SKRIPSI PERILAKU KOMUNIKASI TOXIC FRIENDSHIP …
Transcript of SKRIPSI PERILAKU KOMUNIKASI TOXIC FRIENDSHIP …
SKRIPSI
PERILAKU KOMUNIKASI TOXIC FRIENDSHIP
DENGAN TEMAN SEBAYA
(Studi pada Mahasiswa Fisipol angkatan 2015-2016 Universitas
Muhammadiyah Makassar)
RIVENI WAJDI
Nomor Stambuk : 105650003415
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2021
SKRIPSI
PERILAKU KOMUNIKASI TOXIC FRIENDSHIP
DENGAN TEMAN SEBAYA
(Studi pada Mahasiswa Fisipol angkatan 2015-2016 Universitas
Muhammadiyah Makassar)
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Studi Dan Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi (S.I.Kom)
Disusun dan Diajukan Oleh:
RIVENI WAJDI
Nomor Stambuk: 105650003415
Kepada
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2021
ii
PERSETUJUAN
Judul Skripsi : Perilaku Komunikasi Toxic Friendship Dengan Teman
Sebaya (Studi Pada mahasiswa Fisipol angkatan2015-
2016 Universitas Muhammadiyah Makassar)
Nama Mahasiswa : Riveni Wajdi
Nomor Stambuk : 105650003415
Program Studi : Ilmu Komunikasi
Menyetujui :
Pembimbing I Pembimbing II
M. Amin, S. Ag, M.Pd. Arni, S.Kom, M. Ikom
NBM.804953 NBM: 1190516
Mengetahui :
Dekan Ketua Prodi
Fisipol Unismuh Makassar Ilmu Komunikasi
Dr. Hj. Ihyani Malik, S.Sos, M.si Dr.H. Muh. Tahir, M.Si
NBM. 730727 NBM. 811413
iii
PENERIMAAN TIM
Telah diterima oleh Tim Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Makassar, berdasarkan Surat Keputusan/undangan
menguji ujian skripsi Dekan Fisip Universitas Muhammadiyah Makassar, dengan
Nomor : 0167/FSP/A.3-VIIII/IV/42/2021 sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana (S.I.Kom) dalam Program Studi Ilmu Komunikasi di
Makassar pada hari Senin tanggal 28 April Tahun 2021.
TIM PENILAI
Ketua Sekretaris
Dr. Hj. Ihyani Malik, S.Sos., M.Si Dr. Burhanuddin, S.Sos., M.Si
NBM: 730727 NBM: 1084366
Penguji :
1. Dr.Muhammad Yahya, M.Si (Ketua) ( )
2. Wardah, S.Sos, M A ( )
3. M. Amin, S.Ag, M.Pd ( )
4. Indah Pratiwi Manggaga, S.Sos, M.A ( )
iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama Mahasiswa : Riveni Wajdi
Nomor Stambuk : 105650003415
Program Studi : Ilmu Komunikasi
Menyatakan bahwa benar karya ilmiah ini adalah penelitian saya sendiri
tanpa bantuan dari pihak lain atau ditulis/dipublikasikan orang lain atau
melakukan plagiat. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan
apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik sesuai aturan yang berlaku, sekalipun ini
pencabutan gelar akademik.
Makassar, 07April 2021
yang Menyatakan,
Riveni Wajdi
v
ABSTRAK
RIVENI WAJDI. Perilaku Komunikasi Toxic Friendship Dengan Teman
Sebaya (Studi Pada Mahasiswa Fisipol Angkatan 2015-2016 Universitas
Muhammadiyah Makassar) (dibimbing oleh M. Amin dan Arni)
Toxic friends kerap muncul pada beberapa kelompok persahabatan.
Perilaku komunikasi toxic friendship dengan teman sebaya memiliki pola
komunikasi dengan berbahasa dan tindakan buruk, tentunya dapat memengaruhi
perilaku komunikasi mereka, baik komunikasi secara verbal maupun nonverbal.
Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui perilaku komunikasi Toxic
Friendship dengan teman sebaya melalui pesan verbal dan nonverbal dan Untuk
mengetahui dampak perilaku komunikasi Toxic Friendship dengan teman sebaya
pada mahasiswa Fisipol angkatan 2015-2016 Universitas Muhammadiyah
Makassar. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif yaitu
peneliti berusaha mengungkapkan suatu realita atau fakta fenomena sosial.
sumber data yang digunakan yaitu sumber data primer dan sekunder dengan
jumlah Informan sebanyak 10 orang mahasiswa. Teknik untuk memperoleh data
yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi. Proses analisis data dengan reduksi
data, penyajian data, dan penarikan simpulan.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan kondisi yang dialami
masing-masing mahasiswa dalam menanggapi stimulus yang diberikan toxic
friends. Perilaku komunikasi toxic friendship yang dialami oleh mahasiswa
Fisipol angkatan 2015-2016 Universitas Muhammadiyah Makassar dominan
mendapatkan bentuk komunikasi verbal dibandingkan dengan nonverbal, serta
bentuk perilaku Toxic friendship yang dominan dialami beberapa mahasiswa yaitu
pengkritik dan tidak ada empati. Kemudian dampak yang dialami dominan
merasakan kemarahan. Respon yang timbul yaitu beberapa mahasiswa memilih
diam dan meninggalkan circle pertemanan tersebut adapula memilih bertahan dan
membicarakannya.
Kata Kunci : Perilaku Komunikasi, Toxic Friendship, Teman Sebaya
vi
KATA PENGANTAR
AssalamuAlaikumWarahmatullahiWabarakatuh
Syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini setelah melalui beberapa proses yang sangat panjang mulai dari proses
belajar, bimbingan, penelitian, sampai kepada pengujian skripsi penulis yang
berjudul ”Perilaku Komunikasi Toxic Friendship Dengan Teman Sebaya
(Studi Pada Mahasiswa Fisipol Angkatan 2015-2016 Universitas
Muhammadiyah Makassar)”.
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat
akademisi untuk menyelesaikan pendidikan jenjang strata satu (S1) dan untuk
memperoleh gelar sarjana Ilmu Komunikasi Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.
Penyusunan skripsi ini penulis banyak menjumpai hambatan dan tantangan
namun dengan kekuatan doa dan dukungan dari orang-orang yang terkasihlah
yang penulis jadikan acuan untuk terus maju hingga akhirnya mampu
menyelesaikan skripsi ini. Demikian pula penulis menyadari sepenuhnya bahwa
skripsi ini masih jauh dari kata sempurna sebagai suatu karya ilmiah, hal ini di
sebabkan oleh faktor keterbatasan penulis sebagai manusia yang masih berada
dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, penulis mengharapkan motivasi,
dukungan, semangat, kritik, dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak
vii
demi penyempurnaan skripsi ini, tetapi Alhamdulillah dapat penulis atasi dan
selesaikan dengan baik.
Secara istimewa, penghargaan dan ucapan terima kasih yang tulus kepada
ayahanda Rivai Anwar dan Ibunda Andi Aini Ali serta saudara(i) ku yang telah
memberikan kasih sayang, semangat, kepercayaan materi dan segala doanya
sehingga penulis dapat sukses dalam segala aktivitas terutama dalam menuntut
ilmu. Serta tak lupa penulis hanturkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Ambo Asse, M.Ag selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Makasssar.
2. Ibu Dr.Hj.Ihyani Malik, S.Sos., M.Si Selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik.
3. Bapak Dr. H. Muh. Tahir, M.Si Selaku Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi dan
Ibu Dian Muhtadiah Hamna, S.Ip, M.Ikom Selaku Sekretaris Jurusan Ilmu
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik.
4. Bapak Amin Umar, S.Ag, M.Pd selaku pembimbing I dan Ibu Arni, S.Kom,
M.Ikom selaku pembimbing II yang senantiasa meluangkan waktunya
membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga skripsi dapat diselesaikan.
5. Bapak dan Ibu Dosen Ilmu Komunikasi dan seluruh karyawan Fakultas Ilmu
Sosial Ilmu Politik yang telah memberikan pelayanan dalam proses
penyelesaian studi ini.
6. Ucapan terima kasih tak terhingga kepada Bapak Abdul Kadir serta keluarga
besar Abu Bakar Ali dan Keluarga Besar Aries Dg. Manannrang yang telah
memberikan kasih sayang, bantuan dan doa selama ini.
viii
7. Ucapan terima kasih untuk Sahabat dan teman-teman seperjuangan Ilmu
Komunikasi (IK A/B) dan khususnya, Nurfahmi, Yuyun dan teman teman
“Cabs & kolabs” lainnya yang telah memberikan semangat dan dukungan
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
8. Semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi dari awal hingga akhir
yang penulis tidak dapat menyebutkan satu persatu
Demi kesempurnaan skripsi ini, saran dan kritik yang sifatnya membangun
sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan
sumbangan yang berarti bagi pihak yang membutuhkan.
WassalamuAlaikumWarahmatullahiWabarakatu
Penulis
Riveni Wajdi
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGAJUAN SKRIPSI ........................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................................... ii
HALAMAN PENERIMAAN TIM ........................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ................................................................................... iv
ABSTRAK ................................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................................ vi
DAFTAR ISI .............................................................................................................. ix
DAFTAR TABEL....................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................... 11
C. Tujuan Penelitian ................................................................................................ 11
D. Manfaat Penelitian .............................................................................................. 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu ........................................................................................... 13
B. Landasan Konseptual .......................................................................................... 15
1.Komunikasi ....................................................................................................... 15
2. Pola Komunikasi.............................................................................................. 23
3. Perilaku Komunikasi ....................................................................................... 27
4. Teori S O R ...................................................................................................... 30
5.Toxic Friendship ............................................................................................... 33
6.Kualitas Persahabatan/ Pertemanan .................................................................. 41
7.Konsep Dasar dan Definisi Oprasional ............................................................ 45
C. Kerangka Pikir .................................................................................................... 46
D. Fokus Penelitian ................................................................................................. 47
E. Deskripsi Fokus................................................................................................... 47
BAB III METODE PENELITIAN
A. Waktu Dan Lokasi .............................................................................................. 49
B. Jenis Dan Tipe Penelitian ................................................................................... 49
C. Informan/ Sumber Data ...................................................................................... 50
D. Informan Penelitian ............................................................................................ 50
E. Teknik Pengumpulan Data .................................................................................. 52
F. Teknik Analisa Data ............................................................................................ 53
G. Teknik Pengabsahan Data .................................................................................. 53
x
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Penelitian .............................................................................. 55
B. Hasil Penelitian dan Pembahasan....................................................................... 60
BAB V PENUTUP
A. Simpulan ........................................................................................................... 94
B. Saran ................................................................................................................... 95
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 96
LAMPIRAN ............................................................................................................. 101
xi
DAFTAR TABEL
1. Tabel 2.1 Tipe Komunikasi ................................................................................... 20
2. Tabel 2.2 Konsep Dasar Dan Definisi Oprasional ................................................ 45
3. Tabel 3.1 Daftar Informan..................................................................................... 51
xii
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 2.1 Bagan Model Komunikasi Lasswell ................................................ 16
2. Gambar 2.2 Bagan Kerangka Pikir ....................................................................... 46
3. Gambar 4.1 Bagan Struktur Organisasi Unismuh Makassar ................................ 59
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Manusia adalah makhluk sosial dan juga makhluk individu, seperti yang
dikemukakan oleh Soekanto (1994: 124) sejak lahir manusia sudah mempunyai
dua hasrat atau keinginan pokok yaitu keinginan untuk menjadi satu dengan
manusia lain yang berbeda di sekelilingnya (yaitu masyarakat), dan keinginan
untuk menjadi satu dengan suasana alam sekelilingnya.
Terlahir sebagai makhluk sosial, menjadikan mahasiswa sebagai makhluk
yang bergantung satu sama lain. Membangun persahabatan merupakan sesuatu
yang harus dihayati sebagai wujud nyata bahwa manusia memang makhluk sosial.
Terkadang teman yang dekat dan datang kepada Anda silih berganti. Meskipun
begitu, tak jarang juga ada yang berhasil membangun pertemanan bertahun-tahun.
Menghabiskan waktu dengan teman dekat memang menghasilkan banyak cerita.
Menurut Dariyo bahwa Remaja memiliki kebutuhan intrinsik dalam
interaksi sosial, yaitu memiliki teman dan persahabatan yang berkualitas. Mereka
menjalani banyak hal penting dalam perkembangan dan fungsi sosial, termasuk
prestasi belajar. Remaja cenderung memilih teman karena kecocokan dalam
beberapa aspek seperti variabel demografi (usia, jenis kelamin, ras, dan status
sosial ekonomi), dan variabel reputasi (populasi dan prestasi akademik),
kepribadian, aktivitas, kepercayaan, dan sikap (Dariyo, 2004: 22)
Pertemanan atau persahabatan (Friendship) yaitu hubungan yang erat antara
seseorang dengan yang lainnya. Teman memiliki pengaruh besar pada perilaku
2
dan gaya hidup seseorang. Persahabatan akan membawa kebaikan dan keburukan
pada saat bersamaan. Artinya, jika kita berteman dengan orang baik maka kita
akan terpengaruh untuk menjadi orang baik juga, sebaliknya jika berteman dengan
orang jahat kita akan terpengaruh menjadi orang jahat juga (Dariyo, 2004: 47).
Dalam hubungan persahabatan antara dua orang atau lebih terjalin melalui
proses komunikasi menuju persahabatan dan menjaga hubungan persahabatan.
Membangun hubungan persahabatan dengan orang-orang dari latar belakang
berbeda membutuhkan usaha dan kesiapan diri. Pertemuan pertama merupakan
momen yang menentukan apakah seseorang akan diterima sebagai sahabat atau
tidak.
Komunikasi adalah suatu proses interaksi antara sesama makhluk tuhan baik
dengan menggunakan simbol-simbol, sinyal-sinyal, maupun perilaku dan
tindakan. Pengertian komunikasi ini paling tidak melibatkan dua orang atau lebih
dengan menggunakan cara-cara berkomunikasi yang biasa dilakukan oleh
seseorang seperti melalui lisan, tulisan maupun sinyal-sinyal non verbal.
Komunikasi verbal dan nonverbal yang tulus, atau terdapat sesuatu yang
tersembunyi dalam tujuan utama dalam membangun suatu hubungan.
Komunikasi interpersonal berusaha mengembangkan hubungan antar
manusia, bertujuan untuk mengurangi kesepian, memperoleh pengetahuan/
informasi, dan menjalin hubungan pertemanan yang erat. Seseorang menjalin
hubungan untuk mengurangi kesepian yang muncul ketika kebutuhan akan
interaksi yang dekat tidak terpenuhi, memperkuat keinginan karena semua
manusia membutuhkan dorongan semangat dan salah satu cara terbaik untuk
3
memperolehnya adalah dengan interaksi manusia, mendapatkan pengetahuan
tentang diri sendiri karena melalui interaksi seseorang akan melihat dirinya seperti
yang dilihat orang, bersenang-senang dan mengurangi rasa sakit dengan berbagi
perasaan dengan orang lain (Devito, 2007: 245-246).
Dalam hubungan persahabatan komunikasi sangat diperlukan. Tujuan
tujuan berkomunikasi dalam persahabatan itu untuk mengenal watak satu sama
lain, menjaga hubungan persahabatan, mengubah sikap dan perilaku dan saling
membantu saat menghadapi masalah. Saat menjalani suatu hubungan
persahabatan tanpa berkomunikasi pasti akan terjadi di miscommunication yang
berdampak terjadinya konflik (Novita, 2012).
Salah satu tugas perkembangan remaja dalam mencapai hubungan sosial
yang lebih matang dengan teman sebayanya yaitu dengan relasi pertemanan
(Hurlock, 2004: 209). Dorongan ke arah teman sebaya ini kemudian menciptakan
relasi pertemanan. Sama halnya dengan fase anak-anak, relasi pertemanan
bertujuan memberikan pembelajaran untuk mengontrol perilaku sosial,
mengembangkan keterampilan dan minat, dan dan berbagi masalah dan perasaan
bersama (Hurlock, 2002: 179).
Gottman & Parker (Santrock, 2003: 227) menyatakan bahwa relasi
pertemanan remaja mempunyai 6 fungsi yaitu companionship, seseorang yang
bersedia menghabiskan waktu dengan mereka dan ikut bergabung dalam aktivitas
yang sama. Stimulation, yaitu memberikan informasi yang menarik, kegembiraan,
dan hiburan bagi remaja itu sendiri. Physical support, yaitu karena teman
menyediakan waktu, sumber daya, dan pertolongan, Ego support karena teman
4
menyediakan pengharapan akan dukungan, dorongan, dan umpan balik yang
membantu remaja untuk mempertahankan kesan bahwa diri mereka itu kompeten,
atraktif, serta membuat seorang individu berharga. Social comparison bahwa
teman menyediakan informasi tentang di mana diri mereka berada jika
dibandingkan dengan orang lain, atau mereka berada dalam posisi yang tepat.
Intimacy/ affection yaitu karena teman menyatakan suatu hubungan yang hangat,
dekat, dapat dipercaya, dan melibatkan self disclosure.
Menurut Brandt & Murphy (2002: 276) relasi pertemanan pada remaja
mempunyai kualitas positif dan negatif. Kualitas relasi pertemanan positif disebut
sebagai support, yaitu sifatnya saling mendukung satu sama lain. Di antaranya;
intimacy, prosocial behavior, dan self Esteem enhancement. Sedangkan kualitas
relasi pertemanan negatif disebut dengan Conflict, yaitu sesuatu yang merupakan
sumber konflik di antara mereka. Kualitas negatif itu antara lain: perselisihan dan
kompetensi dalam hal negatif.
Dari segi sosiologis manusia sebagai makhluk sosial akan merasa puas dan
bahagia jika saat berada dalam kehidupan bersama sedangkan manusia sebagai
makhluk individu ia merasa bahagia saat bisa memuaskan dirinya. Maka dari itu
itu muncullah kelompok teman sebaya sebagai sarana para remaja dalam
melangsungkan kehidupan bersama. Dari segi psikologis komunikasi, dengan
memperluas hubungan antar pribadi dan berkomunikasi secara lebih dewasa
dengan kawan sebaya merupakan salah satu tugas perkembangan remaja.
Teori Bandura dalam (Anni, 2004: 64) Bahwa perilaku yang dilakukan
seseorang tumbuh dari lingkungan yang ia jalani. Karena dari lingkungan,
5
manusia lihat dapatkan pada banyak hal yang akan memengaruhi dasar perilaku di
masa mendatang. Dengan demikian relasi pertemanan dapat berdampak positif
dan negatif. Serta teori social interaction, interaksi sosial lah yang yang membuat
terjalinnya relasi pertemanan yang yang yang membentuk perilaku seseorang.
Dalam interaksi dan komunikasi yang terjadi di antara anggota komunitas
melibatkan proses komunikasi verbal dan nonverbal yang hanya dipahami oleh
anggota-anggota yang berada dalam komunitas tersebut. Simbol atau lambang
yang merepresentasikan konsep atau gagasan-gagasan tertentu yang bersifat
abstrak yang hanya dipahami oleh sesama anggota komunitas. Lambang atau
simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang lainnya,
berdasarkan kesepakatan sekelompok orang. Lambang meliputi kata-kata (pesan
verbal), perilaku non verbal, dan objek yang maknanya disepakati bersama
(Mulyana, 2005:84).
Perilaku komunikasi merupakan aktivitas atau tindakan yang mendorong
manusia untuk melakukan interaksi yang saling memengaruhi satu sama lain,
sengaja atau tidak sengaja dan tidak berbatas pada bentuk komunikasi verbal,
tetapi juga dalam hal komunikasi nonverbal seperti ekspresi muka, sentuhan,
symbol dan lainnya.
Perilaku komunikasi merupakan suatu tindakan atau respon seseorang
dalam lingkungan dan situasi komunikasinya. Perilaku komunikasi dapat diamati
melalui kebiasaan komunikasi seseorang, sehingga perilaku komunikasi seseorang
akan pula menjadi kebiasaan pelakunya. Definisi perilaku komunikasi tidak akan
lepas dari pengertian perilaku dan komunikasi. Perilaku pada dasarnya
6
berorientasi pada tujuan yaitu perilaku atau kebiasaan seseorang umumnya
dimotivasi oleh keinginan untuk mendapatkan sesuatu dan untuk memperoleh
tujuan tertentu.
Perilaku komunikasi sendiri yaitu suatu tindakan atau perilaku komunikasi
baik itu berupa verbal ataupun non verbal yang ada pada tingkah laku seseorang.
Menurut Kwick dalam Notoatmodjo (2003), perilaku adalah tindakan atau
perbuatan organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari.
Perilaku komunikasi seseorang dapat dilihat dari kebiasaan berkomunikasi.
Berdasarkan definisi perilaku komunikasi, maka hal-hal yang sebaiknya perlu
dipertimbangkan adalah bahwa seseorang akan melakukan komunikasi sesuai
dengan kebutuhannya. Dalam berkomunikasi, setiap orang memiliki karateristik
masing-masing yang menjadi cara mereka dalam menanggapi persoalan atau
mengutarakan pendapat. Perilaku komunikasi yang berlangsung, hampir selalu
melibatkan penggunaan lambang-lambang verbal dan nonverbal secara bersama-
sama (Cangara, 2005: 95).
