SKRIPSI DESKRIPSI PERSEPSI PARA SUSTER YUNIOR …
Transcript of SKRIPSI DESKRIPSI PERSEPSI PARA SUSTER YUNIOR …
SKRIPSI
DESKRIPSI PERSEPSI PARA SUSTER YUNIOR KONGREGASI FSE
ANGKATAN 2002─2008 TENTANG KOMUNIKASI ANTARPRIBADI
ANTARA MEREKA DENGAN PEMIMPIN KOMUNITAS
DALAM BIMBINGAN PRIBADI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Bimbingan dan Konseling
Oleh:
Noren
NIM : 021114014
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009
ii
iii
iv
MOTTO
Serahkanlah segala kecemasanmu kepada Tuhan sebab Ia yang
memelihara kamu (1 Petrus 5:7).
Jangan menggantungkan harapanmu pada manusia semata, akan tetapi
berharaplah pada Kasih setia-Nya yang tak pernah mengecewakanmu.
Pengalaman adalah”guru” yang paling baik.
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada
Persaudaraan suster Fransiskanes Santa Elisabeth (FSE)
tercinta mengasihiku apa adanya dan tempat pengabdianku kepada-Nya
Dengan penuh kegembiraan.
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 30 September 2009
Penulis,
Noren
vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata
DharmaYogyakarta:
Nama : Noren
NIM : 021114014
Demi pengembangan ilmu pengetahuan saya memberikan kepada perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul: DESKRIPSI PARA
SUSTER YUNIOR KONGREGASI FSE ANGKATAN 2002—2008 TENTANG
KOMUNIKASI ANTARPRIBADI ANTARA MEREKA DENGAN PEMIMPIN
KOMUNITAS DALAM BIMBINGAN PRIBADI. Dengan demikian saya
memberikan hak kepada Universitas Sanata Dharma untuk menyimpan,
mengalihkan dalam bentuk media lain demi kepentingan akademis tanpa perlu
meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal 30 September 2009
Yang menyatakan
Noren
vii
ABSTRAK
DESKRIPSI PERSEPSI PARA SUSTER YUNIOR KONGREGASI FSE
ANGKATAN 2002─2008 TENTANG KOMUNIKASI ANTARPRIBADI
ANTARA MEREKA DENGAN PEMIMPIN KOMUNITAS
DALAM BIMBINGAN PRIBADI
Noren Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2009
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) persepsi para suster yunior kongregasi FSE angkatan 20022008 tentang komunikasi antarpribadi antara mereka dengan pemimpin komunitas dalam bimbingan pribadi (2) persepsi para suster yunior kongregasi FSE angkatan 20022008 tentang setiap unsur komunikasi antarpribadi antara mereka dengan pemimpin komunitas dalam bimbingan pribadi. Subyek penelitian ini adalah para suster yunior kongregasi FSE angkatan 2002−2008 berjumlah 33 suster yang ada di propinsi Sumatera utara, DKI Jakarta dan DIY.
Jenis penelitian adalah penelitian deskriptif dengan metode survei dengan mengunakan kuesioner. Kuesioner ini terdiri dari 50 item mengenai lima unsur komunikasi antarpribadi yaitu unsur pembukaan diri, saling membangun kepercayaan, saling mendengarkan sambil memahami, saling mengungkapkan perasaan secara verbal dan non verbal, saling menerima dan mendukung. Hasil penelitian ini adalah: (1) Ada 31 suster yunior FSE (94%) yang mempunyai persepsi (berpendapat) bahwa komunikasi antarpribadi antara mereka dengan pemimpin komunitas dalam bimbingan pribadi berkualifikasi baik. Ada 2 suster yunior FSE (6%) yang berpersepsi (berpendapat) bahwa komunikasi antarpribadi antara mereka dengan pemimpin komunitas dalam bimbingan pribadi masih berkualifikasi masih kurang baik. (2) Ada 12 suster yunior (36,4%) mempunyai persepsi bahwa dalam hal komunikasi antarpribadi dalam bimbingan pribadi dengan pemimpin komunitas berkualifikasi baik dalam masing-masing unsur komunikasi antarpribadi. Ada 21 suster yunior FSE (63,6%) mempunyai persepsi bahwa dalam hal komunikasi antarpribadi dalam bimbingan pribadi dengan pemimpin komunitas berkualifikasi cukup baik dalam masing-masing unsur komunikasi antarpribadi.
viii
ABSTRACT
THE DESCRIPTION OF THE JUNIOR SISTER’S PERCEPTION OF FSE
CONGREGATION FROM THE YEAR OF 2002-2008, ABOUT THE
COMMUNICATION INTER-PERSONAL BETWEEN THEM AND THE COMMUNITY
LEADER IN THE PERSONAL COUNSELING
Noren Sanata Dharma University.
Yogyakarta 2009
The purpose of this research was conducted to know; (1) The perception of
the FSE junior sisters from the year of 2002-2008 about the inter-personal communication between them and the community leader in personal counseling. (2) The perception of FSE junior sister from the year of 2002-2008 about each cases in the inter -personal communication between them and the community leader in the personal counseling. The research subjects are: the junior sisters of FSE Congregation in the year of 2002-2008. The number respondents are 33 sisters who live in North Sumatera, DKI Jakarta and DIY. The researcher used the descriptive research with the survey method by using questioners that consist of 50 items related to the inter-personal communication theory. They are: Opening personal minded, Building the trust, Listening and Understanding each other, Sharing of feelings in verbal and non verbal, Receiving and Supporting each other. The results of this research are: (1)There are 31 junior sisters of FSE Congregation (94%) have perception that the inter-personal communication between them and the community leader in the personal counseling is “good qualification”. (2) There are 2 junior sisters of FSE (6%) have perception that the inter- personal communication between them and the community leader in the personal counseling is “good enough”. There are 12 junior sisters of FSE (36, 4%) have perception that the inter-personal communication in the personal counseling between them and the community leader is “good qualification” in each interpersonal communication cases. There are 21 junior sisters of FSE (63, 6%) have perception that the interpersonal communication in the personal counseling between them and the community leader is “good enough” in each interpersonal communication cases.
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang atas
bimbingan berkat, rahmat dan karunia-Nya yang telah penulis terima selama
proses penulisan skripsi ini sampai selesai. Penulis sungguh-sungguh sadar bahwa
ada banyak pihak yang telah terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam
membantu proses perkuliahan sampai penulis dapat menyusun skripsi ini. Oleh
karena itu penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada:
1. Dr. M.M. Sri Hastuti, M.Si, sebagai Ketua Prodi Bimbingan dan Konseling,
FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Dra. Ignatia Esti Sumarah, M. Hum sebagai dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktu dengan penuh kesetiaan, kesabaran dan ketekunan dalam
membimbing penulis menyusun skripsi ini sampai selesai.
3. Drs. R.H.Dj. Sinurat, M.A sebagai dosen penguji satu yang dengan dan sabar
dan setia memeriksa, mengkritisi, memberikan masukan dan saran selama
proses penulisan skripsi.
4. A. Setyandari, S. Pd, Psi, M.A, sebagai Dosen penguji kedua dan sekaligus
Sekretaris Prodi Bimbingan Konseling yang sudah membantu penulis untuk
mencarikan dosen penguji.
5. Drs. Gendon Barus, M. Si yang dengan sabar dan setia memeriksa,
mengkritisi, memberikan masukan dan saran selama proses penulisan skripsi.
x
6. Para dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling yang telah membekali
penulis dengan berbagai ilmu pengetahuan yang dapat penulis gunakan
sebagai bekal hidup yang berharga.
7. Pegawai Sekretariat Program Studi Bimbingan dan Konseling yang selalu
setia memberikan pelayanan dalam hal administrasi.
8. Pihak Perpustakaan yang memberikan pelayanan yang baik dengan
meminjamkan buku-buku pendukung selama perkuliahan sampai penulisan
skripsi.
9. Sr.M.Wilfrida Simblon FSE. Sebagai Pemimpin Umum Kongregasi
Fransiskanes Santa Elisabeth yang telah mengijinkan peneliti untuk
mengadakan penelitian kepada suster-suster yunior kongregasi FSE.
10. Para Pemimpin Komunitas yang telah mendukung dan memperlancar proses
jalannya penelitian.
11. Para Suster FSE Komunitas Santo Yohanes Don Bosco Yogyakarta yang
dengan setia mendukung dan mendoakan peneliti selama proses perkuliahan
sampai selesai.
12. Para suster yunior FSE yang bersedia mengisi kuesioner yang digunakan
untuk penulisan skripsi.
13. Fr. Paulus Paji Keban CMM, Rm Agustinus Pr, Br Cypri OFM yang selalu
setia mendukung dan mendoakan peneliti dan siap sedia membaca serta
mengkritisi skripsi.
14. Keluarga yang selalu mendukung dan mendoakan peneliti sehingga terdorong
dan tetap bersemangat untuk menyelesaikan skripsi.
xi
15. Saudara Asep, mbak Ola, Ina, Sari, Arya dan teman-teman Prodi BK angkatan
2002 dan 2003 yang selalu memberikan semangat baik secara langsung
maupun tidak langsung sejak awal penulisan skripsi sampai selesai.
16. Sahabat-sahabat dan teman-teman yang tak dapat penulis sebutkan satu
persatu yang mendukung penulis selama menjalani tugas belajar di Universitas
Sanata Dharma.
Penulis sadar bahwa dalam skripsi ini masih terdapat kekurangan karena
keterbatasan kemampuan peneliti. Semoga skripsi ini bermanfaat khususnya
bagi semua pihak terlibat dalam pembinaan suster-suster yunior.
Yogyakarta, 30 September 2009
Penulis
Noren
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................ iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN .................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................... v
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI……………………. .. vi
ABSTRAK ............................................................................................. vii
ABSTRACT .......................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ........................................................................... ix
DAFTAR ISI ......................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ................................................................................. xv
DAFTAR GRAFIK…………………………………………………… . xvi
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xvii
BAB I: PENDAHULUAN .................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ..................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................. 6
C. Tujuan Penelitian .............................................................. 7
D. Manfaat Penelitian ............................................................ 7
E. Defenisi Operasional ......................................................... 8
BAB II: KAJIAN TEORITIS ................................................................ 10
A. Hakekat Persepsi ................................................................. 10
1. Pengertian persepsi ...................................................... 11
2. Faktor-faktor yang sangat mempengaruhi persepsi suster
yunior………………………………………………….. 11
a. Perhatian (Attention).................................................. .. 11
b. Fungsional…………………………………………… 11
c. Struktural……………………………………………. 12
xiii
3. Syarat terjadinya persepsi……………………………… 12
a. Adanya Obyek yang dipersepsikan………………… 13
b. Adanya indera atau reseptor……………………….. 13
c. Menyadari atau mengadakan………………………. 13
B. Kongregasi Fransiskanes Santa Elisabeth .......................... 14
1. Gambaran Kongregasi Fransiskanes Santa Elisabeth .. 14
a.Kongregasi FSE di Belanda ....................................... 14
b.Kongregasi FSE di Indonesia ..................................... 17
2. Pembinaan Para Suster Yunior di Indonesia ................. 21
a. Aspek Kepribadian………………………………… 22
b. Aspek Kharisma…………………………………… 22
c. Aspek Fransiskan………………………………….. 23
c. Aspek Hidup Religius…………………………….. . 24
d. Aspek Apostolat (Kerasulan)………………………. 26
3. Pemimpin Komunitas di Kongregasi FSE………….. ... 27
a. Pengertian Pemimpin Komunitas …………………. 27
b. Peran Pemimpin Komunitas dalam Bimbingan pribadi 27
4. Bimbingan pribadi di Kongregasi FSE………………… 29
a. Pengertian Bimbingan Pribadi……………………… 29
b. Tujuan Bimbingan Pribadi di Kongregasi FSE……. 29
C. Komunikasi Antarpribadi Pemimpin Komunitas dengan Suster
Yunior ……………………………………………………. . 32
1.Pengertian Komunikasi Antarpribadi………………….. . 32
2.Unsur-unsur Komunikasi Antarpribadi………………. ... 32
a. Unsur Pembukaan Diri…………………………….. 33
b. Unsur Saling Membangun Kepercayaan………….. . 34
c. Unsur Saling Mendengarkan Sambil Memahami….. 36
d. Unsur Saling Mengungkapkan perasaan secara verbal
dan secara non verbal. ............................................... 36
e. Unsur Saling Menerima dan Mendukung. ................ 37
xiv
D. Integrasi Kelima Unsur Komunikasi Antarpribadi dalam
Bimbingan Pribadi dalam Konteks Hidup berkomunitas .... 38
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN ........................................... 41
A. Jenis Penelitian ................................................................... 41
B. Subyek Penelitian. ................................................................ 41
C. Instrumen Penelitian ........................................................... 42
1. Alat Pengumpul Data ................................................... 42
2. Kisi-kisi Penelitian ....................................................... 44
3. Validitas ……………………………………………… 46
4. Reliabilitas Kuesioner .................................................. 47
D. Prosedur Pengumpulan Data .............................................. 48
E. Teknik Analisis Data .......................................................... 49
BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................... 53
A. Hasil Penelitian ................................................................... 53
B. Pembahasan Hasil Penelitian ............................................... 56
BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN .............................................. 59
A. Kesimpulan ........................................................................ 59
B. Saran .................................................................................. 60
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 61
LAMPIRAN-LAMPIRAN ..................................................................... 63
xv
DAFTAR TABEL
H alaman
Tabel 1: Penyebaran Kuesioner ……………………………………. 42
Tabel 2: Kisi-kisi Kuesioner Penelitian …………………………… 44
Tabel 3: Kriteria Acuan Kategorisasi Komunikasi Antarpribadi
Tabel 4: Kategori Unsur Pembukaan Diri dalam Komunikasi
Antar pribadi......................................................................... 54
Tabel 5: Kategori Unsur Saling Membangun Kepercayaan… …… … 54
Tabel 6: Kategori Unsur Saling Mendengarkan Sambil Memahami…. 54
Tabel 7: Kategori Unsur Saling Mengungkapkan Perasaan secara
Tabel 8: Kategori Unsur saling menerima dan mendukung… ……. .. 55
Tabel 9: Kategori (Gabungan Semua Unsur/ Komposit) dalam
Komunikasi Antarpribadi .………………………………….. 55
xvi
GRAFIK
Halaman
Grafik : Skor Rata-rata Persepsi Suster Yunior FSE Angkatan
tentang Komunikasi Antarpribadi Antara Mereka
dengan Pemimpin Komunitas dalam Bimbingan Pribadi ……… …..53
xvii
LAMPIRAN
Lampiran 1: Pengantar Kuesioner .......................................................... 63
Lampiran 2: Kuesioner Penelitian .......................................................... 63
Lampiran 3:Tabulasi Data Hasil Penelitian ……………………………. 67
Lampiran 4: Kualifikasi Perolehan Skor setiap Unsur Komunikasi
Antarpribadi Para suster Yunior dengan Pemimpin
Komunitas dalam Bimbingan Pribadi……………………. 72
Lampiran5: Kategorisasi Skor Gabungan persepsi suster Yunior FSE 74
Lampiran 6: Hasil analisis klasifikasi Komunikasi Antarpribadi
Para suster yunior FSE dengan pemimpin komunitas
Dalam bimbingan pribadi…………………………….... 75
Lampiran 7: Surat ijin melakukan penelitian………………………. 76
Lampian 8: Surat keterangan telah melakukan penelitian………… 77
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini dipaparkan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional.
A. Latar Belakang Masalah
Kongregasi Fransiskanes Santa Elisabeth (FSE) adalah serikat para suster
yang didirikan oleh Sr. M. Mathilda Leenders dan disahkan oleh Mgr. Hendrikus
Van Beek, Pr. pada tanggal 1 Agustus 1880 di Breda (Belanda). Kemudian Para
Suster FSE dari Belanda mengembangkan karya FSE ke Negara Indonesia tanggal
29 September 1929. Pada awalnya, Kongregasi ini bernama Penitenten
Recolectinen Van De Heilige Fransiscus Van Asissi yang sekarang dikenal dengan
nama Kongregasi FSE dengan ciri khas hidup dalam semangat pertobatan secara
terus-menerus/peniten recolectin (Konstitusi, 2000: A).
Berdasarkan keanggotaannya, Kongregasi FSE di Indonesia terdiri dari
para suster senior, medior, dan yunior. Dalam tulisan ini, peneliti memfokuskan
kepada para suster yunior FSE di Indonesia yang terdiri dari 33 orang suster. Para
suster FSE yang berada dalam masa pembinaan awal atau tahap profesi sementara
disebut suster muda atau suster yunior dengan rentang waktu selama 6−9 tahun
(Kan, 659.1). Pada masa ini, para suster yunior masih harus menjalani pembinaan
secara intensif sebelum mereka bergabung secara definitif dalam Kongregasi FSE
dengan mengikrarkan kaul kekal. Salah satu program pembinaan adalah dalam
bentuk bimbingan pribadi. Proses pembinaan pada masa ini bertujuan menyiapkan
para suster yunior untuk membaktikan diri seutuhnya kepada Allah dengan
2
mencintai Kongregasi FSE lewat hidup persaudaraan dan karya perutusan.
