Skenario 3 Neuro
-
Upload
freza-farizan -
Category
Documents
-
view
238 -
download
0
description
Transcript of Skenario 3 Neuro
Lu’lu Zamzami – 1102013157 SKENARIO 3 NEUROLOGI
LI. I MM Pusat dan Jaras Nyeri
Jaras spesifik Nyeri
A. Traktus spinotalamikus Lateralis
i. Axon dari neiron orde pertama (ganglion spinalis) memasuki ujung cornu
posterius substantia grissea medulla spinalis dan segera bercabang menjadi
serabut yang naik dan yang turun
ii. Sesudah memasuiki satu atau dua segmen medulla spinalis membentuk tractus
posterolateral (lissaueri) , serabut ini segera bersinapsis dengan neuron orde
kedua yang terletak pada kelompok sel substantia gelatinosa cornu posterius
iii. Axon dari neuron orde kedua berjalan menyilang garis tengah pada comissura
anterior substantia grissea dam substantia alba kemudian naik keatas pada sisi
kontra lateral sebagai anterius. Sewaktu berjalan keatas, serabut saraf baru
terus bertambah sesuai dengan banyaknya segmen medulla spinalis, demikian
rupa sehingga pada bagian atas cervical terdapat
a) Serabut sraf yang datang dari sacral terletak posterolateral
b) Serabut saraf yang datang dari cervical terletak anteromedial (serebut
saraf yang menghantarkan rasa sakit terletak didepan yang
menghantarkan sensasi suhu)
Lu’lu Zamzami – 1102013157 SKENARIO 3 NEUROLOGI
iv. Pada Medulla oblongata tractus tersebut terletak pada dataran lateral antara
nucleus olivarius inferius dengan nucleus tractus spinalis N.Trigeminus. disini
ia bergabung dengan
1. Tractus spinothalamicus anterius
2. Tractus spinotectalis
Yang kemudian gabungan dari ketiganya disebut lemniscus spinalis
v. Pada pons kemudian naik keatas dibagian belakang pons
vi. Pada mesencephalon kemudian lemniscus medialis berjalan pada tegmentum ,
lateralis dari lemniscus medialis
vii. Pada diencephalon serabut saraf dari tractus spinothalamicus lateralis akan
bersinapsis dengan neuron orde ketiga yaitu nucleus posterolateral dari
keolompok ventral thalamus (bagian dari nucleus lateralis thalamus), dimana
disini akan terjadi penilaian kasar sensasi sakit dan suhu dan reaksi emosi
mulai timbul.
viii. Axon dari neuron orde ketiga jalan memasuki crus posterior capsula interna
dan corona radiata untuk berakhi pada gyrus postcentralis (brodmann 3 2 1) .
dari sini informasi rasa sakit dan suhu akan diteruskan ke area motorik dan
area asosiasi di cortex lobus parietalis.
ix. Cortex cerevri gyrus psotcentralis berfungsi untuk menafsirkan suhu dan sakit
sehingga akan muncul kesadaran terkait sensasi tersbut.
Pembagian secara fisiologis
Sewaktu memasuki medulla spinalis , sinyal rasa nyeri melewati dua jalur ke otak yaitu:
Lu’lu Zamzami – 1102013157 SKENARIO 3 NEUROLOGI
A. Traktus neospinotalamikus
Traktus neospinotalamisu berfungsi utnuk menyalurkan nyeri
secara cepat. Terutama terdiri atas serabut A-Delta yang tyerutama dilalui
oleh rasa nyeri mekanik dan nyeri suhu akut. Serabut perifer jalur ini
berakhir pada lamina I kornu dorsalis. Dan dari sini akan merangsang
neuron orde dua dari tractus neospinotalamicus. Neuron ini akan
mengirimkan sinyal ke serabut panjang yang terletak di dekat sisi lain
medulla spinalis dalam komisura anterior dan selanjutnya berbelok naik ke
otak dalam kolumna anterolateralis.
1. Hanya sebagian kecil saja serabut neopinotalamikus berakhir di
daerah retikularis batang otak, sisaya melewati batang otak dan
langsung berakir di kompleks ventrobasal thalami.
2. Nyeri cepat dapat dilokalisasi dengan mudah di dalam tubuh
3. Neurotransmiter A delta umumnya adalah glutamat
B. Traktus paleospinotalamikus
Jalur ini befungsi untuk menjalarkan nyeri lambat-kronik , sebagian
serabutnya adalah tipe C, sebagian kecil A-delta. Dalam jaras ini, serabut-
serabut perifer berakhri pada lamina II dan II kornu dorsalis yang secara
bersama-sama disebut substansi gelatinosa, serabut C terletak lebih lateral dari
Lu’lu Zamzami – 1102013157 SKENARIO 3 NEUROLOGI
A-delta. Setelah itu akan berlanjut ke lamina V dan neuron-neuronnya
merangsang akson-akson panjang (yang juga menjadi penghantar nyeri cepat)
yang mula-mula melewati komisura anterior ke sisi berlawanan dari medulla
spinalis ,kemudian naik ke otak melalui jaras anterolateral
Neotransmiter nya adalah glutamat dan Substansi P, substansi P bersifat
lebih lambat dari Glutamat yang memungkinkan glutamat untuk sampai
terlebih dahulu. Yang menjelaskan suatu fenomena rasa sakit “ganda”
Jaras paleospinotalamikus berakhir kebanyakan di
a. Mucleus retikularis medula, pons dan mesensefalon
b. Area tektal mesensefalon sampai kolukulus usperior dan inferior
c. Daerah periakuaduktus substansia grisea yang mengelilingi aquaductus
sylvii
Kemampuan lokalisasi rasa nyeri pada jalur lambat sangatlah
buruk dan kebanyakan hanya dapat dilokalisasi di bagian tubuh yang luas
Formasio retikularis berfungsi untuk menimbulkan persepsio nyeri
yang disadari
Mekanisme penghantaran nyeri
Fisiologi nyeri melalui proses-proses berikut
1. Proses Transduksi (Transduction)
Proses transduksi merupakan proses dimana suatu stimuli nyeri diubah menjadi suatu
aktifitas listrik yang akan diterima ujung-ujung saraf. Stimuli ini dapat berupa stimuli
fisik (tekanan), suhu (panas) atau kimia (substansi nyeri). Transduksi rasa sakit dimulai
ketika ujung saraf bebas (nociceptors) dari serat C dan serat A delta neuron aferen primer
menanggapi rangsangan berbahaya. Nosiseptors terkena rangsangan berbahaya ketika
kerusakan jaringan dan inflamasi terjadi sebagai akibat dari, misalnya, trauma,
pembedahan, peradangan, infeksi dan iskemia.
Nociceptors didistribusikan pada ;
1. Struktur Somatik (kulit, otot, jaringan ikat, tulang, sendi);
2. Struktur Viseral (organ viseral seperti hati, saluran gastro-intestinal).
Lu’lu Zamzami – 1102013157 SKENARIO 3 NEUROLOGI
3. Serat C dan serat A-delta yang terkait dengan kualitas yang berbeda rasa sakit.
Ada tiga kategori rangsangan berbahaya:
1. Mekanik (tekanan, pembengkakan, abses, irisan, pertumbuhan
Tumor)
2. Thermal (membakar, panas);
3. Kimia (neurotransmitter rangsang, racun, iskemia, infeksi).
Penyebab stimulasi mungkin internal, seperti tekanan yang diberikan oleh tumor atau
eksternal, misalnya, terbakar. Stimulasi ini menyebabkan pelepasan mediator kimia
berbahaya dari sel-sel yang rusak, termasuk: prostaglandin, bradikinin, serotonin,
substansi P, kalium, histamin. Mediator kimia ini mengaktifkan nosiseptor terhadap
rangsangan berbahaya. Dengan maksud memperbaiki rasa nyeri, pertukaran ion natrium
dan kalium (depolarisasi dan repolarisasi) terjadi pada membran sel. Hal ini
menghasilkan suatu potensial aksi dan generasi dari sebuah impuls nyeri.
2. Proses Transmisi ( Trasmision)
Proses tranmisi dimaksudkan sebagai penyaluran impuls melalui saraf sensoris
menyusul proses transduksi. Impuls ini akan disalurkan oleh serabut saraf A delta dan
serabut C sebagai neuron pertama, dari perifer ke medulla spinalis dimana impuls
tersebut mengalami modulasi sebelum diteruskan ke thalamus oleh traktus
sphinotalamikus sebagai neuron kedua. Dari thalamus selanjutnya impuls disalurkan ke
daerah somato sensoris di korteks serebri melalui neuron ketiga, dimana impuls tersebut
diterjemahkan dan dirasakan sebagai persepsi nyeri.
