Spin Coating

23
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Coating (pelapisan) Coating (pelapisan) adalah proses untuk melapisi suatu bahan dasar (substrate) dengan maksud dan tujuan tertentu. Tujuan pelapisan (coating) adalah memberi perlindungan pada material. Tingkat proteksi dari pelapisan tergantung pada sistem keseluruhan dari pelapisan yang terdiri dari jenis pelapisan, substrat logam dan preparasi permukaan. Walaupun demikian terdapat juga beberapa fungsi yang lebih khusus dari coating (pelapisan) ini misalkan untuk memberikan gaya apung negatif (negative buoyancy force), memberikan fungsi anti slip pada permukaan substrat dan beberapa fungsi lainnya. 2.1.1 Bahan Penyusun Coating (pelapisan) Hal yang menentukan sifat-sifat suatu coating (pelapisan) adalah komposisi dari coating (pelapisan) itu sendiri. Umumnya coating (pelapisan) mengandung empat bahan dasar, yaitu pengikat (binder), aditif, solven dan pigmen (zat pewarna). Sangatlah penting bagi formulator untuk memahami fungsi dari bahan-bahan dasar ini dan mengetahui bagaimana mereka saling berinteraksi. 1. Binder (pengikat) Binder (pengikat) berfungsi sebagai pengikat antar komponen coating dan juga bertanggung jawab terhadap gaya adhesi coating terhadap substrat. Terdapat banyak binder yang telah dikenal, diantaranya alkyd, vinyl, resin alam, epoxy dan urethane. Hal yang perlu diketahui tentang binder adalah bagaimana mereka mengalami curing. Pada umumnya binder dapat mengalami curing dengan dua cara. Pertama adalah melalui evaporasi solven. Binder yang mengalami curing seperti ini disebut binder thermoplastik atau non-covertible. Kedua adalah lewat reaksi kimia selama atau setelah proses pengecatan. Binder ini dikenal sebagai binder thermosetting. Selain itu, hal yang harus dipahami dari binder adalah viskositas. Karena merupakan komponen utama dalam coating, viskositas binder sangat

Transcript of Spin Coating

Page 1: Spin Coating

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Coating (pelapisan)

Coating (pelapisan) adalah proses untuk melapisi suatu bahan dasar

(substrate) dengan maksud dan tujuan tertentu. Tujuan pelapisan (coating) adalah

memberi perlindungan pada material. Tingkat proteksi dari pelapisan tergantung

pada sistem keseluruhan dari pelapisan yang terdiri dari jenis pelapisan, substrat

logam dan preparasi permukaan. Walaupun demikian terdapat juga beberapa

fungsi yang lebih khusus dari coating (pelapisan) ini misalkan untuk memberikan

gaya apung negatif (negative buoyancy force), memberikan fungsi anti slip pada

permukaan substrat dan beberapa fungsi lainnya.

2.1.1 Bahan Penyusun Coating (pelapisan)

Hal yang menentukan sifat-sifat suatu coating (pelapisan) adalah

komposisi dari coating (pelapisan) itu sendiri. Umumnya coating (pelapisan)

mengandung empat bahan dasar, yaitu pengikat (binder), aditif, solven dan

pigmen (zat pewarna). Sangatlah penting bagi formulator untuk memahami fungsi

dari bahan-bahan dasar ini dan mengetahui bagaimana mereka saling berinteraksi.

1. Binder (pengikat)

Binder (pengikat) berfungsi sebagai pengikat antar komponen coating dan

juga bertanggung jawab terhadap gaya adhesi coating terhadap substrat.

Terdapat banyak binder yang telah dikenal, diantaranya alkyd, vinyl, resin

alam, epoxy dan urethane. Hal yang perlu diketahui tentang binder adalah

bagaimana mereka mengalami curing. Pada umumnya binder dapat

mengalami curing dengan dua cara. Pertama adalah melalui evaporasi solven.

Binder yang mengalami curing seperti ini disebut binder thermoplastik atau

non-covertible. Kedua adalah lewat reaksi kimia selama atau setelah proses

pengecatan. Binder ini dikenal sebagai binder thermosetting.

Selain itu, hal yang harus dipahami dari binder adalah viskositas. Karena

merupakan komponen utama dalam coating, viskositas binder sangat

Page 2: Spin Coating

6

menentukan viskositas coating. Faktor utama yang menentukan viskositas

binder adalah berat molekularnya. Polimer yang mempunyai berat molekul

tinggi akan lebih viskous daripada berat molekul rendah. Ada dua cara untuk

mengontrol viskositas suatu coating, yaitu dengan memvariasi berat molekul

binder atau dengan menambahkan sejumlah solven.

2. Aditif

Aditif adalah senyawa-senyawa kimia yang biasanya ditambahkan dalam

jumlah sedikit, namun sangat mempengaruhi sifat-sifat coating (pelapisan).

Bahan-bahan yang termasuk aditif adalah surfaktan, alat anti endapan (anti-

settling agent), alat pencampur (coalescing agents), alat tahan pengulitan

(anti-skinning agents), katalis, defoamers, penyerapan cahaya ultraviolet

(ultraviolet light absorbers), alat dispersi, bahan pengawet (preservatives),

pengering (driers) dan plastisizers.

3. Solven

Kebanyakan coating (pelapisan) memerlukan solven untuk melarutkan binder

dan memodifikasi viskositas. Hal penting yang harus diperhatikan dalam

penentuan solven adalah kemampuannya dalam melarutkan binder dan

komponen coating (pelapisan) yang lain. Prinsip kelarutan sangatlah

sederhana, yaitu like dissolves like. Artinya solven polar akan melarutkan

senyawa yang polar juga. Selain itu laju penguapan solven juga perlu

diperhatikan. Solven yang mempunyai tekanan uap tinggi sehingga menguap

dengan cepat disebut fast atau hot solvent, sedangkan yang lambat disebut

slow solvent. Laju penguapan mempengaruhi sifat-sifat coating (pelapisan)

dan beberapa cacat dapat disebabkan karena ketidak cocokan dalam pemilihan

solven. Jika solven menguap terlalu cepat, coating (pelapisan) tidak cukup

waktu untuk membentuk lapisan halus dan kontinu.

