SKRIPSI PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP ...repository.stikes-bhm.ac.id/265/1/45.pdfSKRIPSI...
Transcript of SKRIPSI PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP ...repository.stikes-bhm.ac.id/265/1/45.pdfSKRIPSI...
-
SKRIPSI
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP KETERAMPILAN
PERAWATAN SINKOP DAN EPISTAKSIS PADA SISWA DI MI PLUS
BUNGA BANGSA DOLOPO KABUPATEN MADIUN
Oleh :
NUR AULIA RIZKI
NIM : 201402094
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2018
-
SKRIPSI
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP KETERAMPILAN
PERAWATAN SINKOP DAN EPISTAKSIS PADA SISWA DI MI PLUS
BUNGA BANGSA DOLOPO KABUPATEN MADIUN
Diajukan untuk memperoleh
gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) pada Program Studi S1 Keperawatan STIKES Bhakti
Husada Mulia Madiun
Oleh :
NUR AULIA RIZKI
NIM : 201402094
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2018
-
v
PERSEMBAHAN
Bismillahirrohmaanirrohiim….
1. Puji syukur ku panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
Kekuatan dan Kesabaran dalam menyelesaikan tugas akhir ini (SKRIPSI).
Karya kecil ini saya persembahkan untuk:
2. Kepada kedua orang tua ku Bapak Ismanu dan Ibu Janatin yang tak pernah
lelah menyayangiku, menasehatiku, dan slalu memberikan motivasi untuk
tetap bersemangat…
3. Dosen pembimbing dan penguji Ibu Asrina Pitayanti, S.Kep.,Ns.M.Kes, Ibu
Retno Widiarini, S.KM.M.Kes, Ibu Kartika, S.Kep.,Ns.M.Kes Terimakasih
banyak atas waktu, arahan, dan nasehat yang telah kalian berikan kepada saya
hingga selesainya Skripsi ini.
4. Yang selalu mengingatkan setiap hari untuk mengerjakan skripsi, mas
Zulfikar Fa’ni Islam. Terimakasih sudah menemani sampai di titik ini dengan
segala kesabaranmu.
5. Segenap teman-teman angkatan 2014, khususnya sahabat-sahabat semua di
kelas Keperawatan 8B terimakasih atas segala dukungan dan semangat yang
telah kalian berikan.
-
vi
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Nur Aulia Rizki
NIM : 201402094
Judul : Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Keterampilan
Perawatan Sinkop dan Epistaksis pada Siswa di MI Plus Bunga
Bangsa Kecamatan Dolopo Kabupaten Madiun
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi ini berdasarkan pemikiran
dan pemaparan asli dari saya sendiri. Jika terdapat karya orang lain, saya akan
mencantumkan sumber yang jelas.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di
kemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini,
maka saya bersedia menerima sanksi akademik dan sanksi lain sesuai dengan
peraturan yang berlaku di STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun.
Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar tanpa paksaan dari
pihak manapun.
Madiun, Juli 2018
Nur Aulia Rizki
NIM. 201402094
-
vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Nur Aulia Rizki
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat dan Tanggal Lahir : Madiun, 25 Nopember 1995
Agama : Islam
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan :
1. Lulus Dari Pendidikan RA Muslimat Bunga Bangsa Dolopo Tahun 2002
2. Lulus Dari MI Plus Bunga Bangsa Dolopo Tahun 2008
3. Lulus Dari Madrasah Tsanawiyah Darul Huda Ponorogo Tahun 2011
4. Lulus Dari Madrasah Aliyah Darul Huda Ponorogo Tahun 2014
5. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bhakti Husada Mulia Madiun 2014-
sekarang
mailto:[email protected]
-
viii
ABSTRAK
Nur Aulia Rizki
NIM 201402094
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP KETERAMPILAN
PERAWATAN SINKOP DAN EPISTAKSIS PADA SISWA DI MI PLUS
BUNGA BANGSA KECAMATAN DOLOPO KABUPATEN MADIUN
76 halaman + 9 tabel + 8 gambar + 14 lampiran
Sinkop dan epistaksis adalah suatu keadaan yang sering dijumpai dalam
kehidupan sehari-hari. Setiap hari senin biasanya sering terjadi peserta didik yang
mengalami sinkop. Sedangkan epistaksis prevalensinya meningkat pada anak-anak
usia 35 tahun. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui apakah ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap keterampilan
perawatan sinkop dan epistaksis pada siswa di MI Plus Bunga Bangsa Kecamatan
Dolopo Kabupaten Madiun.
Jenis penelitian ini adalah penelitian pre eksperimen yaitu one group pre test
post test design. Teknik sampel menggunakan simple random sampling dengan
jumlah sampel adalah 55 responden. Pengumpulan data pada penelitian ini
menggunakan lembar observasi SOP perawatan sinkop dan epistaksis. Analisa data
menggunakan uji statistik wilcoxon.
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan keterampilan siswa meningkat yaitu
siswa yang memiliki keterampilan baik sejumlah 41 siswa (74,5%) dan siswa yang
memilik keterampilan cukup sejumlah 14 siswa (25,5%).
Berdasarkan hasil analisa statistik wilcoxon diperoleh p value 0,000 < 0,05
artinya ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap keterampilan perawatan sinkop
dan epistaksis pada siswa di MI Plus Bunga Bangsa Kecamatan Dolopo Kabupaten
Madiun.
Kesimpulan dari penelitian ini bahwa pendidikan kesehatan dapat mempengaruhi
keterampilan siswa dalam perawatan pada korban sinkop dan epistaksis. Pelatihan
sinkop dan epistaksis ini diharapkan dapat meningkatkan keterampilan perawatan
sinkop dan epistaksis di lingkungan sekolah MI Plus Bunga Bangsa dan dipraktekkan
petugas UKS dengan baik.
Kata Kunci : Keterampilan, Pendidikan Kesehatan, Sinkop, Epistaksis
Kepustakaan : 33 (2000-2017)
-
ix
ABSTRACT
Nur Aulia Rizki
NIM 201402094
THE EFFECT OF HEALTH EDUCATION ON SYNCOPE AND EPISTAXIS
ON TREATMENT OF SKILL IN THE STUDENTS MI PLUS BUNGA BANDA
DOLOPO SUBDISTRICT MADIUN DISTRICT
76 page + 9 table+ 8 pictures + 14 appendix
Syncope and epistaxis is a condition that are often meted in every life. Every
Monday is usually an often of students ecperience syncope. While epistaxis of
prevalence increased in children at age < 10 years and increased again at age > 35
years. The purpose of this research was to determine there is an effect of health
education on syncope and epistaxis treatment of skill in the students MI Plus Bunga
Banda Dolopo Subdistrict Madiun District.
This research is research pre eksperimental that is one group pre test post
test design. The sample technique using simple random sampling with the amount
sample is 55 respondents. Data collection in this research used observation sheet
SOP of syncope and epistaxis treatment. Data analysis using wilcoxon statistic test.
After the health education, the stundents skill is increase that is students
which have a good skill is 41 stundents (74,5%) and stundents which have an enough
skill is 14 students (25,5%).
Based on the results of wilcoxon statistic test obtained p value 0,000 < 0,05
is there is an effect health education on syncope and epistaxis treatment of skill in the
students MI Plus Bunga Bangsa Dolopo Subdistrict Madiun District.
The conclusion of this research that is health education can affect of student
skills in the treatment of syncope and epistaxis victims. This syncope and epistaxis
training is expected to increase syncope and epistaxis treatment of skill in the
environment school MI Plus Bunga Bangsa and be practiced by UKS good uffocial.
Keywords: Skill, health education, syncope, epistaxis
Literature: 33 (2000-2017)
-
x
DAFTAR ISI
Sampul Depan .................................................................................................... i
Sampul Dalam ..................................................................................................... ii
Lembar Persetujuan ............................................................................................. iii
Lembar Pengesahan ............................................................................................ iv
Persembahan ....................................................................................................... v
Lembar Pernyataan Keaslian Penelitian.............................................................. vi
Daftar Riwayat Hidup ......................................................................................... vii
Abstrak ................................................................................................................ viii
Daftar Isi.............................................................................................................. x
Daftar Tabel ........................................................................................................ xiii
Daftar Gambar ..................................................................................................... xiv
Daftar Lampiran .................................................................................................. xv
Daftar Singkatan.................................................................................................. xvi
Daftar Istilah........................................................................................................ xvii
Kata Pengantar .................................................................................................... xx
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 7 1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 7 1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................... 8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Pendidikan Kesehatan 2.1.1 Pengertian Pendidikan Kesehatan ............................................ 9 2.1.2 Tujuan Pendidikan Kesehatan ................................................... 9 2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Pendidikan Kesehatan ................. 10 2.1.4 Metode Pendidikan Kesehatan .................................................. 11 2.1.5 Media Pendidikan Kesehatan .................................................... 13
2.2 Konsep Keterampilan 2.2.1 Pengertian Keterampilan ........................................................... 18 2.2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Keterampilan ............................... 18
2.3 Konsep Perawatan Sinkop 2.3.1 Pengertian Sinkop ..................................................................... 19 2.3.2 Etiologi Sinkop .......................................................................... 20 2.3.3 Manifestasi Klinis Sinkop ......................................................... 21 2.3.4 Jenis-jenis sinkop ...................................................................... 21 2.3.5 Anamnesis ................................................................................. 30 2.3.6 Pemeriksaan Fisik dan Penunjang ............................................. 30 2.3.7 Pemeriksaan Neurologis ............................................................ 31 2.3.8 Indikasi Rawat Korban Sinkop ................................................. 32 2.3.9 Prognosis ................................................................................... 33
2.4 Konsep Perawatan Epistaksis 2.4.1 Pengertian Epistaksis ................................................................. 33
-
xi
2.4.2 Etiologi Epistaksis ..................................................................... 33 2.4.3 Manifestasi Klinis Epistaksis .................................................... 35 2.4.4 Tipe-Tipe Epistaksis .................................................................. 36 2.4.5 Patofisiologi Epistaksis ............................................................. 38 2.4.6 Komplikasi Epistaksis ............................................................... 38 2.4.7 Pencegahan Epistaksis ................................................................ 39 2.4.8 Perawatan Sederhana Epistaksis ................................................ 40 2.4.9 Anamnesis .................................................................................. 41 2.4.10 Pemeriksaan Penunjang Epistaksis ............................................ 42 2.4.11 Pencegahan Epistaksis Berlanjut ................................................ 42
2.5 Konsep Sekolah 2.5.1 Pengertian Sekolah ..................................................................... 43 2.5.2 Tanggung Jawab Sekolah ........................................................... 43 2.5.3 Fungsi Sekolah ........................................................................... 44
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESA PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual ..............................................................................45 3.2 Hipotesa Penelitian ..................................................................................46
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian .....................................................................................47 4.2 Populasi dan Sampel
4.2.1 Populasi .....................................................................................48 4.2.2 Sampel .......................................................................................48 4.2.3 Kriteria Sampel ..........................................................................49
4.3 Teknik Sampling .....................................................................................49 4.4 Kerangka Kerja Penelitian ......................................................................50 4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
4.5.1 Indentifikasi Variabel ................................................................51 4.5.2 Definisi Operasional Variabel ...................................................51
4.6 Instrumen Penelitian ................................................................................52 4.7 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................................52 4.8 Prosedur Pengumpulan Data ...................................................................52 4.9 Pengolahan dan Analisis Data
4.9.1 Teknik Pengolahan Data ...........................................................54 4.9.2 Tehnik Analisis Data .................................................................57
4.10 Etika Penelitian .....................................................................................59
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Gambaran dan Lokasi penelitian .................................................61 5.1.2 Data Umum .................................................................................62 5.1.3 Data Khusus ................................................................................63
5.2 Pembahasan .............................................................................................66
-
xii
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ...............................................................................................73 6.2 Saran .........................................................................................................73
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................75
Lampiran-lampiran ..............................................................................................78
-
xiii
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Tabel Halaman
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
4.4
5.1
5.2
5.3
5.4
5.5
5.6
5.7
5.8
Definisi Operasional.............................................................
