SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran/Pengaruh... · Bud e Rully dan Pakde Sap yang menjad i...
Transcript of SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran/Pengaruh... · Bud e Rully dan Pakde Sap yang menjad i...
PENGARUH PEMBERIAN SUSU KEDELAI PUTIH (Glycine max) ULTRA HIGH
TEMPERATURE (UHT) TERHADAP GAMBARAN HISTOLOGI
LAMBUNG MENCIT YANG DIINDUKSI ASPIRIN
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Ginong Pratidina WijnaPutri
G.0009093
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Surakarta
2012
ii
iii
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan
sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diacu
dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 16 Agustus 2012
Ginong Pratidina WijnaPutri
NIM. G0009093
iv
ABSTRAK Ginong Pratidina WijnaPutri, G.0009093, 2012. Pengaruh Pemberian Susu Kedelai Putih (Glycine max) Ultra High Temperature (UHT) terhadap Gambaran Histologi Lambung Mencit yang Diinduksi Aspirin. Skripsi. Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Latar Belakang: Susu kedelai putih (Glycine max) Ultra High Temperature (UHT) memiliki potensi untuk melindungi lambung dari gastritis karena mengandung flavonoid. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh susu kedelai UHT terhadap gambaran histologi lambung mencit yang diinduksi aspirin dan untuk mengetahui bahwa peningkatan dosis dapat meningkatkan daya proteksi susu kedelai UHT terhadap lambung mencit yang diinduksi aspirin. Metode Penelitian: Jenis Penelitian adalah eksperimen labolatorik posttest only controlled group design. Sampel 35 mencit dibagi dalam 5 kelompok.Mencit pada kelompok Kontrol Negatif (KN) hanya diberi pakan dan akuades, kelompok Kontrol Positif (KP) yaitu kelompok yang diberi aspirin dosis 2,275 mg/20 g BB mencit dan kelompok perlakuan 1 (P1) diberi simetidin dosis 0,78 mg/20 g BB, sedangkan kelompok perlakuan 2 (P2) dan kelompok perlakuan 3 (P3) diberi susu kedelai UHT dosis 0,7ml/20 g BB mencit dan 1,4 ml/20 g BB mencit. Aspirin dosis 2,275 mg/20 g BB diberikan pada kelompok P1, P2 dan P3 pada hari ke-8, 9, dan 10. Lambung mencit dibuat preparat dengan metode blok parafin dan pengecatan Hematoksilin Eosin (HE). Gambaran histologis lambung dinilai berdasarkan berat ringannya kerusakan pada lambung. Hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney melalui program SPSS 17.00 for Windows. Hasil Penelitian: Hasil uji Kruskal-Wallis adanya perbedaan yang bermakna antara keempat kelompok. Hasil uji Mann-Whitney menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara KN dengan KP, P1, P2 serta P3, dan KP dengan P1, P2 dan P3 ; serta perbedaan tidak bermakna antara P1-P2, P3dan P2 – P3. Simpulan Penelitian: Susu kedelai putih (Glycine max) Ultra High Temperature (UHT) mampu melindungi lambung dari gastritis dan peningkatan dosis susu kedelai UHT yang dilakukan dari 0,7 ml menjadi 1,4 ml tidak menunjukkan adanya peningkatan perlindungan lambung secara signifikan. . Kata Kunci: Susu kedelai putih (Glycine max) Ultra High Temperature (UHT),
perlindungan lambung, gastritis, aspirin.
v
ABSTRACT
Ginong Pratidina WijnaPutri, G.0009093, 2012. The Effect of White Soybean (Glycine max) Milk Ultra High Temperature (UHT) for Mice’s Histological Gastric Induced by Aspirin. Mini Thesis, Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta.
Background: White Soybean (Glycine max) Milk Ultra High Temperature (UHT) is potential protecting gastric from gastritis because containing flavonoid. This study aimed to prove the influence of white soybean milk UHT protection to mice’s gastric induced by aspirin, the increasing of dose can enhance the protective effect to the gastric mucous damaging of mice induced by aspirin. Methods: This was laboratoric experimental research posttest only controlled group design. Samples were thirty five mice divided into 5 groups. Negative control group (KN) was given normal feed and aquadest, positive control group (KP) was given aspirin dose 2,275 mg/20g Weight (W), dan first treatment group (P1) was given cimetidine dose 0,78 mg/20g W second treatment group (P2) and third treatment group (P3) was given soybean milk UHT dose 0,7ml/20 g W and 1,4 ml/20 g W.All treatments for KN, KP, P1 , P2, P3 was given in 10 days. Aspirin will be given to KP, P1 , P2, P3with dose 2,275 mg/20 g weight of mice on day 8, 9 and 10. We made preparate from the gastric stained by Hematoxillin Eosin. Gastric histology was scored based on the condition of gastric histological damaging. Data were analized by Kruskal-Wallis test continued by Mann-Whitney using SPSS 17.00 for Windows . Results: Kruskal-Wallis test result showed significant result among four groups. Mann-Whitney showed significant result for KN compared KP,P1,P2 , P3 and KP compared P1, P2 and P3 ; and had no significant result between P1-P2, P3and P2 – P3. Conclusion:White Soybean (Glycine max) Milk Ultra High Temperature(UHT) protect mice’s gastric from gastritis and the increasing soybean milk UHT dose didn’t increase the protection effect to the mice’s gastric from gastritis induced by aspirin.
Keywords: White Soybean (Glycine max) Milk Ultra High Temperature (UHT),
gastric protection, gastritis, aspirin.
vi
PRAKATA
Puji syukur kepada Allah SWT yang senantiasa memberi segala yang terindah sehingga terselesaikanlah skripsi dengan judul “Pengaruh Pemberian Susu Kedelai Putih (Glycine max) Ultra High Temperature (UHT) terhadap Gambaran Histologi Lambung Mencit yang Diinduksi Aspirin”.
Skripsi ini tidak mungkin terselesaikan tanpa batuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr, Sp.PD-KR- FINASIM, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Muthmainah, dr., M.Kes, selaku ketua tim skripsi beserta tim skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Endang Listyaningsih, dr., M.Kes, selaku Pembimbing Utama yang begitu luar biasa mendorong,membimbing, menginspirasi dan memberikan nasihat kepada penulis.
4. Jarot Subandono, dr., M.Kes, selaku Pembimbing Pendamping yang begitu luar biasa mendorong,membimbing, menginspirasi dan memberikan nasihat kepada penulis.
5. Bambang Widjokongko, dr., PHK., M.Pd, selaku Penguji Utama yang telah memberikan nasihat kepada penulis.
6. Yulia Sari, S.Si, M.Si, selaku Anggota Penguji yang telah memberikan nasihat kepada penulis.
7. Orang tua yang selalu mengijinkan saya bermimpi dan terus membanjiri hidup saya dengan kasih yang tulus dan doa yang tidak berujung.
8. Bude Rully dan Pakde Sap yang menjadi orangtua saya selama di Solo. 9. Keluarga yang selalu mendukung dan mendoakan yang terbaik. 10. Pak Kidi, Mbak Dewi, asisten histologi 2009, sahabat dan teman semua. 11. Semua pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini, yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu. Skripsi ini pasti jauh dari kata sempurna. Saran, kritik dan koreksi dari
semua pihak akan menjadi cambuk untuk memperbaiki skripsi ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.