Bimbingan pribadi termasuk ke dalam program pembinaan yang
dilaksanakan oleh Kongregasi FSE terhadap suster yunior. Isi dari bimbingan
pribadi ini meliputi lima aspek pembinaan, yaitu aspek kepribadian, kharisma,
fransiskan, hidup religius (kaul serta doa), dan apostolat (kerasulan). Aspek
kepribadian bertujuan membantu para suster yunior untuk mengenal diri secara
lebih baik, semakin menerima diri, memahami diri, dan percaya diri. Aspek
kharisma bertujuan membantu para suster yunior agar semakin terbuka akan
rahmat panggilan dan menghayati Kharisma dan Spiritualitas Kongregasi. Aspek
fransiskan bertujuan membantu para suster yunior agar semakin menghayati Injil
secara radikal dengan semangat kedinaan, kegembiraan dalam persaudaraan, dan
pertobatan seperti yang dihidupi oleh Santo Fransiskus Asissi. Aspek hidup
religius/Kaul bertujuan untuk membantu para suster yunior agar semakin
mengembangkan hidup rohani melalui hidup doa, latihan rohani, matiraga, dan
menghayati ketiga kaul (ketaatan, kemiskinan, dan kemurnian). Aspek apostolat
(kerasulan) bertujuan untuk membantu para suster yunior semakin melakukan
pelayanan kepada orang kecil, miskin, dan menderita sakit secara lebih baik.
Kongregasi FSE menyediakan berbagai macam program pembinaan bagi semua
suster yunior, medior dan senior. Akan tetapi peneliti hanya memfokuskan
perhatian program pembinaan melalui bimbingan pribadi bagi suster yunior,
karena pada masa ini, para suster yunior masih perlu dibina secara intensif agar
mereka semakin dewasa dalam masing-masing kelima aspek di atas. Dengan
demikian suster yunior mampu menghayati cara hidup khas Kongregasi dan dapat
3
melaksanakan perutusan secara lebih baik, sambil mempersiapkan dirinya untuk
kaul kekal.
Kegiatan bimbingan pada masa yuniorat di Kongregasi FSE dilaksanakan
oleh Tim Pembina. Tim pembina terdiri dari pemimpin komunitas, pemimpin
karya, dan pembimbing rohani. Penelitian ini difokuskan pada komunikasi
antarpribadi yang terjadi antara pemimpin komunitas dengan suster yunior yang
dibina. Pandangan atau persepsi suster yunior tentang komunikasi antarpribadi
dari pihak pemimpin komunitas disoroti juga dalam penelitian ini dengan alasan:
pertama, pemimpin komunitas mempunyai peluang yang lebih banyak untuk
mengikuti perkembangan suster yunior secara langsung dalam hidup
berkomunitas. Kedua, pemimpin komunitas mempunyai tanggung jawab utama
sebagai fasilitator untuk membantu perkembangan hidup panggilan para suster
yunior di komunitas.
Pemimpin komunitas membina para suster yunior dengan dua cara:
Pertama, pemimpin komunitas memberikan teladan hidup (perilaku) dengan
menghidupi nilai-nilai hidup dan kekhasan di Kongregasi FSE. Kedua, pemimpin
komunitas membina suster yunior melalui pertemuan secara pribadi yang disebut
bimbingan pribadi. Untuk itu, para suster yunior minimal sekali dalam tiga bulan
diwajibkan mengikuti bimbingan pribadi dengan pemimpin komunitas (Statuta,
2000 pasal 4: 64.3).
Bimbingan pribadi penting bagi para suster yunior karena menjadi sarana
untuk berkomunikasi dengan pemimpin komunitas dan merupakan kesempatan
bagi suster yunior untuk mengungkapkan diri secara jujur dan terbuka kepada
pemimpin komunitas. Dalam kesempatan ini para suster yunior diharapkan
4
mengungkapkan kepada pemimpin komunitas pengalaman dan pergulatan dalam
menjalani panggilan sebagai religius dalam hidup sehari-hari. Pertemuan
pemimpin komunitas dengan suster yunior dalam bimbingan pribadi akan menjadi
efektif apabila dalam pertemuan itu terjadi komunikasi antarpribadi yang baik dan
tepat. Menurut Supratiknya (1995:14–73), ada lima unsur komunikasi
antarpribadi, yaitu pembukaan diri/self-disclosure, membangun kepercayaan,
mendengarkan sambil memahami, mengungkapkan perasaan, dan menerima dan
mendukung. Kelima unsur tersebut dalam kaitannya dengan komunikasi antara
pemimpin komunitas dengan suster yunior akan diuraikan di bawah ini:
Unsur pembukaan diri/self-diclousure dalam konteks bimbingan pribadi
nampak dalam hal suster yunior mengungkapkan kepada pemimpin secara jujur
dan terbuka pengalaman suka dan duka dalam menghayati kharisma, hidup
persaudaraan, tugas studi, hidup doa, ketiga kaul, dan kerasulan. Dengan
demikian, suster yunior menampilkan jati dirinya secara utuh dan tidak
menyembunyikan hal-hal yang dapat menghambat panggilanya (“daerah
terbukanya” semakin luas sedangkan “daerah buta” dan daerah tersembunyi”
semakin kecil). Sebaliknya, pemimpin komunitas menunjukkan sikap jujur dan
terbuka menerima pembukaan diri suster yunior.
Unsur saling membangun kepercayaan nampak dalam hal pemimpin
komunitas bertindak sebagai pribadi, menjadi orang yang sungguh-sungguh dapat
dipercayai oleh suster yunior dalam mendengarkan segala pengalamannya, dan
dalam menghayati panggilan. Sedangkan, suster yunior bertindak sebagai pribadi
yang mempercayai pemimpin komunitas. Saling membangun kepercayaan dalam
berkomunikasi akan tumbuh apabila secara pribadi, pemimpin komunitas
5
menunjukkan penerimaan, dukungan, dan kerjasama maupun merespons secara
positif pembukaan diri para suster yunior tersebut.
Unsur saling mendengarkan sambil memahami dalam proses bimbingan
pribadi nampak dalam hal pemimpin komunitas mendengarkan dengan sungguh-
sungguh semua pengalaman dan pergulatan suster yunior, baik dalam suka
maupun duka dalam menghayati kharisma, hidup persaudaraan, tugas studi, hidup
doa, ketiga kaul, dan kerasulan. Dengan demikian, pemimpin komunitas
memahami, menaruh empati dan menangkap pesan secara tepat dari para suster
yunior, baik melalui bahasa verbal maupun nonverbal. Sebaliknya suster yunior
mendengarkan pesan ataupun nasehat dengan sungguh-sungguh respon dari
pemimpin komunitas dan menanggapi secara tepat.
Unsur saling mengungkapkan perasaan ada dua macam, yaitu
kemampuan mengungkapkan perasaan secara verbal dan secara nonverbal.
Mengungkapkan perasaan secara verbal yaitu mengungkapkan perasaan dengan
menggunakan kata-kata, baik secara langsung dengan mendeskripsikan perasaan
yang dialami maupun tidak. Sedangkan yang dimaksudkan dengan
mengungkapkan perasaan secara nonverbal adalah mengungkapkan perasaan
dengan menggunakan bahasa isyarat selain kata-kata, misalnya: sorotan mata,
raut muka, senyuman, suara, dan kepalan tangan. Dalam konteks bimbingan
pribadi, pemimpin komunitas dan suster yunior mengungkapkan perasaannya
secara verbal dan nonverbal. Misalnya: suster yunior mengungkapkan
kesedihannya karena gagal dalam tugas studi, lalu pemimpin komunitas
memberikan peneguhan melalui kata-kata yang menghibur dan meneguhkan hati
suster yunior. Sedangkan secara nonverbal, misalnya: suster yunior menceritakan
6
kepada pemimpin bahwa ia sangat sedih karena penderitaan fisiknya, dan
pemimpin komunitas memberikan umpan balik yang menunjukkan bahwa
pemimpin komunitas juga berbelarasa pada penderitaan yang dialami oleh suster
yunior.
Unsur menerima dan mendukung dalam komunikasi antarpribadi
ditunjukkan pihak pemimpin komunitas yang telah dipercayai dengan berperan
sebagai “penolong” untuk membantu suster yunior yang telah mengutarakan
masalah pribadinya yaitu pergulatannya dalam menghayati panggilannya.
Dengan mengoptimalkan kelima unsur komunikasi antarpribadi tersebut
dalam proses bimbingan pribadi, pemimpin komunitas dan suster yunior dapat
menjalin komunikasi yang baik. Dengan berlangsungnya komunikasi anatrpibadi
yang baik dan lancar diharapkan tujuan pembinaan tercapai.
Menurut pendapat peneliti bahwa tujuan pembinaan dapat tercapai apabila
pemimpin komunitas dengan suster yunior mampu menjalin komunikasi yang
baik dalam bimbingan pribadi. Mengingat pentingnya komunikasi yang baik demi
barhasilnya bimbingan pribadi bergunalah diungkapkan bagaimana sebenarnya
pandangan atau persepsi suster yunior tentang kemampuan mereka sendiri dan
kemampuan pemimpin komunitas dalam melakukan komunikasi antarpribadi.
Untuk inilah perlu diadakan penelitian.
B. Rumusan Masalah
Masalah utama dalam penelitian ini adalah: bagaimanakah persepsi para
suster yunior FSE tentang komunikasi antarpribadi antara mereka dengan
pemimpin komunitas dalam bimbingan pribadi? Masalah tersebut dirumuskan
secara spesifik sebagai berikut:
7
1. Bagaimanakah persepsi para suster yunior kongregasi FSE angkatan 2002–
2008 tentang komunikasi antarpribadi antara mereka dengan pemimpin
komunitas dalam bimbingan pribadi?
2. Bagaimanakah persepsi para suster yunior kongregasi FSE angkatan 2002–
2008 tentang setiap unsur komunikasi antarpribadi antara mereka dengan
pemimpin komunitas dalam bimbingan pribadi?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah memperoleh gambaran tentang persepsi suster
yunior kongregasi FSE angkatan 2002–2008 tentang komunikasi antarpribadi
antara mereka dengan pemimpin komunitas dalam bimbingan pribadi sebagai
bahan masukan untuk perbaikan atau peningkatan efektivitas pembinaan hidup
membiara.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi suster yunior FSE,
pemimpin komunitas FSE, peneliti, dan peneliti lain.
1. Bagi Suster Yunior FSE
Penelitian ini diharapkan dapat membantu suster yunior untuk menyadari
pentingnya meningkatkan efektivitas komunikasi antarpribadi dalam rangka
pembinaan.
8
2. Bagi Pemimpin Komunitas FSE
Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan kepada pemimpin
komunitas dalam rangka meningkatkan efektivitas komunikasi antarpribadi
dalam bimbingan pribadi.
3. Bagi Peneliti
Penelitian ini menyadarkan peneliti bahwa peneliti sebagai seorang konselor
perlu meningkatkan kemampuan dalam komunikasi antarpribadi agar mampu
menjalin relasi yang akrab sehingga proses pembinaan dapat lancar.
4. Bagi Peneliti Lain
Penelitian ini dapat menjadi sumber inspirasi bagi peneliti lain yang ingin
mendalami komunikasi antarpribadi dalam rangka pembinaan seperti
pembinaan para suster yunior di kongregasi FSE.
E. Definisi Operasional
Untuk mempermudah pemahaman tentang penelitian ini, berikut
dijelaskan defenisi operasional dari beberapa istilah:
1. Deskripsi dalam penelitian ini menunjuk pada upaya menggambarkan
persepsi para suster yunior kongregasi FSE tentang komunikasi antarpribadi
antara pemimpin komunitas dengan mereka.
2. Persepsi dalam penelitian ini diartikan sebagai pendapat, pandangan atau
keyakinan para suster yunior tentang komunikasi antarpribadi antara
9
pemimpin komunitas dan para suster yunior kongregasi FSE angkatan
2002−2008 dalam bimbingan pribadi.
3. Komunikasi antarpribadi dalam penelitian ini diartikan sebagai interaksi yang
terjadi antara suster yunior dengan pemimpin komunitas dalam bimbingan
pribadi dengan mengusahakan terjadi pembukaan diri, saling membangun
kepercayaan, saling mendengarkan sambil memahami, saling
mengungkapkan perasaan secara verbal dan non verbal, dan saling menerima
dan mendukung, seperti yang dimaksudkan dalam kuesioner.
4. Bimbingan pribadi adalah pendampingan secara individual yang
dilaksanakan oleh pemimpin komunitas dengan suster yunior yang dibinanya
minimal satu kali dalam tiga bulan. Dalam pertemuan ini dibicarakan secara
terbuka aspek-aspek atau isi pembinaan yaitu kepribadian, kharisma,
fransiskan, hidup religius dan kerasulan.
5. Suster yunior adalah suster yunior angkatan 2002−2008 di Kongregasi FSE
BAB II
KAJIAN TEORITIS
Pada bab ini diuraikan enam hal, yaitu hakekat persepsi, Kongregasi
Fransiskanes Santa Elisabeth, pembinaan para suster yunior, pemimpin
komunitas, bimbingan pribadi, dan komunikasi antarpribadi.
A . Hakekat Persepsi
1. Pengertian Persepsi
Proses didahului oleh penginderaan, yaitu proses yang berwujud
diterimanya stimulus oleh individu melalui alat reseptornya (Walgito, 1993: 53).
Menurut Harjana (2003: 42) persepsi adalah pandangan orang tentang kenyataan.
Persepsi merupakan proses yang kompleks dilakukan orang untuk memilih,
mengatur, dan memberi makna pada kenyataan yang dijumpai disekelilingnya.
Menurut Rakhmat (2005: 51) persepsi adalah pengalaman tentang obyek,
peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan
informasi dan menafsirkan pesan.
Persepsi merupakan suatu tanggapan terhadap suatu obyek, peristiwa atau
pengalaman tertentu yang dapat diterima dan dimengerti oleh penerima
rangsangan atau stimulus sehingga diperoleh pengetahuan tentang lingkungan
sekitar. Stimulus adalah segala sesuatu yang mengenai reseptor sehingga
organisme menjadi aktif (Walgito, 2004: 87).
Berdasarkan beberapa pengertian persepsi di atas, peneliti mengartikan
persepsi sebagai cara para suster yunior menangkap/ menafsirkan pesan dan
memaknai pesan yang diterima secara langsung dari pemimpin komunitas saat
11
bimbingan pribadi dalam rangka proses memperkembangkan diri dalam lima
aspek pembinaan.
2. Faktor-faktor yang sangat mempengaruhi persepsi suster yunior
Persepsi dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu: (a) faktor perhatian
(Attention) (b) faktor fungsional, (c) faktor Struktural (Rakhamat, 2005: 52-59).
Beberapa faktor di atas akan dijelaskan berikuti ini:
a. Faktor perhatian (Attention)
Perhatian adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli
menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah. Perhatian
mempengaruhi persepsi manusia dan stimuli itu diperhatikan karena mempunyai
sifat-sifat yang menonjol antara lain: gerak, intensitas stimuli, kebaruan dan
perulangan. Dalam konteks bimbingan pribadi, suster yunior dengan pemimpin
komunitas dibutuhkan perhatian (indera/mata) agar pesan verbal dan non verbal
yang diterima menimbulkan persepsi tertentu.
b. Faktor fungsional
Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-
hal lain yang termasuk faktor personal yang menentukan persepsi, bukan jenis
atau bentuk stimuli, tetapi karateristik orang yang memberikan respon pada
stimuli itu. Krech dan Crutchfield merumuskan dalil persepsi yang pertama:
persepsi bersifat selektif secara fungsional (Rahkmat, 2005: 56). Artinya obyek-
obyek yang mendapat tekanan dalam persepsi kita biasanya obyek yang
memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi. Dalam konteks bimbingan
pribadi suster yunior dengan pemimpin komunitas mempunyai tujuan yaitu
12
membantu suster yunior agar berkembang dalam panggilan. Persepsi bersifat
selektif artinya pesan yang diterima berdasarkan fungsional.
c. Faktor sturktural
Faktor-faktor struktural berasal semata-mata dari stimuli fisik dan efek-
efek saraf yang ditimbulkannya pada system syaraf individu. Maksudnya kita
mempersepsikan sesuatu, kita mempersepsikan secara keseluruhan dengan kata
lain jika kita ingin memahami suatu peristiwa, kita tidak dapat meneliti fakta-fakta
yang terpisah, kita harus memandangnya dalam hubungan keseluruhan. Untuk
memahami seseorang, kita harus melihatnya dalam konteksnya, lingkungannya
dan dalam masalah yang dihadapinya. Dalam konteks bimbingan pribadi, suster
yunior dengan pemimpin komunitas tentu mempersepsikan secara keseluruhan
proses berlangsungnya bimbingan pribadi.
3. Syarat terjadinya persepsi
Beberapa syarat agar individu dapat menyadari dapat mengadakan
persepsi (Walgito, 1993: 54):
a. Obyek yang dipersepsi menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau
reseptor. Stimulus dapat datang dari luar dan langsung mengenai alat indera
(reseptor), yang datangnya dari luar atau dapat datang dari dalam, yang langsung
mengenai syaraf penerima (sensoris). Stimulus yang diterima Secara psikologis
dapat mempengaruhi persepsi .
