Spending Review pemerintah Indonesia

30
AKUNTANSI MANAJEMEN SEKTOR PEMERINTAH Disusun Oleh Kelompok 4 Kelas 8A Program Diploma IV Akuntansi Reguler 1. Hendrayani [12] 2. Kristian Agung Pramono [13] 3. Lydia Suma Theofani Girsang [14] 4. Raja Andreas Silaban [22] 5. Riski Prasetyo Putro [24] 6. Tirta Purnama [27] SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA 2013

description

evaluasi pengeluaran pemerintah, sebagai upaya untuk meningkatkan quality of spending pemerintah Indonesia

Transcript of Spending Review pemerintah Indonesia

Page 1: Spending Review pemerintah Indonesia

AKUNTANSI MANAJEMEN SEKTOR PEMERINTAH

Disusun Oleh Kelompok 4

Kelas 8A Program Diploma IV Akuntansi Reguler

1. Hendrayani [12]

2. Kristian Agung Pramono [13]

3. Lydia Suma Theofani Girsang [14]

4. Raja Andreas Silaban [22]

5. Riski Prasetyo Putro [24]

6. Tirta Purnama [27]

SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA

2013

Page 2: Spending Review pemerintah Indonesia

i

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.……………………………………………………………………………. .. i

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………. 1

A. Latar Belakang…………………………………………………………… 1

B. Permasalahan……………………………………………………………. 3

C. Tujuan……………………………………………………………………… 4

D. Ruang Lingkup……………………………………………………………. 5

BAB II KERANGKA TEORI..................................................................................... 6

A. Definisi Spending Review……………………………………………….. 6

B. Tujuan Spending Review……………………………………………........ 8

C. Hubungan antara Spending Review, Monitoring dan Evaluasi serta Siklus

Penganggaran………………………………………………………

10

BAB III METODOLOGI

A. Alokasi Anggaran ............................................................................................... 11

B. Baseline Review .................................................................................................. 17

C. Metode Pelaksanaan Anggaran ........................................................................... 20

BAB IV KESIMPULAN ......................................................................................................... 26

LAMPIRAN I : Kertas Kerja RKA-KL Rincian Belanja Satuan Kerja KPPN Putussibau Tahun

Anggaran 2012

LAMPIRAN II : Data Realisasi Anggaran dan Capaian Output KPPN Putussibau Tahun

Anggaran 2012

LAMPIRAN III : Data Realisasi Output Tahun Anggaran 2012 KPPN Putussibau dan

beberapa Satker sejenis

Page 3: Spending Review pemerintah Indonesia

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perencanaan memiliki peranan penting dalam pengelolaan keuangan Negara. Namun

perencanaan yang baik tidak serta merta menjamin suksesnya pelaksanaan APBN karena ada

banyak faktor yang mempengaruhi pelaksanaan APBN tersebut. Faktanya, dalam proses

penyusunan/perencanaan dan pelaksanaan APBN hampir selalu terjadi perbedaan antara jumlah

anggaran dan realisasi yang dapat dicapai atau biasa disebut varian. Perbedaan tersebut

menunjukkan kurangnya tingkat kecermatan dan perkiraan dalam penyusunan anggaran . Dalam

penyusunan anggaran, harus diperhatikan dengan cermat dan teliti semua kebijakan keuangan

dalam negeri dan asumsi-asumsi makro seperti perkiraan tingkat inflasi, nilai tukar mata uang,

adanya krisis perekonomian global, pertumbuhan ekonomi, Produk Domestik Bruto dan asumsi-

asumsi lain yang perlu dipertimbangkan dalam proses penyusunan suatu anggaran. Semakin

baik perencanaan, semakin kecil pula kemungkinan terjadinya varian meskipun memang tetap

ada kemungkinan terjadi sebaliknya.

Namun, sebaik apapun perencanaan, varian merupakan hal yang tidak dapat dihindari.

Analisis mengenai sebab dan akibat mengenai varian diperlukan agar dapat menyusun APBN

yang lebih baik di masa depan. Realisasi Belanja Pemerintah Pusat berfluktuasi dikarenakan

banyaknya variabel yang mempengaruhi realisasi belanja tersebut. Rata-rata realisasi Belanja

Pemerintah Pusat di atas 90 persen menunjukkan kurang cermatnya proses penganggaran dan

pelaksanaannya. Bisa terjadi anggaran yang dialokasikan memang berlebih atau terdapat alokasi

anggaran kegiatan yang tidak jadi terlaksana.

Komposisi belanja operasional biasanya mencapai 75 persen dari total belanja Pemerintah

Pusat, sedangkan sisanya merupakan realisasi belanja modal, bantuan sosial, belanja hibah dan

belanja lain-lain. Besarnya kontribusi realisasi belanja operasional menunjukkan bahwa

Pemerintah membelanjakan APBN untuk pengeluaran-pengeluaran yang bersifat mengikat.

Dengan demikian Pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan quality of spending agar

dapat memperluas ruang gerak Pemerintah dalam melakukan intervensi fiskal yang antara lain

dilakukan dengan cara meningkatkan penerimaan negara dan efisiensi belanja negara.

Baik pagu maupun realisasi belanja pemerintah pusat diharapkan dapat memberikan

manfaat dan kontribusi bagi terpenuhinya peran APBN dalam mendorong pertumbuhan

ekonomi yang sangat penting untuk melakukan stimulus bagi perekonomian terutama melalui

belanja negara. Kinerja perekonomian masih banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal yakni

krisis ekonomi global dan ketidakpastian yang tinggi seperti berbagai perubahan dinamis yang

terjadi pada perekonomian dunia. Hal-hal seperti kenaikan harga pangan dan komoditi dunia

Page 4: Spending Review pemerintah Indonesia

2

dan fluktuasi harga minyak mentah di pasar internasional telah mendasari berbagai kebijakan

perekonomian yang diambil baik oleh otoritas fiskal maupun otoritas moneter. Berbagai

kebijakan tersebut telah memberikan dampak bagi sektor riil sebagai salah satu sektor

pendorong pertumbuhan ekonomi.

Meningkatnya volume belanja negara telah dibarengi dengan peningkatan kualitas belanja

yang dilakukan Pemerintah melalui:

(1) perbaikan efisiensi dan penajaman prioritas belanja,

(2) penyusunan anggaran berbasis kinerja;

(3) penyusunan kerangka pengeluaran jangka menengah.

Penyerapan anggaran belanja yang cenderung tidak optimal dari tahun ke tahun

(underspending of budget appropriations) dan tren penyerapannya yang cenderung menumpuk

pada akhir tahun menjadi beberapa isu penting dalam aspek pelaksanaan anggaran. Reformasi

manajemen keuangan negara mengakomodasi kendala tersebut dengan memperkenalkan

berbagai best practice terutama terkait dengan pengganggaran dan aspek perbendaharaan yang

menekankan pada manajemen kas yang efisien.

