Sistem hukum indonesia
-
Upload
candika-renaissance -
Category
Documents
-
view
122 -
download
2
description
Transcript of Sistem hukum indonesia
MAKALAH SISTEM HUKUM INDONESIAHUKUM KELUARGA
Disusun Oleh:A.Psi.2
Hari Agung F. (125120300111007)Vania Kirana F. N. (125120300111013)
Raden roro Dea Febrinda H. (125120300111019)Ilma Hanifah (125120300111025)
D.A. Noordiandra F. (125120300111033)Muhammad Reza Satya (125120300111037)Irsalina Febri Indrasari (125120300111049)Intan Triajeng Olitavia (125120300111059)
Yoyada Ephafras (125120301111003)Risak Eka Trisnawati (125120301111011)Lutfi Laila Rahmawati (125120301111021)
Tassya Ayesha (125120301111028)Imania Yesi (125120302111011)Wiga Irmani (125120307111033)
Belle Disya Nasrullah Aziz (125120307111037)Christofer Ronggur Bertho (125120307111044)
PROGRAM STUDI PSIKOLOGIFAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA2013
HUKUM KELUARGA
LATAR BELAKANG
Hukum menurut J.C.T. Simorangkir, SH & Woerjono Sastroparnoto adalah peraturan yang
bersifat memaksa dan menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang
dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib dimana pelanggaran terhadap peraturan tersebut
akan mengakibatkan hukuman yang tertentu. Hukum terdiri dari berbagai macam jenis, ada
hukum pidana, hukum perdata, hukum tata negara, hukum publik, hukum acara pidana, dan
masih banyak jenis hukum yang lainnya. Namun dalam makalah ini hanya akan dibahas satu
jenis hukum saja, yaitu hukum keluarga.
Pada hakikatnya hukum keluarga tergabung kedalam jenis hukum perdata, namun ada beberapa
ahli yang membahas hukum keluarga dalam pembahasan sendiri. Hukum keluarga menurut
Doctrine adalah hukum yang mengatur perkawinan keturunan. Hukum keluarga menurut
K.U.H.Perdata pada asasnya mengatur tentang:
Perkawinan, akibat hukum dari perkawinan , suami istri, mengenai diri/person suami istri,
mengenai harta benda suami istri, anak, anggota keluarga yang lain, hubungan antara wali dan
pupilnya, serta hubungan antara curator dengan Curandus.
Termasuk hukum keluarga antara lain ialah kekuasaan Orangtua (Ouderlijk Macht), perwalian
(Voogdij), pengampunan (Curatele), pendewasaan (Handlichting), dan orang yang hilang. Kita
tidak dapat menutup mata bahwa masih banyak dari masyarakat kita yang belum memahami
betul tentang hukum keluarga ini. Sebagai contoh ketika terjadinya konflik dalam warisan.
Kurangnya pemahaman mengenai pembagian harta warisan menjadi salah satu penyebab konflik
yang berbuntut pada pengadilan.
Selain itu hukum keluarga juga membahas mengenai kekuasaan orang tua. Dalam hal ini akan di
bahas mengenai kekuasaan orang tua terhadap anak ketika terjadi perceraian. Peraturan tentang
tentang perwalian akan berusaha kami jelaskan melalui makalah singkat ini.
RUMUSAN MASALAH
Dalam makalah ini, permasalahan yang akan dibahas adalah :
1. Apa itu hukum keluarga?
2. Apa saja aspek yang dibahas dalam hukum keluarga?
3. Bagaimana hukum keluarga mengatur mengenai kekuasaan orang tua?
4. Bagaimana hukum keluarga mengatur mengenai perwalian?
5. Bagaimana hukum keluarga mengatur mengenai pengampunan?
6. Bagaimana hukum keluarga mengatur mengenai pendewasaan?
7. Bagaimana hukum keluarga mengatur mengenai orang yang hilang?
8. Apa kaitan hukum keluarga dengan psikologi?
PEMBAHASAN
HUKUM KELUARGA YANG MENGATUR KETURUNAN, KEKUASAAN ORANG
TUA, PERWALIAN, PENDEWASAAN, CURENTELE,
DAN ORANG HILANG
Hukum keluarga menurut doctrine adalah hukum yang mengatur perkawinan keturunan.
Hukum keluarga menurut K.U.H.Perdata pada asasnya mengatur tentang:
1) Perkawinan
2) Akibat hukum dari perkawinan
3) Suami istri
4) Mengenai diri/person suami istri
5) Mengenai harta benda suami istri
6) Anak
7) Anggota keluarga yang lain
8) Hubungan antara wali dan pupilnya
9) Hubungan antara curator dengan Curandus
Termasuk hukum keluarga antara lain ialah:
a) Kekuasaan Orangtua (Ouderlijk Macht)
b) Perwalian (Voogdij)
c) Pengampunan (Curatele)
d) Pendewasaan (Handlichting)
e) Orang yang hilang
Asas-asas hukum keluarga
Di dalam hukum keluarga terdapat tiga asas, asas perkawinan, asas putusnya perkawinan,dan
asas harta benda dalam perkawinan.
1. Asas perkawinan
Sumber Hukum Keluarga tertulis:
a) Kaidah-kaidah hukum yang bersumber dari undang-undang, yurisprodensi dan traktat.
b) KUHPerdata.
c) Peraturan perkawinan campuran.
d) UU No.32./1954 tentang pencatatan nikah, talak dan rujuk, dsb.