13
Dalam konteks bimbingan pribadi, pertemuan antar suster yunior dengan
pemimpin komunitas adanya obyek pembicaraan. Dalam pertemuan bimbingan
pribadi suster yunior dengan pemimpin komunitas mempunyai tujuan untuk itu
obyek pembicaraan sangat berdampak pada suster yunior dan pemimpin
komunitas dalam rangka pembinaan.
b. Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimuli, di samping
itu harus ada pula syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimuli yang di
terima reseptor ke pusat susunan syaraf yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Dalam
konteks bimbingan pribadi, suster yunior dan pemimpin komunitas perlu
memfungsikan alat indera (mata) dengan baik agar pesan yang secara tepat
dalam rangka membantu suster yunior berkembang dalam panggilan.
c. Menyadari atau mengadakan persepsi terhadap sesuatu dengan tepat diperlukan
adanya perhatian. Perhatian merupakan langkah pertama dalam mengadakan
persepsi. Dalam konteks bimbingan pribadi suster yunior dengan pemimpin
komunitas syarat utamanya terjadinya persepsi adalah adanya perhatian. Artinya,
dalam bimbingan pribadi suster yunior dengan pemimpin komunitas pentingnya
perhatian pada suatu obyek (pesan secara verbal maunpun non verbal) yang
dikirim maupun yang diterima agar suster yunior maupun pemimpin komunitas
dapat menangkap, menginterpertasikan serta memaknai pesan secara verbal
maupun non verbal dalam proses bimbingan pribadi. Dengan demikian suster
yunior maupun pemimpin komunitas dapat memberikan umpan balik secara
positif terhadap pesan yang diterimanya.
14
B. Kongregasi Fransiskanes Santa Elisabeth
1. Gambaran Singkat tentang Kongregasi Fransiskanes Santa Elisabeth
(FSE)
a. Kongregasi Fransiskanes Santa Elisabeth di Belanda
Kongregasi FSE lahir di Belanda (Breda) pada tanggai 1 Agustus 1880.
Pendiri Kongregasi FSE yaitu Sr. M. Matilda Leenders. Ia lahir tahun1825 dengan
nama Wilhelmina Leenders. Ayahnya bernama Adrianus Leenders dan Ibunya
Gertrude Saes. Wilhelmina Leenders dibesarkan dalam keluarga yang baik dan
beriman. Sejak kecil, orangtuanya memperkenalkan hidup menggereja sehingga ia
tumbuh menjadi seorang yang beriman, pribadi yang berwatak kuat, bijaksana,
penuh kehati-hatian dan ramah, serta peka pada situasi lingkungan. Suster M.
Mathilda sebelumnya berasal dari Kongregasi Fransiskanes Alles Voor Alen
( Konstitusi, 2000: A).
Tahun 1880 di Negeri Belanda terjadi perang oleh karena itu banyak
orang mengalami kemiskinan dan penderitaan. Pada zaman itu, perhatian terhadap
orang sakit dan jompo kurang, sehingga banyak orang sakit dan jompo meninggal
tanpa mendapat pelayanan dan perawatan yang layak. Situasi ini menjadi
keprihatinan bagi pihak Gereja, terutama dari Mgr.Henricus van Beek Pr sebagai
Uskup Breda pada waktu itu, hatinya tergerak untuk ikut ambil bagian dalam
meringankan penderitaan mereka. Didorong oleh keprihatinan ini, ia mencari
tenaga yang bersedia untuk melayani orang sakit dari rumah ke rumah Biara. Ia
15
tidak mengenal lelah mengetuk pintu biara-biara yang berkarya di bidang
kesehatan, antara lain Biara di Antwerpen dan menawarkan rencananya kepada
mereka tetapi gagal. Kemudian, Mgr. Henricus van Beek, Pr mengetuk Biara
Fransiskanes Alles Voor Allen (Mater Dei) dari Haagdijk.
Pada awalnya, Pemimpin Biara Mater Dei merasa berat menerima tawaran
dari Mgr. Henricus van Beek, Pr karena ada ketakutan, apakah cara hidup sebagai
peniten recolectin (pertobatan secara terus-menerus) dapat dipertahankan, apabila
para susternya hidup di luar Biara Mater Dei dengan situasi pelayanan yang
ditawarkan? Oleh karena itu Mgr.Henricus van Beek, Pr yang sudah mengenal
Sr.Mathilda sebagai seseorang yang memiliki pribadi yang kuat dan beriman
teguh mengatakan kepada Pimpinan Biara Mater Dei, bahwa Sr.Mathilda
Leenders memiliki kemampuan untuk melayani orang sakit dan terlantar karena
korban perang
Akhirnya tanggal 29 Juli 1880, Mgr Henricus van Beek Pr menerima Sr-
Mathilda Lennders dan Sr.Anna van Dun, yang bersedia membantu dengan
kerelaan sendiri seizin pemimpinnya. Dalam waktu singkat, Mgr Henricus van
Beek Pr mencari tempat tinggal sementara, yaitu sebuah rumah yang memiliki
beberapa kamar kecil dengan perabot yang sangat sederhana yang terletak di St.
Yanstraat milik Bruder dari Huybergen di belakang Gereja St. Antonius. Beberapa
lama kemudian, kedua suster ini dibantu oleh Sr. Bertha dan Sr.Juliana dari Biara
Fransiskanes Alles Voor Allen (Mater Dei). Namun setelah 9 (sembilan) bulan
mereka kembali lagi ke biara asal. Pelayanan dan cara hidup kedua suster ini
16
sangat menarik perhatian gadis-gadis. Oleh karena itu dalam waktu yang singkat,
dua gadis yang sudah pernah bekerja di Rumah Sakit Harlem tertarik dan
bergabung dengan mereka, yakni Bertha dan Maria Berlage. Kedua calon ini
dititipkan sementara untuk dididik di Biara Mater Dei, kemudian mereka kembali
mengikuti Sr.Mathilda. Demikianlah dari hari ke hari semakin banyak gadis-gadis
bergabung dalam kelompok ini. Sr.Mathilda Leenders melihat perkembangan ini,
ia akhirnya meminta kepada Mgr.Henricus van Beek Pr supaya kelompoknya
dijadikan sebagai sebuah Kongregasi.
Pada tanggal 1 Agustus 1880, kelompok ini resmi menjadi sebuah
Kongregasi baru dengan nama: “Kongregasi Religieuze Penitenten Recolectinen
van Deheilige Franciscus van Asissi” dan Sr.Mathilda diangkat sebagai
Pemimpin Umum. Pedoman hidup Kongregasi baru ini memilih dan menghidupi
cara hidup Ordo III Regular Santo Fransiskus dari Asissi, yang sudah dihidupi
oleh Sr.Mathilda Leenders dan Sr.Anna van Dun dari Biara asal (Mater Dei).
Sesuai dengan pelayanan yang diperjuangkan dan dilaksanakan Para Suster FSE
selama ini, sejak awal, Kongregasi ini dipercayakan pada perlindungan “Santa
Elisabeth dari Hongaria”, karena Santa Elisabeth diteladani Gereja Katolik
sebagai pencinta orang-orang ”miskin dan menderita, khususnya orang-orang
sakit.”Semasa hidupnya, Santa Elisabeth sangat tertarik dengan kehidupan yang
sederhana dan menjadi pelayan bagi orang-orang miskin dan menderita. Santa
Elisabeth berpedoman pada Sabda Kristus yang mengatakan: ”Kamu hanya
mempunyai satu guru, yakni Kristus dan kalian semua bersaudara” (Mat 23: 8).
Kehidupan Fransiskus Asissi menjadi perhatian besar bagi dirinya, ia menjadi
17
anggota pertama dari Ordo ke III Regular di Jerman. Dan sekarang, Kongregasi
baru ini disebut “Kongregasi Fransiskanes Santa Elisabeth (FSE)” .
b. Kongregasi Fransiskanes Santa Elisabeth di Indonesia
Pada tahun 1922, Mgr Mathias Brans OFMCap menjabat sebagai
pemimpin misi di Sumatera Utara ingin mengembangkan pelayanan pastoral
sosial karitatif (kesehatan) di daerah misinya. Melalui Mgr. Petrus Hopmans,
OFMCap mengajukan permintaan kepada Pemimpin Umum Kongregasi FSE agar
membuka komunitas dan karya baru di Indonensia. Pada tahun 1924, Moedeer
Asisia sebagai Pemimpin Umum Kongregasi FSE di Belanda mengumumkan
bahwa sudah diputuskan akan dibuka misi baru FSE di negara Indonesia.
Pada tanggal 16 juli 1924, empat suster (Sr.Pia, Sr.Philothea, Sr.Gonzaga,
dan Sr. Antoninette) diutus ke Indonesia. Pada tanggal 29 September 1925, FSE
hadir di Indonesia, tepatnya di Medan (Sumatera utara). Setibanya di Medan,
mereka menempati sebuah rumah yang beralamat di 1de Wolf. Di rumah tersebut
selama empat bulan, mereka kemudian pindah ke Jl. Padang Bulan, yang sekarang
dikenal dengan Jl. S. Parman Kompleks SMA St. Thomas. Di rumah inilah,
mereka merawat orang-orang sakit, sekaligus menjadi Biara sementara.
Beberapa bulan kemudian mereka mendirikan sebuah asrama yang
bernama ”Internaat Assisia”. Asrama ini digunakan untuk menampung anak-anak
miskin dan terlantar. Kemudian, tanggal 11 Februari 1929, mereka mendirikan
rumah sakit di Jln. Imam bonjol No.38 Medan. Di tempat yang sama dibangun
juga rumah biara yang diresmikan pada tanggal 19 November 1929. Pada tanggal
18
1 Februari 1934 dibangun sebuah rumah untuk menampung para penderita TBC,
sekaligus tempat mengasuh anak-anak (Santa Lidwina) di Berastagi.
Awalnya, karya kesehatan berjalan dengan baik, akan tetapi situasi politik
di Indonesia yang kurang menguntungkan pada saat itu (perang antarJepang
dengan Indonesia). Keadaan tersebut memaksa para suster menyerahkan rumah
sakit ke tangan tentara Jepang untuk menjadi markas tentara. Suster-suster
ditawan dan dimasukkan ke Kamp penjara. Akibat dari siksaan, tekanan, dan
kekejaman banyak suster yang meninggal dunia, di antaranya Sr- Philotea. Pada
tahun 1945 perang berakhir dan suster-suster dibebaskan. Mereka menyangka
bahwa setelah dibebaskan akan segera berkarya di rumah sakit, tetapi
kenyataannya lain. Suster-suster ditampung di suatu tempat bersama tawanan lain
untuk berlindung terhadap bahaya revolusi.
Kemudian, pada akhir tahun 1947, rumah suster dikembalikan kepada para
suster dan mereka mulai tinggal di sana. Rumah sakit mulai berjalan lebih lancar
dan tenaga-tenaga muda mulai berdatangan dari Belanda, walaupun mereka masih
bekerja di bawah pengawasan pemerintah Belanda. Pada tanggal 4 Mei 1950 atas
kesepakatan Dr. T. Mansyur dengan Dinas Volksgezondheid secara resmi rumah
sakit Santa Elisabeth diserahkan kembali kepada Kongregasi FSE.
Para suster FSE mulai berkarya kembali, pada tahun 1950 dan 1951,
banyak gadis setempat mulai menggabungkan diri dalam Kongregasi FSE dan
menjalani pendidikan di Belanda. Kemudian calon bertambah, akhirnya
Kongregasi ini memutuskan untuk mendirikan Novisiat di Jl. Slamet Riyadi 10,
19
Medan pada 19 November 1955. Kongregasi FSE, baik di Indonesia maupun di
Belanda mewarisi semangat dan motto dari Mgr. Henricus van Beek, Pr dan Sr.M.
Mathilda Leenders: “Ketika Aku Sakit Kamu Melawat Aku.”(Mt. 25:36). Jauh di
balik motto ini, tertuang suatu kekayaan karunia Allah. Karunia inilah yang
menjiwai dan menyemangati seluruh gerak hidup anggota Kongregasi FSE.
Semangat ini tersimpul dalam rumusan Kharisma Kongregasi Fransiskanes Santa
Elisabeth: “Daya Kasih Kristus yang menyembuhkan orang-orang Kecil dan
menderita sampai rela mati di kayu salib. Nilai-nilai hidup yaitu kasih,
Penyembuhan, pengampunan.
Nilai-nilai hidup tersebut yang menjiwai para suster FSE dalam
pengabdian kepada Tuhan dalam karya-karya Kongregasi FSE baik di Indonesia
maupun di Belanda. Karya-karya Kongregasi FSE di Indonesia bergerak di
beberapa bidang pelayanan. Karya-karya Kongregasi tersebut misalnya: Rumah
Sakit, Asrama, Panti Asuhan, Panti kusta. Pendidikan formal (Play Group, TK,
SD, SMP, SMA, dan PT). Kongregasi FSE ada di lima Keuskupan, yaitu
Keuskupan Agung Medan, Keuskupan Agung Jakarta, Keuskupan Pangkal
Pinang, Keuskupan Agung Samarinda, Keuskupan Atambua, dan Keuskupan
Agung Semarang.
Dilihat dari segi keanggotaan para suster FSE terdiri dari suster yunior,
medior dan senior. Semua anggota berjuang untuk menghidupi nilai-nilai yang
diwarisi oleh pendiri Kongregasi dan diwujudkan lewat hidup doa, persaudaraan
dan karya. Sebagai suster yang sudah medior dan senior sudah mantap dan
matang dalam menghayati hidup sebagai FSE. Akan tetapi, suster yunior dianggap
20
sebagai generasi penerus Kongregasi mereka mempunyai cita-cita yang luhur
ingin menjadi FSE yang baik belumlah mantap maka perlu mendapatkan
pembinaan secara progresif agar semakin dewasa dan akhirnya menggabungkan
diri secara penuh dalam kongregasi FSE. Oleh karena itu demi kelangsungan
keanggotaan Kongregasi FSE dan karyanya, pihak Kongregasi menyediakan
sarana dan program untuk membina para suster yunior karena mereka inilah yang
kelak akan melanjutkan karya kongregasi.
Tujuan program pembinaan untuk para suster yunior adalah agar mereka
semakin dewasa dalam ke lima aspek pembinaan yaitu Kepribadian, Kharisma,
Hidup religius/doa dan Kaul, Fransiskan, dan Apostolik. Pembinaan di kongregasi
FSE ditempuh dengan berbagai bentuk Misalnya: melalui jenjang pendidikan
formal dengan memberikan kesempatan kepada para suster yunior studi secara
formal (kuliah, less) dan non formal (kursus, seminar, Ret-ret, weekend, refleksi,
latihan rohani, bimbingan). Dalam proses perkembangan panggilan sebelumnya,
suster yunior diwajibkan untuk mengikuti tahap-tahap pembinan dasar di
Kongregasi FSE. Tahap-tahap itu meliputi: masa postulant, masa novisiat, dan
masa yuniorat. Pembinaan masa postulant dan novisiat berlangsung di rumah
pembinaan. Dari ketiga tahap pembinaan tersebut, peneliti hanya memfokuskan
pada pembinaan masa yuniorat yang dilaksanakan melalui salah satu bentuk
pembinaan yaitu bimbingan pribadi dan akan diuraikan sebagai berikut:
21
2. Pembinaan Para Suster Yunior Kongregasi FSE di Indonesia
Kongregasi FSE sungguh-sungguh menyadari bahwa setiap tarekat
melakukan pembinaan untuk semua anggota secara intensif dan kontinyu.
Pembinaan tersebut disempurnakan sesudah profesi pertama. Tujuan pembinaan
agar dapat anggota mampu menghayati khas tarekat secara lebih penuh dan
mampu melaksanakan perutusan mereka secara lebih tepat (Kan, 659).
Untuk itu para suster yunior dikenal dengan istilah masa profesi
sementara. Pada masa ini, suster yunior wajib menjalani masa pembinaan sebagai
lanjutan dari masa novisiat dan mereka tinggal di komunitas-komunitas.
Pendidikan dasar dalam Kongregasi FSE melalui tiga tahap, yaitu postulat,
novisiat, dan masa profesi sementara. Pada tahap-tahap ini diharapkan calon
semakin berkembang dan menjadi matang dalam kelima aspek pembinaan
sehingga akhirnya ia mampu hidup seturut Konstitusi, Statuta, dan Anggaran
Dasar Ordo ketiga Regular.
Beberapa metode pembinaan yang dilaksanakan oleh Kongregasi dalam
rangka membantu suster yunior agar berkembang dalam panggilan sebagai FSE
melalui lima aspek pembinaan: Kepribadian, Kharisma, Fransiskan, Hidup
religius/kaul,doa, dan aspek apostolat/kerasulan (Statuta, 2000 pasal 4: 64.1) salah
satunya yaitu metode bimbingan pribadi. Dalam tulisan ini peneliti hanya mau
menyoroti metode bimbingan pribadi dan diharapkan metode ini dapat membantu
suster yunior agar semakin berkembang mencapai cita-citanya sebagai FSE yang
22
baik. Untuk itu suster yunior diwajibkan menerima bimbingan dari tim pembina
secara intensif.
