Soil Tranmitted Helmints

27
Soil tranmitted Helmints 1,2 Spesies Soil Transmitted Hemints adalah nematoda usus yang dalam siklus hidupnya membutuhkan tanah untuk proses pematangan sehingga terjadi perubahan dari stadium non infektif menjadi infektif . Yang terpenting bagi manusia adalah Ascaris lumbricoides, Necator americanus, Ancylostoma duodenale, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis dan beberapa spesies Trichostrongilus. Ascaris Lumbricoides 2 Hospes dan Nama Penyakit Manusia merupakan satu-satunya hospes Ascaris lumbricoides. Penyakit yang disebabkannya disebut askariasis. Distribusi Geografik Parasit ini ditemukan kosmopolit. Survei yang dilakukan di Indonesia antara tahun 1970 – 1980 menunjukkan pada umumnya prevalensi 70% atau lebih. Dan beberapa tempat di Indoensia menunjukan bahwa prevalensi A.lumbricoides masih cukup tinggi, sekitar 60-90%. Patologi dan Gejala Klinis Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh cacing dewasa dan larva. Gangguan karena larva biasanya terjadi pada saat berada di paru. Pada orang yang rentan terjadi perdarahan kecil pada dinding alveolus dan timbul gangguan pada paru yang disertai dengan batuk, demam dan eosinofilia. Pada foto toraks tampak infiltrat berada di paru. Pada orang yang rentan terjadi perdarahan kecil pada dinding alveolus dan timbul

description

soil transmitted helmints

Transcript of Soil Tranmitted Helmints

Page 1: Soil Tranmitted Helmints

Soil tranmitted Helmints1,2

Spesies Soil Transmitted Hemints adalah nematoda usus yang dalam siklus hidupnya

membutuhkan tanah untuk proses pematangan sehingga terjadi perubahan dari stadium non

infektif menjadi infektif . Yang terpenting bagi manusia adalah Ascaris lumbricoides,

Necator americanus, Ancylostoma duodenale, Trichuris trichiura, Strongyloides

stercoralis dan beberapa spesies Trichostrongilus.

Ascaris Lumbricoides2

Hospes dan Nama Penyakit

Manusia merupakan satu-satunya hospes Ascaris lumbricoides. Penyakit yang disebabkannya

disebut askariasis.

Distribusi Geografik

Parasit ini ditemukan kosmopolit. Survei yang dilakukan di Indonesia antara tahun 1970 –

1980 menunjukkan pada umumnya prevalensi 70% atau lebih. Dan beberapa tempat di

Indoensia menunjukan bahwa prevalensi A.lumbricoides masih cukup tinggi, sekitar 60-90%.

Patologi dan Gejala Klinis

Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh cacing dewasa dan larva. Gangguan

karena larva biasanya terjadi pada saat berada di paru. Pada orang yang rentan terjadi

perdarahan kecil pada dinding alveolus dan timbul gangguan pada paru yang disertai dengan

batuk, demam dan eosinofilia. Pada foto toraks tampak infiltrat  berada di paru. Pada orang

yang rentan terjadi perdarahan kecil pada dinding alveolus dan timbul gangguan pada paru

yang disertai dengan batuk, demam dan eosinofilia. Pada foto toraks tampak infiltrat yang

menghilang dalam waktu 3 minggu. Keadaan ini disebut sindrom Loeffler. Gangguan yang

disebabkan cacing dewasa biasanya ringan. Kadang-kadang penderita mengalami gejala

gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan berkurang, diare atau konstipasi.

Pada infeksi berat, terutama pada anak dapat terjadi malabsorbsi sehingga memperberat

keadaan malnutrisi. Efek yang serius terjadi bila cacing-cacing ini menggumpal dalam usus

sehingga terjadi obstruksi usus (ileus).

Page 2: Soil Tranmitted Helmints

Pada keadaan tertentu cacing dewasa mengembara ke saluran empedu, apendiks, atau ke

bronkus, dan menimbulkan keadaan gawat darurat sehingga kadang-kadang perlu tindakan

operatif.

Diagnosis

Cara menegakkan diagnosis penyakit adalah dengan pemeriksaan tinja secara langsung.

Adanya telur dalam tinja memastikan diagnosis askariasis. Selain itu diagnosis dapat dibuat

bila cacing dewasa keluar sendiri baik melalui mulut atau hidung, maupun melalui tinja.   

Pengobatan

Pengobatan dapat dilakukan secara perorangan atau secara masal pada masyarakat. Untuk

perorangan dapat digunakan bermacam-macam obat misalnya piperasin dosis tunggal untuk

10 mg/kgBB, mebendazol 2 x 100 mg/hari selama 3 hari atau 500 mg dosis tunggal,

albendazol dosis tunggal 400 mg.

Oksantel-pirantel pamoat adalah obat yang dapat digunakan untuk infeksi campuran Ascaris

lumbricoides dan T.trichiura. untuk pengobatan masal perlu beberapa syarat, yaitu :

Obat mudah diterima masyarakat

Aturan pemakaian sederhana

Mempunyai efek samping yang minim

Bersifat polivalen, sehingga dapat berkhasiat terhadap beberapa jenis cacing

Harganya murah

Epidemiologi

Di Indonesia prevalensi askariasis tinggi, terutama pada anak. Frekuensinya antara 60 – 90%.