Dengan paradigma yang memberikan fleksibilitas melalui pemberian kewenangan penuh

untuk mengelola anggaran bagi para pengguna anggaran, kewajiban pertanggungjawaban juga

semakin mendapat perhatian. Melalui reformasi manajemen keuangan negara, Pemerintah

berupaya untuk memperbaiki tingkat absorbsi yang tidak lain merupakan pencerminan

perencanaan yang matang. Tingkat serapan yang tinggi dari setiap Kementerian Teknis juga

dibarengi dengan tuntutan pencapaian output dan seharusnya ajuga outcome dari penggunaan

dana publik yang tertuang dalam laporan akuntabilitas instansi pemerintah. Opini audit BPK

atas Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga (LKKL) semakin membaik dari tahun ke

tahun. Hal ini ditunjukkan dengan data kementerian negara/lembaga yang memperoleh opini

Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang semakin banyak, meskipun memang belum ada jaminan

bahwa memperoleh opini WTP berarti outcome dari APBN telah tercapai sepenuhnya. Namun

hal tersebut menunjukkan kemajuan positif dari berbagai upaya pemerintah untuk meningkatkan

efisiensi dan efektivitas penggunaan anggaran.

Realisasi penerimaan lebih banyak tergantung dari faktor-faktor eksternal yang berada di

luar kendali pemerintah. Perekonomian domestik maupun global berperan penting dalam

mempengaruhi tercapai tidaknya target penerimaan. Sedangkan realisasi belanja juga banyak

dipengaruhi faktor eksternal, walaupun secara keseluruhan kemampuan kementerian dan

lembaga dalam menyerap anggaran ikut berpengaruh. Realisasi belanja barang dan modal masih

dapat ditingkatkan karena lebih banyak faktor internal yang berperan dalam pencapaian realisasi

belanja tersebut. Sistem dan peraturan yang ada sebaiknya diperbaiki dengan fokus pada

kemudahan penyerapan anggaran,tetapi tidak mengabaikan keamanan keuangan Negara.

Page 5: Spending Review pemerintah Indonesia

3

Dengan demikian diharapkan varians yang terjadi menjadi semakin kecil atau bahkan mendekati

nol. Pembahasan inilah yang menjadi latar belakang pelaksanaan spending review.

B. Permasalahan Dalam Belanja Negara:

a. Ruang Fiskal (Fiscal Space)

Ruang Fiskal adalah ketersediaan sumber daya keuangan bagi pemerintah untuk membiayai

kebijakan yang diinginkan, biasanya untuk infrastruktur. Selama ini, ruang fiskal APBN selalu

tipis akibat besarnya anggaran yang mengikat seperti biaya birokrasi semisal gaji pegawai

negeri sipil dan biaya operasional kantor, pembayaran bunga utang, dan subsidi BBM. Fiscal

Space Pemerintah dari tahun ke tahun berkisar antara 5%-6% dari PDB. Akibatnya ruang

Pemerintah untuk mengalokasikan belanja modal yang berperan siginifikan dalam pertumbuhan

ekonomi menjadi terbatas.

b. Beban Belanja Subsidi yang sangat besar

Alokasi belanja subsidi yang semakin bertambah dari tahun ke tahun. Akibatnya ruang

gerak pemerintah untuk mengalokasikan dana ke program yang lebih prioritas berkurang.

Namun pada tahun 2012 telah diupayakan pengurangan subsidi BBM yang mempengaruhi

APBN secara signifikan.

c. Penyerapan (Disbursement)

Rendahnya tingkat realisasi anggaran di tahun 2012 menunjukkan masih adanya hambatan

pelaksanaan anggaran. Walaupun tingkat pencairan anggaran tidak berbanding lurus dengan

efisiensi dan efektifitas anggaran, rendahnya tingkat pencairan merupakan indikasi penting

permasalahan dalam pelaksanaan anggaran yang membuat tidak terselenggaranya kegiatan-

kegiatan yang telah dianggarkan, sehingga keluaran/output yang telah ditargetkan menjadi tidak

tercapai. Hal ini terutama terjadi pada jenis belanja modal. Kinerja realisasi anggaran di tahun

2012 sesuai dengan data dari Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) yang telah diaudit

BPK menunjukkan angka penyerapan tinggi untuk jenis-jenis belanja terikat (mandatory

spendings) seperti : belanja pegawai dan pembayaran kewajiban utang. Di sisi lain, untuk jenis-

jenis belanja tidak terikat (discretionary spendings) seperti belanja modal tingkat realisasi masih

rendah.dari pagu. Penyerapan belanja negara, khususnya belanja barang dan belanja modal K/L

tidak optimal, dan cenderung menumpuk pada akhir tahun anggaran. Akibatnya peran stimulus

fiskal dari kontribusi belanja negara tidak tercapai , dan tidak menguntungkan untuk

pengelolaan kas yang baik. Masalah ini sangat klasik dalam pelaksanaan anggaran yakni

penyerapan anggaran yang tidak proporsional. Frekuensi pengajuan Surat Perintah Membayar

(SPM) cenderung sangat rendah pada awal tahun, meningkat pelan-pelan sepanjang tahun dan

meningkat drastis di akhir tahun. Tren pencairan yang tidak proporsional ini menimbulkan

banyak masalah, antara lain beban kerja yang tidak wajar di akhir tahun pada Kantor

Pelaksanaan Perbendaharaan Negara (KPPN) yang dapat menghambat keandalan proses

Page 6: Spending Review pemerintah Indonesia

4

pencairan dan kecenderungan rendahnya kualitas output akibat hanya mengejar target

penyerapan.

d. Belanja Mandatory

Alokasi belanja sebagai amanat Undang-Undang seperti alokasi belanja di sektor

pendidikan sebesar 20% dari APBN. Akibatnya ruang fiskal pemerintah menjadi sangat

terbatas.

e. Kualitas Belanja (Value for Money)

Belanja operasional birokrasi lebih besar dari pada belanja modal atau belanja pelayanan

langsung kepada publik.Akibatnya terjadi pemborosan, inefisiensi dan tidak terukurnya

pengaruh belanja pemerintah terhadap kualitas penyediaan layanan publik. Masalah rendahnya

realisasi belanja belanja modal patut disayangkan karena belanja modal merepresentasikan

belanja pemerintah yang memiliki peran penting bagi kinerja perekonomian melalui

pembangunan infrastruktur

f. Akuntabilitas pengelolaan keuangan negara

Volume APBN yang makin meningkat dari tahun ke tahun menuntut akuntabilitas yang

tinggi. Akuntabilitas salah satunya dijawab dengan peningkatan kualitas disclosure melalui

reformasi di bidang akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah. Tanggung jawab yang lain

sebagai bentuk peningkatan akuntabilitas adalah dengan memperbaiki kualitas pengelolaan

keuangan negara itu sendiri

g. Transfer dari Pemerintah pusat ke Daerah

Satu lagi tantangan pelaksanaan anggaran adalah dengan adanya desentralisasi fiskal yang

mengakibatkan adanya transfer dari pemerintah pusat ke daerah. Transfer dari pemerintah pusat

ke daerah sampai saat ini masih menjadi sumber penerimaan terpenting bagi terlaksananya

kegiatan pemerintah daerah. Dengan demikian, lingkup pelaksanaan anggaran tidak hanya

meliputi belanja pemerintah pusat namun juga penggunaan dana transfer. Evaluasi dan

sinkronisasi antara belanja pemerintah pusat dan daerah ini juga dituntut dengan adanya

kebutuhan penyusunan statistik keuangan pemerintah yang meliputi keuangan pemerintah pusat

dan daerah.