Tujuan bimbingan pribadi adalah membantu suster yunior agar yunior
mampu mengenal dirinya secara lebih baik dalam prosesnya mencapai cita-cita
menjadi suster FSE yang baik. Adapun Tim Pembina yang dimaksud: Pemimpin
komunitas, pemimpin karya dan pembimbing rohani. Di bawah ini akan diuraikan
aspek pembinaan yang ingin dikembangkan melalui proses bimbingan pribadi
suster yunior dengan pemimpin komunitas adalah sebagai berikut:
a. Aspek Kepribadian
Kepribadian yaitu semua yang melekat pada diri suster yunior (sifat, sikap,
watak,temparamen,perilaku,bakat) yang dapat mempengaruhi perkembangan
panggilan suster yunior sebagai suster FSE. Dalam konteks pembinaan aspek
kepribadian: pengenalan dirinya dengan segala kekuatan dan kelebihan, bakat-
bakat, sifat, watak, sikap, pengalaman hidup. Pembinaan pada aspek ini meliputi:
pengenalan diri, penerimaan diri, pemahaman diri, kepercayaan diri (Tim
Pembina, 2006: 13).
b. Aspek Kharisma
Kharisma adalah anugerah Allah dalam Roh kudus kepada seseorang demi
pengabdian kepada gereja/daya kehidupan yang datang dari Roh untuk
menghayati hidup dan membangun kerajaan Allah di Dunia (Tim Pembina, 2006).
Dalam konteks pembinaan, aspek kharisma yaitu semangat yang diwariskan oleh
23
pendiri dan menggerakkan mereka untuk mendirikan kongregasi FSE kemudian
diwariskan kepada anggotanya. Adapun Kharisma Kongregasi FSE yaitu “Daya
Kasih Kristus yang menyembuhkan orang sakit dan menderita sampai rela wafat
disalib” Nilai-nilai yang ingin dibatinkan dalam Kharisma yaitu memiliki sikap
kerelaan berkorban dan menderita, memiliki semangat kasih yang
menyembuhkan, memiliki sikap rendah hati (Tim Pembina, 2000). Oleh karena
itu, penting suster yunior dibantu agar mampu mewujudkan Kharisma dalam
hidup sebagai FSE.
c. Aspek Fransiskan
Fransiskan berasal dari kata Fransiskus dari Asisi artinya para pengikut
semangat dan cara hidup yang khas bapa Santo Fransiskus Asisi yaitu hidup
dalam semangat Injil dengan mendengarkan Roh dan hidup di hadirat Allah
seperti bapa Fransiskus dari Asissi yang seluruh hidupnya menjadi doa,
pengosongan diri (bergantung pada Allah), gembira dalam persaudaraan, dan
pendamai. Dasar yang diimani oleh Fransiskus yaitu Allah adalah kasih. Maka ia
berusaha mewujudkan kasih itu secara nyata dengan mengganggap semua
saudara. Selain itu semangat doanya yang membuat hidupnya sungguh menjadi
doa (Syukur, 2007: 25). Adapun nilai-nilai yang mau dihayati yaitu: Kedinaan,
kerendahan hati, cinta Damai, kegembiraan sejati yang tercermin dalam kesaksian
hidup dengan semangat pengampunan, semangat persaudaraan, semangat
pertobatan secara terus menerus, keberpihakkan pada orang-orang kecil (AD Reg
III, 1997, pasal 1: 9-11).
24
d. Aspek Hidup Religius
Hidup religius merupakan suatu pola hidup yang disucikan, atau
dibaktikan kepada Allah. Allah memanggil dan manusia menjawabnya, dengan
cara yang khusus yaitu memasuki salah satu cara hidup bakti. Hidup bakti
dibedakan dari status hidup yang lain dalam gereja karena adanya kaul kebiaraan
yang mewajibkan seorang religius untuk mentaati nasihat-nasihat Injili. Nasihat
injili yang dikenal dengan istilah Kaul kemurnian, kemiskinan dan ketaatan
(Martino, 2003: 3).
Hidup yang dibaktikan dengan pengikraran nasihat-nasihat Injili adalah
bentuk kehidupan orang beriman dengan mengikuti Kristus secara lebih dekat atas
dorongan Roh Kudus, dipersembahkan secara utuh kepada Allah yang paling
dicintai, agar demi kehormatan bagiNya dan demi pembangunan gereja serta
keselamatan bagi dunia, mereka dilengkapi dengan alasan baru dan khusus,
mengejar kesempurnaan cinta kasih dalam pelayanan kerajaan Allah dan sebagai
tanda unggul Gereja mewartakan kemuliaan surgawi”(Kanon, 573.1).
Selain itu, dalam Perectae Caritatis, konsili Vatikan II dengan jelas
memberikan petunjuk mengenai profesi religius, yang berupa kemurnian,
kemisikinan dan ketaatan semuanya diarahkan demi kerajaan surga. Dalam
perfectae Caritatis no. 12 tentang kemurnian dikatakan sebagai berikut:
kemurnian demi kerajaan (Mat 19:12), yang diikrarkan oleh para religius.
Kemurnian merupakan istilah yang luas, lebih tepat yaitu hidup wadat atau hidup
tak menikah yang dipandang sebagai karunia Allah (LG.42 dan PC 14) dan
dijalankan demi kerajaan Allah yang dikenal dengan tanda eskatologis atau
25
kebahagiaan hidup yang akan datang dan merupakan sumber kesuburan melimpah
dalam hati tak terbagi dalam (Kanon, 599).
Kaul kemiskinan dengan mengikuti jejak Kristus yang miskin meskipun
kaya menjadi miskin demi kita, hidup dalam kenyataan dan dalam semangat hidup
kerja dalam kesederhanaan dan jauh dari kekayaan duniawi disamping itu
membawa serta ketergantungan dan pembatasan dalam hal penggunaan serta
penentuan harta-benda menurut peraturan hukum masing-masing tarekat (Kan.
600).
Dalam konteks hidup sebagai Fransiskan, hidup dalam kemiskinan berarti
semuanya hendaklah berusaha hidup mengikuti kerendahan hati dan kemiskinan
Tuhan kita Yesus Kristus: Dia sekali pun kaya melampaui segalanya, mau sendiri
memilih sendiri kemiskinan di dunia ini bersama Bunda-Nya, Perawan yang amat
terberkati Dia telah telah menghampakan diri-Nya sendiri. Hendaklah mereka
ingat bahwa dari segala barang dunia ini, tidak ada perlu kita miliki selain di
katakan Rasul: Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah itu untuk kita
waspadalah terhadap uang. Mereka juga harus bergembira, apabila mereka hidup
di tengah orang-orang kecil dan dipandang hina, miskin dan lemah, orang sakit
dan orang berkusta yang serta para pengemis di pinggir jalan (AD Reg III,1997
pasal 6: 21).
Kaul ketaatan yang dihayati dengan meneladani Kristius, yang
makananNya melaksanakan kehendak Bapa (bdk, Yoh 4:34). Memiliki kesadaran
penuh bahwa siap sedia melakukan kehendak Allah. Untuk hidup doa (semangat
26
hidup doa, Ekaristi, ibadat harian, meditasi, devosi, bacaan rohani, dan latihan-
latihan rohani,).Jadi nilai-nilai kaul yaitu semangat menghayati kaul kemurnian
dengan hidup wadat tak menikah, kaul kemiskinan dengan semangat tidak terikat
hidup lepas bebas, kesederhanaan, dan kaul ketaatan dengan siap sedia melakukan
kehendak Bapa.
e. Aspek Apostolat (kerasulan)
Saudara–saudari hendaknya mengasihi Tuhan dengan segenap jiwa dan
dengan segenap akal budi dan segenap kekuatan, serta mengasihi sesamanya
seperti dirinya sendiri. Hendaklah mereka meluhurkan Tuhan dalam segala
pekerjaan mereka, sebab itulah ia mengutus mereka keseluruh dunia, yakni untuk
menjadi saksi suara-Nya dengan perkataan dan perbuatan dan untuk
memberitahukan kepada semua orang, bahwa tak ada yang Mahakuasa selain Dia
(AD Reg III, 1997 pasal 9: 29−31).
Nilai hidup pada aspek ini adalah semangat merasul atau melayani sesuai
dengan Kharisma Kongregasi yang tampak dalam kata, perbuatan, sikap dalam
pelayanan (sikap damai, rela berkorban, murah hati, rendah hati). Pada aspek
kerasulan tersebut suster yunior dibantu agar melayani dengan baik melalui tugas
perutusan yang dipercayakan oleh Kongregasi. Selain hal tersebut di atas, untuk
membantu perkembangan para suster yunior secara menyeluruh, Pemimpin
Umum beserta Stafnya mempercayakan suster yunior kepada pemimpin
komunitas menjadi teman seperjalan dalam panggilan. Upaya pihak Kongregasi
27
untuk membina para suster yunior melalui kegiatan bimbingan pribadi dengan
pemimpin komunitas. Berikut ini akan diuraikan tentang pemimpin komunitas.
3. Pemimpin Komunitas di Kongregasi FSE
a. Pengertian Pemimpin Komunitas
Pemimpin Komunitas adalah seseorang yang dipilih secara sah dan
mendapat kepercayaan oleh anggota persaudaraan FSE untuk melayani
persaudaraan dalam suatu komunitas (Konstitusi, 2000 Pasal 156). Ada lima tugas
pemimpin komunitas. Kelima tugas pemimpin komunitas itu adalah bertanggung
jawab membina kesatuan hati serta sikap saling percaya antar-anggota komunitas,
bertanggung jawab membimbing saudara yang dipercayakan kepadanya di
komunitas, bertanggung jawab menentukan waktu untuk bimbingan anggota
secara perorangan ataupun kelompok, bertanggung jawab melaksanakan
bimbingan pribadi dengan kaul sementara sekali 3 (tiga) bulan, bertanggung
jawab mendorong dan mengingatkan suster berkaul sementara dalam pelaksanaan
bimbingan pribadi, maupun pembinaan-pembinaan yang diprogramkan oleh
Kongregasi FSE (Statuta 2000, psl 64:1).
b. Peran Pemimpin Komunitas dalam Bimbingan Pribadi
Dari beberapa tugas dan tanggung jawab pemimpin komunitas di atas,
peneliti memfokuskan pada peranan pemimpin komunitas melakukan bimbingan
pribadi dengan suster yunior. Dalam bimbingan pribadi terjadi dialog yang
mendalam antarpemimpin komunitas dengan suster yunior. Komunikasi yang
28
mendalam artinya relasi timbal balik antarpemimpin komunitas dengan suster
yunior dalam rangka membantu suster yunior agar berkembangan dalam
panggilan melalui kelima aspek pembinaan. Agar tujuan bimbingan pribadi
tercapai, pemimpin komunitas harus menjalin komunikasi yang baik dengan orang
yang dibimbingnya.
Kegiatan bimbingan pribadi bagi suster yunior bertujuan untuk membantu
para suster yunior agar berkembang dalam panggilannya sebagai religius melalui
kelima aspek pembinaan tersebut. Kedewasaan para suster yunior dalam kelima
aspek pembinaan tersebut memampukan mereka mengenal diri secara lebih baik.
Sehingga suster yunior dapat menentukan pilihan dan mengambil keputusan yang
tepat secara bertanggungjawab untuk bergabung secara penuh atau tidak dalam
Kongregasi.
Pembinaan dasar melalui bimbingan pribadi bagi suster yunior di
Kongregasi Fransiskanes Santa Elisabeth merupakan saat istimewa. Artinya,
pemimpin komunitas dan persaudaraan memberikan pendampingan yang khusus
secara kontinyu kepada para suster yunior agar mampu berproses untuk mengikuti
Kristus menurut semangat Santo Fransiskus dari Asissi, Santa Elisabeth dan
tradisi tarekat. Masa pembinaan suster yunior disempurnakan sehingga seorang
suster yunior semakin mampu menghayati cara hidup khas Kongregasi FSE dan
melaksanakan perutusan secara lebih baik sambil mempersiapkan diri untuk Kaul
Kekal. Dalam rangka membantu proses perkembangan para suster yunior dalam
lima aspek pembinaan, pihak Kongregasi mewajibkan suster yunior mengikuti
bimbingan pribadi dengan pemimpin komunitas minimal satu kali dalam tiga
29
bulan. Adapun pengertian dan tujuan bimbingan pribadi akan diuraikan lebih
lanjut dibagian berikut ini.
4. Bimbingan Pribadi di Kongregasi FSE
Di Kongregasi FSE Indonesia suster yunior menerima bimbingan pribadi
dari pemimpin komunitas dalam rangka pembinaan. Pemimpin komunitas
memberikan bimbingan pribadi kepada suster yunior sebanyak sekali dalam tiga
bulan. Tujuan bimbingan pribadi yaitu membantu suster yunior agar semakin
berkembang dalam kelima aspek kehidupan sebagai FSE, yaitu: Kepribadian,
Kharisma, Fransiskan, Hidup religius, dan Kerasulan. Untuk itu, berikut ini akan
dipaparkan tentang bimbingan pribadi
a. Pengertian Bimbingan Pribadi
Bimbingan pribadi adalah pendampingan secara individual yang
dilakasanakan oleh pemimpin komunitas dengan suster yunior yang
dibimbinganya minimal satu kali dalam tiga bulan dalam rangka pembinaan
dalam aspek-aspek pembinaan (Statuta pasal 4:64.1).
Bimbingan adalah proses membantu seseorang agar memahami dirinya
sendiri dan lingkungan hidupnya (Winkel, 1997: 66). Bimbingan adalah suatu
usaha melengkapi individu dengan pengetahuan, pengalaman, dan informasi
tentang dirinya sendiri agar mereka dapat menentukan pilihan dan menetapkan
tujuan secara tepat serta menyusun rencana realistis. Selain itu, bimbingan pribadi
berarti bimbingan dalam menghadapi keadaan batinnya sendiri dan mengatasi
berbagai pergumulan dalam batinnya sendiri, mengatur dirinya, menyesuaikan
30
dirinya dengan lingkungan dan sesamanya (Winkel, 1997: 142).
Bertolak dari gagasan tersebut, peneliti menyimpulkan bimbingan pribadi
adalah bantuan yang diberikan kepada individu agar ia semakin mengenal dirinya
baik itu kelemahan maupun kekuatan dirinya, memahami dirinya dan
lingkungannya, dengan demikian ia mampu mempergunakan sebaik mungkin
potensi diri untuk memperkembangkan dirinya dan mengatasi berbagai
pergumulan dalam batinnya dengan demikian ia mmpu mengatur dirinya dan
memperkembangkan diri secara efektif dan optimal.
Menurut Kongregasi FSE (Konstitusi, 2000: pasal 64.4) bimbingan pribadi
adalah dialog/wawancara suster yunior dengan pemimpin komunitas yang
dilakukan tiga bulan satu kali. Isi dari pembicaraan, yaitu suster yunior
mengungkapkan kepada pemimpin komunitas proses perkembangan ataupun
hambatan dalam panggilan yang dialaminya dalam bentuk refleksi (Statuta, 2000;
pasal 4: 64.3).
b. Tujuan Bimbingan Pribadi di Kongregasi FSE
Bimbingan pribadi di Kongregasi FSE bertujuan membantu para suster
yunior agar mereka semakin berkembang dalam kelima aspek pembinaan.
Pemimpin komunitas berperan membantu para suster yunior untuk bertumbuh dan
berkembang dalam hidup panggilannya sesuai dengan semangat Santo Fransikus
Asissi dan Santa Elisabeth yaitu hidup dalam pertobatan secara terus-menerus
yang merupakan sumber kegembiraan untuk saling berbagi, menerima,
menghargai demi mencapai kepenuhan hidup dalam Kristus.
31
Bimbingan pribadi bagi suster yunior menjadi sarana yang efektif untuk
berkomunikasi dengan pemimpin komunitas dan pengungkapan diri mengenai
pengalaman suka duka dalam menghayati kharisma, hidup persaudaraan/
fransiskan, ketiga Kaul, hidup doa, dan kerasulan. Dengan kata lain, dalam
bimbingan pribadi suster yunior mengungkapkan secara jujur dan terbuka
pengalaman suka dan dukanya dalam menghayati panggilan sebagai religius
sesuai dengan kekhasan Kongregasi.
Kongregasi memberikan kepercayaan kepada pemimpin komunitas untuk
membina para suster yunior agar mereka menghayati kekhasan Kongregasi dalam
hidup bersama dan karya kerasulan. Pemimpin komunitas membantu para suster
yunior untuk menghayati Spritiualitas Kongregasi: hidup dalam kegembiraan dan
semangat melayani orang kecil dan menderita. Hal ini diharapkan nampak dalam
kesaksian hidup mereka dalam persaudaraan, dan karya. Untuk mengetahui proses
perkembangan pada diri suster yunior dalam panggilannya, diadakanlah
wawancara khusus secara intensif antara suster yunior dan pemimpin komunitas
setiap tiga bulan satu kali. Agar tujuan kegiatan bimbingan pribadi dapat berjalan
dengan baik pemimpin komunitas perlu mampu mengoptimalkan komunikasi
antarpribadi.
32
C. Komunikasi Antarpribadi Pemimpin Komunitas dengan Suster Yunior di
Kongregasi FSE dalam Konteks Bimbingan Pribadi.
Komunikasi antarpribadi merupakan sarana yang efektif bagi para suster
FSE khususnya antara suster yunior FSE dengan pemimpin komunitas untuk
membangun relasi yang saling mendukung dalam panggilan. Berikut ini akan
dijelaskan yang dimaksud pengertian dan unsur-unsur komunikasi antarpribadi
dalam konteks pembinaan di- kongregasi FSE.
