sphericity

38
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat ALLAH SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan laporan sedimentologi. Adapaun laporan ini dibuat sebagai syarat kelulusan praktikum sedimentologi serta sebagai laporan setelah melakukan fieldtrip pada derah hulu sungai jenneberang. Terima kasih kami ucapkan kepada 1. Bapak Prof. Dr. rer.nat. Ir. A. M. Imran dan Bapak Ir. Budi Rochmanto selaku dosen pembimbing mata kuliah sedimentologi yang telah banyak memberi ilmu dan membimbing selama proses perkuliahan. 2. Serta Asisten dan teman-teman yang telah membantu, baik bantuan berupa moriil maupun materil, sehingga laporan ini terselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan. Dalam pembuatan laporan ini, penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu, semua bentuk perbaikan, saran, kritik, masukan dari teman

Transcript of sphericity

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat ALLAH SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan laporan sedimentologi. Adapaun laporan ini dibuat sebagai syarat kelulusan praktikum sedimentologi serta sebagai laporan setelah melakukan fieldtrip pada derah hulu sungai jenneberang. Terima kasih kami ucapkan kepada 1. Bapak Prof. Dr. rer.nat. Ir. A. M. Imran dan Bapak Ir. Budi Rochmanto selaku dosen pembimbing mata kuliah sedimentologi yang telah banyak memberi ilmu dan membimbing selama proses perkuliahan.2. Serta Asisten dan teman-teman yang telah membantu, baik bantuan berupa moriil maupun materil, sehingga laporan ini terselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan.Dalam pembuatan laporan ini, penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu, semua bentuk perbaikan, saran, kritik, masukan dari teman teman mahasiswa sangat kami hargai untuk lebih menyempurnakan laporam ini dilain waktu. Akhir kata, harapan besar kami adalah semoga laporan ini membawa manfaat bagi kita.

PenulisApril, 2014

DAFTAR ISI

Kata Penganatar.........................................................................Daftar Isi....................................................................................BAB I: PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang......................................................................1.2 Tujuan dan manfaat .............................................................1.3 Batasan Masala.....................................................................1.4 Letak dan kesampaian daerah...............................................1.5 Alat dan bahan......................................................................BAB II : TINJAUAN PUATAKA2.1 Geologi regional...............................................................2.2 Spericity...........................................................................BAB III : HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Tabel data................................................................................3.2 Pembahasan.............................................................................BAB IV: PENUTUP4.1 Kesimpulan.............................................................................4.2 Saran........................................................................................Daftar Pustaka...............................................................................Lampiran........................................................................................

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar Belakang Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk dari hasil sedimentasi, baik secara mekanik maupun secara kimia dan organik. Berbicara tentang batuan sedimen sangat luas, mulai dari prosesnya sampai jenis dan manfaatnya. Namun dalam mempelajari batuan sedimen salah satu hal paling penting adalah proses pembentukannya atau proses sedimentasinya. Sedimentologi adalah Salah satu cabang dari ilmu geologi yang membahas secara khusus batuan sedimen atau endapan-endapan dengan segala prosesenya.Untuk mengetahui proses pembentukan batuan sedimen tersebut salah satunya dapat dilihat dari tekstur dan strukturnya. Tekstur batuan sedimen mempunyai arti penting karena mencerminkan proses yang telah dialamin batuan tersebut terutama proses transportasi dan pengendapannya, tekstur juga dapat digunakan untuk menginterpetasi lingkungan pengendapan batuan sediment. Salah satu tektur sedimen yaitu kebundaran (sphericty). Sphericity didefinisikan secara sederhana sebagai ukuran bagaimana suatu butiran mendekati bentuk bola. Ada klasifikasi yang membahas tentang kebundaran yaitu diantaranya Wadell (1932), Sneed & Folk (1958), dan Boggs (1987). Melihat kaitan serta manfaat dari sphericity tersebut maka penting untuk dilakuakan kajian lebih jauh tentang sphericity salah satunya dengan mengadakan praktikum tentang sphericity ini.