3. Proses Modulasi (Modulation)
Proses modulasi adalah proses dimana terjadi interaksi antara sistem analgesik
endogen yang dihasilkan oleh tubuh pada saat nyeri masuk ke kornu posterior medula
spinalis. Proses acendern ini di kontrol oleh otak. Sistem analgesik endogen ini meliputi
enkefalin, endorfin, serotonin, dan noradrenalin memiliki efek yang dapat menekan
impuls nyeri pada kornu posterior medulla spinalis. Kornu posterior ini dapat diibaratkan
sebagai pintu yang dapat tertutup atau terbukanya pintu nyeri tersebut diperankan oleh
sistem analgesik endogen tersebut di atas. Proses modulasi inilah yang menyebabkan
Lu’lu Zamzami – 1102013157 SKENARIO 3 NEUROLOGI
persepsi nyeri menjadi sangat subyektif pada setiap orang. . Suatu jaras tertentu telah
diternukan di sistem saran pusat yang secara selektif menghambat transmisi nyeri di
medulla spinalis. Jaras ini diaktifkan oleh stress atau obat analgetika seperti morfin
(Dewanto).
4. Persepsi
Persepsi merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri. Pada saat individu
menjadi sadar akan nyeri, maka akan terjadi reaksi yang kompleks.
a. Korteks somatosensori: Ini adalah terlibat dengan persepsi dan interpretasi dari
sensasi. Ini mengidentifikasi intensitas, jenis dan lokasi sensasi rasa sakit dan sensasi
yang berkaitan dengan pengalaman masa lalu, memori dan aktivitas kognitif. Ini
mengidentifikasi sifat stimulus sebelum memicu respons, misalnya, di mana rasa
sakit itu, seberapa kuat itu dan bagaimana rasanya.
b. Sistem limbik: Hal ini bertanggung jawab untuk respon emosi dan perilaku terhadap
rasa sakit misalnya, perhatian, suasana hati, dan motivasi, dan juga dengan
pengolahan rasa sakit,dan pengalaman masa lalu rasa sakit.
RESEPTOR NYERI
Aferen primer mencakup serat A-alfa dan A-beta yang besar dan bermielen serta
membawa impuls yang besar dan tidak bermielin ( tidak diperlihatkan ) serta membawa
impuls yang memperantarai sentuhan, tekanan, dan propriosepsi dan serat A-delta yang kecil
bermielin dan serat C yang tidak bermielin, yang membawa impuls nyeri. Aferen-aferen
primer ini menyatu di sel-sel kornu dorsalis medulla spinalis, masuk ke zona lissauer, serat
pascaganglion simpatis adalah serat eferen dan terdiri dari serat-serat C tidak bermielin.
Lu’lu Zamzami – 1102013157 SKENARIO 3 NEUROLOGI
SENSITISASI NOSISEPTOR DI DAERAH CEDERA JARINGAN
Pengaktifan langsung dengan tekanan intensif yang menyebabkan kerusakan sel.
Kerusakan sel menyebabkan dibebaskannya kalium ( K) intra sel dan sintesis prostaglandin
(PgG) dan bradikinin (BK. Prostaglandin meningkatkan sensitivitas reseptor nyeri
bradikinin, yaitu zat kimia penghsil nyeri yang paling kuat.
Apapun bentuknya, pada nantinya hal tersebut akan menyebabkan perubahan permeabilitas
neurong sehingga dapat terjadi suatu potensial aksi dengan perpindahan ion-ion yang
timbul.
Lu’lu Zamzami – 1102013157 SKENARIO 3 NEUROLOGI
LI. II MM Nyeri Kepala
2.1 Definisi
Sakit kepala adalah rasa sakit atau tidak nyaman antara orbita dengan kepala yang
berasal dari struktur sensitif terhadap rasa sakit. Neurology and neurosurgery illustrated
Kenneth).
2.2 Etiologi
Sakit kepala bisa disebabkan oleh kelainan:
(1) vascular
(2) jaringan saraf
(3) gigi – geligi
(4) orbita
(5) hidung dan
(6) sinus paranasal
(7) jaringan lunak di kepala, kulit, jaringan subkutan, otot, dan periosteum kepala.
Selain kelainan yang telah disebutkan diatas, sakit kepala dapat disebabkan oleh stress dan
perubahan lokasi (cuaca, tekanan)
2.3 Klasifikasi
Berdasarkan patofisiologinya nyeri terbagi dalam:
1. Nyeri nosiseptif atau nyeri inflamasi, yaitu nyeri yang timbul akibat adanya stimulus
mekanis terhadap nosiseptor.
2. Nyeri neuropatik, yaitu nyeri yang timbul akibat disfungsi primer pada system saraf
3. Nyeri idiopatik, nyeri di mana kelainan patologik tidak dapat ditemukan.
4. Nyeri psikologik
Lu’lu Zamzami – 1102013157 SKENARIO 3 NEUROLOGI
Berdasarkan kausanya, digolongkan nyeri kepala primer dan nyeri kepala sekunder.
Nyeri kepala primer adalah nyeri kepala yang tidak jelas terdapat kelainan anatomi atau kelainan
struktur atau sejenisnya. Sedangkan nyeri kepala sekunder, yaitu nyeri kepala lebih dari tiga
bulan yang mengalami pertambahan dalam derajat berat, frekuensi dan durasinya serta dapat
disertai munculnya deficit neurologis yang lain selain nyeri kepala.
1. Primer, tidak terdapat penyebab dasarnya. Diantaranya:
a. Migraine, adanya vasodilatasi arteri ekstrakranial dimana pada saat serangan terjadi
vasokonstriksi intra cranial
b. Nyeri kepala tipe tegang, karena kontraksi otot leher.
2. Sekunder, disebabkan karena vasodilatasi akibat demam tinggi, peningkatan tekanan darah,
hipoksia, intoksikasi CO, dan keadaan patologis lainnya. Diantaranya:
a. Traction headache, karena trakdi atau kompresi dari struktur peka nyeri intracranial akibat
tumor, hematom, dsb.
b. Inflamasi, disebabkan stimulasi struktur peka nyeri intracranial akibat perdarahan
subarachnoid, meningitis, dural sinus phlebitis, juga ekstrakranial temporal arteritis.
c. Referred head pain, disebabkan sakit mata, hidung atau sinus, gigi, dsb
d. Psikogenik, akibat depresi, delusi.
e.
Nyeri kepala secara general dibagi atas:
1. Nyeri kepala Intrakranial
Daerah sensitif nyeri tempurung kepala
Jaringan otak sendiri tidak sensitif terhadap rasa sakit, perangsangan jaringan otak,
terutama korteks akan malah menimbulkan sensai nyeri di tempat yang jauh (misal tangan atau
kaki). Sebaliknya, tekanan , regangan, segala bentuk cedera yang mempengaruhi sinus venosis
dan arteri di otak (terutama arteri meningea media) akan menyebabkan nyeri kepala yang sangat
hebat
Daerah kepala tempat peralihan nyeri kepala intrakranial
Semua rangsangan berupa [eristiwa apapun yang terjadi diatas tentorium cerebri akan
menimbulkan manifestasi sakit kepala separuh bagian frontal, sedangkan stimulasi-stimulasi
Lu’lu Zamzami – 1102013157 SKENARIO 3 NEUROLOGI
yang berasal dari bawah bagian bawah Tentorium (batang otak, serebelum) akan bermanifestasi
sebagai sakit kepala pada separuh belakang kepala
a. Nyeri kepala meningitis
Peradangan selaput otak yang terjadi pada meningitis akan bermanifestasi
sebagi sakit kepala yang terjadi di semua derah kepala
b. Nyeri kepala akibat kekurangan CSF
Apabila seseorang dikeluarkan sebagian CSF nya maka akan timbul nyeri
hebat saat ia berdiri
c. Nyeri kepala Migrain
Nyeri ini disebabkan oleh gangguan vaskular yang dapat juga terkait faktor
psikogenik
d. Nyeri kepala alkoholik
Hal ini ditimbulkan akibat konsumsi alkohol berlebih, alkohol toksik terhadap
jaringan otak
e. Nyeri kepala konstipasi
Konstipasi dapat menimbulkan nyeri kepala
2. Nyeri kepala ekstrakranial
a. Nyeri kepala akibat spasme otot
i. Nyeri ini dapat ditimbulkan oleh ketegangan emosiaonal yan gmenyebvabkan
spasme otot-oto yang melekat pad kulit kepala , leher, dan occiput. Keadaan
ini diduga merupakan penyebab umum timbulnya nyeri kepala. Sebagai
akibatmnya, nyeri akan dialihkan ke daerah kepala yang lebih dalam,
menyebabkan rasa nyeri yang ada serupa dengan nyeri kepala intrakranial dan
terasa parah.
b. Nyeri kepala akibat iritasi hidung dan struktur sekitarnya
i. Peradangan [pada mukosa hidung dan struktur terkait (misal:sinus) akan
menyebabkan nyerikepala yang akan dialihkan kebagian belakang mata atau
permukaan frontal dahi dan kulit kepala.
c. Nyeri kepala akibat kelainan mata.
i. Nyeri kepala yang timbul pada tipe ini dapat disebabkan oleh kerja muskulus
ciliaris yang berlebihan dalam upaya akomodasi saat seseorang berusaha
Lu’lu Zamzami – 1102013157 SKENARIO 3 NEUROLOGI
memfokuskan terhadap sesuatu, yang akan menimbulkan spasme otot okuler
dan otot facialis
ii. atau juga saat terpajan cahaya yang berlebihan, cimana akan terjadi cedera
retina dan menimbulkan rasa nyeri.
