yuridiksi nasional suatu negara.
2. Kejahatan ini mucul dan berkembang seiring dengan kemajuan
teknologi informasi, komunikasi dan transportasi internasional.
30
Bajpai, K, Human Security : Concept and Measurement, Kroc Institute Occasional, 2000. 31
Philips Jusario Vermonte, Transnational Organized Crime: Isu dan Permasalahannya,dalam Analisis CSIS Isu-isu Non Tradisional: Bentuk Baru Ancaman Keamanan, (Jakarta: CSIS,2002) . Hal. 45.
22
3. Kejahatan transnasional disebabkan oleh kondisi politik, sosial,
ekonomi, pertahanan, dan teknologi yang berkembang di berbagai negara dan
juga kebijakan dalam dan luar negeri suatu negara yang menjadi sasaran
kejahatan.
4. Kejahatan transanasional tidak memandang ideologi, suku bangsa dan
pelaku.
5. Kejahatan ini dapat dilakukan oleh perorangan, kelompok maupun
oleh negara, baik sebagai sponsor maupun pelaku.
6. Kejahatan transnasional tidak selalu didasari oleh politik semata, dapat
juga motif-motif ekonomi atau bahkan tanpa motif yang jelas.
Konsep ini dıkenal pada 1990 dalam pertemuan PBB yang membahas
kejahatan transnasıonal. Kejahatan ini menimbulkan banyak masalah, seperti
pengeksploitasian sumber daya alam dan sumber daya manusia secara
berlebihan. Dampak yang ditimbulkan bisa berupa kemiskinan, konflik
berkepanjangan, dan kerugian lainnya. Sifat yang lintas negara membuat
masalah di suatu negara akan menyebabkan masalah di negara lain.32
Indonesia telah meratifikasi Palermo Conventıon terkaıt TOC pada
pertemuan ke-62, 15 November 2000. Ratifikasi tersebut dituangkan dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pengesahan United Nations
Convention Against Transnational Organized Crime menyebutkan sejumlah
kejahatan yangtermasuk dalam kategori kejahatan lintas negara terorganisir,
yaitu pencucian uang, korupsi, perdagangan gelap tanaman dan satwa liar yang
32
“Penanggulangan Kejahatan Lintas Negara Terorganisir”, Artıkel dıakses pada 3 Februarı2018 darı
http://www.kemlu.go.id/id/kebijakan/isu-khusus/pages/Penanggulangan-Kejahatan-LintasNegara-Teror
ganisir.aspx
23
dilindungi, kejahatan terhadap benda seni budaya (cultural property),
perdagangan manusia, penyelundupan migran serta produksi dan perdagangan
gelap senjata api.33
F. Metode Penelitian
Dalam menjawab pertanyaan, “Bagaimana strategi NCB-INTERPOL
Indonesia dapat menanggani permasalahan kejahatan lintas negara yang ada di
Indonesia dalam studi kasus ekstradisi buronan Amerika Serikat Lim Yong
Nam periode 2014-2016 ?”, dimana penelitian ini menggunakan metode
penelitian kualitatif dengan menampilkan data tentang strategi
NCB-INTERPOL Indonesia dalam menyelesaikan permasalahan kejahatan
transnasional. Pada metode ini, penelitian sebuah fenomena berangkat dari data
yang ada, bukan dari teori.
Jadi, fokus penelitian kulitatif bukan pada pembuktian sebuah teori yang
sudah ada. Adapun landasan teori biasanya digunakan sebagai penopang fokus
penelitian. Pada metode penelitian kualitatif, data biasanya dikumpulkan
dengan melakukan observasi melalui kegiatan wawancara dan berdiskusi
antara peneliti dan narasumber.
Data yang digunakan di dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis, yakni
data primer dan sekunder. Data primer terdiri dari wawancara, pidato, dan
pernyataan di media yang berhubungan dengan NCB-INTERPOL Indonesia
dalam menyelesaikan permasalahan kejahatan transanasional, seperti :
1. Wawancara dengan Bapak AKBP Dadang Sutrasno, S.Ik sebagai
Kasubbag Bantuan Hukum Internasional Set NCB-INTERPOL Indonesia pada
Divhubinter Polri.
33
“Penanggulangan Kejahatan Lintas Negara Terorganisir”
24
2. Wawancara dengan Bapak AKBP Jajang Ruhyat, S.Ik sebagai Kasubbag
Kejahatan Transnasional Set NCB-INTERPOL Indonesia pada Divhubinter
Polri.
Data sekunder yang akan digunakan di dalam penelitian melalui situs
internet dan studi kepustakaan dengan mengumpulkan bahan dari berbagai
sumber, seperti: buku, internet, majalah, jurnal, dan koran serta beberapa
informasi yang mendukung penelitian.
Sumber data yang telah diperoleh kemudian dikaji lagi, diklasifikasikan
dan selanjutnya dibandingkan antara sumber yang satu dengan yang lainnya
serta dianalisis data tersebut sehingga diperoleh data yang akurat yang dapat
digunakan dan dapat dipertanggungjawabkan. Teknik analisis data yang
dipakai yaitu teknik deskriptif analisis yang dilakukan setelah pengumpulan
data yang kemudian dilanjutkan dengan proses perbandingan antara data yang
satu dengan data yang lain. Data-data yang sudah dikumpulkan tersebut akan di
analisa.
G. Sistematika Penulisan
Bab I merupakan bab pendahuluan meliputi pernyataan masalah,
pertanyaan penelitian,tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka
pemikiran, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II membahas tentang hubungan Indonesia-Amerika dalam bidang
Interpol. Secaraspesifik akan menggambarkan sejarah hubungan
Indonesia-Amerika, sejarah kemunculan Interpol sebagai aktor internasional,
dan kerjasama Interpol Indonesia dengan Interpol Amerika.
Bab III membahas terkait kejahatan transnasional dan ekstradisi. Dalam
sub babnya akanmenjelaskan kejahatan transnasional sebagai ancaman human
25
security, tindak kejahatan Lim Yong Nam, dan ekstradisi sebagai
penanggulangan kejahatan transnasional.
Bab IV menjelaskan tentang strategi Interpol Indonesia dalam menangani
kejahatantransnasional terkait permintaan ekstradisi Amerika Serikat atas nama
Lim Yong Nam. Dalam sub babnya akan dibagi dalam tiga bagian, meliputi pra
ekstradisi (strategi kerjasama Interpol Indonesia-Interpol Amerika), proses
(strategi negosiasi Interpol Indonesia terhadap pemerintah Indonesia)
ekstradisi, dan pelaksanaan ekstradisi (strategi pengawalan Lim Yong Nam).
Bab V kesimpulan
26
BAB II
KERJASAMA BILATERAL INTERPOL INDONESIA DENGAN
INTERPOLAMERIKA SERIKAT
A. Kemunculan Interpol sebagai Aktor Internasional
Kompleksıtas permasalahan dunia membuat sebagıan besar negara tidak
mampu menyelesaikan dinamika internasıonal. Nantınya akan mulaı bermunculan
aktor non negara, yaknı organısası atau ınstıtusı ınternasıonal termasuk kemunculan
Interpol sebagaı aktor ınternasıonal yang berbentuk organısası ınternasıonal.34
Dapat
dıkatakan kemunculan Interpol dı dunıa sebagaı respon terhadap kemunculan
kejahatan transnasıonal yang mengancam keamanan negara.
Michael Hass menjelaskan organisasi internasional dalam dua pengertian
yaitu: pertama, sebagai lembaga yang mempunyaiserangkaian aturan dan
kelengkapan organisasi. Kedua organisasi internasional merupakan regulasi yang
menjadi satu kesatuan secara sistematis.35
Kembali pada Interpol jika dilihat sebagai bentuk organisasi termasuk
Internatıonal Government Organızatıon (IGO) atas dasar perjanjian multilateral
daribeberapa negara di dunia.36
IGO adalah suatu institusi yang dıbentuk oleh
negara-negara di dunia dengan tujuan tertentu.Dalam prakteknya IGO ada yang
34
Margono, Aktor Non-Negara dalam Hubungan Internasıonal, Jurnal Pendıdıkan Pancasıla dan
Kewarganegaraan, Th. 28, Nomor. 2, Agustus 2015.Hal. 105. 35
Hass dalam James N. Rosenau, International Politics and Foreign Policy: A Reader in Research and
Theory. (New York: The Free Press, 1969).Hal. 131 36
Le Roy A. Bennet, International Organizations: Principles and Issues, (NewJersey: Prentice Hall Inc, 1997). Hal. 2-4.
27
terbentuk atas dasar regional, antar regional atau antar dunia.Tentunya tujuannya
beragam, sepertı perbaıkan ekonomı, memberantas kejahatan, dan laınnya.37
Bisa dilihat juga bahwa Interpol sebagai wadah kerjasama antara
negara-negara di dunia, terkhusus Amerika dan Indonesia dalam bentuk lain. Tidak
selamanya kerjasama dilakukan antar negara melainkan bisa melalui institusi
internasional sesuai perspektif liberal institusionalis.Senada dengan itu Interpol
juga memiliki wewenang untuk memberantas kejahatan transnasional.Jadi
kemunculan Interpol sebagai aktor internasional disebabkan ketidakmampuan
negara menyelesaiakn masalah internasional, kompleksitas dinamika internasional,
dan mendapatkan wewenang sebagai organisasi internasional.38
B.1 Awal pendirian ICPO-INTERPOL
Kemunculan ICPO-INTERPOL sebagai organisasi internasional
disebabkanpersamaan kepentingan untuk memberantas kejahatan transnasional di
negera-negara dunia.Dalam menghadapi permasalahan tersebut setiap negara
menemukan berbagai kesulitan baik yang bersifat yuridis maupun prosedural.39
Hal
tersebut disebabkan masing-masing negara di dunia memiliki kedaulatan dan sistem
hukum yang berbeda.Dimana masalah kedaulatan sangat sensitif dan tidak boleh
dilanggar oleh aktor internasional tertentu.
Dalam merespon permasalahan tersebut beberapa negara di Eropa
mengadakan Kongres Polisi Internasional ke-1 di Monaco pada1914.Kongres
tersebut memutuskan untuk membentuk suatu lembaga yang berfokus pada
37
A.A.B Perwıta dan Y.M. Yanı, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional,(Bandung:Rosda, 2006). Hal.
22 38
Ibid.,Le Roy A. Bennet. Hal 2 39
Vademinkum Divisi Hubungan Internasional
28
penanganan masalah global, yakni Badan Kepolisian Internasional.Kemudian pada
1923 dilanjutkan kembali pembicaraan Badan Kepolisian Internasional pada
Kongres ke-2 di Wina. Kongress tersebut menyetujui suatu nama organisasi
tersebut yang dikenal dengan International Criminal Police Commission (ICPC).
Perkembangannya mengalami perubahan nama ICPCmenjadi ICPO (International
Commission Police Organization) pada 1956. Sedangkan pada awal
pembentukannnya ICPO-INTERPOL beroperasi dan bermarkas di Lyon, Perancis
pada 1984.40
Berbeda dengan berdirinya Interpol Indonesia yang diawali dengan
pengiriman dua utusan.Pertama, Indonesia melalui utusannya menjadi peninjau
dalam Sidang Umum (Maelis Umum) ICPO-Interpol ke-21 Stockholm, Swedia
pada 1952.Kedua, perkembanngan terjadi dengan diterimanya Indonesia sebagai
anggota ICPO-Interpol pada 1954. Pada awal pembentukannya Indonesia
mengalami hambatan berupa tidak adanya badan tertentu yang memiliki fungsi
sebagai NCB-Interpol Indonesia.41
Dalam perkembangannya Interpol selalu hadir dalam dinamika permasalahan
dunia, seperti masalah kejahatan internasional pasca Perang Dingin dan masa
globalisasi.Pasca Perang Dingin suatu kejahatan masih bersifat sempit, khususnya
aksi terorisme.Selain itu belum berkembang pada berbagai masalah kompleks.