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis
Kelamin……………………………………………………
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia……….
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status
Tempat Tinggal…………………………………………….
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sumber
Informasi Sinkop dan Epistaksis…………………………...
Tingkat Keterampilan Perawatan Sinkop dan epistaksis
sebelum diberikan pendidikan kesehatan………………….
Keterampilan Perawatan Sinkop dan Epistaksis setelah
diberikan pendidikan kesehatan……………………………
Hasil Perbandingan tingkat keterampilan pretest dan post
test pada perawatan sinkop dan epistaksis…………………
Hasil Uji Statistik antara tingkat keterampilan perawatan
sinkop dan epistaksis sesudah diberikan Pendidikan
Kesehatan…………………………………………………..
52
62
62
63
63
64
65
66
66
-
xiv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Gambar Halaman
Gambar 2.1 Perawatan Sinkop Buka Jalan Napas ................................ 22
Gambar 2.2 Perawatan Sinkop .............................................................. 23
Gambar 2.3 Epistaksis Anterior ............................................................ 37
Gambar 2.4 Epistaksis Posterior ........................................................... 38
Gambar 2.5 Perawatan Epistaksis ......................................................... 41
Gambar 3.2 Bagan Kerangka Konsep ................................................... 45
Gambar 4.1 Desain Penelitian............................................................... 47
Gambar 4.2 Kerangka Kerja Penelitian ................................................ 50
-
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Permohonan surat izin survey pendahuluan di sekolah ..... 77
Lampiran 2 Permohonan surat izin penelitian di sekolah ..................... 78
Lampiran 3 Lembar permohonan menjadi responden .......................... 79
Lampiran 4 Data demografi .................................................................. 81
Lampiran 5 SOP perawatan sinkop dan epistaksis ................................ 83
Lampiran 6 SAP .................................................................................... 87
Lampiran 7 Tabulasi Skor sinkop dan epistaksis .................................. 99
Lampiran 8 Tabulasi rata-rata skor sinkop dan epistaksis .................... 105
Lampiran 9 Jumlah skor pretest post test sinkop dan epistaksis ........... 109
Lampiran 10 Leaflet perawatan sinkop dan epistaksis ........................... 110
Lampiran 11 Surat keterangan telah melakukan penelitian .................... 112
Lampiran 12 Hasil SPSS ........................................................................ 113
Lampiran 13 Kartu bimbingan skripsi .................................................... 120
Lampiran 14 Dokumentasi ..................................................................... 123
-
xvi
DAFTAR SINGKATAN
EKG : Eektrokardiografi
MRI : Magnetic Resonance Imaging
SOP : Standar Operasional Prosedur
TIA : Transient Imaging Ischemic Attack
UKS : Usaha Kesehatan Sekolah
-
xvii
DAFTAR ISTILAH
Angiofibroma nasofaring : Tumor jinak pembuluh darah di
nasofaring yang secara histologik jinak
namun secara klinis bersifat ganas,
karena mempunyai kemampuan
mendestruksi tulang dan meluas ke
jaringan sekitarnya.
Arteriosklerosis : Keadaan dengan hilangnya elastisitas dari
arteri
Atresia koanal : Tertutupnya satu atau kedua posterior
kavum nasi oleh membrane abnormal
atau tulang.
Audio aid : alat bantu dengar
Audio visual aid : Alat bantu lihat-dengar
Basic literary skill : Kemampuan dasar sastra
Bill board : Media papan
Booklet : Pesan dalam bentuk gambar/tulisan
Bruit : Bunyi yang dihasilkan akibat turbulensi
ketika darah melewati pembuluh arteri
yang mengalami penyempitan
Cleaning : Pengecekan kembali
Coding : Pemberian kode
Congenital : Kelainan bawaan
Dehidrasi : Kekurangan cairan
Diabetes mellitus : Penyakit yang ditandai dengan kadargula
darah yang tinggi
Disfungsi autonom : Gangguan sistem saraf otonom
Editing : Penyuntingan data
Enabling faktor : Faktor kemungkinan
Ephilepsy : Kejang
Epistaksis : Mimisan
Fenilefrin : Obat untuk meredakan sementara
tersumbatnya hidung, sinus, dan telinga.
Film strip : Putaran film
Flip chart : Kumpulan ringkasan, skema gambar,
tabel yang dibuka secara berurutan,
tersusun rapid an baik berdasarkan topic
materi pembelajaran
Flyer : Selebaran
Granuloma : Nodul kecil yang terlihat diberbagai
penyakit
Guidance and counceling : Bimbingan dan penyuluhan
Heat exhaustion : Terkena terik matahari saat lemah letih
Heat stroke : Sengatan matahari
Hemangioma : Suatu tumor jaringan lunak yang sering
-
xviii
terjadi pada bayi baru lahir
Hemophilia : Gangguan ketika darah sukar untuk
membeku secara normal
Hipoglikemia : Kadar gula darah dibawah normal
Hipoksia serebral : Otak kekurangan oksigen
Hipoperfusi serebral : Kurangnya asupan nutrisi yang
diperlukan otak
Inform consent : Lembar persetujuan
Input : Sasaran
Intermitten : Untuk sementara waktu
Interpersonal skill : Kemampuan pribadi
Ipsilateral : 2 bagian tubuh yang letaknya pada sisi
yang sama (kanan/kiri)
Kardiogenik : Yang berkaitan dengan jantung
Karsinoma : Segala jenis tumor (kanker) yang tumbuh
dari sel di lapisan permukaan penutup
membrane pembatas dari organ
Katapleksi : Suatu keadaan abnormal yang ditandai
oleh gangguan kesadaran, sikap, dan otot
tubuh
Koagulopati : Gangguan pembekuan darah atau
perdarahan yang berlebih
Leaflet : Poster mini
Leukemia : Kanker darah yang berawal dari sumsum
tulang belakang, tempat sel darah dibuat
Mann Whitney : Uji non parametris yang digunakan untuk
mengetahui perbedaan median 2
kelompok bebas apabila skala data
variabel terikatnya ordinal atau
interval/ratio tetapi tidak berdistribusi
normal
Morbili : Campak, penyakit virus akut
Nasal dekongestan : Obat yang memberikan efek melegakan
hidung hanya dalam waktu jangka
pendek
Neoplasma : Pertumbuhan abnormal namu bukan
kanker yang mungkin terjadi diberbagai
bagian tubuh
Nonsycopal attack : Bukan serangan pingsan
Output : Harapan
Oksimetazolin : Obat yang digunakan untuk meringankan
simtomatik dari kongesti hidung dan
nasofaring karena flu, sinusitis, hay fever,
atau alergi saluran napas atas lainnya
Parestesia : Sensasi abnormal pada kulit berupa
kesemutan, tertusuk atau terbakar pada
-
xix
kulit
Problem solving : Pemecahan masalah
Prodromal : Gejala awal
Recovery : Pemulihan
Reinforcing : Penguat
Probabilitas : kemungkinan
Random : acak
rinosinusitis : Gabungan dari rhinitis dan sinusitis
Scoring : Pemberian skor
Serebrovaskuler : Pembuluh darah otak
Sinkop : Pingsan
Slide : Layar
Subclavian steal syndrome : Penyakit arteri perifer
Tabulating : Tabel data
Technical skill : Kemampuan tehnik
Telengiectasis herediter : Pelebaran pembuluh darah yg diturunkan
Tifoid : Penyakit yang terjadi karena karena
infeksi bakteri Salmonella Typhi dan
umumnya menyebar melalui makanan
dan minuman yang terkontaminasi
Transient Ischemic Attack : Stroke ringan
Trombositipenia : Kekurangan trombosit
Vertigo : Salah satu bentuk sakit kepala dimana
penderita mengalami persepsi gerakan
yang tidak semestinya yang disebabkan
yang disebabkan oleh gangguan
vestibular
Visual aid : Alat bantu penglihatan
Wilcoxon test : Uji nonparametris untuk mengukur
signifikansi perbedaan antara 2 kelompok
data berpasangan berskala ordinal atau
interval tetapi tidak berdistribusi tidak
normal
-
xx
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Keterampilan Perawatan
Sinkop dan Epistaksis pada siswa di MI Plus Bunga Bangsa Dolopo Kabupaten
Madiun” dengan baik. Tersusunnya skripsi ini tentu tidak lepas dari bimbingan,
saran dan dukungan moral kepada penulis, untuk itu penulis mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Ibu Hj.Arina Manasikana, S.Pd.I selaku Kepala Sekolah MI Plus Bunga
Bangsa Dolopo Kabupaten Madiun yang telah memberikan ijin dan
kesempatan untuk melakukan penelitian dan seluruh Stafnya
2. Bapak Zainal Abidin, SKM.,M.Kes (Epid) selaku Ketua STIKES Bhakti
Husada Mulia Madiun
3. Mega Arianti Putri, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Ketua Prodi Studi
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan, fasilitas untuk
mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Prodi Keperawatan
4. Kartika, S.Kep.,Ns.,M.K.M selaku dewan penguji yang telah memberikan
bimbingan dan masukan yang bermanfaat sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan dengan baik
5. Ibu Asrina Pitayanti, S.Kep.,Ns.,M.Kes selaku dosen pembimbing 1
beserta Ibu Retno Widiarini, SKM.,M.Kes selaku dosen pembimbing 2
yang selalu membimbing dengan penuh kesabaran dan ketelatenan
-
xxi
6. Kedua Orang tua saya (Bapak Ismanu dan Ibu Janatin) yang telah
memberi dorongan dan semangat tanpa henti
7. Mas Zulfikar Fa’ni Islam, Bulek Sugiarti, Dek Iva, Diah, Ibel, Etik yang
banyak membantu.