Sumber Hukum Keluarga yang tidak tertulis:
a) Asas monogami ( pasal 27 BW, pasal 3 UUP ) yang berbunyi : ” Dalam waktu yang sama
seorang lelaki hanya boleh mempunyai seorang istri, dan seorang perempuan hanya
seorang suami ”.
b) Undang-undang yang memandang soal perkawinan hanya dalam hubungan perdata
( pasal 26 BW ) yang berbunyi : ” Perkawinan yang sah adalah perkawinan yang
dilakukan dimuka petugas kantor pencatatan sipil “.
c) Perkawinan adalah suatu persetujuan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan
dibidang hukum keluarga. Menurut pasal 28 asas perkawinan menghendaki adanya
kebebasan kata sepakat antara kedua calon suami istri, dengan demikian jelaslah kalau
perkawinan itu adalah persetujuan.
d) Perkawinan supaya dianggap sah, harus memenuhi syarat-syarat yang dikehendaki oleh
undang-undang.
2. Asas putusnya perkawinan
Ialah berakhirnya perkawinan yang dibina oleh pasangan suami istri yang disebabkan oleh
kematian, perceraian, atas putusan pengadilan. Menurut BW juga disebabkan tidak hadirnya
suami istri selama 10 tahun, dan diikuti dengan perkawinan baru.
Alasan putusnya perkawinan:
a) Salah satu pihak berbuat zina, pemabuk, penjudi yang sukar untuk disembuhkan.
b) Salah satu pihak meninggalkan selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin dan tanpa alasan
yang sah atau diluar kemampuannya.
c) Salah satu pihak cacat badan atau penyakit sehingga tidak bisa menjalankan
kewajibannya sebagai istri.
Akibat putusnya perkawinan:
a) Baik suami istri tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya.
b) Bapak bertanggung jaawab atas biaya pemeliharaan dan pendidikan anak-anaknya.
c) Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan
kepada istrinya.
3. Asas harta benda dalam perkawinan
a) Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.
b) Harta bawaan masing-masing dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai
hadiah perkawinan dibawah penguasaan masing-masing, sepanjang tidak ditentukan lain.
c) Bila perkawinan putus maka pembagian harta benda berdasarkan hukum masing-masing.
A. KEKUASAAN ORANG TUA
Menurut KUHPer. kekuasaaan orangtua dibedakan atas kekuasaan orang tua terhadap diri
anak, dan kekuasaan orang tua terhadap harta benda anak.
Kekuasaan Orang Tua Terhadap Diri Anak.
Pasal 299 BW menentukan bahwa selama perkawinan orang tua masih berlangsung, maka
anak-anak berada dalam kekuasaan orang tua sampai anak itu menjadi dewasa, selama
kekuasaan orang tuanya itu tidak dicabut (ontzet) atau dibebaskan (ontheving). Kekuasaan
orang tua itu mulai berlaku semenjak anaknya lahir atau semenjak pengesahan anak, dan
akan berakhir apabila anak, menjadi dewasa, kecuali apabila perkawinan orang tua itu bubar
atau kekuasaannya dicabut atau dibebaskan.
Apabila kita bertitik tolak dari pasal 299 BW diatas, maka sesungguhnya dari pasal itu dapat
disimpulkan 3 asas yaitu :
a. Kekuasaan orang tua berada pada kedua orang tua
Kekuasaan orang tua dimiliki oleh kedua orang tua, yaitu ayah dan ibu, tetapi lazimnya
dilakukan oleh ayah, kecuali jika ia dicabut atau dibebaskan dari kekuasaan orang tua,
atau berada dalam keadaan perpisahan meja dan ranjang. Ibu dapat menjalankan
kekuasaan orang tua, apabila bapak tidak mampu melakukan kekuasaan itu karena sakit
keras, sakit ingatan, sedang berpergian, selama mereka tidak berada dalam keadaan
perpisahan meja dan ranjang. Saat ibu juga tidak mampu melakukannya, maka oleh
pengadilan negeri diangkatlah seorang wali.
b. Kekuasaan orang tua hanya ada selama perkawinan mereka, apabila perkawinan bubar
maka kekuasaan orang tua tidak ada.
Apabila perkawinan bubar, maka berakhirlah kekuasaan orang tua terhadap anak yang
masih dibawah umur. Menunjukkan asas bahwa kekuasaan orang tua hanya ada selama
ada perkawinan orang tua itu sendiri. Apabila pada saat bubarnya perkawinan masih ada
anak yang belum dewasa, maka pada saat itu kekuasaan orang tua menjadi perwalian
yang akan ditunjuk berdasarkan kepentingan anak yang masih belum dewasa.
c. Orang tua dapat dicabut kekuasaan orang tuanya atau dijelaskan atas alasan-alasan
tertentu.
Di Indonesia pembatasan terhadap kekuasaan orang tua yang sekaligus merupakan sanksi
bagi orang tua itu adalah pencabutan dan pembebasan kekuasaan orang tua. Di Indonesia
karena belum ada hakim khusus untuk anak-anak, maka baik pencabutan ataupun
pembebasan kekuasaan orang tua dimintakan kepada hakim perdata. Pencabutan itu dapat
dilakukan bukan saja terhadap salah satu dari mereka, melainkan dapat keduanya baik
terhadap salah seorang atau terhadap semua anak-anak.
Kekuasaan Orang Tua Terhadap Harta SiAnak.