Sedangkanmasa globalisasi diawal 2000-an dimana batas negara sudah tidak ada
membuat aktivitas transnasional bermunculan.42
.
40
Vademinkum Divhubinter Polri, 2012. Hal. 20 41
Vademinkum Divhubinter Polri, 2012. Hal.10 42
Bantarto Bandoro, Masalah-Masalah Keamanan Internasional Abad 21, Badan Pembinaan
Hukum Nasional, Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, 2013.
29
Pesatnya aktivitas transnasional berdampak pada kemunculan berbagai bentuk
kejahatan transnasionaL, meliputi penyelundupan manusia, narkoba, pencucian
uang, penjualan senjata ilegal, dan lainnya.Perubahan inilah yang membuat Interpol
harus melakukan tindakan preventif terhadap banyaknya kejahatan
transnasional.43
Selain itu era globalisasi kejahatan transnasional semakin kuat dan
luas jika dibandingkan dengan pasca Perang Dingin sebab didukung dengan
kemajuan teknologi serta informasi.
B.2 Fungsi dan Tugas ICPO-INTERPOL
Tujuan Interpol adalah menciptakan perdamaian dunia dan membantu para
aktor penegak hukum untuk menjalin kerjasama internasional dalam rangka
memberantas kejahatan internasional.44
Sedangkan konstitusi Interpol pada Pasal 2
ICPO-Interpol Constitution menyebutkan beberapa tujuan Interpol, sebagai berikut:
1. Memberikan jaminan berupa bantuan kepada negara anggota Interpol untuk
menangani berbagai kasus tindak pidana tertentu. Selain itu secara
bersama-sama memperjuangkan hak asasi manusia.
2. Menciptakan berbagai badan-badan dengan maksud untuk membantu secara
efektif dalam konteks pencegahan atau pemberantasan kejahatan serta tindak
pidana.45
Dalam aktivitasnya Interpol dibagi dalam beberapa divisi atau fungsi tertentu
dalam menjalankan misinya, yakni (i) Majelis Umum; (ii) Badan Eksekutif; (iii)
Sekretariat Jenderal; (iv) Biro Pusat Nasional; (v) Penasehat; dan (vi) Komisi
43
Ibid, Bantarto 44
Ibid, Bantarto 45
Rights”; (2) To establish and develop all institutions likely to constribute effectively to the
prevention and suppression of ordinary law crimes.”
30
Pengaturan Data.46
Tindakan atau keputusan Interpol sebagai organisasi
internasional terkandung dalam Pasal 3 ICPO-Interpol Constitution.Pasal tersebut
menjelaskan bahwa Interpol dalam menciptakan perdamaian tidak memiliki
wewenang atau ketentuan untuk ikut campur dalam berbagai aktivitas yang
berkaitan dengan politik, militer, agama, dan rasial.47
Berikut adalah beberapa struktur yang terdapat dalam ICPO-Interpol yang
menopang aktivitasnya, meliputi (i) General Assembly, (ii)Executive Committee,
(iii) Commission for the Control of INTERPOL’s Files, (iv) General Secretariat,
and (v) National Central Bureaus.48
Interpol untuk mencapai berbagai tujuannya
terdapat beberapa prinsip umum yang terkandung pada dari konstitusi
ICPO-Interpol. Berikut adalah prinsip-prinsipnya:
1. Menghormati batas-batas dan aturan negara sebagai kedaulatan negara.
Dalam pelaksanaan untuk membarantas berbagai tindakan kejahatan
transnasional maka negar anggota Interpol harus menghargai atau menghormati
batas-batas tertentu.Selain itu tidak bisa melanggara undang-undang atau aturan
tertentu yang berlaku di suatu negara. Dengan kata lain batas-batas tertentu dan
undang-undang merupakan ukuran dari kedaulatan suatu negara. Nantinya hukum
yang beraku di suatu negara hanya berlaku sampai batas teritorial itu sendiri.
46
ICPO-Interpol Constitution, 1956, Pasal 5. 47 Ibid., Pasal 3. “it is strictly forbidden for the organization to undertake any intervension or
activities of a political, military, religious, and racial character”. 48
Structure and Governance‟‟,Artıkel dıakses pada 22 Januarı 2018 darı
https://www.interpol.int/About-INTERPOL/Structure-and-governance.
31
2. Implementasi undang-undang kejahatan.
Maksudnya berbagai tindakan Interpol hanya sebatas pencegahan kejahatan
dan penegakan hukum bukan masalah lainnya.Dasar pembatasan tersebut tertuang
pada Pasal 3 ICPO-Constitution dimana Interpol tidak bisa intervensi untuk
permasalahan militer, politik, dan lainnya.
3. Universalitas.
Universilitas sebagai tujuan dari Interpol itu sendiri dalam Pasal 2 ICPO untuk
menegakkan hukum di berbagai institusi hukum dunia.Melalui prinsip universilitas
mengharuskan adanya saling kerjasama diantara para negara anggota Interpol.Di
samping itu berbagai hambatan dalam kerjasama harus segera diselesailan,
misalkan perbedaan bahasa dan geografis.
4. Setara sesama dengan negara anggota Interpol.
Pelayanan yang diberikan Interpol kepada negara anggota bersifat setara atau
tidak ada yang dibedakaan. Kesetaraan tersebut berupa pelayanan, pemberian
informasi, hak sama, dan pendanaan. Awal kemunculan dari prinsip setara atau
kesamaan bersumber dari salah satu prinsip United Nation Declaration on Human
Rights.
5. Melakukan kerjasama dengan institusi lainnya.
Perluasan kerjasama dibutuhkan untuk memudahkan menyelesaikan berbagai
masalah transnasional.Misalkan National Central Bureau (NCB) melakukan
kerjasama dengan berbagai badan yang memberantas kejahatan baik institusi dunia,
regional, atau negara tertentu.Terbukti dalam melakukan pemberantasan kejahatan
32
transnasional Interpol sudah membangun kerjasama dengan Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) dan Unı Eropa.
6. Fleksibilitas.
Pada teknisnya Interpol melaluı koordinasi dengan negara anggota yang
tersebar di dunia.Koordinasi tersebut berupa pertukaran informasi, masukan teknis,
dan lainnya yang menunjang kegiatan Interpol.Fleksibilas di sini maksudnya
penerapan ketaraturan dan kontinuitas kerjasama di antara para anggota
negara.Secara rinci fleksibilitas Interpol terdapat pada ICPO-Constitution dalam
pembentukan NCB yang mengharuskan keseragaman.
Kegiatan koordinasi antar negara anggota secara sistematis dan terarah
sangatlah diperlukan dalam menunjang keberhaslian aktivitasnya untuk
memberantas kejahatan transnasional.49
Interpol melalui ICPO-Constitution
menjelaskan berbagai fungsi-fungsi, antara lain adalah :50
1. Pelayanan Komunikasi Global Kepolisian yang aman (I-24/7).
Dalam melakukan komunikasi diantara para anggota NCB-INTERPOL
melalui suatu sistem yang disebut dengan I-24/7 sebagai alat komunikasi kepolisian
global.Sistem komunikasi tersebut merupakan alat yang berstandar internasional,
akurat, sistematis, mudah diaplikasikan, memiliki keamanan tingkat tinggi, dan
fleksibel.
2. Pelayanan Data Operasional.
Data operasional dapat diakses dengan mudah, cepat, dan langsung oleh
Negara-negara anggota INTERPOL. Beberapa database yang dapat diakses
49
Sardjono, Kerjasama Internasional di Bidang Kepolisian.Hal. 14. 50
Vademinkum Divhubinter Polri, 2012. Hal. 28-30
33
sebagian besar berisikan tentang I-Link Project, MIND/FIND, Suspect Terrorist,
Nominal Data on Criminal, Fingerprints, DNAProfiles, Lost or Stolen Travel
Document, Child Sexual Abuse Images, Stolen Work of Art, INTERPOL Travel
Document Initiative, Stolen Motor Vehicle, dan INTERPOL Notices.
3. Pelayanan Dukungan Operasional.
Pelayanan Interpol diberikan kepada para penegak hukum yang berbentuk
institusi dı negara-negara tertentu seperti penanganan situasi darurat atau kegiatan
operasional.Interpol memiliki indikator terkait kejahatan yang menjadi priorıtasnya,
meliputi korupsi, narkoba, kejahatan keuangan, kejahatan terorganisir,
penyelundupan manusia, dan terorisme.Interpol dalam koordinasi sesama negara
anggota dipusatkan di bawah naungan Komando dan Koordinasi (Command
andCoordination Centre - CCC). Dimana pusat komando tersebut bekerja selama
24 jam setiap harinya.
Pemusatan tersebut bertujuan untuk menghadapi berbagai kondisi kritis
mengingat kejahatan transnasional bisa terjadi kapan saja.Selain itu sebagai respon
terhadap kebutuhan negara anggota untuk melakukan pertukaran informasi dan
menetapkan solusi berupa manajemen krisis terhadap masalah tertentu.Sistem yang
digunakan oleh Interpol dalam melakukan berbagai aktivitas tersebut dinamakan
INTERPOL MajorEvants Support Team (IMEST), Disaster Victim Identification
(DVI), dan Incident Response Team (IRT).
4. Peningkatan kapasitas kepolisian
Peningkatan kapasitas dalam konteks ini berfokus pada pelatihan dan
pengembangan terhadap anggota kepolisian untuk menghadapi berbagai ancaman
kejahatan transnasional secara sistematis. Beberapa kapasitas yang akan diberikan
34
Interpol, seperti pemberian pengetahuan, berbagi pengalaman, dan memberikan
standar internasional terkait kejahatan internasional. Secara spesifik peningkatan
kapasaitas beurpa pelatşhan seperti pencegahan kejahatan transnasional,
penggunaan teknologi investasi, dan peningkatan kapasitas personel kepolisian
(NCB).
5. Dalam pra-ekstradisi.
Berkaitan dengan proses ekstradisi Interpol dapat melakukan tindakan
pencarian pelaku kejahatan, melakukan penangkapan melalui keputusan surat, dan
melaksanakan proses ekstradisi. European Extradition Convention 1957 merupakan
salah satu dasar dalam menerapkan ekstradisi.Selain ıtu beberapa lembaga di
duniadari suatu negara dapat berkoordinasi dengan Interpol dalam proses ekstradisi
atau berupa permintaan untuk melakukan penahanan bersifat sementara.
Mengacu pada fungsi Interpol di atas memiliki kesamaan dengan fungsi
organisasi internasional menurut K. Jackobson seperti fungsi informasi (Sistem
Komunikasi I-24/7 dan pelayanan), fungsi normatif, fungsi pembuat aturan, dan
fungsi operasionalisasi (pelatihan dan pengembangan kepolisian).51
Kemudian jika
mengacu pada perananan Interpol sebagai organisasi termasuk berbentuk instrumen
dan aktor indepennden.Maksudnya berbentuk instrumen sebagai tempat untuk
membicarakan masalah tertentu di dunia.Selain itu sebagai aktor independen
menjelaskan Interpol bisa membuat keputusan sendiri.52
B.3 Tentang Interpol Indonesıa 51
Harold K. Jackobso, Network or Interdependence, Alfred A Knopf, ( New York, 1979) Hal. 89-90.