Kurangnya pemakaian jamban keluarga menimbulkan pencernaan tanah dengan tinja di

sekitar halaman rumah, di bawah pohon, di tempat mencuci dan di tempat pembuangan

sampah. Hal ini akan memudahkan terjadinya reinfeksi. Di negara-negara tertentu terdapat

kebiasaan memakai tinja sebagai pupuk.

Tanah liat, kelembaban tinggi dan suhu yang berkisar antara 25° – 30°C merupakan hal-hal

yang sangat baik untuk berkembangnya telur A.lumricoides menjadi bentuk infektif. Anjuran

mencuci tangan sebelum makan, menggunting kuku secara teratur, pemakaian jamban

keluarga serta pemeliharaan kesehatan pribadi dan lingkungan dapat mencegah askariasis.

Page 3: Soil Tranmitted Helmints

Toxocara dan Toxoara cati2

Hospes dan Nama Penyakit

Toxocara canic ditemukan pada anjing. Toxocara cati ditemukan pada kucing. Belum

pernah ditemukan infeksi campuran pada satu macam hospes. Kadang-kadang cacing ini

dapat hidup pada manusia sebagaiparasit yang mengembara (erratic parasite) dan

menyebabkan penyakit yang disebut visceral larva migrans.

Distribusi Geografik

Cacing-cacing tersebar secara kosmopolit; juga ditemukan di Indonesia. Di jakarta prevalensi

pada anjing 38,3% dan pada kucing 26,0%.

Patologi dan gejala klinis

            Pada manusia larva cacing tidak menjadi dewasa dan mengembara di alat-alat

dalam,khususnya hati. Penyakit yang disebabkan larva yang mengembara ini disebut visceral

larva migrans, dengan gejala eosinofilia, demam dan hepatomegali. Visceral larva migrans

dapat juga disebabkan oleh larva nematoda lain. Kelainan timbul karena migrasi larva dapat

berupa pendarahan , nekrosis dan peradangan yang didominasi oleh eosinofil. Larva dapat

terbungkus dalam granuloma kemudian dihancurkan atau tetap hidup selama bertahun-tahun.

Kematian larva menstimulasi respon imun immediate type hypersensitivity yang

menimbulkan penyakit viseral larva migrans yang gejalanya seperti diatas. Berat ringannya

penyakit dipengaruhi oleh jumlah larva dan umur penderita, biasanya anak dibawah usia 5

tahun mudah kena LVM. Kelainan ini juga bisa ke mata sehingga disebut occular larva

migrans(OML) biasanya berupa penurunan penglihatan yang biasanya disertai strabismus

pada anak, bahkan bisa kebutaan.

Diagnosis

Diagnosis pasti viscerallarva migrans dengan menemukan larva atau potongan larva

dalam jaringan sukar ditegakkan.

Page 4: Soil Tranmitted Helmints

            Reaksi imunologi dapat membantu menegakkan diagnosis. Serta teknik pencitraan

seperti USG, CT Scan dan MRI dapat digunakan untuk mendekteksi lesi granulomatosa yang

berisi larva Toxocara.

Pencegahan

Pengendalian infeksi dilakukan dengan mencegah pembuangan tinja anjing atau kucing

peliharaan secara sembarangan terutama ditempat bermain anak-anak, dan kebun sayur.

Hewan yang terinfeksi diobati dengan mebendazol atau ivemectin. Anak anjing atau kucing

secara rutin diobati mulai usia 2-3minggu, setiap dua minggu hingga berusia satu tahun. Jika

sudah dewasa diobati 6 bulan sekali. Untuk manusia penncegahan dengan melakukan

pengawasan terhdap anak yang mempunyai kebiasaan makan tanah, peningkatan kebersihan

pribadi seperti mencuci tangan sebelum makan, tidak makan daging yang kurang matang dan

membersihkan dengan benar sayuran lalapan.

Cacing Tambang2

            Ada beberapa  spesies cacing tambang yang penting, diantaranya:

Necator americanus                                  – Manusia

Ancylostoma duodenale                            – Manusia

Ancylostoma braziliense                            – Kucing, anjing

Ancylostoma ceylanicum                           – anjing, kucing

Ancylostoma caninum                                – anjing, kucing

Necator americanus dan Ancylostoma duodenale

Hopses dan nama penyakit

            Hopses parasit ini adalah manusia; cacing ini menyebabkan nekatoriasis dan

ankilostomiasis.

Distribusi geografik

            Penyebaran cacing ini diseluruh daerah khatulistiwa dan ditempat ,lain dengan

keadaan yang sesuai, misalnya di daerah pertambangan dan perkebunan. Prevalensi di

Indonesia tinggi, terutama di daerah pedesaan. Antara tahun 1972-1979 prevalensi di daerah

Page 5: Soil Tranmitted Helmints

pedesaan di indonesia adalah sekitar 50%. Pada survei-survei yang dilakukan Departemen

Kesehatan di sepuluh propinsi di Indonesia  antara tahun 1990-1991 hanya didapatkan 0-

24,7% sedangkan prevalensi sebesar 6,7% didapatkanpada pemeriksaan 2478 anak sekolah

dasar di Sumatera Utara.

