SISTEM PEWARISAN DAN KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN …
Transcript of SISTEM PEWARISAN DAN KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN …
i
SISTEM PEWARISAN DAN KEBERLANJUTAN
PENGELOLAAN USAHA TAMBAK GARAM
Studi pada Petani Garam di Desa Genengmulyo,
Juwana, Pati, Jawa Tengah
SKRIPSI
Untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
Siti Rohana
NIM 3201414073
JURUSAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2019
ii
iii
iv
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Tiada hasil tanpa usaha dan do‟a
Keep fighting, smiling, and charming!
PERSEMBAHAN
1. Universitas Negeri Semarang, almamaterku yang selalu kubanggakan.
2. Kedua orangtua yaitu Bapak Rustam (alm), Bapak Ahmad Sudarji dan Ibu
Samiyati yang selalu mendukung dan mendoakan selama masa studi saya.
3. Kedua adikku yaitu Teguh Irawan dan Bayu Andik Setiawan yang selalu
menjadi motivasi agar selalu semangat dalam melakukan segala hal.
4. Bapak Ahmad Sirad dan Ibu Endang Suharyati serta keluarga yang selalu
mendukung dan mendoakan selama masa studi saya.
5. Seluruh keluarga besar yang telah memberikan dukungan dan motivasi agar
dapat menyelesaikan masa studi dengan baik.
6. Sahabat-sahabat sepermainan, teman-teman kos, dan teman-teman se-dosen
pembimbing yang selalu memberikan bantuan dan selalu mendukung selama
masa studi.
7. Keluarga Bapak Mu‟in yang membantu selama proses penelitian.
vi
SARI
Rohana, Siti. 2018. Sistem Pewarisan dan Keberlanjutan Usaha Tambak Garam
Studi Pada Petani Garam Desa Genengmulyo. Skripsi. Jurusan Geografi. Fakultas
Ilmu Sosial. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Dr. Juhadi, M.Si.
Kata Kunci: Sistem Pewarisan, Keberlanjutan, Pengelolaan Usaha Tambak
Garam
Indonesia adalah negara maritim yang mempunyai wilayah pantai luas
dan berpotensi dalam produksi garam dengan luas tambak 20.151 Ha. Meskipun
demikian, Indonesia masih mengimpor untuk memenuhi kebutuhan garam dalam
negeri. Hal tersebut dapat disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya faktor
alam, sistem pengelolaan, dan petani garam. Penelitian ini melihat dalam
perspektif sistem pewarisan dan keberlanjutan karena adanya indikasi bahwa
sistem pewarisan pada petani garam terputus dengan tujuan untuk mengetahui
sistem dan mekanisme pewarisan serta keberlanjutan pengelolaan usaha tambak
garam oleh petani di Desa Genengmulyo, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati
sebagai salah satu daerah penghasil garam terbesar di Jawa Tengah dengan
produksi sebesar 116.274,94 ton pada tahun 2017.
Populasi dalam penelitian ini yaitu petani penguasa lahan tambak garam
yang berjumlah 92 orang yang terdiri dari penguasa lahan Bondo Deso
(kepemilikan desa), Norowito (kepemilikan kolektif), dan kepemilikan pribadi.
Penelitian ini menggunakan pendekatan campuran yaitu kuantitatif untuk
mengumpulkan data instrumen angket dan kualitatif untuk mengumpukan data
instrumen wawancara. Metode pengumpulan data meliputi kuesioner, wawancara,
studi dokumentasi, dan observasi. Teknik analisis data menggunakan deskriptif
kualitatif dan deskriptif kuantitatif menggunakan skala likert kemudian diagram
layang-layang (diagram kite) untuk mengetahui keterkaitan antara variabel.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pewarisan yang digunakan
yaitu partible inheritance (pewarisan yang melibatkan lebih dari satu ahli waris).
Sistem dan mekanisme pewarisan yang digunakan yaitu lahan dijual 36,11%,
termasuk keberlanjutan rendah dan lahan dibagi 63,89%, termasuk keberlanjutan
sedang. Pewarisan nilai pada aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan didapat
secara otodidak dan turun temurun dari orangtua (pewarisan verikal). Pengelolaan
usaha tambak garam pada, aspek ekologi sesuai untuk lahan tambak termasuk
keberlanjutan; aspek sosial, usaha tambak garam melibatkan penduduk sebesar
66,67% termasuk cukup berkelanjutan; aspek ekonomi, kesejahteraan petani
penguasa lahan yang memperkerjakan petani penggarap sebesar 58,33% termasuk
cukup berkelanjutan; dan aspek budaya, usaha tambak garam tidak bertentangan
dengan norma dan nilai sosial dengan persentase 88,89% termasuk berkelanjutan.
Saran, sistem pewarisan yang diterapkan petani garam dapat dilakukan
secara bersama agar pengelolaan usaha tambak lebih optimal karena tenaga,
modal, dan bahan baku lebih efisien. Keseimbangan antara aspek ekologi, aspek
sosial, aspek ekonomi, dan aspek budaya supaya tetap dipertahankan oleh
masyarakat desa khususnya petani garam.
vii
ABSTRACT
Rohana, Siti. 2018, Inheritance System and Sustainability of Salt Pond Business
Studies in Salt Farmers in Genengmulyo Village. Final Project. Department of
Geography. Faculty of Social Science. Semarang State University. Advisor Dr.
Juhadi, M.Si.
Keywords: Inheritance System, Sustainability, Salt Farmers
Indonesia is a maritime country that has a vast coastal area and the
potential to produce salt with 20.151 Ha area ponds. Even, Indonesia still imports
to fulfill domestic salt needs. This can be caused by various factors, including
natural factors, management systems, and salt farmers. This research looks at
inheritance system and sustainability perspective because there arre indications
the inheritance system in salt farmers is broken with the aim of knowing the
inheritance system and mechanism and the sustainability of the management salt
farms by farmers in the Genengmulyo Village, Juwana District, Pati Regency as
one of the largest salt producing regions in Central Java with a production of
116,274 94 tons in 2017.
The population in this study were 92 farmers who ruled salt ponds
consisting of the rulers of Bondo Deso (village ownership), Norowito (collective
ownership), and private ownership. This study uses a mixed approach that is
quantitative to collect questionnaire, and qualitative instrument to collect
interview instrument. Methods of this research are questionnaire methods,
interview methods, documentation study methods, and observation methods. The
data analysis technique uses descriptive qualitative and quantitative descriptive
using a Likert Scale then a kite diagram (kite diagram) to determine the
relationship between variables.
The results showed that inheritance systems are used partible inheritance.
The inheritance system and mechanism used is land for sale 36,11%, including
low sustainability and land divided by 63.89%, including moderate sustainability.
Inheritance values of attitudes, knowledge, and self-acquired and hereditary skills
from parents (vertical inheritance). Management of salt farms on ecological
aspects suitable for ponds including sustainability; social aspect, salt farm
business involves a population of 66.67% including quite sustainable; economic
aspects, the welfare of farmers who control the land who employ tenant farmers is
58.33%, including quite sustainable; and cultural aspects, salt farm business does
not conflict with social norms and values with a percentage of 88.89% including
sustainability.
Suggestion, the inheritance system applied by salt farmers can be done
together so that the management of the pond business is more optimal because
energy, capital and raw materials are more efficient. The balance between
ecological aspects, social aspects, economic aspects, and cultural aspects must be
maintained by rural communities, especially salt farmers.
viii
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat,
taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul “Sistem Pewarisan dan Keberlanjutan Pengelolaan Usaha Tambak Garam
Studi Pada Petani Garam Desa Genengmulyo Kecamatan Juwana Kabupaten
Pati”. Penulis meyakini sepenuhnya bahwa skripsi tidak dapat diselesaikan tepat
waktu tanpa bantuan dari berbagai pihak. Penulis ingin meyampaikan terimakasih
kepada:
1. Dr. Tjaturahono Budi Sanjoto, M.Si., Ketua Jurusan Geografi Universitas
Negeri Semarang yang telah memberikan pengarahan dan perizinan skripsi
sehingga peneliti menyelesaikan skripsi,
2. Dr. Juhadi, M.Si., Dosen Pembimbing yang selalu memberikan pembelajaran,
pengarahan dan menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing
dan menasehati sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi,
3. Dr. Eva Banowati, M.Si., Dosen Penguji I yang telah menyediakan waktu,
tenaga, dan pikiran untuk menguji dan memberikan masukan kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi,
4. Drs. Sriyono, M.Si., Dosen Penguji II yang telah menyediakan waktu, tenaga,
dan pikiran untuk menguji dan memberikan masukan kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi,
5. Teman-teman Pendidikan Geografi 2014 yang telah mendoakan, memberi
semangat dan bantuan sehingga dapat menyelesaikan skripsi,
ix
6. Fandhori, Kepala Desa Genengmulyo dan jajaran perangkat desa yang telah
membantu dan memberikan perizinan penelitian,
7. Sunarto, Ketua Kelompok Petani Garam yang telah memberikan bantuan
selama proses penelitian sehingga penulis dapat dapat meyelesaikan
penyusunan skripsi,
8. Warga Desa Genengmulyo khususnya petani garam yang telah meluangkan
waktu untuk mengisi angket yang diberikan penulis dalam proses
pengumpulan data.
Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat
dijadikan sebagai bahan referensi pada penelitian selanjutnya.
Semarang, Desember 2019
Penyusun
x
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI Halaman
HALAMAN SAMPUL……………………………………………………………………...i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................................ ii
PENGESAHAN KELULUSAN ................................................................................. iii
PERNYATAAN .......................................................................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................................... v
SARI............................................................................................................................ vi
ABSTRACT ............................................................................................................... vii
PRAKATA ................................................................................................................ viii
DAFTAR ISI ................................................................................................................ x
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xiv
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ..........................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah ....................................................................................................7
1.3. Tujuan Penelitian .......................................................................................................7
1.4. Manfaat Penelitian .....................................................................................................7
1.4.1 Manfaat Teoritis ...................................................................................... 7
1.4.2 Manfaat Praktis ....................................................................................... 8
1.5. Batasan Istilah ...........................................................................................................8
1.5.1. Sistem Pewarisan .................................................................................... 9
1.5.2. Sistem Keberlanjutan .............................................................................. 9
1.5.3. Pengelolaan Usaha Tambak Garam ...................................................... 10
1.5.4. Petani Tambak Garam .......................................................................... 10
1.5.5. Generasi Muda ...................................................................................... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR ........................... 11
2.1. Deskripsi Teoritis ...................................................................................................11
2.1.1. Sistem Pewarisan .................................................................................. 11
xi
2.1.2. Sistem Keberlanjutan ............................................................................ 15
2.1.3. Pengelolaan ........................................................................................... 20
2.1.4. Usaha Tambak Garam .......................................................................... 26
2.1.5. Petani Tambak Garam .......................................................................... 34
2.1.6. Generasi Muda ...................................................................................... 36
2.2. Kajian Hasil-Hasil Penelitian Relevan ................................................................37
2.3. Kerangka Berpikir ..................................................................................................44
BAB III METODE PENELITIAN............................................................................. 46
3.1. Tempat Penelitian ...................................................................................................46
3.2. Populasi Penelitian .................................................................................................46
3.3. Sampel dan Teknik Sampling ...............................................................................46
3.4. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional......................................................48
3.4.1. Sistem dan Mekanisme Pewarisan Pengelolaan Usaha Tambak
Garam.................................................................................................... 48
3.4.2. Sistem Keberlanjutan Usaha Tambak Garam....................................... 50
3.5. Alat Dan Teknik Pengumpulan Data ...................................................................51
3.5.1. Kuesioner .............................................................................................. 52
3.5.2. Observasi .............................................................................................. 52
3.5.3. Wawancara............................................................................................ 52
3.5.4. Studi Dokumentasi................................................................................ 52
3.6. Validitas dan Reliabilitas Data .............................................................................53
3.6.1. Validitas Data ....................................................................................... 53
3.6.2. Reliabilitas Data.................................................................................... 53
3.7. Teknik Analisis Data...............................................................................................54
3.7.1. Deskriptif kualitatif............................................................................... 54
3.7.2. Deskriptif kuantitatif............................................................................. 55
3.7.3. Diagram Layang (Diagram Kite).......................................................... 57
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN........................................... 60
4.1. Gambaran Umum Desa Genengmulyo ................................................................60
4.1.1 Letak Astronomis dan Administrasi Desa Genengmulyo..................... 60
4.1.2 Penggunaan Lahan Desa Genengmulyo ............................................... 61
4.1.3 Kondisi Alam Desa Genengmulyo ....................................................... 62
4.1.4 Kondisi Demografis Desa Genengmulyo ............................................. 63
xii
4.2. Sistem dan Mekanisme Pewarisan Pengelolaan Usaha Tambak Garam..........63
4.2.1 Sistem dan Mekanisme Pewarisan........................................................ 63