Dampak perilaku komunikasi pada suatu kelompok akan dipengaruhi
beberapa faktor sebagai berikut, (1) Konformitas, yaitu perubahan
perilaku/kepercayaan kepada ada aturan kelompok sebagai dampak dari tekanan
kelompok tersebut. (2) Fasilitas sosial, menunjukkan kelancaran atau peningkatan
kualitas kerja sama karena ditonton kelompok. Menurut Robert Zajonz (1965)
berpendapat bahwa kehadiran orang lain dapat menjadi efek pembangkit energi
terhadap perilaku seseorang. (3) Polarisasi, yaitu kecondongan pada posisi yang
7
lebih sulit atau berlebihan. Jika sebelum ikut berdiskusi para anggota kelompok
mendukung sesuatu, dia akan tetap mendukung hal tersebut lebih kuat.
Jika hubungan berjalan baik dan lebih akrab maka penyesuaian tersebut
berhasil. Sebaliknya jika terjadi suatu masalah dalam hubungan itu maka
penyesuaian tersebut gagal. Dengan demikian hubungan akan berkembang
menjadi lebih kuat akan tetapi mungkin juga akan mengalami kemunduran
menjadi lemah. Kemunduran hubungan diakibatkan karena munculnya
ketidakpuasan yang menyebabkan konflik antar anggota kelompok persahabatan.
Menurut DeVito (1997: 259) beberapa penyebab kemunduran suatu hubungan
yaitu adanya landasan untuk membina hubungan dengan melunturnya perubahan
sifat, pihak ketiga, Harapan semu, sex, pekerjaan dan masalah ekonomi.
Di dalam Al-Qur'an selalu menegaskan kan bahwa manusia sesungguhnya
tidak bisa menjalani hidup sendiri dan membutuhkan seseorang untuk
mendampinginya. Oleh sebab itu manusia diciptakan oleh Allah SWT berpasang-
pasangan dan bersuku-suku supaya ya mereka saling mengenal satu dengan yang
lainnya. Seperti dalam QS Al-Hujurat/49: 13:
قباٮل لتعارفىا انثى وجعلنكم شعىبا و ن ذكر و ايها الناس انا خلقنكم م ي
ا تقٮكم عليم خبير ان اكرمكم عند الله ان الله Terjemahnya:
“Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-
laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang
yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling
taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal”.
Mahasiswa sudah jelas merupakan makhluk sosial yang membutuhkan
orang lain untuk bertahan hidup. Tidak bisa dipungkiri Mahasiswa tidak bisa
8
terlepas dari interaksi sosial. Mahasiswa selalu melakukan interaksi sosial dengan
teman sebayanya, dosen ataupun orang lain dalam kehidupan sehari-hari. Interaksi
sosial adalah cara untuk bersosial dan pertemanan adalah salah satu buah dari
bersosialisasi. Pada umumnya interaksi sosial sebagian besar digunakan untuk
berkomunikasi, dengan demikian disimpulkan komunikasi adalah salah satu aspek
paling penting bagi mahasiswa.
Sebagian besar mahasiswa membuat Circle Friendship atau kelompok
pertemanan. Yaitu berteman dengan orang-orang terdekat pilihan mereka sendiri.
Mengutip dari psikolog Ayoe Sutomo pada tabloid Nova.com, Inner circle
sebenarnya sebuah circle pertemanan yang berisi orang-orang yang terdekat yang
dianggap nyaman untuk berbagi kisah dan pengalaman. Pertemanan yang berisi
orang-orang yang dianggap tulus menerima baik dan buruknya seseorang
sehingga tidak membuat situasi menjadi buruk. Akan tetapi gaya pertemanan ini
ini dianggap membuat kita membatasi diri bersosialisasi dengan lingkungan
sekitar di luar circle tersebut.
Berdasarkan observasi awal terhadap beberapa circle telah saya amati sejak
lama terutama pada circle yang terdapat saya di dalamnya. Pada beberapa circle,
kerap muncul Toxic friends. Terkadang mereka menebar kebencian, tidak suka
jika orang lain bahagia, cemburu dengan orang lain, pesimis dan lain-lain.
Aura negatif yang mereka sebarkan tak jarang membuat teman lain pada
circle tersebut “teracuni” dan membenarkan apapun yang tidak selalu benar
asalkan keluar dari mulut salah satu teman pada circle tersebut. Pertemanan
seperti ini membuat kita menjadi lelah. Lelah membenci orang, lelah selalu
9
berprasangka buruk. Padahal tidak semua hal tersebut benar. Dan kebanyakan
tidak (sama sekali tidak) berhubungan dengan hidup kita. Sebuah riset yang
dilakukan University of notre Dame menemukan fakta bahwa kekuatan struktur
ikatan pertemanan dapat membuktikan seperti apa kesehatan yang dimiliki
seseorang.
Sabrina Michelle Maxwell menyebutkan dalam disertasinya (2015: 42)
bahwa Toxic behavior ditandai oleh perilaku “menyebalkan” yang cenderung
memancing konflik antar pihak. Maxwell menjajarkan Toxic behavior dengan tiga
ciri kepribadian patologis yang biasa disebut “karakter gelap” atau Dark Triad,
yakni narsisisme (narsis), psikopatik (tindakan beresiko tinggi), dan
machiavellianisme (penjilat).
Perilaku komunikasi toxic yang memiliki pola komunikasi dengan
berbahasa dan tindakan buruk tersebut turut tentunya memengaruhi perilaku
komunikasi mereka, baik komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal. Perilaku
komunikasi yang berlangsung, hampir selalu melibatkan penggunaan lambang-
lambang verbal dan nonverbal secara bersama-sama (Cangara, 2005: 95)
Toxic friendship dapat disadari saat persahabatan yang kita jalankan selalu
membuat kita merasa buruk atau negatif. Bukannya bersifat mendukung,
sebaliknya toxic friendship membuat kita tidak berdaya. Parahnya lagi terkadang
kita malah membiarkan saja terjadi padahal lama-kelamaan toxic friendship
membuat kita merasa tersiksa, stres bahkan bisa memengaruhi fisik kita. Kita
tidak boleh membiarkan kan hal ini terjadi dan terjebak dalam circle toxic
friendship.
10
Pada penelitian ini, peneliti tertarik meneliti pada mahasiswa Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar (Fisipol Unismuh
Makassar) angkatan 2015-2016 karena berdasarkan hasil observasi awal yang
saya lakukan, ada beberapa mahasiswa yang menjalin pertemanan secara
berkelompok dengan teman sebayanya, bersantai bersama di kantin dan berjalan-
jalan bersama. Mereka biasanya memanfaatkan waktu istirahat untuk berkumpul
bersama. Apalagi pada fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Muhammadiyah Makassar sudah memfasilitasi jaringan internet untuk mahasiswa
sehingga Mahasiswa dapat mengakses internet lebih luas sembari berkumpul
bersama.
Pada lingkungan kampus, disinilah tempat terjadinya proses interaksi antar
individu, proses belajar mengajar, Tempat bertemunya kelompok teman sebaya
yang dianggap layak untuk seseorang. Pada lingkungan inilah ilmu pengetahuan
serta pengalaman yang diperoleh para mahasiswa yang yang dapat membentuk
karakteristik kepribadian seseorang menjadi baik atau buruk
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis merasa tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Perilaku Komunikasi Toxic Friendship Terhadap Teman
Sebaya”.
11
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana perilaku komunikasi Toxic Friendship dengan teman sebaya
melalui pesan verbal dan nonverbal pada mahasiswa Fisipol angkatan
2015-2016 Universitas Muhammadiyah Makassar?
2. Apa dampak perilaku komunikasi Toxic Friendship dengan teman
sebaya pada mahasiswa Fisipol angkatan 2015-2016 Universitas
Muhammadiyah Makassar?
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui perilaku komunikasi Toxic Friendship dengan teman
sebaya melalui pesan verbal dan nonverbal pada mahasiswa Fisipol
angkatan 2015-2016 Universitas Muhammadiyah Makassar.
2. Untuk mengetahui dampak perilaku komunikasi Toxic Friendship
dengan teman sebaya pada mahasiswa Fisipol angkatan 2015-2016
Universitas Muhammadiyah Makassar.
12
D. MANFAAT PENELITIAN
a. Manfaat Akademis
1. Peneliti berharap dalam penelitian ini dapat memberikan informasi yang
ilmiah bagi dunia pendidikan khususnya di bidang ilmu Komunikasi
yang berguna untuk mengembangkan lebih luas dan lebih mendalam
tentang Perilaku Komunkasi Toxic Friendship dengan Teman Sebaya.
2. Penerapan teori yang didapatkan selama proses pembelajaran dan dapat
menambah wawasan mahasiswa pada bidang psikologi komunikasi
sosial.
3. Dapat menjadi acuan pada penelitian selanjutnya, terutama dalam
bidang tersebut
b. Manfaat Praktis.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi,
masukan atau acuan dan gambaran yang lebih luas terhadap
pengetahuan Toxic friendship di lingkungan remaja.
.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENELITIAN TERDAHULU
No Penulis & judul Hasil Perbedaan
1 Quyen dan Mohd-
Zaharim (2015)
Meneliti tentang kualitas persahabatan, remaja,
etnis, gender pada 200 siswa mayoritas etnis dan
200 minoritas etnis dari 2 sekolah menengah umum
di Daklak, Vietnam. Desain penelitiannya adalah
dengan menggunakan kuesioner mcgill
persahabatan kasih sayang(MFQ-RA). Hasil
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang
signifikan dalam kualitas persahabatan remaja
antara mayoritas dan minoritas etnis. Namun, dalam
hal kualitas persahabatan lintas etnis remaja dari
kelompok minoritas etnis memiliki perasaan positif
yang lebih tinggi untuk teman-teman daripada
orang-orang dari kelompok mayoritas etnis
Pada penelitian Quyen
dan Mohd-Zaharim
meneliti tentang
kualitas persahabatan,
remaja sedangkan
peneliti meneliti toxic
friendship
2. Rahmat (2014)
Meneliti tentang kualitas persahabatan dan tipe
kepribadian dengan kepercayaan pada remaja akhir
pada mahasiswa Psikologi Universitas
Mulawarman yang berusia 18-21 tahun. Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui secara empiris
variabel tipe kepribadian dan kualitas persahabatan
dengan kepercayaan di akhir remaja. Alat ukur
yang digunakan adalah alat tes eyesenck dunia
personality inventory, dan skala kualitas
persahabatan. Data dianalisis dengan Analysis of
variance. Hasil analisis pertama tidak menunjukkan
pengaruh tipe kepribadian dengan kepercayaan,
nilai-nilai yang diperoleh nilai F<Ftabel (F value =
0,213) dengan p> 0,05 (p = 0,646). Analisis kedua
menunjukkan tidak ada pengaruh kualitas
persahabatan dengan kepercayaan nilai yang
diperoleh F<Ftable (F value = 1,045) dengan p
>0,05(p= 0,0434). Hasil analisis ketika
menunjukkan tidak ada pengaruh tipe kepribadian
dan kualitas persahabatan dengan kepercayaan,
nilai yang diperoleh adalah nilai F <F table (F value
= 1,565) dengan P> 0,05(p= 0,15).
Pada penelitian Rahmat
(2014) meneliti tentang
kualitas persahabatan
dan tipe kepribadian
dengan kepercayaan
pada remaja akhir pada
mahasiswa Psikologi
Universitas
Mulawarman
sedangkan peneliti
meneliti toxic
friendship
14
3.
Anita Dwi
Rahmawati dengan
judul skripsi
“Pengaruh Teman
Sebaya terhadap
Kepatuhan Santri di
Pondok Pesantren
Modern Madrasah
Tsanawiyah
Surakarta”.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa
perilaku teman sebaya memengaruhi kepatuhan
santri terhadap aturan di pondok pesantren.
Sebanyak 25,38 % santri melanggar aturan di
pondok pesantren akibat pengaruh teman sebaya.
Lingkungan teman sebaya yang positif dan patuh
membuat santri menunjukkan pola perilaku positif
pula, dan sebaliknya lingkungan teman sebaya yang negatif dan sering melanggar aturan mendorong
santri lain untuk bersikap tidak patuh. Sebanyak
16,92 % santri mengikuti ajakan teman untuk
melanggar aturan, 26,92 % santri mengikuti teman
tidak menggunakan bahasa resmi di ponpes, dan
13,85 % mengikuti teman untuk keluar kompleks
tanpa izin.
Pada penelitian Anita
meneliti tentang
Pengaruh Teman
Sebaya terhadap Kepatuhan sedangkan
peneliti meneliti toxic
friendship
15
B. LANDASAN KONSEPTUAL
1. Komunikasi
a. Pengertian Komunikasi
Komunikasi menurut istilah mempunyai beragam makna, seperti yang di
kemukakan Turner bahwa Istilah komunikasi telah menjadi semacam portmanteau
atau istilah yang terbentuk dari dua kata. Dapat dilihat kata komunikasi dalam
bahasa Inggris yaitu communication, dalam bahasa Prancis: communication;
bahasa Latin communication, communicare, communnic yaitu kata com-
(bersama) + munis (diikat). Beberapa kata komunikasi menunjukkan bahwa terdiri
dari dua kata (portmanteau) yang digabungkan menjadi satu. (Rustan & hakki,
2017: 27). Jenis & Kelly menyebutkan Komunikasi adalah suatu proses melalui
mana seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk
kata-kata), dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang lainnya
(khalayak). (Hariyanto & Juniarti, 2019: 18)
Komunikasi berjalan efektif apa bila terdapat persamaan arti antara
komunikator dan komunikan. Menurut Beamer dan Varner (2008: 177) dalam
bukunya intercultural communication menyatakan bahwa komunikasi adalah
suatu proses penyampaian pendapat, pikiran, perasaan kepada orang lain yang di
pengaruhi oleh lingkungan sosial dan budayanya.
Hovland dalam bukunya Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, bahwa ilmu
komunikasi adalah: Suatu upaya yang sistematis untuk merumuskan dengan cara
yang setepat- tepatnya asas-asas pentransmisian informasi serta bentukan opini
dan sikap Effendy (2003: 13). Hovland menjelaskan bahwa tidak hanya cara
16
penyampaian informasi yang menjadi objek studi ilmu komunikasi, Selain itu
terdapat juga pendapat umum (public opinion) dan juga sikap (attitude).
Miller dalam bukunya Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar mengatakan
bahwa komunikasi sebagai: Situasi-situasi yang menmungkinkan suatu sumber
mentransmisikan suatu pesan kepada seorang penerima dengan didasari untuk
memengaruhi perilaku penerima, Mulayana (2002: 54). Dapat dikatakan bahwa di
dalam komunikasi terjadi proses pertukaran pesan dengan disadari dapat
memengaruhi perilaku komunikan tersebut titik dengan kata lain komunikasi
adalah proses penyampaian pesan yang dapat memengaruhi perilaku seseorang
yang menerima pesan tersebut.
b. Unsur-unsur Komunikasi
Menurut. Wilbur Schramm dan Harold D. Laswell (Romli, 2017: 8)
berpendapat bahwa komunikasi akan berhasil apabila pesan yang disampaikan
oleh komunikator cocok dengan kerangka acuan. Komunikasi pada dasarnya
merupakan suatu proses yang menjelaskan siapa? mengatakan apa? dengan
saluran apa? kepada siapa? dengan akibat atau hasil apa? (who? says what? in
which channel? to whom? with what effect?). berikut model komunikasi Lasswell
Bagan 2.1
Model komunikasi Lasswell
(Sumber : Romli, 2017: 8)
who
pembicaraan
Say what
(Pesan)
Trough what
(Medium)
To whom
(Audiens)
Effect
(Dampak)
17
Maka dapat disimpulkan pengertian komunikasi adalah suatu aktivitas
manusia memberikan pengaruh atau stimulus terhadap organisme kemudian
organisme tersebut merespon yang dipengaruhi dari lima unsur komunikasi
tersebut. Menurut Harold Lasswell yaitu siapa (who), apa (says what), media
(trough what), untuk siapa (to whom), dampak (effect). Dengan begitu komunikasi
akan berlangsung dengan baik apabila ada kesamaan arti atau makna antara
komunikator yang ditunjukkan kepada komunikan dengan pesan verbal ataupun
non verbal.
Adapun komunikasi memiliki beberapa unsur. Menurut Mulyana yang
dikutip Dwihartanti (2004) sebagai berikut:
1) Komunikator (Pengirim/ Penerima)
Kegiatan komunikator adalah mengirimkan sekalipun menerima
pesan. Jadi fungsi utama komunikator adalah sebagai pengirim pesan.
Pada tahap selanjurnya ketika pesan telah sampai dan mendapat feedback,
maka fungsi komunikator menjadi penerima pesan. Dalam kegiatan
komunikasi, indera berfungsi sebagai alat untuk menangkap rangsangan
dari dalam dan luar (menerima pengetahuan dan pengalaman).
Rangsangan tersebut disebut masukan data mentah input)
2) Pesan
Pesan dari komunikator dapat berupa pesan verbal maupun non
verbal. Pesan tersebut dapat disengaja maupun tidak disengaja. Dengan
demikian ada empat jenis pesan, yaitu: pesan verbal disengaja, pesan
verbal tidal disengaja, pesan nonverbal disengaja, dan pesan nonverbal
18
tidak disengaja. Pesan verbal adalah semua jenis komunikasi lisan yang
menggunakan satu kata atau lebih. Pesan verbal disengaja adalah usaha
yang dilakukan secara sadar untuk menghubungkan dengan orang lain
secara lisan. Pesan verbal tidak disengaja adalah sesuatu yang dikatakan
tanpa bermaksud mengatakan hal tersebut. Pesan nonverbal adalah pesan
yang disampaikan tanpa kata-kata atau selain dari kata yang kita gunakan.
Misal: gerakan tangan, sikap tubuh, cara busana, ekspresi wajah, dan lain-
lain. Pesan non verbal disengaja adalah pesan nonverbal yang ingin kita
sampaikan. Pesan nonverbal tidak disengaja adalah seua aspek nonverbal
dalam perilaku kita yang disampaikan tanpa kita kontrol.
3) Saluran
Saluran dapat berupa alat indera, media massa/elektronik, papan
pengumuman, dan lain-lain.
4) Komunikan (Penerima/ Pengirim)
Komunikan dari komunikator 1, melakukan kegiatan menerima
pesan dari komunikator 1. Selanjurnya komunikan memberikan feedback
atau umpan balik dengan mengirimkan pesan kepada komunikator 1.
Aspek penting dalam penerimaan pesan adalah mendengarkan. Bila
komunikan sedang mendengarkan, ada 4 proses yang dilakukan yaitu
memperhatikan, mendengar, memahami, mengingat.
5) Umpan Balik/ Feedback Umpan balik merupakan balasan atas perilaku
yang diperbuat. Umpan balik menjadi informasi penting mengenai diri
sendiri
19
c. Proses Komunikasi
Proses komunikasi terbagi menjadi dua tahapan, yakni dengan secara
primer dan dengan secara sekunder.
3. Proses Komunikasi Primer
Proses komunikasi primer adalah proses penyampaian pesan yang
dilakukan oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan simbol
sebagai media atau saluran. Di dalam pola ini terdapat dua lambang yakni
verbal dan non verbal. Lambang verbal adalah bahasa yang kerap kali
digunakan, karena bahasa yang digunakan mampu menyampaikan isi pikiran
komunikator. Sedangkan lambang nonverbal yakni lambang yang digunakan
melalui isyarat dengan menggunakan bahasa tubuh antara lain: mata, kepala,
tangan, bibir dan lain sebagainya.
4. Proses Komunikasi Sekunder
Proses komunikasi sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh
komunikator kepada komunikan dengan menggunakan alat atau sarana
sebagai media kedua setelah menggunakan lambang dan simbol.
Penyampaian pesan ini terjadi karena yang menjadi sasaran komunikasi
berada pada jarak yang jauh, sehingga memudahkan akses informasi menjadi
semakin efektif dan efisien karena didukung oleh teknologi informasi yang
semakin canggih.
Proses komunikasi selalu mempunyai efek dan pengaruh kepada khalayak,
sehingga mengabaikan faktor tanggapan balik. Dalam formula yang dibuat oleh
Lasswell terdapat lima unsur yang dijelaskan, yaitu siapa mengatakan apa, kepada
20
siapa dan apa akibatnya. Tipe yang menggunakan komunikasi ini adalah
komunikasi massa karena lebih mengutamakan saluran sebagai alat penyampaian
pesan.
d. Tipe-Tipe Komunikasi
TABEL TIPE-TIPE KOMUNIKASI
KOMUNIKASI
VOKAL NONVOKAL
KOMUNIKASI VERBAL Bahasa Lisan Bahasa Tertulis
(spoken words) (writte words)
KOMUNIKASI NONVERBAL Nada suara (tone of voice) Isyarat (gesture),
Desah (sighs) Gerakan (movement),
jeritan (screams) penampilan(appearance),
kualitas vokal, ekspresi wajah
(vocal quality) (facial expression)
Tabel 2.1
Sumber : Ronald B. Adler, George Rodman, Understanding Human
Communication, Second Edition, hal.96
Tabel tipe-tipe komunikasi di atas dapat dibaca sebagai berikut:
komunikasi verbal yang termasuk dalam komunikasi vokal adalah Bahasa lisan,
sedang yang tergolong dalam komunikasi nonvokal adalah bahasa tertulis.
