Soil Tranmitted Helmints
-
Upload
sabrinaqurrotaayun -
Category
Documents
-
view
11 -
download
0
description
Transcript of Soil Tranmitted Helmints
![Page 1: Soil Tranmitted Helmints](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022082414/55cf9262550346f57b95f91d/html5/thumbnails/1.jpg)
Soil tranmitted Helmints1,2
Spesies Soil Transmitted Hemints adalah nematoda usus yang dalam siklus hidupnya
membutuhkan tanah untuk proses pematangan sehingga terjadi perubahan dari stadium non
infektif menjadi infektif . Yang terpenting bagi manusia adalah Ascaris lumbricoides,
Necator americanus, Ancylostoma duodenale, Trichuris trichiura, Strongyloides
stercoralis dan beberapa spesies Trichostrongilus.
Ascaris Lumbricoides2
Hospes dan Nama Penyakit
Manusia merupakan satu-satunya hospes Ascaris lumbricoides. Penyakit yang disebabkannya
disebut askariasis.
Distribusi Geografik
Parasit ini ditemukan kosmopolit. Survei yang dilakukan di Indonesia antara tahun 1970 –
1980 menunjukkan pada umumnya prevalensi 70% atau lebih. Dan beberapa tempat di
Indoensia menunjukan bahwa prevalensi A.lumbricoides masih cukup tinggi, sekitar 60-90%.
Patologi dan Gejala Klinis
Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh cacing dewasa dan larva. Gangguan
karena larva biasanya terjadi pada saat berada di paru. Pada orang yang rentan terjadi
perdarahan kecil pada dinding alveolus dan timbul gangguan pada paru yang disertai dengan
batuk, demam dan eosinofilia. Pada foto toraks tampak infiltrat berada di paru. Pada orang
yang rentan terjadi perdarahan kecil pada dinding alveolus dan timbul gangguan pada paru
yang disertai dengan batuk, demam dan eosinofilia. Pada foto toraks tampak infiltrat yang
menghilang dalam waktu 3 minggu. Keadaan ini disebut sindrom Loeffler. Gangguan yang
disebabkan cacing dewasa biasanya ringan. Kadang-kadang penderita mengalami gejala
gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan berkurang, diare atau konstipasi.
Pada infeksi berat, terutama pada anak dapat terjadi malabsorbsi sehingga memperberat
keadaan malnutrisi. Efek yang serius terjadi bila cacing-cacing ini menggumpal dalam usus
sehingga terjadi obstruksi usus (ileus).
![Page 2: Soil Tranmitted Helmints](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022082414/55cf9262550346f57b95f91d/html5/thumbnails/2.jpg)
Pada keadaan tertentu cacing dewasa mengembara ke saluran empedu, apendiks, atau ke
bronkus, dan menimbulkan keadaan gawat darurat sehingga kadang-kadang perlu tindakan
operatif.
Diagnosis
Cara menegakkan diagnosis penyakit adalah dengan pemeriksaan tinja secara langsung.
Adanya telur dalam tinja memastikan diagnosis askariasis. Selain itu diagnosis dapat dibuat
bila cacing dewasa keluar sendiri baik melalui mulut atau hidung, maupun melalui tinja.
Pengobatan
Pengobatan dapat dilakukan secara perorangan atau secara masal pada masyarakat. Untuk
perorangan dapat digunakan bermacam-macam obat misalnya piperasin dosis tunggal untuk
10 mg/kgBB, mebendazol 2 x 100 mg/hari selama 3 hari atau 500 mg dosis tunggal,
albendazol dosis tunggal 400 mg.
Oksantel-pirantel pamoat adalah obat yang dapat digunakan untuk infeksi campuran Ascaris
lumbricoides dan T.trichiura. untuk pengobatan masal perlu beberapa syarat, yaitu :
Obat mudah diterima masyarakat
Aturan pemakaian sederhana
Mempunyai efek samping yang minim
Bersifat polivalen, sehingga dapat berkhasiat terhadap beberapa jenis cacing
Harganya murah
Epidemiologi
Di Indonesia prevalensi askariasis tinggi, terutama pada anak. Frekuensinya antara 60 – 90%.
Kurangnya pemakaian jamban keluarga menimbulkan pencernaan tanah dengan tinja di
sekitar halaman rumah, di bawah pohon, di tempat mencuci dan di tempat pembuangan
sampah. Hal ini akan memudahkan terjadinya reinfeksi. Di negara-negara tertentu terdapat
kebiasaan memakai tinja sebagai pupuk.
Tanah liat, kelembaban tinggi dan suhu yang berkisar antara 25° – 30°C merupakan hal-hal
yang sangat baik untuk berkembangnya telur A.lumricoides menjadi bentuk infektif. Anjuran
mencuci tangan sebelum makan, menggunting kuku secara teratur, pemakaian jamban
keluarga serta pemeliharaan kesehatan pribadi dan lingkungan dapat mencegah askariasis.
![Page 3: Soil Tranmitted Helmints](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022082414/55cf9262550346f57b95f91d/html5/thumbnails/3.jpg)
Toxocara dan Toxoara cati2
Hospes dan Nama Penyakit
Toxocara canic ditemukan pada anjing. Toxocara cati ditemukan pada kucing. Belum
pernah ditemukan infeksi campuran pada satu macam hospes. Kadang-kadang cacing ini
dapat hidup pada manusia sebagaiparasit yang mengembara (erratic parasite) dan
menyebabkan penyakit yang disebut visceral larva migrans.
