Sinusitis Frontalis Akut
-
Upload
kharisma-prasetya -
Category
Documents
-
view
554 -
download
5
Transcript of Sinusitis Frontalis Akut
Paper
SINUSITIS FRONTALIS AKUT
Pembimbing: dr. Rihanna Lubis
Oleh:
Kharisma Prasetya Adhyatma
070100083
KEPANITRAAN KLINIK SENIOR
DEPARTEMEN SMF ILMU KESEHATAN
TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER
FAKULTAS KEDOKTERAN USU
RSUP H. ADAM MALIK
MEDAN
2012
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan
rahmat-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan paper ini dengan tepat waktu.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Rihana, selaku PPDS
pembimbing makalah ini, serta kepada dokter-dokter PPDS lainnya yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penulisan makalah ini, sehingga dapat
selesai walaupun masih jauh dari sempurna.
Penulisan paper ini bertujuan untuk mengetahui pencapaian pembelajaran
dalam kepaniteraan klinik senior Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Bedah Kepala Leher di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
terutama mengenai Sinusitis Frontalis Akut.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Departemen Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher dalam penyusunan paper ini. Penulis
menyadari bahwa penyusunan paper ini masih memiliki kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan dikarenakan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karenanya,
penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun, untuk kesempurnaan paper
ini.
Medan, 30 Juli 2012
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1. Latar Belakang...............................................................................................1
1.2. Tujuan..............................................................................................................
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................32
3.1. Definisi........................................................................................................32
3.2. Etiopatofisiologi..........................................................................................32
3.3. Epidemiologi...............................................................................................33
3.4. Gejala Klinis................................................................................................33
3.5. Diagnosis.....................................................................................................34
3.6. Pemeriksaan Penunjang...............................................................................36
3.7. Penatalaksanaan...........................................................................................36
3.8. Komplikasi..................................................................................................38
3.9. Prognosis.....................................................................................................38
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................44
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter sehari-
hari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh
dunia. 1
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai
atau dipicu oleh rinitis sehingga disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya adalah selesma
(common cold) yang mÏerupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti olek infeksi
bakteri. Jika mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua
sinus paranasal disebut pansinusitis. 1
Yang paling sering terkena adalah sinus etmoid dan maksila, sedangkan sinus frontal
lebih jarang dan sinus sfenoid lebih jarang lagi. Sinus maksila disebut juga antrum Highmore,
letaknya dekat akar gigi rahang atas, maka infeksi gigi mudah menyebar ke sinus sehingga
disebut sinusitis dentogen. Sinusitis dapat menjadi berbahaya karena menyebabkan
komplikasi ke orbita dan intrakranial, serta menyebabkan peningkatan serangan asma yang
sulit diobati. 1
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan laporan ini adalah untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik senior
Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL)
RSUP H. Adam Malik Medan dan meningkatkan pemahaman mahasiswa mengenai sinusitis
frontalis akut.
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Sinus Frontal
Sinus frontal terletak di os frontal dan mulai terbentuk sejak bulan keempat fetus. Ini
berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid. Setelah lahir, sinus
frontal berkembang pada usia 8-10 tahun dan mencapai ukuran maksimal sebelum berusia 20
tahun. 3
Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, dimana satu lebih besar dari yang
lain dan dipisahkan oleh sekat yang terletak di garis tengah. Kurang lebih 15% orang dewasa
hanya mempunyai satu sinus frontal dan kurang dari 5% sinus frontalnya tidak berkembang. 3
Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebarnya 2,4 cm, dan dalamnya 2 cm.
Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk. Tidak adanya gambaran
septum-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto Rontgen menunjukkan adanya
infeksi sinus. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang tipis dari orbita dan fosa serebri
anterior sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini. 3
Dinding anterior sinus frontal berhubungan dengan kulit dahi, dinding inferior
berhubungan dengan orbita dan isinya, dan dinding posteriornya adalah meninges dan lobus
frontal otak. Sinus maksila dapat berhubungan langsung ke meatus media ataupun melalui
duktus frontonasal. Pada meatus media, sinus frontal berdrainase ke resesus frontal,
infundibulum etmoid, dan bula etmoid. 2
2
Gambar 1. Potongan Sagital Sinus Paranasal 6
Gambar 2. Sinus Frontal Pada Potongan Koronal CT scan 7
3
2.2 Fisiologi Sinus Paranasal
2.2.1 Ventilasi Sinus
Ventilasi sinus berlangsung melalui ostiumnya. Ketika inspirasi, arus udara
menyebabkan terjadinya tekanan negatif di dalam hidung. Ini bervariasi dari -6 mm sampai -
200 mm H2O, tergantung dari kekuatan inspirasi. Saat ekspirasi, tekanan positif terbentuk di
dalam hidung dan ini menyebabkan terjadinya ventilasi sinus. Jadi ventilasi dalam sinus
bersifat paradoks dimana sinus tidak berisi udara saat inspirasi dan berisi udara saat ekspirasi.