Surakarta, 16 Agustus 2012 Ginong Pratidina WijnaPutri
vii
DAFTAR ISI
PRAKATA...................................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ........................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 4
BAB II LANDASAN TEORI .......................................................................... 5
A. Tinjauan Pustaka ............................................................................. 5
1. Kedelai Putih ............................................................................... 6
2. Susu Kedelai Ultra High Temperature (UHT) ............................... 8
3. Lambung...................................................................................... 9
4. Gastritis.......... .............................................................................. 13
5. Aspirin..................................... ...................................................... 14
6. Mekanisme Proteksi Susu Kedelai UHT terhadap Aspirin............... 16
B. Kerangka Pemikiran ......................................................................... 18
C. Hipotesis ......................................................................................... 19
viii
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................... 20
A. Jenis Penelitian .............................................................................. 20
B. Lokasi Penelitian ............................................................................ 20
C. Subjek Penelitian ............................................................................ 20
D. Teknik Sampling ............................................................................ 20
E. Besar Sampel........................................................................................21
F. Rancangan penelitian........................................................................... 22
G. Variabel Penelitian..........................................................................23
H. Definisi Operasional Variabel ......................................................... 24
I. Instrumen Penelitian ....................................................................... 27
J. Cara Kerja ..................................................................................... 28
K. Teknik Analisis Data....................................................................... 31
BAB IV HASIL PENELITIAN ........................................................................ 32
A. Hasil Analisis ................................................................................ 33
BAB V PEMBAHASAN ................................................................................ 46
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 43
A. Simpulan ........................................................................................ 43
B. Saran .............................................................................................. 43
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 44
LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kandungan Kedelai..........................................................................6
Tabel 2.2 Kandungan Susu Kedelai UHT ........................................................9
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Mikroskopis .........................................................32
Tabel 4.2 Hasil Uji Kruskal-Wallis ..................................................................33
Tabel 4.3 Hasil Uji Mann-Whitney ..................................................................34
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Nilai Konversi Dosis Manusia ke Hewan
Lampiran 2. Daftar Volume Maksimal Bahan Uji Pada Pemberian Secara Oral
Lampiran 3. Hasil Pengamatan Mikroskopis
Lampiran 4. Gambar Penelitian
Lampiran 5. Hasil Analisis
Lampiran 6. Surat Keteterangan Penelitian
Lampiran 7. Surat Kelaikan Etik
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Gastritis merupakan masalah kesehatan terbesar di seluruh dunia
dan diperkirakan diderita lebih dari 1,7 milyar penduduk dunia (Budiyana,
2006). Di Kota Surabaya angka kejadian Gastritis sebesar 31,2%,
Denpasar 46%, sedangkan di Medan angka kejadian infeksi cukup tinggi
sebesar 91,6%. Gastritis dapat disebabkan oleh konsumsi Nonsteroid Anti-
Inflamatory Drugs (NSAID). Obat – obatan NSAID dapat memperlemah
keutuhan dan daya regenerasi sel mukosa lambung (Tjay dan Rahardja,
2007). Maraknya penjualan NSAID yang salah satunya adalah aspirin
secara bebas membuat angka kejadian gastritis semakin tinggi. Stefan et al.
(2010) menyatakan bahwa insiden ulkus duodenum dan prepyloric ucer
adalah 45 per 100 orang/tahun dan dikaitkan dengan penggunaan NSAID
secara berkala setiap minggu. Pengobatan gastritis saat ini dilakukan
dengan pemberian penghambat sekresi asam (pompa proton inhibitor, H2
blocker) serta antasida yang merupakan penurun keasaman lambung (Tjay
dan Rahardja, 2007). Medika mentosa yang selama ini diberikan sebagai
memiliki beberapa efek samping seperti antasida alumunium oksida yang
memiliki efek samping obstipasi, mulut kering (Tjay dan Rahardja, 2007).
1
2
Masyarakat mulai meminati konsep pengobatan back to nature
dengan menggunakan obat-obatan herbal sebagai pilihan, baik sebagai
pencegahan maupun terapi gastritis karena minimnya efek samping apabila
dibandingkan dengan obat – obatan kimia. Zat alami yang dapat digunakan
untuk mengobati maupun mencegah gastritis adalah kedelai. Kedelai kaya
akan protein, lemak, dan karbohidrat, dan telah menarik banyak perhatian
karena potensi manfaat kesehatan. Kedelai mengandung antioksidan
polifenol phytoestrogenic molecules yang memiliki potensi untuk
melindungi terhadap penyakit serta regenerasi jaringan (Setchell, 1998)
hal tersebut membuat angka konsumsi susu kedelai di Indonesia
mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Riset yang dilakukan oleh
Tetra Pack tahun 2010 menunjukkan bahwa angka konsumsi susu kedelai
dan susu alternatif lainnya mencapai 280 milyar liter. Salah satu bentuk
susu kedelai yang dipasarkan dan dikonsumsi secara luas adalah susu UHT
(Ultra High Temperature) yang angka konsumsi globalnya meningkat
23% pada 2008 dari 18,7% pada 2004, dari total produk susu cair yang
dikonsumsi (Tetra Pack, 2010).
Susu kedelai UHT memiliki potensi yang besar untuk mencegah
gastritis. Penulis tertarik untuk meneliti pengaruh pemberian susu kedelai
putih (Glycine max) Ultra High Temperature (UHT) sehingga dapat
digunakan sebagai protektor gastritis dari bahan alami.
3
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian, maka didapatkan
permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah pengaruh susu kedelai putih (Glycine max) Ultra High
Temperature (UHT) terhadap gambaran histologi lambung mencit
yang diinduksi aspirin ?
2. Apakah dengan peningkatan dosis dapat meningkatkan daya
proteksi susu kedelai putih (Glycine max) Ultra High Temperature
(UHT) terhadap gambaran histologi lambung mencit yang
diinduksi aspirin?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengaruh susu kedelai putih (Glycine max) Ultra High
Temperature (UHT) terhadap gambaran histologi lambung mencit
yang diinduksi aspirin.
2. Mengetahui bahwa peningkatan dosis dapat meningkatkan daya
proteksi susu kedelai putih (Glycine max) Ultra High Temperature
(UHT) terhadap gambaran histologi lambung mencit yang
diinduksi aspirin.
4
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
Dapat memberikan wawasan mengenai daya proteksi susu kedelai
putih (Glycine max) Ultra High Temperature (UHT) terhadap
gambaran histologi lambung mencit yang diinduksi aspirin.
2. Manfaat Aplikatif
Apabila daya proteksi efektif, susu kedelai putih (Glycine max)
Ultra High Temperature (UHT) dapat digunakan oleh masyarakat
sebagai alternalif pencegahan gastritis yang alami dan aman
5
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Kedelai Putih ( Glycine max)
a. Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Filum : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Fabalas
Famili : Fabaceae
Subfamili : Faboideae
Genus : Glycine
Subgenus : Soja
Spesies : Glycine max (L.) Merr.
(Singh, 2006)
b. Kandungan Glycine max
Kedelai putih pada keadaan kering mengandung protein
sekitar 40%, minyak sekitar 20%, karbohidrat 35% dan sekitar 5%
arang. Kedelai merupakan sumber flavonoid yang merupakan
antioksidan yang sangat baik. Antioksidan tersebut berfungsi untuk
mencegah kanker, melindungi sel dari pengaruh radikal bebas dan
6
mencegah penyakit degeneratif lainnya. Selain mengandung
antioksidan kedelai juga terbukti mengandung saponin yang
berfungsi membunuh kanker usus dan juga mengandung tanin
(Mindell, 2008).
Kedelai juga mengandung selenium sebesar 1,3 mg. Zat
selenium ini hanya dapat ditemukan pada bahan pangan hewani
sedangkan bahan pangan nabati yang mengandung selenium adalah
kedelai, kurma, minyak zaitun dan biji bunga matahari (Irawan,
2007)
Tabel 2.1 Kandungan nilai gizi kedelai putih per 100 g (3.5 oz)
Kandungan Jumlah
Vitamin C Vitamin K Fosfor Magnesium Besi Kalsium Potasium Energi Karbohidrat Gula Serat Sodium Seng Air Vitamin A Vitamin B6 Histidin Alanin Asam aspartat Asam glutamat Glisin Prolin
6.0 mg ( 10 %) 47 µg (45%) 704 mg (101%) 280 mg (76%) 15.7 mg (126%) 277 mg (28%) 1797 mg (38%) 1,866 kJ (446 kkal) 30.16 g 7.33 g 9.3 g 2 mg (0%) 4.89 mg (49%) 8.54 g 1 µg (0%) 0.377 mg 1.097 g 1.915 g 5.112 g 7.874 g 1.880 g 2.379 g
7
Tabel 2.1 Kandungan nilai gizi kedelai putih per 100 g (3.5 oz)
(United State Agricultural Department, 2010)
Flavonoid adalah sekelompok besar senyawa polifenol
tanaman (Winarsi, 2007). Kandungan flavonoid dan senyawa fenol
berfungsi sebagai antibakteri, antivirus, antijamur, antioksidan, dan
antiperadangan serta meningkatkan sistem kekebalan tubuh (Kosalec
et al., 2004). Flavonoid merupakan antioksidan dan antibiotik yang
memiliki fungsi untuk menguatkan serta mengantisipasi kerusakan
pada pembuluh darah serta bahan aktif antiperadangan dan antivirus
(Wade, 2005).
Flavonoid melindungi lambung dengan meningkatkan aliran
darah lambung, menstimulasi sintesis mucosubstances dari mukosa
lambung dan meningkatkan efek prostaglandin (PG) pada jaringan
lambung. Salah satu jenis flavonoid yang banyak terdapat pada pisang
dan juga terdapat pada kedelai yaitu monomeric leucocyanidin, analog
Kandungan Jumlah
Serin Lisin Lemak Protein Saturated Monounsaturated Polyunsaturated Triptofan Treonin Isoleusin Leusin
2.357 g 2.706 g 19.94 g 36.49 g 2.884 g 4.404 g 11.255 g 0.591 g 1.766 g 1.971 g 3.309 g
8
sintetik hydroxyethylated leucocyanidin dan tetrallylleucocyanidin
juga terlibat dalam perlindungan lambung dengan menunjukkan efek
protektif terhadap lambung yang diinduksi aspirin pada hewan model
profilaksis (Samara at al., 2009).