Sementara, komunikasi nonverbal yang termasuk dalam komunikasi.Vokal adalah
nada suara, desah, jeritan dan kualitas vokal; dan yang termasuk dalam klasifikasi
komunikasi nonvokal adalah isyarat, gerakan (tubuh), penampilan (fisik), ekspresi
wajah dan sebagainya.
a. Komunikasi Verbal
Agus M. Hardjana (2003: 23) berpendapat pada bukunya yang berjudul
Komunikasi Interpersonal dan Komunikasi Intrapersonal, bahwa: Komunikasi
21
verbal adalah komunikasi yang menggunakan kata- kata, entah lisan maupun
tulisan. Komunikasi ini paling banyak dipakai dalam hubungan antar manusia.
Melalui kata- kata mereka mengungkapkan perasaan, emosi, pemikiran, gagasan,
atau maksud mereka, menyampaikan fakta, data, dan informasi serta
menjelaskannya, saling bertukar pikiran dan pemikiran, saling berdebat dan
bertengkar.
Agus M. Hardjana (2003: 23) menyebutkan unsur- unsur terpenting pada
komunikasi verbal yaitu:
1. Bahasa
2. kata.
b. Komunikasi Non verbal
Julia T. Wood (2009: 131) dalam bukunya Communication in Our Lives,
menjelaskan komunikasi non verbal adalah:
“Nonverbal communication is all aspects of communication other than
words themselves. It includes how we utter words (inflection, volume),
features, of environments that affect interaction (temperature, lighting), and
objects that influences personal images and interaction patterns (dress,
jewelry, furniture”.
Artinya komunikasi non verbal adalah semua aspek komunikasi selain kata-
kata sendiri. Ini mencakup bagaimana kita mengucapkan kata- kata (infleksi,
volume), fitur, lingkungan yang memengaruhi interaksi (suhu, pencahayaan), dan
benda- benda yang memengaruhi citra pribadi dan pola interaksi (pakaian,
perhiasan, mebel) (Julia, 2009: 131).
22
Unsur unsur komunikasi nonverbal yaitu:
1. Bahasa Tubuh
Bahasa tubuh adalah kegiatan menyampaikan pesan melalui raut wajah, gerak-
gerik tubuh untuk mengungkapkan perasaan atau pikiran dari individu..
2. Tanda
Tanda dalam komunikasi nonverbal adalah gambar yang menunjukkan makna
dari kata-kata.
3. Tindakan/ Perbuatan
Yang dimaksud tindakan atau perbuatan dalam komunikasi nonverbal adalah
perilaku yang menghantarkan makna.
4. Objek
Objek di dalam komunikasi nonverbal adalah sesuatu barang yang dapat
menggantikan kata-kata.
23
2. Pola Komunikasi
Kata pola komunikasi berasal dari dua suku kata yakni pola dan
komunikasi. Pola menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002 : 885) dapat
diartikan sebagai bentuk (struktur) yang tetap. Sedangkan dalam kamus Ilmiah
Popular pola dapat diartikan sebagai model, contoh, pedoman (rancangan).
Diantara orang-orang yang berada dalam suatu organisasi akan terjadinya saling
pertukaran pesan, pertukaran pesan ini melalui jalan tertentu yang dinamakan pola
aliran informasi atau jaringan komunikasi. Peranan individu dalam sistem
komunikasi ditentukan oleh hubungan struktur antara satu individu lainnya dalam
organisasi. Hubungan ini ditentukan oleh pola hubungan interaksi individu dengan
aliran informasi dalam jaringan komunikasi. (Masmuh, 2008 : 56-57).
Pola komunikasi adalah suatu gambaran yang sederhana dari proses
komunikasi yang memperlihatkan kaitan antara satu komponen komunikasi
dengan komponen lainnya (Soejanto, 2005 : 27). Menurut Syaiful Bahri (2004 : 1)
pola komunikasi diartikan sebagai bentuk atau pola hubungan dua orang atau
lebih dalam proses pengiriman dan penerimaan pesan dengan cara yang tepat
sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Pola komunikasi adalah sistem
penyampaian pesan komunikasi dari komunikator kepada komunikan dengan
maksud untuk mengubah pendapat, sikap maupun perilaku komunikan. Sistem
penyampaian pesan didasarkan pada penggunaan sejumlah teori-teori komunikasi
dalam menyampaikan pesan langsung ataupun melalui perantara media tertentu,
pesan komunikasi disampaikan melalui lambang (symbol) komunikasi dalam
24
bahasa verbal maupun nonverbal serta media komunikasi lainnya seperti media
teknologi informasi, media radio visual, surat kabar, majalah dan lain-lain.
Menurut Griffin (2012), terdapat berbagai pola komunikasi dalam kelompok
kerja yang dapat diidentifikasi, diantaranya adalah :
1) Pola Komunikasi Roda (wheel)
Pola roda (wheel), yaitu pola komunikasi yang
menggambarkan dari satu sumber untuk kemudian
pesan disebarkan kepada yang lain dari sumber
tersebut. Pola komunikasi seperti ini biasanya
dilakukan oleh sebuah kelompok di mana pemimpin
memiliki kontrol penuh terhadap seluruh anggota.
Sumber informasi yang didapatkan hanya melalui pemimpin yang menjadi satu-
satunya sumber informasi. Dalam pola roda semua komunikasi mengalir melalui
satu individu sentral yang biasanya diungkapkan pemimpin kelompok (Griffin,
2012).
Jaringan komunikasi berbentuk roda menggambarkan bagaimana aliran
informasi itu bersumber dari sentral A (sentralisasi). Dari A informasi itu
dialihkan kepada B atau C, D, dan E lalu masing-masing merespons kembali
informasi itu kepada A, inilah jaringan komunikasi yang formal. Jika terjadi
hubungan di antara A, C, D, dan E maka hubungan itu bersifat informal. (Liliweri,
2014 : 387)
25
A B
C
D
E
B
E
A
C
D
2) Pola Komunikasi Y
Pola komunikasi Y, sekalipun sumber informasi berasal dari
satu sumber, tetapi dalam proses penyebarannya kepada seluruh
anggota tidak selalu harus melalui dirinya. Informasi tersebut dapat
disebarkan melalui dirinya maupun melalui anggota yang lain. Pola
komunikasi yang dilakukan dalam sebuah kelompok di mana
pemimpin melakukan delegasi atau pelimpahan wewenang atau kepercayaan
kepada sebagian dari anggota kelompoknya. Memiliki tingkat sentralisasi lebih
rendah yakni dua orang dekat dengan pusat.
3) Pola Komunikasi Rantai (chain)
Pola rantai (chain), yaitu pola yang menawarkan aliran informasi
yang lebih seimbang antar anggota meski dua individu hanya
berinteraksi dengan satu orang lain. Kelemahan ini teratasi dengan pola
lingkaran (Griffin, 2012). Pola komunikasi ini menunjukkan bahwa
tingkat kepercayaan pemimpin kepada bawahan sangat tinggi atau
bahkan pemimpin benar-benar memberikan kewenangan kepada anggotanya
untuk menyampaikan informasi, namun setiap anggota hanya dapat menerima dan
memberi informasi maksimum dengan dua orang saja. Biasanya berlaku ketika
sebuah pekerjaan dalam kelompok lebih bersifat berkesinambungan atau
berkelanjutan. Pola komunikasi bersambung ini biasanya berlaku ketika sebuah
pekerjaan dalam kelompok lebih bersifat berkelanjutan.
26
A
B
D C
E
4) Pola Komunikasi Lingkaran (circle)
Pola lingkaran (circle), yaitu pola komunikasi yang
dibangun seperti pola berkelanjutan namun lebih bersifat
tertutup. Artinya pada akhirnya pemberi pesan akan
mengevaluasi hasil-hasil dan implikasi dari pesan pertama
yang ia kirimkan dari orang terakhir yang menerima pesan.
Jaringan komunikasi berbentuk lingkaran menggambarkan bagaimana aliran
informasi itu bersumber dari seseorang-siapa saja yang mengambil inisiatif
memulainya (komunikator)-misalnya A kepada B, dilanjutkan kepada C dan D,
dikembalikan lagi kepada A, dan seterusnya. (Liliweri, 2014 : 387).
5) Pola Komunikasi Menyeluruh (all Channel)
Pola Menyeluruh (all Channel), yaitu seluruh
anggota dan pemimpin memiliki kesempatan yang sama
untuk menyampaikan pesan atau informasi sebagai bentuk
komunikasi yang dilakukan. Pola komunikasi seperti ini
biasanya terjadi dalam momen-momen seperti rapat,
diskusi, atau juga dalam sebuah kelompok yang bersifat
partisipatif.
Kelebihan dari pola ini adalah bahwa bias informasi akan terminimalkan
karena setiap orang mendapatkan klarifikasi informasi dari seluruh anggota
organisasi. Pola ini yang paling terdesentralisasi memungkinkan terjadinya aliran
informasi secara bebas di antara semua anggota kelompok. Semua orang dapat
berpartisipasi secara adil.
A
B D
C E
27
Jaringan komunikasi ini menggambarkan bagaimana aliran informasi itu
bersumber dari salah satu sumber, misalnya A ke semua arah dan direspon
kembali kepada A. Di sini terlihat, setiap orang dapat menjadi sumber dan sasaran
dari informasi. (Liliweri, 2014 : 388).
3. Perilaku Komunikasi
Perilaku komunikasi di dalam suatu kelompok adalah aktivitas
berkomunikasi baik tindakan komunikasi verbal maupun non verbal kata biasa
disebut dengan perilaku komunikasi verbal dan perilaku komunikasi nonverbal
yaitu semua jenis pesan melalui kata-kata atau simbol-simbol yang berarti sama.
LaPierre (dalam Azwar, 2015: 5) mendefinisikan sikap suatu pola perilaku,
tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam
situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respons terhadap stimuli social
yang telah terkondisikan. Oleh sebab itu, komunikasi verbal adalah komunikasi
yang menggunakan kata-kata, lisan ataupun tulisan dengan menggunakan bahasa.
Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang menggunakan simbol-simbol
yang dipahami seluruh anggota kelompok tersebut. Dalam proses komunikasi
kelompok, bentuk diskusi atau percakapan tidak hanya menggunakan bahasa
verbal akan tetapi mereka juga menggunakan simbol-simbol atau isyarat untuk
mengganti kata kata.
Komunikasi sangat esensial untuk pertumbuhan kepribadian manusia. Ahli-
ahli ilmu sosial berulangkali mengungkapkan bahwa kurangnya komunikasi akan
menghambat perkembangan kepribadian (Davis, 1940; Wasserman, 1924).
Antropolog terkenal, Ashley Montagu (1967: 450). dengan tegas menulis: "The
28
most important agency through which the child learns to be human is
communication, verbal also noverbal.”. Komunikasi amat erat kaitannya dengan
perilaku dan pengalaman kesadaran manusia.
Hovland, Janis, dan Kelly, semuanya psikolog, mendefinisi kan komunikasi
sebagai "the process by which an individual (the communicator) transmits stimuli
(usually verbal) to modify the behavior of other individuals (the audience)”
(1953:12). Dance (1967) mengartikan “komunikasi dalam kerangka psikologi
behaviorisme sebagai usaha menimbulkan respons melalui lambang-lambang
verbal”
Kelompok pemikiran yang diwakili oleh para ahli seperti LaPierre (1934),
Bogardus (1931), Chave (1928), Gordon Allport (1935) dan Mead (1934), tokoh
terkenal di bidang psikologi sosial dan psikologi kepribadian (dalam Azwar,
2015: 5) yang pendapat mereka tentang sikap jauh lebih rumit, menurut kelompok
pemikiran ini, sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu
objek dengan cara-cara tertentu. Proses mental yang terjadi dalam diri manusia
tidak dapat kita amati secara langsung. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan tentang
apa apa yang bisa menyebabkan seseorang yang berperilaku tertentu yaitu
berdasarkan apa yang ditampilkan orang tersebut. Perilaku seseorang dapat pula
disebut tingkah laku, segala bentuk kegiatan individu yang bereaksi terhadap
stimulus atau rangsangan. Rangsangan dapat berasal dari luar lingkungan taupun
dari dalam dirinya sendiri. Tindakan dan stimulus merupakan hubungan sebab
akibat.
29
Skiner (1938) seorang ahli psikologi dalam (Rosyiana, 2019: 25),
merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap
stimulus (rangsangan dari luar). oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses
adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon,
maka teori skiner disebut teori S-O-R atau stimulus-organisme-respon.
Mengenai perilaku, maka perilaku individu dapat ditentukan oleh beberapa
aspek kebutuhan untuk memenuhi suatu tujuan atau tindakan akhir yang sangat
disukai suatu objek. Moefad (2007: 17) berpendapat tentang perilaku, perilaku itu
terjadi karena adanya dorongan-dorongan yang kuat dari diri dalam diri seseorang
itu sendiri yang difikirkan, dipercayai dan apa yang di rasakan, dorongan-
dorongan itu yang disebut motivasi. Motivasi adalah faktor yang menyebabkan
suatu aktifitas tertentu menjadi dominan jika di bandingkan dengan aktifitas-
aktifitas lainnya. Jika diamati perilaku manusia pada kehidupan pribadi atau
Kehidupan antarpersonal sebenarnya bertanya tentang Mengapa individu memilih
dan menolak suatu tindakan, lalu mengapa mereka mempertahankan tindakan
tersebut walaupun banyak rintangannya. Tingkah laku individu dapat dipengaruhi
oleh motivasi positif dan negatif, hal ini yang mendorong individu untuk
bertindak mendekati kondisi atau objek yang diinginkan dengan kata lain hasrat
dan kebutuhannya.
George A. Miller membuat definisi psikologi yang mencakup semuanya
“Psychology is the science that attempts to describe, apa /a predict, and control
mental and behavioral events” (Miller, 1974:4). Dengan demikian, psikologi
30
komunikasi adalah ilmu yang berusaha menguraikan, meramalkan, dan
mengendalikan peristiwa mental dan behavioral dalam komunikasi.
a. Faktor yang memengaruhi perilaku komunikasi
Menurt Wilson dalam Rakhmat (2007: 34) :
1. Faktor biologis
Perilaku sosial dibimbing oleh aturan aturan yang telah diprogram
secara genetis dalam jiwa manusia
2. Faktor sosiopsikologis,
Karena manusia mahluk sosial, dari proses sosial ia memperoleh
beberapa karakteristik yang memengaruhi perilakunya.
4. Teori S-O-R
Penelitian ini model yang digunakan adalah model S-O-R (Stimulus,
Organism, Respon). Teori S-O-R yaitu Stimulus-Organisme-Response. Prinsip
dari teori ini adalah respon yang merupakan reaksi balik dari individu ketika
menerima stimuli dari media. Seseorang dapat mengharapkan atau
memperkirakan suatu kaitan efek antara pesan-pesan media massa dan reaksi
audiens, dapat juga dikatakan efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus
terhadap stimulus respon, sehingga seseorang dapat mengharapkan dan
memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan. Teori ini semula
berasal dari psikologi, yang kemudian menjadi teori dalam komunikasi. Hal ini
merupakan hal yang wajar karena objek material dari psikologi dan ilmu
komunikasi adalah sama, yaitu manusia yang jiwanya meliputi
31
komponenkomponen: sikap, opini, perilaku, kognisi, afektif, dan konasi (Effendy,
2003: 225).
Teori ini merupakan perkembangan dasar dari model Stimulus – Response
(SR) dengan asumsi dasar bahwa media massa menimbulkan efek yang terarah,
segera dan langsung terhadap komunikan. Model ini menunjukkan bahwa
komunikasi merupakan proses aksi dan reaksi. Teori ini mengasumsikan bahwa
suatu stimulus (kata-kata verbal, isyarat non verbal, simbol-simbol) tertentu akan
merangsang orang lain memberikan respon dengan cara tertentu juga.
Teori ini meliputi 3 unsur yang penting, yaitu:
1) Pesan atau stimulus ( S )
2) Komunikan atau organisme ( O )
3) Efek atau respons ( R )
Teori ini mengatakan bahwa perilaku dapat berubah hanya apabila stimulus
(rangsang) yang diberikan benar-benar melebihi dari stimulus semula. Stimulus
yang dapat melebihi stimulus semula ini berarti stimulus yang diberikan harus
dapat meyakinkan organisme. Dalam meyakinkan organisme ini, faktor
reinforcement memegang peranan penting. Stimulus atau pesan yang disampaikan
kepada komunikan mungkin diterima atau mungkin ditolak. Komunikasi akan
berlangsung jika ada perhatian dari komunikan. Proses berikutnya komunikan
mengerti. Kemampuan komunikan inilah yang melanjutkan proses berikutnya.
Setelah komunikan mengolahnya dan menerimanya, maka terjadilah kesediaan
untuk mengubah sikap. Jadi bisa dilihat bahwa perilaku dapat berubah hanya jika
32
stimulus yang menerpa benar-benar melebihi dari apa yang didalamnya. (Effendy,
2003: 225).
Penerapan dalam penelitan ini yaitu mengenai Perilaku komunikasi toxic
friendship dengan teman sebaya maka dapat ditentukan sebagai berikut:
Adapun keterkaitan model SOR (Stimulus, Organism, Respon) dalam
penelitian ini adalah :
1) Stimulus yang di maksud adalah Perilaku Komunikasi Toxic Friendship
2) Organisme yang dimaksudkan adalah Mahasiswa Fisipol angkatan 2015-
2016 Universitas Muhammadiyah Makassar.
3) Respon yang dimaksud adalah efek/respon dari Mahasiswa Fisipol
angkatan 2015-2016 Universitas Muhammadiyah Makassar.
Teori ini mendasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan
perilaku tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi
dengan organism. Artinya kualitas dari sumber komunikasi (soerces) misalnya
kredibilitas, kepemimpinan, gaya berbicara sangat menentukan keberhasilan
perubahan perilaku seseorang, kelompok atau masyarakat. Teori SOR (Stimulus,
Organism, Response) merupakan proses komunikasi yang menimbulkan reaksi
khusus, sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian
antara pesan dan reaksi komunikan. Unsur-unsur pada model ini adalah pesan
(Stimulus), komunikan (Organism), dan efek (Response) (Effendy, 2003:254).
33
5. Toxic Friendship
a. Pengertian Toxic Friendship
Suzzane seorang penulis buku dan konselor psikologi menjelaskan dalam
Toxic Friendship: “Knowing the Rules and Dealing with the Friends Who Breaks
Them” (2015), ia menuliskan dalam Psychologytoday.com bahwa seorang teman
yang beracun sering kali mendatangi seseorang bila sedang membutuhkan sesuatu
saja, juga berusaha mengisolasi sesesorang dari kawan-kawannya yang lain, selalu
merasa iri, memfitnah orang lain demi menjaga eksklusivitas pertemanan, dan
hobby berkompetisi.
Sejalan dengan pendapat Suzzane, (Gilliard, 2016: 2) lebih fokus
mendefinisikan Toxic friend pada dampak yang diberikan yaitu “If anything that
is done to you by your friend causes stress, hair loss, weight loss, weight gain,
anxiety, depression, anger and other health issues, it is Toxic. If your friend
makes you feel like hurting somebody, then you are in a Toxic relationship”
Jika diterjemahkan secara bebas maka Toxic friends adalah sesuatu yang
dilakukan oleh teman anda dan menyebabkan anda stress, rambut rontok, berat
badan berkurang, berat badan bertambah, kecemasan yang berlebihan, depresi,
kemarahan dan masalah kesehatan lainnya maka itu disebut beracun. Jika teman
anda membuat anda harus merasa menyakiti orang lain maka anda terjebak dalam
hubungan yang beracun.
Tidak berbeda jauh dengan pendapat Suzzane dan Gilliard, Yager (2006:
29-31) menyebutkan bahwa Toxic friendship disebut juga persahabatan semu.
Toxic friendship adalah jenis persahabatan yang merusak dan berbahaya, serta
34
bersifat satu arah. Persahabatan semu tidak ada saling berbagi, tidak ada
kebersamaan, tidak ada kasih sayang hanya memikirkan diri sendiri,
menguntungkan satu pihak dan selalu berusaha membuat segala hal berakhir
dengan buruk.
Beberapa definisi di atas terlihat bahwa terdapat kesamaan dalam setiap
definisi maka, Toxic friendship adalah hubungan persahabatan yang beracun dan
tidak sehat serta hanya menguntungkan di satu sisi dan merugikan di satu sisi
lainnya. Tak hanyaitu, persahabatan beracun hanya datang ketika membutuhkan
saja dan berusaha mengisolasi dari hubungan sosial lainnya. Persahabatan beracun
dapat menyebabkan trauma, stress, kecemasan yang berlebihan, depresi,
kemarahan, rasa tidak aman dan gangguan kesehatan lainnya.
b. Ciri-Ciri Perilaku Toxic Friendship
Yager (2006: 88-89) menyebutkan terdapat beberapa ciri-ciri Peilaku
Toxic friendship, di antaranya:
a) Pengkritik, tidak dapat menghargai hasil karya atau prestasi yang dicapai
oleh orang lain, merasa cemburu karena orang lain lebih sukses dan lebih
baik dibandingkan dirinya, serta mencoba merendahkan dengan
mengatakan hal yang buruk tentang kesuksesan yang dicapai orang lain.
b) Tidak Ada Empati, Artinya dalam hubungan tidak adanya sifat memahami
dari sudut pandang seseorang untuk merasakan, menyayangi dan
menunjukkan simpati kepada orang lain.
c) Keras Kepala, Artinya tidak mau mendengar kata orang lain, menganggap
pendiriannya selalu benar, tidak mau mengakui bahwa dirinya salah, tidak
mau mengalah, enggan untuk meminta bantuan orang lain.
d) Selalu Bergantung, Artinya tidak dapat hidup tanpa orang lain, tidak bisa
hidup mandiri, selalu membutuhkan kehadiran orang lain, selalu
membutuhkan bantuan dari orang lain, serta takut akan kehilangan orang
lain.
