skripsi tini buk
-
Upload
kartiniariton899 -
Category
Documents
-
view
675 -
download
0
Transcript of skripsi tini buk
I. PENDAHULUAN
Lidah buaya (Aloe vera Linn) merupakan tanaman yang mempunyai potensi
untuk dikembangkan sebagai tanaman obat dan bahan baku industri farmasi dan
kosmetik. Manfaat lidah buaya sangat beragam salah satu diantaranya adalah sebagai
anti bakteri. Aloe vera Linn mengandung enzim proteinase yang bekerja sama dengan
glukomanan mampu memecah bakteri yang menyerang luka (Furnawanthi,2002)
Beberapa peneliti meyakini bahwa gel ini mengandung stimulator biogenik
untuk epitelisasi berupa heteroauksin, asam fenilindoasetat, glioksidiuresida, dan
alantoin. Khasiat dan penggunaan Aloe vera Linn sangat bervariasi yaitu sebagai
laksatif, stimulator biogenik yang mempercepat proses reepitelisasi jaringan,
penyubur rambut, antibakteri, antiviral, dan antifungi, arthritis dan rematik, tukak
lambung dan gangguan pencernaan, hepatoprotektor, menurunkan kadar lemak dalam
darah dan imunomodulator (Padmadisastra et al,2003).
Kandungan kimia Aloe vera Linn dapat dipengaruhi antara lain tempat tumbuh,
dan juga dipengaruhi jenis dari Aloevera Linn. Aloe vera Linn yang tumbuh di daerah
yang basah dengan curah hujan yang tinggi akan memudahkan Aloe vera Linn rusak
(furnawanthi, 2002).
Minyak kelapa murni ( Virgin Coconut Oil atau VCO ) merupakan produk
olahan asli Indonesia yang digunakan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat.
VCO dilaporkan aktif sebagai antibakteri karena memiliki kandungan asam laurat,
asam kaprilat dan asam kaprat (Jannah,2007). Oleh sebab itu sebelum
1
memformulasikan VCO menjadi suatu bentuk sediaan, perludilakukan kembali uji
aktivitas antibakteri.
Penelitian ini dilakukan sebagai studi awal untuk membuat formula gabungan
dari Aloe vera Linn dan VCO guna meningkatkan aktivitas antibakterinya.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tentang Tanaman
Lidah buaya telah dijuluki sebagai “medical plant” (tanaman obat) atau
“master healing “ (tanaman penyembuh utama). Tumbuhan ini menyerupai kaktus,
daunnya meruncing berbentuk taji, tepi gerigi yang bagian dalamnya bening, dan
bersifat getas (Furnawanthi, 2002). Lidah buaya sangat jarang menghasilkan bunga.
Biasanya bunga hanya ditemukan pada dataran tinggi, bunga berwarna kuning atau
kemerahan, berupa pipa yang mengumpul, keluar dari ketiak daun (Santoso, 2008).
Secara taksonomi, lidah buaya diklasifikasikan sebagai berikut (Furnawanthi,
2002)
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermathophytae
Kelas : Monocotyladoneae
Ordo : Liliflorae
Famili : Liliceae
Genus : Aloe
Spesies : Aloe vera L
2.2 Asal Usul Tanaman
Tanaman lidah buaya (Aloe vera Linn) sudah dikenal sejak ribuan tahun lalu.
Lidah Buaya (Aloe vera Linn) dikenal juga dengan nama dearah letah buaya atau
jadam, atau dengan istilah asing disebut lu hui atau aloes. Diduga lidah buaya berasal
3
dari kepulauan Canary sebelah barat Afrika, lidah buaya masuk ke Indonesia dibawa
oleh petani keturunan Cina pada abad ke-17 (Furnawanthi, 2002)
Beberapa sumber mengatakan bahwa lidah buaya masuk ke Indonesia di bawa
petani keturunan Cina pada abad ke- 17. Pemanfaatan tanaman ini di Indonesia masih
sedikit, terbatas sebagai tanaman hias di pekarangan rumah dan di gunakan sebagai
kosmetika untuk penyubur rambut (Furnawanthi, 2002)
2.2.1 Morfologi Tumbuhan Lidah Buaya (Aloe vera Linn)
Lidah buaya dapat tumbuh liar di berbagai tempat atau dapat pula di tanam di
dalam pot sebagai tanaman hias atau sebagai tanaman obat. Batang bulat tidak
berkayu, daun tunggal berwarna hijau, dengan tepi bergerigi dan pangkal memeluk
batang, daun tebal berdaging, mudah patah (getas), dan mengandung getah yang
warnanya jernih. Permukaan daun berbintik –bintik, panjang 15 – 36 cm, lebar 2-6
cm. Bunga berwarna jingga, tersusun dalam tandan yang panjangnya 60 -90 cm. Akar
lidah buaya berupa akar serabut ( Marina, 2003).
Tanaman lidah buaya dapat tumbuh di daerah kering, seperti Afrika, Asia, dan
Amerika. Hal ini disebabkan lidah buaya dapat menutup stomata daun sampai rapat
pada musim kemarau untuk menghindari kehilangan air dari daunnya. Lidah buaya
juga dapat tumbuh didaerah beriklim dingin. Lidah buaya termasuk efisien
penggunaan air dengan sifat tahan kekeringan (Furnawanthi, 2002)
2.2.2 Kandungan lidah buaya (Aloe vera Linn)
Daun lidah buaya segar mengandung anthraquinon (alonin dan barbaloin),
enzim (oksidase , amylase, katalase, lipase, dan proteinase), saponin, polisakarida
(selulosa, glukosa, mannose, dan rhamnosa) lignin, vitamin (Vitamin B1, B2, B6, dan
4
asam folat). Antraquinon mempunyai kandungan antibiotik sedangkan enzim
berperan pada penyembuhan luka dalam dan luka luar (Furnawanthi, 2002)
Cairan yang berwarna bening seperti jeli (lender) cairan ini mengandung zat
antibakteri dan antijamur, serta asam salisilat yang dapat merangsang fibroblast (sel-
sel kulit yang berfungsi untuk menyembuhkan luka). Oleh karena itu, lidah buaya di
yakini mampu menyembuhkan luka, meredam rasa sakit, dan berhasiat sebagai
antibengkak (Santoso, 2008).