Dalam melindungi dari proses peradangan menurut Loggia
(1986), dilakukan dengan aktivitas radical scavenging suatu molekul.
Melalui mekanisme tersebut, sel lebih terlidung dari pengaruh negatif.
2. Susu kedelai Ultra High Temperature (UHT)
Susu UHT (Ultra High Temperature) merupakan susu yang
telah dikonsumsi secara luas oleh masyarakat global. Angka
konsumsinya meningkat 23% pada 2008 dari 18,7% pada 2004,
dari total produk susu cair yang dikonsumsi (Tetra Pak, 2010).
Susu kedelai adalah susu yang dibuat dari kedelai putih
(Glycine max) dengan pengenceran menggunakan air.
Perbandingan antara kedelai dengan air biasanya 1:8, 1:10 dan 1:15
(Astawan, 2004). Proses pembuatan susu UHT dilakukan dengan
cara pasteurisasi suhu yang sangat tinggi waktu singkat atau yang
lebih dikenal dengan Ultra High Temperature (UHT) dilakukan
dengan cara memanaskan susu hingga 120o – 130o C selama 2 detik
atau memanaskan hingga suhu 150o C selama 1 detik (Shinya,
2011).
Susu kedelai yang akan digunakan dalam penelitian ini
memiliki terbuat dari bahan air, gula, kedelai, daun pandan,
9
pemantap nabati serta perisai susu dengan kandungan gizi yang
akan dijelaskan pada tabel 2.2 di bawah ini.
Tabel 2.2. Kandungan gizi susu kedelai UHT
( Heinz ABC, 2012)
1. Lambung
a. Definisi
Lambung didefinisikan sebagai “ekpansi
muskulomembranosa saluran pencernaan antara esofagus dan
duodenum” (Douglas at al., 2002). Arti lambung menurut
Junqueira dan Carneiro (2007) adalah “organ campuran eksokrin-
endokrin yang mencerna makanan dan menyekresi hormon”.
b. Histologi lambung
Lambung secara histologi terdiri dari lapisan mukosa
lambung, muskularis mukosa dan lamina propria. Permukaan
lambung ditandai oleh adanya peninggian atau lipatan yang
dinamakan rugae yang terbentuk saat lambung dalam keadaan
Kandungan Jumlah
Lemak total Lemak jenuh Lemak trans Kolesterol Protein Kalsium Gula Natrium Fosfor Karbohidrat total
15 g ( 3% ) 0 g 0 g 0 g 3 (5%) 10% 13 g 100 g 8 % 18 g ( 16 %)
10
kosong dan berkontraksi (Paulsen, 2000). Lambung secara struktur
histologis dapat dibedakan menjadi: kardia, korpus, fundus, dan
pilorus (Junqueira dan Carneiro, 2007).
c. Mukosa
Mukosa lambung tersusun dari epitel kolumner simpleks
(Paulsen, 2000). Epitel permukaannya berlekuk ke dalam lamina
propria membentuk alur mikroskopik yang dinamakan gastric pits
atau foveolae gastricae yang merupakan tempat bermuaranya
sejumlah kelenjar kecil (Paulsen, 2000; Junqueira dan Carneiro,
2007). Sel epitel kolumner simpleks menyekresi mukus alkalis
yang akan melidungi sel dari pengaruh asam yang disekresikan
oleh lambung.
Sel – sel kolumner simpleks dihubungkan satu sama lain
melalui taut erat (tight junctions). Taut erat ini juga merupakan
sawar terhadap asam (Junqueira dan Carneiro, 2007).
d. Kardia
Kardia merupakan bagian yang terdapat pada batas antara
esofagus dengan lambung yang lebarnya 1,5 – 3 cm (Paulsen,
2000). Mukosa pada bagian kardia mengandung kelenjar kardia
tubuler simpleks atau bercabang dan ditemukan pula beberapa sel
penghasil HCl atau asam lambung (Paulsen, 2000; Junqueira dan
Carneiro, 2007).
11
e. Fundus dan Korpus
Lamina propria fundus dan korpus dipenuhi oleh kelenjar
gaster tubuler bercabang, sedangkan lamina mukosa tersusun atas 6
jenis sel yaitu sel-sel mukus istmus, sel-sel parietal (oksintik), sel-
sel mukus leher, chief cells (sel zimogenik), sel-sel argentafin, dan
sel-sel yang menghasilkan zat seperti glukagon.
Sel-sel mukus istmus terdapat dalam bagian atas kelenjar
pada daerah peralihan antara leher dan gastric pit. Sel-sel ini
menyekresi mukus netral yang membatasi dan melindungi
permukaan lambung dari asam. Mukus merupakan barier
pertahanan lambung dari asam (Junqueira dan Carneiro, 2007).
Sel parietal (oksintik) terutama terdapat pada bagian
setengah atas kelenjar dan tersisip antara sel-sel mukus leher. Sel
parietal merupakan sel bulat atau piramidal dengan inti sferis di
tengah dan sitoplasma yang jelas eosinofilik. Sel-sel parietal
menghasilkan asam klorida (HCl) yang terdapat dalam getah
lambung. Sel mukus leher terdapat dalam kelompokkan atau sel-sel
tunggal antara sel-sel parietal dalam leher kelenjar gastrik. Sekret
sel mukus leher adalah mukus asam yang kaya akan
glikosaminoglikans (Junqueira dan Carneiro, 2007).
Chief cells (sel zimogenik) menyintesis dan mengeluarkan
protein yang mengandung enzim inaktif pepsinogen. Bila granula
pepsinogen dikeluarkan ke dalam lingkungan lambung yang asam,
12
enzim diubah menjadi enzim proteolitik yang sangat aktif yang
disebut pepsin.
Sel-sel argentafin juga dinamakan sel-sel enterokromafin
karena afinitasnya terhadap garam kromium serta perak. Sel-sel ini
jumlahnya lebih sedikit dan terletak pada dasar kelenjar, terselip
antara sel-sel zimogenik. Fungsi sebenarnya masih belum jelas. Sel
-sel endokrin lain yang dapat digolongkan sebagai sel-sel APUD
(Amine Precursor Uptake and Decarboxyllation) menghasilkan
hormon gastrin (Paulsen, 2000).
f. Pilorus
Pilorus merupakan muara dari kelenjar pilorus. Kelenjar ini
menyekresikan enzim lisosom. Sel gastrin (G) juga terdapat di
antara sel mukosa kelenjar pilorus. Tugas dari sel gastrin adalah
melepaskan gastrin yang merangsang sekresi HCl. Sel enterokin
lain yaitu sel D memiliki fungsi untuk menyekresi somatostatin
( Junqueira dan Carneiro, 2007).
g. Bagian lain dari lambung
Lapisan submukosa lambung terdiri atas jaringan ikat padat
yang mengandung vasa darah dan limfe. Lapisan muskularisnya
terdiri dari tiga lapisan otot polos. Lapisan yang paling luar terdiri
dari otot polos longitudinal, lapisan tengah terdiri dari otot polos
sirkuler dan lapisan yang paling dalam terdiri dari otot polos
longitudinal (Paulsen, 2000).
13
2. Gastritis
a. Definisi
Gastritis merupakan peradangan atau perdarahan mukosa
lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difus atau lokal (Sylvia at
al., 2006). Robin (2007) mendefinisikan gastritis sebagai
peradangan mukosa lambung. Gastritis diderita hampir 1,7 miliyar
penduduk dunia. Gastritis terbagi menjadi dua yaitu gastritis
superfisialis akut dan gastritis atrofik kronis (Budiyana, 2006).
b. Gastritis superfisialis akut
Peradangan mukosa lambung akut yang biasanya bersifat
transein. Peradangan bisa disertai perdarahan pada mukosa dan
pada kasus yang lebih berat lagi disertai pelepasan epitel mukosa
superfisial (Robbins at al., 2007).
Manifestasi klinis dari keadaan ini dapat disertai keluhan
yang tidak jelas seperti nyeri abdomen, bersendawa, mual, muntah
sampai perdarahan (Sylvia at al., 2006).
Patogenesis dari gastritis tipe ini masih belum dipahami
dengan jelas dan sering dikaitkan dengan penggunaan NSAID,
konsumsi alkohol, rokok, obat kemoterapi, urekimia (Robbins at al.,
2007).
14
c. Gastritis atrofik kronis
Didefinisikan sebagai peradangan mukosa lambung yang
disertai atrofi epitel disertai kehilangan sel prinsipal dan sel parietal
(Sylvia at al., 2006). Pada kasus gastritis atrofi terdapat
pengurangan jumlah sel parietal maupun sel zimogen yang disertai
dengan penurunan aktivitas pepsin akibat getah lambung yang
sangat sedikit (Junqueira dan Carneiro, 2007).
