SITOTOKSISITAS EKSTRAK METANOL DAUN SUKUN …eprints.ums.ac.id/48840/19/NASKAH PUBLIKASI-43.pdf ·...
Transcript of SITOTOKSISITAS EKSTRAK METANOL DAUN SUKUN …eprints.ums.ac.id/48840/19/NASKAH PUBLIKASI-43.pdf ·...
SITOTOKSISITAS EKSTRAK METANOL DAUN SUKUN (Artocarpus altilis),
NANGKA (Artocarpus heterophyllus) DAN KLUWIH (Artocarpus camansi)
TERHADAP SEL KANKER PAYUDARA MCF-7
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Fakultas Farmasi
Oleh:
PRATIWI WIDOWATI
K 100 130 054
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017
i
ii
iii
1
SITOTOKSISITAS EKSTRAK METANOL DAUN SUKUN (Artocarpus altilis),
NANGKA (Artocarpus heterophyllus) DAN KLUWIH (Artocarpus camansi)
TERHADAP SEL KANKER PAYUDARA MCF-7
Abstrak
Tanaman genus Artocarpus secara tradisional telah digunakan sebagai obat untuk
berbagai penyakit seperti kanker, sirosis, malaria, hipertensi dan diabetes. Penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui aktivitas sitotoksik dari ekstrak methanol daun sukun,
nangka dan kluwih terhadap sel kanker payudara MCF-7. Penyarian ekstrak dilakukan
dengan metode maserasi dan pelarut metanol. Uji fitokimia dilakukan dengan
Kromatografi Lapis Tipis menggunakan fase diam silika GF-254 dan fase gerak etil
asetat : n-heksan (2:8). Uji aktivitas antikanker dilakukan dengan MTT assay dengan
konsentrasi sampel masing-masing sebesar 500, 250, 125, 62,5 dan 31,25 µg/mL.
Pembacaan hasil uji menggunakan ELISA reader. Uji fitokimia menunjukkan adanya
kandungan senyawa tanin dan alkaloid pada ketiga ekstrak. Hasil uji sitotoksik
menunjukkan ketiga ekstrak memiliki aktivitas sitotoksik dengan potensi yang lemah
pada sel kanker payudara MCF-7 dengan urutan potensi sukun > kluwih > nangka
dengan nilai IC50 berturut-turut sebesar 120,85 ; 339,46 dan 530,88 µg/mL.
Kata kunci : ekstrak, KLT, sitotoksik, MTT, MCF-7, IC50
Abstract
Artocarpus had been used as traditional medicine for cancer, cirrhosis, malaria,
hypertension and diabetes. This research is aimed to evaluate the cytotoxic activity of
methanol extract of breadfruit, jackfruit and kluwih leaves against breast cancer cell
MCF-7. The extract of breadfruit, jackfruit and kluwih leaves were obtained by
maceration method using methanol. Phytochemical test was conducted by Thin Layer
Chromatography with stationary phase silica GF-254 and mobile phase of ethyl acetate :
n-hexane (2:8). The cytotoxic test was conducted by MTT assay with concentration of
each extract 500, 250, 125, 62,5 and 31,25 µg/mL. The result of cytotoxic test was
measured by ELISA reader. Tannin and alkaloids were found in phytochemical test for
three extracts. Cytotoxic test demonstrate that three extracts had low cytotoxic activity
against breast cancer cell MCF-7 with IC50 120,85 ; 339,46 and 530,88 µg/mL
respectively for breadfruit, kluwih and jackfruit.
Keywords: extract, TLC, cytotoxic, MTT, MCF-7, IC50
2
1. PENDAHULUAN
Kanker merupakan penyebab kematian dengan urutan ke-2 di dunia dengan persentase sebesar 13%
setelah penyakit kardiovaskular (Kemenkes, 2014). Data IARC (International Agency for Research
on Cancer) tahun 2012 menunjukkan kanker payudara merupakan penyakit kanker dengan
persentase kasus baru tertinggi, yaitu sebesar 43,3% dan persentase kematian sebesar 12,9%
(Kemenkes, 2015). Pengobatan kanker payudara dengan kemoterapi merupakan pilihan potensial
yang banyak dipilih oleh penderita kanker di Indonesia. Namun, pengobatan kanker menggunakan
agen kemoterapi mengakibatkan kegagalan pengobatan karena obat cenderung menimbulkan
resistensi terhadap sel kanker itu sendiri (Stærk et al., 2002). Eksplorasi bahan herbal merupakan
upaya untuk menemukan agen kemoterapi antikanker yang mempunyai daya sitotoksik tinggi dan
mempunyai efek samping yang rendah.