35
Memperkuat pendapat Yager, White (2015) yang dilansir
Psychologytoday.com menambahkan beberapa ciri-ciri Toxic friendship, di
antaranya:
a) “Your friend only seems to “like you” or want to spend time with you when
he or she needs something from you” jika diterjemahkan secara bebas
artinya teman anda terlihat menyukai anda atau ingin menghabiskan waktu
bersama anda saat teman anda membutuhkan sesuatu dari anda.
b) “Your friend tries to isolate you from other relationships in you life,
perhaps by badmouthing romantic partners or other friends” jika
diterjemahkan secara bebas artinya teman anda berusaha untuk
memisahkan anda dari hubungan sosial dalam hidup anda, mungkin
mengatakan hal buruk tentang pasangan atau teman yang lainnya.
c) “You find yourself trying to make excuses for your friend’s behavior or to
defend him or her from other friends who more clearly see their
shortcomings or poor treatment of you” jika diterjemahkan secara bebas
artinya anda sadar mencoba membuat alasan atas perilaku teman anda atau
membela teman anda dari teman-teman lain yang lebih jelas melihat
kekurangan atau perlakuan yang buruk dari teman anda.
d) “Friends who monopolize conversations or only want to discuss their own
lives and experiences, without giving you time to share your perspectives
or feeling” jika diterjemahkan secara bebas artinya teman yang
memonopoli pembicaraan atau hanya ingin membicarakan kehidupan dan
pengalaman mereka, tanpa memberi anda waktu untuk berbagi pemikiran
ataupun perasaan anda.
e) “Friends who view you as “competition” in any activity may be future
Toxic friends, depending on how far they push their competitive spirit”
jika diterjemahkan secara bebas artinya teman yang memandang anda
sebagai “saingan” dalam segala aktivitas, tergantung dimasa mendatang
seberapa jauh teman bercun akan mendorong semangat kompetitif mereka.
f) “Friends who are not shy about asking to borrow money but are slow to
return it should be reminded that friendship and banking are two separate
functions” jika diterjemahkan secara bebas artinya teman yang tidak malu
untuk meminjam uang tetapi terlambat dalam mengembalikannya, ingat
pertemanan dan perbankan adalah dua fungsi yang berbeda/terpisah.
Berdasarkan ciri-ciri di atas dapat dipahami bahwa terdapat seseorang yang
mengambil keuntungan mengatasnamakan persahabatan bagi dirinya sendiri
namun merugikan bagi orang lain. Pasalnya persahabatan yang dilakukan sudah
dari awal tidak didasari dengan niat yang baik maka akibatnya pun buruk. Hanya
36
menguntungkan disatu pihak dan merugikan disatu pihak serta dapat
menyebabkan gangguan kesehatan yang serius.
c. Penyebab Toxic Friendship
Yager (2006: 137-144) menyebutkan ada beberapa penyebab terjadinya
Toxic friendship, di antaranya:
a.) Rasa Percaya Diri Rendah
Menurut Yager (2006: 137) rasa percaya diri rendah adalah sebuah masalah
di mana dirinya merasa tidak pantas menjadi sahabat untuk orang lain, dirinya
merasa sadar diri akan kekurangannya yang terlalu berlebih dan membuat
sahabatnya mendorong untuk menjauhkan diri darinya. Seseorang dengan rasa
percaya diri rendah akan berusaha merendahkan dirinya sendiri, juga akan
merendahkan orang lain yang menjadi sahabatnya. Rasa percaya diri rendah dapat
mengakibatkan seseorang menyabotase persahabatannya maupun menghindari
persahabatan sama sekali.
b.) Tantangan Keakraban
Menurut Yager (2006: 138) keakraban merupakan memperat suatu
hubungan yang berawal dari kenalan menjadi biasa menjadi dekat hingga menjadi
sahabat. Dalam hubungan terdapat tantangan keakraban di mana seseorang ingin
menghasilkan sebuah persahabatan dari sebuah ikatan. Berbagi perasaan, bertukar
ide maupun pikiran satu sama lain, namun disatu sisi keakraban membuka potensi
timbulnya rasa kehilangan, kecewa dan sakit, sehingga pada akhirnya terasa berat
untuk mengakhiri sebuah persahabatan tersebut.
37
c.) Memahami Isyarat
Menurut Yager (2006: 140) dalam komunikasi terdapat pesan nonverbal
yaitu semua isyarat yang bukan kata-kata. Dalam konteks ini hubungan
persahabatan dalam masa-masa harus diakhiri. Maka perlunya memahami sebuah
isyarat agar mulai memudarkan rasa persahabatan sebelum berakhir pada
pengkhianatan.
d.) Depresi
Menurut Yager (2006: 141-142) depresi merupakan kondisi medis yang
berupa suasana hati yang buruk secara berkepanjangan, kehilangan minat terhadap
segala hal dan merasa kekurangan energi. Seseorang yang mengalami depresi
dapat memberikan pengaruh buruk bagi lingkungan sekitar, tidak terkecuali pada
hubungan persahabatan. Penderita depresi dapat bertingkah laku yang berbahaya
meski pada sahabatnya sendiri, contohnya berkhianat, tidak dapat berkata jujur,
pemarah dan lain sebagainya.
e.) Kepribadian
Menurut Yager (2006: 143-144) kepribadian atau tempramen dapat
menyebabkan seseorang dengan mudah berkhianat atau dikhianati. Penyebabnya
bisa dalam diri sendiri maupun orang lain, bagaimana dia bersikap seolah semua
baik-baik saja, dan beranggapan bahwa tidak selamanya sahabat harus
menghabiskan waktu bersama-sama, perlunya waktu untuk pribadi masing-
masing.
38
d. Dampak Toxic Friendship
Yager (2006: 93-116) menyebutkan dampak dari Toxic friendship, di
antaranya:
1) Kompetisi berlebih
2) Kecemburuan
3) Balas dendam
4) Kemarahan
5) Penghianatan
6) Depresi
7) Insecure (rasa tidak aman)
maka secara sederhana dampak Toxic friendship terdapat delapan, di
antaranya:
a.) Kompetisi berlebih
Yager (2006: 111-112) menyebutkan bahwa dalam setiap hubungan sedikit
sifat kompetitif merupakan hal normal, selagi tidak meremehkan prestasi dari
masing-masing maka tidak akan berbahaya. Namun berbeda halnya ketika
kompetisi berada di luar kendali maka membuka jalan untuk saling menjatuhkan
satu sama lain, tidak menghargai, tidak peduli, bersikap acuh serta mengecilkan
arti kesuksesan sahabat merupakan bentuk dari bertindak buruk.
b.) Kecemburuan
Yager (2006: 103-107) menyebutkan bahwa kecemburuan adalah faktor
utama di belakang persahabatan yang dilihat sebagai hal negatif. Cemburu adalah
mengenai kesuksesan atau contoh yang diberikan untuk mengusik hati seseorang
39
yang memunculkan kebutuhan untuk membuat orang lain merasa buruk.
Kecemburuan dapat menyebabkan konfrotasi dan menginspirasi untuk balas
dendam.
c.) Balas Dendam
Yager (2006: 95-97) menyebutkan bahwa balas dendam merupakan
tindakan terakhir yang disebabkan oleh kompetisi berlebih, kecemburuan, iri
maupun kemarahan yang sudah melewati batas. Balas dendam merupakan reaksi
dari perasaan yang tidak berdaya untuk memengaruhi orang lain supaya
menyukai, menginginkan, menghargai maupun mengakui diri kita.
d.) Kemarahan
Yager (2006: 95-97) menyebutkan bahwa balas dendam merupakan
tindakan terakhir yang disebabkan oleh kompetisi berlebih, kecemburuan, iri
maupun kemarahan yang sudah melewati batas. Balas dendam merupakan reaksi
dari perasaan yang tidak berdaya untuk memengaruhi orang lain supaya
menyukai, menginginkan, menghargai maupun mengakui diri kita.
e.) Pengkhianatan
Yager (2006: 93-94) menyebutkan bahwa pengkhianatan merupakan
tindakan paling akhir dari balas dendam, dalam konteks ini kecemburuan,
kompetisi berlebihan, serta kemarahan sudah terlalu meluap dan mengakibatkan
perasaan kecewa pada teman sendiri dan menganggap semua ini karena kesalahan
teman. Pengkhianatan terjadi karena ada rasa ketidakmampuan dalam diri untuk
mengakui prestasi teman sendiri serta perasaan kecewa karena prestasi yang
dimiliki tidak sebanding dengan teman sendiri.
40
f.) Insecurity (Rasa Tidak Aman)
Menurut Greenberg (2015) dalam Psychologytoday.com mendefinisikan
insecurity :
“The kind of childhood you had, past traumas, recent experiences of failure
or rejection, loneliness, social anxiety, negative beliefs about yourself,
perfectionism, or having a critical parent or partner can all contribute to
insecurity” jika diterjemahkan secara bebas maka insecurity merupakan
perasaan di mana dipengaruhi oleh masa kecil yang dimiliki, trauma masa
lalu, pengalaman akan kegagalan dan penolakan, kesendirian, kecemasan
sosial, pandangan negatif akan diri sendiri, perfeksionis, atau mempunyai
orang tua atau pasangan yang pengkritik.
41
6. Kualitas Persahabatan/ Pertemanan
a. Pengertian Kualitas Persahabatan/ Pertemanan
Menurut Rachel Morrison (2007), Mempunyai sahabat hampir secara umum
dianggap sebagai hal yang baik, karena persahabatan dapat memperbanyak
wawasan, saling mendukung dan memperkaya hubungan sosial. Persahabatan
dapat memengaruhi seseorang dalam melakukan suatu tindakan. Persahabatan
yang positif akan membawa individu menjadi pribadi yang yang lebih positif
dalam kehidupannya. Namun sebaliknya, persahabatan yang negatif akan
membawa seseorang menjadi tampak lebih buruk. Rachel Morrison (2007)
persahabatan dalam organisasi yang positif dapat memberikan dukungan dan
sosialisasi yang baik pada umumnya, sebaliknya persahabatan juga bisa
mendatangkan kecemasan dan gangguan yang dapat memperburuk sikap kita.
Maka bisa dikatakan pergaulan yang buruk dapat memengaruhi kebiasaan yang
baik.
Rachel Morrison (2007) berpendapat bahwa persahabatan di kampus
dianggap lebih mendominasi ke arah yang positif, namun tidak bisa dipungkiri
akan menimbulkan konflik maupun stres. Kualitas persahabatan bisa dilihat dari
bagaimana mereka saling membantu, bertukar informasi, bersenang-senang
bersama, serta cara menangani konflik.
Menurut Rachel Morrison & Terry Nolan (2007: 34), Dimensi dari
Friendship Quality memiliki unsur keakraban (intimacy), rasa percaya (mutual
trust) dan rasa simpati (sympathy).
42
Menurut Berndt (2002: 7-10) bahwa kualitas pertemanan adalah
meningkatnya perilaku saling membantu, perilaku positif, keakraban dan lainnya,
serta menurutnnya tingkat persaingan, konflik dan bentuk perilaku negatif lainnya
sehingga kualitas pertemanan memengaruhi keberhasilan remaja dalam
berinteraksi dengan teman sebaya.
Berdasarkan uraian diatas tentang kualitas persahabatan dapat ditarik
simpulkan bahwa persahabatan yang berkualitas adalah keadaan baik atau
buruknya suatu hubungan emosional antara sahabat yang dilandasi oleh rasa
saling percaya, saling berbagi, saling memberikan dukungan, keintiman dan
keterbukaan.
b. Aspek-Aspek Yang Memengaruhi Kualitas Pertemanan
Aspek-aspek kualitas pertemanan menurut Asher dan Parker (1993: 611-
621) adalah :
a) Pengakuan dan saling menjaga
b) Terjadinya konflik
c) Pertemanan dan rekreasi
d) Membantu dan memberi petunjuk
e) Berbagi pengalaman dan perasaan
f) Pemecahan konflik
43
c. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kualitas Pertemanan
Faktor-faktor pembentukan kualitas pertemanan menurut Baron & Byrne
(2011: 9-10), yaitu:
a) Ketertarikan secara fisik dan kepribadian yaitu aspek yang penting untuk
mengawali sebuah hubungan karena sebelum perkenalan akan ada rasa
ketertarikan fisik dan kepribadian dari masing-masing remaja
b) Kesamaan adalah salah satu alasan untuk mempersatukan antar individu
untuk mengawali suatu hubungan.
c) Timbal balik adalah salah satu aspek persahabatan yang memiliki rasa
saling menguntungkan di dalamnya.
Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor
pembentuk kualitas pertemanan adalah ketertarikan secara fisik, kerapian, mampu
berpikir inisiatif, bersikap sopan, selalu jujur, penolong, adanya kesamaan dan
adanya hubungan timbal balik antara pertemanan.
d. Ciri-Ciri Yang Memengaruhi Kualitas Pertemanan
Menurut Berndt (2002: 7-10) ciri-ciri kualitas pertemanan sebagai berikut :
a.) Self disclosure(pembukaan diri)
Dalam hubungan pertemanan harus ada keterbukaan dalam berbagai hal baik
itu tentang pikiran dan perasaan yang paling pribadi serta saling
menceritakan segalanya.
b.) Intimacy (keakraban)
Dalam hubungan pertemanan remaja sering memberitahu kepada temanya
tentang dirinya sendiri.
c.) Self esteem support (dukungan harga diri)
Dalam hubungan pertemanan harus bisa memuji satu sama yang lain serta
mendorong teman untuk keberhasilan setelah mengalami kegagalan.
d.) Loyality (kesetiaan)
Dalam sebuah kualitas pertemanan remaja akan membela satu sama lain
serta melawan jika terdapat masalah dengan orang lain.
44
e.) Prosocial behavior (perilaku sosial)
Dalam sebuah pertemanan remaja belajar dari teman untuk penyesuaian
sosial pada remaja tersebut.
Berdasarkan ciri-ciri yang dikemukan oleh Berndt dapat disimpulkan
kualitas perteman itu kesetiaan, pembukaan diri, dukungan harga diri, keakraban,
dan perilaku sosial.
e. Fungsi Persahabatan
Menurut Gottman dan Parker dalam Dariyo (2004: 130-131) dan Davis
dalam Fauziah (2014: 85) menjelaskkan bahwa tedapat 6 fungsi persahabatan
yaitu:
a) Companionship: berarti individu harus bersedia mengorbankan diri dari
segi tenaga, waktu, dan memungkinkan biaya dengan sukarela demi
bersama.
b) Stimulation: berarti persahabatan dapat memberikan informasi agar
dapat memacu bakat atau pun potensi untuk lebih berkembang melalui
persahabatan seseorang memperoleh informasi yang menarik,
c) Physical Support: artinya dukungan fisik untuk seseorang dalam
menangani masalah dalam kehidupannya.
d) Ego Support: dukungan antara individu yang menjalin hubungan
persahabatan untuk saling menyatu menjadi satu. Dengan dukungan dan
perhatian maka sahabat dapat memiliki kekuatan moral, motivasi dan
semangat hidup untuk segera mengatasi masalah yang sedang
dihadapinya
e) Sosial Comparison: Ketika sahabat membandingkan diri dengan
kekurangan orang lain maka persahabatan dapat memberi stimulasi yang
positif bagi sahabat agar lebih berkembang menjadi pribadi yang lebih
baik.
f) Intimacy/ affection: tanda persahabatan sejati adalah adanya ketulusan,
kehangkatan dan keakraban antara satu dan yang lain. walaupun ada
perbedaan pemikiran, sikap ataupun perilaku. Perbedaan itulah yang
menjadi dasar untuk merasa saling membutuhkan dukungan emosional
dan dukungan sosial supaya tetap terjalin keakraban, kehangkatan, dan
keintiman.
45
7. Konsep Dasar dan Definisi Oprasional
No. Konsep Devini Operasional
1. Persahabatan Pertemanan atau persahabatan (Friendship) yaitu
Hubungan akrab antara seseorang dengan orang lainnya.
Teman merupakan salah satu yang berpengaruh besar
terhadap perilaku dan corak kehidupan seseorang. Suatu
pertemanan akan menimbulkan kebaikan dan keburukan
sekaligus. Maksudnya, jika berteman dengan orang baik
maka kita akan terpengaruh menjadi orang baik pula,
sebaliknya jika kita berteman dengan orang-orang yang
buruk maka kita terpengaruh menjadi buruk pula (Dariyo,
2004: 47).
2. Teman Sebaya Teman sebaya atau rekan adalah anak-anak dengan
tingkat kematangan atau usia yang kurang lebih sama.
Salah satu fungsi terpenting dari kelompok teman sebaya
adalah untuk memberikan sumber informasi dan
komparasi tentang dunia di luar keluarga. Melalui
kelompok teman sebaya anak-anak yang menerima
umpan balik dari teman-teman mereka tentang
kemampuan mereka. Anak-anak menilai apa-apa yang
harus mereka lakukan, apakah dia lebih baik dari pada
teman-peserta, sama, ataukah lebih buruk dari apa yang
anak-anak lain kerjakan. Hal demikian akan sulit
dilakukan dalam keluarga karena Saudara-Saudara
kandung lebih tua atau lebih muda (bukan sebaya)
(Santrock, 2004: 287).
Tabel 2.2
Konsep Dasar dan Definisi Operasional
46
C. KERANGKA PIKIR
STIMULUS
Perilaku Komunikasi toxic
friendship
Pengkritik
Tidak ada empati
Keras kepala
Selalu bergantung
ORGANISME
MAHASISWA FISIPOL
ANGKATAN 2015-2016
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH
MAKASSAR
RESPOND
Dampak Toxic Friendship
kompetisi berlebih,
kecemburuan
balas dendam
kemarahan
penghianatan
depresi
insecure (rasa tidak aman)
47
D. Fokus Penelitian
Fokus penelitian dalam penelitian ini terfokus pada studi Perilaku
Komunikasi Toxic Friendship dengan teman Sebaya di Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar. Alasan penulis memilih
tempat ini karena seringnya terjadi konflik yang tidak disadari oleh pelaku Toxic
atau pun korban, dan pengaruh atau dampak dari perilaku tersebut.
E. Deskripsi Fokus
Agar penelitian ini lebih terarah dan mudah dalam pencarian data,maka
terlebih dahulu ditetapkann fokus dalam penelitian yaitu:
1. Perilaku komunikasi
Perilaku komunikasi pada dasarnya merupakan perilaku manusia dalam
kegiatan- kegiatan komunikasi.
2. Toxic Friendship
Toxic friendship adalah hubungan pertemanan yang merugikan salah satu sisi.
Sementara itu, sisi satunya lebih banyak diuntungkan karena adanya satu sisi
yang telah ia rugikan.
3. Teman sebaya
Teman sebaya adalah orang dengan tingkat umur dan kedewasaan yang kira-
kira sama.
4. Komunikasi verbal
Komunikasi verbal adalah komunikasi dengan menggunakan kata kata bahasa
lisan maupun tulisan.
48
5. Komunikasi non verbal
Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang menggunakan simbol-simbol
atau isyarat yang dipahami seluruh anggota kelompok.
6. Pengkritik,
Pengkritik adalah perilaku tidak dapat menghargai hasil karya atau prestasi
yang dicapai oleh orang lain, merasa cemburu karena orang lain lebih sukses
dan lebih baik dibandingkan dirinya, serta mencoba merendahkan dengan
mengatakan hal yang buruk tentang kesuksesan yang dicapai orang lain.
7. Tidak Ada Empati,
Tidak ada empati artinya dalam hubungan tidak adanya sifat memahami dari
sudut pandang seseorang untuk merasakan, menyayangi dan menunjukkan
simpati kepada orang lain.
8. Keras Kepala,
Keras kepla artinya tidak mau mendengar kata orang lain, menganggap
pendiriannya selalu benar, tidak mau mengakui bahwa dirinya salah, tidak
mau mengalah, enggan untuk meminta bantuan orang lain.
9. Selalu Bergantung,
Selalu bergantung artinya tidak dapat hidup tanpa orang lain, tidak bisa hidup
mandiri, selalu membutuhkan kehadiran orang lain, selalu membutuhkan
bantuan dari orang lain, serta takut akan kehilangan orang lain.
