Skripsi "Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen ( Dalam Perjanjian Jual beli tenaga listrik prabayar...
-
Upload
taufik-rahman -
Category
Education
-
view
341 -
download
15
Transcript of Skripsi "Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen ( Dalam Perjanjian Jual beli tenaga listrik prabayar...
ASSALAMU ALAIKUM WA RAHMATULLAHI
WA BARAKAATUH
“Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen
Dalam Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik Pra bayar
Menurut Undang-Undang Nomor 08 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen Dan Hukum Islam ”
JUDUL PENELITIAN :
Daftar Isi:
LANDASAN TEORI
ANALISIS
PENUTUP
LATAR BELAKANG MASALAH
PT. PLN (Persero) dengan terobosan barunya meluncurkan listrik dengan
sistem pra bayar yaitu jasa atau layanan pemakaian tenaga listrik yang menggunakan
meter elektronik pra bayar dengan cara pembayaran dimuka.
Di dalam Surat Perjanjian Jual beli Tenaga Listrik (SPJBTL) baik pasca
bayar maupun Pra Bayar pada prinsipnya sama yaitu berisikan klausula-klausula
baku. Sebagaimana diketahui bahwa perjanjian baku adalah suatu perjanjian yang
dibuat oleh 2 pihak dimana salah satu pihak menstandarkan klausula-klausulanya
kepada pihak lain yang tidak mempunyai pilihan kecuali menerimanya. Oleh sebab
itu, persoalan klausula baku diatur di dalam bab V Pasal 18 UUPK.
Menyangkut SPJBTL yang dikeluarkan oleh PT. PLN (Persero) kepada
konsumen , Ketua LPK Adil Yunus Syalham menanggapinya dan menyatakan
“SPJBTL merupakan salah satu bentuk klausula baku yang dilarang, karena
ketentuan dan syarat-syaratnya mengikat dan sudah ditetapkan terlebih dahulu
secara sepihak oleh PT. PLN (Persero) yang wajib dipenuhi oleh konsumen”.
Oleh karenanya, SPJBTL tersebut merupakan salah satu wujud ketidak
seimbangan dalam hal kedudukan antara konsumen dan PT. PLN (Persero). Dimana
pihak pemberi kontrak standar sering kali menggunakan kesempatan untuk membuat
rumusan yang dibakukan itu lebih menguntungkan pihaknya dan bahkan mengambil
kesempatan dikala konsumen tidak berkesempatan membaca isinya secara detil atau
tidak terlalu memperhatikan isi perjanjian itu.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen
dalam perjanjian jual beli tenaga listrik pra bayar
menurut Undang-Undang Nomor 08 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen ?
2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen
dalam perjanjian jual beli tenaga listrik pra bayar
menurut hukum Islam ?
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penulisan skripsi ini untuk menjawab
rumusan masalah yaitu untuk mengetahui:
1. Perlindungan hukum terhadap konsumen dalam
perjanjian jual beli tenaga listrik pra bayar menurut
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen
2. Perlindungan hukum terhadap konsumen dalam
perjanjian jual beli tenaga listrik pra bayar menurut
hukum Islam
SIGNIFIKANSI PENELITIAN
Dari penelitian yang dilakukan ini, diharapkan berguna
sebagai:
1. Bahan informasi dan kajian ilmiah dalam ilmu kesyariahan,
khususnya di bidang hukum ekonomi syariah yang salah
satunya mengenai perlindungan hukum terhadap konsumen
dalam perjanjian jual beli tenaga listrik pra bayar
2. Bahan literatur untuk menambah khazanah pengembangan
keilmuan pada kepustakaan IAIN Antasari Banjarmasin dan
Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam
3. Bahan informasi ilmiah bagi peneliti lain yang berkeinginan
mengkaji permasalahan seperti ini dari aspek berbeda.
DEFINISI OPERASIONAL
Untuk menghindari kesalahan yang mungkin terjadi dalammemahami maksud dari judul pada penelitian ini, diberikan penjelasansebagai berikut:
Perlindungan Hukum
Perlindungan Hukum adalah tempat dimana suatu badan hukummemberikan perlindungannya. Yang dimaksud perlindungan hukum disiniadalah wadah bagi konsumen dan pelaku usaha untuk mendapatkankepastian hukum
Perjanjian
Perjanjian adalah persetujuan yang dibuat oleh dua pihak atau lebihtertulis maupun lisan, masing-masing sepakat untuk mentaati isipersetujuan yang telah dibuat bersama. Perjanjian disini berupa perjanjianjual beli tenaga listrik pra bayar yang dibuat oleh PT. PLN (Persero)
Sambungan......
