sosis juga
-
Upload
lis-dwi-malmutsz -
Category
Documents
-
view
131 -
download
9
description
Transcript of sosis juga
SKRIPSI
ANALISA MUTt) FISIKO-KIMIA DAN DAYA TERIMA
SOSIS FERMENT AS I DFNGAN Lactobacillus case; subsp. rltamnosus
SEBAGAI STARTER KULTUR
Oleb:
WENDY ASSWAN CAHYADI
F 31.0635
1999
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTlTlJT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Kupersel71bahkau untuk dien-ku dall
cahya mataku (Ibu, Bapak dan Mbak-mbakku yang Sholihah)
/
Wendy Asswan Cahyadi. F 31.0635. ANALISA MUTU FISIKO-KIMIA DAN DAYA TERIMA SOSIS FERMENTASI DENGAN Lactobacillus casei snbsp. rhamnosus SEBAGAI STARTER KULTUR. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, M.Sc. dan Dr. Ir. Joko Hennanianto.
RlNGKASAN
Sosis fennentasi 111erupakan salah satu cara pengolahan daging yang tidak
mengalami pemanasan dan pe111asakan saat diproses, disimpan dan dikonsumsi.
Urutan merupakan sosis fer111entasi tradisional dari Bali yang sementara ini belum
begitu dikenal oleh 111asyarakat Indonesia karena bahan bakunya (daging dan lemak)
berasal dari babi. Di samping itu proses produksinya juga kurang mendukung daya
awet sosis ini. Karena kellllgglliannya yang dapat disimpan pada suhu tropis dan
mempunyai cita rasa yang khas Indonesia, maka dilakukan pembuatan produk barn
bernpa sosis fermentasi dengan statter kultur Lactobacillus casei subsp. rhamnosus
dengan mempeltimbangkan teknologi SOSIS fermentasi luar negen tanpa
meninggalkan beberapa ciri khs urutan. Maka penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui karakteristik sif'lt fisik dan kimia maupun daya terirna panelis terhadap
sosis fermentasi yang diprodllksi.
Penelitian pendahllluan dilakukan untuk mengetahui komposisi daging dan
lemak yang digunakan ulltuk produksi sosis yang akan diamati pada penelitian utama.
Pada penelitian pendahuillan. komposisi daging dan lemak yang diperbandingkan
adalah 50:50, 60:40 dan 70:30. Selanjutnya pada ketiga sosis dengan komposisi
berbeda itu dilakukan pengamatan melipnti nilai pH, aw dan uji organoleptik dengan
metode hedonik. Pellelitian utama dilakukan dengan menggunakan seperangkat
metode tertentu sehingga dapat diketahui sifat fisik dan kimia sosis fermentasi
dengan stalter kultur Lactobacillus casei subsp. rhamnosus meliputi pH, Total Asam
Teltitrasi, kadar air, aktivitas air (aw ), wama, residu nitrit dan kekenyalan selama
fermentasi hingga hari ke-30. Pada akhir fermentasi dilakukan uji ~h.-;:::--..
terhadap sosis fermentasi yang dihasilkan. Selanjutnya kandungan lemak dan protein
sosis tersebut dianalisa.
Dari penelitian pendahuluan didapat kesimpulan bahwa formulasi terbaik
adalah sosis dengan komposisi daging-Iemak 60:40. Kesimpulan ini didapat setelah
memperhatikan penurunan pH, aw dan uji hedonik ketiga sosis dengan formulasi
berbeda terscbut.
Pada penelitian utama ana lisa pH terhadap sosis menunjukkan penwunan
yang tajam selama fermentasi sosis hingga menghasilkan produk yang mempunyai
pH 4,79 - 5,16. Pada pH senilai itu so sis fermentasi yang dihasilkan termasuk
makanan berasam sedang. Sosis mempunyai aw yang cukup rendah yaitu 0,710 -
0,722 dengan kadar air 16,31 - 16,67%. Kondisi tersebut sangat mendukung
keawetan produk. Total asam tertitrasi yang dihitung berdasarkan persen asam laktat
menunjukkan peningkatan selama fermentasi hingga menunjukkan nilai 1,09 - 1,33%
di hari ke- 30. Kadar residu nitrit sosis ini aman untuk dikonsumsi sebab hanya
mengandung 2,13 - 2,59 ppm Nitrit itu sendiri berguna untuk mempertahankan
warna merah sosis yang pada saat fermentasi naik namun di akhir fermentasi hanya
dapat mempertahankan warna merah sampai nilai a sebesar 21,28 - 24,62. Secara
fisik, sosis mempunyai kekerasan yang makin meningkat hingga kekerasannya
mencapai nilai 0,60 - 0,61 kg/mm pada hari terakhir fermentasi. Dari uji hedonik
yang dilakukan menunjukkan hasil bahwa panelis menilai warna, tekstur, rasa dan
aroma sosis antara netral sampai suka.
Dari karakteristik mutu sosis fermentasi yang didapat dalam penelitian dan
didukung oleh uji hedonik maka dapat disimpulkan bahwa Lactobacillus casei subsp.
rhamnosus dapat digunakan sebagai starter kultur pada pembuatan so sis fermentasi
dengan menggunakan bahan baku daging sapi
ANALISA MUTt) FISIKO-KIMIA DAN DAY A TERIMA
SOSIS FERMENTASI DENGAN Lactobacillus case; subsp. rhamnosus
SEBAGAI STARTER KllLTUR
Oleh
WENDY ASSWAN CAHYADI
F 31.0635
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada JUlUsan Tekllologi Pangall dan Gizi
Fakultas Tekllologi PCltalliall
hlstitut Pertanian Bogor
1999
.nJRllSAN TEKNOLOGI PANGAN DAN GIZI
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
lNSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
INSTITUT PERT ANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
ANAL IS A MUTU FISIKO-KIMIA DAN DAY A TERIMA
SOSIS FERMENT ASI DENGAN Lactobacillus casei subsp. rlza11l1lOSUS
SEBAGAI STARTER KULTUR
Oleh
WENDY ASSW AN CAHY ADI
F 31.0635
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi
Fakultas Teknologi Pel1anian Institut Pertanian Bogor
Dilahirkan pada tanggal 28 Juni 1975 di Nga\vi
Tanggallulus: 1/ Februari 1999
Menyetujui,
Bogor, i;c Februari 1999
i .
;' '·1 /.
II Dr. Ir. Joko Hermanianto
Dosen Pembimbing II Dr. Ir. PUrWiyatno Hariyadi, M.Sc.
Dosen Pembimbing I
KATAPENGANTAR
Alhamdulillahir Rabbil 'Alamin, segala puji syukur terpanjat hanya bagi Allah
Azza Wa lalla pemilik 'arsy nan agung, yang telah memberikan kelapangan dan
kelancaran hingga Penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Sholawat serta
salam moga senantiasa tercurah bagi junjungan alam Nabi Besar Muhammad saw.,
shohabat, keluarga dan pengikutnya hingga akhir zaman. Amin.
Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Srujana Teknologi Pertanian pada jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar
besarnya kepada semua pihak yang membantu sejak awal penelitian hingga selesainya
penulisan skripsi ini :
1. Ibu dan Bapak Rohimakumalloh yang senantiasa memberikan dorongan terbesar baik
moril maupun materiil
2. Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, M.Sc. dan Dr. Ir. loko Hermanianto selaku dosen
pembimbing atas perhatian, pengarahan dan bantuannya sejak persiapan penelitian
hingga selesainya penyusunan skripsi ini juga Ir. Hanifah N. Lioe selaku dosen
penguJI
3. Mbak-mbakku: Mbak Hestin, Mbak Yuntik dan Mbak Evi atas perhatiannya selama
ini, juga Mas Darno dan Mas Rustama serta si kecil Gifa dan Sarah
4. Rekan-rekan sosis group: Aan, Yayan, Fadhil, Irwan, Budi, Yanti, May dan Reri
yang selalu bersama dalam suka dan duka selama penelitian
iii
5. Sahabat-sahabat baikku : Suprayitno dan Edy Sumanto yang selalu memberikan
semangat, hiburan dan temp at curahan hati. Juga Saudaraku seperjuangan: Bambang
Nurhadi atas kebersamaan dan segaJa tausiyah yang diberikan pada Penulis
6. Ternan-ternan satu dosen bimbingan : Eko HP, Vivi, Imel dan Susilo yang sangal
banyak membantu dan mendorong Penulis untuk menyelesaikan skripsi ini
7. Rekanku: Toto, Wawan, Suhe, Erika, Qori dan rekan-rekan TPG 31 alas bantuan
dan kekompakannya
8. Adik-adik Rumah Kajian AI Qudwah serta ikhl1'(l1l dan akhwati jilluh yang selalu
memberi motivasi penyelesaian skripsi ini
9. Para Laboran : Mbak Sri, Mbak Ari, Bik Omah, Mbak Ida dan Mas Taufik
10 Nola yang telah meluangkan waktu untuk mempersiapkan ujian (meski sempal
kandas), guru-guru ngajiku dan semua pihak yang telah membantu Penulis. Hanya
Allah SWT yang dapat membalas dengan balasan yang jauh lebih baik dan lebih
banyak.
Penulis sadari, dalam tulisan ini masih banyak mengandung kekurangan dan
kekhilafan, untuk itu penulis menerima kritik dan saran yang bersifal membangun.
Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pembaca hingga menjadikan ladang amal
yang tiada putus bagi Penulis hingga hari kiamal kelak. Amin.
Bogor. 12 Februari 1999
Penulis
IV
DAFfARISI
Halaman
KATA PENGANTAR................................................................................................ 111
DAFTAR lSI.............................................................................................................. v
DAFTAR TABEL .................................................................................................... viii
DAFTARGAMBAR ................................................................................................ IX
DAFTARLAMPIRAN ............................................................................................... x
I. PENDAHULUAN .................................................................... ..... ......... ...... ... ..... 1
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................... ................................... 3
A. DAGING DAN PRODUK OLAHAN DAGING ............................................. 3
B. SOSIS FERMENTASI TRADISIONAL BALI (URUTAN) ........................... 4
1. SO SIS FERMENTASI.............................................................................. 4
2. SO SIS FERMENTASI TRADISIONAL BALI (URUTAN)....................... 6
C. PARAMETERMUTU SOSIS ...................................................................... 8
1. DERAJAT KEASAMAN ......................................................................... 8
2. TOTAL ASAM TERTITRASI ........................ .......................................... 8
3. KADARAlRDAN AKTIVITASAlR(aw}............................................... 9
4. TEKSTUR ................................................................................................ 10
5. WARNADANRESIDUNITRIT ............................................................. 10
D. F AKTOR YANG MEMPENGARUHI MUTU SOSIS ................................... 11
1. BAHAN BAKU ............................................................ ............................ 11
a. Daging dan Lemak. .......................................... "'.................................. 11
b. Selongsong.......................................................................................... 14
c. Starter Kultur....................................................................................... 15
d. Bumbu ................................................................................................. 20
d.l. NPS .............................................................................................. 20
d.2. Rempah-rempah .................................... ". ~~ 21 ,0\1("" ~ 2. PROSES.................................................... .~ .. \'.~\HA ...... a"....... .................. 23
'. ~-~ '-4 --. a. Suhu Pencampuran ......................... ... ~~.~~~:II'r.~.~~ .. \~. ............. 23
I-. ·/~I~~'~-~,~\ C;. :f __ . ' .. ' '.'. _ .•.. : .. ~ ~.' - " .!~\\ n c
1'
'" "", ~. I J - C
\ ~:;'{~.';~. : .... i:f. './;~' 5 ~ '\ •• ~.,' .. 'i'J~"':..,.;..;.~'-'I:J • v ~"~ ,o(".!:~-.'-- / fo....... ./
~ ~.')U:ST""!\;" ---~
b. Pengasapan............................................................................................. 24
III. METODOLOGI PENELITIAN............................................................................... 26
A. BAHAN DAN ALA T ........................................................................................ 26
B. METODE PENELITIAN................................................................................... 26
a. Penelitian Pendahuluan ................................................................................ 26
b. Penelitian Utama .......................................................................................... 27
C. PROSEDUR DAN ANALISIS ..................................................................... 27
a. Proses Pembuatan Sosis F emlentasi ........ .................... ...... .................... 27
b. Analisis................................................................................ ....................... 28
I. Nilai pH .................................................................................................. 28
2. Aktivilas Air (a w ) ................................................................................... 30
3. Tolal Asam ............................................................................................ 30
4. Kadar Air............................................................................................... 30
5. Kadar Nilrit ........................................................................................... 3 I
6. Kadar-Protein Kasar............................................................................... 32
7. Kadar-Lemak Kasar ............................................................................... 33
8. Warna ..................................................................................................... 34
9. Tckstur (Kekerasan) ............................................................................... 34
10. Uji Organoleptik..................................................................................... 35
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............... :.:.............................................................. 36
I. PENELITIAN PENDAHUl;YAN .... ,................................................................ 36
2. PENELITIAN UTAMA..................................................................................... 40
A. NILAI pH ............. ........................................................... ....................... ...... 40
B. TOTAL ASAM TERTITRASI ............................................................ 45
C. KADAR AIR....... ................... ........... ..................... ...... ................. .............. 46
D. AKTIVlT AS AIR (a,,) ................................................................................ 48
E. W ARNA....................................................................................................... 49
F. RESIDU NITRIT ......................................................... ............................. 53
G. KEKERASAN/KEKENY ALAN ....... ..... .............. ..... ................... .... ........... 54
H. UJI HEDONIK............................................................................................ 56
VI
J. KANDUNGAN LEMAK-PROTEIN .......................................................... 57
v. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................... 58
A. KESIMPULAN .................................................................................... .
B. SARAN .................................................................................... .
58
59
DAFT AR PUSTAKA ................................................................................................ 60
LAMPIRAN....................................................................................................... ........... 64
VII
DAFfAR TABEL
Ha1aman Tabe1 l. Formula Sosis Terfermentasi Tradisiona1 Bali............................ 7
Tabe12. KOIDposisi Kimia Sosis Terfermentasi Tradisiona1 Bali.................. 7
Tabe13. KOIDposisi Beberappa Jenis Daging............................. ............. 12
Tabe1 4. Pembagian Grup BaIteri Berdasar Kemampuannya untuk Hidup di da1am Usus manusia...................................... ..................... 18
Tabe15. Formula Bumbu Sosis Umtan................................................ 28
Tabe16. Aktivitas Air Masing-masing Formu1asi .................................... 38
Vll1
DAFT AR GAMBAR
Halaman Gambar I. Produksi Asam Laktat Homo dan Heterofermentatif..... ... ........... ..... 17
Gambar 2. Proses Pembuatan Sosis Femlentasi........................................... 29
Gambar 3. Alat Pengukur Tekstur........................................................ ... 35
Gambar 4. Grafik Penlbahan pH Selama 5 Hari Femlentasi ............................. 36
Gambar 5. Grafik Perubahan pH Selama Femlentasi ..................................... 41
Gambar 6. Grafik Kandungan Asam Tertitrasi ............................................ 45
Gambar 7. Grafik Perubahan Kadar Air Seiallla Ferlllentasi .................... . 47
Gambar 8. Grafik Perubahan (l" Selallla Ferlllentasi ..... 49
Gambar 9. Grafik Perubahan Derajat Wama Merah................................... ... 50
Gambar 10. Grafik Penurunan Residu Nitrit................................... 53
Gambar II. Grafik Peningkatan Kekerasan Sosis.......................................... 55
Gambar 12. Diagram Batang Hasil Uji Hedonik ........................................... 56
IX
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Tabel Data Analisa Fisik dan Kimia Sosis Selama Fennentasi 64
Lalllpiran 2. Tabel Hasil Penilaian Kesukaan Produk Sosis dengan Komposisi Daging dan Lemak 70:30, 60:40 dan 50:50 ......................... .... 66
Lampiran 3. Analisa Sidik Ragam Wama Sosis dengan Komposisi Daging dan Lemak 70:30, 60:40 dan 50:50 ..................................... 66
Lalllpiran 4. Analisa DUllculI's Multiple Test Wama Sosis dengan Komposisi Daging dan Lel11ak 70:30, 60:40, dan 50:50 .... ........... 66
Lalllpiran 5. Analisa Sidik Ragam Tekstur Sosis dengan Komposisi Daging dan Lemak 70:30, 60:40, dan 50:50 ..................................... 67
Lalllpiran 6. Analisa DUllcan's Multiple Test Tekstur Sosis dengan Komposisi Daging dan Lemak 70:30, 60:40, dan 50:50.......... ....... ....... 67
Lampiran 7. Analisa Sidik Ragam Rasa Sosis dengan KOl11posisi Daging dan Lemak 70:30, 60:40, dan 50:50 .......................................... 67
Lampiran 8. Analisa Duncan's Multiple Test Rasa Sosis dengan Komposisi Daging dan Lel11ak 70:30, 60:40, dan 50:50 .................... 67
Lalllpiran 9. Tabel Hasil Penilaian Kesukaan Produk Sosis ................. 68
Lalllpiran 10. Gambar Penampakan Sosis dengan KOlllposisi Daging dan Lelllak 70:30,60:40, dan 50:50 .................................................... 69
Lal11piran 11. Gambar Penal11pakan Sosis Hari ke-30 Fem1entasi .................... 69
x
I. PENDAHULUAN
Daging merupakan ballan pangan yang mudah rusak. Kerusakan iui
banyak ditimbulkan oleh mikroorgauisme. di sampiug karena reaksi kimia ataupWl
kerusakan fisiko Pengawetall produk dagiug dilakukan m3nusia untuk mengamaukan
daging dan produk dagillg dari kerusakan tersebu1. Berbagai cara pengawetan dagiug
dengan jalan mengolahnya menjadi produk makanan yang dapat disimpan dalam
jangka wak"tu yang relatif panjang telah dikellal mallusia. Sosis fennentasi
merupakan salah satu produk olahan daging dan sekaligus dapat memperpanjang
masa simpan dagiug olahan.