1.2. Tujuan dan ManfaatAdapun tujuan diadakannya fieldtrip sedimentologi ini yaitu untuk melakukan pengamatan dan mengetahui kebolaan material sedimen. Sedangkan manfaatnya adalah : 1. Agar praktikan dapat mengukur dan menghitung dimensi terpanjang Dl, dimensi pertengahan Di dan dimensi terpendek Ds dari suatu material sedimen.2. Mengklasifikasikan nilai sphericity (kebulatan) berdasarkan metode Wadell (1932), metode Zingg (1935), metode Power (1953), metode Folk & Sneed (1958).3. Untuk mengetahui tingkat kebolaan batuan pada stasiun pengamatan 1 dan 2.1.3 Batasan MasalahAdapun batasan masalah pada praktikum ini yaitu hanya terbatas pada perhitungan dimensi pada sampel sedimen untuk selanjutnya dapat menentukan sphericity dari material sedimen tersebut.1.4 Letak & Kesampaian DaerahLokasi fieldtrip atau penelitian terdiri atas 2 lokasi yaitu daerah hulu sungai jenneberang, Bili-Bili Kabupaten Gowa dan Tanjung Bayang provinsi Sulawesi Selatan. Keberangkatan ke daerah penelitian dilaksanakan pada hari Sabtu, Tanggal 5 April 2014 pada pukul 8.30 WITA, ditempuh dengan kendaraan roda empat (4). Adapun Waktu yang ditempuh untuk ke lokasi penelitian pertama yaitu di daerah Bili-bili Kabupaten Gowa berkisar 2 jam dan tiba pada pukul 11.00 WITA. Kemudian penelitian berlanjut ke lokasi ke dua yaitu Tanjung Bayang. Waktu yang ditempuh dari lokasi penelitian pertama ke lokasi penelitian kedua berkisar 2 jam dan tiba pada pukul 13.00.

Peta Lokasi penelitian

1.5 Alat & Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan yaitu :1. Perlengkapan Lapangan Kompas Palu Kertas Kalkir Pita Meter Alat Tulis Menulis ( polpen, pensil, mistar, penghapus, busur, kalkulator dll) Lup Buku Lapangan Kertas A4s Pensil Warna Spidol permanen Kantong sampel Karung Sekop Sendok semen Kamera

2. Perlengkapan Praktikum Alat Tulis Menulis ( pulpen, pensil, mistar, penghapus, busur, kalkulator dll) Tabel Klasifikasi Format Data lapangan Kertas A4s