Permasalahan yang terkait dengan belanja transfer antara lain adalah tidak adanya

mekanisme monitoring dan evaluasi pada tahap pelaksanaan oleh pemerintah pusat, atau

Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara.

C. Tujuan

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai spending review

yakni gap/perbedaan yang terjadi antara perencanaan/penganggaran dengan realisasi pada

pengelolaan keuangan Negara secara umum dan pada KPPN Putussibau secara khusus sekaligus

memberikan pemahaman akan pentingnya monitoring dan evaluasi pelaksanaan anggaran.

Page 7: Spending Review pemerintah Indonesia

5

Lebih jauh lagi, diharapkan dapat terjadi peningkatan kualitas belanja pemerintah dan perbaikan

pengelolaan keuangan negara sampai ke satuan kerja sebagai ujung tombak pengelola keuangan

negara. Dengan memahami konsep monitoring dan evaluasi pelaksanaan anggaran serta

spending review, satuan kerja diharapkan dapat turut serta berpartisipasi dalam gerakan

perubahan untuk memperbaiki pengelolaan keuangan negara sehingga kualitas belanja

pemerintah dapat ditingkatkan.

D. Ruang Lingkup

Berikut adalah beberapa permasalahan yang akan dibahas:

1. Latar belakang, Definisi dan Tujuan Spending Review

2. Praktik-praktik Spending Review di Negara Lain

3. Hubungan antara Spending Review, Monitoring dan Evaluasi serta Siklus

Penganggaran

4. Metodologi Spending Review, yaitu reviu alokasi anggaran, reviu baseline, dan reviu

pelaksanaan anggaran.

Sebagai contoh penerapan, kami menggunakan data Kertas Kerja RKA-KL Rincian Belanja

Satuan Kerja serta Data Realisasi Anggaran dan Capaian Output Tahun Anggaran 2012 pada

Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Putussibau, Kalimantan Barat.

Page 8: Spending Review pemerintah Indonesia

6

BAB II

KERANGKA TEORI

A. Definisi Spending Review

Spending review merupakan bagian dari monitoring dan evaluasi. Melalui spending

review temuan dan rekomendasi yang dihasilkan monitoring dan evaluasi akan dapat digunakan

sebagai bahan perencanaan dan penganggaran. Dari sisi analisisnya spending review dapat saja

serupa dengan evaluasi atau analisis mengenai pelaksanaan anggaran yang lain (contohnya:

Public Expenditure Review oleh Bank Dunia), namun yang membedakan adalah spending

review secara institusional dijadikan dasar bagi alokasi anggaran. Inisiatif spending review,

dengan demikian, haruslah bersifat top-down, dan dilakukan untuk tujuan yang spesifik.

Spending review di Indonesia perlu diletakkan pada konteks yang tepat, sesuai dengan

kebutuhan kita. Jika di kebanyakan negara maju spending review ditujukan terutama untuk

memotong anggaran dalam rangka mengurangi defisit anggaran, konteks yang lebih relevan

untuk Indonesia adalah peningkatan efisiensi, efektivitas, dan value for money dari pengeluaran

publik.

Spending Review merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah, yang

hasilnya dijadikan rekomendasi untuk pelaksanaan anggaran pemerintah tahun berikutnya

agar lebih efektif dan efisien (value for money).

Berbagai tipologi kegiatan evaluasi atas belanja pemerintah berdasarkan tujuannya (OECD)

antara lain sebagai berikut :

1. Analysis: menganalisis manajemen, struktur, dan/atau kebijakan untuk meningkatkan

efektivitas dan efisiensi.

2. Performance Review: mengevaluasi program, kebijakan, atau organisasi.

3. Reallocation: merealokasikan dan/atau mengurangi anggaran belanja program atau

organisasi.

4. Spending Reviews

a. Functional Review: kriteria utamanya efisiensi, mengidentifikasi bagaimana

kebijakan berjalan dapat dilakukan dengan sumber daya yang lebih sedikit. Contoh kasus :

Finlandia dengan “Productivity Program” (2005-2015) dan Yunani dengan “Functional

Reviews of Central Ministries” (2012-2011).

b. Strategic Review: kriteria utamanya adalah efisiensi sekaligus pemrioritasan,

mengidentifikasi apa yang harus dan tidak boleh dilakukan. Contoh kasus : Australia

dengan “Comprehensive Expenditure Reviews”; “Strategic Review” (2007), Canada

dengan “Program Review” (1994) dan “Strategic Review” (2009); Denmark “Spending

Page 9: Spending Review pemerintah Indonesia

7

Review” (ongoing), Belanda “Interdepartmental Policy Review” (1982; 2009-sekarang),

dan UK dengan “Spending Review” (1998-sekarang).

Lebih jauh tentang spending review ini dapat kita simpulkan karakteristik umumnya adalah

sebagai berikut (OECD):

Scope : meliputi belanja terikat (mandatory expenditures) ataupun belanja tidak terikat

(discretionary expenditures), sektoral, ataupun dari berbagai tingkat unit pemerintahan;

Level : bisa keseluruhan tingkat pemerintahan, progam sektoral, suatu organisasi, ataupun

kebijakan horizontal;

Kerangka waktu/periodisitas : bisa dalam kurun waktu tertentu ataupun secara

kontinu/reguler (rolling basis);

Menghasilkan pilihan penghematan baik dalam hal jumlah staf ataupun jumlah dana,

secara absolut ataupun persentase.

Dari objek dan kedalaman analisisnya, monitoring dan evaluasi serta spending review dapat

dibagi menjadi 3 tingkat :

1. Tingkat I, memastikan ketercapaian output. Dengan demikian isu-isu dalam monitoring

dan evaluasi serta spending review tingkat I berada dalam tataran pelaksanaan anggaran.

Mengidentifikasi apa saja hal-hal yang mempengaruhi penyerapan anggaran dan

ketercapaian output, mengidentifikasi sumber permasalahan dan memberikan rekomendasi

bagaimana menyelesaikannya secara mendasar.

2. Tingkat II, memastikan bahwa setelah output tercapai, apakah penggunaan sumber daya

dalam rangka mencapai output tersebut telah sesuai dengan standard sehingga dapat

dikatakan efisien atau apakah efisiensi ini dapat ditingkatkan. Beberapa metode

pengukuran efisiensi dapat diterapkan untuk tingkat ini.

3. Tingkat III, memastikan bahwa pengeluaran pemerintah telah memberikan dampak sesuai

dengan tujuan pengeluaran tersebut. Beberapa metode pengukuran dampak dan analisis

biaya manfaat merupakan contoh alat-alat analisis yang dapat digunakan pada tingkat ini.