10. Dampak perilaku komunikasi toxic friendship dengan teman sebaya.
49
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu Dan Lokasi
Berdasarkan judul penelitian ini, maka penelitian ini berlokasi di
Universitas Muhammadiyah Makassar. Alasan peneliti memilih lokasi tersebut
karena melihat seringnya terjadi konflik sosial dan konflik menjadi suatu yang
sangat penting untuk mendapatkan perhatian lebih dan membangun kesadaran
mahasiswa akan pentingnya gaya pertemanan. Oleh karena itu, peneliti merasa
tertarik melakukan penelitian mengenai Perilaku Komunikasi Toxic Friendship
dengan teman sebaya di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Muhammadiyah Makassar (Fisipol Unismuh Makassar). Waktu yang akan
digunakan dalam proses penelitian ini berkisar selama kurang lebih dua bulan
B. Jenis Dan Tipe Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penulis menggunakan metode kualitatif, Menurut Sugiyono (2012: 15),
metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk
meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, di mana peneliti adalah sebagai
instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi
(gabungan).
2. Tipe Penelitian
Tipe penelitian ini yaitu bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif
yaitu peneliti berusaha mengungkapkan suatu realita atau fakta fenomena sosial
tertentu sebagai mana adanya dengan memberikan refleksi dengan objektif
50
tentang Perilaku Komunikasi Toxic Friendship dengan teman sebaya di Fisipol
Unismuh Makassar
C. Informan/ Sumber Data
Pada penelitian ini sumber data yang digunakan ada dua yaitu:
1. Data Primer
Merupakan data yang diambil melalui teknik wawancara yang dilakukan
dengan tatap muka langsung, yaitu dengan beberapa mahasiswa yang berkaitan
dengan penelitian ini.
2. Data Skunder
Merupakan data yang diambil melalui kajian-kajian buku-buku jurnal,dan
literature yang berhubungan sama objek yang diteliti. yang berkaitan dengan
obyek penelitian tentang Perilaku Komunikasi Toxic Friendship dengan teman
sebaya di Fisipol Unismuh Makassar
D. Informan Penelitian
Menurut Sugiono tentang informan penelitian adalah Sampel dalam
penelitian kualitatif dinamakan sebagai narasumber atau partisipan, informan,
teman, guru dalam penelitian (Sugiyono, 2012: 54). Peneliti mengunakan teknik
puposive sampling yaitu memilih informan yang paling tahu tentang apa yang
diharapkan dan dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti
menjelajahi objek/ situasi sosial yang diteliti. Guba dan Lincoln mengusulkan cara
penentuan subjek penelitian sampai ke titik jenuh (point of redudancy) yaitu
jumlah informan ditentukan oleh pertimbangan-pertibangan informasional. Jika
tujuannya adalah untuk memaksimalkan informasi, maka pemilihan subjek
51
penelitian diakhiri mana kala tidak ada lagi informasi baru yang diperoleh dari
penambahan informan. Dengan kata lain kejenuhan merupakan kriteria utama
dalam penentuan jumlah subjek penelitian (Ivona S. Lincoln dan Egon G.Cuba,
1985). Peneliti pun mengambil sampel sebagai informan yaitu mahasiswa yang
memenuhi kriteria yang akan diteliti yaitu, mahasiswa yang berteman secara
berkelompok yang terdapat seseorang atau lebih yang termasuk dalam salah satu
ciri perilaku komunikasi toxic friendship di antaranya yaitu:
1. Pengritik
2. Tidak ada empati
3. Keras kepala
4. Selalu bergantung
Daftar informan
No Nama Jurusan Angkatan
1 Agus M Ilmu Administrasi Negara 2016
2 Dini Iryani Hakim Ilmu Komunikasi 2015
3 Meydi Bugies Sapoetra Ilmu Pemerintahan 2016
4 Nurhikma Ilmu Komunikasi 2015
5 Reskiani Ilmu Komunikasi 2015
6 Muliati Ilmu Administrasi Negara 2016
7 St Fatima Hamdani
Salman
Ilmu Administrasi Negara 2015
8 Isma Wahyuni Ilmu Pemerintahan 2015
52
9 Jufri Ilmu Komunikasi 2015
10 Hasan Ilmu Pemerintahan 2016
Tabel 3.1
Daftar Informan
E. Teknik Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data dikemukakan dalam penyusunan proposal,
menggunakan teknik:
1. Observasi
Observasi, adalah teknik mengumpulkan data yang dilakukan oleh peneliti
untuk melakukan pengamatan langsung terhadap Perilaku Komunikasi Toxic
Friendship dengan teman sebaya.
2. Wawancara
Nasution berpendapat, Wawancara atau interview adalah suatu bentuk
komunikasi verbal, yang merupakan semacam percakapan yang bertujuan untuk
memperoleh informasi (Nasution 1991: 154).
3. Dokumentasi
Dokumentasi, dari asal kata dokumen yang artinya barang-barang tertulis.
Dalam pelaksanaan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda
tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat,
catatan harian dan sebagainya
53
F. Teknik Analisa Data
Miles and Huberman (dalam Sugiyono,2012: 91-99) Menjabarkan bahwa
langkah-langkah analisis data dilakukan dengan sebagai berikut :
1. Reduksi Data
Mereduksi data berarti merangkum, memfokuskan pada hal yang penting,
menentukan pola dan temanya. Oleh sebab itu data yang disajikan lebih jelas
setelah melalui proses reduksi dalam hal ini gambaran tentang Perilaku
Komunikasi Toxic Friendship dengan teman sebaya di Fisipol Unismuh
Makassar.
2. Penyajian data
Dalam penlitian ini saya menyaikan data bersifat naratif yang di bentuk
berdasarkan beberapa keterangan yang di dapatkan di lapangan tentang Perilaku
Komunikasi Toxic Friendship dengan teman sebaya di Fisipol Unismuh Makassar
3. Penarikan simpulan (Conclusion Drawing And Verification)
Merincikan poin poin terpenting infrormasi yang peneliti sajikan sebagai
jawaban dari permsalahan yang penulis teliti.
G. Teknik Pengabsahan Data
Cara mudah dan terpenting dalam uji pengabsahan hasil peneliti dengan
menggunakan trianggulasi, yaitu:
1. Triangulasi sumber
Menurut Meleong trianggulasi sumber adalah membandingkan dan
mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui
sumber satu dengan sumber yang lainnya yang berbeda (Moleong, 2003 : 130)
54
2. Triangulasi Teknik
Triangulasi teknik menurut Moleong adalah dengan selalu memanfaatkan
peneliti atau pengamatan lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat
kepercayaan data. (Moleong, 2003 : 130)
3. Tianggulasi Waktu
Waktu dapat memengaruhi kredibilitas data. Data yang diambil pada waktu
yang berbeda biasanya mendapatan hasil yang berbeda, maka dari itu akan
dilakukan pengecekan.
55
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Penelitian
1. Universitas Muhammadiyah Makassar
Universitas Muhammadiyah Makassar adalah salah satu perguruan
tinggi Muhammadiyah yang merupakan amal usaha Muhammadiyah dalam
mengembangkan pendidikan khususnya pada jenjang pendidikan tinggi. Motto
Universitas Muhammadiyah Makassar ialah integritas, professional,
entrepreneurship. Universitas Muhammadiyah Makassar didirikan pada tahun
1963 yang beralamat di JL. Sultan Alauddin No. 259, Gunung Sari, Kec.
Rappocini, Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Nomor telepon : +62 (411) 866 972
Alamat Email : [email protected]
a. Sejarah Universitas Muhammadiyah Makassar
Universitas Muhammadiyah Makassar didirikan pada tanggal 19 juni
1963 sebagai cabang dari Universitas Muhammadiyah Jakarta. Pendirian
perguruan tinggi ini adalah realisasi dari hasil Musyawarah Wilayah
Muhammadiyah Sulawesi Selatan dan Tenggara ke-21 di Kabupaten
Bantaeng.
Pendirian tersebut didukung oleh Persyarikatan Muhammadiyah
sebagai organisasi yang bergerak di bidang pendidikan dan pengajaran
dakwah amar ma’ruf nahi munkar, lewat surat nomor: E-6/098/1963
tertanggal 22 Jumadil akhir 1394 H/12 juli1963 M. kemudian akte
56
pendiriannya dibuat oleh notaris R. Sinojo Wongsowidjojo berdasarkan akta
notaris nomor: 71 tanggal 19 juni 1963. Universitas Muhammadiyah Makassar
dinytakan sebagai perguruan tinggi swasta terdaftar sejak 1 oktober 1965.
Universitas Muhammadiyah Makassar (Unismuh Makassar) sebagai
Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) mengemban tugas dan peran yang
sangat besar bagi agama, bangsa dan Negara, baik di masa sekarang maupun
di masa depan. Selain posisinya sebagai salah satu PTM/PTS di Kawasan
Timur Indonesia yang tergolong besar, juga padanya tertanam kultur
pendidikan yang diwariskan sebagai amal usaha Muhammadiyah. Nama
Muhammadiyah yang terintegrasi dengan nama Makassar memberikan
harapan terpadunya budaya, keilmuan dan nafas keagamaan.
Pada awal berdirinya, Universitas Muhammadiyah Makassar membina
dua fakultas yakni fakultas keguruan dan seni jurusan bahasa Indonesia, dan
fakultas keguruan dan ilmu pendidikan jurusan pendidikan umum (PU), dan
pendidikan sosial (PS) yang dipimpin oleh rector Dr. H. Sudan. Pada tahun
yang sama (1963) Universitas Muhammadiyah Makassar telah berdiri sendiri
dan dipimpin oleh rector Drs. H. Abdul Watif Masri.
Perkembangan berikutnya Universitas Muhammadiyah Makassar pada
tahun 1965 membuka fakultas baru yaitu: fakultas ilmu agama dan dakwah
(FIAD), fakultas ekonomi (Fekon), fakultas sosial dan politik, fakultas
kesejahteraan sosial, dan akademi pertanian. Selanjutnya tahun 1987
membuka fakultas teknik, tahun 1994 fakultas pertanian, tahun 2002
membuka program pascasarjana, dan tahun 2008 membuka fakultas
57
kedokteran, dan sampai saat ini, Universitas Muhammadiyah Makassar telah
memiliki 7 fakultas 34 program studi dan program pascasarjana yang telah
terakreditasi BAN-PT.
Universitas Muhammadiyah Makassar pada tahun 2003 mengalami
tahapan transisi sejarah perkembangan, berupa perubahan formasi
kepemimpinan dengan bergabungnya generasi muda dan generasi tua.
Pimpinan dan seluruh civitas akademika Universitas Muhammadiyah
Makassar bertekad untuk memelihara hasil capaian para pendahulu dan
mengembangkannya kepada capaian yang lebih baik, serta berkomitmen: (1)
memelihara kepercayaan masyarakat, (2) mencapai keunggulan dalam
kompetisi yang semakin ketat, dan (3) mewujudkan kemandirian dalam
pengelolaan dan pengembangan diri. Dari ke tiga komitmen tersebut
diharapkan dapat mengantar Universitas Muhammadiyah Makassar untuk
menjadi Perguruan Tinggi Islam Terkemuka.
2. Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik adalah salah satu fakultas di
Universitas Muhammadiyah Makassar. Berdiri sejak tahun 2011, fakultas ini
telah menghasilkan ribuan alumni yang telah tersebar diberbagai instansi, baik
swasta maupun pemerintahan.
Terdapat tiga program studi di dalam Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu
Politik Universitas Muhammadiyah Makassar yaitu:
1. Ilmu Administrasi Negara
2. Ilmu Pemerintahan
58
3. Ilmu komunikasi
a. Lokasi dan kontak Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Lokasi : Menara Iqra Lt.5 | Jl. Sultan Alauddin No.259 Makassar –
90221
Email : [email protected]
Telp : 0411 866 972 | Fax. 0411 865 588
b. Visi dan Misi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Visi
Fakultas yang unggul, terpercaya dan mandiri dalam bidang
pendidikan, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat serta pengembangan
pemikiran dan pengkajian ilmu-ilmu sosial dan ilmu politik yang bernuansa
keislaman tshun 2024.
Misi
1) Menyelenggarakan proses pendidikan dan pengajaran yang berkualitas dan
akuntabel.
2) Membangun kemitraan dengan institusi di luar kampus demi tercapainya
sinergitas antara kajian ilmu sosial dan politik dengan dunia kerja.
3) Mengupayakan atmosfir akademik yang kondusif dengan dunia keilmuan
melalui perwujudan Tridharma Perguruan Tinggi.
4) Mengupayakan proses pembelajaran yang mengedepankan nilai-nilai
religius.
59
3. Struktur Organisasi
Bagan 4.1
Struktur organisasi Unismuh Makassar
60
B. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
I. PERILAKU KOMUNIKASI TOXIC FRIENDSHIP DENGAN TEMAN
SEBAYA (Studi pada mahasiswa Fisipol angkatan 2015-2016 Unismuh
Makassar)
Terlahir sebagai makhluk sosial, menjadikan mahasiswa sebagai
makhluk yang bergantung satu sama lain. Membangun persahabatan
merupakan sesuatu yang harus dihayati sebagai wujud nyata bahwa manusia
memang makhluk sosial. Terkadang teman yang dekat dan datang silih
berganti. Sebagian besar mahasiswa Universitas Muhammadiyah Makassar
membuat Circle Friendship atau kelompok pertemanan. Yaitu berteman
dengan orang-orang terdekat pilihan mereka sendiri
Perilaku komunikasi di dalam suatu kelompok adalah aktivitas
berkomunikasi baik tindakan komunikasi verbal maupun non verbal kata biasa
disebut dengan perilaku komunikasi verbal dan perilaku komunikasi
nonverbal yaitu semua jenis pesan melalui kata-kata atau simbol-simbol yang
berarti sama.
Pertemanan atau persahabatan (Friendship) yaitu hubungan yang erat
antara seseorang dengan yang lainnya. Teman memiliki pengaruh besar pada
perilaku dan gaya hidup seseorang. Persahabatan akan membawa kebaikan
dan keburukan pada saat bersamaan. Artinya, jika berteman dengan orang
buruk maka akan berdampak buruk juga terhadap diri kita yang biasa disebut
Toxic friendship.
61
Toxic friendship adalah hubungan persahabatan yang beracun dan
tidak sehat serta hanya menguntungkan di satu sisi dan merugikan di satu sisi
lainnya. Ciri dari Persahabatan beracun yaitu pengkritik, tidak ada empati,
keras kepala, dan selalu bergantung.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dengan mewawancarai
beberapa informan yang memiliki kriteria yang dibutuhkan, maka hasil
penelitian ini akan menjelaskan tentang Perilaku Komunikasi Toxic friendship
dengan Teman Sebaya (Studi pada Mahasiswa Fisipol angkatan 2015-2016
Universitas Muhammadiyah Makassar) yang mengacu pada beberapa
indikator yaitu, pengkritik, tidak ada empati, keras kepala, dan selalu
bergantung.
1. Pengkritik
Pengkritik adalah perilaku yang tidak dapat menghargai hasil karya
atau prestasi yang dicapai oleh orang lain, merasa cemburu karena orang lain
lebih sukses dan lebih baik dibandingkan dirinya, serta mencoba merendahkan
dengan mengatakan hal yang buruk tentang kesuksesan yang dicapai orang
lain (Yager, 2006: 88)
Berdasarkan hasil wawancara terhadap beberapa informan, disebutkan
bahwa mereka kerap mendapatkan kritikan dari beberapa temannya. Namun
kritikan teresebut bersifat tidak membangun, namun terkesan merendahkan.
Salah satunya Mahasiswa Ilmu komunikasi 2015, Dini yang memiliki
kelompok pertemanan. Dini menjelaskan bagaimana ia membentuk suatu
kelompok pertemanan:
62
“Saya membentuk suatu kelompok pertemanan karena awalnya kita
satu jurusan tapi beda kelas. Terus saya lihat dia ramah dan baik ke
semua orang lama- lama akrab waktu semester 2 an sampai sekarang
kayaknya”
Dini membenarkan ia memiliki satu kelompok pertemanan di kampus.
Ia membentuk suatu kelompok pertemanan karena memiliki kesamaan yaitu
jurusan yang sama di kampus dan ketertarikan pada pada kepribadian yang
baik dan ramah (Baron & Byrne, 2011: 9-10). Lalu Dini menceritakan tentang
adanya toxic friend di dalam kelompok pertemananya:
“Terdapat satu toxic friend di dalam kelompok pertemanan saya. Dia
datang disaat butuh saja keras kepala dan suka mengkritik tanpa
introspeksi diri”
Dini mengatakan terdapat satu toxic friend di dalam kelompok
pertemanannya. Ia memiliki perilaku bergantung, keras kepala dan pengritik.
Dalam hal ini penulis memfokuskan pada poin Pengkritik. Dini menjelaskan
bentuk komunikasi toxic friendship yang dia alami :
“Iya betul menurutku bentuk komunikasinya, keduanya verbal dan
nonverbal. Keras kepala ketika kita memberikan saran tapi dia tidak
mau mendengar padahal kita menyampaikan saran tersebut demi
kebaikannya. Dan suka mengkritik bahwa ini itu tidak baik sedangkan
yang dia lakukan belum tentu benar.”
Berdasarkan pernyataan Dini, bentuk perilaku komunikasi toxic
friendship yaitu verbal dan nonverbal. Dini merasa temannya yang suka
mengkritik dirinya yang terlihat buruk belum tentu baik dan harus diikuti. Ada
baiknya kita memfilter apa yang dapat menjadi masukan membangun dan apa
yang bersifat merendahakan.
63
Nurhikma, salah satu mahasiswa Ilmu Komunikasi 2015 mengatakan
tentang alasan ia membentuk suatu kelompok pertemanannya:
“Iya saya berteman berkelompok. karena mereka cantik dan baik.
Awal kuliah suka bantu kerja tugas, ajar saya di kampus, mereka suka
minta traktir makan KFC, McD dan Warkop”
Menurut hikma, menjelaskan salah satu faktor dari pembentukan
kualitas pertemanan yaitu hubungan timbal balik adalah salah satu aspek
persahabatan yang memiliki rasa saling menguntungkan di dalamnya (Baron
& Byrne 2011: 9-10), ia membentuk suatu kelompok pertemanan karena
adanya ketertarikan dan hubungan timbal balik. Selanjutnya hikma
menjelaskan tentang adanya toxic friend di dalam kelompok pertemananya:
“Iya banyak yang jahat sekarang ikut-ikutan bully saya, tidak ada
empati, keras kepala, bergantung dengan orang lain, dan pengkritik.
Ada pi maunya baru bisa temani”
Hikma menjelaskan teman temannya memiliki perilaku toxic
friendship yaitu tidak ada empati, keras kepala, bergantung dengan orang lain
dan pengkritik. Dalam hal ini penulis memfokuskan pada poin Pengkritik.
Lebih lanjut Hikma menjelaskan tentang bentuk perilaku komunikasi toxic
friendship yaitu:
“Kata-katai dan suka bully, mengkritik penampilanku dan tidak mau
bantu kalau tidak ada sogokan makan”
Hikma mengatakan perilaku yang biasa ia dapatkan berupa hinaan dan
bully-an terhadap penampilanya dan temannya tidak akan membantu sebelum
menerima sogokan makanan. Maka dapat disimpulkan bentuk perilaku
komunikasi toxic friendship yaitu verbal dan non verbal. Lebih dalam Hikma
menceritakan tentang contoh kasus yang pernah atau selalu ia alami:
64
“Saya sering direndahkan dan dibully, biasa karena pakaianku,
hijabku, baju atau rok yang kusut. Selalu ditegur di tempat ramai
bikin saya malu. Dan susah nyambung kalau bicara sama teman, dia
bilang a bilang d. biasa juga ada pi maunya baru dia temanika. Kalau
minta bantuan sama teman harus pi ada suapan atau sogokan makan
kalau mau bantu”
Bedasarkan penuturan Hikma perilaku pengkritik yang dimiliki
temannya terkesan suka membully dirinya.
“Dimanfaatkan selalu buat teraktir mereka supaya mau berteman dan
selalu dijadikan lelucon”
Hikma menambahkan bahwa ia selalu dimanfaatkan oleh teman-
temannya dan selalu jadi bahan candaan. Hikma berpendapat fungsi sahabat
yang seharusnya itu seperti :
“Saling membantu dan rela berkorban tidak membully teman,
menerima apa adanya dan saling mengerti”
Dari pendapat hikma dapat disimpulkan sahabat yang baik harusnya
berfungsi sebagai Physical Support artinya dukungan fisik untuk seseorang
dalam menangani masalah dalam kehidupannya, Companionship, berarti
individu harus bersedia mengorbankan diri dari segi tenaga, waktu, dan
memungkinkan biaya dengan sukarela demi bersama (Dariyo, 2004: 130-131)
dan memiliki prosocial behavior (perilaku sosial) yang baik dalam sebuah
pertemanan remaja belajar dari teman untuk penyesuaian sosial pada remaja
tersebut (Berndt, 2002: 10).
