Sle
Click here to load reader
-
Upload
aulia-shahnaz -
Category
Documents
-
view
14 -
download
4
Transcript of Sle
PENDAHULUAN
Systemic lupus erythematosus (SLE) adalah penyakit multisistem yang disebabkan oleh kerusakan
jaringan akibat deposisi immune complex . Terdapat spektrum manifestasi klinis yang luas dengan
remisi dan eksaserbasi. Respons imun patogenik mungkin berasal dari pencetus lingkungan serta
adanya gen tertentu yang rentan.
Dari berbagai penelitian epidemiologik terlihat bahwa angka kejadian penyakit ini semakin
meningkat dengan nyata, sebagian mungkin karena bertambah baiknya pemahaman dokter
mengenai cara-cara mengdiagnosis SLE. Meskipun harapan hidup penderita SLE di negara-negara
barat semakin baik, tetapi di negara berkembang termasuk Indonesia, ternyata masih belum
memuaskan
Patogenesis SLE sampai sekarang belum dipahami secara tuntas, meski jelas hal ini berhubungan
dengan hilngnya toleransi diri (self tolerance), yang mengakibatkan terbentuknya autoantibody
dan selanjutnya menyebabkan kerusakan jaringan. Lebih jauh lagi diketahui bahwa kerusakan
jaringan itu tidak hanya diperantai oleh immune complex, tetapi juga oleh sel T, sitokin, kemokin
serta molekul radikal oxygen teraktivasi dan produk-produk dari aktivasi komplemen.
Penatalaksanaan SLE tetap merupakan masalah karena sampai saat ini belum ada penamganan
yang menghasilkan penyembuhan secara total, dapat terjadieksaserbasi setelah masa stabil
beberapa bulan dan juga efek samping pengobatan.
KLASIFIKASI
SLE adalah salah satu dari beberapa jenis lupus (tabel 1). Jenis lain adalah lupus kutaneus (dikoid)
kronik, lupus karena obat, lupus kutaneus subakut, dan lupus neonatal. Penderita dengan
gambaran seperti lupus, tetapi tidak memenuhikriteria biasanya didiagnosa
sebagaai undiferentiented connective tissue disease (UCTD).
Tabel 1. tipe lupus Erytematous (koopman, 2000)
1.
Systemik lupus erytematous (SLE)
2.
Chronik cutaneus (discoid) lupus (CLE)
3.
Subacute cutaneus lupus erytematous (SCLE)
4.
Drug-induced lupus erytematous (DILE)
5.
Neonatal lupus erytematous
Terdapat 14 kriteria untuk SLE,diagnosa dapat ditegakkan jika mempunyai 4 kriteria atau
lebih.Pada tahun 1982, kriteria ini di revisi menjadi hanya 11 item. Tahun 1997 kriteria ini juga
mengalami revisi pada kriteria yang ke-10 yaitu adanya sel LE tidak lagi digunakan sebagai salah
satu kriteria.
Kriteria SLE dari ARA, tahun 1997:
1. 1. Malar rash.
2. 2. Discoid rashi.
3. Fotosensitivitas
4. Ulkus oral
5. Arthritis .
6. Serositis.
7. Gangguan Renal .
8. Kelainan neorologis.
9. Kelainan hematologis.
10. Kelainan imunologis.
11. Antibodi antinuclear .
Penderita dikatakan mempunyai SLE jika terdapat minimal 4 kriteria terpenuhi, baik secara
bersamaan ataupun simultan, selama observasi.
PATOGENESIS
Terjadinya SLE dimulai dengan interaksi antara gen yang rentan serta faktor lingkungan yang
menyebabkan terjadinyaa respons imun yang abnormal. Respon tersebut terdiri dari pertolongan
sel T hiperaktif pada sel B yang hiperaktif pula, dengan aktivasi poliklonal stimulasi aantigenik
spesifik padaa kedua sel tersebut. Pada penderita SLE mekanisme yang menekan respon hiperaktif
seperti itu, mengalami gangguan. Hasil dari respon imun abnormal tersebut adalah produksi
autoantibody dan pembentukan immune complex. Subset patogen autoantibody dan deposit
immune complex dijaringan serta kerusakan awal yang ditimbulkannya merupakan karakteristik
SLE.