4. Pigmen (zat pewarna)

Zat pewarna (pigmen) merupakan pemberi warna dari coating (pelapisan).

Selain berfungsi dalam hal estetika, Zat pewarna (pigmen) juga

mempengaruhi ketahanan korosi dan sifat fisika dari coating (pelapisan) itu

sendiri.

Page 3: Spin Coating

7

Zat pewarna (pigmen) dapat dikelompokkan menjadi pigmen organik dan

anorganik. Pigmen anorganik contohnya adalah titanium dioksida dan besi

oksida. TiO2 merupakan pigmen putih yang paling banyak digunakan,

biasanya untuk coating eksterior. TiO2 mempunyai indeks refleksi yang tinggi

dan stabil terhadap sinar ultraviolet dari sinar matahari yang dapat

mendegradasi pelapisan pengikat (binder coating). FeO2 merupakan pigmen

merah yang digunakan untuk pelapisan awal (coating primer) ataupun

topcoat. Terdapat juga ekstender pigmen yang memberikan sedikit pengaruh

terhadap warna dan ketahanan korosi namun banyak mempengaruhi sifat-sifat

coating seperti kekentalan (densitas), aliran, kekerasan (hardness) dan

permeabilitas. Contohnya adalah kalsium karbonat, kaolin, talc dan barium

sulfat (barytes).

2.1.2 Konsep Formulasi Coating (Pelapisan)

Setelah menentukan komponen-komponen untuk pelapisan (coating),

maka harus disatukan dalam jumlah yang sesuai. Berikut ini adalah parameter-

parameter yang penting untuk formulasi pelapisan.

a. Konsentrasi volume pigmen (PVC)

Pigmen Volume Concentration (PVC) merupakan rasio volume pigmen

terhadap volume total binder dan pigmen. Dua jenis pelapisan dapat

memiliki nilai pigmen dan binder yang sama namun sangat berbeda nilai

PVCnya. Secara sederhana hal ini dapat dihasilkan dengan menggunakan

pigmen dengan densitas yang berbeda.

Nilai PVC dimana terdapat jumlah pengikat yang tepat untuk

menghasilkan lapisan tipis permukaan secara sempurna untuk setiap

partikel dari zat pewarna (pigmen) merupakan nilai PVC kritis (CPVC).

Di atas nilai CPVC, tidak ada cukup pengikat untuk membasahi semua zat

pewarna. Sedangkan di bawah nilai CPVC, terdapat kelebihan pengikat.

Beberapa sifat pelapisan dapat secara signifikan dipengaruhi oleh variasi

formulasi PVC.

b. Densitas, berat solid dan volume solid

Page 4: Spin Coating

8

Densitas, berat solid dan volume solid serta persentase pengikat (binder)

dan persentase zat pewarna (pigmen) seringkali disebut sebagai konstanta

fisik dari pelapisan. Densitas biasanya dinyatakan dalam satuan pound per

gallon. Berat solid pelapisan biasanya dalam bentuk persentase non

volatile, merupakan berat solid dibagi dengan berat total pelapisan

(coating). Volume solid adalah persentase volume material non-volatil.

Kemudian persentase pengikat (binder) dan persentase zat pewarna

(pigmen) merupakan persentase pengikat dan zat pewarna dalam pelapisan

(coating).

c. Rasio zat pewarna (pigmen)/pengikat (binder)

Merupakan perbandingan berat pigmen terhadap berat pengikat. Lapisan

atas (Topcoat) biasanya memiliki pigmen/binder 1,0 atau kurang

sedangkan primer coating mempunyai pigmen/binder 2-4. Coating gloss

biasanya mempunyai pigmen/binder yang lebih rendah daripada coating

flat.

2.1.3 Preparasi Coating (Pelapisan)

Kunci dari suatu lapisan ialah kemampuan untuk melekat pada permukaan

substrat. Permukaan substrat biasanya belum bisa langsung diberikan coating

(pelapisan), karena kualitas permukaan substrat yang rendah serta kemungkinan

adanya kotoran dan minyak dapat mengganggu sifat adhesive dari coating

(pelapisan). Oleh karena itu perlu dilakukan proses preparasi terlebih dahulu

sebelum dilakukan proses coating (pelapisan). Proses preparasi coating

(pelapisan) ini terdiri dari dua jenis, yaitu pembersihan secara kimiawi (chemical

cleaning) dan pembersihan secara mekanik (mechanical cleaning).

1. Chemical cleaning, yaitu proses pembersihan dengan menggunakan bahan

kimia. Cara pengaplikasiannya dapat diusapkan, disemprot, diuapkan, dan

dicelupkan. Ada beberapa jenis chemical cleaning, antara lain:

a. Emulsion cleaning, yaitu dengan menggunakan larutan berbahan dasar

organic (surfactant) yang dapat membersihkan minyak seperti

detergent atau emulsifier.

Page 5: Spin Coating

9

b. Alkaline cleaning, yaitu dengan menggunakan larutan garam alkali

untuk membersihkan kotoran dan minyak. Larutan yang umum

digunakan antara lain sodium hydroxide (NaOH) dan sodium

carbonate (Na2CO3). Biasanya garam tersebut dilarutkan dengan air

hangat sebanyak 80-40%. Setelah proses alkaline cleaning, semua zat

alkaline harus dibersihkan dengan air atau uap agar tidak mengganggu

kinerja coating.

c. Pickling (Acid cleaning), yaitu dengan menggunakan larutan asam

untuk membersihkan scale dan korosi. Larutan asam yang biasa

digunakan yaitu asam sulfat (H2SO4) yang akan melarutkan oksida

pada permukaan.

