STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA PERPUSTAKAANrepository.unjaya.ac.id/429/1/Achmad...
-
Upload
nguyentruc -
Category
Documents
-
view
218 -
download
0
Transcript of STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA PERPUSTAKAANrepository.unjaya.ac.id/429/1/Achmad...
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
HUBUNGANANTARA TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS PARU DENGAN KEPATUHAN
PENGOBATANDI RUMAH SAKIT KHUSUS PARU RESPIRA BANTUL
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan
Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
Disusun oleh : Achmad Sidiq
2212134
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA
2016
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
ii
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
iii
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang berjudul
“Hubungan Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Penyakit Tuberkulosis Paru
dengan Kepatuhan Pengobatan di Rumah Sakit Khusus Paru RESPIRA Bantul”.
Penyusunan skripsi ini merupakan syarat dalam rangka menyelesaikan studi S1
Keperawatan di Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta. Penyusunan skripsi ini
dapat diselesaikan berkat bimbingan, arahan, dan bantuan berbagai pihak. Pada
kesempatan ini penulis dengan rendah hati mengucapkan terima kasih dengan
setulus-tulusnya kepada:
1. Kuswanto Hardjo, dr., M.Kes selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Jenderal Achmad Yani Yogyakarta.
2. Tetra Saktika A. M.kep., Ns Sp.Kep.M.Bselaku Ketua Prodi Ilmu
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani
Yogyakarta
3. Wenny Savitri, MNSselaku dosen Pembimbing I yang telah banyak
memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan kepada saya dalam
penyusunan usulan penelitian.
4. Miftafu Darussalam, M.kep., Sp.Kep.M.B selaku dosen Pembimbing II
yang telah banyak memberi bimbingan, pengarahan dan masukan kepada
saya dalam penyusunan usulan penelitian.
5. Dwi Kartika Rukmi, M.kep, Sp.M.B selaku dosen penguji yang telah
banyak memberi bimbingan, pengarahan dan masukan kepada saya dalam
penyusunan usulan penelitian.
6. Seluruh pihak Rumah Sakit Khusus Paru Respira Bantul yang sudah
bersedia memberikan tempat dan waktu untuk melakukan penelitian.
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
v
7. Bapak, ibu dan seluruh keluarga yang telah memberikan limpahan cinta,
doa, dan semangat kepada penulis.
8. Semua sahabat mahasiswa keperawatan angkatan tahun 2012 yang telah
memberikan masukan, semangat serta dukungan kepada penulis.
9. Kepada semua pihak yang terlibat dalam penulisan yang tidak bisa
disebutkan satu persatu, terimakasih atas dukungan dan bantuannya.
Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan kebaikan kepada semuanya,
sebagai imbalan atas segala amal kebaikan dan bantuannya. Akhirnya besar
harapan penulis semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
menambah ilmu pengetahuan.
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
vi
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... ii SURAT PERNYATAAN ............................................................................... iii KATA PENGANTAR .................................................................................... iv DAFTAR ISI ................................................................................................... vi DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. x INTIASRI ...................................................................................................... xi ABSTRACK ................................................................................................... xii BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1 B. Rumusan Masalah ....................................................................... 3 C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 4 D. Manfaat Penelitian ...................................................................... 4 E. Keaslian Penelitian ..................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori ........................................................................... 7 1. Tingkat Pengetahuan ................................................... .......... 7 2. Tuberkulosis Paru .................................................................. 11 3. Kepatuhan Pengobatan ........................................................ .. 23
B. Kerangka Teori ........................................................................... 25 C. Kerangka Konsep ....................................................................... 26 D. Hipotesis ..................................................................................... 26
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian ....................................................................... 27 B. Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................... 27 C. Populasi dan Sampel .................................................................. 27 D. Variabel Penelitian ..................................................................... 28 E. Definisi Operasional .................................................................. 29 F. Alat Ukur Penelitian .................................................................. 30 G. Metode pengumpulan data .......................................................... 31 H. Validitas dan Reabilitas ............................................................. 32 I. Metode Pengolahan dan Analisis Data ...................................... 33 J. Etika Penelitian ........................................................................... 35 K. Tahap Penelitian ......................................................................... 36
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian .......................................................................... 40 B. Pembahasan ............................................................................... 43
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
vii
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................ 49 B. Saran .......................................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
viii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1 OAT Lini Pertama ............................................................................ 20 Tabel 2.2 Kisaran Dosis OAT Lini Pertama bagi Pasien Dewasa .................. 20 Tabel 3.3 Definisi Operasional ....................................................................... 29 Tabel 4.4 Distribusi karakteristik penderita TB paru ...................................... 41 Tabel 4.5 Distribusi tingkat pengetahuan TB paru ......................................... 42 Tabel 4.6 Distribusi tingkat kepatuhan pengobatan Tb paru .......................... 42 Tabel 4.7 Distribusi silang antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan
pengobatan ....................................................................................... 42
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Teori ............................................................................. 25 Gambar 2.2 Kerangka Konsep ......................................................................... 26
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
xi
INTISARI
Latar Belakang: Tuberkulosis paru (TB) adalah disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis penyakit ini terutama menyerang paru-paru namun juga bisa menyerang organ-organ lain. TB paru merupakan penyebab kematian kedua di dunia setelah Human Immunodeficiency Virus (HIV). Berdasarkan World Health Organization (WHO) 2013 terdapat sembilan juta orang penderita TB paru. Kabupaten Bantul merupakan salah satu kabupaten Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang memiliki angka kesembuhan TB paru kurang dari standar nasional, yaitu hanya mencapai 24,09%. Keberhasilan pengobatan TB paru sangat ditentukan oleh tingkat pengetahuan penderita dalam kepatuhan pengobatan.
