STRATEGI DAKWAH RADEN JAYENGRONO DALAM ...etheses.iainponorogo.ac.id/9664/1/Ethesis Syahrul...
Transcript of STRATEGI DAKWAH RADEN JAYENGRONO DALAM ...etheses.iainponorogo.ac.id/9664/1/Ethesis Syahrul...
STRATEGI DAKWAH RADEN JAYENGRONO DALAM MENYEBARKAN
AJARAN ISLAM DI KECAMATAN PULUNG
SKRIPSI
O l e h:
Syahrul Hakiki
NIM. 211016037
Pembimbing;
Dr. Muhammad Irfan Riyadi, M.Ag.
NIP. 196601102000031001
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB, DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PONOROGO
2020
i
ABSTRAK
Hakiki, Syahrul. 2020. Strategi Dakwah Raden Jayengrono Dalam Menyebarkan
Ajaran Islam di Kecamatan Pulung
Skripsi. Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Ushuluddin, Adab dan
Dakwah Institut Agama Islam Negeri Ponorogo.Pembimbing Dr. Muhammad Irfan
Riyadi, M.Ag.
Kata kunci: Dakwah, Raden Jayengrono, Penyebaran Islam, Sejarah
Penyebaran Islam di wilayah Ponorogo tidak lepas dari ajaran yang dilakukan
oleh Wali Songo dan dilanjutkan oleh Bathoro Katong di Ponorogo. Penyebaran
Islam di wilayah Ponorogo Timur juga tidak lepas dari usaha dakwah Raden
Jayengrono. Di balik usaha dakwah Raden Jayengrono yang sungguh luar biasa,
banyak masyarakat yang tidak tahu bagaimana masa perjuangan Raden Jayengrono
saat menyebarkan ajaran Islam.
Berdasarkan latar belakang peneliti bertujuan untuk menjelaskan bagaimana
cara berdakwah Raden Tumenggung Jayengrono dalam menyebarkan agama Islam di
Kecamatan Pulung, untuk mengetahui media yang digunakan Raden Jayengrono
dalam menyebarkan ajaran Islam,untuk mengetahui bagaimana hasil yang dicapai
beliau dalam menyebarkan ajaran Islam. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif historiografis dengan menjelaskan sejarah melalui pengumpulan data.
Sumber data yang digunakan penulis yaitu menggunakan dua sumber . yang pertama
data primer (wawancara dengan juru kunci serta beberapa tokoh desa) dan kedua data
sekunder (Buku dan peninggalan). Adapun untuk pengumpulan data yang diperlukan
menggunakan metode di antaranya observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa strategi dakwah Raden
Jayengrono dalam menyebarkan ajaran Islam di Kecamatan Pulung sebagai berikut:
(1) Memberikan contoh perilaku yang baik kepada masyarakat. (2) Berkeliling
wilayah kekuasaannya. (3) Mendakwahi masyarakat abangan. (4) Melestarikan
tradisi kenduri (slametan). Media yang digunakan untuk berdakwah adalah : (1)
Membangun masjid dan padepokan. (2) Menggunakan terbangan. (3) Menggunakan
bedug. (4) Gamelan. Hasil yang dicapai adalah: (1) Semakin banyak masyarakat yang
mengerti tentang ajaran Islam. (2) Kegiatan keagamaan semakin berkembang. (3)
Banyaknya masjid-masjid yang dibangun di wilayah Pulung. (5) Masyarakat Pulung
mayoritas beragama Islam.
ii
KEMENTRIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PONOROGO
FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN DAKWAH
Alamat: Jl. Puspita Jaya Desa Pintu, Jenangan, Ponorogo 63492
Email: [email protected]: http://fuad.iainponorogo.ac.id
LEMBAR PERSETUJUAN
Skripsi atas nama Saudara:
Nama : Syahrul Hakiki
NIM : 211016037
Jurusan : Komunikasi dan Penyiaran Islam
Fakultas : Ushuluddin, Adab danDakwah
Judul : Strategi Dakwah Raden Jayengrono dalam Menyebarkan ajaran :
;;Islam di .Kecamatan Pulung
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji dalam Ujian Munaqosah.
Ponorogo, 21 April 2020
Mengetahui,
Ketua Jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam
Menyetujui,
Pembimbing
Dr. Iswahyudi, M.Ag.
NIP. 197903072003121003
Dr. Muh. Irfan Riyadi, M.Ag.
NIP. 196601102000031001
iii
iv
v
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap aktivitas manusia dalam hidup dan kehidupannya, tidak terlepas
dari kegiatan berkomunikasi seperti berbicara, menulis, memandang, dan
mendengar.1 Komunikasi adalah proses pertukaran simbol, pesan, dan
informasi diantara dua individu atau lebih.2 Dalam berkomunikasi pengirim
pesan disebut dengan komunikator, sedangkan penerima pesan disebut dengan
komunikan. Dalam kegiatan komunikasi, komunikasi dapat dilakukan oleh
siapa saja, dimana saja dan bahkan kapan saja.
Islam adalah agama yang berisi dengan petunjuk-petunjuk agar
manusia secara individual menjadi manusia yang baik, beradab, dan
berkualitas. Di samping itu, Islam sebagai agama yang disebut agama dakwah,
maksudnya adalah agama yang disebarluaskan dengan cara damai tidak
melalui kekerasan.3 Tidak melalui kekerasan diartikan penyebaran ajaran Islam
dapat dilakukan dengan berkomunikasi dengan baik antar sesama umat
muslim.
Bagi seorang muslim, sebaik-baiknya berkomunikasi adalah perkataan
yang baik. Seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat Al-Ahzāb ayat 71 :
وقو لوا قولا سديداا يايها الذين امنوا اتقوا الله
1 Hamidi, Teori Komunikasi Dan Strategi Dakwah (Malang : UMM Pers, 2010), 1. 2 Suryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi (Bandung : Pustaka Setia, 2015), 48. 3 M. Ali Aziz, Ilmu Dakwah (Jakarta : Prenada Media, 2004), 1.
2
Artinya : “Hai manusia yang beriman, bertakwalah kamu kepada
Allah dan katakanlah perkataan yang benar,”4
Dalam penerapannya, perkataan yang baik tidak hanya digunakan
dalam percakapan sehari-hari. Tetapi bagi seorang muslim, berdakwah juga
harus menggunakan perkataan yang baik untuk menyampaikan sebuah ajakan
yang menuju kejalan kebenaran. Tujuan dari penggunaan perkataan yang baik
dalam berdakwah adalah agar tidak melukai perasaan sesama umat muslim,
sehingga pesan da’i dapat diterima secara baik oleh mad’u.
Dengan demikian dakwah adalah segala bentuk aktivitas penyampaian
ajaran Islam kepada orang lain dengan berbagai cara yang bijaksana untuk
terciptanya individu dan masyarakat yang menghayati dan mengamalkan
ajaran Islam dalam semua lapangan kehidupan.5
Seorang da’i harus menyadari bahwa yang diajak ke dalam Islam
bukan saja sebagian manusia atau manusia tertentu, melainkan semua
manusia. Berdakwah bukan untuk waktu sementara, tapi sepanjang zaman
hingga datangnya kiamat. Selain itu, berdakwah tidak membedakan jenis
kelamin, stratifikasi sosial, etnis, waktu, dan tempat tertentu.6
Allah SWT menciptakan umatnya berbeda-beda agar saling
mengenal sesama umatnya. Semua sama di mata Allah SWT, yang
membedakan muslim satu dengan muslim lainnya adalah tingkat
4Yayasan Wisma Damai, Al-Qur’an Dengan Terjemahannya dan Tafsir Singkat (Jakarta :
Percetakan YWD, 2007), 1471. 5 Aziz, Ilmu Dakwah, 11. 6 Hamidi, Teori Komunikasi, 12.
3
ketaqwaannya dan hanya Allah yang mengetahui hal tersebut. Pada waktu
banyak kerajaan-kerajaan di Indonesia banyak beragam kepercayaan serta
perbedaan keagamaan antara masyarakat di waktu tersebut.
Di Kabupaten Ponorogo sendiri, kira-kira empat ratus lima puluh
tahun silam masih sebuah kerajaan yang bernama Kademangan Surukubeng
yang dipimpin oleh Ki Gede Ketut Suryo Ngalam atau dikenal dengan Ki
Ageng Kutu yang beragama Budha. Kademangan Surukubeng ini masih
wilayah dari kerajaan Majapahit, salah satu kerajaan Hindu-Budha terbesar
yang ada di Indonesia.7
Di masa tersebut, masyarakat di Kademangan Surukubeng masih
banyak yang beragama Budha. Tetapi di sisi lain, Raden Katong, salah satu
Raden yang masih keturunan dari Kerajaan Demak, kerajaan Islam yang ada
di Pulau Jawa, diutus untuk menyebarkan Islam di wilayah Brang Wetan atau
wilayah timur, termasuk di wilayah Ponorogo. Penyebaran Islam di Ponorogo
diwarnai dengan peperangan antara umat Islam dan umat Budha. Tetapi
peperangan ini dimenangkan oleh umat Islam.
Setelah peperangan tersebut selesai, perkembangan Islam di
Ponorogo semakin pesat. Para santri yang berasal dari kerajaan Demak
membantu menyebarkan agama Islam di empat penjuru sehingga menambah
laju dan pesatnya jumlah pemeluk agama Islam di Ponorogo. Walaupun
demikian, Raden Bathoro Katong tidak melarang orang-orang terdahulu
masih memeluk agama yang lama yaitu agama Hindu dan Buddha. Para
7 Purwowijoyo, Babad Ponorogo Jilid I R.A. Surodiningrat (Ponorogo : Dinas Pariwisata Dan Seni
Budaya, PEMKAB Ponorogo, 1985), 11.
4
Bhiksu dan Pendeta masih mendapat pengayoman dari sang adipati Bathoro
Katong. 8
Begitu pula dengan keberagaman kepercayaan di wilayah timur
Ponorogo sebelum datangnya Raden Jayengrono sebagai penyebar agama
Islam di wilayah timur Ponorogo. Kepercayaan di wilayah timur Ponorogo
sebelum datangnya Raden Jayengrono masih berupa kepercayaan Kejawen.
Kejawen adalah sebuah kepercayaan yang terutama dianut di Pulau Jawa oleh
suku Jawa dan suku bangsa lainnya yang menetap di pulau Jawa. Kitab-kitab
dan naskah kuno Kejawen tidak menegaskan ajarannya sebagai sebuah
agama. Kejawen juga tidak dapat dilepaskan dari agama yang dianut karena
filsafat Kejawen dilandaskan pada ajaran agama yang dianut oleh filsuf Jawa.9
Penyebaran Islam di wilayah timur dimulai dari penebangan hutan yang
dilakukan di Ponorogo sebelah timur. Dalam penebangan ini wilayah hutan
yang ditebang adalah wilayah Siman, Jetis, Sawoo, Sambit, Pulung, Pudak,
Sooko, dan Mlarak. Wilayah ini dinamakan Kabupaten Pedanten. Kabupaten
ini dipimpin oleh Raden Jayengrono, salah satu Raden keturunan Raden
Patah, raja dari Kerajaan Demak, Kerajaan Islam yang ada di sebelah pesisir
Pulau Jawa. Beliau hingga akhir hayatnya, Raden Jayengrono dimakamkan di
Desa Pulung Merdiko.
Semasa hidupnya, Raden Jayengrono suka berkeliling di wilayah
kekuasaannya seorang diri untuk berpatroli dan berdakwah, sehingga oleh
rakyatnya diberikan julukan Kyai Sambang Dalan. Beliau berhasil
8 Purwowijoyo, Babad Ponorogo Jilid I, 64. 9 https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kejawen diakses pada 21 Januari Pukul 10: 26 WIB.
5
mengIslamkan masyarakat di Pulung serta beberapa kecamatan yang termasuk
dalam Kabupaten Pedanten. Raden Jayengrono berhasil mengislamkan
wilayah Pedanten dengan bantuan para santri utusan dari Kerajaan Demak
yang ditugaskan untuk membantu penyebaran Islam di Brang Wetan atau
wilayah timur.
Selain berhasil mengislamkan penduduk Kabupaten Pedanten pada
masa tersebut, beliau meninggalkan beberapa peninggalan benda maupun
bangunan bersejarah seperti masjid sebagai tempat berdakwah beliau untuk
mengajarkan agama Islam serta sebagai bukti bahwa beliau pernah
menyebarkan agama Islam di wilayah Pulung.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk meneliti
bagaimana perkembangan Islam di Wilayah timur khususnya wilayah
Kecamatan Pulung dan bagaimana strategi komunikasi dakwah Raden
Jayengrono dalam menyebarkan ajaran agama Islam. Maka peneliti
mengambil judul “Strategi Dakwah Raden Jayengrono dalam
menyebarkan ajaran Islam di Kecamatan Pulung”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, tulisan ini difokuskan pada
Strategi Dakwah Raden Jayengrono dalam menyebarkan ajaran Islam di
Kecamatan Pulung. Jika diajukan dalam bentuk pertanyaan sub masalah
dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana cara dakwah Raden Jayengrono dalam menyebarkan agama
Islam di Kecamatan Pulung ?
6
2. Bagaimana media yang digunakan Raden Jayengrono dalam menyebarkan
Islam ?
3. Bagaimana hasil yang dicapai Raden Jayengrono dalam menyebarkan
Islam ?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin diperoleh dari rumusan masalah diatas
sebagai berikut :
1. Menjelaskan bagaimana cara berdakwah Raden Tumenggung Jayengrono
dalam menyebarkan agama Islam di Kecamatan Pulung
2. Menjelaskan media yang digunakan Raden Jayengrono dalam
menyebarkan ajaran Islam
3. Menjelaskan bagaimana hasil yang dicapai beliau dalam menyebarkan
ajaran Islam
D. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu untuk menambah
pengetahuan sejarah perkembangan agama Islam di Kabupaten Ponorogo
khususnya wilayah Kecamatan Pulung, serta agar masyarakat tahu tentang
bagaimana proses Islamisasi yang ada di Ponorogo wilayah timur khususnya
di wilayah Kecamatan Pulung.