8. Teman-teman keperawatan angkatan 2014 yang telah memberi dorongan
dan bantuan berupa apapun dalam penyusunan tugas skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak
kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan skripsi ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita.Aamiin
Wassalamualaikum Wr.Wb
Madiun, Juli 2018
Peneliti
Nur Aulia Rizki
NIM. 201402094
-
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sinkop (pingsan) dan epistaksis (mimisan) adalah suatu keadaan yang
sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Kebanyakan dari individu
pernah mengalami sinkop setidaknya sekali seumur hidup. Dalam sebuah
kegiatan sekolah seperti upacara bendera setiap hari senin biasanya sering
terjadi peserta didik yang mengalami sinkop. Penyebabnya pun bisa beragam,
seperti kondisi tubuh yang tidak fit atau karena memang fisiknya lemah.
Sinkop adalah suatu kehilangan kesadaran sesaat akibat hipoperfusi
serebral global yang ditandai dengan onset (kejadian) yang cepat, jangka
waktu pendek, dan recovery penuh secara spontan (Setyohadi, 2015). Adapun
epistaksis biasanya di alami oleh anak usia TK-SD, yaitu kejadian yang dapat
disebabkan oleh pembuluh darah yang masih tipis dan peka karena suatu
benturan atau trauma akibat mengkorek-korek hidung, bersin yang terlalu kuat,
perubahan cuaca yang ekstrim (panas, kering) dan tekanan udara juga dapat
menjadi pemicu terjadinya epistaksis yang terjadi secara sepontan. Perlu
penanganan segera secara cepat dan tepat dari kedua kasus di atas.
Kejadian sinkop dan epistaksis pada siswa disekolah bisa terjadi
sewaktu-waktu, oleh karena itu siswa sekolah sebaiknya mampu menguasai
penatalaksaannya melalui pertolongan pertama. Di Amerika diperkirakan 3%
-
2
dari kunjungan pasien di gawat darurat disebabkan oleh sinkop dan
merupakan 6% alasan seseorang datang ke rumah sakit. Puncak prevalensi
sinkop terjadi pada remaja yang berusia 15 tahun (Gaggioli, et al., 2014).
Dalam penelitian Saedi (2013) catatan kunjungan pasien yang dilakukan di
sebuah klinik rawat jalan kardiologi dari Maret 2006 sampai dengan
September 2007, menemukan prevalensi angka kejadian sinkop sebanyak 9%.
Jumlah kejadian sinkop pada anak berusia 5-14 tahun sebanyak 4,14%, usia
15-44 tahun sebanyak 44,8%, usia 45-64 tahun sebanyak 31% dan usia 65
tahun keatas dengan prevalensi 20%. Sedangkan untuk epistaksis sering
dijumpai pada siswa dan angka kejadiannya menurun setelah pubertas (Lubis
& Saragih, 2007). Dan untuk kejadian sinkop di tingkat SD, dalam sebulan
terdapat 4 siswa korban pre sinkop dan 3 korban sinkop di SD
Muhammadiyah Tamantirto Bantul, Yogyakarta (Saedi, 2013).
Epistaksis dapat terjadi pada segala umur, terutama terjadi pada anak-
anak dan usia lanjut. Prevalensi epistaksis meningkat pada anak-anak usia
dibawah 10 tahun dan meningkat kembali di usia 35 tahun keatas. Epistaksis
jarang terjadi pada bayi tanpa adanya suatu keadaan koagulopati atau
patologis pada hidung (misalnya, atresia koanal, neoplasma). Anak-anak yang
lebih tua dan remaja juga memiliki insiden lebih jarang. Prevalensi epistaksis
cenderung lebih tinggi pada laki-laki (58%) dibandingkan perempuan (42%).
Penyalahgunaan kokain pada penderita remaja cenderung meningkatkan
epistaksis. Epistaksis diperkirakan terjadi pada 60% manusia selama hidupnya
-
3
dan 6% dari mereka mencari penanganan medis (Punagi, 2017). Untuk
kejadian epistaksis di tingkat SD yaitu di SDN Sambiduwur didapatkan data
siswa yang mengalami epistaksis pada tahun 2015 sejumlah 19 siswa (Basri,
2016).
Dampak dari seseorang yang sering mengalami sinkop memiliki
mortalitas yang lebih tinggi dan mengalami penurunan kualitas hidup
dibandingkan yang tidak pernah pingsan. sinkop dapat memiliki morbiditas
tinggi yang sering kambuh dan disertai cedera fisik (Ntusi, et al., 2015).
Sedangkan untuk epistaksis biasanya di alami oleh anak usia TK-SD. Menurut
Soepardi, dkk (2007), komplikasi dari epistaksis yang berlangsung lama
berakibat perdarahan hebat kemudian dapat terjadi syok dan anemia.
Seringkali seseorang yang mengalami epistaksis dibawa ke Unit Rawat Jalan
karena perdarahan berlangsung terus menerus atau berulang, tidak peduli
tingkat keparahan perdarahan akan tetap menimbulkan kecemasan bagi orang
tua (Lubis & Saragih, 2007).
Pertolongan pertama pada korban sinkop sebenarnya hanya dengan
tindakan sederhana, yaitu buka jalan napas, periksa pernapasan, lalu naikkan
tungkai korban 15-30 cm, kemudian longgarkan pakaian yang ketat. Jika
korban terjatuh, periksa adanya cedera (Thygerson, 2011). Sedangkan untuk
penanganan epsitaksis yaitu duduk tegak, lalu menjepit hidung dengan jempol
dan jari telunjuk dan bernapas melalui mulut. Kemudian menjepit hidung
selama 5-10 menit. Untuk mencegah berlanjutnya perdarahan yaitu jangan
-
4
menghembuskan napas dari hidung atau membungkuk sampai beberapa jam
setelah perdarahan dan pertahankan posisi kepala lebih tinggi dari posisi
jantung dan jangan mengorek hidung (Hagen, Millman, 2013).
Berdasarkan dampak dari sinkop dan epistaksis tersebut, maka perlu
diberikan pertolongan pertama yang tepat. Akan tetapi ketika ada kejadian
gawat darurat masyarakat masih sering mengalami kepanikan. Mereka ragu
untuk melakukan pertolongan pertama dikarenakan minimnya pengetahuan
akan ilmu kesehatan. Hal itu juga terjadi di sekolah yang disebabkan
kurangnya pengetahuan untuk melakukan pertolongan pertama (Junaidi,
2011).
Pada tanggal 2 Januari 2018 peneliti mengunjungi MI Plus Bunga
Bangsa Dolopo Madiun untuk melakukan survey pendahuluan. Hasil survey
pendahuluan yang dilakukan di UKS MI Plus Bunga Bangsa Dolopo Madiun,
menurut keterangan guru kasus siswa yang mendatangi UKS adalah karena
mimisan, sinkop, pusing, nyeri perut, dan luka lecet akibat jatuh. Kejadian
epistaksis di sekolah sering terjadi, dalam sebulan ada 5 siswa (1,3%) dari 372
siswa dengan penyebab kelelahan, jatuh kemudian mengalami trauma di
hidung, dan karena cuaca sangat panas. Beberapa siswa sering mengalami
epistaksis berulang. Untuk penanganan epistaksis pihak UKS hanya
membersihkan darah yang keluar dengan kasa dan dipulangkan serta guru
memberi laporan pada wali murid. Beberapa siswa mengalami epistaksis
berulang karena setelah epistaksis berhenti sering mengorek hidungnya lagi
-
5
yang berujung terjadinya epistaksis berulang dalam sehari. Guru juga
menyampaikan darah siswa mengucur sampai ke tangan dan membasahi
pakaian seragam murid karena terlambat mendapat penanganan. Siswa yang
mengalami sinkop dalam sebulan ada 4 siswa (1,07%) dari 372 siswa.
Keterangan siswa saat wawancara, penanganan sinkop di MI Plus Bunga
Bangsa yaitu membawa korban ke UKS dan diberi perawatan dengan minyak
kayu putih atau freshcare. Setelah korban siuman dianjurkan minum air putih
atau teh hangat kemudian korban disuruh untuk beristirahat.
Untuk siswa yang mengeluh nyeri perut petugas UKS sudah mampu
menangani keluhan tersebut dengan mengoleskan minyak kayu putih di perut
korban. Sedangkan untuk penanganan pusing, korban dianjurkan untuk
minum obat pereda nyeri seperti asam mefenamat. Bagi yang pusingnya hebat
dan tidak segera sembuh, petugas UKS langsung melaporkan ke guru untuk
memanggilkan orang tua korban. Untuk luka lecet akibat jatuh, dioleskan
betadine di area luka kemudian diberi kasa dan hansaplast.
Pada tanggal 8 Januari 2018 peneliti kembali melakukan wawancara di
MI Plus Bunga Bangsa. Hasil wawancara yang dilakukan pada 5 siswa
petugas UKS, ditemukan data bahwa petugas UKS sudah pernah
mendapatkan pendidikan kesehatan dari guru tentang perawatan epistaksis
dan sinkop, tetapi untuk perawatannya yang spesifik menurut teori mereka
belum mengetahui. Sehingga sering kebingungan dalam mengambil tindakan.
