Step 7 Sken 4 Oke Dewandaru
-
Upload
dewandaru-i-a-b -
Category
Documents
-
view
219 -
download
0
description
Transcript of Step 7 Sken 4 Oke Dewandaru
BAB VII
BERBAGI INFORMASI
7.1. ALL ABOUT SYOK KARDIOGENIK
a. Definisi
Syok kardiogenik adalah gangguan yang disebabkan oleh penurunan curah
jantung sistemik pada keadaan volume intravaskular yang cukup, dan dapat
mengakibatkan hipoksia jaringan. Syok dapat trrjadi karena disfungsi ventrikel
kirin yang berat, tetapi dapat pula terjadi pada keadaan di mana fungsi ventrikel
kiri cukup baik (Alwi & Nasution, 2015).
b. Etiologi
Alwi & Nasution (2015) menyatakan bahwa komplikasi mekanik akibat
infark miokard akut dapat menyebabkan terjadinya syok. Di antara komplikasi
tersebut adalah ruptur septal ventrikel, ruptur atau disfungsi otot papilaris dan
ruptur miokard yang keseluruhan dapat mengakibatkan timbulnya syok
kardiogenik. Sedangkan infark ventrikel kanan tanpa disertai infark atau disfungsi
ventrikel kiri pun dapat menyebabkan terjadinya syok.
Hal lain yang sering menyebabkan terjadinya syok kardiogenik adalah
takariatmia atau bradiaritmia yang rekuren, di mana biasanya terjadi akibat
disfungsi ventrikel kiri dan dapat timbul bersamaan dengan aritmia
supraventrikular ataupun ventrikular. Syok kardiogenik juga dapat timbul sebagai
manifestasi tahap akhir dari disfungsi miokard yang progresif termasuk akibat
penyakit jantung iskemia, maupun kardiomiopati hipertrofik dan restriktif
(O’Donnell & Carleton, 2014; Alwi & Nasution, 2015)
c. Patofisiologi
Paradigma lama patofisiologi yang mendasari syok kardiogenik adalah
depresi kontraktilitas miokard yang mengakibatkan lingkaran setan penurunan
curah jantung, tekanan darah rendah, insufiensi koroner dan selanjutnya terjadi
kontraktilitas dan curah jantung. Paradigma klasik memperkirakan bahwa terjadi
vasokontriksi sistemik sebagai kompensasi, dengan peningkatan resistensi
vaskular yang terjadi sebagai respon dari penurunan curah jantung.
Penelitian menunjukkan adanya pelepasan sitokin setelah infark miokard.
Pada pasien pasca IM, diduga terdapat aktivasi sitokin inflamasi yang
mengakibatkan peningkatan kadar iNOS, NO dan peroksinitrit, dimana semuanya
mempunyai efek buruk multipel antara lain :
Inhibisi langsung kontraktilitas miokard
Supresi respirasi mitokondria pada miokard non iskemik
Efek terhadap metabolisme glukosa
Efek proinflamasi
Penurunan responsivitas katekolamin
Memicu vasodilitas sistemik
Sindrom respon inflamasi sistemik ditemukan pada sejumlah keadaan non
infeksi, antara lain trauma, kardiopulmonal, pankreatitis, dan luka bakar. Pasien
dengan infark miokard luas sering mengalami peningkatan suhu tubuh, leukosit,
komplemen, interleukin, C-reaktive protein, dan petanda inflamasi lain. NO yang
disintesis dalam kadar rendah oleh endothelial nitric oxide (eNOS) sel endotel dan
miokard, merupakan molekul yang bersifat kardioprotektif (Alwi & Nasution,
2015).