52Clive Archer, International Organizations, (London: Allen & Unwin Ltd, 1983) Hal.
130-147.
35
Indonesia sebagai aktor internasional dalam tugasnya memberantas kejahatan
internasional melalui NCB-Interpol, khususnya Divisi Hubungan Internasional
Polri (Divhubinter Polri).Tentunya Institusi tersebut berbagai wewenang dan tugas,
yaitu memberikan jaminan, pengendalian, dan pengawasan terhadap berbagai
kinerja NCB-Interpol dalam menjalankan tugas-tugasnya baik bersifat bilateral
maupun multilateral.
Gambar II.I : Struktur Organisasi NCB-INTERPOL Indonesi
Sumber :www.interpol.go.id/id/struktur-organisasi
Kemudian Interpol sebagai organisasi internasional memiliki fungsi untuk
melakukan kerjasama internasional, perjanjian internasional, dan operasi
intelijen.Kompleksitas dalam memberantas kejahatan transnasional membuat
Interpol untuk mengerjakan berbagai tugasnya dibantu oleh badan-badan lebih kecil
dibawahnya.Tugas tersebut mencakup berbagai permasalahan baik dalam negari
maupun luar negeri. Sedangkan badan-badan tersebut yang membantu Inteprol
36
adalah, Bagian Konvensi Internasional (Bagkonvinter), Bagian Liaison Officer dan
Perbatasan (Baglotas), Bagian Komunikasi Internasional (Bagkominter) serta
Bagian Kejahatan Internasional (Bagjatinter).
B. Kerjasama Indonesia dengan Amerika dalam Bidang Interpol
Dalam memberantas kejahatan transnasional tidak ada negara yang bisa
menangani dan menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa adanya dukungan dari
negara lain. Agar masalah dapat diselesaikan dengan usaha yang efektif dan efisien,
beberapa negara mewujudkannya dengan membuat sebuah wadah untuk
melakukan kerjasama internasional yang sekarang kita kenal dengan
NCB-INTERPOL yang telah tersebar di 190 negara.Begitupun dengan Amerika
dan Indonesia yang harus secara bersama-sama dalam memberantas kejahatan
transnasional.
Kerjasama Interpol Indonesia dengan interpol Amerika berawal pada 2011.
Meskipun kedua interpol ini tidak memiliki perjanjian tertulis terkait ekstradisi.
Proses ekstradisi dilakukan oleh kedua negara tersebut berdasarkan hubungan baik
dan timbal balik. Melihat perkembangan Interpol Indonesia dari awal berdirinya
pada 1954 mengalami berbagai dinamika sampai 2010.Dimana barulah 2010 status
dan administrasi Interpol Indonesia sebagai organisasi internasional sudah mulai
kuat.53
Pada Maret 2011 kerjasama Indonesia-Amerika dalam bidang Interpol berupa
persetujuan letter of intent antara Interpol (Polri) dengan Federal Bureau of
Investigation (FBI) di Markas Besar Polri. Persetujuan tersebut tentang Kerjasama
Timbal Balik dalam Pengembangan Kapasitas serta Pencegahan Penanggulangan
53
Penandatanganan Letter of Intent Antara Polri dan FBI,” Artikel diakses pada 3 Februari2018 dari
http://www.interpol.go.id/id/berita/397-penandatanganan-letter-of-intent-antara-polri-dan-fbi-
37
Kejahatan Transnasionalditandatangani oleh Kabareskrim Polri, Komjen Pol. Ito
Sumardi dan Direktur FBI, Robert S. Mueller III.54
Tujuan kerjasama tersebut untuk memperkuat hubungan antara kedua negara
dalam pemberantasan kejahatan transnasional di Indonesia dan Amerika.Selain itu
bertujuan untuk pertukaran informasi dan peningkata kapasitas berbagai lembaga
penegak hukum. Pada tahun yang sama tepatnya Agustus 2011 di kantor Divisi
Hubungan Internasional Polri, Wakil Divhubinter Polri, dan Wakil Dit. Perjanjian
Polkamwil Kemlu mendapatkan kunjungan dua pejabat.55
Mereka adalah Prf. Dr. Rouben Azizian (Asia Pacific Center for Security
Studies) dan Dr. Bill Wieninger (Perwira USAF) bersama dengan FBI Legal
Attache Kedutaan Besar Amerika Serikat bertujuan untuk membicarakan
permasalahan keamanan terkhusus ancaman non tradsional dan kejahatan
transnasional. Dalam pertemuannya secara spesifik mereka membahas terorisme,
penyelundupan senjata, dan akan mengadakan konferensi terkait masalah ini.56
Pada 2013 Amerika mengalami kesulitan dalam menangkap Edward Joseph
Snowden sebagai mantan intelijen Amerika yang membocorkan rahasia negara
tersebut.Pihak Amerika meminta kepada Indonesia untuk melakukan penangkapan
Snowden jikadia mengunjungi Indonesia.Amerika menduga Snowden sedang
berada di Rusia sebab medapatkan suaka di negara tersebut.57
Pada Sidang Umum Interpol ke-85 dengan tema Setting Global Roadmap
forInternational Policing di Nusa Dua, Bali yang memperkuat hubungan dengan
54
Penandatanganan Letter of Intent Antara Polri dan FBI,” Artikel diakses pada 3 Februari 55
Ibid,. 56
Polri-Amerika Serikst Tingkatkan Kerja Sama Keaman an,” Artikel diakses pada 3 Februari2018 dari
http://www.interpol.go.id/id/berita/424-polri-amerika-serikat-tingkatkan-kerja-sama-keamanan 57
Amerika Minta Indonesia Tangkap Snowde,” Artikel diakses pada 3Februari 2018 dari
https://dunia.tempo.co/read/503237/amerika-minta-indonesia-tangkap-snowden
38
beberapanegara anggota, terkhusus Amerika. Amerika dalam sidang tersebut
menegaskan akan membantu Indonesia dalam melawan illegal fishing, buronan
internasional, dan lainnya.58
Terbaru ini pada 2017 Interpol Republik Indonesia
akan berkoordinasi dengan Interpol AS terkait tewasnya Johannes Marliem sebagai
saksi kunci kasus e-KTP. Johannes Marliem tewas di Los Angeles Amerika
Serikat.59
Berdasarkan gambaran di atas bahwa kerjasama Amerika-Indonesia dalam
bidang Interpol sebagai bentuk kebutuhan dalam memberantas kejahatan
transnasional.Beberapa masalah internasional yang dihadapai kedua negara tersebut
adalah buronan internasional dan perdagangan ilegal.Dimana Interpol sebagai
tempat kedua negara tersebut untuk melawan kejahatan internasional melalui
perjanjian, sidang umum, dan kunjungan.
58
Interpol dan Hambatan Kerjasama,” Artikel diakses pada 3 Februari 2018 dari
http://koran-sindo.com/page/news/2016-11-08/1/1/Interpol_Dan_Hambatan_Kerja_Sama 59
“Interpol RI – Polisi AS Galang Kerjasama Ungkap Tewasnya Saksi Kunci Kasus e-KTP”
Artikel diakses pada 3 Februari 2018 pada
https://kabarpolisi.com/berita-utama/interpol-ri-polisi-as-galang-kerjasama-ungkap-tewasnya-s
aksi-kunci-kasus-e-ktp.html
39
BAB III
KEJAHATAN TRANSNASIONAL DAN EKSTRADISI
A. Kejahatan Transnasional sebagai Ancaman Human Security
Kejahatan transnasional merupakan bentuk kejahatan global yang tidak
terikat dengan batas-batas negara tertentu. Ditambah kejahatan tersebut dapat
dilakukan oleh individu, kelompok, dan negara yang didukung oleh kemajuan
teknologi. Kejahatan transnasional sangat mengancam keamanan setiap negara
pada umumnya. Bahkan secara spesifik sebagai ancaman manusia atau dikenal
dengan human security (keamanan manusia) seperti ekspor ilegal berupa
barang-barang yang berbahaya (bahan peledak atau keperluan dalam tindakan
terorisme). Dimana tindakan tersebut justru mempermudah kelompok
kejahatan dalam melakukan aktivitasnya yang mengancam keamanan
internasional.60
Tepatnya pasca perang dingin berakhir ditandai iintensitas perang mulai
menurun tapi terjadi peningkatan masalah dunia dalam bentuk lainnya. Konsep
kejahatan transnasional dan human security dalam kemunculan sangat
berkaitan sebagai aksi-reaksi. Humansecurity adalah reaksi terhadap
kemunculan kejahatan transnasional pasca perang dinginsebagai aksi.
Secara definisi konsep human security atau dikenal dengan keamanan
manusia menjelaskan bagaimana dinamika internasional sudah bergeser pada
manusia sebagai objek keamanan bukan negara. Ancaman sangat beragam ada
60
Philips Jusario Vermonte, Transnational Organized Crime: Isu dan Permasalahannya,dalam
Analisis CSIS Isu-isu Non Tradisional: Bentuk Baru Ancaman Keamanan, (Jakarta: CSIS,2002) .
Hal. 45.
40
yang bersifat tradisional (perang) dan non-tradisional (terorisme,
penyelundupan, narkoba, dan lainnya). Ancaman non-tradisional ini, terkhusus
kejahatan transnasional sangat mengancam keamanan manusia.61
Pendukung human security menyebutkan bahwa kejahatan transnasional
bukan hanya masalah negara melainkan masalah setiap individu di duina.