E. Telaah Pustaka
Penelitian terdahulu menjadi salah satu acuan peneliti dalam
melakukan penelititan sehingga dapat memperkaya teori yang digunakan
dalam mengkaji penelitian yang akan dilakukan. Dari penelitian terdahulu,
7
peneliti tidak menemukan penelitian dengan judul yang sama seperti judul
penelitian yang peneliti tulis. Strategi Komunikasi Dakwah Raden Jayengrono
dalam menyebarkan ajaran Islam di Kecamatan Pulung baru pertama kali
sebagai bahan penelitian untuk dijadikan bahan skripsi. Namun peneliti telah
menemukan telaah pustaka empirik serta teoritis dari penelitian terdahulu
yang meneliti tentang penyebaran agama Islam di daerah lain sebagai
perbandingan penelitian.
Pertama, jurnal berjudul “Peran Kyai Muhammad Hasan dalam
penyebaran agama Islam di Desa Karanggebang”. Penelitian ini ditulis oleh
Fuad Fitriawan sebagai dosen Institut Agama Islam Sunan Giri Ponorogo dan
Kayyis Fithri Ajhuri sebagai dosen Institut Agama Islam Negeri Ponorogo.
Dalam penelitian ini, peneliti mengkaji bagaimana proses dan peranan Kyai
Muhammad Hasan dalam menyebarkan agama Islam di Desa Karanggebang,
Kecamatan Jetis Kabupaten Ponorogo. Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif dan metode sejarah. Perbedaan dari penelitian terdahulu adalah di
objek penelitian, dimana peneliti terdahulu meneliti penyebaran Islam di Desa
Karanggebang di Kecamatan Jetis oleh Kyai Muhammad Hasan, sedangkan
penelitian kali ini akan meneliti bagaimana tentang strategi komunikasi
dakwah Raden Jayengrono dalam menyebarkan Islam di Kecamatan Pulung.
Sedangkan dari segi teori yang digunakan sama yaitu pendekatan kualitatif
dan pendekatan sejarah.10
10 Fuad Fitriawan, Kayyis Fithri Ajhuri. “Peran Kyai Muhammad Hasan dalam proses Penyebaran
Agama Islam di Desa Karanggebang,” Dialogia 15 ( Desember ,2017).
8
Kedua, skripsi yang berjudul “Peranan Bathoro Katong dalam
penyebaran agama Islam di Ponorogo pada abad ke XV Masehi”. Skripsi ini
ditulis oleh Elfa Lusiana Tyas mahasiswa Universitas Jember. Perbedaan
penelitian terdahulu adalah di objek penelitian, dimana peneliti terdahulu
meneliti penyebaran Islam di Kabupaten Ponorogo di abad ke XV Masehi
oleh Bathoro Katong, sedangkan penelitian kali ini akan mengkaji bagaimana
strategi komunikasi dakwah Raden Jayengrono dalam menyebarkan Islam di
Kecamatan Pulung. Sedangkan dari segi teorinya sama dengan menggunakan
pendekatan kualitatif dan pendekatan sejarah dalam melakukan penelitian.11
Ketiga, skripsi yang berjudul “Peranan Bathoro Katong dalam
Islamisasi di Ponorogo pada tahun 1482-1496”. Jurnal ini ditulis oleh Antika
Christantina Mahasiswi Universitas Negeri Malang. Perbedaan penelitian
terdahulu adalah di objek penelitian, dimana peneliti terdahulu meneliti
bagaimana peranan Bathoro Katong dalam Islamisasi di Ponorogo pada tahun
1482-1496, sedangkan penelitian kali ini akan mengkaji bagaimana strategi
komunikasi dakwah Raden Jayengrono dalam menyebarkan Islam di
Kecamatan Pulung. Perbedaan dari penelitian terdahulu adalah di objek
penelitian, penelitian terdahulu menjadikan Raden Bathoro Katong sebagai
objek penelitian, sedangkan penelitian kali ini menjadikan Raden Jayengrono
sebagai objeknya. Sedangkan dari segi teorinya sama, yaitu menggunakan
pendekatan kualitatif dan pendekatan sejarah dalam melakukan penelitian.12
11Elfa Lusiana Tyas, “Peranan Bathoro Katong dalam penyebaran Agama Islam di Ponorogo pada
abad ke XV Masehi,” (Skripsi, UNEJ, Jember, 2018). 12Antika Christantina, “Peranan Bathoro Katong dalam Islamisasi di Ponorogo pada tahun 1482-
1496,” (Skripsi, UNM, Malang, 2012).
9
Keempat, buku Babad Ponorogo jilid III karya Puwowijoyo yang
diterbitkan pada tahun tahun 1985. Dalam buku ini membahas tentang sejarah
Raden Jayengrono, Kabupaten Pedanten dan sejarah beberapa tempat yang
ada di Kabupaten Pedanten.13
Kelima, buku Babad Ponorogo Jilid V karya Purwowijoyo. Di
dalam buku ini membahas tentang sejarah desa Pulung Merdiko yang menjadi
tempat pemakaman Raden Jayengrono saat ini. Dalam buku ini membahas
pula beberapa sejarah desa yang ada di Kabupaten Ponorogo.14
Dari kelima penelitian tersebut, terdapat perbedaan antara
penelitian-penelitian tersebut dengan penelitian ini. Dalam penelitian empiris,
yaitu perbedaannya terletak pada objek yang diteliti sedangkan persamaannya
terletak pada pendekatan yang digunakan yaitu menggunakan pendekatan
Sejarah. Sedangkan di dalam pendekatan teoritis, membahas tentang sejarah-
sejarah di Kabupaten Ponorogo serta proses Islamisasi beberapa wilayah yang
ada di Kabupaten Ponorogo.
Dengan menelaah perbedaan pada kelima penelitian terdahulu,
penulis mengambil keputusan bahwa belum ada penelitian tentang strategi
komunikasi dakwah Raden Jayengrono dalam menyebarkan Islam di
Kecamatan Pulung. Oleh karena itu penulis mengajukan judul Strategi
Komunikasi Dakwah Raden Jayengrono dalam menyebarkan ajaran Islam di
Kecamatan Pulung.
13Purwowijoyo, Babad Ponorogo Jilid III, R.A Surodingrat Ponorogo : Dinas Pariwisata Dan Seni
Budaya, PEMKAB Ponorogo, 1985. 14Purwowijoyo, Babad Ponorogo Jilid V, R.A Surodingrat Ponorogo : Dinas Pariwisata Dan Seni
Budaya, PEMKAB Ponorogo, 1985.
10
F. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah proses atau cara ilmiah untuk mendapatkan
data yang akan digunakan untuk keperluan penelitian. Penelitian merupakan
suatu penyelidikan yang sistematis yang meningkatkan sejumlah pengetahuan,
juga merupakan suatu usaha yang sistematis dan terorganisasi untuk
menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.15
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Dalam penelitian kali ini peneliti menggunakan metodologi penelitian
Kualitatif. Penelitian Kualitatif adalah suatu metode penelitian yang bertujuan
untuk mendapatkan pemahaman tentang tentang kenyataan. Melalui metode
ini, peneliti dapat mengenali objek yang diteliti.16
Penelitian kualitatif bisa dilakukan oleh peneliti di bidang ilmu sosial
dan perilaku, juga oleh para peneliti di bidang yang menyoroti masalah yang
terkait dengan perilaku dan peranan manusia.17
Selain menggunakan metodologi penelitian Kualitatif, dalam meneliti
objek yang akan diteliti kali ini peneliti juga menggunakan metode penelitian
sejarah atau Historiografi. Sejarah adalah semua cakupan pengetahuan tentang
kejadian alam semesta keseluruhan dan isinya seperti benda-benda, bintang-
bintang dan bumi dan semua peristiwa manusia yang terjadi di atasnya.18
15 https://id.m.wikipedia.org/wiki/Metodologi_penelitian diakses pada 15 Desember 2019 21.00
WIB 16 Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2008), 1 17 Anselm Strauss and Juliet Corbin, Basics of Qualitative Research, Terj. Muhammad Shodiq dan
Imam Muttaqien ( Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2003), 6. 18 Hasan Usman, Manhaj Al-Bahth Al-Tarihi, Terj. Departemen Agama (Jakarta : Departemen
Agama Republik Indonesia, 1986), 5.
11
Dalam penelitian kali ini, peneliti juga menggunakan penelitian
lapangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengumpulkan data-data dan
informasi dari objek yang diteliti.
2. Data dan Sumber data penelitian
Data dari penelitian adalah strategi dakwah yang dilakukan oleh Raden
Jayengrono untuk menyebarkan ajaran Islam di tengah masyarakat yang kala
itu masih belum mengenal ajaran Agama Islam secara mendalam khususnya
masyarakat di Kecamatan Pulung. Sedangkan sumber data dari penelitian
strategi dakwah Raden Jayengrono dalam menyebarkan ajaran Islam di
Kecamatan Pulung adalah dari wawancara Juru Kunci Makam Raden
Jayengrono di Kecamatan Pulung serta para tokoh desa yang dahulu desa
tersebut pernah ditempati oleh Raden Jayenngrono seperti Desa Ronosentanan
Kecamatan Siman dan Desa Kranggan Kecamatan Sukorejo, buku Babad
Ponorogo, serta jurnal yang berkaitan dengan penelitian dan Internet yang
dapat mendukung keabsahan data penelitian.
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam sebuah kegiatan penelitian, teknik pengumpulan data adalah hal
yang terpenting dalam mengumpulkan data. Hal ini agar data yang diperoleh
sesuai dengan keadaan yang ada di lapangan. Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan teknik pengumpulan data dengan metode wawancara,
dokumentasi dan observasi.
12
a. Metode wawancara
Wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang
berlangsung secara lisan dalam mana dua orang atau lebih bertatap muka
mendengarkan langsung informasi-informasi dan keterangan-keterangan.19
Dalam penelitian kali ini, peneliti akan mengajukan pertanyaan dan
mewancarai secara langsung dengan juru kunci makam Raden Jayengrono
serta tokoh Desa Ronosentanan Kecamatan Siman dan Desa Kranggan
Kecamatan Sukorejo.
b. Dokumentasi
Dalam penelitian kali ini, peneliti akan mengambil foto bersejarah
yang digunakan beliau ketika berdakwah serta peninggalan beliau berupa
masjid dan bedug yang dahulu digunakan sewaktu beliau masih berdakwah
dan menyebarkan Islam di Kecamatan Pulung.
c. Observasi
Dalam metode observasi, peneliti akan terjun langsung ke lapangan
untuk mencari data serta faktor-faktor yang menghambat beliau sewaktu
masih dalam misi menyebarkan ajaran Islam.
4. Teknik Pengolahan Data
Dalam penelitian kali ini, prosedur pengolahan data yang dilakukan
oleh peneliti adalah sebagai berikut :
a. Mengidentifikasi bagaimana strategi dakwah beliau dalam
menyebarkan Islam
19 Kholid Narbuko, Metodologi Penelitian (Jakarta : Bumi Aksara, 2009), 83.
13
b. Mengidentifikasi media apa saja yang beliau gunakan dalam
berdakwah
c. Menganalisis bagaimana hasil dakwah beliau ketika menyebarkan
ajaran Islam
d. Penarikan kesimpulan terhadap data yang sudah diteliti dan di analisis
5. Analisis data
Analisis data adalah proses penghimpunan atau pengumpulan,
permodelan dan transformasi data dengan tujuan untuk menyoroti dan
memperoleh informasi yang bermanfaat, memberikan saran, kesimpulan,
dan mendukung pembuatan keputusan. Analisis data mempunyai banyak
variasi pendekatan, teknik yang digunakan dan nama atau sebutan
bergantung pada tujuan dan bidang ilmu yang terkait.20
Dalam teknik analisis data ini peneliti akan menganalisis bagaimana
cara beliau berdakwah, media yang digunakan beliau, dan hasil yang
dicapai beliau selama berdakwah dan menarik sebuah kesimpulan.
G. Sistematika Penulisan
Dalam rangka agar pembahasan skripsi ini dapat tersusun secara
sistematis sehingga penjabaran yang ada dapat dipahami dengan baik, maka
Peneliti membagi pembahasan ini dalam lima bab, dan masing-masing terbagi
kedalam beberapa sub bab, yaitu :
20 Restu Kartiko Widi, Asas Metodologi Penelitian (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), 235.
14
BAB I pendahuluan, bab ini membahas mengenai penjelasan yang
bersifat umum seperti latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
masalah, manfaat penelitian, telaah pustaka, landasan teori, metode penelitian,
dan sistematika penulisan.
BAB II pembahasan tentang landasan teori. Pada bab ini, peneliti
akan memaparkan pengertian strategi, dakwah, dan langkah-langkah dakwah.
BAB III membahas tentang gambaran umum penelitian yang
diangkat oleh peneliti meliputi biografi Raden Jayengrono, Sejarah
Kecamatan Pulung dan sejarah Desa Pulung Merdiko, serta masa perjuangan
Raden Jayengrono.
BAB IV membahas tentang analisis strategi dakwah Raden
Jayengrono dalam menyebarkan ajaran Islam di Kecamatan Pulung, Media
Dakwah yang digunakan untuk menyebarkan Islam, dan hasil dakwah yang
telah dicapai.
BAB V berisi tentang penutup yang meliputi kesimpulan dan saran
dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti.