-
6
Pendidikan kesehatan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
keterampilan seseorang, karena setelah mendapat pendidikan kesehatan
seseorang akan mendapatkan ilmu pengetahuan baru sehingga hal tersebut
akan mempengaruhi keterampilan seseorang. Hal tersebut dibuktikan dengan
penelitian Eka Saputra (2015) yang berjudul Pengaruh Pendidikan Kesehatan
Terhadap Keterampilan Guru Dalam Melakukan Pertolongan Pertama pada
Siswa yang Mengalami Pingsan (Sinkop) menunjukkan nilai p value 0.001,
hal tersebut dapat diartikan terdapat pengaruh yang signifikan antara
pendidikan kesehatan dengan keterampilan dalam pertolongan pada kasus
pingsan (sinkop). Berdasarkan penelitian Tri Darmasto (2015) yang berjudul
Pengaruh Pendidikan Kesehatan tentang Penanganan Epistaksis menunjukkan
nilai p value 0,000 (p < 0,005). Dimana ada perbandingan nilai pretest dan
post test sehingga menunjukkan pengaruh yang signifikan antara pemberian
pendidikan kesehatan untuk penanganan epistaksis. Dan diperkuat dengan
penelitian Dahlan (2014) yang berjudul Pengaruh Pendidikan Kesehatan
tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD) terhadap Keterampilan Tenaga
Kesehatan dengan menunjukkan nilai p-value = 0,000 (p < 0,005) dimana
terdapat pengaruh yang signifikan setelah diberikan pendidikan kesehatan
tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian tentang pengaruh pendidikan kesehatan terhadap
-
7
keterampilan siswa dalam perawatan sinkop dan epistaksis pada siswa di MI
Plus Bunga Bangsa Dolopo Madiun.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah “adakah pengaruh pendidikan
kesehatan terhadap keterampilan siswa dalam perawatan sinkop dan epistaksis
pada siswa di MI Plus Bunga Bangsa Dolopo Madiun?”
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk menganalisis pengaruh pendidikan kesehatan terhadap
keterampilan perawatan sinkop dan epistaksis di MI Plus Bunga Bangsa
Dolopo Madiun Tahun 2018.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi keterampilan siswa dalam perawatan sinkop dan
epistaksis di MI Plus Bunga Bangsa Dolopo Madiun sebelum
diberikan pendidikan kesehatan Tahun 2018.
2. Mengidentifikasi keterampilan siswa dalam perawatan sinkop dan
epistaksis di MI Plus Bunga Bangsa Dolopo Madiun setelah
diberikan pendidikan kesehatan Tahun 2018.
3. Menganalisis pengaruh pendidikan kesehatan terhadap
keterampilan dalam perawatan sinkop dan epistaksis pada siswa
MI Plus Bunga Bangsa Dolopo Madiun Tahun 2018.
-
8
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat mendukung teori dalam memberikan
intervensi keperawatan di bidang keperawatan gawat darurat yang ada di
sekolah.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi
dalam perawatan sinkop dan epistaksis pada anak-anak di lingkup
sekolah.
2. Sekolah
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah informasi serta
serta wawasan pengetahuan siswa tentang perawatan sinkop dan
epistaksis.
3. Peneliti lain
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk
penelitian selanjutnya dengan menambah variabel lainnya.
-
9
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pendidikan Kesehatan
2.1.1 Pengertian pendidikan kesehatan
Pendidikan kesehatan dalam arti pendidikan secara umum adalah segala
upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain, baik individu, kelompok,
atau masyarakat, sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku
pendidikan atau promosi kesehatan. Dan batasan ini tersirat unsure-unsur input
(sasaran dan pendidik dari pendidikan), proses (upaya yang direncanakan untuk
mempengaruhi orang lain) dan output (melakukan apa yang diharapkan). Hasil yang
diharapkan dari suatu promosi atau pendidikan kesehatan adalah perilaku kesehatan,
atau perilaku untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang kondusif oleh
sasaran dari promosi kesehatan (Notoatmodjo, 2012).
2.1.2 Tujuan pendidikan kesehatan
Promosi kesehatan mempengaruhi 3 faktor penyebab terbentuknya perilaku
tersebut menurut Green dalam (Notoatmodjo, 2012) yaitu :
a. Promosi kesehatan dalam faktor-faktor predisposisi
Promosi kesehatan bertujuan untuk memunculkan kesadaran, memberikan atau
meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan bagi dirinya sendiri, keluarga maupun masyarakatnya. Disamping
itu, dalam konteks promosi kesehatan juga memberikan pengertian tentang
-
10
tradisi, kepercayaan masyarakat dan sebagainya, baik yang merugikan maupun
yang menguntungkan kesehatan. Bentuk promosi ini dilakukan dengan
penyuluhan kesehatan, pameran kesehatan, iklan-iklan layanan kesehatan,
billboard, dan sebagainya.
b. Promosi kesehatan dalam faktor-faktor enabling (penguat)
Bentuk promosi kesehatan ini dilakukan agar masyarakat dapat
memberdayakan masyarakat agar mampu mengadakan sarana dan prasarana
kesehatan dengan cara memberikan bantuan teknik, memberikan arahan, dan
cara-cara mencari dana untuk pengadaan sarana dan prasarana.
c. Promosi kesehatan dalam faktor reinforcing (pemungkin)
Promosi kesehatan dalam faktor ini bermaksud untuk mengadakan pelatihan
bagi tokoh agama, tokoh masyarakat, dan petugas kesehatan itu sendiri dengan
tujuan agara sikap dan perilaku petugas dapat menjadi teladan, contoh atau
acuan bagi masyarakat tentang hidup sehat.
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan kesehatan
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan agar pendidikan kesehatan dapat
mencapai sasaran (Saragih, 2010) yaitu :
a. Tingkat Pendidikan
Pendidikan dapat mempengaruhi cara pandang seseorang terhadap informasi
baru yang diterimanya. Maka dapat dikatan bahwa semakin tinggi tingkat
-
11
pendidikannya, semakin mudah seseorang menerima informasi yang
didapatnya.
b. Tingkat sosial ekonomi
Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang, semakin mudah pula dalam
menerima informasi baru.
c. Adat istiadat
Masyarakat kita masih sangat menghargai dan menganggap adat istiadat
sebagai sesuatu yang tidak boleh diabaikan.
d. Kepercayaan masyarakat
Masyarakat lebih memperhatikan informasi yang disampaikan oleh orang-
orang yang sudah mereka kenal, karena sudah ada kepercayaan masyarakat
dengan penyampaian informasi.
e. Ketersediaan waktu di masyarakat
Waktu penyampaian informasi harus memperhatikan tingkat aktifitas
masyarakat untuk menjamin tingkat kehadiran masyarakat dalam penyuluhan.
2.1.4 Metode Pendidikan Kesehatan
Menurut Notoadmodjo (2012), berdasarkan pendekatan sasaran yang ingin
dicapai, penggolongan metode pendidikan ada 3 (tiga), yaitu:
a. Metode berdasarkan pendekatan perorangan
Metode ini bersifat perorangan dan biasanya digunakan untuk membina
perilaku baru, atau membina seseorang yang mulai tertarik pada suatu
-
12
perubahan perilaku atau inovasi. Dasar digunakannya pendekatan perorangan
ini karena setiap orang mempunyai masalah atau alasan yang berbeda-beda
sehubungan dengan penerimaan atau perilaku baru tersebut. Ada 2 bentuk
pendekatannya yaitu:
1. Bimbingan dan penyuluhan (guidance and Counceling)
2. Wawancara
b. Metode berdasarkan pendekatan kelompok
Penyuluh berhubungan dengan sasaran secara kelompok. Dalam penyampaian
promosi kesehatan dengan metode ini kita perlu mempertimbangkan besarnya
kelompok sasaran serta tingkat pendidikan formal dari sasaran. Ada 2 jenis
tergantung besarnya kelompok, yaitu kelompok besar dan kelompok kecil.
c. Metode berdasarkan pendekatan massa
Metode pendekatan massa ini cocok untuk mengkomunikasikan pesan-pesan
kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat. Sehingga sasaran dari metode
ini bersifat umum, dalam arti tidak membedakan golongan umur, jenis
kelamin, pekerjaan, status sosial ekonomi, tingkat pendidikan, dan
sebagainya, sehingga pesan-pesan kesehatan yang ingin disampaikan harus
dirancang sedemikian rupa sehingga dapat ditangkap oleh massa.
-
13
2.1.5 Media pendidikan kesehatan
2.1.5.1 Fungsi Media
Media sebagai alat bantu menyampaikan pesan-pesan kesehatan. Alat-alat
bantu tersebut mempunyai fungsi sebagai berikut (Notoatmodjo, 2012):
a. Menimbulkan minat sasaran pendidikan
b. Mencapai sasaran yang lebih banyak
c. Membantu dalam mengatasi banyak hambatan dalam pemahaman
d. Menstimulasi sasaran pendidikan untuk meneruskan pesan-pesan yang
diterima orang lain
e. Mempermudah penyampaian bahan atau informasi kesehatan
f. Mempermudah penerimaan informasi oleh sasaran/masyarakat
g. Mendorong keinginan orang untuk mengetahui, kemudian mendalami dan
akhirnya mendapatkan pengertian yang lebih baik
h. Membantu menegakkan pengertian yang diperoleh
2.1.5.2 Tujuan Media
Media ini memilik beberapa tujuan yaitu:
a. Tujuan yang akan dicapai
1. Menanamkan pengetahuan/pengertian, pendapat dan konsep-konsep
2. Mengubah sikap dan persepsi
3. Menanamkan perilaku/kebiasaan yang baru
-
14
b. Tujuan penggunaan alat bantu
1. Sebagai alat bantu dalam latihan/penataran/pendidikan
2. Untuk menimbulkan perhatian terhadap suatu masalah
3. Untuk mengingatkan suatu pesan/informasi
4. Untuk menjelaskan fakta-fakta, prosedur, tindakan
2.1.5.3 Bentuk Media
Ada beberapa bentuk media penyuluhan antara lain (Notoatmodjo, 2012)
a. Berdarkan stimulasi indra
1. Alat bantu lihat (visual aid) yang berguna dalam menstimulasi indra
penglihatan
2. Alat bantu dengar (audio aid) yaitu alat yang dapat membantu untuk
menstimulasi indra pendengar pada waktu penyampaian bahan
pendidikan/pengajaran
3. Alat bantu lihat-dengar (audio visual aids)
b. Berdasarkan pembuatannya dan penggunaannya
1. Alat peraga atau media yang rumit, seperti film, film strip, slide, dan
sebagainya yang memerlukan listrik dan proyektor
2. Alat peraga sederhana, yang mudah dibuat sendiri dengan bahan-bahan
setempat
c. Berdasarkan fungsinya sebagai penyalur media kesehatan
1. Media cetak
-
15
a) Leaflet
Merupakan bentuk penyampaian informasi kesehatan melalui
lembaran yang dilipat. Keuntungan menggunakan media ini antara
lain: sasaran dapat menyesuaikan dan belajar mandiri serta praktis
karena mengurangi kebutuhan mencatat, sasaran dapat melihat isinya
disaat santai dan sangat ekonomis, berbagai informasi dapat diberikan
atau dibaca oleh anggota kelompok sasaran, sehingga bisa
didiskusikan, dapat memberikan informasi yang detail yang mana
tidak diberikan secara lisan, mudah dibuat, diperbanyak dan
diperbaiki serta mudah disesuaikan dengan kelompok sasaran.
b) Booklet
Booklet adalah suatu media untuk menyampaikan pesan-pesan
kesehatan dalam bentuk tulisan dan gambar. Booklet sebagai saluran,
alat bantu, saran dan sumber daya pendukungnya untuk
menyampaikan pesan harus menyesuaikan dengan isi materi yang
akan disampaikan.