Tidak sepelti haluya sosis matang, sosis fermentasi bclum begitu dikenal
di Indonesia secara luas, padahal sosis fennentasi iui dibandingkan dengan sosis
matang mempunyai kelebihan yaitu dapat disimpan relatif lebih lama. Ciri khas dari
produk fermentasi iui adalah diproses, disimpan dan dikonsumsi tanpa adanya
perlakuan pemanasan ataupll11 pemasakan. Sosis fermentasi dapat disimpan lebih
lama karena penambahan garam dan bumbu dengan kombiuasi proses pengasapan,
pengeriugan dan proses fennentasi gula oleh bakteri asam laktat yang dapat
menuruukan pH.
Sosis fermentasi yang dikenal dewasa illi masih merupakan 50SlS
fermentasi yang berasal dari luar negeri khususnya negara-lleeara Eropa. Sosis
fermentasi di Eropa tergolong dalam jenis Rohwurst seperti Salami, Teewurst,
Plockwurst, dan Metwurst (Fischer, 1988). Hal itu bukan berarti masyarakat
tradisional Indonesia tidak mengenal cara pengolahan dagiug sejenis so sis fermentasi.
)
2
Masyarakat Bali sudah lama meugellal teknologi pengawetan ini dan mereka
mellamakall sosis fenllentasi tradisiollal ini dellgan 11m/all. Sosis fermelltasi
tradisiollal Bali mellggunakan bah an baku daging babi, lemak babi, garam,' rempah
rempah, dellgan atau tanpa penambahan gnla dan sodium nitrit dengan selongsong
sosis yang berasal dari usus babi. Sosis termentasi tradisional tersebut dijemur di
bawah sinar matahari seJama tiga sampai lima hari.
Um/an mempunyai kelebihan dibandingkan dengan sosis fennentasi dari
Eropa yaitu dapat disimpan di suhu tropis dan mempunyai cita rasa yang sesuai
dengan kesukaan masyarakat Indonesia. Namun sosis ini tidak dikenal luas karen a
bahan baku yang terbuat dari daging dan lemak babi di samping prosesnya yang
masih sallgat sederhana sehingga tidak mendukung daya awet sosis tradisiollal. Oleh
karena itu hams dilakukall modifikasi, baik baban baku maupun proses
pembuata1l1lya, menjadi suatu produk barn dengan mempeltimballgkan tekllologi
so sis fermentasi luar negeri tanpa meninggalkan beberapa ciri khas urutall. Dengan
adanya modifikasi bahan baku maupun proses tentu akan bel1Jengarnh pada sifat
fisiko-kimia so SIS fennentasi tersebut. Maka dengan metode analisis teltentu.
karakteristik sifat fisik dan kimia maupun daya telima panelis terhadap SOSIS
fermentasi tradisional Bali termodifLkasi sebagai produk bam dengan Lactobaci/lls
casei subsp. rhanmoslIs dapat diketabui.
[I. TINJUAN PUSTAKA
A. DAGING DAN PRODUK OLAHAN DAGING
Daging didefinisikan sebagai urat daging (otot) yang melekat pada
kerangka, kecuali urilt daging bagian bibir, hidung dan telinga, yang berasal dari
bewan sebat sewaktu dipotong (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Menurut "Food
and Drug Administration", daging merupakan bagian tubuh yang berasal dari
ternak sapi, babi atau domba yang dalam keadaan sehat dan cukup umur untuk
dipotong, tetapi hanya terbatas pada bagian muskulus yang berserat, yaitu yang
berasal dari muskulus skeletal at au lidab, dia fragma, jantung dan esofagus, tidak
tennasnk bibir, moncong, telinga, dengan atau tanpa lemak yang lIlenyertainya,
serta bagian-bagian dari tulang, urat syaraf dan pembuluh-pembuluh darah.
Daging merupakan baban pangan yang mudah rusak. Soeparuo (1994)
lIlenyebutkan bahwa ada tiga kerusakan yaitu kerusakan karena mikroorganisllle,
reaksi kimia dan secara fisiko Mikroorganisllle adalah penyebab kerusakan
daging yang sering dijnmpai sebab mellwut Soepamo ( 1994) daging memberikan
kOlldisi yang sangat baik wltuk perkemiJangan mikroba. Kondisi daging yang
lIlenguntungkan perkembangan mikroorganislIle itu karena daging lIlempunyai
kadar air yang tinggi (sekitar 68 - 75%), kaya akan zat bemitrogen, lIlellgandung
karbobidrat yang dapat difermentasi, kaya akan mineral dan kelengkapan faktor
untuk pertumbuhan mikroorgallisme serta mempunyai kisaran pH yang sangat
4
sesuai bagi perkernbangan rniluoorganisme yaitu sekitar 5,3 - 6,5 (Soepamo,
1994).
Untuk memperpanjang lllasa simpall dagillg dapat ditempuh herhagai cara
di alltarallya adalah dellgall rnellgolah dagillg melljadi produk olahall teltentu
misalnya dendellg, rendang dan sosis kering (Soepamo, 1994).
B. SOSIS FERMENTASI TRAIHSIONAL BALI (URUTAN)
l. SOSIS FERMENT ASI
Sosis didefmisikan sebagai rnakanau yang dihuat dali daging gili.1lg
dan diberi bumhu serta dibulIglms dalam selongsong menjadi bentuk silinder
(Kramlich, 1971). Kata sosis sendiri berasal dari bahasa latin "salsus" yang
berarti garam dan secara umum dapat diterjernahkan sehagai daging yang
diawetkan dengan ga ram.
Sosis ferrnentasi mempakan salah satll jenis SOSIS mentah
(Rohwurst) yang rnenggunakan tekllologi fennentasi untuk mempertahankan
rnutu dan keawetannya. Sosis fermeutasi juga tergolong sosis kering karena
meuggullakall prinsip-prinsip peugerillgan lmtuk memperpanjallg umur
simpa1111ya (Gillespie, 1960). Sosis ferinentasi dapat diklasifIkasikan rneujadi
dua jenis yaitu sosis kering (dry sausag<) dan sosis semi kering (semi dry
sausage). Sosis kerillg mempullyai kadar air 35 % sedangkall pada ~osis semi
kering mempullyai kadar air sekitar 50 % (Kramlich, 1971).
5
Prinsip dasar pembuatan sosis fennentasi meliputi penggilingan
daging dan pencampuran daging yang telah digiling dengan bumbu dan starter
kultur, pengisian ke dala1ll selongsong dan selanjutnya dilakukan proses
pengasapan, pengeringan dan proses fermentasi (Fischer, 1988).
Berbeda dengan jenis sosis lainnya, menumt Kramlich (1971) sosis
fermentasi bukan merupakan produk emulsi. Sosis non-fermentasi
merupakan produk emulsi minyak (lemak hewan) dalam air dellgan protein
daging yang lamt dalam garam berperan sebagai pengemulsi. Dengan
demikian ekstraksi protein oleh garam selama pembuatan sosis fennentasi
tidak diperlukan. Pada sosis fenuentasi, garam ditambahkan pada tahap
terakhir penca1llpuran, bukan pada saat sebelum pena1llbahan daging seperti
halnya pada sosis matang. Hal ini dijelaskall oleh Kramlich (1971) bahwa
prosedur ini beltujuan untuk mengatur peqJindahan a il- dari dalam sosis
selama pengerillgan karena air secara perlahan akan keluar dari daging
disebabkan tekanall osmosis garam yang lebill tinggi.
Sosis fermentasi mempunyai karakteristik ban yang tajam dan khas
serta bertekstur kenya!. Aroma sosis fermentasi diliasilkan oleh bakteri yang
memproduksi asam laktat dan beberapa komponen lainnya (Kramlich, 1971).
Mikroba yang berperan da lam fermentasi ini menumt Aryanta (1996) antara
lain Lactobacillus (sepelti L. plal/tarum, L. sake, L. curvatus, L. bulgaricus,
dll), Micrococcus varia/IS, Pediococcus, Hansellulla, dan lain-lain. Masing
masing bakteri mempunyai peran sendiri-sendiri. Bakteri asam laktat berperan
menghasilkan asam laktat dan non-bakteri asam laktat memecah protein dan
6
lemak sehingga memberikan konttibusi pada tekstur dan cita rasa. Setelah
fermentasi, dilakukan pengasapan yang beltujuan untuk mengawetkan dan
menambah flavor (Lawrie, 1995)
2. SOSIS FERMEN'fASI 'fRADJSIONAL BALI (URUTAN)
Sosis fermentasi tradisional bali adalah sosis yang terbuat dati
campuran daging babi, lemak babi, garalll dan rempah-rempah (dengan atau
tanpa gula dan sodium nitrit) dengan selongsong usus babi dan dijemur di
bawah sinar matahari selama 3 - 5 hari. Produk illi telah lama dikenal dan
ban yak dikonsumsi oleh masyarakat Bali (Aryanta. 1996).
Secara umum diketahui bahwa lormula sosis illi sangat bervariasi.
Selanjutnya Aryallta (\996) menggolongkan sosis terfermentasi tradisional
Bali meujadi tiga yaitu : (I) sosis yang dibuat dari camjJuran daging.
lemak,garam dan remjJah-rempah (tanjJa pellambahan gula maujJun lIitrit), (2)
so sis dari campurall dagillg, lemak, garam. rempah-rempah dan gula (talljJa
pellambahan nitrit). dan (3) sosis dad call1jJuran dagillg, lemak, garam.
re1lljJah-re1lljJah dengall penambahall gula dan nitrit. Formula ketiga sosis
tersebut disajikall jJada Tabel 1.
Menurut Aryanta (1996) dari ketiga fonnulasi yang dipilih. so sis
dengan gula dan sodium nitrit memJlunya i karaktetistik yang terbaik, disusu\
oleh sosis dengall pellambahan gula tanpa sodium lIitrit dan sosis tanpa gu\a
tanpa sodium lIitrit. Fermelltasi sosis illi terjadi secara spontan tanpa
penambahan kuhur. Aryanta (1996) melaporkan bahwa Lactobacillus sp. dan .
7
Pediococcus sp. memegang peranan penting di dalam fermentasi sosis
tradisional, temtama pada formula 2 dan 3. yaitu formula sosis yang
ditambahkan gula di dalamnya. Keberhasilall produksi so sis urufan sang at
tergantWlg pada kehadiran bakteri asanl laktat yang secara alamiah dan
spontan tumbuh pada sosis tersebut (Aryan!a. 1996).
Tabell. Formula sosis telfennentasi tradisional Bali
Bahan sosis (g) Formula I Formula 2 Formula 3 I
Daging babi 634 732 696 I
Lemak babi 366 268 304 I ---J
Garam 27,3 25.8 I 30.6 Gula -
e-t 14.8
Sodium nitrit - 0.047 Bawang pntih 3,2 4,4 Bawang merah 2.1 -Lengkuas 2,4 2.5 -Kunyit 2,2 - -Kencur 2,6 1.7 2,8 lahe 2,3 2.9 3,4 Cabe 2,4 1,4 -
---J
Merica 3,7 4.2 4.3 I
Ketumbar 3,9 3,6 4, I Aryanta, (I 996)
Tahel 2. Komposisi kimia sosis telfermentasi tradisional Bali
Komposisi FOl'mula I Formula 2 Formula 3 Kadar air (%) 4926 48.94 48,13 Kadar protein (%) 18,58 18,75 18,62 Kadar lemak (%) 30,21 28,92 29,65 Kadar abu (%) 395 4,23 4,62 Total asam (%) 0,39 0,89 0,95
1 PH 5,43 4,71 4,64 -AIyanta, (1996) /':: \j)IfC."M I)
//f"";~~~ AI/A;" /({~.~ ... '-.." .... -, ~
; E ~1J;--> ,:::r t~.:, ':: ~.",~~,c, ... "," , .... - ,,};;. I
£(/) , ",:<\fi( ;,)10 < / -;..-;. ~':r:l.~~=::t/.:() :- '
.,.~ .... ---: ,=-~ ~ / '" ....! R.-u.T"¥- ,..
8
C. PARAMETER MUflJ SOSIS
1. DERAJAT KEASAMAN
Salah satu parameter mutu sosis adalab derajat keasaman yang diukur
menurut konsentrasi ion hidrogeu yaug biasa disebut dengan istilah pH
(power Hidrogen). MenulUt Sadler (1976) pH merupakan nilai negatif dari
log konsentrasi ion hidrogen. Maka semakin asam suatu bahan, artinya makin
tinggi kousentrasi ion Hidrogennya. nilai pH-uya akan semakin rendah.
Selanjutnya ditambahkan oleb Frazier dan Westhoff (1979) bahwa nilai pH
didasarkan pada pengukuran kOllsentrasi ion hidrogen yang ada dalam bentuk
terdisosiasi sehingga tidak semua komponen asam telU":ur.
Mutu sosis fermentasi sangat ditentukan oleh pH sosis yang rendah
yang disebabkan oleh hasil metabolit bakteri asam laktat yang menghasilkan
asam laktat. Hal itn dijelaskan oleh Jay (1978) karena penurunan pH akan
menghambat pertwnbuhan mikroba lain yang bersifat patogen ataupun
pembusuk. Sosis fermentasi yang bermutll baik menllrut Bacus (1984)
mempunyai kisaran pH antara 4,5 sampai 5,0. Kisaran itll sedikit berbeda
dengan yang dilaporkan oleh Kramlich ( 1971) yaitll antara 4,8 sampai 5,4.
2. TOTAL ASAM TERTIRASI
Selain dengan pH, keasaman snatu bahan dapat juga dinyatakan
. dengan total asam tertitrasi. Sadler (l976) menjelaskan bahwa nilai asam
tertitrasi adalah persentase asam dalam bahan yang ditentukan secara titrasi
9
dengan basa standar. Frazier dan Westhoff ( 1979) menambahkan bahwa pada
pengukuran total asam teltitrasi ini komponen asam yang terukur adalah asam
yang terdissosia si dan yang tidak terdissosia si. Total asam tertitrasi SOSIS
fermentasi yang bermutu baik adalah sekitar 0,8 - 1.0 % (Bacus, 1984).
3. KADAR Am DAN AKTlVlTAS AIR (au.)
Ketersediaan air adalah kebutuhan paling penting bagi pertumbuhan
mikroorgauisme meskipun untuk beberapa tipe bakteri dapat tetap hidup
dalam keadaan dormall dalam jangka waktu yang lama dalam kondisi kadar
air yang rendah (Lawrie, 1995).