Distribusi Geografik
Cacing-cacing tersebar secara kosmopolit; juga ditemukan di Indonesia. Di jakarta prevalensi
pada anjing 38,3% dan pada kucing 26,0%.
Patologi dan gejala klinis
Pada manusia larva cacing tidak menjadi dewasa dan mengembara di alat-alat
dalam,khususnya hati. Penyakit yang disebabkan larva yang mengembara ini disebut visceral
larva migrans, dengan gejala eosinofilia, demam dan hepatomegali. Visceral larva migrans
dapat juga disebabkan oleh larva nematoda lain. Kelainan timbul karena migrasi larva dapat
berupa pendarahan , nekrosis dan peradangan yang didominasi oleh eosinofil. Larva dapat
terbungkus dalam granuloma kemudian dihancurkan atau tetap hidup selama bertahun-tahun.
Kematian larva menstimulasi respon imun immediate type hypersensitivity yang
menimbulkan penyakit viseral larva migrans yang gejalanya seperti diatas. Berat ringannya
penyakit dipengaruhi oleh jumlah larva dan umur penderita, biasanya anak dibawah usia 5
tahun mudah kena LVM. Kelainan ini juga bisa ke mata sehingga disebut occular larva
migrans(OML) biasanya berupa penurunan penglihatan yang biasanya disertai strabismus
pada anak, bahkan bisa kebutaan.
Diagnosis
Diagnosis pasti viscerallarva migrans dengan menemukan larva atau potongan larva
dalam jaringan sukar ditegakkan.
![Page 4: Soil Tranmitted Helmints](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022082414/55cf9262550346f57b95f91d/html5/thumbnails/4.jpg)
Reaksi imunologi dapat membantu menegakkan diagnosis. Serta teknik pencitraan
seperti USG, CT Scan dan MRI dapat digunakan untuk mendekteksi lesi granulomatosa yang
berisi larva Toxocara.
Pencegahan
Pengendalian infeksi dilakukan dengan mencegah pembuangan tinja anjing atau kucing
peliharaan secara sembarangan terutama ditempat bermain anak-anak, dan kebun sayur.
Hewan yang terinfeksi diobati dengan mebendazol atau ivemectin. Anak anjing atau kucing
secara rutin diobati mulai usia 2-3minggu, setiap dua minggu hingga berusia satu tahun. Jika
sudah dewasa diobati 6 bulan sekali. Untuk manusia penncegahan dengan melakukan
pengawasan terhdap anak yang mempunyai kebiasaan makan tanah, peningkatan kebersihan
pribadi seperti mencuci tangan sebelum makan, tidak makan daging yang kurang matang dan
membersihkan dengan benar sayuran lalapan.
Cacing Tambang2
Ada beberapa spesies cacing tambang yang penting, diantaranya:
Necator americanus – Manusia
Ancylostoma duodenale – Manusia
Ancylostoma braziliense – Kucing, anjing
Ancylostoma ceylanicum – anjing, kucing
Ancylostoma caninum – anjing, kucing
Necator americanus dan Ancylostoma duodenale
Hopses dan nama penyakit
Hopses parasit ini adalah manusia; cacing ini menyebabkan nekatoriasis dan
ankilostomiasis.
Distribusi geografik
Penyebaran cacing ini diseluruh daerah khatulistiwa dan ditempat ,lain dengan
keadaan yang sesuai, misalnya di daerah pertambangan dan perkebunan. Prevalensi di
Indonesia tinggi, terutama di daerah pedesaan. Antara tahun 1972-1979 prevalensi di daerah
![Page 5: Soil Tranmitted Helmints](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022082414/55cf9262550346f57b95f91d/html5/thumbnails/5.jpg)
pedesaan di indonesia adalah sekitar 50%. Pada survei-survei yang dilakukan Departemen
Kesehatan di sepuluh propinsi di Indonesia antara tahun 1990-1991 hanya didapatkan 0-
24,7% sedangkan prevalensi sebesar 6,7% didapatkanpada pemeriksaan 2478 anak sekolah
dasar di Sumatera Utara.
Karakteristik Cacing Tambang
Karakteristik Ancylostoma duodenale Necator americanus
Ukuran cacing dewasa
Jantan 0,8-1,1 cm 0,7-0,9 cm
Betina 1,0-1,3 cm 0,9-1,1 cm
Umur cacing dewasa 1 tahun 3-5 tahun
Lokasi cacing dewasa Usus halus Usus halus
Masa prepaten 53 hari 49-56 hari
Jumlah telur/cacing
betina/hari
10000-25000 5000-10000
Rute infeksi Oral, perkutan perkutan
Patologi dan Gejala Klinik
Gejala nekatoriasis dan ankilostomiasis
Stadium larva :
Bila banyak larva filariform sekaligus menembus kulit, maka terjadi perubahan kulit yang
disebut ground itch. Perubahan pada paru biasanya ringan. Infeksi larva filariform
A.duodenale secara oral menyebabkan penyakit wakana dengan gejala mual, muntah, iritasi
faring, batuk, sakit leher, dan sesak.
Stadium dewasa
Gejala tergantung pada (a) spesies dan jumlah cacing dan (b) keadaan gizi penderita (Fe dan
protein).Tiap cacing N.americanus menyebabkan kehilangan darah sebanyak 0,005 – 0,1 cc
sehari, sedangkan A.duodenale 0,08 – 0,34 cc. Biasanya terjadi anemia hipokrom mikrositer.