Beberapa tanaman yang dapat dikembangkan sebagai agen kemoterapi antikanker adalah
tanaman genus Artocarpus (sukun, nangka dan kluwih). Penelitian yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun sukun (Artocarpus altilis) mengandung sejumlah
flavonoid yaitu geranyl dihydrochalcones yang terbukti mempunyai aktivitas sitotoksik pada
sejumlah sel kanker seperti pada sel adenocarcinoma (SPC-A-1), sel kanker kolon (SW-480), dan sel
kanker hepatocellular (SMMC-7721) (Wang et al., 2007). Penelitian lain menyebutkan bahwa
ekstrak metanol kayu nangka (Artocarpus heterophyllus) mempunyai efek sitotoksik terhadap sel
B16 melanoma dengan IC50 sebesar 10,3 µM dan 12,5 µM pada senyawa artocarpin dan crudaflavon
B (Arung et al., 2010). Tanaman lain yang juga telah diteliti aktivitas sitotoksiknya adalah kluwih.
Ekstrak etanol daun kluwih menunjukkan aktivitas sitotoksik pada sel kanker kolon HCT116 dengan
IC50 sebesar 38,18 μg/ml (Tantengco and Jacinto, 2015). Menurut Saravanan et al., (2014) beberapa
senyawa dari bahan herbal seperti flavonoid terbukti berpotensi untuk dikembangkan menjadi agen
kemoterapi antikanker khususnya pada kanker payudara.
Merujuk pada penelitian-penelitian di atas, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
aktivitas antikanker ekstrak metanol daun sukun (Artocarpus altilis), nangka (Artocarpus
heterophyllus) dan kluwih (Artocarpus camansi) terhadap sel kanker payudara MCF-7. Hasil
penelitian ini dapat dijadikan landasan untuk pengembangan agen kemoterapi antikanker yang lebih
baik.
3
2. METODE
Kategori penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan penelitian Post Test Only.
2.1 Alat
Tangki nitrogen cair, inkubator CO2 (Binder), mikroskop inverted (Olympus Jepang), cell counter,
vortex (Genie), mikropipet (Soccorex), blue tip dan yellow tip (Greiner), tabung reaksi, microtube,
timbangan elektrik, LAF (Nuaire), ELISA reader (ELX 800 Bio Tech), 96 well-plate (Iwaki), tissue
culture flask (Nunclon), tabung conical steril (Nunclon), hemositometer (Marienfield Germany),
sonikator, alat gelas (Pyrex), vacuum rotary evaporator (Heidolp), alumunium foil, spatula, vakum
dan corong Buchner dan kamera digital (Sony).
2.2 Bahan
Daun sukun, nangka dan kluwih, sel MCF-7, media kultur DMEM (Dulbecco’s modified eagle
medium), FBS 10% (Fetal Bovine Serum), penisilin-streptomisin 1%, SDS 10% (Sodium Dodecyl
Sulfate), tripsin-EDTA (tripsin 0,25%), DMSO (Dimetil Sulfoksida), fungizone 0,5%, larutan MTT
(3-(4,5 dimetiltiazol-2-il), 2,5-difenil tetrazolium bromida), PBS (Phosphate Buffered Saline),
akuades, metanol, alkohol 70%, reagen semprot (FeCl3, sitroborat, dan dragendorff), silica GF-254,
n-heksan dan etil asetat.
2.3 Jalannya Penelitian
2.3.1 Preparasi sampel simplisia
Sampel daun sukun, nangka dan kluwih didapatkan dari Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Daun
dicuci bersih dan diangin-anginkan sampai air yang menempel pada daun hilang, kemudian dijemur
dibawah sinar matahari selama 4-5 hari sampai kering (simplisia). Simplisia diserbuk dan ditimbang
hasilnya
2.3.2 Ekstraksi simplisia daun
Serbuk simplisia sebanyak 200 gram direndam (maserasi) menggunakan 750 mL metanol selama 24
jam, kemudian disaring dengan vakum Buchner dan didapatkan larutan. Larutan tersebut
dievaporasi sampai dihasilkan ekstrak kental. Ampas diremaserasi sebanyak 4x dengan perlakuan
yang sama. Hasil evaporasi dipindah ke dalam cawan porselen dan diletakkan di atas waterbath
untuk menguapkan sisa pelarut dan mendapatkan ekstrak kental.