Peranan air dalam bahau pangan biasauya dinyatakan sebagai kadar
air dan aktivitas air. Kadar air adalah persentase kalldungan air suatu bahan
yang dapat dinyatakan berdasarkall bentt basah dan berat kelIDg sedangkan
aktivitas air atau water activity (a .. ) adalah jUllllah air bebas yang dapat
digunakan oleh mikroba untuk pertulllbuhannya (Syarief dan Hariyadi, 1993).
Ditambahkan oleh Lawrie (I995) bahwa lIilai a .. adalah perbandingan autara
tekanan uap dengan air mumi pada temperatur yang sama, berbanding terbalik
dengan jumlah molekul solute yang ada. Definisi ini hampir sarna dengan RH
(Relative Humidity) hanya saja RH lllenggunakall satuan persen dan
diguuakan untuk parameter kelembaban ruallgan (Apriantono et a!., 1989).
Aktivitas air erat sekali hubungannya dengan kadar air bahall pangan.
Air yang terkandullg dalalll bahan pangan dapat mellunjang reaksi biologi dan
kimiawi seIta dapat digullakall oleh mikroba untuk peltumbuhamlya. Air yang
IO
terkandung dalam bahan pangan, jika terikat Imat dengan komponen bukan air
atau bernilai Ow reudah akan lebih sukar digunakan baik untuk aktivitas
mikrobiologis maupun aktivitas kimia hi<lrolitik. (Syarief, 1991). Penurunan
Ow akan menumnkan tingkat pertumbuha II fungi, l'3gi dan bakteri (Lawrie.
1995 ).
4. TEKSTUR
Tekstur pada daging mellnlljnkall ukuran ikatan-ikatan serabut otot
yang dibatasi oleh septum-septum perimiseal jaringan ikat yang membagi otot
seeara longitudinal (Hammond, 1932 yang dikutip oleh Soeparno, 1994).
Tekstur otot dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu tekstur kasar dengan
ikatan-ikatan sera but yang besar dan tekstur halus. Menurut Bacus (1984)
dalam pembuatall sosis fenllentasi, asam laktat akan meuyebabkan denaturasi
protein daging yang akan mengakibatkan tekstur sosis menjadi lebih kompak.
5. WARNA DAN RESmlJ NITRIT
Penentu warna daging utama adalah pigmell mioglobul. Mioglobin
mempakan salah satu protein sarkoplasmik yang terbclltuk dari suatu rantai
polipetida tunggal terikat di sekelilil.1g suatu gmp heme yang membawa
oksigen. Grup heme tersusun atas suatu atom Fe dan satu eincin porfiru1.
Pigmen miogiobul ini dipengamhi oleh beberapa faktor antara lain pakan,
spesies, umur, jenis kelamin, stres, pH daging dan oksigen (Soepamo, 1994).
II
Wama sosis selain tergantIDlg pada konsentrasi pigmen mioglobin
daging yang digunakan, juga ditimbulkan oleh proses yang disebut curing
yaitu proses yaug menggunakau nitrit dalam formula curing. (Kramlich,
1971). Nitrit yang ditambahkan dapat tel1lrai menjadi nitritoksida. Senyawa
in i kemudian bereaksi dengan pigmen mioglobin pada daging dan
membentuk nitrosomioglobin yaug memberikan warna merah eerah pada
daging (Furia, 1981).
Nitrit bersifat toksik bila dikousumsi seeara berlebihan. Kadar nitrit
yang diiziukan pada produk akhir proses lIlenUl1lt Romans dan Ziegler (1974)
yang dikutip oleh Soepamo (1994) adalah 200 ppm. Sedangkan untnk sosis,
jumlah maksimal penambahan nitrit yang ditetapkan oleh USDA (Ullited
States Departemelll of Agricultural) adalah 15,7 gllOO kg daging cacahan
(Soepamo, 1994). Dosis nihit yang lebih dari 15 - 20 mg/kg berat badan bisa
menyebabkan kematian (FolTest et ai, 197:;).
D. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI l\H1TU SOSIS
1. BAHAN BAKU
a. Oaging dan Lemak
Komposisi kimia daging tergantung dari spesies hewan, kondisi
hewan, jenis daging karkas, proses pellgawetan, penyimpanan dan metode
pengepakan (Muchtadi dan SUgiYOll(l, 1992). Tabel 3 memperlihatkan
komposisi kandungau gizi yang berbeda pada sapi dan babi pada beberapa
12
kondisi. Perbedaan antara sapi dan ba bi tidak hanya terletak pada daging
tapi lemaknya jnga menunjllkkan perbedaan komposisi. Hal itu dapat
dilihat pada Tabel3.
Tabel3. Komposisi beberapa jenis daging.
Komposisi (dalam 100 g I
daging)" I Macarn Daging
Daging Babi Gemuk
Oaging Babi Kurus
Daging Sapi I Daging Anak Sapi I
Kalori (ka 1. ) 457 , 0
Protein (g) 11.9 ~ .-
207 190 : 18.8 19. I
1
Lemak (g) 45.0 3 14.0 12.0 :
Kalsinm (mg) 7 8 Fosfor (mg) 117 ~
II I I 170 193 I
Besi (mg) 1.8 7 - 2.8 2.9 --Vit. A (S.I.) 0 0 Vit. B I (mg) 0.58 10 ".-
30 40 0.08 .0.14 . . . .
(DlIjen. GIZI Dcp.Kes. RL, 1967) .
Bila pada sosis non-fermenlasi protein daging sangat penting
peranal1l1ya sebagai emulsifier dan pengikat air. maka dalam sosis
fermentasi tidak demikian. Pada sosi, fenllentasi. air diusahakan untuk
dikeluarkan ulltuk menghambat peI1'.Il11buhan mikroorgallisme patogell
dan pembusuk (Kramlich, 1971).
Lemak daging tersusun atas asam-a5am lemak. Lemak tersebut
juga mengandullg asam-asam lemak essensial dalam jumlah yang cukup
banyak. Lemak pada daging ini ters>!!,ar merata dalam berbagai bentuk
dan jenis (Lawrie, 1995). I.emak sapi dan lemak babi mempunyai
perbedaan sifat yaitu lemak babi mcmpullyai strllktur lebib lembllL
memiliki titik leleh yang lebib rend"l, (Kramlich. 1971) dan mempllllyai
ikatan rallgkap yang lebill tinggi diban . .Iillg sapi (Soepal1lo, 1994).
13
Daging mempuuyai nilai bio logis yang tinggi kareua zat gizinya
mudah dicema dan diserap, dengan demikian daging dinyatakan sebagai
makanan yang kaya akan zat gizi (Briggs, 1985).
Salah satu penyebab urutall tidak diterima secara Inas karena
bahan baku daging, lemak dan usus yang digullakall sebagai s61ollgS0llg
berasal dari babi. Babi melUpakan hahan pangan yang diharamkan dan
sang at dijanhi oleh kaum muslimin. Hal ini berdasarkall nash-nash (dasar)
yang sangat jelas dan tegas sehingga tidak ada perselisihan pendapat
sedikitpun di antara kaum muslimill ten tang keharalllannya (Sabiq, 1995).
MenulUt Lawrie (1995), pada masa post mortem dagi.llg sapi.
tetjadinya pembahall pH ditentukall oleh jUllllah a5am laktat yang
diproduksi dari glikogen selama proses glikolisis secara anaerobik. Nilai
pH daging illi sangat penting diperhatikan dalam pemilihall baha.ll baku
yang dignnakan untuk pembuatan sosis fermentasi. Hal ini berkaitan
dengan nilai WHC (Water Holding Capacity) yaitu daya mengikat air
bebas. WHC yang tinggi ditunjukkall oleh pH daging yang tinggi dan
sebaliknya WHC yang rendah ditunj ukkan oleh pH yang rendah pula.
Karena sosis fermentasi bnkanlah produk ellluisi melainkan hanyalab
campuran yang menggunakan prinsip tlasar pengelingan, sehillgga daging
yang sesuai dignnakan adalah daging yang mempunyai nilai WHC rendah
yang ditunjukkan dengan adanya pH yang renclah (kurang dari 5,8).
Dengan WHC yang rendah itn prn;es pellgeringannya menjadi lebih
mudah karena air bebas yang ada pada dagillg lebih mudah dilepaskan
14
(Fischer, 1988). Jadi bahan baku sosis fermentasi adalab daging PSE
(Pale Soft Exudative) yang ber-pH rendah dan juga bermutu rendah.
b. Selongsong
Fungsi utama selongsong SOSIS yaitu di samp111g wltuk
membentuk produk dan menjaga stabilitas bentuk Ilroduk, juga berfimgsi
sebagai pelindung dari kerusakan bail, secara kimia (misalnya oksidasi),
mikrobiologis ataupuu' fisik (sepelti kekeringan). Secara alami
selongsong sosis umumnya dibuat dari hasil samping dari penyembelihan
atau pengolahan daging terutama perut, USllS dan kulit kaki (Fiscber.
1988). Urutan menggunakan casing n:;ns babi yang tentu saja juga dijanhi
oleh sebagian besar masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim
Selongsong alami mempunyal heberapa kenntul1gan antara lain
mempuuyai pori-pori yang besar, tidak mellilllbulkan pemisahan
gellcairan saat pemanasan. dan dapat climakan dengan cita rasa yang khas.
Hanya saja selongsong sosis alauu melnpunyai ukurall dan bentuk yang
tidak seragam, penyiapan yang ru111it dan persyaratau higienis yang hams
sangat diperhatikan (Fischer, 1988).
Menurut Fischer ( 1988). seJongsong SOSIS buatan dapal
menggantikan selongsong sosis ala Illi bahkall mellliliki beherapa
keuuggulan antara lain mndah disimpan tanpa hahan pengawet, nkurall
dan bentuknya yang seragam. murah dan sifatnya yang dapat diatur sesuai
dengan kebutuhan. Selongsong sosi;; buatan dibllat dari berb~gai jenis
15
bahan antara lain dengan keltas pergalllen, cellulosehydrat, jaringan ikat.
dan secara kimiawi. Kramlich (1971) lIlenambahkan casing sinletik juga
bisa dapat dibuat dari kolagen baik yang edible (d3pat dimakan) lIlaupun
yang non-edible ..
Berdasarkan pertimbangan tersebut selogsong urutall yang
semula terbuat dari usus babi diganti dengan se!ongsong sintetik yaitu
selongsong sosis dari jaringan ikat ya ng dilapisi protein karena memiliki
sifat tembus air dan udara, mudah m:-ngkerut dan tetap menempel pada
bahan (Fischer, 1988).
c. Starter Kultur
Aryanta (1996) menjelaska n bahwa keberhasilan pembuatall
sosis fermentasi sangat ditelltukan oleh kehadiran bakteri asam laktat.
Bakteri ini mampu menghasilkan Hsam laktat yang mengakibatkall
penurunan pH sehingga dapat mellglw mbat peltllmbllhan mikl"Oorganisme
pembusuk dan patogeu.
Menurut Fardiaz (1989) yang tennasuk bakteri penghasil asam
laktat adalah Lactobacillaceae dan Sirepfococcaceae. Salah satll genns
Lactobacillaceae adalah Lactobacil/lls yang merupakan bakteri batang
yang panjang, anaerobik fakultatif dan katalase uegatif Di alamo
Lactobacillus sering diketemukan pada makan3n misaluya pada
permukaan sayuran, SIISU dan produk-produk SUSH.
16
Fardiaz (1989) selanjutnya mcngelompokkan bakteri asam laktat
berdasarkan produksi asam laktaillya yaitu hOlllofermentatif dan
heterofermentatif. Bakteri homofermentatif menghasilkan asam laktat
saja atau asam laktat mendominasi ha,;i 1 met abo lit hakteri tersebllt, sepelti
yang dilaporkan RahaYll et al.(l90Z) bahwa bakteli homofennentatif
mengubah 95 % glukosa atau be"'-osa laiunya menjadi asam laktat.
Contoh bakteri yang tennasuk hOlllolaktat antara lain Streptococcus,
Pediococcus, dan beberapa spesies fJlctobaci/lu.l' sepelti L. casei, L.
plantarum, L. lactis, L. acidophilus. L therillophilll,\', L. delbruechii, L.
leichmanii, dan L. bulgancllS Sedangkan yang tergolong
heterofermentatif Leucollostoc dan spesies dari golollgan Lactobacillus
antara lain L brevis dan L }"I'/I/(,,,tlll1l. Bakteti asam laktat
heterofermentatif menghasilkan asanl laktat, alkohol, asam asetat dan
karbondioksida (Fardiaz, 1989),
Jay (1978) mendetinisikan I;,rlllentasi sebagai proses metabolik
berupa oksidasi karbohidrat dan kOlllponcn lainnya dcngan terlepasnya
energt, Pada bahan yang mengandlllig gula, bakteri a5am laktat dapat
mengubah gula menjadi asam lakta!. Gllia yang Japat dipecah bakteti
a5am laktat tidak harus berupa laKlosa namun bisa berupa gula-gula
lainnya 5eperti amigladin, selobiosa. l'alaktosa, maltosa, manitol,mano5a.
melizitosa, salisin, sorbitol dan treh,dosa (Gilliland, 1986), Jay (1978)
menambahkan bahwa glukosa dan sukrosa juga dapat dipecah menjadi
asam laktat. bahkan Fardiaz (19R'I I menyatakan bahwa bakteri asam
17
laktat tidak hanya menfermentasi monosakarida dan disakarida saja tapi
Wltnk kasus teltentu mampu menfenncntasi polisakarida juga.
Bakteri asam laktat homofennentatif memecah glukosa menjadi
2 molekul asam laktat sedang heterofermentatif memecah glukosa
menjadi asam laktat, etanol atau asam asetat dan karbondioksida (Fardiaz,
1989). Produksi asam laktat dengan fermentasi glukosa hetero dan homo
fermentatif dapat dilihat pada Gambar 1 berikut :
(jlukosa I
2-A TP-1- 4-A TP
Heksosa isomerase
21aktat
'_AT1 CO,
fosfoketolase
1 laktat etanol
Gambar 1. Produksi asam laktat bomo dan heterofermentalif
(Jay, 1978)
Lactobacillus easel merupakall bakteri asam laktat
homofermentatif yaitu sekitar 90 % hasil metaboJitnya berupa asam
laktat dan sebagian kecil komponen-komponell seperti asam sitr.at, malat,
asetat, suksinat, asetaldehida, diasetil dan asetoin (Evallikastri, 1997).
Berdasarkan morfologinya, L. casei berbentuk batang dalam
koloni tWlggal atan beranta~ mempullyai panjal1g 1,5 - 5,0 11m dan lebar
0,6 - 0,7 [lin. Bakteri il1i bersifat gram Jlositif, katalase Ilegatif; tidak
IS
membentuk endospora atau kapsul dan tidak mempunyai flagela.
Mikroorganisme ini tumbuh dengan baik pada kondisi anaerobik
fakultatif; dapat hidup pada suhu 15 ~ 41°C dan pada pH 3,5 atau lebih
(Evanikastri, 1997)
Menurut kemampuannya hidup di dalam usus manusia, 1. casei
tergolong grup C yaitu bakter1 yang kadang-kadang ditemukan di dalam
usus manusia dan mampu mencapai usus dalam keadaan hidup (Anonim,
1989). Selanjutnya untuk penjelasan grup-grup yang lain dapat dilihat
pada Tabel 4.
Tabel 4. Pelllbagian grup bakteri berdasar kemampuannya untuk
hidup di dalalll usus manusia (Anonilll, 1989).