1. Pengertian Komunikasi Antarpribadi
Menurut Supratiknya, (1995) komunikasi antarpribadi adalah dialog antar
dua pribadi yang memiliki relasi dekat. Dalam konteks bimbingan pribadi,
komunikasi antarpribadi adalah dialog antar suster yunior dengan pemimpin
komunitas yang dilakukan secara intensif sekali tiga bulan.
2. Unsur-unsur Komunikasi Antapribadi
Komunikasi antarpribadi merupakan sarana yang efektif untuk menjalin
relasi yang akrab dan saling memperkembangkan diri. Untuk mencapai
komunikasi yang efektif dalam pembinaan para suster yunior FSE, suster yunior
dan pemimpin komunitas perlu mengoptimalkan lima unsur komunikasi
antarpribadi. Menurut Supratiknya (1995) unsur-unsur komunikasi antarpribadi
adalah sebagai berikut:
Unsur-unsur penting dalam komunikasi antarpribadi meliputi: (1) unsur
pembukaan diri, (2) unsur saling membangun kepercayaan, (3) saling
mendengarkan sambil memahami, (4) saling mengungkapkan perasaan secara
33
verbal dan non verbal (5) saling menerima dan mendukung. Berikut ini peneliti
akan menguraikan kelima unsur tersebut dan sekaligus mengkaitkannya dengan
komunikasi antar suster dengan pemimpin komunitas dalam bimbingan pribadi.
a. Unsur Pembukaan Diri (self-disclosure)
Pembukaan diri (self-disclosure) artinya pengungkapan reaksi atau
tanggapan kita terhadap situasi yang sedang kita hadapi serta memberikan
informasi tentang masa lalu yang relevan atau memahami tanggapan kita di masa
kini. Membuka diri berarti membagikan kepada orang lain perasaan kita terhadap
sesuatu yang telah dikatakan atau dilakukan, atau perasaan kita terhadap kejadian-
kejadian yang baru saja disaksikan bersama (Supratiknya, 1995:14).
Membuka diri di sini mengandung dua sisi yang berlangsung serentak atau
menunjukkan adanya hubungan timbal balik antar pengirim pesan dan penerima
pesan. Membuka diri berarti bersikap realistik. Karena itu perlulah bersikap jujur,
tulus dan otentik (Supratiknya,1995: 14–16). Selain itu membuka diri merupakan
langkah pertama ke arah pemahaman diri dan pembuatan keputusan. Artinya
seseorang itu berniat untuk mengubah perilaku yang menghambat ke perilaku
lebih efektif. Semakin banyak informasi diketahui mengenai diri kita dan orang
lain sebagai lawan bicara, komunikasi kita semakin jelas. Dengan demikian
semakin orang membuka diri, semakin berkurang daerah tersembunyi dan daerah
butanya (Supratiknya, 1995:17). Dengan mengurangi daerah tersembunyi, kita
semakin mengenali diri kita dan mempunyai kesempatan untuk memperbaiki
perilaku kita, misalnya perilaku yang kurang mendukung panggilan ke arah yang
34
lebih baik dan juga membuat kita semakin sehat secara psikologis. Membuka diri
juga berarti terbuka terhadap aneka umpan balik dari orang lain yang dapat
membantu meningkatkan pemahaman diri kita, yakni membuat kita sadar akan
aspek-aspek diri serta konsekuensi perilaku kita yang tidak pernah kita sadari
sebelumnya (Supratiknya, 1995: 20).
Dalam pembinaan melalui bimbingan pribadi diharapkan pemimpin
komunitas dan suster yunior memiliki sikap terbuka, jujur dan realistis. Sikap-
sikap ini memberi peluang bagi pemimpin komunitas dan suster yunior untuk
saling memperkembangkan panggilan dalam kelima aspek pembinaan. Misalnya:
suster yunior secara jujur dan tulus mengungkapkan kepada pemimpin komunitas
tentang kesulitannya untuk bangun pagi sehingga ia kerap kali terlambat untuk
doa bersama.
b. Unsur Saling Membangun Kepercayaan
Untuk membangun sebuah relasi, dua orang harus saling mempercayai.
Saling percaya dibangun lewat resiko dan peneguhan, serta dihancurkan lewat
resiko dan penolakan. Adapun langkah-langkah dalam membangun kepercayaan
yaitu: pertama pribadi A mengambil resiko dengan megungkapkan
pikiran,perasaan, dan reaksinya terhadap situasi kepada B. Kedua, pribadi B
menanggapi pikiran, perasaan, dan reaksinya terhadap situasi A.Unsur saling
membangun kepercayaan artinya pribadi B menunjukkan penerimaan, dukungan,
dan kerja sama kepada pribadi A. Sedangkan pribadi A menanggapinya dengan
mengungkapkan pikiran, perasaan dan reaksi terhadap situasi kepada pribadi B
35
(Supratiknya, 1995: 27). Jadi, mempercayai artinya: Pribadi A rela menghadapi
resiko, menerima akibat menguntungkan atau merugikan dengan menjadikan diri
rentan di hadapan orang lain. Tepatnya mempercayai meliputi: membuka diri dan
rela menunjukkan penerimaan dan dukungan kepada orang lain. Sedangkan
dipercaya berarti pribadi B rela menanggapi orang lain yang ambil resiko dengan
cara menunjukkan jaminan bahwa orang lain tersebut akan menerima akibat-
akibat yang menguntungkan (Supratiknya, 1995: 28).
Dalam konteks bimbingan pribadi, diharapkan pemimpin komunitas
membantu suster yunior memiliki sikap mempercayai pemimpin komunitas dan
sebaliknya pemimpin komunitas memiliki sikap dapat dipercayai oleh suster
yunior sehingga memperlancarkan komunikasi antarpribadi dan besar
kemungkinan komunikasi dapat mencapai tujuan. Dengan demikian pemimpin
komunitas membantu suster yunior agar berkembang dalam panggilan sebagai
suster FSE melalui kelima aspek pembinaan (Kepribadian, Kharisma, Fransiskan,
Hidup religius dan Kerasulan). Misalnya: suster yunior secara jujur menceritakan
kepada pemimpin komunitasnya tentang kesulitannya dalam berelasi dengan
lawan jenis, sebaliknya pemimpin komunitas menanggapi secara tepat dengan
menunjukkan penerimaan terhadap perasaan dan pikiran suster yunior. Suster
yunior siap menanggung resiko atas keterbukaannya terhadap pemimpin
komunitas.
36
c. Unsur Saling Mendengarkan Sambil Memahami
Unsur saling mendengarkan sambil memahami artinya pihak pengirim
pesan dan penerima pesan mengembangkan pemahaman empatik yaitu
mendengarkan dengan penuh perhatian pada yang diungkapkan orang lain serta
memahaminya dari sudut pandang pengirim pesan. Artinya sebelum
mengutarakan sesuatu seseorang harus memperhatikan sudut pandang lawan
komunikasi, apa yang diketahui oleh lawan komunikasinya tentang hal yang akan
kita ungkapkan, informasi lebih lanjut mana yang dibutuhkan dan diinginkan oleh
lawan komunikasi kita tentang hal yang ia utarakan serta menerima pesan secara
tepat (Supratiknya, 1995: 43, 46-47).
Dalam konteks bimbingan pribadi diharapkan pemimpin komunitas
memiliki sikap empati (mendengarkan dengan penuh perhatian). Dengan sikap
tersebut menjadi peluang yang besar bagi pemimpin komunitas dapat membantu
suster yunior berkembang dalam panggilannya melalui kelima aspek pembinaan
(Kepribadian, Kharisma, Fransiskan, Hidup religius dan Kerasulan). Misalnya:
pemimpin komunitas mendengarkan dengan sungguh-sungguh ketika suster
yunior menceritakan pergulatannya dalam hidup studinya.
d. Unsur Saling mengungkapkan Perasaan secara Verbal dan non Verbal.
Unsur mengungkapkan perasaan ada dua macam yaitu kemampuan
mengungkapkan perasaan secara verbal dan secara nonverbal. Kemampuan
mengungkapkan perasaan secara verbal artinya mengungkapkan perasaan dengan
menggunakan kata-kata baik secara langsung mendeskripsikan perasaan yang kita
37
alami maupun tidak. Sedangkan secara non verbal adalah mengungkapkan
perasaan dengan menggunakan bahasa isyarat selain kata-kata, misalnya: sorot
mata, raut muka, nada suara, senyuman, kepalan tangan, menunduk, menggeleng
kepala, mengangguk, menepuk bahu (Supratiknya1995: 63)
Dalam konteks bimbingan pribadi, pemimpin komunitas dan suster yunior
diharapkan memiliki sikap saling mampu mengungkapkan perasaan secara verbal
dan non verbal. Kemampuan saling mengungkapkan perasaan ini menjadi peluang
bagi pemimpin komunitas untuk membantu suster yunior agar semakin
berkembang dalam panggilan melalui kelima aspek pembinaan (Kepribadian,
Kharisma, Fransiskan, Hidup religius dan Kerasulan). Misalnya: suster yunior
mengeluh kepada pemimpin komunitas tentang kesulitannya dalam bekerja sama
dengan susternya di tempat kerja. Sebaliknya pemimpin komunitas memandang
suster yunior dengan penuh iba sambil menepuk bahunya sehingga suster yunior
merasa dimengerti oleh pemimpin komunitasnya dan merasa diteguhkan.
e. Unsur Saling Menerima dan Mendukung
Unsur saling menerima dan mendukung menjadi hal yang penting dalam
berkomunikasi agar menjadi efektif. Sikap menerima dan mendukung mendapat
peluang untuk menolong orang sebagai lawan berbicara sehingga ia mampu
melihat kesempatan yang baik untuk berkembang dan menyusun strategi yang
tepat untuk menyelesaikan masalahnya. Sikap menerima dan mendukung menjadi
ciri khas seorang konselor yang berperan sebagai penolong (Supratiknya, 1995:
70–72).
38
Dalam konteks bimbingan pribadi diharapkan pemimpin komunitas
memiliki sikap mau menerima dan mendukung suster yunior. Sikap menerima dan
mendukung menjadi peluang bagi pemimpin komunitas membantu suster yunior
agar semakin berkembang dalam panggilannya melalui kelima aspek pembinaan
(Kepribadian, Kharisma, Fransiskan, Hidup religius dan Kerasulan). Misalnya:
ketika suster yunior menceritakan kepada pemimpin komunitas bahwa ia sangat
senang melayani orang-orang kecil dan menderita (misalnya: panti asuhan, orang
kusta, orang sakit) akan tetapi ia merasa cita-citanya belum terkabul karena justru
ia mendapat tugas di tempat yang lain, maka pemimpin komunitas menerima dan
mendukung yang menjadi dambaannya akan tetapi, pemimpin komunitas juga
memberikan bantuan kepada suster yunior agar mampu melihat bahwa dimana
saja dan tugas apa saja yang dikerjakan merupakan semata pengabdian kepada
Allah.
D. Integrasi Kelima Unsur Komunikasi Antarpribadi dalam Bimbingan
Pribadi dalam konteks hidup berkomunitas
Dalam membangun hidup berkomunitas, komunikasi merupakan sarana
utama yang membuat segenap anggota dapat saling mengenal, menghargai,
mendukung dan menerima antara satu dengan yang lainnya dalam panggilan.
Maka sangat penting anggota mampu berkomunikasi secara baik sehingga
terciptalah relasi yang saling memperkembangkan dalam panggilan.
Menurut peneliti kelima unsur komunikasi antarpribadi (pembukaan diri,
saling membangun kepercayaan, saling mendengarkan, saling mengungkapkan
39
perasaan, saling menerima dan mendukung) merupakan satu kesatuan atau harus
integral dalam membangun relasi melalui komunikasi antarpribadi. Komunikasi
antarpribadi menjadi lancar dan efektif, apabila antar suster yunior dengan
pemimpin komunitas mengoptimalkan kelima unsur komunikasi antarpribadi
dalam bimbingan pribadi. Dari kelima unsur komunikasi antapribadi tersebut
sama pentingnya. Akan tetapi, unsur komunikasi antarpribadi yang menjadi
sangat penting dan menjadi penghubung unsur komunikasi yang satu dengan
unsur komunikasi lainnya yaitu unsur saling membangun kepercayaan (sikap
mempercayai dan dipercayai).
Unsur saling membangun kepercayaan menjadi kunci utama
memperlancar komunikasi antarpribadi. Dengan ada unsur kepercayaan
memampukan mitra komunikasi siap menanggung resiko atau menerima baik
ataupun buruk umpanbalik yang diterimanya dari sipengirim pesan. Unsur
kepercayaan membantu seseorang agar mampu mendengarkan dengan sungguh-
sungguh respons dari pihak lawan bicara. Selain itu, unsur kepercayaan membantu
seseorang berani secara jujur mengungkapkan perasaaannya secara verbal dan non
verbal kepada lawan bicaranya tanpa ada rasa takut, malu dan khawatir. Dengan
adanya unsur kepercayaan seseorang mampu melihat dan menerima yang di
sampaikan oleh mitra komunikasi merupakan suatu dukungan. Dengan sikap
saling mempercayai dan dipercayai menjadi lahan subur bagi mitra komunikasi
(pengirim pesan dan penerima pesan) membangun relasi yang dekat atau akrab
dan saling memperkembangkan diri.
40
Dalam konteks bimbingan pribadi suster yunior dengan pemimpin
komunitas diharapkan suster yunior dan pemimpin komunitas mengoptimalkan
kelima unsur komunikasi agar tercapai tujuan dalam memperkembangkan lima
aspek pembinaan secara intergral.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisi mengenai metodologi penelitian, yaitu: (1) Jenis Penelitian,
(2) Subyek Penelitian, (3) Instrumen Pengumpulan Data, (4) Pengumpulan Data
dan (5) Teknis Analisis Data.
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif yang dirancang dan
dikategorikan sebagai penelitian survei. Penelitian deskriptif dirancang untuk
memperoleh informasi tentang status gejala pada saat penelitian dilakukan
(Furhan, 1982: 415). Menurut Surakhmad (1994: 139), penelitian deskriptif
tertuju pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang. Menurut Faisal
(1982: 121) penelitian deskriptif berusaha mendeskripsi dan menginterpretasi apa
yang ada, yaitu tentang kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang sedang
tumbuh, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi, atau
kecenderungan yang tengah berkembang. Tujuan penelitian ini adalah melukiskan
persepsi Para Suster Yunior Kongregasi Fransiskanes Santa Elisabeth Angkatan
2002–2008 tentang komunikasi antarpribadi antara pemimpin komunitas dengan
mereka dalam Bimbingan Pribadi.
B. Subjek Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian populasi kerena semua anggota populasi
menjadi subjek penelitian. Subjek penelitian ini adalah suster yunior kongregasi
Fransiskanes Santa Elisabeth angkatan 2002–2008. Alasan peneliti memilih suster
42
yunior sebagai subjek penelitian adalah: (1) peneliti ingin mengadakan penelitian
dalam bidang yang berkaitan dengan kehidupan langsung di Kongregasi. (2) hasil
penelitian dapat ditindak lanjuti karena peneliti adalah anggota kongregasi
tersebut. Karena diharapkan dengan mengikuti program bimbingan pribadi, suster
yunior semakin berkembang dalam lima aspek pembinaan di Kongregasi FSE.
Secara keseluruhan, mereka berjumlah 33. Subjek penelitian ini adalah para suster
yunior FSE yang tersebar pada berbagai wilayah/kota-kota di Indonesia seperti
disajikan dalam Tabel 1 berikut:
Tabel 1. Sebaran Subjek Penelitian Suster Yunior Angkatan 2002-2008
Kongregasi FSE
No Wilayah/Kota Komunitas Jumlah Subjek
1 Medan St. Elisabeth 6
2 Medan St. Yosef 6
3 Medan St. Ana 6
4 Medan St. Agustinus 5
5 Medan Bethania 1
6 Jakarta St. Paskalis 2
7 Yogyakarta St.Y.Don Bosco 7
Total 33
43
C. Instrumen Pengumpulan Data
1. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah kuesioner Persepsi
Para Suster Yunior Kongregasi Fransiskanes Santa Elisabeth Angkatan 2002–
2008 tentang komuikasi antarpribadi antara mereka dengan pemimpin komunitas
dalam bimbingan pribadi. Kuesioner ini disusun berdasarkan masalah penelitian,
variabel penelitian, dan isi kajian teoritis. Kuesioner ini terdiri dari tiga bagian,
yaitu bagian yang pertama berisi identitas, bagian yang kedua berisi petunjuk dan
bagian yang ketiga berisi 50 pernyataan tentang Persepsi Para Suster Yunior
Kongregasi Fransiskanes Santa Elisabeth Angkatan 2002–2008 tentang
Komunikasi Antarpribadi Antara mereka dengan Pemimpin Komunitas dalam
Bimbingan Pribadi.
Kuesioner disusun sendiri oleh peneliti dengan mengacu pada unsur-unsur
komunikasi antarpribadi (Supratiknya, 1995) dalam rangka proses pengembangan
kelima aspek pembinaan suster yunior Kongregasi FSE (Statuta, 2000 Pasal 4:
64.1) melalui bimbingan pribadi, yaitu: a) unsur pembukaan diri, b) unsur saling
membangun kepercayaan, c) unsur saling mendengarkan sambil memahami, d)
unsur saling mengungkapkan perasaan secara verbal dan non verbal, e) unsur
saling menerima dan saling mendukung. Dalam kuesioner, ada pernyataan
favorable (positif) yaitu pernyataan yang isinya mengenai hal yang ideal
diinginkan dan unfavorable (negatif) yaitu pernyataan yang isinya mengenai hal
tidak sesuai dengan yang diinginkan.
