Sistem Motorik Edit
-
Upload
dengue-puji -
Category
Documents
-
view
19 -
download
6
Transcript of Sistem Motorik Edit
Presentan : dr. Nino Widjayanto
Pembimbing : dr. Suryani Gunadharma, Sp.S (K)
ANATOMI DAN PEMERIKSAAN NEUROLOGIS SISTEM
MOTORIK TRAKTUS KORTIKOSPINALIS
PENDAHULUAN
Pemeriksaan fisik diagnostik neurologik merupakan bagian dari pemeriksaan fisik
diagnostik umum dimana fungsi susunan saraf pusat mendapat perhatian khusus. Dengan
tindakan – tindakan pemeriksaan neurologik maka akan didapatkan1,7
- ada tidaknya disfungsi susunan saraf
- lokasi, luas dan jenis lesi di dalam susunan saraf pusat
- kemampuan fungsi susunan saraf yang masih ada untuk kepentingan rehabilitasi
Dalam menentukan ada tidaknya disfungsi susunan saraf, pengetahuan tentang
anatomi dan fisiologi susunan saraf harus dimiliki. Dengan diketahuinya suatu disfungsi
susunan saraf pusat maka dapat diketahui pula kerusakan anatomisnya.1,2
Dalam melakukan pemeriksaan neurologis harus dipersiapkan erlebih dahulu posisi,
kondisi dan ukuran yang sama :1,7
- Persiapan posisi
Posisi pasien harus sesuai dengan tindakan pemeriksaan yang akan dilakukan.
Posisi pemeriksa juga harus tepat yaitu posisi yang tidak canggung untuk
mengerjakan tindakan pemeriksaan sehingga dapat dilakukan dengan mudah,
santai dan bebas.
- Persiapan kondisi
Sebelum pemeriksaan dilakukan, kondisi kedua bagian tubuh yang bersangkutan
harus diketahui agar penilaian hasil pemeriksaan dapat dipercaya
- Intensitas rangsang yang sama
Agar hasil yang didapatkan dapat dibandingkan secara tepat antara tubuh yang
mengalami gangguan dan yang normal maka intensitas rangsang yang diberikan
harus sama dan sebanding
Pada referat ini akan dibahas mengenai anatomi dan tekhnik pemeriksaan sistem
motorik traktus kortikospinalis.
ANATOMI SISTEM MOTORIK TRAKTUS KORTIKOSPINALIS
Traktus kortikospinalis ( piramidalis ) merupakan jalur yang mengatur aktivitas otot
yang bersifat dikehendaki ( volunter ) dan dikaitkan dengan gerakan terlatih ( skilled
movements ) dari otot – otot distal ekstremitas.1,2
Pusat trakus
piramidalis terdapat pada
korteks serebri yaitu di girus
prasentralis. Sepertiga jumlah
axon yang menyusun traktus
ini berasal dari area ini ( area
Broadmann 4 dan 6 ) dimana
3 persen serat – seratnya
tersusun atas sel Betz yang
terletak pada lapisan kelima
dari serat ini.1,2 Pada girus
prasentralis ini terdapat suatu
penataan daerah yang sesuai dengan penataan tubuh yang dikenal sebagai motor
homonculus. Impuls motorik dari pusat motorik disalurkan melalui traktus piramidalis
( UMN ) ke saraf perifer ( LMN ) menuju ke otot. Sepertiga axon lainnya berasal dari regio
premotor dan motorik suplemen di area 6 dan sepertiga sisanya berasal dari lobus parietalis
( terutama area 3, 1 dan 2 girus postsentralis ).1,2
Traktus kortikospinalis berjalan melewati sisi posterior dari kapsula interna dan sisi
medial dari crus serebri. Dimana di bagian kaudal dari kapsula, serabut – serabut traktus
piramidal ini membentuk pedunculus oblongata dan medula spinalis. Sebagian serabut
traktus piramidalis menyilang ke sisi kontralateral setinggi medulla bawah menuju ke kornu
anterior medula spinalis.1,2 Persilangan ini disebut decussatio pyramidalis.1,2 Serabut –
serabut yang menyilang ini ( sekitar 85-90% )1,2 berjalan turun sepanjang medula spinalis
sebagai traktus kortikospinalis lateralis yang terbagi merata pada setiap level medula
spinalis melalui funikulus lateralis. Sebagian kecil serabut ini tidak menyilang serta
berjalan turun pada funikulus anterior dari medula spinalis segmen cervical dan thorakal
Gambar 1. Gambaran Homonculus motorik di girus presentralis
atas sebagai traktus kortikospinalis
anterior ( ventral).3 Jumlah serat baik
pada traktus kortikospinal lateral dan
ventral akan berkurang pada segmen
medula spinalis bawah seiring dengan
semakin banyaknya bagian serat – serat
yang mencapai akhir persarafannya.1,2
Traktus kortikospinalis
mempunyai sifat kerja baik fasilitasi
maupun inhibisi pada interneuron dan
motoneuron spinalis. Aktivasi dari traktus