Page 10: Spending Review pemerintah Indonesia

8

Tiga tingkat kedalaman analisis dalam monitoring dan evaluasi serta spending review dapat

digambarkan dalam diagram berikut ini :

Gambar 1. Level Kedalaman Monitoring dan Evaluasi dan Spending Review

B. Tujuan Spending Review

Hasil dari spending review menjadi input bagi proses penganggaran berikutnya. Mengingat

keterbatasan waktu dan data yang dimiliki, spending review saat ini dilakukan terhadap 20

Kementerian Negara/Lembaga yang memiliki pagu dana terbesar. Proporsi pagu dana 20

Kementerian Negara/Lembaga tersebut terhadap pagu total adalah sebesar 76, 26 %.

Spending review bertujuan untuk mengetahui potensi ruang fiskal pada tahun anggaran

berikutnya sehingga potensi tersebut dapat digunakan untuk menambah alokasi dana prioritas nasional

seperti infrastruktur. Disamping adanya idle capacity yang diakibatkan pengalihan kewenangan

pengesahan DIPA dan revisi, inisiatif ini dipandang tepat untuk dilaksanakan oleh Ditjen

Perbendaharaan sekarang karena beberapa sebab:

1. Direktorat Jenderal Perbendaharaan memiliki potensi kapasitas SDM yang cukup dan stuktur

organisasi yang memungkinkan pekerjaan ini dilakukan secara terinstitusionalisasi.

2. Reviu akan memiliki fungsi check and balance jika dilakukan oleh unit yang tidak melaksanakan

perencanaan dan alokasi penganggaran.

3. Direktorat Jenderal Perbendaharaan menguasai data pelaksanaan anggaran dan terlibat intens

dengan satuan kerja dalam proses pelaksanaan anggaran sehari-hari melalui mekanisme pencairan

dana.

Page 11: Spending Review pemerintah Indonesia

9

Sedangkan jika dilihat dari urgensi, ada beberapa sebab yang melatarbelakangi perlunya

dilaksanakan spending review di Indonesia sekarang. Beberapa wake-up call permasalahan pelaksanaan

anggaran antara lain:

1. Naiknya volume APBN dari tahun ke tahun, tanpa diiringi dengan peningkatan kualitas hidup

(direpresentasikan oleh Indeks Pembangunan Manusia) yang signifikan, memberikan indikasi

rendahnya tingkat efektivitas belanja negara.

2. Terbatasnya ruang fiskal yang hanya sebesar 5-6% (5,1% pada 2011) dari Pendapatan Domestik

Bruto mengakibatkan fleksibilitas anggaran terbatas, contohnya untuk alokasi infrastruktur yang

berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi rendah.

3. Tingginya alokasi maupun realisasi belanja yang bersifat mengikat (mandatory spending) dan

sebaliknya rendahnya alokasi maupun realisasi belanja yang bersifat tidak mengikat (discretionary

spending) mengindikasikan biaya penyelenggaraan negara yang tinggi dibandingkan dengan biaya

pelayanan publiknya.

4. Penyerapan belanja negara, khususnya belanja barang dan modal Kementerian/Lembaga tidak

optimal dan cenderung menumpuk pada akhir tahun anggaran akibatnya peran stimulus fiskal dari

kontribusi belanja negara tidak tercapai, begitu pula hal ini menyulitkan pengelolaan kas negara.

5. Kualitas belanja operasional birokrasi lebih besar dari pada belanja modal atau belanja pelayanan

langsung kepada publik, akibatnya terjadi pemborosan, inefisiensi dan tidak terukurnya pengaruh

belanja pemerintah terhadap kualitas layanan publik.

Mengingat berbagai permasalahan pelaksanaan anggaran yang mendasar yang terjadi secara

umum ini, perlu dilakukan upaya perbaikan yang mendasar pula terhadap praktik pengelolaan keuangan.

Dengan spending review diharapkan beberapa permasalahan di atas dapat diatasi. Contohnya, dalam

Crash Program Spending Review 2013 yang dilakukan oleh Ditjen Perbendaharaan, ditemukan potensi

tambahan ruang fiskal, di antaranya dari indikasi inefisiensi. Dampak yang diharapkan dari inisiatif

spending review mendasar dan radikal:

1. Terjadi pergeseran paradigma dari disbursement-based (fokus pada penyerapan) menjadi efficiency-

based (fokus pada efisiensi).

2. Terjadi perbaikan kualitas belanja melalui pengurangan pengeluaran tidak produktif (contohnya:

pengeluaran-pengeluaran rutin/administratif).

3. Lebih banyak ruang fiskal untuk discretionary spending (contohnya: belanja infrastruktur, investasi

pemerintah).

4. Tercapainya sasaran pembangunan pemerintah dengan lebih efektif.

5. Meningkatkan value for money dari pengeluaran pemerintah (membuat campur tangan pemerintah

terjustifikasi).

Page 12: Spending Review pemerintah Indonesia

10

C. Hubungan antara Spending Review, Monitoring dan Evaluasi, serta Siklus Penganggaran

Spending review dapat dilihat dari dua sisi, yakni sebagai output dari monitoring dan evaluasi

pelaksanaan anggaran maupun sebagai bagian (alat) dari monitoring dan evaluasi dari pelaksanaan

anggaran. Keterkaitan antara siklus anggaran, monitoring dan evaluasi pelaksanaan anggaran dan

spending review dapat digambarkan dalam gambar di bawah ini. Pada gambar tersebut terlihat bahwa

monitoring dan evaluasi dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yakni monitoring dan evaluasi

sepanjang tahun dan spending review yang khusus memberikan masukan bagi perencanaan dan

penganggaran periode berikutnya. Spending review itu sendiri menggunakan bahan masukan dari

monitoring dan evaluasi agar kebijakan alokasi yang diambil berdasarkan bukti-bukti (evidence-based

policy). Lebih jauh lagi, dapat dikatakan bahwa inti dari monitoring dan evaluasi adalah kinerja, yang

terdiri dari realisasi dana dan keluaran (output), untuk menghasilkan reviu yang dapat membahas

permasalahan efisiensi dan efektivitas.

Page 13: Spending Review pemerintah Indonesia

11

BAB III

METODOLOGI

A. Alokasi Anggaran

Review ini fokus pada analisis terhadap alokasi anggaran dalam RKA-KL dengan fokus utama untuk

mengidentifikasi inefisiensi alokasi, duplikasi dan einmalig.

a. Inefisiensi alokasi

Indikasi inefisiensi pada tahap alokasi dihitung dari sisa dana tidak terserap, irrelevansi

komponen belanja, ketidaksesuaian dengan standar biaya.

Berikut tolak ukur inefisiensi berdasarkan jenis-jenis belanja:

Page 14: Spending Review pemerintah Indonesia

12

Page 15: Spending Review pemerintah Indonesia

13

Page 16: Spending Review pemerintah Indonesia

14

Page 17: Spending Review pemerintah Indonesia

15

Contoh inefisiensi:

Terdapat biaya pemeliharaan kendaraan operasional pejabat eselon satu yang melebihi standar

jumlahnya. Hanya terdapat satu orang pejabat eselon satu, namun alokasi pemeliharaannya untuk 3

unit kendaraan. Satu eselon satu diberikan kendaraan operasional pejabat lebih dari satu merupakan

pemborosan dan termasuk dalam kategori inefisiensi belanja.

b. Identifikasi Duplikasi

Dalam satu program terdapat dua kegiatan dengan output yang sama, atau dalam satu kegiatan

terdapat dua komponen kegiatan yang sama. Dilakukan dengan meneliti alokasi anggaran pada

setiap kegiatan dalam RKA-KL. Jika terdapat alokasi anggaran untuk jenis kegiatan yang sama

pada dua tempat maka hal tersebut masuk dalam kategori “duplikasi”.