4.2.2 Pewarisan Material ............................................................................... 65
4.2.3 Pewarisan Non Material........................................................................ 69
4.3. Sistem Keberlanjutan Pengelolaan Usaha Tambak Garam................................70
4.3.1 Aspek Ekologis ..................................................................................... 70
4.3.2 Aspek Sosial ......................................................................................... 81
4.3.3 Aspek Ekonomi..................................................................................... 89
4.3.4 Aspek Budaya ....................................................................................... 93
4.4. Generasi Penerus ....................................................................................................97
4.5. Tingkat Keberlanjutan Pengelolaan Usaha Tambak Garam .............................99
4.6. Pembahasan ...........................................................................................................101
BAB V PENUTUP................................................................................................... 124
5.1. Simpulan ................................................................................................................124
5.2 Saran ……………………………………………………………………………..…..........125
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 126
LAMPIRAN ……………………………………………………………………… 131
xiii
DAFTAR TABEL
TABEL Halaman
Tabel 2.1 Kajian Hasil-Hasil Penelitian Yang Relevan ................................................40
Tabel 3.1 Jumlah Sampel Petani Penguasa Lahan Tambak Garam ..............................48
Tabel 3.2 Kriteria Penskoran ........................................................................................57
Tabel 3.3 Matrik Proposal Skripsi ................................................................................58
Tabel 4. 1 Luas Penggunaan Lahan Di Desa Genengmulyo.........................................61 Tabel 4. 2 Sistem Pewarisan Petani Penguasa Lahan Desa Genengmulyo...................64 Tabel 4. 3 Asal Perolehan Lahan Petani Penguasa Lahan Garam ................................66 Tabel 4. 4 Asal Perolehan Modal Petani Penguasa Lahan Garam ................................67 Tabel 4. 5 Asal Perolehan Baku Petani Penguasa Lahan Di Desa Genengmulyo ........68 Tabel 4. 6 Hasil Pengolahan Data Pewarisan Material .................................................69 Tabel 4. 7 Klasifikasi Keberlanjutan Pewarisan Material .............................................69 Tabel 4. 8 Pewarisan Non Material Petani Penguasa Lahan.........................................70 Tabel 4. 9 Kualitas Air Laut Pantai Utara Jawa Tengah ...............................................73 Tabel 4. 10 Curah Hujan Kecamatan Juwana Tahun 2008-2017..................................74 Tabel 4. 11 Jumlah Hari Hujan Desa Genengmulyo Tahun 2008-2017 .......................76 Tabel 4. 12 Suhu Udara Desa Genengmulyo Tahun 2008-2017 ..................................78 Tabel 4. 13 Cuaca Dan Iklim Desa Genengmulyo........................................................78 Tabel 4. 14 Tekstur Tanah Tambak Garam Kecamatan Juwana ..................................79 Tabel 4. 15 Parameter Tanah Kecamatan Juwana ........................................................80 Tabel 4. 16 Hasil Pengolahan Data Aspek Ekologi Desa Genengmulyo .....................81 Tabel 4. 17 Keterlibatan Penduduk Dalam Usaha Tambak Garam ..............................82 Tabel 4. 18 Jumlah Petani Penggarap Lahan Tambak Garam ......................................83 Tabel 4. 19 Perencanaan Usaha Tambak Garam Desa Genengmulyo ..........................84 Tabel 4. 20 Pembuatan Garam Desa Genengmulyo .....................................................85 Tabel 4. 21 Pemanenan Garam Desa Genengmulyo.....................................................85 Tabel 4. 22 Sistem Pemasaran Petani Penguasa Lahan Garam Desa Genengmulyo ....87 Tabel 4. 23 Pengelolaan Usaha Tambak Garam Pada Aspek Sosial ............................88 Tabel 4. 24 Hasil Pengolahan Data Aspek Sosial Desa Genengmulyo ........................89 Tabel 4. 25 Klasifikasi Tingkat Pendapatan Petani Tambak Garam ............................90 Tabel 4. 26 Tingkat Pendapatan Petani Garam Desa Genengmulyo ............................90 Tabel 4. 27 Tingkat Pendidikan Petani Penguasa Lahan Desa Genengmulyo .............91 Tabel 4. 28 Luas Lahan Petani Penguasa Lahan Tambak Garam Desa Genengmulyo
92 Tabel 4. 29 Sistem Pemasaran Hasil Garam Desa Genengmulyo ..........................92 Tabel 4. 30 Hasil Pengolahan Data Aspek Ekonomi Desa Genengmulyo ...................93 Tabel 4. 31 Institusi Lokal Di Desa Genengmulyo .......................................................94 Tabel 4. 32 Tradisi Lokal Di Desa Genengmulyo ........................................................95 Tabel 4. 33 Teknologi Usaha Tambak Garam Desa Genengmulyo..............................96 Tabel 4. 34 Hasil Pengolahan Data Aspek Budaya Desa Genengmulyo ......................97 Tabel 4. 35 Generasi Penerus Petani Penguasa Lahan Garam Di Desa Genengmulyo 98
Tabel 4. 36 Tingkat Keberlanjutan Pengelolaan Usaha Tambak Garam Desa
Genengmulyo .............................................................................................99
xiv
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR Halaman
Gambar 2. 1 Skema Kerangka Berpikir ........................................................................45
Gambar 4. 1 Peta Penggunaan Lahan Desa Genengmulyo Tahun 2018........................62
Gambar 4. 2 Diagram Alir Sistem dan Mekanisme Pewarisan Usaha Tambak Garam64
Gambar 4. 3 Proses Pelelangan Lahan Tambak Garam Desa Genengmulyo ...............66
Gambar 4. 4 Pesisir Pantai Desa Genengmulyo ............................................................71
Gambar 4. 5 Peta Citra Satelit Kecamatan Juwana Tahun 2018 ...................................72
Gambar 4. 6 Grafik Curah Hujan Desa Genengmulyo Dalam 10 Tahun ......................75
Gambar 4. 7 Grafik Hari Hujan Desa Genengmulyo Dalam 10 Tahun .........................77
Gambar 4. 8 Petani Garam Memanen Garam ................................................................86
Gambar 4. 9 Penjualan Garam dilakukan Secara Bersama oleh Petani Garam .............88
Gambar 4. 10 Alat Pemompa Air Laut, Kincir Angin dan Mesin Diesel ......................96
Gambar 4. 11 Diagram Layang Tingkat Keberlanjutan Pengelolaan Usaha Tambak
Garam......................................................................................................100
xv
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN Halaman
Lampiran 1 Tabel Penentuan Jumlah Sampel Dan Michael .................................... 132
Lampiran 2 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian ............................................................. 133
Lampiran 3 Instrumen Wawancara .......................................................................... 135
Lampiran 4 Instrumen Kuesioner............................................................................. 137
Lampiran 5 Instrumen Wawancara ......................................................................... 140
Lampiran 6 Panduan Studi Dokumentasi................................................................ 143
Lampiran 7 Karakteristik Responden Petani Penguasa Lahan Bondo Deso........... 144
Lampiran 8 Karakteristik Responden Petani Penguasa Lahan Norowito ................ 145
Lampiran 9 Karakteristik Responden Petani Penguasa Lahan Milik Pribadi .......... 146
Lampiran 10 Hasil Uji Validitas Instrumen Wawancara ......................................... 147
Lampiran 11 Hasil Uji Validitas Instrumen Kuesioner........................................... 150
Lampiran 12 Hasil Reliabilitas Alat........................................................................ 152
Lampiran 13 Instrumen Angket Petani Penguasa Lahan Bondo Deso .................... 153
Lampiran 14 Instrumen Angket Petani Penguasa Lahan Norowito......................... 155
Lampiran 15 Instrumen Angket Petani Penguasa Lahan Milik Pribadi................... 157
Lampiran 16 Instrumen Wawancara Pewarisan Non Material Desa Genengmulyo
158 Lampiran 17 Instrument Wawancara Sistem Keberlanjutan Desa Genengmulyo..
160 Lampiran 18 Sistem Pewarisan Material Petani Penguasa Lahan ................... 165
Lampiran 19 Sistem Keberlanjutan Aspek Ekonomi Petani Penguasa Lahan......... 169
Lampiran 20 Karakteristik Petani Penguasa Lahan ................................................. 173
Lampiran 21 Foto Dokumentasi Lapangan.............................................................. 175
Lampiran 22 Alur Proses Pembuatan Garam........................................................... 177
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara maritim yang sebagian besar wilayahnya
merupakan lautan dan mempunyai banyak potensi ekonomi yang bersumber dari
kekayaan laut, seperti: perikanan, pariwisata, minyak bumi, dan garam. Indonesia
sebagai negara kepulauan dengan total pulau sebanyak 17.508 pulau, total luas
laut sebesar 3.257.357 km², dan garis pantai yang panjangnya hampir 100.000 km
(KKP, 2011), mempunyai potensi besar dengan sumber daya alam melimpah
terutama dalam hal produksi garam. Garam merupakan salah satu kebutuhan
pokok untuk pangan dan sumber elektrolit bagi tubuh manusia yang bersumber
dari kekayaan laut. Lahan garam rakyat seluruhnya tersebar dan terkonsentrasi di
6 provinsi yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Nusa
Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur sedangkan lahan PT. Garam berada di
daerah Madura, Jawa Timur (Puska PDN, 2011). Indonesia mempunyai garis
pantai yang panjang, namun tidak semua pantai di Indonesia dapat berpotensi
sebagai lahan garam, hanya pantai yang memenuhi syarat yang dapat
dimanfaatkan sebagai lahan garam. Luas lahan garam potensial dari seluruh pantai
di Indonesia yaitu 34.100 Ha, sedangkan luas lahan garam produktif yaitu 20.151
Ha. Luas lahan garam produktif tersebut menghasilkan jumlah produksi garam
pada musim normal (5 bulanan) sebesar 1.260.000 ton (Kementerian
Perindustrian, 2009).
2
Potensi lahan tambak garam di Indonesia tidak dapat dikelola dengan
baik sehingga berdampak pada ketidakmampuan pemenuhan kebutuhan garam
nasional dari dalam negeri, oleh karena itu pemerintah melakukan kebijakan
impor garam untuk memenuhi kebutuhan garam (Prasetyo, 2016:2).
Ketidakmampuan tersebut dipengaruhi oleh hambatan dan faktor yang menjadi
permasalahan dalam produksi garam. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi
garam dibedakan menjadi tiga, yaitu iklim, usaha tambak garam, dan petani
garam. Pertama, faktor iklim sangat mempengaruhi dalam produksi garam karena
masih bergantung pada sinar matahari sehingga hanya berproduksi saat musim
kemarau. Panjang pendeknya musim kemarau mempengaruhi jumlah produksi
garam yang dihasilkan. Kebutuhan garam di Indonesia meningkat seiring
bertambahnya jumlah penduduk dan berkembangnya jumlah industri garam yang
berbanding terbalik dengan jumlah produksi garam yang relatif tetap (BIG, 2010).
Apabila dibandingkan antara kebutuhan nasional dan kemampuan produksi maka
produksi nasional hanya mampu memenuhi kebutuhan konsumsi saja (Adiraga,
2013; Adiraga dan Setiawan, 2014). Kedua, faktor usaha tambak garam memiliki
hambatan antara lain (1) keterbatasan daya dukung produksi dan pola pengelolaan
masih tradisional, (2) permodalan luas garam yang tidak mudah karena tidak
semua pantai berpotensi sebagai lahan garam, (3) mutu air laut sebagai bahan
baku pembuatan garam semakin buruk, (4) sistem dan mekanisme pemasaran
kurang menjanjikan sehingga kurang menarik, dan (5) kebijakan importasi tidak
menguntungkan bagi petani garam (KKP, 2005). Ketiga, faktor petani garam
memiliki hambatan antara lain (1) jumlah petani garam semakin berkurang karena
3
generasi muda kurang tertarik dengan usaha tambak garam, (2) sistem penguasaan
lahan tambak garam yang dapat mempengaruhi intensitas pengelolaan, dan (3)
kelembagaan dalam produksi garam rakyat di masyarakat masih lemah.
Berdasarkan data perkembangan produksi, kebutuhan, dan impor garam
nasional dari tahun 2011 sampai tahun 2017 menunjukkan bahwa kebutuhan
garam mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2011 sebesar 3.200.000 ton,
tahun 2012 sebesar 3.300.000 ton, tahun 2013 sebesar 3.600.000 ton, tahun 2014
sebesar 3.900.000 ton, tahun 2015 dan tahun 2016 sebesar 3.400.000 ton, dan
tahun 2017 sebesar 4.200.000 ton. Hal ini berbanding terbalik dengan jumlah
produksi yang dihasilkan dari dalam negeri yang hanya dapat memenuhi setengah
dari kebutuhan garam nasional bahkan pada tahun 2016 produksi garam hanya
200.000 ton. Jumlah kebutuhan garam nasional tahun 2011 sampai tahun 2017
jika dijumlah seluruhnya yaitu 25.000.000 ton, sedangkan jumlah produksi hanya
sebesar 9.000.000 ton. Hal ini menyebabkan pemerintah mengimpor garam
sebesar 15.300.000 ton untuk menutupi kebutuhan garam nasional (Kementerian
Perdagangan, 2018).
Pada awal dekade 1930-an saat pemerintahan Belanda di Indonesia, stok
garam begitu berlimpah sehingga pemerintah terpaksa membatasi produksi garam
dan menutup lahan-lahan garam yang baru dibuka, dan sekitar seperlima dari
tambak garam pribumi dibeli oleh pemerintah. Pengurangan ini menimbulkan
akibat radikal pada kesempatan kerja dan kesejahteraan di pulau yang tidak subur
dan kelebihan penduduk. Situasi bertambah parah selama tahun-tahun depresi
ekonomi, ketika permintaan terhadap garam menurun drastis. Indonesia mulai
4
mengimpor garam pertama kali pada tahun 1990-an untuk memenuhi kebutuhan
industri dan kelangkaan stok garam akibat dampak anomali cuaca. Kebijakan
impor tersebut berlangsung hingga sekarang karena usaha garam rakyat tidak
mampu memenuhi kebutuhan garam nasional (Fajariyah dan Sumarno,
2016:1099).
Kabupaten Pati merupakan wilayah agraris dan wilayah pesisir yang
sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani, dan terkenal
sebagai produsen garam. Ironisnya sekarang daerah penghasil garam terbesar di
Jawa Tengah (Pati), justru mengimpor garam dari luar negeri untuk mencukupi
kebutuhan garam karena di daerah Pati terdapat/berkembang berbagai industri
rakyat yang unsurnya berbahan baku garam. Menurut Marihati (2011, Winarsih et.
al., 2014:89) di Jawa Tengah terdapat 60 industri menengah ke bawah yang
membutuhkan garam rakyat untuk memenuhi persyaratan bahan baku, dan
sebagian besar garam produksi di Jawa Tengah (Pati) tidak memenuhi standart
SNI dan masih menggantungkan impor garam setiap bulan.
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pati (2017) mencatat produksi
garam di Kabupaten Pati sebesar 116.274,94 ton, yang tersebar di 4 kecamatan
wilayah pesisir yaitu wilayah Kecamatan Batangan, Wedarijaksa, Trangkil dan
Juwana. Luas lahan tambak garam di Kabupaten Pati tercatat 2.838,101 Ha.
Kabupaten Pati merupakan produsen garam terbesar di Jawa Tengah dan urutan
ketiga di Indonesia. Dinas Perindustrian Kabupaten Pati (2014) menyatakan
bahwa garam di Kabupaten Pati dulu menguasai pangsa skala nasional, tetapi
hanya mampu mensuplay 44% kebutuhan garam di Jawa Tengah, bahkan pada
5
tahun 2013 industri garam di kabupaten Pati kalah bersaing dengan industri garam
lain karena beberapa perusahaan tidak memenuhi kualitas garam yang baik.
Kecamatan Juwana merupakan salah satu dari empat kecamatan di Kabupaten Pati
yang dapat memproduksi garam. Terdapat 4 desa yang memproduksi garam yang
letaknya di daerah pesisir yaitu Desa Bakaran Kulon, Desa Agungmulyo, Desa
Langgenharjo, dan Desa Genengmulyo. Luas lahan produksi di Kecamatan
Juwana yaitu 1.229,63 Ha dengan jumlah produksi yaitu 21.744,74 ton pada tahun
2017.