Di samping itu juga terdapat eosinofilia. Bukti adanya toksin yang menyebabkan anemia
belum ada. Biasanya tidak menyebabkan kematian, tetapi daya berkurang dan prestasi kerja
menurun.
![Page 6: Soil Tranmitted Helmints](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022082414/55cf9262550346f57b95f91d/html5/thumbnails/6.jpg)
Menurut Noerhajati, sejumlah penderita penyakit cacing tambang yang dirawat di
Yogyakarta mempunyai kadar hemoglobin yang semakin rendah bilamana penyakit semakin
berat. Golongan ringan, sedang, berat dan sangat berat mempunyai kadar Hb rata-rata
berturut-turut 11,3 g%, 8,8 g%, 4,8 g% dan 2,6 g%.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur dalam tinja segar. Dalam tinja yang lama
mungkin ditemukan larva.
Untuk membedakan spesies N.americanus dan A.duodenale dapat dilakukan biakan tinja
misalnya dengan cara Hadara-Mori.
Pengobatan
Pirantel pemoat 10mg/kg memberikan hasil cukup baik, bilamana digunakan 2 – 3 hari
berturut-turut.
Epidemiologi
Insidens tinggi ditemukan pada penduduk di Indonesia, terutama di daerah pedesaan,
khususnya di perkebunan. Seringkali golongan pekerja perkebunan yang langsung
berhubungan dengan tanah, mendapat infeksi lebih dari 70%.Kebiasaan defekasi di tanah dan
pemakaian tinja sebagai pupuk kebun (di berbagai daerah tertentu) penting dalam penyebaran
infeksi.Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva ialah tanah gembur (pasir, humus) dengan
suhu optimum untuk N.americanus 28° – 32°C, sedangkan untuk A.duodenale lebih rendah
(23° – 25°C). Pada umumnya A.duodenale lebih kuat.
Untuk menghindari infeksi, antara lain ialah dengan memakai sandal atau sepatu.
Ancylostoma branziliense dan Ancylostoma caninum2
Hospes dan nama penyakit
Kucing dan anjing merupakan hospes definitif. Cacing ini menyebabkan creeping
eruption pada manusia.
Distribusi geografik
Kedua parasit ini ditemukan di daerah tropik dan subtropik, juga ditemukan di Indonesia.
![Page 7: Soil Tranmitted Helmints](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022082414/55cf9262550346f57b95f91d/html5/thumbnails/7.jpg)
Pemeriksaan di Jakarta menunjukkan bahwa pada sejumlah kucing ditemukan
72% A.brazilense, sedangkan pada sejumlah anjing terdapat 18% A.brazilense dan
68% A.cacinum.
Patologi dan Gejala Klinik
Pada manusia, larva tidak menjadi dewasa dan menyebabkan kelainan kulit dan
disebut creeping eruption, creeping disease, atau cutaneous larva migrans.
Creeping eruption adalah suatu dermatitis dengan gambaran khas berupa kelainan intrakutan
serpiginosa, yang antara lain disebabkan Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma
cacinum. Pada tempat larva filariform menembus kulit terjadi papel keras, merah dan gatal.
Dalam beberapa hari terbentuk terowongan intrakutan sempit, yang tampak sebagai garis
merah, sedikit menimbul, gatal sekali dan bertambah panjang menurut gerakan larva di dalam
kulit. Sepanjang garis yang berkelok-kelok, terdapat vesikel-vesikel kecil dan dapat terjadi
infeksi sekunder karena kulit digarut.
Di Jakarta pernah dipelajari 46 kasus creeping eruption yang terdiri atas orang dewasa dan
anak. Kelainan kulit terutama ditemukan pada kaki penderita dan antara lain juga pada lengan
bawah, punggung dan pantat.
Diagnosis
Diagnosis creeping eruption ditegakkan dengan :
Gambaran klinis yang khas pada kulit dan Biopsi
Pengobatan
Pengobatan dilakukan dengan :
Semprotan kloretil
Albendazol, dosis tunggal 400 mg selama 3 hari berturut-turut cukup efektif. Pada anak
dibawah 2 tahun albendazol diberikan dalam bentuk salep 2%.
Ancylostoma ceylanicum2
Cacing tambang anjing dan kucing ini dapat menjadi dewasa pada manusia. Di rongga mulut
terdapat dua pasang gigi yang tidak sama besarnya. Di antara 100 anjing, 37%
![Page 8: Soil Tranmitted Helmints](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022082414/55cf9262550346f57b95f91d/html5/thumbnails/8.jpg)
mengandung A.ceylanicum. cacing ini juga ditemukan pada 50 ekor kucing sebanyak 24%.
Kelompok anjing dan kucing ini berasal dari Jakarta dan sekitarnya.
Trichris trichiura/Trichocephalus dispar/cacing cambuk2
Hospes dan Nama Penyakit
Manusia merupakan hospes cacing ini. Penyakit yang disebabkannya disebut
trikuriasis.
Distribusi geografik
Cacing ini bersifat kosmopolit; terutama ditemukan di daerah panas dan lembab,
seperti di Indonesia. Di beberapa daerah di Indonesia, prevalensi masih tinggi seperti yang
dikemukakan oleh Departemen Kesehatan pada tahun 1990/1991 antara lain 53% pada
masyarakat Bali, 36,2% di perkebunan di Sumatera Selatan. 51,6% pada sejumlah sekolah di
Jakarta. Prevalensi di bawah 10% di temukan pada pekerja pertambangan di Sumatera Barat
(2,84%) dan di sekolah-sekolah di Sulawesi Utara (7,42%). Pada tahun 1996 di Musi
Banyuasin, Sumatera Selatan infeksi Trichuris trihiura ditemukan sebanyak 60% di antara
365 anak sekolah dasar.