Tujuan penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan pasien TB paru dengan kepatuhan pengobatan.
Metode: Desain penelitian ini adalah deskriptif korelasional dengan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian ini adalah penderita TB paru yang menjalani pengobatan di rumah sakit khusus paru respira bantul yang diambil dengan menggunakan accidental sampling, dengan jumlah sampel dalam penelitian ini 14 pasien TB paru. Data diperoleh dengan menggunakan kuisioner. Uji statistik yang digunakan adalah Spearmen rank.
Hasil: Hasil penelitian ini menunjukkan sebagian besar tingkat pengetahuan pasien TB paru dengan kategori tinggi (71.4%), dan memiliki tingkat kepatuhan pengobatan dalam kategori patuh (85.7%). Hasil uji korelasi Spearmen diperoleh bahwa r =(0,645, p<0,05) yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan pasien tentang TB paru dengan kepatuhan pengobatan.
Kesimpulan: Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan pengobatan penderita TB paru di Rumah Sakit Khusus Paru Respira Bantul.
Kata-kata kunci: Tingkat Pengetahuan, Kepatuhan Pengobatan, Tuberkulosis Paru
1 Mahasiswa STIKES Jenderal Achmad Yani Yogyakarta 2 Dosen STIKES Jenderal Achmad Yani Yogyakarta 3 Dosen STIKES Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
THE RELATION BETWEEN THE PATIENT KNOWLEGE LEVEL ABOUT LUNG TUBERCULOSIS ILL WITH MEDICINAL OBIDIENCE
IN THE SPECIAL LUNG TUBERCULOSIS RESPIRA BANTUL HOSPITAL
Ahcmad Sidiq1, Wenny Savitri2, Miftafu Darussalam3
ABSTRAK
Background : Lung Tuberculosis (TB) is because of Mycobacterium tuberculosis. This disease especially fell ill with lung but also fell ill the other part of the body. According to the World Health Organization (WHO) 2013 there is nine millions peoples are sufferer of lungs tuberculosis . Bantul regency is one of regency of special districk of yogyakarta (DIY). It has healing number of lung tuberculosis minus from national standard. It has only reach 24,09% medicinal success of lung tuberculosis very fixed by knowledge level sufferer in the medicinal obedience.
Objective : The purpose of this research is to know the relation between the patient knowledge level of lung tuberculosis with the medicinal obedience.
Methode : This research design is descriptive corelational with cross sectional. The example of this research is sufferer of lung tuberculosis who enter on the medicinal in the special lung tuberculosis Respira Bantul Hospital was taken by using accidental sampling. With sample result in this reseach is 14 patient of lung tuberculosis .
Result : The result of this research showed the big part of patient knowledge level of lung tuberculosis with high category (71,4%) and has medicinal obedience level in obedient category (85,7%) the result test of spearmen corelation that got r = (0,645 p<0,05) it’s means there is significant relation between the patient knowledge level about lung tuberculosis with medicinal obedience.
Conclusion : The result research showed there is the significant relation between the knowledge level with the medicinal obedience suffererlungs tuberculosis in the special lung tuberculosis Respira Bantul Hospital.
Keywords : Knowledge Level, Medicinal Obedience, Lung Tuberculosis
1 Mahasiswa STIKES Jenderal Achmad Yani Yogyakarta 2 Dosen STIKES Jenderal Achmad Yani Yogyakarta 3 Dosen STIKES Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LatarBelakang
Salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah sangat serius
di masyarakat sampai saat ini adalah tuberkolusis atau yang lebih dikenal TB
paru. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronik yang terutama
menyerang paru-paru namun juga bisa menyerang organ-organ lain
(Kemenkes, 2014). Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang
masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat di dunia termasuk di
Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis
kompleks antara lain Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium bovis, dan
Mycobacteriumafricanum. Bakteri tersebut merupakan bakteri tahan asam
berbentuk batang dan bersifat aerob. Penyakit ini menyebar melalui droplet
orang yang telah terinfeksi basil tuberkulosis (Riskesdas, 2013).
Tuberkulosis (TB) merupakan penyebab kematian utama kedua di
dunia setelah Human Immunodeficiency Virus (HIV). Menurut World Health
Organization (WHO), pada tahun 2013 terdapat 9 juta orang penderita TB.
Kemudian, 1,5 juta orang meninggal akibat TB paru (WHO, 2014). Menurut
hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi TB berdasarkan diagnosis sebesar
0,4% dari jumlah penduduk Indonesia yaitu 400 kasus per 100.000 penduduk.
Sedangkan, jumlah kasus baru BTA positif sebanyak 196.310. Jumlah kasus
tertinggi yang dilaporkan terdapat di provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, dan
Jawa Tengah. Kasus baru BTA+ di tiga provinsi tersebut hampir sebesar 40%
dari jumlah seluruh kasus baru di Indonesia. Menurut jenis kelamin, kasus
BTA+ pada laki-laki lebih tinggi daripada perempuan yaitu hampir 1,5 kali
dibandingkan kasus BTA+ pada perempuan (Riskesdas, 2013).