2.3.3 Uji skrining fitokimia
Optimasi fase gerak dilakukan dengan 5 perbandingan fase gerak (etil asetat : n-heksan) yaitu (5:5),
(4:6), (3:7), (2:8) dan (1:9). Masing-masing ekstrak ditotolkan pada plat KLT dan dimasukkan
dalam chamber berisi fase gerak yang optimal dan telah dijenuhkan. Elusi dilakukan dengan fase
gerak optimal n-heksan : etil asetat (2:8). Plat kemudian disemprot untuk melihat kandungan
4
senyawa secara kualitatif dengan beberapa reagen yaitu reagen dragendorff untuk deteksi alkaloid,
FeCl3 untuk deteksi tanin dan sitroborat untuk deteksi flavonoid (Saifudin, 2014).
2.3.4 Uji sitotoksik
Suspensi sel sebanyak 100 µL dimasukkan ke dalam plate 96 dan diinkubasi selama 24-48 jam
dalam inkubator CO2 5%. Pada akhir inkubasi, media pada masing-masing sumuran dibuang,
kemudian ditambahkan 100 µL sampel dalam tiap sumuran dengan variasi kadar 500, 250, 125,
62,5 dan 31,25 µg/mL. Selanjutnya plate 96 diinkubasi dalam inkubator CO2 5% selama 48 jam
pada suhu 37ºC. Pada akhir inkubasi, media pada masing-masing sumuran dibuang kemudian
ditambahkan 100 µL MTT 5 mg/ mL dalam PBS. Plate 96 diinkubasi lagi selama 2-4 jam dalam
inkubator CO2 5% dengan suhu 37ºC. Sel hidup akan bereaksi dengan MTT (3-(4,5-dimetiltiazol-
2il)-2,5-difenil tetrazolium bromida) membentuk formazan yang berwarna ungu. Reaksi
pembentukan formazan dihentikan dengan penambahan 100 µL larutan SDS (Sodium Dodecyl
Sulphate) 10% dalam HCl 0,01N ke dalam masing-masing sumuran, lalu dibungkus kertas dan
disimpan selama semalam pada suhu kamar di tempat yang gelap. Pada akhir masa inkubasi serapan
dibaca dengan ELISA reader pada panjang gelombang 594 nm. Persentase sel hidup dihitung
melalui data absorbansi sel kemudian dibuat kurva hubungan log konsentrasi versus nilai % sel
hidup dan dihitung harga IC50-nya. Absorbansi yang didapat dari pembacaan dengan ELISA reader
digunakan untuk menghitung persentase sel hidup dengan rumus :
% sel hidup =
x 100%
Selanjutnya dibuat persamaan garis : y = Bx + A, dengan y = % sel hidup dan x = log konsentrasi
(dibuat grafik log konsentrasi versus persentase sel hidup dan dihitung regresi liniernya). Untuk
memperoleh nilai IC50 dimasukkan y = 50 pada persamaan regresi linier dan dicari x nya kemudian
dihitung antilog dari konsentrasi tersebut (CCRC, 2013). Nilai IC50 menunjukkan konsentrasi yang
dapat menyebabkan kematian 50% dari populasi.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Ekstraksi
Hasil ekstraksi simplisia dengan methanol menghasilkan rendemen sebesar 10,39% untuk ekstrak
daun nangka, 11,85% untuk daun sukun dan 10,60% untuk daun kluwih.
3.2 Skrining fitokimia
Hasil optimasi fase gerak pada uji pendahuluan adalah perbandingan etil asetat : n-heksan (2:8). Fase
diam yang digunakan untuk analisis adalah silica GF-254 yang mampu berfluoresensi pada panjang
gelombang 254 nm. Uji skrining fitokimia dilakukan untuk senyawa flavonoid, tanin dan alkaloid.