Ini terbalik dengan yang terjadi di dalam paru dimana paru-paru berisi udara ketika inspirasi
dan tidak berisi udara saat ekspirasi. 2
2.2.2 Drainase Mukosa Pada Sinus
Mukus yang disekresi di sinus paranasal menuju ke ostium sinus paranasal. Di sini,
silia sangat aktif dan mendorong mukus ke dalam meatus yang kemudian menuju ke faring.
Mukus dari kelompok sinus anterior berjalan sepanjang lateral pharygeal gutter yang
terdapat di belakang posterior pillar, sedangkan mukus dari kelompok sinus posterior
menyebar ke dinding posterior faring dan kemudian ditelan. Infekasi pada kelompok sinus
anterior, lateral lymphoid band, yang terletak di belakang posterior pillar akan hipertrofi. 2
2.2.3 Fungsi Sinus Paranasal
Sampai saat ini belum ada penyesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus paranasal.
Ada yang berpendapat bahwa sinus paranasal ini tidak mempunyai fungsi apa-apa karena
terbentuk sebagai akibat pertumbuhan tulang wajah. Beberapa teori yang dikemukakan
sebagai fungsi sinus paranasal antara lain: 2,3
1. Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)
Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur
kelembaban udara inspirasi. Keberatan terhadap teori ini karena ternyata tidak terdapat
pertukaran udara yang definitif antara sinus dan rongga hidung.
Volume pertukaran udara dalam ventilasi sinus kurang dari 1/1000 volume sinus pada
tiap kali bernafas sehingga dibutuhkan beberapa jam untuk pertukaran udara total dalam
4
sinus. Lagipula mukosa sinus tidak mempunyai vaskularisasi dan kelenjar yang sebanyak
mukosa hidung.
2. Sebagai penahan suhu (thermal insulators)
Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan atau buffer panas, melindungi orbita dan
fosa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah. Tetapi kenyataannya sinus-sinus
yang besar tidak terletak diantara hidung dan organ-organ yang dilindungi.
3. Membantu keseimbangan kepala
Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang wajah. Akan
tetapi bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya akan memberikan penambahan
berat sebesar 1% dari berat kepal sehingga teori ini dianggap tidak bermakna.
4. Membantu resonansi suara
Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan mempengaruhi
kulaitas suara. Akan tetapi ada yang berpendapat bahwa posisi sinus dan ostiumnya tidak
memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonator yang efektif. Lagipula tidak korelasi antara
resonansi sinus dengan besarnya sinus pada hewan-hewan tingkat rendah.
5. Sebagai peredam perubahan tekanan udara
Fungsi sebagai peresam perubahan tekanan udara ini berjalan bila ada perubahan
tekanan yang besar dan mendadak, misalnya sewaktu bersin atau membuang ingus.
6. Membantu produksi mukus
Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal jumlahnya sedikit dibandingkan dengan
mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk membersihkan partikel yang ikut masuk
dengan udara inspirasi karena mukus ini keluar dari meatus medius dimana merupakan
tempat yang paling strategis.
2.3 Sinusitis Frontalis Akut
2.3.1 Definisi
Sinusitis frontalis adalah peradangan pada sinus frontal yang terjadi di bawah 4
minggu. 1,8,9
5
2.3.2 Faktor Resiko
Sinusitis frontalis akut hampir selalu bersama-sama dengan infeksi sinus etmoidalis
anterior. Sinus frontal berkembang dari sel-sel etmoidalis anterior, dan duktus nasalis
frontalis yang berlekuk-lekuk berjalan amat dekat dengan sel-sel ini. Maka, faktor resiko atau
faktor predisposisi terjadinya sinusitis frontal adalah sama dengan faktor-faktor untuk infeksi
sinus lainnya. 4,8
2.3.3 Etiologi
Sinusitis frontalis akut dapat disebabkan oleh:
masuknya air ke dalam sinus saat berenang atau menyelam
biasanya didahului dengan adanya infeksi virus pada saluran nafas bagian atas yang
diikuti dengan invasi bakteri
trauma eksternal pada sinus seperti fraktur atau luka penetrasi
edema meatus media, sekunder terhadap infeksi sinus maksila atau etmoid yang
ipsilateral 5,8
2.3.4 Gejala Klinis
Gejala klinis pada sinusitis frontal akut adalah:
Nyeri kepala frontal. Nyeri kepala ini biasanya berat dan terlokalisasi pada daerah
sinus yang terkena. Biasanya pada daerah dahi atau seluruh kepala. Nyeri kepala ini
mempunyai karakteristik periodik dimana timbul pada saat bangun tidur, memberat
dan mencapai puncak nyeri pada siang hari dan perlahan-lahan mereda hingga
menjelang malam. Nyeri kepala ini disebut dengan: office headache karena hanya
muncul sewaktu jam orang bekerja di kantor.