Tenaga Listrik
Tenaga Listrik adalah kekuatan listrik yang diukur dengan besarnya watt;tenaga yang dihasilkan oleh arus listrik. Tenaga listrik yang disalurkanoleh PT. PLN (Persero) kepada konsumen dengan cara pra bayar
Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK)
Undang-Undang Perlindungan Konsumen adalah Undang-UndangNomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang mengatursegala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikanperlindungan kepada konsumen
Hukum Islam
Hukum Islam adalah keseluruhan daripada norma-norma keagamaanyang bersifat mengikat dan mengatur segala yang dilarang, diperbolehkandan diwajibkan bagi tiap muslimin.
KAJIAN PUSTAKABerikut penulis sajikan beberapa judul penelitian sebelumnya, yaitu:
1. Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Bisnis E-Commerce menurut Undang-undang No 8 Tahun 1999 dan Hukum Islam oleh Akhmad Nisfuwani NIM0671140321 Jurusan Ekonomi Islam Fakultas Syariah Institut Agama Islam NegeriBanjarmasin.
2. Tinjauan hukum Islam terhadap penambahan beban Tagihan rekening listrikrelevansinya dengan Undang-Undang No 8 tahun 1999 Tentang PerlindunganKonsumen oleh Mujibur Rohman NIM 042311026 Fakultas Syariah Institut AgamaIslam Negeri Walisongo Semarang.
3. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik atas Pemadaman Listrik Oleh PT.PLN (Persero) Ditinjau dari Perspektif Undang-undang No 8 Tahun 1999 TentangPerlindungan Konsumen oleh Dea Melina Nugraheni Fakultas Hukum UniversitasIndonesia.
4. Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Konsumen PT. PLN (Persero) DalamPemanfaatan Listrik oleh Ismed Tri Wijanarko NIM 99201666 Fakultas HukumUniversitas Katolik Soegijapranata Semarang.
Perbedaan yang mendasar dari beberapa judul terdahulu kesemuannya tidakmembahas mengenai isi perjanjian jual beli tenaga listrik pra bayar. Jadi objek yangtelah diangkat terdahulu berbeda dengan objek yang penulis angkat yaitu mengenaiperlindungan hukum terhadap konsumen dalam perjanjian jual beli tenaga listrikpra bayar menurut Undang-Undang Nomor 08 Tahun 1999 Tentang PerlindunganKonsumen dan hukum Islam.
METODE PENELITIAN
Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini meliputi:
Jenis Penelitian hukum normatif
Objek Penelitian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen, buku-buku dan kitab-kitab fiqih yang berkenaan dengan masalah
perlindungan hukum terhadap konsumen.
Bahan Hukum:1. primer , 2.sekunder, 3. tersier
Sifat Penelitian bersifat deskriptif analitik.
Pendekatan Penelitian yuridis normatif.
Teknik Pengumpulan Bahan Hukum: 1.Survei kepustakaan, 2.Studi literatur.
Teknik Pengolahan Bahan Hukum: 1. editing, 2. Kategorisasi.
Analisis Bahan Hukum secara deskriptif kualitatif
Tahapan penelitian: 1.Tahapan pendahuluan, 2. Tahapan Pengumpulan Bahan
Hukum, 3. Tahapan Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum,.4. Tahapan
Penyusunan/Penyempurnaan
SISTEMATIKA PENULISAN
Agar pembahasan dalam menyusunan skripsi ini
terarah dan sistematis, maka penyusun membaginya
dalam lima bab :
Bab I: Pendahuluan
Bab II: Landasan Teori
Bab III: Gambaran umum SPJBTL Pra bayar.
Bab IV: Analisis
Bab V: Penutup
B. Klausula Baku Dalam Surat Perjanjian
C. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen
LANDASAN TEORI
A. Ruang Lingkup Perjanjian
1. Pengertian perjanjian2. Rukun dan syarat perjanjian
3. Asas-asas perjanjian
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN
DI DALAM SEBUAH PERJANJIAN MENURUT
UU. NO. 08 TAHUN 1999 DAN HUKUM ISLAM
RUANG LINGKUP PERJANJIAN
Pengertian Perjanjian:
Perjanjian secara etimologi adalah ikatan, menurut terminologi adalahsuatu perbuatan dimana seseorang mengikatkan dirinya kepada seorang ataubeberapa lain.