Manfaat booklet sebagai media komunikasi pendidikan kesehatan
adalah:
1. Menimbulkan minat sasaran pendidikan
2. Membantu di dalam mengatasi banyak hambatan
-
16
3. Membantu sasaran pendidikan untuk belajar lebih banyak dan
cepat
4. Merangsang sasaran pendidikan untuk meneruskan pesan-pesan
yang diterima kepada orang lain.
5. Mempermudah penyampaian bahasa pendidikan
6. Mempermudah penemuan informasi oleh sasaran pendidikan
7. Mendorong keinginan orang untuk mengetahui lalu mendalami
dan akhirnya mendapatkan pengertian yang lebih baik
8. Membantu menegakkan pengertian yang diperoleh.
c) Flyer (selembaran)
d) Flip chart (lembar balik)
Media penyampain pesan atau informasi kesehatan dalam bentuk
buku dimana tiap lembar berisi gambar peragaan dan lembaran
baliknya berisi kalimat sebagai pesan kesehatan yang berkaitan
dengan gambar. Keunggulan menggunakan media ini antara lain:
mudah dibawa, dapat dilipat maupun digulung, murah, efisien, dan
tidak perlu peralatan yang rumit. Sedangkan kelemahannya yaitu
terlalu kecil untuk sasaran yang berjumlah relative besar, mudah
robek dan tercabik.
e) Rubrik (tulisan-tulisan surat kabar), poster, dan foto
2. Media Elektronik
-
17
a) Video dan film strip
Keunggulan penyuluhan dengan metode ini adalah dapat memberikan
realita yang mungkin sulit direkam kembali oleh mata dan pikiran
sasaran, dapat memicu diskusi mengenai sikap dan perilaku, efektif
untuk sasaran yang jumlahnya relatif penting dapat diulang kembali,
mudah digunakan, dan tidak memerlukan ruangan yang gelap.
Sementara kelemahan media ini yaitu memerlukan sambungan listrik,
peralatannya beresiko untuk rusak, perlu adanya kesesuaian antara
kaset dengan alat pemutar, membutuhkan ahli professional agar
gambar mempunyai makna dalam sisi artistik maupun materi, serta
membutuhkan banyak biaya.
b) Slide
Keunggulan media ini yaitu dapat memberikan berbagai realita
walaupun terbatas, cocok untuk sasaran yang jumlahnya relatif besar,
dan pembuatannya relatif murah, serta peralatannya cukup ringkas
dan mudah digunakan. Sedangkan kelemahannya memerlukan
sambungan listrik, peralatannya beresiko mudah rusak, dan
memerlukan ruangan sedikit lebih gelap.
c) Media Papan
-
18
2.2 Konsep Keterampilan
2.2.1 Pengertian keterampilan
Keterampilan berasal dari kata terampil yang berarti cakap, mampu, dan
cekatan. Iverson (2001) mengatakan bahwa keterampilan membutuhkan pelatihan
dan kemampuan dasar yang dimilik setiap orang, yang dapat lebih membantu
menghasilkan sesuatu yang lebih bernilai dengan lebih cepat.
Menurut Robbins (2000), keterampilan dibagi menjadi 4 kategori, yaitu:
a. Basic Literacy Skill: suatu keahlian dasar yang sudah pasti harus dimilik
setiap orang seperti membaca, menulis, berhitung, dan mendengarkan.
b. Technical Skill: suatu keahlian secara teknis yang didapat dari pembelajaran
dalam bidang teknik seperti mengoperasikan computer dan alat digital
lainnya.
c. Interpersonal Skill: suatu keahlian setiap orang dalam berkomunikasi satu
sama lain seperti mendengarkan seseorang, memberi pendapat dan bekerja
secara tim
d. Problem Solving: suatu keahlian seseorang dalam memecahkan masalah
dengan menggunakan logika atau perasaan.
2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keterampilan
Menurut Notoatmodjo (2007), keterampilan merupakan aplikasi dari
pengetahuan sehingga tingkat keterampilan seseorang berkaitan dengan tingkat
pengetahuan.
-
19
Faktor-faktor yang mempengaruhi keterampilan secara langsung menurut
Widyatun (2005), yaitu:
a. Motivasi
Merupakan sesuatu yang membangkitkan keinginan dalam diri seseorang
untuk melakukan berbagai tindakan. Motivasi inilah yang mendorong
seseorang bisa melakukan tindakan sesuai dengan prosedur yang sudah
diajarkan.
b. Pengalaman
Merupakan suatu hal yag akan memperkuat kemampuan seseorang dalam
melakukan sebuah tindakan (keterampilan). Pengalaman membangun
seseorang untuk bisa melakukan tindakan-tindakan selanjutnya yang lebih
baik yang dikarekan sudah melakukan tindakan-tindakan sebelumnya.
c. Keahlian
Keahlian yang dimiliki seseorang akan membuat terampil dalam melakukan
keterampilan tertentu. Keahlian akan membuat seseorang mampu melakukan
sesuai dengan yang sudah diajarkan sebelumnya.
2.3 Perawatan Sinkop
2.3.1 Pengertian sinkop
Sinkop (pingsan) adalah suatu kehilangan kesadaran sesaat akibat hipoperfusi
serebral global yang di tandai dengan onset yang cepat, jangka waktu pendek, dan
recovery penuh secara spontan (Setyohadi, 2015).
-
20
Jatuh pingsan adalah hilangnya kesadaran dan kontrol otot untuk sesaat, yaitu
beberapa detik sampai beberapa menit yang mengakibatkan seseorang jatuh secara
mendadak (Saubers, 2011).
2.3.2 Etiologi sinkop
Menurut Thygerson (2011), sinkop dapat dipicu dari beberapa faktor seperti
berikut :
a. Dehidrasi
b. Berdiri terlalu lama
c. Posisi tubuh naik secara mendadak seperti dari jongkok lalu berdiri
d. Tekanan emosi
e. Kehilangan darah
f. Batuk-batuk
g. Hipoglikemia
h. Sakit perut
i. Gangguan pada jantung
Menurut Dewanto dkk (2009), Sinkop juga dapat dibagi menurut etiologinya,
yaitu :
a. Neutrally mediated syncopal syindrome, sinkop vasovagal, sinkop sinus
karotis, sinkop situasional (sinkop karena adanya perdarahan akut, sinkop
akibat batuk, bersin)
-
21
b. Disfungsi otonom, syndrome disfungsi otonom primer (disfungsi otonom
murni, atropi sistem multiple, penyakit perkinson dengan disfungsi otonom)
c. Sinkop akibat aritmia jantung : disfungsi nodus SA, gangguan konduksi
atrioventrikular
d. Penyakit structural jantung atau kardio pulmoner
e. Serebrovaskuler (subclavian steal syndrome)
2.3.3 Manifestasi klinis sinkop
Menurut Sukanta (2011), gejala ringan yang sering terjadi pada penderita sinkop
adalah sebagai berikut :
a. Kelelahan yang menyeluruh
b. Sakit kepala atau pusing
c. Mata berkunang-kunang
d. Haus
e. Nafas sesak dan pendek
2.3.4 Jenis-jenis sinkop dan perawatannya
Menurut Iskandar (2011), jenis-jenis sinkop adalah sebagai berikut :
a. Sinkop biasa
Sinkop jenis ini biasanya terjadi pada mereka yang berdiri lama di bawah
terik matahari, kekurangan asupan makanan, tidak sarapan oagi terlebih
dahulu, atau pada orang-orang tua yang berdiri sesudah berbaring lama di
tempat tidur. Pingsan ini juga dapat terjadi karena penyakit anemia (kurang
-
22
darah), kelelahan, tekanan darah rendah (hipotensi), ketakutan terhadap
sesuatu, atau tidak tahan melihat darah
Perawatan pada sinkop biasa menurut Thygerson (2011) adalah sebagai
berikut:
1. Buka jalan napas, periksa pernapasan, dan berikan perawatan yang sesuai
2. Naikkan tungkai korban 15-30 cm
3. Longgarkan pakaian yang ketat
4. Jika korban terjatuh, periksa adakah cedera
Gambar 2.1 Perawatan Sinkop buka jalan napas
-
23
Gambar 2.2 Perawatan Sinkop
Cari pertolongan medis jika korban:
1. Mengalami episode pingsan berulang
2. Tidak secara cepat menjadi responsive
3. Menjadi tidak berrespon saat duduk atau berbaring
4. Pingsan tanpa alasan
b. Sinkop karena panas (Heat Exhaustion)
Sinkop jenis ini terjadi pada mereka yang sehat, namun karena bekerja atau
berkegiatan di tempat yang sangat panas sehingga pingsan. Biasanya korban
mula-mula merasakan jantung yang berdebar-debar, mual, muntah, sakit
kepala, kemudian pingsan. Keringat yang bercucuran pada orang pingsan
diudara yang sangat panas merupakan petunjuk yang akurat
Tindakan perawatannya adalah :
-
24
1. Bawa dan baringkan penderita di tempat yang teduh atau sejuk, lalu
lakukan pertolongan pada seperti pada pertolonga pingsan biasa. Beri
korban minum air garam dalam keadaan dingin
2. Tindakan ini dilakukan saat korban telah sadar kembali
c. Sinkop karena sengatan terik matahari (Heat Stroke)
Sinkop karena sengatan terik matahari merupakan keadaan yang lebih berat
dari pingsan karena heat exhaustion. Sengatan terik matahari terjadi karena
kontak langsung dengan matahari dalam jangka waktu yang lama, tubuh
bereaksi dengan mengeluarkan keringat banyak dalam waktu yang cukup
lama sehingga menyebabkan kelenjar keringat kelelahan dan tidak mampu
mengeluarkan keringat lagi. Hal ini berdampak panas yang mengenai tubuh
tidak dihambat oleh pengeluaran keringat yang telah berkurang sehingga
terjadi psinkop.