Karakteristik Cacing Tambang

Karakteristik Ancylostoma duodenale Necator americanus

Ukuran cacing dewasa

Jantan 0,8-1,1 cm 0,7-0,9 cm

Betina 1,0-1,3 cm 0,9-1,1 cm

Umur cacing dewasa 1 tahun 3-5 tahun

Lokasi cacing dewasa Usus halus Usus halus

Masa prepaten 53 hari 49-56 hari

Jumlah telur/cacing

betina/hari

10000-25000 5000-10000

Rute infeksi Oral, perkutan perkutan

Patologi dan Gejala Klinik

            Gejala nekatoriasis dan ankilostomiasis

Stadium larva :

Bila banyak larva filariform sekaligus menembus kulit, maka terjadi perubahan kulit yang

disebut ground itch. Perubahan pada paru biasanya ringan. Infeksi larva filariform

A.duodenale secara oral menyebabkan penyakit wakana dengan gejala mual, muntah, iritasi

faring, batuk, sakit leher, dan sesak.

Stadium dewasa

Gejala tergantung pada (a) spesies dan jumlah cacing dan (b) keadaan gizi penderita (Fe dan

protein).Tiap cacing N.americanus menyebabkan kehilangan darah sebanyak 0,005 – 0,1 cc

sehari, sedangkan A.duodenale 0,08 – 0,34 cc. Biasanya terjadi anemia hipokrom mikrositer.

Di samping itu juga terdapat eosinofilia. Bukti adanya toksin yang menyebabkan anemia

belum ada. Biasanya tidak menyebabkan kematian, tetapi daya berkurang dan prestasi kerja

menurun.

Page 6: Soil Tranmitted Helmints

Menurut Noerhajati, sejumlah penderita penyakit cacing tambang yang dirawat di

Yogyakarta mempunyai kadar hemoglobin yang semakin rendah bilamana penyakit semakin

berat. Golongan ringan, sedang, berat dan sangat berat mempunyai kadar Hb rata-rata

berturut-turut 11,3 g%, 8,8 g%, 4,8 g% dan 2,6 g%.

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur dalam tinja segar. Dalam tinja yang lama

mungkin ditemukan larva.

Untuk membedakan spesies N.americanus dan A.duodenale dapat dilakukan biakan tinja

misalnya dengan cara Hadara-Mori.

Pengobatan

Pirantel pemoat 10mg/kg memberikan hasil cukup baik, bilamana digunakan 2 – 3 hari

berturut-turut.

Epidemiologi

            Insidens tinggi ditemukan pada penduduk di Indonesia, terutama di daerah pedesaan,

khususnya di perkebunan. Seringkali golongan pekerja perkebunan yang langsung

berhubungan dengan tanah, mendapat infeksi lebih dari 70%.Kebiasaan defekasi di tanah dan

pemakaian tinja sebagai pupuk kebun (di berbagai daerah tertentu) penting dalam penyebaran

infeksi.Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva ialah tanah gembur (pasir, humus) dengan

suhu optimum untuk N.americanus 28° – 32°C, sedangkan untuk A.duodenale lebih rendah

(23° – 25°C). Pada umumnya A.duodenale lebih kuat.

Untuk menghindari infeksi, antara lain ialah dengan memakai sandal atau sepatu.

Ancylostoma branziliense dan Ancylostoma caninum2

Hospes dan nama penyakit

Kucing dan anjing merupakan hospes definitif. Cacing ini menyebabkan creeping

eruption pada manusia.

Distribusi geografik

Kedua parasit ini ditemukan di daerah tropik dan subtropik, juga ditemukan di Indonesia.

Page 7: Soil Tranmitted Helmints

Pemeriksaan di Jakarta menunjukkan bahwa pada sejumlah kucing ditemukan

72% A.brazilense, sedangkan pada sejumlah anjing terdapat 18% A.brazilense dan

68% A.cacinum.

Patologi dan Gejala Klinik

Pada manusia, larva tidak menjadi dewasa dan menyebabkan kelainan kulit dan

disebut creeping eruption, creeping disease, atau cutaneous larva migrans.

Creeping eruption adalah suatu dermatitis dengan gambaran khas berupa kelainan intrakutan

serpiginosa, yang antara lain disebabkan Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma

cacinum. Pada tempat larva filariform menembus kulit terjadi papel keras, merah dan gatal.

Dalam beberapa hari terbentuk terowongan intrakutan sempit, yang tampak sebagai garis

merah, sedikit menimbul, gatal sekali dan bertambah panjang menurut gerakan larva di dalam

kulit. Sepanjang garis yang berkelok-kelok, terdapat vesikel-vesikel kecil dan dapat terjadi

infeksi sekunder karena kulit digarut.

Di Jakarta pernah dipelajari 46 kasus creeping eruption yang terdiri atas orang dewasa dan

anak. Kelainan kulit terutama ditemukan pada kaki penderita dan antara lain juga pada lengan

bawah, punggung dan pantat.

Diagnosis

Diagnosis creeping eruption ditegakkan dengan :

Gambaran klinis yang khas pada kulit dan Biopsi

Pengobatan

Pengobatan dilakukan dengan :

Semprotan kloretil

Albendazol, dosis tunggal 400 mg selama 3 hari berturut-turut cukup efektif. Pada anak

dibawah 2 tahun albendazol diberikan dalam bentuk salep 2%.

Ancylostoma ceylanicum2

Cacing tambang anjing dan kucing ini dapat menjadi dewasa pada manusia. Di rongga mulut

terdapat dua pasang gigi yang tidak sama besarnya. Di antara 100 anjing, 37%

Page 8: Soil Tranmitted Helmints

mengandung A.ceylanicum. cacing ini juga ditemukan pada 50 ekor kucing sebanyak 24%.