Kejahatan tersebut akan teratasi bergantung pada tingkat interaksi individu
secara global. Tidak selamanya masalah global khususnya kejahatan
transnasional mampu diselesaikan hanya dengan negara. Singkatnya individu
sebagai manusia berpotensi mendapatkan ancaman lebih besar dibandingkan
negara.62
Dalam konteks ini Lim Yong Nam sebagai Warga Negara Singapura
melakukan beberapa tindakan yang mengancam Amerika, seperti ekspor ilegal
berupa barang yang dijadikan bom oleh pasukan militan di Irak. Dampaknya
bom tersebut mampu membunuhtentara Amerika di Irak yang sedang
bertugas.63
Mengingat kejahatan transnasional (ekspor ilegal) mampu
menghapus batas-batas negara. Beberapa barang tersebut adalah remot sistem
detonasi untuk IED dan 6.000 modul. Dimana sistem remot IED yang
ditemukan di Iran merupakan penyebab utama terbunuhnya tentara Amerika
dalam memberantas kelompok teroris di Iran.64
61
Bajpai, K, Human Security : Concept and Measurement, Kroc Institute Occasional,2000. 62
Made Bayu Permana Adhınata, Kejahatan Perdagangan Manusıa sebagaı HumanSecurıty Issues
dı Indonesıa 2005-2009, Fakultas Ilmu Sosıal dan Ilmu Polıtık, UnıversıtasUdayana, 2012. Hal. 34. 63
‟Inılah Kejahatan yang Dılakukan Buronan AmerıkaSerıkat Lım Yong Nam‟,
ArtıkelDıaksespada3Februarı2018padahttp://batamnews.co.id/berita-3346-inilah-kejahatan-yang-dilak
ukan-buronan-amerika-serikat-lim -yong-nam.html‟
64 Singapore Man Sentenced to 40 Months in Prison for Plot Involving Exports to Iran of
U.S.Components,Artikel Diakses pada 11 April 2018 dari
https://www.justice.gov/opa/pr/singapore-man-sentenced-40-months-prison-plot-involving-export
s-iran-us-components
41
Berdasarkan data yang ditemukan pemerintah Amerika bahwa ditemukan
14 dari 6000 modul yang digunakan untuk sistem detonasi IED. Penyelidikan
terhadap kejahatan Lim Yong Nam dilakukan oleh ICE Homeland Security
Investigation (HSI) di Los Angeles, FBI di Minneapolis, Bureau of Industry
and Security agents di Boston. Lim Yong Nam membeli barang tersebut dari
suatu perusahaan yang bermarkas di Minnesota.65
Dalam melakukan aksinya Lim Yong Nam tidak terlibat dalam suatu
jaringan tertentu yang menaunginya. Lim Yong Nam melakukan penipuan dan
ekspor ilegal ke Iran dengan beberapa temannya. Mereka bernama Wong Yuh
Lan, Lim Kow Seng, Hia Soo Gan Benson, dan Hossein Larijani yang
berkewarganegaraan Iran. Teman-temannya merupakan seorang karyawan
yang bekerja di Opto Electronics. Sedangkan HosseinLarijani sebagai
pengusaha di Iran. Keuntungan yang diperoleh dari tindak kejahatan Lim Yong
Nam dan teman-temannya sejumlah 10.000 dollar Amerika.66
Tindakannya dinyatakan sebagai kejahatan transnasional sebab sudah
melewati batas negara serta secara langsung membantu kelompok teroris di
Iran dalam melakukan aksinya dimana berdampak pada terbunuhnya tentara
Amerika. Selain itu menyelundupkan barang ilegal dalam pandang human
security akan memunculkan rasa tidak aman pada manusia. Pastinya dilihat
sebagai kejahatan transnasional yang mengancam integritas suatu negara dan
65
Singapore Man Sentenced to 40 Months in Prison for Plot Involving Exports to Iran of
U.S.Components, Artikel diakses pada 11 April 2018
darihttps://www.justice.gov/opa/pr/singapore-man-sentenced-40-months-prison-plot-involving-export
s-iran-us-components 66
Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia Divisi Hubungan Internasional, “Rıngkasan Fakta Kejahatan Lim Yong Nam CS”.
42
berdampak pada internasional. Ditambah biasanya ekspor ilegal yang berupa
bahan bom atau senjata lainnya terjadi pada negara-negara yang berkonflik dan
sangat rentan konflik.
Jadi, kemunculan kejahatan transnasional pasca perang dingin sebagai
ancaman bentuk baru harus dihadapi secara serius. Dampaknya kepada
pergeseran keamanan dari negara menjadi lebih spesifik ke arah manusia
sebagai individu atau dikenal dengan humansecurity. Kejahatan transnasional
bukan hanya ancaman negara melainkan manusia jugasehingga seluruh
manusia di dunia harus saling berinteraksi dalam menghadapi dinamika
internasional ini.
B. Tindak Kejahatan Lim Yong Nam
Lim Yong Nam atau Steven Lim merupakan buronan interpol Amerika
sebab melanggar hukum yang berlaku di Amerika. Interpol Amerika menyebar
informasi buronan tersebut ke 99 negara termasuk Indonesia. Pelanggaran Lim
Yong Nam terjadiketika dirinya membeli 6.000 Modul IC Radio pada
perusahaan Amerika dimana barang tersebut digunakan secara pribadi sesuai
perjanjian.67
Akan tetapi Lim Yong Nam justru menjual IC Radio kepada pihak Iran.
Puncak kemarahan Amerika terhadap Lim Yong Nam ketika pihak militan di
Irak menggunakan IC Radio sebagai bom jalanan. Dimana bom tersebut
67
“Inılah Kejahatan yang Dılakukan Buronan AmerıkaSerıkat Lım Yong Nam”, Artıkeldıakse s pada 3
Februarı 2018
padahttp://batamnews.co.id/berita-3346-inilah-kejahatan-yang-dilakukan-buronan-amerika-serikat-lim-
yong-nam.html‟
43
memakan banyak korban tentara Amerika di Irak.68
Pelanggaran terkait
lainnya meliputi persengkokolan untuk menipu Amerika, ekspor ilegal ke Iran,
dan memberikan keterangan palsu kepada penegak hukum di Amerika.69
III.B.1 Gambar Lim Yong Nam (Steven Lim)
Sumber: US says Singapore man Lim Yong Nam pleads guilty to plot to export Iraq
bombparts, Artikel diakses pada 3 Februari 2018
darihttp://www.straitstimes.com/world/us-says-singapore-man-pleads-g
uilty-to-plot-to-export-iraq-bomb-parts
Tindak kejahatan yang dilakukan oleh Lim Yong Nam berdasarkan
keputusan Disctrict of Columbia berkaitan dengan transaksi modul frekuensi
68
“Inılah Kejahatan yang Dılakukan Buronan AmerıkaSerıkat Lım Yong Nam”, Artıkeldıakse s pada 3
Februarı 2018
padahttp://batamnews.co.id/berita-3346-inilah-kejahatan-yang-dilakukan-buronan-amerika-serikat-lim-
yong-nam.html‟ 69
„‟Indonesıa Ekstradısı Lım Yong Nam ke Amerıka‟‟, Artıkel dıakses pada 3 Februarı pada 2018
darıhttps://www.gatra.com/hukum/193608-indonesia-serahkan-lim-yong-nam-kepada-pemerintah-
amerika-serikat
44
radio dengan perusahaan tertentu di Minnesota. Kegunaan modul radio ini
untuk enkripsi dan pengiriman data secara nirkabel. Lim Yong Nam sudah
mengetahui jika tindakannya adalah suatu kesalahan namun tetap saja
mengabaikannya. Tidak dipungkiri awal tindakan kejahatan ini dari pernyataan
palsu Lim Yong Nam bahwa barang tersebut akan digunakan di Singapura
bukan Iran. Pada waktu itu Amerika sendiri melakukan embargo kepada Iran
atau pelarangan terhadap ekspor apapun ke Iran.
Lim Yong Nam tertangkap saat masuk ke Batam pada 23 Oktober 2014
melalui Pelabuhan Ferry International Batam Center. Pada saat diperiksa
secara tiba-tiba alat pemeriksa memberikan tanda berwarna merah yang
menandakan dirinya sebagai buronan. Bersamaan dengan itu polisi daerah
langsung mengamankan Lim Yong Nam sebagai buronan dan menunggu
diadakannya sidang. Kedatangan Lim Yong Nam bukanlah untuk melarikan
diri dari tindakannya melainkan keinginan dirinya untuk menyaksikan pameran
perdagangan yang dilaksanakan di Indonesia.70
Dirinya dinyatakan bersalah dan akan diekstradisi ke Amerika oleh
pengadilan negari di Batam pada 1 Juli 2015. Sedangkan pada 2011 tidak
dinyatakan bersalah oleh pengadilan Singapura. Selain itu melalui Kementrian
Luar Negeri Singapura menghubungi pihak Amerika terkait permasalahan
ekstradisi Lim Yong Nam ke Singapura. Bersamaan dengan itu Singapura
70
„‟Rekam Kejahatan Steven Lım Hıngga Jadı Buronan Pallıng Dıcarı Amerıka‟‟, Artıkel Diakses pada
3 Februari 2018 dari
https://www.merdeka.com/peristiwa/rekam-kejahatan-steven-lim-hingga-jadi-buronan-paling-d
icari-amerika.html
45
melalui Kemenlunya meminta kepada Amerika untuk memberikan haknya
kepada Lim Yong Nam.71
Salah satu lembaga hukum di Amerika menyebutkan bahwa kejahatan
Lim Yong Nam dikenakan denda 100.000 dollar Amerika dan penjara selama
57 bulan. Desakan juga datang dari istri Lim Yong Nam yang menyewa jasa
pengacara terkait pembebasan suaminya dan berusaha agar pemerintahann
Indonesia untuk mengekstradisinya ke Singapura bukan Amerika.72
Sebelum dinyatakan ekstradisi ke Amerika, Lim Yong Nam sempat
dibebaskan. Namun dua jam setelah kebebasannya justru mengharuskan
dirinya ditahan kembali oleh Polda Batam untuk menjalankan proses hukum.
Lim Yong Nam sebagai Warga Negara Singapura ini sempat ditahan selama
satu tahun enam bulan di sel tahanan polisi Batam. Penahan tersebut tentunya
setelah mendapatkan perintah dari kepolisian Indonesia atas permintaan
Interpol.73
Tindakan kejahatan yang dilakukan oleh Lim Yong Nam di Amerika tidak
berdampak kepada Indonesia. Namun tertangkapnya Lim Yong Nam dan
Interpol Indonesia menerima permintaan ekstradisi pelaku kejahatan tersebut
akan berpengaruh pada hubungannya dengan Amerika. Jangka panjangya jika
Indonesia meminta ekstradisi terkait pelaku kejahatan yang melarikan diri ke
71
Singaporean Lim Yong Nam Held in Batam Now in US Custody, Artikel diakses pada 10Maret 2018
dari
http://www.straitstimes.com/asia/se-asia/singaporean-lim-yong-nam-held-in-batam-now-in-us-custody 72
Singaporean To Be Handed Over to US, Artikel diakses pada 10 Maret 2018
darihttp://www.asiaone.com/singapore/singaporean-be-handed-over-us 73
„‟Lım Yong Nam, Buronan AS dıekstradısı ke Amerıka‟‟, Artıkel dıakses pada 3 Februarı 2018
darı
http://www.jurnalinfo.com/berita.html?id=Ling_Yong_Nam,_Buronan__AS_Diekstradisi_dari_RI
46
Amerika maka prosesnya akan lebih mudah. Hal tersebut karena adanya
hubungan baik dalam ekstradisi antara Interpol Indonesia-Interpol Amerika.
Jadi dapat dinyatakan secara kronologis bahwa kejahatan Lim Yong Nam
terjadi pada 2010 dengan melakukan penjualan ilegal kepada Irak. Pada
Oktober 2014 Lim Yong Nam berhasil ditangkap oleh pemerintah Indonesia di
Batam. Bulan Juli 2015 dinyatakan diekstradisi ke Amerika dengan
pelaksanaan perpindahannya pada Desember 2015. Kemudian pada 2017
dilakukan penahanan dengan waktu tertentu dimana diperkirakan pertengahan
2021 barulah Lim Yong Nam dibebaskan oleh pihak Amerika.
C. Ekstradisi sebagai Penanggulangan Kejahatan Transnasional
Meningkatnya masalah dunia, terkhusus banyaknya berbagai bentuk
kejahatan transnasional mengharuskan negara-negara di dunia mengatasi
masalah ini. Tentunya kejahatan transnasional sangat merugikan sebagian
besar negara di dunia, termasuk Amerika dan Indonesia. Dalam
perkembangannya memberantas kejahatan tersebut setiap negara cenderung
menggunakan kerjasama yang diimplementasikan melalui perjanjian
internasional. Dimana proses tersebut dilanjutkan dengan ratifikasi di setiap
negara.