Keberhasilan dalam pengobatan TB paru adalah dengan kepatuhan
pengobatan seperti pemeriksaan dahak tepat waktu, keteraturan minum obat,
pengambilan obat sesuai jadwal dan lain-lain. Apabila pasien tidak patuh
dalam pengobatan maka akan berdampak kepada pasien yakni menyebabkan
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
2
bakteri TB paru menjadi kebal. Akibatnya penyembuhan dengan obat-obatan
tidak sesuai, maka perlu jenis obat dengan dosis yang lebih tinggi dari dosis
awal sedangkan dampak TB paru kepada keluarga adalah dapat menularkan
penyakit TB paru tersebut (Kemenkes, 2011).
Daerah Istimewa Yogyakarta juga tidak lepas dari penyakit tuberkulosis
paru (TB) terdapat 3.105 kasus baru BTA+. Terdapat peningkatan prevalensi
penderita penyakit tuberkulosis paru (TB) sejak tahun 2000. Pada tahun 2011
prevalansi penyakit TB mencapai 65,65%. Pada tahun 2012 penderita TB
paru meningkat menjadi 76,89%. Prevalansi penyakit TB paru paling banyak
terdapat di Kabupaten Gunungkidul (64/100.000 penduduk). Sementara itu,
prevalansi penyakit TB paling rendah terdapat di Kabupaten Kulon progo.
Data terakhir di Dinas Kesehatan DIY menyebutkan bahwa prevalansi TB
paru adalah 43/100.000 penduduk (Dinkes Yogya, 2015).
Pada tahun 2014 untuk angka TB paru BTA+ paling banyak terdapat di
kabupaten Sleman dengan jumlah kasus baru BTA+ 442 orang, Kabupaten
Bantul 224 orang, Kota Yogyakarta 221 orang, Kulon Progo 134 dan
Gunung Kidul 98 orang. Angka BTA+ yang diobati paling banyak terdapat di
Kabupaten Bantul dengan jumlah 303 orang, Kabupaten Sleman 302 orang,
Kota Yogyakarta 243 orang, Gunung Kidul 121 orang dan Kulon Progo 106
orang. Sedangkan untuk angka keberhasilan pengobatan TB paru persentase
paling tinggi yakni di Kabupaten Sleman 89.40%, Kulon Progo 82,08%, Kota
Yogyakarta 81,09% dan Kabupaten Bantul 24,09%. Berdasarkan data
tersebut, dapat diketahui bahwa Kabupaten Sleman dengan angka kasus TB
paru BTA+ paling banyak akan tetapi untuk angka kesembuhan pengobatan
TB paru telah mencapai standar dari WHO dan Renstra. Untuk kabupaten
bantul sendiri angka BTA+ yang diobati paling banyak dan kasus BTA+
terbanyak ke dua akan tetapi untuk angka kesembuhan sangat minimal sekali
dalam pengobatan TB paru (Dinkes Yogya, 2015).
Dalam hal ini tingkat pengetahuan seseorang tentang penyakit TB paru
harus ditingkatkan untuk merubah perilaku seseorang. Pengetahuan
merupakan domain terpenting bagi terbentuknya tindakan seseorang. Perilaku
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
3
yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang
tidak didasari oleh pengetahuan (Kholid, 2015). Menurut Kondoy, Rombot,
Palandeng, &Pakasi, (2014) semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang
tentang penyakitnya maka akan semakin patuh dalam berobat.
Pada tahun 2014 kasus penderita TB paru terbanyak terdapat di rumah
sakit Paru Bantul dengan jumlah kasus BTA + sebayak 28 orang dengan
jumlah kasus seluruh TB 62 orang (Dinkes, 2015). Berdasarkan studi
pendahuluan yang dilakukan di rumah sakit khusus paru pada tahun 2015
didapatkan data dari rekam medis penderita BTA+ sebanyak 64 orang.
Rumah sakit khusus paru Respira Bantul mempunyai program khusus tentang
penyakit TB paru yaitu penyuluhan tentang TB paru yang diberikan saat
pasien mengambil obat. Berdasarkan hasil wawancara dengan penderita
pasien tuberkulosis paru dari delapan pasien enam diantaranya tidak
mengetahui tentang penyakit tuberkulosis, cara pencegahan, dan penularan
penyakit TB paru. Kemudian dalam kepatuhan pengobatan tujuh diantaranya
patuh dalam pengambilan obat dan satu diantaranya tidak sesuai jadwal
dalam pengambilan obat.
Terkait pembahasan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang hubungan tingkat pengetahuan pasien tuberkulosis paru dengan
kepatuhan pengobatan pasien di Rumah Sakit Khusus Paru Respira Bantul.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti menyusun rumusan
masalah: “Adakah HubunganAntara Tingkat Pengetahuan Pasien
Tuberkulosis dengan Kepatuhan Pengobatan di Rumah Sakit Khusus Paru
Respira Bantul?”.
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
4
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuanumum.
Diketahuihubunganantara
tingkatpengetahuanpasientuberkulosisdengankepatuhan pengobatan.
2. Tujuan khusus.
a. Diketahui karakteristik penderita tuberkulosis paru di Rumah Sakit
Khusus Paru Respira Bantul, Yogyakarta.
b. Diketahuitingkatpengetahuanpenderitatuberkulosisparu di Rumah
Sakit Khusus Paru Respira Bantul, Yogyakarta.
c. Diketahuikepatuhan pengobatanpenderita tuberkulosis di Rumah Sakit
Khusus Paru Respira Bantul, Yogyakarta.