Antigen dari luar yang akan di proses makrofag akan menyebabkan berbagai keadaan seperti :
apoptosis,aktivasi atau kematian sel tubuh,sedangkan beberapa antigen tubuh tidak dikenal(self
antigan) contoh: nucleosomes,U1RP,Ro/SS-A.Antigen tersebut diproses seperti umumnya antigen
lain oleh makrofag dan sel B.Peptida ini akan menstimulasi sel T dan akan diikat sel B pada
receptornya sehingga menghasilkan suatu antibody yang merugikan tubuh.Antibody yang dibentuk
peptida ini dan antibody yang terbentuk oleh antigen external akan merusak target organ
(glomerulus,sel endotel,trombosit).Disisi lain antibody juga berikatan dengan antigennya sehingga
terbentuk immune complex yang merusak berbagai organ bila mengendap.
Perubahan abnormal dalam system imun tersebut dapat mempresentasikan protein RNA,DNA dan
phospolipid dalam system imun tubuh.Beberapa autoantibody dapat meliputi trombosit dan
eritrosit karena antibody tersebut dapat berikatan dengan glycoprotein II dan III di dinding
trombosit dan eritrosit.Pada sisi lain antibody dapat bereaksi dengan antigen cytoplasmic
trombosit dan eritrosit yang menyebabkan proses apoptosis.
Peningkatan immune complex sering ditemukan pada SLE dan ini menyebabkan kerusakan
jaringan bila mengendap.Immune complex juga berkaitan dengan complemen yang akhirnya
menimbulkan hemolisis karena ikatannya pada receptor C3b pada eritrosit.
Kerusakan pada endotel pembuluh darah terjadi akibat deposit immune complex yang melibatkan
berbagai aktivasi complemen ,PMN dan berbagai mediator inflamasi.
Keadaan-keadaan yang terjadi pada cytokine pada penderita SLE adalah ketidakseimbangan
jumlah dari jenis-jenis cytokine.Keadaan ini dapat meningkatkan aktivasi sel B untuk membentuk
antibody.
Berbagai keadaaan pada sel T dan sel B yang terjadi pada SLE :
Sel T :
-Lymphopenia
-Penurunan sel T suppressor
-Peningkatan sel T helper
-Penurunan memory dan CD4
-Penurunan aktivasi sel T suppressor
-Peningkatan aktivasi sel T helper
Sel B :
-Aktivasi sel B
-Peningkatan respon terhadap cytokine.
Bagian terpenting dari patogenesis ini ialah terganggunya mekanisme regulasi yang dalam
keadaan normal mencegah autoimunitas.
GEJALA KLINIS
Onset penyakit dapat spontan atau didahului factor presipitasi seperti kontak dengan sinar
matahari,infeksi,obat,penghentian kehamilan,trauma fisik/psikis.Setiap serangan biasanya
didahului gejala umum seperti demam,malise,kelemahan,anorexia,berat badan
menurun,iritabilitas.Demam ialah manifestasi yang paling menonjol kadang-kadang dengan
menggigil.
Manifestasi kulit berupa butterfly appearance.Manifestasi kulit yang lain berupa lesi
discoid,erythema palmaris,periungual erythema,alopecia.Mucous membran lession cenderung
muncul pada periode exacerbasi.pada 20% penderita juga didapatkan fenomena Raynaud.
Manifestasi gastrointestinal berupa nausea,diare,GIT discomfort.Gejala menghilang dengan cepat
bila manifestasi sistemiknya diobait dengan adekuat.Nyeri GIT mungkin disebabkan peritonitis
sterildan arteritis pembuluh darah kecil mesenterium dan usus yang mengakibatkan ulserasi
usus.Arteritis juga dapat menimbulkan pancreatitis.