Kekuasaan orang tua terhadap harta benda anak meliputi :
a. Pengurusan (het beheer)
Pengurusan harta benda anak bertujuan untuk mewakili anak untuk melakukan tindakan
hukum oleh karena anak dianggap tidak cakap (on bekwaam). Seorang pemangku
kekuasaan Orang tua terhadap anak yang belum dewasa mempunyai hak mengurus
(baheer) atas harta benda anak itu (pasal 307 KUHPerdata). Pemangku Kekuasaan
orangtua wajib mengurus harta benda anaknya dan harus bertanggung jawab baik atas
kepemilikan harta itupun atas hasil barang-barang yang mana ia perbolehkan
menikmatinya (pasal 308 KUHPerdata) dan menurut pasal 309 KUHPerdata ia tidak
memindah tangankan harta kekayaan anak yang belum dewasa.
b. Menikmati (het vruiht genot)
Orang tua yang melakukan kekuasaan orang tua atau perwalian berhak menikmati segala
hasil harta kekayaan anak-anaknya yang belum dewasa. Apabila orang tua tersebut
dihentikan dari kekuasaan orang tua atau perwalian maka penikmatan itu beralih kepada
orang yang menggantikannya ( pasal 311 KUHPerdata ). Hak penikmatan tersebut adalah
meliputi seluruh harta benda si anak,kecuali yang tersebut pasal 313 KUHPerdata yaitu :
Barang-barang yang diperoleh si anak dari hasil kerja dan usahanya sendiri.
Barang-barang yang dihasilkan atau diwariskan dengan ketentuan bahwa si bapak
tidak dapat menikmati hasilnya.
Hak penikmatan berakhir apabila:
a) Matinya sianak ( pasal 314 KUH. Perdata )
b) Anak menjadi dewasa.
c) Pencabutan kekuasaan orang tua.
Berakhirnya kekuasaan orang tua.
a) Pencabutan / pemecatan ( ontzet ) atau pembebasan ( onheven ) kekuasaan orang tua.
b) Anak menjadi dewasa (meerderjaring ).
c) Perkawinan bubar.
d) Matinya si anak.
Pencabutan dan Pembebasan Kekuasaan Orang Tua.
Orang tua yang melaksanakan kekuasaan orang tua dapat dicabut /dipecat(onset) kekuasaannya
tersebut apabila melakuakan hal-hal yang disebut pasal 319 a ayat 2 KUH. Perdata yaitu :
a) Telah menyalah gunakan kekuasaan orang tuanya atau terlalu mengabaikan kewajiban
memelihara dan mendidik seorang anak atau lebih.
b) Berkelakuan buruk.
c) Telah mendapat hukuman karena sengaja turut serta melakukan kejahatan terhadap anak
belum dewasa yang ada dalam, kekuasaannya.
d) Telah mendapat hukuman karena kejahatan dalam bab.13,14,15,18,19,dan 20
KUH.Pidana yang dilakukan terhadap anak yang belum dewasa yang ada dalam
kekuasaannya.
e) Telah mendapat hukuman badan 2 tahun lamanya atau lebih.
Pencabutan /pemecatan kekuasaan orang tua terjadi dengan putusan Hakim atas permintaan:
a) Orang tua yang lain.
b) Keluarga.
c) Dewan Perwakilan.
d) Kejaksaan.
Disamping pencabutan/pemecatan (onset) maka orang tua yang melakukan kekuasaan orang tua
dapat dibebaskan dari kekuasaan orang tua atas permintaan dari Dewan Perwakilan atau tuntutan
Jaksa dengan alasan sebagai berikut :
a) Tidak cakap.
b) Tidak mampu menunaikan kewajibannya memelihara dan mendidik anak-anaknya. (pasal
319 a ayat 1 KUH. Perdata).
Pencabutan dan Pembebasan Kekuasaan Orang Tua
a) Pencabutan, mengakibatkan hilangnya hak penikmatan hasil. Pembebasan tidak
menghilangkan hak menikmati hasil.
b) Pencabutan, dilakukan atas permintaan dari orang tua yang lain,keluarga sedarah sampai
derajat ke empat, Dewan Perwakilan dan Jaksa. Pembebasan,hanya diminta oleh Dewan
Perwakilan dan Jaksa.
c) Pencabutan, dapat dilakukan terhadap orang tua masing-masing meski ia tidak nyata-
nyata melakukan kekuasaan orang tua asal belum kehilangan kekuasaan orang tua.
B. PERWALIAN
Pengertian Perwalian menurut KUHPer ( pasal 330 ayat 3), yaitu:
“Mereka yang belum dewasa dan tidak berada dibawah kekuasaan orang tua, berada dibawah
perwalian atas dasar dan cara sebagaimana teratur dalam bagian ketiga,keempat, kelima dan
keenam bab ini”.
KEWAJIBAN WALI
Kewajiban memberitahukan kepada Balai Harta Peninggalan.
Mengadakan inventarisasi mengenai harta si anak yang diperwalikannya (pasal 386 ayat
1 KUHPerdata).
Kewajiban untuk mengadakan jaminan (pasa1335 KUH Perdata).
Kewajiban menentukan jumlah yang dapat dipergunakan tiap tahun oleh anak tersebut
dan juga biaya pengurusan. (pasal 338 KUH Perdata).
Menjual perabotan rumah tangga dan semua barang bergerak dan tidak memberikan hasil
atau keuntungan, kecuali barang-barang yang diperbolehkan disimpan innatura dengan
izin Weeskamer. (pasal 389 KUH Perdata)
Kewajiban untuk mendaftarkan surat-surat piutang negara jika ternyata dalam harta
kekayaan minderjarigen ada surat piutang negara. (pasal 392 KUH Perdata)
Kewajiban untuk menanam (belegen) sisa uang milik menderjarigen setelah dikurangi
biaya penghidupan tersebut.