Kelompok anjing dan kucing ini berasal dari Jakarta dan sekitarnya.

Trichris trichiura/Trichocephalus dispar/cacing cambuk2

Hospes dan Nama Penyakit

            Manusia merupakan hospes cacing ini. Penyakit yang disebabkannya disebut

trikuriasis.

Distribusi geografik

            Cacing ini bersifat kosmopolit; terutama ditemukan di daerah panas dan lembab,

seperti di Indonesia. Di beberapa daerah di Indonesia, prevalensi masih tinggi seperti yang

dikemukakan oleh Departemen Kesehatan pada tahun 1990/1991 antara lain 53% pada

masyarakat Bali, 36,2% di perkebunan di Sumatera Selatan. 51,6% pada sejumlah sekolah di

Jakarta. Prevalensi di bawah 10% di temukan pada pekerja pertambangan di Sumatera Barat

(2,84%) dan di sekolah-sekolah di Sulawesi Utara (7,42%). Pada tahun 1996 di Musi

Banyuasin, Sumatera Selatan infeksi Trichuris trihiura ditemukan sebanyak 60% di antara

365 anak sekolah dasar.

Patologi dan Gejala Klinis

            Cacing Trichuris pada manusia terutama hidup di sekum, akan tetapi dapat juga

ditemukan di kolon asendens.

            Pada infeksi berat, terutama pada anak, cacing ini tersebar di seluruh kolon dan

rektum. Kadang-kadang terlihat di mucosa rektum yang mengalami prolabsus akibat

mengejangnya penderita pada waktu defekasi.

            Cacing ini memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus, hingga terjadi trauma yang

menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa usus. Pada tempat perlekatannya dapat terjadi

perdarahan. Di samping itu rupanya cacing ini menghisap darah hospesnya, sehingga dapat

menyebabkan anemia.

Page 9: Soil Tranmitted Helmints

            Penderita terutama anak dengan infeksi Trichuris yang berat dan menahun,

menunjukkan gejala-gejala nyata seperti diare yang sering diselingi dengan sindrom disentri,

anemia, berat badan turun dan kadang-kadang disertai prolapsus rektum.

            Pada tahun 1976, bagian Parasitologi FKUI telah melaporkan 10 anak dengan

trikuriasis berat, semuanya menderita diare yang menahun selama 2 – 3 tahun. Kini kasus

berat trikuriasis tidak pernah dilaporkan lagi di Jakarta.

            Infeksi berat Trichuris trichiura sering disertai dengan infeksi cacing lainnya atau

protozoa. Infeksi ringan biasanya tidak memberikan gejala klinis yang jelas atau sama sekali

tanpa gejala. Parasit ini ditemukan pada pemeriksaan tinja rutin. 

Diagnosis

Diagnosis dibuat dengan menemukan telur di dalam tinja.

Pengobatan

            Dahulu infeksi Trichuris sulit sekali diobati. Obat seperti tiabendazol dan ditiazanin

tidak memberikan hasil yang memuaskan.

            Sekarang dengan adanya mebendazol dengan dosis 2×100 mg selama tiga hari atau

dosis tunggal 500 mg, albendazol dosis tunggal 400 mg, dan oksantel diobati dengan hasil

yang cukup baik.

Epidemiologi

            Yang penting untuk penyebaran penyakit adalah kontaminasi tanah dengan tinja.

Telur di tanah liat, tempat lembab dan teduh dengan suhu optimum kira-kira 300C. Di

berbagai negeri pemakaian tinja sebagai pupuk kebun merupakan sumber infeksi. Frekuensi

di Indonesia tinggi. Di beberapa daerah pedesaan di Indonesia frekuensinya berkisar antara

30 – 90%.

            Di daerah yang sangat endemik infeksi dapat dicegah dengan pengobatan penderita

trikuriasis, pembuatan jamban yang baik dan pendidikan tentang sanitasi dan kebersihan

perorangan, terutama anak. Mencuci tangan sebelum makan, mencuci dengan baik sayuran

yang dimakan mentah adalah penting apalagi di negeri-negeri yang mamakai tinja sebagai

pupuk.

Page 10: Soil Tranmitted Helmints

Strongyloides stercoralis2

Hospes dan Nama Penyakit

            Manusia merupakan hospes utama cacing ini. Parasit ini dapat menyebabkan penyakit

strongilodiasis.

Distribusi Geografik

            Nematoda ini terutama terdapat di daerah tropik dan subtropik sedangkan di daerah

yang beriklim dingin jarang ditemukan.

Patologi dan Gejala Klinik

            Bila larva filariform dalam jumlah besar menembus kulit, timbul kelainan kulit yang

dinamakan creeping eruption yang sering disertai dengan rasa gatal yang hebat.

            Cacing dewasa menyebabkan kelainan pada mukosa usus muda. Infeksi ringan

dengan Stronglyoides pada umumnya terjadi tanpa diketahui hospesnya karena tidak

menimbulkan gejala. Infeksi sedang dapat menyebabkan rasa sakit seperti tertusuk-tusuk di

daerah epigastrium tengah dan tidak menjalar. Mungkin ada mual dan muntah; diare dan

konstipasi saling bergantian. Pada strongiloidiasis ada kemungkinan terjadi autoinfeksi dan

hiperinfeksi. Pada hipeinfeksi cacing dewasa yang hidup sebagai parasit dapat ditemukan di

seluruh traktus digestivus dan larvanya dapat ditemukan di berbagai alat dalam (paru, hati,

kandung empedu). Sering ditemukan pada orang yang mengalami gangguan imunitas  dan

dapat menimbulkan kematian.