Menurut Pasal 1313 KUH Perdata perjanjian adalah suatu peristiwadimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itusaling berjanji untuk melakukan suatu hal.
Sedangkan dalam hukum Islam perjanjian adalah akad yang berasal daribahasa arab yang berarti ikatan atau simpulan baik ikatan yang nampak(hissy) maupun tidak nampak (ma’nawi).
Dalam istilah fuqaha perjanjian atau perikatan adalah :يجاب ارتباط وع وجهعلىبقب ول ال ضىالتراي ثب ت مشر
“Perikatan antara ijab dengan kabul secara yang dibenarkan syara’, yangmenetapkan persetujuan kedua belah pihak”
sambungan.....!!!
Rukun Dan Syarat Perjanjian :
Didalam KUH Perdata disebutkan bahwa supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi 4 (empat) syarat yaitu:
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu pokok persoalan tertentu;
4. Suatu sebab yang tidak terlarang/halal
Menurut jumhur ulama rukun akad adalah al-‘aqidain, mahallul ‘aqd, sigat al-‘aqd.
Menurut ahli hukum Islam kontemporer rukun yang membentuk akad ada empat yaitu:
1. Para pihak yang membuat akad (al-‘aqidan)
2. Penyertaan kehendak para pihak (ṣigatul ‘aqd)
3. Objek akad (mahallul ‘aqd)
4. Tujuan akad (mauḍu’ul ‘aqd)
Para ulama fikih menetapkan ada beberapa syarat umum yang harus dipenuhi dalam suatu akad,
adapun syarat- syarat umum akad yaitu:
1. Pihak-pihak yang melakukan akad telah dipandang mampu bertindak menurut hukum (mukallaf).
2. Objek akad itu, diakui oleh syara’.
3. Akad itu tidak dilarang oleh naṣ syara
4. Akad yang dilakukan itu memenuhi syarat-syarat khusus dengan yang bersangkutan
5. Akad itu bermanfaat
6. Ījab tetap utuh sampai terjadi kabul
7. ījab dan qabūl dilakukan dalam satu majelis
8. Tujuan akad harus jelas dan diakui oleh syara’.
Sambungan.....!!! Asas-asas perjanjian:
Terdapat 5 (lima) asas perjanjian yang dikenal menurut ilmu hukum perdata. Kelima asas itu antara lain adalah:
1. Asas kebebasan berkontrak (freedom of contract)
2. Asas konsensualisme (concsensualism)
3. Asas kepastian hukum (pacta sunt servanda)
4. Asas itikad baik (good faith)
5. Asas kepribadian (personality).
Adapun beberapa asas yang berlaku dalam hukum perjanjian Islam, yaitu sebagai berikut:
1. Asas kebebasan berkontrak (al-hurriyah)
2. Asas konsensualisme (ar-riḍaiyyah)
3. Asas persamaan (al-musawamah)
4. Asas keadilan (al-‘adalah)
5. Asas kejujuran dan kebenaran (as-ṣidiq)
6. Asas manfaat
7. Asas saling menguntungkan (at-ta’awun)
Di dalam Pasal 21 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah akad dilakukan berdasarkan asas:
1. ikhtiyari/sukarela;
2. amanah/menepati janji
3. ikhtiyati/kehati-hatian;
4. luzum/tidak berobah;
5. saling menguntungkan;
6. taswiyah/kesetaraan;
7. transparansi;
8. kemampuan;
9. taisir/kemudahan;
10.itikad baik;
11. sebab yang halal;
Klausula baku dalam perjanjian
Perjanjian dengan klausula baku atau Perjanjian Baku diistilahkan secara beragam dalambahasa Inggris dengan standardized contract, atau standard contract. Pada awal dimulainyaperjanjian, kebebasan berkontrak di antara pihak yang berkedudukan seimbang merupakan unsuryang amat penting. Namun berhubung aspek-aspek perekonomian semakin berkembang, para pihakmencari format yang lebih praktis. Salah satu pihak menyiapkan syarat-syarat yang sudahdistandarkan pada suatu format perjanjian yang telah dicetak, berupa formulir untuk kemudiandiberikan kepada pihak lainnya untuk disetujui. Inilah yang dimaksudkan dengan perjanjian standaratau perjanjian baku.