kortikospinalis pada umumnya akan
membangkitkan potensial eksitator
postsinaps pada interneuron dan
motoneuron otot – otot flexor dan
potensial inhibitor postsinaps pada otot –
otot ekstensor.2,3
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS SISTEM MOTORIK KORTIKOSPINALIS
INSPEKSI
Yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan sistem motorik secara inspeksi adalah :
1. Volume dan kontur otot dimana dapat kita nilai adanya kelainan seperti atrofi maupun
hipertrofi dari otot.1,3,4,5,6
Dalam pemeriksaan volume dan kontur otot perlu diperhatikan ukuran otot – otot
secara terpisah baik individual maupun kelompok otot. Pemeriksaan bersifat
membandingkan antara kedua sisi tubuh secara simetris. Adanya penonjolan atau
bentuk tidak lazim dari otot harus dievaluasi. Otot – otot wajah, bahu, dan distal
ekstremitas ( permukaan palmar manus, thenar dan hipothenar ) harus diperiksa secara
spesifik.
Bila ditemukan adanya atrofi atau hipertrofi, maka distribusinya harus diperhatikan.
Perubahan yang terjadi dapat terbatas pada satu otot saja atau kelompok otot yang
dipersarafi oleh saraf yang spesifik ( misalnya yang dipersarafi oleh medula spinalis
secara segmental ).
Gambar 2. Gambaran anatomi traktus kortikospinalis dalam susunan saraf pusat
Perlu diingat bahwa secara normal antar individu terdapat perbedaan perkembangan
otot yang dipengaruhi oleh latihan, aktivitas maupun pekerjaan. Beberapa individu
mempunya tingkat perkembangan otot yang kurang misalnya pada orang yang
melakukan pekerjaan ringan, lansia, dan pasien dengan penyakit kronis dimana ukuran
ototnya kecil tanpa ditemukan adanya tanda – tanda atrofi. Sebaliknya pada atlit dapat
ditemukan hipertrofi otot yang fisiologis. Perlu diingat pula bahwa pada individu
normal terdapat perbedaan massa otot antara sisi tubuh yang berbeda. Pada orang
dengan dominan tangan kanan ditemukan tangan kanan akan lebih menunjukkan
perkembangan yang lebih baik.
Penilaian kontur harus selalu dikaitkan dengan pemeriksaan lainnya yaitu kekuatan
dan tonus. Pada kasus atrofi yang dikaitkan dengan arthritis dan disuse otot dapat
ditemukan penurunan volume otot dengan kekuatan otot yang hanya menurun sedikit.
Sebaliknya pada myopati dapat ditemukan atrofi yang disertai berkurangnya kekuatan
secara signifikan.
2. Fasikulasi3,4
Fasikulasi merupakan gerakan kedutan yang bersifat spontan dan cepat sebagai hasil
kontraksi sekumpulan otot atau fasikulus serat otot. Biasanya fasikulasi tidak cukup
kuat untuk menimbulkan gerakan pada sendi kecuali terkadang pada jari – jari.
Fasikulus diaktivasi oleh stimulasi mekanik, tetapi yang diakibatkan oleh gangguan
neurologis tidak secara signifikan dipengaruhi oleh aktivitas mental dan emosional.
Fasikulasi diperparah oleh pemberian obat kolinergik dan pada orang normal fasikulasi
juga dapat dipicu oleh obat – obat tersebut.
Mekanisme dari terjadinya fasikulasi tidak secara jelas diketahui, tetapi disebutkan
bahwa fasikulasi terjadi pada lesi LMN dimana membran sel neuron menjadi tidak
stabil ( hipereksitabilitas ) sehingga dapat terjadi depolarisasi spontan terhadap semua
rangsangan, dimana normalnya neuron hanya akan berdepolarisasi terhadap rangsangan
yang sesuai.4
PALPASI
Merupakan kelanjutan dari pemeriksaan secara inspeksi, adapun pemeriksaannya :
1. Volume dan kontur otot,3,4,5,6,7
Massa otot harus dipalpasi secara seksama dan diperhatikan volume, kontur dan
konsistensinya. Otot normal teraba semielastis dan kembali ke bentuknya semula segera
setelah mengalami tekanan / kompresi. Pada myotonia dan hipertrofi, otot teraba padat
dan keras, otot yang mengalami pseudohipertrofi akan terlihat besar namun pada
perabaan akan terasa lembek, sedangkan otot yang mengalami atrofi atau degenerasi
akan teraba lembut dan konsistensinya kering
Pemeriksaan secara palpasi sendiri bukanlah tanpa bias / kesalahan, otot yang
berdegenerasi dan telah mengalami perubahan fibromatosis bapat teraba padat dan
keras, sebaliknya yang mengalami perlemakan akan teraba lembek seperti pada
pseudohipertrofi.