2.4 Patofisiologi
Beberapa mekanisme umum yang tampaknya bertanggung jawab memicu nyeri
kepala adalah sebagai berikut (Lance,2000) : (1) peregangan atau pergeseran pembuluh
darah; intrakranium atau ekstrakranium, (2) traksi pembuluh darah, (3) kontraksi otot
kepala dan leher ( kerja berlebihan otot), (3) peregangan periosteum (nyeri lokal), (4)
degenerasi spina servikalis atas disertai kompresi pada akar nervus servikalis (misalnya,
arteritis vertebra servikalis), defisiensi enkefalin (peptida otak mirip- opiat, bahan aktif
pada endorfin).
2.5 Manifestasi Klinis
Fase I : Prodromal
Lu’lu Zamzami – 1102013157 SKENARIO 3 NEUROLOGI
Sebanyak 50% pasien mengalami fase prodromal ini yang berkembang pelan-pelan
selama 24 jam sebelum serangan. Gejala: kepala terasa ringan ,tidak enak, iritabel,
memburuk bila makan makanan tertentu seperti makanan manis, mengunyah terlalu kuat,
sulit/malas berbicara.
Fase II : Aura
a) Gangguan penglihatan yang paling sering dikeluhkan pasien. Khas pasien melihat
seperti melihat kilatan lampu blits (photopsia) atau melihat garis zig zag disekitar
mata dan hilangnya sebagian penglihatan pada satu atau kedua mata (scintillating
scotoma).
b) Gejala sensoris yang timbul berupa rasa kesemutan atau tusukan jarum pada lengan,
dysphasia.
c) Fase ini berlangsung antara 5 – 60 menit. Sebanyak 80% serangan migraine tidak
disertai aura.
Fase III : Headache
a) Nyeri kepala yang timbul terasa berdenyut dan berat. Biasanya hanya pada salah satu sisi
kepal tetapi dapat juga pada kedua sisi. Sering disertai mual muntah tidak tahan cahaya
(photofobia) atau suara (phonofobia). Nyeri kepala sering memburuk saat bergerak dan
pasien lebih senang istrahat ditempat yang gelap dan ini sering berakhir antara 2 – 72
jam.
Fase IV : Postdromal
Saat ini nyeri kepala mulai mereda dan akan berakhir dalam waktu 24 jam, pada fase ini
pasien akan merasakan lelah, nyeri pada ototnya kadang kadang euphoria. Setelah nyeri kepala
hilang
2.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding
1. ANAMNESIS NYERI KEPALA
Mula timbul
Nyeri kepala yang dimulai sejak masa kanak-kanak, masa remaja atau dewasa muda
biasanya migren; jenis ini umumnya berhenti pada saat menopause, meskipun pada beberapa
kasus justru mulai dirasakan pada masa tersebut. Nyeri kepala tipe tegang dapat mulai diderita
Lu’lu Zamzami – 1102013157 SKENARIO 3 NEUROLOGI
setiap saat, Sedangkan nyeri kepala yang baru mulai dirasakan pada usia yang lebih lanjut harus
diselidiki kemungkinan penyebab organiknya seperti arteritis temporalis, gangguan peredaran
darah otak atau tumor. Hati-hati terhadap nyeri kepala yang progresif memberat karena mungkin
didasari kelainan organik; makin lama nyeri kepala diderita tanpaberubah sifat, makin besar
kemungkinan- nya disebabkan oleh faktor-faktor yang jinak (benign).
Lokasi
Nyeri kepala migren dapat dirasakan di manapun, paling sering di daerah temporal
(pelipis), bisa unilateral, bilateral atau berganti-ganti. Nyeri kepala unilateral di sekitar orbita
dapat disebabkan oleh nyeri kepala klaster. Nyeri kepala akibat gangguan gigi-geligi, sinus atau
mata biasanya dirasakan di daerah frontal, dapat menjalar ke oksipital dan leher, sedangkan nyeri
bitemporal dapat disebabkan oleh tumor sella/parasella. Nyeri kepala akibat tumor, bergantung
letaknya, bila supratentorial umumnya dirasakan di frontal atau vertex, sedangkan bila letaknya
infratentorial/fossa posterior
Frekuensi
Pola serangan nyeri dapat merupakan petunjuk diagnosis, terutama tipe klaster yang khas,
berupa serangan-serangan singkat antara 3090 menit, berulang 26 kali sehari selama beberapa
hari, kemudian dapat remisi selama beberapa minggu sampai beberapa tahun. Migren juga dapat
bersifat sporadik, sedangkan nyeri kepala tipe tegang umumnya bersifat menetap, berangsur-
angsur memberat atau berfluktuasi selama berhari-hari.
Sifat
Nyeri berdenyut dapat disebabkan oleh demam, migren, hipertensi atau tumor hemangioma.
Nyeri kepala akibat tumor atau meningitis biasanya menetap dan nyeri, kadang-kadang juga
terasa berdenyut. Nyeri kepala tipe tegang dirasakan menekan, persisten dan kadang-kadang
dirasakan seperti diikat. Nyeri paling hebat disebabkan oleh pecahnya aneurisma, meningitis,
demam, migren atau yang berhubungan dengan hipentensi maligna; nyeri hebat dan mendadak
(thunderclap), apalagi bila disusul dengan rasa lemah dan penurunan kesadaran harus dicurigai
disebabkan oleh aneunisma intrakranial yang pecah. Nyeri kepala akibat tumor atau abses
Lu’lu Zamzami – 1102013157 SKENARIO 3 NEUROLOGI
biasanya bersifat Sedang, demikian juga dengan nyeri yang disebabkan oleh proses di daerah
sinus, gigi geligi atau mata. Nyeri kepala migren jarang berlangsung lebih dari 14 jam, yang khas
ialah adanya periode bebas keluhan di antara serangan; sedangkan nyeri kepala tipe tegang dapat
berlangsung berhari- hari, bahkan bertahun-tahun. Nyeri yang terutama dirasakan di pagi hari,
selain yang disebabkan oleh tumor, juga dapat ditimbulkan oleh hipertensi, atau migren biasa.
Mignen timbul di saat ketegangan emosional, cuaca panas, kesibukan yang meningkat,sedangkan
nyeri kepala yang berhubungan dengan sinus muncul saat infeksi saluran napas, di saat
pergantian musim atau berkaitan dengan alergi
2). Pemeriksaan fisisk
1) Keadaan umum pasien & mentalnya
2) Tanda tanda rangsangan meningeal
3) Adakah kelainan saraf cranial ?
4) Adakah kelainan pada kekuatan otot, refleks dan koordinasinya ?
3). Pemeriksaan penunjang
1.Laboratorium darah ,LED
2. Lumbal punksi
3. Elektroensefalografi
4. CT Scan kepala , MRI
Migren
Anamnesa riwayat penyakit dan ditegakkan apabila terdapat tanda ± tanda
khas migren. Kriteria diagnostik IHS untuk migren dengan aura mensyaratkan bahwa harus
terdapat paling tidak tiga dari empat karakteristik berikut :
(1) migren dengan satu atau lebih aura reversibel yang mengindikasikan disfungsi serebral
korteks dan atau tanpa disfungsi batang otak
(2) paling tidak ada satu aura yang terbentuk berangsur ± angsur lebih dari 4 menit
(3) aura tidak bertahan lebih dari 60 menit
(4) sakit kepala mengikuti aura dalam interval bebas waktu tidak mencapai 60 menit
Lu’lu Zamzami – 1102013157 SKENARIO 3 NEUROLOGI
Kriteria diagnostik IHS untuk migren tanpa aura mensyaratkan bahwa harus terdapat
paling sedikit lima kali serangan nyeri kepala seumur hidup yang memenuhi kriteria berikut :
(a) berlangsung 4 ± 72 jam (b) paling sedikit memenuhi dua dari :
(1) unilateral (2) sensasi berdenyut (3) intensitas sedang berat (4) diperburuk oleh aktifitas (5)
bisa terjadi mual muntah, fotofobia dan fonofobia.
Pemeriksaan Penunjang Migren Pemeriksaan untuk menyingkirkan penyakit lain ( jika
ada indikasi) adalah pencitraan ( CT scan dan MRI) dan punksi lumbal.