Gambar 1. Siklus yang berulang pada syok kardiogenikSumber : Muttaqin (2009)
Gambar 2. Patofisiologi syok kardiogenikSumber : Panja et al. (2010)
d. Faktor resiko
Menurut Alwi & Nasution (2015) terdapat beberapa resiko syok
kardiogenik pada pasien infark miokard seperti :
Usia lanjut
Infark miokard anterior
Hipertensi
Diabetes melitus
Gagal ginjal
Penyakit arterim koroner multivesel
Riwayat strok
Riwayat penyakit arteri perifer
Riwayat infark miokard sebelumnya
Gagal jantung blok cabang berkas kiri
Tekanan darah sistolik awal
Frekuensi jantung dan klas Killip
Klirens kreatin dan jumlah vasopresor yang dipakai
e. Manifestasi Klinis
. Menurut O’Donnell & Carleton (2014) dan Alwi & Nasution (2015)
manifestasi klinis syok kardiogenik adalah :
1) Hipotensi, kekanan arteri sistolik <90 mmHg atau 30 sampai dengan 60
mmHg di bawah batas sebelumnya.
2) Adanya bukti penurunan aliran darah ke sistem organ-organ utama :
Keluaran urine <20 ml/jam (oliguria) biasanya disertai penurunan kadar
Na dalam urine
Vasokonstriksi perifer yang disertai gejala kulit dingin dan lembab
Gangguan fungsi mental seperti adanya konfusi dan agitasi.
Pasien dengan aritmia akan mengeluhkan adanya palpitasi, presinkop,
sinkop atau merasakan irama jantung yang berhenti sjenak. Kemudian
pasien akan merasakan letargi akibat berkurangnya perfusi ke sistem
saraf pusat.
3) Umumnya ada keluhan nyeri dada dan biasanya disertai gejala tiba-tiba yang
menunjukkan adanya edema paru akut atau bahkan henti jantung.
4) Indeks jantung <2,1 l/menit/m2
5) Bukti gagal jantung kiri dengan LVEDP/tekanan baji kapiler paru (PCWP)
18-21 mmHg
f. Diagnosis
1) Pemeriksaan Fisik
Menurut Alwi & Nasution (2015) pemeriksaan fisik adalah :
Pada pemeriksaan awal hemodinamik kan ditemukan tekanan darah
sistolik yang menurun sampai <90 mmHg, bahkan dapat turun sampai <80
mmHg pada pasien yang tidak memperoleh pengobatan adekuat.
Denyut jantung biasanya cenderung meningkat akibat stimulasi simpatis
Frekuensi pernapasan meningkat akibat kongesti pada paru
Pemeriksaan dada akan menunjukkan adanya ronki
Sistem kardiovaskular yang dapat dievaluasi seperti vena-vena di leher
seringkali meningkat distensinya
Letak impuls apikal dapat bergeser pada pasien dengan kardiomiopati
dilatasi
Intensitas bunyi jantung akan jauh menurun pada efusi perikardial ataupun
temponade
Irama gallop dapat terdengar yang menunjukkan adanya disfungsi
ventrikel kiri
Regurgitasi mitral atau defek septal ventrikel, bunyi bising atau murmur
yang timbul sangat membantu menentukan kelainan atau komplikasi
mekanik
Pasien dengan gagal jantung kanan akan menunjukkan beberapa tanda :
- Pembesaran hati
- Pulsasi di hati akibat regurgitasi trikuspid atau terjadinya asites
- Pulsasi arteri di ekstremitas perifer akan menurun intensitasnya
- Timbulnya edema perifer
- Sianosis dan ekstremitas yang teraba dingin
2) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan menurut Alwi & Nasution (2015)
adalah :
EKG, gambaran elektrokardiografi dapat membentu menetukan etiologi
syok kardiogenik
Foto rontgen dada, akan terlihat kardiomegali dan tanda-tanda kongesti
paru atau edema paru pada gagal ventrikel kiri yang berat. Bila terjadi
komplikasi defek septal ventrikel atau regurgitasi mitral akibat infark
miokard, akan tampak gambaran kongesti paru yang tidak disertai
kardiomegali. Gambaran kongesti paru menunjukkan kecil kemungkinan
terdapat gagal ventrikel kanan yang dominan atau keadaan hipovolemia.