Contoh :

Kegiatan penyusunan rencana kerja direktorat di alokasikan pada output A dan pada output B juga

terdapat kegiatan penyusunan rencana kerja direktorat.

c. Identifikasi Einmalig

Program atau Kegiatan yang dilaksanakan hanya satu kali, dalam satu tahun Anggaran.

Contoh :

1. Penyusunan Masterplan

2. Pembangunan gedung kantor yang bukan multiyears

3. Penyusunan Detail Enginering Design

4. Pembuatan sistem aplikasi

5. Pemasangan ac central

6. Penyusunan Renstra, dsb

Page 18: Spending Review pemerintah Indonesia

16

STUDI KASUS PADA KPPN Putussibau

Jenis Riviu Hasil Riviu (Rp) Potensi Ruang Fiskal (Rp)

Riviu Alokasi 1,454,153,260 1,454,153,260

Inefisiensi 85,516,260

Duplikasi -

Einmalig 1,368.637,000

Dana Cadangan -

Dari tabel di atas, potensi ruang fiskal yang signifikan diidentifikasi dari inefisiensi alokasi dan einmalig.

Inefisiensi alokasi terdiri dari sisa dana tidak terserap, irrelevansi komponen kegiatan dan

ketidaksesuaian dengan standar biaya. Sisa dana tidak terserap dapat dikatakan sebagai bentuk inefisiensi

karena menjadi uang yang tidak dapat digunakan (money for nothing). Jika alokasi dapat diefisienkan,

terutama untuk kegiatan-kegiatan berulang seperti alokasi belanja pegawai, belanja barang operasional

dan item-item lain yang bersifat baseline, maka sisa dana tidak terserap yang juga mengandung

opportunity cost ini dapat dioptimalkan guna membiayai kebutuhan lain. Inefisiensi alokasi pada tabel

diatas keseluruhannya merupakan sisa dana tidak terserap yang dapat diketahui dari Data Realisasi

Anggaran dan Capaian Output KPPN Putussibau TA 2012. Sementara untuk irrelevansi komponen

kegiatan dan ketidaksesuaian dengan standar biaya tidak diketahui akibat keterbatasan informasi yang

didapatkan. Tabel berikut menunjukan ringkasan inefisiensi akibat dana yang tidak terserap:

No. Nama Output

Anggaran Sisa Dana

Tidak

Terserap Pagu Realisasi

1 1705.001 - Layanan Perkantoran (Bulan Layanan) 1,549,293,000 1,531,303,516 17,989,484

2

1705.002 - Dokumen Pencairan/Penarikan Dana

(Dokumen) 97,406,000 95,777,060 1,628,940

3

1705.003 - Laporan Pertanggungjawaban Tingkat

Kuasa BUN (Laporan) 199,486,000 154,580,302 44,905,698

4 1705.007 - Peralatan Fasilitas Perkantoran (Unit) 71,130,000 71,130,000 0

5 1705.008 - Gedung / Bangunan (M2) 1,297,507,000 1,276,514,862 20,992,138

Total 3,214,822,000 3,129,305,740 85,516,260

Sumber potensi ruang fiskal besar yang lain adalah einmalig. Einmalig bukanlah bentuk inefisiensi

melainkan indikasi adanya dana yang siap untuk digunakan memenuhi kebutuhan baru di periode

Page 19: Spending Review pemerintah Indonesia

17

selanjutnya. Identifikasi einmalig dilakukan dengan menggunakan data POK dan Data Realisasi

Anggaran dan Capaian Output KPPN Putussibau TA 2012 dengan melihat sifat dari kegiatan. Kegiatan

yang tidak berulang dapat dengan mudah diidentifikasikan dari deskripsinya, terutama untuk jenis

belanja modal. Sebagian besar belanja modal yang bersifat fisik dapat dikatakan tidak berulang, kecuali

yang terkait dengan tugas pokok dan fungsi atau core business dari Kementerian/Lembaga yang

bersangkutan. Berikut merupakan data einmalig KPPN Putussibau TA 2012:

KETERANGAN

Jumlah (Rp)

Pengadaan Peralatan dan Mesin

- Scanner 1 UNIT 4.752.000 4.752.000 4752000

- Kursi hadap pelaksana 10 UNIT 1.782.000

17.820.000 17820000

-Standing floor AC 48558000 71130000

Pembangunan Jalan dan Lingkungan Rumah Dinas

1297507000

TOTAL 1368637000

B. Baseline Review

Dalam Reviu Baseline ditemukan indikasi inefisiensi dari beberapa item baseline melalui

analisis pola penyerapan. Dari hasil ini direkomendasikan perlunya masing-masing

Kementerian/Lembaga melakukan reviu baseline untuk memperbaiki angka dasar yang dipakai untuk

prakiraan maju dengan cara meredefinisikan baseline items. Baseline items haruslah benar-benar

memiliki karakteristik berulang, rutin, atau sesuai dengan tugas pokok dan fungsi. Setelah itu, alokasi

atas real baseline items ini haruslah mengacu pada pola penyerapan tahun-tahun sebelumnya, untuk

menghindari kelebihan alokasi atas kegiatan berulang. Selain real baseline items, yang selanjutnya dapat

dikategorikan sebagai new initiative, alokasinya haruslah dilakukan dengan mempertimbangkan

kebutuhan riil.

Review Baseline dapat dilakukan pada :

1. Baseline Biaya Operasional;

a. Pembayaran gaji, tunjangan yang melekat dengan gaji, honor tetap, tunjangan lain terkait dengan

belanja pegawai lembur dan vakasi;

b. Operasonal sehari-hari perkantoran, langganan daya dan jasa, pemeliharaan sarana dan prasarana

kantor.

2. Baseline Biaya Non Operasional;

a. Kegiatan/Output terkait pelaksanaan tugas fungsi unit;

b. Kegiatan/Output terkait pelayanan kepada publik;

c. Kegiatan/Output terkait pelaksanaan kebijakan prioritas pembangunan nasional;

Page 20: Spending Review pemerintah Indonesia

18

d. Kegiatan/Output terkait penugasan sesuai kebijakan Pemerintah.

Review dilakukan dengan :

1. Menganalisis pola penyerapan beberapa baseline items untuk mencari indikasi adanya inefisiensi

alokasi dan inefisiensi pelaksanaan (penyerapan semu).

2. Mengidentifikasi Output Cadangan dan Sisa Hasil Penelaahan pada akun-akun dalam baseline.

Langkah-langkah reviu prakiraan Angka Dasar adalah:

a) Menggunakan ‘laporan’ untuk menganalisa angka dasar.

b) Memperbaiki kesalahan pencantuman volume output.

c) Reviu klasifikasi berlanjut/berhenti.

d) Reviu klasifikasi utama/pendukung.

e) Realokasi pendanaan.