Manifestasi klinis dari gastritis atrofik kronis biasanya
tidak begitu menonjol hanya sering disertai mual, muntah dan rasa
tidak nyaman pada abdomen atau dapat juga disertai gejala anemia
pernisiosa (Robbins at al., 2007; Junqueira and Carneiro, 2007). Sel
parietal menghasilkan faktor instrinsik yang merupakan
glikoprotein terikat bersama vitamin B12 sehingga kekurangan
faktor intrinsik akan menyebabkan defisiensi vitamin B12 yang
menyebabkan kelainan pembentukan eritrosit (Junqueira dan
Carneiro, 2007). Penyebab gastritis ini sering dikaitkan dengan
infeksi H. Pylori dan autoimun (Robbins at al., 2007).
3. Aspirin
Asam asetil salisilat atau yang lebih dikenal dengan nama
aspirin adalah obat golongan NSAID yang merupakan obat
antipiretik dan analgesik golongan NSAID COX- nonselektif. Obat
ini digolongkan dalam obat bebas (Wilmana at al., 2007).
15
Obat ini bekerja pada konsentrasi plasma 20 – 100 µg/ml
sebagai antipiretik dan analgesinya sedangkan untuk mendapatkan
efek antiinflamasi dosis ditingkatkan hingga mencapai 250-300
µg/ ml (Wilmana at al., 2007).
Aspirin memiliki berbagai efek samping pada sistem tubuh
yaitu sistem pernafasan yang mengakibatkan penurunan PCO2
dalam plasma, alkalosis respiratorik dan juga berefek pada sistem
pencernaan. Aspirin dapat memperlemah keutuhan dan daya
regenerasi sel mukosa lambung dan dapat menyebabkan
perdarahan saluran cerna apabila digunakan secara kronik
(Wilmana at al., 2007). Dilaporkan bahwa insiden ulkus duodenum
dan prepyloric ucer adalah 45 per 100 orang tahun dan dikaitkan
dengan penggunaan NSAID mingguan (Stefan at al., 2010).
Nonsteroid Anti-Inflamatory Drugs (NSAID) dapat memicu
terjadinya kerusakan lambung karena dua hal, yaitu efek iritan
topikal pada epitel lambung dan penghambatan sintesis
prostaglandin (Gunadi, 2009). Kemampuan NSAID menyebabkan
kerusakan epitel diduga berkaitan fenomena ion trapping.
Penghambatan biosintesis prostaglandin dapat mengakibatkan
turunnya kemampuan mukosa lambung untuk mempertahankan diri
terhadap iritan, sedangkan menurut Trautmann (1991) aspirin
merusak lambung dengan cara vasokonstriksi pembuluh darah.
Nonsteroid Anti-Inflamatory Drugs juga menurunkan hidrofobisitas
16
lapisan sel mukosa lambung yang merupakan pertahanan utama
terhadap induksi oleh asam.
4. Mekanisme proteksi susu kedelai UHT terhadap aspirin
Aspirin akan menyebabkan vasokonstriksi, peningkatan
keasaman lambung dan penurunan sintesis prostaglandin. Saat
aspirin menghambat siklogsigenase maka aspirin juga akan
menghambat terbentuknya prostasiklin PGI2 yang dapat
memproteksi lambung, menyebabkan vasodilatasi dan sebagai
antiagregasi (Tjay dan Rahardja, 2007) . Selain itu, aspirin juga
akan menghambat sintesis prostaglandin (PGE) yang meningkatkan
sekresi mukus dan bikarbonat. Mukus sendiri berfungsi untuk
memberikan perlindungan mekanis pada epitel lambung-duodenum,
untuk mengurangi difusi ion hidrogen dan pepsin dari lumen.
Sedangkan bikarbonat berfungsi untuk menetralkan asam lambung
yang berdifusi masuk dari lumen. Asetosal/aspirin juga
menyebabkan fenomena ion trapping yaitu keadaan dimana ion H +
berdifusi masuk ke membran sel sehingga meningkatkan keasaman
lambung (Ellis dan Blake, 1993).
Flavonoid melindungi lambung dengan menghambat efek –
efek yang ditimbulkan oleh aspirin. Flavonoid meningkatkan aliran
darah lambung, menstimulasi sintesis mucosubstances dari mukosa
lambung dan meningkatkan efek prostaglandin (PG) pada jaringan
17
lambung (Samara at al., 2009). Zat tersebut adalah antioksidan
yang memproteksi sel dari efek dari oksigen bebas radikal berasal
dari xantin oksidase-xanthine sistem dan formasi Nitric Oxide (NO)
yang berperan dalam sitotoksisitas (Mojzis at al., 2001) sehingga
mampu melindungi sel lambung. Flavonoid juga mampu
menghambat lipooksigenase yang berperan dalam proses
peradangan sehingga memproteksi dari gastritis. Adanya
penghambatan aktivitas H+, K+,-ATPase mampu melindungi sel
epitel lambung dari fenomena ion trapping.
18
B . Kerangka Pemikiran
Keterangan :
= Mengaktifkan
= Menghambat
Kedelai putih
( Glycine max)
Saponin
Tanin
Flavonoid
Aspirin
Vasokonstriksi
Vasodilatasi
Keasaman lambung
Sentesis prostaglandin (PG)
Efek PG Sekresi mukous
Nutrisi & regenerasi sel epitel mukosa
Menetralkan asam
lambung,
sitoprotektif
Kerusakan mukosa lambung
Aliran darah dan
resistensi mukosa
Rusaknya barier mukosa
Mukus, bikarbonat dan fosfolipid
Proteksi mukosa lambung dari aspirin
19
C. Hipotesis
1. Susu kedelai putih (Glycine max) Ultra High Temperature (UHT)
berpengaruh terhadap gambaran histologi lambung mencit yang
diinduksi aspirin.
2. Adanya peningkatan dosis dapat meningkatkan daya proteksi susu
kedelai putih (Glycine max) Ultra High Temperature (UHT) terhadap
gambaran histologi lambung mencit yang diinduksi aspirin.
20
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen labolatorik
posttest only controlled group design.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Labolatorium Histologi Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah mencit jantan usia 2 – 3 bulan dengan
berat badan 20 – 30 g yang tidak menunjukkan tingkah laku sakit atau
penurunan berat badan.
D. Teknik Sampling
Teknik sampling yang digunakan adalah incidental sampling dengan
kriteria inklusi mencit jantan, usia 2 – 3 bulan dengan berat badan
20 – 30 g.
21
E. Besar Sampel
Penentuan besar sampel dihitung dengan rumus Federer:
(n-1) ( t-1) ≥ 15
Ke ter angan : t : jumlah kelompok perlakuan
n : besar sampel tiap kelompok
Penelitian ini menggunakan lima kelompok perlakuan, maka:
(n-1) (5-1) ≥ 15
(n-1) 4 ≥ 15
4n ≥ 19
n ≥ 4. 75
n ≥ 5
(Arkeman dan David , 2006)
Lima kelompok perlakuan akan memiliki besar sampel masing-
masing sebanyak minimal lima mencit.
22
F. Rancangan Penelitian
Keterangan :
X = Sampel penelitian sebanyak 35 ekor mencit
KN = Kontrol negatif. Kelompok kontrol negatif adalah mencit yang normal
yaitu mencit yang hanya diberi pakan dan akuades.
KP = Kontrol positif. Kelompok kontrol positif, diberikan induksi berupa
aspirin dosis 2,275 mg/20g BB dan diberi pakan serta akuades saja.
P1 = Perlakuan I. Kelompok perlakuan satu ialah mencit yang diberi
simetidin tablet 300 mg dengan dosis 0,78 mg/20g BB dalam bentuk
puyer kemudian dilarutkan dalam akuades selama 7 hari.
P2 = Perlakuan II. Kelompok perlakuan II diberikan susu kedelai putih UHT
dengan dosis 0,7 ml/20g BB yang mengacu pada penelitian yang telah
dilakukan Sasminto ( 2006 ) selama 7 hari.
KN
X
KP
P1
P2
P3
H1
H2
H3
Hkp
Hkn
U
Randomisasi
23
P3 = Perlakuan III. Kelompok perlakuan III diberikan susu kedelai putih
UHT dengan dosis 1,4ml/20g BB .
Hkn = Hasil kontrol negatif
Hkp = Hasil kontrol positif
H1 = Hasil perlakuan 1
H2 = Hasil perlakuan 2
H3 = Hasil perlakuan 3
U = Uji statistik dari hasil yang didapat.
G. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel bebas : Pemberian susu kedelai putih Ultra High
Temperature dengan berbagai dosis .
2. Variabel terikat : Gambaran histologi lambung mencit yang
diinduksi aspirin.