Patologi dan Gejala Klinis
Cacing Trichuris pada manusia terutama hidup di sekum, akan tetapi dapat juga
ditemukan di kolon asendens.
Pada infeksi berat, terutama pada anak, cacing ini tersebar di seluruh kolon dan
rektum. Kadang-kadang terlihat di mucosa rektum yang mengalami prolabsus akibat
mengejangnya penderita pada waktu defekasi.
Cacing ini memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus, hingga terjadi trauma yang
menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa usus. Pada tempat perlekatannya dapat terjadi
perdarahan. Di samping itu rupanya cacing ini menghisap darah hospesnya, sehingga dapat
menyebabkan anemia.
![Page 9: Soil Tranmitted Helmints](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022082414/55cf9262550346f57b95f91d/html5/thumbnails/9.jpg)
Penderita terutama anak dengan infeksi Trichuris yang berat dan menahun,
menunjukkan gejala-gejala nyata seperti diare yang sering diselingi dengan sindrom disentri,
anemia, berat badan turun dan kadang-kadang disertai prolapsus rektum.
Pada tahun 1976, bagian Parasitologi FKUI telah melaporkan 10 anak dengan
trikuriasis berat, semuanya menderita diare yang menahun selama 2 – 3 tahun. Kini kasus
berat trikuriasis tidak pernah dilaporkan lagi di Jakarta.
Infeksi berat Trichuris trichiura sering disertai dengan infeksi cacing lainnya atau
protozoa. Infeksi ringan biasanya tidak memberikan gejala klinis yang jelas atau sama sekali
tanpa gejala. Parasit ini ditemukan pada pemeriksaan tinja rutin.
Diagnosis
Diagnosis dibuat dengan menemukan telur di dalam tinja.
Pengobatan
Dahulu infeksi Trichuris sulit sekali diobati. Obat seperti tiabendazol dan ditiazanin
tidak memberikan hasil yang memuaskan.
Sekarang dengan adanya mebendazol dengan dosis 2×100 mg selama tiga hari atau
dosis tunggal 500 mg, albendazol dosis tunggal 400 mg, dan oksantel diobati dengan hasil
yang cukup baik.
Epidemiologi
Yang penting untuk penyebaran penyakit adalah kontaminasi tanah dengan tinja.
Telur di tanah liat, tempat lembab dan teduh dengan suhu optimum kira-kira 300C. Di
berbagai negeri pemakaian tinja sebagai pupuk kebun merupakan sumber infeksi. Frekuensi
di Indonesia tinggi. Di beberapa daerah pedesaan di Indonesia frekuensinya berkisar antara
30 – 90%.
Di daerah yang sangat endemik infeksi dapat dicegah dengan pengobatan penderita
trikuriasis, pembuatan jamban yang baik dan pendidikan tentang sanitasi dan kebersihan
perorangan, terutama anak. Mencuci tangan sebelum makan, mencuci dengan baik sayuran
yang dimakan mentah adalah penting apalagi di negeri-negeri yang mamakai tinja sebagai
pupuk.
![Page 10: Soil Tranmitted Helmints](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022082414/55cf9262550346f57b95f91d/html5/thumbnails/10.jpg)
Strongyloides stercoralis2
Hospes dan Nama Penyakit
Manusia merupakan hospes utama cacing ini. Parasit ini dapat menyebabkan penyakit
strongilodiasis.
Distribusi Geografik
Nematoda ini terutama terdapat di daerah tropik dan subtropik sedangkan di daerah
yang beriklim dingin jarang ditemukan.
Patologi dan Gejala Klinik
Bila larva filariform dalam jumlah besar menembus kulit, timbul kelainan kulit yang
dinamakan creeping eruption yang sering disertai dengan rasa gatal yang hebat.
Cacing dewasa menyebabkan kelainan pada mukosa usus muda. Infeksi ringan
dengan Stronglyoides pada umumnya terjadi tanpa diketahui hospesnya karena tidak
menimbulkan gejala. Infeksi sedang dapat menyebabkan rasa sakit seperti tertusuk-tusuk di
daerah epigastrium tengah dan tidak menjalar. Mungkin ada mual dan muntah; diare dan
konstipasi saling bergantian. Pada strongiloidiasis ada kemungkinan terjadi autoinfeksi dan
hiperinfeksi. Pada hipeinfeksi cacing dewasa yang hidup sebagai parasit dapat ditemukan di
seluruh traktus digestivus dan larvanya dapat ditemukan di berbagai alat dalam (paru, hati,
kandung empedu). Sering ditemukan pada orang yang mengalami gangguan imunitas dan
dapat menimbulkan kematian.
Pada pemeriksaan darah mungkin ditemukan eosinofilia atau hipersesinofilia
meskipun pada banyak kasus jumlah sel eosinofil normal.
Diagnosis
Diagnosis klinis tidak pasti karena strongiloidiasis tidak memberikan gejala klinis yang nyata.