15
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Strategi
Strategi berasal dari bahasa Yunani yaitu Strategos. Strategi adalah
sebuah perencanaan untuk mencapai sebuah tujuan.1 Akan tetapi, untuk
mencapai tujuan tersebut, strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang
hanya menunjukkan arah saja, melainkan harus mampu menunjukkan
bagaimana tak tik operasionalnya.2
Strategi akan gagal apabila taktik operasionalnya tidak dapat berjalan
dengan baik. Strategi memerlukan sebuah perencanaan yang matang agar
dapat berjalan dengan baik kedepannya dan dapat mencapai tujuan yang
diinginkan. Kegagalan sebuah strategi dapat terjadi apabila strategi tersebut
kurang dalam operasionalnya.
B. Dakwah
Ditinjau dari segi bahasa, dakwah berasal dari bahasa arab da’a, yad’u.
Arti dari dakwah adalah seruan atau ajakan untuk berbuat kebaikan.3 Bagi
seorang muslim, sebaik-baiknya sebuah komunikasi adalah dakwah.
Sedangkan dakwah menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut :
1 https://id.m.wikipedia.org/wiki/Strategi diakses pada 20 Januari 2020 Pukul 14.30 WIB. 2 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung : Remaja Rosdakarya,
1997), 32. 3 Hamidi, Teori Komunikasi Dan Strategi Dakwah, 6.
16
a. Toha Yahya Oemar menyatakan bahwa dakwah islam sebagai upaya
mengajak umat dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai
dengan perintah tuhan untuk kemaslahatan dunia dan akhirat.
b. Hamzah Ya’qub mengatakan bahwa dakwah adalah mengajak umat
manusia dengan hikmah (kebijaksanaan) untuk mengikuti petunjuk
Allah dan Rasul-Nya.
c. Menurut Muhammad Natsir dakwah mengandung arti kewajiban yang
menjadi tanggung jawab seorang muslim dalam amar ma’ruf nahi
munkar.
d. Menurut Syaikh Muhammad Abduh mengatakan bahwa dakwah adalah
menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran adalah
fardhu yang diwajibkan kepada setiap muslim.4
Berdakwah merupakan suatu misi dari seorang da’i untuk mengajak
umatnya kejalan kebenaran. Tujuan dari dakwah terbagi menjadi dua yaitu
tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Tujuan dakwah jangka
panjang yaitu agar manusia dalam kehidupan sehari-hari sehingga tercapai
individu yang baik, keluarga yang sakinah, dan masyarakat yang madani.
Sedangkan tujuan jangka pendek dari dakwah adalah untuk menyeru
kepada manusia agar mengikuti dan mematuhi ajaran Allah dan Rasul-
Nya.5
Dalam kegiatan berdakwah atau aktivitas berdakwah perlu
memperhatikan unsur-unsur yang terkandung antara lain :
4 Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, (Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2011), 1-2. 5 Ibid., 9.
17
1) Da’i
Da’i adalah orang yang melaksanakan dakwah baik lisan
maupun tulisan ataupun perbuatan dan baik secara individu, kelompok
atau berbentuk organisasi atau lembaga. Da’i juga harus tahu apa yang
disajikan dakwah tentang Allah, alam semesta, dan kehidupan, serta
apa yang dihadirkan dakwah untuk memberikan solusi terhadap
problema yang dihadapi manusia.6 Semua pribadi Muslim berperan
secara otomatis sebagai da’i atau orang yang menyampaikan pesan.
Untuk itu dalam komunikasi dakwah yang berperan sebagai da’i ialah :
a) Secara umum adalah setiap Muslim dan Muslimat yang
dewasa dimana bagi mereka kewajiban dakwah merupakan
suatu yang melekat tidak terpisahkan dari misinya sebagai
penganut Islam sesuai dengan perintah : “Sampaikan
walaupun hanya satu ayat”.
b) Secara khusus adalah mereka yang mengambil spesilisasi
khusus dalam bidang agama Islam yang dikenal dengan
panggilan ulama.7
Hal ini dapat disimpulkan bahwa kewajiban berdakwah
adalah untuk semua kaum Muslim dan Muslimat sebagai penganut
agama Islam dan sesungguhnya setiap muslim adalah seorang da’i.
6 Aziz, Ilmu Dakwah, 75-78. 7 Ibid., 79.
18
2) Mad’u
Unsur dakwah yang kedua adalah Mad’u. Mad’u adalah
manusia yang menjadi sasaran dakwah atau penerima dakwah, baik
sebagai individu atau kelompok, baik manusia yang beragama Islam
maupun tidak.8 Dapat diartikan bahwa objek dakwah ini adalah
keseluruhan manusia.
3) Materi dakwah
Materi dakwah adalah isi pesan yang disampaikan da’i pada
mad’u. Dalam hal ini sudah jelas bahwa yang enjadi materi dakwah
adalah ajaran Islam sendiri.9 Isi pesan ini bersumber dari kitab Al-
Qur’an dan hadits. Al-Qur’an merupakan kitab pedoman hidup bagi
umat muslim Islam.
Al-Qur’an sejak pertama kali diturunkan, sekarang, dan di
masa mendatang, selalu menjadi sumber rujukan dan inspirasi
dakwah.10
4) Media dakwah
Media dakwah adalah alat yang dipergunakan untuk
menyampaikan materi dakwah kepada mad’u. Untuk menyampaikan
ajaran Islam kepada umat, dakwah dapat mempergunakan berbagai
media di antaranya :
8 Khatib Pahlawan Kayo, Kepemimpinan Islam dan Dakwah, (Jakarta : Amzah, 2005), 90. 9Ibid., 94. 10Asep Muhidin, Dakwah dalam Perspekti Al-Qur’an, (Bandung : Pustaka Setia, 2002), 29.
19
a) Lisan merupakan media dakwah yang paling sederhana yang
menggunakan lidah dan suara dan dapat berbentuk pidato,
ceramah, penyuluhan, dan sebagainya.
b) Tulisan yang dapat berupa buku atau karya tulis lainnya.
c) Lukisan atau gambar.
d) Audio visual yaitu alat dakwah yang merangsang indra
pendengaran dan penglihatan.
e) Akhlak, dengan melakukan perbuatan-perbuatan nyata yang
mencerminkan ajaran Islam.11 Perbuatan-perbuatan yang baik
menurut ajaran Islam seperti bersedekah, beribadah, dan
perbuatan lain yang terpuji. Dalam melakukan perbuatan-
perbuatan tersebut, mad’u akan menilai perilaku da’i tersebut
apakah da’i tersebut mempunyai akhlak yang baik atau tidak.
Selain menggunakan media-media di atas, proses pelaksanaan
penyampaian ajaran Islam bisa dengan menempatkan aktifitasnya
menginspirasi bagaimana Al-Qur’an merespon kondisi sosio-kultural
masyarakat.12 Kondisi sosio-kultural masyarakat memang berpengaruh
untuk keberhasilan berdakwah. Dapat diterimanya dakwah oleh mad’u
tergantung bagaimana seorang da’i menyampaikannya cara dakwahnya
kepada masyarakat. Ada tiga perspektif dimana dakwah dapat diterima
oleh mad’u, diantaranya :
11 Aziz, Ilmu Dakwah, 120. 12 Khoiro Ummatin, Sejarah Islam dan Budaya Lokal (Yogyakarta : Kalimedia, 2015), 180.
20
1. Dakwah mengikuti alur budaya
Pelaksanaan dakwah model ini da’i selaku aktor dalam
berdakwah harus membaur dengan masyarakat, dan berpartisipasi
aktif mengikuti alur budaya masyarakat. 13 karakter seorang da’i
berperan penting pada model dakwah ini.
2. Dakwah dengan media budaya
Budaya dan tradisi masyarakat yang bisa dijadikan media
dakwah jumlahnya sangat banyak.14 Da’i dapat menggunakan
media apa saja untuk berdakwah. Dakwah menggunakan alat-alat
musik tradsional seperti gamelan, gong, atau alat musik lainnya
serta kesenian yang ada di masyarakat.
Dakwah dengan media budaya bisa mempertemukan antara
kepentiangan syiar dan kepentingan penanaman nilai-nilai Islam
satu sisi, dan pada sisi yang lain memang masyarakat memiliki
watak dasar mencintai budaya dan kesenian. Dakwah dengan tema
budaya
Pelaksanaan dakwah tahap selanjutnya bisa diwujudkan
dengan tema kajian tentang budaya atau tradisi agar budaya dan
tradisi bisa dipahami dengan baik. 15 Penggunaan media kentongan
dan bedug masjid serta gending-gending dan kesenian yang ada
merupakan salah satu cara berdakwah dengan tema budaya.
13 Ummatin, Sejarah Islam, 180. 14 Ibid., 181-183. 15 Ibid.
21
Dari beberapa media yang digunakan, dakwah dengan cara
lisan biasanya sering dilakukan karena dianggap paling praktis, yang
dimana metode ini bisa disesuaikan dengan kondisi mad’u yang
dihadapinya saat itu. Dengan metode ini da’i dengan mad’u dapat
bertatapan secara langsung dan dapat berinteraksi satu sama lain,
sehingga mad’u dapat bertanya kepada da’i secara langsung. Selain
dengan metode lisan, dakwah dengan mengunnakan budaya atau
tradisi yang ada di masyarakat biasanya juga sering digunakan.
Dakwah dengan model ini biasanya lebih disukai oleh mad’u,
dikarenakan dengan pendekatan budaya, mad’u lebih tertarik untuk
menerima ajaran tersebut.
5) Efek dakwah
Efek dakwah dalam bahasa Arab Atsar yang berarti bekasan,
sisa, atau tanda.16 Efek dakwah atau sering disebut dengan umpan
balik dari mad’u yang telah diberikan ajaran tentang Islam akan
timbul setelah da’i berdakwah.
C. Strategi dakwah
Strategi dakwah masih ada hubungannya dengan management. Kedua
kata tersebut mengarah pada sebuah perencanaan atau planning yang
diterapkan oleh individu atau kelompok. Pengertian dari strategi adalah
sebuah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan
16 Aziz, Ilmu Dakwah, 138.
22
implementasi ide atau gagasan perencanaan dan pelaksanaan sebuah
kegiatan dalam kurun waktu tertentu.17
Pengertian dari dakwah adalah panggilan, ajakan, atau seruan.
Panggilan atau ajakan kepada umat manusia untuk amar ma’ruf nahi
munkar. Berdasarkan pengertian diatas dapat diambil pengertian strategi
dakwah adalah tak tik dalam menyampaikan sebuah ajaran untuk berbuat
kebaikan agar ajaran kebaikan tersebut dapat diterima dengan baik oleh
mad’u.
Dakwah tidak hanya verbal saja, tetapi dakwah dapat disampaikan
melalui sebuah media. Media tersebut adalah perantara pesan dan termasuk
strategi dalam penyebaran agama islam dan alat penyampai pesan yang
akan disampaikan komunikator kepada komunikan.
D. Metode dakwah
Metode dakwah adalah jalan yang dipakai juru dakwah untuk
menyampaikan suatu pesan dakwah, metode sangat penting peranannya,
suatu pesan walaupun baik, tetapi disampaikan melalui metode yang tidak
benar, pesan itu bisa saja ditolak oleh mad’u.18
Dalam menyampaikan suatu dakwah, da’i harus jeli dan bijak
dalam memilih metode dakwah agar ajaran Islam dapat diterima dengan
baik oleh mad’u.
17 Abdul Basit, Fislsafat Dakwah. (Depok : PT. Raja Grafindo, 2017), 165. 18 Ali Aziz, Ilmu Dakwah, 123.
23
E. Teori Dakwah
Teori adalah seperangkat pernyataan dengan kadar abstraksi yang
tinggi yang saling berkaitan, dan dari hal tersebut proposisi bisa dihasilkan,
dapat diuji secara ilmiah, dan pada landasannya dapat dilakukan prediksi
mengenai perilaku.19 Teori dakwah adalah proses konseptualisasi (proses
abstraksi dalam bentuk pernyataan dan proposisi) mengenai realitas
dakwah.20 Dakwah harus bisa mengusasai teori agar ilmu yang
disampaikan dapat diterima dengan baik oleh mad’u. Teori-teori dakwah
adalah sebagai berikut :
a. Teori Citra Da’i
Teori citra Da’i adalah proposisi-proposisi sebagai hasil dari
istinbath, iqtibas dan istiqra’ mengenai da’i.21 Da’i berperan sebagai
pengajak atau penyeru untuk berbuat kebaikan harus mempunyai citra
yang baik dimata mad’u. Citra da’i dapat berupa da’i tersebut
berpenampilan menarik, berperilaku baik, ramah, dan berkharisma.
Pesona da’i saja tidak cukup untuk menghantarkan pada peluang
keberhasilan dakwah tanpa keahlian dalam mengemas pesan dakwah
menjadi menarik dan dapat dipahami oleh mad’u manakala
disampaikan sesuai cara berpikir dan cara merasa mad’u.22
Apabila seorang da’i mempunyai citra-citra tersebut, mad’u
akan senantiasa mudah menerima pesan-pesan yang diajarkan oleh
19 Saputra, Ilmu Dakwah, 115. 20 Ibid., 117. 21 Ibid. 22 M. Munir, Metode Dakwah, (Jakarta : Kencana, 2003), 162.
24
da’i tersebut. Selain mempunyai penampilan yang baik, da’i harus
memiliki sifat-sifat yang baik. Di antara sifat-sifat yang harus dimiliki
oleh seorang da’i adalah sebagai berikut :
1) Beriman
Beriman wajib bagi seorang da’i untuk beriman kepada apa
yang ia dakwahkan, yaitu kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-
Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhirat, juga beriman pada ketentuan-
ketentuan Allah.23
Beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-
rasul-Nya, hari akhirat, juga beriman pada ketentuan-ketentuan Allah
akan menjadi motivator da’i untuk mengajak umatnya semakin
mensyukuri nikmat dan apapun pemberian dari Allah dan
mengingatkan kepada umatnya bahwa ada kehidupan lagi setelah
kehidupan di dunia.