3. Variabel luar
a. Variabel luar yang terkendali :
1) Jenis mencit.
2) Umur mencit.
3) Kepadatan mencit.
24
4) Suhu ruangan.
5) Makanan dan minuman.
b. Variabel luar yang tidak terkendali :
1) Suhu tubuh mencit.
2) Kelembapan.
3) Sensitivitas subjek terhadap zat yang diberikan.
4) Keadaan psikologis subjek.
5) Keadaan awal lambung mencit.
H. Definisi Operasional Variabel
1. Variabel bebas
Pemberian susu kedelai putih (Glycine max) dalam berbagai
dosis. Dosis yang digunakan adalah 0,7ml/ 20g BB dan 1,4ml /20g BB
dengan skala pengukuraan ordinal.
2. Variabel terikat
Daya proteksi mukosa lambung mencit adalah besarnya
perlindungan terhadap mukosa lambung mencit yang dilihat dengan ada
atau tidaknya erosi dan kedalaman erosi. Skor berdasarkan modifikasi
dari skor penelitian yang dilakukan Rodriguez at al. (2004) adalah
sebagai berikut :
25
a. Mukosa normal skor 0
b. Serbukan sel limfosit pada lamina propria dan submukosa
tanpa adanya erosi pada epitelium skor 1
c. Serbukan sel limfosit pada tunika muskularis tanpa adanya
erosi pada epitelium skor 2
d. Serbukan sel limfosit pada tunika muskularis dan adanya
erosi pada epitelium skor 3
Skor – skor tersebut akan dikategorikan sebagai :
a. Skor 0 berarti tidak ada kerusakan (normal)
b. Skor 1 – 2 akan termasuk kerusakan ringan.
c. Skor 3 akan termasuk kerusakan berat.
Skala pengukuran dari variabel terikat adalah ordinal.
3. Variabel luar
a. Variabel luar yang terkendali
1) Jenis mencit
Jenis mencit yang digunakan adalah mencit jantan dengan
berat badan 20 – 30 g.
2) Umur mencit
Umur mencit yang digunakan adalah 2 – 3 bulan.
3) Kepadatan mencit
26
Banyaknya mencit dalam satu kandang.
4) Suhu ruangan
Suhu tempat dilakukannya penelitian.
5) Makanan
Jenis dan banyaknya makanan yang dikonsumsi oleh subjek
penelitian.
6) Minuman
Jenis dan banyaknya minuman yang dikonsumsi oleh subjek
penelitian.
b. Variabel luar yang tidak terkendali
1) Suhu tubuh mencit
Suhu tubuh yang dipengaruhi oleh metabolisme masing -
masing mencit.
2) Kelembapan
Kelembapan tempat dilakukannya penelitian.
3) Sensitivitas subjek terhadap zat yang diberikan.
Bagaimana kepekaan subjek terhadap zat - zat yang diberikan.
4) Keadaan psikologis subjek.
Bagaimana kondisi psikologis dari mencit yang diteliti.
27
5) Keadaan awal lambung mencit.
Bagaimana kondisi awal lambung mencit.
I. Alat dan Bahan Penelitian
1. Alat yang digunakan :
a. Kandang hewan uji.
b. Sonde oral.
c. Sonde lambung.
d. Pipet tetes.
e. Seperangkat alat bedah.
f. Gelas kimia.
g. Mikroskop.
h. Object glass.
i. Deck glass.
j. Pewarna HE.
k. Alkohol .
2. Bahan yang digunakan :
a. Mencit.
b. Aspirin.
c. Simetidin.
d. Susu kedelai UHT.
28
J. Cara Kerja
Mencit jantan sebanyak 35 ekor
Kandang I Kandang II Kandang III Kandang IV Kandang V
Diberi akuades dan pakan Diberi simetidin 0,78 mg/20g BB
Diberi susu kedelai UHT
0,7ml/ 20g BB
Diberi susu kedelai UHT
1,4 ml/ 20g BB
Dilakukan pada hari pertama hingga hari ketujuh (perlakuan I)
Diberi akuades dan pakan
Diberikan aspirin
Dosis 2,275 mg/20g BB
Dilakukan setelah 4 jam perlakuan I selama tiga hari (hari ke -8,9, 10)
Pembuatan preparat pada hari ke 11 dan melihat daya proteksi terhadap mukosa
lambung mencit
Uji statistik
Adaptasi selama 7 hari dengan diberi pakan standar dan akuades
29
Cara Kerja
1. Mencit dibagi dalam lima kelompok yaitu kontrol positif, kontrol negatif,
kelompok uji I, kelompok uji II dan kelompok uji III . Masing – masing
kelompok terdiri dari tujuh mencit.
2. Semua kelompok diberi makanan dan minuman standar selama 7 hari.
3. Kelompok kontrol negatif adalah mencit yang normal yaitu mencit yang
hanya diberi pakan serta akuades saja .
4. Pada kelompok kontrol positif, diberikan induksi berupa aspirin dan diberi
pakan serta akuades saja.
5. Kelompok perlakuan satu ialah mencit yang diberi simetidin tablet 300 mg
dalam bentuk puyer kemudian dilarutkan dalam akuades (dibuat larutan
baku) dan diberikan secara peroral dengan sonde oral dengan perhitungan
dosis:
a. Dosis pada manusia : 300 mg
b. Konversi dosis manusia (70 Kg) ke mencit (20 g) = 0,0026
(Ngatidjan, 1991)
c. Dosis simetidin pada mencit : 0,0026 x 300 = 0,78 mg/20 g BB
mencit.
Simetidin dilarutkan kedalam akuades hingga 38,46 ml sehingga
dalam 0,1 ml terdapat simetidin sebanyak 0,78 mg.
6. Pada kelompok perlakuan II dan III diberikan susu kedelai putih UHT
dengan dosis 0,7 ml/20 g BB dan 1,4ml/20 g BB yang mengacu pada
30
penelian yang telah dilakukan Sasminto (2006) selama 7 hari (pada hari
pertama hingga hari ke-7).
7. Empat jam setelah perlakuan I, II dan III, mencit kontrol positif, kelompok
perlakuan I,II dan III kemudian diberi aspirin dosis tinggi selama tiga hari
pada hari ke-8, 9 dan 10 dengan perhitungan dosis sebagai berikut:
a. Dosis yang mulai menyebabkan kerusakan lambung pada manusia
625 mg/50 Kg BB (Wilmana, 2007).
b. Konversi dosis manusia (70 Kg) ke mencit (20 g) = 0,0026
(Ngatidjan, 1991).
c. Dosis pada mencit = 0,0026 x 625 x 70/50 = 2,275 mg/20 g BB
Aspirin 500 mg dilarutkan kedalam akuades hingga 22 ml sehingga
dalam 0,1 ml terdapat aspirin sebanyak 2,275 mg.
8. Mencit dibiarkan selama 5 jam setelah itu dibedah lambungnya.
9. Lambung dibuka pada kurvatura mayor dengan potongan melintang dan
dibuat preparat mukosa lambung mencit dengan pewarnaan HE
( Hematoksilin Eosin) dengan ketebalan + 5 µm.
10. Preparat kelompok perlakuan I, II, III, kontrol negatif dan kontrol positif
dibandingkan di bawah mikroskop pada bagian korpus gaster.
31
K. Teknik Analisis Data
Hasil yang diperoleh kemudian dianalisis secara statistik dengan
menggunakan uji statistik Kruskal - Wallis untuk mengetahui ada tidaknya
perbedaan median antarkelompok yang bermakna secara statistik. Apabila
terdapat perbedaan yang bermakna, maka dilanjutkan dengan uji Mann -
Whitney (Dahlan, 2011).
32
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Data yang didapatkan dari hasil pengamatan mikroskopis pengaruh
pemberian susu kedelai putih (Glycine max) Ultra High Temperature (UHT)
terhadap gambaran histologi lambung mencit yang diinduksi aspirin yang
dilakukan di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran UNS pada tanggal
24 Maret sampai tanggal 10 April 2012 tertera pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.1. Hasil pengamatan mikroskopis lambung mencit
Kelompok Normal Kerusakan ringan Kerusakan berat Kontrol negatif Kontrol positif Perlakuan I Perlakuan II Perlakuan III
7 - - - -
- - 7 7 7
- 7 - - -
Sumber : Data primer
Dari hasil di atas dapat diketahui bahwa dalam pengamatan mikroskopis
seluruh kelompok kontol negatif menunjukkan keadaan mukosa lambung yang
normal sedangkan kelompok kontrol positif menunjukkan keadaan mukosa
lambung yang mengalami kerusakan berat. Pada kelompok perlakuan I, kelompok
perlakuan II dan kelompok perlakuan III menunjukkan adanya kerusakan ringan
pada lambung.