Sakit Kepala Cluster
Tidak seperti migraine, nyeri kepala cluster selalu unilateral dan biasanya terjadi pada
region yang sama secara berulang-ulang. Nyeri kepala ini umumnya terjadi pada malam hari,
membangunkan pasien dari tidur, terjadi tiap hari, seringkali terjadi lebih dari sekali dalam satu
hari. Nyeri kepala ini bermulai sebagai sensasi terbakar (burning sensastion) pada aspek lateral
dari hidung atau sebagai sensasi tekanan pada mata. Injeksi konjunctiva dan lakrimasi ipsilateral,
kongesti nasal, ptosis, photophobia, sindrom Horner, bahkan ditemukan pula pasien dengan
gejala
gastrointestinal
Diagnosis Banding
2.7 Tatalaksana
Nyeri kepala dapat diobati dengan preparat asetilsalisilat dan jika nyeri kepala
sangat berat dapat diberikan preparat ergot (ergotamin atau dihidroergotamin). Bila
perlu dapat diberikan intravena dengan dosis 1 mg dihidroergotaminmetan sulfat atau
Lu’lu Zamzami – 1102013157 SKENARIO 3 NEUROLOGI
ergotamin 0,5 mg. Preparat Cafergot ( mengandung kafein 100 mg dan 1 mg ergotamin)
diberikan 2 tablet pada saat timbul serangan dan diulangi ½ jam berikutnya.
Pada pasien yang terlalu sering mengalami serangan dapat diberikan preparat
Bellergal (ergot 0,5 mg; atropin 0,3 mg; dan fenobarbital 15mg) diberikan 2 – 3 kali
sehari selama beberapa minggu. Bagi mereka yang refrakter dapat ditambahkan
pemberian ACTH (40 u/hari) atau prednison (1mg/Kg BB/hari) selama 3 – 4 minggu.
Preparat penyekat beta,seperti propanolol dan timolol dilaporkan dapat mencegah
timbulnya serangan migren karena mempunyai efek mencegah vasodilatasi kranial.
Tetapi penyekat beta lainnya seperti pindolol, praktolol, dan aprenolol tidak mempunyai
efek teraupetik untuk migren, sehingga mekanisme kerjanya disangka bukan semata –
mata penyekat beta saja. Preparat yang efektif adalah penyekat beta yang tidak memiliki
efek ISA ( Intrinsic Sympathomimetic Activity).
Cluster headache umunya membaik dengan pemberian preparat ergot. Untuk
varian Cluster headache umumnya membaik dengan indometasin. Tension type
headache dapat diterapi dengan analgesik dan/atau terapi biofeedback yang dapat
digunakan sebagai pencegahan timbulnya serangan.
Terapi preventif yang bertujuan untuk menurunkan frekuensi, keparahan, dan
durasi sakit kepala. Terapi ini diresepkan kepada pasien yang menderita 4 hari atau
lebih serangan dalam sebulan atau jika pengobatan di atas tidak efektif. Terapi ini harus
digunakan setiap hari. Terapi preventif tersebut adalah pemberian beta bloker, botox,
kalsium channel blokers, dopamine reuptake inhibitors, SSRIs, serotonin atau dopamin
spesifik, dan TCA
Tata Laksana untuk nyeri kepala tipe tegang
A. Terapi
Non farmakologis
1. Terapi perilaku
a. Konseling
b. Terapi perilaku
c. Terapi manajemen stress
Lu’lu Zamzami – 1102013157 SKENARIO 3 NEUROLOGI
d. Latihan relaksasi
e. Biofeedback.
2. Intervensi medis
a. Blokade saraf occipital
b. Ice packs
c. Panas
Farmakologis
1. Terapi farmakologis yang ada adalah NSAID berupa
a. Acetaminophen
b. Aspirin
c. Ibuprofen
d. Naproxen
e. Ketoprofen
f. Ketorolac
Obat-obat ini tidak boleh dikonsumsi melebihi 9 hari karena akan
menyebabkan timbulnya komplikasi berupa progresi ke tipe kronik.
2. Kegagalan terapi dengan Over the counter medicine menandakan perlunya
obat preskripsi
3. Dapat juga ditambahakan butalbital dan codeine pada regimen NSAID
4. Terapi profilaksis dapat diberikan pada pasien yang bertipe kronik dengan
serangan lebih dari dua kali dalam satu minggu dengan durasi selama 3-4 jam.
5. Tricyclic Anti Depressant dapat diberikan pada pasien untuk mencegah
terjadinya suatu depresi.
Perlu diingat bahwa dengan adanya resiko substance abuse, maka terapi hanya digunakan untuk
membantu pasien-pasien yang mengalami kesulitan dengan hanya menggunakan behavioural
therapy, bukan sebagai suatu lini pertama.
2.8 KomplikasiKomplikasi TTH adalah rebound headache yaitu nyeri kepala yang disebabkan oleh penggunaan obat - obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dllyang berlebihan. Tension type headache episodik dapat berkembang menjadi tipe kronik, dan depresi akibat gejalanya dapat terjadi sebagai suatu komplikasi pada pasien. Komplikasi Migren adalah
Lu’lu Zamzami – 1102013157 SKENARIO 3 NEUROLOGI
rebound headache, nyeri kepala yang disebabkan oleh penggunaan obat-obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dll yang berlebihan
2.9 PencegahanTerapi Perilaku merupakan pencegahan yang baik pada pasien, mengingat ini adalah suatu
kelainan psikogenik, diharapkan,d engan adanya suatu terapi psikologis, pasien dapat
mengenali jika sakit kepalanya mulai timbul dan mulai melakukan perubahan-perubahan
sikap agar sakit kepalanya mereda.
2.10 PrognosisKelainan tipe episodik jauh lebih mudah ditangani daripada tipe kronik.
LI.III MM Klasifikasi dan Gambaran Klinis Nyeri Somatoform
Klasifikasi nyeri somatoform
Ada 5 gangguan somatoform yang spesifik yaitu :
1. Gangguan konversi
Merupakan bentuk perubahan yang mengakibatkan adanya perubahan fungsi fisik yang tidak
dapat dilacak secara medis. Gangguan ini muncul dalam konflik atau pengalaman traumatik yang
memberikan keyakinan akan adanya penyebab psikologis.
2. Hipokondriasis
Terpaku pada keyakinan bahwa dirinya menderita penyakit yang serius. Ketakukan akan adanya
penyakit terus ada meskipun secara medis telah diyakinkan. Sensasi atau rasa nyeri fisik
biasanya sering diasosiasikan dengan gejala penyakit kronis tertentu.
3. Gangguan somatisasi
Keluhan fisik yang muncul berulang mengenai simptom fisik yang tidak ada dasar organis yang
jelas. Gangguan ini menyebabkan seseorang untuk melakukan kunjungan medis berkali-kali atau
menyebabkan hendaya yang signifikan dalam fungsi.
4. Gangguan dismorfik tubuh
Terpaku pada kerusakan fisik yang dibayangkan atau berlebih-lebihan. Menganggap orang tidak
memperhatikannya karena kerusakan tubuh yang dimilikinya (dipersepsikannya). Gangguan ini
akan membawa seseorang pada perilaku komplusif seperti berulang-ulang berdandan.
Lu’lu Zamzami – 1102013157 SKENARIO 3 NEUROLOGI
5. Gangguan nyeri
Gejala utamanya adalah adanya nyeri pada satu atau lebih tempat yang tidak sepenuhnya
disebabkan oleh kondisi medis atau neurologis nonpsikiatris, disertai oleh penderitaan emosional
dan gangguan fungsional dan gangguan memiliki hubungan sebab yang masuk akal dengan
factor psikologis.
Somatoform berdasarkan PPDGJ III dibagi menjadi,
1. gangguan somatisasi
2. gangguan somatoform tak terperinci
3. gangguan hipokondriasis
4. disfungsi otonomik somatoform
5. gangguan nyeri somatoform menetap
6. gangguan somatoform lainnya
7. gangguan somayoform YTT
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang
berulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya
negatif dan juga telah dijelaskan dokternya bahwa tidak ada kelainan yang mendasari keluhannya
(Kapita Selekta, 2001). Beberapa orang biasanya mengeluhkan masalah dalam bernafas atau
menelan, atau ada yang “menekan di dalam tenggorokan”. Masalah-masalah seperti ini dapat
merefleksikan aktivitas yang berlebihan dari cabang simpatis sistem saraf otonomik, yang
dapat dihubungkan dengan kecemasan. Kadang kala, sejumlah simtom muncul dalam bentuk
yang lebih tidak biasa, seperti “kelumpuhan” pada tangan atau kaki yang tidak konsisten dengan
kerja sistem saraf. Dalam kasus-kasus lain, juga dapat ditemukan manifestasi di mana seseorang
berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderita penyakit yang serius, namun tidak ada bukti
abnormalitas fisik yang dapat ditemukan (Nevid, dkk, 2005).
Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian (histrionik),
terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk dokternya untuk menerima
Lu’lu Zamzami – 1102013157 SKENARIO 3 NEUROLOGI
bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan bahwa perlu adanya pemeriksaan fisik yang lebih
lanjut (PPDGJ III, 1993). Dalam kasus-kasus lain, orang berfokus pada keyakinan bahwa
mereka menderita penyakit serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat
ditemukan.
Gambaran keluhan gejala somatoform :
I. Neuropsikiatri:
“kedua bagian dari otak saya tidak dapat berfungsi dengan baik” ;
“saya tidak dapat menyebutkan benda di sekitar rumah ketika ditanya”
II. Kardiopulmonal:
“ jantung saya terasa berdebar debar…. Saya kira saya akan mati”
III. Gastrointestinal:
“saya pernah dirawat karena sakit maag dan kandung empedu dan belum ada dokter
yang dapat menyembuhkannya”
IV. Genitourinaria:
“saya mengalami kesulitan dalam mengontrol BAK, sudah dilakukan pemeriksaan namun
tidak di temukan apa-apa”
V. Musculoskeletal
“saya telah belajar untuk hidup dalam kelemahan dan kelelahan sepanjang waktu”
VI. Sensoris:
“ pandangan saya kabur seperti berkabut, tetapi dokter mengatakan kacamata tidak
akan membantu”
Beberapa tipe utama dari gangguan somatoform adalah gangguan konversi,
hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, dan gangguan somatisasi.
Gangguan somatisasi
Lu’lu Zamzami – 1102013157 SKENARIO 3 NEUROLOGI
1. Adanya beberapa keluhan fisik (multiple symptom) yang berulang, dimana ketika
diperiksa secara fisik/medis, tidak ditemukan adanya kelainan tetapi ia tetap kontinyu
memeriksakan diri. Gangguan tidak muncul karena penggunaan obat. Keluhan yang
umumnya, misalnya sakit kepala, sakit perut, sakit dada, mestruasi tidak teratur, dll
2. Pasien menunjukkan keluhan dengan cara histrionik, berlebihan, seakan tersiksa/merana.
3. Berulang memeriksa diri ke dokter, kadang menggunakan berbagai obat, dirawat di RS
bahkan dilakukan operasi.
4. Sering ditemukan masalah perilaku atau hubungan personal seperti kesulitan dalam
pernikahan.
Gangguan konversi
1. Kondisi dimana panca indera atau otot-otot tidak berfungsi walaupun secara fisiologis,
pada sistem saraf atau organ-organ tubuh tersebut tidak terdapat gangguan/kelainan.
2. Secara fisiologis, orang normal dapat mengalami sebagian atau kelumpuhan total pada
tangan, lengan, atau gangguan koordinasi, kulit rasanya gatal atau seperti ditusuk-tusuk,
ketidak pekaan terhadap nyeri atau hilangnya kemampuan untuk merasakan sensasi
(anastesi), kelumpuhan, kebutaan, tidak dapat mendengar, tidak dapat membau, suara
hanya berbisik, dll.
3. Biasanya muncul tiba-tiba dalam keadaan stres, adanya usaha individu untuk
menghindari beberapa aktivitas atau tanggungjawab.
4. Konsep Freud : energi dari insting yang di repres berbalik menyerang dan menghambat
fungsi saluran sensorimotor.
5. Kecemasan dan konflik psikologik diyakini diubah dalam bentuk simptom fisik.
Hipokondriasis
1. Meyakini/ketakutan atau pikiran yang berlebihan dan menetap bahwa dirinya memiliki
suatu penyakit fisik yang serius
2. Adanya reaksi fisik yang berlebihan terhadap sensasi fisik/tubuh (salah interpretasi
terhadap gejala fisik yang dialaminya), misalnya otot kaku, pusing/sakit kepala, berdebar-
debar, kelelahan.
Lu’lu Zamzami – 1102013157 SKENARIO 3 NEUROLOGI
3. Melakukan banyak tes lab, menggunakan banyak obat, memeriksakan diri ke banyak
dokter atau RS
4. Keyakinan ini terus berlanjut, tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dokter,
walaupun hasil pemeriksaan medis tidak menunjukkan adanya penyakit dan sudah
diyakinkan.
5. Keyakinan ini menyebabkan adanya distress atau hambatan dalam fungsi sosial,
pekerjaan atau aspek penting lainnya.
Gangguan dimorfik tubuh
1. Keyakinan akan adanya masalah dengan penampilan atau melebih-lebihkan kekurangan
dalam hal penampilan (misalnya : keriput di wajah, bentuk atau ukuran tubuh)
2. Keyakinan/perhatian berlebihan ini meyebabkan stress, menghabiskan banyak waktu,
menjadi mal-adaptive atau menimbulkan hambatan dalam fungsi sosial, pekerjaan atau
aspek penting lainnya (menghindar/tidak mau bertemu orang lain, keluar sekolah atau
pekerjaan), juga menyebabkan dirinya sering harus konsultasi untuk operasi plastik
3. Bagian tubuh yang diperhatikan sering bervariasi, kadang dipengaruhi budaya.
Gangguan nyeri
1. Gangguan dimana individu mengeluhkan adanya rasa nyeri yang sangat dan
berkepanjangan, namun tidak dapat dijelaskan secara medis (bahkan setelah pemeriksaan
yang intensif)
2. Rasa nyeri ini bersifat subyektif, tidak dapat dijelaskan, bersifat kronis, muncul di satu
atau beberapa bagian tubuh.
3. Rasa nyeri ini menyebabkan stress atau hambatan dalam fungsi sosial, pekerjaan dan
aspek penting lainnya.
4. Faktor-faktor psikologis sering memainkan peranan penting dalam memunculkan,
memperburuk rasa nyeri.
Lu’lu Zamzami – 1102013157 SKENARIO 3 NEUROLOGI
LI.IV MM Gangguan Somatoform, factor penyebab,predisposisi,presipitasi dan kriteria jenis somatoform menurut PPDGJ,psikologis,psikososial
Definisi
Suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik di mana tidak ditemukan penjelasan medis
yang adekuat.
Gejala dan keluhan somatik menyebabkan penderitaan emosional/gangguan pada kemampuan
pasien untuk berfungsi di dalam peranan sosial atau pekerjaan.
Etiologi
Gangguan Somatisasi : Substitusi instiktual yang direpresi, pengajaran parental, kondisi rumah
tidak stabil, penyiksaan fisik, penurunan metabolisme lobus frontalis dan hemisfer nondominan,
genetika, regulasi abnormal sitokin.
Gangguan Konversi : Represi konflik intrapsikis bawah sadar dan konversi kecemasan ke dalam
suatu gejala psikis, hipometabolisme hemisfer dominan, hipermetabolisme hemisfer
nondominan, gangguan komunikasi hemisferik.
Hipokondriasis : Misinterpretasi gejala-gejala tubuh, model belajar sosial, varian gangguan
depresif dan kecemasan, harapan agresif dan permusuhan terhadap orang lain.
Gangguan Dismorfik Tubuh : Melibatkan metabolisme serotonin, pengaruh kultural dan sosial.
Gangguan Nyeri : Ekspresi simbolik intrapsikis melalui tubuh (aleksitimia), perilaku sakit,
manipulasi untuk mendapat keuntungan hubungan interpersonal, melibatkan serotonin, defisiensi
endorfin.Terdapat faktor psikososial berupa konflik psikologis di bawah sadar yang mempunyai
tujuan tertentu. Pada beberapa kasus ditemukan faktor genetik dalam transmisi gangguan ini.
Selain itu, dihubungkan pula dengan adanya penurunan metabolism (hipometabolisme) suatu zat
tertentu di lobus frontalis dan hemisfer non dominan
Secara garis besar, faktor-faktor penyebab dikelompokkan sebagai berikut (Nevid dkk, 2005) :
a. Faktor-faktor Biologis Faktor ini berhubungan dengan kemungkinan pengaruh genetis
(biasanya pada gangguan somatisasi).