Bila pada pemeriksaan didapatkan adanya atrofi maupun hipertrofi, distribusinya
harus diperhatikan. Perubahan volume dan kontur dapat hanya terbatas pada satu otot,
semua otot yang dipersarafi oleh saraf yang sama, atau yang dipersarafi oleh segmen
medula spinalis, separuh badan, atau seluruh badan.
2. Tonus3,4,5,6,7
Tonus otot didefinisikan sebagai tahanan otot dalam kondisi istirahat atau tahanan
otot pada saat pergerakan pasif di saat kontrol gerakan volunter ditiadakan. Otot dengan
persarafan normal secara pasif direnggangkan, serat – seratnya akan memberikan
perlawanan / tahanan terhadap regangan tersebut dan akan memasuki keadaan dimana
tahanan akan semakin meningkat dan terus dipertahankan. Keadaan dimana tahanan ini
terus berlangsung walaupun otot dalam keadaan istirahat disebut sebagai tonus yang
normal.
Keadaan hipotonik / tonus otot yang menurun pada gangguan LMN dikaitkan
dengan hilangnya impuls ritmik yang mempertahankan tonus dan hilangnya kontraksi
otot yang bersangkutan. Hipertonik ( meningkatnya tonus otot ) pada lesi UMN
dikaitkan dengan hilangnya fungsi inhibisi dari traktus kortikospinalis terhadap sel di
kornu anterior. Tapi terkadang tidak lama setelah terjadi suatu lesi cerebrovaskuler
UMN dapat juga ditemukan keadaan hipotonik ( flasid )
Pemeriksaan tonus pada ekstremitas atas dilakukan dengan pronasi dan supinasi
tangan, kemudian lakukan fleksi dan ekstensi pada sendi siku, dan sendi pergelangan
tangan. Sedangkan pada ekstremitas bawah dilakukan pada pasien berbaring, dilakukan
pemutaran pada sendi lutut. Kemudian dilakukan fleksi dan ekstensi pada sendi lutut
dan pada pergelangan kaki. Dinilai tahanan otot selama dilakukan manipulasi oleh
pemeriksa.
3. Kekuatan dan besar tenaga otot3,4
Kekuatan otot ( strength ) dikaitkan dengan kontraksi sedangkan tenaga ( power )
lebih dikaitkan kemampuan untuk melakukan gerakan. Kekuatan otot seringkali
digolongkan sebagai kinetik yaitu besarnya tenaga yang dibutuhkan untuk suatu
perubahan posisi dan sebagai statis yaitu besarnya tenaga yang dikeluarkan untuk
menahan suatu pergerakan. Secara klinis kekuatan otot dapat diperiksa dan dinilai.
Penilaian ini dibandingkan dengan gaya berat yang melawan gerak otot :3,4,5,6,7
- Bila sama sekali tidak ada kontraksi otot diberi nilai 0
- Bila ditemuka adanya sedikit kontraksi otot tanpa gerakan yang nyata, atau
kontraksi dapat dipalpasi tanpa disertai gerakan yang dapat terlihat. Tidak
ditemukan atau hanya ada sedikit gerakan sendi diberi nilai 1
- Bila otot dapat melakukan gerakan tetapi tidak mampu melawan gaya gravitasi
diberi nilai 2
- Bila otot dapat melakukan gerakan yang melawan gravitasi diberi nilai 3
- Bila otot dapat melakukan gerakan yang melawan gravitasi disertai dengan
pemberian tahanan yang bervariasi diberi nilai 4
- Bila otot dapat melakukan gerakan yang melawan gravitasi disertai dengan
pemberian tahanan maksimum beberapa kali tanpa menunjukkan adanya
kelelahan diberi nilai 5. Merupakan nilai dari kekuatan otot yang normal.
Adanya gangguan pada kekuatan dan tenaga otot dikaitkan dengan istilah
kelemahan atau paresis sedangkan hilangnya kekuatan dikaitkan dengan paralisis.