33
A. Analisis data
Data yang diperoleh kemudian dilakukan analisis dengan SPSS Statistic
17.0 for Windows. Uji hipotesis yang dipilih adalah uji non-parametrik Kruskal-
Wallis. Uji tersebut dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan median
antarkelompok.
Tabel 4.2. Hasil Uji Kruskall-Wallis gambaran mikroskopis lambung mencit
Ranks
Kelompok N Mean Rank Derajat kerusakan
Kontrol negatif Kontrol positif Perlakuan I Perlakuan II Perlakuan III
7 7 7 7 7
4.00 32.00 18.50 17.00 18.50
Test Statisticsa,b
Derajat kerusakan Chi-Square Df Asymp. Sig
32.872 4 .000
Tabel di atas menunjukkan bahwa p = 0.000 (p < 0,05) maka dapat
diketahui bahwa paling tidak terdapat perbedaan derajat gambaran histologi
mukosa lambung mencit antara dua kelompok yang bermakna secara statistik.
Untuk mengetahui kelompok mana yang terdapat perbedaan signifikan tersebut,
34
analisis dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney. Hasil uji tersebut dirangkum
dalam tabel di bawah ini
Tabel 4.3. Hasil uji Mann-Whitney gambaran mikroskopis lambung mencit
Kelompok Nilai p Kontrol negatif vs kontrol positif Kontrol negatif vs perlakuan I Kontrol negatif vs perlakuan II Kontrol positif vs perlakuan I Kontrol positif vs perlakuan II Kontrol positif vs perlakuan III Perlakuan I vs perlakuan II Perlakuan I vs perlakuan III Perlakuan II vs perlakuan III
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
0.317 1.00
0.317
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa perbandingan antara kelompok kontrol
positif dengan negatif menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna secara
statistik (p < 0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa aspirin berperan sebagai
perusak lambung. Hasil perbandingan kontrol positif dengan kelompok perlakuan
I, II dan III menunjukkan bahwa baik susu kedelai putih UHT maupun simetidin
memberikan efek protektif terhadap lambung. Nilai p dari kelompok perlakuan I
dibandingkan dengan kelompok perlakuan II maupun III tidak menujukkan
adanya perbedaan yang bermakna sehingga efek gastroproteksi susu kedelai UHT
tidak berbeda secara statistik dengan simetidin. Nilai p < 0,05 antara kelompok
kontrol negatif dengan perlakuan I, perlakuan II maupun perlakuan III
menunjukkan bahwa gastroproteksi simetidin maupun susu kedelai UHT tidak
mampu membuat gambaran histologis lambung mencit menjadi normal.
Perbandingan nilai p kelompok perlakuan II dan III tidak bermakna secara
35
statistik sehingga dengan peningkatan dosis susu UHT tidak memberi pengaruh
yang bermakna secara statistik.
Dari semua uji hipotesis yang dilakukan dapat diketahui bahwa hipotesis
alternatif untuk hipotesis susu kedelai putih (Glycine max) Ultra High
Temperature (UHT) berpengaruh terhadap gambaran histologi lambung mencit
yang diinduksi aspirin dapat diterima. Sedangkan hipotesis alternatif untuk
hipotesis adanya peningkatan dosis dapat meningkatkan daya proteksi susu
kedelai putih (Glycine max) Ultra High Temperature (UHT) terhadap gambaran
histologi lambung mencit yang diinduksi aspirin ditolak sehingga diketahui bahwa
peningkatan dosis susu kedelai UHT tidak meningkatkan perlindungan lambung
secara signifikan.
36
BAB V
PEMBAHASAN
Penelitian menggunakan 35 ekor mencit yang dibagi dalam lima
kelompok yaitu kelompok kontrol negatif, kelompok kontrol positif, kelompok
perlakuan I, kelompok perlakuan II dan kelompok perlakuan III. Dari 35 ekor
mencit tersebut dilihat gambaran mikroskopis lambungnya. Gambaran histologi
lambung dari 35 mencit tersebut diketahui bahwa mencit pada kelompok kontrol
negatif menunjukkan kondisi yang normal. Pada kelompok kontrol positif
menunjukkan kerusakan berat sedangkan pada kelompok perlakuan I, kelompok
perlakuan II dan kelompok perlakuan III menunjukkan derajat kerusakan ringan.
Hasil pengamatan pada kelompok kontrol negatif dimana keadaan mukosa
lambung normal disebabkan karena kelompok ini hanya diberi pakan dan akuades.
Vaskularisasi dan sawar lambung pada keadaan normal sehingga mampu
memproteksi lambung. Vaskularisasi yang baik akan membuat regenerasi sel
menjadi baik karena pemenuhan nutrisi dan O2 baik. Sawar lambung pada kondisi
normal juga memproteksi lambung dari HCl dan difusi balik H+ (fenomena ion
trapping) hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan Samara at al.
(2009).
Data penelitian yang telah diuji secara statistik menunjukkan bahwa
perbedaan yang signifikan terdapat pada kontrol negatif dan dibandingkan dengan
kontrol positif ( p < 0,05). Hal tersebut membuktikan bahwa aspirin sebagai faktor
agresif lambung seperti teori yang telah dijabarkan. Aspirin akan menyebabkan
37
vasokonstriksi karena menghambat siklogsigenase maka aspirin juga akan
menghambat terbentuknya prostasiklin PGI2 yang dapat memproteksi lambung,
menyebabkan vasodilatasi. Aspirin meningkatan keasaman lambung yang tidak
langsung merupakan efek dari penurunan sintesis prostaglandin hal tersebut sesuai
dengan yang dipaparkan Tjay dan Rahardja (2007). Asetosal/aspirin juga
menyebabkan fenomena ion trapping yaitu keadaan dimana ion H + berdifusi
masuk ke membran sel sehingga meningkatkan keasaman lambung seperti teori
yang disampaikan Ellis dan Blake (1993). Hwang at al. (2009) dalam hasil
penelitiaannya menyatakan bahwa aspirin menyebabkan gastritis akut. Hasil
penelitian Kwiecien (2008) juga membuktikan bahwa radikal bebas xantin
oksidase-xanthine dalam aspirin membuat lesi pada mukosa gaster.
Hasil analisis penelitian Kruskal- Wallis maupun Mann – Whitney yang
dilakukan menunjukkan hasil yang signifikan secara statistik yang dapat dimaknai
bahwa susu kedelai putih (Glycine max) Ultra High Temperature (UHT)
berpengaruh terhadap gambaran histologi lambung mencit yang diinduksi aspirin.
Pengaruh tersebut berupa efek gastroprotektor atau pelindung lambung. Hasil
analisis menandakan bahwa hipotesis nol (H0) ditolak, sedang hipotesis alternatif
atau hipotesis kerja (Ha) diterima.
Hasil tersebut sesuai dengan teori yang didapatkan bahwa susu kedelai
UHT mengandung flavonoid. Flavonoid berfungsi sebagai gastroprotektor dengan
meningkatkan aliran darah lambung, menstimulasi sintesis mucosubstances dari
mukosa lambung dan meningkatkan efek prostaglandin (PG) pada jaringan
lambung (Samara at al., 2009). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kwang – Pil
38
at al. (2009) menunjukkan bahwa kedelai mampu menurunkan kadar IL – 10 yang
terdapat pada kasus gastritis kronis. Fung dan Tye (1973) juga melakukan
penelitian dengan hasil kedelai mampu menurunkan pH lambung seperti antasida.
Hasil dua penelitian tersebut mendukung teori tentang bagaimana kerja flavonoid
dalam melindungi lambung.
Efek perlindungan kedelai terhadap gastritis yang lain juga diketahui
melalui hasil penelitian yang dilakukan oleh Alada at al. (2005) di mana konsumsi
kedelai mampu menurunkan sekresi asam lambung dan melindungi lambung dari
stomach ulcer. Hal tersebut memperkuat hasil penelitian bahwa susu kedelai UHT
memberikan efek perlindungan pada lambung. Xin at al. 2011 meneliti efek
perlindungan kedelai terhadap mukosa lambung mencit dan hasilnya signifikan.
Baustad dan Nafstad (1969) juga melakukan penelitian serupa tentang kedelai
dimana kedelai mampu memberi perlindungan terhadap lambung. Penelitian –
penelitian tersebut mendukung penelitian yang dilakukan untuk mengetahui efek
gastroprotektor susu kedelai UHT yang dilakukan penulis. Flavonoid juga bekerja
sebagai antioksidan yang memproteksi sel dari efek dari oksigen bebas radikal
berasal dari xantin oksidase-xanthine sistem dan formasi Nitric Oxide (NO) yang
berperan dalam sitotoksisitas seperti penelitian yang dilakukan Mojzis at al.
(2001).