Diagnosis pasti ialah bila menemukan larva rabditiform dalam tinja segar, dalam biakan atau
dalam aspirasi duodenum. Biakan tinja selama sekurang-kurangnya 2 x 24 jam menghasilkan
larva filariform dan cacing dewasa Strongyloides stercoralis yang hidup bebas.
Pengobatan
![Page 11: Soil Tranmitted Helmints](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022082414/55cf9262550346f57b95f91d/html5/thumbnails/11.jpg)
Dahulu tiabendazol merupakan obat pilihan dengan dosis 25 mg per kg berat badan,
satu atau dua kali sehari selama 2 atau 3 hari. Sekarang albendazol 400 mg satu/dua kali
sehari selama tiga hari merupakan obat pilihan. Mebendazol 100 mg tiga kali sehari selama
dua atau empat minggu dapat memberikan hasil yang baik. Mengobati orang yang
mengandung parasit, meskipun kadang-kadang tanpa gejala, adalah penting mengingat dapat
terjadi autoinfeksi. Perhatian khusus ditujukan kepada pembersihan sekitar daerah anus dan
mencegah terjadinya konstipasi.
Epidemiologi
Daerah yang panas, kelembaban tinggi dan sanitasi yang kurang, sangat
menguntungkan cacing Strongyloides sehingga terjadi daur hidup yang tidak langsung.
Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva ialah tanah gembur, berpasir dan humus.
Frekuensi di Jakarta pada tahun 1956 sekitar 10 – 15%, sekarang jarang ditemukan.
Pencegahan strongyloidiasis terutama tergantung pada sanitasi pembuangan tinja dan
melindungi kulit dari tanah pada tahun 1956 sekitar 10 – 15%, sekarang jarang ditemukan.
Pencegahan strongyloidiasis terutama tergantung pada sanitasi pembuangan tinja dan
melindungi kulit dari tanah yang terkontaminasi, misalnya dengan memakai alas kaki.
Penerangan kepada masyarakat mengenai cara penularan dan cara pembuatan serta
pemakaian jamban juga penting untuk pencegahan penyakit strongyloidiasis.
EPIDEMIOLOGI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS2
Penyebaran infeksi Ascaris dan Trihuris mempunyai pola yang hampir sama;
demikian juga epidemiologi cacing tambang dan Strongyloides.
A.lumricoides dan T.Trichiura
Beberapa survei yang dilakukan di Indonesia (tahun 1970 – 1974) menunjukkan
bahwa seringkali prevalensi Ascaris yang tinggi disertai prevalensi Trichuris yang tinggi
pula.
Prevalensi Ascaris yang lebih tinggi dari 70% ditemukan antara lain di beberapa desa
di Sumatra (78%), Kalimantan (79%), Sulawesi (88%), Nusa Tenggara Barat (92%) dan Jawa
Barat (90%) . Di desa-desa tersebut prevalensi Trichuris juga tinggi yaitu untuk masing-
masing daerah 83%, 83%, 83%, 84% dan 91%. Tingginya prevalensi di suatu daerah
![Page 12: Soil Tranmitted Helmints](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022082414/55cf9262550346f57b95f91d/html5/thumbnails/12.jpg)
tergantung beberapa hal seperti: tahun dilakukannya survei, lokasi survei apakah di pedesaan
atau kota, umur penduduk yang disurvei, kondisi iklim di daerah survei, sanitasi lingkungan
dan sebagainya.
Di daerah kumuh kota Jakarta infeksi Ascaris dan Trichuris sudah ditemukan pada
bayi berumur kurang dari satu tahun. Pada umur satu tahun 80 – 100% di antara kelompok-
kelompok anak ini pernah terkena infeksi Ascaris; untuk T.trichiura angkanya lebih rendah
sedikit, yaitu 70%. Usia anak, yaitu 70%. Usia anak yang termuda mendapat
infeksi Ascaris adalah 16 minggu, sedangkan untuk Trichuris adalah 41 minggu. Ini terjadi di
lingkungan tempat kelompok anak berdefekasi di saluran air terbuka dan di halaman sekitar
rumah (door yard infection). Karena kebiasaan seperti defekasi sekitar rumah, makan tanpa
cuci tangan, bermain-main di tanah di sekitar rumah, maka khususnya anak balita akan terus
menerus mendapat reinfeksi. Dengan demikian golongan rawan infeksi kedua spesies cacing
ini adalah anak balita.
Di daerah endemi dengan insidens Ascaris dan Trichuris tinggi, terjadi penularan secara terus
menerus. Transmisi ini dipengaruhi oleh berbagai hal yang menguntungkan parasit, seperti
keadaan tanah dan iklim yang sesuai. Kedua spesies cacing ini memerlukan tanah liat untuk
berkembang. Telur A.lumbricoides yang telah dibuahi dan jatuh di tanah yang sesuai, menjadi
matang dalam waktu 3 minggu pada suhu optimun 25° – 30°C. Telur T.trichiura akan matang
dalam 3 – 6 minggu pada suhu optimun kira-kira 30°C. Telur matang kedua spesies ini tidak
menetas dalam tanah dan dapat bertahan hidup beberapa tahun, khususnya
telur A.lumbricoides. selain keadaan tanah dan iklim yang sesuai, keadaan endemi juga
dipengaruhi oleh jumlah telur yang dapat hidup sampai menjadi bentuk infektif dan masuk ke
dalam tubuh hospes. Beberapa jenis antelmentik mempunyai efek memperlambat masa
perkembangan telur bahkan menimbulkan perubahan bentuk telur sehingga memperkecil
kemungkinan reinfektif.