2. Mechanical cleaning, yaitu dengan menggunakan material abrasif untuk

menghilangkan kotoran pada permukaan. Proses mechanical yang digunakan

umumnya yaitu grinding, sand blasting, dan lain-lain. Kontaminan yang dapat

dibersihkan antara lain scale, produk korosi, maupun sisa coating sebelumnya

dengan mengikis permukaan material substrat tersebut.

2.1.4 Sifat Adhesive Coating (Pelapisan)

Ketahanan pelapisan (coating) sangat dipengaruhi oleh kemampuan

pelapisan (coating) untuk menempel pada material substrat. Jika daya adhesive

tidak kuat maka selain pelapisan (coating) tidak menempel dengan baik, hal ini

dapat juga memberi kesempatan kepada udara lembab masuk ke celah antara

coating dan substrat yang menyebabkan kontaminasi. Ada beberapa jenis daya

ikatan (adhesive) antara coating dengan material substrat, antara lain:

a. Daya ikat mekanik (mechanical adhesion), yaitu daya ikat yang terjadi

karena ikatan secara mekanik (mechanical interlocking). Contohnya

yaitu dengan penggunaan pelapisan (coating) pada permukaan substrat

yang kasar, seperti penggunaan sand blast ataupun bahan abrasif sebelum

proses pelapisan. Selain itu bisa juga penggunaan pelapisan yang akan

mengkerut ketika curing sehingga akan membungkus material substrat

dengan baik, seperti epoxy, polyester, dan lain-lain.

Page 6: Spin Coating

10

b. Daya ikat kimia (chemical bonding adhesion), yaitu daya ikat yang

terjadi antara pelapisan (coating) dengan material substrat berupa ikatan

atom. Contohnya yaitu pada pelapisan (coating) zinc (seng) untuk

melapisi baja, atau yang biasa disebut galvanized steel. Zinc berikatan

dengan baja membentuk paduan intermetalik FeZn. Jenis ikatan ini

adalah ikatan yang paling kuat.

c. Daya ikat polar (polar adhesion) , yaitu daya ikat yang terjadi karena

gaya tarik menarik material polar. Contohnya yaitu pelapisan (coating)

organik, yang banyak mengandung senyawa polar. Jenis ikatan ini tidak

akan bekerja dengan baik apabila terdapat zat pengotor di permukaan

substrat seperti kotoran, minyak, air, dan lain-lain.

2.1.5 Macam-macam Proses Coating (Pelapisan)

2.1.5.1 Dip Coating

Dip coating adalah suatu proses yang digunakan untuk pelapisan,

misalnya bahan semikonduktor. Pada proses pelapisan ini, biasanya di bagi

menjadi beberapa langkah. Perendaman (immersion), dimana substrat ini

direndam dalam larutan bahan lapisan pada kecepatan konstan. Kemudian

Start-up, dimana substrat telah berada di dalam larutan untuk sementara

waktu dan mulai ditarik ke atas. Kecepatan menentukan ketebalan lapisan

(penarikan lebih cepat memberikan bahan pelapis yang lebih tebal).

Pengeringan, dimana kelebihan cairan akan mengalir dari permukaan. Penguapan

(evaporation), dimana pelarut yang menguap dari cair, membentuk lapisan

tipis. Pada proses dip coating ini, kecepatan alat sangat berpengaruh pada tiap

langkah yang dilalui. Untuk itu, perlu diperhatikan dalam pengontrolan kecepatan

gerak alat agar hasil pelapisan bahan semikonduktor mencapai hasil yang sesuai

dengan kebutuhan.

2.1.5.2 Powder Coating

Powder coating adalah jenis lapisan yang diterapkan sebagai serbuk kering.

Perbedaan utama antara cat cair konvensional dan powder coating adalah bahwa

powder coating tidak memerlukan pelarut untuk menjaga bagian binder dan filler

Page 7: Spin Coating

11

dalam bentuk suspensi cair. Lapisan ini biasanya diterapkan elektrostatik dan

kemudian dipanaskan untuk memungkinkan agar serbuk mengalir dan membentuk

lapisan. Serbuk bisa thermoplastik atau polimer termoset. Hal ini biasanya

digunakan untuk membuat hard finish yang lebih keras dari cat konvensional.

Powder coating terutama digunakan untuk pelapisan logam, seperti “whiteware”,

ekstrusi aluminium, dan mobil dan bagian-bagian sepeda. Teknologi baru

memungkinkan bahan lain, seperti MDF (medium-density papan serat), menjadi

serbuk dilapisi dengan menggunakan metode yang berbeda.

2.1.5.3. Spin Coating

Spin coating dapat diartikan sebagai pembentukan lapisan melalui proses

pemutaran (spin). Bahan yang akan dibentuk lapisan dibuat dalam bentuk larutan

(gel) kemudian diteteskan di atas suatu substrat yang disimpan di atas piringan

yang dapat berputar, karena adanya gaya sentripetal ketika piringan berputar,

maka bahan tersebut dapat tertarik ke pinggir substrat dan tersebar merata.

Selain untuk penumbuhan bahan semikonduktor, teknik spin coating ini juga

dapat digunakan untuk mendeposisi lapisan tipis bahan lainnya seperti bahan

polimer maupun bahan keramik oksida.

2.2 Kaca

Kaca adalah amorf (non kristalin) material padat yang bening dan tembus

pandang (transparan), biasanya rapuh. Jenis yang paling banyak digunakan selama

berabad-abad adalah gelas minum dan jendela. Kaca dibuat dari campuran 75%

silicon dioksida (SiO2) plus CaO, Na2O dan beberapa zat tambahan. Suhu

lelehnya adalah 2000oC.

Page 8: Spin Coating

12

Gambar 2.1.: (a). Gelas minum

(b). Kaca jendela

Dipandang dari segi kimia kaca adalah kaca adalah gabungan dari

berbagai oksida anorganik yang tidak mudah menguap, yang dihasilkan dari

dekomposisi dan peleburan senyawa alkali dan alkali tanah, pasir serta berbagai

penyusun lainnya. Dari segi fisika, kaca merupakan zat cair yang sangat dingin.