Ekokardiografi, modalitas pemeriksaan non-invasif ini sangat banyak
membantu dalam membuat diagnosis dan mencari etiologi
Pemantauan hemodinamik, penggunaan kateter Swan-Ganz untuk
mengukur tekanan arteri pulmonal dan tekanan baji pembuluh kapiler paru
sangat berguna, khususnya untuk memastikan diagnosis dan etiologi, serta
sebagai indikator evaluasi terapi yang diberikan.
Saturasi oksigen, pemantauan saturasi oksigen sangat bermanfaat dan
dapat dilakukan pada saat pemasangan kateter Swan-Ganz yang juga dapat
mendeteksi adanya defek septal ventrikel.
g. Penatalaksanaan
Menurut Alwi & Nasution (2015) penatalaksanaan dapat dilakukan dalam
beberapa langkah :
Langkah 1. Tindakan Resustasi Segera
Tujuannya adalah mencegah kerusakan organ sewaktu pasien dibawa untuk terapi
definitif.
Upaya mempertahankan tekanan arteri rata-rata yang adekuat untuk mencegah
sekuele neuorologi dan ginjal adalah vital. Dopamin atau noradrenalin
(norepinefrin) tergantung pada derajat hipotensi, harus diberikan secepatnya
untuk meningkatkan tekanan arteri rata-rata dan dipertahankan pada dosis
minimal yang dibutuhkan
Intra aortic balloon counterpulsation (IABP) harus dikerjakan sebelum
transportasi jika fasilitas tersedia
Analisis gas darah dan saturasi oksigen harys dimonitor denganh memberikan
continues positive airways pressure atau ventilasi mekanis jika ada indikasi.
EKG harus dimonitor terus menerus, dan peralatan defibrilator, obat
antiaritmia amiodaron atau lidokain harus tersedia.
Terapi fibrinolitik harus dimulai pada pasien dengan elevasi ST jika
diantisipasi keterlambatan angiografi lebih dari 2 jam
Pada syok kardiogenik karena infark miokard non elevasi ST yang menunggu
kateterisasi, diberikan terapi dengan heparin
Langkah 2. Menentukan Secara Dini Anatomi Koroner
Hal ini merupakan langkah penting dalam tatalaksana syok yang berasal dari
kegagalan pompa iskemik yang predominan.
Pasien di RS komunitas harus segera dikirim ke fasilitas pelayanan tersier yang
berpengalaman
Hipotensi diatasi segera dengan IABP
Langkah 3. Melakukan Revaskularisasi Dini
Setelah menentukan anatomi koroner, harus diikuti dengan pemilihan modalitas
terapi secepatnya.
Gambar 3. Penatalaksanaan syok kardiogenik pada infark miokard akutSumber : Panja et al. (2010)
7.2. Jenis Syok
Menurut Fitria (2010) dan O’Donnell & Carleton (2014) jenis syok adalah
sebagai berikut :
1) Syok Hipovolemik atau oligemik
Syok hipovolemik adalah terganggunya sistem sirkulasi akibat dari volume
darah dalam pembuluh darah yang berkurang. Hal ini bisa terjadi akibat
pendarahan yang masif atau kehilangan plasma darah (Wijaya, 2015).