Sama halnya dengan Muliati mahasiswa Ilmu Administrasi Negara
2016 menjelaskan tentang terbentuknya kelompok pertemanannya:
65
“Iye kak berteman kelompok, Pertamanya karena kerja kelompok
untuk tugas kampus kak. Suka ngumpul diskusi bareng, ngobrol-
ngobrol eh jadi nyambung. Jadi baku bawa terus mi kak”
Muliati menjelaskan bahwa kelompok pertemanannya terbentuk
karena tugas kelompok yang membuat mereka sering berkumpul dan
nyambung saat berbincang. Muliati memberikan pendapat tentang
pertengkaran didalam kelompok pertemanannya:
“Bertengkar pernah lah kak, di dalam pertemanan pasti ada fase up
and down nya kak. Menurutku pertengkaran di dalam pertemanan
wajar terjadi. Pasti semua orang pernah bertengkar sama sahabatnya”
Menurut Muliati pertengkaran dalam suatu kelompok pertemanan
wajar terjadi dal pernah dialami semua orang. Selanjutnya Muliati menjelasan
tentang adanya toxic friend di dalam kelompok pertemananya:
“Oh ada kak salah satu dari mereka suka bicara orang lain di
belakangnya suka calla-calla orang. Biar kita-kita sahabatnya biasa
jadi korban.”
Muliati menambahkan tentang perilaku toxic friend tersebut :
“Suka dia komentari penampilannya orang kak, dia calla-calla
pakaiannya orang. Padahal menurutku gayanya biasa aja jadi kayak
tidak layakki untuk bilang bilangi orang”
Muliati memiliki toxic friend yang memiliki perilaku pengkritik. Ia
menjelaskan teman tersebut suka menghina orang lain dari belakang bahkan
sahabatnya menjadi korbannya. Selanjutnya ia menjelaskan tentang bentuk
perilaku komunikasi dari teman tersebut:
“Dengan kata-kata biasa kak, sama lihat-lihat sinis orang baru bisik-
bisik. Kentara sekali mi itu kak kalau ada lagi dia hina orang. Bahkan
sampai di depanku dia bilang bilangika kakak”
66
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa bentuk perilaku toxic
friendship teman Muliati yaitu Verbal dan Nonverbal. Ia menghina orang lain
dengan tatapan sinis dan dengan kata-kata secara langsung dihadapannya.
Lebih dalam Muliati menceritakan tentang contoh kasus yang ia pernah alami:
“Contohnya kak, pernah dulu kalau misalnya ke kampus ka biasa dia
ceritai bilang tebalnya itu sana bedaknya, caranya lagi berpakaian
astaga norak sekali”
Muliati menceritakan bahwa temannya suka mengkritik
penampilannya saat berada di kampus. Selanjutnya Muliati berpendapat
tentang penyebab temannya menjadi toxic yaitu:
“Menurutku, penyebabnya mungkin kepribadiannya sudah begitu kak,
atau dia terlalu atau kurang percaya diri dengan penampilannya jadi
dia berusaha membuat image buruk untuk orang lain”
Berdasarkan pendapat tersebut, menurut (Yager, 2006: 137-144)
bahwa kepribadian dan kurangnya percaya diri dapat menjadi faktor penyebab
terjadinya toxic friendship. Muliati menambahkan perilaku dari seorang toxic
friend terbentuk karena faktor biologis dan faktor lingkungan
(sosiopsikologis) sebagai faktor pendukung.
“Menurutku kak faktor biologis karena dari dulumi begitu dan
siapapun dan kapanpun bisa dia bilangi orang, mungkin faktor
lingkungan bisa menjadi faktor pendukung dalam hal ini ”
Selaras dengan pendapat Muliati, menurut Wilson dalam Rakhmat
(2007: 34) Perilaku sosial dibimbing oleh aturan aturan yang telah diprogram
secara genetis dalam jiwa manusia (faktor biologis) atau faktor lingkungan
karena manusia mahluk sosial, dari proses sosial ia memperoleh beberapa
karakteristik yang memengaruhi perilakunya (faktor sosiopsikologis).
67
Muliati menambahkan fungsi persahabatan seharusnya seperti:
“Harusnya sahabat itu memiliki perilaku sosial yang baik terutama
pada sahabatnya sendiri agar dapat memberikan stimulasi yang positif
agar menjadi orang yang lebih baik”
Dari pendapat Muliati dapat disimpulkan sahabat yang baik harusnya
memiliki prosocial behavior (perilaku sosial) yang baik dalam sebuah
pertemanan remaja belajar dari teman untuk penyesuaian sosial pada remaja
tersebut (Berndt, 2002: 10) serta berfungsi sebagai Stimulation berarti
persahabatan dapat memberikan informasi agar dapat memacu bakat atau pun
potensi untuk lebih berkembang melalui persahabatan seseorang memperoleh
informasi yang menarik (Dariyo, 2004: 130) dan Social Comparison yaitu
ketika sahabat membandingkan diri dengan kekurangan orang lain maka
persahabatan dapat memberi stimulasi yang positif bagi sahabat agar lebih
berkembang menjadi pribadi yang lebih baik (Fauziah, 2014: 85)
Agus, mahasiswa ilmu pemerintahan angkatan 2016 juga merasakan
hal yang sama. Pertama-tama ia menjelaskan awal terbentuknya kelompok
pertemanannya:
“ Yaa, saya membentuk kelompok pertemanan setelah merasa nyaman
dan memiliki ketertarikan yang sama”
Berdasarkan penjelasan di atas Agus membentuk kelompok
pertemanannya berdasarkan faktor kesamaan yaitu memiliki ketertarikan yang
sama. Selanjutnya ia mengatakan tentang adanya salah satu temannya yang
toxic :
“iya ada yang pernah yang berperilaku toxic¸tapi tidak selalu tapi
pernah membuat suasana jadi negatif beberapa kali”
68
Selanjutnya ia berpendapat perilaku toxic friendship itu seperti:
“menurut saya perilaku komuniikasi toxic yaitu mereke membuat kita
merasa down dan merubah menjadi orang yang lebih negatif.
melontarkan kata-kata yang membuat kita pesimis atau berpikiran
negatif. Kebanyakan dengan kata-kata daripada tindakaan non verbal.
misalnya ketika kita menceritakan visi ataau target lalu ia melontarkan
kata-kata itu mustahil kamu raih tanpa adanya alasan yang logis”
Berdasarkan pendapat di atas, menurut Agus perilaku komunikasi toxic
yang dia alami yaitu pengkritik. Toxic friend tersebut suka mengatakan hal
negative yang membuatnya merasa pesimis. Dapat diketahui bahwa bentuk
komunikasi yang ia dapatkan kebanyakan perilaku komunikasi Verbal
dibandingkan perilaku komunikasi nonverbal.
Sama halnya dengan Hasan salah satu mahasiswa Ilmu Pemerintahan
angkatan 2016, ia menjelaskan awal terbentuknya kelompok pertemanannya:
“iya saya berteman secara berkelompok karena pada dasarnya saya
adalah makhluk sosial secara langsung saya tidak hidup secara
individual. Saya membentuk kelompok pertemanan karena saya
memiliki hobi yang sama”
Hasan menjelaskan ia membentuk kelompok pertemanan karena faktor
social dan faktor kesamaan. Menurut Dariyo bahwa Remaja memiliki
kebutuhan intrinsik dalam interaksi sosial, yaitu memiliki teman dan
persahabatan yang berkualitas. Selanjutnya ia menceritakan tentang salah satu
temannya yang kerap berperilaku toxic:
“ berperilaku toxic? Iya kayak itu sering. Sering membuat hal negatif.
Contohnya ketika seorang teman memberikan kritik, mengkritik tanpa
memberikan saran dan kritikannya.”
Hasan mengatakan salah satu temannya berperilaku komunikasi toxic
yaitu pengritik. Lebih dalam ia menceritakan tentang contoh kasus yang selalu
ia alami:
69
“Dia selalu mengkritik masalah side job di luar perkuliahan tanpa
memberikan solusi dan saran tentang apa yang dikritik tersebut yang
terkesan selalu menjatuhkan di depan orang lain”
Hasan mengatakan toxic friend tersebut sering mengkritik pekerjaan
sampingan yang ia miliki. Hasan merasa toxic friend tersebut selalu
menjatuhkannya dihadapan orang lain dengan kritikannya yang tidak
memberikan solusi dan saran.
Dari beberapa pendapat dapat disimpulkan bahwa sifat pengkritik yang
dimiliki Toxic friendship bisa dikatakan lebih condong ke arah merendahkan,
membully ataupun men-judge seseorang yang dapat berdampak pada perilaku
korbannya.
Faktor pertama dari Perilaku komunikasi toxic friendship dengan
teman sebaya yaitu perilaku pengkritik, yaitu salah satu bentuk perilaku
komunikasi verbal dan nonverbal berupa kecaman atau celaan terhadap diri
atau pencapaian seseorang. Perilaku pengkritik dapat terbagi 2 yaitu kritikan
membangun dan kritikan menajatuhkan. Perilaku pengkritik yang dimiliki
Toxic Frendship bisa dikatakan lebih condong ke arah merendahkan,
membully atau pun men-judge seseorang yang dapat berdampak pada perilaku
korbannya.
2. Tidak ada empati
Menurut (Yager, 2006: 88) Tidak Ada Empati, Artinya dalam
hubungan tidak adanya sifat memahami dari sudut pandang seseorang untuk
merasakan, menyayangi dan menunjukkan simpati kepada orang lain. Seperti
70
halnya Hikma mahasiswa Ilmu Komunikasi 2015 menuturkan tentang seorang
temannya yang berperilaku tidak berempati, bahwa:
“Biasa ada pi maunya baru dia temanika, biasa kalau minta bantuan
sama temanku ada pi suapan atau sogokan makan kalau mau dibantu”
Menurut perkataan Hikma teman yang tidak ada empati datang di saat
ada yang ia inginkan dan membantu jika diberi keuntungan. Dengan kata lain
tidak tulus membantu sesama teman.
Selanjutnya Meydi Boegis Sapoetra salah satu mahasiswa Ilmu
Pemerintahan angkatan 2016 menceritakan tentang salah satu perilaku
komunikasi toxic yang dimiliki temannya :
“mereka menciptakan suasana negatif kalo ada bahan untuk membully
orang. Pernah, sesekali teman saya memberikan omongan yang tidak
menyenangkan dan membuat mental saya down“
Menurut Meydi, toxic friend tersebut menciptakan suasana negatif
dengan membully orang lain, bahkan dirinya sesekali mendapatkan perkataan
buruk hingga memengaruhi kondisi mentalnya. Lebih dalam ia menceritakan
contoh kasusnya:
“ketika teman saya mencaci seseorang yang telah kelaparan dan
meminta uang kepada teman saya, dengan kata kata, "dia lebih miskin
dari pada saya"”
Berdasarkan kalimat diatas, peneliti mengidentifikasi perilaku toxic
friend yang dimiliki Meydi adalah tidak ada empati. Karena ia tega menghina
temannya yang meminta bantuan padanya.
Sedangkan menurut Reskiani mahasiswa Ilmu Komunikasi angkatan
2015 menjelaskan tentang terbentuknya kelompok pertemanannya:
71
“Saya punya teman yang bisa dikatakan berkelompoklah karena
terdiri dari beberapa orang. Pertamanya ketemu waktu pendaftaran di
kampus dia ajak saya cerita karena dia datang sendiri terus tukaran
nomor untuk Sharing informasi. Terus berteman maka sama dia
dengan yang lain juga”
Reskiani menjelaskan terbentunya suatu kelompok pertemanan yang ia
miliki karena faktor kesamaan yaitu mendaftar di kampus yang sama dan
faktor timbal balik yaitu memiliki keuntungan dengan saling berbagi
informasi (Baron & Byrne, 2011: 9-10). Selanjutnya Reskiani menjelaskan
tentang toxic friendship yang pernah berada dalam circle pertemanannya:
“Pernah ada diantara mereka yang toxic tapi sekarang tidak akrabmi
karena mungkin dia sudah paham kalau kami yang lain sudah tidak
nyaman ada dia circle pertemanan kami”
Alasan memudarnya keakraban dari perndapat Reskiani yaitu
memahami isyarat. Dalam komunikasi terdapat pesan nonverbal yaitu semua
isyarat yang bukan kata-kata. Dalam konteks ini hubungan persahabatan
dalam masa-masa harus diakhiri. Maka perlunya memahami sebuah isyarat
agar mulai memudarkan rasa persahabatan sebelum berakhir pada
pengkhianatan (Yager 2006: 140). Reskiani menjelaskan tentang perilaku
kominukasi toxic friend tersebut:
“Diantara Kami berempat, Dia memiliki sikap Bossy. Dia terus mau
dengar baru tidak mau sekali menerima masukan dari anak anak yang
lain. Egois, Tidak ada empatinya sama sekali”
Menurut pendapat Reskiani teman yang tidak berempati bertingkah
seperti “bos” yang hanya bisa memerintah namun tidak mau mendengarkan
masukan atau pendapat orang lain. Lalu ia menambahkan:
72
“Contohnya kalau dia minta tolong kayak harus ki bantu ki kalau
tidak dibantu marah-marahki suka ngomong kasar. Terus saat yang
lain minta tolong sama dia, dia acuh ji bodoh amat”
Sambung Reskiani yang menceritakan contoh kasus yang sering ia
alami dalam circle pertemanannya. Dijelaskan bahwa toxicfriend tersebut
memiliki perilaku toxic yaitu tidak ada empati. Seperti contoh kasus yang
Reskiani ceritakan, toxic friend tersebut bertingkah seperti bos. Ia selalu
meminta bantuan tapi tidak mau membantu orang lain dan terkesan memaksa.
Reskiani menjelaskan penyebab perilaku toxic yang dimiliki
temannya:
“Entahlah, mungkin banyak masalah luarnya yang buat ki depresi
begitu karena tidak bisa dia kontrol dirinya jadi moodyan ki”
Salah satu penyebab terjadinya toxic friendship yaitu depresi. Menurut
(Yager, 2006: 141-142) depresi merupakan kondisi medis yang berupa
suasana hati yang buruk secara berkepanjangan, kehilangan minat terhadap
segala hal dan merasa kekurangan energi. Seseorang yang mengalami depresi
dapat memberikan pengaruh buruk bagi lingkungan sekitar, tidak terkecuali
pada hubungan persahabatan. Penderita depresi dapat bertingkah laku yang
berbahaya meski pada sahabatnya sendiri, contohnya berkhianat, tidak dapat
berkata jujur, pemarah dan lain sebagainya. Reskiani menambahkan tentang
faktor yang memengaruhi perilaku toxic friend tersebut:
“Faktor biologis karena dia anak pertama terus suka dia perintah-
perintah adiknya juga. makanya terbawa sampai di luar lingkungan
keluarganya”
Menurut Reskiani perilaku Toxic friendship terbentuk karena faktor
biologis. Menurt Wilson dalam Rakhmat (2007: 34) Faktor biologis yaitu
73
perilaku sosial dibimbing oleh aturan aturan yang telah diprogram secara
genetis dalam jiwa manusia. Reskiani mengatakan sahabat yang baik itu
seperti:
“Sahabat yang baik itu saling mendengarkan dan didengarkan. Kalau
ada masalah yah ceritakan supaya bisa dibantu untuk selesaikan
jangan suka di pendam sendiri”
Selaras dengan pedapat tersebut salah satu faktor pembentukan
kualitas pertemanan yaitu Timbal balik yang memiliki rasa saling
menguntungkan di dalamnya dalam hal ini didengarkan dan mendengarkan
(Baron & Byrne, 2011: 9-10). Dan Parker dalam Dariyo (2004: 130-131) salah
satu fungsi persahabatan adalah Ego Support yaitu dukungan antara individu
yang menjalin hubungan persahabatan untuk saling menyatu menjadi satu.
Dengan dukungan dan perhatian maka sahabat dapat memiliki kekuatan
moral, motivasi dan semangat hidup untuk segera mengatasi masalah yang
sedang dihadapinya.
Sama halnya dengan Reskiani, Jufri mahasiswa ilmu komunikasi
Unismuh Makassar angkatan 2015 juga mendapatkan perilaku yang hampir
sama. Ia menceritakan bahwa:
“Ya saya berteman berkelompok. Saya mencari teman yang
sefrekuensi dan sevisi."
Berdasarkan keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa Jufri
membentuk suatu kelompok pertemanan bersasarkan faktor kesamaan. Lebih
dalam ia berpendapat tentang perilaku komunikasi toxic friendship yaitu:
“Hmm... menurut saya Perilaku komunikasi toxic friendship
merupakan pola komunikasi yang membawa aura negatif di dalam
74
lingkungan pertemanan. Dia selalu ingin mendominasi disetiap
percakapan dan membuat mental block”
Berdasarkan pendapat diatas, Jufri mengatakan toxic friendship
merupakan pola komunikasi yang negatif dalam lingkungan pertemanan.
Salah satu contohnya yaitu kerap mendominasi komunikasi dan membuat
kurang berkonsentrasi.
St Fatima mahasiswa Ilmu Admnistrasi Negara angkatan 2015 ini yang
menceritakan tentang terbentuknya kelompok pertemanannya bersama toxic
friend.
“iya saya memiliki kelompok pertemanan, Dulu saya kenal dia dari
Instagram. Dia itu berteman sama teman-teman SMA ku, Ternyata
satu kampus ka di sini sama jurusan juga. Terus pas ketemu sama-
sama ka baku tau, singkat cerita berteman mka”
Menurut Fatima, ia membentuk suatu kelompok pertemanan karena
adanya kesamaan yaitu circle petemanan yang sama dan kampus serta jurusan
yang sama. Seperti yang telah dijelaskan faktor kesamaan menurut Baron &
Byrne (2011: 9-10) Kesamaan adalah salah satu alasan untuk mempersatukan
antar individu untuk mengawali suatu hubungan. Selanjutnya Fatima
menceritakan tentang toxic friend tersebut
“Ohh teman beracun? Ada tapi sudah tidak sama mi karena musuh
dalam selimut haha. Karena dia bisa dibilang teman yang suka
mengambil keuntungan terus suka menjelek-jelekkan saya di mata
orang lain. Bisa dibilang kacang lupa sama kulitnya, tidak peduli
dengan orang lain”
Dari pendapat Fatima di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku
komunikasi toxic friendship teman tersebut yaitu tidak ada empati. Selaras
dengan hal tersebut, Menurut (Yager, 2006: 88-89) Tidak Ada Empati,
75
Artinya dalam hubungan tidak adanya sifat memahami dari sudut pandang
seseorang untuk merasakan, menyayangi dan menunjukkan simpati kepada
orang lain. Selanjutnya Fatima menjelaskan bentuk perilaku komunikasinya.
“Bentuk komunikasinya itu verbal dan nonverbal. Karena dia kata-
katai ka di depan orang lain dan berusaha dijatuhkan bisnisku”
Fatima menjelaskan bentuk perilaku komunikasinya adalah verbal
yaitu memaki dirinya di depan orang lain dan nonverbal yaitu bertindak
menjatuhkan bisnisnya. Lebih dalam Fatima menceritakan contoh kasus yang
pernah dialaminya
“Kan jualanka toh baru suka ki bertanya di mana ka ambil barang,
berapa harganya ku beli baru berapa ku jualkan, bagaimana caranya
jualan. Saya jawab ji selalu, saya jelaskan kah ku pikir temanku ji.
Ternyata bikin ki juga online shop. Baru barangnya sama persis
dengan jualanku. Yah awalnya ku pikir tidak masalah ji malahan saya
dukung. Tapi ternyata dia belakangku dia jelek-jelekkan barangku,
dia bilang ini lah itulah baru masalahnya sama ji barang jualannya
sama barang ku. Mengertiko? Hahaha”
Fatima menjelaskan bahwa toxic friend tersebut awalnya belajar
tentang cara berjualan padanya. Ia membuat online shop seperti Fatima.
Namun toxic friend tersebut berusaha menjatuhkan bisnis yang Fatima rintis
demi keuntugan pribadi.
Menurut White (2015) “Friends who view you as “competition” in any
activity may be future Toxic friends, depending on how far they push their
competitive spirit” jika diterjemahkan secara bebas artinya teman yang
memandang anda sebagai “saingan” dalam segala aktivitas, tergantung dimasa
mendatang seberapa jauh teman bercun akan mendorong semangat kompetitif
mereka.
76
Lebih dalam Fatima menjelaskan faktor penyebab toxic friend tersebut
berperilaku toxic yaitu
“Penyebabnya yaitu kepribadiannya yang buruk karena tidak
memiliki empati terhadap orang sekitarnya dan tega menghianati
sahabatnya sendiri”
Menurut (Yager, 2006: 143-144) kepribadian atau tempramen dapat
menyebabkan seseorang dengan mudah berkhianat atau dikhianati.
Penyebabnya bisa dalam diri sendiri maupun orang lain. Fatima
menambahkan faktor yang membentuk kepribadian toxic friend tersebut yaitu:
“Menurutku terbentuk dari faktor biologis karena dia memang
anaknya kurang peka dan kurang peduli terhadap dunia sekitar
bahkan keluarganya Setahuku juga begitu. Faktor lingkungan juga
karena dia bisa memanfaatkan keadaan yang menurutnya bisa
menguntungkan dengan cara apapun”
Menurt Wilson dalam Rakhmat (2007: 34) Faktor biologis, Perilaku
sosial dibimbing oleh aturan aturan yang telah diprogram secara genetis dalam
jiwa manusia dan Faktor sosiopsikologis, Karena manusia mahluk sosial, dari
proses sosial ia memperoleh beberapa karakteristik yang memengaruhi
perilakunya. Fatima mengatakan sahabat yang baik itu seperti:
“Sahabat yang baik harusnya mendukung bukannya menjatuhkan dan
berperilaku baik dan lebih peduli terhadap sekitarnya, tidak egois”
Menurut Gottman dan Parker dalam Dariyo (2004: 130-131) dan Davis
dalam Fauziah (2014: 85) menjelaskkan fungsi persahabatan diantaranya yaitu
physical support, ego support, stimulation dan lain-lain.