Gejala sengatan panas matahari biasanya didahului oleh keringat yang
mendadak menghilang. -
-
C. Muka korban dan pernapasannya cepat.
Tindakan perawatannya adalah :
-
25
1. Tubuh korban harus segera didinginkan dengan membawanya ke tempat
yang teduh, banyak angin (kalau perlu pakai kipas angin atau di ruangan
ber-AC). Kompres kepalanya dengan air dingin atau es dalam kantong
2. Jika memungkinkan, selubungi korban dengan sprei basah dan sesekali
menyiramkan air dingin sampai kulit kembali berwarna normal
3. Gosok atau pijatlah anggota badan kea rah jantung untuk memperlancar
peredaran darah
4. Usahakan agar korban tidak menggigil dengan jalan memijit-mijit kaki
dan tangannya
5. C, hentikan pengompresan dan
bawa korban ke rumah sakit
6. Korban memerlukan perawatan di rumah sakit karena penanganannya
membutuhkan waktu lebih dari satu hari
d. Sinkop karena kencing manis (Diabetes Mellitus)
Penderita penyakit kencing manis dapat mengalami sinkop karena dosis
insulin yang diberikan berlebihan sehingga glukosa sangat rendah. Dengan
demikian pasokan glukosa ke otak rendah atau karena zat keton dalam darah
sangat tinggi. Oleh karena itu, sebaiknya para penderita kencing manis selalu
memberikan keterangan bahwa dirinya menderita diabetes. Jika ia mendapat
suntikan insulin, perlu juga disebutkan dosis dan jenis insulin yang diberikan
-
26
sehingga apabila pingsan di jalan para penolong dapat segera mengetahui
penyebabnya.
Gejala kelebihan zat keton: akan terlihat kondisi penderita sangat sakit, kulit
kering, dan kemerahan. Penderita haus, tidak merasa lapar, napas bau aseton,
serta napasnya dalam dan cepat.
Gejala kelebihan insulin: penderita terlihat lemah dan pucat. Tidak haus
namun merasa sangat lapar. Biasanya napas tidak bau aseton dan napasnya
normal/tidak cepat.
Tindakan perawatan untuk korban siknop karena kelebihan zat insulin
adalah:
Korban ditolong seperti pada sinkop biasa. Ditambah beri asupan gula lewat
dubur. Jika sudah sadar berikan minuman yang mengandung banyak gula
sampai kondisinya pulih
Tindakan perawatan untuk korban sinkop karena kelebihan zat keton adalah :
1. Penderita harus segera dibawa ke rumah sakit sambil bandanya diselimuti
2. Jika penolong ragu apakah karena kelebihan insulin atau zat keton, maka
berikan saja pertolongan dengan pemberina minum air gula secukupnya
3. Dengan pemberian gula akan menolong penderita karena jika bukan
karena kelebihan insulin tidak merugikan, tetapi jika karena insulin
penderita akan segera pulih. Namun setelah itu, korban segera dibawa ke
rumah sakit
-
27
e. Sinkop karena keracunan
Tindakan perawatannya adalah:
Bersihkan saluran pernapasan korban dari lender, kotoran atau muntahan.
Dalam kasus keracunan, penolong jangan memberikan napas buatan dengan
cara mulut ke mulut karena bahay kontaminasi dari korban ke penolong.
Tetapi gunakan tindakan pertolongan pernapasan dengan cara lain. Apabila
racun tidak dapat dikenali, maka sementara berikan larutan norit (larutan
arang batok kelapa di dalam air), putih telur, susu, dan air sebanyak-
banyaknya untuk mengencerkan racun yang masuk dalam tubuh.
f. Sinkop karena minuman keras
Minuman keras misalnya yang beralkohol tinggi dapat membuat seseorang
jadi mabuk. Bahkan, jika mabuk berat dapat menyebabkan pingsan.
Tindakan perawatannya adalah: suruh korban tidur sampai pengaruh
alkoholnya hilang. Lamanya tidur dipengaruhi seberapa banyak minum
alcohol. Biasanya memerlukan 1-2 hari untuk tidur.
g. Sinkop karena perdarahan otak
Pingsan jenis ini biasanya karena tekanan darah mendadak tinggi dan
menyebabkan pembuluh darah otak pecah yang disebut stroke perdarahan.
Gejalanya adalah sakit kepala, mual, muntah, dan pingsan/koma. Setelah
sadar dapat mengalami gangguan pada beberapa bagian tubuhnya,
-
28
diantaranya sulit berbicara, kelumpuhan separuh badan, dan bisa timbul
kejang.
Tindakan perawatannya adalah:
Penderita harus segera dibawa ke rumah sakit. Apabila masih sadar, dapat
diberi paracetamol atau sejenisnya sebagai pereda nyeri kepala.
h. Sinkop karena kesedihan
Kesedihan yang amat sangat dapat mengakibatkan seseorang menjadi labil
emosinya dan dapat memicu terjadinya pingsan.
Tindakan perawatannya adalah:
Lakukan seperti pada sinkop biasa. Kalau perlu berikan obat penenang
i. Sinkop karena cedera kepala
Korban dikatakan cedera atau gegar otak apabila muncul gejala mual,
muntah, dan penurunan kesadaran sampai koma setelah kepalanya terbentur.
Tindakan perawatannya adalah:
1. Bersihkan mulut dan saluran pernapasan korban dari kotoran, lender,
ataupun muntahan
2. Lalu baringkan korban dengan kepala miring ke samping untuk
memudahkan muntahan keluar
3. Korban jangan sering diangkat atau dipindahkan
4. Bila ada perdarahb segera hentikan
-
29
5. Saat mengusung korban, perlakukan seperti penderita mengalami patah
tulang leher
6. Penderita yang sudah sadar, harus tetap berbaring dan dicegah agar tidak
gelisah
7. Setelah pertolongan dilakukan, segera bawa ke rumah sakit
j. Sinkop karena nyeri
Tindakan perawatannya adalah:
Jika tidak terjadi tanda-tanda shock, korban ditolong sepertipada pertolongan
sinkop biasa. Untuk menguranyi nyeri dapat diberikan obat pereda nyeri.
k. Sinkop karena perdarahan
Perdarahan berat dapat membuat penderita pingsan. Hal tersebut bisa terjadi
karena darah banyak keluar sehingga korban kekurangan darah atau ia tidak
tahan melihat darah sehingga pingsan.
Tindakan perawatannya adalah:
Jika tidak ada tanda-tanda shock, korban ditolong seperti pada sinkop biasa
kemudian dihentikan perdarahannya.
-
30
2.3.5 Anamnesis
Menurut Dewanto dkk (2009), anamnesis sinkop meliputi episode sinkop
yang mencakup: faktor pencetus, aktivitas sebelum terjadinya sinkop, posisi pasien
saat serangan sinkop misalnya berdiri, duduk, atau tidur, karena dapat membantu
membedakan apakah sinkop kardiogenik atau nonkardiogenik. Klinisi juga sebaiknya
mengumpulkan informasi mengenai gejala-gejala sebelum timbulnya sinkop, yaitu :
rasa ingin pingsan, kepala terasa ringan, vertigo, kelemahan, diaphoresis, perasaan
tidak nyaman di perut, mual, penglihatan kabur, pucat, dan parestesia sering terjadi
sebelum sinkop. Sepertiga dari pasien (terutama lansia) hanya menampilkan sedikit
gejala prodromal, bahkan ada yang tidak mengalaminya. Pada kasus-kasus demikian
biasanya diikuti oleh trauma fisik, misalnya terjatuh.
Riwayat penggunaan obat juga harus diteliti dengan seksama, terutama obat-
obat yang sering dihubungkan dengan penyebab sinkop, antara lain:
a. Obat-obatan yang menurunkan tekanan darah
b. Obat-obatan yang mempengaruhi kesadaran
c. Obat-obatan yang mempengaruhi curah jantung
d. Obat-obatan yang memperpanjang interval QT
2.3.6 Pemeriksaan fisik dan penunjang
Menurut Dewanto dkk (2009), pemeriksaan fisik dan penunjang untuk korban
sinkop adalah sebagai berikut:
-
31
a. Pemeriksaan jantung yang lengkap dan menyeluruh dapat memberikan
gambaran mengenai penyebab sinkop
b. Tanda-tanda vital
c. Pemeriksaan neurologis sebagai barometer perbaikan ataupun perburukan
gejala. Status mental biasanya normal
d. Identifikasi trauma
e. Beberapa pemeriksaan bedside dapat membantu menunjukkan sumber
sinkop
f. Pemeriksaan EKG 12 sadapan
2.3.7 Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis pada sinkop berdasarkan gangguannya yaitu:
disfungsi autonom, gangguan serebrovaskuler, nonsycopal attack, dan evaluasi
psikiatrik. Pada disfungsi autonom, sistem autonom tidak mampu menyesuaikan pada
perubahan posisi sehingga menyebabkan hipotensi ortostasik dan sinkop. Derajat
sinkop didasarkan pada lamanya dapat berdiri sebelum akhirnya duduk. Hipotensi dan
gangguan miksi merupakan jenis disfungsi otonomi lainnya (Dewanto dkk, 2009).
Gangguan serebrovaskuler juga menjadi salah satu penyebab terjadinya
sinkop. Gangguan tersebut dikarenakan steal syndrome dan TIA. Steal syndrome ini
terjadi stenosis pada proximal arteri subclavicula (ditandai dengan bruit pada leher
bawah dan penurunan tekanan darah dan volume nadi lengan ipsilateral) yang dapat
menyebabkan aliran retrogard arteri vertebralis ke bawah saat lengan digerakkan
-
32
(Ginsberg, 2007). TIA (Transient Ischemik Attack) gangguan fungsi otak singkat yang
reversibel akibat hipoksia serebral (Corwin, 2009).
Nonsycopal attack menjadi pemicu terjadinya sinkop meliputi epilepsy yang
disebabkan oleh lepasnya listrik paroksimal dalam neuron serebral yang menyebabkan
berbagai pola klinis berbeda termasuk sinkop (Rubenstein dkk, 2007). Katapleksi juga
termasuk dalam nonsycopal attack. Penderita katapleksi mengalami serangan yang
tiba-tiba dan hilangnya kelenturan otot temporal pada tubuh, sehingga seluruh otot
lurik dalam tubuh terpengaruh dan bisa memicu terjadinya sinkop (Rafknowledge,
2004). Jenis nonsycopal attack yang terakhir adalah drop attack yang merupakan
kehilangan tonus otot yang tiba-tiba (Ginsberg, 2007).