Grup Distribusi dan Karakteristik Galur A Umulllnya terdapat di dalalll usus dan Bifidobacteria:
mampu mencapat usus kemudian B. bifidum menetaQ di dalamnya B. ilifatis
B Sering terdapat di dalam usus, mampu Lactobacilli: llIencapai usus dan tetal' di dalamnya 1. acidophil/us
1. fermelllum C Kadang-kadang ditemukan di dalam Lactobacilli:
usus dan mampu llIencapai usus dah'ill L. casei keadaan hidup L. brevis ----
D Tidak ditemukan di dalam usus. Lactobacilli: Sebagian besar diglluakan sebagai 1. bulgaricus kultur starter produk-pl'Oduk susu 1. helveticus
Lacto-streptococci: S. cremoris, S. thermophil/us
Hanya bakteri 3sam lakta! yang mampu llIencapai dan tetap
hidup di dalam usus manusia. Peranan L. case; di dalam usus adalah
19
mengatur keseimbangan mikroflora alami, merangsang usus
memproduksi asam-asam organik seperti asam laktat dan mengnrangi
jumlah bakteri patogen serta menekall produksi senyawa beracun dalam
tubuh seperti amonia, fenol dan H2 S.
Salah satu sub spesies L. casei adalah L. casei subsp. rhamnosus
disamping strain shirota yang suda h dikenal sebagai mikroflora dalam
minuman kesehatan Yakult. Bakteri asam laktat ini merupakan
termobaktelium yang tahan pada suhu 45°C (Robinson, 1981). Sub
spesies ini mampu memfermentasi glukosa, galaktosa, laktosa, manosa,
selobiosa, trehalosa dan rhamnosa. Kadang menurut Buchanan dan
Gibbons (1974) yang dikutip Agnstilla (1995) bakteli ini juga mampu
memfermentasi sukrosa dan maltosa tapi tidak l11ampu memfyrmentasi
silo sa, arabiosa ataupun ratrnosa. L. casei subs. rhal1ltlosus l11elUpakan
bakteri yang digunakan bersama khamir Cal/dida crusei membentuk
sejenis produk fermentasi asam laktat yang tidak menggnnakan bahan
baku susu. Produk tersehut dikenal baik oleh masyarakat Kenya sebagai
minuman bir tradisional dati bahan baku endosperma jagullg dan malt
yang disebut busaa (Wood, 1985). MOllO plasmid yang dimiliki oleh
bakteri ini mempunyai berat molek1l1 19 x 106 dan mempunyai sifat
antigenik yang menstim1l1ir terbelltuknya antibodi di dalam tubuh
(Gilliland, 1986). Selanjutnya Astawan (I 991) meuambahkan bahwa
mikroorganisme ini lIlampll lIlengnrai protein menjadi bahan yang Iebih
20
sederhana sehingga membantu penyerapan protein oieh tubuh di samping
memproduksi vitamin B kompleks.
d. Bumbu
d.l. NPS
NPS (Nitrif Pokeln Salz) mempakan campuran yang
tersusull atas 99.5% garam dapur (NaCI) dan 0.5% NaNOz yang
secara sinergis dapat memperpanjang keawetan pangan (Frazier dan
Westhoff, 1988).
Garam mcnghambat pertumbuhan bakteri dalam
konsentrasi 4 - 5% (Kramlich, 1971). Mekanisme ini dijelaskan oleh
Frazier dan Westhoff (1988) bahwa garam mampu menurunkan aw ,
menyebabkan tekanan osmotik yang tinggi sehingga sel-s~ tertentu
mengaiami plasmolisis, menyumbangkan ion cr yang sangat
berbahaya bagi mikroorganisme. mengurangi kelamtam O2 dalam
larutan dan mempellgaruhi kelja enzim proteolitik. Dije1askall lebih
lanjut bahwa efektivitas penghambatan NaCI tidak hanya dipengaruhi
oleh konselltrasi sema!a, melainkan suhu juga ikut berperan. Daya
hambat NaCI akan selllakill helHit bila disertai dengan penambahan
nitrit yang diumpamakan olel! Oeckennan (1983) bahwa day a
hambat 4% garam ditambah 200 ppm NOz setara dengan 1;% garam
tanpa penambahan nitrit.
21
Mekanisme penghambatan mikroba oleh nitrit belum
diketahui secara pasti, tetapi diduga nitrit bereaksi dengan gugus
sulfhidril dan membentuk senyawa yang tidak dapat dimetabolisme
oleh mikroba dalam keadaan anaerobik (Winarno, 1984)
Ockerman (1983) menjelaskan hahwa nitrit pada daging
dapat mencegah botulisme jika konsentrasinya di atas 100 ppm,
demikian juga terhadap Clostridium welchii ataupun Staphilococcus
sp. Soeparno (1994) selanjulllya menamhahkan bahwa aktivitas
bakteriostatik nitrit akan hertamhah seiring dengan menurunnya pH.
Menurut Okcerman (1983), nitrit herperan membentuk cita
rasa dan antioksidall. Nitti! hereaksi dengan senyawa yang
bertanggung jawab terhadap cita rasa khas daging lehih kurang pada
konsentrasi 50 ppm. Terhadap oksidasi lemak, penghamhatan dapat
teIjadi karena nitrit hereaksi dengan pigmen mioglobin tp.ereduksi
Fe3+ menjadi Fe2+ yang tidak aktif sehagai katalis oksidasi lemak.
Nitrit juga herperan dalan membelltuk warna merah.
Warna merah itu nll11lcul karena reaksinya dengan mioglobin
membentuk nitrosomioglobin (Soeparno, 1994).
d.2. Rempah-rcmpah
Rempah-rempah mempunyai sifat antimikroha. Hal itu
dikarenakan di dalanmya terdapat komponen-komponen yang dapat
memhahayakall miklOha ataupun hallya sehatas menghamhat
22
pertumbuhan mikroba. Hanya saja, komponen-komponen tersebut
bersifat spesiflk yang hanya efektif untuk menghambat bakteri
bakteri teltentu (Frazier dan Westhoff; 1979).
Pada urutan, rempah-rempah yang dipakai dalam formnla
unggulan adalah bawang putih, jahe, lada, ketunIbar, dan kencur
(Aryanta, \996). Bawang putih (Allium sativum L.) mengandung
0.2% (w/w) millyak atsiri. Komponen yang terdapat dalam minyak
bawang Jlutih adalah dialil disulfida, dialil trisulfida, alii propil
disulfida, dietil disulfida, dialil polisulfida, alliin, dan alisin (Farrel,
1990). Hasil pellelitian Thomas (1984) yang disitir Triana (1998)
menunjukkan bahwa konsentrasi bubuk bawang putili 10% dapat
menumnkan laju pertunIbuhan A. flavus selama 72 jam waktu
kontak. Sedangkan ekstrak bawang putih segar pada konsentrasi
0.5% dapat menghambat pertumbuhan E. coli dan Salmoneilla sp.
(Folkerts dan Westendorp, 1991). Lain halnya terhadap L.
monocytogel1es, bawang putih tidak menunjukkan efek
penghambatan hingga konsentrasi lebih dari 3% (Ting dan Diebel,
1991).
Ketumbar ( Coriandrum sativum LINN) menghasilkan 0.1-
1. 0% minyak atsiri yang mengandung D-linalool, borneol, d-u pinen,
~-pil1en desialdehida dan asam stearat (Farrel, 1990). Rempah ini
23
dilaporkan dapat menghambat rertumbuhan kapang A. flavus, A.
ochracells, dan A. versicolor hingga 41 % (Hitokoto et al, 1980).
Lada (Piper nigrum L.) memproduksi beberapa komponen
antara lain terpen, hidrat a-felandren, dipenten dan J3-kariofiIin
(Farrel, 1990). Tiug dan Diebel (1992) melaporkan bahwa lada
hitam pada konsentrasi lebih dari 3% tidak dapat menghambat
pertumbuhan L. mOllocytoge/les.
Minyak atsiri jahe (Zin.-;iber officinale. Roscoe) terdiri dari
sesquitelllen, farnesen, metil Iwptanon, cineol, borneol, geraniol,
linalool (Furia dan Bellanca, 1975). Hasil penelitian Lienhi (1991)
membuktikan bahwa sari jahe pada konsentrasi 7% mempunyai
aktivitas bakteristatik terhadap E. coli. Salmonella thompson, dan V.
cholerae.
2. PROSES
a. Suhu Pencampuran
Pencacahan daging dan lelllak lebili mudah dilakukan dalam
keadaan bekll. Selain itu Kramlich (1971) mengutarakan bahwa
pengkuteran daging dilakukau pada mhu rendah yaitu -1 sampai -2 °e
dan untuk lemak -2 sampai _3°e rnempunyai rnaksud untuk mengurangi
teJjadinya pelelehan lernak sehillgga rnembentuk kapisan lemak yang
24
mengganggu proses pengeringan dan memberikan penampakan yang
pudar pada produk akhir so sis.
b. Pengasapao
Asap dapat menghamhat pet1umbuhan bakteri., memperlambat
oksidasi lemak dan memberi flavor pada daging. Aspek bakterisidal asap
disebabkan oleh senyawa formaldehida (Lawrie, 1995).
Lawrie (\995) menjelaskau bahwa di dalam asap sendiri
terdapat lebih dari 200 komponen termasnk pnla ikatan karsinogenik
(penyebab kanker) 3,4-benzpiren dan 1,2,5,6-feuanteracene. Namun
bahaya karsinogenik itu sanga! kccil.
Flavor yang ditimbulbn olelt pengasapan sangat variatifkarena
selain tergantlmg dari kayu bahall asap dan kondisi yang digunakan untuk
menghasilkan asap, pada asap yang sama akan mellghasilkan aroma yang
berbeda pada daging atau bahan yang berbeda (Lawrie, 1995).
Subu pengeringan dan pengasapan sosis fermentasi sebaiknya
tidak terlaln tinggi dan tidak jnga terlalll rcndall. Suhn optimum
pengeringan dan pengasapan sosis fecmentasi adalah sekitar 25 - 28° C.
Apabila suhu terlalu tinggi maka akan teljadi pengerasan pada bagian luaI
produk sebingga akan menghalllbat pengerillgan yang mellyebabkna
penumpukan air pada bagilllt dai;tlll, yang mel1lpakan titik awal
kel1lsakall. Sebaliknya apabila SHllll t0r1alll rendah. maka disamping suhu
25
penguapan tidak cukup, pembentukan asam juga terlalu lamb at, sehingga
pH menjadi tillggi dan kemllngkillsn berkembsllgnya bakteri pembnsuk
akan lebih besar (Leistner, 1986).
m. METODOLOGI PENELITIAN
A. BAHAN DAN ALAT
Bahan-bahan yang digllnakan dalam penelitian ini terdiri dari daging dan
lemak sapi dari PT Tippindo Cakung, gula, NPS (Nitrit Pokeln Salz), bumbu dapur
(terdiri dari ketumbar, lada, ken cur, jahe, dan bawang putih), selongsong sintetik
kolagen dengan kaliber 21 yang diperoleh dari PT Marka Indo Selaras Jakarta dan
starter kultur Lactobacil1l1s casei subsp, rhamnosus dalam medium MRSB yang
diperoleh dari Balai Penelitian Veteriner Bogor,
Bahan-bahan pereaksi kimia yang digunakan adalah pereaksi NED,
sulfanilamid, natrium nitrit, asam asetat, asam klorida 0,01 N, kalium sulfat, merkuri
oksida, asam sulfat, natlilllll thiosulfat, NaOH 0,1 N, asam oksalat, H3B04, indikator
phenolftalein, metil merah dan Illetil biru, etano\, buffer pH 4 dan pH 7,
Alat-alat yang digllnakan ulJtuk keperluan analisis dan proses adalah
grinder, cutter, filler, mang asap, pisau, timbangan, oven, spektrofotometer, soxhlet,
pH-meter, aw-meter, instroll dan peralatan gelas,
B. METODE PENELITIAN
a. Penelitian Pendahulu31l
Penelitiall pendahlllualJ ditnjukan UIltuk mengetahui perbandingan
bahan baku (daging dan lelllak) yang paling baik yang akan dipakai pada
penelitian utama, Pada penelitian pendahuluan ini dibuat tiga formulasi dengan
menggunakan perbandingan bahan baku daging sapi danlemak, yaitu 70 : 30 %,
27
60 : 40 % dan 50 :50 %. Parameter pengujian yaitu berdasarkan penerimaan
secara organoleptik yang meliputi rasa, tekstur, dan wama produk. dengan
menggunakan uji hedonik (Rahayu, 1997) dengan didukung pengamatan nilai
pH.
b. Penelitian Utama
Pada tahap penelitian ini dibuat sosis fermentasi dengan formulasi
terbaik hasil penelitian pendahuluan. Selama proses fermentasi dilakukan
analisa fisik dan kimia.
Analisa fisik meliputi pengukuran tekstur (kekerasan) dan wama, yang
dilakukan pada hari ke I, 2, 3, 5, 10, 15, dan 30. Analisa kimia meliputi
pengukuran nilai pH, aktivitas air (aw), kadar asam laktat, kadar air, dan kadar
nitrit pada hari ke-O, L 2, 3, 5, 10, 15, dan 30. Pada produk yang sudah jadi
dilakukan analisa kadar lemak, kadar protein, dan uji hedonik.
c. PROSEDUR DAN ANALISIS
a. Proses Pembuatan Sosis Fermentasi
Standarisasi daging dan lemak sapi terlebih dahulu dilakukan sebelum
proses pengolahan pada bagian yang terpisah. Daging yang telah distandarisasi
dibagi menjadi dua bagian, yaitu seperempat bagian digiling dan tiga per empat
bagian diiris-iris. Daging dan lemak sapi kemudian dibekukan. Daging dan
lemak yang sudah distandarisasi kemudian dicampur pada kutter dengan
28
penambahan berturut-turut bumbu 1.9%, gula O.S%, dan garam NPS sebanyak 2%.
Komposisi bumbu tersebut dapat dilihat pada TabelS.
Tabe15. Formula bumbu sosis Urutan (Arvanta, 1996) Bumbu Komposisi (%)
Bawangputih 0.44 Jahe 0.34 Keneur 0.28 Ketumbar 0.41 Merica 0.43 Jumlah 1,90
Adonan dengan kehalusan sebesar menir (butiran beras) kemudian
dimasukan ke dalam selongsong (casing) pada temperatur kurang dari 2 DC dan
cllikat dengan panjang 10-1S em.
Proses conditioning dilakukan pada suhu kamar selama 24 jam, yang
dilanjutkan dengan proses pengasapan selama 10 hari, pada suhu kurang dari
30DC selama ± 1 - 1.S jamlhari Sosis yang telah diasap kemudian difermentasi
dalam suhu mango Proses pembuatan sosis fermentasi tersebut ditunjukkan pada
Gambar 2.
b. Analisis
1. Nilai pH (AOAC, 1984)
Pengukuran nilai pH dilakukan dengan alat pH-meter. Sebe1um
digunakan alat dikahllrasi dengan buffer pH 4 dan buffer pH 7. Sejumlah
lima gram eontoh dihaluskan, ditambahkan dengan sedikit air untuk
membasahi, dan diaduk hingga merata. Nilai pH diukur dengan
menempatkan elektroda pada sampel, dan nilai pH dilihat pada layar.
Daging sapi (60 %)
• distandarisasi
, I , V. bagian % bagian
digiling
I diiris-iris
dibekukan
bumbu 1.9% gula 0.5% starter kultur 2% NPS2%
I
Lemak sapi (40 %)
• distandarisasi
dibelmkan
~mpuran dan di-lcutter • dimasukkan dalam casing 20e
• conditioning (suhu ruang, 24 jam)
~ ipengasapan suhu n;ng «30
oe, 7 hari)
~ dilakukan fermentasi
(suhu ruang selama 30 hari)
Gambar 2. Proses Pembuatan Sosis Fermentasi (Modifikasi Fischer, 1988)
29
30
2. Aktivitas air (aw)
Pengukuran aw dilakukan dengan menggunakan aW"meter Shibaura
WA-360. Sebelumnya alat dikalibrasi dengan menggunakan larutan NaCI
jenuh pada kertas saring dan diletakkan pada eawan, kemudian nilai aw
ditepatkan hingga angka menunjukkan 0.7509. Sampel dipotong dengan
ketebalan kira-kira 0.2 em dan diletakkan dalam eawan pengukur, setelah
ditutup dan dikunei alat dijalankan sampai menunjukkan tanda completed
nilai a w dapat dibaea.
3. Total Asam Tertitrasi (Apriyantono et al., 1989)
Sebanyak lima gram sampel dihaluskan dan dimasukkan ke dalam
labu takar 250 ml, dan dieneerkan dengan akuades sampai tanda tera.