Faktor kedua dari Perilaku komunikasi toxic friendship dengan teman
sebaya yaitu perilaku tidak ada empati. Salah satu perilaku dari seorang toxic
77
yaitu tidak adanya empati terhadap teman temannya. Dalam hubungan
pertemanan tidak adanya sifat saling menyayangi, mengasihi, dan simpati
terhadap orang lain. Mereka cenderung mendekat disaat memiliki tujuan, tidak
perduli terhadap masalah orang lain jika tidak mendapatkan keuntungan, dan
suka memerintah.
3. Keras Kepala
(Yager, 2006:89) Keras kepala, artinya tidak mau mendengar kata
orang lain, menganggap pendiriannya selalu benar, tidak mau mengakui
bahwa dirinya salah, tidak mau mengalah, tidak mau untuk meminta bantuan
orang lain.
Dini mahasiswa Ilmu Komunikasi 2015 yang sebelumnya telah
dijelaskan pada poin pengkritik, melanjut kan pada poin keras kepala. Ia
menceritakan tentang temannya yang ia larang berpacaran dengan seseorang
yang dia anggap buruk terhadap temannya.
“Keras kepala ketika kita memberikan saran tapi dia tidak mau
mendengar padahal kita menyampaikan saran tersebut demi
kebaikannya. Dan suka mengkritik bahwa ini itu tidak baik sedangkan
yang dia lakukan belum tentu benar.”
Pada poin ini penulis memfokuskan pada perilaku keras kepala. Dini
menjelaskan bahwa toxic friend tersebut keras kepala karena tidak mau
mendengarkan saran yang diberikan Dini padahal saran tersebut dinilai baik
untuk dirinya. Lebih lanjut ia menceritakan contoh kasusnya, yaitu:
“contohnya pada saat temanku dekat dengan seseorang. ku larang
supaya tidak terlalu dekat sama itu orang karena dia sudah tahu
bagaimana perlakuannya ke dia itu tidak , masa mau dikasih begitu
terus . tapi ini temanku Bilang "Tidak usah ikut campur sama
78
urusanku karena saya sendiri yang jalani". Sudah baik itu karena ku
tanya ki untuk kebaikannya karena saya tidak mau lihat ki disakiti”
Dari cerita yang disampaikan Dini, seorang temannya yang keras
kepala tidak pernah mendengarkan saran dari dia.padahal maksud Dini sangat
baik, tapi dia tetap pada pediriannya. Selanjutnya Dini berpendapat tentang
penyebab temannya berperilaku toxic yaitu:
“Menurutku keras kepalanya dan suka mengkritiknya mungkin sudah
kepribadiannya dan datang disaat butuh atau saat punya masalah
karena dia tidak percaya diri untuk menyelesaikan masalahnya
sendiri”
Selaras dengan pendapat tersebut, menurut pendapat White (2015)
“Your friend only seems to “like you” or want to spend time with you when he
or she needs something from you” jika diterjemahkan secara bebas artinya
teman anda terlihat menyukai anda atau ingin menghabiskan waktu bersama
anda saat teman anda membutuhkan sesuatu dari anda
Dini menjelaskan tentang proses terbentuknya perilaku toxic dari
temannya tersebut:
“Menurut saya dari faktor lingkungannya karena sebelum-sebelumnya
dia itu baik sekali dan awalnya Saya tertarik berteman karena dia baik
dan ramah ke semua orang. Tapi sejak dia kenal sama orang yang
saya ceritakan tadi dia perlahan-lahan berubah menjadi lebih buruk.”
Menurut pendapat Dini perilaku toxic tersebut terbentuk karena faktor
lingkungan. Menurt Wilson dalam Rakhmat (2007: 34) Faktor
sosiopsikologis, Karena manusia mahluk sosial, dari proses sosial ia
memperoleh beberapa karakteristik yang memengaruhi perilakunya. Terakhir
Dini menjelaskan fungsi sahabat yaitu:
79
“Sahabat yang baik harus memiliki loyalitas kepada sahabatnya
memberikan dukungan dan stimulasi untuk menjadi pribadi yang
lebih baik dan tidak membiarkan sahabatnya terlihat buruk”
Membenarkan pendapat Dini, Menurut Gottman dan Parker dalam
Dariyo (2004: 130-131) dan Davis dalam Fauziah (2014: 85) menjelaskkan
bahwa tedapat 6 fungsi persahabatan, salah satunya yaitu: Stimulation berarti
persahabatan dapat memberikan informasi agar dapat memacu bakat atau pun
potensi untuk lebih berkembang melalui persahabatan seseorang memperoleh
informasi yang menarik, Ego Support dukungan antara individu yang menjalin
hubungan persahabatan untuk saling menyatu menjadi satu. Dengan dukungan
dan perhatian maka sahabat dapat memiliki kekuatan moral, motivasi dan
semangat hidup untuk segera mengatasi masalah yang sedang dihadapinya dan
Menurut Berndt (2002: 7-10) Loyality (kesetiaan) dalam sebuah kualitas
pertemanan remaja akan membela satu sama lain serta melawan jika terdapat
masalah dengan orang lain.
Faktor ketiga, dari Perilaku komunikasi toxic friendship dengan teman
sebaya adalah perilaku keras kepala yaitu salah satu perilaku toxic friend yang
tidak mau mendengar pendapat atau saran temannya dan mengagap dirinya
selalu benar. Mereka susah untuk mengakui kesalahan dan susah untuk
bekerja sama. Perilaku keras kepala dapat merugikan salah satu pihak pada
keadaan tertentu.
4. Selalu Bergantung
selalu bergantung, artinya tidak dapat hidup tanpa orang lain, tidak
bisa hidup mandiri, selalu membutuhkan kehadiran orang lain, selalu
80
membutuhkan bantuan dari orang lain, serta takut akan kehilangan orang lain
(Yager 2006: 89).
Isma Wahyuni mahasiswa Ilmu Pemerintahan 2015 menceritakan
proses terbentunya kelompok pertemanannya:
“Saya membentuk kelompok pertemanan Karena satu jurusan Kak,
Terus kayak menarikki di jadikan teman”
Selaras dengan pernyataan tersebut, Isma menjelasan kesamaan daan
ketertarikan secara fisik dan kepribadian itu termasuk aspek yang penting
untuk mengawali sebuah hubungan dari masing-masing remaja (Baron &
Byrne, 2011: 9-10). selanjutnya Isma menceritakan adanya toxic friend pada
kelompok pertemanannya.
“Pernah sesekali, tapi ada satu orang yang kayak apa di', kaya apa-apa
minta tolong apa-apa minta ke saya terus ki. Iya kayak bergantung.
Tidak bisa dia selesaikan urusannya sendiri atau karena kebiasaan
ditolong terus jadi ndak malu mi untuk minta apa-apa . tapi dia datang
di saat ada kepentingan tertentu misalnya minta tugas, pinjam uang
atau lain-lain.”
Berdasarkan pernyataan Isma yaitu toxic friend tersebut selalu
bergantung kepada dirinya. Tidak segan untuk meminta tugas dan bahkan
meminjam uang darinya. Isma melanjutkan contoh kasus yang kerap ia alami
“Kayak kalau minta tugas "Isma liatka dule tugas mu, ku lupa kerja
tadi malam" atau kalo pinjam uang "Isma pinjam dule uang mu
belumpa narik bela" atau alasan belum dikirimkan dan lain lain,
sambil pasang muka melasnya biasa dengan nada paksaan. Jadi kayak
tidak enak ka kali tidak bantu ki walaupun saya juga lagi susah”
Menurut Suzanne White (2015) “Friends who are not shy about asking
to borrow money but are slow to return it should be reminded that friendship
and banking are two separate functions” jika diterjemahkan secara bebas
81
artinya teman yang tidak malu untuk meminjam uang tetapi terlambat dalam
mengembalikannya, ingat pertemanan dan perbankan adalah dua fungsi yang
berbeda/terpisah. Isma menambahkan bentuk komunikasi toxic friendshipnya
yaitu:
“Verbal dan nonverbal meminta dengan kata-kata dan dibarengi
dengan ekspresi muka memelas dan memaksa”
Bentuk komunikasi toxic friend tersebut verbal yaitu dengan kata kata
dan nonverbal yaitu ekspresi wajah yang memelas. Isma menjelaskan
penyebab temannya menjadi toxic friends yaitu:
“Menurut saya dia berperilaku Toxic seperti itu karena kurangnya rasa
percaya diri untuk menyelesaikan masalah pribadi sendiri agar tidak
perlu selalu memaksakan keadaan dan mungkin dia berpikir kita
sudah sangat akrab jadi tidak segan untuk meminta minta dengan
saya”
(Yager, 2006: 137-144) menyebutkan ada beberapa penyebab
terjadinya Toxic friendship, di antaranya rasa percaya diri rendah yaitu tidak
dapat menyelesaikan masalah pribadi serta selalu mengharapkan orang lain
dan tantangan keakraban yaitu karena terlalu akrab makanya ia tidak segan
meminta-minta. Isma menambahkan proses terbentuknya perilaku toxic
tersebut yaitu:
“Dia begitu karena faktor lingkungan di mana dia memiliki circle
pertemanan lainnya yang menuntut dirinya seperti teman lainnya yang
sangat modis dan boros menurutku”
Menurut Isma faktor lingkunganlah yang membentuk perilaku toxic
temannya karena ia memiliki teman lain yang menuntut dirinya menjadi
82
seperti mereka. Terakhir Isma menjelaskan tentang sahabat yang baik itu
seperti:
“Sahabat itu harus kompak, saling membantu tapi harus saling
pengertian, sahabat harusnya memberikan dukungan fisik maupun
mental untuk ke arah yang lebih baik”
Isma menjelaskkan bahwa fungsi persahabatan diantaranya yaitu:
Physical Support artinya dukungan fisik untuk seseorang dalam menangani
masalah dalam kehidupannya, Ego Support yaitu dukungan antara individu
yang menjalin hubungan persahabatan untuk saling menyatu menjadi satu.
Dengan dukungan dan perhatian maka sahabat dapat memiliki kekuatan
moral, motivasi dan semangat hidup untuk segera mengatasi masalah yang
sedang dihadapinya dan Sosial Comparison yaitu ketika sahabat
membandingkan diri dengan kekurangan orang lain maka persahabatan dapat
memberi stimulasi yang positif bagi sahabat agar lebih berkembang menjadi
pribadi yang lebih baik (Gottman dan Parker dalam Dariyo, 2004: 130-131)
(Davis dalam Fauziah, 2014: 85)
Faktor terakhir yaitu perilaku selalu bergantung, artinya tidak dapat
mengerjakan sesuatu tanpa bantuaan orang lain, selalu membutuhkan
kehadiran orang lain. Salah satu perilaku toxic friend ini bisa dikatakan sangat
menyusahkan, karena selalu meminta bantuan meskipun pada hal yang sepele
sampai pada masalah finansial
Berdasarkan hasil wawancara yang didapatkan, bentuk komunikasi
dari perilaku komunikasi toxic friendship yaitu verbal berupa kata-kata secara
langsung ataupun tidak langsung dengan menggunakan Bahasa. Kedua bentuk
83
komunikasi non verbal yaitu komunikasi yang disampaikan selain dengan
kata-kata Bahasa, contohnya infleksi, volume suara, Bahasa tubuh, ekspresi
wajah, tanda, tindakan atau perbuatan, objek, dan lainnya.
faktor penyebab seseorang dapat menjadi toxic friend yaitu: rasa
percaya diri, tantangan keakraban, memahami isyarat, depresi, dan
kepribadian. Faktor-faktor tersebut dapat terbentuk karena faktor biologis
yaitu perilaku sosial dibimbing oleh aturan aturan yang telah diprogram secara
genetis dalam jiwa manusia dalam lingkup keluarga. Kedua, faktor
sosiopsiologis yaitu faktor lingkungan luar keluarga karena manusia mahluk
sosial, dari proses sosial ia memperoleh beberapa karakteristik yang
memengaruhi perilakunya.
84
II. DAMPAK PERILAKU KOMUNIKASI TOXIC FRIENDSHIP
Perilaku komunikasi Toxic friendship dapat berdampak negatif yang
diakibatkan oleh pertemanan yang tidak sehat. Menurut (Yager, 2006: 93-116)
menyebutkan dampak dari Toxic friendship, di antaranya Kompetisi berlebih,
Penghianatan, Kecemburuan, Balas dendam, Kemarahan, Depresi. Dan
insecure.
Dari hasil wawancara dari beberapa informan yang telah di teliti maka
dapat dijabarkan dampak perilaku komunikasi Toxic friendship sebagai
berikut:
1. Kompetisi berlebih dan Penghianatan
(Yager, 2006: 111-112) menyebutkan bahwa dalam setiap hubungan
sedikit sifat kompetitif merupakan hal normal, selagi tidak meremehkan
prestasi dari masing-masing maka tidak akan berbahaya. Namun berbeda
halnya ketika kompetisi berada di luar kendali maka membuka jalan untuk
saling menjatuhkan satu sama lain, tidak menghargai, tidak peduli, bersikap
acuh serta mengecilkan arti kesuksesan sahabat merupakan bentuk dari
tindakan buruk.
Dampak yang dirasakan Fatima, mahasiswa Ilmu Admnistrasi Negara
angkatan 2015 ini yang telah menceritakan tentang masalah yang pernah dia
hadapi bersama salah satu toxic friend yang berperilaku komunikasi toxic
friendship yaitu tidak memiliki empati.
“Deh merasa terkhianatika, maksudku weh harusnya sadarko haha
kau belajar dan tau ini itu bisa dibilang karena saya. Tidak masalah ja
kalau mau jualan juga cuman tidak mestiji harus menjatuhkan
jualannya orang lain demi keuntungan pribadi. Terus masalahnya
85
target jualanku bisa dibilang sama dengan dia karena temanku itu
berteman juga sama dia, tidak di kampus dan diluar kampus hampir
semuanya sama. Kalau mau saingan, yah bersaing secara baik tidak
perlu menjatuhkan orang lain. Tapi tetap ja percaya kalau rezeki
sudah diatur oleh Allah swt”
Fatima merasa terkhianati, karena temannya yang dia ajar tentang cara
merintis usaha seperti yang ia rintis sejak lama, berusaha menjatuhkan
bisnisnya demi mendapatkan keuntungan pribadi. Pengkhianatan terjadi
karena ada rasa ketidakmampuan dalam diri untuk mengakui prestasi teman
sendiri serta perasaan kecewa karena prestasi yang dimiliki tidak sebanding
dengan teman sendiri. (Yager, 2006: 93-94)
Fatima menambahkan, di mana yang dulu adalah temannya sekarang
menjadi saingan bisnisnya. Namun ia selalu percaya kalau rezeki sudah di atur
oleh Allah swt.
2. Kecemburuan
(Yager, 2006: 103-107) menyebutkan bahwa kecemburuan adalah
faktor utama di belakang persahabatan yang dilihat sebagai hal negatif.
Cemburu adalah mengenai kesuksesan atau contoh yang diberikan untuk
mengusik hati seseorang yang memunculkan kebutuhan untuk membuat orang
lain merasa buruk.
Menurut Dini Mahasiswa ilmu Komunikasi 2015 yang merasakan
dampak kecemburuan atas perlakuan salah satu teman toxicnya menjelaskan:
“Saya merasakan kecemburuan sesuai dengan studi kasus yang saya
jelaskan tadi kalau dia sedang dekat dengan seseorang dengan kasus
tersebut perlahan-lahan teman saya itu pergi menjauh dan hanya
datang ketika dia butuh saja saya merasa cemburu karena dia hanya
86
datang kepada saya ketika dia sedang sedih atau ada masalah dengan
pasangannya itu”
Berdasarkan pernyataan Dini, ia merasa cemburu saat temannya lebih
memilih orang lain di saat senang, dan seperti melupakannya. Sedangkan pada
saat sedih atau berada dalam masalah dia mencarinya untuk meminta bantuan
saja.
Selaras dengan pendapat White (2015) “Your friend only seems to
“like you” or want to spend time with you when he or she needs something
from you” jika diterjemahkan secara bebas artinya teman anda terlihat
menyukai anda atau ingin menghabiskan waktu bersama anda saat teman anda
membutuhkan sesuatu dari anda.
Selanjutnya Dini menjelasan cara mengatasi masalah toxic friend
tersebut yaitu:
“Menjauhi teman yang berada dalam lingkungan toxic tersebut”
Berdasarkan pendapat di atas, Dini merespon perilaku tersebut secara
nonverbal, yaitu bertindak menjauh dari teman yang berada di lingkungan
toxic tersebut.
3. Balas dendam
Balas dendam merupakan reaksi dari perasaan yang tidak berdaya
untuk memengaruhi orang lain supaya menyukai, menginginkan, menghargai
maupun mengakui diri kita (Yager, 2006: 95-97).
Reskiani mahasiswa Ilmu Komunikasi angkatan 2015 ini yang telah
menceritakan tentang masalah yang pernah dia hadapi bersama salah satu
toxic friend yang berperilaku komunikasi toxic friendship yaitu tidak ada
87
empati. Ia menjelaskan tentang perilaku toxic friend yang bertingkah seperti
bos. Dia mengatakan:
“Dampaknya tidak nyaman kalau ada dia. Jadi sekarang saya sama
yang lain tidak peduli juga kalau dia banyak maunya, dia saja selalu
acuh. Balas dendam lah masa dia terus mau diikuti hehehe”
Reskiani yang memilih balas dendam atas perbuatan teman toxicnya.
Menurut Suzanne White (2015) salah satu ciri toxic friendship yaitu, Friends
who monopolize conversations or only want to discuss their own lives and
experiences, without giving you time to share your perspectives or feeling”
jika diterjemahkan secara bebas artinya teman yang memonopoli pembicaraan
atau hanya ingin membicarakan kehidupan dan pengalaman mereka, tanpa
memberi anda waktu untuk berbagi pemikiran ataupun perasaan anda. Dapat
disimpulkan toxic friend hanya ingin didengarkan namun tidak ingin
mendengarkan. Selanjutnya Reskiani menyatakan bahwa:
“Yang saya lakukan itu yah menjauh dari mereka, karna semakin
sering bersama di lingkungan tersebut maka kemungkinan besar juga
saya akan terseret ke pertemanan yang tidak sehat”
Berdasarkan pendapat Reskiani ia merespon toxic friendship, secara
non verbal yaitu lebih baik menjauh dari toxic friendship sebelum terseret ke
arah negatif yang tidak sehat
4. Kemarahan
Marah merupakan potensi perilaku, yakni emosi yang dirasakan dalam
diri seseorang. Seperti yang dirasakan Isma mahasiswa Ilmu Pemerintahan
2015 yang telah menceritakan tentang toxic friend yang berperilaku
bergantung. mengatakan:
88
“Menjengkelkan kayak kebiasaan begitu terus bikin emosi Hahaha.
Baru saya orangnya tidak enakkan kalo kayak memaksami”
Isma menyatakan kejengkelannya terhadap sahabat toxicnya yang
selalu datang jika memiliki kepentingan tertentu. Tidak segan meminta
bantuan materi hingga tugas kuliah darinya karena berada di circle
pertemanan yang salah menurut Isma.
Lain halnya dengan Meydi salah satu mahasiswa Ilmu Pemerintahan
angkatan 2016 yang merasa marah karena perilaku toxic friendnya yang selalu
menghina orang lain di saat mengalami kesusahan. Ia mengatakan:
“dampaknya saya merasa marah saat itu terjadi karena itu tidak baik
dan tidak patut untuk di contoh”
Menurut Meydi perilaku tersebut tidak patut di contoh karena
merupakan perilaku yang buruk. Selanjutnya ia membagikan cara dia
mengatasi masalah toxic friend yang berada pada circle pertemanannya yaitu:
“saya mengatasinya dengan tidak menghubunginya lagi. Lebih baik
saya memutuskan hubungan dengan teman seperti itu. Tidak ada
gunanya”
Berdasarkan pendapat diatas Meydi memilih merespon secara non
verbal dalam mengatasi masalah toxic friend di dalam kelompok pertemanan
yaitu dengan cara memutuskan komunikasi dengan orang tersebut, karena
toxic friend tidak berguna.
Hasan mahasiswa Ilmu Pemerintahan 2016, juga meraskan kemarahan
akibat dari perilaku komunikasi toxic friendship yang dialaminya. Ia
mengatakan bahwa:
“merasa tidak nyaman yang membuat saya kadang merasa marah dan
sedikit merasakan depresi”
89
Selanjutnya Hasan menyebutka cara mengatasi permasalahan yang
pernah ia alami :
“mencari pergaulan lain dengan lebih menghindari agar tidak terkena
dampak negatif.”
Berdasarkan pendapat Hasan, memilih merespon secara non verbal
dalam mengatasi masalah toxic friend di dalam kelompok pertemanan yaitu
dengan mencari lingkungan baru yang lebih baik agar terhindar dari dampak
negatif.