Manifestasi muskuloskeletal berupa athralgia,myalgia,myopathi.
Joint symptoms dengan atau tanpa aktif sinovitis ada pada 90% penderita.Atritis cenderung
menjadi deformasi,dan gambaran ini hampir selalu tidak didapatkan pada pemeriksaan radiografi.
Manifestasi ocular ,termasuk conjungtivitis,fotofobia,transient atau permanent monooculr
blindness dan pandangan kabur.Pada pemeriksaan fundus dapat juga ditemukan cotton-wool spots
pada retina(cytoid bodies).
Pleurisi , pleural effusion , bronchopneumonia , pneumonitis sering dijumpai.Pleural effusion
unilateral ringan lebih sering dijumpai daripada bilateral.Mungkin didapatkan sel LE pada cairan
pleura.Pleural effusion menghilang dengan terapi yang adekuat.Restriktif pulmonary disease juga
mungkin dijumpai.
Manifestasi di jantung dapat berupa cardiac failure akibat dari micarditis dan hipertensi.Cardiac
aritmia juga sering dijumpai.Valvular incompetence yang sering dijumpai adalah mitral regurgitasi.
Vasculitis pada percabangan mesenterica sering muncul dan dihubungkan dengan polyarteritis
nodusa ,termasuk ditemukan adanya aneurysma pada percabangannya.Abdominal pain (setelah
makan),illeus,peritonitis,perforasi dapat terjadi.
Komplikasi neurologis bermanifestasi sebagai perifer dan central berupa psikosis,epilepsi,sindroma
otak organik ,periferal dan cranial neuropathies,transverse myelitis,stroke.Depresi dan psikosis
dapat juga akibat induksi dari obat kortikosteroid.Perbedaan antara keduanya dapat diketahui
dengan menurunkan atau menaikan dosis steroid.Psikosis lupus membaik bila dosis steroid
dinaikan,dan pada psikosis steroid membaik bila dosisnya diturunkan.
Komplikasi renal berupa glomerulonefritis dan gagal ginjal kronik.Manifestasi yang paling sering
berupa proteinuria.Histopatologi lesi renal bervariasi mulai glomerulonefritis fokal sampai
glomerulonfritis membranoploriferatif difus.Keterlibatan renal pada SLE mungkin ringan dan
asimtomatik sampai progresif dan mematikan.Karena kasus yang ringan semakin sering
dideteksi ,insidens yang bermakna semakin menurun.Ada 2 macam kelainan patologis pada renal
berupa nefritis lupus difus dan nefritis lupus membranosa.Nefritis lupus difus merupakan
manifestasi terberat.Klinis berupa sebagai sindroma nefrotik,hipertensi,gagal ginjal kronik.
Adenopathi menyeluruh dapat ditemukan,terutama pada anak-anak,dewassa muda,dan kulit
hitam.Splenomegali terjadi pada 10% penderita.Secara histologis lien menunjukan fibrosis
periarterial(onion skin lesion).
Hepatomegali mungkin juga dapat ditemukan ,tetapi jarang disertai icterus.
Kelenjar parotis dapat membesar pada 6% kasus SLE.
Pada Drug Induce Lupus Erythematosus kelainan pada ginjal dan SSP jarang ditemukan.Anti Ds-
DNA,hipocomplementemia serta complex immune juga jarang ditemukan.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan :
1.Hematologi
Ditemukan anemia,leukopenia,trombocytopenia.
2.Kelainan imunologi
Ditemukan ANA,Anti-Ds-DNA,rheumatoid factor,STS false positive,dan lain-lain.