2) Bertakwa
Beriman saja tidak cukup bagi seorang da’i. Iman seorang da’i
tidak ada apa-apa tanpa disertai takwa. Takwa adalah menjauhi segala
yang dapat mendatangkan mudarat bagi agama. Menahan diri untuk
tidak melakukan sesuatu yang diharamkan oleh Allah. 24 Apabila
ketakwaan seorang da’i kuat, da’i tersebut akan selalu ingat kepada
Allah bahwa apa yang ia lakukan (dakwah) adalah sebuah perjuangan
dan bukan untuk kebutuhan individual.
23 Fathul Bahri An-Nabiry, Meniti Jalan Dakwah (Jakarta : Amzah, 2008), 137. 24 Ibid.,146.
25
3) Ikhlas
Ikhlas memiliki andil yang sangat penting dalam meraih
keberhasilan. Oleh karena itu, segala yang keluar dari seorang da’i
baik berupa ucapan maupun amal perbuatan haruslah diniatkan
semata-mata untuk mengharap ridha Allah.25 Keikhlasan seorang da’i
tidak dapat diketahui oleh siapapun. Hanya Allah yang mengetahui
seberapa kadar keikhlasan seorang da’i ketika berdakwah dan
mengajak umatnya untuk berbuat kebaikan.
4) Tawadhu’
Tawadhu’ ialah merendahkan diri dan penuh cinta kasih terhadap
orang-orang yang beriman. Orang yang tawadhu’ tidak suka
menonjolkan diri, tidak sombong dan selalu menjaga agar dirinya tetap
dihargai orang lain menurut apa adanya. Seorang da’i yang tawadhu’
akan selalu menjauhkan diri dari sifat dan perbuatan yang berlebihan.26
Orang yang beriman tahu bahwa sifat menonjolkan diri
merupakan wujud dari kesombongan dan sombong adalah salah satu
sifat yang dibenci oleh Allah. Menyombongkan apa yang dimilikinya
baik kekuatan ataupun hal lainnya sehingga orang lain akan
menghormatinya.
5) Amanah
Pada hakikatnya, sifat amanah adalah sifat asasi bagi seorang da’i
dan juga merupakan sifat yang wajib dimiliki oleh para nabi dan
25 An-Nabiry, Meniti Jalan Dakwah, 147. 26 Ibid., 154-155.
26
Rasul. Seberat apapun amanah yang dibebankan kepada seorang da’i,
maka ia wajib untuk menyampaikan kepada yang berhak
menerimanya.27
Mengemban amanah Allah tidaklah mudah. Terkadang terjadi
penolakan terhadap amanah yang akan disampaikan. Hal ini
dikarenakan kondisi mad’u masih belum mengerti tentang bagaimana
ajaran Islam.
6) Sabar dan tabah
Seorang da’i yang menginginkan kebaikan dalam dakwahnya
perlu memiliki sifat yang sabar dalam segala situasi dan kondisi.
Adanya hambatan, halangan, dan rintangan di jalan dakwah niscaya
adanya.28 Penolakan, cemoohan, pendustaan sudah pasti ada dalam
berdakwah. Maka dari itu seorang da’i harus mempunyai sifat
istiqamah, sabar dan tabah ketika mengemban tugas mulia dari
Allah.29
b. Teori medan dakwah
Teori medan dakwah adalah proposisi-proposisi istibath, iqtibas
dan istiqra’ mengenai berbagai persoalan mad’u.30 Medan dakwah
disini adalah berbagai situasi dan kondisi di lapangan yang ada pada
mad’u. Situasi ini dapat berupa situasi Teologis, Kutural, dan
struktural mad’u.
27 An-Nabiry, Meniti Jalan Dakwah, 162-163. 28 Ibid, 163-164. 29 Kayo, Kepemimpinan Islam, 97-98.
30 Saputra, Ilmu Dakwah, 117.
27
Dalam menghadapi situasi Teologis, Kultural, dan struktural
mad’u, da’i harus dapat mempunyai Ilmu pengetahuan yang luas,
sabar, dan lemah lembut.
c. Teori Proses dan tahapan dakwah
Ada beberapa tahapan dakwah Rasulullah dan para sahabatnya
yang dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu tahap pembentukan
(takwin), tahap penataan (tandzim), dan tahap perpisahan.31
1) Tahap Pembentukan (Takwin)
Pada kegiatan ini kegiatan utamanya adalah dakwah bil
lisan (tabligh) sebagai ikhtiar sosialisasi ajaran tauhid kepada
masyarakat. Sasarannya bagaimana supaya terjadi internalisasi
Islam dalam kepribadian mad’u.
2) Tahap Penataan (Tandzim)
Pada tahapan ini, sekelompok individu akan di
kelompokkan untuk diberikan ajaran Islam. Maksud dari
pengorganisasian ini agar mudah ketika berdakwah dan
menyampaikan ajaran Islam.
3) Tahap Pelepasan
Pada tahapan ini masyarakat atau mad’u akan dilepas secara
manajerial dan telah siap menjadi mad’u yang mandiri karena
31M. Nur Dalinur. “Dakwah, Teori, Definisi dan Macamnya,” Wardah , 23 (Desember, 2011), 140.
28
sudah banyak yang mengerti tentang ajaran-ajaran Islam dan
sudah siap meneruskan risalah dari da’i.32
F. Langkah – langkah dakwah
Langkah-langkah dakwah dalam menyebarkan agama islam
diantaranya :
a. Bi Al-hikmah
Bi Al-hikmah adalah penentu sukses tidaknya dakwah. Oleh
karena itu da’i dituntut untuk mampu mengerti dan memahami sekaligus
memanfaatkan latar belakangnya, sehingga apa yang diungkapkan dapat
diterima dan dirasakan sebagai sesuatu yang menyentuh dan
menyejukkan kalbunya. 33
Dalam kondisi seperti ini, da’i harus memperhatikan situasi dan
kondisi sasaran dakwah dengan menitikberatkan pada kemampuan
mereka, sehingga di dalam menjalankan ajaran Islam mereka tidak lagi
terpaksa dan merasa keberatan.34
b. Al-mau'idza Al-hasanah
Al-mau'idza Al-hasanah adalah kata-kata yang merasuk ke
dalam kalbu dengan penuh kasih sayang dan ke dalam perasaan dengan
penuh kelembutan, tidak membongkar atau membeberkan kesalahan
32M. Nur Dalinur. “Dakwah, Teori, Definisi dan Macamnya,” Wardah , 23 (Desember, 2011), 140. 33 Munir, Metode Dakwah, 11-12. 34 Wahyu Ilaihi, Komunikasi Dakwah (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2013), 22.
29
orang lain sebab kelemah-lembutan dalam menasihati dapat meluluhkan
hati yang keras. 35
c. Al-mujadalah
Al-mujadalah atau bertukar pendapat oleh kedua pihak yang
sinergis tanpa adanya suasana yang mengharuskan adanya permusuhan.36
Al-Mujadalah dilakukan dengan berdiskusi antar individu atau kelompok.
G. Sumber dakwah
Bagi kaum muslimin, Al-Qur’an diyakini sebagai mukjizat terbesar
di sepanjang zaman. Al-Qur’an mempunyai banyak keistimewaan, baik
dari segi keindahan, susunan ayat, munasabah antar ayat dan antar surat
maupun dari segi penggunaan terma serta kandungan maknanya. Al-
Qur’an adalah suatu kitab yang terbuka untuk dipelajari, dipahami,
ditelaah, dan dianalisis.37
Oleh sebab itu Al-Qur’an dijadikan buku pedoman umat muslim dan
muslimat untuk menyebarkan ajaran Islam atau berdakwah. Di dalam Al-
Qur’an, banyak terdapat tentang petunjuk-petunjuk hidup serta ajaran –
ajaran Islam yang berguna untuk kehidupan agar selamat di dunia
maupun akhirat. Selain Al-Qur’an, sumber dakwah lain adalah hadits –
hadits Rasulullah. Dalam hadits-hadits Rasulullah banyak dijumpai
sunnah-sunnah Rasulullah ketika beliau masih menyiarkan dakwahnya.38
35 Munir, Metode Dakwah, 18. 36 Ibid.,20. 37 Muhidin, Dakwah dalam Perspektif Al-Qur’an, 9. 38 Munir, Metode Dakwah, 21.
30
BAB III
BIOGRAFI RADEN JAYENGRONO
A. Asal Usul Raden Jayengrono
Penyebaran Islam di wilayah Ponorogo tidak lepas dari ajaran yang
dilakukan oleh Wali Songo di Pulau Jawa dan dilanjutkan oleh Bathoro
Katong. Penyebaran Islam di wilayah Ponorogo Timur juga tidak lepas dari
usaha dakwah Raden Jayengrono. Raden Jayengrono adalah penyebar Islam di
wilayah Pedanten atau Wilayah Ponorogo Timur. Pedanten adalah kadipaten di
bawah kekuasaan Raden Jayengrono. Wilayah Pedanten meliputi Kecamatan
Siman, Kecamatan Mlarak, Kecamatan Jetis, Kecamatan Sawoo, Kecamatan
Sambit, Kecamatan Pulung, Kecamatan Pudak, dan Kecamatan Sooko. Raden
Jayengrono diperkirakan lahir pada tahun 1676 M dan wafat pada tahun 1780
M. Beliau keturunan dari Adipati Arya Metahun Suro Negoro dan Nyai Ayu
Putri Songko dari kerajaan Jipang, Bojonegoro.1
Raden Jayengrono masih ada keturunan darah dari kerajaan Majapahit
yaitu dari Sri Kertabumi Prabu Brawijaya V dan dari Kerajaan Demak yaitu
dari Raden Patah. Maka dari itu Raden Jayengrono masih ada trah atau
keturunan dari Kerajaan Demak, Kerajaan Islam yang ada di pesisir utara
Jawa. Selain masih ada keturunan darah dari kerajaan Demak, Raden
Jayengrono ini juga masih ada darah keturunan dari Pakubuwono I yang ada di
1 Purwowijoyo, Babad Ponorogo Jilid III, R.A. Surodiningrat, (Ponorogo: Dinas Pariwisata Dan
Seni Budaya, PEMKAB Ponorogo, 1985), 19.
31
Keraton Kartosuro, Jawa Tengah. Raden Jayengrono sejak kecil sudah
memeluk agama Islam. 2
Bagan 3.1 : Silsilah Raden Jayengrono
2Lihat Transkrip Wawancara 01/W-1/SJ/02/2020.
Sri Kertabumi Prabu Brawijaya ke V ( Raja Majapahit)
(Raja Majapahit)
R. Patah
P. Trenggono
Susuhunan Prawoto
Panembahan Prawoto
Pangeran Prawoto
Panembahan Pruwito
R. Aryo Suroloyo
R. A. Kanastren
R. Katong
(R. Batoro Katong) R. Bondan Kejawaan
Ki Ageng Getas
Pandawa
Ki Ageng Selo
Ki Ageng Henis
Ki Ageng Pemanahan
Panembahan Senopati
Panembahan Sedo Krapyak
Sultan Agung
Susuhunan Mangkurat I
Pangeran Puger/Paku
Buwono I
Adipati Arya Metahun
(Bupati Jipang Bojonegoro)
Panembahan Agung
Pangeran Dodol
Pangeran Sidokaryo
Pangeran Adipati Anom
Tumenggung Ronggo
Wicitro
Pangeran Mertawengsa I
Pangeran Mertawengsa II
R. Ayu Putri/Nyai Mas
Songko
R.T.
Kromowij
oyo
R.T
Metahun
R.T
Purwowijo
yo
R.T.Noto
puro
Panularan
R.T.Panji
Jaya Kusumo
R.T.
Jayengrono
R.T.Purbo
Kusumo
R.T
Windu
Negoro
R.Bei
Purwo
Kusumo
R. Ngabei
Topuro
Patih
R.A
Darmo
Wangsa
R.A
Bangeran
Mangkud
ipuro R.A Bangeran
Purwonegoro
32
Raden Jayengrono memiliki 12 keturunan. Berikut adalah keturunan
dari Raden Jayengrono :
Bagan 3.2 : Silsilah keturunan Raden Jayengrono
Dari ketiga belas keturunan, Raden Ngabei Kertopati mempunyai
keturunan dan keturunan Raden Ngabei Keropati hingga saat ini menjadi juru
kunci makam Raden Jayengrono.3 Berikut adalah silsilah keturunan dari Raden
Ngabei Kertopati :
3 Lihat Transkrip Wawancara 01/W-1/SJ/02/2020.
R.T. Jayengrono
(mempunyai 12 keturunan)
R.A.
Kromo
Diwiryo
R. Ngabei
Kertopati
Jayengron
on
R.T
Jayengrono
II Caruban
R. Ngabei
Ronodirjo
R. Rono
Dikromo
R.A Atmo
Kartiko
R.A
Djoyodim
edjo
R.A
Joyongulo
mo
R.A Rono
Sentono
R.A
Djoyowikr
omo
R. Ngabei
Djoyo
Sentono
R. Rara
Sutinah
33
Bagan 3.3 : Silsilah keturunan R. Ngabei Kertopati
Raden Tumenggung Jayengrono II merupakan salah satu keturunan dari
Raden Jayengrono yang pindah ke Caruban dan sampai akhir hayat
dimakamkan di Caruban. Beliau dipindahkan ke Caruban untuk menjadi
seorang Bupati. Sementara untuk keturunan lainnya menetap di Pulung bersama
Raden Jayengrono.4
4 Purwowijoyo, Babad Ponorogo Jilid III, 28.
R.
Moh.Saroso
R. Ngabei Kertopati
R. Madasan R. Madiyan
R. Poncodiwiryo
R. Jayeng
Mohammad
R.A Cokro R. Jayengsuro R. Madino
R. Kertoarjo R.
Suromarto
R.A
Sudarmi
R. Saleh R.A
Menuk
R.