5. Depresi
Depresi merupakan kondisi medis yang berupa suasana hati yang
buruk secara berkepanjangan, kehilangan minat terhadap segala hal dan
merasa kekurangan energy (Yager, 2006: 141-142). Depresi merupakan
kondisi emosional yang biasanya ditandai dengan kesedihan yang teramat
sangat, perasaan tidak berarti dan bersalah; menarik diri dari orang lain; tidak
dapat tidur, kehilangan selera makan, kehilangan minat serta kesenangan
dalam aktivitas yang sering dilakukan (Davison, Neale dan Kring, 2012: 11)
Sama yang dirasakan Nurhikma, dampak dari perilaku toxic teman
temannya yang selalu mengkritik tetapi terkesan mengolok-olok atau
menghina dirinya.
“Depresi sering direndahkan kalau lagi bicara tidak nyambung atau
karena pakaian ku hijabku bajuku atau rok yang kusut. Suka dikasih
malu-malu depan orang lain, selalu dibully sama diketawain.”
Hikma merasa depresi tehadap perilaku komunikasi toxic temannya. Ia
juga merasa direndahkan karena cara berbicaranya yang kurang nyambung.
90
Begitu juga dengan penampilannya yang mereka rasa kurang rapi. Hikma juga
biasanya menjadi bahan bully-an dan candaan teman-temannya.
Jufri mahasiswa Ilmu Komunikasi 2015 yang menceritakan tentang
dampak dari perilaku temannya yang selalu mendominasi percakapan, yaitu :
“dampak yang saya rasakan itu lebih sulit mengekspresikan diri dan
sulit berkembang karena komunikasinya searah.”
Jufri berpendapat dampak yang ia rasakan adalah depresi yaitu sulit
untuk mengekspresikan diri dan sulit berkembang. Berdasarkan pendapat Jufri
diatas peneliti menemukan bahwa pola komunikasi dari toxic friendship yaitu
satu arah. Selanjutnya Jufri memberitahukan caranya mengatasi masalah
tersebut yaitu:
“Menurut saya persahabatan itu seharusnya saling membantu,
membangun satu satu sama lain dan ada baik dalam keadaan senang
maupun susah. Jadi saya berusaha mengingatkan teman yang
dianggap toxic itu sendiri bahwa tindakannya itu termasuk perilaku
toxic, tapi ketika kita sudah mengingatkannya namun dia tetap masih
melakukan hal sama maka kita harus keluar/meninggalkan circle toxic
friendship tersebut”
Berdasarkan pendapat Jufri, salah satu fungsi sahabat adalah saling
membantu dan membangun. Disini Jufri memilih merespon secara verbal
dalam mengatasi masalah toxic friend di dalam kelompok pertemanan yaitu
berusaha mengatasi masalahnya tersebut dengan cara mengkomunikasikan
masalahnya dengan toxic friend tersebut dengan tujuan untuk meperingatinya
tentang perilaku buruknya. Tetapi jika toxic friend tersebut masih belum bisa
berubah maka kita harus meninggalkan kelompok pertemanan tersebut.
91
6. Insecure (rasa tidak aman)
Menurut Greenberg (2015) insecurity merupakan perasaan di mana
dipengaruhi oleh masa kecil yang dimiliki, trauma masa lalu, pengalaman
akan kegagalan dan penolakan, kesendirian, kecemasan sosial, pandangan
negatif akan diri sendiri, perfeksionis, atau mempunyai orang tua atau
pasangan yang pengkritik.
Menurut Muliati mahasiswa Ilmu Administrasi Negara 2016 yang
memilii toxic friend pengkriti. Muliati sering mendapatkan perlakuan negative
dari salah satu temannya yang toxic, contohnya mengritik penampilannya saat
di kampus. Ia mengatakan dampak yang dirasakan yaitu:
“Jujur insecure sekali ka kak, karena sejak ku tahu dia ceritai ka kalau
ke kampuska, merasa ka setiap dia liatika atau dekatika kayak merasa
minder ka kak, kayak takutka apa lagi dia mau bilangika ini”
Berdasarkan pernyataan di atas, Muliati merasa insecure, ia merasa
minder dan takut saat berada di sekitar temannya karena perilaku sahabat
toxicnya yang terkesan mehina penampilannya. Muliati melanjutkan
pendapatnya mengenai cara agar terhidar dari toxic friendship yaitu:
“Biasanya pura-pura sibuk atau menyibukkan diri dgn hal-hal lain
jadi kalau diajak gabung punya alasan untuk menolak secara halus”
Berdasarkan pendapat di atas, Muliati memilih merespon secara non
verbal dalam mengatasi masalah toxic friend di dalam kelompok pertemanan
yaitu menyibukkan diri agar dapat menghindari toxic friend tersebut
Sama halnya dengan Agus mahasiswa Ilmu Administrasi Negara
angkatan 2016 mengatakan dampak yang ia rasakan saat mendapat perilaku
komunikasi toxic friendship yaitu:
92
“saya merasa diri saya negatif dan tidak nyaman jika didekatnya.
Sampai sampai saya merasa diri saya stagnan begini begini saja tidak
berkembang”
Berdasarkan pendapat Agus, dampak yang ia rasakan yaitu merasa
negatif saat berada di sekitar toxic friend hingga sulit berkembang. Maka
peneliti mengidentifikasi Agus mengalami insecure terhadap toxic friend
tersebut.
Dari beberapa faktor perilaku Toxic friendship yang dijelaskan, Toxic
friendship dapat berdampak buruk bagi circle pertemanan itu sendiri. Salah
satu pihak pasti menjadi korbannya. Dampak dari Toxic friendship yaitu
kompetisi berlebih, penghianatan, kecemburuan, balas dendam, kemarahan,
depresi, dan insecure (rasa tidak aman) (Yager, 2006: 93-116).
Pada penelitian ini, peneliti menemukan beberapa respon yang di
berikan beberapa Mahasiswa fisipol angkatan 2015-2016 Universitas
Muhammadiyah Makassar terhadap stimulus dari toxic friend yaitu perilaku
komunikasi toxic friendship dengan teman sebaya diantaranya adalah:
a. Secara verbal
1. Membicarakannya
2. Mencoba menasehatinya dengan baik agar menjadi teman yang baik
b. Secara nonverbal
1. Mencari kesibukan lain atau pergaulan lain
2. Memutuskan Komunikasi
3. Mendiamkan
4. Dan meninggalkan toxic friend tersebut.
93
Selain itu peneliti juga menemukan pola komunikasi toxic friendship
yaitu satu arah.
Secara keseluruhan berdasarkan pada indikator Perilaku Komunikasi
toxic friendship, (Yager, 2006: 88-89) yaitu indikator Pengkritik, keras kepala,
tidak ada empati, dan selalu bergantung. Bentuk Komunikasinya yaitu verbal
dan nonverbal. serta dampak yang dirasakan dari Perilaku Komunikasi toxic
friendship dengan teman sebaya, (Yager, 2006: 93-116) yaitu kompetisi
berlebih, kecemburuan, balas dendam, kemarahan, penghianatan, depresi, dan
insecure (rasa tidak aman). Sehingga dapat diketahui beberapa kelompok
pertemanan yang terjalin pada mahasiswa Fisipol angkatan 2015-2016
Universitas Muhammadiyah Makassar mengalami Perilaku Komunikasi toxic
friendship dengan teman sebaya.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan kondisi yang
dialami masing-masing mahasiswa dalam menanggapi stimulus yang
diberikan toxic friendship. Perilaku komunikasi toxic friendship yang dialami
oleh mahasiswa Fisipol angkatan 2015-2016 Universitas Muhammadiyah
Makassar dominan mendapatkan bentuk komunikasi verbal dibandingkan
dengan nonverbal, serta bentuk perilaku Toxic friendship yang dominan
dialami beberapa mahasiswa yaitu pengkritik dan tidak ada empati. Kemudian
dampak yang dialami dominan merasakan kemarahan. Adapun respon yang
timbul yaitu beberapa mahasiswa memilih diam dan meninggalkan circle
pertemanan tersebut adapula memilih bertahan dan membicarakannya.
94
BAB V PENUTUP
B. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian Perilaku komunkasi Toxic friendship
dengan teman sebaya pada mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
angkatan 2015-2016 Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah
dikemukakan dalam pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Perilaku komunikasi Toxic friendship dengan teman sebaya dapat terjadi
disebabkan beberapa faktor yaitu rasa percaya diri, tantangan keakraban,
memahami isyarat, depresi, dan kepribadian. Toxic friendship adalah jenis
hubungan persahabatan yang beracun. Hubungan persahabatan terjalin
yang hanya menguntungkan di salah satu pihak. Perilaku komunikasi
Toxic friendship yang terjadi di Universitas Muhammadiya Makassar
fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yaitu pengkritik, tidak ada empati,
keras kepala, dan selalu bergantung yang disampaikan secara verbal dan
non verbal. Perilaku komunikasi toxic friendship dapat dipengaruhi oleh
faktor biologis dan faktor sosiopsikologis.
2. Dampak dari Perilaku komunikasi Toxic friendship dengan teman sebaya
di Universitas Muhammadiya Makassar fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik yang dirasakan beberapa mahasiswa yaitu kompetisi berlebih,
kecemburuan, balas dendam, kemarahan, penghianatan, depresi, dan
insecure (rasa tidak aman)serta terdapat 2 macam respon yang didapatan
oleh peneliti yaitu secara verbal dan nonverbal.
95
C. Saran
1. Persahabatan yang baik berfungsi sebagai a. Companionship, b.
Stimulation, c. Physical Support, d. ego support, e. Sosial Comparison, d.
Intimacy/ affection.
2. Saat kelompok pertemanan (circle friendship) terdapat seseorang yang
berperilaku toxic, segera bicarakan dan perbaiki. Jika persahabatan sudah
berdampak buruk pada diri anda segera tinggalkan toxic friends tersebut.
96
Daftar Pustaka Adler, Ronald B., George Rodman. (1985). Understanding Human
Communication Second Edition. New York: Holt,
Anni, Catharina Tri, dkk. (2004). Psikologi Belajar. Semarang : UPT UNNES
Anoraga, Pandji. (2009). Psikologi Kerja, Cetakan kelima, Jakarta: Rineka Cipta
Azwar, Z. (2015). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bahri, Syaiful. 2004. Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam Keluarga.
Bandung : Remaja Rosdakarya
Baron, R, A. & Byrne, D. (2005). Psikologi Sosial Jilid 2. Jakarta: Erlangga
Beamer, L., & Varner, I. (2008) Intercultural communication. New York:
McGraw-Hill.
Berndt, T.J. & Murphy, L.M. (2002). Influence of friends and friendships: :
Myths, truths, and research recommendations. In R. V. Kail
(Ed.), Advances in child development and behavior, Vol. 30 (p. 275–
310). Academic Press.
Berndt. T, J. (2002). Frienship Quality And Social Development. Departement Of
Psychological Sciences. Vol. 11, No. 1.
Cangara, Hafield. (2005). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo
Persada
Cavanaugh, J. C., & Blanchard-Fields, F. (2018). Adult development and aging.
Cengage Learning.
-------------------------------------------------. (2006). Adult Development and Aging
Fifth Edition, United State : Thomson Wadsworth
Damsar. (2010). Pengantar Sosiologi Pendidikan. Padang: Kencana Tempat
Dariyo, Agoes. (2004). Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Jakarta:
Grasindo.
Davison, Gerald C, John M. Neale, Ann M. Kring. (2012). Psikologi Abnormal.
Edisi Kesembilan. (Noermala Fajar, Penerjemah). Jakarta: Rajawali
Pers. Desmita
Dayakisni, Tri, & Hudaniah. (2012). Psikologi Sosial. Malang: UMM Press
97
Degges-White, S., & Van Tieghem, J. P. (2015). Toxic Friendships: Knowing the
Rules and Dealing with the Friends who Break Them. Rowman &
Littlefield.
Degges-White, Suzanne. “13 Red Flags of Potentially Toxic Friendships”.
psychologytoday.com. website:
https://www.psychologytoday.com/intl/blog/lifetimeconnections/2015
05/13-red-flags-potentially-toxic-friendships.
Devito, J.A.( 1997). Komunikasi Antar Manusia. Eds. 5. Jakarta: Professional
Book.
-------------. (2013). The Interpersonal Communication Book 13 th. Edition.
United
Dwihartanti, Muslikhah. (2004). Komunikasi Yang Efektif. Yogyakarta: Staff
UNY
Effendy, Onong Uchjana. (2003). Ilmu, teori dan filsafat komunikasi. Bandung :
Citra Aditya Bakti. Elvinaro, Ardianto.
Fauziah. (2014).Jurnal Psikologi Undip Vol.13 . Semarang.
Griffin. 2012. First Look At Communication Theory. New York: Mc Grawhall.
Gunarsa, S. D. (2008). Psikologi perkembangan anak dan remaja. BPK Gunung
Mulia.
Hariyanto, E., & Juniarti, D. K (2017). Komunikasi Publik Di Era Indrustri 4.0 :
memetik pelajaran dari strategi komunikasi utang pemerintah.
Jakarta : @jualinbukumu.
Hurlock, E. B. (1996). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan. Sepanjang
Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga
------------------. (2002). Psikologi Perkembangan. 5th edition. Erlanga: Jakarta
------------------.(2004). Perkembangan Anak (Penerjemah: Tjandrasa, M). Jakarta:
Erlangga.
------------------.(1999). Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang. Kehidupan. Edisi kelima (Terjemahan oleh Istiwidayanti).
Jakarta: Erlangga.
Janah, S. A. (2020). Pesan Tocix Friendship Dalam Film Animasi 3d (Analisis Isi
pada Film Ralph Breaks The Internet: Wreck-It Ralph 2) (Doctoral
dissertation, Universitas Muhammadiyah Malang)
98
Julia, T. Wood. (2009). Communication In Our Lives, Sixth Edition. Wadswoth
Publishing: Boston
Jumadi, E., Wahab, B. A., & Okianna, O. (2013). Pengaruh Teman Sebaya
Terhadap Gaya Hidup Mahasiswa Pendidikan Ekonomi FKIP
UNTAN (Doctoral dissertation, Tanjungpura University).
Kotler. (2009: 224). Manajemen Pemasaran Edisi Bahasa Indonesia; (Benyamin
Molan); Bandung: PT Indeks
Liliweri, Alo. 2014. Sosiologi dan Komunikasi Organisasi. Jakarta : PT Bumi
Aksara.
Lucas, Martin dan Wilson, Kim. (1989). Memelihara Gairah Kerja: Psikologi
untuk “orang kantoran”, Terjemahan Ansis Kleden, Jakarta: Arcan
M. Gilliard, Joyce.( 2016). The Little Book About Toxic Friends, How to
Recognize a Toxic Relationship. Xlibris
Masmuh, Abdullah. 2008. Komunikasi Organisasi dalam Perspektif Teori dan
Praktek. Malang : UMM Press.
Maxwell, S. M. (2015).”An Exploration Of Human Resource Personnel And Toxic
Leadership”. Walden University
Moefad, ( 2017). Perilaku Individu dalam Masyarakat Kajian Komunikasi Social,
Jombang: el-. DeHA Press Fakultas Dakwah IKAHA,
Moleong (2003). Metode Penelitian Kualitatif . Bandung : PT Remaja Rosda
Karya
Mushthofiyah, S. (2019). Etika Pergaulan Remaja Dalam Perspektif Al-Qur’an
(Kajian Tafsir Al-Misbah) (Doctoral dissertation, UIN Raden Intan
Lampung).
Nasution (1991). Metodologi riset (metodologi ilmiah). Bandung: jemmars
Notoatmodjo, S.(2007) Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka
Cipta.
Parker, J., & Asher, R. (1993). Friendship and Friendship Quality in Middle
Child-hood: Links with Peer Group Accep-tance and Feelings of
Loneliness and Social Dissatisfaction. Journal of Developmental
Psychology. 4, 611-621
Pratiwi, S. K. P. K., & Kusuma, R. S. (2019). Perilaku Cyberbullying Mahasiswa
dengan Teman Sebaya. Mediator: Jurnal Komunikasi, 12(2), 165-
177.
99
Rachel Morrison & Terry Nolan. (2017). Too much of a good thing? Difficulties
with workplace friendships. Journal Business Review. Volume 9
No.2.
Rachmansyah, M. H. (2017). Pengaruh pola asuh orang tua terhadap kecerdasan
emosional siswa-siswi MAN 1 Sidoarjo (Doctoral dissertation,
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim).
Ristiyanti Prasetijo & Jhon J.O.I Ilhalauw (2004). Prilaku Konsumen.
Yogyakarta: Andi.
Romli, K (2017). Komunikasi Massa. Jakarta
Rosyiana, I. (2019). Innovative Behavior At Wok: Tinjauan Psikologi &
implementasi Di Organisasi. Yogyakarta
Rozak, A., & Rahiem, M. D. H. (2020). Hubungan Status Sosial Ekonomi dalam
Pemilihan Pertemanan Sebaya (Mahasiswa FITK UIN
Jakarta) (Bachelor's thesis, Jakarta: FITK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta).
Rustan, A. S. & Hakki, N. (2017). Pengantar Ilmu Komunikasi . Yogyakarta: Cv
Budi Utama
Santosa, Slamet. (2006). Dinamika Kelompok. Jakarta: Bumi Aksara.
Santrock, J. W. (2003). Adolescene: Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga
------------------.(2004). Live-Span Development: Perkembangan Masa Hidup.
Jakarta: Erlangga.
------------------.(2002). Life Span Development (Perkembangan Masa Hidup, Jilid
2, Penerjemah: Chusairi dan Damanik). Jakarta: Erlangga
------------------. (2007).Adolescence. Boston: McGraw-Hill.
------------------. (2007). Perkembangan anak jilid 2. Jakarta: Erlangga
Septiyuni, D. A., Budimansyah, D., & Wilodati, W. (2015). Pengaruh kelompok
teman sebaya (peer group) terhadap perilaku bullying siswa di
sekolah. SOSIETAS, 5(1).
Shaffer, David R.( 2005). Social and Personality Development. USA: Thomson .
Soedarsono, D. K., & Wulan, R. R. (2017). Model Komunikasi Teman Sebaya
Dalam Pembentukan Identitas Diri Remaja Global Melalui Media
Internet. Jurnal Aspikom, 3(3), 447-456.
100
Soejanto, A. (2005). Psikologi Perkembangan. Jakarta : Rineka Cipta
Soekanto. (1994: 124). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&B. Bandung:
Alfabeta..
Usman, I. (2013). Kepribadian, komunikasi, kelompok teman sebaya, iklim
sekolah dan perilaku bullying. Humanitas: Jurnal Psikologi
Indonesia, 10(1), 49-60.
Yager, Ph. D, Jan. (2006). When Friendship Hurts Mengatasi Teman Berbahaya
& Mengembangkan Persahabatan yang Menguntungkan.
diterjemahkan oleh Arfan Achyar. Tangerang: AgroMedia Pustaka
101
L
A
M
P
I
R
A
N
102
Pertanyaan wawancara
1. Apakah kamu berteman secara berkelompok?
2. Bagaimana awalnya kamu memutuskan untuk membentuk kelompok
pertemanan?
3. Apakah mereka pernah/selalu membuat anda tidak nyaman seperti berperilaku
Toxic?
4. Apakah mereka selalu menciptakan suasana negatif?
5. Menurut kamu seperti apa perilaku komunikasi Toxic friendship?
6. Bagaimana bentuk komunikasinya? Apakah dengan kata-kata atau tindakan
non verbal?
7. Bisakah kamu menceritakan salah satu contoh kasus yang pernah terjadi?
8. Apa dampak yang kamu rasakan saat berada dalam kondisi/circle pertemanan
toxic seperti itu?
9. Menurut kamu, mengapa dia menjadi Toxic friend? Apa penyebabnya?
10. Menurut kamu sifat Toxic friendship terbentuk karena faktor biologis ataukah
faktor lingkungan?
11. Menurut kamu bagaimana fungsi persahabatan seharusnya?
12. Pertanyaan terakhir ya, Bagaimana cara kamu merespon Toxic Friendship?
103
DOKUMENTASI
104
105
106
107
108
109
RIWAYAT HIDUP
RIVENI WAJDI. Lahir di Kota Ujung Pandang, Sulawesi
Selatan pada tanggal 3 Mei 1997. Anak ke-5 (terakhir) dari
5 bersaudara dari pasangan Rivai Anwar dan Andi Aini Ali.
Penulis mulai mengecap pendidikan formal Sekolah Dasar
Pertiwi Disamakan Makassar pada tahun 2009. Pada tahun
tersebut penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah
Menengah Pertama Negeri 33 Makassar, tamat pada tahun
2012. Kemudian melanjutkan pendidikan di SMK Telkom
Sandhy Putra 1 Makassar jurusan Perhotelan , lalu Pindah ke
SMK Tunas Bangsa dan tamat pada tahun 2015. Selanjutnya pada tahun 2015
penulis melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi tepatnya di Universitas
Muhammadiyah Makassar sebagai Mahasiswa Ilmu Komunikasi.
Keinginan untuk melanjutkan pendidikan hanya bermodalkan kemauan, dorongan
keluarga dan tekad yang kuat, dan pada tahun 2021 penulis menyusun karya
ilmiah yang berjudul “Perilaku Komunikasi Toxic Friendship Dengan Teman
Sebaya” dapat terselesaikan dengan lancar. Demikian riwayat hidup penulis
semoga ada manfaatnya.