Secara prinsip berdasarkan langkah 1 dan 2 :

1. Pertama pastikan bahwa output pada tahun 2012 dan 2013 sudah benar :

– Fokus pada peningkatan yang besar pada volume output/belanja.

2. Melalui reviu klasifikasi berlanjut/berhenti – pastikan bahwa pada untuk output yang berlanjut,

tahun 2012 dan 2013 telah memiliki prakiraan maju.

Kesimpulan Reviu Angka Dasar :

1. Pastikan volume output benar di tahun 2012 dan 2013;

2. Pastikan klasifikasi ‘berhenti’/’berlanjut’ untuk output dan komponen benar;

3. Reviu klasifikasi ‘utama’/’pendukung’ dan indeksasi;

4. Reviu realokasi antar output/lokasi/satker apabila diperlukan.

CONTOH REVIEW BASELINE

Page 21: Spending Review pemerintah Indonesia

19

Grafik di atas menunjukkan bahwa akun 521219 dan 521119 memiliki frekuensi revisi yang signifikan

Pergerakan pagu yang cenderung mempunyai tren menurun menunjukkan bahwa terdapat realokasi pada

akun 521119 dan 521219.

Berikut adalah data realisasi anggaran dan capaian output KPPN Putussibau tahun 2012.

: Kementerian Keuangan: Ditjen Perbendaharaan

: KPPN Putussibau: 528104: 2012

Pagu Realisasi Target Capaian

1 1.549.293.000 1.531.303.516 12 12

2 97.406.000 95.777.060 5104 4332

3 199.486.000 154.580.302 252 309

4 71.130.000 71.130.000 13 13

5 1.297.507.000 1.276.514.862 372 372

Total 3.214.822.000 3.129.305.740

Anggaran Output

1705.001 - Layanan Perkantoran (Bulan Layanan)

1705.002 - Dokumen Pencairan/Penarikan Dana (Dokumen)

Data Realisasi Anggaran dan Capaian Output

K/LEselon ISatkerKode SatkerTahun Anggaran

1705.003 - Laporan Pertanggungjawaban Tingkat Kuasa BUN (Laporan)

1705.007 - Peralatan Fasilitas Perkantoran (Unit)

1705.008 - Gedung / Bangunan (M2)

No. Nama Output

Page 22: Spending Review pemerintah Indonesia

20

Review baseline pada dasarnya adalah review terhadap jumlah output dari suatu anggaran. Apakah

sudah tepat output yang ditargetkan. Jika dilihat pada data realisasi anggaran dan capaian output KPPN

Putussibau maka untuk nama output dokumen pencairan/penarikan dana, capaian outputnya tidak

tercapai. Target 5104 dokumen hanya tercapai 4332 dokumen atau sebesar 84,87%. Tidak tercapainya

tersebut karena memang SPM yang masuk dan diproses menjadi SP2D dari satker setempat memang

hanya sejumlah itu. Maka dalam hal ini KPPN Putussibau untuk tahun anggaran selanjutnya harus

melakukan perbaikan perhitungan output untuk tahun anggaran 2013. Target tahun 2013 dapat dikurangi

untuk mengefisiensikan anggaran atau KPPN Putussibau harus melakukan sosialiasi lebih gencar agar

para satker lebih giat dalam melakukan optimalisasi anggaran.

C. Pelaksanaan Anggaran

1. Definisi Reviu Pelaksanaan Anggaran

Reviu pelaksanaan anggaran adalah reviu dan analisis terhadap pelaksanaan anggaran dengan

fokus utama pada realisasi anggaran, tingkat penyerapan anggaran, dan capaian output. Reviu

Pelaksanaan Anggaran merupakan bentuk reviu berkala, yang dilakukan secara bottom up, untuk

menghasilkan reviu pelaksanaan anggaran satker yang bersangkutan, yang kemudian akan

memberikan bahan bagi penyusunan reviu pelaksanaan anggaran di tingkat pusat.

Dari sisi analisisnya, metode reviu pelaksanaan anggaran dapat menggunakan berbagai alat,

sesuai dengan permasalahan yang disentuhnya. Sebagai contoh, pada saat ingin melihat efisiensi

pelaksanaan anggaran, maka beberapa alat pengukuran efisiensi dapat digunakan, misalnya analisis

frontier semacam Data Envelopment Analysis, Free Hull Disposal, atau perbandingan antara rasio

output-input aktual dengan rencananya. Pada kesempatan lain, ketika reviu ingin melihat efektivitas

atau dampak pengeluaran negara, maka alat seperti evaluasi dampak (impact evaluation) dapat

digunakan. Di sisi lain, pada reviu pelaksanaan anggaran, beberapa indikator kinerja pelaksanaan

seperti realisasi belanja dan capaian output perlu dieksplorasi melalui statistik deskriptif.

Reviu Pelaksanaan Anggaran bertujuan untuk memotret secara umum bagaimana pelaksanaan

anggaran atas belanja pemerintah yang telah ditetapkan dalam bentuk kuantitatif serta

membandingkan capaiannya dengan rencana kerja pemerintah dalam bentuk kualitatif sehingga dapat

dirumuskan suatu kesimpulan dan rekomendasi akan faktor pendukung, faktor kelemahan, faktor

kesempatan dan faktor hambatan dalam pelaksanaan anggaran yang efektif, efisien, profesional dan

akuntabel.

2. Pengukuran Efisiensi Operasional dengan Metode Reviu Pelaksanaan Anggaran

a) Metode I (Membandingkan Rasio Output/Input Aktual dengan Output/Input Rencana)

Ukuran efisiensi operasional ini mengasumsikan bahwa rencana yang dibuat oleh suatu unit

merepresentasikan tingkat efisiensi optimal yang dapat dicapai oleh unit itu. Dengan demikian, selisih

antara kinerja aktual dengan rencana merupakan inefisiensi.

Page 23: Spending Review pemerintah Indonesia

21

Efisiensi diukur dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Aktual = Capaian Output

Realisasi Anggaran

Rencana = Target Output

Pagu Anggaran

Efisiensi = Aktual

Rencana

Jika nilai efisiensi lebih besar daripada atau sama dengan 1, hal ini menunjukkan efisiensi, namun

jika nilai efisiensi kurang daripada 1, hal ini menunjukkan inefisiensi dimana adanya gap atau jurang

ketidaktercapaian output yang telah ditargetkan.

Untuk mengetahui nilai inefisiensi, maka dilakukan pengukuran terhadap gap antara kinerja aktual

dengan yang direncanakan. Inefisiensi diperoleh melalui rumus sebagai berikut:

Inefisiensi = (1-E) x Pagu Anggaran

Pada metode ini alokasi pagu yang besar dapat menyebabkan E menjadi tinggi. Oleh karena itu

terdapat metode pengukuran efisiensi lain yaitu Metode II yang menguji apakah unit-unit dengan

Efisiensi lebih besar daripada 1 benar-benar efisien, tidak hanya disebabkan oleh pagu yang tinggi.

b) Metode II (Membandingkan Rasio Persentase Capaian Output Dan Realisasi Antar Unit

Sejenis)

Ukuran efisiensi operasional kedua menghitung inefisiensi sesungguhnya jika pagu tidak

diperhitungkan. Dari perhitungan dengan formula pertama, dimungkinkan bahwa suatu unit dapat

terlihat efisien karena pagu yang dialokasikan besar. Ukuran efisiensi operasional kedua dapat

dihitung dengan memperbandingkan kinerja unit-unit sejenis.