            Pada pemeriksaan darah mungkin ditemukan eosinofilia atau hipersesinofilia

meskipun pada banyak kasus jumlah sel eosinofil normal.

Diagnosis

Diagnosis klinis tidak pasti karena strongiloidiasis tidak memberikan gejala klinis yang nyata.

Diagnosis pasti ialah bila menemukan larva rabditiform dalam tinja segar, dalam biakan atau

dalam aspirasi duodenum. Biakan tinja selama sekurang-kurangnya 2 x 24 jam menghasilkan

larva filariform dan cacing dewasa Strongyloides stercoralis yang hidup bebas.

Pengobatan

Page 11: Soil Tranmitted Helmints

            Dahulu tiabendazol merupakan obat pilihan dengan dosis 25 mg per kg berat badan,

satu atau dua kali sehari selama 2 atau 3 hari. Sekarang albendazol 400 mg satu/dua kali

sehari selama tiga hari merupakan obat pilihan. Mebendazol 100 mg tiga kali sehari selama

dua atau empat minggu dapat memberikan hasil yang baik. Mengobati orang yang

mengandung parasit, meskipun kadang-kadang tanpa gejala, adalah penting mengingat dapat

terjadi autoinfeksi. Perhatian khusus ditujukan kepada pembersihan sekitar daerah anus dan

mencegah terjadinya konstipasi.

Epidemiologi

            Daerah yang panas, kelembaban tinggi dan sanitasi yang kurang, sangat

menguntungkan cacing Strongyloides sehingga terjadi daur hidup yang tidak langsung.

            Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva ialah tanah gembur, berpasir dan humus.

Frekuensi di Jakarta pada tahun 1956 sekitar 10 – 15%, sekarang jarang ditemukan.

Pencegahan strongyloidiasis terutama tergantung pada sanitasi pembuangan tinja dan

melindungi kulit dari tanah pada tahun 1956 sekitar 10 – 15%, sekarang jarang ditemukan.

Pencegahan strongyloidiasis terutama tergantung pada sanitasi pembuangan tinja dan

melindungi kulit dari tanah yang terkontaminasi, misalnya dengan memakai alas kaki.

            Penerangan kepada masyarakat mengenai cara penularan dan cara pembuatan serta

pemakaian jamban juga penting untuk pencegahan penyakit strongyloidiasis.

EPIDEMIOLOGI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS2

            Penyebaran infeksi Ascaris dan Trihuris mempunyai pola yang hampir sama;

demikian juga epidemiologi cacing tambang dan Strongyloides.

A.lumricoides dan T.Trichiura

            Beberapa survei yang dilakukan di Indonesia (tahun 1970 – 1974) menunjukkan

bahwa seringkali prevalensi Ascaris yang tinggi disertai prevalensi Trichuris yang tinggi

pula.

            Prevalensi Ascaris yang lebih tinggi dari 70% ditemukan antara lain di beberapa desa

di Sumatra (78%), Kalimantan (79%), Sulawesi (88%), Nusa Tenggara Barat (92%) dan Jawa

Barat (90%) . Di desa-desa tersebut prevalensi Trichuris juga tinggi yaitu untuk masing-

masing daerah 83%, 83%, 83%, 84% dan 91%. Tingginya prevalensi di suatu daerah

Page 12: Soil Tranmitted Helmints

tergantung beberapa hal seperti: tahun dilakukannya survei, lokasi survei apakah di pedesaan

atau kota, umur penduduk yang disurvei, kondisi iklim di daerah survei, sanitasi lingkungan

dan sebagainya.

            Di daerah kumuh kota Jakarta infeksi Ascaris dan Trichuris sudah ditemukan pada

bayi berumur kurang dari satu tahun. Pada umur satu tahun 80 – 100% di antara kelompok-

kelompok anak ini pernah terkena infeksi Ascaris; untuk T.trichiura angkanya lebih rendah

sedikit, yaitu 70%. Usia anak, yaitu 70%. Usia anak yang termuda mendapat

infeksi Ascaris adalah 16 minggu, sedangkan untuk Trichuris adalah 41 minggu. Ini terjadi di

lingkungan tempat kelompok anak berdefekasi di saluran air terbuka dan di halaman sekitar

rumah (door yard infection). Karena kebiasaan seperti defekasi sekitar rumah, makan tanpa

cuci tangan, bermain-main di tanah di sekitar rumah, maka khususnya anak balita akan terus

menerus mendapat reinfeksi. Dengan demikian golongan rawan infeksi kedua spesies cacing

ini adalah anak balita.

Di daerah endemi dengan insidens Ascaris dan Trichuris tinggi, terjadi penularan secara terus

menerus. Transmisi ini dipengaruhi oleh berbagai hal yang menguntungkan parasit, seperti

keadaan tanah dan iklim yang sesuai. Kedua spesies cacing ini memerlukan tanah liat untuk

berkembang. Telur A.lumbricoides yang telah dibuahi dan jatuh di tanah yang sesuai, menjadi

matang dalam waktu 3 minggu pada suhu optimun 25° – 30°C. Telur T.trichiura akan matang

dalam 3 – 6 minggu pada suhu optimun kira-kira 30°C. Telur matang kedua spesies ini tidak

menetas dalam tanah dan dapat bertahan hidup beberapa tahun, khususnya

telur A.lumbricoides. selain keadaan tanah dan iklim yang sesuai, keadaan endemi juga

dipengaruhi oleh jumlah telur yang dapat hidup sampai menjadi bentuk infektif dan masuk ke

dalam tubuh hospes. Beberapa jenis antelmentik mempunyai efek memperlambat masa

perkembangan telur bahkan menimbulkan perubahan bentuk telur sehingga memperkecil

kemungkinan reinfektif.