Disebut demikian karena struktur partikel-partikel penyusunnya yang saling

berjauhan seperti dalam zat cair namum kaca sendiri berbentuk padat. Ini terjadi

akibat proses pendinginan (cooling) yang sangat cepat, sehingga partikel-partikel

silica tidak sempat menyusun diri secara teratur. Kaca memiliki sifat-sifat yang

khas dibanding dengan golongan keramik lainnya. Kekhasan sifat-sifat kaca ini

terutama dipengaruhi oleh keunikan silika (SiO2) dan proses pembentukannya.

Beberapa sifat-sifat kaca secara umum antara lain:

Berwujud padat tetapi susunan atom-atomnya seperti pada zat cair.

Transparan, tahan terhadap serangan kimia, kecuali hidrogen

fluorida.Karena itulah kaca banyak dipakai untuk peralatan laboratorium.

Mampu menahan vakum tetapi rapuh terhadap benturan.

Efektif sebagai isolator.

Padatan amorf (short range order).

Tidak memiliki titik lebur yang pasti (ada range tertentu).

Mempunyai viskositas cukup tinggi (lebih besar dari 1012

pa.s).

Page 9: Spin Coating

13

2.2.1 Sejarah Penemuan Kaca

Riwayat penemuan kaca hingga sekarang belum jelas. Salah satu rujukan

yang paling tua mengenai bahan ini dibuat oleh Pliny, yang menceritakan

bagaimana pedagang-pedagang phoenisia purba menemukan kaca tatkala

memasak makanan. Periuk yang digunakannya secara tidak sengaja diletakkan di

atas massa trona di suatu pantai. Sejak tahun 6000 atau 5000 sebelum Masehi,

orang Mesir telah membuat permata tiruan dari kaca dengan keterampilan yang

halus dan keindahan yang mengesankan. Kaca jendela sudah mulai disebut-sebut

sejak tahun 290. Silinder kaca jendela tiup ditemukan oleh para Pendeta pada

abad kedua belas. Dalam abad tengah, Venesia memegang monopoli sebagai

pusat industri kaca. Di Jerman dan Inggris, kaca baru mulai dibuat pada abad ke-

16. Secara keseluruhan sebelum tahun 1900, industri ini merupakan seni yang

dilengkapi oleh rumus-rumus rahasia yang dijaga ketat. Proses pembuatannya-pun

bersifat empiris dan hanya berdasarkan pada pengalaman.

Pada tahun 1914, di Belgia dikembangkan proses Fourcault untuk menarik

kaca plat secara kontinu. Selama 50 tahun berikutnya para ilmuwan dan insinyur

telah berhasil menciptakan berbagai modifikasi terhadap proses penarikan kaca

dengan tujuan untuk memperkecil distorsi optik kaca lembaran (kaca jendela) dan

menurunkan biaya pembuatan.

2.2.2 Proses Pembuatan Kaca

Proses pembuatan kaca sama seperti pengerjaan kaca lengkung yang kita

gunakan saat ini untuk kaca mobil, etalase dan kaca lengkung rumah. Ternyata

proses pembuatan kaca dari awal hingga akhir tidak semudah hasil yang telah kita

lihat, namun ada beberapa tahapan yang harus dilalui hingga berbentuk seperti

sekarang ini.

Kaca dibuat dengan mencampur pasir dengan abu soda dan kapur atau

dengan oksida timah. Bangsa Mesir kuno dianggap sebagai orang-orang pertama

yang membuat kaca. Di alam juga ada bahan pembuat kaca, gambarnya seperti

ini:

Page 10: Spin Coating

14

Gambar 2.2. Kaca Alam

Tiga bahan dasar dicampur dengan cullet (pecahan kaca), dolomite dan

saltcake, kemudian dilelehkan dalam tungku pembakaran. Panas sangat tinggi

membuat bahan-bahan itu menyatu dan mencair, lalu keluar dari tungku dan

mengalir ke sebuah ruang yang terapung. Disini kaca mengapung di atas lelehan

timah. Setelah agak dingin, kaca dialirkan ke pipa air yang dingin. Pendinginan

lebih lanjut terjadi dengan penyemprotan air pada kaca yang juga berfungsi

memperkuatnya. Bila kaca sudah benar-benar dingin, baru dipotong sesuai

kebutuhan.

Reaksi yang terjadi dalam pembuatan kaca secara ringkas adalah sebagai berikut :

Na2CO3 + aSiO2 Na2O.aSiO2 + CO2 (2.1)

CaCO3 + bSiO2 CaO.bSiO2 + CO2 (2.2)

Na2SO4 + cSiO2 + C Na2O.cSiO2 + SO2 + SO2 + CO (2.3)

Walaupun saat ini terdapat ribuan macam formulasi kaca yang dikembangkan

dalam 30 tahun terakhir ini, namun silika dan soda masih merupakan bahan baku

dari 90 persen kaca yang diproduksi di dunia.

2.2.3 Penggolongan Kaca

Secara umum, kaca komersial dapat dikelompokkan menjadi beberapa

golongan:

a) Kaca soda gamping. Kaca soda gamping (soda-lime glass) merupakan 95

persen dari semua kaca yang dihasilkan. Kaca ini digunakan untuk

membuat segala macam bejana, kaca lembaran, jendela mobil dan barang

pecah belah.

Page 11: Spin Coating

15

b) Kaca khusus. Kaca berwarna, bersalut, opal, translusen, kaca keselamatan,

fitokrom, kaca optik dan kaca keramik semuanya termasuk kaca khusus.

Komposisinya berbeda-beda tergantung pada produk akhir yang

diinginkan.

c) Alkali silikat. Alkali silikat adalah satu-satunya kaca dua komponen.