Menurut Wijaya (2015) penyebab selengkapnya syok hipovolemik adalah :
Pendarahan
- Hematom subkapsular hati
- Aneurisma aorta pecah
- Pendarahan gastrointestinal
- Perlukaan ganda
Kehilangan plasma
- Luka bakar luas
- Pankreatitis
- Deskuamasimkulit
- Sindrom dumping
Kehilangan cairan ekstraselular
- Muntah (vomitus)
- Dehidrasi
- Diare
- Terapi diuretik yang sangat agresif
- Diabetes insipidus
- Insufiensi adrenal
Syok Hipovolemik akibat Perdarahan (Hemoragik)
Klasifikasi syok hemoragik
Pre syok (compensated),terjadi apabila perdarahan kurang dari 15% (750 ml)
volume darah. Pasien mengeluh pusing, takikardi ringan dengan tekanan darah
sistolik 90 – 100 mmHg,
Syok ringan (compensated), terjadi apabila perdarahan 15–30% (750–1.500 ml)
volume darah. Timbul penurunan perfusi jaringan dan organ non vital. Tidak
terjadi perubahan kesadaran, volume urin yang keluar normal atau sedikit
berkurang, dan mungkin (tidak selalu) terjadi asidosis metabolik. Pasien juga
akan terlihat gelisah, berkeringat dingin, haus dan tekanan darah sistolik 80 –
90 mmHg.
Syok sedang, sudah terjadi penurunan perfusi pada organ yang tahan terhadap
iskemia waktu singkat (hati, usus, dan ginjal). Sudah timbul oligouria (urin
kurang dari 0,5 ml/kgBB/jam) dan asisdosis metabolik, tetapi kesadaran masih
baik, dan tekanan darah sistolik antara 70–80 mmHg.
Syok berat, perfusi didalam jaringan otak dan jantung sudah tidak adekuat.
Mekanisme kompensasi vasokontriksi pada organ dan jantung. Sudah terjadi
anuria dan penurunan kesadaran (delirium, stupor, koma) dan sudah ada gejala
hipoksia jantung (EKG abnormal, curah jantung turun). Perdarahan masif
>40% dari volume darah dapat menyebabkan henti jantung. Pada stadium akhir
tekanan darah cepat menurun (sistolik 0–40 mmHg) dan pasien menjadi koma,
lalu disusul nadi menjadi tidak teraba, megap-megap dan akhirnya terjadi mati
klinis (nadi tidak teraba, apneu). Henti jantung karena syok hemoragik adalah
disosiasi elektromaknetik (kompleks gelombang EKG masih ada, tetapi tidak
teraba denyut nadi), fibrilasi ventrikel dapat terjadi pada pasien dengan
penyakit jantung (Martel, 2002).
Patofisiologi syok hemoragik
Respon dini terhadap kehilangan darah adalah dengan vasokontriksi
progresif pada kulit, otot, dan sirkulasi viseral (dalam rongga perut) untuk
menjamin arus darah ke ginajl, jantung dan otak. Vasokontriksi bertujuan untuk
menaikan pre load. Karena cedera, respon terhadap berkurangya volume darah
yang akut adalah peningkatan denyut jantung sebagai usaha untuk menjaga curah
jantung. Pelepasan kateklamin endogen meningkatkan resistensi pembuluh darah
perifer. Hal ini akan meningkatkan tekanan darah diastolik dan mengurangi
tekanan nadi, tetapi hanya sedikit membantu peningkatan perfusi organ. Hormon-
hormon lain yang bersifat vasoaktif juga dilepaskan kedalam sirkulasi sewaktu
terjadinya syok, termasuk histamin, bbardikinin, beta endorfin, dan sejumlah
besar prostanoid dan sitokin – sitokin lain. Substansi ini berdampak besar pada
mikrosirkulasi dan permeabilitas pembuluh darah. Pada syok perdarahan yang
masih dini, mekanisme kompensasi sedikit mengatur pengembalian darah (venous
return) dengan cara kontraksi volume darah didalam sistem vena, yang tidak
banyak membantu memperbaiki tekanan sistemik. Cara paling efektif dalam
memulihkan curah jantung dan perfusi organ adalah dengan memperbaiki
volumenya. Pada tingkat seluler, sel dengan perfusi dan oksigenasi yang tidak
adekuat tidak mendapat substrat esensial yang diperlukan untuk metabolisme
aerobik normal dan produksi energi. Pada keadaan awal terjadi kompensasi
dengan berpindah ke metabolisme anaerobik, dimana metabolisme ini
mengakibatkan pembentukan asam laktat dan kemudian berkembang menjadi
asidosis metabolik. Apabila syok terjadi berkepanjangan dan penyampaian
substrat untuk pembentukan ATP (adenosine triphosphate) tidak memadai, maka
membran sel tidak dapat lagi mempertahankan integritasnya dan gradien elektrik
normal hilang. Berdasarkan klasifikasi syok hemoragik, dapat dijelaskan sebagai
berikut :
Pada syok ringan terjadi penurunan perfusi tepi pada organ yang dapat
bertahan lama terhadap iskemia ( kulit, lemak, otot, dan tulang ), pH arteri
masih normal.