D. Manfaat Penelitian
1. BagiRumah Sakit Khusus Paru Respira Bantul, Yogyakarta
SebagaisalahsatusumberinformasibagiRumahsakituntukmeningkatkanpela
yanankesehatankhususnyapadapenderita TB
parudalammenjalankanpengobatansampaipenderitasembuhsehinggaangkak
esembuhanpenderita TB paruterusmeningkat.
2. BagiInstitusiStikesJenderalAchmadYani
Penelitianinidapatdigunakansebagaibahandokumentasidansumberinformas
i di perpustakaanStikesJenderalAchmadYani Yogyakarta
mengenaihubunganantaratingkatpengetahuanpasientuberkulosisdenganket
eraturanberobattuberkulosis.
3. Bagipenelitiselanjutnya
Hasilpenelitianinidapatmenambahinformasidanmenjadisumberreferensiunt
ukpengembanganpenelitian.
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
5
E. Keaslian Penelitian
Penelitian yang akan penulis lakukan mengenai hubungan tingkat
pengetahuan pasien dengan penyakit tuberkulosis paru dengan keteraturan
minum obat pasien tuberkulosis paru di rumah sakit khusus paru RESPIRA
bantul, yogyakarta. Judul penelitian ini belum pernah dilakukan di rumah
sakit khusus paru (Respira) bantul, yogyakarta. Penelitian yang sejenis yang
pernah dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Pasek, Suadyani, & K. (2013) meneliti tentang “hubungan persepsi dan
tingkat pengetahuan penderita tuberkulosis dengan kepatuhan
pengobatan diwilayah kerja puskesmas bulengleng I”. Penelitian ini
menggunakan penelitian kuantitatif observasional analitik dengan
pendekatan cross sectional, bersifat retrospektif. Populasi penelitian 216
orang, sampel sebanyak 40 orang dengan menggunakan tekhnik random
sampling. Hasil penelitian ini didapatkan, terdapat hubungan yang
signifikan antara persepsi dan tingkat pengetahuan penderita TB dengan
kepatuhan pengobatan dimana penderita dengan persepsi dan tingkat
pengetahuan baik memiliki kepatuhan pengobatan. Persamaan dari
penelitian ini adalah pada variabel penelitian dan pendekatan penelitian.
Perbedaannya adalah pada tempat penelitian, kuisioner penelitian, design
penelitian dan teknik sampling.
2. Kondoy, Rombot, Palandeng, & Pakasi. (2014)menelititentang “faktor-
faktor yang berhubungandengankepatuhanberobatpasientuberkulosisparu
di lima puskesmas di kotamanado”. Penelitianinidenganpendekatan cross
sectional. Sampel dalam penelitian ini mengunakan Simple Random
sampling, sampel yang diambilberjumlah 171 orang dari total populasi
119
orang.Hasilanalisismenunjukkanbahwapendidikandanpengetahuanmemp
unyaihubungan yang bermakna dengan kepatuhan berobat pasien TB
paru. Sedangkan umur, jenis kelamin, status pekerjaan, tingkat
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
6
pendapatan dan efek samping OAT tidak berhubungan dengan kepatuhan
berobat pasien TB paru di Lima Puskesmas di Kota Manado.
Persamaandaripenelitianiniadalahsama-sama meneliti kepatuhan
pengobatan, desain penelitian, danpendekatanpenelitian.
Perbedaandaripenelitianiniadalahtempat penelitian, kuisioner penelitian,
metode penelitian, dan teknik sampling.
3. Suhadi, A. (2005) meneliti tentang kepatuhan minum obat penderita TB
paru di puskesmas Bengkulu. Penelitian ini menggunakan desain analitik
dengan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian ini menggunakan
seluruh pasien TB yang tengah menjalani pengobatan di puskesmas
bengkulu. Hasil analisis bahwa 91,2% patuh selama menjalani
pengobatan, secara parsial faktor predisposisi yang memiliki hubungan
bermakna dengan kepatuhan adalah pengetahuan (R2=0,467), sikap
(R2=0,492). Sedangkan untuk faktor pemungkin hubungan yang
memiliki nilai signifikan adalah akses kepelayanan kesehatan (R2=0,029)
dan efek samping obat (R2=0,031). Faktor penguat yaitu peran PMO dan
keluarga memilik nilai yang bermakna terhadap kepatuhan (R2=0,187).
Persamaan pada penelitian ini adalah sama-sama meneliti kepatuhan
pengobatan, pendekatan penelitian, dan kuisioner penelitian tingkat
pengetahuan dan kepatuhan pengobatan. Perbedaan pada penelitian ini
adalah desain penelitian, teknik sampling dan tempat penelitian.
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
40
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran lokasi penelitian
Rumah Sakit Khusus Paru Respira adalah salah satu Rumah Sakit
yang menjadi pusat pelayanan paru dan pernapasan untuk wilayah DIY
dan Jawa Tengah bagian Selatan. Rumah Sakit ini terletak di Jalan
Penambahan Senopati Nomor 4 Palbapang Bantul. Rumah Sakit Khusus
Paru Respira Bantul tidak hanya melaksanakan upaya kesehatan
perorangan, tetapi juga berorientasi bagi kesehatan masyarakat baik
secara promotif, preventif, kuratif dan rahabilitatif.Rumah Sakit ini
memberikan pelayanan kesehatan diantaranya rawat inap dan rawat jalan.
Adapun pelayanan rawat jalan terdiri dari Poli Paru, Poli Penyakit
Dalam, Poli Umum, dan Pojok DOTS.