BERAKHIRNYA PERWALIAN
Berakhirnya perwalian dibagi menjadi dua keadaan,yaitu :
1. Berhubungan dengan keadaan si anak, yaitu :
Anak menjadi dewasa.
Anak meninggal dunia.
Timbul kembali kekuasaan orang tuanya.
Pengesahan seorang anak diluar nikah diakui.
2. Berhubungan dengan tugas wali, yaitu :
Adanya pemecatan atas diri wali.
Adanya alasan pemecatan dari perwalian (Pasal 380 KUHPer)
Berikut ini adalah syarat-syarat lain yang dapat menimbulkan pemecatan atas wali didalam pasal
382 KUHPer, yaitu :
Wali berkelakuan tidak baik.
Dalam melaksanakan tugasnya wali tidak ahli atau menyalahgunakan keahliannya.
Wali dalam keadaan pailit.
Wali untuk dirinya sendiri atau keluarganya melakukan perlawanan terhadap si anak
tersebut.
Wali dijatuhi hukuman pidana yang telah berkekuatan hukum tetap.
Wali tidak memberitahukan terjadinya perwalian kepada Balai Harta Peninggalan (pasal
368 KUHPerdata).
Wali tidak memberikan pertanggung jawaban kepada Balai Harta Peninggalan (pasal 372
KUHPerdata).
KETENTUAN PERWALIAN (UU No.1 tahun 1974).
Ada ketentuan-ketentuan dalam perwalian, menurut ketentuan UU No.1 tahun 1974 tentang
perkawinan pada pasal 50 disebutkan bahwa :
Anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan
perkawinan, yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tua berada dibawah kekuasaan
wali.
Perwalian yaitu mengenai pribadi anak yang bersangkutan, maupun harta bendanya.
Syarat-syarat Perwalian
Syarat-syarat anak untuk memperoleh perwalian adalah:
Anak laki-laki dan perempuan dibawah usia 18 tahun.
Anak-anak yang belum melakukan perkawinan.
Anak tidak berada dibawah kekuasaan orang tua.
Anak tidak berada dibawah kekuasaan wali.
Perwalian menyangkut pemeliharaan anak tersebut dan harta bendanya.
Menurut UU No.1 tahun 1974 pasal 51 perwalian terjadi karena :
Penunjukan oleh salah satu orang tua yang menjalankan kekuasaan sebagai orang tua
sebelum ia meninggal dengan surat wasiat atau dengan lisan dihadapan dua orang saksi.
Wali diambil dari keluarga anak tersebut atau orang lain yang sudah dewasa, berpikiran
sehat, adil, jujur dan berkelakuan baik.
Kewajiban Wali.
Pasal 51 Undang-undang No.1 tahun 1974 menyatakan:
Wali wajib mengurus anak yang berada dibawah kekuasaannya dan harta bendanya
sebaik-baiknya dengan menghormati agama kepercayaan anak itu.
Wali wajib membuat daftar harta benda anak yang berada dibawah kekuasaannya pada
saat memulai jabatannya dan mencatat semua perubahan harta benda anak tersebut.
Wali bertanggung jawab tentang harta benda anak yang berada dibawah perwaliannya
serta kerugian yang ditimbulkan kesalahan dan kelalaiannya.
Larangan Bagi Wali. Pasal. 52 UU No.1 tahun 1974 menyatakan terhadap wali. Orang tua dalam
hal ini, wali tidak diperbolehkan memindahkan hak atau menggadaikan barang-barang yang
dimiliki anaknya yang masih berusia dibawah 18 tahun atau belum melakukan perkawinan
kecuali apabila itu merupakan kepentingan anak yang memaksa.
C. PENGAMPUNAN
Curatele berasal dari kata Eat cura yang artinya pemeliharaan atau pengampuan. Pengampuan
adalah keadaan di mana seseorang karena sifat-sifat pribadinya dianggap tidak cakap atau tidak
di dalam segala hal cakap untuk bertindak di dalam lalu lintas hukum, karena dianggap tidak
cakap maka guna menjamin dan melindungi hak-haknya, hukum memperkenan seseorang untuk
dapat bertindak sebagai wakil dari orang yang berada dibawah pengampuan. Orang yang telah
dewasa yang dianggap tidak cakap tersebut disebut kurandus, sedangkan orang yang bertindak
sebagai wakil dari kurandus disebut pengampu (kurator).
Pengampuan ini diatur dalam buku I KUH Perdata yaitu dalam pasal 433 sampai dengan pasal
464 KUH Perdata. Berdasarkan ketentuan Pasal 433, kondisi sakit jiwa, permanen atau tidak,
merupakan hal yang mutlak seseorang dapat ditempatkan dibawah pengampuan. Namun
demikian, orang yang suka berfoya-foya pun dapat dimintakan pengampuan. Seseorang yang
dapat ditempatkan di bawah pengampuan adalah orang yang telah dewasa yang berada dalam
keadaan keborosan. Sedangkan, yang wajib ditempatkan di bawah pengampuan adalah orang
yang telah dewasa, yang selalu berada dalam keadaan :
a. Sakit ingatan.
b. Pemboros.
c. Lemah daya.
d. Tidak sanggup mengurusi kepentingan sendiri dengan semestinya, disebabkan kelakuan
buruk di luar batas atau mengganggu keamanan.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 434 KUH Perdata, tidak semua orang dapat ditunjuk dan
ditetapkan sebagai pemegang hak pengampuan. Hukum mensyaratkan orang-orang tertentu saja,
seperti :
Orang yang memiliki hubungan darah saja yang dapat mengajukan dan ditetapkan sebagai
pemegang hak pengampuan. Bahkan terhadap saudara semenda (hubungan persaudaraan
karena tali perkawinan) pun, hukum tetap mengutamakan orang yang memiliki hubungan
darah sebagai pemegang hak pengampuan.