Pada syok sedang terjadi penurunan perfusi sentral pada organ yang hanya
tahan terhadap iskemia iskemia waktu singkat ( hati, usus dan ginjal ), dan
terjadi asidosis metabolik.
Pada syok berat sudah terjadi penurunan perfusi pada jantung dan otak,
asidosis metabolik berat dan mungkin pula terjadi asidosis respiratorik (Martel,
2002).
Gejala klinis syok hemoragik
Syok ringan, takikardia minimal, hipotensi sedikit. Vasokontriksi tepi ringan :
kulit dingin, pucat, basah. Urin normal / sedikit berkurang. Pasien mengeluh
merasa dingin.
Syok sedang, takikardia 100–120x/menit, hipotensi sistolik 90–100 mmHg,
oligouria/anuria, penderita merasa haus.
Syok berat, takikardia <120x/menit, hipotensi sistolik <60 mmHg, pucat sekal,
Anuria, agitasi, kesadaran menurun (Martel, 2002).
2) Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik ini akibat depresi berat kerja jantung sistolik. Tekanan
arteri sistolik < 90 mmHg, indeks jantung berkurang di bawah 2,1 l/menit/m2, dan
tekanan pengisian ventrikel kiri meningkat. Pasien sering tampak tidak berdaya,
pengeluaran urin kurang dari 20 ml/jam, ekstremitas dingin dan sianotik.
Penyebab paling sering adalah 40% karena infark miokard ventrikel kiri, yang
menyebabkan penurunan kontraktilitas ventrikel kiri yang berat, dan kegagalan
pompa ventrikel kiri. Penyebab lainnya miokarditis akut dan depresi kontraktilitas
miokard setelah henti jantung dan pembedahan jantung yang lama. Bentuk lain
bisa karena gangguan mekanis ventrikel. Regurgitasi aorta atau mitral akut,
biasanya disebabkan oleh infark miokard akut, dapat menyebabkan penurunan
yang berat pada curah jantung forward (aliran darah keluar melalui katub aorta ke
dalam sirkulasi arteri sistemik) dan karenanya menyebabkan syok kardiogenik.
3) Syok Obstruktif Ekstra Kardiak
Syok ini merupakan ketidakmampuan ventrikel untuk mengisi selama
diastole, sehingga secara nyata menurunkan volume sekuncup (Stroke Volume)
dan berakhirnya curah jantung. Penyebab lain bisa karena emboli paru masif.
4) Syok Distributif
Bentuk syok septik, syok neurogenik, syok anafilaktik yang menyebabkan
penurunan tajam pada resistensi vaskuler perifer. Patogenesis syok septik
merupakan gangguan kedua system vaskuler perifer dan jantung.