Kenyataannya bahwa untuk mengikat suatu perjanjian, sering dijumpai salah satu pihaktelah mempersiapkan terlebih dahulu suatu rancangan (draft) perjanjian yang akan berlaku bagi parapihak. Konsep itu disusun sedemikian rupa sehingga pada waktu penandatanganan perjanjian parapihak hanya tinggal mengisi beberapa hal yang bersifat prosedural.
Menurut Pasal 1 ayat (10) Undang-Undang Nomor 08 Tahun 1999 TentangPerlindungan Konsumen, pengertian klausula baku adalah:
“Setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebihdahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atauperjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen”
Sambungan.....!!!
Ada pendapat beberapa ahli hukum mengenai keabsahan kontrak baku
yaitu sebagai berikut:
-Pitlo berpendapat bahwa kontrak baku merupakan kontrak paksaan (dwang
contract) karena kebebasan para pihak yang dijamin oleh ketentuan Pasal
1338 KUH Perdata sudah dilanggar sedangkan pihak yang lemah terpaksa
menerimanya sebab mereka tidak mampu berbuat lain.
-Sluyter berpendapat bahwa perbuatan kreditur secara sepihak menentukan
isi kontrak standar secara materiil melahirkan pembentuk undang-undang
swasta (legio particuliere wetgevers).
-Stein berpendapat bahwa dasar berlakunya kontrak baku atau standar adalah
de fictie van will of vertrouwen sehingga kebebasan kehendak yang sunguh
sungguh tidak ada pada para pihak, khususnya debitur
. Menurut Iswahyudi A. Karim, hal-hal yang perludiperhatikan dalam kontrak syariah adalah hal yangdiperjanjikan dan obyek transaksi harus halal menurutsyariat, tidak terdapat ketidakjelasan (garar) dalamrumusan akad maupun prestasi yang diperjanjikan, parapihaknya tidak menzalimi dan tidak dizalimi, transaksiharus adil, transaksi tidak mengandung unsurperjudian (maisyir), terdapat prinsip kehati-hatian,tidak membuat barang-barang yang tidak bermanfaatdalam Islam ataupun barang najis (najsy), dan tidakmengandung riba.
Sambungan.....!!!
Sambungan.....!!!
Ciri-ciri perjanjian baku:
1.Isinya ditetapkan secara sepihak oleh pelaku usaha yang posisinyarelatif kuat daripada konsumen;
2.Konsumen sama sekali tidak ikut menentukan isi perjanjian itu;
3.Terdorong oleh kebutuhannya, konsumen terpaksa menerimaperjanjian tersebut;
4.Bentuknya tertulis;
5.Dipersiapkan terlebih dahulu secara massal atau individual.
Bentuk-bentuk larangan klausula baku yang ditetapkanUndang-Undang Nomor 08 Tentang Perlindungan Konsumen adapada Pasal 18.
PERLINDUNGAN HUKUM
TERHADAP KONSUMEN
Undang-Undang Nomor 08 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen Pasal 1 ayat (1) menyatakan
bahwa, perlindungan konsumen adalah segala upaya yang
menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi
perlindungan kepada konsumen
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 08 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa
perlindungan konsumen berdasarkan asas kemanfaatan,
keadilan, keseimbangan, keamanan, dan keselamatan
konsumen serta kepastian hukum.
Tujuan perlindungan konsumen ada pada Pasal 3 UUPK
Hak-hak Konsumen ada pada Pasal 4 UUPK
Sanksi pidana untuk pelanggaran terhadap klausula baku ada padaPasal 62 UUPK.
Cakupan perlindungan konsumen dapat dibedakan dalamdua aspek, yaitu:
1. Perlindungan terhadap kemungkinan barang yang
diserahkan kepada konsumen tidak sesuai dengan apa
yang telah disepakati.
2. Perlindungan terhadap diberlakukannya syarat-syarat
yang tidak adil kepada konsumen.