2.3 Tinjauan Botani Kelapa (Cocos nucifera.Linn)
2.3.1 Klasifikasi (Sutrisno, 1998)
Divisio : Spermatophyta
Subdivision : Angiospermae
Kelas : Monocotyledone
Subkelas : Arecidae
Ordo : Palmales
Famili : Palmae
Genus : Cocos
Spesies : Cocos nucifera. Linn
2.3.2 Morfologi
Taman kelapa berupa pohon tunggal, tidak bercabang, tinggi 10- 14 m,
memiliki akar serabut. Daunnya berpelepah atau bersirip genap, panjang pelepah
mencapai 2-4 m, kaku, daunnya berwarna hijau terang. Buah kelapa berbentuk bulat
lonjong dengan ukuran bervariasi, terdiri dari sabut 35%, daging buah 28%, air
kelapa 15%, tempurung 12%, serta beberapa bagian lainnya (kulit luar, lembaga, dan
5
testa). Bunga betina tanaman kelapa akan dibuahi 18-25 hari setelah buah
berkembang dan buah akan menjadi rusak setelah 12 bulan (Amni, 2008).
2.3.3 Kandungan Kimia
Komposisi kimia daging buah kelapa dipengaruhi oleh umur buah kelapa.
Semakin tua kelapa maka kandungan lemaknya semakin tinggi.
Tabel. Komposisi Kimia Daging Buah Kelapa diberbagai Tingkat Kematangan.
Analisa(Dalam 100 g)
Satuan Buah muda Buah setengah muda
Buah tua
Kalori Kkal 68 180 359Protein g 1 4 3,4Lemak g 0,9 13 34,7
Karbohidrat g 14 10 14Kalsium mg 17 8 21Fosfor mg 30 35 2Besi mg 1 1,3 2
Aktivasi vitamin A
UI 0,0 10 0,0
Tiamin mg 0,0 0,5 0,1Asam askorbat mg 4 4 2
Air g 83,3 70 46,9Bagian yang
dapat dimakang 53 53 53
Sumber: Amni, 2008
2.3.4 Minyak Kelapa
Produk kelapa yang paling berharga adalah minyak kelapa. Minyak kelapa
digolongkan dalam minyak asam laurat, karena kandungan asam lauratnya paling
tinggi bila dibandingkan dengan asam lemak lainnya yang terdapat dalam minyak
kelapa. (Anonim, 2001)
Minyak kelapa murni atau Virgin Coconut Oil (VCO) secara defenisi adalah
minyak yang tidak mengalami proses hidrogenisasi. Minyak ini memiliki warna
6
kuning pucat sampai tidak berwarna, atau lemak semi padat yang berwarna putih
yang diperoleh dari daging buah kelapa yang diekstrak yang dilakukan dengan proses
dingin. Misalnya fermentasi dan pemansan pada suhu tertentu (Deswika, 2007).
2.3.5 Prinsip Pembuatan Minyak Kelapa Murni
Kualitas VCO tergantung dari bahan dan proses pembuatannya. Proses
pembuatan VCO secara garis besar terbagi dalam 2 cara, yaitu melalui pemanasan
dan dingin (tanpa pemanasan)
A. Melalui pemanasan
1. Pembuatan santan. Kelapa matang 12 bulan, kupas sabutnya dan belah menjadi
2 bagian. Pisahkan daging kelapa kemudian diparut. Peras parutan kelapa
bersama air, hingga diperoleh santan. Tandanya, air berwarna putih kental.
Santan disaring dengan saringan kalapa
2. Pemisahan krim. Tampung santan kelapa dalam wadah plastik transparan.
Sehingga tanda batas pemisahan antara krim dan air terlihat. Biarkan selama 3
jam, santan bakal terpisah menjadi 3 lapisan. Lapisan atas berupa krim, tengah
berupa skim, dan air lapisan terbawah. Bagian yang digunakan untuk minyak
kelapa murni adalah krim, gunakan selang untuk memisahakan krim. Salah
satu ujung selang diletakkan dilapisan ujung krim dan ujung lain dimasukkan
dalam wadah penampung.
3. Pemanasan krim santan. Masukkan krim dalam wajan. Lalu panaskan diatas api
pada suhu 100-110oC. Aduk krim terus menerus hingga agak matang. Ingat
jangan sampai krim hagus karena dapat menyebabkan minyak coklat. Hentikan
7
pemanasan apabila terlihat blondo putih. Dinginkan bahan itu, lalu pisahkan
blondo dan minyak menggunakan saringan.
4. Pemanasan minyak. Lakukan pemanasan ulang. Pemanasan dilakukan pada
suhu pada suhu 100- 110o C hingga diperoleh minyak agak bening. Bila
bahannya masih terdapat blondo warnanya harus coklat muda.
5. Penyaringan minyak. Warna yang agak bening menandakan minyak sudah
matang, angkat dari api dan dinginkan. Lalu minyak ditampung dalam wadah.
Kemudian disaring lagi menggunakan kertas saring supaya terlihat lebih jernih.