ANA sensitive tapi tidak spesifik untuk SLE.Antibody double-stranded DNA(Anti-Ds DNA) dan anti-
Sm spesifik tapi tidak sensitive.Depresi pada serum complement(didapatkan pada fase aktif)dapat
berubah menjadi normal pada remisi.Anti-Ds DNA juga berhubungan dengan aktivitas daripada
perjalanan penyakit SLE ,tetapi anti-Sm tidak.
Suatu varietas antibody antinuclear lain dan juga anticytoplasmic (Ro,La,Sm,RNP,Jo-1)berguna
secara diagnostik pada penyakit jaringan ikat dan kadang ditemukan pada SLE dengan negatif
ANA.
Serologi Tes Siphillis false positive dapat ditemukan 5-10% penderita.Mereka disertai antikoagulan
lupus,yang manifestasi sebagai perpanjangan Partial Thrombiplastin(PTT).
Kadar complemen serum menurun pada fase aktif dan paling rendah kadarnya pada SLE dengan
nefritis aktif.
Urinalisis dapat normal walaupun telah terjadi proses pada ginjal.Untuk menilai perjalanan SLE
pada ginjal dilakukan biopsy ginjal dengan ulangan biopsy tiap 4-6 bulan.Adanya silinder eritrosit
dan silinder granuler menandakan adanya nefritis yang aktif.
Berikut tabel dibawah, jenis autoantibody yang berperan dalam SLE dan prevalensinya.
Autoantibody pada penderita SLE.
Incidence % Antigen detected Clinical importanceAntinuclear antibodies
98 Multiple nuclear Substrat sel manusia lebih sensitive dari murine. Pemeriksaan negatif yang berturut-turut menyingkirkan SLE.
Anti-DNA 70 DNA(ds) Spesifik untuk SLE;Anti-ssDNA tidak.Titer yang tinggi berkorelasi dengan nephritis dan tingkat aktivitas SLE.
Anti-Sm 30 Protein complexed to 6 species or small nuclear RNA
Spesifik untuk SLE.
Anti-RNP 40 Protein complexed to U1RNA
Titer tinggi pada sindrom dengan manifestasi polimyositis,scleroderma,lupus dan mixed connective tissue disease.Jika + tanpa anti-DNA,resiko untuk nephritis rendah.
Anti-Ro(SS-A) 30 Protein complexed to y1-y5 RNA.
Berhubungan dengan Sjorgen’s Syndrome,subacute cutaneus
lupus,inherited C’ deficiencies,ANA-negative lupus,lupus in eldery,neonatal lupus,congenital heart block.Dapat menyebabkan nephritis.
Anti-La(SS-B) 10 Phosphoprotein Selalu berhubungan dengan anti-Ro.Resiko nephritis rendah bila +.Berhubungan dengan Sjorgen’s Synd.
Antihistone 70 Histones Lebih banyak pada drug induced lupus(95%) daripada spontaneous lupus.
Antiphospholipid 50 Phospholipid 3 tipe- lupus anticoagulan(LA),anticardiolipin(aCL),dan false-positive test for syphilis(BFP).LA dan aCL berhubungan dengan clotting,fetal loss,thrombocytopenia,valvular heart disease.Antibodi pada β2-glycoprotein I bagian dari grup ini.
Antierythrocyte 60 Erythrocyte Jumlah sedikit dari antibody ini dapat mrnnyebabkan hemolisis.
Antiplatelet 30 Platelet surface + cytoplasma
Berhubungan dengan thrombocytopenia pada 15% penderita.
Antilymphocyte 70 Lymphocyte surface
Kemungkinan berhubungan dengan leukopenia dan abnormal fungsi sel T.
Antiribosomal 20 Ribosomal P protein Berhubungan dengan psikosis atau depresi dengan CNS SLE.