Sambungan.....
al-Syathibi mengembangkan doktrin maqāṣid asy-syarī’ah (tujuan hukum Islam) dengan menjelaskan
bahwa tujuan akhir hukum Islam adalah satu, yaitu kemaslahatan atau kebaikan dan kesejahteraan umat
manusia. Pendapat al-Syathibi didasarkan pada prinsip bahwa Tuhan melembagakan hukum Islam demi
kemaslahatan manusia, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Kemaslahatan tersebut mempunyai
beberapa asas yang dituangkan didalam hukum ḍarūriy atau hal yang pokok dalam kehidupan manusia,
hukum hājjiy yaitu hukum yang menselaraskan dengan kebutuhan manusia serta hukum tahsīnī yang
merupakan unsur keindahan hidup yang merupakan pelengkap dalam kehidupan manusia.
-Asas ḍarūriy
Asas ḍarūriy ini berhubungan erat dengan pelaksanaan kaidah-kaidah ajaran lima. Adapun pokok
kaidah lima itu dapat diperincikan sebagai berikut:
1. Addīn (agama), yaitu menegakkan syariat dan agama.
2. Annafs (jiwa), yaitu ajaran dan hukum yang berhubungan dengan pemeliharaan dan penjagaan jiwa raga.
3. Al-‘iriḍ (keturunan), yaitu menjaga dan memelihara kehormatan dan keturunan manusia.
4. Al-‘aqal (akal), yaitu menjaga kejernihan akal dan pikiran.
5. Al-māl (harta), yaitu menjaga dan memelihara harta benda.
-Asas hājjiy
Syara’ mensyariatkan hukum-hukum hājjiy untuk memudahkan manusia, guna menghindari mereka dari
kesempitan dan kepicikan, dan memudahkan buat mereka jalan-jalan mu’amalah, baik mengenai aturan-aturan
perjanjian, perikatan, pertukaran dan sebagainya dalam segala lapangan dan aspek kehidupan.
-Asas tahsīnī
Asas tahsīnī merupakan suatu hukum yang ditujukan untuk menegakkan muruah dan adab, dan melaksanakan
suatu perkara menurut cara yang lebih baik .
Sambungan.....
ANALISIS
A. PERRLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM
PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA LISTRIK PRA BAYAR
MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 08 TAHUN 1999
TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
Sesuai dengan isi surat perjanjian kerjasama pihak PT. PLN (Persero)
dengan konsumen, dimana pihak PT. PLN (Persero) mencantumkan
beberapa pasal dalam Surat Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (SPJBTL)
pra bayar yang bertentangan dengan beberapa pasal dalam Undang-Undang
Nomor 08 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Pasal-pasal
tersebut diantaranya yaitu:
1. Pasal 3 huruf e Bertentangan dengan Pasal 18 Ayat (1) huruf c
2. Pasal 4 ayat (2) huruf b Bertentangan dengan Pasal 18 Ayat (2)
3. Pasal 10 ayat (1) huruf f Bertentangan dengan Pasal 18 Ayat (1) huruf a
4. Pasal 10 ayat (1) huruf g Bertentangan dengan Pasal 18 Ayat (1) huruf a
5. Pasal 10 ayat (1) huruf h Bertentangan dengan Pasal 18 ayat (3)
6. Pasal 15 ayat (3) Bertentangan dengan Pasal 18 Ayat (2)
Sambungan...
Melihat 6 (enam) poin yang tercantum dalam
Surat Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (SPJBTL)
Pra bayar tersebut, analisis penulis memberikan
gambaran bahwa pihak PT. PLN (Persero) tidak
mematuhi UUPK yang berlaku dan juga tidak
memenuhi salah satu syarat sahnya perjanjian.
Sebagaimana yang telah ditentukan di dalam KUH
Perdata pada Pasal 1320 yaitu suatu sebab yang
tidak terlarang.
Selain tidak terpenuhinya syarat sahnya
perjanjian, juga terdapat beberapa asas yang
tidak bersesuaian dalam perjanjian tersebut,
diantaranya adalah:
1. Asas Kebebasan Berkontrak
2. Asas konsensualisme
3. Asas iktikad baik
4. Asas Persamaan Hukum
Sambungan...
Menindak lanjuti terhadap 6 (enam) poin dalam SPJBTLPra bayar yang bertentangan dengan Pasal 18 UUPK, tidakterpenuhinya syarat sah perjanjian serta tidak bersesuaiannyabeberapa asas dalam perjanjian. Maka, perlu adanyaperlindungan hukum terhadap konsumen.