Tampung dalam wadah plastik atau kaca( Suyuno dan Suswanto, 2005)
B. Tanpa pemanasan
Kelapa yang diolah menjadi minyak kelapa murni dengan cara ini sebenarnya
hampir sama dengan pemanasan bertahap. Perbedaannya hanya terletak pada
penggunaan mikroba, enzim dan minyak pancingan. Proses ini bertujuan untuk
memecahkan emulsi santan sehingga lemak atau minyaknya terpisah. Tahapan
pembuatan minyak kelapa murni menggunakan metoda tanpa proses pembuatan
santan. Pembuatan santan ini sama dengan proses menggunakan pemanasan bertahap.
Hanya saja untuk mendapatkan santan digunakan perbandingan 1kg kelapa parut dan
1-4 liter air (Amni, 2008).
2.3.6 Pemanfaatan minyak kelapa murni
Minyak kelapa murni juga punya aktivitas sebagai antivirus, antibakteri,
antijamur, dan anti protozoa. Hal ini disebabkan karena kandungan asam laurat, asam
kaprilat dan asam kaprat yang terdapat pada minyak kelapa murni. Asam laurat dapat
membunuh berbagai jenis mikroba yang membran selnya berasal dari asam lemak
8
(lipid coated microorganism). Asam laurat akan melarutkan membran virus sehingga
mengganggu kekebalan virus. Asam kaprilat sangat potensial untuk mematikan jamur
(Amni, 2008)
Manfaat minyak kelapa murni adalah untuk mengatasi penyakit diabetes.
Kandungan asam lemak rantai sedang terdapat didalam minyak kelapa murni mampu
merangsang produksi insulin, dan menghantarkan gula ke sel-sel (Sukartin &
Sitanggang, 2005).
2.4 Mikroorganisme
Dunia mikroorganisme terdiri dari lima kelompok organisme: bakteri,
protozoa, virus, serta algae dan cendawan mikroskopis. Mikroorganisme sangat erat
kaitannya dengan kita, beberapa diantaranya bermanfaat dan yang merugikan. Kini
mikroorganisme digunakan oleh para peneliti dalam penelaahan hampir semua gejala
biologis yang utama (Pelczar & Chan, 1986).
2.4.1 Bakteri
Bakteri adalah sel prokariotik yang khas ; uniseluler dan tidak mengandung
struktur yang dibatasi membran didalam sitoplasmanya, sel – selnya berbentuk bola,
batang atau spiral. Bakteri mempunyai diameter sekitar 0,5 sampai 2,5 µm.
Bakteri berkembang biak dengan cara membelah diri (Pelczar & Chan, 1986).
Sifat yang paling penting dari bakteri berhubungan dengan mikroorganisme pangan
adalah kemampuan beberapa jenis bakteri untuk memproduksi struktur internal, yaitu
endospora. Endospora ini pada umumnya terbentuk secara tunggal dalam sel untuk
melindungi sel dari kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan seperti panas
(Frobisher, 1968).
9
Sel bakteri dapat dijumpai dalam keadaan tunggal, berpasangan, tetrad,
kelompok kecil atau rantai. Sifat yang terpenting dari bakteri berhubungan dengan
mikroorganisme pangan adalah kemampuan beberapa jenis bakteri untuk
memproduksi struktur internal yaitu endospora. Endospora ini umumnya terbentuk
secara tunggal dalam sel guna melindungi sel dari kondisi lingkungan yang kurang
baik (Buckle dkk., 1985).
Secara umum bakteri mempunyai 4 (empat) macam bentuk, yaitu : (Entjang, 2003)
1. Bentuk coccus (kokus)
Bentuknya bulat seperti peluru. Sehubungan dengan pembelahannya dan
susunannya setelah pembelahan dibagi dalam :
A) Diplococcus
Yaitu coccus yang membelah diri kesatu arah dan setelah pembelahannya
tetap berkelompok dua – dua
Misalnya : Diplococcus pneumonia, Neisseria gonorrhoea dan Neisseria
meningitidis.
B) Streptococcus
Yaitu coccus yang membelah diri kesatu arah, dimana setelah
pembelahannya tetap tidak berpencar menyerupai rantai
Misalnya : Streptococcus pyogenes
C) Tetracoccus (Gaffkya )
Yaitu coccus yang membelah kedua arah dan setelah pembelahannya tetap
berkelompok empat – empat
Misalnya : Gaffkya tetragena
10
D) Sarcina
Yaitu coccus yang membelah diri ketiga arah yang mempunyai sudut 900
( sembilan puluh derajat ), dimana setelah pembelahannya tetap
berkelompok menyerupai kubus 8 (delapan) cocci
E) Staphylococcus
Yaitu coccus yang membelah diri ke arah yang tidak teratur, kemudian
berkelompok menyerupai buah anggur.
Misalnya : Staphylococcus pyogenes
2. Bentuk bacillus (batang)
Bentuknya seperti batang.
Misalnya : Clostridium tetani, Mycobacterium tubercolosis, dan pasteurella
pestis
3. Bentuk vibrio (koma)
Berupa batang yang bengkok.
Misalnya : Vibrio cholera, Vibrio El Tor
4. Bentuk spirilum (spiral)
Berupa batang yang melilit.
Misalnya : Treponema pallida, Treponema pertinue, dan Spirillum minus
Faktor – faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri:
a.Suhu
Setiap spesies bakteri tumbuh pada suatu kisaran suhu tertentu. Suhu juga
mempengaruhi laju pertumbuhan dan jumlah total pertumbuahn organisme.