5
Hasil analisis KLT menunjukkan ekstrak metanol daun sukun, nangka dan kluwih mengandung tanin
pada deteksi dengan reagen semprot FeCl3 (Gambar 1e, 2e, 3e). Hasil positif ditandai dengan adanya
bercak berwarna abu-abu pada sinar tampak (Saifudin, 2014). Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian Pradhan et al. (2012) yang menunjukkan adanya senyawa tanin dalam ekstrak metanol
daun sukun. Hasil penelitian Moura Burci et al. (2015) menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat
nangka mempunyai kandungan tanin, sehingga hasil tersebut sesuai dengan penelitian ini karena
senyawa tanin juga dihasilkan pada uji fitokimia ekstrak tetapi pelarut yang digunakan adalah
metanol. Hasil deteksi dengan reagen semprot Dragendorff menunjukkan ekstrak metanol daun
sukun, nangka dan kluwih positif mengandung alkaloid (Gambar 1f, 2f, 3f) yang ditunjukkan dengan
bercak berwarna kecoklatan pada sinar tampak (Saifudin, 2014). Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian Khan et al. (2003) yang menghasilkan senyawa alkaloid dalam ekstrak metanol daun
nangka. Penelitian yang dilakukan oleh Tehubijuluw and Tenggara (2013) menyatakan bahwa
ekstrak metanol daun sukun mengandung alkaloid yang sejalan dengan penelitian ini. Deteksi
dengan reagen semprot sitroborat menunjukkan hasil yang negatif terhadap senyawa flavonoid dalam
ekstrak metanol daun sukun, nangka dan kluwih (Gambar 1d, 2d, 3d). Hasil yang positif ditandai
dengan adanya bercak berwarna kuning-kehijauan pada UV 366 nm (Markham, 1988). Hasil
penelitian Apsari (2007) menunjukkan adanya senyawa flavonoid dalam ekstrak metanol kulit
batang kluwih, sehingga hasilnya berbeda dengan penelitian ini. Hal ini disebabkan karena bagian
tanaman yang digunakan berbeda. Profil KLT ekstrak metanol daun sukun, nangka dan kluwih dapat
dilihat pada Gambar 1, Gambar 2, Gambar 3 dan Tabel 1.
(a) (b) (c) (d) (e) (f)
Gambar 1. Profil KLT ekstrak metanol daun sukun dengan fase gerak etil asetat : n-heksan (2:8).
Sebelum disemprot dilihat pada sinar tampak (a), UV 254 (b), UV 366 (c) dan setelah disemprot
reagen sitroborat UV 366 (d), FeCl3 sinar tampak (e) dan Dragendorff sinar tampak (f).
1
3
4
5
1
2
3
5
1
2
4
5
2
3
4
1
2
3
6
(a) (b) (c) (d) (e) (f)
Gambar 2. Profil KLT ekstrak metanol daun nangka dengan fase gerak etil asetat : n-heksan (2:8).
Sebelum disemprot dilihat pada sinar tampak (a), UV 254 (b), UV 366 (c) dan setelah disemprot
reagen sitroborat UV 366 (d), FeCl3 sinar tampak (e) dan Dragendorff sinar tampak (f).
(a) (b) (c) (d) (e) (f)
Gambar 3. Profil KLT ekstrak metanol daun kluwih dengan fase gerak etil asetat : n-heksan (2:8).
Sebelum disemprot dilihat pada sinar tampak (a), UV 254 (b), UV 366 (c) dan setelah disemprot
reagen sitroborat UV 366 (d), FeCl3 sinar tampak (e) dan Dragendorff sinar tampak (f).
Penelitian yang dilakukan oleh (Mohan et al., 2012) menyatakan bahwa senyawa alkaloid
mempunyai aktivitas sebagai agen antikanker dengan menghambat enzim topoisomerase yang
terlibat dalam replikasi DNA, menginduksi apoptosis dan ekspresi gen p53.
3.3 Uji Sitotoksik Ekstrak Daun
Uji sitotoksik dilakukan dengan melarutkan ekstrak dalam DMSO. Kadar akhir DMSO yang
digunakan adalah 0,01% v/v. Secara teori penggunaan DMSO pada konsentrasi yang tinggi dapat
menyebabkan kematian sel. Namun, penelitian oleh Jamalzadeh et al. (2016) menyatakan
penggunaan DMSO hingga konsentrasi 0,5% v/v tidak mempengaruhi viabilitas sel MCF-7.
Pengamatan morfologi sel menunjukkan tidak adanya perbedaan antara kontrol sel MCF-7 dan
kontrol perlakuan DMSO. Hasil uji ekstrak metanol daun sukun, nangka dan kluwih
1
2
3
5
4
1 1
2 2 2
1
3 3 4 4
5 5
1 1
1
2 2 2 3 3 3 3
4 4 4 4
5 5 5 4
7
memperlihatkan nilai IC50 sebesar 120,85 ; 530,88 dan 339,46 μg/mL (Tabel 2). Perubahan
morfologi sel terjadi karena perlakuan ekstrak (Gambar 4).