Diketahui bahwa banyaknya telur yang dihasilkan satu ekor cacing betina adalah sebagai
berikut :A.lumbricoides kira-kira 200.000 sehari, T.trichiura kira-kira 5000 sehari dan cacing
tambang kira-kira 9000 – 10000 sehari.
Semakin banyak telur ditemukan di sumber kontaminasi (tanah, debu, sayuran dan lain-lain),
semakin tinggi derajat endemi di suatu daerah. Jumlah telur yang dapat berkembang, menjadi
semakin banyak pada masyarakat dengan infeksi yang semakin berat, karena berdefekasi di
sembarangan tempat, khususnya di tanah, yang merupakan suatu kebiasaan sehari-hari.
![Page 13: Soil Tranmitted Helmints](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022082414/55cf9262550346f57b95f91d/html5/thumbnails/13.jpg)
Pada umumnya tidak ada perbedaan prevalensi infeksi Ascaris dan Trichuris antara kedua
jenis kelamin.
Cacing tambang dan S.Stercoralis
Pada umumnya prevalensi cacing tambang berkisar antara 30 – 50% di berbagai daerah di
Indonesia. Prevalensi yang tinggi ditemukan di daerah perkebunan seperti di perkebunan
karet di Sukabumi, Jawa Barat (93,1%) dan di perkebunan kopi di Jawa Timur (80,69%).
Prevalensi infeksi cacing tambang cenderung meningkat dengan meningkatnya umur.
Tingginya prevalensi juga dipengaruhi oleh sifat pekerjaan sekelompok karyawan atau
penduduk. Sebagai contoh dapat dikemukakan sebagai berikut : kelompok karyawan, wanita
maupun pria, yang mengolah tanah di perkebunan teh atau karet, akan terus menerus terpapar
terhadap kontaminasi.
Kedua jenis cacing ini memerlukan tanah pasir yang gembur, tercampur humus dan
terlindung dari sinar matahari langsung. Telur cacing tambang pada hari ke 5 – 8 menjadi
bentuk filariform yang infektif. Suhu optimun bagi N.americanus adalah 28° – 32°C dan
untuk A.duodenale adalah sedikit lebih rendah : 23° – 25°C. Ini salah satu sebab
mengapa N.americanus lebih banyak ditemukan di Indonesia daripada A.duodenal.
Larva filariform cacing tambang dapat bertahan 7 – 8 minggu di tanah dan harus masuk
menembus kulit manusia untuk meneruskan lingkaran hidupnya.
Larva S.stercoralis berkembang lebih cepat daripada larva cacing tambang; dalam waktu 34
– 48 jam terbentuk larva filariform yang infektif. Larva ini mempunyai kelangsungan hidup
yang pendek di tanah kira-kira 1 – 2 minggu, akan tetapi cacing ini mempunyai satu siklus
bentuk bebas di tanah yang terus menerus menghasilkan bentuk infektif sehingga
perkembangan bentuk bebas di tanah dapat mencapai endemitas tinggi. Larva ketiga spesies
ini memerlukan oksigen untuk pertumbuhannya, oleh karena itu olahan tanah dalam bentuk
apapun di lahan pertanian dan perkebunan akan menguntungkan pertumbuhan larva.
Perkembangan di Tanah dan Suhu Optimum Bentuk Infektif Cacing yang Ditularkan Melalui
Tanah
Pencegahan dan Pemberantasan
Pencegahan dan pemberantasan cacing-cacing ini adalah dengan :
Memutuskan rantai daur hidup dengan cara :
![Page 14: Soil Tranmitted Helmints](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022082414/55cf9262550346f57b95f91d/html5/thumbnails/14.jpg)
Berdefekasi di kakus
Menjaga kebersihan, cukup air bersih di kakus, mandi dan cuci tangan secara teratur
Pengobatan masal dengan antelmintik yang efektif, terutama pada golongan rawan.
Pemberian penyuluhan kepada masyarakat mengenai sanitasi lingkungan yang baik
dan cara menghindari infeksi cacing-cacing ini.
Bukan Soil tranmitted Helmints1,2
Nematoda usus yang dalam siklus hidupnya tidak membutuhkan tanah untuk proses pematangan sehingga terjadi perubahan dari stadium non infektif menjadi infektif. Spesiesnya sebagai berikut :
Enterobius vermicularis/Oxyuris vermiculari/cacing kremi2
Hospes dan Nama Penyakit
Manusia adalah satu-satunya hospes dan penyakitnya disebut enterobiasis atau oksiuriasis.
Distribusi Geografik
Parasit ini kosmopolit tetapi lebih banyak ditemukan di daerah dingin daripada di daerah
panas. Hal ini mungkin disebabkan karena pada umumnya orang di daerah dingin jarang
mandi dan mengganti baju dalam. Penyebaran cacing ini ditunjang oleh eratnya hubungan
antara manusia satu dengan yang lainnya serta lingkungan yang sesuai.
Gejala Klinis
Enterobiasis relatif tidak berbahaya, jarang menimbulkan lesi yang berarti. Gejala
klinis yang menonjol disebabkan iritasi di sekitar anus, perineum dan vagina oleh cacing
betina gravid yang bermigrasi ke daerah anus dan vagina sehingga menyebabkan pruritus ani,
maka penderita menggaruk daerah sekitar anus sehingga timbul luka garuk di sekitar anus.