Untuk membuatnya, pasir dan soda dilebur bersama-sama, dan hasilnya

disebut Natrium silikat. Larutan silikat soda juga dikenal sebagai kaca

larut air (water soluble glass) banyak dipakai sebagai adhesif dalam

pembuatan kotak-kotak karton gelombang serta memberi sifat tahan api.

d) Kaca timbal. Dengan menggunakan oksida timbal sebagai pengganti

kalsium dalam campuran kaca cair, didapatlah kaca timbal (lead glass).

Kaca ini sangat penting dalam bidang optik, karena mempunyai indeks

refraksi dan dispersi yang tinggi. Kandungan timbalnya bisa mencapai

82% (densitas 8,0, indeks bias 2,2). Kandungan timbal inilah yang

memberikan kecemerlangan pada “kaca potong” (cut glass). Kaca ini juga

digunakan dalam jumlah besar untuk membuat bola lampu, lampu reklame

neon, radiotron, terutama karena kaca ini mempunyai tahanan (resistance)

listrik tinggi. Kaca ini juga cocok dipakai sebagai perisai radiasi nuklir.

e) Silika lebur. Silika lebur atau silika vitreo dibuat melalui pirolisis silikon

tetraklorida pada suhu tinggi, atau dari peleburan kuarsa atau pasir murni.

Secara umum, kaca ini sering disebut kaca kuarsa (quartz glass). Kaca ini

mempunyai ciri-ciri nilai ekspansi rendah dan titik pelunakan tinggi.

Karena itu, kaca ini mempunyai ketahanan termal lebih tinggi daripada

kaca lain. Kaca ini juga sangat transparan terhadap radiasi ultraviolet.

Kaca jenis inilah yang sering digunakan sebagai kuvet untuk spektrometer

UV-Visible yang harganya sekitar dua jutaan per kuvet.

f) Serat kaca (fiber glass). Serat kaca dibuat dari komposisi kaca khusus,

yang tahan terhadap kondisi cuaca. Kaca ini biasanya mempunyai

kandungan silika sekitar 55%, dan alkali lebih rendah.

g) Kaca borosilikat. Kaca borosilikat biasanya mengandung 10 sampai 20%

B2O3, 80% sampai 87% silika, dan kurang dari 10% Na2O. Kaca jenis ini

Page 12: Spin Coating

16

mempunyai koefisien ekspansi termal rendah, lebih tahan terhadap kejutan

dan mempunyai stabilitas kimia tinggi, serta tahanan listrik tinggi. Perabot

laboratorium yang dibuat dari kaca ini dikenal dengan nama dagang pyrex.

Kaca borosilikat juga digunakan sebagai isolator tegangan tinggi, pipa

lensa teleskop seperti misalnya lensa 500 cm di Mt. Palomer (AS).

2.3 Sudut Kontak

Sudut kontak ( ) merupakan sudut yang dibentuk antara permukaan bahan

uji dengan air yang diteteskan ke permukaan bahan uji yang bersangkutan, atau

sudut yang terjadi antara permukaan padat dan garis singgung cairan. Sudut

kontak berkaitan dengan karakteristik isolator yaitu sifat menyerap air

(hydrophilic) atau sifat tolak air (hydrophobic). Sudut kontak memberikan

informasi mengenai energi permukaan, kekerasan dan keheterogenan permukaan.

Selain itu sudut kontak juga merupakan ukuran dari suatu permukaan

terkontaminasi.

Gambar 2.3. Ilustrasi skematik pembasahan permukaan dan sudut kontak.

Gambar di atas memperlihatkan suatu ilustrasi skematik dari berbagai derajat

pembasahan permukaan dan sudut kontak. Gambar tersebut memperlihatkan

bahwa semakin kecil sudut kontak semakin basah permukaan. Bila sudut kontak

antara 30oC sampai dengan 89

o, permukaan material disebut basah sebagian.

Sudut kontak lebih besar dari 90o, permukaan material tidak basah oleh cairan.

Bila cairan adalah air, permukaan bersifat hidrofobik atau tolak air. Sudut kontak

lebih besar dari 150o disebut superhidrofobik.

Permukaan superhydrofobic (sudut kontak air lebih besar dari 150o)

memiliki kemampuan anti beku, tahan panas, dan anti kontaminan. Contoh

Page 13: Spin Coating

17

sempurna dari permukaan sangat anti air (superhydrofobic) dari alam adalah daun

teratai (lotus), dimana air yang jatuh berbentuk bola dan menggelinding.

Ahli botani yang mempelajari fenomena ini menemukan bahwa daun teratai

memiliki mekanisme pembersihan diri secara alami. Struktur mikroskopik dan

kimia permukannya menyebabkan dedaunan teratai tidak pernah dapat basah.

Malah, butir-butiran air akan menggumpal pada permukaan daun seperti air raksa,

mengambil lumpur, serangga dan bahan-bahan pengotor bersamanya. Fenomena

ini dikenal sebagai efek lotus. Pada daun teratai (lotus), struktur permukaannya

dipenuhi tonjolan-tonjolan kecil dan berlapis lilin sehingga menahan air agar tidak

merembes masuk ke dalam daun. Daun teratai (lotus) memiliki permukaan yang

dipenuhi dengan duri bulu-bulu halus tak beraturan. Ketika butiran air jatuh pada

permukaan ini, hanya mengenai bulu-bulu halus. Butiran-butiran ini ditahan oleh

kantong udara di bawahnya dan akhirnya dihalau dari daun. Berdasarkan hal

tersebut para peneliti mengatakan bahwa tekstur permukaan dari daun teratai

(lotus) adalah anti air (hydrofobic).

Gambar 2.4. Daun teratai (lotus)

Gambar 2.5. Permukaan daun teratai yang terkena air

Keuntungan dari sifat hidrofobik ini adalah anti basah, terlihat selalu

bersih, mengurangi overloading fluida di permukaan dan mengurangi gesekan

Page 14: Spin Coating

18

fluida dengan permukaan. Dengan memperhatikan efek ini, permukaan dapat

dimodifikasi untuk dikembangkan menjadi superhidrofobik coating. Dan apabila

diterapkan pada kaca maka akan memiliki sifat membersihkan sendiri (self

cleaning). Ketika kaca terkena air, permukaan kaca akan semakin cemerlang dan

bersih. Kaca akan terlihat bersih lebih lama serta biaya perawatan lebih murah.