Secara spesifik perjanjian yang membahas terkait kejahatan transnasional
dinamakan perjanjian ekstradisi. Ekstradisi adalah proses penyerahan pelaku
kejahatan tertentu olehnegara tujuan dimana pelaku tersebut sedang berada di
luar negeri. Terdapat beberapa ketentuan prosedural dan bersifat timbal balik
47
sesuai kesepakatan kedua negara yang terlibat.74
Ekstradisi sangat ideal dalam
memberantas kejahatan internasional sebab suatu negara mampu mengadili
pelaku tertentu yang berada di luar negeri tentunya sesuai dengan kesepakatan
dan prosedur tertentu.
Kita lihat contoh dengan mengaitkan pembahasan dalam penelitian ini
tentang Lim Yong Nam. Tindakannya dinyatakan melanggar karena
melakukan ekspor ilegal dan penipuan kepada pemerintah Amerika. Lim Yong
Nam bisa dikategorikan sebagai pelaku kejahatan transnasional dalam konteks
ini. Namun Amerika tidak bisa menghukumnya sebab pelaku sudah kabur ke
negara lain, yakni Indonesia. Amerika tidak bisa begitu saja datang ke
Indonesia untuk menghukum Lim Yong Nam. Hal tersebut diharuskan
menghormati kedaulatan setiap negara di dunia.
Sebenarnya pihak yang menyelesaikan masalah tersebut adalah kepolisian.
Pihak Interpol sebagai organisasi kepolisian dunia mampu mengatasi berbagai
masalah yang melewati batas-batas negara. Interpol juga pada umumnya selalu
digunakan oleh seluruh negara terkait pelaku kejahatan yang melarikan diri ke
luar negeri. Tindakan penangkapan terhadap pelaku kejahatan yang berada di
luar negeri dinamakan ekstradisi.
Tentunya dalam ekstradisi haruslah memiliki perjanjian ekstradisi dengan
negara terkait. Bisa juga melalui hubungan baik atau timbal balik diantara dua
negara.75
Ketika proses ekstradisi berhasil yang diproses melalui Interpol
Indonesia dengan InterpolAmerika maka pihak Amerika memiliki hak dan
74
I Wayan Partiana, Hukum Pidana Internasional, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2000). Hal.57.
75 I Wayan Partiana, Hukum Pidana Internasional, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2000). Hal.50.
48
kewajiban untuk memberikan hukuman kepada Lim Yong Nam sebagai pelaku
kejahatan transnasional.
Jika melihat kasus ini sangatlah jelas bawah ekstradisi mampu
menyelesaikan kejahatan transnasional. Bagaimana pelaku kejahatan bisa
dihukum oleh suatu negara meskipun pelaku tersebut melarikan diri ke luar
negeri. Terlepas dari prosedural yang rumit, proses yang panjang, dan ada
beberapa negara juga yang sulit untuk diminta ekstradisi oleh negara tertentu
terhadap pelaku kejahatan transnasional.
Indonesia saja hanya memiliki perjanjian ekstradisi dengan sedikit negara,
meliputi Filipina, Thailand, Hong Kong, Korea Selatan, Australia, dan Cina.
Sedangkan negara lainya dalam melakukan proses ekstradisi menggunakan
hubungan timbal balik, seperti Amerika, Italia, dan lainnya.76
Biasanya negara
yang sulit melakukan ekstradisi disebabkan tidak adanya perjanjian ekstradisi
sehingga mempersulit dalam pemberantasan kejahatan transnasional.
Kesimpulannya bahwa kejahatan transnasional sangatlah kompleks selain
mengancam keamanan manusia juga masih banyak negara yang tidak
melakukan perjanjian ekstradisi. Tidak menutup kemungkinan itu menjadi
penghambat bagi pemberantasan masalah ini. Di sisi lain ekstradisi mampu
menyelesaikan kejahatan transnasional tanpa melalui perjanjian ekstradisi,
yakni melalui hubungan timbal balik jika kedua negara yang bersangkutan
menyepakatinya.
76
Majalah Interpol, Mutual Legal Assistance (MLA), 2006. Hal. 59.
49
BAB IV
STRATEGI INTERPOL INDONESIA DALAM MENANGANI KEJAHATAN
TRANSNASIONAL TERKAIT PERMINTAAN EKSTRADISI AMERIKA
SERIKAT ATAS NAMA LIM YONG NAM
A. Strategi Kerjasama Interpol Indonesia-Interpol Amerika sebagai Pra
Ekstradisi
PadaTahap pra ekstradisi merupakan rangkaian proses yang utama dalam
mengembalikanpelaku kejahatan tertentu. Pra ekstradisi akan terjadi jika suatu
negara memberikan surat permintaan ekstradisi kepada negara tertentu. Permintaan
ekstradisi dari pihak Amerika kepada Indonesia secara resmi pada 10 November
2014. Pada tahap pra ekstradisi terlebihdahulu memperoleh informasi terkait
pelaku kejahatan internasional akan diterima oleh negara anggota yang terlibat
dalam Interpol. Informasi diperoleh berdasarkan diterbitkannya red notic edengan
nomor kotrol 5633/9-2013 tentang permintaan dari Amerika tentang peringatan
terhadap individu atau kelompok tertentu. Notice tersebut juga mengizinkan
Interpol Indonesia melakukan penangkapan atau berbagi informasi tentang
kejahatan.77
AKBP Jajang Ruhyat S.Ik sebagai Kasubbag Kejahatan Transnasional Set
NCB-INTERPOL menyebutkan bahwa :
“Proses kerjasama antar Interpol diawali dengan penerbitan Red Notice
kepada anggotanya melalui i24/7. Setiap negara yang menerima
77
Definisi, Prosedur, dan Pelaksanaan Ekstradisi‟‟, Artikel diakses pada 11 April 2018 dari
http://www.interpol.go.id/id/uu-dan-hukum/ekstradisi/definisi-prosedur-dan-implementasi-ekstra disi
50
permberitahuan tersebut harus melakukan pencarian atau penangkapan
terhadap buronan internasional terkait”.78
Lim Yong Nam sebagai pelaku kejahatan internasional atau buronan Amerika
diketahui keberadaanya oleh Indonesia ketika memasuki bandara internasional di
Batam. Red notice yang diterbitkan Interpol menjelaskan kejahatan Lim Yong Nam
berupapenyelundupan, ekspor barang ilegal, percobaan ekspor, dan keterangan
palsu. Penangkapan dan penahan sementara akan dilakukan oleh pihak kepolisian
daerah yang nantinya akan diproses oleh beberapa pihak terkait di Indonesia,
khususnya Interpol Indonesia.79
Setelah penahanan terkait pelaku kejahatan oleh
Kapolri atau Jaksa Agung melalui Interpol.Nantinya dilakukan langsung segera
pelaporan kepada Negera Peminta Ekstradisi, yakni Amerika.
Penahanan dan penangkapan Lim Yong Nam sebagai buronan internasional
berdasarkan pada Undang-Undang Dasar Nomor 1 Tahun 2006 Tentang Bantuan
Timbal Balik dalam Masalah Pidana. Peraturan tersebut menjelaskan bahwa negara
meminta kepada negara lain, yakni Amerika meminta kepada Indonesia untuk
melakukan penyidikan, penangkapan, dan penahanan terhadap individu atau
kelompok yang dianggap melakukan tindakan kejahatan.80
Proses penangkapan Lim Yong Nam akan diserahkan kepada Interpol
Indonesia untuk ditindaklanjuti. Pada bagian ini Interpol Indonesia mulai
menerapkan strateginya untuk menangani kejahatan transnasional terkait tindakan
78
Wawancara dengan AKBP Jajang Ruhyat S. Ik sebagai Kasubbag Kejahatan Transnasional pada 10
April 2018 di Kantor NCB-Interpol. 79
Singapore Man Sentenced to 40 Months in Prison for Plot Involving Exports to Iran of
U.S.Components, Artikel diakses pada 11 April 2018
darihttps://www.justice.gov/opa/pr/singapore-man-sentenced-40-months-prison-plot-involving-export
s-iran-us-components 80
Artikel diakses pada 28 Mei 2018 dari www.cifor.org/ilea/Database/.../uu01-2006%20bantuan%20timbal%20balik.pdf
51
Lim Yong Nam. Bersamaan dengan itu strategi kerjasama akan dilakukan juga oleh
Interpol sebagai organisasi internasional.
Holsti menjelaskan bahwa kerjasama internasional akan terjadi jika dua aktor
internasional, khususnya aktor non negara memiliki kepentingan berbeda.
Nantinya melalui proses tersebut akan menghasilkan sesuatu keputusan yang harus
dipenuhi oleh berbagai pihak.81
Dalam prakteknya kesepakatan bersama akan
menghasilkan suatu bentuk perundingan atau perjanjian. Hasil yang saling
menguntungkan harus dikedepankan dalam kerjasama internasional.82
Kerjasama yang terjalin antara Interpol Indonesia dengan Interpol Amerika
terbentuk bukan atas dasar perjanjian melainkan adanya hubungan timbal balik.
Dimana melalui hubungan tersebut Interpol Indonesia mendapatkan kemudahan
dalam melakukan strategi kerjasamanya terkait ekstradisi Lim Yong Nam. Strategi
kerjasama tersebut membuat Amerika Serikat sebagai Negara Peminta melakukan
permohonan ekstradisi kepada Menteri Kehakiman RI.83
Hubungan timbal balik antar Interpol kedua negara tersebut dapat terbentuk
atas dasar saling menguntungkan. Dimana dari kepentingan berbeda menghasilkan
keputusan bersama untuk membantu Amerika melakukan proses ekstradisi Lim
Yong Nam sebagai pelaku kejahatan transnasional oleh Interpol Indonesia.
Salah satu peranan organisasi internasional adalah sebagai aktor independen
dimana dalam proses pengambilan keputusannya tidak dipengaruhi dari aktor
81
Doughertty dan Pfaltzgaff, Contending Theories, New York, 1997.Hal. 418 82
Ibid.,Doughertty dan Pfaltzgaff . 83
Pemerintah RI Kabulkan Permohonan Ekstradisi kepada Pemerintah AS‟‟, Artikel diaksespada 11
April 2018 dari
http://djahu.kemenkumham.go.id/id/detail/75-berita-lainnya/1252-pemerintah-ri-kabulkan-permo
honan-ekstradisi-kepada-pemerintah-as
52
negara atau lainnya.84
Kerjasama dalam konteks Interpol Indonesia dan Interpol
Amerika dipandangsebagai bagian dari diplomasi. Secara khusus dikenal dengan
multitrack diplomacy yang terdiri atas sembilan jalur salah satunya adalah jalur
kedua, yakni diplomasi dapat dilakukan oleh aktor non negara.
Dengan kata lain melalui penjelasan dengan peranan organisasi internasional
dan multitrack diplomacy dapat dinyatakan bahwa Interpol sebagai aktor yang
tidak dapatdipengaruhi oleh aktor siapapun. Selain itu menegaskan juga bahwa
diplomasi dapat dilakukan oleh Interpol sebagai organisasi internasional sesuai
dengan multitrack diplomacy.
Strategi kerjasama Interpol Indonesia dengan Interpol Amerika dapat terjadi
tanpa adanya persetujuan kerjasama melainkan atas dasar hubungan baik kedua
negara tersebut.85
Kemudian proses ekstradisi bisa dilakukan jika Interpol Amerıka
mengajukan Permintaan Ekstradisi kepada pemerıntah Indonesia. J.G Stark
menyebutkan beberapa unsur yang terkandung dalam proses ekstradisi, meliputi
subjek, objek, prosedur, dan tujuan.