Berdasarkan kisaran minimum dan maksimalnya, bakteri digolongkan
11
menjadi bakteri psikrofil, yang tumbuh pad suhu 0 sampai 30o C; mesofil,
yang tumbuh pada 25 samapi 40oC; dan termofil, yang tmbuh pada suhu 50oC
atau lebih
b. Atmosfer gas
Gas – gas utama yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri ialah oksigen dan
karbondioksida. Bakteri memperlihatkan keragaman respon terhadap oksigen
bebas. Berdasarkan kebutuhan bakteri terhadap oksigen, bakteri
dikelomokkan menjadi 4 : aerbik (organisme yang membutuhkan oksigen),
anaerobik (tumbuh tanpa oksigen molekuler), anaerob fakultatif (tumbuh pada
keadaan aerobik dan anaerobik), dan mikroaerofilik (tumbuh baik bila ada
sedikit oksigen atmosferik)
c. Keasaman atau kebasaan (pH)
Kebanyakan bakteri pH optimum pertumbuhannya terletak antara 6,5 dan 7,5.
Namun beberapa spesies dapat tumbuh dalam keadaan sangat asam dan sangat
basa. Bagi kebanyakan spesies, nilai pH minimum dan maksimum ialah antara
4 dan 9. Bila bakteri dikultivasi di dalam suatu medium yang mula-mula
disesuaikan pH nya, pH tersebut mungkin mengalami perubahan atau
pergeseran karena adanya senyawa asam atau basa yang dihasilkan selama
pertumbuhan bakteri tersebut. Pergeseran pH dapat dicegah dengan
menggunakan larutan penyangga yang biasanya adalah suatu kombinasi
garam – garam fosfat seperti KH2PO4 dan K2HPO4. Beberapa bahan nutrisi
medium, seperti pepton juga mempunyai kapasitas penyangga. Perlu atau
tidaknya suatu medium diberi larutan penyangga bergantung kepada maksud
12
penggunaannya dan dibatasi oleh kapasitas penyangga yang dimiliki senyawa
–senyawa yang digunakan
d. Nutrisi
Pertumbuhan bakteri memerlukan nutrisi tertentu. Nutrisi dapat digunakan
sebagai sumber energi dan bahan baku untuk sintesis komponen sel. Nutrisi
protein dan enzim, karbohidrat untuk energi, vitamin, mineral dan garam
organik. Bedasarkan susasana kimia sel, unsur – unsur tersubut dibagi
menjadi dua kelompok besar, yaitu unsur makro yang meliputi karbon,
oksigen, nitrogen, hidrogen, sulfur, fosfat, kalsium, magnesium, dan besi serta
unsur mikro yang diperlukan dalam jumlah yang sedikit meliputi mangan,
seng, tembaga, kobal, natrium, silika. Tetapi tidak semua mikroorganisme
memerlukan unsur mikro ini.
2.4.2 Tinjauan Tentang Staphylococcus aureus
Bentuk bakteri coccus merupakan bakteri gram positif, formasinya staphylae,
mengeluarkan endoksin, tidak bergerak, tidak membentuk spora, bakteri ini bersifat
anaerob fakultatif dan dapat tumbuh dalam udara yang hanya mengandung hidrogen
dan PH optimum untuk pertumbuhan adalah 7,4. Pada lempeng agar koloninya
berbentuk bola, diameter 1-2 mm. Di alam terdapat pada tanah, air, debu di udara
(Entjang, 2003; Syahrurachman dkk, 1994; Warsa dkk,1994).
Staphylococcus aureus merupakan bentuk koagulase positif, yang
menghasilkan katalase, meragi karbohidrat dengan lambat dan menghasilkan asam
laktat. Bakteri ini tahan terhadap suhu 500C selama 30 menit (Jewetz et al, 2005).
13
2.4.3 Patogenesis dan Infeksi
Stapylococcus aureus menyebabkan hampir semua jaringan tubuh, terutama
berupa abses yang bagian tengahnya mengalami nekrosis dan berisi leukosit
polimorfonuklear, nanah dan kuman yang dikelilingi oleh dinding fibroblastik
avaskuler yang terdiri dari fibrin. Infeksinya digolongkan sebagai lokal atau
menyebar (Warsa dkk, 1994).
Menurut Djuanda et al (2002) Staphylococcus dapat menyebabkan :
a. Impetigo bulosa, merupakan infeksi kulit menular yang disebabkan
oleh Staphylococcus aureus. Bahan tercemar dipindahkan dari kulit
dan kuku yang kotor. Penyakit ini terdapat pada anak dan dewasa
dengan kelainan berupa eritema dan bula berupa gatal
b. Fulikulitis, merupakan infeksi folikel rambut yang disebabkan
Staphylacoccus aureus.
c. Furunkel dan kabunkel, yaitu infeksi folikel rambut dan sekitarnya
yang juga disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Apabila jumlahnya
lebih dari satu disebut karbunkel.
d. Pionika, yaitu radang di sekitar kuku yang disebabkan oleh
Staphylococcus aureus.
e. Abses multipel kelenjar keringat, yaitu abses pada kelenjar keringat
berupa abses multipel yang tidak nyeri dan berbentuk kubah
14
f. Hidraadenitis supurativa, merupakan infeksi kelenjar apokrin yang
disebabkan oleh Stapylococcus aureus
g. Staphylococcus Scalded Skin Syndrome (SSSS), disebut juga dengan
dermatitis eksfoliativa neonatorum. Infeksi ini disebabkan oleh
Staphylococcus aureus tipe tertentu dengan ciri khas terjadinya
epidermolisis.
2.4.4 Pengobatan
Untuk kasus ringan di luar rumah sakit dapat diberikan penisilin G. Pada
infeksi yang berat atau jika diduga tahan (resisten) terhadap penisilin dapat diberikan
metisilin atau derivat penisilin lain yang resisten penisilinase. Jika hasil tes telah ada,
sebaiknya diberikan obat yang sesuai dengan hasil tes kepekaan tersebut. Pada
penderita yang alergi terhadap penisilin, dapat diberikan sefalosporin, eritromisin,
linkomisin atau klindamisin (Warsa dkk, 1994).