Suami atau istri – untuk suami atau istrinya (ayat 3).
Diri sendiri dalam hal tidak cakap mengurus kepentingannya sendiri (ayat 4).
Kejaksaan – untuk mata gelap, dungu, sakit ingatan (pasal 435).
Seorang pengampu diangkat oleh Hakim setelah putusan tentang pengampuan telah memperoleh
kekuatan hukum tetap. Pengangkatan itu segera diberitahukan kepada Balai Harta Peninggalan
sebagai pengawas pengampu. Konsekuensi hukum yang timbul dengan berlakunya pengampuan
terhadap kurandus atau orang yang ditempatkan di bawah pengampuan, adalah :
a. Kurandus berkedudukan sama dengan anak yang belum dewasa.
b. Semua perbuatan perdata yang dilakukan oleh kurandus setelah berlakunya pengampuan
adalah batal demi hukum. Namun, kurandus pemboros tetap berhak melangsungkan
perkawinan, dengan izin kurator dan Balai Harta Peninggalan sebagai kurator pengawas,
berhak membuat wasiat, dan berhak pula meminta agar dikeluarkan dari pengampuan.
c. Kurandus yang sakit ingatan (gila) tidak dapat menikah dan juga tidak dapat membuat
wasiat.
d. Ketentuan undang-undang tentang perwalian atas anak belum dewasa, yang tercantum dalam
Pasal 331 sampai dengan 344, Pasal-pasal 362, 367, 369 sampai dengan 388, 391 dan
berikutnya dalam Bagian 11, 12 dan 13 Bab XV, berlaku juga terhadap pengampuan.
e. Penghasilan kurandus karena keadaan dungu, gila (sakit ingatan) atau mata gelap, harus
digunakan khusus untuk memperbaiki nasibnya dan memperlancar penyembuhan.
f. Kurandus yang belum dewasa tidak dapat melakukan perkawinan, pula tidak dapat
mengadakan perjanjian-perjanjian selain dengan memerhatikan ketentuan-ketentuan pada
Pasal 38 dan 151.
Jalannya pemeriksaan Pengadilan terhadap permintaan seseorang untuk menempatkan orang lain
yang sudah dewasa, yang selalu berada dalam keadaan boros, dungu, sakit ingatan (gila) atau
mata gelap di bawah pengampuan seperti :
a. Bila Pengadilan Negeri berpendapat, bahwa peristiwa-peristiwa itu cukup penting guna
mendasarkan suatu pengampuan, maka perlu didengar para keluarga sedarah atau semenda.
b. Pengadilan Negeri setelah mendengar atau memanggil dengan sah orang-orang tersebut
dalam pasal yang lalu, harus mendengar pula orang yang dimintakan pengampuan (calon
kurandus).
c. Pemeriksaan tidak akan berlangsung sebelum kepada yang dimintakan pengampuan itu
diberitahukan isi surat permintaan dan laporan yang memuat pendapat dari anggota-anggota
keluarga sedarah.
d. Bila Pengadilan Negeri, setelah mendengar atau memanggil dengan sah keluarga sedarah
atau semenda, dan setelah mendengar pula orang yang dimintakan pengampuan, berpendapat
bahwa telah cukup keterangan yang diperoleh, maka Pengadilan dapat memberi keputusan
tentang surat permintaan itu tanpa tata cara lebih lanjut, dalam hal yang sebaliknya,
Pengadilan Negeri harus memerintahkan pemeriksaan saksi-saksi agar peristiwa-peristiwa
yang dikemukakannya menjadi jelas.
e. Setelah mengadakan pemeriksaan tersebut, bila ada alasan, Pengadilan Negeri dapat
mengangkat seorang pengurus sementara untuk mengurus pribadi dan barang-barang orang
yang dimintakan pengampuan.
f. Putusan atas suatu permintaan akan pengampuan harus diucapkan dalam sidang terbuka,
setelah mendengar atau memanggil dengan sah semua pihak dan berdasarkan Kesimpulan
Jaksa.
g. Semua penetapan dan putusan yang memerintahkan pengampuan, dalam waktu yang
ditetapkan dalam penetapan atau keputusan ini, harus diberitahukan oleh pihak yang
memintakan pengampuan kepada pihak lawannya dan diumumkan dengan menempatkan
dalam Berita Negara.
Pengampuan mulai berlaku terhitung sejak saat putusan atau penetapan pengadilan diucapkan.
Artinya, pengampuan sudah berlaku walaupun putusan atau penetapan itu dimintakan banding.
Pengampuan berjalan terus tanpa terputus-putus seumur hidup kurandus, kecuali dihentikan
berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan dan pengampuan berakhir jika sebab-sebab
pengampuan sudah hilang (pasal 460) dan bila curandus meninggal dunia. Dibedakan antara
berakhirnya pengampuan secara absolut dan secara relative, yaitu sebagai berikut :
1. Secara absolut, yaitu berakhirnya yang disebabkan :
a. Meninggalnya kurandus.
b. Adanya putusan pengadilan yang menyatakan bahwa sebab-sebab dan alasan-alasan
pengampuan telah dihapus.
2. Secara relatif, yaitu berakhirnya yang disebabkan :
a. Kurator meninggal dunia.
b. Kurator dipecat atau dibebastugaskan.
c. Suami diangkat sebagai kurator yang dahulunya berstatus sebagai kurandus.