Subjek ekstradisi adalah Amerika sebagai Negara Peminta melalui
Interpolnya.Sedangkan Objek yaitu Lim Yong Nam sebagai pelaku kejahatan
transnasional.Unsur prosedur menyebutkan Inteprol Amerika harus melakukan
serangkain prosedur terkait permintannya untuk mengekstradisi Lim Yong Nam.
Terakhir, tujuannya untuk memberi hukuman kepada Lim Yong Nam yang akan
diadili di Amerika melalui Interpol Amerika.
84
Clive Archer, International Organizations, (London: Allen & Unwin Ltd, 1983) Hal. 130-147 85
Vademinkum Divisi Hubungan Internasional, hal 46.
53
Strategi kerjasama Interpol Indonesia mulai dilakukan ketika Lim Yong Nam
sudah tertangkap dan ditahan dalam waktu tertentu.Kemudian Interpol Indonesia
berkerjasama dengan Interpol Amerika terkait Lim Yong Nam sebagai buronan
Amerika. Kerjasama tersebut berawal dari penerbitan red notice atau
pemberitahuan merah artinya bentukkerjasama internasional yang mengharuskan
anggota Interpol memberikan informasi terkait pelaku kejahatan.86
Penerbitan red notice mengizinkan Interpol Indonesia berkoordinasi dengan
kepolisian daerah Batam untuk mengadili pelaku kejahatan melalui lembaga
pengadilan nasional untuk memberikan hukuman sesuai dengan perintah
penangkapan.Teknis dalam strategi kerjasama berawal dari Interpol Indonesia
menghubungi Amerika tentang Lim Yong Nam. Nantinya melalui kerjasama atas
dasar hubungan timbal balik Interpol Indonesia akan membantu proses ekstradisi
Lim Yong Nam ke pihak Amerika. Pengadilan Negeri Batam mengeluarkan
ketetapan dengan Nomor: 01/Pid.Ekst/2015/PN.BTM dengan tanggal 1 Juli 2015.87
Secara spesifik terkait kerjasama tersebut dijelaskan oleh AKBP Jajang
Ruhyat S.Ik sebagai Kasubbag Kejahatan Transnasional Set NCB-INTERPOL
sebagai berikut:
“Setelah penangkapan Lim Yong Nama, Interpol Indonesia berkomunikasi
dengan Interpol dan FBI Amerika. secara intensif. Selain itu berkoordinasi
terkait pemenuhan berbagai dokumen dalam rangka proses ekstradisi. Masa
86
Interpol-NCB Indonesia, Kumpulan Naskah Kerjasama antara Kepolisian NegaraRepublik Indonesia
dengan Kepolisian Negara Asing dan Organisasi Internasional, Jakarta, 2007.Hal. 38. 87
Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia Divisi Hubungan
Internasional,„‟Kronologis Ekstradisi Lim Yong Nam‟‟.
54
tunggu ekstradisi maka Lim Yong Nam dilakukan penahanan sementara oleh
Mabes Polri yang sebelumnya juga sudah ditahan di Polda Batam.”88
Berdasarkan penjelasan di atas bahwa strategi kerjasama Interpol Indonesia
akan mulai diterapkan ketika Lim Yong Nam ditangkap oleh kepolisian daerah
Batam serta dilakukan proses penahanan. Penangkapan tersebut sesuaı dengan red
notice yang diterbitkan oleh Interpol.Interpol Indonesia secara langsng menerima
red notice dari Interpol Amerika tentang berbagai kejahatan yang sudah dilakukan
Lim Yong Nam kepada pemerintah Amerika.
Penerbitan red notice yang nantinya mengharuskan Interpol Indonesia
menghubungi kepolisian daerah di Batam sebagai bentuk implementasi strategi
kerjasama Interpol Indonesia.Kemudian strategi kerjasama tersebut dapat terjadi
tanpa perjanjian melainkan melalui hubungan timbal balik diantara Interpol
Indonesia dan InterpolAmerika Serikat.Proses ekstradisi secara langsung
ditangani Divisi Hubungan Internasionalsebagai representasi Interpol Indonesia.
B. Strategi Negosiasi Interpol Indonesia terhadap Pemerintah Indonesia
sebagai Proses Ekstradisi
Strategi negosiasi akan diterapkan oleh Interpol Indonesia jika negara
diminta(Indonesia) menerima permintaan ekstradisi dari negara peminta
(Amerika). Dalam proses ekstradisi tentunya terdapat peranan Interpol Indonesia
dan Interpol Amerika. Adapun kewenangan terkait keputusan seseorang dapat
diekstradisi atau tidak adalah badan yudikatif (Pengadilan) serta badan eksekutif
(presiden atau menteri).
88
Wawancara dengan AKBP Jajang Ruhyat S. Ik sebagai Kasubbag Kejahatan Transnasional pada 10
April 2018 di Kantor NCB-Interpol.
55
Dalam konteks ini negosiasi yang diterapkan oleh Interpol Indonesia dalam
strateginya terkait dengan beberapa lembaga hukum atau peradilan di Indonesia.
Secara definisi negosiasi adalah proses dari beberapa pihak seperti aktor negara,
non negara, dan individu yang bertujuan untuk menyelesaikan suatu masalah.
Dalam suatu negosiasi diharuskan pihak yang terlibat saling menguntungkan atau
win-win solution.89
Kemudian negosiasi itu sendiri dalam bentuknya dapat dilakukan secara
softdıplomacy dan principal dıplomacy.Maksudnya dilakukan sesuai dengan
hubungan baikdan menekankan pengertian sebagai soft diplomacy.Selain itu
diterapkan berdasarkan berbagai prinsip yang jelas untuk mencapai tujuan
organisasi sebagai principaldiplomacy.90
Lembaga kementrian yang menangani masalah ekstradisi adalah Kementrian
Hukum dan Hak Asasi Manusia.Kementrian tersebut sebagai perwakian dari
pernyataanpresiden tentang diterima atau tidaknya seorang pelaku kejahatan
transnasional untuk diekstradisi. Di samping itu Kejaksaan Agung Indonesia
bertanggung jawab dalam memberikan keputusan terkait proses ekstradisi.
Negosiasi Interpol sangat mengedepankan aspek soft diplomacy dan
principaldiplomacy kepada beberapa pihak terkait proses ekstradisi, meliputi
Kepolisian DaerahBatam, Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Polisi
Republik Indonesia, Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Kementrian Luar
Negeri serta keputusan Presiden Republik Indonesia. Tujuan negosiasi Interpol
89
G.R. Berridge, Diplomacy: Theory and Practice 2nd Edition, (Basingstoke: Palgrave,2002). Hal. 23. 90
Principled Negotiation, diakses pada 28 Februari 2018
darihttp://www.colorado.edu/conflict/peace/prinneg.html
56
Indonesia untuk menyelesaikan masalah ekstradisi Lim Yong Nam ke pemerintah
Amerika.
Pada tingkat Kepolisian Daerah Batam dan Kejaksaan Pengadilan Tinggi di
Batam Interpol Indonesia melakukan negosiasi untuk melakukan perpanjangan
waktu penahanan kepada Lim Yong Nam.Hal tersebut dilakukan karena Interpol
harus berkoordinasi dengan Interpol Amerika dan beberapa pihak di Indonesia,
seperti Kejaksaan Agung serta Kementrian Hukum dan HAM.Permintaan
keputusan untuk perpanjanganan penahanan dilakukan Interpol kepada Kejaksaan
Pengadilan Tınggi Batam.Sedangkan Kapolda Batam harus memberikan penjagaan
ketat kepada Lim Yong Nam atas negosiasi Interpol Indonesia. Dengan kata lain
penahanan Lim Yong Nam di Batam untuk menunggu keputusan presiden terkait
disetujui atau tidaknya proses ekstradisi ke Amerika.
Selanjutnya negosiasi Interpol Indonesia terhadap Kementrian Hukum dan
HAM terkait keputusannya untuk mengekstradisi Lim Yong Nam kepada
Amerika..Hal ini penting mengingat Interpol Indonesia dan Amerika tidak
memiliki perjanjian ekstradisi.Interpol Indonesia menegosiasi untuk ekstradisi atas
dasar hubungan timbal balik sebgai bentuk balas budi Interpol Amerika terhadap
pemerintah Indonesia.Melalui negosiasinya akan dıkabulkannya proses ekstradisi
oleh kementrian tersebut dengan dikeluarkannyaSurat Pemberitahuan dengan
Nomor M.HH.AH. 12.07-24 tentang Keputusan Ekstradisi Lim Yong Nam.91
Hasil dari negosiasi tersebut membuat Presiden Indonesia mengabulkan
permintaan Amerika dalam mengekstradisi Lim Yong Nam. Ekstradisi Lim Yong
91
Surat Pemberitahuan Tentang Keputusan Ekstradisi Lim Yong Nam‟‟, Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, 29 Februari 2016.
57
Nam melalui Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang pengabulan
permintaan ekstradisi dari pihak Amerika terhadap Lim Yong Nam sebagai warga
negara Singapura. Dasar persetujuan ekstradisi tersebut adalah United Nations
Convention Against TransnationalOrganized Crime (UNTOC) serta hubungan baik
Amerika-Indonesia. Amerika pernahmembantu Indonesia dalam pemulangan WNI
yang melarikan diri ke Amerika.92
Undang-Undang Dasar Nomor 1 Tahun 1979 Tentang Ekstradisi pada Pasal 2
menyebutkan bahwa ekstradisi dapat dilakukan berdasarkan hubugan baik jika
kepentingan negara menghendakinya. Pengajuan ekstradisi tanpa adanya perjanjian
dilakukan melalui saluran diplomatik dari Kementrian Luar Negeri disampaikan
kepada Kementrian Kehakiman dan dilaporkan kepada presiden tentang
permintaan ekstradisi. Begitupun dengan peraturan teknis permintaan ekstradisi
secara prosedural terdapat pada undang-undang tersebut.
Proses ekstradisi dalam teknisnya akan diajukan oleh Kementrian Hukum dan
HAM kepada Kepolisian Republik Indonesia. Nantinya akan diteruskan oleh Divis
Hubungan Internasional sebagai representasi Interpol Indonesia. Tentunya proses
ekstradisi tidak leğas dari tindakan Interpol Indonesia yang bergerak secara cepat
dan teratur serta koordinasi dengan berbagai pıhak terkait dengan proses ekstradisi.
Jadi pada proses ekstradisi strategi negosiasi Interpol Indonesia diterapkan
secara soft dan prıncıpal. Maksudnya negosiasi dengan mengedapankan pada
92
Pemerintah RI Kabulkan Permohonan Ekstradisi kepada Pemerintah AS‟‟, Artikel diaksespada
11 April 2018 dari
http://djahu.kemenkumham.go.id/id/detail/75-berita-lainnya/1252-pemerintah-ri-kabulkan-permo
honan-ekstradisi-kepada-pemerintah-as
58
prinsip tertentuyakni memberantas kejahatan internasional dan bersifat kooperatif
kepada pihak terkait.Strategi negosiasi memilikı peranan besar dalam penentuan
dıterima atau tidaknya Lim Yong Nam untuk diekstradisi ke Amerika.