Hipotesis yang kedua yaitu adanya peningkatan dosis dapat
meningkatkan daya proteksi susu kedelai putih (Glycine max) Ultra High
Temperature (UHT) terhadap gambaran histologi lambung mencit yang diinduksi
aspirin tidak dapat diterima atau hipotesis nol (H0) diterima, sedang hipotesis
39
alternatif atau hipotesis kerja (Ha) ditolak. Hasil uji Mann- Whitney menunjukkan
tidak adanya perbedaan signifikan antara kedua kelompok perlakuan II dan III.
Hal tersebut dapat dikarenakan lebarnya rentang dosis yang diperlukan guna
meningkatkan efek gastroprotektif sehingga dengan pemberian dosis dua kali
lipatnya belum cukup untuk meningkatkan efek tersebut.
Analisis nilai p dari kelompok perlakuan I dibandingkan dengan
kelompok kontrol negatif menunjukkan bahwa simetidin memiliki fungsi sebagai
gastroprotektor seperti teori yang dikemukakan oleh Tjay (2007) dan Dewoto
(2007) dimana simetidin bekerja sebagai antihistamin yang menghambat reseptor
H2 sehingga sekresi asam lambung akan dihambat.
Perbandingan p antara kelompok perlakuan I dan perlakuan II maupun
perlakuan III tidak menujukkan adanya perbedaan yang bermakna sehingga efek
gastroproteksi susu kedelai UHT tidak berbeda secara statistik dengan simetidin.
Hal tersebut mungkin disebabkan karena simetidin memang merupakan obat
standar yang digunakan sebagai terapi preventive maupun kuratif gastritis
sehingga memang memiliki efek yang stabil dan telah teruji.
Nilai p < 0,05 didapatkan dalam uji Mann-Withney untuk perbandingan
antara kontrol negatif dengan kelompok perlakuan I, kelompok perlakuan II dan
kelompok perlakuan III. Hasil yang signifikan antara kelompok kontrol negatif
dengan perlakuan I yang diberi simetidin menggambarkan bahwa meski terdapat
perbaikan gambaran histologis lambung mencit tetapi perbaikan tersebut tidak
mampu mengembalikan kondisi mukosa lambung mencit seperti keadaan normal.
40
Hal tersebut juga diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Andre at al.
(1982) dan penelitian Webster at al. (1978), dalam penelitian kedua peneliti
tersebut diketahui bahwa pengobatan dengan menggunakan simetidin memberi
perbaikan namun tidak mampu mengembalikan kepada kondisi normal. Kondisi
awal lambung yang kurang baik dapat mempengaruhi penelitian. Kondisi
psikologis juga sangat berpengaruh. Stress mengubah sekresi asam lambung,
motilitas, dan vaskularisasi dari lambung sesuai dengan teori Haug (1995). Stres
juga meningkatkan asam lambung sehinggga pH-nya mencapai di bawah 3,5.
Rendahnya pH tersebut akan mengakibatkan terjadi difusi balik ion H+
menembus barier mukosa, sehingga mengakibatka erosi dari mukosa seperti yang
dikemukakan Sheth (2001). Faktor – faktor tersebut dapat menyebabkan efek
proteksi simetidin tidak menunjukkan hasil maksimal pada penilaian.
Perbandingan antara kontrol negatif dengan kelompok perlakuan II
maupun perlakuan III dimana subjek penelitian diberi susu kedelai UHT dengan
dosis yang berbeda juga menunjukkan hasil yang signifikan. Hasil signifikan yang
didapat seperti halnya hasil signifikan pada kelompok simetidin menunjukkan
bahwa tingkat perlindungan susu kedelai UHT terhadap lambung yang diinduksi
aspirin dosis toksik mampu melindungi lambung tetapi tidak mampu membuat
lambung mencit memiliki gambaran yang normal.
Hasil perbandingan kontrol negatif dengan perlakuan II maupun
perlakuan III tersebut mungkin dikarenakan keadaan kedelai dan keadaan host.
Keadaan kedelai dipengaruhi oleh proses pemanenan maupun penyimpanan
sebelum produksi maupun proses dari pembuatan susu kedelai itu sendiri.
41
Flavonoid yang terdapat pada biji kedelai dan memiliki potensi perlindungan
lambung tidak tahan terhadap cahaya ( Ramadhani, 2009). Apabila dalam ketiga
proses tersebut kedelai terpapar cahaya maka hal tersebut bisa saja mengurangi
khasiat gastroproteksi dari susu kedelai. Kedelai yang terpapar cahaya dan
teroksidasi sehingga menurunkan efek proteksi terhadap lambung. Flavonoid
apabila mengalami oksidasi strukturnya akan berubah dan fungsinya sebagai
bahan aktif akan menurun bahkan hilang dan kelarutannya rendah dalam air
seperti yang dipaparkan Handayani dan Sulistiyo (2008) dalam penelitiannya.
Kelarutan yang rendah akan mempengaruhi proses absorbsi. Absorbsi susu
kedelai tersebut menjadi terganggu selain itu kelarutan yang rendah menyebabkan
konsentrasi kedelai dalam susu tersebut juga menjadi rendah. Lama dan
temperatur penyimpanan kedelai juga akan mempengaruhi kestabilan flavonoid.
Faktor kedua adalah kondisi dari host. Kondisi organ dan kondisi
psikologis dari host sangat berperan dalam penelitian ini. Subjek penelitian tidak
dapat dipastikan keadaan awal lambungnya sebelum dilakukan penelitian, apakah
dalam keadaan naik atau tidak. Organ lain yang ikut berperan dalam proses
penyerapan flavonoidpun tidak dapat diketahui keadaannya. Penelitian ini hanya
menggunakan pengamatan perilaku hewan coba, apabila mencit menunjukkan
perilaku aktif maka mencit diperkirakan dalam keadaan sehat. Kondisi yang tidak
sehat dari organ tersebut tentu mempengaruhi hasil peilaian terhadap lambung.
Kondisi usus halus dan kolon juga sangat berperan. Flavonoid di absorbsi pada
usus halus dan kolon. Penyerapan di kolon dibantu oleh mikroorganisme. Hal
tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan Hollman (2004). Kondisi usus
42
halus, kolon mencit maupun mikroorganisme yang kurang baik akan menghambat
absorbsi dari susu kedelai UHT . Hal – hal tersebut mempengaruhi perlindungan
susu kedelai UHT terhadap lambung sehingga efek yang ditimbulkan tidak
maksimal. Kondisi psikologis juga sangat berpengaruh dan diperkuat oleh teori
Haug (1995) dan Sheth (2001) yang telah dijabarkan di atas. Dosis yang kurang
optimal dapat mengurangi efek proteksi terhadap lambung. Faktor – faktor
tersebut dapat menyebabkan efek proteksi susu kedelai UHT tidak menunjukkan
hasil maksimal pada penilaian.
Penelitian membuktikan bahwa susu kedelai putih (Glycine max) Ultra
High Temperature (UHT) berpengaruh sebagai pelindung lambung. Sedangkan
adanya peningkatan dosis dapat meningkatkan daya proteksi susu kedelai putih
(Glycine max) Ultra High Temperature (UHT) terhadap gambaran histologi
lambung mencit yang diinduksi aspirin tidak dapat dibuktikan secara statistik.
43
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Susu kedelai putih (Glycine max) Ultra High Temperature
(UHT) memiliki pengaruh terhadap gambaran histologi lambung
mencit yaitu sebagai gastroprotektor.
2. Peningkatan dosis susu kedelai putih (Glycine max) Ultra High
Temperature (UHT) yang dilakukan dari 0,7 ml menjadi 1,4 ml
tidak meningkatan perlindungan lambung secara signifikan.
B. Saran
1. Diperlukan penelitian lebih lanjut tentang susu kedelai putih
(Glycine max) Ultra High Temperature (UHT) sebagai
pelindung lambung dengan berbagai variasi dosis.
2. Perlu dilakukan uji klinis sehingga dapat diketahui apakah susu
kedelai putih (Glycine max) Ultra High Temperature (UHT)
dapat digunakan sebagai obat alternatif yang lebih alami guna
pengobatan gastritis pada manusia.
3. Diperlukan penelitian serupa dengan mengendalikan faktor –
faktor perancu.
44
DAFTAR PUSTAKA
Alaoui M, Jamanni (2010). Alternative and complementary therapies for cancer:Integrative approaches and discovery of conventional drugs. New York : Spinger . pp: 589.
Anief M. (1995). Perinsip umum dan dasar farmakologi. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. p 45.
Andre, J Gillon, B Moulinier, A Martin, Fargier. (1982) Randomised placebo-controlled double-blind trial of two dosages of sodium cromoglycate in treatment of varioliform gastritis: comparison with cimetidine. Gut, 4 (23):348-345
Arkeman dan Davis (2006). Efek vitamin C terhadap sel goblet saluran napas tikus. Jakarta: Universa. pp: 25, 62.
Astawan M. (2004). Kandungan gizi dalam bahan makanan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. p 126.