Lu’lu Zamzami – 1102013157 SKENARIO 3 NEUROLOGI
b. Faktor Lingkungan Sosial Sosialisasi terhadap wanita pada peran yang lebih bergantung,
seperti “peran sakit” yang dapat diekspresikan dalam bentuk gangguan somatoform.
c. Faktor Perilaku. Pada faktor perilaku ini, penyebab ganda yang terlibat adalah:
i. Terbebas dari tanggung jawab yang biasa atau lari atau menghindar dari situasi yang
tidak nyaman atau menyebabkan kecemasan (keuntungan sekunder).
ii. Adanya perhatian untuk menampilkan “peran sakit”
iii. Perilaku kompulsif yang diasosiasikan dengan hipokondriasis atau gangguan dismorfik
tubuh dapat secara sebagian membebaskan kecemasan yang diasosiasikan dengan
keterpakuan pada kekhawatiran akan kesehatan atau kerusakan fisik yang dipersepsikan.
d. Faktor Emosi dan Kognitif Pada faktor penyebab yang berhubungan dengan emosi dan
kognitif, penyebab ganda yang terlibat adalah sebagai berikut:
i. Salah interpretasi dari perubahan tubuh atau simtom fisik sebagai tanda dari adanya
penyakit serius (hipokondriasis).
ii. Dalam teori Freudian tradisional, energi psikis yang terpotong dari impulsimpuls yang
tidak dapat diterima dikonversikan ke dalam simtom fisik (gangguan konversi).
iii. Menyalahkan kinerja buruk dari kesehatan yang menurun mungkin merupakan suatu
strategi self-handicaping (hipokondriasis).
Diagnostik
Untuk gangguan somatisasi, diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut:
a) Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak dapat dijelaskan
atas dasar adanya kelainan fisik, yang sudah berlangsung sedikitnya 2 tahun
b) Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ada kelainan
fisik yang dapat menjelaskan keluhan-keluhannya.
c) Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga, yang berkaitan dengan sifat
keluhan-keluhannya dan dampak dari perilakunya.
Lu’lu Zamzami – 1102013157 SKENARIO 3 NEUROLOGI
Atau :
A. Keluhan fisik dimulai sebelum usia 30 tahun, terjadi selama periode beberapa tahun
B. Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan,
4 gejala (G) nyeri: sekurangnya empat tempat atau fungsi yang berlainan (misalnya
kepala, perut, punggung, sendi, anggota gerak, dada, rektum, selama menstruasi, selama
hubungan seksual, atau selama miksi)
2 gejala gastrointestinal: sekurangnya dua gejala selain nyeri (misalnya mual,
kembung, muntah selain dari selama kehamilan, diare, atau intoleransi terhadap beberapa jenis
makanan)
1 gejala seksual: sekurangnya satu gejala selain dari nyeri (misalnya indiferensi seksual,
disfungsi erektil atau ejakulasi, menstruasi tidak teratur, perdarahan menstruasi berlebihan,
muntah sepanjang kehamilan).
1 gejala pseudoneurologis: sekurangnya satu gejala atau deficit yang mengarahkan pada
kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri (gangguan koordinasi atau keseimbangan,
paralisis, sulit menelan, retensi urin, halusinasi, hilangnya sensasi atau nyeri, pandangan ganda,
kebutaan, ketulian, kejang; gejala disosiatif seperti amnesia; atau hilangnya kesadaran selain
pingsan).
C. Salah satu (1)atau (2):
Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat dijelaskan
sepenuhnya oleh sebuah kondisi medis umum yang dikenal atau efek langsung dan suatu zat
(misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol)
Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan
yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan dari riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium.
D. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti gangguan buatan atau pura-
pura).
Lu’lu Zamzami – 1102013157 SKENARIO 3 NEUROLOGI
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Somatisasi Menurut DSM-IV
A. Riwayat banyak keluhan fisik yang dimulai sebelum usia 30 tahun yang terjadi selama
periode beberapa tahun dan membutuhkan terapi, yang menyebabkan gangguan
bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan dan fungsi penting lainnya.
B. Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan, dengan gejala individual yang terjadi pada
sembarangan waktu selama perjalanan gangguan :
1. Empat gejala nyeri : riwayat nyeri yang berhubungan dengan sekurangnya empat
tempat atau fungsi yang berlainan (misalnya kepala, perut, punggung, sendi,
anggota gerak, dada, rektum selama menstruasi, selama berhubungan seksual atau
selama miksi)
2. Dua gejala gastrointestinal : riwayat sekurangnya dua gejala gastrointestinal
selain nyeri (misalnya mual, kembung, muntah selain dari selama kehamilan,
diare atau intoleransi terhadap beberapa jenis makanan)
3. Satu gejala seksual : riwayat sekurangnya satu gejala seksual atau reproduktif
selain dari nyeri (misalnya indiferensi seksual, disfungsi erektil atau ejakulasi,
mendtruasi tidak teratur, perdarahan menstruasi berlebihan, muntah sepanjang
kehamilan)
4. Salah satu gejala pseudoneurologis : riwayat sekurangnya satu gejala atau defisit
yangmengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri (gejala
konversi seperti gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis atau
kelemahan setempat, ssulit menelan atau benjolan di tenggorokan, afonia, retensi
urin, halusinasi, hilangnya sensasi atau nyeri, pandangan ganda, kebutaan,
ketulian, kejang, amnesia, hilangnya kesadaran selain pingsan)
C. Salah (1) atau (2) :
1. Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat
dijelaskan sepenuhnya oleh sebuah kondisi umum medis yang dikenal atau efek
langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat atau alkohol)
Lu’lu Zamzami – 1102013157 SKENARIO 3 NEUROLOGI
2. Jika terdapat kondisi umum medis, keluhan fisik atau gangguan sosial atau
pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkiraannya dan
riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium
D. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan
atau pura-pura)
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Konversi
A. Satu atau lebih gejala atau defisit yang mengenai fungsi motorik volunter atau sensorik
yang mengarahkan pada kondisi neurologis atau kondisi medis lain
B. Faktor psikologis dipertimbangkan berhubungan dengan gejala atau defisit karena awal
atau eksaserbasi gejala atau defisit adalah didahului oleh konflik atau stressor lain
C. Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (pura-pura)
D. Gejala atau defisit tidak dapat, setelah penelitian yang diperlukan, dijelaskan sepenuhnya
oleh kondisi umum medis atau oleh efek langsung suatu zat, atau sebagai perilaku atau
pengalaman yang diterima secara kultural
E. Gejala atau defisit menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan
dalam fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lain atau memerlukan pemeriksaan
medis.
F. Gejala atau defisit tidak terbatas pada nyeri atau disfungsi seksual, tidak terjadi semata-
mata selama perjalanan gangguan somatisasi, dan tidak dapat diterangkan dengan lebih
baik oleh gangguan mental lain.
Sebutkan tipe gejala atau defisit :
1. Dengan gejala atau defisit motorik
2. Dengan gejala atau defisit sensorik
3. Dengan kejang atau konvulsi
4. Dengan gambaran campuran
Kriteria Diagnostik untuk Hipokondriasis
Lu’lu Zamzami – 1102013157 SKENARIO 3 NEUROLOGI
A. Perokupasi dengan ketakutan menderita atau ide bahwa ia menderita, suatu penyakit
serius didasarkan pada interpretasi keliru orang tersebut terhadap gejala-gejala tubuh
B. Perokupasi menetap walaupun telah dilakukan pemeriksaan medis yang tepat dan
penentraman
C. Keyakinan dalam kriteria A tidak memiliki intensitas waham (seperti gangguan
delusional, tipe somatik) dan tidak terbatas pada kekhawatiran tentang penampilan
(seperti gangguan dimorfik tubuh)
D. Perokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam
fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lain.
E. Lama gangguan sekurangnya 6 bulan
F. Perokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan kecemasan umum,
gangguan obsesif-komplusif, gangguan panik, gangguan depresi berat, cemas
perpisahan, atau gangguan somatoform lain
Sebutkan jika : dengan tilikan buruk : jika untuk sebagian besar waktu selama episode
berakhir, orang tidak menyadari bahwa kekhawatirannya tentang menderita penyakit
serius adalah berlebihan atau tidak beralasan.
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Dismorfik Tubuh
A. Perokupasi dengan bayangan cacat dalam penampilan. Jika ditemukan sedikit anomali
tubuh, kekhawatiran orang tersebut adalah berlebihan dengan nyata.
B. Perokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam
fungsi sosial,pekerjaan atau fungsi penting lain.
C. Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya
ketidakpuasaan dengan bentuk dan ukuran tubuh pada anorexia nervosa)
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Nyeri
A. Nyerii pada satu tempat atau lebih tempat anatomis merupakan pusat gambaran klinis dan
cukup parah untuk memerlukan perhatian khusus
B. Nyeri menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam
fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lain
Lu’lu Zamzami – 1102013157 SKENARIO 3 NEUROLOGI
C. Faktor psikologis dianggap memiliki peranan penting dalam onset, kemarahan,
eksaserbasi atau bertahannya nyeri
D. Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat
E. Nyeri tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mood, kecemasan, atau gangguan
psikotik dan tidak memenuhi kriteria dispareunia.