Sampel sebanyak 50 ml diambil dan dimasukkan ke dalam gelas piala,
kemudian ditambahkan tiga tetes indikator phenolftalein. Elektroda dari
pH-meter dimasukkan ke dalam larutan dan dititrasi dengan NaOH 0.1 N,
sampai terbentuk warna merah yang tetap. Total asam tertitrasi dihitung
sebagai p ersen asam laktat dengan rumus :
% asam laktat mlNaOH x N NaOH x 0.01 N x 90 x 100 % gr sampel
4. Kadar Air (AOAC, 1984)
Mula-mula eawan kosong dikeringkan dalam oven dengan suhu
105°C selama IS menit dan didinginkan dalam desikator, kemudian
31
ditimbang. Sebanyak lima gram sampel dimasukkan dalam cawan yang
telah ditimbang dan selanjutnya dikeringkan dalam oven bersuhu 105°C
selama enam jam. Cawan yang berisi sampel yang telah dikeringkan
selanjutnya dipindahkan ke dalam desikator, didinginkan kemudian
ditimbang. Pengeringan dilakukan sampai diperoleh berat konstan.
Perhitungan kadar air sebagai persen berat basah adalah :
Kadar air (% bb) (berat awal sampel - berat akhir sampeJ) x 100 % berat awal sampel
5. Kadar Nitrit (AOAC, 1990)
Sejumlah lima gram sampel dihaluskan, dimasukkan ke dalam
gelas piala 50 mI dan ditambahkan 40 mI air panas dengan suhu 80° C,
kemudian diaduk hingga gumpalan pecah. Sampel dipindahkan ke dalam
labu ukur 500 mi. Gelas piala dicuci dan dibilas dengan air panas sampai
volume larutan mencapai 300 mI, dan disimpan diatas penangas selama dua
jam sambi! sesekali diaduk. Didinginkan sampai suhu kamar dan
diencerkan sampai tanda tera dengan aknades, kemudian dikocok dan
disaring.
Sampel dipipet sebanyak 40 - 45 mI, dimasukkan ke dalam labu
ukur 50 rn1, dan ditambahkan 2.5 mI pereaksi sulfani!amid dan labu
digoyangkan. Setelah lima menit, ditambahkan 2.5 mI pereaksi NED, dan
diencerkan sampai tanda tera dengan aknades. Larutan dikocok dan
dibiarkan selama 15 menit sampai timbul wama merahjambu.
32
Larutan kemudian diukur absorbansinya dengan menggunakan alat
spektrofotometer Spectronic 20 dengan panjang gelombang 540 nm.
Larutan blanko dibuat dengan menggunakan 45 mI air, 2.5 mI
pereaksi snlfanilamid, dan 2.5 mI pereaksi NED.
Larutan standar dibuat dengan prosedm sebagai berikut:
Sebanyak 10, 20, 30, dan 40 mI larutan baku nitrit (1 ~g/mI)
dimasnkkan dalam labu ukur 50 ml, setelah itu ditambahkan 2.5 mI pereaksi
snlfanilamid, dan labu digoyangkan. Setelah lima menit ditambahkan 2.5
mI pereaksi NED dan diencerkan sampai tanda tera dengan akuades,
dikocok, dan dibiarkan selama 15 menit sampai timbul wama.
6. Kadar Protein Kasar (AOAC, 1984)
Sejumlah contoh ± 50 mg (kira-kira membutuhkan 3 - 10 mI Hel
0.01 N atau 0.02 N) dimasnkkan ke dalam labu kjeldahl, dan ditambahkan
1. 9 ± 0.1 gram kalium snlfat, 40 ± 10 mg HgO dan 2.0 ± 0.1 mI asam snlfat,
dan. batu didih. Contoh dididihkan sampai cairan menjadi jernih. lsi
tabung yang telah dingin kemudian dipindahkan ke dalam alat destilasi, labu
dicuci dan dibilas 5 - 6 kali dengan 1 - 2 mI air, dan air cucian dipindahkan
ke dalam alat destilasi. Erlenmeyer 125 mI yang berisi 5 mllarutan Asam
Borat ditambahkan 4 tetes indikator (campman 2 bagian metil merah 0.2%
dalam alkohol dan I bagian metil biru 0.2% dalam alkohol) di bawah
kondensor. Larutan NaOH-Na2S203 ditambahkan sebanyak 8 - 10 mI,
33
kemudian distilasi dilakukan sampai tertampung kira-kira 15 ml destilat
dalam erlenmeyer.
Tabung kondensor dibilas dengan air, dan bilasannya ditampung
dalam erlenmeyer yang sarna. lsi erlenmeyer diencerkan sampai kira-kira
50 ml, kemudian dititrasi dengan HCI 0.02 N sampai teIjadi perubahan
warna menjadi abu-abu. Setelah itu dilakukan penetapan blanko.
% N = (ml HCl contoh - ml HCl blanko) x N HCl x 14.007 x 100 % mg contoh
% protein = % N x 6.25 (faktor koreksi)
7. Kadar Lemak Kasar (AOAC, 1984)
Labu lemak terlebih dahulu dikeringkan dalam oven pada suhu
1050 C, dan didinginkan dalam desikator serta dihitung beratnya. Contoh
sebanyak 5 gram dalam bentuk kering dibungkus dalam kertas saring,
kemudian dimasukkanke dalam alat ekstraksi soxhlet. Alat kondensor
diletakkan di atas dan labu lemak diletakkan di bawahnya. Pelarut heksana
dimasukkan ke dalam labu lemak secukupnya. Selanjutnya dilakukan
reflnks selama minimal 6 jam sampai pelarut yang turun kembali ke dalam
labu lemak berwarna jernih.
Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dikeringkan dalam
oven bersuhu 1050 C untuk menguapkan sisa pelarut hingga mencapai berat
konstan, kemudian didinginkan dalam desikator. Labu lemak kemudian
ditimbang dan berat lemak dapat diketahui.
8. Warna
% Lemak = Berat lemak (gram) x 100 % Berat eontoh (gram)
34
Pengujian warna seeara objektif dapat dilakukan dengan
menggunakan alat Chromameter (R-20, Minolta Camera Co., Japan)
dengan penentuan nilai L, a, b.
Nilai L berhubungan dengan derajat kemerahan, yang berkisar
antara nol sampai seratus. Kecerahan dinyatakan meningkat dengan
meningkatnya nilai L. Nilai 'a' menggambarkan tingkat kemerahan dan
kehijauan, yang berkisar antara -80 sampai 100. Nilai negatif menunjukkan
warna hijau, sedangkan nilai a positifmenunjukkan warna merah.
Nilai b menunjukkan tingkat kekuningan dan kebiruan, nilai b
berkisar antara - 80 sampai 70. Nilai b bernilai positif menunjukkan warna
kekuningan, sedangkan nilai b bernilai negatif menunjukkan warna
kebiruan.
9. Tekstur (Kekerasan)
Penilaian terhadap tingkat kekerasan menggunakan alat Instron
UTM - 1140, type : Warner Bratzler Meat Shear dengan penekan adaptor
2830-007. Sampel diberi tekanan dengan beban seberat 50 kg.
Kira-kira 5 - 10 em eontoh yang akan diukur diletakkan di antara
lempengan meja penahan dengan logam pemotong segitiga. Pada saat
35
dilakukan pengulruran akan terlihat besamya kekerasan contoh yang
ditunjukkan oleh respon tipikal pada grafik.
Tinggi puncak pertama pada grafik yang terbentuk menunjukkan
tingkat kekerasan sosis. Nilai kekerasan ditentukan dengan satnan kilogram
per mili meter (kg/mm).
1. Landasan Adaptor
2. Compression Anvil
3. Sampel Sosis
4. Meja Penahan
Gambar 3. Alat Pengukur Tekstur
10. Uji Organoleptik (Rahayu, 1997)
Uji Organoleptik yang dilakukan adalah uji hedonik atau kesukaan.
Pada uji ini panelis diminta untuk menilai tingkat kesukaan atau ketidak
sukaan terhadap sarnpel yang disajikan. Uji hedonik ini menggunakan 9
skala numerik (1 = amat sangat tidak suka, 2 = sangat tidak suka, 3 =
tidak suka, 4 = agak tidak suka, 5 = netral, 6 = agak suka, 7 = suka, 8 =
sangat suka, 9 = amat sang at suka). Parameter organoleptik yang diuji
meliputi rasa, wama, tekstur, dan aroma.
IV. BASIL DAN PEMBAHASAN
1. PENELITIAN PENDAHULUAN
Penelitian pendahuluan dilakukan meliputi analisa pH, a" dan UJ!
organoleptik. Hasil pengUkuran pH selama 5 hari fermentasi pada penelitian
pendahuluan menunjukkan penurunan. Pada hari ke-O pH sosis dengan komposisi
daging-Iemak 50:50 mempunyai nilai pH terendah yaitu 5,39. Selanjutnya sampai
hari ke-3 fermentasi teIjadi penurunan pH yang sangat tajam dari ketiga jenis sosis.
Nilai pH terendah adalah sosis dengan komposisi 60:40. Nilai yang paling rendah
tetap dipertahankan oleh komposisi sosis 60:40 hingga hari ke-5 yaitu sebesar 4,3.
Pada hari ke-5 itu pH sosis dengan komposisi 70:30 dan 50:50 berturut-turut adalah
4,45 dan 4,4. Secara umum ketiga formula sosis ini menunjukkan penurunan pH
yang tajam hingga hari ke-3 seperti yang ditunjukkan Gambar 4.
6,-----------------------------------,
4+---~~--~----~----.-----~--~
o 1 2 3 4 5 6
Lama Fermentasi (hari)
I--+-Formula 7:3 -e--Formula 6:4 --l>-Formula 5:51
Gambar 4. Grafik Perubahan pH Selama 5 Hari Fermentasi
37
Aktivitas air (aw) pada awal fermentasi terendah ditunjukkan oleh sosis
dengan komposisi daging-Iemak 50:50 demikian juga pada hari ke-7 fermentasi
Pada hari ke-7, semua jenis sosis mengalami penurunan aw • Tabel 6 menunjukkan
besarnya aw masing-masing formulasi pada hari ke-O dan ke-7.
Pada Gambar 4; ketiga formulasi yang mempunyai perbandingan daging
dan lemak berbeda-beda - 7:3, 6:4, dan 5:5 - menunjukkan penurunan pH selama
fermentasi yang cukup tajam sampai hari ke 3. Dengan adanya penurunan pH yang
amat tajam itu, menunjukkan bahwa aktivitas kultur starter Lactobacillus casei
subsp. rhamnosus dapat beketja dengan baik pada ketiga formula dengan komposisi
yang berlainan.
Perbedaan komposisi daging dan lemak sebesar itu memang memberikan
hasil sedikit berbeda pada besarnya nilai pH. Hal ini berkaitan dengan aktivitas
metabolisme bakteri asam laktat dalam memproduksi asam laktat. Pada awal
fermentasi (satu hari setelah produksi) pH terendah ditunjukkan oleh komposisi
daging yang terbanyak (70:30). Hal ini dapat tetjadi karena kandungan air dalam
daging besar sehingga makin besar komposisi daging maka kandungan airnya makin
tinggi yang akan memberikan kesempatan pada bakteri untuk lebih aktif dibanding
dua formula lainnya. Kandungan air bebas makin tinggi saat pH daging turun selama
fermentasi dan pengolahan melewati pH isoelektrik miofibril di mana daya ikat
airnya minimum yaitu sekitar 5.4 - 5.5 (Lawrie, 1995).
Pada hari ke-2 dan selanjutnya, pH terendah ditunjukkan oleh komposisi
daging dan lemak 60 : 40. Hal ini dapat tetjadi karena dengan komposisi daging
yang tinggi sosis akan terlalu kering karena pengeluaran air yang tinggi oleh daging
38
dan sebaliknya bila terlalu rendah komposisi daging dalam sosis, air yang tersedia
terlalu sedikit sehingga dengan penguapan sedikit saja air yang ada akan jauh
berkurang. Sehingga dengan adanya lernak yang cuknp akan menghalangi
pengeluaran air yang berlebihan dan dengan adanya daging yang cnknp akan
memberikan kandunganair yang dibutuhkan. Ketersediaan air bebas sosis
fermentasi pada penelithin pendahuluan selanjutuya diukur dan dibandingkan antara
sebelum fermentasi dan hari ke-7 fermentasi seperti yang ditunjnkkan Tabel 6
berikut:
Tabel 6. Aktivitas Air Masing-rnasing Formnlasi
Formulasi aw
Hari ke-O Harike-7 50:50 0.928 0.803 60:40 0.935 0.888 70:30 0.947 0.811
Dengan aw yang tinggi memberi kesempatan pada bakteri untuk
melakukan aktivitasnya, dalam hal ini memproduksi asam laktat. Asam laktat
sendiri merupakan produk yang diharapkan karena rnampu menurnukan pH sosis
sehingga dengan pH yang rendah dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk
dan patogen (Kramlich, 1971). Meskipun demikian, ketiga formulasi tidak
menunjnkkan perbedaan pH yang nyata karena yang paling menentukan produksi
asam laktat adalah ketersediaan sumber gula sebagai sumber karbon dan energi,
dalam hal ini adalah sukrosa, sedangkan ketiga formnlasi menggunakan presentase
sukrosa yang sarna .
39
Data yang mendukung untuk membantu pengambilan keputusan formulasi
mana yang se1anjutuya akan digunakan dalam penelitian utama, selain pH dan a", ,
adalah uji hedonik. Uji hedonik yang dilaknkan meliputi uji wama, tekstur, dan rasa.
Pada uji hedonik wama sosis, didapatkan hasil bahwa sosis dengan
formu1asi 60:40 dan 50:5() tidak berbeda nyata sampai dengan tingkat kepercayaan
99% dengan rata-rata kesukaan panelis terhadap sosis bertumt-turut dari 50:50,
60:40, dan 70:30 adalah 5,90; 6,15; dan 4,13. Jadi kesukaan panelis terhadap wama
so sis dengan komposisi daging dan lemak 60:40 dan 50:50 tidak berbeda nyata
dengan penilaian antara netral sampai suka, sedangkan so sis dengan komposisi
daging dan lemak 70:30 mempunyai nilai yang lebih rendah yaitu antara agak tidak
suka sampai netraL Hal itu dapat difahami sebab dengan tingginya komposisi
daging, so sis dinilai terlampau gelap.
Dari uji kesukaan panelis terhadap tekstur so sis, didapatkan hasil bahwa
sosis dengan formulasi 60:40 dan 50:50 tidak berbeda nyata sampai dengan tingkat
kepercayaan 95% dengan rata-rata kesukaan panelis terhadap sosis bertumt-turut dari
50:50, 60:40, dan 70:30 adalah 5,7; 5,7; dan 4,25. Jadi kesukaan panelis terhadap
tekstur sosis dengan komposisi daging dan 1emak 60:40 dan 50:50 tidak berbeda
nyata dengan penilaian antara netral sampai agak suka, sedangkan so sis dengan
komposisi daging dan lemak 70:30 mempunyai nilai yang lebih rendah yaitu antara
agak tidak suka sampai netraL Komposisi daging yang tinggi akan menyebabkan
tekstur sosis yang keras dan kering yang biasanya tidak disukai oleh konsumen
(Kramlich, 1971).
40
Uji hedonik yang dilakukan pada rasa sosis memberikan hasil bahwa sosis
dengan formulasi 60:40 dan 70:30 tidak berbeda nyata hingga tingkat kepercayaan
95% dengan rata-rata kesukaan panelis terhadap sosis berturut-turut dari 50:50,
60:40 dan 70:30 adalah 4,8; 6,2 dan 5,7 . .fadi kesukaan panelis terhadap rasa sosis
dengan komposisi daging dan lemak 60:40 dan 70:30 tidak berbeda nyata dengan
penilaian antara netral sampai suka, sedangkan sosis dengan komposisi daging dan
lemak 50:50 mempunyai nilai yang lebih rendah yaitu antara agak tidak suka sampai
netral. Pemberian komposisi daging yang tinggi akan meningkatkan cita rasa sosis
sedang adanya lemak yang terlampau tinggi komposisinya akan cenderung tidak
disukai panelis sebab teras a lengket pada langit-langit rongga mulut.