Diketahui bahwa banyaknya telur yang dihasilkan satu ekor cacing betina adalah sebagai

berikut :A.lumbricoides kira-kira 200.000 sehari, T.trichiura kira-kira 5000 sehari dan cacing

tambang kira-kira 9000 – 10000 sehari.

Semakin banyak telur ditemukan di sumber kontaminasi (tanah, debu, sayuran dan lain-lain),

semakin tinggi derajat endemi di suatu daerah. Jumlah telur yang dapat berkembang, menjadi

semakin banyak pada masyarakat dengan infeksi yang semakin berat, karena berdefekasi di

sembarangan tempat, khususnya di tanah, yang merupakan suatu kebiasaan sehari-hari.

Page 13: Soil Tranmitted Helmints

Pada umumnya tidak ada perbedaan prevalensi infeksi Ascaris dan Trichuris antara kedua

jenis kelamin.

Cacing tambang dan S.Stercoralis

Pada umumnya prevalensi cacing tambang berkisar antara 30 – 50% di berbagai daerah di

Indonesia. Prevalensi yang tinggi ditemukan di daerah perkebunan seperti di perkebunan

karet di Sukabumi, Jawa Barat (93,1%) dan di perkebunan kopi di Jawa Timur (80,69%).

Prevalensi infeksi cacing tambang cenderung meningkat dengan meningkatnya umur.

Tingginya prevalensi juga dipengaruhi oleh sifat pekerjaan sekelompok karyawan atau

penduduk. Sebagai contoh dapat dikemukakan sebagai berikut : kelompok karyawan, wanita

maupun pria, yang mengolah tanah di perkebunan teh atau karet, akan terus menerus terpapar

terhadap kontaminasi.

Kedua jenis cacing ini memerlukan tanah pasir yang gembur, tercampur humus dan

terlindung dari sinar matahari langsung. Telur cacing tambang pada hari ke 5 – 8 menjadi

bentuk filariform yang infektif. Suhu optimun bagi N.americanus adalah 28° – 32°C dan

untuk A.duodenale adalah sedikit lebih rendah : 23° – 25°C. Ini salah satu sebab

mengapa N.americanus lebih banyak ditemukan di Indonesia daripada A.duodenal.

Larva filariform cacing tambang dapat bertahan 7 – 8 minggu di tanah dan harus masuk

menembus kulit manusia untuk meneruskan lingkaran hidupnya.

Larva S.stercoralis berkembang lebih cepat daripada larva cacing tambang; dalam waktu 34

– 48 jam terbentuk larva filariform yang infektif. Larva ini mempunyai kelangsungan hidup

yang pendek di tanah kira-kira 1 – 2 minggu, akan tetapi cacing ini mempunyai satu siklus

bentuk bebas di tanah yang terus menerus menghasilkan bentuk infektif sehingga

perkembangan bentuk bebas di tanah dapat mencapai endemitas tinggi. Larva ketiga spesies

ini memerlukan oksigen untuk pertumbuhannya, oleh karena itu olahan tanah dalam bentuk

apapun di lahan pertanian dan perkebunan akan menguntungkan pertumbuhan larva.

Perkembangan di Tanah dan Suhu Optimum Bentuk Infektif Cacing yang Ditularkan Melalui

Tanah

Pencegahan dan Pemberantasan

Pencegahan dan pemberantasan cacing-cacing ini adalah dengan :

Memutuskan rantai daur hidup dengan cara :

Page 14: Soil Tranmitted Helmints

Berdefekasi di kakus

Menjaga kebersihan, cukup air bersih di kakus, mandi dan cuci tangan secara teratur

Pengobatan masal dengan antelmintik yang efektif, terutama pada golongan rawan.

Pemberian penyuluhan kepada masyarakat mengenai sanitasi lingkungan yang baik

dan cara menghindari infeksi cacing-cacing ini.

Bukan Soil tranmitted Helmints1,2

Nematoda usus yang dalam siklus hidupnya tidak membutuhkan tanah untuk proses pematangan sehingga terjadi perubahan dari stadium non infektif menjadi infektif. Spesiesnya sebagai berikut :

Enterobius vermicularis/Oxyuris vermiculari/cacing kremi2

Hospes dan Nama Penyakit

Manusia adalah satu-satunya hospes dan penyakitnya disebut enterobiasis atau oksiuriasis.

Distribusi Geografik

Parasit ini kosmopolit tetapi lebih banyak ditemukan di daerah dingin daripada di daerah

panas. Hal ini mungkin disebabkan karena pada umumnya orang di daerah dingin jarang

mandi dan mengganti baju dalam. Penyebaran cacing ini ditunjang oleh eratnya hubungan

antara manusia satu dengan yang lainnya serta lingkungan yang sesuai.