Dengan kata lain parese merupakan keadaan yang tidak lumpuh sama sekali, otot masih
dapat berkontraksi walaupun kekuatannya berkurang sedangkan paralisis / plegia adalah
keadaan lumpuh sama sekali, kontraksi tidak ada.3
Adapun istilah – istilah yang sering dipergunakan pada kelumpuhan6 :
Monoparese / monoplegia : bila kelumpuhan hanya terdapat pada satu anggota badan.
Contoh :
- monoparese brachialis dekstra / sinistra
- monoparese kruralis dekstra / sinistra
Paraparese / paraplegia : kelumpuhan sepasang anggota badan, kedua lengan atas atau
kedua tungkai. Contoh :
- paraparese superior
- paraperese inferior
Tetraparese / tetraplegia : quadriplegia : kelumpuhan semua anggota badan
Hemiparese : kelumpuhan lengan dan tungkai sesisi. Contoh : Hemiparese sinistra /
dextra
Hemiparese cruciata : kelumpuhan motorik ekstrimitas superior bersama – sama dengan
kelumpuhan motorik ekstremitas inferior kontralateral.
Analisa lokalisasi lesi kelumpuhan
Mula – mula ditentukan dahulu tipe kelumpuhannya3,4,5 :
- sentral
- nuklear
- perifer
Tanda Sentral / UMN Perifer / LMN Nuklear
Tonus ↑
Spastis klonus
↓
Flasid, hipo/atonus
↓
Reflek Tendon ↑ ↓ / - ↓ / -
Reflek Kutaneus ↓ N N
Reflek Patologis + - -
Atrofi Otot -
Disused Atrofi
+ +
Tabel 1. Gejala klinis lesi pada UMN, LMN dan Nuklear3,4,5,6
Berdasarkan letak lesi sepanjang traktus kortikospinalis, kelumpuhan dapat dibedakan6:
Korteks :
Hemiparesis motorik saraf otak ( VII, XII sistem kortikobulbaris ) dan ekstremitas
bersifat kontralateral dari lesi dan sesuai dengan homonculus motorik ( parasentralis
tungkai, presentralis lengan )
Batang Otak :
- Mesencephalon : hemiparesis alternans superior ( sindrom Weber )
Hemiparesis motorik ekstremitas kontralateral dan motorik N. III ipsilateral lesi
- Pons : hemiparesis alternans inferior ( sindrom Millard Gubler )
Hemiparesis motorik ekstremitas kontralateral dan motorik N. VI, VII ipsilateral lesi
- Medula Oblongata :
Hemiparesis motorik ekstremitas kontralateral dan motorik N. XII ipsilateral
Medula Spinalis :
Paralisis motorik LMN ipsilateral pada segmen setinggi lesi
Paralisis motorik UMN ipsilateral pada segmen dibawah lesi
KESIMPULAN
Telah dijelaskan mengenai anatomi dan tekhnik pemeriksaan neurologis khususnya
mengenai pemeriksaan sistem motorik traktus kortikospinalis. Pemahaman mengenai
persiapan dan hal – hal yang harus diperhatikan sebelum melakukan pemeriksaan serta
tekhnik pemeriksaan merupakan hal yang penting untuk diketahui dalam rangka membantu
menegakkan diagnosis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Victor, Maurice. Alan H. Ropper, “Adams and Victor’s Principles of Neurology”, The
McGraw-Hill Companies, Inc. 2001, chapter 4, page: 67-72
2. Gilman, Sid. Winans, Sarah. “Essentials of Clinical Neuroanatomy and
Neuropysiology”. 8th Ed. F.A Davis Company, Philadelphia, 1992, chapter 9, page 75-
83
3. Haerer, Armin. “Dejong’s The Neurologic Examination”, 5th Ed., Lippincott Company,
USA, 1992 : 279-483
4. DeMeyer, William, M.D., Technique of the Neurologic Examination, 4th Ed., McGraw-
Hill Inc., USA, 1994 : 200-281
5. Fuller, Geraint, M.A., M.D., MRCP, “Neurological Examination Made Easy”,
Churchill Livingstone 1993, chapter 16, page: 109-111
6. dr. Nurdjaman Nurimaba, SpS(K), dr. Djadjang Suhana, SpS(K), dr. Thamrin
Syamsudin, SpS(K), “Diktat Neurologi Dasar”, FK Universitas Padjadjaran / R.S.
Hasan Sadikin, Januari 1993, Bab 3: Sistema Motorik oleh dr. Lukas Tanubrata,
SpS(K)
7. Prof. DR. dr. S.M Lumbantobing, “Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik Dan Mental”,
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta, 2005, hal 87-94