Pada metode ini efisiensi diukur dengan membandingkan rasio output dan realisasi antar berbagai

unit sejenis pada K/L (analisis frontier non parametrik). Dengan memperoleh angka-angka efisiensi

tiap unit dapat diidentifikasi unit-unit berkinerja terbaik sebagai frontier untuk menghitung inefisiensi

dari unit lain yang memiliki gap dengan frontier ini. Unit berkinerja terbaik yang diidentifikasi

menjadi benchmark. Tingkat inefisiensi diukur dari gap antara suatu unit dengan benchmarknya.

Kinerja Output = Capaian Output

Target Output

Efisiensi = Kinerja Output

Realisasi Anggaran

Jika nilai efisiensi lebih besar daripada 1, hal ini menunjukkan efisiensi, namun jika nilai efisiensi

kurang daripada 1, hal ini menunjukkan inefisiensi dimana adanya gap atau jurang ketidaktercapaian

output yang telah ditargetkan.

Setelah memperoleh angka-angka tersebut, maka akan diperoleh kurva seperti yang digambarkan

sebagai berikut:

Page 24: Spending Review pemerintah Indonesia

22

3. Metode Reviu Pelaksanaan Anggaran (Studi Kasus)

a) Metode I (Membandingkan Rasio Output/Input Aktual dengan Output/Input Rencana)

No

. Nama Output

Anggaran Output

Pagu Realisasi Target Capaian

1

1705.001 - Layanan Perkantoran

(Bulan Layanan) 1.549.293.000 1.531.303.516 12 12

2

1705.002 - Dokumen

Pencairan/Penarikan Dana

(Dokumen) 97.406.000 95.777.060 5104 4332

3

1705.003 - Laporan

Pertanggungjawaban Tingkat

Kuasa BUN (Laporan) 199.486.000 154.580.302 252 258

4

1705.007 - Peralatan Fasilitas

Perkantoran (Unit) 71.130.000 71.130.000 13 13

5

1705.008 - Gedung /

Bangunan (m2) 1.297.507.000 1.276.514.862 372 372

Total 3.214.822.000 3.129.305.740

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

1.6

Efficient Frontier Analysis

Realisasi

Kinerja Output

Inefisiensi

Efisiensi

Page 25: Spending Review pemerintah Indonesia

23

1) Output Layanan Perkantoran

Aktual = 12

1.531.303.516

Rencana = 12

1.549.293.000

Efisiensi = Aktual = 1,012 (Efisien)

Rencana

2) Output Dokumen Pencairan/Penarikan Dana

Aktual = 4332

95.777.060

Rencana = 5104

97.406.000

Efisiensi = Aktual = 0,86318123 (Tidak Efisien)

Rencana

Inefisiensi = (1-0,863) x 97.406.000 = Rp. 13.344.622

3) Output Laporan Pertanggungjawaban Tingkat Kuasa BUN

Aktual = 309

154.580.302

Rencana = 252

199.486.000

Efisiensi = Aktual = 1,582 (Efisien)

Rencana

4) Output Peralatan Fasilitas Perkantoran

Aktual = 13

71.130.000

Rencana = 13

71.130.000

Efisiensi = Aktual = 1 (Efisien)

Rencana

5) Output Gedung / Bangunan

Aktual = 372

1.276.514.862

Rencana = 372

1.297.507.000

Efisiensi = Aktual = 1,016 (Efisien)

Rencana

Page 26: Spending Review pemerintah Indonesia

24

Dengan memperhatikan data tingkat capaian dan rencana KPPN Putussibau, sebenarnya kita

sudah dapat mengetahui, output yang tidak efisien adalah output yang tidak memenuhi/tidak sesuai

dengan target yang ditetapkan sebelumnya, yaitu Dokumen Pencairan/Penarikan Dana (Dokumen).

Dengan membandingkan antara rasio output/input realisasi dengan rasio output/input anggaran, kita

dapat mengetahui besaran inefisiensi yaitu sebesar Rp 13.344.622. Tidak tercapainya target tersebut,

salah satunya bisa dikarenakan penetapan target (baseline) yang terlalu tinggi atau memang ada beberapa

kegiatan yang belum terealisasi sehingga menyebabkan tidak tercapainya target dokumen pencairan

dana. Namun, apakah kegiatan lain benar-benar efisien? Bisa saja kegiatan tersebut terlihat efisien

karena penetapan anggaran yang terlalu tinggi. Hal tersebut dapat diuji dengan menggunakan metode II,

yaitu membandingkan kegiatan dengan satker sejenis.

b) Metode II (Membandingkan Rasio Persentase Capaian Output Dan Realisasi Antar Program)

1) Output Laporan Pertanggungjawaban Tingkat Kuasa BUN KPPN Putussibau

Kinerja Output = Capaian Output = 258 = 1,024 ; Realisasi = Rp 154.580.302

Target Output 252

2) Output Laporan Pertanggungjawaban Tingkat Kuasa BUN KPPN Kolaka

Kinerja Output = Capaian Output = 247 = 0,980 ; Realisasi = Rp 175.242.250

Target Output 252

3) Output Laporan Pertanggungjawaban Tingkat Kuasa BUN KPPN Sintang

Kinerja Output = Capaian Output = 248 = 0,984 ; Realisasi = Rp 167.792.000

Target Output 252

4) Output Laporan Pertanggungjawaban Tingkat Kuasa BUN KPPN Tual

Kinerja Output = Capaian Output = 252 = 1 ; Realisasi = Rp 164.018.170

Target Output 252

5) Output Laporan Pertanggungjawaban Tingkat Kuasa BUN KPPN Barabai

Kinerja Output = Capaian Output = 252 = 1 ; Realisasi = Rp 209.088.100

Target Output 252

6) Output Laporan Pertanggungjawaban Tingkat Kuasa BUN KPPN Amlapura

Kinerja Output = Capaian Output = 172 = 0,683 ; Realisasi = Rp 213.391.700

Target Output 252

7) Output Laporan Pertanggungjawaban Tingkat Kuasa BUN KPPN Luwuk

Kinerja Output = Capaian Output = 277 = 1,099 ; Realisasi = Rp 167.973.864

Target Output 252

8) Output Laporan Pertanggungjawaban Tingkat Kuasa BUN KPPN Rantau Prapat

Kinerja Output = Capaian Output = 252 = 1 ; Realisasi = Rp 121.750.388

Target Output 252

Dengan memperbandingkan kinerja unit-unit yang sejenis dengan KPPN Putussibau seperti pada

hasil penilaian di atas, maka kita dapat memperoleh angka-angka efisiensi tiap unit dan dapat

diidentifikasi unit-unit berkinerja terbaik sebagai frontier untuk menghitung inefisiensi dari unit lain

Page 27: Spending Review pemerintah Indonesia

25

yang memiliki gap dengan frontier ini. Unit berkinerja terbaik diidentifikasi menjadi benchmark,

yaitu KPPN Rantau Prapat karena unit tersebut dapat mencapai target outputnya dengan realisasi

anggaran paling rendah. Tingkat inefisiensi diukur dari gap antara suatu program dengan

benchmarknya.