a) Syok Septik
Merupakan syok yang disertai adanya infeksi. Syok septik biasanya
ditimbulkan oleh penyebaran endotoksin bakteri gram negatif (coli, proteus,
pseudomonas, enterokokus, aerobakteri), jarang terjadi karena toksin bakteri
gram positif (streptokokus, stafilokokus, Clostridium welchii). Endotoksin
basil gram negatif ini menyebabkan vasodilatasi kapiler dan peningkatan
permeabilitas kapiler. Peningkatan kapasitas vaskuler karena vasodilatasi
perifer menyebabkan terjadinya hipovolemia relatif, sedangkan peningkatan
permeabilitas kapiler menyebabkan kehilangan cairan intra vaskuler ke
interstitial yang terlihat sebagai oedem. Syok septik lebih mudah timbul pada
pasien dengan trauma, diabetes melitus, leukemia, granulositopenia berat,
penyakit saluran genitourinarius, atau yang mendapat pengobatan
kostikosteroid, obat penekan kekebalan, atau radiasi. Faktor yang mempercepat
syok septik ialah pembedahan, atau manipulasi saluran kemih, saluran empedu,
dan ginekologik (Sjamsuhidajat & Jong, 2004)
Patofisiologi syok septik
Pada stadium awal curah jantung meningkat, denyut jantung lebih cepat
dan tekanan arteri rata-rata turun. Kemudian perjalanannya bertambah
progresif dengan penurunan curah jantung, karena darah balik berkurang
(terjadi bendungan darah dalam mikro sirkulasi dan keluarnya cairan dari
ruangan intra vaskular karena permeabilitas kapiler bertambah), yang
ditandai dengan turunnya tekanan vena sentral.
Hipertensi paru-paru oleh karena tahanan pembuluh darah meningkat
disebabkan oleh sumbatan leukosit pada kapiler paru-paru. Pada pasien
yang sudah syok paru-paru ditandai dengan gejala gagal paru-paru
progresif, PO2 arterial turun, hiperventilasi, dispneu, batuk dan asidosis.
Koagulasi intra vaskular diseminata (DIC) terjadi karena pemacuan proses
pembekuan akibat kerusakan endotel kapiler oleh infeksi bakteri
(Sjamsuhidajat, 2004).
Gejala klinis syok septik
Demam tinggi >38.9°C. Sering diawali dengan menggigil, kemudian suhu
turun dalam beberapa jam (jarang hipotermi).
Takikardia.
Hipotensi (sistolik< 90 mmHg)
Petekia, leukositosis atau leukopenia yang bergeser ke trombositopenia.
Hiperventilasi dengan hipokapnia.
Gejala lokal misalnya nyeri tekan didaerah abdomen, perirektal.
Syok septik harus dicurigai pada pasien dengan demam, hipotensi,
trombositopenia, atau koagulokasi intravaskular yang tidak dapat
diterangkan penyebabnya. Sedangkan nada persangkaan infeksi harus
segera dilakukan pemeriksaan biakan kuman dan uji lainnya
(Sjamsuhidajat & Jong, 2004).
b) Syok Anafilatik
Syok anafilaktik merupakan suatu resiko pemberian obat, baik merupakan
suntikan atau cara lain. Reaksi dapat berkembang menjadi suatu kegawatan
berupa syok, gagal napas, henti jantung, dan kematian mendadak.
Patofisiologi
Syok anafilaktik merupakan bagian dari reaksi anafilaktik sistemik berat.
Terjadinya syok dapat berlangsung dengan cepat. Kematian terjadi pada
penderita berusia di atas 20 tahun. Sedangkan kematian pada anak biasanya
disebabkan oleh edema taring. Kematian pada usia dewasa biasanya
merupakan kombinasi syok, edema laring, dan mitmia jantung. Syok
anafilaktik dapat kambuh 2-24 jam setelah kejadian pertama. Obat-obat yang
sering memberikan reaksi anafilaktik adalah golongan antibiotik penisilin,
ampisilin, sefalosporin, neomisin, tetrasiklin, kloramfenikol, sulfanamid,
kanamisin, serum antitetanus, serum antidifteri, danantirabies. Alergi terhadap
gigitan serangga, kuman-kuman, insulin, ACTH, zatradio diagnostik, enzim-
enzim, bahan darah, obat bius (prokain, lidokain), vitamin, heparin, makan
telur, susu, coklat, kacang, ikan laut, mangga, dan kentang, juga dapat
menyebabkan reaksi anafilaktik (Sjamsuhidajat & Jong, 2004).