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

1.1 Geologi Regional1. Geomorfologi Regional

Bentuk morfologi yang menonjol di daerah ini adalah kerucut gunungapi Lompobattang yang menjulang mencapai ketringgian 2876 meter di atas permukaan Laut. Kerucut gunungapi Lompobattang ini dari kejauhan masih memperlihatkan bentuka aslinya dan tersusun oleh batuan gunungapi berumur Pliosen. Dua bentuk kerucut tererosi lebih sempit sebarannya terdapat disebelah Barat dan disebelah Utara gunung Lompobattang. Disebelah Barat terdapat gunung Baturape mencapai ketinggian 1124 meter, dan disebelah Utara terdapat gunung Cindako, mencapai ketinggian 1500 meter. Kedua bentuk kerucut tererosi ini disusun oleh batuan gunungapi berumur Pliosen. Dibagian Utara terdapat dua daerah yang dicirikan oleh topografi karst yang dibentuk oleh batugamping formasi Tonasa. Kedua daerah bertopografi Karst ini dipisahkan oleh pegunungan yang tersusun oleh batuan gunungapi berumur Miosen Bawah sampai Pliosen Disebelah Barat gunung Cindako dan sebelah Utara gunung Baturape merupakan daerah berbukit halus di bagian Barat. Bagian Barat mencapai ketinggian kira-kira 500 meter diatas permukaan laut dan hampir merupakan suatu dataran. Bentuk morfologi ini tersusun oleh batuan klastik gunungapi berumur Miosen. Bukit-bukit yang memanjang yang tersebar di daerah ini mengarah ke gunung Cindako dan gumnung Baturape berupa retas-retas Basalt. Pesisir Barat merupakan datraan rendah yang sebagian besar terdiri dari daerah rawa dan daerah pasang surut, beberapa sungai besar membentuk daerah banjir di dataran ini. Di bagian Timurnya terdapat bukit-bukit terisolir yang tersusun oleh batuan klastik gunungapi Miosen Pliosen. Pesisir Barat ditempati oleh morfologi berbukit memanjang rendah dengan arah umumu Baratlaut Tenggara. Pantainya berliku-liku membentuk beberapa teluk. Daerah ini tersusun oleh batuan Karbonat dari Formasi Tonasa. Batuan tua yang tersingkap di daerah ini adalah sedimen flysch Formasi Marada, berumur Kapur Atas. Asosiasi batuannya memberikan petunjuk suatu endapan lereng bawah laut, ketika kegiatan magma sudah mulai pada waktu itu. Kegiatan magma berkembang menjadi suatu gunung api pada waktu kira-kira 63 juta tahun, dan menghasilkan Btuan gunung api terpropilitkan. Lembah Walanae di Lembar Pangkajene Bagian Barat sebelah Utaranya menerus ke Lembar Ujung Pandang, Benteng dan Sinjai melalui sinjai di pesisir Timur. Lembah ini memisahkan batuan berumur Eosen , yaitu sedimen klastika Formasi Salo Kalupangdisebelah Timur dari sedimen Karbonat Formasi Tonasa disebelah Baratnya. Rupanya pada Kala Eosen daerah sebelah Barat Lembah Walanae merupakan paparan laut dangkal dan sebelah timurnya merupakan suatu cekungan sedimentasi dekat daratan Paparan Laut dangkal Eosen meluas hampir ke seleruh lembar peta , yang buktinya ditunjukkan oleh sebaran Formasi Tonasa di sebelah barat Birru, sebelah Timur Maros dan sekitar Takalar. Endapan paparan berkembang selama Eosen sampai Miosen Tengah. Sedimentasi klastika sebelah Timur Lembah Walanae rupanya berhenti pada akhir Oligosen, dan diikuti oleh kegiatan gunungapi yang menghasilkan Formasi Kalamiseng. Akhir dari kegiatan gunungapi Miosen Awal yang diikuti oleh tektonikyang menyebabkan terjadinya permulaan terban Walanae yang kemudian menjadi cekungan dimana Formasi Walanae terbentuk. Peristiwa ini kemungkinan besar berlangsung sejak awal Miosen Tengah, dan menurun perlahan selama sedimentasi sampai kala Pliosen. Menurunnya cekungan Walanae dibarengi pleh kegiatan gunungapi yang terjadi secara luas disebelah Baratnya dan mungkin secara lokal di sebelah timurnya. Peristiwa ini terjadi selama Miosen Tengah sampai Pliosen. Semula gunungapinya terjadi dibawah muka laut, dan kemungkinan sebagian muncul dipermukaan pada kala Pliosen. Kegiatan gunung api selama Miosen menghasilkan Formasi Camba, dan selama Pliosen menghasilkan Batuan gunungapi Baturape-Cindako kelompok retas basal berbentuk radier memusat ke gunung Cindako dan gunung Baturape, terjadinya mungkin berhubungan gerakan mengkubah pada Kala Pliosen. Kegiatan gunungapi di daerah ini masih berlangsung sampai dengan Kala Plistosen, menghasilkan batuan gunungapi Lompobattang. Berhentinya kegiatan magma pada akhir Plistosen, diikuti oleh suatu tektonik yang menghasilkan sesar-sesar en echelon (merencong) yang melalui gunung Lompobattang berarah Utara Selatan. Sesar-sesar en echelon mungkin akibat dari suatu gerakan mendatar dekstral daripada batuan alas di bawah Lembar Walanae. Sejak Kala Pliosen pesisir barat ujung Lengan Sulawesi Selatan ini merupakan dataran stabil, yang pala Kala Holosen hanya terjadi endapan alluvium dan rawa-rawa.