Sumardi
R.
Solikin
R.A
Sumariyah
R.
Suharto
R. Moh.
Palal
R.
Kurmen
R.
Saniran
R.A
Minatun
R.A Titik
Djumiati
R.A Siti
Prihatin
R.A Siti
Aminah
R. Ahmad
Abdullah Said
R.A Siti
Nuriyah
R.A Siti
Mutmainah
34
Raden Jayengrono semasa mudanya berada di Pondok Pesantren yang
terletak di Desa Kranggan, Kecamatan Sukorejo, sebelah barat dari alun-alun
Kabupaten Ponorogo. Guru di pondok pesantren tersebut yakni Kyai Ronggo
Joyo. Kyai Ronggo Joyo merupakan keturunan dari Ki Ageng Mirah. Kyai
Ronggo Joyo juga memiliki abdi kepercayaan atau orang kepercayaan yang
bernama Imam Sadhali. Santri-santri yang berada di pondok pesantren tersebut
ini adalah santri utusan dari kerajaan Demak yang diutus untuk menggali dan
memperdalam Ilmu Agama Islam serta membantu menyebarkan agama Islam
di Ponorogo.5 Semasa mudanya Raden Jayengrono memang sudah hidup di
lingkungan Pondok Pesantren yang berada di Desa Kranggan dan
kehidupannya memang tidak bisa lepas dari norma-norma agama dan ajaran-
ajaran Islam.
Beliau berada di Desa Kranggan ini merupakan utusan dari
Pakubuwono untuk mendirikan sebuah Kedhaton atau keraton baru. Kedhaton
baru ini didirikan atas dasar memang Kedhaton Kartosuro sudah dalam keadaan
rusak. Rusaknya keraton Kartosuro ini diakibatkan karena adanya peristiwa
besar peperangan pada tahun 1742 M. Perang ini dipimpin oleh pemberontak
Cina yang bernama Raden Mas Garendi dan kelompok pemberontak tersebut
dapat menguasai Kartosuro sedangkan Raden Mas Garendi diangkat menjadi
Raja Keraton serta diberi gelar Sunan Kuning. 6
Semenjak Keraton Kartosuro dikuasai oleh Sunan Kuning atau Raden
Mas Garendi, Pakubuwono II meninggalkan Kartosuro pada tahun 1742 M
5Lihat Transkrip Wawancara 03/W-3/SJ/02/2020. 6 Purwowijoyo, Babad Ponorogo Jilid III, 21.
35
setelah itu beliau berjalan ke timur dari keraton dan menuju ke arah Ponorogo.
Setelah melakukan perjalanan yang cukup jauh, Pakubuwono II beristirahat di
suatu tempat, lalu setelah itu beliau diberikan Badeg (air ketan) oleh warga
sekitar, sehingga tempat tersebut dinamakan Badegan atau sekarang menjadi
Kecamatan Badegan.7 Kecamatan Badegan tersebut sekarang berada di sebelah
barat Aloon-Aloon Ponorogo dan berbatasan dengan Kecamatan Purwantoro
Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah.
Setelah melepas lelah di Badegan, Pakubuwono II melanjutkan
perjalanan ke arah timur dan menemukan sebuah dukuh. Di sebuah dukuh
tersebut terdapat rumah-rumah yang sudah tertata rapi, tidak hanya itu di dukuh
tersebutoun juga terdapat alun-alun. Pakubuwono II kemudian singgah ke
sebuah rumah yang besar dan memutuskan untuk bertanya kepada pemilik
rumah yakni Raden Jayengrono.8
Setelah beristirahat di rumah Raden Jayengrono, Pakubuwono II
melanjutkan perjalanannya serta mengajak Raden Jayengrono untuk melakukan
perjalanan sekaligus sebagai penunjuk arah. Bupati Ponorogo Raden
Tumenggung Surobroto mendengar keberadaan dari rombongan Pakubuwono
II setelah itu Bupati secepatnya melacak dan akhirnya merekapun bertemu.
Oleh Bupati, rombongan Pakubuwono II dimohon untuk menuju ke kabupaten
namun beliau belum berkenan.9
7Purwowijoyo, Babad Ponorogo Jilid III, 21. 8 Ibid, 21. 9 Ibid.
36
Setelah berkeliling hingga malam tiba, rombongan Pakubuwono II dan
Raden Jayengrono beristirahat di sebuah bukit kecil dan meminta petunjuk
kepada Allah. Raden Jayengrono pun melihat cahaya yang terang dari
kejauhan. Rombongan Pakubuwono II dan Raden Jayengrono mengikuti
kemana arah cahaya terang tersebut. Pada akhirnya cahaya tersebut jatuh di
tempat tinggal seorang Mpu. Mpu tersebut bernama Mpu Salembu. Cahaya
tersebut dinamai dengan Pulung atau wahyu. Semenjak kejadian itu terjadi,
Raden Jayengrono diberi gelar oleh Pakubuwono II dengan nama Syekh
Muhammad Nur Alam.10
Cahaya tersebut kemudian masuk ke dalam rumah seorang Mpu. Mpu
tersebut bernama Mpu Salembu. Cahaya atau wahyu tersebut mempunyai
kekuatan untuk menjaga keamanan dari gangguan mara bahaya dan gangguan
dari jin maupun setan.11 Kemudian rombongan melanjutkan perjalanan ke
sebelah selatan dan singgah di sebuah wilayah yang berada di Kecamatan
Sawoo. Dalam perjalanan menuju ke Sawoo tersebut, rombongan Pakubuwono
II dan Raden Jayengrono diberi sebuah Legen (air kelapa) oleh penduduk
sekitar wilayah tersebut. Rasa dari air kelapa tersebut manis seperti buah sawo
Maka dari itu tempat persinggahan Pakubuwono II dan Raden Jayengrono
tersebut diberi nama Sawoo.12
Setelah singgah di Sawoo, rombongan melanjutkan perjalanan ke barat.
Mereka menemui suara seperti gerombolan lebah, lama kelamaan suara tersebut
10 Lihat Transkrip Wawancara 01/W-1/SJ/02/2020. 11 Ibid. 12 Ibid.
37
semakin jelas. Ternyata ada sebuah masjid yang sedang melaksanakan Dzikir
bersama di waktu malam. Selain masjid, terdapat pula sebuah pondok pesantren
yang dipimpin oleh Kyai Ageng Hasan Besari. Kyai Ageng Hasan Besari ini
mendirikan masjid serta pondok di Desa Tegalsari Kecamatan Jetis.13
Ketika beristirahat di masjid dan pondok, Raden Jayengrono dan
rombongan Pakubuwono II dibantu dengan Kyai Ageng Hasan Besari
merancang sebuah strategi untuk merebut kembali Keraton Kartosuro. Ketika
berada di Tegalsari, Raden Jayengrono mengganti nama dengan nama samaran
yakni Tumenggung Tirto.14
Setelah strategi perang dirancang, Raden Jayengrono dan Pakubuwono
II melanjutkan perjalanan kembali untuk merebut keraton yang dipimpin oleh
Sunan Kuning. Dalam perjalanannya, rombongan beristirahat sebentar di
sebuah rumah seorang janda berada di Sumoroto dan setelah itu mereka diberi
sebuah Jenang. Janda tersebut bernama Mbok Rondho Punuk. Ketika memakan
jenang tersebut Pakubuwono II langsung memakan jenang tersebut di bagian
tengah, padahal jenang tersebut masih dalam keadaan panas. Kemudian Mbok
Rondho Punuk mempunyai firasat apabila perang tersebut terjadi akan langsung
menuju ke bagian tengah, dalam artian akan terjadi pertumpahan darah dan bisa
mengakibatkan rombongan Pakubuwono II dan Raden Jayengrono kalah.15
Akhirnya Raden Jayengrono mempunyai strategi untuk melakukan
peperangan dengan cara halus, yaitu memakai tak tik memakai pakaian adat
13Lihat Transkrip Wawancara 01/W-1/SJ/02/2020. 14 Ibid,. 15 Purwowijoyo, Babad Ponorogo Jilid III, 25.
38
agar rombongan Sunan Kuning dapat terkelabuhi. Sesampainya di keraton,
mereka memakai pakaian adat keraton dan menemui Sunan Kuning. Akhirnya
rombongan Sunan Kuning pun kebingungan, mereka tidak mengetahui apakah
itu musuh atau bukan dikarenakan pakaian yang mereka gunakan sama.
Akhirnya mereka berperang dengan tidak menggunakan senjata atau dengan
tangan kosong, akhirnya rombongan Sunan Kuning lumpuh. Semenjak perang
tersebut selesai, Keraton Kartosuro kembali lagi dipimpin oleh Pakubuwono
II.16
B. Sejarah Kecamatan Pulung
Kata Pulung berasal dari sebuah cahaya atau wahyu.17 Kecamatan
Pulung terletak kurang lebih 17 km di sebelah timur dari Kabupaten Ponorogo.
Kecamatan Pulung ini termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Pedanten yang
dipimpin oleh Raden Jayengrono. Kabupaten Pedanten ini meliputi delapan
kecamatan di wilayah Ponorogo Timur. Kecamatan tersebut di antaranya
Siman, Jetis, Mlarak, Sawoo, Pulung, Pudak, Sooko, dan Sambit.
Secara geografis Kecamatan Pulung terletak pada ketinggian antara 356
m sampai 746 m di atas permukaan laut. Batas dari Kecamatan Pulung dari
sebelah utara adalah dengan Kecamatan Ngebel, sebelah timur berbatasan
dengan Kecamatan Pudak, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan
Sooko, dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Siman. Jumlah desa
yang ada di Kecamatan Pulung ada 18, di antaranya: Karangpatihan, Tegalrejo,
16Lihat Transkrip Wawancara 02/W-2/SJ/02/2020. 17 Purwowijoyo, Babad Ponorogo Jilid III, 28.
39
Bedrug, Wagirkidul, Singgahan, Patik, Pulung, Pulungmerdiko, Sidoarjo,
Wotan, Plunturan, Pomahan, Kesugihan, Serag, Wayang, Munggung, Bekiring,
dan Banaran. Total luas wilayah dari Kecamatan Pulung ini adalah 12.755
Hektar. 18
Dengan melihat tata letak geografis, Kecamatan Pulung merupakan
wilayah yang cocok untuk bercocok tanam. Dahulu di Kecamatan Pulung
terkenal dengan hasil kebunnya yaitu buah jeruk keprok. Buah jeruk keprok ini
dahulu sudah terkenal sampai ke Jakarta, Solo, Semarang, Madiun, Nganjuk,
dan Surabaya. 19 Selain hasil jeruk keprok yang terkenal, wilayah Kecamatan
Pulung juga cocok untuk bercocok tanam seperti tanaman cengkeh, kopi,
pisang, durian, mangga, jagung, padi, kacang-kacangan, dan ubi-ubian.
Awal mula Kecamatan Pulung menurut riwayat adalah dari sebuah desa
yaitu desa Pulung Merdiko dan berdasarkan argumentasi sejarah adalah dari
Raden Jayengrono bin Raden Tumenggung Arya Metahun dari Jipang
Bojonegoro. Dengan bermukimnya beliau dan membabad desa ini, diawali
dengan pengabdian dan jasa besar yang telah dipersembahkan untuk Keraton
Kartosuro kemudian beliau diberi hadiah tanah yang masih hutan lebat yang
terletak di bagian timur Kota Ponorogo. 20 Setelah kemenangan atas peperangan
dengan pemberontak yang menguasai Keraton Kartosuro, Raden Jayengrono
18 Badan Pusat Statistik Kabupaten Ponorogo, Kecamatan Pulung Dalam Angka 2018
(Ponorogo : CV. Azka Putra Pratama, 2018) , 3. 19Team Penggerak PKK Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo Jawa Timur, Pulungku
(Ponorogo : Nirbita, 1983), 12. 20 Ibid., 16-17.
40
kemudian kembali lagi ke Ponorogo dan memilih untuk tinggal dimana
sebelumnya beliau mendapatkan sebuah cahaya atau wahyu .
Raden Jayengrono ingat dimana cahaya atau wahyu tersebut jatuh.
Cahaya tersebut jatuh di rumah seorang Mpu. Mpu tersebut bernama Mpu
Salembu. Dengan beberapa pengikut, Raden Jayengrono kemudian mendatangi
rumah Mpu Salembu. Mpu Salembu sangat bahagia sekali ketika menerima
kedatangan beliau. Mpu Salembu berharap Raden Jayengrono bersedia
mendirikan rumah di Pulung agar tempat tinggalnya menjadi ramai. 21
Pada tahun 1745 M Raden Jayengrono diangkat menjadi Bupati dan
beliau dapat memilih wilayahnya sendiri. Raden Jayengrono beserta anak istri
dan beberapa pengikut kemudian pindah ke Ponorogo. Setelah beberapa waktu
tinggal di Kabupaten, kemudian beliau babad (menebang hutan) di kawasan
selatan Watudhakon. Sesampainya di selatan beliau bertemu dengan kelompok
yang telah terlebih dulu menebang kawasan tersebut. Kelompok tersebut
dipimpin oleh Donoyudo, anak dari Patih Selo Aji, Patih dari Bathoro Katong.
Donoyudo sangat senang karena daerahnya menjadi ramai. Ketika akan
dibangun pusat kota, Donoyudo menyerahkan semua wilayahnya kepada Raden
Jayengrono. Saat Donoyudo ditanya oleh Raden Jayengrono mana saja daerah
yang akan diserahkan kepada beliau, Donoyudo menjawab Sedanten (semua).
Kemudian wilayah ini dinamakan dengan Kabupaten Pedanten.22 Kecamatan
Pulung termasuk dalam wilayah Kabupaten Pedanten. Kecamatan Pulung
21 Purwowijoyo, Babad Ponorogo Jilid III, 28 22 Ibid., 27.
41
menjadi tempat dimana beliau menghabiskan masa hidupnya dan menyebarkan
ajaran Islam, sampai beliau wafat pada tahun 1780 M.