Namun, penghentian pengampuan itu tidak akan diberikan, selain dengan memperhatikan tata
cara yang ditentukan oleh undang-undang guna memperoleh pengampuan, dan karena itu orang
yang ditempatkan di bawah pengampuan tidak boleh menikmati kembali hak-haknya sebelum
putusan tentang pembebasan pengampuan itu memperoleh kekuatan hukum yang pasti.
Pembebasan diri pengampuan harus diumumkan dengan menempatkannya dalam Berita Negara.
Menurut psikologi, banyak orang, secara keliru, menyamakan perilaku yang tidak wajar dengan
gangguan mental. Kebanyakan orang juga salah menyamakan gangguan mental dengan
ketidakwarasan. Definisi ketidakwarasan menurut hukum adalah ketidakmampuan seseorang
dalam menyadari konsekuensi dari perilakunya, dan ketidakmampuan mengendalikan
perilakunya. Seseorang yang tidak dapat mengurusi segala kebutuhan hidup pribadinya
memerlukan seorang pendamping, dan bila perlu diberikan perlindungan atas hukum. Namun
ketidakwarasan hanya merupakan istilah dalam bidang hukum. Seseorang dapat mengidap
gangguan mental, namun oleh pengadilan orang tersebut tetap dianggap waras. Seseorang yang
mengalami gangguan mental dapat diartikan dalam beberapa makna, yaitu :
1. Gangguan mental sebagai suatu pelanggaran dari norma-norma kultural.
2. Gangguan mental sebagai tekanan emosional.
3. Gangguan mental sebagai perilaku yang merusak diri atau sebagai perilaku yang
membahayakan orang lain.
D. PENDEWASAAN
1. PERDATA
Pendewasaan ada 2 macam, yaitu
Pendewasaan penuh : syaratnya telah berumur 20 tahun penuh
Pendewasaan untuk beberapa perbuatan hukum tertentu (terbatas) : sudah berumur 18
tahun penuh (pasal 421 dan 426 KUHPerdata).
Keduanya harus memenuhi syarat yang ditetapkan undang-undang.
Pendewasaan penuh, prosedurnya ialah yang bersangkutan mengajukan permohonan
kepada Presiden RI dilampiri dengan akta kelahiran atau surat bukti lainnya. Presiden
setelah mendengar pertimbangan Mahkamah Agung, memberikan keputusannya. Akibat
hukum adanya pernyataan pendewasaan penuh ialah status hukum yang bersangkutan
sama dengan status hukum orang dewasa. Tetapi bila ingin melangsungkan perkawinan
ijin orang tua tetap diperlukan.
Pendewasaan terbatas, prosedurnya ialah yang bersangkutan mengajukan permohonan
kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang dilampiri akta kelahiran atau surat
bukti lainnya. Pengadilan setelah mendengar keterangan orang tua atau wali yang
bersangkutan, memberikan ketetapan pernyataan dewasa dalam perbuatan-perbuatan
hukum tertentu saja sesuai dengan yang dimohonkan. Akibat hukum pernyataan dewasa
terbatas ialah status hukum yang bersangkutan sama dengan status hukum orang dewasa
untuk perbuatan-perbuatan hukum tertentu.
Dalam hukum Perdata, belum dewasa adalah belum berumur umur 21 tahun dan belum
pernah kawin. Apabila mereka yang kawin belum berumur 21 tahun itu bercerai, mereka
tidak kembali lagi dalam keadaan belum dewasa. Perkawinan membawa serta bahwa
yang kawin itu menjadi dewasa dan kedewasaan itu berlangsung seterusnya walaupun
perkawinan putus sebelum yang kawin itu mencapai umur 21 tahun (pasal 330
KUHPerdata).
Hukum perdata memberikan pengecualian-pengecualian tentang usia belum dewasa
yaitu, sejak berumur 18 tahun seorang yang belum dewasa, melalui pernyataan dewasa,
dapat diberikan wewenang tertentu yang hanya melekat pada orang dewasa. Seorang
yang belum dewasa dan telah berumur 18 tahun kini atas permohonan, dapat dinyatakan
dewasa harus tidak bertentangan dengan kehendak orang tua.
2. PIDANA
Hukum pidana juga mengenal usia belum dewasa dan dewasa.
dewasa : 21 tahun atau belum berumur 21 tahun, akan tetapi sudah atau sudah pernah
menikah.
Hukum pidana anak dan acaranya berlaku hanya untuk mereka yang belum berumur 18
tahun, yang menurut hukum perdata belum dewasa. Yang berumur 17 tahun dan telah
kawin tidak lagi termasuk hukum pidana anak.
belum cukup umur : belum mencapai umur 21 tahun dan belum kawin sebelumnya.
(menurut pasal 294 dan 295 KUHP).
Bila sebelum umur 21 tahun perkawinannya diputus, ia tidak kembali menjadi "belum
cukup umur".
3. ADAT
Hukum adat tidak mengenal batas umur belum dewasa dan dewasa.
Apabila kedewasaan itu dihubungkan dengan perbuatan kawin, hukum adat mengakui
kenyataan bahwa apabila seorang pria dan seorang wanita itu kawin dan dapat anak,
mereka dinyatakan dewasa, walaupun umur mereka itu baru 15 tahun. sebaliknya
apabila mereka dikawinkan tidak dapat menghasilkan anak karena belum mampu
berseksual, mereka dikatakan belum dewasa.