Oleh karena itu keberadaan UUPK adalah sebagailandasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembagaperlindungan konsumen untuk memberikan perlindunganhukum terhadap konsumen. Hal ini selaras apa yang disebutkandi dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 08 Tahun1999 Tentang Perlindungan Konsumen mengatakan bahwa:“Perlindungan konsumen adalah segala upaya yangmenjamin adanya kepastian hukum untuk memberikanperlindungan kepada konsumen”.
Sambungan.....
Untuk memberikan perlindungan hukum terhadap konsumen dari kerugian pencantuman 6 (enam)
poin yang bertentangan dengan UUPK tersebut. Maka didalam Pasal 2 UUPK terdapat ketentuan beberapa
asas sebagai alasan penegakan dan pelaksanaan hukum terhadap pihak PT. PLN (Persero) yaitu asas
manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan kesalamatan konsumen serta kepastian hukum.
Dalam UUPK telah diatur mengenai tanggung jawab pelaku usaha dan sanksi-sanksi yang dapat
dikenakan. terdapat 3 (tiga) jenis sanksi, yakni sanksi administratif, sanksi pidana pokok dan sanksi pidana
tambahan.
Jenis sanksi yang dapat dikenakan terhadap pencantuman 6 (enam) pasal yang dilakukan oleh
pihak PT. PLN (Persero) dalam perjanjian jual beli tenaga listrik pra bayar yang bertentangan dengan Pasal
18 Undang-Undang Nomor 08 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen adalah sanksi pidana pokok.
Berdasarkan Pasal 61 Undang-Undang Nomor 08 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen, penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya. Sanksi
pidana pokok diatur dalam Pasal 62 Undang-Undang Nomor 08 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen dimana sanksi yang dapat dijatuhkan salah satunya adalah pelanggaran terhadap Pasal
18, yaitu mengenai pencantuman klausula baku dan dikenakan sanksi pidana berupa pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua milyar
rupiah).
Sambungan....
Larangan pencantuman klausula pada Pasal 18 ayat
(1) UUPK dimaksudkan untuk menempatkan kedudukan
konsumen setara dengan pihak PT. PLN (Persero)
berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak.
Adanya UUPK tersebut bukan berarti bahwa
pelanggaran terhadap hak konsumen sudah tidak ada lagi.
Meskipun peraturan tersebut telah diberlakukan, namun
penegakkannya perlu mendapat perhatian khusus karena
suatu peraturan yang ada tidak terlaksana apabila tidak
didukung perangkat penegak hukum yang baik
Sambungan..
B.PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAMPERJANJIAN JUAL BELI TENAGA LISTRIK PRA BAYARMENURUT HUKUM ISLAM
Sesuai dengan isi surat perjanjian kerjasama pihak PT. PLN (Persero)dengan konsumen, dimana pihak PT. PLN (Persero) mencantumkanbeberapa pasal dalam Surat Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (SPJBTL) Prabayar yang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 08 Tahun 1999Tentang Perlindungan Konsumen yang juga dapat merugikan pihakkonsumen dan didalam hukum Islam juga dilarang karena termasukpenzaliman terhadap konsumen.
Pasal-pasal tersebut diantaranya adalah:
1. Pasal 3 huruf e Bertentangan dengan Pasal 18 Ayat (1) huruf c
2. Pasal 4 ayat (2) huruf b Bertentangan dengan Pasal 18 Ayat (2)
3. Pasal 10 ayat (1) huruf f Bertentangan dengan Pasal 18 Ayat (1) huruf a
4. Pasal 10 ayat (1) huruf g Bertentangan dengan Pasal 18 Ayat (1) huruf a
5. Pasal 10 ayat (1) huruf h Bertentangan dengan Pasal 18 ayat (3)
6. Pasal 15 ayat (3) Bertentangan dengan Pasal 18 Ayat (2)
Sambungan...
Melihat adanya pencantuman 6 (enam) poin dalam
perjanjian jual beli tenaga listrik pra bayar tersebut yang
dapat merugikan konsumen. Analisis penulis
menggambarkan bahwa pihak PT. PLN (Persero) tidak
memenuhi beberapa rukun dan syarat sahnya perjanjian
sebagaimana yang telah ditentukan didalam hukum Islam
yaitu:
1. Penyertaan kehendak para pihak (ṣigatul ‘aqd) dan
2. Tujuan akad (mauḍu’ul ‘aqd)
Sambungan...