Ada hubungan antara sudut kontak dengan gaya kohesif. Gaya kohesif

adalah gaya antara lapisan dengan air yang menetes di permukaan lapisan. Jadi air

yang menetes di atas lapisan berbentuk menggumpal karena gaya kohesif yang

kuat yang mengikat atau menarik air sehingga berbentuk gumpalan air.

2.4 Metode Sol-Gel

Sol adalah suspensi koloid yang fasa terdispersinya berbentuk solid (padat)

dan fasa pendispersinya berbentuk liquid (cairan). Suspensi dari partikel padat

atau molekul-molekul koloid dalam larutan, dibuat dengan metal alkoksi dan

dihidrolisis dengan air, menghasilkan partikel padatan metal hidroksida dalam

larutan. Reaksinya adalah reaksi hidrolisis.

Gel (gelation) adalah jaringan partikel atau molekul, baik padatan dan

cairan, dimana polimer yang terjadi di dalam larutan digunakan sebagai tempat

pertumbuhan zat anorganik. Pertumbuhan anorganik terjadi di gel point, dimana

energi ikat lebih rendah. Reaksinya adalah reaksi kondensasi, baik alkohol atau

air, yang menghasilkan oxygen bridge untuk mendapatkan metal oksida.

Prekursor (senyawa awal) dalam proses sol-gel tersusun atas unsur logam

atau metaloid yang dikelilingi oleh ligan. Pada umumnya prekursor yang

digunakan yaitu logam alkoksida atau garam anorganik. Dari larutan prekursor

tersebut akan terbentuk sol. Perubahan bentuk sol menjadi bentuk gel terjadi

melalui reaksi hidrolisis dan reaksi kondensasi. Pada reaksi hidrolisis terjadi

penempelan ion hidroksil pada atom logam dengan pemutusan pada salah satu

ikatan logam alkoksida atau garam anorganik. Kemudian molekul yang telah

terhidrolisis dapat bergabung membentuk hasil reaksi kondensasi, dimana dua

logam digabungkan melalui rantai oksigen. Polimer-polimer besar terbentuk saat

Page 15: Spin Coating

19

reaksi hidrolisis dan kondensasi berlanjut, yang akhirnya menghubungkan

polimer-polimer tersebut ke dalam bentuk gel.

Untuk mendapatkan produk oksida, ada satu tahap lanjutan pada proses sol-

gel yaitu perubahan bentuk gel menjadi produk oksida melalui drying dan firing.

Gel biasanya tersusun atas material amorf yang terdapat pori-pori berisi cairan.

Cairan ini harus dihilangkan sehingga gel menjadi xerogel atau dry gel melalui

proses drying. Selama firing, xerogel atau dry gel mengalami densifikasi dan

perubahan bentuk struktur kristal (menjadi glass atau kristalin).

Metode sintesis menggunakan sol-gel untuk material berbasis oksida

berbeda-beda bergantung prekursor dan bentuk produk akhir, baik itu powder,

film, aerogel, atau serat.

Seperti gambar di bawah ini:

Gambar 2.6 Diagram produk akhir dari sintesis sol gel

Metode sol-gel cocok untuk preparasi thin film dan material berbentuk

powder. Tujuan preparasi ini agar suatu material keramik dapat memiliki

fungsional khusus (elektrik, opik, magnetik, dll).

2.4.1 Kelebihan dari Proses Sol-gel

Proses sol-gel mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan

pemrosesan dengan cara konvensional. Di bawah ini adalah beberapa keuntungan

yang didapat dari cara sol-gel:

Peningkatan keseragaman kimiawi (chemical homogeneity) di

dalam sistem multi komponen.

Page 16: Spin Coating

20

Dapat menghasilkan permukaan yang luas dari pada gel atau

tepung (powder).

Tingkat kemurnian yang tinggi karena tidak adanya proses

pengikisan (grinding) ataupun penekanan (pressing).

Rendahnya temperatur dari proses.

Proses pelapisan (coating) dapat dilakukan dalam kondisi atmosfer.

Proses yang terus menerus (continuous processing).

Kombinasi yang khas antara sifat dari film dengan sifat dari

substrat.

Dapat menghasilkan berbagai jenis produk dalam bentuk serat

(fibers), tepung (powders) dengan cara yang relatif mudah dimulai

dengan larutan yang sederhana.

Dari semua kelebihan/keunggulan yang tersebut di atas, satu hal yang amat

penting adalah bahwa semua sifat-sifat (kimia, komposisi, dan sebagainya) yang

terdapat pada awal proses akan tetap terjaga sampai dengan akhir proses.

2.5 Titanium Tetraklorida (TiCl4)

Titanium adalah logam yang sudah lama diimpikan oleh manusia. Titanium

diminati karena memiliki banyak sifat unggul, keunggulannya antara lain; massa

jenis yang rendah, tahan temperatur tinggi, tahan karat dan memiliki sifat

biokompatibilitas yang tinggi dengan tubuh sehingga biasa juga digunakan

sebagai produk implan di tubuh. Titanium merupakan unsur kesembilan terbanyak

yang ada di permukaan bumi setelah aluminium, besi dan magnesium.

Logam titanium tidak pernah ditemukan sendirian, keberadaannya selalu

berkaitan dengan mineral lainnya seperti rutile, ilmenite, leucoxence, anatase,

brookite, perovskite, dan sphene yang ditemukan dalam titanat dan beberapa besi.

Material yang mengandung titanium dan paling banyak ada dibumi dan paling

sering dimanfaatkan oleh manusia adalah rutile dan anatase. Rutile adalah bentuk

paling stabil dari titania dan paling banyak ditemukan pada sumber titanium.