Tuliskan seperti berikut : gangguan nyeri berhubungan dengan faktor psikologis :
faktor psikologis dianggap memiliki peranan besar dalam onset, keparahan, eksaserbasi
dan bertahannya nyeri
Sebutkan jika :
Akut : durasi kurang dari 6 bulan
Kronis : durasi 6 bulan atau lebih
Gangguan nyeri berhubungan baik dengan faktor psikologis maupun kondisi medis
umum
Sebutkan jika :
Akut : durasi kurang dari 6 bulan
Kronik : durasi 6 bulan atau lebih
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Somatoform yang Tidak Digolongkan
A. Satu atau lebih keluhan fisik (misalnya kelelahan, hilangnya nafsu makan, keluhan
gastrointestinal, atau saluran kemih)
B. Salah satu (1) atau (2) :
1. Setelah pemeriksaan yang tepat, gejala tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh
kondisi umum medis yang diketahui atau oleh efek langsung dan suatu zat
(misalnya efek cedera, medikasi, obat atau alkohol)
2. Jika terdapat kondisi medis umum yang berhubungan, keluhan fisik atau
gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang
diperkiraan menurut riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan
laboratorium.
Lu’lu Zamzami – 1102013157 SKENARIO 3 NEUROLOGI
C. Gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam
fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lain
D. Durasi gangguan sekurangnya enam bulan
E. Gangguan tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya
gangguan somatoform, disfungsi seksual, gangguan mood, gangguan kecemasan,
gangguan tidur atau gangguan psikotik)
F. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat
DIAGNOSIS MENURUT PPDGJ III :
Gangguan Somatoform
Ciri utama gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang
berulang-ulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali
terbukti hasilnya negatif dan sudah dijelaskan dokternya bahwa tidak ditemukan keluhan
yang menjadi dasar keluhannya. Penderita juga menyangkal dan menolak untuk
membahas kemungkinan kaitan antara keluhan fisiknya dengan problem atau konflik
dalam kehidupan yang dialaminya bahkan meskipun didapatkan gejala-gejala anxietas
dan depresi.
Tidak adanya saling pengertian antara dokter dan pasien mengenai kemungkinan
penyebab keluhan-keluhannya yang menimbulkan frustasi dan kekecewaan pada kedua
belah pihak
Gangguan Somatisasi
Pedoman diagnostik
Diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut :
Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak dapat
dijelaskan atas dasar kelainan fisik yang sudah berlangsung sedikitnya 2 tahun
Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak
ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhannya
Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga yang berkaitan
dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampak dari perilakunya
Lu’lu Zamzami – 1102013157 SKENARIO 3 NEUROLOGI
a. Gangguan Somatoform Tak Terinci
Pedoman diagnostik
Keluhan-keluhan fisik bersifat multipel, bervariasi dan menetap, akan tetapi
gambaran klinis yang khas dan lengkap dari gangguan somatisasi tidak terpenuhi
Kemungkinan ada ataupun tidaknya faktor penyebab psikologis belum jelas, akan
tetapi tidak boleh ada penyebab fisik dan keluhan-keluhannya
b. Gangguan Hipokondrik
Pedoman diagnostik
Untuk diagnostik pasti, kedua hal ini harus ada :
Keyakinan yang menetap adanya sekurang0kurangnya satu penyakit fisik yang
serius yang dilandasi keluhan-keluhannya, meskipun pemeriksaan yang berulang-ulang
tidak menunjang adanya alasan fisik yang memadai, ataupun adanya preokupasi yang
menetap kemungkinan deformitas atau perubahan bentuk penampakan fisik
Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari beberapa dokter
bahwa tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang melandasi keluhannya.
c. Gangguan Otonomik Somatoform
Pedoman diagnostik
Diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut :
Adanya gejala-gejala bangkitan otonomik seperti palpitasi, berkeringat, tremor,
muka panas/flushing, yang menetap dan mengganggu
Gejala subjektif tambahan mengacu pada sistem atau organ tertentu (gejala tidak
khas)
Preokupasi dengan dan penderitaan (distress) mengenai kemungkinan adanya
gangguan yang serius (sering tidak begitu khas) dari sistem atau organ tertentu, yang
tidak terpengaruh oleh hasil pemeriksaan berulang, maupun penjelasan dari dokter
Tidak terbukti adanya gangguan yang cukup berarti pada struktur/fungsi dari
sistem atau organ yang dimaksud.
Lu’lu Zamzami – 1102013157 SKENARIO 3 NEUROLOGI
Karakter kelima : F45.30 = jantung dan sistem kardiovaskuler
F45.31 = saluran pencernaan bagian atas
F45.32 = saluran pencernaan bagian bawah
F45.33 = sistem pernafasan
F45.34 = sistem genito-urinaria
F45.35 = sistem atau organ lainnya
d. Gangguan Nyeri Somatoform Menetap
Pedoman diagnostik
Keluhan utama adalah nyeri hebat, menyiksa, menetap, yang tidak dapat
dijelaskan sepenuhnya atas dasar proses fisiologik maupun adanya gangguan fisik
Nyeri timbul dalam hubungan dengan adanya konflik emosional atau problem
psikososial yang cukup jelas untuk dapat dijadikan alasan dalam mempengaruhi
terjadinya gangguan tersebut
Dampaknya adalah meningkatnya perhatian dan dukungan, baik personal maupun
medis, untuk yang bersangkutan.
e. Gangguan Somatoform Lainnya
Pedoman diagnostik
Pada gangguan ini keluhan-keluhannya tidak sistem saraf otonom dan terbatas
secara spesifik pada bagian tubuh atau sistem tertentu
Tidak ada kaitannya dengan kerusakan jaringan
LI.V MM Tatalaksana Somatoform
Terapi untuk Gangguan Somatoform
Kebijakan klinis menyarankan pendekatan halus dan suportif seraya memberikan
penghargaan kepada pasien atas setiap perbaikan kondisi sekecil apa pun yang berhasil
dicapai(Simon,1998).
Orang-orang yang menderita gangguan somatoform jauh lebih sering datang ke dokter
dibanding ke psikiater atau psikolog karena mereka menganggap masalah berkait dengan
Lu’lu Zamzami – 1102013157 SKENARIO 3 NEUROLOGI
kondisi fisik. Para pasien tersebut menganggap rujukan dokter ke psikolog atau psikiater
sebagai tanda bahwa dokter menganggap penyakit mereka “terletak di kepala”; sehingga
mereka tidak merasa senang dirujuk ke “ahli jiwa”. Mereka menguji kesabaran dokter
mereka, yang sering kali meresepkan berbagai macam obat atau penanganan medis
dengan harapan akan menyembuhkan keluhan somatiktersebut.
Penyembuhan dengan berbicara yang menjadi dasar psikoanalisis dilandasi oleh
asumsi bahwa suatu represif masif telah memaksa energi psikis diubah menjadi anestesia
atau kelumpuhan yang membingungkan. Namun demikian, psikoanalisis tradisional
dengan terapi jangka panjang dan psikoterapi yang berorientasi psikoanalisis tidak
menunjukkan hasil yang bermanfaat bagi gangguan konversi, kecuali mungkin
mengurangi kekhawatiran pasien atas penyakitnya. Penanganan psikodinamika jangka
pendek dapat menjadi efektif untuk menghilangkan simtom-simtom
gangguansomatoform.
Pasien somatoform sering menderita kecemasan dan depresi. Dengan menangani
kecemasan dan depresi sering kali mengurangi kekhawatiran somatoform. Pada kasus
komorbiditas antara ganguan obsesif kompulsif dan gangguan somatoform tertentu,
seperti hipokondriasis dan gangguan dismorfik tubuh memiliki penanganan pilihan untuk
ganguan kompulsif-pemaparan dan pencegahan respons-dapat menjadi efektif untuk
gangguan somatoform tersebut.
Terapis perlu memperhitungkan untuk memastikan pasien tidak kehilangan muka ketika
gangguan tersebut tidak lagi dialaminya. Terapis harus mempertimbangkan kemungkinan
pasien merasa dipermalukan ketika kondisinya menjadi lebih baik melalui penanganan
yang tidak berkaitan dengan masalah medis (fisik).
Terapi untuk gangguan somatisasi
Pemaparan atau terapi kognitif dapat digunakan untuk mengatasi ketakutan,
berkurangnya rasa takut dapat membantu mengurangi berbagai keluhan somatik.
Terapi keluarga, membantu pasien dan keluarga mengubah jaringan hubungan yang
bertujuan untuk membantu usahanya menjadi lebih mandiri.
Lu’lu Zamzami – 1102013157 SKENARIO 3 NEUROLOGI
Training asersi dan keterampilan sosial, bermanfaat untuk membantunya manguasai atau
menguasai kembali, berbagai cara untuk berhubungan dengan orang lain dan mengatasi berbagai
tantangan tanpa harus mengatakan “Saya seorang yang malang, lemah, dan sakit.
Dokter tidak menghindari validitas keluhan-keluhan fisik, namun meminimalkan
penggunaan berbagai tes diagnostik dan pemberian obat, mempertahankan kontak dengan pasien.