Selain tidak terpenuhinya rukun dan syarat
sahnya akad, juga terdapat beberapa asas yang tidak
bersesuaian dalam akad tersebut, diantaranya adalah:
1.Asas kebebasan berkontrak (al-hurriyyah)
2. Asas konsensualisme (ar-riḍaiyyah)
3.Asas kejujuran dan kebenaran (as-ṣidiq)
4.Asas persamaan (al-musawamah)
Sambungan...
Selain tidak terpenuhinya salah satu rukun dan syarat sahnyaserta tidak bersesuaiannya asas-asas dalam akad, hukum Islamjuga melihatnya sebagai perjanjian garār, yakni perjanjian yangmengandung kesamaran disebabkan tidak transparannya dalammembuat isi perjanjian jual beli tenaga listrik pra bayar. Sebab halitu dilarang dalam Islam, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda:
(رواهاحمد)لتشترواالسمكفىالماءفإنهغرور
Artinya:“Janganlah kamu beli ikan di dalam air karena jual beliseperti itu termasuk menipu (garār)”. (HR. Ahmad).
Jadi, berdasarkan hadīṡ Rasulullah SAW di atas, maka suratperjanjian jual beli tenaga listrik pra bayar yang dibuat oleh pihakPT. PLN (Persero) secara syar’i batal demi hukum dan tidak sah,karena berdampak kepada kerugian pihak konsumen. Harus diingatbahwa kegiatan usaha yang berlandaskan pada prinsip syariah, salahsatunya harus tidak mengandung unsur zalim yaitu menimbulkanketidak adilan bagi salah satu pihak.
Sambungan...
Dilihat dari Pasal 26 Kompilasi Hukum Ekonomi
Syariah yang menyatakan bahwa akad tidak sah apabila
bertentangan dengan: syariat Islam, peraturan
perundang-undangan, ketertiban umum, dan
kesusilaan. Dapat diambil kesimpulan bahwa akad dalam
perjanjian jual beli tenaga listrik pra bayar tersebut tidak
sah dengan alasan bahwa:
1. Bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 08 Tahun
1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
2. Tidak terpenuhinya rukun dan syarat akad.
Sambungan...
Untuk memberikan perlindungan hukum terhadap konsumen menurut hukumIslam bahwa suatu perbuatan bisa dikatakan sebagai tindak pidana (jarimah) bilamemang memenuhi unsur-unsur yang telah melekat pada istilah jarimah itu sendiriyaitu sebagai berikut:
1. Adanya naṣ yang melarang perbuatan-perbuatan tertentu yang disertai ancamanhukuman atas perbuatan-perbuatan tersebut (al-rukn al-syar'i). Dengan demikian,sudah terpenuhilah unsur yang pertama ini, bahwa pencantuman klausula bakupada perjanjian jual beli tenaga listrik pra bayar merupakan perbuatan yangdilarang dan diancam pidana sebagaimana ketentuan dalam Pasal 18 ayat (1) jo.Pasal 62 ayat (1) UUPK;
2. Adanya unsur perbuatan yang membentuk jarimah, baik berupa melakukanperbuatan yang dilarang atau meninggalkan perbuatan yang diharuskan (al-ruknal-madi). Dengan demikian, juga sudah terpenuhilah unsur yang kedua ini, bahwapelaku telah melakukan perbuatan yang dilarang dengan tetap mencantumkanklausula baku pada pada perjanjian jual beli tenaga listrik pra bayar; dan
3. Pelaku kejahatan adalah mukallaf, sehingga mereka dapat dituntut atas kejahatanyang mereka lakukan (al-rukn al-adabi). Demikian pula sudah terpenuhilah unsuryang ketiga ini, bahwa pihak PT. PLN (Persero) dapat dituntut atas perbuatanyang dinilai telah melanggar ketentuan-ketentuan pidana, dalam hal ini adalahketentuan Pasal 62 ayat (1) UUPK.
Sambungan...