Keadaan ini sering terjadi pada waktu malam hari hingga penderita terganggu tidurnya dan
menjadi lemah. Kadang-kadang cacing dewasa muda dapat bergerak ke usus halus bagian
proksimal sampai ke lambung, esofagus dan hidung sehingga menyebabkan gangguan di
daerah tersebut. Cacing betina gravid mengembara dan dapat bersarang di vagina dan di tuba
Fallopii sehingga menyebabkan radang di saluran telur. Cacing sering ditemukan di apendiks
tetapi jarang menyebabkan apendisitis.
Beberapa gejala karena infeksi cacing Enterobius vermucularis dikemukakan oleh beberapa
penyidik yaitu kurang nafsu makan, berat badan turun, aktivitas meninggi, enuresis, cepat
![Page 15: Soil Tranmitted Helmints](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022082414/55cf9262550346f57b95f91d/html5/thumbnails/15.jpg)
marah, gigi menggeretak, insomnia dan masturbasi, tetapi kadang-kadang sukar untuk
membuktikan hubungan sebab dengan cacing kremi.
Diagnosis
Infeksi cacing sering diduga pada anak yang menunjukkan rasa gatal di sekitar anus pada
waktu malam hari. Diagnosis dibuat dengan menemukan telur dan cacing dewasa. Telur
cacing dapat diambil dengan mudah dengan alat anal swab yang ditempelkan di sekitar anus
pada waktu pagi hari sebelum anak buang air besar dan mencuci pantat (cebok).Sebaiknya
pemeriksaan dilakukan tiga hari berturut-turut.
Pengobatan
Seluruh anggota keluarga sebaiknya diberi pengobatan bila ditemukan salah seorang anggota
mengandung cacing kremi. Obat piperazin dosis tunggal 3 – 4 gram (dewasa) atau 25 mg/kg
berat badan (anak-anak), sangat efektif bila diberikan padi hari diikuti minum segelas air
sehingga obat sampai ke sekum dan kolon. Efek samping yang mungkin terjadi adalah mual
dan muntah. Obat lain yang juga efektif adalah pirantel pamoat dosis 10 mg/kg berat badan
atau mebendazol dosis tunggal 100 mg atau albendazol dosis tunggal 400 mg. Mebendazol
efektif terhadap semua stadium perkembangan cacing kremi, sedangkan pirantel dan
piperazin dosis tunggal tidak efektif terhadap stadium muda. Pengobatan sebaiknya diulang
lagi 2 – 3 minggu kemudian.
Epidemiologi
Penyebaran cacing kremi lebih luas daripada cacing lain. Penularan dapat terjadi pada suatu
keluarga atau kelompok-kelompok yang hidup dalam satu lingkungan yang sama (asrama,
rumah piatu). Telur cacing dapat diisolasi dari debu di ruangan sekolah atau kafetaria sekolah
dan mungkin ini menjadi sumber infeksi bagi anak-anak sekolah. Di berbagai rumah tangga
dengan beberapa anggota keluarga yang mengandung cacing kremi, telur cacing dapat
ditemukan (92%) di lantai, meja, kursi, bufet, tempat duduk kakus (toilet seats), bak mandi,
alas kasur, pakaian dan tilam. Hasil penelitian maenunjukkan angka prevalensi pada berbagai
golongan manusia 3% – 80%. Penelitian di daerah Jakarta Timur melaporkan bahwa
kelompok usia terbanyak yang menderita enterobiasis adalah kelompok usia antara 5 – 9
tahun yaitu 46 anak (54,1%) dari 85 anak yang diperiksa.
Penularan dapat dipengaruhi oleh :
![Page 16: Soil Tranmitted Helmints](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022082414/55cf9262550346f57b95f91d/html5/thumbnails/16.jpg)
1. Penularan dari tangan ke mulut sesudah menggaruk daerah perianal (auto-infeksi)
atau tangan dapat menyebarkan telur kepada orang lain maupun kepada diri sendiri
karena memegang benda-benda maupun pakaian yang terkontaminasi.
2. Debu merupakan sumber infeksi oleh karena mudah diterbangkan oleh angin sehingga
telur melalui debu dapat tertelan.
3. Retrofeksi melalui anus; larva dari telur yang menetas di sekitar anus kembali masuk
ke usus.
Anjing dan kucing bukan mengandung cacing kremi tetapi dapat menjadi sumber infeksi oleh
karena telur dapat menempel pada bulunya.
Frekuensi di Indonesia tinggi, terutama pada anak dan lebih banyak ditemukan pada
golongan ekonomi lemah. Frekuensi pada orang kulit putih lebih tinggi daripada orang negro.
Kebersihan perorangan penting untuk pencegahan. Kuku hendaknya selalu dipotong pendek,
tangan dicuci bersih sesudah makan. Anak yang mengandung cacing kremi sebaiknya
memakai celana panjang jika hendak tidur supaya alas kasur tidak terkontaminasi dan tangan
tidak dapat menggaruk daerah perianal.
Makanan hendaknya dihindarkan dari debu dan tangan yang mengandung parasit. Pakaian
dan alas kasur hendaknya dicuci bersih dan diganti setiap hari.
Trichina spiralis2
Hospes dan Nama Penyakit
Selain manusia, berbagai binatang seperti babi, tikus, beruang, kucing, anjing, babi hutan dan
lain-lain dapat merupakan hospes. Penyakit yang disebabkan parasit ini disebut trikinelosis
atau trikiniasis.