E. HUKUM YANG MENGATUR ORANG HILANG
1. Pengertian Orang Hilang (Mafquud)
Dalam pengertian hukum waris mafquud ialah orang yang hilang dan telah terputus informasi
tentang diriya sehingga tidak diketahui lagi tentang keadaan yang bersangkutan, apakah dia
masih hidup atau sudah wafat. Mafqud adalah orang yang hilang dan telah terputus informasi
tentang dirinya dan tidak diketahui lagi tempat tinggalnya secara pasti sehingga tidak dapat
dipastikan apakah ia masih hidup atau sudah wafat. Orang yang hilang dari negerinya dalam
waktu yang cukup lama dan tidak diketahui lagi keberadaannya apakah ia masih hidup atau
sudah`wafat. Contohnya adalah seorang nelayan yang berlayar untuk mencari ikan. Rekan-
rekannya tidak mengetahui lagi keberadaannya, karena dia menghilang telah cukup lama.
Ada beberapa hukum yang bersangkutan dengan orang yang hilang, diantaranya adalah:
Istrinya tidak boleh dinikahi atau dinikahkan
Hartanya tidak boleh diwariskan, dan hak kepemilikannya tidak boleh diusik, sampai
benar-benar diketahui keadaannya apakah ia masih hidup atau sudah mati. Atau telah
berlalu selama waktu tertentu dan diperkirakan secara umum telah mati, dan hakim pun
telah menetapkannya sebagai orang yang dianggap telah mati. Kadang-kadang bisa juga
ditetapkan sebagai orang yang masih hidup berdasarkan asalnya, hingga benar-benar
tampak dugaan yang sebaliknya (yakni benar-benar sudah mati).
2. Batas waktu untuk menentukan bahwa seseorang itu hilang
hakim memutuskan Mafqud telah Wafat Dalam keadaan:
Yang bersangkutan hilang dalam situasi yang patut dianggap bahwa ia sebagai telah
binasa, seperti karena ada serangan mendadak atau dalam keadaan perang.
Yang bersangkutan pergi untuk suatu keperluan, tetapi tidak pernah kembali dalam
tenggang waktu 40 tahun sejak kepergiannya.
Yang bersangkutan hilang dalam suatu kegiatan wisata atau urusan bisnis.
Terdapat dua pendapat mengenai diputuskannya orang hilang yaitu :
Ditunggu sampai yang bersangkutan berusia 90 tahun karena biasanya di atas usia ini
sudah tipis kemungkinannya bagi seseorang untuk dapat bertahan hidup;
Diserahkan pada petimbangan hakim.
Hak waris orang hilang dalam persepektif hukum islam
Kewarisan merupakan himpunan peraturan-peraturan hukum yang mengatur cara pengurusan
hak-hak dan kewajiban seseorang yang telah meninggal dunia oleh ahli waris atau badan hukum
lainnya. Ada tiga sebab yang menjadikan seseorang mendapatkan hak waris:
Kerabat hakiki (yang ada ikatan nasab), seperti kedua orang tua, anak, saudara, paman,
dan seterusnya.
Pernikahan, yaitu terjadinya akad nikah secara legal (syar'i) antara seorang laki-laki dan
perempuan, sekalipun belum atau tidak terjadi hubungan intim (bersanggama) antar
keduanya. Adapun pernikahan yang batil atau rusak, tidak bisa menjadi sebab untuk
mendapatkan hak waris.
Al-Wala, yaitu kekerabatan karena sebab hukum. Disebut juga wala al-'itqi dan wala an-
ni'mah. Yang menjadi penyebab adalah kenikmatan pembebasan budak yang dilakukan
seseorang. Maka dalam hal ini orang yang membebaskannya mendapat kenikmatan
berupa kekerabatan (ikatan) yang dinamakan wala al-'itqi. Orang yang membebaskan
budak berarti telah mengembalikan kebebasan dan jati diri seseorang sebagai manusia.
Karena itu Allah SWT menganugerahkan kepadanya hak mewarisi terhadap budak yang
dibebaskan, bila budak itu tidak memiliki ahli waris yang hakiki, baik adanya
kekerabatan (nasab) ataupun karena adanya tali pernikahan.
Dederetan hak yang harus ditunaikan yang ada kaitannya dengan harta peninggalan adalah:
Semua keperluan dan pembiayaan pemakaman pewaris hendaknya menggunakan harta
miliknya, dengan catatan tidak boleh berlebihan.
Satu hal yang perlu untuk diketahui dalam hal ini ialah bahwa segala keperluan tersebut
akan berbeda-beda tergantung perbedaan keadaan mayit, baik dari segi kemampuannya
maupun dari jenis kelaminnya.
Hendaklah utang piutang yang masih ditanggung pewaris ditunaikan terlebih dahulu.
Wajib menunaikan seluruh wasiat pewaris selama tidak melebihi jumlah sepertiga dari
seluruh harta peninggalannya.
Bila ternyata wasiat pewaris melebihi sepertiga dari jumlah harta yang ditinggalkannya,
maka wasiatnya tidak wajib ditunaikan kecuali dengan kesepakatan semua ahli warisnya
Setelah itu barulah seluruh harta peninggalan pewaris dibagikan kepada para ahli
warisnya sesuai ketetapan yang berlaku.
Dalam faraid web dinyatakan, apabila seseorang wafat dan mempunyai ahli waris, dan diantara
ahli warisnya ada yang hilang dan tidak dikenal lagi rimbanya, maka cara pemberian hak
warisnya ada dua keadaan:
Ahli waris yang hilang tersebut sebagai penghalang bagi ahli waris lainnya (yakni
termasuk ashabah tanpa ada satupun ashhabul furudh yang berhak untuk mendapat
bagian).