Obat golongan kuinolon seperti ciprofloksasin masih memiliki aktivitas
antibakteri yang sangat baik, dan menurut penelitian dari Kristiawan dkk
menunjukkan ciprofloksasin memiliki daya hambat terkuat terhadap Staphylococcus
aureus dibandingkan amikasin, gentamisin, sefotaksim dan kloramfenikol
(Syahrurachman dkk, 1994; Kristiawan dkk, 2007).
15
2.4.5 Tinjauan Tentang Staphylococcus epidermidis
Staphylococccus epidemidis bakteri yang berbentuk cocus, Koloninya
berwarna putih atau kuning yang bersifat anaerob fakultatif, bersifat koagulasa
negatif, meragi glukosa. Bakteri ini merupakan flora normal pada kulit manusia,
saluran respirasi, dan gastrointestinal, bakteri ini penyebab infeksi kulit yang ringan
yang disertai pembentukan abses seperti jerawat, infeksi folikel rambut
(Syahrurachman dkk, 1994).
2.4.6 Patogenesis dan Infeksi
Bakteri Staphylococcus epidermidis merupakan sebagian dari flora normal
pada kulit manusia, saluran pernafasan dan saluran pencernaan. Bakteri
Staphylococcus epidermidis bersifat tidak invasif, nonhemolitik, tidak membentuk
koagulosa dan tidak meragi manitol.
Pada 6,6% dari bayi yang berumur 1 telah dapat ditemukan bakteri ini di
hidungnya, 50% pada umur 2 hari, 62% pada umur 3 hari dan 88,8% pada umur 4-8
hari. Bakteri ini juga ditemukan di udara lingkungan disekitar kita (Syahrurachman
dkk, 1994).
2.4.7 Pengobatan
Infeksi kulit multipel serius (akne, furunkulosis) terjadi sebagian besar pada
usia remaja. Pada akne (jerawat) , lipase stafilococcus membebaskan asam lemak dari
lipid sehingga menyebabkan iritasi jaringan. Tetrasiklin digunakan untuk terapi
jangka lama.
Staphylococcus epidermidis lebih sering resisten terhadap antimikroba dari
pada Staphylococcus aureus hampir 75% Staphylococcus epidermidis resisten
16
terhadap nafsilin. Karena banyaknya resisten obat, maka tiap isolat satafilokokus
harus diuji kepekaan antimikrobanya untuk membantu memilih obat yang sistemik.
Resistensi terhadap grup eritromisin terjadi sangaat cepat sehinnga jangan digunakan
secara tunggal untuk mengobati infeksi kronik (Syahrurachman dkk, 1994).
17
III .PELAKSANAAN PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biofarmasi Sekolah Tinggi Ilmu
Farmasi Riau (STIFAR) Pekanbaru mulai bulan Juni sampai Agustus 2010.
3.2 Metoda Penelitian
3.2.1 Alat dan Bahan
a. Alat-alat
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah autoclave, oven, cawan Petri,
tabung reaksi, jarum Ose, pipet ukur, beker glass, jangka sorong, lampu spiritus,
erlemeyer, hot plate
b. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Aloevera Linn, produk
VCO yang beredar, VCO yang diperoleh dari laboratorium penelitian, aquadest,
alkohol, air suling, Media Nutrien Agar, Nacl fisiologis, gliserin.
18
3.2.2 Rancangan penelitian
1. Pembuatan lendir Aloe vera
2. Uji aktivitas antimikroba.
Sterilisasi alat
Peremajaan mikroba uji
Pembuatan suspensi mikroba uji
Pembuatan konsentrasi Aloe vera Linn dan VCO
Penentuan aktivitas antibakteri dengan metode difusi (cakram)
3.2.3 Prosedur Penelitian
3.2.3.1 Pembuatan Lendir Aloe vera Linn
Daun aloe vera segar dibilas dengan air mengalir lalu dibersihkan dikupas
kulit luarnya kemudian dipotong-potong dengan ukuran kira-kira 1-2 cm, setelah itu
diblender sampai berbentuk lendir daun lidah buaya yang homogen. Kemudian
disimpan dalam lemari es selama 15 menit. Ditambahkan natrium metabisulfit.
Kemudian dipanaskan pada suhu 45-70oC selama 15 menit (Soeryati dkk, 2009).
3.2.4 Mikroba Uji
Mikroba uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah Staphylococcus
epidermidis dan Staphylococcus aureus
19
3.3 Uji Aktivitas Antibakteri :
1.Sterilisasi alat
Semua alat yang dibuat dari kaca dicuci bersih dan dikeringkan.
Setelah itu dibungkus dengan kertas perkamen. Sterilisasi dilakukan dengan
otoklaf pada suhu 1210 C selama 15 menit, sedangkan jarum Ose dan pinset
disterilkan dengan pemijaran.
2. Pembuatan media pembenihan
Sebanyak 20 gram serbuk medium Nutrien Agar (NA) siap pakai
dilarutkan dalam 1 liter air suling dalam erlemeyer dan dipanaskan diatas
penangas sampai mendidih dan larut sempurna kemudian disterilkan.
3. Peremajaan Mikroba
Peremajaan mikroba bertujuan untuk meremajakan kembali mikroba.
Dengan cara memindahkan satu ose mikroba dari stok induk ke dalam media
baru dalam bentuk agar miring. Untuk bakteri ke dalam medium NA
diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam
4. Pembuatan Suspensi Mikroba
Koloni mikroba uji disuspensikan dalam NaCl fisiologis dengan cara
mengencerkan dalam tabung reaksi dan dihomogenkan. Jumlah bakteri dalam
suspensi yang diukur dengan spektrototometer UV-Vis hingga diperoleh
suspensi dengan transmitan 25% pada panjang gelombang 580 nm untuk
bakteri.