2. Stratigrafi Regional

Satuan batuan tertua yang telah diketahui umurnya adalah batuan sedimen flysch Kapur Atas yang dipetakan sebagai Formasi Marada (Km). Batuan Malihan (S) belum diketahui umurnya, apakah lebih tua atau lebih muda daripada Formasi Marada ; yang jelas diterobos oleh Granodiorit yang diduga berumur Miosen (19-2 juta tahun yang lalu). Hubungan Formasi Marada dengan satuan batuan yang lebih muda, yaitu formasi Salo Kalupang dan batuan Gunungapi terpropilitkan tidak begitu jelas, kemungkinan tak selaras. Formasi Salo Kalupang (Teos) yang diperkirakan berumur Eosen Awal-Oligosen Akhir berfasies sedimen laut, dan diperkirakan setara dalam umur dengan bagian bawah Formasi Tonasa (Temt). Formasi Salo Kalupang terjadi di sebelah Timur Lembah Walanae dan formasi Tonasa terjadi disebelah Baratnya.Satuan batuan yang berumur Eosen akhir sampai Miosen tengah menindih tak selaras batuan yang lebih tua. Berdasarkan sebaran daerah singkapannya, diperkirakan batuan karbonat yang dipetakan sebagai Formasi tonasa (Temt) terjadi pada daerah yang luas di lembar ini. Formasi Tonasa ini diendapkan sejak Eosen Akhir berlangsung hingga Miosen Tengah, menghasilkan endapan karbonat yang tebalnya tidak kurang dari 1750 meter. Pada kala Miosen Awal, rupanya terjadi endapan batuan gunungapi di daerah Timur yang menyusun Batuan Gunungapi Kalamiseng (Tmkv). Satuan batuan yang berumur Miosen Tengan sampai Pliosen menyusun Formasi Camba (Tmc) yang tebalnya 4250 meter dan menindih tidak selaras batuan-batuan yang lebih tua. Formasi ini disusun oleh batuan sedimen laut berselingan dengan klastika gunungapi, yang menyamping beralih menjadi dominan batuan gunungapi (Tmcv). Batuan sedimen laut berasosiasi dengan karbonat mulai diendapkan sejak Miosen Akhir sampai Pliosen di cekungan Walanae, daerah Timur, dan menyusun Formasi Walanae (Tmpw) dan anggota Selayar (Tmps). Batuan gunungapi berumur Pliosen terjadi secara setempat, dan menyusun Batuan Gunungapi Baturape-Cindako (Tpbv). Satuan batuan gunungapi yang termuda adalah yang menyusun satuan gunungapi Lompobattang (Olv), berumur Plistosen. Sedimen termuda lainnya adalah endapan aluvium dan pantai (Qac).