C. Sejarah Desa Pulung Merdiko
Desa Pulung Merdiko masuk ke dalam wilayah Kecamatan Pulung.
Desa Pulung Merdiko merupakan wilayah cukup luas dan dibagi menjadi dua
wilayah. 23 Pada tahun 1787 M Desa Pulung Merdiko mendapatkan pengakuan
dan pengukuhan secara hukum dari pemerintah di kala itu dengan diberi nama
Pulungsari oleh pemerintahan Belanda. Belanda juga menerangkan bahwa desa
ini dibebaskan dari segala jenis perpajakan (istilah bahasa Jawa Desa Perdikan).
Dengan demikian desa ini dikenal dengan nama Desa Pulung Merdiko yang
berarti desa yang bebas dari segala pembayaran pajak.24
Desa Pulung Merdiko memiliki luas wilayah 157 H.25 Terdapat dua
dukuh di dalam Desa Pulung Merdiko. Yang pertama adalah dukuh Krajan dan
yang kedua adalah dukuh Segropyak. Di Desa Pulung Merdiko ini terdapat dua
Sekolah Dasar, satu Sekolah Menengah Pertama, dan satu Sekolah Menengah
Atas.26 Di Desa Pulung Merdiko ini terdapat makam Raden Jayengrono yang
berada di dusun Segropyak. Mayoritas mata pencaharian masyarakat di Desa
Pulung Merdiko ini adalah berkebun atau bercocok tanam.
Desa Pulung Merdiko adalah tempat dimana masjid yang dibangun
Raden Jayengrono masih terawat sampai sekarang. Selain masjid, peninggalan-
23 Purwowijoyo, Babad Ponorogo Jilid V, 24. 24 Team Penggerak PKK Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo Jawa Timur, Pulungku, 18. 25 Badan Pusat Statistik Kabupaten Ponorogo, Kecamatan Pulung Dalam Angka 2018, 4. 26 Ibid., 35.
42
peninggalan beliau seperti sumber air yang dibangun menjadi sebuah Belik
(tempat mandi atau tempat untuk wudhu) yang masih ada hingga saat ini.
Lapangan tempat beliau untuk memelihara hewan seperti kuda, kijang, dan
hewan lainnya hingga saat ini masih ada.27
Desa Pulung Merdiko ini menjadi tempat Raden Jayengrono untuk
menyebarkan ajaran agama Islam dengan dibantu oleh beberapa santri yang
dikirimkan dari Demak. Santri-santri tersebut disebar ke wilayah kekuasaan
beliau yaitu diseluruh wilayah Pedanten untuk membantu menyebarkan ajaran
agama Islam. Pada masa pemerintahan Raden Jayengrono, sebenarnya agama
Islam sudah ada di wilayah Pedanten, namun masih ada masyarakat yang
menganut aliran kepercayaan Kejawen.28
Semasa hidupnya, Raden Jayengrono mendirikan beberapa Paseban
(gubug yang beratapkan jerami) di beberapa wilayahnya termasuk di desa
Pulung Merdiko untuk mengajarkan agama Islam. Beliau dikenal sebagai
seseorang yang bersifat Pandhita yang berarti memiliki sifat yang sabar serta
bila beliau berkata akan mudah dipahami oleh lawan bicara. Beliau selalu
berpuasa sunnah serta mengurangi tidur untuk mendekatkan diri pada Tuhan.
Tengah malam beliau sering keluar rumah dan mengelilingi wilayahnya.
Menjelang pagi beliau sudah sampai di rumah. Rakyat menggelari beliau
dengan nama Kyai Sambang Dalan. Beliau wafat pada tahun 1780 M dan
27Lihat Transkrip Wawancara 05/W-5/SJ/02/2020. 28 Ibid,.
43
dimakamkan di Desa Pulung Merdiko, di sebelah barat Masjid yang dulu beliau
bangun untuk mengajarkan ajaran agama Islam serta untuk berdakwah. 29
D. Masa Perjuangan Raden Jayengrono
1. Periode I diDesa Kranggan Kecamatan Sukorejo (1696 M-1745 M)
Raden Jayengrono datang ke Desa Kranggan diperkirakan berusia
20 tahun dan datang pada tahun 1696 M. Beliau menyamar dari gelar
kebangsawanannya. Selama berada di Desa Kranggan, beliau diberi
nama Syekh Sardulo Seto.30 Nama Syekh Sardulo Seto ini diberikan
kepada Raden Jayengrono setelah beliau memperdalam ilmu agama di
Desa Kranggan dan diberikan wahyu. Nama tersebut diberikan karena
beliau dijaga oleh sosok macan putih yang selalu mengikuti dan menjaga
beliau kemanapun beliau bepergian.
Dahulu ada sebuah pondok pesantren serta sebuah masjid di Desa
Kranggan Kecamatan Sukorejo ini. Pondok pesantren ini milik Kyai
Ronggo Joyo, keturunan dari Ki Ageng Mirah. Raden Jayengrono
dikenal sebagai seseorang yang baik, suka bertirakat, dan ahli dalam
bidang agama. Selain ahli dalam bidang agama, beliau juga menyukai
kebudayaan adat Jawa. Gamelan Jawa merupakan alat musik kesukaan
beliau. Dahulu beliau mempunyai dua buah set gamelan Jawa, salah
satunya beliau bawa ketika pindah ke Kabupaten Pedanten.31
29 Purwowijoyo, Babad Ponorogo Jilid III, 28. 30Lihat Transkrip Wawancara 01/W-1/SJ/02/2020. 31Lihat Transkrip Wawancara 03/W-3/SJ/02/2020.
44
Selama berada di Desa Kranggan, ada seorang tokoh
masyarakat yang tidak menyukai beliau. Nama dari orang tersebut
adalah Ki Jurang. Beliau sudah menempati wilayah Kranggan jauh
sebelum Raden Jayengrono datang ke Desa Kranggan. Ki Jurang ini
terkenal dengan kesaktiannya. Beliau tidak suka dengan keberadaan
Raden Jayengrono di Desa Kranggan. Perseteruan sering terjadi antara
Ki Jurang dan Raden Jayengrono. Setiap peperangan Ki Jurang ini kalah
dan mati, akan tetapi dapat hidup lagi. Akhirnya Raden Jayengrono
memutuskan untuk memisahkan bagian badan Ki Jurang ini menjadi
dua dan dimakamkan di tempat yang berbeda. Bagian kepala
dimakamkan disebelah barat sungai Desa Kranggan, sedangkan
badannya dimakamkan disebelah timur sungai. Semenjak kejadian
tersebut, lingkungan sekitar makam Ki Jurang tersebut dinamakan
dengan Jurang Kikir.32
Pada tahun 1742 M, Pakubuwono II melakukan perjalanan ke
wilayah timur dari Keraton Kartosuro. Beliau melakukan perjalanan ini
dikarenakan keadaan keraton sedang rusak setelah menghadapi
peperangan dengan pemberontak. Pemimpin dari pemberontak ini
bernama Mas Garendhi. Setelah beliau melakukan perjalanan ke
wilayah timur dan sampai di Sukorejo, beliau sampai di rumah Raden
Jayengrono. Pakubuwono II bertanya apakah rumah tersebut milik
seorang bangsawan. Rumah tersebut terlihat besar dan terdapat
32Lihat Transkrip Wawancara 03/W-3/SJ/02/2020.
45
pendhapa yang besar pula. Setelah bertanya kepada Raden Jayengrono,
Raden Jayengrono menjawab bahwa rumahnya adalah rumah rakyat
biasa. Setelah bertanya kepada Raden Jayengrono, Pakubuwono II
akhirnya bercerita bagaimana beliau sampai ke wilayah Ponorogo.
Setelah kejadian tersebut, Pakubuwono II mengetahui bahwa Raden
Jayengrono masih trah atau keturunan dari Pakubuwono I.33
Setelah dilantik menjadi Bupati Pedanten pada tahun 1745 oleh
Pakubuwomo II, Raden Jayengrono, istri, anak, serta pengikut pindah ke
Kabupaten Pedanten.34 Setelah pindah ke Kabupaten Pedanten, yang
masih tetap tinggal di Desa Kranggan adalah guru beliau yaitu Kyai
Ronggojoyo serta beberapa santri dan abdi kepercayaan Kyai Imam
Sadali.
2. Periode II di Kabupaten Pedanten (1745 M-1780 M)
Setelah dilantik menjadi Bupati Pedanten pada tahun 1745 M,
Raden Jayengrono diberikan hadiah berupa tanah untuk dijadikan
wilayah kekuasaan. Beliau memilih tanah wilayah timur dari kota lama
Kabupaten Ponorogo yaitu wilayah Watudhakon sampai wilayah Jetis.
Setelah melakukan babad atau penebangan hutan sampai wilayah
selatan, beliau bertemu dengan Donoyudo, keturunan dari Patih Selo
Aji, Patih dari Bathoro Katong. Donoyudo dibantu dengan pengikutnya
33 Purwowijoyo, Babad Ponorogo Jilid III, 21. 34 Ibid., 27-28.
46
sudah melakukan penebangan hutan atau babad terlebih dahulu sebelum
Raden Jayengrono. Setelah beliau bertemu dengan Donoyudo,
Donoyudo menyerahkan semua daerah babad kepada Raden
Jayengrono. Wilayah tersebut kemudian dinamakan dengan Danten atau
Pedanten. 35
Setelah wilayahnya cukup luas, beliau memutuskan untuk
mendirikan rumah. Rumah tersebut cukup besar dan menghadap ke
utara, memakai pendhapa mirip seperti rumah Kabupaten.36 Rumah
pendhapa tersebut terletak di Pedanten (wilayah Desa Ronosentanan
Kecamatan Siman). Selama berada di Pedanten, beliau sering
mengadakan wejangan atau petuah ketauhidan kepada rakyat baik muda
maupun tua serta para santri pengikutnya. Wejangan ini bertujuan agar
para rakyat dan santri semakin mendekatkan diri kepada Allah dan tidak
menyekutukan Allah. Wejangan ini dilakukan beliau dengan cara
berpindah-pindah tempat antar wilayah kekuasaan satu dengan lainnya.
Beliau tidak sendiri dalam menyebarkan ajaran Islam di Kabupaten
Pedanten, Kerajaan Demak mengirimkan beberapa santri untuk
membantu menyebarkan Islam di wilayah kekuasaan Raden Jayengrono
agar proses penyebaran Islam dapat berjalan dengan baik. Santri ini
kemudian disebar oleh beliau di wilayah-wilayah Kabupaten Pedanten.
Sebelum Raden Jayengrono datang dan menjadi Bupati Pedanten,
masyarakat yang sudah ada sejak dahulu kebanyakan masih menganut
35Lihat Transkrip Wawancara 05/W-5/SJ/02/2020 36 Purwowijoyo, Babad Ponorogo Jilid III, 28.
47
kepercayaan Kejawen, tetapi ada kaum minoritas yang sudah mengenal
dan memeluk Agama Islam.37
Raden Jayengrono menjadi Bupati Pedanten selama 25 tahun.
Kemudian, beliau ingin memberikan kekuasaan Kabupaten Pedanten
kepada anak kedua beliau, yaitu Raden Ngabei Kertopati, tetapi Raden
Ngabei Kertopati tidak berkenan untuk menjadi bupati Pedanten. Raden
Ngabei Kertopati memilih untuk menjadi patih di Kabupaten Pedanten.
Akhirnya Raden Jayengrono II bersedia untuk menggantikan Raden
Jayengrono untuk menjadi Bupati Pedanten. 38 Raden Jayengrono II
memiliki dua istri yang pertama adalah Raden Ayu Pati, keturunan dari
Bupati Pati dan yang kedua Raden Ayu Madiun, keturunan dari
Pangeran Mangkudipuro Madiun. Dari dua istri beliau ini, Raden
Jayengrono II memiliki 25 keturunan. Berikut adalah nama-nama
keturunan dari Raden Jayengrono II :
Bagan 3.4 : Silsilah keturunan Raden Jayengrono II
Keturunan Raden Jayengrono II
1. R. Panji Jaya Negara
Wirengdanu 14. R. Panji Purbosentono
2. R. Panji Atmawikarta 15. R. Ayu Sasrawirana
3. R. Somaningsit 16. R. Panji Purbowirana
4. R. Ayu Suityah 17. R. Panji Candrawirana
5. R. Panji Martasuro 18. R. Jayeng Winata
37 Purwowijoyo, Babad Ponorogo Jilid III, 29. 38 Ibid,.
48
6. R. Bagus Samikana 19. R. Panji Jayeng Asmara
7. R. Panji Jayengdiwirya 20. R. Bagus Supeno
8. R. Rara Sutirah 21. R. Panji Jayeng Atmaja
9. R. Panji Mangkudikromo 22. R. Ayu Jayeng Dipuro
10. R. Ayu Atmasuwignya 23. R. Panji Jayeng Prawira
11. R. Adipati Merthahadinegoro 24. R. Panji Jayeng Sentika
12. R. Panji Tayeng Subroto 25. R. Suromenggolo.
13. R. Ayu Bratarejo
Pada tahun 1785, Raden Jayengrono II dipindah ke Caruban. Beliau
mengajukan permintaan agar putra yang ke 11 menggantikan kedudukannya
di Kabupaten Pedanten. Akan tetapi Raden Adipati Merthahadinegoro masih
kecil. Setelah beberapa tahun Kabupaten Pedanten kosong tidak ada
pemimpin, pada akhirnya Kabupaten Pedanten dipimpin sementara oleh
mantri Kabupaten Pedanten Purwodikromo. Setelah beberapa tahun dan
Raden Adipati Merthahadinegara dewasa, beliau diangkat menjadi bupati di
Kabupaten Ponorogo.39
Raden Merthahadinegara diangkat menjadi bupati pada tahun 1837
M, kemudian Kabupaten Pedanten dilebur atau dijadikan satu dengan
Kabupaten Ponorogo di tahun 1837 M. Peleburan ini diperkirakan karena
letak dari Kabupaten Pedanten dan Kabupaten Ponorogo yang saling
berdekatan. Setelah peleburan wilayah tersebut, Kabupaten Pedanten
menjadi satu dengan Kabupaten Ponorogo di tahun 1837.