20
5. Pembuatan konsentrasi Aloe vera Linn dan VCO
Aloe vera Linn dibuat dengan konsetrasi 10%, 15%, 20% dengan
pelarut aquadest, VCO dibuat dengan konsentrasi 20%, 30%, 40%, dan 100%
dengan pelarut gliserin
6. Penentuan Aktivitas Antimikroba dengan metode difusi (cakram)
Suspensi mikroba diambil 0,3 ml dimasukkan kedalam cawan petri,
kemudian tambahkan NA 15 ml untuk bakteri kemudian ratakan dengan cara
memutar-mutar cawan petri diamkan sampai memadat. Masing-masing
cakram ditetesi dengan Aloe vera Linn diangin-anginkan kemudian
diletakkan secara aseptis di permukaan NA, begitu juga Cakram Gentamisin
(kontrol positif) untuk bakteri diletakkan secara aseptis di permukaan NA.
Lalu dimasukkan kedalam inkubator dengan suhu 370C selama 24 jam untuk
bakteri, selanjutnya pengukuran diameter daya hambat dengan menggunakan
jangka sorong.
21
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
1. Uji Aloevera Linn dengan konsentrasi 10%, 15%, 20% terhadap bakteri
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis memberikan daya
antibakteri. Hasil yang diperoleh adalah pada bakteri Staphylococcus
aureus konsentrasi 10% zona beningnya 10 mm, pada konsentrasi 15%
zona beningnya 11 mm, dan konsentrasi 20% zona beningnya 12,5 mm.
Pada bakteri Staphylococcus epidermidis konsentrasi 10% zona beningnya
9 mm, pada konsentrasi 15% zona beningnya 10 mm, dan konsentrasi
20% zona beningnya 10,9 mm.
2. Produk VCO yang merek X dan merek Y pada konsentrasi 20%, 30%,
40%, dan 100%, terhadap Staphylococcus aureus dan Staphylococcus
epidermidis tidak menunjukan zona bening ini berarti bahwa VCO ini
tidak memberikan daya hambat (tidak ada aktivitas antibakteri).
3. Produk VCO yang diporoleh dari laboratorium penelitian pada konsentrasi
20%, 30%, 40%, dan 100%, terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan
Staphylococcus epidermidis tidak menunjukan zona bening ini berarti
bahwa VCO ini tidak memberikan daya hambat (tidak ada aktivitas
antibakteri)
22
4.2 Pembahasan
4.2.1 Uji aktivitas antibakteri
Telah dilakukan uji aktivitas antibakteri Aloe vera Linn dengan konsentrasi
10%, 15%, 20% pada bakteri Staphylococcus aureus dan Staphylococcus
epidermidis dengan metoda difusi agar. Metoda difusi digunakan karena hasil yang
diperoleh cukup teliti dan sederhana, umum digunakan untuk menentukan kepekaan
bakteri terhadap obat -obatan. Aktivitas bakteri pada metoda difusi dapat dilihat
dengan mengamati daerah bening disekeliling cakram, yang menandakan adanya
aktivitas menghambat pertumbuhan bakteri.
Mikroba uji yang digunakan pada penelitian adalah Staphylococcus aureus
dan Staphylococcus epidermidis. Alasan bakteri ini dipilih karena bakteri ini adalah
merupakan flora normal pada kulit manusia dan bakteri ini sering menginfeksi pada
manusia.
Pada pengujian Aloe vera Linn terhadap bakteri Staphylococcus aureus
dengan konsentrasi 10%, 15%, 20% diperoleh diameter hambat berturut - turut
sebagai berikut 10 mm, 11 mm, 12,5 mm. Sedangkan terhadap bakteri
Staphylococcus epidermidis dengan konsentrasi 10%, 15%, 20% diperoleh diameter
hambat berturut-turut sebagai berikut 9 mm, 10 mm, 10,9 mm tetapi bila
diklasifikasikan menurut Greenwood jika daerah hambatan < 15 mm berarti
mempunyai aktivitas yang lemah. Pelarut yang digunakan melarutkan Aloevera Linn
23
adalah aquadest steril, aqudest dipilih karena lendir Aloe vera Linn larut sempurna
pada aquadest. Aquadest ini berfungsi sebagai kontrol negatif.
Uji aktivitas antibakteri VCO konsentrasi 20%, 30%, 40% dan 100%
terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis dengan
metoda difusi agar. VCO yang dipergunakan adalah produk VCO dengan merek X
dan Y yang beredar dan VCO yang diperoleh dari laboratorium penelitian. Pada
produk VCO merek X merupakan produk VCO yang telah mendapatkan izin dari
BPOM, VCO merek X mempunyai komposisi asam laurat 51,23%, asam miristat
17,13%, asam kaprilat 9,18%, asam kaprat 7,07%, asam palmilat 7,30%, asam oleat
5,42%, asam stearat 2,17%, asam kaproat 0,15% sedangkan merek Y pada etiket
tidak ditulis komposisi VCO tetapi merupakan VCO yang telah mendapat izin dari
Depkes dan VCO yang diperoleh dari laboratorium.
Ketiga VCO ini diuji dengan bakteri Staphylococcus aureus dan
Staphylococcus epidermidis tidak memperlihatkan zona bening ini berarti tidak
memiliki daya hambat sebagai antibakteri. Hasil uji ini tidak sesuai dengan literatur
yang menyatakan bahwa VCO aktif sebagai antibakteri karena VCO mengandung
asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh, pada VCO lebih khusus asam laurat
merupakan asam lemak yang terkandung pada minyak kelapa yang memiliki khasiat
sebagai antibakteri.