Produksi pertanian yang dijalankan para petani (termasuk petani tambak
garam) akan berpijak pada sistem produksi (ways of production). Sebagaimana
dikemukakan Shanin (Fadjar dkk, 2008:212) sebuah sistem produksi akan
mencakup: 1) kekuatan produksi (force of production) yang akan mempengaruhi
produktivitas, dan 2) hubungan sosial produksi (relation of production) yang akan
membentuk struktur sosial dalam penguasaan kekuatan produksi. Banowati dan
Sriyanto (2013) mengemukakan bahwa terdapat lima faktor yang mempengaruhi
dalam produksi pertanian yaitu faktor genetik, faktor alam/lingkungan, faktor
tenaga kerja, faktor modal, dan faktor managemen. Berdasarkan lima faktor
tersebut, terdapat empat faktor yang mempengaruhi dalam pertanian tambak
garam yaitu faktor alam, faktor tenaga kerja, faktor modal, dan faktor
managemen.
Hambatan yang telah dijelaskan di atas seharusnya dapat diatasi dengan
sistem pengelolaan usaha tambak garam disesuaikan dengan cara adaptasi yang
benar dan didukung dengan teknologi modern. Kualitas air laut tidak menjadi
6
faktor utama yang mempengaruhi rendahnya produktivitas garam. Pengolahan
produksi yang benar dan cara adaptasi terhadap hambatan tersebut dapat
mengurangi resiko rendahnya produktivitas garam. Berdasarkan faktor petani
garam, generasi muda cenderung tidak tertarik lagi dengan pertanian khususnya
pertanian tambak sehingga dapat menyebabkan berkurangnya jumlah petani
tambak garam. Hal ini dapat dikarenakan teknologi dan pendidikan semakin
berkembang sehingga generasi muda lebih tertarik dalam bidang tersebut. Usaha
tambak garam tidak menjadi komoditas yang menarik bagi mereka. Tenaga kerja
pertanian semakin tidak ada peminat dan sulit untuk dicari karena pendidikan
formal menjadi lebih utama bagi generasi muda terutama bagi petani tambak
garam yang mempunyai kecukupan materi.
Pendidikan dan pengalaman dapat mempengaruhi kemampuan
pengetahuan dan keterampilan generasi muda jika ingin meneruskan usaha
tambak garam. Inovasi-inovasi baru dibutuhkan dalam usaha tambak garam agar
kualitas dan kuantitas produksi garam semakin baik. Aturan kerja tetap harus
dipertahankan dan tidak boleh dikesampingkan agar cara dan kebiasaan
pengolahan maupun pengelolaan dapat berkelanjutan baik dalam aspek alam,
sosial, ekonomi dan budaya. Teknologi yang tradisional dapat dikombinasikan
dengan teknologi yang lebih modern untuk meningkatkan produksi
garam.Berdasarkan permasalahan dan data yang telah dikumpulkan di atas,
peneliti akan melakukan penelitian tentang sistem pewarisan dan keberlanjutan
pengelolaan usaha tambak oleh petani garam dari generasi ke generasidengan
judul, “Sistem Pewarisan dan Keberlanjutan Pengelolaan Usaha Tambak Garam
7
Studi pada Petani Garam di Desa Genengmulyo, Kecamatan Juwana, Kabupaten
Pati”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan permasalahan
penelitian ini adalah “bagaimana sistem dan mekanisme pewarisan serta
keberlanjutan pengelolaan usaha tambak garam oleh petani di Desa
Genengmulyo, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati?”.
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan dilakukan penelitian ini
adalah:
1. Mengetahui sistem dan mekanisme pewarisan pengelolaan usaha tambak
garam oleh petani di Desa Genengmulyo, Kecamatan Juwana.
2. Mengetahui sistem keberlanjutan pengelolaan usaha tambak garam oleh petani
di Desa Genengmulyo, Kecamatan Juwana.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang pendidikan dan hasil
penelitian dipergunakan pada penelitian sejenis sebagai bahan referensi tambahan
tentang pertanian khususnya pertanian tambak garam.
8
1.4.2 Manfaat Praktis
1.4.2.1 Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman peneliti serta dapat digunakan sebagai referensi atau pijakan dalam
melakukan penelitian atau kajian berikutnya, khususnya tentang pertanian tambak
garam.
1.4.2.2 Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan pengetahuan
kepada masyarakat mengenai pertanian khususnya tambak garam sehingga
diharapkan menjadi bahan pertimbangan dalam pengelolaan usaha tambak garam.
1.4.2.3 Bagi Pemerintah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam
pengambilan kebijakan yang berhubungan dengan usaha garam rakyat melalui
penyuluhan kepada petani garam dalam upaya peningkatan kualitas dan kuantitas
produksi garam.
1.5. Batasan Istilah
Batasan Istilah merupakan batasan dasar sebagai acuan dalam proses
penelitian. Tujuannya yaitu agar dalam melaksanakan penelitian diperoleh
pengertian yang sama dan berkaitan dengan sistem pewarisan pengelolaan usaha
tambak garam oleh petani garam di Desa Genengmulyo, Kecamatan Juwana, serta
untuk menghindari perbedaan presepsi. Berikut ini beberapa batasan istilah yang
digunakan dalam penelitian ini:
9
1.5.1. Sistem Pewarisan
Sistem pewarisan yaitu seperangkat aturan kerja yang digunakan dalam
situasi dan lokasi tertentu yang lebih bersifat khusus dalam setiap pergantian
generasi tua oleh seorang anggota dari generasi baru. Regenerasi dapat
mengancam keberadaan rumah tangga petani jika susunan yang lama berubah.
Oleh karena itu, kita melihat ada institusi-institusi khusus yang mengatur
pergantian itu, yakni institusi warisan. Institusi warisan sangat penting artinya
dalam mengatur peralihan sumberdaya-sumberdaya dan penguasaan dari generasi
tua ke generasi muda (Juhadi, 1995). Sistem pewarisan yang dimaksud dalam
penelitian ini yaitu seperangkat aturan kerja dan nilai-nilai yang digunakan dalam
pewarisan pengelolaan usaha tambak petani garam dari generasi ke generasi
melalui suatu mekanisme yang meliputi pewarisan material dan pewarisan non
material. Mekanisme yang dimaksud adalah bagaimana aturan itu diterapkan oleh
petani. Pewarisan material meliputi lahan tambak garam, modal, dan bahan baku
produksi. Pewarisan non material berupa aspek pengetahuan, aspek sikap, dan
aspek keterampilan.
1.5.2. Sistem Keberlanjutan
Menurut Conway (1986, Juhadi, 1995:30), dalam ekologi pertanian
(agroesystem), sistem berkelanjutan dapat diartikan sebagai kemampuan suatu
sistem dalam mempertahankan produktivitasnya, walaupun sistem itu banyak
mengalami gangguan. Sistem berkelanjutan yang dimaksudkan dalam penelitian
ini yaitu sistem keberlanjutan pengelolaan usaha tambak garam ditinjau dari aspek
ekologi, aspek sosial, aspek ekonomi dan aspek budaya.
10
1.5.3. Pengelolaan Usaha Tambak Garam
Terry (1992) mengemukakan pengelolaan adalah pemanfaatan sumber
daya manusia ataupun sumberdaya lainnya yang dapat diwujudkan dalam kegiatan
perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), penggerakan (actuating),
dan pengawasan (controlling) untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Pengelolaan
yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu pengelolaan tentang usaha tambak
garam yang terdiri dari perencanaan usaha tambak garam, proses pembuatan
garam, proses pemanenan garam, dan sistem pemasaran pada usaha tambak garam
(Puska PDN, 2011).
1.5.4. Petani Tambak Garam
Petani tambak garam dapat diartikan sebagai tenaga kerja atau orang yang
mengerjakan usaha tambak garam. Petani tambak garam yang dimaksud dalam
penelitian ini yaitu petani garam penguasa lahan tambak garam yang memiliki
lahan sendiri dan petani penguasa lahan yang memperoleh lahan dari hasil sewa.
1.5.5. Generasi Muda
Generasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu sekalian orang
yang kira-kira sama waktu hidupnya; angkatan; turunan, masa orang-orang satu
angkatan hidup. Sedangkan muda artinya kelompok (golongan, kaum) muda. Jadi
generasi muda dapat diartikan generasi yang akan melanjutkan generasi
sebelumnya sebagai penerus generasi tua. Generasi muda yang dimaksud dalam
penelitian ini yaitu generasi penerus yang akan mewarisi usaha tambak garam dari
generasi sebelumnya yang dipercaya untuk mewarisi usaha tambak garam.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR
2.1. Deskripsi Teoritis
2.1.1.Sistem Pewarisan
Sistem pewarisan mengarah kepada konsep institusi yang dikemukakan
oleh Ostrom (1992, Juhadi, 1995:15). Menurut Ostrom yang dimaksud institusi
adalah seperangkat aturan kerja yang digunakan dalam situasi dan lokasi tertentu
yang lebih bersifat khusus dalam pergantian generasi tua oleh seorang anggota
dari generasi baru. Institusi khusus yang dimaksud adalah institusi warisan. Tanpa
adanya institusi warisan yang dapat mengatur pergantian tersebut maka dapat
mengancam keberadaan rumah tangga petani dalam susunannya yang
lama.Perangkat aturan ini menetapkan tentang siapa yang dapat membuat
keputusan dalam lingkup kegiatan apa; tindakan-tindakan apa yang diperbolehkan
dan yang tidak; prosedur-prosedur apa yang harus diikuti oleh orang-orang yang
bersangkutan; kerugian dan keuntungan apa yang diperoleh orang-orang yang
bersangkutan dari tindakan-tindakan mereka. Aturan ini diketahui, dipantau, dan
dilaksanakan oleh orang-orang yang memakainya, orang-orang yang mereka
sewa, dan oleh pihak luar, atau oleh kombinasi dari ketiga kemungkinan ini
(Juhadi, 1995:15).
12
Menurut Wolf (1985; Juhadi, 1995), di dalam masyarakat petani (desa)
pada dasarnya ada dua sistem waris. Pertama, Impartible inheritance, adalah
sistem waris yang menyangkut pengalihan sumberdaya kepada ahliwaris tunggal
atau sistem warisan yang tidak dapat dibagi, seperti rumah dan pekarangan dapat
diwariskan kepada anak cikal dalam primogeniture; atau kepada anak bungsu
dalam ultramogeniture; atau kepada lainnya yang bukan cikal dan bukan bungsu,
yang ditentukan oleh kepala rumah tangga. Kelebihan dari sistem ini yaitu dapat
mempertahankan keutuhan tanah milik keluarga, karena hanya satu orang saja
yang menjadi ahli waris; untuk anggota keluarga yang tidak menerima waris harus
bersedia menjadi anggota bawahan atau meninggalkan tempat itu, dengan dan
tanpa mendapat ganti rugi. Pola pewarisan yang tidak dapat dibagi dan hanya
diturunkan kepada ahli waris tunggal lebih disukai oleh daerah-daerah yang
didominasi oleh domain patrimonial (hak milik) yang kuat. Untuk sebagian, sikap
itu mungkin disebabkan oleh faktor-faktor ekologis, dimana pola ahli waris
tunggal berfungsi untuk mempertahankan kombinasi sumberdaya yang telah
dibangun di masa lampau.
Kedua, Partible inheritance adalah sistem waris yang menyangkut lebih
dari satu ahli waris, atau sistem warisan yang dapat dibagi. Sistem warisan yang
dapat dibagi, harta waris dibagi-bagi kepada setiap anggota keluarga generasi
baru. Kepemilikan tanah secara mudah dapat mendorong pola pewarisan ini
karena setiap ahli waris akan mempunyai tanah cukup luas, namun bukan hanya
faktor tanah yang menentukan, melainkan sumber-sumber lainnya meliputi tenaga
manusia ataupun hewan tarik. Oleh karena itu harta warisan hanya secara
13
potensial dapat dipecah-pecah akan tetapi pada kenyataannya tetap utuh.
Kelahiran dan migrasi ikut mempengaruhi dalam sistem pewarisan ini. Apabila
dalam kelompok tersebut bertambah anggota, maka kelompok tersebut dapat
menambah jumlah tanah mereka. Apabila terdapat anggota kelompok yang ber-
migrasi, maka secara potensial warisan tersebut dapat dipecah dan mungkin dapat
tetap utuh, jika orang-orang yang bermigrasi dapat berdiri sendiri. Akan tetapi jika
kohesi itu hilang, pola warisan yang dapat dipecah dapat segera terwujud. Kedua
sistem diatas dapat dibedakan dengan sistem yang memberikan hak itu hanya
kepada anak laki-laki menjadi sistem yang memberikan hak waris kepada semua
anak. Anak perempuan menerima ganti rugi antaran kawin atau sejumlah uang
yang diberikan (Juhadi, 1995:17).
Pewarisan yang merupakan proses, cara, perbuatan mewarisi atau
mewariskan (KBBI, 2008:1557), yang dalam konteks penurunan kebudayaan
merujuk pada proses pengiriman pesan dari satu orang ke orang lain yang lazim
disebut sebagai transmisi tidak dapat dilepaskan dari konsep memori (ingatan)
terutama dalam proses penciptaannya menjelaskan tentang model proses yang
akan dilalui dalam transmisi (Finnegan, 1992:106-110; Zaini, 2014:5). Transmisi
dilakukan melalui proses internalisasi yang panjang danberlangsung turun
temurun sebagai akibatinteraksi antara manusia denganlingkungannya sehingga
muncul kearifan lokal. Kearifan lokal merupakan kegiatan,pengetahuan, dan
kepercayaan suatumasyarakat dalam mengelola alam yangberorientasi pada
kelestarian lingkungan meliputi nilai, norma,kepercayaan, etika, adat istiadat, dan
aturan-aturankhusus (Setyowati et. al., 2017). Nilai dan norma kehidupan yang
14
berlaku serta dianut oleh warga masyarakat diturunkan oleh para orang tua yang
diupayakan untuk selalu dijunjung tinggi dan ditradisikan secara turun temurun
sehingga menjadi semacam kebutuhan atau kelengkapan dari masyarakat yang
bersangkutan (Cahyono, 2006: 24). Transmisi pewarisan terdiri dari dua jenis
yaitu (1) pewarisan material, yaitu pewarisan yang dapat dilihat secara fisik
meliputi lahan tambak, modal dan bahan baku yang digunakan dalam masyarakat
petani; (2) pewarisan non material, pewarisan yang tidak dapat dilihat secara fisik
yang mengarah pada kearifan lokal meliputi aspek sikap, aspek pengetahuan, dan
aspek keterampilan yang digunakan masyarakat petani dalam institusi pewarisan.