Ahli waris yang hilang tersebut bukan sebagai penghalang bagi ahli waris lainnya,
bahkan ia sama berhak untuk mendapatkan warisan sesuai dengan bagian atau fardh-nya
(yakni termasuk ashhabul furudh).
Muhammad Abul ’Ula Kholifah (dalam wikipedia, 2009) mengatakan bahwa ada suatu prinsip
dalam pembagian warisan mafqud, yaitu jika dikaitan dengan harta pribadinya, dia dianggap
sebagai hidup sampai diketahui atau dinyatakan kematiannya. Jika dikaitkan dengan harta orang
lain, dia dianggap wafat, sehingga dengan demikian dia tidak termasuk ahli waris, sampai ada
kejelasan statusnya, sudah wafatkah dia atau masih hidup. Atas dasar prinsip tersebut, maka
teknis pembagian waris mafqud harus ditempuh melalui dua cara, yaitu:
Pertama, mafqud dianggap masih hidup, sehingga bagiannya sementara ditunda sampai
ada kejelasan statusnya;
Kedua, mafqud dianggap sudah wafat, sehingga dengan demikian dia bukan sebagai ahli
waris. Karena demikian adanya, maka perlu diperhatikan keberadaan ahli waris lainnya,
yaitu:
o Terhadap ahli waris yang bagiannya tetap sama dalam dua keadaan tersebut,
yakni baik mafqud bersangkutan masih hidup ataupun sudah wafat, maka
kepadanya diberikan bagian secara penuh.
o Terhadap ahli waris yang bagiannya berubah dalam salah satu dari dua keadaan
dimaksud, maka kepadanya diberikan bagian yang lebih kecil, sedangkan sisanya
sementara ditunda sampai ada kejelasan status mafqud. Jika mafqud bersangkutan
ternyata benar-benar masih hidup, maka ia mengambil bagian yang sementara
ditunda itu. Sebaliknya, jika ternyata mafqud tersebut benar-benar telah wafat,
maka bagian yang sementara ditunda itu diberikan kepada ahli waris yang berhak
menerimanya.
o Terhadap ahli waris yang belum jelas status kewarisannya, artinya ia berhak
mewaris dalam satu cara, tetapi tidak berhak mewaris dalam cara yang lain, maka
di sini wajib ditunda bagiannya sampai jelas status mafqud.
Alasan yang dapat dipergunakan untuk menetapkan mafqudnya seseorang :
Tidak ada kabar beritanya dan keluarga tidak tahu dimana keberadaannya, sudah
diusahakan mencari tahu dimana orang mafqud berada.
Menurut aturan hukum islam, keberadaan kabar berita orang mafqud ditunggu antara 4-5
tahun.
Jika lewat dari waktu tersebut, maka bisa mengajukan ke pa untuk menetapkan orang
mafqud tersebut mati secara hukmy (hukum).
Keluarga sudah berusaha untuk mencari informasi keberadaannya serta bisa
mengumumkannya melalui media elektronik/cetak/pihak berwajib.
Dasar pertimbangan hakim untuk mengabulkan permohonan penetapan bagi yang mafqud
adalah :
Bukti-bukti berupa keterangan dari keluarga, media cetak, elektronik, dan pihak berwajib
bahwa orang mafqud sudah diusahakan mencari keberadaannya.
Tenggang waktu menunggu sudah sangat lama.
Ada perbuatan hukum yang harus segera keluarga selesaikan, dan perbuatan hukum tersebut
menyangkut hak dan kewajiban orang mafqud serta keluarganya.
Kaitan antara hukum keluarga dengan psikologi
Kasus yang diangkat dalam pembahasan kali ini adalah kasus perkawinan terhadap anak
dibawah umur. Kasus ini dilakukan oleh Syekh Pudji pada tahun 2008. Ia melakukan
tindakan kontroversi dengan menikahi Lutfiana pada tahun 2008 lalu yang kala itu baru
berusia 12 tahun. Kejadian yang terjadi di Semarang ini sempat membuat heboh masyarakat
sekitar. Kejadian ini mengundang perhatian dari komnas Anti Kekerasan terhadap
Perempuan, serta beberapa ahli psikologi.
Masalah ini dapat dikaitkan dengan hukum keluarga, yaitu pendewasaan. Seseorang
dikatakan dewasa secara utuh ketika berusia 20 tahun, dan bisa dikatakan dewasa tidak penuh
ketika berumur 18 tahun. Hal ini sesuai dengan pasal 421 dan 426 KUHPerdata. Sangat jelas
bahwa ini juga berhubungan dengan hukum perkawinan.
Dalam kasus ini, tentu saja hukum keluarga mengatur mengenai anak. Anak yang semestinya
harus menikmati masa-masa untuk bermain, malah dipaksa untuk melakukan hal yang
harusnya dilakukan oleh orang dewasa, yaitu perkawinan. Hal yang patut menjadi pokok
pemikiran kita adalah apa alasan Lutfiana menerima perkawinan tersebut. Apa faktor yang
mendorong Lutfiana melakukannya masih menjadi perdebatan dikalangan masyarakat.
KESIMPULAN
Keluarga adalah kesatuan masyarat kecil yang terdiri dari suami istri dan anak yang berdiam
dalam suatu rumah tangga.
Hukum keluarga menurut doctrine adalah hukum yang mengatur perkawinan keturunan.
Adapun yang termasuk hukum keluarga ada lima bagian, yaitu:
a) Kekuasaan Orangtua (Ouderlijk Macht)
b) Perwalian (Voogdij)
c) Pengampunan (Curatele)
d) Pendewasaan (Handlichting)
e) Orang yang hilang