3. Struktur Geologi Regional Menurut Sukamto (1982),struktur geologi di daerah pegunungan Lompobattang dan sekitarnya berupa struktur lipatan dan struktur sesar.1. Struktur LipatanStruktur ini mempunyai arah jurus dan kemiringan perlapisan batuan yang tidak teratur,sehingga sulit untuk menentukan jenisnya.Adanya pelipatan dicirikan oleh kemiringan lapisan batuan,baik batuan Tersier maupun batuan Kwarter(Plistosen),telah mengalami perlipatan,sehingga umur lipatan ini ditafsirkan setelah Plistosen.2. Struktur SesarStruktur sesar ini mempunyai arah yang bervariasi,seperti pada daerah Lompobattang ditemukan sesar dengan arah Utara-Selatan, Timur-Barat, Baratdaya-Timurlaut,sedangkan pada baian Utara mengarah Baratdaya-Timurlaut dan Baratlaut-Tenggara,dimana jenis sesar ini sulit untuk ditentukan.Terjadinya pelipatan dan pensesaran berhubungan dengan proses tektonik daerah setempat,dimana akhir daripada kegiatan gunung api Miosen Bawah,diikuti oleh tektonik yang menyebabkan terjadinya pemulaan terbentuknya Walanae.Peristiwa ini kemumngkinan besar berlangsung sejak awal Miosen Tengah dan menurun perlahan secara sedimentasi berlangsung sampai kala Pliosen,hal ini diikuti oleh kegiatan gunung api pada daerah sebelah Baratdaya.Peristiwa ini terjadi selama Miosen Tengah sampai Pliosen dengan Gunung api bawah laut,dan muncul pada kala Pliosen sebagi gunung api kontinen yang kemungkinan besar pada kala ini mulai terjadi perlipatan,dimana kegiatan-kegiatan magma pada kala Plistosen Atas didikuti oleh kegiatan tektonik yang menyebabkan terjadinya sesar di daerah ini.2.1 SPHERICITYSphericity (W) didefinisikan secara sederhana sebagai ukuran bagaimana suatu butiran mendekati bentuk bola. Semakin butiran berbentuk menyerupai bola maka mempunyai nilai sphericity yang semakin tinggi. Wadell (1932) mendefinisikan sphericity yang sebenarnya sebagai luas permukaan butir dibagi dengan luas permukaan sebuah bola yang keduanya mempunyai volume sama. Lewis &McConchie (1994) mengatakan bahwa rumusan ini sangat sulit untuk dipraktekkan. adapaun kebulatan (sphericity) ketika semua sisi butiran sedimen menunjukan rasion yang hampir sama terhadap sisi lainnya ketika melewati titik pusatnya, ketika butiran lonjong berarti butiran itu memiliki spericity yang rendah sedangkan kebundaran meskipun longjong tapi tidak menunjukan tonjolan-tonjolan yang menyudut dia memiliki kebundaran yang relatif baik biar lebih jelas liat ilustrasi dibawah . dalam Boggs Jr memilah lagi kategori lain yaitu form (untuk bentuk butir yang pipih atau platy dan butir yang equant atau yang berbentuk tubuh menyerupai bola seperti kategori diatas).Sebagai pendekatan, perbandingan luas permukaan tersebut dianggap sebanding dengan perbandingan volume, sehingga rumus sphericity menurut Wadell (1932) adalah:2.2 p = Vp: Volume butiran yang diukurVcs: Volume terkecil suatu bola yang melingkupi partikel tersebut (circumscribing sphere)Kebundaran berkaitan dengan ketajaman tepi atau sudut suatu fragmen klastika; kebundaran tidak berkaitan dengan kebola-an. Beberapa bentuk geometris yang sudut-sudutnya 90okubus, prisma, balok, dsb memiliki sudut-sudut yang tajam sehingga jari-jari kurvaturnya berharga nol. Walau demikian, kita tahu bahwa bentuk benda-benda itu berbeda sama sekali. Istilah kebundaran digunakan secara keliru dalam literatur sebagai sinonim dari bentuk (Russell & Taylor, 1937a). Per-bedaan antara kedua istilah itu sangat mendasar dan hendaknya dicamkan dengan baik dan benar. Kebundaran pertama kali di-definisikan dengan jelas oleh Wentworth (1919) sebagai ri/R, dimana ri adalah jari-jari kurvatur tepi partikel yang paling runcing, sedangkan R adalah setengah diameter terpanjang dari partikel. Wadell (1932) mendefinisikan kebundaran sebagai nisbah radius rata-rata dari kurvatur beberapa tepi partikel terhadap radius kurvatur maksimum yang dapat ditutupi oleh partikel. Karena definisi-definisi itu sukar diterapkan, akan lebih mudah untuk bekerja dengan gambar dua dimensi, yakni penampang melintang atau proyeksi partikel, bukan partikel itu sendiri yang merupakan benda tiga dimensi. Pada kasus itu, kebundaran didefinisikan sebagai radius rata-rata kurvatur sudut-sudut penampang melintang partikel dibagi dengan lingkaran terbesar yang dapat diletakkan dalam penampang partikel itu. Perbedaan derajat kebundaran dengan derajat kebulatan Derajat kebundaran (roundness) adalah derajat kebundaran bagian pinggiran dari fragmen Derajat kebulatan (sphericity) adalah derajat kemiripan bentuk fragmen dengan bentuk bola

Klasifikasi sphericity

Klasifikasi butiran pebel (kerakal-berangkal) berdasarkan perbandingan antar sumbu (Zingg, 1935, diambil dari Pettijohn, 1975 dengan modifikasi.Hitungan MatematisKelas

0.75Very Equent

Klasifikasi sphericity menurut Folk (1968)Batuan Sedimen KlastikBatuan sedimen klastik terbentuk oleh proses sedimentasi mekanis.Komponen pembentuk batuan sedimen klastik : Butiran (grain) : butiran klastik yang tertransport yang berupa mineral, fosil atau fragmen batuan (litik). Masa dasar (matrix) : berukuran lebih halus dari butiran (< 1/16 mm) dan diendapkan bersama-sama dengan butiran. Semen (cement) : material berukuran halus yang mengikat butiran dan matrik, diendapkan setelah fragmen dan matrik, contoh : semen karbonat, silika, oksida besi, lempung, dll.Tekstur Batuan Sedimen Klastik Tekstur batuan sedimen adalah segala kenampakan yang menyangkut butir sedimen seperti besar butir, kebundaran, pemilahan dan kemas. Tekstur batuan sedimen mempunyai arti penting karena mencerminkan proses yang telah dialami batuan tersebut (terutama proses transportasi dan pengendapanannya) dan dapat digunakan untuk menginterpretasikan lingkungan pengendapan batuan sedimen.Besar Butir (Grain Size) Besar Butir adalah ukuran/diameter butiran, yang merupakan unsur utama dari batuan sedimen klastik, yang berhubungan dengan tingkat energi pada saat transportasi dan pengendapan. Klasifikasi besar butir menggunakan skala Wentworth Besar butir ditentukan oleh : Jenis pelapukan : pelapukan kimiawi (butiran halus), pelapukan mekanis (butiran kasar) Jenis transportasi Waktu/jarak transportasi Resistensi