Berkaitan dengan sistem pewarisan, Cavalli-Sforza dan Feldman
(Rochmat, 2010: 33) juga mengemukakan terdapat dua jenis sistem pewarisan
yaitu 1) Vertical Transmission (Pewarisan Tegak) ialah sistem pewarisan yang
berlangsung melalui mekanisme genetik yang diturunkan dari waktu ke waktu
secara lintas generasi yakni melibatkan penurunan ciri-ciri budaya dari orang tua
kepada anak-cucu. Orang tua mewariskan nilai, keterampilan, keyakinan, motif
budaya, dan sebagainya kepada anak-cucu mereka, oleh karena itu pewarisan
tegak disebut juga “Biological Transmission” yakni sistem pewarisan yang
bersifatbiologis; 2) Horizontal Transmission (PewarisanMiring) ialah sistem
pewarisan yang berlangsung melalui lembaga-lembaga pendidikan seperti
sekolah-sekolah atau sanggar-sanggar. “Horizontal Transmission” terjadi ketika
seseorang belajar dari orang dewasa atau lembaga-lembaga (misalnya dalam
pendidikan formal) tanpa memandang apakah hal itu terjadi dalam budaya sendiri
atau dari budaya lain.
15
Pola kehidupan masyarakat memiliki perbedaan yang bergantung pada
kecenderungan nilai yang dianut dalam kehidupan masyarakat. Masyarakat petani
yang tinggal di Pantai Utara Jawa (pantura) memiliki pola yang berbeda dengan
masyarakat lain. Perbedaan pola kehidupan masyarakat dipengaruhi oleh latar
belakang tempat tinggal, aset yang dimiliki, nilai anak dan nilai budaya yang
menjadi pedoman masyarakat dalam pilihan pola pewarisannya. Oleh karena itu,
pola yang berlaku di kalangan petani, nelayan, bangsawan dan kalangan pegawai
tentu berbeda (Sudaryanto, 2008:172).
Menurut Moran (Haryatno, 2012:192) telah dikenal penyesuaian manusia
untuk mengadaptasikan dirinya dalam berbagai perubahan lingkungannya, yaitu
1) penyesuaian fisiologi dan perilaku merupakan proses adaptasi secara biologi
atau evolusi dari manusia untuk dapat survive dan bereproduksi, dan kemampuan
ini bersifat pewarisan yang diturunkan secara genetik; 2) penyesuaian budaya
merupakan kemampuan yang tidak diwariskan secara genetik, tetapi diperoleh
dengan cara belajar, berkat kemampuan untuk membuat, memahami, dan
mengkomunikasikan ide-ide yang abstrak serta melakukan kelakuan simbolik,
terutama karena manusia punya bahasa. Adaptasi secara kebudayaan difahami
sebagai proses budaya yang terjadi dalam rangka untuk memelihara keseimbangan
antara populasi penduduk dengan sumber daya alam dalam suatu ekosistem.
2.1.2.Sistem Keberlanjutan
Menurut Conway (1991:9) sistem keberlanjutan dapat diartikan sebagai
berikut.
16
Sustainability is thus a function of how assets and capabilities are
utilised, maintained and enhanced so as to preserve livelihoods, that is,
able to cope with stress and shocks, and retain its ability to continue
and improve. Stresses are pressures which are typically continous and
cumulative, predictable and distressing, such as seasonal shortages,
rising populations or declining resources, while shocks are impacts
which are typically sudden, unpredictable, and traumatic, such as fires,
floods and epidemics (Conway 1987; Conway and Barbier 1990).
Sistem berkelanjutan dapat diartikan sebagai kemampuan suatu sistem
dalam mempertahankan produktivitasnya, kendati sistem itu banyak mengalami
gangguan besar, misalnya akibat oleh suatu tekanan yang intensif atau suatu
gangguan yang luas. Tekanan (stress) terhadap suatu sistem adalah sebagai suatu
keadaan yang sifatnya teratur, yang terjadi kadang-kadang tetapi berkelanjutan,
relatif kecil atau ringan, dan keadaan gangguan tersebut dapat diramalkan.
Sedangkan gangguan (partubation) dapat diartikan sebagai sesuatu yang tidak
teratur, tidak datang terus-menerus, keadaannya relatif besar, dan datangnya tidak
bisa diramalkan, seperti kasus kekeringan atau adanya bahaya banjir. Suatu sistem
dikatakan memiliki suatu keberlanjutan rendah, apabila ditandai dengan adanya
penurunan produktivitas ataupun terjadinya suatu keambrukan pada suatu sistem,
serta sistem tersebut dikatakan tidak memiliki sistem keberlanjutan yang mungkin
dapat terjadi dengan tiba-tiba (Juhadi, 2013:30).
Sistem berkelanjutan merupakan aspek penting dalam menganalisis aspek
ekologi pertanian, sedangkan aspek berkelanjutan mempunyai kaitan yang erat
dan dapat saling tukar menukar (trade off) dengan komponen aspek penting
lainnya dalam ekologi pertanian, yaitu 1) produktivitas (productivity), dapat
diartikan sebagai produksi atau keluaran berupa barang atau jasa, misalnya
produktivitas getah damar/bidang/tahun; 2) stabilitas (stability), merupakan tinggi
17
produksi yang ada dalam keadaan normal, pada suatu keadaan lingkungan yang
berubah-ubah dalam fluktuasi, seperti karena adanya perubahan iklim, atau
perubahan kondisi ekonomi dan lain-lain. Suatu sistem dapat dikatakan memiliki
kestabilan tinggi, bila sistem itu mendapat gangguan, kondisinya hanya sedikit
saja mengalami fluktasi. Sebaliknya, sistem itu dikatakan memiliki kestabilan
rendah, bila sistem itu mengalami gangguan, kondisinya mengalami fluktuasi
yang besar atau tinggi; dan 3) kesamaan atau perataan (equatibility),
menggambarkan meratanya tingkat hasil-hasil pertanian dapat dinikmati oleh
segenap lapisan masyarakat. Dalam hal ini penduduknya memiliki pemerataan
yang besar di dalam menikmati sumberdaya alam yang ada. Misalnya menikmati
makanan, pendapatan keluarga (income) dan lain-lain. (Conway, 1986; Juhadi,
2013:31).
Definisi komprehensif bagi pertanian berkelanjutan meliputi komponen-
komponen fisik, biologi dan sosioekonomi, yang direpresentasikan dengan sistem
pertanian yang melaksanakan pengurangan input bahan-bahan kimia
dibandingkan pada sistem pertanian tradisional, erosi tanah terkendali, dan
pengendalian gulma, memiliki efisiensi kegiatan pertanian (on-farm) dan bahan-
bahan input maksimum, pemeliharaaan kesuburan tanah, serta penggunaan dasar-
dasar biologi pada pelaksanaan pertanian (Banowati dan Sriyanto, 2013:160).
Pertanian berkelanjutan mencerminkan (1) keberhasilan pengelolaan sumber daya
pertanian untuk memenuhi kebutuhan manusia dan (2) kelestarian sumber daya
dan lingkungan serta produktivitas dapat dipertahankan sekalipun di bawah
18
cengkraman lingkungan biofisik maupun sosial-ekonomi (Conway, 1985; Zamora,
1995; Juhadi, 2013).
Sistem pertanian berkelanjutan berorientasi pada empat dimensi yaitu 1)
Dimensi Ekologikal, membahas tentang faktor-faktor geobiofisik yang
mempengaruhi dalam pertanian serta hubungan antara perilaku manusia dengan
lingkungan; 2) Dimensi Sosial-Budaya, pola-pola kehidupan masyarakat
mempengaruhi tindakan petani dalam usaha tani; 3) Dimensi Sosial-Ekonomi,
kondisi sosial-ekonomi masyarakat dipengaruhi oleh karakteristik rumah tangga
petani meliputi tingkat pendapatan keluarga, tingkat kebutuhan rumah tangga,
tingkat kebutuhan biaya sosial, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan dan posisi
dalam masyarakat; dan 4) Dimensi Sosial-Teknologi/Preferensi Petani, keputusan
petani dalam memlilih atau menentukan suatu pemanfaatan teknologi yang
dianggap terbaik bagi usaha tani (Juhadi, 2013).
Munasinghe (1993; Rivai dan Anugrah, 2011:16), mengemukakan konsep
pertanian berkelanjutan berorientasi pada tiga dimensi keberlanjutan yaitu 1)
Dimensi Ekonomi berkaitan dengan konsep maksimisasi aliran pendapatan yang
dapat diperoleh dengan setidaknya mempertahankan aset produktif yang menjadi
basis dalam memperoleh pendapatan tersebut. Indikator utama dimensi ekonomi
ini ialah tingkat efisiensi dan daya saing, besaran dan pertumbuhan nilai tambah
dan stabilitas ekonomi. Dimensi ekonomi menekankan aspek pemenuhan
kebutuhan ekonomi manusia baik untuk generasi sekarang ataupun mendatang; 2)
Dimensi Sosial, adalah orientasi kerakyatan, berkaitan dengan kebutuhan akan
kesejahteraan sosial yang dicerminkan oleh kehidupan sosial yang harmonis
19
(termasuk tercegahnya konflik sosial), reservasi keragaman budaya dan modal
sosio-kebudayaan, termasuk perlindungan terhadap suku minoritas. Untuk itu,
pengentasan kemiskinan, pemerataan kesempatan berusaha dan pendapatan,
partisipasi sosial politik dan stabilitas sosial budaya merupakan indikator-
indikator penting yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan pembangunan;
3) Dimensi Lingkungan Alam, menekankan kebutuhan akan stabilitas ekosistem
alam yang mencakup sistem kehidupan biologis dan materi alam. Termasuk dalam
hal ini ialah terpeliharanya keragaman hayati dan daya dukung biologis, sumber
daya tanah, air dan agroklimat, serta kesehatan dan kenyamanan lingkungan.
Penekanan dilakukan pada preservasi daya lentur dan dinamika ekosistem untuk
beradaptasi terhadap perubahan bukan pada konservasi suatu kondisi ideal statis
yang mustahil dapat diwujudkan.
Ketiga dimensi tersebut saling mempengaruhi sehingga ketiganya harus
dipertimbangkan secara berimbang. Sistem sosial yang stabil serta sumber daya
alam dan lingkungan merupakan basis untuk kegiatan ekonomi, sementara
kesejahteraan ekonomi merupakan prasyarat untuk terpeliharanya stabilitas sosial
budaya maupun kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup. Sistem
sosial yang tidak stabil akan cenderung menimbulkan tindakan yang merusak
kelestarian sumber daya alam dan merusak kesehatan lingkungan, sementara
ancaman kelestarian sumber daya alam dan lingkungan dapat mendorong
terjadinya kekacauan dan penyakit sosial.
Selain definisi operasional diatas, konsep keberlanjutan dapat diperinci
menjadi tiga aspek pemahaman, yaitu 1) keberlanjutan ekonomi,diartikan sebagai
20
pembangunan yang mampu menghasilkan barang dan jasa secara kontinu untuk
memelihara keberlanjutan pemerintahan dan menghindari terjadinya
ketidakseimbangan sektoral yang dapat merusak produksi pertanian dan industri;
2) keberlanjutan lingkungan,sistem keberlanjutan secara lingkungan harus mampu
memelihara sumber daya yang stabil, menghindari eksploitasi sumber daya alam
dan fungsi penyerapan lingkungan. Konsep ini juga menyangkut pemeliharaan
keanekaraman hayati, stabilitas ruang udara, dan fungsi ekosistem lainnya yang
tidak termasuk kategori sumbersumber ekonomi; 3) keberlanjutan sosial,diartikan
sebagai sistem yang mampu mencapai kesetaraan, penyediaan layanan sosial
termasuk kesehatan, pendidikan, gender, dan akuntabilitas politik (Nurmalia,
2008).
2.1.3.Pengelolaan
Menurut Kamus Bahasa Besar Indonesia disebutkan bahwa pengelolaan
adalah proses atau cara perbuatan mengelola atau proses melakukan kegiatan
tertentu dengan menggerakkan tenaga orang lain, proses yang membantu
merumuskan kebijaksanaan dan tujuan organisasi atau proses yang memberikan
pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan kebijaksanaan dan
pencapai tujuan. Follet (1997, dalam Pengantar Manajemen, 2009:6)
mendefinisikan pengelolaan adalah seni atau proses dalam menyelesaikan sesuatu
terkait dengan pencapaian tujuan dalam penyelesaian akan sesuatu tersebut
meliputi tiga faktor yang terlibat, yaitu: 1) adanya penggunaan sumber daya
organisasi, baik sumber daya manusia maupun faktor-faktor produksi lainya; 2)
proses yang bertahap mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan
21
pengimplementasian, hingga pengendalian dan pengawasan; 3) adanya seni dalam
penyelesaian pekerjaan. Terry (1992) mengemukakan pengelolaan adalah
pemanfaatan sumber daya manusia ataupun sumber daya lainnya yang dapat
diwujudkan dalam kegiatan perencanaan (planning), pengorganisasian
(organizing), penggerakan (actuating), dan pengawasan (controlling) untuk
mencapai suatu tujuan.
1) Perencanaan, adalah suatu pemilihan yang berhubungan dengan kenyataan-
kenyataan, membuat dan menggunakan asumsi-asumsi yang berhubungan
dengan waktu yang akan datang (future) dalam menggambarkan dan
merumuskan kegiatan-kegiatan yang diusulkan dengan penuh keyakinan untuk
tercapainya hasil yang dikehendakinya;
2) Pengorganisasian, adalah kegiatan pengaturan pekerjaan yang harus dikerjakan
untuk tiap kelompok kerja, serta menetapkan wewenang dan tanggung jawab
sehingga terwujud satu kesatuan usaha dalam mencapai tujuan-tujuan yang
telah ditetapkan;
3) Pengarahan, menempatkan semua anggota kelompok agar sama-sama bekerja
mencapai suatu tujuan yang ditetapkan sesuai dengan perencanaan dan pola
organisasi;
4) Pengawasan, adalah proses pengukuran dan koreksi terhadap aktivitas yang
telah dilaksanakan dan jika diperlukan, dapat mengambil tindakan korektif agar
pelaksanaan dapat berjalan menurut rencana.