(a) kontrol sel (b) kontrol DMSO 1% v/v (c) reagen MTT
(d) sukun 500 µg/mL (e) nangka 500 µg/mL (f) kluwih 500 µg/mL
Gambar 4. Pengaruh perlakuan DMSO 1% v/v (b),reagen MTT (c),ekstrak sukun 500µg/mL (d),
ekstrak nangka 500µg/mL (e), dan ekstrak kluwih 500 µg/mL (f) terhadap kontrol sel MCF-7 (a).
Panah merah menunjukkansel hidup, panah hijau menunjukkan sel mati dan panah
kuningmenunjukkan kristal formazan.
Secara teori hubungan antara persentase sel hidup dan konsentrasi ekstrak merupakan suatu
hubungan yang berbanding terbalik. Semakin rendah konsentrasi ekstrak yang diberikan maka
semakin tinggi persentase sel hidup (fenomena dose dependent) (Khademvatan et al., 2016;
Shiezadeh et al., 2013). Hasil penelitian ini menunjukkan adanya fenomena dose dependent
(Gambar 5) (Tabel 2).
Gambar 5. Hubungan konsentrasi ekstrak metanol daun sukun, nangka dan kluwih dengan
persentase sel hidup MCF-7
0
20
40
60
80
100
0 100 200 300 400 500
% s
el h
idu
p
konsentrasi (μg/mL)
ekstrak daun sukun
ekstrak daun nangka
ekstrak daun kluwih
8
Tabel 1. Visualisasi bercak pada uji KLT
Ekstrak
daun
Warna penampakan bercak
Hasil Sebelum disemprot Setelah disemprot
Sitroborat FeCl3 Dragendorff
Sinar tampak UV 254nm UV 366nm UV 366nm Sinar tampak Sinar tampak
Sukun
1 : kuning
2 : -
3 : kuning
4 : kuning
5 : hitam
1 : hitam
2 : kuning
3 : hitam
4 : -
5 : hitam
1 : kemerahan
2 : kemerahan
3 : -
4 : kemerahan
5 : hitam
1 : -
2 : kemerahan
3 : kemerahan
4 : kemerahan
5 : -
1 : abu-abu
2 : abu-abu
3 : -
4 : -
5 : -
1 : -
2 : -
3 : coklat
4 : -
5 : -
Tanin, alkaloid
Nangka
1 : kuning
2 : coklat
3 : coklat
4 : coklat
5 : hitam
1 : kuning
2 : kuning
3 : -
4 : kuning
5 : hitam
1 : kemerahan
2 : kemerahan
3 : -
4 : kemerahan
5 : hitam
1 : -
2 : -
3 : kemerahan
4 : -
5 : -
1 : abu-abu
2 : abu-abu
3 : -
4 : -
5 : -
1 : -
2 : -
3 : coklat
4 : -
5 : -
Tanin, alkaloid
Kluwih
1 : kuning
2 : -
3 : kuning
4 : kuning
5 : hitam
1 : kuning
2 : -
3 : kuning
4 : kuning
5 : hitam
1 : -
2 : kemerahan
3 : kemerahan
4 : kemerahan
5 : hitam
1 : -
2 : -
3 : kemerahan
4 : kemerahan
5 : -
1 : abu-abu
2 : abu-abu
3 : -
4 : -
5 : -
1 : -
2 : coklat
3 : -
4 : coklat
5 : -
Tanin, alkaloid
9
Tabel 2. Data uji sitotoksik pada ekstrak sukun, nangka dan kluwih
Ekstrak
daun
Konsentrasi
ekstrak
(g/mL)
Log
konsentrasi
Rata-rata %
Sel Hidup
Persamaan
Regresi Linier
IC50
(µg/mL)
Sukun
500 2,698970004 5,6331878
y = -66,01x + 190,3
R² = 0,93 120,85
250 2,397940009 32,882096
125 2,096910013 58,820961
31,25 1,494850022 80,829694
Nangka
500 2,698970004 49,519651
y = -28,00x + 126,3
R² = 0,952 530,88
125 2,096910013 67,860262
62,5 1,795880017 80,305677
31,25 1,494850022 81,091703
Kluwih
500 2,698970004 31,70306
y = -81,20x + 255,5
R² = 0,969 339,46
250 2,397940009 65,10917
125 2,096910013 90,65502
62,5 1,795880017 104,6725
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun sukun mempunyai aktivitas sitotoksik
yang paling tinggi dibandingkan dengan ekstrak nangka dan kluwih. Berdasarkan kriteria dari
United States National Cancer Institute, suatu senyawa diklasifikasikan mempunyai efek sitotoksik
yang potensial jika nilai IC50 ≤ 20 μg/mL. Melihat hasil perolehan nilai IC50 pada penelitian ini,
dapat dikatakan bahwa tiga ekstrak dari genus Artocarpus ini memiliki aktivitas sitotoksik yang
lemah terhadap sel kanker payudara MCF-7 dengan urutan potensi sebagai berikut, ekstrak sukun >
kluwih > nangka. Hasil penelitian ini menunjukkan perbedaan dengan penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya (Tabel 3).