Di samping unsur umum di atas, ada unsur khusus yang hanyaberlaku di dalam satu jarimah dan tidak sama dengan unsur khusus jarimahlain. Dalam hal ini, unsur-unsur khusus tindak pidana pencantuman klausulabaku pada perjanjian jual beli tenaga listrik pra bayar adalah sebagaiberikut: (a) pelaku usaha; (b) menawarkan barang dan/atau jasa yangditujukan untuk diperdagangkan; (c) membuat atau mencantumkan klausulabaku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian; dan (d) menyatakanpengalihan tanggung jawab pelaku usaha.
Ditinjau dari segi macamnya jarimah yang diancamkan hukuman,hukuman dapat dibagi kepada tiga bagian, yaitu hukuman hudud, qisas,diyat, dan ta’zir.
Dalam hal ini, sanksi tindak pidana pencantuman klausula bakupada perjanjian jual beli tenaga listrik pra bayar termasuk dalamhukuman yang ditetapkan untuk jarimah ta’zir. Dimana memangtindak pidana yang dimaksud belum diatur di dalam nas, sehinggamenjadi kewenangan ulil amri untuk menghukuminya.
Sambungan...
Hukuman bagi jarimah ta’zir merupakan wewenangsepenuhnya bagi ulil amri. Dalam menjatuhkan hukuman, ulil amriakan mempertimbangkan satu hal yang amat penting, yaitukemaslahatan.
المصلحةمعيد ور التعزير
Artinya: “Hukum ta’zir berlaku sesuai dengan tuntutankemaslahatan.”
Tujuan umum dari adanya hukum untuk memelihara danmewujudkan kemaslahatan bagi kebutuhan-kebutuhan manusia,yakni kebutuhan akan agama, jiwa, akal, kehormatan, dan hartabenda dapat terealisasikan dan mendapatkan jaminan. Di sampingitu, upaya untuk menolak segala bentuk keburukan danmenghadirkan kemanfaatan semakin besar adanya denganterwujudkannya suatu hukum yang mengandung asas kepastian,kemanfaatan, dan keadilan.
PENUTUPA. SIMPULAN
Setelah penulis mengkaji, mengumpulkan, merumuskan dan menganalisis bahan-bahan penelitian,
maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Perlindungan hukum terhadap konsumen dalam perjanjian jual beli tenaga listrik pra bayar menurut
UUPK, perjanjian yang dibuat oleh pihak PT. PLN (Persero) tidak memenuhi syarat perjanjian, dan
beberapa asas perjanjian. Sehingga pencantuman 6 (enam) poin pada SPJBTL Pra bayar termasuk tindak
pidana yang dapat diancam dengan sanksi sebagaimana Pasal 62 ayat (1) UUPK yaitu pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)
2. Perlindungan hukum terhadap konsumen dalam perjanjian jual beli tenaga listrik pra bayar menurut
hukum Islam, perjanjian yang dibuat oleh pihak PT. PLN (Persero) tidak memenuhi syarat perjanjian, dan
beberapa asas perjanjian. Perjanjian seperti ini termasuk perjanjian garār. Sanksi tindak pidana
pencantuman 6 (enam) poin pada SPJBTL Pra bayar termasuk dalam sanksi yang ditetapkan untuk
jarimah ta’zir yang menjadi kewenangan ulil ‘amri untuk menghukuminya
B. SARAN
Setelah mengetahui lebih rinci terhadap isi surat perjanjian jual beli tenaga listrik pra bayar, baik
dalam perspektif Undang-Undang Perlindungan Konsumen maupun ditinjau dari hukum Islam, maka sampai
disini penulis memberikan saran-saran untuk menciptakan keamanan dari sisi hukum pihak PT. PLN
(Persero) maupun konsumen masyarakat, antara lain:
1. PT. PLN (Persero) melakukan kajian ulang atas pencantuman klausula pada surat perjanjian jual beli
tenaga listrik pra bayar yang diberikan kepada masyarakat.
2. Bagi para pihak yang akan membuat atau mengadakan suatu perjanjian hendaklah terlebih dahulu
memahami dan mengerti mengenai dasar-dasar suatu perjanjian, terlebih lagi mengenai asas-asas yang
berlaku dalam berkontrak sebelum menandatangani perjanjian/kontrak tersebut sehingga dapat terhindari
hal-hal yang tidak diinginkan dan terlaksananya tujuan melakukan kontrak.