22
Pengelolaan usaha tambak garam memerlukan beberapa tahapan dalam
proses pengolahan, mulai dari perencanaan awal, proses pembuatan garam, masa
panen dan sistem pemasaran sebagai berikut.
1) Perencanaan Pembuatan Garam
Perencanaan dalam proses pembuatan garam dibagi dalam empat tahap
yaitu 1) penyiapan dan kriteria lokasi penggaraman, dalam pembuatan garam
harus memperhatikan beberapa hal yaitu: (a) persiapan lahan, (b) pemindahan air
penggaraman, (c) pemasakan garam dengan menggunakan tenaga matahari, (d)
pemanenan dan pemasaran. Areal untuk proses pembuatan garam terutama untuk
garam yang berasal dari air laut dengan menggunakan tenaga matahari harus
dipilih berdasarkan kriteria tertentu. Kriteria-kriteria yang digunakan dalam
memilih lokasi tersebut antara lain letak dari permukaan air laut, topografi, dan
sifat fisik tanah. Sedangkan faktor-faktor desain lokasi areal pergaraman yang
menentukan adalah „air laut‟ sebagai bahan baku, „tanah‟ sebagai faktor sarana
utama dan „iklim‟ sebagai faktor sumber tenaga serta tenaga manusia sebagai
faktor tambahan. Tanah untuk penggaraman yang dipilih harus memenuhi kriteria
yang berkaitan dengan ketinggian dari permukaan laut, topografi tanah, sifat fisis
tanah, kehidupan (hewan/tumbuhan) dan gangguan bencana alam (Puska PDN,
2011).
2) Proses Pembuatan Garam
Pelaksanaan pembuatan garam dimulai dari serangkaian proses dalam
kristalisasi garam sampai pemanenan. Secara umum, pembuatan lahan
penggaraman yaitu (1) meratakan tanah, (2) memadatkan tanah dengan cara
23
memukul atau menggilas dengan kayu yang silinder, (3) menyekat atau membagi
tanah, (4) mempersiapkan kincir-kincir angin. Proses pembuatan garam melalui
beberapa tahapan yaitu (1) pengeringan lahan, (2) pengolahan air peminian, (3)
pengolahan air dan tanah, (4) proses kristalisasi, (5) proses pungutan, (6) proses
pencucian.
Garam dari air laut dapat dibuat melalui dua proses, yaitu 1) penguapan air
laut di ladang garam dengan tenaga sinar matahari (Solar Evaporation), air laut
diuapkan di ladang-ladang garam dengan tenaga sinar matahari. Hasil garam
diambil, kemudian dicuci agar bersih serta sesedikit mungkin mengandung
senyawa lain yang tidak dikehendaki dan lumpur; 2) pemisahan NaCl dengan
aliran listrik (Elektrodialisa), air laut dimasukkan dalam sel-sel elektrolisa yang
dialiri listrik sehingga didapatkan larutan NaCl jernih. Larutan ini kemudian
dikristalisasi dalam kolom kristalisasi. Hasil re-kristalisasi dikeringkan, diayak
dan terakhir dikantongi (packing).
3) Panen Garam
Effendy et. al dalam buku Garam Rakyat: Potensi dan Permasalahan
(2012) menyatakan “Proses panen garam meliputi kegiatan mengumpulkan,
mengangkut, dan memindahkan kristal garam dari petak meja-meja ke tempat
pengeringan, disebut juga penjemuran atau Droeffplat (Bld)”. Cara pemungutan
atau pemanenan garam terdiri dari tiga metode yaitu 1) metode Portugis,
pemungutan garam dilakukan saat berumur 10 hari; 2) metode Maduris, panen
dilaksanakan setelah kristal garam berumur 7-15 hari sejak pemindahan air laut
24
tua; dan 3) metode campuran/Tussen panen dilaksanakan setelah kristal garam
berumur 15-25 hari sejak pemindahan air laut tua.
Pemanenan garam dilakukan setelah air penggaraman itu menjadi kristal
dan berwarna putih, dan dicuci dengan air garam yang belum masuk ke lahan
penggaraman. Pemanenan biasanya dilakukan dalam seminggu dua kali atau tiga
kali panen dalam satu minggu, pemanenan biasanya dilakukan pada sore hari
karena menunggu cuaca tidak terlalu panas dan ketika pemanenan tersebut selesai
lahan yang kosong bisa diisi air penggaraman dan keesokan harinya bisa
dilakukan proses pemasakan lagi dengan menggunakan sinar matahari. Petani
garam membuat garam di tambak-tambak garam, setelah diperoleh hasil
pembuatan garam selanjutnya dikumpulkan di tempat penampungan garam untuk
dilakukan transaksi penjualan.
4) Sistem Pemasaran
Sistem pemasaran yang dimaksud adalah distribusi produk atau jasa dari
produsen ke konsumen agar terjadi peningkatan nilai tambah baik berupa nilai
guna, tempat maupun waktu (Alham, 2015:34). Hal ini disebabkan oleh fungsi
produksi sebelum produk sampai ke konsumen. Fungsi pemasaran yang dilakukan
oleh lembaga pemasaran mencakup fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan),
fungsi fisik (pengolahan, transportasi/pengangkutan, penyimpanan) dan fungsi
fasilitas (standarisasi, penanggungan risiko, pembiayaan, informasi pasar).
Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh setiap lembaga yang terlibat dalam
pemasaran garam adalah:
25
1) Petani Garam, petani garam dalam pemasaran garam bertindak sebagai
produsen. Petani garam dibedakan menjadi tiga yaitu, petani pemilik, petani
yang menyewa lahan, dan petani penggarap dengan sistem bagi hasil;
2) Tengkulak, yang dimaksud yaitu tengkulak garam, merupakan lembaga
perantara yang membeli garam rakyat pada pegaram dalam bentuk curah dan
karungan serta menjualnya kembali ke pedagang besar. Tengkulak juga
berperan dalam penentuan harga dengan berpegang pada informasi yang cukup
dimiliki sehingga memiliki posisi tawar yang kuat saat penentuan harga dengan
pegaram. Peranan tengkulak dalam perekonomian masyarakat petani garam di
penambangan relatif memegang peranan yang amat penting. Umumnya petani
garam sebagai produsen garam, dalam pola perdagangannya tidak mampu
memasarkan hasil garamnya sendiri, karena waktunya yang terbatas dan
terbentur kebutuhan untuk segera memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sering kali
petani garam dipermainkan harganya oleh para tengkulak yang antar tengkulak
saling bekerja sama dalam menentukan harga antar sesama tengkulak dimana
posisi petani selalu kalah;
3) Pedagang Besar merupakan lembaga perwakilan dari pabrikan untuk membeli
garam rakyat yang diperoleh dari tengkulak;
4) Pabrik bertindak sebagai konsumen akhir yang berperan juga sebagai penentu
harga berdasarkan grade yang diinginkan yaitu apabila kadar NaCl > 94,7%
untuk garam industri dan < 94,7% untuk garam konsumsi;
5) Pembeli Perantara dan Pembeli Akhir, pembeli atau pedagang perantara
merupakan pembeli garam atau yang disuplai dari petani garam secara
26
langsung maupun pedagang yang disuplai dari pabrik untuk kebutuhan pasar
konsumsi yang beradadi pasar lokal, sedangkan pembeli akhir merupakan
pembeli yang tujuannya adalah untuk dikonsumsi dalam bentuk garam yang
sudah di lakukan pengepakan.
Semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat mengakibatkan
penerimaan yang diterima pegaram semakin kecil dan semakin menyiratkan jika
sistem pemasaran yang berlaku masih belum dikatakan efisien. Keterkaitan
tersebut memberikan dampak secara ekonomi terhadap para pelaku usaha di
sektor masing-masing. Hubungan keterkaitan yang kuat pada pelaku usaha,
mencerminkan bahwa sistem bisnis garam dalam menghasilkan produk garam
sangat terkait oleh keberadaan petani garam yang dapat memberikan dampak pada
beberapa pelaku usaha lainnya. Dampak ini direpresentasikan dalam penciptaan
pendapatan dan membuka lapangan kerja yang mempunyai keterkaitan dalam
kegiatan pergaraman pada produksi (hulu) sampai dengan pasca produksi (hilir)
(Fauziyah dan Ihsannudin, 2014:54).
2.1.4. Usaha Tambak Garam
Garam merupakan bahan pokok yang banyak digunakan untuk keperluan
konsumsi masyarakat dan untuk keperluan industri. “Garam konsumsi biasanya
digunakan untuk bahan makanan dan pengolahan pangan….” (Effendy et. al,
2012). Dengan demikian garam dapur adalah komoditi penting dan salah satu dari
sembilan bahan pokok yang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai bahan baku industri, garam merupakan bahan baku yang tak tergantikan.
Semua jenis industri makanan dan minuman memasukkan garam sebagai bahan
27
dasarnya. Selain itu bahan-bahan kimia penting lainnya juga merupakan turunan
garam.Usaha tambak garam memiliki beberapa karakteristik dalam upaya
pemenuhan usaha tambak yang dapat mempengaruhi produksi garam sebagai
berikut.
1) Status kepemilikan lahan, menururt Estimewa (2017:34), teori sewa lahan
model klasik yang banyak digunakan yaitu konsep dari David Ricardo dan Von
Thunen. David Ricardo mendefinisikan tinggi rendahnya sewa tanah
ditentukan tingkat kesuburan tanah. Von Thunen, menyatakan bahwa
permintaan tanah merupakan suatu model sewa tanah pada sektor pertanian
yang mengupas tentang perbedaan lokasi dari berbagai kegiatan pertanian atas
dasar perbedaan sewa tanah (pertimbangan ekonomi);
2) Status kepemilikan modal, modal kerja menurut Kasmir (2007:89; Estimewa,
2017:35-36), menyatakan bahwa pengertian modal kerja merupakaan modal
yang digunakaan untuk melakukan kegiatan operasi perusahaan. Pengelolaan
modal secara optimal dapat menghasilkan bisnis yang berjalan lancar;
3) Status kepemilikan bahan baku, kategori untuk biaya bahan terdiri dari biaya
komponen, biaya langsung bahan dan materi yang langsung berhubungan
dengan produk. Biaya estimasi untuk bahan dipengaruhi oleh harga spot untuk
bahan baku yang berlaku dan jumlah bahan baku yang dibutuhkan. Jumlah
baku material tergantung pada jenis bahan, bentuk kompleksitas dan jumlah
limbah dalam proses pembuatan produk. Dependensi yang jelas antara biaya
bahan dan biaya pengolahan bahan baku tertentu memiliki kesesuaian yang
28
berbeda untuk berbagai bentuk dan teknik pengolahan (Gustavsson, 2011:22;
Estimewa, 2017:36);
4) Pola usaha, suatu cara, usaha, sistem dalam kegiatan dengan mengerahkan
tenaga dan pikiran untuk mencapai suatu maksud yang ingin dituju yaitu dapat
memenuhi kebutuhan hidup (Estimewa, 2017:36).
Daratan atau pantai yang digunakan dalam usaha tambak garam harus
memenuhi syarat sebagai lahan garam, oleh karena itu tidak semua pantai dapat
digunakan sebagai lahan garam. Tipe dan bentuk pantai sangat mempengaruhi
lahan yang bisa digunakan sebagai lahan garam. Berikut adalah faktor teknis yang
harus dimiliki daratan atau pantai yang dapat dijadikan sebagai lahan garam.
1) Air laut, sebagai bahan baku harus berkadar garam relatif tinggi dan jernih.
Artinya pantai harus tidak memiliki muara sungai, dengan pasang surut
mencapai permukaan daratan sekitar 2 meter. Mutu air laut terutama dari segi
kadar garamnya (termasuk kontaminasi dengan air sungai), sangat
mempengaruhi waktu yang diperlukan untuk pemekatan (penguapan);
2) Keadaan cuaca meliputi (1) panjang musim kemarau berpengaruh minimal 4
bulan secara kontinu, (2) curah hujan (intensitas) dan pola hujan distribusinya
dalam setahun, (3) kecepatan angin, kelembaban udara dan suhu udara sangat
mempengaruhi kecepatan penguapan air, dimana makin besar penguapan maka
makin besar jumlah kristal garam yang mengendap;
3) Pantai atau daratan sebagai bahan baku utama pembuatan harus memiliki, (1)
sifat porositas tanah harus tidak porous agar air laut tidak masuk ke dalam
tanah, harus datar dengan tinggi maksimum 3 meter di atas permukaan laut.
29
Porositas tanah mempengaruhi kecepatan perembesan (kebocoran) air laut
kedalam tanah yang di peminihan ataupun di meja. Bila kecepatan perembesan
ini lebih besar daripada kecepatan penguapannya, apalagi bila terjadi hujan
selama pembuatan garam, maka tidak akan dihasilkan garam, (2) jenis tanah
mempengaruhi pula warna dan ketidakmurnian (impurity) yang terbawa oleh
garam yang dihasilkan (BIG, 2010).
Usaha tambak garam di Indonesia masih menggunakan teknologi
tradisional. Teknologi (tradisional) merupakan salah satu tonggak utama dalam
menentukan corak dan tingkat hubungan antara manusia dengan lingkungannya
serta turut menentukan tingkat ketergantungan manusia terhadap lingkungannya
(Suparlan, 1980:29; Juhadi, 1995:23). Pengetahuan (teknologi) masyarakat
pedesaan (sederhana) pada umumnya tersimpan dalam ingatan para anggota
kelompok yang bersangkutan (Haviland, 1988:48; Juhadi, 1995:23). Teknologi
tersebut merupakan sandaran bagi kehidupan yang harus dipelajari dan diteruskan
kepada generasi berikutnya agar kelompok tersebut dapat bertahan hidup, seperti
halnya pembagian pekerjaan adalah suatu metoda untuk menurunkan kebanyakan
teknologi kepada para anggotanya, sehingga tidak akan hilang dan bahkan dapat
ditingkatkan (Juhadi, 2013:125).
Menurut J.J Honigman (1959:290; Juhadi, 2013:124) bahwa teknologi itu
mengenali segala tindakan baku dengan apa manusia merubah alam termasuk
badannya sendiri atau badan orang lain…”, maka teknologi mengenali cara
manusia membuat, memakai, dan memelihara seluruh peralatannya, bahkan
mengenai cara manusia bertindak dalam keseluruhan hidupnya. Teknologi muncul
30
dalam cara-cara manusia melaksanakan mata pencaharian hidupnya dalam cara-
cara ia mengorganisasi masyarakat, dalam cara-cara ia mengekspresikan rasa
keindahan dalam memproduksi hasil-hasil keseniannya. Selanjutnya, Juhadi
(1995:24) menyatakan bahwa teknologi adalah pengetahuan-pengetahuan
setempat tentang berbagai peralatan (cara pembuatan, bahan baku, dan cara
penggunaannya), pengetahuan tentang perilaku dan kebiasaan tumbuhan/binatang
(bagaiamana cara melacaknya, cara pengembangiakkan, bagaimana cara
menanam, merawat, mengambil hasil, dan sebagainya), yang digunakan dan
dikembangkan oleh masyarakat setempat, juga merupakan teknologi tradisional.