Tabel 3. Data uji sitotoksik pada penelitian terdahulu
Jenis
tanaman
Bagian
tanaman Pelarut Jenis sel kanker
Kandungan
senyawa IC50 Pustaka
Sukun
Daun Metanol
SPC-A-1
(adenocarsinoma) Geranil
dihidrokalkon
28,14 µM
Wang et al.,
2007 SW-480 (kolon) 34,62 µM
SMMC-7721
(hepatocelullar) 49,86 µM
Kulit kayu Dieter etil T47D Artocarpin 6,19 µg/mL Arung et al.,
2009
Nangka Daun
Etanol H460 (paru-paru)
Artocarpin 7,9 µM
Di, 2013 PC-3 (prostat) 8,3 µM
Metanol A549 (paru-paru) Flavonoid 35,26
µg/mL
Patel and Patel,
2011
Kluwih Daun Etanol HCT116 (kolon)
_
38,18
µg/mL Tantengco and
Jacinto, 2015 MCF-7 (payudara) 9,58 µg/mL
10
Melihat data tersebut, penelitian ini mempunyai nilai IC50 yang jauh berbeda dengan penelitian
terdahulu. Hal ini disebabkan karena jenis sel kanker yang digunakan untuk uji sitotoksik berbeda,
selain itu bagian tanaman dan pelarut ekstraksi yang digunakan juga berbeda. Kandungan senyawa
yang berpotensi menimbulkan aktivitas sitotoksik pada penelitian terdahulu adalah flavonoid dan
turunannya. Senyawa tersebut tidak ditemukan pada penelitian ini, sehingga hasil perolehan IC50-nya
berbeda.
4. PENUTUP
Penelitian mengenai sel kanker payudara MCF-7 yang diuji efek sitotoksiknya menggunakan ekstrak
metanol daun sukun (Artocarpus altilis), nangka (Artocarpus heterophyllus) dan kluwih (Artocarpus
camansi) dapat disimpulkan bahwa ekstrak metanol daun sukun, nangka dan kluwih mempunyai
aktivitas antikanker terhadap sel kanker payudara MCF-7 dengan potensi yang lemah dengan nilai
IC50 masing-masing sebesar 120,85 ; 530,88 dan 339,46 µg/mL. Golongan senyawa yang terkandung
dalam ekstrak metanol daun sukun, nangka dan kluwih adalah alkaloid dan tanin. Untuk melengkapi
hasil penelitian ini perlu dilakukan uji sitotoksik menggunakan tanaman yang masih dalam satu
genus Artocarpus dan juga uji sitotoksik pada jenis sel kanker yang berbeda menggunakan bagian
tanaman lain dari tanaman sukun, nangka dan kluwih.
DAFTAR PUSTAKA
Apsari K., 2007, Isolasi dan Karakterisasi Senyawa Kimia Dari Ekstrak n-Heksan Kulit Batang
Kluwih (Artocarpus altilis Park) Serta Efek Sitotoksiknya Terhadap Sel HeLa,
Phytochemistry, 7 (2), 45–51.
Arung E.T., Yoshikawa K., Shimizu K. and Kondo R., 2010, Isoprenoid-substituted Flavonoids
from Wood of Artocarpus heterophyllus on B16 Melanoma Cells : Cytotoxicity and Structural
Criteria, Fitoterapia, 81 (2), 120–123.