ANA Anti-Native DNA
Rheumatoid Factor
Anti-Sm
Ani-SS-A
Anti-SS-B
Anti SCL-70
Anti Centromere
Anti-Jo-1
ANCA
Rheumatoid Arthritis 30-60 0-5 72-85 0 0-5 0-2 0 0 0 0SLE 95-100 60 20 10-25 15-20 5-20 0 0 0 0-1Sjorgen Syndrome 95 0 75 0 60-70 60-70 0 0 0 0Diffuse scleroderma 80-95 0 25-33 0 0 0 33 1 0 0Limited scleroderma(CREST syndrome)
80-95 0 33 0 0 0 20 50 0 0
Polymiositis 80-95 0 33 0 0 0 0 0 20-30 0Wegener’s granulomatosis
0-15 0 50 0 0 0 0 0 0 93-96
ANA = Antinuclear antibody , ANCA = Anticytoplasmic antibody
Semua angka diatas menunjukan frekwansi dalam %.
Frekwensi pemeriksaan abnormal yang didapatkan pada pemeriksaan laboratorium pad SLE.
Anemia 60%
Leukopenia 45%
Trombocytopenia 30%
False test for syphilis 25%
Lupus anticoagulant 7%
Anti-cardiolipin antibody 25%
Direct coomb test positive 30%
Proteinuria 30%
Hematuria 30%
Hypocomplementemia 60%
ANA 95-100%
Anti-native DNA 50%
Anti-Sm 20%
___________________________________________________________
Beberapa obat dapat menyebabkan ANA tes positf dan kadang-kadang sindroma mirip lupus.Gejala
menghilang jika obat dihentikan segera.
Obat-obat yang dapat memicu timbulnya SLE terhadap orang dengan predisposisi genetic.
Definite ascociation
Chlorpromazine Methyldopa
Hydralazine Procainamide
Isoniazid Quinidine
Possible ascociation
Beta-blocker Methimazole
Captopril Nitrofurantion
Carbamazepine Penicillinamine
Cimetidine Phenitoin
Ethosuximide Propylthiouracil
Hydrazine Sulfasalazine
Levodopa Sulfonamide
Lithium Trimethadione
Unlikely ascociation
Allopurinol Penicillin
Chlortalidone Phenylbutazone
Gold salt Reserpine
Griseofulvin Streptomycin
Methysergide Tetracycline
Oral contraceptive
__________________________________________________________
DIAGNOSIS
Diagnosis SLE harus dipikirkan pada :
1.Wanita muda
2Didapatkan lesi pada area yang terekspose matahari
3.Manifestasi sendi
4.Depresi dari hemoglobin,sel darah putih,sel darah merah,trombosit
5.Tes serologi ynag positif(ANA,anti-native DNA,serum complemen yang rendah).
Diagnosis pasti dapat ditegakan bila 4 atau lebih dari 11 kriteria ARA terpenuhi.
Kriteria SLE dari ARA, tahun 1997:
1.Malar rash
erythema yang fixed,datar/meninggi.Letaknya pada malar,biasanya tidak mengenai lipatan
nasolabial.
2.Discoid rash
Lesi erythemetous yang meninggi dengan squama keratotic.Kadang tampak scar yang atofi.
3.Fotosensitivitas.
Diketahui melalui anamnesa dan pemeriksaan fisik.
4.Ulkus oral
Ulserasi dimulut atau nasofaring,biasanya tidak nyeri.
5.Arthritis
nonerosive arthritis melibatkan 2 atau lebih dari sendi perifer. Ditandai dengan nyeri,bengkak,atau
efusi.
6.Serositis
Pada pleuritis didapatkan riwayat nyeri pleural,pleural friction rub,efusi pleura.Pada pericarditis
tampak pada ECG,gesekan pericard,efusi pericard.
7.Gangguan Renal
proteinuria >0,5 g/hari atau >3+,atau cellular cast berupa eritrosit,hemoglobin
granular,tubular,atau campuran.
8.Kelainan neorologis
psikosis,kejang-kejang (tanpa sebab yang jelas).
9.Kelainan hematologis
anemia hemolitic
leukopenia(<4000/μL)
limfopenia (<1500/μL)
trombositopenia (<100.000/μL).