2.3.8 Indikasi rawat korban sinkop
Perawatan pasien sinkop di rumah sakit mempertimbangkan 2 tujuan yang
mendasari, yaitu diagnosis dan terapi. Kasus sinkop yang pada evaluasi awal belum
diketahui penyebabnya dapat dirawat di rumah sakit. Kasus sinkop yang sudah ketahui
diagnosanya pada evaluasi klinis awal, keputusan di rawat di rumah sakit tergantung
pada prognosis dan etiologi yang mendasari dan perawatan yang dibutuhkan. Terapi
yang diperoleh pasien sinkop meliputi terapi non farmakologis seperti pencegahan
sekunder, ekspansi volume dan latihan ortostatik. Dan terapi farmakologisnya yaitu
seperti penyakit-β, agonis-α, dan alat pacu jantung (Dewanto, 2009).
-
33
2.3.9 Prognosis
Menurut Dewanto dkk (2009), penderita sinkop dengan disfungsi ventrikel
(takikardi ventrikel) memiliki prognosis buruk. Beberapa gangguan jantung yang
menyebabkan sinkop, tidak berhubungan dengan meningkatnya kematian, seperti
takikardi supraventrikuler dan sick-sinus syndrome.
Kelompok penderita sinkop dengan prognosis baik adalah:
a. Pasien usia muda tanpa penyakit jantung dan EKG yang normal
b. Neutrally-mediated syncope
c. Hipotensi ortostatik
2.4 Perawatan Epistaksis
2.4.1 Pengertian epistaksis
Epistaksis atau perdarahan hidung adalah jenis perdarahan spontan patologis
yang sering. Biasanya terjadi sebagai erosi spontan salah satu pembuluh superfisial
mukosa dekat dengan tepi septum hidung (Munir, Haryono, dan Rambe, 2006).
2.4.2 Etiologi
Menurut Punagi (2017) perdarahan hidung diawali oleh pecahnya pembuluh
darah yang berjalan di submukosa hidung. Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab-
sebab lokal dan umum atau kelainan sistemik.
a. Lokal
1. Trauma
-
34
Perdarahan dapat terjadi karena trauma ringan misalnya bersin,
mengorek hidung, trauma seperti terpukul, jatuh dan sebagainya.
Iritasi gas yang merangsang dan trauma pada saat pembedahan dapat
juga menyebabkan epistaksis.
2. Infeksi
Infeksi hidung seperti rinosinusitis serta granuloma spesifik, seperti
lupus, sifilis dan lepra dapat menyebabkan epistaksis.
3. Neoplasma
Epistaksis yang berhubungan dengan neoplasma biasanya sedikit dan
intermitten, kadangkadang ditandai dengan mukus yang bernoda
darah. Neoplasma yang dapat menyebabkan epistaksis masif seperti
hemangioma, karsinoma, serta angiofibroma nasofaring.
4. Kelainan kongenital
Kelainan kongenital yang sering menyebabkan epistaksis adalah
perdarahan telangiektasis herediter.
5. Pengaruh lingkungan
Epistaksis sering terjadi pada udara yang kering dan saat musim
dingin yang disebabkan dehumidifikasi mukosa nasal.
6. Operasi
b. Sistemik
1. Kelainan darah, misalnya leukemia, trombositopenia, dan hemophilia
-
35
2. Penyakit kardiovaskuler, misalnya hipertensi dan arteriosklerosis
3. Infeksi Akut, biasanya infeksi akut pada demam berdarah, influenza,
morbili dan tifoid
4. Gangguan endokrin
Pada saat hamil terjadi peningkatan estrogen dan progesteron yang
tinggi di pembuluh darah yang menuju ke seluruh membran mukosa
dalam tubuh termasuk di hidung yang menyebabkan mukosa edema
dan rapuh sehingga terjadi epistaksis.
5. Alkoholisme
Meningkatnya tekanan intravaskular yang dapat mengakibatkan
pecahnya pembuluh darah sehingga terjadi epistaksis.
6. Penyakit Von Willebrand.
2.4.3 Manifestasi klinis Epistaksis
Menurut Budiman (2011), manifestasi klinis dari epistaksis dapat ditandai
dengan tanda-tanda seperti berikut :
a. Darah berwarna merah cerah yang keluar dari lubang hidung, berasal dari
hidung interior
b. Darah yang berwarna merah gelap atau cerah dari bagian belakang
tenggorokan, berasal dari hidung posterior (umumnya disalah artikan
sebagai hemoptisis karena adanya ekspektorasi)
c. Pusing dan terkadang sulit bernapas
-
36
d. Perembesan di belakang septum nasal, di telinga tengah dan di sudut mata
e. Hemoragi parah (berlangsung lebih dari 10 menit setelah ditekan)
berakibat: hipotensi, denyut nadi cepat, dispnea dan pucat, darah yang
hilang bisa mencapai 1 liter setiap jam pada orang dewasa
2.4.4 Tipe-tipe epistaksis
Menurut Mangunkusumo dan Wardhani (2007) berdasarkan lokasinya,
epistaksis dapat dibagi atas :
a. Epistaksis anterior
Epistaksis anterior berasal dari pleksus kiesselbach (Little’s Area),
perdarahan biasanya ringan, terjadi pada permukaan mukosa hiperemsis
atau karena kebiasaan mengorek hidung yang seruing terjadi pada anak-
anak. Selain itu juga dapat berasal dari arteri ethmoidalis anterior. Daerah
ini rentan terhadap kelembapan udara yang di inspirasi dan trauma.
Akibatnya dapat terjadi ulkus, rupture, atau kondisi patologik lainnya
yang selanjutnya akan menyebabkan perdarahan. Perdarahan dapat
berhenti sendiri (spontan) dan dapat dikendalikan dengan tindakan
sederhana.
-
37
Gambar 2.3 Epistaksis Anterior
b. Epistaksis posterior
Epistaksis posterior dapat berasal dari arteri sfenopalatina (area
Woodruff, di bawah bagian posterior kanka nasalis inferior) dan arteri
ethmoid posterior. Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti dengan
sendirinya. Pasien mengeluh darah di belakang tenggorokannya. Sering
ditemukan pada pasien hipertensi, arteriosklerosis atau pasien dengan
penyakit kardiovaskuler.
-
38
Gambar 2.4 Epistaksis Posterior
2.4.5 Patofisiologi epistaksis
Pada orang yang berusia menengah dan lanjut, pemeriksaan arteri kecil dan
sedang terlihat perubahan progresif dari otot pembuluh darah tunika media menjadi
jaringan kolagen. Perubahan tersebut bervariasi dari fibrosis interstitial sampai
perubahan yang komplet menjadi jaringan parut. Perubahan tersebut memperlihatkan
gagalnya kontraksi pembuluh darah karena hilangnya otot tunika media yang menjadi
jaringan kolagen sehingga mengakibatkan perdarahan yang banyak dan lama.
Pada orang yang lebih muda, pemeriksaan di lokasi perdarahan setelah
terjadinya epistaksis memperlihatkan area yang tipis dan lemah. Kelemahan dinding
pembuluh darah ini disebabkan oleh trauma atau iskemia lokal (Munir et al, 2006)
2.4.6 Komplikasi epistaksis
Menurut Iskandar (2006), komplikasi epistaksis dapat terjadi sebagai akibat
dari epistaksis itu sendiri dan juga akibat dari upaya penanggulangan yang dilakukan.
-
39
Perdarahan yang hebat dapat menyebabkan aspirasi darah ke dalam saluran napas
bawah, juga dapat menyebabkan syok, anemia, dan gagal ginjal. Turunnya tekanan
darah secara mendadak dapat menyebabkan hipoksia, edema serebri, insufisiensi
koroner sampai infark miokard sehingga dapat menyebabkan kematian.
2.4.7 Pencegahan epistaksis
Menurut Freeman (2007), pencegahan epistaksis yaitu dengan cara sebagai berikut :
a. Gunakan semprotan hidung atau tetes larutan garam, yang keduanya dapat
dibeli, teteskan pada kedua lubang dua sampai tiga kali dalam sehari.
Untuk membuat tetes larutan ini dapat mencampur satu sendok the garam
ke dalam secangkir gelas, didihkan selama 20 menit lalu biarkan sampai
hangat kuku
b. Gunakan alat untuk melembabkan udara di rumah
c. Gunakan gel larut air di hidung, oleskan dengan cotton bud. Jangan
memasukkan cotton bud melebihi 0,5 – 6cm ke dalam hidung
d. Hindari meniup melalui hidung terlalu keras
e. Bersin melalui mulut
f. Hindari memasukkan benda keras ke dalam hidung, termasuk jari
g. Batasi penggunaan obat-obatan yang dapat meningkatkan perdarahan
seperti ibuprofen atau aspirin
h. Konsultasi ke dokter jika alergi tidak bisa d tangani oleh obat alergi biasa
-
40
i. Berhenti merokok, karena merokok bisa menyebabkan hidung kering dan
menyebakan iritasi
2.4.8 Perawatan sederhana pada korban epistaksis
Menurut Kindersley (2009), pertolongan pertama yang dapat dilakukan pada
korban epistaksis adalah sebagai berikut:
a. Bantulah korban untuk duduk dengan mencondongkan tubuhnya ke
depan. Mintalah untuk bernapas melalui mulutnya. Pencet hidung korban
selama 10 menit, kemudian lepaskan.
b. Minta korban untuk meludahkan cairan berlebihan yang ada di mulutnya.
Jika perdarahan belum berhenti, pencet kembali hidungnya selama 10
menit, lalu lepaskan. Jika masih berdarah lagi, pencet lagi.
c. Setelah perdarahan berhenti, gunakan kapas yang telah direndam air
suam-suam kuku untuk membersihkan wajah korban. Sarankan korban
untuk beristirahat dan tidak meniup hidungnya. Jika dalam beberapa jam
setelahnya korban mengorek (atau meniup) hidungnya, perdarahan dapat
terjadi kembali.
-
41
Gambar 2.5 Perawatan Epistaksis
2.4.9 Anamnesis epistaksis
Menurut Adam et al (1997), anamnesis yang penting ditanyakan pada korban
epistaksis adalah:
c. Riwayat perdarahan sebelumnya
d. Lokasi terjadinya perdarahan
e. Apakah ada darah yang mengalir ke dalam tenggorokan atau keluar dari
hidung bila korban duduk tegak?
f. Frekuensi perdarahan
g. Riwayat gangguan perdarahan dalam keluarga
-
42
h. Hipertensi
i. Diabetes mellitus
j. Penyakit hati
k. Penggunaan antikoagulan
l. Trauma hidung yang belum lama
2.4.10 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan untuk korban epistaksis
adalah:
a. Pemeriksaan darah tepi lengkap
b. Fungsi hemostatis
c. Uji faal ginjal dan faal hati
d. Pemeriksaan foto hidung, sinus paranasal, dan nasofaring
e. CT scan dan MRI dapat diindikasikan untuk menentukan adanya
rinosinusitis, benda asing, dan neoplasma. Jika diperlukan pemeriksaan
radiologi hidung, sinus paranasal dan nasofaring dapat dilakukan setelah
keadaan akut dapat diatasi (Soepardi dkk, 2000).