Tenderness.Tekanan pada bagian atas sinus frontal, di atas canthus media,
menyebabkan timbulnya nyeri. Ini juga dapat timbul dengan mengetuk dinding
anterior sinus frontal pada regio supraorbita bagian medial.
Bengkak atau edema pada kelopak mata bagian atas
Nasal discharge 1,4,8
6
2.3.5 Diagnosis
Diagnosis sinusitis frontalis akut dibuat berdasarkan anamnesis sesuai dengan gejala
yang telah dikeluhkan pasien, pemeriksaan rinoskopi, dan dengan X-ray. Pada pemeriksaan
X-ray, akan tampak daerah opak atau gambaran fluid level pada sinus yang terkena. X-ray
dengan posisi Water’s dan foto lateral harus dilakukan. 8
2.3.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan sinusitis frontalis akut tediri dari medikamentosa dan tindakan
pembedahan. Medikamentosa untuk sinusitis frontalis akut sama dengan sinusitis maksilaris
akut dimana diberikan antimikroba, dekongestan ostium sinus untuk drainase, dan analgetik.
Antibiotik yang dipilih adalah golongan penisilin seperti amoksisilin. Jika kuman
diperkirakan telah resisten atau memproduksi beta-laktamase, maka dapat diberikan
amoksisilin-klavulanat atau jenis sefalosporin generasi ke-2. Pada sinusitis, antibiotik
diberikan selama 10-14 hari meskipun gejala klinis sudah hilang. Dekongestan yang
diberikan boleh oral atau topikal. Selain obat di atas, dapat diberikan steroid oral atau topikal,
pencucian rongga hidung dengan NaCl atau pemanasan (diatermi). Antihistamin tidak rutin
diberikan karena antikolinergiknya dapat membuat sekret menjadi lebih kental. Tetapi
kombinasi antihistamin dengan nasal dekongestan oral (pseudoefedrin atau phenylephrine
hydrochloride) terbukti bermanfaat. 1,8
Tindakan pembedahan yang dapat dilakukan adalah trepanasi sinus frontal dan antral
lavage. Apabila tetap terdapat nyeri atau pireksia selama 48 jam setelah diberikan
medikamentosa, atau terdapat pembengkakan pada kelopak mata yang semakin besar dan
mengancam terjadinya selulitis orbita, sinus frontal harus didrainase dari luar atau dilakukan
tindakan trepanasi sinus frontal. Insisi dilakukan secara horizontal sebesar 2 cm pada daerah
superomedial orbita di bawah alis mata. Suatu bor kecil digunakan untuk membuat lubang
tipis yang menjadi dasar sinus frontal. Suatu kateter ditempatkan di dalam sinus untuk
drainase pus serta irigasi sinus. Pus diambil untuk dilakukan kultur dan tes sensitivitas. Irigasi
sinus dilakukan dengan cairan normal saline dua sampai tiga kali per hari sampai duktus
frontonasal menjadi paten. Ini dapat diketahui dengan menambahkan beberapa tetes
methylene blue pada cairan irigasi dan melihat apakah cairan tersebut keluar melalui hidung.
Kateter dapat diangkat apabila duktus frontonasal telah paten. Antral lavage dilakukan pada
7
keadaan co-existence maxillary sinusitis dimana ini akan mendorong terjadinya drainase
dengan cara mengatasi edema pada meatus media. 4,8
2.3.7 Komplikasi Sinusitis
Angka kejadian komplikasi sinusitis telah menurun sejak ditemukannya antibiotik.
Adapun komplikasi yang dapat ditimbulkan dari sinusitis akut adalah:
Komplikasi orbita
Komplikasi orbita dapat berupa edema palpebra, selulitis orbita (infeksi pada
jaringan lunak posterior dari septum orbita), abses subperiosteal (pus di bawah
periosteum lamina papirasea), abses orbita, dan trombosis sinus kavernosus.