Gejala Klinis
Reaksi lokal : biasanya hanya urtikaria dan edema setempat, tidak fatal.
Reaksi sistemik : biasanya mengenai saluran napas bagian atas, sistem
kardiovaskuler, gastrointestinal, dan kulit. Reaksi tersebut dapat timbul
segera atau 30 menit setelah terpapar antigen.
Menurut derajat keparahan :
Ringan : mata bengkak, hidung tersumbat, gatal-gatal di kulit dan mukosa,
bersin-bersin, biasanya timbul 2 jam setelah terpapar alergen.
Sedang : gejalanya lebihberat, selain gejala di atas, dapat pula terjadi
bronkospasme, edema laring, mual, muntah, biasanya terjadi dalam 2 jam
setelah terpapar antigen.
Berat : terjadi langsung setelah terpapar dengan alergen, gejala seperti reaksi
tersebut di atas hanya lebih berat yaitu bronkospasine, edema laring, stridor,
napas sesak, sianosis, henti jantung, disfagia, nyeriperut, diare, muntah-
muntah, kejang, hipotensi, aritmia jantung, syok, dan koma. Kematian
disebabkan oleh edema laring dan aritmia jantung (Sjamsuhidajat & Jong,
2004).
Tabel 1. Karakteristik jenis-jenis syok
Tipe Syok Hipovolemik Kardiogenik Septik Neurogenik AnafilaktikPenyebab Kekurangan
cairan intravaskular
Kegagalan fungsi pemompaan jantung
Infeksi sistemik berat
Reaksi vasovagal berlebihan
Reaksi imun berlebihan
Tekanan darah Normal atau Normal
Tekanan nadi Normal atau Normal
Denyut nadi +/++ + +/++ Lambat +/++Isi nadi Kecil Normal atau
kecilBesar Normal Normal atau
kecilVasokontriksiperifer
Normal atau
Suhu kulit Dingin Dingin Hangat Normal Dingin
Warna kulit Pucat Normal atau pucat
Merah Normal atau pucat
Normal atau pucat
Tekanan vena sentral
Normal atau rendah
Tinggi Normal atau rendah
Normal Normal atau rendah
Diuresis Normal
EKG Normal Abnormal Normal Normal Normal Foto paru Normal Oedem Oedem
infiltratNormal Normal
Sumber : Sjamsuhidajat & Jong (2004)
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, I., & Nasution, S.A. (2015). Syok Kardiogenik. In. S. Setiati, I.Alwi, A.W. Sudoyo, M. Simadibrata, B. Setiyohadi dan A.F. Syam (Eds.). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi VI. (pp.4117-4123). Jakarta : Penerbit Interna Publishing.
Fitria, C.N. (2010). Syok dan penanganannya. GASTER, 7(2), 593-604.
Martel, M.J. (2002). Hemorrhagic shock. Journal of Obstetricians and Gynaecologists of Canada, 24(4), 504-520.
Muttaqin, A. (2009). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovascular. Jakarta : Penerbit Salemba Medika
O’Donnel, M.M. & Carleton, P.F. (2014). Disfungsi Mekanis Jantung dan Bantuan Sirkulasi. In. S.A. Price dan L.M. Wilson (Eds.). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 1. Edisi 6. (pp.630-655). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Panja, M., Madhumati, P., Mandal, S., & Kumar, D. (2010). Cardiogenic shock management. Medicine Update, 20, 301-308.
Sjamsuhidayat & Jong, W.D. (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Wijaya, I.P. (2015). Syok Hipovolemik. In. S. Setiati, I.Alwi, A.W. Sudoyo, M. Simadibrata, B. Setiyohadi dan A.F. Syam (Eds.). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi VI. (pp.4124-4126). Jakarta : Penerbit Interna Publishing.