Kesemua itu dipahami, dimiliki, dan dipraktekkan oleh sebagian anggota
masyarakatnya demi mempertahankkan kelangsungan hidup individu dan
kelompok masyarakat yang bersangkutan.
Teknologi merupakan pengetahuan terhadap penggunaan alat, dan
bagaimana alat tersebut mempengaruhi kemampuan untuk mengontrol dan
beradaptasi dengan lingkungan alamnya. Teknologi juga dapat diartikan
benda‐benda yang berguna bagi manusia, seperti mesin, tetapi dapat juga
mencakup hal yang lebih luas, termasuk sistem, metode organisasi, dan teknik.
Teknologi telah mempengaruhi masyarakat dan sekitarnya dalam beberapa cara.
Teknologi telah membantu mengembangkan ekonomi yang lebih maju (termasuk
ekonomi global saat ini). Analisis yang lebih mendalam lagi terhadap teknologi
sebagai kegiatan manusia yang secara sistematis langkah demi langkah dilakukan
untuk mencapai sesuatu tujuan tertentu secara efisien sampai pada faktor
pengetahuan yang mendasari kegiatan itu. Pengetahuan ini harus dipelajari oleh
31
manusia baik dari pengalaman sendiri maupun dari sumber‐sumber lain untuk
dapat melakukan kegiatan yang merupakan teknologi. Teknologi merupakan ilmu
pengetahuan untuk memecahkan masalah. Teknologi juga merupakan sekumpulan
proses, peralatan, metode, prosedur yang digunakan untuk memproduksi barang
dan jasa (Winarsih et. al, 2014:91).
Definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa teknologi merupakan
proses transformasi dari input dengan menggunakan teknik dan peralatan produksi
tertentu sehingga diperoleh output yang lebih efektif dan efisien. Hampir
keseluruhan garam Indonesia diproduksi dengan menggunakan teknologi
penguapan air laut dengan tenaga sinar matahari (solar evaporation). Secara
umum, pembuatan garam air laut dengan metode tersebut dilakukan melalui
proses pemekatan dan proses pemisahan garam (kristalisasi). Proses pemekatan
dilakukan dengan menguapkan airnya dengan panas matahari. Setelah garam
melalui proses kristalisasi maka garam akan mengandung berbagai macam unsur
mineral lainnya yang disebut dengan impurities yaitu sulfat, magnesium dan
kalsium. Teknologi yang digunakan dalam pembuatan garam rakyat masih sangat
tradisional sehingga berpengaruh pada produktivitas dan kualitas garam yang
dihasilkan oleh petani. Produksi garam nasional hanya mampu memenuhi
kebutuhan sisi konsumsi sementara untuk keperluan industri masih bergantung
pada impor (Winarsih et. al, 2014).
Alhayat (2016:96-102 dalam buku Info Komoditi garam) berpendapat
bahwa “usaha tambak garam di Indonesia mengalami hambatan yang dapat
mempengaruhi kualitas dan kuantitas garam”. Ketidakmampuan petani tambak
32
garam dalam memenuhi kebutuhan garam dapat disebabkan oleh hambatan-
hambatan sebagai berikut.
1) Faktor cuaca menentukan produksi garam, salah satu penyebab utama mengapa
peningkatan luas tambak tidak sejalan dengan jumlah produksi adalah faktor
cuaca. Proses produksi garam melibatkan proses penguapan air laut yang telah
dialirkan pada lahan-lahan tambak garam. Selain harus didukung oleh radiasi
sinar matahari yang memadai, terjadinya evaporasi air garam juga harus
didukung oleh kondisi iklim mikro pada areal penggaraman, yang meliputi
angin, curah hujan, suhu, kelembaban, serta durasi penyinaran matahari;
2) Kualitas garam lokal dapat memenuhi standar industri, namun dalam jumlah
terbatas. Adanya mismatch antara kebutuhan/permintaan dengan produksi
mengakibatkan produsen garam lokal terutama petambak tidak diuntungkan
dengan potensi pasar garam domestik yang besar. Mayoritas produksi garam
domestik dihasilkan oleh petambak rakyat, sedangkan sebagian besar
permintaan garam domestik berasal dari industri. Kualitas garam yang
dihasilkan petambak tidak seluruhnya bisa memenuhi standar yang dibutuhkan
sebagai bahan baku industri;
3) Faktor yang mengakibatkan produktivitas garam lokal rendah, faktor cuaca
yang dikombinasikan dengan teknik pengolahan yang relatif
sederhana/tradisional mengakibatkan produktivitas garam di Indonesia
tergolong rendah. Sistem teknologi yang digunakan dalam pembuatan garam di
Indonesia mayoritas masih mengandalkan penguapan air laut menggunakan
sinar matahari pada areal tambak (di atas tanah);
33
4) Penghasilan petani garam tidak menentu, usaha penggaraman dapat menjadi
sumber penghasilan masyarakat, khususnya yang berdomisili di pesisir pantai.
Besarnya jumlah penghasilan usaha garam sedikitnya ditentukan oleh berapa
faktor utama, yaitu: luas tambak, masa dan waktu panen, kualitas, dan model
pemasaran. Semakin luas areal tambak yang dimiliki petani, umumnya juga
akan memperoleh pendapatan yang lebih besar. Luas lahan garam juga menjadi
suatu indikator kemampuan ekonomi dan status sosial petani tambak;
5) Kebijakan pemerintah, kebijakan pemerintah RI pada komoditas garam ini
secara umum lebih bercorak liberalistik di mana pemerintah tidak mengambil
peran signifikan untuk melakukan pengaturan komoditas garam. Oleh karena
itu, ketika terjadi kesenjangan antara jumlah pasokan dan kebutuhan,
pemerintah terpaksa menempuh kebijakan impor garam sebagai cara yang
instan dan mungkin lebih menguntungkan. Berdasarkan hal ini sepertinya
pemerintah RI belum menempatkan garam sebagai komoditas strategis,
sehingga kebijakan yang ditempuh belum secara signifikan menunjukkan
langkah-langkah untuk mengakhiri impor garam (Rochwulaningsih, 2012:23);
6) Posisi daya tawar petani garam lemah, pasar garam lokal di Indonesia memiliki
kecenderungan bersifat oligopsoni (Antara News, 2015). Hal ini berarti bahwa
terdapat sedikit pembeli yaitu perusahaan besar pengolahan garam dan terdapat
banyak sekali penjual yaitu petani garam. Praktek oligopsoni merugikan petani
secara langsung karena menekan harga penjualan garam di tingkat petani,
terlebih ketika musim panen terjadi. Dengan alasan suplai garam melimpah
34
maupun kualitas garam yang rendah, pembeli dapat menekan petani garam
dengan menawarkan harga murah.
2.1.5. Petani Tambak Garam
Produksi garam rakyat hingga saat ini masih dilakukan dengan
menggunakan peralatan sederhana sehingga dalam berproduksi masih bergantung
pada tenaga kerja manusia. Tenaga kerja yang terdapat pada sektor garam dapat
dikategorikan menjadi 2 kelompok, yaitu tenaga kerja yang terlibat langsung dan
tenaga kerja yang tidak terlibat langsung. Tenaga kerja yang terlibat langsung
antara lain penggarap (tukang garam), tukang pikul, tukang pemelihara areal dan
penjaga. Tenaga kerja tak langsung adalah para pemilik lahan, penyewa lahan dan
pengepul yang rata-rata tiap hektar areal terdapat 2 orang tenaga kerja tak
langsung.Pada areal produksi garam rakyat yang memiliki luas areal produksi
relatif sempit, tugas dari tenaga-tenaga kerja tersebut dirangkap oleh penggarap
(tukang garam) (Puska PDN, 2011).
Petani garam sendiri dibedakan menjadi dua yaitu 1) petani buruh adalah
petani garam yang tidak memiliki lahan, tapi semata-mata hanya menggarap atau
menjual jasa tenaga kerja yang bekerja untuk membuat garam krosok pada para
petani pemilik lahan; 2) petani pemilik: petani garam pemilik lahan dimana
mereka ini yang memiliki hak milik dan penguasaan atas lahan yang digunakan
untuk memproduksi garam krosok. Berdasarkan dua kelompok petani garam itu
tampak terdapat kecenderungan terjadinya polarisasi ekonomi yaitu; pemiliki
lahan (kecil menengah-besar/majikan) dan buruh (petani penggarap/ perombong,
pengolok, kuli angkut, mandor). Selain itu di luar kedua kelompok sosial itu
35
terdapat pemerintah, yang keberadaannya ikut memengaruhi formasi struktur
sosial petani garam (Puska PDN, 2011).
Petani garam itu sendiri dalam proses produksi memiliki karakteristik yang
dapat mempengaruhi hasil produksi garam, yaitu 1) usia dan jenis kelamin, jenis
kelamin dan usia seseorang dapat dikaitkan dengan kinerja yang dimiliki
seseorang untuk melakukan suatu aktivitas; 2) tingkat pendidikan, yang dimaksud
dalam penelitian adalah sebuah tingkatan pendidikan yang telah dicapai setiap
individu; 3) asal petani garam, yaitu asal dari manakah status kependudukan yang
dimiliki para petani; 4) pengalaman kerja, kemampuan petani garam dapat dilihat
dari berapa lama pengalaman yang dimiliki para petani dalam mengelola lahan
tambak garam; 5) jumlah tanggungan keluarga, yaitu jumlah keluarga yang
menjadi tanggungan petani garam dalam usaha tambak garam untuk mencukupi
kebutuhan dari hasil usaha tambak garam (Estimewa, 2017:34-35).
Kemampuan pengetahuan dan keterampilan petani tambak garam
dipengaruhi oleh jenis kelamin dan usia, tingkat pendidikan, dan asal petani
garam. Ketiga karakteristik tersebut mempengaruhi hasil produksi garam. Jenis
kelamin dan usia dapat menentukan besarnya tenaga kerja dan banyaknya
pengalaman yang diperoleh. Sedangkan tingkat pendidikan dapat mengukur
kemampuan pengetahuan petani tambak garam. Semakin lama petani tambak
garam menekuni usaha tambak garam maka semakin banyak pula pengalaman
yang didapatkan begitupun sebaliknya. Semakin tingkat pendidikan
memungkinkan kemampuan pengetahuan dan keterampilan petani tambak garam
semakin tinggi.
36
2.1.6. Generasi Muda
Generasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu sekalian orang
yang kira-kira sama waktu hidupnya; angkatan; turunan, masa orang-orang satu
angkatan hidup. Sedangkan muda artinya kelompok (golongan, kaum) muda. Jadi
generasi muda dapat diartikan generasi yang akan melanjutkan generasi
sebelumnya sebagai penerus generasi tua. Generasi muda adalah kata yang
mempunyai banyak pengertian, namun dari pengertian-pengertian generasi muda
mengerah pada satu maksud yaitu kumpulan orang-orang yang masih mempunyai
jiwa, semangat, ide yang masih segar dan orang-orang yang mempunyai
pemikiran yang visioner.
Pengertian generasi muda dalam lokakarya tentang generasi muda yang
diselenggarakan tanggal 4–7 Oktober 1978, terdiri dari 6 kategori:
1) Biologi, generasi muda adalah mereka yang berusia 12-15 tahun (remaja) dan
15-30 tahun (pemuda);
2) Budaya, generasi muda adalah mereka yang berusia 13-14 tahun;
3) Angkatan kerja, yang dibuat oleh Depkaner adalah yang berusia 18-22 tahun;
4) Kepentingan perencanaan pembangunan, yang disebut sebagai sumber daya
manusia muda adalah yang berusia 0-18 tahun;
5) Idiologi politik, generasi muda yang menjadi pengganti adalah mereka yang
berusia 18-40 tahun;
6) Lembaga dan lingkungan hidup sosial, generasi muda dibedakan menjadi 3
kategori (1) Siswa yaitu usia 6-8 tahun, (2) Mahasiswa yaitu usia 18-25 tahun,
(3) Pemuda yang berada diluar sekolah / Perguruan Tinggi berusia 15-30 tahun.
37
2.2. Kajian Hasil-Hasil Penelitian Relevan
Kajian hasil-hasil penelitian yang relevan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1. Penelitian oleh Juhadi tahun 1995
Penelitian ini membahas tentang sistem pengelolaan sumber daya hutan
repong damar berkelanjutan di Desa Waysindi, Krui, Lampung Barat yaitu
mengapa keberadaan repong damar di desa tersebut terus berlanjut dari generasi
ke generasi. Data yang telah dikumpulkan dan data hasil lapangan dianalisis
menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Persamaan dalam penelitian yaitu
membahas variabel yang sama yaitu sistem pengelolaan berkelanjutan, sedangkan
perbedaannya yaitu terdapat perbedaan subjek, tempat, dan tahun penelitian.
2. Penelitian Agus Cahyono tahun 2006
Penelitian ini membahas tentang pola pewarisan nilai-nilai kesenian tayub
dengan rumusan masalah yaitu mengapa komunitas tledhek mampu mewariskan
tayub sebagai kesenian tradisional rakyat dari generasi ke generasi selanjutnya,
dan bagaimana pola pewarisan kesenian tayub secara tradisional dalam
masyarakat Blora. Penelitian keduanya memilki persamaan yaitu membahas
tentang pewarisan dari generasi ke generasi melalui proses sosialisasi. Sedangkan
perbedaannya yaitu subjek, tempat, dan tahun penelitian. Perbedaan subjek kedua
penelitian tersebut adalah petani garam dan penari tayub.
3. Penelitian Winarsih, Baedhowi, dan Bandi tahun 2014
Penelitian ini membahas tentang pengaruh tenaga kerja, teknologi, dan
modal dalam meningkatkan produksi di industri pengolahan garam Kabupaten
38
Pati dengan rumusan masalah yaitu bagaimana tenaga kerja, teknologi, dan modal
dalam industri pengolahan garam Kabupaten Pati, bagaimana produksi di industri
pengolahan garam Kabupaten Pati, dan bagaimana tenaga kerja, teknologi, dan
modal dalam meningkatkan produksi di industri pengolahan garam Kabupaten
Pati. Persamaan dalam penelitan ini yaitumembahas subjek tentang garam dan
tempat penelitian yang sama yaitu di Kabupaten Pati, sedangkan perbedaannya
yaitu variabel berbeda dan tahun penelitian, serta tempat penelitian lebih
dikerucutkan hanya di Kecamatan Juwana, tepatnya di Desa Genengmulyo.