Gejala Klinis

            Enterobiasis relatif tidak berbahaya, jarang menimbulkan lesi yang berarti. Gejala

klinis yang menonjol disebabkan iritasi di sekitar anus, perineum dan vagina oleh cacing

betina gravid yang bermigrasi ke daerah anus dan vagina sehingga menyebabkan pruritus ani,

maka penderita menggaruk daerah sekitar anus sehingga timbul luka garuk di sekitar anus.

Keadaan ini sering terjadi pada waktu malam hari hingga penderita terganggu tidurnya dan

menjadi lemah. Kadang-kadang cacing dewasa muda dapat bergerak ke usus halus bagian

proksimal sampai ke lambung, esofagus dan hidung sehingga menyebabkan gangguan di

daerah tersebut. Cacing betina gravid mengembara dan dapat bersarang di vagina dan di tuba

Fallopii sehingga menyebabkan radang di saluran telur. Cacing sering ditemukan di apendiks

tetapi jarang menyebabkan apendisitis.

Beberapa gejala karena infeksi cacing Enterobius vermucularis dikemukakan oleh beberapa

penyidik yaitu kurang nafsu makan, berat badan turun, aktivitas meninggi, enuresis, cepat

Page 15: Soil Tranmitted Helmints

marah, gigi menggeretak, insomnia dan masturbasi, tetapi kadang-kadang sukar untuk

membuktikan hubungan sebab dengan cacing kremi.

Diagnosis

Infeksi cacing sering diduga pada anak yang menunjukkan rasa gatal di sekitar anus pada

waktu malam hari. Diagnosis dibuat dengan menemukan telur dan cacing dewasa. Telur

cacing dapat diambil dengan mudah dengan alat anal swab yang ditempelkan di sekitar anus

pada waktu pagi hari sebelum anak buang air besar dan mencuci pantat (cebok).Sebaiknya

pemeriksaan dilakukan tiga hari berturut-turut.

Pengobatan

Seluruh anggota keluarga sebaiknya diberi pengobatan bila ditemukan salah seorang anggota

mengandung cacing kremi. Obat piperazin dosis tunggal 3 – 4 gram (dewasa) atau 25 mg/kg

berat badan (anak-anak), sangat efektif bila diberikan padi hari diikuti minum segelas air

sehingga obat sampai ke sekum dan kolon. Efek samping yang mungkin terjadi adalah mual

dan muntah. Obat lain yang juga efektif adalah pirantel pamoat dosis 10 mg/kg berat badan

atau mebendazol dosis tunggal 100 mg atau albendazol dosis tunggal 400 mg. Mebendazol

efektif terhadap semua stadium perkembangan cacing kremi, sedangkan pirantel dan

piperazin dosis tunggal tidak efektif terhadap stadium muda. Pengobatan sebaiknya diulang

lagi 2 – 3 minggu kemudian.

Epidemiologi

Penyebaran cacing kremi lebih luas daripada cacing lain. Penularan dapat terjadi pada suatu

keluarga atau kelompok-kelompok yang hidup dalam satu lingkungan yang sama (asrama,

rumah piatu). Telur cacing dapat diisolasi dari debu di ruangan sekolah atau kafetaria sekolah

dan mungkin ini menjadi sumber infeksi bagi anak-anak sekolah. Di berbagai rumah tangga

dengan beberapa anggota keluarga yang mengandung cacing kremi, telur cacing dapat

ditemukan (92%) di lantai, meja, kursi, bufet, tempat duduk kakus (toilet seats), bak mandi,

alas kasur, pakaian dan tilam. Hasil penelitian maenunjukkan angka prevalensi pada berbagai

golongan manusia 3% – 80%. Penelitian di daerah Jakarta Timur melaporkan bahwa

kelompok usia terbanyak yang menderita enterobiasis adalah kelompok usia antara 5 – 9

tahun yaitu 46 anak (54,1%) dari 85 anak yang diperiksa.

Penularan dapat dipengaruhi oleh :

Page 16: Soil Tranmitted Helmints

1. Penularan dari tangan ke mulut sesudah menggaruk daerah perianal (auto-infeksi)

atau tangan dapat menyebarkan telur kepada orang lain maupun kepada diri sendiri

karena memegang benda-benda maupun pakaian yang terkontaminasi.

2. Debu merupakan sumber infeksi oleh karena mudah diterbangkan oleh angin sehingga

telur melalui debu dapat tertelan.

3. Retrofeksi melalui anus; larva dari telur yang menetas di sekitar anus kembali masuk

ke usus.

Anjing dan kucing bukan mengandung cacing kremi tetapi dapat menjadi sumber infeksi oleh

karena telur dapat menempel pada bulunya.

Frekuensi di Indonesia tinggi, terutama pada anak dan lebih banyak ditemukan pada

golongan ekonomi lemah. Frekuensi pada orang kulit putih lebih tinggi daripada orang negro.

Kebersihan perorangan penting untuk pencegahan. Kuku hendaknya selalu dipotong pendek,

tangan dicuci bersih sesudah makan. Anak yang mengandung cacing kremi sebaiknya

memakai celana panjang jika hendak tidur supaya alas kasur tidak terkontaminasi dan tangan

tidak dapat menggaruk daerah perianal.

Makanan hendaknya dihindarkan dari debu dan tangan yang mengandung parasit. Pakaian

dan alas kasur hendaknya dicuci bersih dan diganti setiap hari.

Trichina spiralis2

Hospes dan Nama Penyakit

Selain manusia, berbagai binatang seperti babi, tikus, beruang, kucing, anjing, babi hutan dan

lain-lain dapat merupakan hospes. Penyakit yang disebabkan parasit ini disebut trikinelosis

atau trikiniasis.