44
Kuesioner dikonstruk dalam bentuk skala penilaian dengan empat opsi/
alternatif jawaban, yaitu sangat sering (SS), sering (S), jarang (J), dan sangat
jarang (SJ). Responden diminta memilih salah satu dari alternatif jawaban skala
responsi tersebut sesuai dengan pengalamannya sendiri. Terdapat 50 butir
pernyataan dalam kuesioner ini. Kuesioner yang final dapat diperiksa pada
lampiran. 1. Kisi-kisi kuesioner disajikan dalam table 2.
Tabel 2. Kisi-kisi Kuesioner Persepsi Para Suster Yunior Kongregasi FSE
Angkatan 2002-2008 tentang Komunikasi Antarpribadi Antara Mereka dengan
Pemimpin Komunitas dalam Bimbingan Pribadi.
Unsur Komunikasi Antarpribadi
Indikator Favorable(+) Unfavorable(–)
Jumlah
1. Pembukaan diri a) Terbuka 1,2,5,7 8
10 b) Jujur 3,6 4
c) Realistis 9 10
2. Membangun
Kepercayaan a) Mempercayai 11,12,13,14,15,
16,17
18 10
b) Dipercayai 19,20
3. Mendengarkan
Sambil memahami
a) Empati 21,23,24,25,26,27,28,29
22 10
b) Memahami 30
4. Mengungkapkan
perasaan secara verbal
dan non verbal
a) Kata-kata 31,33,36,37,38 40 10
b) Bahasa isyarat 34,35,39 32
5. Menerima dan Saling
mendukung a) Menerima 41,43 42,48 10
c) Mendukung 46,47,49,50 44,45
Total 38 12 50
45
2. Skoring
Pernyataan berisi hal-hal yang terjadi komunikasi antarpribadi para suster
yunior angkatan 2002–2008 dengan pemimpin komunitas Kongregasi FSE dalam
bimbingan pribadi. Ada empat pilihan jawaban yaitu sangat sering, sering, jarang
dan sangat jarang. Untuk pernyataan favorable diberi skor sebagai berikut: sangat
sering = 4, sering = 3, jarang = 2, dan sangat jarang = 1. Sedangkan untuk
pernyataan unfavorable diberi skor sebagai berikut: sangat sering = 1, sering = 2,
jarang = 3, dan sangat jarang = 4.
3. Kategori Komunikasi Antarpribadi Para Suster Yunior dengan Pemimpin
Komunitas dalam Bimbingan Pribadi
Ada tiga kategori komunikasi antarpribadi para suster yunior Kongregasi
FSE angkatan 2002–2008 dengan pemimpin komunitas dalam bimbingan pribadi,
yaitu rendah (kurang baik), sedang (cukup baik), dan tinggi (baik). Penentuan
kategori ini didasarkan pada pertimbangan bahwa dalam komunikasi antarpribadi
antara suster yunior dengan pemimpin komunitas diharapkan terjadi komunikasi
yang baik (sering), tetapi dapat terjadi sebaliknya komunikasi antarpribadi
keduanya yang kurang baik dan kurang mendukung (jarang). Hal ini dapat
menyebabkan komunikasi menjadi kurang baik sehingga tujuan dalam bimbingan
pribadi menjadi tidak tercapai. Dengan kata lain semakin besar skor semakin baik
komunikasi antarpribadinya.
Sementara itu, dimungkinkan terjadi terdapat banyak suster yunior yang
berpersepsi cukup (sedang-sedang saja) dalam berkomunikasi dengan pimpinan.
Golongan tengah ini, bagaimanapun juga masih menyimpan potensi
46
gangguan/hambatan dalam komunikasi tersebut yang menyebabkan tidak dapat
berlangsung secara optimal (puncak). Di samping itu, secara teknis subjek
penelitian ini tergolong kecil jumlahnya, sehingga jika kategorisasi lebih dari tiga
golongan dipandang tidak efektif.
4. Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
a. Validitas kuesioner
Validitas menunjuk pada “sejauh mana suatu alat mampu mengukur apa
yang sebenarnya diukur oleh alat tersebut” (Furchan, 1982: 281). Validitas suatu
alat selalu bergantung kepada situasi dan tujuan khusus penggunaan alat yang
bersangkutan (Furchan, 1982: 282). Validitas kuesioner ini merupakan validitas
internal yang meliputi validitas isi dan konstruk (Burhan Nurgiyantoro, Gunawan,
& Marzuki, 2000; Sugiyono 2008) yang mencerminkan telaah rasional mengenai
kesesuaian muatan/isi instrumen dengan materi yang seharusnya akan diukur
(terjabarkan dalam blue print/kisi-kisi) dan logical construct (Djemari Mardapi,
2008). Dalam pelaksanaannya peneliti meminta pendapat dan mengkonsultasikan
kuesioner ini kepada dosen pembimbing untuk memeriksa setiap butir item
pernyataan kuesioner supaya setiap item pernyataan yang dibuat tepat dengan
rumusan masalah, definisi istilah variabel, dan validitas isi.
Validasi (logical costruct validity) oleh ekspert, sebagai teknik uji/cara
utama dalam mengevaluasi instrument dengan mengkonsultasikannya kepada ahli
bahasa Indonesia, Psikologi dan tim Pembina di Kongregasi FSE dilanjutkan
dengan uji empirik dengan metode statistik tertentu (Burhan Nurgiyantoro,
Gunawan, & Marzuki, 2000; Sugiyono, 2008). Lebih lanjut, Burhan
47
Nurgiyantoro, Gunawan, & Marzuki (2000: 299) menegaskan bahwa analisis
rasional dalam uji validitas jauh lebih penting daripada analisis empirik. Setiap
instrumen penelitian haruslah memenuhi persyaratan validitas isi dan konstruk
(internal-rational validity), tetapi tidak ada tuntutan keharusan untuk memenuhi
validitas empirik, namun jika kita bermaksud melengkapinya dengan salah satu
jenis validitas empirik, tentu hal itu baik-baik saja.
b. Reliabilitas Kuesioner
Masidjo (1995: 209) mengatakan bahwa reliabilitas suatu alat ukur adalah
taraf sampai di mana suatu alat mampu menunjukkan konsistensi hasil
pengugkuran. Reliabilitas suatu alat ukur menunjuk pada “derajat keajekan alat
tersebut dalam mengukur apa saja yang diukurnya”(Furchan, 1982). Derajat
keajegan ditunjuk oleh koefisien realibilitas. Reliabilitas ditentukan oleh keadaan
sampel dan jumlah item. Semakin banyak item, semakin luas wilayah pengukuran
dan diharapkan memberikan hasil yang dipercaya. Reliabilitas (konsistensi
internal) instrumen penelitian ini diuji dengan teknik Alpha Cronbach. Teknik ini
dipilih karena cocok dipergunakan untuk menguji reliabilitas instrumen yang
memuat pertanyaan/pernyataan yang jawabannya berskala (Burhan Nurgiyantoro,
Gunawan, & Marzuki, 2000:309). Hasil komputasi indeks reliabilitas Alpha
instrumen penelitian ini dengan aplikasi program SPSS 12.0 ditunjukkan oleh
rekam hasil hitung sebagai berikut:
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
N of Items
,884 50
48
Indeks reliabilitas sebesar itu, jika dikonsultasikan pada kriteria Guilford
(Masidjo, 1995: 209) berikut ini:
Koefisien Korelasi Kualifikasi
± 0,91 - ±1,00 ±0,71 - ±0,90 ±0,41 - ±0,70 ±0,20 - ±0,40 0,00 - ±0,20
Negatif - ±0,20
Sangat Tinggi Tinggi Cukup Rendah Tidak ada Sangat Rendah
maka dapat disimpulkan bahwa derajat reliabilitas kuesioner ini tergolong tinggi.
D. Prosedur Pengumpulan Data
Kuesioner yang telah disusun dipergunakan untuk mengumpulkan data
penelitian. Penelitian dilaksanakan 3 kali yaitu: Di Medan, pada tanggal 10-11
Januari 2009 bagi sr yunior: di Komunitas St Elisabeth (6 orang suster),
komunitas St. Yosef (6 orang suster), komunitas Bethania (1 orang suster),
komunitas St Agustinus (5 orang suster), dan komunitas St Ana (6 orang suster).
Di Yogyakarta, tgl 15 Januari 2009 di komunitas St Y.Don Bosco berjumlah 7
orang suster. Di Jakarta, tgl 26-27 di komunitas St. Paskalis berjumlah 2 orang
suster yunior.
1. Langkah persiapan pengumpulan data:
a. Meminta ijin kepada Ketua Tim Pembina suster yunior FSE
b. Meminta surat pengantar penelitian dari Program Studi Bimbingan dan
Konseling.
49
c. Menyerahkan surat pengantar penelitian dari Program Studi Bimbingan dan
Konseling kepada Ketua Tim Pembina suster yunior.
d. Melakukan koordinasi dengan Ketua Tim Pembina suster yunior dan pemimpin
komunitas.
2. Tahap Pelaksanaan:
a. Datang ke komunitas sesuai jadwal yang telah ditentukan.
b. Membagikan kuesioner dan menjelaskan tujuan pengisian Kuesioner
”Deskripsi Persepsi Para Suster Yunior FSE Angkatan 2002-2008 tentang
Komunikasi Antarpribadi antara Mereka dengan Pemimpin Komunitas dalam
Bimbingan Pribadi.”
c. Mempersilahkan suster yunior mengisi kuesioner secara pribadi, bebas dan
tertutup.
d. Mengumpulkan kembali kuesioner yang telah diisi oleh suster yunior
E. Teknik Analisis Data
Sebagaimana telah dipaparkan pada Bab I, bahwa tujuan dan manfaat
penelitian ini lebih berorientasi pada kepentingan perbaikan komunikasi
antarpribadi antara pemimpin dengan para suster yunior FSE dalam interaksi
bimbingan pribadi (bersifat penilaian formatif), maka dalam penelitian ini,
pendekatan analisis data berdasarkan acuan kriteria dipandang sebagai pilihan
yang lebih tepat dibanding analisis berdasarkan acuan norma. Untuk maksud
tersebut, data penelitian ini dianalisis secara deskriptif dengan teknik perhitungan
50
mean dan perhitungan persentase berdasarkan data teoritis (pendekatan analisis
data berdasarkan acuan kriteria) (Sudijono, 1996:35; Sugiyono, 2008:137;
Djemari Mardapi, 2008: 140-143; Azwar, 2006:105−119).
Analisis data dimulai dari prosedur penyekoran (scoring) terhadap hasil
pengisian kuesioner dari setiap subjek (responden) , kemudian data dientri ke
dalam tabulasi (data-sheet) pada program Microsoft Office Excel, dengan
ketentuan baris untuk responden dan kolom untuk nomor butir. Skor dijumlah ke
kanan untuk skor subjek, dan dijumlah ke bawah untuk skor butir. Analisis skor-
skor subjek dalam pengolahan data penelitian ini diperlukan yaitu sebagai bahan
interpretasi untuk menentukan banyaknya subjek (suster yunior FSE) yang berada
pada komposisi tingkat komunikasi antarpribadi tertentu dan mengidentifikasi
unsur komunikasi antarpribadi yang perlu mendapatkan peningkatan komunikasi
antarpribadi dari pemimpin komunitas.
Langkah selanjutnya adalah menghitung skor rata-rata (mean) setiap
subjek maupun butir. Mean merupakan nilai kelompok yang dipandang konstan
dan karena itu digunakan untuk menetapkan batas tinggi atau rendah suatu skor.
Skor yang < Mean dikategorikan rendah. Skor yang ≥ Mean dikategorikan tinggi.
Perhitungan mean skor total menggunakan rumus sebagai berikut:
N
XM ∑=
Mean subjek diperoleh dengan cara membagi jumlah skor setiap subjek
(Xsubjek) dengan banyaknya butir (Nbutir), sedangkan mean butir dihitung dengan
cara membagi jumlah skor setiap butir (Xbutir) dengan banyaknya subjek (Nsubjek).
Perlu juga dihitung mean total dengan cara jumlah total skor subjek atau skor
51
butir dibagi dengan hasil kali banyaknya subjek dengan banyaknya butir. Hasil
perhitungan skor rata-rata (subjek, butir, maupun total) dikonversikan ke kriteria
penilaian kualitatif berskala 3 (Azwar, 2006:109) sebagai berikut:
Tabel 3. Kriteria Acuan Kategorisasi Persepsi Komunikasi Antarpribadi
Antara Pemimpin Komunitas dengan Suster Yunior FSE
dalam bimbingan pribadi
Formula Kriteria Rerata Skor Kategori Tingkat Komunikasi
X < ( iX -1,0 sbi) < 2,0 kurang baik
( iX -1,0 sbi ) ≤ X < ( iX + 1,0 sbi) 2,0 – 3,0 cukup baik
( iX + 1,0 sbi ) < X > 3,0 baik
Keterangan :
iX (Rerata ideal/teoritis) = ½ (skor maksimum teoritis + skor minimum teoritis)
sbi (Simpangan baku teoritis) = 1/6 (skor maksimum teoritis – skor minimum
teorits)
X = Skor empiris
Dalam perhitungan untuk tabel di atas, diketahui skor rerata maksimum teoritis =
4; skor rerata minimum teoritis = 1; sehingga:
iX (Rerata ideal/teoritis) = ½ (4 + 1) = 2,5; dan
sbi (Simpangan baku teoritis) = 1/6 (4 – 1) = 0,5
52
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini dikemukakan hasil penelitian yang mendeskripsikan
persepsi para suster yunior FSE angkatan 2002–2008 tentang komunikasi
antarpribadi antara mereka dengan pemimpin komunitas dalam bimbingan
pribadi, berdasarkan perolehan skor komposit maupun gambaran dalam masing-
masing unsur komunikasi. Paparan hasil penelitian dilanjutkan dengan
pembahasan hasil penelitian.
A. Hasil Penelitian
Berdasarkan data yang diperoleh dari pengisian kuesioner terhadap subjek
penelitian (periksa Tabulasi Data Penelitian pada Lampiran 1), dilakukan analisis
data secara deskriptif dengan teknik hitung mean teoritis dengan bantuan aplikasi
program Microsoft Office Excel. Sebagaimana telah direncanakan pada paparan
teknik analisis data (Bab III), bahwa pendeskripsian persepsi para suster yunior
FSE angkatan 2002–2008 tentang komunikasi antarpribadi antara mereka dengan
pemimpin komunitas dalam bimbingan pribadi dilakukan dalam tiga kategori,
yaitu: kurang baik, cukup baik dan baik. Gambaran profil skor rata-rata persepsi
subjek tentang komunikasi antarpribadi antara mereka dengan pemimpin
komunitas tergambar pada grafik 1. Selanjutnya, berdasarkan hasil analisis data
dan klasifikasi data sesuai dengan pedoman pada tabel 3. Kriteria Acuan
Kategorisasi persepsi para suster yunior FSE angkatan 2002-2008 tentang
53
komunikasi antarpribadi antara mereka dengan pemimpin komunitas dalam
bimbingan pribadi pada tabel 4:
Gambaran profil skor rata-rata persepsi para suster yunior FSE tentang
komunikasi antarpribadi antara mereka dengan pemimpin komunitas tergambar
pada grafik 1 berikut ini:
Grafik 1. Profil Skor Rata-rata Persepsi Para Suster Yunior FSE angkatan
2002-2008 tentang Komunikasi Antarpribadi Antara Mereka dengan
pemimpin komunitas dalam Bimbingan Pribadi
Profil pada grafik menunjukkan bahwa hampir semua suster yunior FSE
memberi skor di atas skor rata-rata teoritis (2,5). Hanya dua orang suster, yaitu
nomor subjek 10 dan 13 yang berada pada kawasan di bawah garis rata-rata.
Dengan kata lain 2 suster yunior (6%) yang mempersepsikan komunikasi
antapribadi dengan pemimpin komunitas secara kurang baik. Itu berarti, jika
pengelompokan subjek didasarkan atas nilai rata-rata teoritis, maka 31 suster
yunior ( =94%) dari 33 subjek mempersepsikan bahwa komunikasi antarpribadi
antara pemimpin komunitas dengan para suster yunior FSE berlangsung baik.
Untuk gambaran profil skor rata-rata persepsi para suster yunior FSE tentang
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
54
komunikasi antarpribadi antara mereka dengan pemimpin komunitas untuk
masing-masing unsur komunikasi tergambar pada table-tabel berikut ini.