Alur pelayanan pasien TB paru dimulai saat pasien datang dan
menuju bagian pendaftaran serta langsung mengambil nomor antrian.
Pasien yang telah memiliki nomor antrian akan menunggu untuk
dipanggil ke ruang triase untuk dianamnesis. Pasien selanjutnya akan
dilakukan pemeriksaan oleh dokter di ruang Poli Paru, dan selanjutnya
akan ke ruang Pojok DOTS. Pada ruang Pojok DOTS pasien akan
disarankan untuk melakukan pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan
laboratorium yaitu pemeriksaan dahak. Jika sudah terinfeksi TB paru,
pasien dan keluarga akan diberikan penyuluhan terkait TB paru,
pencegahan, dan pengobatannya di ruang Pojok DOTS. Berdasarkan
wawancara dengan salah satu perawat yang berada di ruang Pojok
DOTS,Salah satu pelayanan yang diberikan untuk pasien TB paru yaitu
penyuluhan terkait tentang TB paru, pencegahannya, dan pengambilan
obat. Selain itu, pasien juga diberikan buku saku tentang TB paru terkait
pengetian TB paru, epidemologi, cara penularan, berisiko tinggi terkena
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
41
TB, gejala, pengobatan, cara mendiagnosa, cara minum obat, cara
pencegahan dan PMO (pengawas minum obat) sebagai tambahan
informasi atau bacaan di rumah.
2. Karakteristik responden
Dari hasil analisis data kuisioner didapatkan gambaran
karakteristik responden dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden berdasarkan umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan hubungan PMO di Rumah
Sakit Khusus Paru Respira Bantul dengan responden (N:14) Karakteristik
responden Tingkat karakteristik
responden Jumlah (n) Persentase
(%) Umur Remaja akhir 3 21.4%
Dewasa awal 2 14.3% Dewasa akhir 4 28.6% Lansia awal 2 14.3% Lansia akhir 1 7.1% Manula 2 14.3%
Jenis kelamin Laki-laki 7 50 % 50 % Perempuan 7
Pendidikan Tidak sekolah 2 14.3 % SD 2 14.3% SLTP/SMP 3 21.4 % SLTA/SMA 6 42.9 % Perguruan Tinggi 1 7.1 %
Pekerjaan Bekerja 9 64.3 % Tidak bekerja 5 35.7 %
Hubungan PMO dengan
responden
Ada 14 100 %
Tidak ada 0 0
Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa mayoritas responden
berusia dewasa akhir (28.6%), pendidikan SMA (42.9%), pekerjaan
dengan rata-rata bekerja (63.3%), mempunyai pengawas minum obat
(PMO) (100%), dan jenis kelamin seimbang (50%).
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
42
3. Analisa Univariate
a. Tingkat pengetahuan responden tentang TB paru di Rumah Sakit
Khusus Paru Respira Bantul.
Tabel 4.5
Tingkat Pengetahuan Responden Tentang TB Paru di Rumah Sakit Khusus Paru Respira Bantul
No Tingkat Pengetahuan Frekuensi (n) Persentasi (%) 1 Tinggi 11 78.6 % 2 Sedang 3 21.4 % Total 14 100
Dari data tabel 4.5 menunjukkan bahwa sebagian besar responden
memiliki tingkat pengetahuan tinggi (78.6%).
b. Kepatuhan pengobatan TB paru di Rumah Sakit Khusus Paru
Respira Bantul
Tabel 4.6
Kepatuhan Pengobatan TB Paru di Rumah Sakit Khusus Paru Respira Bantul
No Kepatuhan pengobatan Frekuensi (n) Persentasi (%) 1 Patuh 12 85.7 2 Tidak Patuh 2 14.3 Total 14 100
Dari tabel 4.6 menunjukkan bahwa sebagian besar responden dalam
melakukan pengobatan dikategorikan patuh (85.7%).
4. Analisa Bivariate
Tabel 4.7
Tabel distribusi silang tingkat pengetahuan penderita TB paru dengan kepatuhan pengobatan di Rumah Sakir Khusus Paru
Respira Bantul Pengetahuan Kepatuhan pengobatan Total (r)
Korelasi P
Value Patuh Tidak patuh F % F % F %
Tinggi 10 71.5 1 7.1 11 78.6 0.645 0,000 Sedang 2 14.3 1 7.1 3 21.4 Total 12 85.8 2 14.2 14 100
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
43
Dari tabel 4.7 menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat pengetahuan
tinggi sebesar 78.6% memliki kepatuhan minum obat kategori patuh
71.5% dan yang tidak patuh 7.1%. Sementara tingkat pengetahuan
sedang sebesar 21.4% memiliki kepatuhan pengobatan patuh 14.3% dan
tidak patuh 7.1%.
B. Pembahasan
Faktor yang mempengaruhi pengetahuan antara lain faktor internal
yakni pendidikan, pekerjaan, umur dan faktor eksternal yakni
lingkungan, sosial budaya. Pada penelitian ini faktor yang mempengaruhi
pengetahuan salah satunya adalah umur. Berdasarkan tabel 4.4 diketahui
bahwa responden dengan dewasa akhir (28.6%), remaja akhir (21.4%),
dewasa awal (14.3%), lansia awal (14.3%), manula (14.3%), dan lansia
akhir (7.1%). Hal ini menunjukkan bahwa seluruh lapisan usia penderita
TB paru tidak ada keterbatasan usia. Menurut Notoatmodjo (2012),
semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap
dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin
membaik. Penelitian ini didukung penelitian. Menurut Kondoy, Rombot,
Palendang, & Pakasi, (2014), bahwa berdasarkan hasil penelitian
dilapangan dalam satu rumah beberapa generasi dalam rumah terkena TB
paru mulai dari anak-anak maupun lanjut usia.