10.Kelainan imunologis
Anti ds-DNA , Anti-Sm(antibody terhadap antigen otot polos) ,Antifosfolipid antibody,STS false
positve.
11.Antibodi antinuclear
ANA test +.
Penderita dikatakan mempunyai SLE jika terdapat minimal 4 kriteria terpenuhi, baik secara
bersamaan ataupun simultan, selama observasi.
DIAGNOSIS BANDING
-Rheumatoid arthritis dan penyakit jaringan konektif lainnya.
-Endokarditis bacterial subacute.
-Septikemia oleh Gonococcus/Meningococcus disertai dengan arthritis ,lesi kulit.
-Drug eruption.
-Limfoma.
-Leukemia.
-Trombotik trombositopeni purpura.
-Sarcoidosis.
-Lues II
-Bacterial sepsis.
PROGNOSIS
Bervariasi ,tergantung dari komplikasi dan keparahan keradangan.Perjalanan SLE kronis dan
kambuh-kambuhan seringkali dengan periode remisi yang lama.
Dengan pengendalian yang baik pada fase akut awal prognosis dapat baik.
TATALAKSANA
Penderita SLE tidak dapat sembuh sempurna(sangat jarang didapatkan remisi yang
sempurna).Meskipun begitu dokter bertugas untuk memanage dan mengkontrol supaya fase akut
tidak terjadi.Tujuan pengobatan selain untuk menghilangkan gejala,juga memberi pengertian dan
semangat kepada penderita untuk dapat bekerja dan melakukan kegiatan sehari-hari.
Terapi terdiri dari terapi suportif yaitu diit tinggi kalori tinggi protein dan pemberian vitamin.
Beberapa prinsip dasar tindakan pencegahan eksaserbasi pada SLE,yaitu:
1.Monitoring teratur
2.Penghematan energi dengan istirahat terjadwal dan tidur cukup
3.Fotoproteksi dengan menghindari kontak sinar matahari atau dengan pemberian sun screen
lotion untuk mengurangi kontak dengan sinar matahari
4.Atasi infeksi dengan terapi pencegahan pemberian vaksin dan antibiotik yang adekuat.
5.Rencanakan kehamilan/hindari kehamilan .
Berikut adalah beberapa terapi medikamentosa pada penderita SLE.
1. NonSteroid Anti-Inflamatory Drug (NSAID):
NSAID berguna karena kemampuannya sebagai analgesik, antiperitik dan antiinflamasi. Obat ini
berguna untuk mengatasi SLE dengan demam dan arthralgia/arthritis. Aspirin adalah salah satu
yang paling banyak diteliti kegunaannya. Ibuprofen dan indometasin cukup efektif untuk
mengobaati SLE dengan arthritis dan pleurisi, dalam kombinasi dengan steroid dan antimalaria.
Keterbatasan obat ini adalah efeksamping pada saluran pencernaan terutama pendarahan dan
ulserasi. Cox2 dengan efek samping yang lebih sedikit diharapkan dapat mengatasi hal ini, sayang
belum ada penelitian mengenai efektivitasnya pada SLE. Efek samping lain dari OAINS adalah :
reaksi hipersensitivitas, gangguan renal, retensi cairan, meningitis aseptik.
2. Antimalaria
Efektivitas antimalaria terhadap SLE yang mengenai kulit dan sendi telah lama diketahui, dan obat
initelah dianggap sebagai obat pilihan pertama untuk SLE kulit terutama LE diskoid dan LE
kutaneus subakut. Obat ini bekerja dengan cara mengganggu pemrosesan antigen di makrofag
dan sel penyaji antigen yang lain dengan meningkatkan pH di dalam vakuola lisosomal. Juga
menghambat fagositosis, migrasi netrfil, dam metabolisme membran fosfolipid. Antimalaria
dideposit didalam kulit dan mengabsorbsi sinar UV. Hidrosiklorokuin menghaambat reaksi kulit
karena sinar UV. Bebrapa penelitian melaporkan bahwa antimalaria dapat menurunkan koSLEterol
total, HDL dan LDL, pada penderita SLE yang menerima steroid maupun yang tidak.