4. Penelitian Heru Susanto, Nur Rokhati, dan Gunawan W Santosa tahun 2014
Penelitian ini membahas tentang pengembangan proses produksi garam
untuk peningkatan kuantitas dan kuaitas produk di Kabupaten Jepara dengan
rumusan masalah bagaimana pengembangan proses produksi garam untuk
peningkatan kuantitas dan kualitas produk di Kabupaten Jepara. Persamaan dalam
penelitian ini adalah membahas objek yang sama yaitu tentang garam terkait
produksinya, sedangkan perbedaannya terdapat di variabel, subjek, tempat, dan
tahun penelitian.
5. Penelitian Renaldi Bahri Tambunan, Hariyadi, dan Adi Santoso (2012)
Penelitian ini membahas tentang Bagaimana tingkat kesesuaian lahan
tambak garam dari aspek fisik di Kecamatan Juwana Kabupaten Pati. Persamaan
dalam penelitian ini yaitu membahas tentang lahan tambak garam dan parameter
yang mempengaruhi kesesuaian lahan tambak garam, sedangkan perbedaannya
yaitu variabel penelitian, subjek penelitian dan tahun penelitian.
39
6. Penelitian Ma‟wa Estimewa (2017)
Penelitian ini membahas bagaimana pola usaha tambak garam dan
pendapatan petani garam serta hubungan antara pola usaha tambak garam dengan
tingkat pendapatan petani garam di Kecamatan Pakal Kota Surabaya. Persamaan
dalam penelitian ini yaitu membahas terkait pola usaha tambak garam dan
pendapatan petani garam, sedangkan perbedaannya yaitu variabel penelitian,
tempat penelitian, subjek penelitian dan tahun penelitian.
40
Tabel 2.1 Kajian Hasil-Hasil Penelitian yang Relevan
Judul, Tahun, Wilayah,
Nama Peneliti Rumusan Masalah Tujuan Penelitian
Variabel
Penelitian
Teknik
Analisis Data Hasil dan Kesimpulan
Penelitian Juhadi
(1995) “REPONG
DAMAR: Sistem
Pengelolaan
Sumberdaya Hutan
Berkelanjutan di Desa
Waysindi, Krui,
Lampung Barat”.
Mengapa keberadaan
repong damar di desa-
desa di Krui terus
berlanjut dari generasi-
generasi?
Mengetahui sistem
pengelolaan
sumberdaya hutan
berkelanjutan di
Desa Waysindi
Krui, Lampung
Barat.
Sistem
pengelolaan
sumberdaya
hutan
berkelanjutan
(Repong
Damar )
Analisis data
kualitatif
dengan teknik
interpretasi
pada setiap
variabel
Keberadaan repong damar didukung oleh faktor
sosio-budaya penting sehingga masih tetap
berlanjut, yaitu: adanya institusi pewarisan yang
keberadaannya masih diakui dan dipratekkan
oleh sebagian besar penduduk, konsekuensi logis
dari pola pewarisan mendorong penduduk
setempat di dalam memanfaatkan dan mengelola
repong damar, teknologi tradisional yang telah
diciptakan dan dikembangkan tersebut selalu
disosialisasikan kepada setiap anggota keluarga
masing-masing ataupun ke antar keluarga satu
dengan yang lain, serta dari generasi ke generasi
berikutnya, adanya migrasi ke luar bagi sebagian
penduduk Waysindi yang akan mengurangi
tekanan terhadap repong damar, dan adanya
permintaan pasar terhadap getah damar yang
mendorong penduduk setempat untuk
membudidayakannya.
Penelitian Agus
Cahyono (2006), “Pola
Pewarisan Nilai-Nilai
Kesenian Tayub”.
{Harmonia Jurnal
Pengetahuan dan
Pemikiran Seni Vol.
VII No. 1/Januari-April
1. Mengapa komunitas
tledhek mampu
mewariskan tayub
sebagai kesenian
tradisional rakyat
dari generasi ke
generasi selanjutnya?
2. Bagaimana pola
Mengkaji,
memahami,
mengidentifikasi,
dan menjelaskan
pola pewarisan
kesenian tayub
dalam masyarakat
Blora serta
1. Pola
pewarisan
2. Nilai-nilai
kesenian
tayub
Analisis data
kualitatif
dengan
pendekatan
multi disiplin
yang
menggunakan
perspektif
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola
pewarisan nilai-nilai kesenian tayub secara
tradisional dari tledhek atau jogged senior kepada
para wurukan sebagai generasi penerus telah
mewarisi nilai pengetahuan, nilai sikap, dan nilai
keterampilan yang memadai serta kesiapan untuk
melanjutkan uaha sebagai penari tayub atau
jogged melalui pendekatan mengajar dan belajar
41
Judul, Tahun, Wilayah,
Nama Peneliti Rumusan Masalah Tujuan Penelitian
Variabel
Penelitian
Teknik
Analisis Data Hasil dan Kesimpulan
2006} pewarisan kesenian
tayub secara
tradisional dalam
masyarakat Blora
kemampuan
komunitas tledhek
dalam mewariskan
tayub sebagai
kesenian
tradisional rakyat
dari generasi ke
generasi
histori,
antropologi,
sosiologi,
paedogogi,
dan seni.
sambil bekerja. Cara pewarisan nilai-nilai tayub
yang diterapkan tersebut bersifat informal
kekeluargaan yang melibatkan subjek utama
orangtua atau anggota komunitas tledhek yang
lebih tua sebagai pendidik atau sumber belajar
dan para wurukan sebagai subjek didik.
Penelitian Winarsih,
Baedhowi, dan Bandi
(2014), “Pengaruh
Tenaga Kerja,
Teknologi, dan Modal
dalam Meningkatkan
Produksi di Industri
Pengolahan Garam
Kabupaten Pati”.
{Jurnal Pendidikan
Insan Mandiri : Vol.3
No.2 (2014)}
1. Bagaimana tenaga
kerja, teknologi, dan
modal dalam industri
pengolahan garam
Kabupaten Pati?
2. Bagaimana produksi di
industri pengolahan
garam Kabupaten Pati?
3. Bagaimana tenaga
kerja, teknologi, dan
modal dalam
meningkatkan
produksi di industri
pengolahan garam
Kabupaten Pati?
Mengetahui
pengaruh secara
parsial dan
simultan pada
tenaga kerja,
teknologi, dan
modal dalam
meningkatkan
produksi di
industri
pengolahan garam
Kabupaten Pati
Tenaga
kerja,
teknologi,
modal dan
produksi
industri
pengolahan
garam
Kabupaten
Pati.
Analisis data
deskriptif
kuantitatif
menggunakan
regresi
berganda
1. Variabel tenaga kerja, teknologi, dan modal
berpengaruh signifikan secara parsial dalam
meningkatkan produksi di industri pengolahan
garam Kabupaten Pati.
2. Variabel tenaga kerja, tekonologi, dan modal
berpengaruh signifikan secara simultan dalam
meningkatkan produksi di industri pengolahan
garam Kabupaten Pati.
Penelitian Heru
Susanto, Nur Rokhati,
dan Gunawan W
Santosa (2014),
Bagaimana
Pengembangan Proses
Produksi Garam Untuk
Peningkatan Kuantitas
Meningkatkan
kapasitas industri
pengolahan garam
rakyat yang
1. Proses
produksi
garam di
Kabupaten
Analisis data
deskriptif
kualitatif
Hasil penelitian menunjukkan produksi garam
rakyat di Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara
dikerjakan dengan teknologi yang sangat
sederhana dan dilakukan secara turun temurun.
42
Judul, Tahun, Wilayah,
Nama Peneliti Rumusan Masalah Tujuan Penelitian
Variabel
Penelitian
Teknik
Analisis Data Hasil dan Kesimpulan
“Development of
Traditional Salt
Production Process for
Improving Product
Quantity and Quality in
Jepara District, Central
Java, Indonesia.
{Procedia
Environmental Sciences
No.23 Hal 175 – 178,
2015}
dan Kualitas Produk di
Kabupaten Jepara?
berdaya saing
tinggi baik dari
kemampuan
sumber daya
manusia,
teknologi, mutu
dan standar produk
yang dihasilkan,
dengan
memanfaatkan
kemajuan ilmu
pengetahuan dan
teknologi, dari sisi
keunggulan
inovatif produk
yang dihasilkan
maupun efisiensi
produksi.
Jepara
2. Kuantitas
dan
Kualitas
Produk di
Kabupaten
Jepara
Proses produksi yang sangat sederhana dan tidak
mengalami peningkatan dari waktu ke waktu
berakibat pada rendahnya kualitas produk dan
tidak optimalnya kuantitas produk yang mampu
diperoleh. Kegiatan yang telah dilakukan
meliputi: survei kondisi terkini lahan dan
persiapan pelaksanaan program, peningkatan
kualitas air yang dialirkan ke kolam kristalisasi,
dan peningkatan kualitas produk garam dengan
penerapan teknik kristalisasi bertahap.
Penelitian Renaldi
Bahri Tambunan,
Hariyadi, dan Adi
Santoso (2012)
“Evaluasi Kesesuaian
Tambak Garam
Ditinjau Dari Aspek
Fisik di Kecamatan
Juwana Kabupaten
Bagaimana tingkat
kesesuaian lahan tambak
garam dari aspek fisik di
Kecamatan Juwana
Kabupaten Pati?
Mengetahui dan
mengevaluasi
tingkat kesesuaian
lahan tambak
garam di
Kecamatan
Juwana Kabupaten
Pati.
Lahan
tambak
garam di
Kecamatan
Juwana
Kabupaten
Pati
Analisis data
deskriptif
kualitatif
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penilaian
kajian evaluasi kesesuaian fisik tambak garam di
Kecamatan Juwana Kabupaten Pati secara
memiliki kesesuaian fisik tambak kategori kelas
kesesuaian sangat sesuai (S1) guna tambak garam
nasional.
43
Judul, Tahun, Wilayah,
Nama Peneliti Rumusan Masalah Tujuan Penelitian
Variabel
Penelitian
Teknik
Analisis Data Hasil dan Kesimpulan
Pati”.
{ Journal Of Marine
Research. Volume 1,
Nomor 2, Tahun 2012,
Halaman 181-187}
Penelitian Ma‟wa
Estimewa (2017)
“Analisis Pola Usaha
Tambak Garam
Terhadap Pendapatan
Petani Garam di
Kecamatan Pakal Kota
Surabaya”.
{Swara Bhumi. Volume
05 Nomor 02 Tahun
2017, 33 – 40}
1. Bagaimana pola usaha
tambak garam di
Kecamatan Pakal Kota
Surabaya?
2. Bagaimana Pendapatan
Petani Garam di
Kecamatan Pakal Kota
Surabaya?
3. Bagaimana Pola Usaha
Tambak Garam
Terhadap Pendapatan
Petani Garam di
Kecamatan Pakal Kota
Surabaya?
Mengetahui
karakteristik
petani garam,
karakteristik usaha
dan pola usaha
tambak garam
yang dijalankan
para petani garam
beserta
pengaruhnya
terhadap
pendapatan yang
mereka peroleh
setelah masa
panen garam tiba.
1. Pola usaha
tambak
garam di
Kecamatan
Pakal Kota
Surabaya
2. Pendapatan
Petani
Garam di
Kecamatan
Pakal Kota
Surabaya
Analisis data
kuantitatif
dengan
menggunakan
teknik
sampling
random
sampling dan
model
persamaan
regresi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani
garam didominasi oleh penduduk non-lokal
dengan bagi hasil. Teknik pengolahan lahan yang
diterapkan di Kecamatan Pakal, didominasi oleh
penerapan teknik secara tradisional. Diperoleh
dari hasil model analisis persamaan regresi, biaya
sewa lahan dan perlengkapan lahan berpengaruh
positif terhadap pendapatan petani garam, yaitu
mencapai sebesar 98,3%. Karakteristik petani
garam didominasi oleh kaum laki-laki yang
seluruhnya berada pada usia produktif.
Sumber: Juhadi (1995); Agus Cahyono (2006); Winarsih, Baedhowi, dan Bandi (2014); Heru Susanto, Nur Rokhati, dan Gunawan W
Santosa (2014); Renaldi Bahri Tambunan, Hariyadi, dan Adi Santoso (2012); Ma‟wa Estimewa (2017).
44
2.3. Kerangka Berpikir
Potensi lahan tambak garam di Indonesia tidak dapat dikelola dengan
baik sehingga berdampak pada ketidakmampuanpemenuhan kebutuhan garam
nasional dari dalam negeri, oleh karena itupemerintah melakukan kebijakan impor
garam untuk memenuhi kebutuhan garam. Produksi garam hanya cukup untuk
kebutuhan konsumsi saja, sedangkan untuk kebutuhan industri masih belum dapat
terpenuhi. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi garam dibedakan menjadi
tiga, yaitu alam, usaha tambak garam, dan petani garam.Sistem pengelolaan usaha
tambak garam di Indonesia termasuk di Desa Genengmulyo masih tradisional,
sehingga peneliti akan melakukan penelitian tentang sistem dan mekanisme serta
keberlanjutan pengelolaan usaha tambak garam. Sistem pewarisan meliputi
pewarisaan material dan pewarisan non material diteliti agar dapat diketahui
sistem pewarisan dan mekanisme yang digunakan petani garam dalam
pengelolaan usaha tambak garam. Sistem pewarisan pada masyarakat petani
garam dalam pengelolaan usaha tambak garam juga dipengaruhi oleh aspek
lingkungan, sosial, ekonomi, dan budaya agar suatu sistem dapat berkelanjutan
(sustainability). Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti akan melakukan
penelitian dengan tentang sistem dan mekanisme pewarisan serta keberlanjutan
pengelolaan usaha tambak garam oleh petani di Desa Genengmulyo, Kecamatan
Juwana, Kabupaten Pati.