Faktor lain yang mempengaruhi tingkat pengetahuan adalah
pendidikan. Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa tingkat pendidikan
responden paling banyak adalah SMA (42.9%), SLTA (21.4%), tidak
sekolah (14.3%), SD (14.3%), dan perguruan tinggi (7.1%). Menurut
Notoatmodjo (2012) semakin tinggi pendidikan, maka seseorang akan
mudah menerima hal-hal baru dan mudah menyesuaikan dengan yang
baru tersebut. Penelitian ini didukung dengan penelitian Karuniawati,
Wahyuni, Mirawati, Suryani, & Sulistyarini, (2015) bahwa tingkat
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
44
pendidikan yang relatif rendah akan menyebabkan keterbatasan dalam
memperoleh sumber informasi tentang penyakit dan pengobatannya.
Selain itu faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah
pekerjaan. Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa mayoritas responden
bekerja (64.3%) dan tidak bekerja (35.7%). Menurut notoatmodjo (2012)
pekerjaan adalah seluruh aktifitas yang dilakukan sehari-hari, dimana
semua bidang pekerjaan umumnya diperlukan adanya hubungan sosial
dan hubungan dengan orang lain.Pekerjaan seseorang dapat
mencerminkan sedikit banyaknya informasi yang diterima, informasi
tersebut akan membantu seseorang dalam mengambil keputusan untuk
memanfaatkan pelayanan kesehatan (Kondoy, Rombot, Palendang, &
Pakasi, 2014).
Berdasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa tingkat pengetahuan
penderita TB paru paling banyak dengan kategori tinggi sebanyak
(78.6%), dan pengetahuan sedang (21.4%). Maka dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa mayoritas tingkat pengetahuan responden tinggi.
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini
terjadi melalui panca indera manusia yakni indra penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan
seseorang (Notoatmodjo, 2012). Pengetahuan pada penelitian ini adalah
kemampuan atau pemahaman penderita TB paru mencakup pengertian,
penyebab, gejala, bahaya, pencegahan dan pengobatan.
Pada pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan
kuisioner. Pada kuisioner tingkat pengetahuan TB paru semua pernyataan
yang tertinggi terdapat pada no 4, 5,11,12,14,15,16 dengan seluruh
responden menjawab dengan benar yakni tentang pencegahan dan
pengobatan. Hal ini bahwa tingkat pengetahuan responden sudah
mengerti tentang cara pencegahan dan pengobatan. Menurut Menurut
Wahid & Suprapto, (2013) cara pencegahan penderita TB paru yakni
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
45
hidup sehat seperti makan-makanan yang bergizi, olah raga teratur,
hindari rokok, alkohol, hindari strees. Lingkungan sehat seperti
menghindari berbicara berhadapan, tidak meludah sembarangan, alat
makan disendirikan, ventilasi harus memenuhi syarat dan vaksinasi BCG.
Menurut Kemenkes RI, (2014) Pengobatan Tb paru meliputi tahap awal
dan tahap lanjutan. Pada tahap awal pengobatan dimaksudkan untuk
menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien. Pengobatan
tahap awal pada semua pasien baru harus diberikan selama 2-3 bulan.
Sedangkan, pada tahap lanjutan merupakan tahap untuk membunuh sisa-
sisa kuman yang masih ada dalam tubuh sehingga pasien dapat sembuh
dan mencegah terjadinya kekambuhan pada tahap lanjut pengobatan
diberikan 6-8 bulan. Sementara itu tujuan dari pengobatan yakni
menyembuhkan pasien, mencegah terjadinya kematian, mencegah
terjadinya kekambuhan, menurunkan penularan dan mencegah terjadinya
resisten obat.
Pada kuisioner tingkat pengetahuan TB paru pada pernyataan
dengan skor terendah terdapat pada no 2, 3 dan 7. Dalam mengisi
kuisioner banyak responden yang menjawab salah yakni tentang
pengertian, bahaya dan cara penularan. Dalam hal ini banyak responden
yang kurang mengerti tentang pengertian, bahaya dan cara penularan
penyakit TB paru. TB paru adalah penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh kuman Micobacterium tuberculosis (Pasek, Suryani, &
K). Menurut Kemenkes RI, (2014) cara penularan pasien BTA positif
pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara
dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei / percik renik). Pada saat
batuk pasien TB dapat menghasilkan 3000 percikan dahak. Dalam hal ini
infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang
mengandung percik renik dahak.
Dari tabel 4.6 diketahui bahwa sebagian besar responden dalam
melakukan pengobatan dikategorikan patuh (85.7%) dan tidak patuh
dalam pengobatan (14.3%). Maka dalam penelitian ini bahwa mayoritas
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
46
patuh dalam pengobatan TB paru.Kepatuhan pengobatan adalah
kesesuaian antara perilaku pasien dengan ketentuan pemberian obat dan
rutin kontrol ke instansi kesehatan. Menurut Green et al., (1986) dalam
Suhadi (2005) kepatuhan penderita TB paru merupakan bentuk perilaku
penderita untuk menjalani pengobatan dengan benar dalam rangka
mecapai kesembuhan. Pada kuisioner kepatuhan pengobatan TB paru
dari 10 pernyataan terdapat 2 responden yang tidak patuh dalam
pengobatan yakni tentang kesesuaian jadwal dalam pengambilan obat
dan pemeriksaan dahak ulang. Menurut Kemenkes RI, (2014)
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.