C. Strategi Pengawalan Lim Yong Nam sebagai Pelaksanaan Ekstradisi
Strategi ini akan diterapkan ketika keputusan terkait permıntaan ekstradisi
dikabulkan. Bersamaan dengan itu akan dilaksanakan penyerahan Lim Yong Nam
sebagai pelaku kejahatan internasional kepada Interpol Amerika melalui
penentuan tempat, tanggal, dan waktu. Disamping itu juga harus ada pengawalan
yang dilakukan oleh pihak interpol Indonesia dalam rangka kelancaran penyerahan
Lim Yong Nam.
Terlepas dari berbagais strategi Interpol Indonesia dalam melakukan proses
ekstradisi tentuya terdapat hambatan dalam penerapan strateginya. Meskipun
hambatan tersebut sudah diatasi oleh Interpol sehingga Lim Yong Nam sudah
diputuksan untuk diekstradisi ke Amerika. Berikut adalah hambatan yang ada
menurut AKBP Dadang Sutrasno, S. Ik sebagai Kasubbag Bantuan Hukum
Internasional :
“Hambatan terjadi ketika pihak Lim Yong Nam melakukan gugatan
pra-peradilan atas nama yang bersangkutan. Gugatan tersebut berdasarkan
keputusan pengadilan Singapura yang menyebutkan bahwa Lim Yong Nam
tidak melakukan tindak kejahatan. Sedangkan pengadilan Indonesia
menyebutkan tindakan Lim Yong Nam sebagai suatu kejahatan. Proses
gugatan ini yang membuat proses ekstradisi sedikit terhambat.”93
93 Wawancara dengan AKBP Dadang Sutrasn S. Ik sebagai Kasubbag Kejahatan Transnasional pada 10
April 2018 di Kantor NCB-Interpol.
59
Pelaksanaan ekstradisi dilakukan oleh Departemen Kehakiman.Dimana
tempat penyerahan Lim Yong Nam dilaksanakan di Bandara Internasional
Soekarno Hatta dikawal langsung oleh Interpol dan Polri. Bersamaan dengan itu
secara legal akan dilakukan penandatanganan Berita Acara Serah Terima dengan
disaksikanya perwakilan daari Departemen Luar Negeri, Kejaksaan Agung, Polisi
Republik Indonesia, dan Direktur Jenderal Imigrasi.94
AKBP Dadang Sutrasno, S.
Ik juga menegaskan kembali terkait dasar Lim Yong Nam diekstradisi ke Amerika,
yakni :
“Ekstradisi terhadap Lim Yong Nam berdasarkan UUD RI Tahun 1979
tentang daftar kejahatan yang dapat diekstradisi yakni penipuan,
penyelundupan, pemalsuan, dan kejahatan lainnya.”95
Berdasarkan Nota Dinas Nomor: B/ND-169/III/2016/NCB-Div HI terkait
pelaksanaan serah terima Lim Yong Nam kepada Amerika dilakukan pada 31
Maret 2016 di Bandara Internasional Soekarno-Hatta pukul 23.30 dengan
menggunakan maskapai Korean Air 5628. Lim Yong Nam akan dipindahkan dari
Rumah Tahanan Polda Kepulauan Riau menuju Posko Kejagung di Bandara
Internasional Soekarno Hatta melalui pengawalan Interpol. Adapun pihak Amerika
hanya menanggung biaya proses ekstradisi dari Indonesia ke Amerika serta
mengirim Interpol Amerika untuk melakukan penerimaan Lim Yong Nam.96
94
Markas Besar Polisi Indonesia, Wawancara dengan AKBP Jajang Ruhyat, pada 10 April 2018. 95
Wawancara dengan AKBP Dadang Sutrasn S. Ik sebagai Kasubbag Kejahatan Transnasional pada 10
April 2018 di Kantor NCB-Interpol. 96
Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia Divisi Hubungan Internasional, „‟Nota DinasInterpol
Indonesia: Laporan Persiapan Serah Terima Lim Yong Nam dari Indonesia kepadaAmerika‟‟.
60
BAB V
KESIMPULAN
V. A. KESIMPULAN
Dinamika internasional yang sedang terjadi pasca perang dingin adalah
semakin kompleksnya berbagai permasalahan dunia, khususnya kejahatan
transnasional. Kejahatan ini sudah melewati batas-batas tertentu pada
negara-negara di dunia sehingga harus ada badan atau institusi tertentu yang
menanganinya. Begitupun dengan Indonesia harus ikut serta dalam memberantas
kejahatan transnasional terbukti dengan diratifikasinya konvensi PBB terkait
kejahatan tersebut.
Interpol atau International Police merupakan salah satu institusi internasional
yang berfokus pada permasalahan kejahatan transnasional. Institusi ini
menghubungkan dan mengikatkan kepolisian di seluruh dunia, termasuk
Indonesia yang ikut bergabung di dalamnya. Badan khusus tertentu di Indonesia
yang merupakan representasi Interpol disebut dengan NCB-INTERPOL
Indonesia dibawahi langsung oleh Polri.
Kejahatan Lim Yong Nam terhadap pemerintahan Amerika, seperti
memberikan keterangan palsu terkait transaksi pembelian barang tertentu, ekspor
ilegal, dan secara tidak langsung membantu aksi terorisme di Iran. Tindakan
tersebutlah yang membuat pemerintah Indonesia menerima permintaan ekstradisi
dari Amerika melalui mekanisme Interpol Indonesia. Melalui hubungan Interpol
Indonesia-Interpol Amerika membuat proses ekstradisi tersebut berjalan baik
yang kemudian pemerintah Amerika bisa memberikan hukuman kepada Lim
Yong Nam atas tindakan kejahatannya.
61
Adapun salah satu peranan Interpol yang signifikan terkait pemberantasan
kejahatan transnasional adalah ekstradisi. Dimana dalam penelitian ini melihat
Lim Yong Nam sebagai pelaku kejahatan transnasional di Amerika berhasil
tertangkap di Indonesia. Kemudian pihak Amerika meminta Indonesia untuk
melakukan ekstradisi terhadap Lim Yong Nam. Interpol Indonesia memiliki
peranan besar dalam melakukan proses ekstradisi tersebut.
Dalam menangani permintaan ekstradisi Lim Yong Nam Interpol
menerapkan beberapa strategi. Pertama, pra ekstradisi melalui strategi kerjasama
Interpol Indonesia dengan Interpol Amerika. Pada tahap ini Interpol Indonesia
menerbitkan red notice untukmemberikan keterangan tertentu terkait kejahatan.
Kedua, proses ekstradisi dengan menerapkan strategi negosiasi Interpol
Indonesia. Negosiasi dilakukan antara Interpol Indonesia dengan pihak
pemerintah yang terlibat, seperti lembaga hukum, kementrian, dan kepresidenan.
Ketiga, pelaksanaan ekstradisi atau disebut pengawalan Lim Yong Nam
xv
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Archer, Clive. International Organizations. London: Allen & Unwin, 1983.
Bajpai. K, Human Security : Concept and Measurement. Kroc Institute Occasional, 2000.
Bennet, Le Roy A.International Organizations: Principles and Issues. New Jersey:
Prentice Hall Inc, 1997.
Berridge, G.R. Diplomacy: Theory and Practice 2nd Edition.
Basingstoke:
Palgrave, 2002.
Burchill, Scott. Teori-Teori Hubungan Internasional. Yogyakarta: Nusa Media,
2009.
Diamond, Louise and Mc.Donald, John. Muti-track Diplomacy: A System
Approach to
Peace-3rd ed. New York: Kumarian Press, 1996.
Doughertty dan Pfaltzgaff, Contending Theories, New York, 1997.
Jackobson, Harold K. Network or Interdependence, Alfred A Knopf: New York,
1979.
Keohane, Robert. After Hegemony: Discord and Collaboration in World Political
Economy. New Jersey: Princeton University Press, 1984.
Lewichi, Roy J, et.al. Negotiation: Exercise, Reading, and Cases. New York: Mac Graw- Hill, 2003.
xvi
Partiana, I wayan. Hukum Pidana Internasional. Bandung: PT. Refika Aditama,
2000.
Perwita, A.A.B. & Yani, Y.M. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. Bandung:
Rosda, 2006.
Rosenaua, James N. International Politics and Foreign Policy: A
Reader in
Research and Theory. New York: The Free Press, 1969.
Rourke, John T. International Politics on The World Stage, 1991.
Sardjono. Kerjasama Internasional di Bindang Kepolisian. Jakarta: NCB Indonesia, 2008.
Sunarso, Siswanto. Ekstradisi dan Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana:
Instrumen Penegakan Hukum Pidana Internasional. Jakarta: Rineka Cipta, 2009.
Vademinkum Divisi Hubungan Internasional Polri, 2012.
Vermonte, Philips Jusario. Transnational Organized Crime: Isu dan
Permasalahannya, dalam Analisis CSIS Isu-isu Non Tradisional: Bentuk Baru
Ancaman Keamanan. Jakarta: CSIS, 2012.
Padmanagara, R Makbul. Kejahatan Internasional, Tantangan dan Upaya Pemecahan, Majalah Interpol Indonesia. 2007.
Jurnal
Adhınata, Made Bayu Permana. Kejahatan Perdagangan Manusıa sebagaı Human Securıty Issues dı Indonesıa 2005-2009. Fakultas Ilmu Sosıal dan Ilmu Polıtık. Unıversıtas Udayana, 2012.
xvii
Bantarto, Bandoro. Masalah-Masalah Keamanan Internasional Abad 21.
Badan Pembinaan Hukum Nasional. Departemen Kehakiman dan Hak
Asasi Manusia. 2013.
Mapendere, Jeffrey, et. al. t.t. Track One and a Half Diplomacy and the Complementary of Tracks. Culture of Peace Online Journal. Vol. 2, 2012.
Margono. Aktor Non-Negara dalam Hubungan Internasıonal. Jurnal Pendıdıkan Pancasıla dan Kewarganegaraan. Th. 28, Nomor. 2, Agustus 2015.
McDonald, John W. The Institute for Multi-Track Diplomacy. Journal of
Conflictology, 2012.
Olii, M. Irvan. Sempitnya Dunia, Luasnya Kejahatan? Sebuah Telaah Ringkas Tentang Transnasional Crime. Jurnal Kriminologi Indonesia Vol. 4 No. 1, September 2005.
KESAKSIAN: Medıa Informası Perlındungan Saksı dan Korban. Transnatıonal Organıze Crıme. Buletın Kesaksıan, No. III, 2012
Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia Divisi Hubungan Internasional, „‟Kronologis Ekstradisi Lim Yong Nam‟‟.
MarkasBesar Kepolisian Republik Indonesia Divisi Hubungan Internasional, „‟Rıngkasan Fakta Kejahatan Lim Yong Nam CS‟‟.
Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia Divisi Hubungan Internasional, „‟Nota Dinas Interpol Indonesia: Laporan Persiapan Serah Terima Lim Yong Nam dari Indonesia kepada Amerika‟‟.