Pemilahan (sorting) Kita mulai dari pemilahan (Sorting) atau sortasi merupakan tekstur yang mendeskripsikan ukuran keseragaman butir batuan sedimen. batuan dianggap memiliki sortasi yang baik bila semua ukukurannya hampir sama atau sama besar, sebaliknya bila ukuran komponen (butiran) yang menyusunnya bersoratasi buruk maka ukuran butirannya tidak seragam. analisis pemilahan yang lebih lengkap dan komprehensip dilakukan di lab dan melalui analisis distribusi butir dan metode kuartil (So=akarQ3/Q1) seperi tyang dijelaskan oleh Pettijohn. Pemilahan (sorting) adalah derajat keseragaman besar butir. Istilah yang dipakai dalam pemilahan adalah terpilah sangat baik, terpilah baik, terpilah sedang, terpilah buruk dan terpilah sangat buruk.

Kebundaran (Roundness)

Kebundaran (roundness) adalah tingkat kebundaran atau ketajaman sudut butir, yang mencerminkan tingkat abrasi selama transportasi. Kebundaran dipengaruhi oleh komposisi butir, besar butir, jenis transportasi, jarak transportasi dan resistensi butir. Istilah yang dipakai dalam kebundaran adalah very angular (sangat menyudut), angular (menyudut), sub angular (menyudut tanggung), sub rounded (membundar tanggung), rounded (membundar) dan well rounded (sangat membundar). Bentuk butiran, aspek deskriptif yang ini berkaitan dengan bentuk butir (grain form), kebundaran (roundess) atau menyudutnya butiran (angularity) dan kebulatan (asphericity) atau kelengkungan permukaan butran sedimen. roundness, sphericity, dan angularity dari butiran sedimen klastik menggambarkan ukuran bentuk sedimen, dikatakan membundar baik bila bentuknya betul betul bundar (menyerupai bola atau lingkaran) sedangkan butiran dikatakan menyudut bila butiran membentuk suatu kenampakan yang menyudut. Kemas (fabric) Kemas (fabric) adalah sifat hubungan antar butir di dalam suatu masa dasar atau diantara semennya, sebagai fungsi orientasi butir dan packing. Kemas secara umum dapat memberikan gambaran tentang arah aliran dalam sedimentasi serta keadaan porositas dan permeabilitas batuan. Istilah yang dipakai adalah kemas terbuka (bila butiran tidak saling bersentuhan) dan kemas tertutup (bila butiran saling bersentuhan). Jenis-jenis kontak antar butir

PorositasPorositas adalah perbandingan antara volume rongga dengan volume total batuan (dinyatakan dalam persen). Porositas dapat diuji dengan meneteskan cairan (air) ke dalam batuan. Istilah yang dipakai adalah porositas baik (batuan menyerap air), porositas sedang (di antara baik-buruk), dan porositas buruk (batuan tidak menyerap air). Jenis-jenis porositas : intergranular, microporosity, dissolution dan fracture

STASIUN 1NO SAMPELDlDiDs

BENTUK BUTIR

WADEL(1932)ZINGG(1938)FOLK & SNEED (1953)

1111050,450,90,162,90,74Well roundedOblateEquent

29,37,330,320,780,311,650,62RoundedEquantElongate

311,374,20,370,610,601,60,61RoundedBladed Elongate

44220,50,511,250,62RoundedOblateElongate

58640,50,750,520,71Well roundedBladedSubequent

611,2840,350,710,441,70,63RoundedEquantSubelongate

7643,50,580,660,81,820,72Well roundedBladedEquent

88,5640,470,700,551,850,69RoundedOblateIntermediete shape

997,54,50,50,830,332,380,74Well roundedOblateEquent

10652,30,380,830,271,740,67RoundedEquantIntermediete shape

STASIUN 2NO SAMPELDlDiDs

BENTUK BUTIR

WADEL(1932)ZINGG(1938)FOLK & SNEED (1953)