Faktor kepatuhan pengobatan TB paru salah satunya adalah peran
PMO.Menurut tabel 4.4 menunjukkan bahwa sebagian besar penderita
TB paru mempunyai PMO yaitu 100% dengan rata-rata patuh dalam
pengobatan akan tetapi terdapat 2 responden yang tidak patuh dalam
pengobatan. Peran PMO dalam penelitian ini rata-rata keluarga
responden yakni seorang ibu, ayah, dan anak. Peran PMO sangat
mempengaruhi kecenderungan untuk patuh dalam pengobatan, pada 2
responden yang tidak patuh mempunyai pengawas minum obat yakni
seorang ibu dan suami dengan umur dewasa akhir. Dalam hal ini
kemungkinan peran PMO sibuk dengan bekerja karena masih dalam
kategori usia produktif sehingga kurang aktif dalam mengingatkan
responden dalam pengobatan.
Menurut Intang (2004) adanya pengawas minum obat pada
penderita maka semakin patuh dalam pengobatan karena dengan
pengawasan minum obat untuk penderita TB paru menjalani pengobatan
maka akan ada pengawasan baik dosis tablet maupun waktu minum obat
sehingga keteraturan berobat dapat dilaksanakan dengan benar. Peran
PMO yang kurang baik berisiko sebesar 3,013 kali untuk menyebabkan
pasien tidak patuh periksa dahak ulang pada fase akhir pengobatan
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
47
dibandingkan dengan pasien yang memiliki peran PMO yang baik
(Sumarman,2011 dalam Sidy, 2012).
Hubungan tingkat pengetahuan tentang penyakit tuberkulosis paru
dengan kepatuhan pengobatan TB paru di rumah sakit khusus paru
respira bantul dapat dilihat pada tabel 4.7 tabulasi silang yang
menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat pengetahuan tinggi sebesar
78.6% memliki kepatuhan minum obat kategori patuh 71.5% dan yang
tidak patuh 7.1%. Sementara tingkat pengetahuan sedang sebesar 21.4%
memiliki kepatuhan pengobatan patuh 14.3% dan tidak patuh 7.1%.
Hasil uji korelasi spearman diperoleh nilai p value sebesar 0,000
(p<0,05), yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat
pengetahuan penderita TB paru dengan kepatuhan pengobatan.
Berdasarkan hasil penelitian ini semakin tinggi tingkat pengetahuan
seseorang dalam menjalani pengobatan maka semakin tinggi tingkat
kepatuhan pengobatan. Dalam hal ini sesuai dengan Notoatmodjo (2012)
bahwa tindakan seseorang terhadap masalah kesehatan pada dasarnya
akan dipengaruhi oleh pengetahuan seseorang tentang masalah tersebut.
Hal ini juga sejalan dengan penelitian Suhadi (2005) bahwa semakin
tinggi tingkat pengetahuan penderita TB paru maka akan semakin patuh
dalam menjalani minum obat. Begitu pula dengan penelitian Intang
(2004), menyatakan bahwa pengetahuan penderita yang sangat rendah
dapat menetukan ketidak patuhan penderita dalam minum obat.Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian Kondoy, Rombot, Palandeng, &
Pakasi, (2014) di Manado bahwa tingkat pengetahuan mempunyai
hubungan yang bermakna dengan kepatuhan berobat pasien TB paru.
Pada tabel 4.6 terdapat satu respondenpengetahuan tinggi yakni
tidak patuh dalam pengobatan dan satu pengetahuan rendah juga tidak
patuh dalam pengoabatan. Dalam hal ini menunjukkan ada faktor lain
yang memengaruhi kepatuhan pengobatan selain pengetahuan tetapi tidak
dikendalikan oleh peneliti. Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan
yang baik tidak menjamin mempunyai sikap dan perilaku yang positif.
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
48
Selain ditentukan oleh pengetahuan, untuk menentukan sikap dan
perilaku yang utuh, dapat dipengaruhi oleh persepsi, keyakinan atau
sugesti, dan motivasi yang memegang peranan penting dalam
pembentukan perilaku. Pada penelitian ini faktor-faktor yang tidak
dikendalikan oleh peneliti antara lain sikap, faktor lingkungan, dan
budaya.
C. Keterbatasan Penelitian
1. Pada saat pengambilan data terdapat 1 responden yang meminta untuk
dibacakan kuesionernya akan tetapi responden tersebut mampu membaca
dan menulis.
2. Pada penelitian ini, ada beberapa faktor yang memengaruhi kepatuhan
pengobatan yang tidak dikendalikan oleh peneliti seperti sikap, faktor
lingkungan, dan budaya.Faktor yang dikendalikan hanya faktor usia,
pendidikan, pekerjaan, dan peran PMO.
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
49
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian pada bab IV maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
1. Karakteristik responden tentang tingkat pengetahuan tentang penyakit TB
paru dengan kepatuhan pengobatan di Rumah Sakit Khusus Paru Respira
Bantul bahwa sebagian besar dengan usia dewasa akhir sebanyak 4 orang
(28.6%), dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan sebanyak 7 orang
(50%), dengan tingkat pendidikan SMA sebanyak 6 orang (42.9%).
dengan status pekerjaan bekerja sebanyak 9 orang (64.3), dan peran
pengawas minum obat (PMO) sebanyak 14 orang (100%).