„‟Surat Pemberitahuan Tentang Keputusan Ekstradisi Lim Yong Nam‟‟, Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, 29 Februari 2016.
xviii
Website
Artıkel dıakses pada 2 Februarı 2018 darı file:///C:/Users/Hollywood/Downloads/S2-2014-342660-chapter1%20(1).pdf
„‟Indonesıa Ekstradısı Lım Yong Nam ke Amerıka‟‟, Artıkel dıakses pada 3
Februarı
pada 201 8 darı
https://www.gatra.com/hukum/193608-indonesia-serahkan-lim-yong-nam-kepa
da-pemerintah-amerika-serikat
„‟Inılah Kejahatan yang Dılakukan Buronan Amerıka Serıkat Lım Yong Nam‟,
Artıkel dıakse s pada 3 Februarı 2018 pada
http://batamnews.co.id/berita-3346-inilah-kejahatan-yang-dilakukan-buronan-a merika-serikat-lim-yong-nam.html‟
„‟Rekam Kejahatan Steven Lım Hıngga Jadı Buronan Pallıng Dıcarı Amerıka‟‟,
Artıkel
dıakses pada 3 Februarı 2018 darı
https://www.merdeka.com/peristiwa/rekam-kejahatan-steven-lim-hingga-jadi-b
uronan-paling-dicari-amerika.html
„‟Lım Yong Nam, Buronan AS dıekstradısı ke Amerıka‟‟, Artıkel dıakses pada 3
Februarı 2018 darı http://www.jurnalinfo.com/berita.html?id=Ling_Yong_Nam,_Buronan__AS_ Diekstradisi_dari_RI
„‟Member Countrıes‟‟, Artıkel dıakses pada 21 Meı 2017 darı http://www.interpol.int/Member-countries/World
„‟Pemerintah RI Kabulkan Permohonan Ekstradisi kepada Pemerintah AS‟‟,
Artikel
xix
diakses pada 11 April 2018 dari http://djahu.kemenkumham.go.id/id/detail/75-berita-lainnya/1252-pemerintah-r i-kabulkan-permohonan-ekstradisi-kepada-pemerintah-as
“Penanggulangan Kejahatan Lintas Negara Terorganisir”, Artıkel
dıakses pada 3
Februarı 2018 darı
http://www.kemlu.go.id/id/kebijakan/isu-khusus/pages/Penanggulangan-Kejah
atan-LintasNegara-Terorganisir.aspx
„‟Principled Negotiation‟‟. diakses pada 1 Februari 2018 dari http://www.colorado.edu/conflict/peace/prinneg.htm
Singapore Man Sentenced to 40 Months in Prison for Plot Involving Exports to
Iran of U.S.
Components. Artikel diakses pada 11 April 2018 dari https://www.justice.gov/opa/pr/singapore-man-sentenced-40-months-prison-plot-inv olving-exports-iran-us-components
„‟Structure and Governance‟‟,Artıkel dıakses pada 22 Januarı 2018 darı https://www.interpol.int/About-INTERPOL/Structure-and-governance.
US says Singapore man Lim Yong Nam pleads guilty to plot to export Iraq bomb
parts,
Artıkel dıakses pada 3 Februarı 2018 darı
http://www.straitstimes.com/world/us-says-singapore-man-pleads-guilty-to-plot-
t o-export-iraq-bomb-parts
„‟Internatıonal Partners‟‟. Artıkel dıakses pada 22 Januarı 2018 darı https://www.interpol.int/About-INTERPOL/International-partners
xx
LAMPIRAN
1. Transkrip Wawancara
Waktu : 10 April 2018
Tempat : TNCC Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri
Jakarta Selatan
Narasumber : AKBP Jajang Ruhyat S.Ik sebagai Kasubbag Kejahatan
Transnasional Set NCB-INTERPOL
S :Bagaimana strategi NCB-INTERPOL Indonesia dalam menangani
permasalahan kejahatan lintas negara yang ada di Indonesia dengan studi
kasus ekstradisi buronan Amerika Serikat Lim Yong Nam periode 2014-2016
?
PJ :Jadi kalau bukan indonesia ya sebenarnya ya, jadi terkait dengan Lim
Yong Nam ini. Bahwa sejarah riwayat nya pada saat Lim Yong Nam
ditetapkan sebagai DPO oleh otoritas di Amerika, pencarian terhadap dia
dilakukan melalui kerjasama Interpol salah satunya menerbitkan red notice
melalui i24/7. Setelah red notice dipublish, salah satu kewajibannya adalah
kewajiban Indonesia sebagai anggota negara interpol membantu dalam
pencarian dan menangkap buronan tersebut dan itu sudah dilakukan dengan
menyebarkan red notice ke penegak hukum di internal POLRI maupun
imigrasi.
Strateginya adalah yaitu :
xxi
1. Menyebarluaskan red notice atas nama Lim Yong Nam ke instansi
penegak hukum instansi POLRI maupun diluar POLRI.
2. Kerjasama atau berkoordinasi dengan perwakilan FBI di Indonesia karena
ini adalah buronan FBI. Yang kita lakukan adalah berkomunikasi intensif
dengan FBI.
3. Makanya begitu si Lim Yong Nam itu ditangkap di Kepulauan Riau, kita
berkomunikasi dengan FBI untuk memenuhi dokumen-dokumen yang
diperlukan dalam rangka proses ekstradisi. Karena masalah penangkapan itu
dibatasi. Sebelum ada permintaan ekstradisi masuk, ada penahanan sementara
selama 20 hari di Mabes POLRI.
Karena penangkapan berdasarkan red notice, maka akan dilakukan
penahanan sementara selama 20 hari menurut kementrian hukum dan HAM
sebelum permintaan ekstradisi diterima oleh pemerintah Republik Indonesia.
Nah disinilah kita mendorong terus FBI tadi untuk melengkapi semua
dokumen - dokumen yang diperlukan. Setelah ditangkap, siapkan dokumen -
dokumen. Bahasa kerennya koordinasi dan asistensi dengan FBI.
Memfasilitasi pertemuan FBI dengan kementrian hukum dan HAM dan
kejaksaan agung RI.
S : Bagaimana pra ekstradisi Lim Yong Nam ?
PJ : Pra ekstradisi adalah pada saat dia dilakukan penangkapan, dan
penahanan sementara selama 20 hari, sampai dengan diterima
permintaan oleh pemerintah RI dari negara peminta.
S : Bagaimana proses ekstradisi Lim Yong Nam ?
xxii
PJ : Proses ekstradisi dimulai pada saat permintaan ektradisi dari negara
peminta diterima resmi oleh negara Indonesia. Dalam hal ini menteri
Hukum dan HAM melalui saluran diplomatik, jadi permintan dikirim
melalui kedutaan yang ada di Indonesia, melaui Kementrian Luar
Negri kepada Kementrian Hukum dan HAM selaku otoritas pusat.
Setelah menteri Hukum dan HAM telah menerima dan telah
dinyatakan lengkap maka akan dilimpahkan kepada kejaksaan agung.
Kejaksaan agung akan memberikan berkas tadi dari mentri hukum dan
ham kepada Kapolri.
Dari AS ke RI, Kemlu, Menkumham, setelah diperiksa lengkap
diserahkan ke ka polri, setelah dari kapolri akan diserahkan ke
kejaksaan agung. Setelah itu berkas perkara akan diserahkan ke
pengadilan untuk disidangkan. Setelah dari pengadilan diserahkan
kepada menteri Hukum dan HAM dan diserahkan kepada presiden
untuk dikeluarkan kepres tentang dapat atau tidaknya diekstradisi.
Putusan ekstradisi ada ditangan presiden, makanya dari hakim
hanya penetapan, keputusan akhir ditanga presiden. Setelah Kepres
keluar maka ekstradisi dapat dilaksanakan.
S : Bagaimana pelaksanaan ekstradisi Lim Yong Nam ?
PJ : Setelah presiden RI mengeluarkan kepres tentang dikabulkannya
ekstradisi, maka menkumham akan meyampaikan kepada otoritas
amerika bahwa ekstradisi dikabulkan kemudian akan ditentukan kapan
penyerahan Lim Yong Nam kepada pemerintah AS. Selama
penyerahan itu akan disaksikan oleh kejaksan agung, kemenkumham,
POLRI, interpol.
xxiii
S : Bagaimana proses ekstradisi Lim Yong Nam dari Interpol Indonesia
kepada Amerika ?
PJ : Ektradisi itu dari pemerintah RI kepada pemerintah AS. Ektradisi
dilakukan oleh instansi terkait yang ada dalam undang-undang
ekstradisi. Interpol bagian dari sistem pemerintahan di Indonesia.
S : Apakah ada peran AS dalam proses ekstradisi Lim Yong Nam?
PJ : Mulai pada saat ditangkap, menyiapkan dokumen-dokumen, serta
segala biaya untuk pemulangan Lim yong nam menjadi tanggung
jawab AS. Termasuk menyiapkan tiket untuk lim yong nam dan
petugas pengawal, yang akan mengawal Lim Yong nam dari
Indonesia ke Amerika serta tiketnya.
2. Transkrip Wawancara
Waktu : 10 April 2018
Tempat : Baharkam Mabes Polri Jakarta Selatan
Narasumber : AKBP Dadang Sutrasno, S.Ik sebagai Kasubbag Bantuan
Hukum Internasional Set NCB-INTERPOL.
S : Apakah ada kendala dalam proses ekstradisi Lim Yong Nam ? Jika ada
bisa dijelaskan ?
PD : Pihak lim yong nam melakukan gugatan pra-peradilan atas penahanan
yang bersangkutan. Karena menurut Singapore tindakan Lim Yong
Nam bukan termasuk tindak pidana. Tapi ditolak dengan pengadilan
dengan alasan kejahatan lim yong nam menurut hukum indonesia itu
adalah tindak pidana, makanya di proses. Sebenarnya bukan kendala tapi
karena ada gugatan pra-peradilan itu proses ekstradisi sedikit terhambat.
xxiv
S : Tindakan apa yang sudah dilakukan Lim Yong Nam sehingga harus
diekstradisi ?
PD : Bahwa Lim Yong Nam ini di cari oleh otoritas Amerika Serikat
karena didakwa sebagai berikut :
a. Konspirasi untuk menipu Amerika Serikat dengan cara tidak jujur.
b. Penyelundupan.
c. Ekspor ilegal dan percobaan ekspor ilegal.
d. Berkomplot membuat keterangan palsu kepada pemerintah Amerika
Serikat.
e. Keterangan palsu keppada penegak hukum.
S :Apa dampak dari ekstradisi Lim Yong Nam bagi Interpol dan
pemerintah Indonesia ?
PD : 1. Meningkatkan citra Indonesia di dunia internasional. Bahwa
pemerintah Indonesia sangat berkomitmen dalam memerangi
kejahatan lintas negara.
2. Meningkatkan kerjasama antara penegak hukum Indonesia dan
Amerika Serikat secara bilateral.
3. Memberikan shock therapy kpd para pelaku kejahatan bahwa
Indonesia bukan tempat yang aman untuk bersembunyi atau
menghindari proses hukum di negara lain.
S : Apakah Lim Yong Nam merupakan anggota dari kelompok teroris
tertentu ? Jika benar, apa nama organisasi tersebut ?
PD : Bukan, dia bukan anggota kelompok teroris, dia hanya pedagang
saja, pedagang import ilegal, karena dia menjual ke Iran maka di
xxv
interpretasikan dia adalah komplotan teroris. Dia membeli dan menjual
secara online ic modul 6000 radio.
S : Apa alasan pemerintah atau Interpol Indonesia menyetujui permintaan
ekstradisi Amerika ?
PD : Karena sesuai dengan UUD RI nomor 1 tahun 1979 tentang daftar
kejahatan yang pelakunya dapat di eskstradisikan yaitu, penipuan,
penyelundupan, pemalsuan atau kejahatan yang bersangkutan dengan
pemalsuan.