Dengan mempertimbangkan analisa penurunan pH dan {/" serta hasil uji
hedonik warna, tekstur dan rasa sosis di atas, maka disimpulkan bahwa forn1ulasi
terbaik bagi sosis fermentasi dengan kultur starter Lactohacillus ('asei subsp.
rhal1lllosus adalah fonnulasi dengan komposisi daging dan lemak sapi 60:40.
2. PENELITIAN UT AMA
A. NILAI pH
Bahan baku daging awal yang digunakan dalam pembuatan sosis
fermentasi ini mempunyai pH sebesar 5,78. Daging ber-pH rendah ini
mempunyai WHe (Water Holding Capacity) yang rendah sehingga sangat
diharapkan untuk digunakan sebagai bahan baku produk daging yang
mengandalkan pengawetan dengan perlakuan pengeringan seperti halnya
sosis fermentasi ini (Fischer, 1988).
41
Sete1ah dip roses dan diolah menjadi sosis yang siap diperam, terjadi
perubahan pH selama fennentasi. Pada hari ke-O sosis menunjukkan pH
sebesar 5,38 untuk ulangan 1 dan 5,42 untuk ulangan 2. Sampai hari kc-2
terjadi penurunan pH yang tajam hingga mencapai pH terendah 4,61. Dapat
dikatakan bahwa secara umum pH turun sampai hari ke-3 dan selanjutnya
perlahan-lahan naik kembali. Setelah hari ke-IO pH sosis relatif lebih landai
perubahannya hingga pada akhir fermentasi (hari ke-30) mencapai 4,79 untuk
ulangan 1 dan 5,16 untuk ulangan 2. Gambar 5 memberikan gambaran yang
lebih jelas tentang perubahan pH selama fennentasi.
J: c.
6,------------------------------------.
5.5
5
4.5
4+-----__ --------------__ ----__ ----__ --~ o 5 10 15 20 25 30 35
Lama Fermentasi (haril
Gambar 5. Grafik Perubahan pH Selama Fennentasi
---&- Ulangan 1
: -e-- Ulangan 2
Pada hari ke-O, sosis menunjukkan pH yang lebih rendah dibanding
pH daging awal. Penurunan nilai pH itu bisa disebabkan oleh beberapa hal
antara lain karena adanya forrnulasi atau pencampuran bahan-bahan selain
42
daging yang mempunyai pH yang lebih rendah. Kemungkinan starter knltur
yang ditambahkan bernilai pH rendah. Menurut Safardan (1999) nilai pH
kultur starter bakteri asam laktat yang siap pakai setelah diinkubasi selarna
dua hari adalah 4,6. Nilai pH itu sangat rendah karena di dalamnya
terkandung asam' laktat yang terakumulasi sebagai akibat aktivitas
Lactobacillus. Selanjutnya Lawrie (1995) menambahkan bahwa dengan pH
sebesar itu akan mendekati pH isoelektrik protein miofibril yaitu sekitar 5,4
sampai 5,5. Pada titik itu, walau tidak teljadi denaturas~ kapasitas mengikat
air lebih rendah sehingga sejumlah air akan dilepaskan.
Pada hari berikutnya teljadi pennrnnan pH yang lebih rendah lagi
yaitu 4,89 untuk ulangan 1 dan 4,97 untuk ulangan 2. Perlakuan
kondisioning atau pemerarnan sosis selarna satu hari tanpa pengasapan
memberi kesempatan pada mikroba untuk menyesuaikan diri pada kondisi
yang sang at lain dibandingkan media starter knltur yang kaya akan nutrien.
Aktivitas Lactobacillus sangat ditentukan oleh aw dan penambahan
gula berupa sukrosa. Pada saat itu aw rnasih cukup tinggi sebab pada sehari
sebelumnya daging banyak melepaskan air karena pengaruh pH (Lawrie,
1995). Sedangkan mengenai penambahan sukrosa, Buchanan dan Gibbons
(1974) yang disitir oleh Agustina (1995) mengatakan bahwa L. casei subsp.
rhamnosus rnampu memfermentasi sukrosa. Penambahan jenis karbohidrat
yang terfermentasi ini sangat penting untuk mempertahankan keawetan
produk daging karena bila persediaan gula habis, bakteri aerobik ataupun
anaerobik fakultatif akan menyerang asam amino sebagai altematif sumber
43
karbon dan energi Bila hal ini terjadi maka akan terjadi degradasi asam
amino dan yang lebih mengkhawatirkan dapat terjadi proses pembusukan
(Frazier dan Westhoff; 1979) ..
Pada hari ke-2, sosis menunjukkan nilai pH minimum yaitu 4,61.
Kondisi itu disebabkan akumulasi asam laktat yang maksimum. Asam laktat
merupakan metabolit utama L casei karena bakteri ini merupakan bakteri
asam laktat homofermentatif (Wood, 1985). Nilai pH menentukan mutu
so sis fermentasi sebab dengan pH yang rendah akan menghambat aktivitas
bakteri patogen dan pembusuk (Kramlich, 1971) selain aktivitas bahan-bahan
yang bersifat menghambat pertumbuhan mikroba patogen dan pembusuk
seperti NPS dan bumbu berupa rempah-rempah (Wood, 1985).
Kenaikan pH setelah fermentasi hari ke-3 berkaitan erat dengan
aktivitas bakteri dalam memproduksi asam laktat yang rnakin menurun.
Dalam hal ini Fardiaz (1992) menjelaskan penurunan itu dapat diakibatkan
antara lain karena faktor intrinsik dan pengolahan yang mempengaruhi
aktivitas mikroorganisme. Faktor intrinsik yang mepengaruhi misalnya a,.,
komposisi nutrisi dan pH.
Semakin lama waktu fermentasi berlangsung, a" sosis sernakin turun
(Gambar 8) sehingga makin menjauhi a" optimum bagi pertumbuhan bakteri
yaitu minimal 0,91 (Fardiaz, 1992). Demikian juga untuk persediaan nutris~
gula terfermentasi yang ada (sukrosa) rnakin lama makin berkurang.
Penurunan pH sedikitnya juga mempengaruhi aktivitas L. casei itu sendiri
yaitu aktivitasnya jadi berkurang dan kurang optimal, meski bakteri ini
44
menurut Evanikastri (1997) termasuk jenis yang dapat bertahan sampai pH
3,5 unit, namun pada pH di bawah 5,0; semua bakteri kecuali Acetabacter
subaxydans dan bakteri oksidasi sulfur tidak dapat tumbuh dengan baik
(Fardiaz, 1992).
Di samping.karena menururmya aktivitas mikroba, kenaikan nilai pH
Juga dapat diakibatkan karena kemungkinan kontaminasi bakteri-bakteri
yang bersifat proteolitik (Aryanta, 1996) yang dapat memecah protein
menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana di antaranya amonia yang
bersifat bas a (Fardiaz, 1992). Komponen bas a itulah yang dapat
meningkatkan nilai pH. Beberapa bakteri proteolitik-asam, misalnya
Streptacacus faecalis var. liquefaciens dan Micrococcus caseo!yticus, bila
terdapat pada sosis bisa saja menjadi salah satu sebab kenaikan pH tadi,
karena selain dapat memecah protein bakteri tersebut juga mampu
memfermentasi asam sehingga jumlah asam yang sebelumnya terakumulasi
jadi berkurang (Fardiaz, 1992). Selanjutnya Bacus (1985) menjelaskan
bahwa kenaikan pH itu dapat terjadi karena aktivitas khanlir dalam
melakukan metabolisme laktat dan pembentukan alkali.
Pada hari terakhir pengamatan (hari ke-30) terlihat pH sosis adalah
antara 4,79 - 5,16. Makanan dengan nilai pH sebesar itu merupakan
makanan berasam sedang, yaitu makanan dengan pH di antara 4,5 - 5,3 dan
bila digolongkan pada kelas keawetan, sosis fermentasi ini, seperti
diungkapkan Mossel (1983) yang disitir oleh Fardiaz (1992), tennasuk
makanan kelas awet nomor 5 (dapat dibandingkan dengan makanan kaleng
45
yang menduduki kelas nomor 7) yang dapat bertahan tanpa batasan waktu
sampai terjadi kerusakan kimia.
B. TOTAL ASAM TERTITRASI
Pengllkuran total asam tertitrasi (TAT) merllpakan pengllkllran
konscnlrasi asam'asam organik yang terdapat pada sosis femlentasi. Pada
saat bel lim difennentasi, sosis menunjukkan nilai keasaman 0,50% untuk
ulangan I dan 0,49% untuk ulangan 2. Selanjutnya total asam sosis secara
umum terus meningkat hingga hari ke-15. Pada saat itu persentasc asam
laktat mencapai 1,22% untuk ulangan I dan 1,27% untuk ulangan 2. Setelah
itu total asam tertitrasi sosis mengalami perubahan seeara landai hingga pada
hari ke-30 menunjukkan total asam sebesar 1,33% untuk ulangan I dan
1,09% untuk ulangan 2. Seeara rinci perubahan itu ditunjukkan Gambar 6.
---- -----
1.4
~ ~
1.2
'" .. ~ -'E
0.8 <l> .... E 0.6 .. '" <i 0.4
OJ 0 0.2 ....
0
• •
0 5 10 15 20 25 30
Lama Fermentasi (hari)
Gambar 6, Grafik Kandungan Asam Tertitrasi
35
-. Ulangan 1
_---:-~~angan2
Nilai keasaman sosis pada hari ke-O diduga diakibatkan karena
kehadiran asam laktat yang ada pada media kultur starter yang ditambahkan
46
pada saat pengo lahan. Selanjutnya terjadi peningkatan persentase asam
laktat yang diiringi penurunan pH hingga hari ke-2. Nilai total as am tertitrasi
itu menunjukkan akumulasi asam laktat yang terjadi selama femlentasi.
Namun setelah hari ke-2 nilai total asam tertitrasi yang naik tidak
diikuti dengan penurunan pH sosis. Pada Ganlb8r 5 terlihat peningkatan nilai
pH l11ulai hari ke-3 sampai hari ke-lO. Semcntara itu pada hari yang sama
Gambar 6 menampilkan grafik total asam tertitrasi yang tenls naik. Hal itu
menurut Wood (1985) dapat terjadi karena pH sendiri hanya mengukur asam
asam terdisosiasi seperti misalnya asam laktat, sedangkan total asam tcrtitrasi
mcngukur keseluruhan asam yang ada baik as am yang terdisosiasi maupun
yang tidak terdisosiasi. Asam yang tidak terdisosiasi pada sosis ini adalah
asam nitrous yang muncul akibat reaksi air dengan nitrit.
Pada hari ke-30, sosis mempunyai nilai total asam tertitrasi sebesar
1,33 % untuk ulangan 1 dan 1,09 % untuk ulangan 2. Nilai sebesar itu
berada di atas nilai keasaman sosis fennentasi pada umumnya yang besamya
antara 0,8 - 1,0 % (Aryanta, 1996).
C. KADAR AIR
Kadar air merupakan persentase kandungan air suatu bahan yang
dinyatakan berdasarkan berat basah dan berat kering. Pada analisa ini, kadar
air dinyatakan berdasarkan berat bahan basah.
Kadar air sosis selama fennentasi mengalami penurunan. Pada awal
fermentasi (hari ke-O) sosis mempunyai kadar air 59,72% untuk ulangan 1
47
dan 58,17% untuk ulangan 2. Pada hari ke-I belum terjadi penurunan kadar
air yang berarti namun pada hari berikutnya hingga hari ke-3 penurunan
kadar air terjadi secara drastis. Pada hari ke-30 kadar air sosis fem1entasi
mencapai 16,59% umuk ulangan I dan 16,31 % untuk ulangan 2 (Gambar 7).
70~-------------------------------------,
60 .... :g50'\ .. - 40
~ 30 ~ -0 ~ 20
10 o L-__________________________________ -"
o 5 10 15 20 25 30 35
lama Fermentasi (hari)
---+- Ulangan 1
--e-- Ulangan 2
Gambar 7. Grafik Perubahan Kadar Air Selama Fermentasi
Daging sapi mengandung air 66 % (Direktorat Gizi Dep.Kes.RI,
1967), artinya bila sosis terdiri atas daging sapi sebanyak 60 % maka air yang
berasal dari daging sapi yang terdapat pada sosis adalah sebesar 39,6 % atau
dengan kata lain bahwa daging menyumbangkan air sebesar 66,3 % sampai
68, I % dari keseluruhan air yang dikandung sosis sesaat setelah diproduksi.
Penurunan kadar air disebabkan oleh beberapa hal di antaranya
tercapainya pH isoelektrik protein miofibril yang pada saat itu daya
mengikat aimya minimum sehingga air dilepaskan dari protein miofibril
(Lawrie, 1995). Selanjutnya air akan menguap karena RH ruangan lebih
rendah (sekitar 80 %) dari RH sosis (86-91%) sehingga air bergerak
meninggalkan sosis.
48
Penurunan kadar aIr yang sedemikian pesat sal11pai hari ke-5
berkaitan erat pula dengan ukuran dan jenis selongsong. Selongsong yang
digunakan adalah selongsong dari kolagen sapi yang berpori dan ukurannya
relatif kecil. Kecilnya ukuran selongsong itu akan menyebabkan makin
luasnya pem1Ukaan 'kontak antara sosis dan lingkungan sehingga migrasi air
akan sel11akin cepat. Selain itu, perlakuan pengasapan dingin juga akan
mencegah terjadinya pengerasan pemlukaan (case hardening) sehingga
Illigrasi air ke luar sosis tidak terhambat.
D. AKTIVIT AS AIR (a".)
Selallla ferrnentasi aw SOSIS ferrnentasi Illengalami penurunan.
Namun setelah hari ke-15 a" cenderung stabil hingga pada akhir fennentasi
sosis mel11punyai nilai 0,72 untuk ulangan 1 dan 0,68 untuk ulangan 2.
Perubahan a" selama fennentasi terlihat pada Gambar 8.
Nilai a ... awal produk adalah 0,90 untuk ulangan 1 dan 0,91 untuk
uJangan 2. Padahal menurut Lawrie (1995) daging segar mempunyai a"
sebesar 0,99. Penurunan nilai a w tersebut diakibatkan oleh fom1Ulasi dengan
bahan-bahan di luar daging yang menyebabkan penurunan il ... di antaranya
adalah garam dan gula. Setelah satu hari mengalami femlentasi tanpa diasap,
a ... menunjukkan penurunan yang kecil, bahkan untuk ulangan 1 mengalami
sedikit peningkatan. Hal itu tidak lain disebabkan penurunan pH mencapai
titik isoelektrik protein l11iofibril mengakibatkan pelepasan air menjadi air
bebas sehingga a". meningkat.
49
095
09
0.85
-+- Ulangan 1
~ -B--- U1angan 2 ..
0.7 j i I
0.65 1 06 i
0 5 10 15 20 25 30 35
Lama Fermentasi (hari)
Gambar 8. Grafik Perubahan a" Selama Fennentasi
Pada hari ke-30 terjadi peningkatan nilai a" karena migrasi air dari
lingkungan ke dalam sosis. Pada saat itu aw mencapai 0,72 untuk ulangan 1
dan 0,71 untuk ulangan 2. Migrasi itu terjadi karena RH ruangan mempunyai
nilai yang lebih besar (sekitar 80%) dari RH sosis (71-72%).
E. WARNA
Wama merah diukur dengan sistem Hunter yaitu dengan notasi a.
Notasi a menunjukkan wama kromatik campuran merah-hijau dengan nilai
+a (positif) dari 0 sampai 100 untuk wama merah dan nilai -a (negatif) dari
o sampai -80 untuk wama hijau (Soekarto, 1990).