Mengacu pada kategorisasi yang telah direncanakan semula (tiga
kategori), berdasarkan hasil analisis data dan klasifikasi data sesuai dengan
pedoman pada tabel 3. Kriteria Acuan Kategorisasi Persepsi Suster Yunior FSE
angkatan 2002-2008 tentang Komunikasi Antarpribadi Antara mereka dengan
pemimpin komunitas dalam bimbingan pribadi diperoleh untuk masing-masing
unsur komunikasi pada tabel-tabel berikut ini:
Tabel 4. Kategori Unsur Pembukaan Diri dalam Komunikasi Antarpribadi
Person Percent Valid Percent Cumulative Percent
Kategorisasi
19 57,6 57,6 57,6 Cukup baik
14 42,4 42,4 100,0 baik 33 100,0 100,0 total
Tabel 5. Kategori Unsur Membangun Kepercayaan dalam
Komunikasi Antarpribadi
Person Percent Valid
Percent Cumulative
Percent Kategorisasi
17 51,5 51,5 51,5 Cukup baik 16 48,5 48,5 100,0 baik 33 100,0 100,0 Total
Tabel 6. Kategori Unsur Mendengarkan sambil Memahami dalam
Komunikasi Antarpribadi
Person Percent Valid
Percent Cumulative
Percent Kategorisasi
1 3,0 3,0 3,0 Kurang baik 13 39,4 39,4 42,4 Cukup baik 19 57,6 57,6 100,0 baik 33 100,0 100,0 total
55
Tabel 7. Kategori Unsur Mengungkapkan Perasaan dalam
Komunikasi Antarpribadi
Person Percent Valid
Percent Cumulative
Percent Kategorisasi
1 3,0 3,0 3,0 Kurang baik 24 72,7 72,7 75,8 Cukup baik 8 24,2 24,2 100,0 baik
33 100,0 100,0 Total
Tabel 8. Kategori Persepsi Unsur Menerima dan Mendukung dalam
Komunikasi Antarpribadi
Person Percent Valid
Percent Cumulative
Percent Kategorisasi
1 3,0 3,0 3,0 Kurang baik 14 42,4 42,4 45,5 Cukup baik 18 54,5 54,5 100,0 baik 33 100,0 100,0 Total
Tabel 9. Kategori (Gabungan Semua Unsur/ Komposit) dalam
Komunikasi Antarpribadi
Person Percent Valid
Percent Cumulative
Percent Kategorisasi
21 63,6 63,6 63,6 Cukup baik 12 36,4 36,4 100,0 baik 33 100,0 100,0 Total
Dari rekaman hasil analisis data di atas, tampak bahwa hampir semua
suster yunior FSE berpersepsi bahwa komunikasi antarpribadi antara mereka
dengan pemimpin komunitas berlangsung cukup baik dan baik. Pada analisis skor
komposit, 63,63% dari para suster yunior tersebut mengaku cukup baik dan ada
36,4% suster yunior berkategori baik dalam hal berkomunikasi antarpribadi
56
dengan pemimpin komunitas dalam bimbingan pribadi. Komposisi skor pada
analisis unsur untuk kelima unsur komunikasi menunjukkan gambaran yang
hampir sama dengan hasil analisis skor gabungan semua unsur. Teridentifikasi
hanya satu kasus yang mengaku kurang baik pada unsur ke-3, 4, dan 5 dalam
komunikasi antarpribadi. Dari data-data tersebut tergambar bahwa para suster
yunior FSE angkatan 2002−2008 memiliki persepsi yang positif tentang
berlangsungnya komunikasi antarpribadi antara mereka dengan pemimpin
komunitas dalam bimbingan pribadi.
Data pada tabel 9 menggambarkan bahwa komposisis skor persepsi
individu tentang komunikasi antarpribadi dengan pemimpin komunitas
menampakkan variabilitas pada dua kategori, yaitu cukup baik dan baik pada
semua unsur komunikasi maupun secara komposit (skor gabungan). Terlihat
hanya tiga kasus yang berada pada kategori kurang baik yang terjadi pada dua
orang suster yunior. Telaah analisis unsur menunjukkan bahwa pada unsur
komunikasi “mengungkapkan perasaan secara verbal dan non verbal” tampak
terdapat lebih banyak kategori cukup baik daripada baik; ini menunjukkan bahwa
ketika pemimpin komunitas berkomunikasi antarpribadi dengan para suster
yunior, ia perlu lebih banyak menyentuh unsur mengungkapkan perasaan secara
verbal dan non verbal.
B. Pembahasan Hasil Penelitian
Hasil penelitian “Deskripsi Persepsi Suster Yunior FSE Angkatan 2002–
2008 tentang Komunikasi Antarpribadi antara mereka dengan Pemimpin
Komunitas dalam Bimbingan Pribadi” menunjukkan:
57
a. Persepsi suster yunior Kongregasi FSE angkatan 2002−2008 tentang
komunikasi antarpribadi antara mereka dengan pemimpin komunitas dalam
bimbingan pribadi berada pada kategori baik. Dari 33 suster yunior ada 31
suster yunior (94%) dengan skor di atas rata-rata berkategori baik dan ada dua
suster yunior (6%) yang menunjukkan skor di bawah rata-rata berkategori
kurang baik. Diharapkan dengan hasil sebagian besar suster yunior
mempersepsikan secara positif komunikasi antarpribadi antara mereka dengan
pemimpin komunitas memberikan pengaruh yang positif bagi suster yunior
dalam proses perkembangan panggilan melalui lima aspek pembinaan. Akan
tetapi, masih ada dua suster yunior yang mempersepsikan komunikasi
antarpribadi antara mereka dengan pemimpin komunitas dalam bimbingan
pribadi pada kategori rendah (kurang baik) dengan skor di bawah rata-rata,
maka dua suster ini pelru mendapat perhatian secara khusus dari pemimpin
komunitas.
Menurut Supratiknya, 1995: 34, komunikasi antarpribadi yang efektif
menjadi sarana utama bagi manusia menjalin relasi yang dekat dan saling
memperkembangkan diri. Salah satu upaya kongregasi membantu suster yunior
FSE agar bertumbuh dan berkembang dalam panggilan sebagai FSE dengan
mewajibkan mereka bimbingan pribadi dengan pemimpin komunitas minimal
sekali tiga bulan. Diharapkan melalui pertemuan secara intensif tersebut kedua
belah pihak menjalin komunikasi yang baik agar tujuan bimbingan pribadi
tercapai.
b. Persepsi para suster yunior Kongregasi FSE angkatan 2002−2008 tentang
semua unsur komunikasi antarpribadi antara mereka dengan pemimpin
58
komunitas dalam bimbingan pribadi yaitu Ada 12 suster yunior yang tergolong
baik dengan persentase 36,4% dan ada 21 suster yunior (63,6%) tergolong
cukup baik. Dari hasil penelitian telah menunjukkan hasil sebagian besar
persepsi suster yunior FSE tentang masing-masing unsur komunikasi
antarpribadi antara mereka dengan pemimpin komunitas dalam masing-masing
unsur berada pada kategori yang cukup baik dan baik dengan skor rata-rata di
atas skor rata-rata teoritis.
Pada unsur komunikasi antarpribadi yang sudah baik perlu suster yunor
dan pemimpin komunitas mempertahankan, memelihara. sedangkan untuk unsur
komunikasi berkategori cukup baik maka suster yunior dan pemimpin
komunitas perlu meningkatkan dan memperbaiki agar bimbingan pribadi suster
yunior dengan pemimpin komunitas tercapai tujuannya. Hasil penelitian ini
menunjukkan salah satu unsur komunikasi antarpribadi yang perlu dioptimalkan
adalah suster yunior agar mampu mengungkapkan perasaan secara verbal dan
maupun non verbal kepada pemimpin komunitas tentang pengalaman dalam
panggilannya.
Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan sebagian besar suster
yunior mempersepsikan secara posifif tentang komunikasi antapribadi antara
mereka dengan pemimpin komunitas dalam bimbingan pribadi. Artinya kategori
komunikasi antarpribadi suster yunior dengan pemimpin komunitas dalam
bimbingan sudah baik. Hal ini menjadi tantangan bagi pemimpin komunitas dan
suster yunior agar memelihara dan mempertahankan komunikasi yang sudah
tergolong baik dalam proses bimbingan pribadi.
59
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini akan dipaparkan kesimpulan dan saran
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasannya:
1. Secara umum persepsi para suster yunior Kongregasi FSE 2002−2008
komunikasi antarpribadi antara mereka dengan pemimpin komunitas dalam
bimbingan pribadi yaitu ada 31 suster yunior ( 94%) kualifikasi baik dan ada 2
suster yunior (6%) yang berkualifikasi kurang baik.
2. Persepsi para suster yunior antara suster yunior kongregasi FSE angkatan
2002−2008 dengan pemimpin komunitas dalam bimbingan pribadi dalam hal
masing-masing unsur komunikasi antarpribadi yaitu ada 12 suster yunior
(36,4%) yang kualifikasi baik dan ada 21 suster yunior (63,6%) yang
berkualifikasi cukup baik.
Mengacu pada hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan
bahwa persepsi para suster yunior FSE angkatan 2002—2008 tentang
komunikasi antarpribadi antara suster yunior dengan pemimpin komunitas
dalam bimbingan pribadi berkategori baik. Karena itu diharapkan bimbingan
pribadi sungguh-sungguh membantu para suster yunior berkembang dalam
panggilannya.
60
B. Saran
Berikuti ini dikemukakan saran untuk Kongregasi Fransiskanes Santa
Elisabeth di Indonesia:
1. Pemimpin komunitas perlu terus berusaha memelihara dan meningkatkan
khususnya kemampuannya untuk menyampaikan pesan termasuk memberikan
umpan balik yang konstruktif baik secara verbal maupun secara non verbal
dalam bimbingan pribadi, agar suster yunior berani mengungkapkan
perasaannya secara terbuka dalam bimbingan pribadi.
2. Para suster yunior FSE perlu tetap menyadari pentingnya mengikuti program
bimbingan pribadi secara teratur dan memiliki sikap terbuka terhadap
pemimpin komunitas, baik mengenai pengalaman suka maupun mengenai
pengalaman dukanya dalam menghayati dan mempraktekkan lima aspek
pembinaan. Dengan demikian suster yunior berkembang dalam meningkatkan
penghayatan panggilan.
3. Unsur saling membangun kepercayaan perlu terus-menerus diupayakan supaya
terjadi komunikasi antarpribadi yang efektif lebih-lebih karena unsur tersebut
merupakan kunci utama bagi terbentuknya komunitas yang komunikatif.
4. Ada baiknya jika penelitian ini berfokus pada:
a. Persepsi suster yunior FSE tentang pembinaan yang dilakukan oleh pemimpin
komunitas.
b. Tingkat kepuasan para suster yunior Kongregasi FSE dalam bimbingan pribadi.
c. Persepsi para suster yunior FSE tentang penghayatan Spiritualitas Kongregasi.
61
DAFTAR PUSTAKA
Anggaran Dasar Ordo Ketiga Regular Santo Fransiskus.1997. Jakarta: SKAFI.
Azwar, S. 2006. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, S. 2008. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Burhan Nurgiyantoro, Gunawan, & Marzuki. 2000. Statistik Terapan untuk Penelitian ilmu-ilmu sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Dharmo Agus. 1990. Pengantar Psikologi. Surabaya: Erlangga.
Djemari Mardapi. 2008. Teknik Penyusunan Instrumen Tes dan Nontes. Yogyakarta: Mitra Cendikia.
Faisal, Sanapiah. 1982. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya:
Usaha Nasional.
Furchan, Arief. 1982. Pengantar Penelitian. Surabaya: Usaha Nasional.
Hadawirjana, 1966. Vita ConsecrataJakarta: KWI.
Harjana, Agus. 2003. Komunikasi Interpersonal dan Intrapersonal. Yogyakarta: Kanisius.
Kitab Hukum Kanonik, Sekretariat KWI. 1991. Penerjemah: Kartosiswoyo Pr, dkk
Jakarta: Obor.
Kitab suci, 1993. Edisi Pelita dengan pengantar dan catatan lengkap. Ende: Arnoldus
Konstitusi Kongregasi Fransiskanes Santa Elisabeth. 2000. Medan. Edisi Revisi.
Magdalena, M. 2006. Panduan Formatio Suster Yunior FSE. Hlm 1-13. Medan. Martino, C. 2006. Identitas Fransiskan. Jakarta: SEKAFI. Masidjo, Ign. 1995. Penilaian Pencapaian Hasil Belajar Siswa di Sekolah.
Yogyakarta: Kanisius. Rakhmat, Jalaludin. 2005. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Karya CV.
62
Statuta Kongregasi Fransiskanes Santa Elisabeth. 2000. Medan. Edisi Revisi.
Sudijono, A. 2003. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Supratiknya. A. 1995. Komunikasi Antar Pribadi. Yogyakarta: Kanisius. Surakhmad, Winarno. 1994. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung: Tarsito. Tim Pembina. 2000. Makalah Pedoman Pembinaan/tidak diterbitkan. Medan. Walgito Bimo. 1993. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi Offset. ___________. 2004. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi Offset
Winkel, W.S. 1985. Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah.Jakarta: PT. Gramedia.
Wilfrida, M. Dkk. 1997. Tinjauan Formatif Suster Fransiskanes Santa Elisabeth Medan. makalah KAPITEL (tidak diterbitkan).
LAMPIRAN
63
KUESIONER PERSEPSI PARA SUSTER YUNIOR KONGREGASI FSE ANGKATAN 2002-2008 TENTANG KOMUNIKASI ANTARPRIBADI
ANTARA MEREKA DENGAN PEMIMPIN KOMUNITAS DALAM BIMBINGAN PRIBADI
Identitas Umur : Profesi : Tanggal Pengisian : Kata Pengantar Para Suster yang terkasih, Pada kesempatan ini saya meminta kesediaan Suster untuk mengisi kuesioner ini. Kuesioner ini dimaksudkan untuk mengetahui pengalaman suster yunior dalam berhadapan dengan pemimpin komunitas dalam bimbingan pribadi. Saya sangat mengharapkan suster mengisi kuesioner ini dengan teliti, jujur, dan sesuai dengan yang suster alami. Kuesioner ini bersifat rahasia, suster tidak perlu menulis nama pada kuesioner ini. Petunjuk pengisian Di bawah ini ada sejumlah pernyataan tentang komunikasi antarpribadi dalam bimbingan pribadi. Bacalah masing-masing pernyataan ini dengan teliti dan berikanlah tanda centang (ν) pada kolom alternatif jawaban yang telah disediakan sesuai dengan pengalaman anda. Adapun hal yang dimaksudkan dengan alternatife jawaban adalah sebagai berikut. 1. Sangat sering (SS)= Apabila hal yang dimaksudkan dengan pernyataan tersebut Sangat Sering
dilakukan. 2. Sering (S) = Apabila hal yang dimaksudkan dengan pernyataan tersebut sering 3. Jarang (J) = Apabila hal yang dimaksudkan dengan pernyataan tersebut jarang
dilakukan. 4.Sangat jarang (SJ) = Apabila hal yang dimakdudkan dengan pernyataan tersebut sangat jarang
dilakukan.
Langkah-langkah megisi kuesioner ini secara praktis adalah sebagai berikut: 1. Bacalah dan pahamilah setiap pernyataan dalam kuesioner 2. Jawablah setiap pernyataan dengan jujur dan teliti sesuai dengan pengalaman Anda 3. Berilah tanda centang pada kolom alternatif jawaban sesuai bagimu Contoh NO Pernyataan SS S J SJ 1 Saya mengatakan secara terus terang kepada
pemimpin komunitas tentang ketidaksetujuan pada cara menegurnya
ν
Suster memilih jawaban SS berarti anda sangat sering mengatakan kurang setuju kepada pemimpin komunitas atas cara menegurnya. .
64
Kuesioner No Pernyataan Sangat
Sering Sering Jarang Sangat
jarang 1 Dalam bimbingan pribadi pemimpin komunitas
menerima saya dengan ramah
2 Pemimpin komunitas memberikan suasana yang nyaman sehingga saya terbuka untuk menceritakan pergulatan sebagai FSE
3 Pemimpin komunitas secara jujur menyampaikan perasaan bangga terhadap saya karena melayani pasien dengan lemah lembut
4 Saya tidak berani memberitahukan kepada pemimpin komunitas tentang kesulitan memaafkan kesalahan saudara sekomunitas
5 Saya terbuka kepada pemimpin komunitas tentang hambatan dalam menjalankan pola hidup sederhana sebagai fransiskan
6 Saya jujur mengatakan kepada pemimpin komunitas tentang keengganan saya untuk menyapa saudara di komunitas lebih dahulu
7 Pemimpin komunitas secara terbuka mengungkapkan keprihatinannya, ketika saya terlambat hadir dalam mengikuti ibadat harian
8 Saya malu mengatakan kepada pemimpin komunitas tentang godaan-godaan yang muncul pada saat berdoa dan meditasi
9 Saya mengungkapkan kepada pemimpin komunitas tentang tantangan saya dalam bekerjasama dengan teman-teman di kampus/karya
10 Saya tidak berani menceritakan kegagalan saya dalam hal studi atau karya kepada pemimpin komunitas
11 Saya menerima teguran pemimpin komunitas karena dapat mengembangkan kepribadian saya
12 Saya dengan leluasa mengungkapkan kepada pemimpin komunitas tentang kelebihan yang ada dalam diri saya
13 Saya mengungkapkan kepada pemimpin tentang keraguan saya dalam meneruskan panggilan karena saya yakin akan ditantang untuk berjuang terus
65
No Pernyataan Sangat Sering
Sering Jarang Sangat jarang
14 saya jujur menceritakan kepada pemimpin komunitas bahwa senang memperhatikan orang yang menderita
15 Saya menyatakan secara terus terang kepada pemimpin komunitas tentang kesulitan dalam menerima perbedaan dengan teman sekomunitas
16 Tantangan yang dilontarkan pemimpin komunitas mendorong saya untuk memperbaiki diri sebagai anggota komunitas
17 Saya tidak takut menceritakan kesulitan dalam menghayati kaul kemiskinan
18 Saya ragu-ragu memberitahukan kepada pemimpin komunitas tentang kesulitan saya untuk menerima kritikan dari teman sekomunitas
19 Pemimpin komunitas memotivasi kepada saya ketika saya mengeluh tentang karya saya di bidang pendidikan
20 Pemimpin komunitas kurang mendukung pelayanan saya dalam memberikan perhatian kepada orang-orang kecil dan menderita
21 Pemimpin komunitas dapat memahami perasaan saya ketika saya membagikan pengalaman pahit dalam tugas studi/karya
22 Pemimpin komunitas kurang mendengarkan ketika saya mengungkapkan kecemasan saya tentang penyakit yang saya derita
23 Pemimpin komunitas memahami perasaan saya, ketika membagikan pengalaman jatuh bangun dalam menghayati Spiritualitas Kongregasi
24 Saya kurang sabar mendengarkan pemimpin komunitas ketika menceritakan kondisi keluarganya
25 Pemimpin komunitas menyimak dengan sungguh-sungguh ketika saya menceritakan tantangan dalam bekerja sama dengan saudara satu komunitas karena saya yakin ia dapat memberikan solusinya.