Kualitas produk VCO yang baik dipengaruhi beberapa faktor antara lain
kadar asam laurat dan asam lemak yang terkandung. Besar kecilnya kadar asam
laurat dalam produk VCO adalah jenis dan umur buah kelapa. Yang kedua lokasi
tumbuh buah kelapa, selain itu perbedaan teknologi proses pembuatan VCO juga
24
mempengaruhi kualitas dari VCO (Novarianto dan Tulalo, 2007). Disamping itu
perbedaan laboratorium dalam menganalisis kadar asam laurat VCO.
Hasil uji pada penelitian ini tidak sesuai dengan literatur yang didapat hal ini
diduga kadar asam laurat dan asam lemak yang kecil yang terkandung dalam VCO
yang digunakan sehingga tidak memperlihatkan daya hambat. VCO yang digunakan
dilarutkan dengan gliserin. Pelarut yang digunakan berfungsi sebagai kontrol negatif
tujuan penggunaan kontrol negatif adalah untuk menjamin bahwa respon hambatan
yang terjadi benar disebabkan sampel yang digunakan bukan dari pelarut yang
digunakan, sedangkan sebagai kontrol positif digunakan antibiotik gentamisin disk
untuk antibakteri.
25
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Aloevera Linn pada konsentrasi 10%, 15%, 20% pada bakteri
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis memberikan daya
antibakteri.
2. Produk VCO dengan merek X , merek Y dan VCO yang diperoleh dari
laboratorium penelitian terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan
Staphylococcus epidermidis dengan konsentrasi 20%, 30%, 40% dan
100% tidak memberikan zona bening ini berarti bahwa VCO ini tidak
memberikan aktivitas sebagai antibakteri.
5.2 Saran
Disarankan pada peneliti selanjutnya sebelum memformulasikan sediaan VCO
dilakukan uji kualitas VCO yang akan digunakan.
26
DAFTAR PUSTAKA
Amni, Ressi., 2008. Pengaruh Penggunaan VCO Dalam basis krim terhadap aktifitas gentamisin Skripsi Sarjana STIFAR, Pekanbaru.
Buckle, K.A., Edward, R.A., Fleet, G.H., dan Wobton, M. 1985. Ilmu Pangan. Terjemahan Hadipurnomo. UI-Press, Jakarta
Djuanda, Adhi., 2005. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, edisi V, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
Deswika, Aslia., 2007. Uji aktiitas antibakteri VCO (Virgin Cococut Oil) Terhadap Beberapa Bakteri Penyebab Penyakit Kulit, Skripsi Sarjana STIFAR, Pekanbaru
Entjang, I., 2003. Mikrobiologi dan Parasitologi Untuk Akademi Keperawatan dan Sekolah Tenaga Kesehatan yang Sederajat, Citra Adtya Bakti, Bandung
Furnawanthi I, 2002. Khasiat & Manfaat Lidah Buaya Si Tanaman Ajaib,Jakarta:PT. AgroMedia Pustaka.
Frobisher, M., 1968. Fundamental of Microbiology. Edisi ke-8, W.B. Sounders Company, Philadelphia
Jannah, M, 2007. Daya Hambat Virgin Coconut Oil (VCO) Terhadap Bakteri, Universitas Muhammadiyah Malang,Malang.
Jawetz, E., Melnick, J.L., Adelberg, E.A., Brooks, G.F., Butel, J.S., Ornston, L.N., et al, 1996, Mikrobiologi Kedokteran, Edisi 20. Terjemahan Edi Nugroho dan RF Maulany. Editor Irawati Setiawan, EGC, Jakarta
Kristiawan. A. R., Jogjahartono, Widodo. P., 2007, Pola Sebaran Kuman dan Uji Kepekaan Antibiotika Sekret Telinga Tengah Penderita Mastoiditis Akut di RS Dr Kariadi Semarang 2004-2005. Cermin Dunia Kedokteran, No. 155, Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang
Marina, Sherly., 2007. Formulasi Krim Virgin coconut oil (VCO), karya tulis ilmiah STIFAR, Pekambaru.
27
Morse, S.A., Brooks, G.F., Butel, J.S., 2004, Medical Microbiology, Twenty Third Edition, International Edition, McGraw-Hill Companies, Singapore
Novarianto, H dan Tulalo, M, 2007. Kandungan Asam Laurat varietas kelapa sebagai bahan baku VCO, J. littiri vol 13 no (1), Menado
Padmadisastra, Y., Sidik, Ajizah, S., 2003. Formulasi sediaan cair gel lidah buaya Aloe vera Linn sebagai minuman kesehatan, Simposium Nasional Kimia Bahan Alam II. UNPAD, Bandung.
Pelczar, M.J., Chan, E.C.S., 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi 1. Terjemahan Ratna Siri Hadioetomo et al, Universitas Indonesia Press, Jakarta
Santoso, H,B., 2008. Ragam dan Khasiat Tanaman obat, Agromedia pustaka, Jakarta.
Setiaji , B., dan Surip Prayogo. Membuat VCO Berkualitas Tinggi, Penebar Swadaya, Jakarta, 2006
Soeryati, S.,Imron, H., Soebagio, B., Agustri, B., 2009. Formulasi Deodoran Bentuk Batang (stik )Dengan Daun Lidah Buaya (Aloe vera Linn), farmaka, UNPAD, Bandung
Sukartin, K.J., dan Sitanggang,M., 2005. Sehat dengan Ramuan Tradisional Gempur Penyakit dengan VCO, Agromedia Pustaka, Tangerang
Sjahrurachman. A., Kumala. W., Nurjadi. T., 1999, Kepekaan Kuman terhadap Antibiotika Golongan Kuinolon dan Sefalosporin. Cermin Dunia Kedokteran, No 124, Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
Sutrisno, R.B., 1998. Taksonomi Spermathyta Untuk Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Pancasila, Jakarta.