2.2.1 Pencegahan epistaksis berlanjut
Menurut Hagen & Millman (2013), upaya untuk mencegah berlanjutnya
epistaksis yaitu dengan cara sebagai berikut:
-
43
a. Jangan hembuskan napas dari hidung atau membungkuk sampai beberapa
jam setelah perdarahan. Pertahankan kepala lebih tinggi dari posisi
jantung anda. Jangan mengorek hidung.
b. Jika perdarahan kembali terjadi, hembuskan napas dengan hati-hati untuk
membersihkan hidung dari bekuan darah, dan semprotkan kedua sisi
hidung dengan semprotan nasal dengokestan yang mengandung
oksimetazolin atau fenilefrin. Jepit hidung anda kembali.
2.5 Sekolah
2.5.1 Pengertian sekolah
Sekolah adalah sistem interaksi sosial suatu organisasi keseluruhan terdiri atas
interaksi pribadi terkait dalam suatu hubungan organik (Atmodiwiro, 2000).
Sedangkan menurut undang-undang no. 2 tahun 1989 sekolah adalah satuan
pendidikan yang berjenjang dan berkesinambungan untuk menyelenggarakan
kegiatan belajar mengajar.
2.5.2 Tanggung jawab sekolah
Sekolah memiliki tanggung jawab yang besar terhadap perkembangan peserta
didik dan peningkatan mutu pendidikan di sekolah dengan mendayagunakan
komponen-komponen sekolah secara maksimal dalam kehidupan bermasyarakat yang
bersifat nyata di sekitarnya (Daryanto, 2007).
-
44
2.5.3 Fungsi sekolah
Menurut Simanjuntak (2000), dibidang pendidikan dan sosial sekolah
memeliki fungsi yaitu membina dan mengembangkan sikap mental peserta didik dan
menyelenggarakan pendidikan yang bermutu dengan melaksanakan pengelolaan
komponen-komponen sekolah, melaksanakan administrasi sekolah dan melaksanakan
supervise.
Secara garis besar, fungsi sekolah:
a. Mendidik calon warganegara yang dewasa
b. Mempersiapkan calon warga masyarakat
c. Mengembangkan cita-cita profesi kerja
d. Mempersiapkan calon pembentuk keluarga yang baru
e. Pengembangan pribadi (realisasi pribadi)
-
45
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESA
3.1 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin
diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang dilakukan (Notoatmodjo,
2010)
Pendidikan Kesehatan
Faktor-faktor yang
mempengaruhi pendidikan
kesehatan:
1. Tingkat pendidikan
2. Tingkat sosial ekonomi
3. Adat istiadat
4. Kepercayaan masyarakat
5. Ketersediaan waktu di
masyarakat
Sinkop Epistaksis
Siswa
Keterampilan Perawatan
Epistaksis
1. Baik
2. Cukup
3. Kurang
Sinkop
1. Baik
2. Cukup
3. Kurang
-
46
Keterangan:
: diteliti : berpengaruh
: tidak diteliti
Gambar 3.1 Bagan Kerangka Konsep pengaruh Pendidikan kesehatan terhadap
keterampilan perawatan sinkop dan epistaksis di MI Plus Bunga Bangsa
Dolopo Madiun
Dari kerangka konsep di atas, faktor yang mempengaruhi pendidikan kesehatan
adalah tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, adat istiadat, kepercayaan
masyarakat, dan ketersediaan waktu di masyarakat (Saragih, 2010). Dari lima faktor
tersebut akan mempengaruhi keberhasilan suatu pendidikan kesehatan yang
menciptakan keterampilan perawatan pada sinkop dan epistaksis. Tingkat keterampilan
perawatan sinkop dan epistaksis ada 3, yaitu baik, cukup, dan kurang.
3.2 Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan
penelitian (Nursalam, 2016). Hipotesis pada penelitian ini adalah:
H1 diterima: ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap keterampilan perawatan
sinkop dan epistaksis di MI Plus Bunga Bangsa Dolopo Madiun.
H1 ditolak : tidak pengaruh pendidikan kesehatan terhadap keterampilan perawatan
sinkop dan epistaksis di MI Plus Bunga Bangsa Dolopo Madiun.
-
47
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pra experiment yaitu one
group pre test post test design. Adapun desain dalam penelitian ini dapat dijelaskan
pada skema sebagai berikut (Nursalam, 2013).
Gambar 4.1 Desain penelitian One Group Pre test Post test
Pre test Perlakuan Post test
Keterangan:
01 : sebelum diberikan pendidikan kesehatan sinkop dan epistaksis
X : pemberian pendidikan kesehatan sinkop dan epistaksis
02 : setelah diberikan pendidikan kesehatan sinkop dan epistaksis
Dengan randomisasi (R) maka dalam kedua kelompok mempunyai sifat yang
sama sebelum dilakukan intervensi (perlakuan). Karena pada kedua kelompok sama
pada awalnya, maka perbedaan hasil post test pada kelompok tersebut dapat disebut
sebagai pengaruh dari intervensi atau perlakuan (Notoatmodjo, 2012).
01 X 02
-
48
4.2 Populasi dan Sampel
4.2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswi kelas 5 MI Plus Bunga
Bangsa Dolopo Madiun yang berjumlah 64 siswa yang menjadi petugas UKS.
4.2.2 Sampel
Sampel yang diambil dari penelitian ini adalah siswa yang menjadi petugas
UKS dan memenuhi kriteria. Besar sampel dihitung menggunakan Rumus Slovin
sebagai berikut:
n = N
1 + N (d)2
Keterangan :
n : besar sampel
N : besar populasi
D : tingkat signifikan p (0,05)
n = 64
1 + 64(0,05)2
n = 64
1 + 64(0,0025)
n = 64
1 + 0,16
n = 64
1,16
-
49
n = 55,17 = 55
Sehingga dengam menggunakan rumus diatas maka besar sampel yang
diperlukan untuk tingkat keterampilan perawatan sinkop dan epistaksis penelitian ini
adalah n=55, yang berarti 55 siswa.
4.2.3 Kriteria sampel
Sampel didapat dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi.
a. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
1. Dapat berkomunikasi dengan baik
2. Bersedia menjadi responden penelitian
3. Sehat jasmani dan rohani
b. Kriteria eksklusi adalah siswa yang tidak hadir saat penelitian.
4.3 Teknik Sampling
Dalam penelitian ini menggunakan teknik sampling probabilitas (random
sampling). Dengan menggunakan pengambilan sampel secara acak sederhana (simple
random sampling), dimana sampel diambil secara acak sehingga semua sampel
mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel dalam penelitian.
Alasan peneliti dalam pemilihan pengambilan sampel secara acak sederhana ini
karena populasi bersifat homogen, dan ukuran besar populasi sudah pasti.
-
50
4.4 Kerangka Kerja
Gambar 4.2 Kerangka Kerja Penelitian Pengaruh Pendidikan Kesehatan terhadap
keterampilan perawatan sinkop dan epistaksis
Populasi
Siswa kelas 5 MI Plus Bunga Bangsa Dolopo Madiun sebanyak 64 siswa
yang menjadi petugas UKS
Sampel
Siswa kelas 5 MI Plus Bunga Bangsa Dolopo Madiun sebanyak 55 siswa
yang sesuai dengan kriteria inklusi
Sampling : Teknik simple random sampling
Desain penelitian : Pra Eksperimen dengan pendekatan one group pretest-
posttest
Pengolahan Data pre post test perawatan sinkop dan epistaksis Editing,
scoring, coding, tabulating, entry data, cleaning
Analisis data: uji wilcoxon test
Hasil, pembahasan dan kesimpulan pengaruh pendidikan terhadap
keterampilan perawatan sinkop dan epistaksis
Pre test
Pendidikan kesehatan
sinkop dan epistaksis
Post test
-
51
4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
4.5.1 Identifikasi Variabel
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu:
1. Variabel Independen (bebas)
Variabel independen dalam penelitian ini adalah Pendidikan Kesehatan
2. Variabel Dependen (terikat)
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Keterampilan Perawatan
Sinkop dan Epistaksis.
4.5.2 Definisi Operasional
Variabel Definisi
Operasional
Parameter Alat Ukur Skala Skor
Independen:
Pendidikan
kesehatan
Pemberian
penyuluhan
tentang
kesehatan
untuk
memberikan
infirmasi
guna
meningkatka
n
pengetahuan
sinkop dan
epistaksis di
MI Plus
Bunga
Bangsa
Dolopo
Kabupaten
Madiun
Pendidikan
kesehatan
dibagi
menjadi dua:
sebelum dan
sesudah
mendapat
pendidikan
kesehatan
1.
- - -
Dependen:
Keterampilan
Reaksi atau
respon dari
Keterampilan
perawatan
Lembar
observasi
Ordinal Skor
penilaian
-
52
perawatan
sinkop dan
epistaksis
seorang
murid
terhadap
stimulus atau
obyek dalam
melakukan
perawatan
sinkop dan
epistaksis di
MI Plus
Bunga
Bangsa
Dolopo
Kabupaten
Madiun
menyadarkan
korban
sinkop dan
menghentika
n perdarahan
pada korban
epistaksis
perawatan
sinkop dan
lembar
observasi
Perawatan
epistaksis
kemampuan
:
Baik: x ≥36
Cukup: 24 ≤
x < 36
Kurang: x <
24
(Azwar,
2011)
4.6 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi dan
SOP perawatan sinkop dan epistaksis. Lembar observasi diisi sesuai dengan
keterampilan siswa dalam mempraktekkan perawatan sinkop dan epistaksis yang ada
di SOP.
4.7 Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di MI Plus Bunga Bangsa Kecamatan Dolopo
Kabupaten Madiun.
4.8 Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilakukan pada bulan April sampai Juli 2018.
4.9 Prosedur Pengumpulan Data
a. Menyampaikan persetujuan judul penelitian sebagai pengantar surat
permohonan izin melaksanakan penelitian kepada ketua STIKES Bhakti
-
53
Husada Mulia Madiun untuk melakukan penelitian di MI Plus Bunga Bangsa
Dolopo Madiun.
b. Menyampaikan surat permohonan ijin melaksanakan penelitian kepada bagian
Instansi kantor MI Plus Bunga Bangsa untuk melaksanakan penelitian di MI
Plus Bunga Bangsa
c. Pelaksanaan penelitian di MI Plus Bunga Bangsa