Distribusi Geografik
Cacing ini kosmopolit, tetapi di negeri-negeri beragama islam parasit ini jarang ditemukan
pada manusia. Di Eropa dan Amerika Serikat parasit ini banyak ditemukan karena
penduduknya mempunyai kebiasaan makan daging babi yang dimasak kurang matang (sosis).
Patologi dan Gejala Klinis
![Page 17: Soil Tranmitted Helmints](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022082414/55cf9262550346f57b95f91d/html5/thumbnails/17.jpg)
Gejala trikinosis tergantung pada beratnya infeksi yang disebabkan oleh cacing
stadium dewasa dan stadium larva.Pada saat cacing dewasa mengadakan invasi ke mukosa
usus, timbul gejala usus seperti sakit perut, diare, mual dan muntah. Masa tunas gejala usus
ini kira-kira 1 – 2 hari sesudah infeksi.
Larva tersebar di otot kira-kira 7 – 28 hari sesudah infeksi. Pada saat ini timbul gejala
nyeri otot (mialgia) dan radang otot (miositis) yang disertai demam, eosinofilia dan
hipereosinofilia.
Gejala yang disebabkan oleh stadium larva tergantung juga pada alat yang dihinggapi
misalnya dapat menyebabkan sembab sekitar mata, sakit persendian, gejala pernapasan dan
kelemahan umum. Dapat juga menyebabkan gejala akibat kelainan jantung dan susunan saraf
pusat bila larva T.spiralis tersebar di alat-alat tersebut. Bila masa akut telah lalu, biasanya
penderita sembuh secara perlahan-lahan bersamaan dengan dibentuknya kista dalam otot.
Pada infeksi berat (kira-kira 5000 ekor larva/kg berat badan) penderita mungkin
meninggal dalam waktu 2 – 3 minggu, tetapi biasanya kematian terjadi dalam waktu 4 – 8
minggu sebagai akibat kelainan otak atau kelainan jantung.
Diagnosis
Di samping diagnosis klinis yang tidak dapat diabaikan, diagnosis pasti sering
tergantung pada pemeriksaan laboratorium. Tes kulit dengan memakai antigen yang terbuat
dari larvaTrichinella dapat memberikan reaksi positif kira-kira pada minggu ke 3 atau 4.
Reaksi ini berupa tonjolan memutih pada kulit dengan diameter sebesar 5 mm atau lebih yang
dikelilingi daerah eritema.
Reaksi imunologi lainnya seperti tes ikat komplemen dan tes presipitin dapat juga
dilakukan.
Mencari larva di dalam darah dan cairan otak dapat dilakukan pada hari ke 8-14 hari
sesudah infeksi. Dengan biopsi otot, larva Trichinella dapat ditemukan pada minggu ke 3 atau
4 sesudah infeksi.
Pengobatan
![Page 18: Soil Tranmitted Helmints](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022082414/55cf9262550346f57b95f91d/html5/thumbnails/18.jpg)
Pengobatan terhadap penderita trikinosis terutama dialkukan secara simtomatis. Sakit
kepala dan nyeri otot dapat dihilangkan dengan obat analgetik. Obat sedatif kadang-kadang
perlu juga terutama bila ada kelainan saraf pusat.
Untuk pengobatan spesifik, beberapa penyelidik akhir-akhir ini menunjukkan bahwa
tiabendazol dapat digunakan dengan dosis 25 mg/kg berat badan dua kali sehari selama 5-7
hari. Mebendazol mempunyai efek mematikan terhadap fase invasif dan fase pembentukan
kapsulTrichinella pada tikus, tetapi penggunaannya pada manusia belum ditetapkan.
Epidemiologi
Dilihat dari daur hidupnya, ternyata babi dan tikus memelihara infeksi di alam.
Infeksai pada babi terjadi karena babi makan tikus yang mengandung larva infektif dalam
ototnya, atau karena babi makan sampah dapur dan penjagalan (garbage) yang berisi sisa-sisa
daging babi yang mengandung larva infektif.
Sebaliknya, tikus mendapat infeksi karena makan sisa daging babi di pejagalan atau di
rumah dan juga karena makan bangkai tikus. Frekuensi trikinosis pada manusia tinggi di
daerah tempat orang banyak makan babi yang diberi makanan dari sisa pejagalan, misalnya di
Amerika Serikat daerah Timur Laut, sedangkan frekuensi di daerah selatan dan Barat-Tengah
rendah, karena babi diberi makan gandum.
Infeksi T.spiralis pada manusia tergantung dari lenyapnya penyakit ini pada babi,
misalnya dengan memusnahkan sisa pejagalan yang mengandung potongan-potongan daging
mentah. Pengolahan daging babi sebelum dimakan oleh manusia juga penting. Home made
sausage dapat lebih berbahaya. Hendaknya dilakukan pula pendidikan pada ibu rumah tangga
dalam cara memasak daging babi yang baik.
Larva mati pada suhu kira-kira 600 C atau pada suhu jauh di bawah titik beku. Larva
tidak mati dalam daging yang diasin atau diasap.
1Referensi :
Natadisastra,Djaenudin.2005.Parasitologi Kedokteran : Ditinjau Dari Organ Tubuh
Yang Di Serang.Jakarta:EGC.2 Sutanto,Inge. Is Suhariah I. Pudji K. S. Saleha S. 2008. Parasitologi
Kedokteran:Nematoda Usus.Edisi Keempat.Jakarta : Balai Penerbit FKUI.