Teknik-teknik seperti training relaksasi dan berbagai bentuk terapi kognitif juga terbukti
bermanfaat. Biofeedback, yang mencangkup pengendalian atas proses-proses fisiologis telah
terbukti efektif dalam mengurangi berbagai pikiran yang merusak pada para pasien yang
menderita gangguan somatoform-bahkan lebih efektif dibanding teknik relaksasi.
Terapi utuk hipokondriasis
Pendekatan kognitif behavioral. Penelitian menunjukkan bahwa para pasien hipokondrial
menunjukkan penyimpanan kognitif dengan menganggap masalah kesehatan yang muncul
sebagai suatu ancaman. Terapi kognitif-behavioral dapat ditujukan untuk merestrukturisasi
pemikiran pesimistik.
Penanganan dapat mencangkup beberapa strategi seperti mengarahkan perhatian selektif
pasien ke simtom-simtom fisik dan tidak mendorong pasien mencari kepastian medis bahwa ia
tidak sakit.
Terapi untuk rasa nyeri
Nyeri mengandung dua komponen, yaitu nyeri psikogenik dan nyeri yang benar-benar
disebabkan factor medis, seperti cedera jaringan otot. Penanganan yang efektif cenderung terdiri
dari hal-hal berikut:
A. Melakukan validasi bahwa rasa nyeri memang nyata, dan tidak hanya dalam pikiran pasien.
B. Pelatihan relaksasi
C. Menghadiahi pasien karena berperilaku yang tidak sejalan dengan rasa nyeri (menahan rasa
nyeri).
Varian terapi psikodinamika jangka pendek, yang disebut terapi tubuh psikodinamika,
efektif untuk mengurangi rasa nyeri dan mempertahankannya dalam jangka waktu lama.
Lu’lu Zamzami – 1102013157 SKENARIO 3 NEUROLOGI
Dosis rendah obat antidepresan, terutama imipramine, lebih tinggi manfaatnya
dibandingkan placebo untuk mengurangi rasa nyeri dan distress kronis. Obat-obatan tersebut
tidak menghilangkan depresi terkait.
a. Secara umum tampaknya perlu disarankan untuk mengalihkan focus dari hal-hal yang
tidak dapat dilakukan pasien karena penyakitnya dan bahkan mengajarkan pada pasien
bagaimana cara mengatasi stres, mendorong aktivitas yang lebih banyak, dan
meningkatkan kontrol diri
LI. VI MM Keluarga Sakkinah,Mawaddah,Warrahmah
Kata “Sakinah”. Sakinah merupakan pondasi dari bangunan rumah tangga yang sangat
penting. Tanpanya, tiada mawaddah dan warahmah. Sakinah itu meliputi kejujuran, pondasi
iman dan taqwa kepada Allah SWT.
Dalam Al Qur’an pun dikatakan bahwa suatu saat, akan banyak orang yang saling
berkasih sayang di dunia, tetapi di akhirat kelak mereka akan bermusuhan, menyalahkan dan
saling melempar tanggung jawab. Kecuali orang-orang yang berkasih sayang dilandasi dengan
cinta kepada Allah SWT.
Kata adalah mawaddah. Mawaddah itu berupa kasih sayang. Setiap mahluk Allah
kiranya diberikan sifat ini, mulai dari hewan sampai manusia. Dalam konteks pernikahan, contoh
mawaddah itu berupa “kejutan” suami untuk istrinya, begitu pun sebaliknya. Misalnya suatu
waktu si suami bangun pagi-pagi sekali, membereskan rumah, menyiapkan sarapan untuk anak-
anaknya. Dan ketika si istri bangun, hal tersebut merupakan kejutan yang luar biasa.
Kata terakhir adalah warahmah. Warahmah ini hubungannya dengan kewajiban. Kewajiban
seorang suami menafkahi istri dan anak-anaknya, mendidik, dan memberikan contoh yang baik.
Kewajiban seorang istri untuk mena’ati suaminya. Intinya warahmah ini kaitannya dengan segala
kewajiban.
Kewajiban Suami Istri dalam Islam
HAK BERSAMA SUAMI ISTRI
1. Suami istri, hendaknya saling menumbuhkan suasana mawaddah dan rahmah. (Ar-Rum:
21)
Lu’lu Zamzami – 1102013157 SKENARIO 3 NEUROLOGI
2. Hendaknya saling mempercayai dan memahami sifat masing-masing pasangannya. (An-
Nisa’: 19 – Al-Hujuraat: 10)
3. Hendaknya menghiasi dengan pergaulan yang harmonis. (An-Nisa’: 19)
4. Hendaknya saling menasehati dalam kebaikan. (Muttafaqun Alaih)
SUAMI KEPADA ISTRI
1. Suami hendaknya menyadari bahwa istri adalah suatu ujian dalam menjalankan agama.
(At-aubah: 24)
2. Seorang istri bisa menjadi musuh bagi suami dalam mentaati Allah clan Rasul-Nya. (At-
Taghabun: 14)
3. Hendaknya senantiasa berdo’a kepada Allah meminta istri yang sholehah. (AI-Furqan:
74)
4. Diantara kewajiban suami terhadap istri, ialah: Membayar mahar, Memberi nafkah
(makan, pakaian, tempat tinggal), Menggaulinya dengan baik, Berlaku adil jika beristri
lebih dari satu. (AI-Ghazali)
5. Jika istri berbuat ‘Nusyuz’, maka dianjurkan melakukan tindakan berikut ini secara
berurutan: (a) Memberi nasehat, (b) Pisah kamar, (c) Memukul dengan pukulan yang
tidak menyakitkan. (An-Nisa’: 34) … ‘Nusyuz’ adalah: Kedurhakaan istri kepada suami
dalam hal ketaatan kepada Allah.
6. Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah, yang paling baik akhlaknya dan
paling ramah terhadap istrinya/keluarganya. (Tirmudzi)
7. Suami tidak boleh kikir dalam menafkahkan hartanya untuk istri dan anaknya.(Ath-
Thalaq: 7)
8. Suami dilarang berlaku kasar terhadap istrinya. (Tirmidzi)
9. Hendaklah jangan selalu mentaati istri dalam kehidupan rumah tangga. Sebaiknya
terkadang menyelisihi mereka. Dalam menyelisihi mereka, ada keberkahan. (Baihaqi,
Umar bin Khattab ra., Hasan Bashri)
10. Suami hendaknya bersabar dalam menghadapi sikap buruk istrinya. (Abu Ya’la)
Lu’lu Zamzami – 1102013157 SKENARIO 3 NEUROLOGI
11. Suami wajib menggauli istrinya dengan cara yang baik. Dengan penuh kasih sayang,
tanpa kasar dan zhalim. (An-Nisa’: 19)
12. Suami wajib memberi makan istrinya apa yang ia makan, memberinya pakaian, tidak
memukul wajahnya, tidak menghinanya, dan tidak berpisah ranjang kecuali dalam rumah
sendiri. (Abu Dawud).
Sumber :
Kaplan, H.I., Sadock B.J. (1997). Sinopsis Psikiatri Jilid II Edisi ke-7. Jakarta. Binarupa Aksara.
Mansjoer, A.A.,etc. (2004). Kapita Selekta Kedokteran Jilid I . Jakarta. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Departemen Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. (2003). Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta.
Maslim, R. (2001). Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ III . Jakarta.
Kowalak, Jennifer P., William Welsh. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Uddin, Jurnalis. (2009). Anatomi Susunan Saraf Manusia. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi.
Price.Sylvia A.,Wilson.Lorraine M, (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit., Edisi 6. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sherwood, Lauralee. (2004). Fisiologi Manusia dari sel ke sistem Edisi 2. Jakarta. EGC. Gunawan , Sulistis Gan et all. (2007). Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta. FKUI. Maramis, W.F. (1997). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi VI . Surabaya. Airlangga
University Press. F. Bear, Barry W. Connors, Michael A. (2007). Paradiso Neuroscience Exploring the Brai n
third edition . Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkins.
McPhee, Stephen J, Maxine A. Papadakis. (2009). Nervous System disorders. Current Medical Diagnosis and Treatment . San Fransisco. McGraw-Hill Companies.
Lindsay, Kenneth W. (2004). Headache. Neurology and Neurosurgery. London. Churchill Livingstone.
The International Classification of Headache Disorders, 2nd Edition. Cephalalgia (2004). Yutzy SH. (2006). Somatization. In: Blumenfield M, Strain JJ, penyunting. Psychosomatic
Medicine. 1st ed. New York: Lippincott Williams & Wilkins. Khan AA, Khan A, Harezlak J, Tu W, Kroenke K. (2003). Somatic symptoms in primary
care: Etiology and outcome. Psychosomatics .
Lu’lu Zamzami – 1102013157 SKENARIO 3 NEUROLOGI