Distribusi Geografik

Cacing ini kosmopolit, tetapi di negeri-negeri beragama islam parasit ini jarang ditemukan

pada manusia. Di Eropa dan Amerika Serikat parasit ini banyak ditemukan karena

penduduknya mempunyai kebiasaan makan daging babi yang dimasak kurang matang (sosis).

Patologi dan Gejala Klinis

Page 17: Soil Tranmitted Helmints

Gejala trikinosis tergantung pada beratnya infeksi yang disebabkan oleh cacing

stadium dewasa dan stadium larva.Pada saat cacing dewasa mengadakan invasi ke mukosa

usus, timbul gejala usus seperti sakit perut, diare, mual dan muntah. Masa tunas gejala usus

ini kira-kira 1 – 2 hari sesudah infeksi.

Larva tersebar di otot kira-kira 7 – 28 hari sesudah infeksi. Pada saat ini timbul gejala

nyeri otot (mialgia) dan radang otot (miositis) yang disertai demam, eosinofilia dan

hipereosinofilia.

Gejala yang disebabkan oleh stadium larva tergantung juga pada alat yang dihinggapi

misalnya dapat menyebabkan sembab sekitar mata, sakit persendian, gejala pernapasan dan

kelemahan umum. Dapat juga menyebabkan gejala akibat kelainan jantung dan susunan saraf

pusat bila larva T.spiralis tersebar di alat-alat tersebut. Bila masa akut telah lalu, biasanya

penderita sembuh secara perlahan-lahan bersamaan dengan dibentuknya kista dalam otot.

Pada infeksi berat (kira-kira 5000 ekor larva/kg berat badan) penderita mungkin

meninggal dalam waktu 2 – 3 minggu, tetapi biasanya kematian terjadi dalam waktu 4 – 8

minggu sebagai akibat kelainan otak atau kelainan jantung.

Diagnosis

                Di samping diagnosis klinis yang tidak dapat diabaikan, diagnosis pasti sering

tergantung pada pemeriksaan laboratorium. Tes kulit dengan memakai antigen yang terbuat

dari larvaTrichinella dapat memberikan reaksi positif kira-kira pada minggu ke 3 atau 4.

Reaksi ini berupa tonjolan memutih pada kulit dengan diameter sebesar 5 mm atau lebih yang

dikelilingi daerah eritema.

            Reaksi imunologi lainnya seperti tes ikat komplemen dan tes presipitin dapat juga

dilakukan.

            Mencari larva di dalam darah dan cairan otak dapat dilakukan pada hari ke 8-14 hari

sesudah infeksi. Dengan biopsi otot, larva Trichinella dapat ditemukan pada minggu ke 3 atau

4 sesudah infeksi.

Pengobatan

Page 18: Soil Tranmitted Helmints

            Pengobatan terhadap penderita trikinosis terutama dialkukan secara simtomatis. Sakit

kepala dan nyeri otot dapat dihilangkan dengan obat analgetik. Obat sedatif kadang-kadang

perlu juga terutama bila ada kelainan saraf pusat.

            Untuk pengobatan spesifik, beberapa penyelidik akhir-akhir ini menunjukkan bahwa

tiabendazol dapat digunakan dengan dosis 25 mg/kg berat badan dua kali sehari selama 5-7

hari. Mebendazol mempunyai efek mematikan terhadap fase invasif dan fase pembentukan

kapsulTrichinella pada tikus, tetapi penggunaannya pada manusia belum ditetapkan.

Epidemiologi

            Dilihat dari daur hidupnya, ternyata babi dan tikus memelihara infeksi di alam.

Infeksai pada babi terjadi karena babi makan tikus yang mengandung larva infektif dalam

ototnya, atau karena babi makan sampah dapur dan penjagalan (garbage) yang berisi sisa-sisa

daging babi yang mengandung larva infektif.

            Sebaliknya, tikus mendapat infeksi karena makan sisa daging babi di pejagalan atau di

rumah dan juga karena makan bangkai tikus. Frekuensi trikinosis pada manusia tinggi di

daerah tempat orang banyak makan babi yang diberi makanan dari sisa pejagalan, misalnya di

Amerika Serikat daerah Timur Laut, sedangkan frekuensi di daerah selatan dan Barat-Tengah

rendah, karena babi diberi makan gandum.

            Infeksi T.spiralis pada manusia tergantung dari lenyapnya penyakit ini pada babi,

misalnya dengan memusnahkan sisa pejagalan yang mengandung potongan-potongan daging

mentah. Pengolahan daging babi sebelum dimakan oleh manusia juga penting. Home made

sausage dapat lebih berbahaya. Hendaknya dilakukan pula pendidikan pada ibu rumah tangga

dalam cara memasak daging babi yang baik.

            Larva mati pada suhu kira-kira 600 C atau pada suhu jauh di bawah titik beku. Larva

tidak mati dalam daging yang diasin atau diasap.

1Referensi :

Natadisastra,Djaenudin.2005.Parasitologi Kedokteran : Ditinjau Dari Organ Tubuh

Yang Di Serang.Jakarta:EGC.2 Sutanto,Inge. Is Suhariah I. Pudji K. S. Saleha S. 2008. Parasitologi

Kedokteran:Nematoda Usus.Edisi Keempat.Jakarta : Balai Penerbit FKUI.