1943,60,40,440,921,370,56RoundedEquantVery Elongate

2843,160,390,50,821,350,57RoundedEquantVery Elongate

38730,370,80,220,68RoundedOblateIntermediete shape

45,56,52,60,481,180,35-1,80,81Well roundedProlateVery Equent

59,542,60,220,420,741,060,48SubroundedOblateVery Elongate

67,59,53,50,461,260,5-1,820,83Well roundedEquantVery Equent

78,56,53,30,390,760,38-1,750,66RoundedBladedSubelongate

89,58,53,30,350,890,192,20,67RoundedOblateIntermediete shape

910,59,53,50,330,900,42,30,66RoundedOblateSubelongate

1011122,80,251,090,12-1,980,64RoundedProlateSubelongate

BAB IIIHASIL DAN PEMBAHASAN3.1 Tabel DataKalkirNo. BatuanPanjangLebarTebalBentuk

1111105Subrounded

29,37,33Subrounded

311,374,2Subrounded

4422Subrounded

5864Subangular

611,284Subrounded

7643,5Subangular

88,564Subrounded

997,54,5Subrounded

10652,3Subrounded

DATA STASIUN 1

2

1943,6Subrounded

2843,16Subrounded

3873Subrounded

45,56,52,6Subrounded

59,542,6Subangular

67,59,53,5Subrounded

78,56,53,3Subangular

89,58,53,3Subrounded

910,59,53,5Subrounded

1011122,8Subrounded

3.2 PembahasanDari hasil pengamatan dan hasil praktikum maka dapat diketahui bahwa sphericity sangat dipengaruhi oleh proses transportasi. Di mana sphericity (kebundaran) pada suatu material sedimen sangat dipegaruhi jarak transportasi yang dialami suatu material sedimen. Dapat dilihat dari data diatas bahwa semakin butiran berbentuk menyerupai bola maka nilai (sphericity) yang semakin tinggi. Wadell (1932) mendefinisikan sphericity yang sebenarnya sebagai luas permukaan butir dibagi dengan luas permukaan sebuah bola yang keduanya mempunyai volume sama. Sedangkan Sneed & Folk (1958) menganggap bahwa intercept sphericity tidak dapat secara tepat menggambarkan perilaku butiran ketika diendapkan. Butiran yang dapat diproyeksikan secara maksimum mestinya diendapkan lebih cepat, misalnya bentuk prolate seharusnya lebih cepat mengendap dibandingkan oblate, tetapi dengan rumus W, justru didapatkan nilai yang terbalik. Kemudian berdasarkan data-data yang diperoleh, maka dikethui bahwa bebolaan suatu material sedimen semakin jauh dari sumber maka akan semakin baik. Sebab semakin jauh tempat transportasinya maka akan semakin lama material tersebut mengalami gesekan dengan agen yang memebawanya. Serta ukurannyapun akan makin seragam satu sama lain.

BAB IVPENUTUP4.1 KesimpulanBerdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa: Nilai kuantitatif ukuran butir pada material sedimen yang paling besar menunjukkan bentuk yang lebih membulat atau menyerupai bola hal ini dapat disebabkan oleh kecepatan pengendapan (settling velocity). Secara umum batuan yang bentuknya tidak spheris (tidak menyerupai bola) mempunyai kecepatan pengendapan yang lebih rendah. Dengan demikian bentuk butir akan mempengaruhi tingkat transportasi pada sistem suspensi. Bentuk butir ukuran kerakal atau yang lebih besar dipengaruhi oleh benuk asal dari batuan sumber, namun demikian butiran dengan ukuran ini akan lebih banyak mengalami perubahan bentuk karena abrasi dan pemecahan selama transportasi dibandingkan dengan butiran yang berukuran pasir. Untuk butiran sedimen yang berukuran pasir atau lebih kecil, bentuk butir juga lebih banyak dipengaruhi oleh bentuk asal mineralnya

4.2 SaranSebaikknya peralatan yang menunjang untuk praktek lapangan maupun praktikum diperbaharui dan jumlahnya ditambah. Agar kegiatan lapangan dan praktikum dapat berjalan lebih efisien.