39 Purwowijoyo, Babad Ponorogo Jilid III, 30.
49
3. Periode III di Kecamatan Pulung (1745 M-1780 M)
Pada masa tua, Raden Jayengrono sering berada di Pulung, apabila
ada keperluan saja beliau kembali ke Kabupaten Pedanten.40 Sewaktu
berada di Pulung, beliau suka mengelilingi wilayah kekuasaan untuk
berpatroli sekaligus berdakwah dengan mendirikan gubug-gubug sederhana
yang beratapkan jerami.41 Beliau dikenal sebagai seseorang yang suka
bertirakat, mengurangi tidur, berpuasa sunnah, serta memperbanyak
beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah. Rakyat-rakyat baik tua
maupun muda diberi wejangan tentang ketauhidan serta memberikan
pendalaman tentang ilmu agama Islam dan bagaimana cara mensyukuri
semua nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT. Raden Jayengrono
berkeliling di daerah kekuasaannya dari malam hari sampai menjelang
waktu adzan subuh tiba untuk memberikan wejangan tentang ketauhidan.
Rumah-rumah rakyat, paseban menjadi tempat beliau memberikan ajaran-
ajaran Islam. Rakyat memberikan nama atau julukan kepada Raden
Jayengrono yaitu Kyai Sambang Dalan. 42
Raden Jayengrono dahulu mendirikan sebuah masjid untuk tempat
beribadah rakyat yang berada di sekitar Pulung, hingga sekarangpun masjid
tersebut masih terawat dengan baik. Raden Jayengrono dahulu juga
mendirikan sebuah padepokan untuk memberikan wejangan bagi para santri
muda maupun tua serta para abdi dalem dari Keraton Kartosuro yang
40 Purwowijoyo, Babad Ponorogo Jilid III, 30. 41 Lihat Transkrip Wawancara 06/W-6/SJ/02/2020. 42 Ibid,.
50
memperdalam ajaran Islam di Kabupaten Pedanten. Dalam berdakwah selain
memberikan ajaran ketauhidan, beliau juga menggunakan media atau alat
musik terbangan (seperti hadrah). Terbangan ini digunakan agar
masyarakat zaman dahulu tertarik untuk datang dan bersholawat. Terbangan
ini dikombinasikan dengan sholawat nabi dan bahasa-bahasa Jawa. Raden
Jayengrono tetap menggunakan cara yang telah dilakukan oleh para Wali
Songo yang sebelumnya sudah menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa.43
Raden Jayengrono selain membangun masjid, padepokan, dan
paseban, beliau membangun tempat berwudhu untuk masyarakat yang
berada disebelah timur masjid. Tempat wudhu tersebut oleh beliau diberi
nama Sumur Bandhung. Sebelum wafat pada tahun 1780 M, beliau berpesan
kepada masyarakat sekitar agar merawat masjid dan beberapa peninggalan
beliau. Pada tahun 1780 M beliau wafat dan dimakamkan di Desa Pulung
Merdiko di sebelah barat masjid.44
43 Lihat Transkrip Wawancara 06/W-6/SJ/02/2020. 44 Ibid.,
51
BAB IV
STRATEGI DAKWAH RADEN JAYENGRONO DALAM
MENYEBARKAN AJARAN ISLAM DI KECAMATAN PULUNG
A. Analisis Strategi Dakwah Raden Jayengrono Dalam Menyebarkan
Ajaran Islam Di Kecamatan Pulung
Raden Jayengrono dalam penelitian ini sebagai da’i (pelaku
dakwah) serta penyebar ajaran Islam di Kecamatan Pulung. Dimana da’i
adalah orang yang melaksanakan dakwah baik lisan maupun perbuatan-
perbuatan yang dilakukan baik secara individu atau secara kelompok.1
Sedangkan mad’u adalah sasaran atau penerima dakwah baik
individu maupun kelompok baik manusia yang bergama Islam maupun
tidak, atau dengan kata lain keseluruhan manusia.2 Kepada manusia yang
belum beragama Islam dakwah bertujuan untuk mengajak mereka untuk
mengikuti agama Islam, sedangkan kepada orang-orang yang telah
beragama Islam, dakwah bertujuan untuk meningkatkan kualitas iman,
Islam, dan ihsan.
Berdasarkan hasil penelitian, analisis strategi dakwah Raden
Jayengrono untuk menyebarkan Islam di Kecamatan Pulung adalah sebagai
berikut :
1. Berdakwah dengan memberikan contoh yang baik
Raden Jayengrono dikenal sebagai seorang pandhita. Pandhita
adalah seseorang yang mempunyai akhlak yang mulia serta jujur dalam
1 Aziz, Ilmu Dakwah, 75. 2 Kayo, Kepemimpinan Islam, 97.
52
berbicara. Akhlak-akhlak yang mulia dari seorang pandhita adalah sebagai
berikut :
a. Beriman
Seorang da’i wajib beriman kepada apa yang ia dakwahkan, yaitu
kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari
akhirat, juga beriman pada ketentuan-ketentuan Allah.3 Raden
Jayengrono dikenal sebagai seseorang yang beriman. Dalam
berdakwah kepada masyarakatnya, beliau meyakinkan kepada
masyarakatnya dengan lisan, dan dengan perbuatan sesuai syariat
Islam.
b. Bertakwa
Beriman saja tidak cukup bagi seorang da’i. Iman seorang da’i
tidak akan memiliki arti apa-apa tanpa disertai takwa. Takwa adalah
menjauhi segala yang dapat mendatangkan mudarat bagi agama.
Menahan diri untuk tidak melakukan sesuatu yang diharamkan oleh
Allah.4 Raden Jayengrono dikenal sebagai seorang yang suka
bertirakat, berpuasa sunnah untuk menjauhi dan menahan diri dari
segala sesuatu yang dilarang oleh Allah serta agama.
c. Ikhlas
Ikhlas memiliki andil yang sangat penting dalam meraih
keberhasilan. Oleh karena itu, segala yang keluar dari seorang da’i
baik berupa ucapan maupun amal perbuatan haruslah diniatkan
3 An-Nabiry, Meniti Jalan Dakwah, 137. 4 Ibid.,146.
53
semata-mata untuk mengharap ridha Allah.5 Dalam berdakwah,
Raden Jayengrono senantiasa ikhlas dalam mengajarkan syariat-
syariat Islam dan tanpa mengharap imbalan sedikitpun.
d. Tawadhu’
Tawadhu’ ialah merendahkan diri dan penuh cinta kasih
terhadap orang-orang yang beriman. Orang yang tawadhu’ tidak suka
menonjolkan diri, tidak sombong dan selalu menjaga agar dirinya
tetap dihargai oleh orang lain. Seorang da’i yang tawadhu’ akan
selalu menjauhkan diri dari sifat dan perbuatan yang berlebihan.6
Raden Jayengrono dikenal sebagai seseorang yang sederhana, tidak
menyombongkan diri meskipun beliau mempunyai ilmu yang lebih
tinggi daripada masyarakatnya, dan berpakaian yang sederhana
sesuai dengan kondisi masyarakatnya. Rumah yang dibangun beliau
dahulu meskipun besar tetap terlihat sederhana dan menggunakan
bangunan model adat jawa serta tempat untuk berdakwah atau
paseban dibangun sederhana dengan beratapkan jerami.
e. Amanah
Pada hakikatnya, sifat amanah adalah sifat asasi bagi
seorang da’i dan juga merupakan sifat yang wajib dimiliki oleh
para nabi dan Rasul. Seberat apapun amanah yang dibebankan
kepada seorang da’i, maka ia wajib untuk menyampaikan kepada
yang berhak menerimanya.7 Raden Jayengrono tetap
5 An-Nabiry. Meniti Jalan Dakwah, 147. 6 Ibid,154-155. 7 Ibid.
54
menyampaikan amanah meskipun di daerah Pulung masih ada
kaum abangan dan beberapa masyarakat yang masih menganut
kepercayaan nenek moyang yang kental akan sesaji.
f. Sabar dan tabah
Seorang da’i yang menginginkan kebaikan dalam
dakwahnya perlu memiliki sifat yang sabar dalam segala situasi dan
kondisi. Raden Jayengrono selalu sabar dan tabah dalam
menyebarkan Islam dan berdakwah. Beliau selalu sabar dalam
menghadapi masyarakat yang masih belum mengenal agama Islam.
Raden Jayengrono selalu bersabar dalam mengajarkan ilmu-ilmu
agama seperti membaca Al-Qur’an, sholat, dan sunnah-sunnah
rasul kepada lapisan masyarakat baik tua maupun muda.8
2. Berkeliling wilayah kekuasaannya
Raden Jayengrono berkeliling dari rumah-rumah masyarakatnya
untuk berpatroli pada malam hari hingga menjelang adzan subuh tiba.
kepada masyarakatnya untuk memastikan bahwa daerah kekuasaannya
aman. Selain untuk berpatroli dan bersilaturahmi kepada masyarakat,
tujuan lain beliau adalah untuk berdakwah dan mensyi’arkan Islam. Maka
dari itu masyarakat memberikan nama panggilan kepada Raden
Jayengrono Kyai Sambang Dalan.
3. Mendakwahi masyarakat abangan
Abangan berasal dari bahasa arab yaitu aba’an. Abangan adalah
golongan masyarakat yang mencampurkan ajaran Islam dengan Animisme
8 Lihat Transkrip Wawancara 06/W-6/SJ/02/2020.
55
julukan kepada para orang yang sudah masuk Islam tetapi tidak
menjalankan syariat adalah kaum abangan.9
Sebelum Raden Jayengrono datang di Kecamatan Pulung,
diperkirakan penduduk di Kecamatan Pulung adalah kaum abangan dan
penduduk yang menganut kepercayaan kejawen.10 Setelah Raden
Jayengrono datang di Kecamatan Pulung, beliau mendakwahi dan
mengajarkan syariat-syariat Islam kepada kaum-kaum tersebut.
Masyarakat ini diajarkan tentang Agama Islam serta perilaku-perilaku yang
sesuai dengan syariat Islam. Di mata kaum abangan Raden Jayengrono
terlihat sebagai seorang pemimpin yang berwibawa serta berkharisma.
Kaum abangan ini mengetahui bahwa Raden Jayengrono adalah seorang
alim ulama yang mempunyai sebuah wahyu. Ilmu yang dimiliki Raden
Jayengrono lebih tinggi daripada masyarakat ini. Oleh karena itu, kaum
abangan dan kaum kejawen sangat menghormati Raden Jayengrono.
4. Melestarikan tradisi kenduri (slametan)
Tradisi slametan sudah ada semenjak zaman Wali Songo. Tradisi
ini diadakan pada hampir setiap kesempatan yang mempunyai arti upacara
bagi orang jawa seperti memperingati orang yang sudah meninggal,
kelahiran, maulid, panen, dan lebaran. Tujuan dari slametan adalah untuk
mencari tujuan selamat dalam arti tidak terganggu oleh kesulitan alamiah,
gangguan ghaib sehingga tidak menimbulkan penyakit dan kesusahan
yang lain.
9 Subair, Dialektika Vol.9: Abangan, Santri, dan Priyayi : Islam dan Politik Identitas Kebudayaan
Jawa, (Institut Agama Islam Negeri Ambon, 2012) diakses pada 16 Mei 2020 pukul 21.00 WIB. 10 Lihat Transkrip Wawancara 06/W-6/SJ/02/2020.
56
Sebelum Raden Jayengrono datang di Pulung masyarakat masih
memberikan sesaji kepada benda atau tempat yang dianggap keramat
oleh masyarakat. Setelah Raden Jayengrono datang di Pulung, beliau
meluruskan bahwa cara seperti itu bukan cara yang baik untuk
menghormati leluhur yang sudah tidak ada. Beliau meluruskan
masyarakat tersebut sesuai dengan apa yang diajarkan para Wali Songo
dahulu. Sesaji-sesaji tersebut diganti dengan slametan.11 Masyarakat
diajak untuk berdo’a bersama untuk mendo’akan para leluhur. Raden
Jayengrono menggunakan slametan sebagai strategi dakwah dikarenakan
dalam slametan terdapat beberapa unsur Islami. Unsur-unsur Islami
tersebut yaitu unsur ukhuwah atau persaudaraan, unsur persatuan, unsur
ibadah (berdoa, berdzikir, dan beramal).
11 Lihat Transkrip Wawancara 06/W-6/SJ/02/2020.
57
4.2 Acara Slametan yang masih dilestarikan oleh masyarakat
Pulung.12
B. Media Dakwah Yang Digunakan Raden Jayengrono Dalam
Menyebarkan Islam
Dalam penyebaran Agama Islam di Indonesia, para da’i selalu
memperhatikan situasi dan kondisi masyarakat atau mad’u setempat. Da’i
menggunakan pendidikan ajaran Agama Islam, melalui media seni, dan
aspek-aspek kebudayaan dalam menyebarkan Islam. Media seni dan budaya
merupakan strategi dakwah yang digunakan oleh para da’i pada zaman
dahulu untuk merangsang indra pendengaran dan indra penglihatan mad’u.
12 Diambil pada tanggal 01 Maret 2020 Pukul 18.30 WIB di Desa Pulung Merdiko.
58
Melalui media seni, masyarakat tidak hanya menerima ajaran Islam saja,
tetapi mereka juga mendapatkan hiburan.13
Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis, Raden Jayengrono
menggunakan media kesenian serta budaya dalam mensyi’arkan Islam.