Terdapat 3 obat antimalaria yang tersedia : hidroksiklorokuin (dosis 200-400mg/hari), klorokuin
(250mg/hari), kuinarkrin (100mg/hari). Hidroksiklorokuin lebih efektif daripada klorokuin, dan efek
sampingnya lebih ringan. Efek samping antimalaria yang paling sering adalah efek pada saluran
pencernaan, kembung, mual, dan muntah; efk sam ping lain adalah timbulnya ruam, toksisitas
retin, daan neurologis (jarang).
3. Kortikosteroid
Cara kerja steroid pada SLE adalah melalui mekaanisme antiinflamasi dan amunosuprefit. Dari
berbagai jenis steroid, yang paling sering digunakan adalah prednison dan metilprednisolon.
Pada SLE yang ringan (kutneus, arthritis/arthralgia) yang tidak dapat dikontrol oleh NSAID dan
antimalaria, diberikan prednison2,5 mg sampai 5 mg perhari. Dosis ditingkatkan 20% tiap 1
sampai 2 minggu tergantung dari respon klinis. Pada SLE yang akut dan mengancam jiwa langsung
diberikan steroid, NSAID dan antimalaria tidak efektif pada keadaan itu. Manifestasi serius SLE
yang membaik dengan steroid antara lain : vaskulitis, dermatitis berat ataau SCLE, poliarthritis,
poliserosistis, myokarditis, lupus pneumonitis, glomeruloneftritis (bentuk proliferatif), anemia
hemolitik, neuropati perifer dan krisis lupus.
Pada SLE aktif dan berat, terdapat beberapa regimen pemberian steroid:
1. Regimen I: daily oral short acting (prednison, prednisolon, metilprednisolon), dosis: 1-2 mg/kg
BB/hari dimulai dalam dosis terbagi, lalu diturunkaan secara bertahap (tapering) sesuai
dengan perbaikan klinis dan laboratoris. Regimen ini sangat cepat mengontrol penyakit ini, 5-
10 hari untuk manifestasi hemotologis atau saraf, serositis, atau vaskulitas; 3-10 minggu
untuk glomerulonephritis.
1. Regimen II : methylprednisolone intravena, dosis: 500-1000 mg/hari, selama 3-5 hari atau 30
mg/kg BB/hari selam 3 hari. Regimen ini mungkin dapat mengontrol penyakit lebih cepat dari
pada terapi oral setiaap hari, tetapi efek yang menguntungkan ini hanya bersifat sementara,
sehingga tidak digunakan untuk terapi SLE jangka lama.
2. Regimen III: kombinasi regimen 1 atau 2 dengan obat sitostatik azayhioprine atau
cyclophosphamide.
Setelah kelaainan klinis menjadi tenang dosis diturunkan dengan kecepatan 2,5-5 mg/minggu
sampai dicapai maintenance dose.
4. Methoreksat
Methoreksat adaalah antagonis folat yang jika diberikan dalam dosis untuk penyaakit rematik efek
imunosupresifnya lebih lemah daripada obat alkilating atauazathrioprin. Methorekxate dosis
rendah mingguan, 7,5-15 mg, eektif sebagai “steroid sprring agent” dan dapat diterima baik oleh
penderita, terutama pada manifestsi kulit dan mukulosketetal. Gansarge dkk. Melakukan
percobaan dengan memberikan Mtx 15 mg/minggu pada kegagalan steroid dan antimalaria.