Page 17: Spin Coating

21

Tabel 2.1 Perbandingan sifat rutile dan antase

Sifat Rutile Antase

Bentuk kristal Tetragonal Tetragonal

Konstanta Kisi a (A) 4,58 3,78

Konstanta Kisi b (A) 2,5 9,49

Massa Jenis (g/cm3) 4,27 3,90

Indeks Bias 2,71 2,52

Kekerasan (VHN) 6,0-7,0 5,5-6,0

Titik leleh (0C) 1858 Berubah menjadi rutil

pada suhu tinggi

Gambar 2.7: struktur antase dan rutile

Pada suhu ruang titanium memiliki struktur kristal heksagonal dan

memiliki kekerasan 6 skala mohs. Titanium memiliki massa jenis 4,51 g/cm3 serta

memiliki ultimate tensile strengths sekitar 63.000 psi, artinya kekuatan ini

sebanding dengan baja, namun 45% lebih ringan. Massa titanium 1,6 kali lebih

besar dari aluminium, tetapi dua kali lebih berat. Kurangnya pertumbuhan industri

titanium tidak lain disebabkan biaya pengolahan yang sangat tinggi. Titanium

tahan terhadap korosi bahkan lebih baik daripada stainless. Selain itu, titanium

juga tahan terhadap asam, gas klor dan garam inorganik. Titanium tahan terhadap

korosi karena ia membentuk lapisan oksida yang melindunginya agar tidak

teroksidasi lebih lanjut, namun tidak kehilangan kilapnya dalam temperatur

kamar. Dengan berbagai kelebihan yang dimilikinya baik secara fisik maupun

kimia, logam titanium banyak digunakan sebagai bahan baku industri.

Page 18: Spin Coating

22

Penggunaan sebagai bahan baku raket, perlengkapan golf, dan sepeda gunung

dalam industri alat-alat olahraga. Pipa dalam industri kimia dan petrokimia, serta

berbagai aplikasi pada industri otomotif, titanium bahkan digunakan dalam

industri perkapalan dan penerbangan luar angkasa.

Memproses titanium menjadi barang siap pakai juga merupakan hal yang

sangat sulit. Keunggulan titanium juga merupakan kelemahannya. Sifat titanium

yang tahan panas dan konduktivitasnya yang rendah menyulitkan untuk perlakuan

termal dalam memproses titanium. Kekuatannya menyulitkan untuk perlakuan

mekanik. Hal inilah yang menyebabkan untuk memproses titanium membutuhkan

biaya yang lebih besar daripada logam pada umumnya.

2.6 Karakterisasi Lapisan TiO2(C3H7)2

2.6.1 XRD (X-Ray Diffraction)

Sinar- X merupakan gelombang elektromagnetik yang memiliki panjang

gelombang antara 0,1 – 100 A. Kecepatan tempuh sinar-X dengan sinar tampak

sama di ruang hampa. Sinar-X dapat berlaku sebagai gelombang dan partikel.

Sinar-X dapat berinteraksi dengan film. Interaksi fluoresensi dengan bahan ZnS,

CdS, dan NaI, serta pada kondisi tertentu dapat menimbulkan proses ionisasi.

Indeks refraksi sinar-X mendekati satu. Fenomena utama dari sinar-X ini adalah

dapat didifraksikan dengan baik oleh sebuah kristal. Karena daya tembusnya

cukup tinggi, maka sinar-X banyak digunakan pada peralatan radiografi untuk

keperluan kesehatan (Rontgen). Difraktometer sinar-X adalah sebuah peralatan

ukur untuk mendapatkan karakteristik fasa dan struktur kristal suatu material

kristalit dan non-kristalit.

Unsur utama yang ada pada peralatan XRD tersebut antara lain : sumber

sinar-X (beam source), sole slit (kolimator), divergent slit, sampel holder

(goniometer), filter, monokromator, dan detektor.

Prinsip dasar dari XRD adalah hamburan elektron yang mengenai

permukaan kristal. Bila sinar dilewatkan ke permukaan kristal, sebagian sinar

tersebut akan terhamburkan dan sebagian lagi akan diteruskan ke lapisan

berikutnya. Sinar yang dihamburkan akan berinterferensi secara konstruktif

Page 19: Spin Coating

23

(menguatkan) dan destruktif (melemahkan). Hamburan sinar yang berinterferensi

inilah yang digunakan untuk analisis. Difraksi sinar-X hanya akan terjadi pada

sudut tertentu sehingga suatu zat akan mempunyai pola difraksi tertentu.

Pengukuran kristalinitas relatif dapat dilakukan dengan membandingkan jumlah

tinggi puncak pada sudut-sudut tertentu dengan jumlah tinggi puncak pada sampel

standar.

Di dalam kisi kristal, tempat kedudukan sederetan ion atau atom disebut

bidang kristal. Bidang kristal ini berfungsi sebagai cermin untuk merefleksikan

sinar –X yang datang. Posisi dan arah dari bidang kristal ini disebut indeks miller.

Setiap kristal memiliki bidang kristal dengan posisi dan arah yang khas, sehingga

jika disinari dengan sinar –X pada analisis XRD akan memberikan difraktogram

yang khas pula. Dari data XRD yang diperoleh, dilakukan identifikasi puncak-

puncak grafik XRD dengan cara mencocokkan puncak yang ada pada grafik

tersebut dengan database ICDD. Setelah itu, dilakukan refinement pada data XRD

dengan menggunakan metode Analisis Rietveld yang terdapat pada program

RIETAN. Melalui refinement tersebut, fase beserta sruktur, space group, dan

parameter kisi yang ada pada sampel yang diketahui.

Gambar 2.8 XRD (X-Ray Difraction)

Page 20: Spin Coating

24

2.6.2 Pengukuran Sudut Kontak

Berikut adalah prosedur untuk pengukuran sudut kontak antara kaca dan air

sehingga didapat hasil apakah substrat bersifat hidrofobik atau hidrofilik ataupun

super hidrofobik :

1. Setelah substrat mengalami pengujian SEM maka substrat akan diuji sifat

hidrofilik atau hidrofobiknya. Pertama yang harus dilakukan

mempersiapkan sampel uji.