Media yang digunakan Raden Jayengrono dalam menyebarkan Islam di
Kecamatan Pulung adalah sebagai berikut :
1. Membangun Masjid dan padepokan
Masjid adalah tempat untuk beribadah bagi umat Islam maupun
tempat untuk mensyi’arkan Agama Islam. Pada masa Raden
Jayengrono, beliau mendirikan masjid untuk menunjang masyarakat
dalam belajar tentang Agama Islam. Masjid yang beliau bangun
memiliki bentuk bangunan yang hampir sama dengan masjid yang ada
di Tegalsari. Selain membangun masjid, beliau membangun sebuah
padepokan yang sederhana. Proses pendidikan dan pembelajaran
Agama Islam pada masa tersebut masih erat kaitannya dengan
keberadaan sebuah masjid. Masyarakat Pulung memanfaatkan masjid
sebagai tempat beribadah sekaligus lembaga pendidikan Agama Islam.
Selain masjid untuk tempat beribadah dan sarana pendidikan
Agama Islam, Raden Jayengrono memanfaatkan padepokannya untuk
mensyi’arkan Islam. Padepokan Raden Jayengrono terletak di sebelah
timur masjid yang beliau bangun. Padepokan yang beliau bangun ini
13Aziz, Ilmu Dakwah, 120.
59
digunakan untuk memberikan wejangan-wejangan Islam kepada
masyarakatnya.14
Gambar 4.1 Masjid Peninggalan Raden Jayengrono15
2. Terbangan
Terbangan atau rebana pertama kali dibawa dan diperkenalkan
oleh seorang da’i bernama Habib Ali bin Muhammad bin Husain Al-
Habsy yang berasal dari Arab.16 Kesenian ini berisi tentang pujian-
pujian kepada Rasullullah SAW yang diiringi dengan rebana. Seiring
berjalannya waktu, semakin banyak kelompok rebana yang terbentuk
khususnya di pulau Jawa. Banyak da’i yang menggunakan media ini
untuk mensyi’arkan Islam. Diperkirakan Raden Jayengrono
menggunakan terbangan ini untuk media berdakwah dan menyebarkan
Islam di Kecamatan Pulung. Beliau mempelajari terbangan atau rebana
14 Lihat Transkrip Wawancara 06/W-6/SJ/02/2020. 15 Diambil pada tanggal 18 Maret 2020 Pukul 16.00 WIB di Desa Pulung Merdiko. 16 https://www.bernas.id/amp/56559-rebana-alat-musik-tradisional-ini-dari-manakah-asalnya-anda-
perlu-tahu.html diakses pada 18 Maret 2020 pada pukul 21.00 WIB.
60
ini dari daerah Tegalsari kemudian beliau mengajarkannya kepada
masyarakat Pulung. Strategi dakwah Raden Jayengrono dengan
menggunakan media kesenian ini bertujuan agar masyarakat dapat
menerima syi’ar Islam melalui jalur kesenian dan kebudayaan.17
Gambar 4.3 Acara kegiatan terbangan
Gambar 4.4 Alat terbangan18
17 Lihat Transkrip Wawancara 06/W-6/SJ/02/2020. 18 Diambil pada tanggal 18 maret 2020 pukul 22.00 WIB di Desa Munggung Kecamatan Pulung.
61
3. Bedug
Bedug adalah alat pemanggil jama’ah atau alat penanda bahwa
sholat akan segera dimulai di zaman dahulu. Di masjid peninggalan
Raden Jayengrono terdapat sebuah bedug dengan ukuran yang cukup
besar dan di sampingnya terdapat sebuah kenthongan. Raden
Jayengrono menggunakan bedug dan kenthongan untuk memanggil
para jama’ah agar segera ke masjid untuk menunaikan ibadah sholat.
Bedug dipukul sebanyak 17 kali apabila akan melaksanakan sholat.
Bedug dipukul sebanyak 17 kali ini mengingatkan bahwa jumlah
raka’at sholat lima waktu sejumlah 17 raka’at.19 Apabila bedug sudah
dipukul, para masyarakat segera datang ke masjid untuk melaksanakan
sholat. Bedug adalah media yang digunakan para Wali untuk
menandakan bahwa sholat akan segera dimulai dan Raden Jayengrono
tetap menggunakan bedug sebagai media untuk mensyi’arkan Islam.
Gambar 4.5 Bedug Masjid Raden Jayengrono20
19 Lihat Transkrip Wawancara 06/W-6/SJ/02/2020. 20 Diambil pada tanggal 18 Maret 2020 Pukul 16.00 WIB di Desa Pulung Merdiko.
62
3. Gamelan
Selain menggunakan bedug dan terbangan sebagai media dalam
mensyi’arkan Islam, Raden Jayengrono menggunakan gamelan untuk
berdakwah. Raden Jayengrono dikenal sebagai seseorang yang
menyukai musik tradisional Jawa. Gamelan ini beliau mainkan dengan
menyanyikan kidung jawa kuno atau lagu jawa kuno yang berisi
tentang petuah-petuah kehidupan. Berdasarkan penelitian, Raden
Jayengrono dahulu memiliki 2 set gamelan. Dari 2 set gamelan
tersebut, 1 set gamelan dibawa pindah ke Pedanten dan 1 set lainnya
tetap dibiarkan berada di Desa Kranggan.21 Melihat kondisi sosio-
kultural masyarakat Pedanten dahulu yang menyukai kesenian
gamelan sebagai hiburan, Raden Jayengrono menggunakan gamelan-
gamelan tersebut untuk berdakwah dan mensyi’arkan Islam di
Pedanten.
Gambar 4.6 Gamelan Jawa22
21 Lihat Transkrip Wawancara 04/W-4/SJ/02/2020. 22 https://id.m.wikipedia.org/wiki/Gong diakses pada 11 April 2020 Pukul 15.00 WIB.
63
C. Hasil Dakwah Yang Dicapai
Hasil dakwah merupakan efek dakwah atau timbal balik dari apa
yang telah disampaikan da’i kepada mad’u. Semenjak beliau pensiun
menjadi bupati Pedanten dan berada di Kecamatan Pulung, beliau
memlilih menghabiskan masa tuanya di Kecamatan Pulung untuk
berdakwah serta mengajarkan Islam. Hasil yang dicapai adalah sebagai
berikut :
1. Masyarakat banyak yang mengerti akan ajaran-ajaran Agama Islam
serta syariat-syariat Agama Islam. Masyarakat yang dahulu masih
kental dengan kepercayaan nenek moyang yang mendewakan
pusaka atau benda-benda lain yang dianggap memiliki kekuatan
ghaib sedikit demi sedikit ditinggalkan.
2. Kaum abangan dan kejawen banyak yang masuk Islam serta
menjalankan syariat-syariat Islam.
3. Kesenian-kesenian seperti terbangan atau hadrah semakin
bertambah jumlahnya. Masjid-masjid atau mushola mulai dibangun
di desa-desa.23
4. Pola masjid yang dibangun di desa-desa mengikuti bangunan
masjid Raden Jayengrono dan mayoritas penduduk yang ada di
Kecamatan Pulung beragama Islam. Tidak hanya masyarakat
Kecamatan Pulung saja yang mayoritas beragama Islam, tetapi
masyarakat Pedanten yang meliputi Kecamatan Sawoo, Jetis,
Mlarak, Siman, Pudak, Sooko, dan Sambit mayoritas penduduknya
23 Lihat Transkrip Wawancara 06/W-6/SJ/02/2020.
64
beragama Islam. Ini menandakan bahwa dakwah yang beliau
lakukan semasa menjadi bupati Pedanten maupun sesudah pensiun
menjadi bupati telah berhasil. Raden Jayengrono telah berhasil
berdakwah serta menyebarkan agama Islam di wilayah Pedanten
atau Ponorogo bagian timur.
65
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan penelitian yang dilakukan ini, maka penulis
dapat menarik kesimpulan strategi dakwah Raden Jayengrono dalam
menyebarkan Islam di Kecamatan Pulung dengan memberikan contoh akhlak
yang baik kepada masyarakat, berkeliling wilayah kekuasaannya, mendakwahi
masyarakat abangan, melestarikan tradisi kenduri atau slametan. Media
dakwah yang digunakan Raden Jayengrono untuk menyebarkan ajaran Islam
dengan membangun masjid dan padepokan sebagai sarana beribadah dan
berdakwah kepada masyarakatnya, menggunakan media alat musik terbangan,
membuat Bedug yang digunakan sebagai sarana ibadah, pagelaran musik Jawa
yang diiringi dengan gamelan. .
Hasil dakwah yang dicapai Raden Jayengrono ditandai dengan
masyarakat awam banyak yang mengerti akan ajaran-ajaran Agama Islam
serta syariat-syariat Agama Islam, kesenian seperti terbangan dan masjid
semakin bertambah jumlahnya, pola masjid yang dibangun di desa-desa
mengikuti bangunan masjid Raden Jayengrono dan mayoritas penduduk yang
ada di Kecamatan Pulung beragama Islam, tidak hanya masyarakat Kecamatan
Pulung saja yang mayoritas beragama Islam, tetapi masyarakat Pedanten yang
meliputi Kecamatan Sawoo, Jetis, Mlarak, Siman, Pudak, Sooko, dan Sambit
mayoritas penduduknya beragama Islam.
66
B. Saran
Selama penulis mengadakan penelitian dan pengamatan, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan serta dibenahi antara lain :
1. Selama ini masih banyak masyarakat Pulung yang tidak tahu tentang
sejarah Raden Jayengrono dikarenakan belum ada pembukuan sejarah
Raden Jayengrono secara menyeluruh. Sedangkan sumber informasi
mengenai sejarah Raden Jayengrono sebagian besar hanya dari juru
kunci makam Raden Jayengrono. Padahal peran dan jasa Raden
Jayengrono sangat besar terhadap islamisasi di wilayah Pulung yang
dibuktikan dengan adanya peninggalan-peninggalan Raden
Jayengrono yang masih ada hingga saat ini. Hal yang harus dilakukan
adalah tentunya membukukan sejarah Raden Jayengrono dan
menyebarluaskan kepada masyarakat.
2. Perlu diteliti lebih lanjut secara mendalam mengenai masa perjuangan
Raden Jayengrono dalam menyebarkan Islam. Sehingga masyarakat
tetap melestarikan ajaran agama Islam seperti yang diajarkan Raden
Jayengrono semasa hidupnya. Dengan demikian, masyarakat
diharapkan dapat meneladani perilaku Raden Jayengrono.
67
DAFTAR PUSTAKA
Aziz, Moh. Ali. Ilmu Dakwah, Jakarta: Prenada Media, 2004.
Basit, Abdul. Filsafat Dakwah, Depok: PT. Raja Grafindo, 2017.
Basrowi dan Suwandi. Memahami Penelitian Kualitatif, Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 2008.
Christantina, Antika. Peranan Bathoro Katong dalam Islamisasi di Ponorogo
pada tahun 1482-1496. Skripsi. Universitas Negeri Malang. Malang,
2012.
Hamidi. Teori Komunikasi Dan Strategi Dakwah. Malang: UMM Pers, 2010.
Ilaihi, Wahyu. Komunikasi Dakwah, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013.
Muhidin, Asep. Dakwah dalam Perspektif Al-Qur’an, Bandung: Pustaka Setia,
2002.
M. Munir. Metode Dakwah. Jakarta: Kencana, 2003.
Narbuko, Cholid. Metodologi Penelitian, Jakarta: Bumi Aksara, 2009.
Purwowijoyo. Babad Ponorogo Jilid I R.A. Surodiningrat Ponorogo: Dinas
Pariwisata Dan Seni Budaya, PEMKAB Ponorogo, 1985.
Babad Ponorogo Jilid III R.A Surodiningrat Ponorogo.
Babad Ponorogo Jilid V R.A Surodingrat Ponorogo.
Saputra, Wahidin. Pengantar Ilmu Dakwah, Jakarta: PT.Raja Grafindo, 2011.
Strauss, Anselm and Juliet Corbin. Basics of Qualitative Research, Terjemahan
Muhammad Shodiq dan Imam Muttaqien, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2003.
Suryanto. Pengantar Ilmu Komunikasi, Bandung: Pustaka Setia, 2015.
Tyas, Elfa Lusiana. Peranan Bathoro Katong dalam penyebaran Agama Islam di
Ponorogo pada abad ke XV Masehi. Skripsi. Universitas Jember. Jember.
2018.
Tim terjemahan Departemen Agama. Manhaj Al-Bahth Al-Tarihi, Jakarta:
Departemen Agama Republik Indonesia, 1986.
Widi, Restu Kartiko. Asas Metodologi Penelitian.Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010.
68
Yayasan Wisma Damai. Al-Qur’an Dengan Terjemahannya dan Tafsir Singkat
Jakarta: Percetakan YWD, 2007.
Jurnal :
Fitriawan, Fuad, dan Kayyis Fithri Ajhuri, Dialogia Vol.15: Peran Kyai
Muhammad Hasan dalam proses Penyebaran Agama Islam di Desa
Karanggebang, Institut Agama Islam Negeri Ponorogo: 2017.
Subair, Dialektika Vol.9: Abangan, Santri, dan Priyayi: Islam dan Politik
Identitas Kebudayaan, Institut Agama Islam Negeri Ambon: 2012.
Dalinur, M. Nur, Wardah No.23: Dakwah, Teori, Definisi dan
Macamnya, Institut Agama Islam Negeri Raden Fatah Palembang: 2011.
Internet :
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Data diakses pada 15 Desember 21.50
WIB.
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Metodologi_penelitian diakses pada 15
Desember 2019 21.00 WIB.
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Strategi diakses pada 20 Januari 2020
Pukul 14.30 WIB.
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kejawen diakses pada 21 Januari Pukul
10.26 WIB.