Inflamasi pada kelopak mata dapat diobati dengan pemberian antibiotik oral
sedangkan selulitis orbita biasanya respon terhadap antibiotik intravena. Abses
subperiosteal dan abses orbita memerlukan drainase operatif. Trombosis sinus
kavernosus sangat mengancam jiwa dan mempunyai prognosis yang jelek walaupun
telah diberikan penatalaksanaan medikal dan operatif yang agresif. Insidensi
terjadinya komplikasi orbita lebih tinggi pada anak-anak dibandingkan orang dewasa.
Kelainan intrakranial
Kelainan intrakranial dapat berupa meningitis, abses ekstradural, epidural atau
subdural, trombosis sinus kavernosus atau abses lobus frontalis apabila infeksi
menyebar melalui dinding belakang sinus.
Osteomielitis dan abses superiosteal
Ini merupakan kompliaksi yang paling sering timbul akibat sinusitis frontal
dan biasanya ditemukan pada anak-anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat
timbul fistula oroantral atau fistula pada pipi.
Sinusitis subakut atau kronik apabila sinusitis akut tidak diobati atau diberikan
penanganan yang tidak sesuai. 1,5,8,9,10
8
2.3.8 Prognosis
Sinusitis secara primer tidak menyumbang angka kematian kecuali terkomplikasi.
Sekitar 40% kasus sembuh sendiri tanpa bantuan antibiotik. Angka kesembuhan spontan
dari sinusitis viral mencapai 98%. Beberapa studi menunjukkan perbaikan sampai 25%
kasus sinusitis frontalis dengan pengobatan yang tepat dan operasi. 5,10
9
BAB 3
KESIMPULAN
Sinusitis frontalis akut adalah peradangan pada sinus frontal yang terjadi di bawah 4
minggu. Sinusitis frontalis akut hampir selalu bersama-sama dengan infeksi sinus etmoidalis
anterior.
Gejala klinis pada sinusitis frontal akut adalah nyeri kepala frontal, nyeri tekan oada
daerah sinus frontal, bengkak pada kelopak mata bagian atas, dan adanya nasal discharge.
Diagnosis sinusitis frontalis akut dibuat berdasarkan anamnesis sesuai dengan gejala yang
telah dikeluhkan pasien, pemeriksaan rinoskopi, dan dengan X-ray.
Penatalaksanaan sinusitis frontalis akut tediri dari medikamentosa dan tindakan
pembedahan. Antibiotik yang dipilih adalah golongan penisilin seperti amoksisilin. Tindakan
pembedahan yang dapat dilakukan adalah trepanasi sinus frontal dan antral lavage.
10
DAFTAR PUSTAKA
1. Soetjipto, D. & Mangunkusomo, E., 2007. Sinus Paranasal. Dalam: Soepardi, E. A.,
Iskandar, N., Bashiruddin, J., dan Restuti, R. D. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi Keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 145-9.
2. Dhingra, P. L., 2007. Anatomy and Physiology of Paranasal Sinuses. In : Disease of Ear,
Nose and Throat 4th Edition. New Delhi: Elsevier, 178-80.
3. Mangunkusomo, E. & Soetjipto, D., 2007. Sinusitis. Dalam: Soepardi, E. A., Iskandar,
N., Bashiruddin, J., dan Restuti, R. D. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala & Leher Edisi Keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 150-5.
4. Hilger, P. A., 1997. Penyakit Sinus Paranasal. Dalam: Adams, G. L., Boies, L. R., Higler,
P. A. BOIES Buku Ajar Penyakit THT (BOEIS Fundamentals of Otolaryngology) Edisi
Keenam. Jakarta: EGC, 240-5.
5. Brook, Itzhak, 2012. Acute Sinusitis. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/232670-overview#showall (diakses tanggal 27
Juli 2012).
6. Netter, F.H. Nasal Region. In: Interactive Atlas of Human Anatomy Version 2.0. Swiss:
Novartis. 126-8.
7. Standring, S., 2008. Viscera: Paranasal Sinuses. In: GRAY’S Anatomy: The Anatomical
Basic of Clinical Practice Thirty-Ninth Edition. Philadelphia: Elsevier.
8. Dhingra, P. L., 2007. Acute Sinusitis. In : Disease of Ear, Nose and Throat 4th Edition.
New Delhi: Elsevier, 181-4.
9. Lalwani, A. K., 2007. Acute and Chronic Sinusitis. In: Current Diagnosis & Treatment /
Otolaryngology Head and Neck Surgery Second Edition. New York: Mc Graw-Hill.
10. Krishna, Priya, 2011. Acute Frontal Sinusitis Surgery. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/862292-overview#showall (diakses tanggal 27
Juli 2012).
11