Suyuno, A. Hari., and Suswanto B, 2005. Terapi Minyak Nabati Keampuhan VCO dan 16 Minyak Ajaib, PT. Samindra Utama.
Warsa, U.C., Syahrurachman, A., Chatim, A., Soebandrio, A., Karuniawati, A., Santoso, A.U.S., et al., 1994, Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran FKUI, Penerbit Bina Rupa Aksara, Edisi Revisi. Jakarta
28
Lampiran 1. Skema Kerja Aktivitas Antibakteri
29
Dipipet 0,3 ml Suspensi bakterikedalam cawan petri
Ditambahkan 15 mL Nutrient Agar (NA)
Digoyang hingga rata dan dibiarkan hingga memadat
Diletakkan kertas cakram yang telah ditetesi sampel 10µl
Diukur daerah hambatan pertumbuhan bakteri
Diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam denganmembalikcawapetri
Lampiran 2. Foto Lidah Buaya (Aloe vera Linn)
Gambar 1. Gambar Lidah Buaya (Aloe vera Linn)
30
Lampiran 3 : Foto VCO Merek X(Povco®)
Gambar 2. Gambar VCO merek X (Povco®)
31
Lampiran 4: Foto VCO merek Y (Syifa®)
Gambar 3. Gambar VCO merek Y (Syifa®)
32
Lampiran 5. Pembuatan Lendir Aloe vera
Dibilas dengan air
Blender
- Simpan dalam lemari es selama 15 menit
- + natrium metabisulfit
- Panaskan pada suhu 45 0C-700C selama 15 menit
33
Daun Aloe vera Linn
Dipotong 1-2 cm
Lendir Aloe vera Linn
Lendir Aloe vera Linn
Lampiran 6. Data Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Aloe vera dan VCO
No Bakteri Uji Konsentrsi Diameter Zona Bening (mm)
1 2 3 Rata – rata
1 Staphylococcus
aureus
10 % 9,8 10,2 10 10
15% 10,5 11,5 11 11
20% 12,5 12,4 12,6 12,5
Kontrol (+) 18 18 18 18
Kontrol (-) 6 6 6 6
2 Staphylococcus
epidermidis
10% 9 9 9 9
15% 10 10,1 9,9 10
20% 10,9 10,9 10,9 10,9
Kontrol (+) 18 18 18 18
Kontrol (-) 6 6 6 6
Tabel 1. Hasil Pengamatan Uji Aktivitas Antibakteri Aloe vera Linn
Keterangan : Kontrol(+) : Gentamisin disk
Kontrol (-) : Air
Ukuran cakram : 6 mm ( tidak memberikan daya hambat)
34
Lampiran 6. Lanjutan
NO Sampel Uji Konsentrasi
(% v/v)
Diameter Zona bening (mm)
1 2 3 Rata- rata
1 VCO merek X 20% 6 6 6 6
30% 6 6 6 6
40% 6 6 6 6
100% 6 6 6 6
Kontrol (+) 18 18,1 17,9 18
Kontrol (-) 6 6 6 6
2 VCO merek Y 20% 6 6 6 6
30% 6 6 6 6
40% 6 6 6 6
100% 6 6 6 6
Kontrol (+) 17 18 18 17,66
Kontrol (-) 6 6 6 6
3 VCO
dilaboratorium
penelitian
20% 6 6 6 6
30% 6 6 6 6
40% 6 6 6 6
100% 6 6 6 6
Kontrol (+) 18 18 18,5 18,1
Kontrol (-) 6 6 6 6
Tabel 2. Hasil Pengamatan Uji Aktivitas Antibakteri VCO pada Bakteri
Staphylococcus aureus
Keterangan : Kontrol(+) : Gentamisin disk
Kontrol (-) : Gliserin
35
Ukuran cakram : 6 mm ( tidak memberikan daya hambat)
Lampiran 6. Lanjutan
NO Sampel Uji Konsentrasi
(% v/v)
Diameter Zona bening (mm)
1 2 3 Rata- rata
1 VCO merek X 20% 6 6 6 6
30% 6 6 6 6
40% 6 6 6 6
100% 6 6 6 6
Kontrol (+) 18 18,5 17,9 17,8
Kontrol (-) 6 6 6 6
2 VCO merek Y 20% 6 6 6 6
30% 6 6 6 6
40% 6 6 6 6
100% 6 6 6 6
Kontrol (+) 17,5 18,1 18 17,8
Kontrol (-) 6 6 6 6
3 VCO
laboratorium
penelitian
20% 6 6 6 6
30% 6 6 6 6
40% 6 6 6 6
100% 6 6 6 6
Kontrol (+) 18 18 18,5 18,1
Kontrol (-) 6 6 6 6
Tabel 3. Hasil Pengamatan Uji Aktivitas Antibakteri VCO pada Bakteri
Staphylococcus epidermidis
Keterangan : Kontrol(+) : Gentamisin disk
Kontrol (-) : Gliserin
36
Ukuran cakram : 6 mm (tidak memberikan daya hambat)
Lampiran 7. Gambar Uji Aktivitas VCO
Gambar 4. Gambar zona bening pada bakteri Staphylococcus aureus
pada konsentrasi 20%, 30%, 40% merek X
37
38
Gambar 5. Gambar zona bening pada bakteri Staphylococcus Epidermidis pada
konsentrasi 20%, 30%, 40% merek X
39
40
Gambar 6. Gambar zona bening pada bakteri Staphylococcus aureus pada
konsentrasi 20%, 30%, 40% merek Y
41
Gambar 7. Gambar zona bening pada bakteri Staphylococcus epidermidis pada
konsentrasi 20%, 30%, 40% merek Y
42
43
44