Efek samping Mtx yang paling sering dipakai adalah:lekopenia, ulkus oral, toksisitas
gastrointestinal, hepatotoksisitas.untuk pemantauan efek samping diperlukan pemeriksaan darah
lengkap,tes fungsi ginjal dan hepar.pada penderita dengan efek samping
gastrointestinal,pemberian asam folat 5 mg tiap minggu akan mengurangi efek tersebut.
5. Imunosupresan atau sitostatik yang lain.
Azathhioprine (Imuran AZA)
Cylophosphamide (chitokxan, CTX)
Chlorambucil (leukeran, CHL)
Cyclosporine A
Tacrolimus (FK506)
Fludarabine
Cladribine
Mycophenolate mofetil
6. Terapi hormonal
Dehidroxyepiandrosterone Sulfate (DHEAS)
Danazol
7. Pengobatan Lain
Dapsone
Dapsone, atau 4.4’- diaminophenylsulphone, bekerja dengan cara mengganggu metabolisme folat
dan menghambat asam para aminobenzoat, dan menghambat jalur alternative komplemen serta
sitotoksisitas netrofil. Tersedia sejak lebih dari 50 tahun yang lalu untuk pengobatan lepra. Dapson
ternyata efektif untuk pengobatan Lupus eritematosus kutaneus. Leukopenia, dan trombositopenia
pada SLE, dengan dosis 50-150 mg/hr. hampir semua penderita yang menerima dapsone akan
mengalami anemia hemolitik ringan yang biasanya berhubungan dengan dosis.
Clofazimine (Lamprene)
Clofazimine adalah anti leprosi juga yang telah terbukti untuk LE kutaneus yang refrakter.
Digunakan dengan dosis antara 100 sampai 200 mg/hr. efek samping yang terutama adalah warna
kulit yang berubah menjadi pink atau coklat gelap, dan menjadi kering.
Thalidomide
Thalidomide dengan dosis50 sampai 100 mg/hr serta dosis pemeliharaan 25 sampai 5o mg/hr,
efektif untuk LE kutaneus refrakter. Obat ini bekerja dengan menghambat TNF alfa. Obat ini
dikontraindikasikan pada kehamilan karena banyak laporan mengenai terjadinya malformasi janin
(fokomelia).
Immunoglobulin intravena
Immunoglobulin intravena (IVIg) bekerja dengan menghambat reseptor Fc reikuloendotelial. Terapi
ini berguna untuk mengatasi trombositopenia iun, dan pada keadaan mengamcam jiwa, dengan
dosis 2 k/kgBB/hari. 5 hari berturut-turut setiap bulan. IVIg sangat mahal, oleh karena itu hanya
digunakan pada SLE yang resisten terhadap terapi standar, atau pada keadaan SLE yang berat.
External Device
Terdapat beberapa teknik eksternal yang kegunaannya pada SLE agak terbatas, yaitu:
plasmapheresis, photopheresis, immunoadsorption, UVA1light (panjang gelombang: 340-400nm),
and iradiasi limfoid total.
8. Transplantasi Sumsum Tulang
Hanya diberikan pada kasus SLE yang paling agresif dan rekfrakter. Terapi ini masih merupakan
ekspwrimental untuk saat ini.
Pengobatan Terhadap Komplikasi
Pada komplikasi gagal ginjal dipertimbangkan pemberian diuretic,anti hipertensi,mungkin juga
dilakukan dialysis serta transplantasi ginjal.
Terhadap kejang-kejang dapat diberikan antikonvulsan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Symposium National Immunology Week 2004,Surabaya 9-10 Oktober 2004;hal201-213.
2. Current Medical Diagnosis and Treatment 2004;Chapter 20;Arthritis and Musculosceletal
disorder ;page 805-807.
3. Harrisson’s Principle of Internal Medicine 15th Edition;Volume 2;page 1922- 1928.
4. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I,Edisi ketiga;hal 150-159.
5. Medical Journal : Cermin Dunia Kedokteran no.142,2004 ; hal.27-30.
6. The Merck Manual Edisi 16 ,Jilid 2 ; hal.878-830.