Unit-unit yang berada pada area yang diarsir menunjukkan bahwa kinerja unit tersebut telah

efisien dalam memenuhi output Laporan Pertanggungjawaban Tingkat Kuasa BUN, dan KPPN

Putussibau termasuk unit dengan kinerja yang efisien.

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

0 50000000 100000000 150000000 200000000 250000000

Efficient Frontier Analysis atasOutput Laporan Pertanggungjawaban Kuasa BUN

Kinerja Output

Page 28: Spending Review pemerintah Indonesia

26

BAB IV

KESIMPULAN

Perencanaan merupakan bagian penting dalam sebuah penganggaran. Namun perencanaan yang baik

belum tentu menjamin suksesnya pelaksanaan anggaran yang telah ditetapkan. Banyak faktor yang turut

mempengaruhi di dalamnya. Perbedaan antara anggaran dan realisasi disebut dengan varians.

Analisis mengenai penyebab timbulnya varians tersebut diperlukan, sebagai masukan dalam

penyusunan anggaran tahun berikutnya. Spending Review merupakan bagian dari monitoring dan

evaluasi dalam siklus penganggaran. Spending Review merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja

pemerintah, yang hasilnya dijadikan rekomendasi untuk pelaksanaan anggaran pemerintah tahun

berikutnya agar lebih efektif dan efisien (value for money).

Berbagai permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan penganggaran di pemerintah Indonesia

menjadikan posisi spending review sebagai proses penting dalam siklus penganggaran. Spending review

bertujuan untuk mengetahui potensi ruang fiskal pada tahun anggaran berikutnya sehingga potensi

tersebut dapat digunakan untuk menambah alokasi dana prioritas nasional seperti infrastruktur

Ada tiga metodologi dalam spending review, yaitu metode alokasi anggaran, reviu baseline, dan

metode reviu pelaksanaan anggaran. Review alokasi anggaran berfokus pada analisis terhadap alokasi

anggaran dalam RKA-KL dengan fokus utama untuk mengidentifikasi inefisiensi alokasi, duplikasi dan

einmalig. Sedangkan dalam review baseline berfokus pada indikasi inefisiensi dari beberapa item

baseline melalui analisis pola penyerapan. Reviu pelaksanaan anggaran adalah reviu dan analisis

terhadap pelaksanaan anggaran dengan fokus utama pada realisasi anggaran, tingkat penyerapan

anggaran, dan capaian output.

Hasil penerapan metode spending review yang kami lakukan pada Kertas Kerja RKA-KL Rincian

Belanja Satuan Kerja serta Data Realisasi Anggaran dan Capaian Output Tahun Anggaran 2012 pada

Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Putussibau, Kalimantan Barat, yaitu:

a. Dengan metode review alokasi anggaran

Jenis Riviu Hasil Riviu (Rp) Potensi Ruang Fiskal (Rp)

Riviu Alokasi 1,454,153,260 1,454,153,260

Inefisiensi 85,516,260

Duplikasi -

Einmalig 1,368.637,000

Dana Cadangan -

Page 29: Spending Review pemerintah Indonesia

27

Inefisiensi alokasi terdiri dari sisa dana tidak terserap, irrelevansi komponen kegiatan

dan ketidaksesuaian dengan standar biaya. Sisa dana tidak terserap dapat dikatakan sebagai

bentuk inefisiensi karena menjadi uang yang tidak dapat digunakan (money for nothing).

Sedangkan einmalig merpakan indikasi adanya dana yang siap untuk digunakan

memenuhi kebutuhan baru di periode selanjutnya. Identifikasi einmalig dilakukan dengan

menggunakan data POK dan Data Realisasi Anggaran dan Capaian Output KPPN Putussibau

TA 2012 dengan melihat sifat dari kegiatan. Kegiatan yang tidak berulang dapat dengan mudah

diidentifikasikan dari deskripsinya, terutama untuk jenis belanja modal. Sebagian besar belanja

modal yang bersifat fisik dapat dikatakan tidak berulang, kecuali yang terkait dengan tugas

pokok dan fungsi atau core business dari Kementerian/Lembaga yang bersangkutan. Berikut

merupakan data einmalig KPPN Putussibau TA 2012:

KETERANGAN

Jumlah (Rp)

Pengadaan Peralatan dan Mesin

- Scanner 1 UNIT 4.752.000 4.752.000 4752000

- Kursi hadap pelaksana 10 UNIT 1.782.000

17.820.000 17820000

-Standing floor AC 48558000 71130000

Pembangunan Jalan dan Lingkungan Rumah Dinas

1297507000

TOTAL 1368637000

b. Dengan metode review baseline

Jika dilihat pada data realisasi anggaran dan capaian output KPPN Putussibau maka untuk nama

output dokumen pencairan/penarikan dana, capaian outputnya tidak tercapai. Target 5104

dokumen hanya tercapai 4332 dokumen atau sebesar 84,87%. Tidak tercapainya tersebut karena

memang SPM yang masuk dan diproses menjadi SP2D dari satker setempat memang hanya

sejumlah itu. Maka dalam hal ini KPPN Putussibau untuk tahun anggaran selanjutnya harus

melakukan perbaikan perhitungan output untuk tahun anggaran 2013. Target tahun 2013 dapat

dikurangi untuk mengefisiensikan anggaran atau KPPN Putussibau harus melakukan sosialiasi

lebih gencar agar para satker lebih giat dalam melakukan optimalisasi anggaran

c. Dengan metode review pelaksanaan anggaran

Dengan membandingkan antara rasio output/input realisasi dengan rasio output/input anggaran,

kita dapat mengetahui besaran inefisiensi yaitu sebesar Rp 13.344.622. Tidak tercapainya target

tersebut, salah satunya bisa dikarenakan penetapan target (baseline) yang terlalu tinggi atau

memang ada beberapa kegiatan yang belum terealisasi sehingga menyebabkan tidak tercapainya

target dokumen pencairan dana. Namun, apakah kegiatan lain benar-benar efisien? Bisa saja

kegiatan tersebut terlihat efisien karena penetapan anggaran yang terlalu tinggi. Hal tersebut

Page 30: Spending Review pemerintah Indonesia

28

dapat diuji dengan menggunakan metode II, yaitu membandingkan kegiatan dengan satker

sejenis.

Setelah melakukan analisa menggunakan metode II, dalam kegiatan output Laporan

Pertanggungjawaban Tingkat Kuasa BUN dengan satker sejenis, bisa dikatakan bahwa KPPN

Putussibau telah melaksanakan anggarannya secara efisien.

Dari hasil spending review yang kami lakukan dengan menerapkan 3 metodologi di atas,

dapat kami simpulkan bahwa secara umum pelaksanaan anggaran di KPPN Putussibau telah

berlangsung secara efisien. Inefisiensi terjadi pada output dokumen pencairan/penarikan dana.

Serta terdapat einmalig sebesar Rp 1.368.637.000