Pada hari ke-O nilai a sosis fermentasi 22,13 untuk ulangan 1 dan
23,23 untuk ulangan 2. Secara subyektif pada saat itu sosis menunjukkan
wama coklat. Selanjutnya wama merah meningkat tajam hingga mencapai
50
nilai maksimum pada hari ke-2. Nilai a sosis fermentasi maksimum ulangan
I adalah 56,13 dan ulangan 2 senilai 50,82 yang secara subyektif
memberikan kesan wama merah gelap. Nilai maksimum itu tidak bertahan
lama sebab pada hari ke-3 nilai a turun secara tajam pula hingga untuk
1Iiangan 1 dan 2 bcrturut turut bcmilai 33,21 dan 32,65. Nilai a hari ke-4
relatif stabil hingga hari ke-15. Namun pada hari ke-30 SOSIS mempunyal
penampakan wal11a coklat dengan nilai a yang rendah yaitu 24,62 dan 21,28
bcrtllrut-tllrut untuk ulangan 1 dan 2 seperti yang ditunjllkkan Gambar 9.
60 .
50
40
:§: rn 30 E rn ;;:
20 " i
101
0 I 0 5 10 15 20
Lama Fermentasi (hari)
25 30 35
: ---+- Ulangan 1
--e--- Ulangan 2
Gambar 9, Grafik Perubahan Derajat Wal11a Merah
Pad a Gambar 9 terlihat suatu kecenderungan adanya kenaikan wama
l1lerah pada awal-awal fermentasi dan akhil11ya l1lenurun kembali. Wama
sosis ditentukan oleh wal11a daging sebagai komposisi terbesar. Wal11a
daging itl! sendiri ditentukan oleh konsentrasi pigl1len daging mioglobin.
51
Tipe molekul mioglobin, status kimia mioglobin, dan kondisi kimia serta
fisik komponen lain dalam daging mempunyai peranan besar dalam
Illcnentukan wallla daging (Lawrie, 1995). Mioglobin ini sendlri
l1lelllberikan wama l1lerah ungu pada daging (Soepamo,1994). Sesaal
setelah dilakukan penggiIingan seperempat bagian daging, daging
l1lenunjukkan wama l1lerah yang lebih terang karena adanya reaksi
oksigenasi Illioglobin menjadi oksimioglobin.
Wama sosis pada hari ke-O (beberapa saat setelah produksi) secara
subyektif menunjukkan warn a coklat dan hal itu sesuai dengan pengukuran
wama secara obyektif di at as yaitu nilai a yang relatif rendah. Nilai a yang
rendah ini menunjukkan rendahnya wama merah dan timbulnya kesan hijau
karena wama coklat sendiri merupakan perpaduan antara merah dan hijau
(Soekarto,1990). Wama sosis tersebut menjadi coklat karen a sebagian
mioglobin dan oksimioglobin yang sebelumnya mendominasi wama daging
berubah menjadi metmioglobin, yang berwama coklat, sebagai hasil
oksidasi mioglobin maupun oksimioglobin.
Pada proses femlentasi selanjutnya, wama merah meningkat tajam
hingga hari ke-2. Pada saat itu nilai a mencapai nilai maksimal yaitu 56,13.
Peningkatan wama merah itu disebabkan oleh reaksi nitrit dan mioglobin
membentuk nitrosomioglobin berwama merah tua dan nitrosil
hemokromagen berwama merah jambon. Reaksi tersebut dijelaskan oleh
Soepamo (1994) dan Lawrie (1995) sebagai berikut :
1. Nitrit
2. NO + mioglobin ---------.. Nitrit oks ida metmioglobin
3. Nitrit oksida metmioglobin ----I.~ Nitrosomioglobin (merah)
4. Nitrosomioglobin---------1 •• Nitrosil-hcmokromagen (merah jambon)
52
Namun nilai a yang tinggi itu tidak bertahan lama sebab pada hari
berikutnya terjadi penumnan tajam hingga bemilai 33,21 (ulangan I) dan
32,65 (ulangan 2). Penumnan wama merah ini menurut Soepamo (1992)
dapat terjadi antara lain karena nitrosomioglobin yang memang kurang
stabil berubah kembali menjadi metmioglobin yang berwama eoklat sambil
melepas nitrit oksida. Lawrie (1995) menambahkan bahwa
nitrosomioglobin jauh \cbih mudah dipengamhi oleh eahaya daripada
mioglobin. Di samping itu nitrit oksida metmioglobin juga kurang stabil.
Nitrit oksida metmioglobin sang at mudah terdisosiasi oleh oksigen menjadi
metmioglobin yang berwama eoklat.
Pada femlentasi hari ke-2 wama merah sosis relatifstabil hingga hari
ke-15. Pada kondisi tersebut kemungkinan komponen yang dominan
adalah nitrosil hemokromagen yang lebih stabil meskipun derajat wama
merahnya jauh di bawah nitrosomioglobin (Soepamo, 1994). Selanjutnya
pada hari ke-30 temyata terjadi lagi penumnan wama merah SOSlS.
Penumnan itu dapat terjadi karena terbentuknya pigmen hijau yang
dijelaskan oleh Lawrie (1995) bahwa pigmen tersebut muneul karena
produksi hidroksilamin selama reduksi nitrit. Pigmen hijau ini seeara
53
subyektif terlihat gelap kecoklatan karena bercampur dengan wama merah
yang ada pada daging.
F. RESIDU NITRIT
Selama fem1entasi, jumlah residu nitrit paJa sosis menurun dengan
cepa!. Kadar nitrit pad a analisa ini diukur sebagai NaN02 yang
ditambahkan pada bahan. Kadar nitrit pada hari ke-O adalah sebesar 93,56
ppm dan 89, II ppm untuk ulangan I dan 2. Penurunan kadar nitrit teljadi
sangat tajam hingga pada hari ke-2 kadamya tinggal 12,73 ppm untuk
ulangan I dan 13,70 ppm untuk ulangan 2. Produk akhir sosis setelah hari
kc-30 mempunyai nilai kadar nitrit yang sangat kecil yaitu 2,13 ppm
(ulangan 1) dan 2,59 (ulangan 2) yang ditunjukkan Gambar 10.
100 90
E 80 c. 70 E, 60 ~ 50 ~ c 40 • 30 "0 • '" 20
10 0
- - - - - --
"'"- - - - - --
0 5 10 15 20 25 30
Lama Fermentasi (hari)
--_._------
Gambar 10. Grafik Penurunan Residu Nitrit
35
---- Ulangan 1
~ -:<>- Ulangan 2·
Pada awal produksi, nitrit yang ditambahkan adalah sebesar 0.5%
dari NPS, sedangkan NPS yang ditambahkan pada 1000 gram adonan
total. adalah 20 gram, artinya pada saat awal produksi nitrit yang
54
ditambahkan adalah sebesar 10 gram nitrit di dalam 100 kg cacahan daging
lemak, atau setelah mempertimbangkan gula dan bumbu, konsentrasi nitrit
adalah sebesar 95,8 ppm Jumlah tersebut berdasarkan perhitungan sesuai
persentase bahan-bahan yang dipergunakan dalam pembuatan sosis.
Penurunan jumlah residu nitrit yang sangat tajam hingga hari ke-2
disebabkan oleh reasi nitrit menjadi nitrit oksida. Selanjutnya residu nitrit
pada sosis terns menurun meskipun dengan penurunan yang lebih landai.
Penurunan ini selain karena reaksi degradasi nitrit bisa juga diakibatkan
karena aktivitas enzim yang diproduksi oleh jaringan ataupun bakteri
tertentu yang dapat mernsak nitrit (Lawrie, 1995).
Pada hari ke-30 fermentasi kadar residu nitrit pada so sis fermentasi
tinggal 2,13 ppm untuk ulangan I dan 2,59 ppm untuk ulangan 2. Kadar
nitrit sebesar itu tentu saja sangat jauh di bawah ambang batas maksimum
nitrit yang boleh dikonsumsi yaitu 200 ppm (Romans dan Ziegler, 1974).
G. KEKERASANIKEKENYALAN
Kekerasan sosis dipengaruhi oleh kadar air sosis dan beberapa faktor
lainnya. Pada hari ke-l menunjukkan kekerasan 0,11 kg/mm untuk ulangan
1 dan 0,13 kg/mm untuk ulangan 2. Semakin lama penyimpanan, nilai
kekerasan semakin tinggi. Kekerasan sosis pada hari ke-30 bernilai 0,61
kg/mm untuk ulangan I dan 0,60 kg/mm untuk ulangan 2. Kenaikan
kekerasan so sis tampak cukup tajam sampai hari ke-5 dan terlihat lebih
landai pada fermentasi berikutnya (Gambar II).
55
0.7
0.6
E 0.5 .e ~ 0.4 c ~
0.3 • ~ --0- Ulangan 1 ~ ~
':i 0.2 --e- Ulangan 2
'" 0.1
0
0 5 10 15 20 25 30 35
Lama Fennentasl (harl)
Gambar 11. Grafik peningkatan Kekerasan Sosis
Daging yang kering akan mempunyai struktnr yang keras sehingga
penambahan lemak pada sosis ini sangat bermanfaat terutama untuk
memberikan struktnr lunak pada sosis yang dihasilkan.
Semakin tingginya kekerasan sosis fermentasi disebabkan makin
rendahnya kadar air sosis sehingga partikel-partikel penynsun sosis,
terutama daging dan lemak akan semakin rapat dan padat. Sifat kenyal sosis
ini, menurut Aryanta (1996), dapat juga ditimbulkan oleh adanya
kekompakan partikel penynsun sosis yang salah satunya disebabkan oleh
aktivitas bakteri proteolitik. Mengenai hal ini Bacns (1984) menambahkan
kehadiran asam laktat yang dihasilkan oleh bakteri dalam sosis fermentasi
akan menyebabkan denaturasi protein daging sehingga tekstur sosis menjadi
lebih kompak.
56
H. UJI HEDONIK
Uji hedonik yang dilakukan pada sosis meliputi warna, rasa, tekstur
dan aroma. Uji kesukaan panelis terhadap warna menunjukkan nilai 5,27
untuk ulangan 1 dan 5,73 untuk ulangan 2 yaitu agak suka sampai netral.
Demikian juga terhadap tekstur so sis, panelis menilai agak suka sampai
netral dengan memberikan nilai 5,50 untuk ulangan 1 dan 5,57 untuk
ulangan 2. Sementara itu terhadap rasa dan aroma panelis memberikan
penilaian suka sampai agak suka dengan nilai 6,33-6,47 untuk rasa dan 6,13-
6,30 untuk aroma. Hasil uji hedonik tersebut ditunjukkan Gambar 12.
7
6
5
~ 4
Z 3
2
1
0
Wama Tekstur Rasa Aroma Secara UlllJm
Gambar 12. Diagram Batang Hasil Uji Hedonik
.Ulangan 1
I!!IUlangan 2
I. KANDUNGAN LEMAK-PROTEIN
Kandungan lemak pada sosis fermentasi hari ke-30 adalah 41,40%
untuk ulangan 1 dan 41,08% untuk ulangan 2. Sedangkan kadar-protein
kasar untuk ulangan 1 adalah 20,44% dan 18,68% untuk ulangan 2.
57
Dibandingkan dengan komposisi lemak dan protein sosis fermentasi
tradisional bali maka presentase lemak sosis fermentasi yang diproduksi
jauh di atas kadar lemak urutan yang hanya mengandung kadar lemak antara
28 - 31% (Aryanta, 1996). Hal itn disebabkan urutan menggun~an
komposisi lemak yang lebih rendah dibandingkan komposisi lemak sosis
fermentasi pada iJenelitian ini Sebaliknya, untuk kadar-protein kasar sosis
fermentasi yang diteliti sedikit lebih tinggi dibanding urutan. Meskipun
bahan baku pembuatan sosis tradisional bali berupa daging lebih tinggi
yaitn 70% (Aryanta, 1996) namun kadar-protein kasar urutan hanya berkisar
18,58 - 18,75 %. Hal itn disebabkan karena urutan menggunakan daging
babi yang mempunyai kadar protein lebih rendah dari daging sapi Kadar
protein daging babi hanya berkisar antara 11,9-14,1% sedangkan daging
sapi mencapai 18,8-19,1%.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Modifikasi yang dilakukan pada sosis fennentasi tradisional bali (urwall)
bertujuan untuk meningkatkan daya terima konsumen dan daya simpannya.
Modifikasi yang dilakukan meliputi bahan baku (daging, le1l1ak, selongsong dan
starter kultur) dan proses pengolahan (pendinginan dan pengasapan).
Fonnula terbaik untuk pembuatan sosis fennentasi dengan Lactohacillus
casel subsp. rhamnosus sebagai strater kultur adalah menggunakan perbandingan
daging dan lemak 60:40.
Produk tergolong makanan berasam sedang dengan pH berkisar antara
4,79 - 5,16. Nilai pH yang rendah selama fennentasi 1l1ampu menghambat
pertulllbuhan bakteri patogen. Sosis ini menunjukkan aw yang rendah, yaitu antara
0,709 - 0,724, dengan kadar air 15,95 - 16,67%. Nilai pH dan a" yang rendah
1l1enyebabkan produk daging awet dari serangan mikroba kontaminan yang tidak
diinginkan, baik yang patogen maupun pembusuk.
Has;1 uj; hedonik menunjukkan bahwa sosis fennentasi yang diproduks;
dinilai oleh panelis netral sampa; suka. Secara rinci didapatkan bahwa wama sosis
dinilai oleh panelis dari netral sampai agak suka (5,27 - 5,73), tekstur dari netral
sampai agak suka (5,50 - 5,57), rasa dar; agak suka sampa; suka (6,33 - 6,47) dan
aroma dari agak suka sampai suka (6,13 - 6,30).
59
Lactobacillus casei subsp. rhamnosus dapat digunakan sebagai starter
kultur pembuatan sosis fermentasi tradisional bali dengan modifikasi berupa bahan
baku dan proses pembuatan.
B. SARAN
Kadar air sosis yang diproduksi relatif sangat rendah. Hal ini
memungkinkan penggunaan selongsong sosis yang berdiameter lebih besar daripada
kaliber 21.
Untuk meningkatkan daya simp an so sis, sebaiknya dipergunakan bahan
bahan antimikroba seperti Natrium-benzoat dan Potassium Sorbat yang dioleskan
pada permukaan sosis mengingat sosis fermentasi sangat mudah rusak oleh kapang.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina. 1995. Mempe1ajari Pertumbuhan L. casei subsp. rhamnosus pada Susu Kacang Merah dan Kacang To1o Berpati Rendah dengan Penambahan Bubuk Serum Susu untuk Pembuatan Starter Minuman Fermentasi. Skripsi. FA TET AIPB. Bogor.
,Anonim. 1989. Microbes in The Intestine - Our Lifelong Partners. Yakult Honsa Ltd, Tokyo . .Iepang.
AOAC. 1984. Official Methods of Analysis. Association of Official Analytical Chemist. Washington DC.
AOAC. 1990. Official Methods of Analysis. Association of Official Analytical Chemist. Washington DC.
Apriyantono, A, D. Fardiaz., N.L. Puspitasari, S. Yasni dan S. Budiyanto. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisa Pangan. PAU Pangan dan Gizi. IPB.
" Aryanta, W.R. 1996. Karakteristik Sosis Terfemlentasi Tradisoinal Bali. 1. lImu dan Teknologi Pangan. Vol. I, No.2, hal. 74 - 77.
Astawan, M. 1991. Susu Berkadar Laktosa Rendah untuk Pederita Lactose Intolerance. Majalah Pertiwi. No. 125.
Bacus, 1. 1984. Utilization of Microorganism in Meat Processing. Reseach Studies Press Ltd., England.
Bacus, J.N. 1985. The Lactobacilli: Meat Products. CRC Press Inc., Bocaraton Florida
Briggs, G.M. 1985. Muscle Foods and Human Health. Food Tech. 39 (2) : 54
Cowan, S.T. 1981. Manual effort the identification oj Medical Bacteria. Cambridges University Press, USA.
Dirjend. Gizi Dept. Kesehatan R.I. 1992. Daftar Komposisi Makanan. Departemen Kesehatan. 1 akarta.
J Evanikastri. 1997. Uji Aktivitas Antibakteri Patogen dan Penggandaan Skala pada Minul11an Asal11 Laktat Bervital11in BI2 dari Sari Wortel. Skripsi. FATETA-IPB. Bogor.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Penerbit Gramedia Pustaka Utama. lakat1a.