2. Mempersiapkan peralatan pengujian yaitu kamera digital dan seperangkat

komputer.

3. Melakukan pengujian yaitu dengan memberi tetesan air dengan pipet tetes

sebanyak 50μl pada permukaan sampel uji A, B, C dan D, setelah itu

dilakukan pemotretan tetesan air tersebut.

4. Menghitung besarnya sudut kontak (θ) dari hasil pemotretan dengan

menggunakan proyektor berskala.

Gambar 2.9 Alat uji sifat hidrofobik

2.6.3 Scanning Electron Microscopy (SEM)

SEM merupakan suatu mikroskop elektron yang mampu untuk

menghasilkan gambar beresolusi tinggi dari sebuah permukaan sampel. Gambar

yang dihasilkan oleh SEM memiliki karakteristik penampilan tiga dimensi, dan

dapat digunakan untuk mengetahui struktur permukaan dari sampel. Hasil gambar

dari SEM hanya ditampilkan dalam warna hitam putih. SEM menerapkan prinsip

difraksi elektron, dimana pengukurannya sama seperti mikroskop optik.

Page 21: Spin Coating

25

Prinsipnya adalah elektron yang ditembakkan akan dibelokkan oleh lensa

elektromagnetik dalam SEM.

SEM menggunakan suatu sumber elektron berupa pemicu elektron

(electron gun) sebagai pengganti sumber cahaya. Elektron-elektron ini akan

diemisikan secara termionik (emisi elektron dengan membutuhkan kalor, sehingga

dilakukan pada temperatur yang tinggi) dari sumber elektron. Elektron-elektron

yang dihasilkan adalah elektron berenergi tinggi, yang biasanya memiliki energi

berkisar 20 KeV-200 KeV atau sampai 1 MeV. Dalam prinsip pengukuran ini

dikenal dua jenis elektron, yaitu elektron primer dan elektron sekunder. Elektron

primer adalah elektron berenergi tinggi yang dipancarkan dari katoda (Pt, Ni, W)

yang dipanaskan. Katoda yang biasa digunakan adalah tungsten (W) atau

lanthanum hexaboride (LaB6). Tungsten digunakan karena memiliki titik lebur

yang paling tinggi dan tekanan uap yang paling rendah dari semua metal,

sehingga memungkinkannya dipanaskan pada temperatur tinggi untuk emisi

elektron. Elektron sekunder adalah elektron berenergi rendah, yang dibebaskan

oleh atom pada permukaan. Atom akan membebaskan elektron sekunder setelah

ditembakan oleh elektron primer. Elektron sekunder inilah yang akan ditangkap

oleh detektor, dan mengubah sinyal tersebut menjadi suatu sinyal image (gambar).

Gambar 2.10 Instrumentasi SEM

Page 22: Spin Coating

26

2.6.4 Spektrofotometer Ultraviolet-Visibel (UV-Vis)

Spektrofotometer UV-Vis mempunyai rentang pengukuran pada panjang

gelombang 190-1100 nm. Gugusan atom yang mengabsorpsi radiasi UV-Vis

adalah gugus kromofor. Ketika suatu molekul sederhana dikenakan radiasi

elektromagnetik, molekul tersebut akan mengabsorbsi radiasi elektromagnetik

yang energinya sesuai. Pada molekul terjadi transisi elektronik dan absorbsi

tersebut menghasilkan garis spektrum.

Spektrofotometer Ultraviolet-Visible (UV-Vis) digunakan untuk

menentukan lebar celah pita energi dalam semikonduktor. Lebar celah pita energi

semikonduktor menentukan sejumlah sifat fisis semikonduktor tersebut. Beberapa

besaran yang bergantung pada lebar celah pita energi adalah mobilitas pembawa

muatan dalam semikonduktor, kerapatan pembawa muatan, spektrum absorpsi,

dan spektrum luminisensi. Ketika digunakan untuk membuat divais

mikroelektronik, lebar celah pita energi menentukan tegangan cut off

persambungan semikonduktor, arus yang mengalir dalam devais, kebergantungan

arus pada suhu, dan sebagainya.

Dasar pemikiran metode penggunaan UV-Vis sederhana. Jika material

disinari dengan gelombang elektromagnetik maka foton akan diserap oleh

elektron dalam material. Setelah menyerap foton, elektron akan berusaha

meloncat ke tingkat energi yang lebih tinggi. Jika elektron yang menyerap foton

mula-mula berada pada puncak pita valensi maka tingkat energi terdekat yang

dapat diloncati electron adalah dasar pita konduksi. Jarak ke dua tingkat energi

tersebut sama dengan lebar celah pita energi.

Page 23: Spin Coating

27

Gambar 2.11 Eksitasi elektron saat di sinari dengan gelombang.

Jika energi foton yang diberikan kurang dari lebar celah pita energi maka

elektron tidak sanggup meloncat ke pita valensi. Elektron tetap berada pada pita

valensi. Dalam keadaan ini dikatakan elektron tidak menyerap foton. Radiasi yang

diberikan pada material diteruskan melewati material (transmisi). Elektron baru

akan meloncat ke pita konduksi hanya jika energi foton yang diberikan lebih besar

daripada lebar celah pita energi. Elektron menyerap energi foton tersebut. Dalam

hal ini dikatakan terjadi absorpsi gelombang oleh material. Ketika kita mengubah-

ubah frekuensi gelombang elektromagnetik yang dijatuhkan ke material maka

energi gelombang dimana mulai terjadi penyerapan oleh material bersesuaian

dengan lebar celah pita energi material. Lebar celah pita energi semikonduktor

umumnya lebih dari 1 eV. Energi sebesar ini bersesuaian dengan panjang

gelombang dari cahaya tampak ke ultraviolet.