2. Tingkat pengetahuan penderita TB paru di rumah sakit khusus paru
respira bantul tentang penyakit TB paru sebagian besar kategori tinggi
sebanyak 11 orang (78.6%).
3. Kepatuhan pengobatan TB paru di rumah sakit khusus paru respira bantul
sebagian besar memiliki kepatuhan pengobatan patuh sebanyak 12 orang
(85,7%).
4. Terdapat hubungan yang siqnifikan antara tingkat pengetahuan penderita
tuberkulosis paru dengan kepatuhan pengobatan di rumah sakit khusus
paru respira bantul dengan r = 0.645, (p<0,05).
B. SARAN
1. Bagi rumah sakit
Diharapkan leafleat yang diberikan setelah pasien mendapat pendidikan
dari ruang DOTS harus lebih ditekankan penyuluhan tentang pengertian
TB paru, bahaya dan cara penularan.
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
50
2. Bagi responden
Diharapkan kepada pasien TB paru untuk lebih meningkatkan kepatuhan
pengobatan dalam menjalani pemeriksaan dahak ulang sesuai anjuran
dari petugas kesehatan.
3. Bagi peneliti selanjutnya
a. Diharapkan untuk penelitian selanjutnya meneliti faktor lain yang
mempengaruhi kepatuhan pengobatan.
b. Lokasi penelitian dilakukan di puskesmas.
c. Sampel penelitian lebih besar.
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Z., & Bahar, A. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (Edisi V, Jilid III ed.). (A. W. Sudoyo, B. Setiyohadi, I. Alwi, M. S. K, & s. Setiati, Eds.) jakarta: Interna Publishing.
Arikunto, S. (2010). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul. (2014). Profil Kesehatan Kabupaten Bantul. Bantul: Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul.
Dinas Kesehatan Kabupaten Yogyakarta. (2015). Profil Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Intang, B. (2004). Evaluasi Faktor Penentu Kepatuhan Penderita TB Paru Minum Obat Anti Tuberkulosis di Puskesmas Kabupaten Maluku Tenggara. Tesis, Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Terobosan Menuju Akses Universal strategi Nasional Pengobatan TB di Indonesia 2010-2014. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
.(2014). Pedoman Nasional Penaggulangan Tuberkulosis. Jakarta: Dit.Jen P2M dan PLP.
.(2014). Pedoman Nasional 2013Rikesdas Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Kholid , A. (2015). Promosi Kesehatan dengan Pendekatan Teori Perilaku, Media dan Aplikasi. Cetakan ke-3. Jakarta: Rajawali.
Kondoy, P. P., Rombot, D. V., Palandeng , H. M., & Pakasi, T. A. (2014). Faktor-Faktor yang Berhubunga dengan Kepatuhan Berobat Pasien Tuberkulosis Paru Di Lima Puskesmas Di Kota Manado. Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik, Volume II, no 1, halaman 2-8.
Kurniawati, H., Wahyuni, A. S., Mirawati, H., Suryani, & Sulistyarini. (2015). Pengetahuan dan Prilaku Pasien Tuberkulosis Terhadap Penyakit dan Pengobatannya. University Research Coloquium, Volume 2, hal 399-407, ISSN 2407-9189.
Niven, N. (2013). Psikologi Kesehatan. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA
PERPUSTAKAAN
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
.(2012). Promosi Kesehatan dan Prilaku Kesehatan (Revisi 2012 ed.). Jakarta: Rineka Cipta.
Nursalam. (2013). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan (3ed.). Jakarta: Salemba Medika.
Octaswary, N. (2015). Hubungan antara Dukungan Sosial dan Motivasi Diri dengan Kepatuhan Minum Obat Pasien TB paru di RSUD Panembahan Senopati, Puskesmas Sewon I dan II Bantul. Karya Tulis Ilmiah S1 Keperawatan, Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta. Yogyakarta.
Pasek, M. S., & Satyawan, I. M. (2013). Hubungan Persepsi dan Tingkat Pengetahuan Penderita TB dengan Kepatuhan Pengobatan Di Kecamatan Bulengleng. Jurnal Pendidikan Indonesia, vol. 2 no 1 hal 145-152, ISSN: 2303-288X.
Pasek, M. S., Suryani, N., & K, P. M. (2013). Hubungan Persepsi dan Tingkat Pengetahuan Penderita Tuberkulosis dengan Kepatuhan Pengobatan Di Wilayah Kerja Puskesmas Bulengleng I. Jurnal Megister Kedokteran Keluarga, Vol 1, no 1, hal 14-23.
Sidy, Y.N. (2012). Analisis Pengaruh Peran Pengawas Menelan Obat dari Anggota Keluarga Terhadap Kepatuhan Pengobatan Penderita Tuberkulosis Paru di Kota Pariaman.Tesis, Pasca Sarjana Universitas Indonesia. Jakarta. Fakultas Kedokteran Masyarakat
Suhadi, A. (2005). Kepatuhan Minum Obat Penderita TB Paru di Puskesmas kota Bengkulu. Tesis, Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Supratjino. (2014). Asuhan Keperawatan Keluarga. EGC: Jakarta
Susilani, A. T., & Wibowo, T. A. (2015). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian untuk Mahasiswa Keperawatan. Yogyakarta: Graha Cendekia.
Sugiyono. (2014). Statika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta
Wahid, A., & Suprapto, I. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Asuhan Keperawatan Gaangguan Sistem Respirasi. Jakarta: Trans Info Media.