Atmosukarto K., Rahmawati M. (2003). Mencegah penyakit degeneratif dengan makanan. Cermin Dunia Kedokteran (40) .
Baustad dan Nafstad. (1969). Gastric Ulcers in Swine 4 . Effects of dietary particle size and crude fiber contents on ulceration. Veterinary Pathology, 6 (6) 546-556
Budiyana (2006). Gambaran pola makan dan pekerjaan pasien penyakit gastritis. http://Kutau Komputer.htm. – Diakses 16 Desember 2011.
Dahlan S. (2011). Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Jakarta : Salemba Medika. Edisi 5. pp121, 124
45
Dewoto (2007). Farmakologi dan terapi. Edisi kelima. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. pp 282-283.
Djam Q.(2008). Pengaruh air perasan daun Cyclea barbata miers (Cincau Hijau) terhadap konsentrasi HCl lambung dan gambaran histopatologik lambung tikus galur wistar yang diinduksi acetylsalicylic acid. http://eprints.undip.ac.id/17901/1/Qathrunnada_Djam%E2%80%99an.pdf. – Diakses 10 Januari 2012.
Douglas M, Thomas G, Paul G, Richard E, Goerge L, Neil L, William Z, Goerge P et al. (2007). Kamus Kedokteran dorland. Edisi 29. Jakarta : EGC. p: 902.
Ellis, Blake (1993). Why are non-steroidal anti-inflammatory drugs sovariable in their efficacy? A description of iontrapping. Annals of the Rheumatic Diseases (52): 241-243.
Endres J. (2001). Soy protein products. AOCS Publishing.
Gusdinar T., Herowati R., Kartasasmita dan Adnyana I.(2009). Sintesis kuersetin terklorinasi dan aktivitas perlindungan terhadap tukak lambung. Farmasi Indonesia, 20(4), 163 – 169.
Handayani R dan Sulistyo J (2008). Sintesis senyawa flavonoid-α-glikosida secara reaksi transglikosilasi enzimatik dan aktivitasnya sebagai antioksidan. Biodiversitas (9): 1-4
Haris Iwan (2007). Kedelai sumber pangan bergizi tinggi. http://halalsehat.com_PDF_GENERATED – Diakses 10 Januari 2012.
Haug, et al.(1995) Live events and stress in patient with functional dispepsia compare with patients with duodenal ulcer and healthy control, scand. Journal Gastroenterology 30(6): 524 – 430.
Heinz ABC (2012). Product milk. http://www.heinz.com/our-food/products.aspx - Diakses 10 Februari 2012
46
Hwang H, Han K, Ryu Y, Yang E, Kim Y, Jeong S, Lee Y, Lee M, Koo S, Choi S (2009). Protective effects of electroacupuncture on acetylsalicylic acid-induced acute gastritis in rats. World J Gastroenterol, 15(8): 973-977
Junqueira L. dan Carneiro J (2007). Histologi dasar teks dan atlas. Jakarta : EGC. pp : 291, 294.
Kano M. (2006). Bioavailability of isoflavones after ingestion of soy beverages in healthy adults.The Journal of Nutrition, 8 (21) : 2291 - 2296.
Khomsan A. (2003). Budaya minum susu dan peringkat SDM kita. http://www.gizi.net/cgibin/berita/fullnews.cgi?newsid1053664439,26248. – Diakses 11 Desember 2011.
Kosalec I., Bakmaz M., Pepeljnjak S., Vladimir-Knezevic S (2004). Quantitative analysis of the flavonoids in raw propolis from northen croatia. Acta Pharm (54): 65-72
Kwang-Pil, Sue K. Park, Lisa Y. Cho, Jin Gwack, Jae Jeong Yang, Aesun Shin, Cheong Sik Kim,Yeonju Kim at al. (2009). Soybean product intake modifies the association between Interleukin-10 genetic polymorphisms and gastric cancer risk. The Journal of Nutrition (139): 1008–1012,
Kwiecien, Pawlik, Brzozowski T, Konturek P, Liwowski, Pawlik W, Konturek S (2008). Nitrit oxide(NO)-releasing aspirin and (NO) donors inprotection of gastir mucouse against stress. Journal of Physiology and Pharmacology (2) 103–115.
Loggia, R.; Tubaro, A.; Dri, P.; Zilli, C.; Del Negro, P.(1986) The role of flavonoids in the antiinflammatory activity of Chamomilla recutit. New York : Liss.
Mindell E (2008). Terapi kedelai. Jakarta: PT Pustaka Delaprasta. pp 13,26.
47
Mojziz, Hviscova, Germanova, Bucovicova, Mirrosay (2001). Protective effect of quercetin on ischemia/reperfusion induced gastric mucosal injury in rats. Physiol. Res (50) 501-506.
Ngatidjan (1991). Petunjuk laboratorium metode laboratorium dalam toksikologi. Yogyakarta: Pusat Antar Universitas Bioteknologi UGM, pp: 152-94.
Paulsen dan Douglas F (2000). Histology and cell biology. New York : Lange Medical Book. pp : 191 – 194.
Ramadhani A (2009). Uji toksisitas akut etanol daun sukun (Artocarpus altilis) terhadap larva. Semarang, Universitas Diponegoro. KTI
Raven, P.H., dan Johnson, G.B. (1986). Biology. Times Mirror/ Mosby College Publishing.
Repetto dan Llesuy (2002). Antioxidant properties of natural compounds used in popular medicine for gastric ulcers. Brazilian Journal of Medical and Biological Research, (35) 523-534.
Robbins, Kumar, Cotran (2007). Buku ajar patologi. Edisi 7. Jakarta : EGC. pp 622 – 625.
Rodriguez , Perera, Batista, F. Farrada dan C. Bulnes. (2004) Gastric and duodenal antiulcer effects of rhizophora mangle. Pharmaceutical Biology, 42(3): 225-229.
Sacks FM, Lichtenstein A, Van Horn L, Harris W, Kris-Etherton P, Winston M (2006). Soy protein, isoflavones, and cardiovascular health: an American Heart Association Science Advisory for professionals from the Nutrition Committee. Circulation J, 113 (7): 1034–44.
Samara K., Dias E., Pinto M., Luiz A., Brito A., Lima C., Batista J.(2009). Flavonoids with gastroprotective activity. Molecules, 14, 979-1012.
48
Sasminto, Ediati (2006).Aktivitas imunostimulan susu kedelai terhadap imunoglobulin (IgG, IgA) dan proliferasi sel limfosit pada mencit Balb/c yang diinduksi hepatitis A. Farmasi Indonesia, 17(3), 156– 161.
Setchell (1998). Phytoestrogens: the biochemistry, physiology, and implications for human health of soy isoflavones. The American Journal Clinical Nutrition. 68 (6)1333-1346.
Sheth SG, La Mont JT.(2001) Prolonged critical illness management of long term acute care. Gastrointestinal problem in the chronically ill patients. Clin Chest Med, 22(1).
Shinya H (2011). The miracle of enzyme. Bandung : Qanita. p: 129.
Singh, Ram J.; Nelson, Randall L.; Chung, Gyuhwa (2006-10-02). Genetic resources, chromosome engineering, and crop improvement. USA: Oilseed Crops, Volume 4. p. 15.
Stefan R, Fredrik P, Stergios K, Erik M dan Kurt B (2010). Natural history of chronic gastritis in a population-based cohort. Scandinavian Journal of Gastroenterology. (45): 450 – 459.
Sylvia P. dan Wilson M. (2006). Patofisiologi volume 1. Jakarta : EGC. pp 422-423.
Tetra Pack (2010). Konsumsi susu. www.foodreview.biz – Diakses 12 Desember 2011
Tjay T. dan Rahardja K. (2007). Obat – obat penting. Edisi keenam. Jakarta : Elex Media Computindo. pp 315, 327-330
Trautmann, Brigitta M., Peskar, Bernhard A.(1991) Aspirin-like drugs, ethanol-induced rat gastric injury and mueosal eicosanoid release. European Journal of Pharmacology, 201 (1) : 53–58.
49
Trilaksani W (2003).Antioksidan: Jenis, sumber, mekanisme kerja dan peranan terhadap kesehatan. http://wini_trilaksani.html.-
Diakses 10 Desember 2011.
United State Departement of Agricultural (2011). Soy. www.USDA.gov. – Diakses 12 Desember 2011.
Wade C. 2005. Can Bee Propolis Rujevenate The Immune System? http://www.thenaturalshopper.com/buy-beesupplements/article.htm Diakses 13 Januari 2012
Webster dan Petrie (1978) Erosive gastritis and duodenitis during continuous cimetidine treatment. British Medical Journal (7); 20-22.
Wilman, Freddy dan Gan S. (2007). Farmakologi dan terapi. Edisi kelima. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. pp 234-237.