26 Pemimpin komunitas mengungkapkan keprihatinannya ketika saya menceritakan konflik dengan saudara sekomunitas
27 Pemimpin komunitas memahami perasaan saya, ketika saya mengungkapkan pergulatan dalam hal
66
No Pernyataan Sangat Sering
Sering Jarang Sangat jarang
menghayati kaul kemiskinan 28 Saya enggan menceritakan kepada pemimpin
komunitas tentang kelemahan saya dalam menghayati daya seksualitas.
29 Pemimpin komunitas mendengarkan ketika saya menceritakan pergulatan saya dalam tugas studi/karya yang tidak sesuai dengan bakat saya
30 Pemimpin komunitas menunjukkan sikap kurang memahami ketika saya mengungkapkan perasaan kecewa karena diberi tugas yang tidak sesuai dengan bidang yang saya geluti
31 Pemimpin komunitas menatap saya dengan penuh pengertian ketika saya menceritakan pengalaman berelasi dengan lawan jenis
32 Saya gelisah ketika pemimpin komunitas hendak menyampaikan hasil evaluasi tentang saya
33 Pemimpin komunitas membantu saya dalam menghayati kekhasan Kongregasi dengan memberitahukan contohnya
34 Pemimpin komunitas tersenyum kepada saya, ketika saya menceritakan pengalaman keberhasilan saya dalam melayani orang kecil
35 Pemimpin komunitas mengajak saya untuk menyelesaikan masalah secara damai ketika saya konflik dengan saudari sekomunitas
36 Saya gembira ketika ditunjuk untuk melakukan tugas yang sesuai dengan bidang yang saya geluti
37 Pemimpin komunitas memberikan pujian ketika saya menunjukkan sikap rendah hati saat melayani sesama di komunitas
38 Pemimpin komunitas mengungkapkan ketidaksetujuan dan sekaligus menasehati ketika saya mengungkapkan ketidaksiapan saya dalam melaksanakan tugas perutusan
39 Pemimpin komunitas menganggukkan kepala ketika saya mengungkapkan perasaan sedih atas kegagalan dalam tugas studi/karya
67
No Pernyataan Sangat Sering
Sering Jarang Sangat jarang
40 Pada waktu bimbingan pribadi pemimpin komunitas lebih banyak berbicara tentang dirinya sendiri daripada mendengarkan saya
41 Pemimpin komunitas mengingatkan saya akan jadwal bimbingan pribadi
42 Saya membuat alasan-alasan ketika pemimpin komunitas memberikan informasi tentang diri saya yang menurutnya kurang sesuai dengan hidup religius
43 Pemimpin komunitas memberikan pujian ketika saya melakukan tugas pelayanan dengan baik
44 Saya takut menceritakan kepada pemimpin komunitas tentang persahabatan saya dengan lawan jenis.
45 Saya kurang bersemangat menerima tugas yang diberikan oleh pemimpin komunitas untuk melayani orang sakit.
46 Pemimpin komunitas memberikan kesempatan kepada saya untuk mengembangkan potensi-potensi dengan mengikuti kursus (pelatihan) supaya dapat melakukan tugas perutusan dengan baik
47 Pemimpin komunitas memberikan dukungan ketika saya memperkenalkan hal baru tentang hidup rohani
48 Pemimpin komunitas kurang menanggapi ketika saya menceritakan hambatan dalam hal menghayati kaul ketaatan
49 Pemimpin komunitas memberikan motivasi ketika saya merasa ragu melakukan tugas perutusan
50 Pemimpin komunitas memberikan peneguhan ketika saya mengatakan kurang percaya diri dalam menerima tugas studi/karya
Tabulasi data Penelitian
ITEM 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
NO URUT1 4 3 2 2 3 2 1 3 3 4 3 3 4 3 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 1 3 42 3 3 2 3 3 2 2 3 3 3 3 3 2 1 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 23 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 34 3 2 3 3 3 1 1 1 2 2 4 4 1 2 3 4 3 3 3 4 4 4 3 4 2 3 45 4 4 2 4 4 3 4 4 3 4 4 4 4 3 3 4 3 4 3 3 3 4 3 4 3 3 36 3 1 2 1 2 2 3 3 1 3 3 3 3 1 4 3 2 4 4 4 4 4 3 3 2 1 37 3 2 3 1 4 1 2 3 3 2 3 4 3 2 4 3 3 2 4 4 3 4 3 3 4 3 28 3 4 2 4 4 1 3 4 4 4 4 4 3 2 3 4 1 4 1 1 1 3 2 4 1 3 39 3 4 2 4 4 3 3 1 2 4 4 3 4 3 3 4 4 4 2 4 4 4 2 3 2 2 3
10 2 3 1 4 1 1 1 4 1 4 3 2 3 1 1 4 1 4 1 1 1 4 1 4 1 1 111 4 3 2 4 3 3 3 3 3 3 1 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 4 3 4 3 3 312 3 3 2 4 4 1 2 2 4 4 4 4 4 3 3 4 4 1 4 4 3 3 2 2 4 2 113 2 1 1 3 2 2 1 4 1 4 3 1 4 1 1 4 3 3 1 1 1 3 2 1 1 1 114 3 2 3 4 4 1 4 2 4 4 4 2 3 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 415 2 4 3 3 3 3 3 4 3 4 3 3 3 2 2 3 3 3 3 3 2 4 1 3 3 3 216 3 3 2 4 4 1 1 2 2 1 4 3 4 3 4 4 3 3 1 4 4 4 3 4 4 3 117 2 4 3 3 3 3 3 3 4 2 3 3 3 4 3 2 3 2 3 3 3 2 4 1 2 3 318 4 3 1 3 3 4 2 3 3 4 4 4 4 2 4 4 4 4 3 3 3 4 3 3 3 3 419 3 2 3 2 4 2 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 320 3 2 3 2 4 2 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 1 3 4 3 3 3 3 3 321 3 2 2 2 3 2 3 3 3 2 3 4 2 4 4 2 3 3 1 3 3 3 3 3 3 4 322 3 3 2 3 3 2 2 3 3 3 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 2 223 4 4 3 4 4 3 3 3 4 4 3 4 4 3 3 4 3 3 3 4 3 4 3 3 4 3 424 3 2 3 2 2 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 2 2 3 3 4 3 3 3 3 3 3
25 4 3 3 3 2 1 3 3 3 4 4 2 4 3 4 4 2 3 4 4 3 4 3 4 2 3 326 3 3 4 4 3 3 2 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 327 3 2 3 2 4 3 2 3 2 3 2 4 3 2 4 3 4 3 4 4 4 3 3 3 4 4 328 4 3 3 3 4 2 3 3 3 3 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 229 4 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 2 3 3 3 330 3 3 3 3 2 3 3 3 4 4 4 4 4 4 2 3 3 3 4 4 3 3 3 4 3 4 331 3 2 2 3 4 3 1 2 4 3 3 4 2 3 3 3 4 4 3 1 1 4 3 3 2 3 332 3 4 2 3 3 1 2 3 3 3 3 3 3 2 1 4 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 333 3 4 1 4 4 2 3 3 3 4 2 4 4 3 3 4 4 3 3 3 3 3 4 3 3 3 2
Total 103 94 79 100 106 72 81 95 96 107 105 102 103 82 99 109 97 102 93 103 97 114 92 104 89 93 90
28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
4 4 4 4 4 4 2 2 3 3 4 3 4 3 3 3 4 3 2 3 3 3 3 1583 3 3 2 2 3 3 2 3 2 3 2 3 4 3 2 2 3 3 2 3 3 3 1352 3 3 2 2 2 2 2 3 2 2 3 2 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 1343 4 4 2 3 3 4 4 3 3 1 3 2 1 4 4 3 3 2 3 3 3 3 1444 3 4 1 4 3 2 3 3 2 3 3 4 3 4 3 4 2 2 3 4 3 3 1643 4 2 2 2 2 3 3 3 3 1 4 3 4 2 2 3 3 3 3 3 4 3 1372 3 1 3 2 2 3 2 3 2 2 3 3 4 3 3 2 2 2 2 3 3 3 1364 2 3 1 4 3 3 2 2 3 2 1 4 1 3 3 4 4 1 2 2 1 1 1331 4 4 4 2 1 1 1 4 1 2 4 1 1 4 3 3 4 1 1 3 4 4 1434 1 4 1 4 1 1 1 1 1 4 1 4 1 4 1 4 1 1 1 4 1 1 1033 3 1 3 4 2 3 3 3 2 4 3 3 4 3 4 3 4 4 4 3 4 4 1553 3 3 3 4 3 2 3 2 3 3 3 3 4 4 3 4 3 3 2 3 3 2 1504 1 4 1 3 1 2 3 1 1 4 2 2 1 4 1 3 3 1 1 4 1 1 1022 4 4 4 4 3 4 4 4 4 1 4 2 4 3 3 2 4 4 3 3 4 4 1703 2 4 1 2 3 2 3 2 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 4 1423 1 4 3 2 4 4 4 2 3 4 4 2 1 4 3 4 3 1 3 4 4 4 1503 2 3 1 2 3 2 3 3 2 4 2 3 2 3 2 4 1 4 4 1 3 3 1373 3 4 3 1 3 4 3 3 3 3 2 4 3 3 4 3 4 4 3 3 4 3 1622 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 1412 3 3 3 2 2 2 3 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 4 1393 4 3 3 2 3 3 3 3 3 1 4 2 4 2 3 2 3 3 3 3 4 3 1433 2 3 1 3 1 2 1 3 3 3 2 2 2 4 2 3 3 2 2 4 3 2 1284 4 3 3 3 3 3 3 3 4 3 4 3 3 3 4 4 4 4 4 3 3 4 1733 3 3 3 2 3 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 2 2 3 4 4 141
Total
4 3 3 1 3 2 4 4 3 4 3 3 4 2 4 4 4 4 4 1 4 4 4 1613 3 3 2 4 2 3 2 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 1463 3 4 3 3 2 3 2 3 3 3 1 3 4 3 3 2 3 4 3 3 3 4 1523 3 3 2 3 3 2 2 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 1443 3 4 3 2 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 1494 4 4 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 3 4 4 1663 3 4 3 3 3 3 2 2 2 4 1 3 1 4 1 4 3 2 1 3 2 2 1353 4 4 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 1453 3 3 3 2 4 4 3 3 3 3 4 4 3 3 3 4 3 4 3 3 4 4 161
100 98 108 80 91 85 91 88 93 84 91 92 96 88 106 92 105 100 91 85 103 103 102 4797
72
Kualifikasi Persepsi Para Suster yunior FSE Angkatan 2002-2008 tentang
Komunikasi Antarpribadi antara Mereka dengan Pemimpin Komunitas
dalam Bimbingan Pribadi
NO Nomor
Subyek/
Sr yunior
Skor yang
total yang
dicapai
Skor Total
Seharusnya
Kategori
Komunikasi
Antarpribadi
Penggolongan
persepsi
Komunikasi
antarpribadi
1 23 173 200 Tinggi Baik
2 14 170 200 Tinggi Baik
3 30 166 200 Tinggi Baik
4 5 164 200 Tinggi Baik
5 18 162 200 Tinggi Baik
6 33 161 200 Tinggi Baik
7 25 161 200 Tinggi Baik
8 1 158 200 Tinggi Baik
9 6 155 200 Tinggi Baik
10 11 155 200 Tinggi Baik
11 27 152 200 Cukup Tinggi Baik
12 16 150 200 Cukup Tinggi Baik
13 12 150 200 Cukup Tinggi Cukup Baik,
14 29 149 200 Cukup Tinggi Cukup Baik
15 26 146 200 Cukup Tinggi Cukup Baik
16 32 145 200 Cukup Tinggi Cukup Baik
17 4 144 200 Cukup Tinggi Cukup Baik
18 28 144 200 Cukup Tinggi Cukup baik
19 9 143 200 Cukup Tinggi Cukup Baik
73
20 21 143 200 Cukup Tinggi Cukup Baik
21 15 142 200 Cukup Tinggi Cukup Baik
22 19 141 200 Cukup Tinggi Cukup Baik
23 24 141 200 Cukup Tinggi Cukup Baik
24 20 139 200 Cukup Tinggi Cukup Baik
25 17 137 200 Cukup Tinggi Cukup Baik
26 7 136 200 Cukup Tinggi Cukup Baik
27 2 135 200 Cukup Tinggi Cukup Baik
28 31 135 200 Cukup Tinggi Cukup Baik
29 3 134 200 Cukup Tinggi Cukup Baik
30 8 133 200 Cukup Tinggi Cukup Baik
31 22 128 200 Cukup Tinggi Cukup Baik
32 10 103 200 Cukup Tinggi Cukup Baik
33 13 102 200 Cukup Tinggi Cukup Baik 4797
74
1. Mean merupakan nilai kelompok yang dipandang konstan dan karena itu
digunakan untuk menetapkan batas tinggi atau rendah suatu skor. Skor yang <
Mean dikategorikan rendah. Skor yang ≥ Mean dikategorikan tinggi. Perhitungan
mean skor total menggunakan :
N
XM ∑=
334797
=M
= 145,36
2. Berdasarkan Tabel di atas dapat disimpulkan:
Persepsi Para Suster Yunior FSE angkatan 2002—2008 tentang Komunikasi
Antarpribadi antara Mereka dengan Pemimpin Komunitas dalam Bimbingan
Pribadi
Rentang Skor ∑ Suster yunior Persentase Kategori ≥3,0 12 Sr yunior 36,36% Baik 2,0—3,0 21 suster yunior 63,63% Cukup Baik < 2,0 0 0 Kurang Baik
75
75
Hasil Analisis Klasifikasi Skor Rata-rata Deskripsi Persepsi Para Suster FSE Yunior Angkatan 2002-2008 Tentang Komunikasi Antarpribadi Antara Mereka dengan Pimpinan Komunitas
Dalam Bimbingan Pribadi
Nomor Pembukaan Membangun Mendengarkan Mengungkapkan Menerima & Gestalt Subjek Diri Kepercayaan & Memahami Perasaan Mendukung (Komposit)
1 2,7 3,4 3,4 3,3 3 3,16 2 2,7 2,7 2,8 2,5 2,8 2,73 2,9 2,6 2,9 2,2 2,8 2,684 2,1 3,1 3,5 2,8 2,9 2,88 5 3,6 3,5 3,4 2,8 3,1 3,28 6 2,1 3,1 2,9 2,6 3 2,74 7 2,4 3,2 2,8 2,5 2,7 2,72 8 3,3 2,7 2,6 2,5 2,2 2,66 9 3 3,5 2,9 2,1 2,8 2,86
10 2,2 2,1 2,2 1,9 1,9 2,06 11 3,1 2,7 3 3 3,7 3,1 12 2,9 3,5 2,6 2,9 3,1 3 13 2,1 2,2 1,9 2 2 2,04 14 3,1 3,5 3,6 3,4 3,4 3,4 15 3,2 2,8 2,7 2,3 3,2 2,84 16 2,3 3,3 3,1 3,2 3,1 3 17 3 2,9 2,6 2,5 2,7 2,74 18 3 3,6 3,3 2,9 3,4 3,24 19 2,8 2,8 2,7 2,8 3 2,82 20 2,8 2,6 3 2,5 3 2,78 21 2,5 2,9 3,2 2,7 3 2,86 22 2,7 2,8 2,5 2,1 2,7 2,56 23 3,6 3,4 3,5 3,2 3,6 3,46 24 2,6 2,7 3,1 2,8 2,9 2,82 25 2,9 3,4 3,2 3,1 3,5 3,22 26 3,1 2,9 3 2,7 2,9 2,92 27 2,7 3,3 3,4 2,6 3,2 3,04 28 3,1 2,8 3 2,6 2,9 2,88 29 3,2 2,9 3 2,8 3 2,98 30 3,1 3,5 3,5 3,1 3,4 3,32 31 2,7 3 2,9 2,6 2,3 2,7 32 2,7 2,8 3,3 2,8 2,9 2,9 33 3,1 3,3 3 3,3 3,4 3,22
Keterangan: artinya: kurang baik artinya: cukup baik artinya: baik