_ Fardiaz, S. 1989. Mikrobiologi Pangan. PAU-IPB. Bogor.
61
Farrell, K T. 1990. Spices, Condiments and Seasoning. The AVI PubL Co. Inc. Westport, Connecticut.
Fischer, A 1988. Produktbezogene Technologie-Herstellung Von Fleischerzeugnissen. In : Hanbuch der Lebensmitte Technologie. Fleisch. PrandI, A Fischer, T.Schmidhofer, HI. Sinell. Verlag Eugen Ulmer, Stuttgart.
Folkerts, T. dan R. Westendorp. 1991. Two Studies on The Reduction of Microbial Contamination of Streclfood : The Antimicrobial Effect of Spices and The Effect of Acetic Acid on The Quality of Dishwater. Streetfood Project. IPB-TNO-VU. Bogor.
Frazier, William C. dan Dennis C. Westhoff. 1979. Food Micobiology Fourth Edition. Mc. Graw Hill Book. Singapore.
Frazier, William C. dan Dennis C. Westhoff. 1988. Food Micobiology Fourth Edition. Mc. Graw Hill Book Publ. Inc., New York.
Furia, T.E. 1981. Hand Book of Food Additives. CRC Press, Inc. Boca Raton, Florida.
Furia, T.E. dan N. Bellanca. 1975. Feranolo's Handbook of Flavor Ingredients, 2nd ed. Vol I. CRC Press, Inc. Cleveland, Ohio.
Gillespie, E.L. 1960. The Science of Meat and Meat Product. W.H Freeman and Company. San Fransisco-London.
'Gilliland, S.E. 1989. Bacterial Starter Cultures for Food. CRC Press, Inc. Boca Raton, Florida.
Hitokoto, H, S. Morozumi, T. Wauke, S. Sakai, dan H Kurata. 1990. Inhibitory Effect of Spices on Growth and Toxin Production of Toxigenic Fungi. I. Appl. And Environ. Microbiol. 39 (4) : 818 - 822.
o Jay, LM. 1978. Modern Food Biology. Van Hostrand Co. New York.
Kramlich. 1971. Sausage Product. Di dalam I.F. Price dan B.S> Schwiegert, (ed). The Science of Meat and Meat Product. W.H Freeman and Co. San Fransisco.
Lienni, K 1991. Pengaruh Sari Jahe (Zingiber officinale Roscoe) terhadap Aktivitas Pertumbuhan Beberapa Bakteri Penyebab lnfeksi Makanan. Skripsi. FATETAIPB. Bogor.
'Lawrie, R.A 1995. llmu Daging. ill-Press. Jakarta.
62
Lechevalier, HA 1973. Aerobic non-sporulating Gram Positive Reds. Di dalam laksin, AI. dan HA Lechevalier. 1973. Handbook of microbiology vol I. CRC press, Ohio.
Leistner, L. 1986. Allgemeines Uber Rohwurst. Fleischwirtschaff66.
Muchtadi, T.R dan Sugiyono. 1992. Petunjuk Laboratorium limu Pengetahuan Bahan Pangan. Depdikbud Dirjen Pendidikan Tinggi PAU Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor.
Oeckerman, HW. 1983. Chemistry of Meat Tissue. Animal Science Dept. The Ohio University.
Pearson, AM. dan F.W. Tauber. 1984. Processed Meats, AVI PubL Co, Inc. Westport, Connecticut.
Rahayu, W.P. 1997. Petunjuk Praktikum Penilaian Organoleptik. Jurusan TPG FATETA-IPB, Bogor.
• Rahayu, W.P., Slamet M., Suliantari, dan S. Fardiaz. 1992. Teknologi Fermentasi Produk Perikanan. PAU-IPB. Bogor.
Robinson, RK 1981. Dairy Microbiology vol I. Applied Science. Pub London.
Romans, lR dan P.T. Ziegler. 1974. The Meat We Eat. 10th ed. The Interstate Printers and Publishers Inc., Denville, Illinois.
Safardan, E.F. 1999. Pertmnbuhan Populasi Bakteri pada Sosis Fermentasi Daging Sapi dengan Penambahan Starter Kultur Yoghurt. Skripsi. FA TETA-IPB. Bogor.
Sabiq, S. 1995. Fiqhus Sunnah 13. A1 Ma'arif. Bandung.
Sadler. 1976. Tritatable Acid. London.
same, RL., J.A. Chirtians, J.A. Caarpenter dan S.B. Zirkle. 1967. Rapid Methode to Determine Stability of Sausage Emulsion Effectof Food Processing Temperatureand Humadities. Jour. Food Tech. 21:784.
Soekarto, S.T. 1981. Penilaian Organoleptik. Pusat Pengembangan Teknologi Pangan IPB. Bogor.
Soekarto, S.T. 1990. Dasar-dasar Pengawasan dan Standarisasi Mutu Pangan. PAU Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.
Soepamo. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press. Y ogyakarta.
65
63
Syarif, R. dan Y. Hariyadi. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. PAU Pangan dan Gizi. lPB, Bogor.
Syarif, R. 1991. Teknologi Pengemasan Pangan. PAU Pangan dan Gizi. lPB, Bogor.
Tauber, F.W. 1977. Sausage. Di dalam Desroiser, N.W (ed). Element of Food Teclmology. A VI Publishing Co. Inc, Westport, Connecticut.
Thomas, P.R. 1984. Meinpelajari Pengaruh Bubuk Rempah-rempah terhadap Pertumbuhan Kapang Aspergillus jlavus Link. Skripsi. FATETA-lPB. Bogor.
Ting, E.W.T. dan KE. Diebel. 1992. Sensitivity of Listeria monocytogenes to Spices at Two Temperatures. 1 Food. Safe. 12: 120 - 137.
Triana, A. 1998. Aktivitas Antimikroba Bumbu Segar Hasil Olahan Industri terhadap Mikroba Patogen dan Perusak Makanan. Skripsi. FATETA-lPB. Bogor.
Wilson. 1960. Sausage Product. Di dalam Evan, lB., Schwiegert, B.S., Niven, D.F., dan Dity, D.M. (ed). The Science of Meat and Meat Product. W.R Freeman and Co., San Francisco.
Winamo, F.G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia, Jakarta.
Wirth, F. 1982. Auswirknngen der neuen Nitrit-VO In der Teclmologie. Mitteilungsblatt Nr. 76 BAFF Kulmbach.
Wood, B.J.B. 1985. Microbiologyy of Fermented Foods. Vol. II. Elsevier Applied Science Publishers. London.
LAMPlRAN
64
Lampiran 1. Tabel Data Analisa Fisik dan Kimia Sosis Selama F ermentasi Ulangan 1 Ulan"an 2
Ana lisa Hari ke 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata Rata-rata pH 0 5.44 5.31 5.38 5.45 5.48 5.47 5.42
I 4.89 4.88 4.89 4.99 4.95 4.97 4.93 2 4.53 4.69 4.61 4.70 4.52 4.61 4.61 3 4.61 4.63 4.62 4.61 4.62 4.62 4.62 5 4.59 4.54 4.57 4.75 4.77 4.76 4.66
10 506 5.02 5.04 5.07 5.02 5.05 5.04
1 " 4.90 4.99 4.95 5.10 5.10 5.10 5.02 30 4.80 4.78 4.79 5.15 5.16 5.16 4.97
D, 0 0.905 0.899 0.902 0.916 0.908 0.912 0.907 1 0.919 0.915 0.917 0.900 0.905 0.903 0.910 2 0.888 0.875 0.882 0866 0.871 0.869 0.875 3 0.870 0.860 0.865 0.865 0.868 0.867 0.866 5 0.860 0.877 0.869 0866 0.855 0.861 0.865
10 0.755 0.741 0.748 0.749 0.741 0.745 0.747 15 0.730 0.728 0.729 0.681 0.675 0.678 0.704 30 0.720 0.724 0.722 0.711 0.709 0.710 0.716
Kadar Air 0 62.33 57.11 59.72 58.33 58.00 58.17 58.94 (%bb) 1 56.72 56.38 56.55 57.51 56.20 56.86 56.70
2 37.77 37.06 37.42 32.00 34.11 33.06 35.74 3 23.20 24.93 24.07 25.67 23.95 24.81 24.44 5 28.67 27.62 28.15 23.38 23.39 23.39 25.77
10 20.86 17.97 19.42 17.59 17.77 17.68 18.55 15 17.53 18.64 18.09 17.94 19.33 18.64 18.36 30 16.50 16.67 16.59 16.67 15.95 16.31 16.45
TAT 0 0.51 0.49 0.50 0.49 0.49 0.49 0.50
(%Asam 1 0.71 0.69 0.70 0.69 0.71 0.70 0.70
1aktat) 2 0.85 0.86 0.86 0.78 0.75 0.77 0.81
3 0.89 0.8 0.85 0.81 0.80 0.81 0.83 5 0.95 0.94 0.95 0.88 0.86 0.87 0.91
10 1.06 1.1 1.08 0.95 0.95 0.95 1.02
15 1.21 1.22 1.22 1.26 1.27 1.27 1.24
30 1.31 1.35 1.33 1.09 1.09 1.09 1.21
Kadar 0 91.47 95.64 93.56 90.64 87.58 89.11 91.33
Nitrit (ppn 1 5342 53.42 53.42 53.69 54.53 54.11 53.77
2 13.14 12.31 12.73 13.97 13.42 13.70 13.21
3 11.47 11.47 11.47 11.19 11.47 11.33 11.40
5 11.43 11.57 11.50 9.49 10.46 9.98 10.74
10 5.09 4.16 4.63 4.78 4.78 4.78 4.70
15 4.81 1.47 3.14 3.97 4.78 4.38 3.76
30 2.28 1.97 2.13 2.59 2.59 2.59 2.36
65
L . anJutan Lamplran I. Wama (a 0 23.67 20.58 22.13 22.65 23.81 23.23 22.68
1 45.66 46.14 45.90 45.06 45.56 45.31 45.61 2 58.64 53.61 56.13 52.92 48.71 50.82 53.47 3 34.92 31.49 33.21 35.92 29.37 32.65 32.93 5 32.52 31.13 31.83 34.19 32.10 33.15 32.49
10 31.49 32.13 31.81 30.98 31.03 31.01 31.41 15 33.80 32.22 33.01 30.77 33.68 32.23 32.62 30 24.72 24.52 24.62 21.07 21.48 21.28 22.95
Kekerasa 1 0.10 0.12 0.11 0.13 0.13 0.13 0.12 (kg/mm) 2 0.17 0.16 0.17 0.22 0.20 0.21 0.19
3 0.26 0.29 0.28 0.24 0.21 0.23 0.25 5 0.31 0.28 0.30 0.31 0.31 0.31 0.30
10 0.37 0.33 0.35 0.36 0.34 0.35 0.35 15 0.43 0.39 0.41 0.39 0.41 0.40 0.41 30 0.63 0.58 0.61 0.56 0.64 0.60 0.60
Lampiran 2.
Panelis
66
Tabel Hasil Penilaian Kesukaan Produk Sosis dengan Komposisi Daging dan Lemak 70:30, 60:40, dan 50:50
wama tekstur rasa 70:30 60:40 50:50 7030 60:40 50:50 70:30 60:40 50:50
I 3 2 2 3 5 4 4 5 4 6
, ~
7 8 8 4 9 7 10 3 I I 6 12 5 13 5 14 5 15 4 16 1 17 4 18 7 19 4 20 3
Lampiran 3.
Surnber Keragaman
Perlaj.,:uan Panelis Galat Total
4 7
I 3
I 6 I 7 6 6 5
7 6 6 7 I 8 6 7 3 6 6 I 4 5 5 6 5 5
I I i 4 6 3 I 3 I 4 6 5 5 7 4 6
I 7 , 3 7 7 5
.., 5 6 I 7 4 6 4 , ~
I 8 6 4 i 6 6 6 6 I 4 7 6 3 I 6 I 5 7 7 5 7 7 7 I 7 7 4 5 4 4 7 4 5 I 6 5 6 5 5 7 5 5 6
I 6 6 6
6 5 5 6 I 6 8 9 6 7 5 4 5 5 6 7 6 7 4 3 7 6 7 7 2 8 7 2 4 6
, 5 5 ~
5 6 I 4 5 2 7 4 7
I 6 3 4 3 6 5 3
4 4 7 7 6 8 3 6 6
I 7 7 7 6 6 7 5
7 7 5 7 7 5 7 8
Analisa Sidik Ragam Wama Sosis dengan Komposisi Daging dan Lemak 70:30, 60:40, dan 5050
Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Total f-Hitung f-Tabel
2 38,033 19,017 9,414 5,18 19 36,267 (1%) 38 76,633 2,02 59 150,933
I
I I
Lampiran 4 Analisa Duncan's Multiple Test Wama Sosis dengan Komposisi Daging dan Lemak 70:30, 60:40, dan 5050
Perla].,\Jan Rata-rata KesimLulan Hasil
7030 4.35 x 60:40 6, IS x
5050 5,90 x
Lampiran 5.
Sumber Keragaman
Perlakuan Panel is Galat Total
Analisa Sidik Ragam Tekstur Sosis dengan Komposisi Daging dan Lemak 70:30, 60:40, dan 50:50
67
Derajat Bebas Jumlah Kuadr.lt Kuadrat. Tota I F-Hitung I F-Tabel
2 10,830 5,43 3,62 3,23 19 34,263 (5%) 38 56,907 \,50 59 102,93
Lampiran 6. Analisa Duncall's Multiple Test Tekstur Sosis dengan Komposisi Daging dan Lemak 70:30, 60:40, dan 50:50
Perlak."uan Rata-rata Kesimpulan Hasil 70:30 4,25 x 60:40 5,70 x 50:50 5,70 x
Lampiran 7. Analisa Sidik Ragam Rasa Sosis dengan Komposisi Daging dan Lemak 70:30,60:40, dan 50:50
Sumber Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Total F-Hitung F-Tabel Keragaman
Perlakuan 2 \8,90 9,45 5,53 5,18 Panel is 19 42,85 (1%) Galat 38 65,10 1,71 Total 59 126,85
Lampiran 8. Analisa Duncan's Multiple Test Rasa Sosis dengan Komposisi Daging dan Lemak 70:30, 60:40, dan 50:50
Perlakuan Rata-rata Kesimpulan Hasil 70:30 5,70 x 60:40 6,20 x 50:50 4,80 x
I I
I
68
Lampiran 9. Tabel Hasil Penilaian Kesukaan Produk Sosis
Panelis wama tekstur rasa aroma 1 2 1 2 1 2 1 2
1 5 5 4 4 7 7 7 7 2 5 7 5 6 6 5 5 5 3 6 6 6 6 7 7 8 8 4 7 7 7 6 9 9 8 8 5 7 7 7 7 8 6 7 6 I 6 6 7 7 7 6 7 6 7 , 7 6 6 6 5 6 6 7 6 8 7 7 6 6 7 7 7 7 9 2 2 3 3 5 6 4 4 10 4 7 6 5 7 5 5 7 11 5 5 5 5 7 7 7 7 12 4 4 6 7 7 7 6 6 13 4 4 5 4 6 6 5 5 14 6 7 6 6 6 6 7 7 15 4 4 5 4 8 8 6 7 16 " " 5 5 4 6 7 7 J J
17 6 7 5 6 5 8 5 7 18 6 6 5 7 6 7 7 7 19 4 7 6 3 7 6 4 7 20 7 7 7 7 8 8 7 7 21 7 7 5 7 3 6 6 7 22 7 7 8 9 8 7 8 5 23 4 5 5 5 6 6 4 5 24 5 5 6 6 7 7 7 7 25 7 7 6 6 7 6 7 7 26 5 6 5 6 7 7 6 6 27 4 4 3 3 4 4 5 5 28 6 7 6 5 7 7 7 6 29 4 3 4 5 4 3 6 6 30 4 6 5 6 5 7 3 " J
Lampiran 10. Gambar Penampakan Sosis dengan Komposisi Dagiug dan Lemak 70:30, 60:40, dan 50:50
Lampiran 11. Gambar Penampakan Sosis Hari ke-30 Fermentasi
69