45
Gambar 2. 1 Skema Kerangka Berpikir
Tambak garam di Desa Genengmulyo Kecamatan Juwana
(Produksi garam hanya cukup untuk kebutuhan konsumsi)
Sistem pengelolaan tradisional
Sistem dan Mekanisme Pewarisan Sistem Keberlanjutan
Tingkat keberlanjutan pengelolaan usaha tambak garam
Evaluasi keberlanjutan
Pewarisan
Material
Pewarisan
non material
Sistem
Pewarisan
Aspek
Sosial
Aspek
Ekologi
Aspek
Ekonomi
Aspek
Budaya
124
BAB V
PENUTUP
5.1. Simpulan
Sistem dan mekanisme pewarisan yang diterapkan oleh petani garam di
Desa Genengmulyo merupakan partible inheritance, yaitu sistem warisan yang
dapat dibagi dengan mekanisme lahan yang dimiliki orangtua dibagi sama rata
kepada setiap anak untuk dikelola sebagai lahan tambak. Pewarisan diturunkan
secara vertical/tegak (vertical transmission) yaitu pewarisan secara lintas generasi
dari orang tua kepada anak-cucu. Berdasarkan sistem pewarisan yang diterapkan
maka sistem pewarisan di Desa Genengmulyo termasuk dalam kategori 2 yaitu
cukup berkelanjutan. Pewarisan material meliputi asal perolehan lahan, asal
perolehan modal, dan asal perolehan bahan baku serta pewarisan non material
meliputi nilai pada aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan termasuk dalam
kategori 3 yaitu berkelanjutan.
Sistem keberlanjutan pengelolaan usaha tambak garam di Desa
Genengmulyo dikategorikan cukup berlanjut dikarenakan pengukuran aspek
ekologi, aspek sosial, aspek ekonomi dan aspek budaya sesuai untuk lahan
pertambakan dengan rincian aspek ekologi dan aspek budaya temasuk dalam
kategori 3 yaitu berkelanjutan, aspek sosial dan aspek ekonomi termasuk dalam
kategori 2 yaitu cukup berkelanjutan.
125
5.2. Saran
1. Sistem pewarisan yang diterapkan petani garam dapat dilakukan secara
bersama oleh setiap anak dengan cara bergilir lahan garapan supaya
pengelolaan usaha tambak garam lebih optimal karena tenaga, modal,
dan bahan baku lebih efisien.
2. Sistem keberlanjutan pengelolaan usaha tambak dari aspek ekologi,
aspek sosial, aspek ekonomi, dan aspek budaya termasuk dalam kategori
berkelanjutan, oleh karena itu keseimbangan keempat aspek tersebut
supaya tetap dipertahankan oleh masyarakat desa khususnya petani
garam.
126
DAFTAR PUSTAKA
Adiraga, Yudha dan Achmad Hendra Setiawan. 2014. „Analisis Dampak
Perubahan Curah Hujan, Luas Tambak Garam dan Jumlah Petani Garam
terhadap Produksi Usaha Garam Rakyat di Kecamatan Juwana
Kabupaten Pati Periode 2003-2012: Universitas Diponegoro di
Semarang‟. Dalam Diponegoro Journal Of Economics. Vol. 3. No. 1.
Hal. 1-13. ISSN 2337-3814.
Adiraga, Yudha. 2014. „Analisis Dampak Perubahan Curah Hujan, Luas Tambak
Garam dan Jumlah Petani Garam terhadap Produksi Usaha Garam
Rakyat di Kecamatan Juwana Kabupaten Pati Periode 2003-2012‟.
Skripsi. Semarang: Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas
Diponegoro.
Alham, Fiddini. 2015. „Perilaku Pasar Garam Di Kabupaten Sumenep Jawa
Timur‟. Dalam Jurnal Agribisnis Kerakyatan. Vol. 5. No. 1. Hal. 31-43.
Alhayat, Aditya P. 2016. „Peluang dan Tantangan Komoditas Garam di
Indonesia‟. Dalam Salim (Ed.). Info Komoditi Garam. Jakarta: Badan
Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan dan Al Mawardi Prima.
Hal. 89-108.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: Bineka Cipta.
----- 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Bineka
Cipta.
Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Badan Meteorologi dan Geofisika. 2005.
Prototip: Informasi Iklim dan Cuaca Untuk Tambak Garam. Jakarta:
Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Nonhayati.
Banowati, Eva. 2013. Geografi Sosial. Yogyakarta: Ombak.
Banowati, Eva dan Sriyanto. 2013. Geografi Pertanian. Yogyakarta: Ombak.
Cahyono, Agus. 2006. „Pewarisan Nilai-Nilai Kesenian Tayub: Universitas Negeri
Semarang di Semarang‟. Dalam Harmonia Jurnal Pengetahuan dan
Pemikiran Seni. Vol. VII. No. 1. Hal. 23-36.
Cavalli-Sforza, Luigi L. 1973. „Cultural versus Biological Inheritance: Phenotypic
Transmission from Parents to Children‟. Dalam Am J Hum Genet. No.
25. Hal. 618-637.
127
Conway, Gordon R dan Robert Chambers. 1991. „Sustainable Rural Livelihoods:
Practical Concepts for The 21st Century‟. Dalam IDS Discussion Paper.
ISBN 0903715589.
Dacko, Mariusz. 2015. „The Issues of Environmental Resources Management in
the Light of the Model of Tragedy of the Commons-Systemic Approach‟.
Dalam Problems of Sustainable Development. Vol. 10. No.1. Hal. 21-30.
Effendy, Makhfud dkk. 2012. Garam Rakyat: Potensi dan Permasalahan.
Universitas Trunojoyo Madura: UTM Press.
Estimewa, Ma‟wa. 2017. „Analisis Pola Usaha Tambak Garam Terhadap
Pendapatan Petani Garam di Kecamatan Pakal Kota Surabaya:
Universitas Negeri Surabaya di Surabaya‟. Dalam Swara Bhumi. Vol. 5.
No. 2. Hal. 33-40.
Fadjar, U dkk. 2008. „Transformasi Sistem Produksi Pertanian dan Struktur
Agraria serta Implikasinya terhadap Diferensiasi Sosial dalam Komunitas
Petani: Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (LRPI) di Bogor‟. Dalam
Agro Ekonomi. Vol. 26. No. 2. Hal. 209-233.
Fajariyah, Desy dan Sumarno. 2016. „Sengketa Tanah Tambak Garam di
Sampang Tahun 2005-2012: Universitas Negeri Surabaya di Surabaya‟.
Dalam Avatara. Vol. 4. No. 3. Hal. 1095-1109.
Fauziyah dan Ihsanudin. 2014. „Pengembangan Kelembagaan Pemasaran Garam
Rakyat: Universitas Trunojoyo Madura di Madura‟. Dalam JSEP. Vol. 7.
No.1. Hal. 52-59.
Feldman, Marcus W. 1992. „Geneculture Coevolution: Towards A General
Theory of Vertical Transmission‟. Dalam Proc. Natl. Acad. Sci. USA.
Vol. 89. Hal. 11935-11938.
Hamuna, Baigo et. al,. 2018. Kajian Kualitas Air Laut dan Indeks Pencemaran
berdasarkan Parameter Fisika-Kimia di Perairan Distrik Depapre,
Jayapura. Dalam Jurnal Ilmu Lingkungan. Vol. 16. No. 1. Hal. 35-43.
ISSN 1829-8907.
Haryatno, Dhedy P. 2012. „Kajian Strategi Adaptasi Budaya Petani Garam:
Universitas Negeri Semarang di Semarang‟. Dalam Komunitas. Vol. 4.
No. 2. Hal 191-199. ISSN 2086-5456.
Juhadi. 1995. „REPONG DAMAR: Sistem Pengelolaan Sumberdaya Hutan
Berkelanjutan di Desa Waysindi, Krui, Lampung Barat‟. Thesis. Jakarta:
Universitas Indonesia.
128
Juhadi. 2013. „Dimensi Spasio Ekologikal Pemanfaatan Lahan Perbukitan
Pegunungan di Kecamatan Kokap, Girimulyo dan Pengasih Kabupaten
Kulonprogo Daerah Istimewa Yogyakarta‟. Disertasi. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada.
Juhadi. 2013. „Sistem Pertanian Kebun Campuran Berkelanjutan Berbasis
Teknologi Tradisional‟. Dalam Forum Ilmu Sosial. Vol. 40. No. 2. Hal.
123-140.
Menteri Muda Urusan Pemuda. 1993. Garis Besar Haluan Negara tentang
Pendidikan. http://tulisanterkini.com/artikel/rtikel-ilmiah/9219-
pengertian-generasimuda.html. (27 Juni 2018).
Muhsoni, Firman Farid. 2012. „Kesesuaian Lahan Tambak Garam Menggunakan
Sistem Informasi Geografis di Kabupaten Sampang‟. Dalam Seminar
Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi, Fakultas Pertanian,
Universitas Trunojoyo.
Mustofa dan Edy Turjono. 2015. „Analisis Optimalisasi Terhadap Aktivitas Petani
Garam Melalui Pendekatan Hulu Hilir di Penambangan Probolinggo‟.
Dalam jurnal WIGA. Vol. 5. No. 1. Hal. 46-57. ISSN 2088-0944.
Nazir, Moh. 2005. “Metode Penelitian”. Bogor: Ghalia Indonesia.
Nurmalia, Rita. 2008. „Analisis Indeks dan Status Keberlanjutan Sistem
Ketersediaan Beras di Beberapa Wilayah Indonesia: Fakultas Ekonomi
dan Manajemen IPB di Bogor‟. Dalam Jurnal Agro Ekonomi. Vol. 26.
No.1. Hal. 47-79.
Prasetyo, Adhi. 2016. „Petani Garam Vs Impor Garam. Dalam Nasution (Ed.).
Buletin APBN. Jakarta: Pusat Kajan Anggaran Badan Keahlian‟. Vol. 1.
No.18. Hal. 1-5. ISSN 2502-8685.
Pusat Kebijakan Perdagangan dalam Negeri (Puska PDN). (2011). Analisis
Kebijakan Harga Garam Nasional. Jakarta: Badan Pengkajian dan
Pengembangan Kebijakan Perdagangan.
Pusat Kebijakan Perdagangan dalam Negeri (Puska PDN). 2011. Analisis
Kebijakan Harga Garam Nasional. Jakarta: Badan Pengkajian dan
Pengembangan Kebijakan Perdagangan.
Riduwan. 2010. “Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian”. Bandung:
Alfabeta.
129
Ristyani, Dwi. 2012. „Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Budidaya Perikanan
Tambak di Pesisir Kendal: Universitas Negeri Semarang di Semarang‟.
Dalam Jurnal Geoimage. Vol. 1. No.1. Hal. 1-18. ISSN 2252-6285.
Rivai, Rudy S dan Iwan S Anugrah. 2011. „Konsep dan Implementasi
Pembangunan Pertanian Berkelanjutan di Indonesia: Pusat Sosial
Ekonomi dan Kebijakan Pertanian di Bogor‟. Dalam Agro Ekonomi. Vol.
29. No. 1. Hal. 13-25.
Riyadi, Agung; Lestario Widodo, dan Kusno Wibowo. 2005. „Kajian Kualitas
Perairan Laut Kota Semarang dan Kelayakannya untuk Budidaya Laut:
Teknologi Lingkungan di Semarang‟. Dalam Jurnal Teknologi
Lingkungan. Vol. 6. No. 3. Hal. 497-500.
Rochmat, Nur. 2013. „Pewarisan Tari Topeng Gaya Dermayon: Studi Kasus Gaya
Rasinah: Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) di Bandung‟. Dalam
Resital. Vol. 14. No. 1. Hal. 33-40.
Rochwulaningsih, Yety. 2012. „Pendekatan Sosiologi Sejarah Pada Komoditas
Garam Rakyat: Dari Ekspor Menjadi Impor: Universitas Diponegoro di
Semarang‟. Dalam Paramita. Vol. 22. No. 1. Hal. 14-24. ISSN 0854-
0039.
Setyowati, Dewi Liesnoor; Juhadi, dan Umi Kiptida‟iyah. 2017. „Konservasi Mata
Air Senjoyo Melalui Peran Serta Masyarakat dalam Melestarikan Nilai
Kearifan Lokal: Universitas Negeri Semarang di Semarang‟. Dalam
Indonesian Journal of Conservation. Vol. 06. No. 1. Hal. 36-43. ISSN
2252-9195.
Siregar, Syofian. 2017. Statistik Parametrik untuk Penelitian Kuantitatif. Jakarta:
Bumi Aksara.
Subekti, Nugroho Ari. 2016. „Perdagangan Garam di Luar Negeri. Dalam Salim
(Ed.). Info Komoditi Garam. Jakarta: Badan Pengkajian dan
Pengembangan Perdagangan dan Al Mawardi Prima‟. Hal. 49-68.
Sudaryanto, Agus. 2008. „Pola Pewarisan di Kalangan Nelayan Desa Pandang
Wetan, Kecamatan Kragan Kabupaten Rembang‟. Dalam Mimbar
Hukum. Vol. 21. No. 1. Hal. 171-186.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
----- 2017. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Susanto, Heru; Nur Rokhati, dan Gunawan W Santosa. 2014. „Development of
Traditional Salt Production Process for Improving Product Quantity and
130
Quality in Jepara District, Central Java, Indonesia: Diponegoro
University di Semarang‟. Dalam Procedia Environmental Sciences. No.
23. Hal. 175 – 178.
Syaugy, Afwan. 2013. „Evaluasi Kesesuaian Lahan Tambak Udang di Kecamatan
Cijulang dan Parigi, Ciamis, Jawa Barat‟. Skripsi. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
Tambunan, Renaldi Bahri; Hariyadi, dan Adi Santoso. 2012. „Evaluasi Kesesuaian
Tambak Garam Ditinjau dari Aspek Fisik di Kecamatan Juwana
Kabupaten Pati‟. Dalam Journal of Marine Research. Vol.1. No. 2. Hal.
1818-187.
Terry, George R dan Leslie W. 1992. Dasar-Dasar Manajemen. Jakarta: PT Bumi
Aksara.
Winarsih; Baedhowi, dan Bandi. 2014. „Pengaruh Tenaga Kerja, Teknologi, dan
Modal dalam Meningkatkan Produksi di Industri Pengolahan Garam
Kabupaten Pati: Universitas Sebelas Maret di Surakarta‟. Dalam Jurnal
Pendidikan Insan Mandiri. Vol. 3. No. 2. Hal. 88-98.
Zaini, Marhalim. 2014. „Cerita Lisan “Yong Dollah”: Pewarisan dan Resistensi
Budaya Melayu Bengkalis: Sekolah Tinggi Seni Riau di Riau‟. Dalam
Madah. Vol. 5. No. 5. Hal. 1-14.