CCRC, 2013, Uji Sitotoksik Metode MTT, Terdapat di: http://ccrc.farmasi.ugm.ac.id/ [Diakses pada
15 Mei 2016].
Haidara K., Zamir L., Shi Q. and Batist G., 2005, The Flavonoid Casticin Has Multiple
Mechanisms of Tumor Cytotoxicity Action, Cancer Letters, 1–11.
Jamalzadeh L., Ghafoori H., Sariri R., Rabuti H., Nasirzade J., Hasani H. and Aghamaali M.R.,
2016, Cytotoxic Effects of Some Common Organic Solvents on MCF-7, RAW-264.7 and
Human Umbilical Vein Endothelial Cells, Avicenna Journal of Medical Biochemistry, In press.
Kemenkes, 2014, Hilangkan Mitos Tentang Kanker, Terdapat di:
http://www.depkes.go.id/article/print/201407070001/hilangkan-mitos-tentang-kanker.html
[Diakses pada 15 Mei 2016].
Kemenkes, 2015, Stop Kanker : Situasi Penyakit Kanker, infodatin-Kanker, hal 3.
11
Khademvatan S., Eskandari A., Saki J., Foroutan-Rad M., Khademvatan S., Eskandari A., Saki J.
and Foroutan-Rad M., 2016, Cytotoxic Activity of Holothuria leucospilota Extract against
Leishmania infantum In Vitro, Advances in Pharmacological Sciences, 2016, 1–6.
Khan M.R., Omoloso A.D. and Kihara M., 2003, Antibacterial Activity of Artocarpus
heterophyllus, Fitoterapia, 74 (5), 501–505.
Markham, K.R., 1988, Cara Mengidentifikasi Flavonoid, diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata,
Penerbit ITB, Bandung.
Mohan K., Jeyachandran R. and Mohan Assistant Professor K., 2012, Alkaloids as Anticancer
Agents, Annals of Phytomedicine, 1 (1), 46–53.
Moura Burci L., Bezerra da Silva C., de Oliveira M., Dalarmi L., Maria Warumby Zanin S., Gomes
Miguel O., de Fátima Gaspari Dias J. and Dallarmi Miguel M., 2015, Determination of
Antioxidant, Radical Scavenging Activity and Total Phenolic Compounds of Artocarpus
heterophyllus (Jackfuit) Seeds Extracts, Journal of Medicinal Plants Research, 8 (40), 1013–
1020.
Pradhan C., Mohanty M. and Rout A., 2012, Phytochemical Screening and Comparative
Bioefficacy Assessment of Artocarpus altilis Leaf Extracts for Antimicrobial Activity,
Frontiers in Life Science, 6 (3–4), 71–76.
Saifudin A., 2014, Senyawa Alam Metabolit Sekunder (Teori, Konsep, dan Teknik Pemurnian),
Deepublish, Yogyakarta.
Saravanan R., Brindha P. and Ramalingam S., 2014, A Review on the Role of Phytoconstituents in
Breast Cancer Cells, International Journal of PharmTech Research, 6 (2), 799–808.
Shiezadeh F., Mousavi S.H., Amiri M.S., Iranshahi M., Tayarani-Najaran Z. and Karimi G., 2013,
Cytotoxic and Apoptotic Potential of Rheum turkestanicum Janisch Root Extract on Human
Cancer and Normal Cells., Iranian journal of pharmaceutical research : IJPR, 12 (4), 811–9.
Stærk D., Lykkeberg A.K., Christensen J., Budnik B.A. and Abe F., 2002, In Vitro Cytotoxic
Activity of Phenanthroindolizidine Alkaloids from Cynanchum vincetoxicum and Tylophora
tanakae against Drug-Sensitive and Multidrug-Resistant Cancer Cells, Journal of Natural
Products, 65 (3), 1299–1302.
Tantengco O.A.G. and Jacinto S.D., 2015, Cytotoxic Activity of Crude Extracts and Fractions from
Premna odorata (Blanco), Artocarpus camansi (Blanco) and Gliricidia sepium (Jacq.) Against
Selected Human Cancer Cell Lines, Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine, 5 (12),
1037–1041.
Tehubijuluw H. and Tenggara A., 2013, Screening of Phytochemicals and Bioactivity Test of The
Leaves Breadfruit (Artocarpus altilis), Ind. J. Chem. Res., 1, 28–32.
Wang Y., Xu K., Lin L., Pan Y. and Zheng X., 2007, Geranyl Flavonoids from The Leaves of
Artocarpus altilis, Phytochemistry, 68 (9), 1300–1306.